e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
PENERAPAN METODE ROLE PLAYING DENGAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA LISAN ANAK KELOMPOK B Ni Kade Ayu Listiawati1, Anak Agung Gede Agung2, Ni Ketut Suarni3 1
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini 2 Jurusan Teknologi Pendidikan 3 Jurusan Pendidikan Bimbingan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
Email :
[email protected],
[email protected] [email protected] Abstrak Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya minat belajar anak yang cenderung sangat rendah pada kegiatan bercerita,menyimak dan mendengarkan cerita dalam jangka waktu yang lama berdasarkan rata-rata PAP Skala Lima diperoleh hasil 43,57% sehingga di butuhkan inovasi dalam proses pembelajaran yang bisa meningkatkan kemampuan berbahasa anak pada TK Widya Santhi Denpasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, peningkatan kemampuan berbahasa lisan anak kelompok B semester II tahun pelajaran 2013/2014 TK Widya Santhi Denpasar setelah diterapkan metode Role Playing dengan media gambar. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah 25 Anak TK Kelompok B Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014. Data tentang kemampuan berbahasa anak kelompok B dikumpulkan dengan instrumen berupa lembar observasi. Data hasil penelitian tersebut dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis statistik kuantitatif. Hasil analisis data menunjukan bahwa terjadinya peningkatan kemampuan menggunakan bahasa lisan setelah diterapkan metode Role Playing berbantuan media gambarpada siklus I sebesar 57,85% pada katagori rendah dan pada siklus II meningkat menjadi sebesar 67,71% berada pada katagori sedang. Dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan berbahasa lisan dengan menggunakan metode role playing berbantuan media gambar sebesar 9,86% Kata-kata kunci: model Role Playing, media gambar,Berbahasa Lisan
Abstract This research is motivated by the interest in studied children who tended to be very low on storytelling, listened and listened to stories in a long period of time based on the average PAP Scale Five results obtained 43.57% so in need of innovation in the learned process can improve language skills children in kindergarten Widya Santhi Denpasar. This studied aims to determine, increase conversation language abilities of the students after the application of learning method Role Playing media picture group B the second semester of academic year 2013/2014 Kindergarten Widya Santhi Denpasar. This research is a classroom action research was conducted in two cycles. Subjects were 25 people there Kindergarten Children Group B Second Semester Academic Year 2013/2014. Data collected research on conversation language development with the method of observation with instruments such as observation sheet format. The data were analyzed using descriptive statistical analysis methods and quantitative statistical analysis methods. Results of the analysis showed the average percentage of the conversation language development of children in Role Playing Method in the second semester of kindergarten Widya Santhi Denpasar on the first cycle of 57.85% in the category of very low and the average percentage of the conversation language development of children in group B in the second cycle was 67,71% in the second category showed an increase in the average percentage of a child's language development cycle I to cycle II by 9,86%. Key words: Role Played Method, picture media, language development.
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) PENDAHULUAN Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2009 dijelaskan bahwa “tujuan Pendidikan Taman Kanak-kanak adalah membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik fisik dan psikis yang meliputi lingkup perkembangan nilai agama dan moral, fisik/motorik, kognitif bahasa serta sosial emosional.” Riset di bidang neurologi juga membuktikan bahwa kecerdasan seorang anak bergantung pada jumlah sel-sel dalam otak dan simpul-simpul syaraf otak yang saling berhubungan. Peran stimulasi yang tepat sejak dini akan berpengaruh terhadap hubungan dan penguatan sel-sel dan simpul-simpul syaraf otak anak. Multiple Intelligences mengingatkan bahwa setiap anak memiliki beberapa kecerdasan yang perlu dikembangkan secara optimal. Untuk itu, kita sebagai seorang pendidik harus memahami tingkat perkembangan anak dan karakteristik pada anak usia dini, seperti egosentris, kritis, keinginan berkelompok, kreatif, eksploratif, dan masih banyak lagi karakter yang mungkin muncul pada tahap perkembangan anak usia dini. Secara umum tujuan pendidikan di Taman Kanak-kanak adalah untuk menumbuh kembangkan potensi anakanak secara menyeluruh. Peningkatan kualitas pendidikan harus dilaksanakan secara terpadu sistematis bertahap dan berkesinambungan. Tingkat perkembangan yang mereka capai hendaknya meningkat secara kuantitatif dan kualitatif pada tahap selanjutnya. Anak merupakan pribadi yang unik yang sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Namun demikian perkembangan anak tetap mengikuti pola yang umum. Karena itu untuk mendapatkan perkembangan yang optimal dibutuhkan rangsangan yang bersifat terpadu dan menyeluruh dari orang-orang disekitarnya secara konsisten dan berkelanjutan pada semua aspek perkembangannya termasuk perkembangan bahasa pada anak. Perkembangan bahasa pada anak usia dini diperoleh secara alami dari lingkungannya orang dewasa dan
lingkungan sosial anak sangat mempengaruhi aspek perkembangan bahasanya. Bromley (dalam Dhieni,1.8) mengidentifikasi “bahasa sebagai sistem simbol yang teratur untuk mentransfer berbagai ide maupun informasi yang terdiri dari simbol-simbol visual maupun verbal.” Anak usia dini pada jenjang TK tingkat pencapaian perkembangan bahasa yang diharapkan oleh standar kurikulum dalam Permen 58 adalah anak mampu menerima bahasa dengan baik, menggunakan bahasa dengan baik, mengungkapkan bahasa dengan baik, mengerti dan memahami tentang keaksaraan yang diwujudkan dalam bentuk indikator-indikator dalam kegiatan pembelajaran melalui strategi bermain yang menyenangkan bagi anak sehingga target pencapaian nilai dalam bentuk bintang tiga sampai bintang empat maksimal diperoleh oleh anak sesuai dengan kemampuan dan kematangan anak secara individu.(Pedoman Penilaian Taman Kanak-kanak) Pada TK Widya Santhi Denpasar, ada suatu hal yang menjadi perhatian khusus peneliti menyangkut aspek perkembangan bahasa pada anak terutama pada kemampuan berbicara dan menyimak pada anak kelompok B. Bahasa memiliki fungsi yang sangat fital dalam kehidupan, seseorang harus mampu mengungkapkan ide perasaannya melalui bahasa. Menurut Kupetz & Twies (dalam Seefeldt&Wasik,2008:353) mengemukakan bahwa”menyimak atau mendengarkan bukan kemampuan alami sejak lahir. Untuk itu kemampuan ini dipelajari lewat bimbingan dan pengajaran orang tua, para guru,dan orang lain di lingkungan anak.” Demikian pula dengan mendengarkan yang merupakan kegiatan yang membutuhkan konsentrasi yang baik. Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan sebelum melakukan penelitian pada tanggal 10 Februari 2007 ditemukan bahwa anak kelompok B kemampuan menceritakan kembali cerita serta menyebutkan kembali tokoh-tokoh cerita masih kurang. Hal ini terjadi kemungkinan karena faktor internal dan eksternal pada diri anak. Biasanya ada anak yang belum memiliki motivasi dari dalam dirinya untuk
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) belajar, sehingga anak terbatas untuk bereksplorasi dan kondisi serta kesehatan fisik anak juga sangat berpengaruh dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Sementara faktor eksternal yang sangat berpengaruh ada juga yang dikarenakan fasilitas yang kurang memadai, dukungan dari orang-orang yang ada di sekitar anak. Metode guru dalam mengajar dan media pembelajaran sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan sebuah pembelajaran. Hal ini terbukti dari persentase rangkuman penilaian siswa yang sangat rendah hanya 43,57%. (Hasil persentase PAP scala lima sebelum dilaksanakan penelitian pada anak kelompok B Tk Widya Santhi) Mengacu dari hal tersebut, tentu seorang pendidik memerlukan sebuah solusi atau pemecahan dari masalah yang dihadapi. Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pendidik tentu akan mengalami banyak kendala dan memerlukan berbagai variasi dalam mengajar agar tidak monoton dan membosankan. Penerapan metode bercerita kepada anak bisa jadi tidak menarik dan anak kurang fokus perhatiannya dalam menyimak cerita apabila anak merasa ceritanya kurang menarik/medianya kurang menarik. Sebagai seorang guru tentunya kita ingin semua anak bisa berkembang optimal. Adakalanya seorang guru sudah profesional mengelola pembelajaran di Taman Kanak-kanak, tetapi hasilnya masih saja ada perkembangan potensi anak tiadak merata, ada yang sangat pintar ada juga yang sangat lambat, ada yang perkembangan mentalnya baik ada yang perkembangan mentalnya kurang, ada yang penyerapan bahasanya baik dan ada pula anak yang perkembangan bahasanya kurang. Kemanpuan mereka untuk menyimak terutama konsentrasi hanya terjadi kurang lebihi 15 menit selepas itu pasti sudah bercanda dan kalau kita berikan pertanyaan balik, dari 10 anak paling ada 2 atau 3 orang yang bisa menjawab pertanyaan dari cerita yang didengar. Hal semacam inilah yang terjadi pada anak kelompok B di TK Widya Santhi.
Sebagai seorang guru sekaligus peneliti berusaha menggunakan berbagai metode, dalam hal ini akan diterapkan metode role playing dengan media gambar untuk meningkatkan kemampuan berbahasa anak di TK Widya Santhi Denpasar Selatan. Menurut Santoso (dalam Septiyaningsih,2013:3) mengemukakan bahwa ”model role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa”sementara Rostiyah (dalam Susiani,2013:3) mengemukakan bahwa” metode role playing atau bermain peran merupan metode pembelajaran dimana tehniknya menekankan kepada siswa bisa berperan atau memainkan peran dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologis.”sedangkan Tejasaputra (2005:57) mengemukakan bahwa” bermain peran termasuk salah satu bermain aktif, diartikan sebagai pemberian atribut tertentu terhadap benda, situasi dan anak memerankan tokoh yang ia pilih. Apa yang dilakukan anak tampil dalam tingkah laku yang nyatadan dapat diamatidan biasanya melibatkan penggunaan bahasa”.Penggunaan media yang relevan dapat menyalurkan pesan secara efektif efesien dan bermakna bagi anak. Media gambar yang diperlukan tentu saja yang benar-benar menarik bagi anak dan jalan ceritanya mudah dipahami. Dengan menggunakan media gambar yang menarik, diharapkan akan mampu merangsang (menstimulus) anak untuk meningkatkan kemampuan berbahasa lisannya dengan menggunakan model pembelajaran role playing. Role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang. Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu terjadi di dalam kelas. Selain itu, role playing sering pembelajaran kali dimaksudkan sebagai bentuk aktivitas di mana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain. Dalam bermain peran, titik tekananya terletak pada keterlibatan
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Murid diperlakukan sebagai subjek pembelajaran, secara aktif melakukan praktek-praktek berbahasa bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari karena anak yang aktif. Walaupun manfaat penggunaan media pembelajaran telah diketahui sejak lama, tapi sering diabaikan sehingga penggunaan dan pengintegrasian dalam program pembelajaran berlangsung agak lambat. Dalam perjalanan waktu, telah semakin banyak bukti bahwa hasil yang positif dalam belajar akan didapat apabila menggunakan media yang telah direncanakan dengan baik. Dari penjelasan di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut. (1) kemampuan berbahasa di kelompok B rendah, (2) guru masih menggunakan metode yang lama, (3) kurangnya penggunaan media yang membantu guru dalam pembelajaran, guru hanya monoton berpatokan pada majalah, (4) berdasarkan masalah tersebut maka perlu dilakukan suatu terobosan baru dalam meningkatkan kemampuan bahasa anak. Metode pembelajaran yang lebih cocok dalam usaha meningkatkan kemampuan berbahasa anak seperti role playing dengan bantuan media gambar diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak. Untuk itu, dikakukan penelitian dengan judul Penerapan Metode Pembelajaran Role Playing dengan Media Gambar untuk Mengetahui Peningkatan Perkembangan Bahasa pada Anak Kelompok B Tahun 2013/2014 TK Widya Santhi Denpasar Selatan. Program pembelajaran yang mencakup : 1) Bidang pembentukan perilaku merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak, sehingga menjadi kebiasaan yang baik. Bidang pengembangan ini meliputi lingkup perkembangan nilai-nilai agama dan moral serta pengembangan sosial emosional dan kemandirian. 2) Bidang pengembangan kemampuan dasar
merupakan kegiatan yang dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreatifitas sesuai dengan perkembangan anak seperti : kognitif, bahasa, motorik. Dalam kesempatan ini penulis akan lebih banyak membahas mengenai pengembangan bahasa pada anak usia dini terutama bahasa lisan anak. Menurut Salim (2002:5) ”tujuan khusus pendidikan salah satunya agar anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk berfikir dan belajar”. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pengembangan bahasa bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi secara efektif dan membangkitkan minat untuk berbahasa Indonesia. Badudu (dalam Dhieni,1.8) menyatakan bahwa “bahasa adalah alat penghubung/komunikasi antara anggota masyarakat yang terdiri dari individuindividu yang menyatakan perasaan, pikiran dan keinginannya. Bahasa sebagai suatu sistem bunyi yang arbitrer (mana suka) digunakan masyarakat dalam rangka bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri”. Bromley (dalam Dhieni,1.8) mengidentifikasi “bahasa sebagai sistem simbol yang teratur untuk mentransfer berbagai ide maupun informasi yang terdiri dari simbol-simbol visual maupun verbal.” Dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah alat untuk berkomunikasi antara individu satu dengan yang lainnya untuk menyatakan perasaan dan keinginannya yang terdiri dari simbol visual dan verbal untuk mencapai tujuan. Santrok (dalam Drazat,Bloogsport.com/2006:1) ”bahasa adalah suatu bentuk komunikasi baik berupa ujaran,tulisan atau tanda-tanda yang di dasarkan pada suatu sistem simbul”. Lado ( dalam Drazat,Bloogsport.com/2006:1) ”bahasa adalah sistem komunikasi yang terkait dengan perasaan dan aktifitas manusia sesuai lingkup lingkungannya.”
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Pengertian bahasa menurut teori Nativis menyatakan “individu dilahirkandengan alat penguasaan bahasa (Language Acquisition Device) dan menemukan sendiri cara kerja bahasa tersebut.” Menurut teori behavioristik ”bahasa dipelajari melalui stimulus dan pengkondisian dari lingkungan terutama orang dewasa”. Teori kognitif mengemukakan bahwa ”perkembangan kognitif dan bahasa anak berkaitan erat dengan kebudayaan masyarakat tempat anak dibesarkan” Teori Pragmatik menyatakan bahwa ”anak belajar bahasa dalam rangka bersosialisasi dan mengarahkan prilaku orang lain agar sesuai dengan keinginannya” Menurut teori intraksionis “bahasa merupakan perpaduan faktor genetik dan lingkungan. Dengan demikian bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat untuk menyatakan/menstransfer ide perasaan dan keinginannya untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya baik secara verbal maupun visual untuk mencapai suatu tujuan tertentu sesuai dengan perkembangan kognitif dan kebudayaan/peradabannya. Kemampuan berbahasa dipelajari dan diperoleh anak usia dini secara alamiah untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Bromley (dalam Gunarti,2008:1.35) menyebutkan 4 macam bentuk bahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Sebelum anak-anak diajarkan membaca dan menulis, anak terlebih dahulu harus memiliki kemampuan menyimak. Menyimak pada hakikatnya adalah suatu proses yang mencakup kegiatan mendengarkan, mengidentifikasi bunyi bahasa, menginterpretasi, menilai dan mereaksi atas makna yang terkandung didalamnya. Menurut Tarigan (dalam Munir,wordpress,com/2012) bahwa menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi serta interpretasi untuk memperoleh informasi menangkap isi atau pesan serta memahami makna
komunikasi yang telah disampaikan oleh pembicara secara lisan. Tarigan menekankan bahwa menyimak adalah menangkap pesan lisan dengan penuh perhatian dan pemahaman apresiasi serta interpretasi untuk memperoleh informasi. Menurut Kupetz & Twies (dalam Seefeldt & Wasik,2008:353) memgemukakan bahwa “Menyimak atau mendengarkan bukan kemampuan alami sejak lahir.Untuk itu kemampuan ini dipelajari lewat bimbingan dan pengajaran orang tua, para guru, dan orang lain di lingkungan anak” Dapat disimpulkan bahwa menyimak adalah kemampuan mendengarkan pesan lisan dengan konsentrasi penuh perhatian dan pemahaman apresiasis serta interpretasi untuk memperoleh informasi melalui bimbingan dan pengajaran orang lain. Hakikat bahasa adalah lambang bunyi yang diucapkan menempatkan keterampilan berbicara sebagai keterampilan berbahasa yang utama. Dengan keterampilan berbicaralah pertama-tama kita penuhi kebutuhan untuk berkomunikasi dengan lingkungan masyarakat tempat kita berada. Komunikasi dapat berlangsung secara efektif dan efisien, dengan menggunakan bahasa, sedangkan hakikat bahasa adalah ucapan. Proses penyampaian bunyi-bunyi bahasa itu adalah berbicara. Dalam proses berbicara, pembicara merupakan faktor yang utama dalam menciptakan kegiatan yang komunikatif. Membaca adalah kegiatan berbahasa yang secara aktif menyerap informasi atau pesan yang disampaikan melalui media tulis seperti : buku cerita, majalah atau media tulis lainnya. Disebut aktif karena membaca bukan hanya sekedar memahami lambang tulis tapi juga membangun makna memahami, menerima menolak dan membandingkan dan meyakini isi tulisan. Smith (dalam Pratiwi,2007:1.6) menyebutkan “dua hal yang mempengaruhi dalam hal membaca yaitu informasi visual dan informasi nonvisual. Membaca merupakan proses sensoris. Isyarat dan rangsangan aktivitas membaca masuk melalui indra
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) penglihatan, atau tangan untuk orang tuna netra. Penglihatan adalah alat untuk menyerap informasi tulis dan meneruskannya ke otak. Kemudian otak mengolahnya. Oleh karena itu betapapun cerdas dan siapnya seseorang tatkala ada gangguan pada kedua indranya itu ia akan kesukaran untuk mengenali tulisan. Kempuan sensori ini merupakan prasyarat awal untuk dapat mendeteksi huruf atau rangkaian huruf, tanda baca, dan berbagai lambang tulisan lainnya. Lambang tulisan itu memberikan rangsangan kepada pembaca untuk menanggapinya dengan makna yang berada di balik simbol-simbol tulis tersebut. Menurut Aisyah (2007:6.19) anak yang sering dibacakan cerita akan lebih tertarik untuk berimajinasi mereka berpura-pura membaca untuk bonekanya atau mainan lainnya. Anak cenderung akan tertarik untuk mengingat huruf. Menulis pada hakikatnya suatu proses berfikir dan menuangkan pemikiran itu sendiri dalam bentuk wacana (tulisan/karangan). Menulis merupakan kegiatan yang kompleks karena penulis dituntut untuk dapat menyusun dan mengorganisasikan isi tulisannya serta menuangkannya dalam formulasi ragam bahasa tulis dan konvensi penulisan lainnya. Fungsi Bahasa Bagi Anak TK Bromley dalam Dhieni (1.17) menyebutkan: Ada 5 macam fungsi bahasa sebagai berikut. 1) Bahasa menjelaskan keinginan dan kebutuhan individu. 2) Bahasa dapat merubah dan mengontrol prilaku. 3) Bahasa membantu perkembangan kognitif anak. 4) Bahasa membantu mempererat interaksi dengan orang lain. 5) Bahasa mengekspresikan keunikan individu. Pengertian Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisaikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Jadi sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi, atau metode pembelajaran. Menurut Trianto (2010), model pembelajaran adalah "perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial". Menurut Jihad (2008:25) mengemukakan "model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi peserta didik, dan memberikan petunjuk pada pengajar di kelas setting pembelajaran atau seting pembelajaran Iainnya". Joyce & Weil (1980) mendefinisikan "model pembelajaran sebagai kerangka konseptual digunakan sebagai pedoman dalam melakukan. pembelajaran". Dengan demikian, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Jadi model pembelajaran cenderung preskriptif, yang relatif sulit dibedakan dengan strategi pembelajaran. Winaraputra (dalam Sumiati,2008) mengemukakan bahwa "model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencana pembelajaran dan para pengajar dalam mencanangkan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran". Dari definisi model pembelajaran diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perencana pembelajaran dan para pengajar dalarn mencanangkan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran dan memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi, atau metode pembelajaran. Ada sangat banyak model-model pembelajaran yang bersifat mengaktifkan peserta didik (inovasi) baik secara fisik maupun psikis. Dalam uraian berikut hanya dapat dirangkum 24 jenis model pembelajaran inovatif yang dapat disajikan
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) sebagai berikut.1) Example Non-Example. 2) Picture And Picture. 3) Membered Heads Together. 4) Cooperative Script. 5) Kepala Bernomor Struktur. 6) Student Teams-Achievement Divisions (STAD). 7) Jigsaw (Model Tim Ahli). 8) Problem Based Learning (PBL) → (Pembelajaran Berdasarkan Masalah). 9) Artikulasi. 10) Mind Mapping.11) Make a Match. 12) Think Pair and Share. 13) Debate. 14) Role Playing. 15) Group Investigation. 16) Talking Stik. 17) Bertukar Pasangan. 18) Snowball Throwing. 19) Student Facilitator and Explaining. 20) Course Review Horay.21) Explisit Introductian. 22) Cooperative Integrated Reading and Kompostion (CIRK) → Koperatif Terpadu Membaca dan Menulis. 23) Inside-Outside Circle. 24) Metode Bermain Berbasis Teori Mueller → untuk belajar membaca permulaan. Dalam kesempatan ini peneliti memakai model pembelajaran role playing. Dimana model ini yang relevan dengan identifikasi permasalahan di awal mengenai perkembangan bahasa lisan pada anak kelompok B di TK Widya Santhi. Situasi belajar seperti ini diharapkan bisa menciptakan suasana yang santai tidak tegang dansignifikan dengan situasi dan kondisi anak saat belajar dan bermain di rumah. Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Menurut Santoso (dalam Septiyaningsih,2013:3) mengemukakan bahwa ”model role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa” Rostiyah (dalam Susiani,2013:3) mengemukakan bahwa” metode role playing atau bermain peran merupan metode pembelajaran dimana tehniknya menekankan kepada siswa bisa berperan atau memainkan peran dalam
dramatisasi masalah social atau psikologis.” Tejasaputra (2005:57) mengemukakan bahwa” bermain peran termasuk salah satu bermain aktif, diartikan sebagai pemberian atribut tertentu terhadap benda, situasi dan anak memerankan tokoh yang ia pilih. Apa yang dilakukan anak tampil dalam tingkah laku yang nyata dan dapat diamati dan biasanya melibatkan penggunaan bahasa”. Dapat disimpulkan bahwa metode role playing adalah suatu cara penguasaan pembelajaran dalam mengembangkan imajinasi melalui dramatisasi baik itu tentang masalah sosial atau psikologis dalam tingkah laku yang nyata. Pada metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama temantemannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri murid (Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran memahami kebebasan berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan berbagai kegiatan tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari . Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode role playing adalah “suatu upaya untuk membelajarkan anak melalui kegiatan imajinatif yang dilakukan oleh anak dengan memindahkan situasi di luar kelas ke dalam kelas”. Jadi, dalam pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi. Torkleson (dalam Zaman,dkk,2007:2.5) mengatakan bahwa” media adalah segala sesuatu yang dipergunakan untuk mempermudah
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) pembelajaran yaitu segala apa yang ada di sekolah dulu sekarang dan yang akan datang” Menurut Heinich, Molenda dan Russell (1993) bahwa media merupakan saluran komunikasi. Media berasal dari bahasa latin “medium” yang secara harfiah berarti perantara yaitu perantara sumber pesan dengan penerima pesan. Dalam pembelajaran di PAUD, pesan itu merupakan isi dari tema atau topik pembelajaran. Anonim “Media adalah bagian integral dari sebuah penunjang pembelajaran yang berpengaruh vital terhadap proses dan hasil pembelajaran.” Dapat disimpulkan bahwa media adalah sebuah perantara antara sumber pesan dengan penerima pesan, merupakan bagian integral dari sebuah penunjang pembelajaran yang berpengaruh vital terhadap hasil dan proses pembelajaran. Tujuan pendidikan anak usia dini adalah menumbuh kembangkan potensi anak-anak secara merata pada setiap aspek dan seluruh bidang pengembangannya. Namun ada kalanya seorang guru yang telah profesional dalam mengelola pembelajaran tetapi hasilnya tetap saja ada beberapa anak yang mengalami masalah di dalam perkembangan bahasanya begitu juga yang terjadi di TK Widya Santhi Denpasar banyak anak yang perkembangan bahasanya kurang bagus. Bahasa memegang peran penting dalam berkomunikasi dan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Menurut Badudu (dalam Dhieni,1.8) menyatakan bahwa “bahasa adalah alat penghubung / komunikasi antara anggota masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang menyatakan perasaan, pikiran dan keinginannya. Bahasa sebagai suatu sistem bunyi yang arbitrer (mana suka) digunakan masyarakat dalam rangka bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri”. Bromley (dalam Dhieni,1.8) mengidentifikasi “bahasa sebagai sistem simbol yang teratur untuk mentransfer berbagai ide maupun informasi yang terdiri dari simbol-simbol visual maupun verbal.”
Dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah alat untuk berkomunikasi antara individu satu dengan yang lainnya untuk menyatakan perasaan dan keinginannya yang terdiri dari simbol visual dan verbal untuk mencapai tujuan. Mengacu dari pendapat di atas seharusnya perkembangan bahasa anak bisa optimal.Walaupun dengan berbagai metode sudah dilakukan namun dari tahun ke tahun hasilnya tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Dalam kesempatan ini akan dicobakan untuk mengimplementasikan model pembelajaran role playing dengan media gambar untuk meningkatkan kemampuan berbahasa pada anak TK Widya Santhi Denpasar. Menurut Santoso (dalam Septiyaningsih,2013:3) mengemukakan bahwa ”model role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa” Rostiyah (dalam Susiani,2013:3) mengemukakan bahwa” metode role playing atau bermain peran merupan metode pembelajaran dimana tehniknya menekankan kepada siswa bisa berperan atau memainkan peran dalam dramatisasi masalah social atau psikologis.” Kemampuan anak dalam mengungkapkan bahasa lisan inilah terutama yang diharapkan mampu untuk diaktualisasikan oleh seorang anak melalui tindakan-tindakan kongrit dalam pola tingkah lakunya sehari-hari. Dengan implementasi metode pembelajaran role playing dengan media gambar diharapkan akan mampu meningkatkan perbendaharaan dan kosa kata anak sehingga beguna untuk menumbuhkan imajinasi serta kemampuan berbahasa lisan mereka. Dengan perkataan lain bahwa semakin efektif dan tepat pelaksanaan Metode pembelajaran role playing yang diterapkan oleh guru diharapkan akan semakin meningkat perkembangan bahasa lisan anak. Sebaliknya semakin tidak efektif pelaksanaan / penerapan model pembelajaran role playing berbantuan media gambar maka akan semakin rendah perkembangan bahasa pada anak TK.
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
METODE Penelitian ini dilakukan pada anak kelompok B TK Widya Shanti Denpasar Tahun Ajaran 2013/20114. Dan waktu penelitian dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2013/2014. Subjek penelitian ini adalah siswa kelompok B di TK Widya Shanti Denpasar Tahun Ajaran 2013/2014 yang berjumlah 25 orang dengan 10 orang siswa laki - laki dan 15 orang siswa perempuan. Siswa ini dipilih menjadi subjek penelitian mengingat di kelas B pada semester II tahun ajaran 2013/2014 di TK Widya Shanti Denpasar ditemukan permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan dalam latar belakang. Objek yang ditangani dalam penelitian ini adalah kemampuan berbahasa pada anak. Penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Agung (2010:2) bahwa PTK sebagai salah satu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel meliputi variabel bebas yaitu model pembelajaran Role playing dan media gambar, variabel terikat yaitu kemampuan berbahasa. Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, digunakan satu metode yaitu metode observasi. Untuk menjelaskan tentang metode observasi dalam buku pengantar metodelogi penelitian dikemukakan bahwa: “metode observasi adalah suatu cara memperoleh atau mengumpulkan data yang dilakukan dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang suatu objek tertentu” (Agung, 2010:68). Observasi dilakukan terhadap kegiatan anak dalam menggunakan media boneka tangan melalui kegiatan kemampuan berbahasa lisan. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan pada masingmasing siklus dengan menggunakan instrumen penelitian berupa lembar
observasi. Setiap kegiatan yang diobservasi dikategorikan ke dalam kualitas yang sesuai dengan pedoman pada Permendiknas No.58 Tahun 2009. Dalam penelitian ini penelitilah yang menjadi instrumen utama yang turun ke lapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Disamping peneliti sebagai instrumen utama, penelitian ini juga akan menggunakan instrument bantu berupa lembar panduan observasi dan foto. Untuk mendapatkan data yang diinginkan maka disusunlah kisi-kisi instrumen penelitian untuk memudahkan dalam proses penelitian. Berikut kisi-kisi instrumen penelitian penerapan model pembelajaran Role playing berbantuan media gambar untuk meningkatkan kemampuan berbahasa. Setelah data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, maka dilakukan analisis data. Dalam menganalisis data ini digunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis deskriptif kuantitatif. Dalam penerapan metode analisis deskriptif ini, data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dan disajikan kedalam: menghitung angka rata-rata (mean), menghitung median, menghitung modus, menyajikan data ke dalam grafik polygon. Dalam pengantar metodelogi penelitian dinyatakan bahwa metode analisis deskriptif kuantitatif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-angka dan atau presentase mengenai keadaan suatu objek yang diteliti sehingga diperoleh kesimpulan umum (Agung, 2011:67). Metode analisis deskriptif ini digunakan untuk menentukan tingkat tinggi rendahnya kemampuan berbahasa anak ditentukan dengan menggunakan pedoman konversi Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima. Tingkatan kemampuan bahasa lisan anak dapat ditentukan dengan membandingkan M (%) atau rata-rata persen ke dalam PAP skala lima dengan kriteria sebagai berikut:
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Tabel 1. Pedoman PAP Skala Lima tentang Kemampuan Berbahasa Anak Persentase 90-100 80-89 65-79 55-64 0-54
Kriteria Kemampuan Berbahasa Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Sumber:Agung (2010: 12) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Penelitian dilaksanakan di kelompok B TK Widya Santhi Denpasar dengan jumlah siswa 25 orang. Penelitian ini dilaksanakan 2 bulan dari tanggal 1 Maret 2014 sampai 30 April 2014. Data kemampuan berbahasa lisan anak disajikan dalam bentuk tabel frekuensi, menghitung mean (M), median (Md), modus (Mo), grafik polygon dan membandingkan rata-rata atau mean dengan model PAP skala lima. Pada siklus I diperoleh rata-rata (mean) sebesar 16,20, nilai tengah (median) sebesar 16,00, dan nilai yang paling banyak muncul (modus) sebesar 17,00. Jika, nilai mean, median, dan modus tersebut digambarkan kedalam kurve poligon, maka akan membentuk kurve kurve juling positif (Mo > M > Me). Perbandingan rata-rata presentase yang diperoleh yaitu 57,85 % berada pada kategori 55-64% yang tergolong pada kategori rendah. Kemampuan mengenal bahasa lisan anak TK Widya Santhi pada penelitian siklus I berada pada kriteria rendah. Dari hasil pengamatan dan temuan selama pelaksanaan tindakan pada siklus I tingkat kemampuan berbahasa lisan anak masih berada pada kriteria rendah, maka masih perlu dilanjutkan pada siklus II. Pada siklus II diperoleh rata-rata (mean) sebesar 18,96, nilai tengah (median) sebesar 18,00, dan nilai yang paling banyak muncul (modus) sebesar 17,00. Jika, nilai mean, median, dan modus tersebut digambarkan ke dalam kurve poligon, maka akan membentuk kurve poligon juling negatif (Mo < Me < M). Untuk menentukan tingkat belajar siswa,
maka rata-rata dibandingkan dengan kriterian Penilaian Acuan Patokan. Perbandingan rata-rata prensentase yang diperoleh yaitu 67,71% berada pada kategori 65-79% yang berarti bahwa hasil belajar kemampuan berbahasa pada siklus II berada pada kriteria sedang. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis penelitian siklus I dan II memberikan gambaran bahwa dengan penerapan metode role playing berbantuan media gambar untuk meningkatkan kemampuan berbahasa lisan pada anak kelompok B TK Widya Santhi diperoleh rata-rata hasil belajar kemampuan menggunakan bahasa lisan pada siklus I sebesar 57,85% dan ratarata hasil belajar kemampuan menggunakan bahasa lisan pada siklus II sebesar 67,71%. Ini menunjukkan adanya peningkatan persentase rata-rata hasil belajar anak dari siklus I ke siklus II sebesar 9,86%. Peningkatan persentase pada penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan metode pembelajaran role playing berbantuan media gambar ternyata cukup efektif untuk meningkatkan hasil belajar anak. Hal ini sejalan dengan pendapat Tejasaputra (2005:57) mengemukakan bahwa” bermain peran termasuk salah satu bermain aktif, diartikan sebagai pemberian atribut tertentu terhadap benda, situasi dan anak memerankan tokoh yang ia pilih. Apa yang dilakukan anak tampil dalam tingkah laku yang nyata dan dapat diamati dan biasanya melibatkan penggunaan bahasa”. Karakteristik Anak Usia Dini yang unik, aktif, kritis, cengeng pemalu diperlukan srtategi untuk memodifikasi
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) dalam pembelajaran melalui penerapan metode role playing berbantuan media gambar untuk meningkatkan kemampuan bahasa anak secara intensif dan berkelanjutan guna lebih meningkatkan hasil belajar anak didik. Peningkatan ini mencerminkan bahwa penerapan metode Role Playing perlu di terapkan dalam pembelajaran selanjutnya. Pada pelaksanaannya anak akan lebih banyak di tuntut mampu mengasah rasa percaya diri dan berani untuk tampil di depan umum mengungkapkan ide dan perasaannya secara ekspresif. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis data sebagaimana disajikan di depan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut. Terdapat peningkatan hasil belajar setelah diterapkan metode pembelajaran Role Playing dengan media gambar, untuk meningkatkan kemampuan berbahasa lisan pada anak kelompok B TK Widya Santhi setelah menggunakan media gambar sebesar 9,86%. Ini terlihat dari peningkatan persentase rata-rata belajar anak pada siklus I sebesar 57,85% menjadi sebesar 67,71% yang ada pada katagori sedang. Berdasarkan simpulan di atas, dapat diajukan saran-saran sebagai berikut. Kepada guru disarankan agar dapat menerapkan metode pembelajaran role playing dengan media gambar disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Kepada sekolah disarankan mampu memberikan informasi mengenai metode role playing untuk meningkatkan kemampuan bahasa lisan anak pada guru dalam proses pembelajaran disekolah. DAFTAR RUJUKAN Agung, A.A Gede. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Undiksha Singaraja. --------.2012 Model-model Pembelajaran Inovatif (24 Model Pembelajaran Inovatif). Rangkuman. (tidak
diterbitkan). Jurusan Teknologi Pendidikan Universitas Ganesha. --------.2010 Bahan Kuliah Statistika Deskristif.Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Ganesha Singaraja. Darmadi,Hamid.2011.Metode Penelitian Pendidikan.Bandung:Alfabeta Dhieni, Nurbiana, dkk. Pengembangan Bahasa. Universitas Terbuka.
Metode Jakarta:
Gunarti, Wida, dkk.2008. Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak UsiaDini.Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Jihad,AsepdanHaris,Abdul.2008.Evaluasi Pembelajaran.Yogyakarta: Multi Presindo Joyce and Weil.1980.Models Of Second Edition.NewJasey:Prentice Hall. Munir,Arieful.2012.Pengertian Menyimak Dari Beberapa Ahli Bahasa. Download:Ariefulmunir,wordpress.co m/2012/12/11/PengertianMenyimak-Dari-Beberapa-AhliBahasa/. (diakses tanggal 16-042014) Muthoharoh, Hafiz, 2010. Metode Sosiodrama dan Bermain Peranan (Role Playing Method). Alhafizh84.wordpress.com/2010/01/ 16/metode - sosiodrama dan –bermain-peranan-role-playingmethod.(diakses tanggal 22 Maret 2014).
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia no 58 Tahun 2009, Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Tentang Kemampuan B Derektorat Jendral Data Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Derektorat Pembina TK dan SD. Seefeldt & Wasik.2008.Pendidikan Anak Usia Dini.Jakarta:PT Indeks Septianingsih, Ni Komang.2013. Penerapan Model Pembelajaran Role Playing Berbantuan Media
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Gambar Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Lisan.Downdload:www.search.ask.c om/web?0=10148&q=PTK+model+r ole+playing+pengembangan+bahas a+undiksha+singaraja&+s=1391093 723770 (diakses tanggal 31-012014) Sumiati, Ni Nyoman.2010.Penerapan Metode Bercerita Untuk Meningkatkan Kreatifitas Anak Kelompok B TK Widya Santhi Denpasar Tahun 2010/2011.Bali:IKIP PGRI. Susiani, Putu Etti. 2013. Penerapan Model Role Playing Berbantuan Media Boneka Gambar Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Indonesia Anak Kelompok B TK Satya Kumara. Donwload www.search.ask.com/web?o=10148 &q=ptk+model+role+playing+penge mbangan+bahasa+undiksha+singar aja&+s=1391093723770(diakses tanggal 30-01-2014). Tedjasaputra, Mayke S. 2005. Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta: PT. Gramedia. Trianto, 2010. Model Pembelajaran Terpadu : Konsep, Strategi dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Surabaya: Bumi Aksara. Zaman, Badru, dkk. 2007. Media dan Sumber Belajar TK. Jakarta: Universitas Terbuka.