PENENTUAN UKURAN LOT GABUNGAN DENGAN BARGAINING GAME DAN CONSIGNMENT UNTUK PEMANUFAKTUR DAN PEMBELI TUNGGAL Jalesviva Joy, Docki Saraswati, Rahmi Maulidya Laboratorium Sistem Produksi, Jurusan Teknik Industri, FTI, Universitas Trisakti
ABSTRACT This paper considers the integrated inventory model, where the ordering lot is no longer determined by the buyer, but it is determined by both parties in order to minimize the total inventory cost. There are three approaches in determining the joint lot size: Joint Economic Lot Size (JELS), Joint Economic Lot Size with Bargaining Game, and Joint Economic Lot Size with Consignment. On JELS with Bargaining Games, the manufacturer will offer rebates to the buyer, since buyer will be at the disadvantage side if the manufacturer only offers JELS. Furthermore, on model JELS with Consignment, the manufacturer will own the product until it is used by the buyer. Using JELS, manufacturer makes a savings of 8.73% while the buyer suffered a loss of 3.37%. The result of using the JELS with Bargaining Game will give the manufacturer a savings of 6.63%, while the inventory cost for the buyer is the same with the initial condition (individually). This paper concludes that using the JELS with consignment will provide savings to the manufacturer as well as for the whole system. Keywords: manufacturer, buyer, joint economic lot size, bargaining game, consignment 1. PENDAHULUAN1 Dalam persaingan global saat ini, dimana pasar semakin dinamis dan kompetitif, perusahaan dituntut untuk terus berupaya melakukan inovasi dan mencari alternatif solusi dalam menghadapi persaingan sehingga perusahaan dapat terus bertahan dan mengembangkan usahanya ke arah yang lebih baik. Upaya untuk mempertahankan dan mengembangkan usaha yang ada saat ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan meningkatkan profit perusahaan melalui penghematan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan khususnya total biaya persediaan. PT. X merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang Power Transmission. PT. X dan pelanggannya (PT. Y) memiliki kebijakan terhadap sistem persediaannya masingKorespondensi : Jalesviva Joy E-mail :
[email protected], Docki Saraswati E-mail :
[email protected] Rahmi Maulidya E-mail :
[email protected]
Penentuan Ukuran Lot (Jalesviva Joy, dkk)
masing. Dalam hal ini, PT. Y. memiliki peran yang lebih dominan untuk menentukan ukuran pemesanan. Hal tersebut sering menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian antara ukuran pemesanan pembeli dengan jumlah yang diproduksi oleh PT. X sehingga menyebabkan tingginya total biaya persediaan pada PT. X. Oleh karena itu PT. X ingin berkontribusi dalam proses penentuan ukuran pemesanan sehingga tercipta kesesuaian antara ukuran pemesanan pembeli dengan jumlah produksi pemanufaktur. Perusahaan ingin melakukan perubahan kebijakan dalam pengendalian persediaannya, yang semula dilakukan secara parsial menjadi terintegrasi dan diharapkan memberikan total biaya persediaan yang minimum pada kedua belah pihak. Selain itu model persediaan melibatkan dua pihak yaitu pihak penyedia produk yang dibutuhkan yang selanjutnya dalam penelitian ini disebut sebagai pemanufaktur dan pihak yang membutuhkan produk yang selanjutnya dalam penelitian ini disebut sebagai pembeli. Salah satu model pengendalian persediaan secara terintegrasi adalah model Joint Economic Lot Size (JELS). Model JELS pertama kali diperkenalkan oleh Banerjee (1986) yang mengacu pada optimasi biaya Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 189
gabungan dari Goyal (1976). Model JELS merupakan model persediaan yang menentukan ukuran lot gabungan antara supplier dan buyer yang berfokus pada Joint Total Relevant Cost bagi kedua belah pihak. Model JELS dengan Bargaining Game kemudian dikembangkan oleh Eric Sucky (2005). Dalam teori permainan, lawan disebut sebagai pemain (player). Sebuah permainan dengan dua pemain, dimana keuntungan satu pemain sama dengan kerugian pemain lainnya, dikenal sebagai two person zero sum game (Taha, 1997: 54). Konsep two person zero sum game inilah yang kemudian disebut oleh Eric Sucky (2005) sebagai Bargaining Game dimana kerugian yang ditanggung oleh pembeli jika menerapkan JELS akan diimbangi oleh keuntungan yang didapatkan oleh pemanufaktur (Banerjee, 1986). Adapun pendekatan consignment merupakan pengaturan kepemilikan produk, yaitu pemanufaktur sebagai pemilik produk mengirimkan produk kepada pembeli untuk dimanfaatkan oleh pembeli. Proses penjualan atau perpindahan kepemilikan produk berlaku pada saat produk digunakan oleh pembeli (Chen dan Liu, 2007). Apabila dua pendekatan di atas disatukan maka pemanufaktur melakukan Joint Economic Lot Size dengan Consignment (JELS-C) yang berarti di samping menentukan ukuran lot gabungan, pemanufaktur juga bertanggung jawab terhadap kepemilikan produk hingga produk dimanfaatkan oleh pembeli (Gümüᶊ dkk, 2008). Makalah ini mempertimbangkan penerapan JELS, JELS-Bargaining Game dan JELS-C sebagai model persediaan yang terintegrasi antara pemanufaktur dan pembeli, sehingga dapat memberikan penghematan biaya persediaan bagi kedua belah pihak maupun sistem persediaan secara keseluruhan.
2. TINJAUAN PUSTAKA Sistem yang diamati terdiri dari pemanufaktur tunggal dan pembeli tunggal. Pembeli memiliki permintaan yang bersifat deterministik dan melakukan pemesanan kepada pemanufaktur. Pemanufaktur kemudian memproduksi produk yang Penentuan Ukuran Lot (Jalesviva Joy, dkk)
dibutuhkan dalam lot. Setiap lot yang diproduksi dikirim kepada pembeli dalam ukuran batch. Berdasarkan model EOQ bagi pembeli, fungsi total biaya terdiri atas biaya pesan dan biaya simpan, atau biaya setup, biaya transportasi dan biaya simpan untuk model EPQ bagi pemanufaktur. Secara tradisional, pemanufaktur dan pembeli memiliki model persediaan secara terpisah sehingga ukuran lot optimal yang diperoleh berbeda. Dalam hal ini, penentuan kuantitas pemesanan akan lebih efektif berdasarkan integrasi fungsi total biaya dibandingkan bila pemanufaktur atau pembeli menggunakan fungsi biaya masing-masing. Integrasi penentuan ukuran lot antara pemanufaktur tunggal dan pembeli tunggal disebut sebagai JELS. Goyal (1976) merupakan peneliti pertama yang mengusulkan model integrasi antara pemanufaktur dan pembeli untuk meminimasi total biaya yang relevan dengan laju produksi infinite. Kemudian Banerjee (1986) mengembangkan model Goyal (1976) dengan laju produksi pemanufaktur finite dan memperkenalkan istilah Joint Economis Lot Size (JELS). Model Banerjee (1986) didasarkan pada ukuran lot produksi yang berbasis pada pengiriman lot-fot-lot untuk satu jenis produk dari pemanufaktur tunggal ke pembeli tunggal. Dalam pengembangannya, Goyal (1988) merelaksasi asumsi produksi lot-for-lot. Selanjutnya Goyal (1988) memformulasikan model Joint Total Relevant Cost untuk pemanufaktur dan pembeli tunggal dalam sistem persediaan dengan ukuran lot pemanufaktur yang merupakan kelipatan integer dari ukuran pesanan pembeli. Model JELS dengan Bargaining Game kemudian dikembangkan oleh Eric Sucky (2005). Dalam teori permainan, lawan disebut sebagai pemain (player). Sebuah permainan dengan dua pemain, dimana keuntungan satu pemain sama dengan kerugian pemain lainnya, dikenal sebagai two person zero sum game. (Taha, 1997: 54). Konsep two person zero sum game inilah yang kemudian disebut oleh Eric Sucky (2005) sebagai Bargaining Game dimana kerugian yang ditanggung oleh pembeli jika menerapkan JELS akan diimbangi oleh keuntungan yang didapatkan oleh pemanufaktur (Banerjee, 1986). Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 190
Adapun pendekatan consignment merupakan pengaturan kepemilikan produk, yaitu pemanufaktur sebagai pemilik produk mengirimkan produk kepada pembeli untuk dimanfaatkan oleh pembeli. Menurut Gümüᶊ, dkk (2008), pada Consignment Inventory (CI), produk dimiliki oleh pemanufaktur hingga dimanfaatkan oleh pembeli dan produk tersebut disimpan di lokasi pembeli sehingga pemanufaktur tidak memiliki biaya simpan. Valentini dan Zavanella (2003) menunjukkan bahwa biaya persediaan terdiri dari dua komponen utama, komponen finansial dan komponen operasional. Komponen finansial meliputi biaya yang
dikeluarkan oleh pemanufaktur untuk investasi modal dan pajak yang dibayar pada item yang tidak terjual. Komponen operasional berkaitan dengan ruang penyimpanan dan gudang, penurunan kualitas dan penyusutan, asuransi dan penanganan material. Pada model JELS dengan Bargaining Game, baik pihak pemanufaktur maupun pembeli menyimpan persediaan pada gudang masing-masing, sehingga biaya finansial dan biaya penyimpanan ditanggung oleh masingmasing pihak, seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Total Biaya Persediaan model JELS dengan Bargaining Game Posisi Bahan Baku Pemanufaktur Pembeli ℎ + ℎ 0 Pemanufaktur Biaya , , Persediaan ℎ , +ℎ , 0 Pembeli
Situasi yang berbeda terjadi ketika model JELS dengan Consignment diterapkan, seperti yang terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Total Biaya Persediaan model JELS dengan Consignment Posisi Bahan Baku Pemanufaktur Pembeli (Buyer) ℎ , +ℎ , ℎ , Pemanufaktur Biaya Persediaan ℎ , 0 Pembeli Pada model JELS dengan Consignment, pemanufaktur hanya menanggung biaya simpan finansial, karena produk yang dihasilkan disimpan pada lokasi pembeli. Dengan kata lain, pembeli dikenakan biaya simpan operasional karena produk yang dihasilkan pemanufaktur disimpan pada lokasi pembeli namun belum dikenakan biaya simpan finansial karena pembeli hanya melakukan pembayaran setelah produk tersebut digunakan.
3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian diawali pada kondisi individu dimana pembeli yang menentukan ukuran lot pemesanan. Selanjutnya pemanufaktur dan pembeli menentukan ukuran lot gabungan menggunakan model Joint Economic Lot Penentuan Ukuran Lot (Jalesviva Joy, dkk)
Size (JELS), sehingga ukuran lot pemesanan tidak lagi ditentukan secara sepihak oleh pembeli. Sejumlah kerugian yang harus ditanggung oleh pembeli pada kondisi JELS menyebabkan pembeli berada pada posisi yang tidak menguntungkan, oleh karena itu pemanufaktur memberikan potongan harga menggunakan model Joint Economic Lot Size dengan Bargaining Game. Pada tahap akhir, pemanufaktur mencoba melakukan consignment (JELS-C), sehingga pemanufaktur tidak lagi mengeluarkan biaya simpan operasional dan pembeli hanya akan melakukan pembayaran setelah produk tersebut digunakan. 3.1 Notasi Yang Digunakan Notasi yang digunakan dalam proses perhitungan dibagi menjadi dua jenis notasi, yaitu notasi untuk pembeli dan notasi untuk pemanufaktur. Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 191
∗
∗ ∗
∗
= /0 1∗ 2 ∗ + /
2∗
+
2∗
3
∗
∗
3.2 Model Joint Economic Lot Size • Pada kondisi individu, pembeli menentukan ukuran pemesanan optimal dengan persamaan (1). =
∗
,!"# $
,%&'()
(1)
Sehingga total biaya persediaan pembeli dapat dihitung dengan persamaan (2). ∗
•
∗
=
2+,-ℎ
+ℎ
,
,
.(2)
Sebelum menerapkan model Joint Economic Lot Size pemanufaktur harus memproduksi sebesar ukuran pemesanan pembeli sehingga ukuran produksi perusahaan menjadi sebesar ∗ . Biaya yang ditanggung oleh pemanufaktur dapat dihitung dengan persamaan (3).
Sedangkan notasi yang digunakan untuk pemanufaktur maupun pembeli adalah : ∗ = = ukuran lot gabungan (unit) ∗ = frekuensi pengiriman ukuran lot gabungan yang optimal ,
,
= total biaya persediaan pembeli pada model JELS (Rp) = total biaya persediaan pemanufaktur pada model JELS (Rp) = total biaya persediaan pembeli pada model JELSConsignment (Rp) = total biaya persediaan pemanufaktur pada model JELS-Consignment (Rp) = potongan harga yang diberikan oleh pemanufaktur (Rp)
z
Notasi untuk pemanufaktur adalah : p = laju produksi (unit/periode) R1 = biaya setup (Rp/setup) R2 = biaya pengiriman (Rp/pengiriman) hp,fin = biaya simpan finansial pemanufaktur (Rp/unit/periode) simpan operasional hp,stock = biaya pemanufaktur (Rp/unit dan periode) ∗ = frekuensi pengiriman optimal ∗ ∗ = jumlah unit optimal yang dikirim per pengiriman (unit/pengiriman) ∗ = ukuran produksi optimal (unit) ∗ , ∗ = total biaya persediaan jika pemanufaktur memproduksi sebesar ∗ (Rp)
∗
,
∗
Notasi untuk pembeli adalah : d = jumlah permintaan (unit/periode) A = biaya pemesanan pembeli hb,fin = biaya simpan finansial pembeli (Rp/unit/periode) hb,stock = biaya simpan operasional pembeli (Rp/unit/periode) ∗ = ukuran pemesanan optimal (unit/pemesanan) ∗ =total biaya persediaan pembeli (Rp)
−1−
1∗
≤
∗
+
6 ℎ
+ℎ
,
,
)
(3)
Dengan nilai ∗ sebagai sebuah bilangan integer yang merupakan frekuensi pengiriman optimal pemanufaktur kepada buyer, yang memenuhi kondisi persamaan (4). ∗
•
∗
−1 ≤
:
-2 ∗ .
89
=
;,!"# $ ;,%&'() 0<;
Pemanufaktur dan pembeli menerapkan model Joint Economic Lot Size, dimana ukuran pemesanan ekonomis maupun jumlah produksi optimal tidak lagi ditentukan secara sepihak, melainkan melalui penetapan ukuran lot gabungan ( ∗ ) bagi kedua belah pihak. Sehingga untuk ∗ ≠ ∗ , nilai ∗ terletak pada interval antara solusi optimal individu,
Penentuan Ukuran Lot (Jalesviva Joy, dkk)
∗
+1
(4) ∗
∈]
∗
,
∗
[.
mengkombinasikan biaya pesan B+ 1∗9 +
yaitu / 6 ℎ
dan
biaya
simpan
8
Buyer
3-ℎ
,
C
+
+ -ℎ , + ℎ , .6 dengan pemanufaktur, sehingga nilai ∗ dapat dihitung dengan persamaan (5). ,
Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 192
∗
D
=
=
E
B $ ∗9 $8: G F
C F∗ = := B1C∗ <0< C $ G3- ;,!"# $ ;,%&'() .$; ;
Dengan nilai : ∗ ∗ −1 ≤ 89 H3∗
∗
,!"# $
∗
,
,%&'() .6
•
(5)
yang memenuhi kondisi
:= ,%&'() .$- I,!"# $ I,%&'() .63 ; <06J
- I,!"# $ I,%&'() .
+1
,!"# $
= $8: 30< 6 ;
= /0 1∗ 2 ∗ + /
+
∗ 2C
(6) 3
≤
(7)
= B2 ∗ + 2C∗ G 0 2∗
+
2∗
C
+ 2C∗ G > 1 2∗
Dengan
1C∗
dapat ditentukan
Berdasarkan nilai ∗ , maka biaya yang ditanggung oleh buyer adalah sebesar : ∗ , ∗ = + ∗ + -ℎ , +ℎ , . 2 0 2∗ B2 ∗ C
−1−
∗
Sehingga nilai dengan rumus: ∗ = ∗ ∗
6 -ℎ
+ℎ
∗
(8)
(9)
.
Sedangkan total biaya yang ditanggung oleh pemanufaktur adalah sebesar : ∗
∗
C C
∗ 2C
∗
3.3 Model Joint Economic Lot Size dengan Bargaining Game Bargaining Game dapat digambarkan sebagai berikut : • Pembeli memiliki kekuatan untuk memberlakukan EOQ nya pada ∗ ∗ ∗ , pemanufaktur , .. • Pemanufaktur menawarkan joint economic lot size sebesar [unit] dengan potongan harga (side payment) sebesar z [Rp/periode] melalui “take-itor-leave-it-offer”. Pada tahap pertama, pemanufaktur akan membuat tawaran, kemudian pada tahap kedua, pembeli dapat menerima atau menolak tawaran tersebut. Permainan ini segera dihentikan setelah adanya penerimaan atau penolakan oleh pembeli. • Pemanufaktur memiliki informasi yang lengkap mengenai biaya-biaya pada pembeli. min R
,L =
,
Penentuan Ukuran Lot (Jalesviva Joy, dkk)
,
(10)
Kombinasi biaya yang layak dinyatakan ∗ ∗ oleh , ∗ +L . − L, Tujuan supplier adalah untuk meminimasi total biaya persediaannya, sehingga permasalahan non linear yang harus diselesaikan adalah : min , ,L = , +L (11) Dengan batasan, ∗ −L ≤ (12) ,L ≥ 0 (13) Kondisi (2-12) dapat menjamin bahwa pembeli akan mendapatkan keuntungan jika menerima tawaran pemanufaktur, sehingga kondisi ini pasti akan membuat pembeli tertarik untuk menerima tawaran tersebut. Dengan nilai I tertentu, maka permasalahan optimasi dengan batasan dapat ditransformasikan ke dalam bentuk minimasi masalah tanpa kendala pada persamaan (14). •
+L−S
Fungsi L disebut sebagai fungsi Lagrangean dan parameter λ disebut pengali Lagrange yang tidak tergantung pada nilai dan z. Berdasarkan kondisi Karush Kuhn Tucker yang merupakan pengembangan dari metode Lagrangean, fungsi Lagrangean R ,L bersifat cekung dalam kasus maksimasi, dan R , L bersifat cembung dalam kasus minimasi.
,
∗
−
+L
(14)
Sebagai fungsi biaya, , dan bersifat cembung terhadap . Solusi optimal dapat dicapai dengan mengambil derivatif parsial dari L dalam kaitannya dengan , L, dan S. Jika Persamaan (14) diturunkan terhadap dan disamakan dengan 0, maka akan diperoleh : TR T , T = +S ≥0 T T T
Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 193
UV U2C
=
3
UWI 1,2C U2C
+S
UW 2C U2C
L UX = L 1 − S = 0 (16) Persamaan (14) diturunkan terhadap S dan disamakan dengan 0, maka akan diperoleh persamaan (17). UV
6 = 0 (15)
Persamaan (14) diturunkan terhadap z dan disamakan dengan 0, maka akan diperoleh : TR =1−S ≥ 0 TL TR ∗ − = − +L ≥0 TS ∗ S − +L =0
(17)
Sehingga untuk ≠ ∗ dengan nilai z ≥ 0 dan λ = 1, maka persamaan (17) dapat disederhanakan menjadi persamaan (18). ∗ L= − = 3 32 + 2C∗ 6 − 16 2+,-ℎ 0 2∗
2
C
+ℎ
,
.
,
(18)
Sehingga total biaya yang ditanggung pembeli menjadi : − L = H+ 2 + C
2C
-ℎ
,
+ℎ
.J − L
,
(19)
Sedangkan total biaya pada pemanufaktur menjadi : 2 1Y Y, + L = /0 1Y2 + / 2 + C 3 Y − 1 − + 6 -ℎ C
C
∗
3.4 Model Joint Economic Lot Size dengan Consignment • Hitung nilai ∗ menggunakan persamaan (5). Dengan nilai ∗ sebagai sebuah bilangan integer yang merupakan frekuensi pengiriman optimal yang disetujui pihak buyer dan pemanufaktur, yang memenuhi kondisi pada persamaan (6). Sehingga nilai ∗ dapat ditentukan dengan persamaan (7). • Total biaya persediaan pembeli pada model JELS-C merupakan penjumlahan dari biaya pesan dan biaya simpan operasional 3+,⁄ ∗ + --ℎ , . ∗ ⁄2.6 dimana
•
∗
,
∗
= /0 2 ∗ + /
+ -ℎ 0
+ℎ
,
+ℎ
,
.+ z
(20)
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1). Berdasarkan persamaan (1), total biaya persediaan pembeli dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2) sehingga total biaya persediaan pembeli menggunakan model JELS-C dapat dihitung dengan persamaan : ∗ ∗ = √\0 (21) Dengan \0 merupakan rasio antara biaya simpan operasional pembeli dengan total biaya simpan pembeli -ℎ , /ℎ . dan \ merupakan rasio antara biaya simpan finansial pembeli dengan total biaya simpan pembeli -ℎ , /ℎ .. .^
∗
+ 31 − 6
∗
_+ ℎ 0
∗
Sedangkan total biaya yang ditanggung oleh pemanufaktur adalah pada persamaan (22). II
2∗
Dimana jumlah produksi optimal,
∗
,
=
,
2/0 ,a3ℎ 1 − ,/` 6
,
(22)
Proposisi 1. Pemanufaktur akan mendapatkan keuntungan dengan menerapkan Consignment jika memenuhi kondisi : b > ∅ + 2.
Dengan b = / ⁄+ yang merupakan rasio antara biaya transportasi pemanufaktur dengan biaya pesan pembeli dan ∅ = ℎ ⁄ℎ yang merupakan rasio antara biaya simpan pemanufaktur dengan biaya simpan pembeli. Proposisi 1 menunjukkan bahwa pemanufaktur lebih baik menerapkan Consignment jika Biaya Transportasi pemanufaktur melebihi 1 + -ℎ ⁄ℎ . +. Penentuan Ukuran Lot (Jalesviva Joy, dkk)
Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 194
Proposisi 2. Consignment secara sistem keseluruhan menguntungkan jika memenuhi kondisi : ∅ < b 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut ini data-data yang digunakan dalam penelitian adalah: Pembeli Pemanufaktur d 46.100/bulan p 56.000/bulan A Rp 250.000/pemesanan R1 Rp 550.000/setup hb,stock : Rp 80/unit/periode R2 Rp 450.000/pengiriman hp hb,fin : Rp 1.200/unit/periode hp,stock : Rp 50/unit/periode hp hp,fin : Rp 960/unit/periode Hasil perhitungan yang telah dilakukan yaitu perhitungan pada kondisi individual, perhitungan menggunakan model JELS, model JELS dengan Bargaining Game serta model JELS dengan Consignment dirangkum pada Tabel 3 dibawah ini. Tabel 3. Rangkuman Hasil Perhitungan Pembeli Kondisi Individual JELS JELS-Bargaining JELS-Consignment
Rp Rp Rp Rp
Perusahaan
5,431,758 Rp 9,282,658 5,682,429 Rp 8,496,511 5,431,758 Rp 8,747,181 1,420,607 Rp 12,586,759
Berdasarkan Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa pada kondisi individual, pemanufaktur harus memproduksi sesuai dengan jumlah pemesanan pembeli. Dalam hal ini, pembeli memiliki peran yang lebih dominan dalam menentukan ukuran pemesanan produk. Seiring berjalannya waktu dan hubungan yang terjalin antara pemanufaktur dan pembeli, pemanufaktur menginginkan adanya kerjasama yang lebih dengan pihak pembeli. Oleh karena itu pemanufaktur ingin berkontribusi dalam proses penentuan ukuran pemesanan sehingga tercipta kesesuaian antara ukuran pemesanan pembeli dengan jumlah produksi pemanufaktur, yaitu dengan menerapkan model Joint Economic Lot Size (JELS), dimana ukuran pemesanan tidak lagi ditentukan secara sepihak oleh pihak pembeli melainkan melalui proses penentuan ukuran lot gabungan oleh kedua belah pihak. Seperti yang terlihat pada Tabel 3, total biaya persediaan yang ditanggung oleh pembeli menjadi lebih besar ketika solusi JELS diterapkan. Kondisi seperti ini tentu saja Penentuan Ukuran Lot (Jalesviva Joy, dkk)
Lost/Saving Pembeli Perusahaan
Sistem Persediaan Rp 14,714,416 Rp (250,670) Rp 786,147 Rp 14,178,940 Rp - Rp 535,476 Rp 14,178,940 Rp 4,011,151 Rp (4,090,248) Rp 14,007,366
merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi pembeli. Namun kerugian yang dialami oleh pembeli berbanding terbalik dengan penghematan yang didapatkan oleh pemanufaktur. Demi terciptanya suatu kebijakan bersama, pemanufaktur kemudian menawarkan potongan harga jika pembeli setuju untuk menerapkan JELS. Dengan menerapkan model Joint Economic Lot Size dengan Bargaining pemanufaktur melakukan penghematan jika dibandingkan dengan kondisi individual.Pada dasarnya pihak pembeli tidak dirugikan jika model Joint Economic Lot Size dengan Bargaining Game ini diterapkan, karena dengan total biaya persediaan yang sama pembeli mendapatkan kuantiti barang yang lebih banyak dari jumlah pemesanan yang biasa dilakukan. Kondisi ini justru menimbulkan masalah baru bagi pembeli. Jumlah unit produk yang lebih banyak membutuhkan area penyimpanan yang lebih besar pula, sehingga hal ini pun perlu dipertimbangkan oleh pihak pembeli. Atas dasar inilah muncullah Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 195
gagasan untuk menerapkan kebijakan Consignment. Consignment dapat memberikan keuntungan bagi pemanufaktur jika satu atau kedua kondisi yang telah disebutkan pada Proposisi 1 dan 2 terpenuhi.
International Journal of Production Economics, 81-82, 215-224.
5. KESIMPULAN Sistem pengendalian persediaan menggunakan model persediaan Joint Economic Lot Size-Bargaining Game dengan Consignment dapat memberikan keuntungan bagi pemanufaktur jika beberapa kondisi terpenuhi.
6. DAFTAR PUSTAKA [1] Banerjee, A. 1986. A Joint EconomicLot-Size Model for Purchaser and Vendor, Decision Sciences, 17, 292-311. [2] Chen, S.L., dan Liu, C.L. 2007. The Optimal Consignment Policy for the Manufacturer Under Supply Chain Coordination, International Journal of Production Research, iFirst,1-23. [3] Goyal, S.K. 1976. An Integrated Inventory Model for a Single SupplierSingle Customer Problem, International Journal of Production Research, 15(1), 107-111. [4] Goyal, S.K, 1988. A Joint EconomicLot-Size Model for Purchaser and Vendor: A Comment, Decision Sciences, 19(1), 236-241. [5] Gümüᶊ, M., Jewkes, E.M. dan Bookbinder, J.H.2008, Impact of Consignment Inventory and Vendor Managed Inventory for a Two-party Supply Chain, International Journal of Production Economics, 113, 501-517. [6] Sucky, E., 2005. Inventory management in supply chains: A bargaining problem. International Journal of Production Economics, 93-94, 253-262. [7] Taha, H.A., 1997. Operation Research, 3rd ed. New York: Mac Milllan Publishing co, Inc. [8] Valentini, G., dan Zavanella, L., 2003. The consignment stock of inventories: industrial case and performance analysis, Penentuan Ukuran Lot (Jalesviva Joy, dkk)
Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 196