Penentuan Lokasi Sumber dengan Menggunakan Hydrophone Tunggal Annisa Firasanti, Wirawan, Endang Widjiati Jurusan Teknik Elektro โ FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Abstrak โ Penentuan lokasi pasif merupakan topik yang penting dalam penelitian komunikasi akustik bawah air. Penentuan lokasi sumber dilakukan dengan beberapa hydrophone, tetapi pada tugas akhir ini hanya digunakan hydrophone tunggal. Kekurangan informasi spasial yang ada pada metode hydrophone tunggal dapat diatasi dengan sinyal sumber yang mempunyai frekuensi pita lebar. Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk mengestimasi lokasi sumber dengan sinyal sumber chirp dengan. Pemodelan dilakukan dengan kanal perairan dangkal dengan beberapa karakteristik yang disesuaikan dengan INTIMATE โ96. Metode yang digunakan untuk penentuan lokasi adalah berdasarkan teknik Match Field Processing yaitu Maximum Likelihood, Signal Subspace dan Noise Subspace. Langkah awal penentuan lokasi adalah mengestimasi delay multipath dari ketiga metode ini dengan menggunakan metode Time-Delay Estimation. Nilai delay yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam persamaan delay yang merupakan fungsi dari jarak dan kedalaman. Untuk mencari nilai jarak, diberikan nilai kedalaman yang benar pada persamaan, begitu juga sebaliknya.
perkalian sinyal sumber dengan replikanya dianggap sebagai data yang benar, dalam hal ini delay. II.
TEORI PENUNJANG
2.1
Simulasi Pemodelan Kanal Propagasi akustik di laut dijelaskan menggunakan persamaan gelombang. Metode Ray Theory merupakan suatu metode yang efektif untuk penerapan propagasi pada medium nonhomogen pada lautan. Dalam ray model, energy suara dikonsepkan merambat sepanjang jalur ray, dimana jalur tersebut adalah sebuah garis lurus jika kanal yang dilewati mempunyai kecepatan perambatan yang sama di semua kedalaman. Shallow Water Channel (SWA) ini akan dimodelkan sesuai dengan Pekeris Waveguide seperti pada Gambar 1.
Kata kunci : Waktu delay, hydrophone tunggal, MFP, Subspace, Maximum Likelihood I.
PENDAHULUAN
Salah satu isu yang sering diminati dalam penelitian underwater acoustic adalah penentuan sumber secara pasif. Artinya metode penentuan lokasi sumber suara hanya dengan menggunakan suara yang diterima saja. Penentuan lokasi pasif digunakan untuk mendeteksi keberadaan benda yang mengeluarkan suara tertentu. Hal ini dapat diaplikasikan untuk mendeteksi keberadaan kapal selam, atau binatang laut yang mengeluarkan suara seperti ikan paus dan lumbalumba. Penentuan lokasi pada tugas akhir kali ini dilakukan dengan sistem hydrophone tunggal karena dengan hanya menggunakan satu hydrophone saja akan lebih mengurangi biaya. Metode matched-field processing (MFP) adalah sebuah metode yang telah digunakan secara luas, khususnya untuk topik penentuan lokasi ini. Secara garis besar, metode ini membandingkan sinyal hasil simulasi dengan sinyal pengukuran asli. Kedua sinyal tersebut diproses menggunakan beberapa macam processor, dan kemudian akan menghasilkan data yang diinginkan. Dalam hal ini, yang digunakan adalah Maximum Likelihood, dimana dalam metode ini variabel yang memberikan hasil maksimal dari
1
Gambar 1. Skema pemodelan kanal WSWA [1] Pada Gambar 1, R adalah jarak transmisi (m), d1 adalah kedalaman sumber (m), d2 adalah kedalaman penerima (m), dan h adalah kedalaman perairan (m). Jarak yang ditempuh melalui eigenray lurus dapat dinotasikan sebagai D00, dimana: (1) ๐ท๐ท00 = ๏ฟฝ๐
๐
2 +(๐๐1 โ ๐๐2 )2 Sedangkan jarak eigenray yang mengalami pantulan (2) ๐ท๐ท๐ ๐ ๐ ๐ = ๏ฟฝ๐
๐
2 + [2๐๐โ + ๐๐1 โ (โ1)๐ ๐ โ๐๐ ๐๐2 ]2 (3) ๐ท๐ท๐๐๐๐ = ๏ฟฝ๐
๐
2 + [2๐๐โ + ๐๐1 โ (โ1)๐๐โ๐ ๐ ๐๐2 ]2 dimana Dsb adalah eigenray yang mengalami pantulan dari permukaan (surface) dan Dbs adalah eigenray yang mengalami pantulan dari dasar laut (bottom) terlebih dahulu. Selain model ray, kondisi fisik lautan yang beragam menimbulkan banyak fenomena yang dapat mempengaruhi propagasi sinyal. Beberapa parameter yang dapat mempengaruhi kondisi kanal yaitu:
a. Spreading Loss Spreading Loss adalah efek geometris yang mewakili melemahnya gelombang suara ketika ia menyebar keluar dari sebuah sumber. Bentuk penyebaran silindris dan sferis adalah tipe spreading loss yang biasa dipakai. Karena jarak transmisi D jauh lebih besar dari pada kedalaman laut h, maka sinyal tidak bisa menyebar dalam bentuk bola sempurna. Sehingga bentuk penyebaran yang digunakan adalah silindris dengan nilai rugi-rugi sebesar 1 (4) ๐ฟ๐ฟ๐ถ๐ถ๐ถ๐ถ = ๐ท๐ท โ ๏ฟฝ2 b. Redaman oleh penyerapan dan penyebaran Saat suara berpropagasi di dalam lautan, beberapa bagian dari energi akustik terserap secara kontinyu, dalam hal ini misalnya berubah menjadi energi panas. Formula untuk menghitung koefisien redaman di air laut pada frekuensi 100 Hz-3kHz adalah 0.11๐๐ 2 44๐๐ 2 (5) ๐ฝ๐ฝ = + [๐๐๐๐/๐๐๐๐] 1 + ๐๐ 2 4100 + ๐๐ 2 Penyerapan energi pada jarak ๐ท๐ท adalah ๐ท๐ท (6) ๐ฟ๐ฟ๐ด๐ด (๐ท๐ท) = 10โ๏ฟฝ20000 ๐ฝ๐ฝ ๏ฟฝ c. Redaman oleh endapan Suara yang berpropagasi diantara lapisan endapan akan mendapat efek redaman. Secara matematis, redaman akustik (๐ผ๐ผ) dinyatakan dalam bentuk exponensial yaitu ๐๐ โ๐ผ๐ผ๐ผ๐ผ menggunakan satuan nepers (Np) per satuan jarak dari ๐ผ๐ผ. (7) ๐ผ๐ผ(๐๐๐๐๐๐โ1 ) = ๐๐(๐๐)๐ผ๐ผ(๐๐๐๐๐๐โ1 ) d. Pantulan oleh Permukaan Impedance mismatch antara laut dan udara menyebabkan permukaan laut menjadi bersifat reflektor. Jika permukaan laut relative tenang, pantulannya akan mendekati sempurna, sehingga sebagai asumsi bahwa koefisien refleksi adalah -1. Jika permukaan kasar (disebabkan oleh gelombang), akan terjadi loss pada setiap interaksi dengan permukaan. Rugi-rugi ini dimodelkan sebagai konstanta Lsr di setiap interaksi dengan permukaan [2]. e. Pantulan oleh Dasar Laut Seperti halnya pada permukaan, impedansi yang tidak cocok antara laut dan dasar laut menyebabkan seabed dapat memantulkan beberapa suara yang datang. Jika ฯ dan c adalah kerapatan dan kecepatan suara pada perairan laut, ฯ1 dan c1 adalah kerapatan dan kecepatan suara pada dasar laut, maka untuk dasar laut yang lembut, pantulan adalah sudut dependen dan dijelaskan oleh koefisien refleksi Rayleigh sebagai berikut [2] ๐๐ cos ๐๐ โ โ๐๐2 โ ๐ ๐ ๐ ๐ ๐ ๐ 2 ๐๐ (8) ๐ฟ๐ฟ๐ต๐ต (๐๐) = ๏ฟฝ ๏ฟฝ ๐๐ cos ๐๐ + โ๐๐2 โ ๐ ๐ ๐ ๐ ๐ ๐ 2 ๐๐ ๐๐ ๐๐ Dimana ๐๐ = 1 , ๐๐ = ๐๐
dengan membiarkan beberapa tambahan faktor loss konstan dari LBR per interaksi dasar laut. f. Waktu delay Karena setiap eigenray yang mengalami pantulan mempunyai panjang jarak transmisi yang bereda-beda, maka waktu delay terhadap eigenray yang mempunyai lintasan lurus dinyatakan sebagai ๐ท๐ท๐ ๐ ๐ ๐ โ ๐ท๐ท00 ๐๐๐ ๐ ๐ ๐ = (11) ๐๐ ๐ท๐ท๐๐๐๐ โ ๐ท๐ท00 ๐๐๐๐๐๐ = (12) ๐๐ Jika x(t) adalah sinyal yang ditransmisikan melewati kanal dan y(t) adalah sinyal diterima, maka dengan mengabaikan delay absolut waktu antara transmisi dan penerima, dapat dituliskan y(t) dan x(t) sebagai: ๐ฆ๐ฆ(๐ก๐ก) = ๐ด๐ด00 (๐ก๐ก)๐ฟ๐ฟ๐ ๐ ๐ ๐ (๐ท๐ท00 )๐ฟ๐ฟ๐ด๐ด (๐ท๐ท00 )๐ฅ๐ฅ(๐ก๐ก) โ
๐ ๐
๐๐
+ ๏ฟฝ ๏ฟฝ ๐ด๐ด๐ ๐ ๐ ๐ (๐ก๐ก)๐ฟ๐ฟ๐ ๐ ๐ ๐ (๐ท๐ท๐ ๐ ๐ ๐ )๐ฟ๐ฟ๐ด๐ด (๐ท๐ท๐ ๐ ๐ ๐ )(โ๐ฟ๐ฟ๐๐๐๐ )๐ ๐ ๐ฟ๐ฟ๐๐๐ต๐ต๐ต๐ต ๐ฟ๐ฟ๐ต๐ต ๏ฟฝ๐๐๐ ๐ ๐ ๐ ๏ฟฝ ๐ฅ๐ฅ(๐ก๐ก โ ๐๐๐ ๐ ๐ ๐ ) ๐ ๐ =1 ๐๐=๐ ๐ โ1 โ ๐๐
๐๐
+ ๏ฟฝ ๏ฟฝ ๐ด๐ด๐ ๐ ๐ ๐ (๐ก๐ก)๐ฟ๐ฟ๐ ๐ ๐ ๐ ๏ฟฝ๐ท๐ท๐ ๐ ๐ ๐ ๏ฟฝ๐ฟ๐ฟ๐ด๐ด ๏ฟฝ๐ท๐ท๐ ๐ ๐ ๐ ๏ฟฝ(โ๐ฟ๐ฟ๐๐๐๐ )๐ ๐ ๐ฟ๐ฟ๐๐๐ต๐ต๐ต๐ต ๐ฟ๐ฟ๐ต๐ต ๏ฟฝ๐๐๐ ๐ ๐ ๐ ๏ฟฝ ๐ฅ๐ฅ๏ฟฝ๐ก๐ก โ ๐๐๐ ๐ ๐ ๐ ๏ฟฝ ๐๐=1 ๐ ๐ =๐๐โ1
+๐๐(๐ก๐ก)
2.2 Matched-Field Processing (MFP) [3]
Gambar 2. Ilustrasi prinsip kerja MFP Teknik MFP adalah salah satu teknik yang sering digunakan dalam dunia penelitian underwater acoustic. Prinsip kerja dari MFP (Gambar 2) adalah melakukan korelasi antara hasil pengukuran dengan hasil simulasi yang melibatkan informasi lingkungan. Hasil tertinggi korelasi tersebut dianggap sebagai lokasi sumber yang sebenarnya.
๐๐1
Sudut kedatangan ๐๐ dapat dikomputasikan berdasarkan geometri dari gelombang Pekeris. Jika sudut ๐๐๐ ๐ ๐ ๐ berhubungan dengan eigenray ๐ท๐ท๐ ๐ ๐ ๐ dan sudut ๐๐๐๐๐๐ berhubungan dengan eigenray ๐ท๐ท๐๐๐๐ maka ๐
๐
๐๐๐ ๐ ๐ ๐ = ๐ก๐ก๐ก๐ก๐ก๐กโ1 ๏ฟฝ ๏ฟฝ (9) 2๐๐โ + ๐๐1 โ(โ1)๐ ๐ โ๐๐ ๐๐2 ๐
๐
๐๐๐๐๐๐ = ๐ก๐ก๐ก๐ก๐ก๐กโ1 ๏ฟฝ ๏ฟฝ (10) 2๐๐โ โ ๐๐1 +(โ1)๐๐โ๐ ๐ ๐๐2
2.3 Teknik Penentuan Lokasi Sumber Berdasarkan model data linier, sinyal akustik yang diterima berdasarkan sumber dengan lokasi ๐๐๐ ๐ = (๐๐๐ ๐ , ๐ง๐ง๐ ๐ ) diberikan dalam persamaan [5] (14) ๐ฆ๐ฆ๐๐ (๐ก๐ก, ๐๐๐ ๐ ) = ๐ง๐ง๐๐ (๐ก๐ก, ๐๐๐ ๐ ) + ๐๐๐๐ (๐ก๐ก) dimana ๐๐ adalah noise, dengan asumsi ini adalah white noise baik secara spasial maupun temporal. Sedangkan ๐ง๐ง adalah sinyal yang bersih (bebas noise) yang diberikan oleh persamaan: (15) ๐ง๐ง๐ ๐ (๐ก๐ก, ๐๐๐ ๐ ) = ๐๐๐๐ (๐ก๐ก, ๐๐๐ ๐ ) โ ๐ ๐ 0 (๐ก๐ก)
Untuk dasar laut yang kasar dan menyerap, tambahan loss pantulan dapat diberikan. Pemodelan loss ini dilakukan
2
Disini ๐ ๐ 0 (๐ก๐ก) adalah gelombang sumber terbangkit dan ๐๐ adalah respon impuls kanal. Dengan sumsi bahwa kanal diantara sumber dan penerima berlaku sebagai kanal multiple time-delay, respon impulsnya dapat ditulis sebagai ๐๐
๐๐๐๐ (๐ก๐ก, ๐๐๐ ๐ ) = ๏ฟฝ ๐๐๐๐,๐๐ (๐๐๐ ๐ ) ๐ฟ๐ฟ๏ฟฝ๐ก๐ก โ ๐๐๐๐,๐๐ (๐๐๐ ๐ )๏ฟฝ
(16)
๐๐ =1
dimana ๏ฟฝ๐๐๐๐ ,๐๐ (๐๐๐ ๐ ), ๐๐๐๐,๐๐ (๐๐๐ ๐ ); ๐๐ = 1, โฆ , ๐๐; ๐๐ = 1, โฆ , ๐๐๏ฟฝ adalah redaman sinyal dan delay waktu sepanjang M jalur akustik pada waktu snapshot n=1,โฆ,N. Dengan asumsi pada persamaan (16), maka persamaan (14) dapat ditulis kembali sebagai (17) ๐๐๐๐ (๐ก๐ก, ๐๐๐ ๐ ) = ๐บ๐บ[๐๐(๐๐๐ ๐ )]๐๐๐๐ (๐๐๐ ๐ ) + ๐๐๐๐ dengan penjabaran matrix sebagai berikut ๐๐๐๐ (๐๐๐ ๐ ) = [๐ฆ๐ฆ๐๐ (1, ๐๐๐ ๐ ), ๐ฆ๐ฆ๐๐ (2, ๐๐๐ ๐ ), โฆ , ๐ฆ๐ฆ๐๐ (๐๐, ๐๐๐ ๐ ) ]๐ก๐ก ๐๐(๐๐๐ ๐ ) = [๐๐1 (๐๐๐ ๐ ), ๐๐2 (๐๐๐ ๐ ), โฆ , ๐๐๐๐ (๐๐๐ ๐ ) ]๐ก๐ก ๐๐๐๐ (๐๐) = [๐ ๐ ๐๐ (โ๐๐), โฆ , ๐ ๐ ๐๐ ๏ฟฝ(๐๐ โ 1)โ๐ก๐ก โ ๐๐๏ฟฝ ]๐ก๐ก ๐๐๐๐ [๐๐(๐๐๐ ๐ )] = [๐ ๐ ๐๐ (๐๐1 ), ๐ ๐ ๐๐ (๐๐2 ), โฆ , ๐ ๐ ๐๐ (๐๐๐๐ ) ] ๐๐๐๐ (๐๐๐ ๐ ) = [๐๐๐๐,1 (๐๐๐ ๐ ), ๐๐๐๐ ,2 (๐๐๐ ๐ ), โฆ , ๐๐๐๐ ,๐๐ (๐๐๐ ๐ ) ]๐ก๐ก
Tx1 Mx1 Tx1 (18) TxM Mx1
dimana ๐๐ adalah jumlah sample dari setiap snapshot ๐๐ dan ๐๐ adalah jumlah replika sinyal (multipath) pada penerima. Berdasarkan model (19), baik amplitudo maupun delay tidak diketahui. Dalam penentuan lokasi kali ini yang digunakan adalah delay karena dianggap lebih handal untuk menentukan lokasi sumber. Ada 2 pendekatan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini. Pertama yaitu dengan mengasumsikan vektor amplitudo dapat ditentukan, sehingga baik amplitudo maupun delay diestimasi; yang kedua dengan menganggap bahwa amplitudo bernilai random sehingga hanya nilai delay yang diestimasi. Dengan metode Least Square estimasi ๐๐ waktu delay adalah ๐๐ puncak tertinggi dari ๐๐
๐ฟ๐ฟ๐ฟ๐ฟ 2 {๐๐ฬ๐๐ ; ๐๐ = 1, โฆ , ๐๐} = arg ๏ฟฝmax ๏ฟฝโ๐๐๐ฏ๐ฏ ๐๐ ๐๐๐๐ (๐๐)โ ๏ฟฝ ๐๐
Untuk asumsi amplitudo random, metode penentuan lokasi dapat dikembangkan menjadi metode pemisahan
(20)
subspace. Meninjau matrix data Y [๐๐ ๐ฅ๐ฅ ๐๐] dan Singular Value Decomposition (SVD) data tersebut yaitu SVD adalah sebuah proses pemfaktoran matrix yang biasa digunakan untuk matriks yang tidak mempunyai jumlah baris dan kolom yang sama. Proyeksi dari replika sinyal kedalam subspace yang ditimbulkan oleh M eigenvektor pertama akan menjadi nilai maksimum untuk ๐๐ = ๐๐๐๐ ; ๐๐ = 1, โฆ , ๐๐. Suatu sub himpunan W dan suatu ruang vector V disebut sub ruang dan V jika W itu sendiri merupakan suatu ruang vector dibawah penjumlahan dan 2
๐๐๐๐ {๐๐ฬ๐๐ ; ๐๐ = 1, โฆ , ๐๐} = arg ๏ฟฝmax๏ฟฝ๐ผ๐ผ๐ฏ๐ฏ ๐ด๐ด ๐๐๐๐ (๐๐)๏ฟฝ ๏ฟฝ ๐๐
2 โ1
๐๐
(22)
0 untuk setiap nilai ๐๐ yang sama. Oleh karena itu, estimator subspace noise berdasarkan waktu delay ๐๐๐๐ adalah Estimator lokasi sumber Least Square dapat dituliskan sebagai ๐๐๏ฟฝ๐ฟ๐ฟ๐ฟ๐ฟ = arg ๏ฟฝmax ๐๐(๐๐ )
๐๐
๐๐
1 ๏ฟฝ ๏ฟฝ โ๐ ๐ 0 [๐๐๐๐ (๐๐)]๐ป๐ป ๐ฆ๐ฆ๐๐ โ2 ๏ฟฝ ๐๐
(23)
๐๐=1 ๐๐ =1
Sedangkan berdasarkan pendekatan SS (signal subspace), estimator lokasi dapat dituliskan sebagai ๐๐
๐ป๐ป [๐๐ (๐๐)]โ2 ๐๐๏ฟฝ๐๐๐๐ = arg ๏ฟฝmax ๏ฟฝ โU๐๐ s0 ๐๐ ๏ฟฝ ๐๐(๐๐)
(24)
๐๐ =1
Terakhir, untuk pendekatan SS , estimasi lokasi adalah nilai minimal dari penjumlahan dari seluruh jalur proyeksi kepada subspace noise hasil estimasi. ๐๐
2 ๐๐๏ฟฝ๐๐๐๐ โฅ = arg ๏ฟฝmin ๏ฟฝ โU ๐ป๐ป ๐๐โ๐๐ s0 [๐๐๐๐ (๐๐)]โ ๏ฟฝ ๐๐(๐๐)
(25)
๐๐ =1
III. PEMODELAN DAN SIMULASI
Mulai Pembangkitan Sinyal Input Simulasi Pemodelan Kanal
Sinyal Output
(19)
๐๐=1
๐๐ = ๐ผ๐ผ ๐ฎ๐ฎ ๐ฝ๐ฝ๐ฏ๐ฏ
โฅ
๐๐๐๐ ๏ฟฝ๐๐ฬ๐๐ ; ๐๐ = 1, โฆ , ๐๐๏ฟฝ = arg ๏ฟฝmax ๏ฟฝ๏ฟฝ๐ผ๐ผ๐ฏ๐ฏ ๐ป๐ปโ๐ด๐ด ๐๐๐๐ (๐๐)๏ฟฝ ๏ฟฝ ๏ฟฝ
(21)
perkalian skalar yang terdefinisi pada V[4]. Estimator subspace sinyal (SS) dengan waktu delay ๐๐๐๐ dapat dituliskan sebagai Dengan cara yang sama, bahwa ๐ผ๐ผ๐๐ dan komplemennya ๐ผ๐ผ ๐๐โ๐๐ = ๐ผ๐ผโฅ๐๐ memisahkan keseluruhan space Rt menjadi 2 subspace orthogonal, proyeksi dari replika sinyal menjadi komplemen subspace sinyal ๐ผ๐ผ๐๐ (untuk selanjutnya dinyatakan dengan ๐๐๐๐ โฅ ) akan mengarah ke nilai 3
Least Square estimator
Signal Subspace estimator
Noise Subspace estimator
Analisa dan Perbandingan Penarikan Kesimpulan
Selesai Gambar 3. Diagram alir proses penelitian secara keseluruhan Adapun tahapan โ tahapan pemodelan dan simulasi yang harus dilalui untuk sampai pada tahap analisis, digambarkan dalam diagram alir seperti pada Gambar 3. Mula-mula sinyal input dengan karakteristik tertentu dibangkitkan. Sinyal tersebut dilewatkan kanal yang telah disimulasikan dan didapatkan sinyal output ๐ฆ๐ฆ๐๐ .
Sinyal ๐ฆ๐ฆ๐๐ ini diproses menggunakan tiga estimator. Untuk estimator LS, yang digunakan adalah seluruh sinyal. Sedangkan untuk SS, yang digunakan adalah hasil SVD sinyal ๐ฆ๐ฆ๐๐ yaitu ๐ผ๐ผ๐๐ , dan untuk NS digunakan sinyal ๐ผ๐ผ ๐๐โ๐๐ . Dari masing-masing sinyal yang digunakan sebagai masukan metode, dicari eigenvector dari eigenvalue maksimal dari sinyal tersebut yang dikalikan dengan versi Hermitian transpose sinyal tersebut. Beberapa eigenvector yang didapatkan tersebut dimasukkan ke dalam persamaan estimator. Eigenvector yang membuat nilai persamaan tersebut maksimal diproses menggunakan Time-Delay Estimation yaitu dilakukan cross-correlation untuk mendapatkan nilai delay, yaitu (26) ๐
๐
๐๐๐๐๐๐ (๐๐) = ๐ธ๐ธ[๐๐(๐ก๐ก)๐๐๐๐ (๐ก๐ก โ ๐๐)] Nilai tersebut kemudian dimasukkan ke dalam persamaan delay yang merupakan fungsi dari jarak dan kedalaman. Untuk mendapatkan nilai jarak, dimasukkan nilai kedalaman yang benar, dan sebaliknya.
Amplitudo (V)
(a)
(b)
Waktu (ฮt) Gambar 5. Perbandingan (a) sinyal input dan (b) output. Sinyal input adalah chirp 100-200 Hz dengan Fs 500 Hz selama 1 dtk yang dibangkitkan setiap 4 dtk.
3.1 Pembangkitan sinyal input Sistem hydrophone tunggal mempunyai kelemahan pada kurangnya informasi spasial. Karena itu, kelemahan ini dikompensasi dengan penggunaan sinyal sumber yang berupa sinyal broadband [5]. Karakteristik sinyal input diambil dari sebuah eksperimen mengenai internal wave pada tahun 1996 yaitu Internal Tide Measurements with Acoustic Tomography Experiments (INTIMATE โ96) dengan skenario seperti pada Gambar 4. Pada INTIMATE โ96, sinyal input tersebut berupa sinyal chirp dengan frekuensi 300-800 Hz dengan frekuensi sampling 6 KHz. Sedangkan pada pemodelan, sinyal input yang digunakan adalah chirp 100-250 Hz dan 100-200 Hz.
4.2 Analisa metode Least Square
Jarak (m)
(a)
(b)
Data Gambar 6. Estimasi jarak dengan menggunakan metode Least Square dengan (a) jarak 2000 m dan (b) jarak 2500 m. Garis biru menunjukkan frekuensi 100-200 Hz dan garis merah menunjukkan sinyal dengan frekuensi 100-250 Hz. (a) Gambar 4. Skenario lingkungan pada INTIMATE'96 yang digunakan dalam simulasi [6]. Kedalaman (m)
IV. ANALISA HASIL SIMULASI Simulasi dilakukan dengan dua macam chirp dengan frekuensi 100-200 Hz dan 100-150 Hz. Kemudian digunakan 2 macam skenario lingkungan yaitu yang pertama dengan kedalaman sumber 92 m, kedalaman penerima 115 m, jarak transmisi 2000 m dan 2500 m. 4.1 Analisa sinyal hasil keluaran kanal Dari Gambar 4, dapat dilihat bahwa kanal memberikan dua jenis pengaruh pada sinyal input. Pengaruh pertama yaitu redaman. Terlihat dari amplitudo sinyal output yang mengalami penurunan dari sinyal input yaitu dari 1 Volt menjadi 10-3 volt. Pengaruh kedua yaitu delay, terlihat dari waktu kedatangan.
(b)
Data Gambar 7. Estimasi kedalaman dengan menggunakan metode Least Square dengan (a) jarak 2000 m dan (b) jarak 2500 m. Garis biru menunjukkan frekuensi 100-200 Hz dan 4
4.3 Analisa metode Signal Subspace (SS) Metode Signal Subspace menggunakan proyeksi sinyal terhadap subspace sinyal dari yang diterima untuk mengestimasi lokasi sumber. Baik pada jarak 2000 m maupun jarak 2500 m tidak memperlihatkan variasi jarak yang besar. Secara umum performansi metode SS bagus karena tidak terpegaruh oleh jarak transmisi.
Untuk estimasi kedalaman, hasil estimasi menunjukkan kedalaman yang sangat variatif, dengan nilai rata-rata berkisar antara 55 hingga 70 meter. 4.4 Analisa metode Noise Subspace (NS) (a)
Jarak (m)
garis merah menunjukkan sinyal dengan frekuensi 100-250 Hz. Metode Least Square menggunakan seluruh sinyal yang diterima untuk mengestimasi lokasi sumber. Pada jarak sumber 2000 m, terlihat bahwa terjadi simpangan jarak yang relatif tinggi. Sedangkan pada jarak 2500 m tidak menunjukkan variasi yang relatif tidak besar. Hal serupa juga terjadi pada estimasi kedalaman. Perubahan frekuensi tidak menunjukkan banyak pengaruh. Hal ini diakibatkan oleh perubahan bandwidth yang tidak signifikan.
Data Gambar 10. Estimasi jarak dengan menggunakan metode Noise Subspace dengan (a) jarak 2000 m dan (b) jarak 2500 m. Garis biru menunjukkan frekuensi 100200 Hz dan garis merah menunjukkan sinyal dengan frekuensi 100-250 Hz.
(b)
(a)
Kedalaman (m)
Jarak (m)
(a)
Data Gambar 8. Estimasi jarak dengan menggunakan metode Signal Subspace dengan (a) jarak 2000 m dan (b) jarak 2500 m. Garis biru menunjukkan frekuensi 100-200 Hz dan garis merah menunjukkan sinyal dengan frekuensi 100-250 Hz. (a)
Kedalaman (m)
(b)
(b)
Data Gambar 11. Estimasi kedalaman dengan menggunakan metode Noise Subspace dengan (a) jarak 2000 m dan (b) jarak 2500 m. Garis biru menunjukkan frekuensi 100200 Hz dan garis merah menunjukkan sinyal dengan frekuensi 100-250 Hz.
(b)
Metode Noise Subspace menggunakan proyeksi sinyal terhadap subspace noise dari sinyal yang diterima untuk mengestimasi lokasi sumber. Baik pada jarak 2000 m maupun jarak 2500 m, metode ini menghasilkan estimasi jarak yang tidak akurat. Hal ini karena noise subspace adalah proyeksi noise sinyal sehingga tidak mengandung banyak data mengenai lokasi sumber. Begitu juga dengan hasil estimasi kedalaman, pada Gambar 11.b banyak data yang menunjukkan kedalaman yang mendekati permukaan. Ringkasan mengenai hasil perhitungan dengan semua metode disajikan pada Tabel 1 dan 2. Perhitungan mengenai jarak sumber mempunyai performansi yang
Data Gambar 9. Estimasi kedalaman dengan menggunakan metode Signal Subspace dengan (a) jarak 2000 m dan (b) jarak 2500 m. Garis biru menunjukkan frekuensi 100-200 Hz dan garis merah menunjukkan sinyal dengan frekuensi 100-250 Hz.
5
lebih baik dibandingkan dengan kedalaman sumber. Hal ini diakibatkan karena sinyal chirp yang dipancarkan adalah fungsi dari jarak sehingga tidak terlalu mencakup informasi kedalaman. Sehingga hanya delay yang benar saja yang dapat menghasilkan kedalaman yang benar.
3. Penentuan lokasi sumber dengan sistem hydrophone tunggal kali ini masih memerlukan data mengenai lokasi sumber yang sebenarnya. Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan penelitian tentang jenis metode penentuan lokasi yang lain yang dapat mengestimasi lokasi sumber tanpa harus ada informasi mengenai data lokasi sebenarnya. 4. Kekurangan informasi spasial pada sistem penentuan lokasi dengan hydrophone tunggal pada tugas akhir ini dapat diatasi dengan penggunaan sinyal sumber broadband. Untuk selanjutnya, dapat dilakukan penelitian mengenai cara lain untuk mengatasi kekurangan informasi spasial pada sistem deteksi hydrophone tunggal ini.
Tabel 1. Hasil rata-rata/MSE jarak yang terestimasi (km) Jarak 2 km Jarak 2,5 km Metode 100-200 Hz 100-250 Hz 100-200 Hz 100-250 Hz LS 2.13/0.087 2.08/0.086 2.47/0.0008 2.48/0.001 SS 1.99/0.25 1.99/0.25 2.51/0.001 2.52/0.002 NS 2.46/0.37 2.74/1.068 3.12/0.61 3.07/0.55 Tabel 2. Hasil rata-rata/MSE jarak yang terestimasi (m) Jarak 2 km Jarak 2,5 km Metode 100-200 Hz 100-250 Hz 100-200 Hz 100-250 Hz LS 22.79/461.04 65.81/467.83 110.7/112.3 109.9/232.18 SS 58.14/293.3 55.5/300.14 57.12/297.2 69.98/249.01 NS 56.81/296.1 69.6/253.87 66.34/314,6 65.09/353.87
DAFTAR PUSTAKA [1]
Hasil estimasi jarak dan kedalaman di atas didapatkan dengan asumsi salah satu informasi (baik jarak maupun kedalaman) diketahui. Untuk estimasi kedalaman, jika data jarak yang telah diestimasi dijadikan input untuk mengetahui kedalaman, maka hasilnya akan sempurna 100% yaitu 92 meter.
[2]
[3] [4]
V. PENUTUP 5.1
Kesimpulan Setelah melakukan analisis terhadap hasil simulasi model propagasi sinyal akustik dan perkiraan lokasi dari nilai delay, didapatkan kesimpulan yaitu: 1. Kanal perairan dangkal memberikan pengaruh redaman dan delay terhadap sinyal input. 2. Metode yang paling baik untuk mengukur jarak di antara ketiga metode yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah Least Square dengan nilai MSE rata-rata 0,0437. 3. Metode yang paling baik untuk mengukur kedalaman di antara ketiga metode yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah Least Square dengan nilai MSE rata-rata 284,91. 4. Metode yang paling buruk untuk penentuan lokasi adalah noise subspace, karena metode ini mempunyai MSE yang paling besar diantara ketiga metode yang lain. 5. Penentuan jarak mempunyai performansi yang lebih baik daripada penentuan kedalaman, karena rata-rata MSE pengukuran jauh lebih kecil dibandingkan MSE pengukuran kedalaman. Sehingga metode di atas lebih cocok untuk diaplikasikan sebagai estimator jarak saja.
[5]
[6]
Chitre, Mandar., (2006) Underwater Acoustic Communications in Warm Shallow Water Channels, PhD Thesis, Electrical & Computer Engineering National University Of Singapore. Brekhovskikh, L.M., Lysanov, Yu.P., (2003) Fundamental of Ocean Acoustic. American Institute of Physics, New York. Tolstoy, A., (1993) โMatched-Field Processing for Underwater Acousticโ, World Scientific, Singapore. Greenber,Ralph.,โThe Range and The Null Space of Matrixโ,
Jesus, S.M., Porter, M.B., Stephan, Y., Demoulin, X., Rodriguez, O., Coelho, E., (2001) โSingle Hydrophone Source Localizationโ, IEEE Journal of Ocean Engineering. Dรฉmoulin, X., Stรฉphan Y., Jesus, S.M., Coelho, E., and Porter M. B., (1997) โINTIMATE96: A shallow water tomography experiment devoted to the study of internal tides,โ in Proc. SWACโ97, Beijing, China.
BIODATA PENULIS Annisa Firasanti dilahirkan di Surabaya, 12 Oktober 1989. Merupakan putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Prof. Ir. Hening Widi O, MM, Ph.D dan Ir. Wahyu Tjatur Sesulihatien, MT. Lulus dari SD Al Hikmah Surabaya tahun 2001 dan melanjutkan ke SMP Al Hikmah Surabaya. Kemudian melanjutkan jenjang pendidikan ke SMAN 2 Surabaya pada tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007. Setelah menamatkan SMA, penulis melanjutkan studinya ke Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya melalui jalur SPMB pada tahun 2007. Pada bulan Juni 2011 penulis mengikuti seminar dan ujian Tugas Akhir di Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS Surabaya sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Elektro.
5.2 Saran Dari hasil pengamatan dan analisis yang telah dilakukan, penulis memberikan beberapa saran untuk pengembangan tugas akhir berikutnya : 1. Hasil simulasi hendaknya divalidasi dengan hasil pengukuran sebenarnya. 2. Selanjutnya dapat dilakukan penelitian mengenai penentuan lokasi aktif dengan menggunakan hydrophone tunggal. 6