HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan pada Fase Adaptasi. 4.1.1. Konsumsi, Kecernaan Nutrien dan Penarnpilan Ternak
Pengamatan menunjukkan bahwa perubahan bentuk pemberian $an, yakni dari bentuk segar ke bentuk pelet (diameter 5 mm,panjang 0.5 - 1.5 cm) membutuhkan waktu yang relatif tidak terlalu lama. Masa adaptasi, hingga ternak dapat mengkonsumsi pelet dengan sempurna adalah 8 minggu. Perubahan pemberian pakan dari bentuk segar ke bentuk pelet menyebabkan perubahan bobot tubuh yang berkurang, khususnya pada 6 minggu pertama, dan untuk selanjutnya ternak tersebut menunjukkan keadaan yang nonnal sejalan dengan tingkat konsumsi pelet yang bertambah judahnya. Pola perubahaan bobot tubuh selarna fase adaptasi dapat digambarkan seperti Gambar 1.
Perubahan bobot tubuh negatif yang terjadi pada 6 rninggu
pertama, disebabkan temak-ternak tersebut tidak cukup menciapat nutrien yang dibutuhkan, terutama untuk kebutuhan hidup pokok. NRC (1985) dan Kearl (1982) menyatakan bahwa untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan berproduksi maka ternak domba akan mengkonsumsi b a h kering minimal sejumlah (3
- 9% dari bobot hidup. Selanjutnya dikatakan bahwa
kebutuhan domba dengan bobot hidup 25 kg &an PK dan energi adalah (53-
1.o
Bobot Hidup (kg)
I
26
25.5
0.6
./:
, 2
3
0.2
6
7
Gambar 2. Pola perubahan bobot hidup (kg) dan konsumsi BK (kg) pada fase adaptasi.
96)g dan (4.3-10.4)MJ EM. Variasi ini akan sangat bergantung pa& jenis. status fisilogis ternak, bentuk pakan, lingkungan dan lain sebagainya.
Pakan yang diberikan pada awal penelitian (fase adaptasi) tersusun dari campuran tepung rumput raja (Penisetum Purpureophoides) dan konsentrat
50
komersial dengan perbandingan 1:l. Pakan diberikan dalam bentuk pelet dengan bahan kering (BK) 95% dan berukuran diameter 5 mm serta panjang 0.5
- 1.5 cm.
Komposisi nutrien bahan pakan dan rmum penelitian tertera
pada Tabel 1. Pengamatan menunjukkan bahwa pemberian pakan sebesar 3%
dari bobot hidup (BH) masih dapat ditingkatkan. Keadaan ini dapat diketahui dari jumlah pakan pelet yang dikonsumsi. Sisa pemberian selama akhir fase adaptasi tidak diperoleh, dengan jumlah konsumsi rataan bahan kering (BK) 750 g/ekof&
atau setara dengan 67 gkg BP7'/hari. Sementara tingkat
konsumsi protein kasar (PK) dan energi adalah 92 g/ekor/hari (setara dengan 8 gkg BP7') dan 9.2 MJ/ekor/hari (setara dengan 0.82MJkg B p 7)'.
Jumlah
tersebut mendekati nilai kebutuhan seekor domba betina di daerah tropis sebagai yang disarankan oleh Kearl (1982), namun lebih tinggi jika dibandimgkan dengan kebutuhan protein kasar induk domba dengan berat
-
badan yang sama sebagai yang dilaporkan NRC (1985). Lebih banyaknya jumlah nl.rtrien PK dan enetgi yang dibutuhkan temak domba penelitian ini, kemungkinan disebabkan variasi individu temak yang bersangkutan. Ternak penelitian belum merupakan t m a k pilihan, dalam artian memiliki potensi genetik yang bervariasi. Kemampuan temak untuk memanfmtkan pakan yang diberikan agar
51
dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi, dapat dinilai dengan mengetahui nilai koefisien cerna nutrien yang terkandung dalam
pakan tersebut. Koefisien cerna semu nutrien dalam pakan dasar pelet untuk domba adalah 51.796, 62.8% 37.9%/6,45.7%, 55.2% 19.2%, 29.1% 73.3% dan 70.4% masing-masing untuk BK (bahan kering), PK (protein kasar), NDF (mat detergent neutral), ADF (serat detergent asam), BO (bahan organik), Ka
(kalsium), P (posforus), L (lemak) dan energi (E) secara berumtan. Kearl(1982) melaporkan bahwa seekor induk domba, (bobot hidup 25 kg) dengan perhmbahan bobot hidup W a n 0 g), membutuhkan protein tercema (PT) dan energi tennetabolisasi (EM) sejumlah 25 g/ekor/hari dan 4.35 MJ/ekorlhari. Pada penelitian ini diketahui bahwa PT dan EM mencapai 57 g dan 5.2 MJ, (asumsi bahwa EM setara dengan 0.8 ET (energi tercema),
(MAFF, 1977; Kearl, 1982).
4.1.2. Penampilan Reproduksi Induk setelah Fase Adaptasi. Pengamatan
memperlihatkan bahwa dari 40 ekor betina yang
diseragamkan estrwnya hanya 37 ekor menunjukkan gejala berahi &lam kurun waktu satu minggu pertama setelah spons dikeluarkan. Dengan perkataan lain persentase keberhasilan mempergunakan spons untuk
menyeragamkan estrus adalah 93%.
Sedangkan sisanya menunjukkan
penundaan berahi selama lebih h a n g 2 minggu setelah spons dikeluarkan dari vagina domba. Selanjutnya hasil laporoskopi menunjukkan bahwa laju ovulasi (dengan cara menghitung jurnlah corpus lutea) dari ke 40 ekor domba, dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Laju Ovulasi dan Jumlah Janin yang dikandung.
-
...................................... ....................................
CL*
Frekuensi Laporoskopi
Sinar- X
CL = Corpus lutea
4.2. Fase Bunting Muda
4.2.1. Konsumsi dan Koefisien Cerna Semu Nutrien Pakan. Rataan konsurnsi harian BK dan nutrien pakan setiap bulannya selama bunting tiga bulan pertama tertera &lam Tabel 5.
Meningkatnya jumlah
konsumsi, selain disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan sebagai akibat
53
bertambahnya bobot hidup ternak, dapat juga merupakan indikator tingkat kesenangan ternak terhadap pakan pelet. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa pelet yang diberikan tidak bersisa dan domba mash mampu mengkonsumsi pelet lebih banyak lagi.
Dengan perkataan lain jwnlah yang
dibetikan sama dengan jumlah yang dikonsumsi. Van Niekerk et.al. (1973) melaporkan bahwa pakan pelet lebih disenangi daripada pakan yang tidak dalam bentuk pelet. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa pemberian pakan
dalam bentuk pelet untuk ternak kambing dapat mencapai 7% dari bobot hidup (Forbes, 1986; Katipana, bmunikasi pribadz). melaporkan bahwa
Van Niekerk et al. (1973)
proses pembuatan pelet memperkecif partikel bahan
sekaligus m e m p e r k luas
permukaan partikel sehingga memudahkan
mikro-organisme merombak nutrien pakan d m memanfaatkannya. Namun disisi lain dilaporkan pula bahwa partikel yang kecil menyebabkan waktu tinggal partikel dal& rumen rnenjadi singkat Koflsekuensinya keadaan tersebut menyebabkan tmgkat konsumsi meningkat (Van Soest, 1%5). Koefisien
semu nutrien pakan percobaan ransum pelet selama
periode bunting muda tertera pacia Tabel
6.
Umur kebuntingan tidak
mempemgaruhi (P > 0.05) kemmpuan ternak untuk mencerna nutrien &an
(M&lelland and Forbes, 1969). Hal tersebut disebabkan mmr bunting tidak
Tabel 5. Bobot Hidup (kg) dan Rataan Konsumsi Harian (g/ekor) pada Fase Bunting Muda ..................................... Umur bunting (bulan) Rataan
----_I_------------
Uraian
-Bobothidup(kg)
1
2
3
26.0
27.2
..................................... ....................................
25.1
26.1
Konsumsi (g/ekor/hari);
Bahan Kering
716.1
744.7
Protein Kasar
89.1
NDF
783.0
747.9
92.6
97.4
93.0
431.2
448.4
471.4
450.3
ADF
222.1
23 1.O
242.9
232.0
Bahan organik
650.15
676.11
710.89
679.02
mengubah kondisi rumen ternak yang bemmgkutm, walaupun kemarnpuan rumen untuk m e n q u n g pakan dipengarulu secara nyata (Forbes, 1978). Demikian juga dengan kEtdar glukosa darah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0.05). Dari Tabel 5 dan 6 diketahui bahwa rataan jumlah nutrien yang tersedia dan siap dimanfaatkan oleh organ tubuh adalah 398.9 g
55
bahan kering, 6 1 g protein kasar, 378 g bahan organik dm 6.56 MJ energi tercenna (El'). Jumlah tersebut sesuai dengan yang dianjurkan peneliti terdahulu (Kearl, 1982), walaupun lebih rendah dari data yang disarankan ARC (1980). Rendahnya nilai yang diperoleh pada pengamatan ini besat kemungkinan disebabkan variasi genetik domba lokal Indonesia yang cukup besar dan kualitas pakan yang kurang baik, jika dibandingkan dengan kualitas Pengamatan terdahulu mendapatkan bahwa nutrien
pakan didaerah tropis.
pakan ternak ruminansia didaerah tropis sulit untuk dimadaatkan secara maksimal oleh mikroorganisme rumen. Hal tersebut disebabkan pakan hijauan daerah tropis memiliki tingkat lignrfiasi yang cukup tinggi sehingga nutrien yang ada pada umumnya terlindung oleh komponen lignin sehingga sulit dirombak dan dimanfmtkan oleh mikroorganisme m e n (Stobb, 1975). Hal tersebut menyebabkan rendahnya nilai energi hijauan pakan di daerah tropik
(Gihad, 1976).
-
Ketersediaan nutrien pakan dapat juga dinilai dari kandungan kadar
gula (glukosa) darah sebagai yang dilaporkan Russel
(1977). Pengamatan
pada awal kebuntingan meflunjukkan bahwa pemberian pakan pelet dengan kandungan PK 12% dan energi sebesar 12.3 MJ/kg BK meningkatkan kandungan glukosa darah tiga jam setelan diberi makan, sebanyak 38.8
Tabel 6. Pengaruh umur bunting terhadap koefisien cerna semu (%) nutrien dan kadar glukosa darah (mg/lOO ml) --...................................... ..................................... Umur kebuntingan (bln) ---------------------------Rataan Uraian 1 2 3 -....................................... ......................................
Nutrien (YO): BK PK NDF ADF BO Energi
53.1 65.5 28.7 39.1 55.3 71.8
52.9 66.1 27.4 37.1 55.1 70.8
53.7 65.2 29.3 39.5 56.2 71-6
Glukosa darah (mg1100 ml) : 39.6 35.2 31.7 0 jam* 76.2 77.4 69.2 3 jam ~erbedaa~ 36.6 42.2 37.5 ..................................... ....................................
mg/100ml (Tabel 6).
53.2 65.6 28.5 39.0 55.3 71.4
35.5 74.3 38.8
Tingkat glukosa darah pada pengamatan ini mash
berada &lam ambang batas nonnal sebagai yang dilaporkan Hoaglund et al. (1992) dan Bergmann (1983), yakni 38 - 60 mV100ml. Ditambahkan bahwa selain disebabkan meningkatnya kadar ssam propionat yang dapat dimanfaatkan, penyebab lain meningkatnya kandungan glukosa darah diakibatkan adanya p d a a t a n kerangka karbon hasil dari deaminisasi asam amino yang dipergunakan untuk glukoneogenesis. Konsekuensi dari tingkat
57
amino yang dipetgunakan untuk glukoneogenesis. Konsekuensi dari tingkat nutrien yang cukup adalah, ternak pengamatan menunjukkan kenaikan bobot tubuh &an,
dengan rataan sebesar 34.2 g.
Hal tersebut menunjukkan
bahwa dengan tingkat konsumsi PK dan EM sebanyak 93 g dan 5.3 MJ (EM setara dengan 0.8 ET) per hari telah &pat memenuhi kebutuhan harian hidup pokok dan produksi seekor domba betina bunting muda. Selanjutnya dengan asumsi bahwa kebutuhan EM untuk hidup pokok seekor domba adalah 420
k~/kgBI?"'(Otskov and Ryle, 1990) maka domba betina dengan bobot hidup 26 kg membutuhkan EM sejumlah 4.84 MJ. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kelebihan konsumsi energi sebanyak 0.464 MJ EM dipemmtukm sintesis jaringan tubuh.
Keadaan terakhir mempunyai konsekuensi pertambahan
bobot hidup harian, yakni sebesar 34.2 g. Apabila diasumsikan setiap 1 g pertambahan bobot tub& induk bunting muda disetarakan dengan 7.1128 ki (Rattray et al., 1974), maka tingkat efisiensi penggunaan EM untuk sintesis jaringan tubuh adalah 52% (34.2 x 7.1128k.T : 464).
Tingkat efisiensi
penggunaan EM untuk sintesis jaringan tubuh tersebut lebih rendah dari yang dilaporkan Orskov dan Ryle (1990). Sementara tingkat efisiensi penggunaan bahan kering pakan (g) terhadap kenaikan bobot tubuh harian (g) adalah 21.8 dengan kissran 19.31 - 24.9.
4.3. Fase Bunting Tua 4.3.1. Ketersediaan Nutrien.
Hasil analisa laboratorium
4.3.1.a Konsumsi dan kecernaan nutrien.
terhadap susunan nutrien pakan percobaan menunjukkan hasil yang tidak jauh
berbeda dengan yang diharapkan (Tabel 7).
Pengaruh tingkat kandungan
protein kasar (PK)dan energi (E) yang berbeda terhadap kemampuan induk domba untuk dapat mengkonsumsi pakan tertera dalam Tabel 8 dan 9.
Ternak domba akan
mengkonsumsi pakan sebanyak yang tersedia dan
dibutuhkan, yakni untuk hidup pokok dan produksi. Keterbatasan pernberian pakan (3% BH) menyebabkan jumlah yang berhasil dikonsumsi menjadi
tat>-.
Keadaan tersebut menyebabkan tidak terdapat perbedaan (P > .05)
terhadap rataan jumlah konsumsi bahan kering (BK). Namun demikian rataan jumlah konsumsi BK menunjukkan perbedaan metabolis (kg BH '.'3 sebagai akibat tin@
pada s a b n bob& tubuh
protein kasar (PK) pakan dan
tidak untuk kadar energi pakan Perbedaan jumlah konsumsi BK (gkg BP7')
tersebut berakibat terhadap jumlah konsumsi nutrien lainnya, seperti tertera dalam Tabel 9. Dibandingkan dengan yang pernah dilaporkan Kearf (1982) dan Ross (1989), rataan konsumsi, baik untuk BK maupun PK dan E yang
59
diperoleh pada penelitian ini lebih banyak jumlahnya jika dibandingkan dengan kebutuhan baku harian calon induk domba bunting dengan bobot hidup (BH) yang sama, yakni 1110 g, 201 g dan 12.903 MJ (setara dengan 77.1 g, 14.1g dan 0.9 MJ GE/kgBH('").
Selanjutnya, diitakan bahwa calon
induk domba dengan BH 35 kg dan dengan pertambahan bobot hidup harian
(PBHH) seberat 50 g membutuhkan BK, PK dan EM masing-masing sebanyak 990 g (3.1% BH), 100 g clan 8.20 MJ secara berurutan.
NRC, (1985)
menyarankan untuk calm induk domba dengan BT 50 kg dan PBHH sebesar
30 g membutuhkan berturut-turut BK, PK dan EM harian sebesar 1100 g, 99g dan 9.04 MJ (setara dengan 58.9 g, 5.27 g dan 0.5 MJ E M f l c g B ~ ' ~Jika . dibandiigkan dengan jumlah BK dan PK yang dikonsumsi pada penelitian ini maka konsumsi nutrien yang disarankan NRC (1985) lebih sedikit jumlahnya. Selanjutnya jika diasumsikan EM setara dengan 0.62 energi yang diiommsi
(EK) atau setara dengan 0.81 ET pakan
(MAFF, 1977), maka rataan
kandungan EM yang dikmumsi per ekornya addah 8.OMJ atau 1.04 UI unit lebih rendah. Dengan perkataan lain, pemberian pakan pada penelitian ini hanya mampu memenuhi 88% kebutuhan EM harian sebagai yang d i d a n NRC(1985). Namun demikian rataan konsumsi EM pakan pada penelitian ini berada pada batas yang dapat ditolerir. Hoaglund et al. (1992) melaporkan
Tabel 7. Komposisi Nutrien Pakan Yercobaan.
Analisa Laboratorium,
Bahan Kerlng (%) Protein Kasar (% BK) Energi (MJkg) Lemak (% BK) NDF (% BK) ADF (% BK) Serat kasar (% BK) Kalsium (% BE;) Posfor (Oh BK) Abu (% BK) - --.- ----- -----.- ----------- --- .-- -
Tabel 8. Rataan KonsumsiNutrien (g/ekor) Pakan Percobaan pada
Saat Bunting Tua
Pm
R
Pt I
Ur8ian PBBH (8) Konsumsi
Er
Em
190
180
1180.04 179.37ab 517.92a 340.91a 48.97a 219.72a 109.63a 1070.41 8.028 6.61a 11.68a
1049.05 159.25a 367.48b 232.68b 91.58b 117.60b 87.28b 961.77 6.50b 6.2% 12.25.
Et 170
Wdor)
BahanKuiq Proteinhusr NDP ADF
Lsmak Ssrat knsu Abu Bahan organ& Uium
Pospom Enmd @a
1123.32 169.73ab 328.46b 145.13~ 137.04~ 154.01~ 72.68b 1050.64 4.27~ 5.62b 15.08b
Et 160
Em 155
1126.34 1140.29 202.9% 207.08b 519.24a 414.84a 342.18a 262.27b 55.08a 93.50b 225.83a 187.24b 101.93a 98.64 1024.41 1041.65 7.21~ 8.67a 5.9% 7.641 10.92b 13.43b
Et 170 1052.04 190.lOab 261.85b 131.50~ 121.62~ 132.3% 66.28b 985.76 5.4% 6.10a 13.55b
Er 167
Em 200
1126.34 1069.06 238.00b 226.86b 505.73b 384.76b 338.0% 252.94~ 53.39a 85.64~ 239.1% 173.0& 134.60a 88.63b 991.74 980.44 8.00a 6.95b 6.31a 5.99a 11.26a 12.57a
Nilai diikuti deqan hurufyang berbada pada baris yang saam menunjukkm perbcdaan yang nyata 0 5 ) .
Et 180 1124.02 236.16b 274.3% 159.05~ 132.41~ 137.13~ 70.93b 1053.09 4.83~ 7.31a 15.24~
Tabel 9. Rataan Konsumsi Nutrien (gkg BH O.")
Domba pada Saat Bunting Tua. Rm
R Unian
Er
E
Et
Er
Em
Pt Et
Er
Em
74.76 15.80b 33.57bc 22.44~ 3.5441 15.870 8.930 65.83 0.7%
73.93 15.69b 26.61b 17.49b 5.92b 11.97b 6.13b 67.80 0.87ab
Et
I
Konsumsi W H O "1
Bahan Kering Rotein kasar
NDF ADP
Lsmak S m t knsar Abu Bahan organ& Enersi 0
83.97 12.76ac 36.86bc 24.26~ 3.48a 15.640 7.80~ 76.17 0.83ab
78.36 11.908 27.451, 17.38b 6.84b1 3.2% 6.52b 71.84 0.95b
78.58 71.24 11.87a 12.84ac 22.98b 32.84bc 10.15a 21.64~ 9.59~ 3.4& 10.77a 14.28bc 5.08a 6.45b 73.49 64.79 1.06~ 0.69a
79.03 14.35bc 58.75bc 18.18b 6.48b 12.98b 6.84b 72.19 0.93b
72.80 13.15ac 18.12a 9.10a 8.42~ 9.16a 4.5% 68.21 0.95b
Nilai d i h t i dengan huruf yang samn pada baris yang samr tidalt berbeda nyata (P> 0.05)
78.46 16.49b 19.15a 11.10a 9.24~ 9.57a 4.958 73.51 1.07~
63
bahwa pemberian pakan untuk domba bunting yang mengandung EM sebanyak 80% dari
kebutuhannya
tidak mempengaruhi perkembangan
fisiologis ternak yang bemangkutan.
Disisi lain perolehan data pada
penelitim ini menberi garnbaran bahwa, (i) meskipun jumlah bahan kering yang dikonsumsi telah melebihi jumlah yang disarankan, temyata belum mampu memenuhi kebutuhan EM yang disarankan, dan (ii) pakan domba didaerah tropik memiliki nilai energi yang rendah sebagai yang dinyatakan oleh Gihad (1976). Tingkat PK pakan percobtian tidak berpengaruh secara nyata terhadap konsumsi komponen serat, yakni NDF dan ADF (dekor), namun kadar energi pakan berpengaruh secara sangat nyata komponen serat kasar.
(P < 0.01) tehdap konsumsi
Tingkat konsumsi
serat kasar
(g/kg BH?")
dipengaruhi secara nyata (P < 0.05) oleh tingkat protein kasar pakan dan sangat nyata (P < 0.01) dipengaruhi oleh kadar energi pakan percobaan. Pengaruh
energi pakan percobaan
mengkonsumsi NDF be*
8.
Dilaporkan
terhadap kernampuan ternak untuk
nyata (P < .05), sebagai tertera dalam Tabel
bahwa komponen NDF bertanggung jaw& terhadap
kemapuan ternak untuk mengkonsumsi BK (van Soest, 1%5). Kisaran serat detergent netral (MIF) yang &pat dikonsumsi ( P < .05) adalah 261.85 g
pada pakan percobaan dengan tingkat kandungan protein 18%, energi 13.4 MJ/kg/h (PmEt) sampai 517.9 g untuk pakan percobaan dengan kandungan protein 15% dan energi 10UIkgBK (PrEr) atau setara dengan 25% sampai dengan 44% dari BK. Hubungan antara konsumsi BK dengan kadar NDF pada pengamatan ini tidak menunjukkan hubungan yang nyata (P >0.05). Van Soest (1963) melaporkan bahwa tingkat kandungan NDF memiliki hubungan yang erat terhadap tingkat kemampuan ternak untuk mengkonsumsi BK. Selanjutnya dikatakan bahwa batas tingkat tertinggi kandungan NDF pakan yang dapat ditolerir adalah (55 - 60) % dari BK. Makin tinggi kandungan
NDF pakan maka semakin rendah kemampuan domba untuk dapat mengkonsumsi BK.
Tidak nyatanya hubungan antara konsumsi BK dan
tingkat kandungan NDF pakan , kemunwan disebabkan masih rendahnya kandungan NDF pakan percobaan. Dengan perkataan lain tingkat kandungan NDF pakan percobaan berada dibawah ambang yang membatasi tingkat kemampuan domba untuk mengkonsumsi BK harian. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tin&& PK dan E (energi) berpengaruh nyata ( P <
0.05) terhadap konsumsi kalsium dan posforus. (Tabel 8 ). Kalsium dan posforus merupakan
dua komponen mineral yang cukup penting dalm
kehidupan seekor domba bunting. Mineral ini dibutuhkan sebagai unsur yang
65
digunakan untuk pembentukan dan perkembangan organ foetus.
Rataan
kalsium dan posporus yang diionsumsi pada penelitian ini berturut-turut adalah 6.6 g da n 6.4 g/ekor/hari. Jumlah tersebut lebih tinggi dari pada yang disarankan Kearl (1982).
Selanjutnya dikatakan bahwa kebutuhan
harian kalsium dan posforus untuk induk domba dengan status 8 minggu akhir kebuntingan (BH 30 kg) adalah 3.9 dan 3.7 g, secara bemutan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pakan percobaan pada pengamatan ini telah melebihi kebutuhan hidup pokok dan produksi domba bunting. Secara keseluruhan,
pakan petcobaan tidak berpengaruh tefhadap
tingkat kecernaan semu (YO)nutrien (P > 0 .05), sebagai yang tertera dalam Tabel 10.
Tingkat kecernaan BK tertinggi terjadi pada pakan percobaan
dengan tingkat kandungan protein dan energi sebesar 18% dan 13.4 MJkg
BK, dan terendah terlihat pada pakan percobaan dengan tingkat kandungan protein kasar dan energi sebesar 21% BK dan 13.4 MJkg BK. Dilaporkan bahwa tingkat keamaan BK dipengaruhi oleh beberapa komponen nutrien yang terdapat dalam pakan seperti PK, E dan ADF yang dikonsurnsi. (Robinson and Forber, 1970, Van Soest, 1982). Koefisien oerna semu BK akan meningkat apabila kandungan PK dalam pakan yang diionsumsi meningkat. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan
66
PK yang dikonsumsi maka kemampuan mikro-organisme rumen untuk mencerna BK semakin meninglcat. Nitrogen merupakan komponen utama PK dan dipergunakan untuk pertumbuhan clan perkembangan mikro-organisme rumen. Konsekuensinya
terjadi peningkatan
aktifttas mikro-organisme,
sehingga kemampuan merombak nutrien lain meningkat. Sebagai akibatnya kecernm nutrien pakan meningkat. Disisi lain Van Soest (1982) melaporkan bahwa untuk daerah tropik, kemampuan ternak untuk mencerna BK memiliki hubungan yang erat dengan kandungan ADF pakan. pengamatan ini, hubungan tersebut tidak nyata.
Namun
pada
Kadar energi pakan
berpengaruh secara nyata ( P < 0.05) terhadap nilai kecemaan NDF (Tabel 9). Highfill
et al. (1987) melaporkan bahwa karbohidrat nonstruktural
beqengaruh negatif terhadap kaxmaan komponen serat (Sultan and Loerch, 1992). Keadaan tersebut diartikan dengan semakin tingginya karbohidrat buican struktural ("non-structural carbohydrate") pakan semakin rendahnya nilai kecemaan NDF pakan. Sifat komponen karbohidrat bukan strutud yang mudah larut dan siap dimanfaatkan menyebabkan tingkat keasaman cairan rumen meningkat (Tabel 1 1).
Sebagai konsekuensinya kegiatan rnikro-
organisme rumen (cellulolitio microorganism vi2.B. succinogenes, R albus,
R.ftavefaciens dan Eubacteri~mcellulosolvens; Jouany, 1991) yang berfUngsi
Tabel. 10. Koefisien Cerna Semu (%) Nutrien Pakan Percobaan pada Saat Bunting Tua. R
Pm
Pt I
Ursian
Er
B h Kcring
53.21 66.08 37.17 47.64 76.57 44.61 33.31 53.51 67.86
Em
Et
54.82 67.90 40.12 48.25 78.57 42.38 32.37 56.15 71.95
56.75 69.57 40.51 48.89 80.15 39.32 34.99 59.10 68.84
Er
Em
Et
Er
Em
Et
50.90 65.63 32.67 42.32 73.15 36.32 31.06 53.43 66.53
54.06 70.36 39.85 48.46 76.63 35.76 33.65 56.27 70.50
59.44 71.41 49.47 55.66 77.10 45.43 38.53 62.68 68.53
54.73 69.04 41.52 50.14 78.07 40.19 34.64 57.09 67.90
56.49 67.34 43.06 49.46 67.70 41.92 37.40 59.01 67.93
52.13 68.95 35.08 42.21 82.11 36.47 33.53 54.43 66.81
I
Proteinkasar
NDF ADF Lemak Serat kasar Abu Bahan organik Encqi
68
untuk mencerna komponen serat kasar menurun. Disisi lain dilaporkan bahwa meningkatnya tingkat keasaman cairan rumen dapat disebabkan rendahnya produksi cairan saliva yang diketahui sebagai buffer untuk menetralkan suasana asam cairan rumun (Marshall et al., 1992). Rendahnya produksi cairan saliva kemunglunan disebabkan oleh bentuk pakan yang diberikan dalam penelitian ini. Pakan dalam bentuk pelet menyebabkan menurunnya aktifitas mengunyah dan ruminasi (Hiltner and Dehority, 1983). Konsekuensi keadaan tersebut adalah m e n m y a produksi cairan saliva. Dari Tabel 12 diketahui tingkat tertinggi NDF yang dapat dicerna tercapai pada pakan dengan tingkat kadar PK 21% dan energi 10 MJ/kgBK, yakni sebesar 208 g atau setara dengan 18.5% dari konsumsi BK. Hubungan antafa tingkat
kecernaan NDF (YO) dan energi harian yang dikonsumsi menghti persamaan
Y = 65.01 - 2.275 X; r = - 0.63 (P < 0.01) (Gambar 2). Dari Tabel 8 dan 9 dapat dihitung ketersediaan nutrien yang dapat diserap sebagai yang terdapat dalam Tabel 12 dan 13. Kisaran protein kasar
hwma(PT) adalah 108.18 g sampai 164.21 glekorfhari(Tabel 12) atau setara dengan 11.9 g sampai 15.80 g/ kgBH"''
(Tabel 13).
Makin tinggi kadar
protein kasar pakan maka sernakin tinggi pula tingkat protein kasar yang dapat dicerna Hubungan tersebut mengikuti persamaan Y
=
-13.24 + 0.752X;
Tabel 1 1.Kadar Glukosa, Asamp-hidroxibutht Plasma Darah clan Tin* Keasaman Cairan Rumen Domba jmia Saat Bumting Tua. !
Uraian :
Pm
Er Em Et Rataan
38.63 38.76 39.51 38.90
39.24 38.54 37.58 38.45
36.66 37.84 37.66 37.38
38.18 38.38 38.25
Er
59.10 63.10 60.78 60.96
52.25 57.50 62.65 57.47
55.87 59.07 61.27
Rataan
56.28 56.70 60.38 57.78
Er Em Et Rataan
0.54 0.61 0.51 0.55
0.56 0.55 0.56 0.56
0.53 0.52 0.49 0.52
0.54 0.56 0.52
Sebelum Makan
Er Em Et Rataan
6.83 6.8f 6.97 6.87
6.90 7.04 6.99 6.98
7.08 6.99 6.74 6.94
6.94 6.95 6.90
Sesudah
Er
Makan
Em
6.71 6.69 6.64 6.68
6.81 6.74 6.61 6.72
6.79 6.75 6.74 6.74
6.77 6.72 6.66
Glukose Sebelum (mgl100ml) Makan
Sesudah Makan
FHB Sebelum (mg/lW) Makan
PH
Pt Rataan
Pr
Kondisi temak
Em Et
Et Rataan
A
NDF (%)
10
12 Konsumsi Energi (Wekor)
14
Gambar 2. Hubungan Antara Tingkat Kecernaan NDF (%) dengan Energi Harian yang Dikonsumsi (MJ/ekor) r = 0.95(P < 0.01) (Gambar 3). Implikasi keeratan hubungan antara PT dan
PK pakan dapat diartikan bahwa dalam pengukuran kebutuhan protein seekor domba cukup dilakukan dengan salah satu dari dua parameter tersebut. Dengan ukuran bobot hidup yang sama, jumlah tersebut masih dalam batasan yang disarankan oleh Kearl (1982).
McClelland dan Forbes (1971)
melakukan penelitian kebutuhan protein induk domba bunting (Scottish Blakcface) dengan bobot tubuh 50 kglekor. Dilaporkan bahwa kebutuhan induk domba bunting akan protein tercerna per harinya adalah 94 - 114 g, dan jumlah tersebut setara dengan 5 - 6 g/ kg B@".
Nilai tersebut sama dengan
Tabel 12. Konsumsi Nutrien Tercerna (glekorkari) pada Saat Bunting Tua. R Uraian
Konsumsi wokor) Bahan Kering
Rotein kasar
NDF ADF Lemak Serat kasaf Abu Bahm organ& E n a w l
Er
633.30 118.7211 194.2%~ 164.21b 37.46a 97.61b 36.5Oa 575.33 7.946a
E
574.08 108.18a 147.1% 112.12a 72.05b 75.21b 28.28a 539.40 8.791a
Pt
RIl
Et
634.91 117.29ac 132.55~ 70.708 109.03~ 60.008 24.86a 619.15 10.378b
Er
577.74 133.86ad 173.40ac 146.84b 40.438 82.40b 31.44a 551.74 7.279a
Em
623.25 146.59bcd 168.64~ 128.87b 72.49b 68.85a 34.25a 591.86 9.405b
Et
Er
613.44 629.74 136.98a 164.21bd 13O.W 208.3Obc 73.62a 168.74b 94.12b 41.74a 60.56a 95.23b 25.89~ 46.41b 619.00 563.57 7.606a 7.666a
N i b ddangan huruf yang berbcda pa& baris yang samrr berbeda nyata (P < 0.05)
Em
601.20 153.20bd 164.3% 124.67b 58.47a 72.61ab 33.23a 575.43 8.551a
Et
586.63 163.15bd %.91ac 67.46a 108.81~ 50.55a 24.01a 573.49 10.174b
Tabcl 13. Rataan Konsumsi Nutrien Tercerna (gkgJ3H" "/hari) pada Saat Bunting Tua Pm
R
Urainn
Er
E
Et
Er
Em
Pt Et
Er
Em
Et I
Konsumsi : Bahan K a h g Rotehlarsar NDF ADF Lemak S m t kasar Abu Bahan organik Energi
44.79 8.44 13.60 11.60b 2.67a 6.97b 2.60 40.62 0.567a
42.99 8.07a 11.02 8.39ab 5.37ab 5.6lab 2.11 40.35 0.658bc
44.43 8.22a 9.19 4.92a 7.68 4.16a 1.74 43.32 0.726b
36.45 8.48a 10.86 9.23ab 2.56ab 5.241
2.02 34.79 0.460bc
43.21 10.16ab 11.70 8.94b 5.02ab 4.77a 2.37 41.04 0.651bc
43.59 9.48 ab 8.99 5.m 6.51bc 4.19a 1.79 42.83 O.508ac
40.75 10.58b 11.45 8.66ab 4.05~ 4.9% 2.29 39.99 0.591a
41.75 10.58b 11.45 8.66ab 4.05~ 4.99a 2.29 39.99 0.591a
40.78 11.36b 6.67 4.6& 7.58b 3.49a 1.66 39.90 0.71 1b
0
1
VA
150
200
250
Konsumsi PK (g/ekor) Gambar 3. Hubungan antara Konsumsi Protein Kasar (g/ekor) dengan Protein Kasar Tercerna (glekor).
7 g unit lebih rendah dari yang diperoleh pada penelitian ini. Pert>edaan tersebut mungkin disebabkan adanya perbedaan jenis domba, umur ternak, variasi genetik domba yang dipergunakan, tatalaksana, jenis pakan percobaan dan lain sebagainya. Penelitian terdahulu telah juga melaporkan bahwa jenis domba yang berbeda menunjukkan perbedaan kebutuhan dan kemimpm &lam m d a a t k a n nutrien yang tersedia (Ross,
1982).
Ketersediaan energi yang dapat dicenra (ET) menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0.05) sebagai akibat tingkat kandungan energi pakan (Tabel 1S), dengan rataan energi tercerna sebesar 8.84 MJ /ekor. Dengan asumsi EM
74
setara dengan
0.81 DE (MAAF, 1977; Minson, 1982) maka energi
termetabolisasi yang berhasil dikonsumsi adalah 7.1 MJhari. Jumlah tersebut lebih rendah 0.84 MJ unit jika dibandingkan dengan yang pernah dilaporkan Kearl (1982).
Dengan perkataan lain EM yang berhasil dikonsumsi hanya
memberikan 90% dari yang dibutuhkan seekor induk domba bunting. Hoaglund, et al. (1992) melaporkan bahwa pemberian pakan yang mengandung 80% EM tidak mempengaruhi status nutrisi domba bunting. Keadaan tersebut dapat juga diartilcan bahwa, (i) calon domba in&
yang
dipergunakan pada penelitian ini membutuhkan EM yang lebih rendah dan (ii) ternak domba lokal Indonesia lebih efisien memanfaatkan energi untuk hidup pokok dan proddcsi. Hubungan antara energi yang dikonsumsi (EK) (MJAcg
BH~.'') dan ET (MJAcgBfl" Y
=
0.136
), dapat digambarkan dengan persamaan garis
+ 0.675 X ; r =
O.% (P < 0.01) (Gambar 4).
Nutrien yang dikorcsumsi untuk dapat diserap pada umumnya dipergunakan untuk hidup w o k dan produksi. Keadaan tersebut &pat diketahui dengan melihat profil darah ternak yang
krsangkutan, seperti
kadar glukosa dm aurmJ3-hidroksibutlat (Gunn, 1983). Ketersediaan nutrien dan kemampuan t e d untuk menyerap nutrien tersebut berdarnpak positif
terhadap tingkat kandungan glukosa dan asam F)-OHB plasma darah ternak
0 0.7 0.9 1.1 Konsumsi Energi (MJkgB~ '3 Gambar 4. Hubungan Antara Konsumsi Energi (MJ/kg B P 'dengan ~ Energi Termetabolisasi (MJkg BIiP 79
domba Ketemediaan glukosa dalam darah merupakan komponen penting sebagai sumber utama energi atau sebagai prekusor energi untuk foetus (Orskov and Ryle, 1990; Leng et al., 1967). Pada pengamatan ini diperoleh bahwa rataan konsentrasi kandungan glukosa darah domba sebelum diberi pakan adafah 39.55 mg/100ml dan tiga jam setelah pemberian pakan adalah 50.41 mg/lOOml. Mexmgkatnya konsentrasi glukosa darah setelah diberi
pakan menunjukkan perbedaan yang nyata (P c 0.05) dipengaruhi oleh kandungan protein/energi pakan (Tabel 11). Dari kenyataan tersebut terlihat
77
adanya peningkatan konsentrasi glukosa darah setelah diberi makan, yakni 11.1 mg/100 ml. Konsentrasi glukosa plasma darah pada penelitian ini berada pada batas normal kandungan glukosa darah dornba (Bergmann, 1983; Hoaglund, et al., 1992). Selanjutnya dilaporkan bahwa konsentrasi glukosa darah ternak domba betina dewasa antara (35-62) mg/100 ml. Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar glukosa darah domba pada penelitian ini masih cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan ternak akan glukosa. Kenyataan tersebut ditunjang dengan rendahnya kadar asamp-OHB sebagai yang tertera pada Tabel 11. Reid, (1968) melaporkan bahwa apabila pakan yang diberikan
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrien yang
diperlukan, maka
kebutuhan energi diperoleh dengan merombak cadangan energi (yakni lemak
elan protein tubuh) yang ada &lam tubuh. Konsekuensinya kandungan aseton ( salah satunya dalam bentuk J3-hidroxibutirat) akan meningkat. Penelitian
ini menunjukkan bahwa, lcandungan asamp-hidroxibutirat darah berada pads batas normal, yakni 0.54 mmoY100ml. Russel, et. a1. (1977) melaporkan bahwa konsentrasi ~ ~ d r o x i b u t i rsenilai a t 0.7 mmoVl0Ornl atau lebih rendah dapat dipergunakan sebagai indikator (Robinson, 1987) bahwa status nutrisi ternak yang bemangkutan masih cukup untuk menunjang kebutuhan harian (Orr and Treacher, 1984; Foot et al., 1984). Hubungan tingkat
Tabel. 15. Ketersediaan Energi Paklin Percobaan untuk Domba pada Saat Bunting Tua. Pm
PI
Uraian
Er
E
11.682a 3.735a 7.946a 0.309 0.935a 6.702b
12.246ac 3.455a 8.791ac 0.271 0.979ac 7.813bd
5.67 84.3 57.4 68.0
7.44 88.1 63.8 71.8
Et
Er
Em
t'l Et
Er
Em
Et 15.242b
Energi (MI):
Pakan Feses Energi tercerna Energi urin Energi methan Energi metabolis
15.082b 10.919a 4.704bc 3.639a 10.378bc 7.279a 0.316 0.303 0.874a 1.206b 9.172~ 6.102a
13.430a 4.025a 9.405ac 0.312 1.074bc 8.019bc
13.694bc 4.295ac 7.606a 0.288 1.095bc 6.233a
11.263a 3.597a 7.666a 0.325 0.901a 6.440a
12.573a 4.022a 8.551ac 0.289 1.006bc 7.256a
7.03 85.3 59.7 10.0
6.07 81.8 45.5 55.3
5.71 84.0 57.2 68.1
6.79 84.9 56.7 66.7
5.067bc 10.174bc 0.317 b 1.219 8.637~
Kepadatan ME
BK ME/DE (%) ME/GE (%) DE/GE (%)
8.16 88.4 60.8 68.8
5.42 83.8 55.9 66.6
Nilai, diikuti dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama, berbedanyata (P c 0.05 )
7.68 84.9 56.7 66.7
Gambar 5. Hubungan EM (MJiekor) dengan kadar asam p-OHB darah (mmoY100ml).
konsumsi EM (MJIekor) dan kadar asamp-hidroksibutirat (mmolll00 ml) palsma darah menghti persamaan Y = 0.75 - 0.00 X; r
=
- 0.43 (P < 0.05).
(Gambar 5).
43.2. b. Retenai nitrogen dan enersi termetabolisasi. Perbedaan jumlah nitrogen yang dikonsumsi dengan yang diieluarkan dari tubuh bersama-sama f-
dan urin merupakan gmbaran tingkat nitrogen
yang dapat d i i a n f a a k dan merupakan gambaran tingkat efisiensi pemanfaatan nitrogen pakm oleh ternak. Dari Tabel 14 terlihat bahwa
80
perlakuan pakan memberikan gambaran yang positif dan meningkat dengan meningkatnya kandungan protein kasar dalam pakan.
Hubungan antara
nitrogen yang dikonswnsi (NK) (g/kgBH73dengan retensi nitrogen (NR) g/kg13H"7smengikuti persamaan Y = - 0.37+ 0.55 X;
r =0.87 (P c0.01)
(Gambar 6). Dari Ilustrasi tersebut juga dapat diketahui bahwa kebutuhan nitrogen untuk hidup pokok domba bunting tua adalah 0.67 gkg BH"" /hati.
Jurnlah tersebut sama dengan yang dilaporkan oleh MoClelland dan Forbes (1971) dan lebih rendah 0.03 g/kg BH"" unit daripada yang dilaporkan Robinson dan Forbes (1%8) untuk domba bunting. Dengan perkataan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok domba bunting (bobot hidup 35 kg) membutuhkan nitrogen sebesar 9.6 g atau setara dengan 60.3 g PWekor. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa kebutuhan nitrogen untuk hidup pokok domba bunting adalah 0.53 g/kgBH' 7s (Osrkov, 1982).
Perbedaan
perolehan data tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jenis tern& yang dipergunakan dalam penelitian, jenis pakm yang dipergunakan, pendekatan untuk perolehan data yang berbeda dan lingkungan penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa domba lokal Indonesia dengm status bunting tua membutuhkan nitrogen yang lebih banyak dibandingkan dengan yang disarankan Orskov, (1982).
Dari Tabel 14 diperoleh bahwa kadar
81
protein pakan percobaan berpengaruh secara nyata (P < 0.05) terhadap tingkat nitrogen yang dapat dicema Hubungan antara nitrogen yang dikonsurnsi (gkg BP.") dengan nitrogen tercerna (NTXg/kg BH) mengkuti persamaan Y
=
-0.14076 +0.74%5 X, r=0.95 (P c0.01) (Gambar 7). Persamaantersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan nitrogen yang dikmumsi maka semakin tinggi pula nitrogen yang tercerna sebagai yang dilaporkan McClelland and Forbes, (1971).
Gambar 6. Hubungan retensi nitrogen (g/kg BfP7') dengan Konsurnsi nitrogen (g/kgBHO '9.
Nitrogen yang dikeluarkan bersama-sama urine (Tabel 14) dipengaruhi oleh kandungan protein pakan (P < 0.05), dan semakin tinggi nitrogen yang
dikonsumsi, semakin tinggi pula nitrogen yang diieluarkan melalui urine (McClelland and Forbes, 1971). Hubungan antara nitrogen yang diionmmsi
(g/kgBH"73 dan nitrogen urine (N-ur) (g/kgE#fs ) mengikuti perstmaan Y = 0.23695
+ 0.195739 X ; r = 0.53 (PC 0.05XGambar 7). Persamaan tersebut
Gambar 7. Hubungan kmumsi nitrogen (g/kg BH"73dengtm nitrogen tercerna (g/kg BI-P73,dan konsumsi nitrogen dengan nitrogen urin (g~kgB P 7s)
83
menunjukkan bahwa pada saat konsumsi nitrogen sama dengan nol, maka nitrogen yang dikeluarkan melalui urine adalah 0.23 g /kg BH!'~'.
Keadaan
tersebut memberi gambaran bahwa pada saat tidak terjadi pasokan protein melalui ransum, maka terjadi perombakan/katabolisme protein tubuh sebesar 3.75 g/kgBH"75. Dengan perkataan lain untuk tidak terjadi perombakan protein tubuh maka pakan yang dikonsumsi hams dapat menyediakan protein kasar sejumlah 5.5g PUkg B P 7 ' (koefisien cerna PK
=
68.5?/0).
Jumlah
tersebut setara dengan 115.55 g PK yang harus dipasok dari pakan untuk domba dengan BH 35 kg. Ketersediaan dan pemanfaatan energi sebagai akibat kadar protein dan energi pakan percobaan tertera dalam Tabel 15. Terlihat bahwa kadar energi pakan berpengaruh secara nyata (P < 0.05) terhadap ketersediaan dan
pernanfaatan energi, dan tidak pada kadar protein ransum percobaan. Makin tinggi kandungan energi pakan percobaan yang dikonsumsi maka makin tinggi ( P
< 0.05 ) pula energi yang dikeluarkan bersama-sama feses. Tidak
demikian halnya dengan energi yang dikeluarkan bersama-sama urin ( P > 0.05). Hubungan yang p i t i f antara energi yang dikonsmsi (MJ/kg BH'"') dan energi yang dikeluarkan melalui urin (E-ur) (MJ/kg BIT7') mengikuti
persamaan Y
=
0.0687
+ 0.0182 X ;r = 0.61 (P
< 0.01) (Gambar 8). Dari
Tabel 15 terlihat bahwa EM yang tersedia untuk dimsnfmtkan meningkat sejalan dengan makin meningkatnya ( P < 0.05 ) kandungan energi pakan, masing-masing 6.41; 7.70 dan 8.01 MJ untuk tingkat energi rendah, menengah dan tinggi secara berumtan (Tabel 15). Dengan dernikian kepadatan EM per kg BK adalah 5.6, 7.1 dan 7.3 untuk pakan pembaan dengan kadar energi rendah, menengah dan tinggi secara berurutan. Robinson et al. (1979) menyarankan untuk memenuhi kebutuhan energi domba bunting maka pakan yang diberikan serendah-rendahnya mengandung 10 MJ EMkg BK. Pada pengamatan ini, pakan yang dibedcan mengandung rataan 7.5 MJ EM/kgBK (Tabel 15). Peningkatan kandungan energi yang dikonsurnsi (MJAcg BJ?") ternyata mempunyai hubungan yang sangat erat (P < 0.01) dengan EM (MJ/kg BH("5) dan mengikuti persamaan Y
=
0.006199
+
0.58886 X; r
0.95 ( P < 0.01) (Gambar 9). Pengamatan selama fase bunting
=
tua
menunjukkan adanya kenaikan b b o t hidup harian domba sebesar 176 g. Dengan arsumsi bahwa pertambahan bobot hidup calon domba induk merupakan pertambahan bobot foetus dan dengan asumsi setiap g tubuh
foetus setara dengan 7.1128 KJ (Rattray, 1974) maka dapat dikatakan bahwa rataan retensi energi (RE) dalam tubuh domba yang mendapat pakan v b a a n adalah 1.252 MJ ( 176 g x 7.1 128 KJ ). Dari Tabel 15 diperoleh
KK = 17%; SB = 0.075 4G7
0.00 1
3 5 Koflsumsi Energi (M.TkgBH? '9
7
Gambar 8. Hubungan antara Konsumsi E (MJAc~BH"~J) dengan E-ur w/kgBp73
0
I
A 1
. 0.90
0.94
0.98
1.20
Konsumsi E (MJkgBH'"5) Garnbar 9. Hubungan Antara Konsumsi Energi (MJAcg Bp73dengan EM (MJACg BH! 7').
86
bahwa rataan EM dari semua perlakuan pakan adalah 7.37 MJ. Hal tersebut memberi gambaran umum bahwa domba bunting dengan rataan bobot tubuh 3 5 kg rnembutuhkan energi sejumlah 6.1 18 MJ EM ( 7.37
- 1.252 MJ).
Jumlah tersebut setara dengan 0.425 MJ EMflcgBH'"5. Nilai tersebut sama dengan yang dilaporkan Robinson (1982), narnun lebih rendah dari yang diperoleh Rattray et al. (1974) dan Guada et al. (1975), yakni 0.109 A4J dan 0.0 85 MJ unit secara bemutan. Perbedaan nilai EM yang dibutuhkan induk ("maternal energy requirement") pada
pengamatan ini kemungkinan
disebabkan pendekatan pengamatan yang berbeda (Ross,1982). Ternak yang dipergunakan pada penelitian terdahulu besar kemungkinan menyakan ternak hasil seleksi, atau telah mengalami perbaikan genetik ( sehingga variasi individu ternak cukup rendah). Pada pengamatan ini ternak ditempatkan pada bangunan kandang individu (selama pengamatan) sedangkan pada pengamstan terdahulu dilakukan pada kandang kelompok yang terbuka. Demikian juga pengamatan terdahulu dilakukan pada musim dingin daa sejuk ("winter dm autum"). Sebagaimana yang diketahui ternak yang ditempatkan setiap saat pada kandang individu membutuhkan energi untuk hidup pokok yang lebih rendah dibandingkan dengan energi yang dibutuhkan untuk hidup pokok seekor induk domba yang ditempatkan di kandang terbuka dan berkelompok
87
(Chiou and Jordan, 1973).
Hal ini dapat dipahami karena ternak yang
ditempatkan pada kandang individu memiliki kesempatan untuk bergerak yang terbatas dan tidak terganggu dari sesama domba sehingga lebih tenang. Sementara ternak domba ternak di daerah dingin mernbutuhkan energi untuk hidup pokok yang lebih banyak dibandiigkan pada daerah tropis. Hal ini disebabkan ternak di daerah dingin membutuhkan energi ekstra untuk kebutuhan panas agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan (Landsberg and Young, 1983). Pendugaan kebutuhan PK dan EM dengan mempergunakan data yang diperoleh dapat diilustntsikan dengan persamaan (i) EM( MJ) =
-
0.3 5 BH""' (kg) 4.63 PBHH (kg)
+ 9.61
log EMIPK (KJnig) ; KK= 14.4
% ;SB = 1.53 dan r = 0.62 (P < 0.01); (ii) PK (kg) = 1.03
(kg)
- 40.63 +
+ 0.0083 BH"'
- 0.0997 PBHH (kg) - 0.204 log ME/PK (KJ/kg); KK = 14.7%; SB =
0.042 dan r = 0.65 (P < 0.01).
Oleh karena itu, dengan mengetahwi nisbah
EM/PK, maka kebutuhan EM dan PK induk domba &ngan W tubuh tertentu dan pertambahan bobot tubuh harian yang diharapkan dapat diketahui. Variasi genetik domba betina yang dipergunakan pada penelitian hi cukup besar, maka untuk menduga kebutuhan energi metabolis dan protein kasar dengan menggunakan persamaan tersebut di sarankan untuk ditarnbahkaan dua
88
simpangan baku. Dengan mempergunakan
persarnaan tersebut diperoleh
bahwa kebutuhan seekor domba betina bunting baik untuk energi metabolis maupun protein kasar lebih banyak jumlahnya dari yang d i s d a n oleh NRC (1985). Hal tersebut kemunglunan disebabkan keragaman genetik domba lokal
di Indonesia yang cukup bervariasi dan rendahnya kualitas pakan yang tersedia di lapang. 4.4. Fase Beranak.
Hasil pengarnatan menunjukkan bahwa rataan lama bunting domba adalah 14724.45 hari (Tabel
16). Kisaran lama bunting domba pada
pengarnatan ini beradapada batas normal sebagai yang dilaporkan peneliti terdahulu (Mellor and Murray, 1981;Ross, 1989). Hasil uji statistik terhadap lama bunting, tidak menunjukkan perbedaan sebagai akibat pakan percobaan. Rataan jumlah anak per induk, bobot lahir (g/ekor) dan total bobot lahir (g/induk) dari setiap perlakuan tertera pada Tabel 16. Rataan dari seluruh pengamatan menunjukkan bahwa jumlah anak yang lahir per induk domba adalah 1.5 ekor dengan rataan bob& lahir adalah 2295 g/ekor dan total bobot
per induk domba adalah 3339.7g. Hasil pengarnatan terdahulu terhadap jenis domba lokal Indonesia mendapatkan rataan jumlah anak(ekorlinduk), bobot lahir (kglekor anak) dan total bobot lahir (kg/indukXkg/induk) secara berutan
Tabel. 16. PenampiIan Induk Domba saat Melahirkan
,
r
R
Uraian
b
Er
E
Pm Et
Er
Em
Pt Et
Er
Em
Et
Lama Bunting Q Jumlah d i n d u k Berat lahir wind&) Berat w a n a k ) , Berat placenta (g)
148.5 1.25 2650 2120 530.0
147.5 1.5 2690 1793 970.0
149.2 1.5 3670 2447 737.5
147.0 1.75 3140 1794 622.5
147.5 1.5 3655 2437 397.25
148.5 1.25 3627 2901 552.5
148.0 1.75 3876 2215 466.2
147.5 1.5 3365 2243 430.0
146.0 1.25 3383 2706 591.7
Penyuutan BT raat melahirkan (kg).
4.97
4.93
8.18
7.90
5.33
6.57
4.15
6.00
5.73 4
90
adalah 1.54; 1.8 dan 2.74 untuk domba Sumatera (Iniques et al., 1991) dan 1.75, 1.6 dan 2.8 untuk domba Jawa (Inounu et al., 1993).
Alexander (dikutip oleh Mellor and Murray, 1981), mendapatkan ukuran plasenta berpengaruh terhadap pertumbuhan foetus, sementara Mellor dan Murray (1981) melaporkan bahwa bobot placenta memiliki hubungan yang positif dengan bobot fetus. Pads pengamatan ini diperoleh rataan bobot
+
plasenta adalah 588.7 278 g. Tidak diperoleh perbedaan yang nyata ( P > 0.05 ) antara perlakuan terhadap bobot plasenta (Tabel 16).
Bobot lahir yang cukup baik menyebabkan daya hidup anak selama 7
hari pertama sesudah melahirkan adaiah 100%.
Inounu
et al. (1993)
menyarankan untuk mendapatkan daya hidup yang tinggi maka an& yang dilahirkan hams memiliki bobot lahir lebih tinggi dari 1.5 kg. KeaQan ini menunjukkan bahwa berat lahir yang diperoleh pada pengamatan ini 0.7 kg unit lebih berat dari yang disarankan. Data tersebut memberi gambaran bahwa tingkat pemberian pakan percobaan dengan kadar protein dan energi yang berbeda pada pengamatan ini oukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi induk domba bunting.
4.5.1. Produksi Air Susu dan Ptnampilan Anak Domba
Total produksi air susu selama 8 minggu pertama laktasi dan komposisi nutrien pada minggu ke empat laktasi terdapat dalam Tabel 17.
Ksadar
protein pakan percobaan ternyata menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap total produksi selama pengamatan ( P < 0.05) sebagai yang dilaporkan oleh Robinson et al. (1979), &&an
kadar energi pakan
cenderung meningkatan total produksi susu (P > 0.05), namun tidak konsisten.
Selanjutnyaditambahkan, peningkatan produksi air susu sebagru
akibat kadar protein kasar m u m mempunyai hubungan dengan makin meningkatnya jumlah nitrogen bukan arnonia yang 1010s dari perombakan dalam m e n dan siap diserap meialui usus halus. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan asam amino dalam jurnlah yang banyak dm siap diserap, penting untuk dapat meningkatkan produksi air susu. Kandunganprotein (N x 6.25), lemak dan bahan kering harian air susu
ternyata menrngkat sejalan dengan
memgkatnya kadar protein pakan
percobaan (P < 0.05), deqan rataan masing-masing 3.85 0.8, 10.2+1.2 dm 76.228.7 g secara benuutan. Kandungan protein kasar air susu cendeiung
meningkat dengan meningkatnya kadar protein pakan percobaan ( P < 0.05). Peningkatan kadar protein palcan percobaan dari 18% menjadi 21% tidak
93
meningkatkan produksi harian protein harian susu, m u n peningkatan dari 18% menjadi 24 % mem@atkan produksi harian protein susu sebesar 0.7 g
unit (Tabel 17).
Pertambahan bobot hidup harian domba anak pada 4 minggu pertama menunjukkan perbedaan ( P < 0.05 ), s e w akibat pemberian pakan percobaan kepada domba induk, dengan rataan sebesar 146 glekorfhari. Peningkatan k a d ~protein kasar pakan dari 15 menjadi 18 dan 21% m e n i n w a n laju pertambahan bobot hidup harian domba anak sebesar 15
dan 33 g unit lebih tin& dari pada kenaikan bobot hidup domba anak yang berasal dari induk yang mendapt @an
dengan kadar protein kasar 15%.
Keadaan tersebut rnenunjukkan bahwa domba induk yang memperoleh pakan
dengan kadar protein yang lebih tinggi dari 15% memproduksi air susu yang lebih banyak (Robinson et al. 1979).
SeQnglcanpertambahanbobot hidup
harian domh anak pda 4 mingy kedua tidak dipergamhi oleh pakan induk, dengan r a t a m kenaikan bobot hidup harian sejumlah 136 g. Perbedaan yang
tidak nyata mungkin disebabkan, (i) sejak awal minggu ke lima, domba anak telah rnenunjukkan kemampuan untuk mengkonsumsi pakan padat (pelet), sehingga kekurangan kebutuhan anak domba diperoleh dari pakan padat dan (ii) produksi air susu setelah minggu ke empat mulai berkurang. Namun
94
demikian mash perlu diteliti lebih jauh. Pola pextumbuhan domba anak =lama 10 minggu pengamatan terlihat pada Gatnbar 10. Bobot hidup sapih (umur 10 rninggu) menunjdckan perbedaan yang nyata, sebagai skibat
perlakuan pemberian paksn peroobacm kepada domba induk Domba anak yang beraaal dari induk yang mendapat palcan peroobsan dengan kadar protein dan energi tertinggi menunjukkan bobd hidup yang lebii berat ( P < 0.05).
4.5.2. Ketemediam nutria. 4.5.2.a
Konmmsi dam kecernaan MIMen.
P e n g d ksder protein dan
cnergi palran pcroobaan tertradap konsurrmi harian domba laktasi terdapat pada Tabel 18 (glekor) dan Tabel 19 (g/ kg~H"-'3. Kadar energi palcan percobaan berpargaruhsangst nyata ( P < 0.01) terhadap rataan korunmlsi zat
makanan, kecuali terhadap rataan komumsi BK, PK dan BO ( P
0.05 ).
Sedangkan krdatproteintidakmembaiksa dampak (P > 0.05)tcrhadap rataan komumsi hatian (g/eka) BK, NDF, Icmak, BO dan =gi. yang telah d i m b n terdahulu,
Scbagai
kompcraen pembata tingkat kemampuan
domba Mtuk dapat mengkmsumsi BK Namua pcmbatas lain mempengaruhi ktmampusn tanak untulr mmgk-i
yang
BK pakan adalah
kompoa~nNDF ( van Soest, 1965). Kan&ngan NDF pdcm ptxcobacm pada
95
pengamatan ini bervariasi dari 24% sampai 4 5 O o dari BK dengan rataan 3 1 %. Dibandingkan dengan yang dilaporkan sebelumnya maka keadsan pada Bobot hidup (kg)
Gambar 10. Pola Pertumbuhan Domba Anak (lahir - 8 minggu). pengamatan ini menunjukkan
kandungan NDF pakan percobaan belurn
merupakan pembatas tingkat kemmpuan domba untuk dapat mengkoplsumsi
BK. Namun dernikian hubungan tingkat konsumsi NDF (gkg BP")dan konsumsi BK (gkg BW'~) mengikuti persamaan Y r
= 0.63 (
=
75.93
+
0.263 X :
P c 0.05) (Garnbar 11). Demikian pula hubungan komponen ADF
%
dan SK dengan kemampuan ternak unhk mengkonsamsi BK mengikuti persamaan Y =
74.33
+
=
78.39
0.68
X;
+
0.30 X, r = 0.45 (P < 0.05) untuk ADF dan Y
r =
0.67(
P < 0.05) untuk scrat kasar. Tidak
sebagaimana yang dilaporkan terdahulu (Van Soest, 1%5) bahwa antara kemcanpuan konsumsi bahan kering dm kmponen serst pakan memiliki hubungan yang negatif. Hal ini disebabkan tingkat o p t i d komponen serat pakan Selanjutnya dikatakan hubungan negatif antara kemampuan konwmrsi
bahan kering belum merupakan suatu faldor
di*
pembatctir sebagai yang
Van Soest (1965). dan tingkat kandungan NDF akan tcjadi apgbila
kadar NDF pakan menoapai (55-60)% dati BK Rataan konsumsi &an
w i n kasar d i p e n g d seoara aangat nyata
( P <0.01 ) oleh kadarprotein dan tidak (P > 0.05) di-
oleh kadar
energi pakan pemobaan, Rataan konsumsi harian PK d a h 182 g dengan
-
k h r a n 138 238 g/ekor. J d a h tersebut getma dengan yang dilaporkan Peart (1984) yalrni &yak
14.3 g/kg BI-P". Robinson (1 982) melapcnkm bahwa
untuk memenuhi kebutuhm harian induk domba maka PK yang diperlukan
-
adalah (6.4 10)gAcg BI? "(ARC, 1980). Gmm (1983) melapwkan bahwa pengukuran kebutuhan protein seekor domba yang d i h u b u q h dengan penampilan reproduksi Enenrpakan suatu ha1 yang sangat kompleks. Hal ini
Tabel 18. Rataan Pembahan Bobot Tubuh clan Konsumsi Nutrien Harian (g/ekor) Domba Laktasi. 1
R Uraian
PBHH 0, Koneumm Wekor): Bahan Kering Protein Kwar. N D F, A D F,
Lemak, Serat Kasar,
A ~ Y Bahan Orgad, Kalkm, Posfom, Enersi (MUekor)
Er
- 36 904.50 146.53a 396.99~ 261.31~ 37.54a 168.42~ 84.03~ 820.47 6.15~ 5.07 8.95a
E
- 27 854.25 138.22a 299.24b 189.4% 74.58b 144.62b 71.0% 783.18 5.30bc 5.13 9.97ab
h Et
- 10 855.75 140.43a 250.22a 110.56a 104.40~ 117.32a 55.37a 800.38~ 3.59a 4.28~ 11.49b
Er
- 40 903.75 1110.93b 416.63~ 274.56~ 44.19a 181.20~ 81.79bc 821.96 5.78~ 4.79 8.76a
Em
- 10 883.50 177.67b 321.42b 203.21b 72.45b 145.07b 76.42b 807.08 6.71~ 5.92 10.41b
Pt Et
- 10 871.50 175.00b 216.92a 108.94a 109.46~ 109.63a 54.90a 816.60 4.53b 5.05 11.34a
Er
- 32 942.75 234.84~ 423.29~ 282.92~ 44.69a 200.15d 112.66d 830.09 6.69~ 5,28 9.43a
Em
- 20
Et 10
909.75 912.00 221.43~ 228.18~ 327.42b 222.62a 215.16b 129.05a 72.87b 107.43~ 147.29b 1 1 1.26a 75.42b 80.53b 834.33 831.47 5.91~ 3.92a 5.09 5.93 10.70~ 12.37~
Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (Pc0.05)
-
Tabel 19. Rataan Konsumsi Nutrien Pakan Percobaan @/kg BT"") untuk Domba Laktasi. Pr Uraian Bahan Kering Protein Kasar, N D F. A D F. Lemak, Serat Kasar, Abk Balm Orgaruk, Kalkum, Posfow, Energi (MJIekor)
Er 66.77 10.82a 29.31a 19.29~ 2.77 12.43 6.20 60.57 0.45 0.37 0.66a
E 69.63 11.22a 24.3Ob 15.38b 6.06 11.74 5.77 63.59 0.43 0.42 0.81b
Pm Et 69.30 11.37a 20.26~ 8.95~ 8.46 9.50 4.48 64.82 0.29 0.35 0.93~
F't
Er
Em
Et
70.36 14.09b 32.448 21.38a 3.44 14.11 6.37 64.00 0.45 0.37 0.68a
69.86 14.05b 25.42b 16.0% 5.73 11.47 6.04 63.82 0.53 0.47 0.82b
69.64 13.98b 17.33~ 8.70 8.75 8.76 4.39 65.25 0.36 0.40 0.91~
Er 70.56 17.58~ 31.68a 21.18a 3.34 14.98 8.43 62.12 0.50 0.40 0.71a
Em 70.33 17.12~ 25.31b 16.63b 5.63 11.39 5.83 64.50 0.46 0.32 0.83b
Et 70.39 17.61~ 17.18~ 9.96~ 8.29 8.59 6.22 64.17 0.30 0.46 0.9%
Nilai dcngan h u d yang berbcda pada baris yang sama menunjukkan pcrbedaan yang nyata ( P < 0.05)
Konsumsi BK (g/kgB@ '3
0.0
I
1
y
15 20 Konsumsi Komponen Serat (NDF,ADF, SK) 10
Gambar 1 1. Hubungan Antara Konsumsi Komponen serat (gflcgE3I-P-') dengan Konsumsi BK (gkg~H'"q
disebabkan proses degradasi protein yang dikmumsi oleh mikro-organisme dan kosekuensinya tidak diketahui dengan pasti berapa banyak dan &lam
bentuk apa protein tersebut diserap. Keadaan tersebut lebih diperberat dengan interaksi yang dapat terjadi dengan energi yang dikonsumsi. Oleh karena itu
100
pengukman kebutuhan protein
induk domba lebih ditekankan dalm
hubungannya dengan konsumsi EM (Robinsson and Fotbes, 1968; Rattray , 1974; Treaoher, 1983). Untdc itu pendugaan keb&uhan PK domba menpkan
fungsi dari bobot badan, tingkat produksi dm keseimbangan EM dan PK. Dari peroleham data maka pen&gaan PK domba laktasi dapat diilustrasikm sebagai persamaan PK (kg) (kg)
+ 0.123 Zog W
= 0.5334
+ 0.0085 BR7' (kg)+ 0.299 Prod
susu
K (Wkg); KK = 14.6%; SB = 0.083 dan r = 0.76
(P < 0.01).
Rataan kmumsi harian energi pada penelitian ini sangat nyata ( P <
0.0 1) d i p e n g d oleh krsdar enetgi pakan petcobaan , baik pada tingirat konsumsi per ekor (Tabel 18) maupun pada tingkat bobot tubuh metabolis (Tabel 19). Rataan konsumsi energi (MJkg BH"") tersebut d a h 0.81 f
0.03 MJ per hari. ARC (1980) menyarankan untuk m u h i kebutuhan energi domba laktasi (BH 40 kg) maka jumlah yang hams dikcmumsi adalah 9.8 UI a h setara dengm 0.62 MJ/kg BHO" Jumlah tersebut temyata lebih
rendah dari yang diperoleh p d a pengamatan ini. Hal tersebut kemun$inan disebabkan perbedaan jenis ternak, jenis pakan, lingkungan peng-
dan
metode pendebtan dalam pengumpulan data.yang diper@an.
Dari Tabel 18 dan 19 juga terlihat bahwa konsumsi kalsium dan
101
poephorus d i p e n g d sangat nyata ( P < 0.01 ) oleh kadar protein dan m a g i
pakan, dengan rataan komumsi sejumlah 5.3w.5 g dan 5.179.46 g/ekor
untuk kalsium dan p o a f m secara berurutan. Jumlah tersebut berada pada kisaran yang disarankan NRC(1985). Kead (1 982)menyarankan untuk domba laktasi dengan BH 30 kg membutubkan kdsium dan posfo~ssejumlah 8.7 g
dan 7.1 g seoara bemutan Gambaran ini mmunjukkan bahwa j d a h kalsium
dan p o s f ~ ryang ~ ~ tersedia pada pengamatan ini belum cukup tmtuk menyediakm k e W a n domba laktasi. Namun demikian permadahan yang belum diketahui dan perlu pengmatan lebih jauh adalah apakah ketersediaan
mineral kalsium dan p o s f ~ f merupakan ~~, jumlah yang siap untuk diserap dan dimadhatkan untuk memenuhi kebutuhan domba induk dan anak.
Koefisim cerna semu (%) nutrien (Tabel 20) tidak dipengaruhi secara nyata ( P > 0.05 ), bailc oleh kadar protein maupun kadar energi palcan peroobaan, kecudi rartuk kompmem serat pakan ( P < 0.05 ). Tidak adanya perbedtian koefisien cema m u -but yang di-
kernungkinan disebdkm oleh pakan
pada penelitk ini tersusun dari jenis b&an yang m a .
Rataan koefiiien oerna semu (%) BK, PK, BO dan energi adalah 49.54e.11;
57.2i3.64;52.427.63dan 50.9qt_8.67secara benuutan. Ketersedian nutria yang dapat diserap dan ciirmd-
baik dalam
Tabel 20. Rataan Koefisien Cerna Semu (Yo)Nutrien Pakan Percobaan Pada Domba Laktasi R Uraian
Bahan Kering Protein Kasar, N D F, A D F, Lemak, Serat Kasar, A ~ Y
Bahan Orgaruk, Energi (MJIekor)
Er 43.39 58.36 30.91 42.33~ 84.38 25.71 18.60 48.08 69.03
Pm
E
Et
55.08 57.22 37.06 33.69b 83.55 27.11 17.58 58.03 71.94
48.72 60.15 32.26 31.69ab 87.77 25.69 23.51 51.65 73.68
Er 52.72 58.09 33.76 26.57a 77.76 32.23 18.76 56.79 69.23
Pt
Em
Et
49.40 57.14 23.83 25.27a 87.65 32.78 22.61 51.86 72.11
42.12 51.89 30.38 33.86b 83.37 32.78 25.96 44.20 71.06
Er
Em
44.17 55.05 59.17 55.32 33.76 18.42 26.34a 27.79ab 83.20 81.91 28.63 27.75 16.32 23.94 58.54 45.84 71.62 69.04
Et 53.21 57.60 19.31 26.97a 91.50 25.41 19.30 56.31 73.29
Nilai dengan h u d yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata ( P c 0.05 )
103
satuan ekor mupun kg BH metabolis tertera dalam Tabel 21 dan 22. Kekmdiam protein kasar untuk dapat discrap -gat
nyattr ( P < 0.01 )
dipengaruhi oleh kadar protein pakan percobam. Sedangkan keterdiaan n h e n komporren serat dan energi sangat ditentukan ( P < 0.01 ) oleh thgkat energi palm. Oleh karena k d i e n cerna semu nutrim pada umumnya tidrrk d i p e n g d oleh kadar protein dan energi pakan pcroobaan maka perbtdaan jumlah keterscdiaan nutrien yang dapat diserap lebih banyak disebabkm oleh
petbedsan jumlah nutrien yang dik-i.
Dari Tab& 21 dan Tabel 22
hlihat bahwa semakin tinggi protein kasar ranmrm yang dikonsurnsi maka semakin tinggi pula tingkat protein kasar yang dapat dicerna OPT). Hubungan
tersebut dapat digambarkan sebagai G a m k 13 dan mengilfltti permman Y = 0.082
+ 0.566 X; r
= 0.94 ( P
< 0.01); d ' i Y adalah PT @g BP")
clan X adalah PK yang dikonsumsi (g/kgI3~'3
4.5.1.b. Retend Nitrogen drur Ene~giTermctabd'ii.
Ketersedian nitrogen ( g / e k o r k ) dan p e m a n f " y a bterdapat pada Tabel 23. Terlihat bahwa kudar prdein pakan percobam bcqengamh sangat nyata ( P < 0.01 ) terhadap ketersediaan nitrogen 0. Scmatrin tinggi kadar protein pakan peroobaan maka aemakin tinggi pula jumlah konrmmsi nitrogen
Tabel 21. Rataan Konsumsi Nutrien Tercerna (g/ekor) pada Domba Laktasi.
R Umian
Er
E
Pm Et
Er
Em
Pt Et
Er
L
Bahan Kerin& Protein Kasar,
N D F, A D F, Lemak, Serat Kasar, A ~ Y B h organ& Energi (MJIekor)
410.27 467.85 85.79a 79.19a 123.6% 1ll.Obc 111.01d 64.08b 31.71a 62.221 43.63b 39.00b 71.00~ 59.30bc 394.13 452.21 6.18a 7.02ab
418.37 473.90 434.46 84.41a 105.04bc 101.59ab 80.48a 139.04~ 76.49ab 35.23a 72.22~ 51.31ab 91.67~ 34.31a 63.47b 30.12a 57.50~ 47.33b 48.61ab 63.49~ 66.9% 414.60 463.99 417.16 8.47nb 6.07a 7.51bc
364.46 90.37ab 66.23a 37.01a 91.17~ 35.80a 45.73a 358.34 8.O6b
415.93 139.01d 142.62~ 74.31~ 37.25a 57.22~ 93.91d 380.12 6.5la
Nilai dengan huruf yang berbda menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0.05).
Em
Et
500.03 485.22 122.62~ 131.97d 59.79a 44.06a 58.91bc 34.83a 59.66b 98.14a 40.80b 28.15~ 61.74d 73.56a 487.75 468.18~ 7.66b 9.66 d
Tabel 22. Rataan Konsumsi Nutrien Tercerna ( g k g B p ') pada Domba Laktasi. R Uraian
Bahan Kering Protein b a r ,
N D F, A D F,
Lemak, Serat Kasar, A ~ Y Bahan Organ&, Energi (MJlekor)
Er 30.07 6.34a 9.06d 8.17a 2.33a 3.20 5.22 28.92ab 0.28a
E
Pm
Et
Er
38.14 33.79 37.04 6.42a 6.84ab 8.18d 9.01d 6.53cb 10.92d 5 . 1 9 ~ 2.84ab 5.66~ 5.06b 7.42~ 2.67a 3.18a 2.44a 4.53~ 4.82 3.94 4.95 36.85bc 33.50bc 36.28bc 0.49d 0.50d 0.37b
Em 34.48 8.03cd 6.05ab 4.06b 5.02b 3.76b 5.30 33.07b 0.41~
Pt
Et 29.28 7.25bc 5.27abc 2.95a 7.29~ 2.87a 3.66 28.79a 0.43~
Er 31.10 10.41e 10.66d 5.57~ 2.79a 4.28~ 7.03 28.43a 0.35b
Em 38.70 9.47e 4.65ab 4.61~ 4.61b 3.16ab 4.77 37.75~ 0.43~
Nilai dengan huruf yang bcrbeda pa& baris yang sama mununjukkan perbedaan yang nyata.
Et 37.45 1O.lSe 3.34a 2.69a 7.58~ 2.18a 5.68 36.13~ 0.47d
(KN). Keadaan tersebut ternyata berpengaruh sangat nyata terhadap ( P < 0.01) nitrogen yang dapat dicema (g/kgI3H"'3. Hubungan tersebut m a g h t ~
-
persamaan Y = 0.3391 + 0.8854 X;r = 0.89 ( P < 0.01) (Gsmbar 13).
Perbedatin yeng sangat nynta terjadi terhadap N yang dikeiudcm melalui urine (N-ur) sebagai akibst kadar protein palcan paoobaan. Hubungsn ke dua
peubah tersebut d a p t digambarkan sebagai pereamnan Y
= 0.32436
+
0.161917 X, r = 0.32 ( P < 0.05) yang maaa Y = N-urin (g/kgBW7')dan X =
KN (g/kg Bw73. Bila persanssn tetgebut dieksb'apolasi sehingga memotong surnbu Y ( N-urine) atau diasumsikan KN sama dengan nol, maka N-urine
Gambar 13. Hubungan Antara Nlon ( g k g BH')'3 dengan N-oa ( g k g
BP'3 sama dengplO.32436 g/kgBH"-75..Dcagan pcrlratan lain Qmba dengm BH 30 kg mcm0.32436g).
N oahtlr hidup pokok dalah 4.158 g/drorhri (12.82 x
lumlab
twcbut
dibutublcao
tidak
agar
tcrjadi
pemmbakdcataboltne protein tubuh. Dari T.bcl23 jugs terlihat bhwa makin tinggi tinglca KN maka makin tiaggi pula m
Hubungan tasebut (Gambar 14) mengrkudi perr
= 0.73( P
Y
i nitrogco (RN). =
-0.66 + 0.69 X;
< 0.01), yang mana Y sama dengan RN (gkg BP7') dm X sama
Gambar 14. Hubungan Antara RN (gkg BH"") dengan N-kon (&g B p '3 dengan KN (g/kgBp '3.
Robinson et al. (1979) melakukan pengamatan
respons h b a laktasi terhadap nutrien protein dengan menggunakan domba persilangan "Finnish Landrace dan Dorset horn". Dilaporkm bahwa Npakan sangat b e r p e n g d
( P
<
0.01) terhdap N-"out put" (susu).
Ditambahkan bahwa jumlah N yang terdapat dalam air susu sangat tergantung pa& kualitas bahan pakan yang dipergunakan. Keadaan ini dihubungkan dengan tingkat perombakan protein pakan &lam nunen dan tingkat protein
110
pakan yang tidak teroerna dan 1010s ke abomasum untuk drrpat discrap. Dari
Tabel 23 juga terlihat bahwa N-air susu (g/tkor) dipengaruhi seocrra nyata oleh kadar N-ransum ( P < 0.05 ). Makin tinggi kadar k0~1umsiN maka makin tinggi pula N-air susu.
Dihubungkan dengan N-air
keseimbmgan N pada pengamatm ini adaiah p i t i f ,
susu, maka
Keadaan ini
menunjukkan bahwa tidak adanya p e r o m b jatingan tubuh protein asal tubuh. Webster (1979) melaporkan bahwa h b a laktssi acap kaii mengalami penurunan bobot hidup dan ha1 -but
disebdhn tingkat kebutdm cnergi
yang besar dalam pembentukm air susu Seberapa bessr ptrambab=snprotein
tubuh berpengamh terfrsdap penunman BH, mempkan hal yang kompleks
dan memerlukan pengamatm lebih lanjut. Hal ini disebaMrrrn p e r o m b protein tubuh yang terjadi pada domba laktasi bukm semata diperuntukkan N-
air susu tetapi juga berinteraksi dengan kebutuhm energi domba yang
bersangkxrtan (Gunn, 1983). M o v (1982)
t n c i e
bahwa protein
pakan alcan dirombak menjadi kompanen marn amino. Selanjutnya asam amino tetsebut alurn d i p e r p a h untuk biosintesa protein mikroba rumen dm untuk selanjutnya a h disetap melalui usus kecil.
Untuk ternak dewasa
ketersediaan protein siap serap yang meiebihi kebutuhan tefnak, tidak dishpan baik daiam bent&
protein tubuh ataupun diekskresikan dalam
111
..
bentuk asam amino akan tttapi mengalami dearmrusasi oksidatif &@a gugus karbonnya d i d menjadi asetil, asetoaaetil KoA dan piruvat.
Sedangkan gugus
nitrogennya dikelU8tkm dalam bentuk a m d a bebaa
(Rodwell, 1983). Retensi energi yang positif menyebabkan teraak ciapat d h secara maksimal ketemdiaan energi yang dikonmmsi. Ktadaan tersebut umumnya diekspresikan dalam penampilan tingkat p r d i yang leb'i baik, misalnya dengan pertambahan bobot tubuh ternak. Namm demikian puda
domba laktasi, keadaan tersebut ticW terjadi. Retensi energi
umunmya
dipergunakan sebagai penghasil energi air susu dan tidak mustahil apabila ternak yang sedang l a b i acap kali mengalami penurunan berat badan, terutama psda bulan pertama laktasi. Hal ini d i m e a n karena mara
alamiah ternak la&
lebih mqorb-
energi tubthya untuk
m e q k i i air suwr yang maksimal agar dapat memenuhi kebubhm anak Dari Tabel 24 terlihat bahwa keterdiaan energi sangat nyata (P < 0.01) dipengaruhi oleh kadar energi pakan pmobaan, keouali untuk =gi dikelusrkan melalui urin @a) jUgfrU d i p e n g d oleh kadar protein pakan percobaan.
Keadaan y q teraWlir ini kemungkhan disebabkan didalan
metoda paqdcurm E-ur didasarkan pada perkalian jumlah N-ur (g) dengan
Tabel 24. Kersediaan En@
(M.J/h)clan Pmadaatanya pa& Domba Laktasi. R
Uraian End: ppkan. Feetr, Tercerna
Urine, Methan, Metabolis, Kebutuhan Induk, Ketmediaan untuk
Pm
Er
Em
8.95 a 2.77 6.18 a 0.36 a 0.72 5.10a 5.46
9.97a 11.49bc 2.80 3.03 7.17ab 8.46bc 0.34~ 0.34 0.80 0.921 6.03b 7.21 5.24 5.25e
prod*
- 0.36
EWDE EWGE. DEfGE,
5.64 82.00 60.00 69.00
0.79 7.1 84.00 61.00 72.00
Et
1.96 8.42 85.00 63.00 74.00
Er 8.76a 2.69 6.07a 0.41b 0.70 4.96a 5.47
- 0.51 5.48 82.00 57.00 69.00
Pt
Em
Et
10.410 2.90 7.50b 0.41b 0.83 6.2% 5.37
11.34bc 3.29 8.06b 0.40 b 0.91 6.75 c 5.32
0.90 7.09 83.00 60.00 71.00
1.43 7.74 83.00 60.00 71.00
Er
Em
9 . 4 3 ~ 10.70ac 2.92 3.04 6.51a 7.66b 0.60e 0.4% 0.75a 0.86 5.16a 6.33d 5.64 5.49
- 0.48 5.4 79.00 55.00 69.00
0.84 6.96 82.00 59.00 72.00
Et 12.37b 2.71 9.66~ 0.51d 0.99 8.16f 5.50 2.66 8.95 84.00 66.00 73.00
Nilai dengan huruf yang berbeda pa& baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P ~ 0 . 0 5 )
113
suatu faktor koreksi tertentu (Shirley, 1986) dan bukan atas dasar pengukuran dengan meanperpalcan alat pengukunm sama - 1
kal-)).
sepcrti "bomb
Pe&edaan antara d a i rataan terhadap energi yang dikelwkan
melalui fcses (E-fa), tidak memberhn hasil yang k 0 1 1 8 k K d e m i n y a antara E-kon dan E-fec tidak terdapat hubungan yang nyata (P > 0.05). Terlihat sernakin t i n e kadar energi yang dilcormmsi mcrka semakin tinggi pula energi yang dapat dicerna (E-cer). 15) mengikuti persamaan Y
= 0.0863
Hubungan tersebut (Gambar
+ 0.82823 X; r = 0.66 ( P
dimana Y addah E-cer (MJkg B*'?
< 0.01),
clan X adalah E-kon (MJ/kg Bf.r ).
Meningkrdnya E-cer ternyata berpengaruh tehadap EM ( MJ/kg B*") mempunyai hubungan yang sangat erat (P
Y = 0.0%9
+
C
dan
0.01) dan menghti persamaan
1.0003 X, r = 0.99 ( P < 001) (Gambar 16). Demikian pula
EM ternyata dipengaruhi pula oleh E-kon (Gambar 15) dm mtllgikuti peniantaan Y =
-0.1057
(MJ/ekor) dan X
=
+ 0.7326 X; r
= 0.59 ( P
< 0.01), dinurng Y = EM
E-kon (MJIekor). Hubmgan Eoer dmgm EM yang
sangat erst ( r = 0.99) memberi gambaran bahwa &lam p e q h r m kebutuhan
EM dapat mernpergmakanpeubah Eoer. Energi yang dikeluarkan bemama air susq ti&
dipengmhi (P >
0.05), baik oleh kadar protein maupun oleh kadar energi pakan ptrcobaan,
Gambar 15. Hubungan Antara E-,
EM (MJ/kg B P 'deag.o ~ EK
(MJwH0.73
Gambar 16. Hubungcin Antara EM ( u r k g BfP'S) h g a n E teroeraa (MJ/kg B@ 75)
116
dengan rataan sejumlah 0.459.003 MJ/hari. Dengan asumsi bahwa energi yang dibutuhkan domba laktasi ("maternal energy r q M n ) sama dengan nilai yang diperoleh pada saat bunting (0.425 MJkg B P 7 %maka kelebihan energi yang dapat dipergunakan untuk p.odulrsi dapat diketahui. Dari Tabel 25 terlht bahwa induk domba yang mendapt pakan pemobaan dengan
kandungan enefgi rendah
menunjukkan nilai negatif.
Nilai tersebut
menunjukkan sdanya pemmbakan energi tubuh ternak yang bersangkutan Penelitian terdahulu melaporkan dalam keadaan status lalrtasi dm magi yaag berhasil dikonsumsi tidak dapat memenuhi ktbutuhan =lama laktasi, mdca induk domba akan mengorbankan energi tubuhnya untuk memenuhi kebutuhan energi promJrsi muru (Robinson, 1987). pengamatan perubahan komposisi
Cowan et al. (1981) melakukan
tubuh pada domba laktasi yang diberi
ransum yang terbatasjumlahnya. Selanjutnya dilaporkan bahwa domba laktasi
akan memgdami pen-
berat badan sebagai akibat p y a memenuhi
kebutuhan enefgi s u m yang dihasilkan. Ditambahlutn bahwa sumber utama energi tubuh yang dik*
adalah lcmak tubuh dan tidak protein tubuh
(Moloney and Moore, 1994). Dcngan asumsi bahwa efisiensi perombakan kmak tubuh untuk produksi energi air susu ctdalnh 83% (Moe et al., 1970; Treaoher, 1983) maka dapat dihitung nilai berkmmgnya bobot tubuh pada ssst
Tabel 26. Kadar Glukosa clan Asam B-hidroxibutirat Plasma Darah Domba pada Saat Laktasi. Uraian
Kmdisi Tanalr
Glukosa (mg11W)
Sebehrm MaIran
Pr
Pm
Pt Rataan
L
. Scsudah Malum
B-OHB
@d1w)
Sebelum Makan
Er
26.21 28.94 25.90 27.06b
26.92 28.29 28.84 28.01b
31.51 31.74 30.03 31.09a
39.96 41.55 41.48
Et
61.98 74.33 67.28
67.86
66.75 67.43 69.70 67.92
64.02 66.65 68.77
Rataan
63.30 58.20 69.33 63.61
Er
0.91 0.92 O.% 0.93 a
0.83 0.84 0.78 0.82b
0.91 0.84 0.84 0.86sb
0.89 0.87 0.86
0.54 0.61 0.51 0.55
0.56 0.55 0.56 0.56
0.53 0.52 0.49 0.52
0.54 0.56 0.52
Em Et Ratarm
Er Ean
Em Et Rataan
Sesudah Malrao
Er
Em Et Rataan
118
laktasi. Dari Tabel 26 terliiat bahwa enexgi yang diperlukan dari l
d tubuh,
untuk produksi susu pada domba yang mendapat pakan percotman dengm
ksdar energi rendah (Er) dan mtnengah (Em) adalah 0.55 dan 0.1 1 MJ,secara berundan Apabila tiap gram lemak tubuh mengandung 0.039 MJ (Robinson et at. 1979), maka domba l&i
akan mengalami p e n m bobot hidup
(sebagai akibat perombakan lemak) dengan rataan &yak
25 g dan 2.9
ghari untuk ternak yang mendapat pakan dengan kadar cnefgi fendsh dan menengah secara beturutan Sedangkan tenrak yang mendapat pakan percobam dengan kadar energi tinggi (Et) menunjukkm &easi energi yang positif (Tabel 26) dcngan rataan 0.43 MJ. Dengtm asumsi retensi cnergi dipenmtukan pemimbunan lemak, dan tintubuh 6%
efisiensi ME mjadi lemak
, maka lemak yang tertimbun &am
tub& meagandung energi
sejumlah 0.30 MJ dan nilai tersebut se&ra dtngllil k d m bobot hidup seberat 7.6 g. =lai tersebut didasarkan stas asumsi l energi sjwdah 0.039Wg lemalt(R* 1990). b i l pengamatan yang dil*
aelama fase h
d tubuh xnengandung
et al., 197% Orakov and Ryle,
texii&p perubahan bobot hidup
i (Tabel 18) menunjukkan hasil yang iebih rendah dari nilai
yang diperoleh dengan hhmgan sebagai yang diuraikan diatas (Tabel 26). Perbedaan nifai -but
kemmgkhn disebabkm pehdaan tingkat efisiensi
119
enetgi yang dirombak
meup~nditimbun
dari atau dalam tubuh. tingkat
kebutuhan EM domba dipenganhi oleh bobot hidup ternak, tin@ produksi dan nisbah energi dan PIC paksn yang akan diberhn. Oleh karena itu dari
perolehan data, pendugam kebutuhan EM merupakan fungsi dari fdctor-faktor tersebut dan mtngikuti persamaan E M O = -43.66
+ 0.224BFS(kg)
+ 9.397bd. susu (kg)+ 9.71 log EM/CP (KJ/Kg); KK = 1 5.3 O/o; SB = 1.34 dan r =0.80(P < 0.01).
Tingkat keoukuplln nutrisi dapat juga dilr-
dari prof3 darah
(glukosa dan asam)3OHB) temak yang bemqkutan (Russel,l979;~ 1983).
Tabel 26 menunjukkan bahwa kadar protein dan cnergi pakrrn
peroobaan berpengd secara nyata krhadap kcmsentrasi glukosa dm W asam)3-OHB danh Seora mum terlihat kolgcntrasi glukosll daah bcrada pada batas yang dilaporkan pencliti terdahulu (Bergmmn, 1983). Hal ini
rnenunjukkanbahwa status n&i
tenrclk yang mendapat psksn dengan kadar
protein dan energi yang berbeda, masih b e d pada ambang batas untuk mendukung status fisiologis damba I W r , dengan ratasn 38 &m 67 rng/dl pa& esat sebelum dern tiga jam seeudab mlllrlln acocrra bemutan (Tabel 26).
-
Kisaran kcmentrasi asamJ-OHB sebelm dibtri palutn, udalah 0.78 0.%
+
mg/100mldtngan ratam 0.87 0.09 mg/100mL Kadar g.mJ3-OHB tcrtinggi
120
ditemukan pada domba induk yang mendapat pakan percobam dengan kandungm protein palcan
terendah, yakni 0.93 mg/100ml.
Sedamgkan
konsentrasi asam B-OHB sesudah diberi pakan lebih rend& dsri pada konsentrasi aumrJ3OHB pada saat sebelum diberi palcaa Rataa konsenrasi asam B-OHB setelah mendapat palcan &ah
0.55 mg/100ml
Pmcliti
terdahulu melaporkan bahwa kadar asam ?3-OHl3 darah dapat diperguuakan sebagai indikatorlpanduan tingkat kecukupan n&i/status
nutrisi domba
(Reid, 1968; Thye et d., 1970; Russel et al., 19'77; Foot et al., 1984; Naohtomi et aL, 1991). Selanjutnya dikatakan apabila kandungm
mp-
OHB melebihi 0.71 mmoY1, maka ternak terse.but dalam keadaasr kekumngan nutrien (tendama en@).
Hal ini mengakibatkan untuk d a p t memenuhi
kebutuhan enetgi, dmba akan merombaklmennfratabolis d m g m w g i tubuh, terutama lemak tubuh, menjadi energi yang dibutuhkan uartuk hidup pokok drra prod9ksi. Dengan demikian akan terjadi lipolisis di jaringan
adipose sehingga terjadi pemmbalctm lemak Sebagai akibatnya baayak ascrm iemak bebas ("h fatty acids") dihasilkan Asam lemak bebas ini akan dioksidasi oleh j+an
liver, namun lcetmbahm jaringan liver untuk
rnengoitsidasi ssam lemak bebas dan basama -sama dengan m e ~ kaA, l kedua substrat ini akan terlibat ke dalam siklus asam triatrboxylic.
121
Keterbatasan karbohidrat akan menyebabkan pengadaan oxdoasetat menjadi faktor pembatas dan ha1 ini menyebabkan keterbatasan acetyl-koA untuk terlibat dalam siklus asam tricarboxylic. Sebagai dternatifhya mdabolisme acetyl-koA akan terlibat &lam tapak jalan ketogenesis, dan menghasilkan aoetoacetat 9 - O H B . Selanjutnya badan keton akan mas& dalam sirlollsri darah dan akibatnya konscntrasi asamJ3-OHB darah akan meningkat.