e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
PENERAPAN METODE BERCERITA BERBANTUAN MEDIA BONEKA JARI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA LISAN ANAK USIA DINI Ni Luh Delvi Marlinda¹, I Nyoman Wirya² , Luh Ayu Tirtayani³ ¹²³Jurusan PG PAUD, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected];
[email protected];
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berbahasa lisan pada anak kelompok B1 semester II Tahun Pelajaran 2013/2014 di TK Ganesa Singaraja setelah diterapkan metode bercerita berbantuan media boneka jari. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah 14 orang anak pada kelompok B1 semester II Tahun Pelajaran 2013/2014. Data penelitian dikumpulkan menggunakan metode observasi dengan instrumen berupa lembar format observasi. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata skor kemampuan berbahasa lisan pada anak kelompok B1 setelah diterapkan metode bercerita berbantuan media boneka jari pada siklus I sebesar 72,1% yang berada pada katagori sedang kemudian pada siklus II menjadi 82,5 tergolong pada katagori tinggi. Jadi terjadi peningkatan kemampuan berbahasa lisan anak setelah diterapkan metode bercerita berbantuan media boneka jari sebesar 10, 4%. Kata-kata kunci: metode bercerita, media boneka jari, kemampuan berbahasa lisan Abstract This research is aimed to know the development of students’ ability in spoken language of class B1 in the Second Semester in the Academic Year 2013/2014 in Ganesa Kindergarten Singaraja by applying story telling method using finger puppet media. This research was a classroom action research which was conducted in two cycles. The subjects of the study are 14 kindergarten students in class B1 in the second semester in the academic year of 2013/2014. The data was collected by using observation method. The instrument used was in form of observation form. The data collected were analyzed by using descriptive statistical analysis and quantitative descriptive. Results of the data analysis showed that the average score of students’ spoken language ability of B1 group increased after implementing storytelling method with assist of finger puppet media from 72.1% in the first cycle in which it is categorized as moderate category into 82.5 % in the second cycle in which it is categoried as high category. In conclusion, there is an increase of students’ spoken language ability after implementing storytelling method aided by finger puppet media that is 10.4%. It is categorized as relatively high category. Keywords : storytelling method, finger puppet, spoken language ability
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) PENDAHULUAN Pendidikan merupakan segala usaha yang dilaksanakan dengan sadar dan bertujuan mengubah tingkah laku manusia ke arah yang lebih baik. Pendidikan berperan penting dalam mengembangkan kualitas kehidupan manusia. Pendidikan berlangsung sejak anak usia dini. Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 (dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009) tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Fungsi PAUD yaitu untuk membantu mengembangkan semua potensi anak (fisik, bahasa, intelektual/kognitif, emosi, sosial, moral dan agama) dan meletakkan dasar kearah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya (Latif, 2013:22). Rentang usia dini merupakan saat yang tepat dalam mengembangkan potensi dan kecerdasan anak. Pengembangan potensi anak secara terarah pada rentang usia tersebut akan berdampak baik pada kehidupan masa depan anak. Sebaliknya, pengembangan potensi anak yang kurang terarah, akan berakibat pada potensi anak yang jauh dari harapan. Salah satu potensi yang perlu dikembangkan sejak dini adalah kemampuan berbahasa khusunya kemampuan berbahasa lisan. Kemampuan berbahasa anak merupakan kemampuan yang sangat penting untuk distimulasi sejak dini. Kemampuan berbahasa tidak dikuasai dengan sendirinya oleh anak. Akan tetapi, kemampuan berbahasa akan diperoleh melalui proses pembelajaran atau memerlukan upaya pengembangan. Anak mempelajari bahasa dengan berbagai cara yakni meniru, menyimak, mengekspresikan, dan juga bermain. Terdapat beberapa komponen kemampuan berbahasa yaitu, menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Kemampuan berbahasa merupakan hal yang sangat penting untuk
mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak, dimana di dalam setiap aktivitas anak sehari-hari akan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi bagi setiap orang, termasuk anak-anak. Anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya melalui berbahasa. (Badudu dalam Dhieni, 2008:1.11) menyatakan bahwa, Bahasa adalah alat penghubung atau komunikasi antara anggota masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang menyatakan pikiran, perasaan, dan keinginannya. Melalui bahasa anak dapat mengekspresikan pikiran dan perasaan kepada orang lain sehingga orang lain dapat memahaminya. Secara umum, dari segi media atau sarana untuk menghasilkan bahasa, digunakan dua ragam bahasa, yaitu ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulisan. Ragam lisan atau disebut dengan kemampuan bahasa lisan merupakan kemampuan berbahasa pertama yang dikuasai oleh anak (Dhieni, 2008:4.4). Kemampuan berbahasa lisan meliputi menyimak dan berbicara. Secara alamiah setiap anak yang normal belajar bebahasa melalui proses mendengarkan/ menyimak. Melalui proses tersebut akhirnya anak belajar berbicara. Keterampilan menyimak dan berbicara merupakan kegiatan berbahasa lisan yang biasa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sugono (dalam Septiyaningsih, 2013:15) menyatakan bahwa berbahasa lisan adalah bahasa sebagai alat komunikasi yang cara penyampainnya secara lisan dari seseorang kepada lawan bicara. Sadjaah (2005:119) menyatakan bahwa, bahasa lisan merupakan cara penyampaian sesuatu yang diucapkan secara lisan. Dalam komunikasi menggunakan bahasa lisan terjadi suatu proses penyampaian pesan dari yang berbicara dan proses penerimaan pesan yaitu seorang pendengar. Kemampuan berbahasa lisan adalah suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menyampaikan pesan secara langsung, menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti dan dicerna oleh lawan bicara. Mengingat besarnya peranan bahasa bagi kehidupan, maka kemampuan
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) berbahasa perlu dikembangkan pada anak didik sejak usia dini. Guru merupakan salah seorang yang dapat mempengaruhi perkembangan bahasa pada anak. Guru diharapkan dapat mengembangkan kegiatan pembelajaran yang menarik dalam meningkatkan kemampuan berbahasa sehingga anak dapat mencapai kemampuan berbahasa sesuai dengan karakteristik perkembangan anak. Berdasarkan hasil observasi awal di Taman Kanak-Kanak Ganesa Singaraja pada semester I tahun 2013/2014, salah satu masalah yang ditemukan adalah kurangnya tingkat kemampuan berbahasa peserta didik, khususnya dalam perkembangan kemampuan berbahasa lisan. Hal tersebut terlihat dalam kegiatan bercerita, anak nampak mengalami kesulitan dalam menceritakan kembali isi cerita yang sudah disampaikan oleh guru, mengulang kalimat yang telah didengar, menjawab bila ada pertanyaan dari guru, mengungkap pendapat secara sederhana dan anak juga nampak mengalami kesulitan ketika disuruh menceritakan pengalaman secara sederhana. Salah satu penyebab permasalahan tersebut adalah metode pembelajaran yang diterapkan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa lisan anak kurang optimal dan bervariatif sehingga hasil yang dicapai juga kurang maksimal. Oleh karena itu, para guru khususnya guru TK harus lebih kreatif dan inovatif dalam menciptakan suatu kegiatan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa lisan anak. Kreativitas guru diperlukan dalam upaya memotivasi anak agar mau mengikuti kegiatan pembelajaran. Kreativitas seorang guru dapat terlihat dari cara guru menerapkan berbagai strategi, metode, media dan teknik pembelajaran. Guru yang kreatif adalah kemampuan seorang guru untuk menciptakan sesuatu yang baru dalam rangkaian kegiatan pembelajaran sehingga selalu menarik dan mendatangkan semangat baru bagi anak untuk memperoleh pengetahuan. Penerapan metode dan media yang tepat juga diperlukan oleh guru untuk mendukung pengembangan kemampuan anak khususnya kemampuan berbahasa lisan anak.
Metode di dalam pembelajaran memegang peranan yang sangat penting, karena merupakan tata cara dalam menentukan langkah-langkah pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan. Dengan menggunakan metode yang tepat, guru akan mampu mencapai tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran. Proses pembelajaran dapat tercapai secara optimal apabila diiringi dengan penggunaan metode pembelajaran yang tepat. Agung (2012:1) menyatakan bahwa, Metode berasal dari kata methodos, secara etimologis methodos berasal dari akar kata metha dan hodos. Metha artinya dilalui dan hodos berarti jalan. Jadi dapat disimpulkan, metode ialah jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, metode dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Penerapan metode yang tepat dan sesuai sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran, karena metode pembelajaran yang tidak tepat akan menjadi penghalang kelancaran jalannya suatu proses belajar mengajar. Metode pembelajaran memiliki peran yang sangat penting dalam proses belajar di Taman Kanak-kanak. Beberapa metode yang terdapat dalam pembelajaran di Taman Kanak-kanak adalah metode bermain, metode karyawisata, metode bercakap-cakap, metode bercerita, metode demonstrasi, metode proyek, metode pemberian tugas (Isjoni, 2010:86). Salah satu metode yang dapat diterapkan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak adalah metode bercerita (Musfiroh, 2005:79). Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak Taman Kanak-kanak dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan (Moeslichatoen, 1999:157). Metode bercerita dalam kegiatan pengajaran di TK mempunyai beberapa manfaat penting bagi pencapaian tujuan pendidikan TK. Dhieni (dalam Penayuni, 2012:20) menyatakan bahwa, bercerita kepada anak memainkan peranan penting bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca tapi juga dalam mengembangkan bahasa dan pikiran anak.
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Fanani (dalam Djuko, 2013:3) menyatakan bahwa, bercerita / mendongeng adalah metode komunikasi universal yang sangat berpengaruh kepada jiwa manusia. Melalui cerita-cerita / dongeng yang baik, sesungguhnya anakanak tidak hanya memperoleh kesenangan atau hiburan saja, tetapi mendapatkan pendidikan yang jauh lebih luas, bahkan tidak berlebihan bila dikatakan bahwa cerita ternyata menyentuh berbagai aspek pembentukan kepribadian anak-anak. Seorang pendongeng yang baik akan menjadikan cerita sebagai suatu yang menarik dan hidup. Keterlibatan anak terhadap cerita akan memberikan suasana yang segar, menarik dan menjadi pengalaman yang unik bagi anak. Bercerita dalam konteks komunikasi dapat dikatakan sebagai upaya mempengaruhi orang lain melalui ucapan dan penuturan tentang sesuatu (ide). Sementara dalam konteks pembelajaran anak usia dini bercerita dapat dikatakan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa anak. Anak-anak usia 4-5 tahun umumnya senang diperdengarkan sebuah cerita sederhana yang sesuai dengan perkembangan usianya (Dhieni, 2008:6.1). Seorang pendongeng yang baik akan menjadikan cerita sebagai suatu yang menarik dan hidup. Keterlibatan anak terhadap cerita akan memberikan suasana yang segar, menarik dan menjadi pengalaman yang unik bagi anak. Kegiatan bercerita dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk berpikir, berpendapat secara bebas sesuai dengan cerita yang telah didengar untuk membangkitkan motivasi anak dalam kegiatan belajar. Melalui kegiatan bercerita, pendengaran anak dapat difungsikan dengan baik untuk membantu kemampuan berbicara dengan menambah pembendaharaan kosakata, kemampuan mengucapkan kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahap perkembangan anak. oleh karena itu peningkatan kemampuan berbahasa lisan anak dapat dilakukan dengan menerapkan metode bercerita. Pelaksananaan kegiatan pembelajaran Taman Kanak-kanak dengan menerapkan metode bercerita dilaksanakan
dalam upaya memperkenalkan, memberikan keterangan, atau penjelasan tentang hal baru dalam rangka menyampaikan pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai kompetensi dasar anak Taman Kanak-kanak. Oleh karena materi yang disampaikan berbentuk cerita yang awal dan akhirnya berhubungan erat dalam kesatuan yang utuh, maka cerita tersebut harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan berbantuan media yang mampu menarik minat anak untuk mendengarkan cerita yang disampaikan oleh guru. Melalui penerapan metode bercerita, potensi kemampuan berbahasa anak akan berkembang melalui pendengaran dan kemudian mampu menuturkanya kembali dengan tujuan melatih anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan. Kegiatan bercerita memberikan sumbangan besar pada perkembangan anak secara keseluruhan sebagai implikasi dari perkembangan bahasanya sehingga anak akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan aspek perkembangan yang lain dengan modal kemampuan berbahasa lisan yang sudah baik. Adapun langkah-langkah pelaksanaan metode bercerita adalah pertama-tama tempat duduk atau posisi anak diatur sedemikian rupa supaya anak-anak nyaman dalam mendengarkan cerita. Ke dua guru mempersiapkan alat peraga yang akan digunakan dalam bercerita. Ketiga memberikan kesempatan anak untuk memberi judul cerita, sebelum anak-anak mengetahui judul cerita sebenarnya. keempat memberitahu judul cerita sebenarnya kepada anak. Kelima, bercerita sesuai dengan media yang digunakan. Kelima setelah selesai bercerita, guru memberikan kesempatan anak untuk bertanya dan memberi kesimpulan. Selanjutnya setelah selesai bercerita, guru bertanya tentang isi cerita, tokoh dalam cerita dan memberi kesempatan pada satu atau dua orang anak untuk menceritakan kembali isi cerita tersebut. Selain penerapan metode secara tepat, media yang menarik juga diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran di Taman Kanak-kanak.
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Pada hakikatnya kegiatan pembelajaran merupakan proses komunikasi. Dalam proses komunikasi tersebut, guru bertindak sebagai komunikator yang bertugas menyampaikan pesan pembelajaran kepada penerima pesan yaitu, siswa atau anak. Agar pesanpesan pembelajaran yang disampaikan guru dapat diterima dengan baik oleh anak maka dalam proses komunikasi pembelajaran diperlukan wahana penyalur pesan yang disebut media pembelajaran. Peran media dalam komunikasi pembelajaran di Taman Kanak-kanak semakin penting artinya mengingat perkembangan anak pada saat itu berada pada masa konkret. Media dapat membantu memperjelas bahan atau materi yang disampaikan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Briggs (dalam Suharso, 2012:3) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi atau pesan berupa materi pembelajaran, contohnya seperti: buku, film, video dan lain sebagainya. Media diharapkan membuat pembelajaran menjadi lebih menarik bagi anak. Salah satu media pembelajaran yang dapat mendukung kegiatan bercerita adalah media boneka jari. Media pendidikan berupa boneka dapat diterapkan dalam kegiatan anak-anak yang aman dan menarik. Boneka jari adalah boneka yang terbuat dari bahan flanel kemudian dibentuk pola sesuai yang diinginkan misalnya bentuk gajah, dan lain sebagainya. Boneka tersebut dibuat sedemikian rupa kemudian dimasukkan ke dalam jari-jari tangan manusia, sehingga dapat dimainkan oleh anak. Boneka jari adalah mainan edukatif yang memberikan manfaat luar biasa bagi para guru di sekolah yang dari segi pembuatannya relative mudah dan bahan yang tentunya tidak sulit diperoleh. Boneka Jari merupakan salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan mendongeng, berbicara atau melakukan percakapan dan sangat cocok dimainkan oleh guru dengan anak didik dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Boneka jari menurut Risna (dalam Yosastra, 2013:03) adalah moskot mungil yang di pasang pada jari untuk dimainkan
saat mendongeng atau bercerita. Permainan boneka jari akan sangat menyenangkan dan menarik perhatian anak dalam kegiatan bercerita. Tujuan permaian boneka jari adalah untuk mengembangkan kemampuan bahasa anak, mempertinggi keterampilan dan kreativitas anak, serta melatih keterampilan jari jemari tangan. Boneka jari adalah mainan edukatif yang memberikan manfaat luar biasa bagi para guru di sekolah yang dari segi pembuatannya mudah dan bahan yang tentunya tidak sulit diperoleh. Boneka jari memiliki beberapa manfaat yaitu, mengembangkan aspek bahasa, mengembangkan aspek moral/menanamkan nilai-nilai kehidupan pada anak, Mengembangkan daya fantasi (Zaman, 2008:7.20). Teuku Kemal (dalam Yosastra, 2013:3) menyatakan bahwa permainan boneka jari dapat melatih kemampuan berbahasa, berhitung, dan kecakapan motorik halus. Selain itu, media boneka jari juga memiliki beberapa manfaat lainnya seperti, mengembangkan kemampuan kognitif dan motorik halus anak. Kegiatan pembelajaran melalui implementasi metode bercerita berbantuan media boneka jari dapat memberikan pengalaman belajar yang unik dan menarik, membangkitkan semangat dan menumbuhkan perasaan senang dalam mendengarkan cerita dari guru, serta dapat meningkatkan kemampuan berbahasa lisan anak. Penerapan metode bercerita berbantuan media boneka jari merupakan salah satu cara atau tindakan yang diusahakan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berbahasa lisan anak. Metode dan media pembelajaran yang menarik diharapkan dapat meningkat minat siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga kemampuan yang diharapkan dapat meningkat. Berdasarkan uraian tersebut, maka dilaksanakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berbahasa lisan anak setelah diterapkan metode bercerita berbantuan media boneka jari pada anak kelompok B1 semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Ganesa Singaraja.
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) METODE Penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (PTK) atau Classroom Action Research dengan model daur (siklus). Agung (2010:2), menyatakan PTK sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan praktek pembelajaran dikelas secara lebih profesional. Arikunto (2012:3) berpendapat bahwa penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tidakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut dilakukan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan siswa. Penelitian Tindakan kelas merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan guru dalam mengajar dan ditunjukkan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran serta untuk memperbaiki pengajaran di kelas. Penelitian ini dilaksanakan di TK Ganesa Singaraja pada semester II tahun pelajaran 2013/2014 terhadap anak kelompok B1. Subyek penelitian sebanyak 14 orang anak. Fokus penelitian adalah kemampuan berbahasa lisan melalui penerapan metode bercerita berbantuan media boneka jari untuk meningkatkan kemampuan berbahasa lisan pada anak kelompok B1 TK Ganesa Singaraja. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan , pengamatan dan refleksi. Pada tahap perencanaan kegiatan yang dilakukan adalah menyusun persiapan mengajar berupa Peta Konsep, Rencana Kegiatan Mingguan (RKM), Rencana Kegiatan Harian (RKH), menyiapkan media yang diperlukan dalam pelaksanaan tindakan dan membuat lembar penilaian. Pada proses selanjutnya yaitu tahap pelaksanaan, pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana kegiatan harian (RKH) yang telah dibuat. dengan penerapan indikator yang telah direncanakan, yaitu pertemuan pertama menerapkan indikator mengulang kalimat yang telah didengarnya, pertemuan kedua
menjawab pertanyaan tentang keterangan/informasi tentang sesuatu hal, pertemuan ketiga menerapkan indikator mendengarkan dan menceritakan kembali isi cerita secara urut, pertemuan keempat menerapkan indikator menceritakan pengalaman/ kejadian secara sederhana, pertemuan kelima menerapkan indikator mau mengungkapkan pendapat secara sederhana sesuai dengan rencana kegiatan harian yang telah dibuat. Tahap pengamatan dilakukan untuk mengetahui hasil dari pembelajaran. Pada tahap ini proses yang dilakukan adalah dengan mengobservasi kegiatan yang dilaksanakan kemudian melakukan penilaian. Tahap terakhir adalah tahap refleksi dilakukan untuk melihat, mengkaji, mempertimbangkan dampak tindakkan yang telah diberikan, berdasarkan data yang telah terkumpul. Data hasil yang telah diperoleh kemudian dievaluasi untuk menyempurnakan tindakan berikutnya. Berdasarkan hasil refleksi maka dapat dilakukan perbaikan kekurangankekurangan dalam proses pembelajaran untuk meningkatan kemampuan berbahasa lisan anak dengan menerapkan metode bercerita berbantuan media boneka jari. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode observasi. Agung (2012:61) menyatakan bahwa metode observasi ialah suatu cara memperoleh data dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang suatu objek tertentu. Observasi dilakukan terhadap kegiatan siswa dalam bercerita dengan boneka jari. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan pada saat pelaksanaan tindakkan pada masing-masing siklus dengan menggunakan instrument penelitian berupa lembar observasi. Setiap kegiatan yang diobservasikan dikategorikan ke dalam kualitas yang berpedoman Permendiknas No. 58 Tahun 2009 yaitu anak belum berkembang dengan tanda satu bintang ( ), anak mulai berkembang dengan tanda dua bintang ( ), anak berkembang sesuai harapan dengan tanda tiga bintang ( ), dan anak berkembang sangat baik dengan tanda empat bintang ( ). Analisis data yang dipergunakan dalam
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) penelitian ini yaitu Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis Deskriptif Kuantitatif. Analisis Statistik Deskriptif merupakan suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menerapkan teknik dan rumus-rumus statistik deskriptif seperti distribusi frekuensi, grafik, angka rata-rata (Mean), median (Me), modus (Mo) untuk menggambarkan keadaan suatu objek tertentu sehingga diperoleh kesimpulan umum. Sedangkan metode Analisis Diskriptif Kuantitatif adalah suatu cara pengolahan data yang dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-angka dan atau presentase keadaan suatu obyek yang diteliti sehingga diperoleh kesimpulan umum (Agung, 2012:67). Metode analisis deskriptif kuantitatif ini digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya kemampuan berbahasa lisan anak yang dikonversikan kedalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dari tanggal 03 Maret 2014 sampai 3 Mei 2014 pada anak kelompok B1 Semester II TK Ganesa Singaraja. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari dua puluh kali pertemuan. Lima belas kali pertemuan untuk pelaksanaan tindakan dan lima kali pertemuan untuk melaksanakan penilaian terhadap kemampuan berbahasa lisan pada kelompok B1 TK Ganesa Singaraja. Analisis siklus I menunjukkan hasil Modus (Mo)=13, Median (Me)=14, dan Mean (M)=14,42. Jika disajikan ke Grafik Polygon tampak pada gambar 1. f 5 4 3 2 1 0 12 13 14 15 16 17 18
x
Gambar 1. Grafik Kemampuan Berbahasa Lisan Siklus I
Berdasarkan perhitungan dari grafik polygon di atas terlihat Mo < Me <M (13< 14< 14,42), dapat disimpulkan bahwa sebaran data kemampuan berbahasa lisan pada siklus I merupakan kurva juling positif. Dengan demikian skor kemampuan berbahasa lisan anak cenderung rendah. Nilai (M%=72,1) yang dikonversikan kedalam PAP skala lima berada pada tingkat penguasaan 65-79 yang berarti bahwa tingkat kemampuan berbahasa lisan anak di Kelompok B1 TK Ganesa Singaraja pada siklus I berada pada kriteria sedang. Pelaksanaan penelitian pada siklus I masih ditemukan beberapa kendala, sehingga diadakan refleksi agar pada siklus selanjutnya kemampuan berbahasa lisan anak dapat meningkat. Refleksi dilakukan pada tahap terakhir setelah observasi pada siklus I, dalam refleksi dibahas kendalakendala yang dihadapi dan merancang kegiatan selanjutnya yang digunakan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I dengan terlihat masih adanya hambatan dalam meningkatkan kemampuan berbahasa lisan pada anak, maka dilakukan perbaikan proses pembelajaran pada siklus ke II. Beberapa hal yang dilakukan oleh guru pada siklus II yaitu, guru lebih ekspresif dalam membawakan cerita dan membuat berbagai bentuk media yang menarik untuk meningkatkan minat anak dalam mendengarkan cerita. Cerita yang disampaikan oleh guru tidak terlalu panjang dan disesuaikan dengan kehidupan yang ada di sekitar anak, sehingga anak mudah dalam memahami isi cerita. Hasil analisis siklus II menunjukkan hasil Modus (Mo)=18 Median (Me)=17 dan Mean (M)=16,5. Jika disajikan ke Grafik Polygon tampak pada gambar 2 f 5 4 3 2 1 0 13 14 15 16 17 18 19 20
Mo=1818
x
Gambar 2. Grafik Kemampuan Berbahasa Lisan Siklus II
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Berdasarkan perhitungan dari grafik polygon di atas Mo > Me > M (18> 17> 16,5), dapat disimpulkan bahwa sebaran data kemampuan berbahasa lisan pada siklus II merupakan kurva juling negatif. Dengan demikian skor kemampuan berbahasa lisan anak cenderung tinggi. Nilai (M%=82,5) yang dikonversikan kedalam PAP skala lima berada pada tingkat penguasaan 80-89 yang berarti bahwa tingkat kemampuan berbahasa lisan anak di Kelompok B1 TK Ganesa Singaraja pada siklus II berada pada kriteria tinggi. Data yang telah diperoleh pada siklus I dan II dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis deskiptif kuantitatif. Hasil analisis menunjukkan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I rata-rata skor kemampuan mengenal lambang bilangan anak adalah 72,1% kemudian pada siklus II meningkat menjadi 82,5%. Berdasarkan analisis statistik deskriptif dan analisis deskrpitif kuantitatif terhadap kemampuan berbahasa lisan anak melalui penerapan metode bercerita berbantuan media boneka jari diperoleh rata-rata persentase kemampuan berbahasa lisan anak pada siklus I sebesar 72,1 % dan rata-rata persentase kemampuan berbahasa lisan pada siklus II sebesar 82,5 % ini menunjukkan adanya peningkatan rata-rata persentase kemampuan berbahasa lisan anak dari siklus I ke siklus II sebesar 10, 4%. Dalam pelaksanaan tindakan dari siklus I ke siklus II kemampuan berbahasa lisan anak mengalami peningkatan dari kriteria sedang ke kriteria tinggi. Terjadinya peningkatan kemampuan berbahasa lisan pada anak setelah penerapan metode bercerita berbantuan media boneka jari disebabkan oleh ketertarikan anak pada kegiatan dan media pembelajaran yang disajikan oleh guru sehingga meningkatkan minat anak dalam menyimak cerita yang disampaikan oleh guru dan pada akhirnya mampu meningkatkan kemampuan berbahasa lisan anak. Penerapan metode bercerita ternyata efektif untuk meningkatkan kemampuan berbahasa anak. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Gunarti (2010:5.4) menyatakan bahwa, Adapun tujuan metode
bercerita adalah mengembangkan kemampuan berbahasa diantaranya kemampuan menyimak, kemampuan dalam berbicara serta menambah kosakata yang dimilikinya. Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi diperoleh hasil melalui penerapan metode bercerita, kemampuan berbahasa lisan anak dilatih melalui menyimak dan mendengarkan cerita yang disampaikan oleh guru. Kegiatan bercerita memberikan pengalaman belajar anak untuk berlatih menyimak dan mendengarkan. Dengan menyimak cerita yang disampaikan oleh guru pendengaran anak dapat difungsikan dengan baik untuk membantu kemampuan berbicara sehingga dapat menambah pembendaharaan kosakata baru dengan menyimak dialog-dialog tokoh dalam cerita, meningkatkan kemampuan mengucapkan kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahap perkembangannya. Setelah mendengarkan cerita dari guru anak-anak mampu menceritakan kembali cerita yang sudah didengar serta mampu mengungkapkan pendapat secara sederhana tentang isi cerita sehingga dapat melatih anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan. menggunakan metode bercerita Penerapan metode bercerita juga dibantu dengan media pembelajaran yaitu boneka jari. Media boneka jari bermanfaat untuk mengembangkan aspek bahasa, mengembangkan aspek moral/menanamkan nilai-nilai kehidupan pada anak, Mengembangkan daya fantasi (Zaman, 2008:7.20). dari hasil observasi diperoleh hasil bahwa penerapam media boneka jari dapat membantu anak-anak mengekspresikan kreativitas dan imajinasinya. Penggunaan media boneka jari dapat mendorong minat anak untuk menceritakan pengalaman secara sederhana ke depan kelas maupun mendengarkan cerita yang disampaikan oleh guru. Pada penelitian yang telah dilaksanakan ditemukan kendala-kendala yakni, anak mengalami kesulitan untuk memahami isi cerita, hal ini terlihat pada saat kegiatan tanya jawab anak-anak kurang aktif untuk menjawab pertanyaan dari guru . Hal ini didukung oleh pendapat
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Dhieni (2008:6.9) tentang kelemahan dari metode bercerita yaitu daya serap atau daya tangkap anak didik berbeda mengakibatkan anak didik sukar memahami tujuan pokok isi cerita. Kendala lain yang ditemukan saat melaksanakan kegiatan bercerita berbantuan media boneka jari adalah anak cepat merasa bosan untuk mendengarkan cerita yang disampaikan dan nampak kurang fokus memperhatikan guru dalam kegiatan bercerita. Sesuai pendapat Dhieni (2008:6.9) kelemahan yang juga dimiliki oleh metode bercerita adalah cepat menumbuhkan rasa bosan terutama apabila penyajiannya tidak menarik, sehingga untuk mengatasi kendala tersebut, adapun solusi yang telah dilaksanakan adalah isi cerita yang disampaikan oleh guru tidak terlalu panjang selain itu dalam membawakan cerita guru lebih ekspresif sehingga anak-anak tertarik untuk mengikuti kegiatan bercerita. Cerita yang disampaikan juga disesuaikan dengan kehidupan yang ada di sekitar anak, sehingga anak akan lebih mudah dalam memahami isi cerita yang disampaikan. Adapun kelemahan dari penelitian ini adalah keterbatasan waktu yang disediakan pihak sekolah, karena mendekati akhir semester tahun pelajaran 2013/2014. Kelemahan ini yang menyebabkan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan metode bercerita berbantuan media boneka jari untuk anak kelompok B1 di TK Ganesa Singaraja berakhir disiklus II.
peningkatan rata-rata persentase kemampuan berbahasa lisan anak dari siklus I ke siklus II sebesar 10, 4%. Berdasarkan pembahasan diatas, maka diajukan saran-saran sebagai berikut. Kepada Kepala Sekolah disarankan agar mampu memberikan pembinaan tentang metode dan media pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam proses pembelajaran serta menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang proses pembelajaran khususnya dalam bercerita. Kepada para guru disarankan agar mengoptimalkan kegiatan pembelajaran seperti bercerita berbantuan media boneka jari dengan menggunakan bentuk-bentuk boneka yang menarik sehingga anak-anak lebih tertarik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain itu, Materi yang diberikan kepada anak saat bercerita hendaknya sesuai dengan konteks kehidupan anak menggunakan kata-kata sederhana, penyampaian yang jelas dan menarik sehingga dapat merangsang anak untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Kepada peneliti lain, disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut pada penerapan metode bercerita berbantuan media boneka jari untuk meningkatkan kemampuan berbahasa lisan pada anak agar mencapai hasil yang optimal sebagai penyempurnaan dari penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Agung,
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa penerapan metode bercerita berbantuan media boneka jari dapat meningkatkan kemampuan berbahasa lisan anak di TK Ganesa. Hal ini dibuktikan dengan hasil observasi pada siklus I setelah dianalisis menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan analisis deskiptif kuantitatif. Hasil yang diperoleh menunjukkan setelah diterapkan metode bercerita berbantuan media boneka jari pada siklus I sebesar 72,1 % yang berarti berada pada katagori sedang, mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 82,5 % yang menunjukkan adanya
A.A. Gede. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Ganesha Singaraja
Arikunto, Suharsimi, Dkk. 2012. Penelitian Tindakkan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara Departemen pendidikan nasional. Peraturan menteri pendidikan nasional republik Indonesia nomor 58 tahun 2009. Tentang standar pendidikan anak usia dini. Jakarta: jendral manajemen pendidikan
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) dasar dan menengah direktorat Pembina TK dan SD Dhieni,
Nurbiana, dkk. 2008. Metode pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka
Djuko, Rapi Us. 2013. “Meningkatkan Minat Membaca Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita Dengan Gambar Di Paud Andini Kelurahan Bulotadaa Timur Kecamatan Sipatana Kota Gorontalo”. Ejournal FIP UNG, Volume 04, No 01 (hlm.671-681). Gunarti,
Winda, dkk. 2010. Metode pengembangan perilaku dan kemampuan dasar anak usia dini. Jakarta: Universitas Terbuka
Isjoni, 2010. Model Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung: Alfabeta Latif,
Mukhtar, dkk. Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:Kencana Prenada Media group
Moeslichatoen, R. 1999. Metode Pengajaran Di Taman KanakKanak Jakarta:PT Rineka Cipta Musfiroh. 2005. Bercerita Untuk Anak Usia Dini. Jakarta:Depdiknas Penayuni, Ni Made. 2012. Penerapan Metode Bercerita Melalui Media Kartu Bergambar Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Anak Pada Kelompok B Semester II Tahun Ajaran 2011/2012 Di TK Kumara Stana Gitgit (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Undiksha Singaraja.Sadjaah, E. 2005. Pendidikan Bahasa Bagi Anak Gangguan Pendengaran. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional Suharso,
Aries. (2012). Pembelajaran Interatif
“Model Bangun
Ruang 3d Berbasis Augmented Reality”. Majalah Ilmiah Solusi Unsika, Volume 11, No 24 (hlm.111) Septiyaningsih, Ni Komang. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Role Playing Berbantuan Media Gambar Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Lisan Anak TK Tunas Gama School Kecamatan Bitera Kabupaten Gianyar Pada Kelompok A SEMESTER II Tahun Ajaran 2012/2013. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Undiksha Singaraja Yosastra, Oki, dkk. (2013). “Efektifitas Permainan Boneka Jari Untuk Meningkatkan Kemampuan Pengurangan Bilangan Bulat Bagi Anak Tunagrahita X”.E-Jupekhu, Volume 2, Edisi khusus (hlm.671681) Zaman, Badru, dkk. 2008. Media dan Sumber Belajar TK. Jakarta: Universitas Terbuka