PENGADAAN INFRASTRUKTUR DENGAN SKEMA KPS Oleh : Sofyan Arief Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang Email :
[email protected]
Abstrak Bagaimana mewujudkan keberadaan Infrastruktur yang memadai baik secara kualitas maupun secara kuantitas guna mendukung pertumbuhan ekonomi, tentunya adalah pertumbuhan ekonomi yang mampu menurunkan tingkat kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup, yang berarti adalah pertumbuhan ekonomi yang mempunyai korelasi positif diantara kinerja ekonomi dengan pertumbuhan tekhnologi. Keterbatasan Infrastruktur akan berakibat terjadinya pemborosan-pemborosan yang artinya adalah ekonomi dengan biaya tinggi sebagai ilustrasi bisa dihitung dalam keadaan bangsa Indonesia menghadapi permasalahan dibidang energy berapa besar pemborosan minyak yang terjadi akibat kemacetan, yang berarti meningkatkan biaya produksi, atau berapa besar biaya pengiriman barang lewat darat ketika jalur pantura mengalami kerusakan, sebagai konsekwensi resiko yang dihadapi oleh perusahaan pengiriman barang. Investor mempunyai fungsi untuk menyediakan pendanaan dalam pembangunan infrastruktur dengan bekerjasama pemerintah sebagai patner dalam pembangunan infrastruktur yang jika dibutuhkan penjaminan maka badan usaha penjaminan infrastruktur yang punya tugas melaksanakan penjaminan, dan untuk terciptanya suatu kerjasama yang baik antara pemerintah dengan swasta maka dibutuhkan suatu perencanaan yang berkualitas, handal dan berkesinambungan. Kata Kunci : Pengadaan, Infrastruktur, Skema KPS Abstract How to realize the existence of adequate infrastructure both in quality and quantity to support economic growth, of course, is economic growth that can reduce poverty and improve the quality of life, which means it is economic growth that have a positive correlation between economic performance with growth of technology. Infrastructure limitations would result in a waste-waste that means the economy as illustrated by the high cost can be counted in a state of Indonesia faces problems in the field of energy how much waste oil caused by congestion, which means increasing production costs, or how much the cost of shipping goods by road when the coast line were damaged, as a consequence of the risks faced by the shipping company. Investor has the function to provide funding for infrastructure development in collaboration with the government as a partner in the development of infrastructure as needed assurance the assurance infrastructure entities have a duty to guarantee and to the creation of a good cooperation between the government and the private sector need a qualified plan, reliable and sustainable Key Word : Levying, Infrastructure, Scheme of KPS. _______________________________________________________________________________
109
PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum1. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum menuntut antara lain, bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subyek hukum dalam masyarakat. Melalui Peraturan Presiden nomor 13 tahun 2010 tentang perubahan atas Peraturan Presiden nomor 67 tahun 2005 tentang kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infra-struktur, dan Peraturan Presiden nomor 78 tahun 2010 tentang penjaminan infrastruktur dalam proyek kerjasama pemerintah dengan badan usaha yang dilakukan melalui badan usaha penjamin infrastruktur pemerintah berusaha mempercepat pembangunan dengan melibatkan swasta, dimana untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan dapat dilakukan melalui sekema kerjasama pemerintah swasta (KPS), privatisasi, Coorporate Social Responsibility (CSR) serta partisipasi masyarakat baik investor nasional maupun internasional. Pemerintah telah mempromosikan proyek infrastruktur dengan skema KPS selama 5 tahun terakhir namun dari data badan kebijakan fiskal Kementrian Keua-ngan hingga akhir tahun 2012 proyek in-frastruktur yang berjalan dengan skema KPS belum mampu memberikan jaminan keamanan baik terhadap asset maupun keberlanjutan kegiatan, serta kendala terhadap keberadaan jaminan pemerintah.
peneliti 1
Berkenaan dengan fakta di atas maka tertarik untuk melakukan analisis Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, perubahan ketiga, 10 november tahun 2001
terhadap kendala dalam kerjasama pemerintah swasta dalam pengadaan infrastruktur. A. Konsep Hukum Menurut Wingnjosoebroto2, dalam makalah yang berjudul ”Masalah metodologik dalam Penelitian Hukum sehubungan dengan Masalah keragaman pendekatan Konseptualnya”, seperti yang disampaikan dalam Forum Komunikasi Hasil penelitian Bidang Hukum, Dirjen Dikti Departemen Pendidikan dan kebudayaan, terdapat sekurang-kurangnya lima konsep hukum. Pertama, hukum dikonsepkan sebagai asas moralitas atau asas keadilan yang bernilai universal dan menjadi bagian inheren sistem hukum alam, bahkan tidak jarang dipercaya juga sebagai bagian dari kaidah-kaidah yang supranatural sifatnya. Kedua, hukum dikonsepkan sebagai kaidah-kaidah positif yang berlaku umum in abstracto pada suatu waktu tertentu dan di suatu wilayah tertentu, dan terbit sebagai produk eksplisit suatu sumber kekuasaan politik tertentu yang berlegitimasi, atau yang lebih dikenal sebagai hukum nasional atau hukum negara. Ketiga, hukum dikonsepkan sebagai keputusan-keputusan yang diciptakan hakim in concreto dalam proses-proses peradilan sebagai bagian upaya hukim dalam menyelesaikan kasus atau perkara, yang berkemungkinan juga berlaku sebagai preseden untuk menyelesaikan perkaraperkara berikutnya. Keempat, hukum dikonsepkan sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional di dalam sistem kehidupan bermasyarakat, baik dalam proses-proses pemulihan ketertiban dan penyelesaian sengketa maupun dalam prosesproses pengarahan dan pembentukan pola-pola perilaku yang baru. Kelima, hukum dikonsepkan sebagai makna-makna simbolik sebagaimana 2
Syamsudin, M., 2007, Operasional Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 28.
110
termanifestasikan dan tersimak dalam dan dari aksikasi serta interaksi warga masyarakat. Konsep yang pertama, kedua dan ketiga di dalam literatur-literatur merupakan konsepkonsep yang disebut sebagai konsep-konsep normatif. Di dalam konsep-konsep yang bervariasi tiga ini hukum merupakan norma, baik norma yang diidentikkan dengan keadilan yang harus diwujudkan (ius constituendum), baik norma yang nyata-nyata telah terwujud sebagai perintah-perintah yang eksplisit dan yang secara positif telah terumus jelas (ius constutum) guna menjamin kepastiannya, maupun norma-norma hasil cipta penuh pertimbangan hakim pengadilan (judgments) saat sang hakim ini mencoba menghukumi suatu perkara dengan memerhatikan terwujudnya manfaat dan kemaslahatan bagi para pihak berperkara. Karena setiap norma itu baik yang berupa asas moral keadilan, maupun yang telah dipositifkan sebagai hukum perundang-undangan, atau judge made selalu eksis sebagai bagian suatu sistem doktrin atau ajaran (ajaran tentang bagaimana hukum harus ditemukan atau diciptakan untuk menyelesaikan perkara), setiap peneliti hukum yang mengonsepsikan hukum sebagai norma ini dapatlah disebut sebagai peneliti normatif. Konsep-konsep hukum yang keempat dan kelima adalah konsep-konsep yang sama sekali bukan normatif melainkan sesuatu yang nomologik. Di sini hukum bukan terkonsepsikan sebagai rules, melainkan sebagai regularities yang terjadi di alam pengalaman dan sebagaimana yang tersimak di alam kehidupan sehari-hari, sine era et studio. Di sini hukum adalah perilaku-perilaku (atau aksi-aksi dan interaksi) manusia yang secara aktual telah dan/atau yang secara potensial akan terpola. Karena setiap perilaku atau aksi itu merupakan suatu realita sosial yang tersimak di alam pengalaman indrawi yang empiris, setiap penelitian yang mengkonsepsikan hukum sebagai perilaku dan aksi ini dapat disebut sebagai penelitian sosial (tentang hukum), penelitian empiris, atau penelitian yang
nondoktrinal. B. Sinkronisasi Hukum Peraturan atau ketentuan perundangundangan antara satu dengan yang lain perlu ada sinkronisasi, artinya peraturan atau ketentuan perundangan-undangan yang lebih rendah kedudukannya tidak boleh bertentangan dengan ketentuan atau peraturan yang lebih tinggi. Menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dijelaskan bahwa ”Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum”. Kemudian pada Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden No. 1 tahun 2007 tentang Peng-gesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan, memberikan definisi yaitu ”Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum”. Kemudian yang dimaksud dengan lembaga atau pejabat tersebut, pada Pasal 1 angka 2 UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dijelaskan sebagai berikut ”Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku”. Lebih lanjut pada Penjelasan Pasal 1 angka 2 UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang dimaksud dengan “peraturan perundangundangan” dalam undang-undang ini ialah ”semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang juga bersifat mengikat secara umum”. 111
Dengan demikian, yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” bukan hanya “undang-undang” saja, tetapi meliputi semua keputusan badan / Pejabat Tata Usaha Negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang juga bersifat mengikat secara umum. Sesuai ketentuan Pasal 7 ayat 1 dan 4 UU No.10 tahun 2004 disebutkan bahwa: (1)
(4)
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang; c. Peraturan Pemerintah; d. Peraturan Presiden; e. Peraturan Daerah. Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
C. Tentang Jaminan 1. Pengertian jaminan KUHPerdata tidak memberikan pengertian Jaminan. Tetapi hanya memberikan pengaturan secara umum tentang jaminan yang diatur dalam pasal 1131 dan pasal 1132 KUHPerdata . Menurut Tiong istilah Jaminan berasal dari kata jamin yang berarti tanggungan, sehingga jaminan daat diartikan sebagai tanggungan.3 Tanggungan atas segala perikatan seseorang disebut jaminan secara umum sedangkan tanggungan atas perikatan 3
Oey Hoey Tiong, 1983, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, hlm.14.
tertentu dari seseorang disebut jaminan secara khusus. Ketentuan pasal 1131 KUHPerdata menyebutkan : “Segala kebendaan si berutang baik yang bergerak maupun yang tak bergerak baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan” Jadi hak-hak tagih seorang kreditur dijamin dengan : a. Semua barang-barang debitur yang sudah ada, artinya yang sudah ada pada saat hutang dibuat . b. Semua barang yang akan ada, berarti barang-barang yang ada pada waktu pembuatan hutang belum menjadi kepunyaan debitur, tetapi dikemudian hari menjadi miliknya. Dengan perkataan lain hak kreditur meliputi barang-barang yang akan menjadi milik debitur, asal dikemudian hari benar-benar menjadi milik debitur. c. Baik barang bergerak maupun barang tak bergerak. Ini menunjukan bahwa piutang kreditur menindih pada seluruh harta debitur tanpa kecuali dan jaminan seperti di atas diberikan kepada setiap kreditur dan karenanya disebut jaminan umum dan setiap kreditur menikmati hak jaminan umum seperti itu.4 Sedangkan Ketentuan KUHPerdata menyebutkan:
pasal
1132
“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi 4
J. Satrio, 1996, Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan, Cetakan ke III, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.5.
112
menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”. Dari rumusan tersebut di atas menunjukan bahwa atas asas persamaan antar kreditur bisa terjadi penyimpanganpenyimpangan atas dasar adanya hak-hak yang didahulukan, yaitu dalam hal seseorang kreditur mempunyai hak-hak khusus, berupa hak yang memberikan kepada kreditur kedudukan yang lebih baik dibandingkan kreditur lain dalam pelunasan hutangnya, sehingga kreditur pemegang jaminan khusus ini relatif lebih terjamin dalam pemenuhan tagihannya. 2. Penggolongan jaminan Pada umumnya jaminan sebagai mana dikenal dalam Tata Hukum Indonesia dapat dikelompokan sebagai berikut: a. Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh Undang-Undang dan yang lahir karena Perjanjian. Jaminan yang lahir karena undang-undang adalah jaminan yang ada karena ditentukan oleh undang-undang dan tidak memerlukan perjanjian antara kreditur dan debitur. Harta kekayaan seseorang secara otomatis merupakan jaminan dari utang-utangnya sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 1131 KUH-Perdata yang berbunyi: “ Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”. Berdasarkan pasal 1131 KUHPerdata dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. segala kebendaan milik seseorang merupakan jaminan dari utang-utangnya.
2. kebendaan tersebut mencakup pula bendabenda yang akan diperoleh atau dimiliki debitur di kemudian hari. 3. kebendaan tersebut meliputi benda-benda yang bergerak, tidak bergerak dan benda tidak berujud. Perjanjian jaminan yang lahir karena undang-undang ini menimbulkan jaminan umum artinya semua harta benda debitur menjadi jaminan bagi seluruh utang debitur dan berlaku untuk semua kreditur. Para kreditur mempunyai kedudukan konkruen yaitu secara bersama-sama memperoleh jaminan umum yang diberikan oleh undang-undang. Jaminan yang lahir karena perjanjian adalah jaminan yang ada karena diperjanjikan terlebih dahulu antara kreditur dan debitur. Jaminan yang lahir karena perjanjian dapat berupa hak tanggungan, hak gadai, jaminan fidusia dan jaminan penanggungan. b. Jaminan Umum dan Jaminan Khusus. Jaminan umum adalah jaminan yang lahir dan bersumber karena undang-undang, adanya ditentukan dan ditunjuk oleh undangundang tanpa ada perjanjian dari para pihak (kreditur dan debitur). Perwujudan jaminan umum bersumber pada undang-undang berdasarkan pasal 1131 KUH-Perdata, berarti semua kekayaan yang dimiliki oleh seseorang secara otomatis menjadi jaminan manakala orang tersebut membuat perjanjian utang atau perjanjian lainnya dengan orang lain meskipun kekayaan orang tersebut tidak diserahkan atau tidak dinyatakan secara tegas sebagai jaminan. Jaminan Khusus adalah Jaminan yang lahir karena ada perjanjian antara kreditur dan debitur yang dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan atau jaminan yang bersifat perorangan. Agar kreditur memiliki hak yang utama atau istimewa (preferen) atas benda jaminan yang secara khusus disediakan oleh debitur maka jaminan 113
tersebut harus diikat secara khusus. Dikatakan demikian karena dalam perjanjian khusus, perikatannya diikat secara khusus dan krediturnya khusus yaitu kreditur yang diutamakan. Jaminan khusus ini memberikan jaminan yang bersifat preferen kepada kreditur, maksudnya kreditur diberikan hak untuk didahulukan dalam pelunasan hutang terhadap kreditur lainnya. c. Jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan yang bersifat perorangan. Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai ciri-ciri yaitu adanya hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun juga, selalu mengikuti bendanya (droit de suite) dan dapat diperalihkan. Sebagai contoh: hipotik, gadai, Fidusia, hak tanggungan. Jaminan kebendaan diberikan dengan cara pemisahan bagian dari harta kekayaan si debitur guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur yang cidera janji (wanprestasi ) Jaminan yang bersifat perorangan adalah jaminan dimana pihak ketiga bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban oleh debitur, dan pihak ketiga menjamin pembayaran kembali suatu pinjaman sekiranya yang berhutang (debitur) tidak mampu dalam memenuhi kewajibankewajiban finansialnya terhadap kreditur. Jaminan semacam ini pada dasarnya adalah penanggungan hutang yang diatur dalam pasal 1820 KUHPerdata, dimana dalam perjanjian penanggungan ini terdapat pihak ketiga yang menyanggupi untuk memenuhi perikatan apalagi debitur tersebut melakukan wanprestasi.
d. Jaminan yang mempunyai obyek benda bergerak dan jaminan atas benda tidak bergerak. Dalam hal pembebanan untuk benda-benda bergerak dilakukan dengan Lembaga Jaminan, Gadai dan Fidusia, sedangkan pembebanan untuk benda-benda tidak bergerak dilakukan dengan lembaga jaminan Hak Tanggungan dan Hipotik. e. Jaminan yang menguasai bendanya dan jaminan yang tanpa menguasai bendanya Jaminan yang diberikan dengan menguasai bendanya sebagai contoh gadai, sedangkan jaminan tanpa me-nguasai bendanya dapat dijumpai pada hipotik, hak tanggungan, Fidusia, previlegi.5 D. Tentang Bank 1. Peranan Lembaga Perbankan Lembaga keuangan perbankan menjalankan peranan penting dalam masyarakat berupa pemberian kredit dan jasa-jasa keuangan lainnya. pemberian kredit dapat dilakukan dengan modal sendiri, dengan dana-dana yang dipercayakan pihak oleh ketiga atau dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral. Jasa-jasa keuangan lainnya dapat berupa penerimaan dari dan pembayaran kepada pihak ketiga, penyimpanan dana atau kekayaan pihak penyimpan / penabung atau memperdagangkan valuta asing dan surat-surat berharga. Dengan demikian, peranan perbankan adalah sebagai lembaga keuangan yang: a. Menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien; b. Menjadi tempat penitipan dan penyimpanan dana dan kekayaan bergerak lainnya. c. Memperdagangkan valuta asing dan surat-surat berharga 5
.Sri Soedewi, Sofwan Maschoen, 1980, Hukum Jaminan di Indonesia ( pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, hlm. 45-57.
114
d. Menjadi penghubung yang melakukan pembayaran dalam transaksi perdagangan antara penjual/eksportir dan pembeli / importir. 6 Menurut Subagyo et all, lembaga keuangan juga mempunyai Peranan yang sangat penting dalam suatu perekonomian, yaitu: 1. Berkaitan dengan peranan lembaga keuangan dalam mekanisme pembayaran antar pelaku ekonomi sebagai akibat transaksi yang mereka lakukan (transmission role), misalnya: a. Lembaga keuangan (dalam hal ini Bank sentral) mencetak uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah dimaksudkan untuk memudahkan transaksi diantara masyarakat dan dalam perekonomian makro. b. Lembaga keuangan (dalam hal ini Bank umum) menerbitkan cek dimaksudkan untuk memudahkan transaksi yang dilakukan nasabahnya. 2. Berkaitan dengan pemberian fasilitas mengenai aliran dana dari pihak yang kelebihan dana kepihak yang membutuhkan dana (intermediation role). Misalnya: a. Lembaga keuangan dapat sebagai broker, pialang atau dealer dalam berbagai aktiva yang berperan untuk meningkatkan efisiensi di antara kedua pihak. b. Lembaga keuangan membantu menyalurkan dana dari sektor rumah tangga dana kepada peminjam yang tak terbatas dan tak dikenal oleh pemilik dana de-ngan biaya transaksi dan biaya informasi yang relatif lebih rendah dibandingkan apabila 6
...Abdulkadir Muhammad, 2002, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 397-398.
peminjam harus mencari melakukan transaksi langsung.
dan
3. Berkaitan dengan peranan lembaga keuangan dalam mengurangi kemungkinan risiko yang ditanggung pemilik dana atau penabung. Risiko yang ditanggung pemilik dana atau penabung adalah apabila pemilik dana menyimpan uangnya dirumah maka pemilik dana akan menanggung ongkos memegang uang tunai atau opportunity cost of holding money. Biaya memegang uang tunai adalah biaya yang harus dibayar pemilik dana yang menyimpan uangnya bukan dilembaga keuangan, misalnya menyimpan uang tunai dirumah. Pemilik dana tersebut akan menanggung biaya sebesar bunga yang tidak diperoleh seandainya menyimpan uangnya dilembaga keuangan. Semakin besar tingkat bunga yang ditawarkan oleh lembaga keuangan semakin besar pula biaya memegang uang, sehingga akan mengurangi jumlah uang yang disimpan dirumah. Demikian pula sebaliknya. Dengan demikian risiko turunnya nilai riil uang akan dikompensasi dengan pemberian bunga tabungan.7 2. Asas Fungsi Dan Tujuan Perbankan Perbankan indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi yang dimaksud adalah demokrasi ekonomi berdasarkan pancasila dan Undang–undang Dasar 1945 (Pasal 2 Undang-undang No.7 Tahun 1992). Fungsi utama perbankan indonesia adalah sebagai penghimpun dana dan penyalur dana masyarakat. 7
..Subagyo et all, 2002, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, STIE Yayasan Keluarga Pahlawan Negara, Yogyakarta, hlm. 30-31
115
(Pasal 3 Undang-undang No.7 Tahun 1992). Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. (Pasal 4 Undang-undang No.7 Tahun 1992).8 Menurut Subagyo et all, lembaga keuangan mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Melancarkan pertukaran produk (barang dan jasa) dengan menggunakan uang dan instrumen kredit. Fungsi lembaga keuangan sebagai lembaga yang memperlancar pertukaran produk disebut dengan istilah transmission role, yaitu peran lembaga keuangan sebagai lembaga yang mencetak uang dan instrumen kredit sebagai alat pembayaran. Ketika perekonomian berada dalam tahap yang primitif, alat pembayaran yang digunakan untuk melakukan transaksi bukan berupa uang seperti yang digunakan sekarang ini. Belum ada alat pembayaran yang digunakan pada perekonomian yang berada dalam tahapan yang primitif karena transaksi dilakukan secara barter, yaitu barang ditukarkan secara langsung dengan barang. 2. Menghimpun dana dari sektor rumah tangga (masyarakat) dalam bentuk tabungan dan menyalurkan kepada sektor perusahaan dalam bentuk pinjaman, atau dengan kata lain lembaga keuangan menghimpun dari pihak yang kelebihan dana dan menyalurkan kepada pihak yang membutuhkan dana. 8
3. Memberikan analisis dan informasi ekonomi, yaitu: a. Lembaga keuangan melaksanakan tugas sebagai pihak yang ahli dalam analisis ekonomi dan kredit untuk kepentingan lembaga keuangan dan kepentingan pihak lain (nasabah). b. Lembaga keuangan berkewajiban menyebarkan informasi dan kegiatan yang berguna dan menguntungkan bagi nasabahnya. 4. Memberikan jaminan Lembaga keuangan mampu memberikan jaminan hukum dan moral mengenai keamanan dana masyarakat yang dipercayakan kepada lembaga keuangan tersebut. 5. Menciptakan dan memberikan likuiditas Lembaga keuangan mampu memberikan keyakinan kepada nasabah bahwa dana yang disimpan akan dikembalikan pada waktu dibutuhkan atau pada waktu jatuh tempo.9
E. Tentang bank garansi a. Dasar hukum bank garansi Jaminan dalam perjanjian pemborongan merupakan salah satu syarat yang diminta oleh pemimpin proyek (pihak yang memborongkan proyek misalnya pemerintah atau badan swasta lain) terhadap para rekanan (pemborong) dengan maksud agar proyek yang dilaksanakan dapat berjalan dengan lancar. Dalam Keppres No.20 Tahun 2003 disebutkan bahwa dalam pekerjaan pemborongan yang pembiayaannya bersumber dari APBN, maka surat jaminan
.Abdulkadir Muhammad, op cit, hlm. 398 9
Subagyo et all, op cit, hlm. 27-30
116
dapat diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta / lembaga keuangan lain yang ditetapkan menteri keuangan. Istilah garansi berasal dari bahasa Inggris guarantee atau guaranty yang berarti menjamin atau jaminan. Pasal 1 butir 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SKBI) No. 11 / 110 / Kep / Dir / UPPB tanggal 28 maret 1979 tentang pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian jaminan oleh lembaga keuangan bukan Bank, menyebutkan : Jaminan adalah warkat yang diterbitkan oleh bank atau lembaga keuangan bukan bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima jaminan apabila jaminan pihak yang dijamin cidera janji (wanprestasi). Pada waktu berlakuanya Keppres No.14 a Tahun 1980 dikeluarkan surat keputusan menteri keuangan No.271/KMK/011/1980 tentang penunjukan bank dan lembaga keuangan yang dapat menerbitkan jaminan dalam rangka penetapan Pasal 18 Keppres No.14 a Tahun 1980 tentang pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara. Bank dan lembaga keuangan yang dimaksud adalah bank pemerintah, bank pembanguana daerah, bank umum swasta nasional dalam bentuk jaminan bank (bank garansi) serta peran AK Jasa Raharja dalam bentuk surety bond. Pengaturan selanjutnya terdapat didalam surat keputusan gubernur BI No.11/110/Kep/Dir/UPPB Tanggal 20 Maret 1979 jo. Surat edaran BI No.SE11/11UPPB tanggal 29 Maret 1979 tentang pemberian jaminan oleh lembaga keuangan bukan bank. Dengan berlakunya Keppress No.20 Tahun 2003 ketentuanketentuan tersebut masih berlaku.
Bank garansi merupakan salah satu bentuk perjanjian penanggungan (Borgtocht), pengartian Borgtocht dapat ditemukan dalam Pasal 1820 KUH Perdata yaitu suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang, manakala orang ini tidak memenuhinya. Dalam bank garansi, yang bertindak sebagai penanggung adalah bank mana kala debitur wanprestasi. Karena bank garansi merupakan salah satu dari bentuk Borgtocht maka Pasal 1820-1850 KUH Perdata sebagai dasar hukum Borgtocht juga berlaku bagi bank garansi. adi, garansi bank merupakan suatu perjanjian tertulis yang isinya bank menyetujui untuk mengikatkan diri kepada penerima jaminan guna memenuhi kewajiban terjamin dalam suatu jangka waktu tertentu dan dengan syarat–syarat tertentu berupa pembayaran sejumlah uang tertentu apabila terjamin di kemudian hari ternyata tidak memenuhi kewajibannya kepada penerima jaminan. Atas pemberian garansi bank tersebut, maka bank akan menerima fee dari terjamin berupa sejumlah uang tertentu yang disebut provisi. Jumlah provisi ini dihitung atas dasar prosentase tertentu dari jumlah garansi bank untuk jangka waktu tertentu pula . b. Aspek hukum garansi bank Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa garansi bank diterbitkan oleh perbankan untuk meminjam pelaksanaan prestasi yang dijanjikan terjamin kepada penerima jaminan apabila terjamin tidak melakukan prestasi tersebut. Dengan demikian, lembaga garansi bank merupakan bentuk dari perjanjian penanggungan (borgtoch) yang diatur dalam Buku III KUHPerdata dalam Pasal 1820 – 1850 KUHPerdata.
117
Pasal 1820 KUHPerdata menye-butkan bahwa : Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan nama seorang pihak ketiga guna kepentingan si berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatnya si berhutang manakala orang ini sendiri tak memenuhinya. Sebagaimana perjanjian jaminan pada umumnya, perjanjian garansi bank merupakan perjanjian accessoir (perjanjian tambahan) yang menyertai suatu perjanjian pokok. Perjanjian pokok yang dibuat oleh pihak terjamin dan penerima jaminan meru-pakan dasar dari dibuatnya perjanjian garansi bank. Berdasarkan ketentuan Pasal 1820– 1821 KUHPerdata, ada beberapa karakteristik dari perjanjian penanggungan sebagai berikut : 1. Perjanjian garansi bersifat assesoir. 2. Hak–hak yang terbit dari suatu garansi bersifat kontraktual bukan hak kebendaan. 3. Kedudukan kreditur bersifat konkuren. 4. Gurantor merupakan target setelah debitur. 5. Garansi tidak bisa dipersangkakan. Akibat–akibat hukum yang tim-bul dari suatu perjanjian jaminan antara penjamin dan penerima ja-minan diatur dalam 1831– 1838 KUHPerdata sedangkan akibat-akibat hukum yang muncul antara penjamin dan terjamin ditentukan dalam Pasal 839– 1844 KUH-Perdata. Ketentuan tentang perjanjian yang diatur dalam buku III KUHPerdata, termasuk ketentuan mengenai perjanjian jaminan (penanggungan hutang) dalam Pasal 1820-1850 KUH Perdata menganut sistem terbuka. Para pihak bebas menentu-
kan sendiri isi perjanjian diantara mereka. Peraturan dalam hukum perjanjian bersifat pelengkap yang berarti ketentuan tersebut disediakan oleh pembentuk undang– undang untuk dipergunakan oleh para pihak yang membuat perjanjian apabila ternyata mereka kurang lengkap atau belum mengatur suatu hal tertentu. Dalam pelaksanaan perjanjian garansi bank, apabila terjamin tidak melakukan kewajibannya kepada penerima jaminan maka pihak bank yang harus menunaikan kewajiban tersebut dengan membayar sejumlah uang seperti yang tertera dalam garansi bank. Dengan dilaksanakannya pembayaran garansi bank kepada penerima jaminan, maka jumlah yang dibayarkan itu menjadi hutang terjamin kepada bank. Pihak bank akan segera mencairkan counter guaranty yang telah diberikan terjamin untuk membayar kembali dana yang diserahkan bank kepada pihak penerima jaminan. Apabila langkah tersebut masih menyisakan hutang bagi terjamin kepada pihak bank maka terjamin harus membayar hutang tersebut dalam suatu jangka waktu tertentu. Apabila dalam durasi waktu yang telah ditentukan, terjamin tidak melunasi hutangnya maka hubungan hukum antara penjamin (bank) dengan terjamin (nasabah) berubah menjadi hubungan kreditor dengan debitor dalam suatu perjanjian kredit biasa. Berdasarkan hal ini, maka diantara terjamin dan bank dibuat akta perjanjian kredit untuk jangka waktu yang ditentukan pihak bank, deposito, surat–surat berharga, atau lainnya yang dianggap aman oleh bank. c. Fungsi bank garansi Sifat bank garansi adalah sebagai perjanjian tambahan (accessoir) yaitu keberadaanya tergantung pada perjanjian pokok. Dengan demikian bank garansi 118
berakhir apabila perjanjian pokok berakhir. Dalam praktek perbankan, bank mau bertindak sebagai penanggung apabila pihak yang ditanggung : 1. Adalah nasabah bank, jika pada saat mengajukan permohonan bank garansi belum menjadi nasabah bank, maka harus membuka Rekening Koran terlebih dahulu. 2. Menjadi nasabah bank yang bonafit, belum pernah masuh blacklist, penilaian ini dilihat selama 6 bulam berturut-turut. 3. Memberikan jaminan lawan (kontra garansi) yang dapat berupa : a. Menyetorkan uang tunai sejumlah nilai nominal bank garansi. b. Hipotik, creditverband, gadai (pand), fidusia. c. Menyetorkan uang tunai sebagian dari bank garansi ditambah jaminan kebendaan yang dinilainya ditetapkan 15% dari bank garansi (dikurangi uang tunai yang disetor) Bank garansi berbeda dengan perjanjian kredit, karena bank garansi merupakan tambahan, sedangkan perjanjian garansi merupakan perjanjian yang sifatnya berdiri sendiri. Dalam bank garansi si penanggung menjamin memenuhi perutangan, sedangkan dalam perjanjian garansi si penanggung menjamin untuk mengganti kerugian.
PEMBAHASAN Alf Ross, seorang ahli hukum Denmark berpendapat, bahwa norma adalah pengarahan yang berada dalam kaitan korespondensinya dengan fakta-fakta sosial, suatu norma itu ada berarti, bahwa suatu fakta sosial tertentu ada10. 10
Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 309
Dengan demikian menurut Alf Ross, norma tersebut harus bersumber dari fakta sosial. Dengan dasar sosiologis di atas maka pada prinsipnya hukum dibuat untuk mengintegrasikan nilai-nilai yang ada di tengahtengah masyarakat. Terkait dengan norma atau kaidah, mengutip dari pendapatnya Prof. Satjipto Ra-harjo yang mengatakan bahwa, "Hukum itu merupakan salah satu saja dari beberapa lembaga dalam masyarakat yang turut menciptakan ketertiban. Dengan demikian maka ketertiban itu merupakan konfigurasi dari berbagai lembaga seperti hukum dan tradisi"11. Dengan demikian untuk mengatur hubungan antar sesama manusia maka terdapat beberapa aturan atau norma kehidupan yang dapat dijadikan dasar bagi manusia. Dan setiap norma atau aturan yang hidup didalam masyarakat tersebut harus terakomodir didalam aturan tertulis sebagai aturan hukum yang mengatur semua lapisan masyarakat karena suatu perundang-undangan menghasilkan peraturan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Bersifat umum dan konprehensif, 2. Bersifat universal, bahwa ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk kongkritnya. Oleh karenanya ia tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja12. Hanya saja secara sosiologis peraturan perundang-undangan dibuat dengan landasan dari nilai-nilai yang hidup dimasyarakat hal ini untuk dapat diimplementasikan atau diindahkan oleh masyarakat, terkait dengan hal ini soerjono soekanto dan purnadi purbacaraka mengemukakan landasan teoritis sebagai dasar sosiologis berlakunya kaidah hukum yaitu; 11 12
Ibid, hlm. 23. Ibid, hlm. 114-115.
119
1. Teori kekuasaan (machbttbeorie). Secara sosiologis kaidah hukum berlaku karena paksaan penguasa, terlepas diterima atau tidak diterimanya oleh masyarakat. 2. Teori pengakuan (annerkennungs theorie). Kaidah hukum berlaku berdasarkan penerimaan dari masyarakat tempat hukum itu berlaku13. Bagaimana mewujudkan keberadaan Infrastruktur yang memadai baik secara kualitas maupun secara kuantitas guna mendukung pertumbuhan ekonomi, tentunya adalah partumbuhan ekonomi yang mampu menurunkan tingkat kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup, yang berarti adalah pertumbuhan ekonomi yang mempunyai korelasi positif diantara kinerja ekonomi dengan pertumbuhan tekhnologi. Keterbatasan Infrastruktur akan berakibat terjadinya pemborosan-pemborosan yang artinya adalah ekonomi dengan biaya tinggi sebagai ilustrasi bisa dihitung dalam keadaan bangsa Indonesia menghadapi permasalahan dibidang energy berapa besar pemborosan minyak yang terjadi akibat kemacetan, yang berarti meningkatkan biaya produksi, atau berapa besar biaya pengiriman barang lewat darat ketika jalur pantura mengalami kerusakan, sebagai konsekwensi resiko yang dihadapi oleh perusahaan pengiriman barang. Melihat kondisi Infrastruktur yang ada di Indonesia saat ini maka kebutuhan akan pembangunan Infrastruktur menjadi meningkat secara significant dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat digunakan sekema : a. Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) yaitu perjanjian kerjasama antara pemerintah dengan swasta yang dapat berbentuk perjanjian BOT (Build Operation and Transfer), BOOT (Build Own Operation and 13
...Bagir Manan, 1995, Pertumbuhan Dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Masdar Maju, Bandung, hlm. 16
Transfer), BLT ( Build Lease and Trasnfer) atau dalam bentuk perjanjian lainnya, b. Coorporate Social Responsibility (CSR) adalah bagian dari pertanggung jawaban perusahaan terhadap effect rumah kaca yang menurut hemat penulis tidak ada salahnya jika kegunaan pendanaan CSR juga dapat memberikan kontribusi pada penyediaan Infrastruktur untuk masyarakat yang berhubungan dengan mengurangi effect rumah kaca, dan c. Partisipasi masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari falsafah hidup bangsa Indonesia dimana sistem gotong royong sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat khususnya masyarakat di daerah. Jika mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur pada Pasal 4 dimana jenis Infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha mencangkup : a. Infrastruktur Transportasi, yang meliputi pelayanan jasa kebandarudaraan, penyediaan dan / atau pelayanan jasa kepelabuhan, sarana dan prasarana perkeretaapian; b. Infrastruktur jalan, meliputi jalan tol, dan jembatan tol; c. Infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku; d. Infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum; e. Infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolahan air limbah, jaringan pengumpul dan jaringan utama dan sarana persampahan yang meliputi pengangkut dan tempat pembuangan; f. Infrastruktur telekomunikasi dan informatika, meliputi jaringan 120
telekomunikasi dan infrastruktur e-government; g. Infrastruktur ketenaga listrikan, meliputi pembangkit, termasuk pengembangan tenaga listrik yang berasal dari panas bumi, transmisi, atau distribusi tenaga listrik; dan h. Infrastruktur minyak dan gas bumi, meliputi transmisi dan/atau distribusi minyak dan gas bumi. Melihat dari jenis Infrastruktur yang dapat dikerjasamakan maka dapat dipilah bahwasannya berdasar Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 pasal 4 maka sekema KPS yang mempunyai kesesuaian tertinggi terhadap pembangunan infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha diikuti mekanisme CSR. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur pada Pasal 17 A ayat (2) dan (3) tersurat bahwasannya dukungan pemerintah dapat diberikan dalam bentuk kontribusi fiskal, perizinan, pengadaan tanah, dukungan sebagian kontruksi, dan / atau bentuk lain selama didasari oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ditetapkan oleh menteri / kepala lembaga / kepala daerah. Perjanjian Kerjasama Pemerintah dengan Swasta dalam pengadaan Infrastruktur merupakan bagian dari pola kerjasama yang dapat berupa : a. Join Venture (usaha bersama) merupakan bentuk kerjasama umum, dapat dilakukan hampir pada semua bidang usaha, dimana para pihak masing-masing menyerahkan modal untuk membentuk badan usaha atau objek kerjasama yang akan dikelola bersama. b. Join Operational (Operasional Bersama) merupakan bentuk kerjasama khusus,
dimana bidang usaha yang dilakukan merupakan bidang usaha yang memberikan kewenangan pada salah satu pihak untuk terlibat dalam suatu bidang usaha atau objek kerjasama yang sudah ada, sudah beroperasi atau sudah pernah beroperasi. c. singgel operational (operasional tunggal) merupakan bentuk kerjasama khusus yang bidang usahanya adalah pada bidang operational, dengan memberikan kewenangan pada salah satu pihak untuk menjalankan badan usaha atau objek kerjasama dimana salah satu pihak menjadi yang behak atas tanah dan pihak lain menjadi investor untuk bangunan di atas tanah tersebut yang akan mengelola objek kerjasama untuk jangka waktu tertentu. Terdapat beberapa alternative perjanjian Kerjasama Pemerintah dengan Swasta dalam pengadaan Infrastruktur yang diantaranya : 1. Perjanjian BOT (Build Operation and Transfer) merupakan Perjanjian antara 2 pihak, dimana pihak yang satu menyerahkan penggunaan tanah miliknya unt di atasnya didirikan suatu bangunan komersial oleh pihak kedua (investor), dan pihak kedua tsb berhak mengoperasikan atau mengelola bangunan komersial untuk jangka waktu tertentu kepada pemilik tanah, dan pihak kedua wajib mengembalikan tanah beserta bangunan komersial di atasnya dalam keadaan dapat dan siap dioperasionalkan kepada pemilik tanah setelah jangka waktu operasional berakhir. 2. Perjanjian BLT (Build Lease and Transfer) merupakan Perjanjian antara 2 pihak, dimana pihak yang satu menyerahkan penggunaan tanah miliknya untuk di atasnya didirikan suatu bangunan komersial oleh pihak kedua (investor), dan pihak kedua tsb berhak melakukan sewa guna terhadap bangunan untuk jangka waktu yang disepakati kedua belah pihak.
121
3. Perjanjian LDO (Lease Develop Operate) yang merupakan perjanjian antara dua pihak dimana para pihak secara bersama-sama memasukkan modal pada objek perjanjian untuk kemudian dikelola secara bersamasama. Masih banyak bentuk perjanjian yang lain karena tidak ada batasan tentang cara pelaksanaan KPS dalam suatu project di Indonesia. Guna mewujudkan kerjasama yang baik antara pemerintah dengan swasta dalam pembangunan infrastruktur ada beberapa element penting untuk diperhatikan : 1. Adanya investor baik dari dalam maupun luar negeri yang berfungsi untuk menyediakan pendanaan dalam rangka kerjasama dengan pemerintah. 2. Pemerintah dan / atau pemerintah daerah yang bertanggung jawab untuk mengawal kebijakan dan mengawasi serta memberikan sangsi serta apresiasi. 3. Badan usaha penjaminan Infrastruk-tur adalah badan usaha yang didirikan oleh pemerintah dan diberikan tugas khusus untuk melaksanakan Penjaminan Infrastruktur. 4. Suatu perencanaan yang berkualitas, handal dan berkesinambungan Investor mempunyai fungsi untuk menyediakan pendanaan dalam pembangunan infrastruktur dengan bekerjasama pemerintah sebagai patner dalam pembangunan infrastruktur yang jika dibutuhkan penjaminan maka badan usaha penjaminan infrastruktur yang punya tugas melaksanakan penjaminan, dan untuk terciptanya suatu kerjasama yang baik antara pemerintah dengan swasta maka dibutuhkan suatu perencanaan yang berkualitas, handal dan berkesinambungan hal ini dikarenakan suatu pembangunan infrastruktur yang tidak terencana dengan baik punya potensi untuk terjadinya bongkar pasang atau bahkan menimbulkan masalah yang pelik dikemudian hari, sebagai suatu ilustrasi kota Malang sebagai suatu kota
Terbesar kedua di Jawa Timur mempunyai misi menjadi kota Pendidikan, Pariwisata dan Industri yang artinya dibutuhkan pembangunan infrastruktur yang terencana dengan baik, sebagai kota pendidikan malang memiliki pendatang dalam jumlah yang besar sebagai pelajar dan mahasiswa, ditambah dengan kota pariwisata maka menambah jumlah pendatang khususnya pada saat week end atau libur, sebagai kota industry maka banyak pekerja yang berdatangan dan konsekwensi dari malang kota pendidikan, pariwisata dan industry adalah kemacetan maka kota malang membutuhkan pembangunan infrastruktur dibidang transportasi umum yang nyaman dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Di atas penulis telah menyinggung tentang keberadaan CSR adalam pembangunan infrastruktur dimana dicoba untuk merumuskan suatu gagasan keterlibatan perusahaan dalam pembangunan infrastruktur yang pastinya melibatkan pemerintah, perguruan tinggi, dan perusahaan pola ini berarti akan berbeda dengan yang telah diatur dalam peraturan tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, karena pada pola perjanjian kerjasama pemerintah dengan swasta melalui kewajiban swasta dalam CSR dilibatkan perguruan tinggi dengan tujuan untuk meningkatkan inovasi teknologi di masyarakat karena perguruan tinggi adalah pembentuk SDM IPTEK yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kemampuan pengajaran, pendidikan, litbang dan pengabdian pada masyarakat, sehingga dapat memberikan data kebutuhan masyarakat dan perkiraan kebutuhan di masa yang akan datang. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Dalam pelaksanaan kerjasama pemerintah dengan swasta sering kali penjaminan menjadi masalah tersendiri meskipun sudah ada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Penjaminan Infrastruktur dalam proyek kerjasama Pemerintah dengan 122
Badan Usaha yang dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur juga Keputusan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha, dimana penjaminan hanya dapat dilakukan oleh Badan Usaha Penjamin Infrastruktur atau oleh Badan Usaha Penjamin Infrastruktur bersama pemerintah, permasalahan terutama bagi pemerintah karena pemerintah jelas tidak boleh menjaminkan asset pemerintah, sehingga potensi untuk menjadi masalah cukup tinggi, maka diambil suatu alternative melalui pinjaman baik pada bank komersial asing atau local . SARAN Dalam pelaksanaan KPS dengan melibatkan investor asing maka sebaiknya investor asing harus bermitra dengan mitra lokal hal ini penting untuk menentukan besaran kepemilikan saham terhadap pembangunan infrastruktur yang itu menyangkut hajat hidup orang banyak agar kebijakan dalam mengelola infrastruktur kemu-dian tidak bertentangan dengan kepentingan untuk hajat hidup orang banyak.
DAFTAR PUSTAKA Djanil Faturrahman, Mariam Darus, Badrulzaman, Remy Sutan Syahdeini, Soepraptomo Heru, Soenandar Taryana, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung Fuady, Munir, 2002, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori Dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Remmelink, Jan, 2003, Komentar Atas PasalPasal Terpenting Dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana Belanda Dan Padanannya Kitab Hukum UndangUndang Pidana Indonesia, Gramedia, Jakarta Khairandy, Ridwan, 2006, Pengantar Hukum Dagang, FH UII Press, Yogyakarta.
Manan, Bagir, 1995, Pertumbuhan Dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Masdar Maju, Bandung. Mertokusumo, Sudikno, 1999, Mengenal Hukum ( Suatu Pengantar ), Liberty, Yogya. Muhammad, Abdulkadir,1987, Hukum Perikatan, Cetakan I, Alumni, Bandung. ------,1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Jilid III, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. -----,2004, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pasca Sarjana Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. Muhammad, Abdulkadir dan Murniati Rilda, 2000, Segi Hukum Lembaga Keuangan Dan Pembiayaan. PT. Citra Aditya bakti, Bandung. Patrik, Purwahid,1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan yang Lahir dari Perjanjian dan dari Undang-Undang), Cetakan Pertama, CV. Mandar Maju, Bandung. Syamsudin, M., 2007, Operasional Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Satrio, J, 1996, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Cetakan III, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Setiawan, R, 1994, Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung. Simatupang, Richard Burton,2003, Hukum Dalam Bisnis, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta. Sofwan Masjchoen, Sri Soedewi,1980, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta. Soekanto, Soerjono,1986, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Radja Grafindo Persada, Jakarta. Subekti, R, 2001, hukum perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta. Tiong, Hoey Oey,1985, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Cetakan Kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta.
123
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Subekti, R dan Tjitrosudibio, R, 1992, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Zaman, Badrul, dan Mariam Darus, KUHPerdata Buku III : Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, Alumni, Bandung. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Penjaminan Infrastruktur dalam proyek kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha. Surat Keputusan Presiden R I No 61/1998 tentang Lembaga Pembiayaan. Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No 1251/KMK.013/ 1998 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No 448/KMK.017/ 2000 tentang Perusahaan Pembiayaan. Keputusan Menteri Keuangan RI No 172/KMK.06/2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan RI No 448/KMK.017/ 2000 tentang Perusahaan Pem-biayaan Peraturan Menteri Keuangan RI No 84/PMK.012/ 2006 tentang Perusahaan Pembiayaan
124