e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No. 1 – Tahun 2015)
PENERAPAN METODE BERCERITA DENGAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA PADA ANAK Ida Ayu Komang Sri Widianti1, Ni Ketut Suarni2, Nice Maylani Asril 3 1,3
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini 2 Jurusan Bimbingan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara setelah penerapan metode bercerita dengan media gambar pada anak Kelompok B Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015 Di TK Tunas Mekar Dusun Tetelan. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah anak kelompok B semeseter II tahun Pelajaran 2014/2015 TK Tunas Mekar Dusun Tetelan, sebanyak 20 orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode observasi dan instrument pengumpulan data yang digunakan adalah lembar observasi. Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis statistik deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan keterampilan berbicara setelah penerapan metode bercerita dengan media gamabar pada anak Kelompok B Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015 Di TK Tunas Mekar Dusun Tetelan sebesar 28,74%. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan rata-rata persentase keterampilan berbicara anak pada siklus I sebesar 56,56% dengan kriteria rendah menjadi sebesar 85,3% pada siklus II yang ada pada kriteria tinggi. Dengan demikian penerapan metode bercerita dengan media gambar untuk meningkatkan keterampilan berbicara anak kelompok B semester II tahun pelajaran 2014/2015 Di TK Tunas Mekar. Kata-kata kunci: metode bercerita, media gambar, keterampilan berbicara, anak usia dini
Abstract This research was aimed to know the increase speaking skill by integrating storytelling and picture series nd method for students in B group 2 Semester in TK Tunas Mekar Tetelan academic year 2014/2015. This research was a classroom action research (CAR) which was held into two cycles. The subject of this nd research were all students in B group 2 Semester in TK Tunas Mekar Tetelan academic year 2014/2015 which were contained 20 students. In this research, the data collection was obtained by using observation method and instrument of data collection used observation sheet. In this research used descriptive statistical analysis and quantitative descriptive statistical analysis method.The result of this research showed that there is a significant increase in speaking skill by integrating storytelling and nd picture series method for students in B group 2 Semester in TK Tunas Mekar Tetelan academic year 2014/2015 with percentage 28.74%. This result can be seen in the first cycle, there was an increase of percentage in students’ average speaking skill with percentage about 56.56%. The second cycle obtained percentage about 85.3% which was categorized as high score. In conclusion, the integration of nd storytelling and picture series method can increase students’ speaking skill in B group 2 Semester in TK Tunas Mekar Tetelan academic year 2014/2015. Key words: storytelling method, picture series, speaking skill,early childhood
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No. 1 – Tahun 2015)
PENDAHULUAN Pendidikan anak usia dini merupakan pondasi dasar untuk menyiapkan insan yang berkualitas. Masa ini merupakan masa dimana terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulus yang diberikan oleh lingkungan. Pendidikan anak usia dini juga merupakan peletakan dasar perkembangan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, disiplin, kemandirian, moral dan nilai-nilai agama dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Perkembangan anak pada tahun-tahun pertama sangat penting dan akan menentukan kualitasnya di masa depan. Anak merupakan individu yang berbeda, unik, dan memiliki karakteristik sendiri sesuai dengan tahapan usianya. Oleh karena itu, upaya-upaya pengembangan anak usia dini hendaknya dilakukan melalui belajar dan bermain. Hal ini karena bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi anak, melalui bermain anak memperoleh kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaannya dan anak bisa berkreasi. Menurut (Permendiknas Nomor 58, 2009) Taman kanak-kanak adalah pendidikan anak usia dini jalur formal yang menyelenggarakan pendidikan anak usia 45 tahun. Usia tersebut merupakan masa emas (golden age) bagi anak dalam menerima upaya pengembangan seluruh pondasi dirinya. Masa tersebut adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan untuk mendasari pengembangan kemampuan dasar yaitu: berbahasa, kognitif, fisik/ motorik dan sikap mandiri anak Sebagaimana termuat dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 14 menyebutkan bahwa “Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak-anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan lebih lanjut”. Sebagaimana termuat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bagian VII Pasal 28 ayat (1-5), yang berbunyi : 1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. 2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan/atau informal. 3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), dan bentuk lain yang sederajat. 4) Pendidikan anak usia dini pada jalur informal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat. 5) Pendidikan anak usia dini pada jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Pendidikan Anak Usia Dini bertujuan untuk membantu meletakkan dasar kearah perkembangan sikap, perilaku, perasaan, kecerdasan, sosial, fisik yang diperlukan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan anak selanjutnya. Untuk itu pendidikan sejak usia dini penting sekali, sebab perkembangan intelegensi kepribadian dan tingkah laku serta sosial berlangsung cepat pada anak usia dini. Dengan demikian dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal. Menurut Harris (Dheini 2011:3.5) menyatakan bahwa, “Menjelang usia 5-6 tahun, anak dapat memahami sekitar 8000 kata, dan dalam satu tahun berikutnya kemampuan anak dapat mencapai 9000 kata”. Maka dari itu, pada anak usia Taman Kanak-Kanak perkembangan bahasa yang paling umum dan efektif dilakukan adalah kemampuan berbicara. Hal ini selaras dengan karakteristik umum kemampuan bahasa meliputi kemampuan anak dalam berbicara dengan baik, melaksanakan tiga perintah lisan secara berurutan dengan benar, mendengarkan dan menceritakan kembali isi cerita sederhana, menyebutkan
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No. 1 – Tahun 2015) identitas diri, menggunakan kata sambung, menggunakan kata tanya, memahami konsep timbal balik, menyusun kalimat, mengucapkan lebih dari tiga kalimat, dan mengenal tulisan sederhana. Maka dari itu, setiap orang tua mengharapkan anak mereka untuk mengikuti pendidikan pada sebuah lembaga pendidikan Anak Usia Dini, terutama di kelas kelompok B TK, agar anak mereka memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dalam bersosialisasi serta memiliki kemampuan dalam mengenal huruf. Anak memiliki perkembangan yang bervariasi, termasuk perkembangan bahasa dan keterampilan bicaranya. Pada umumnya, anak mencapai keterampilan sederhana sebelum mempelajari kemampuan yang lebih rumit. Perkembangan bahasa pada anak meliputi bicara, mendengar, membaca gambar dan menulis kata sederhana. Berdasarkan hasil observasi di TK Tunas Mekar Dusun Tetelan pada tanggal 9 Desember 2015 Semester II tahun ajaran 2014/2015, salah satu masalah yang ditemukan adalah kurangnya tingkat berbahasa anak, khususnya dalam keterampilan berbicara. Hal tersebut terlihat dalam kegiatan bercerita anak nampak mengalami kesulitan dalam menceritakan kembali isi cerita yang sudah disampaikan guru, mengulang kalimat yang telah didengar, menjawab bila ada pertanyaan dari guru, mengungkap pendapat secara sederhana dan anak juga mengalami kesulitan ketika disuruh menceritakan pengalam sederhana. Hal ini juga didukung dari hasil pengumpulan data yang berupa narasi atau rapot dimana dari 20 orang anak 15 orang diantaranya mendapat nilai belum mampu belum mampu (*), adapula yang mampu namun masih dibantu oleh guru (**), dari data-data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan bahasa memberikan informasi secara sederhana dan keterampilan berbicara dalam kegiatan bercerita di TK Tunas Mekar Dusun Tetelan perlu ditingkatkan. Berdasrkan temuan, maka penelitian mengadakan diskusi dengan guru-guru di TK Tunas Mekar Dusun Tetelan guna meningkatkan keterampila
berbicara pada anak dengan menerapkan metode bercerita dan media yang tepat Sebagai penyebab rendahnya keterampilan anak kelompok B disebabkan karena ketidaksesuaian antara metode pembelajaran yang digunakan guru kurang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pembelajaran masih bersifat konvensional dimana guru lebih mendominasi keaktifan dalam pembelajaran sedangkan anak-anak kurang aktif. Begitu juga dalam penggunaan media pembelajaran kurang menarik bagi anak sehingga anak kurang tertarik untuk mengikuti kegiatan dalam pembelajaran. Mengatasi masalah-masalah tersebut maka diupayakan menggunakan salah satu metode yang akan digunakan dalam pembelajaran yaitu, metode bercerita dengan media gambar dalam usaha meningkatkan keterampilan berbicara anak. Metode bercerita merupakan salah satu bentuk pemberian pengalaman belajar bagi anak. Sedangkan media gambar adalah alat bantu yang dapat dijadiakan sebagai penyalur pesan guna merangsang pikiran, perasan, dan kemampuan anak untuk belajar. Penerapan media gambar dibuat untuk membangkitkan rasa ketertarikan anak upaya kegiatan pembelajaran akan menjadi menarik sehingga kemampuan berbicara anak akan menjadi meningkat. Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu suatu perbaikan kualitas pembelajaran pada anak kelompok B melalui suatu Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul : “ Penerapan Metode Bercerita dengan Media Gambar untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara pada Kelompok B Semester II Tahun Ajaran 2014/2015 di TK Tunas Mekar Dusun Tetelan”. Metode bercerita adalah salah satu metode yang dapat mengembangkan kemampuan berbahasa anak”. Melalui penerapan metode bercerita, dapat mengembangkan potensi kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran dan kemudian mampu menuturkannya kembali dengan tujuan melatih anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan. Musfiroh (Marlina 2014:17). Tujuan dari metode bercerita
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No. 1 – Tahun 2015) adalah membantu mengembangkan fantasi anak, mengembangkan perkembangan bahasa anak, dan mengembangkan nilai moral anak. Menurut Isjoni (2011:90-91). Bentuk-bentuk metode bercerita terbagi dua jenis, yaitu (1) bercerita tanpa alat peraga dan (2) bercerita dengan alat peraga. 1) Bercerita tanpa alat peraga Bercerita tanpa alat peraga dapat diartikan sebagai kegiatan bercerita yang dilakukan oleh guru atau orang tua tanpa menggunakan media atau alat peraga yang bisa di perlihatkan pada anak. 2) Bercerita dengan alat. Bercerita dengan menggunakan alat peraga berarti kita menggunakan media atau alat pendukung untuk memperjelas penuturan cerita yang kita sampaikan. Alat peraga atau media tersebut digunakan untuk menarik pehatian dan mempertahankan perhatian anak dalam jangka waktu tertentu. Anak peraga atau media yang digunakan hendaknya aman bagi anak, menarik serta sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Menurut Gunarti (2010 :5.5). Menurut Fadlillah (2012:173) bahwa fungsi metode bercerita sebagai berikut,(1). Bercerita merupakan alat pendidikan budi pekerti yang paling mudah dicerna anak, di samping teladan yang dilihat anak setiap hari, (2) Bercerita merupakan metode dan materi yang diinteragrasikan dengan dasar keterampilan lain, yaitu berbicara, membaca, menulis dan menyimak, tidak terkecuali untuk anak TK, (3) Bercerita memberikan ruang lingkup yang bebas pada anak untuk mengembangkan kemampuan bersimpati dan berempati terhadap peristiwa yang menimpa orang lain, (4) Bercerita memberi contoh pada anak bagaimana menyikapi permasalahan dengan baik, bagaimana melakukan pembicaraan yang baik, sekaligus member pelajaran pada anak bagaimana cara mengendalikan keinginankeinginan yang dinilai negative oleh masyarakat, (5) Bercerita memberikan pelajaran sosial pada anak, nilai-nilai apa saja yang diterima oleh masyarakat sekitar, seperti patuh pada perintah orangtua, mengalah pada adik, selalu bersikap jujur, (6) Bercerita memberikan pelajaran budaya dan budi pekerti yang memilikiretensi lebih
kuat daripada pelajarn budi pekerti yang di berikan melalui penuturan dan perintah langsung. Menurut Dhieni (2011:6.31) dalam bercerita terdapat langkah-langkah-langkah pelaksanaan metode bercerita antara lain: (1) tempat duduk atau posisi anak diatur sedemikian rupa supaya anak-anak nyaman dalam mendengarkan cerita, (2) mempersiapkan alat peraga (papan planel dan gambar yang akan diceritakan), disini anak memperhatikan dalam menyiapkan alat peraga, supaya anak termotivasi untuk mendengarkan cerita, (3) memberikan kesempatan anak untuk memberikan judul cerita, sebelum anak-anak mengetahui judul cerita sebenarnya, (4) memberitahu judul cerita sebenarnya kepada anak, (5) bercerita sesuai dengan gambar yang ada pada media, (6) anak memprhatikan guru yang bercerita sesuai alur cerita, (7) setelah selesai bercerita memberikan kesempatan anak untuk bertanya dan memberikan kesempatan untuk memberi kesimpulan, (8) setelah selesai bercerita guru bertanya tentang isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memberikan kesempatan pada satu atau dua orang anak untuk menceritakab kembali isi cerita tersebut. Menurut Dhieni, (2011:10.3) bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan dan perhatian anak didik untuk tercapainya suatu tujuan. Menurut Utariani (Tegeh 2008:4.18) bahwa “media visual dibedakan menjadi dua jenis yaitu (1) media visual dua dimensi dan (2) media visual tiga dimensi”. Menurut Sadiman, (2009:29). media gambar adalah media yang paling umum dipakai. Dia merupakan bahasa yang umum, yang dapat dimengerti dan dinikmati di mana-mana. Sedangkan menurut Arsyad (Ariadi 2014:23), menyatakan bahwa media gambar adalah berbagai peristiwa atau kejadian, objek yang ditungkan dalam bentuk gambar-gambar, garis, kata-kata, simbol-simbol maupun gambaran. Menurut Sanaky (Nuriyati:2013 )menyatakan bahwa pembelajaran dengan
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No. 1 – Tahun 2015) menggunakan media gambar mempunyai tujuan antara lain: (a) Untuk memperoleh keterangan pengajarandalam menerangkan materi pelajarandengan menggunakan gambar. (b) Mempermudah pekerjaan di dalampenyusunan materi pelajaran denganmenggunakan gambar-gambar ataupelajaran bertahap. (c) Lebih praktis penggunaannya dari pada gambar dinding. (d) Membantu guru ketika berada di ruangan terbatas. Adapun cara menggunakan media gambar menurut Suratmini, (Ariadi 2014: 24) adalah sebagai berikut: 1) Perkenalkan pada anak terlebih dahulu tentang media gambar yang sudah disiapkan sebelumnya. 2) Biarkan anak untuk melihat, meraba media tersebut, setelah anak-anak terlihat tertarik ajak dia untuk mendengar arahan dari guru. 3) Bagilah anak menjadi kelompokkelompok kecil, dengan satu kelompk terdiri dari empat orang anak.Guru mulai menceritakan media gambar. 4)Lakukan hal tersebut berula-ulang, agar anak memahami isi cerita tersebut. 5) Langkah selanjutnya, setelah bercerita ajak anak untuk tanya jawab tentang warna-warna, jumlah serta jenis buah apa saja yang ada pada media gambar tersebut. Menurut Sadiman, (2009: 29) Beberapa kelebihan media gambar/foto yang dijelaskan di bawah ini. 1) Sifatnya kongkret, gambar/foto lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan verbal sementara. 2) Gambar/foto dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan tidak selalau bias anak-anak dibawa ke objek/peristiwa tersebut. 3) Media gambar/foto dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Sel atau penampang daun yang tak mungkin kita lihat denagan mata telanjang dapat disajikan dengan jelas dalam bentuk gambar. 4) Foto dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalah pahaman. 5 Foto harganya murah dan gampang didapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus.
Kelemahan media gambar menurut Sadiman, (2009: 31) yaitu: 1) Gambar /foto hanya menekankan persepsi indra mata. 2) Gambar/foto benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran. 3) Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar. Menurut Browmley (Dhieni 2011:1.11) mendefisikan ‘bahasa sebagai sistem simbol yange mentransfer berbagai ide maupun informasi yang terdiri dan simbol-simbol visual maupun verbal”. Symbol-simbol visual tersebut dapat dilihat, ditulis, dan di baca, sedangakan symbolsimbol verbal dapat diucapkan dan di dengar. Menurut Suarni (2009:69) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa. 1) Intelijensi, semakin cerdas anak, semakin cepat keterampilan berbicara dikuasai sehingga semakin cepat berbicara. 2) Jenis disiplin, anak yang dibesarkan dengan disiplin cenderung lemah lebih banyak berbicara dari pada anak yang orang tuanya bersikap keras dan berpandangan bahwa anak harus dilihat tetapi tidak didengar.3) Posisi urutan, anak sulung didorong untuk lebih banyak berbicara dari adiknya dan orang tua lebih banyak mempunyai waktu untuk berbicara debgan adiknya. 4)Besarnya Keluarga, anak tunggal didorong untuk lebih banyak berbicara dari pada anak dari keluarga besar dan orang tuanya mempunyai lebih banyak waktu untuk berbicara dengannya. 5) Status sosial ekonomi, dalam kelurga kelas rendah, kegiatan keluarga cenderung kurang terorganisasi dari pada keluarga kelas menengah dan atas. 6) Status ras, mutu dan keterampilan berbicara yang kurang baik pada kebanyakan anak yang berkulit hitam dapat disebabkan sebagai karena mereka dibesarkan dalam rumah-rumah dimana para ayah tidak ada, atau dimana kehidupan kelurga teratur karena banyaknya anak atau ibu harus bekerja di luar rumah. 7) Berbahasa dua, meskipun anak berbahasa dua boleh berbicara sebanyak anak dari kelurga berbahasa satu, tetapi pembicaraannya sangat terbatas kalau ia berada dengan kelompok sebayanya atau dengan orang dewasa di luar rumah. 8).
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No. 1 – Tahun 2015) Penggolongan peran seks, terdapat efek penggolongan peran seks pada pembicaraan anak sekalipun anak masih berada dalam tahun-tahun pra sekolah. Anak laki-laki diharapkan sedikit berbicara dibandingkan dengan anak perempuan. Menurut Dewi (2005) mengemukakan perkembangan bahasa khususnya keterampilan berbicara anak usia 5-6 tahun yaitu: 1) anak mampu berbicara lancar dengan kalimat sederhana, 2) anak mampu bercerita tentang kejadian di sekitarnya secara sederhana, 3) anak mampu bercerita tentang gambar yang dibuat sendiri. METODE Jenis penelitian yang digunakan dalam ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). PTK menurut Wardani (Prideni 2014:35) menyatakan “PTK adalah penelitian yang dilakuakan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melaluirefleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. Menurut Agung (2012: 24) menyatakan PTK adalah “penelitian yang bersifat aplikasi (terapan), terbatas, segera, dan hasilnya untuk memperbaiki dan menyempurnakan program pembelajaran yang sedang berjalan”. Jadi dapat disimpulkan PTK merupaka penelitian yang dilakukan didalam kelas untul memperbaiki permasalahan yang ada dengan tindakan-tindakan. Pelaksanaan tindakan merupakan uapaya yang dilakukan oleh guru/peneliti untuk melakukan perbaikan atau peningkatan yang diinginkan. Kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan tindakan ini adalah melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan Rencana Kegiatan Harian (RKH) yang telah dipersiapakan. Ini dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing siklus dilaksanakan dalam 16 x pertemuan Dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terdapat rancangan penelitian. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam siklus namun tidak menutup
kemungkina dapat dilakukan siklus berikutnya jika tidak memenuhi target. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanan, pelaksanan, pengamatan, dan refleksi. Adapun rancangan dari penelitian tindakan kelas ini adalah
Perencanaan yang dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan proses pembelajaran. kegiatan yang dilakukan pada rencana tindakan ini adalah : a) Menyamakan persepsi dengan metode dan media yang akan digunakan; b)Menyusun Rencana Kegiatan Mingguan (RKM), Rencana Kegiatan Harian (RKH) selama 16 kali pertemuan; c) Menyiapkan media, alat dan bahan yang akan dipakai dalam kegiatan pembelajaran; d) Mengatur posisi anak dalam melaksanakan kegiatan; e) Menyiapkan instrumen penilaian. Penelitian ini direncanakan beberapa siklus, tetapi tidak menutup kemungkinan dilanjutkan ke siklus berikutnya apabila belum memenuhi target. Pelaksanaan tindakan merupakan uapaya yang dilakukan oleh guru/peneliti untuk melakukan perbaikan atau peningkatan yang diinginkan. Kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan tindakan ini adalah melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan Rencana Kegiatan Harian (RKH) yang telah dipersiapakan. Ini
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No. 1 – Tahun 2015) dilaksanakan dalam dua siklus, masingmasing siklus dilaksanakan dalam 16x pertemuan. Pertemuan pertama dijelaskan sebagai berikut. Dalam pertemuan pertama terdapat indikator menjawab pertanyaan tentang informasi/kejadian secara sederhana materi yang diberikan yaitu tanya jawab tentang cerita yang berjudul malin kundang prosedur pelaksanaan yaitu dengan peneliti mengatur tempat duduk anak yaitu dengan menyiapkan meja dan kursi sebagai tempat duduk anak. peneiti mengajak anak untuk bercakap-cakap tentang tema cerita. Sebelum bercerita, peneliti mengenalkan masing-masing tokoh dalam cerita, kemudian peneliti mulai bercerita malin kundang. Setelah selesai bercerita, peneliti bertanya kepada anak tentang isi cerita. Adapun metode yang digunakan dalam menjaring data tentang pemantauan tindakan adalah non tes, yakni dengan menggunakan pengamatan (observasi). Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi. Dalam buku pengantar metodologi penelitian dikemukakan bahwa: “metode observasi adalah suatu cara memperoleh atau mengumpulkan data yang dilakukan dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang suatu objek tertentu” (Agung, 2010:68). Observasi dilakukan oleh guru dan peneliti selama pembelajaran berlangsung. Hal ini dilakukan untuk mengamati latar kelas selama proses pembelajaran. Adapun tujuan observasi yaitu untuk mengamati proses yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan yang dilakukan oleh guru. Dari pendapat di atas, metode observasi pada prinsipnya merupakan cara memperoleh data yang lebih dominan menggunakan indera penglihatan (mata) dalam proses pengukuran terhadap suatu objek atau variabel tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi. Dalam penelitian ini observasi dilakukan terhadap anak dalam penerapan metode dengan media gambar. Setiap kegiatan yang diobservasikan dikatagorikan ke dalam
kualitas yang sesuai yaitu anak belum berkembang dengan tanda bintang satu (*), anak mulai berkembang dengan tanda bintang dua (**), anak berkembang sesuai harapan dengan tanda binta tiga (***), dan anak berkembang baik dengan tanda bintang empat (****) Pedoman observasi adalah alat yang digunakan untuk acuan pemgamatan mengetahui sejauh mana peningkatan keterampilan berbicara. Setelah data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, maka dilakukan analisis data. Dalam menganalisisdata ini digunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis deskriptif kuantitatif. Dalam buku Metodelogi Penelitian dinyatakan bahwa ada dua jenis metode deskriptif dan metode analisis statistik inferensial. Dalam hubungan ini Agung, (2010: 76) menyatakan bahwa: metode analisis deskriptif adalah cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menerapkan teknik dan rumus-rumus statistik deskriptf seperti frekuensi , grafik, angka rata-rata (Mean), median (Me), dan modus (Mo) untuk menggambarkan keadaan suatu objek tertentu sehingga diperoleh kesimpulan umum. Dalam penerapan metode analisis deskriptif ini, data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dan disajikan ke dalam: a) tabel distribusi frekuensi, b) menghitung angka rata-rata (mean), c) menghitung median, d) menghitung modus, e) menyajikan ke dalam grafik polygon. Dalam pengantar metodologi penelitian dinyatakan bahwa “Metode analisis deskriptif kuantitatif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-angka dan atau persentase mengenai keadaan suatu objek yang diteliti sehingga diperoleh kesimpulan umum“ (Agung, 2012: 67). Metode analisis deskritif ini digunakan untuk menentukan tingkat tinggi rendahnya keterampilan berbicara anak dengan metode bercerita dan media gambar yang dikonversikan ke dalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima.
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No. 1 – Tahun 2015) Tabel 02 Pedoman PAP Skala Lima tentang Ketrampilan Berbicara
Persentase
Kriteria Perkembangan bahasa
90 – 100 80 – 89 65 – 79 55 – 64 0 – 54
Sangat Tinggi Tinggi Cukup Tinggi/Sedang Rendah Sangat rendah
(8,00<9,00<9,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran skor keterampilan berbicara pada siklus I merupakan kurva juling positif yang berarti menunjukkan bahwa sebagian besar skor rendah. 7
6 5 4
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Siklus I dilaksanakan selama 12x pertemuan. Delapan kali pertemuan untuk tindakan dan empat kali pertemuan untuk melaksanakan evaluasi penilaian keterampilan berbicara pada anak kelompok B yang berjumlah 20 orang. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 27 April-15 Mei 2015. Adapun Tema yang dibahas pada siklus I ini adalah tema pahlawan Negara. Data keterampilan berbicara anak disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, menghitung Modus (Mo), Median (Me), Mean (M), dan membandingkan rata-rata atau Mean dengan model PAP skala lima. 7
3 2
1 0 11
12
13
14
15
16
Me=14,00 Mo=15,00 M=13,65 Gambar 03. Grafik Keterampilan Berbicara pada Siklus II Berdasarkan perhitungan dan grafik polygon di atas terlihat Mo > Me > M (15,00>14,00>13,65), sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran skor keterampilan berbicara pada siklus II merupakan kurve juling negatif yang berarti menunjukkan bahwa sebagian besar skor cenderung tinggi.
6
5 4 3 2
1 0 7
Mo = 8,00
8
9
10
11
12
Me=9,00 M=9,05
Gambar 02 Keterampilan Berbicara pada Siklus I Berdasarkan perhitungan dan grafik polygon di atas terlihat Mo < Me <M
Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode bercerita dengan media gambar untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada anak kelompok B di TK Tunas Mekar Dusun Tetelan. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis memberikan gambaran bahwa dengan menerapkan metode bercerita dapat mengembangkan kemampuan berbicara. Dilihat dari perolehan rata-rata persen anak pada siklus I sebesar sebesar 56,56% meningkat pada
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No. 1 – Tahun 2015) siklus II sebesar 85,3%. Ini menunjukkan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 28,74%. Persentase kemampuan berbahasa anak siklus I sebesar 56,56% yang berarti kategori rendah, ini disebabkan anak didik masih malu dan ragu bercerita kedepan kelas serta suara anak terlalu pelan dalam mengulang cerita, anak masih bingung dalam menyelesaikan cerita, Hal tersebut dikarenakan anak jarang dilatih bercerita ke depan kelas dan menceritakan kembali cerita yang disampaikan oleh guru. Hal itu perlu ditingkatkan dengan menciptakan situasi yang mengembirakan, memotivasi anak agar berani bercerita kedepan kelas dengan volume suara yang keras singga dapat di dengar dengan baik oleh anak lainnya, sebelum kegiatan bercerita dimulai, anak diajak untuk melaksanakan kegiatan yang menyenangkan seperti menyayi agar anak menjadi bersemangat dan tidak mengantuk ketika kegiatan bercerita. Selain itu, cerita yang disampaikan akan lebih menarik dan tidak terlalu panjang agar anak tidak bosan dalam mendengar cerita. Dengan usaha tersebut mengalami peningkatan pada siklus II menjadi sebesar 85,3% yang menunjukkan keterampilan berbicara anak didik pada kategori tinggi. Terjadinya peningkatan persentase keterampilan berbicara anak pada saat penerapan metode bercerita dengan media gambar untuk meningkatkan keterampilan berbicara disebabkan oleh rasa tertarik anak mendengarkan cerita yang disampaikan secara menarik dengan bahasa yang sederhana serta isi cerita yang diceritakan sesuai kehidupan sekitar anak. Seperti pendapat Dhieni, dkk. (2011:6.29) bahwa “sebuah cerita anak menarik didengarkan dan diperhatikan apabila menggunakan alat peraga”. Dengan menggunakan media gambar dalam mendengarkan cerita anak lebih bias mengimajinasikan para tokohyang memainkan cerita melalui media gambar sehingga anak lebih bisa menangkap maksud dan isi cerita. Metode bercerita dengan media gambar merupakan salah satu cara yang paling mendasar untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan membina
hubungan interaksi anak-anak. Metode bercerita dengan media gambar dapat menarik minat anak serta anak tidak bosan dalam mendengarkan cerita karena menggunakan media yang menarik. Ini berarti bahwa apabila di dalam memberikan kegiatan digunakan teknik-teknik yang menarik maka pembelajaran yang kita lakukan akan menjadi menyenangkan dan dapat meningkatkan keterampilan berbicara anak. Penerapan metode bercerita sebagai salah satu metode pendekatan dalam pembelajaran akan dapat melatih daya tangkap atau daya konsentrasi anak didik, melatih daya piker dan potensi anak, mengembangkan keterampilan berbicara dan menambah pembendaharaan kata pada anak didik, serta menciptakan suasana senang di dalam kelas (Dheini, dkk, 2011). Dengan penerapan metode bercerita dengan media gambar akan cenderung dapat meningkatkan keterampilan berbicara anak. Sesuai dengan tahapan perkembangan berbicara anak, ada tiga tahap berbicara anak yang menentukan tingkat perkembangan berpikir dengan bahasa menurut Vygostsky (Ariadi 2014:26) diantaranya sebagai berikut. 1. Tahapan Eksternal, tahapan ini merupakan tahap berpikir dengan bahasa yang disebut berbicar eksternal. Maksudnya, sumber berpikir dari luar dirinya. Smber ini terutama berasal dari oarng dewasa yang memberi pengarahan kepada anak dengan cara tertentu. Misalnya, orang dewasa bertanya kepada anak : “apa yang kamu sedang lakukan?” Anak memberi jawaban : “ Main dengan kucing”. Perkembangan bicara seperti ini pada umumnya dialami oleh anak yang berusia sekitar 1-3 tahun, 2.Tahap Egosentris, tahapan perekembangan berbicara ke dua ini, biasanya dialami oleh anak berumur sekitar 3-5 tahun. Pada masa ini anak sudah dapat mengambil inisiatif serta mengendalika percakapan. Pada perkembangan bicara pertama sebenarnya anakpun sudah dapat berinisiatif melakukan percakapan, tetapi percakapan masih tetap dikendalikan oleh orang yang lebih dewasa dari padanya. 3. Tahapan Berbicara secara
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No. 1 – Tahun 2015) Internal, disini anak menghayati sepenuhna proses berpikirnya. Pada tahapan ini anak memproses pikirannya sndiri. “Apa yang harus saya gambar ?”. “Saya tau saya menggambar rumah”. Perkembangan bicara seperti itu pada umumnya dialaminya oleh anak berusia sekitar 5-7 tahu. Kemajuan anak tahapan ini banyak sekali, yaitu sebagai berikut a.Mereka dapat menceritakan apa yang mereka lakukan, b. Mereka dapat menceritakan apa yang telah mereka lakukan, c. Mereka dapat merencanakan kegiatan yang akan mereka lakukan, d. Mereka dapat berargumentasi untuk sesuatu dan menyatakan apa yang mereka pikirkan, e. Mereka dapat menggunakan alasan logis. Hasil temuan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Uning (2014) hasilnya menunjukan bahwa terjadi peningkatan kemampuan berbicara setelah penerapan metode bercerita hasil ditujukan pada siklus 1 sebesar 62,22% dan pada siklus II terjadi peningkatan sebesar 80,00% berada pada kategori tinggi. Penelitian lain juga dilakukan oleh Utariani (2014) hasilya menunjukan terjadi peningkatan kemampuan berbahasa setelah diterapkan metode bercerita hasil yang didapatkan pada siklus 1 sebesar 58,67% ndan terjadi peningkatan pada siklus II sebesar 84,00% dan berada pada kategori tinggi. Kendala – kendala yang dihadapi saat penelitian ini adalah kesediaan waktu yang disediakan pihak sekolah pada saat penerapan metode bercerita dan penyesuaian cerita terhadap tema yang telah digunakan di TK. Kendala ini menyebabkan penerapan metode bercerita dengan media gambar untuk meningkatkan keterampilan berbicara terhenti pada siklus II. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasrkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode bercerita dengan media gambar untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada kelompok B TK Tunas Mekar
Dusun Tetelan semester II tahun ajaran 2014/2015. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatkan rerata keterampilan berbicara anak didik pada siklus I adalah 56,56% yang berada pada kategori rendah dan rerata keterampilan berbicara anak didik pada siklus II sebesar 85,3% yang berada pada kategori tinggi. Jadi, peningkatan keterampilan berbicara anak yaitu sebesar 28,74%. Saran Berdasarkan simpulan di atas, dapat diajukan saran-saran sebagai berikut. Kepada guru, disarankan lebih kreatif dalam memilih metode pembelajaran dan krgiatan pembelajaran yang akan diterapkan pada anak, khususnya dalam penerapan metode bercerita dengan media gambar yang sesuai sehingga pembelajaran dapat menarik minat anak didik. Kepada kepala sekolah, agar melakukan pembinaan serta informasi secara intensif kepada para guru mengenai metode dan media pembelajaran, sehingga kemampuan profesional para guru, perbaikan proses dan hasil belajar anak dapat meningkat. Kepada penelitian lain, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan perbandingan atau sumber acauan serta disarankan untuk melanjutkan penelitian ini karena pencapaian keterampilan berbicara anak baru mencapai kreteria tinggi. DAFTAR PUSTAKA Agung.A. A. 2014. Bahan Kuliah Statistika Deskriptif. Singaraja : Fakultas Ilmu Pendidikan Ganesha Singaraja. Ariadi, Mahendri. 2014. Penerapan Metode Bercerita Berbantuan Media Gambar Untuk Meningkatkan Keterampialn Berbicara Pada Kelompok B Semster II Tahun Pelajaran 2013/2014 Di TK Widya Sesana Sangsit. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan PG PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja.
e-journal PG PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 3 No. 1 – Tahun 2015) Dewi, Rosmala. 2015. Berbagai Masalah Anak Taman Kanak-kanak. Jakarta: Depdiknas Dikjen Dikti. Dhieni,
Nurbiana dkk.2011. Pengembangan Bahasa. Universitas Terbuka.
Metode Jakarta:
Fadillah, Muahmad. 2012. Desain Pembelajaran Paud. Jakarta Ar-Ruzz Media. Gunarti, Winda dkk. 2010. Metode Pengembangan Perilaku Dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas terbuka. Isjoni. 2011. Model Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung. Alfabeta. Kanca,
Nyoman. 2010. Metodelogi Pengajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Singaraja, Universitas Pendidikan Ganesha
Nuryanti, Arik 2014. Penerapan metode Mind Map Berbantuan Media Gambar Untuk Meningkatkan Perkembangan Bahasa Pada Anak Kelompok B2 Semester II Paud Sarin Rare Mas Ubud Tahun Pelajaran 2013/2014. Skripsi (tidak diterbitkan) Jurusan PG PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Uiversitas Pendidikan Ganesha, Singaraja. Masitoh, dkk. 2007. Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Universitas Terbuka Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas. Utariani. 2014. Penerapan Metode Bercerita Berbantuan Media Boneka Jari Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Pada Anak Kelompok B Semeste II Tahun Pelajaran 2013/2014 di Tk Widia Kumara Padangmulia Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Skripsi (Tidak diterbitkan). PTK Pendidikan Guru
Pendidkan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan Undiksha, Singaraja. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009. Tentang Stanndar Pendidikan Anak Usia Dini . Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembina TK dan SD Sadiman, Arief S dkk. 2009. Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.