Penentuan Produk Unggulan Berbasis Kakao Sebagai Alternatif untuk Meningkatkan Pendapatan Industri Kecil Menengah 1
2
Rini Marlina Setiawati , M.H. Bintoro Djoefrie dan Hartrisari Hardjomidjojo
2
Abstract Cocoa as a highly competitive commodity of Indonesia has not fully utilized by the small and medium industries. By describing the competitive value of cocoa, this study expects to provide one of references for the small and medium industries in order to have some overview on the competitive value of cocoa, especially when they decide on cocoa-based competitive products so that the cultivation and the processing of cocoa can be one of the potential alternatives for the small and medium industries to increase their income. This study aimed to evaluate the priority and the techno-economic feasibility of cocoa-based competitive products. The selected methods of analysis were industrial tree analysis with the application of Exponential Comparative Method to determine the competitive product and the feasibility calculation with the techno-economic analysis approach. The data were collected from questionnaires distributed through the Department of Agriculture, Department of Industry and Trade, as well as researchers who fulfilled the criteria including the capital, technology, and market. The results of the study showed that the respondents selected cocoa paste as their first competitive products, followed by cocoa powder, spice, concentrate, extract, Lecithin and Tannin. The results of the analysis also revealed that the main competitive product such as cocoa paste with an investment of IDR 1,451,250,000 produced 800 kg/day with the profit of IDR 71,537,500/month and the B/C ratio of 1.39, and required the production cost of IDR 101,262,500.
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara agraris sudah lama dikenal sebagai penghasil berbagai komoditas perkebunan yang dapat diandalkan. Pemerintah Indonesia memberikan prioritas tinggi pada pengembangan dan perluasan industri yang mengolah hasil pertanian, termasuk tanaman perkebunan. Contoh tanaman perkebunan yang telah dan akan terus dikembangkan adalah cengkeh, kakao, karet, kelapa sawit, kopi, lada, pala dan panili. Produksi kakao Indonesia terus meningkat selama dua dekade terakhir dan saat ini Indonesia merupakan negara produsen kakao terbesar ketiga di dunia. Pada tahun 1973, volume ekspor kakao Indonesia baru mencapai 540 ton dengan nilai ekspor US$ 580 ribu, tahun 1996 meningkat 274.119 ton dengan nilai US$ 262.847 juta dan tahun 1997 menjadi 219.782 ton dengan nilai ekspor US$ 294.872 juta (Direktorat Jenderal Perkebunan, 1997). Ekspor biji cokelat Indonesia menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, karena cokelat yang di ekspor oleh Indonesia dikategorikan jenis Fine/Flavour Cocoa, yaitu jenis coklat yang biasanya digunakan sebagai pencampur (blending) oleh negara-negara produsen cokelat olahan (Siregar et.al., 1998). Industri bahan baku menghasilkan biji kakao, sementara industri pengolah memproses biji kakao menjadi berbagai produk kakao, antara lain kakao bubuk, kakao massa, cokelat butir dan cokelat batangan. Tingkat konsumsi biji kakao di Indonesia relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai ekspornya. Produksi kakao yang terus meningkat, potensi pasar yang besar, dan melimpahnya bahan baku serta ketersediaan tenaga kerja yang relatif banyak jumlahnya merupakan modal besar bagi pengembangan industri berbasis kakao di Indonesia. Namun kakao sebagai komoditas unggulan di Indonesia, masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh IKM. Oleh karena itu, dibutuhkan peran (campur tangan) pemerintah dalam peningkatan kemampuan bersaing, terutama dalam kemampuan untuk memprediksi lingkungan usaha dan kemampuan untuk mengantisipasi kondisi lingkungan yang dimaksud. Kajian dilakukan untuk menetapkan produk unggulan dari industri Kakao di Indonesia, dengan menggunakan referensi analisis pohon industri kakao, yang menghasilkan tujuh alternatif produk unggulan kakao berdasarkan derivatif (turunan) yang terbanyak yaitu dari cake (Gambar 1). Turunan tersebut terdiri atas : (1) kakao pasta; (2) kakao bubuk; (3) konsentrat; (4) ekstrak; (5) bumbu 1 2
) Alumni PS MPI SPs, IPB ) Staf Pengajar PS MPI SPs, IPB
59
penyedap; (6) lesitin; (7) tanin. Penetapan produk unggulan dibuat dengan mempertimbangkan ketersediaan (1) modal; (2) teknologi; (3) tenaga kerja; dan (4) pangsa pasar dengan melakukan survei di Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta Badan Peneliti (ilmuwan). Produk-produk unggulan yang didapatkan kemudian akan dianalisis dari sisi kelayakan tekno-ekonomi bagi pengembangan produk unggulan yang sesuai bagi usaha IKM.
Kakao pasta Kakao bubuk Konsentrat Cake Ekstrak Bumbu Penyedap Lesitin Tannin
Biji/massa
Lemak kakao Oleokimia
- Kembang gula, cokelat batangan - Minuman, Cokelat butir - Obat, makanan, minuman - Kosmetika - Makanan - Obat-obatan - Industri kimia
Asam lemak
- Industri makanan - Indusri kimia, obatobatan - Industri kimia
Vitamin D Pupuk hijau Protein sel tunggal Gas Bio
-
Pektin Alkohol Jelli Pengisi plastik Bahan bakar
-
Lemak Buah Kakao
Pulp dan kulit
Industri kimia Rumah tangga Industri pakan ternak Industri/Rumah tangga Industri kimia Industri kimia Indusri kimia Industri kimia Industri/Rumah tangga
Gambar 1. Pohon industri Kakao (Saragih, 2002) Secara umum, komoditas unggulan adalah setiap komoditas yang berpotensi besar untuk dikembangkan, dapat dihasilkan secara terus menerus dalam jumlah dan mutu yang baik, dan mempunyai pasar dengan permintaan dan tingkat harga wajar. Sebagai ilustrasi, pengembangan agroindustri dapat meningkatkan produk domestik bruto, meningkatkan kesempatan berusaha, meningkatkan pangsa pasar dan ekspor, menambah pendapatan petani dan meningkatkan produktivitas pertanian (Baharsjah, 1992). Hal tersebut selaras dengan sasaran yang ingin dicapai dari pengembangan agroindustri, yaitu memperluas pembangunan di sektor pertanian, menciptakan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan penerimaan devisa negara dan memperbaiki distribusi penerimaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengembangan agroindustri merupakan upaya menciptakan diversifikasi pada sektor pertanian dalam arti luas. Untuk memanfaatkan peluang serta menjawab tantangan yang dihadapi, maka pengembangan agroindustri harus dilakukan secara selektif melalui penetapan/pemilihan industri unggulan (Dinas Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan, 1996). Kriteria serupa juga digunakan Diantoro (1996) dalam menentukan agroindustri unggulan, yaitu nilai tambah yang didapat, permintaan pasar, jumlah tenaga kerja yang diserap, teknologi yang digunakan dan dikenalnya produk yang dihasilkan oleh masyarakat. Kriteria yang berpengaruh dalam penentuan produk unggulan kakao adalah modal, teknologi, tenaga kerja dan pangsa pasar. Pada saat ini ada beberapa masalah pada komoditas kakao seperti stock (persediaan) biji kakao nasional yang terus meningkat serta harga biji kakao yang difermentasi dan tak difermentasi di tingkat petani relatif sama. Tidak adanya perbedaan harga biji kakao yang difermentasi dengan yang tidak difermentasi tersebut disebabkan oleh mutu biji kakao yang difermentasi petani sangat bervariasi dan adanya penekanan harga oleh pembeli. 2. Permasalahan a. Prosedur apakah yang diperlukan untuk menentukan produk turunan unggulan dari komoditas kakao ?
Jurnal MPI Vol. 2 No. 1. Februari 2007
60
b. Bentuk analisis tekno-ekonomi apakah yang dapat dipilih untuk menyatakan produk turunan unggulan dari komoditas kakao adalah layak untuk diusahakan ? 3. Tujuan Mengkaji produk unggulan berbasis kakao sebagai alternatif usaha IKM, ditinjau dari sisi prioritas dan kelayakan tekkno-ekonomi
METODOLOGI 1. Lokasi Kajian ini dilakukan di Deptan, Deperindag dan Badan Penelitian yang berlokasi di Jakarta. 2. Metode Kerja Perangkat penelitian Berdasarkan berbagai alternatif pemanfaatan kakao dilakukan analisis penentuan karakteristik produk unggulan yang terdiri atas (1) modal, (2) teknologi, (3) tenaga kerja dan (4) pangsa pasar, dengan melakukan survei di Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta Badan Peneliti (ilmuwan). Survei dilakukan dengan Analisis Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Penelitian dengan analisis MPE menghasilkan produk unggulan yang kemudian akan dianalisis dari sisi kelayakan tekno-ekonomi bagi pengembangan produk unggulan dalam operasionalisasi pengembangan usaha bagi IKM (Gambar 2). Metode perbandingan eksponensial Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik tersebut digunakan sebagai pembantu bagi individu pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses. Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam MPE (Marimin, 2003) adalah : Skor 1 = Σ(Nilai ji)
krit j
.................................................. (1)
Skor i = nilai skor dari alternatif ke-1 Nilai ij Krit j i j
= nilai dari alternatif ke-I pada kriteria ke-j = Tingkat kepentingan kriteria ke-j = 1, 2, 3, …, n : jumlah alternatif = 1, 2, 3,…, m : Jumlah kriteria m m
Total nilai (TNi) =
∑ ( RK
ij ) TKK
j
......................................... (2)
j =1
j=1
Keterangan : RK ij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i TKK j = derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j n = jumlah pilihan keputusan m = jumlah kriteria keputusan Penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Semakin besar nilai alternatif, semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing-masing alternatif keputusan akan relatif berbeda secara nyata, karena adanya fungsi eksponensial.
Jurnal MPI Vol. 2 No. 1. Februari 2007
61
Pemikiran Kakao Sebagai Produk Unggulan
Studi Pustaka
Data Sekunder
Data Primer
Analisis Pohon Industri Kakao
Alternatif atas 7 (tujuh) Produk Unggulan
Analisis
Karakteristik Produk Unggulan
Survei di Deptan, Deperindag dan Ilmuwan (Peneliti)
Analisis Metode Perbandingan Eksponensial ( MPE )
Produk unggulan berbasis kakao
Analisis Finansial umpan balik
umpan balik Keputusan
Gambar 2. Diagram kerangka penelitian
Jurnal MPI Vol. 2 No. 1. Februari 2007
62
Kelebihan Metode MPE 1) Terukur, karena MPE memberikan suatu skala untuk mengukur hal-hal yang menggambarkan nilai urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial). 2) Tidak rumit, karena MPE mudah dimengerti bagi yang menggunakannya untuk memecahkan suatu persoalan. 3) Konsisten, karena MPE melacak konsistensi logis dari alternatif-alternatif yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas. 4) Penilaian dan konsensus, karena MPE tidak memaksakan konsensus, dalam memperoleh hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda. Kekurangan Metode MPE 1) Hasil akhir untuk mengambil keputusan yang dihasilkan oleh MPE diperoleh dari pertimbangan beberapa departemen yang terkait, tetapi sering yang menanggapi kuesioner bukan orang yang tepat. 2) Keputusan yang diambil dari responden yang lebih dari satu orang pakar dengan pengalaman dan pandangan/ilmu yang berbeda-beda tentang obyek permasalahan dapat memberikan hasil bias. Analisis MPE digunakan untuk mendapatkan produk terunggul dari tujuh alternatif produk unggulan yang terdiri atas kakao pasta, kakao bubuk, konsentrat ekstrak, bumbu penyedap, lesithin, tannin dan pektin. Sedangkan data diolah dengan formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam metode perbandingan eksponensial dengan menggunakan persamaan (1) dan persamaan (2). Kelayakan Tekno-ekonomi Prestasi dari suatu mesin/teknologi dapat dilihat dari biaya produksinya, yaitu semakin rendah biaya produksinya, maka semakin tinggi keuntungan yang diperoleh. Biaya mesin dan alat pertanian terdiri atas dua komponen, yaitu biaya tetap (fixed costs), dan biaya tidak tetap (variable costs). Sehubungan dengan hal itu, maka dalam kajian ini dianalisis biaya pembelian, perawatan dan pengoperasian dan mesin/teknologi yang digunakan untuk memproduksi produk unggulan, dengan cara memperhitungkan selisih antara biaya yang dikeluarkan dengan pendapatan yang diterima. Kemudian berdasarkan arus kas yang dibuat dengan tingkat bunga komersil tertentu (discount factor) dihitung B/C ratio berikut :
B/C Ratio =
Arus Kas Masuk ........................................ (3) Arus Kas Keluar
Jika B/C ratio lebih besar dari 1, maka secara tekno–ekonomi usaha dinyatakan layak. Jika B/C sama dengan 1, secara tekno–ekonomi usaha dinyatakan mencapai titik impas dan jika B/C lebih kecil dari 1, maka secara tekno-ekonomi usaha dinyatakan tidak layak.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Umum Kakao a. Kakao Tanaman Kakao (Theobroma cocoa. L) berasal dari Meksiko dan Amerika Selatan. Varietas kakao terdiri atas Criollo dan Forestero. Varietas Criollo merupakan tipe kakao yang bermutu tinggi (kakao mulia : choiced, edel cocoa) dan tumbuh pada ketinggian di atas 400 m dari permukaan laut (dpl), dengan ciri buahnya kecil, berwarna merah dengan kulit buah bertonjolan, biji tidak berwarna, mutu tinggi dengan aroma dan rasa yang khas. Varietas Forestero merupakan tipe bermutu rendah (kakao lindak : bulk cocoa) yang tumbuh pada ketinggian di bawah 400 m dpl, dengan ciri buahnya berwarna ungu dan kuning dengan kulit buah hampir rata dan licin, biji berwarna ungu dan besar, cepat berbuah dengan aroma dan rasa yang kurang tajam dibandingkan Criollo. Hibrida dari Forestero dan Criollo dikenal dengan istilah Trinitario, buahnya agak bulat dan ada pula yang agak panjang dengan warna hijau atau merah (Roesmanto, 1991). Menurut Nasution, dkk (1985), mutu biji kakao Trinitario berada sedikit di bawah mutu biji kakao mulia. Iklim merupakan faktor yang sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Faktor iklim tersebut adalah suhu, curah hujan, kelembaban (RH) dan bulan
Jurnal MPI Vol. 2 No. 1. Februari 2007
63
kering (BK). Tanaman kakao dibudidayakan oleh petani terutama untuk diambil bijinya, sehingga upaya yang selama ini dilakukan adalah untuk mempertinggi hasil dan kualitas pengelolaan bijinya b. Pengolahan Kakao Menurut Roesmanto (1991), biji kakao diolah di pabrik dengan melalui beberapa tahapan, yaitu fermentasi (pencucian), pengeringan, sortasi dan penyimpanan. 1) Fermentasi Tujuan utama fermentasi adalah agar terjadi perubahan-perubahan di dalam biji, seperti perubahan warna keping biji, peningkatan aroma dan rasa, serta perbaikan konsistensi keping bici, selain melepaskan pulp. Selama fermentasi, biji beserta pulp mengalami penurunan berat sampai 25%. Biji kakao difermentasikan di dalam kotak berlubang yang berukuran 1,83 m x 0,91 m dengan tinggi 0,15 m. Biji dibalik setiap 48 jam, selama fermentasi berlangsung 4-6 hari (Siregar, et al., 1998). Aroma akan terbentuk 36 jam setelah masa pertama fermentasi. Biji-biji yang terfermentasi dengan baik (fully fermented) ditandai dengan adanya warna cokelat gelap pada 80% kulit luar biji dan adanya pori-pori di dalam biji. Pada biji yang terfermentasi sebagian (half fermented), biji kakao berwarna coklat tua, tetapi tidak ada pori-pori, sedangkan pada fermentasi yang gagal (bad fermented) warna biji ungu dan tidak ada pori-pori di dalam biji (Siregar,et al., 1998). 2) Pengeringan Sebelum dikeringkan, biji yang telah difermentasikan dapat mengalami proses pencucian maupun tidak. Biji yang lebih dulu mengalami pencucian, biasanya menghasilkan kulit biji yang tipis, sehingga rapuh dan mudah terkelupas, sedangkan biji tanpa pencucian memiliki rendemen tinggi dan kulitnya tidak rapuh. Aroma biji tanpa pencucian lebih baik, karena tidak ada bagian yang dibilas oleh air. Pengeringan biji, baik yang melalui proses pencucian maupun tanpa pencucian, dapat dilaksanakan dengan bantuan sinar matahari selama 6 hari atau pengering buatan. Dengan pengering buatan proses pengeringan biji berlangsung pada o o suhu 65 – 68 C. PT. Perkebunan II melakukan pengeringan dengan pengering buatan selama 32 jam dengan pembalikan biji setiap 3 jam. Salah satu alat pengering buatan adalah Barico drier. Dengan pengeringan, biji basah di lapangan mengalami pengurangan berat sampai 37% (Siregar, et al., 1998). 3) Sortasi dan penyimpanan Sortasi biji yang telah dikeringkan dilaksanakan atas dasar berat biji, kemurnian, warna, dan bahan ikutan, serta jamur. Dalam menetapkan mutu biji faktor-faktor seperti kulit ari, kadar lemak dan kadar air turut diperhatikan. Di Ghana, Biji kakao yang mempunyai kadar kulit ari 11,5 – 12%, kadar lemak 57 – 58% dan kelembaban biji 6 – 7%, digolongkan bermutu baik (Siregar,et al. 1998). Di Indonesia, penetapan mutu biji dinyatakan dengan jumlah biji per 100 g contoh. Biji kelas A jumlahnya 90–100 butir setiap 100 g contoh. Biji kelas B jumlahnya 100–110 butir setiap 100 g contoh dan biji kelas C jumlahnya 110–120 butir setiap g contoh (Siregar,et al., 1998). Sortasi biji dilakukan secara visual, dengan membuang biji-biji yang jelek dan rendah mutunya. Biji yang telah disortasi dimasukkan ke dalam karung goni, dengan berat maksimum setiap karung 60 kg. Penyimpanan selama 3 bulan di daerah tropis masih dapat mempertahankan mutu biji, tetapi lebih dari 3 bulan biasanya telah ditumbuhi jamur dan asam lemak bebas akan meningkat (Susanto, 1999). Produk olahan kakao yang banyak diusahakan dalam skala industri adalah produk olahan dari pemanfaatan biji kakao seperti kakao massa atau kakao pasta, kakao bubuk dan lemak kakao (Roesmanto, 1991). Kakao massa adalah produk berbentuk pasta yang diperoleh dari kakao nib (keping biji kakao) melalui proses mekanis tanpa menghilangkan kandungan lemaknya. Lemak kakao adalah lemak yang diperoleh dari kakao massa melalui proses pengempaan hidrolik. Kakao bubuk adalah produk kakao berbentuk bubuk yang diperoleh dari kakao massa setelah dihilangkan sebagian lemaknya dengan atau tanpa perlakuan alkalisasi (Siregar et. al., 1998). Proses pengolahan kakao selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3. Untuk membuat dan mengolah produk olahan yang dapat dikonsumsi, kedua bahan yang sudah terpisah, yaitu bubuk kakao dan lemak kakao dicampur dan ditambah dengan bahan lain seperti gula, susu bubuk, lesitin, bahan penambah cita rasa (flavor), bahan pewarna (bila diperlukan) dan bahan-bahan lain (tergantung jenis produk olahan cokelat yang akan dibuat). Tahapan proses selanjutnya adalah pencampuran, penggilingan dan pembuatan pasta kakao, yang akhirnya menghasilkan pasta kakao yang dapat menjadi berbagai macam
Jurnal MPI Vol. 2 No. 1. Februari 2007
64
produk olahan cokelat (Cook and Meursing, 1982; Minifie, 1989). Dalam hal ini, mutu hasil olahan dari biji kakao selain dipengaruhi oleh proses pengolahan, juga dipengaruhi jenis varietas buah kakao, kematangan dan peralatan yang digunakan sejak dari pemanenan sampai tempat pengolahan (Minifie, 1989). 2. Analisis MPE dalam Penentuan Produk Unggulan Kakao Untuk penentuan produk unggulan kakao dengan Metode MPE dilakukan pengambilan data di Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan Peneliti yang mengetahui seluk beluk kakao dengan baik. a. Analisis Kuesioner MPE dari Departemen Pertanian Hasil penelitian MPE yang dilakukan di Departemen Pertanian menunjukkan bahwa produk unggulan berbasis kakao adalah kakao pasta, kakao bubuk, konsentrat dan bumbu penyedap (Tabel 1). Biji kakao kering
Kadar kotoran 3%
Pembersihan
Kadar air 5%
Penyangraian
Kadar kulit 12%
Pengupasan kulit
uap/larutan Alkalisasi Sterilisasi
Kelembaban
Penyangraian
Penggilingan I
Penggilingan II
Cocoa mass Langkah 1 Langkah 2 Pendinginan
Pressing
Pencetakan
Lemak
Cocoa mass batangan Pencetakan
penyaringan Pendinginan
Coca butter batangan
Cocoa butter cair
Cake
Pemotongan
Powder plant
Pengemasan
Pengemasan
kibbled cake
Gambar 3. Proses pengolahan kakao (Nasution, dkk, 1985)
Jurnal MPI Vol. 2 No. 1. Februari 2007
kakao bubuk
65
Tabel 1. MPE Kakao
1.
Kakao Pasta
4
Teknologi 3
2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kakao Bubuk Konsentrat Bumbu Penyedap Ekstrak Lesitin Tanin Bobot
2 1 1 1 1 1 5
3 2 2 2 2 2 2
No.
Alternatif Industri
Modal
Tenaga kerja 4
Pangsa Pasar 4
4 3 3 3 3 3 4
4 4 4 3 3 3 5
Nilai Akhir
Rangking
2.313
1
1.321 1.110 1.110 329 329 329
2 3 3 4 4 4
b. Analisis Kuesioner MPE dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan Hasil penelitian MPE yang dilakukan di Departemen Perindustrian dan Perdagangan menunjukkan bahwa produk unggulan berbasis kakao adalah kakao pasta, konsentrat dan bumbu penyedap, serta ekstrak, lesitin dan tanin (Tabel 2). Tabel 2. MPE Kakao No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
c.
Alternatif Industri Kakao Pasta Konsentrat Bumbu Penyedap Ekstrak Lesitin Tanin Kakao Bubuk Bobot
Modal 4 1 1 1 1 1 3 3
Teknologi 4 2 2 2 2 2 3 2
Tenaga kerja 3 3 3 3 3 3 2 4
Pangsa Pasar 2 4 4 3 3 3 4 3
Nilai Akhir 169 150 150 113 113 113 86
Rangking 1 2 2 3 3 3 4
Analisis Kuesioner MPE dari Peneliti Perkebunan Hasil penelitian MPE yang dilakukan di Pusat Penelitian menunjukkan bahwa produk unggulan berbasis kakao adalah kakao pasta, kakao bubuk dan bumbu penyedap (Tabel 3).
d. Analisis Gabungan Kuesioner MPE Hasil penelitian MPE gabungan yang dilakukan di tiga lembaga (Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan Peneliti Perkebunan) menunjukkan hasil bahwa kakao pasta sebagai produk unggulan prioritas pertama dari kakao, sementara prioritas produk unggulan lain mengalami pergeseran rangking dari satu kuesioner ke kuesioner yang lain. Hasil olahan data dari ketiga respoden dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5 Dari perbandingan hasil dari masing-masing instansi dapat diketahui rangking untuk semua alternatif industri yang dipilih, yaitu rangking 1 Kakao Pasta; rangking 2 adalah Kakao Bubuk; rangking 3 adalah Bumbu Penyedap; rangking 4 Konsentrat; rangking 5 ekstrak dan rangking 6 Lesitin dan tanin. Tabel 3. MPE Kakao No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Alternatif Industri Kakao Pasta Kakao Bubuk Bumbu Penyedap Konsentrat Ekstrak Lesitin Tanin Bobot
Modal 2 5 3 2 2 1 1 2
Teknologi 3 4 4 3 3 2 2 2
Tenaga kerja 4 3 3 3 3 3 3 4
Pangsa Pasar 3 4 2 2 2 3 3 2
Nilai Akhir 278 138 110 98 98 95 95
Rangking 1 2 3 4 4 5 5
Jurnal MPI Vol. 2 No. 1. Februari 2007
66
Tabel 4. Rangking MPE Kakao gabungan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Alternatif Industri
Nilai Akhir
Rangking
2.760 1.545 1.370 1.358 540 537 537
1 2 3 4 5 6 6
Kakao Pasta Kakao Bubuk Bumbu Penyedap Konsentrat Ekstrak Lesitin Tanin
Tabel 5. Tabel perbandingan hasil No. Keterangan 1. 2. 3.
Deptan Deprindag Peneliti Total Rangking
Kakao Pasta 2.313 169 278 2.760 1
Kakao Bumbu KonsenBubuk Penyedap trat 1.321 1.110 1.110 86 150 150 138 110 98 1.545 1.370 1.358 2 3 4
Ekstrak
Lesithin Tanin
329 113 98 540 5
329 113 95 537 6
329 113 95 537 6
Gabungan 6.841 894 912
3. Analisis Kelayakan Tekno-Ekonomi Kakao Pasta sebagai Produk Unggulan Bagi IKM Pembuatan kakao menjadi kakao pasta perlu didukung dengan metode atau cara kerja yang tepat dan mesin/peralatan yang sesuai dengan kebutuhan, agar hasil produksinya berkualitas, berdaya guna, berhasil guna dan bernilai guna. Mesin-mesin dan perangkat pendukung yang diperlukan untuk memproduksi kakao pasta adalah mesin-mesin yang membutuhkan biaya yang cukup besar (Tabel 6, 7 dan 8). Analisis biaya total dan pendapatan disajikan pada Tabel 9. Tabel 6. Modal investasi produksi kakao pasta (Kapasitas 800 kg/hari) No. 1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11
Komponen Investasi Tanah, Bangunan, Gudang Kompresor Listrik a) Tipe Y112H-4 b) Tipe Y100 LA-4 Kendaraan Roda 4 (Box)- 3 buah Ball Mill Timbangan (2 buah) Diesel Genset Peralatan Penunjang Produksi Suku Cadang Peralatan Peralatan untuk Perawatan Mesin Giling Gula Pompa Air Sirkulasi TOTAL ( 1+2……+11)
Jurnal MPI Vol. 2 No. 1. Februari 2007
Umur Ekonomis (tahun) 10 10 10 5 5 5 5 5 5 5 5 5
1.200.000.000
Penyusutan per bulan (Rp.) 10.000.000
8.000.000 7.000.000 90.000.000 125.000.000 1.500.000 10.000.000 5.000.000 2.500.000 500.000 1.500.000 250.000 1.451.250.000
66.667 58.333 1.500.000 2.083.333 25.000 166.667 83.333 41.667 8.333 25.000 4.167 14.062.500
Harga (Rp.)
67
Tabel 7. Biaya tenaga kerja dan asuransi No. 1.
2.
Uraian
Tenaga Kerja (orang)
Biaya Tenaga Kerja
Gaji/Upah per bulan (Rp.)
10
a) Staff
1.600.000
b) Buruh
3.500.000
Biaya Asuransi
5.000.000
Jumlah (1+2)
10.100.000
Perhitungan Benefit/Cost Ratio a. Total Investasi b. Total Pendapatan/Tahun (172.800.000 x 12) c. Total Biaya/Tahun
Rp. 1.451.250.000 Rp. 2.073.600.000 Rp. 1.215.150.852
Perhitungan benefit cost ratio dapat dilakukan setelah disusun arus kas masuk dan arus kas keluar (Tabel 10). Perhitungan dilakukan dengan mengacu pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dengan asumsi tingkat bunga komersial 10%. Tabel 8. Biaya bahan baku, bahan bakar dan bahan pembantu (kapasitas 800 kg/hari) No. I
II III
Uraian Bahan Baku Cokelat Pasta a) Tepung Whey/Susu (Kg) b) Mentega Putih (Kg) c) Tepung Cokelat (Kg) d) Lesithin (Kg) e) Gula Halus (Kg) f) Emulsifier (Kg) g) Minyak Choko Glose (Kg) h) Bubuk Krim/ Flavour (Kg) Bahan Pengemas Bahan Bakar (Mesin & Kendaraan) Total (I + II + III)
Jumlah/ Tahun
Biaya/ Unit (Rp)
Biaya/Tahun (Rp)
Biaya/Bulan (Rp)
16.800 2.400 13.440 480 31.200 480 31.200 144
8.000 4.800 25.000 8.000 4.800 24.500 7.000 80.000
134.400.000 11.520.000 336.000.000 3.840.000 149.760.000 11.760.000 218.400.000 11.520.000 12.000.000 18.000.000
11.200.000 960.000 28.000.000 320.000 12.480.000 980.000 18.200.000 960.000 1.000.000 1.500.000
907.200.000
75.600.000
Tabel 9. Tabel pendapatan dan biaya Pendapatan : 1. Penjualan (800x12.000x20) 2. Pajak Penjualan (10%x800x12.000x20)
192.000.000 19.200.000
3. Total Pendapatan setelah potong pajak (3 = 2 - 1)
172.800.000
4. Biaya : a. Biaya Tetap (Modal Investasi + Tenaga Kerja + Asuransi + Listrik) b. Biaya Tidak Tetap
(14.062.500+10.100.000 +1.500.000)
25.662.500 75.600.000
Total Biaya (4a + 4b)
101.262.500
TOTAL PENDAPATAN (3 – 4)
71.537.500
Jurnal MPI Vol. 2 No. 1. Februari 2007
68
Tabel 10. Arus kas industri Kakao pasta Jumlah arus kas masuk (Rp.)
Jumlah arus kas keluar (Rp.) 1.451.250.000 2.073.600.000 1.215.150.000 2.073.600.000 1.215.150.000 2.073.600.000 1.215.150.000 2.073.600.000 1.215.150.000 2.073.600.000 1.215.150.000 236.250.000 2.073.600.000 1.215.150.000 2.073.600.000 1.215.150.000 2.073.600.000 1.215.150.000 2.073.600.000 1.215.150.000 2.073.600.000 1.215.150.000 J U M L A H (1+2+…….+10)
Thn 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
B/C Ratio =
Arus Kas Masuk Arus Kas Keluar
=
Disc Fac 10% 1,0000 0,9091 0,8264 0,7513 0,6830 0,6209 1,0000 0,5645 0,5132 0,4665 0,4241 0,3855
12.741.235.200 9.153.989.175
Arus Kas Masuk (Rp.) 1.885.109.760 1.713.623.040 1.557.895.680 1.416.268.800 1.287.498.240 1.170.547.200 1.064.171.520 967.334.400 879.413.760 799.372.800 12.741.235.200
Arus Kas Keluar (Rp.) 1.451.250.000 1.104.692.865 1.004.199.960 912.942.195 829.947.450 754.486.635 236.250.000 685.952.175 623.614.980 566.867.475 515.345.115 468.440.325 9.153.989.175
= 1,39 (layak diusahakan)
Berdasarkan perhitungan analisis kelayakan tekno-ekonomi industri kakao pasta layak untuk diusahakan, karena industri ini memungkinkan dapat dikelola oleh IKM, terutama sebagai salah satu alternatif pengusaha IKM dalam meningkatkan pendapatannya. Oleh karena itu, IKM dalam melakukan usahanya harus memperhatikan mengenai volume permintaan, mutu, cara pengiriman, penawaran (supply) dan harga dasar. Untuk pengembangan usahanya IKM dapat meminta bantuan kepada pihak bank untuk menyediakan kredit guna pembelian peralatan yang sesuai dengan skala IKM yang akan digunakan dalam memproduksi kakao pasta, sesuai standar kakao pasta dipasaran.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Berdasarkan informasi dari pohon industri dalam analisis implementasi MPE yang dilakukan dengan menggunakan pertimbangan dari Deperindag, Deptan dan Peneliti, diperoleh hasil mutlak bahwa produk unggulan Kakao adalah Kakao pasta. b. Perhitungan B/C Ratio 1,39 (DF = 10%) menunjukkan industri Kakao pasta layak dan menguntungkan sebagai suatu usaha produksi. 2. Saran a. Upaya peningkatan mutu penduduk sebagai modal pembangunan, terutama petani, harus terus dilakukan. b. Pemerintah bekerja sama dengan pihak Swasta dan Lembaga Keuangan, hendaknya dapat memberikan bantuan nyata berupa penyuluhan, pembinaan dan bantuan keuangan kepada IKM agar mampu mengolah kakao menjadi suatu produk prospektif yang sesuai dengan kemampuan IKM.
DAFTAR PUSTAKA Baharsjah, S. 1992. Strategi Prospek Pengembangan Agroindustri di Indonesia Makalah Seminar Operasional Pengembangan Agroindustri 3 Oktober 1992. IPB, Bogor. Cook. L.R and E.H. Meursing. 1982. Chocolate Production Use. Harcout Bracevanovich, Inc., New York.
Jurnal MPI Vol. 2 No. 1. Februari 2007
69
Diantoro, R. 1996. Kajian Pengembangan Agroindustri Berbasis Pertanian di Pedesaan Kabupaten Garut. Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Dinas Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan. 1996. Analisis Peluang dan Tantangan Pengembangan Sub Sektor Agroindustri Menuju Pasar Bebas. Makalah Simposium Agroindustri ASEAN Desember 1996. Bogor. Direktorat Jenderal Perkebunan. 1997. Kakao. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. Marimin, 2003. Pengambilan Keputusan Berbasis Indeks Kinerja. Modul Teori Keputusan. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Minifie, B.W. 1989. Chocolate, Cocoa dan Confectionery. Science and Technology, New York. Nasution, M.Z, W. Tjiptadi dan B.S. Laksmi. 1985. Pengolahan Cokelat. Agroindustri Press, Bogor. Roesmanto, J. 1991. Kakao : Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media, Yogyakarta. Saragih, F.A. 2002. Kajian Pengembangan Agroindustri Kakao Rakyat di Kabupaten Asahan. Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Siregar, T.H.S., S. Riyadi dan L. Nuraeni, 1998. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Cokelat. Penebar Swadaya, Jakarta. Susanto, F.X. 1999. Tanaman Kakao Budidaya dan Pengolahan Hasil. Kanisius, Yogyakarta.
Jurnal MPI Vol. 2 No. 1. Februari 2007