1
PENGANTAR Perilaku manusia kadang kala mementingkan dirinya sendiri. Fenomena ini sering terlihat bahwa ketika ada orang mengalami kesulitan, sering tidak mendapatkan bantuan dari orang lain. Sebagian orang, ketika menyaksikan orang lain dalam kesulitan, langsung membantunya, sedang yang lain barangkali diam
saja
meskipun
mampu
melakukannya.
Sebagian
lagi
cenderung
menimbang-nimbang lebih dahulu sebelum bertindak. Seterusnya, ada pula yang ingin membantu, tetapi motifnya bermacam-macam dan seterusnya (Mahmud, 2003). Kesehatan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia, terbukti berbagai cara dilakukan orang untuk mendapatkan kesehatan yang prima. Tidak jarang untuk mencapai kesehatan yang diharapkan, seseorang memerlukan bantuan dari pihak lain yaitu rumah sakit sebagai intansi yang berwenang memberikan pelayanan kepada masyarakat luas. Semakin peduli masyarakat terhadap kesehatan, semakin tinggi pula tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu lembaga yang merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang manjalankan rawat inap, rawat jalan, dan rehabilitasi berikut segala penunjangnya (Panitia Etika RS dalam Suharyanti, 2002). Salah satu bidang profesi yang didalamnya menekankan prinsip perilaku menolong adalah perawat di rumah sakit. Profesi atau pekerjaan sebagai perawat merupakan profesi yang tidak lepas dari tugas-tugas yang bersifat memberikan pertolongan kepada pasien yang merupakan salah satu bentuk perilaku prososial.
2
Perawat yang seharusnya bertugas memberikan pertolongan kepada setiap pasien yang datang dan harus memeriksa pasien secara baik-baik dan tidak dibenarkan untuk menolak pasien tanpa kecuali. Tapi tidak seperti apa yang dialami oleh saudari Nuraini. Anaknya mengalami pembengkakan kelenjar di kepala. Ketika dibawa ke RS Pirngadi Kota Medan, pihak rumah sakit itu tidak mau merawat anaknya karena mereka dari kalangan orang miskin. Bahkan ketika hendak meninggalkan rumah sakit, ada seorang perawat yang menyuruhnya untuk membungkus kepala anaknya rapat-rapat karena takut kalau ada wartawan yang melihatnya (www.kompas.com. 30/07/2005). Peneliti melakukan wawancara dengan salah seorang teman yang bernama
bunga
(nama
samaran)
yang
pernah
dirawat
di
RSU
PKU
Muhammadiyah Yogyakarta karena sakit demam tinggi. Selama Bunga dirawat di sana, ia merasakan pelayanan para perawatnya yang kurang memuaskan. Menurut ceritanya ketika itu ia meminta tolong kepada salah seorang perawat untuk mengambilkan air panas untuk minum obat, akan tetapi perawat tersebut menyuruhnya mengambil sendiri air panas tersebut dengan alasan tidak ada perawat yang berjaga di ruang jaga perawat. Keesokan malamnya Bunga kembali meminta tolong untuk diambilkan air panas untuk minum obat kepada perawat yang berbeda, malah perawat tersebut mengatakan bahwa dapurnya sudah tutup (20/02/07). Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh dan berkembang (Purba, 2006). Menurut Curruth, dkk. (Nurrachman, 2001) dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan
3
keahlian, kata-kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping klien, dan bersikap caring sebagai media pemberi asuhan. Caring didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan perhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien. Perilaku caring adalah perilaku menolong klien dalam meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan sosial. Untuk itu, pelayanan keperawatan yang bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai apabila perawat dapat memperlihatkan perilaku menolong kepada pasien. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial menurut
Sears
(1991) tersebut antara lain: (1) faktor situasional yang meliputi kehadiran orang lain, kondisi lingkungan, tekanan waktu, (2) faktor dari penolong yang meliputi kepribadian orang yang menolong, suasana hati, rasa bersalah, distres diri dan rasa empatik, (3) faktor orang yang membutuhkan pertolongan antara lain menolong orang yang kita sukai, orang yang ditolong memang pantas untuk ditolong. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku prososial adalah kepribadian orang yang menolong. Frensterheim & Bear (dalam Letor, 2000) pasa saat bekerja, seluruh aspek kepribadian memegang peranan yang sangat penting, salah satunya adalah harga diri. Aronoff (Brigham, 1991) mengatakan bahwa sejumlah penelitian telah mengidentifikasi sejumlah faktor kepribadian yang tampaknya berhubungan dengan kepribadian prososial. Hal ini mencakup harga diri yang tinggi, keyakinan bahwa orang dapat mengendalikan nasibnya sendiri, penolakan yang rendah (kurang menolak) tanggung jawab, relatif
4
tingginya perkembangan moral, dan kemauan untuk mengemban tanggung jawab demi kesejahteraan pihak lain. Berdasarkan uraian di atas, penulis menduga bahwa perilaku prososial yang dimiliki oleh seorang perawat dipengaruhi oleh harga diri. Berangkat dari permasalahan tersebut maka peneliti melakukan penelitian mengenai apakah ada hubungan antara harga diri dengan perilaku prososial pada perawat RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. KEASLIAN PENELITIAN Peneliti menemukan beberapa penelitian yang sejenis. Pertama yaitu penelitian yang dilakukan oleh Mahmud H.R (2003) dengan topik penelitian Hubungan Antara Gaya Pengasuhan Orangtua Dengan Tingkah Laku Prososial Anak. Subjek penelitian adalah remaja akhir mahasiswa PGSD Unsyiah Banda Aceh. Kuesioner gaya pengasuhan orangtua mengacu pada konsep dari Baumrind (1987) yaitu gaya pengasuhan authoritarian, permissive, dan authoritative. Sedangkan kuesioner tingkah laku prososial mengacu pada teori dari Bar-Tal (1976) yang meliputi menolong, membantu, membagi dan menyumbang. Penelitian yang kedua
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Indrawati
(2005) dengan topik penelitian
Hubungan Antara Empati Dengan Perilaku
Prososial. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap hubungan antara empati dengan perilaku prososial. Subjek penelitian laki-laki (25 orang) dan perempuan (25 orang) yang berusia antara 22-65 tahun yang tinggal di perumahan Taman kenari Mundu, Catur Tunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta. Skala perilaku prososial disusun dengan mengacu pada teori dari Wrightman & Deaux (1981)
5
yang meliputi aspek-aspek menolong, berbagi, bekerjasama, jujur, dermawan, menyumbang, dan memperhatikan hak dan kesejahteraan orang lain. Sedangkan skala empati disusun dengan mengacu pada teori dari Davis (1983) yang meliputi aspek perspective taking, fantasy, emphatic concern, dan personal distress. Penelitian ketiga dilakukan oleh Katri ayu Wulandari (2006) dengan topik penelitian Hubungan Antara Pola Asuh Orang tua Tipe Demokratis Dengan Intensitas Prososial Pada Siswa Madrasah Aliyah Negri 1 Boyolali. Subjek penelitian adalah siswa Madrasah Aliyah Negri 1 Boyolali baik pria maupun wanita yaitu siswa-siswi yang diperkenankan oleh pihak sekolah untuk dijadikan responden. Skala intensitas prososial disusun dengan mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Mussen (1979) yang mencakup tindakan-tindakan berbagi, kerjasama, menolong, menyumbang, bertindak jujur. Sedangkan skala pola asuh orang tua tipe demokratis disusun dengan mengacu pada teori Baumrind (Mussen, dkk 1994) yang mencakup empat aspek perilaku orang tua terhadap anaknya yaitu kontrol, tuntutan kedewasaan, kejelasan komunikasi orang tua dan anak, asuhan orang tua. Berdasarkan penelitian terdahulu di atas, maka penelitian yang peneliti lakukan masih memiliki keaslian dalam hal; pertama dalam hal keaslian topik yaitu dari penelitian terdahulu yang ada, variabel bebasnya adalah gaya pengasuhan orang tua, empati, dan pola asuh orang tua tipe demokratis. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut tidak menyebutkan harga diri sebagai variabel bebasnya, maka penelitian ini memiliki keaslian topik yaitu adanya variabel bebas yang berbeda dengan penelitian terdahulu. Kedua yaitu keaslian teori, penelitian-penelitian terdahulu menggunakan teori dari Bar-Tal (1976),
6
Wrightman & Deaux (1981), dan Mussen (1979) untuk menjelaskan aspek-aspek dari variabel tergantung, sedangkan dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori dari Carlo & Randall (2001), maka penelitian ini memiliki keaslian teori. Ketiga keaslian alat ukur, dalam penelitian kali ini peneliti melakukan modifikasi alat ukur dari penelitian terdahulu. Keempat keaslian subjek, subjek penelitian yang akan dilakukan peneliti berbeda dengan subjek-subjek dari penelitian terdahulu karena subjek penelitian kali ini yaitu perawat rumah sakit. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Baron & Byrne (2003) mengatakan bahwa perilaku prososial adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong. Staub (Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengatakan bahwa perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya. William (Dayakisni & Hudaniah, 2003) membatasi perilaku prososial lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk mengubah keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik, dalam arti secara material maupun psikologis. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa perilaku sosial bertujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan orang lain.
7
Wispe (Wrightsman & Deaux, 1981) mengatakan bahwa perilaku prososial sebagai perilaku yang mempunyai konsekuensi yang positif, memberikan kesejahteraan fisik dan psikologis bagi orang lain. Pendapat tersebut sesuai dengan apa yang diatakan oleh Mussen dkk (Cholidah dkk, 1996) bahwa perilaku prososial adalah perilaku seseorang yang ditujukan pada orang lain dan memberikan keuntungan fisik maupun psikologis bagi yang dikenakan tindakan tersebut. Lebih tandas, Brigham (Dayakisni & Hudaniah, 2003) menyatakan bahwa perilaku prososial mempunyai maksud untuk menyokong kesejahteraan orang lain. 2. Aspek-aspek Perilaku Prososial Aspek-aspek perilaku prososial adalah tipe-tipe dari perilaku prososial. Berdasarkan pada penelitian dan teori terlebih dahulu, Carlo & Randall (2002) menyebutkan enam tipe dari perilaku prososial yaitu: a. Altruism prosocial behavior Altruistic prosocial behavior adalah tindakan menolong yang didasari atas kepedulian untuk membantu orang lain terutama yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan orang lain, seringkali disebabkan oleh rasa simpati dan nilai-nilai yang dimiliki. b. Compliant prosocial behavior Compliant prosocial behavior adalah tindakan menolong orang lain yang diberikan karena dimintai pertolongan baik verbal maupun nonverbal. c. Emotional prosocial behavior Emotional prosocial behavior adalah membantu orang lain karena disebabkan perasaan emosi berdasarkan situasi yang terjadi. Tindakan
8
menolong akan diberikan pada orang yang lebih mengekpresikan rasa membutuhkan pertolongan secara jelas. d. Public prosocial behavior Public prosocial behavior adalah perilaku menolong orang lain yang dilakukan di depan banyak orang, termotivasi oleh keinginan untuk mendapatkan penerimaan dan penghargaan dari orang lain (orangtua, teman sebaya) serta peningkatan kesejahteraan salah satu pihak. e. Anonymous Anonymous prosocial behavior adalah menolong yang dilakukan tanpa sepengatahuan orang yang ditolong. f. Dire prosocial behavior Dire prosocial behavior adalah menolong orang yang sedang dalam keadaan krisis atau darurat. B. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Klass
dan
Hodge
(Tjahjaningsih
&
Nuryoto,
1994)
yang
mengemukakan bahwa harga diri adalah hasil evaluasi yang dibuat dan dipertahankan oleh individu, yang diperoleh dari hasil interaksi individu dengan lingkungan serta penerimaan, penghargaan dan perlakuan orang lain terhadap
individu
tersebut.
Mead
(Tjahjaningsih
&
Nuryoto,
1994)
menambahkan bahwa harga diri tersebut sebagian besar dihasilkan oleh refleksi penghargaan orang lain terhadap dirinya. Coopersmith (Lestari& Koentjoro, 2002)) menyatakan bahwa harga diri merupakan hasil evaluasi individu terhadap diri sendiri yang diekspresikan
9
dalam sikap terhadap diri sendiri. Evaluasi ini menyatakan suatu sikap penerimaan atau penolakan, dan menunjukkan seberapa besar individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil, berharga menurut standar dan nilai pribadinya. Baron dan Byrne (2003) juga berpendapat bahwa harga diri adalah evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu, yang dinyatakan dalam sikap positif atau negatif terhadap dirinya sendiri. 2. Aspek-aspek Harga Diri Aspek-aspek tentang harga diri dibedakan oleh banyak pengemuka teori selama separuh abad yang lalu. Tafarodi dan Swann (Tafarodi, dkk., 2003) menyebutkan dua dimensi dari harga diri, yaitu: a. Self-competence Self-competence
yaitu
suatu
keadaan
yang
disengaja
yang
dapat
menyebabkan hasil-hasil yang diinginkan (Tafarodi, dkk., 2003). Selfcompetence yaitu suatu perasaan percaya diri, kemampuan dan bisa (Korkeila, 2006). b. Self-liking Self-liking yang didefinisikan sebagai pengalaman tentang diri sendiri sebagai objek sosial, pribadi yang baik atau jahat (Tafarodi dkk, 2003). Selfliking yaitu diri kita sebagai objek sosial, perasaan diri sebagai orang yang baik,
secara
sosial
memberikan
sumbangan
kesejahteraan kelompok (Korkeila, 2006).
yang
relevan
terhadap
10
METODE PENELITIAN Subjek dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta baik perawat pria maupun wanita yang bekerja sebagai pegawai tetap rumah sakit dan mempunyai pengalaman kerja lebih dari satu tahun sebagai perawat. Kriteria pengalaman kerja perawat selama minimal satu tahun karena didasari pertimbangan bahwa dalam jangka waktu satu tahun subjek telah mampu memahami pekerjaannya dan tugas-tugas yang dihadapinya sehingga subjek diasumsikan telah mempunyai pengalaman dalam pekerjaannya. Harga diri tersebut diketauhi melalui skor yang diperoleh subyek setelah mengisi skala harga diri yang dimodifikasi dari alat ukur yang dibuat oleh Tafarodi & Swann (2001). Perilaku prososial juga diketauhi melalui skor dari skala perilaku prososial yang dimodifokasi dari alat ukur yang dibuat oleh Carlo & Randall (2002). Sedangkan untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan model analisis korelasi product moment dari Pearson dalam program SPSS Versi 12,0. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil analisi terhadap data penelitian, diperoleh deskripsi satatistik data penelitian untuk masing-masing skala. Rangkuman deskripsi data dalam penelitian ini dapat dilihat pada tebel berikut : Deskripsi Data Penelitian Hipotetik Empirik Variabel Xmin Xmax Mean SD Xmin Xmax Mean SD Perilaku Prososial 41 64 102,5 20,5 118 161 132,1111 11,75162 Harga Diri 17 68 42,5 8,5 44 64 51,1667 4,11967
11
Uji Asumsi Sebelum dilakukan analisis data dengan teknik korelasi Product Moment maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas yang merupakan syarat sebelum dilakukannya pengetesan terhadap nilai korelasi. Uji Asumsi menggunakan program SPSS 12,0 for Windows. a. Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas terhadap masing-masing variabel yaitu perilaku prososial dan harga diri dilakukan dengan teknik 0ne sample KolmogorovSmirnov test (KS-1 sample) menggunakan komputer program SPSS 12,0 for Windows. Dari hasil uji normalitas pada skala perilaku prososial memperoleh nilai Z sebesar 1,329 dan nilai p = 0,058 (p > 0,05). Sementara, hasil uji normalitas pada skala harga diri didapatkan nilai Z sebesar 0,935 dan nilai p = 0,346 (p > 0,05). Berdasarkan hasil analisis di atas skala harga diri dan perilaku prososial memiliki sebaran yang normal yaitu p > 0,05. b. Uji Linearitas Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel perilaku prososial dan harga diri memiliki hubungan yang linear (garis lurus), dengan menggunakan komputer SPSS 12,00 for windows. Data dikatakan memiliki hubungan yang linier jika p < 0,05. Dari hasil uji linearitas di katakan bahwa variabel perilaku prososial memiliki korelasi yang linear dengan variabel harga diri dengan F = 16,541 dan p = 0,000 ( p < 0,05 ).
12
4. Uji Hipotesis Uji normalitas dan uji linearitas sebelumnya menunjukkan bahwa data penelitian memenuhi syarat normalitas yaitu skor kedua variabel terdistribusi normal dan linearitas yaitu kedua variabel memiliki korelasi linear. Dengan terpenuhinya syarat tersebut, maka uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson pada program komputer program SPSS 12,0 for windows. Uji normalitas dan uji linearitas sebelumnya menunjukkan bahwa data penelitian memenuhi syarat normalitas yaitu skor kedua variabel terdistribusi normal dan linearitas yaitu kedua variabel memiliki korelasi linear. Dengan terpenuhinya syarat tersebut, maka uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson pada program komputer program SPSS 12,0 for windows. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara harga diri dengan perilaku prososial pada perawat. Dari hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien korelasi antara variabel perilaku prososial dan variabel harga diri adalah sebesar rxy = 0,494 dan p = 0,000 ( p < 0,01 ). Hal ini berarti bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara harga diri dengan perilaku prososial pada perawat. Maka hipotesis yang diajukan peneliti diterima. Semakin tinggi harga diri maka semakin tinggi pula perilaku prososial pada perawat. Hasil analisis juga menunjukkan koefisien determinasi ( R squared ) variabel perilaku prososial dengan harga diri sebesar 0,244 %, berarti variabel
13
harga diri memiliki sumbangan efektif sebesar 24,4 % untuk meningkatkan perilaku prososial pada perawat. 5. Analisa Tambahan Analisis tambahan menggunakan metode enter bertujuan untuk melihat aspek manakah yang paling berpengaruh untuk menjadi prediktor perilaku prososial pada perawat. Berdasarkan analisis tambahan diketahui aspek selfcompetence dengan beta sebesar -0,101 dan p = 0,585 (p > 0,05), sedangkan aspek self-liking dengan beta sebesar 0,629 dan p = 0,001 (p < 0,05). Dari hasil analisis tambahan dapat disimpulkan bahwa aspek yang menjadi prediktor perilaku prososial adalah self-liking dengan p = 0,001 (p < 0,05). Aspek selfliking menyubang 30,7 % terhadap perilaku prososial pada perawat. Oleh karena itu 69,3 % lagi dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya. Berdasarkan analisis lebih lanjut yang dilakukan, maka korelasi yang didapat dari variabel harga diri dengan aspek-aspek pada variabel perilaku prososial adalah sebagai berikut: a. Harga diri dengan altruistic berkorelasi positif sangat signifikan, ditunjukkan dengan rxy = 0,452 dan p = 0,000 (p < 0,01). b. Harga diri dengan compliant berkorelasi positif sangat signifikan, ditunjukkan dengan rxy = 0,450 dan p = 0,000 (p < 0,01). c. Harga diri dengan emotional berkorelasi positif sangat signifikan, ditunjukkan dengan rxy = 0,446 dan p = 0,000 (p < 0,01). d. Harga diri dengan public berkorelasi positif sangat signifikan, ditunjukkan dengan rxy = 0,320 dan p = 0,009 (p < 0,01).
14
e. Harga
diri
dengan
anonymous
berkorelasi
positif
sangat
signifikan,
ditunjukkan dengan rxy = 0,492 dan p = 0,000 (p < 0,01). f.
Harga diri dengan dire berkorelasi positif sangat signifikan, ditunjukkan dengan rxy = 0,491 dan p = 0,000 (p < 0,01). PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara harga diri dengan perilaku prososial pada perawat. Berdasarkan hasil analisis Pearson Correlation terhadap variabel harga diri dengan perilaku prososial diketahui korelasi rxy sebesar 0,494 dengan nilai p = 0,000 (p < 0,01). Dengan kata lain ada hubungan yang sangat signifikan antara harga diri dengan perilaku prososial pada perawat. Semakin tinggi harga diri yang dimiliki oleh perawat maka semakin tinggi pula perilaku prososialnya, sebaliknya semakin rendah harga diri maka semakin rendah pula perilaku prososial pada perawat. Dari hasil analisis terbukti bahwa harga diri mempengaruhi perilaku prososial perawat. Hal ini diperkuat lagi dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Staub, kemudian oleh Wilson dan Petruska (Dayakisni & Hudaniah, 2003) menunjukkan bahwa individu yang memiliki tingkat kecenderungan yang tinggi untuk melakukan tindakan prososial, biasanya memiliki karakteristik kepribadian yakni memiliki harga diri yang tinggi, rendahnya kebutuhan akan persetujuan orang lain, rendahnya menghindari tanggung jawab, dan lokus kendali yang internal. Sears
(1991)
ciri
kepribadian
tertentu
mendorong
orang
untuk
memberikan pertolongan dalam beberapa jenis situasi dan tidak dalam situasi yang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Wilson (Edison & German, 2004)
15
tentang interaksi antara faktor situasional, harga diri dan keamanan mengenai perilaku menolong, dan menemukan bahwa orang yang mempunyai tingkat harga diri yang tinggi tetap menolong secara terus menerus meskipun dalam situasi-situasi yang berbeda. Harga diri adalah perasaan yang selalu ternyatakan dalam cara seseorang berperilaku. Harga diri yang rendah akan membawa pengaruh pada perilaku yang negatif sedangkan harga diri yang tinggi akan membawa pengaruh pada perilaku yang positif. Penelitian yang dilakukan Staub (Edison & German,2004) menunjukkan ada hubungan antara tingkat harga diri dengan perilaku prososial. Individu-individu dengan tingkat harga diri yang tinggi akan cenderung berperilaku prososial dibandingkan individu-individu dengan tingkat harga diri yang rendah. Hasil dari analisis tambahan menunjukkan bahwa dimensi yang mampu menjadi prediktor perilaku prososial pada perawat adalah self-liking. Self-liking adalah diri sebagai objek sosial, perasaan sebagai orang yang baik dan secara sosial memberikan kontribusi yang relevan untuk kesejahtaraan kelompok (Korkeila, 2006). Individu yang mempunyai orientasi sosial tinggi cenderung lebih mudah untuk memberi pertolongan, demikian juga orang yang memiliki tanggung jawab sosial (Faturochman, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh O’Connor & Cuevas (Heinze, 2005) yang menunjukkan ada hubungan yang tinggi antara tanggung jawab sosial individu terhadap perilaku prososial. Keperawatan adalah suatu profesi yang mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan, artinya profesi keperawatan lebih mendahulukan kepentingan kesehatan masyarakat diatas kepentingannya sendiri. Individu yang paling menolong mengekspresikan
16
kepercayaan bahwa setiap orang bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik untuk menolong orang yang membutuhkan. Keberadaan profesi perawat sering dianggap biasa saja walaupun pada kenyataannya peranan perawat dalam pemeliharaan kesehatan sangat vital karena perawat merupakan tulang punggungnya sebagian besar tim perawatan kesehatan. Perawat sangat menghargai profesi mereka. Hal ini dapat dilihat dengan cara perawat bersikap positif terhadap pekerjaannya, bahkan mampu memberi makna kehidupan dalam bekerja. Artinya bekerja bukanlah suatu rutinitas yang membosankan tetapi justru menyediakan kesempatan untuk perkembangan pribadi dan memperluas hubungan dengan orang lain secara sosial. Dalam penelitian ini self-competence tidak menjadi prediktor perilaku prososial, hal ini mungkin karena perawat lebih mengutamakan peran expressive/mother substitute role yaitu kegiatan yang bersifat langsung dalam menciptakan lingkungan dimana pasien merasa aman, diterima, dilindungi, dan didukung oleh perawat, daripada peran terapeutik yaitu kegiatan yang ditujukan langsung pada pencegahan dan pengobatan penyakit (Ali, 2002). Dengan kata lain untuk menjadi perawat yang baik tidak hanya selalu mengandalkan kemampuan diri saja akan tetapi dengan merasa bahwa dirinya adalah orang yang baik sehingga menolong siapapun yang membutuhkan pertolongannya. Berdasarkan analisis tambahan antara variabel harga diri dengan aspek-aspek variabel perilaku prososial yang memiliki hubungan yang paling kuat adalah tipe anonymous prosocial behavior. Anonymous prosocial behavior merupakan perilaku menolong tanpa sepengetahuan orang yang ditolong. Bagi para perawat yang
paling
penting
adalah
mengamalkan
ilmunya
untuk
memberikan
17
pertolongan terhadap sesama manusia tanpa harus mengedepankan bahwa dirinyalah yang telah memberikan pertolongan. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang didapatkan di lapangan, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa adanya hubungan yang sangat signifikan antara
harga
diri
dengan
perilaku
prososial
pada
perawat
RSU
PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Semakin tinggi harga diri maka semakin tinggi perilaku prososial pada perawat, sebaliknya semakin rendah harga diri maka semakin rendah pula perilaku prososial pada perawat. B. Saran 1. Bagi subjek penelitian Secara umum perawat RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta memiliki tingkat harga diri dan perilaku prososial yang tinggi. Diharapkan agar para perawat bisa mempertahankan dan bahkan meningkatkan perasaan sebagai orang yang baik selain meningkatkan kemampuan khusus sebagai seorang perawat, sehingga dengan perasaan sebagai orang yang baik dapat menolong siapa saja yang membutuhkan pertolongannya dan menganggap bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi tetapi juga ada nilai tambah yaitu terpenuhinya kebutuhan non materi (psikologis). 2. Bagi pihak RSU PKU Muhammaidyah Yogyakarta Kepada pihak rumah sakit diharapkan tetap secara rutin memberikan pelatihan-pelatihan
bagi
para
perawat
yang
dapat
meningkatkan
dan
mempertahankan harga diri sehingga akan meningkatkan perilaku prososial
18
perawat. Perilaku prososial perawat yang semakin tinggi akan meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien sehingga akan meningkatkan kepuasan pasien. Dengan meningkatnya kepuasan pelayanan yang diperoleh pasien maka akan meningkatkan nama baik rumah sakit yaitu memiliki mutu pelayanan yang terpercaya. 2. Bagi peneliti selanjutnya Terus menerus melakukan perbaikan terhadap alat ukur yang digunakan, sehingga tingkat reliabilitas dan validitasnya bisa menjadi lebih baik. Selain itu, pada saat pengambilan data penelitian supaya peneliti mengawasi subjek penelitian secara langsung dalam mengisi skala
DAFTAR PUSTAKA Ali, Zaidin. 2002. Dasar-dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika. Baron, R. A & Byrne, D. 2003. Psikologi Sosial Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. ----------------------------. 2003. Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Brigham, J. C. 1991. Social Psychology Second Edition. Florida: Harper Collins Publishers. Carlo, G. & Randall, B. 2002. The Development of a Measure of Prosocial Behaviors for Late Adolescencts. Journal of Youth and Adolescence. Vol. 31, No. 1, 31-44. Cholidah, L., Ancok, D. dan haryanto. 1996. Hubungan Kepadatan dan Kesesakan dengan Stres dan Intensi Prososial Pada Remaja di Pemukiman Padat. Jurnal Psikologika. No. 1, 56-64.
19
Dayakisni, T. & Hudaniah. 2003. Psikologi Sosial Edisi Revisi. Madang: Universitas Muhammadiyah Malang. Edison, S. & German, S. 2004. Why Do People Donate? A Model of Willingness to Donate. http://www.sbaer.uca.edu/research/sma/1995/pdf/06.pdf. 12/11/06. Faturochman, Dr. MA. 2006. Pengantar Psikologi Sosial. Yogyakarta: Penerbit Pustaka. Heinze, K. L. W. 2005. In the Mood to Give: How and why Positive Affect Increas the Importance of CSR to Prospective Employees. http://www.kellog.northwestern.edu/research/ktag/images/KJOB05%20 kate.pdf. 24/02/07. Korkeila,
J. 2006. Mindful. http://ec.europa.eu/health/ph_projects/2003/action1/docs/2003_1_11_f rep_a15_en.pdf. 23/02/07.
Lestari, R. & Koentjoro. 2002. Pelatihan Berpikir Optimis untuk Meningkatkan Harga Diri Pelacur yang Tinggal di Panti dan Luar panti Sosial. Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi. Vol.6, No. 2, 134-146. Letor, M. V. E. 1999. Hubungan Harga Diri dengan Stress Kerja Guru Sekolah Dasar. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Mahmud H. R. 2003. Hubungan Antara Gaya Pengsuhan Orang Tua dengan Tingkah Laku Prososial Anak. Jurnal Psikologi. Vol. 11, No. 1, 1-10. Nurrachman, E. 2001. Asuhan Keperawatan Bermutu di Rumah Sakit. http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&code=786&tbl=artikel. 14/03/07. Purba,
J. M. 2006. Komunikasi Dalam Keperawatan. http://www.innappni.or.id/index.php?name=news&file=article&sid=33. 14/03/07.
Sears, D. O., dkk. 1991. Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
20
Suharyanti, E. 2002. Hubungan Orientasi dengan Intensi Prososial Pada Paramedis di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Wangsa Manggala. Tafarodi, R. W., Marshall, T. C. dan Milne, A. B. 2003. Self-esteem and Memory. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 84, No. 1, 29-45. Tjahjaningsih & Nuryoto, S. 1994. Harga Diri Remaja yang Bertempat Tinggal di Dalam Lingkungan Kompleks Pelacuran dan di Luar Lingkungan Kompleks Pelacuran. Jurnal Psikologi. No. 2, 9-16. Wrightsman, L. S. & Deaux, K. 1981. Social Psychology in The 80’S. Third Edition. Monterey: Brooks/Cole Publishing Company. www.kompas.com (30/07/2005) www.republika.com (10/05/2003)
21
IDENTITAS PENULIS
Nama
: Nurrahmayani
NIM
: 02 320 175
Alamat
: Jl. Hasanuddin No. 20 Kel-Mendawai Pangkalan Bun Kal-Teng.
No. HP
: 081568468141