JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
Perancangan Kapal LCT (Landing Craft Tank) Pengangkut CNG (Compressed Natural Gas) Berbahan Bakar Gas di Daerah Kalimantan Timur Radite Prabaswara dan Wasis Dwi Aryawan Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstrak— Tingginya ketergantungan terhadap minyak membuat gas alam menjadi pilihan alternatif. Dengan permintaan semakin meningkat, metode pengangkutan gas alam mengalami perkembangan. Selain dengan liquified natural gas (LNG), akhir-akhir ini berkembang metode pengangkutan CNG dimana teknologi pengangkutannya relatif lebih sederhana, murah dan mudah dibandingkan LNG. Solusi yang tepat guna menyikapi permasalahan diatas adalah dengan merencanakan alat transportasi laut untuk memberikan pasokan antar daerah yang tidak dapat dijangkau dengan jalur darat. Untuk mendukung lancarnya distribusi gas kepada konsumen, dibutuhkan jenis pengangkut dalam skala besar yaitu dengan menggunakan kapal yang didesain khusus mengangkut gas. Dengan mengacu kepada daerah perairan Kalimantan Timur dengan rute Balikpapan – Pulau Tarakan maka direncanakan sebuah LCT yang memiliki sarat rendah dan geladak yang luas dengan muatan CNG berbentuk tabung yang dimasukkan dalam peti kemas, maka dapat direncanakan pula ukuran LCT pengangkut gas dengan bahan bakar gas. Metode perancangan LCT ini menggunakan parent design approach. Dari proses perancangan ini didapat ukuran LCT adalah Loa = 90.63 m, B = 17.4 m, H = 5.15 m, T = 3.35 m. LCT ini menggunakan sistem propulsi dengan mesin utama sebagai penggerak genset untuk semua kebutuhan electric power plant baik untuk penggerak utama, akomodasi, maupun permesinan bantu di kapal.... Kata Kunci— Bahan Bakar Gas, CNG, Pengangkutan CNG, Perancangan LCT
I. PENDAHULUAN EMAKIN tingginya tingkat pencemaran udara yang diakibatkan pemakaian bahan bakar minyak (BBM) dan semakin berkurangnya sumber minyak bumi membuat orang melirik bahan bakar alternatif. Salah satu dari bahan alternatif tersebut adalah bahan bakar gas (BBG). Gas alam terkompresi (CNG) sering disamakan dengan gas alam cair (LNG). Sementara keduanya disimpan dari bentuk gas alam, perbedaan utama adalah bahwa CNG gas yang disimpan (sebagai gas) pada tekanan tinggi, sementara LNG disimpan pada suhu yang sangat rendah, menjadi cair dalam proses. CNG memiliki biaya yang lebih rendah dari produksi dan penyimpanan dibandingkan dengan LNG yang memerlukan proses pendinginan mahal dan tangki kriogenik. CNG memerlukan banyak volume yang lebih besar untuk menyimpan massa yang sama seperti bensin dan penggunaan tekanan yang sangat tinggi (3000-4000 psi, atau 205-275 bar).
S
CNG dipilih karena biayanya lebih terjangkau dari pada bahan bakar gas yang lain seperti liquid petroleum gas (LPG) maupun liquid natural gas (LNG). Hal ini dikarenakan untuk menjadi LPG dan LNG, gas harus dirubah dalam bentuk cair (liquefaction) untuk bisa diangkut oleh kapal dan harus dirubah dalam bentuk gas lagi (regassiffication) untuk didistribusikan untuk konsumsi. Keterbatasan alat transportasi yang tidak dapat menjangkau ke daerah-daerah yang lebih kecil antar pulau Indonesia terutama pulau Kalimantan yang kepadatan penduduknya termasuk terbesar kedua dari pulau selain Jawa menuntut manusia untuk lebih berinovasi dalam memberikan jasa pengiriman bahan bakar gas melalui transportasi laut. Hal ini tentu saja menjadi masalah tersendiri untuk daerah yang kebutuhan gas alamnya berada di daerah terpencil yang tidak memungkinkan untuk menggunakan jalur transportasi darat. Untuk mendukung lancarnya distribusi gas kepada konsumen, dibutuhkan jenis pengangkut dalam skala besar yaitu dengan menggunakan kapal yang didesain khusus mengangkut gas. Jenis landing craft tank (LCT) memiliki sarat kapal yang rendah dikarenakan jalur pelayaran yang akan ditempuh untuk mencapai daerah terpencil biasanya melewati sungai dan sejenisnya. LCT merupakan kapal pendarat serang untuk mendaratkan tank di tepi-tepi pantai. Kapal ini mulai muncul pada saat Perang Dunia II, banyak kapal-kapal ini tidak dioperasikan sesuai dengan fungsinya dahulu. Seperti di perairan Indonesia saat ini, LCT digunakan sebagai transportasi laut komersil yang mengangkut berbagai muatan (misalnya alat-alat berat dan barang-barang konstruksi) ke berbagai penjuru Indonesia, terutama ke daerah pertambangan yang berada di pulau atau pantai terpencil. Kapal dengan bahan bakar gas merupakan suatu alternatif dan inovasi lain dalam menjalankan program pemerintah yang ingin mengkonversi ketergantungan manusia terhadap bahan bakar minyak menjadi bahan bakar gas. Dalam hal dunia maritim berbahan bakar gas, sudah banyak kapal dengan mesin berbahan bakar gas di luar negara Indonesia. Selain lebih murah dalam hal biaya, bahan bakar gas juga lebih bersih dalam mesin dan dapat menekan biaya perawatan mesin. Sistem propulsi listrik biasanya digunakan pada mesin berbahan bakar gas. Sistem ini merupakan sistem penggerak pada kapal yang menggunakan motor listrik dengan mendapatkan suplai listrik dari generator set (Genset). Keunggulan sistem propulsi listrik dibandingkan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) dengan sistem propulsi diesel mekanis adalah lebih minim getaran, lebih ringan, maka sarat air menjadi rendah dan dapat menjangkau perairan lebih dangkal sesuai dengan jenis LCT yang memiliki sarat rendah dan pelayaran pada tepi hingga sungai. Pemilihan LCT dengan mesin berbahan bakar gas sebagai pengangkut CNG merupakan alternatif tambahan untuk mensukseskan program konversi gas karena, gas yang lebih murah dibandingkan minyak merupakan proses awal untuk mengurangi ketergantungan manusia dengan alat transportasinya terhadap minyak sebagai bahan bakar utama.
2
dari 50 bar. Dalam tugas akhir ini tabung yang digunakan adalah tabung CNG tipe 1. Tabung ini secara keseluruhan terbuat dari baja. Biaya pembuatan yang murah merupakan keuntungan dari tabung tipe ini [2].
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tahapan Desain Gambar 2. Tabung CNG tipe 1
Gambar 1. Diagram Desain Spiral
Pada umumnya proses desain dan pembangunan kapal mengunakan metode spiral desain, atau inovasi terhadap sebuah desain kapal yang sudah ada sebelumnya, dengan melakukan rekayasa desain untuk mendapatkan desain yang lebih optimal [1]. Berikut adalah tahapan-tahapan perancangan sebuah kapal. 1. Concept Design 2. Preliminary Design 3. Contract Design 4. Detail Design
D. Bahan Bakar Gas Jenis mesin berbahan bakar gas dalam bentuk dual fuel engine. Keunggulan dari mesin ini memiliki 2 mode, mode gas yang menggunakan bahan bakar gas sebagai bahan bakar utama dengan marine diesel oil/marine fuel oil (MDO/MFO) sebagai bahan bakar injeksi yang tidak sampai 1%. Mode yang kedua adalah mode minyak dimana keseluruhan mesin menggunakan bahan bakar minyak (MDO/MFO). Bahan bakar minyak pada mesin ini lebih diutamakan sebagai alternatif apabila gas tidak dapat ditemukan saat kapal berlayar. Mesin dual fuel ini banyak ditemukan menggunakan sistem propulsi listrik, dimana sistem propulsi listrik mempunyai kelebihan tersendiri yang dapat mengurangi besarnya engine room. Bahan bakar gas dapat berupa LNG atau CNG. Apabila ingin mendapatkan muatan sebesar LNG, butuh ukuran tangki yang besar untuk membawa muatan CNG agar sama besarnya dengan LNG. Saat ini sudah tidak jarang melihat tabung LNG tersebut berada pada rangka kontainer. Kontainer LNG digunakan untuk mengangkut LNG di seluruh dunia dengan kapal, kereta api atau jalan dan dianggap nilai terbaik yang tersedia di pasar. Ada beberapa tipe kontainer LNG sebagai bahan bakar, seperti terlihat pada Gambar 3.
B. Metode Perancangan Setelah melakukan tahap-tahapan desain di atas, langkah selanjutnya dalam proses desaain kapal menentukan metode perancangan kapal. Metode dalam perancangan kapal LCT ini adalah parent design approach yang merupakan salah satu metode dalam mendesain kapal dengan cara perbandingan atau komparasi, yaitu dengan cara menganbil sebuah kapal yang dijadikan sebagai acuan kapal pembanding yang memiliki karakteristik yang sama dengan kapal yang akan dirancang. C. Tabung CNG Salah satu jenis penyimpanan gas adalah mengubahnya ke dalam bentuk CNG. CNG adalah gas alam yang dimampatkan yang kemudian disimpan di dalam wadah yang khusus dengan tekanan antara 200-250 bar (29003600 psi). Tabung penyimpanan CNG terbuat dari baja atau alumunium yang mampu menahan tekanan hingga lebih
Gambar 3. Peti kemas LNG untuk BBG (Sumber: lngplants.com)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) III. URAIAN PENELITIAN A. Langkah Pengerjaan
Gambar 4. Flowchart
Berdasarkan flowchart di atas, dalam menetukan LCT berbahan bakar gas (BBG) terlebih dahulu mempelajari kapal BBG dengan jenis mesin gas. Setelah itu mencari daerah mana saja sumber gas bumi di daerah Kalimantan Timur. Dalam hal menentukan atau mencari kapal yang sesuai, didapat LCT Adinda Bella sebagai parameter dalam membuat LCT pengangkut CNG berbahan bakar gas. B. Bahan Bakar Gas Dalam penelitian ini akan dilakukan pencarian literatur tentang mesin berbahan bakar gas yang telah ada dan kapal berbahan bakar gas kemudian dijadikan teoriteori dasar serta acuan dalam penulisan ini. Mesin berbahan bakar gas yang masih terbatas pada kapal digunakan sebagai dasar acuan untuk menentukan dimensi LCT yang akan digunakan pada penelitian ini. Kapal berbahan bakar gas yang sudah mulai banyak beroperasi biasanya pengangkut LNG dengan bahan bakar gas yang digunakan sama dengan muatan. Pencarian literatur ini digunakan untuk mendapatkan cara penempatan tangki bahan bakar gas pada kapal. Dalam penelitian ini kapal yang digunakan adalah LCT dengan muatan CNG. C. Penentuan Muatan Muatan LCT ini berbentuk tabung CNG yang dimasukkan dalam peti kemas 20 ft. Penentuan muatan CNG dapat mempengaruhi dimensi ukuran utama LCT. Perubahan dimensi LCT ini juga diberikan batasan rasio. Dimensi LCT Adinda Bella masih kurang sesuai dalam batasan normal rasio sehingga diberikan perubahan dimensi terhadap panjang (L) dan sarat (T) dengan lebar (B) tetap yang dapat mempengaruhi muatan peti kemas.
3
D. Desain LCT Dalam proses desain LCT mengunakan metode parent design approach yaitu mengambil contoh desain LCT yang sudah ada, akan dijadikan sebagai patokan awal dalam mendesain. Dari desain yang sudah ada ini divariasikan panjang dan sarat LCT untuk dibandingkan dengan mesin berbahan bakar gas dan produksi gas di daerah Kalimantan Timur. E. Perancangan Kapal Perancangan kapal pada umumnya memiliki beberapa tahapan dengan menggunakan metode pendekatan. Dilakukan perhitungan sesuai dengan tahapan merancang kapal seperti : 1) Perhitungan Hambatan Dalam menentukan nilai hambatan kapal LCT, metode yang digunakan adalah metode Holtrop dan Mennen[3]. 2) Perhitungan LWT dan DWT Yang termasuk dalam nilai LWT adalah berat baja lambung kapal, berat permesinan kapal, berat peralatan pada kapal dan berat tabung bahan bakar gas yang dalam hal ini berbentuk kontainer. Sedangkan Berat muatan, volume bahan bakar gas, awak kapal dan bagasi dan consumbale termasuk dalam menentukan nilai DWT [4]. 3) Perhitungan Trim, Hold Capacity, dan Tonnage Perhitungan trim digunakan untuk mengetahui apakah kapal trim haluan atau trim buritan. Hold capacity untuk menentukan tangki ruang muat yang dalam kapal LCT digunakan sebagai void tank. Tonnage ditentukan untuk biaya dan pajak kapal pada pelabuhan. 4) Perhitungan Stabilitas dan Freeboard Stabilitas dan freeboard kapal LCT dihitung dengan menggunakan menggunakan metode pendekatan sesuai dengan ICLL 1966. F. Pemodelan Kapal LCT Data LCT Adinda Bella dimodelkan terlebih dahulu pada “in house naval architecture software” dengan batasan displacement model tidak boleh lebih besar 2% dari yang sebenarnya. Lalu didesain ulang dengan dimensi yang baru dengan batasan displacement tidak boleh lebih besar 1% dari perhitungan metode pendekatan yang telah dibuat.
Gambar 5. Model LCT Adinda Bella pada software Maxsurf Pro
IV. PERANCANGAN LCT A. Penentuan Mesin Gas Mesin berbahan bakar gas yang didapat dalam penelitian
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) ini dapat dilihat seperti pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Main Engine dan genset Main Engine Merek Tipe Daya RPM Diameter Silinder Piston Stroke L B H Berat
WÄRTSILÄ 6L20DF 876 kW 1000 rad/m 200 mm 280 mm 3108 mm 1829 mm 2322 mm 9.5 ton
Rasio dimensi LCT didapat dari Parametric Design, Chapter 11, didapat batasan rasio seperti terlihat pada Tabel 2 dibawah ini.
Genset Merek Tipe Daya L B H Berat
WARTSILA 6L20DF 841 kW 5323 mm 2070 mm 2688 mm 17 ton
Sesuai dengan mesin katalog yang didapat dengan minimum daya mesin sebesar 876 kW, lalu menentukan LCT yang mendekati daya mesin gas tersebut.
4
L/B (Normal) = B/T (Normal) =
4 2.2
Tabel 2. Rasio dimensi kapal - 6 makin besar = - 3.2 makin besar =
Tahanan Kecil Stabilitas Baik
Penambahan panjang dikarenakan kapal LCT dengan ukuran utama yang awal memiliki tahanan yang besar. Sedangkan perubahan sarat dipengaruhi dengan stabilitas dimensi LCT Adinda Bella yang masih kurang baik. Sehingga didapat dimensi LCT yang baru seperti Tabel 3. LOA LPP B H T
Tabel 3 Dimensi LCT 90.63 87.21 17.40 5.15 3.35
meter meter meter meter meter
D. Penentuan Muatan Tipe tabung CNG yang diambil adalah tipe 1. Dikarenakan lebih maksimum dalam memuat gas dan lebih berat dengan semua bahannya berbentuk baja yang dapat mempengaruhi displacement (
Gambar 6. Mesin gas
B. Penentuan Rute Pelayaran Rute pelayaran yang diambil dalam penelitian ini adalah dari Balikpapan – Pulau Tarakan. Dalam menentukan seberapa jauh jarak pelayaran yang dapat ditempuh ini dengan menggunakan software Google Earth. Dan didapat jarak pelayaran Balikpapan – Pulau Tarakan sebesar 407 nautical miles (nm) . Pelayaran pada penelitian ini adalah round trip yang dimulai dari Balikpapan
Gambar 7 Rute pelayaran
C. Penentuan Ukuran Utama Seperti yang dijelaskan pada bab III.D, bahwa dalam menentukan ukuran utama LCT dengan menggunakan contoh desain kapal yang sudah ada, yang kemudian didesain ulang guna mencari ukuran utama yang memenuhi rasio ukuran utama sebagai batasan. 1) Basis Ukuran Utama Dari data yang LCT Adinda Bella (Loa = 79 m; B = 17.4 m; H = 5 m; T = 3.2 m) digunakan sebagai patokan acuan dari tahap penentuan ukuran utama kapal. 2) Rasio Dimensi Kapal
Tabel 4. Tipe tabung CNG tipe tabung yang dipilh : 1. tekanan 248 2. diameter 355.092 3. panjang 1775.968 4. kapasitas CNG 45.5549 5. total berat tabung gas 182.0 0.2 Kontainer 20 feet
bar (3600 psi) mm mm m³ kg ton
Peti kemas yang digunakan untuk mengangkut CNG ini adalah peti kemas 20 ft. E. LWT, DWT dan Titik Berat Hasil dari perhitungan LWT dan DWT dengan menggunakan metode pendekatan didapat nilai 1214,67 ton dan 2600,73 ton dengan titik berat kapal secara melintang sebesar 6,06 m. Nilai dari jumlah LWT dan DWT kurang lebih sebesar Displacement dan dalam tugas akhir ini mempunyai batasan 3%. Sehingga didapat perbandingan LWT + DWT = yang hampir mendekati. Jika tidak mendekati maka perlu ada pengecekan pada ukuran utama kapal tetapi jika nilai telah memenuhi maka menghitung ke langkah selanjutnya. F. Trim, Kapasitas Ruang Muat dan Tomase Pada perhitungan penelitian ini didapat kapal LCT ini terjadi trim yang nilai dari selisih LCG dengan LCB telah memenuhi batasan 0,1%Lpp . Posisi kapal ini mendekati even keel dimana telah masuk dalam batasan (Trim>0 “Trim Buritan”; Trim<0 “Trim Haluan”; Trim=0 “Even Keel”). Pada perhitungan Tonase, didapat nilai Gross Tonnage (GT) sebesar 2018,6 dan nilai dari Net Tonnage sebesar 1512,4 (NT). G. Stabilitas dan Freeboard Hasil dari stabilitas kapal berdasarkan kriteria adalah sebagai berikut. 1) e0.30o 0.055 m.rad
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) Luas gambar di bawah kurva dengan lengan penegak GZ pada sudut 30o 0.055 meter rad. Dari perhitungan didapatkan nilai 0.3345 sehingga memenuhi persyaratan. 2) e0.40o 0.09 m.rad Luas gambar di bawah kurva dengan lengan penegak Z pada sudut 40o 0.09 meter rad. Dari perhitungan didapatkan nilai 1.3462 sehingga memenuhi persyaratan. 3) e30,40o 0.03 m.rad Luas gambar di bawah kurva dengan lengan penegak GZ pada sudut 30o ~ 40o 0.03 meter. Dari perhitungan didapatkan nilai 1.0117 sehingga memenuhi persyaratan. 4) h30o 0.2 m Lengan penegak GZ paling sedikit 0.2 meter pada sudut oleng 30o atau lebih. Dari perhitungan didapatkan nilai 2.256 sehingga memenuhi persyaratan. 5) hmax pada max 25o Lengan penegak maksimum harus terletak pada sudut oleng lebih dari 25o. Dari perhitungan didapatkan nilai 40.90 o sehingga memenuhi persyaratan. 6) GM0 0.15 m Tinggi Metasenter awal GM0 tidak boleh kurang dari 0.15 meter. Dari perhitungan didapatkan nilai 3.59 m sehingga memenuhi persyaratan. Dalam menetukan nilai freeboard, nilai dari selisih tinggi kapal (H) dengan sarat kapal (T) harus lebih besar dari syarat yang ditentukan. Dalam hal ini, Fb’ sebagai batasan untuk menentukan nilai freeboard dan Fba sebagai nilai dari selisih H-T. H. Rencana Garis Seperti yang telah dijelaskan pada bab III.F, dengan data LCT Adinda Bella yang memiliki Displacement (sebesar 3226,61 ton, maka pemodelan LCT dengan dimensi yang baru ini harus memiliki batasan displacement maksimal 2%. Displacement LCT Adinda Bella yang telah dimodelkan adalah 3288,67 ton dan setelah dihitung hasil tersebut sesuai dengan batasan maksimal 2%. Hasil dari perhitungan metode pendekatan didapat bahwa displacement LCT dengan ukuran yang baru sebesar 4108,93 ton. LCT Adinda Bella yang telah di redesign dengan dimensi yang baru didapat displacement sebesar 4019 ton yang sudah memenuhi batasan 1% dengan metode pendekatan. Model LCT ukuran utama baru.
5
Gambar 8. Rencana garis LCT
I. Rencana Umum Pembuatan rencana umum kapal LCT dalam penelitian ini berdasarkan dari rencana garis yang telah didapat dari hasil pemodelan. Dalam pembuatan rencanan umum ini juga berdasarkan pada referensi LCT Adinda Bella. Hanya saja ada beberapa perubahan volume tangki, seperti volume bahan bakar gas, consumable, ceruk haluan, ceruk buritan dan penambahan cofferdam. Penelitian ini menggunakan tangki bahan bakar LNG dikemas dalam bentuk tangki yang diletakkan pada peti kemas 20 ft yang berada pada geladak utama dan tangki bahan bakar minyak (MDO/MFO). Awak kapal LCT ini juga bertambah menjadi 21 orang. Penyusunan ruang akomodasi juga berbeda dengan kapal LCT Adinda Bella dikarenakan perubahan jumlah crew.
Gambar 9. Rencana umum LCT
J. Sistem Propulsi LCT Pada medium speed dual fuel engine, pengoperasiannya sederhana dan sepenuhnya otomatis dikarenakan tidak ada pompa pada sistem. Sistem kerja pada propulsi ini adalah, PBU Vaporiser mengatur tekanan dalam tangki yang mendorong LNG menuju Fuel Vaporiser. LNG diuapkan ke dalam bentuk natural gas lalu menuju ke Fuel Heater. Pemanas mengambil natural gas ke tingkat suhu yangdiperlukan sebelum memasuki mesin utama. Dengan menggunakan generator sebagai pengubah energi kinetik menjadi listrik, energi listrik tersebut dialirkan menuju motor penggerak listrik yang mengubah kembali menjadi energi kinetik. Penggunana reduction gear pada sistem propulsi ini adalah untuk mendapatkan nilai operasional daun kemudi yang optimum. Sistem propulsi listrik tidak hanya menyuplai daya listrik untuk propulsi tetapi juga sebagai sumber daya listrik untuk semua kebutuhan electric power plant baik untuk penggerak utama, akomodasi, maupun permesinan bantu di kapal. Keunggulan sistem propulsi listrik dibandingkan dengan sistem propulsi diesel mekanis adalah ruang mesin yang kecil, lebih minim getaran, lebih ringan, maka sarat air menjadi rendah dan dapat menjangkau perairan lebih dangkal sesuai dengan jenis LCT yang saratnya rendah.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
6
Tabel 7. Perbandingan biaya bahan bakar dalam 1 tahun LNG
MFO
Rp 7,487,980,384
Rp 18,937,739,622
MDO Rp 24,950,352,300
Setelah dihitung biaya pelayaran bahan bakar pada masing-masing jenis, terlihat bahwa biaya pelayaran bahan bakar dengan menggunakan gas dalam 1 tahun lebih murah dari MDO/MFO. V. KESIMPULAN DAN SARAN
Gambar 10 Sistem propulsi LCT
K. Analisa Biaya Bahan bakar Terlebih dahlu menentukan berapa konsumsi bahan bakar (litre/hour) antara gas, MDO dan MFO. Dalam penelitian ini didapat rumus untuk menentukan konsumsi bahan bakar sebagai berikut. Konsumsi Bahan Bakar = (1) Dikarenakan saat penggunaan mode gas yang memerlukan MDO tidak mencapai 1%, maka pada mode gas konsumsi bahan bakar ini diasumsikan menggunakan gas secara keseluruhan. Komponen Specific Fuel Oil Consumption (SFOC) yang masing-masing seperti terlihat pada Tabel 5.
Type BHP Fuel SFOC Density Consumable Konsumsi
Tabel 5. Perbandingan konsumsi bahan bakar LCT (GAS) LCT (MFO) LCT (MDO) NG DESEL DESEL 876 876 876 LNG MFO MDO 67 196.5 185 0.455 0.985 0.871 0.258 0.350 0.372 258 350 372
kW g/kWhr ton/m3 m3/hr Ltr/hr
Konsumsi bahan bakar gas yang menggunakan LNG lebih sedikit dari pada MDO/MFO. Setelah didapat konsumsinya, selanjutnya menentukan perbandingan harga bahan bakar gas (LNG) dengan minyak (MDO/MFO). dengan nilai tukar 1 U$ Dollar tehadap Rupiah sebesar Rp 9,803.922 didapat rata-rata harga setiap bahan bakar yang didapat dari bulan Nopember 2012 – Maret 2013 seperti terlihat seperti pada tabel 6. Bulan Rata-rata Harga
Tabel 6. Harga setiap bahan bakar LNG MFO MDO 3570352 6665174 8247699 3570 6665 8248
Dari hasil pembahasan dalam merancang LCT, dapat disimpulkan bahwa : 1. Jenis kapal LCT Adinda Bella dipilih sebagai solusi yang paling sesuai untuk permasalahan dalam merancang kapal LCT berbahan bakar gas. Berdasarkan rasio dimensi kapal LCT yang didapat, dimensi awal kapal LCT Adinda Bella kurang sesuai sehingga dilakukan perubahan dimensi kapal pada panjang, tinggi dan sarat. 2. Muatan dengan tabung CNG tipe 1 yang dimasukkan dalam peti kemas 20 ft didapat sebesar 116 buah dengan berat payload 2556 ton. 3. Mesin bahan bakar gas menggunakan Wartsila dengan tipe mesin 6L20DF. 4. Tangki bahan bakar gas menggunakan LNG yang dimasukan dalam peti kemas 20 ft diletakkan di atas geladak utama dengan jumlah 2 buah bersama muatan. 5. Hasil dari analisa perbandingan biaya bahan bakar antara gas (LNG) dengan minyak (MDO/MFO) dalam 1 tahun didapat sebagai berikut : gas (LNG) = Rp 7,467,110,807 minyak (MFO) = Rp 18,884,958,687 minyak (MDO) = Rp 24,880,813,752 dengan bahan bakar gas sebagai dasar pembanding, hasil dari MFO didapat sebesar 153% lebih mahal dari LNG. Sedangkan MDO 233% lebih mahal dibandingkan dengan LNG. Saran yang dapat diberikan lebih lanjut mengenai penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dianjurkan agar penelitian lebih lanjut dalam menganalisa biaya ekonomi dalam pembangunan LCT. 2. Dianjurkan agar penelitian lebih lanjut dalam melakukan variasi optimasi kapal LCT berbahan bakar gas. DAFTAR PUSTAKA
Rp/m3 Rp/Liter
Dengan menggunakan hasil tersebut, maka rata-rata dari harga setiap bahan bakar (Rp/m3) diubah menjadi rupiah per liter. Setelah didapat harga masing-masing bahan bakar, dimana gas menjadi bahan bakar termurah dari MDO dan MFO, lalu menentukan biaya konsumsi selama pelayaran LCT ini hingga menghitung biaya pelayaran LCT selama 1 tahun. Adapun hasil dari perhitungan biaya pelayaran bahan bakar sebagai berikut
[1] Watson, GM, 1998. Practical Ship Design. Elsevier Science
Ltd: Oxford [2] Trudgeon, Mark. 2005. “An Overview Of NGV Cylinder
Safety Standards, Production, And In Service Requirements”. [3] Lewis, Edward V. 1980. Principles of Naval Architecture: Volume II, 2nd Revision. The Society of Naval Architects and Marine Engineers: New Jersey [4] Parsons, Michael G. 2001. Parametric Design, Chapter 11. University of Michigan, Departement of Naval Architecture and Marine Engineering.