42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian nilai moral dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan hubungan dengan sesama yang terdapat dalam seloko adat upacara perkawinan pada masyarakat desa Teluk Singkawang Kec. Sumay Kab. Tebo ada 20 yaitu (1) dapat mengendalikan hawa nafsu, (2) berfikir panjang dalam melakukan sesuatu, (3) sabar dan tabah, (4) waspada dan teliti terhadap segala kejadian, (5) berbudi luhur, (6) penyesalan terhadap perbuatan salah, (7) keteguhan pendirian, (8) keteladanan, (9) tidak menyalahgunakan kedudukan, (10) bertanggung jawab, (11) membantu orang lain, (12) saling menjaga keselamatan (13) saling menghargai dan tidak meremehkan orang lain, (14) membina persahabatan, (15) menepati janji, (16) ramah tamah terhadap sesama, (17) tidak menyusahkan orang lain, (18) adil terhadap sesama, (19) tidak boleh memfitnah dan (20) saling menyayangi antar sesama. Ke dua puluh nilai moral yang terdapat dalam seloko adat upacara perkawinan pada masyarakat Desa Teluk Singkawang Kec. Sumay Kab. Tebo diuraikan satu persatu sebagai berikut:
4.1.1 Dapat Mengendalikan Hawa Nafsu Dapat mengendalikan hawa nafsu adalah dapat mengekang atau menahan desakan yang keras yang didorong dari hati. Hawa nafsu merupakan karunia yang
42
43
diberikan Allah SWT kepada manusia. Apabila hawa nafsu tidak dapat dikendalikan, maka akan mengakibatkan kehancuran pada umat manusia. Dalam seloko adat perkawinan pada masyarakat desa Teluk Singkawang, nilai moral yang berhubungan dengan dapat mengendalikan hawa nafsu terdapat dalam prosesi adat “Sirih Tanyo-Pinang Tanyo”. Ketika syarat tanda sirih tanyo-pinang tanyo ini sudah dipersiapkan oleh keluarga pihak sibujang, maka pihak keluarga sibujang langsung membawa tanda tersebut sebagai tanda melamar ke rumah pihak sigadis. Hal tersebut diungkapan oleh seloko adat seperti pada kutipan (1) berikut: Nenek mamak tuo tengganai, alim ulama cerdik pandai serto segalo kito nan ado di dalam rumah iko, nan kecik idak kami sebut namonyo, nan gedang idak pulo kami imbau gelarnyo, kedatangan kami nan seadonyo iko, bamaksud nak numpang bakato agak sepatah, barunding agak sebarih, kalu dibulehkan nenek mamak, syukur Alhamdulillah, kalu idak terimo kaseh. Macam iko nenek mamak, idak dikatokan nenek mamak pun lah tau, bahwo anak buah anak kemenakan kami nan banamo.......... selamo iko iolah berusik sirih begurau pinang dengan anak buah anak kemenakan nenek mamak nan banamo....... binti........ kinitu namonyo. Ikatan kasih sayang antaro orang ni nan baduo ni lah ningkat nak hidup sebandung. Apo mako kami katokan semacam itu oilah dek kareno anak buah anak kemenakan kami lah tibonyo kepado kami nan tuo-tuo mangatokan lah ingin nak meniru meneladani urang nan banyak. Kok tajelonyo nak panjang atau jadi penyebab nak berumah tanggo dengan anak buah anak kemenakan nenek mamak. Jadi nenek mamak, apokah anak buah anak kemenakan nenek mamak itu, ibarat bungo lah ado urang nan memegang tangkainyo, kalu belum ado bolehkah kami nak memegang tangkainyo ? Pada seloko adat kutipan (1) diatas, pada prosesi “Sirih Tanyo-Pinang Tanyo”, juru bicara pihak sibujang menyampaikan maksudnya yang ingin numpang berbicara cuma satu kata dan berunding cuma sebaris kalau diizinkan oleh nenek mamak syukur Alhamdulillah kalaupun tidak masih tetap mengucapkan terima kasih.
44
Dalam hal ini pihak sibujang tidak memaksa keinginanya untuk menjadi pendamping hidup sigadis. Jikalau maksud kedatangan baik mereka terdapat kekurangan serta tidak sesuai dengan keinginan pihak keluarga sigadis, maka mereka siap mengikhlaskan serta menerima segala keputusan dari pihak keluarga sigadis. Selanjutnya, perwujudan nilai moral dapat mengendalikan hawa nafsu juga terdapat dalam seloko adat pada prosesi “Tunjuk Ajar Tegur Sapo”. Yaitu pada saat nenek mamak memberikan nasehat perkawinan. Hal tersebut diungkapkan oleh seloko adat seperti pada kutipan (2) berikut: Jangan mencelik kubang Gajah melimbah, kubang Kancil ndak melimbah pulo, kito ndak tau kecik upih kecik pulo seludang, kecik kayu kecik pulo dahannyo. Bialah kito taup-menaup bak getah di daun, tampun-manampun bak benak udang, bialah kito balasu bak takuyung mudik, bialah kito lambat kayo, asal jangan tagesang miskin. Pada seloko adat kutipan (2) diatas mengemukakan bahwa di dalam rumah tangga janganlah berpikir terlalu bernafsu harus memiliki apa yang orang lain miliki dalam hal materi dan kedudukan, serta dalam mencari harta jangan terlalu ambisius.Biarlah lambat kaya, asal jangan berpikir jadi miskin itu akan menjadikan kita sengsara.
4.1.2 Berfikir Panjang Dalam Melakukan Sesuatu Nilai moral seperti berfikir panjang dalam melakukan sesuatu dalam seloko adat perkawinan terdapat pada prosesi “Sirih Tanyo-Pinang Tanyo”. Sebagaimana terlihat dalam seloko adat pada kutipan (3) berikut: Dari hal maksud nenek mamak itu, kami ucapkan terimo kaseh dan syukur Alhamdulillah. Sebelum petanyoan nenek mamak kami jawab, cubo nenek
45
mamak pikiean nian habis-habis imak nian sudah-sudah, jangan bapikie sekali lalu, imak sekali sudah, isuk tibo dibukit cinto diaek, tibo dilurah cinto dianangin. Pada kutipan (3) seloko adat diatas, seloko tersebut dituturkan ketika kedua belah pihak melakukan perundingan mengenai kemantapan keputusan dari pihak sibujang untuk melamar. Pihak sigadis menyuruh agar pihak sibujang berfikir panjang terlebih dahulu, sebelum memutuskan untuk memilih serta menerima sigadis untuk menjadi menantu dan istri dari sibujang. Jangan
sampai ada penyesalan
dikemudian hari nanti. Kemudian nilai moral yang berhubungan dengan berfikir panjang dalam melakukan sesuatu dalam seloko adat juga terdapat pada prosesi “Tunjuk Ajar Tegur Sapo”. Pada saat nenek mamak dari kedua mempelai memberikan nasehat perkawinan kepada kedua mempelai yang mengatakan bahwa dalam hidup berumah tangga selalu ada perbedaan pendapat, yang terkadang membuat suatu pertengkaran. Jika hal ini terjadi, maka kedua mempelai dituntut untuk saling pengertian. Dalam memutuskan sesuatu hal, harus benar-benar dipikirkan terlebih dahulu. Bila perlu dengan jalan bermusyawarah, agar tidak terjadi kesalahpahaman dan tidak main hakim sendiri. Seperti yang diungkapkan dalam seloko adat pada kutipan (4) berikut: Balapang hati dan bakepalo dingin, di dalam kehidupan rumah tanggo suami istri selalu ado perselisihan pendapat, dan kadang kalonyo membao suatu kericuhan. Jugo hal iko kalupun terjadi, turutlah petunjuk sebagaimano yang dikatokan oleh adat : tumbuh manis jangan lekas dibuang, apobilo genting yang akan menanti putus, retak yang akan menanti pecah, tebiang yang menanti tebuk, agar jangan supayo bertindak menghakim dewek kareno kito di dalam kampung iko rumah ado betengganai, kampung betuo negeri benenek mamak, penyelesaian yang paling baik kito tempuh adolah belembago.
46
4.1.3 Sabar dan Tabah Perwujudan nilai moral yang terdapat dalam seloko adat perkawinan yang berhubungan dengan sabar dan tabah dalam seloko adat terdapat pada prosesi “Sirih Tanyo-Pinang Tanyo”. Yaitu ketika pihak keluarga sigadis meminta agar keluarga sibujang bersabar menunggu kabar tentang keputusan diterima atau tidaknya pinangan oleh pihak sigadis. Seperti yang diungkapkan seloko adat pada kutipan (5) berikut: Samo-samolah kito berdo’a supayo jangan ado batang melintang pagar yang mengempang dan unak yang mengait. Kami harapkan nenek mamak besabar menunggu kabar dari kami dalam beberapo hari yang akan datang. Kareno idak ado lagi yang dibicarokan, menti atau umaik atau urusan pihak sibujang permisi pulang. Selanjutnya, nilai moral yang terdapat dalam seloko adat perkawinan pada masyarakat Desa Teluk Singkawang yang berhubungan dengan sabar dan tabah dalam seloko adat terdapat juga pada prosesi “Tunjuk Ajar Tegur Sapo”. Pada saat nenek mamak memberikan nasehat perkawinan dalam kehidupan berumah tangga kepada kedua mempelai yang mengatakan bahwa dalam berumah tangga akan ada permasalahan yang datang silih berganti, jadi diharapkan kepada kedua mempelai agar dapat bersabar serta tabah dalam menghadapi permasalahan tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab, berjiwa besar dan tanpa putus asa dalam menghadapinya. Seperti dalam ungkapan seloko adat pada kutipan (6) berikut: Dalam hidup berumah tanggo akan ado pasang surutnyo, seumpamo aek besak lautan besak pulo gelombangnyo, surut aek tentu kecik pulo riaknyo, inilah sebagai tantangan hidup yang harus dihadapi dengan semangat yang penuh raso tanggung jawab, pantang menyerah, tunjukkanlah kebesaran jiwa
47
kito, dan ingatlah setiap rencano adalah ditangan manusio, akan tetapi keputusan adolah pado yang maha kuaso.
4.1.4 Waspada dan Teliti Terhadap Segala Kejadian Perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan nilai waspada dan teliti terhadap segala kejadian terdapat dalam seloko adat pada prosesi “Mengembang Tando, Menetapkan Adat Lembago”. Yaitu pada waktu sebelum tanda pertunangan diterima oleh pihak sigadis, sebaiknya diadakan ikat janji semayo. Hal ini mewaspadai agar apabila dari sebelah pihak ada yang melanggar, maka akan diberi sanksi sesuai dengan peraturan adat yang sudah biasa dilakukan oleh masyarakat di desa tersebut. Seperti dalam ungkapan seloko adat pada kutipan (7) berikut: Tando iko adolah titin jalan ke jenang, susul jalan ke rajo. Sebelum tando nenek mamak kami terimo.Baik jugo kito tentukan caro peletak iko, apokah kito adokan ikat janji semayo, maklumlah anak mudo, tumbuhnyo membuat salah, baik salah pado nan jantan atau salah pado nan betino macam mano kito membuatnyo. Selanjutnya, perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan waspada dan teliti terhadap segala kejadian terdapat juga dalam seloko adat pada prosesi “Tunjuk Ajar Tegur Sapo”. Pada saat nenek mamak memberikan nasehat perkawinan kepada kedua mempelai yang mengatakan bahwa perbuatan yang ada pada masa gadis dan bujang cukup tinggal di masa itu, jangan dibawa lagi pada saat sudah berumah tangga, supaya waspada dan tidak lengah bahwa sekarang sudah menjadi sepasang suami istri yang memiliki kewajiban masing-masing. Berikut ungkapan seloko adatnya pada kutipan (8):
48
Kalu perangai gadih, tinggalah digadih, kalu perangai bujang, tinggalah dibujang. Jangan lengah diujung tanjung, mencelik ayik ili, jangan leko dikebun bungo mencelik bungo sedang kembang, lupo dikain idak basiring, lupo dipunggung idak batutup.
4.1.5 Berbudi Luhur Perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan berbudi luhur terdapat dalam seloko adat pada prosesi “Berelek Berkenduri”. Perwujudan tersebut terlihat ketika pihak sibujang menyampaikan permintaan maaf, apabila ada tutur kata yang tidak berkenan dan juga terdapat kekurangan dalam penyerahan yang mereka berikan kepada pihak sigadis. Karena mereka mempersiapkan segala sesuatunya dengan seadanya yang mereka mampu. Seperti dalam seloko adat pada kutipan (9) berikut: Akhirnyo kami menyadari pulo, bahwa dalam kato penyerahan kami ko sekironyo ado kekurangan serto tutu kato nan idak pado tempatnyo, dengan segalo kerendahan hati, kami unjukan lutut nan duo, kami susun jari nan sepuluh, kami tundukkan kepalo nan satu, mohon dimaafkan. Kemudian nilai moral yang berhubungan dengan berbudi luhur terdapat juga dalam seloko adat perkawinan pada prosesi “Tunjuk Ajar Tegur Sapo”. Yaitu pada saat nenek mamak memberikan nasehat bahwa sebagai anak yang sudah berumah tangga janganlah bertutur kata dan berprilaku yang tidak baik serta tidak pantas kepada orang tua maupun semendo (keluarga pihak istri/suami). Seperti yang diungkapkan dalam kutipan (10) seloko adat berikut: Kepada anakku ........., adopun kawantu kini dinamokan duduk suku semendo, orang semendo idak bulih bakato dulu sepatah, idak bulih bejalan dulu selangkah, dan ndak tau menenggang hati urang, bilo dilengah jangan pulo hendak memecah buih, bilo ditepi jangan meruntuh tebing, kok diateh jangan kito hendak melayu pucuk, kok dibawah jangan pulo hendak mengurat bane,
49
ndak tau pulo biang nan bakal tembuk, genting nan bakal putus dan ndak tau pulo kilat cermin nan kemuko, kilat beliung kekaki.
4.1.6 Penyesalan Terhadap Perbuatan Salah Perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan perwujudan penyesalan terhadap perbuatan salah terdapat dalam seloko adat pada prosesi “Tunjuk Ajar Tegur Sapo”. Yaitu pada saat nenek mamak memberikan nasehat bahwa jika nanti dalam berumah tangga antara suami dan istri saling becekak atau saling ribut, maka hendaknya diselesaikan dengan kepala dingin dan menyesali hal tersebut. Kemudian jika yang salah itu suami, maka suami harus meminta maaf kepada istri, begitu pula sebaliknya agar mencapai kebahagiaan hidup dunia akhirat dalam berumah tangga. Hal tersebut diungkapkan dalam seloko adat pada kutipan (11) berikut: Kok tumbuh cekak nan bebalah, mujur nan tak dapat diraih malang nan tak dapat ditolak, tapi janganlah pulo abis pekaro lantaktulah, piki nian masakmasak, jiko ado kato nan tasapo minta maaf kepado nan disapo, sesali pekaro tu jangan dibuat laju petambahannyo.
4.1.7 Keteguhan Pendirian Perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan nilai keteguhan pendirian terdapat dalam seloko adat pada prosesi “Sirih Tanyo-Pinang Tanyo”. Yaitu ketika pihak sibujang menyampaikan maksud kedatangannya untuk meminang sigadis dan menyampaikan niat sibujang yang tidak akan berpindah lagi ke lain hati. Walaupun dengan perasaan malu dan tidak enak kepada keluarga pihak sigadis, tapi karena keteguhan hati sibujang maka akhirnya sampai juga ke tempat sigadis. Seperti dalam seloko adat pada kutipan (12) berikut:
50
Macam iko nenek mamak, idak dikatokan nenek mamak pun lah tau, bahwo anak buah anak kemenakan kami nan benamo…… selamo iko iolah berusik sirih beurau pinang dengan anak buah anak kemenakan nenek mamak nana benamo….. binti….. kinitu lah mengikat kasih sayang antaro nan beduo ni, lah meningkat ingin nak hidup sebandung. Apo mako kami katokan macam ko, iolah dek kareno anak buah anak kemenakan kami lah tibonyo kepado kami nan tuo-tuo, mengatokan lah ingin nak meniru melandani urang nan banyak kok tejelonyo panjang atau jadi pengebat, kok talintangnyo daj jadi pengapit, nak berumah tanggo dengan anak buah anak kemenakan nenek mamak. Sebenarnyo malu nian kami datang ke siko, raso idak tetepik mato pedang, raso idak tetendang matohari. Idak alur makan patut, idak layak bakal judu, anak pungguk ingin dibulan, tetapi nak kami apokan nenek mamak, ati lah samo bekato, mato lah samo besetan, malu-malu kami diusap, pedih-pedih hati ditekan. Selanjutnya, masih terdapat pula dalam seloko adat pada prosesi yang sama, yaitu “Sirih Tanyo-Pinang Tanyo”. Ketika pihak keluarga sigadis mengatakan bahwa kalau sigadis juga tidak akan menyesal lagi dengan pilihannya dan dapat menerima sibujang tanpa ragu-ragu. Ini menunjukkan kemantapan keteguhan hati dari sigadis. Seperti dalam seloko adat pada kutipan (13) berikut: Ee kalu pandangan jauh lah dilayangkan, pandangan dekat lah ditukikkan, kok luko idak meraso pedih, kok mati idak meraso menyesal, sanggup ilang berani mati, so kehendak nenek mamak duo tigo kehendak kami. Ulak dari itu, kok io cakap nenek mamak itu dari mulut sampai ke hati, kami yo nak bepecit bepegang tando, kok jauh dapat ditunjuk, kok dekat dapat dirabo. Kemudian, nilai moral yang berhubungan dengan nilai keteguhan pendirian dalam seloko adat juga terdapat dalam prosesi “Mengantar Serah Adat Lembago”. Ketika pihak sigadis mengatakan akan menerima keputusan dengan senang hati dan tidak akan ada lagi hal-hal yang dapat merubah keputusan tersebut. Sebagaimana terlihat dalam ungkapan seloko adat pada kutipan (14) berikut: Kalu lah semacam itu bunyi nenek mamak dari suku nan sebuah kampung nan sebagi lah selesai runding kito-kito lah sepakat runding lah seiyo, idak
51
ado lagi punggur nan kan manimpo kuduk, ranting nan kan malintang mato, yo kami terimolah ulur hantar bejawat serah nan berterimo dari nenek mamak Alhamdulillah.
4.1.8 Keteladanan Perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan nilai keteladanan dalam seloko adat terdapat pada prosesi “Mengembang Tando, Menetapkan Adat Lembago”. Ketika pada musyawarah yang pada akhirnya memutuskan untuk mengikuti peraturan adat yang sudah ditentukan. Karena sebaik-baiknya peraturan adalah peraturan adat yang memberikan sangsi kepada masyarakat yang melanggarnya. Ini merupakan contoh bahwa masih patuhnya suatu masyarakat kepada peraturan adat bisa disebut masyarakat yang teladan. Seperti dalam ungkapan seloko adat pada kutipan (15) berikut: Benar jugo kato nenek mamak tu, kalu macam tu kito balek bae kepado peraturan adat betindih tando. Kok salah pado nana jantan, itu namonyo tebu setuntung digerman gajah, emeh telucir di bawa mandi, artinyo tando sijantan balik sajo. Tumbuh salah pado nan betino, itu namonyo balek motong, artinyo sigadis wajib mengembalikan tando sibujang so balik duo, kalu sepakat barulah kito betukar tando. Kemudian, perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan nilai keteladanan terdapat dalam seloko adat pada prosesi “Tunjuk Ajar Tegur Sapo”. Pada saat nenek mamak memberikan nasehat perkawinan yang mengatakan bahwa berbahagialah menjadi pasangan suami istri yang elok di tengah masyarakat, sehingga menjadi contoh yang baik bagi pasangan yang lain. Saling menghargai dan saling pengertian, agar rumah tangga menjadi keluarga yang sakinah. Seperti halnya dalam ungkapan seloko adat pada kutipan (16) berikut:
52
Terakhir tunjuk ajar tegur sapo ko, dan harapan kami bahagiolah anak kami suami istri, dan kelaknyo akan membao namo elok dan mulio prange di tengah-tengah masyarakat. Saling menghargoi suami istri, ke bukit samo mendaki, ke lurah samo menurun, ati gajah samo dilapah, hati ditungau samo dicicah, bak aur dengan tebing, tebing sayang ke aur, aur sayang ke tebing, tebing runtuh aur tebao. Demikianlah tegur sapo tunjuk ajar dari kami, kalu bejalan buatlah sebagi tongkat, kelam menjadikan suluh, tidur jadikan bantal, mudah-mudahan Allah SWT besamo kito. Amin.
4.1.9 Tidak Menyalahgunakan Kedudukan Perwujudan
nilai
moral
yang
berhubungan
dengan
nilai
tidak
menyalahgunakan kedudukan terdapat dalam seloko adat pada prosesi “Tunjuk Ajar Tegur Sapo”. Pada saat nenek mamak memberikan nasehat perkawinan yang mengatakan bahwa sebagai seorang suami yang memiliki kedudukan sebagai kepala rumah tangga harus bersikap bijaksana terhadap istri, harus sama-sama seiya sekata. Jangan karena kedudukan sebagai suami lebih tinggi daripada istri maka suami berlaku egois dan seenaknya saja kepada istri dalam berumah tangga. Hal tersebut diungkapkan dalam seloko pada kutipan (17) berikut: Terhadap anak bini kito harus seiyo sekato,setijak selangkah, seayun selimbai, samo naik samo turun, sebiduk sepencatang, kehilir sesembur dayung, kemudik seentak satang, senasib sepenanggungan, kok dapat samo balabo, kok hilang samo merugi.
4.1.10 Bertanggung Jawab Perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan bertanggung jawab terdapat dalam seloko adat pada prosesi “Tunjuk Ajar Tegur Sapo”. Pada saat nenek mamak memberikan nasehat kepada mertua bahwa mertua harus ikut bertanggung jawab apabila terdapat permasalahan dalam rumah tangga anak mereka. Dalam hal ini
53
mertua bertanggung jawab untuk mencarikan solusi yang terbaik dari permasalahan yang dihadapi anak mereka dalam berumah tangga sebagai bentuk kewajiban yang ada pada mertua. Hal tersebut diungkapkan dalam seloko adat pada kutipan (18) berikut: Kito hendaklah pandai melarik menjaju, mengajum mengarah anak menantu anak cucu, kareno kito selaku tengganai rumah nan menjadi suri teladan kain, cupak teladan gantang, untuk menyelesaikan kok kusut nan sebatang gelindan buat menjernihkan, kok keruh air nan setampuk pinang, kok kusut benang cari ujung pangkalnyo, kok kusut rambut kito ambik minyak dengan sikat.
4.1.11 Membantu Orang Lain Perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan membantu orang lain terdapat dalam seloko adat pada prosesi “Tunjuk Ajar Tegur Sapo”. Pada saat nenek mamak memberikan nasehat kepada mertua bahwa sebagai mertua harus memberikan bantuan, bimbingan dan arahan kepada anak dan menantu dalam hidup berumah tangga. Hal tersebut diungkapkan dalam seloko adat pada kutipan (19) berikut: Kalu kito sudah menerimo anak menantu, hendaklah anak dipangku,menantu dibimbing, anak seorang lah jadi beduo, anak betino lah jadi jantan, kok duduk lah ado kanti berunding, kok tegak lah ado kanti bicaro, jangan sekalikali dibuat upat anak sinde menantu. Ditegu disapo, ditunjuk diaja, diasuh diinang, dijago digembalo. Jangan dibagih bejalan surang, debik perut tanyo selero, nak mati-matilah inyo, ndak idup-iduplah inyo, ndak idup tariklah nyawo, iko malu nan katibo.
4.1.12 Saling Menjaga Keselamatan Perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan nilai saling menjaga keselamatan terdapat dalam seloko adat pada prosesi “Tunjuk Ajar Tegur Sapo”.
54
Dalam hal ini, nenek mamak memberikan nasehat kepada suami bahwa kalau hendak pergi harus selalu mengatakan dan memberitahukan kepada anak dan istri, agar istri tahu kemana suami pergi. Jika nantinya terjadi sesuatu, istri bisa langsung mencari tahu dimana keberadaan suami, begitu pula sebaliknya. Hal tersebut diungkapkan dalam seloko pada kutipan (20) berikut: Kalu hendak berangkat dari rumah, hendaklah bepuji beperago dengan anak bini apo laki, iko nan disebut pegi tempat bepetuwek, balik tempat beberito, sebab kok hilang ndak tau pulo runutnyo nan ka diturut, kok tenggelam ndak tau pulo pado riaknyo nan kadiselam.
4.1.13 Saling Menghargai dan Tidak Meremehkan Orang Lain Perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan nilai saling menghargai dan tidak meremehkan orang lain terdapat dalam seloko adat perkawinan pada prosesi “Sirih Tanyo-Pinang Tanyo”. Ketika pihak keluarga perempuan menimbang niat baik seseorang untuk melamar dengan menghargai dan tidak meremehkan maksud kedatangan pihak sibujang. Menghargai serta tidak pula meremehkan apa yang dibawa pihak sibujang sebagai tanda melamar. Seperti yang terlihat dalam seloko adat pada kutipan (21) berikut: Ngapo becakap sebunyi itu, menghina-hinakan diri, menyukarkan badan, idak baek macam tu, kito ko samo bae lagi seinduk bak ayam, lagi serumpun bak serai, lagi talikung dalam kato nan selapih, aur nan serumpun, nenek lagi samo diimbau, puyang lagi samo di seru. Sudah tu kami nak ngato pulo, tentang barang nan dianta iko, kok titik kami tampung, kok terbit kami tuai, kecik telapak tangan, niru kami tadahkan, tentang tando iko kami memegang sajo.
55
4.1.14 Membina Persahabatan Perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan niliai membina persahabatan terdapat dalam seloko adat pada prosesi “Sirih Tanyo-Pinang Tanyo”. Yaitu ketika pihak sigadis menerima kedatangan pihak sibujang dengan senang hati, serta menyambut dan menerima kedatangan tersebut dengan rasa saling ingin membina dan menjalin silaturahmi serta persahabatan. Sebagaimana dalam seloko adat pada kutipan (22) berikut: Tunggu dulu nenek mamak, sebelum kito-kito becakap berandai-andai, bagi lurus kami batanyo, siapo nenek mamak yang datang iko? Kalu kedatangan nenek mamak idak nak membao cekak dan kelahi, idak membao tail dengan neraco, yo kami terimo dengan senang hati,kecik telapak tangan niru kami tadahkan, begitu nian suko hati kami menerimo kedatangan nenek mamak, kini cubolah nenek mamak terangkan.
4.1.15 Menepati Janji Perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan menepati janji terdapat dalam seloko adat pada prosesi “Mengantar Serah Adat Lembago”. Yaitu ketika pihak sibujang datang ke rumah pihak sigadis untuk menepati janji, dengan mengantarkan
perlengkapan
adat
dan
syarat
perkawinan
yang
sudah
dimusyawarahkan terlebih dahulu oleh kedua pihak tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan dalam seloko adat pada kutipan (23) berikut: Adolah pado hari baik ketiko elok, lah duduk suku nan duo pihak kampung nan duo bagi, tegak lah besinggung bahu. Duduk lah besinggung lutut, mengadokan ikatan buat janji semayo, kini ko kok kami hitung harinyo lah genap, lah tibo pulo pado ketiko nan elok, hari nan baik, kami datang menepati janji memuliakan ikrar. Apolah janji kito itu, iolah pado hari iko kok adat nak diisi lumbago nan dituang, nan dikatokan masak setanduk, bereh
56
nan setandan io ikolah bendonyo. Silokan nenek mamak untuk memeriksonyo, maklumlah kami ko datang dari jauh mungkin ado nan talucir. Selanjutnya, perwujudan nilai moral dalam seloko adat yang berhubungan dengan menepati janji yaitu pada prosesi “Berelek Berkenduri”, ketika pihak sibujang datang bersama keluarganya datang untuk menepati janji lamo yang sudah ditetapkan dan disetujui oleh kedua belah pihak untuk menikah. Sebagaimana dalam ungkapan seloko adat pada kutipan (24) berikut: Kalu itu nan nenek mamak minta, io jugo kato nenek mamak tu. Baiklah nenek mamak, adolah kami nan datang iko, io datang besamo ayam nan berinduk, serai nan berumpun, datang menepati janji lamo, entahlah barang kali nenek mamak lah lupo, maklumlah bak kato urang titian biaso lapuk, janji biaso mungkir. Belum lupo dijerat, jerat tak pernah lupo dibalam.
4.1.16 Ramah Tamah Terhadap Sesama Perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan nilai ramah tamah terhadap sesama terdapat dalam seloko adat perkawinan pada prosesi “Sirih Tanyo-Pinang Tanyo”. Ketika pihak sigadis menerima kedatangan pihak sibujang dengan tangan terbuka, menyambut kedatangan dengan sikap baik hati. Seperti dalam ungkapan seoko adat pada kutipan (25) berikut: Oleh karena itu kedatangan nenek mamak ini, kok kecik tapak tangan niru kami tadahkan, kok kecik niru halaman kami bentangkan untuk menerimo kedatangan nenek mamak. Selanjutnya, perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan nilai ramah tamah terhadap sesama terdapat dalam seloko adat pada prosesi “Mengantar Serah Adat Lembago”. Yaitu ketika nenek mamak pihak sibujang meminta dengan ramah
57
dan ikhlas kepada pihak sigadis untuk memeriksa antaran yang telah dibawa dengan jalan kekeluargaan. Seperti dalam seloko adat pada kutipan (26) berikut: Idak usah malu-malu, idak usah segan-segan nenek mamak, silokan diperikso maklumlah janji ikolah lamo, barang kali ado nan lupo, ado nan kurang selagi kito sedang ngumpul seperti iko. Kemudian nilai ramah tamah juga terdapat dalam seloko adat pada saat prosesi “Mengantar Serah Adat Lembago” ini yang mempersilahkan pihak keluarga sibujang untuk naik kerumah dan mempersilahkan untuk menyantap hidangan yang telah disediakan oleh keluarga pihak sigadis. Hal tersebut diungkapkan dengan seloko adat pada kutipan (27) berikut: Kok batanyo lapeh litak, kok berunding lepeh makan. Hidangan lah tersedio di depan kito, kami persilahkan pado nenek mamak untuk menikmatinyo.
4.1.17 Tidak Menyusahkan Orang Lain Perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan nilai tidak menyusahkan orang lain terdapat dalam seloko adat perkawinan pada prosesi “Sirih Tanyo-Pinang Tanyo”. Pada saat musyawarah sudah selesai, perundingan sudah disepakati, maka dengan lebih baik menyetujui dan menetapkan langsung keputusan dengan tepat dan tidak memperpanjang lagi rundingan, agar nantinya tidak menyusahkan orang lain. Seperti dalam ungkapan seloko adat pada kutipan (28) berikut: Nampaknyo kiniko, kok katolah seiyo, kok runding lah sepakat, jangan lagi direntang panjang, elok dikepal supayo singkat. Selanjutnya, perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan nilai tidak menyusahkan orang lain terdapat dalam seloko adat pada prosesi “Mengantar Serah
58
Adat Lembago”. Ketika hantaran adat dilakukan, pihak sigadis memeriksa hantaran tersebut. Jika dirasa hantaran itu sudah cukup, maka tidak ada lagi tuntutan dengan melebihkan hantaran tersebut dan menerima hantaran tersebut dengan ikhlas. Pihak keluarga sigadis juga mengatakan jika hantaran itu sedikit, maka akan dianggap banyak, jika hantaran itu kecil, maka akan dianggap besar. Jadi bisa dikatakan pihak keluarga sigadis tidak terlalu menyusahkan dan menuntut akan hantaran pihak sibujang, karena pihak keluarga sigadis juga melihat ekonomi dari pihak keluarga sibujang. Hal tersebut diungkapkan dalam seloko adat pada kutipan (29) berikut: Kok hantaran lah kami perikso nampaknyo lah cukup segalo,kami terimo dengan muko nan jernih, hati nan suci. Kok setitik kami lautkan, kok sekepal kami gunungkan.
4.1.18 Adil Terhadap Sesama Perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan adil terhadap sesama terdapat dalam seloko adat pada prosesi “Tunjuk Ajar Tegur Sapo”. Pada saat nenek mamak memberikan nasehat kepada mertua bahwa sebagai mertua harus berlaku adil kepada menantu, jangan hanya melebihkan kasih sayang hanya kepada anak saja. Hal tersebut diungkapkan seloko adat pada kutipan (30) berikut: Kalau kito hendak mengaja anak menantu, bakatolah benar, berjalan lurus, menyandang samo tengah, membelah di tempulu, menimbang samo berat, menghukum samo adil.
4.1.19 Tidak Boleh Memfitnah Perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan tidak boleh memfitnah terdapat dalam seloko adat pada prosesi “Tunjuk Ajar Tegur Sapo”. Pada saat nenek
59
mamak memberikan nasehat kepada kedua mempelai yang mengatakan bahwa dalam menjalani kehidupan berumah tangga hendaknya kita jangan merugikan orang lain, merusak hubungan keluarga dan ikut campur dalam masalah orang lain. Kita yang seharusnya memperbaiki hubungan baik akan tetapi menjadi sumber keributan dengan menghasut dan memfitnah satu sama lain. Ungkapan selokonya seperti semendo kacang miang yang selalu membuat hasut dan fitnah, sehingga membuat kacau semua orang ataupun keluarga setelah kita menjadi orang semendo di kampung orang. Berikut ungkapan seloko adatnya pada kutipan (31): Semendo kacang miang na selalu membuat hasut dan fitnah. Sehinggo membuat kacau urang ataupun keluargo, atau sesudah awak menjadi urang semendo di kampung urang.
4.1.20 Saling Menyayangi Antara Sesama Perwujudan nilai moral yang berhubungan dengan nilai saling menyayangi anatar sesama terdapat dalam seloko adat perkawinan pada prosesi “Tunjuk Ajar Tegur Sapo”. Ketika nenek mamak memberikan nasehat perkawinan kepada kedua belah pihak keluarga yang mengatakan bahwa di dalam berumah tangga hendaknya membina hubungan yang baik dan keserasian di dalam keluarga besar antara kedua belah pihak, agar terjalin kasih sayang dan menjadi keluarga yang baik. Berikut ungkapan seloko adatnya pada kutipan (32): Adopun tujuan perkawinan, selain dari membina rumah tanggo suami istri yang baik, jugo dituntut agar membina hubungan yang akrab dan keserasian di dalam keluarga besar antara kedua belah pihak suami istri, itulah yang dinamokan oleh adat, bekampuh lebar beuleh panjang, jangan bekampuh lebar cabik, jangan beuleh panjang putus.
60
4.2 Pembahasan Hasil penelitian yang berjudul nilai-nilai moral dalam seloko adat pada upacara perkawinan masyarakat Desa Teluk Singkawang Kabupaten Tebo sesuai dengan tujuan awal yakni untuk mendeskripsikan (1) nilai-nilai moral yang berhubungan dengan diri sendiri dan (2) nilai-nilai moral yang berhubungan dengan sesama dalam tuturan seloko adat yang dituturkan pada upacara perkawinan masyarakat Desa Teluk Singkawang Kabupaten Tebo. Dalam proses mendapatkan data dilapangan, peneliti menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Hal ini dilakukan agar peneliti mendapatkan data dari tuturan seloko adat pada upacara perkawinan tersebut sebanyak mungkin serta data penelitian yang didapatkan itu akurat dan terbukti keabsahannya. Penelitian yang telah dilakukan ini sejalan dengan pendapat Hartini (dalam Tika, 1998:13) yang mengemukakan bahwa nilai moral yang terkandung dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, antara lain meliputi: Dapat mengendalikan hawa nafsu, berfikir panjang dalam melakukan sesuatu, sabar dan tabah, waspada dan teliti terhadap segala kejadian, berbudi luhur, penyesalan terhadap perbuatan salah, keteguhan pendirian, keteladanan, tidak menyalahgunakan kedudukan. Kedua, nilai moral yang terkandung dalam hubungan antara manusia dengan sesama, antara lain meliputi: Membantu orang lain, saling menjaga keselamatan, saling menghargai dan tidak meremehkan orang lain, membina persahabatan, menepati janji, ramah tamah
61
terhadap sesama, tidak menyusahkan orang lain, adil terhadap sesama, tidak boleh memfitnah, dan saling menyayangi antara sesama. Dalam penelitian yang telah dilakukan dilapangan, peneliti menemukan satu perwujudan nilai moral yang tidak termasuk dalam pendapat Hartini diatas. Perwujudan nilai moral tersebut mengenai nilai moral yang berhubungan dengan diri sendiri, yaitu bertanggung jawab. Berdasarkan
uraian
yang
telah
disampaikan
diatas,
disini
peneliti
menyimpulkan bahwa dalam penelitian ininilai-nilai moral yang terdapat dalam seloko adat perkawinan pada masyarakat Desa Teluk Singkawang Kabupaten Tebo yang berhubungan dengan nilai moral dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan nilai moral dalam hubungan manusia dengan sesama ditemukan sebanyak dua puluh nilai moral.