PENENTUAN RUJUKAN DAN SKENARTO PENGURANGAN EMISI KARBON DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN DI INDONESIA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMAS1 Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penentuan Rujukan dan Skenario Pengurangan Emisi Karbon Dari Deforestasi Dan Degradasi Hutan Di Indonesia adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, April 2009
Budiharto NIM: E05 106041 1
ABSTRACT BUDIHARTO. Establishing Reference Level and Scenario for Reducing Carbon Emission from Deforestation and Forest Degradation in Indonesia. Under direction of HERRY PURNOMO and SAMBAS BASUNI Increasing emissions of Greenhouse Gases (GHGs) since the mid-19th century has resulted in significant changes in the global climate. Eighteen percent of GHGs are caused by deforestation. New carbon credit regime post-2012 period can compensate tropical countries for their nation-wide reduction in emissions from deforestation and forest degradation (REDD). Countries will need to show credible reductions in emissions from deforestation and degradation measured against the reference emission level (REL) at specific intervals in time. The objectives of this research are : (1) to construct REL at national and sub-national level. (2) to estimate target of emission reduction based on certain scenarios. Analysis was conducted by Geographical Infomation System. REL constructed based on a linear projection of the average of past emissions (historical). Method for estimating of carbon stock was used tier 1 of '2006 IPCC Guidelines for National GHG Inventories Volume 4'. Carbon stock was calculate from land cover maps interpreted &om landsat imagery recorded 1990, 2000, 2003, and 2006. Result of this study showed that REL at national level is 100 Mega tonnes of carbon (367 Mega tonnes of carbon dioxide At sub-national level, the high emission occured in East Kalimantan, Central Kalimantan, Riau, West Kalimantan and Papua provinces. Based on scenario of unchanged carbon stock (the same as 2006 condition), potency of carbon dioxide for REDD market is 367 Mega tonnes equivalent to US$ 1.8 - 9.2 billion (assumption carbon price : US%5 - 25 per ton of carbon dioxide). Whereas based on scenario of combating illegal logging, potency carbon dioxide for REDD market is 183,5 Mega tonnes equivalent with US$ 0.92 - 4.6 billion. Keywords :
scenario, deforestation, forest degradation, reference level, carbon emission.
BUDIHARTO. Penentuan Rujukan dan Skenario Pen,aangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia. Dibimbing oleh HERRY PURNOMO dan SAMBAS BASUNI Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sejak tahun 1990an mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan emisi GRK mengakibatkan pembahan iklim global yang cukup mengkhawatirkan. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2007 melaporkan bahwa kecenderungan suhu perrnukaan global pada 50 tahun terakhir (1956 - 2006) mengalami peningkatan hampir 2 kali lipat. Peningkatan suhu global tersebut kemudian dikenal dengan istilah pemanasan global (global warming). Salah satu GRK paling utama adalah gas COz. Sekitar 67% peningkatan gas COz berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan 33% dari kegiatan penggunaan lahan, alii guna lahan dan hutan (Land Use, Land Use Change and forestq, LULUCF). Emisi dari deforestasi dan degradasi hutan sebagian besar berasal dari negara berkembang, seperti Indonesia, Kongo dan Brazil: Upaya p e n w a n konsentrasi GRK di atmosfer melalui kegiatan penyerapan karbon yaitu kegiatan penanaman pohon pada lahan-lahan bukan hutan telah dimasukkan dalam Kyoto Protocol (KP). Pada Conference of Parties ke 11 (COP - 11) di Montreal tahun 2005 mulai dibahas untuk memasukkan upaya pencegahan deforestasi (avoided deforestation) masuk dalam skema penurunan ernisi karbon. Selanjutnya dalam COP 13 bulan Desember 2007 disepakati untuk dimasukkannya degradasi hutan yang selanjutnya dikenal dengan REDD (Reduction Emission from Deforestation and forest Degradation). Disepakati bahwa REDD akan diimplementatikan secara penuh mulai tahun 2012. Indonesia sebagai negara yang masih memilii hntan yang cukup luas dengan laju deforestasi dan degradasi hutan yang tinggi berpotensi untuk memperoleh dana kompensasi melalui mekanisme REDD. Hal utama yang hams dipersiapkan untuk mengikuti program REDD adalah penentuan REL secara nasional. Hal ini mengingat perjanjian REDD akan dibuat diantara negara. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menyusun ernisi mjukan (reference emission level - REL) secara nasional, kelompok pulau besar dan provinsi. (2) Memperkirakan target penurunan emisi karbon berdasarkan beberapa skenario. Metode penyusunan emisi mjukan yang digunakan adalah proyeksi linier dari rata-rata emisi masa lampau. Data utama yang digunakan adalah: peta kawasan hutan, peta penutupan lahan hasil penafsiran citra landsat liputan tahun 1990-an 199912000, 200212003 dan 200512006. Data estimasi stok karbon pada berbagai kategori penggunaan lahan diambil dari panduan IPCC tahun 2006 volume 4 tentang AFOLU (Agriculture, Foreshy and Other Land Use). Metode estimasi yang digunakan adalah tier 1. Untuk menghtung stok karbon tahun 1990-an, 2000, 2003, dan 2006 digunakan pendekatan yang didasarkan atas stok (stock dzfference method). Sedangkan untuk estimasi stok C untuk penentuan skenario digunakan pendekatan atas dasar proses (Gain-Loss Method). Angka stok karbon pada kategori lahan hutan Cforest land) adalah 138 ton C ha-' dan untuk lahan pertanianJperkebunan
(cropZand) adalah 10 ton C ha-'. Sedangkan stok karbon pada padang rumput (grassland), permukiman (settlement), lahan basah (wetland), dan lahan lainnya (other land) diasumsikan tidak mengalami perubahan. Berdasarkan REL yang terbentuk kemudian dibuat beberapa skenario pengurangan emisi karbon yang mungkin bisa dicapai dari upaya menekan laju deforestasi dan degradasi hutan. Skenario dibuat atas dasar beberapa kelompok pengelolaan hutan, yaitu: (1)Pengelolaan hutan sebagai kawasan konservasi dan lindung; (2)Pengelolaan hutan sebagai hutan produksi; (3)Areal berhutan di luar kawasan hutan. Bedasarkan hasil perhitungan pada peta penutupan lahan Indonesia diperoleh: luas lahan berhutan dari tahun 1990 hingga tahun 2006 mengalami kecenderungan yang menurun. Pada tahun 1990 lahan berhutan seluas 121,l juta hektar atau masih 64,43% dari luas total daratan, pada tahun 2000 mengalami penurunan cukup tajam sehingga luas lahan berhutan mencapai angka 94,9 juta hektar atau 50,5% luas daratan dan tahun 2003 menurun lagi menjadi 93,6 juta hektar atau 49,8% luas daratan. Sedangkan data tahun 2006 menunjukkan kenaikan luas lahan berhutan menjadi 98,5 juta hektar atau 52,4 % luas daratan. Berdasarkan data historis (1990 - 2006) terlihat bahwa telah terjadi penurunan stok karbon pada periode 1990 - 2000 sebesar 235,41 Mega ton per tahun, periode tahun 2000 - 2003 penurunan melambat menjadi 80 Mega ton per tahun, kemudian sedikit naik pada periode 2003 - 2006 sebesar 15,9 Mega ton per tahun. Dari REL Nasional dapat dilihat bahwa proyeksi stok karbon pada tahun 2020 diperoleh angka 12.691 Mega ton. Angka tersebut merupakan selisih angka stok karbon tahun 2006 sebesar 14.091 Mega ton dengan laju pengurangan stok rata-rata tahunan 100 Mega ton selama 14 tahun (2006 - 2020). Pulau yang masih memiliki stok karbon cukup tinggi dengan laju emisi karbon relatif rendah adalah P. Papua Sedangkan P. Kalimantan dan P. Sumatera memiliki REL yang mirip, di mana laju emisi karbon membentuk pola yang hampir sama dengan kecenderungan menurun cukup besar. Provinsi yang masih memliki stok karbon lebih dari 1.000 Mega ton hingga tahun 2020 adalah provinsi Papua, Kalimantan T i u r , Kalimantan Tengah, dan lrian Jaya Barat. Berdasarkan besar pengurangan karbon rata-rata per tahun, provinsi yang memiliki tingkat pengurangan tinggi adalah provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Riau, Kalimantan Barat dan Papua. Skenario pengurangan emisi karbon didasarkan atas upaya pencegahan deforestasi dan degradasi hutan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, bahwa konversi lahan terjadi di semua kategori fungsi-hutan. Konversi lahan berhutan menjadi lahan lainnya menyebabkan penurunan stok karbon (emisi karbon). Pada hutan konservasi (KSA-KPA) terjadi emisi karbon rata-rata per tahun sebesar 3,83 Mega ton, hutan lindung (HL) sebesar 4,36 Mega ton, hutan produksi (HPT, HP, HPK) sebesar 56,43 mega ton dan pada areal di luar kawasan hutan (APL) sebesar 35,38 Mega ton. Pada kawasan konservasi dan hutan lindung luas arela yang masih berhutan adalah sekitar 38,2 juta hektar. Total penurunan karbon pada hutan konservasi dan hutan lindung adalah sebesar 8,19 Mega ton. Jika laju penurunan karbon tersebut bisa ditekan hingga mencapai 0, maka potensi karbon yang bisa diajukan
untuk mendapat kompensasi REDD untuk hutan konservasi dan hutan lindung adalah sebesar 8,19 Mega ton karbon atau setara dengan emisi C02 sebesar 30,03 Mega ton. Pada hutan produksi masih terdapat hutan seluas 51,9 juta hektar. Stok karbon yang dikandung sekitar 7.298 Mega ton. Fluktuasi karbon pada hutan produksi sangat dipengaruhi oleh pemanenan kayu, pengambilan kayu untuk kayu bakar dan gangguan hutan (kebakaran hutan) dan konversi ke lahan pertanian. Berdasakan data statistik kehutanan produksi kayu bulat (tahun 1994-2006) ratarata per tahun adalah 17,78 juta m3. Produksi kayu bulat tersebut berpotensi menurunkan stok karbon hutan sekitar 26 Mega ton karbon. Surnber penurunan stok karbon hutan yang lain adalah berasal dari pengambilan kayu untuk ke erluan kayu bakar. Pengambilan kayu bakar dari hutan adalah sekitar 369.289 mPatau setara dengan karbon 0.542 Mega ton. Gangguan hutan berupa kebakaran hutan juga menjadi penyebab terjadinya penurunan karbon hutan. Angka kebakaran rata-rata per tahun yang terjadi dari tahun 1997-2006 pada hutan produksi seluas 63.974,44 hektar atau setara dengan 8,83 Mega ton karbon. Dengan demikian total kehilangan karbon akibat pemanenan kayu secara legal, pengambilan kayu bakax dan kebakaran hutan adalah sebesar 35,372 Mega ton karbon. Jika dibandingkan dengan laju penurunan karbon pada hutan produksi 56,43 Mega ton per tahun, maka terdapat selisih angka penurunan yang cukup besar yaitu sebesar 21,058 Mega ton karbon. Selisih sebesar 21,058 Mega ton atau setara dengan emisi C02 sebesar 77,3 Mega ton ini berpotensi untuk diaiokasikan untuk REDD. Pada areal di luar kawasan hutan yang berpotensi sebagai penyimpan karbon adalah lahan berhutan dan lahan pertanianlperkebunan. Areal berhutan di luar kawasan hutan adalah hutan yang dimiliki oleh masyarakat atau yang biasa disebut sebagai hutan rakyat. Menurut data tahun 2006 keberadaan hutan rakyat ini cukup luas yaitu sekitar 8,3 juta hektar dengan stok karbon sekitar 1.480 Mega ton. Laju penurunan karbon berdasarkan data historis adalah sebesar 35 Mega ton per tahun. Jika diterapkan skenario dengan mempertahankan luasan hutan yang ada, maka stok karbon tidak mengalami penurunan. Berdasarkan REL nasional, diperkirakan stok karbon yang akan hilang dari deforestasi dan degradasi hutan adalah sebesar 100 Mega ton per tahun atau setara dengan emisi sebesar 367 Mega ton CO2. Dengan dernikian emisi yang bisa dipertahankan adalah sekitar 367 Mega ton C02. Kemanipuan pasokan kayu bulat secara legal dari hutan alam rata-rata per tahun hanya sebesar 17,78 juta m3 dan produksi kayu dari hutan rakyat sebesar 12,04 juta m3, sedangkan konsumsi kayu nasional 63,9 juta m3 sehingga ada selisih yang cukup besar (sekitar 34,08 Juta m3) antara kebutuhan industri dan kemampuan pasokan kayu legal. Selisih tersebut dicurigai berasal dari kayu illegal. Jika penggunaan kayu dari sumber yang illegal ini bisa ditekan sampai 0 maka potensi karbon yang bisa dihemat sekitar 50 Mega ton karbon atau setara dengan emisi 183,5 Mega ton C02. Kata kunci : skenario, deforestasi, degradasi hutan, rujukan, emisi karbon
O Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-undang I . Dilarang niengutip sebagian atau seluruh k a v a ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Penguti@anhanya untuk kepentinganpendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu rnasalah b. Pengutipan tidak merugigan kepentinganyang wajar IPB 2. Dilarang hengumumkan dun memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk npapun fanpa izin IPB
PENENTUAN RUJUKAN DAN SKENARIO PENGURANGAN EMISI KARBON DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN DI INDONESIA
BUDIHARTO
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Tesis
: Penentuan Rujukan dan Skenario Pengurangan Emisi Karbon
Nama NIM
: Budiharto : E051060411
dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. I-Ie-m
M. C O ~ P .
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi
Tanggal Ujian : 12 Maret 2009
Tanggal Lulus :
2 0 AFR 2009
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga tesis berjudul "Penentuan Rujukan dan Skenario Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia" dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Herry Purnomo, M. Comp. dan Bapak Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan saran. Di sarnping itu, ungkapan terirna kasih penulis sampaikan kepada teman-teman yang memberikan saran perbaikan serta semua pihak yang telah memberikan motivasi dan dukungan bagi kelancaran penyusunan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat,
Bogor, April 2009
Penulis
Penulis dilahirkan di Blora pada tanggai 22 Oktober 1967 dari ayah Soebandi dan ibu Sri Sukemi. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Jenjang p e n d i d i i yang ditempuh dimulai dari SD 1 Negeri Sukorejo Tunjungan Blora, lulus tahun 1980, SMP 1 Negeri Blora, lulus tahun 1983, SMA 1 Negeri Blora, lulus tahun 1956 dan pada tahun 1996 penulis menyelesaikan studi pada Jurusan Kartograf~ dan Penginderaan Jauh Fakultas Geografi UGM. Tahun 2006 penulis melanjutkan studi pada Program Studi I h u Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Pengalaman kerja di Badan Planologi Kehutanan dimulai tahun 1998 sampai dengan sekarang sebagai tenaga fungsional Surveyor Pernetam.
DAFTAR IS1 Halaman DAFTAR TABEL................................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xv xvi DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................
1
Latar Belakang ..............................................................................................
1
Perurnusan Masalah.............................................................................................4 Tujuan.............................................................................................................
6
Manfaat................................................................................................................ 6 BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................7 Pemanasan Global ...............................................................................................7 Pendugaan Karbon ............................................................................................. 9 Perhitungan Perubahan Stok Karbon pada Biomasa ..................................... 14 Perhitungan Perubahan Stok Karbon DOM (Dead Organic Matter) ............ 17 Perhitungan Pembahan Stok Karbon pada Tanah......................................... 18 REDD (Reduction Emissionfvom Deforestation and forest Degradation) ...... 19 Hutan. Deforestasi dan Degradasi Hutan ................................................... 21 Faktor Pendorong Deforestasi dan Degradasi Hutan ........................................24 Emisi Rujukan (Reference Emission Level .REL) ...........................................25 BAB 111 METODE PENELITIAN .................................................................
27
.. Waktu dan Lokasi Penelit~an.............................................................................27
27 Metode ............................................................................................................... Data dan Surnber Data ................................................................................ 27 Estimasi Perubahan Stok Karbon ............................................................. 27 Perhitungan Perubahan Stok Karbon pada Biomasa ..................................... 30 Konversi Perubahan Stok C ke Ernisi C02 ................................................ 31 Penyusunan Emisi Rujukan (Reference Emission Level . REL) .................. 32 32 Skenario Pengurangan Emisi Karbon........................................................ Estimasi Pengurangan Emisi Karbon Nasional ............................................. 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 38 Kondisi Umum Daerah Penelitian............................................................... Lokasi. dan . Luas Daerah Penelitian .......................................................... Kond~siGeologis dan Iklim .......................................................................... .. Kondlsi Demografi ........................................................................................
38 38 38 39
Kawasan Hutan Indonesia ................................................................................
39
Kondisi Penutupan Lahan Indonesia ................................................................. 40 Perubahan Pentutupan Lahan ............................................................................
44
Perubahan Stok Karbon Hutan Indonesia ......................................................47 50 Reference Emission Level (REL) ...................................................................... REL Nasional ................................................................................................ 51 REL Kelompok Pulau Besar .........................................................................53 . . REL Provmsl ................................................................................................. 53 Skenario Penmangan Emisi Karbon.......................................................... 54 Skenario ~ i n g u r k ~ Emisi a n pada Hutan Konservasi dan Hutan Lindung .. 56 Skenario Pengurangan Emisi Karbon pada Hutan Produksi .........................57 Skenario Pengurangan Emisi Karbon pada areal di Luar Kawasan Hutan ...58 .
Estimasi Pengurangan Emisi Karbon Nasional .................................................59 BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 61 Simpulan.............................................................................................................
61
Saran......................................................................................................... 6 1 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................62 GLOSSARY............................................................................................................67
DAFTAR TABEL Halaman 1 Kandungan karbon pada berbagai tipe penggunaan lahan.........................
II
2 Ringkasan pendekatan untuk menduga ernisi sektor AFOLU...................
12
3 Estimasi deforestasi setiap tahun di Indonesia.................................
23
4 Data, Sumber Data dan Penggunaan Data ...............................................
28
5 Penyesuaian kelas penutupan lahan Departemen Kehutanan ke kelas IPCC............................................................................................................
29
6 Kawasan Hutan Indonesia........................................................ 40 7 Luas Penutupan Lahan Tahun 1990-2006..............................................
43
8 Luas Penutupan Lahan Tahun 1990-2006 di dalam clan luar Kawasan Hutan...........................................................................................................
43
9 Matrik pembahan penutupan lahan tahun 1990-2000................................ 45 10 Matrik pembahan pentutupan lahan tahun 2000-2003...............................
46
11 Matrik perubahan pentutupan lahan tahun 2003-2006............................... 47
12 Stok karbon per Kelompok Pulau tahun 1990.2000.2003. dan 2006....... 48 13 P e n m a n Stok Karbon yang disebabkan oleh pembahan penutupan lahan............................................................................................................ 49 14 Peningkatan Stok Karbon yang disebabkan oleh perubahan penutupan lahan............................................................................................................ 50 15 Perubahan Netto Stok Karbon Tahunan.....................................................
52
16 Stok karbon dan emisi karbon tahunan menurut h g s i hutan ....................
55
Halaman 1 Perbandingan REL perubahan luas hutan di Costa Rica yang menggunakan beragam tahun referensi.........................................
5
2 Gas rumah kaca (GRK) yang menyelmuti atrnosfer burni akan menyerap radiasi gelombang panjang yang memanaskan bumi ................
7
3 Gambaran sederhana program REDD....................................................... 20
4 Diagram alir penentuan target p e n m a n emisi.............................. 33 5 Diagram sebab akibat (causal loop diagram) proses pengurangan stok karbon.........................................................................................................
34
6 Luas kelas penutupan lahan Indonesia tahun 1990-2006........................... 42 7 Kelas penutupan lahan Indonesia berdasarkan kawasan hutan.................. 43
8 Lahan berhutan pada 7 kelompok pulau besar...........................................
44
9 Reference Emission Level (REL) Nasional .................................... 51 10 REL Tujuh Kelompok Pulau Besar ............................................. 53 11 REL Tiap Provinsi di Indonesia.................................................................
54
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta Kawasan Hutan dan Perairan Indonesia.................................
72
2 Peta Penutupan Lahan Indonesia Tahun 1990-an....................................
73
3 Peta Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2000.........................................
74
4 Peta Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2003.....................................
75
5 Peta Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2006..........................................
76
6 Pembahan penutupan hhan per provinsi tahun 1990 sampai 2000..........
77
7 Pembahan penutupan hhan per provinsi tahun 2000 sampai 2003..........
84
8 Perubahan penutupan lahan per provinsi tahun 2003 sampai 2006..........
93
. .
9 Stok karbon per provmsi...........................................................................
102
10 P e n m a n stok karbon per provinsi ............................................ 103 11 Peningkatan stok karbon per provinsi.....................................................
104
12 Proyeksi stok karbon hingga 2020..................................................... 105
13 Reference Emission Level (REL) Provinsi ....................................
106
109 14 Tabel konversi satuan berat ................................................... 15 Variasi harga karbon intemasional.............................................
110
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) atau Green House Gases (GHGs) sejak tahun 1990an mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan emisi GRK mengakibatkan pembahan iklim global yang cukup mengkhawatirkan.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2007 melaporkan bahwa kecendemngan suhu perrnukaan global pada 50 tahun terakhir (1956 2006) mengalami peningkatan hampir 2 kali lipat yaitu sebesar 0,013" C per tahun jika dibandingkan kecenderungan peningkatan suhu 100 tahun (1906
-
2006)
sebesar 0,0074 O C per tahun. Permukaan air laut rata-rata juga meningkat dari 1,s
mm pertahun (1961-2003) menjadi 3,l mm per tahun (1993-2003). Peningkatan suhu global tersebut kemudian dikenal dengan istilah pemanasan global (global
warming) (IPCC 2007a). Pemanasan global pada dasarnya mempakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca
(greenhouse efect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti Carbon
Dioxide
(COz),
Methane
(C&),
Nitrous
Oxide
NO),
Hydrofluorocarbons (HFCs), Perfluorocarbons (PFCs), Sulphur Hexafluoride (SF6), Nitrogen Trzjluoride (NF3), Trzjluoromethyl Sulphur Pentafluoride (SF5CF3) dan lain-lain (IPCC 2006), sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi dan menyebabkan suhu di permukaan bumi meningkat. Pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun yang akan datang walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-pembahan,
seperti meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang
ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola curah hujan. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah menurunkan hasil pertanian, mempertinggi ketidakstabilan tata air, meningkatnya banjir dan cuaca ektrim, rusaknya ekosistem, dan meningkatkan resiko kesehatan (UNDP 2007). Dampak lain pada aktivitas sosialekonomi masyarakat meliputi: (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan
2 kota pantai, @) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk sekitar pantai, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, dsb). Apabila tidak ada upaya-upaya p e n m a n emisi GRK diiawatirkan kejadian iklirn ekstrim seperti kemarau panjang, banjir, angin kencang akan semakin tinggi intensitas dan frekuensinya. Demikian juga tinggi muka air laut akan semakin meningkat sehingga dampak yang ditimbulkannya akan semakin parah di masa depan khususnya di negara-negara kepulauan seperti Indonesia. Salah satu gas rumah kaca paling utama adalah gas C02 yang kosentrasinya sekitar 35%.
Sekitar 67% dari peningkatan gas C02 berasal dari pembakaran
bahan bakar fosil dan 33% dari kegiatan penggunaan l a b , alih guna lahan dan hutan (Land Use, Land Use Change and foresiry, LULUCF). Sekitar 350 milyar ton karbon berada pada hutan tropis dan dapat diemisikan ke atmosf~melalui deforestasi dan degradasi hutan (Laporte et al. 2008). Emisi dari deforestasi dan degradasi hutan sebagian besar berasal dari negara berkembang, khususnya yang memiliki hutan tropis terbesar seperti Indonesia, Kongo dan Brazil (IFCA, 2007a). Upaya p e n m a n konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer melalui kegiatan penyerapan karbon yaitu kegiatan penanaman pohon pada lahan-lahan bukan hutan telah dimasukkan dalam Protokol Kyoto (PK). Kegiatan penyerapan karbon melalui penanaman pohon pada PK disebut dengan kegiatan aforestasi dan reforestasi mekanisme pembangunan bersih (Affbrestation/Reforestation Clean
Development Mechanism - AIR CDM). Dalam pejalanannya, pelaksanaan kegiatan A/R CDM kurang begitu berhasil dimana kontribusinya terhadap perdangangan karbon global CDM hanya 0.1 juta US? (* 0,0013%) dari total potensi perdagangan karbon CDM yang mencapai 8 miliar USD (IFCA, 2007a). Mengingat upaya penyerapan karbon melalui mekanisme AIR CDM terlalu kecil, maka beberapa Negara berkembang mengusulkan p e n m a n emisi GRK dari upaya p e n m a n laju deforestasi. Usulan ini dikenal dengan Reduction
Emission from Deforestation (RED) yang mulai dibahas pada Conference of Parties ke 11 (COP - 11) di Montreal tahun 2005. Disadari bahwa kontribusi
3
kegiatan konversi hutan di negara berhutan tfopis terhadap tingkat emisi GRK sangat besar, maka mekanisme yang dapat mendorong upaya p e n m a n emisi dari kegiatan ini sangat diperlukan. Akibat deforestasi sejak tahun 1990an hutan tropis diperkirakan melepaskan karbon antara 0,5
-
2,4 milyar ton karbon per
tahun (Nepstad et al. 2008; Schimel et al. 2001; Houghton er al. 2000; Houghton 2005). FA0 (2006), memperkirakan laju kehilangan hutan secara global dari tahun 1990-2005 sekitar 13 juta hdtahun. Sedangkan laju kehilangan hutan netto
mencapai 7,3 juta hdtahun selama periode 2000-2005, atau sekitar 200 ~m'lhari. Karbon yang secara potensial bisa diemisikan berkisar antara 204 - 396 Giga ton (Huettner 2008).
Oleh karena itu, upaya p e n m a n emisi dari kegiatan
pencegahan deforestasi (avoid deforestation) akan memberikan dampak yang besar dalam menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer sehingga tidak membahayakan sistem W i global. Dalam COP 13 bulan Desember 2007 di Bali, Indonesia mengusulkan untuk memperluas cakupan kegiatan yaitu p e n m a n emisi, tidak hanya melalui pencegahan deforestasi tetapi juga melalui upaya penurunan laju degradasi hutan, yang kemudian dikenal dengan REDD (Reduction Emission from Deforestation
and forest Degradation). Dalam kaitan ini p e m e ~ t a hIndonesia telah membentuk Aliansi Hutan dan lklim Indonesia (Indonesia Forest Climate Alliance
- IFCA)
dengan dukungan dari Bank Dunia, Pemerintah Inggris, Australia dan Jerman.
Hal yang menarik dari pelaksanaan kegiatan REDD ialah besarnya potensi aliran dana ke negara-negara yang memiliki hutan luas seperti Indonesia, Kongo clan Brazil.
Secara global, diperkirakan besar pasar karbon untuk REDD
mencapai 15-50 miliar USD apabila diasumsikan besar potensi penurunan emisi dari REDD sekitar 50% dari tingkat emisi saat ini. Pasar karbon untuk REDD jauh lebih besar dari pada Ah? CDM. Walaupun demikian, pelaksanaannya masih menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan aspek teknis, administrasi dan sosial karena model pelaksanaannya tidak berbasis proyek seperti halnya A/R CDM (IFCA 2007b). Salah satu permasalahan mendasar yang masih perlu disepakati antar Negara pihak adalah penentuan emisi rujukan (reference emission level-REL). Hiigga
4
saat ini belum ada pedoman yang jelas dari mekanisme REDD mengenai bagaimana REL diiembangkan dan hal ini perlu untuk diiegosiasikan di antara Negara pihak. Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat REL di antaranya adalah: proyeksi linier dari masa lampau, rata-rata dari kondisi masa lampau, dan pendekatan pemodelan Vuettner 2008; IFCA, 2007b). Indonesia sebagai negara yang masih memiliki hutan cukup luas dengan laju deforestasi yang tinggi, berpotensi untuk memperoleh dana dari program REDD. Hasil rekallculasi penutupan lahan Indonesia tahun 2005, areal berhutan masih cukup luas yaitu 93,9 juta hektar (BAPLAN 2005). Namun dernikian laju deforestasi yang terjadi cukup tinggi. Periode 2000-2005 berdasarkan analisis data Spot Vegetasi, laju deforestasi sebesar 1,09 juta hektar per tahun (DEPHUT 2007). Laju deforestasi periode sebelumnya (1997-2000) bahkan mencapai angka 2,83 juta hektar per tahun, hal ini terutama disebabkan oleh kebakaran hutan pada tahun 199711998,
Perurnusan Masalah Terdapat kesepakatan bahwa pengendalian emisi karbon untuk negaranegara tropis setelah tahun 2012 harus meliputi insentif untuk pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dan semua pengurangan harus bersifat nyata dan dapat diverifiasi. Kesepakatan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan tersebut diienal dengan REDD. Agar pengurangan emisi karbon bisa diverifikasi secara nyata maka diperlukan sebaran potensi karbon dan emisi rujukanfREL. Perjanjian REDD akan dibuat diantara negara dan karenanya dibutuhkan REL nasional. Indonesia masih dapat menegosiasikan untuk membuat REL nasional berdasarkan berbagai REL regional (provinsi) karena pada saat ini terdapat perbedaan besar antara emisi dari wilayah yang berbeda-beda (IFCA 2007b). Di samping itu perbedaan tahun awal referensi dan panjang waktu juga mempengaruhi bentuk REL yang dihasilkan. Gambar 1 menunjukkan bahwa perbedaan tahun awal referensi sangat mempengaruhi REL yang terbentuk.
1990
1995
2000
2005
2010
2015
2020
time Gambar 1 Perbandingan REL perubahan luas hutan di Costa Rica yang menggunakan beragam tahun referensi (Sumber : Huettner 2008).
REL yang terbentuk akan menentukan besarnya target p e n m a n emisi karbon. Indonesia memiliki beberapa data penutupan lahan (land cover) yang bisa digunakan untuk menentukan REL karbon. Data yang tersedia pada Badan Planologi Kehutanan hingga tahun 2008 adalah peta penutupan lahan basil penafsiran citra landsat liputan tahun 1990-an,
199912000, 200212003,
200512006. Selain itu juga ada data MODIS liputan tahun 2000-2005 dan data SPOT Vegetasi tahun 1999-2005. Atas dasar permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka masalah
penelitian yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah :
-
Berapa stok karbon secara nasional dan stok karbon per provinsi untuk kondisi tahun 2005?
-
Bagaimana reference emission level @EL) secara nasional dan distribusinya ke masing-masing provinsi?
-
Berapa target emisi karbon yang bisa ditekan untuk memperoleh dana REDD?
Tujuan
Penelitian ini secara urnum bertujuan : (1) Menyusun reference emission level (REL) secara nasional dan provinsi.
(2) Memperkirakan target penurunan emisi karbon yang bisa
diajukan
Indonesia untuk mendapatkan kredit karbon melalui program REDD. Manfaat
Hasil penelitian diharapkan bisa dimanfaatkan sebagai bahan masukan untuk pelaksanaan REDD di Indonesia. Baik untuk memilih wilayah/provinsi yang akan dijadikan sebagai piIot/demonstration activities maupun untuk pelaksanaan REDD pasca tahun 2012.
BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA Pemanasan Global Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari yang dipancarkan oleh bumi oleh lapisan GRK, sehingga tidak dapat lepas ke angkasa dan akibatnya suhu di atmospher bumi memanas (Gambar 2). Dengan demikian akibat yang ditimbulkannya adalah peningkatan suhu ratarata atmosfer, laut, d m daratan bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 OC (0.56OC
- 0.92'C)
selama seratus tahun terakhir (IPCC
2007b).
Gambar 2 Gas rumah kaca (GRK) yang menyelimuti atmosfer bumi akan menyerap radiasi gelombang panjang yang memanaskan bumi (Hairiah 2008). Sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gasgas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Beberapa model skenario iklim yang dijadikan acuan oleh proyek IPCC memperkirakan suhu permukaan global ratarata akan meningkat 1.8 hingga 4 OC antara tahun 2090 dan 2099 (IPCC 2007b).
8 Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahanpembahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang eksmrn, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan (UNDP 2007). Intensitas pemanasan diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hiigga tanggal 16 Oktober 2008 sudah 84 pemerintahan negara-negara di dunia menandatangani dan meratifkasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca yang bertujuan untuk mengurangi laju pemanasan global yang akan terjadi OJFCCC 2008). Faktor utarna yang dianggap sebagai penyebab meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfu adalah karbon dioksida (CO,), metan (CH,) and N20. Selama dekade terakhir ini emisi CO, meningkat dua kaii iipat dari 1400 -1
-1
juta ton tahun menjadi 2900 ton tahun . Sementara itu, konsentrasi CO, di atmosfu pada tahun 1998 adalah 360 ppmv dengan laju peningkatan per tahun 1.5 ppmv (Houghton et al., 2001). Peningkatan konsentrasi C0, disebabkan oleh aktivitas manusia temtarna pembahan lahan dan peng,gmaan
bahan bakar fosil untuk transportasi,
pembangkit tenaga listrik dan aktivitas industxi. Secara akumuiatif, penggunaan bahan bakar fosil dan pembahan penggunaan lahan dari hutan ke sistern lainnya memberikan sumbangan sekitar setengah dari ernisi CO, ke atmosfu yang disebabkan oleh manusia, tetapi darnpak yang terjadi saat ini rnempunyai rasio 3: 1. Pada aktivitas pembakaran bahan bakar fosil berarti karbon yang telah diikat oleh tanaman beberapa waktu yang lalu dikembalikan ke atmosfir. Cadangan karbon dari suatu bentang lahan juga dapat dipindahkan melalui penebangan kayu, hanya saja kecepatannya dalam melepaskan C ke atmosfir tergantung pada penggunaan kayu tersebut. Diperkirakan bahwa antara tahun 1980 - 1989 dan 1989 - 1998, pembahan penggunaan lahan khususnya di daerah tropis
memberikan sumbangan berturut-turut 1.7
* 0.8 Gt C tahun" dan 1.6 * 0.8 Gt C
tahun-' dari total emisi C02 (Watson et al., 2000). Pendugaan Karbon
Hutan primer merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandmgkan dengan penggunaan lahan pertanian, karena keragaman pohonnya yang tinggi dengan tumbuhan bawah dan seresah di permukaan tanah yang banyak. Tumbuhan memerlukan s i n a ~matahari, gas asam arang (COz ) yang diserap dari udara serta air dan hara yang diserap dari dalam tanah untuk proses fotosintesis. Melalui proses fotosintesis, C02 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa dam, batang, ranting, bunga dan buah (Hairiah & Rahayu 2007). Proses penimbunan C dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi (C - sequestration). Dengan demikian ukuran jurnlah C yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomass) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Sedangkan ukuran C yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromasa) secara tidak langsung menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran. Tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan C (C sink) yang jauh lebih besar dari pada tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan seresah yang banyak merupakan gudang penyimpan C tertinggi. Hutan juga melepaskan C02 ke udara lewat respirasi dan dekomposisi (pelapukan) seresah yang pelepasannya terjadi secara bertahap. Namun bila terjadi kebakaran hutan, pelepasan CO2 akan sekaligus dalarn jurnlah yang besar. Begitu juga bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang penggembalaan dengan pembabatan total (land clearing) maka jurnlah C tersimpan akan merosot.
10 Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan hersih, maka jumlah C02 di udara hams dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan C02
oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan (emisi) C02 ke udara serendah mungkin.
Jadi, mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam
pepohonan pada lahan-lahan pertanian dan melindungi lahan gambut sangat penting untuk mengurangi jumlah C02 yang berlebihan di udara. Jumlah 'C tersimpan' dalam setiap penggunaan lahan tanaman, seresah dan tanah, biasanya disebut juga sebagai 'cadangan C' (C stock) (Hairiah & Rahayu 2007). Jumlah C tersimpan berbeda-beda antar jenis lahan, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan C suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuhuran tanahnya haik, atau dengan kata lain jumlah C tersimpan di atas tanah (biomasa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di dalam tanah (bahan organik tanah, BOT). Untuk menduga C pada lahan dapat digunakan metode yang didasarkan atas kombinasi antara data inventarisasi lapangan dengan data penginderaan jauh (Widayati et al. 2007; Laporte et al. 2007; Huettner 2008). Hairiah dan Rahayu (2007) menyatakan bahwa konsentrasi C dalam bahan organik sekitar 46%, dengan demikian estimasi jumlah C tersimpan per komponen dapat dihitung dengan mengalikan total berat masanya dengan konsentrasi C, sebagai berikut: Berat k e r i n ~biomasa atau nekromasa (k,q ha-') x 0.46
Hutan alami memiliki jumlah C tersimpan tertinggi (sekitar 497 Mg C ha-') dihandingkan sistem penggunaan lahan lainnya. Gangguan hutan alami menjadi hutan sekunder menyebahkan kehilangan sekitar 250 Mg C ha-' (Rahayu et al. 2005; Hairiah & Rahayu 2007). Kehilangan penyimpanan C terbesar di atas permukaan tanah terjadi karena hilangnya vegetasi. Sedangkan kehilangan C di dalam tanah terjadi dalam jumlah yang relatif kecil (Hairiah & Rahayu 2007). Hasil penelitian lain menyebutkan, hutan di Indonesia diperkirakan mempunyai cadangan karbon berkisar antara 161-300 Mg C ha" (Murdiyarso & Wasrin 1995). Lasco (2002) mereview berbagai studi mengenai cadangan karbon di Asia Tenggara. Ditemukan hahwa cadangan karbon di hutan tropik Asia
11 berkisar antara 40-250 Mg C ha-' untuk vegetasi dan 50-120 Mg C ha-' untuk tanah. Pada studi inventarisasi gas rumah kaca, IPCC (2006) merekomendasikan suatu nilai cadangan karbon 161 Mg C ha-' untuk hutan hujan tropis di Asia. Penelitian yang dilakukan oleh Tim Proyek Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Penyimpanan Karbon (FORMACS) di Kahupaten Nunukan Kalimantan Timur mendapatkan hasil rata-rata kandungan karbon per hektar pada berbagai tipe penggunaan lahan mendapatkan hasil seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan karbon pada berbagai tipe penggunaan lahan No.
10
Karbon (Mg ha-')
Jenis penggunaan lahan Hutan primer Hutan bekas tebangan 0-1 0 tahun Hutan bekas tebangan 11-30 tah~m Hutan bekas tebangan 3 1-50 tahun Jakaw 0-10 tahun Jakaw >10 tahun Agroforestri 0-1 0 tahun Agroforestri 11-30 tahun Imperata padi
4,8
Sumber: Widayati. et.al. (2005)
Dalam kaitan inventarisasi gas rumah kaca pada sektor pertanian, kehutanan
dan penggunaan lahan lainnya Intergovemmental Panel on Climate Change
(PCC) telah mengeluarkan pedoman (guideline). Pedoman yang dikeluarkan tahun 2006 untuk sek3or pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan laimya (Agriculture, Forestry and Land Use
-
AFOLU) tertuang pada volume 4.
Pedoman yang dikeluarkan tahun 2006 tersebut merupakan integrasi dari pedoman yang telah dikeluarkan sebelumnya yaitu : IPCC 1996 @ab 4 dan bab 5), Good Practice Guidance and Uncertainty Management in National Greenhouse Gas Inventories (GPG2000) dan Good Practice Guidance for Land-Use,LandUse Change and Forestry (GPG-LULUCF). Pedoman P C C 2006 menguraikan dengan rinci metode inventarisasi GRK mulai dari yang sederhana sarnpai kompleks. Tingkatan kedetailankompleksitas
12 metode dalam IPCC dikenal dengan narna tier. Ringkasan pendekatan untuk pendugaan emisi karbon sektor AFOLU disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Ringkasan pendekatan untuk menduga emisi sektor AFOLU Pendekatan untuk Pembahan Area
data
aktivitas: Tier untuk faktor emisi: Pembahan stok karbon
1. Data statistik bukan spasial (mis. 1. Nilai default IPCC FAO) biasanya memberikan gambaran umum p e ~ b a h a n luas tutupan hutan 2. Data statistic lain yang berbasis 2.Data lokallspesifik untuk kategori hutan utama peta, hasil survei, dan lainnya 3. Data spasial satelit)
(interpretasi data 3.Inventori nasional untuk stok karbon untuk ketegori hutan utama, pengukuran bemlang atau modeling
Gas rumah kaca yang utama pada AFOLU adalah COz, C&, N2O. Fluktuasi COz ditentukan oteh proses fotosintesis tanaman dan respisasi, pelapukan seresah dan pembakaran bahan organik. C& diemisikan melalui proses methanogenesis pada kondisi unaerob dalam tanah dan penyirnpanan pupuk organik, sedangkan N2Oterutama diemisikan melalui proses nitrifikasi dan denitrifkasi. Proses emisi dan removal dalam sektor AFOLU dikelompokkan ke dalam empat jenis, yaitu : 1) biomasa; 2) hahan organik yang telah rnati; 3) tanah, dan 4) petemakan. Perhitungan emisi dan removal CO2 dan non-COz diestimasi secara terpisah ke dalam enam kategori penggunaan lahan, yaitu : hutan (forest land), lahan yang dibudidayakan (cropland), padang m p u t (grassland), lahan basah (wetland), permukiman (settlement) clan lahan lainnya (other land). Perhitungan emisi dan removal COz untuk AFOLU, didasarkan atas pembahan stok C pada suatu ekosistem, yang diestimasi dari tiap kategori penggunaan lahan (Land-Use). Jurnlah total perubahan stok C dihitung dengan persamaan 2.1 (IPCC 2006) : AC,
= AC,
+ AC,
+ A C , + AC, + ACoL
-I-ACGL
Dimana : AC
= pembahan
Stok C
(Persamaan 2.1)
AFOLU =Agriculture, Foresw and Other Land Use = Forest Land FL CL = Cropland = Grassland GL = Wetland WL SL = Settlement = Other Land OL Perubahan Stok C tahunan untuk tiap kategori land-use adalah jumlah dari perubahan stok C dari tiap strata yang ada dalam tiap kategori, diitung dengan persamaan 2.2 (IPCC 2006):
(Persamaan 2.2) D i a: AC,,
=
I
=
pembahan stok C untuk sebuah kategori Land-Use (LU), seperti pada persamaan 2.1 strata spesifik atau pembagian yang terdapat dalam kategori land-use (dengan beberapa kombinasi seperti dari spesies, zona iklim, tipe ekologi, rejim pengelolaan dsb)
Stok C tahunan untuk tiap strata dari kategori Land-Use adalah jumlah dari pembahan dalam semua tempat penyimpanan karbon (carbon pool), dIhitung dengan persamaan 2.3 (IPCC 2006):
AC,u~=AC,,+AC,+ACD,+AC,,+ACso+AC~p
(Persamaan 2.3)
Dimana ACLUi = Perubahan Stok C pada tiap strata dari kategori Land-Use
AB
= Above-ground
BB
biomass (biomass di atas permukaan tanah) = Below-ground biomass (biomasa di bawah permukaan tanah)
DW
= Deadwood
LI
=Liner (seresah)
SO
= Soils (tanah)
HWP
= Harvested
(kayu yang telah mati)
Wood Products (Produk-produk dari Kayu)
Ada dua pendekatan yang bisa digunakan untuk estimasi stok C, yaitu: 1) pendekatan yang didasarkan atas proses (Gain-Loss Method); dan 2) pendekatan yang didasarkan atas stok (Stock- D~fferenceMethod). Estimasi perubahan stok C tahunan metode Gain-Loss, menggunakan persamaan 2.4 (IPCC 2006): seperti berikut :
14
AC =AC,-AC, (Persamaan 2.4) Dimana : AC = Pembahan Stok C tersimpan tahunan, ton C th-' -I = gainlpenambahan C tahunan, ton C th AC, -1
ACL = loss/kehilangan C tahunan, ton C th Estimasi pembahan stok C tahunan yang didasarkan atas stok (Stock- Dzfference Method), menggunakan persamaan 2.5 (IPCC 2006), sebagai berikut : (Persamaan 2.5) Dimana : AC
-I
= Pembahan Stok C
C,,
tersimpan tahunan, ton C th -1 = Stok C tersimpan pada t, ,ton C th
C,,
= Stok C tersimpan pada
-1
t , , ton C th
1. Perhitungan Perubahan Stok Karbon pada Biomasa Biomasa tanaman mempakan stok C yang utama dalam beberrapa tipe ekosistem. Pembahan stok C pada biomasa lahan hutan merupakan hal yang sangat berpengaruh karena fluktuasi yang besar bisa terjadi akibat pengelolaan hutan dan pemanenan; gangguan alam; kematian dan pertnmbuhan alarni pohon. Konversi hutan ke penggunaan lahan lain sering mengakibatkan kehilangan yang besar stok C yang tersimpan dalam biomasa. Pohon dan tanaman berkayu bisa terdapat pada keenam kategori penggunaan lahan meskipun secara urnum stok biomasa yang terbesar adalah pada lahan hutan. Untuk tujuan inventarisasi GRK, pembahan stok C pada biomasa dilakukan pada : (i) Lahan yang tidak berubah pada kategori yang sarna; dan (ii) lahan yang telah dikonversi ke penggunaan lahan baru. A. Lahan Tetap dalam Kategori Penggunaan Lahan yang Sama
Berikut ini adalah metode untuk estimasi karbon yang tersimpan dalam tanamanlbiomasa (biomass) yang meliputi peningkatan (gain), kehilangan (loss), dan perubahanan netto (net change). Peningkatan karbon pada biomasa meliputi pertumbuhan tanaman di atas permukaan tanah dan pertumbuhan yang berada di bawah permukaan tanah. Kehilangan karbon meliputi penebangan atau
15 pemanenan kayu, pengambilan kayu bakar, dan gangguan dam (kebakaran, serangan serangga, kejadian cuaca ekstrem dll). Perhitungan perubahan C menggunakann persamaan 2.6 (IPCC 2006): AC, = AC, - ACL Dimana:
(Persamaan 2.6) -1
AC,
= Pembahan Stok C tersimpan tahunan, ton
AC,
= peningkatdgain
AC,
= kehilangdIoss stok karbon tahunan, ton
C th
stok karbon tahunan, ton C th-'
C th-I
A.l Estimasi peningkatan stok C biomasa tahunan (Metode Gain-Loss) Untuk estimasi peningkatan stok C dalam biomasa pada metode tier 1 dapat digunakan data laju pertumbuhan biomasa dikalikan dengan luas dan rata-rata laju pertumbuhan. Perhitungannya menggunakan persamaan 2.7 (IPCC 2006), sebagai berikut : (Persamaan 2.7)
Dimana: AC,
= peningkatan
A
= luas lahan
stok karbon tahunan, ton C th-'
GmTa = rata-rata pertumbuhan biomasa tahunan, ton d.m.ha-1 th-I
I
= zone ekologi (i = 1 - n)
J
= tipe
CF
= Fraksi Karbon (Carbon
iklim 6 = 1 - m) Fraction)
Pada tier 1, GTOTamempakan total pertumbuhan biornasa dari pertumbuhan biomasa di atas perrnukaan tanah dan biomasa di bawah permukaan tanah. Perhitungan GToTA,menggunakan persamaan 2.8 (IPCC 2006): Gm~a
Grv*(l+R)
}
(Persamaan 2.8)
Dimana : GTo,
= rata-rata pertumbuhan biomasa tahunan, ton d.m.ha-' th-'
GW
16 =rata-rata pertumbuhan biomasa di atas permukaan tanah tahunan, ton d.m.ha" th" =rasio biomasa diba~vahpermukaan tanah dengan biomasa di atas
R
pemukaan tanah
A.2 Estimasi Kehilangan Stok Karboo pada Biomasa ( AC,) Kehilangan stok C pada metode Gain-Loss dihitung dari jumlah kehilangan biomasa akibat dark pemanenan, pengambilan kayu bakar dan gangguan dam. Persamaan yang digunakan untuk perhitungan adalah persamaan 2.9:
Dimana:
Ac~
= p e n m a n stok C tahunan, ton C th-1
L ~ * o d - ~ c ~= o ~kehilangan L~uriwood
C karena pengambilan kayu, ton C th-1
= kehilangan C karena pengambilan kayu bakar, ton C th-1 = kehilangan C karena
gangguan dam, ton C th-'
Perhitungan kehilangan C karena pengambilan kayu
menggunakan
(&o,,-Ren,,,)
persamaan 2.10: (Persamaan 2.10) Dimana:
H
= pengambilan kayu tahunan, kayu
R
=rasio biomasa dibawah permukaan tanah dengan biomasa di
bulat, m3 th-1
atas pemukaan tanah CF
= Fraksi Karbon (Carbon Fraction)
BCEF~ = konversi biomasa dan faktor expansi untuk konversi kehilangan volume yang dapat diperdagangkan ke kehilangan biomasa total. Perhitungan kehilangan C akibat pengambilan kayu bakar (L,,,,,,, persamaan 2.1 1 (IPCC 2006):
) digunakan
17
LF,,e,wod= [ { F G ,*~B~C~E h ( I
+ R ) + FGpa,, D] CF
(Persarnaan 2.11)
Dimana: FG,ree = volume kayu bakar yang diambil dari keseluruhan pohon, FG,
=
volume kayu bakar yang diambil dari sebagian pohon
D
=
kerapatan kayu, ton d.m. m-3
Perhitungan kehilangan C karena gangguan alam (LDi,,,,,)
digunakan
persamaan 2.12 (IPCC 2006): (Persamaan 2.12)
L ~ ~ t "= fb4mm, i ~, ~ ~ B~ , . ( l + ~ ) . ~ ~ . f d } Dimana: AjS,,,,,
fd
=Area yang terkena gangguan dam, ha th" = Fraksi kehilangan biomasa
akibat gangguan alam (fd = 1 jika
terjadi hilang total, mungkin hanya fd
=
0,3 jika gangguan
alam dari serangan hama) B. Lahan Yang Dikonversi Ke Penggunaan Lahan Lain Metode estimasi stok C pada lahan yang dikonversi ke penggunaan lain, pada tier 1 digunakan persamaan-persamaan yang sama dengan metode estimasi untuk Lahan yang tidak benibah, seperti telah diuraikan di atas. 2. Perhitungan Perubahan Stok Karbon DOM (Dead Organic Mafter) A. Lahan Tetap dalam Kategori Penggunaan Lahan yang Sama
Pada tier 1, diasumsikan DOM tidak mengalami perubahan pada lahan yang tidak mengalami konversi ke penggunaan lahan lainnya.
B. Lahan Yang D i i o n v e r s i ~ ePenggunaan Lahan Lain Asurnsi pada tier 1, DOM pada lahan non-hutan setelah konversi adalah nol. Konversi dari lahan hutan ke kategori penggunaan lain diasumsikan bahwa semua karbon dalam DOM hilang. Untuk penghitungan perubahan stok C tahunan DOM akibat konversi lahan digunakan persamaan 2.13 (IPCC 2006).
18 (Persamaan 2.13) Dimana: ACDoM= perubahan stok C dalam DOM tahunan, ton C th-I
c0
= Stok DOM, pada kategori penggunaan lahan awal, ton
C th-'
C,
= Stok DOM, pada kategori penggunaan lahan baru, ton
C tK'
Am
= luas lahan yang dikonversi, ha
Tm
= periode waktu transisi konversi
(default 20 tahun untuk tier 1)
3. Perhitungan Perubahan Stok Karbon pada Tanah.
Penghitungan C dalam tanah tidak dibedakan antara lahan-yang tetap atau lahan yang dikonversi. Persamaan yang digunakan untuk estimasi total perubahan stok C adalah persamaan 2.14 (IPCC 2006): = AC~inwo,
- Lorpic +
Ac~noTmtiC
(Persamaan 2.14)
Dimana: AcsOil
= pembahan Stok C dalam tanah tahunan, ton
ACMi,,,,
= perubahan
C th-'
Stok C organik dalam tanah mineral tahunan, ton
C th-I = Kehilangan C dari drainasi tanah organik,
ton C th-I
AC,noT,2ic= pembahan Stok C inorganik dalam tanah tahunan, ton C th-' Untuk penghitungan pembahan Stok C organik pada tanah mineral digunakan persamaan 2.1 5 (FCC 2006):
SOC =
z (SOC,
c.I.t
F ~ u F~~*,,,$ * F, c,,,,
< ,.
A,,!
(Persamaan 2.15)
c,s,i
Dimana: SOCo
=
Stok C tanah organik pada tahun terakhir periode inventarisasi, ton C
Stok C tanah organik pada tahul pertarna periode inventarisasi, ton C jumlah tahun, th Tahun untuk pencapaian nilai SOC equlibrium (pada umumnya=20 tahun) Stok C rujukan, ton C ha-1 faktor perubahan stok untuk land-use, tanpa satuan faktor perubahan stok untuk rejim manajemen, tanpa satuan faktor perubahan stok untuk input bahan organik, tanpa satuan luas lahan strata yang diestimasi, ha Untuk penghitungan kehilangan C dari drainasi tanah organik (Lo,,,), digunakan persamaan 2.16 (PCC 2006): '0,sonic
=~
(
A
{Persamaan 2.16)
EF), O
Dimana: A
= luas lahan tanah organik yang terdrainasi pada tipe iklim c, ha
EF
= Faktor emisi untuk tipe iklim
c, ton C ha-' th"
REDD (ReductionEmissionfLom Deforestation and forest Degradation) Pengurangan deforestasi dan degradasi hutan merupakan langkah ke depan untuk stabilisasi konsentrasi GRK. Deforestasi dari hutan tropis diperkirakan menyumbang 15-35% dari global emisi tahunan C 0 2 . Diperkirakan sekitar 350430 GtC (Giga ton Carbon) saat ini tersimpan di hutan tropis dan dapat diemisikan ke atmosfu melalui peningkatan deforestasi dan degradasi hutan (Laporte et al. 2008; Schwartzman et al. 2008). Deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara tropis umumnya berkaitan dengan kegiatan konversi lahan hutan ke industri pertanian atau peternakan (di Amazon), kelapa sawit (Asia Tenggara) dan perladangan berpindah (Afrika) (Houghton & Hackler 1999; Moutinho & Schwartman 2005; Schwartzman et al. 2008). Saat ini upaya pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan belurn masuk pada skema AIR CDM dari Protokol Kyoto (Laporte et al. 2008). Proposal pertama untuk mendapatkan kompensasi penurunan emisi GRK
melalui RED telah diajukan oleh Environmental Defense dan Institute de Pesquisa Ambiental da Amaz6nia (IPAM) pada saat COP 9 di Milan (Moutinho & Schwartzrnan 2005). Pada tahun 2005, pada saat COP 11MOP (Meeting of Parties) - 1 di Montreal, Papuan New Guinea (PNG), Costa Rica dan sekelompok negara-negara yang merniliki hutan tropis (Coalition for Rainforest Nations - CRN) mengajukan sebuah proposal rnengenai insentif dari upaya pengurangan emisi dari deforestasi
(RED) di negara-negara berkemhang dengan menggunakan pendekatan ernisi nasional (Laporte et al. 2008) . COP menugaskan Subsidiary Body for Scientzjk and Technical Advice (SBSTA) dari UNFCCC untuk menilai usulan tersebut dan melaporkan kernbali ke COP dengan beberapa rekomendasi. Dalam pertemuan COP-13MOP3 pada bulan Desernber 2007 di Bali, Indonesia mengusulkan untuk rnemperluas cakupan kegiatan yaitu menurunkan emisi tidak hanya melalui pencegahan deforestasi tetapi juga melalui upaya p e n m a n laju d hutan yang kemudian dikenal dengan REDD (IFCA 2007a). Program REDD rnemungkinkan Negara-negara yang rnasih rnemiliki hutan yang luas bisa mendapatkan dana dalam rangka menekan laju penurunan deforestasi dan degradasi hutan. Gambaran sederhana program REDD seperti pada Gambar 3. Periode perhitungan
Kehi-
23i
langan hutan hcegah
rn
-
F.misi tereduksi waktumulai
WalrtuaWlir
A Kehilangan hutan yang dicegah = A Emisi tereduksi yang dikompensasi
Gambar 3 Gambaran sederhana program REDD (Barano 2008).
Hutan, Deforestasi dan Degradasi Hutan Hutan. Ada beragam defmisi mengenai hutan, deforestasi dan degradasi hutan. Lund (2008) merangkum beragam definisi yang telah digunakan oleh berbagai negara dan institusi intemasional. Hingga saat ini telah ditemukan lebii dari 890 definisi mengenai hutan. Definisi-definisi tersebut dikelompokkan ke dalam kategori hutan sebagai: penutup lahan (land cover), penggunaan lahan (land use) dan d e f s s i hutan yang tercantum pada peraturan-peraturan. Disamping itu pengelompokan berdasar lingkup definisi, yaitu: definisi secara mum, definisi pada tingkat intemasional, nasional (negara), dan lokal (provinsilnegara bagian). Dari beragam definisi yang dikemukakan tersebut, yang terkait dengan perubahan stok karbon adalah definisi pada kelompok definisi hutan sebagai penutup lahan. Pada umumnya hutan dibatasi dengan: persentase tutupan tajukkerapatan, tinggi pohon, dan luas minimum. Pada lingkup intemasional, defmisi hutan yang menggunakan batasan tersebut adalah: FAO, UNFCCC, EU, World Bank dan lain-lain. Namun demikian beberapa definisi yang dikeluarkan oleh berbagai institusi tersebut berbeda-beda dalam hal penggunaan batasan. F A 0 (2006) mendefmisikan hutan adalah lahan dengan luas lebih 0.5 hektar, tinggi pohon lebih dari 5 meter dan tutupan tajuk lebii besar dari 10 %. UNFCCC (2001), hutan didefinisikan areal dengan luas 0,05 sampai 1 hektar, tinggi pohon mencapai 2-5 meter dan tutupan mahkota pohon 10% sampai 30%. Indonesia melalui Peraturan Menteri Kehutanan No.14lMenhut-11/2004 menetapkan bahwa yang dirnaksud hutan ialah lahan yang luasnya minimal 0,25 hektar dan ditumbuhi oleh pohon dengan persentasi penutupan tajuk minimal 30% yang pada akhir pertumbuhan mencapai ketinggian minimal 5 meter. Deforestasi Definisi deforestasi hingga saat ini juga telah banyak
ditemukan. Lund menemukan setidaknya ada 198 definisi. Definisi tersebut dikelompokkan ke dalam kategori : perubahan petutupan lahan, perubahan penggunaan lahan, perubahan penutupan dan penggunaan lahan. Berikut ini beberapa definisi deforestasi yang telah digunakan oleh berbagai institusi internasional, di antaranya adalah :
-
UNFCCC
11/CP.7 mendefinisikan sebagai konversi
22 langsung yang
disebabkan oleh manusia terhadap lahan hutan menjadi lahan non-hutan.
-
FA0 (2006) mendefdsikan konversi hutan ke penggunaan lahan lain atau pengurangan dalam jangka waktu yang lama dari kanopi pohon kurang dari batasan minimal 10 %. Dengan demikian deforestasi merupakan kehilangan petutupan lahan hutan secara permanen atau jangka waktu yang panjang, baik yang disebabkan oleh pengaruh manusia maupun dari gangguan dam. Konversi hutan ke lahan pertanian, padang rumputlpenggembalaan, dan area perkotaan juga termasuk deforestasi.
-
WWF/IUCN (1996) mendefinisikan hilangnya hutan yang tidak digantikan dengan regenerasi alami atau penanaman kembali. D e f l s i deforestasi yang digunakan oleh berbagai Negara juga bervariasi,
diantaranya adalah:
-
Canada, mendefinisikan konversi dari lahan berhutan ke lahan tidak berhutan sebagai hasil langsung dari aktivitas manusia.
-
Bulgaria, mendefinisikan kerusakan hutan pada area tertentu yang disebabkan oleh bencana dam dan aktivitas manusia yang tidak terkendali dan tidak terencana.
-
St. Lucia, mendefinisikan penebangan hutan atau perusakan hutan.
-
Malaysia, mendefinisikan konversi hutan atau lahan hutan ke penggunaan lahan non-kehutanan seperti untuk pertanian, pengembangan infratruktur dan industri, pemukiman dll. Pada Pedoman Pengolahan Data Pemantauan Penutupan Lahan yang
dikeluarkan oleh Pusat Inventasrisasi dan Perpetaan Kehutanan tahun 2005, deforestasi didefinisikan
sebagai perubahan penutupan lahan dari berhutan
menjadi tidak berhutan. Permasalahan definisi deforestasi yang begitu beragam ini diulas lebih jauh oleh Sunderlin & Resosudarmo (1997). Mereka menemukan data yang beragam mengenai deforestasi di Indonesia seperti tercantum pada Tabel 3.
Tabel 3 Estimasi deforestasi setiap tahun di Indonesia (ribu ha) No SUMBER ESTIMASI 1 World Bank. 1990 2 FAO, 1990 3 Transmigration Advisory Group, 1991 4 Departemen Kehutanan, 1992 5 Dick, 1991 6 Sukarjo, 1996 7 Hasanuddin, 1996 8 World Bank, 2000 (1985-1997) 9 Global Forest Watch, 2002 (1985-1997) Sumber: - Nomor 1-7 Sunderlin dan Resosudarmo (1997) - Nomor 8-9 F W G F W (2002)
TOTAL 900 1.315 262.9 1.315 623 809 2.400 1.700 2.200
Perbedaan angka deforestasi yang begitu mencolok ditengarai disebabkan oleh hatasanldefinisi deforestasi yang h a n g jelas dan tidak konsisten. Kurang spesifhya penggunaan istilah deforestasi mengakibatkan interpretasi data yang berbeda-beda. Menurut Sunderlin & Resosudarmo (1997), kesulitan utama dalam penggunaan istilah deforestasi adalah : 1. Apakah deforestasi hanya beratti hilangnya tutupan hutan secara permanen, atau baik permanen maupun sementara? 2. Apakah deforestasi berarti hilangnya tutupan hutan untuk segala macam penggunaan, atau apakah hilangnya tutupan hutan yang tidak dapat menghasilkan kayu?
3. Apakah deforestasi berarti hilangnya tutupan hutan saja, atau apakah itu juga berarti hilangnya berbagai ciri-ciri kelengkapan hutan (forest attributes), misalnya kelebatannya, struktmya dan komposisi spesiesnya? Pada sistem perladangan berpindah, misalnya, lahan yang ditanami sering dikatakan sebagai lahan yang telah mengalami deforestasi, namun lahan ini kelak dapat kembali menjadi tutupan hutan. Hutan-hutan yang ditebang dalam kegiatan pembalakan secara besar-besaran sering tidak dianggap telah mengalami deforestasi, hanya karena masih banyak pohon yang tegak setelah tebang pilih, tetapi dalam beberapa kasus mungkin banyak sekali fungsi liigkungan yang telah hilang dari hutan tersebut.
24 Degradasi Ituian. D e f ~ s idegradasi hutan juga bervariasi, hingga kini seidaknya lebih dari 10 definisi yang telah digunakan oleh berbagai institusi (Lund, 2007). SaIah satu definisi degradasi hutan adalah perubahan yang terjadi di dalam hutan yang memberi efek negative pada struktur ataupun fungsi tegakan, sehingga m e n d a n kapasitas produksi (FAO, 1993 dalam Lund 2007). Perubahan yang terjadi di dalam hutan yang masih masuk kategori terdegradasi tidak melampaui batasan area yang ditentukan sebagai hutan. UNFCCC-IPCC menyatakan bahwa degradasi dapat didefinisikan sebagai kehilangan langsung, yang disebabkan oleh manusia, untuk jangka panjang (terjadi selama X tahun atau lebih) atau sedikitnya Y% dari persediaan karbon hutan (dm nilai hutan) sejak waktu T dan tidak dapat dikategorikan sebagai deforestasi. Parameter X, Y danT belum ditetapkan. Pada Pedoman Pengolahan Data Pemantauan Penutupan Lahan yang dikeluarkan oleh Pusat Inventasrisasi dan Perpetaan Kehutanan tahun 2005, degradasi hutan didefinisikan sebagai perubahan penutupan lahan dari hutan primer menjadi hutan sekunder. Faktor Pendorong Deforestasi dan Degradasi Hutan Sebagian besar hutan di Indonesia menghadapi ancaman yang serius. Periode tahun 2000-2005 Indonesia kehilangan sekitar 1,09 juta hektar hutan setiap tahun dan sempat mengalami puncak deforestasi pada periode 1997-2000 yang mencapai angka 2,53 juta hektar per tahun (DEPHUT 2007). FA0 (2007) memperkirakan deforestasi Indonesia masih cukup tinggi yaitu 1,9 juta hektar per tahun pada periode 2000-2005. Dengan kondisi demikian dikhawatirkan dalam 10 tahun ke depan jika tidak ada upaya pencegahan atau pengereman laju deforestasi maka hutan di Indonesia hanya tersisa di bagian-bagin yang susah dijangkau. Banyak faktor yang bisa dituding sebagai pendorong besarnya laju deforestasi di Indonesia. Menurut Nawir, et al. (2008), ada dua macam faktor pendorong yang menyebabkan deforestasi, yaitu faktor pendorong secara langsung dan faktor pendorong tidak langsung. Penyebab langsung meliputi kegiatan penebangan hutan, penebangan liar, dan kebakaran hutan. Penyebab tidak langsung, antara lain, adalah kegagalan pasar, kebijakan, serta persoalan
25 sosial-ekonomi dan politik laimya. Konversi lahan hutan ke lahan perkebunan
dan transmigrasi pada era sebelum tahun 2000 dianggap sebagi pendorong deforestasi yang cukup besar. Di samping itu kebutuhan industri kayu juga menjadi pendorong deforestasi yang besar. Praktek perjarahan hutan pada masa transisi pemerintahan dari orde baru ke era reformasi dan kebakaran hutan besar juga terjadi tahun 199711998 yang menyebabkan hilangnya hutan yang cukup luas. Geist & Lambin (2001) meiakukan studi tentang deforestasi yang terjadi di hutan tropis termasuk Indonesia. Faktor utama yang mendorong deforestasi pada hutan tropis adalah: perluasan lahan untuk pertanian, penebangan kayu dan pembangunan ifiastruktur. Sedangkan faktor yang melandasinya adalah: fakt01 ekonomi, institusi dan kebijakan, teknologi, sosial budaya, dinamika pertmnbuhan penduduk dan faktor lain seperti: karakteristik lahan, sifat-sifat biofisik tanamantlahan dan gejolak sosial. Deforestasi di Indonesia sebagian besar mempakan akibat dari suatu sistem politik dan ekonomi yang tidak baik. Hutan dianggap sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi (FWGFW 2001). Hingga menjelang tahun 2000 kebijakan untuk mengkonversi kawasan hutan menjadi lahan budidaya pertanian dan transmigrasi mempakan faktor pendorong yang sangat menentukan hilangnya hutan di Indonesia. Dewasa ini Indonesia adalah produsen utama kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis, pulp dan kertas, disamping beberapa hasil perkebunan, misalnya kelapa sawit, karet dan coklat. Pertumbuhan ekonomi ini dicapai tanpa memperhatikan pengelolaan hutan secara berkelanjutan atau hak-hak penduduk lokal. Ditambah lagi adanya pembalakan liar yang dilakukan masyarakat. Emisi Rujukan (Reference Emission Level - REL) Emisi mjukan adalah proyeksi emisi dari deforestasi dan degradasi yang memungkinkan diukurnya pengurangan emisi. Emisi mjukan dapat dinyatakan sebagai tolak ukur peta tutupan hutan yang menunjukkan lokasi hutan dan bagaimana variasi hutan-hutan tersebut terkait dengan karbon, atau kepentingan nasional lainnya (IFCA 2007b).
26 Secara mum terdapat dua kategori cara penentuan emisi ~ j ~ k a yaitu n, : cara retrospektif dan cara prospektif. Cara retrospektif berorientasi pada sejarah masa lalu (histories) yang digunakan untuk memproyeksikan kecendemgan perubahan penggunaan lahan yang akan datang. Pendekatan yang digunakan untuk penentuan emisi rujukan cara retrospektif di antaranya adalah : Simple
Historical approach (SiHA), Spatial Historical Approach (SpHA) dan Joint Research Cenfre Approach (JRCA). Sedangkan cara prospektif berorientasi pada pemodelan. Pendekatan pemodelan yang bisa digunakan antara lain adalah :
Dynamic spatial land-use modelling, (Huettner 2008).
Econometric regression modelling
Periode waktu yang dipilii untuk proyeksi emisi rujukan
historis akan mempengamhi hasilnya (Huettner 2008), seperti telah ditunjukkan pada Gambar 1. Berdasarkan emisi mjukan mana yang dipilih, terdapat perbedaan substansial pada potensi kredit karbon. Perkiraan awal mengenai emisi berdasarkan daerah mengindikasikan perbedaan besar antar pulau. Dua yang tertinggi adalah Sumatra yang mengkontribusikan sekitar 60% dari total 257 juta ton CO~Itahun, dan Kaliiantan yang mengkontribusikan 23%. Kredit intemasional hanya akan diberikan berdasarkan ernisi mjukan nasional saja, maka dari itu kebijakan pemerintah Indonesia di masa yang akan datang perlu untuk mempertimbangkan cara terbaik untuk menetapkan emisi rujukan sehingga daerah-daerah dengan tutupan hutan yang masih tinggi juga bisa mendapatkan manfaat (IFCA 2007b).
BAB 111 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni
-
Desember 2008 (7 bulan). Unit
analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah nasional Indonesia dan unit provinsi. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kredit intemasional untuk program REDD hanya akan diberikan berdasarkan ernisi rujukan nasional saja. Namun demikian salah satu strategi yang digunakan Indonesia dalam membuat emisi rujukan nasional adalah berdasarkan emisi rujukan masing-masing provinsi
yang
diagregasikan.
pilot/demonstration
activities
Di
samping
itu
(periode 2008-2012)
untuk
pelaksanaan
dimungkinkan untuk
dilaksanakan pada unit subnasional (provinsi). Metode Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalarn penelitian ini terangkum dalam Tabel 4. Sebagian besar data diperoleh dari Badan Planologi Kehutaaan dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan dan data dari beberapa sumber yang relevan. Estimasi Perubahan Stok Karbon Metode estimasi stok karbon menggunakan pedoman IPCC 2006 volume 4 tentang AFOLU. Stok karbon dihitung berdasarkan data penutupan lahan tahun 1990-an, 2000, 2003 dan 2006. Perhitungan karbon pada pedoman IPCC 2006 dilakukan pada enam kategori penutupan lahan, yaitu: hutan &rest land), lahan pertanian termasuk petemakan (cropland), semak/padang rumput (grassland), lahan basah (wetland),permukiman (settlement) dan lahan lainnya (other land). Data penutupan lahan tahun 1990 terdiri dari 13 klas, sedangkan data tahun 2000, 2003 dan 2006 terdiri dari 23 klas. Dengan demikian data tersebut hams disesuaikan dengan klas yang digunakan pada pedoman PCC. Penyesuaian klasifikasi data penutupan lahan Departemen Kehutanan ke klasifikasi IPCC disajikan pada Tabel 5. Untuk klasifikasi dang dan perhitungan luas hutan dilakukan dengan sofware GIs, Arc-View.
28 Tabel 4 Data, Sumber Data dan Penggunaan Data No
Data -
Sumber -
Penggunaan
-
Peta Penutupan Lahan 1990-an hasil penafsiran citra landsat liputan tahun 1988-1992 skala 1:250.000
Badan Planologi Kehutanan
Pendugaan Stok karbon dan Ekstrapolasi Emisi rujukan
Peta Penutupan Lahan 2000 hasil penafsiran citra landsat liputan tahun 199912000 skala 1:250.000
Badan Planologi Kehutanan
Peta Penutupan Lahan 2003 hasil penafsiran citra landsat liputan tahun 2002/2003 skala 1:250.000
Badan Planologi Kehutanan
Pendugaan Stok karbon dan Ekstrapolasi Emisi rujukan Pendugaan Stok karbon dan Ekstrapolasi Emisi rujukan
Peta Penutupan Lahan 2006 hasil penafsiran citra landsat liputan tahun 2005/2006 skala 1:250.000
Badan Planologi Kehutanan
Pendugaan Stok karbon dan Ekstrapolasi Emisi rujukan
Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan skala 1:250.000
Badan Planologi Kehutanan
Analisis Skenario REDD
Peta Pemanfaatan Kawasan Hutan skala 1:250.000
Badan Planologi Kehutanan
Analisis Skenario REDD
Peta Permohonan Konversi Badan Planologi Hutan untuk Budidaya Pertanian Kehutanan Skala 1:250.000
Analisis Skenario REDD
Statistik Pengelolaan Hutan Produksi tahun 1999/2000
Ditjen Bina Produksi Kehutanan
Analisis Skenario REDD
Statistik Bina Produksi Kehutanan tahun 2005
Ditjen Bina Produksi Kehutanan
Analisis Skenario REDD
Statistik Kehutanan
Departemen Kehutanan
Perhitungan Stok Karbon
11 Forest Resource Assessment (FRA) tahun 2000 dan 2005
FA0
Perhitungan Stok Karbon
12 Tabel-tabel Nilai Default IPCC
IPCC 2006
Perhitungan Stok Karbon
13 Hasil penelitian di Indonesia tentang pendugaan kandungan karbon di berbagai jenis penutupadpenggunaan lahan
Berbagai surnber
Ekstrapolasi Stok Karbon
Tabel 5 Penyesuaian klas penutupan lahan Departemen Kehutanan ke klas P C C KLAS 1990 Hutan Dataran Rendah Hutan Dataran Tinggi Hutan Pegunungan Hutan Mangrove Hutan Rawa Hutan Tanaman Industri Pertanian Perkebunan
Lahan Kering Tidak Produktif Pemukiman Lahan Basah Tidak Produktif DanaulAir Penutu~anLahan Lainnya Tidak Ada Data
KLAS 2000,2003,2006 Hutan lahan kering primer Hutan lahan kering sekunder Hutan rawa primer Hutan rawa sekunder Hutan mangrove primer Hutan mangrove sekunder Hutan tanaman Perkebunan Pertanian lahan kering Pertauian Lahan Kering + Semak Sawah
=AS PCC Forest Land
SemakBelukar Savana Transmigrasi Permukiman Pelabuhan UdaraKaut Belukar rawa Tambak Tubuh air Rawa Tanah terbuka Pertambangan AwanITidak ada Data
Grassland
Cropland
Settlement Wetland
Other Land Tidak Ada Data
Tmgkat kedetailan estimasi karbon yang digunakan pada penelitian ini adalah metode estimasi tier 1. Pada metode
tier 1 terdapat beberapa
penyederhanaan, sebagai berikut :
-
Perubahan stok C untuk biomasa di bawah permukaan tanah diasumsikan bernilai 0 (tidak ada perubahan)
-
Dearhvood dan litter sering dikelompokkan menjadi satu, sebagai "dead organic matter (DOM)", untuk tier 1 stok DOM diasumsikan tidak mengalami perubahan. Perhitungan karbon dalam pedoman IPCC dilakukan pada lahan yang tetap
pada penggunaan lahan yang sama dan lahan yang dikonversi ke lahan lainnya. Untuk mengetahui perubahan lahan, antar data penutupan lahan yang berurutan waktu, dilakukan tumpang susun peta (overlay) menggunakan teknologi GIs. Software yang digunakan adalah ArcInfo versi 7.21 dan Arcview 3.3. Dengan
demikian akan diperoleh data mengenai lahan yang tetap pada penggunaan lahan yang sama dan lahan yang telah mengalami perubahan ke penggunaan lahan lainnya. Fokus REDD adalah upaya pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan, sehingga stok karbon yang dijadiian dasar perhitungan adalah stok karbon pada areal berhutan berikut proses deforestasi dan degradasi huian yang terjadi. Areal yang mengalami deforestasi adalah areal yang sebelumnya berhutan berubah menjadi penutupanlpenggunaan lahan lainnya, sedangkan areal degradasi hutan adalah areal berhutan yang mengalami p e n w a n stok karbon dari pengambilanlpemanenan kayu namun lahan masih tetap masuk kategori berhutan. Angka-angka yang digunakan untuk perhitungan biomasa maupun stok karbon pada masing-masing kategori penggunaan lahan diambil dari angka default yang terdapat pada pedoman IPCC 2006. Penelitian ini difokuskan pada perubahan stok karbon yang tersimpan pada biomasa tanaman. Pada metode tier 1 diasumsikan perubahan stok C untuk biornasa di bawah permukaan tanah tidak
mengalami perubahan. Dengan demikian perhitungan perubahan stok C pada masing-masing kategori penggunaan lahan untuk perhitungan pada tier 1 rumus yang digunakan adalah : AC,,=AC,, Dimana ACLuj : perubahan stok C pada masing-masing kategori penggunaan lahan AC,, : perubahan stok C pada biomasa di atas pemukaan tanah. Untuk menghitung stok karbon tahun 1990-an, 2000, 2003, dan 2006 digunakan pendekatan yang didasarkan atas siok (stock dzference method). Sedangkan untuk estirnasi stok C un& penenturn skenario digunakan pendekatan atas dasar proses (Gain-Loss Method). Perhitungan Perubahan Stok Karbon pada Biomasa Perubahan stok C pada biomasa hutan
merupakan hal yang sangat
berpengaruh karena fluktuasi yang besar bisa terjadi akibat pengelolaan hutan dan pemanenan; gangguan alam; kemaiian dan pertumbuhan alami pohon. Konversi
hutan ke penggunaan lahan lain sering mengakibatkan kehilangan yang besar stok C yang tersimpan dalam biomasa. Pohon dan tanaman berkayu bisa terdapat pada keenam kategori penggunaan lahan meskipun secara m u m stok biomasa yang terbesar adalah pada lahan hutan. Untuk perhitungan stok karbon yang terdapat pada biomasa digunakan persamaan 2.6. Peningkatan karbon pada biomasa yang dihitung adalah pertunbuhan tanaman di atas permukaan tanah. Kehilangan karbon berasal penebangan atau pemanenan kayu, pengambilan kayu bakar, dan gangguan alam (kebakaran, serangan serangga, kejadian cuaca ekstrem dll). Untuk estimasi peningkatan stok C dalam biomasa pada metode tier 1 dapat digunakan data laju pertumbuhan biomasa yang diambil dari data default pedoman IPCC 2006 dikalikan dengan luas dan rata-rata laju pe&buhan. Perhitungan estimasi peningkatan stok C pada biomasa meng,makan persamaan 2.7
Kehilangan stok C dihitung dari jumlah kehilangan biomasa akibat dari: pemanenan, pengambilan kayu bakar dan gangguan dam. Perhitungan kehilangan C karena pemanenan kayu menggunakan persamaan 2.10. Data yang digunakan pada perhitungan persamaan 2.10 adalah data produksiljatah penebangan tahunan dari HPH/HTI. Perhitungan kehilangan C akibat pengambilan kayu bakar digunakan persamaan 2.1 1 . Data yang digunakan sebagai volume kayu bakar yang terambil adalah estimasi dari kebutuhan konsumsi per kapita dikalikan dengan jumlah penduduk. Perhitungan kehilangan C karena gangguan dam digunakan persamaan 2.12. Data yang digunakan adalah data gangguan alam akibat kebakaran hutan. Konversi Perubahan Stok C ke Emisi COz Untuk konversi stok C ke unit emisi COz dilakukan dengan mengalikan stok C dengan-44/12. Sedangkan untuk konversi removal C02 dikalikan dengan +44/12. Tanda minus (-) menunjukkan pengurangan stok C tersirnpan (terjadi emisi) sedangkan tanda positif (+) menunjukkan penambahan stok C (removal COz dari atmosfir).
Penyusunan Emisi Rujukan (Referet~ceEmission Level - REL) Di dalam konteks REDD beberapa negara umumnya mengusulkan menggunakan pendekatan kondisi historis diiana tingkat emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di masa depan akan mengikuti pola emisi historis sebelum kegiatan REDD dilaksanakan (IFCA 2007). Mengacu pada ha1 tersebut maka pada penelitian ini metode yang digunakan untuk penyusunan emisi rujukan adalah proyeksi linier dari rata-rata emisi masa lampau. Data emisi karbon yang digunakan adalah data hasil perhitungan perubahan penutupan lahan dari tahun 1990-an sampai 2006. REL yang akan dibuat adalah : REL Nasional dan Provinsi. Untuk keperluan analisisjuga dibuat REL PulaulKeiompok Pulau. REL akan dibuat dari tahun 1990 hingga tahun 2020. Data stok karbon tahun 1990, 2000, 2003 dan 2006 disajikan berdasarkan stok karbon tanpa dilakukan koreksi data. Proyeksi emisi karbon dari tahun 2006 sampai 2020 didasarkan atas perhitungan rata-rata perubahan stok karbon netto dari tahun 1990-an - 2006. Untuk mengurangi kesalahan perhitungan laju perubahan stok karbon, perhitungan hanya didasarkan atas areal yang bebas awan (awan dikeluarkan dari perhitungan). Perubahan stok karbon netto dihitung dari selisih antara laju kehilangan karbon dan laju penambahan karbon yang diakibatkan oleh perubahan penutupan lahan. Berdasarkan hasil penghitungan perubahan stok karbon tahun 1990an, 2000,2003, dan 2006, kemudian dibuat grai%kproyeksi sebagai REL. Skenario Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan REL yang sudah terbentuk akan dijadiian rujukan terhadap pengurangan emisi karbon yang bisa dicapai dari upaya menekan laju deforestasi dan degradasi hutan. Deforestasildegradasi hutan hanya akan terjadi pada areal yang masih berhutan. Untuk membuat skenario apa yang bisa diterapkan pada areal berhutan tersebut
perlu
diketahui
status
kawasan
dan
jenis
pengelolaannya.
Statuslpengelolaan hutan bisa diketahui dengan cara overlay peta areal yang masih berhutan dengan data fungsi kawasan hutan dan data pemanfaatan lahan yang ada. Data kawasan hutan akan menentukan apakah hutan tersebut masuk kawasan hutan konservasi, hutan lindung atau hutan produksi.
Tumpang susun peta areal berhutan dengan data fungsi kawasan hutan akan diperoleh beberapa kelompok pengelolaan hutan, yaitu:
-
Pengelolaan hutan sebagai kawasan konservasi dan lindung
-
Pengelolaan hutan sebagai hutan produksi
-
Areal berhutan di luar kawasan hutan.
Berdasarkan kategori status/pengelolaan hutan tersebut kemudian dibuat skenario-skenario yang bisa diterapkan untuk mengurangi emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan dengan melibatkan data pendukung lainnya. Diagram alir pernrosesan data disajikan pada Gambar 4. Sedangkan diagram
causal loop disajikan pada Gambar 5 .
Gambar 4 Diagram alir penentuan target penurunan emisi.
onsumen Ka
Gambar 5 Diagram sebab akibat (causal loop diagram) proses pengurangan stok karbon. Skenario Pengurangan Emisi pada Hutan Konsewasi dan Hutan Lindung Pada hutan konservasi seharusnya tidak diperkenankan eksploitasi h a i l hutan berupa kayu. Secara teoritis pada kawasan konservasi tidak munglan mengalami penurunan stok karbonnya. Narnun demikian pada kenyataannya kebanyakan hutan konservasi di Indonesia telah mengalami deforestasi dan degradasi hutan, sehingga emisi karbon dari hutan konservasi tetap tejadi. Deforestasi dan degradasi hutan terutama tejadi akibat aktivitas pembalakan liar dan perambahan lahan oleh masyarakat. Dengan demikian fluktuasi emisi karbon dari hutan konservasi paling banyak ditentukan oleh aktivitas illegal tersebut.
Berapa besaran emisi karbon yang bisa dikurangi tergantung dari upaya menjaga hutan dari kegiatan illegal tersebut. Skenario pengurangan emisi karbon didasarkan atas skenario penanggulangan pembalakan liar dan perambahan hutan pada hutan konsewasi. 4.2.Skenario Pengurangan Emisi pada Hutan Produksi Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang nomor 41 tentang kehutanan (pasal 18:1), bahwa pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Pemanfaatn hutan produksi yang paling berpengaruh terhadap fluktuasi karbon adalah pemungutan hasil hutan kayu. Pemunguatn hasil hutan kayu dilaksanakan oleh pemegang izin usaha pemanfatan hasil hutan kayu (IUPHHK). Pada areal yang terdapat IUPHHK, baik hutan alam amupun hutan tanaman dapat diterapkan skenario tata kelola hutan yang baik (Good Forest Governance -
GFG). Salah satu upaya pengurangan kerusakan yang ditimbulkan oleh pemungutan hasil hutan kayu adalah program RIL (Reduced Impact Logging). Penerapan RIL bertujuan untuk menekan seminimal mungkin kerusakan akibat pembalakan
terhadap tegakan tinggal (residual stand) serta kerusakan tanah, air
serta hidupan liar (wildlge), di lain pihak perusahaan tetap meraih keuntungan yang optimum (Priyadi et. al., 2007). Skenario lain adalah penentuan jatah penebangan tahunan (JPT) bagi pemegang IUPHHK dengan ketat. JPT hams mempertimbangkan kemampuan hutan untuk pulii kembali dengan cepat. Tentu saja penerapan JPT ini perlu pengawasan yang baik. Dasar yang digunakan untuk pengurangan JPT bisa berasal dari data kebutuhan kayu, baik kebutuhan ekspor maupun kebutuhan dalarn negeri. Pada kawasan hutan produksi terdapat areal yang tidak terdapat izin pemanfaatan atau area "open access". Pada areal ini rentan terhadap pebalakan liar dan perambahan hutan yang akan mempengaruhi fluktuasi stok karbon pada hutan produksi.
4.3.Skenario Pengurangan Emisi Pada Areal di Luar Kawasan Hutan. Areal berhutan di luar kawasan hutan merupakan areal yang dimiliki oleh masyarakat. Hutan semacam ini sering disebut sebagai hutan rakyat. Dalam pengelolaannya, sepenuhnya menjadi hak pemilik lahan. Pemanfaatan kayu pada hutan rakyat lebih banyak untuk keperluan kayu bakar, baik rumah tangga maupun untuk industri. Estimasi Pengurangan Emisi Karbon Nasional Berdasarkan sebab-sebab p e n m a n stok karbon yang mungkin tejadi, bisa diperkirakan besaran emisi yang akan terjadi. Pengelolaan hutan yang buruk kenebangan hutan tanpa SFM), konversi lahan berhutan menjadi lahan lain, dan kebakaran hutan merupakan sumber p e n m a n stok karbon yang utarna. Berdasarkan metode IPCC tier I jika luasan hutan stabil maka stok karbon juga diamggap stabil. Dengan demikian penerapan SFM, penghentian konversi lahan berhutan ke lahan lain dan penghindaran terjadinya kebakaran hutan merupakan langkah yang bisa ditempuh untuk menstabilkan stok karbon. Pada penelitian ini dihitung berapa emisi
COz yang bisa kompensasi REDD
yang dihitung
berdasarkan REL yang telah terbentuk. a) Perkiraan Maksimal Perkiraan maksimal didasarkan atas upaya untuk membuat kondisi antar.2 emisi dan removal seimbang (laju p e n m a n stok karbon
=
0). Jika luas lahan
berhutan dapat distabilkan dengan penerapan SFM yang baik, penghentian konversi lahan berhutan dan pencegahan kebakaran hutan, maka graf~klaju p e n m a n stok karbon membentuk garis datar, maka jumlah emisi C02 yang terhindarkan (bisa dilompensasi REDD) sama dengan laju p e n m a n
C02
berdasarkan REL yang terbentuk. Dengan kondisi ini akan didapatkan kompensasi yang maksimal. b) Perkiraan berdasarkan kebutuhan kayu aktual Kebutuhan kayu aktual didasarkan atas perkiraan konsumsi kayu nasional yang didasarkan atas hasil kajian yang telah ada. Disamping itu juga digunakan
data kebakaran hutan yang selama ini terjadi. Berdasarkan perkiraan kebutuhan kayu nasional dan data kebakaran hutan dikonversikan ke nilai karbon. Karbon yang hilang akibat konsurnsi kayu dan kebakaran hutan kemudian dibandingkan dengan REL yang telah terbentuk. c ) Perkiraan berdasarkan pengurangan kebutuhan kayu.
Dari beberapa kajian yang dilakukan temyata kebutuhan kayu aktual saat ini telah melampaui jatah produksi kayu legal. Disinyalir kayu yang selama ini dikonsumsi industri kayu nasional sebagian berasal dari kayu illegal (Manurung 2007, Sumardjani & Waluyo 2007). Jika penebangan kayu illegal bisa d i d a r k a n maka ada semlah karbon yang bisa diselamatkan yang bisa diajukan untuk mendapatkan kompensasi REDD.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Daerah Penelitian Lokasi dan Luas Daerah Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan dengan panjang pantai lebih dari 81.000 krn (Sutisna 2006). Indonesia memiliki lebih kurang 17.504 buah pulau dengan luas daratan berdasarkan hasil penafsiran citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2002f2003, total daratan Indonesia adalah 187,91 juta hektar @EPHUT 2005). Indonesia terletak di antara 6"LU - lloLS dan 95OBT - 141°BT. Indonesia dilalui oleh garis equator, yaitu garis khayal pada peta atau globe yang membagi bumi menjadi dua bagian sama besarnya. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasif&. Dengan demikian, wilayah Indonesia berada pada posisi silang, yang mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan iklim dan perekonomian.
Kondisi Geologis dan IMim Secara geologis wilayah Indonesia dilalui oleh dua jalw pegunungan muda dunia yaitu Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan Pegunungan Sirkum Pasifk di sebelah timw. Adanya dua jalw pegunungan tersebut menyebabkan Indonesia banyak memiliki gunung api yang aktif dan rawan terjadinya gempa bumi vulkanik maupun tektonik. Indonesia beriklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur. Dari bulan Oktober hingga April, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut membawa banyak uap air yang menyebabkan hujan; dari April hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara, membawa sedikit uap air. Suhu udara di dataran rendah Indonesia berkisar antara 23 derajat Celsius sampai 28 derajat Celsius sepanjang tahun.
Di beberapa tempat suhu bisa sangat bevariasi dari rata-rata. Pada musim kemarau di lembah Palu - Sulawesi dan di pulau Timor suhu bisa mendekati 40 derajat Celsius, di Pegunungan Jayawijaya - Papua suhu bisa mencapai di bawah 0 derajat Celsius. Terdapat salju abadi di puncak-puncak pegunungan yang tinggi di Papua : Puncak Trikora (4.730 m) dan Puncak Jaya (5.030 m). Ada dua musim di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau, pada beberapa tempat dikenal m u s h pancaroba. Curah hujan di Indonesia rata-rata tahunan sebesar 1.600 milimeter, namun distribusinya tidak merata pada seluruh kawasan Indonesia dengan kisaran lebih dari 7.000 milimeter setahun sampai sekitar 500 milimeter setahun di daerah Palu dan Timor. Daerah dengan curah hujan rata-rata tinggi sepanjang tahun adalah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, sebagian Jawa barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan delta Marnberamo di Irian. Setiap 3 sarnpai 5 tahun sekali sering terjadi fenomena alam yang dikenal dengan El-Nino yaitu gejala penyimpangan cuaca yang menyebabkan m u s h kering yang panjang dan musim hujan yang singkat. Fenomena El-Nino biasanya diikuti oleh La Nina yang berakibat musim hujan yang Iebat dan lebii panjang dari biasanya. Kekuatan EI-Nino berbeda-beda tergantung dari berbagai macarn faktor, antara lain indeks Osilasi selatan atau Southern ~scillation' Kondisi Demografi Menurut sensus penduduk 2000, Indonesia memiliki populasi sekitar 206 jut& dan diperkirakan pada tahun 2006 berpenduduk 222 juta. Lebii dari 50% tinggal di Pulau Jawa yang mempakan pulau berpenduduk terbanyak dan terpadat, Sebagian besar penduduk Indonesia adalah bangsa Melayu, dan terdapat juga kelompok-kelompok suku Melanesia, Polinesia, dan Milcronesia terutama di Indonesia bagian Timur. Kawasan Hutan Indonesia Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap fJW 41 -
I
-
Wikipedia. 2008. Geografi Indonesia [online]. http:llid.wikipedia.orgi~viki/GeoerafiIndonesia
1999). Kawasan Hutan Indonesia ditetapkan oleh Menteri Kehutanan dalam bentuk Surat Keputusan Menteri Kehutanan. Proses awal penetapan kawasan hutan adalah penunjukan kawasan. Penunjukan kawasan hutan mencakup pula kawasan perairan yang menjadi bagian dari Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam W A ) . Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi adalah peta kawasan hutan dan perairan skala 1 : 250.000. Dalam buku statistik kehutanan 2006 disebutkan bahwa luas kawasan hutan dihitung berdasarkan paduserasi antara RTRWP (Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi) dan TGHK (Tata Guna Hutan Kesepakatan) di 30 provinsi. Tiga provinsi sisanya, yaitu Riau, Kepulauan Riau dan Kalimantan Tengah masih menggunakan luas kawasan hutan berdasarkan TGHK. Luas kawasan hutan berdasarkan Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan (30 provinsi) dan TGHK (3 provinsi) adalah seluas 137,l juta hektar (133,7 juta hektar di daratan dan 3.4 juta hektar kawasan konservasi perairan). Data luas kawasan hutan disajikan pada Tabel 6. Peta kawasan hutan Indonesia disajikan dalam Lampiran 1. Tabel 6 Kawasan Hutan Indonesia No. 2 3 4 5 6
Kawasan Hutan
Luas (hektar)
KSA-KPA Darat Hutan Lindung (HL) Hutan Produksi Tetap (HP) Hutan Produksi Terbatas (HPT) Hutan Produksi dapat dikonversi (HPK) TamanBuru(TB) Jumlah Kawasan Hutan Daratan KSA-KPA Perairan Jurnlah Kawasan Hutan dan Perairaian
19.908.234,57 3 1.604.032,02 22.502.724,26 36.649.918,43 22.795.961 ,OO 233.814,90 133.694.685,lS 3.395.783,OO 137.090.468,18
Sumber : Departemen Kehutanan 2007
Kondisi Penutupan Lahan Indonesia Pemantauan penutupan lahan secara nasional yang memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dimulai pada sekitar tahun 1985 melalui proyek Regional Physical Planning Programme for
Transmigration (RePPProT). Proyek
dilaksanakan oleh Departemen Transmigrasi dengan dukungan dana dan bantuan
teknis dari pemerintah Kerajaan Inggris. Melalui program ini seluruh wilayah Indonesia diswei, dengan memanfaatkan berbagai laporan yang ada, foto-foto udara, dan citra satelit atau radar serta pengecekan di lapangan secara selektif
(FWIIGFW 2002). Selanjutnya peta RePPProT diupdate menggunakan citra Landsat MSS (Multispechal Scanner) resolusi spasial 30 meter dengan tahun liputan yang bemariasi oleh proyek Inventarisasi Hutan Nasional (NFI) yang berada pada diektorat jenderal Inventarisasi dan Tata Guna Hutan Departemen Kehutanan. Peta yang dihasilkan adalah
penutupan lahan digital 1:250.000 yang
menggambarkan keadaan lahan dan hutan pada tahun 1990-an. Klas penutupan lahan pada peta tersebut adalah 13 klas. Peta ini selanjutnya menjadi basis data Sistem Tnformasi Geografis (SIG) Departemen Kehutanan. Penafsiran citra landsat tahun 1990 menggunakan metode interpretasi visual pada citra landsat yang dicetak pada kertas foto (hard copy). Dengan metode ini agak sulit untuk dilakukan penajaman citra dengan berbagai variasi. Hasil penafsiran pada citra hard copy kemudian didijitalkan menggunakan digitizer. Software yang digunakan adalah ArcInfo versi 3.42. Pada tahun 2000, Departemen Kehutanan melakukan penafsiran penutupan lahan secara nasional menggunakan citra landsat 7 ETM+ liputan tahun 199912000 yang mencakup seluruh wilayah Indonesia. Terdapat perbaikan metode penafsiran seiring dengan berkembangnya teknologi hardware dan software. Metode penafsiran yang digunakan adalah penafsiran visual yang dilakukan pada layar monitor. Delineasi batas klas penafsiran
dilakukan dengan software
ArcView (digitizing on screen). Dengan cara ini manipulasi citra bisa dilakukan dengan berbagai teknik untuk memperoleh citra dengan ketajaman yang baik. Di samping itu lansat 7 ETM+ dilengkapi dengan band pankromatik dengan resolusi spasial 15 meter. Pemantauan penutupan lahan selanjutnya dilakukan secara periodik tiap tiga tahun sekali, yaitu tahun 2003 (citra tahun 2002/2003) dan tahun 2006 (citra tahun 200512006). Peta yang dihasilkan tahun 2000, 2003, dan 2006 adalah penutupan lahan digital 1:250.000 dengan 23 klas penutupan lahan.
IPCC hanya menggolongkan penutupan lahan menjadi 6 kategori yaitu : hutan
(forest
land), lahan pertanian termasuk peternakan
(cropland),
semaWpadang rumput (grassland), lahan basah (wetland), permukiman (settlement) dan lahan lainnya (other land). Dengan demikian data penutupan
lahan Departemen Kehutanan hams dilakukan penyesesuai klas menggunakan Tabel 5. Luas lahan berhutan dari tahun 1990 hingga tahun 2006 mengalami kecenderungan yang menurun, meskipun berdasarkan data tahun 2006 luas hutan sediit bertambah. Pada tahun 1990 lahan berhutan seluas 121,l juta hektar atau masih 64,43% dari luas total daratan, pada tahun 2000 mengalami p e n m a n cukup tajam sehingga luas lahan berhutan mencapai angka 94,9 juta hektar atau 50,5% luas daratan dan tahun 2003 menurun lagi menjadi 93,6 juta hektar atau 49,8% luas daratan. Sedangkan data tahun 2006 menunjukkan kenaikan luas lahan
berhutan menjadi 98,5 juta hektar atau 52,4 % luas daratan. Namun demikian kenaikan tersebut belum bisa dipastikan sebagai keberhasilan dalam menambah luas lahan berhutan secara nyata. Peningkatan luas lahan berhutan tahun 2006 kemungkinan berasal dari areal yang pada tahun sebelumnya (2000 dan 2003) tertutup awan. Perubahan yang tejadi juga lebih banyak terjadi di dalam kawasan hutan. Data yang disajikan berdasar atas perhitungan peta penutupan lahan yang diperoleh dari Badan Planologi tanpa ada koreksi data terhadap data yang tertutup awan. Hasil perhitungan luas penutupan lahan berdasarkan klas IPCC disajikan pada Tabel 7 dan 8. Grafik luas penutupan lahan dari tahun 1990-2006 disajikan pada Gambar 6 dan Gambar 7. I
I
Penutupan Lahan Indonesia
O RrtanianIFerkebunan
n SemkIPadang Rurrput n Lahan Basah &aRnutupan lahan lainnya
Gambar 6 Klas penutupan lahan Indonesia tahun 1990-2006.
I
I
m1990
I
I
m2000
i
m2oo3
j
m2oo6
/
n Lahan Pertaniaflerkebunan
Hutan 13SemaWPadang Rumput bi Permukiman
Lahan Basah w Pentiitpan lahan lainnya
lidak ada datalawan
Gambar 7 Klas penutupan lahan Indonesia di dalam kawasan hutan (KH) dan di luar kawasan hutan (APL). Tabel 7 Luas Penutupan Lahan Tahun 1990-2006 (dalamjuta hektar) Penutupan Lahan
Tahun 1990 Luas
%
Tahun 2000 Luas
%
Tahun 2003 Luas
%
121,l 64,43 94,9 50,50 93,6 49.81 31,s 16,92 48,7 25,93 48,5 25,79 SemaW Rumput 27,3 14,54 15,l 8,05 18,7 9,93 Lahan Basah 4,s 2,41 10,s 5,76 10,6 5,63 Permukiman 0,l 0,08 2,7 1,42 2,9 1,55 Lahan lainnya 0,l 0,08 2,1 1,11 3,O 1,61 Tidak ada datalawan 2,9 1,54 13,6 7,24 10,7 5,69 Jumlah 187,9 100,OO 187,9 100,OO 187,9 100,OO Sumber : Hasil analisis peta petutupan lahan tahun 1990,2000,2003dan 2006 Hutan Pertaniaflerkebunan
Tahun 2006 Luas
YO
98,5 52,40 50,4 26,81 19,4 10,34 9,4 4,98 3,l 1,64 3,6 1,93 5,6 1,90 187,9 100,OO
Tabel 8 Luas Penutupan Lahan Tahun 1990-2006 (dalam juta hektar) Penntupan Lahan
Tahun 1990
KH
APL
Tahun 2000
KH
KH
Tahun 2006
KH 8,l 90,l 32,2 17,2 6,3 12,7 3,3 6,4 24 0,5 0,s 23 22 3,O 55,4 132,5
APL
APL
8,0 85,s 8,3 31,6 16,3 33,l 6,7 5,9 12,4 Lahan Basah 7,4 34 7,3 2,9 Permukiman 0,7 2 ,6 1,9 0,s Lahan lainnya 1,2 l,5 0,6 22 Tidak ada datafawan 9,6 4,O 8,4 0,6 Jumlah 132,5 55,5 132,5 55,4 Sumber : Hasil analisis peta petutupan lahan tahun 1990,2000,2003,2006 dan peta kawasan hutan KH = Kawasan Hutan APL = Areal Penggunaan Lain Hutan
PertanianIPerkebunan SemaW Rumput
105,3 8,4 13,6 3,3 08 0,o 1,9 132,5
15,s 23,4 13,7 1,3 0,1 0,1 1,O 55,4
86,9 17,l 92
APL
Tahun 2003
Pulau yang masih memiliki lahan berhutan yang masih luas adalah Papua dan Kalimantan. Secara diagramatis disajikan pada gambar 8. Secara geogrd~s disajikan pada peta penutupan lahan tahun 1990, 2000, 2003 dan 2006 pada Lampiran 2-5 Perubahan Pentutupan Lahan Penutupan lahan Indonesia mengalami perubahan yang cukup besar pada periode 1990-2000. Hal tersebut di antaranya diakibatkan oleh terjadinya kebakaran lahan tahun 1997 dan 1998 yang melanda hutan dan lahan seluas 9,75 juta (Bappenas-ADB 1999). Pada periode 1997-2000 Departemen Kehutanan memperkirakan laju deforestasi yang terjadi dalam kawasan hutan seluas 2,83 juta hektar. Perhitungan sebelumnya (1985-1997) yang dilakukan oleh World Bank bekerjasama dengan Departemen Kehutanan angka deforestasi sebesar 1,6 - 1,87 juta hektar per tahun.
Gambar 8 Lahan berhutan pada 7 kelompok pulau besar di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan. Berdasarkan analisis perubahan penutupan lahan data tahun 1990 dan 2000 lahan berhutan tahun 1990 yang berubah menjadi lahan lain mencapai 26,94 juta hektar (22,25% dari luas berhutan 1990) dan tertutup awan sebesar 8,73 juta hektar (7% dari luas berhutan 1990). Perubahan terbesar terjadi dari lahan
berhutan menjadi lahan pertanianlperkebunan (cropland), yaitu sebesar 13,25 juta h e k (10,94% dari luas berhutan 1990). Lahan bukan lahan tahun 1990-an yang berubah menjadi lahan hutan pada tahun 2000 cukup luas yaitu 8,56 juta hektar (7,07 % dari luas hutan tahun 1990). Ini mungkin saja terjadi dalam kurun waktu 10 tahun lahan yang sebelumnya grassland (lahan kering tidak produktif) dan cropland (pertanian dan perkebunan) bembah menjadi hutan. Lahan kering tidak produktif pada klasifikasi penutupan lahan tahun 1990 bisa bempa semaklbelukar, sehingga belukar jika dibiarkan selama lebih kurang 10 tahun bisa kembdi menjadi hutan. Sedangkan pada klas perkebunan pada tahun 1990 pada saat ditafsir pada tahun 2000 sudah merupakan perkebunan tua sehingga kenampakan menyempai hutan. Pembahan lahan bukan hutan menjadi hutan dimungkinkan juga oleh kesalahan interpretasi. Sumber data pada tahun 1990-an adalah citra landsat 5 yang pada umumnya diperoleh dalam bentuk hard copy sehingga pengenalan obyek pada citra agak sulit dilakukan. Rekap data pembahan penutupan lahan dari tahun 1990 sampai 2000 disajikan pada Tabel 9. Data per provinsi/pulau disajikan pada Lampiran 6. Tabel 9 Matrik pembahan penutupan lahan tahun 1990-2000 (dalam juta hektar)
.
TAD Jumlah
0,Ol
0,07
0,OO
0,03
0,02
0,Ol
0,OO
0,14
0,94 94,90
0,49 48,70
0,29 15,ll
0,18 10,82
0,03 2,67
0,05 2,09
0,90 13,61
2,87 187,90
Sumber :Hasil analisis peta penutupan lahan tahun 1990-an dan 2000 Keterangan : FL = Forest Land, CL = Cropland, GL=Grassland, WL=Wetland, SL=Settlement, OL= Other Land, TAD=Awan/Tidak ada data.
Pembahan lahan berhutan yang terjadi pada periode tahun 2000 sarnpai tahun 2003 tidak sebesar yang terjadi pada periode 1990-2000. Lahan berhutan yang bembah ke lahan selain hutan sebesar 7,35 juta hektar (7,74% dari luas
.
hutan 2000) dan 4,72 juta hektar tertutup awan (5% da15 luas hutan 2000). Perubahan yang terbesar untuk lahan pertanianlperkebunan seluas 2,s juta hektar (3% daxi luas hutan 2000). Terdapat inkonsistensi penafsiran antara tahun 2000 dan 2003 yaitu perubahan lahan yang berubah menjadi hutan dalam kurun waktu 3 tahun. Hal ini bisa menjadi sumber ketidakpastian (uncertainty) hasil analisis. Lahan yang sebelumnya grassland (terutama belukar) mungkin saja bisa berubah menjadi hutan. Hal yang cukup meragukan adalah berubahnya cropland, wetland, settlement dan other land menjadi forestland dalam kurun waktu tiga tahun (2000
- 2003). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kesalahan penafsiran yang terjadi pada data tahun 2000 ataupun 2003. Luas areal yang meragukan ini mencapai 4 juta hektar. Di samping itu liputan awan juga cukup tinggi, yaitu sekitar 7 % di tahun 2000 dan 5.7% di tahun 2003. Data perubahan penutupan lahan dari tahun 2000 sampai 2003 selengkapnya disajikan pada Tabel 10. Data per provinsilpulau disajikan pada Lampiran 7. Tabel 10 Matrik perubahan pentutupan lahan tahun 2000-2003 (dalam juta hektar)
Q
e,
TAD
Jumlah
0,20
0,31
0,15
0,04
0,02
1,27
0,lO
2,09
5,06
2,66
1,29
0,73
0,15
0,19
3,51
13,59
93,60 48,45
18,66
10,57
2,91
3,02
10,70
187,91
'
Sumber :Hasil analisis peta penutupan lahan tahun 2000 dan 2003 Keterangan : FL = Forest Land, CL = Cropland, GLzGrassland, WL=Wetland, SL=Settlement, OL= Other Land, TAD=AwanlTidak ada data.
Lahan berhutan tahun 2006 mengalami peningkatan dari 93,6 juta hektar menjadi 98,46 juta hektar. Perubahan terjadi lebih banyak disebabkan oleh awan pada tahun 2003 bisa dideteksi sebagai lahan berhutan pada tahun 2006 yaitu
seluas 5,25 juta hektar. Dengan demikian lahan seluas 5,25 juta hektar tersebut kemungkinan besar pada tahun 2003 juga berhutan, namun pada penelitian ini tidak dilakukan koreksi data. Antara tahun 2003 - 2006 masih terjadi perubahan lahan berhutan menjadi lahan tidak berhutan yaitu seluas 3,79 juta hektar (4% dari luas lahan berhutan 2003) dan 0,69 juta hektar tertutup awan (0,7% dari luas lahan berhutan 2003). Perubahan lahan yang meragukan masih terjadi, yaitu cropland, wetland, settlement dan other land menjadiforestland luasnya sekitar 2,3 juta hektar. Data perubahan penutupan lahan tahun 2003 sampai 2006 selengkapnya disajikan pada Tabel 1 1. Data per provinsi/pulau disajikan pada Lampiran 8. Tabel 11 Matrik perubahan penutupan lahan tahun 2003-2006 (dalam juta hektar)
TAD
Jumlah
0,20
0,28
0,32
0,11
0,02
2,09
0,OI
3,02
5,25
1,50
1,03
0,20
0,04
0,17
2,51
10,70
98,46
50,37
19,42
9,36
3,09
3,63
3,57
187,91
Surnber :Hasil analisis peta penutupan lahan tahun 2003 dan 2006 Keterangan: FL = Forest Land, C L = Cropland, GL=Grassland, WL=Wetland, SL=Setllement, OL= Other Land, TAD=Awan/Tidakada data.
Perubahan Stok Karbon Hutan Indonesia Tingkat kedetailan estimasi karbon yang digunakan pada penelitian ini adalah tier 1, sehingga angka estimasi karbon cukup menggunakan data yang tercantum pada pedoman IPCC. Berdasarkan Tabel 4.12 dan Tabel 5.9 IPCC 2006 angka stok karbon pada kategori lahan hutan @rest land) adalah 138 ton C ha-' dan untuk lahan pertanianlperkebunan (cropland) adalah 10 ton C ha-'. Sedangkan stok karbon pada padang rumput (grassland), permukiman (settlement), lahan
basah (wetland), dan lahan lainnya (other land) diasurnsikan bernilai no1 (tidak mengalami perubahan). Berdasarkan perhitungan luas penutupan lahan pada tahun 1990,2000,2003 dan 2006 diperoleh data stok karbon pada tahun 1990-an adalah 17.026,52 Mega Ton, tahun 2000 t m menjadi 13.584,22 Mega Ton, tahun 2003
lagi
~LUWI
menjadi 13.401,22 Mega Ton, sedangkan tahun 2006 mengalami kenaikan dibandingkan dengan data tahun 2003 menjadi 14.091,24 Mega Ton. Data penutupan lahan yang digunakan untuk memperhitungkan stok karbon tidak dilakukan editing terhadap data yang meragukan seperti inkonsistensi penafsiran atau tertutup awan. Data tahun 2006 P. Papua memiliki stok karbon tertinggi yaitu sebesar 4.590,63 Mega ton, disusul P. Kalimantan 4.301,68 Mega ton, P. sumatera 2.403,79 Mega ton, P. Sulawesi 1.263,99 Mega ton, Kep. Maluku 658,34 Mega ton, P. Jawa 517,71 Mega ton, dan Kep. Nusa Tenggara 355,09 Mega ton. Data sebelurnnya (tahun 1990) P. Kalimantan sempat memiliki stok karbon tertinggi. Hal tersebut mengindiiikan bahwa proses perubahan penutupan lahan di P. Kalimantan lebih banyak terjadi bila dibandingkan dengan P. Papua.
Data
selengkapnya untuk stok karbon per kelompok pulau disajikan pada Tabel 12. Data per provinsi disajikan pada Lampiran 9. Tabel 12 Stok karbon per Kelompok Pulau tahun 1990,2000,2003, dan 2006 No.
PROVINSI/PULAU
1 2 3 4 5 6 7
P. SUMATERA P. KALIMANTAN P. SULAWESI KEP.MALUKU P>PAPUA P. JAWA NUSA TENGGARA INDONESIA
STOK Karbon (Mega Ton)* TH 1990 TH 2000 TH 2003 TH 2006 3.498,70 2.297,88 2.229,06 2.403,79 5.331,42 4.138,93 3.990,44 4.301,68 1.649,35 1.431,54 1.243,03 1.263,99 877,14 510,18 565,34 658,34 4.910,25 4.559,90 4.477,09 4.590,63 446,59 363,15 510,57 517,71 3 13,06 282,64 385,69 355,09 17.026,52 13.584,22 13.401,22 14.091,24
Sumher: Hasil analisis peta penutupan lahan tahun 1990,2000,2003,2006. *) Berdasarkan Total pemhahan Forest Land (FL) dan Cropland (CL)
Berdasarkan analisis pembahan penutupan lahan diperoleh hasil perubahan stok karbon dari lahan berhutan lforest land) ke penutupan lahan lainnya dan pembahan stok karbon dari lahan pertanianlperkebunan (cropland) ke lahan lain
(deforetasildegradasi). Di samping itu juga diperoleh data penambahan stok karbon yang berasal dari perubahan lahan selain hutan menjadi berhutan dan stok karbon yang berasal dari perubahan lahan ke lahan pertanianlperkebunan. Perhitungan perubahan stok karbon hanya dilakukan pada areal yang bebas awan, yaitu antara data awal dan data akhir benar-benar teridentifikasi sebagai penutupan lahan bukan Mas awan. Dengan cara ini diharapkan diperoleh hasil yang tidak berbias akibat data tertutup awan. P e n m a n stok karbon yang berasal dari perubahan penutupan lahan terbesar terjadi pada periode tabun 1990-2000, yaitu sebesar 3.646,l Mega ton atau rata-rata per tahun sebesar 364,64 Mega ton, kemudian turun menjadi 1.046,78 Mega ton pada periode 2000-2003 atau 348,93 Mega ton per tahun, dan periode 2003-2006 m e n m lagi menjadi 531,68 Mega ton atau 177,56 Mega ton per tahun. P e n m a n terbesar terjadi di P. Kalimantan dan P. Sumatera dengan rata-rata pembahan per tahun sebesar 112,35 dan 77,57 Mega ton. perubahan yang kecil ( 4 0 Mega ton per tahun) terjadi di Kep. Maluku, Papua, dan Kep. Nusa Tenggara. Data per kelompok pulau besar disajikan pada Tabel 13. Sedangkan data per provinsi disajikan pada Lampiran 10. Tabel 13 P e n m a n Stok Karbon yang disebabkan oleh pembahan penutupan No. 1 2 3 4 5 6 7
KELOMPOK P. SUMATERA P. KALIMANTAN P. SULAWESI KEP.MALUKU P.PAPUA P. JAWA KEP. NUSA TENGGARA INDONESIA
PENURUNAN KARBON (Mega ton)* 1990 - 2000 2000-2003 2003-2006 Rerata 1.280.04 154.70 159.45 1.052,96 530,88 164,36 360,82 91,31 93,75 146,83 72,lO 16,40 496,85 3,13 13,60 219,31 129,09 4,08 89,28 65,57 81,03 3.646,lO 1.046,78 532,68 PENURUNAN KARBON TAHUNAN (Mega ton) 128,OO 51,57 53,15 77,57 105,30 176,96 54,79 112,35 36,08 30,44 31,25 32,59 14,68 24,03 5,47 14,73 49,68 1,04 4,53 1842 21.93 43.03 1.36 22.1 1 8,93 21,86 27,Ol 1926 364,61 348,93 17736 297,03
P. SUMATERA P. KALIMANTAN P.SULAWES1 KEP.MALUKU P.PAPUA P. JAWA KEP. NUSA TENGGARA INDONESIA Sumber : Hasil analisis *) Berdasarkan Total perubahan Forest Land (FL) dan Cropland (CL), perubahan data yang ketemu tidak ada dawawan tidak diperhitungkan. 1 2 3 4 5 6 7
Peningkatan karbon yang disebabkan oleh perubahan penutupan lahan tidak berhutan ke lahan berhutan dan lahan pertaniadperkebunan, peningkatan stok karbon per tahun yang terbesar terjadi pada periode 2000-2003 sebesar 268,43 Mega ton per tahun. Sedangkan perubahan rata-rata per tahun yang terbesar tejadi di P. Kaliiantan dan P. Sumatera. Data peningkatan stok karbon per Kelompok pulau besar disajikan pada Tabel 14, data per provinsi disajikan pada Lampiran 11. Reference Emission Level (REL)
Belum ada pedoman yang tersedia mengenai bagaimana REL dibuat (IFCA 2007b). Opsi yang dipertimbangkan dalam penentuan emisi referensi ialah dengan menggunakan data historis laju deforestasi dan degradasi hutan yang tejadi pada periode tertentu. Negara maju sudah menggunakan tahun 1990 sebagai tahun dasar perhitungan. Pada penelitian ini REL dibuat berdasarkan data stok karbon masa lampau dan proyeksi laju penurunan karbon berdasarkan data historis sebelumnya. Tabel 14 Peningkatan Stok Karbon yang disebabkan oleh perubahan penutupan PENINGKATAN KARBON (Mega ton)* No. 1 2 3 4 5 6 7
KELOMPOK PULAU P. SUMATERA P. KALIMANTAN P.SULAWES1 KEP.MALUKU P.PAPUA P. JAWA KEP. NUSA TENGGARA INDONESIA
1990-2000 263,98
20002003 88,72
2003-2006
Rerab
205,94
PENINGKATAN KARBON TAHUNAN (Mega ton)* 1 P. SUMATERA 26,40 29,57 68,65 41,54. 2 P. KALIMANTAN 37,93 68,64 82,41 62,99 3 P. SULAWESI 14,15 17,54 26,32 19,34 4 KEP.MALUKU 2,40 16,68 3,51 7,53 5 P.PAPUA 23,97 2,05 1,75 9,26 6 P. JAWA 83,97 15,39 1,83 33,73 7 KEP. NUSA TENGGARA 8.96 8,98 22.64 49.98 INDONESIA 129,20 26883 193,46 197,03 Sumber : Hasil analisis p e a Denutuuan lahan tahun 1990. 2000. 2003. 2006 *) Berdasarkan Total pekb&an ~ o k s Land r (FL) dan ~ i o ~ l a(cL), i d perubahan data yang ketemu tidak ada datalawan tidak diperhitungkan.
2. REL Kelompok Pulau Besar
Pengelompokan ke dalam beberapa pulau besar dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang REL yang terbentuk untuk masing-masing kelompok pulau, sehingga mudah dibandingkan antar REL. Dari grafis yang terdapat pada gambar 10 diperoleh gambaran bahwa, pulau yang masih memiliki stok karbon cukup tinggi dengan laju emisi karbon relatif rendah adalah P. Papua. Sedangkan P. Kalimantan dan P. Sumatera memiliki REL yang mirip, di mana laju emisi karbon membentuk pola yang hampir sama dengan kecenderungan menurun cukup besar. Hampir semua REL untuk masing-masing kelompok pulau besar memiliki kecenderungan menurun, kecuali P. Jawa sedikit mengalami kenaikan. Pulau Sulawesi, Maluku dan Papua penurunannya tidak setajam yang terjadi di P. Sumatera dan Kalimantan. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 12.
Tailun
P. SUMATERA KEP. MALUKU ---KEP. NUSA TENGGARA =-e-
-I
P. KALIMANTAN -x- P. PAPUA -p--
-6-P. SULAWESI --8-- P. JAWA
1I
Gambar 10 REL Tujuh Kelompok Pulau Besar.
3. REL Provinsi REL provinsi dibuat untuk memperoleh gambaran sebaran stok karbon di masing-masing provinsi. Hal ini bisa digunakan untuk menentukan provinsi mana
yang layak untuk uji coba implementasi REDD. Berdasarkan gambaran REL per provinsi dapat dilihat bahwa provinsi yang masih memliki stok karbon lebii dari 1000 Mega ton hingga tahun 2020 adalah provinsi Papua, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Irian Jaya Barat. Di samping itu gambaran laju pengurangan karbon juga bisa diperoleh. Berdasarkan besar pengurangan karbon rata-rata per tahun, provinsi yang memiliki tingkat pengurangan tinggi adalah provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Riau, Kalimantan Barat dan Papua. Gambaran selengkapnya REL provinsi disajikan pada gambar 11. REL tiap provinsi disajikan secara terpisah pada Lampiran 13.
I
L
--C B
-;.-
A N W BELITUNG
KEPULAUAN NAU
tRlAU
d
SJLAWESI BARAT
-SJMATERA BARAT KALILIAWAN BARAT
.~ - KALIMANIAN TIMUR
-
SJLAWESI SFLATAN
- j-.. SJLAWES TENGWIRA -+MALUKU
LITARA
I- BANTEN
3
+LAMPUNG
SJMATEJW UTARA KALIMANTAN TENGAH
.
+BENGKULU
SULAWESI UTARA -3+
IRlAN JAYA BAJWT
-D.I. YCGYAKARTA
A J A W A BARAT
*JAWA TENGAH
X BALL
+NIB
Jr\hlBI d N A N G R O E ACEH DARUS4LAM SUMATERA SFLATAN
-
KALIMANTAN SFLATAN MROATALO
SULAWES TENGAH
+
h
-.*> ... PAPUA
-DKl
JAKARTA
+JAWA TIhlUR N7T
Gambar 11 REL Tiap Provinsi di Indonesia. Skenario Pengurangan Emisi Karbon Upaya pengurangan emisi karbon sama halnya dengan upaya pencegahan deforstasi dan degradasi hutan. Dengan demikian skenario pengurangan emisi karbon bisa didasarkan atas upaya pencegahan deforestasi dan degradasi hutan.
Menurut Geist & Lambin (2001) faktor utama yang mendorong deforestasi pada hutan tropis adalah: perluasan lahan untuk pertanian, penebangan kayu dan pembangunan infrastruktur. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada penelitian ini, bahwa konversi lahan tejadi di semua kategori fungsi hutan. Konversi lahan berhutan menjadi lahan lainnya menyebabkan penurunan stok karbon (emisi karbon). Pada hutan konservasi (KSA-KPA) terjadi emisi karbon rata-rata per tahun sebesar 3,83 Mega ton, hutan lindung (HL) sebesar 4,36 Mega ton, hutan produksi (HPT, HP,
HPK) sebesar 56,43 mega ton dan pada areal di luar kawasan hutan (APL) sebesar 35,38 Mega ton. Data stok karbon dan perubahan karbon pada masing-masing kategori fungsi hutan disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Stok karbon dan emisi karbon tahunan menurut fungsi kawasan KAWASAN KSA-KPA HL HPT+HP+HPK
APL Jurnlab
KSA-KPA KL
Stok Karbon (Mega Ton) 1990 2.323,42 3.444,24 8.847,72 2.411,14
2000 1.999,42 3.061,47 7.100,43 1.423,14
2003 2.013,37 3.033,62 6.909,23 1.445,63
2006 2.106,17 3.206,66 7.298,11 1.480,30
17.02652
13.58446
13.401,85
14.09134
Penurunan Karbon Netto Tahunan (Mega ton)* 1990-2000 2000-2003 2003-2006 RERATA -15,98 - 1,04 5,52 -3,83
APL
-15,60 -121,62 -82,21
-2,18 -65,77 -1 1,52
4,70 18,11 -12,43
-4,36 -56,43 -35,38
Jumlah
-235,41
-80,SO
15,90
-100,OO
HF'T+HF'+HF'K
Sumber :Hasii anatisis *) Berdasarkan Total pembahan Forest Land (FL) dan Cropland (CL), pembahan data yang ketemu tidak ada datalawan tidak diperhitungkan. Pada-penelitian ini akan dibuat skenario pengurangan emisi karbon berdasarkan kategori fungsi hutan, karena masing-masing f h g s i kawasan hutan memiliki kekhususan dalarn pengelolaannya. Pada penelitian ini hanya dibuat tiga kelompok skenario, yaitu : 1) skenario pengurangan emisi pada hutan konservasi dan hutan lindung; 2) skenario pengurangan emisi karbon pada hutan produksi; dan 3) skenario pengurangan emisi karbon pada areal diluar kawasan hutan
Skenario Pengurangan Emisi pada Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung Pada kawasan hutan konservasi (KSA-KPA) dan Hutan lindung berdasarkan peraturan yang ada tidak diperkenankan adanya pemungutan hasil hutan kayu maupun konversi lahan. Dengan demikian secara teoritis pada kawasan konservasi dan hutan lindung tidak mengalami pengurangan penutupan lahan berhutan. Pada kenyataannya penurunan luas lahan berhutan pada kawasan konsewasi dan hutan lindung terjadi sehingga stok karbon yang dikandungnya berkurang. Pengurangan stok karbon yang terjadi rata-rata per tahun adalah 3.83 Mega ton pada KSA-KPA dan 4,36 Mega ton pada HL. Penurunan ini kemun&nan akibat perambahan ilegal yang mengakibatkan adanya konversi penutupan lahan dan kebakaran hutan. Upaya pengurangan ernisi karbon pada kawasan konsemasi dan hutan lindung bisa dilakukan dengan menjaga keutuhan hutan, baik dari kegiatan ilegal maupun dari bencana kebakaran hutan.
Luas areal berhutan berdasarkan data tahun 2006 pada kawasan konservasi dan hutan lindung adalah sekitar 38,2 juta hektar. Berdasarkan laju penurunan karbon pada hutan konsewasi dan hutan lindung adalah sebesar 8,19 Mega ton. Jika laju penurunan karbon tersebut bisa ditekan hingga mencapai 0, maka potensi karbon yang bisa diajukan untuk mendapat kompensasi REDD untuk hutan konsewasi d m hutan lindung adalah sebesar 8,19 Mega ton karbon per tahun atau setara dengan emisi C 0 2 sebesar 30,03 Mega ton per tahun. Skenario yang bisa diterapkan untuk pengurangan emisi karbon pada hutan konsewasi dan hutan lindung adalah dengan menjaga keberadaan hutan. Untuk menjaga keberadaan hutan pada kawasan konservasi dan hutan lindung diperlukan pendanaan jangka panjang yang berkesinambungan. Jika kawasan konservasi dan hutan lindung bisa dimasukkan dalam mekanisme E D D maka dana yang diperoleh dapat digunakan untuk menjaga hutan dari ancaman perambahan liar dan kebakaran hutan. Upaya lain yang bisa ditempuh adalah dengan mengembangkan sebuah sistem untuk memperbaiki pengelolaan lahan dan vegetasi melalui sharing pengelolaan bersyarat bagi petani kecii di sekitar kawasan hutan. Dengan cara ini diharapkan masyarakat ikut menjaga keberadaan hutan dan tetap mendapat
manfaat dari hutan dengan memanfaatkan jasa kehutanan non kayu. Hal ini dapat dilakukan rnelalui sistem Hutan Kemasyarakatan (HKM) di hutan lindung dan alokasi wilayah khusus di Taman Nasional. Namun demikian pelaksanaannya hams dengan pengawasan yang ketat. Skenario Pengurangan Emisi Karbon pada Hutan Produksi Berdasarkan data penutupan lahan tahun 2006 di hutan produksi masih terdapat hutan seluas 51,9 juta hektar. Stok karbon yang dikandung sekitar 7.298 Mega ton. Fluktuasi karbon pada hutan produksi sangat dipengaruhi oleh pemanenan kayu, pengambilan kayu untuk kayu bakar dan gangguan hutan (kebakaran hutan). Berdasakan data statistik kehutanan produksi kayu bulat (tahun 1994-2006) rata-rata per tahun adalah 17,78 juta m3. Produksi kayu bulat tersebut berpotensi menurunkan stok karbon hutan sekitar 26 Mega ton karbon. Sumber penurunan stok karbon hutan yang lain adalah berasal dari pengambilan kayu untuk keperluan kayu bakar. Menurut Sumardjani dan Waluyo (2007) konsumsi kayu bakar untuk industri di Indonesia sebesar 3.516.980 m3 per tahun. Diperkirakan sekitar 10,5% kebutuhan kayu bakar untuk industri berasal dari sektor kehutanan. Dengan demikian pengambilan kayu bakar dari hutan adalah 369.289 m3 atau setara dengan karbon 0.542 Mega ton. Gangguan hutan berupa kebakaran hutan juga menjadi penyebab terjadinya penurunan karbon hutan. Berdasarkan data dari statistik kehunanan, angka kebakaran rata-rata per tahun yang terjadi dari tahun 1997-2006 pada hutan produksi seluas 63.974,44 atau setara dengan 8,83 Mega ton karbon. Dengan demikian total kehilangan karbon akibat pemanenan kayu secara legal, pengambilan kayu bakar dan kebakaran hutan adalah sebesar 35,372 Mega ton karbon. Jika dibandingkan dengan laju penurunan karbon pada hutan produksi 56,43 Mega ton per tahun, maka terdapat selisih angka penurunan yang cukup besar yaitu sebesar 21,058 Mega ton karbon. Selisih sebesar 21,058 Mega ton atau setara dengan ernisi CO2 sebesar 77,3 Mega ton per tahun ini berpotensi untuk dialokasikan untuk pasar REDD.
Upaya yang bisa dilakukan untuk menurunkan laju pengurangan stok karbon pada hutan produksi diantaranya adalah: a) Penghentian konversi hutan produksi menjadi lahan pertanianlperkebunan. Berdasarkan data tahun 2006, stok karbon pada HPK sekitar 1.500 Mega ton. b) Menekankan kembali kewajiban pengelolaan hutan secara lestari (sustainable
forets management - SFM) sesuai dengan pedoman dan atwan intemasional untuk Reduced Impact Logging (RIL). Priyadi et.al(2006) menyatakan bahwa dengan penerapan RIL dalam SFM bisa mengurangi dampak kerusakan hutan hingga 30-50% jika dibandingkan dengan praktek penebangan konvensional. c) Percepatan pembentukan institusi untuk menangani areal hutan 'open access' (terbukalbebas diakses). Sekitar sepertiga areal hutan produksi adalah hutan
"open access" yaitu wilayah yang tidak dikelola oleh konsesi. Hutan-hutan ini berpotensi untuk dirambah habis-habisan dan juga rentan terhadap kegiatan pembalakan liar (IFCA 200%). Upaya yang bisa dilakukan untuk areal ini adalah segera merestorasi hutan. Skenario Pengurangan Emisi Karbon pada areal di Luar Kawasan Hutan Pada areal di luar kawasan hutan yang berpotensi sebagai penyimpan karbon adalah lahan berhutan dan lahan pertanianlperkebunan. Areal berhutan di luar kawasan hutan adalah hutan yang diiiliki oleh masyarakat atau yang biasa disebut sebagai hutan rakyat. Menurut data tahun 2006 keberadaan hutan rakyat ini cukup luas yaitu sekitar 8,3 juta hektar dengan stok karbon sekitar 1.480 Mega ton. Laju penurunan karbon berdasarkan data historis adalah sebesar 35 Mega ton per tahun. Pengelolaan hutan rakyat ada dibawah kewenagan pernilik lahan, sehingga untuk mengontroWmembatasi pemanfaatan kayu sulit dilakukan. Namun demikian jika ada kompensasi yang memadai sebagai pengganti untuk mempertahankan lahan berhutan maka kemungkinan pemilik lahan akan mempertahankan sebagai hutan. Penerapan sistem agroforestry mempakan jalan tengah yang bisa dilakukan pada lahan-lahan milik rnasyarakat. Dengan demikian stok karbon masih bisa dipertahankan dan masyarakat masih tetap mendapatkan manfaat ekonomi dari usaha pertaniannya di bawah tegakan hutan.
Estimasi Pengurangan Emisi Karbon Nasional a) Perkiraan Maksimal Jika diterapkan skenario ekshim yang maksimal, yaitu mempertahankan keberadaan hutan, maka stok karbon akan stabil sama dengan data tahun 2006 yaitu sekitar 14 Juta Mega ton karbon. Berdasarkan REL nasional, diperkirakan stok karbon yang akan hilang dari deforestasi dan degradasi hutan adalah sebesar 100 Mega ton per tahun atau setara dengan emisi sebesar 367 Mega ton CO2. Dengan demikian emisi yang bisa dipertahankan adalah sekitar 367 Mega ton CO2. Harga karbon untuk sektor kehutanan di pasar intemasional berkisar 5 - 25
USD per ton CO2 (Lampiran IS), maka potensi yang bisa diperoleh dari REDD adalah sekitar 1,8 - 9,2 Milyar USD. b) Perkiraan berdasarkan kebutuhan kayu a h a 1 Bagaimanapun kebutuhan akan kayu hingga saat ini belum bisa dihindarkan secara total. Berdasarkan perkiraan kebutuhan industri yang berbahan baku kayu untuk tahun 2005 saja diperkirakan sekitar 63,9 juta m3 (Sumardjani dan Waluyo, 2007). Jika dikonversi ke stok karbon maka kebutuhan kayu bulat untuk industri perkayuan adalah 93,s Mega ton karbon. Jika ditambah angka p e n m a n karbon yang berasal dari kebakaran hutan sebesar 8,83 Mega ton dan dari pemanfaatan kayu untuk kayu bakar sebesar 0,542 Mega ton, maka jumlahnya melebihi angka pada REL, yaitu 100 Mega ton per tahun. Dengan demikian berdasarkan kebutuhan kayu aktual, pengurangan emisi karbon tidak bisa dilakukan. Jika kondisi tersebut tetap seperti itu maka program REDD tidak bisa diterapkan. c) Perkiraan berdasarkan pengurangan kebutuhan kayu.
Kemampuan pasokan kayu bulat secara legal dari hutan dam sebenarnya rata-rata per tahun hanya sebesar 17,78 juta m3 dan produksi kayu dari hutan rakyat sebesar 12,04 juta m3, sehingga ada selisih yang cukup besar (sekitar 34,08 Juta m3) antara kebutuhan kayu dan kemampuan pasokan kayu legal. Selisih
antara pasokan dan kapasitas industri inilah yang oleh beberapa kalangan dicurigai berasal dari sumber yang tidak jelas (illegal). J i a penggunaan kayu dari sumber yang tidak jelas ini bisa ditekan sampai 0 maka potensi karbon yang bisa dihemat sekitar 50 Mega ton karbon atau setara dengan emisi 183,s Mega ton COz . Nilai uang yang bisa didapatkan sekitar 0,92 -
4,6 Milyar USD.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Berdasarkan perhitungan stok karbon nasional yang dihitung dari perubahan
penutupan lahan Indonesia dari tahun 1990 - 2006 diperoleh hasil bahwa stok karbon Indonesia mengalami penurunan yang cukup banyak. Pada periode tahun 1990 - 2000 terjadi penurunan sekitar sekitar 3.442 Mega ton, tahun 200 - 2003 terjadi penurunan sekitar 182 Mega ton dan pada periode 2003 2006 mengalami kenaikan sekitar 689 Mega ton. Laju kehilangan karbon nerto per tahun sekitar 100 Mega ton. 2. Penurunan stok karbon yang tinggi terjadi pada provinsi Kalimantan T i u r , Kalimantan Tengah, Riau, Kalimantan Barat dan Papua. Sedangkan pada provinsi Jawa Tirnur, Nusa Tenggara Timur dan Jawa Tengah terjadi peningkatan (surplus).
3. Berdasarkan skenario mempertahankan stok karbon seperti pada kondisi tahun 2006, maka potensi karbon yang bisa diperdagangkan sekitar 367 Mega ton C02 dengan nilai uang sekitar 1,8 - 9,2 Milyar USD. Sedangkan dengan skenario pemenuhan kebutuhan kayu banya bersumber dari kayu yang syah saja (penghindaran illegal logging), karbon yang bisa diperdagangkan sekitar 183,5 Mega ton C 0 2dengan nilai uang 0,92 - 4,6 Milyar USD. Saran 1. Ditemukan adanya inkonsistensi antar data penutupan lahan beda waktu,
maka dari itu untuk keperluan REDD perlu dilakukan penyempurnaan data penutupan lahan yang telah dimiliki oleh Departemen Kehutanan. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk estimasi perhitungan stok karbon
dengan tingkat kedetailan (tier) yang lebih tinggi yaitu tier 2 atau 3, sehingga memenuhi syarat untuk implementasi perdagangan karbon. 3. Pengembangan basis data karbon perlu dikembangkan dengan metode yang baik dan menggunakan sumber data yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA Achard F, Eva HD, Mayaux P, Stibig HJ, Belward A. 2004. Improved estimates of net carbon emissions from land cover change in the tropics for the 1990s. Global Biogeochemical Cycles. 18:1-11. [BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan 2005. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahzin 2005. Badan Planologi Kehutanan. Departemen Kehutanan Jakarta. [BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan 2007. Ehekutif Data Strategis Kehutanan Tahun 2007. Badan Planologi Kehutanan. Departemen Kehutanan Jakarta. Barano. 2008. Kaitan Inisiatif Lokal Dalam Mendukung REDD. Disampaikan pada acara Workshop 'Local Perspective from Kalimantan on REDD and REDD pilot criteria and guidelines' Balikpapan, 25-26 Februari 2008 Chomitz KM, et al. 2006. At Loggerheads? - Agricultural Expansion, Poverty Redz~ction,and Environment in the Tropical Forests. World Bank Policy Research Report. Cox PM, Betts R.A., Jones CD, Spall SA, Totterdel IJ. 2000. Acceleration of global warming due to carbon-cycle feedbacks in a coupled climate model. Nature. 408: p. 184 - 187. Cox PM, Betts RA, Collins M, Hanis PP, Huntingford C, Jones CD. 2004. Amazonian Forest Dieback Under Climate-Carbon Cycle Projections for the 21st Century. Theoretical and Applied Climatology. Published online 27 April, 2004. Springer-Verlag. [DEPHUT] Departemen Kehutanan. 2007. Statistik Kehutanan Indonesia Tahun 2006. [Online] http://www.dephut.go.id/HalamanlBukubuku/2006/Statistik 061Statistik 06.htm [FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 2006. Global Forest Resources Assessment 2005 : Progress towards sustainable forest management. FA0 Forestry Paper. [FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2007. State of the World's Forests 2007. [Online] htt~://ww.fao.orddocred009/a0773e/ a0773eOO.htm FWIIGFW. 2002. The State of the Forest: Indonesia. Bogor, Indonesia: Forest Watch Indonesia, and Washington DC: Global Forest Watch. Geist HJ, Larnbin EF, 2001. What Drives Tropical Deforestation: A meta analysis of proximate and underlying causes of deforestation based on
subnational case study evidence. LUCC Report Series No. 4. Website:
http://~~ww.geo.~~cl.ac.be/LUCC Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran 'karbon tersimpan' di berbagai macam penggunaan lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p. Houghton JT, et 01. Clirnute Change 2001: The Scientific Basis. Cambridge University Press. 83 pp Houghton RA. 2005. Aboveground Forest Biomass and the Global Carbon Balance. Global Change Biology. 11: p. 945-958 Houghton RA, Skole DL, Nobre CA, Hackler JL, Lawrence KT, Chomentowski WH. 2000. Annual fluxes of carbon from deforestation and regrowth in the Brazilian Amazon. Nature 403: p. 301 - 304. Houghton RA. 2002. Revised estimates of the annual net flux of carbon to the atmosphere from changes in land use and land management 1850-2000. Tellus. 55B: p. 378-390. Huettner. 2008. Simply REDD?. A Comparation of baselines methods for the reduction of emissions from Deforestation and Degradation as climate protection mechanism in a post-2012 regime. [Thesis]. Wageningen University and research Centre The Netherland. [IFCA] Indonesia Forest Climate Alliance. 2007a. Laporan Konsolidasi Studi Tentang Metodologi Dan Strategi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi Dan Degradasi Hutan Di Indonesia (REDDJ. Tidak diterbitkan. [IFCA] Indonesia Forest Climate Alliance. 2007b. Reducing Emissions from deforestation and Forest Degradation in Indonesia (REDDr) : REDD Methodology and Strategies Summaryfor Policy Makers. Tidak diterbitkan. [IFCA] Indonesia Forest Climate Alliance. 2008. Pengurangan Emisi Dari Deforestasi Dan Degradasi Hutan Di IndonesidReducing Emissions From Deforestation And Forest Degradation In Indonesia (REDDr). http://www.dephut.go.id~FORMASI/LITBANG/IFCA/IFCA.htm [26 April 20081 IPCC 2006. 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, Prepared by the National Greenhouse Gas Inventories Programme, Eggleston H.S., Buendia L., Miwa K., Ngara T. and Tanabe K. (eds). Published: IGES, Japan. IPCC 2007a. Climate Change 2007 : Synthesis Report - An Assessment of the Intergovernmental Panel on Climate Change. IPCC Plenary XXVII (Valencia, Spain, 12-17 November 2007)
IPCC 2007b. Summary for Policymakers. In: Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report ofthe Intergovernmental Panel on Climate Change [Solomon, S., D. Qii, M. Manning, Z. Chen, M. Marquis, K.B. Averyt, M.Tignor and H.L. Miller (eds.)]. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA. Kaimowitz, D. and A. Angelsen 1998. Economic Models of Tropical Deforestation - A Review. Bogor, Indonesia : Center for International Forestry Research (CIFOR). Kerr S, Hendy J, Liu S, Pfaff A. 2004. Tropical Forest Protection, Uncertainty, and the Environmental Integrity of Carbon Mitigation Policies. Motu Working Paper 04-03. Ken S, Liu S, Pfaff A, Hughes RF. 2003. Carbon dynamics and land-use choices: building a regional-scale multidisciplinary model. Journal of Environmental Management. 69:25-37. Laporte N, Meny F, Baccini A, Goetz S, Stabach J, Bowman M. 2008. Reducing C02 Emissions From Deforestation And Degradation In The Democratic Repziblic Of Congo: A First Look. USA : The Woods Hole Research Center W C )
Lund, H. Gyde (coord.) 2008. Definitions of Forest, Deforestation, Afforestation, and Reforestation. [Online] Gainesville, VA: Forest Information Services. Available from: http:l/home.comcast.net/-gyde/DEFpaper.htm. Misc. pagination Lund, H. Gyde. 2007. Definitions of old growth, pristine, climax, ancient forests, degradation, deserfification, forest fragmentation, and similar terms. [Online publication], Gainesville, VA: Forest Information Services. Misc. pagination. http://home.comcast.netl-gyde/pristine.htm Mayaux, P., et al. 2005. Tropical forest cover change in the 1990s and options for future monitoring. Philosophical Transactions of the Royal Society. B 360: p. 373-384. Manurung E.G.T. et al. 2007. Road Map Revitalisasi Indzrstri Kehzrtanan Indonesia. Jakarta: Departemen Kehutanan Moutinho P, Schwartzman S. editor. 2005. Tropical deforestation and climate change. Belem - Para - Brazil : IPAM - Institute de Pesquisa Ambiental da Amazbnia; Washington DC - USA: Environmental Defense. Nawir A. A, Mumiati, Rumboko L (eds). 2008. Rehabilitasi Hutan di Indonesia: Akcrn kemannkcrh crrahr7yu setelcrh lebih dari rigs dcrsrri~~rrrsc~. Bogor, Indonesia: Center for InternationalForestry Research (CIFOR)
Nepstad D., et al. 2008. The Costs And Benefis Of Reducing Carbon Emissions From Deforestation And Forest Degradation In The Brazilian Amazon. USA: The Woods Hole Research Center (WHRC). Nepstad, D., et al. 2004. Amazon drought and its implications for forest flammability and tree growth: a basin-wide analysis. Global Change Biology. 10:704-7 17.
.
future international Persson. U.M. and C. Azar. 2001. Trovical deforestation in a . climate policy regime - lessons to be learnedfi-om the Brazilian Amazon. 2005. Schimel, D.S., et al. 2001. Recent patterns and mechanisms of carbon exchange by terrestrial ecosystems. Nature. 414:169 -172. Pontius, R.G., et al. 2008. Comparing the input, output, and validation maps for several models of land change. Annals of Regional Science. 42:I 1-37 Priyadi, H. et.al. (eds.) Menuju tata kelola hutan yang baik: peningkatan implementasi pengelolaan hutan lestari melalui sertifikasi hutan dan pembalakan ramah lingkungan (Reduced Impact Logging - RIL): Prosiding lokakarya, Balikpapan, 21-23 Juni 2006led. by Hari Priyadi, Ahmad Wijaya, Petrus Gunarso, Agung Prasetyo, Tetra Yanuariadi, Mustofa Agung Sardjono, Alfan Subekti, Ahmad Dermawan, Kresno Dwi Santosa. Bogor, Indonesia: Center for International Forestry Research (CIFOR), 2007 Rahayu S, Lusiana B, van Noordwijk M. 2005. Aboveground Carbon Stock Assessment for Various Land Use Systems in Nunukan, East Kalimantan. Di dalam : Lusiana B, van Noordwijk M, Rahayu S, editor. Carbon stocks in Nunukan, East Kalimantan: a spatial monitoring and modelling approach.. Bogor, Indonesia : World Agroforestry Centre - ICRAF Ramankutty N, Gibbs HK, Achard F, Defries R, Foley JA, Houghton RA. 2007. Challenges to estimating carbon emissions fiom tropical deforestation. Global Change Biology. 1351-66. Schwartvnan S, Nepstad D, Moutinho P. 2008. Getting REDD Right : Reducing Emissions j o m Deforestation and Forest Degradation (REDD) in the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). USA: The Woods Hole Research Center (WHRC) Santilli, M., et al. 2005. Tropical deforestation and the Kyoto Protocol: An editorial essay. Climatic Change. 71: 267-276. Stem, N. 2006. STERN REVIEW: The Economics of Climate Change Part VI/25 Reversing Emissions $-om Land Use Change. Edinburgh : Cambridge University Press.
Sumardjani L, Waluyo S. 2007. Analisa Konsumsi Kayu Nasional. [Online] http://www.rimbawan.com/kknKKN 02mei07 a.pdf akses 28 Oktober 2008 Sunderlin W.D. and I.A.P. Resosudarmo. 1996. Rates and Causes of Deforestation in Indonesia: Towards a Resolution of the Ambiguities. Bogor, 1ndonesia:CIFOR. Occasional Paper 9. ISSN 0854-981 8. Sutisna S. 2006. Kemungkinan Luas Laut Sebagai Bagian Dari Luas Wilayah Dalam Perhitungan DAU. Workshop Nasional Penguatan Pelaksanaan Kebijakan Desentralisasi Fiskal, Departemen Keuangan Republiklndonesia, Jakarta, 5-6 April 2006. W P ] United Nations Development Programme. 2008. Human Development Report 200712008 - Fighting Climate Change : Human Solidarity in a Divided World. New York : Palgrave Macmillan. [UNFCCC] United Nations Framework Convention on Climate Change. 1998. Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change. UNFCCC @NFCCC] United Nations Framework Convention on Climate Change. 2001. The Marrakesh Accords & the Murrakesh Declaration. UFCCC/CP/2001/13/Add.1. UNFCCC [UNFCCC] United Nations Framework Convention on Climate Change. 2008. Kyoto Protocol Status of RatiJication (update 18 October 2008). [Online] htto://unfccc.int/files/kyotourotocol/status of ratification/application/udf/k p ratification.pdf Watson R, Noble I, Bolin B, Ravindranath NH, Verado D, Dokken DJ (eds.). 2000. Land Use and Land-Use Change and Forestry: A special report o f the IPCC. Cambridge, UK. Cambridge University Press. 377 pp Widayati A, Ekadinata A, Syarn R. 2005. Alih Guna Lahan Di Kabupaten Nunukan: Pendugaan Cadangan Karbon Berdasarkan Tipe Tutupan Lahan Dan Kerapatan Vegetasi Pada Skala Lanskap Di dalam : Lusiana B, van Noordwijk M, Rahayu S, editor. Cadangan Karbon Di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial Dan Pemodelan. Bogor, Indonesia : World Agoforestry Centre - ICRAF Wollenberg E, Edmunds D, Buck L. 2001. Mengantisipasi Perubahan: Skenario Sebagai Sarana Pengelolaan Hutan Secara Adapt$ Bogor, Indonesia: Center for International Forestry Research (CIFOR).
GLOSSARY AfforestafionlAforestasi. Penghutanan kembali atau p e n ~ j a u a n .Penanaman pohon di lahan yang terdegradasi (lahan kritis dan padang rumput), terutama bertujuan untuk produksi kayu dan energi, sekaligus untuk mempertahankan manfaat hutan bagi lingkungan, misalnya konsemasi air dan tanah. Menurut Marrakech Accord (2001) kegiatan penghijauan tersebut dilakukan pada kawasan yang 50 tahun sebelumnya bukan merupakan hutan. Agricrilfure, Forests and other Land Use (AFOLU). Adalah salah satu kategodsektor penghasil ernisi gas rumah kaca (GRK) berdasarkan pengelompokan dalam pedoman inventarisasi GRK yang dikeluarkan oleh P C C tahun 2006, yaitu untuk sektor peaanian, kehutanan dan penggunaan lahan lainnya. Annex I Parties. Negara-negara industri yang terdaftar pada lampiran Konvensi yang mempunyai kornitmen untuk mengembalikan emisi GRK ke tingkatan tahun 1990. Atmosfer. Lapisan udara yang menyelimuti planet bumi. Atmosfer terdiri dari nitrogen (79,1%), oksigen (20,9%), karbondioksida (60.03%) dan beberapa gas mulia (argon, helium, xenon, dan lain-lain), ditambah dengan uap air, ammonia, zat-zat organik, ozon, berbagai garam-garaman, dan partikel padat tersuspensi. Atmosfir bumi terdiri dari berbagai lapisan, yaitu berturutturut dari bawah ke atas adalah troposfer, stratosfer, mesosfer, dan termosfer. Areal Penggunaan Lain (APL). Adalah areal yang berada di luar kawasan hutan. A/R CDM. Kegiatan aforestasi/reforestasi dalam skema CDM.
Bahan Bakar Fosil (BBF). Bahan bakar yang terbentuk dari fosil-fosil tumbuhan dan hewan di masa lampau. Contonya adalah minyak bumi, gas alam, dan batu baa. BBF tergolong bahan bakar yang tidak terbarukan. Biomassa Total berat kering ( d v weigth) satu spesies atau semua spesies mahiuk hidup dalam suatu daerah yang diukur pada waktu tertentu. Ada dua jenis biomassa, yaitu biomasa tanaman dan biomassa binatang. Carbon Markeflasar Karbon. Negara-negara dapat membeli atau menjual unit emisi GRK dalam usaha untuk memenuhi batas emisi nasionalnya, baik di bawah Protokol Kyoto atau kesepakatan lain. Carbon sequestration. Proses pengikatan karbon oleh tanaman dari atmosfir dan menyimpannya dalam reservoir. Clean Development Mechanism (CDM). Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB). CDM memungkinkan negara-negara industri melakukan kegiatan proyek pengurangan emisi di negara maju untuk mendapatkan certified emission reductions (CERs). CER yang dihasilkan oleh proyek tersebut dapat membantu negar-negara industri memenuhi target pengurangan emisinya berdasarkan Protokol Kyoto. Proyek tersebut juga dapat membantu negara tuan rumah dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. CDM
diharapkan dapat meningkatkan investasi di negara berkembang, terutama dari sektor swasta, dan meningkatkan trsfer teknologi yang ramah lingkungan. Certijied Emissiorz Redztction (CER). Satuan untuk mengukur besarnya pengurangan emisi GRK yang dihasilkan oleh suatu proyek CDM, setara dengan 1 metrik ton. Climate clzangelPerubahan iMim. Perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia baik langsung maupun tidak langsung yang mengubah komposisi atmosfir global. Carbon Dioxide (CO2). Karbon dioksida, salah satu GRK yang utama dan dijadikan referensi GRK yang lain dalam menentukan indeks GWP (global warming Potential). Carbon Dioxide Equivalent (CO2-e). Unit universal yang digunakan untuk mengindikasikan GWP dari masing-masing sumber GRK yang disetarakan dengan C02. Conjiererr of the Parties (C0P)lKonferensi para ~ i h a k Lernbaga . tertingga pada konvensi yang mengadakan pertemuan setaun sekali. Pada tahun 2007 telah mengadakan pertemuan yang ke-13 di Bali. Conference of the Parties serving as the Meeting of the Parties (COPIMOP). Badan tertinggi konvensi adalah COP, yang b e h g s i sebagai pertemuan para Pihak pada Protokol Kyoto. Sesi COP dan COP/MOP dilaksanakan pada periode yang sama. Cropland (CL). Lahan budidaya pertanianlperkebunantermasuk lahan sawah.
DeforestationlDeforestasi. Perubahan penutupan lahan berhutan menjadi penutupan lahan tidak berhutan. Emisi. Zat yang dilepaskan ke atmosfer yang bersifat sebagai pencemar udara Forest Land (FL). Hamparan lahan yang berisi sumber daya d a m hayati yang didominasi pepohonan dalarn persekutuan darn lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan dengan dominasi pepohonan. Pada klas penutupan lahan meliputi hutan primer, hutan sekunder dan hutan tanaman. Grassland (GL). Lahan yang didominasi oleh semak atau padang rumputJsavana. Greenhouse gases (GHGs)/GasRumah Kaca (GRK). Gas-gas di atmosfer yang menyebabkan pemanasan global dan peruhahan iklim. GRK yang utama adalah Carbon Dioxide (C02), Methane (CH4), Nitrous Oxide N O ) . GRK yang kurang umum tetapi sangat kuat adalah Hydrojluorocarbon (HFCs), Perfluorocarbons (PFCs), Sulphur Hexaj'luoride (SFs). Hutan. Adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya dam hayati yang didorninasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan Produksi (HP). Adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
Hutau Konservasi 0. Adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan Lindung (HL). Adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Izin yang dikeluarkan untuk kegiatan pengelolaan hutan dengan sistem Tebang Pilih Tanaman Indonesia (TPTI) di kawasan hutan-hutan dam produksi selama periode tertentu, umumnya 20 tahun, dan dapat diperbaruhi lagi untuk satu periode selanjutnya, yaitu selama 20 tahun lagi. Hutan rakyat. Adalah hutan-hutan yang dibangun dan dikelola oleh rakyat, kebanyakan berada di atas tanah milik atau tanah adat yang berada di luar kawasan hutan negara; Hutan Tanaman Industri (HTI). HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri h a i l hutan. Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Izin usaha pemaufaatan hasil hutan kayu (IWHHK). Adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan dam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliiaan dan pemasaran. Industri primer hasil hutan kayu. Adalah pengolahan kayu bulat danlatau kayu bahan baku serpih menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Sebuah institusi independen dan tidak terikat dengan konvensi yang dibentuk oleh United Nations Environment Programme (UNEP) bekerja sama dengan World Meteorological Organization pada tahun 1988, IPCC melakukan suvei literaratur teknis dan ilmiah di seluruh dunia dan mempublikasikan laporan yang dikenal secara luas sebagai sumber infomasi pembahan iMim paling dapat dipercaya. Kawasan hutan 0. Adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan suaka alam (KSA). Adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosisternnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
Kawasan hutan pelestarian alam (KPA). Adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari surnber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kyoto Protocol. Adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Pembahan Iklim (UNFCCC), sebuah persetujuan intemasional mengenai pemanasan global. Kyoto Protocol, di antaranya menetapkan target mengikat pengurangan GRK oleh negara maju. Land-use, Land-use Change and Forestry (LULUCF) adalah kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan dan pembahan lahan serta kehutanan yang berpengaruh langsung terhadap emisi GRK karena adanya pelepasan dan penyerapan karbon, seperti dalam ha1 penebangan dan kebakaran hutan. Non-Anna 1 Parties. Negara-negara yang telah meratifkasi konvensi PBB tentang pembahan iklim yang tidak termasuk ke dalam konvensi Annex 1. Other Land (OL). Lahan yang tidak ada vegetasi di atasnya Lahan ini meliputi tanah terbuka, bebatuan, areal pertambangan terbuka, alpine, salju.
REDD (Reduction Emissions from Deforestation and Forest Degradation). Adalah sebuah mekanisme internasional yang diiaksudkan untuk memberikan insentif yang bersifat positif bagi suatu negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi dari deforestasi dan kemsakan hutan. Reduced Impact Logging (IUL). Penerapan teknik sivikultur untuk mengurangi kerusakan pada pohon akibat kegiatan penebangan. Contoh RIL di Indonesia adalah TPTI dan TPTJ. Reference Enzissio~rLevel (REL). Tingkat emisi mjukan/baseIine yang dijadikan tolak ukur penilaian target pengurangan emisi.
ReforestationlReboisasi. Penanaman pohon di lahan hutan negara yang terdegradasi (lahan kritis dan padang rumput) untuk tujuan konsewasi (spesies cepat tumbuh atau lambat tumbuh tanpa adanya rotasi). M e n m t terminologi CDM, reboisasi adalah penanaman pohon di lahan yang sejak 31 Desember 1989 bukan mempakan hutan, atau apabila lahan telah terdegradasi sebelum 1 Januari 1990. Scenario/Skenario. Suatu rangkaian dari kejadian-kejadian yang dibangun secara hipotetis untuk tujuan tertentu. SettfemenulPer~nukiman. Lahan yang digunakan untuk tempat tinggd perumahan, baik perkotaan, pedesaan, industri, fasilitas umum dl]. United Nation Framework Conve~ttiorton Climate Change (UNFCCC). Adalah Konvensi PBB tentang perbahan iklim yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi GRK sehingga tidak membahayakan sistem iklirn bumi. Konvensi ini sudah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No.611994. Wetland (WL). Lahan yang hampir sebagian atau sepanjang tahun tergenamg air (seperti : tarnbak, rawa, lahan gambut)
Awsnllidak sda data
Lampiran 6 Perubahan penutupan lahan per provinsi tahun 1990 sampai 2000 (dalam hektar) PROVlNSllPULAU
TAHUN Isgo
BANGKA BELlTUNG
FL CL GL WL SL TAD BANGKA BELITUNG Total BENGKULU FL CL GL WL SL OL TAD BENGKULU Total JAMB1 FL
FL 120,331 45,522 33,539 2,694
CL 345.520 450,400 182,496 12,532
214;392 17,666 13,146 459 0 0 393 246,056
203;551 1,363,196 461,545 33,945 1,075 324 1,951 2,085,589
PENUTUPANLAHAN TAHUN 2000 GL WL SL 36,194 22,932 4,699 51,566 20,326 13,769 31,555 16,165 3,536 5,326 7,296 240
OL 24,544 29,132 17,866 10.284
TAD 6,756 17,920 9,663 1.294
TOTAL 563,176 626.657 295,062 39.666
WL SL TAD JAMBl Total KEPULAUAN RlAU
FL CL GL WL TAD
KEPULAUAN RlAU Total LAMPUNG FL CL GL WL SL OL TAD LAMPUNG Total
. 137:647 92,232 105,654 7,309 22 72 2.694 346,030
53:336 62,660 145,386 63,451 160 3,694 7,024 335,931
5:661 176;616 37,556 4,475 3,329 513 274 230,448
5.717 4,562 1,746 370 29 0 70 12,496
. , - ~ -
22.970 6;904 56,149 2,222 0 0 673 88,918
643.294 1.725:640 641,366 112,231 4,635 4,803 13,279 3,345,468
3
PROVlNSllPULAU
PENUTUPANLAHAN TAHUN 2000
TAHUN 1990
CL 342,181
GL 207,764
244 8,684 3,008,620 3,596,979
205 15,468 1,402,849 1,427,709
TAD SUMATERA SELATAN Total SUMATERA UTARA FL
13,845 944,531 1.758.735
TAD
14.936 2,072,204 15,075,541
NANGROE ACEH DARUS FL
FL 2.814.518
OL TAD NANGROE ACEH DARUSSALAM Total RlAU FL
WL 63,087
SL 1.584
OL 13,980
TAD 363.279
TOTAL 3.806.393
18 6,608 432,619 126,556
3 6,561 136,768 335.901
0 220 16,670 12.833
0 364 91,983 193.119
135 5,368 538,124 119.372
605 43,273 5,627,633 5.812.469
29.976 4,434,865 792.992
2,045 533,989 318.300
38,703 1,881,350 81.868
694 32,618 1.872
158 52,897 28.159
8,952 774,649 65.859
94;373 8,654,897 3.047.785
23.739 4,030,757 21,745,269
13,662 626,698 3,087,331
11,101 147,880 3,476,205
979 66,923 562,533
488 101,542 694,823
WL SL TAD RlAU Total SUMATERA BARAT
FL CL GL
WL TAD SUMATERA BARAT Total SUMATERA SELATAN FL
CL GL
WL SL
SUMATERA UTARA Total P. SUMATERA
104 65,009 93,798 7,139,802 2,491,939 47,133,841
J.
QO
PROVlNSllPULAU KALIMANTAN BARAT
TAHuN 1990
FL CL GL WL SL TAD KALIMANTAN BARAT Total KALIMANTAN SELATAN FL CL GL WL SL OL TAD KALIMANTAN SELATAN Total KALIMANTAN TENGAH FL CL GL WL SL TAD KALIMANTAN TENGAH Total FL KALIMANTAN TlMUR CL GL WL SL OL TAD, KALIMANTAN TIMUR Total P. KALIMANTAN GORONTALO FL CL GL WL TAD GORONTALO Total
FL 6,006,031 230,994 384,269 49,692 41 658 6,671,685 742.731 50,293 102,777 27.164 59 4 4,849 927,877 8,492,073 238,901 524,056 192,464 295
CL 1,062,175 1,384,173 2,436,380 19,058 622 178 4,904,586 410,092 465,686 550,263 80,275 3,164 1 6,393 1,515,874 739,003 380,832 680,110 48,697 13
PENUTUPANLAHAN TAHUN 2000 GL WL SL 126,772 597,167 5,685 33,929 212,736 17,947 154,024 202,876 11,953 1,361 149,408 0 0 3,098 696 3 910 1,354 316,089 1,166,197 37,635 97,842 52,600 7,900 16,973 44,569 8,779 46,920 106,481 5,175 2,503 17,464 130 269 0 3,415 0 0 0 48 636 562 166,555 223,990 25,981 174,633 1,491,796 39,837 65,568 230,981 16,952 161,098 454,549 31,319 68 312,804 1,674 0 2.737 674
OL 10,043 17,202 19,762 322 0 0 47,329 4,437 1,620 6,948 450 0 0 0 13,455 13,579 2,610 4.963 1,546 0
TAD TOTAL 634,711 6,442,584 267,170 2,164,153 413,096 3,624,362 6,689 226,530 0 4,457 112,607 115,710 1,436,275 14,579,796 440,961 1,756,763 91,023 680,963 246,140 1,066,704 38,372 166,376 45 6.952 110 115 10.022 22,530 826,673 3,700,405 486,417 11,437,338 44,714 980,556 79,332 2,135,427 32,073 589,526 717 4.436
PROVlNSllPULAU SULAWESI BARAT
TAHUN 1990 FL CL GL WL TAD
SULAWESI BARAT Total SULAWESI SEIATAN FL CL GL WL SL OL TAD SULAWESI SELATAN Total SULAWESI TENGAH FL CL GL WL SL TAD SULAWESI TENGAH Total SULAWESI TENGGARA FL CL GL WL SL TAD SULAWESI TENGGARA Total SULAWESI UTARA FL CL GL WL TAD SULAWESI UTARA Total P. SULAWESI
FL 843,576 3,854 57,243 89 2,856 907,618 1,211,687 19,074 109,151 13.058 0 0 29,797 1,382,767 3,715,954 111,700 390,745 3,329 0 45,371 4,267,099 1,946,052 45,176 66,783 3,499 4 20,977 2,082,471 532,252 35,531 13,776 50 3,612 585,221 9,939,748
CL 232,695 77,684 269,623 4,365 6,970 591,517 558,218 749,619 726,643 143,846 875 25,226 30,152 2,234,581 453,482 458,737 348,699 2,220 34 36,969 1,300,141 288,190 230,305 208,902 52,113 28 13,369 790,907 106,192 397,776 144,500 220 15,404 664,092 5,870,658
PENUTUPANLAHAN TAHUN 2000 GL WL SL 78,458 6,786 4,644 15.304 3,015 1,868 33,589 899 116 852 43 104 1,562 1,029 57 129,765 11,772 6,789 217,920 68,597 3,363 51,109 29,909 13,793 264,385 3,804 2,281 8,859 11,270 1,886 0 68 124 37 1,983 1,392 27,229 14,143 892 569,539 129,774 23,731 155,897 15,961 4,704 63,290 2,911 21,771 94,912 2,474 8,216 580 158 207 0 0 292 6,002 1,912 4,500 320,681 23,416 39,690 264,915 10,367 2,578 120,112 6,777 8,454 228,091 6,702 4,563 62,286 915 83 18 43 991 25,054 2,726 1,578 700,476 27,530 18,247 46,401 250 348 43,356 816 17,687 20,422 71 3,338 14 0 20 1,507 58 1,377 111,700 1,195 22,770 1,951,403 196,924 121,996
OL 7.296 8,724 13,991 0 649 30,660 2,868 3,564 5,946 1,798 0 0 516 14,692 16,988 17,212 13,239 565 0 1,326 49,330 7,384 4,702 12,894 2.056 3 2,805 29,844 2,288 2,210 4,186 0 332 9,016 135,987
TAD
TOTAL 102 1,173,557 2 110,431 925 376,586 0 5,453 0 13,123 1,029 1,679,150 39,281 2,101,934 14,281 881.349 20,056 1,132,266 648 181,365 10 1,077 0 28,640 706 103,435 74,982 4,430,066 27,321 4,390,307 5,944 681,565 2,611 860,896 0 7,059 0 326 3,381 99,461 39,257 6,039,614 13,500 2,532,986 4,025 419,551 2,422 528,337 0 120,952 0 1,087 5,195 71,704 25,142 3,674,617 14,607 702,338 36,748 534,124 0 186,293 0 304 3,877 26,167 55,232 1,449,226 211,051 18,427,767
PROVlNSllPULAU
FL
MALUKU
CL
PENUTUPANLAHAN TAHUN 2000 GL WL SL
245,217 20,111 83,759 8,372 1,071
315,980 21,166 325,921 2,277 150
26,749 1,401 11,041 477 2
4,136 235 3,930 319 27
31,112 1,711 27,645 275 0
17.699
22,722
2,852
666
10,849
TAHUN Isgo
FL CL GL WL SL
1,817,847 26,770 92,268 6,420 191
OL
TAD
TOTAL
1,147,464 3,588,505 44,850 118,246 146,301 692,885 4,591 22,731 182 1 672 ,---
TAD MALUKU Total MALUKU UTARA
FL
TAD MALUKU UTARA Total KEP. MALUKU IRlAN JAYA BARAT
FL CL GL WL SL TAD
IRlAN JAYA BARAT Total PAPUA FL CL GL WL SL TAD PAPUA Total P. PAPUA BANTEN FL CL GL WL OL TAD BANTEN Total
30,066 1,975,621
376,270
688,377
1,595,730
280,191
166.544
42,522
1.301
9,313
12.751
71,605
14.517
137,389
222,243
1,483,747 4,647,455 fi73R R ~ ? 745 n+d
PROVlNSllPULAU
TAHUN Isgo FL
D.I. YOGYAKARTA
FL GL GL TAD
D.I. YOGYAKARTA Total DKI JAKARTA CL TAD DKI JAKARTA Total JAWA BARAT FL CL GL WL OL TAD JAWA BARAT Total JAWA TENGAH FL CL GL WL OL TAD JAWA TENGAH Total JAWA TlMUR FL CL GL TAD JAWA TlMUR Total P. JAWA BALl
BALl Total
FL CL GL WL SL TAD
0 4,201 0 0 4,201 637 22 659 367,544 138,166 3,411 0 0 118 509,239 190,857 322,511 3,070 2,056 1,534 2.892 522,920 214,431 329,565 648 4,400 551,785 2,038,916 58,054 31,911 2,769 10 0 148 92,892
CL 5,999 249,827 1,230 21 257,077 8,860 68 8,928 485,308 2,187.201 24,657 0 3,056 0 2,700,222 175,719 1,881,545 1,345 4,606 3,111 6,067 2,072,393 316,879 2,533,086 3,886
PENUTUPANLAHAN TAHUN 2000 GL WL SL 0 0 0 3,926 6,476 36,580 0 0 0 0 0 0 3,926 6,476 38,580 3,826 1,840 53,329 51 1 68 3,877 1,841 53,397 4,014 8,716 8,247 27,600 52,686 189,774 12 94 27 0 9,482 6 9 9,446 . 29 0 9 0 31,635 80,432 198,083 2,772 5,009 110,969 28,198 28.300 492,695 594 712 1,256 61 7,062 265 54 9,498 8,718 31 5,977 2,910 31,710 56,558 616,813 10,859 18,958 175,191 172,072 49,328 286,540 33 1 9 1.003
OL 0 381 0 0 381 0 5 5 4,857 15,912 120 0 0 0 20,889 6,361 23,140 199 160 I00 1,270 31,230 99,479 128,982 936
TAD 27 6,799 0 5,134 11,960 896 1,129 2,025 46,405 124,241 2,538 0 47 14,014 187,245 26,861 100,233 0 7 45 8,806 135,952 19,723 376,020 0
TOTAL 6,026 310,190 1,230 5,155 322,601 69,368 1,344 70,732 925,091 2,735,580 30,859 9,487 12,587 14,141 3,727,745 518,548 2,876,622 7,176 14,217 23,060 27,953 3,467,576 855,520 3,877,593 6.813
PROVlNSllPULAU
NTB
TAHUN 1990 FL CL GL WL SL TAD
NTB Total
NTT
NTT Total KEP. NUSA TENGGARA lNDONESlA
FL CL GL WL SL OL TAD
FL 713,568 110,734 84.376 2 497 6,410 915,587 533,952 57,771 341.839 198 206 1,071 5.847 940,866 1,949,365 94,900,398
CL 24,217 290,879 15,626 0 1,492 4,255 336,471 110,477 187,095 403,420 5,179 1,860 0 9.263 717,294 1,362,877 48,704,095
PENUTUPANLAHAN TAHUN 2000 GL WL SL 72,177 1,250 86 4,843 260,029 7,339 131,630 1,227 522 0 69 0 1,467 256 669 9,439 1,164 273 474,742 8,829 8,691 361,327 1,667 1,059 397,455 6,583 7.409 1,600,856 6,964 3,926 1,862 760 516 1,529 10 636 469 13 0 22,469 798 506 2,385,987 16,795 14,056 2,890,073 26,609 39,683 15,111,844 10,817,367 2,666,996
OL 4,684 13,887 14,059 51 73 1,565 34,319 5,456 12,548 43,397 208 41 694 1,308 63,652 110,512 2,093,455
TAD TOTAL 67.731 883.715 8021662 114:951 276,419 28,977 0 142 43 4,497 35,454 12,348 224,050 2,002,889 114,327 1,126,265 112,968 781,629 317,862 2,716,264 718 9,463 267 4,571 607 2,654 74,268 114,481 621,057 4,759,727 951,228 7,330,347 13,606,775 187,900,930
Lampiran 7 Perubahan penutupan lahan per provinsi tahun 2000 sampai 2003 (dalam hektar)
-
PENUTUPANLAHAN PROVlNSllPULAU
BANMA BELITUNG
TAHUN 2000
FL CL GL WL SL OL TAD
BANGKA BELITUNG Total BEN(;KULU
BENCiKULU Total JAMB1
FL, CL GL WL SL OL TAD
FL CL GL WL SL OL TAD
JAMB1 Total KEPUIAUAN RlAU
KEPUI.AUAN RlAU Total
FL CL GL WL SL OL TAD
FL 223,326 1,844 213 17,760 62 2,838 2,340 248,403 751,701 6,133 37 1 155 0 134 25,068 783,562 1,333,514 12,880 25,063 4,872 11 367 3,966 1,380,673 273,492 155 876 3 7 49 45 274,629
CL 7,358 925,341 2,437 722 4,481 22,224 13,617 976,180 15,030 1,040,189 1,025 55 589 53 532 1,057,473 38,977 2,026,755 53,567 6,380 254 1,346 2,581 2,129,860 1,174 156,269 8,265 133 15 194 0 166,050
GL 1,457 5,125 130,647 495 61 467 2,350 140,622 915 2,798 94,187 1 0 21 316 98,240 20,098 13,784 144,114 149 119 508 833 179,605 8,155 3,114 148,871 3,099 51 159 300 163,749
TAHUN 2003 WL SL 806 18 6.460 439 331 102 50,511 0 1 20,705 3,265 100 2,829 1,226 64,203 22,590 870 1,144 17 1,215 238 0 2,887 5 0 9.807 0 0 0 177 3,812 12,348 22,737 262 16,390 7,914 7,863 869 282,278 271 153 31,751 952 0 0 0 330,371 41,067 148 20 0 0 3,715 8 36,312 0 3 21,096 10 207 6 0 40,196 21,331
OL
851 18,637 4,898 6,058 135 49,248 778 80,405 2,007 9,196 696 0 24 865 336 13,144 27,669 2,537 7,200 3,358 32 24,202 63 65,081 76 2,026 1,094 0 999 31,732 954 36,883
TAD 1,425 97,255 7,661 1,552 477 8,884 14.706 131,960 13,863 28.964 0 0 0 0 0 42,827 184,837 145,857 46,064 562 114 1,299 305,895 686,648 10,915 3,291 6,049 155 668 2,057 90,636 115,773
TOTAL 235,241 1,055,101 146,089 77,116 25,922 87,046 37,846 1,664,363 785,530 1,088,512 96,517 2,903 10,420 1,093 26.431 2,011,406 1,628,114 2,226,097 286,760 297,868 32,434 28,694 313,338 4,813,305 293,982 164,855 170,880 39,702 22,839 34,408 91,945 818,611
w
P
PROVlNSllPULAU LAMPUNG
TAHUN2000 FL CL GL WL SL OL TAD
LAMPUNG Total NANGROE ACEH DARUSSALAM FL CL GL WL
SL OL TAD NANGROE ACEH DARUSSALAM Total RlAU FL CL GL WL SL OL TAD RlAU Total SUMATERA BARAT FL CL GL WL SL OL TAD SUMATERA BARAT Total
FL 203,463 223 3,417 781 0 84 1,625 209,593 2,755,456 16,022 37,633 1,443 4 2,218 246,298 3,059,074 3,606,608 52,686 15,574 34,744 747 15,645 7,596 3,733,600 1,805,963 26,217 7,088 141 265 77 25,996 1,865,767
CL 9,798 2,008,966 15,854 63,793 3,769 3,794 10,882 2,116,856 37,920 1,257,663 41,938 7,488 1,980 7,374 154,519 1,508,882 85,785 3,320,631 14,809 22,094 13,565 32,121 9,765 3,498,770 26,632 1,728,364 11,101 482 2,210 263 8,129 1,777,201
PENUTUPANLAHAN TAHUN 2003 GL WL SL 26,038 920 0 25,285 26,924 6,188 273,868 36,223 97 109,412 158,575 1,446 498 0 225,826 2,935 248 0 40,947 3,214 32 478,983 226,104 233,589 51,571 7,699 259 68,374 9,989 2,166 312,524 910 60 1,251 125,107 87 15 13 14,652 3,963 289 0 31,073 27,402 1,256 468,771 171,409 18,480 26,548 118,186 591 13,191 19,452 14,558 281,567 3,239 763 1,269 456,039 5,238 515 267 77,905 1,698 3,119 430 910 7,175 575 325,698 607,477 100,060 5,732 115 207 8,709 309 2,284 103,776 13 113 29 12,881 , 0 137 0 28,181 0 6 0 1,265 9 39 119,638 13,333 30,824
OL 45 10,827 561 1,200 335 5,362 0 18,330 5,417 25,082 23,752 966 3 75,229 15,015 145,464 75,898 20,404 1,763 20,219 169 217,304 9.094 344,851 675 270 1 3 0 11,412 55 12,416
TAD 5,793 7,179 16.007 725 20 75 32.186 61,985 150,297 23,552 15,799 425 5 2,911 62,563 255,552 70,192 40,841 2,554 3,250 272 2,500 144,306 263,915 38,123 8,735 5.383 17 5 76 309,953 362,294
TOTAL 246,057 2,085.592 346,027 335,932 230,448 12,498 88.886 3,345,440 3,008,619 1,402,848 432,616 136,767 16,672 91,984 538,126 5,627,632 3,983.808 3,481,763 320.269 542,853 93,440 272,817 179,421 8,874,371 1,877,447 1,774,888 127,475 13,543 30,818 11,856 345,446 4,181,473
PROVlNSllPULAU SUMATERA SELATAN
SUMATERA SELATAN Total SUMATERA UTARA
SUMATERA UTARA Total P. SUMATERA KALIMANTAN BARAT
KALIMANTAN BARAT Total KALIMANTAN SELATAN
KALIMANTAN SELATAN Total
TAHUN2000 FL CL GL WL SL OL TAD FL CL GL WL SL OL TAD
FL CL GL WL SL OL TAD FL CL GL WL SL OL TAD
FL 592,205 145,430 44,799 70,086 755 1,435 201,045 1,055,755 1,948,005 12,473 15,999 1,962 71 2,511 1,961 1,982,982 14,594,038 5,792,925 213,099 34,407 85,035 168 772 481,530 6,607,956 592,897 215,002 68,959 6,952 452 2,031 295.673 1,181,966
CL 154.246 3,142,207 266,833 396,841 10,889 26,427 271,193 4,268,636 40,780 3,937,228 15,151 8,052 5.466 7,564 1,057 4,015,298 21,515,206 400,284 4,165,958 227,145 335,677 21,457 23,553 753,148 5,927,222 101,302 612,074 26,494 92,336 3,477 616 198.767 1,033,066
PENUTUPAN LAHAN TAHUN 2003 GL WL SL 69,982 59,242 3,687 398,736 494,673 103.743 86,763 112,580 10.070 171,082 1,166,714 53,503 1,718 2,298 16,463 8,366 8,507 1,825 66,090 188,364 5,499 802,737 2,032,378 194,990 50,964 5,613 47 24,381 10,745 3,782 588,501 663 44 3,421 132,278 67 137 273 60,917 1,483 343 1 170 42 66 669,057 149,357 64,924 3,447,100 3,639,240 740,203 137,331 283,324 2,189 262,243 104,081 32,412 39,261 5,244 1,685 247.490 287,655 5,970 1,260 1,457 11,555 6,051 1,167 459 32,720 105,385 7.618 726,356 788,313 61,868 149,196 46,147 15,152 405,537 167,725 85,569 46,930 13,996 4,146 38,842 60,705 3,311 3,490 2,700 10,984 5,915 126 36 229,053 63,130 27,965 878,173 377,229 147,253
OL 19,923 87,696 10,773 18,994 492 6,112 26,422 170,412 10,003 6,293 4,812 607 7 89,524 313 111,559 998,545 41,529 107,151 6,078 201,803 1,718 15,200 51,696 427,175 21,182 29,076 6,029 1,842 4,876 4,733 8,133 75,871
TAD 45,044 62,379 2,173 4,129 0 225 16,036 129,986 16.794 35,849 1,529 1,496 54 113 90,188 146,023 2,196,963 14,090 19.632 262 2,561 0 127 4,236 40,908 3 888 0 0 1 0 2,572 3,464
TOTAL 944,529 4,434,864 533,991 1,881,349 32,615 52,897 774,649 8,654,894 2,072,206 4,030,751 626,699 147,683 66,925 101.539 93,797 7,139,800 47,131,295 6,671.652 4,904,576 316,082 1,166,191 37,635 47,329 1,436,333 14,579,798 927,879 1,515,871 166,554 223,968 25,980 13,457 823,293 3,697,022
PROVINSIIPULAU KALIMANTAN TENGAH
TAHUN 2000
FL CL GL WL SL OL TAD
KALIMANTAN TENGAH Total KALIMANTAN TlMUR
KALlMANTAN TlMUR Total P. KALIMANTAN GORONTALO
GORONTALO Total SULAWESI BARAT
FL CL GL WL SL OL TAD
FL CL GL WL SL OL TAD FL CL GL
WL SL OL TAD SULAWESI BARAT Total
FL
8,212,203 148,771 51,948 159,838 5,343 1,661 326.950 8,906,714 9,357,541 113,992 123,586 192,297 4,591 12,390 1,728,219 11,532,616 28,229,252 688,108 5,850 18,644 431 47 376 1,343 714,799 886,887 7,617 13.188 203 12 514 5 908,226
CL 266,721 914,610 95,419 286,688 31,271 1,666 102,847 1,698,222 171,075 304,253 170.171 47,408 18,552 11,080 111,822 834,359 9,493,869 16,099 277,390 30,425 460 1,397 480 1,292 327,543 9,203 557,833 7,765 438 430 2,071 55 577,795
PENUTUPANLAHAN TAHUN 2003 GL WL SL 437,204 450.515 5.092 673,118 57,374 38,813 235,302 9,447 3,775 460,032 1,437,373 18,384 13.793 5,310 33,501 2.928 2,307 830 95,731 176,610 7,039 2,118,108 2,138,936 107,434 827,157 236,165 13,277 553,183 49,051 34,088 1,654,090 120,283 18,090 93,324 595,010 4,805 12.278 3,714 19,104 25,639 4,784 1,462 203,317 113,844 17,033 3,368,988 1,122,851 107,879 7,091,625 4,427,329 424,434 5,590 344 86 18,986 382 2,294 74,793 106 182 26 3,553 5 197 20 9,714 97 88 2 808 155 4 100,497 4,648 12,287 8,107 847 119 20.803 554 384 106,975 157 29 75 11,042 7 168 22 6,146 609 18 2 10 0 0 136,747 12,640 6,689
OL 73,110 13,726 5,473 128,003 1,435 13,307 5,831 240,885 29,737 20,744 58,320 20.783 1,090 39,573 12,437 182,684 926,615 497 309 260 29 2 1,455 42 2,594 494 1,969 773 8 7 27,439 0 30,690
TAD 2,822 122 0 2,580 0 0 0 5,524 1,610,704 109,028 200,326 104,153 3,611 18,035 340,509 2,386,366 2,436,262 10,848 3.944 3,060 0 0 0 11,839 29,691 2,161 2,357 876 0 0 2 959 6,357
TOTAL 9,447,667 2,046.534 401,364 2,492,898 90,653 22,699 715.006 15,216,623 12,245,656 1,184,339 2,344,866 1,057,778 62,940 112,983 2,527,181 19,535,743 53,029,386 721,572 309,155 127,470 4,504 11,377 2,498 15,463 1,192,059 907,618 591,517 129,765 11.773 6,787 30,655 1,029 1,679,144
PROVINSIIPULAU SULAWESI SELATAN
TAHUN 2000 FL
TAD SULAWESI SELATAN Total SULAWESI TENGAH
SULAWESI TENGAH Total SULAWESI TENGGARA
SULAWESI TENGGARA Total SULAWESI UTARA
SULAWESI UTARA Total P. SULAWESI
FL CL GL WL SL OL TAD FL CL GL WL SL OL TAD FL CL GL WL SL OL TAD
FL 1,166,225
CL 13,420
PENUTUPANLAHAN TAHUN 2003 GL WL SL 30.916 1.327 360
OL 533
TAD 167.944
TOTAL 1 382 725
PROVlNSllPULAU MALUKU
MALUKU Total MALUKU UTARA
MALUKU UTARA Total KEP. MALUKU IRlAN JAYA BARAT
IRlAN JAYA BARAT Total PAPUA
PAPUA Total P. PAPUA
TAHUN 2000 FL CL GL WL SL OL TAD FL CL GL WL SL OL TAD
FL CL GL WL SL OL TAD FL CL GL WL SL OL TAD
FL 1,333,305 57,890 152,389 7,702 627 8,296 686,458 2,246,667 1,207,771 73,790 54,379 462 1,618 2,361 432,151 1,772,552 4,019,219 8,339,201 516 2,837 25 0 0 0 8,342,579 23,980,605 11,236 11,902 18,191 199 293 642 24,023,068 32,365,647
CL 62,141 163,208 77,521 6,528 5,161 12,439 191,646 518,644 103,699 220,380 60,204 1,226 8,211 3,436 152,555 549,711 1,068,355 0 150.224 0 0 0 0 0 150,224 7,248 915,021 1,533 138 0 0 0 923,940 1,074,164
PENUTUPANLAHAN TAHUN 2003 GL WL SL 228.1 10 1.320 10,248 64,770 226 29,428 384,113 463 7,340 20,913 83 2,344 1,205 776 1,036 33,073 258 957 231,222 3.608 8,766 963,406 6,934 60,119 98,915 762 1,207 35,029 597 7,483 42,073 77 1 817 1,288 8 141 494 55 5,026 5,529 46 272 57,916 2,300 7,927 241,244 4,539 22,873 1,204,650 11,473 82,992 689 364 0 1,071 2 0 597,321 3 0 187 66,761 0 0 0 25,212 0 0 0 0 0 0 599,268 67,130 25,212 6,787 4,342 80 276 0 32 2,137,594 4,011 104 3,022 1,804,602 0 272 0 123,404 7 0 1 54 0 0 2,148,014 1,812,955 123,621 2,747,282 1,880,085 148,833
OL 12,264 4,148 9,451 3,275 73 10,409 19,297 58,917 5,151 5,405 2,106 16 59 3,715 6,363 22,815 81,732 0 0 0 0 0 16,657 0 16,657 3,580
3 295 336 0 524,128 12 628,354 545,011
TAD 328.213 56,602 57,077 1,652 433 6,164 341,994 792,135 246,177 77,411 49,602 505 2,149 2,378 153,484 531,706 1,323,841 209,730 0 222 550 0 0 314.637 525,139 41 1,671 4,219 6,473 6,176 0 25.714 1,025,823 1,482,076 2,007,215
TOTAL 1,975,601 376.272 688,354 42.497 9,311 71,596 1,463,191 4,646,822 1,663,682 420,095 209,952 3,646 17.612 17,757 812,696 3,145,440 7,792,262 8,549,984 152,813 600,383 67,523 25,212 16,657 314,637 9,726,209 24,414,313 930,789 2,161,912 1,834,465 123,875 550.143 1,026;531 31,042,028 40,768,237
PROVINSIIPULAU
BANTEN
BANTEN Total D.I. YOGYAKARTA
D.I. YOGYAKARTA Total DKI JAKARTA
TAHUN 2000
FL
FL CL GL WL SL OL TAD
59.984 42,262 10,282 322 37,079 226 5,159 155,314 1,452 31,297 228 149 1,334 36 1,183 35,679 14 14 12 0 45 0 176 261 365,589 237,558 4,673 560 2.896
FL CL GL WL SL OL TAD FL CL GL
WL SL OL TAD DKI JAKARTA Total JAWA BARAT
FL CL GL WL SL OL TAD
JAWA BARAT Total
CL 354,879 167,384 20,563 7,458 96,781 3,180 5,431 655,676 2,388 186,124 2,789 5,550 21,347 312 7,926 226,436 25 3,448 976 263 2,379 0 156 7,247 103,698 2,253,352 24,300 20,554 103.268
PENUTUPAN LAHAN TAHUN 2003 GL WL SL 10,968 3,574 10,946 4,273 10,396 21,084 988 108 2.749 0 171 2,934 8,352 1,398 26,900 11 89 374 132 2,676 2,126 24,724 18,412 67,113 3 0 245 1,347 318 33,702 303 4 602 0 52 600 402 15 ' 12,807 33 0 1 1,604 47 609 3,692 436 48,566 0 589 5 58 42 1 4,959 0 25 2,836 0 1,557 20 53 209 50,621 0 0 0 0 130 1,398 810 61,960 111 16,054 263 1,775 34,086 9.881 132,412 185 262 1,971 49 1,449 56,868 288 2,443 87,988
OL 7,272 1,119 1.758 42 1,580 85 57 11,913 0 307 0 0 0 0 0 307 21 0 25 0 59 0 21 126 17,534 26,367 175 814 963
TAD 2,117 3,242 69 0 900 0 808 7,136 110 3,983 0 124 2,665 0 129 7,011 5 27 4 1 31 5 144 217 4,290 6,307 71 19 225
TOTAL 449,740 249,760 36,517 10,927 172,990 3,965 16,389 940,288 4,198 257,078 3,926 6,475 36,570 382 11,498 322,127 659 8,927 3,878 1,841 53,397 5 2,025 70,732 509,203 2,699,963 31,637 80,313 198.071
JAWA TENGAH
JAWA TENGAH Total JAWA TlMUR
JAWA TiMUR Total P. JAWA BALl
BALl Total NTB
TAHUN 2000
FL
FL CL GL WL SL OL TAD
260.078 241,553 3,147
FL CL GL WL SL OL TAD
FL CL GL WL SL OL TAD FL CL GL
WL SL OL TAD NTB Total
CL 226.820 1,531,993 22.834
GL 3,554 21,679 362
TAHUN 2003 WL SL 4,737 22,992 12,266 244,716 707 3.992
-
OL 999 1,852 485
TAD 3,695 18,149 150
--
TOTAL 522.875 2,072,228 31 697
PROVlNSllPULAU
NTT
NTT Total KEP. NUSA TENGGARA INDONESIA TOTAL
TAHUN 2000 FL CL GL WL SL OL TAD
FL 626,429 156,456 746,377 4,878 1.061 9,189 322,111 1,866,501 2,703,367 93,601,432
CL 42,809 187,032 224,287 1,319 3,003 7,351 42,182 507,983 1,262,969 48,454,423
PENUTUPANLAHAN TAHUN 2003 GL WL SL 237,555 8,180 2,397 325,644 1,219,843 4,172 3,035 30,105 201,388 2,022,742 2,452,667 18,657,387
OL 8.171
TAD 15.347
TOTAL 940.888
Lampiran 8 Perubahan penutupan lahan per provinsi tahun 2003 sampai 2006 (dalam hektar) PROVINSI BANGKA BELITUNG
TAHUN 2003
FL
FL
240,124
OL TAD BANGKA BELITUNG Total BENGKULU
BENGKULU Total JAMB1
FL CL GL WL SL OL TAD FL CL GL WL SL OL TAD
JAMB1Total KEPULAUAN RlAU GL WL SL OL TAD KEPULAUAN RlAU Total
CL 1,173
PENUTUPANLAHAN TAHUN 2006 GL WL SL 124 343
30
OL 6.607
TAD 0
TOTAL 248.401
PROVlNSl LAMPUNG
TAHUN 2003
FL
FL
208.843 71 19,507 976 0
CL GL WL SL OL TAD
LAMPUNG Total NANGROE ACEH DARUSSALAM FL CL GL WL SL OL TAD NANGROE ACEH DARUSSALAM Total RlAU FL CL GL WL SL OL TAD RlAU Total SUMATERA BARAT
TAD
SUMATERA BARAT Total
CL
187 2,114,696 16.873 4,807 1,218
PENUTUPAN LAHAN TAHUN 2006 GL WL SL 15 489 0 69 1,612 440 428,311 13.720 52 24 220,273 0 0 42 232.329
OL
TAD
0 0 0 0 0
60 0 52 1 0 0
TOTAL 209,594 2,116,888 478,984 226,080 233.589
DFNl I T 1 I D A N I A U A N
PROVlNSl SUMATERA SELATAN
TAHUN 2003
FL
FL CL GL WL SL
997,278 11,504 79.251
OL TAD SUMATERA SELATAN Total SUMATERA UTARA
SUMATERA UTARA Total P. SUMATERA KALIMANTAN BARAT
FL CL GL WL SL OL TAD
FL
WL SL OL TAD KALIMANTAN BARAT Total KALIMANTAN SELATAN
KALIMANTAN SELATAN Total
FL CL GL WL SL OL TAD
CL 27,522 4,104,769 71,169
GL 15,959 47,713 581.472
TAHUN 2006 WL SL 11,888 520 35.645 25,376 79.372 2.340
OL 2,582 43,575 9.136
TAD 0 0 0
TOTAL 1,055,749 4,268,582 802.740
PROVlNSl KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTANTENGAH Total KALIMANTAN TlMUR
KALIMANTAN TlMUR Total P. KALIMANTAN GORONTALO
GORONTALO Total SULAWESI BARAT
SULAWESI BARAT Total
TAHUN 2003 FL CL GL WL SL OL TAD FL CL GL WL SL OL TAD
FL CL GL WL SL OL TAD FL CL GL WL SL OL TAD
FL
6,681,426 20,565 76,326 310,490 661 3,304 3,650 9,098,624 10,723,411 63,176 902,497 109,613 4,154 50,382 1,661,433 13,514,666 30,449,796 676,260 16,554 10,710 315 111 535 19,962 724,447 903,108 39 67 0 0 0 1,833 905,067
CL 65,440 1,563,635 65,261 101,619 11.090 6,076 141 1,813,262 114,349 486,289 160,913 53,116 34,651 19,254 125,673 996,247 9,961,116 13,239 274,874 39,266 596 6,131 869 4,766 341,743 1,522 552,727 17.737 49 86 15,740 1,465 589,328
PENUTUPANLAHAN TAHUN 2006 GL WL SL 59,341 64,626 1.166 44,623 54,774 10,793 1,613,599 151,560 1,912 65,094 1,613,956 7,173 754 3,514 69,975 4,208 40,451 1,093 413 707 0 2,006,032 1,949,590 112,112 448,927 146,400 2,636 191,576 52,160 13,217 2,101,734 63,161 11,351 74,027 712,152 2,741 9,649 3,541 50,127 46,666 6,407 4,665 356,941 110,213 10,652 3,229,720 1,096,054 95,809 6,652,773 4,170,109 418,402 9,946 1,413 22 32,086 1,735 692 50.144 51 116 72 3,607 4 1,582 4 2,436 446 1 206 4,608 0 0 98,846 7,258 3,473 3,433 2 0 24,560 24 426 116,909 13 0 0 12,592 0 17 0 6,585 0 1 32 0 2.298 0 149,237 7,045 12,632
OL 14.776 4,835 7.450 20,783 1,439 165,751 413 235,447 61,340 17.051 90,466 166,904 4,907 52,940 29,524 423,134 1,199,006 430 733 96 55 22 534 34 1,904 156 0 0 0 0 14.920 0 15,076
TAD 0 0 0
0 0 0 0 0 33,607 6,635 36,663 3,355 619 346 91,734 175,561 175,561 13,466 667 106 0 0 0 119 14,378 0 0 0 0 0 0 761 761
TOTAL 6,906,777 1,699,225 2,116,106 2,139,117 107,433 240,863 5,524 15,217,067 11,531,070 632,324 3,366,967 1,121,910 107,848 162,662 2,366,370 19,531,191 53,026,763 714,798 327,541 100,493 4,649 12,266 2,593 29,669 2,192,049 908.221 577,796 136,746 12,641 6,690 30,693 6,357 1,679,146
PROVlNSl SULAWESI SELATAN
SULAWESI SELATAN Total SULAWESl TENGAH
SULAWESI TENGAH Total SULAWESI TENGGARA
SULAWESI TENGGARA Total SULAWESI UTARA
TAHUN 2003
FL CL GL WL SL OL TAD FL CL GL WL SL OL TAD
FL CL GL WL SL OL TAD FL CL GL WL SL
OL TAD SULAWESI UTARA Total P. SULAWESI
FL 1,124,503
CL 24,553
PENUTUPANLAHAN TAHUN 2006 GL WL SL 43.565 1.407
26
OL 1.060
TAD 5.709
TOTAL 1.200.823
PROVlNSl MALUKU
MALUKU Total MALUKUUTARA
MALUKU UTARA Total KEP. MALUKU IRlAN JAYA BARAT
IRlAN JAYA BARAT Total PAPUA
PAPUA Total - P.PAPUA
TAHUN 2003 FL CL GL WL SL OL TAD FL CL GL WL SL OL TAD
FL CL GL WL SL OL TAD FL CL GL WL SL OL TAD
FL 2,182,150 4,202 41,147 145 400 282 477,922 2,706,248 1,713,115 6,669 21,083 207 90 329 233,882 1,975,375 4,681,623 6:298;393
CL 10,895
76,013 645,261 1.227.576 . . 97 1
PENUTUPANLAHAN TAHUN 2006 GL WL SL 47,943 354 552
78,097 332,290 1,351.743 . . 11,563
89 4,582 14.977 20:608
1,667 25,208 92.029 177
956
TAD 3.820
TOTAL 2.246.672
1,138 20,568 60.492 644
140,823 142,143 363.841 10.241
531;709 3,145,427 7.792.281 . ~-,8.342.597
OL
~
~
PROVlNSl BANTEN
TAHUN 2003
FL
FL
155,277 0 0
CL GL WL SL OL TAD BANTEN Total D.I. YOGYAKARTA
D.I. YOGYAKARTA Total DKI JAKARTA
FL CL GL WL SL OL TAD FL CL GL WL SL OL TAD
DKI JAKARTA Total JAWA BARAT
SL OL TAD JAWA BARAT Total
CL
0
0 0 1,383 156,660 35,679 0 0 0 0 0 0 35,679 242 0 0 0
0 0
0 242
3 652,509 0 0
0 0 1 652,513 0 225,481 0 0 0 0 0 225,481 1 6,996 0 2 906 3 0 7,908
PENUTUPANLAHAN TAHUN.2006 GL WL SL 24 0 6 0 38 3,129 24,724 0 0 0 18,412 0 0 0 67,115 0 0 0 0 0 0 24,748 18,450 70,250 0 0 0 0 120 0 3,691 0 0 0 436 0 0 0 46,565 0 0 0 0 0 0 3,691 556 48,565 0 1 4 0 1 240 101 0 9 0 782 25 9 86 60,918 0 0 1 0 0 0 110 670 61,197
OL
TAD 0
0 0 0 0 11,912 0 11,912 0 0 0 0 0 307 0 307 1 1 0 0 3 117 0 122
0 0 0 0 0 0 5,753 5,753 0 833 0 0 0 0 7,012 7,845 0 0 0 0 0 0 196 196
TOTAL 155,310 655,676 24,724 18,412 67,115 11,912 7,137 940,286 35,679 226,434 3,691 436 48,565 307 7,012 322,124 249 7,238 110 809 61,922 121 196 70,645
PROVlNSl JAWA TENGAH
TAHUN 2003
FL
FL
664,381 11,322 2 0 1 21 14,107 709,834
CL 15,189 2,191,455 0 29 10,492 0 11,409 2,228,574
4971774 10,690 47,254 457 34 297 194,419 750,925
42;864 376,590 78,937 1,921 2,853 354 42,091 545,610
CL GL WL SL OL TAD JAWA TENGAH Total JAWA TlMUR
PENUTUPANLAHAN TAHUN 2006 GL WL SL 0 36 130 0 228 1,844 35,441 0 0 0 62,956 0 4 2 411,703 13 23 1 0 7 0 86 35,465 63,453 413,763
WL SL OL TAD JAWA TlMUR Total P. JAWA BALl
BALl Total NTB
NTB Total
FL CL GL WL SL OL TAD FL CL GL WL SL OL TAD
1361564 28,625 217,138 525 402 2,091 83,249 468,594
834 641 675 9,835 107 105 865 13,062
OL 122 466 0 0 0 4,560 0 5,148
TAD 0 3.132 0 0 34 0 6,242 9.408
TOTAL 699,658 2.208.447 35.443 62,985 422,236 4.825 31,851 3,465,645
-
PROVlNSl
NTT
TAHUN 2003 FL
CL GL WL SL OL TAD NTT Total KEP. NUSA TENGGARA INDONESIA TOTAL
FL 1,460.511
CL 65,302
PENUTUPANLAHAN TAHUN 2006 GL WL SL 331,848 2 040 585
OL 6 217
TAD
Q
--
TOTAL 1866503
Larnpiran 9 Stok karbon per provinsi No. 1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
PROVlNSl
1990 84.01
STOK C (Mega Ton) 2000 2003 43.01 44.04
2006 BANGKA BELITUNG 54.27 BENGKULU JAMB1 KEPULAUAN RIAU LAMPUNG NANGROE ACEH DARUSSAL RIAU SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN SUMATERA UTARA P. SUMATERA KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN TIMUR P. KALIMANTAN GORONTALO SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA SULAWESI UTARA P. SULAWESI MALUKU MALUKU UTARA KEP. MALUKU IRlAN JAYA BARAT PAPUA P. PAPUA BANTEN D.I. YOGYAKARTA DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH JAWA TlMUR P. JAWA BALl NTB NTT KEP. NUSA TENGGARA INDONESIA 17,026.52 13,584.22 13,401.22 14,091.24 *) Berdasarkan Total Forest Land dan Cropland
Lampiran 10 Penurunan stok karbon per provinsi No. 1 2
PROVlNSl
PENURUNAN KARBON (M Ton)* 1990 2000 2000-2003 2003-2006 -57.87 -1.68 -2.20 -51.19 -2.74 -9.60
-
BANGKA BELITUNG BENGKULU JAMB1 KEPULAUAN RIAU LAMPUNG NANGROE ACEH D RIAU SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN SUMATERA UTARA P. SUMATERA KALlMANTAN BARAT KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TENGAH KALlMANTAN TIMUR P. KALIMANTAN GORONTALO 16 SULAWESl BARAT 17 SULAWESI SELATAN 18 SULAWESI TENGAH 19 SULAWESI TENGGARA 20 SULAWESl UTARA P. SULAWESI 21 MALUKU 22 MALUKU UTARA KEP. MALUKU IRlAN JAYA BARAT 23 24 PAPUA P. PAPUA BANTEN 25 26 D.1. YOGYAKARTA DKl JAKARTA 27 28 JAWABARAT -68.54 -20.22 29 JAWA TENGAH -45.48 -36.29 JAWATIMUR -88.95 -21.43 30 P. JAWA -219.31 -129.09 BALI -3.16 -5.26 31 32 NTB -16.75 -15.74 33 NTT -69.37 -44.57 -65.57 -89.28 KEP. NUSA TENGGAM INDONESIA -3,646.10 -1,046.78 *) Berdasarkan analisa 2 data beda wakh~,TAD tidnk diperhihmgkm.
No. 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 I1 I2 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
PROVMSI BANGKA BELlTUNGBENGKULU JAMB1 KEPULAUANRIAU LAMPUNG NANGROE ACEH D RIAU SUMATElU BARAT SUMATERA SELATAN SUMATERAUTARA P. SUMATERA KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN SELATAN LUXMANTAN TENGAH KALIMANTAN TIMUR P. KALIMANTAN GORONTALO SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA SULAWESl UTARA P. SULAM'ESI MALUKU MALUKUUTARA KEP. hlALUKU JRIAN JAYABARAT PAPUA P. PAPUA BANTEN D.I. YOGYAKARTA DKI JAKARTA JAWABARAT JAWA TENGAH JAWATIMUR P. JAWA BALI NTB NTT KEP. NUSA TENGGARA lNDONESIA ~
PENURUNAN KARBON Tahunan (M Ton)* 1990 2000 2000-2003 2003-2006 Rerntn -5.79 -0 56 -071 -7 26 -5.12 -0.91 -3.20 -3.08
-
~~~
~
Lampiran 11 Peningkatan stok karbon per provinsi NO.
PROVINSI
YtiNII -
NO. 1
2 3 4 5 6 7
28 29 30
BENGKULU JAMB1 KEPULAUAN RlAU LAMF'UNO NANGROE ACEH D RlAU SUMATERA UTARA P. SUMATERA KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN SELATAN KAI.IMAI\'Tr\X TEXGAlI KALl\li\NTi\N TlMUR P. KALIMANTAN GORONTALO SULAWESI BARAT SULAWESl SELATAN SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA SULAWESI UTARA P. SULAWESI MALUKU MALUKU UTARA KEP. MALUKU lRlAN JAYA BARAT PAPUA P. PAPUA BANTEN D.I. YOGYAKARTA DKl JAKARTA JAWABARAT JAWA TENGAH JAWATlMUR P. JAWA
10.71 25.76 3.49 9.31
0.89 6.45 0.24 1.49
43.03 153.87
143.27 251.90
58.88 127.47 149.94 89.65 INDONESIA 1,291.97 805.28 *) Berdasarkan analisa 2 data beda wakhi, TAD tidak diperhilungkan. 33
N7T KEP. NUSA TENGGARA
PROVINSI BANGKA BELlTUNG BENGKULU JAMB1 KEPULAUAN RlAU LAMPUNG NANGROE ACEH D RlAU SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN SUMATERA UTARA P. SUMATERA KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN TIMUR P. KALIMANTAN GORONTALO SLLAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAM'ESI TCNGAH SCLAWESI TEXGGARA SULAWESl UTARA P. SULAWESI MALUKU MALUKU UTARA KEP. MALUKU lRlAN JAYA BARAT PAPUA P. PAPUA BANTEN D.1. YOGYAKARTA DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH JAWA TlMUR P. JAWA BALI NTB NTT KEP. NUSA TENGGARA
INDONESIA
PENINGKATAN KARBON Tahunan (M Ton)* 2003-2006 Rcrata 1990 - 2000 2000-2003 1.28 1.14 2.80 1.74
Larnpiran 12 Proyeksi stok karbon hingga 2020 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
PROVlNSl
2003 44.04 118.71
2006 54.27 114.91
STOK C (Mega Ton)* 1010 2008 2012 53.03 51.79, 50.55 110.63 106.36 102.08
2014 BANGKA BELITUNG 49.31 BENGKULU 97.60 JAMB1 KEPULAUAN RlAU , LAMPUNG NANGROEACEHDARUSSALAM RlAU SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN SUMATERA UTARA P. SUMATERA KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN TlMUR P. KALIMANTAN GORONTALO SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA SULAWESI UTARA P. SULAWESI MALUKU MALUKU UTARA KEP. MALUKU IRlAN JAYA BARAT PAPUA P. PAPUA BANTEN D.I. YOGYAKARTA DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH JAWATIMUR P. JAWA BALl NTB NTT KEP. NUSA TENGGARA 313.06 282.64 385.69 355.09 361.65 368.60 375.36 382.11 388.87 395.62 402.38 INDONESIA 17,026.52 13,584.22 13,401.22 14,091.24 13,891.23 13,691.22 13.491.21 13.291.20 13,091.19 12,891.18 12,691.17 * Berdasarkan Total Forest Land dan Cro~land "8erdasarkan Data Kehllangan Netto tahunan
w
2:
106 LAMPIRAN 13 Reference Emission Level (REL) Provinsi
iI
REL Pulau Suma tera
I
Tahun
REL Pulmu Kalimantan
/
-
.. . . -
.
.
-
I
Tahun
KALIMANTAN BARAT IC\LI\IANTAN TENCAH . . .. ... . .
..
-
..
. ..
+- KALIMANTAN SELATAN
-,-KALIMAhT4N
-.
....
-
-.
..
TIMUR
.. -
-. - . ...
I
/
. ..
..
107
REL P. Sulawesi
7
Tahun
--
-c GORONTALO
SULAWESI lFNGAH
--
-
SULAWESI BARAT ---SULAWESl SELATAN SULAWSI 'IENGGARA SULAWESI UTARA I
1
REL Maluku dan Papua
I
--o- MALUKU
--o-MALUKU UTARA
--IRIAN JAYA BARAT ---PAPUA
I I
108
I
REL P. J a w
i I
I
-
-c BANTEN
1
JAWA BARAT
--2-
I
Tahun
D.I. YOGYAKARTA JAWA TENGAH
-a-
DKI JAKARTA JAWA TIMUR
7 REL Nusa Tenggara
I+BALI -
I
Tahun
-NTB
-.-NTI
Lampiran 14
TABEL KONVERSI SATUAN BERAT 1 tonne = 1.000 kilograms (kg) atau 1 megagram (Mg) metric ton = tonne = 1.000 kg (I Mg) (Indonesia: tonne = ton)
Surnber : Wikipedia
Lampiran 15
Variasi Harga Karbon Internasional (metric ton = 1 tonne = 1.000 kg)
~Ecobusinesslinks.comCarbon Offset Survey
iI
I (Prices are for individuals, businesses may be able to get volume discounts) !
Price (US$Mehic ton CO2)
Carbon Offset Provider Verus Carbon
Nonprofit
Projects Types
Project Choice
Offset Types
j Product Certi£ication/ Verification* ( C i s see below table) Chicago Climate Exchange (CCX) Chicago Climate Exchange, Environmental Resources Trust
$2.34 (varies No with CCX price)
Various
No
Personal, Business
e-BlueHorizons USA
$5.00
No
Renewables, Reforestation
No
Home, Car, Air
AtmosClear Climate Club USA
$5.40'
No
Methane
No
Car, Home
Environmental Resources Trust
USA
- $25.00
Yes
Renewables, Effici Yes ency, Reforestation
Home, Car, Air, Events, Business
Environmental Resources Trust, Climate Community and Biodiversity Standards, Chicago Climate Exchange, UNFCCC JI
Carbon Foot~rint Offsetters $10.00 (CER's) Canada
No
Renewables
No
Personal, Business
EcoLogo, CCX
LiveNeutral.org USA
Yes
Efficiency
No
Car
Chicago'Climate Exchange
Car, Air, Events, Business, Deliveries, + many others
CDM Gold Standard, Edinburgh Centre for Carbon Management, Independent Advisoy Committee, UNFCCC JI, Pricewaterhouse Coopers
Carbonfund.or~ USA
$10.00
$12.00
I The
CarbnNeutra' UK
jSi2.64 (USA) £7.50 @K VAT No incl.)
$13.12
i
Renewables, Efficiency, Reforestation, Methane
Methane
Yes
Car, Home, Chicago Climate Air Events, Exchange, u i n s s /Center for i
!
_ ~ i
I1L i
Global Cool UK
-
Renewables, £20.00 Yes No n/a CDM Efficiency Services for which we couldn't find accepted independent product certification or verification information for all vroduets
Carbon Offset Provider
Price (LJS$/Mebic ton C02)
Nonprofit
Projects Types
Project Choice
Offset Types
Product Certification/ Verification
Solar Electric Light Fund USA
$10.00
Yes
Renewables
No
External Calculators
n/a
No
Renewables, Methane
Yes
Home, Car, Events, Business
Environmental Resources Trust (Bus,oess ' projects)
No
Renewables, Efficiency, Reforestation
No
Home, Car, Air, Babies
Depending on project: VCS, VER, Gold Standard or CER
No
Methane, Renewables, Sustainable Forest No Management
Home, Car, Air
CDM, California Climate Action Registry, CCX
Yes
Efficiency, Renewable energy Yes stove programmes
Life, Air, Business, Ticos for South Travel, or on Afiica projects request
No
Renewables, Efficiency
Air' Car' Home, Business
Native E n e r a USA
Carbon Clear UK
3Deaees USA
$15.43
$7.34-?
$17.00
Bleu Ventures Carbon Offset UK
$24.00-28.00
Cleaner Climate UK & Australia
$15.00-18.00
No
Projects may be verified by CDM Gold Standard
-
I I
11 1
I
Resource Solutions Renewables, Efficiency, Carbon Yes Sequestration
Car, Home, Air, Events, Custom
VCS, Gold Standard, CDM, Green-e Energy (for RECs)
No
Forestry/reforestati Yes on, Methane
Personal, Car, Air, Custom packages for businesses, events, and organizations
Chicago Climate Exchange, Climate Community and Biodiversity Standard
$15.00
No
Methane, Efficiency, Renewables, Carbon Sequestration
No
Car, Air, Sea, Events, Chicago Climate Political Exchange Campaigns
Sustainable travel International $15.25 US, Switzerland
Yes
Renewables
No
Air,Car,
No
Office of the Renewable Home, Car, Energy Air, Business Regulator, NSW Government, Ernst & Young.
Enpalo USA
$13.50-25.00
No
Clearsky Climate Solutions $15.00 USA
Standard Carbon USA
Climate Friendly Australia
$16.00-19.00
Enviro Friendly Products Australia
I
Uncook the Planet Australia
$
~
~
/I' 9.45
Bonneville Environmental Foundation USA
I
Mvclimate Switzerland
$33.00-99.00
.
Home, Hotel
See Myclimate
No
Renewables
No ~ ~
Efficiency, Reforestation
No
Home, Vehicle, Personal, NGAC Travel, Event, Business
No
Effjciency
No
Air, Car, Home, Business
Greenhouse Gas Abatement Scheme Project
Yes
Renewables
No
Home, Air, Business, Event
Green-e Climate Certified
Yes
Renewables
Yes
Air, Events, Business
Designated Operational Entity
Car, Air, Motorbike Home, Commute, Business
CDM
I
$29.00
1
Services Accredited by or Products from CDM only _Clear
I
UK
1~16.95
Carbon Passoort UK
E17,50
-
I INo
Various, depending on CDM offset No
No
Renewables, Methane
No
Home, Air, Car, Business CDM
--