PENETAPAN HARGA BAHAN BAKAR GAS UNTUK TRANSPORTASI NATURAL GAS FOR VEHICLE (NGV) DAN LIQUEFIED NATURAL GAS (LNG) DI INDONESIA
THESIS
ACHMAD RILYADI NPM: 1106028323
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK KEKHUSUSAN MANAJEMEN GAS FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA JANUARI 2013
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
PENETAPAN HARGA BAHAN BAKAR GAS UNTUK TRANSPORTASI NATURAL GAS FOR VEHICLE (NGV) DAN LIQUEFIED NATURAL GAS (LNG) DI INDONESIA
TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister
ACHMAD RILYADI NPM: 1106028323
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK KEKHUSUSAN MANAJEMEN GAS FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA JANUARI 2013
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Achmad Rilyadi
NPM
: 1106028323
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 14 Januari 2013
iii Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh Nama peneliti
: Achmad Rilyadi
NPM
: 1106028323
Program Studi
: Magister Teknik Kekhususan Manajemen Gas
Judul
: PENETAPAN HARGA BAHAN BAKAR GAS UNTUK TRANSPORTASI NATURAL GAS FOR VEHICLE (NGV) DAN LIQUEFIED NATURAL GAS (LNG) DI INDONESIA
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperolah gelar Magister Teknik pada Program Studi S2 Manajemen Gas Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
: Dr. Ir. Andy Noorsaman S., DEA (
)
Penguji I
: Prof. Ir. Sutrasno K., M.Sc., Ph.D (
)
Penguji II
: Dr. Iwan Ratman, M.Sc, PE
(
)
Penguji III
: Prof. Dr. Ir. Anondho W., M.Eng (
)
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 14 Januari 2013
iv Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunianya kami dapat merampungkan penelitian tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik di Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Kami menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak khususnya Prof. Dr. Ir. Anondho Wijanarko, M.Eng., dan Dr. Ir. Heri Hermansyah, M.Eng., serta wabil khusus pembimbing kami, Dr. Ir. Andy Noorsaman Sommeng, D.E.A., sangatlah sulit bagi kami untuk menuntaskan tesis ini.
Akhir kata, kami berharap kepada Allah SWT agar berkenan membalas segala kebaikan semua pihak tersebut di atas. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pengelolaan gas di Tanah Air.
Jakarta, 14 Januari 2013,
Achmad Rilyadi
v Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan dibawah ini: Nama
: Achmad Rilyadi
NPM
: 1106028323
Program studi
: Magister Teknik Kekhususan Manajemen Gas
Departemen
: Teknik Kimia
Fakultas
: Teknik
Jenis Karya
: Tesis
Demi pengembangan ilmu pengentahuan, menyetujui untuk memberikan Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas (LNG) di Indonesia Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di
: Jakarta
Pada tanggal : 14 Januari 2013
Yang menyatakan
(Achmad Rilyadi)
vi Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
ABSTRAK
Nama
: Achmad Rilyadi
Program Studi : Magister Teknik Kekhususan Manajemen Gas Judul
: Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas (LNG) di Indonesia
Tesis ini bertujuan untuk mengevaluasi formula harga Bahan Bakar Gas (BBG) untuk transportasi Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas (LNG) di sisi hilir dalam rangka program konversi dari BBM ke BBG. Formula harga BBG dievaluasi dengan memperhitungkan kepentingan konsumen dan keekonomian badan usaha. Tesis ini memulai evaluasi dengan menentukan skala konversi yang akan diterapkan guna menghitung volume kebutuhan BBG. Ruang lingkup basis perhitungan dibatasi untuk wilayah DKI Jakarta dan Banten saja. Kemudian, tesis ini merencanakan sistem distribusi alternatif penyaluran BBG dengan menggunakan sumber (feed) gas dalam bentuk LNG. Ada dua sistem distribusi yang diusulkan oleh tesis ini, pertama, Sistem Distribusi LNG Package, dimana feed LNG dikirim dari LNG Plant dengan LNG carrier ship ke LNG Floating Storage Unit (FSU) sebagai receiving and storage terminal LNG. Selanjutnya, LNG ditransportasikan menggunakan truk LNG sampai ke Stasiun Pengisian LNG-LCNG untuk kemudian disalurkan ke konsumen dalam kemasan NGV ataupun LNG. Kedua, Sistem Distribusi CNG Package, dimana LNG dari FSU ditransportasikan ke LNG Regasification Plant untuk divaporasi dan dikompresi menjadi Compressed Natural Gas (CNG). CNG kemudian diangkut dalam tabung-tabung silinder menggunakan truk trailer menuju Wholesaler NGV (CNG). Terakhir, tesis ini menghitung harga jual NGV dan LNG yang merupakan penjumlahan seluruh biaya investasi dan biaya operational & maintenance yang diamortisasi dengan asumsi masa manfaat infrastruktur selama 20 tahun, dan tingkat suku bunga 15% per tahun. Berdasarkan hasil perhitungan didapat harga jual NGV di Wholesaler sebesar Rp 5.485/lsp dan harga jual LNG di SPBG LNGLCNG sebesar Rp 6.142/lsp. Kata Kunci: Formula harga BBG, konversi BBM ke BBG, NGV, LNG, FSU, CNG, LCNG, transportasi
vii Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
ABSTRACT
Name
: Achmad Rilyadi
Study Program : Master of Gas Management, Faculty of Engineering Title
: Gas Fuel Pricing of Natural Gas for Vehicle (NGV) and Liquefied Natural Gas (LNG) for Transportation in Indonesia
This thesis aims to evaluate gas fuel pricing formula of Natural Gas for Vehicle (NGV) and Liquefied Natural Gas (LNG) for transportation at the downstream, in line with the conversion program from oil fuel to gas. Gas price formula is evaluated by taking into account the consumers interests and the economic factor of business entities. This thesis starts the evaluation by determining the scale of conversion to be applied in order to calculate the volume of gas demand. The scope of the calculation is limited within the Area of Jakarta and Banten. Furthermore, this thesis plans alternative gas distribution systems which utilized feed gas in the form of LNG. There are two distribution system proposed by this thesis, first, LNG Distribution System Package, which feed LNG from LNG Plant shipped by LNG carrier to LNG Floating Storage Unit (FSU) as an LNG receiving and storage terminal. Moreover, LNG is transported by LNG trucks to LNG-LCNG Refuling Station then to be distributed to consumers as NGV or LNG. Second, CNG Distribution System Package, where LNG from FSU is transported to LNG regasification plant, then to be vaporized and compressed into Compressed Natural Gas (CNG). Thus, CNG is transported in small cylinder tubes using truck trailers to NGV Wholesaler. Finally, this thesis calculates the price of NGV and LNG, which is the sum of all amortized investment costs and amortized operational & maintenance costs over its lifetime (20 years to be assumed), and an interest rate of 15% per year. Based on the calculation, the price of NGV at wholesaler is Rp 5.485/lge and the price of LNG at LNG-LCNG station is Rp 6.142/lge.
Keywords : Gas pricing formula, NGV, LNG, CNG, FSU, LCNG, transportation
viii Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... v HALAMAN
PERNYATAAN
PERSETUJUAN
PUBLIKASI
TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................. vi ABSTRAK ........................................................................................................... vii ABSTRACT ........................................................................................................ viii DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... .xii DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1.
Dasar Hukum ............................................................................................... 1
1.2.
Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.3.
Maksud dan Tujuan ..................................................................................... 3
1.4.
Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.5.
Ruang Lingkup Kajian ................................................................................ 4
1.6.
Indikator Keluaran dan Keluaran ................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5 2.1.
Konsep Harga Gas Alam ............................................................................. 5
2.2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Gas ......................................... 10
2.3.
Pemanfaatan Bahan Bakar Gas (BBG) untuk Transportasi di Berbagai Negara ....................................................................................................... 11
2.4.
Pelajaran dari Pengalaman Implementasi Program Konversi dari BBM ke BBG di Negara Lain .................................................................................. 15
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 19 3.1.
Alur Metodologi Penelitian ....................................................................... 19
3.2.
Rantai Pengusahaan Gas Alam dan Investigasi Ketersediaan
ix Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
Infrastuktur ................................................................................................ 20 3.3.
Inventarisasi Harga Gas Alam Pipa dan LNG Domestik .......................... 26
3.4.
Telaah Umum dan Investigasi Formula Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi ............................................................................................... 28 3.4.1. Biaya Transportasi ......................................................................... 30 3.4.1.1.
Liquefied Natural Gas (LNG) .................................... 30
3.4.1.2.
Compressed Natural Gas (CNG) ............................... 32
3.4.2. Biaya Distribusi ............................................................................. 33 3.5.
Usulan Formula Harga Gas Bahan Bakar Gas Dalam Negeri .................. 40 3.5.1. Formula harga Gas untuk Transportasi NGV & LNG .................. 42 3.5.1.1.
Formula Umum Harga Bahan Bakar Gas di SPBG LNG-LCNG Sistem Distribusi LNG Package ........... 43
3.5.1.2.
Formula Umum Harga Bahan Bakar Gas di Wholesaler NGV (CNG) Sistem Distribusi CNG Package........... 44
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 45 4.1.
Mekanisme Harga LNG yang Digunakan di Indonesia .............................45
4.2.
Perkembangan Jumlah Kendaraan di DKI Jakarta dan Banten ..................46
4.3.
Penentuan Skala Konversi dari BBM ke BBG untuk Wilayah DKI Jakarta – Banten......................................................................................................49
4.4.
Perhitungan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi NGV & LNG ...55 4.4.1. Perhitungan Harga Bahan Bakar Gas di SPBG LNG-LCNG Sistem Distribusi LNG Package ................................................................57 4.4.1.1.
Perhitungan Biaya LNG Shipping ...............................57
4.4.1.2.
Perhitungan Biaya LNG Floating Storage Unit (FSU)61
4.4.1.3.
Perhitungan Biaya Pegangkutan dengan Truk LNG (LNG Trucking) .......................................................... 64
4.4.1.4.
Perhitungan Biaya SPBG LNG-LCNG .......................67
4.4.2. Perhitungan Harga Bahan Bakar Gas di Wholesaler NGV (CNG) Sistem Distribusi CNG Package ....................................................72 4.4.2.1.
Perhitungan Biaya LNG trucking ................................73
4.4.2.2.
Perhitungan Biaya LNG Regasification Plant (Mother Station).........................................................................75
x Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
4.5.
4.4.2.3.
Perhitungan Biaya CNG Trucking ...............................79
4.4.2.4.
Perhitungan Biaya Wholesaler NGV (CNG)...............82
Kajian Akhir Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jenis NGV dan LNG ............................................................................................................86
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 90 5.1. 5.2.
Kesimpulan................................................................................................ 90 Saran ........................................................................................................ 91
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 94
xi Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kurva S Japan’s Crude Cocktail (JCC) ...........................................8 Gambar 2.2. Conceptual Framework Instrumen Kebijakan untuk Mempromosikan Adopsi Teknologi Transportasi dan Bahan Bakar Alternatif .........................16 Gambar 3.1. Alur Metodologi Penelitian ............................................................19 Gambar 3.2. Rantai Pengusahaan Gas Alam di Indonesia .................................20 Gambar 3.3. Peta Neraca Gas Bumi Indonesia 2010 – 2025 ..............................22 Gambar 3.4. Peta Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional (RIJTDGBN) 2010-2025 .......................................................................25 Gambar 3.5. FSRU berikut Jetty Facility ...........................................................36 Gambar 3.6. LNG FSU (Floating Storage Unit) ................................................36 Gambar 3.7. Skema Proses SPBG LCNG ...........................................................38 Gambar 3.8. Skema SPBG LNG-LCNG .............................................................39 Gambar 3.9. Skema Infrastruktur Distribusi BBG Untuk Wilayah DKI Jakarta & Banten ...................................................................................................................42 Gambar 3.10. Komponen Biaya Harga BBG Sistem Distribusi LNG Package ..43 Gambar 3.11. Komponen Biaya Harga BBG Sistem Distribusi CNG Package .44 Gambar 4.1. Harga LNG Berdasarkan ICP .........................................................45 Gambar 4.2. Lokasi SPBG Online Existing di DKI Jakarta ................................50 Gambar 4.3. Infrastruktur Gas di Indonesia .......................................................54 Gambar 4.4. Skema Umum FSU .........................................................................61 Gambar 4.5. Proses Loading Truk LNG .............................................................65 Gambar 4.6. Skema SPBG LNG-LCNG sebagai Daugther Station ...................68 Gambar 4.7. Salah Satu Contoh LNG-LCNG di Los Angeles ............................70 Gambar 4.8. Skema Sistem Distribusi CNG Package .........................................73 Gambar 4.9. Diagram LNG Regasification Plant ...............................................76 Gambar 4.10. Contoh LNG Regasification Plant untuk di Banten .....................77 Gambar 4.11. Contoh Storage Tube NGV (CNG) pada Kendaraan ...................84 Gambar 4.12. Unit Cost pada Setiap Rantai Sistem Distribusi LNG Package ...87 Gambar 4.13. Unit Cost pada Setiap Rantai Sistem Distribusi CNG Package ....87
xii Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Pembagian Kelompok Pasar Gas Dunia ............................................... 6 Tabel 2.2. Sepuluh Negara dengan Jumlah Kendaraan NGV Tertinggi di Dunia Tahun 2011 (dalam juta) ...................................................................................... 14 Tabel 3.1. Status Cadangan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia per 1 Januari 2011 ...................................................................................................................... 21 Tabel 4.1. Jumlah Kendaraan Roda Tiga/Lebih di Wilayah Jakarta dan Banten Tahun 2006 – 2011 .............................................................................................. 47 Tabel 4.2. Volume dan Nilai Ekspor Non Migas Provinsi Jakarta dan Banten Tahun 2011 .......................................................................................................... 47 Tabel 4.3. Proyeksi Jumlah Kendaraan Bermotor Roda Tiga/Lebih di Jakarta Tahun 2012 – 2013 ............................................................................................ 48 Tabel 4.4. Proyeksi Jumlah Kendaraan Bermotor Roda Tiga/Lebih di Banten Tahun 2012 – 2013 ............................................................................................ 48 Tabel 4.5. Asumsi Persentase per Jenis Kendaraan yang Berpotensi untuk Dikonversi ke BBG .............................................................................................. 50 Tabel 4.6. Jumlah Kendaraan yang Berpotensi untuk Dikonversi ke BBG untuk Wilayah DKI Jakarta Tahun 2013 ........................................................................ 51 Tabel 4.7. Jumlah Kendaraan yang Berpotensi untuk Dikonversi ke BBG untuk Wilayah Banten Tahun 2013 ................................................................................ 51 Tabel 4.8. Asumsi Konsumsi Bahan Bakar Gas Per Jenis Kendaraan Per Hari . 52 Tabel 4.9. Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar Gas Per Hari untuk Wilayah DKI Jakarta Tahun 2013 .............................................................................................. 53 Tabel 4.10. Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar Gas Per Hari untuk Wilayah Banten Tahun 2013 .............................................................................................. 53 Tabel 4.11. Karakteristik Bahan Bakar Gas LNG dan CNG ............................... 56 Tabel 4.12. Asumsi dan Variabel Perhitungan di Dalam Penelitian Ini .............. 57 Tabel 4.13. Summary Perhitungan Jumlah Kapal yang Dibutuhkan ................... 60 Tabel 4.14. Biaya Capex & Opex LNG Shipping ............................................... 60 Tabel 4.15. Amortisasi Biaya Investasi dan Operasional LNG Shipping ........... 61
xiii Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
Tabel 4.16. Karakteristik FSU ............................................................................. 62 Tabel 4.17. Biaya Capex & Opex untuk LNG Receiving Terminal (FSU) ......... 63 Tabel 4.18. Amortisasi Biaya Investasi dan O&M Terminal Penerima dan Penyimpan LNG (FSU) ....................................................................................... 64 Tabel 4.19. Biaya Investasi dan Biaya O&M untuk 1 (Satu) Unit Truk LNG .... 66 Tabel 4.20. Biaya Investasi dan O&M untuk 28 Unit Truk LNG ....................... 67 Tabel 4.21. Amortisasi Biaya Investasi dan O&M Trucking LNG ..................... 67 Tabel 4.22. Jumlah Kebutuhan SPBG LNG-LCNG untuk Wilayah DKI Jakarta dan Banten ............................................................................................................ 69 Tabel 4.23. Total Kebutuhan LNG untuk Seluruh SPBG LNG-LCNG di DKI Jakarta dan Banten ............................................................................................... 69 Tabel 4.24. Biaya Capex dan O&M 1 (Satu) SPBG LNG-LCNG ...................... 70 Tabel 4.25. Biaya Investasi dan O&M untuk 56 Stasiun LNG-LCNG ............... 71 Tabel 4.26. Amortisasi Biaya Investasi dan Operasional Stasiun LNG-LCNG .. 72 Tabel 4.27. Biaya Investasi dan O&M untuk 18 Unit Truk LNG ....................... 75 Tabel 4.28. Amortisasi Biaya Investasi dan O&M Truk LNG (CNG Package) . 75 Tabel 4.29. Jumlah Kebutuhan LNG Regasification Plant (Mother Station) untuk Wilayah Banten .................................................................................................... 77 Tabel 4.30. Total Biaya Capital dan O&M LNG Regasification Plant .............. 78 Tabel 4.31. Biaya Investasi dan O&M untuk 3 Fasilitas LNG Regasification Plant ............................................................................................................................... 79 Tabel 4.32. Amortisasi Biaya Investasi dan Biaya Operasional LNG Regas Plant ............................................................................................................................... 79 Tabel 4.33. Total Biaya Capital dan O&M 1 (Satu) Unit Truk CNG ................. 81 Tabel 4.34. Biaya Investasi dan O&M untuk 42 Unit Truk CNG ....................... 81 Tabel 4.35. Amortisasi Biaya Investasi dan O&M Truk CNG ........................... 82 Tabel 4.36. Jumlah Kebutuhan NGV Wholesaler untuk Daerah Banten ............ 84 Tabel 4.37. Total Biaya Capital dan O&M 1 (Satu) Wholesaler NGV (CNG) ... 85 Tabel 4.38. Biaya Investasi dan O&M untuk 21 Wholesaler NGV (CNG) ........ 85 Tabel 4.39. Amortisasi Biaya Investasi dan Operasional Wholesaler NGV (CNG) ............................................................................................................................... 86
xiv Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
Tabel 4.40. Harga Jual BBG di Stasiun LNG-LCNG dan Wholesaler NGV (CNG) ............................................................................................................................... 88 Tabel 4.41. Variabel Keekonomian Investasi Infrastruktur BBG untuk Wilayah DKI Jakarta dan Banten ........................................................................................ 89
xv Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Dasar Hukum
Penelitian di dalam tesis ini mengacu kepada beberapa peraturan perundanganundangan yang berlaku dan kebijakan-kebijakan terkait dengan sektor minyak dan gas bumi, yaitu: 1.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi. Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diatur dan/atau ditetapkan oleh Pernerintah.
1.2.
Latar Belakang
Industri minyak dan gas bumi (migas) merupakan sektor penting dalam pembangunan nasional baik dalam hal pemenuhan kebutuhan energi dan bahan baku industri di dalam negeri maupun sebagai penghasil devisa negara, sehingga pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin. Dalam upaya menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, serta mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional, sehingga mampu mendukung kesinambungan pembangunan nasional guna mewujudkan peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, maka ditetapkan Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi. Undang-undang tersebut memberikan landasan
1 Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
2
hukum bagi pembaharuan dan penataan kembali kegiatan usaha migas nasional mengingat peraturan perundang-undangan sebelumnya, yaitu UU No. 44 Prp tahun 1960 tentang pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan UU No. 8 tahun 1971 tentang perusahaan pertambangan Minyak dan Gas Bumi negara sudah tidak lagi sesuai dengan keadaan sekarang maupun tantangan yang akan dihadapi di masa yang akan datang.
Kegiatan usaha gas alam yang dikaji di dalam penelitian ini melibatkan beberapa kegiatan usaha migas di sisi hilir mulai dari kegiatan usaha pengapalan LNG, penerimaan dan penyimpanan LNG, pengangkutan LNG di darat, dan usaha niaga bahan bakar gas (BBG). Kegiatan pengusahaan gas alam, apabila dilihat dari lingkupnya dapat dibagi ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu: sisi produksi atau hulu (upstream), dan hilir (downstream).
Sebagai negara yang memiliki potensi gas alam yang cukup besar, Indonesia perlu mengoptimalkan pemanfaatan gas alam baik untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun ekspor yang dapat meningkatkan penerimaan negara. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat, Pemerintah telah menetapkan kebijakan pengalokasian gas alam ke depan, antara lain dengan pemanfaatan gas alam yang diprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri dengan tetap mempertimbangkan keekonomian pengembangan lapangan. Selain itu, Pemerintah juga mendorong konsumen gas domestik untuk membeli gas dengan harga keekonomian. Kebijakan lainnya adalah alokasi pemanfaatan cadangan gas alam yang baru diketemukan, diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Apabila terdapat kelebihan, Pemerintah memiliki kewenangan menetapkan pemanfaatan gas alam untuk ekspor, akan tetapi mensyaratkan komitmen investor untuk berkontribusi dalam pengembangan infrastruktur atau pengembangan migas domestik.
Berlimpahnya gas alam nasional direncanakan diutilisasi untuk mensubtitusi penggunaan bahan bakar banyak minyak (BBM) di sektor transportasi darat dalam bentuk Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas (LNG).
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
3
Namun, rencana tersebut belum didukung dengan kebijakan harga bahan bakar gas yang memadai, khususnya harga NGV dan LNG. Oleh karena itu, kebijakan harga BBG perlu segera diatur dengan baik oleh Pemerintah, dengan tetap mempertimbangkan harga gas di hulu yang terkait dengan aspek keekonomian lapangan, dan harga bahan bakar gas di hilir yang mempertimbangkan kepentingan dan aspek perlindungan konsumen, serta keekonomian dari badan usaha.
1.3.
Maksud Dan Tujuan
a. Maksud Maksud dilaksanakannya tesis ini adalah untuk mengkaji dan mengevaluasi formula penetapan harga Bahan Bakar Gas (BBG) untuk transportasi Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas (LNG) di sisi hilir dalam rangka mendukung program konversi dari BBM ke BBG. b. Tujuan Tesis ini bertujuan untuk mengevaluasi formula harga Bahan Bakar Gas (BBG) untuk transportasi Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas (LNG) di sisi hilir dalam rangka program konversi dari BBM ke BBG dengan mempertimbangkan aspek kepentingan dan perlindungan konsumen, serta keekonomian badan usaha.
1.4.
Rumusan Masalah
a. Pendefinisian Masalah Umum Masalah yang akan dipecahkan adalah bagaimana menyusun suatu formula penetapan harga BBG untuk transportasi jenis Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas (LNG) pada sisi hilir yang memperhitungkan biaya setiap rantai sistem distribusi BBG dan keekonomian badan usaha, serta tetap mempertimbangkan aspek kepentingan dan perlindungan konsumen.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
4
Ruang Lingkup Penelitian
1.5.
Penelitian yang dilaksanakan pada tesis ini Kebijakan dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk trasnportasi di sisi hilir adalah sebagai berikut: 1. Perumusan formula harga BBG di sisi hilir untuk sektor transportasi jenis Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas (LNG). 2. Perencanaan pengembangan infrastruktur distribusi alternatif untuk menyalurkan BBG jenis NGV dan LNG. 3. Perencanaan pembangunan infrastruktur distribusi BBG jenis NGV dan LNG dengan basis pehitungan dibatasi untuk Wilayah DKI Jakarta dan Banten.
1.6. a.
Indikator Keluaran Dan Keluaran Indikator Keluaran Kajian kebijakan dan penetapan harga bahan bakar gas (BBG) jenis Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas (LNG) di Indonesia.
b. Keluaran Rekomendasi konsep (draft) kebijakan dan penetapan harga bahan bakar gas (BBG) jenis Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas (LNG) di Indonesia.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Konsep Harga Gas Alam
Pemahaman terhadap konsep harga gas sangat penting bagi produsen energi, konsumen, dan regulator. Meskipun gas alam dan minyak bumi banyak memiliki karakteristik yang sama (keduanya merupakan hidrokarbon, keduanya ditemukan dan diproduksi menggunakan metode dan peralatan yang serupa, dan keduanya sering diproduksi secara bersamaan) namun mereka berbeda dalam cara mereka dijual dan dihargai.
Minyak bumi dijual berdasarkan volume atau berat, biasanya barel atau ton, sebaliknya, gas alam dijual sebagai unit energi. Unit energi yang umum digunakan termasuk British Thermal Unit (BTU), therms, dan Joule (J). Gas alam, ketika diproduksi dari reservoir, mengandung mayoritas metana ditambah berbagai hidrokarbon lain yang tidak diinginkan dan beberapa kotoran.
Gas alam cair (NGLs), mengandung etana, propana, butana, dan kondensat, terdiri dari molekul karbon dengan rantai yang lebih panjang dari metana. Dengan demikian, per satuan volume, mereka membakar lebih panas dari metana. Karena mereka membakar lebih panas, NGLs memiliki kandungan energi yang lebih tinggi dari metana dan bahkan dalam jumlah kecil sekalipun. NGLs dalam aliran gas alam dapat memiliki dampak besar pada energi keseluruhan yang terkandung dalam gas alam.
Sebaliknya, kotoran seperti karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan nitrogen sebagian besar adalah tidak mudah terbakar. Keberadaan senyawa ini memiliki efek keseluruhan akan mengurangi kandungan energi dari aliran gas alam.
5 Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
6
Ada 4 kelompok dalam penetapan harga gas yang berlaku saat ini, yaitu:
Tabel 2.1. Pembagian Kelompok Pasar Gas Dunia
Sumber: www.natgas.info (2012)
Kelompok 1 Kelompok ini, yang meliputi Amerika Utara dan Inggris, merupakan pasar gas yang paling liberal dan cair. Daerah yang ditandai dengan sejumlah besar pembeli dan penjual sangat bersaing tanpa intervensi Pemerintah. Ada beberapa patokan harga yang telah diterapkan yaitu (1) di Amerika Serikat adalah harga Henry Hub yang merupakan harga teoritis gas di Louisiana dan di Inggris, yaitu harga NBP pada titik didefinisikan dalam jaringan gas, (2) yang ditetapkan oleh pasar yang transparan seperti New York Mercantile Exchange (NYMEX). Karena harga gas ditetapkan dalam kaitannya dengan pasokan gas dan permintaan, sistem ini juga disebut sebagai pasar 'gas-on-gas'. Kelompok 2 Kelompok kedua pasar gas termasuk situasi di benua Eropa, dan untuk tingkat lessor, di Asia Tenggara. Kebanyakan gas dijual dan dihargai dalam kaitannya dengan bahan bakar lainnya, biasanya minyak mentah atau produk minyak
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
7
lainnya. Dengan demikian, harga gas akan dikutip dengan formula yang mengindeks atau berasal dari harga minyak. Efek nyata adalah bahwa gas biasanya, meskipun tidak selalu, dijual dengan harga diskon terhadap minyak dan produk minyak. Alasan untuk hal ini adalah karena produksi dan konsumsi gas dimulai setelah pasar minyak didirikan, produsen gas bisa meyakinkan konsumen untuk beralih ke bahan bakar gas. Kemudian, karena pasar minyak adalah pasar global dan transparan, maka harga gas dapat diturunkan dari harga minyak yang diperdagangkan. Namun, ketika harga minyak naik, harga gas juga akan naik.
Produser gas di Norwegia, Aljazair, dan terutama Rusia, mendorong skema harga ini. Mereka, dan Pemerintahnya, memahami pasar minyak sehingga dapat menggunakan konsep yang sama untuk melakukan negosiasi kontrak penjualan gas, namun sejak harga minyak mulai meningkat pada tahun 2008, perbedaan antara harga minyak dan gas melebar secara dramatis (sebagai contoh, ketika harga minyak adalah US$ 120/bbl, harga energi gas teoritis setara harusnya sebesar US$ 20/Mmbtu). Perbedaan ini mendorong pembeli gas terkait kontrak minyak mempertanyakan nilai yang menghubungkan harga gas dengan harga komoditas.
kelompok 3 Kelompok ini dicirikan oleh pasar LNG tradisional Asia Utara, terutama Jepang. Jepang memiliki sumber energi yang sangat terbatas dan tidak memiliki kemampuan untuk mengimpor gas dengan pipa. Hampir semua gas Jepang dikirim ke pulau melalui LNG. LNG awalnya bersumber dari Alaska dan Asia Tenggara, namun saat ini para pemasok juga berasal dari Timur Tengah dan Australia.
Sebelum pengenalan LNG, Jepang bergantung pada impor minyak mentah dan batu bara untuk pembangkit listrik mereka. Guncangan minyak tahun 1973 meyakinkan mereka untuk mengambil kesempatan untuk beralih ke bahan bakar baru, tetapi hanya jika harga bahan bakar baru tersebut terkait dengan minyak dan adanya jaminan diskon terhadap harga minyak. Mereka juga menginginkan
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
8
konsep ceiling untuk diperkenalkan, sehingga apabila ada guncangan minyak dimasa depan tidak akan diterjemahkan ke dalam harga gas yang lebih tinggi.
Sumber: ww.natgas.info (2012)
Gambar 2.1. Kurva S Japan’s Crude Cocktail (JCC)
Sumbu horizontal adalah rata-rata tertimbang harga impor minyak mentah Jepang, yang dikenal sebagai Japan Crude Cocktail (JCC). Ini melindungi Jepang terhadap daerah guncangan harga minyak mentah sejak Jepang mengimpor minyak dari Timur Tengah, Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Afrika. Sumbu vertikal adalah harga LNG impor. Bagian tengah garis adalah rentang di mana perubahan dalam JCC memiliki dampak langsung terhadap harga LNG. Kemiringan garis menentukan hubungan antara dua harga. Jika kemiringan adalah 16,7%, harga LNG adalah sama dengan basis setara energi untuk minyak mentah. Jika slope kurang dari 16,7% berarti LNG dijual dengan diskon terhadap minyak, dan jika slope lebih besar dari 16,7% (meskipun hal ini jarang), menyiratkan bahwa LNG akan dijual dengan harga premium untuk minyak. Pada periode tahun 1970 sampai 2000, slope berada di kisaran 14%, menyiratkan diskon harga LNG besar. Pada periode antara tahun 2006 dan 2008, slope meningkat menjadi 16% dan dalam beberapa kasus, melebihi ambang 16,7%. Slope untuk kontrak baru LNG yang ditandatangani pada tahun 2011 berada dalam kisaran 15%.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
9
Bagian kemiringan yang lebih rendah di bawah dan di atas 'kink point' pada garis kurva adalah kaki kurva 'S'. Jika bagian ini adalah horisontal, maka mereka akan menjadi harga batas bawah dan batas atas yaitu harga dimana harga LNG adalah datar dan tidak lagi dikaitkan dengan harga minyak. Harga batas bawah melindungi penjual LNG, penjual dijamin harga minimum tertentu terlepas jika harga minyak turun di bawah kink point. Harga batas atas, di sisi lain, melindungi pembeli LNG, yang dijamin dengan harga maksimum untuk LNG, bahkan jika harga minyak naik di atas kink point. Model kurva 'S' telah diikuti oleh sebagian besar kontrak LNG untuk Jepang, Korea dan Taiwan. Model ini memungkinkan kontrak jangka panjang serta kesepakatan pembiayaan yang difasilitasi investasi miliar dolar dalam rantai LNG.
Kelompok 4 Di wilayah ini, pasar gas relatif belum matang dan sebagian besar dikuasai oleh Negara. Harga gas dapat diatur secara nasional dan semua pasokan dimasukkan ke pool gas. Negara mengelola perbedaan harga penawaran, dan mungkin memilih untuk menjual gas dengan harga kurang dari harga rata-rata pool karena alasan politik.
Tidak ada transparansi harga, tidak ada pasar, dan insentif yang sangat sedikit, kecuali mereka menerima izin khusus dari Pemerintah untuk investasi sektor swasta dalam pasokan atau infrastruktur. Jika harga gas diamanatkan secara artifisial rendah, seperti di Timur Tengah, konsumsi energi yang tidak efisien sering terjadi. Dimasa depan, harga gas alam di seluruh dunia akan terus menjadi divergen dan tidak terkait antara pasar satu dengan yang lainnya. Sebagaimana pertumbuhan industri LNG, pasar akan semakin banyak, dan mungkin akan ada beberapa konvergensi pada margin, namun karena sebagian besar gas akan terus diangkut dengan pipa, dampak keseluruhan dari ini akan terbatas.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
10
2.2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Gas
Harga Jual gas bumi khususnya gas alam menyangkut kepentingan beberapa pihak diantaranya Seller, Buyer dan Pemerintah. Seller dalam hal ini adalah KKKS, sedangkan konsumen gas bumi adalah perusahaan pemakai gas bumi yaitu pabrik pupuk, baja, semen, gas kota dan lain-lain. Harga ekonomi gas bumi bisa dibilang unik dimana tiap lapangan/wilayah berbeda-beda harganya.
Menurut Ditjen Migas (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi harga keekonomian gas bumi adalah: 1. Letak lapangan gas bumi (onshore, offshore, remote dan laut dalam). 2. Jarak sumber gas dengan pasar. 3. Jumlah cadangan (besar, sedang, kecil) 4. Karakteristik gas (high, low, CO2, H2S dan lain-lain). 5. Infrastruktur (sistem transportasi gas, jalan dan lain-lain). 6. Biaya (investment capital/non-capital, OM, dan lain-lain) 7. Pendanaan (sendiri, pinjaman). 8. Peraturan Pemerintah (pajak, insentif, dan lain-lain). 9. Model perusahaan (KKKS, Joint Operating Business (JOB), Technical Assistance Contract (TAC), dan lain-lain). Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi harga ekonomi gas bumi adalah pajak dan besarnya bagi hasil, dimana total pajak dan bagi hasil untuk Pemerintah mencapai 85% untuk minyak dan 70% untuk gas bumi. Harga jual gas bumi, selain bergantung pada harga ekonomisnya, juga mempertimbangkan daya beli konsumen sehingga harga jual kepada konsumen yang satu berbeda dengan yang lainnya. Sedangkan biaya produksi LNG sangat tergantung pada biaya eksplorasi, produksi, pencairan, pengiriman, regasifikasi, dan penyimpanan (Javanmardi et al., 2006).
Ada beberapa pihak yang dapat melakukan kontrak jual beli gas bumi dengan produsen gas bumi, diantaranya adalah pabrik pupuk, pembangkit listri (PLN dan listrik swasta), transporter/distributor gas (PT. PGN) pabrik petrokimia, kilang
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
11
minyak bumi, industri, trader. Harga gas bumi akan ditentukan pada saat negosiais antara seller (penjual gas bumi dengan buyer (pembeli gas bumi), namun harga tersebut harus mendapat persetujuan dari Menteri Energi dan Sumbar Daya Mineral.
Sebelum harga gas bumi tersebut disetujui ada beberapa hal yang perlu dievaluasi yaitu (Ditjen Migas, 2009):
Cadangan Gas (gas reserves), yang tersedia harus dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan kontrak, dan cadangan tersebut disertifikasi oleh lembaga yang memiliki kompetensi.
Harga gas (gas price), ditentukan berdasarkan kesepakatan antara produsen dan konsumen, yang mengacu kepada perhitungan keekonomian pengembangan lapangan, serta memenuhi prinsip kewajaran bisnis (penilaiannya dilakukan dengan benchmaking dengan harga gas bumi pada region yang sama atau dengan konsumen sejenis.
Aspek keekonomian (economical aspect), mengacu pada Plant of Development (POD) yang sudah disetujui dan memberikan keuntungan bagi negara serta mempunyai biaya produksi efektif dan efisien.
Aspek teknis (technical aspect), rencana pengembangan lapangan dan pembangunan infrastruktur sesuai dengan kemampuan produksi yang optimal.
Aspek hukum (legal aspect), yaitu perjanjian jual beli gas tidak boleh bertentangan dengan production sharing contract antara pemerintah dan KKKS dan mekanisme jual beli meminimalkan adanya inside trading.
2.3.
Pemanfaatan Bahan Bakar Gas (BBG) untuk Transportasi di Berbagai Negara
Pemanfaatan bahan bakar gas (BBG) jenis Natural Gas for Vehicle (NGV) atau sering disebut dengan istilah Compressed Natural Gas (CNG), pertama kali diperkenalkan di Italia pada pertengahan tahun 1930-an sebagai alternatif bagi
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
12
kendaraan berbahan bakar bensin, kemudian mulai menyebar ke negara-negara lain pada awal 1940. Namun, LNG sebagai bahan bakar gas untuk kendaraan pertama kali diperkenalkan di Inggris (Petronas, 2004). Sampai 2009, ada sekitar 3.000 kendaraan berbahan bakar gas jenis LNG di Amerika Serikat, sebagian kendaraan LNG tersebut adalah milik Pemerintah, dengan 40 unit stasiun pengisian bahan bakar (SPBG) LNG milik Pemerintah pada saat yang sama. Penggunaan LNG sebagai bahan bakar transportasi di industri angkutan dengan truk berat dapat langsung menggantikan bahan bakar diesel. BBG jenis LNG adalah pilihan yang paling tepat untuk penggunaan jarak jauh. Sebab, volume BBG jenis LNG dalam keadaan cair di dalam tangki cryogenic lebih banyak dibandingkan NGV/ CNG (Engerer dan Horn, 2010). Walaupun BBG jenis LNG memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan NGV, perkembangannya tidaklah cepat, sebab teknologinya masih relatif baru dan masih lebih mahal dibandingkan NGV.
Lebih lanjut, setelah krisis minyak (oil crisis) pada tahun 1970-an dikarenakan embargo dari negara-negara produsen minyak utama di Timur Tengah, NGV telah dipromosikan lebih gencar oleh Pemerintah di baik negara maju maupun negara berkembang sebagai bahan bakar alternatif yang lebih bersih untuk kendaraan bensin (bifuel) dan kendaraan diesel (dual fuel), serta dalam rangka mengurangi ketergantungan pada impor minyak. Sampai tahun 2006, lebih dari 5,1 juta kendaraan NGV berada di jalan dengan jumlah stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) sebanyak 9.000 unit yang beroperasi di seluruh dunia (IANGV, 2006). Namun, sebagian besar dari kendaraan NGV yang digunakan merupakan hasil dari konversi kendaraan berbahan bakar bensin atau diesel. Sampai dengan akhir 1980-an, jumlah model kendaraan NGV asli atau original equipment manufacturers (OEM) yang diproduksi langsung oleh parikan mobil masih sangat terbatas (IANGV, 1997).
Faktor utama yang memotivasi Pemerintah di berbagai negara untuk mempromosikan
pemanfaatan
NGV
adalah
dalam
rangka
mengurangi
ketergantungan pada impor minyak, sehingga menjadi kebutuhan mendesak untuk
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
13
diversifikasi dari bahan bakar minyak (BBM) ke BBG untuk transportasi. Cadangan gas alam yang berlimpah di dalam negeri dan keuntungan ekonomi yang besar akibat dari neraca perdagangan yang meningkat karena berkurangnya impor minyak atau BBM, tela memberikan insentif tambahan bagi negara-negara yang mengadopsi NGV, terutama negara-negara di Amerika Selatan (Dondero dan Goldemberg, 2005, Matic, 2005).
Di beberapa negara seperti Italia, upaya untuk mempromosikan BBG dengan motif mengantisipasi krisis minyak hanya bertahan sebentar. Mulai pada pertengahan 1990-an, negara-negara yang telah mengadopsi BBG memiliki kepentingan yang lebih jauh, yaitu mengurangi polusi udara dan ketergantungan pada impor minyak bumi, serta diversifikasi bahan bakar di sektor trasnportasi. Motif baru tersebut telah menciptakan gelombang baru dukungan Pemerintah terhadap pemanfaatan BBG. Secara keseluruhan, pemanfaatan BBG di banyak negara telah terjadi pada tingkat yang lebih cepat dan tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dekade sebelumnya, terutama di beberapa negara Asia dan Amerika Latin.
Iran, Pakistan, Argentina, Brazil, dan India adalah lima negara dengan tingkat adopsi BBG paling tinggi dibandingkan negara-negara lain di dunia (NGV Journal, 2011). Di benua Amerika Selatan, Argentina merupakan negara dengan penetrasi pasar NGV, sekitar 17% dari total kendaraan bermotor saat ini. Di negara-negara Amerika Latin, terutama Brazil dan Argentina, Pemerintah melakukan promosi penggunaan BBG yang gencar sebagai pengganti bensin dan solar untuk mengurangi polusi udara di perkotaan dan meningkatkan kemandirian energy, sehingga telah mendorong pesatnya pertumbuhan penggunaan BBG terutama jenis NGV atau CNG. Sedangkan di beberapa negara Asia, terutama Iran, Pakistan, India, dan China, dan Pakistan, memiliki pertumbuhan awal penggunaan NGV yang signifikan di akhir 1990-an. Di India, pada akhir tahun 2003 lebih dari 87.000 kendaraan yang menggunakan CNG (De, 2004). Saat ini, lebih dari 1,1 juta kendaraan di India yang telah menggunakan CNG.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
14
Tabel 2.2. Sepuluh Negara dengan Jumlah Kendaraan NGV Tertinggi di Dunia Tahun 2011 (dalam juta)
Peringkat
Negara
Jumlah Kendaraan
Peringkat
Negara
Jumlah Kendaraan
1
Iran
2,86
6
Italia
0,78
2
Pakistan
2,85
7
China
0,61
3
Argentina
2,07
8
Colombia
0,36
4
Brazil
1,70
9
Uzbekistan
0,31
5
India
1,10
10
Thailand
0,30
Total Dunia = 14,8 juta kendaraan BBG
Selandia Baru menyajikan kasus yang unik dalam pemanfaatan NGV. Pada pertengahan 1980-an, Selandia Baru sudah memiliki pasar NGV yang sangat sukses sebagai hasil dari insentif Pemerintah, yaitu program pinjaman (seperti pinjaman 100% untuk konversi kendaraan ke BBG) untuk mempromosikan penggunaan NGV. Pada tahun 1985, Kendaraan NGV di Selandia Baru memiliki pangsa pasar sekitar 10%, Kendaraan BBG OEM diimpor dari Jepang, Australia, dan Eropa. Namun, setelah perubahan kebijakan dan politik, Pemerintah membatalkan program pinjaman untuk beralih ke CNG pada tahun 1985, sebagai dampaknya pasar NGV akhirnya menghilang (Matic, 2005).
Secara global, mayoritas kendaraan NGV yang ada saat ini adalah hasil konversi dari kendaraan BBM setelah penjualan, meskipun jumlah kendaraan BBG OEM terus meningkat jumlahnya (Seisler, 2000). Sebelum tahun 1985, Italia, Jepang, dan Amerika Serikat adalah negera pemasok utama teknologi NGV. Namun, sejak 1990-an, banyak negara yang pada awalnya bergantung pada teknologi impor, secara bertahap mengembangkan kendaraan BBG OEM, CNG converter kit produksi dalam negeri, dispenser CNG, kompresor CNG, dan tabung silinder CNG. Beberapa negara seperti Argentina, India, Cina, dan Korea Selatan akhirnya menjadi eksportir teknologi BBG, namun Italia tetap menjadi pemimpin teknologi BBG di dunia untuk kendaraan OEM, converter kit, dan perangkat BBG lainnya.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
15
2.4.
Pelajaran dari Pengalaman Implementasi Program Konversi dari BBM ke BBG di Negara Lain
Yeh (2007) mengkaji pola sistematis adopsi dan evolusi struktur pasar NGV, serta instrumen kebijakan dan faktor- faktor yang berhubungan dengan pilihan konsumen terkait NGV di delapan negara: Argentina, Brasil, Cina, India, Italia, Selandia Baru, Pakistan, dan Amerika Serikat. Negara-negara tersebut dipilih karena mewakili berbagai pengalaman pasar, mencakup pengembangan awal (India, Cina, dan Pakistan), ditopang pertumbuhan/ penetrasi yang tinggi (Argentina, Brasil, dan Italia), penetrasi yang rendah (Amerika Serikat), dan pasar yang gagal (Selandia Baru).
Dari penelitian tersebut Yeh (2007) mengembangkan sebuah kerangka kerja konseptual (conceptual framework) dengan prinsip technology push dan demand pull yang menggambarkan hubungan antara adopsi teknologi kendaraan dan bahan bakar yang dipengaruhi oleh: (1) Teknologi dan pilihan bahan bakar (biaya, kinerja, ketersediaan, kehandalan, dan keamanan), (2) Konteks (sosial, ekonomi , karakteristik budaya, dan tata ruang), dan (3) Dampak (ekonomi, kesehatan, lingkungan, energi, dan perubahan penggunaan lahan). Framework tersebut juga menampilkan lima instrumen kebijakan utama yang telah diterapkan untuk mempengaruhi adopsi NGV dan pemanfaatan teknologi transportasi, diantaranya adalah:
Hasil berbasis regulasi (outcome based regulation), seperti standar emisi.
Teknologi atau bahan bakar berbasis regulasi (Technology or fuel based regulation), termasuk wajib adopsi teknologi nol-emisi (zero emission) untuk kendaraan.
Instrumen berbasis insentif yang menargetkan konsumen (incentive based instruments targeting consumers), seperti pembebasan bea impor dan potongan pajak.
Instrumen berbasis insentif yang menargetkan pemasok (incentive based instruments targeting suppliers), termasuk R & D dan proyek-proyek yang didanai Pemerintah. Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
16
Inisiatif penciptaan pasar (market creation initiatives), seperti preferensi pengadaan Pemerintah, persyaratan untuk pengungkapan konsumsi bahan bakar, keamanan, dan kinerja.
Gambar 2.2. Conceptual Framework Instrumen Kebijakan untuk Mempromosikan Adopsi Teknologi Transportasi dan Bahan Bakar Alternatif
Instrumen kebijakan untuk mempromosikan pemanfaatan BBG ditujukan kepada berbagai pemangku kepentingan (stakeholder). Ada lima kelompok stakeholder yang memiliki peran penting dalam pemanfaatan tekonologi BBG, yaitu: Produsen gas alam atau produsen BBG; Pemerintah di semua level; produsen/ pemasok peralatan termasuk sistem, stasiun pengisian bahan bakar (SPBG), komponen, dan kendaraan OEM; konsumen; dan lembaga swadaya masyarakat yang
memberikan
dukungan
dan
informasi
kepada
masyarakat
untuk
menggunakan bahan bakar yang lebih bersih (IANGV, 1997).
Dalam rangka mempromosikan penggunaan BBG, Pemerintah perlu menciptakan pasar (market creation) terkait BBG, yaitu melalui kebijakan manajemen sisi permintaan (demand side) dan sisi penawaran (supply side). Manajemen sisi permintaan dapat diterapkan melalui pembatasan penggunaan BBM, terutama BBM bersubsidi, caranya dengan mengatur konsumen pengguna BBM bersubsidi, seperti BBM bersubsidi hanya dapat dikonsumsi oleh angkutan umum, kendaraan dinas Pemerintah, kendaraan TNI/ Polri, serta nelayan, sedangkan golongan
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
17
konsumen lainnya diharuskan membeli BBM dengan harga keekonomian. Manajemen sisi penawaran dapat dilakukan diantaranya adalah: (1) Mandatori konversi ke BBG atau pengadaan kendaraan dinas Pemerintah dan angkutan umum, terutama di perkotaan dengan teknologi BBG OEM, (2) Mandatori kepada produsen kendaraan untuk memproduksi kendaraan dengan teknologi bifuel dan dual fuel BBG, atau (3) Pembangunan infrastruktur BBG melalui investasi Pemerintah langsung pada pembangunan stasiun pengisian bahan bakar gas, infrastruktur pipa, dan pengadaan kit konversi.
Program insentif keuangan dan fiskal perlu ditawarkan oleh Pemerintah untuk lebih mempercepat pemanfaatan BBG. Sebab, belajar dari negara-negara yang telah berhasil dalam memanfaatkan BBG untuk transportasi, insentif keuangan dan fiskal merupakan instrumen yang efektif untuk mensukseskan program konversi dari BBM ke BBG. Hampir semua negara-negara tersebut menawarkan program insentif keuangan kepada konsumen dan badan usaha pemasok peralatan, seperti: subsidi harga BBG, subsidi harga jual converter kit; pinjaman dengan bunga rendah untuk pembelian converter kit; dan pembagian converter kit gratis untuk kendaraan angkutan umum. Sebagai tambahan, insentif fiskal juga diaplikasikan, berupa potongan pajak untuk menurunkan harga gas alam khusus untuk transportasi, pembebasan bea masuk dan penurunan atau penghapusan tarif impor mesin, peralatan, dan kit BBG, serta pembebasan pajak pertambahan nilai untuk pembangunan dan pengoperasian SPBG.
Lebih lanjut, rasio antara jumlah kendaraan dengan jumlah SPBG perlu diperhatikan. Jumlah SPBG dengan jumlah kendaraan BBG harus sebanding, sehingga dapat terlayani dengan baik. Kemudian, kepadatan spasial stasiun pengisian bahan bakar gas atau jarak antar SPBG sedapat mungkin mengikuti rule of tumb yang ada dengan tetap mempertimbangkan profitabilitas yang layak untuk badan usaha stasiun pengisian bahan bakar gas (Janssen et al., 2006).
Mengenai harga jual BBG, pengalaman negara-negara yang berhasil menerapkan program konversi ke BBG menujukkan bahwa, harga eceran BBG adalah sekitar
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
18
40 – 50% di bawah harga bensin dan diesel. Dengan tingkat harga tersebut dapat memberikan insentif yang cukup untuk menjaga payback period investasi pembelian converter kit pada kisaran 3 – 4 tahun atau kurang.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Gambar 3.1. Alur Metodologi Penelitian
3.1.
Alur Metodologi Penelitian
Sebagaimana gambaran Gambar 3.1., alur metodologi penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu:
Pertama, Identifikasi dan inventarisasi data informasi pengusahaan BBG berikut investigasi ketersediaan infrastruktur, diantaranya adalah pengumpulan data dan kajian mengenai pembangunan infrastruktur LNG dan NGV beserta biayanya, dan pengumpulan data mengenai kegiatan distribusi BBG.
Kedua, Analisis dan pembahasan yang terdiri dari perhitungan jumlah kendaraan yang akan dikonversi ke BBG, perhitungan demand gas untuk keperluan konversi, perencanaan infrastruktur distribusi NGV dan LNG berikut perhitungan biayanya, serta analisis terhadap aspek keekonomian investasi.
Ketiga, Perumusan formula harga BBG jenis NGV dan LNG, serta penyusunan laporan penelitian.
19 Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
20
3.2.
Rantai Pengusahaan Gas Alam dan Investigasi Ketersediaan Infrastuktur
Pengusahaan gas alam di Indonesia dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu kegiatan di sisi hulu (up stream) yang mencakup kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sampai dengan processing (midstream), dan kegiatan di sisi hilir yang meliputi pengangkutan dan distribusi gas alam dari gas plant sampai ke konsumen (lihat Gambar 3.2.).
Gambar 3.2. Rantai Pengusahaan Gas Alam di Indonesia
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
21
Di sisi hulu, saat ini Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar. Berdasarkan data BP Migas (2011), sepanjang tahun 2010 terdapat penemuan cadangan gas baru yang cukup signifikan mencapai 2,09 triliun kaki kubik, sementara penemuan minyak hanya sebesar 140 juta barel saja. Per 1 Januari 2011, posisi cadangan terbukti dan potensial minyak dan gas bumi di Indonesia secara total masing-masing sebesar 153,72 triliun kaki kubik untuk gas dan minyak bumi sebesar 7,41 miliar barel (lihat Tabel 3.1.). Apabila cadangan yang ada diproduksikan dengan tingkat produksi saat ini, maka rasio reserve to production (R/P) cadangan minyak bumi Indonesia diperkirakan selama 12 tahun, artinya diperkirakan akan habis dalam kurun waktu 12 tahun mendatang. Sementara cadangan gas bumi Indonesia diperkirakan masih mampu bertahan untuk memenuhi kebutuhan hingga 46 tahun ke depan (BP Migas, 2011).
Tabel 3.1. Status Cadangan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia per 1 Januari 2011
Sumber: BP Migas (2011)
Sulitnya penemuan cadangan minyak baru telah mendorong kenaikan biaya produksi di sektor hulu, sehingga mendorong peningkatan harga minyak bumi. Hal tersebut berdampak kepada peningkatan pemanfaatan gas bumi yang saat ini mengalami peningkatan produksi. Namun, pemanfaatan gas bumi terkendala persoalan infrastruktur, dimana letak sumber gas tersebar di daerah-daerah yang masih belum memiliki infrastruktur untuk menyalurkan gas tersebut kepada konsumen. Sehingga, sektor-sektor yang siap untuk memanfaatkan gas seperti
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
22
sektor ketenagalistrikan, sektor industri, dan sektor transportasi belum dapat terlayani dengan baik.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) (2009), Pemerintah telah menerbitkan Neraca Gas Indonesia 2010 – 2025 yang membagi neraca gas bumi Indonesia menjadi 12 region atau wilayah. Adapun ke12 wilayah tersebut adalah Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Bagian Selatan dan Tengah, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, dan Maluku. Neraca Gas Bumi ini disusun untuk melihat kemampuan pasokan gas Indonesia dalam memenuhi kontrak-kontrak gas yang ada saat ini dan rencana pengembangannya ke depan.
Sumber: KESDM (2009)
Gambar 3.3. Peta Neraca Gas Bumi Indonesia 2010 – 2025
Neraca Gas Indonesia seperti pada Gambar 3.3., menunjukkan kondisi supply dan demand gas bumi Indonesia pada suatu region berdasarkan Kesepakatan Jual Beli
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
23
Gas (PJBG, HoA, MoU, dan MoA), dan negosiasi serta permintaan resmi dari konsumen pada tahun tertentu.
Berdasarkan Neraca Gas Indonesia 2007-2015 yang dikeluarkan oleh KESDM (2007), permasalahan gas alam di Indonesia dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
Skala Nasional Sisi Hulu: 1. Adanya existing contract yang tidak terpenuhi. 2. Lokasi cadangan gas bumi yang stranded dan/atau marginal. 3. Adanya penurunan produksi lapangan gas bumi existing. 4. Adanya selang waktu yang cukup lama antara permintaan gas bumi dengan pengembangan lapangannya. Sisi Hilir: 1. Belum tersedianya infrastruktur gas bumi secara utuh dan terpadu. 2. Adanya gap antara daya beli pasar dalam negeri dengan harga gas secara keekonomian. 3. Adanya peningkatan permintaan dalam negeri akan gas bumi yang cukup signifikan. Skala Regional 1. Peranan energy security sebagai kunci pertumbuhan ekonomi di kawasan regional. 2. Kompetisi yang semakin meningkat akan kebutuhan gas bumi secara regional, khususnya dengan negara-negara haus energi. 3. Dominasi minyak bumi sebagai sumber energi utama, di lain pihak harga minyak bumi terus meningkat.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
24
Skala Global 1. Keterkaitan harga gas bumi dengan harga minyak dunia. 2. Faktor geopolitik di Timur Tengah. 3. Keterbatasan teknologi LNG di lepas pantai. 4. Berkurangnya cadangan minyak dunia yang mengarah pada diversifikasi pada gas bumi. 5. Isu lingkungan yang mengarah pada clean energy.
Dengan potensi gas alam yang masih berlimpah sebagaimana yang tersaji di dalam neraca gas di atas, tanpa mengabaikan kendala pengembangannya, sangat memungkinkan
untuk
dilakukan pengusahaan
gas
alam dalam
rangka
menyediakan sumber energi yang lebih murah dan bersih untuk kegiatan pembangunan nasional.
Gas alam dapat menjadi sumber energi yang efisien untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar gas (BBG) di sektor transportasi, bahan baku industri kimia dan pupuk (petrochemical and fertilizer feed stock), maupun sebagai bahan bakar untuk kegiatan rumah tangga dan UKM. Sebagai bahan bakar, BBG memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan BBM, salah satunya adalah BBG memiliki emisi gas buang yang lebih rendah dibandingkan BBM. Hal ini dapat menjadi salah satu alasan pentingnya pengembangan BBG di Indonesia, karena polusi yang disebabkan oleh BBG relatif lebih rendah dibandingkan BBM, sehingga lebih ramah lingkungan (Shahab, 2001).
Dalam rangka menjamin ketersediaan pasokan gas alam sesuai dengan rantai kegiatan pengusahaannya, maka perlu dibuat rancangan infrastruktur gas alam secara nasional yang menyeluruh dan up to date, salah satunya terkait dengan penyaluran gas alam melalui jalur perpipaan. Rencana tersebut dituangkan oleh Pemerintah dalam dalam bentuk Peta Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional (RIJTDGBN) 2010 – 2025 berikut ini.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
25
Sumber: KESDM (2010)
Gambar 3.4. Peta Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional (RIJTDGBN) 2010-2025
Terkait dengan pengadaan gas alam untuk kebutuhan transportasi khususnya di kawasan Jawa bagian
Barat
yang sangat
padat
aktivitas
bisnis
dan
perekonomiannya, maka tesis ini juga bermaksud untuk mengkaji kelayakan pembangunan infrastruktur distribusi BBG dengan memanfaatkan LNG sebagai sumber (feed) gas daripada menggunakan feed gas yang melalui pipa. Perencanaan infrastruktur yang disusun di dalam penelitian ini mengkaji kemungkinan pemanfaatan LNG Floating Storage Unit (FSU) sebagai terminal penerima dan penyimpanan LNG lepas pantai dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) LNG-LCNG yang dapat menyalurkan BBG dalam kemasan NGV dan LNG untuk kendaraan penumpang maupun barang dengan jarak tempuh dekat maupun jauh sekaligus dalam satu satu stasiun.
LNG FSU direncanakan akan dibangun di lepas pantai Cikoneng, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, sedangkan SPBG LNG-LCNG akan dibangun di Provinsi DKI Jakarta dan Banten. Diharapkan hasil kajian tersebut dapat
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
26
diimplementasikan, sehingga dapat menjadi alternatif pasokan bahan bakar yang lebih efisien dan ramah lingkungan untuk sektor transportasi.
3.3.
Inventarisasi Harga Gas Alam Pipa dan LNG Domestik
Harga gas alam untuk pemakaian dalam negeri didasarkan atas dua pendekatan yaitu harga formula dan harga tetap. Harga gas bumi ekspor dalam bentuk LNG maupun pipa menggunakan formula yang dikaitkan dengan harga minyak mentah. Prinsip penentuan harga gas ini didasarkan pada keekonomian dan mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Harga gas untuk rumah tangga dan pelanggan kecil ditetapkan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dengan mempertimbangkan kemampuan dan daya beli masyarakat. Untuk kepentingan yang lebih luas, Pemerintah dapat memberikan subsidi harga gas untuk industri pupuk yang produknya dimanfaatkan di dalam negeri. Besarnya subsidi tergantung pada kondisi keuangan negara dan dievaluasi setiap tahun.
Khusus terkait dengan gas alam cair (LNG), saat ini dalam pola kegiatan hulu, faktor-faktor yang menjadi dasar dalam penentuan harga gas alam dalam bentuk cair meliputi keekonomian pengembangan lapangan, pendapatan negara yang optimal, serta memenuhi prinsip kewajaran bisnis. Sedangkan pada pola kegiatan usaha hilir penentuan harga jual gas alam cair diatur di dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 21 tahun 2008.
Dalam rangka pemanfaatan gas alam untuk kebutuhan dalam negeri, pemerintah mengatur dan atau menetapkan harga gas alam yang mengacu kepada keekonomian pengembangan lapangan dan infrastruktur. Harga gas bumi tersebut dapat berupa eskalasi, yaitu dikaitkan dengan harga minyak bumi. Pemilihan model harga gas alam mempertimbangkan pendapatan negara di satu sisi, dan dengan tetap mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi nasional yang optimal. Penetapan harga gas alam mempertimbangkan kesetaraan antara kepentingan produsen dan konsumen gas bumi. Mengenai kebijakan pengalokasian gas untuk domestik (Domestic Market Obligation/ DMO) secara eksplisit tidak hanya
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
27
ditujukan kepada gas bagian kontraktor, tetapi juga ditujukan kepada gas bagian Pemerintah.
Ada beberapa pendekatan penetapan harga gas alam yang berlaku saat ini, yaitu terdiri dari harga gas alam untuk kebutuhan dalam negeri dalam bentuk kemasan gas kota, gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG), maupun gas alam terkompresi (Compressed Natural Gas/ CNG) untuk memenuhi kebutuhan energi bagi sektor industri, transportasi, dan rumah tangga. 1. Flat sepanjang masa kontrak (berlaku pada kontrak-kontrak lama), yaitu harga ditentukan pada periode awal jual beli gas. Formula ini tidak diminati oleh produsen gas, karena tidak memberikan keuntungan jangka panjang bagi produsen gas alam, sebaliknya bagi konsumen formula ini dianggap paling menguntungkan. 2. Eskalasi, antara 2 – 3% per tahun. Formula ini memberikan keuntungan bagi produsen gas alam, namun konsumen masih dapat menerima. 3. Berdasarkan hasil produk, seperti urea dan amoniak. 4. Berdasarkan harga jual minyak. Harga gas alam yang berfluktuasi, mengacu pada harga minyak bumi tertentu seperti mengindeks pada harga Indonesia Crude Price (ICP), Japan Crude Cocktail (JCC), atau HSFO. Formula ini sangat memberatkan konsumen gas alam dalam negeri mengingat tingginya harga minyak bumi saat ini.
Terkait dengan masalah penetapan harga gas alam untuk kebutuhan dalam negeri, ada prosedur yang harus dipenuhi badan usaha pemegang kontrak bagi hasil pengusahaan hulu gas bumi, yaitu melalui upaya negosiasi dengan konsumen gas alam sehingga diperoleh kesepakatan harga, dan untuk selanjutnya badan usaha tersebut menyampaikan usulan harga gas alam olahan tersebut kepada Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang bertanggung jawab melakukan evaluasi teknis dan ekonomis terhadap usulan harga gas alam yang diajukan. Selanjutnya, hasil evaluasi tersebut disampaikan kepada pemegang otoritas dalam hal ini Menteri ESDM disertai pertimbangan teknis dan
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
28
ekonomisnya, kemudian diteruskan kepada Dirjen Migas untuk melakukan pertimbangan usulan harga gas alam dari aspek teknis, ekonomis, dan legal. Setelah semua prosedur tersebut dipenuhi maka Menteri ESDM dapat memberikan persetujuan harga gas bumi yang diajukan.
3.4.
Telaah Umum dan Investigasi Formula Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi
Secara umum tanpa memperhatikan sektor pengusahaannya baik upstream maupun downstream, harga gas meliputi: harga keekonomian sour gas yang disesuaikan dengan kondisi dan tempat gas alam tersebut dieksploitasi; biaya pengadaan produk (biaya produksi) yang meliputi: sunk cost (biaya yang timbul akibat dilakukannya kegiatan eksplorasi gas bumi), biaya pemindahan gas dari reservoir menuju kilang gas bumi, biaya pengkondisian dan pemisahan gas alam di kilang (gas processing cost); biaya transportasi yang dibedakan atas biaya transportasi gas alam melalui pipa transmisi berikut biaya pemampatan gas alam yang disalurkan melalui jalur pipa tersebut; atau biaya pencairan gas alam menjadi LNG (liquefaction cost) atau pemampatan dalam bentuk CNG berikut biaya pengapalan ke tempat tujuan (shipping cost); biaya distribusi gas alam yang terdiri dari penerimaan gas alam di mother station untuk gas melalui pipa transmisi atau Terminal Penerimaan LNG onshore maupun floating storage unit untuk gas alam dalam kemasan LNG, ditambah dengan biaya transportasi darat (road trucking) ke industri pengguna, stasiun pengisian bahan bakar gas (daughter station) atau konsumen gas alam yang dituju; serta margin badan usaha baik badan usaha kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi maupun badan usaha kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi, dan terakhir ditambah pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10%.
Biaya-biaya tersebut di atas belum dibedakan dan diklasifikasikan antara biaya investasi atau capital expenditure (Capex) dan biya operational and maintenance (O&M) atau operational expenditure (Opex). Dalam perhitungan harga bahan bakar gas (BBG) nantinya, biaya-biaya tersebut akan di-breakdown menjadi menjadi Capex dan Opex.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
29
Perhitungan harga BBG untuk trasnportasi jenis NGV dan LNG di dalam tesis ini akan mengembangkan perhitungan yang telah dilakukan oleh Javanmardi et al. (2006). Mereka telah melakukan evaluasi biaya produksi LNG dari ladang gas South-Pars di bagian selatan Iran, dengan
perhitungan yang didasarkan atas
asumsi untuk mengekspor 7,5 juta ton LNG per tahun (MTPA) dari dua train LNG plant yang mereka dirancang. Menggunakan model ekonomi sederhana, biaya produksi untuk mengangkut gas alam sebagai LNG ke beberapa pasar gas potensial di dunia dapat diperkirakan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa berdasarkan harga gas alam antara US$ 4,74 x 10-4 dan $ 7,58 x 10-4 MJ-1, maka biaya produksi LNG dari ladang gas South-Pars diperoleh antara US$ 1,89 x 10-3 dan US$ 2,84 x 10-3 MJ-1.
Mengacu kepada perhitungan yang telah dilakukan oleh Javanmardi et al. (2006), dimana mereka menghitung harga atau biaya produk LNG hanya dari Liquefaction (LNG) Plant sampai ke potential market. Dengan kata lain, mereka menghitung hanya biaya pencairan gas alam menjadi LNG (liquefacation cost) dan biaya pengiriman LNG sampai ke pasar potensial (LNG shipping cost). Oleh karena itu, tesis ini akan mengembangkan perhitungan harga BBG dari hulu (menggunakan harga beli LNG di kilang pencairan sebagai proxy biaya produksi LNG di upstream) sampai ke konsumen di SPBG maupun di wholesaler.
Menurut Douglas (1988), secara umum total biaya produk dinyatakan sebagai penjumlahan total biaya investasi (Tot. Inv.) yang diamortisasi dan total biaya operasi dan pemeliharaan (Tot. O&M) yang diamortisasi. Secara matematis dinyatakan sebagai berikut: 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡 𝑐𝑜𝑠𝑡 = 𝑎𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑐𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 + 𝑎𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑂&𝑀 Dengan memperhitungkan masa manfaat infrastruktur distribusi BBG dan tingkat diskonto atau suku bunga pinjaman modal berkesinambungan per tahun, maka depresiasi dari nilai investasi modal yang diamortisasi diperoleh dengan:
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
30
𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣𝑠. = 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑥
exp 𝑑 𝑥 𝑦𝑛 𝑑 𝑥 𝑦𝑖 365 𝑥 𝐶𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦 𝑛 𝑖=1 exp
dimana, d = interest rate atau depreciation rate, yn adalah masa manfaat pada tahun ke n, dan yi adalah masa manfaat dari tahun ke i sampai tahun ke n. Sedangkan total biaya O&M yang diamortisasi adalah: 𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑂&𝑀 =
3.4.1.
𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐴𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝐶𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
Biaya Transportasi
3.4.2.1. Liquefied Natural Gas (LNG) Untuk transportasi gas alam jarak jauh, disebabkan biaya investasi jalur perpipaan yang tinggi, maka transmisi gas alam dengan pipa menjadi tidak ekonomis, sehingga transportasi gas alam dalam kemasan LNG melalui moda transportasi laut maupun darat menjadi alternatif. Gas alam menjadi cair pada tekanan atmosfer dan suhu sekitar 111 oK (-162 oC), pada kondisi tersebut terjadi perubahan fisik gas alam menjadi fasa cair, sehingga mengurangi volume penyimpanan gas hingga 1/600 – 1/620 kali volume dalam fasa gas. Oleh karena itu, pengiriman gas alam dalam bentuk LNG lebih ekonomis karena dapat mengangkut gas alam dalam jumlah besar untuk jarak jauh. Dengan suhu yang sangat rendah, LNG dapat diangkut dan disimpan pada tekanan atmosfer (Vanema et al., 2008; Li et al., 2004).
Produksi dan penyimpanan LNG biasanya dilakukan di fasilitas kilang pencairan gas alam (Natural Gas to Liquid/ NGL Plant) di darat. Sedangkan pemanfaatan fasilitas pembawa LNG (LNG carrier ship) dapat lebih efisien bila pengiriman untuk jarak jauh dan dilakukan dalam volume yang besar. Biaya awal yang tinggi untuk investasi kilang pencairan gas alam (NGL Plant) dan fasilitas terkait dapat membuat LNG tidak menarik untuk dikembangkan. Data yang akurat untuk biaya Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
31
kilang LNG sulit untuk ditentukan, karena biaya yang sangat bervariasi tergantung pada lokasi dan apakah proyek tersebut tergolong greenfield, yaitu, dibangun di lokasi baru, atau perluasan dari fasilitas yang sudah ada. Ada 4 (empat) komponen utama harga dari pengusahaan gas alam dalam kemasan LNG dari lapangan gas hingga terminal penerima LNG, yaitu: 1. Biaya produksi gas yang meliputi biaya yang timbul akibat dilakukannya kegiatan eksplorasi gas bumi (sunk cost), biaya pemindahan sour gas dari reservoir menuju kilang LNG (termasuk pemrosesan yang diperlukan) adalah sekitar 20 sampai 25% dari total biaya investasi yang dibutuhkan. Biaya ini dikatagorikan sebagai biaya kegiatan usaha hulu gas bumi. 2. Biaya pemrosesan dan pencairan gas alam di Kilang LNG (NGL Plant), meliputi biaya pengkondisian dan pemisahan gas alam (gas treatment), biaya pencairan (gas liquefaction), penyimpanan LNG (LNG storage), dan pengisian LNG ke moda transportasi (LNG loading) adalah sekitar 30 sampai 45% dari total biaya investasi yang dibutuhkan. Biaya ini secara status quo dikatagorikan saat ini sebagai biaya kegiatan usaha hulu gas bumi, walaupun menurut pemahaman secara umum merupakan kegiatan midstream. 3. Biaya pengiriman LNG (LNG shipping/ LNG trucking), pada umumnya menggunakan pengiriman melalui jalur maritim untuk pengangkutan dalam valume besar, total biaya investasi yang dibutuhkan sekitar 10 sampai 30%. Biaya ini secara harfiah termasuk biaya kegiatan usaha hilir gas bumi, walaupun sama dengan biaya pemrosesan, biaya pengiriman masih dimasukkan sebagai biaya kegiatan usaha hulu gas bumi. 4. Biaya LNG receiving and storage terminal: termasuk diantaranya biaya menerima (receiving), penyimpanan (storage), dan memuat (unloading) untuk didistribusikan adalah sekitar 15 sampai 25% dari total biaya investasi yang dibutuhkan.
Selanjutnya dengan memilah keempat biaya tersebut dalam bentuk biaya pengadaan produk untuk kegiatan terkait kegiatan hulu gas bumi (biaya produksi
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
32
dan pemrosesan gas alam), dan biaya transportasi untuk komponen biaya pengiriman LNG dan penerimaan sehingga pembagian porsi pembiayaannya dapat jelas dan terukur.
Dengan demikian, terkait pengusahaan gas alam dalam kemasan LNG, maka struktur biaya dapat dinyatakan pula dalam bentuk dua jenis pembiayaan yakni: total modal investasi LNG ditambah total biaya operasi dan pemeliharaan LNG (total O&M).
Total modal investasi LNG dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu: total investasi produksi LNG dan total investasi pengiriman LNG. Dan secara matematis dinyatakan sebagai berikut: 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐿𝑁𝐺 𝑐𝑜𝑠𝑡 = 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝐿𝑁𝐺 + 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑖𝑟𝑖𝑚𝑎𝑛 𝐿𝑁𝐺 𝑎𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐿𝑁𝐺 = 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝐿𝑁𝐺
+ 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑖𝑟𝑖𝑚𝑎𝑛 𝐿𝑁𝐺 𝑥
exp 0,15 𝑥 20 0,15 𝑥 𝑦𝑖 365 𝑥 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
20 𝑖=1 exp
Sedangkan total biaya operasi dan pemeliharaan LNG (total O&M) adalah penjumlahan dari biaya O&M produksi LNG dan biaya O&M pengiriman LNG. 𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐿𝑁𝐺 𝑐𝑜𝑠𝑡 = 𝐿𝑁𝐺 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐿𝑁𝐺 𝑠𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐿𝑁𝐺 =
𝐿𝑁𝐺 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐿𝑁𝐺 𝑠𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑎𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦 𝑜𝑓 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡𝑒𝑑 𝐿𝑁𝐺
3.4.2.2. Compressed Natural Gas (CNG) Meskipun transportasi gas alam terkompresi telah dimulai dari sejak lama, namun sejumlah usaha untuk memproduksi fasilitas pembawa CNG komersial dengan
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
33
menggunakan kapal tanker telah gagal, disebabkan tingginya biaya produksi bejana tekan yang diperlukan. Dalam proyek-proyek CNG, sebagian besar investasi modal dihabiskan untuk membangun kapal tanker CNG. Namun, untuk investasi terminal bongkar muat CNG akan lebih sederhana dan lebih murah dibandingkan LNG. Total modal investasi pengusahaan gas alam dalam bentuk kemasan CNG dibagi menjadi 3 (tiga) kategori utama yaitu total investasi kompresi, total investasi jumlah pendingin dan total investasi pengiriman CNG. 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 = 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 + 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 + 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑠𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 = 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 + 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
+ 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑠𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑥
exp 0,15 𝑥 20 0,15 𝑥 𝑦𝑖 365 𝑥 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
20 𝑖=1 exp
Sedangkan total biaya operasi dan biaya pemeliharaan CNG (O&M) dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama yaitu biaya O & M kompresi, O&M pendinginan (refrigeration), dan O&M pengiriman. 𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐶𝑁𝐺 𝑐𝑜𝑠𝑡 = 𝐶𝑁𝐺 𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐶𝑁𝐺 𝑠𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐶𝑁𝐺 = ((𝐶𝑁𝐺 𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐶𝑁𝐺 𝑠𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡)) /(𝑎𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦 𝑜𝑓 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡𝑒𝑑 𝐶𝑁𝐺)
3.4.3.
Biaya Distribusi
Seperti yang tersaji dalam rantai pengusahaan gas alam di Indonesia, saat ini terdapat beberapa cara distribusi bahan bakar gas (BBG) di Indonesia, yaitu untuk Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
34
daerah yang relatif dekat dengan jalur transmisi pipa gas alam existing, distribusi dilakukan melalui jalur pipa gas tambahan (tapping pipeline) ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) atau konsumen pengguna (untuk industri dibangun oleh pelaku usaha; sedangkan untuk rumah tangga dan usaha kecil dan menengah UKM dibangun oleh Pemerintah), sehingga gas alam (natural gas) dapat langsung dikirim. Sedangkan untuk lokasi yang jauh dengan jalur pipa gas alam, perlu dibangun sistem mother station yang mensuplai Compressed Natural Gas (CNG) ke SPBG (daugther station) menggunakan trailer untuk kemudian dijual ke konsumen sebagai Natural Gas Vehicle (NGV) yang dilakukan dengan pola partnership diantara pelaku usaha baik badan usaha maupun perorangan (Hartanto, 2010).
Sebagai tambahan, saat ini sedang dikaji pengadaan daughter station berupa SPBG LNG-LCNG untuk mendistribusikan gas alam dalam kemasan LNG maupun NGV sebagai bahan bakar untuk kendaraan baik angkutan penumpang maupun barang untuk jarak dekat, menengah, dan jarak jauh. Sebagai catatan, mother station SPBG ini adalah LNG loating storage unit (FSU) yang rencananya dibangun di sekitar SPBG tersebut.
LNG FSU yang direncanakan di dalam tesis ini sedikit berbeda dari Floating Storage Regasification Unit (FSRU). FSU hanya berfungsi sebagai receiving and storage terminal, sehingga tidak memiliki fasilitas regasification sebagaimana halnya FSRU, sebagai hasilnya dari segi keekonomisan dapat lebih murah, karena tidak perlu biaya investasi dan O&M tambahan untuk regasifikasi, sehingga LNG dapat langsung didistribusikan menggunakan truk LNG. Sedangkan, penggunaan metode LNG trucking dari FSRU mungkin untuk dilakukan, namun akan ada tambahan biaya lagi yang cukup besar, karena perlu jalur tersendiri yang harus dibangun dan kajian teknologinya masih minim untuk saat ini.
Perbedaan SPBG LNG - LCNG dengan SPBG pada umumnya adalah SPBG LNG - LCNG mendapatkan feed gas berupa LNG (bukan gas dari pipa distribusi) untuk mempermudah distribusi. Kemudian di stasiun LNG - LCNG, LNG tersebut
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
35
diubah ke bentuk CNG untuk dapat disuplai ke kendaraan sebagai NGV ataupun tetap dalam bentuk LNG untuk kendaraan penumpang, bis Antar Kota Antar Propinsi (AKAP), dan truk barang dengan jarak tempuh jauh.
Total modal investasi distribusi gas alam dalam bentuk mother station baik berupa stasiun penerimaan gas alam melalui pipa transmisi atau LNG receiving and storage terminal (FSU) dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu: total investasi penerimaan gas alam baik berupa CNG receiving terminal; LNG receiving terminal; FSU berikut jetty facility; atau fasilitas pengatur tekanan dan metering untuk stasiun penerimaan transmisi gas alam dan total investasi pengiriman gas alam berupa pengadaan pipa distribusi gas kota (NG) ke SPBG atau konsumen pengguna; maupun pengadaan sarana transportasi ke daughter station berupa truck trailer LNG atau CNG; dan secara matematis dinyatakan sebagai berikut: 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺 = 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺 + 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑖𝑟𝑖𝑚𝑎𝑛 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺 𝑎𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺 = 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺 exp 0,15 𝑥 20 0,15 𝑥 𝑦𝑖 365 𝑥 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
20 𝑖=1 exp
+ 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑖𝑟𝑖𝑚𝑎𝑛 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺 𝑥
Sedangkan total biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas penerimaan gas CNG dan LNG, serta biaya pengiriman CNG dan LNG ke daughter station (total O&M) adalah penjumlahan dari biaya O&M penerimaan CNG & LNG (CNG & LNG receiving O&M) dan biaya O&M pengiriman CNG & LNG ke daughter station (CNG & LNG trucking O&M). Mengenai distribusi gas alam melalui pipa tidak dibahas di dalam penelitian ini, namun apabila menggunakan jalur pipa open access akan mencakup biaya open acces toll fee yang besarnya dinegosiasikan dengan badan usaha pemilik pipa open acces, dan besarnya ditetapkan dalam
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
36
kesepakatan yang diatur oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
Sumber: Sugavanam (2011)
Gambar 3.5. FSRU berikut Jetty Facility
Sumber: IGU (2011)
Gambar 3.6. LNG FSU (Floating Storage Unit)
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
37
𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺 𝑐𝑜𝑠𝑡 = 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑖𝑛𝑔 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺 𝑡𝑟𝑢𝑐𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺 =
𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑖𝑛𝑔 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺 𝑡𝑟𝑢𝑐𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑎𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦 𝑜𝑓 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡𝑒𝑑 𝐿𝑁𝐺
Total biaya investasi distribusi bahan bakar gas dalam bentuk SPBG daughter station penerimaan dan penyimpanan CNG dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yakni biaya fasilitas penyimpanan CNG dan biaya fasilitas rekompresi gas sesuai dengan tekanan injeksi gas di ruang bakar mesin kendaraan NGV, termasuk juga biaya fasilitas metering di unit pengisian BBG kendaraan pengguna CNG. 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 𝐶𝑁𝐺 + 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝐶𝑁𝐺 𝑎𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 𝐶𝑁𝐺
+ 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝐶𝑁𝐺 𝑥
exp 0,15 𝑥 20 0,15 𝑥 𝑦𝑖 365 𝑥 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
20 𝑖=1 exp
Sedangkan total biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas SPBG daughter station adalah penjumlahan dari O&M penyimpanan gas alam bertekanan (CNG storage O&M) dan O&M rekompresi gas alam sesuai dengan tekanan injeksi gas di ruang bakar mesin kendaraan NGV (CNG recompression O&M) 𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐶𝑁𝐺 𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑐𝑜𝑠𝑡 = 𝐶𝑁𝐺 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑂&𝑀 + 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐶𝑁𝐺 𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 =
𝐶𝑁𝐺 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑎𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦 𝑜𝑓 𝑑𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑒𝑑 𝐶𝑁𝐺
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
38
Sementara, total biaya investasi SPBG daughter station tipe LNG-LCNG dapat dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu biaya fasilitas penyimpanan LNG dan biaya fasilitas rekompresi boil off LNG sesuai dengan tekanan injeksi gas di ruang bakar mesin kendaraan NGV, termasuk fasilitas penyimpanannya (LCNG buffer), serta berikut metering di unit pengisian BBG kendaraan pengguna NGV. Kemudian, ditambah biaya fasilitas refrigerasi untuk mempertahankan gas alam tetap dalam kondisi cair, termasuk fasilitas metering di unit pengisian BBG kendaraan pengguna LNG. 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐿𝑁𝐺 − 𝐿𝐶𝑁𝐺 𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐿𝑁𝐺 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 + 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 + 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐿𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑎𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐿𝑁𝐺 − 𝐿𝐶𝑁𝐺 𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐿𝑁𝐺 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 + 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛
+ 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐿𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑥
exp 0,15 𝑥 20 0,15 𝑥 𝑦𝑖 365 𝑥 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
20 𝑖=1 exp
Sumber: Cryostar (2009)
Gambar 3.7. Skema Proses SPBG LCNG
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
39
Sumber: Cryostar (2009)
Gambar 3.8. Skema SPBG LNG-LCNG
Sedangkan total biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas SPBG daughter station tipe LNG-LCNG adalah penjumlahan dari biaya O&M penyimpanan LNG (LNG storage O&M) dan biaya O&M rekompresi gas alam sesuai dengan tekanan injeksi gas di ruang bakar mesin kendaraan NGV (CNG recompression O&M) dan biaya O&M fasilitas refrigerasi untuk mempertahankan LNG tetap dalam kondisi cair (LNG refrigeration O&M), termasuk metering di unit pengisian BBG kendaraan pengguna LNG. 𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐿𝑁𝐺 − 𝐿𝐶𝑁𝐺 𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑐𝑜𝑠𝑡 = 𝐿𝑁𝐺 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐿𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐿𝑁𝐺 − 𝐿𝐶𝑁𝐺 𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = ((𝐿𝑁𝐺 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐶𝑁𝐺 𝑅𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡)) /(𝑎𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦 𝑜𝑓 𝑑𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑒𝑑 𝐶𝑁𝐺)
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
40
Selain menggunakan SPBG, NGV juga dapat didistribusikan menggunakan sistem Wholesaler atau biasa disebut retailed CNG, dimana NGV dijual menggunakan tabung isi ulang CNG tanpa dispenser, seperti penjualan LPG dalam kemasan tabung untuk rumah tangga. Pembangunan Wholesaler NGV (CNG) memerlukan beberapa fasilitas, seperti tempat gathering atau penyimpanan, storing, safety, dan hal-hal lain yang berhubungan untuk pembangunan suatu wholesaler ditambah biaya O&M. 𝑇𝑜𝑡. 𝐶𝑁𝐺 𝑊𝑜𝑙𝑒𝑠𝑎𝑙𝑒𝑟 𝑐𝑜𝑠𝑡 exp 0,15 𝑥 20 0,15 𝑥 𝑦𝑖 = ( 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 + 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑤𝑜𝑙𝑒𝑠𝑎𝑙𝑒𝑟 𝑥 ) 365 𝑥 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦 𝐶𝑁𝐺 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐶𝑁𝐺 𝑤𝑜𝑙𝑒𝑠𝑎𝑙𝑙𝑒𝑟 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 + 𝑎𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦 𝑜𝑓 𝑑𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑒𝑑 𝐶𝑁𝐺 20 𝑖=1 exp
3.5.
Usulan Formula Harga Bahan Bakar Gas Dalam Negeri
Berdasarkan hasil inventarisasi harga BBG di atas, maka formula harga BBG meliputi: harga keekonomian sour gas yang disesuaikan dengan kondisi dan tempat gas alam itu dieksploitasi; biaya-biaya terkait pengadaan gas alam di sektor eksplorasi dan produksi gas alam; sektor pengolahan berikut pemampatan dan pencairan gas alam untuk produk gas alam dalam bentuk CNG atau LNG; biaya pengiriman gas alam (NG compression, LNG/CNG shipping & trucking) serta biaya distribusi gas alam yang terdiri dari: penerimaan gas alam di mother station, LNG receiving terminal maupun FSRU berikut jetty facility; pengaturan tekanan sesuai spesifikasi dari konsumen pengguna, CNG/LNG trucking ke daughter station; penyimpanan CNG/LNG di daughter station berikut pengkondisiannya baik berupa rekompresi boil off LNG, refrigerasi LNG di unit penyimpanannya maupun rekompresi CNG disesuaikan dengan nilai tekanan masuk ruang bakar mesin kendaraan pengguna NGV.
Secara matematis struktur harga di atas dibedakan atas biaya investasi infrastruktur ditambah biaya operasi dan pemeliharaan berikut margin dari
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
41
masing-masing badan usaha yang terlibat dalam rantai distribusi BBG sesuai aturan yang telah ditetapkan atau akan diatur kemudian.
Penetapan harga gas di hulu terkait dengan harga keekonomian sour gas yang disesuaikan dengan kondisi dan tempat gas alam itu dieksploitasi berikut biayabiaya eksplorasi dan produksi gas alam, yakni sunk cost (biaya yang timbul akibat dilakukannya kegiatan eksplorasi gas bumi), berikut biaya pemindahan gas dari reservoir menuju kilang LNG. Penetapan tersebut merupakan ranah upstream dan menjadi domain dari Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Sedangkan terkait sektor pengolahan berikut pemampatan dan pencairan gas alam untuk produk gas alam dalam bentuk CNG atau LNG walaupun sudah termasuk ranah midstream, namun masih menjadi domain BP Migas.
Selanjutnya, hal terkait dengan biaya pengiriman gas alam (NG compression, LNG/CNG shipping & trucking) serta biaya distribusi gas alam yang terdiri dari: penerimaan gas alam di mother station, LNG receiving terminal maupun FSRU berikut jetty facility; pengaturan tekanan sesuai spesifikasi dari konsumen pengguna, CNG/LNG trucking ke daughter station; penyimpanan CNG/LNG di daughter station berikut pengkondisiannya baik berupa rekompresi boil off LNG, refrigerasi LNG di unit penyimpanannya maupun rekompresi CNG disesuaikan dengan nilai tekanan masuk ruang bakar mesin kendaraan pengguna NGV, merupakan ranah downstream, sehingga menjadi domain dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Oleh karena itu, persamaan matematis terkait investasi infrastruktur distribusi BBG disajikan dalam bentuk depresiasi nilai tahunan sebagai berikut: 𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐼𝑛𝑓𝑟𝑎𝑠𝑡𝑟𝑢𝑘𝑡𝑢𝑟 𝐷𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝐵𝐵𝐺 exp 𝑑 𝑥 𝑦𝑛 𝑑 𝑥 𝑦𝑖 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑎 𝑥 365 𝑥 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦 𝑎=1 𝑛
=
20 𝑖=1 exp
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
42
Sedangkan terkait dengan biaya operasi dan pemeliharaan secara matematis disajikan sebagai berikut:
𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑂&𝑀 =
𝑛 𝑎=1 𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀
𝑐𝑜𝑠𝑡. 𝑎 𝐴𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝐶𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
Selanjutnya formula matematis dari biaya masing-masing komponen harga bahan bakar gas (BBG) untuk transportasi Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas (LNG) disajikan secara rinci pada paparan formula umum di bawah ini, dimana besaran masing-masing komponen harganya mengacu pada paparan telaah dan investigasi biaya investasi pengadaan peralatan berikut operasi dan pemeliharaannya. Besarnya koefisien berikut tetapan yang diharapkan dapat berlaku tetap dalam formula ini, selanjutnya disusun dan ditelusuri dari beberapa penetapan harga gas yang berlaku saat ini baik sesuai ketetapan yang ditentukan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi KESDM, maupun besaran yang diatur oleh BPH Migas.
3.5.1.
Formula Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi NGV & LNG
Skema berikut ini menunjukkan perencanaan sistem distribusi BBG alternatif yang mendapatkan feed gas dari LNG Plant, dibandingkan sistem SPBG konvensial yang ada saat ini yang mendapatkan sumber (feed) gas melalui pipa.
Gambar 3.9. Skema Infrastruktur BBG Untuk Wilayah DKI Jakarta & Banten
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
43
Sistem distribusi alternatif sebagaimana skema di atas diusulkan di dalam tesis ini, adalah dalam rangka memberikan solusi atas keterbatasan infrastruktur jaringan pipa gas nasional, sehingga program konversi dari BBM ke BBG yang dicanangkan oleh Pemerintah dapat tetap dijalankan walaupun terdapat kendala tersebut. Ada dua sistem distribusi yang diusulkan oleh tesis ini. Pertama, Sistem Distribusi LNG Package, dimana LNG dikirim dari LNG Plant menggunakan LNG carrier ship ke FSU sebagai LNG receiving and storage terminal, kemudian di-trucking menggunakan truk LNG sampai ke SPBG LNG-LCNG. Lalu di SPBG dapat disalurkan ke konsumen dalam kemasan NGV atau LNG. Kedua, Sistem Distribusi CNG Package, dimana LNG dari FSU dibawa ke LNG Regasification Plant untuk di-vaporaze dan dikompresi menjadi CNG, dan kemudian di-trucking dalam tabung-tabung CNG menuju NGV (CNG) Wholesaler.
3.5.1.1. Formula Umum Harga Bahan Bakar Gas di SPBG LNG-LCNG Sistem Distribusi LNG Package Komponen biaya penyusun harga BBG melalui sistem distribusi LNG Package adalah sebagaimana dalam diagram berikut ini:
Gambar 3.10. Komponen Biaya Harga BBG Sistem Distribusi LNG Package
Dengan mengacu kepada telaah umum di atas, maka formula harga BBG di SPBG LNG-LCNG sistem distribusi LNG Package adalah sebagai berikut: Harga BBG = [Harga Gas di Kilang LNG] + [Shipping Cost + Margin LNG Carrier] + [FSU Cost + Margin FSU] + [LNG Trucking Cost + Margin LNG Trucking] + [SPBG LNG-LCNG Cost + Margin SPBG LNG-LCNG] + PPN 10%
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
44
3.5.1.2. Formula Umum Harga Bahan Bakar Gas di NGV (CNG) Wholesaler Sistem Distribusi CNG Package Komponen biaya penyusun harga BBG melalui sistem distribusi CNG Package adalah sebagaimana dalam diagram berikut ini:
Gambar 3.11. Komponen Biaya Harga BBG Sistem Distribusi CNG Package
Dengan mengacu kepada telaah umum di atas, maka formula harga BBG di NGV (CNG) Wholesaler sistem distribusi CNG Package adalah sebagai berikut: Harga BBG = [Harga Gas di Kilang LNG] + [Shipping Cost + Margin LNG Carrier] + [FSU Cost + Margin FSU] + [LNG Trucking Cost + Margin LNG Trucking] + [LNG Regasification Plant Cost + Margin LNG Regasification Plant] + [CNG Trucking Cost + Margin CNG Trucking] + [Wholesaler NGV Cost + Margin Wholesaler NGV] + PPN 10%
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Bab ini akan dibahas mengenai penelitian terhadap usulan struktur formula harga baru bahan bakar gas (BBG) untuk sektor transportasi di dalam negeri. Penelitian ini akan menggunakan basis data yang dihitung berdasarkan demand dari pengembangan infrastruktur distribusi Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas (LNG) yang menggunakan sumber (feed) gas dalam bentuk LNG, dan kemudian didistribusikan menggunakan sistem transportasi darat menggunakan truk (road trucking). Wilayah yang dikaji di dalam tesis ini dibatasi pada wilayah Jakarta & Banten, dengan penerapan SPBG LNG-LCNG (daughter station) untuk wilayah Jakarta, dan pembangunan NGV (CNG) Wholesaler untuk wilayah Banten.
4.1.
Mekanisme Harga LNG yang Digunakan di Indonesia
Indonesia menggunakan formula harga LNG yang dikaitkan dengan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) yang dikenal sebagai formula harga oil-linked gas price. Sehingga, perubahan harga LNG sangat dipengaruhi oleh harga minyak mentah Indonesia.
Gambar 4.1. Harga LNG Berdasarkan ICP
45 Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
46
Formula harga LNG yang dikaitkan dengan ICP ini mulai digunakan pada tahun 1973 untuk penjualan LNG yang diekspor ke Jepang. Untuk pemanfaatan gas bumi dalam negeri, model harga gas bumi ini mulai digunakan pada tahun 1996, yaitu untuk penjualan gas bumi Unocal/Chevron ke kilang minyak bumi Balikpapan (sempat diamandemen pada tahun 2006 karena tingginya harga minyak bumi).
Formula harga LNG tersebut juga diterapkan pada penjualan LNG dari Kilang LNG Bontang ke FSRU Jawa Barat, dengan formula 11% dari harga ICP yang berlaku. Sehingga, dengan harga ICP untuk tahun 2012 diasumsikan sebesar US$ 100/barel, maka harga jual LNG Bontang ke FSRU Jawa Barat sebesar US$ 11/MMBTU (Nusantara Regas, 2012). Kemudian, PT. PLN membeli gas dari FSRU Jawa Barat sebesar US$ 14.43/MMBTU, dimana terdapat biaya pengiriman LNG dan fasilitas FSRU sebesar US$ 3.43/MMBTU (Pertamina, 2012).
Kajian di dalam tesis ini menggunakan formula harga LNG sebesar 11% dari ICP sebagai variabel harga gas di sektor hulu, dengan asumsi harga ICP sebesar US$ 100/barel. Sebagai informasi, formula harga gas untuk transportasi yang akan diuji di dalam tesis ini dibatasi pada lingkup perhitungan harga gas di sektor hilir, sebab kajian mengenai formula harga gas di sektor hulu diperlukan kajian tersendiri dikarenakan kompleksitasnya. 4.2.
Perkembangan Jumlah Kendaraan di DKI Jakarta dan Banten
Kebutuhan bahan bakar untuk transportasi darat di wilayah Jakarta dan Banten mengalami
peningkatan
setiap
tahunnya.
Hal
ini
ditunjukkan
dengan
meningkatnya volume kendaraan di kedua wilayah tersebut secara signifikan setiap tahunnya. Tabel di bawah ini memberikan gambaran pertumbuhan jumlah kendaraan dari tahun 2006 – 2011 seiring dengan pertumbuhan ekonomi di kedua provinsi tersebut yang cukup pesat.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
47
Tabel 4.1. Jumlah Kendaraan Roda Tiga/Lebih di Wilayah Jakarta dan Banten Tahun 2006 – 2011 Tahun Variabel
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Jumlah Kendaraan di DKI Jakarta
2.657.431
2.753.792
2.882.202
2.976.591
3.233.389
3.388.744
Jumlah Kendaraan di Banten
N/A
N/A
N/A
277.528
317.953
421.334
Sumber: BPS (2012), telah diolah kembali
Salah satu indokator pertumbuhan ekonomi di Jakarta dan Banten yaitu volume dan nilai ekspor masing-masing wilayah yang cukup besar pada tahun 2012. Tabel di bawah ini memberikan gambaran volume dan nilai ekspor masing-masing wilayah tahun 2011.
Tabel 4.2. Volume dan Nilai Ekspor Non Migas Provinsi Jakarta dan Banten Tahun 2011 Wilayah
Volume Ekspor (Ribu Ton)
Nilai Ekspor ( US$ Juta)
Jakarta
2.793
10.973
Banten
3.858
9.558
Sumber: BI (2012), telah diolah kembali
Kendaraan bermuatan besar mendominasi mobilisasi antara Jakarta dan Banten, karena pada kedua wilayah tersebut banyak dipadati dengan industri yang banyak melakukan kegiatan distribusi logistik dan produknya, baik untuk skala nasional maupun internasional melalui pelabuhan Tanjung Priok.
Sementara, untuk mobilisasi di dalam wilayah Jakarta lebih didominasi oleh kendaraan pribadi, dengan jumlah kendaraan pribadi per 2011 sebanyak 3.300.652 (BPS Provinsi DKI Jakarta, 2012). Jumlah tersebut akan terus mengalami peningkatan dengan angka pertumbuhan sekitar 9% atau sekitar 900.000 – 1.150.000 unit per tahun (Gaikindo, 2012).
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
48
Dengan asumsi pertumbuhan per tahun sebesar 9% untuk wilayah Jakarta dan Banten, maka proyeksi jumlah kendaraan untuk tahun 2012 – 2013 ditunjukkan pada tabel 4.3. dan 4.4..
Tabel 4.3. Proyeksi Jumlah Kendaraan Bermotor Roda Tiga/Lebih di Jakarta Tahun 2012 – 2013 2012
Jenis Kendaraan
2013
2.774.074 3.023.741 672.140 732.633 395.375 430.958 29.416 32.064 22.595 24.629 5.592 6.096 3.765 4.104 1.409 1.536 531 579 17.137 18.679 3.922.036 4.275.019
Mobil Penumpang Passanger Mobil beban Mobil Bis Taksi Mobil Barang Bus Pariwisata Bus AKAP Bemo Bus Way Bajaj Total
Tabel 4.4. Proyeksi Jumlah Kendaraan Bermotor Roda Tiga/Lebih di Banten Tahun 2012 – 2013 Jenis Kendaraan
2012
2013
Sedan Jeep Mini Bis Mikro Bis Bis dan Sejenisnya Pick Up Truck Kendaran Alat Berat Total
68.416 26.717 315.770 5.603 2.043 60.647 48.138 337 527.669
74.574 29.122 344.189 6.107 2.227 6.6105 52.470 367 575.159
Pada penelitian ini, pertumbuhan kendaraan diproyeksikan hanya sampai pada tahun 2013, sehingga perhitungan kebutuhan gas pada masing-masing wilayah
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
49
dibatasi sampai dengan tahun 2013 untuk menguji usulan formula harga BBG yang baru. 4.3.
Penentuan Skala Konversi dari BBM ke BBG Jakarta – Banten
Sampai saat ini, program konversi bahan bakar untuk sektor transportasi darat dari BBM ke BBG yang dicanangkan oleh Pemerintah telah diterapkan di beberapa kota besar yang memiliki infrastruktur pipa gas. Kota Jakarta merupakan salah satu wilayah yang telah melakukan program konversi BBG. Program tersebut dimulai dengan penggunaaan BBG pada moda transportasi Busway TransJakarta yang telah beroperasi sejak tahun 2006. Pada tahun 2010, jumlah Busway TransJakarta yang beroperasi sebanyak 545 unit, naik sebesar 8% dari tahun sebelumnya. Selain Busway, konversi ke BBG juga telah diterapkan untuk moda transportasi Bajaj sebanyak 2.775 unit (BPS, 2012).
Namun, implementasi program konversi dari BBM ke BBG di beberapa kota di Indonesia sampai saat ini belum mengalami perkembangan yang baik, sebab terdapat beberapa kendala, diantaranya adalah jumlah SPBG yang terbatas. Sampai dengan tahun 2012, jumlah SPBG yang terkoneksi dengan jaringan pipa gas (SPBG online) yang terdapat di DKI Jakarta sebanyak 12 unit, baik yang dioperasikan oleh Pertamina, PGN, maupun swasta dengan rincian lokasi sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. di bawah ini.
Dalam rangka menerapkan rencana konversi dari BBM ke BBG dalam skala yang lebih luas dibandingkan konversi yang sudah diterapkan sebelumnya, maka pada tesis ini dilakukan perhitungan proyeksi potensi jumlah kendaraan yang akan dikonversi ke bahan bakar gas untuk tahun 2013 guna menentukan demand gas/ LNG untuk masing-masing wilayah, dengan menetapkan asumsi persentase per jenis kendaraan yang berpotensi untuk dikonversi.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
50
Sumber: APCNGI (2012)
Gambar 4.2. Lokasi SPBG Online Existing di DKI Jakarta Tabel 4.5. Asumsi Persentase per Jenis Kendaraan yang Berpotensi untuk Dikonversi ke BBG Asumsi Konversi (%) 20% untuk Kendaraan Dinas
Keterangan Instansi Pemerintah dan TNI/POLRI di pusat dan daerah perlu mendukung program Pemerintah Pusat
30% untuk Kendaraan umum (Bis,
Sasaran utama dari kebijakan konversi dari
Taksi, Angkutan Kota, dan Mikro Bus)
BBM ke BBG, Pemerintah akan membagikan sekitar 27.000 unit converter kit pada tahun 2013
5 % untuk Kendaraan Pribadi
Harga converter kit cukup mahal, sehingga menurunkan minat masyarakat untuk menggunakannya
Berdasarkan asumsi persentase konversi tersebut di atas, maka diperoleh jumlah kendaraan yang berpotensi untuk dikonversi untuk wilayah Jakarta dan Banten. Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
51
Tabel 4.6. Jumlah Kendaraan yang Berpotensi untuk Dikonversi ke BBG untuk Wilayah DKI Jakarta Tahun 2013
Jenis Kendaraan
2013 151.187 73.263 21.548 9.619 4.926 2.743 1.847 579 7.472 273.184
Mobil Penumpang Passanger Mobil beban Mobil Bis Taksi Mobil Barang Bus Pariwisata Bus AKAP Bemo Bus Way Bajaj Total
Tabel 4.7. Jumlah Kendaraan yang Berpotensi untuk Dikonversi ke BBG untuk Wilayah Banten Tahun 2013
Jenis Kendaraan Sedan Jeep Mini Bis Mikro Bis Bis dan Sejenisnya Pick Up Truck Kendaraan Alat Berat Total
2013 2.906 1.526 25.663 1.262 458 3.541 3.919 41 39.316
Berdasarkan proyeksi jumlah kendaraan berpotensi konversi ke BBG tersebut di atas, maka perkiraan kebutuhan (demand) total LNG per hari, per bulan, dan per tahun untuk masing-masing wilayah dapat ditentukan. Perhitungan total demand LNG ditentukan berdasarkan konsumsi per jenis BBG (LNG atau CNG) sesuai jenis kendaraan. Bahan bakar gas jenis LNG akan digunakan untuk kendaraan besar dengan jarak tempuh jauh, yaitu Bis Pariwisata dan Bis AKAP yang berdomisili di DKI Jakarta. Sedangkan BBG jenis CNG
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
52
digunakan untuk kendaraan dengan jarak tempuh dekat dan menengah, kecuali untuk jenis Truck dapat menempuh jarak jauh dengan CNG karena dapat membawa CNG dalam volume yang besar.
Klasifikasi berdasarkan jenis bahan bakar yang digunakan untuk jenis kendaraan tertentu sangat penting, karena dalam implementasi konversi di dalam tesis ini akan digunakan dua jenis dispenser yaitu LNG dispenser dan LCNG disepenser pada masing-masing stasiun LNG-LCNG untuk wilayah DKI Jakarta dan NGV (CNG) Wholesaler untuk Wilayah Banten. Berdasarkan tujuan tersebut, maka dilakukan asumsi terhadap konsumsi BBG per hari dari setiap jenis kendaraan.
Tabel 4.8. Asumsi Konsumsi Bahan Bakar Gas Per Jenis Kendaraan Per Hari Konsumsi
Volume
Satuan
Sumber
Bus AKAP Taksi Kendaraan (Mini Bis, Sedan, & Jeep) Angkutan Umum Truck Bus Pariwisata Bus Dalam kota
273 34
LSP Lsp
Taylor and Wharton Hartanto (2010)
Jenis Bahan Bakar LNG NGV
10
LSP
Asumsi
NGV
34 273 273 273
LSP LSP LSP LSP
Hartanto (2010) Taylor and Wharton Taylor and Wharton Taylor and Wharton
NGV LNG LNG NGV
Berdasarkan asumsi pada Tabel 4.8. di atas, maka berdasarkan perhitungan total konsumsi bahan bakar gas jenis NGV (CNG) yang dibutuhkan untuk Wilayah DKI Jakarta adalah sebesar 3.865.116 lsp/hari atau setara dengan 6.442 lsp/hari LNG, sebab 1 lsp LNG setara dengan 600 lsp NGV, sedangkan volume kebutuhan bahan bakar jenis LNG adalah 1.149.566 lsp/hari. Sehingga, total kebutuhan suplai gas dalam bentuk LNG untuk wilayah DKI Jakarta per harinya adalah sekitar 1.156.008 lsp/hari atau setara dengan 25,96 MMSCFD. Volume kebutuhan gas untuk seluruh jenis kendaraan yang berpotensi dikonversi ke BBG untuk Wilayah DKI Jakarta ditunjukkan pada Tabel 4.9.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
53
Tabel 4.9. Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar Gas Per Hari untuk Wilayah DKI Jakarta Tahun 2013 2013
Jenis Kendaraan
LNG -
NGV 1.511.871
687.025 462.541 1.149.566
1.245.476 366.315 327.049 64.661 289.970 59.774 3.865.116
Mobil Penumpang Passanger Mobil beban Mobil Bis Taksi Mobil Barang Bus Pariwisata Bus AKAP Bemo Busway Bajaj Total
Sedangkan perhitungan kebutuhan gas per hari untuk Wilayah Banten ditunjukkan pada Tabel 4.10. berikut ini.
Tabel 4.10. Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar Gas Per Hari untuk Wilayah Banten Tahun 2013
Jenis Kendaraan Sedan Jeep Mini Bis Mikro Bis Bis dan Sejenisnya Pick Up Truck Kendaran Alat Berat Total
2013 LNG 124.973 1.069.759 11.304 1.206.035
NGV 29.059 15.431 477.441 40.081 61.909 623.921
Dari hasil perhitungan kebutuhan gas pada Tabel 4.10. di atas, diperoleh volume kebutuhan bahan bakar jenis LNG untuk Wilayah Banten pada tahun 2013 sebesar 1.206.035 lsp/hari. Sedangkan untuk bahan bakar jenis NGV (CNG) volume Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
54
kebutuhannya adalah sebesar 623.921 lsp/hari, atau setara dengan 1.039,87 lsp/hari LNG. Sehingga, total kebutuhan gas dalam bentuk LNG per harinya untuk wilayah Banten adalah sebesar 1.207.075 lsp/hari atau setara dengan 27,10 MMSCFD.
Oleh karena itu, untuk keperluan konversi dari BBM ke BBG untuk wilayah DKI Jakarta dan Banten diperlukan pasokan gas dalam bentuk LNG setara 2.363.083 lsp/hari, atau setara dengan 53,06 MMSCFD atau setara dengan 70.892.5 m3 LNG selama 1 (satu) bulan. Sehingga, dalam 1 (satu) tahun dibutuhkan pasokan LNG sebesar 0,34 MTPA untuk memenuhi kebutuhan gas Wilayah DKI Jakarta dan Banten.
Sumber: Ditjen Migas (2010)
Gambar 4.3. Infrastruktur Gas di Indonesia
Berdasarkan pada Gambar 4.3. kapasitas produksi LNG terbesar adalah Kilang LNG Bontang, yaitu sebesar 22,59 MTPA. LNG yang diproduksi di Bontang sebesar 10,2 MTPA atau sekitar 40% digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekspor dengan kontrak jangka panjang, sehingga masih ada sekitar 13 MTPA yang berpotensi untuk dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan domestik, karena selama ini volume tersebut dijual untuk ekspor melalui spot market. Dengan kebutuhan LNG sebesar 0,34 MTPA pada tahun 2013, Kilang LNG Bontang sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai penyedia utama LNG untuk
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
55
penerapan program konversi dari BBM ke BBG untuk wilayah Jakarta dan Banten. Pembelian LNG dari Kilang Bontang direncanakan akan berlangsung selama 20 tahun.
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 19 Tahun 2010 mengenai Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Bahan Bakar Gas yang Digunakan untuk Transportasi, pada pasal 4 butir petama dinyatakan bahwa, dalam kegiatan usaha hilir, Badan Usaha wajib mengalokasikan sebesar 25% total Gas Bumi yang diniagakan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar gas untuk transportasi. Sehingga, Permen ESDM tersebut memberikan jaminan bagi pemenuhan kebutuhan LNG untuk keperluan program konversi dari BBM ke BBG Wilayah DKI Jakarta dan Banten tahun 2013 dengan volume sebesar 0,34 MTPA. 4.4.
Perhitungan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi NGV & LNG
Dalam rangka memenuhi kebutuhan gas dengan sumber (feed) dalam bentuk LNG untuk program konversi dari BBM ke BBG di Wilayah DKI Jakarta dan Banten, maka diperlukan perencanaan pembangunan infrastruktur dan sistem distribusi yang berbeda dari SPBG konvensional yang mendapatkan feed gas melalui jaringan pipa. Sistem distribusi BBG di dalam tesis ini akan dibagi menjadi 2 (dua) sistem distribusi yang mendapatkan feed gas dalam bentuk LNG. Sistem distribusi yang pertama disebut dengan LNG Package, dan sistem distribusi yang kedua disebut dengan CNG Package.
Sistem distribusi LNG Package akan mendapatkan feed LNG dari Kilang LNG Bontang, untuk kemudian dikirim dengan menggunakan LNG carrier sampai ke LNG Floating Storage Unit (FSU) atau terminal penerima LNG terapung di lepas Pantai Cikoneng, Kabupaten Serang, Banten yang juga berfungsi sebagai Mother Station dari sistem distribusi ini. Dari FSU selanjutnya LNG diangkut dengan menggunakan road trucking untuk disalurkan langsung ke stasiun pengisian bahan bakar (refueling station) gas tipe LNG-LCNG yang dapat menyalurkan gas dalam bentuk LNG maupun NGV langsung ke konsumen.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
56
Sedangkan pada sistem distribusi CNG Package, LNG dari FSU ditransportasikan dengan LNG Truck ke LNG Regasification Plant –fasilitas yang berfungsi sebagai mother station pada sistem distribusi ini– untuk diuapkan (vaporization) menjadi gas terkompresi (CNG) ke dalam tabung silinder. Selanjutnya, dari LNG Regasification Plant, CNG didistribusikan dengan menggunakan truck menuju daughter station yang merupakan NGV (CNG) Wholesaler untuk kemudian diretailkan kepada konsumen NGV.
Moda transportasi darat menggunakan truck yang direncanakan di dalam tesis ini digunakan karena keterbatasan jaringan pipa transmisi dan distribusi gas di Wilayah DKI Jakarta dan Banten. Moda transportasi gas di darat dengan trucking memiliki keunggulan dibandingkan transportasi melalui pipa untuk daerah-daerah yang belum memiliki demand gas yang tinggi dan terpencil (remote), sebab dengan demand yang masih rendah dan jauh dari sumber gas secara keekonomian dan teknis sulit untuk dikembangkan jaringan pipa.
CNG maupun LNG trucking merupakan solusi alternatif yang ekonomis untuk menyalurkan gas bumi ke konsumen di daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh infrastruktur jaringan pipa gas bumi. Compressed Natural Gas (CNG) saat ini telah digunakan secara luas di beberapa negara seperti Pakistan, Iran, Argentina, Brazil, Amerika Serikat, India, Cina, Thailand, dan lain-lain. Sedangkan LNG untuk transportasi mulai digunakan secara luas di Amerika, Brazil, dan Eropa. Tabel 4.11. Karakteristik Bahan Bakar Gas LNG dan CNG Bahan Bakar Variabel LNG Gross Heating Value Densitas
CNG
1.120-1.020 btu/scf
950-1.140 btu/scf
3
128,2 kg/m3
460 kg/m
Sumber: Pertamina dan www.aqua-calc.com (2012)
Penggunaan 2 (dua) jenis bahan bakar gas LNG dan CNG yang ditinjau dalam penelitian ini memiliki perbedaan heating value dan massa jenis, karena LNG
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
57
merupakan fluida cair dan CNG adalah fluida gas. Karakteristik dari 2 (dua) jenis fasa gas tersebut sebagaimana yang terdapat pada Tabel 4.11..
Selain Tabel di atas yang digunakan sebagai koofesien konversi volume gas, beberapa asumsi dan variabel juga digunakan pada perhitungan di dalam tesis ini.
Tabel 4.12. Asumsi dan Variabel Perhitungan di Dalam Penelitian Ini No
Variabel
1
Suku Bunga (Interest Rate)
2
Lifetime (Tahun)
3
Nilai Tukar (Rp/ US$)
4
Satuan Akhir
4.4.1.
Nilai 15%
Keterangan Tingkat suku bunga ditetapkan lebih tinggi dari suku bunga kredit investasi bank dalam negeri yang berkisar 13,5% per tahun, dengan tujuan agar lebih menarik minat perbankan atau investor untuk memberikan kredit.
20
Asumsi
Rp 9.600
Asumsi
US$/MMBTU
Rp/MMBTU
Perhitungan Harga Bahan Bakar Gas di SPBG LNG-LCNG Sistem Distribusi LNG Package
4.4.1.1. Perhitungan Biaya LNG Shipping Biaya shipping dipengaruhi oleh beberapa hal, mulai dari kapasitas yang diangkut, jarak tempuh, ukuran tanker, dan boil off gas. Jumlah tanker LNG yang dibutuhkan untuk mensuplai LNG ke FSU sangat tergantung pada loading site, loading rate, storage, jarak, kecepatan, dan lain sebagainya. Tanker LNG dirancang secara canggih dan memiliki dua hal unik dalam perkapalan, yaitu:
Kondisi kriogenik cargo Hal ini berarti material yang bersentuhan langsung dengan LNG harus bisa bertahan pada suhu yang sangat rendah sampai dengan -160 oC. Material yang biasa digunakan adalah stainless steel, aluminium, dan invar. Material tersebut tidak murah dan membutuhkan teknik pengelasan khusus.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
58
Boil off LNG Tidak seperti kapal pendinginan LPG yang memiliki kilang pencairan di atasnya, tanker LNG hanya bisa mengatur uap yang timbul (boil off) dari kargo yang terjadi karena tidak ada insulasi yang 100% efisien dengan mengeluarkan (venting) atau membakarnya pada boiler.
Secara global sampai akhir 2011, jumlah LNG carrier dari berbagai jenis sebanyak 360 armada kapal, dengan kapasitas gabungan sebesar 53 MMCM, jumlah tersebut lebih tinggi 150% dibandingkan tahun 2006. Pertumbuhan jumlah tanker yang tinggi sebagai akibat dari permintaan pengiriman LNG yang semakin tinggi di dunia, sehingga terjadi booming untuk pembangunan tanker LNG baru. Pada tahun 2004 setidaknya 68 kapal tanker LNG baru dipesan, yang merupakan angka pesanan tertinggi untuk semua jenis kapal LNG dalam satu tahun. Banyaknya jumlah kapal tanker LNG berdampak pada pasar LNG yang semakin kompetitif baik untuk pembangunan baru, pembelian bekas, maupun carter (IGU, 2011).
Hanya terdapat sedikit galangan kapal di dunia yang memiliki kemampuan untuk membangun tanker LNG karena faktor kompleksitas kapal serta tuntutan kontrol kualitas yang tinggi . Terdapat 3 macam tipe kapal pengangkut LNG ada saat ini, yaitu tipe moss, membrane, dan Self Supporting Prismatic Shape IMO Type B (SPB).
Berdasarkan volume kebutuhan LNG untuk program konversi dari BBM ke BBG untuk wilayah DKI Jakarta dan Banten sebesar 70.892.5 m3 LNG per bulan, maka diputuskan untuk menggunakan kapal tanker LNG dengan kapasitas 75.000 m3 dengan pertimbangan ada tambahan kapasitas angkut untuk keperluan cadangan LNG di FSU apabila terjadi keterlambatan pengiriman LNG.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
59
Jumlah kapal tanker yang dibutuhkan untuk mensuplai LNG ke FSU Cikoneng dihitung mengacu kepada perhitungan yang digunakan oleh Javanmardi (2006), perhitungannya adalah sebagai berikut:
Jarak antara Kilang LNG Bontang dan FSU Cikoneng = 1.829 km, maka
Jarak round trip Bontang – Cikoneng = 2 x 1.829,11 = 3.658,22 km
Kapasitas kapal tanker yang digunakan adalah 75.000 m3 dan densitas LNG Bontang mengacu kepada Tabel 4.13. sebesar 460 kg/m3, maka kapasitas yang dapat diangkut oleh kapal untuk 1 (satu) kali pengiriman adalah:
𝐊𝐚𝐩𝐚𝐬𝐢𝐭𝐚𝐬 𝐊𝐚𝐩𝐚𝐥 = 75.000 𝑚3 𝑥 460
1 𝑡𝑜𝑛 𝑘𝑔 𝑥 = 34.500 𝑡𝑜𝑛 per kapal 3 𝑚 1000 𝑘𝑔
Mengingat kecepatan rata-rata kapal tanker sekitar 20 knot (37 km/h), maka perjalan pergi-pulang (PP) memakan waktu:
Round trip = 3.658,22/37 = 4,12 hari ~ 5 hari
Diasumsikan waktu yang dibutuhkan untuk loading LNG di Kilang Bontang adalah 5 hari, dan 5 hari untuk unloading & ballasting, maka waktu yang dibutuhkan untuk 1 (satu) kali round trip pengiriman LNG Bontang – Cikoneng = 5 + 5 + 5 = 15 hari. Sehingga, satu kapal tanker dapat melayani pengiriman LNG Bontang – Cikoneng sebanyak maksimum = 340/15 = 22,67 ~ 22 kali pengiriman (asumsi 25 hari digunakan untuk maintenance), dengan total kapasitas angkut LNG dalam satu tahun = 22 x 34.500 ton = 759.000 ton.
Maka, untuk memenuhi kebutuhan FSU Cikoneng sebesar 0,34 MTPA, jumlah kapal tanker yang dibutuhkan: 𝑡𝑜𝑛 0,34 𝑥 106 𝑎𝑛𝑛𝑢𝑚 𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐊𝐚𝐩𝐚𝐥 = = 0,45 ≅ 1 kapal 𝑡𝑜𝑛 759.000 𝑎𝑛𝑛𝑢𝑚 − 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑙
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
60
Oleh karena itu, untuk memenuhi kapasitas FSU Cikoneng untuk 1 (satu) tahun cukup dibutuhkan 1 kapal saja. Sebagai summary dapat dilihat pada table berikut ini:
Tabel 4.13. Summary Perhitungan Jumlah Kapal yang Dibutuhkan Variabel Capacity Jarak Bontang - Cikoneng Kecepatan Round Trip Loading Unloading & Ballasting Total per Round Trip Maksimum Round Trip per Tahun Jumlah Kapal yang Dibutuhkan
Satuan m3 km knot to km/h hari hari hari hari trip Kapal
Hasil Perhitungan 75.000 1.829,11 20 knot – 37 km/h 5 5 5 15 22 1
Biaya pengiriman (shipping cost) LNG dari Kilang Bontang ke FSU Cikoneng, dihitung berdasarkan biaya Capital Expenditure (Capex) dan Operational Expenditure (Opex) yang diestimasi berdasarkan laporan MMA(2008) berikut ini: Tabel 4.14. Biaya Capex & Opex LNG Shipping NO
COST (US$)
EXPENDITURE
A. 1.
Capital Expenditure (CAPEX) LNG Ship with Capacity of 75.000 m3 Total CAPEX
B. 1. 2.
Operational Expenditure (OPEX) per Year Fuel O & M (Crew, Insurance, Maintenance, & Other Expenses) TOTAL OPEX per Year
5.317.223 1.425.000 6.742.223
C. 1.
Margin per Year LNG Shipping Margin (5%) TOTAL Margin per Year
5.000.000 5.000.000
100.000.000 100.000.000
Kemudian shipping cost dihitung dari penjumlahan amortasasi total investasi (Capex) dan amortisasi total O&M (Opex) dengan menggunakan persamaan berikut ini: Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
61
(
LNG Shipping Cost=
Tot. Inv. LNG Ship x
exp 15% x 20 15% x 𝑦𝑖 365 x capacity
20 i=1 exp
)
+
LNG Ship O&M Cost annual capacity
Tabel 4.15. Amortisasi Biaya Investasi dan Operasional LNG Shipping No 1.
Variabel
Nilai US$
Nilai Rp
US$ 0,74/MMBTU
Rp 7.104/MMBTU
Amortisasi Total Biaya O&M
US$ 0,59/MMBTU
Rp 5.664/MMBTU
Biaya Shipping LNG
US$ 1,33/MMBTU
Rp 12.768/MMBTU
Amortisasi Total Investasi Pengiriman LNG
2.
Dari perhitungan tabel di atas, maka didapatkan bahwa biaya pengiriman LNG dari Kilang Bontang ke FSU Cikoneng per unit (unit cost) sebesar US$ 1,33/MMBTU atau Rp 12.768/MMBTU.
4.4.1.2 Perhitungan Biaya LNG Floating Storage Unit (FSU) Floating Storage Unit untuk LNG yang direncanakan didalam tesis ini adalah kapal tanker bekas (used) yang dikonversi menjadi FSU dengan dilengkapi loading arm untuk menerima LNG dari LNG carrier dan untuk menghubungkan ke piping system menuju onshore untuk kemudian di-trucking menuju stasiun LNG-LCNG dan LNG Regasification Plant. Skema umum FSU dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Sumber: DNV (2011)
Gambar 4.4. Skema Umum FSU
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
62
Alasan digunakannya FSU ini adalah karena fasa gas yang akan disalurkan ke stasiun LCNG adalah gas dalam fasa cairnya, sehingga tidak diperlukan fasilitas unit regasifikasi yang biasanya terdapat pada Floating Storage Regasification Unit (FSRU) untuk mengubah fasa gas cair menjadi gas terkompresi.
Karakteristik dari Floating Storage Unit ini dapat dibedakan ke dalam kapasitas dan tipe storage yang digunakan. Adapun detail karakteristiknya dapat dilihat pada table dibawah ini dan penjelasan mengenai detail properties FSU dapat dilihat pada Tabel 4.16. di bawah ini: Tabel 4.16. Karakteristik FSU
Sumber: The Government of Jamaica (2011)
Berdasarkan pada Tabel 4.16. diatas, properties lainnya akan sangat bergantung pada kapasitas dari FSU yang diinginkan, selanjutnya akan bergantung pula pada tipe storage yang akan digunakan untuk menyimpan LNG.
Dari perhitungan kebutuhan gas untuk sektor transportasi di Wilayah DKI Jakarta dan Banten tahun 2013 sebesar 53,06 MMSCFD atau setara 70.892,5 m3 LNG, ditetapkan untuk menggunakan FSU dengan kapasitas 75.000 m3. Dengan kapasitas tersebut, maka ada alokasi cadangan LNG di FSU untuk sekitar 4,4
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
63
hari. Kapasitas cadangan ini diperlukan sebagai antisipasi lamanya waktu pengiriman dan keterlambatan pengiriman dari LNG Plant yang berada diluar Pulau Jawa akibat dari berbagai faktor, diantaranya faktor cuaca di laut Jawa.
Biaya penerimaan dan penyimpanan (receiving and storage cost) LNG menggunakan FSU Cikoneng, dihitung berdasarkan biaya Capital Expenditure (Capex) dan Operational Expenditure (Opex) yang diestimasi dari Songhurst (2009) dan Afdal (2008) sebagaimana berikut ini: Tabel 4.17. Biaya Capex & Opex untuk LNG Receiving Terminal (FSU) NO A. 1.
2. 3. B. 1. 2.
C. 1.
EXPENDITURE Capital Expenditure (CAPEX) LNG FSU with Capacity of 75.000 m3 - Conversion from Used Tanker - Including Mooring Jetty including Piping (500 m) Onshore Infrastructure Total CAPEX Operational Expenditure (OPEX) per Year Fuel O & M (Crew, Insurance, Maintenance, & Other Expenses) TOTAL OPEX per Year Margin per Year LNG FSU Margin (5%) TOTAL Margin per Year
COST (US$) 37.500.000
80.000.000 60.000.000 177.500.000
10,650,000 10,650,000 10,650,000 10,650,000
Tabel di atas menunjukkan biaya total investasi dan total biaya operasional dan perawatan untuk LNG FSU Cikoneng dengan kapasitas 75.000 m3. Biaya investasi FSU dihitung berdasarkan kajian dari Songhurst (2009) yang mengkonversi LNG carrier yang masih dapat digunakan menjadi FSRU, dengan biaya sebesar US$ 80.000.000 kapasitas 130.000 m3 untuk 1 FSRU, sehingga untuk pembelian tanker bekas dan konversi menjadi FSU berkapasitas 75.000 m3 diperkirakan sebesar US$ 37.500.000 (tanpa fasilitas regasifikasi). Kemudian FSU cost dihitung dari penjumlahan amortasasi total investasi (Capex) dan amortisasi total O&M (Opex) dengan menggunakan persamaan berikut ini:
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
64
LNG FSU Cost =
(
Tot. Inv. LNG FSU x
exp 15% x 20 15% x 𝑦𝑖 365 x capacity
20 i=1 exp
)
+
LNG FSU O&M Cost annual capacity
Tabel 4.18. Amortisasi Biaya Investasi dan O&M Terminal Penerima dan Penyimpan LNG (FSU) No
1.
Variabel
Nilai
Nilai
(US$/MMBTU)
(Rp/MMBTU)
1,31
12.576
Amortisasi Total O&M FSU
0,90
8.640
Biaya FSU
2,21
21.216
Amortisasi Total Investasi Terminal Penerimaan dan Penyimpanan LNG
2.
Untuk nilai amortisasi digunakan umur investasi selama 20 tahun dan nilai suku bunga atau interest rate sebesar 15% sesuai dengan data variable dan asumsi yang disebutkan di tabel 4.12.
4.4.1.3 Perhitungan Biaya Pegangkutan dengan Truk LNG (LNG Trucking) Penggunaan jenis moda transportasi truk untuk mengangkut Liquefied Natural Gas (LNG) di Indonesia masih terbatas penggunaannya. Aplikasi transportasi yang lebih banyak digunakan untuk mengangkut gas adalah dalam bentuk Compressed Natural Gas (CNG) (Ditjen Migas, 2010). Hal ini didukung oleh data mayoritas vendornya yang banyak berasal dari Eropa dan Amerika Serikat seperti Cryostar (France), Chart (US), Vanzetti (Italy), VRV (US), Westport (US), ALT (US), Northstar (US), dan lainnya. Oleh karena itu, penggunaan truk pengangkut gas dalam bentuk LNG masih perlu banyak dipelajari.
Desain yang berbeda pada truk LNG jika dibandingkan dengan truk biasa lainnya adalah truk LNG ini memiliki Onboard Pump, baik pada LNG Tank Truck maupun pada LNG Mobile Fueling. Pompa ini diharuskan ada pada truk LNG dengan alasan safety, terutama pada saat memindahkan LNG ke tempat penyimpanan yang permanen. Harga truk tangki LNG ini bervariasi bergantung
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
65
pada volumenya. Tank trailer LNG dengan kapasitas 30 m3 memiliki harga sekitar US$150.000 (EKIP, 2012; Garcia-Cuerva, 2009). Pemilihan truk tanki LNG sebesar 30 m3 berdasarkan data dari Pertamina bahwa kapasitas angkut LNG mencapai 30 m3 untuk panjang trailer 20 ft, dengan biaya transportasi sekitar US$ 0,5/MMBTU atau setara Rp 150/lsp.
Proses pendistribusian LNG dari production plant akan langsung diangkut menuju LNG truk dengan menggunakan unloading arm yang ada sehingga diharapkan akan lebih menghemat faktor biaya yang dikeluarkan. Dalam hal ini tentunya faktor safety sudah masuk ke dalam pertimbangan. Faktor safety yang dominan dapat mempengaruhi adalah faktor cuaca seperti halnya angin dan hujan. Oleh karena itu, faktor keterlambatan dalam pendistribusian LNG merupakan salah satu parameter yang akan diikut sertakan kedalam simulasi dinamik.
Desain truk LNG berbeda dengan truk konvensional. Truk LNG memiliki pompa on-board yang diaplikasikan untuk memompa LNG ke storage tank. Perbedaan tekanan yang terjadi diatur sedemikian rupa agar faktor keselamatan dan keamanan dapat terintegrasi di dalamnya.
Sumber: StarLNG (2010)
Gambar 4.5. Proses Loading Truk LNG
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
66
Perlu diketahui bahwa terdapat perhitungan mengenai jumlah truk berdasarkan jumlah SPBG LNG-LCNG yang akan dibangun di DKI Jakarta sebanyak 44 stasiun dan Banten 12 stasiun, dengan kapasitas setiap stasiun LNG-LCNG sebesar 0,59 MMSCFD. Sehingga, dibutuhkan total 28 truk LNG untuk melayani DKI Jakarta dan Banten, dengan rincian 22 truk LNG untuk melayani seluruh SPBG LNG-LCNG di DKI Jakarta, dan 6 truk LNG untuk melayani Banten, karena 1 truck LNG dapat memasok kebutuhan LNG untuk 2 (dua) SPBG LNGLCNG per hari. Berikut perhitungan waktu operasi tiap unit truk LNG: Waktu operasi 1 Unit truk LNG untuk 1 (satu) kali round trip FSU Cikoneng – DKI Jakarta = Loading + Pergi + Pulang + Unloading = 1,5 + 2,5 + 2,5 + 1,5 = 8 Jam dengan memperhitungkan faktor kemacetan, asumsi ditambahkan 4 jam, sehingga untuk 1 (satu) kali round trip setiap truk LNG membutuhkan waktu 12 Jam. Maka, masing-masing truk bisa beroperasi dalam 2 (dua) round trip dalam 1 hari untuk melayani 2 (dua) stasiun LNG-LCNG. 1 unit truk akan dapat membawa volume LNG sebesar 30 m3 per round trip sampai dengan 0,6 MMSCFD, atau total 1,2 MMSCFD per truk per hari. Tabel berikut ini memberikan gambaran mengenai biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pembelian 1 (satu) unit truk LNG dengan kondisi baru. Usia pakai truk diasumsikan selama 5 tahun. Tabel 4.19. Biaya Investasi dan Biaya O&M untuk 1 (Satu) Unit Truk LNG NO EXPENDITURE A. Capital Expenditure (CAPEX) 1. Tractor Head 2. Cryogenic LNG Tank Trailer with Capacity of 30 m3 Total CAPEX B. Operational Expenditure (OPEX) per Year 1. 80 litre of Diesel Oil per 200 km 2. Wages for 3 persons (2 Drivers + 1 Co Drivers) 3. O & M (Maintenance, Insurance, & Toll Road Fee) of 0,3 US$/ km TOTAL OPEX per Year C. Margin per Year 1. LNG Trucking Margin (5%) TOTAL Margin per Year
COST (US$) 118,000 150,000 268,000 57,600 60,000 43,200 117,600 13,400 13,400
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
67
Tabel di atas menunjukkan biaya Capex & Opex yang dibutuhkan untuk pengadaan dan operasional 1(satu) truk LNG. Dengan demikian, total Capex dan Opex untuk 28 unit truk LNG sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 4.20. Biaya Investasi dan O&M untuk 28 Unit Truk LNG No
Jenis Expenditure
Jumlah
Kapasitas (MMBTU)
Nilai (US$)
1.
Capex LNG Truck
28
12.067.776
7.504.000
2.
Opex LNG Truck per Tahun
28
12.067.776
3.197.600
Kemudian, LNG trucking cost dihitung dari penjumlahan amortasasi total investasi (Capex) dan amortisasi total O&M (Opex) dengan menggunakan persamaan berikut ini:
LNG Trucking Cost=
(
Tot. Inv. LNG Truk
x
exp 15% x 20 15% x 𝑦𝑖 365 x capacity
20 i=1 exp
)
+
LNG Trucking O&M Cost annual capacity
Tabel 4.21. Amortisasi Biaya Investasi dan O&M Trucking LNG No
Variabel
Nilai
Nilai
(US$/MMBTU)
(Rp/MMBTU)
1.
Amortisasi Total Investasi LNG Truck
0,09
864
2.
Amortisasi Total O&M LNG Truck
0,26
2.496
Biaya Trucking LNG
0,36
3.456
4.4.1.4 Perhitungan Biaya SPBG LNG-LCNG SPBG LNG-LCNG (Liquified to Compressed Natural Gas) merupakan teknologi terapan yang relatif baru di Indonesia. Penggunaannya masih terbatas pada negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
68
Menurut Cryostar (2012) Teknologi stasiun LNG-LCNG memiliki beberapa keunggulan dibanding stasiun CNG yang sudah banyak digunakan seperti:
Dapat melayani dua jenis kendaraan BBG sekaligus, NGV dan LNG
Solusi yang efisien untuk sistem SPBG mother-daughter
Dapat menyalurkan CNG walaupun tidak ada akses jaringan pipa gas
Biaya listrik lebih rendah
Kapasitas
penyimpanan
yang
lebih
besar,
karena
LNG
hanya
membutuhkan ruang penyimpanan 1/600 kali CNG Secara umum proses yang terjadi pada stasiun LNG-LCNG diawali dengan suplai gas yang berupa LNG diangkut melalui truk. Tangki penyimpanan LNG dibuat secara khusus sehingga mampu menjaga kondisi LNG dalam kondisi cair dengan kondisi temperatur yang ekstrim yaitu -160 0C.
Sumber: Cryostar (2012)
Gambar 4.6. Skema SPBG LNG-LCNG sebagai Daugther Station
SPBG LNG-LCNG merupakan stasiun BBG yang berfungsi sebagai daughter station. Pada SPBG tipe ini, LNG dari storage diubah menjadi gas, kemudian gas dikompresikan dengan tekanan tinggi, dan selanjutnya akan disimpan ke dalam
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
69
tangki CNG yang terkoneksi ke dispenser, sehingga dapat langsung mengalirkan NGV ke kendaraan bermotor.
Berdasarkan teknologi yang ada, SPBG LNG-LCNG yang akan didirikan memiliki kemampuan maksimum untuk mengisi kendaraan sampai dengan 960 kendaraan per hari per dispenser LNG dan 720 kendaraan per hari per dispenser LCNG. Setiap SPBG LNG-LCNG dilengkapi dengan 8 (delapan) dispenser yang terdiri dari 4 (empat) dispenser LNG dan 4 (empat) dispenser LCNG, dengan 2 (dua) nozzles pada setiap dispenser. Kapasitas setiap SPBG LNG-LCNG ditentukan sebesar 0,59 MMSCFD. Sehingga, jumlah SPBG LNG-LCNG yang akan didirikan di Wilayah DKI Jakarta dan Banten adalah sebagai berikut. Tabel 4.22. Jumlah Kebutuhan SPBG LNG-LCNG untuk Wilayah DKI Jakarta dan Banten Total SPBG LNG-LCNG
Wilayah DKI Jakarta
44
Banten
12
Total
56
Dari jumlah SPBG LNG-LCNG di atas dapat dihitung total kebutuhan LNG per hari untuk seluruh stasiun LNG-LCNG di DKI Jakarta dan Banten. Tabel 4.23. Total Kebutuhan LNG untuk Seluruh SPBG LNG-LCNG di DKI Jakarta dan Banten
Wilayah
Jumlah SPBG LNG-LCNG
Jakarta
44
Kebutuhan LNG (MMSCFD) 25,96
Banten
12
6,72
Total
56
32,68
Flowrate LNG dispenser yang digunakan pada penelitian ini adalah 160 l/min, dengan kecepatan rata-rata pengisian sekitar 3 menit per kendaraan per nozzle.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
70
Sedangkan flowrate untuk CNG dispenser adalah 70 Nm3/h, dengan kecepatan rata-rata pengisian sekitar 4 menit per kendaraan per nozzle (Cyrostar, 2010). Maka, dengan kecepatan tersebut setiap stasiun LNG-LCNG dapat melayani sampai dengan 3.840 kendaraan LNG per hari dan 2.880 kendaraan CNG per hari, dengan asumsi stasiun pengisian beroperasi selama 24 jam per hari. Sehingga, dengan total 56 SPBG LNG-LCNG yang direncanakan untuk DKI Jakarta dan Banten akan dapat melayani hingga maksimal 376.320 kendaraan per hari.
Gambar 4.7. Salah Satu Contoh LNG-LCNG di Los Angeles
Tabel berikut ini memberikan gambaran mengenai biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pembangunan 1 (satu) stasiun LNG-LCNG yang diestimasi dari Cryostar (2009), dengan asumsi masa manfaat (life time) selama 20 tahun, dan biaya O&M yang harus dikeluarkan per tahun. Tabel 4.24. Biaya Capex dan O&M 1 (Satu) SPBG LNG-LCNG NO EXPENDITURE A. Capital Expenditure (CAPEX) 1. Combined LNG & LCNG Equipments (8 Dispenser) a. - LNG Storage Tank with Capacity of 30 m3 b. - Vaporization Systems c. - LNG Container Mounted System d. - LNG Dispenser
COST (US$) 2,376,000
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
71
e. - LCNG Mounted System f. - CNG Dispenser g. - Control System h. - Payment System i. - Other Systems and Buildings j. - Engineering & Construction 4. Civil Works 5. Land Lease of 3.000 m2 for 5 years 6. Permits & Certifications Total CAPEX
550,000 525,000 90,000 2,991,000
B. 1. 2.
Operational Expenditure (OPEX) per Year Electricity Maintenance & Operational Cost TOTAL OPEX per Year
166,221 169,243 335,464
C. 1.
Margin per Year Combined LNG & LCNG Station Margin (5%) TOTAL Margin per Year
149,550 149,550
Tabel di atas menunjukkan biaya Capex & Opex yang dibutuhkan untuk pengadaan dan operasional 1 (satu) SPBG LNG-LCNG. Dengan demikian, total Capex dan Opex untuk 56 stasiun adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 4.25. Biaya Investasi dan O&M untuk 56 Stasiun LNG-LCNG No
Jenis Expenditure
Jumlah
Kapasitas (MMBTU)
Nilai (US$)
1.
Capex SPBG LNG-LCNG
56
12.059.600
167.496.000
2.
Opex SPBG LNG-LCNG per Tahun
56
12.059.600
26.619.217
Kemudian, biaya stasiun LNG-LCNG dihitung dari penjumlahan amortasasi total investasi (Capex) dan amortisasi total O&M (Opex) dengan menggunakan persamaan berikut ini:
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
72
LNG-LCNG Station Cost=
( Tot. Inv. Station
x
exp 15% x 20 15% x 𝑦𝑖 365 x capacity
20 i=1 exp
)
+
Station O&M Cost annual capacity
Tabel 4.26. Amortisasi Biaya Investasi dan Operasional Stasiun LNG-LCNG No
1.
Variabel
Amortisasi Total Investasi Stasiun
Nilai
Nilai
(US$/MMBTU)
(Rp/MMBTU)
2,04
19.584
2,21
21.216
4,24
40.704
LNG-LCNG 2.
Amortisasi Total Biaya O&M Stasiun LNG-LCNG Biaya Stasiun LNG-LCNG
4.4.2.
Perhitungan Harga Bahan Bakar Gas di SPBG LNG-LCNG Sistem Distribusi CNG Package
CNG merupakan gas bumi yang dimampatkan hingga tekanan 250 bar pada suhu atmosferik. Pada tekanan ini, volume CNG sekitar 1/300 dari volume gas sebelum dimampatkan. Gas hasil kompresi inilah yang kemudian akan disalurkan ke konsumen dengan menggunakan tabung silinder bertekanan tinggi dengan ukuran 80 cm – 3 m yang diangkut dengan menggunakan trailer.
Harga bahan bakar gas tipe CNG yang saat ini berlaku ditetapkan berdasarkan keputusan Dirjen Migas Kementerian ESDM, yaitu seharga Rp 3.100/lsp. Harga CNG tersebut menurut PT. PGN kurang menguntungkan, karena selain tidak diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi harga tersebut, margin yang ditawarkan kurang menarik bagi investor. Hal tersebut diakui oler Dirjen Migas ESDM Evita H. Legowo.
Pemerintah menargetkan Permen ESDM tentang harga bahan bakar gas untuk transportasi dapat rampung pada bulan Oktober 2012, agar dapat mulai diterapkan pada November 2012. Dalam Permen tersebut Pemerintah akan membuat peraturan baru sehingga margin yang ditawarkan dapat lebih menarik minat investor. Beberapa peraturan yang akan diterapkan diantaranya adalah dengan Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
73
mengubah tarif listrik di SPBG yang semula dikenakan tarif bisnis, diubah menjadi tarif khusus seperti tarif listrik kereta api. Selain itu, pemerintah juga akan meniadakan pajak selama kurun waktu 2012 hingga 2013. Peraturan tersebut akan mengatur BBG secara keseluruhan, antara lain formula BBG, biaya pengangkutan, dan pengembalian investasi. Formula harga BBG tersebut berlaku untuk Compressed Natural Gas (CNG) dan Liqiuid Gas Vehicle (LGV).
Tesis ini memiliki tujuan yang sama dengan rencana Pemerintah tersebut di atas, dan diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah dalam menentukan formula harga BBG yang baru. Formula harga untuk CNG package ini tidak berbeda dengan LNG
package. Namun, sedikit berbeda pada skema
infrastrukturnya, yaitu dipelukannya LNG Regasification Plant (mother station) untuk mengubah LNG menjadi CNG, pengangukutan dari mother station, dan fasilitas penjualan ke konsumen yang menggunakan sistem wholesaler dibandingkan stasiun pengisian. Sedangkan, untuk sumber LNG, LNG carrier, dan FSU menggunakan fasilitas yang sama dengan LNG Package.
Gambar 4.8. Skema Sistem Distribusi CNG Package
4.4.2.1
Perhitungan Biaya LNG Trucking
Jenis, prinsip, dan kajian mengenai transportasi LNG menggunakan truk sama dengan yang dijelaskan sebelumnya pada bagian 4.4.1.3. pada Sistem Distribusi
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
74
LNG Package, perbedaannya adalah pada jumlah truk yang akan melayani Wilayah Banten, karena rencana penyaluran LNG tidak menuju ke stasiun LNGLCNG, namun menuju ke mother station yang merupakan fasilitas LNG Regasification Plant, sebuah fasilitas yang dapat mengubah LNG menjadi CNG dalam skala besar.
Rencana
pembangunan
mother
station
dimaksudkan
agar
CNG
dapat
didistribusikan ke daughter station (CNG Wholesaler) yang terletak jauh dari kota atau remote area. Trailer LNG yang digunakan memiliki kapasitas 30 m3 dengan panjang 20 ft. Berikut perhitungan waktu operasi tiap unit truk LNG untuk Wilayah Banten: Waktu operasi 1 Unit truk LNG untuk 1 (satu) kali round trip FSU Cikoneng – Banten
= Loading + Pergi + Pulang + Unloading = 1,5 + 3 + 3 + 1,5 = 9 Jam
dengan memperhitungkan faktor kemacetan, asumsi ditambahkan 3 jam, sehingga untuk 1 (satu) kali round trip setiap truk LNG membutuhkan waktu 12 Jam. Maka, masing-masing truk bisa beroperasi dalam 2 (dua) round trip dalam sehari. 1 (satu) unit truk dapat membawa volume LNG sebesar 30 m3 per round trip atau setara dengan 0,6 MMSCFD, atau total 1,2 MMSCFD per truk per hari.
Total biaya investasi truk LNG dihitung berdasarkan jumlah total truk untuk melayani kebutuhan LNG Regasification Plant (mother station) yang berjumlah 3 (tiga) station dengan kapasitas maksimum sekitar 9,6 MMSCFD per station. Dengan menggunakan truck LNG berkapasitas 30 m3, maka, total truck LNG yang digunakan mensuplai kebutuhan LNG Regasification Plant sebanyak 18 truck. Gambaran mengenai biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pembelian 1 (satu) unit LNG truck, dan biaya O&M yang harus dikeluarkan per tahun mengacu kepada Tabel 4.20. Dengan demikian, total Capex dan Opex untuk 18 unit truk LNG adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
75
Tabel 4.27. Biaya Investasi dan O&M untuk 18 Unit Truk LNG No
Jenis Expenditure
Jumlah
Kapasitas (MMBTU)
Nilai (US$)
1.
Capex LNG Truck
18
7.677.045
4.824.000
2.
Opex LNG Truck per Tahun
18
7.677.045
2.055.600
Kemudian, biaya LNG trucking dihitung dari penjumlahan amortasasi total investasi (Capex) dan amortisasi total O&M (Opex) dengan menggunakan persamaan berikut ini:
LNG Trucking Cost=
(
Tot. Inv. LNG Truk
x
exp 15% x 20 15% x 𝑦𝑖 365 x capacity
20 i=1 exp
)
+
LNG Trucking O&M Cost annual capacity
Tabel 4.28. Amortisasi Biaya Investasi dan O&M Truk LNG (CNG Package) No
Variabel
Nilai
Nilai
(US$/MMBTU)
(Rp/MMBTU)
1.
Amortisasi Total Investasi LNG Truck
0,09
864
2.
Amortisasi Total O&M LNG Truck
0,27
2.592
Biaya LNG Trucking
0,37
3.552
4.4.2.2
LNG Regasification Plant (Mother Station)
Pada sistem distribusi CNG Package, LNG Regasification Plant berfungsi sebagai mother station. Fasilitas ini disiapkan sebagai pusat produksi CNG untuk memasok CNG Wholesaler di daerah-daerah dalam radius sekitar 50 km dengan transportasi menggunakan trucking CNG.
Tidak seperti stasiun pengisian bahan bakar bensin atau diesel, stasiun pengisian CNG tidak dapat dibuat dengan prinsip one size fits all seperti desain SPBU pada umumnya. Membangun fasilitas LNG Regasification Plant sebagai mother station CNG membutuhkan perhitungan kapasitas storage yang tepat agar dapat melayani
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
76
dengan cukup daughter station di wilayahnya dan agar biaya investasi dapat ditentukan dengan tepat.
LNG Regasification Plant merupakan unit fasilitas untuk mengubah LNG menjadi CNG. Secara proses dapat dijelaskan sebagai berikut: LNG yang diangkut dengan truk LNG dimuat (unloading) ke dalam storage tank dengan suhu -160 oC. Untuk mengubah LNG menjadi CNG, LNG dari storage tank dialirkan ke vaporizer yang dipanaskan dengan electric heater untuk diubah ke fasa gas, selanjutnya gas dari vaporizer dikompresi dengan menggunakan high pressure compressor/ pump menjadi CNG. Selanjutnya, CNG dimasukkan ke dalam tabung-tabung NGV untuk didistribusikan ke NGV Wholesaler. Gambar berikut menunjukkan diagram fasilitas regasifikasi LNG.
Sumber: Cryostar (2008)
Gambar 4.9. Diagram LNG Regasification Plant
Berdasarkan perhitungan, jumlah CNG Wholesaler (CNG daughter station) yang dibutuhkan untuk melayani Wilayah Banten (penjelasan mengenai wholesaler CNG ada pembahasan berikutnya) sebanyak 21 unit. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan setiap wholesaler dibangun mother station atau LNG Regas Plant
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
77
sebagai stasiun penerima LNG yang berfungsi meregasifikasi LNG menjadi CNG untuk kemudian dikirim via trucking.
Fasilitas LNG Regasification Plant yang direncanakan akan sanggup mensuplai kebutuhan BBG di Banten sekitar 27,10 MMSCFD setiap harinya. Berdasarkan demand tersebut, maka direncanakan LNG Regasification Plant berkapasitas 480 m3 yang sanggup menampung LNG hingga kapasitas 9,6 MMSCFD. Sehingga, LNG Regasification Plant yang dibutuhkan untuk Wilayah Banten sebanyak 3 (tiga) stasiun. Tabel 4.29. Jumlah Kebutuhan LNG Regasification Plant (Mother Station) untuk Wilayah Banten
Banten Total
Jumlah Kendaran
Jumlah LNG Regasification Plant
Kebutuhan LNG per Plant (MMSCFD)
39.316 39.316
3 3
7 21
Sumber: Cryostar (2008)
Gambar 4.10. Contoh LNG Regasification Plant untuk di Banten
Dari perhitungan di atas, maka tabel berikut ini memberikan gambaran mengenai biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pembangunan 1 (satu) fasilitas LNG Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
78
Regasification Plant, dengan asumsi masa manfaat (life time) selama 20 tahun, dan biaya O&M yang harus dikeluarkan per tahun yang diestimasi dari GarciaCuerva (2009). Tabel 4.30. Total Biaya Capital dan O&M LNG Regasification Plant NO A. 1. a. b. c. d. 2. a. b. c. d. e. f. 3. 4. 5. 6.
EXPENDITURE Capital Expenditure (CAPEX) LNG Regasification Plant - Storage Tank with Capacity of 4x120 m3 - Vaporization Systems - Other Systems and Buildings - Engineering & Construction CNG Main Equipments - Compressor with Capacity of 4.000 m3/hr - Power Supply with Capacity of 1 MW - 6 Unit Filling Nozzles - Storage Tank - 2 Unit Gas Dryer Systems - High Pressure Pipe with 200 m of Length Pipeline Construction Civil Works Land Lease of 3.000 m2 for 5 years Permits & Certifications Total CAPEX
COST (US$)
B. 1. 2.
Operational Expenditure (OPEX) per Year LNG Regasification Plant CNG Mother Station TOTAL OPEX per Year
218,000 423,792 641,792
C. 1.
Margin per Year LNG Regassification Plant Margin (5%) TOTAL Margin per Year
256,139 256,139
1,920,000
1,883,770
154,000 550,000 525,000 90,000 5,122,770
Tabel di atas menunjukkan biaya Capex & Opex yang dibutuhkan untuk pembangunan dan operasional 1 (satu) fasilitas LNG Regasification Plant. Dengan demikian, total Capex dan Opex untuk 3 stasiun adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
79
Tabel 4.31. Biaya Investasi dan O&M untuk 3 Fasilitas LNG Regasification Plant No
Jenis Expenditure
Jumlah
Kapasitas (MMBTU)
Nilai (US$)
1.
Capex LNG Regas Plant
3
7.665.000
15.368.310
2.
Opex LNG Regas Plant per Tahun
3
7.665.000
2.693.792
Kemudian, total biaya fasilitas LNG Regasification Plant dihitung dari penjumlahan amortasasi total investasi (Capex) dan amortisasi total O&M (Opex) dengan menggunakan persamaan berikut ini:
LNG Regas Plant Cost=
(
Tot. Inv. LNG Regas
exp 15% x 20 15% x 𝑦𝑖 365 x capacity
20 i=1 exp
x
)
+
LNG Regas O&M Cost annual capacity
Tabel 4.32. Amortisasi Biaya Investasi dan Biaya Operasional LNG Regas Plant No
1.
Variabel
Nilai
Nilai
(US$/MMBTU)
(Rp/MMBTU)
0,29
2.784
0,35
3.360
0,65
6.240
Amortisasi Total Investasi LNG Regasification Plant
2.
Amortisasi Total O&M LNG Regasification Plant Biaya LNG Regasification Plant
4.4.2.3
Perhitungan Biaya Trucking CNG
Trucking CNG yang direncanakan di dalam tesis ini berbeda dengan pangangkutan CNG dengan truk pada umumnya yang menggunakan tabung silinder sepanjang 20 ft. Trailer CNG pada sistem distribusi CNG Package mengangkut tabung-tabung CNG berukuran 80 cm dengan kapsitas 29 lsp.
Penerapan teknologi CNG darat (road trucking), memungkinkan pasokan BBG ke konsumen relatif lebih cepat dibandingkan dengan moda jaringan pipa. Hal ini dimungkinkan karena infrastruktur CNG lebih sederhana, sehingga konstruksinya
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
80
lebih cepat. Namun demikian, ketersediaan infrastruktur jalan merupakan faktor penting pada sistem distribusi ini. Beberapa keuntungan penggunaan teknologi CNG untuk BBG adalah sebagai berikut:
Jangkauan lebih luas Daerah-daerah yang jauh dan sulit dijangkau oleh jaringan pipa transmisi/distribusi gas bumi masih dapat dilayani kebutuhan gasnya dengan beban investasi yang tidak terlalu tinggi.
Tekanan stabil Tabung bertekanan tinggi dari CNG akan menjamin suplai tekanan yang stabil sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Pelayanan lebih cepat Dengan teknologi CNG, konsumen dapat mendapatkan pasokan gas yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan metode tradisional dengan menggunakan jaringan pipa. Hal ini dimungkinkan dengan pembangunan instalasi yang lebih sederhana.
Data Pertamina (2012) menunjukkan bahwa biaya transportasi CNG berkisar US$ 1,5/MMBTU atau setara Rp 500/lsp untuk radius 50-100 km. Truck CNG yang diusulkan di dalam tesis ini, dilengakapi trailer yang dapat mampu mengangkut tabung CNG ukuran 80 cm hingga kapasitas angkut total 7.000 m3. Berdasarkan perhitungan, untuk melayani 21 Wholesaler CNG, dibutuhkan sebanyak 42 truk CNG, sebab 1 (satu) truk CNG mampu mengangkut 0,25 MMSCFD CNG per round trip. Dengan asumsi 1 (satu) truk CNG dapat beroperasi sebanyak 2 (dua) round trip per hari, dikarenakan jarak tempuh yang hanya berkisar 50 – 100 km, maka 1 (satu) unit truk CNG mampu mengangkut CNG sebanyak 0,5 MMSCFD. Sehingga, total truk CNG yang dibutuhkan sebanyak 42 unit.
Dari perhitungan di atas, maka tabel berikut ini memberikan gambaran mengenai biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pembelian 1 (satu) unit CNG truck, dengan asumsi masa manfaat (life time) selama 5 tahun, dan biaya O&M yang harus dikeluarkan per tahun.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
81
Tabel 4.33. Total Biaya Capital dan O&M 1 (Satu) Unit Truk CNG NO EXPENDITURE A. Capital Expenditure (CAPEX) 1. Tractor Head 2. CNG Tube Trailer with Capacity of 30 m3 Total CAPEX B. 1. 2. 3.
COST (US$) 118,000 110,000 228,000
Operational Expenditure (OPEX) per Year 80 litre of Diesel Oil per 200 km Wages for 3 persons (2 Drivers + 1 Co Drivers) O & M (Maintenance, Insurance, & Toll Fee) of 0,3 US$/ km TOTAL OPEX per Year
C. 1.
57,600 43,200 43,200 100,800
Margin per Year CNG Trucking Margin (5%) TOTAL Margin per Year
11,400 11,400
Mengacu kepada tabel di atas, maka total Capex dan Opex untuk 42 unit truk CNG adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.34. Biaya Investasi dan O&M untuk 42 Unit Truk CNG No
Jenis Expenditure
Jumlah
Kapasitas (MMBTU)
Nilai (US$)
1.
Capex CNG Truck
42
7.665.000
9.576.000
2.
Opex CNG Truck per Tahun
42
7.665.000
3.502.800
Kemudian, biaya CNG trucking dihitung dari penjumlahan amortasasi total investasi (Capex) dan amortisasi total O&M (Opex) dengan menggunakan persamaan berikut ini:
CNG Trucking Cost=
(
Tot. Inv. CNG Truck
x
exp 15% x 20 15% x 𝑦𝑖 365 x capacity
20 i=1 exp
)
+
CNG Truck O&M Cost annual capacity
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
82
Tabel 4.35. Amortisasi Biaya Investasi dan O&M CNG Trucking No
Variabel
Nilai
Nilai
(US$/MMBTU)
(Rp/MMBTU)
1.
Amortisasi Total Investasi CNGTruck
0,18
1.728
2.
Amortisasi Total O&M CNG Truck
0,46
4.416
Biaya CNG Trucking
0,64
6.144
4.4.2.4. Perhitungan Biaya NGV (CNG) Wholesaler Bahan bakar gas dapat dikemas dalam beragam bentuk, menyesuaikan dengan kondisi daerah yang membutuhkan. Keterbatasan infrastruktur bahan bakar gas yang ada di Indonesia menuntut pemikiran dan perencanaan alternatif dari stakeholder terkait agar tetap bisa menjalankan program konversi dari BBM ke BBG dalam rangka diversifikasi energi dan mengurangi beban subsidi BBM. Distribusi BBG pada sistem distribusi CNG Package ini, merupakan alternatif dari sistem penyaluran CNG konvensional yang menggunakan stasiun pengisian CNG dengan dispenser untuk menyalurkan CNG ke konsumen.
Sistem distribusi CNG di dalam tesis ini dirancang agar dapat menjangkau daerah yang jauh dari akses pipa gas atau dari stasiun pengisian BBG (SPBG). Mekanisme yang ditawarkan adalah dengan mendistribusikan CNG dalam kemasan tabung 80 cm berkapasitas 29 lsp seperti layaknya sistem distribusi LPG dalam kemasan tabung untuk keperluan rumah tangga ataupun industri. CNG dalam kemasan tabung diisi di fasilitas LNG Regasification Plant yang berfungsi sebagai mother station untuk kemudian didsitribusikan dengan menggunakan truk trailer CNG ke fasilitas yang dinamakan Wholesaler CNG. Di fasilitas tersebut CNG dalam kemasan tabung diturunkan untuk kemudian disalurkan ke retailer ataupun langsung dijual ke konsumen.
Tabung CNG yang digunakan pada umumnya berbentuk silinder simetris, agar tekanan yang terjadi pada dinding tabung sama dan merata. Ada empat jenis tabung CNG yang beredar di pasaran yaitu:
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
83
Tabung Tipe 1
Tabung tipe 1 terbuat dari material berbasis metal atau baja yang dilapisi cat pada bagian luarnya. Dari segi harga, tabung tipe 1 ini adalah yang paling murah. Namun demikian, karena terbuat dari baja membuat tabung tipe ini menjadi paling berat dibandingkan dengan tipe lainnya. Perbandingan antara berat tabung adalah sekitar 6,6 kali berat gas yang diangkutnya.
Tabung Tipe 2
Hampir sama dengan tabung Tipe 1, tabung Tipe 2 masih berbasis metal pada bagian dalam tabung yang diperkuat dengan lapisan resin/serat carbon/composite wrap pada bagian tengah tabung. Berat tabung Tipe 2 ini lebih ringan namun
memiliki harga yang lebih mahal bila dibandingkan dengan tabung Tipe 1.
Tabung Tipe 3
Tabung Tipe 3 ini berbeda dengan tabung Tipe 1, Tabung tipe 3 ini berbahan alumunium pada lapisan dalam yang diperkuat dengan lapisan resin pada seluruh bagian luar tabung. Bila dibandingkan dengan tabung Tipe 1 dan 2, tabung Tipe 3 ini lebih ringan karena bahannya yang terbuat dari alumunium, namun dari segi harga lebih mahal.
Tabung Tipe 4
Tabung CNG tipe ini merupakan yang terbaru yang beredar di pasaran. Tabung Tipe 4 terbuat dari material total komposit, karbon fiber, epoxy resin, dengan lapisan dalam (liner) terbuat dari plastik dan port koneksi menggunakan logam. Dari segi harga, tabung Tipe 4 adalah yang paling mahal, harga tersebut sebanding dengan kelebihan yang dimilikinya, yaitu berbobot paling ringan, dimana bobotnya sekitar 30% dari bobot tabung dengan material baja, dan perbandingan berat CNG yang dapat diangkut sekitar 1,3 – 1,47 kalinya. Kelebihan lain dari tabung Tipe 4 ini adalah kuat dan tidak korosi, karena terbuat dari total komposit. Kapasitas tabung CNG Tipe 4 mulai dari 29 lsp sampai dengan 539 lsp dengan panjang sampai 80 cm - 3 m dan diameter sampai dengan 560 mm.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
84
Gambar 4.11. Contoh Storage Tube NGV (CNG) pada Kendaraan
Berdasarkan perhitungan kebutuhan gas untuk Wilayah Banten, maka diperlukan sedikitnya 21 Wholesaler NGV dengan kapasitas setiap wholesaler sebesar 1 MMSCFD.
Tabel 4.36. Jumlah Kebutuhan Wholesaler NGV untuk Daerah Banten
Banten Total
Jumlah Kendaran
Jumlah Wholesaler NGV
39.316 39.316
21 21
Kebutuhan NGV per Wholesaler (MMSCFD) 1 21
Tabel berikut ini memberikan gambaran mengenai biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pembangunan 1 (satu) Wholesaler NGV, dengan asumsi masa manfaat (life time) selama 20 tahun, dan biaya O&M yang harus dikeluarkan per tahun.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
85
Tabel 4.37. Total Biaya Capital dan O&M 1 (Satu) Wholesaler NGV (CNG) NO A. 1. 2. 3.
EXPENDITURE Capital Expenditure (CAPEX) Building and other system Land 1.000 m2 Permits & Certifications Total CAPEX
COST (US$)
B. 1. 2. 3.
Operational Expenditure (OPEX) per Year Electricity Maintenance & Operational Cost margin TOTAL OPEX per Year
C. 1.
Margin per Year Wholesaler NGV (CNG) Margin (5%) TOTAL Margin per Year
550,000 500,000 90,000 1,140,000
36,000 71,400 34,200 107,400
57,000 57,000
Dengan demikian, total Capex dan Opex untuk 21 Wholesaler NGV adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.38. Biaya Investasi dan O&M untuk 21 Wholesaler NGV (CNG) No
Jenis Expenditure
Jumlah
Kapasitas (MMBTU)
Nilai (US$)
1.
Capex Wholesaler CNG
21
7.665.000
23.940.000
2.
Opex Wholesaler CNG per Tahun
21
7.665.000
3.452.400
Kemudian, biaya Wholesaler NGV dihitung dari penjumlahan amortasasi total investasi (Capex) dan amortisasi total O&M (Opex) dengan menggunakan persamaan berikut ini:
NGVWholesaler Cost=
(
Tot. Inv. Wholesaler x
exp 15% x 20 15% x 𝑦𝑖 365 x capacity
20 i=1 exp
)
+
Wholesaler O&M Cost annual capacity
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
86
Tabel 4.39. Amortisasi Biaya Investasi dan Operasional Wholesaler NGV (CNG) No
1.
Variabel
Amortisasi Total Investasi NGV (CNG)
Nilai
Nilai
(US$/MMBTU)
(Rp/MMBTU)
0,46
4.416
0,45
4.320
0,91
8.736
Wholesaler 2.
Amortisasi Total O&M NGV (CNG) Wholesaler Biaya NGV (CNG) Wholesaler
4.5.
Kajian Akhir Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jenis NGV dan LNG
Bagian akhir ini merangkum hasil perhitungan di atas untuk semua unit atau segmen distribusi BBG melalui LNG Package dan CNG Package. Harga jual bahan bakar gas (BBG) kemasan Natural Gas for Vehicle (NGV) atau lebih populer dengan istilah Compresed Natural Gas (CNG) dan kemasan Liquefied Natural Gas (LNG) untuk transportasi adalah penjumlahan seluruh biaya investasi dan operasional & perawatan (O&M) yang telah diamortisasi dengan tingkat suku bunga kredit 15% per tahun dan life time 20 tahun, kemudian ditambah dengan harga LNG di hulu.
Berikut adalah formula akhir harga bahan bakar gas untuk transportasi yang dirumuskan dan dihitung di dalam tesis ini: Formula Harga BBG untuk Transportasi di Stasiun LNG-LCNG (US$/MMBTU)
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
87
Formula Harga BBG untuk Transportasi di Wholesaler NGV (CNG) (US$/MMBTU)
Diagram berikut ini menampilkan rangkuman unit cost penyusun harga BBG di SPBG LNG-LCNG pada setiap rantai sistem distribusi LNG Package.
Gambar 4.12. Unit Cost pada Setiap Rantai Sistem Distribusi LNG Package
Sedangkan diagram berikut ini menampilkan rangkuman unit cost penyusun harga BBG di Wholesaler NGV pada setiap rantai sistem distribusi CNG Package.
Gambar 4.13. Unit Cost pada Setiap Rantai Sistem Distribusi CNG Package
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
88
Tabel 4.40. Rangkuman Hasil Perhitungan Harga Jual BBG di Stasiun LNG-LCNG dan Wholesaler NGV (CNG) Variabel
Total Amortisasi (US$/MMBTU)
Total Amortisasi (Rp/MMBTU)
2. Biaya Shipping LNG
11 1,33
105.600 12.768
3. Biaya FSU LNG
2,21
21.216
4. Biaya Trucking LNG
0,36
3.456
5. Biaya SPBG LNG-LCNG Total Biaya = Harga BBG
4,24
40.704
19,14
Rp 183.744
Sistem Distribusi LNG Package 1. Harga LNG di Bontang
Harga Jual BBG di SPBG LNG-LCNG + PPN 10% = Rp 6.142/lsp Sistem Distribusi CNG Package 1. Harga LNG di Bontang 2. Biaya Shipping LNG
11
105.600
1,33
12.768
3. Biaya FSU LNG
2,21
21.216
4. Biaya Trucking LNG
0,37
3.552
5. Biaya LNG Regasification Plant
0,65
6.420
6. Biaya Trucking CNG
0,64
6.144
7. Biaya Wholesaler NGV (CNG)
0,91
8.736
Total Biaya = Harga BBG
17,10
Harga Jual BBG di Wholesaler NGV (CNG) + PPN 10% = Rp 5.486/lsp
Dari hasil diatas terlihat bahwa harga jual BBG jenis NGV dan LNG yang dijual dalam satuan liter setara premium (lsp) lebih murah 32 – 40% dari harga BBM keekonomian, yaitu harga bensin jenis Premium keekonomian yang sekitar Rp 9.000/liter.
Selanjutnya, harga jual BBG pada CNG Package lebih murah daripada LNG Package dikarenakan demand gas di Banten yang lebih besar dari Jakarta, dan berbeda pada sistem pendistribusiannya, sehingga menyebabkan nilai total investasi untuk LNG Package menjadi lebih besar, terutama pada nilai investasi di titik akhir, yaitu di stasiun LNG-LCNG yang nilai investasinya 2,6 kali lipat dari nilai investasi Wholesaler NGV.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
89
Tinjauan dari aspek keekonomian investasi, pembangunan infrastruktur bahan bakar gas untuk transportasi di Wilayah DKI Jakarta dan Banten dengan sistem distribusi LNG Package dan CNG Package dapat diterima dan cukup menjanjikan dari sisi bisnis. Hal ini didukung dengan nilai Net Present Value (NPV) dari proyek yang mencapai US$ 482.782.945, nilai yang sangat positif dan mendukung untuk diterimanya investasi. Kemudian, nilai Internal Rate of Return (IRR) dari investasi yang sebesar 32% per tahun juga mencerminkan suatu nilai menjanjikan, dimana IRR lebih besar dari nilai Minimum Acceptable Rate of Return (MARR): 32% (IRR) > 15% (MARR), MARR diasumsikan sama dengan interest rate pinjaman modal sebesar 15% per tahun. Selain itu, tingkat pengembalian investasi (payback period) juga tidak membutuhkan waktu yang cukup lama, hanya sekitar 4 (empat) tahun 5 (lima) bulan.
Tabel 4.41. Variabel Keekonomian Investasi Infrastruktur BBG untuk Wilayah DKI Jakarta dan Banten Variabel Keekonomian: NPV of Cash Flow (US$) IRR Payback Period
Nilai 482.782.945 32% 4 Years 5 Months
Asumsi Cost Escalation Factor Income Tax Rate Interest Rate
Nilai 2% 40% 15%
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis biaya pada setiap rantai sistem distribusi BBG dengan menggunakan Sistem Distribusi LNG Package dan CNG Package, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil perencanaan dan perhitungan di atas, maka harga jual BBG jenis NGV di Wholesaler NGV (CNG) ditetapkan sebesar Rp 5.485/lsp, sudah termasuk margin badan usaha pada setiap rantai distribusi dan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10%. 2. Berdasarkan hasil perencanaan dan perhitungan di atas, maka harga jual BBG jenis LNG di SPBG LNG-LCNG ditetapkan sebesar Rp 6.142/lsp, sudah termasuk margin badan usaha pada setiap rantai distribusi dan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10%. 3. Usulan formula baru harga BBG jenis NGV dan LNG dapat diterima, karena: a. Telah mempertimbangkan keekonomian badan usaha pelaksana distribusi BBG, diantaranya memperhitungkan margin badan usaha, memperhitungkan tingkat suku bunga pinjaman modal investasi, dan ditunjukkan dengan NPV yang positif sebesar US$ 482.782.945, IRR sebesar 32% per tahun, serta payback period yang cukup singkat, yaitu 4 (empat) tahun 5 (lima) bulan. b. Telah mempertimbangkan kepentingan konsumen, yaitu untuk mendapatkan bahan bakar gas dengan infrastruktur distribusi yang memadai. Selain itu, harga BBG hasil perhitungan telah mencerminkan perlindungan bagi konsumen, yaitu dengan memberikan harga BBG yang lebih murah dibandingkan harga premium keekonomian.
90 Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
91
5.2.
Saran
Agar program konversi dari BBM ke BBG untuk sektor transportasi dapat lebih berhasil, maka Pemerintah direkomendasikan untuk mengeluarkan beberapa kebijakan, diantaranya: 1. Menetapkan formula harga jual LNG untuk kepentingan domestik dan khususnya untuk sektor transportasi lebih kecil dari 11% x ICP. Pemerintah dapat menjalankannya melalui mekanisme Domestic Market Obligation (DMO) gas baik untuk gas bagian kontraktor maupun bagian Pemerintah, sehingga harga feed LNG dapat lebih murah. 2. Memberikan insentif fiskal. Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal berupa pengurangan pajak dan bea impor, diantaranya: a. Pengurangan pajak untuk kendaraan yang diproduksi/ dirakit di dalam negeri yang menggunakan teknologi bifuel, yaitu kendaraan berbahan bakar BBG & bensin, serta kendaraan dengan teknologi dual fuel, yaitu kendaraan berbahan bakar BBG & diesel/ solar, sehingga harga jual kendaraan dapat lebih murah dan pada akhirnya memberikan insentif bagi masyarakat untuk membeli. b. Pembebasan pajak impor untuk kendaraan dengan teknologi bifuel dan dual fuel. c. Pembebasan bea impor converter kit, agar harga jual converter kit dapat lebih murah, sehingga dapat menarik minat pemilik kendaraan untuk memakai BBG. 3. Menyediakan converter kit melalui badan usaha yang ditugaskan oleh Pemerintah dengan harga jual at cost, artinya Pemerintah dan badan usaha yang ditunjuk tidak mengambil keuntungan, sehingga harga jual dapat lebih murah. 4. Menetapkan margin badan usaha penyelenggara distribusi BBG lebih tinggi dibandingkan pelaku usaha di sektor hilir minyak bumi, hal ini agar menarik investor untuk mau membangun infrastruktur distribusi BBG.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
92
Contohnya margin SPBG ditetapkan lebih tinggi dibandingkan margin SPBU yang sebesar Rp 200/liter. 5. Menetapkan agar biaya receiving dan storage di LNG FSU berdasarkan biaya yang sesungguhnya (at cost) untuk menekan harga jual BBG di SPBG, artinya Pemerintah tidak mengambil keuntungan dan tidak mengalami kerugian, dengan catatan Pemerintah yang membangun FSU tersebut. 6. Mengatur penyaluran BBM bersubsidi hanya untuk konsumen pengguna tertentu. Kebijakan ini dilakukan dalam rangka memberikan sinyal harga (price signal) ke masyarakat agar memilih menggunakan BBG yang lebih murah dibandingkan BBM. Pemerintah dapat memilih diantara alternatif berikut yang disebut dengan istilah Customer Interest Scenario: a. Skenario I: Konsumen pengguna BBM bersubsidi ditetapkan hanya untuk: Transportasi Umum, Nelayan, Usaha Mikro, Pelayanan Umum, dan Kendaraan Dinas Pemerintah dan TNI/Polri. Sedangkan konsumen lainnya, diantaranya kendaraan pribadi, taksi, dan industri dikenakan harga premium dan solar sebesar Rp 7.000/liter. Hasil saving subsidi sebesar Rp 2.500/liter digunakan untuk mensubsidi harga BBG sebesar Rp 2.000/lsp, sehingga harga NGV menjadi Rp 3.495/lsp dan LNG menjadi Rp 4.142/lsp. b. Skenario II: Konsumen pengguna BBM bersubsidi ditetapkan hanya untuk nelayan dan kendaraan dinas Pemerintah dan TNI/Polri, konsumen lainnya ditetapkan membeli premium dan solar dengan harga Rp 7.000/liter. Hasil saving subsidi sebesar Rp 2.500/liter digunakan untuk mensubsidi harga BBG sebesar Rp 2.000/lsp, sehingga harga NGV menjadi Rp 3.495/lsp dan LNG menjadi Rp 4.142/lsp. c. Skenario III: Harga premium dan solar bersubsidi dinaikkan menjadi Rp 9.000/liter, sedangkan BBM bersubsidi ditetapkan hanya untuk: Transportasi Umum, Nelayan, Usaha Mikro, Pelayanan Umum, dan Kendaraan Dinas Pemerintah dan
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
93
TNI/Polri. Sementara harga BBG tetap (tidak disubsidi) Rp 5.495/lsp untuk NGV dan Rp 6.142/lsp untuk LNG, namun harga BBG tersebut masih lebih murah sekitar 32 – 40% dibandingkan harga premium dan solar keekonomian.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
94
DAFTAR PUSTAKA
Afdal, 2008. Kajian Pembangunan Terminal Penerimaan Gas Alam Cair Di Pulau Jawa, Fakultas Teknik Kimia, Universitas Indonesia, Depok, 2008. APCNGI, 2012. Peranan Swasta Dalam Mendukung Program Konversi BBG. BI, 2012. Kajian Ekonomi Regional Banten TW I 2012. Bank Indonesia. BI, 2012. Kajian Ekonomi Regional DKI Jakarta TW I 2012. Bank Indonesia. BP Migas, 2011. Gas Bumi dan Masa Depan Energi Indonesia. Dalam Buletin BP Migas No. 73, Agustus 2011. BP,
2008.
BP
2008
Statistical
Review.
Diakses
melalui
. BPS Banten, 2012. Jumlah Kendaraan Bermotor di Banten 2011. Diakses melalui < http://banten.bps.go.id> pada September 2012. BPS DKI Jakarta, 2012. Jakarta Dalam Angka 2012. Diakses melalui pada September 2012. Cryostar, 2008. Small Scale Liquefaction and Distribution: Biomethane and Natural Gas. Cryostar, 2009. LNG-LCNG Filling Station. Cryostar. Cryostar, 2012. LNG/LCNG Vehicle Refuelling Stations. Diakses melalui pada Oktober 2012. De, S.A.K., 2004. Development of CNG Infrastructure in India with Special Reference to National Capital Territory of Delhi. Second Asia Gas Buyers’ Summit, Mumbai, India. Ditjen Migas KESDM (2009). Penetapan Harga untuk Konsumen Hulu. Dipresentasikan pada saat sosialisasi Pedoman Tata Kerja Penunjukan
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
95
Penjual dan Penjualan Gas Bumi/LNG/LPG (PTK029/PTK/VII/2009). Jakarta. Ditjen Migas KESDM, 2004. Studi Rancangan Kebijakan Pemanfaatan Gas Dalam Negeri. Jakarta. DNV, 2011. Floating Liquefied Gas Terminals: Offshore Technical Guidance OTG-02. Dondero, L., Goldemberg, J., 2005. Environmental Implications of Converting Light Gas Vehicles: The Brazilian Experience. Energy Policy 33, 1703– 1708. Douglas, J. M., 1988. Conceptual Design of Chemical Process. McGraw-Hill, New York, NY, 1988. EIA, 2012. Natural Gas in United States. Diakses melalui < http://www.eia.gov> pada Maret 2012. EKIP, 2012. LNG Transporter - LNG Transportation Tank. EKIP Research and Production Company. Diakses melalui pada Oktober 2012. Engerer, H., Horn, M., 2010. Natural Gas Vehicles: An Option for Europe. Energy Policy 38 (2010) 1017–1029. Gaikindo, 2012. Domestic Auto Market & Exim By Category Jan-Nov 2012. Garcia-Cuerva, E. D., Sobrino, F. S., 2009. A New Business Approach to Conventional Small Scale LNG. Paper No. 599.00. Presented at the IGU 24th World Gas Conference (Argentina 2009). Hartanto, A., 2010. Kajian Kebijakan Konversi BBM ke BBG Untuk Kendaraan di Propinsi Jawa Barat. Bandung: LIPI. IANGV, 1997. Natural Gas Vehicle Industry Position Paper.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
96
IANGV, 2006. Latest International NGV Statistics. IGU, 2011. World LNG Report 2011. News, Views and Knowledge on Gas – Worldwide. International Gas Union (IGU). Janssen, A., Lienin, S., Gassmann, F., Wokaun, A., 2006. Model Aided Policy Development for the Market Penetration of Natural Gas Vehicles in Switzerland. Transportation Research, Part A—Policy and Practice 40, 316–333. Javanmardi, J., Nasrifar, K., Najibi, S.H., Moshfeghian, M., 2006. Feasibility of Transporting LNG from South-Pars Gas Field to Potential Markets. Applied Thermal Engineering 26 (2006) 1812–1819. KESDM, 2007. Neraca Gas Indonesia 2007-2015. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2007. KESDM, 2009. Neraca Gas Indonesia 2010-2025. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2009. KESDM, 2010. Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional 2010-2025. Keputusan Menteri ESDM 0225 K/11/MEM/2010, 2010. Li, Z., Xu, L., Zhang, J., Sun, H., 2004. Design of Thermal Insulation for LNG Tanker. Natural Gas Industry 24 (2), 85–87. Matic, D., 2005. Global Opportunities for Natural Gas as a Transportation Fuel for Today and Tomorrow. MMA, 2008. Final Report to Queensland Department of Infrastructure and Planning Queensland: LNG Industry Viability and Economic Impact Study. McLennan Magasanik Associates, 26 February 2008. Natgas.info, 2012. Gas Pricing. Diakses melalui < http://www.natgas.info> pada Maret 2012.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
97
NGV
Journal,
2011.
Worldwide
NGV
Statistics.
Diakses
melalui
pada September 2012. Pertamina, 2012. Pertamina Buka Opsi Impor LNG. Investor Daily, 2012. Diakses melalui < http://www.migas.esdm.go.id> pada September 2012. Petronas, 2004. Technical Bulletin, PETRONAS, LNG Limited; 2004. Diakses melalui <www.petronas.com>. Seisler, J.M., 2000. World Bank Seminar: International NGV Markets. Songhurst, B., 2009. FLNG & FSRU ECONOMICS: Can They be Profitable Developments at Current LNG Prices?. FLNG Conference 2009, 27-29 October 2009, London. e+p. Sugavanam, P., 2011. Floating Storage and Regasification Unit - Gujarat's yet another First. Diakses melalui pada April 2012. Vanema, E., Antão, P., Østvikc, I., de Comas, F. D. C., (2008). Analysing the Risk of LNG Carrier Operations. Reliability Engineering and System Safety 93 (2008) 1328–1344. Yeh, S., 2007. An Empirical Analysis on the Adoption of Alternative Fuel Vehicles: The Case Of Natural Gas Vehicles. Energy Policy 35 (2007) 5865–5875.
Universitas Indonesia Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013