PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI BUDIDAYA PADI HIBRIDA MAPAN P-05 OLEH PETANI DI KECAMATAN SRAGI, PEKALONGAN, JAWA TENGAH
HENING GAHAYUNING
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Padi Hibrida MAPAN P-05 oleh Petani di Kecamatan Sragi, Pekalongan, Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016 Hening Gahayuning NIM I34120020
ABSTRAK HENING GAHAYUNING. Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Padi Hibrida MAPAN P-05 oleh Petani di Kecamatan Sragi, Pekalongan, Jawa Tengah. Dibimbing oleh DWI SADONO. Penggunaan benih hibrida merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi beras. Namun tingkat adopsi benih hibrida di Indonesia masih tergolong rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan nyata dengan pengambilan keputusan inovasi budidaya padi hibrida. Lokasi penelitian berada di beberapa Desa dalam wilayah Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan yang dipilih secara sengaja. Data dikumpulkan menggunakan instrumen kuesioner dan dianalisis menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian yang melibatkan 60 responden ini menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, luas lahan garapan, tingkat keberanian beresiko, tingkat kekosmopolitan, tingkat kepemimpinan berpendapat, tingkat keuntungan relatif, tingkat kesesuaian, tingkat kemungkinan dicoba, tingkat kemungkinan diamati, tingkat dukungan ekonomi, dan tingkat dukungan sosial memiliki hubungan nyata positif. Berbeda halnya dengan variabel umur, lama berusahatani, dan tingkat kerumitan inovasi memiliki hubungan nyata negatif. Antar tahapan dalam proses pengambilan keputusan inovasi saling berhubungan kecuali tahap konfirmasi. Hasil prediksi kelangsungan adopsi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 tercatat tinggi pada petani adopter dan rendah pada petani non adopter. Kata kunci: hibrida, inovasi, MAPAN P-05, padi, pengambilan keputusan
ABSTRACT HENING GAHAYUNING. Innovation Decision Making of Hybrid Rice MAPAN P-05 Cultivation by Farmers at Sragi Subdistrict, Pekalongan, Central Java. Supervised by DWI SADONO. The application of hybrid rice seeds could be increase rice production but, the level of hybrid seed adoption in Indonesia is still low. Therefore, this research aims to analyze the factors supposed to have a correlation with the innovation decisionmaking of hybrid rice. This research took place at some Village in Sragi Subdistrict, Pekalongan District. Data was collected using questionnaire and analyzed by Spearman Rank correlation test. The result of this research shows that level of education, level of income, large of field, risk taking level, cosmopolitan level, opinion leadership ability level, relative advantage degree, compatibility degree, trialability degree, observability degree, level of economic support, and level of social support have a significant positive correlation. In other hand, age, farming experience, and complexity degree have a significant negative correlation. The result of correlation test for all stage shows that they have a significant correlation, yet confirmation stage has no correlation with implementation stage. The result of adoption sustainability prediction for hybrid rice MAPAN P-05 cultivation shows a high point for adopter farmer, but still low point for non adopter farmer. Keywords: decision making, hybrid, innovation, MAPAN P-05, rice
PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI BUDIDAYA PADI HIBRIDA MAPAN P-05 OLEH PETANI DI KECAMATAN SRAGI, PEKALONGAN, JAWA TENGAH
HENING GAHAYUNING
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Judul Skripsi : Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Padi Hibrida MAPAN P-05 oleh Petani di Kecamatan Sragi, Pekalongan, Jawa Tengah Nama : Hening Gahayuning NIM : I34120020
Disetujui oleh
Dr Ir Dwi Sadono, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus Ujian:
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Padi Hibrida MAPAN P-05 oleh Petani di Kecamatan Sragi, Pekalongan, Jawa Tengah” ini dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Dr Ir Dwi Sadono, M.Si sebagai Pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. 2. Dr Ir Siti Amanah, M.Sc dan Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS yang telah bersedia menjadi Penguji Utama dan Penguji Wakil Departemen SKPM. 3. Bapak Drs. Sri Umbarto, selaku Kepala Balai Penyuluhan Kecamatan (BPK) Sragi dan jajaran Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) BPK Sragi yang telah memberikan izin dan bantuan selama penelitian berlangsung. 4. Bapak Rahadi dan Ibu Umi Mardiana, orangtua tercinta serta Ghandis Hapsari, kakak tersayang yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis. 5. Teman-teman di Departemen SKPM 49, terutama Rima Aulia Rohmah, Sinta Herian Pawestri, Ulvia Muspita Angraini, Fitri Dwi Prastyanti, dan Eka Puspita Sari yang telah memberi semangat dan menemani penulis dalam proses penulisan skripsi ini. 6. Keluarga Besar IMAPEKA khususnya angkatan 49, Keluarga Besar Bina Desa BEM KM IPB, dan teman-teman volunteer Rumbel Kids FIM HORE Bogor. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak. Bogor, Agustus 2016 Hening Gahayuning
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 PENDEKATAN TEORITIS 5 Inovasi 5 Padi Hibrida sebagai Suatu Inovasi 5 Proses Pengambilan Keputusan Inovasi 6 Hasil-Hasil Studi Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengambilan Keputusan Inovasi 9 Karakteristik Penerima Inovasi 9 Faktor Persepsi terhadap Karakteristik Inovasi 12 Faktor Eksternal 14 Kerangka Pemikiran 14 PENDEKATAN LAPANGAN 17 Metode Penelitian 17 Lokasi dan Waktu 17 Tenik Penentuan Informan dan Responden 17 Teknik Pengumpulan Data 18 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 19 Definisi Operasional 21 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25 Karakteristik Geografis 25 Karakteristik Sosial Ekonomi 26 Kondisi Pertanian 28 Gambaran Budidaya Padi Hibrida di Kecamatan Sragi 29 Sebelum Varietas MAPAN P-05 Dikenal 29 Varietas MAPAN P-05 30 ANALISIS KARAKTERISTIK PETANI, PERSEPSI PETANI TERHADAP KARAKTERISTIK INOVASI BUDIDAYA PADI HIBRIDA MAPAN P-05, DAN TINGKAT DUKUNGAN FAKTOR EKSTERNAL YANG DIPEROLEH PETANI 33 Karakteristik Individu, Sosial, dan Ekonomi Petani 33 Persepsi Petani terhadap Karakteristik Padi Hibrida MAPAN P-05 35 Tingkat Keuntungan Relatif 35 Tingkat Kesesuaian 40 Tingkat Kerumitan 42 Tingkat Kemungkinan Dicoba 45 Tingkat Kemungkinan Diamati 46 Dukungan Ekonomi dan Dukungan Sosial yang Diperoleh 48
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI BUDIDAYA PADI HIBRIDA MAPAN P-05 51 Tahap Pengenalan 51 Waktu Pengenalan, Sumber Informasi dan Informasi yang Dikenalkan 51 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tahap Pengenalan 53 Tahap Persuasi 56 Komponen dan Atribut Budidaya Padi Hibrida MAPAN P-05 yang Dipersuasikan 56 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tahap Persuasi 58 Tahap Keputusan 60 Komponen Budidaya yang Diputuskan untuk Diterima atau Ditolak 60 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tahap Keputusan 62 Tahap Penerapan 63 Komponen yang Diterapkan atau Tidak Diterapkan oleh Petani 63 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tahap Penerapan 65 Tahap Konfirmasi 67 Jumlah Petani yang Melakukan Konfirmasi dan Informasi yang Dikonfirmasi 67 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tahap Konfirmasi 69 Hubungan Antar Tahapan dalam Proses Pengambilan Keputusan Inovasi 70 Prediksi Keberlanjutan Adopsi Budidaya padi Hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi 71 SIMPULAN DAN SARAN 73 Simpulan 73 Saran 74 DAFTAR PUSTAKA 75 LAMPIRAN 79 RIWAYAT HIDUP 105
DAFTAR GAMBAR 1
2 3 4 5
Kerangka penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan pengambilan keputusan adopsi inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 oleh petani Persentase luas wilayah berdasarkan pemanfaatan di Kecamatan Sragi tahun 2015 Persentase sebaran penduduk berdasarkan jenjang pendidikan yang ditempuh di Kecamatan Sragi tahun 2015 Persentase sebaran penduduk berdasarkan sektor pekerjaan yang dilakukan di Kecamatan Sragi tahun 2015 Bagan alir alur pengenalan padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi
16 25 27 27 31
DAFTAR TABEL 1
2 3 4 5 6 7 8
9
10
11 12
13
Perhitungan penarikan sampel penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan pengambilan keputusan adopsi inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 oleh petani Kebutuhan data penelitian Definisi operasional Jarak desa penelitian ke pusat kecamatan Jumlah penduduk di enam desa penelitian berdasarkan jenis kelamin tahun 2015 Data produktivitas, jumlah, dan produksi tanaman pangan, ternak, dan budidaya ikan di Kecamatan Sragi tahun 2015 Varietas padi hibrida yang dikenal dan ditanam di Kecamatan Sragi Jumlah dan persentase petani adopter dan petani non adopter berdasarkan karakteristik individu, sosial, ekonomi, dan perilaku komunikasi di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan persepsi terhadap indikator-indikator tingkat keuntungan relatif budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat persepsi terhadap keuntungan relatif padi hibrida MAPAN P05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Perbandingan hasil analisis usahatani budidaya padi hibrida MAPAN P-05 dengan padi inbrida di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan persepsi terhadap indikator-indikator tingkat kesesuaian budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat persepsi terhadap kesesuaian budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016
18 19 21 25 26 28 30
33
36
38 39
41
42
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25 26
27
28
29
Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan persepsi terhadap indikator-indikator tingkat kerumitan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat persepsi terhadap kerumitan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan persepsi terhadap indikator-indikator tingkat kemungkinan dicoba budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat persepsi terhadap kemungkinan dicoba budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan persepsi terhadap indikator-indikator tingkat kemungkinan diamati budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat persepsi terhadap kemungkinan diamati budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan petani non adopter berdasarkan tempat pembelian benih hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan petani non adopter berdasarkan tingkat dukungan ekonomi yang diperoleh di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan petani non adopter berdasarkan tingkat dukungan sosial yang diperoleh di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan petani non adopter berdasarkan waktu pengenalan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan sumber informasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani yang mengenal komponen budidaya dan atribut padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat pengenalan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman variabel karakteristik petani, karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dan tingkat dukungan faktor eksternal dengan tahap pengenalan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter berdasarkan tingkat ketertarikan terhadap komponen budidaya dan keunggulan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani non adopter berdasarkan tingkat ketertarikan terhadap komponen budidaya dan keunggulan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016
43
44
45
46
47
48
49
49
50
51
52 52
53
54
56
57
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat persuasi terhadap budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman variabel karakteristik petani, karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dan tingkat dukungan faktor eksternal dengan tahap persuasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter yang memutuskan menerima atau tidak menerima komponen budidaya dan keunggulan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat keputusan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman variabel karakteristik petani, karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dan tingkat dukungan faktor eksternal dengan tahap keputusan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter yang menerapkan dan tidak menerapkan komponen budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat penerapan komponen budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman variabel karakteristik petani, karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dan tingkat dukungan faktor eksternal dengan tahap penerapan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter yang melakukan dan tidak melakukan konfirmasi terhadap komponen budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan petani non adopter berdasarkan informasi komponen budidaya padi hibrida MAPAN P05 yang dikonfirmasi di Kecamatan Sragi tahun 2016 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat konfirmasi komponen dan atribut budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi Tahun 2016 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman variabel karakteristik petani, karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dan tingkat dukungan faktor eksternal dengan tahap konfirmasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman hasil pengujian hubungan antar tahapan dalam proses pengambilan keputusan inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Sebaran petani berdasarkan keputusan adopsi budidaya hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016
58
59
61
61
62
64
65
66
67
68
68
69
71 71
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Sketsa lokasi penelitian Daftar responden petani penerap dan petani non penerap Kerangka sampling petani non adopter Kuesioner penelitian Panduan wawancara mendalam Hasil uji statistik Dokumentasi penelitian
79 80 81 87 99 101 104
PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, harus tersedia setiap saat, pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia, dan sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Penyediaan pangan terutama pangan pokok, diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan konsumsi pangan bagi masyarakat, rumah tangga, dan perseorangan secara berkelanjutan. Tercapainya swasembada pangan khususnya beras pada tahun 2017 merupakan salah satu sasaran strategis yang ditetapkan Kementerian Pertanian RI untuk mewujudkan misi kedaulatan pangan (Kementan RI 2015). Berdasarkan data Susenas BPS tahun 2010-2013 menyatakan bahwa konsumsi beras penduduk Indonesia pada tahun 2013 adalah 97,4 kg/kapita/tahun (Pusdatin Pertanian 2014). Berbeda halnya dengan pernyataan Menteri Pertanian RI yang dimuat dalam portal berita Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jawa Barat (2015), menyatakan bahwa rata-rata tingkat konsumsi beras yaitu 124,9 kg/kapita/tahun. Jika dikaitkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang diproyeksikan oleh BPS akan mencapai 305,6 juta jiwa pada tahun 2035, maka diperlukan persedian beras minimal sebesar 38,16 juta ton. Mengingat bahwa pada 10 tahun terakhir telah terjadi perubahan iklim yang berimbas pada penentuan musim tanam yang tidak pasti dikhawatirkan akan mempengaruhi kestabilan produksi padi nasional. Ada banyak langkah yang harus ditempuh untuk mewujudkan swasembada beras dan kestabilan stok beras. Salah satunya yaitu meningkatkan produksi beras nasional. Penerbitan beberapa Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) seperti Permentan Nomor 45/Permentan/OT.140/8/2011 tentang Tata Hubungan Kerja Antar Kelembagaan Teknis, Penelitian dan Pengembangan, dan Penyuluhan Pertanian dalam Mendukung Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dan Permentan terbaru yaitu Permentan Nomor 03/Permentan/OT.140/2/2015 tentang Pedoman Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai melalui Program Perbaikan Irigasi dan Sarana Pendukungnya merupakan upaya regulatif yang dilakukan pemerintah untuk terus mendorong peningkatan produksi beras nasional. Walaupun beberapa peraturan diterbitkan untuk mendorong peningkatan produksi beras, pada dasarnya upaya yang dapat dilakukan hanya ada dua cara yaitu ekstensifikasi (perluasan lahan) dan intensifikasi pertanian (penerapan teknologi). Mengingat rata-rata pertambahan luas lahan sawah nasional dalam kurun waktu 2003-2013 sangat lambat yaitu hanya bertambah 980,65 m2 atau hanya 98 m2/tahun menjadikan upaya ekstensifikasi untuk meningkatan produksi padi kurang menjadi prioritas. Satu-satunya upaya yang tersisa yaitu dengan cara intensifikasi lahan pertanian yang sudah ada. Intensifikasi pertanian pada zaman Orde Baru biasa dikenal dengan panca usahatani yang terdiri dari pengolahan tanah yang baik, pengairan yang teratur, pemilihan bibit unggul, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit. Berdasarkan penelitian di lapangan, penggunaan benih unggul diakui telah menjadi satu faktor kunci keberhasilan dalam peningkatan produksi. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Deptan (1983), dan Oladele et al. (2011) yang
2 menyatakan bahwa peran benih unggul sangat penting sebagai teknologi yang digunakan untuk menentukan batas produktivitas yang bisa dicapai, kualitas produk yang dihasilkan, dan efisiensi berproduksi. Oleh sebab itu sebagai upaya mewujudkan swasembada beras perlu upaya untuk mengalihkan penggunaan benih varietas lokal ke benih varietas unggul dan akhirnya diarahkan untuk menggunakan benih varietas hibrida. Tetapi perlu diperhatikan, bahwa benih unggul akan menunjukkan kinerjanya jika disertai aplikasi inovasi lainnya. Hal tersebut mendorong lembaga maupun korporasi yang bergerak di sektor riset dan pengembangan pertanian untuk terus meneliti guna menciptakan inovasi berupa benih unggul yang memiliki produktivitas tinggi. Benih padi varietas MAPAN P-05 merupakan salah satu hasil pengembangan benih unggul varietas hibrida yang telah dirilis semenjak tahun 2006. Hasil penelitian lapangan Fakultas Pertanian UGM menunjukkan bahwa hasil panen padi hibrida lebih tinggi sekitar 14 persen dibandingkan hasil panen padi IR 64. Padi Hibrida mampu menghasilkan 6,5 – 7,0 ton per hektar, sedangkan panen padi IR 64 menghasilkan 5,9 ton per hektar (Ruskandar 2010). Namun fakta empiris menunjukkan bahwa walaupun selama kurun waktu 2010-2014 Sub Sistem Inovasi Perbenihan Nasional telah menghasilkan beragam varietas padi baru seperti Inpari, Inpago, Inpara, dan Hibrida ternyata masih belum mampu menggeser sepenuhnya keberadaan varietas lokal ataupun varietas unggul lama. Hal ini dikarenakan belum optimalnya fungsi diseminasi dan sistem perbenihan nasional (Kementan 2015). Hal ini juga diperkuat oleh hasil evaluasi eksternal maupun internal Litbang Pertanian (2004) yang menunjukkan bahwa kecepatan dan tingkat pemanfaatan inovasi teknologi yang dihasilkan Balitbang Pertanian cenderung lambat bahkan menurun, sampai dengan tahun 2015 tercatat hanya terdapat 1% dari total luasan lahan sawah di Indonesia yang telah ditanami padi hibrida (Muhtarudin 2015). Pertimbangan dan keputusan petani untuk mengadopsi inovasi baru khususnya benih unggul hibrida diduga dipengaruhi oleh banyak faktor. Upaya akselerasi adopsi benih hibrida oleh petani sangat diperlukan agar target produktivitas padi yang ditetapkan dapat tercapai. Namun kajian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi inovasi pertanian khususnya adopsi benih padi unggul varietas hibrida masih sedikit. Oleh sebab itu perlu diketahui bagaimana berlangsungnya proses pengambilan keputusan inovasi budidaya padi hibrida varietas MAPAN P-05 oleh petani khususnya di Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan. Hal ini penting sebagai informasi bagi seluruh pemangku kepentingan untuk menentukan arah kebijakan dan langkah strategis dalam upaya percepatan proses adopsi benih unggul guna mewujudkan swasembada pangan nasional. Perumusan Masalah Keberhasilan proses pengambilan keputusan inovasi berhubungan dengan berbagai faktor. Rogers (2003) mendefinisikan pengambilan keputusan inovasi sebagai suatu proses yang mencakup suatu rangkaian kegiatan penerimaan atau penolakan inovasi oleh unit pengambilan keputusan dan terjadi dalam lima tahap yaitu tahap pengenalan, tahap persuasi, tahap keputusan, tahap penerapan, dan tahap konfirmasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan tahap pengambilan keputusan inovasi yaitu, karakteristik individu petani, persepsi terhadap karakteristik inovasi, saluran
3 komunikasi, dan kondisi sebelumnya. Selain itu, penelitian Susanti (2008) dan Rizka (2015) menambahkan faktor lain yang diduga berhubungan dengan proses pengambilan keputusan inovasi, yaitu faktor eksternal. Sehubungan dengan banyaknya faktor yang diduga berhubungan dengan proses pengambilan keputusan inovasi, maka perlu diketahui gambaran mengenai bagaimana karakteristik petani sebagai unit pengambilan keputusan inovasi, persepsi petani terhadap karakteristik inovasi, dan tingkat dukungan faktor eksternal yang diperoleh petani untuk mengadopsi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan? Setelah diketahui gambaran mengenai faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan proses pengambilan keputusan inovasi mulai dari tahap pengenalan hingga terjadi keputusan inovasi padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi, dan merujuk pada Rogers (2003) serta mengelaborasi penelitian-penelitian sebelumnya (Susanti 2008; Rizka 2015) perlu diketahui, bagaimana hubungan antara karakteristik petani Kecamatan Sragi, faktor persepsi petani terhadap karakteristik padi hibrida MAPAN P-05, dan dukungan faktor eksternal dengan tahap pengambilan keputusan adopsi inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan inovasi padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi. Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini, yaitu menghasilkan: 1. Analisis karakteristik petani sebagai unit pengambil keputusan inovasi, persepsi petani terhadap karakteristik inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi, dan tingkat dukungan eksternal yang diperoleh petani. 2. Analisis hubungan antara karakteristik petani, persepsi petani terhadap karakteristik padi hibrida MAPAN P-05, dan faktor dukungan eksternal dengan tahap pengambilan keputusan adopsi inovasi padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dalam menerapkan berbagai konsep dan teori berkenaan proses pengambilan keputusan inovasi, yaitu dalam konteks introduksi inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 pada petani di Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan. 2. Bagi pihak lain, khususnya para peneliti di bidang riset pengambilan keputusan inovasi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan informasi awal bagi studi pengambilan keputusan inovasi padi hibrida MAPAN P-05 di Kabupten Pekalongan dan wilayah lainnya di Indonesia. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat meberi kontribusi pada pengembangan riset pengambilan keputusan sebagai bagian dari komunikasi pembangunan di Indonesia.
4 3. Bagi pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan untuk menentukan arah kebijakan dan langkah strategis dalam upaya percepatan proses adopsi budidaya padi hibrida guna mendukung terwujudnya swasembada beras nasional.
5
PENDEKATAN TEORITIS Inovasi Rogers (2003) mengartikan inovasi sebagai ide-ide baru, praktik-praktik baru, atau obyek-obyek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat sasaran penyuluhan. Pengertian “baru” disini, mengandung makna bukan sekedar “baru diketahui” oleh pikiran (cognitive), akan tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara luas oleh seluruh warga masayarakat dalam arti sikap (attitude), dan juga baru dalam pengertian belum diterima dan dilaksanakan atau diterapkan oleh seluruh warga masayarakat setempat. Soekartawi (1988) mendefinisikan inovasi sebagai suatu ide yang dipandang perlu oleh seseorang. Latar belakang seseorang yang berbeda-beda, mempengaruhi penilaian obyektif, apakah suatu ide yang dimaksud tergolong baru atau tidak. Oleh sebab itu kebaruan suatu inovasi sangat relatif sifatnya. Sifat baru tersebut kadang-kadang menentukan reaksi seseorang. Reaksi ini tentu saja berbeda-beda antara individu satu dengan yang lain. Leeuwis (2004) mengungkapkan bahwa keberhasilan inovasi tergantung bagaimana inovasi tersebut mampu menciptakan keselarasan atau tidak. Masuknya inovasi pada suatu komunitas merupakan awal dari sebuah perubahan, dan perubahan tidak pernah datang sendirian. Proses penyebaran inovasi merupakan upaya yang disengaja untuk menciptakan efek. Penyebaran inovasi harus memperhatikan unsur teknis dan sosial. Jika inovasi memenuhi unsur teknis dan unsur sosial dalam sebuah masyarakat, maka keselarasan yang dimaksud sebelumnya akan tercipta. Inovasi “gagal” (tidak dapat diterima pada skala yang signifikan) sering disebabkan oleh keselarasan yang tidak seimbang. Hal tersebut disebabkan karena kebanyakan ilmuwan atau penemu inovasi hanya bekerja pada dimensi teknis, tetapi lupa untuk membangun jaringan yang efektif. Banyak produk-produk yang memiliki dimensi teknis yang lebih unggul ternyata gagal diadopsi oleh masyarakat karena kurangnya dukungan jaringan, sedangkan produk dengan kualitas teknis lebih rendah mampu diterima masyarakat luas karena upaya membangun jaringan yang bagus. Oleh karena itu Leeuwis (2004) menyatakan bahwa tahap awal keberhasilan inovasi tergantung dari bagaimana memobilisasi ide-ide baru “di atas meja” dengan cara membangun hubungan dengan “orang luar” yang mungkin mempunyai pandangan lebih luas terhadap sasaran inovasi. Padi Hibrida sebagai Suatu Inovasi Teknologi hibrida adalah upaya manusia untuk merekonstruksi seluruh pasangan gen pada tanaman menjadi heterezigot dengan cara persilangan dua tetua berbeda yang dipilih melalui seleksi. Hasil pasangan gen-gen yang bersifat heterozigot tersebut mengakibatkan timbulnya gejala heterosis, yaitu produktivitas varietas tanaman hibrida lebih tinggi dibanding varietas non-hibrida (Satoto et al. 2009). Kebutuhan beras yang cukup tinggi dan konversi lahan yang mengakibatkan menyempitnya lahan pertanian mengharuskan adanya teknologi intensifikasi yang solutif untuk memecahkan permasalahan tersebut. Salah satu alternatif yang dapat
6 digunakan untuk meningkatkan produksi beras tanpa menambah luas lahan yaitu melalui penggunaan padi hibrida. Menurut Ruskandar (2010) produksi padi dapat ditingkatkan melalui penggunaan varietas hibrida dengan memanfaatkan gejala heterosis yang mampu meningkatkan potensi hasil 15-20 persen lebih tinggi dibanding varietas inbrida. Satoto dan Suprihatno (2008) menjelaskan bahwa secara teknis ada lima kunci utama agar pengembangan padi hibrida berhasil. Kelima kunci tersebut adalah varietas yang cocok, benih yang bermutu, teknologi budidaya yang tepat, wilayah yang sesuai, dan respon petani. Setiap varietas padi hibrida pada dasarnya mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam berproduksi. Varietas yang cocok dikembangkan di wilayah yang satu belum tentu cocok dikembangkan di wilayah lainnya atau dengan kata lain varietas padi hibrida memiliki sifat spesifik lokasi. Jika kelima kunci tersebut dapat dipenuhi, maka peluang pengadopsian benih hibrida secara luas oleh petani dapat terlaksana. Proses Pengambilan Keputusan Inovasi Jailanis et al. (2014) menyatakan bahwa adopsi inovasi pertanian oleh petani yang bersifat positif merupakan salah satu tujuan pembangunan pertanian. Hal ini diperkuat oleh pendapat Mulyadi et al. (2007) yang menyatakan inovasi yang terhambat menyebabkan pembangunan pertanian berjalan lamban. Oleh karena itu petani diharapkan memiliki kesadaran terhadap inovasi yang kemudian diikuti sikap menerima dan perilaku mengadopsi sebagai upaya pengembangan dan penerapan inovasi tersebut. Rogers (2003) mendefinisikan proses pengambilan keputusan inovasi sebagai suatu proses mental yang dilalui oleh individu atau unit pengambil keputusan lain mulai dari pengetahuan pertama mengenai suatu inovasi, membentuk sikap terhadap inovasi tersebut, hingga memutuskan untuk mengadopsi atau menolak, menerapkan ide baru, dan mengkonfirmasi keputusan tersebut. Ismilaili (2015) mengungkapkan bahwa pengambilan keputusan oleh petani terhadap penolakan atau penerimaan suatu inovasi tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan menguntungkan atau tidaknya teknologi tersebut secara ekonomis bagi petani. Untuk itu dalam proses pengambilan keputusan diperlukan beberapa tahapan untuk mempertimbangkan inovasi tersebut. Selama perkembangannya, dikenal dua teori atau dua model mengenai proses adopsi yaitu pandangan tradisional tentang proses adopsi dan proses pengambilan keputusan inovasi. Dikutip dari Mugniesyah (2006) pandangan tradisional yang dikenal dengan konsep proses adopsi pertama diterima sebagai dalil oleh The North-Central Rural Sociology Subcomittee for the Study of Farm Practices dalam pertemuan ilmiah pada tahun 1955. Diungkapkan oleh Rogers (2003) bahwa beberapa peneliti yang fokus pada penelitian tentang difusi merumuskan lima tahapan kumulatif yang terjadi dalam proses adopsi. Tahap-tahap tersebut dijelaskan sebagai berikut. 1. Tahap awareness atau tahap di mana individu menjadi sadar akan adanya suatu ide atau inovasi baru. 2. Tahap interest atau tahap di mana individu mulai menaruh minat terhadap inovasi ditandai dengan individu tersebut mulai mencari informasi yang lebih lengkap mengenai inovasi tersebut.
7 3. Tahap evaluation yaitu tahap ketika individu mulai bersikap untuk menyukai atau tidak menyukai inovasi yang ada. Menurut Mugniesyah (2006) tahap ini disebut juga sebagai tahap “mencoba secara mental”. Individu mencoba mendapatkan bukti-bukti internal (dari dalam pikirannya sendiri) untuk membandingkan apakah dengan menerapkan inovasi tersebut akan berdampak positif pada situasi masa depannya. Jika evaluasi yang dilakukan individu dalam pikirannya menghasilkan kesimpulan yang positif, maka ia akan meneruskan perkembangan perilakunya ke tahap selanjutnya. 4. Tahap small scale trial, yaitu tahapan di mana individu mencoba menerapkan inovasi secara nyata pada skala kecil guna memperoleh buktibukti eksternal. 5. Tahap adoption, merupakan tahap akhir dari proses adopsi di mana individu menerapkan inovasi secara kontinyu dalam skala besar. Perkembangan kajian adopsi memunculkan kritikan terhadap model tradisional proses adopsi yang diungkapkan Rogers (2003). Kritikan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Model proses adopsi mengimplikasikan bahwa proses tersebut selalu berakhir pada keputusan adopsi, padahal pada kenyataanya penolakan untuk mengadopsi mungkin saja terjadi. Oleh karena itu diperlukan istilah yang lebih umum daripada “proses adopsi” untuk menggambarkan adanya adopsi atau penolakan. 2. Lima tahap tersebut tidak selalu terjadi secara berurutan, beberapa tahap mungkin saja dilompati, terutama tahap trial (mencoba). Tahap evaluasi sebenarnya terjadi pada keseluruhan proses, tidak hanya sebagai salah satu tahap dari lima tahap yang ada. 3. Proses adopsi jarang berakhir dengan adopsi, pencarian informasi yang lebih mendalam mungkin saja dilakukan oleh individu untuk mengkonfirmasi atau menguatkan keputusan, atau individu bisa saja mengubah keputusannya dari yang awalnya mengadopsi menjadi menolak (a discontinuance). Catatan kaki pada buku Communication of Innovations edisi kedua tulisan Rogers dan Shoemaker (1971), dituliskan bahwa model empat tahap merupakan model perbaikan dari model tradisional “adopsi inovasi”. Model baru ini dapat menggambarkan kemungkinan terjadinya penolakan atau rejection terhadap suatu inovasi dan memungkinkan adanya peninjaun keputusan oleh individu yang akan menguatkan atau membalikkan keputusan yang telah dibuatnya. Secara konseptual, model empat tahap ini berkaitan dengan konsep pengambilan keputusan, proses pembelajaran, dan reduksi disonansi. Bentuk kritik terhadap model lima tahap sebelumnya, Rogers dan Shoemaker (1971) merumuskan model baru proses adopsi yang hanya memuat empat tahapan dalam prosesnya yaitu tahap knowledge (pengenalan), persuasion (persuasi), decision (keputusan), dan confirmation (konfirmasi) yang kemudian dikenal dengan istilah proses pengambilan keputusan inovasi. Empat tahapan pengambilan keputusan inovasi yang diungkapkan Rogers dan Shoemaker (1971) dikoreksi oleh Rogers (2003) menjadi lima tahapan yaitu tahap knowledge (pengetahuan),
8 persuasion (persuasi), decision (keputusan), implementation (penerapan), dan confirmation (konfirmasi). Tahap-tahap tersebut dijelaskan pada uraian berikut ini. Tahap pengenalan (knowledge), yaitu tahap ketika seseorang belum memiliki informasi mengenai inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui media elektronik, media cetak, maupun komunikasi interpersonal di antara masyarakat. Tahap persuasi (persuasion), tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon pengguna. Seseorang akan mengukur keuntungan yang akan ia dapat jika mengadopsi inovasi tersebut secara personal. Berdasarkan evaluasi dan diskusi dengan orang lain, ia mulai cenderung untuk mengadopsi atau menolak inovasi tersebut. Tahap pengambilan keputusan (decision), yaitu tahap di mana seseorang membuat keputusan akhir apakah mereka akan mengadopsi atau menolak sebuah inovasi. Namun bukan berarti setelah melakukan pengambilan keputusan ini lantas menutup kemungkinan terdapat perubahan dalam pengadopsian. Tahap penerapan (implementation), yaitu tahap ketika seseorang mulai menggunakan inovasi sambil mempelajari lebih lanjut tentang inovasi tersebut. Tahap yang terakhir yaitu tahap konfirmasi (confirmation), yaitu tahapan yang terjadi setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari pembenaran atas keputusan mereka. Apakah inovasi tersebut diadopsi atau tidak, seseorang akan mengevaluasi akibat dari keputusan yang mereka buat. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan evaluasi. Pada dasarnya, proses adopsi memiliki selang waktu antar tahapan satu dengan yang lainnya yang tidak selalu sama (tergantung sifat inovasi, karakteristik sasaran, keadaan lingkungan (fisik maupun sosial), dan aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh (Ismilaili 2015). Hal ini yang menjadikan penelitian mengenai proses pengambilan keputusan inovasi agak rumit dilakukan karena untuk menggali informasi pada setiap tahapan yang sudah terlewati memerlukan waktu yang lama. Seperti dipaparkan Indraningsih (2011) dalam penelitiannya yang hanya membatasi penelitian proses pengambilan keputusan inovasi hanya pada satu tahap yaitu tahap keputusan inovasi dengan tujuan menghindari data yang tidak valid dan tidak reliabel. Mulyadi et al. (2007) dalam penelitiannya tentang proses adopsi inovasi pertanian oleh Suku Arfak mengkaji tahapan proses pengambilan keputusan inovasi hanya sampai pada tahap pengambilan keputusan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa setiap tahapan dalam proses pengambilan keputusan inovasi selalu dipengaruhi oleh tahapan sebelumnya dan tahapan yang paling menentukan petani untuk menerima atau menolak inovasi adalah tahap pengenalan, sehingga dalam kajian mengenai topik keputusan inovasi tidak bisa hanya memilih satu tahapan saja. Purnaningsih et al. (2006) meneliti kajian tahapan pengambilan keputusan inovasi dengan lengkap mulai dari tahap pengenalan hingga tahap konfirmasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa setiap tahap memiliki karakteristik tersendiri. Tahap pengenalan lebih menekankan pada aspek kognitif penerima inovasi, sedangkan tahap persepsi dan keputusan menekankan pada aspek afektif, dan tahapan penerapan menekankan aspek psikomotorik. Oleh karena itu keberhasilan setiap tahapannya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berbeda.
9 Hasil-Hasil Studi Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengambilan Keputusan Inovasi Upaya individu untuk mencapai tahap di mana mereka memutuskan untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi merupakan suatu pertimbangan mental yang cukup kompleks dan berhubungan dengan berbagai faktor. Banyak penelitian mencoba menganalisis bagaimana proses yang dilalui dan faktor apa saja yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk mencapai tahap di mana ia mengambil keputusan untuk menerima atau mengadopsi suatu inovasi. Rogers (2003) mengidentifikasi empat faktor yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan yaitu faktor kondisi sebelumnya, faktor karakteristik unit pengambil keputusan (karakteristik sosial-ekonomi, karakteristik pribadi, dan perilaku komunikasi), faktor persepsi terhadap inovasi, dan saluran komunikasi. Penelitian Susanti (2008) membagi faktor-faktor yang telah dijabarkan Rogers (2003) menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dijabarkan sebagai faktor yang melekat pada unit pengambilan keputusan inovasi, antara lain meliputi: umur, tingkat pendidikan, luas lahan, dan tingkat pendapatan. Faktor eksternal didefinisikan sebagai faktor yang berasal dari luar unit pengambilan keputusan, meliputi: lingkungan ekonomi, lingkungan sosial, dan sifat inovasi. Berbeda halnya dengan penggolongan faktor pengaruh keputusan inovasi yang dilakukan oleh Rizka (2015), sifat atau karakteristik inovasi dijadikan faktor tersendiri. Berdasarkan hasil tinjauan pada beberapa literatur yang telah dilakukan, dapat diidentifikasi beberapa faktor-faktor yang sering muncul dan memiliki hubungan dengan proses pengambilan keputusan inovasi. Faktor-faktor tersebut diuraikan berikut ini. Karakteristik Penerima Inovasi Rogers (2003) memaparkan beberapa variabel mengenai karakteristik unit pengambil keputusan yang dibagi menjadi variabel karakteristik sosial ekonomi, karakteristik individu, dan perilaku komunikasi. Karakteristik sosial-ekonomi unit pengambil keputusan meliputi umur individu, lama mengenyam pendidikan, tingkat status sosial, mobilitas sosial, skala usaha, sifat komersil, dan keberanian mengambil kredit. Karakteristik pribadi meliputi variabel tingkat kesadaran, kemampuan menerima hal baru, tingkat kerasionalitasan, tingkat intelegensi, sikap menerima perubahan, kemampuan beradaptasi, tingkat pendidikan, sikap tidak menyerah, memiliki motivasi yang tinggi, dan memiliki aspirasi yang tinggi. Hampir semua literatur yang dikaji selalu meneliti hubungan antara variabel karakteristik penerima inovasi dengan proses keputusan inovasi. Karakteristik penerima inovasi dijabarkan dalam beberapa indikator sebagai berikut ini. a.
Umur Umur didefinisikan sebagai lama hidup seseorang terhitung mulai dari lahir hingga penelitian dilakukan. Hasil analisis beberapa pustaka menunjukkan bahwa umur memiliki pengaruh yang signifikan dan berhubungan positif nyata (Awotide 2015), tidak berpengaruh signifikan (Bruce et al. 2014), berhubungan negatif nyata atau dengan kata lain semakin muda umur penerima inovasi maka tingkat pengambilan keputusan adopsi tinggi (Purnaningsih et al. 2006; Mulyadi et al. 2007; Onumadu dan Osahon 2014), dan tidak memiliki pengaruh (Amala et al.
10 2013; Jailanis et al. 2014; Ishak et al. 2015) terhadap proses pengambilan keputusan inovasi. Jailanis et al. (2014) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa umur dikatakan tidak memiliki pengaruh dengan alasan responden penelitiannya tidak mewakili sebaran umur setiap kategori, sehingga tidak dapat dibandingkan perbedaannya. b. Tingkat pendidikan Hasil penelitian Sumarno (2010), Onumadu dan Osahon (2014), Awotide (2015), dan Bruce et al. (2014) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berhubungan positif nyata atau berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan inovasi. Penerima inovasi yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan mengambil keputusan untuk menerima inovasi yang diberikan. Lain halnya dengan penelitian Amala et al. (2013), Jailanis et al. (2014), Ishak et al. (2015) menyatakan bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh terhadap pengambilan keputusan inovasi. Penelitian Jailanis et al. (2014) menjelaskan bahwa pendidikan formal tidak mempengaruhi proses keputusan inovasi, tetapi dalam hasil penelitiannya disebutkan bahwa pendidikan non formal memiliki hubungan yang kuat dengan proses pengambilan keputusan. c. Luas lahan garapan Semakin luas lahan garapan petani seharusnya diikuti dengan tingkat adopsi inovasi yang tinggi, karena tersedia lahan yang cukup untuk mencoba inovasi yang diperkenalkan. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa luas lahan garapan tidak memiliki hubungan atau pengaruh terhadap keputusan inovasi (Jailanis et al. 2014). d. Lama berusahatani Lama berusahatani diduga sebagai salah satu faktor yang berhubungan dengan keputusan inovasi. Penerima inovasi yang sudah memiliki pengalaman berusahatani lama akan memiliki ketrampilan yang lebih dibanding petani dengan petani yang memiliki pengalaman baru. Hal ini terbukti pada penelitian yang dilakukan oleh Purnaningsih et al. (2006), Amala et al. (2013), Jailanis et al. (2014), Onumadu dan Osahon (2014), Awotide (2015), dan Ishak et al. (2015). Lama berusahatani juga diduga sebagai salah satu penyebab variabel tingkat pendidikan formal tidak berpengaruh nyata terhadap proses adopsi (Jailanis et al. 2014). e. Luas kepemilikan lahan Petani yang memiliki lahan sendiri seharusnya akan lebih mudah mengatur penggunaan lahannya untuk mengimplementasikan inovasi baru. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Onumadu dan Osahon (2014), Bruce et al. (2014, Jailanis et al. (2014), Awotide (2015), yang menunjukkan hubungan positif nyata antara variabel luas kepemilikan lahan dengan keputusan adopsi petani. Berbeda dengan hasil penelitian Amala et al. (2015) yang menunjukkan tidak adanya pengaruh variabel luas kepemilikan lahan, bahkan penelitian Ishak et al. (2015) menunjukkan hubungan negatif nyata antara keduanya. Penyebab hubungan negatif nyata ini diduga karena jika lahan yang dimiliki oleh petani semakin luas, maka biaya pengelolaannya semakin tinggi sehingga tidak ada biaya lebih untuk inovasi baru. f. Tingkat pendapatan petani Setiap pengaplikasian suatu inovasi baru akan memerlukan biaya tambahan (Onumandu et al. 2014). Salah satu sumber dana pendukung untuk mencoba suatu inovasi dapat berasal dari biaya pribadi petani. Tingkat pendapatan petani yang tinggi tentunya akan mempermudah petani untuk mencoba-coba inovasi baru yang memperlukan biaya lebih. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Jailanis et al. (2014)
11 dan Awotide (2015) yang menunjukkan hubungan nyata positif dan sangat erat diantara kedua variabel tersebut. g. Tingkat keberanian beresiko Keputusan untuk menerapkan suatu inovasi baru membutuhkan keberanian untuk menghadapi ketidakpastian hasil yang diperoleh. Salah satu penyebab lambatnya adopsi inovasi yaitu tingkat keberanian beresiko petani yang masih rendah. Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberanian beresiko yaitu tingkat keinovatifan unit pengambil keputusan, sikap unit pengambil keputusan ketika ada inovasi baru, frekuensi mencoba inovasi baru setiap kali musim tanam, dan tingkat rasionalitas ketika dikenalkan pada inovasi baru. Tingkat keinovatifan yang dimaksud mengacu pada konsep innovationdecision periode yang diungkapkan oleh Rogers (2003) dan definisi dalam beberapa penelitian (Marwandana 2014; Sumarno 2010). Tingkat keinovatifan diartikan sebagai selang waktu yang dibutuhkan unit pengambil keputusan dari mengenal inovasi sampai memutuskan untuk mengadopsi inovasi tersebut. Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat keinovatifan petani berhubungan dengan tahap pengambilan keputusan inovasi. Petani memiliki kecenderungan yang kuat akan kepastian, dan menghindari ketidakpastian. Penelitian Sumarno (2010) tentang adopsi teknologi gerabah menunjukkan bahwa sifat pengusaha yang memiliki tingkat beresiko tinggi berpengaruh signifikan terhadap adopsi teknologi. Sama halnya dengan penelitian Indraningsih (2011) tentang adopsi inovasi teknologi usahatani, tingkat keberanian beresiko terbukti berpengaruh signifikan pada petani adopter. Merujuk pada hasilhasil studi tersebut, maka perlu diteliti lebih lanjut hubungan antara tingkat keberanian beresiko petani dengan proses pengambilan keputusan inovasi. h. Perilaku komunikasi Faktor terakhir yaitu perilaku unit pengambilan keputusan dalam berkomunikasi dijabarkan menjadi beberapa variabel meliputi partisipasi sosial, koneksi dengan sistem sosial, tingkat kekosmopolitan, interaksi dengan agen perubahan, keterdedahan media massa, keaktifan mencari informasi, kemampuan menjadi opinion leader, dan banyaknya jaringan yang dimiliki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi sosial berhubungan dengan pengambilan keputusan inovasi namun hubungannya lemah (Amala et al. 2013). Tingkat kekosmopolitan dalam penelitian Jailanis et al. (2014) tidak menunjukkan adanya hubungan dengan pengambilan keputusan inovasi namun, penelitian Amala et al. (2013) menunjukkan adanya hubungan dengan tingkat keeratan sedang terhadap keputusan inovasi. Interaksi dengan agen perubahan dijabarkan dalam beberapa penelitian sebagai variabel kontak dengan petani lain dan kontak dengan penyuluh (Purnaningsih et al. 2006; Bruce et al. 2014) terbukti memiliki pengaruh nyata terhadap keputusan inovasi. Jaringan yang dimiliki petani biasanya berupa kelembagaan petani di lingkungannya. Bergabungnya petani dengan kelembagaan pertanian tertentu membuat wawasan petani semakin luas dan meningkatkan kemampuan menjadi pemimpin pendapat bagi petani lainnya. Hal ini diharapkan mampu mempengaruhi keputusan inovasi. Hasil kajian beberapa penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan petani dalam kelembagaan pertanian memiliki pengaruh dalam keputusan inovasi namun dengan hasil yang berbeda. Onumadu dan Osahon (2014) memaparkan bahwa keterlibatan petani Nigeria dalam kelembagaan pertanian terbukti memiliki hubungan positif nyata terhadap
12 keputusan inovasi, sedangkan penelitian Awotide (2015) yang juga dilakukan di Nigeria menunjukkan hal sebaliknya. Literatur yang menguji variabel pengaruh atau hubungan antara karakteristik penerima inovasi dengan keputusan inovasi menunjukkan hasil yang beragam. Tidak semua penelitian secara seragam menyatakan bahwa variabel karakteristik unit pengambilan keputusan memiliki pengaruh yang berbanding lurus atau berbanding terbalik terhadap keputusan adopsi. Maka dari itu perlu kajian mendalam untuk melihat pengaruh variabel karakteristik unit pengambil keputusan terhadap keputusan inovasi. Pada penelitian ini, karakteristik petani yang akan diteliti meliputi umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, lama berusahatani, luas lahan yang diusahakan, tingkat keinovatifan, tingkat keberanian beresiko, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat kepemimpinan pendapat. Karakteristikkarakteristik tersebut diambil sebagai variabel dengan pertimbangan bahwa karakteristik tersebut yang masih dapat dimanipulasi oleh pemangku kepentingan untuk meningkatkan tingkat adopsi padi hibrida di kalangan petani. Faktor Persepsi terhadap Karakteristik Inovasi Variabel independen yang ditemukan dalam literatur yang dikaji selanjutnya yaitu persepsi terhadap karakter inovasi. Rogers (2003) menyebutkan ada lima karakter inovasi yang dapat mempengaruhi adopsi yaitu keuntungan relatif, kesesuaian inovasi, kerumitan, kemungkinan dicoba, dan kemungkinan diamati hasilnya. Penjabaran dari setiap karakteristik inovasi tersebut diuraikan sebagai berikut. Keuntungan relatif (relative advantages), yaitu tingkatan di mana suatu ide baru dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya. Tingkat keuntungan relatif seringkali dinyatakan dengan atau dalam bentuk keuntungan ekonomis. Kesesuaian inovasi (compatibility) dengan tata nilai maupun pengalaman yang ada, yaitu sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima. Ide yang tidak kompatibel dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol akan tidak diadopsi secepat ide yang kompatibel. Kompatibilitas memberi jaminan lebih besar dan resiko lebih kecil bagi penerima, dan membuat ide baru itu lebih berarti bagi penerima. Suatu inovasi mungkin kompatibel dengan: (a) nilai-nilai dan dan kepercayaan sosiokultural; (b) dengan ide-ide yang dikenalkan terlebih dahulu; dan (c) dengan kebutuhan klien terhadap inovasi. Kerumitan (complexity) inovasi adalah tingkat di mana suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan. Suatu ide baru mungkin dapat digolongkan kedalam kontinum ”sederhana rumit”. Inovasi tertentu begitu mudah dapat dipahami oleh penerima tertentu, sedangkan bagi yang lainnya tidak. Kerumitan inovasi menurut pengamatan anggota sistem sosial, berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya. Ini berarti makin rumit suatu inovasi bagi seseorang, maka akan makin lambat pengadopsiannya. Kemungkinan diujicobakan (trialability) adalah suatu tingkat di mana suatu inovasi dapat dicoba dalam skala kecil. Ide baru yang dapat dicoba dalam skala kecil biasanya diadopsi lebih cepat dari pada inovasi yang tidak dapat dicoba terlebih dahulu. Suatu inovasi yang dapat dicoba akan memperkecil resiko bagi adopter.
13 Kemungkinan diamati hasilnya (observability) adalah tingkat di mana hasilhasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Hasil inovasi-inovasi tertentu mudah dilihat dan dikomunikasikan kepada orang lain. Jika inovasi itu dapat terlihat, maka calon-calon pengadopsi lainnya tidak perlu lagi menjalani tahap percobaan, melainkan dapat terus ke tahap adopsi. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa lima indikator tersebut ada yang hanya sebagian mempengaruhi dan ada yang semuanya mempengaruhi proses pengambilan keputusan inovasi. Penelitian yang dilakukan Amala et al. (2013) menunjukkan bahwa semua karakteristik inovasi sistem pertanian organik berhubungan nyata dengan adopsi sistem pertanian organik di Kabupaten Serdang Bedagai, Medan, Sumatera Utara. Indraningsih (2011) yang mengkaji faktor pengaruh pengambilan keputusan inovasi pertanian oleh petani adopter dan petani non adopter di Cianjur dan Garut memperoleh hasil yang berbeda. Petani adopter dan petani non adopter di Cianjur serta petani adopter di Garut mempertimbangkan tingkat keuntungan relatif (besaran modal awal) untuk memutuskan menggunakan atau tidak menggunakan benih anjuran. Berbeda dengan petani non adopter di Garut yang lebih memperhatikan tingkat kesesuaian dalam memutuskan penggunaan benih. Keputusan penggunaan saprodi memiliki pertimbangan yang lebih banyak yaitu mempertimbangkan tingkat keuntungan relatif, kesesuaian teknologi, dan tingkat kerumitan saprodi yang diperkenalkan. Purnaningsih et al. (2006) yang meneliti adopsi inovasi pola kemitraan menunjukkan bahwa variabel persepsi tentang kemudahan dilihat hasilnya memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap adopsi inovasi pola kemitraan terutama pada tahap persuasi. Prabayanti (2010) dalam penelitiannya mengenai adopsi biopestisida menunjukkan bahwa persepsi positif petani terhadap kelima karakteristik inovasi berhubungan signifikan dengan keputusan adopsi biopestisida. Penelitian Mulyadi et al. (2007) yang mengkaji proses adopsi inovasi pertanian suku pedalaman Arfak di Papua Barat menunjukkan bahwa hanya karakteristik inovasi tingkat kesesuaian inovasi berpengaruh terhadap proses adopsi pada tahap persuasi. Penelitian Rizka (2015) yang menganalisis hubungan karakteristik inovasi System Rice Intensification (SRI) pada setiap tahapan pengambilan keputusan menunjukkan hasil bahwa terdapat tiga karakteristik inovasi berbeda yang berhubungan dengan tahap proses pengambilan keputusan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya terdapat tiga karakteristik yang berhubungan nyata dengan tahap pengambilan keputusan yaitu tingkat kesesuaian, tingkat kemudahan dicoba, dan tingkat keuntungan relatif. Karakteristik tingkat kesesuaian SRI terbukti berhubungan nyata dengan tahap pengenalan. Tingkat kesesuaian SRI dengan praktik budidaya padi konvensional menyebabkan petani lebih cepat mengenal SRI. Karakteristik kemudahan dicoba di lahan kecil terbukti berhubungan dengan dengan tahap persuasi dan tingkat keuntungan relatif yang tinggi terbukti berhubungan nyata dengan tahap konfirmasi. Penelitian Mugniesyah dan Lubis (1990) mengenai pengambilan keputusan inovasi Supra Insus yang juga menganalisis hubungan karakeristik inovasi dengan setiap tahap pengambilan keputusan menunjukkan hasil bahwa karakteristik inovasi tertentu mempunyai hubungan dengan tahap tertentu pada proses pengambilan keputusan inovasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keutungan relatif dan tingkat kerumitan Supra Insus berhubungan dengan tahap persuasi. Berbeda halnya dengan tahap keputusan yang berhubungan dengan tingkat keuntungan relatif dan
14 tingkat kesesuaian. Pada tahap penerapan terbukti bahwa tingkat keuntungan relatif dan tingkat kerumitan memiliki hubungan nyata. Pada tahap konfirmasi, semua ciri inovasi (tingkat keuntungan relatif, tingkat kesesuaian, tingkat kerumitan, tingkat kemungkinan dicoba, dan tingkat kemudahan dilihat hasilnya) Supra Insus terbukti memiliki hubungan nyata. Berbeda halnya dengan Penelitian Susanti (2008) mengenai adopsi pertanian organik menunjukkan bahwa sifat inovasi tidak berhubungan dengan keputusan adopsi pertanian organik. Hal ini karena sifat inovasi dari pertanian organik tidak jauh beda dengan sifat usahatani yang biasa petani lakukan. Karakteristik inovasi menjadi menarik dikaji karena berdasar penelitian yang telah dipaparkan, hubungan atau pengaruhnya dapat beragam sesuai dengan tingkat keinovatifannya dibanding inovasi sebelumnya. Berdasar hasil-hasil penelitian yang telah dijabarkan, perlu diteliti lebih lanjut bagaimana hubungan karakteristik inovasi pada setiap tahapan proses pengambilan keputusan. Faktor Eksternal Ada faktor-faktor lain yang tidak termasuk ke dalam dua faktor yang telah dijelaskan sebelumnya namun, memiliki hubungan atau pengaruh terhadap keputusan inovasi. Susanti (2008) dan Rizka (2015), menyebut dalam penelitiannya sebagai faktor eksternal yang terdiri dari dukungan lingkungan sosial dan dukungan lingkungan ekonomi. Beberapa penelitian tidak menggolongkan faktor-faktor di luar karakteristik unit pengambilan keputusan dan faktor karakteristik inovasi sebagai faktor eksternal, melainkan sebagai variabel yang berdiri sendiri. Penelitian yang dilakukan Susanti (2008) dan Rizka (2015) menunjukkan bahwa dukungan lingkungan sosial dan ekonomi mempengaruhi secara signifikan terhadap keputusan inovasi pertanian organik dan inovasi penerapan SRI. Salah satu faktor eksternal yang sering muncul pada penelitian faktor yang berhubungan dengan keputusan inovasi yaitu faktor akses penerima terhadap sumberdaya. Sumber daya yang dimaksud dalam beberapa penelitian meliputi sumberdaya input pertanian berupa ketersedian pupuk dan benih (Awotide 2015), akses kredit untuk permodalan (Purnaningsih 2006; Sumarno 2010; Awotide 2015), sarana dan prasarana pendukung meliputi sarana transportasi, sarana telekomunikasi, dan keterjangkauan toko saprotan (Purnaningsih 2006), serta bantuan yang mendukung adopsi inovasi (Indraningsih 2011; Ishak et al. 2015) semuanya menunjukkan hubungan positif nyata terhadap pengambilan keputusan inovasi oleh petani. Faktor-faktor pengaruh yang telah diteliti pada pustaka-pustaka sebelumnya menunjukkan hubungan dan pengaruh yang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada lokasi dan jenis inovasi tersebut diperkenalkan. Oleh karena itu kajian-kajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi sangat perlu untuk dilakukan terhadap inovasi-inovasi baru. Kerangka Pemikiran Pengambilan keputusan inovasi merupakan suatu proses yang mencakup suatu rangkaian kegiatan penerimaan atau penolakan inovasi oleh unit pengambilan keputusan dan yang terjadi pada lima tahap yaitu pengenalan, persuasi, keputusan, penerapan, dan konfirmasi. Sehubungan dengan hal itu, variabel dependen dalam penelitian ini adalah tahap pengambilan keputusan (Y1) yang terdiri dari: tingkat
15 pegenalan (Y1.1), tingkat persuasi (Y1.2), tingkat keputusan (Y1.3), tingkat penerapan (Y1.4), dan tingkat konfirmasi (Y1.5) petani terhadap keputusan inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05. Setiap variabel dependen tersebut diduga berhubungan dengan variabel independen dari sejumlah faktor. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi setiap tahapan dalam proses PK inovasi yaitu persepsi petani terhadap karakteristik petani sebagai unit pengambil keputusan inovasi (X1), karakteristik benih hibrida (X2), dan dukungan faktor eksternal (X3). Teori pengambilan keputusan Rogers (2003), hasil penelitian Mugniesyah dan Lubis (1990), dan Rizka (2015) dijadikan sebagai acuan untuk menurunkan faktor karakteristik petani (X1) yang diturunkan menjadi karakteristik individu dan perilaku komunikasi. Variabel dalam faktor karakteristik petani terbagi menjadi delapan variabel yaitu umur (X1.1),tingkat pendidikan (X1.2), tingkat pendapatan (X1.3), lama berusahatani (X1.4), luas lahan garapan (X1.5), tingkat keberanian beresiko (X1.6), tingkat kekosmopolitan (X1.7), dan tingkat kepemimpinan pendapat (X1.8). Kedelapan faktor tersebut diduga berhubungan dengan setiap tahapan pada pengambilan keputusan inovasi (Y1). Faktor persepsi petani terhadap karakteristik benih hibrida (X2) diturunkan menjadi lima variabel yang mengacu pada teori PK inovasi Rogers (2003) yaitu, tingkat keuntungan relatif (X2.1), tingkat kesesuaian (X2.2), tingkat kerumitan (X2.3), tingkat kemungkinan dicoba (X2.4), dan tingkat kemungkinan diamati (X2.5) yang diduga berhubungan dengan setiap tahap pada keputusan inovasi (Y1). Berbeda halnya dengan faktor dukungan eksternal (X3), faktor ini didapat dari hasil sintesa beberapa penelitian mengenai PK Inovasi yaitu penelitian Purnaningsih (2006), Susanti (2008), Indraningsih (2011), Ishak et al. (2015), Awotide (2015), dan Rizka (2015) yang menyertakan variabel-variabel lain di luar dua variabel yang dijabarkan sebelumnya. Faktor dukungan eksternal dijabarkan menjadi dua variabel yaitu tingkat dukungan ekonomi (X3.1) dan tingkat dukungan sosial (X3.2). Kedua variabel tersebut diduga berhubungan dengan setiap tahap keputusan inovasi (Y1). Untuk lebih jelasnya, penjabaran di atas dapat dilihat pada Gambar 1.
16 KARAKTERISTIK PETANI (X1) 1. Karakteristik Individu X1.1 Umur X1.2 Tingkat Pendidikan X1.3 Tingkat Pendapatan X1.4 Lama Berusahatani X1.5 Luas Lahan yang Digarap X1.6 Tingkat Keberanian Beresiko 2. Perilaku Komunikasi X1.7 Tingkat Kekosmopolitan X1.8 Tingkat Kepemimpinan Pendapat PERSEPSI TERHADAP BUDIDAYA PADI HIBRIDA MAPAN P-05 (X2) X2.1 Tingkat Keuntungan Relatif X2.2 Tingkat Kesesuaian X2.3 Tingkat Kerumitan X2.4 Tingkat Kemungkian Dicoba X2.5 Tingkat Kemungkinan Diamati DUKUNGAN FAKTOR EKSTERNAL (X3) X3.1 Tingkat Dukungan Ekonomi X3.2 Tingkat Dukungan Sosial
KEPUTUSAN INOVASI BUDIDAYA PADI HIBRIDA MAPAN P-05 (Y1) Y1.1 Tingkat Pengenalan Y1.2 Tingkat Persuasi Y1.3 Tingkat Keputusan Y1.4 Tingkat Penerapan Y1.5 Tingkat Konfirmasi
Keterangan : berhubungan
Gambar 1 Kerangka penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan pengambilan keputusan adopsi inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 oleh petani Hipotesis Penelitian 1. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik petani (umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, lama berusahatani, luas lahan yang digarap, tingkat keberanian beresiko, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat kepemimpinan pendapat) dengan keputusan inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 (tingkat pengenalan, tingkat persuasi, tingkat keputusan, tingkat penerapan, dan tingkat konfirmasi). 2. Terdapat hubungan nyata antara persepsi petani terhadap padi hibrida MAPAN P-05 (tingkat keuntungan relatif, tingkat kerumitan, tingkat kesesuaian, tingkat kemungkinan dicoba, dan tingkat kemungkinan diamati) dengan setiap tahapan keputusan inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P05 (tingkat pengenalan, tingkat persuasi, tingkat keputusan, tingkat penerapan, dan tingkat konfirmasi). 3. Terdapat hubungan nyata antara dukungan faktor eksternal (tingkat dukungan ekonomi dan tingkat dukungan sosial) dengan keputusan inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 (tingkat pengenalan, tingkat persuasi, tingkat keputusan, tingkat penerapan, dan tingkat konfirmasi).
17
PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survei dan termasuk jenis penelitian penjelasan (explanatory research) yang menjelasakan hubungan kausal antara variabel melalui pengujian hipotesis (Effendi dan Tukiran 2012). Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif yang sifatnya saling melengkapi. Effendi dan Tukiran (2012) menyatakan bahwa usaha penambahan informasi kualitatif pada data kuantitatif bermanfaat untuk memperoleh data yang lebih akurat dan sahih mengenai fenomena sosial yang diteliti. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di enam desa yaitu Desa Tegalontar, Desa Sragi, Desa Purwodadi, Desa Kedungjaran, Desa Gebangkerep, dan Desa Bulaksari, Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (Lampiran 1). Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa alasan, yaitu: sebanyak enam desa tersebut merupakan desa di mana terdapat kelompok tani yang mendapat penyuluhan promosi dari perusahan produsen padi hibrida MAPAN P05, Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dengan produksi beras tertinggi di Kabupaten Pekalongan dan sedang gencar menggalakkan kegiatan peningkatan produksi padi melalui penanaman benih hibrida, serta sebagian besar rumahtangga di Kecamatan Sragi merupakan rumahtangga petani. Waktu penelitian di lapangan dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2016. Selama pengambilan data berlangsung, peneliti tinggal bersama obyek penelitian di lapangan dalam jangka waktu 20 hari. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat mengetahui lokasi penelitian dengan baik, menciptakan hubungan sosial yang dekat dengan obyek penelitian, dan mendapat data yang lebih lengkap dan valid. Tenik Penentuan Informan dan Responden Subjek penelitian adalah 29 orang petani adopter dan 31 orang petani non adopter yang dipilih secara acak. Informan dalam penelitian ini adalah Kepala Balai Penyuluhan Kecamatan (BPK), Petugas Penyuluh Lapangan, Ketua Kelompok Tani yang mengetahui mengenai proses pengenalan dan penerapan varietas padi hibrida MAPAN P-05, dan responden terpilih (pada kasus petani lapisan atas yang tidak mengadopsi, petani lapisan bawah yang mengadopsi, petani yang memutuskan melanjutkan adopsi, petani yang memutuskan berhenti mengadopsi, petani yang tetap menolak, dan petani yang mengadopsi kemudian) yang dipilih secara sengaja atau purposive. Kerangka contoh atau sampling frame yang merupakan populasi sasaran penelitian diperlukan untuk memperoleh responden (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Populasi sasaran adalah petani yang tercatat sebagai anggota kelompok tani di enam desa yang mendapat penyuluhan promosi dari produsen padi hibrida MAPAN P-05 dan/atau mengikuti sosialisasi saat musyawarah tanam musim tanam I tahun 2016 sebanyak 517 petani (Desa Bulaksari sebanyak 151 petani, Desa Kedungjaran
18 sebanyak 67 petani, Desa Gebangkerep sebanyak 97 petani, Desa Purwodadi sebanyak 95 petani, Desa Tegalontar sebanyak 75 petani, dan Kelurahan Sragi sebanyak 32 petani). Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu. Pemilihan sampel dilakukan secara acak terstratifikasi tidak proporsional (unproportional stratified random sampling) karena populasi tidak homogen, terdiri dari dua sub populasi yaitu sub populasi petani penerap padi hibrida MAPAN P-05 dan petani non penerap padi hibrida MAPAN P-05 dan perbandingan jumlah yang tidak seimbang antara dua sub-populasi tersebut. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 60 petani. Banyaknya sampel yang diambil didasarkan pada teknik analisis data yang dilakukan dan jumlah stratum. Menurut Efendi dan Tukiran (2012) bila data dianalisis dengan teknik korelasi, maka jumlah sampel yang diambil minimal 30 kasus. Jika responden terdiri dari beberapa kelompok, maka setiap kelompok diambil sebanyak 30 sampel. Banyaknya stratum dalam penelitian yaitu 2 stratum, oleh sebab itu jumlah responden dalam penelitian sebanyak 60 sampel. Adapun rincian responden yang diambil dari dua sub populasi adalah sebagai berikut: 1. Petani penerap padi hibrida MAPAN P-05 sebanyak 29 petani, (dilakukan secara sensus karena merupakan jumlah seluruh petani penerap yang tersebar di enam desa). 2. Petani non penerap padi hibrida MAPAN P-05 sebanyak 31 petani. Angka 31 didapat dari jumlah total responden dikurangi jumlah total petani penerap (60 – 29 = 31). Sebanyak 31 responden tersebut diambil secara acak proporsional dari 517 petani non penerap yang tersebar di enam desa. Perhitungan penarikan sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Perhitungan penarikan sampel penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan pengambilan keputusan adopsi inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 oleh petani No.
Desa
Jumlah petani anggota Poktan
Petani Penerap
1. 2. 3. 4. 5. 6. Total
Bulaksari Kedungjaran Gebangkerep Purwodadi Tegalontar Sragi
151 67 97 95 75 32 517
5 1 7 6 3 7 29
Petani non Jumlah sampel petani penerap non penerap (a) (a/b x 31) 146 9 66 4 90 6 89 5 72 5 25 2 486 (b) 31
Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik petani, persepsi petani terhadap karakteristik inovasi, faktor dukungan eksternal, dan keputusan inovasi yang dilakukan oleh petani. Data primer diperoleh dari hasil observasi dan pengambilan data langsung di lapangan melalui instrumen kuesioner dan wawancara mendalam kepada responden dan informan (Lampiran 4 dan Lampiran 5). Wawancara mendalam kepada responden terpilih dan informan berdasarkan panduan pertanyaan yang telah disiapkan. Wawancara tersebut digunakan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hubungan
19 faktor persepsi karakteristik inovasi, karakteristik petani, dan dukungan faktor eksternal dengan pengambilan keputusan inovasi padi hibrida MAPAN P-05. Kebutuhan data, jenis data, dan sumber data lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kebutuhan data penelitian Kebutuhan Data Karakteristik responden Persepsi petani terhadap padi hibrida MAPAN P-05 Dukungan Ketersediaan Faktor saprodi Eksternal Peranan penyuluh Sarana pemasaran Dukungan sosial Keputusan penggunaan benih hibrida MAPAN P-05 Sejarah penggunaan benih hibrida di Kecamatan Sragi Monografi desa Daftar nama dan jumlah petani Keterangan: Pr: Primer Sk: Sekunder
Pr v v
Jenis Data Sk Kn v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v
Kl
Metode Pengumpulan Data Kuesioner Kuesioner, wawancara mendalam Kuesioner, data BPK
v
Kuesioner, wawancara mendalam Kuesioner, data BPK
v
Kuesioner, wawancara mendalam Kuesioner, wawancara mendalam
v
Wawancara mendalam, data BPK Data desa Data BPK
v
Kn: Kuantitatif Kl: Kualitatif
Data sekunder dihimpun guna mendukung data primer. Adapun data sekunder yang dihimpun meliputi daftar petani yang tergabung dalam kelompok tani, riwayat penggunaan benih hibrida, dan data monografi desa. Data dikumpulkan dari dokumen-dokumen tertulis di Kantor Balai Penyuluhan Kecamatan, Kantor Kecamatan, Kantor Desa, dan sumber dari internet. Salah satu instrumen pengambilan data primer yaitu kuesioner. Agar mendapatkan hasil yang tepat, kuesioner diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji validitas konstruk. Uji validitas konstruk yaitu uji validitas dengan cara menyusun tolak ukur operasional dari suatu kerangka konsep dan teori (Effendi dan Tukiran 2012). Langkah-langkah yang dilakukan yaitu, membuat tolak ukur berdasarkan kerangka konsep hasil kajian pustaka, berkonsultasi dengan dosen pembimbing dan berbagai pihak yang dianggap menguasai materi, membuat kuesioner penelitian, dan menetapkan lokasi uji. Instrumen ini telah diuji pada sepuluh petani non-responden yang memiliki karakteristik hampir sama dengan responden di Desa Sragi. Hasil jawaban pengujian kuesioner diuji reliabilitasnya menggunakan uji Cronbach’s Alpha dengan bantuan perangkat lunak SPSS for Windows 22.0. Kuesioner dinyatakan valid dan reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha lebih dari 0,6. Hasil uji
20 reliabilitas kuesioner menunjukkan bahwa nilai Cronbach’s Alpha kuesioner yaitu 0,962 (Lampiran 6), artinya kuesioner penelitian ini memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi. Data sekunder diperoleh dari studi literatur yang berkaitan dengan topik penelitian dan pihak-pihak yang berkaitan dengan lokasi penelitian, seperti profil dan data monografi Desa Tegalontar, Desa Sragi, Desa Purwodadi, Desa Kedungjaran, Desa Gebangkerep, dan Desa Bulaksari, literatur berupa penelitian terdahulu tentang topik pengambilan keputusan inovasi (skripsi, disertasi, dan tesis), publikasi (jurnal, artikel ilmiah, atau seminar) serta buku. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini mempunyai dua jenis data, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Pengolahan dan analisis data kuantitatif menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2013 dan SPSS 22.0. Aplikasi Microsoft Excell 2013 digunakan untuk membuat tabel frekuensi. Tabel frekuensi berfungsi untuk melihat data responden berdasarkan masing-masing variabel secara tunggal. Aplikasi SPSS 22.0 digunakan untuk membantu dalam uji statistik yaitu uji korelasi Rank Spearman. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang berskala minimal ordinal dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal. Uji korelasi Rank Spearman dilakukan untuk melihat korelasi antara variabel independen dalam tingkat persepsi karakteristik benih padi hibrida MAPAN P-05, karakteristik petani, dan dukungan faktor eksternal dengan pengambilan keputusan inovasi padi hibrida MAPAN P-05. Cara yang dilakukan adalah dengan menjumlahkan skor indikator pada setiap variabel untuk mendapat skor total variabel. Skor total variabel (x dan y) yang diperoleh kemudian dirangking (rx dan ry). Perhitungan data dibantu dengan perangkat lunak Microsoft Excell 2013 kemudian dilakukan pengujian statistik menggunakan bantuan aplikasi SPSS 22.0. Setelah didapat tabel hasil analisis, nilai korelasi Spearman hitung (rs) dibandingkan dengan nilai korelasi Spearman tabel (rs tabel). Jika rs > rs tabel, maka tolak H0 dan terima H1 begitupun sebaliknya. Data kualitatif berupa informasi mengenai peranan penyuluh, dukungan lingkungan sosial, sejarah penggunaan benih hibrida, dan monografi desa dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Kedua ialah penyajian data yang berupa menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca. Data kualitatif disajikan dalam narasi, diagram, dan matriks. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi. Guna mengurangi kemungkinan salah interpretasi, digunakan beragam prosedur yang disebut triangulasi. Triangulasi data dilakukan untuk mengklarifikasi atau membandingkan data atau informasi kuantitatif maupun kualitatif yang berasal dari sumber informasi dan cara pengumpulan data yang berbeda. Data kualitatif berfungsi untuk menguatkan analisis data-data kuantitatif melalui penjelasan alasan-alasan yang tidak terekam dalam kuesioner.
21 Definisi Operasional Definisi operasional setiap variabel dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Definisi operasional Variabel
Definisi Operasional
X1 Karakteristik Petani X1.1 Umur Lama hidup responden dari lahir sampai dengan waktu wawancara diukur dalam satuan tahun. X1.2 Tingkat Jenjang pendidikan pendidikan formal terakhir yang ditempuh responden.
X1.3 Tingkat pendapatan
Hasil kotor yang diperoleh setiap musim panen.
X1.4 Lama berusahatani
Lamanya petani menjalankan usahatani hingga wawancara dilakukan
X1.5 Luas lahan yang diusahakan
Area sawah yang digarap atau diusahakan oleh petani.
X1.6 Tingkat keberanian beresiko
Derajat di mana individu mampu mengambil kesempatan yang belum nyata kepastian hasil akhirnya. Tingkat keberanian beresiko diukur dengan sikap individu untuk menerima hal baru yang diukur dari durasi pengambilan keputusan untuk mengadopsi, sikap terhadap hal baru, frekuensi mencoba inovasi baru pada 10 tahun terakhir, dan sikap rasionalitas.
Cara Pengukuran
Pengelompokan Skala Data Data
Dihitung mulai dari tahun kelahiran responden. Dihitung berdasarkan strata pendidikan formal terakhir yang ditamatkan. Dikategorikan berdasar data emik dalam rupiah. (Rp/MT) Dikategorikan berdasar data emik.
1. Dewasa awal 2. Dewasa menengah 3. Dewasa akhir 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
Rasio
1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
Rasio
1. Baru 2. Menengah 3. Lama
Rasio
Luasan lahan yang digarap dalam hektar (ha). Dikategorikan berdasar data emik Diukur berdasarakan skor total yang diperoleh.
1. Sempit 2. Sedang 3. Luas
Rasio
1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
Rasio
Rasio
22 Variabel
Definisi Operasional
X1.7 Tingkat Upaya untuk mencari kekosmopolit- informasi yang an dibutuhkan mengenai budidaya padi hibrida MAPAN P-05 baik ke dalam maupun ke luar sistem sosialnya yang diukur dari banyaknya jaringan yang dimiliki dan tingkat akses terhadap jaringan yang dimiliki, dan tingkat keterdedahan media massa. X1.8 Tingkat Derajat di mana seorang kepemimpinan individu dapat mempependapat ngaruhi sikap atau perilaku seseorang yang sesuai dengan yang diinginkan.
Cara Pengukuran Dihitung dan dikategotikan berdasarkan banyaknya sumber informasi yang dimiliki responden dan tingkat akses selama satu musim tanam.
Pengelompokan data 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
Skala Data Rasio
Diukur dan dikategorikan berdasarkan posisi individu dalam kelembagaan tani, keterlibatan dalam musyawarah, frekuensi menyatakan pendapat, dan tingkat pengaruh pendapat terhadap forum.
1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
Rasio
X2 Tingkat Persepsi terhadap karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05 X2.1 Tingkat Penilaian responden terDiukur dan 1. Tidak untung keuntungan hadap rata-rata keuntudikategorikan 2. Sama saja relatif ngan yang diperoleh seberdasarkan 3. Lebih untung cara ekonomis dibanding jumlah skor yang dengan inovasi diperoleh. sebelumnya. X2.2 Tingkat Derajat di mana aktivitas Diukur dan 1. Tidak sesuai kesesuaian budidaya padi hibrida dikategorikan 2. Sesuai dianggap sesuai (tidak berdasarkan 3. Sangat sesuai bertentangan/konsisten) jumlah skor yang dengan aktivitas dan/atau diperoleh. teknologi budidaya padi yang biasanya dan kebutuhan petani. X2.3 Tingkat Derajat atau tingkat di Diukur dan 1. Lebih mudah kerumitan mana budidaya padi dikategorikan 2. Sama saja hibrida dianggap sulit berdasarkan 3. Lebih rumit untuk digunakan. jumlah skor yang diperoleh. X2.4 Tingkat Derajat di mana budidaya Diukur dan 1. Tidak mungkin kemungkinan padi hibrida mudah dikategorikan dicoba dicoba dicobakan. berdasarkan 2. Kurang mungkin jumlah skor yang 3. Sangat mungkin diperoleh.
Rasio
Rasio
Rasio
Rasio
23 Variabel X2.5 Tingkat kemungkinan diamati
Definisi Operasional Tingkat di mana hasil budidaya padi hibrida mudah dilihat/diamati oleh responden.
X3 Tingkat Dukungan Faktor eksternal X3.1 Tingkat Kekuatan faktor-faktor dukungan ekonomi yang ekonomi mendorong petani mengadopsi budidaya padi hibrida, diukur dari tingkat ketersediaan saprodi, jaminan pasar, jaminan harga, dan ketersediaan insentif. X3.2 Tingkat Kekuatan hubungan dukungan sosial dari pihak lain yang diukur dari tingkat pengaruh, tingkat dukungan, dan tingkat bantuan pihak lain (PPL, petani lain, kelompok tani, swasta, dan keluarga) yang mendukung budidaya padi hibrida. Y1 Keputusan Inovasi Y1.1 Tahap Tahap di mana pengenalan responden membuka diri terhadap keberadaan inovasi dan memperoleh pengetahuan tentang inovasi dan fungsinya. Y1.2 Tahap Tahap di mana respersuasi ponden membentuk sikap menyukai/ berkenan atau tidak menyukai/tidak berkenan terhadap budidaya padi hibrida. Y1.3 Tahap Tahap di mana keputusan responden dalam situasi menentukan pilihan menerima atau menolak budidaya padi hibrida. Y1.4 Tahap Tahap di mana penerapan responden telah menanam di lahannya sendiri.
Cara Pengelompokan Pengukuran Data Diukur dan 1. Tidak teramati dikategorikan 2. Kurang teramati berdasarkan 3. Sangat teramati jumlah skor yang diperoleh.
Skala Data Rasio
Diukur dan 1. Tidak dikategorikan mendukung berdasarkan 2. Kurang jumlah skor yang mendukung diperoleh. 3. Sangat mendukung
Rasio
Diukur dan 1. Tidak dikategorikan mendukung berdasarkan 2. Kurang jumlah skor yang mendukung diperoleh. 3. Sangat mendukung
Rasio
Diukur 1. Tidak mengenal Rasio berdasarkan 2. Agak mengenal jumlah skor yang 3. Sangat mengenal diperoleh.
Diukur 1. Tidak terbujuk berdasarkan 2. Agak terbujuk jumlah skor yang 3. Terbujuk diperoleh.
Rasio
Diukur 1. Menolak berdasarkan 2. Ragu-ragu jumlah skor yang 3. Menerima diperoleh.
Rasio
Diukur 1. Rendah berdasarkan 2. Sedang jumlah skor yang 3. Tinggi diperoleh.
Rasio
24
Y1.5
Variabel
Definisi Operasional
Tahap konfirmasi
Tahap di mana responden mencari penguatan dari proses pengambilan keputusan yang telah dilalui sebelumnya.
Cara Pengelompokan Pengukuran Data Diukur 1. Rendah berdasarkan 2. Sedang jumlah skor yang 3. Tinggi diperoleh.
Skala Data Rasio
25
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Karakteristik Geografis1 Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan yang masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Pekalongan bagian paling Barat, Provinsi Jawa Tengah. Posisi geografis Kecamatan Sragi terletak antara 6o 55’ 03”- 6o 58’ 24” Lintang Selatan (LS) dan 109o 30’ 70”- 109o 35’ 52” Bujur Timur (BT). Kecamatan Sragi terletak di dataran rendah dengan ketinggian 7 mdpl dan kemiringan tanah 08% (datar). Batas wilayah Kecamatan Sragi yaitu: 1. Sebelah Utara : Kecamatan Siwalan 2. Sebelah Timur : Kecamatan Bojong 3. Sebelah Selatan : Kecamatan Kesesi 4. Sebelah Barat : Kabupaten Pemalang Kecamatan Sragi memiliki luas wilayah 32,40 Km2 dengan peruntukan lahan sawah seluas 2.236,46 ha, bangunan dan pekarangan seluas 824,09 ha, tegalan seluas 74,72 ha, dan lainnya seluas 100,61 ha. Sebaran pemanfaatan wilayah Kecamatan Sragi dapat dilihat pada Gambar 2. 2%
3% 69%
26%
Sawah Bangunan dan Pekarangan Tegalan Lainnya Gambar 2 Persentase luas wilayah berdasarkan pemanfaatan di Kecamatan Sragi tahun 2015 Jarak tempuh dari Kecamatan Sragi menuju pusat Kabupaten Pekalongan yaitu 18 Km. Adapun jarak tempuh 6 desa penelitian dari pusat Kecamatan Sragi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jarak desa penelitian ke pusat kecamatan No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
1
Desa Sragi Tegalontar Purwodadi Gebangkerep Kedungjaran Bulaksari
Jarak tempuh ( Km ) 0 0,5 1 3 4 7
Data diperoleh dari Programa Penyuluhan Balai Penyuluhan Kecamatan (BPK) Sragi tahun 2015 dan Kecamatan Sragi dalam Angka 2014/2015
26 Kecamatan Sragi terbagi menjadi 17 wilayah administratif yang terdiri dari 16 wilayah berstatus desa, 1 wilayah berstatus kelurahan, dan 7 wilayah tergolong perkotaan (Sragi, Tegalontar, Purwodadi, Sijeruk, Bulakpelem, Kalijambe, dan Tegalsuruh). Walaupun letaknya di perbatasan antar kabupaten, kondisi sarana dan prasarana di wilayah tersebut tergolong cukup baik. Jalan utama kecamatan dan jalan akses antar desa 80% sudah beraspal. Waktu tempuh menuju pusat Kecamatan Sragi dari pusat kabupaten sekitar 20 menit atau sekitar 90 menit dari pusat kota menggunakan kendaran bermotor. Wilayah Sragi dapat dijangkau menggunakan angkutan bis umum jurusan Comal atau Pemalang sampai dengan Jembatan Sepait kemudian untuk menuju pusat kecamatan dapat di akses menggunakan ojek atau delman karena angkutan umum tidak menjangkau wilayah ini. Karakteristik Sosial Ekonomi Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pekalongan tahun 2015, jumlah penduduk Kecamatan Sragi yaitu 62.045 jiwa dengan rincian penduduk laki-laki sebanyak 30.651 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 31.394 jiwa. Adapun sebaran penduduk di enam desa penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah penduduk di enam desa penelitian berdasarkan jenis kelamin tahun 2015 No.
Desa
1. Sragi 2. Tegalontar 3. Purwodadi 4. Gebangkerep 5. Kedungjaran 6. Bulaksari Total
Jumlah Penduduk (Jiwa) Laki-laki Perempuan Total N % N % N % 3.352 47,93 3.641 52,07 6.993 100,00 1.909 49,80 1.924 50,20 3.833 100,00 763 48,08 824 51,92 1.587 100,00 1.693 48,27 1.814 51,73 3.507 100,00 1.001 48,50 1.063 51,50 2.064 100,00 1.858 49,24 1.915 50,76 3.773 100,00 10.576 48,60 11.181 51,40 21.757 100,00
Ketersedian sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, dan agama cukup lengkap di wilayah tersebut. Terhitung ada 21 sekolah TK, 37 SD Negeri dan MI, 5 SMP Negeri dan MTs, dan 1 SMA serta 1 SMK di wilayah Kecamatan Sragi. Sarana kesehatan seperti puskesmas, posyandu, dan sarana kesehatan lainnya tercatat ada sebanyak 111 unit. Tempat peribadatan yang tersedia berupa bangunan Masjid, Musola, dan Gereja. Sebaran penduduk berdasarkan jenjang pendidikan yang ditempuh menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Kecamatan Sragi hanya mengenyam pendidikan hingga jenjang Sekolah Dasar yaitu sebesar 42%. Persentase sebaran penduduk berdasarkan jenjang pendidikan yang ditempuh, lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.
27 1%
1%
1%
1%
0% 8%
10%
20% 16%
42%
Tidak/Belum Sekolah SMP DI/DII S2/S3
Tidak/Belum Tamat SD SMA DIII/Akademi
SD SMK DIV/S1
Gambar 3 Persentase sebaran penduduk berdasarkan jenjang pendidikan yang ditempuh di Kecamatan Sragi tahun 2015 Pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh penduduk Kecamatan Sragi yaitu pekerjaan di bidang pertanian (petani padi, petani hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan) sebanyak 29,23%, disusul dengan bidang industri sebanyak 28,56%, perdagangan 14,78%, bidang konstruksi dan bangunan sebanyak 6,90%, sektor jasa pendidikan sebanyak 6,57%, hotel dan restoran sebanyak 5,56%, dan sisanya sebanyak 7,85% tersebar di sektor lainnya. Persentase sebaran penduduk berdasarkan sektor pekerjaan, lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3. 6% 8%
29%
6% 7%
15% 29%
Pertanian Industri Perdagangan Konstruksi dan bangunan Jasa pendidikan Hotel dan restoran lainnya
Gambar 4 Persentase sebaran penduduk berdasarkan sektor pekerjaan yang dilakukan di Kecamatan Sragi tahun 2015 Penduduk Kecamatan Sragi yang sebagian besar adalah petani masih mempertahankan tradisi-tradisi yang ada seperti upacara sedekah bumi, rebo kasan, dan yang paling terkenal yaitu upacara giling manten setiap pembukaan penggilingan tebu di Pabrik Gula Sragi.
28 Kondisi Pertanian Sebagai salah satu daerah lumbung padi di Kabupaten Pekalongan selain Kecamatan Bojong dan Kecamatan Kesesi, kondisi pertanian di wilayah Kecamatan Sragi tergolong baik. Terdapat 8.584 penduduk atau 29% dari total penduduk yang bekerja, berprofesi sebagai petani. Tercatat 71% luas wilayah Kecamatan Sragi diperuntukkan untuk lahan pertanian yang terdiri dari 69% atau 2.236,46 ha lahan sawah dan 2% atau 74,72 ha tegalan. Sektor pertanian yang paling banyak dikerjakan oleh petani Kecamatan Sragi yaitu sektor tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan perikanan. Tanaman pangan yang paling banyak dibudidayakan yaitu padi. Jenis ternak yang paling banyak dipelihara yaitu ayam kampung, sedangkan jenis ikan yang paling banyak dibudidayakan yaitu lele. Data produktivitas, jumlah, dan produksi masing-masing komoditas dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Data produktivitas, jumlah, dan produksi tanaman pangan, ternak, dan budidaya ikan di Kecamatan Sragi tahun 2015 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. No. 1. 2. 3.
Komoditas tanaman pangan Padi sawah Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kedelai Kacang Hijau Jenis Ternak Sapi potong Kerbau Kambing Ayam Kampung Ayam Ras Itik Itik Manila Jenis ikan Bawal Gurame Lele
Produktivitas (ton/ha) 5,71 3,40 17,93 3,80 3,10 3,80 Jumlah (ekor) 87 85 2.148 29.371 617 3.412 1.473 Produksi (kg/panen) 1.004 120 4.470
Sumber: Data Programa BPK Sragi tahun 2015 diolah
Siklus tanam tanaman padi sawah di daerah Kecamatan Sragi terdiri dari dua musim tanam setiap tahunnya. Musim tanam (MT) pertama dilakukan pada bulan Oktober hingga Maret, sedangkan MT 2 berlangsung pada bulan April hingga September. Letak wilayah yang berbatasan langsung dengan Kali Sragi di sebelah timur mendukung kebutuhan irigasi pertanian di wilayah ini, meskipun ketika musim kemarau tidak jarang wilayah Kecamatan Sragi kesulitan air karena keterbatasan alat pompa air untuk mengalirkan air dari Kali Sragi. Kelembagaan pertanian di Kecamatan Sragi terdiri dari Kelompok Tani, Lumbung Desa, dan Balai Penyuluhan Kecamatan. Terdapat 84 kelompok tani yang terdiri dari 22 kelompok tani kelas pemula, 51 kelompok tani kelas lanjut, 8
29 kelompok tani kelas madya, dan 3 kelompok tani kelas utama. Kelembagaan lumbung desa tersebar di 6 desa dengan jumlah 10 lumbung. Kegiatan sektor pertanian di wilayah Kecamatan Sragi didukung oleh kinerja Balai Penyuluhan Kecamatan (BPK). Kecamatan Sragi terbagi menjadi 5 Wilayah Binaan (Wibi) yang terdiri dari 77 dusun tersebar di 16 desa dan 1 kelurahan. Kinerja BPK didukung oleh 7 orang Penyuluh Pertanian dan 1 orang Penyuluh Perikanan. Masalah yang menjadi fokus dalam bidang pertanian di wilayah Kecamatan Sragi yaitu: 2 a. rendahnya kualitas sumberdaya manusia; b. kurang responnya petani dalam mengadopsi teknologi baru; c. sempitnya lahan pertanian yang dimiliki petani; d. usaha pertanian kadang hanya dijadikan usaha sambilan dan tidak berorientasi pada usaha agribisnis; e. petani yang ada umumnya adalah petani buruh; f. pola pikir dan perilaku petani masih berorientasi pada aspek produksi; g. lemahnya kelembagaan petani; h. lemahnya akses petani terhadap modal, teknologi, sarana produksi, dan informasi pasar; dan i. tingkat kemandirian petani masih rendah. Gambaran Budidaya Padi Hibrida di Kecamatan Sragi Sebelum Varietas MAPAN P-05 Dikenal Perkembangan penggunaan benih hibrida di Kecamatan Sragi dimulai antara akhir Musim Tanam (MT) 2 tahun 2006 dan MT 1 2007. Varietas yang dikenal dan ditanam oleh petani Sragi saat itu yaitu varietas Hipa. Petani penanam padi varietas Hipa hanya satu orang yaitu ASN (54 tahun)3 dan hanya menanam sekali musim tanam. Alasan petani tersebut berhenti menanam yaitu karena ketersedian benih yang langka di pasaran. Tahun 2008 petani Kecamatan Sragi mulai banyak yang mengenal padi hibrida dengan diperkenalkannya padi hibrida varietas Arize oleh PT Bayer. Varietas Arize diakui oleh petani sebagai benih yang unggul. Varietas ini mampu menghasilkan produksi gabah kering panen (GKP) mencapai 9 ton/ha dan tahan terhadap serangan hama penyakit tanaman (HPT). Varietas Arize ditanam oleh petani hingga 3 kali musim tanam. Alasan petani berhenti mengadopsi varietas Arize sama dengan alasan petani berhenti mengadopsi varietas Hipa, yaitu ketersedian benih yang langka di pasaran. Tahun 2010 petani dikenalkan kembali dengan benih hibrida melalui program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU). Benih yang didistribusikan sebagai bantuan salah satunya yaitu benih hibrida varietas Sembada. Desa yang menjadi desa contoh pengembangan padi hibrida varietas Sembada di Kecamatan Sragi yaitu Desa Gebangkerep dan Desa Purwodadi, namun di beberapa desa lainnya juga terdapat petani yang ikut mencoba menanam varietas tersebut. Adopsi benih hibrida varietas Sembada hanya bertahan dalam waktu singkat. Petani Desa Gebangkerep hanya menanam sebanyak dua kali musim tanam dan petani Desa Purwodadi hanya 2
Data disarikan dari Programa BPK Sragi tahun 2015 Bapak ASN (54 tahun) merupakan salah satu responden penelitian yang berprofesi sebagai petani dan penyuluh di Desa Purwodadi 3
30 menanam sebanyak satu kali musim tanam. Musim tanam pertama tahun 2010 di Desa Gebangkerep menunjukkan hasil yang cukup memuaskan, meskipun tidak terpaut jauh dengan hasil padi inbrida. Hasil produksi yang tidak terlalu mengecewakan, mendorong petani di Desa Purwodadi untuk turut menanam varietas Sembada pada musim berikutnya. Namun, hasil produksi pada MT 2 tahun 2010 jauh berbeda dengan MT 1. Hampir sebagian besar petani penanam varietas Sembada mengalami hasil panen yang buruk akibat meledaknya serangan hama wereng batang coklat (WBC). Serangan WBC yang hebat mengakibatkan pembengkakan biaya pengendalian hama dan yang paling parah yaitu menyebabkan petani tidak menuai hasil panen. Hama WBC saat itu hanya menyerang padi varietas Sembada tetapi tidak menyerang padi varietas inbrida yang sama-sama ditanam dalam satu blok. Pengalaman ini menjadikan petani agak trauma terhadap varietas hibrida dan terbangunnya persepsi negatif terhadap benih padi hibrida. Selain trauma yang dialami petani, penyuluh juga menjadi enggan memperkenalkan kembali benih hibrida. Setelah kejadian tersebut jika ada instruksi untuk menyuluhkan benih hibrida, maka penyuluh hanya menyuluhkan sekedarnya. Terbukti saat petani kembali dikenalkan dengan varietas Intani dan Bernas di tahun 2012, minat petani untuk menanam varietas hibrida menurun drastis. Daftar varietas hibrida yang pernah ditanam oleh petani Kecamatan Sragi berdasarkan hasil wawancara responden penelitian, lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Varietas padi hibrida yang dikenal dan ditanam di Kecamatan Sragi No. 1. 2. 3. 4. 5.
Nama varietas Hipa Arize Sembada Intani Bernas
Tahun dikenal 2007 2008 2010 2012 2012
Banyaknya Penanam (orang) 1 11 27 6 2
Sumber: data primer diolah
Varietas MAPAN P-05 Perkembangan adopsi padi hibrida di Kecamatan Sragi cenderung melambat dan sempat terhenti sejak dikenalkannya varietas Sembada. Akhir MT 1 2015, petani kembali dikenalkan pada padi hibrida. Kali ini varietas hibrida yang dikenalkan yaitu varietas MAPAN P-05 produksi PT Primasid. Awal pengenalan padi hibrida MAPAN P-05 dilakukan oleh HYO (60 tahun)4 kepada Ketua Kelompok Tani di Desa Purwodadi yaitu IKN (41 tahun) dan Desa Bulaksari yaitu ADH (43 tahun). Setelah mengenal varietas MAPAN P-05, kedua petani tersebut memutuskan untuk menanamnya di MT berikutnya. Bapak IKN memutuskan untuk mencoba sendiri terlebih dahulu di lahan seluas saidu (1/12 ha), sedangkan Bapak ADH meneruskan informasi yang diperoleh ke dalam forum musyawarah tanam di kelompok tani yang diketuainya dan ditanggapi positif oleh empat orang petani 4
Bapak HYO (60 tahun) merupakan informan dalam penelitian ini, bekerja di Balai Benih dan dalam kasus adopsi benih MAPAN P-05 bertindak sebagai distributor benih. Status beliau yang bekerja di Balai Benih, membuat petani percaya terhadap keunggulan benih-benih yang sering beliau kenalkan.
31 lainnya. Pada MT 2 2015, tercatat ada 6 penanam padi varietas MAPAN P-05 yang tersebar di Desa Purwodadi sebanyak 1 petani dan di Desa Bulaksari sebanyak 5 petani. Proses pengenalan padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi dapat dilihat pada bagan alir pada Gambar 5. Akhir Musim Tanam (MT) 1/ 2015
Mengenalkan MAPAN P-05 pada 2 Petani
HYO (Pihak Perusahaan)
MT 2/ 2015 IKN (Desa Purwodadi)
ADH (Desa Bulaksari)
Dicoba sendiri di lahan seluas saidu (0,083 ha)
MSN
SBI
JLI
SLN
MT 1/ 2016 Musyawarah tanam MT 1 2016 Poktan Lancar Tani -
5 penanam MAPAN P-05 baru
Perwakilan Poktan Mekar Tani (Sragi)
Berhenti tanam
BPK Sragi
Penyuluhan Studi banding ke Pemalang
Perwakilan Poktan Kedungrejo (Kedungjaran)
Perwakilan Poktan Tani Mukti (Gebangkerep)
Perwakilan Poktan Sri Rejeki (Tegalontar)
Musyawarah tanam MT 1 2016 masing-masing Poktan 7 adopter
1 adopter
7 adopter
3 adopter
Sumber: data primer kualitatif diolah
Gambar 5 Bagan alir alur pengenalan padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi
32 Hasil produksi dan ketahanan padi varietas MAPAN P-05 terhadap serangan HPT dinilai cukup baik oleh 6 petani penanam pertama. Namun petani di Desa Bulaksari tidak melanjutkan menanam varietas tersebut di MT 1 2016. Berdasarkan keterangan responden dan informan hal tersebut disebabkan karena tidak tersedianya benih untuk ditanam. Berbeda halnya dengan kasus di Purwodadi, pada musyawarah tanam MT 1 2016 di Kelompok Tani Lancar Tani dilakukan sosialisasi varietas MAPAN P-05. Sosialisasi tersebut mendapat tanggapan yang lumayan baik dan mampu mempengaruhi 5 petani lain untuk turut menanam varietas tersebut. Selain sosialisasi di Kelompok Tani (Poktan) Lancar Tani, sosialisasi juga dilakukan di Balai Penyuluhan Kecamatan (BPK) Sragi yang diinisiasi oleh bapak HYO bekerjasama dengan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) BPK Sragi. Sosialisasi dilakukan pada akhir bulan Desember, menjelang MT 1 2016. Musim Tanam 1 di tahun 2016 ini tidak dilakukan mulai bulan Oktober, melainkan mundur ke bulan Februari karena alasan ketersedian air yang tidak mencukupi akibat pengaruh El Nino. Sosialisasi mengundang perwakilan dari Kelompok Tani Kelas Utama yang tersebar di Desa Sragi, Desa Tegalontar, Desa Gebangkerep, dan Desa Kedungjaran yang dihadiri oleh 10 perwakilan. Setelah dilakukan sosialisasi, satu minggu kemudian dilaksanakan studi banding ke daerah Pemalang yang telah menanam varietas MAPAN P-05 terlebih dahulu. Berbekal dari hasil sosialisasi di BPK dan studi banding ke Pemalang, 10 perwakilan tersebut membagikan informasi mengenai MAPAN P-05 kepada petani lain saat musyawarah tanam di masing-masing Poktan. Hasil sosialisasi di masingmasing Poktan berhasil mengajak 18 petani (termasuk 10 petani yang ikut sosialisasi di BPK) dengan rincian 7 petani di Desa Sragi, 1 petani di Desa Kedungjaran, 7 petani di Desa Gebangkerep, dan 3 petani di Desa Tegalontar untuk turut menanam MAPAN P-05.
33
ANALISIS KARAKTERISTIK PETANI, PERSEPSI PETANI TERHADAP INOVASI BUDIDAYA PADI HIBRIDA MAPAN P05, DAN TINGKAT DUKUNGAN FAKTOR EKSTERNAL YANG DIPEROLEH PETANI Petani responden dalam penelitian ini terdiri dari petani penanam MAPAN P-05 (selanjutnya disebut petani adopter) dan petani yang tidak menanam padi hibrida MAPAN P-05 (petani non adopter). Baik petani adopter maupun petani non adopter memiliki profil karakteristik individu, karakteristik sosial dan ekonomi, perilaku komunikasi, persepsi terhadap benih hibrida dan tingkat dukungan sosialekonomi. Karakteristik Individu, Sosial, dan Ekonomi Petani Karakteristik individu, sosial, dan ekonomi petani terdiri dari umur, pekerjaan, tingkat pendidikan, luas lahan garapan, rata-rata penghasilan per musim tanam, jumlah tanggungan keluarga, lama berusahatani, tingkat keberanian beresiko, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat kepemimpinan pendapat. Sebaran jumlah dan persentase petani berdasarkan karakteristik dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Jumlah dan persentase petani adopter dan petani non adopter berdasarkan karakteristik individu, sosial, ekonomi, dan perilaku komunikasi di Kecamatan Sragi tahun 2016 Karakteristik Responden
Adopter
N Muda (< 47 tahun) 10 Umur Madya (47-56 tahun) 12 Tua (> 56 tahun) 7 Total 29 Petani 13 Pekerjaan Petani dan lainnya 16 Total 29 Tidak tamat SD/ SD/ Sederajat 11 SMP/ Sederajat 5 Tingkat pendidikan SMA/ Sederajat 9 Diploma/S1/S2/S3 4 Total 29 Sempit (≤ 0,125 ha) 1 Luas lahan Sedang ( 0,126 – 0,49 ha 1 garapan Luas (≥ 0,5 Ha) 27 Total 29
% 34,5 41,4 24,1 100,0 44,8 55,2 100,0 37,9 17,2 31,0 13,8 100,0 3,4 3,4 93,1 100,0
Non Adopter N % 9 29,0 12 38,7 10 32,3 31 100,0 26 83,9 5 16,1 31 100,0 12 38,7 8 25,8 11 35,5 0 0,0 31 100,0 21 67,7 6 19,4 4 12,9 31 100,0
Total N 19 24 17 60 39 21 60 23 13 20 4 60 22 7 31 60
% 31,7 40,0 28,3 100,0 65,0 35,0 100,0 38,3 21,7 33,3 6,7 100,0 36,7 11,6 51,7 100,0
34
Karakteristik Responden Rendah (≤ Rp3.000.000) Rata-rata penghasilan/ Sedang (Rp3.000.001 – Musim Tanam Rp9.400.000) Tinggi (>Rp9.400.000) Total Rendah (< 3 orang) Jumlah tanggungan Sedang (3-4 orang) keluarga Tinggi (> 4 orang) Total Baru (≤ 10 tahun) Lama Menegah (11 – 20 berusahatani tahun) Lama (≥ 21 tahun) Total Rendah Tingkat keberanian Sedang beresiko Tinggi Total Rendah Tingkat Sedang kekosmopolitan Tinggi Total Rendah Tingkat kepemimpinan Sedang pendapat Tinggi Total
Adopter N 4
% 13,8
11
37,9
Non Adopter N % 27 87,1 4
12,9
Total N 31
% 51,7
15
25,0
14 48,3 29 100,0 8 27,6 8 27,6 13 44,8 29 100,0 5 17,2 7 24,1
0 0,0 31 100,0 8 25,8 12 38,7 11 35,5 31 100,0 1 3,2 5 16,1
14 23,3 60 100,0 16 26,7 20 33,3 24 40,0 60 100,0 6 10,0 12 20,0
17 29 0 18 11 29 0 12 17 29 14 13 2 29
25 31 23 8 0 31 16 15 0 31 28 3 0 31
42 60 23 26 11 60 16 27 17 60 42 16 2 60
58,6 100,0 0,0 62,1 37,9 100,0 0,0 41,4 58,6 100,0 48,3 44,8 6,9 100,0
80,6 100,0 74,2 25,8 0,0 100,0 51,6 48,4 0,0 100,0 90,3 9,7 0,0 100,0
70,0 100,0 38,3 43,4 18,3 100,0 26,7 45,5 28,3 100,0 79,0 26,7 3,3 100,0
Data Tabel 8 menunjukkan bahwa petani adopter dan petani non adopter memiliki karaktersitik yang hampir sama dalam umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan lama berusahatani. Petani adopter dan non adopter tersebar pada kategori umur Madya (47 – 56 tahun) dengan persentase 41,4% untuk petani adopter dan 38,7% untuk petani non adopter. Tingkat pendidikan kedua kelompok petani mayoritas tersebar di tingkat tidak tamat SD/ SD/ sederajat dan tersebar di tingkat SMA/sederajat. Akan tetap ada sebanyak 6,7% kelompok petani adopter menempuh pendidikan hingga jenjang Diploma/Sarjana. Jumlah tanggungan keluarga dan lama berusahatani kelompok adopter maupun non adopter
35 tersebar di tingkat tinggi, yaitu memiliki jumlah tanggungan keluarga >4 orang dan sudah berusahatani ≥21 tahun. Berbeda halnya dengan pekerjaan, luas lahan garapan, rata-rata penghasilan per musim tanam, tingkat keberanian beresiko, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat kepemimpinan pendapat, kelompok petani adopter dan kelompok petani non adopter memiliki karakteristik yang berbeda. Sebanyak 55,2 % petani adopter memiliki pekerjaan lain seperti menjadi pamong desa, guru, atau berdagang, sedangkan sebanyak 83,9% petani non adopter hanya bekerja sebagai petani. Sama halnya dengan luas lahan garapan, rata-rata penghasilan per MT, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat kepemimpinan berpendapat, petani adopter cenderung mengelompok di tingkat tinggi. Namun pada tingkat keberanian beresiko petani adopter cenderung mengelompok pada kategori sedang. Sebagian besar dari kelompok non adopter mengelompok pada kategori rendah pada luas lahan garapan, rata-rata penghasilan per MT, tingkat keberanian beresiko, dan tingkat kepemimpinan pendapat. Petani non adopter dengan rata-rata luas lahan garapan ≤0,125 ha memperoleh rata-rata pendapatan sebesar ≤Rp3.000.000/MT. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan responden, petani dengan luas lahan sempit lebih memilih untuk menjual hasil panen secara bertahap dalam bentuk beras daripada gabah karena selisih harga yang tinggi. Harga jual tertinggi hasil panen dalam bentuk GKP yaitu Rp3.600/kg, sedangkan dalam bentuk beras dapat mencapai Rp9.000/kg. Jika mereka menjual dalam bentuk beras, maka penghasilan yang mereka peroleh akan lebih banyak. Persepsi Petani terhadap Karakteristik Padi Hibrida MAPAN P-05 Rogers (2003) menyebutkan bahwa karakteristik inovasi atau ciri inovasi terdiri dari lima hal yaitu tingkat keuntungan relatif, tingkat kesesuaian, tingkat kerumitan, tingkat kemudahan dicoba, dan tingkat kemungkinan diamati. Kelima karakteristik inovasi tersebut diduga berhubungan dengan tahapan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh petani. Tingkat Keuntungan Relatif Tingkat keuntungan relatif merupakan derajat suatu inovasi dipersepsikan lebih baik dibanding dengan gagasan atau teknologi sebelumnya. Inovasi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu padi hibrida yang dibandingkan dengan padi inbrida. Derajat keuntungan relatif, lebih sering dilihat dari keuntungan ekonomi seperti harga benih, kebutuhan benih, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan pupuk dan pestisida, serta hasil panen. Persepsi petani terhadap beberapa indikator tingkat keuntungan relatif menunjukkan persepsi negatif, positif, dan netral. Terlihat pada Tabel 9 bahwa 96,6% petani adopter dan 100% petani non adopter mepersepsikan harga benih secara negatif atau tidak terjangkau. Hal tersebut dikarenakan harga benih hibrida MAPAN P-05 enam kali lebih mahal dibandingkan dengan benih inbrida, sehingga petani merasa keberatan untuk membelinya. Berbeda halnya dengan indikator kebutuhan tenaga kerja dan kebutuhan pupuk dipersepsikan oleh sebagian besar petani adopter dan non adopter secara netral atau sama saja dengan kebutuhan jika menanam benih inbrida. Secara teori seharusnya pupuk yang dibutuhkan untuk padi hibrida MAPAN P-05 lebih sedikit, karena padi hibrida varietas ini dipromosikan sebagai padi hibrida yang mampu
36 menghemat urea kurang lebih 30%. Namun pada praktiknya, sebagian petani tidak mengikuti anjuran pengurangan urea karena alasan sudah biasa menggunakan anjuran pupuk berimbang, sehingga kebutuhan pupuknya tetap sama. Hal ini seperti diungkapkan oleh PPL sebagai berikut: “... kalau di sini [Kecamatan Sragi] sudah biasa menggunakan pupuk berimbang 300-150-200 [NPK]. Tapi kalau masalah nggarem biasanya juga disesuaikan sama kondisi sawahnya mbak, kalau memang kurang urea ya dibanyakin ureanya ...”. (KSI, 56 tahun, PPL).
Tabel 9 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan persepsi terhadap indikator-indikator tingkat keuntungan relatif budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Tingkat Keuntungan relatif
Harga benih
Kebutuhan benih
Kebutuhan tenaga kerja
Kebutuhan pupuk
Kebutuhan pestisida
Hasil panen
Tidak terjangkau Terjangkau Sangat terjankau Total Lebih banyak Sama saja Lebih sedikit Total Lebih banyak Sama saja Lebih sedikit Total Lebih banyak Sama saja Lebih sedikit Total Lebih banyak Sama saja Lebih sedikit Total Lebih sedikit Sama saja Lebih banyak Total
Adopter N 28 1 0 29 0 6 23 29 0 29 0 29 0 19 10 29 2 24 3 29 0 3 26 29
% 96,6 3,4 0,0 100,0 0,0 20,7 79,3 100,0 0,0 100,0 0,0 100,0 0,0 65,5 34,5 100,0 6,9 82,8 10,3 100,0 0,0 10,3 89,7 100,0
Non Adopter N % 31 100,0 0 0,0 0 0,0 31 100,0 0 0,0 9 29,0 22 71,0 31 100,0 2 6,5 29 93,5 0 0,0 31 100,0 0 0,0 20 64,5 11 35,5 31 100,0 14 45,2 17 54,8 0 0,0 31 100,0 0 0,0 1 3,2 30 96,8 31 100,0
Total N 59 1 0 60 0 15 45 60 2 58 0 60 0 39 21 60 16 41 3 60 0 4 56 60
% 98,3 1,7 0 100,0 0,0 25,0 75,0 100,0 3,3 96,7 0,0 100,0 0,0 65,0 35,0 100,0 26,7 68,3 5,0 100,0 0,0 6,7 83,3 100,0
Berbeda halnya dengan kebutuhan pestisida, meskipun 82,8% petani adopter dan 54,8% petani non adopter mempersepsikan kebutuhan pestisida untuk padi hibrida sama saja dengan padi inbrida, namun 45,2% petani non adopter mempersepsikan kebutuhan pestisida untuk padi hibrida secara negatif atau lebih
37 banyak dari biasanya. Hal ini terjadi karena pengalaman petani ketika menanam padi hibrida Sembada terjadi serangan wereng batang coklat (WBC) yang cukup parah, sehingga sudah melekat pada persepsi petani bahwa benih hibrida rentan terhadap HPT dan perlu pemberian pestisida yang lebih banyak. Fakta tersebut seperti diungkapkan responden sebagai berikut: “... nanem benih hibrida itu nyemprotnya kudu sering-sering mbak, kalau ndak ya nggak panen. Habis kena wereng semua. Pokoke kalau nanem hibrida kudu kendel nyemprote ...”. DSO (55 tahun, petani non adopter).
Pernyataan tersebut diperkuat oleh pernyataan responden berikut ini: “... benih hibrida kan nanemnya satu-satu, nah itu sering dimakan keong. Biar nggak dimakan keong yo sering-sering disemprot pestisida sama dibersihin ...”. AWO (30 tahun, petani adopter).
Indikator tingkat keuntungan relatif yang dipersepsikan oleh petani secara positif yaitu kebutuhan benih dan hasil panen. Sebanyak 79,3% petani adopter dan 71,0% petani non adopter mengakui bahwa kebutuhan benih hibrida lebih sedikit dibanding kebutuhan benih ketika menanam benih inbrida. Hal ini karena anjuran penanaman benih hibrida satu lubang 1-2 bibit, sehingga benih sebanyak 2 kg dapat digunakan untuk area tanam seluas 1 iring5. Berbeda halnya dengan kebutuhan benih hibrida yang mencapai 6-7 kg per iring. Harga benih yang mahal mendorong petani untuk mematuhi anjuran tersebut karena tidak mau menanggung rugi. Namun beberapa petani di Desa Bulaksari beranggapan bahwa kebutuhan benih hibrida dengan benih non hibrida sama saja. Petani di desa ini merupakan komunitas petani SRI yang terbiasa menerapkan tanam 1-2 bibit per lubang, sehingga bagi mereka tidak ada perbedaan kebutuhan benih antara padi hibrida dan padi inbrida. Sebanyak 89,7% petani adopter dan 96,8% petani non adopter mengakui bahwa benih hibrida memiliki hasil panen yang lebih tinggi dibandingkan dengan benih inbrida jika dibudidayakan dengan baik. Benih inbrida yang biasa ditanam petani Kecamatan Sragi dalam musim tanam yang optimal mampu menghasilkan 6-7 ton per hektar. Berbeda dengan benih hibrida yang mampu menghasilkan 8-10 ton per hektar dalam kondisi optimal dan 7-8 ton dalam kondisi kurang optimal. Skor persepsi responden terhadap setiap indikator tingkat keuntungan relatif dijumlahkan dan dikategorikan untuk memperoleh tingkatan persepsi petani responden terhadap keuntungan relatif budidaya padi hibrida MAPAN P-05 (Tabel 10). Tingkat persepsi yang digunakan yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat rendah digunakan untuk menggambarkan bahwa keuntungan relatif budidaya padi hibrida MAPAN P-05 yang diperoleh petani lebih rendah atau rugi dibandingkan dengan budidaya padi inbrida. Tingkat sedang menggambarkan bahwa budidaya padi hibrida memiliki keuntungan yang sama dengan budidaya inbrida, dan tingkat tinggi berarti petani mendapat keuntungan relatif yang lebih tinggi jika membudidayakan padi hibrida. Berdasarkan hasil penjumlahan skor indikator tingkat keuntungan relatif yang terdapat pada Tabel 10, menunjukkan bahwa 93,1% 5
Iring merupakan luasan sawah yang umum digunakan oleh petani Kecamatan Sragi untuk menggambarkan luasan sawah satu hektar yang dibagi dalam enam bagian. Sairing atau 1 iring sama dengan 0,167 ha sawah.
38 petani adopter dan 96,8% petani non adopter mempersepsikan padi hibrida MAPAN P-05 memiliki tingkat keuntungan relatif sedang atau sama saja dengan padi inbrida. Tabel 10 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat persepsi terhadap keuntungan relatif padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Tingkat Keuntungan Relatif Rendah Sedang Tinggi Total
N 0 21 8 29
Adopter % 0,0 72,4 27,6 100,0
0 22 9 31
Non Adopter N % 0,0 71,0 29,0 100,0
N 0 43 17 60
Total % 0,0 71,7 28,3 100,0
Hal ini terjadi karena sebagian besar petani adopter maupun non adopter hanya mempersepsikan secara positif dua dari enam indikator, sedangkan sisanya dipersepsikan secara netral bahkan negatif. Selain itu jika dihitung dengan analisis usahatani sederhana seperti pada Tabel 11, keuntungan menanam padi hibrida MAPAN P-05 hanya memiliki selisih keuntungan Rp3.000.000/ha. Rata-rata luas lahan garapan petani yang sempit menyebabkan keuntungan hasil menanam padi hibrida tidak dirasakan secara signifikan. Berbeda halnya dengan petani yang memiliki lahan luas, keuntungan hasil tanam padi hibrida dapat dirasakan. Hal ini seperti diungkapkan oleh responden sebagai berikut: “... lahan yang tak garap kan sempit mbak, jadi kalau diitung-itung rupiah ya selisihnya ndhak banyak. Tapi kalau hasil panennya disimpen buat sendiri ya memang lebih banyak [selisih hasilnya] ...”. (MJL, 59 tahun, petani adopter).
Hasil analisis usahatani sederhana yang tersaji pada Tabel 11 menunjukkan bahwa kebutuhan benih hibrida lebih irit dibanding kebutuhan benih inbrida. Meskipun demikian, modal tanam untuk membeli kebutuhan benih hibrida dan inbrida memiliki selisih yang cukup banyak yaitu Rp780.000/ha. Hal tersebut dikarenakan harga benih hibrida yang lebih mahal yaitu Rp90.000/kg, sedangkan benih inbrida hanya Rp15.000/kg. Kebutuhan tanam lainnya seperti pupuk dan pestisida dinilai oleh responden sama saja dengan kebutuhan pada budidaya padi inbrida. Sama halnya dengan biaya upah tenaga kerja, selama budidaya berlangsung baik padi hibrida maupun padi inbrida memerlukan biaya yang sama. Akan tetapi ketika panen, biaya yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja panen padi hibrida lebih banyak dibandingkan upah tenaga kerja panen padi inbrida. Berdasarkan kebiasaan petani setempat, pengupahan tenaga kerja ketika panen dihitung berdasarkan total gabah panen yang diperoleh. Oleh sebab itu semakin tinggi gabah panen yang dihasilkan maka upah tenaga kerja yang dikeluarkan juga semakin banyak. Tenaga kerja ketika panen umumnya diupah antara Rp50.000 sampai dengan Rp55.000/kuintalnya. Perbandingan analisis usahatani padi hibrida dengan padi inbrida lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11.
39 Tabel 11 Perbandingan hasil analisis usahatani budidaya padi hibrida MAPAN P05 dengan padi inbrida di Kecamatan Sragi tahun 2016 Kebutuhan Tanam/ha No Pembanding Harga MAPAN P-05 Inbrida (Rp) Jml Harga Jml Harga (Rp) (Rp) 1. Benih 12 kg 1.080.000 25 kg 300.000 2. Pupuk Phonska 2.300 300 kg 690.000 300 kg 690.000 3. Pupuk Urea 1.800 200 kg 360.000 200 kg 360.000 4. Pupuk TS 4.000 150 kg 600.000 150 kg 600.000 5. Pestisida 75.000 3 kali 225.000 3 kali 225.000 Total 2.955.000 2.175.000 Upah Tenaga Kerja Selama Budidaya/Ha (6 iring) No Pembanding Per iring MAPAN P-05 Inbrida (Rp) (Rp) 1. Bajak 140.000 840.000 840.000 2. Membuat 100.000 600.000 600.000 pematang/nggaleng 3. Semai/ nyebar 50.000 50.000 50.000 4. Tanam/ tandhur 150.000 900.000 900.000 5. Pemupukan/ nggarem 35.000 210.000 210.000 6. Penyemprotan pestisida 25.000 150.000 150.000 7. Garuk/ nggosrok 100.000 600.000 600.000 8. Pengairan 30.000 180.000 180.000 9. Penyiangan/ matun 70.000 420.000 420.000 Total 700.000 3.950.000 3.950.000 Panen No. Pembanding MAPAN P-05 Inbrida (84 kw/Ha) (72 kw/Ha) 1. Upah kerja panen 4.620.000 3.960.000 (Rp55.000/kuintal) 2. Sewa Lahan 4.800.000 4.800.000 Total 9.420.000 8.760.000 Hasil Panen MAPAN P-05 Inbrida Pembanding Jumlah Harga Jumlah Harga (Kg) (Rp/kg) (Kg) (Rp/kg) Hasil panen 8.400 3.700 7.200 3.700 Total hasil panen (Rp) 31.080.000 26.640.000 Hasil Bersih Pembanding MAPAN P-05 Inbrida (Rp) (Rp) Total hasil panen – total 14.755.000 11.755.000 pengeluaran Sumber: Data primer diolah
40 Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa meskipun modal yang dikeluarkan untuk kebutuhan benih dan upah tenaga pemanen pada budidaya padi hibrida lebih tinggi dibandingkan dengan budidaya padi inbrida, akan tetapi dapat tertutupi dengan penjualan hasil panen yang diperoleh. Perbedaan hasil panen yang mencapai 12 kuintal/ha, menjadikan budidaya padi hibrida masih lebih menguntungkan dibanding budidaya padi inbrida. Tingkat Kesesuaian Tingkat kesesuaian adalah derajat suatu inovasi dipandang konsisten atau sesuai dengan nilai-nilai sosial budaya setempat, pengalaman budidaya sebelumnya, dan kebutuhan-kebutuhan petani terhadap inovasi tersebut. untuk mengukur tingkat kesesuaian budidaya padi hibrida MAPAN P-05 dalam penelitian ini digunakan indikator-indikator yang dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12, sebanyak 100% petani adopter dan petani non adopter sepakat bahwa menanam padi hibrida merupakan hal yang tidak umum dilakukan oleh petani setempat. Hingga penelitian dilakukan, kebanyakan petani di Kecamatan Sragi masih menanam varietas padi inbrida. Berbeda halnya dengan menanam 1-2 bibit per lubang meskipun tidak biasa dilakukan oleh petani setempat, namun tidak dianggap bertentangan dengan kebiasaan budidaya. Selama ini mereka sudah mengetahui kekurangan dan kelebihan menanam dengan jumlah bibit yang sedikit. Meskipun petani belum menerapkan tanam 1-2 bibit per lubang pada praktik budidaya padi inbrida, akan tetapi sebagian besar petani menerapkan anjuran tersebut ketika membudidayakan padi hibrida untuk mengirit kebutuhan benih mengingat harga benih hibrida yang lebih mahal. Anjuran pengurangan pupuk N dipersepsikan sesuai oleh 88,3% dari total responden. Namun, dalam praktik budidaya padi hibrida petani tidak melakukan anjuran tersebut, petani tetap memupuk padi hibrida dengan kebiasaan budidaya padi umumnya. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh responden sebagai berikut: “... kalau masalah pemupukan antara hibrida sama mekongga sama aja sih mbak. Ndhak ada bedanya, sesuai sama kebutuhan padinya aja. Katanya sih disuruh ngurangin urea, tapi yo saya tetep aja pake urea. Malah pak Kas itu ndak pake urea. Jadi ya menurut saya sesuai-sesuai aja cara mupuknya. Tergantung petani sama sawahe piye ...”. (TBI, 45 tahun, petani adopter).
Berbeda halnya dengan cara pengendalian HPT, sebanyak 48,3% petani adopter dan 77,4% petani non adopter sepakat bahwa cara pengendalian HPT padi hibrida kurang sesuai dengan kebiasaan cara pengendalian HPT pada padi inbrida pada umumnya. Hasil temuan tersebut diperkuat oleh pernyataan responden sebagai berikut: “... hibrida itu kalau ditanam agak rewel, kudu sering diamati. Nek ndhak tibatiba keserang hama wae. Apalagi tak liat padi MAPAN ini lemu-lemu, daunne memes pasti tikus seneng. Terus dipromosine juga ndak dibilang punya ketahanan khusus terhadap hama ...”. (AAI, 57 tahun, petani non adopter).
Namun terdapat 41,4% petani adopter yang berpendapat bahwa cara pengendalian HPT padi hibrida dan padi inbrida sama saja. Hal ini karena faktor kondisi MT 1 2016 yang sangat mendukung. Hampir tidak ada laporan mengenai
41 serangan HPT, sehingga petani menganggap tidak ada upaya khusus untuk mengendalikan HPT pada padi hibrida MAPAN P-05. Tabel 12 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan persepsi terhadap indikator-indikator tingkat kesesuaian budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Tingkat Kesesuaian Tidak sesuai Sesuai Sangat sesuai Total Tidak sesuai Menanam dengan Sesuai 1-2 bibit/lubang Sangat sesuai Total Tidak sesuai Mengurangi Sesuai pupuk N Sangat sesuai Total Tidak sesuai Cara pengendalian Sesuai HPT Sangat sesuai Total Tidak adaptif Daya adaptasi Sama saja Sangat adaptif Total Kebutuhan untuk Kurang sesuai meningkatkan Sesuai produksi Sangat sesuai Total Tidak sesuai Keadaan ekonomi Sesuai Sangat sesuai Total Kebiasaan budidaya padi setempat
Adopter N % 29 100,2 0 0,0 0 0,0 29 100,0 7 24,1 22 75,9 0 0,0 29 100,0 5 17,2 24 82,8 0 0,0 29 100,0 14 48,3 12 41,4 3 10,3 29 100,0 4 13,7 1 3,4 24 82,8 29 100,0 0 0,0 2 6,9 27 93,1 29 100,0 24 82,8 5 17,2 0 0,0 29 100,0
Non Adopter N % 31 100,0 0 0,0 0 0,0 31 100,0 16 51,6 15 48,4 0 0,0 31 100,0 2 6,5 29 93,5 0 0,0 31 100,0 24 77,4 7 22,6 0 0,0 31 100,0 0 0,0 20 64,5 11 35,5 31 100,0 1 3,2 8 25,8 22 71,0 31 100,0 31 100,0 0 0,0 0 0,0 31 100,0
Total N % 56 93,3 0 0,0 0 0,0 60 100,0 23 38,3 37 61,7 0 0,0 60 100,0 7 11,7 53 88,3 0 0,0 60 100,0 38 63,3 19 31,7 3 5,0 60 100,0 4 6,7 21 35,0 35 58,3 60 100,0 1 1,7 10 16,6 49 81,7 60 100,0 55 91,7 5 8,3 0 0,0 60 100,0
Indikator tingkat kesesuaian daya adaptasi dan kebutuhan meningkatkan produksi dipersepsikan secara positif oleh petani adopter dan netral atau sama saja dengan budidaya padi inbrida oleh petani non adopter. Berbeda halnya dengan tingkat kesesuaian keadaan ekonomi, baik petani adopter maupun non adopter sepakat bahwa budidaya benih hibrida tidak sesuai dengan keadaan ekonomi petani
42 setempat. Ketidaksesuaian budidaya padi hibrida dengan keadaan ekonomi terutama pada aspek daya beli benih. Benih yang terlalu mahal tidak sesuai dengan modal awal yang mereka miliki. Skor pada setiap indikator kesesuaian dijumlahkan dan dikategorikan untuk mendapat tingkatan persepsi terhadap tingkat kesesuaian budidaya padi hibrida MAPAN P-05. Kategori tingkat kesesuaian dibagi menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat rendah menunjukkan bahwa budidaya padi hibrida MAPAN P-05 kurang sesuai untuk dipraktikan di Kecamatan Sragi, tingkat sedang berarti sesuai untuk dipraktikan, dan tingkat tinggi berarti budidaya padi hibrida sangat sesuai dilakukan di wilayah setempat. Tabel 13 menunjukkan sebaran petani adopter dan non adopter berdasarkan persepsi tingkat kesesuaian budidaya padi hibrida. Tabel 13 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat persepsi terhadap kesesuaian budidaya padi hibrida MAPAN P05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Tingkat Kesesuaian Rendah Sedang Tinggi Total
Adopter N % 17 58,6 12 41,4 0 0,0 29 100,0
Non Adopter N % 30 96,8 1 3,2 0 0,0 31 100,0
Total N 47 13 0 60
% 78,3 21,7 0,0 100,0
Data pada Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar petani adopter dan petani non adopter mempersepsikan kesesuaian budidaya padi hibrida MAPAN P05 secara negatif atau rendah. Artinya budidaya padi hibrida tidak sesuai dilakukan di daerah Kecamatan Sragi. Hal ini terjadi karena terdapat tiga indikator tingkat kesesuaian yang dipersepsikan secara negatif oleh responden yaitu kesesuaian dengan kebiasaan budidaya setempat, kebiasaan pengendalian HPT, dan kesesuaian dengan keadaan ekonomi. Hanya ada dua indikator yang dipersepsikan secara positif (daya adaptasi dan kesesuaian untuk meningkatkan produksi) dan dua indikator lainnya dipersepsikan secara netral atau dinilai sama dengan budidaya padi inbrida, sehingga ketika dilakukan penjumlahan skor hasilnya cenderung mengelompok pada tingkatan rendah. Tingkat Kerumitan Tingkat kerumitan adalah derajat suatu inovasi dianggap sulit untuk dimengerti dan digunakan. Indikator pengukuran tingkat kerumitan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 dilihat dari cara semai, cara tanam, pengaturan jarak tanam, cara pemupukan, pengendalian HPT, cara panen, dan persepsi cara budidaya secara keseluruhan. Tingkat kerumitan diukur menggunakan kontinum “mudah rumit”. Data pada Tabel 14 menunjukkan bahwa 100% petani adopter dan petani adopter memiliki persepsi bahwa cara semai, pengaturan jarak tanam, dan cara panen sama saja dengan budidaya padi inbrida. Hal ini terjadi karena baik cara semai maupun pengaturan jarak tanam pada budidaya padi hibrida memang tidak jauh berbeda dengan cara semai dan pengaturan jarak tanam pada budidaya padi
43 inbrida. Cara panen pada padi hibrida juga tidak memerlukan alat atau mesin panen yang khusus dan padi mudah dirontok, sehingga petani mempersepsikan cara panen padi hibrida mudah dilakukan. Tabel 14 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan persepsi terhadap indikator-indikator tingkat kerumitan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Tingkat Kerumitan Mudah Cara semai Sama saja Rumit Total Mudah Tanam 1-2 bibit Sama saja per lubang Rumit Total Mudah Pengaturan jarak Sama saja tanam Rumit Total Mudah Pemberian pupuk Sama saja rendah N Rumit Total Mudah Pengendalian Sama saja HPT Rumit Total Mudah Cara panen Sama saja Rumit Total Mudah Budidaya secara Sama saja keseluruhan Rumit Total
Adopter N % 0 0,0 29 100,0 0 0,0 29 100,0 0 0,0 22 75,9 7 24,1 29 100,0 0 0,0 29 100,0 0 0,0 29 100,0 0 0,0 26 89,7 3 10,3 29 100,0 0 0,0 14 48,3 15 51,7 29 100,0 0 0,0 29 100,0 0 0,0 29 100,0 0 0,0 15 51,7 14 48,3 29 100,0
Non Adopter N % 0 0,0 31 100,0 0 0,0 31 100,0 0 0,0 15 48,4 16 51,7 31 100,0 0 0,0 31 100,0 0 0,0 31 100,0 0 0,0 26 83,9 5 16,1 31 100,0 0 0,0 8 25,8 23 74,1 31 100,0 0 0,0 31 100,0 0 0,0 31 100,0 0 0,0 17 54,8 14 45,2 31 100,0
Total N % 0 0,0 60 100,0 0 0,0 60 100,0 0 0,0 37 61,7 23 38,3 60 100,0 0 0,0 60 100,0 0 0,0 60 100,0 0 0,0 52 86,7 8 13,3 60 100,0 0 0,0 22 36,7 38 63,3 60 100,0 0 0,0 60 100,0 0 0,0 60 100,0 0 0,0 32 53,3 28 46,7 60 100,0
Indikator anjuran pemberian pupuk rendah N yang dipersepsikan oleh 86,7% dari total responden sama dengan cara pemupukan padi inbrida, namun ada sebagian kecil responden (13,3%) menyatakan bahwa cara pemupukan padi hibrida
44 rumit dilakukan karena petani tersebut mencoba mengikuti cara pemupukan sesuai anjuran. Hal tersebut seperti dinyatakan oleh responden sebagai berikut: “... nggaremnya ribet, harus dikurang-kurangi ureanya. Lha wong saya pakenya pupuk majemuk karungan, udah ada takerannya, gimana mau ngurangi ureanya ya tinggal sebar aja ...”. (KDN, 63 tahun, petani adopter).
Sama halnya dengan anjuran cara tanam 1-2 bibit per lubang, sebanyak 75,9% petani adopter mempersepsikan bahwa anjuran tersebut sama dengan cara tanam padi hibrida. Akan tetapi sebanyak 51,7% petani non adopter menganggap cara tanam dengan anjuran 1-2 bibit per lubang dianggap rumit dilakukan. Temuan tersebut diperkuat oleh pernyataan responden sebagai berikut: “... ya selain telaten ngrumati biar ndak kena hama, nanem bibit satu-satu juga riyel mbak. Buruh tandhure yang suka ngeluh. Biasane bruk-brukan nandhure, ini kudu dipisah satu sampai tiga benih, jadi kerjanya harus telaten ...”. (MTA, 59 tahun, petani non adopter).
Berbeda halnya dengan pengendalian HPT pada padi hibrida dipersepsikan secara negatif atau rumit oleh 51,7% petani adopter dan 74,1% petani non adopter. Persepsi petani terhadap cara budidaya secara keseluruhan menunjukkan bahwa 46,7% dari total responden menyatakan cara budidaya padi hibrida rumit untuk dilakukan dan 53,3% menyatakan mudah untuk dilakukan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan responden NHI (38 tahun, petani adopter) sebagai berikut, “... budidaya padi hibrida yo ndhak beda-beda banget sama budidaya padi Mekongga atau Ciherang mbak. Cuma kudu telaten ngamati hamanya. Ya rumitnya di situ thok ...”. Berdasarkan indikator yang telah dijabarkan sebelumnya, total skor persepsi terhadap tingkat kerumitan budidaya padi hibrida yang diperoleh petani dikategorikan dalam tingkatan rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat kerumitan rendah menunjukkan bahwa budidaya padi hibrida MAPAN P-05 mudah untuk dilakukan, sebaliknya tingkatan tinggi digunakan untuk menggambarkan bahwa budidaya padi hibrida MAPAN P-05 rumit untuk dilakukan. Hasil pengkategorian persepsi petani terhadap tingkat kerumitan budidaya padi hibrida tersaji pada Tabel 15. Tabel 15 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat persepsi terhadap kerumitan budidaya padi hibrida MAPAN P05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Tingkat Kerumitan Rendah Sedang Tinggi Total
Adopter N % 0 0,0 24 82,8 5 17,2 29 100,0
Non Adopter N % 0 0,0 17 54,8 14 45,2 31 100,0
Total N % 0 0,0 41 68,3 19 31,7 60 100,0
45 Secara keseluruhan persepsi petani adopter dan non adopter terhadap tingkat kerumitan budidaya padi hibrida berada pada sebaran tingkat sedang. Hal tersebut menunjukkan bahwa budidaya padi hibrida MAPAN P-05 cukup mudah untuk dipraktikan di wilayah Kecamatan Sragi Budidaya karena tingkat kerumitan budidayanya sama saja dengan budidaya padi inbrida. Budidaya padi hibrida dinilai oleh responden tidak memerlukan perlakuan maupun alat bantu budidaya yang cukup rumit, hanya saja kendala utama yaitu meyakinkan petani bahwa pengendalian HPT pada budidaya padi hibrida tidak rumit dilakukan. Tingkat Kemungkinan Dicoba Derajat suatu inovasi dapat dicoba dalam skala kecil sehingga menurunkan resiko dibandingkan mencoba dalam skala luas disebut sebagai tingkat kemungkinan dicoba. Tingkat kemungkinan dicoba diukur dengan indikator kemungkinan dicoba dalam skala kecil dan ketersedian sampel benih untuk dicoba. Hasil persepsi petani terhadap indikator tingkat kemungkinan dicoba budidaya padi hibrida disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan persepsi terhadap indikator-indikator tingkat kemungkinan dicoba budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Adopter N % Tidak dapat dicoba 0 0,0 Dicoba dalam Kurang dapat dicoba 0 0,0 skala kecil Mungkin dicoba 29 100,0 Total 29 100,0 28 96,6 Sampel benih Tidak ada untuk dicoba Ada 1 3,4 Total 29 100,0 Tingkat Kemungkinan dicoba
Non Adopter N % 21 67,7 6 19,4 4 12,9 31 100,0 31 100,0 0 0,0 31 100,0
Total N % 21 35,0 6 10,0 33 55,0 60 100,0 59 98,3 1 1,7 60 100,0
Berdasarkan data pada Tabel 16 dapat disimpulkan bahwa 100% petani adopter sepakat menyatakan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 dapat dicoba dalam skala kecil. Rata-rata petani adopter mencoba membudidayakan padi hibrida MAPAN P-05 pada luasan lahan sairing. Berbeda halnya dengan 67,7% petani non adopter yang sepakat manyatakan bahwa budidaya padi hibrida tidak dapat dilakukan dalam skala kecil. Meskipun petani non adopter melihat bahwa praktik budidaya padi hibrida yang dilakukan petani adopter dapat dicoba dalam skala kecil, namun karena sebagian besar petani non adopter menggarap lahan sempit yaitu ≤0,125 ha (lihat Tabel 8) dan beberapa petani menggarap dengan sistem maro6 membangun persepsi bahwa budidaya padi hibrida tidak dapat dilakukan dalam skala kecil, hanya dapat dilakukan oleh petani yang memiliki lahan luas. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan responden berikut ini:
6
Maro merupakan istilah yang umum digunakan untuk petani yang menggarap lahan milik orang lain dengan sistem bagi hasil 50:50.
46 “... kalau Pak Nur itu sawahnya kan ngaluk-ngaluk [luas], mau nyoba-nyoba [menanam padi hibrida] ya ndhak khawatir. Lha saya, wong punya sawah aja ndhak, ini aja maro punyanya Pak Lebe nanti kalau nyoba-nyoba terus ndhak panen, lho ya kan repot ...”. (MTA, 59 tahun, petani non adopter).
Praktik budidaya padi hibrida MAPAN P-05 merupakan praktik budidaya yang diinisisai oleh pihak swasta sehingga memerlukan tingkat kemandirian petani yang tinggi. Pihak swasta yang berorientasi dagang, tidak membagikan sampel atau contoh benih untuk dicoba, sehingga petani adopter dan petani non adopter sepakat menyatakan bahwa tidak ada sampel atau contoh benih untuk dicoba. Terdapat satu petani adopter yang menyatakan mendapat sampel atau contoh benih untuk dicoba. Petani tersebut adalah petani adopter yang menanam padi hibrida dari hasil panen benih F1. Berdasarkan Tabel 17, secara keseluruhan total skor indikator persepsi tingkat kemungkinan dicoba budidaya padi hibrida MAPAN P-05 oleh petani menunjukkan bahwa 100% petani adopter berada pada sebaran tingkat sedang atau kurang mungkin dicoba, sedangkan 87,1% petani non adopter berada pada sebaran tingkat rendah atau tidak mungkin dicoba. Meskipun antara petani adopter dan petani non adopter sama-sama tidak mendapat sampel atau contoh benih untuk dicoba, petani adopter rata-rata memiliki lahan yang luas yaitu lebih dari 0,5 ha (lihat Tabel 8) sehingga lebih leluasa mengalokasikan lahannya untuk mencoba inovasi baru. Tabel 17 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat persepsi terhadap kemungkinan dicoba budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Tingkat Ketercobaan Rendah Sedang Tinggi Total
Adopter N % 0 0,0 29 100,0 0 0,0 29 100,0
Non Adopter N % 27 87,1 4 12,9 0 0,0 31 100,0
Total N 27 33 0 60
% 45,0 55,0 0,0 100,0
Tingkat Kemungkinan Diamati Tingkat kemungkinan diamati merupakan derajat hasil-hasil suatu inovasi dapat diamati oleh calon penggunan inovasi. Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kemungkinan diamati dari budidaya padi hibrida MAPAN P-05 adalah keunggulan-keunggulan yang dipromosikan dalam sosialisasi, studi banding, maupun pamflet yang disebarkan. Keunggulan tersebut terdiri dari kebutuhan benih yang lebih sedikit, respon tanaman terhadap penurangan pupuk N, ketahanan terhadap HPT, keragaan tanaman, hasil panen yang tinggi, dan daya adaptasi tanaman. Data pada Tabel 18 menunjukkan bahwa petani adopter memiliki persepsi yang positif terhadap indikator kebutuhan, keragaan tanaman yang kokoh, hasil panen, dan kemudahan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 sangat teramati oleh petani. Berbeda halnya dengan indikator respon tanaman terhadap pengurangan pupuk N dan ketahanan terhadap HPT petani adopter sepakat menyatakan bahwa indikator tersebut kurang dapat diamati. Alasannya adalah baik padi hibrida
47 maupun inbrida tidak menunjukkan respon yang berbeda terhadap perlakuan pemupukan yang sama, sedangkan ketahanan terhadap HPT kurang teramati karena pada MT 1 2016 tidak ada serangan hama baik pada padi hibrida maupun inbrida. Respon tanaman terhadap penguran pupuk N yang kurang teramati diperkuat oleh pernyataan responden sebagai berikut: “... ndhak ada bedanya dikasih urea atau ndhak. Punya pak Kas itu sama sekali ndhak dikasih urea, punya saya tak kasih urea kayak biasa, ya ndhak ada bedanya tuh. Sama-sama lemu, kayaknya tergantung sawahe piye mbak ...”. (SLH, 47 tahun, petani adopter).
Tabel 18 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan persepsi terhadap indikator-indikator tingkat kemungkinan diamati budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Tingkat Kemungkinan diamati Tidak teramati Kebutuhan benih Kurang teramati lebih sedikit Sangat teramati Total Respon terhadap Tidak teramati pengurangan Kurang teramati pupuk N Sangat teramati Total Tidak teramati Ketahanan terhadap Kurang teramati serangan HPT Sangat teramati Total Tidak teramati Keragaan tanaman yang Kurang teramati kokoh Sangat teramati Total Tidak teramati Hasil panen lebih Kurang teramati tinggi Sangat teramati Total Tidak teramati Daya adaptasi Kurang teramati tanaman Sangat teramati Total
Adopter N % 0 0,0 4 13,8 25 86,2 29 100,0 0 0,0 16 55,2 13 44,8 29 100,0 3 10,3 20 69,0 6 20,7 29 100,0 0 0,0 0 0,0 29 100,0 29 100,0 0 0,0 1 3,4 28 96,6 29 100,0 0 0,0 2 6,9 27 93,1 29 100,0
Non Adopter N % 0 0,0 11 35,5 20 64,5 31 100,0 0 0,0 21 67,7 10 32,3 31 100,0 17 54,8 11 35,5 3 9,7 31 100,0 1 3,2 11 35,5 19 61,3 31 100,0 0 0,0 9 29,0 22 71,0 31 100,0 0 0,0 14 45,2 17 54,8 31 100,0
Total N % 0 0,0 15 25,0 45 75,0 60 100,0 0 0,0 37 61,7 23 38,3 60 100,0 20 33,3 31 51,7 9 15,0 60 100,0 1 1,7 11 18,3 48 80,0 60 100,0 0 0,0 10 16,7 50 83,3 60 100,0 0 0,0 16 25,7 44 73,3 60 100,0
48 Sama halnya dengan petani adopter, sebagian besar petani non adopter juga cenderung menyepakati bahwa indikator kebutuhan benih yang lebih sedikit, keragaan tanaman yang kokoh, dan hasil panen tinggi sangat teramati keunggulannya. Berkebalikan dengan indikator respon tanaman terhadap pengurangan pupuk N dan ketahanan terhadap HPT yang dinilai kurang teramati bahkan tidak teramati keunggulannya dibanding padi inbrida. Indikator daya adaptasi tanaman dinilai oleh 54,8% petani non adopter cenderung sangat teramati. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan responden AMM (56 tahun, petani adopter) sebagai berikut, “... ndhak kayak varietas M yang pernah saya tanem itu nggak cocok buat sawah irigasi. Kalau varietas ini memang cocok untuk sawah irigasi ...”. Berdasarkan total penjumlahan dan pengkategorian skor indikator yang telah dijabarkan sebelumnya, kategori tingkat kemungkinan diamati disajikan pada Tabel 19. Sebanyak 93,1% petani adopter menilai bahwa kemungkinan diamati hasil dan keunggulan budidaya padi hibrida berada pada tingkat tinggi atau sangat teramati keunggulannya. Berbeda halnya dengan petani adopter yang sebagian besar (61,3%) menyatakan bahwa tingkat kemungkinan diamati hasil dan keunggulan budidaya padi hibrida berada pada tingkat sedang atau kurang teramati keunggulannya. Tabel 19 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat persepsi terhadap kemungkinan diamati budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Tingkat Teramati Rendah Sedang Tinggi Total
Adopter N % 0 0,0 2 6,9 27 93,1 29 100,0
Non Adopter N % 0 0,0 19 61,3 12 38,7 31 100,0
Total N 0 21 39 60
% 0,0 35,0 65,0 100,0
Dukungan Ekonomi dan Dukungan Sosial yang Diperoleh Menurut Mardikanto (1996) dukungan ekonomi merupakan kekuatan ekonomi yang ada di sekitar petani. Indikator pengukur dukungan ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tersedianya dana usahatani padi hibrida MAPAN P-05, tersedianya sarana produksi dan peralatan usahatani padi hibrida MAPAN P-05, serta pemasaran hasil usahatani padi hibrida MAPAN P-05. Salah satu faktor penting yang menunjang adopsi benih hibrida oleh petani yaitu ketersedian benih di lingkungan petani yang dapat dilihat dari sebaran tempat penjualan benih. Berdasarkan data pada Tabel 20 dapat disimpulkan bahwa sebanyak 62,1% petani adopter dan 71,0% petani non adopter membeli benih di BPK Sragi. Petani adopter dan petani non adopter mengakui bahwa benih hibrida MAPAN P-05 tidak dijual bebas di kios-kios benih yang ada, hanya dapat dibeli di BPK atau petani distributor. Pembatasan tempat penjualan benih padi hibrida MAPAN P-05 diakui oleh HYO (60 tahun, formulator) sebagai upaya untuk mencegah pemalsuan benih. Namun di sisi lain keterbatasan tempat penjualan benih sangat beresiko untuk kelanjutan adopsi benih padi hibrida MAPAN P-05. Jika
49 tempat penjualan benih mendapat masalah dan tidak lagi dapat menyalurkan benih, maka keberlanjutan penanaman padi hibrida MAPAN P-05 dapat terhenti seperti kasus di Desa Bulaksari (lihat Gambar 5 dan penjelasannya). Tabel 20 Jumlah dan persentase petani adopter dan petani non adopter berdasarkan tempat pembelian benih hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Tempat membeli benih Sales/perusahaan Petani lain Penyuluh/BPK Total
Adopter N % 3 10,3 8 27,6 18 62,1 29 100,0
Non Adopter N % 0 0,0 9 29,0 22 71,0 31 100,0
Total N 3 17 40 60
% 5,0 28,3 66,7 100,0
Hasil penjumlahan skor indikator dukungan ekonomi dikategorikan menjadi tingkat dukungan ekonomi. Data pada Tabel 21 menunjukkan bahwa baik petani adopter dan petani non adopter sebagian besar memperoleh dukungan ekonomi pada tingkatan sedang atau kurang didukung. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dukungan sarana produksi khususnya ketersedian benih di kios benih dan pemasaran hasil khususnya harga penjualan gabah panen padi hibrida MAPAN P05 yang dihargai sama dengan jenis padi lainnya. Tabel 21 Jumlah dan persentase petani adopter dan petani non adopter berdasarkan tingkat dukungan ekonomi yang diperoleh di Kecamatan Sragi tahun 2016 Tingkat dukungan ekonomi Rendah Sedang Tinggi Total
Adopter N 0 25 4 29
% 0,0 86,2 13,8 100,0
Non Adopter N % 3 9,7 25 80,6 3 9,7 31 100,0
Total N 3 50 7 60
% 5,0 83,3 11,7 100,0
Selain dukungan ekonomi, dukungan sosial merupakan aspek penting dalam pertimbangan pengambilan keputusan inovasi yang dilakukan oleh petani. Indikator yang menggambarkan tingkat dukungan sosial dapat diukur dengan mendata pihak mana saja yang mendukung petani untuk mengadopsi padi hibrida MAPAN P-05 dan bagaimana bentuk dukungan yang diberikan. Sebaran petani responden berdasar tingkat dukungan sosial tercatat pada Tabel 22 menunjukkan bahwa sebanyak 89,7% petani adopter mendapat dukungan sosial yang tinggi, sedangkan sebagian besar (67,7%) petani non adopter mendapat dukungan sosial yang rendah. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mendalam dapat disimpulkan bahwa petani adopter mendapat informasi yang lebih baik mengenai budidaya padi hibrida MAPAN P-05 dan mendapat perhatian lebih dari PPL. Sebagian petani
50 adopter tercatat sebagai petani yang hadir dalam sosialisasi padi hibrida MAPAN P-05 dan peserta studi banding budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Pemalang. Tabel 22 Jumlah dan persentase petani adopter dan petani non adopter berdasarkan tingkat dukungan sosial yang diperoleh di Kecamatan Sragi tahun 2016 Tingkat dukungan sosial Rendah Sedang Tinggi Total
Adopter N % 0 0,0 3 10,3 26 89,7 29 100,0
Non Adopter N % 3 9,7 21 67,7 7 22,6 31 100,0
Total N 3 24 33 60
% 5,0 40,0 55,0 100,0
Petani adopter yang sudah memutuskan untuk menanam padi hibrida MAPAN P-05 otomatis mendapat arahan teknis dan pemantauan yang cukup intensif dari PPL. Berbeda halnya dengan petani non adopter, semua petani non adopter tercatat hanya menerima informasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 dari musyawarah tanam yang dilaksanakan masing-masing poktan dan tidak pernah menerima arahan dari PPL. Kurangnya arahan teknis yang diberikan oleh PPL diakui oleh SCO (56 tahun, PPL) karena PPL agak trauma dengan kasus padi hibrida Sembada tahun 2010 silam. Hasil panen yang buruk menjadikan hubungan petani dan PPL kurang harmonis jika menyangkut masalah padi hibrida. Oleh karena itu arahan dan bimbingan teknis mengenai budidaya padi hibrida MAPAN P-05 baru PPL berikan ketika petani dengan kesadarannya sendiri menanam padi hibrida.
51
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI BUDIDAYA PADI HIBRIDA MAPAN P-05 Rogers (2003) menjelaskan bahwa terdapat lima tahapan dalam pengambilan keputusan inovasi yaitu tahap pengenalan (knowledge), tahap persuasi atau pembentukan sikap (persuasion), tahap keputusan (decision), tahap penerapan (implementation), dan tahap konfirmasi atau penegasan (confirmation). Tahap Pengenalan Tahap pengenalan merupakan tahap pertama dari lima tahapan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Pada tahap pengenalan, individu (petani) mulai mengenal tentang adanya inovasi dan memperoleh beberapa pengertian tentang komponen budidaya dan keunggulan budidaya padi hibrida MAPAN P-05. Waktu Pengenalan, Sumber Informasi dan Informasi yang Dikenalkan Pengenalan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 telah dimulai sejak awal MT 2 2015 pada beberapa petani di Desa Bulaksari dan Desa Purwodadi. Pengenalan mengenai budidaya padi hibrida MAPAN P-05 dilakukan secara lebih intensif pada awal MT 1 2016 melalui kegiatan yang dikoordinasi oleh BPK Sragi dan Kelompok-Kelompok Tani yang ada. Seperti terlihat pada Tabel 23, baik petani adopter maupun petani non adopter sebagian besar mulai mengenal budidaya padi hibrida MAPAN P-05 pada MT 1 2016. Tabel 23 Jumlah dan persentase petani adopter dan petani non adopter berdasarkan waktu pengenalan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Waktu mengenal padi hibrida MAPAN P-05 MT 2 2015 MT 1 2016 Total
Adopter N % 7 24,1 22 75,9 29 100,0
Non Adopter N % 10 32,3 21 67,7 31 100,0
Total N % 17 28,3 43 71,7 60 100,0
Petani di Kecamatan Sragi memperoleh informasi mengenai budidaya padi hibrida melalui saluran komunikasi interpersonal yaitu melalui formulator perusahaan, rekan tani, dan PPL. Data pada Tabel 24 menunjukkan keragaman sumber informasi yang diperoleh petani, dapat disimpulkan bahwa petani adopter memiliki sumber informasi yang lebih beragam dibandingkan dengan petani non adopter. Tercatat sebanyak 62,1% petani adopter memperoleh informasi dari formulator dan penyuluh, sedangkan 93,5% petani non adopter memperoleh informasi dari rekan tani. Tercatat juga bahwa tidak ada petani adopter maupun non adopter yang mendapat informasi langsung dari penyuluh. Hal ini terjadi karena setelah kejadian penanaman benih hibrida varietas Sembada, penyuluh memilih berhati-hati menyampaikan informasi mengenai budidaya padi hibrida (dapat
52 dilihat pada penjelasan bab Gambaran Budidaya Padi Hibrida di Kecamatan Sragi). Penyuluh tidak berani merekomendasikan secara langsung dan memilih menjadi fasilitator pihak perusahaan dalam mengadakan sosialisasi dan studi banding. Tabel 24 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan sumber informasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Sumber informasi padi hibrida MAPAN P-05 Formulator Rekan tani Penyuluh Formulator dan Rekan tani Formulator dan Penyuluh Rekan tani dan Penyuluh Total
Adopter N % 3 10,3 1 3,4 0 0,0 7 24,1 18 62,1 0 0,0 29 100,0
Non Adopter N % 0 0,0 29 93,5 0 0,0 0 0,0 0 0,0 2 6,5 31 100,0
Total N 3 30 0 7 18 2 60
% 5,0 50,0 0,0 11,7 30,0 3,3 100,0
Meskipun petani adopter dan petani non adopter memiliki keragaman sumber informasi yang berbeda, namun kedua kelompok petani tersebut relatif mengenal komponen budidaya dan atribut padi hibrida MAPAN P-05 seperti terlihat pada Tabel 25. Tabel 25 Jumlah dan persentase petani yang mengenal komponen budidaya dan atribut padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 No. 1. 2. 3.
Komponen budidaya dan atribut padi hibrida MAPAN P-05
Penggunaan bibit muda Penanaman 1-2 bibit per lubang Pengaturan jarak tanam minimal 25 cm x 25 cm 4. Pengurangan pupuk N 5. Penggunaan MASOIL 800 EC untuk mengendalikan HPT 6. Keragaan tanaman 7. Rasa pulen dan aromatik 8. Penggunaan benih baru setiap tanam 9. Harga benih 10. Potensi hasil
Adopter Non Adopter N % N % 28 96,6 31 100,0 29 100,0 25 80,6 29 100,0 31 100,0
Total N % 59 98,3 54 90,0 60 100,0
12 12
23 15
41,4 41,4
11 3
35,5 9,7
38,3 25,0
29 100,0 29 100,0 29 100,0
31 100,0 25 80,6 29 93,5
60 100,0 54 90,0 58 96,7
29 100,0 29 100,0
31 100,0 22 71,0
60 100,0 51 85,0
Pada Tabel 25 terlihat bahwa baik petani adopter maupun petani non adopter memiliki pengetahuan yang sedang cenderung rendah pada komponen budidaya
53 pengurangan pupuk N dan penggunaan MASAOIL 800 EC. Berdasarkan pengakuan petani, hal ini terjadi karena dalam sosialisasi kurang ditekankan mengenai dua komponen tersebut. Hal tersebut seperti dinyatakan oleh responden sebagai berikut: “... pas sosialisasi yang banyak dijabarkan cuman masalah penggunaan bibit perlubang, potensi hasil, sama keunggulan-keunggulannya thok. Kalau masalah budidaya kata yang jual hampir sama dengan nanem padi biasa ...”. (NSN, 52 tahun, petani adopter).
Hasil skor yang diperoleh petani berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan mengenai komponen dan atribut budidaya padi hibrida MAPAN P-05 kemudian dijumlahkan dan dikategorikan. Tingkat pengenalan dikategorikan menjadi tiga tingkatan yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat pengenalan rendah menggambarkan bahwa responden tidak mengenal budidaya padi hibrida MAPAN P-05, tingkat sedang menunjukkan bahwa responden kurang mengenal budidaya padi hibrida, dan tingkat tinggi menunjukkan bahwa responden sangat mengenal budidaya padi hibrida MAPAN P-05. Hasil pengkategorian tingkat pengenalan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat pengenalan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Tingkat Pengenalan Rendah Sedang Tinggi Total
Adopter N % 0 0,0 0 0,0 29 100,0 29 100,0
Non Adopter N % 0 0,0 12 38,7 19 61,3 31 100,0
Total N 0 12 48 60
% 0,0 20,0 80,0 100,0
Tabel 26 menunjukkan bahwa baik petani adopter maupun petani non adopter memiliki sebaran tingkat pengenalan rata-rata berada di tingkat tinggi atau sangat mengenal meskipun memiliki keragaman sumber informasi yang berbeda. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor pengalaman sebelumnya. Riwayat penanaman benih hibrida di Kecamatan Sragi tercatat sudah berlangsung sejak 10 tahun silam dan wilayah Kecamatan Sragi juga pernah mendapat bantuan dan pendampingan budidaya padi hibrida melalui program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU), sehingga budidaya padi hibrida sedikit banyak sudah dikenal oleh petani. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tahap Pengenalan Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman terhadap N total yang disajikan pada Tabel 27, menunjukkan bahwa terdapat enam variabel karakteristik petani, empat variabel karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dan dua variabel dukungan faktor eksternal yang berhubungan nyata dengan tahap pengenalan budidaya padi hibrida MAPAN P-05. Enam variabel karakteristik petani yang memiliki hubungan nyata dengan tahap pengenalan yaitu, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, luas lahan garapan,
54 tingkat keberanian beresiko, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat kepemimpinan pendapat terbukti memiliki hubungan nyata pada taraf kepercayaan 99% (α = 0,01), sedangkan tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan luas lahan garapan terbukti memiliki hubungan nyata pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05). Keenam variabel tersebut berhubungan nyata positif, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendapatan, semakin luas lahan garapan, semakin tinggi tingkat keberanian beresiko yang dimiliki, semakin kosmopolit seorang petani, dan semakin tinggi tingkat kepemimpinan pendapat yang dimiliki maka semakin tinggi tingkat pengenalan yang dimiliki petani tersebut. Temuan ini sejalan dengan proposisi yang diungkapkan oleh Roger (2003) dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya (Awotide 2015; Onumandu et al. 2014; Jailanis et al. 2014; Marwandhana 2014; Sumarno 2010). Tabel 27 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman variabel karakteristik petani, karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dan tingkat dukungan faktor eksternal dengan tahap pengenalan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Variabel Independen Karakteristik petani Umur Tingkat pendidikan Tingkat pendapatan Lama berusahatani Luas lahan garapan Tingkat keberanian beresiko Tingkat kekosmopolitan Tingkat kepemimpinan pendapat Karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05 Tingkat keuntungan relatif Tingkat kesesuaian Tingkat kerumitan Tingkat kemungkinan dicoba Tingkat kemungkinan diamati Tingkat dukungan faktor eksternal Tingkat dukungan ekonomi Tingkat dukungan sosial
Tahap Pengenalan Rs Sig -,108 ,296* ,315* -,059 ,306** ,381** ,497** ,355*
,410 ,022 ,014 ,657 ,018 ,003 ,000 ,005
,252 ,537** -,353** ,304* ,568**
,053 ,000 ,006 ,018 ,000
,311* ,396**
,016 ,002
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Berbeda halnya dengan umur dan lama berusahatani yang menunjukkan hasil uji bahwa tidak ada hubungan dengan tahap pengenalan. Hal ini bertentangan dengan proposisi yang diungkapkan Roger (2003), tetapi sama dengan temuan pada
55 hasil penelitain Jailanis et al. (2014), faktor umur dan lama berusahatani terbukti tidak memiliki hubungan dengan tahap pengenalan. Hal ini diduga karena baik petani yang mengadopsi maupun tidak mengadopsi memiliki sebaran yang hampir sama pada setiap kategori umur, tingkat pendidikan dan lama berusahatani. Dari keenam karateristik petani yang memiliki hubungan nyata dengan tahap pengenalan, yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan adopsi budidaya padi hibrida khususnya varietas MAPAN P-05 adalah variabel tingkat keberanian beresiko, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat kepemimpinan berpendapat. Ketiga variabel tersebut merupakan karakteristik yang masih mungkin untuk direkayasa untuk ditingkatkan kualitasnya. Berbeda dengan variabel tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan luas lahan garapan, merupakan variabel yang agak sulit untuk direkayasa. Artinya, seorang petani meskipun memiliki lahan garapan sempit dan pendapat kecil namun jika tingkat keberanian beresiko, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat kepemimpinan berpendapatnya ditingkatkan memungkinkan untuk berani mengadopsi inovasi budidaya padi hibrida. Penarikan kesimpulan tersebut berdasar pernyataan responden berikut ini: “... itu untungnya banyak kenalan orang pertanian dan jadi pengurus kelompok tani mbak. Kalau ada yang baru bisa tau lebih dulu dan bisa coba lebih dulu. MAPAN ini saja saya tau langsung dari Pak Har. Malah sebelum BPK tau, saya sudah tau dulu. BPK itu tau dari Pak Sikin yang waktu itu liat ke lahan saya dulu ...”. (IKN, 41 tahun, petani adopter).
Pernyataan tersebut sejalan dengan dengan pernyataan berikut ini: “... pada dasarnya saya orang yang suka coba-coba mbak. Ya walaupun sawah saya ndhak luas, cuman sa’bau dan ndhak selalu untung, tapi kalau ada halhal baru saya selalu ingin mencoba. Pas ada SRI ya saya ikut nanem cara SRI, pas ada anjuran legowo ya saya ikut nyoba, terakhir pas ada penyuluhan pertanian organik, saya juga coba menerapkan walau sekarang udah ndhak lagi. Apalagi posisi saya sebagai penasihat gapoktan, ya harus ngasih contoh ke temen-temen tani lainnya tho ...”. (AMM, 56 tahun, petani adopter)
Semua variabel karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05 memiliki hubungan nyata kecuali variabel tingkat keuntungan relatif. Tingkat kemungkinan dicoba terbukti memiliki hubungan nyata positif pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05). Artinya inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 mudah dikenal karena tidak terlalu berbeda dengan kebiasaan budidaya yang ada, hal ini sejalan dengan temuan pada penelitian Rizka (2015). Ketiga variabel lainnya yaitu tingkat kesesuaian, tingkat kerumitan, dan tingkat kemungkinan diamati memiliki hubungan nyata pada taraf kepercayaan 99% (α = 0,01). Selain itu, semakin mungkin inovasi tersebut untuk dicoba dalam skala kecil dan mungkin diamati keunggulannya mendorong petani untuk lebih cepat mengenalnya. Variabel tingkat kerumitan menunjukkan hubungan negatif nyata, artinya semakin tinggi tingkat kerumitan inovasi, maka semakin lambat inovasi tersebut untuk dikenal. Hal tersebut sejalan dengan proposisi yang diungkapkan Rogers (2003). Variabel tingkat dukungan eksternal yang terdiri dukungan ekonomi dan dukungan sosial terbukti memiliki hubungan nyata positif terhadap tahap pengenalan, dengan tingkat signifikansi masing-masing 0,05 dan 0,01. Artinya, semakin tinggi dukungan ekonomi dan sosial yang diperoleh petani, maka semakin
56 tinggi tingkat pengenalan petani terhadap budidaya padi hibrida MAPAN P-05. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizka (2015) dan Susanti (2008). Dukungan sosial terbukti berhubungan nyata, hal ini diduga karena dukungan sosial yang diperoleh antara petani adopter dan petani non adopter berbeda nyata. Lebih dari 80% petani adopter mendapat dukungan sosial yang tinggi terutama dukungan dari penyuluh dan formulator, sedangkan petani non adopter memiliki tingkat dukungan sedang yang berasal dari dukungan keluarga dan rekan tani. Dukungan sosial yang tinggi memungkinkan seorang individu lebih terdedah terhadap informasi. Tahap Persuasi Tahap persuasi adalah tahap di mana petani mulai membentuk sikap suka atau tidak suka terhadap komponen dan keunggulan budidaya padi hibrida MAPAN P05 setelah mendapat sosialisasi. Untuk mengukur sikap suka atau tidak suka petani terhadap komponen dan atribut budidaya padi hibrida MAPAN P-05 digunakan skala tidak tertarik, kurang tertarik, dan tertarik. Komponen dan Atribut Budidaya Padi Hibrida MAPAN P-05 yang Dipersuasikan Terdapat sembilan komponen dan atribut budidaya padi hibrida MAPAN P05 yang dijadikan indikator pengukuran tingkat persuasi. Sembilan komponen dan atribut tersebut yaitu penggunaan bibit muda, penanaman 1-2 bibit per lubang, pengaturan jarak tanam minimal 25 cm x 25 cm, pengurangan pupuk N, ketahanan tanaman terhadap HPT, rasa dan aroma nasi, keragaan tanaman, penggunaan benih baru setiap tanam, dan harga benih seperti tersaji pada Tabel 28. Tabel 28 Jumlah dan persentase petani adopter berdasarkan tingkat ketertarikan terhadap komponen budidaya dan keunggulan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Komponen dan atribut budidaya padi hibrida MAPAN P-05 Penggunaan bibit muda Penanaman 1-2 bibit per lubang Pengaturan jarak tanam minimal 25 cm x 25 cm Pengurangan pupuk N Ketahanan terhadap Hama dan Penyakit Rasa dan aroma nasi Keragaan tanaman Penggunaan benih baru setiap tanam Harga benih
tidak tertarik N % 0 0,0 0 0,0 0 0,0
Adopter kurang tertarik tertarik N % N % 1 3,4 28 96,6 0 0,0 29 100,0 0 0,0 29 100,0
0 13
0,0 44,8
16 55,2 15 51,7
13 1
0 0 9
0,0 0,0 31,0
0 0,0 0 0,0 18 62,1
29 100,0 29 100,0 2 6,9
15
51,7
14 48,3
0
44,8 3,4
0,0
57 Tabel 28 menunjukkan bahwa dari sembilan komponen dan atribut budidaya padi hibrida MAPAN P-05, lima komponen diantaranya (penggunaan benih muda, penanaman 1-2 bibit per lubang, pengaturan jarak tanam, rasa dan aroma nasi, serta keragaan tanaman) disukai oleh hampir semua petani adopter. Berbeda halnya dengan pengurangan pupuk N, ketahanan terhadap HPT, dan penggunaan benih baru setiap MT, rata-rata petani adopter kurang tertarik terhadap komponen dan atribut tersebut. Menurut pernyataan responden, alasan mereka kurang tertarik terhadap pengurangan pupuk N dan ketahanan padi terhadap HPT dikarenakan dua komponen tersebut tidak teramati secara nyata keunggulannya. Atribut harga benih hibrida merupakan atribut yang tidak disukai oleh 51,7% petani adopter dengan alasan bahwa harga benih hibrida MAPAN P-05 terlalu mahal yaitu mencapai enam kali lipat dari harga benih inbrida. Sikap suka atau tidak suka petani non adopter terhadap komponen dan atribut budidaya padi hibrida MAPAN P-05 dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Jumlah dan persentase petani non adopter berdasarkan tingkat ketertarikan terhadap komponen budidaya dan keunggulan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016
No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Komponen dan atribut budidaya padi hibrida MAPAN P-05 Penggunaan bibit muda Penanaman 1-2 bibit per lubang Pengaturan jarak tanam minimal 25 cm x 25 cm Pengurangan pupuk N Ketahanan terhadap Hama dan Penyakit Rasa dan aroma nasi Keragaan tanaman Penggunaan benih baru setiap tanam Harga benih
Non Adopter tidak kurang tertarik tertarik N % N % 2 6,5 1 3,2 7 22,6 3 9,7 0 0,0 0 0,0
N % 28 90,3 21 67,7 31 100,0
8 19
25,8 61,3
11 35,5 10 32,3
12 2
38,7 6,5
3 4 26
9,7 12,9 83,9
15 48,4 11 35,5 5 16,1
13 16 0
41,9 51,6 0,0
0
0,0
31 100,0
0
0,0
tertarik
Tidak jauh berbeda dengan petani adopter, Tabel 29 menunjukkan bahwa sebagian besar petani non adopter juga memiliki sikap tertarik terhadap komponen penggunaan bibit muda, penanaman 1-2 bibit per lubang, pengaturan jarak tanam, dan keragaan tanaman. Sebaran ketertarikan petani non adopter terhadap pengurangan pupuk N terlihat cukup merata pada masing-masing tingkat ketertarikan. Atribut rasa dan aroma nasi cenderung kurang diminati petani karena menurut petani baik rasa dan aroma nasi tidak berbeda nyata dengan beras pada umumnya dan masih kalah dengan beras-beras padi aromatik.
58 Berbeda halnya dengan ketahanan tanaman terhadap HPT, penggunaan benih baru setiap MT, dan harga benih dinilai tidak menarik oleh petani non adopter. Selain alasan kurang teramatinya ketahanan tanaman terhadap HPT, pengalaman budidaya padi terdahulu turut membentuk sikap petani untuk tidak menyukai atribut tersebut. Penggunaan benih baru dan harga benih, tidak disukai oleh petani dengan alasan kedua atribut tersebut memerlukan modal tanam yang lebih besar dibanding biasanya. Meskipun pada tahap pengenalan kedua kelompok petani tidak memiliki perbedaan yang signifikan, tetapi petani adopter dan petani non adopter mengelompok pada tingkatan yang berbeda pada tahap persuasi seperti terlihat pada Tabel 30. Sebaran petani berdasarkan tingkat persuasi pada Tabel 30 menunjukkan bahwa sebagian besar petani adopter mengelompok pada tingkat tinggi atau sangat terbujuk, sedangkan petani non adopter mengelompok pada tingkatan sedang atau agak terbujuk. Hanya 9,7% petani non adopter yang berada pada tingkat rendah atau tidak terbujuk. Tabel 30 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat persuasi terhadap budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Tingkat Persuasi Rendah Sedang Tinggi Total
Adopter N % 0 0,0 11 37,9 18 62,1 29 100,0
Non Adopter N % 3 9,7 22 71,0 6 19,4 31 100,0
Total N 3 33 24 60
% 5,0 55,0 40,0 100,0
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tahap Persuasi Sama halnya dengan tahap pengenalan, Tabel 31 menunjukkan bahwa pada tahap persuasi terdapat enam variabel karakteristik petani yang berhubungan nyata yaitu, umur, tingkat pendapatan, luas lahan garapan, tingkat keberanian beresiko, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat kepemimpinan pendapat. Variabel umur terbukti memiliki hubungan nyata negatif, artinya semakin muda umur petani semakin mudah untuk membentuk sikap suka terhadap budidaya padi hibrida. Hal tersebut sesuai dengan proposisi Roger (2003) yang menyatakan bahwa semakin muda umur unit pengambil keputusan maka semakin mudah untuk menerima hal baru. Berbeda halnya dengan lima variabel lainnya yang memiliki hubungan nyata positif, artinya petani yang memiliki tingkatan tinggi pada kelima variabel karakteristik tersebut maka akan lebih mudah membentuk sikap suka atau terbujuk terhadap budidaya padi hibrida MAPAN P-05. Petani dengan tingkat pendapatan tinggi dan lahan garapan yang luas tentu akan lebih leluasa mencoba inovasi baru karena resiko yang ditanggungnya lebih kecil. Namun petani yang memiliki tingkat keberanian beresiko tinggi, kosmopolit, dan memiliki tingkat kepemimpinan tinggi juga akan lebih mudah terbujuk akan inovasi baru. Petani dengan karakteristik tersebut cenderung memiliki sikap terbuka terhadap hal baru karena memiliki jaringan yang lebih luas. Hal tersebut seperti dinyatakan oleh responden sebagai berikut:
59 “... kalau kenalan banyak, punya posisi di kelompok pasti sering ditawarin buat uji coba mbak. Lha wong namanya diminta buat jadi contoh ya saya tertarik aja mbak. Kalau untung kan jadi saya dulu yang ngalami, kalau rugi ya itu resiko ...”. (HDO, 50 tahun, petani adopter).
Tabel 31 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman variabel karakteristik petani, karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dan tingkat dukungan faktor eksternal dengan tahap persuasi budidaya padi hibrida MAPAN P05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Variabel Independen Karakteristik petani Umur Tingkat pendidikan Tingkat pendapatan Lama berusahatani Luas lahan garapan Tingkat keberanian beresiko Tingkat kekosmopolitan Tingkat kepemimpinan pendapat Karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05 Tingkat keuntungan relatif Tingkat kesesuaian Tingkat kerumitan Tingkat kemungkinan dicoba Tingkat kemungkinan diamati Tingkat dukungan faktor eksternal Tingkat dukungan ekonomi Tingkat dukungan sosial
Tahap Persuasi Rs Sig -,255* ,175 ,569** -,244 ,644** ,657** ,605** ,490**
,049 ,180 ,000 ,060 ,000 ,000 ,000 ,000
,453** ,356** -,290* ,553** ,470**
,000 ,005 ,025 ,000 ,000
,492** ,650**
,000 ,000
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Karakteristik inovasi menurut Rogers (2003) memiliki hubungan yang erat terhadap tahap persuasi. Semakin positif persepsi petani terhadap karakteristik inovasi, maka petani akan semakin mudah terbujuk untuk menerapkan inovasi yang dimaksud. Proposisi tersebut terbukti pada penelitian ini, semua variabel karakteristik inovasi terbukti memiliki hubungan nyata dengan tahap persuasi pada taraf kepercayaan 99% (α = 0,01). Variabel tingkat kerumitan memiliki hubungan nyata negatif terhadap tahap persuasi, artinya semakin rumit inovasi budidaya padi hibrida maka semakin sulit petani untuk menyukainya. Berdasarkan proposisi Roger (2003), inovasi yang memiliki keuntungan relatif tinggi, sesuai dengan kebiasaan setempat, mungkin dicoba dalam skala kecil, dan mudah diamati hasil serta keunggulannya akan lebih menarik bagi calon
60 adopter. Temuan ini sejalan dengan temuan penelitian yang dilakukan Purnaningsih et al. (2006) dan diperkuat oleh pernyataan responden berikut ini: “... pas studi banding ke Pemalang itu kan diliatin lahan yang ditanemi MAPAN tuh, nah liat parine itu nyenengke bener mbak. Malainya panjangpanjang tur bernas-bernas, jos tenan pokoke. Jadi nggarai pingin nandhur ...”. TMF (37 tahun, petani adopter).
Variabel tingkat kemungkinan dicoba dalam skala kecil terbukti berhubungan nyata positif dengan kriteria nilai korelasi sedang. Temuan tersebut sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Rizka (2015) dan diperkuat oleh pernyataan responden sebagai berikut: “... ya ndhak ada salahnya buat nyoba tho, wong bisa dicoba di lahan sairing ini. Kalau bagus ya Alhamdulillah, kalau jelek panennya yo wes ndhak usah diterusne ...”. MJL (59 tahun, petani adopter).
Tingkat dukungan ekonomi dan sosial terbukti memiliki hubungan nyata dengan tahap persuasi pada tingkat signifikansi 0,01. Sama halnya dengan tahap pengenalan, petani yang memiliki dukungan sosial tinggi berarti mendapat dukungan dan bujukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu mereka akan lebih mudah membentuk sikap suka terhadap budidaya padi hibrida MAPAN P-05. Hal ini diperkuat dengan pernyataan responden sebagai berikut: “... lho lha mau tertarik nyoba piye mbak. Wong cuman dikasih sosialisasi sekilas thok pas musyawarah tanam, terus ndhak pernah ada kelanjutannya. Ndhak ada arahan dari PPL apalagi ketua, ya saya ndhak nggaple [menghiraukan] ...”. (ASO, 47 tahun, petani non adopter).
Tahap Keputusan Tahap keputusan sebagai tahap ketiga dari proses pengambilan keputusan inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 merujuk pada aktivitas mental di mana petani memutuskan untuk menerima atau menolak komponen budidaya padi hibrida MAPAN P-05. Komponen Budidaya yang Diputuskan untuk Diterima atau Ditolak Pada tahap keputusan terdapat tiga skala sikap yaitu menolak, ragu-ragu, dan menerima. Pernyataan ragu-ragu diartikan sebagai sikap petani yang masih mempertimbangkan untuk kemudian menerima atau menolak komponen yang dimaksud. Tercatat pada Tabel 32 sebanyak empat dari enam komponen yaitu penggunaan bibit muda, penanaman 1-2 bibit per lubang, pengaturan jarak tanam, dan penggunaan benih baru setiap MT cenderung dapat diterima oleh sebagian besar adopter. Keputusan petani untuk mengurangi pupuk N tersebar pada sikap menerima cenderung ragu-ragu. Berbeda halnya dengan pemakaian MASOIL 800 EC untuk pengendalian HPT cenderung ditolak oleh petani. Berdasarkan keterangan petani, penolakan penggunaan MASOIL 800 EC didasari karena
61 keunggulan penggunanan MASOIL 800 EC yang tidak teramati dan tidak tersedianya MASOIL 800 EC di kios-kios tani. Tabel 32 Jumlah dan persentase petani adopter yang memutuskan menerima atau tidak menerima komponen budidaya dan keunggulan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Komponen budidaya padi hibrida MAPAN P-05
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Penggunaan bibit muda Penanaman 1-2 bibit per lubang Pengaturan jarak tanam minimal 25 cm x 25 cm Pengurangan pupuk N Memakai MASOIL 800 EC untuk HPT Penggunaan benih baru setiap tanam
menolak N % 0 0,0 0 0,0
Adopter ragu-ragu N % 1 3,4 0 0,0
menerima N % 28 96,6 29 100,0
1
3,4
0
0,0
28
96,6
1 22
3,4 75,9
16 7
55,2 12 24,1 0
41,4 0,0
1
3,4
9
31,0 19
65,5
Hasil penjumlahan skor indikator tahap keputusan dikategorikan menjadi tingkat keputusan yang tersaji pada Tabel 33. Tercatat hanya petani adopter yang memiliki keragaman sikap keputusan. Petani adopter sebagian besar tersebar pada tingkat keputusan tinggi atau memutuskan untuk menerima budidaya padi hibrida MAPAN P-05. Berbeda halnya dengan petani non adopter, semuanya melakukan penolakan terhadap komponen budidaya padi hibrida MAPAN P-05. Penolakan atas semua komponen budidaya oleh petani non penerap terjadi karena komponen budidaya yang ada merupakan inovasi pelengkap dari inovasi utama yaitu benih padi hibrida MAPAN P-05. Oleh karena itu ketika petani memutuskan untuk menolak menanam padi hibrida MAPAN P-05 maka secara otomatis semua komponen budidaya tersebut tidak dilakukan. Tabel 33 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat keputusan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Tingkat Keputusan Rendah Sedang Tinggi Total
Adopter N % 1 3,4 7 24,1 21 72,4 29 100,0
Non Adopter N % 31 100,0 0 0,0 0 0,0 31 100,0
Total N 32 7 21 60
% 53,3 11,7 43,3 100,0
62 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tahap Keputusan Berdasarkan hasil analisis korelasi Rank Spearman terhadap N total (Tabel 34), menunjukkan bahwa tahap keputusan berhubungan nyata dengan lima variabel karakteristik petani, tiga variabel karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P05, dan dua variabel tingkat dukungan eksternal. Tabel 34 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman variabel karakteristik petani, karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dan tingkat dukungan faktor eksternal dengan tahap keputusan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Variabel Independen Karakteristik petani Umur Tingkat pendidikan Tingkat pendapatan Lama berusahatani Luas lahan garapan Tingkat keberanian beresiko Tingkat kekosmopolitan Tingkat kepemimpinan pendapat Karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05 Tingkat keuntungan relatif Tingkat kesesuaian Tingkat kerumitan Tingkat kemungkinan dicoba Tingkat kemungkinan diamati Tingkat dukungan faktor eksternal Tingkat dukungan ekonomi Tingkat dukungan sosial
Tahap Keputusan Rs Sig -,182 ,141 ,713** -,186 ,770** ,813** ,794** ,481**
,165 ,282 ,000 ,154 ,000 ,000 ,000 ,000
,251 ,383** -,055 ,776** ,467**
,053 ,003 ,675 ,000 ,000
,455** ,596**
,000 ,000
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Variabel karakteristik petani yang berhubungan nyata dengan tahap keputusan yaitu tingkat pendapatan, luas lahan garapan, tingkat keberanian beresiko, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat kepemimpinan pendapat. Semua variabel memiliki hubungan positif nyata pada taraf nyata 0,01. Artinya semakin tinggi tingkat lima variabel yang dimaksud maka semakin tinggi kemungkinan petani untuk memutuskan menerapkan budidaya padi hibrida MAPAN P-05. Temuan ini sesuai dengan proposisi yang diungkapkan Roger (2003) yaitu individu yang memutuskan untuk menerima inovasi baru biasanya memiliki tingkat keberanian beresiko yang tinggi walaupun kadang kurang rasional, lebih kosmopolit, dan mampu menjadi pemuka pendapat. Hal tersebut juga sejalan
63 dengan hasil temuan Onumandu et al. (2004) yang menyatakan bahwa setiap pengaplikasian suatu inovasi pertanian akan memerlukan biaya tambahan yang dapat diperoleh dari kredit atau pendapatan pribadi. Temuan ini diperkuat dengan pernyataan responden berikut ini: “... pada dasarnya saya orang yang suka coba-coba mbak. Ya walaupun sawah saya ndhak luas, cuman sa’bau dan ndhak selalu untung, tapi kalau ada halhal baru saya selalu ingin mencoba... Apalagi posisi saya sebagai penasihat gapoktan, ya harus ngasih contoh ke temen-temen tani lainnya tho ...”. (AMM, 56 tahun, petani adopter)
Variabel karakteristik budidaya padi hibrida yang terbukti memiliki hubungan nyata dengan tahap keputusan yaitu tingkat kesesuaian, tingkat kemungkinan dicoba dan tingkat kemungkinan diamati. Ketiga variabel ini memiliki hubungan positif nyata pada taraf nyata 0,01 dan masing-masing memiliki nilai korelasi sebesar 0,383; 0,776 dan 0,467. Berdasarkan kriteria nilai korelasi maka tingkat kesesuaian memiliki korelasi rendah, tingkat kemungkinan dicoba memiliki korelasi tinggi, dan tingkat kemungkinan diamati memiliki korelasi sedang. Artinya semakin mudah budidaya padi hibrida MAPAN P-05 untuk dicoba dan diamati keunggulan hasilnya, maka petani akan cenderung memutuskan untuk mengadopsi budidaya padi hibrida MAPAN P-05. Temuan-temuan tersebut sejalan dengan hasil penelitian Mugniesyah dan Lubis (1990) dan penelitian Prabayanti (2010). Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan responden sebagai berikut. “... pas liat panen pak Iksan kemarin itu, ternyata terbukti hasilnya bagus. Hasil panen saidu kemarin itu dapet 7 kuintal, berarti kalau sairing kan 14 kuintal ya mbak? Wah udah satu ton luwih itu. Ya saya musim tanem ini langsung aja ikut nanem ...”. (SRO, 51 tahun, petani adopter).
Pada variabel tingkat dukungan eksternal, tingkat dukungan ekonomi dan sosial terbukti memiliki hubungan positif nyata pada taraf nyata 0,01. Artinya, semakin tinggi dukungan ekonomi dan sosial yang diperoleh petani maka semakin mudah petani untuk memutuskan menerima budidaya padi hibrida. Tahap Penerapan Tahap penerapan atau implementasi merujuk pada pelaksanaan yang sesungguhnya sesuai dengan sikap yang diambil pada tahap keputusan. Pada tahap ini petani yang sudah memutuskan untuk menanam benih padi hibrida MAPAN P05, menentukan sikap untuk menerapkan atau tidak menerapkan komponen budidaya padi hibrida MAPAN P-05. Komponen yang Diterapkan atau Tidak Diterapkan oleh Petani Tabel 35 menunjukkan bahwa komponen budidaya penggunaan bibit muda, penanaman 1-2 bibit per lubang, pengaturan jarak tanam, dan penggunaan benih baru setiap MT memiliki tingkat penerapan yang tinggi. Berbeda dengan komponen budidaya penggunaan pupuk rendah N dan pemakaian MASOIL 800 EC yang memiliki tingkat penerapan rendah. Pada komponen penggunaan bibit muda, penanaman 1-2 bibit per lubang, pengaturan jarak tanam, dan pemakaian MASOIL
64 800 EC terlihat bahwa sikap petani pada tahap penerapan dan tahap keputusan cenderung konsisten. Tabel 35 Jumlah dan persentase petani adopter yang menerapkan dan tidak menerapkan komponen budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Adopter No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Komponen budidaya padi hibrida MAPAN P-05 Penggunaan bibit muda Penanaman 1-2 bibit per lubang Pengaturan jarak tanam minimal 25 cm x 25 cm Pengurangan pupuk N Memakai MASOIL 800 EC untuk HPT Penggunaan benih baru setiap tanam
tidak menerapkan N % 1 3,4 0 0,0 0 0,0
menerapkan N 28 29 29
% 96,6 100,0 100,0
21 29
72,4 100,0
8 0
27,6 0,0
1
3,4
28
96,6
Berbeda halnya dengan komponen budidaya pengurangan pupuk N, antara sikap pada tahap keputusan dan tahap penerapan cenderung kurang konsisten. Pada tahap keputusan, sebanyak 41,4% menyatakan menerima (lihat Tabel 30), akan tetapi pada tahap penerapan hanya 27,6% petani yang menerapkan. Berdasarkan keterangan beberapa petani saat diwawancara, perubahan sikap ini terjadi karena praktik pemupukan dengan mengurangi jumlah pupuk N terkadang tidak sesuai dengan kondisi lahan. Selain itu, petani sudah terbiasa mempraktikan pemupukan berimbang dan kebanyakan petani dalam satu luasan lahan garapannya tidak hanya menanam padi hibrida MAPAN P-05 tetapi menanam varietas yang lain juga. Oleh karena itu untuk mempermudah proses pemupukan, petani cenderung menyamakan takaran pupuk antara varietas padi hibrida MAPAN P-05 dan varietas padi lainnya. Sama halnya dengan komponen budidaya penggunaan benih baru setiap MT, tercatat pada Tabel 35 sebanyak 96,6% petani menerapkan komponen budidaya tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani yang awalnya ragu-ragu untuk menanam benih baru setiap MT, akhirnya menerapkan tanam benih baru. Tingginya tingkat penerapan komponen tersebut, salah satu faktor pendorongnya yaitu benih turunan atau hasil panen F1 masih terbatas. Hasil pengkategorian tingkat penerapan komponen budidaya padi hibrida MAPAN P-05 oleh petani dapat dilihat pada Tabel 36. Tercatat bahwa sebaran petani yang menerapkan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 (petani adopter) masih mengelompok pada tingkat sedang. Artinya sebagian besar petani adopter hanya menerapkan sebagian komponen budidaya padi hibrida MAPAN P-05. Tercatat hanya 27% petani yang sudah mencapai pada tingkat penerapan tinggi atau menerapkan hampir seluruh komponen budidaya. Hal ini disebabkan karena orientasi petani masih terfokus pada hasil panen yang tinggi saja tetapi kurang memperhatikan aspek-aspek budidaya yang dianjurkan. Kelompok petani non
65 adopter konsisten dengan sikap pada tahap sebelumnya yaitu tetap menolak budidaya padi hibrida MAPAN P-05. Tabel 36 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat penerapan komponen budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Tingkat Penerapan Rendah Sedang Tinggi Total
Adopter N % 0 0,0 21 72,4 8 27,0 29 100,0
Non Adopter N % 31 100,0 0 0,0 0 0,0 31 100,0
Total N 31 21 8 60
% 51,7 35,0 13,3 100,0
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tahap Penerapan Pada tahap penerapan terbukti bahwa faktor-faktor yang berhubungan yaitu lima variabel karakteristik petani, empat karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dan dua variabel pada tingkat dukungan faktor eksternal seperti terlihat pada Tabel 37. Hampir sama dengan tahap-tahap sebelumnya, variabel yang mempunyai hubungan positif nyata dengan tahap penerapan pada tingkat signifikansi 0,01 yaitu tingkat pendapatan, luas lahan garapan, tingkat keberanian beresiko, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat kepemimpinan pendapat. Nilai korelasi pada variabel tingkat keberanian beresiko dan tingkat kekosmopolitan menunjukkan korelasi sempurna, variabel luas lahan garapan dan tingkat pendapatan termasuk pada tingkat kriteria tinggi, sedangkan nilai korelasi variabel tingkat kepemimpinan pendapat tergolong pada kriteria korelasi sedang. Artinya semakin semakin tinggi keberanian beresiko, semakin kosmopolit petani, luas lahan yang digarap petani, semakin tinggi pendapatan petani, dan semakin tinggi tingkat kepemimpinan pendapatnya, maka semakin tinggi tingkat penerapan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 yang dipraktikan petani. Jika diperingkatkan, maka empat nilai korelasi yang paling tinggi secara berurutan yaitu tingkat keberanian beresiko, tingkat kekosmopolitan, luas lahan garapan, dan tingkat pendapatan. Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mencoba inovasi baru perlu mental kuat untuk mengambil resiko. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sumarno (2010). Selain itu untuk menerapkan inovasi baru juga diperlukan dukungan dana yang salah satu sumbernya berasal dari pendapatan. Temuan Awotide (2015) dan Jailanis et al. (2014), menunjukkan hubungan postif yang sangat erat antara tingkat pendapatan dan tahap keputusan inovasi. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan respponden sebagai berikut. “... setiap ada kelebihan hasil panen ya saya sisihkan buat mengembangkan usaha. kalau nggak beli atau sewa sawah baru ya buat beli alat-alat pertanian. Nah ini pas ada benih baru, ya saya sisihkan uang buat nyoba ...”. (NHD, 30 tahun, petani adopter).
66 Tabel 37 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman variabel karakteristik petani, karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dan tingkat dukungan faktor eksternal dengan tahap penerapan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Variabel Independen Karakteristik petani Umur Tingkat pendidikan Tingkat pendapatan Lama berusahatani Luas lahan garapan Tingkat keberanian beresiko Tingkat kekosmopolitan Tingkat kepemimpinan pendapat Karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05 Tingkat keuntungan relatif Tingkat kesesuaian Tingkat kerumitan Tingkat kemungkinan dicoba Tingkat kemungkinan diamati Tingkat dukungan faktor eksternal Tingkat dukungan ekonomi Tingkat dukungan sosial
Tahap Penerapan Rs Sig -,132 ,107 ,712** -,224 ,774** ,821** ,825** ,538**
,313 ,416 ,000 ,201 ,000 ,000 ,000 ,000
,297* ,463** -,229 ,788** ,495**
,021 ,000 ,079 ,000 ,000
,419 ,640**
,001 ,000
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tingkat kesesuaian, tingkat kemungkinan dicoba, tingkat kemungkinan dan tingkat kemungkinan diamati terbukti memiliki hubungan nyata positif pada taraf nyata 0,01; sedangkan tingkat keuntungan relatif memiliki hubungan nyata positif pada taraf nyata 0,05 dengan derajat korelasi yang tergolong rendah. tingkat kesesuaian memiliki derajat korelasi yang tergolong sedang, sedangkan tingkat kemungkinan dicoba memiliki derajat korelasi tinggi. Artinya, semakin mudah budidaya padi hibrida untuk dicoba dalam skala kecil, maka tingkat penerapannya tinggi. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan responden berikut ini: “... ya ndhak adaa salahnya buat nyoba tho, wong bisa dicoba di lahan sairing ini. Kalau bagus ya Alhamdulillah, kalau jelek panennya yo wes ora usah diterusne ...”. (MJL, 59 tahun, petani adopter).
Dukungan faktor eksternal yang terbukti berhubungan nyata positif pada taraf nyata 0,01 yaitu tingkat dukungan ekonomi dan sosial. Berdasarkan kriteria korelasi, tingkat korelasi faktor dukungan sosial tergolong memiliki tingkat korelasi tinggi. Dapat disimpulkan bahwa jika petani yang mendapat dukungan sosial tinggi,
67 maka akan cenderung menerapkan inovasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan responden berikut ini: “... lha wong sebelum tanem musim kemarin itu bolak-balik didatengi Pak Har diminta buat nyontoni nanem, ya saya akhirnya nanem. Istri juga mendukung kalau hasilnya bagus ...”. (IKN, 41 tahun, petani adopter).
Tahap Konfirmasi Tahap konfirmasi merupakan tahapan terakhir dari proses pengambilan keputusan inovasi. Pada tahap ini petani mencoba mencari penguatan atas keputusan yang telah dibuat sebelumnya. Tahap konfirmasi akan menentukan apakah petani yang awalnya sudah mengadopsi budidaya padi hibrida MAPAN P05 akan tetap mengadopsi atau melakukan penolakan setelah mengkonfirmasi dan petani yang awalnya memutuskan untuk menolak budidaya padi hibrida MAPAN P-05 akan tetap menolak atau mengadopsi kemudian. Jumlah Petani yang Melakukan Konfirmasi dan Informasi yang Dikonfirmasi Tabel 38 menunjukkan bahwa hampir semua petani adopter tetap melakukan konfirmasi meskipun sudah mempraktikan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 secara langsung. Berbeda halnya dengan petani non adopter yang sebagian masih tidak melakukan konfirmasi. Alasan petani adopter maupun non adopter yang tidak melakukan konfirmasi dikarenakan petani tersebut sudah yakin akan keunggulan padi hibrida atau tidak berminat lagi untuk membudidayakan padi hibrida. Tabel 38 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter yang melakukan dan tidak melakukan konfirmasi terhadap komponen budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Konfirmasi Tidak Ya Total
Adopter N % 1 3,4 28 96,6 29 100,0
Non Adopter N % 12 38,7 19 61,3 31 100,0
Total N 13 47 60
% 21,7 78,3 100,0
Tabel 39 menunjukkan data mengenai jenis informasi yang dikonfirmasi oleh petani. Sebagian besar petani non adopter lebih fokus mengkonfirmasi masalah ketahanan terhadap serang HPT dan hasil riil panen. Hal ini didasari dari pengalaman budidaya benih hibrida sebelumnya yang menghasilkan panen kurang baik akibat serangan WBC. Tercatat bahwa sebagian besar petani adopter lebih fokus mengkonfirmasi masalah penggunaan hasil panen F1 sebagai benih, hasil riil panen dan sebagian kecil mengkonfirmasi masalah ketahanan terhadap HPT. Penggunaan benih turunan banyak dikonfirmasi oleh petani karena salah satu petani adopter telah menanam benih turunan pada MT 1 2016. Petani yang masih menggunakan benih baru penasaran dengan hasil panen benih turunan, seperti pernyataan responden berikut ini.
68 “... keunggulan-keunggulan lainnya sudah bisa dilihat langsung pas kemarin nanem. Lha katanya ada petani yang nanem benih turunan, nah itu saya penasaran gimana hasil panennya. Sama ndhak sama yang pakai benih baru. Kalau sama kan saya bisa ikut nanem benih turunan di musim tanam depan ...” (HDO, 50 tahun, petani adopter)
Tabel 39 Jumlah dan persentase petani adopter dan petani non adopter berdasarkan informasi komponen budidaya padi hibrida MAPAN P-05 yang dikonfirmasi di Kecamatan Sragi tahun 2016 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Informasi yang dikonfirmasi Penggunaan bibit muda Penanaman 1-2 bibit per lubang Pengaturan jarak tanam minimal 25 cm x 25 cm Pengurangan pupuk N Ketahan terhadap HPT Penggunaan hasil F1 sebagai benih Hasil riil panen Harga jual gabah
N 0 3 0
% 0,0 0,0 0,0
Non Adopter N % 0 0,0 0 0,0 0 0,0
2 10 22 22 2
6,9 34,5 75,9 75,9 6,9
0 0,0 15 48,4 9 29,0 15 48,4 0 0,0
Adopter
Total N 0 3 0
% 0,0 5,0 0,0
2 25 31 37 2
3,3 41,7 51,7 61,7 3,3
Berdasarkan penjumlahan skor indikator tahap konfirmasi yang meliputi siapa yang menjadi sumber konfirmasi dan apa saja informasi yang dikonfirmasi, diperoleh skor total yang kemudian dikategorikan untuk menentukan tingkat konfirmasi petani terhadap budidaya padi hibrida MAPAN P-05 yang disajikan pada Tabel 40. Data pada Tabel 40 menunjukkan bahwa 96,6% petani adopter dan 45,2% petani non adopter memiliki tingkat konfirmasi sedang atau kurang aktif mengkonfirmasi, dan hanya 16,1% petani non adopter yang memiliki tingkat konfirmasi tinggi atau aktif mengkonfirmasi. Tabel 40 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat konfirmasi komponen dan atribut budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Tingkat Konfirmasi Rendah Sedang Tinggi Total
Adopter N % 1 3,4 28 96,6 0 0,0 29 100
Non Adopter N % 12 38,7 14 45,2 5 16,1 31 100
Total N % 13 21,7 42 70,0 5 8,3 60 100
69 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tahap Konfirmasi Hasil uji korelasi Rank Spearman terhadap N total pada Tabel 41 menunjukkan hasil bahwa hanya tiga variabel karakteristik individu, satu variabel karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dan dua variabel dukungan faktor eksternal yang memiliki hubungan nyata dengan tahap konfirmasi. Variabel karakteristik individu yang memiliki hubungan nyata dengan tahap konfirmasi yaitu lama berusahatani, tingkat keberanian beresiko, dan tingkat kekosmopolitan. Tabel 41 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman variabel karakteristik petani, karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dan tingkat dukungan faktor eksternal dengan tahap konfirmasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi Tahun 2016 Variabel Independen Karakteristik petani Umur Tingkat pendidikan Tingkat pendapatan Lama berusahatani Luas lahan garapan Tingkat keberanian beresiko Tingkat kekosmopolitan Tingkat kepemimpinan pendapat Karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05 Tingkat keuntungan relatif Tingkat kesesuaian Tingkat kerumitan Tingkat kemungkinan dicoba Tingkat kemungkinan diamati Tingkat dukungan faktor eksternal Tingkat dukungan ekonomi Tingkat dukungan sosial
Tahap Konfirmasi Rs Sig -,146 ,147 ,209 -,294* ,219 ,351** ,356** ,189
,155 ,262 ,110 ,022 ,093 ,006 ,005 ,148
,174 ,113 ,065 ,214 ,355**
,183 ,391 ,623 ,100 ,005
,456** ,383**
,000 ,003
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Variabel lama berusahatani memiliki hubungan negatif nyata pada taraf signifikansi 0,05 dan memiliki nilai korelasi 0,209 atau termasuk kriteria tingkat korelasi rendah. Hal ini menunjukkan bahwa petani dengan tingkat lama berusatanai yang rendah akan lebih cenderung melakukan konfirmasi dibanding petani dengan tingkat lama usatani yang tinggi. Lama berusahatani identik dengan pengalaman yang dimiliki petani. Semakin lama petani menjalankan usahatani, diasumsikan semakin berpengalaman, sebaliknya petani dengan lama berusahatani
70 rendah diasumsikan masih kurang pengalaman dan membutuhkan pihak-pihak lain untuk meyakinkan keputusan yang dibuat sebelumnya. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan responden sebagai berikut. “... saya baru tani sekitar lima tahunan, awalnya kerja di pelayaran. Ada sawah tinggalan orangtua coba tak garap. Nah ini, saya baru pertama nanem hibrida. Masih harus lihat kanan kiri dulu sambil belajar mbak ...”. (TMF, 37 tahun, petani adopter).
Dua variabel lainnya yaitu tingkat keberanian beresiko dan tingkat kekosmopolitan memiliki hubungan nyata positif pada taraf nyata 0,01 dan memiliki tingkat korelasi rendah. Pada kasus ini dapat disimpulkan bahwa petani di Kecamatan Sragi selain memiliki tingkat keberanian beresiko tinggi tetapi juga diimbangi dengan sikap rasionalitas. Terbukti bahwa petani yang memiliki tingkat keberanian beresiko tinggi tetap melakukan konfirmasi atas keputusan yang diambil sebelumnya. Petani dengan tingkat kekosmopolitan tinggi memungkinkan mereka untuk bertukar informasi dengan jaringan yang dimiliki, sehingga kesempatan untuk mengkonfirmasi keputusan yang dibuat sebelumnya lebih terbuka dibanding petani dengan tingkat kekosmopolitan yang rendah. Hal tersebut sejalan dengan hasil temuan pada penelitian yang dilakukan oleh Bruce et al. (2014) dan Purnaningsih et al. (2006), serta diperkuat oleh pernyataan responden berikut ini. “... kemarin ketemu Pak Iksan, katanya di Purwodadi ada yang nanem benih turunan. Besok pas panen saya mau minta antar pak Iksan buat liat hasilnya. Sama ndhak ...”. (HDO, 50 tahun, petani adopter).
Tingkat kemungkinan diamati merupakan satu-satunya variabel karakteristik budidaya yang berhubungan nyata positif pada taraf nyata 0,01. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin mudah budidaya padi hibrida MAPAN P-05 diamati, maka petani akan cenderung melakukan konfirmasi. Hal ini dikarenakan selain tindakan mengkonfirmasi pada pihak tertentu, perilaku konfirmasi juga dapat dilakukan melalui observasi atau mengamati. Hal ini sejalan dengan pernyataan responden berikut, AWO (30 tahun, petani adopter) “... ndhak usah tanya-tanya lagi mbak, kan udah coba nanem sendiri. Udah tahu mana yang harus ditambahi mana, yang harus dikurangi ...”. Hal ini diperkuat oleh pendapat responden lainnya yaitu HMI (44 tahun, petani non adopter) sebagai berikut, “...tinggal liat aja lahan yang ditanemi MAPAN, ndhak usah sampe nanya-nanya aja sudah keliatan dari hasil tanemnya kok mbak ...”. Tingkat dukungan ekonomi dan tingkat dukungan sosial memiliki hubungan nyata positif dengan tahap konfirmasi pada taraf nyata 0,01. Artinya semakin tinggi dukungan sosial yang diperoleh petani, maka semakin banyak pihak yang mendukung dan dapat dijadikan sumber untuk melakukan konfirmasi. Hubungan Antar Tahapan dalam Proses Pengambilan Keputusan Inovasi Uji statistik korelasi Rank Spearman terhadap N total dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antar tahapan dalam proses pengambilan keputusan inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dengan hasil seperti pada Tabel 42. Hasil uji menunjukkan bahwa tahap pengenalan berhubungan positif nyata dengan tahap persuasi, tahap persuasi berhubungan positif nyata dengan tahap keputusan,
71 dan tahap keputusan berhubungan positif nyata denga tahap penerapan pada taraf nyata 0,01. Tabel 42 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman hasil pengujian hubungan antar tahapan dalam proses pengambilan keputusan inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Variabel Hubungan Pengenalan-Persuasi Hubungan Persuasi-Keputusan Hubungan Keputusan-Penerapan Hubungan Penerapan-Konfirmasi
Nilai korelasi Rs Sig ** ,533 ,000 ** ,692 ,000 ** ,943 ,000 ,113 ,105
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dapat disimpulkan bahwa dari tahap pengenalan hingga tahap penerapan merupakan proses yang berkesinambungan. Petani yang mengenal budidaya padi hibrida MAPAN P-05 dengan baik akan lebih mudah terbujuk atau membentuk sikap tertarik terhadap inovasi tersebut. Petani yang terbujuk, cenderung akan memutuskan untuk menerapkan budidaya padi hibirda MAPAN P-05 dan kemudian konsisten untuk mempraktikannya secara langsung. Akan tetapi tahap penenerapan tidak berhubungan nyata dengan tahap konfirmasi. Hal ini berarti bahwa petani yang sudah dan belum melakukan penerapan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 belum tentu melakukan konfirmasi untuk mengukuhkan keputusannya. Prediksi Keberlanjutan Adopsi Budidaya padi Hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi Setelah petani melalui proses pengambilan keputusan inovasi, petani akan menentukan keputusan akhir. Namun keputusan ini bersifat sementara. Artinya sikap petani yang diputuskan saat ini bisa berubah seiring waktu sesuai faktorfaktor yang mempengaruhinya. Akan tetapi keputusan akhir yang dibuat petani dapat dijadikan gambaran kelanjutan adopsi pada musim tanam berikutnya. Untuk lebih jelasnya, prediksi keberlanjutan adopsi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 dapat dilihat pada Tabel 43. Tabel 43 Sebaran petani berdasarkan keputusan adopsi budidaya hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 Keputusan Adopsi Penghentian adopsi Adopter Melanjutkan adopsi Total Melanjutkan menolak Non adopter Mengadopsi kemudian Total
N 7 22 29 20 11 31
% 24,1 75,9 100,0 64,5 35,5 100,0
72 Berdasarkan data pada Tabel 43, tercatat bahwa 75,9% petani adopter memutuskan untuk tetap melanjutkan adopsi dan 35,5% petani non adopter memutuskan untuk mengadopsi kemudian. Petani adopter yang memutuskan untuk melakukan penghentian adopsi disebabkan karena ketidaktersedian benih untuk MT 1 2016 (kasus di Desa Bulaksari) dan hasil yang kurang dari ekspektasi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari responden berikut ini. “... selesai musim tanam kemarin (MT 2 2015), saya ndhak nanem MAPAN lagi. Wong kata Pak Har, hasil panennya mau dibeli. Tak tunggu-tunggu ndhak ada kelanjutannya. Sampe mau masuk musim tanem yang sekarang (MT 1 2016), Pak Har ndhak muncul lagi. Ya udah, saya ndhak nanem, wong nggak ada benihnya ...”. (ADH, 43 tahun, petani adopter).
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan responden AWO (30 tahun, petani adopter) berikut ini, “... kemarin nanem kena keong semua, jadi nombok benih. Sepertinya memang agak ndhak cocok di sawah saya ...”. Berbeda halnya dengan petani non adopter yang memutuskan melanjutkan menolak, mereka beralasan karena masih belum sepenuhnya yakin untuk memulai melakukan budidaya padi hibrida seperti dinyatakan oleh salah satu responden sebagai berikut. “... wah, belum berani lagi mbak buat nanem hibrida. Lumayan kapok juga nanem hibrida. Ongkosnya lebih banyak, tapi ndhak ada hasilnya. Saya lihat dulu saja gimana hasil temen-temen yang nanem. Ya paling ndhak sampe dua kali musim tanam dulu ...”. (RDN, 49 tahun, petani non adopter).
Sebanyak 75,9% petani yang memutuskan untuk melanjutkan adopsi, mengaku karena puas dengan hasil panennya, seperti dinyatakan oleh responden IWN (41 tahun, petani adopter) sebagai berikut, “...selama benihnya masih ada, saya mau nanem lagi. Wong hasilnya bagus ...”. Petani yang memutuskan untuk menanam kemudian, beralasan karena sudah yakin dengan melihat hasil dari rekan tani lain yang sudah menanam. Hal tersebut sejalan dengan pendapat MYO (54 tahun, petani non adopter) responden berikut ini, “... liat hasil panen di Pak KSI kemarin saya jadi minat nanem mbak. Udah gitu berasnya pulen, irit urea lagi ...”.
73
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani adopter dan petani non adopter memiliki sebaran yang sama pada karakteristik umur, tingkat pendidikan, dan lama berusahatani. Sebaran umur petani berada di tingkat madya (47-56 tahun), tingkat pendidikan rata-rata yaitu tidak tamat SD/SD/sederajat, dan sudah berusahatani selama lebih dari 21 tahun. Petani adopter mempunyai rata-rata penghasilan lebih dari Rp9.400.000/MT, sedangkan penghasilan petani non adopter kurang dari Rp3.000.000/MT. Rata-rata petani adopter memiliki luas garapan seluas lebih dari 0,5 ha, sedangkan luas lahan garapan petani non adopter kurang dari 0,125 ha. Ratarata petani adopter tersebar di tingkat sedang pada karakteristik tingkat keberanian beresiko, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat kepemimpinan pendapat. Sebaliknya, rata-rata petani non adopter, mengelompok di tingkat rendah pada ketiga karakteristik tersebut. Tingkat keuntungan relatif, tingkat kesesuaian, dan tingkat kerumitan budidaya padi hibrida MAPAN P-05, oleh petani adopter maupun petani non adopter dipersepsikan sama dengan budidaya padi inbrida. Berbeda halnya dengan tingkat kemampuan dicoba dan tingkat kemampuan diamati, petani non adopter mempersepsikan budidaya padi hibrida tidak dapat dicoba dan kurang teramati keunggulannya. Berbeda dengan petani adopter yang mempersepsikan budidaya padi hibrida kurang dapat dicoba, tetapi sangat teramati hasilnya. Rata-rata petani adopter dan petani non adopter kurang memiliki tingkat dukungan ekonomi. Akan tetapi pada tingkat dukungan sosial, petani adopter sangat didukung oleh lingkungan sosialnya, sedangkan petani non adopter kurang didukung oleh lingkungan sosialnya. Faktor-faktor yang memiliki hubungan nyata positif dengan tahapan proses pengambilan keputusan inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 yaitu tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, luas lahan garapan, tingkat keberanian beresiko, tingkat kekosmopolitan, tingkat kepemimpinan berpendapat, tingkat keuntungan relatif, tingkat kemungkinan dicoba, tingkat dukungan ekonomi, dan tingkat dukungan sosial memiliki. Berbeda halnya dengan variabel umur, lama berusahatani, dan tingkat kerumitan inovasi memiliki hubungan nyata negatif. Setiap tahapan pada proses pengambilan keputusan saling berhubungan kecuali tahap konfirmasi. Hasil prediksi keberlanjutan adopsi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 pada musim tanam berikutnya menunjukkan hasil yang cukup baik pada kelompok petani adopter. Sebagian besar petani adopter menyatakan bersedia melanjutkan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 pada MT 2 2016. Namun prediksi kelanjutan adopsi pada kelompok petani non adopter menunjukkan hasil yang masih cukup rendah.
74 Saran Berdasarkan hasil analisis data primer dan data lapang tingkat adopsi budidaya padi hibrida khususnya varietas MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi masih sangat rendah. Jika dilihat dari karakteristik budidaya padi hibrida khususnya varietas MAPAN P-05, sebagian besar petani cenderung memberikan penilaian positif pada inovasi tersebut, meskipun pada beberapa atribut budidaya seperti harga benih, ketersedian benih di pasaran, dan ketahanan terhadap HPT masih dinilai cenderung negatif. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa permasalahan yang melatar belakangi rendahnya adopsi yaitu pengalaman terdahulu, karakteristik petani, dan faktor dukungan eksternal. Petani di Kecamatan Sragi rata-rata memiliki kualitas SDM petani yang sedang cenderung rendah terutama pada karakteristik tingkat keberanian beresiko dan perilaku komunikasi, serta memiliki pengalaman budidaya padi hibrida sebelumnya yang cukup buruk sehingga membuat petani tidak mudah terbujuk untuk membudidayakan padi hibrida. Selain itu kurangnya pendampingan dari petugas pertanian setempat menguatkan persepsi negatif di kalangan petani. Oleh karena itu saran yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian skripsi ini yaitu: 1. Perlu upaya peningkatan kualitas SDM petani melalui penyuluhan dan pendampingan yang lebih intensif, khususnya mengenai budidaya padi hibrida yang dapat dilakukan dengan kerjasama antar dinas terkait, perusahaan swasta dan kontak tani yang ada. 2. Perlu dirumuskan kebijakan yang mengatur penjaminan harga benih dan pengaturan rantai pemasaran benih yang baik untuk menjamin ketersedian benih di pasaran dengan harga yang terjangkau sebagai salah satu wujud dukungan dari pemerintah dalam upaya percepatan adopsi benih hibrida.
75
DAFTAR PUSTAKA Amala TA, Chalil D, Sihombing L. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat adopsi petani terhadap sistem pertanian organik studi kasus Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. [Internet]. [diunduh 25 Okt 2015]. Medan (ID): Fakultas Pertanian USU. Dapat diunduh di http://jurnal.usu.ac.id/index.php/ceress/article/viewFile/8050/3446 Awotide DO. 2015. Farmers’ evaluation of nerica rice varieties and adoption determinant in Nigeria. JAST [Internet]. [diunduh 30 Okt 2015]. 5(-): 24-33. Ogun State (NG): Olabisis Onabanjo University. doi: 10.17265/2161-6264/ 2015.01.003 [Balitbang] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2004. Rancangan Dasar Primatani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian). Jakarta (ID): Balitbang Pertanian [BKPD] Badan Ketahanan Pangan Daerah Jawa Barat. 2015. Indonesia surplus beras. [Internet]. [diunduh 10 Des 2015]. Bandung (ID): BKPD Jawa Barat. Dapat diunduh di http://bkpd.jabarprov.go.id/2015-indonesia-surplus-berasterjadi-surplus-produksi-beras-di-2015-sebesar-10572-juta-ton/ Bruce AKK, Donkoh SA, Ayamga M. 2014. Improved rice variety adoption and its effect on farmers’ output in ghana. JDAE [Internet]. [diunduh 30 Okt 2015]. 6(6): 242-248. Tamale (GH): University for Development Studies. doi: 10.5897/ JDAE2013.05444 [Deptan] Departemen Pertanian. 1983. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija, dan Sayuran. Satuan Pengendali BIMAS. Jakarta: Departemen Pertanian Effendi S, Tukiran. 2012. Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID): LP3ES Indraningsih KS. 2011. Pengaruh penyuluhan terhadap keputusan petani dalam adopsi inovasi teknologi usahatani.JAE [Internet]. [diunduh 15 Sep 2015]. 29 (1): 1-24. Bogor (ID): Pusat Sosisal Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Dapat diunduh di: http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/JAE%2029-1a.pdf Ishak A, Sugandi D, Miswarti. 2015. Adopsi petani padi sawah terhadap varietas unggul padi di Kecamatan Argamakmur, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Publikasi [Internet]. [diunduh 30 Okt 2010]. Bengkulu (ID): BPTP Bengkulu. Dapat diunduh di: http://bengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/ images/dokumen/publikasi/Adopsi%20petani%20padi%20BU.pdf Ismilaili. 2015. Tingkat adopsi inovasi pengelolaan tanaman terpadu padi sawah di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor[tesis]. Bogor (ID): IPB Jailanis A, Kusrini N, Sudrajat J. 2014. Tingkat adopsi teknologi pengendalian hama terpadu petani padi studi kasus di Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya. JSEA [Internet]. [diunduh 11 Sep 2015].3(1): 65-78. Pontianak (ID): Universitas Tanjungpura. Dapat diunduh di: http://jurnal.untan.ac.id/index.php/ jsea/article/view/7709/7818 [Kementan] Kementerian Pertanian RI. 2015. Rencana strategis kementerian pertanian 2015-2019. [Internet]. [diunduh 1 Okt 2015]. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian RI. Dapat diunduh di: http://www.pertanian.go.id/file/ RENSTRA_2015-2019.pdf Leeuwis C. 2004. Communication for Rural Innovation Rethinking Agricultural Extension, Third Edition [internet]. [diunduh 10 Maret 2016]. Oxford (UK): Blackwell Sciences Ltd. Dapat diunduh di http://www.modares.ac.ir/file/
76 Communication_for_Rural_Innovation_Rethinking_Agricultural_Extension_ Third_Edition.pdf? Mardikanto T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta (ID): Sebelas Maret university Press Marwandana Z. 2014. Studi keputusan inovasi budidaya jambu kristal (Psidium guajava L.) pada rumahtangga petani di Desa Bantarsari [skripsi]. Bogor (ID): IPB Mugniesyah SS. 2006. Materi Bahan Ajar Ilmu Penyuluhan. Bogor (ID): Departemen SKPM, FEMA, IPB Mugniesyah SS, Lubis DP. 1990. Studi hubungan tipe pengambilan keputusan inovasi supra insus dengan adopsi supra insus di tingkat petani kelompok tani (studi kasus di WKPP Tambakdahan dan WKPP Mariuk, KPP Binong, Subang, Jawa Barat). Bogor (ID): Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian IPB Muhtarudin D. 2015 Maret 11. Tingkatkan Penggunaan Benih Hibrida. Sinar Tani. [Internet]. Editorial, Mentan Menyapa. [diunduh 2 Februari 2016]. Diunduh di tabloidsinartani.com/content/read/tingkatkan_penggunaan_benih_hibrida/ Mulyadi, Sugihen BG, Asngari PS, Susanto D. 2007. Proses adopsi inovasi pertanian Suku Pedalaman Arfak di Kabupaten Manokwari-Papua Barat. Jur. Penyul. 3(2): 110-118. Bogor (ID): Departemen SKPM, FEMA, IPB Onumadu FN, Osahon EE. 2014. Socio-economic determinats of adoption of improved rice technology by farmers in Ayamelum local geverment area of Anambra State, Nigeria. IJSTR [Internet]. [diunduh 30 Okt 2015]. 3(1): 308-314. Abia State (NG): Michael Okpara University of Agriculture. Dapat diunduh di: http://www.ijstr.org/final-print/jan2014/Socio-economic-Determinants-OfAdoption-Of-Improved-Rice-Technology-By-Farmers-In-Ayamelum-LocalGovernment-Area-Of-Anambra-State-Nigeria.pdf Oladele IO, Wakatsuki T. 2011. Replacement adoption: a case of varietal subtitution among farmers adopting sawah rice production technology in Nigeria and Ghana. S. Afr. J. Agric. Ext. [Internet]. [diunduh pada 2 Februari 2016]. 39 (2): 79-90. Mafikeng (ZA): Nort-West University. Diunduh di http://www. scielo.org.za/pdf/sajae/v39n2/07.pdf Pemerintah Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 45 Tahun 2011 tentang Tata Hubungan Kerja Antar Kelembagaan Teknis, Penelitian dan Pengembangan, dan Penyuluh Pertanian dalammendukung Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). [Internet]. [diunduh 10 Des 2015]. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian RI. Dapat diunduh di http:// pertanian.jombangkab.go.id/unduhan/permen?download=49%3Apermentan45-thn-2011 Pemerintah Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pedoman Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai melalui Program Perbaikan Irigasi dan Sarana Pendukungnya. [Internet]. [diunduh 10 Des 2015]. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian RI. Dapat diunduh di http://bkppp.bantulkab.go.id/ filestorage/ dokumen/2015/03/Permentan%20Nomor%20032015%20Pedoman%20Upsus %20pajale.pdf Prabayanti H. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi biopestisida oleh petani di Kecamatan Mojogedang Kabupaten Karanganyar. Skripsi [internet]. [diunduh 29 September 2015]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Dapat diunduh di http://eprints.uns.ac.id/4064/1/169933001201211261.pdf
77 Purnaningsih N, Ginting B, Slamet M, Saefuddin A, Padmowihardjo S. 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi Inovasi pola kemitraan agribisnis sayuran di Jawa Barat. Jur. Penyul. 2(2): 33-43. Bogor (ID): Departemen SKPM, FEMA, IPB [Pusdatin] Pusat Data dan Inofrmasi Pertanian.2014. Konsumsi Beras tahun 2014.Buletin Konsumsi Pangan [Internet]. [diunduh 10 Des 2015]. 5(1): 9-20. Jakarta (ID): Pusdatin Pertanian. Dapat diunduh di http://pusdatin.setjen. pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/Buletin_Konsumsi_Pangan_TWI_2014. pdf Rizka FF. 2015. Hubungan karakteristik inovasi budidaya padi metode SRI (system rice intensification) dengan pengambilan keputusan adopsi oleh petani [skripsi]. Bogor (ID): IPB Rogers EM, Shoemaker FF. 1971. Communication of Innovation. London (UK) : The Free Press, New York Collier Macmillan Ltd. Rogers EM. 2003. Diffusion of Innovations, Fifth edition. New York (US): Free Press Ruskandar A. 2010. Persepsi petani dan identifikasi faktor penentu pengembangan dan adopsi varietas padi hibrida. Iptek Tanaman Padi.[internet]. [diunduh pada 25 Februari 2016]. 5(2): 113-125. Sukamandi (ID): Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. dapat diunduh di http://www.ejurnal.litbang.pertanian.go.id/ index.php/ippan/article/viewFile/2602/2241 Satoto, Suprihatno B. 2008. Pengembangan padi hibrida di Indonesia. Iptek Tanaman Padi.[internet]. [diunduh pada 25 Februari 2016]. 3(1): 27-40. Sukamandi (ID): Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. dapat diunduh di http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/ippan/article/download/2648/22 87 Satoto, Sutaryo B, Suprihatno B. 2009. Prospek pengembangan varietas padi hibrida. Iptek Tanaman Padi. [internet]. [diunduh 25 Februari 2016]. 4(1):2965. Sukamandi (ID): Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. dapat diunduh di http://www.litbang.pertanian.go.id/special/padi/bbpadi_2009_itp_02.pdf Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta (ID): UI Press Sumarno M, 2010. Tingkat adopsi inovasi teknologi pengusaha sentra industri kecil kerajinan gerabah Kasongan Kabupaten Bantul. Jur. Man.[Internet]. [diunduh 29 Sep 2015]. 12(1): 1-10. Medan (ID): Universitas Negeri Medan. Dapat diunduh di: http://jurnalmanajemen.petra.ac.id/index.php/man/article/download /17984/17895 Susanti LW. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam penerapan pertanian padi organik di Desa Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. skripsi [internet]. [diunduh pada 25 Oktober 2015].Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Dapat diunduh di http://eprints.uns.ac.id/7110/1/77731607200903361.pdf
78
79
LAMPIRAN Lampiran 1 Sketsa lokasi penelitian
Keterangan: Batas Utara Batas Selatan Batas Timur Batas Barat
: Kecamatan Siwalan dan Kecamatan Comal (Kabupaten Pemalang) : Kecamatan Kesesi dan Kecamatan Bojong : Kecamatan Bojong : Kabupaten Pemalang : Desa tempat penelitian dilakukan
80 Lampiran 2 Daftar responden petani penerap dan petani non penerap No Nama 1. CYO 2. HDO 3. TBI 4. KSN 5. MJL 6. SMO 7. SJN 8. NHI 9. ASN 10. AMM 11. SRO 12. IKN 13. KSI 14. MSN 15. SBI 16. JLI 17. SLN
Alamat Mekar Tani/Sragi Mekar Tani/Sragi Mekar Tani/Sragi Mekar Tani/Sragi Mekar Tani/Sragi Mekar Tani/Sragi Mekar Tani/Sragi Lancar Tani/Purwodadi Lancar Tani/Purwodadi Lancar Tani/Purwodadi Lancar Tani/Purwodadi Lancar Tani/Purwodadi Lancar Tani/Purwodadi Tukulsari/Bulaksari Tukulsari/Bulaksari Tukulsari/Bulaksari Tukulsari/Bulaksari
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Nama RDN WCD SWI SYO HMI SRS BSI MKI CKP AGA WWN ARM DSO KTO SYO HMN ADR
18.
ADH
Tukulsari/Bulaksari
18.
NWN
19.
KDN
19.
MYO
20.
TMN
20.
MAR
21.
GNO
21.
AND
22.
SLH
22.
AAI
23.
NSN
23.
AGR
24.
TMF
24.
MTO
Sri Rejeki/Tegalontar
25.
KNI
25.
MTA
Sri Rejeki/Tegalontar
26. 27. 28.
USI SUO IWN
Tani Mukti/ Gebangkerep Tani Mukti/ Gebangkerep Tani Mukti/ Gebangkerep Tani Mukti/ Gebangkerep Tani Mukti/ Gebangkerep Tani Mukti/ Gebangkerep Tani Mukti/ Gebangkerep Sri Rejeki/Tegalontar Sri Rejeki/Tegalontar Sri Rejeki/Tegalontar
Alamat Mekar Tani/Sragi Mekar Tani/Sragi Lancar Tani/Purwodadi Lancar Tani/Purwodadi Lancar Tani/Purwodadi Lancar Tani/Purwodadi Lancar Tani/Purwodadi Tukulsari/Bulaksari Tukulsari/Bulaksari Tukulsari/Bulaksari Tukulsari/Bulaksari Tukulsari/Bulaksari Tukulsari/Bulaksari Tukulsari/Bulaksari Tukulsari/Bulaksari Tukulsari/Bulaksari Tani Mukti/ Gebangkerep Tani Mukti/ Gebangkerep Tani Mukti/ Gebangkerep Tani Mukti/ Gebangkerep Tani Mukti/ Gebangkerep Tani Mukti/ Gebangkerep Sri Rejeki/Tegalontar
26. 27. 29
SWO SKO API
29.
AWO
Kedungrejo/ Kedungjaran
29
ASO
30
MZA
31.
MTA
Sri Rejeki/Tegalontar Sri Rejeki/Tegalontar Kedungrejo/ Kedungjaran Kedungrejo/ Kedungjaran Kedungrejo/ Kedungjaran Kedungrejo/ Kedungjaran
81 Lampiran 3 Kerangka sampling petani non adopter No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Nama MDR FAM RDN ADM LKO HRM HRU AIZ HMM BGS FFA AHD WBO MIA AHD MAH ARK HRN MAK ALF CHR UMM WCD MSN SAP
Desa Sragi Poktan Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani Mekar Tani
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43.
Desa Purwodadi Nama Poktan MMN Tani Mukti AGS Tani Mukti ADR Tani Mukti GWR Tani Mukti MNW Tani Mukti HLM Tani Mukti DRN Tani Mukti TRO Tani Mukti HYM Tani Mukti ATS Tani Mukti ZKA Tani Mukti SNO Tani Mukti KRM Tani Mukti MKM Tani Mukti TMO Tani Mukti DSI Tani Mukti CLD Tani Mukti RSD Tani Mukti NZM Tani Mukti DMA Tani Mukti AIL Tani Mukti KLM Tani Mukti HRN Tani Mukti NWN Tani Mukti HSN Tani Mukti YNO Tani Mukti MUL Tani Mukti MJI Tani Mukti MMN Tani Mukti LHN Tani Mukti ARM Tani Mukti THA Tani Mukti RDI Tani Mukti MAN Tani Mukti RSM Tani Mukti SHH Tani Mukti MKL Tani Mukti JKO Tani Mukti MJL Tani Mukti AWL Tani Mukti AHR Tani Mukti CRM Tani Mukti IWN Tani Mukti
82 No 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87.
Desa Purwodadi Nama Poktan KRD Tani Mukti MYO Tani Mukti SGT Tani Mukti BUT Tani Mukti ADI Tani Mukti EKO Tani Mukti UTO Tani Mukti SRN Tani Mukti RHD Tani Mukti AGM Tani Mukti ABD Tani Mukti MRN Tani Mukti RYN Tani Mukti MAR Tani Mukti TGH Tani Mukti RFQ Tani Mukti RMD Tani Mukti DHN Tani Mukti MTL Tani Mukti MAN Tani Mukti RHO Tani Mukti ARY Tani Mukti FJR Tani Mukti MJR Tani Mukti NUG Tani Mukti TTK Tani Mukti IMM Tani Mukti ARI Tani Mukti SLM Tani Mukti SMT Tani Mukti AMD Tani Mukti SFN Tani Mukti YYK Tani Mukti AND Tani Mukti MYN Tani Mukti MAF Tani Mukti AAI Tani Mukti MAG Tani Mukti FRI Tani Mukti RMT Tani Mukti HDY Tani Mukti TFK Tani Mukti MLN Tani Mukti ABR Tani Mukti
Desa Purwodadi No Nama Poktan 88. MRP Tani Mukti 89. SLH Tani Mukti 90. KNW Tani Mukti Desa Bulaksari No Nama Poktan 1. ATO Tukulsari 2. SWI Tukulsari 3. DRO Tukulsari 4. SKM Tukulsari 5. PMK Tukulsari 6. ASI Tukulsari 7. TYO Tukulsari 8. ARN Tukulsari 9. SHO Tukulsari 10. ADI Tukulsari 11. SPY Tukulsari 12. ASN Tukulsari 13. AGG Tukulsari 14. NSR Tukulsari 15. KSO Tukulsari 16. RHI Tukulsari 17. CSM Tukulsari 18. DRT Tukulsari 19. MMA Tukulsari 20. SMA Tukulsari 21. EDB Tukulsari 22. RDO Tukulsari 23. MGF Tukulsari 24. ANS Tukulsari 25. MKI Tukulsari 26. RSA Tukulsari 27. ABK Tukulsari 28. MAG Tukulsari 29. ASW Tukulsari 30. MAH Tukulsari 31. CMM Tukulsari 32. HYO Tukulsari 33. MSL Tukulsari 34. DRW Tukulsari 35. WWN Tukulsari 36. ASM Tukulsari 37. CSN Tukulsari 38. MDY Tukulsari 39. LKM Tukulsari
83 No 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81.
Desa Bulaksari Nama Poktan LKM Tukulsari CKM Tukulsari CKP Tukulsari MST Tukulsari NRA Tukulsari KLM Tukulsari KSM Tukulsari PDY Tukulsari KRN Tukulsari CLM Tukulsari MAH Tukulsari MHI Tukulsari ANI Tukulsari ASW Tukulsari WGY Tukulsari RHD Tukulsari SRT Tukulsari HRO Tukulsari RGL Tukulsari RDS Tukulsari AMM Tukulsari AGA Tukulsari AJL Tukulsari KNI Tukulsari ADW Tukulsari ASN Tukulsari SMO Tukulsari ADL Tukulsari SJO Tukulsari MKO Tukulsari EDI Tukulsari CMR Tukulsari YTO Tukulsari PRY Tukulsari SHY Tukulsari WWN Tukulsari PRO Tukulsari ARM Tukulsari EKO Tukulsari AKI Tukulsari BRL Tukulsari DDG Tukulsari BRN Tukulsari
No 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 111. 112. 113. 114. 115. 116. 117. 118. 119. 120. 121. 122. 123. 124.
Desa Bulaksari Nama Poktan GNO Tukulsari JLN Tukulsari RKM Tukulsari SGT Tukulsari SKD Tukulsari HBB Tukulsari TFK Tukulsari RMH Tukulsari MLN Tukulsari DSO Tukulsari EKA Tukulsari CHY Tukulsari BYE Tukulsari STS Tukulsari KTO Tukulsari BDI Tukulsari IBM Tukulsari BKR Tukulsari ABR Tukulsari SYO Tukulsari RBI Tukulsari SRO Tukulsari WGO Tukulsari ANR Tukulsari MMN Tukulsari AGS Tukulsari ANG Tukulsari MNR Tukulsari DRS Tukulsari TSM Tukulsari HRN Tukulsari ATO Tukulsari ZKR Tukulsari NNG Tukulsari SRA Tukulsari KRM Tukulsari TRO Tukulsari UDN Tukulsari DSN Tukulsari AAK Tukulsari ASD Tukulsari SRD Tukulsari TYB Tukulsari
84 No 125. 126. 127. 128. 129. 130. 131. 132. 133. 134. 135. 136. 137. 138. 139. 140. 141. 142. 143. 144. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Desa Bulaksari Nama Poktan RYI Tukulsari IZM Tukulsari DRN Tukulsari SYF Tukulsari KLM Tukulsari TMR Tukulsari AML Tukulsari MLO Tukulsari HMN Tukulsari AGW Tukulsari ZAI Tukulsari ADN Tukulsari SRS Tukulsari HBI Tukulsari TNH Tukulsari IMR Tukulsari AMJ Tukulsari RSM Tukulsari ANE Tukulsari TMO Tukulsari Desa Gebangkerep Nama Poktan IBD Lancar Tani RMN Lancar Tani ARD Lancar Tani FRM Lancar Tani AFH Lancar Tani DJI Lancar Tani MSI Lancar Tani SWI Lancar Tani SDQ Lancar Tani AFL Lancar Tani FDR Lancar Tani TBI Lancar Tani BRO Lancar Tani MZN Lancar Tani FDS Lancar Tani HRI Lancar Tani NGH Lancar Tani SYO Lancar Tani LFR Lancar Tani MNM Lancar Tani EDI Lancar Tani ARF Lancar Tani
No 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66.
Desa Gebangkerep Nama Poktan FKR Lancar Tani AZR Lancar Tani HTO Lancar Tani AAP Lancar Tani ARN Lancar Tani APR Lancar Tani MLL Lancar Tani AIH Lancar Tani HDK Lancar Tani ADY Lancar Tani BRK Lancar Tani HMI Lancar Tani MBK Lancar Tani MFR Lancar Tani AMB Lancar Tani RSD Lancar Tani SLM Lancar Tani ASM Lancar Tani SLS Lancar Tani FRQ Lancar Tani MFQ Lancar Tani AAB Lancar Tani AJI Lancar Tani WBO Lancar Tani SRS Lancar Tani AGB Lancar Tani BDN Lancar Tani ABR Lancar Tani RHN Lancar Tani MLK Lancar Tani WCK Lancar Tani FZN Lancar Tani HKM Lancar Tani MFH Lancar Tani ARS Lancar Tani WDO Lancar Tani ANT Lancar Tani AAK Lancar Tani DHN Lancar Tani SMJ Lancar Tani HSO Lancar Tani SBO Lancar Tani BBG Lancar Tani HBG Lancar Tani
85 No 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Desa Gebangkerep Nama Poktan HMA Lancar Tani WNU Lancar Tani ASK Lancar Tani FIS Lancar Tani FRM Lancar Tani SSK Lancar Tani RMA Lancar Tani WNU Lancar Tani ATM Lancar Tani RWA Lancar Tani WAP Lancar Tani APM Lancar Tani WHY Lancar Tani WHJ Lancar Tani MMA Lancar Tani PRM Lancar Tani MRZ Lancar Tani BSS Lancar Tani BGS Lancar Tani SSO Lancar Tani DRM Lancar Tani PMK Lancar Tani BSI Lancar Tani Desa Tegalontar Nama Poktan NCK Sri Rejeki MAW Sri Rejeki SHO Sri Rejeki MFL Sri Rejeki MRW Sri Rejeki SMO Sri Rejeki HMN Sri Rejeki HBB Sri Rejeki ADA Sri Rejeki MCA Sri Rejeki SPO Sri Rejeki MLF Sri Rejeki AGR Sri Rejeki IMA Sri Rejeki RZK Sri Rejeki RAN Sri Rejeki ASH Sri Rejeki HDH Sri Rejeki BGS Sri Rejeki MBH Sri Rejeki
No 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65.
Desa Tegalontar Nama Poktan BHD Sri Rejeki RSL Sri Rejeki RIE Sri Rejeki HDP Sri Rejeki MDI Sri Rejeki PRS Sri Rejeki STO Sri Rejeki NFL Sri Rejeki MTO Sri Rejeki ARI Sri Rejeki AMN Sri Rejeki MFI Sri Rejeki FDH Sri Rejeki MRO Sri Rejeki BGE Sri Rejeki ESO Sri Rejeki PRS Sri Rejeki PYO Sri Rejeki AMP Sri Rejeki AQL Sri Rejeki AAG Sri Rejeki AZS Sri Rejeki GFR Sri Rejeki RYI Sri Rejeki SWO Sri Rejeki ARN Sri Rejeki APO Sri Rejeki ANI Sri Rejeki MTR Sri Rejeki AMN Sri Rejeki AGG Sri Rejeki SGO Sri Rejeki GMR Sri Rejeki ARG Sri Rejeki CMM Sri Rejeki FZN Sri Rejeki AZM Sri Rejeki AST Sri Rejeki HIR Sri Rejeki SKO Sri Rejeki KRD Sri Rejeki HSB Sri Rejeki UTO Sri Rejeki BDU Sri Rejeki IBL Sri Rejeki
86 No 66 67 68 69 70 71 72 66 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
Desa Tegalontar Nama Poktan IFS Sri Rejeki JKO Sri Rejeki MQF Sri Rejeki WCK Sri Rejeki TWH Sri Rejeki SBN Sri Rejeki AKK Sri Rejeki IFS Sri Rejeki Desa Kedungjaran Nama Poktan TJO Kedungrejo HNO Kedungrejo HRN Kedungrejo HSN Kedungrejo RSI Kedungrejo HKM Kedungrejo RHM Kedungrejo TRM Kedungrejo MSA Kedungrejo CSM Kedungrejo ABR Kedungrejo CKM Kedungrejo ALI Kedungrejo AGR Kedungrejo AMN Kedungrejo SKR Kedungrejo TTO Kedungrejo RWN Kedungrejo TRN Kedungrejo MHD Kedungrejo SLN Kedungrejo SRT Kedungrejo DKM Kedungrejo NDN Kedungrejo DTO Kedungrejo ASR Kedungrejo SWI Kedungrejo TMN Kedungrejo DYT Kedungrejo SBN Kedungrejo AMN Kedungrejo
No 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66.
Nama KWI ADL TSM API TIN DAN SJO MTA AWN MSR RMN ASO MTN SSO TKM TKL PRJ DDT MMN ARS MHS JNN MZA MTA AHM BBG RHI MDK DRN HRN SNO DIN ABH SHI GWR
Alamat Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo Kedungrejo
87 Lampiran 4 Kuesioner penelitian Nomor Kuesioner Tanggal Wawancara Tempat Wawancara Tanggal Entri Data KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PADI HIBRIDA MAPAN P-05 (Kasus di Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan) A. Identitas Responden Petunjuk pengisian: Isilah dengan jawaban yang Anda anggap paling sesuai dengan kondisi Anda saat ini. 1. Nama : 2. No.HP : 3. Alamat : ...RT…RW….Dusun.... Desa 4. Pekerjaan : 1. Petani 2. Bukan Petani, sebutkan … 5. Luas lahan yang : .....m2/.....iring(1/6 ha) diusahakan 6. Status lahan yang : ( ) hak milik ( ) sewa diusahakan ( ) maro ( ) bengkok ( ) lainnya, sebutkan...... B. Karakteristik Individu No Pertanyaan / Pilihan jawaban 6. Umur : ….….. tahun 7. Tingkat pendidikan : 1. Tidak tamat atau tamat SD/sederajat 2. Tamat SMP/sederajat 3. Tamat SMA/sederajat 8. Rata-rata : MT kemarau .....Rupiah penghasilan bertani MT penghujan .....Rupiah padi(satu tahun terakhir) Rata-rata = .....Rupiah 9. Jumlah tanggungan : ...... orang keluarga 10. Lama berusahatani …… bulan ….. tahun 11. Mulai mengenal : MT...., tahun.... padi hibrida 12. Banyaknya : .... kali MT...., tahun.... menanam padi Varietas...... hibrida
Kode
88
Tingkat Keberanian Beresiko No. Pertanyaan Jawaban 13. lama waktu mengadopsi Dihitung a. 1 musim tanam sejak mengenal hingga b. 2 musim tanam memutuskan adopsi berdasarkan c. > 2 musim tanam jawaban soal nomor 12 dan 13. 15. Bagaimana sikap anda ketika a. Menolak dikenalkan inovasi baru? b. mempertimbangkan dan mencari informasi lebih lanjut c. langsung menerapkan 16. Apa pertimbangan ada ketika akan a. mengikuti trend mencoba inovasi baru? b. keuntungan yang ditawarkan c. keberlanjutan inovasi 17. Seberapa sering anda mencoba a. tidak pernah inovasi baru yang dikenalkan b. jarang dalam kurun waktu sepuluh tahun? c. sering Sebutkan inovasi yang dicoba! ........................................................ 18. Ketika akan menerapkan inovasi a. menunggu sampai ada baru, apa yang anda lakukan? yang mencoba terlebih dahulu b. mencoba dalam skala kecil terlebih dahulu c. menjadi pertama yang mencoba inovasi dalam skala besar 19. Jika ada kelebihan pendapatan saat a. membelanjakannya panen, apa yang anda lakukan? untuk barang konsumsi b. menabung kelebihan tersebut c. menginvestasikan untuk mengembangkan usahatani anda C. Perilaku Komunikasi
Kode
Tingkat Kekosmopolitan 20. Jejaring yang Anda miliki untuk mencari informasi padi hibrida MAPAN P-05 menurut cakupan wilayah(boleh memilih lebih dari satu) □ Petani lain/petani anggota poktan □ Ketua Poktan di lain desa □ Ketua Poktan □ Petani lain desa □ Petani lain/anggota poktan lain □ Ketua Gapoktan di lain desa □ Ketua Gapoktan □ PPL pendamping □ PPL pendamping di lain desa □ Petugas dinas pertanian □ Lembaga/Institusi/Korporasi bidang pertanian/ Lainnya, sebutkan.....
89 Berdasarkan pernyataan di bawah ini, nyatakan jawaban dari tidak pernah hingga sering! No Pernyataaan Jawaban 21. Berapa kali anda mengikuti kegiatan ...kali/musim musyawarah kelompok tani dalam satu musim? 22. Berapa kali anda mengunjungi petani kelompok ...kali/musim lain untuk berdiskusi? 23. Berapa kali anda mengunjungi penyuluh untuk ...kali/musim berdiskusi? 24. Berapa kali anda mengikuti kegiatan penyuluhan ...kali/musim yang dilakukan oleh lembaga penyuluhan (BPK/Institusi Pendidikan/Swasta)? Sebutkan kegiatan penyuluhan yang diikuti dalam satu musim tanam sebelumnya! ............................................................................... ............................................................................... ............................................................................... 25. Berapa kali anda mendengarkan siaran radio ...kali/minggu pertanian? 26. Berapa kali anda membaca koran/tabloid/media ...kali/minggu cetak berita pertanian? 27. Berapa kali menonton siaran televisi tentang ...kali/minggu pertanian ? Tingkat Kepemimpinan Berpendapat No Pertanyaan Jawaban 28. Apa posisi anda dalam Kelompok Tani? □ anggota □ pengurus □ ketua □ penyuluh 29. Apa posisi anda dalam Gabungan □ anggota Kelompok Tani? □ pengurus □ ketua □ penyuluh 30. Apa yang anda lakukan ketika a. sekedar hadir musyawarah poktan/gapoktan? b. memberikan pendapat No Pertanyaan TP K S 31. Seberapa sering anda mengungkapkan pendapat saat musyawarah? 32. Seberapa sering pendapat anda dipertimbangkan saat musyawarah? 33. Seberapa sering anda dimintai saran oleh petani lain?
Kode
Kode
Kode
90 D. Karakteristik Inovasi Pilih jawaban sesuai pilihan responden Tingkat Keuntungan Relatif No Pernyataan Jawaban 34. Bagaimana perbandingan a. Tidak terjangkau antara harga benih padi b. Terjangkau hibrida MAPAN P-05 dengan d. Sangat terjangkau benih padi inbrida? 35. Bagaimana perbandingan a. Lebih banyak antara kebutuhan benih padi b. Sama saja hibrida MAPAN P-05 dengan c. Lebih sedikit benih padi inbrida? 36. Bagaimana perbandingan a. Lebih banyak kebutuhan tenaga kerja antara b. Sama saja budidaya padi hibrida c. Lebih sedikit MAPAN P-05 dengan padi inbrida? 37. Bagaimana perbandingan a. Lebih banyak kebutuhan pupuk antara padi b. Sama saja hibrida MAPAN P-05 dengan c. Lebih sedikit padi inbrida? 38. Bagaimana perbandingan a. Lebih banyak kebutuhan pestisida antara b. Sama saja padi hibrida MAPAN P-05 c. Lebih sedikit dengan padi inbrida? 39. Bagaimana perbandingan a. Lebih banyak hasil produksi gabah panen b. Sama saja antara padi hibrida MAPAN c. Lebih sedikit P-05 dengan padi inbrida? Tingkat Kesesuaian No Pernyataan Jawaban 40. Apakah menanam padi hibrida a. Tidak sesuai MAPAN P-05 sesuai dengan b. Sesuai kebiasaan budidaya padi c. Sangat sesuai setempat? 41. Apakah anjuran tanam padi a. Tidak sesuai hibrida MAPAN P-05 1-2 b. Sesuai bibit per lubang sesuai dengan c. Sangat sesuai cara tanam padi setempat? 42. Apakah anjuran pemupukan a. Tidak sesuai rendah N pada budidaya padi b. Sesuai hibrida MAPAN P-05 sesuai c. Sangat sesuai dengan cara pemupukan padi setempat? 43. Apakah anjuran pemupukan a. Tidak sesuai rendah N pada budidaya padi b. Sesuai hibrida MAPAN P-05 sesuai c. Sangat sesuai
Kode
Kode
91
44.
45.
46.
47.
No 48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
dengan cara pemupukan padi setempat? Apakah cara pengendalaian a. Tidak sesuai HPT pada budidaya padi b. Sesuai hibrida MAPAN P-05 sesuai c. Sangat sesuai dengan cara penegnedalian HPT padi setempat? Apakah padi hibrida MAPAN a. Tidak sesuai P-05 sesuai dengan kondisi b. Sesuai lingkungan setempat? c. Sangat sesuai Apakah menanam padi hibrida a. Tidak sesuai MAPAN P-05 sesuai dengan b. Sesuai kebutuhan meningkatkan c. Sangat sesuai produksi anda? Apakah menanam padi hibrida a. Tidak sesuai MAPAN P-05 sesuai dengan b. Sesuai keadaan ekonomi anda? c. Sangat sesuai Tingkat Kerumitan Pernyataan Jawaban Apakah cara semai padi a. Rumit hibrida MAPAN P-05 rumit b. Sama saja dilakukan? c. Mudah Apakah anjuran tanam 1-2 a. Rumit bibit per lubang pada b. Sama saja budidaya padi hibrida c. Mudah MAPAN P-05 rumit dilakukan? Apakah anjuran pengaturan a. Rumit jarak tanam pada budidaya b. Sama saja hibrida MAPAN P-05 rumit c. Mudah dilakukan? Apakah anjuran pemberian a. Rumit pupuk rendah N pada b. Sama saja budidaya padi hibrida c. Mudah MAPAN P-05 rumit dilakukan? Apakah pengendalian HPT a. Rumit pada budidaya padi hibrida b. Sama saja MAPAN P-05 rumit c. Mudah dilakukan? Apakah cara panen pada a. Rumit budidaya padi hibrida b. Sama saja MAPAN P-05 rumit c. Mudah dilakukan atau perlu alat khusus? Apakah cara budidaya padi a. Rumit hibrida MAPAN P-05 secara b. Sama saja rumit dilakukan? c. Mudah
Kode
92 Tingkat Kemungkinan Dicoba No Pernyataan Jawaban 55. Apakah menanam padi hibrida a. Tidak dapat dicoba MAPAN P-05 mungkin b. Kurang dapat dicoba dilakukan dalam skala kecil? c. Mungkin dicoba 56. Apakah ada sampel atau a. Tidak contoh padi hibrida MAPAN b. Ada P-05 yang dibagikan untuk dicoba ditanam? Tingkat Kemungkinan Diamati No Pernyataan Jawaban 57. Apakah anda dapat a. Tidak teramati mengamati bahwa budidaya b. Kurang teramati padi hibrida MAPAN P-05 c. Sangat teramati menggunakan benih lebih sedikit dibanding budidaya padi inbrida? 58. Apakah anda dapat a. Tidak teramati mengamati bahwa budidaya b. Kurang teramati padi hibrida MAPAN P-05 c. Sangat teramati menggunakan pupuk lebih sedikit dibanding budidaya padi inbrida? 59. Apakah anda dapat a. Tidak teramati mengamati bahwa budidaya b. Kurang teramati padi hibrida MAPAN P-05 c. Sangat teramati lebih tahan HPT dibanding budidaya padi inbrida? 60. Apakah anda dapat a. Tidak teramati mengamati bahwa padi b. Kurang teramati hibrida MAPAN P-05 c. Sangat teramati memiliki keragaan tanaman yang lebih kokoh dibanding budidaya padi inbrida? 61. Apakah anda dapat a. Tidak teramati mengamati bahwa padi b. Kurang teramati hibrida MAPAN P-05 c. Sangat teramati menghasilkan panen yang lebih tinggi dibanding budidaya padi inbrida? 62. Apakah anda dapat a. Tidak teramati mengamati bahwa padi b. Kurang teramati hibrida MAPAN P-05 lebih c. Sangat teramati mudah dibudidayakan dibanding padi inbrida?
Kode
Kode
93 E. Dukungan Faktor Eksternal Berilah tanda silang (x) pada pilihan sesuai jawaban responden! Tingkat dukungan ekonomi No. Pertanyaan Jawaban 63. Di mana anda dapat membeli benih 1. Kios saprodi padi hubrida MAPAN P-05? 2. Sales perusahaan 3. Petani lain 4. Penyuluh 5. Lainnya, sebutkan.......... 64. Apakah benih padi hibrida MAPAN a. Tidak P-05 dijual bebas? b. Ya 65. Apakah benih padi hibrida a. Tidak MAPAN P-05 selalu tersedia b. Jarang ditempat penjual? c. Selalu 66. Apakah tempat penjualan benih a. Tidak padi hibrida MAPAN P-05 mudah b. Agak mudah dijangkau dari tempat tinggal anda? c. Sangat mudah 67. Apakah hasil panen padi hibrida a. Tidak MAPAN P-05 mudah untuk dijual? b. Agak mudah c. Sangat mudah 68. Apakah beras hasil panen panen a. Tidak padi hibrida MAPAN P-05 sudah b. Agak dikenal dikenal pasar? c. Sangat dikenal 69. Kepada siapa anda biasa menjual Sebutkan! hasil panen padi hibrida MAPAN P-05? 70. Berapa harga jual gabah panen padi a. Lebih rendah dari hibrida MAPAN P-05? Rp...../kg harga gabah inbrida b. Sama saja c. Lebih tinggi dari harga gabah inbrida 71. Berapa harga jual beras MAPAN P- a. Lebih rendah dari 05? harga beras inbrida b. Sama saja c. Lebih tinggi dari harga beras inbrida 72. Apakah ada insentif khusus jika a. Tidak anda menanam padi hibrida b. Ada, sebutkan MAPAN P-05? asal dan bentuk insentifnya! ............................. .............................
Kode
94 73.
74.
75.
76.
77.
Tingkat Dukungan Sosial Apakah keluarga anda mendukung a. Tidak samasekali anda membudidayakan padi hibrida b. Agak mendukung MAPAN P-05? c. Sangat mendukung Apakah rekan sesama petani anda a. Tidak samasekali mendukung anda membudidayakan b. Agak mendukung padi hibrida MAPAN P-05? c. Sangat mendukung Apakah penyuluh Wibi anda a. Tidak samasekali mendukung anda membudidayakan b. Agak mendukung padi hibrida MAPAN P-05? c. Sangat mendukung Apakah penjual benih mendukung a. Tidak samasekali anda membudidayakan padi hibrida b. Agak mendukung MAPAN P-05? c. Sangat mendukung Apa bentuk dukungan yang a. motivasi diberikan? b. bantuan teknis c. modal d. lainnya, sebutkan
F. Keputusan Inovasi Tulis jawaban responden di kolom yang disediakan! Tahap Pengenalan No. Pertanyaan Jawaban 78. Sejak kapan anda mengenal benih MT......., tahun..... padi hibrida MAPAN P-05? 79. Siapa yang memberikan informasi 1. Formulator mengenai benih padi hibrida 2. Rekan tani MAPAN P-05? 3. Penyuluh 4. lainnya, sebutkan!
Kode
(boleh memilih lebih dari satu) 80. 81. 82.
83.
84.
85.
Berapa umur bibit MAPAN P-05 siap tanam? Berapa jumlah tanam bibit MAPAN P-05 per lubang tanam? Bagaimana pengaturan jarak tanam pada budidaya padi hibrida MAPAN P-05? Bagaimana cara pemupukan pada budidaya padi hibrida MAPAN P05? Apakah anda anjuran penggunaan pestisida khusus untuk pengendalian HPT pada budidaya padi hibrida MAPAN P-05? Bagaimana keragaan tanaman padi hibrida MAPAN P-05?
( ) Benar ( ) Salah ( ) Benar ( ) Salah ( ) Benar ( ) Salah ( ) Benar ( ) Salah ( ) Benar ( ) Salah
( ) Benar ( ) Salah
95 86. 87.
88. 89.
Apa keunggulan beras yang dihasilkan padi MAPAN P-05? Apakah anda tahu dalam budidaya padi hibrida MAPAN harus menggunakan benih baru setia MT? Berapa harga benih padi hibrida MAPAN P-05?
( ) Benar ( ) Salah ( ) Benar ( ) Salah ( ) Benar ( ) Salah ( ) Benar ( ) Salah
Berapa potensi hasil padi hibrida MAPAN P-05? Tahap Persuasi
No. 90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
Pertanyaan Bagaimana sikap terhadap anjuran penggunaan benih muda pada budidaya padi hibrida MAPAN P05? Bagaimana sikap terhadap anjuran penanaman 1-2 bibit per lubang pada budidaya padi hibrida MAPAN P-05? Bagaimana sikap terhadap anjuran pengaturan jarak tanam minimal 25 cm x 25 cm pada budidaya padi hibrida MAPAN P-05? Bagaimana sikap terhadap anjuran pengurangan pupuk N pada budidaya padi hibrida MAPAN P05? Bagaimana sikap terhadap ketahanan padi hibrida MAPAN P05 terhadap HPT berdasar deskripsi dan pengalaman yang disampaikan? Bagaimana sikap terhadap keunggulan beras padi hibrida MAPAN P-05 berdasar deskripsi dan pengalaman yang disampaikan? Bagaimana sikap terhadap keragaan tanaman padi hibrida MAPAN P-05 berdasar deskripsi dan pengalaman yang disampaikan? Bagaimana sikap terhadap anjuran penggunaan benih baru setiap MT pada budidaya padi hibrida MAPAN P-05?
Jawaban a. tidak tertarik b. kurang tertarik c. sangat tertarik a. tidak tertarik b. kurang tertarik c. sangat tertarik a. tidak tertarik b. kurang tertarik c. sangat tertarik a. tidak tertarik b. kurang tertarik c. sangat tertarik a. tidak tertarik b. kurang tertarik c. sangat tertarik
a. tidak tertarik b. kurang tertarik c. sangat tertarik
a. tidak tertarik b. kurang tertarik c. sangat tertarik
a. tidak tertarik b. kurang tertarik c. sangat tertarik
Kode
96 98.
99.
100.
101.
102.
103.
104.
105.
Bagaimana sikap terhadap harga a. tidak tertarik benih padi hibrida MAPAN P-05 b. kurang tertarik yang diatwarkan? c. sangat tertarik Tahap Keputusan Setelah mengenal dan mengerti a. Tidak budidaya benih padi hibrida b. Ragu-ragu MAPAN P-05, apakah anda akan c. Ya menanam padi hibrida MAPAN P05? (jika jawaban “Ya” lanjutkan ke pertanyaan selanjutnya) Setelah mengenal dan mengerti a. Tidak budidaya benih padi hibrida b. Ragu-ragu MAPAN P-05, apakah anda akan c. Ya menggunakan bibit muda pada budidaya padi hibrida MAPAN P05? Setelah mengenal dan mengerti a. Tidak budidaya benih padi hibrida b. Ragu-ragu MAPAN P-05, apakah anda akan c. Ya menanam padi dengan jumlah bibit per lubang sesuai anjuran? Setelah mengenal dan mengerti a. Tidak budidaya benih padi hibrida b. Ragu-ragu MAPAN P-05, apakah anda akan c. Ya menanam padi dengan jarak tanam sesuai anjuran? Setelah mengenal dan mengerti a. Tidak budidaya benih padi hibrida b. Ragu-ragu MAPAN P-05, apakah anda akan c. Ya melakukan pemupukan sesuai anjuran sesuai anjuran? Setelah mengenal dan mengerti a. Tidak budidaya benih padi hibrida b. Ragu-ragu MAPAN P-05, apakah anda akan c. Ya menerapkan pengendalian HPT sesuai anjuran sesuai anjuran? Setelah mengenal dan mengerti a. Tidak budidaya benih padi hibrida b. Ragu-ragu MAPAN P-05, apakah anda akan c. Ya menggunakan benih baru setiap MT?
97 Tahap Penerapan No. Pertanyaan Jawaban 106. Apakah anda telah menanam benih a. Tidak padi hibrida MAPAN P-05? b. Ya
107. Apakah anda telah menerapkan anjuran penggunaan bibit muda pada saat tanam? 108. Apakah anda telah menerapkan anjuran tanam 1-2 bibit per lubang? 109. Apakah anda telah menerapkan anjuran pengaturan jarak tanam minimal 25 cm x 25 cm? 110. Apakah anda telah menerapkan pemupukan sesuai anjuran? 111. Apakah anda telah menerapkan pengendalian HPT sesuai anjuran? 112. Apakah anda telah menerapkan anjuran penggunaan benih baru?
(jika jawaban “Ya” lanjutkan ke pertanyaan selanjutnya) a. Tidak b. Ya a. Tidak b. Ya a. Tidak b. Ya a. Tidak b. Ya a. Tidak b. Ya a. Tidak b. Ya
Tahap Konfirmasi dan Keberlanjutan Adopsi 113. Apakah anda mencari tambahan a. Tidak informasi mengenai budidaya padi b. Ya hibrida MAPAN P-05? (jika jawaban “Ya” lanjutkan ke pertanyaan selanjutnya) 114. Kepada siapa anda mencari a. Formulator informasi tambahan mengenai b. Rekan tani budidaya padi hibrida MAPAN P- Penyuluh 05? c. Internet/media massa d. lainnya, sebutkan! Boleh memilih lebih dari satu 115. Apa informasi tambahan yang anda ( ) penggunaan bibit cari guna mengukuhkan keputusan muda anda? ( ) penanaman 1-2 bibit per lubang ( ) pengaturan jarak tanam
Kode
98 ( ) pengurangan pupuk N ( ) ketahanan terhadap HPT ( ) penggunanan hasil panen F1 sebagai benih ( ) hasil riil panen ( ) harga jual gabah Boleh memilih lebih dari satu a. Tidak b. Ya
116. Apakah anda akan melanjutkan (menanam/tidak menanam)* padi hibrida MAPAN P-05 *coret salah satu, sesuai jawaban pertanyaan sebelumnya! Apa alasan anda untuk (tetap melanjutkan/ berhenti/ tetap menolak/ menanam kemudian)* padi hibrida MAPAN P05? *coret salah satu, sesuai jawaban pertanyaan sebelumnya! Uraikan alasan anda!
99
Lampiran 5 Panduan wawancara mendalam PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM Hari/tanggal wawancara Lokasi wawancara Nama dan umur informan Pekerjaan utama Kondisi wawancara Nomor telepon/HP Alamat
: : : : : : :
Pertanyaan Mendalam 1. Sejak kapan Anda mulai mengenal benih padi hibrida? 2. Bagaimana perkembangan budidaya padi hibrida di Kecamatan Sragi selama sepuluh tahun terkhir? 3. Sejak kapan Anda mengenal padi hibrida MAPAN P-05? 4. Apa pendapat Anda tentang benih padi hibrida MAPAN P-05, mencakup keunggulan dan kelemahan? 5. Ceritakan apa yang Anda ketahui mengenai benih padi hibrida MAPAN P05! 6. Apakah Anda pernah merekomendasikan benih padi hibrida MAPAN P-05 kepada petani di sekitar Anda? 7. Bagaimana cara Anda menyampaikan informasi mengenai benih padi hibrida MAPAN P-05 kepada petani di sekitar Anda? 8. Bagaimana respon petani di sekitar Anda setelah mengetahui tentang benih padi hibrida MAPAN P-05? 9. Sepengetahuan Anda, benih hibrida apa saja yang pernah dibudidayakan di lingkungan pertanian Kecamatan Sragi, dan bagaimana jika dibandingkan dengan benih padi hibrida MAPAN P-05? 10. Bagaimana respon pasar terhadap hasil panen benih padi hibrida MAPAN P-05? 11. Menurut Anda, apa saja kendala yang dihadapi dalam budidaya benih padi hibrida MAPAN P-05? 12. Pihak mana saja yang berperan dalam mengenalkan benih padi hibrida MAPAN P-05 kepada petani? 13. Apa kontribusi pihak-pihak yang terlibat tersebut? 14. Menurut Anda, apa yang paling dibutuhkan petani saat ini terkait dengan budidaya benih padi hibrida MAPAN P-05?
100
1. 2. 3. 4. 5.
Petani Lapisan Atas yang tidak mengadopsi Apa alasan yang mendasari anda untuk tidak menanam padi hibrida MAPAN P-05? Adakah pihak yang berperan dalam keputusan anda untuk tidak menanam benih hibrida? Jika ya, ceritakan bagaimana perannya? Menurut anda, bagaimana prospek kedepan benih padi hibrida MAPAN P05? (terkait keberlanjutan penanaman dan peluang pasar) Apakah anda akan terus tidak menanam padi hibrida MAPAN P-05? Apa saran anda untuk pengembangan padi hibrida MAPAN P-05?
Petani Lapisan Bawah yang mengadopsi 1. Apa alasan anda mau menanam padi hibrida MAPAN P-05? 2. Siapa pihak yang mendukung anda untuk menanam padi hibrida mapan P05? Jika ada, apa bentuk dukungannya? 3. Apakah anda akan terus menanam padi hibrida MAPAN P-05? 4. Apa harapan anda dengan menanam padi hibrida MAPAN P-05?
101 Lampiran 6 Hasil uji statistik
Uji Reliabilitas Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
,962
99
Hubungan faktor karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05 terhadap tahap pengambilan keputusan inovasi
NONPAR CORR /VARIABLES=keuntungan kesesuaian kerumitan dicoba diamati pengenalan persuasi decission implementasi tingkat_konfirmasi /PRINT=SPEARMAN TWOTAIL NOSIG /MISSING=PAIRWISE.
Nonparametric Correlations Correlations pengenala persuasi decission implemen tingkat_k n tasi onfirmasi Spearman's rho
keuntung Correlation an Coefficient Sig. (2tailed) N kesesuaia Correlation n Coefficient Sig. (2tailed) N kerumitan Correlation Coefficient Sig. (2tailed) N dicoba Correlation Coefficient
diamati
Sig. (2tailed) N Correlation Coefficient
,252
,453**
,251
,297*
,174
,053
,000
,053
,021
,183
60
60
60
60
60
,537**
,356**
,383**
,463**
,113
,000
,005
,003
,000
,391
60
60
60
60
60
-,353**
-,290*
-,055
-,229
,065
,006
,025
,675
,079
,623
60
60
60
60
60
,304*
,553**
,776**
,788**
,214
,018
,000
,000
,000
,100
60
60
60
60
60
,568**
,470**
,467**
,495**
,355**
,000
,000
,005
60
60
60
Sig. (2,000 ,000 tailed) N 60 60 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
102
Hubungan faktor karakteristik petani terhadap tahap pengambilan keputusan inovasi
NONPAR CORR /VARIABLES=umur pendidikan pengahasilan lama_usahatani lahan_garapan keberanian_beresiko kekosmopolitan kepemimpinan_berpendapat pengenalan persuasi decission implementasi tingkat_konfirmasi /PRINT=SPEARMAN TWOTAIL NOSIG /MISSING=PAIRWISE.
Nonparametric Correlations Correlations pengenala persuasi n Spearman's rho
Correlation Coefficient -,108 Sig. (2tailed) ,410 N 60 pendidikan Correlation ,296* Coefficient Sig. (2tailed) ,022 N 60 pengahasilan Correlation Coefficient ,315* Sig. (2tailed) ,014 N 60 lama_usahat Correlation ani Coefficient -,059 Sig. (2tailed) ,657 N 60 lahan_garap Correlation an Coefficient ,306* Sig. (2tailed) ,018 N 60 keberanian_ Correlation beresiko Coefficient ,381** Sig. (2tailed) ,003 N 60 kekosmopolit Correlation an Coefficient ,497** Sig. (2tailed) ,000 N 60 kepemimpin Correlation an_berpenda Coefficient ,355** pat Sig. (2tailed) ,005 N 60 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
decission implemen tingkat_k tasi onfirmasi
umur
-,255*
-,182
-,132
-,186
,049 60
,165 60
,313 60
,155 60
,175
,141
,107
,147
,180 60
,282 60
,416 60
,262 60
,569**
,713**
,712**
,274*
,000 60
,000 60
,000 60
,034 60
-,244
-,186
-,167
-,294*
,060 60
,154 60
,201 60
,022 60
,644**
,770**
,774**
,219
,000 60
,000 60
,000 60
,093 60
,657**
,813**
,821**
,351**
,000 60
,000 60
,000 60
,006 60
,605**
,794**
,825**
,356**
,000 60
,000 60
,000 60
,005 60
,490**
,481**
,538**
,189
,000 60
,000 60
,000 60
,148 60
103
Hubungan tingkat dukungan faktor eksternal dengan tahap pengambilan keputusan inovasi NONPAR CORR /VARIABLES=dukungan_ekonomi dukungan_sosial pengenalan persuasi decission implementasi tingkat_konfirmasi /PRINT=SPEARMAN TWOTAIL NOSIG /MISSING=PAIRWISE.
Nonparametric Correlations Corre lations pengenala n persuasi Spearman's dukungan Correlation ,311* ,492** rho _ekonomi Coefficient Sig. (2,016 ,000 tailed) N 60 60 dukungan Correlation ** ,396 ,650** _sosial Coefficient Sig. (2,002 ,000 tailed) N 60 60 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
decission
implemen tingkat_k tasi onfirmasi
,454**
,419**
,466**
,000
,001
,000
60
60
60
**
**
,383**
,000
,000
,003
60
60
60
,596
,640
Hubungan antar tahapan pada proses pengambilan keputusan inovasi NONPAR CORR /VARIABLES=pengenalan persuasi decission implementasi tingkat_konfirmasi /PRINT=SPEARMAN TWOTAIL NOSIG /MISSING=PAIRWISE.
Nonparametric Correlations Corre lations pengenala n persuasi Spearman's pengenala Correlation rho n Coefficient Sig. (2tailed) N persuasi Correlation Coefficient Sig. (2tailed) N decission Correlation Coefficient Sig. (2tailed) N implemen Correlation tasi Coefficient
1,000
60 **
,533
implemen tingkat_k tasi onfirmasi
,533**
,400**
,442**
,183
,000
,002
,000
,162
60
60
60
60
1,000
**
**
,251
,000
,000
,053
60
60
60
1,000
**
,227
,000 60
60
**
**
,400
decission
,692
,692
,697
,943
,002
,000
,000
,081
60
60
60
60
60
**
**
**
1,000
,230
,442
,697
Sig. (2,000 ,000 tailed) N 60 60 tingkat_k Correlation ,183 ,251 onfirmasi Coefficient Sig. (2,162 ,053 tailed) N 60 60 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
,943
,000
,077
60
60
60
,227
,230
1,000
,081
,077
60
60
60
104 Lampiran 7 Dokumentasi penelitian
Gambar 1 FGD analisis usahatani
Gambar 2 Lahan yang ditanami padi MAPAN P-05
Gambar 3 Salah satu responden penelitian
Gambar 4 Proses pengubinan oleh PPL dan petani
Gambar 5 Proses perontokan padi
Gambar 6 Proses penimbangan hasil ubinan
Gambar 7 Kemasan benih padi hibrida MAPAN P05 1 kg
Gambar 8 Tampilan malai padi hibrida MAPAN P-05
105
RIWAYAT HIDUP Hening Gahayuning dilahirkan di Pemalang pada tanggal 3 September 1994, dari pasangan Rahadi dan Umi Mardiana. Pendidikan formal terakhir ditempuh di SMA Negeri 3 Pekalongan, 2009-2012. Pada tahun 2012, penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri Undangan) dan pada tahun 2013 Penulis resmi tercatat sebagai mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selain aktif dalam perkuliahan penulis juga aktif sebagai Sekretaris Umum Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) IMAPEKA (Ikatan Mahasiswa Pekalongan-Batang) masa kepengurusan 2012-2014, Ketua Departemen Public Relation di LS (Lembaga Struktural) Bina Desa BEM KM IPB masa kepengurusan 2012-2014, staf Divisi Research and Development HIMASIERA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat) masa kepengurusan 2013-2014, staf Departemen Kajian dan Aksi Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekologi Manusia masa kepengurusan 2014-2015, volunteer Komunitas Bara Improvement Project, serta aktif sebagai volunteer dan sekretaris manajemen Rumah Belajar (Rumbel) Kids FIM HORE Bogor masa pengabdian 2013- sekarang. Pengalaman kerja penulis adalah sebagai Pendamping Program Pengembangan Ekonomi POSDAYA Kota Bogor wilayah Bogor Barat 2015-2016 dan Asisten Praktikum Mata Kuliah Teknik-teknik Partisipatoris semester genap 2016.