UNIVERSITAS INDONESIA
PENERAPAN PSAK No. 13 (REVISI 2007) PADA PROPERTI INVESTASI PT TG
LAPORAN AKHIR MAGANG
Sriadi Prihandoyo 1006815032
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM EKSTENSI AKUNTANSI JAKARTA JULI 2012
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PENERAPAN PSAK No. 13 (REVISI 2007) PADA PROPERTI INVESTASI PT TG
LAPORAN AKHIR MAGANG Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Sriadi Prihandoyo 1006815032
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM EKSTENSI AKUNTANSI JAKARTA JULI 2012
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Magang ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Sriadi Prihandoyo
NPM
: 1006815032
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 6 Juli 2012
ii
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Magang ini diajukan oleh: Nama NPM Program Studi Kekhususan Judul Laporan Magang --Indonesia
: : : :
Sriadi Prihandoyo 1006815032 Ekstensi Akuntansi ------------
--Inggris
: Application of SFAS No. 13 (Revised 2007) on PT TG’s Investment Property
: Penerapan PSAK No. 13 (Revisi 2007) pada Properti Investasi PT TG
Telah berhasil diselesaikan dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi S1 Ekstensi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Ketua
: Drs. Enan Hasan Sjadili Ak., MBA
Pembimbing
: Selvy Monalisa S.E., Ak., MBA
Anggota Penguji : Edward Tanujaya S.E., M.Sc. Ditetapkan di : Depok Tanggal : 6 Juli 2012 KPS Ekstensi Akuntansi
SRI NURHAYATI MM, SAS NIP : 196003171986022001
iii
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan Rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan magang ini. Penyusunan laporan magang ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik di masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan magang ini sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan magang ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Ibu Selvy Monalisa, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran dalam mengarahkan penulis dalam penyusunan laporan magang ini.
2.
Orangtua dan keluarga penulis yang telah memberikan bantuan dukungan baik moril maupun materil.
3.
Pihak KAP A yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang diperlukan penulis.
4.
Amy Ramadhani, terima kasih untuk waktu, harapan, dan dukungannya.
5.
Teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan laporan magang ini.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Dan semoga laporan magang ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Jakarta, 6 Juli 2012
Sriadi Prihandoyo
iv
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis Karya
: : : : : :
Sriadi Prihandoyo 1006815032 Ekstensi Akuntansi Ekonomi Laporan Magang
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: PENERAPAN PSAK NO. 13 (REVISI 2007) PADA PROPERTI INVESTASI PT TG beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti NonEkslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Jakarta Pada tanggal: 6 Juli 2012 Yang menyatakan
(Sriadi Prihandoyo)
v
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Sriadi Prihandoyo : Akuntansi : Penerapan PSAK No. 13 (Revisi 2007) pada Properti Investasi PT TG
Laporan magang ini membahas metode pengakuan properti investasi khususnya aset menara telekomunikasi. Perusahaan yang diteliti adalah salah satu perusahaan sewa menara telekomunikasi independen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pada kenyataannya terdapat kontroversi yang menyebabkan perbedaan pengakuan PSAK pada perusahaan sewa menara. Hasil laporan magang mengungkapkan bahwa PT TG telah sesuai dalam mencatat aset menara menggunakan PSAK No. 13 (revisi 2007) tentang properti investasi. Kata kunci: Properti investasi, menara telekomunikasi, PSAK No. 13 (Revisi 2007)
vi
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Sriadi Prihandoyo : Accounting : Application of PSAK No. 13 (Revised 2007) on PT TG’s Investment Property
The focus of this Internship Report discusses a method of recognition an investment property in particular telecommunications tower. The company that has been studied is one of the independent telecommunication tower leasing company listed on the Indonesia Stock Exchange. In fact there is a controversy that led to the recognition of PSAK differences on tower leasing company. The internship report revealed that PT TG has been appropriate in recording tower assets using PSAK No. 13 (Revised 2007) on investment properties. Key words: Investment property, telecommunication tower, PSAK No. 13 (Revised 2007)
vii
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................. v ABSTRAK ......................................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi 1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Program Magang ............................................................. 1 1.2 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 1 1.3 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Magang .................................................. 2 1.4 Latar Belakang Penulisan dan Rumusan Masalah ..................................... 2 1.5 Sistematika Penulisan Laporan Magang .................................................... 3 2. PROFIL PERUSAHAAN ............................................................................. 4 2.1 Profil KAP ............................................................................................... 4 2.2 Profil Perusahaan Klien ............................................................................ 5 2.2.1 Profil Perusahaan PT TG ................................................................ 5 2.2.2 Profil Perusahaan Entitas Anak PT TG ........................................... 6 2.3 Kegiatan Magang ..................................................................................... 6 2.3.1 Prosedur Audit KAP A terhadap Akun Properti Investasi PT TG dan Entitas Anak ................................................................. 7 3. LANDASAN TEORI ..................................................................................... 9 3.1 Audit Pada Properti Investasi.................................................................... 9 3.1.1 Pengertian Audit ............................................................................. 9 3.1.2 Tujuan Audit .................................................................................. 9 3.1.3 Perencanaa dan Pelaksanaan Audit ............................................... 10 3.2 Pengertian Aset ...................................................................................... 11 3.3 Definisi Aset Menurut PSAK No. 16 (Revisi 2007) ................................ 12 3.3.1 Pengakuan Aset Tetap .................................................................. 12 3.3.2 Pengukuran Awal ......................................................................... 12 3.3.3 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal ........................................... 13 3.3.4 Penghentian Pengakuan Aset Tetap .............................................. 13 3.3.5 Pengungkapan Aset Tetap ............................................................ 14 3.4 Definisi Aset Menurut PSAK No. 13 (Revisi 2007) ................................ 14 3.4.1 Pengukuran Saat Pengakuan Awal ................................................ 16 3.4.2 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal ........................................... 16 3.4.3 Transfer ........................................................................................ 18 3.4.3.1 Transfer dengan Model Biaya ........................................ 18 3.4.3.2 Transfer dengan Model Nilai Wajar ............................... 19 viii Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
3.4.4 Pelepasan Properti Investasi ......................................................... 19 3.4.5 Pengungkapan Properti Investasi .................................................. 20 3.4.6 Penggunaan Pekerjaan Spesialis dalam Penilaian Properti Investasi ....................................................................................... 22 4. PEMBAHASAN DAN ANALISIS .............................................................. 24 4.1 Prosedur Audit Properti Investasi PT TG dan Entitas Anak..................... 24 4.2 Kebijakan Akuntansi PT TG dan Entitas Anak ....................................... 25 4.2.1 Tanah ........................................................................................... 29 4.2.2 Menara (Tower) ............................................................................ 30 4.2.3 Penguat Sinyal (Repeater) ............................................................ 32 4.3 Kesesuaian Pencatatan Menara Telekomunikasi sebagai Properti Investasi ................................................................................................. 33 4.4 Perhitungan Penilai Independen terhadap Properti Investasi.................... 35 4.4.1 Kenaikan Nilai Properti Investasi PT TG ...................................... 38 4.4.2 Jurnal Peningkatan Nilai Wajar Properti Investasi PT TG dan Entitas Anak ................................................................................. 39 4.5 Pengungkapan Properti Investasi PT TG Dalam Laporan Keuangan Konsolidasian ......................................................................................... 40 5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 43 5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 43 5.2 Saran ...................................................................................................... 43 5.2.1 Untuk KAP A ............................................................................... 43 5.2.2 Untuk Bapepam-LK dan Dewan Standar Akuntansi Keuangan ..... 44 5.2.3 Untuk Calon Peserta Magang di KAP ........................................... 44 DAFTAR REFERENSI ................................................................................... 46
ix
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Analytical Review Properti Investasi PT TG dan Entitas Anak ......... 25 Tabel 4.2. Perbedaan Klasifikasi Menara Telekomunikasi pada PT TG dan Kompetitor ...................................................................................... 26 Tabel 4.3. Perbandingan Model Nilai Wajar Dengan Model Revaluasi ............. 26 Tabel 4.4. Perbedaan Pencatatan Menara Telekomunikasi PT TG Menurut PSAK No. 13 (Revisi 2007) dan PSAK No. 16 (Revisi 2007) ................................................................................... 27 Tabel 4.5. Ilustrasi Nilai Properti Investasi PT TG dan Entitas Anak ................ 29 Tabel 4.6. Kesesuaian Menara Telekomunikasi Sebagai Properti Investasi ....... 34 Tabel 4.7. Ilustrasi Laporan KJPP M terhadap Nilai Wajar Properti Investasi PT TG dan Entitas Anak 31 Desember 2011 (dalam ribuan Rupiah) ................................................................................. 38 Tabel 4.8. Ilustrasi Selisih Perhitungan Nilai Wajar Properti Investasi KJPP M dengan PT TG 31 Desember 2011 (dalam ribuan rupiah) ... 39 Tabel 4.9. Ilustrasi Penyajian Kerugian Pembongkaran Properti Investasi PT TG 31 Desember 2011(dalam ribuan rupiah) .............................. 42
x
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Proses Pengklasifikasian Menara sebagai Properti Investasi ....... 35
xi
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Program Magang Program magang merupakan kebijakan yang diberikan oleh Program Ekstensi Akuntansi FEUI sebagai tugas akhir. Program magang ini dimaksudkan untuk membuka kesempatan bagi mahasiswa dalam menerapkan teori dan pengetahuan yang diterima selama masa perkuliahan ke dalam lingkungan kerja nyata yang bisa diukur secara akademik dan bermanfaat bagi pihak pengguna. Program magang dirancang secara terstruktur, dimana mahasiswa peserta dalam kondisi terbimbing dan terkendali sebagai suatu “laboratorium latihan”. Penulis beranggapan hal ini merupakan sarana pembelajaran yang tepat untuk memulai beradaptasi dengan lingkungan kerja sekaligus mempraktikkan berbagai macam teori dan pengetahuan yang diperoleh selama duduk di bangku perkuliahan, mengasah
kemampuan
dalam
menyelesaikan
masalah,
pembentukan
keterampilan, kemampuan berkomunikasi dan bekerja dalam tim, serta bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain. Melihat besarnya manfaat dari program magang maka penulis memutuskan untuk memilih program magang sebagai mata kuliah penutup dari seluruh mata kuliah yang telah diambil selama berkuliah di program Ekstensi FEUI. Mahasiswa peserta magang diwajibkan untuk membuat laporan akhir magang yang topiknya ditentukan sendiri oleh penulis dengan syarat topik tersebut berhubungan dengan pengalaman yang selama proses magang berlangsung, disertai dengan landasan teori berdasarkan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan. Dalam penyusunan laporan magang, mahasiswa wajib menaati ketentuan kerahasiaan data dan informasi yang diterapkan oleh perusahaan tempat magang.
1.2 Tujuan Penulisan Setelah menjalankan program magang selama tiga bulan lamanya, penulis membuat karya akhir berupa Laporan Magang yang juga merupakan salah satu persyaratan kelulusan. Tujuan dari penulisan Laporan Magang ini adalah: 1
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
2
Sebagai syarat wajib dalam program magang; Memberikan informasi mengenai penerapan properti investasi dalam salah satu perusahaan penyedia jasa telekomunikasi di Indonesia; dan Memberikan gambaran mengenai lingkungan dunia kerja nyata kepada mahasiswa.
1.3 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Magang Penulis berkesempatan menjalani pogram magang sebagai asisten auditor yang membantu pelaksanaan posedur-prosedur audit dibawah pengawasan dari senior auditor di Kantor Akuntan Publik Tanubrata Sutanto Fahmi dan Rekan yang berlokasi di Prudential Tower, 17th Floor, Jl. Jend. Sudirman Kav. 79, Jakarta 12910. Jangka waktu pelaksanaan magang yang dilakukan oleh penulis adalah selama kurang lebih tiga bulan, dimulai pada tanggal 6 Februari 2012 dan berakhir pada tanggal 30 April 2012. Dalam penugasannya, penulis tergabung dalam tim audit yang diketuai oleh Bpk. Indra Sri Widodo sebagai partner audit, dan berada di bawah pengawasan Bpk. Johannes Mau sebagai manager in charge dan Ibu Amelia Rahmawati sebagai auditor in charge.
1.4 Latar Belakang Penulisan dan Rumusan Masalah Dalam laporan ini, penulis membatasi masalah yang diambil yaitu penerapan PSAK No. 13 (Revisi 2007) tentang perlakuan properti investasi pada PT TG. Pada awalnya menara telekomunikasi dikelola dan dimiliki oleh operator telekomunikasi. Namun karena biaya untuk perawatan dan perizinan yang semakin memberatkan operator telekomunikasi, maka menara telekomunikasi tersebut dijual kepada perusahaan sewa menara independen secara berkala. Dengan semakin berkembangnya teknologi telekomunikasi maka lahirlah perusahaan yang khusus bergerak dalam kegiatan sewa menara. Tidak dapat dipungkiri ketatnya kompetisi antar perusahaan menyebabkan adanya perbedaan pendapat dalam pengklasifikasian menara telekomunikasi dalam Laporan Keuangan perusahaan sewa menara. Dualisme penerapan PSAK terjadi pada perusahaan sewa menara yang terdaftar di lantai Bursa Efek Indonesia. Dualisme ini menyebabkan membandingkan perusahaan sewa menara Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
3
secara wajar. Selain itu dualisme penerapan PSAK menyebabkan calon investor bingung dalam pengambilan keputusannya.
1.5 Sistematika Penulisan Laporan Magang BAB 1: Pendahuluan Bab Pendahuluan berisi tentang latar belakang program magang, tujuan diselenggarakannya program magang, tempat dan waktu pelaksanaan magang, ruang lingkup pelaksanaan magang yang menjelaskan deskripsi kegiatan selama masa magang, ruang lingkup laporan magang dan pembatasan masalah, dan sistematika penulisan laporan magang.
BAB 2: Profil Perusahaan Bab ini memaparkan mengenai gambaran umum KAP tempat program magang dilaksanakan dan PT TG dan entitas anak sebagai tempat penulis mengadakan audit yang merupakan klien dari KAP A.
BAB 3: Landasan Teori Bab ini membahas mengenai kerangka teori yang menjadi landasan penulis dalam mengembangkan analisa. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori audit dan landasan teori properti investasi.
BAB 4: Pembahasan dan Analisis Pada bab ini akan dijelaskan tentang ruang lingkup pembatasan masalah yang telah dibahas pada Bab I. Pada bab ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai audit atas properti investasi pada PT TG dan entitas anak, serta kesesuaian menara telekomunikasi sebagai properti investasi.
BAB 5: Kesimpulan dan Saran Bab terakhir dari laporan ini berisi tentang kesimpulan dari seluruh isi laporan magang dan memuat saran yang ditujukan kepada perusahaan klien dan mahasiswa yang akan mengikuti program magang.
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
4
BAB 2 PROFIL PERUSAHAAN
2.1 Profil KAP KAP Tanubrata Sutanto Fahmi dan Rekan (selanjutnya disebut dengan “KAP A”) didirikan oleh Richard B. Tanubrata pada 6 Desember 1979. Pada tahun 1992, KAP A resmi bergabung dengan BDO International. BDO International sendiri merupakan salah satu jaringan kantor akuntan publik di dunia, melayani klienklien lokal maupun internasional. Berpusat di Inggris, BDO memiliki lebih dari 1.000 KAP anggota di 135 negara di dunia. Semua KAP anggota BDO International adalah badan hukum yang independen dan tunduk pada peraturan dan hukum negara masing-masing. Saat ini BDO Indonesia terdiri atas 14 orang rekan dan lebih dari 250 staf. Fokus KAP A adalah membantu klien untuk menjalani dan meningkatkan bisnis ke arah yang lebih bagik dengan didukung oleh staf yang profesional. KAP A berpegang teguh pada “3K”, yaitu Komunitas, Komunikasi, dan Komitmen dalam menjalani tugasnya. Selama tiga puluh tahun berdiri, KAP A beberapa kali berpindah lokasi. KAP A juga membangun dua cabang lainnya yang bertempat di Jakarta dan Bandung. Karena sulitnya koordinasi terhadap cabang-cabang, pada tahun 2009 KAP A seluruhnya dipindahkan ke Prudential Tower Lt. 17, Sudirman, Jakarta Selatan. Ruang lingkup kegiatan KAP A meliputi: a. Assurance Jasa assurance yang dilakukan KAP A antara lain: Audit atas laporan keuangan; Audit tujuan khusus; Laporan pengendalian internal atas pelaporan keuangan; Jasa assurance lainnya.
4
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
5
b. Non-assurance Jasa non-assurance yang dilakukan KAP A antara lain: Konsultasi perpajakan; Konsultasi keuangan perusahaan terkait Penawaran saham perdana (initial public offering atau IPO); Konsultasi khusus terkait restrukturisasi dan peninjauan rencana perusahaan; Workshop dan pelatihan.
2.2 Profil Perusahaan Klien Selama pelaksanaan magang di KAP A, penulis mengaudit 2 klien yaitu PT TG dan PT MS. PT MS merupakan salah satu entitas anak PT TG. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai profil perusahaan PT TG dan entitas anaknya.
2.2.1. Profil Perusahaan PT TG PT TG (dahulu bernama PT BM) berdiri pada tanggal 8 November 2004 berdasarkan akta notaris No. 14 yang dibuat DH, SH yang disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. C-XXXXX.HT.XX.XX.TH.2004. PT TG adalah salah satu Perusahaan Penyedia Layanan Sewa Menara Telekomunikasi Independen keempat terbesar di Indonesia. PT TG sama sekali tidak memiliki hubungan afiliasi dengan operator telekomunikasi. Bisnis utama dari PT TG dan entitas anak adalah penyewaan ruang pada sites untuk tempat pemasangan antena dan peralatan lain untuk transmisi sinyal nirkabel yang tertera di dalam skema perjanjian kontrak jangka panjang dengan perusahaan operator telekomunikasi nirkabel (wireless). PT TG bukan hanya menyediakan menara dan penyewaan sites, namun juga jasa terkait pekerjaan konstruksi
menara,
perencanaan
dan
akuisisi
sites,
pemeliharaan
dan
pengoperasian sites serta IBS dan manajemen energi listrik pada sites. Jasa-jasa tersebut sebelumnya dilakukan oleh operator telekomunikasi secara internal, namun secara bertahap di-outsource kepada perusahaan menara independen. PT TG menyediakan akses untuk operator telekomunikasi ke jaringan repeater dan In Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
6
Building
System
(“IBS”)
untuk
dapat
memancarkan
jaringan
sistem
telekomunikasi di pusat perbelanjaan dan gedung perkantoran di daerah-daerah perkotaan. Saat ini infrastruktur PT TG telah menjangkau pulau Jawa, Bali, Sumatera, Batam, Kalimantan, dan Sulawesi. Perseroan memiliki total 7.002 penyewaan, 4.868 sites telekomunikasi dengan 9 operator telekomunikasi yang berbeda-beda dan 1 provider WIMAX. Perseroan menyewakan space pada sites menara dan shelter only melalui perjanjian sewa jangka panjang umumnya sampai dengan jangka waktu 10 tahun dan menyewakan akses terhadap Repeater dan IBS milik Perseroan melalui perjanjian sewa jangka panjang umumnya dengan jangka waktu 5 sampai 8 tahun. PT TG juga bekerja sama dengan berbagai Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) untuk menjamin kelangsungan layanan bagi pelanggan dan pemenuhan persyaratan peraturan nasional maupun daerah sehubungan dengan konsep pembangunan “menara bersama”.
2.2.2. Profil Perusahaan Entitas Anak PT TG PT TG memiliki tujuh entitas anak per tanggal 31 Desember 2011 yaitu PT TB, PT UT, PT TO, PT TI, PT TW, PT MS, PT SM. Kepemilikan PT TG sebesar 90% pada PT TB, 99% pada PT UT, PT TO, PT TI, 98% pada PT TW, PT MS, dan 70% pada PT SM. Seluruh entitas anak PT TG memiliki kegiatan bisnis yang sama dengan PT TG, yaitu penyewaan ruang dan menara untuk pemasangan antena dan peralatan lain khusus transmisi sinyal nirkabel.
2.3 Kegiatan Magang Pelaksanaan magang berlangsung selama kurang lebih tiga bulan dari tanggal 6 Februari 2012 sampai dengan 30 April 2012. Penulis ditempatkan pada tim ISW dan bertugas untuk mengaudit PT TG serta salah satu entitas anak yaitu PT MS. Audit PT TG dan entitas anak berlangsung di Jakarta. Periode laporan keuangan yang diaudit oleh penulis adalah untuk tahun 2011 tahun penuh karena tidak ada audit interim pada PT TG.
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
7
2.3.1. Prosedur Audit KAP A terhadap Akun Properti Investasi PT TG dan Entitas Anak Pada awal prosedur audit, auditor melaksanakan proses perencanaan, penyusunan desain pendekatan audit, dan pemahaman atas pengendalian internal klien. Tahap berikutnya yang dilakukan adalah menetapkan materiality, dan performance materiality. Materiality adalah jumlah salah saji maksimum dari keseluruhan audit yang masih dapat diterima, sedangkan performance materiality adalah jumlah salah saji maksimum dari suatu akun yang masih dapat diterima. Penentuan materiality dan performance materiality pada PT TG adalah sebagai berikut:
Materiality
= 1% × Penjualan bersih tahun berjalan = 1% × Rp970.026.412.055 = Rp9.700.264.120
Performance materiality = 50% × Materiality = 50% × Rp9.700.264.120 = Rp4.850.132.060
Prosedur audit yang dilakukan KAP A terkait akun properti investasi adalah: a. Mencocokan nilai properti ivestasi di laporan keuangan klien dengan laporan rincian properti investasi per 31 Desember 2011. Tujuan audit yang ingin dicapai adalah kelengkapan (completeness), penilaian dan alokasi (valuation and allocation), dan penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure).
b. Memeriksa kelengkapan dokumen terkait dengan pemindahbukuan properti investasi. Tujuan audit yang ingin dicapai adalah keberadaan (existence), keakuratan (accuracy), dan pemindahbukuan dan pengikhtisaran (posting and summarization).
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
8
c. Menggunakan perhitungan Penilai Independen yang ditunjuk oleh PT TG dan entitas anak dalam penilaian properti investasi. Tujuan audit yang ingin dicapai adalah kecocokan rincian (detail tie-in) dan penilaian dan alokasi (valuation and allocation).
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
BAB 3 LANDASAN TEORI
3.1
Audit pada Properti Investasi
3.1.1 Pengertian Audit Elder, Beasley, Arens, dan Jusuf (2009) mendefinisikan audit sebagai proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti tentang informasi ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara informasi ekonomi tersebut dengan kriteriakriteria yang telah ditetapkan dan melaporkan hasil pemeriksaan tersebut. Pada hakekatnya audit dilakukan untuk menentukan apakah informasi pada laporan keuangan sudah menggambarkan keadaan organisasi (bisnis maupun nirlaba) yang sesungguhnya atau tidak.
3.1.2 Tujuan Audit 1. Tujuan Audit Terkait Transaksi Tujuan audit terkait transaksi dimaksudkan untuk menyediakan kerangka kerja untuk membantu auditor mengumpulkan bukti-bukti
audit yang memadai
terkait transaksi. Tujuan audit terkait transaksi terdiri dari: a. Keterjadian (occurrence): transaksi yang dicatat benar-benar terjadi. b. Kelengkapan (completeness): semua transaksi yang terjadi sudah dicatat. c. Keakuratan (accuracy): transaksi dicatat dalam jumlah yang benar. d. Pemindahbukuan dan Pengikhtisaran (posting and summarization): transaksi yang dicatat sudah termasuk dalam buku besar dan telah diikhtisarkan dengan benar. e. Klasifikasi (classification): transaksi telah diklasifikasikan ke dalam akunakun yang tepat. f. Pemilihan waktu (timing): transaksi telah dicatat dalam tanggal yang tepat.
2. Tujuan Audit Terkait Saldo Tujuan audit terkait saldo dimaksudkan untuk menyediakan kerangka kerja untuk membantu auditor mengumpulkan bukti-bukti audit yang memadai terkait saldo. Tujuan audit terkait saldo akun terdiri dari: 9
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
10
a. Keberadaan (existence): jumlah yang termasuk dalam saldo benar-benar terjadi. b. Kelengkapan (completeness): jumlah yang terjadi sudah termasuk dalam saldo c. Keakuratan (accuracy): jumlah yang termasuk sudah disajikan dengan akurat. d. Klasifikasi (classification): jumlah yang termasuk dalam saldo sudah diklasifikasikan dengan tepat. e. Pisah batas (cutoff): transaksi mendekati tanggal neraca telah dicatat pada periode yang benar. f. Detail tie-in: perincian saldo sesuai dengan jumlah di buku besar. g. Nilai realisasi (realizable value): aset dicatat pada estimasi jumlah yang dapat terealisasi. h. Hak dan kewajiban (rights and obligations): pengakuan suatu saldo akun sebagai hak atau kewajiban.
3.1.3 Perencanaan dan Pelaksanaan Audit Dalam melakukan audit, auditor melakukan tahapan-tahapan proses audit seperti: 1. Merencanakan dan mendesain pendekatan audit Memahami strategi dan bisnis klien. Memahami pengendalian internal dan menilai risiko pengendalian internal. Melakukan prosedur analitis awal. 2. Melaksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi Melaksanakan pengujian pengendalian (test of control) yaitu prosedur untuk menguji efektivitas pengendalian dan menilai resiko pengendalian. Melaksanakan pengujian substantif atas transaksi (substantive test of transaction) yaitu pengujian atas kesalahan saji secara material untuk menentukan apakah keenam tujuan audit untuk setiap transaksi telah tercapai. 3. Melaksanakan prosedur analitis dan pengujian terinci atas saldo Melaksanakan prosedur analitis adalah penggunaan perbandingan dan hubungan untuk menilai kewajaran atas saldo akun maupun data lain pada laporan keuangan. Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
11
Melaksanakan pengujian terinci atas saldo (test of detail of balance) adalah pengujian atas kesalahan saji secara material untuk menentukan apakah kesembilan tujuan audit terkait saldo untuk setiap saldo telah terpenuhi. 4. Menyelesaikan audit dan menerbitkan laporan Menelaah kewajiban bersyarat dan komitmen yakni menelaah potensi kewajiban di masa yang akan datang kepada pihak ketiga untuk jumlah yang tidak diketahui sebagai akibat dari aktivitas yang telah terjadi. Menelaah peristiwa kemudian (subsequent event), prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi peristiwa kemudian.
3.2
Pengertian Aset
Kieso et al. (2011) mendefinisikan aset sebagai sumber daya yang dikendalikan oleh perusahaan sebagai akibat dari suatu kejadian masa lampau dan sumber daya tersebut diharapkan menghasilkan manfaat ekonomis di masa yang akan datang bagi perusahaan. Perusahaan kemudian membagi aset ke dalam dua klasifikasi yaitu aset lancar (current asset) dan aset tidak lancar (non-current asset). Pengklasifikasian suatu aset sebagai aset lancar menurut PSAK No. 1 (Revisi 2009) jika: a. Entitas mengharapkan akan merealisasikan aset, atau bermaksud untuk menjual atau menggunakannya dalam siklus operasi normal; b. Entitas memiliki aset untuk tujuan diperdagangkan; c. Entitas mengharapkan akan merealisasi aset dalam jangka waktu 12 bulan setelah periode pelaporan; atau d. Kas atau setara kas (seperti yang dinyatakan dalam PSAK No. 2 (Revisi 2009): Laporan Arus Kas), kecuali aset tersebut
dibatasi pertukaran atau
penggunaannya untuk menyelesaikan liabilitas sekurang-kurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan.
Entitas mengklasifikasikan aset yang tidak termasuk kategori tersebut sebagai aset tidak lancar.
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
12
3.3
Definisi Aset Menurut PSAK No. 16 (Revisi 2007)
Penulis mengambil sumber teori dari PSAK No. 16 (Revisi 2007) dimana pada PSAK tersebut hampir mengadopsi seluruh paragraf IAS 16 (2003): Property, Plant, and Equipment. Definisi aset tetap menurut PSAK No. 16 (Revisi 2007)1 paragraf 6 adalah aset berwujud yang: a. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, dan untuk tujuan administratif; dan b. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
3.3.1 Pengakuan Aset Tetap Menurut PSAK No. 16 (Revisi 2007) paragraf 7, biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset jika dan hanya jika: a. Besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan aset tersebut akan mengalir ke entitas; dan b. Biaya perolehan aset tetap dapat diukur secara andal.
3.3.2 Pengukuran Awal Menurut PSAK No.16 (Revisi 2007) paragraf 15, suatu aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset pada awalnya harus diukur sebesar biaya perolehan. Komponen biaya perolehan meliputi: a. Harga perolehan, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan-potongan lain; b. Biaya-biaya yang dapat diatribusikn secara langsung untuk membawa aset ke lokasi dan kondasi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen; c. Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan retorasi lokasi aset. Kewajiban atas biaya tersebut timbul ketika aset tersebut diperoleh atau karena entitas menggunakan aset tersebut selama periode tertentu untuk tujuan selain untuk menghasilkan persediaan.
1
Efektif tanggal 1 Januari 2012 PSAK yang mengatur tentang aset tetap adalah PSAK No. 16 (Revisi 2011) Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
13
3.3.3 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Menurut PSAK No. 16 (Revisi 2007) paragraf 29, suatu entitas harus memilih model biaya (cost model) atau model revaluasi (revaluation model) sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama. a. Model Biaya Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset. Dalam menentukan apakah suatu aset tetap mengalami penurunan nilai, entitas menerapkan PSAK 48 tentang Penurunan Nilai Aset. b. Model Revaluasi Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukut secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca. PSAK No. 16 (Revisi 2007) paragraf 36 menjelaskan bahwa suatu aset tetap direvaluasi, maka seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama harus direvaluasi.
Jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset dialokasikan secara sistematis sepanjang umut manfaatnya. Metode penyusutan yang digunakan antara lain metode garis lurus (straight line method), metode saldo menurun ganda (diminishing balance method), dan metode jumlah unit (sum of the unit method). Pada PSAK No. 16 (Revisi 2007) paragraf 51 beban penyusutan untuk setiap periode diakui di laporan laba rugi.
3.3.4 Penghentian Pengakuan Aset Tetap Menurut PSAK No. 16 (Revisi 2007) paragraf 69, jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat:
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
14
a. Dilepaskan; atau b. Tidak ada manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya
Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap harus dimasukkan dalam laporan laba rugi pada saat aset tersebut dihentikan pengakuannya (kecuali PSAK 30 mengharuskan perlakuan yang berbeda dalam hal transaksi jual dan sewa-balik). Laba tidak boleh diklasifikasikan sebagai pendapatan. Pelepasan aset tetap dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dijual, disewakan berdasarkan sera pembiayaan, atau disumbangkan.
3.3.5 Pengungkapan Aset Tetap PSAK No. 16 (Revisi 2007) paragraf 75 menyatakan bahwa laporan keuangan mengungkapkan untuk setiap kelompok aset tetap, antara lain: a. Dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat bruto; b. Metode penyusutan yang digunakan; c. Umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan; d. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (dijumlahkan dengan akumulasi rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir periode; dan e. Rekonsiliasi mutasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode.
3.4
Definisi Aset Menurut PSAK No. 13 (Revisi 2007)
Penulis mengambil sumber teori dari PSAK No. 13 (Revisi 2007)2 tentang Properti Investasi, dimana PSAK tersebut mengadopsi hampir sebagian besar paragraf IAS 40 (2003): Investment Property. Properti investasi menurut PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 5 dan IAS 40.5 menyebutkan bahwa properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua-duanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau penyewa melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau kedua-duanya, dan tidak untuk:
2
Efektif tanggal 1 Januari 2012 PSAK yang mengatur tentang properti investasi adalah PSAK No. 13 (Revisi 2011) Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
15
a.
Digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif; atau
b.
Dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari. Properti investasi sangat berbeda dengan properti yang digunakan sendiri
(owner-occupied property). Menurut PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 5 properti yang digunakan sendiri adalah properti yang dikuasai (oleh pemilik atau penyewa melalui sewa pembiayaan) untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif. PSAK No. 13 (Revisi 2007) membedakan antara properti investasi dengan properti yang digunakan sendiri. Properti yang dimiliki dan digunakan dalam kegiatan operasional seharihari bukan termasuk properti investasi, melainkan properti yang diatur dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) Aset Tetap. Menurut PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 7, properti investasi yang dikuasai untuk menghasilkan rental atau untuk mendapatkan kenaikan nilai atau kedua-duanya. Dengan demikian, properti investasi tersebut menghasilkan arus kas yang sebagian besar tidak tergantung pada aset lain yang dikuasai oleh entitas. Hal ini membedakan properti investasi dengan properti yang digunakan sendiri. Proses produksi atau pengadaan barang atau jasa (atau penggunaan properti untuk tujuan administratif) dapat menghasilkan arus kas yang diatribusikan tidak hanya ke properti, tetapi juga ke aset lain yang digunakan dalam proses produksi atau persediaan. PSAK No. 16 (Revisi 2007): Aset Tetap berlaku untuk properti yang digunakan sendiri. Menurut PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 11, dalam beberapa kasus entitas menyediakan tambahan jasa kepada para penghuni properti yang dimilikinya. Entitas memperlakukan properti tersebut sebagai properti investasi apabila
jasa
tersebut
tidak
signifikan
terhadap
keseluruhan
perjanjian
(arrangement). Sebagai contoh adalah ketika pemilik bangunan kantor menyediakan jasa keamanan dan pemeliharaan bangunan kepada lessee yang menghuni bangunan. Jika entitas memiliki properti yang disewakan kepada, dan digunakan oleh entitas anak, maka properti tersebut tidak diklasifikasikan sebagai properti investasi pada laporan keuangan konsolidasian, karena properti seperti ini Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
16
termasuk digunakan sendiri apabila dilihat dari sudut pandang grup. Namun jika dilihat dari sudut pandang entitas yang memiliki properti tersebut, properti ini masuk kategori properti investasi sepanjang memenuhi definisi properti investasi di paragraf 5. Dengan demikian lessor memperlakukan kepemilikan seperti itu sebagai properti investasi pada laporan keuangan individualnya.
3.4.1 Pengukuran Saat Pengakuan Awal Properti investasi pada awalnya diukur sebesar biaya perolehan, termasuk didalamnya adalah biaya transaksi. Menurut PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 21 biaya perolehan dari properti investasi yang dibeli meliputi harga pembelian dan setiap pengeluaran yang dapat didistribusikan secara langsung. Misalkan biaya jasa hukum, pajak penjualan, dan biaya transaksi lainnya. Sedangkan biaya perolehan properti investasi yang dibangun sendiri adalah biaya sampai dengan saat pembangunan atau pengembangan selesai. Saat proses pembangunan hingga selesai entitas menggunakan PSAK No. 16 (Revisi 2007). Jika aset yang diperoleh tidak dapat diukur dengan nilai wajar, biaya perolehannya diukur dengan jumlah tercatat aset yang diserahkan.
3.4.2 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Setelah pengakuan awal, menurut PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 30, entitas dapat memilih antara model biaya atau model nilai wajar sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan kebijakan tersebut pada seluruh properti investasinya. Entitas harus memilih salah satu model di atas, dan menerapkannya dalam seluruh properti investasi yang dimilikinya. Untuk kebijakan akuntansi yang berlaku di Indonesia mengharuskan entitas untuk menggunakan model nilai wajar sepanjang dapat diukur dengan andal, baik untuk tujuan pengukuran atau pada pengungkapan di catatan atas laporan keuangan. Entitas lebih lanjut dianjurkan, tetapi tidak diharuskan, untuk menentukan nilai wajar properti investasi berdasarkan atas penilaian penilai independen yang diakui dan memiliki kualifikasi profesional serta berpengalaman di kategori properti investasi.
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
17
1. Model Biaya Bagi entitas yang memilih model biaya sesuai dengan PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 59 bahwa entitas harus mengukur seluruh properti investasinya sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007). Sedangkan jika properti investasi memenuhi kriteria dimiliki untuk dijual (atau termasuk dalam kelompok aset yang akan dilepas yang dikelompokkan sebagai dimiliki untuk dijual) maka entitas: Mengukur aset tersebut sebesar nilai yang lebih rendah antara jumlah tercatat dan nilai wajar setelah dikurangi dengan biaya penjualan dan tidak disusutkan;dan Menyajikan aset tersebut dan hasil operasinya secara terpisah di neraca dan laporan laba rugi.
2. Model Nilai Wajar PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 5, mendefinisikan nilai wajar adalah suatu jumlah yang digunakan untuk mengukur aset yang dapat dipertukarkan melalui suatu transaksi yang wajar (arm’s length transaction) yang melibatkan pihak–pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai. PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 41 menyebutkan bahwa nilai wajar properti investasi harus mencerminkan kondisi pasar pada tanggal neraca. Selanjutnya menurut PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 43 nilai wajar properti investasi mencerminkan, antara lain, penghasilan rental dari sewa yang sedang berjalan dan asumsi-asumsi yang layak dan rasional yang merceminkan keyakinan pihak-pihak yang
berkeinginan bertransaksi dan memiliki
pengetahuan memadai mengenai asumsi tentang penghasilan rental dari sewa di masa depan dengan mengingat kondisi saat ini. Nilai wajar juga mencerminkan arus kas keluar (termasuk pembayaran rental dan arus keluar lainnya) yang dapat diperkirakan sehubungan dengan properti tersebut. Nilai wajar properti investasi menurut PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 54 tidak mencerminkan pengeluaran modal di masa depan yang akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas atau memperbaiki properti dan tidak mencerminkan manfaat masa depan terkait dari pengeluaran masa depan Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
18
tersebut. PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 58 meneyebutkan jika sebelumnya entitas tersebut telah mengukur properti investasi berdasarkan nilai wajar, maka entitas harus melanjutkan pengukuran properti tersebut berdasarkan nilai wajar hingga pelepasan (atau sampai properti menjadi properti yang digunakan sendiri atau sampai entitas mulai mengembangkan properti tersebut dan kemudian menjualnya dalam kegiatan normal usaha) bahkan jika transaksi pasar yang sejenis menjadi jarang terjadi dan harga pasar menjadi tidak banyak tersedia.
3.4.3 Transfer Transfer menurut PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 60 menyatakan bahwa transfer ke atau dari properti investasi dilakukan jika, dan hanya jika, terdapat perubahan penggunaan yang ditunjukkan dengan: a. Dimulainya penggunaan oleh pemilik, ditransfer dari properti investasi menjadi properti yang digunakan sendiri; b. Dimulainya pengembangan untuk dijual, ditransfer dari properti investasi menjadi persediaan; c. Berakhirnya pemakaian oleh pemilik, ditransfer dari properti yang digunakan sendiri menjadi properti investasi; d. Dimulainya sewa operasi ke pihak lain, ditransfer dari persediaan menjadi properti investasi; e. Berakhirnya pembangunan atau pengembangan, ditransfer dari properti yang sedang dibangun atau dikembangkan (dicakup di PSAK No. 16) menjadi properti investasi.
3.4.3.1 Transfer dengan Model Biaya Jika entitas menggunakan model biaya dalam pengukuran properti investasi, menurut PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 62, transfer antara properti investasi, properti yang digunakan sendiri dan persediaan tidak mengubah jumlah tercatat properti yang ditransfer serta tidak mengubah biaya properti untuk tujuan pengukuran dan pengungkapan.
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
19
3.4.3.2 Transfer dengan Model Nilai Wajar Saat entitas menggunakan model nilai wajar dalam pengukuran properti investasi, terdapat perbedaan pengakuan dan pengukuran yang dihasilkan dari tiap aktifitas transfer. Dua contoh transfer yang terdapat pada PT TG adalah: 1. Transfer dari Properti Digunakan Sendiri Jika properti yang digunakan sendiri oleh pemilik berubah menjadi properti investasi dan akan dicatat dengan nilai wajar, entitas harus menerapkan PSAK No. 16 (Revisi 2007) sampai dengan saat tanggal terakhir perubahan penggunaannya. Entitas memperlakukan perbedaan antara jumlah tercatat berdasarkan PSAK No. 16 (Revisi 2007) dan nilai wajar dengan cara yang sama seperti revaluasi menurut PSAK No. 16 (Revisi 2007). Entitas harus menyusutkan properti dan mengakui penurunan nilai yang terjadi. Entitas memperlakukan perbedaan yang ada antara jumlah tercatat properti investasi berdasarkan PSAK No. 16 (Revisi 2007) dan nilai wajarnya pada tanggal tersebut dengan cara yang sama seperti revaluasi menurut PSAK No. 16 (Revisi 2007).
2. Penyelesaian Pembangunan Properti Investasi yang Dibangun Sendiri Saat entitas menyelesaikan pembangunan atau pengembangan dari properti investasi yang dibangun sendiri dan akan dicatat pada nilai wajar, entitas harus menilai properti investasi saat tanggal penyelesaian proses pembangunan atau pengembangan. Bila terdapat selisih antara nilai wajar properti pada tanggal tersebut dan jumlah tercatatnya diakui dalam laporan laba rugi.
3.4.4 Pelepasan Properti Investasi PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 69 dan 70 menyebutkan properti investasi dihentikan-pengakuannya (dikeluarkan dari neraca) pada saat pelepasan atau ketika properti investasi tersebut tidak digunakan lagi secara permanen dan tidak memiliki manfaat ekonomis di masa depan yang dapat diharapkan pada saat pelepasannya. Pelepasan dapat dilakukan dengan cara dijual atau disewakan secara sewa pembiayaan. Penentuan tanggal pelepasan properti investasi diatur
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
20 dalam PSAK No. 233 pada pengakuan pendapatan dari penjualan barang dan jasa. Sedangkan pelepasan yang dilakukan dengan cara sewa pembiayaan diatur dalam PSAK No. 304. Laba atau rugi yang timbul dari penghentian atau pelepasan properti investasi ditentukan dari selisih antara hasil neto dari pelepasan dan jumlah tercatat aset, dan diakui dalam laporan laba rugi (kecuali jika PSAK No. 30 mensyaratkan lain dalam hal jual dan sewa-balik) dalam periode terjadinya penghentian atau pelepasan tersebut.
3.4.5 Pengungkapan Properti Investasi Sesuai dengan PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 78 entitas setidaknya harus mengungkapkan antara lain: a. Apakah entitas tersebut menerapkan model nilai wajar atau model biaya; b. Jika menerapkan model nilai wajar, apakah, dan dalam keadaan bagaimana, hak atas properti yang dikuasai dengan cara sewa operasi diklasifikasikan dan dicatat sebagai properti investasi; c. Metode dan asumsi signifikan yang diterapkan dalam menentukan nilai wajar dari properti investasi, yang mencakup pernyataan apakah penentuan nilai wajar tersebut didukung oleh bukti pasar atau lebih banyak berdasarkan faktor lain (yang harus diungkapkan oleh entitas tersebut) karena sifat properti tersebut dan keterbatasan data pasar yang dapat diperbandingkan; d. Sejauh mana penentuan nilai wajar properti investasi (yang diukur atau diungkapkan dalam laporan keuangan) didasarkan atas penilaian oleh penilai independen yang diakui dan memiliki kualifikasi profesional yang relevan serta memiliki pengalaman mutakhir di lokasi dan kategori properti investasi yang dinilai. Apabila tidak ada penilaian seperti itu, hal tersebut harus diungkapkan; e. Jumlah yang diakui dalam laporan laba rugi untuk: Penghasilan rental dari properti investasi;
3
Saat ini PSAK yang mengatur tentang pedapatan diatur dalam PSAK No. 23 (Revisi 2010) tentang Pendapatan. 4 Efektif tanggal 1 Januari 2012 PSAK yang mengatur sewa adalah PSAK No. 30 (Revisi 2011) tentang sewa Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
21
Beban operasi langsung (mencakup perbaikan dan pemeliharaan) yang timbul dari properti investasi yang menghasilkan penghasilan rental selama periode tersebut; Beban operasi langsung (mencakup perbaikan dan pemeliharaan) yang timbul dari properti investasi yang tidak menghasilkan pendapatan rental selama periode tersebut; dan Perubahan kumulatif dalam nilai wajar yang diakui dalam laporan laba rugi atas penjualan properti investasi dari sekelompok aset yang mana model biaya digunakan ke kelompok yang menggunakann model nilai wajar;
Selain yang telah disyaratkan pada PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 78, entitas yang menggunakan metode nilai wajar harus mengungkapkan rekonsiliasi antara jumlah tercatat properti investasi pada awal dan akhir periode, yang menunjukkan antara lain: a. Penambahan, pengungkapan terpisah untuk penambahan yang dihasilkan dari akuisisi dan penambahan yang dihasilkan dari pengeluaran setelah perolehan yang diakui dalam jumlah tercatat aset; b. Laba atau rugi neto dari penyesuaian terhadap nilai wajar; c. Transfer ke dan dari persediaan dan properti yang digunakan sendiri.
Sebagai tambahan yang disyaratkan pada PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 78, entitas yang menggunakan model biaya harus mengungkapkan antara lain: a. Metode penyusutan yang digunakan; b. Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan; c. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (agregat dengan akumulasi rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir periode; d. Rekonsiliasi jumlah tercatat properti investasi pada awal dan akhir periode, yang menunjukkan: Penambahan, pengungkapan terpisah untuk penambahan yang dihasilkan dari akuisisi dan penambahan pengeluaran setelah perolehan yang diakui sebagai aset; Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
22
Penambahan yang dihasilkan dari akuisisi melalui penggabungan usaha; Aset yang diklasifikasikan sebgai dimiliki untuk dijual atau masuk dalam kelompok yang akan dilepaskan yang diklasifikasi sebagai dimiliki untuk dijual yang dinilai dengan jumlah tercatat atau nilai jual dikurangi beban penjualan, mana yang lebih rendah dan pelepasan lain; Penyusutan; Jumlah dan rugi penurunan nilai yang diakui, dan jumlah pemulihan rugi penurunan nilai, selama satu periode sesuai PSAK 48: Penurunan Nilai Aset; e. Nilai wajar properti investasi. Dalam kasus yang dikecualikan sebagaimana diuraikan pada paragraf 56, jika entitas tidak dapat menentukan nilai wajar properti investasi secara andal, entitas mengungkapkan: Uraian properti investasi; Penjelasan mengapa nilai wajar tidak dapat ditentukan secara andal; dan Apabila mungkin, kisaran estimasi di mana nilai wajar kemungkinan besar berada.
3.4.6 Penggunaan Pekerjaan Spesialis dalam Penilaian Properti Investasi KAP A dalam memperoleh bukti audit mengenai nilai wajar properti investasi PT TG dan entitas anak, menggunakan laporan penilai independen yang ditunjuk langsung oleh PT TG. Agar laporan penilai independen dapat menambah bukti audit yang kompeten, maka auditor harus mematuhi SA Seksi 336 (PSA No. 39) tentang Penggunaan Pekerjaan Spesialis. Ketetapan dan kelayakan metode serta asumsi yang digunakan dan penerapan merupakan tanggung jawab spesialis. Oleh karena itu berdasarkan SA Seksi 336 (PSA No. 39) paragraf 12 auditor harus: a. Memahami metode dan asumsi yang digunakan oleh spesialis; b. Melakukan pengujian semestinya atas data yang disediakan oleh spesialis, dengan memperhitungkan taksiran risiko pengendalian auditor; c. Mengevaluasi apakah temuan spesialis mendukung asersi yang berkaitan dalam laporan keuangan.
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
23
Setelah temuan spesialis diberikan kepada auditor, auditor tetap harus melihat dan memahami apakah temuan tersebut dapat mendukung laporan keuangan ataupun tidak. Menurut SA Seksi 336 (PSA No. 39) paragraf 13 menjelaskan jika auditor menentukan bahwa temuan spesialis dapat mendukung penyajian laporan keuangan yang berkaitan, maka auditor dapat menyimpulkan bahwa auditor telah memperoleh bukti audit yang cukup dan kompeten. Bila terdapat perbedaan material antara temuan spesialis dengan penyajian laporan keuangan, atau jika auditor yakin bahwa penentuan yang dibuat oleh spesialis tidak wajar, maka auditor harus melakukan prosedur tambahan. Jika setelah menerapkan prosedur tambahan ternyata auditor belum dapat memecahkan masalah, maka auditor harus memperoleh pendapat dari spesialis lain, kecuali jika menurut pandangan auditor masalah tersebut tidak akan dapat dipecahkan.
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISIS
4.1 Prosedur Audit Properti Investasi PT TG dan Entitas Anak Sesuai teori perencanaan dan pelaksanaan audit yang telah dijelaskan pada Subbab 3.1.3, berikut ini merupakan prosedur dilakukan oleh tim audit atas akun properti investasi PT TG dan entitas anak: 1. Merencanakan dan mendesain pendekatan audit Pada tahap ini tim audit melakukan tiga prosedur audit sebagai berikut: a. Memahami strategi dan bisnis PT TG dan entitas anak sebagai perusahaan sewa menara independen. Tim audit melakukan tanya jawab dengan klien tentang proses bisnis klien; b. Memahami pengendalian internal dan menilai risiko pengendalian internal. Auditor berkeyakinan bahwa PT TG dan entitas anak memiliki pengendalian internal yang cukup baik. Keyakinan ini berdasarkan hasil audit terhadap pengendalian internal tahun sebelumnya. Selama tahun 2011, tim audit tidak menemukan perubahan kebijakan akuntansi yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya; c. Auditor melakukan prosedur analitis awal terhadap laporan keuangan PT
TG dan entitas anak dengan mencocokkan nilai awal akun-akun laporan posisi keuangan tahun 2011 dengan nilai di akhir tahun 2010. 2. Melaksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi a. Pada tahap awal, auditor melakukan pengujian pengendalian dengan menguji keefektifan pengendalian risiko PT TG dan entitas anak. Secara umum tim audit menyimpulkan bahwa PT TG dan entitas anak memiliki pengendalian internal yang baik, sehingga kecil kemungkinan terjadinya kecurangan dalam proses bisnis PT TG dan entitas anak. b. Selanjutnya auditor meminta rincian properti investasi per 31 Desember 2011. Auditor menjumlahkan setiap properti investasi PT TG dan entitas anak dan mencocokkan angka tersebut dengan laporan keuangan klien. Bila terdapat perbedaan, auditor menginvestigasi perbedaan tersebut. Akan tetapi 24
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
25
saat proses audit PT TG dan entitas anak, tim audit tidak menemukan perbedaan yang material antara laporan rincian properti investasi dengan laporan keuangan klien.
3. Pada tahap ketiga, tim audit melakukan prosedur analitis dan pengujian terinci atas saldo a. Auditor melakukan analytical review pada seluruh akun PT TG dan entitas anak. Untuk akun properti investasi terjadi peningkatan secara keseluruhan. Analytical review properti investasi secara rinci tersaji pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Analytical Review Properti Investasi PT TG dan Entitas Anak Aset Tanah Menara Repeater
2011 (Rp ‘000) 27.355.791 3.680.440.810 139.855.085
2010 (Rp ‘000) 32.792.195 2.765.187.237 26.627.568
Perubahan -16,58% 33,10% 425,23%
Sumber: Laporan keuangan PT TG dan entitas anak tahun 2011 (telah diolah kembali)
b. Memeriksa kelengkapan dokumen terkait dengan reklasifikasi properti investasi. Tim audit mendapat data properti investasi yang telah direklasifikasi oleh klien. Reklasifikasi yang dilakukan oleh klien adalah dari akun aset tetap direklasifikasikan menjadi properti investasi, dan aset dalam penyelesaian direklasifikasikan menjadi properti investasi. Dokumen yang dicek adalah Berita Acara RFI (Ready For Instalation) sebagai bukti bahwa menara tersebut ada dan telah digunakan. c. Mengevaluasi hasil laporan penilai independen tentang nilai wajar dari properti
investasi
agar
auditor
memperoleh
keyakinan
dalam
mengumpulkan bukti audit yang kompeten.
4.2 Kebijakan Akuntansi PT TG dan Entitas Anak Seiring berkembangnya era telekomunikasi di Indonesia, makin banyak juga bermunculan perusahaan yang bergerak pada industri penyewaan menara telekomunikasi.
Awalnya menara telekomunikasi dimiliki oleh operator
telekomunikasi, namun pengelolaan dan perizinan menara telekomunikasi dianggap sulit dan membebani operator telekomunikasi. Oleh karena itu mulai Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
26
bermunculan perusahaan yang mengkhususkan bisnisnya pada penyewaan menara telekomunikasi. Sampai dengan bulan Mei 2012 terdapat tiga perusahaan penyewaan menara telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). BEI menggolongkan perusahaan dengan jenis usaha ini ke dalam golongan industri Konstruksi Non-Bangunan. Dilihat dari aspek akuntansi, aset menara menimbulkan perbedaan pendapat dari pihak manajemen dalam hal pengakuan, penyajian, dan pengungkapannya. Ada sebagian yang berpendapat bahwa menara harus dikategorikan sebagai aset tetap, namun ada juga yang berpendapat bahwa menara merupakan properti investasi. Tabel 4.2 menjelaskan perbedaan penggunaan standar akuntansi pada menara telekomunikasi. Perbedaan ini berdampak pada penyajian menara telekomunikasi di laporan posisi keuangan seperti yang dijelaskan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.2 Perbedaan Klasifikasi Menara Telekomunikasi pada PT TG dan Kompetitor No.
Nama Entitas
Auditor
Klasifikasi Pencatatan
PSAK yang Digunakan
1 2 3
PT TG PT SMN PT STP
KAP A KAP E KAP AJ
Properti investasi Aset tetap Properti investasi
PSAK No. 13 (Revisi 2007) PSAK No. 16 (Revisi 2007) PSAK No. 13 (Revisi 2007)
Pengukuran setelah Pengakuan Awal Model nilai wajar Model revaluasi Model nilai wajar
Tabel 4.3 Perbandingan Model Nilai Wajar dengan Model Revaluasi Model nilai wajar PSAK No. 13 (Revisi 2007) Mengacu pada nilai wajar (paragraf 36) Perubahan nilai wajar diakui di laba rugi pada tahun terjadinya (paragraf 38)
Jika entitas telah mengukur dengan nilai wajar, maka harus melanjutkan pengukuran tersebut hingga pelepasan (paragraf 58) Mencerminkan kondisi pasar tanggal neraca (paragraf 41)
Model revaluasi PSAK No. 16 (Revisi 2007) Mengacu pada nilai wajar (paragraf 31) Jika jumlah tercatat aset meningkat, kenaikan tersebut dikredit ke ekuitas dan diakui dalam laporan laba rugi hingga sebesar jumlah penurunan nilai aset akibat revaluasi yang pernah diakui sebelumnya (paragraf 39) Bila nilai wajar lebih kecil daripada nilai buku saat itu, maka kekurangannya diakui di laba rugi (paragraf 40) Menggunakan depresiasi atau amortisasi (paragraf 51, dan 53)
Sumber: PSAK No. 13 (Revisi 2007) dan PSAK No. 16 (Revisi 2007) (telah diolah kembali)
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
27
Pada dasarnya penggunaan PSAK No. 13 (Revisi 2007) menghasilkan laba yang lebih besar dibandingkan penggunaan PSAK No. 16 (Revisi 2007). Dalam PSAK No. 13 (Revisi 2007) kenaikan nilai wajar diakui pada laporan laba rugi pada tahun terjadinya. Sedangkan dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) kenaikan nilai revaluasi diakui sebagai other comprehensive income pada bagian ekuitas di dalam laporan posisi keuangan. Perbedaan pengakuan kenaikan nilai tersebut dapat mengakibatkan laba tahun berjalan lebih besar saat perusahaan menggunakan PSAK No. 13 (Revisi 2007). Sehingga ada kecenderungan jika perusahaan ingin menaikkan labanya maka perusahaan menggunakan PSAK No. 13 (Revisi 2007) untuk penilaian aset properti investasinya. Selain membuat perusahaan tidak dibandingkan secara wajar, dualisme pada akhirnya menyebabkan calon investor bingung dalam pengambilan keputusannya. Tabel 4.4 menunjukkan perbedaan pencatatan PT TG dan entitas anak untuk aset menara telekomunikasi saat menggunakan PSAK No. 13 (Revisi 2007) dan PSAK No. 16 (Revisi 2007).
Tabel 4.4 Perbedaan Pencatatan Menara Telekomunikasi PT TG Menurut PSAK No. 13 (Revisi 2007) dan PSAK No. 16 (Revisi 2007) Kondisi Aktual PSAK No. 13 (Revisi 2007) PT TG dan entitas anak menggunakan metode nilai wajar dari pengakuan awal hingga pelepasan untuk perhitungan properti investasi.
Kondisi Jika Dicatat Menurut PSAK No. 16 (Revisi 2007) PT TG dan entitas anak menggunakan metode revaluasi untuk menghitung aset tetapnya.
Nilai wajar yang disajikan dalam laporan posisi keuangan murni merupakan perhitungan penilai independen.
Nilai revaluasi yang disajikan dalam laporan keuangan merupakan hasil perhitungan penilaian independen.
Nilai wajar properti investasi mencerminkan kondisi pasar pada saat tanggal laporan posisi keuangan.
Nilai revaluasi yang disajikan dalam laporan posisi keuangan merupakan nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi.
Dengan lebih tingginya nilai aset, berpengaruh pada mudahnya PT TG dan entitas anak dalam memperoleh pinjaman jangka panjang untuk pembiayaan operasionalnya.
Karena perbedaan metode tersebut, bisa saja nilai aset saat menggunakan PSAK No. 16 (Revisi 2007) lebih kecil dibandingkan aset saat menggunakan PSAK No. 13 (Revisi 2007).
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
28
Tabel 4.4 Perbedaan Pencatatan Menara Telekomunikasi PT TG Menurut PSAK No. 13 (Revisi 2007) dan PSAK No. 16 (Revisi 2007) (sambungan) Kondisi Aktual PSAK No. 13 (Revisi 2007) Dengan digunakannya metode nilai wajar, maka tidak ada beban depresiasi yang diakui pada laporan laba rugi tahun berjalan.
Kondisi Jika Dicatat Menurut PSAK No. 16 (Revisi 2007) Beban penyusutan untuk setiap periode harus diakui dalam laporan laba rugi.
Kenaikan nilai wajar properti investasi diakui dalam laporan laba rugi. Sehingga meninbulkan kecenderungan bahwa perusahaan lebih menguntungkan dalam pengadopsian PSAK No. 13 (Revisi 2007)
Kenaikan selisih revaluasi properti invetasi dilaporkan dalam laporan posisi keuangan bagian perubahan ekuitas anak
Karena tidak adanya beban depresiasi dan diakuinya kenaikan nilai wajar dalam pendapatan lain-lain, maka laba perusahaan lebih besar dibandingkan saat perusahaan menggunakan metode revaluasi.
Dengan diakuinya beban depresiasi, dan tidak adanya pengakuan kenaikan nilai revaluasi, maka laba perusahaan bisa saja lebih kecil dibandingkan saat perusahaan menggunakan metode nilai wajar.
Investor bisa saja mengasumsikan bahwa PT TG lebih menguntungkan untuk dimiliki sahamnya
Investor bisa saja kurang tertarik untuk membeli sahamnya karena kurangnya laba perusahaan.
Sebagai perusahaan induk, PT TG mempunyai ketergantungan terhadap kegiatan usaha dari entitas anak. Tidak terdapat jaminan bahwa entitas anak milik PT TG akan selalu memberi kontribusi laba secara berkesinambungan. Apabila kegiatan usaha entitas anak mengalami penurunan, maka akan berpengaruh pula pada kinerja dan prospek PT TG. Terkait properti investasi, PT TG beserta entitas anak mengadopsi PSAK No. 13 (Revisi 2007) untuk perlakuan akuntansi akun properti investasi. Sebelum tahun 2007 perseroan mengklasifikasikan sites telekomunikasi sebagai aset tetap dan mendepresiasikan aset tetap tersebut sepanjang estimasi masa manfaatnya. Namun dengan implementasi standar akuntansi baru di tahun 2007, yang berupa PSAK No. 13 (Revisi) 2007 tentang properti investasi, entitas mereklasifikasikan sites telekomunikasi sebagai properti investasi dan tidak lagi mendepresiasikan aset tersebut. Sebaliknya, atas properti investasi tersebut secara periodik dilakukan perhitungan menggunakan metode nilai wajar dan mencatat kenaikan nilai wajar untuk periode akuntansi berjalan di dalam akun “kenaikan nilai wajar atas properti investasi”.
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
29
Untuk akuisisi menara dari entitas lain, entitas mengalokasikan harga pembelian ke properti investasi setelah mengurangkan bagian yang dialokasikan ke pembayaran sewa lahan dimuka, bilamana memungkinkan. Berdasarkan catatan atas laporan keuangan PT TG, entitas telah memilih model nilai wajar untuk pengukuran setelah pengakuan awal. Nilai wajar properti investasi saat 31 Desember 2011 ditentukan berdasarkan laporan penilai independen. Seluruh properti investasi yang dimiliki oleh PT TG dan entitas anak adalah tanah, bangunan menara, dan repeater. Ketiga aset tersebut dimiliki secara langsung oleh PT TG. Ilustrasi nilai properti investasi yang dimiliki oleh PT TG dan entitas anak dijelaskan dalam Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Ilustrasi Nilai Properti Investasi PT TG dan Entitas Anak Tanah Menara Repeater Akumulasi kenaikan nilai wajar (Akumulasi depresiasi – Mark to mark adjustment) Jumlah properti investasi
Rp27.355.791.166 3.680.440.809.973 139.855.084.916 435.348.313.945 Rp4.283.000.000.000
Sumber: Laporan Keuangan PT TG dan entitas anak tahun 2011 (telah diolah kembali)
Ketiga aset tersebut merupakan properti investasi yang dimiliki oleh PT TG. Sebagai catatan bahwa nilai properti investasi PT TG mengalami kenaikan sebesar 51,6% dari Rp2.824,6 miliar pada tahun 2010 menjadi Rp4.283 miliar di tahun 2011. Kenaikan ini disebabkan karena akuisisi dan penambahan tanah serta bangunan menara. Properti investasi yang dimiliki oleh PT TG dan entitas anak tersebar di seluruh daerah di Indonesia, dari Jawa hingga Kalimantan. Tiap properti investasi yang dimiliki berbeda fungsi dalam penggunaannya. Berikut penjelasan properti investasi PT TG dan entitas anak:
4.2.1 Tanah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), tanah dapat diartikan sebagai: a. Permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali; b. Keadaan bumi di suatu tempat; c. Permukaan bumi yang diberi batas; d. Bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai bahan sesuatu. Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
30
Schroeder (1975) mendefinisikan tanah sebagai suatu sistem tiga fase yang mengandung air, udara dan bahan-bahan mineral dan organik serta jasad-jasad hidup, yang karena pengaruh berbagai faktor lingkungan pada permukaan bumi dan kurun waktu, membentuk berbagai hasil perubahan yang memiliki ciri-ciri morfologi yang khas, sehingga berperan sebagai tempat tumbuh bermacammacam tanaman. Tanah yang dimiliki oleh PT TG dan entitas anak sebagian besar karena pemindahan hak milik perorangan ataupun mengakuisisi milik perusahaan lain. Untuk mempermudah proses perizinan, adakalanya PT TG dan entitas anak bekerja sama dengan pihak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk memenuhi persyaratan peraturan nasional dan daerah. Tanah yang dimiliki PT TG dan entitas anak berupa tanah kosong (ground based) yang nantinya akan didirikan menara (sites). Selain itu ada juga ruang di atap sebuah bangunan yang pada umumnya dimiliki atau disewa oleh PT TG dan entitas anak. Lokasi penentuan tanah yang akan didirikan menara (sites) tidak boleh sembarangan. Misalkan tidak boleh ada bangunan atau pohon di sekitar yang berpotensi mengganggu koneksi. Dengan diakuinya menara sebagai properti investasi, maka tanah pun secara tersirat harus diakui sebagai properti investasi. Selain memang PT TG dan entitas anak mengharapkan kenaikan nilai di masa depan, tanah juga melekat dengan menara untuk fungsi dan penggunaannya dalam kegiatan sewa menara.
4.2.2 Menara (Tower) Menara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) berarti bangunan yang tinggi (seperti di mesjid dan gereja), bagian bangunan yang dibuat jauh lebih tinggi dari induknya. Menurut manajemen PT TG dan entitas anak, menara telekomunikasi disetarakan dengan bangunan. Manajemen mendefinisikan menara telekomunikasi sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tahun 2009. Dalam peraturan tersebut menara telekomunikasi adalah bangunan untuk kepentingan umum yang didirikan di atas tanah, atau bangunan yang merupakan satu Kesatuan konstruksi dengan bangunan Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
31
gedung yang dipergunakan untuk kepentingan umum yang struktur fisiknya dapat berupa rangka baja yang diikat oleh berbagai simpul atau berupa bentuk tunggal tanpa simpul, di mana fungsi, desain dan konstruksinya disesuaikan sebagai sarana penunjang untuk menempatkan perangkat telekomunikasi. PT TG dan entitas anak juga dalam menyetarakan menara telekomunikasi sebagai bangunan dengan dasar SE-17/PJ.6/2003 tanggal 23 Mei 2003 mengenai Petunjuk Teknis Penilaian Bangunan Khusus, terkait perlunya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam pembuatan menara telekomunikasi dan terkait perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menara telekomunikasi. Terdapat tiga metode yang digunakan oleh PT TG dan entitas anak untuk mengakumulasi portofolio menara mereka1, yaitu: a. Built to suit PT TG dan entitas anak membangun menara baru sesuai dengan permintaan dan spesifikasi dari operator telekomunikasi. Bagi operator yang memesan sites build to suit disebut sebagai anchor tenant penyewa utama), sedangkan bagi operator lain yang menyewa di sites build to suit milik anchor tenant disebut kolokasi (co-location). b. Penjualan dan sewa kembali (sale-and-lease back) PT TG dan entitas anak membeli menara dari operator telekomunikasi dengan kemudian menyewakan kembali melalui perjanjian sewa. c. Merger and acquisition PT TG dan entitas anak meningkatkan cakupannya melalui pengabungan usaha dan akuisisi perusahaan penyewa menara independen.
Diperlukan kalkulasi yang tepat dalam pembangunan sites agar proses telekomunikasi tidak terganggu. Sites yang akan dibangun juga tidak boleh berada di lokasi dengan populasi penggunaan ponsel yang rendah dan jangan sampai mengganggu kegiatan masyarakat di sekitarnya. Menara umumnya setinggi 40 hingga 60 meter. Berjarak minimal 20 hingga 30 meter dari daerah perumahan, 10 meter dari tempat komersial, dan 5 meter dari lokasi industri.
1
Sumber dari prospektus PT TG tahun 2010 Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
32
PT TG dan entitas anak menyewakan satu unit menara untuk dipakai oleh maksimal tiga operator telekomunikasi. Pelanggan yang menyewa menara milik PT TG antara lain operator telekomunikasi pemerintah maupun swasta. Di lokasi menara (sites) juga terdapat bangunan (shelter) ukuran 3 x 3 meter yang dibuat untuk menyimpan perangkat yang akan menghubungkan antara menara dan pusat perangkat (central). PT TG dalam melakukan kegiatan konstruksi site mencakup design, pembuatan pondasi, pendirian dan instalasi menara, pembangunan pagar dan halaman, instalasi shelter, dan peralatan pendukung lain sesuai permintaan operator telekomunikasi.
4.2.3 Penguat Sinyal (Repeater) Gangguan sinyal telepon selular sering terjadi karena beberapa faktor, antara lain struktur suatu bangunan, material bangunan, dan juga jarak yang jauh antara telepon seluler dengan antena pemancar sinyal. Faktor tersebut menyebabkan komunikasi menjadi terganggu, suara putus-putus, hingga dropcall. Untuk mengatasinya diperlukan sebuah alat berupa penguat sinyal.. Dalam industri komunikasi nirkabel, repeater digunakan sebagai alat penguat sinyal agar meningkatkan daya tangkap sinyal telepon selular dalam suatu wilayah. Repeater pada umumnya terdiri dari antena penerima, penguat sinyal dan antena pengirim sinyal. Repeater dapat dipasang pada langit-langit bangunan ataupun perkantoran. Repeater diklasifikasikan sebagai properti investasi oleh PT TG dan entitas anak karena alat tersebut disewakan kepada pihak ketiga. Namun menurut penulis, walaupun repeater disewakan kepada pihak ketiga, tetap saja repeater bukan sebuah tanah atau bangunan sesuai dengan defnisi dari properti investasi menurut PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 5, melainkan repeater adalah alat elektronik. Dengan kata lain, penulis berpendapat bahwa repeater tidak diklasifikasikan sebagai properti investasi, tetapi aset tetap. Atas dasar itulah, penulis menarik kesimpulan seharusnya repeater disajikan dengan mengadopsi PSAK No. 16 (Revisi 2007) tentang aset tetap.
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
33
4.3 Kesesuaian Pencatatan Menara Telekomunikasi sebagai Properti Investasi Sebelum menjelaskan kesesuaian menara sebagai properti investasi, terlebih dahulu penulis sajikan definisi aset tetap dan properti investasi menurut PSAK. PSAK No. 16 (Revisi 2007) paragraf 6 mendefinisikan aset tetap adalah aset berwujud yang: a. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau peneydiaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; b. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Sedangkan definisi properti investasi menurut PSAK No. 13 (Revisi 2007) adalah properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau keduaduanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau penyewa melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau kedua-duanya, dan tidak untuk: a. Digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif; atau b. Dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.
Djohan Pinnarwan menyatakan bahwa belum ada kesepakatan antara praktisi (Dewan Standar Akuntansi Keuangan) yang menyatakan secara jelas pengklasifikasian menara telekomunikasi sebagai properti investasi. Tentunya hal tersebut menimbulkan kontroversi dikalangan akuntan dan auditor. Penggunaan PSAK No. 13 (Revisi 2007) dan PSAK No. 16 (Revisi 2007) masih dianggap benar dalam mencatat menara telekomunikasi. (wawancara tanggal 20 Juni 2012). Terdapat persamaan antara kedua definisi tersebut, aset tetap untuk direntalkan kepada pihak lain dan properti investasi digunakan untuk menghasilkan rental. Persamaan ini yang menurut penulis merupakan grey area yang mengakibatkan perbedaan penggunaan standar akuntansi pada perusahaan sewa menara. Ada beberapa alasan mengapa penulis menganggap bahwa menara telekomunikasi dikategorikan sebagai bangunan, yang selanjutnya dihitung dengan mengadopsi PSAK No. 13 (Revisi 2007). Tabel 4.6 menunjukkan kesesuaian menara telekomunikasi sebagai properti investasi. Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
34
Tabel 4.6 Kesesuaian Menara Telekomunikasi Sebagai Properti Investasi Isi Paragraf PSAK No. 13 (Revisi 2007) (5) Properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua-duanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau penyewa melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau kedua-duanya, dan tidak untuk: a. Digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif; atau b. Dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.
(7) Properti investasi yang dikuasai untuk menghasilkan rental atau untuk mendapatkan kenaikan nilai atau kedua-duanya. Dengan demikian, properti investasi tersebut menghasilkan arus kas yang sebagian besar tidak tergantung pada aset lain yang dikuasai oleh entitas. (8a) Tanah yang dikuasai dalam jangka panjang untuk kenaikan nilai dan bukan untuk dijual dalam jangka pendek dalam kegiatan usaha sehari-hari.
(8c) Bangunan yang dimiliki oleh entitas dan disewakan kepada pihak lain melalui satu atau lebih sewa operasi.
Penjelasan Sesuai dari definisi menara telekomunikasi menurut Peraturan Bersama pada 4.2.2, maka menara telekomunikasi adalah tanah atau bangunan atau kedua-duanya. PT TG dan entitas anak memiliki menara telekomunikasi tersebut hanya untuk disewakan kepada operator selular. PT TG dan entitas anak tidak menggunakan menara telekomunikasi tersebut untuk memproduksi barang atau jasa. Karena dalam hal ini, operator selular yang menggunakan menara telekomunikasi untuk menghasilkan jasa komunikasi. PT TG dan entitas anak tidak menggunakan menara telekomunikasi untuk tujuan administratif seperti halnya bangunan kantor. Arus kas perusahaan sepenuhnya berasal dari menara telekomunikasi, dan tidak bergantung pada penggunaan aset selain menara telekomunikasi.
Tanah yang PT TG dan entitas anak pergunakan untuk mendirikan menara telekomunikasi dikuasai dengan cara membeli atau menyewa dalam jangka panjang (minimal sepuluh tahun). Tanah yang dimiliki PT TG dan entitas anak tidak untuk dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari, karena tanah tersebut dikuasai untuk mendapatkan kenaikan nilai di masa yang akan datang. Menara telekomunikasi dalam hal ini disesuaikan dengan bangunan disewakan oleh PT TG dan entitas anak kepada satu atau lebih operator telekomunikasi melalui sewa operasi.
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
35
Tabel 4.6 Kesesuaian Menara Telekomunikasi Sebagai Properti Investasi (sambungan) Isi Paragraf PSAK No. 13 (Revisi 2007) (11) Dalam beberapa kasus, entitas menyediakan tambahan jasa kepada para penghuni properti yang dimilikinya. Entitas memperlakukan properti tersebut sebagai properti investasi apabila jasa tersebut tidak signifikan terhadap keseluruhan perjanjian (agreement). Contohnya adalah ketika pemilik bangunan kantor menyediakan jasa keamanan dan pemeliharaan bangunan kepada lessee yang menghuni bangunan.
Penjelasan Dalam perjanjian kontrak sewa dengan operator telekomunikasi disebutkan bahwa PT TG dan entitas anak bertanggung jawab terhadap pemeliharaan rutin dan perbaikan yang sifatnya sederhana, seperti kebersihan sites, perbaikan air conditioner, dan biaya keamanan. Biaya yang dikeluarkan PT TG dan entitas anak tidak signifikan terhadap nilai sewa secara keseluruhan, yaitu sekitar 5-10% dari pendapatan sewa
Dari Tabel 4.6 dapat disimpulkan proses pengklasifikasian menara telekomunikasi sebagai properti investasi seperti yang dijelaskan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Proses Pengklasifikasian Menara sebagai Properti Investasi
4.4 Perhitungan Penilai Independen terhadap Properti Investasi Dampak pengadopsian PSAK No. 13 (Revisi 2007) terkait penilaian wajar properti investasi, maka PT TG menggunakan penilai independen dalam menilai portofolio aset yang dimilikinya. KJPP M sebagai penilai independen ditunjuk oleh PT TG dan entitas anak melakukan perhitungan properti investasi yang dimilikinya. Dalam penilaian properti investasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
36
seperti jumlah sites telekomunikasi, tingkat harga sewa dan rata-rata sisa masa sewa dari pelanggan entitas. KJPP M menggunakan dua metode2 untuk menentukan nilai wajar, yaitu: a. Pendekatan pendapatan (income approach) Pendekatan pendapatan didefinisikan sebagai suatu cara yang digunakan untuk menilai properti yang menghasilkan pendapatan (Income Producing Property). Nilai properti diperkirakan berdasarkan pada proyeksi jumlah pendapatan bersih yang wajar yang dapat dihasilkan oleh properti yang dinilai sepanjang sisa
umur
ekonomisnya,
kemudian
dikapitalisasikan
dengan
tingkat
pengembalian investasi yang sesuai serta risiko sebanding dengan properti yang dinilai. b. Pendekatan biaya (cost approach) Metode kalkulasi biaya adalah metode penilaian untuk mencari nilai properti (aset) dengan cara memperkirakan jumlah uang yang dikeluarkan untuk memproduksi (mengganti) properti baru dikurangi dengan kerusakan fisik dan semua bentuk keusangan. Nilai yang diperoleh adalah nilai pasar yang diperoleh dengan pendekatan biaya.
Metode yang digunakan oleh KJPP M juga didukung oleh beberapa asumsi umum. Asumsi umum yang digunakan dalam menilai properti investasi PT TG yaitu: a. Seluruh menara merupakan satu kegiatan usaha; b. Operator menara mampu bekerja dan mengelola menara secara optimal seperti lazimnya operator menara pada umumnya; c. Tidak ada perubahan peraturan pemerintah untuk usaha menara secara signifikan; d. Umur ekonomis menara dan shelter diasumsikan 30 tahun karena ada strengthening dan maintenance secara berkala; e. Proyeksi pendapatan menara disesuaikan dengan sisa masa sewa tenant dan diasumsikan diperpanjang satu periode sewa ditunjang dengan sisa umur ekonomis menara. 2
Sumber dari prospektus PT TG tahun 2010 bagian Laporan Penilai Independen Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
37
Selain asumsi umum, KJPP M juga menggunakan asumsi khusus dalam menilai properti investasi PT TG dan entitas anak adalah sebagai berikut3: a. Inflasi Seluruh kegiatan usaha dan aset PT TG berada di Indonesia. Tingkat permintaan penyewa terhadap sites telekomunikasi juga sangat bergantung pada tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Salah satunya ialah inflasi yang menjadi tolak ukur perekonomian Indonesia secara makro. Oleh karena itu KJPP M menggunakan asumsi inflasi sebesar 5,3% per tahun. Data tersebut diperoleh dari Bank Indonesia terkait data inflasi per 31 Desember 2011. Inflasi menurut manajemen PT TG hanya dapat mempengaruhi laba bersih dan arus kas. Tapi jika PT TG dapat meningkatkan pendapatan untuk menutupi kenaikan biaya operasional risiko inflasi dapat dihindari. b. Tingkat bunga diskonto Selain inflasi, kebijakan moneter Bank Indonesia yang dapat mempengaruhi kegiatan bisnis PT TG adalah tingkat bunga. Permintaan akan kebutuhan menara oleh operator telekomunikasi sangat bergantung pada tingkat bunga sewa. Maka KJPP M menggunakan asumsi tingkat bunga diskonto sebesar 11,68% yang diperoleh dari Bank Indonesia. c. Pajak Asumsi pajak yang dipakai adalah PPh Pasal 23 (2% dari pendapatan bruto). Alasan menggunakan pajak PPh Pasal 23 adalah untuk mengetahui pendapatan bersih yang diterima oleh PT TG dalam menyewakan menara dan repeater. d. Kenaikan Tarif Dasar Listrik Dalam menunjang kegiatan operasional menara, diperlukan pasokan listrik yang stabil. Maka dari itu kenaikan tarif dasar listrik sangat penting dalam pengasumsian perhitungan nilai wajar properti investasi. Asumsi KJPP M dalam kenaikan tarif dasar listrik adalah sebesar 6%. e. Kenaikan Pendapatan Sewa dan Biaya Sewa Pendapatan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan dalam proses sewa sebuah sites mengalami kenaikan seiring berkembangnya layanan dan resiko bisnis di masa depan. Kenaikan pendapatan sewa diasumsikan sebesar 5,3% 3
Sumber dari Laporan Penilai Independen tahun 2011 tentang Perhitungan Nilai Wajar Properti Investasi PT TG Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
38
pertahun (sama dengan inflasi). Sedangkan asumsi kenaikan biaya sewa sebesar 15%. Asumsi kenaikan biaya sewa dapat diperoleh dari survei properti investasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk triwulan III tahun 2011. Walaupun biaya pemeliharaan untuk sewa sites disesuaikan setiap tahunnya berdasarkan inflasi, biaya sewa bersifat tetap dan ketika terjadi pembaharuan perjanjian sewa, kemampuan PT TG untuk meningkatkan biaya sewa agar menyesuaikan dengan tingkat inflasi dapat menjadi terbatas akibat tekanan persaingan.
Tabel 4.7 menunjukkan ilustrasi dari laporan KJPP M terhadap penilaian aset properti investasi PT TG
Tabel 4.7 Ilustrasi Laporan KJPP M terhadap Nilai Wajar Properti Investasi PT TG dan Entitas Anak 31 Desember 2011 (dalam ribuan rupiah) Metode Income approach Cost Approach Jumlah
Pembobotan
Indikasi Nilai
Rp4.851.753.726
57%
Rp2.664.000.000
3.592.035.800
43%
1.619.000.000
Rp8.443.789.526
Rp4.283.000.000
Sumber: Laporan KJPP M 31 Desember 2011 (telah diolah kembali)
4.4.1 Kenaikan Nilai Properti Investasi PT TG Peningkatan nilai wajar dari properti investasi (sites telekomunikasi) terdiri dari selisih dari biaya historis dan nilai pasar wajar dari properti investasi di akhir tahun buku yang bersangkutan. Revaluasi nilai wajar dari properti investasi dipengaruhi faktor-faktor antara lain jumlah menara, tingkat sewa dan rasio kolokasi serta rata-rata sisa masa sewa. Walaupun revaluasi nilai wajar dari properti investasi tidak berdampak merugikan terhadap arus kas operasi PT TG, berkurangnya jumlah menara, tingkat sewa dan rasio kolokasi dapat secara potensial mengurangi nilai properti investasi PT TG. Secara tidak langsung juga berdampak merugikan pada laba bersih, kerugian material pada bisnis, kondisi keuangan dan hasil operasi Perseroan. Laba atau rugi antara biaya historis dengan nilai wajar diakui di dalam laporan laba rugi konsolidasian. PT TG mengalami kenaikan nilai wajar atas Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
39
properti investasi pada periode akuntansi tahun 2011. Selisih ini dimasukkan dalam laporan laba rugi konsolidasian bagian pendapatan (beban) lain-lain. Tabel 4.8 menjelaskan selisih perhitungan nilai wajar properti investasi KJPP M dengan PT TG untuk tahun 2011.
Tabel 4.8 Ilustrasi Selisih Perhitungan Nilai Wajar Properti Investasi KJPP M dengan PT TG 31 Desember 2011 (dalam ribuan rupiah) Indikasi nilai Nilai perolehan properti investasi Akumulasi kenaikan nilai wajar 31 Desember 2011 Akumulasi kenaikan nilai wajar 1 Januari 2011
Rp4.283.000.000 (3.847.650.000) 435.350.000 (475.486.000) (40.136.000) 140.025.000 Rp99.889.000
Akuisisi properti investasi 31 Desember 2011 Kenaikan nilai wajar properti investasi
Sumber: Laporan KJPP M 31 Desember 2011 (telah diolah kembali)
4.4.2 Jurnal Peningkatan Nilai Wajar Properti Investasi PT TG dan Entitas Anak Terdapat dua jurnal terkait penilaian properti investasi yang dibuat oleh PT TG dan entitas anak, yaitu: 1. Jurnal yang dilakukan oleh PT TG dan entitas anak sehubungan dengan pengakuan kenaikan nilai wajar properti investasi:
Akumulasi kenaikan nilai wajar properti investasi
xxx
Selisih untung kenaikan properti investasi
xxx
Jurnal ini dibuat PT TG saat akhir periode, dimana PT TG mendapat laporan penilai independen terkait penilaian properti investasi yang dimilikinya.
2. Jurnal penghapusan beban depresiasi dengan selisih untung kenaikan properti investasi:
Selisih untung kenaikan properti investasi
xxx
Beban depresiasi (menara atau repeater)
xxx Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
40
Berdasarkan Tabel 3.1 halaman 17, penghapusan beban depresiasi dilakukan karena di dalam PSAK 13 (Revisi 2007), model nilai wajar tidak mengakui adanya beban depresiasi dan amortisasi. Oleh karena itu PT TG dan entitas anak telah mengikuti standar yang berlaku di Indonesia.
4.5
Pengungkapan Properti Investasi PT TG Dalam Laporan Keuangan Konsolidasian
Dalam mengungkapkan properti investasi yang dimiliki, PT TG harus mematuhi dan melaksanakan PSAK No. 13 (Revisi 2007) terutama paragraf 78. PT TG di dalam catatan atas laporan keuangan mengungkapkan: 1. Metode penilaian properti investasi Dengan jelas PT TG mengungkapkan bahwa properti investasi dua tahun berturut-turut (2011 dan 2010) yang dimilikinya diukur dengan model nilai wajar setelah pengakuan awal. Penggunaan metode nilai wajar sebelumnya telah diharuskan pada PSAK 13 (Revisi 2007) paragraf 30, dimana entitas dapat memilih model nilai wajar atau model biaya sebagai penerapan kebijakan akuntansi dalam seluruh properti investasinya. Dapat disimpulkan bahwa untuk pengungkapan metode penilaian properti investasi PT TG telah mematuhi PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 78 keterangan (a).
2. Klasifikasi properti investasi Seluruh properti investasi yang dimiliki PT TG merupakan kepemilikan langsung. Berarti pengungkapan klasifikasi kepemilikan properti investasi PT TG telah sesuai dengan PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 78 keterangan (b).
3. Penentuan nilai wajar properti investasi berdasarkan penilai independen Nilai wajar yang diakui oleh PT TG didapat dari penilaian independen yang memenuhi kualifikasi dan telah diakui oleh auditor. Pada catatan atas laporan keuangan PT TG telah disebutkan nama penilai independen, metode, serta asumsi yang digunakan appraisal dalam mengukur nilai wajar properti
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
41
investasi PT TG. Hal ini berarti PT TG telah melaksanakan ketentuan PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 78 keterangan (e).
4. Pengakuan laba atau rugi model nilai wajar Manajemen PT TG dan entitas anak memilih metode nilai wajar dalam perhitungan properti investasi secara periodik. Tentu saja terdapat kenaikan maupun penurunan nilai properti investasi pada periode akuntansi berjalan. Pada tahun 2011 PT TG memperoleh kenaikan atas properti investasi yang dimasukkan dalam akun “kenaikan nilai wajar atas properti investasi”. Laba atau rugi yang didapat dari penggunaan model nilai wajar harus diakui dalam laporan laba rugi konsolidasian PT TG dan entitas anak. Dalam hal ini berarti PT TG dan entitas anak telah melaksanakan ketentuan PSAK No. 13 (Revisi 2007) paragraf 79 keterangan (d).
5. Informasi tambahan Selain mengungkapkan penghitungan dan metode penilaian terkait properti investasi, PT TG juga mengungkapkan bahwa ada sebagian properti investasi yang digunakan sebagai jaminan hutang jangka panjang kepada pihak ketiga. Dijelaskan juga dalam catatan atas laporan keuangan PT TG, bahwa seluruh properti investasi tersebut diasuransikan. Asuransi yang dilakukan PT TG adalah untuk mengatasi risiko kebakaran, pencurian, bencana alam, liabilitas kepada pihak ketiga, gangguan usaha, dan risiko bisnis lainnya. Untuk asuransi tersebut PT TG mendapat nilai pertanggungan Rp3.737.646.000. Manajemen PT TG berpendapat bahwa nilai pertanggungan tersebut cukup untuk menutupi kerugian atas risiko yang dipertanggungkan. Pengungkapan properti investasi juga mencakup keuntungan maupun kerugian atas pembongkaran properti investasi PT TG. Pada tahun 2011 PT TG mengalami kerugian dari pembongkaran properti investasi. Kerugian dihitung dari nilai tercatat (book value) properti investasi yang dijual dikurangi hasil penjualan properti investasi kepada entitas lain atau pedagang besi bekas. Hal ini sesuai dengan PSAK 13 (Revisi 2007) paragraf 72. Tabel 4.9 menyajikan ilustrasi kerugian pembongkaran properti investasi PT TG pada tahun 2011. Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
42
Tabel 4.9 Ilustrasi Penyajian Kerugian Pembongkaran Properti Investasi PT TG 31 Desember 2011(dalam ribuan rupiah) Nilai tercatat
Rp9.933.000
Harga jual
7.626.000
Rugi
Rp2.307.000
Sumber: Laporan Keuangan PT TG 31 Desember 2011 (telah diolah kembali)
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil audit, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan PT TG disajikan secara wajar dalam semua hal yang material termasuk akun properti investasi. Tim audit menerima alasan PT TG mengadopsi PSAK No. 13 (Revisi 2007) tentang properti investasi, dan bukannya PSAK No. 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap karena belum ada ketentuan mengenai klasifikasi menara telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia.
2. Walaupun
belum
ada
ketentuan
yang
mengatur
klasifikasi
menara
telekomunikasi, penggunaan PSAK No. 13 (Revisi 2007) dapat menghasilkan laba yang lebih besar dibandingkan penggunaan PSAK No. 16 (Revisi 2007) karena kenaikan nilai wajar properti investasi pada PSAK No. 13 (Revisi 2007) diakui di laporan laba rugi pada tahun terjadinya. Sedangkan kenaikan nilai revaluasi aset tetap diakui sebagai other comprehensive income (OCI) yang nantinya akan muncul sebagai accumulated other comprehensive income (AOCI) di bagian ekuitas.
3. Repeater menurut penulis bukan merupakan properti investasi karena bukan merupakan tanah dan bangunan melainkan alat elektronik. Seharusnya repeater diakui sebagai aset tetap dengan mengadopsi PSAK No. 16 (Revisi 2007). Kesalahan pengklasifikasian ini menyebabkan aset perusahaan lebih tinggi dari seharusnya karena repeater dinilai mengggunakan nilai wajar. Selain itu menyebabkan beban yang lebih rendah karena tidak adanya beban depresiasi.
5.2 Saran 5.2.1 Untuk KAP A 1. Untuk prosedur audit terkait properti investasi sebaiknya dilakukan site visit pemeriksaan menara. Karena menurut penulis site visit menara merupakan
43
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
44
salah satu faktor untuk mendapatkan keyakinan dalam pengumpulan bukti audit yang kompeten. 2. Untuk data pembanding, sebaiknya KAP A menggunakan penilai independen selain KJPP M untuk menghitung properti investasi. Penulis melihat auditor tidak memiliki data komparatif terkait perhitungan properti investasi yang digunakan nantinya untuk menilai wajar tidaknya perhitungan KJPP M. Karena selama proses audit, auditor percaya sepenuhnya pada perhitungan KJPP M yang ditunjuk oleh PT TG.
5.2.2 Untuk Bapepam-LK dan Dewan Standar Akuntansi Keuangan Di Bursa Efek Indonesia terdapat dua metode pengklasifikasian aset berupa menara antara perusahaan sewa menara independen. Regulator dan pembuat standar akuntansi sebaiknya memutuskan salah satu metode yang diizinkan agar tidak terjadi perbedaan penyajian laporan keuangan. Dengan demikian kinerja keuangan antar perusahaan sewa menara dapat dibandingkan dengan lebih mudah oleh pengguna laporan keuangan.
5.2.3 Untuk Calon Peserta Magang di KAP Berdasarkan pengalaman Penulis, berikut ini beberapa saran yang dapat dilakukan oleh calon peserta magang di Kantor Akuntan Publik: 1. Pra-Magang Sebelum kegiatan magang dimulai, mahasiswa sebaiknya mempelajari kembali teori audit yang pernah dipelajari. Hal ini akan sangat berguna ketika mahasiswa terjun langsung dalam proses audit.
2. Selama Magang a. Peserta magang sebaiknya tidak terlalu berharap akan selalu dibimbing oleh para senior di KAP dalam menjalani audit karena terbatasnya waktu staf KAP untuk membimbing mahasiswa magang. b. Peserta magang harus mempersiapkan diri secara fisik maupun nonfisik untuk ditempatkan fieldwork di tempat jauh dan jam kerja yang melebihi normal terlebih lagi jika program magang dilakukan pada peak season. Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
45
c. Peserta magang perlu menjaga perilaku dan sikap di lingkungan kantor magang dan kantor klien, disiplin dalam kehadiran, selalu bersedia untuk menerima tugas dari senior. d. Peserta magang sudah menetapkan topik apa yang akan dibahas di Laporan Magang agar mempermudah proses pengumpulan sumber penulisan dan dokumen pendukung sebagai referensi. e. Peserta magang aktif bertanya ke sekretariat Program Ekstensi mengenai dosen pembimbing dan berusaha untuk bertemu paling tidak satu kali di awal untuk membahas diskusi topik Laporan Magang.
3. Pasca-Magang a. Peserta magang harus memahami format penulisan tugas akhir sesuai Surat Keputusan Rektor Universitas Indonesia dan mampu menulis laporan dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. b. Peserta magang harus pandai mengelola waktu penyelesaian Laporan Magang agar dapat dikumpulkan tepat pada waktunya. c. Peserta magang berlatih membuat slide presentasi yang baik dan melakukan presentasi laporan agar menjadi lebih percaya diri pada saat ujian laporan magang.
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
DAFTAR REFERENSI
Elder, R.J., Beasley, M.S., Arens, A.A., Jusuf, A.A. (2009). Auditing and Assurance Services: An Integrated Approach (12th ed.). Singapore: Prentice Hall.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2007). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba 4.
Ikatan Akuntan Publik Indonesia. (2011). Standar profesional akuntan publik per 31 Maret 2011. Jakarta: Salemba 4.
Kieso, Donald E., Weygandt, Jerry J., Warfield, Terry D. (2010) Intermediate Accounting: IFRS Approach 1st Edition Volume 1. Wiley
Lam, N., & Lau, P. (2008). Intermediate Financial Reporting: An IFRS Perspective. McGraw-Hill Education Asia; First edition.
Pinnarwan, Djohan. (2012, Juni 20). Personal interview.
Pusat Bahasa. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/index.php
Schroeder, W.L. (1975). Soils in Construction. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Tower Bersama Group (2010, Oktober 18). Prospektus PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. Mei 14, 2012. http://www.tower-bersama.com/investor.php?id_cat=6&id_content=20
46
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012
47
Tower Bersama Group Annual Report 2011. (n.d). Mei 14,2012. http://www.tower-bersama.com/investor.php?id_cat=6&id_content=19
Universitas Indonesia
Penerapan psak..., Sriadi Prihandoyo, FE UI, 2012