e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
PENERAPAN METODE BERCERITA MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK KELOMPOK B SEMESTER II Marlen Tehupeiory1, Ign I Wayan Suwatra2, Luh Ayu Tirtayani3 1,3
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, 2 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected];
[email protected];
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berbahasa anak melalui penerapan metode bercerita dengan menggunakan media gambar pada anak kelompok B semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Kemala Bhayangkari 2 Singaraja. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Subjek penelitian ini adalah anak kelompok B TK kemala Bhayangkari 2 SingarajaTahun pelajaran 2013/2014, dengan jumlah anak 24 orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi. Data analisis menggunakan statistik deskriptif dan metode analisis statistik kuantitatif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan persentase kemampuan berbahasa anak pada siklus I sebesar 65,31% yang berada pada kategori sedang dan mengalami peningkatan sebesar 21,37% pada siklus II menjadi 86,68% berada pada kategori tinggi
Kata Kunci: metode bercerita, media gambar, kemampuan berbahasa.
Abstract The study to describe the child’s improvement of language skills through the application of methods of telling stories using media images on children in group B the second semester of academic year 2013/2014 in Kindergarten 2 Kemala Bhayangkari Singaraja. This study is classroom action research (CAR) was conducted in two cycles, the research subject in this study were children in group B the second semester of the school year 2013/2014 Kindergarten Bhayangkari 2 Singaraja, the number of children 24. Methods of data collection in this study using the method of observation. For data analysis using descriptive statistical analysis and quantitative descriptive statistical methods. The results of the data analysis showed that an increase in language skills in the first cycle of 65.31% which is in the category to be moderate, it has increased 21,37% in the second cycle becomes 86,68% belong to the high criteria.
Keywords : story telling methods, images media, language skills
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
PENDAHULUAN Usia 4-6 tahun merupakan masa emas yang penting bagi anak untuk mendapatkan pendidikan (Dewi, 2005: 1). Pengalaman dan stimulasi yang diperoleh anak merupakan pondasi penting untuk mempengaruhi kehidupan anak dimasa mendatang. Oleh karena itu diperlukan upaya yang mampu memfasilitasi anak dalam masa tumbuh kembangnya berupa kegiatan pendidikan dan pembelajaran sesuai dengan usia, kebutuhan dan minat anak. Peran guru sangat penting dalam memilih model yang akan digunakan dalam proses pembelajaran yang harus menyesuaikan dengan keadaan, kebutuhan, dan kemampuan siswa. Guru dihadapkan pada sejumlah model-model pembelajaran yang ada serta media pendukung untuk memperlancar proses pembelajaran. Guru dituntut untuk mampu mengenali karakteristik anak terlebih dahulu sebelum memilih metode-metode pembelajaran dan media pendukung yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Segala upaya ini dilakukan guru agar dapat mengembangkan seluruh aspek perkembangan pada anak salah satunya yaitu aspek kemampuan bahasa. Bahasa merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan seseorang. Tanpa bahasa manusia tidak akan dapat menyampaiakan ide, gagasan pikiran, dan perasaan kepada manusia lainnya, baik dalam situasi formal maupun non formal. Menurut Santosa (2008:1.2), secara universal bahasa adalah “suatu bentuk ungkapan yang bentuk dasarnya ujaran”. Dengan ujaran, manusia dapat mengungkapkan hal nyata atau tidak nyata, berwujud maupun kasat mata, situasi dan kondisi lampau, masa kini, maupun yang akan datang. Kata-kata manusia itu menjadi bahasa apabila dua orang manusia atau lebih menetapkan bahwa seperangkat bunyi itu memiliki arti yang serupa, (Santosa 2008:1.2). Sebagai alat komunikasi, bahasa dibagi menjadi dua jenis yaitu bahasa lisan dan bahasa tulis. Bahasa lisan digunakan dalam komunikasi antara pendengar dan pembicara, sedangkan bahasa tulis digunakan antara
pembaca dan penulis. Pengembangan berbahasa pada peserta didik di TK lebih menekankan pada mendengar dan berbicara bukan pada membaca dan menulis. Oleh karena aspek berbahasa yang utuh itu diawali dengan memperkuat kekuatan sensori motor terkait dengan kesiapan organ-organ berbicara. Melihat pentingnya perkembangan berbahasa pada anak, maka Pemerintah merancang kurikulum TK yang mengerahkan agar para guru TK dapat memotivasi anak, agar anak sejak dini mampu mendengarkan dan berbahasa secara baik dan benar serta senang belajar menulis meskipun masih dalam bentuk gambar-gambar atau simbol-simbol yang dapat mengekspresikan minat dan kemampuannnya. Tetapi pada kenyataannya pengajaran berbahasa saat ini kurang mendapat perhatian. Sementara itu kemampuan berbahasa merupakan salah satu kompetensi yang harus dikembangkan di TK karena termasuk dalam pengembangan kemampuan dasar. Berdasarkan Permendiknas nomor 58 tahun 2009, ruang lingkup aspek perkembangan pembelajaran di TK yang saling terkait adalah pengembangan moral dan nilai-nilai agama, pengembangan sosial, emosional dan kemandirian, pengembangan kemampuan berbahasa, kognitif, danfisik/motorik. Apabila salah satu dari aspek perkembangan tersebut mendapat masalah, maka tujuan pendidikan di TK tidak tercapai. Berdasarkan hasil observasi data yang dilakukan di kelompok B TK Kemala Bhayangkari 2 Singaraja, diperoleh informasi yaitu banyak anak yang belum mampu mengembangkan kemampuan bahasanya. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya anak yang mendapat penilaian bintang dua. Setelah dilakukan wawancara dengan guru kelas, ternyata salah satu penyebabnya yaitu guru lebih sering menggunakan metode ceramah dalam melakukan kegiatan pembelajaran di kelas sehingga anak merasa bosan dan tidak tertarik dalam kegiatan pembelajaran. Berdasarka permasalahan yang telah dipaparkan di atas, dengan menerapkan metode bercerita menggunakan media gambar diharapkan
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) anak tidak akan bosan karena anak diajak untuk mengutarakan pendapatnya, menceritakan pengalaman pribadi dan lain sebagainya. Metode bercerita merupakan salah satu metode yang banyak digunakan di taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Metode bercerita dapat menarik perhatian anak terhadap pendidik dalam membacakan suatu cerita sesuai dengan tema pengajaran. Bila isi cerita dikaitkan dengan dunia kehidupan anak, maka mereka dapat memahami isi cerita tersebut, mereka akan mendengarkannya dengan penuh perhatian, dan dengan mudah dapat menangkap isi cerita. Menurut Gunarti (2010: 5.3) bercerita adalah “suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menyampaikan suatu pesan, informasi atau sebuah dongeng belaka, yang bisa dilakukan secara lisan atau tertulis”. Menurut Dhieni (2011: 6.4) bercerita adalah “suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng yang untuk didengarkan dengan rasa menyenangkan, oleh karena orang yang menyajikan cerita tersebut menyampaikannya dengan menarik”. Selanjutnya menurut Sujiono (2005: 7.7) metode bercerita adalah “cara menyampaikan sesuatu dengan bertutur atau memberikan penerangan/ penjelasan secara lisan melalui cerita”. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode bercerita adalah menuturkan atau menyampaikan cerita secara lisan kepada anak didik sehingga dengan cerita tersebut dapat disampaikan pesan-pesan yang baik. Dengan adanya proses belajar mengajar, maka metode bercerita merupakan suatu cara yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan pesan atau materi pelajaran yang disesuaikan dengan kondisi anak didik. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di Taman Kanak-Kanak metode bercerita digunakan dalam upaya memperkenalkan, memberikan keterangan, atau penjelasan tentang hal baru dalam rangka menyampaikan pembelajaran yang
dapat mengembangkan berbagai kompetensi dasar Taman Kanak-Kanak. Tujuan metode bercerita menurut Gunarti (2010: 5.5) yaitu: (1) Mengembangkan kemampuan berbahasa, di antaranya kemampuan menyimak (listening), kemampuan dalam berbicara (Speaking) serta menambah kosa kata yang dimilikinya, (2) Mengembangkan kemampuan berpikirnya karena dengan bercerita anak diajak untuk memfokuskan perhatian dan berfantasi mengenai jalan cerita serta mengembangkan kemampuan berpikir secara simbolik, (3) Menanamkan pesan-pesan moral yang terkandung dalam cerita yang akan mengembangkan kemampuan moral dan agama, misalnya konsep benar-salah atau konsep ketuhanan, (4) Mengembangkan kepekaan soaial-emosi anak tentang hal-hal yang terjadi di sekitarnya melalui tuturan cerita yang disampaikan, (5) Melatih daya ingat atau memori anak untuk menerima dan menyimpan informasi melalui tuturan peristiwa yang disampaikan, (6) Mengembangkan potensi kreatif anak melalui keragaman ide cerita yang dituturkan. Dalam kegiatan bercerita anak dibimbing untuk mengembangkan kemampuan untuk mendengarkan cerita dari guru. Dengan jelas metode bercerita disajikan kepada anak didik bertujuan agar mereka memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama dan dapat berkomunikasi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum metode bercerita berfungsi sebagai pemberi atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan tersebut. Bercerita bukan hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga merupakan suatu cara yang dapat digunakan dalam mencapai sasaran-sasaran atau target pendidikan. Metode bercerita dapat dijadikan suasana belajar menyenangkan dan menggembirakan dengan penuh dorongan dan motivasi sehingga pelajaran atau materi pendidikan itu dapat mudah diberikan. Menurut Tampubolon (Dhieni, 2011), fungsi bercerita adalah menumbuhkan minat dan kebiasaan
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) membaca serta mengembangkan bahasa dan pikiran anak. Menurut Gunarti (2010 :5.5) “bercerita memiliki jenis-jenis menarik yang dapat disajikan pada anak usia 3-4 tahun”. Jenisjenis bercerita berikut dapat digunakan secara bergantian agar anak tidak merasa bosan dengan satu bentuk metode bercerita atau digunakan secara kombinasi agar menambah daya tarik cerita yang akan disajikan. Bentuk-bentuk metode bercerita tersebut adalah sebagai berikut. Bercerita dengan menggunakan alat peraga berarti menggunakan media atau alat pendukung untuk memperjelas penuturan cerita yang kita sampaikan. Alat peraga atau media tersebut digunakan untuk menarik perhatian dan mempertahankan fokus perhatian anak dalam jangka waktu tertentu. Alat peraga atau media yang digunakan hendaknya aman bagi anak, menarik serta sesuai dengan tahap perkembangan anak. Bercerita dengan alat peraga dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu (a) bercerita dengan menggunakan alat peraga langsung; (b) bercerita dengan menggunakan alat peraga tidak langsung. Alat peraga dalam pengertian ini adalah dengan menggunakan alat peraga asli, sesuai dengan kenyataannya. Alat peraga in bisa berupa benda mati atau benda hidup. Ada ketentuan yang harus diperhatikan dalam melakukan kegiatan bercerita dengan menggunakan alat peraga langsung, yaitu (1) isi cerita sesuai dengan tahapan perkembangan anak serta media yang digunakan, (2) menggunakan gaya bahasa yang bisa dipahami oleh anak, (3) alat peraga atau media yang digunakan tidak membahayakan, (4) alat peraga atau media yang akan digunakan hendaknya dapat disimpa dalam suatu tempat. Bercerita dengan menggunakan alat peraga tidak langsung adalah bercerita dengan menggunakan alat peraga atau media bukan asli atau tiruan. Media atau alat peraga tersebut berupa binatang tiruan, buah tiruan, sayuran tiruan. Bercerita dengan menggunakan alat perga tak langsung ini terdiri atas bercerita dengan menggunakan gambar, buku cerita, papan flannel dan boneka.
Bercerita tanpa alat peraga dapat diartikan sebagai kegiatan bercerita yang dilakukan oleh guru atau orang tua tanpa menggunakan media atau alat peraga yang bisa diperlihatkan kepada anak. Dengan demikian, kekuatan dari metode bercerita tanpa alat peraga ini terletak pada kepiawaian guru atau orang tua dalam menuturkannya. Kepiawaian adalah kemampuan guru untuk menghafal seluruh rangkaian isi cerita, kepiawaian guru atau orang tua dalam mengubah-ubah intonasi maupun karakter suara, kepiawaian dalam memainkan mimik atau ekspresi wajah, serta ketrampilan dalam memainkan gerakan tubuh untuk menggambarkan perilaku suatu tokoh cerita atau gambaran suatu kejadian. Menurut Dhieni (2011: 6.9), metode bercerita memiliki kelemahan dan kelebihan, yaitu : kelebihannya adalah dapat menjangkau jumlah anak yang relatif lebih banyak, waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan efektif dan efisien, pengturan kelas menjadi lebih sederhana, guru dapat menguasai kelas dengan mudah, secara relatif tidak banyak memerlukan biaya. Kelemahan metode bercerita adalah anak didik menjadi pasif, karena lebih banyak mendengarkan atau menerima penjelasan dari guru, kurang merangsang perkembangan kreatifitas dan kemampuan siswa untuk mengutarakan pendapatnya, daya serap atau daya tangkap anak didik berbeda dan masih lemah sehingga sukar memahami tujuan pokok isi cerita, cepat menumbuhkan rasa bosan terutama apabila penyajiannya tidak menarik. Metode bercerita dapat digunakan untuk mengembangkan perilaku dan kemampuan dasar pada anak usia dini, untuk itu peran guru dan orang tua sangat penting dalam mengembangkan rasa percaya diri anak dengan cara melatih mereka mengungkapakan hal yang dipikirkan atau dirasakannya. Media gambar adalah media yang paling umum dipakai. Hal ini dikarenakan siswa lebih menyukai gambar dari pada tulisan, apalagi jika gambar dibuat dan disajikan sesuai dengan persyaratan yang baik, sudah tentu akan menambah
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) semangat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Alat peraga dapat memberi gagasan dan dorongan kepada guru dalam mengajar anak-anak, sehingga tidak tergantung pada gambar dalam buku teks, tetapi lebih kreatif dalam mengembangkan alat peraga agar para murid menjadi senang belajar. Menurut Hambalik (1994: 95) media gambar adalah segala sesuatu yang diwujudkan secara visual ke dalam bentuk 2 dimensi sebagai curahan ataupun pikiran yang bermacam-macam seperti lukisan, potret, slide, film, strip, proyektor, sedangkan menurut Sadiman (1980:29) media gambar adalah media yang paling umum dipakai, yang merupakan bahasan umum yang dapat dimengerti dan dinikmati di mana saja. Berbeda dengan yang diungkapkan oleh Soelarko bahwa media gambar adalah peniruan dari benda-benda dan pemandangan dalam hal bentuk, rupa serta ukurannya terhadap lingkungan. Gambar yang berwarna-warni dapat membuat murid dalam belajar menulis karangan deskriptif menjadi semangat. Gambar ini dapat menerjemahkan konsep abstrak menjadi lebih realis dan berwujud, sehingga murid tidak hanya dapat membayangkan saja. Disamping itu suasana pembelajaran menjadi semakin menyenangkan. Jadi media gambar adalah perwujudan lambang dari hasil peniruanpeniruan benda, pemandangan, curahan pikiran, atau ide-ide yang di visualisasikan ke dalam bentuk dua dimensi. Bentuknya dapat berupa gambar situasi dan lukisan yang berhubungan dengan pokok bahasan. Menurut Surdina (2006:101) ciri-ciri gambar yang baik diantaranya 1) Dapat menyampaikan pesan dan ide tertentu. 2) Memberi kesan yang kuat dan menarik perhatian kesederhanaan yaitu sederhana dalam warna, tetapi memiliki kesan tertentu. 3) Merangsang orang yang melihat untuk ingin mengungkapakan tentang objek-objek dalam gambar. 4) Berani dan dinamis, perbuatan gambar hendaknya menunjukkan gerak atau perbuatan. 5) Bentuk gambar bagus, menarik, dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Media gambar merupakan media yang sangat penting bagi anak usia dini. Dikatakan penting karena pada masa ini
pertumbuhan dan perkembangan anak sangat baik dalam menerima informasi. Anak usia dini pada dasarnya menyukai gambar-gambar yang menarik, untuk itu guru dituntut agar dapat menciptakan pembelajaran yang menarik bagi anak dengan menggunakan media gambar. Penggunaan media gambar yang baik akan memberikan dampak positif bagi perkembangan anak demikian pula sebaliknya. Menurut Badudu (Dhieni, 2011: 1.11) “bahasa adalah alat penghubung atau komunikasi antara anggota masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang menyatakan pikiran, perasaan, dan keinginannya”. Bromley (Dhieni, 2011: 1.11) mengidentifikasikan bahasa “sebagai sistem simbol yang teratur untuk mentransfer berbagai ide maupun informasi yang terdiri dari simbol-simbol visual maupun verbal”. Mackey (Latipah, 2012: 206) mengatakan bahwa “bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu keadaan atau suatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, atau juga suatu sistem dari sekian banyak siatem-sistem, suatu sistem dari suatu tatanan atau suatu tatanan dalam sitem-sistem”. Walija (Latipah, 2012 : 206) mengungkapkan definisi bahasa sebagai komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat kepada orang lain. Dewi (2005: 15) mengartikan bahasa “sebagai suatu sistem simbol dan urutan kata-kata, yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain, yang bercirikan infinite (tak terbatas), generativity (berlaku umum), displacement (pemindahan), dan rule system (sistem aturan)”. Allen (2010: 30) mengidentifikasikan bahasa “sebagai sebuah sistem simbol, secara lisan, tertulis dan dengan menggunakan gerak tubuh (melambai, mengerutkan dahi, gemetar ketakutan), yang memungkinkan kita untuk berkomunikasi satu sama lain”. Suarni (2009: 82) mengemukakan “bahasa adalah warisan biologis dari lingkungan dimana bahasa sebagai salah satu potensi yang dimiliki oleh manusia” Sesuai pengertian-pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah suatu bentuk komunikasi
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) baik lisan, tertulis, maupun isyarat yang didasarkan pada sebuah sistem symbol dan urutan kata-kata yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Setiap bahasa memiliki aturan tertentu sedangkan komunikasi dikatakan efektif bila orang yang diajak berkomunikasi mengerti apa yang dikemukakan oleh sumber komunikasi. Anak secara alami belajar bahasa dari interaksinya dengan orang lain untuk berkomunikasi, yaitu untuk menyatakan pikiran dan keinginannya memahami pikiran dan keinginan orang lain. Menurut Meggitt (2013: 239), ada empat teori utama mengenai perkembangan bahasa seorang anak, yaitu: (1) Teori Imitasi dimana untuk waktu yang cukup lama, para ahli perkembangan anak meyakini bahwa bahasa diperoleh seseorang melalui proses imitas dan penguatan (reinforcement) yang sederhana. Anak-anak dapat memperoleh bahasa melalui meniru suara-suara yang dikeluarkan orang-orang dewasa pada berbagai situasi. Jika suara dan kata-kata yang bukan merupakan bagian dari bahasa sehari-hari anak tidak diperkuat, maka pada akhirnya bahasa tersebut akan hilang dan anak tidak mengenal tentang bahasa. (2) Teori Nativisme, Chomsky mengemukakan bahwa sebagian besar perkataan seorang anak tersusun atas konstruksi asli dan karenanya bukan merupakan tiruan dari orang dewasa. Anak-anak lahir dengan kapasitas bawaan untuk perkembangan bahasa. Semua bahasa memiliki aturan universal kata benda, kata kerja, awalanakhiran, kata hubung, cara-cara bertanya, mengekspresikan kalimat negatif dan lainlain. Chomsky mencetuskan bahwa perkembangan bahasa dideskripsikan sebagai pertumbuhan bahasa karena organ bahasa tumbuh layaknya organ-organ tubuh. (3) Teori Interaksionisme, teori ini mencetuskan bahwa perolehan bahasa dipandang melalui konteks perkembangan anak. Perkembangan bahasa anak-anak berkaitan erat dengan pencapaian kognitifnya, kemampuan serta ketrampilan yang dipelajari menyediakan sumber yang penting bagi perkembangan bahasa. Bruner melihat bahasa sebagai alat yang memperkuat dan meningkatkan pikiran. Vigotsky melihat bahasa sebagai sebuah
ketrampilan sosial primer yang berhubungan dengan interaksi sosial dan cara pandang anak terhadap dunia. (4) Teori Input menekankan pentingnya penggunaan bahasa oleh orang dewasa terutama ibu-ibu. Bahasa ini biasanya disebut dengan sebutan Child Directed Speech (CDS). Teori input bergantung pada fakta bahwa anak-anak yang sering medengar percakapan akan mengembangkan kosa kata dengan lebih cepat dari anak-anak yang tidak sering diajak bicara. Keempat teori diatas menawarkan bermacam-macam wawasan mengenai perolehan bahasa. Bidang pengembangan kemampuan berbahasa di TK bertujuan untuk mengembangkan aspek bahasa yang ada pada anak-anak sehingga dapat berkomunikasi secara baik dengan lingkungannya. Guru dapat mendorong perkembangan bahasa anak dengan menyediakan lingkungan yang penuh dengan kesempatan mengembangkan bahasa. Berdasarkan dimensi perkembangan bahasa, anak usia 4 tahun dan anak usia 5-6 tahun memiliki tahapantahapan perkembangan sendiri menurut Jamaris (Susanto, 2011: 78), kemampuan berbahasa dijelaskan sebagai berikut. karakteristik kemampuan bahasa anak usia 4 tahun yaitu (1) Terjadi perkembagan yang cepat dalam kemampuan bahasa anak, (2) Menguasai 90 persen dari fonem dan sintaksis bahasa yang digunakannya, (3) dapat berpartisipasi dalam suatu percakapan. kemampuan bahasa anak usia 5-6 tahun adalah (1) sudah dapat mengucapkan lebih dari 2.500 kosakata, (2) lingkup kosakata yang dapat diucapkan anak menyangkut warna, ukuran, bentuk, rasa, bau, keindahan, dan kecepatan, (3) anak sudah dapat melakukan peran sebagai pendengar yang baik, (4) dapat berpartisipasi dalam suatu percakapan. Menurut pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa usia 4-6 tahun merupakan masa yang sangat penting bagi anak untuk dapat mengembangkan kemampuan bahasanya, hal tersebut dapat dilihat dari stimulasi yang diberikan oleh lingkungan kepada anak.
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Penerapan metode bercerita dalam kegiatan pengembangan kemampuan berbahasa pada anak usia dini sangatlah menarik dan tentunya menyenangkan, Apalagi ditunjang dengan media gambar yang dapat mengembangkan kemampuan berbahasa anak. METODE Penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Kanca (2010:108) bahwa PTK sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional. McNiff (dalam Kanca 2010: 108) memandang PTK sebagai bentuk penelitian yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah, pengembangan keahlian mengajar, dan sebagainya. Disisi lain Suyanto (1999) (dalam Muslich 2009: 9), menjelaskan PTK adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara profesional. Beberapa pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan penelitian yang bersifat reflektif yang dilakukan di dalam kelas untuk memecahkan permasalahan yang ada dengan tindakan – tindakan tertentu untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran dikelas secara lebih professional. Jenis penelitian yang digunakan adalah peneliti sebagai observer yang mengamati guru kelas dalam menerapkan media gambar untuk meningkatkan kemampuan bahasa anak. Peneliti juga berperan sebagai guru yaitu terlibat secara penuh dalam proses perencanaan, aksi (tindakan), observasi/evaluasi dan refleksi. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah anak kelompok B TK Kemala Bhayangkari 2 Singaraja yang berjumlah 24 orang. Objek yang ditangani dalam penelitian ini adalah meningkatkan
kemampuan berbahasa anak kelompok B semester II Tahun Pelajaran 2013/2014 di TK kemala Bhayangkari 2 Singaraja. Penelitian ini direncanakan sebanyak dua siklus, tetapi tidak menutup kemungkinan dilanjutkan kesiklus berikutnya apabila belum memenuhi target penelitian. Akhir siklus I ditandai dengan evaluasi begitupun dengan siklus II dan siklus selanjutnya bila belum memenuhi target penelitian. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan/evaluasi dan refleksi. Model penelitian tindakan kelas (PTK) dapat di gambarkan sebagai berikut.
1.Perencanaan Tindakan 4.Refleksi
3.Observasii
Siklus I 2.Pelaksanaan Tindakan 1.Perencanaan Tindakan 4.Refleksi
3.Observasi/
Siklus II 2.Pelaksanaan Tindakan
1.Rekomendasi
Gambar 1 Rancangan Penelitian Tindakan Kelas (Kanca, 2010:129) Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi. Metode observasi adalah suatu cara untuk mencari data dengan melakukan pengamatan pada seluruh anak yang nantinya dapat menimbulkan suatu nilai dan nilai tersebut dapat dibandingkan dengan nilai lain maupun suatu standar. Menurut Agung (2012: 16) mendefinisikan metode observasi merupakan suatu cara memperoleh data dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang suatu objek tertentu.
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Metode observasi pada prinsipnya merupakan cara memperoleh data yang lebih dominan menggunakan indera penglihatan (mata) dalam proses pengukuran terhadap suatu objek atau variabel tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, metode observasi dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan pada masing-masing siklus dengan menggunakan instrument penelitian berupa lembar observasi. Setiap kegiatan yang diobservasi dikategorikan ke dalam kualitas yang sesuai dengan pedoman pada Permendiknas No 58 Tahun 2009 yaitu, 1) bintang (*) belum berkembang, 2) bintang (**) mulai berkembang, 3) bintang (***) berkembang sesuai harapan, dan 4) bintang (****) berkembang sangat baik. Dalam penelitian ini, untuk mengumpulkan data yang diperlukan peneliti sebagai instrumen utama menggunakan instrumen berupa lembar observasi. Dalam mengembangkan instrumen, diperlukan kisi-kisi instrumen. Tujuan penyusunan kisi-kisi instrumen ini adalah merumuskan ruang lingkup bagianbagian yang diamati, sehingga perumusan ini dapat menjadi petunjuk bagi penyusun lembar aspek observasi. Setelah data dalam penelitian terkumpul maka selanjutnya dilakukan analisis data. Dalam menganalisis data ini digunakan yaitu metode analisis statistik deskriptif dan metode deskriptif kuantitatif. Kedua jenis metode analisis data tersebut dijelaskan sebagai berikut. Agung (2010:76) menyatakan, “Metode analisis statistik deskriptif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menerapkan teknik dan rumus-rumus statistik deskriptif seperti distribusi frekuensi, grafik, angka rata-rata (Mean), median (Me) dan modus (Mo) untuk menggambarkan keadaan suatu objek tertentu sehingga di peroleh kesimpulan umum”, Metode analisis deskriptif kuantitatif ialah “suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-angka dan atau persentase mengenal keadaan suatu objek yang diteliti sehingga diperoleh kesimpulan umum” (Agung, 2010:67).
Dalam penerapan metode analisis statistik deskriptif ini, data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dan disajikan ke dalam tabel distribusi frekuensi, menghitung modus, menghitung median, menghitung angka rata-rata (mean), menyajikan data ke dalam grafik polygon. Metode analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya kemampuan berbahasa pada anak yang dikonversikan ke dalam Penilaian Acuan patokan (PAP) skala lima, dapat disajikan pada tabel 1 berikut ini: Tabel 1 Pedoman Konversi Skala Lima tentang kemampuan berbahasa
Persentase 90-100 80-89 65-79 55-64
0-54
Kriteria Perkembangan Kognitif Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada bulan April 2014 di kelompok B TK Kemala Bhayangkari 2 Singaraja tahun pelajaran 2013/2014 dengan jumlah subjek sebanyak 24 anak. Tema yang digunakan pada saat penelitian ini berlangsung adalah tanah airku dan alam semesta. Siklus I dan II terdiri dari enam kali pertemuan, dimana lima kali untuk latihan dan satu kali untuk evaluasi di akhir siklus dengan metode observasi. Data yang dikumpulkan adalah mengenai peningkatan kemampuam berbahasa dengan menggunakan media gambar, Selanjutnya data yang diperoleh tersebut dianalisis dengan menggunakan metode yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil analisisnya dipaparkan dalam table 2 sebagai berikut.
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Tabel 2 Deskriptif kemampuan berbahasa anak Kelompok B TK Kemala Bhayangkari 2 Singaraja siklus I dan siklus II Statistik Modus Median Mean M%
Siklus I 9,00 10,00 10,45 65,31 %
Siklus II 16,00 14,00 13,87 86,68 %
15 10 5 0 9
10
11 12 13 M= 10,45 Me= 10,00 Mo= 9,00
14
Gambar 2. Grafik Polygon Data Kemampuan Berbahasa Siklus I Berdasarkan perhitungan dari grafik polygon di atas terlihat Mo<Me<M (9,00<10,00<10,45), sehingga disimpulkan bahwa sebaran data kemampuan bahasa pada siklus I merupakan kurva juling positif.
8 6 4 2 0 11
12
M= 13,87
13
14
15
16
Mo= 16,00 Md= 14,00
Gambar 3. Grafik Polygon Data Kemampuan Berbahasa Siklus II
Berdasarkan grafik di atas, ternyanta Mo>Md>M (16,00>14,00>13,87) menunjukkan kurve juling negatif. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di TK kemala Nhayangkari 2 singaraja pada anak kelompok B semester II tahun pelajaran 2013/2014 selama dua siklus menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan berbahasa menggunakan media gambar. Sebelum diberikan tindakan presentase tingkat kemampuan berbahasa pada anak kelompok B di TK Kemala Bhayangkari 2 Singaraja tergolong rendah. Sedangkan penelitian dikatakan berhasil apabila anak mengalami tingkat kemampuan berbahasa yang tinggi. Sesuai analisis statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif terhadap kemampuan berbahasa anak menggunakan media gambar pada siklus I diperoleh rata-rata persentase kemampuan berbahasa sebesar 65,31%. Rata-rata persentase kemampuan berbahasa anak kelompok B di TK Kemala Bhayangkari 2 Singaraja terletak di siklus II menjadi sebesar 86,68%. Peningkatan rata-rata persentase kemampuan berbahasa anak dari siklus I ke siklus II sebesar 21,37%. Hal ini menunjukan bahwa penerapan metode bercerita dengan menggunakan media gambar efektif untuk meningkatkan kemampuan bahasa anak. Adanya beberapa kendala seperti anak cepat merasa bosan dan cepat beralih pada kegiatan yang lain dikarenakan media yang digunakan tidak dapat menarik perhatian anak. Kendala tersebut dapat peneliti atasi dengan mengadakan komunikasi (sharing) kepada kepala sekolah dan guru mengenai pemecahan masalah dan beberapa masukan yang perlu dilakukan guna pembenahan untuk diterapkan pada siklus II. Adapun upayanya yaitu mensosialisasikan kembali moetode bercerita dengan menggunakan media gambar kepada guru disetiap kegiatan anak sehingga anak tidak cepat merasa bosan saat mendengarkan cerita, peneliti atasi dengan cara membawa media gambar yang dapat menarik perhatian anak. Penggunaan metode bercerita merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam menyampaikan suatu pesan
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) kepada anak didik baik itu lisan maupun tertulis. Senada dengan pendapat Gunarti (2010: 5.3) menjelaskan bahwa bercerita adalah “suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menyampaikan suatu pesan, informasi atau sebuah dongeng belaka, yang bisa dilakukan secara lisan atau tertulis”. Penerapan metode bercerita juga dibantu dengan media pembelajaran yang dikenal anak-anak melalui penggunaannya yang sangat mudah, bersifat aman dan menarik bagi anak . Hasil penelitian ini juga dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2014) menunjukkan bahwa penerapan metode bercerita dengan media gambar dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak. Berdasarkan hasil penelitian dan uraian tersebut, berarti bahwa dengan penerapan metode bercerita dengan menggunakan media gambar dapat meningkatkan kemampuan berbahasa pada anak, sehingga para guru sangat perlu menerapkan strategi pembelajaran bercerita secara intensif dan berkelanjutan guna meningkatkan kemampuan berbahasa anak pada anak kelompok B semester II di TK Kemala Bhayangkari 2 Singaraja. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu terdapat peningkatan kemampuan berbahasa anak kelompok B TK Kemala Bhayangkari 2 Singaraja setelah diterapkan metode bercerita dengan menggunakan media gambar sebesar 21,37%. Ini terlihat dari peningkatan rata-rata persentase perkembangan bahasa anak pada siklus I sebesar 65,31% menjadi sebesar 86,68% pada siklus II yang ada pada kategori tinggi. Sesuai dengan simpulan secara umum terhadap penerapan metode bercerita dengan menggunakan media gambar untuk meningkatkan kemampuan berbahasa pada anak kelompok B TK Kemala Bhayangkari 2 Singaraja, dapat diajukan saran-saran sebagai berikut. Kepada guru disarankan bisa menciptakan proses pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan bagi anak sesuai dengan tahap perkembangan anak melalui
kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, kepada Kepala TK diharapkan mampu memberikan informasi mengenai penggunaan berbagai metode serta media yang kreatif dalam kegiatan pembelajaran guna meningkatkan mutu pendidikan di Taman kanak-kanak, kepada peneliti lain hendaknya dapat melaksanakan PTK dengan berbagai metode dan media pembelajaran yang belum sepenuhnya dapat terjangkau dalam penelitian ini, dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai pembanding dalam melakukan suatu penelitian berikutnya. DAFTAR RUJUKAN Agung, A. A. Gede. 2010. Bahan kuliah statistika Deskriptif. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Ganesha Singaraja. ……..,
2005. Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Pengantar. Singaraja: FIP Undiksha Singaraja.
……..,
2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: FIP Undiksha Singaraja.
Allen,
Eillen, dkk. 2010. Profil Perkembangan Anak. Jakarta: PT Indeks.
Arikunto, Suharsimi, dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara. Arsyad, Azhar. 2009. Statistik Jilid 1. Yogyakarta: PT Raja Grafindo Persada. Dewi Rosmala. 2005. Berbagai Masalah Anak Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Dhieni
Nurbiana, dkk. 2011. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
Gunarti Winda, dkk. 2010. Metode pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini.J akarta: Universitas Terbuka.
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Hamzah. 2008. Profesi Kependidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Irdati, 2008. Penerapan Metode Bercerita Untuk Anak Taman Kanak-Kanak. Jurnal (pedagogi,vol.III, No. 1). UNDIKSHA.Hal. Jahja,
Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.
Kanca.2010. Metode Penelitian Pengajaran Pendidikan Jasmani dan Olah Raga. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Koyan.2012. Statistik Pendidikan Teknik Analisis Data Kuantitatif. Singaraja: Universitas Pendidikan Singaraja. Kasbolah, Kasihani. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah disajikan pada kegiatan Semlok PTK dan Inovasi Pembelajaran yang mendidik di SD Universitas Ganesha Singaraja. Latipah, Eva. 2012. Pengantar Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pedagogia. Meggitt, Carolyn. 2013. Memahami Perkembangan anak. Jakarta: PT Indeks. Nugraha, Marhaeni, Tika. 2014. Penggunaan Metode bercerita Dengan Media Gambar Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Dan Sikap Mandiri Anak Kelompok A TK Negeri Pembina Bangli Tahun Ajaran 2012/2013. Jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 4) (Hal. 3). PERMENDIKNAS 58. 2009. Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Menteri Pendidikan Nasional. Salimah. 2011. Dampak Penerapan Bermain Dengan Media Gambar Seri Dalam Mengembangkan
Keterampilan Berbicara Dan Penguasaan Kosa Kata Anak Usia Dini. Jurnal (ISSN 1412-565X, Edisi Khusus No. 1)(Hal. 187-196). Semiawan. 2008. Belajar dan Pembelajaran Prasekolah dan SekolahDasar. Indonesia: PT Indeks. Suarni,
Ni Ketut. 2009. Psikologi Perkembangan I. Sungaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Sujono, dkk. 2005. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Universitas Terbuka. Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.