EDISI Desember 2015 Vol. 07 N0. 02
JURNAL SMAKPA
ISSN : 2252 – 374X
PRODUK INOVATIF MENDUKUNG INDUSTRI KECIL MENENGAH BERWAWASAN LINGKUNGAN
Diterbitkan Oleh :
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN – SMAK PADANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RI Page i Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
JURNAL SMAKPA
ISSN : 2252 – 374X
Vol. 07 No. 02 Desember 2015
DEWAN REDAKSI Pembina : Kepala Sekolah Menengah Kejuruan – SMAK Padang Penanggung Jawab : Sylvi, S.T, M.Si Penelaah Ahli : Prof. Dr. Safni, M.Eng, Dr. Mai Efdi Redaktur : Silvania Lorina, M.Si Editor : Yeni Hermayanti, M.Si, Rahmad Widodo,S.Si,.M.Sc, Anis Nur Afifah, S.Si Redaktur Pelaksana : Fitriyeni, M.Si Sekretariat : Novi Adeline Rosalia, S.Psi, Nova Nelfia, Cut Afriyeni Yohanerika, Novia Nelza, M.Si, Elga Lusiana, S.Si,.Gr. DARI REDAKSI Dengan segala kerendahan hati, Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga Jurnal SMAKPA ini dapat diterbitkan kembali ke hadapan para pembaca sebagai bentuk dan upaya pemenuhan kerinduan akan pengetahuan, keilmuan dan pemahaman manusia terhadap lingkungannya. Pada penerbitan kali ini, kami mencoba untuk menyajikan penelitian-penelitian mengenai pemanfaatan bahan alam dan limbah lingkungan sekitar kita. Redaksi
mengucapkan
terima
kasih
kepada
para
penulis
yang
telah
menyumbangkan karya-karya ilmiahnya untuk dipublikasikan di Jurnal SMAKPA. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk memperbaiki mutu dan penampilan terbitan jurnal ini.
Alamat Redaksi / Penerbit
SMK-SMAK Padang
Jl. Alai Pauh V no. 13 Kelurahan Kapalo Koto, Kecamatan Pauh Kota Padang 25163, Telp: (0751) 777702 Fax : (0751) 777703 www.smk-smakpa.sch.id Email :
[email protected]
Blog : http://laboratoriumsmakpa.blogspot.com/ http://jurnalsmakpa.blogspot.com/
Page ii Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
JURNAL SMAKPA PRODUK INOVATIF MENDUKUNGINDUSTRI KECIL MENENGAH BERWAWASAN LINGKUNGAN VOL. 07, NO. 02, Desember 2015
DAFTAR ISI
1. Pembuatan dan Analisa Jelly Cincau dari Daun Cincau Hitam (Mesona palustris) ....
1
2. Pembuatan dan Analisis Perekat Kayu Lapis Dari Limbah Kulit jengkol ...................
7
3. Pembuatan dan Analisis Lem Ramah Lingkungan dari Tulang Kaki Kambing..........
11
4. Pembuatan dan Analisis Minuman Bubuk Biji Pepaya dengan Tambahan Kepala Muda dan Buah Nangka .......................................................................................
16
5. Pembuatan dan Analisis Susu Sereal dari bibit Teratai Salju (Saussurea involucrate) dan Kacang Hijau (Vigna radiata) .....................................................................................
22
6. Pembuatan dan Analisis Saleb Obat Luka dari Ekstrak Buah Mengkudu (M.Citrofolia,L.) ...................................................................................................................
29
7. Pembuatan dan Analisa Kertas Hias Aroma Terapi dari Batang Padi (Oryza sativa.L) ................................................................................................................................
35
8. Pembuatan dan Analisis Zat Warna Alami dari Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) Sebagai Pewarna makanan .............................................................................
39
9. Amoniasi Jerami Padi (Oryza sativa) Untuk Pakan Ternak............................................
43
10. Pembuatan dan Analisis Insektisida dari Jeringau (Acorus calamus. L) dan Daun Sirsak (Anona muricata) .....................................................................................................
50
11. Pembuatan dan Analisis Pupuk Cair dari Isi Perut Ikan, Sisa Sayuran dan Kotoran sapi ........................................................................................................................
54
12. Pembuatan dan Analisis Asap Cair (Liquid Smoke) Grade 2 Sebagai Pengawet Alami dari Sekam Padi .......................................................................................................
62
13. Pembuatan dan Analisis Sabun Pembersih Wajah dari Minyak Kelapa dengan Bahan Aditif Ampas Teh (Camellia sinensis) ...................................................................
69
14. Pembuatan dan Analisis Bioetanol dari Bengkoang (Pachyrihizus erosus) ...................
74
15. Pembuatan dan Analisis balsem Aroma Terapi dengan Penambahan Minyak Atsiri Pala (Myristica fragrans Houtt)................................................................................
78
16. Pembuatan dan Analisis Tisu Wajah dari Limbah Kulit pisang (Musa paradisiata) ...
86
17. Pembuatan dan Analisis Efektif Mikroorganisme dari Limbah Cair Pabrik Tahu, Bekatul dan Limbah Sayuran ........................................................................................... 18. Pembuatan dan Analisis Teh Kulit Manggis Sebagai Penurun Kadar Kolesterol Page iii Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
93
Darah ....................................................................................................................................
101
19. Pembuatan dan Analisis Bioetanol Gel (Biogel) dari Air Kelapa (cocosnucifera) ........
108
20. Pemanfaatan Tulang Sapi Menjadi Pasta Gigi ................................................................
112
21. Pembuatan dan Analisis Teh Herbal dari Daun Suku (Artocarpus atilis) .....................
117
22. Pembuatan dan Analisis Permen Jelly dari Daun Sirsak (Annona muricata) ...............
122
Page iv Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PEMBUATAN DAN ANALISA JELLY CINCAU DARI DAUN CINCAU HITAM (Mesona palustris) Antun Kamilah , Bayanul Arif dan Lili Anisa Laboratorium SMK –SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel.Kapalo Koto no 13 Kec. Pauh Kota Padang E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Cincau hitam( Mesona palustris )merupakan salah satu tanaman obat yang cukup potensial untuk dikembangkan. Saat ini, pengembangan usaha agribisnis tanaman ini mempunyai peluang dan potensi pasar yang cukup baik. Untuk mendukung penyediaan bahan tanaman secara massal, maka dilakukan perbanyakan secara in vitro. Penelitian perbanyakan tanaman cin-cau hitam dilakukan di laboratorium mulai bulan februari sampai maret 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan dari daun cincau untuk kesehatan, dari hasil analisa diperoleh kadar gula 5,55 %, kadar lemak 2,23% kadar posfor 14,72 ppm dan Calsium 0,32%, kadar air 84, 65%, cemaran mikroba 8 x 104. Kata kunci : Cincau Hitam, Fungsional, Kesehatan
ABSTRACT Mesona palustris is one of the medi-cinal plant which is potential to be developed. Recently, the agribisnis of this plant commo-dity is considered to be potential. To support the availability of plant material, propagation by tissue culture technique being a good alternative for mass production. This expe-riment was conducted from Februari to maret 2015 at the Tissue Culture Laboratory parameter test parameters are small sugar and fat content of 5.55 % obtained 2.23% phosphorus content of 14.72 ppm and 0.32 % Calcium, water content of 84, 65%, microbial contamination of 8 x104. Keywords : Black Grasss Jelly, Functional, Healthy
PENDAHULUAN Cincau adalah gel serupa agar-agar yang diperoleh dari perendaman daun (atau organ lain) tumbuhan tertentu dalam air. Gel terbentuk karena daun tumbuhan tersebut mengandung karbohidrat yang mampu mengikat molekul-molekul air. (Wikipedia.org) Kata "cincau" sendiri berasal dari dialek Hokkian sienchau yang lazim dilafalkan di kalangan Tionghoa di Asia Tenggara. Cincau sendiri di bahasa asalnya sebenarnya adalah nama tumbuhan (Mesona spp.) yang menjadi bahan pembuatan gel ini. Cincau paling banyak digunakan sebagai komponen utama minuman penyegar (misalnya dalam es cincau atau es campur). Cincau hitam yang lebih dikenal dengan nama janggelan kini mulai dikenal masyarakat dan semakin diminati sebagai produk kesehatan yang dapat digunakan untuk berbagai produk pangan maupun non pangan. Prospek produk olahan cincau hitam ke depan sangat baik karena semakin banyak orang menyukai cincau hitam sebagai campuran minuman juga
sekaligus sebagai pangan fungsional yang baik untuk kesehatan. Cincau hitam sudah dikonsumsi masyarakat Indonesia, Cina, Jepang, Korea, dan Asia Tenggara. Menurut para ahli gizi dan kuliner, cincau hitam sangat baik dikonsumsi oleh semua kalangan. Cincau hitam merupakan salah satu produk potensial yang perlu dikembangkan. Dari produk tersebut, dapat dihasilkan berbagai produk inovatif untuk kebutuhan pangan sehat maupun non pangan yang banyak dibutuhkan di Indonesia maupun luar negeri. Di Indonesia produk baru cincau belum banyak diproduksi, padahal permintaan terus meningkat. Bubuk cincau hitam instan, baru diproduksi oleh tiga buah industri yang ada di Malang dan Surabaya. (Widyaningsih, 2007). Cincau hitam sangat kaya mineral terutama kalsium dan fosfor, vitamin A, B1, C, kandungan kalori yang rendah dan kandungan air yang banyak. Cincau juga baik dikonsumsi bagi orang yang sedang menjalani diet, selain rendah kalori juga tinggi serat. Cincau dipercaya
Page 1 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
mampu meredakan panas dalam, sembelit, perut kembung, demam, dan diare. Sedangkan serat bermanfat untuk membersihkan organ pencernaan dari zat karsinogen penyebab kanker. Cincau mengandung antioksidan dan dipercaya mampu mematikan sel kanker. Cincau hitam merupakan makanan penghilang dahaga dan menyegarkan ini juga memiliki kandungan serat larut air (soluble dietary fiber) yang terdapat di dalamnya. Sehingga hal ini menjadi latar belakang penulis untuk mengangkat judul “Pembuatan Bubuk Cincau dari Daun Cincau (Mesona palustris)” sebagai laporan Analisis Terpadu II sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di SMK-SMAK Padang. BAHAN DAN METODE Alat yang digunakan di Laboratorium berupa alat gelas, pH Meter, AAS, Spektrofotometer UV-Vis Bahan dasar yang akan digunakan adalah daun cincau kering, yang dibeli di daerah Lubuk Ipuh, kota Padang, Sumatra Barat. Bahan yang digunakan antara lain, Daun cincau hitam kering yang sudah dihaluskan, tepung tapioka, soda ash. Cara Kerja Pengujian Mutu Produk Penetapan Kadar Lemak Pada Metode Thermovolumetri
Produk
Persiapkan peralatan dalam keadaan bersih dan kering, Timbang sampel dengan teliti dengan, neraca analitik 2 gr, Buat selongsong dengan kertas saring dan beri kapas dan benang, Masukkan sampel kedalam selongsong, Keringkan dalam oven (80oC) selama 1 jam, Pasang dan rangkai alat soklet, letakkan pada hotplate, Gunakan labu dasar bulat yang telah berisi batu didih yang telah konstan, Masukkan selongsong pada alat soklet, Pasang dan hubungkan pada kran air, Isi labu dasar bulat 2/3 dengan Hexana, Hidupkan heating mantle sampai lemak terekstrak semua, Uji terlebih dahulu dengan tabung reaksi yang berisi NaOH dan hasil. ekstrak jika ada busa maka proses dilanjutkan begitupun sebaliknya, Jika sudah terekstrak semua maka proses dihentikan dan Hexana yang tersisa diuapkan dalam Oven (105oC) selama 2 jam, Lalu pindahkan dalam desikator selama 15 menit lalu timbang hingga bobot konstan.
Gambar 1. Diagram pembuatan produk
Uji Kadar Gula Preparasi sample dengan cara ditimbang sampel sebanyak 2 gr, Lalu dimasukkan kedalam labu ukur yang berisi 5ml Pb asetat ½ basa, Kocok lalu ditambahkan 1 tetes (NH4)2HPO4 10% untuk menguji apakah Pb asetat ½ basa mengendap seluruhnya, Tetesi demi tetes hingga tidak ada endapan lagi. Kadar gula Sebelum inversi dipipet 10 ml filtrat tadi dimasukkan ke dalam erlenmeyer ditambahkan 15 ml aquades 25 ml luff schoorl, dengan pipet gondok dan batu didih, dipasang pendingin tegak dan dilakukan refluk selama 3 menit sudah mendidih, dipanaskan terus selama 10 menit Kemudian diangkat dan didingin kan di bak es jangan digoyang, setelah dingin tambah 25 ml H2SO4 25% dan 10 ml larutan KI 20% ( hati hati terbentuk gas CO) Lalu dititrasi dengan thio hingga kuning gading lalu ditambahkan 2 ml amilum dititrasi kembali hingga biru hilang. Kadar gula Setelah Inversi dipipet 50 ml filtrat tadi dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml tambahkan 25 ml HCl 25% lakukan dihidrolisis pada penangas air apabila suhu mencapai 68-75oC pertahan kan selama 10 menit. Ditambahkan indikator PP, dinetralkan larutan tersebut dengan NaOH 30% cek pH nya dengan kertas pH Universal, jika sudah netral dipaskan dengan aquades hingga tanda tera, dipipet 10 ml filtrat tadi dimasukkan ke dalam erlenmeyer ditambahkan 15 ml aquades dan
Page 2 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
25 ml luff schoorl dengan pipet gondok dan batu didih, dipasang pendingin tegak dan dilakukan refluk selama 3 menit sudah mendidih, dipanaskan terus selama 10 menit, Kemudian diangkat dan dingin kan di bak es jangan digoyang, setelah dingin ditambah 25 ml H2SO4 25% dan 10 ml larutan KI 20% ( hati hati terbentuk gas CO) , Lalu dititrasi dengan Thio hingga kuning gading lalu ditambahkan 2 ml amilum dititrasi kembali hingga warna biru hilang, Kadar Phospor Metoda Spektrofotometri (Petunjuk Praktek Pengawasan Mutu Hasil Pertanian 1) Disiapan larutan Contoh / Sampel ditimbang dengan teliti 1 g sampel kemudian dimasukkan ke dalam cawa porselen. ditambahkan 10mL larutan seng asetat dan diaduk hingga merata. diuapkan dengan hati-hati diatas lempeng pemanas atau pada pembakar api Bunsen. dipijarkan di dalam furnace pada suhu 550oC sampai diperoleh abu yang bebas arang (1-2 jam) kemudian dinginkan. dibasahi abu yang terbentuk dengan 15 mL air suling dan cuci hati-hati sisa dalam cawan dengan 5mL larutan asam nitrat. dipanaskan hingga mendidih dan dinginkan kembali. Dipindahkan kedalam labu ukur 250 mL dan bilas cawan tiga kali, tiap kali dengan 20 mL air suling. Masukan air bilasan kedalam labu ukur dan dipaskan dengan aquadest hingga tepat tanda tera dan dihomogenkan. Pada masing-masing labu 50 mL ditambahkan 10 mL larutan amonium vanadat dan 10 mL molibdat. *Kocok baik-baik setiap kali penambahan larutan. dimasukan 10 mL larutan sampel lalu diencerkan dengan aquadest hingga 50 mL dihomogenkan dan diamkan 10 menit. Pembuatan Kurva Standar Pada masing-masing labu deret dan labu blanko ditambah 10 mL larutan amonium vanadat, 10mL larutan amonium molibdat, dicampurkan dengan baik. 2,5 mL, 5 mL, 7,5 mL, dan 10 mL, larutan baku KH2PO4 dimasukan dalam labu ukur 50 mL masing-masing secara terpisah serta buat pula larutan blanko lalu ditambahkan 10 mL larutan asam nitrat. *kocok baik-baik setiap penambahan pereaksi Encerkan dengan aquadest menjadi 50 mL lalu di homogenkan dan diamkan 10 menit. Pembacaan dengan alat Spektrofotometer ditetapkan transmittance (resapan) 1 cm dari masing-masing larutan baku pada panjang gelombang 400 nm dengan menggunakan
Spektrofotometer dan digunakan larutan blanko sebagai pembanding, lakukan juga pada larutan sampel. Buatlah kurva baku dari nilai transmittance dengan panjang gelombang tersebut sebagai resapan dari masing-masing larutan terhadap kadarnya dalam mg phosphor (P) pada setiap 50 mL. Kadar Kalsium Metoda Kompleksometri Prosedur Persiapan Sampel Melakukan pengabuan dengan cara ditimbang cawan porselein yang akan digunakan untuk menimbang sampel hingga diperoleh bobot konstan. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukan ke dalam cawan porselin kemudian dipijarkan diatas nyala api pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi. dumasukan ke dalam furnace dengan suhu 540o C selama 4 jam, sesudah sampel abu berwarna putih, sampel diangkat dan dimasukan ke dalam eksikator. Setelah 1 jam sampel ditimbang kembali. setelah dilakukan pengabuan terhadap contoh padat yang akan dianalisa, maka abu tersebut dilarutkan dalam HCl (1:4) dan dipindahkan semua abu yang terlarut ke dalam gelas piala. Uapkan airnya sampai menjadi pekat, kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 1 jam. Basahi residu kering dengan 5 ml HCl pekat dan 50 ml air suling dan dipanaskan lagi diatas penangas air selama beberapa menit. Setelah beberapa menit sampel diangkat dan didinginkan selama 5 menit, setelah itu dimasukan dalam labu ukur 50 mL lalu diencerkan dengan air suling sampai tanda tera. Prosedur Analisa Sampel dipipet 5 ml larutan sampel ke dalam erlenmeyer 250 ml, dibubuhi dengan 25 ml air suling, ditambahkan NaOH 4 N hingga pH 11, ditambahkan 10 ml larutan buffer pH 11. ditambahkan indikator murexide. dititrasi dengan EDTA 0,1 M sampai warna berubah dari merah ke violet. Lakukan triplo. Uji Organoleptik Diambil agar cincau dari packingnya. Dicium bau sampel untuk mengetahui bau sampel Dilihat warna sampel untuk mengetahui warna sampel. Dirasakan tekstur dari sampel (halus, agak halus, tidak halus, dsb). Uji ini dilakukan oleh 30 orang panelis tidak terlatih yang dipilih berdasarkan umur. Penetapan Kadar Air Metoda Thermovolumetri
Page 3 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Disiapkan semua alat dan bahan. Ditimbang dengan teliti 3 gram sampel dengan neraca analitik, dimasukkan ke dalam labu didih. dirangkai alat destilasi dengan alat aufhauser. ditambahkan larutan xylene lebih kurang 150 mL dengan beaker gelas, dilakukan pemanasan, dan atur tetesan air jatuh 4 tetes tiap detiknya. pengerjaan dihentikan apabila volume air tidak bertambah. Cemaran Mikroba ( Angka Lempeng Total) Disiapkan semua alat dan bahan. disterilkan alat-alat gelas yang akan digunakan dengan oven, dan bahan yang digunakan dengan autoclave. Ditimbang sampel secara aseptis sebanyak 10 gram, dimasukkan kedalam erlenmeyer yang berisi aquadest yang sudah steril, homogenkan dan beri label 10-1. disediakan 3 tabung reaksi yang sudah berisi 9 mL aquadest steril, beri masing-masing label 102, 10-3, 10-4. dipipet sampel sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi 10-2 kemudian dihomogenkan. dipipet tabung reaksi 10-2 dimasukkan ke dalam tabung reaksi 10-3 dan dihomogenkan. dipipet tabung reaksi 10-3 dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi 10-4 dan dihomogenkan. Dipipet masing-masing 1 mL tabung reaksi 10-3 dan 10-4 tuang ke dalam 2 cawan petri berlabel 10-3 dan 10-4. dituangkan media PCA steril. dihomogenkan dan inkubasikan selama 2 x 24 jam dalam suhu 3537 ℃ . Catat pertumbuhan koloni. Kadar Protein Metoda makro Kjedahl Semua alat dalam keadaan kering dan bersih. Ditimbang sampel sebanyak 5 gram. Dimasukkan kedalam labu kjedhal. Kemudian ditambahkan 2 gram campuran selen (sebagai katalis), dan beberapa batu didih. ditambahkan 25 mL H2SO4 pekat. Lakukan proses destruksi sampai warna larutan di dalam labu kjedhal biru atau hijau jernih. didinginkan hasil destruksi di dalam ember berisi air, dipindahkan hasil destruksi kedalam labu ukur 100 mL dan bilas labu kjedhal dengan aquades. Hasil dibilasan dimasukkan ke dalam labu ukur berisi hasil destruksi. Dipaskan volume hingga 100 mL. Dihomogenkan dan dituang seluruh isi labu ukur ke dalam labu destilasi. ditambahkan NaOH 40% hingga larutan di dalam labu berwarna ungu kebiruan, ditambahkan indikator pp 1% 3 tetes. Langsung disambungkan ke rangkaian alat destilasi (agar gas NH3 yang terbentuk setelah penambahan NaOH tidak menguap). Untuk penampung hasil destilasi, erlenmeyer ditambahkan 50 mL H2SO4 0,25 N dan 3 tetes indikator MM 1%. dihentikan proses destilasi jika destilat telah berwarna kuning. Kemudian dititar dengan NaOH 0,25 N. Catat volume penitaran. dilakukan pengerjan triplo dan
kerjakan blanko. Untuk mengetahui konsentrasi NaOH, lakukan standardisasi dengan asam oksalat 0,25N HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Produk Produk yang dihasilkan adalah agar cincau yang terbuat dari daun cincau hitam. Produk ini dikemas dengan wadah plastik yang diberi tutup Hasil Uji dan Kualitas Mutu Produk. Hasil Kadar Lemak. Tabel 1. Hasil Analisa Lemak
Dari tabel hasi; analisis lemak telah memenuhi syarat SNI 01-4270-1996 akan tetapi kadar lemak yang didapatkan tidak begitu besar. Hasil Kadar Gula Kadar Gula Sebelum Inversi Tabel 2. Hasil Analisa Kadar Gula Sebelum Inversi
Kadar gula setelah inversi Tabel 3. Hasil Analisa Kadar Gula Sesudah Inversi
Dari tabel hasil analisis kadar gula telah memenuhi Syarat Mutu Jelly No. 01-3552-1994 akan tetapi kadar gula yang didapatkan tidak begitu besar. Hasil Kadar Phosphor Spektrofotometri Tabel 4. Hasil Penetapan Kadar Phospor N Parameter o
Hasil ppm
%
Standar Acuan Pp % m
1
Kadar Phospor
14.96
0.001496
10
0.001
2
Kadar Phospor
14.48
0.001448
10
0.001
Rata-Rata
14.72
0.001472
10
0.001
Sumber : DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan)
Dari data tabel diatas didapat kadar phospor sebesar 14,72 ppm atau sebesar 0.001472 % sedangkan pada DKBM (Daftar Komposisi
Page 4 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Bahan Makanan) Indonesia sebesar 10,00 ppm atau sebesar 0,001 %. Dapat disimpulkan kadar phospor yang ada pada bubuk cincau sesuai dengan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) Indonesia.
Hasil Uji Cemaran Mikroba (ALT) Tabel 8. Hasil Uji Cemaran Mikroba
Hasil Kadar Kalsium Kompleksometri Tabel 5. Hasil Penetapan Kadar Kalsium N Sampel o (mg)
Volume penitara n (mL)
hasil ppm
%
ppm
%
1 5,001
0.4
3200
0.32
10
0.001
2 5,001
0.4
3200
0.32
10
0.001
standar acuan
rata0.4 3200 0.32 10 0.001 rata Sumber : DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan)
Dari data tabel diatas didapat kadar kalsium sebesar 3200 ppm atau sebesar 0,32 % sedangkan pada DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) Indonesia sebesar 10,00 ppm atau sebesar 0,001 %. Dapat disimpulkan kadar kalsium yang ada pada bubuk cincau sesuai dengan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) Indonesia. Hasil Uji Organoleptik Tabel 6. hasil Uji Organoleptik
Penelitian pada Daun Cincau (mesona palustris) yang berbeda bisa menghasilkan perbedaan hasil yang didapat karena berbagai faktor yang mempengaruhi seperti penelitian yang kurang teliti, dan kondisi alat yang dipakai.
Berdasarkan praktek yang telah dilakukan didapatkan hasil cemaran mikroba 11 x 10 4 dan 5 x 10 4. Setelah di rata- ratakan mendapatkan hasil 8x104. Uji cemaran mikroba tidak memenuhi Standar SNI. KESIMPULAN Setelah dilaksanakan penelitian berupa pembuatan produk dan analisisnya yang berjudul Pembuatan dan analisis jelly cincau dari bubuk daun cincau (Mesona palustri), di dapatkan hasil analisa dari parameter produk jelly cincau kadar gula 5,55 %, kadar lemak 2,23% kadar posfor 14,72 ppm dan Calsium 0,32%, kadar air 84, 65%, cemaran mikroba 8x104. SARAN Penulis menyarankan agar analisis kadar protein dapat di lakukan dengan metoda lain, seperti metoda titrasi formol, metoda Lowry, metoda spektofotometri visible ( Biuret), dan metoda spektofometri UV. Karna dengan metoda makro kjedahl kadar protein tidak terdeteksi. DAFTAR PUSTAKA
Tabel 7. Hasil Uji Kadar Air
Adhin, Irvan. 2013. Jurnal Analisis Efisiensi Pembuatan Bubuk Cincau Hitam Pada Skala Ganda. Malang. Di download tanggal 05 Maret 2015.
Berdasarkan praktek yang telah dilakukan maka didapatkan kadar air pada jelly cincau rata- rata 84, 65%.
Asyar, C. 1988. Isolasi dan Karakteristik Komponen Pembentuk Gel dari Tanaman Cincau Hitam (Mesona palustri BL).Di dalam jurnal Fahrial. 1999. ( Mesona palustri BL) Instan dan Pengaruhnya Terhadap Produksi RadikalBebas Magkrofag Mencit Sebagai Indikator Imunostimulan. Bogor. download tanggal 06 Maret 2015.
Hasil Uji Kadar Air
BPK. 1975. Daun Janggelan (Mesona palustri BL). Balai Penelitian Kimia. Semarang. Dalam jurnal Fahrial. 1999. ( Mesona palustri BL) Instan dan Pengaruhnya Terhadap Produksi RadikalBebas Magkrofag Mencit Sebagai Indikator Imunostimulan. Bogor. Di download tanggal 06 Maret 2015. Fardiaz. 1992. Di dalam blog Humaira, Vela. 2014. Laporan Mikrobilogi Umum-Hitung Cawan.
Page 5 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
http://velahumaira.blogspot.com/2014/04/laporan -mikrobiologi-umum-hitungan-cawan.html. Di download tanggal 01 April 2015. Glickmans, M. 1982. Food Applications Of Gums. Di Dalam D. R. Lineback And G. E. Inglett. (Ed.). 1982. Food Carbohydrates. Avi Publishing Co. Inc., West Port, CN. Di dalam jurnal Fahrial. 1999. ( Mesona palustri BL) Instan dan Pengaruhnya Terhadap Produksi RadikalBebas Magkrofag Mencit Sebagai Indikator Imunostimulan. Bogor. Di download tanggal 06 Maret 2015. Gusti, Eli dan Yeni Hermayanti. 2006, Modul Analisis proximat. Departemen Perindutrian Republik Indonesia, Pusat Pendidikan dan pelatihan Industri, SMAK Padang. Padang MP, Nilma Dra dan Barwita Yuniana, M.Si. 2010. Modul Mikrobiologi Bilingual. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri. SMAK Padang. Padang Peterson, M.S dan A. H. Johnson. 1978. Encyclopedia Of Food Technology And Food Science Series Vol. 3 Encyclopedia Of Food Science. The AVI Publ, Co., Inc, Wesport, Conecticut. Di dalam jurnal Fahrial. 1999. ( Mesona palustri BL) Instan dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Radikal Bebas Magkrofag
Mencit Sebagai Indikator Imunostimulan. Bogor. Di download tanggal 06 Maret 2015. Plantamor.2012.file:///E:/Downloads/Janggelan% 20%28Mesona%20palustris%29.htm.Di download tanggal 1 April 2015 RH, Dr. Analisis makanan 2, Analisis Protein. Di download tanggal 24 Februari 2015. Runhayat, Agus dan Taryono. 2002. Cincau Hitam: Tanaman Obat Penyembuh. Penebar Swadaya. Jakarta. Di dalam blog Hidayat, Arif Meftah. 2013. Jenis Cincau Di Indonesia. Di download tanggal 07 Maret 2015. Sutrisno.2009https://cincausehat.wordpress.com /pembuatan-cincau-bubuk/. Di download tanggal 17 Desember 2014. Utami, Rahma. 2012. Skripsi Karakteristik Pemanasan Pada Proses Pengalengan Gel Cincau Hitam. Bogor. Di download 05 Maret 2015. Wahab, E. 1983. Pengaruh Jenis Serta Rasio Tepung Ekstrak Kering Tanaman Janggelan ( Mesona palustri BL) Terhadap Kekuatan Gel yang dibentuknya. Di dalam jurnal Fahrial. 1999. ( Mesona palustri BL) Instan dan Pengaruhnya Terhadap Produksi RadikalBebas Magkrofag Mencit Sebagai Indikator Imunostimulan. Bogor. Di download tanggal 06 Maret 2015.
Page 6 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PEMBUATAN DAN ANALISIS PEREKAT KAYU LAPIS DARI LIMBAH KULIT JENGKOL (Pithecellobium jiringa) PREPARATION AND ANALYSIS OF ADHESIVE PLYWOOD WASTE OF SKIN jengkol (Pithecellobium jiringa)
Afridayanti, Almutyana Putri Meiril dan Revana Puti Ramadhan Laboratorium SMK-SMAK Padang Jalan Alai Pauh V Kel. Kapalo Koto Kec. Pauh Kota Padang *) corresponding author E-mail :
[email protected] ABSTRAK Kulit buah tumbuhan jengkol (Pithecollobium lobatum Benth) banyak dijumpai di Indonesia. Di Sumatera Barat, kulit jengkol banyak dijumpai di berbagai pasar tradisional. Kulit jengkol banyak mengandung komponen senyawa kimia yaitu, tanin, saponin, alkaloid, glikosida, minyak atsiri, steroid, karbohidrat, vitamin A, vitamin B1, fosfor, dan kalsium. Tanin merupakan senyawa yang berguna dalam proses perekatan. Biasanya perekat tanin dibuat dengan campuran bahan urea formaldehida tetapi perekat tersebut dapat menghasilkan emisi formaldehida yang berbahaya. Oleh karena itu, dikembangkan alternatif perekat kayu selain urea formaldehida yaitu perekat tanin dari kulit jengkol. Tanin dari kulit jengkol ini dapat diperoleh dengan cara ekstraksi menggunkan pelarut air atau etanol. Perekat kulit jengkol tersebut dibuat dengan komposisi yang divariasikan, yaitu 100 gram, 80 gram, 60 gram, dan 40 gram ekstrak kulit jengkol kemudian ke dalam campuran tersebut ditambahkan air sebagai pelarut, NH4Cl sebagai hardener, dan tepung tapioka sebagai bahan pengisi. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat perekat kayu lapis yang memanfaatkan bahan alam (lingkungan) dengan esktrak kulit buah jengkol yang divariasikan jumlahnya sehingga dapat diketahui komposisi maksimum yang dihasilkan oleh kulit jengkol dengan kualitas perekat yang terbaik. Hasil penelitian menunjukkan perekat dengan komposisi 100 gram yang memiliki kualitas daya rekat lebih kuat dibandingkan dengan komposisi lainnya. Kata kunci : Tanin, kulit jengkol, urea formaldehida
ABSTRACT Rind of plants jengkol (Pithecollobium lobatum Benth) are often found in Indonesia. In West Sumatra, skin jengkol often found in many traditional markets. Leather jengkol many chemical compounds that contain components, tannins, saponins, alkaloids, glycosides, essential oils, steroids, carbohydrates, vitamin A, vitamin B1, phosphorus, and calcium. Tannins are compounds that are useful in the process of gluing. Usually tannin adhesives made with a mixture of urea formaldehyde but the adhesive can produce harmful formaldehyde emissions. Therefore, developed alternative other than urea formaldehyde wood adhesives are adhesive skin tannins from jengkol. Tannins from jengkol skin can be obtained by using the solvent extraction of water or ethanol. Jengkol skin adhesive is made with varied composition, is 100 grams, 80 grams, 60 grams, and 40 grams of bark extract jengkol then added to the mixture of water as solvent, NH4Cl as hardener, and tapioca as filler. The purpose of this study was to make glue plywood that utilize natural materials with fruit peel extract jengkol which varied in number, so it can be seen that the maximum composition produced by the skin jengkol with the best quality adhesives. The results showed adhesive composition 100 grams which has a stronger adhesive power quality compared to other compositions. Keywords: Tannins, skin jengkol, urea formaldehyde
PENDAHULUAN Polimer merupakan salah satu bahan kimia yang kini mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Sebagian besar materi yang dibutuhkan manusia terbuat dari polimer seperti plastik, bahan pelapis, karet, bahan perekat, dan bahan polimer lainnya. Menurut ASTM adhesive atau bahan perekat adalah zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk
mengikat dua buah benda berdasarkan ikatan permukaan baik yang sejenis maupun tidak sejenis. Substrat tersebut dapat berupa kayu, kertas, alumunium foil, PVC, kaca dan sebagainya. Perekat merupakan bahan utama dalam industri pengolahan kayu khususnya komposit. Dari total biaya produksi kayu yang dibuat dalam
Page 7 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
berbagai bentuk dan jenis kayu komposit, lebih dari 32% adalah biaya perekatan (Sellers,2001). Perekat yang umum digunakan pada industri pengolahan kayu di Indonesia adalah urea formaldehida (UF) yang menghasilkan emisi formaldehida, yaitu gas beracun yang bisa menimbulkan penyakit. Emisi ini dapat merugikan kesehatan manusia karena jika terkena panas sedikit saja, gasnya dapat menyebar di udara. Jika emisi formaldehida ini terhirup secara terus-menerus dapat menyebabkan penyakit kanker dan gangguan pada sistem pernapasan. Oleh sebab itu untuk mengurangi emisi formaldehida yang tidak ramah terhadap kesehatan, digunakan serbuk kulit jengkol yang mengandung polifenol alam yaitu tanin sebagai pengganti urea formaldehida. Tumbuhan jengkol atau Pithecellobium jiringa merupakan tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri tumbuhan jengkol banyak dijumpai di wilayah Jawa Barat. Jumlah buah jengkol yang dikonsumsi di Indonesia hamir mencpai 100 ton per hari. Dengan banyaknya jumlah buah jengkol yang dikonsumsi mengakibatkan kulit dari jengkol tersebut menjadi tumpukan sampah yang tidak bermanfaat. Di berbagai pasar tradisional banya k kulit dari buah jengkol yang dibuang begitu saja karena memiliki bau yang tidak sedap dan tidak memberikan nilai ekonomis. Padahal dibalik bau tak sedap yang ditimbulkan kulit jengkol ternyata banyak kandungan zat-zat yang bermanfaat di dalamnya seperti karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B1, fosfor, kalsium, alkaloid, minyak atsiri, steroid, glikosida, tanin, dan saponin (Hasil Uji laboratorium MIPA Universitas Negeri Yogyakarta). Manfaat tanin yang terdapat pada serbuk kulit jengkol dapat digunakan sebagai perekat dalam proses perekatan kayu lapis. Serbuk kulit jengkol juga mampu meningkatkan nilai ekonomis limbah kulit jengkol yang ada di pasar, mengurangi emisi formaldehida dari perekat yang digunakan sehingga lebih aman untuk kesehatan. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk memilih judul “Pembuatan dan Analisis Perekat Kayu Lapis dari Kulit Jengkol”. BAHAN DAN METODE Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas yang biasanya digunakan di Laboratorium, viskometer bola jatuh, neraca analitik, oven, dan desikator. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit jengkol, tepung tapioka, NH4Cl, aquades, kertas pH universal, dan beberapa lembar vinir yang akan diaplikasikan. Bahan baku utama yaitu kulit jengkol dikumpulkan dari limbah pasar tradisional.
Kemudian kulit jengkol ini digiling hingga berbentuk serbuk. Serbuk kulit jengkol tersebut kemudian diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut air atau etanol. Untuk pembuatan perekat hasil dari ekstrak kulit jengkol yang diperoleh ditimbang sebanyak 100 gram dan dicampurkan dengan tepung tapioka sebanyak 15 gram. Campuran ini ditambahkan NH4Cl 1 gram dan diaduk rata sambil dipanaskan pada suhu 95°C selama 30 menit hingga perekat mengental. Pengujian kualitas dari perekat dilakukan dengan metode SNI 060060-1998, meliputi uji kenampakan (rupa), pH, viskositas, berat jenis, kadar zat padat, uji waktu gelatinasi, uji masa simpan dan uji kateguhan rekat. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Organoleptik Tabel 1. Hasil pengujian organoleptik
Dari pengujian terhadap 10 orang panelis diperoleh data organoleptik seperti pada tabel di atas. Warna dari perekat sesuai dengan permukaan kayu yang akan direkatkan sehingga tidak menimbulkan warna lain pada lapisan kayu. Semakin cepat waktu yang dibutuhkan perekat untuk kering maka semakin bagus kualitas perekat tersebut. Pengujian Kekentalan (Viskositas) Metode Bola Jatuh Tabel 2. Hasil pengujian viskositas
Dari tabel di atas viskositas yang memenuhi standar hanya komposisi perekat dengan ektrak kulit jengkol 100 gr sedangkan untuk komposisi yang lain belum memenuhi standar. Tingginya viskositas disebabkan karena pemanasan yang terlalu lama saat pembuatan perekat sehingga setelah didinginkan perekat menjadi terlalu kental.
Page 8 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Pengujian pH
Uji Waktu Gelatinasi
Tabel 3. Hasil pengujian pH
Tabel 6. Hasil pengujian waktu gelatinasi
Pada pengukuran pH digunakan kertas pH universal karena perekat yang diuji berbentuk pasta dan kental sehingga tidak bisa diukur dengan pH meter yang akan menyebabkan alat ini nantinya rusak dan sulit untuk membersihkannya. Pada pengujian pH menggunakan kertas pH universal didapatkan nilai pH antara 4,5 – 5,0 dimana hasil ini sesuai dengan Standar Industri Indonesia yaitu maksimal 6. Berat Jenis Tabel 4. Hasil pengujian berat jenis
Dari tabel diatas waktu gelatinasi yang dibutuhkan perekat untuk menjadi gelatin yang ditandai dengan tidak mengalirnya perekat ketika tabung reaksi dimiringkan belum memenuhi standar yang mengacu pada SNI 064567-1998 yaitu ≥30 menit. Rendahnya waktu gelatinasi tersebut diduga disebabkan karena kondisi perekat saat diuji waktu gelatinasinya sudah terlalu kental sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi gelatin. Uji Keteguhan Rekat dan Masa Simpan Tabel 7. Hasil pengujian keteguhan rekat dan masa simpan
Dari hasil pengukuran berat jenis yang diperoleh terlihat bahwa berat jenis sampel tidak sesuai dengan Standar JAS 2003 yang digunakan. Hal ini disebabkan oleh tekstur dari perekat yang kental dan berat sedangkan air yang berbentuk cair memiliki berat jenis 1 gr/mL. Jadi tidak heran kalau berat jenis sampel yang diperoleh lebih besar dari air dan tidak sesuai dengan standar. Kadar Zat Padatan Tabel 5. Hasil pengujian kadar zat padat
Berdasarkan standar yang digunakan hasil pengukuran kadar zat padatan pada sampel yang diuji tidak memenuhi standar. Hal ini disebakan oleh penimbangan sampel yang kurang teliti dan sampel yang diuji mengandung banyak air karena perekat yang dibuat terdiri dari air, tepung tapioka dan ekstrak kulit jengkol yang memiliki kadar padatan yang rendah.
Dari uji daya rekat yang dilakukan pada lapisan vinir komposisi 100% lebih kuat dari komposisi lainnya, komposisi 80% dan 60% memiliki daya rekat yang hampir sama sedangkan untuk komposisi 40% memiliki daya rekat yang kurang dari ketiga komposisi tersebut. Pada pengujian ini kekentalan dapat mempengaruhi besarnya daya rekat sehingga daya rekat yang diperoleh dari keempat komposisi tergantung pada kekentalan masingmasing sampel tersebut. Untuk uji masa simpan sampel perekat yang diuji dapat bertahan dari perubahan pH dan jamur hingga 1 bulan masa percobaan. Dimungkinkan perekat ini masih dapat bertahan hingga 3 bulan kedepan tetapi karena waktu analisis yang terbatas pengamatan hanya dapat dilakukan selama ± 1 bulan saja. KESIMPULAN Dari hasil praktikum yang telah dilakukan didapatkan kondisi maksimal perekat yang baik dari keempat komposisi yaitu pada komposisi ekstrak kulit jengkol sebanyak 100 gram dengan
Page 9 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
hasil analisis dari pH, viskositas, berat jenis, kadar zat padat, dan waktu gelatinasi adalah 4,5, 1973,80 cP, 1,0787 gr/mL, 22,07 %, 40 menit. Perekat dengan komposisi ekstrak kulit jengkol 100 gram memiliki daya rekat yang lebih kuat, tekstur, warna, dan bau juga lebih bagus dari komposisi yang lainnya sehingga dipilihlah perekat dengan komposisi 100 gram ekstrak kulit jengkol tersebut menjadi produk yang di produksi dalam jumlah banyak untuk hasil dari analisis ini.
Sebrianto F, Yoshioka M, Nagai Y, Mihara M, Shiraishi N. 1999. Composites of wood and trans-1,4 isoprene rubber I: mechanical, physical, and flow behavior. J Wood Sci. 45:3845.
SARAN
Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana MalikIbrahim Malang Jl. Gajayana 50 Malang JURNAL KIMIA 4 (2), JULI 2010 : 193-200
Untuk menghasilkan perekat kulit jengkol yang lebih baik perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk peningkatan kualitas perekat kulit jengkol sehingga karakteristik yang dihasilkan dapat memenuhi standar dalam hal kadar padatan, kekentalan, kenampakan, dan berat jenis. Untuk penelitian selanjutnya, tannin dari kulit jengkol sebaiknya diektraksi menggunakan pelarut etanol, pengecekan kekentelan dengan alat viskometer brookfield dan pengecekan berat jenis dengan alat SG cup agar hasil yang didapatkan sesuai dengan standar yang digunakan.
Fraksinasi dan Identifikasi Senyawa Tanin Pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) JSA. 2003. Japanese Industrial Standard JIS A 5908:2003 Particleboard. Japan: Japanese Standards Association.
Risnasari, Iwan. 2002. Tanin. Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Kehutanan. Universitas Sumatera Utara Ruhendi S, F. Febrianto dan N. Sahriawati. 2000. Likuida Kayu Untuk Perekat Kayu Lapis Eksterior. Bogor : Jurnal Pertanian Indonesia. 9(1) : 1-11. Ruhendi, S. 1988. Teknologi Perekatan. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1966. Plywood and Other Wood-based Panels. Rome: Food and Agricultural Organization of United Nation. Badan Standar Nasional 1999. Kayu lapis dan papan blok penggunaan umum. Standar Nasional Indonesia- SNI 015008.2/1999 Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.
Santoso, Adi dan Paribotro Sutigno.” Pengaruh Tepung Gaplek dan Dekstrin sebagai Ekstender Perekat Urea Formaldehida Terhadap Keteguhan Rekat Kayu Lapis Kapur”. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 22. No. 1, Februari 2015
Badan Standar Nasional 2001. Kopal. Standar Nasional Indonesia- SNI 01-5009.10-2001. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional (BSN). BSN. 1987. SNI 06-0060-1998. Urea Formaldehyde Cair Untuk Perekat Kayu Lapis. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Carter, F. L., A. M. Carlo and J. B. Stanley. 1978. Termiticidal Components of Wood Extracts: 7-Methyljuglone from Diospyros virginia. Journal Agriculture Food Chemistry. 26(4): 869-873. Febrianto F, Karliati T, Sahri MH Syafii W. J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 10 No.1, Januari 2012
Page 10 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PEMBUATAN DAN ANALISIS LEM RAMAH LINGKUNGAN DARI TULANG KAKI KAMBING Manufacture And Analysis Of Environmentally Friendly Glue Of Bone Leg Of Goat
Aryu Dwiana Otavera, Desy Mielasari, Jenny Elfa Trisna dan Novi Sri Yanti Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel.kapalo koto no 13 Kec. Pauh Kota Padang Email :
[email protected] ABSTRAK Tulang ternak (kambing) merupakan salah satu dari bagian ternak yang memiliki banyak manfaat.Namun pemanfaatan tulang kurang optimal, umumnya tulang masih digunakan secara langsung dan tradisional. Tujuan penelitian ini adalah pengoptimalan tulang kaki kambing yang terbuang dan memanfaatkan limbah menjadi produk yang bernilai ekonomis. Oleh karena itu, diperlukan suatu alternatif lain untuk meningkatkan nilai ekonomis dan dayaguna tulang. Penelitian ini menitikberatkan tentang pembuatan lem dari tulang kaki kambing yang ramah lingkungan.Didalam tulang kaki kambing terkandung senyawa protein khususnya protein kolagen yang memiliki potensi untuk diproses menjadi gelatin. Gelatin adalah protein yang diperoleh dari jaringan kolagen hewan yang terdapat pada kulit, tulang dan jaringan ikat. Penggunaan gelatin sangat luas khususnya dalam bidang industri pangan dan nonpangan yang salah satunya dapat dimanfaatkan sebagai lem (perekat). Proses produksi utama gelatin di bagi menjadi 3 tahap yaitu 1) persiapanbahanbakuantara lain penghilangankomponennonkolagendaribahanbaku, 2) tahap konversi kolagen menjadi gelatin, dan 3) tahap pemurnian gelatin dengan penyaringan, selanjutnya pembuatan lem dari hasil pemurnian gelatin. Kemudian melakukan perebusan secara bertahap menggunakan air dengan suhu 45oC-80oC (dibawah suhu 100oC) dengan waktu 4- 5 jam. Parameter yang dianalisis pada lem dari tulang kaki kambing adalah daya rekat, kadar padatan metode gravimetri, kadar abu metode gravimetri, kekentalan (viskositas) metode bola jatuh, pengukuran berat jenis dan pH. Didapatkan hasil kadar padatan sebesar 66,64%, kadar abu sebesar 8,61%, viskositas sebesar 1567,66 poise, Berat Jenis 1,1945 g/mL, pH 6,75dan hasil uji organoleptik yang telah diuji oleh beberapa penelis menunjukan bahwa lem tulang kaki kambing berbau wangi, berwarna coklat, dan memiliki tekstur kental Kata kunci : tulang kaki kambing, lem(perekat), gelatin
ABSTRACT Bone livestock (goats) is one of the parts of cattle that have a lot benefit. howover less than optimal utilization of bone, bone generally is used directly and traditional. The purpose of this study is the optimization of goat leg bones wasted and utilize waste into economically valuable products. Therefore, we need an alternative to increase the economic value and the efficiency of bone. This study focuses on the manufacture of glue from the leg bones environment.in this friendly goat goat leg bones contained proteins, especially collagen protein compounds that have the potential to be processed into gelatin. Gelatin is a protein derived from animal collagen tissue found in skin, bone and tissue gelatin ikat .to used very wide, especially in the field of food and non-food industries, one of which can be used as a glue (adhesive) .Process gelatin main production is divided into 3 stages namely 1) the preparation of raw materials, among others, the removal of components non collagen of raw materials, 2) the stage of conversion of collagen into gelatin, and 3) the stage of purification of gelatin by filtration, subsequent manufacture of purified gelatin glue. Then do gradually boiling water with a temperature of 45oC-80oC (below 100° C) with a 4- 5 hours. The parameters analyzed in the glue of goat leg bone is sticking power on paper has a very strong adhesion and the adhesion on plastics testing adhesive power is strong but could not last long, ash content of 8.61%, the viscosity of 1567.66 poise , and organoleptic test results that have been tested by several penelis showed that goat leg bone glue smell fragrant, brown, and has a creamy textur. Keywords: goat leg bones, glue (adhesive), gelatin
Page 11 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PENDAHULUAN Salah satu kebutuhan gizi masyarakat Indonesia adalah daging dari ternak potong. Indonesia merupakan negara terbanyak penduduknya, dengan demikian konsumsi daging ternak dapat dikatakan berbanding lurus terhadap jumlah penduduk. salah satunya pemotongan ternak kambing yang ada di sumatera barat mengalami peningkatan setiap tahun. Peningkatan pemotongan ternak kambing diikuti dengan peningkatan jumlah limbah berupa darah, kulit, isi rumen dan tulang. Hal ini tentunya menimbulkan masalah lingkungan akibat sisa tulang yang telah digunakan tersebut tidak memiliki nilai ekonomis lagi dan akan menjadi limbah sifatnya sementara. Perlu ditinjau kembali alternatif baru yang dapat mengoptimalkan manfaat tulang tersebut Selama ini limbah tulang kambing belum dimanfaatkan secara optimal, tulang kaya akan senyawa protein khususnya protein kolagen yang memiliki potensi untuk diproses menjadi gelatin. Gelatin adalah protein yang diperoleh dari jaringan kolagen hewan yang terdapat pada kulit, tulang dan jaringan ikat. Penggunaan gelatin sangat luas khususnya dalam bidang industri pangan dan nonpangan yang salah satunya digunakan sebagai bahan penstabil, pembuatan gel, pengikat, pengental, pengemulsi, perekat dan pembungkus makanan yang bersifat dapat dimakan seperti permen. salah satunya gelatin yang terkandung dalam tulang kambing sehingga limbah tulang kaki kambing bisa digunakan sebagai perekat. Lem adalah bahan lengket (biasanya cairan) yang dapat merekatkan dua benda atau lebih yang dibuat dari tumbuhan atau hewan, maupun bahan kimia dari minyak. Pentingnya lem (perekat) dalam kehidupan kita menuntut adanya kehigienisan, kandungan zat yang baik bagi tubuh kita dan lingkungan sekitar, serta adanya kebermanfaatan lebih yang mengurangi efek negatif dari lem itu sendiri. banyak jenis lem yang berasal dari bahan kimia yang mempunyai bau yang menusuk dan merusak tubuh dan lingkungan sekitar. Oleh karna itu, perlu adanya tindakan untuk mengantisipasi hal-hal yang akan menimbulkan masalah terhadap lingkungan, maka dimanfaatkan lah limbah tulang kambing yang berasal dari limbah rumah makan.Di dalam tulang kambing sendiri terkandung gelatin yang bisa digunakan untuk merekatkan. Untuk itu digunakanlah limbah tulang kambing sebagai perekat (lem) yang ramah lingkungan karna bahan bakunya berasal dari alam. Lem ramah lingkungan adalah lem yang tidak menimbulkan berbau zat kimia serta tidak mengandung bahan
kimia yang membahayakan lingkungan sekitar kita.
tubuh
dan
BAHAN DAN METODE Sumber Bahan Baku Pembuatan Produk Sampel lem dibuat dari limbah tulang kaki kambing. Bahan baku didapatkan dari limbah rumah makan gulai kambing di jalan by pass. Limbah tulang kaki kambing direbus hingga kulit kambing lunak dan bisa dilepaskan dari tulang, kemudian tulang kaki kambing dijemur dan di rendam dengan bahan kimia H3PO4 8% untuk proses mendapatkan gelatin, dan tulang kaki kambing direbus secara bertahap lalu dikentalkan untuk di jadikan lem. Alat gelas yang digunakan, alat gelas di laboratorium. Pembuatan Produk Direbus tulang kambing dengan air sampai mendidih selama + 3 jam, perebusan dilakukan untuk memudahkan penghilagan kulit kambing dan mengurangi bau yang ditimbulkan. Kotoran berupa sisa-sisa kulit yang merekat dibersihkan. Setelah tulang bersih dari kotoran, tulang dijemur sampai kering. direndam tulang kambing dengan larutan H3PO4 8% selama 4-5 hari. dicuci tulang kambing sampai pH netral (6-7). Direbus tulang kambing secara bertahap 4-5 jam suhu 600C, 4 jam suhu 700C dan 5 jam suhu 1000C. Perebusan dilakukan agar didapatkan gelatin yang terkandung dalam tulang kaki kambing. Satukan semua hasil rebusan I, II, III lalu dipekatkan dengan cara memanaskan air rebusan hingga kental. Lalu dimasukan air rebusan yang telah kental kedalam lemari asam, agar air rebusan menjadi lebih kental lagi. Didapatkan lem yang siap digunakan. Metode Penelitian Metode yang digunakan untuk analisis parameter lem dari tulang kaki kambing yaitu pengujian organolepti, pengujian kadar padatan metode gravimetri, kadar abu metode gravimetri, kekentalan (viskositas) metode bola jatuh, pengujian berat jenis dan pengujian pH. Cara Kerja Pengujian Mutu Produk Pengujian Organoleptik Siapkan kaca datar yang telah bersih, dituangkan contoh perekat kemudian diratakan dan dikeringkan. Setelah itu amati warna, bau dan tekstur. Pengujian Daya Rekat Pengujian daya rekat digunakan untuk menentukan kualitas rekat pada contoh perekat. Cara uji daya rekat pada kaca, kayu atau triplek,
Page 12 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
kertas, plastik, kulit dan karet. Disiapkan semua alat dan bahan, ambil contoh perekat secukupnya, lalu oleskan pada pengaplikasiannya, tempelkan aplikasi yang satunya pada olesan tadi. Kemudian coba lepaskan aplikasi untuk melihat daya rekat lem tersebut. Pengujian Kekentalan (Viskositas) Prinsip pengukuran kekentalan adalah pengukuran gesekan internal yang disebabkan oleh kohesi molekul dalam suatu aliran. Cara determinasi kekentalan perekat menggunakan bola jatuh. Contoh perekat dituang secukupnya kedalam gelas ukur 50 mL, Tandai jarak yang akan di tempuh bola (kelereng), catat berapa waktu yang ditempuh bola (kelereng) pada jarak tersebut Hitunglah nilai koefisien viskositas ( n ) dalam Poise 2 r 2 (d − dm ) g 𝑛= s 9 ( ) (1 + 2,4 r⁄R ) t Kadar Padatan Kadar padatan adalah perbandingan antara berat contoh sebelum dipanaskan dengan berat contoh sesudah dipanaskan pada suhu tertentu sampai berat tetap. Cara determinasi kadar padatan perekat. Contoh perekat sebanyak 1,5 gram dimasukan kecawan, Selanjutnya perekat dalam cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 1 jam. didinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar, kemudian ditimbang. Pengeringan dan penimbangan dilakukan sampai diperoleh berat konstan, dilakukan sampai diperoleh berat tetap (konstan). Kadar Abu Cawan porselen kosong dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama dua jam, kemudian cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai bobot konstan. ditimbang sampel 2 gram (W1), masukan kedalam cawan dan arangkan hingga tidak ada lagi asap hitam. Sampel dipijarkan dalam furnace dengan suhu 600oC selama 2 jam. Tunggu suhu furnace turun dan didinginkan dalam desikator. Lalu ditimbang sampai berat konstan (W2). Kadar abu (%) =(W2/W1)x100%
menimbang gelas ukur 50mL kosong dicatat hasil penimbangan kemudian diisi gelas ukur tersebut dengan contoh lem sampai volume 50mL dan ditimbang kembali dicatat hasil penimbangannya dan dihitung berat jenis dengan rumus : (berat gelas ukur+sampel)−berat gelas ukur kosong Bj= 50
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Organoleptik Setelah diberikan kuesioner organoleptik pada setiap panelis yang berjumlah 30 orang didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 1 Uji Organoleptik
Dari uji organoleptik yang telah dilakukan lem dari tulang kambing memiliki bau yang wangi, warna coklat dan memiliki tekstur yang semi kental. Kadar Padatan Tabel 2 pengujian kadar padatan
Kadar padatan yang didapatkan dari lem yang berbahan dasar dari tulang kaki kambing yaitu sebesar 66,52% dan 66,36 % dapat dirataratakan hasil kadar padatan sebesar 66,44%, dan menunjang darii literatur yang menyebutkan bahwa kadar padatan minimal 60%. Viskositas Tabel 3 pengujian viskositas
Pengukuran pH Pengukuran pH pada lem menggunakan alat pH-meter, caranya dengan menuangkan contoh lem kedalam gelas piala 250 mL secukupnya, kemudian diukur dengan pH-meter. Penetapan Berat Jenis Berat jenis adalah perbandingan berat contoh terhadap berat air pada suhu dan volume yang sama. Penetapan berat jenis dengan cara
Nilai kekentalan (viskositas) yang didapatkan dari lem yang berbahan dasar tulang kaki kambing yaitu sebesar 1567,66 ,dan menunjang dari literatur yang menyebutkan nilai viskositas 3,0 – 150 P.
Page 13 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Pengukuran pH
KESIMPULAN
Tabel 4 pengukuran pH
Dari tabel diatas,dapat dilhat hasil dari pengukuran pH dengan menggunakan pH-meter adalah 6,75 ini berarti pH dari produk telah sesuai dengan standar acuan yang telah ditetapkan. Berat Jenis Tabel 5 penetapan berat jenis
Dari analisis yang dilakukan didapatkan hasil yaituPengujian Organoleptik memiliki Bau yang wangi, Warna coklat dan Tekstur kental. Lem tersebut dapat diaplikasikan pada kayu, kaca dan triplek.Kadar padatan yang didapatkan adalah 66,74%.Hasil analisa viskometer dengan metoda bola jatuh adalah 1567,66 Poise.hasil dari penetapan kadar abu 8,37%. Hasil dari pengukuran pH dengan pH-meter adalah 6,75, dan berat jenis diperoleh sebesar 1,19 g/mL.Jadi lem dari tulang kaki kambing dapat digunakan sebagai perekat untuk kayu, kaca, kulit, dan kertas. SARAN
Dari penetapan berat jenis yang dilakukan terhadap sampel lem yangterbuat dari kulit kambing, didapatkan berat jenis sebesar 1,19 g/mL. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki kualitas yang baik, karena hasil tersebut memenuhi standar yang penulis gunakan. Kadar Abu Table 6 kadar abu
Saran untuk pembaca yaitu dapat juga melakukan analisa dengan parameter yang lain, perlu penelitian lebih lanjut untuk peningkatan kualiats lem dari tulang kaki kambing. Penulis berharap untuk penelitian selanjutnya dapat memberikan inovasi agar lem dari tulang kaki kambing dapat dijadikan produk yang bernilai ekonomis dan dapat mengkaji lebih dalam lagi tentang manfaat dari gelatin tersebut. DAFTAR PUSTAKA
Dari analisis yang telah dilakukan di dapatkan hasil kadar abu sebesar 8,61 %, hasil kadar abu yang di dapatkan sudah memenuhi syarat SNI 06-0060-1987. Uji Daya Rekat
[BSN] Badan Standarisasi Nasional.1987.060060-1987 tentang urea formaldehida cairuntuk perekat kayu lapis. Jakarta: BSN. [BSN]Badan Standarisasi Nasional.1998.SNI 064567-1998 tentang Fenol Formaldehida Cairuntuk Perekat Kayu Lapis.Jakarta : BSN
Tabel 7 uji daya rekat
Atmoko, Iwan Dwi dan Ratri Dwi Pangestuti. 2011. Produksi Gelatin Dari Tulang Sapi Dengan ProsesHidrolisa,(eprints.undip.ac.id/36784/1/84. makalah-penelitian-gelatin, diakses 05 Maret 2015)
Dari pengujian daya rekat yang dilakukan diperoleh data seperti pada tabel 7 diatas. Sehingga dapat disimpulkan lem ini sebaiknya digunakan untuk bahan berjenis kulit, kayu, kertas, dan kaca.
Baily, A.J. and N.D. 1989. “light, genes, Biosynthesis and Degradation of collagenin connetive tissue in meat products”. London and Newyork: Elsevier Applied Science. Chaplin, M. 2005. Gelatin.(www//Isbuc.ac.uk, diakses 8 Desember 2014) Elizarni dan Fitriyeni.2007.Modul Organoleptik.Padang: SMAKPA. Gelatin Manufacturer Institute of America(GMIA). 2012.Gelatin Hand Book. Massachusetts. Juliasti, Radia dkk. 2015. Pemanfaatan Limbah Tulang Kaki Kambing sebagai Sumber Gelatin dengan Perendaman Menggunakan Asam Klorida, (journal.Ikt.or.id/files/pemanfaatan
Page 14 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
limbah tulang kaki kambing sebagai sumber gelatin dengan perendaman menggunakan asam klorida-o. Pdf, diakses 04 Maret 2015) Melyadi.2015.beternak dan berbisnis kambing etawa dan kambing local.Yogyakarta: Flashbooks. Rinawati. 2002. Perekat Berbahan Dasar Lignin untuk Kayu Lapis Meranti.Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sucipto, Tito dkk. 2007. Analisis Perekatan Kayu. Bogor: Institut Peranian Bogor. Ward, A. G. and A. Courts. 1977. The Science and Technology of Gelatin. London: Academic Press. Wiyono, V.S. 2001. Gelatin Halal Gelatin Haram. Jurnal Halal LPPOM-MUI No.36 Wong, DWS. 1989. Mechanism and Theory in food Chemistry. New York: Academic Press.
Page 15 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PEMBUATAN DAN ANALISIS MINUMAN BUBUK BIJI PEPAYA DENGAN TAMBAHAN KELAPA MUDA DAN BUAH NANGKA Barwita Yuniana, Ratih Surya Ningsih dan Isra M. Qadri Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel.Kapalo Koto no 13 Kec. Pauh Kota Padang E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Pepaya (Carica papaya L.) adalah tumbuhan yang berasal dari Meksiko bagian selatan dan bagian utara dari Amerika Selatan. Biji pepaya merupakan limbah dari buah pepaya. Biji pepaya mengandung alkaloid, steroid, tanin, minyak atsiri, biji pepaya mengandung senyawa golongan fenol, terpenoid dan juga saponin karbohidrat dalam jumlah kecil, air, abu, protein, dan juga lemak. biji pepaya dapat diolah menjadi minuman bubuk yang menyehatkan. Pembuatan minuman bubuk biji pepaya bertujuan untuk mengurangi limbah dari buah pepaya. Untuk membuat minuman bubuk biji pepaya menjadi harum serta mengurangi rasa atau aroma pahit dari biji pepaya, digunakan Buah nangka dan daging buah kelapa muda sebagai tambahan dalam pembuatan minuman bubuk biji pepaya. Minuman bubuk dari biji pepaya ini memiliki khasiat utama membasmi cacing dalam usus seperti cacing parasit, mengobati penyakit liver dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Dari Analisis yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut yaitu Kadar Air Secara Thermogravimetri sebesar 3,11 %, Kadar Karbohidrat Metode Luff Schrool sebesar 3,40 %, Uji Angka Lempeng Total Metode Plate Count sebesar 1,8 x 10 3 koloni/mL, Uji Metabolit Sekunder positif mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, dan negatif mengandung steroid dan terpenoid, Kadar Abu sebesar 6, 81 %, serta Kadar Lemak sebesar 34,60 %, Uji Organoleptik dengan metode hedonik berupa Warna: coklat tua, Bau : agak menyengat, dan Rasa: agak pahit. Kata kunci : pepaya, biji pepaya, Minuman bubuk
ABSTRACT Papaya (Carica papaya L.) is a plant originating from southern Mexico and northern parts of South America. Papaya seeds is a waste of papaya. Papaya seeds contain alkaloids, steroids, tannins, volatile oil, papaya seeds contain phenols compounds, terpenoids and saponins also small amounts of carbohydrates, water, ash, protein, and fat. papaya seeds can be processed into a powder drink healthy. Making powdered drink papaya seeds aims to reduce waste of fruit papaya. To make powdered drink papaya seeds become fragrant and reduce the bitter taste or aroma of papaya seeds, used fruit jackfruit and young coconut meat as an adjunct in the manufacture of powdered drink papaya seeds. Beverage powder from papaya seeds have primary efficacy eradicate intestinal worms in a worm-like parasites, treating liver disease and lower cholesterol levels in the blood. From the analysis that has been carried out, the following results are obtained Moisture In Thermogravimetri at 3.11%, Carbohydrate Content Schrool Luff Methods of 3.40%, Total Plate Count Test Plate Count Method of 1.8 x 103 colonies / mL, Test Secondary metabolites are positive for alkaloids, flavonoids, saponins, and negative contain steroids and terpenoids, levels Abu at 6, 81%, and fat content of 34.60%, Organoleptic Test with hedonic methods such as color: dark brown, Odour: slightly pungent, and Taste: slightly bitter. Keywords: papaya, papaya seeds, powdered drinks
Page 16 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PENDAHULUAN Pepaya adalah tanaman yang berasal dari Amerika. Tumbuhnya lurus ke atas setinggi 3-10 m, dengan diameter batang bisa mencapai 20 cm. Biasanya tanaman ini tak bercabang, daun-daun dan buah tumbuh secara langsung dari batang (Nuraini, 2002). Bagian tanaman yang digunakan untuk penelitian ini adalah biji. Biji pepaya berbentuk agak bulat dengan panjang kira-kira 5 mm. Bagian biji terdiri dari embrio, jaringan bahan makanan, dan kulit biji. Kulit biji pepaya berwarna hitam dengan permukaan kasar, bergerigi, membentuk alur-alur sepanjang biji, tebal dan keras. Dalam satu gram biji pepaya terdiri antara 45-50 buah. Sewaktu masih melekat pada buah, biji dilapisi oleh suatu lapisan kulit biji yang berwarna keputihan, lunak, dan agak bening (Kalie, 1996). Biji pepaya dapat digunakan sebagai obat cacingan karena kandungan Glucoside Cacirin dalam biji pepaya, biji pepaya juga dapat digunakan untuk mengatasi ubanan yang tumbuh terlalu dini dan dapat menyembuhkan penyakit Influenza (Muktiani, 2011). Pengolahan buah pepaya menghasilkan limbah kulit dan biji pepaya, hanya daging dari buah bubuk biji pepaya menjadi harum serta mengurangi rasa atau aroma pahit dari biji pepaya, digunakan Buah nangka dan daging buah kelapa muda sebagai tambahan dalam pembuatan minuman bubuk biji pepaya, dengan cara menyangrai ketiga bahan ini sehingga menghasilkan aroma yang harum dan citarasa yang baik. Berdasarkan hal diatas penulis tertarik untuk melakukan pengolahan terhadap biji pepaya menjadi suatu bahan yang memilki nilai ekonomi serta citarasa yang tinggi, dan dengan pembuatan bubuk biji pepaya serta dilakukannya analisis pada minuman bubuk biji pepaya tersebut, sehingga dapat dikatakan hasilnya yang layak untuk dikonsumsi ataupun tidak sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan, adapun pengolahannya dapat dilakukan dengan mudah menggunakan teknologi dan alat-alat sederhana. BAHAN DAN METODE Metode yang digunakan untuk analisis parameter berbahan dasar biji pepaya yaitu Uji Metabolit Sekunder dan analisis produk Minuman Bubuk Biji Pepaya yaitu Penetapan Kadar Lemak metode Sokletasi, penetapan Kadar Abu, Penetapan Kadar Karbohidrat
pepaya yang biasanya dikonsumsi masyarakat. Limbah buah pepaya terutama bijinya seringkali dibuang, Karena rasanya yang pahit dan kurangnya pengetahuan tentang kandungan serta pengolahan biji pepaya. Padahal biji pepaya dapat diolah dan dimanfaatkan menjadi sebuah produk yang memiliki nilai jual, mengingat khasiat limbah ini yang cukup efektif untuk mengobati beberapa penyakit, seperti menghilangkan parasit usus, Sebagai obat cacingan, mengobati penyakit liver/hepatitis, membantu mengeluarkan racun khususnya di ginjal, mendetoksifikasi hati, menurunkan kadar kolesterol LDL (Kolesterol Jahat) dalam darah, meningkatkan kadar HDL (Kolesterol Baik), antibakteri, yang efektif melawan bakteri E. coli, Salmonella, dan infeksi Staphylococcus, membunuh parasit dalam pencernaan, dll Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-4320-1996, Serbuk minuman tradisional adalah produk pangan berbentuk serbuk atau granula yang dibuatkan dari campuran gula dan rempah-rempah dengan atau tanpa bahan makanan yang diizinkan. Minuman bubuk yang beredar dipasaran biasanya dibuat dari sari buah-buahan, pada kali ini penulis ingin mencoba membuat kreasi dari minuman bubuk dengan menggunakan bahan utama biji pepaya. Untuk membuat minuman. Metode Luff Schrool, Penetapan Kadar Air Metode Thermogravimetri, Uji Angka Lempeng Total Metode Plate Count, Serta Uji Organoleptik. Sumber Bahan Baku Pembuatan Minuman Bubuk Biji Pepaya Bahan baku terdiri dari biji pepaya, buah nangka, dan kelapa muda. Biji pepaya diperoleh dari pedagang buah keliling di daerah By. Pass kelurahan Bt. Taba, Kec Lubuk Begalung, Buah Nangka dibeli di pasar bandar buat Kec. Lubuk Kilangan, Buah Kelapa Muda diperoleh dari rumah Saudara Sepupu. Alat yang digunakan, alat yang biasa digunakan dilaboratorium, peralatan sokletasi. Bahan yang digunakan adalah Biji Pepaya Daging Buah Kelapa Muda, dan Buah Nangka. Bahan Sampel, CuSO4, Kertas saring, Larutan Luff schrool, HCl 3 %, H2SO4 25 %, NaOH 30 %, HCl 4 N, pH universal, Indikator PP, CH3COOH 3 %, Na2S2O4 0,1 N, Indikator Amilum 1 %, Aquades, Kertas saring, Kristal K2Cr2O7, KI 20 %, Alkohol 70 %, Spritus, Media PCA, Kapas, Kertas Pembungkus, H2SO4 2 N, Kloroform, H2SO4 2 N, Metanol, Serbuk magnesium, H2SO4 pekat,
Page 17 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Iodine, n-hexane, Aquades, HCl pekat, NaOH 0,1 N.
1 Kg Biji pepaya
120 gram buah nangka
100 gram daging buah kelapa muda
Jemur dibawah sinar matahari
Potong kecil-kecil
Potong kecil-kecil
Panaskan wajan diatas kompor, Lalu masukkan ketiga bahan tersebut kedalam wajan Sangrai tanpa minyak hingga harum
Blender hingga halus
Masukkan Minuman bubuk dalam kemasan
Gambar 1 Skema Pembuatan Produk
Cara Kerja Pengujian Mutu Produk Penetapan Kadar Air Metode thermogravimetri Ditimbang 1 gram sampel dengan neraca analitik, dimasukkan kedalam cawan penguap konstan, lalu dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 2 jam, didinginkan didalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang kembali dengan neraca analitik, ulangi pekerjaan ini hingga didapatkan berat konstan. Penetapan Kadar Karbohidrat Motode Luff Schrool Ditimbang 5 gram sampel secara teliti, ditambahkan 200 mL HCl 3%, direfluk selama 3 jam dengan pendingin tegak, didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH 30%, kemudian ditambahkan CH3COOH 3 % agar suasana sedikit asam (pH 6). Dipindahkan larutan kedalam labu ukur 500 mL, dipaskan dan dihomogenkan, lalu saring. Pipet 10 mL filtrat, ditambahkan 25 mL Larutan Luff Schrool dan 15 mL aquades serta batu didih, dipanaskan larutan tersebut hingga mendidih, didihkan terus selama 10 menit, lalu didinginkan. ditambahkan 15 mL KI 20 % dan 25 mL H2SO4 25 % secara
perlahan-lahan, setelah itu dititar dengan Thiosulfat 0,1 N hingga kuning gading, tambahkan 2 mL indikator amilum, dititar kembali dengan thio 0,1 N hingga hilang endapan biru. Pengujian Angka Lempeng Total Metode Plate Count Ditimbang 1 gram sampel, masukkan kedalam tabung reaksi yang telah berisi 9 mL larutan pengencer steril (10-1). Lalu buat pengenceran 10-2 dan 10-3. Pipet 1 mL dari masing-masing pengenceran secara aseptik, lalu dimasukkan kedalam cawan petri. dimasukkan 12-15 mL media PCA steril kedalam masing-masing cawan petri. digoyangkan cawan hingga media tercampur rata, biarkan campuran dalam cawan petri membeku. dibungkus cawan petri dengan kertas pembungkus steril secara terbalik, inkubasi pada suhu 35oC dalam inkubator, dicatat pertumbuhan koloni selama 48 jam. Hitung angka lempeng total dalam 1 mL sampel berdasarkan tabel standar plate count. Penetapan Kadar Abu Ditimbang 2-3 gram sampel secara teliti, dimasukkan kedalam cawan poorselen yang sudah diketahui bobotnya, diarangkan diatas pembakar, abukan dalam furnace atur suhu 550oC sampai pengabuan sempurna, didinginkan dalam desikator selama 15 menit, lalu ditimbang sampai bobot konstan Penetapan Kadar Lemak Ditimbang 1-2 gram sampel, dimasukkan kedalam selongsong kertas yang sudah dialasi kapas, lalu disumbat selongsong dengan kapas lagi, dikeringkan dalam oven suhu 800C selama 1 jam, lalu dimasukkan kedalam alat soklet yang telah disambungkan dengan labu lemak yang berisi batu didih yang telah diketahui bobotnya, ekstraksi dengan hexane selama 6 jam, setelah itu diuji dengan mengambil sedikit pelarut pada tabung ekstraktor lalu direaksikan dengan NaOH, jika terdapat busa hentikan proses ekstraksi, sulingkan hexane dan dikeringkan ekstrak lemak dalam oven suhu 105oC selama 2 jam, didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang, diulangi pengeringan ini hingga didapatkan bobot konstan. Penetapan Kadar Lemak Ditimbang 1-2 gram sampel, dimasukkan kedalam selongsong kertas yang sudah dialasi kapas, lalu disumbat selongsong dengan kapas lagi, dikeringkan dalam oven suhu 800C selama 1 jam, lalu dimasukkan kedalam alat soklet yang telah disambungkan dengan labu lemak yang berisi batu didih yang telah diketahui bobotnya,
Page 18 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
ekstraksi dengan hexane selama 6 jam, setelah itu diuji dengan mengambil sedikit pelarut pada tabung ekstraktor lalu reaksikan dengan NaOH, jika terdapat busa hentikan proses ekstraksi, sulingkan hexane dan keringkan ekstrak lemak dalam oven suhu 105oC selama 2 jam, dinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu timbang, ulangi pengeringan ini hingga didapatkan bobot konstan. Uji Metabolit Sekunder Identifikasi Alkaloid : dirajang hingga halus 4 gram biji pepaya segar, lalu digerus dengan lumpang dan alu, ditambahkan kloroform hingga membentuk pasta, ditambahkan 10 mL amoniakkloroform 0,05 N lalu gerus lagi, saring kedalam tabung reaksi kering, ditambahkan 10 mL H2SO4 2 N dan kocok, didiamkan larutan sampai terbentuk 2 lapisan, pipet lapisan asam sulfat dengan pipet yang telah diberi kapas pada ujungnya, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi kecil (simpan lapisan kloroform untuk pengujian terpenoid). Filtrat diuji dengan pereaksi Mayer, Wagner dan Dragendorf. Terbentuknya endapan putih atau keruh dengan pereaksi Mayer. Endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan orange dengan pereaksi Dragendorf menunjukan sampel mengandung alkaloid. Identifikasi Flavonoid : dirajang 0,5 mg biji pepaya segar hingga halus, diekstrak dengan 5 ml metanol, dipanaskan selama 5 menit dalam tabung reaksi. Ekstraknya ditambahkan beberapa tetes HCl pekat dan sedikit serbuk
pada udara tidak terserap sempurna oleh zat penyerap air di dalam desikator magnesium. Bila terjadi perubahan warna merah/pink atau kuning menunjukan sampel mengandung flavonoid. Identifikasi Steroid / Terpenoid : Beberapa tetes kloroform pada uji alkaloid, ditempatkan pada plat tetes. Ditambahkan anhidrida asetat 5 tetes dan dibiarkan mengering, Kemudian ditambahkan 3 tetes H2SO4 pekat, Timbulnya warna merah jingga atau ungu menandakan uji positif terhadap triterpenoid, sedangkan warna biru menunjukan uji positif untuk steroid. Identifikasi Saponin : biji pepaya kering dirajang halus, dimasukan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan air suling, didihkan selama 2-3 menit. Dinginkan, setelah dingin dikocok dengan kuat. Adanya busa yang stabil selama 5 menit berarti sampel mengandung saponin. Pengujian Organoleptik Diambil 3 sendok teh minuman bubuk biji pepaya, dimasukkan kedalam gelas ditambahkan gula secukupnya, ditambahkan air panas ± 150 mL, aduk hingga merata. Siapkan tabel uji organoleptik, cobakan sampel minuman bubuk pada 30 orang panelis yang berumur 12 tahun keatas dan dewasa, minta panelis mengisi tabel uji organoleptik. Kadar karbohidrat pada minuman bubuk biji pepaya sebesar 3,40 %, dapat dikatakan bahwa kadar karbohidrat pada minuman bubuk biji pepaya kecil. Uji Angka Lempeng Total
HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar karbohidrat dan kadar air Tabel 1. Hasil Kadar Air dan kadar Karbohidrat pada sampel minuman bubuk biji pepaya No Parameter Hasil (%) 1 Kadar Air 3,11 % 2 Kadar Karbohidrat 3,40 %
Dari tabel 2 dapat dilihat kadar air yang terkandung dalam minuman bubuk biji pepaya sebesar 3,11 %, hasil ini sesuai dengan SNI 014320-1996 yang menyatakan kadar air berkisar antara 3 – 5 %, artinya minuman bubuk biji pepaya layak untuk dikonsumsi dan memiliki mutu yang baik, karena memiliki kadar air yang rendah, sehingga daya awet sampel tahan lama dan kemungkinan untuk tercemar oleh mikroba menjadi kecil. Tetapi saat penimbangan sampel, berat penimbangan terakhir sampel tidak konstan, hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kapasitas pada oven yang digunakan serta zat penyerap air pada desikator yang digunakan (CuSO4) tidak diganti, sehingga air
Tabel.2 Hasil Uji Angka Lempeng Total minuman bubuk biji pepaya Pengenceran Rata-rata Hasil Koloni 10-2 18 koloni 1,8 x 103 (<3,0 x 103) 10-3 14,7 koloni -
Dari tabel 2, karena 18 > 14,7 dan 18 < 30, maka digunakan (SPC 2). Dapat dilihat Angka Lempeng Total pada minuman bubuk biji pepaya sebesar 1,8 x 103 (<3,0 x 103) koloni, hal ini sesuai sesuai dengan SNI 01-4320-1996 yang menyatakan total koloni pada minuman bubuk kurang dari 3 x 103 koloni, yang menandakan bahwa produk layak dikonsumsi dan memiliki mutu yang baik, sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat. Penetapan Kadar Abu dan Kadar Lemak Tabel.3 Hasil Kadar Abu dan Kadar Lemak minuman bubuk biji papaya
Dari tabel diatas kadar Abu yang di peroleh pada sampel minuman bubuk telah
Page 19 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
memenuhi syarat SNI 3836 : 2013. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kadar abu dalam minuman bubuk biji pepaya sedikit, sehingga minuman bubuk biji pepaya ini memiliki kualitas yang cukup bagus dan layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Dari tabel diatas didapatkan kadar lemak sebesar 34,60 %, artinya kadar lemak dalam minuman bubuk biji pepaya cukup banyak. Pengujian Senyawa Metabolit Sekunder Tabel. Hasil Uji Kualitatif Senyawa Metabolit Sekunder
Uji Organoleptik Tabel 5. Hasil uji organoleptik minuman pepaya
bubukbiji
KESIMPULAN Setelah dilaksanakan penelitian berupa pembuatan produk Minuman Bubuk dan analisisnya yang berjudul pembuatan dan analisis minuman bubuk biji pepaya dengan tambahan kelapa muda dan buah nangka. Dan didapatkan hasil analisis dari parameter dengan bahan dasar biji pepaya positif mengandung alkaloid, flavonoid, saponin dan negatif mengandung steroid / terpenoid dan untuk analisa parameter sampel minuman bubuk biji pepaya didapatkan kadar air sebesar 3,11%, kadar abu sebesar 6,81%, kadar karbohidrat sebesar 3,40%, kadar Lemak sebesar 34,60%. Pada uji angka lempeng total dengan total koloni sebesar 1,8 x 103 (< 3,0 x 103) koloni/mL, dan pengujian organoleptik pada minuman bubuk biji pepaya didapatkan hasil bau : agak menyengat, warna : coklat tua, rasa : agak pahit, dan kesukaan : Suka. SARAN Penulis mengharapkan, agar masyarakat dapat memanfaatkan limbah biji pepaya menjadi produk yang bermanfaat serta memiliki nilai jual. Penulis juga mengharapkan kepada pembaca yang berkeinginan untuk melakukan penelitian ini, agar dapat melanjutkan penelitian minuman bubuk biji pepaya ini dengan parameter yang belum dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional. 1992. Cara Uji Cemaran Mikroba. SNI 01-2897-1992. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI 01-2891-1992. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Dari hasil uji organoleptik sebanyak 17 orang (56,60%) memilih warna coklat tua, sebanyak 26 orang (86,60%) memilih bau dari minuman bubuk biji paepaya Agak Menyengat, 20 orang (66,60%) memilih rasa dari minuman bubuk ini yaitu Agak Pahit, berdasarkan tingkat kesukaan didapatkan 21 orang dari 30 0rang atau 70% orang memilih suka sehingga produk yang dibuat ini dapat diterima di pasaran dan memiliki ciri khas warna, bau dan rasa biji pepaya yang khas.
Badan Standarisasi Nasional. 1996. Serbuk Minuman Tradisional. SNI 01-4320-1996. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Gusti & Yeni. 2006. Modul Analisis Proximat. Padang : SMAKPA. Kusharyadi, Arif. 2012. Pemanfaatan biji Pepaya http://goeners.wordpress.com. tanggal 25 oktober 2014.
Karya Ilmiah sebagai kopi. Diakses pada
Muktiani. 2011. Bertanam varietas unggul pepaya california. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Page 20 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Nilma & Barwita. 2010. Modul Mikrobiologi Bilingual. Padang : SMAKPA. Nuraini, Dini Nuris. 2002. Aneka Daun Berkhasiat Untuk Obat . Yogyakarta : Gava Media. Rubatzky & Mas.1999. Bandung : ITB.
Sayuran
Dunia
1.
Verheij & Coronel. 1997. Buah-buahan yang dapat dimakan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Winarno. 2002. Kelapa Pohon Kehidupan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Yeniza. 2005. Modul Analisis Gravimetri. Padang : SMAKPA.
Page 21 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PEMBUATAN DAN ANALISIS SUSU SEREAL DARI BIBIT TERATAI SALJU (Saussurea involucrate) DAN KACANG HIJAU ( Vigna radiata) Darmus, Aliifah Huwaida dan Rima Annisa Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel. Kapalo Koto no 13 Kec. Pauh Kota Padang E-mail :
[email protected] ABSTRAK Susu sereal adalah serbuk instan yang terbuat dari susu bubuk dan sereal dengan penambahan bahan makanan lain dan atau tanpa bahan makanan yang diizinkan.Teratai salju merupakan tanaman yang didalamnya terdapat enzim. Enzim yang terdapat di dalam teratai salju merupakan senyawa yang halus seperti zat yang terdapat di dalam sel hidup baik hewani maupun nabati. Kacang hijau merupakan tanaman jenis polong-polongan (Fabace) yang mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi seperti protein, vitamin , serat, fosfor, kalsium dan lemak tak jenuh yang tentunya sangat baik dikonsumsi untuk kesehatan tubuh. Dari keunggulan tersebut maka diperlukan pemanfaatan yang tepat, salah satu pemanfaatan bibit teratai salju dan kacang hijau adalah sebagai makanan siap saji yang disebut sebagai susu sereal. Adapun hasil uji dari pembuatan dan analisis susu sereal dari bibit teratai salju dan kacang hijau adalah uji organoleptik 75% orang memilih suka, dengan khas warna putih kekuningan, beraroma khas kacang hijau, dan bertekstur halus dan untuk hasil penetapan kadar air metode thermogravimetri 2,05 %, penetapan kadar abu metode thermogravimetri 3,76%, kadar protein metode mikro kjedhal 25,16%, kadar lemak metode sokletasi 7,95%, kadar karbohidrat metode luff scoorl 58,64 % , kadar serat kasar metode gravimetri 0,61 % , angka lempeng total metode hitung cawan 5,3 x 10 3 koloni/g dan cemaran kapang metode hitung cawan 0 koloni /gram.
kata kunci : susu sereal, bibit teratai salju, kacang hijau ABSTRACT Instan powdered milk for cereal is made from powdered milk and cereal with the addition of other foodstuffs and food ingredients or without snow diizinkan.Teratai is a plant in which there is an enzyme. Enzymes found in the snow lotus is a subtle compound like substance found in living cells both animal and vegetable. Green beans are legumes crop types (Fabace) which has a high nutrient content such as protein, vitamins, fiber, phosphorus, calcium and unsaturated fats consumed certainly very good for your health. From these advantages it is necessary to use the right, one of the utilization of snow lotus seeds and green beans are as ready meals are called milk cereal. The test results from the manufacture of cereal and milk analysis of the snow lotus seeds and green beans are organoleptic 75% of people choose love, with typical yellowish white color, distinctive aroma of green beans, and finely textured and for the determination of water content of 2.05 thermogravimetri method %, ash content determination method thermogravimetri 3.76%, protein content of micro method kjedhal 25.16%, fat content 7.95% soxhletation method, carbohydrate levels luff method scoorl 58.64%, crude fiber content of 0.61% gravimetric method , number of total plate count method saucer 5.3 x 103 colonies / g and mold contamination arithmetic method cup 0 colonies / gram. keywords: cereal milk, snow lotus seeds, green
PENDAHULUAN
Teratai Salju (Saussurea involucrate) memiliki sekitar 300 jenis spesies tanaman berbunga dalam keluarga Asteraceae, tumbuh didaerah puncak pegunungan dengan suhu sangat dingin di kutub Asia, Eropa dan Amerika Utara, keragaman habitat terbesarnya berada dipuncak pegunungan Himalaya. Teratai salju berfungsi menyembuhkan berbagai penyakit dan memperkuat kesehatan tubuh.
Selain itu, didalam tanaman teratai salju ini terdapat juga enzim. Enzim adalah molekul protein yang bertanggung jawab untuk semua aktivitas biologis dalam sel manusia. Enzim merupakan katalis organik yang meningkatkan proses di mana makanan dipecah dan diserap oleh tubuh dan membantu berbagai fungsi berlangsungnya metabolisme dalam tubuh. Enzim yang terdapat di dalam teratai salju merupakan
Page 22 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
senyawa yang halus seperti zat yang terdapat di dalam sel hidup baik hewani maupun nabati. Enzim Teratai Salju berenergi molekul protein yang diperlukan bagi kehidupan. Enzim ini mengkatalisasi dan mengatur hampir semua reaksi biokimia yang terjadi dalam tubuh manusia. Jika kekurangan enzim dapat menyebabkan gangguan fungsi organ, tidak bisa mendukung metabolisme tubuh kita, sehingga tubuh kita menjadi tidak sehat / berpenyakit, ataupun mati. Ramuan Kuntum Teratai Salju tidak mengandung bahan kimiawi, melainkan terdapat berbagai kandungan gizi yang dibutuhkan oleh organ tubuh manusia. Fermentasi Kuntum Teratai Salju ini menjadi enzim laktat dan bakteri asam laktat aktif untuk menjaga kondisi tubuh tetap prima, membentuk dan memperkuat daya tahan tubuh serta bermanfaat bagi kesehatan tubuh secara menyeluruh menganggu kesehatan kita. Kacang hijau (Vigna radiata) adalah sejenis palawija yang dikenal luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polongpolongan (Fabaceae) ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber bahan pangan berprotein nabati tinggi. Kacang hijau di Indonesia menempati urutan ketiga terpenting sebagai tanaman pangan legum, setelah kedelai dan kacang tanah. Kacang hijau memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dan merupakan sumber mineral penting, antara lain kalsium dan fosfor. Sedangkan kandungan lemaknya merupakan asam lemak tak jenuh. Kandungan kalsium dan fosfor pada kacang hijau bermanfaat untuk memperkuat tulang. Kacang hijau juga mengandung rendah lemak yang sangat baik bagi mereka yang ingin menghindari konsumsi lemak tinggi. Kadar lemak yang rendah dalam kacang hijau menjadikan bahan makanan atau minuman yang terbuat dari kacang hijau tidak mudah berbau. Lemak kacang hijau tersusun atas 73% asam lemak tak jenuh dan 27% asam lemak jenuh. Umumnya kacang-kacangan memang mengandung lemak tak jenuh tinggi. Asupan lemak tak jenuh tinggi penting untuk menjaga kesehatan jantung. Kacang hijau mengandung vitamin B1 yang berguna untuk pertumbuhan. Kacang hijau juga mengandung multi protein yang berfungsi mengganti sel mati dan membantu pertumbuhan sel tubuh Pada awal tahun 1950-an Prof. Poorwo Sudarmo (Bapak gizi Indonesia) mencetuskan dirumah sendiri sedangkan kacang hijau dibeli di pasar bandar buat, gula pasir, garam.
empat sehat sempurna dengan menempatkan susu pada urutan terakhir. Karena ada kata sempurna, maka seolah-olah susu adalah penyempurna makanan kita sehari-hari. Susu memang merupakan makanan alami yang dapat dijadikan sumber nutrisi sekaligus pelengkap pola makanan sehat seimbang. Pola seimbang gizi inilah yang kini dianggap lebih ideal untuk mendapatkan tubuh yang sehat. (Setiono.A Mangoenprasodjo). Sereal adalah makanan yang umumnya dimakan sebagai sarapan, sereal umumnya dipromosikan sebagai penunjang kesehatan dengan memakan sarapan berserat tinggi. Sereal juga mengandung vitamin dan mineral. Namun ada beberapa sereal yang mengandung kadar gula dalam jumlah yang cukup tinggi. Susu sereal adalah serbuk instan yang terbuat dari susu bubuk dan sereal dengan penambahan bahan makanan lain dan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan.(SNI 01-4270-1996) Seorang ahli gizi mengungkapkan bahwa sarapan dengan susu sereal bisa menjadi pilihan yang sehat. Karena,kaya akan kalsium dan nutrisi penting lainnya,seperti serat ,protein,dan karbohidrat. Dengan meminum susu sereal maka kita bisa menahan lapar lebih lama sehingga membantu mengurangi jumlah asupan kalori akibat ngemil untuk menahan lapar. Dari keunggulan bibit teratai salju dan kacang hijau ini, penulis tertarik memilih judul “ Susu Sereal dari Bibit Teratai Salju (Saussurea involucrate) dan Kacang Hijau (Vigna radiata)”. BAHAN DAN METODE Metoda penelitian Metoda yang digunakan untuk analisa parameter bahan dasar bibit teratai salju dan kacang hijau yaitu Uji organoleptik, Penetapan kadar air metoda thermogravimetri, Penetapan kadar abu metoda themogravimetri, Penetapan kadar protein metoda mikro kjedhal, Penetapan kadar lemak metoda sokletasi, Penetapan kadar karbohidrat metoda luff school, Penetapan kadar serat kasar metoda thermogravimetri, Cemaran mikroba angka lempeng total dan Cemaran mikroba kapang. Alat dan bahan bahan baku terdiri dari bibit teratai salju (Saussurea involucrate) dan kacang hijau (Vigna radiata) yang memiliki bibit ini, dan dipinjam dari pembimbing dan dipinjam selama lebih kurang 3 minggu untuk dibibitkan. Alat yang digunakan, dilaboratorium.
alat-alat
gelas
Page 23 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Gambar 1 Skema Pembuatan Produk Cara Kerja Pengujian Mutu Produk Uji Organoleptik : Kesukaan dan tekstur : Diambil sampel secukupnya kemudian diminum sampel tersebut dan catat hasil penilaiannya. Warna : Diambil sampel secukupnya kemudian dilihat warna dari sampel dan dicatat warna dari sampel tersebut dan dicatat hasil penilaiannya. Bau : Diambil sampel secukupnya kemudian dihirup aroma dari sampel tersebut dan dicatat hasil penilaiannya. Penetapan Kadar Air Metoda Thermogravimetri : Dipanaskan cawan penguap sampai bobot konstan, ditimbang dengan teliti contoh yang akan ditetapkan ± 2 gram dalam cawan penguap yang telah diketahui beratnya, kemudian Penetapan kadar protein metoda mikro kjedhal: Tahap destruksi : sampel ditimbang sebanyak 0.5100 g secara teliti dengan menggunakan neraca analitik, dimasukan kedalam labu kjedal, campuran selen ditimbang 2 g dengan neraca kasar , kemudian dimasukan kedalam labu kjedal, ditambahkan 25 ml H2SO4 pekat dan beberapa batu didih kedalam labu kjedal, lakukan proses destruksi dengan menggunakan heating mantel, destruksi dihentikan jika warna
dikeringkan dalam oven pada suhu 100 – 1050C selama 3-5 jam tergantung bahannya, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang, Dipanaskan lagi dalam oven 30 menit, didinginkan dalam desikator dan ditimbang, perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan ( selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,1-0,2 mg), pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan. Penetapan kadar abu metoda thermogravimetri: Timbang 2g - 3g sampel kedalam cawan porcelain yang telah diketahui bobot konstannya, arangkan di atas nyala pembakar,lalu diabukan dalam furnce sampai pengabuan sempurna, didinginkan dalam desikator,lalu ditimbang sampai bobot konstant. larutan telah berubah menjadi hijau jernih., jika larutan telah hijau jernih, dihentikan proses destruksi dan didinginkan larutan didalam penangas air, apabila larutan telah dingin, dipindahkan kedalam labu ukur 100 ml, dibilas terlebih dahulu labu kjedal dengan aquadest hingga bersih, encerkan larutan dengan aquadest hingga 100 ml, lalu paskan, dihomogenkan. Tahap destilasi : dipipet 5 ml sampel dengan pipet gondok dan dimasukan kedalam labu suling, ditambahkan 2-3 tetes indikator pp, pasang dan disiapkan alat destilasi
Page 24 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
mulai dari labu suling, pendingin lurus , dan erlenmeyer dihubungkan dengan sumber air menggunakan selang air, ditambahkan 5 ml larutan NaOH 30 % dengan pipet takar kedalam labu suling, erlenmeyer untuk menampung destilat diisi 10 ml H3BO3 2% dan 3 tetes indikator MM, mulut labu suling ditutup dengan gabus, lalu didestilasi larutan tersebut . proses destilasi dapat dihentikan saat warna destilat didalam erlenmeyer telah berwarna kuning, pendingin lurus dibilas dengan aquadest dan hasil bilasan ditampung pada destilat alat soklet yang telah dengan labu lemak berisi batu didih yang telah diketahui bobo konstannya, ekstarak dengan hexana atau pelarut lemak lainnya selama kurang lebih 6 jam, disulingkan hexana dan dikeringkan ekstrak lemak dalam oven, didinginkan dan ditimbang, ulangi pengeringan ini hingga tercapai bobot tetap. Penetapan Kadar Karbohidrat Metoda Luff Schoorl: Preparasi sampel : Ditimbang seksama lebih kurang 5 g cuplikan kedalam erlemeyer 250mL, ditambahkan 200 mL larutan HCl 3%, dididihkan selama 3 jam dengan pendingin tegak, didinginkan dan netralkan dengan larutan NaOH 30% ( dengan lakmus atau fenoltallein) dan ditambahkan sedikit CH3COOH 3 % agar suasana larutan agak sedikit asam (pH 6). Cek pH dengan kertas pH universal dan dilihat hasilnya. Pengukuran sampel : Dipindahkan kedalam labu ukur 250 mL, dipaskan dan dihomogenkan, didinginkan, lalu ditimbang sampai konstan, bila kadar serat kasar > 1 % abukan kertas saring beserta isinya, lalu ditimbang sampai konstan. ipipet 10 mL larutan kedalam erlenmeyer, ditambahkan 25 mL larutan luff dan beberapa butir batu didih serta 15 mL air suling, panaskan dicampuran tersebut dengan nyala yang tetap, diusahakan agar larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit,didihkan terus selama tepat 10 menit kemudian didinginkan dalam bak berisi es, setelah dingin ditambahkan 15 mL larutan KI 20 % dan 25 mL H2SO4 25 % perlahan-lahan, dititar secepatnya dengan larutan thio 0,1 N (digunakan kanji sebagai penunjuk), dikerjakan
tersebut.Tahap titrasi: buret diisi dengan larutan hcl 0.01N, kemudian dititar dengan destilat tersebut, titrasi dilakukan hingga warna sampel berubah menjadi orange (TAT), Penetapan kadar lemak metoda sokletasi : Ditimbang sampel dengan teliti sebanyak 2 gram, dimasukan kedalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas, sumbat selongsong kertas berisi sampel dengan kapas,lalu dikeringkan dalam oven suhu 80 C selam 1 jam, kemudian dimasukan kedalam juga blanko dengan cara pipet 25mL larutan luff, ditambahkan beberapa butir batu didih serta 15mL air suling, dipanaskan campuran tersebut dengan nyala yang tetap, diusahakan agar larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit, didihkan terus selama tepat 10 menit kemudian didinginkan dalam bak berisi es, setelah dingin ditambahkan 15 mL larutan KI 20 % dan 25 mL H2SO4 25 % perlahan-lahan, titar secepatnya dengan larutan thio 0,1 N (digunakan kanji sebagai penunjuk) Penetapan kadar serat kasar metoda thermogravimetri : Ditimbang 2 gram sampel , lalu dibebaskan lemaknya dengan cara dienap tuang menggunakan larutan etanol 96%, dimasukan kedalam erlenmeyer 250 mL , ditambahkan 50 mL larutan H2SO4 1,25 % kemudian didihkan selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak, ditambahkan 50 mL NaOH 3,25 % dan didihkan lagi selama 30 menit, dalam keadaan panas, disaring dengan corong yang berisi kertas saring whatman 41 yang telah diketahui bobot konstannya, cuci endapan yang terdapat pada kertas saring berturut-turut dengan H2SO4 1,25 %, air panas, dan etanol 96 %, angkat kertas saring beserta isinya, dimasukan kedalam cawan perselen yang telah diketahui bobot konstannya, dikeringkan(105oC). Uji cemaran mikroba (Angka lempeng total): Disiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan, Sterilkan pipet takar dan cawan petri didalam oven, setelah steril disiapkan tiga buah tabung reaksi untuk diisikan larutan pengencer 10-1 , 10-2, 10-3, pipet 1 mL sampel dan dimasukan kedalam tabung reaksi yang berisi 9
Page 25 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
mL aquadest sampai 10-3 dan dihomogenkan, pipet 1 mL pengenceran 10-2 dan 10-3, lalu dimasukan kedalam cawan petri berbeda (triplo), 1⁄ dituangkan media PCA cawan , 3 dihomogenkan dan tunggu hingga media membeku, dibungkus cawan dengan kertas dan diinkubasi (1-2 hari) pada suhu 35 ± 1𝐶, diamati dan dicatat pertumbuhan koloni pada setiap cawan yang mengandung 30-300 koloni setelah 48 jam, hitung angka lempeng total dalam 1 g atau 1 mL sampel dengan mengalikan jumlah rata-rata koloni pada cawan dengan faktor pengenceran yang digunakan. Uji Cemaran Mikroba (kapang): Disiapan sampel : Ditimbang 25 gram sampel kedalam erlenmeyer yang telah berisi larutan pengencer (1:10) 225 mL, dibuat pengenceran selanjutnya dari 10-1 hingga diperoleh pengenceran yang diperlukan, untuk pengenceran awal suhu larutan pengencer disesuaikan hingga 45oC. Uji kapang : Dilakukan persiapan diatas, dipipet 1 mL dari masing-masing pengenceran kedalam cawan petri steril secara simplo duplo. dituangkan PDA yang telah dicairkan (suhu 45±1oC) sebanyak 15-20 mL kedalam cawan petri dan goyangkan cawan petri sedemikian rupa sehingga campuran tersebar merata. setelah agar membeku, dibalikkan cawan petri dan inkubasikan pada suhu 25 oC atau suhu kamar selama 5 hari. hitung koloni kapang setelah 5 hari, dilaporkan atau catat hasil sebagai jumlah kapang per gram atau mL contoh.
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Fisik Tabel 1. Hasil uji fisik
Dari hasil organoleptik berdasarkan tingkat kesukaan didapatkan 75% orang memilih suka sehingga produk yang dibuat ini dapat diterima di pasaran dan memiliki ciri khas warna putih kekuningan, bau khas kacang hijau, dan bertekstur halus. Uji kadar air Tabel 2. Hasil Analisis Kadar Air
Dari tabel hasil analisis diatas kadar air yang didapatkan adalah 2,05%, hal ini sesuai dengan standar mutu susu sereal (SNI 01-4270-1996) yaitu maks 3,0%. Uji Kadar Abu Tabel 3. Hasil uji kadar abu
Page 26 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Uji Kadar Protein
Uji Angka Lempeng Total
Tabel 4. Hasil Analisis Protein
Tabel 8. Hasil Analisis Angka Lempeng Total
Dari tabel diatas kadar protein yang diperoleh pada sampel susu sereal telah memenuhi syarat SNI 01-4270-1996 berarti sampel tersebut sangat baik untuk dikonsumsi karena mengandung protein yang tinggi.
Dari tabel data diatas hasil angka lempeng total yang didapatkan sesuai dengan SNI 01-4236-1996 karena tidak mencapai 5 x 105. Uji Cemaran Mikroba Kapang
Uji Kadar Lemak Tabel 5. Hasil Analisis Lemak
Uji Kadar Karbohifrat Tabe; 6. Uji Karbohidrat
Tabel 9. Hasil Analisis Cemaran Mikroba Kapang
Dari tabel hasil analisis diatas cemaran mikroba kapang yang didapatkan adalah 0, hal ini sesuai dengan standar mutu susu sereal (SNI 01-42701996) yaitu maks 102. KESIMPULAN
Dari tabel hasil analisis diatas kadar karbohidrat yang didapatkan 58,64% sedangkan menurut syarat SNI 01-4270-1996 minimal 60%. Hal ini tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. Untuk meningkatkan kandungan karbohidrat dalam pembuatan susu sereal ini harus ditambahkan bahan pangan yang mengandung karbohidrat yang tinggi. Uji Kadar Serat Kasar Tabel 7 Hasil Uji Serat Kasar
Dari beberapa parameter yang telah dianalisis dapat disimpulkan bahwa susu sereal dari bibit teratai salju dan kacang hijau diperoleh hasil organoleptik 75% orang yang memilih suka, dengan khas warna putih kekuningan, berbau khas kacang hijau, dan bertekstur halus dan untuk kandungan kadar air metoda thermogravimetri 2,05 %, kadar abu metoda thermogravimetri 3,76%, kadar protein metoda mikro kjedhal 25,16%, kadar lemak metoda sokletasi 7,95%, karbohidrat metoda luff schoorl 58,60%, serat kasar metoda thermogravimetri 0,61 %, angka lempeng total 5.3×103 koloni/gram dan cemaran kapang metoda hitung cawan 0 koloni /gram. Sebagai minuman alternatif susu sereal ini aman dan sangat baik untuk dikonsumsi, karena hasil uji parameter yang dilakukan telah memenuhi standar SNI 014270-1996 kecuali karbohidrat, karena kadar karbohidrat yang didapat 58,60 % sedangkan (SNI 01-4270-1996) yaitu 60,0 % .
Page 27 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Dari penelitian yang telah dilakukan maka penulis menyarankan kepada kalangan masyarakat untuk meminum susu sereal ini. susu sereal ini juga dapat dibuat sendiri. Selain bahan-bahannya mudah didapat, proses pembuatannya tidak terlalu sulit sehingga dapat dibuat dirumah. Dan untuk meningkatkan kandungan karbohidrat dalam pembuatan susu sereal ini seharusnya ditambahkan bahan pangan yang mengandung karbohidrat yang tinggi. Diharapkan juga pada peneliti berikutnya untuk menambah parameter uji, sehingga mutu dari susu sereal ini dapat diketahui dengan lebih sempurna.
Nilma, MP dan Barwita Yuniana, M.Si .2010. Modul Mikrobiologi .Padang: SMAKPA. Gusti, Eli dan Yeni Hermayanti. 2006. Modul Proksimat. Padang: SMAKPA. Herman, Busser. 1974. Penuntun Jumlah. Balai Penelitian Kimia Bogor.
Analisis
M, Baedhowie dan Pranggonowati, Sri. 1989. Petunjuk Praktek Pengawasan Mutu Hasil Pertanian. Sumarna, Ardi. Inowyathye dan A.D, Latifah.1992. Penuntun Kimia Industri. Bogor : SMAKBO Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama
Page 28 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PEMBUATAN DAN ANALISIS SALEP OBAT LUKA DARI EKSTRAK BUAH MENGKUDU (M. citrifolia, L.) Eli Gusti, Anita Marni, Maisyaroh Zamrolin dan Vovi Oktaviani Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel.Kepalo Koto no 13 Kec. Pauh Kota Padang E-Mail : eligusti ABSTRAK Salep ekstrak buah mengkudu adalah sediaan salep yang berisi ekstrak buah mengkudu, mengandung berbagai zat aktif berupa antioksidan dan antibakteri. Buah mengkudu diketahui mengandung berbagai antioksidan yaitu flavonoid glikosid, tannin, saponin, vitamin C, catalase, beta caroten, triterpenoid dan antraquinon yang berpengaruh pada proses penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran salep ekstrak buah mengkudu dalam meningkatkan proses regenerasi jaringan luka. Salep ekstrak buah mengkudu dapat meningkatkan proses regenerasi jaringan luka dan dapat dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk jenis luka yang lain. Dari analisis dan praktikum yang telah dilakukan dari uji metabolit sekunder berupa tanin didapatkan hasil positif, saponin positif dan negatif glikosida triterpenoidnya, pH yang didapatkan adalah 4,85 berada dalam rentang pH kulit yaitu antara 4,5 – 6,5. Serta negatif mikroba s.aureu, Angka Lempeng Total yang memiliki standar <10 didapatkan hasil negatif bakteri, uji potensi yang memiliki standar 1,2 didapatkan hasil 4,8 cm2, pada uji sitronellal didapatkan hasil 33,57 %, pada uji kadar air didapatkan hasil 0,40%, pada uji homogenitas hasil adalah normal dan uji organoleptik pada warna didapatkan hasil kecoklatan,pada bau didapatkan hasil khas dan pada tekstur didapatkan hasil normal. Kata kunci: Morinda citrifolia, salep, ekstrak buah, obat luka
ABSTRACT Mengkudufruits extract ointment is an ointment preparations containing mengkudu fruits extract, containing a variety of active substances such as antioxidants and antibacterial. Mengkudu leaves contain a variety of antioxidants such as flavonoids glycoside, tannins, saponin, vitamin C, catalase, beta carotene, triterpenoid, and antraquinone that influence in wound healing process. This study aims to determine the role of mengkudu fruits extract ointment in promoting the regeneration of wound tissue. The mengkudu fruits extract ointment fot promote regeneration of wound tissue and can be used as a basis for further research to other types of injuries. From the analysis and lab testing has been done on secondary metabolites such as tannins obtained positive results, saponins obtained positive and negative glycosides triterpenoidnya, pH the results obtained 4.85 hearts skin pH range is between 4.5 to 6.5 . And negative yield microbial s. Aureus, Total Plate Count test that has a standard <10 showed negative bacteria, the potential of which has a standard test showed 4.8 1.2 cm 2, the test results obtained sitronellal 33.57%, of water content showed 0.40 %, , the homogeneity test results are normal and organoleptic test showed a brownish color , the smell of typical results obtained and the results obtained normal texture. Keywords: Morinda citrifolia, salve, fruit extract, cure wounds
PENDAHULUAN Selama ini, tidak banyak manusia yang mengetahui manfaat lain dari mengkudu sebagai tumbuhan yang dapat menyembuhkan luka sekaligus menghilangkan bekas luka yang efektif. Hanya saja pemanfaatan dari tumbuhan mengkudu ini kurang bila dibandingkan dengan tanaman herbal lainnya. Secara tradisional, buah mengkudu sangat banyak digunakan sebagai obat
tradisional selama lebih dari 2000 tahun. Ada yang menyebutkan bahwa buah mengkudu yang digunakan sebagai pembersih internal dan sebagai pengobatan yang efektif untuk nyeri sendi dan kondisi kulit luar. Dalam beberapa kali, penelitian yang luas dilakukan di seluruh dunia pada buah yang dikenal dengan sebutan noni ini dan hasilnya memang sangat positif untuk anda dalam mengoptimalkan kesehatan.
Page 29 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Salep adalah krim yang digunakan untuk menyembuhkan luka pada kulit bagian luar dan yang terinfeksi. Adapun kandungan yang harus ada dalam salep obat luka tersebut adalah vaselin putih 82,75%, ekstrak hidroglikolik 15 %, montanox80 2 %, mentol 0,05 %, nipagin0,15 %, dan nipasol 0,05 %. Salep obat luka yang beredar dipasaran sangat banyak, tetapi yang menggunakan bahan aktif dari ekstrak mengkudu masih sedikit. Sehingga hal ini menjadi latar belakang penulis untuk mengangkat judul “Pembuatan dan Analisis Salep Obat Luka dari Ekstrak Mengkudu” sebagai laporan Analisis Terpadu II yang merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi di Sekolah Menengah Kejuruan-SMAK Padang. BAHAN DAN METODE Metoda penelitian Metoda yang digunakan untuk analisa bahan dasar buah mengkudu yaitu Penetapan Kadar Citronellal secara Acidimetri, Penetapan Kadar Air Metode Termogravimetri, Penetapan Tanin/Polyphenol secara kualitatif, Penetapan zat aktif glikosida triterpenoid metode kualitatif, Penetapan pH metode pH meter, Uji metabolit sekunder zat aktif saponin metode kualitatif, Penetapan Angka Lempeng Total secara Hitung Cawan, Penetapan Staphylococcus Aureus (S.Aureus) metode hitung cawan, Uji Potensi Metode Difusi Cakram, Uji Homogenitas Metode Kualitatif, Uji Organoleptik Metode Kualitatif . Sumber bahan baku pembuatan salep Bahan baku pembuatan salep ini diambil dari buah mengkudu yang sudah matang, yang diambil langsung dari pohon mengkudu yang ada di daerah Limau Manis sebanyak ± 15 kg. Buah mengkudu dipetik dari pangkal buah dengan cara memutar buah tersebut. Kemudian dibuka kulitnya dan diambil isinya, lalu di blender dan dikeringkan dengan cara dijemur.
Gambar 1.Skema Pembuatan Produk
Alat dan bahan Alat yang digunakan merupakan alat gelas di Laboratorium, rotary evaporator. Bahan yang digunakan, buah mengkudu, Mentol, Asam stearat, Gliserin, Asam Askorbat, Vaselin putih, Alkohol 70 %.
Penetapan zat aktif saponin metode kualitatif Dipipet ± 2 ml ekstrak buah mengkudu. Dimasukan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan air suling dan dipanaskan. Setelah dingin tabung dikocok kuat-kuat selama 1-2 menit. Terjadinya busa dengan ketinggian sekitar 1cm dan tetap selama 5 menit serta tidak hilang pada penambahan satu tetes HCl pekat menunjukan adanya saponin.
Cara Kerja Pengujian Mutu Produk Penetapan pH metode pH meter Ditimbang salep ekstrak buah mengkudu sebanyak 5 gram. Dilarutkan dengan menggunakan 100 ml aquades netral. Dipanaskan hingga meleleh. Diukur pHnya dengan menggunakan pH meter.
Penetapan Tanin/Polyphenol metode kualitatif Diambil 3-5 tetes ekstrak mengkudu, dimasukan kedalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1% (apabila positif mengandung tannin/polyphenol akan menghasilkan warna hijau hitam).
Penetapan Glikosida Triterpenoid metode kualitatif Disiapkan ekstrak buah mengkudu. Dimasukan ke dalam tabung reaksi. Di uji adanya dengan
Page 30 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
ditambahkan 2 ml asam asetat anhidrat, 2 ml H2SO4 pekat (pereaksi Liebermann-Burchard). Timbulnya warna ungu menunjukkan adanya glikosida triterpenoid. Penetapan kadar sitronellal metode acidimetri Ditimbang ± 0,7 gram ekstrak Mengkudu. Ditambahkan 15 mL NH2OH.HCl netral. Ditambahkan 10 mL KOH-alkohol berlebih terukur. Ditambahkan batu didih. Direfluks hingga mendidih selama 5 menit. Didinginkan segera, kemudian ditambahkan 2-3 tetes indicator BPB (Brom Phenol Blue). Dititar dengan HCl 0,5 N hingga titik akhir hijau kekuningan. Dikerjakan blanko (tidak perlu direfluks). Penetapan Kadar Air Metode Termogravimetri Ditimbang cawan porselen sampai bobot konstan. Contoh salep sebanyak 1,5 gram dimasukkan ke dalam cawan (W 1). Selanjutnya salep dalam cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 - 110oC selama satu jam. Dinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar, kemudian di timbang (W 2). Pengeringan dan penimbangan dilakukan sampai diperoleh berat tetap. Penetapan Angka Lempeng Total Metoda Hitung Cawan Disiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan. Dipipet 9 mL larutan BPW dimasukan kedalam 3 tabung reaksi dan disterilkan dalam autoclave. Kemudian dimasukan 1 gram sampel ke dalam tabung reaksi 10-1 dan dihomogenkan. Pipet 10-1 sebanyak 1 mL dimasukan kedalam 10-2 dan dihomogenkan. Pipet juga 10-2 sebanyak 1 mL dimasukan kedalam 10-3 dan dihomogenkan. Dimasukan 10-2 dan 10-3 ke dalam cawan petri steril 1 mL pada masing-masing cawan yang sudah diberi label. Ditambahkan media PCA 1015 mL ke dalam masing-masing cawan petri. Dihomogenkan dan dibiarkan media sampai membeku, Diinkubasi pada posisi terbalik selama 24-48 jam. Diamati dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh dan dilaporkan sebagai jumlah koloni per mL gram sampe
pengenceran contoh salep ekstrak buah mengkudu 10-2 dan 10-3 ke dalam masingmasing cawan petri. Dituangkan media NA kedalam cawan petri masing cawann petri. Cawan petri digoyangkan hingga media dan contoh homogen, lalu dibiarkan media membeku. Diinkubasikan dalam keadaan terbalik pada suhu 37 °C selama 45-48 jam. Lalu diamati dan dicatat perubahan yang terjadi. Penetapan Uji Potensi Metode Difusi Cakram Persiapan alat dan bahan. Disiapkan alat dan bahan untuk analisa. Disterilisasi cawan petri di oven pada dengan suhu 160oc sebanyak 6 buah ,gelas piala 3 buah dan kertas saring. Siapkan suspensi bakteri . Disiapkan media NA. Buat konsentrasi larutan salep luka (dalam %) sesuai kebutuhan. Buat suspensi bakteri dari biakan murni bakteri. Masukan 5 mL aquadest steril kedalam biakan murni bakteri. Goyang tabung reaksi sampai koloni bakteri lepas dari agar dan pindahkan suspensi bakteri kedalam erlenmeyer steril. Potong kertas saring dengan ukuran uang logam Rp 100,- dan masukan potongan tersebut ke dalam larutan salep obat luka dari buah mengkudu sesuai dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Rendam kertas saring selama 30 menit. Dipipiet 0,1 mL suspensi bakteri,masukan kedalam cawan petri steril secara aseptic. Tuang media NA steril kedalam cawam yang telah di isi suspensi bakteri dan biarkan beku. Diambil kertas saring yang telah direndam dalam larutan salep luka dengan pinset, dimasukan kedalam cawan yang telah berisi media NA,bungkus dengan kertas (letakan kertas saring dengan posisi tengatengah media). Inkubasi kedalam incubator. Amati 2x24 jam. Uji Homogenitas Ditimbang 2 gram salep Mengkudu. Diratakan diatas sebuah kaca alas yang telah disiapkan. Tingkat homogenitas diamati. Uji Organoleptik Ambil sedikit contoh salep obat luka. Amati tekstur. Amati warna. Catat hasil. HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan pH metode pH meter
Penetapan Staphylococcus Aureus (S.Aureus) metode hitung cawan Ditimbang 2 gram salep ekstrak buah mengkudu. Dimasukkan kedalam tabung reaksi yang sudah berisi larutan BPW (sebagai 10-1), dihomogenkan. Pipet 1 ml dari 10-1 kedalam tabung reaksi 10-2, dihomogenkan. Dipipet 1 ml dari 10-2 kedalam tabung reaksi 10-3, lalu dihomogenkan. Secara aseptis dipindahkan 1 ml
Tabel 1 : Hasil analisa pH No Parameter 1
Uji pH
Hasil 4.85
pH salep obat luka harus sesuai dengan pH kulit yaitu antara 4,5 – 6,5 agar tidak terjadi iritasi pada kulit.
Page 31 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Penetapan Tanin/Polyphenol metode kualitatif
Penetapan Kadar Termogravimetri
Air
Tabel 2 : Hasil penetapan tanin No. Percobaan Hasil
Tabel 5 : Hasil Penetapan kadar air No. Percobaan Hasil
1.
Percobaan 1
Positif
1.
Percobaan 1
0,50 %
2.
Percobaan 2
Positif
2.
Percobaan 2
0,30 %
Tannin merupakan salah satu senyawa sekunder yang dapat dihasilkan oleh tanaman yang tidak terlibat langsung dalam proses metabolisme tetapi mempengaruhi kegiatan hormonal pada tumbuhan. Tanin dapat dipeloreh dari daun, akar, buah dan kayu tanaman. Dan berdasarkan uji kualitatif yang telah dilakukan diatas (Tabel 2) diduga bahwa pada ekstrak buah mengkudu terdapat senyawa tannin, dimana pada pengujian tersebut terdapat warna hijau kehitaman. Penetapan zat aktif saponin dan Penetapan Glikosida Triterpenoid metode kualitatif Tabel 3: Hasil penentuan zat aktif saponin dan glikosida triterpenoid
Rata-rata
Metode Standar
< 10 %
0,40 %
Kadar air dalam suatu produk sangat mempengaruhi kualitas dari produk tersebut. Karena itu , penentuan kadar air dari suatu produk sangat penting untuk proses pengolahan dan penanganan yang tepat.Dari tabel di atas didapatkan hasil percobaan 1 yaitu 0,50% , pada percobaan 2 yaitu 0,30 % . Pada semua percobaan ini di dapatkan rata – rata dari kadar air yaitu 0,40 %,berarti jumlah kadar air di dalam salep obat luka dari ekstrak buah mengkudu tersebut memenuhi ketentuan yang telah di tetapkan yaitu <10 %.
No
Parameter
Hasil
Penetapan Angka Lempeng Total Metoda Hitung Cawan
1.
Identifikasi Saponin
++
Tabel 6 : Hasil penetapan ALT No. Percobaan
2.
Identifikasi Glikosida Triterpenoid
_
Keterangan : + = sedikit ++ = sedang +++ = banyak - = tidak ada Pentingnya saponin dan glikosida triterpenoid dalam salep adalah karena manfaatnya sebagai pembersih,anti jamur dan antiseptik yang berfungsi sebagai anti bakteri, dan antivirus. Penetapan kadar sitronellal metode acidimetri Tabel 4 : Hasil penetapan kadar sitronellal No. Percobaan Hasil 1.
Percobaan 1
33.57%
Sitronellal merupakan komponen penting dalam ekstrak mengkudu yang akan dibuat menjadi salep obat luka. Dimana sifat sitronellal tersebut sebagai pengusir serangga. Dan setelah dilakukan percobaan tersebut pada ekstrak mengkudu (Tabel 4) diperoleh hasil sebesar 33.57%. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa kadar sitronellal yang didapat melebihi standar acuan yang digunakan,standar acuan yang digunakan adalah hasil praktikum yang telah dilakukan sebelumnya oleh SMAK Bogor yaitu sebesar 1.16 %
Hasil
1.
Pada 10-1 (1)
Negatif
2.
Pada 10-1 (2)
Negatif
3.
Pada 10-2 (1)
Negatif
4.
Pada 10-2 (2)
Negatif
5.
Pada 10-3 (1)
Negatif
6.
Pada 10-3 (2)
Negatif
Uji mikrobiologi merupakan salah satu uji yang penting, karena dapat menduga daya tahan simpan suatu produk. Hal ini terlihat dari jumlah mikroba yang teramati setelah pengenceran, bahwa umumnya semakin banyak pengenceran yang dilakukan maka jumlah mikroba yang terhitung semakin sedikit. Dan setelah dilakukan percobaan pada pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3 secara duplo (Tabel 6), didapatkan hasil negatif dimana tidak ada satupun mikroba yang tumbuh.
Page 32 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Penetapan Staphylococcus Aureus (S.Aureus) metode hitung cawan Tabel 7 : Hasil penetapan Staphylococcus Aures No Parameter Hasil SNI Uji S.Aureus (1x24 1. Negatif Negatif jam) Uji S.Aureus (2x24 2. Negatif Negatif jam) Bakteri s.aureus ini adalah bakteri berbahaya yang biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas dan kulit pada individu. Infeksi serius akan terjadi ketika adanya luka, penyakit, atau saat pelemahan inang yaitu pada saat daya imun melemah. Fungsinya melakukan uji cemaran mikroba ini adalah untuk mengetahui kualitas dan serta melihat daya tahan salep sebagai antibakteri. Penetapan Uji Potensi Metode Difusi Cakram Tabel 8: Hasil penetapan Uji potensi No.
Konsentrasi
Hasil Standar
1.
5%
-
2.
10 %
-
3.
15 %
4,77 cm2
1,2 cm2
Uji Homogenitas metode kualitatif Hasil Normal
Dari tabel diatas dapat dinyatakan bahwa salep obat luka dari ekstrak buah mengkudu ini bercampur/homogeny dengan bahan-bahan yang ada didalamnya. Uji Organoleptik metode kualitatif Tabel 10: Hasil uji organoleptik N Parameter Panelis 1 o 1
Tekstur
3
Warna
Aroma
Salep
Salep
Coklat muda Produk Salep
Coklat muda Produk Salep
Coklat muda
Khas
Khas
Khas
Produk salep
Produk salep
Produk salep
Produk Salep
Uji organoleptik ini berguna untuk mengetahui kualitas/mutu dari salep obat luka,pengujian ini dapat memberikan indikasi kebusukan,kemunduran mutu dan kerusakan lainnyua dari produk. Dari tabel diatas dapat dikatakan bahwa salep obat luka dari ekstrak buah mengkudu ini sesuai dengan standar acuan yang kami gunakan selama proses pembuatan salep obat luka dari ekstrak buah mengkudu. KESIMPULAN
Dari tabel diatas dapat dinyatakan bahwa salep obat luka dari ekstrak buah mengkudu efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba, terlihat dari luas daerah halo pada konsentrasi 15 % yang cukup luas tidak ditumbuhi mikroba. Berarti salep obat luka dari eklstrak buah mengukudu ini memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan yaitu 1,2 cm 2.
Tabel 9: Hasil Uji homogenitas Percobaan No. 1. Percobaan 1
2
Salep
Panelis 2
Panelis 3
Normal
Normal
Normal
Produk
Produk
Produk
Setelah dilaksanakan penelitian berupa pembuatan salep obat luka dan analisisnya berjudul Pembuatan Salep Obat Luka berbahan dasar ekstrak buah mengkudu. Dan didapatkan hasil analisisa dari parameter untuk sampel saleb obat luka dari ekstrak buah mengkudu yaitu mengandung sitronellal sebesar 33.57%, Penetapan kadar air sebanyak 0,40 %, pH sebesar 4.8, positif terhadap Tanin/Polyphenol dan saponin, negatif terhadap zat aktif glikosida triterpenoid. Serta pengujian cemaran mikroba terhadap Angka Lempeng Total, Uji bakteri S.Aureus adalah negatif, dan Uji potensi pada konsentrasi 15 % seluas 4,77 cm 2. Pada pengujian fisik dari homogenitas salep obat luka didapatkan normal dan tekstur, warna dan bau dari salep obat luka telah sesuai . Dari semua parameter yang telah diujikan oleh beberapa praktikan dapat disimpulkan bahwa salep obat luka dari ekstrak buah mengkudu ini layak untuk dipasarkan dan digunakan oleh masyarakat sekitar. SARAN Berdasarkan analisis yang telah dilakukan penulis berharap untuk analisis selanjutnya dapat memberikan inovasi agar salep obat luka dari ekstrak buah mengkudu dapat ditingkatkan lagi kualitas dan mutunya. Penulis juga menyarankan agar pemanfaatan buah mengkudu dapat dijadikan produk olahan baru yang lebih menarik dan mempunyai nilai jual yang tinggi.
Page 33 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Daftar Pustaka
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Pengembangan Teknologi TRO. 15(1) : 1-16
Anonim, 1978, Formularium Nasional, Edisi Kedua, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia III, Depkes RI, Jakarta.
Hembing, W. K. 2001. Penyembuhan dengan Mengkudu (Morinda citrifolia Linn). Jakarta : PT Dyatama Milenia. p. 9-16.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. 12. Anonim,2010, http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jur nal/8208106109.pdf, Diakses pada tanggal 5 Mei 2011 Anonim1. 2012. Buah mengkudu. Diakses pada tanggal 22 Februari 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/Mengkudu : Makassar. Anonim2. 2012. Klasifikasi buah mengkudu. Diakses pada tanggal 22 Februari 2012. http://id.wikipedia/buah-mengkudu.html : Makassar. Depker RI, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV . Jakarta. Djauhariya, Endjo. 2003. Mengkudu (MorindacitrifoliaL.) Tanaman Obat Potensial.
Page 34 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PEMBUATAN DAN ANALISA KERTAS HIAS AROMATERAPI DARI BATANG PADI (Oryza sativa L) Elizarni dan Yuli Amitha Septiana Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel. Kepalo Koto no 13 Kec. Pauh Kota Padang
*)corresponding author E-Mail :
[email protected] ABSTRAK Indonesia saat ini telah memiliki 14 pabrik bubur kertas dan 79 pabrik kertas dengan kapasitas masingmasing 6,7 juta ton bubur kertas dan 10,36 juta ton kertas per tahunnya, tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan pasokan bahan baku yang memadai. Saat ini, sebagian besar industri tersebut berjalan pada kapasitas terpasangnya bahan baku dari hutan alam yang semakin menipis dan mahal. Daripada terus menggunakan pulp berbahan dasar kayu yang masa pertumbuhannya sampai tahunan, juga jika menggunakan bahan baku kayu maka akan menyebabkan berbagai kerugian antara lain bencana alam, dan juga untuk mengurangi pengundulan hutan, sebaiknya mengganti bahan baku seperti batang padi yang memiliki serat yang bisa dijadikan pulp untuk pembuatan kertas. Pengujian yang dilakukan antara lain kadar air, kadar abu, kadar selulosa dan kadar lignin serta pH pulp dan juga ketebalan kertas. Dari hasil analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan sampel kertas dari batang padi didapatkan kadar air adalah 5,73 %, sedangkan kadar abu pulp adalah 1,02 %, sedangkan kadar selulosa dan ligninnya adalah 41,89 % dan 19,72 % . Serta didapatkan pH yaitu 6,95 dengan ketebalan kertas 0,12 mm. Kata Kunci : Batang Padi, kertas.
ABSTRACT Indonesia currently has 14 pulp and paper mills with a capacity of 79 each of the 6.7 million tons of pulp and 10.36 million tonnes of paper per year but it is not offset by the supply of raw materials adequate. Currently, most of the industry runs on the installed capacity of raw materials from natural forests dwindling and expensive. Rather than continue to use wood-based pulp that future annual growth up, also when using wood raw material, it will cause many disadvantages include natural disasters, and also to reduce deforestation, should replace raw materials such as rice straw which has fiber that can be used as pulp for papermaking. Tests were conducted, among others, moisture content, ash content, content of cellulose and lignin content and pH of the pulp and paper thickness. From the results of the analysis has been done using paper samples obtained from rice straw moisture content was 5.73%, while the ash content of the pulp was 1.02%, while the cellulose content and ligninnya was 41.89% and 19.72%. And obtained the pH is 6.95 to 0.12 mm paper thickness. Keyword : Batang Padi, paper.
PENDAHULUAN Perkembangan industri pulp di Indonesia berjalan dengan cepat. Di Indonesia saat ini telah terdapat 14 pabrik bubur kertas dan 79 pabrik kertas dengan kapasitas masing-masing 6,7 juta ton bubur kertas dan 10,36 juta ton kertas per tahunnya (Cecep Suryadi, 2007), tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan pasokan bahan baku yang memadai. Saat ini, sebagian besar industri tersebut berjalan pada kapasitas terpasangnya bahan baku dari hutan alam yang semakin menipis dan mahal. Fakta tersebut diperkuat oleh pernyataan Lestari (2010)
berdasarkan data statistik Kementerian Kehutanan Republik Indonesia 2009 yang mencatat bahwa laju kerusakan hutan Indonesia mencapai 1,08 ha/tahun. Maka untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu ada upaya konversi bahan baku kayu dengan memanfaatkan hasil hutan non kayu berlignoselulosa sebagai substitusinya. Salah satunya adalah limbah batang padi (Oryza sativa L) yang bisa dijadikan untuk pembuatan kertas. Namun sebagian masyarakat belum mengetahui bahwa limbah batang padi bisa dijadikan sebagai bahan baku pembuatan.
Page 35 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Batang padi juga mengandung serat yang cukup banyak sehingga dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kertas. Batang padi memiliki kandungan bahan aktif yang tersusun atas selulosa (40-45%), hemiselulosa (17-25%), lignin (20%), dan mineral fosfor (0,016-0,02%) serta kalsium (0,4%) (Akbarningrum Fatmawati, N. Soeseno, N. Chiptadi dan S. Natalia Jurusan Teknik Kimia, Falkutas Teknik Universitas Surabaya). Daripada terus menggunakan pulp berbahan dasar kayu yang masa pertumbuhannya sampai tahunan, juga jika menggunakan bahan baku kayu maka akan menyebabkan berbagai kertas, kebanyakan limbah batang padi hanya digunakan untuk pupuk atau dijual kembali sebagai makan ternak. kerugian antara lain bencana alam, dan juga untuk mengurangi pengundulan hutan. Untuk membuat pulp prosesnya adalah dengan merebus batang padi dengan NaOH 3% lalu direndam dengan kaporit 10 %. Dalam hal ini NaOH berguna untuk menghidrolisis batang padi, serta kaporit berguna untuk memutihkan pulp tersebut. Pada saat pencetakkan kertas cukup mudah karena pulp yang telah diencerkan dan sudah diberi biang serta pewarna dituang keatas cetakan screen sablon. Oleh karena itu penulis tertarik memilih judul “Kertas Hias Aromaterapi dari Batang Padi (Oryza sativa L)”. BAHAN DAN METODE Metoda yang digunakan adalah untuk analisa parameter pulp dari batang padi adalah kadar abu, metoda gravimetri, penetapan pH kadar selulosa dan lignin. Serta untuk analisa produk kertas yaitu kadar air metoda gravimetri juga uji ketebalan pada kertas. Alat dan bahan Alat yang digunakan adalah, alat gelas pada laboratorium , screen sablon. Bahan baku untuk pembuatan kertas adalah batang padi. Batang padi diambil dari sawah didaerah Kelurahan binuang kampuang dalam, Cara pengujian mutu produk
Kecamatan Pauh Padang. Batang padi, kaporit 10 %, NaOH 3 %, pewarna makanan, biang parfum. Pembuatan produk
BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB
Gambar 1 . Skema Pembuatan Produk dalam furnace pada suhu 550 ºC, lalu timbang sampai bobot konstan.
Penetapan Kadar Air Metoda Gravimetri Disiapkan semua alat dan bahan. Ditimbang dengan teliti 1 gram sampel kertas kedalam cawan penguap yang telah diketahui bobot konstannya. Dipanaskan dalam oven selama 2 jam pada suhu 105 ºC sampai berat tetap. Penetapan Kadar Abu Metoda Gravimetri Disiapkan semua alat dan bahan. Ditimbang dengan teliti 2 gram sampel pulp kedalam cawan porselen yang telah diketahui bobot konstannya. Diarangkan diatas nyala bakar api. Diabukan
Page 36 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hasil Uji Parameter pada Sampel
Uji Fisik Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik
Pembahasan Penetapan pH dalam sampel pulp Ditimbang sampel pulp 10 gram, larutkan dengan 100 mL aquadest. Diukur dengan pH meter yang telah dikalibrasi. Penetapan Uji Ketebalan Kertas Disiapkan sampel kertas yang telah jadi. Diukur dengan mikrometer sekrup. Dibaca hasil ketebalan kertas. Penetapan Kadar Selulosa dan Kadar Lignin Ditimbang 0,5 g sampel pulp (berat a) ditambahkan 75 mL H2O dan direfluk pada suhu 100oC dengan water bath selama 30 menit. Hasilnya disaring, residu dicuci dengan air Dipanas 150 mL. Residu kemudian dikeringkan dengan oven sampai beratnya konstan dan kemudian ditimbang (berat b). Residu ditambah 75 mL H2SO4 1 N, kemudian direfluk selama 30 menit pada suhu 100oC. Hasilnya disaring dan dicuci sampai netral dan residunya dikeringkan hingga beratnya konstan. Berat ditimbang (berat c). Residu kering ditambahkan 5 mL H2SO4 p.a dan direndam pada suhu kamar selama 15 menit. Ditambahkan 75 mL H2SO4 1 N dan direfluk pada suhu 100oC dengan selama 30 menit pada pendingin tegak. Residu disaring dan dicuci dengan H2O sampai netral (400 mL). Residu kemudian dipanaskan dengan oven dengan suhu 105oC sampai beratnya konstan dan di timbang (berat d). Selanjutnya residu diabukan dan ditimbang (berat e). Uji fisik
Aroma : Diambil sampel kertas kemudian hirup aroma dari sampel tersebut dan catat hasil penilainnya. Warna : Diambil sampel kertas kemudian.lihat warna dari sampel tersebut dan catat warna dari sampel tersebut. Tekstur : Diambil sampel kertas kemudian amati tekstur dari sampel tersebut catat hasil tekstur kertas tersebut. Kadar Air Dari analisa yang telah dilakukan didapatkan kadar air sebesar 5,73 %.Hasil analisa sudah memenuhi syarat mutu yaitu 4.5-6.0 %. Analisa kadar air berfungsi untuk menentukan jumlah air dalam suatu sampel. Apabila kadar air melebihi batas standar maka menyebabkan berubahnya perubahan dimensi kertas, kertas lebih mudah sobek, warna kertas berubah serta akan terjadi pertumbuhan jamur pada kertas. Kadar Abu Dari analisa yang telah dilakukan didapatkan kadar abu adalah 1,01 % dimana memenuhi syarat mutu 0,2-1 %, dan apabila kadar abu melebihi batas standar maka kertas mudah rapuh dan kaku. Kadar Selulosa Dari analisa yang telah dilakukan didapatkan hasil kadar selulosa adalah 41,89 %. Hasil analisa ini sudah memenuhi syarat mutu yaitu 40-45%. Semakin tinggi kadar selulosa yang diperoleh maka akan semakin bagus kualitas dari pulp kertas. Kadar selulosa ini juga dipengaruhi oleh konsentrasi dari larutan
Page 37 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
pemasak, suhu, waktu pemasakan dan jenis bahan baku yang digunakan untuk pulp. Kadar Lignin Dari analisa yang telah dilakukan didapatkan hasil kadar lignin adalah 19,72%. Analisa ini sudah memenuhi range standar yaitu 20 %. Dalam proses pembuatan pulp, lignin merupakan unsure yang tidak diinginkan dan harus dipisahkan dari selulosa. Lignin yang tersisa dalam pulp dapat menyebabkan kertas menjadi berwarna coklat. Penetapan pH Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil pH 6,95 dimana hasil tersebut memenuhi standar mutu. . Uji pH bertujuan untuk melihat tingkat kenetralan dari pulp. Apabila pH pada pulp melebihi standar maka akan menyebabkan iritasi pada kulit saat bersentuhan. Uji Ketebalan Kertas Dari penelitian yang telah dilakukan pada uji ketebalan kertas didapatkan hasil 0,12 mm, standar untuk uji ketebalan belum ada, maka bisa menjadi dasar pada penetapan selanjutnya. Uji Fisik Dari hasil organoleptik yang dilakukan pada 30 panelis dari segi warna banyak yang lebih memilih menarik sebesar 60 %, dan dari segi bau banyak yang lebih memilih wangi sebesar 80 % serta dari segi tekstur banyak yang lebih memilih cukup tebal sebesar 96,67 %, jadi kertas ini bisa dipasarkan karena memiliki bau yang wangi, warna yang menarik dan tekstur yang cukup tebal.
SARAN Saran untuk pembaca yaitu dapat juga melakukan analisa dengan parameter yang lain, penulis berharap untuk penelitian selanjutnya dapat memberikan membuat kertas dari Batang Padi yang memiliki kualitas yang baik, serta mendapatkan kertas yang tipis dan rata dikedua sisinya. Sehingga Batang Padi tidak dijadikan limbah dari hasil penggilingan padi tapi dapat dipergunakan oleh masyarakat untuk membuat karya dari kertas. Dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. DAFTAR PUSTAKA Akbarningrum Fatmawati, N. Soeseno, N. Chiptadi dan S. Natalia.2008.Hidrolisis Batang Padi Dengan Menggunakan Asam Sulfat Encer. Surabaya. Anonim.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123 456789/26563/4/Chapter%20II.pdf.tanggal akses kamis,5 Maret 2015,09:00 Anonim.http://srimuliyani.blogspot.com/2014/01/ komponen-kimia-kayu.html tanggal akses rabu,11 Maret 2015,12:00 Anonim.http://www.petanihebat.com/2013/09/kla sifikasi-dan-morfologi-tanaman-padi.html. tanggal akses senin, 2 Maret 2015,10:00 Ayunda, Vivien dkk. Pembuatan Dan Karakterisasi Kertas Dari Daun Nanas Dan Eceng Gondok. Medan. Universitas Sumatera Utara.
KESIMPULAN
Casey, JP. 1980 . Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. Vol I, 3rd.Interscience Publishers , Inc. New York
Dari praktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan sampel kertas dari batang padi didapatkan kadar air adalah 5,73 %, sedangkan kadar abu pulp adalah 1,02 %, sedangkan kadar selulosa dan ligninnya adalah 41,89 % dan 19,72 % . Serta didapatkan pH yaitu 6,95 dengan ketebalan kertas 0,12 mm, serta uji
Hendra Widya A, Farina Dwi R, Dian Novitasari, Trining Puji Astutik.2010. Pemanfaatan Batang Padi (Orizae Sativa) Sebagai Insektisida Organik Yang Ramah Lingkungan Pada Tanaman Pertanian.Malang
organoleptik dari warna yaitu menarik, bau yang wangi dan juga tekstur yang cukup tebal, maka batang padi dinyatakan bisa menjadi bahan baku pulp karena praktikum berhasil membuat kertas.
Purnawan C. Dkk. 2012. Jurnal Pemanfaatan Limbah Ampas Tebu Untuk Pembuatan Kertas Dekorasi dengan Metode Organosolv. Surakarta. Universitas Sebelas Maret. Standar Nasional Indonesia. 1998. Kertas Tulis A. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. SNI 14- 0115-1998. Standar Nasional Indonesia. 2008. Kertas Cetak A. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. SNI 7274-2008.
Page 38 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PEMBUATAN DAN ANALISIS ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT BUAH NAGA (Hylocereus Polyrhizus) SEBAGAI PEWARNA MAKANAN Erlina dan Waliyadin Nasri Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel. Kepalo Koto no 13 Kec. Pauh Kota Padang E-Mail :
[email protected] ABSTRAK Kulit buah naga merupakan limbah hasil pertanian yang selama ini belum dimanfaatkan, padahal kulit buah naga mengandung zat warna alami antosianin cukup tinggi. Antosianin merupakan zat warna yang berperan memberikan warna merah dan merupakan golongan betalain yang berpotensi menjadi pewarna alami untuk pangan dan dapat dijadikan alternatif pengganti pewarna sintetik yang lebih aman bagi kesehatan. Penelitian bertujuan untuk mengekstrak zat warna antosianin dari kulit buah naga (Hylocereus Polyrhizus) dan diaplikasikan sebagai pewarna alami pangan. Ekstraksi antosianin dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 80%. Parameter yang diterapkan pada penentuan kestabilan ekstrak yang diperoleh adalah pemanasan pada temperatur 25 ºC-100 ºC, variasi pH 2,5- 9,5, dan pembandingan dengan perlakuan pemanasan dan paparan cahaya matahari. Serbuk antosianin diperoleh dengan pengeringan ekstrak antosianin menggunakan metode freeze drying. Serbuk antosianin yang diperoleh diaplikasikan sebagai pewarna alami pangan, seperti yoghurt, es krim, dan adonan kue bolu. Pada uji kestabilan antosianin terhadap perubahan temperatur dan perubahan pH diperoleh warna antosianin paling stabil pada pH 4,5 dan pada temperatur dibawah 40 °C. Ekstrak yang ditambahkan asam, stabil terhadap pemanasan dan paparan cahaya matahari. Serbuk antosianin dapat diaplikasikan sebagai pewarna alami pangan untuk makanan yang penyimpanannya dalam suhu rendah seperti es krim dan yoghurt. Kata kunci : antosianin; maserasi; pewarna alami pangan
ABSTRACT The skin of Dragon Fruit is a agriculture waste currently unutilized despite its antocyanin coloring substance highly. Antocyanin is a coloring agent red in color which belong to the betalain species potential to be used as food coloring substance and as an alternative to synthetic coloring substance and is safer for health. The objective of this research is to extract the antocyanin coloring substance from the skin the Dragon Fruit (Hylocereus Polyrhizus) and its application as a safe natural coloring substance. The extraction of antocyanin was done through maceration method using 80% ethanol solvent. The parameters determined the stability of antocyanin were variation of temperature at 25 °C- 100 °C, variation of pH at 2,5- 9,5, heating and sunlight exposure. Antocyanin powder was found using freeze drying method. The antocyanin powder was then applied as food natural coloring substance, added to yoghurt, ice cream, and cake’s dough. During the antocyanin stability test against temperature change and pH change, a stable antocyanin color was obtained at pH 4,5 and at temperature below 40 °C. Extract added with acid is stable against heating and exposure to sunlight. Antocyanin powder could be applied as natural coloring substance for food stored at low temperature such as ice cream and yoghurt. Keywords : antocyanin; maceration; natural food colorant
Page 39 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PENDAHULUAN Penggunaan zat warna sebagai bahan tambahan pangan mendapat perhatian karena sering sekali terjadi penyalahgunaan zat warna sintetik yang bukan untuk pangan. Penyalahgunaan ini terjadi karena zat warna untuk makanan harganya lebih mahal dari zat warna sintetik yang bukan untuk pangan. Pemakaian zat warna sintetik yang bukan untuk pangan dapat membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu perlu dicari zat warna alami yang aman dan harganya lebih murah (Violalita, 2010). Antosianin adalah salah satu pigmen yang terdapat pada tanaman yang berpotensi dijadikan sebagai zat warna makanan atau minuman dan dapat menggantikan zat warna sintetis. Antosianin berperan dalam pemberian zat warna mulai dari merah tua sampai biru pada bunga, buah, dan daun tanaman. Selain dapat dijadikan sebagai zat warna alami, antosianin juga termasuk dalam senyawa flavonoid yang memiliki fungsi sebagai antioksidan alami (Janna et al, 2006). Zat warna makanan merupakan zat yang sering digunakan untuk memberikan efek warna pada makanan sehingga makanan terlihat lebih menarik sehingga menimbulkan selera untuk mencicipinya. Menurut Winarno (1995), yang dimaksud dengan zat warna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik. Zat warna makanan terdiri atas 2 yaitu zat warna alami dan zat warna buatan. Zat warna alami adalah zat warna yang diperoleh dari tumbuhan atau dari sumber-sumber mineral. Biasanya zat warna ini telah digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis.zat warna buatan adalah za warna yang dihasilkan dari proses sintnetis melalui rekayasa kimiawi. Zat warna buatan terbuat dari bahan kimia seperti tartazin untuk warna kuning, brilliant blue untuk warna biru dan alurared untuk warna merah. Salah satu tanaman yang berpotensial sebagai sumber pigmen antosianin adalah kulit buah naga ( Hylocereus Polyrhizus ). Kulit buah naga merupakan limbah hasil pertanian yang selama ini belum dimanfaatkan, padahal kulit
buah naga mengandung zat warna alami cukup tinggi. Sejauh ini belum banyak penelitian yang mengungkapkan informasi yang lebih luas tentang potensi kandungan pigmen pada kekayaan hayati negeri kita sendiri, termasuk juga penelitian yang menjelaskan tentang metode ekstraksi yang tepat dan aman serta aplikasinya pada proses pengolahan makanan masih sangat terbatas dilakukan. BAHAN DAN METODE Metode Penelitian Metode yang digunakan untuk analisa bahan baku yaitu dengan cara ekstraksi. Untuk analisa produk zat warna alami metode yang digunakan adalah Penetapan kadar secara gravimetri, Penetapan kadar abu secara gravimetri, Uji stabilitas warna pada pH secara spektrofotometri UV-VIS dan Uji kehalusan. Sumber bahan baku pembuatan zat warna Bahan baku untuk pembuatan zat warna ini adalah kulit nuah naga. Kulit buah naga diperoleh langsung dari beberapa tempat penjual jus di sekitar pasar baru, bandar buat dan lubeg, Padang. Alat yang digunakan, alat gelas di Laboratorium ,furnace, kompor, gas, tang cawan, spektrofotometer UV-VIS, kuvet, shaker, botol semprot, baki.
Bahan yang digunakan Kulit buah naga, aquades , NaOH 20%, HCl 6.76%
Pembuatan produk Sisik dipisahkan dari kulitnya
Ditimbang sebanyak 500 gram kulit buah naga
Diblender kulit yang sudah dipisahkan dari sisiknya
Direbus kulit yang sudah diblender dalam panci
Page 40 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Ditambahkan air ke dalam panci sebelum direbus dengan perbandingan 1 : 10
Direbus bahan hingga volume air menjadi setengah, kalau ingin lebih kental lagi perebusan bisa diperkecil menjadi sepertiga.
Saring hasil ekstrak dengan menggunakan kain, lalu filtrat yang mengental dijemur
sampai pengabuan sempurna. Didinginkan didalam desikator selama ± 15 menit, lalu ditimbang sampai bobot konstan. Uji stabilitas warna pada pH metode spektrofotometer UV-VIS Ditimbang dengan teliti sebanyak ± 1 gram bubuk zat warna. Dilarutkan dengan 100 ml aquades didalam gelas piala 250 ml dan diencerkan sampai pengenceran 10-2. Dipisahkan antara larutan dan endapan dengan cara disaring, setelah itu dimasukkan kedalam 8 buah tabung reaksi. Diatur pH pada larutan zat warna mulai dari pH 1 sampai 8. Diukur nilai absorban maksimum dan panjang gelombangnya dengan spektrofotometer UVVIS. HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah sampel kering, sampel digiling hingga halus dan sampel yang telah halus diayak
Cara kerja pengujian mutu produk Penetapan kadar air metode gravimetri : Dipanaskan cawan penguap pada suhu 105⁰C selama ± 2 jam dan didinginkan didalam desikator selama ± 15 menit, kemudian ditimbang hingga bobot konstan. Setelah cawan konstan, ditimbang 2 gram sampel kedalam cawan dan ditimbang. Dipanaskan cawan yang telah berisi sampel kedalam oven dengan suhu 105⁰C selama ± 2 jam. Setelah dipanaskan, dipidahkan cawan kedalam desikator dan didinginkan selama ± 15 menit kemudian ditimbang. Lakukan kembali pemanasan selama ± 2 jam dan ulangi kembali sampai perubahan berat antara pemanasan memiliki selisih maksimal 0.0002 gram. Penetapan kadar abu metode gravimetri : Dipanaskan cawan porselen kosong pada suhu 105⁰C selama ± 2 jam dan didinginkan didalam desikator selama ± 15 menit, kemudian ditimbang hingga bobot konstan. Setelah cawan konstan, ditimbang 2 gram sampel kedalam cawan. Diarangkan diatas kompor, lalu diabukan didalam furnace pada suhu maksimum 550⁰C sampai pengabuan sempurna. Didinginkan didalam desikator selama ± 15 menit, lalu ditimbang sampai bobot konstan. cawan. Diarangkan diatas kompor, lalu diabukan didalam furnace pada suhu maksimum 550⁰C
Uji kehalusan Ditimbang 25 gram bubuk zat warna, kemudian diayak dengan ukuran ayakan 6n0 mesh. Ditimbang bagian yang tertinggal dalam ayakan Penetapan kadar air metode gravimetri Tabel 1. Kadar air dalam zat warna Sampel 1 2
Kadar ( % ) 10.77 % 12.08 %
Dari analisa yang dilakukan, kadar air yang didapatkan dalam zat warna dari kulit buah naga yaitu sebesar 10.77 %, 12.08 %. Penetapan kadar abu metode gravimetri Tabel 2. Kadar abu dalam zat warna Sampel 1 2
Kadar ( % ) 2.80 % 2.15 %
Dari analisa yang dilakukan, kadar abu yang didapatkan dalam zat warna dari kulit buah naga yaitu sebesar 2.80 % dan 3.38 % dan menunjang dari SNI makanan dan minuman menyebutkan bahwa kadar abu maksimal yang harus ada didalam makanan dan minuman adalah 3.5 %.
Page 41 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Uji stabilitas warna pada pH metode spektrofotometri V-VIS Tabel 3. Pengaruh pH terhadap stabilitas zat warna kulit buah naga
3. Uji stabilitas warna pada pH dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-VIS, zat warna dari kulit buah naga stabil pada pH asam yaitu pH 3 dan 4 dengan panjang gelombang 500 nm. 4. Uji kehalusan dari zat warna didapatkan sebesar 69,34 %. Untuk derajat kehalusan dari zat warna dapat ditetapkan dengan cara melewatkan pada pengayak yang dapat digoyang secara mekanik yang memberikan gerakan berputar pada ketukan. Dan dapat disimpulkan zat warna ini halus. SARAN Untuk pengembangan lebih lanjut maka penulis memberikan saran yang dapat membuat penelitian ini lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu :
Dari analisa yang telah dilakukan, stabilitas zat warna dari kulit buah naga stabil pada pH asam yaitu pH 3 dan 4 dengan panjang gelombang 500 Uji kehalusan Tabel 4. Kehalusan bubuk zat warna Sampel 1 2 3
Kehalusan ( % ) 68,57 % 67,85 % 71.60 %
1. Untuk dapat melakukan pengolahan terhadap kulit buah naga agar dapat 2. dimanfaatkan secara lebih baik dan memberikan inovasi yang lebih baik. 3. Untuk pengujian mutu produk agar lebih dikembangkan agar hasil dari zat warna ini lebih baik dan sempurna kedepannya. 4. Untuk masyarakat agar dapat membedakan zat warna alami dengan zat warna sintetis. Dan hindarilah pemakaian zat warna sintetis. DAFTAR PUSTAKA
Dari analisa yang telah dilakukan, Derajat kehalusan dapat ditetapkan dengan cara melewatkan pada pengayak yang dapat digoyang secara mekanik yang memberikan gerakan berputar dan ketukan. Kehalusan dari serbuk zat warna adalah sebesar 68.57 % , 67,85 % , 71,60 %. KESIMPULAN Dari hasil praktikum Analisis Terpadu II pada pembuatan dan analisis zat warna alami dari kulit buah naga sebagai pewarna makanan dapat disimpulkan : 1. Kadar air yang terdapat dalam zat warna adalah sebesar 11,43 %. Didapatkan kadar yang tinggi dimungkinkan karena kandungan air yang tinggi pada kulit buah naga. 2. Kadar abu yang terdapat dalam zat warna adalah sebesar 2,48 %. Dari hasil analisa yang dilakukan ini dapat disimpulkan zat warna dari kulit buah naga ini tidak mengandung logam berbahaya dan aman untuk dikonsumsi.
Arja, Sari Fania, 2013, Isolasi, Identifikasi, dan Uji Antioksidan Senyawa Antosianin dari Buah sikaduduak (Melastoma malabathricum L.) serta Aplikasinya sebagai Pewarna Alami . 2 (1) : 124127 Sudarmadji, Slamet dkk. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Janna, O. A., Khairul, A., Maziah, M., dan Mohd Y. 2006. Flower Pigment Analysis of Melastoma malabathricum. Di dalam African Journal of Biotechnology Vol 5 (2), pp. 170-174. Violalita, Fidela. 2010. Ekstraksi Pigmen Antosianin Buah Senduduk (Melastoma malabathricum L.) dan Aplikasinya pada Pangan. Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Andalas. Padang Yeniza. 2005. Modul Analisis Gravimetri. Padang : Sekolah Menengah Kejuruan – SMAK Padang
Page 42 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
AMONIASI JERAMI PADI (Oryza Sativa) UNTUK PAKAN TERNAK Fifi Yarni, Riki Afriyadi, Ulfa Tulhasanah dan Wahyuni Fitri *) Laboratorium SMK – SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel. Kapalo Koto no 13 Kec. Pauh Kota Padang *) Corresponding author E-Mail :
[email protected]
ABSTRAK Jerami padi mempunyai potensi besar sebagai pakan ternak ruminansia, terutama sebagai sumber serat. Ketersediaan jerami padi cukup luas di berbagai daerah di Sumatera Barat, dengan jumlah yang melimpah. Akan tetapi, kualitas gizinya rendah, yang ditandai dengan rendahnya kandungan protein dan tingginya kandungan silika dan lignin, sehingga mengakibatkan rendahnya kecernaan jerami padi. Untuk itu dilakukan amoniasi pada jerami guna meningkatkan kandungan nitrogen dan kecernaan, selain itu amoniasi juga mudah dilakukan. Dengan demikian jerami padi dapat di jadikan alternatif pakan ternak pada musim kemarau dan salah satu usaha pemanfaatan limbah pertanian. Hasil analisa dari jerami padi yang telah diamoniasi ini memiliki kandungan sebagai berikut : Kadar Protein 13,08 %, Kadar Air 7,37 %, Angka Lempeng Total 6,0 x 105 CFU/g, Kadar Neutral Detergent Fiber 34,5 %, Kadar Abu 12 %, Kadar Lemak 6,96 Kadar Karbohidrat 8,32 %, Kadar Serat Kasar 3,40 %, Kadar Kalsium 2,10 %. Kata kunci: jerami padi, urea.
ABSTRACT Rice straw has a great potential as ruminant feed, particularly as a source of fiber. Availability of rice straw is quite widespread in various areas in West Sumatra, with an abundant amount. However, the low nutritional quality, which is characterized by low protein content and high content of silica and lignin, resulting in the low digestibility of rice straw. For that carried ammoniation on the straw to increase the nitrogen content and digestibility, besides ammoniation is also easy to do . Thus rice straw can be made in alternative forage in the dry season and one of the commercial utilization of agricultural waste. The results of analysis of rice straw has this diamoniasi contains the following : content of Neutral Detergent Fiber 34.5 %, content of Ash 12%, the fat content of 6,96 %, protein content 13,08%, water content 7,37%, total plate count 6,0 x 10 5 CFU/g, carbohydrate content 8,32 %, crude fiber content 3,40 %, calcium content 2,10 % Key word: rice straw, urea.
PENDAHULUAN
Sebagian besar penduduk di daerah pedesaan bermata pencaharian sebagai petani dan peternak yang semua itu dilakukan secara tradisional, sehingga hasil yang didapatkanpun relatif rendah. Rendahnya produksi ternak dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan peternak mengenai cara pemeliharaan yang baik dan benar, belum ada upaya pemeliharaan secara intensif dan sulitnya mendapatkan hijauan/rumput.Untuk meningkatkan populasi ternak tertentu membutuhkan rumputan yang lebih banyak dan berkualitas, namun itu semua mengalami hambatan karena semakin menyempitnya lahan karena terus meluasnya pemukiman penduduk dan adanya musim kemarau. Oleh karena itu pengembangan ternak lebih menguntungkan jika ada alternatif
pengganti rumput. Limbah pertanian seperti jerami padi dapat dijadikan alternatif sebagai pakan ternak karena di daerah pedesaan jumlah jerami padi sangat banyak,oleh karena itupenulis tertarik untuk melakukan penelitian tentangamoniasi jerami untuk pakan ternak. Hewan ternak meliputi sapi, kerbau, kambing dan domba mempunyai peran penting bagi peternakdi pedesaan maka kebutuhan nutrisi ternak perlu diperhatikan dengan memberikan pakan yang bermutu. Karena keberhasilkan usaha ternak ditentukan dari pakan yang diberikan. Kebutuhan pakan ternak yang bermutu tidak harus mahal dan susah di dapat, bahan yang digunakan dan teknik pengolahan yang tepat akan menghasilkan mutu yang baik tanpa biaya yang besar. Pemberian pakan
Page 43 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
berperan penting dalam menunjang produktifitas ternak.Amoniasi merupakan cara pengolahan kimia dengan menggunakan amonia untuk meningkatkan daya cerna bahan pakan berserat sekaligus meningkatkan kadar nitrogen (N). Amoniasi jerami padi adalah proses pengolahan jerami padi menggunakan amonia ( urea ) dengan pemeraman pada kondisi anaerob. Proses ini merubah tekstur jerami menjadi lunak dan rapuh sehingga mudah dicerna. Peningkatan kandungan protein juga terjadi pada jerami amoniasi karena peresapan nitrogen dari urea. Proses ini juga menghilangkan aflatoksin/ jamur dalam jerami (Anonimus, 2011). Prinsip dalam teknik amoniasi ini adalah penggunaan urea sebagai sumber amoniak yang dicampurkan ke dalam jerami. Amoniasi dapat dilakukan dengan cara basah dan cara kering. Cara basah yaitu dengan melarutkan urea ke dalam air kemudian baru dicampurkan dengan jerami. Sedangkan cara kering ureanya langsung ditaburkan pada jerami secara berlapis. Pencampuran urea dengan jerami harus dilakukan dalam kondisi hampa udara (anaerob) dan dibiarkan/disimpan selama satu bulan. Urea dalam proses amoniasi berfungsi untuk menghancurkan ikatan-ikatan lignin, selulosa, dan silica yang terdapat pada jerami, karena lignin, selulosa, dan silica merupakan faktor penyebab rendahnya daya cerna jerami.(Anonimus, 2011). Amoniasi dapat meningkatkan kualitas gizi jerami agar dapat bermanfaat bagi ternak. Proses ini dapat menambah kadar protein kasar dalam jerami. Kadar protein kasar diperoleh dari amonia yang terdapat dalam urea.Amonia berperan memuaikan serat selulosa. Pemuaian selulosa akan memudahkan penetrasi enzim selulase dan peresapan nitrogen, sehingga meningkatkan kandungan protein kasar jerami. (Abdullah. 2008)Pakan adalah makanan/asupan yang diberikan kepada hewanternak (peliharaan). Istilah ini diadopsi dari bahasa Jawa. Pakan merupakan sumber energi dan materi bagi pertumbuhan dan dan kehidupan makhluk hidup . Zat yang terpenting dalam pakan adalah protein. Pakan berkualitas adalah pakan yang kandungan protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitaminnya seimbang. Pada umumnya pengertian pakan (feed) digunakan untuk hewan yang meliputi kuantitatif,
kualitatif, kontinuitas serta keseimbangan zat pakan yang terkandung di dalamnya. Pakan adalah segaalah sesuatu yang dapat diberikan sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Bahan pakan adalah (bahan makanan ternak) adalah segalah sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak baik yang berupa bahan organik maupun anorganik yang sebagian atau semuanya dapat dicerna tanpa mengganggu kesehatan ternak.Bahan pakan terdiri daribahan organik dan anorganik. Bahan organik yang terkandung dalam bahan pakan, protein, lemak,serat kasar, bahan ekstrak tanpa nitrogen, sedang bahan anorganik seperti calsium,phospor,magnesium, kalium, natrium (Riwan. 2005).Bagi semua makhluk hidup, pakan mempunyai peranan sangat penting sebagai sumber energi untuk pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Selain itu, pakan juga dapat digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk menghasilkan warna dan rasa tertentu. Fungsi lainnya diantaranya yaitu sebagai pengobatan, reproduksi, perbaikan metabolisme lemak dll. (Abbas, Hafil dkk. 2005). BAHAN DAN METODE Metode Penelitian Analisa yang digunakan untuk amoniasi jerami padi untuk pakan ternak yaitu penetapan kadar protein metoda mikro kjedhal penetapan kadar air metoda thermogravimetri, uji angka lempeng total (ALT), penetapan kadar lemak metoda sokletsai, penetapan kadar abu metoda gravimetri, penetapan kadar Neutral Detergent Fiber metoda gravimetri, penetapan kadar karbohidrat metoda luff school, penetapan kadar serat kasar metoda gravimetri, penetapan kadar kalsium metoda titrimetri Bahan baku terdiri dari urea, air, dan jerami padi (Oryza Sativa).Urea dibeli pada seorang pedagang penjual pupuk di jalan Alai Pauh V, Padang. Air yang diguanakan berasal dari air sumur yang diambil dari rumah kos Riki Afriyadi. Sedangkan jerami padi didapat dari seorang petani yang telah panen di daerah Lubuk Buaya, Padang, Jerami padi, urea, dan air. Alat yang digunakan, Kantong plastik bewarna hitam, pengikat/tali, dan ember.
Page 44 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Kantong plastik hitam dilapisi 2 dengan memasukkan lembar pertama kedalam lembar kedua
Larutkan 580 gram urea kedalam 3300 ml air. Homogenkan sampai semua urea larut
Selanjutnya ikat plastik lapisan pertama pada bagian atas, dan kemudian ikat lapisan plastik kedua
Setelah 4 minggu, jerami padi hasil amoniasi dapat dibuka
Masukan 10 kg jerami yang telah dipotong. Berukuran 10 – 15 cm
Campurkan larutan urea tersebut kedalam kantong plastik yang berisi jerami. Diaduk-aduk dan dibolak-balik hingga merata seluruhnya
Kantong plastic disimpan pada tempat yang aman, waktu penyimpanan selama 4 minggu
Lalu jerami padi hasil amoniasi dikering-anginkan selama 1-3 hari hingga bau menyengat ammonia hilang
menit.Destruksi dihentikan jika warna larutan telah berubah menjadi hijau jernih.Jika larutan telah hijau jernih, dihentikan proses destruksi dan didinginkan larutan didalam penangas air.Apabila larutan telah dingin dipindahkan kedalam labu ukur 100 ml.Bilas terlebih dahulu labu kjedhal denga aquadest hingga bersih. Diencerkan larutan dengan aquadest hingga 100 ml, pas kan dan homogen. Tahap Destilasi : Pipet 10 ml sampel dan dimasukkan kedalam labu suling, ditambahkan 2-3 tetes indkator PP.Pasang dan disiapkan semua alat Destilasi mulai dari labu suling, pendingin lurus dan erlenmeyer penampung yang dihubungkan dengan sumber air menggunakan selang air.Erlemeyer untuk menampung destilat diisi 10 ml H3BO3 2% dan 3 tetes indicator MM.Pada labu suling tambahkan 5 ml larutan NaOH 30% dengan pipet takar.Proses destilasi dapat dihentikan pada saat warna destilat didalam erlenmeyer telah berwarna kuning.Pendingin lurus dibilas dengan aquadest dan hasil bilasan ditampung pada destilat tersebut. Tahap Titrasi : Buret diisi dengan larutan HCL 0,01 N, kemudian titar destilat tersebut.Titrasi dilakukan hingga warna sampel berubah menjadi orange (TAT).
Gambar 1. Skema Pembuatan Produk
Penetapan Kadar Air Metode Thermogravimetri : Dikeringkan cawan porselen didalam oven selama 1 jam dengan suhu 1050C. Dinginkan dalam desikator kurang lebih 10 menit kemudian ditimbang sampel 1 gram (m) dan dimasukkan kedalam cawan penguap (m1). Dipanaskan dalam oven 1050 derajat selama 12 – 16 jam. Cawan dan sampel dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit (m2). Ditimbang hingga didapat bobot konstan.
Penetapan Kadar Protein Metode Mikro Kjedhal Tahap Destruksi : Sampel ditimbang sebanyak 0.5100 gr secara teliti dengan menggunakan Neraca analitik.Sampel yang telah ditimbang dimasukkan kedalam labu kjedhal.Campuran Selen ditimbang 2 gr dengan Neraca kasar, kemudian ditambahkan campuran Selen pada sampel dalam labu kjedhal.H2SO4 pekat ditambahkan 25 ml dan beberapa butir batu didih kedalam labu kjedhal.Proses destruksi dilakukan diatas nyala api kompor gas dengan api kecil, dimana labu kjedhal dipasang miring pada standar dan klem saat proses destruksi berlangsung.Api kompor gas dapat dibesarkansetelah pemanasan sekitar 15 menit dan kocok larutan yang di destruksi setiap 15
Uji Angka Lempeng Total (ALT) : Dihomogenisasi Sampel (Sampel Dalam Bentuk Padat) : Ditimbang sejumlah 5 gram cuplikan kedalam wadah sampel steril. Ditambahkan 45 ml larutan pengencer hingga diperoleh pengenceran 1:10 lalu dihomogenkan. Pipet 5 ml dari pengenceran 1 : 10 dan ditambahkan 45 ml larutan pengencer hingga diperoleh pengenceran 1:100 lalu dihomogenkan. Pipet 5 ml dari pengenceran 1 : 100 dan ditambahkan 45 ml larutan pengencer hingga diperoleh pengenceran 1:1000 lalu dihomogenkan. Prosedur : Lakukan persiapan homogenisasi sampel. Dipipet 1 ml dari masing-masing pengenceran kedalam cawan petri steril secara duplo. Dituangkan 12-15 ml media PCA yang telah
Kemudian jerami padi amoniasi sudah bisa diberikan kepada ternak sapi
Page 45 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
dicairkan yang bersuhu 45± 10 C kedalam cawan petri. Digoyangkan cawan petri dengan hati-hati hingga sampel tercampur rata dengan perbenihan. Dibiarkan hingga campuran dalam cawan petri membeku. Dimasukkan semua cawan petri dengan posisi terbalik kedalam inkubator dan inkubasikan pada suhu 35 ± 10 C selama 24-48 jam. Dicatat pertumbuhan setiap koloni pada setiap cawan yang mengandung 30 - 300 koloni setelah 48 jam. Hitung angka lempeng total dalam 1 ml sampel dengan mengalikan jumlah rata – rata koloni pada cawan dengan faktor pengenceran yang digunakan. Penetapan Kadar Neutral Detergen Fiber (NDF) Metoda Gravimetri : Sampel sebanyak 0,5 gram dimasukkan ke dalam gelas piala berukuran 500 ml, serta ditambahkan dengan 50 ml larutan NDS dan 0,5 gram Na2SO3. Dipanaskan selama 1 jam.Lakukan penyaringan dengan bantuan pompa vakum, lalu dibilas dengan air panas dan aseton.Hasil penyaringan tersebut dikeringkan dalam oven 1050C. Setelah itu dimasukkan dalam desikator selama 1 jam, kemudian dilakukan penimbangan akhir. Penetapan Kadar Abu Metoda Gravimetri : Dikeringkan cawan porselen didalam oven selama 1 jam dengan suhu 105℃. Didinginkan dalam desikator kurang lebih 10 menit kemudian ditimbang. Ditimbang sampel kurang lebih 3 gram dengan teliti dan dimasukkan kedalam cawan porselen. Diarangkan sampel dengan menggunakan kompor gas. Dipijarkan sampel dengan suhu 600 C selama 3-4 jam dalam furnace. Didinginkan dalam desikator selama 10 menit lalu ditimbang dengan teliti hingga di dapat berat konstan. Penetapan Kadar LemakMetoda Sokletasi: Ditimbang sampel dengan teliti sebanyak 1 gram dan bungkus dengan kertas saring bebas lemak. Sampel dimasukkan dalam tabung soklet yang telah berisi pelarut N-Heksana.Lakukan ekstraksi hingga pelarut bewarna jernih (±5 jam). Lalu dikeluarkan sampel dari alat soklet. Dipisahkan pelarut dari lemak yang didapatkan. Setelah itu anaskan labu ke dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 C. Didinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang hingga di dapatkan berat labu konstan. Hitung kadar lemak yang didapatkan. Penentuan Kadar Karbohidrat Metoda Luff Schorl : Sampel ditimbang sebanyak 5 gram secara teliti di erlenmeyer. Ditambahkan 200 ml larutan HCL 3 %, Dipanaskan dengan pendingan tegak selama 3 jam.Larutan didinginkan lalu
ditambahkan indikator pp 2-3 tetes.Ditambahkan larutan NaOH 30 % tetes demi tetes hingga netral, cek dengan indikator universal (menjadi warna pink seulas), jika telah netral ditambahkan larutan CH3COOH 3% tetes demi tetes hingga suasana larutan sedikit asam ( pH 6 ) Cek pH dengan kertas pH universal. Dipindahkan isinya ke dalam labu ukur 500 ml diencerkan dengan aquades dan himpitkan hingga tanda garis, dihomogenkan. Larutan disaring dengan bantuan corong dan kertas saring lipat-berlipat, filtrat dipipet sebanyak 10 ml dengan pipet gondok dan pindahkan ke dalam erlenmeyer.Tambahkan 15 ml aquadest dan pipet dengan pipet gondok 25 ml larutan luff schoorl serta ditambahkan beberapa butir batu didih. Larutan dipanaskan dengan nyala tetap, usahakan agar larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit, dan didihkan terus selama tepat 10 menit ( dihitung dari saat mulai mendidih dengan stop watch ) dalam penangas air.Larutan didinginkan dalam bakes, setelah dingin tambahkan 25 ml larutan H2SO4 25 % dan 15 ml larutan KI 20% perlahan-lahan (terbentuk warna coklat ). Secepatnya titar dengan larutan thio 0,1 N sampai warna kuning gading.Tambahkan ± 1ml amilum, titar kembali dengan larutan thio hingga TAT ( endapan biru hilang ).Penitaran dilakukan duplo, kerjakan juga blanko seperti sampel diatas. Penentuan Serat Kasar Metode Gravimetri : Ditimbang sampel sebanyak 2 gram secara teliti menggunakan neraca analitik. Dipindahkan sampel kedalam gelas piala 250 mL. Untuk pembebasan lemak ditambahkan ethanol 96% 15 mL dan aduk kemudian diamkan sebentar. Enap tuangkan larutan tersebut, dengan kertas saring kedalam Erlenmeyer 250 mL.Angkat kertas saring yang telah berisi endapan lalu keringkan. Ditambahkan ± 50 mL larutan H2SO4 1,25% kedalamnya dan diaduk. Dipasang pendingin tegak pada mulut Erlenmeyer Panaskan ( refluk) selama 30 menit dengan penangas air. Jika telah selesai langsung ditambahkan ± 50 mL larutan NaOH 3,25% Lakukan refluk kembali selama 30 menit.Jika telah selesai saring larutan dalam keadaan panas dengan kertas saring yang telah ditimbang konstan sebelumnya dan corong.Lakukan pencucian dengan H2SO4 panas 1,25%, air panas dan terakhir dengan ethanol 96% ( masing-masing 25 mL). Angkat endapan dan kertas saring serta dipindahkan ke cawan penguap yang telah ditimbang konstan beratnya terlebih dahulu. Dikeringkan endapan tersebut dalam oven dengan suhu 105°C selama 2 jam. Didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Ditimbang hingga didapatkan bobot konstan. Dihitung kadar serat kasar.
Page 46 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Penetapan Kadar Ca metoda Titrimetri : Ditimbang 0,2000 gram sampel dengan neraca analitik. Diarangkan diatas kompor gas. Diabukan dalam furnace 800oC terbentuk abu sempurna. Abu yang dihasilkan dilarutkan dengan sedikit HCl 4 N ke labu ukur 250 ml. Dibilas cawan dengan aquadest ke labu ukur tadi. Dipaskan sampai tanda batas dengan aquadest dan dihomogenkan.Dipipet 10 ml ke dalam erlenmeyer.Tambahkan 3 ml NaOH 30 %.Titar dengan EDTA 0,05 M ( TAT ungu ). HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Protein Kjedhal Tabel
1. Hasil Kjedhal
Kadar
Metode
Protein
Metoda
106 koloni / gram. Jumlah bakteri pada jerami setelah di amoniasi lebih sedikit dari standar yang diperbolehkan (SNI) berarti jumlah bakteri yang terdapat pada jerami hasil amoniasi hasilnya bagus (memenuhi standar SNI Pakan Ternak). Penentuan Kadar Neutral Detergent Fiber Metoda Gravimetri Tabel 4. Hasil Analisis Kadar Neutral Detergent Fiber
Mikro Mikro
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan kadar protein sebesar 13,08 % dengan standar minimum 13 %.Kadar protein yang didapatkan pada jerami padi hasil amoniasi tersebut lebih besar dari standar minimum yang ada pada SNI, berarti produk jerami hasil amoniasi untuk pakan ternak bagus atau memenuhi standar pada SNI Pakan Ternak. Penentuan Kadar Air Metode Gravimetri Tabel 2. Hasil Analisis Kadar Air metode Gravimetri
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan kadar Netral Detergent Fiber sebesar 34,5 % dengan standar maksimal 35%.Dengan kadar Netral Detergent Fiber yang didapatkan berarti jerami padi amoniasi sesuai dengan SNI pakan ternak. Penentuan Kadar Abu Metoda Gravimetri Tabel 5. Hasil Analisis Kadar Abu
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan didapatkan kadar Abu sebesar 12 % dengan standar maksimal 12 %.Dengan kadar Abu yang didapatkan berarti jerami padi amoniasi sesuai dengan SNI pakan ternak. Penentuan Kadar Lemak Metoda Sokletasi Tabel 6. Hasil Analisis Kadar Lemak
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan didapatkan kadar air sebesar 7,37 % dengan standar maksimum 14 %. Kadar air pada jerami setelah diamoniasi lebih kecil dari standar, standar maksimal yang diperbolehkan pada SNI 14%. Berarti penentuan kadar air pada jerami setelah diamoniasi hasilnya bagus atau memenuhi standar pada SNI Pakan Ternak. Uji Angka Lempeng Total (ALT)
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan didapatkan kadar lemak sebesar 6,96 % dengan standar maksimal 7 %.Dengan kadar Lemak yang didapatkan berarti jerami padi amoniasi sesuai dengan SNI pakan ternak. Penentuan Kadar KarbohidratMetoda Luff Schoorl
Tabel 3. Hasil Uji Angka Lempeng Total
Tabel 7. Hasil Analisis Kadar Karbohidrat
Dari tabel diatas dapat dlihat jumlah koloni bakteri yang terdapat dalam sampel jerami hasil amoniasi yaitu sebesar 1,6 X 105 koloni / gram, dengan standar maksimal jumlah koloni 3 x
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan kadar Karbohidrat sebesar 8,32 % dengan standar maksimum12 %.Berarti jerami hasil amoniasi untuk kadar karbohidrat sesuai dengan SNI pakan ternak.
Page 47 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Penentuan Gravimetri
Kadar
Serat
Kasar
Metoda
Tabel 11. Hasil analisa
Tabel 8. Hasil Analisa Serat Kasar
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan didapatkan kadar Serat Kasar 3,40 % dengan standar maksimum 7,00 %. Dengan kadar Serat Kasar yang didapatkan berarti jerami padi hasil amoniasi sesuai dengan SNI pakan ternak. Penentuan Kadar Kalsium Metoda Titrimetri Tabel 9. Hasil Analisa Kadar Kalsium (Ca)
Dari uji organoleptik didaptkan hasil bahwa diamoniasi bertekstur coklat kekuningan, dan (bau amonia).
yang telah dilakukan jerami padi yang telah sedikit lunak, bewarna tidak berbau menyengat
SARAN Berdasarkan analisa yang telah dilakukan didapatkan kadar Ca 2,10 % dengan standar maksimum 1,20 % dan standar minimum 0,90%. Dengan kadar Ca yang didapatkan berarti jerami padi hasil amoniasi tidak sesuai dengan SNI pakan ternak, hal ini disebabkan karena air sumur yang digunakan untuk melarutkan urea mengandung banyak kalsium. Uji Organoleptik Tabel 10.Persentase Panelis
Dalam hal ini penulis melakukan amoniasi pada jerami padi guna pemanfaatan limbah pertanian yang terbuang sia-sia. Oleh karena itu penulis berharap agar masyarakat dapat melakukan pemanfaatan yang sama untuk meminimalkan pakan hijauan dan memanfaatan limbah pertanian. Penelitian tentang amoniasi jerami untuk pakan ternak ini diharapkan lebih dikembangkan lagi agar dapat mengetahui mutu yang sesuai dengan standar dan dapat meningkatkan nilai ekonomi dari jerami, dan dapat meningkatkan ketersediaan pakan ternak pada musim kemarau. DAFTAR PUSTAKA Abbas, Hafil dkk. 2005. Pengantar Peternakan. Padang: Universitas Andalas.
Dari uji organoleptik yang telah dilakukan, didapatkan persentase panelis yang memilih tekstur jerami sedikit lunak yaitu 100 %, panelis yang memilih warna jerami coklat kekuningan yaitu sebesar 100 %. Sedangkan panelis yang memilih bau ammonia pada jerami yaitu bau menyengat sebesar 7,14 %, bau sedikit menyengat sebesar 42,86 % dan bau tidak menyengat sebesar 46,43 %.
Ilmu
Abdullah. 2008. Pembuatan Jerami Padi Amoniasi Sebagai Sumber Pakan Ternak Potensial di Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba. Program penerapanIPTEKS. Anonimus. 2011. Amoniasi Jerami Padi Sebagai Pakan Ternak. http://www.sinartani.com/mimbarpenyuluh/amoni asi-jerami- Diakses tanggal 20 Desember 2014
KESIMPULAN Dari analisa yang telah dilakukan disimpulkan bahwa telah dapat dibuat amoniasi jerami padi untuk pakan ternak. Amoniasi jerami padi dapat meningkatkan kandungan gizi pada jerami dan dari analisis yang dilakukan semua parameter memenuhi standar SNI seperti pada tabel berikut :
http://www.indowarta.org/2011/query/jurnaljerami-amoniasi. Diakses tanggal 20Desember 2014 Setiadji. 2007. Kimia Oraganik. Jember : FTP UNEJ. SITORUS, S.S. 1989. Pemberian jerami padi dengan dan tanpa perlakuan urea pada kerbau yang diberi suplementasi ampas kecap dan
Page 48 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
molasse. Pros. Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Jilid 1. Ruminansia Besar. Puslitbangnak, Bogor Sudarmadji, S. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Winarno. 1992. Dasar-Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Binarupa Aksara. W.Lay.Bibiana .1994.Analisis Mikroba di Laboratorium.jakarta:PT .Raja Grafindo Persada
Page 49 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PEMBUATAN DAN ANALISIS INSEKTISIDA DARI JERINGAU (Acorus Calamus L) dan DAUN SIRSAK (Anona Muricata) Lusi Madona dan Rifa Izmi Wahdaniah Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel. Kapalo Koto No 13 Kec. Pauh Kota Padang E-Mail :
[email protected] ABSTRAK Insektisida organik adalah insektisida yang mengandung unsur karbon dan umumnya bersifat alami yaitu diperoleh dari makhluk hidup (tanaman) sehingga disebut insektisida hayati. Salah satu tanaman yang dapat dijadikan insektisida organik adalah jeringau dan daun sirsak. Jeringau merupakan tumbuhan herba menahun yang tumbuh pada lingkungan basah dan lembab seperti kolam, rawa, dan pinggir sungai pada semua ketinggian tempat. Rimpang jeringau ini dimanfaatkan sebagai insektisida karena mengandung minyak atsiri. Kandungan minyak atsiri yang terdapat dalam rimpang jeringau adalah terpene, camphor (C 10H16O6), terpene alcohol (C18H18O), calamine, acoroxide (C15H24O), calamine (C15H26O), calameone (C15H26O2) acorone dan isacorone yang mampu membunuh serangga. Sedangkan tanaman sirsak daunnya mengandung zat toksik untuk serangga. Daun sirsak ini mengandung bahan aktif annonain dan resin dan mengandung senyawa Acetogenin antara lain : asimisin, bulatacin, dan squamosin. Insektisida organik yang berkomposisi dari jeringau dan daun sirsak ini berfungsi sebagai pembasmi serangga yang ramah lingkungan.Tujuan dari praktik AT II ini adalah membuat dan menganalisa insektisida organik dari jeringau dan daun sirsak. Parameter uji yang dilakukan yaitu penetapan kadar air 0.07 % , penetapan kadar keasaman 0.046 % , penetapan kadar kebasaan 0.03 % , dan penetapan pH 6.87 . Jadi kesimpulan yang didapat berdasarkan parameter uji yang telah dilakukan bahwa insektisida organik dapat diaplikasikan pada serangga rumah. Kata kunci : Insektisida Organik , Jeringau
ABSTRAC Organic insecticide is an insecticide containing carbon and generally it is natural that is derived from living things (plants) so-called biological insecticide. One of the plants that can be used as organic insecticide is Jeringau and soursop leaves. Jeringau a chronic herbaceous plants that grow in wet and humid environments such as ponds, swamps, and river bank at all altitudes. Jeringau rhizome is used as an insecticide because they contain essential oils. The content of essential oils contained in the rhizome Jeringau is terpenes, camphor (C10H16O6), terpene alcohol (C18H18O), calamine, acoroxide (C15H24O), calamine (C15H26O), calameone (C15H26O2) acorone and isacorone that kill insects. While soursop leaves of plants contain substances toxic to insects. Soursop leaves contain active ingredients annonain and resins and compounds containing acetogenin include: asimisin, bulatacin, and squamosin. Organic insecticide that is composed of Jeringau and soursop leaf serves as a friendly insect repellent lingkungan.Tujuan of AT II practice is to create and analyze organic insecticides from Jeringau and soursop leaves. Test parameters were performed, namely the determination of water content 0.07%, 0.046% determination of acidity, alkalinity assay of 0.03%, and the determination of pH 6.87. So the conclusion is based on the test parameters that have been made that the organic insecticide can be applied to the insect house. Keyword : Organic insecticide , jeringau
Page 50 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PENDAHULUAN Jeringau merupakan tumbuhan herba menahun yang tumbuh pada lingkungan basah dan lembab seperti kolam, rawa, dan pinggir sungai pada semua ketinggian tempat. Membentuk akar batang yang disebut rimpang, daun seperti lalang, bunga tumbuh kesamping, berkembang biak dengan rimpangnya. Jeringau dapat hidup hampir pada semua ketinggian tempat. Bagian tumbuhan yang umum di mafaatkan adalah rimpangnya. Rimpang berbentuk agak petak bulat keras, dengan panjang ruas 1-3 cm. rimpang jeringau barcabang cabang banyak sesuai dengan kesuburan tanah tempat hidupnya. Rimpang segar kira-kira sebesar tangan, isinya berwarna putih tetapi jika dalam keadaan kering berwarna merah muda. Rimpang jeringau mengandung minyak yang serba guna seperti campuran dalam industry makanan dan minuman, bahan penyedap, pewangi, deterjen, sabun, dan krem kecantikan. Bau akar sangat menyengat seperti bau rempah atau bumbu lain. Jika diletakkan di lidah rasanya tajam, pedas dan sedikit pahit tetapi tidak panas. Rimpang jeringau dapat dimanfaatkan sebagai insektisida karena mengandung minyak atsiri. Kandungan minyak atsiri yang terdapat dalam rimpang jeringau adalah: terpene, camphor (C10H16O6), terpene alcohol (C18H18O), calamine, acoroxide (C15H24O), calamine (C15H26O), calameone (C15H26O2) acorone dan isacorone. Tanaman Annona Muricata (sirsak) mengandung zat toksik bagi serangga. Serangga yang menjadi hama dilapangan maupun pada bahan simpan yang mengalami kelainan tingkah laku akibat bahan efektif yang terkandung dalam daun sirsak. Disamping itu dapat juga menyebabkan pertumbuhan serangga terhambat, mengurangi produksi telur sebagai reppelen atau penolak. (Rismunandar , 1983) , selain jeringau tanaman yang dapat dijadikan insektisida adalah daun sirsak. Daun sirsak mengandung bahan aktif annonain dan resin dan mengandung senyawa Acetogenin (C35H64O8) antara lain : asimisin, bulatacin, dan squamosin. Pada konsentrasi Acetogenin (C35H64O8) antara lain : asimisin, bulatacin, dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi senyawa acetogenin memilki keistimewaan sebagai anti feedent. Dalam hal ini serangga tidak lagi bergairah untuk melahap bagian tanaman yang disukainya. Sedangkan pada konsentrasi rendah bersifat racun perut yang bisa mengakibatkan serangga hama menemui ajalnya.
Insektisida adalah semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan atau membunuh dan membasmi organisme pengganggu atau perusak (serangga). Kelompok insektida dibedakan menjadi dua, yaitu ovisida (mengendalikan telur serangga) dan larvasida (mengendalikan larva serangga). Insektisida dapat dibedakan menjadi 2 golongan 1. Insektisida organic ( mengandung unsur karbon dan umumnya bersifat alami yaitu diperoleh dari makhluk hidup sehingga disebut insektisida hayati). Selain berasal dari tanaman atau tumbuhan hewan dan bahan organic lainnya yang berkhasiat mengendalikan serangga hama pada tanaman atau serangga rumah seperti kecoa dan semut. Kelebihan dari insektisida organic adalah : a. Repelan yaitu menolak kehadiran serangg, misalnya dengan bau yang menyengat. b. Antifidan yaitu mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot. c. Merusak perkembangan telur,larva dan pupa. d. Menghambat reproduksi serangga betina. e. Racun syaraf bagi hama. f. Insektisida alami merupakan bahan yang mudah terurai di alam sehingga tidak dikhawatirkan akan menimbulkan bahaya residu yang besar. g. Mengurangi bahaya bagi manusia dan hewan. h. Merupakan pengendalian hama yang ramah lingkungan. Insektisida anorganik (tidak mengandung unsure karbon dan biasanya terbuat dari bahan-bahan kimia). (Panut djojosumarto : 2006). Oleh karena itu, penulis tertarik menulis judul “Pembuatan Dan Analisis Insektisida Organik Dari Jeringau (Acorus calamus L) Dan Daun Sirsak (Anona muricata). BAHAN DAN METODE Metodologi Penelitian Metoda yang digunakan untuk analisa parameter bahan dasar rimpang jeringau dan daun sirsak yaitu Penetapan kadar air metoda thermogravimetri, kadar keasaman metoda Sumber bahan baku pembuatan insektisida organik. Bahan baku terdiri dari rimpang jeringau dan daun sirsak. Bahan rimpang jeringau segar diambil langsung dari rawa-rawa didaerah
Page 51 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Pasar Kambang. Kec Lengayang Kab. Pesisir Selatan dan daun sirsak diambil langsung dari pohon di SMK-SMAK Padang. Alat dan Bahan Alat gelas yang digunakan di Laboratorium, oven, pH meter. Sampel, acetone, larutan NaOH 0.02 N, larutan HCl 0.02 indicator MM, indicator PP, aquadest
Menentukan Kadar Keasaman dengan Metoda Titrimetri Ditimbang dengan teliti ± 10 gram contoh (W) dan larutkan dalam 25 ml asetone. Dihangatkan dalam penangas air , untuk melarutkan bahan aktif. Ditambahkan 25 ml air, saring dan titar filtrate yang telah ditambahkan 2-3 tetes indicator merah metil dengan larutan NaOH 0.02 N (a). Buat blanko (25 ml acetone + 75 ml air + 2-3 tetes indikator merah metil) titar dengan NaOH 0.02 N (b) Penetapan kadar kebasaan metoda titrimetri Ditimbang dengan teliti ± 10 gram contoh (W) dan larutkan dalam 25 ml asetone. Dihangatkan dalam penangas air , untuk melarutkan bahan aktif. Ditambahkan 25 ml air, saring dan titar filtrate yang telah ditambahkan 2-3 tetes indicator merah metil dengan larutan HCl 0.02 N (a). Buat blanko (25 ml acetone + 75 ml air + 2-3 tetes imdikator merah metil) titar dengan HCl 0.02 N. Uji Keefektifan Daya Bunuh Disiapkan 2 toples yang berisi serangga. Toples pertama diisi 2 ekor kecoak dan toples ke dua diisi 10 ekor semut hitam. Ditaburkan sampel produk insektisida bubuk kedalam toples yang telah di bolongi dinding nya yang berisi serangga tadi, lalu tutup. Dihitung waktu berapa lama serangga bertahan didalam toples dan berapa ekor serangga yang mati lalu dicatat.
Gambar 1 Skema Pembuatan Produk
Pengecekan pH menggunakan pH meter Ditimbang dengan teliti 10 gram sampel. Dimasukkan dalam gelas piala yang telah berisi air suling 50 ml. Kemudian dimasukkan dalam alat pH meter. Ditambahkan air suling hingga volume 100 ml. Aduk selama 1 (satu) menit. Didiamkan beberapa saat. Ukur pH larutan dengan pH meter.
Penentuan Kadar Air dengan Metoda HASIL DAN PEMBAHASAN Thermogravimetri Panaskan cawan penguap kosong di dalam oven selama 2 jam pada suhu ±105oC. Setelah selesai pemanasan, masukan cawan penguap dalam desikator. Dinginkan selama ± 15menit. Lalu lakukan penimbangan. Lakukan hingga mendapatkan bobot konstan. Kemudian timbang cawan penguap + sampel dengan neraca analitik, lalu catat beratnya. Masukan kembali dalam oven (pemanasan 3 jam dengan suhu105oC – 110oC) dan setelah itu dinginkan didalam desikator ± 15 menit. Lakukan penimbangan dan pemanasan hingga mendapatkan bobot konstan.
Penetapan kadar air Tabel 1. Data Penetapan Kadar Air dengan Metoda Thermogravimetri
Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan kadar air dalam insektisida bubuk yaitu 0.075 % dimana hasil yang diperoleh memenuhi standard yaitu kurang dari 0,2 % . Kandungan air dari
Page 52 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
bubuk insektisida akan menentukan ketahanan dari produk. Uji Kadar Keasaman Tabel 2. Data Uji Kadar Keasaman (Asidimetri)
Kadar keasaman yang didapat pada sampel insektisida yaitu sebesar 0,046 % yang sudah memenuhi standard SNI 02-7173-2006. Uji Kadar Kebasaan Tabel 3. Data Penetapan Kadar Kebasaan
KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa insektisida dari rimpang jeringau dan daun sirsak dapat di aplikasikan karena : Memiliki kadar keasaman yang memenuhi standard yaitu 0.046 %. Memiliki kandungan air 0.07 % Memilki kadar kebasaan 0.03 %. Setelah dilakukan uji daya bunuh, serangga yang di uji cobakan benar benar mati semua. pH insektisida 6.86 suhu 27.30 C SARAN Setelah dianalisis dapat diketahui bahwa insektisida dari jeringau dan daun sirsak dapat di gunakan. Produk ini dapat dikembangkan dan di pasarkan kepada konsumen, produk ini. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2000. Acorus Calamus L (diakses pada tanggal 2 Maret 2015 )
Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan kadar kebasaan dalam insektisida jeringau dan daun sirsak tidak memenuhi standar, karena hasil yang didapat >0.01 (SNI 02-7173-2006) yaitu 0.03 %. Sampel yang digunakan bersifat asam karena jeringau dan daun sirsak pH nya di bawah 6. Keefektifan Daya Bunuh Tabel 4. Uji Keefektifan Daya Tubuh
Daintith , John 1990. “Kamus Lengkap Kimia. Oxford Djojosumarto, Panut Januari 2006. “ Pestisida dan Aplikasinya”. Cikampek (Penerbit Erlangga ). Gusti eli, Hermayanti yeni “ Modul volumetric” 2006 Kardinan, Agus 1999. Pestisida nabati , Ramuan dan aplikasi. Penebar Swadaya Jakarta. Rismunandar,Tanaman sirsak ,Bandung: Sinar Bandung ,1983
Selain memiliki keunggulan, insektisida organic juga memiliki kekurangan yaitu cara kerjanya yang lambat serta daya racun yang rendah (tidak langsung mematikan bagi serangga). Ini dapat kita lihat pada hasil waktu yang diperoleh. Pengukuran pH
SNI 02-3124-1992 “Pesticide powder” SNI 02-7173-2006 ”Propoksur Teknis Pestisida” Syukri S, 1999 . Kimia Dasar jilid 2 . Bandung (Penerbit ITB)
Tabel 5. Pengukuran pH
Dari praktikum yang telah dilakukan di dapat hasil pH 6.86 pada suhu 27.30 C. Pengukuran pH hanya sebagai penunjang untuk penetapan kadar keasaman dan kebasaan.
Page 53 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PEMBUATAN DAN ANALISIS PUPUK CAIR DARI ISI PERUT IKAN,SISA SAYURAN DAN KOTORAN SAPI Monaliza, Besty Hartini, Ogit Purnama Sari dan Oksa Dwi Kurnia Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel Kapalo Koto no 13 Kec.Pauh Kota Padang E-Mail :
[email protected] ABSTRAK Pupuk merupakan kebutuhan utama bagi tanaman, tanpa pupuk tanaman tidak bisa tumbuh dengan maksimal. Pupuk organik adalah pupuk yang dibuat dari bahan organik melalui proses secara alami atau dengan bantuan manusia. Pupuk organik cair adalah larutan dari pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Untuk memperolah pupuk organik yang berkualitas, digunakan sampah pasar berbahan organik. Limbah tersebut berupa sisa sayuran, isi perut ikan dan pemanfaatan limbah peternakan yaitu kotoran sapi, yang memiliki kelebihan yaitu memperbaiki sifat fisik, kimia, serta biologi tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah serta sebagai sumber zat makanan bagi tanaman. Hasil analisis dari Pupuk organik cair dari limbah dengan bantuan bioaktivator EM-4 ini memiliki kandungan unsur hara sebagai berikut : Kadar Nitrogen 1,36 % , Kadar Phospor 3,04%, Kadar Kalium 0,31%, Kadar Corganik 0.55%, Derajat keasaman (pH) 6.55, unsur hara mikro Fe 3,3400 ppm,Cu 0 ppm, Zn 2 ppm, Mn 59,3208 ppm.Micro kontaminasi E.coli 1,53× 10 -2 ,Salmonella negative (-) Kadar logam berat Pb -0,1938 ppm.Maka dapat disimpulkan Pupuk Organik cair baik digunakan untuk tanaman. Kata kunci : Sisa sayuran, isi perut ikan, kotoran sapi, pupuk cair organik.
ABSTRACT Fertilizer is eminent need for plants, cause without fertilizer can’t grow maximum. Organic fertilizer make of organic matter pass through natural process or help human. Organic liquid fertilizer is solution rottenness organic matter that to come from wasted vegetable, fish dirt, animal dirt and human dirt that has a lot of nutritions. To get qualyted organic fertilizer, to have the disposal market trash that organic matter. The wasted it is vegetable residue, fish dirt and cow dirt that have the function is to make good physic,chemical,biology character of ground, added intimated power water of ground and source food substance for plants. The result for analysist of organic liquid fertilizer to come from wasted with aid bioactivator EM-4 it have entertained nutrition element is : nitrogent contents of 1,36 %, phosporus contents 3,04 %, potassium contents 0,31 %, C-Organic contents 0,55%, pH 6.55, micro hara element Fe 3,3400 ppm ,Cu 0 ppm, Zn 2 ppm, Mn 56,3108 ppm Micro contamination E.coli 1,53 × 10-2,Salmonella negative and levels of heavy metals lead (Pb)0,1938 ppm.So the conclusion is liquid organic fertilizer ready to use and good for plants. Key word : Vegetable residue, fish dirt, cow dirt,organic liquid fertilizer.
Page 54 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PENDAHULUAN Pupuk merupakan kebutuhan utama bagi tanaman, tanpa pupuk tanaman tidak bisa tumbuh dengan maksimal. Kebutuhan pupuk mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sayangnya, penggunaan pupuk kimia yang terus-menerus justru menyebabkan tanaman menjadi resistan terhadap pupuk.(Cattelan, A.J., P.G. Hartel, dan J.J. Fuhrmann, 1999) Pupuk organik adalah pupuk yang dibuat atau berasal dari bahan organik melalui proses kegiatan alam secara alami atau dengan bantuan manusia, dimana mempunyai peranan penting dalam peningkatan produksi dan mutu hasil budidaya tanaman. (Cattelan, A.J., P.G. Hartel, dan J.J. Fuhrmann, 1999) Pupuk organik cair adalah larutan dari pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur.Terutama hara makro seperti nitrogen, kalium, dan fosfor. (S.Alex.2012) Untuk memperolah pupuk organik yang berkualitas, lebih baik digunakan sampah berasal dari pasar, karena 90 persen sampah pasar berasal dari bahan organik. Limbah padat dari buangan pasar dihasilkan dalam jumlah yang cukup besar. Limbah tersebut berupa : Sisa sayuran dimana sayuran organik adalah sayuran yang dibudidayakan secara alami tanpa ada bantuan bahan kimia. Bagian dari sayuran yang sudah tidak dapat digunakan atau dibuang. Pupuk yang diberikan untuk sayuran berasal dari pupuk organik, seperti kompos atau pupuk kandang, bukan pupuk kimia. Karena sayuran organik dibudidayakan secara alami, maka sayuran tersebut mengandung berbagai keunggulan dibandingkan sayuran non organik. Selain dapat digunakan sebagai penyubur tanah dan tanaman, ternyata juga dapat digunakan sebagai starter pada pembuatan kompos. Namun harga dipasaran relative mahal, oleh karena itu pelu dikembangkan suatu cara agar dapat menghasilkan pupuk cair organik buatan sendiri dengan menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat dan murah.(Administrator.2007), limbah sayuran terdiri dari limbah daun bawang, seledri, sawi hijau, sawi putih, kol, limbah kecambah kacang hijau, daun kembang kol dan masih banyak lagi limbah sayuran lainya. (http://profilbro.com/artikel/2013/03/syaratpertumbuhan-tanaman-.html) Isi perut ikan : Jeroan adalah bagian-bagian dalam tubuh (hewan) yang sudah dijagal. Biasanya yang
disebut jeroan adalah semua bagian kecuali otot dan tulang. Tergantung dari budaya setempat, berbagai bagian jeroan dapat dianggap sebagai sampah atau makanan mahal. Jeroan yang tidak digunakan secara langsung untuk konsumsi manusia atau binatang diproses lebih lanjut untuk menghasilkan makanan hewan, pupuk, atau bahan bakar. Isi Perut Ikan di gunakan karena banyak mengandung bakteri membantu dalam penyuburan tanah maupun bisa juga mempercepat pengomposan. Pupuk organik lengkap yang terbuat dari isi perut ikan memiliki kualitas sebagai pupuk yang lebih dibandingkan dengan pupuk organik lain.(http://id.wikipedia.org/wiki/jeroan) Kotoran sapi adalah limbah hasil pencernaan sapi dan hewan dari subfamili Bovinae lainnya . Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi bau dari kandang dan naiknya harga pupuk. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk sudah dilakukan petani secara optimal di daerah-daerah sentra produk sayuran. Sayangnya masih ada kotoran ternak tertumpuk di sekitar kandang dan belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber pupuk. Kotoran sapi dipilih karena selain tersedia banyak di petani/peternak juga memiliki kandungan nitrogen dan potassium, di samping itu kotoran sapi merupakan kotoran ternak yang baik untuk kompos. Agar kotoran sapi tidak terbuang dengan sia-sia, maka kotoran ini dimanfaatkan sebagai pupuk cair yang baik untuk pembenahan tanah dan dapat meningkatkan produksi tanaman. Pembuatan pupuk organik cair tidak terlepas dari proses Pupuk kandang dari kotoran sapi memiliki kandungan serat yang tinggi. Serat atau selulosa merupakan senyawa rantai karbon yang akan mengalami proses dekomposisi lebih lanjut. Kotoran sapi telah dikomposkan dengan sempurna atau telah matang apabila berwarna hitam gelap, teksturnya tidak lengket, suhunya dingin dan tidak berbau. (peni dkk, 2007). Berdasarkan hal tersebut diatas, perlu diterapkan suatu teknologi untuk mengatasi limbah padat, yaitu dengan menggunakan teknologi daur ulang limbah padat menjadi produk pupuk cair organik yang bernilai guna tinggi. Karna hasil produk pertanian dengan menggunakan pupuk organik mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dibanding dengan pertanian anorganik.
Page 55 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
BAHAN DAN METODE Metoda penelitian Metode yang digunakan untuk analisis parameter bahan dasar limbah pasar dan kotoran hewan yaitu Penetapan kadar nitrogen metode makro, kadar fosfor metode spektrofotometer, kadar kalium metode flemefotometri, , kadar C-Organik metode permanganometri, penetapan pH meter metode potensiometri, kadar logam Cu, kadar Zn , kadar Mn metode SSA, pengujian bakteri salmonella sp, Pengujian mikro kontaminasi E.coli dan kadar logam berat Pb. Sumber bahan baku pembuatan pupuk organik cair Sampel isi perut ikan diambil di tempat penjual ikan di Pasar Bandar Buat, Pengambilan sampel Sisa sayuran diambil dari tempat penjual sayur di pasar Bandar Buat, Pengambilan sampel kotoran sapi, diambil Piai Tangah. Alat dan Bahan Alat yang digunakan, Komposter, timbangan , ember, sendok Kayu, pisau / Parang, gayung , karung. Bahan yang digunakan Kotoran Sapi, Isi Perut Ikan, Sisa Sayuran, gula Pasir, bioaktivator EM-4, air bebas kaporit.
Gambar 1 Skema Pembuatan Produk Cara kerja analisis parameter Penetapan kadar nitrogen metode makro kjhedal : Ditimbang dengan teliti 5 gram sampel ke labu kjedhal, ditambahkan 2 gram campuran selen, 25 mL H2SO4 pa destruksi hinga berwarna jernih, lalu rangkai alat destilasi, Cairan di labu kjedhal
dimasukan ke labu destilasi, ditambahkan 100 mL aquades, ditambahkan larutan NaOH 40% 50 mL, teteskan 2-3 tetes indicator pp, pasang erlenmeyer penampung destilat yang berisi 50mL H2SO4 0,25 N dan 3 tetes indikator campuran Conway, dihentikan penyulingan bila volume destilat mencapai volume ±75 ml, titar hasil destilasi dengan larutan NaOH 0,25 N hingga titik akhir titrasi tercapai , dilakukan penetapan larutan blanko. Penetapan kadar fosfor metode spektrofotometer: Ditimbang dengan teliti NaHPO4 0,1250 gram dilarutkan dengan aquadest dalam labu ukur 250 mL, dipipet 20 mL ke dalam labu ukur 100 mL, Dimasukkan 0, 5, 10, 15, dan 20 mL ke dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan masing-masing 5 mL larutan HNO3 5N dan larutan molibdovanadat 20 mL dipaskan sampai tanda tera dan di homogenkan. Dan untuk sampel (destruksi terlebih dahulu ) ditimbang dengan teliti 1 gram sampel ke gelas piala 250 mL, ditambahkan 20-30 mL HNO3 p.a dididihkan selama 30 - 40 menit, ditambahkan 10 – 20 mL HClO4 70% dididihkan sampai larutan tidak berwarna, ditambahkan 50 mL air suling didihkan beberapa menit lalu didinginkan, dipindahkan ke labu 250 mL, dipaskan dengan aquades sampai tanda tera dan dihomogenkan, disaring dengan kertas whatman 42 dan tampung di dalam Erlenmeyer, dipipet 5 mL larutan sampel masukan ke labu ukur 100 mL, ditambahkan 50 mL aquadest, 20 mL molibdovanadat dan diencerkan dengan aquadest hinga tanda tera dan dihomogenkan, didiamkan selama 10 menit, dilakukan pengerjaan blanko, Ukur dengan spektrofotometer. Penetapan kadar kalium metode flemefotometer : Larutkan 0.2314 grma K2HPO4 dilarutkan ke labu ukur 250 mL dipaskan dan dihomogekan, dipipet 20 mL ke labu ukur 100 mL, dimasukan 0mL,2.5mL,5 mL,7.5 mL,10 mL,12.5 mL kedalam labu ukur 50 mL dipaskan dengan aquadest dan dihomogenkan. Dan untuk sampel (didestruksi terlebih dahulu) ditimbang 5 gram sampel dengan teliti ke gelas piala, ditambahkan 10 mL HCl 5 N ,100 mL aquadest dan didihkan sekitar 5 menit, Didinginkan pindahkan ke labu ukur 250 ml kemudian diencerkan dengan aquadest sampai tanda tera, dihomogenkan dan saring dengan kertas saring whatman 42, Pipet sampel 10 mL ke labu 100 mL, tambahkan 5 ml larutan supresor, diencerkan dengan aquadest dan dihomogenkan, ukur dengan Flame Fotometer. Penetapan Kadar COrganik Metoda Permanganometri : Sampel ditimbang 5 gram secara teliti dan dimasukan kedalam Erlenmeyer.
Page 56 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Ditambahkan 15 mL H2SO4 Pekat dan 10 mL larutan K2Cr2O7 2 N, lalu pasang pendingin tegak. Dilakukan proses refluk di atas nyala api kompor gas selama 1,5 jam dan setiap 15 menit labu digoyang supaya terjadi reaksi yang sempurna. Refluk dihentikan apabila warna larutan telah jernih kehijau-hijauan. Didinginkan larutan tersebut dan diencerkan dengan aquades di dalam labu ukur 100 mL. Dipaskan dan dihomogenkan, lalu disaring dengan kertas saring. Dipipet 10 mL hasil saringan dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan 12 ml FeSO4 0,2 N dan 25 ml H2SO4 4 N dengan gelas ukur ke dalam erlenmeyer tersebut. Dititar dengan KMnO4 0,1 N hingga diperoleh TAT (lembayung muda). Dilakukan titrasi secara duplo dan dilakukan juga prosedur yang sama terhadap blanko. Penetapan Derajat Keasaman (pH) dengan Metoda Potensiometri : Sampel pupuk organik cair diambil lebih kurang 20 mL dalam gelas piala, lalu diukur pH sampel dengan pH meter. Dicatat hasil pembacaannya. Pentapan kadar Fe, Cu, Zn, Mn, Pb metode AAS : Pipet masing-masing titrisol 10 ml dimasukan ke labu ukur 100 ml, buatlah deret standar dengan masing-masing konsentrasi yang sudah diinginkan. Masukan ke labu ukur 50ml, tambahkan HNO3 pekat 5ml masing-masing deret standar, lalu himpit hingga tanda tera dan dihomogenkan. Dan untuk sampel (destruksi) Diambil sampel sebanyak 100ml dan dimasukan ke gelas piala, ditambahkan HNO3 pekat sebanyak 5ml, Dipanaskan hingga volumenya berkurang setengah dari volume awal (sampel), ditambahkan lagi HNO3 pekat sebanyak 5ml, Dipanaskan kembali hingga larutan sampel jernih, didinginkan larutan sampel yang telah didestruksi Dimasukan kedalam labu ukur 100 ml, dihimpitkan hingga tanda tera lalu dihomogenkan, saring larutan tersebut dengan kertas saring, setelah itu diukur masing-masing logam dengan lampu katoda yang sesuai menggunakan SSA. Penetapan Mikroba E.coli Metoda MPN : Uji Dugaan: Dimasukkan masing – masing 9 mL larutan pengencer ke 3 test tube, Dimasukkan ampul dengan posisi terbalik ke 9 test tube baru, Dimasukan media Lactosa Borth masing – masing 9 mL ke 9 test tube, disterilkan dalam autoclave ± 15 menit, dimasukan sampel 1 mL ke 3 test tube yang berisi larutan pengencer beri label dengan 10-1, dari 10-1 pipet 1 Ml ke test tube yang lain beri label 10-2, dari 10-2 pipet 1 mL ke test tube yang lain beri label 10-3, dimasukan 1 mL test tube 10-1 ke 3 test tube yang berisi media Lactosa Borth beri
label 10-1 , lakukan cara yang sama pada 10-2 dan 10-3, Tutup rapat dan inkubasi dalam inkubator selama 2 kali 24 jam, amati perubahan yang terjadi jika positif ada e-colilanjutkan ke uji penguat. Uji Penguat: Disediakan tabung reaksi steril baru sebanyak yang terdapat positif e-coli, dimasukkan ampul ke dalam tabung reaksi, Ditambahkan masing – masing 9 mL media BGLB, Ditenggelamkan ampul, disterilkan pada autoclave ± 15 menit, Setelah disteril inokulasikan inokulum test tube yang positif e-colike dalam tabung reaksi yang berisi media BGLB dengan menggunakan jarum ose celupkan dan kocok sedikit jarum ose, Ambil cawan petri steril, dimasukkan Endo Agar, Bagi cawan dengan 3 bagian, Inokulasikan inokulum yang terdapat pada tabung positif e-coli kedalam cawan petri, dan beri label pada cawan petri, Inkubasi 1 – 2 hari. Uji Pelengkap : Fiksasi kaca objek, Teteskan 1 tetes air, Inokulasi inokulum, Fiksasi hingga timbul bercak putih, Diteteskan zat warna Cristal Violet (30 – 60”), Bilas dan kering anginkan, Beri Lugol (30 – 60”), Bilas dan kering anginkan, Rendam dalam alkohol 96% diamkan selam 1 menit, Bilas dan dikering anginkan, Beri zat safranin (30 – 60”), Bilas dan kering anginkan, Preparat siap diamati. Uji IMVIC : Uji Indol : Biakan murni (NA) miring diinokulasikan inokulum ke dalam triptone broth , Inkubasi 35oC selama 18-24 jam , ditambahkan 0,2-0,3 ml pereaksi indol ke dalam labu, Kocok selama 10 menit, Merah tua → positif (+), Merah jingga→ negatif (-) Uji Merah Methil : Biakan murni NA diinukolasikan kedalam pembenihan MR-VP , Inkubasi 48 jam dengan menggunakan pipet takar, dipindahkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 5 tetes merah methil dan kocok, kuning →negatif (-), merah → positif (+) Uji VP (voges proskader) : Biakan Na inokulasikan dalam pembenihan MR-VP inkubasi 48 jam, Dengan mengunakan pipet 1 ml suspensi kedalam tabung, , ditambahkan 0,6 ml larutan alfa nafrol, ditambahkan 0,2 ml larutan kalium hidroksida dan kocok, didiamkan selama 2-4 jam, Merah muda →merah tua→ positif (+), Merah muda→ merah muda →negatif (-) Penetapan Organoleptik (Bau, Warna) : Bau / Aroma = Kipas – kipaskan tangan diatas prodak ke arah hidung, lalu catat, Warna = Perhatikan warna pada prodak, lalu catat.
Page 57 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Pengujian bakteri Salmonella : uji identifikasi : Dibuatlah pengenceran 10ˉ1 yaitu 1ml sampel dimasukan kedalam tabung reaksi yang sudah berisi 9ml larutan pengencer atau aquades steril. Dipipet 1ml dari pengenceran 10-1 tadi , lalu dimasukan ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi 5ml media SCB( Selenit Cystein Broth), Dihomogenkan. Inkubasi pada suhu ± 37˚C, selama 1x24 jam. Amati , jika ada kekeruhan maka positif (+) untuk penduga bakteri salmonella typhosa. pengujian lanjutan dari uji identifikasi (cara aseptis) : Dituang media SSA (Salmonella Shigella Agar) sebanyak 10ml kedalam cawan petri steril dan biarkan beku. Diinokulasikan dengan menggunakan jarum ose bulat sampel dari media SSA tadi kedalam cawan petri yang berisi media SSA dengan cara digoreskan. Inkubasi pada suhu ± 37˚C, selama 1x24 jam. Diamati koloni hitam zona kuning maka berati itu ialah bakteri salmonella (+) positif. HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar nitrogen metode makro kjedal Tabel 1. Tabel Hasil Analisis Nitrogen
Dari Tabel diatas,kadar fosfor yang diperoleh dari pupuk cair didapatkan setelah di analisa yaitu 3.04 % dengan standar mutu <2 dan dijelaskan di dalam Standar mutu Bahwa Bahan-bahan tertentu yang berasal dari bahan organic alami di perbolehkan mengandung kadar fosfor dan kalium > 6%. Penetapan kadar flamefotometer
kalium
metode
Tabel 3. Tabel Hasil Penentuan Kadar kalium
Dari tabel diatas kadar kalium yang diperoleh dari pupuk cair yaitu 0,31% dengan standar mutu < 2 memenuhui dari baku mutu 70/Permentan/SR.140/10/2011. Kekurangan kalium sangat berpengaruh pada tanaman terlihat dari bunga mudah rontok dan tepi daun‘hangus’ , dan rentan terhadap serangan penyakit sedangkan kelebihan K menyebabkan penyerapan Ca dan Mg terganggu. Pertumbuhan tanaman terhambat sehingga tanaman mengalami defisiensi. Penetapan Kadar C-Organik Tabel 4. Hasil analisis kadar C-Organik
Dari tabel diatas dapat dilihat kadar nitrogen dengan metode makro kjedhal yang terkandung dalam pupuk cair yang dianalisis sudah sesuai dengan baku mutu pupuk cair organic 70/Permentan/SR.140/10/2011 yaitu dengan kadar nitrogen setelah di analisis sebesar 1,36 % dengan standar <2. Nitrogen merupakan unsur hara makro yang sangat penting dan harus ada karena kekurangan unsur ini akan menyebabkan jaringan dalam daun akan mati, namun kelebihan unsur ini juga tidak baik karena dapat menghambat pembungaan dan pembuahan pada tanaman. Penetapan kadar spektrofotometer
fosfor
Tabel 2. Tabel Hasil Penetapan Kadar Fosfor
metode
Setelah dilakukan analisis kadar C-Organik pada produk pupuk cair organik didapatkan hasil yaitu 0,32%, sementara untuk hasil kandungan bahan organik pada pupuk yaitu 0,55% , dimana hasil tersebut tidak memenuhi syarat standar, karna menurut peraturan mentri pertanian No. 70/Permentan/SR.140/10/2011 batas minimal kadar C-Organik adalah ≥ 4 (besar sama dari 4%). Rendahnya kadar C-Organik tersebut dikarenakan proses dekomposisi yang kurang sempurna ,kemungkinan oleh kurangnya waktu pengomposan. (Sutedjo, 1991) Penetapan derajat keasaman (pH) Tabel 5. Hasil pengukuran dengan pH-meter
Page 58 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Hasil analisis dari pengukuran derajat keasaman (pH) pada sampel yaitu pupuk cair organik dengan menggunakan pH-meter adalah 6,55. pH pupuk tersebut sesuai dengan standar peraturan mentri pertanian No70/Permentan/SR.140/10/2011. pH yang didapat yaitu sedikit masam dan mendekati netral, dimana mikroba kompos akan bekerja pada keadaan pH netral sampai sedikit masam.
Dari tabel diatas, kadar besi yang didapatkan dari analisa pupuk organik cair adalah 3.400 ppm dengan standar maksimum 800 ppm. Kadar Besi berfungsi sebagai penyusun klorofil, protein, enzim dan berperan dalam perkembangan kloroplas. kadar timbal (Pb) metode AAS Tabel 9. Hasil Analisis Penentuan Timbal
Penetapan unsur hara mikro Cu dan Zn Tabel 6. Hasil analisis Cu dan Zn dengan SSA
Setelah dilakukan analisis untuk unsur hara mikro Cu dan Zn , yang mana dilakukan pengukuran dengan alat SSA didapatkan konsentrasi Cu sebesar 0ppm, sementara untuk konsentrasi Zn sebesar 2ppm. Dimana hasil yang didapat untuk Zn memenuhi syarat standar menurut peraturan mentripertanian No. 70/Permentan/SR.140/10/201. Kadar unsur mikro (Fe, Mn, Cu dan Za) adalah unsur hara yang diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit, berati tidak boleh terlalu tinggi karna jika tinggi maka unsur hara mikro tersebut malah akan menjadi racun bagi tanaman. (Dr.Ir Sarwono Hardjono,M.Sc.1995). Penetapan Kadar Mangan (Mn)
Dari tabel diatas didapatkan hasil timbal (Pb) 0,1938 berarti timbal tidak ada pada pupuk cair organic karena pada data diatas di dapatkan hasilnya negatif maka timbale yang didapatkan sama dengan 0. Timbal merupakan cemaran logam yang tidak boleh ada pada tanaman karena kalau terdapat timbal pada pupuk maka tanaman akan rusak. hasil yang didapatkan sesuai dengan standarbaku mutu 70/permentan/SR.140/10/2011. Uji Cemaran Mikroba (E-coli) Tabel 10. Hasil dari pengujian cemaran mikroba (uji coliform)
Dari tabel diatas, didapatkan 1.53 × 102 cfu/mL. Bakteri Escherichia coli dapat meningkatkan
Tabel 7. Hasil Analisis kadar Mn
keanekaragaman biologi tanah, meningkatkan kualitas air, mengurangi kontaminasi tanah, meransang penyehatan dan pertumbuhan tanaman. Dari tabel di atas dapat dlihat kadar mangan dengan metode SSA yang terkandung dalam pupuk cair yang di analisis sudah sesuai dengan standar mutupupuk cair organik 70/Permetaan/SR.140/10/2011 yaitu dengan kadar mangan setelah dianalisis sebesar59.3108 ppm dengan standar maksimum 1000 ppm. Mangan merupakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pembentukkan protein dan vitamin terutama vit. C, memepertahankan kondisi hijau daun pada daun yang tua, sebagai enzim feroksidase, untuk lancarnya proses asimilasi. Penetapan Kadar Besi (Fe) Tabel 8. Hasil Analisis kadar
Tabel 11. Hasil dari pengujiancemaran mikroba (uji IMVIC)
Type E-coli yang didapat adalah Atypical E-coli Pengujian bakteri Salmonella Tabel 12. Hasil analisis uji identifikasi bakteri Salmonella
Setelah dilakukan analisis bakteri Salmonella dengan tahap awal yaitu uji identifikasi bakteri Salmonella pada pupuk cair didapatkan hasil yaitu (-) negatif ditandai dengan tidak adanya kekeruhan pada sampel yang sudah diinkubasi, maka dapat dikatakan tidak adanya pertumbuhan
Page 59 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
mikroba salmonella pada pupuk cair organik tersebut. Jika dibandingkan dengan standar peraturan mentri pertanian No. 70/Permentan/SR.140/10/2011 yaitu (<102 ) kecil dari 100 koloni, bukan berati pupuk cair tergolong buruk, karna bakteri Salmonella tersebut masih diperbolehkan ada pada pupuk cair organik, namun sesuai pada standar yang digunakan, karena apabila melebihi standar dapat membahayakan atau memberikan dampak negatif kepada pupuk organik cair dan juga lingkungan. Apabila tanaman tercemar oleh bakteri pathogen salmonella sp. kemudian dikonsumsi oleh manusia maka dapat menimbulkan dampak yang negatif seperti penyakit diare, tifus, dll. (Djoko Hadi Kunarso. 1987)
SARAN Penulis mengharapkan kepada masyarakat agar mempunyai solusi mengenai masalah lingkungan yaitu dengan memanfaatkan limbah seperti limbah pasar, rumah tangga menjadi pupuk organik, serta dapat membuat sendiri pupuk organik cair tersebut, selain dapat memperkecil pengeluaran juga bisa mengurangi serta memanfaatkan limbah dilingkungan. Memperkecil pemakaian pupuk anorganik maupun pupuk kimia dalam kehidupan sehari-hari karna dapat merusak struktur tanah bila dipakai secara terus-menerus.
DAFTAR PUSTAKA Uji Organoleptik Tabel 13. Hasil uji organoleptik warna
Dari data tersebut diambil kesimpulan berdasarkan presentase tertinggi dari 25 orang panelis tak terlatih menyatakan warna dari pupuk organik 68 % panelis menyatakan bahwa warnanya “coklat kehitaman” sedangkan bau dari pupuk organik 40 % panelis menyatakan bahwa pupuk ini “ sangat bau” . Tabel 14. Hasil uji organoleptik bau
Affandi. 2008. Pemanfaatan urine Sapi yang Difermentasi sebagai Nutrisi Tanaman. (online), di akses tanggal,20 Januari 2010Oleh Riyanto, Ph.D. Alex. 2012. Sukses Mengolah Sampah Organik Menjadi Pupuk Organik. Pustaka Baru Press. Yogyakarta AOAC 1995 chapter 2 sc.6 Point 2.6.01 Asmin, La Ode.2010. Makalah Kapita Selekta Material Elektronik Spektofotometri Serapan Atom (Ssa/Atomic Absorption Specktrophotometry) Drs.h.Stamley.Kimia Organik 2.ITB.1998 Fardani,Shinta.Analisis dan Pembuatan Pupuk Cair dengan Isi perut ikan,Sisa sayur & Kotoran sapi
KESIMPULAN Dari analisis yang telah dilakukan pada sampel pupuk organik cair didapatkan kadar nitrogen yang 1.36 %, Kadar fosfor 3,04%, Kadar Kalium 0,31%, Kadar C-organik 0,32% dan kandungan bahan organik 0,55%, pH 6,55, unsur hara mikro Cu 0ppm, Zn 2ppm, 3,3400ppm Pb -0,1938ppm, Mn 59.3108ppm dan (-) negatif adanya bakteri Salmonella, cemaran mikroba metoda MPN didapatkan hasil 1.53 × 102 cfu/mL. Sehingga pupuk ini dapat digunakan untuk tanaman untuk pengaplikasian pupuk tersebut pada tanaman yaitu dengan mencampurkannya dengan air (1:10), dengan cara disemprotkan pada daun.
Fitriyatno, Suparti, Sofyan Anif. 2011. Uji Pupuk Organik Cair Dari Limbah Pasar Gundoyo, Wirlilik. 2009. Pembuatan Pupuk Cair Organik. Artikel Hardjono,M.Sc.Dr.Ir Sarwono.1995.Ilmu Tanah.AKADEMIKA PRESSINDO.Jakarta. Khopar SM.1990.Komposter Analitik.UI press.jakarta.
Dasar
kimia
Kristian.2008. Cara Cepat Membuat Komposter.Jakarta : Angro Media Pustaka. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NO.70/Permentan/SR.140/10/2011 Respati. 1980. Pengantar Kimia Organik .jilid III. Penerbit rinekacipta.Jakarta
Page 60 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Salmonella - Wikipedia ensiklopedia bebas.
bahasa
Indonesia,
Siboro, E., Edu Surya dan Netti Herlina. 2013. Pembuatan Pupuk Cair Dan Biogas Dari Campuran Limbah Sayuran . Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2, No.3
Soeryoko,Heri. 2010. Kiat Pintar Memproduksi Kompos dengan Pengurai Buatan Sendiri – Ed.I. Andi. Yogyakarta. SNI 01-3554-2006 SNI 01-2332.1-2006
Page 61 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PEMBUATAN DAN ANALISIS ASAP CAIR (Liquid Smoke) GRADE 2 SEBAGAI PENGAWET ALAMI DARI SEKAM PADI (Oryza Sativa L.) Ria Elvi Susanti dan Divo Wahid Firman dan Meliza Wahyuni*) dan Sri Utari Suryani Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel.kapalo koto no 13 Kec. Pauh Kota Padang *)
Corresponding author E-Mail :
[email protected]
ABSTRAK Asap cair sekam padi merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta karbon lainnya. Asap cair Grade 2 (dua) digunakan sebagai pengawet makanan pada makanan dengan rasa asap seperti daging asap dan bandeng asap/ikan asap. Asap cair mengandung berbagai komponen kimia seperti fenol, aldehid, keton, asam organik, alkohol dan ester. Berbagai komponen kimia tersebut dapat berperan sebagai antioksidan dan antimikroba serta memberikan efek warna, citarasa khas asap dan umur simpan produk asapan. Tujuan dari penelitian ini adalah dapat mengetahui angka lempeng total, ph, kadar abu, kadar air, uji kualitatif fenol, kadar keasaman, kadar nitrogen, kandungan karbonil, selulosa, hemiselulosa, luas daerah halo dan logam Cu. Dari hasil penelitian yang di dilakukan didapat angka lempeng total 0, ph 4,01, kadar abu 0,07%, kadar air 93,30%, kadar keasaman 1,85%, kadar nitrogen 0,125%, identifikasi fenol (+), identifikasi karbonil (+), selulosa 16,78%, hemiselulosa 0,68%, luas daerah halo konsentrasi 25% = 0,82cm 2, 50% = 4,87cm2, 100% = 6,43cm2, logam Cu pada asap cair grade 2 ini tidak ditemukan/tidak ada. Kata kunci : sekam padi, asap cair grade 2
ABSTRACT Liquid smoke rice husk is a result of condensation or condensation of vapor result of incomplete combustion of material which contains lignin, cellulose, hemicellulose and other carbon. Liquid smoke Grade 2 (two) is used as a food preservative in food with smoked taste like bacon and smoked milkfish / smoked fish. Liquid smoke contains many chemical components such as phenols, aldehydes, ketones, organic acids, alcohols and esters. Various chemical components can act as an antioxidant and antimicrobial and give effect to color, distinctive flavor and shelf life of the product smoke asapan. The purpose of this study was able to determine the total plate count, pH, ash content, moisture content, qualitative test phenols, acidity, nitrogen, carbonyl content, cellulose, hemicellulose, area halo and Cu. From the results of research conducted obtained in total plate count of 0, pH 4.01, 0.07% ash content, moisture content of 93.30%, 1.85% acidity, nitrogen content of 0.125%, identification of phenol (+), identification carbonyl (+), 16.78% cellulose, hemicellulose 0.68%, the area halo concentration of 25% = 0,82cm2, 50% = 4,87cm2, 100% = 6,43cm2, liquid smoke Cu on this grade 2 not found / no. Keyword : rice husk, liquid smoke grade 2
Page 62 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PENDAHULUAN Kasus pemakaian bahan pengawet formalin pada bahan makanan sekarang ini masih marak diperbincangkan publik.Dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pemcuci piring, sampo mobil, dan pembersih karpet.Melalui sejumlah survey dan pemeriksaan laboratorium, ditemukan sejumlah produk makanan yang menggunakan formalin sebagai pengawet. Amalan yang salah seperti ini dilakukan oleh pengelola makanan yang tidak bertanggung jawab. Beberapa contoh produk yang sering mengandung formalin misalnya ikan segar, ayam potong, mie basah dan tahu yang beredar di pasaran. Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta karbon lainnya (Darmaji, P, 2002; Girrard, J.P, 1992).Asap cair digunakan sebagai pengawet makanan karna telah melalui beberapa tahap yaitu pemurnian dan penyaringan. Pertama tahap pirolisis (pembakaran), selama proses pirolisis (pembakaran) komponen bahan baku tersebut akan mengalami pirolisa asap cair, tar, dan arang. Pirolisis adalah proses penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik atau senyawa kompleks menjadi zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan, dan gas yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar pada suhu yang cukup tinggi (Sulaiman, 2004). Tahapan selanjutnya yaitu pemurnian asap cair, adalah destilasi yaitu pemisahan berdasarkan titik didih pada temperatur 150°C-200°C untuk mendapatkan grade sekaligus meminimalkan kandungan tar yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan karbon aktif dan zeolit (Demarco,1998). Penyaringan dengan zeolit aktif bertujuan untuk mendapatkan asap cair yang benar-benar bebas dari zat berbahaya seperti benze(a)pyrene. Sedangkan filtrasi dengan karbon aktif bertujuan untuk mendapatkan filtrat asap cair dengan bau asap yang ringan dan tidak menyengat. Asap cair grade 2 yang diperoleh setelah penyaringan ini berwarna bening, rasa sedikit asam, beraroma netral, kualitasnya tinggi dan tidak mengandung senyawa yang berbahaya untuk diaplikasikan dalam produk makanan (Oramahi, 2009). Bahan dasar yang dapat digunakan untuk membuat asap cair ini bisa diperoleh dari limbahlimbah pertanian misalnya sekam padi, batang padi, batang jagung, dan batang tembakau. Salah satu
limbah pertanian yang banyak ditemukan di Padang adalah sekam padi. BAHAN DAN METODE Metodologi yang digunakan untuk analisa produk asap cair liquid smoke adalah: Uji Kualitatif Fenol, Kadar Keasaman, Kadar Nitrogen, Angka Lempeng Total, pH, Kadar Abu, Kadar air, Identifikasi Karbonil Metode Fehling, Uji Kadar Selulosa dan Hemiselulosa Metode Chesson, Uji Difusi Cakram, Penetapan Kadar Cu Metode AAS. Sumber bahan baku pembuatan asap cair Bahan baku pembuatan asap cair dari sekam padi ini dibeli di tempat penggilingan padi di Limau Manis Kecamatan Pauh Kota Padang. Alat dan bahan Alat yag digunakan berupa, drum, pipa, slang, botol penampung, labu destilasi, Erlenmeyer, konektor, pendingin, heating mantel, kolom, corong, standar klem, gelas piala. Bahan Sekam padi, minyak tanah, kapas, zeolit, arang. Pembuatan Produk
Gambar 1 . Skema pembuatan produk
Page 63 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
selama 2 jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang.Pengabuan diulangi sampai bobot tetap. Penetapan kadar air metode gravimetri cara penguapan: Ditimbang 2 gram contoh dalam cawan penguap yang telah diketahui bobotnya. Dibiarkan selama 2 jam dalam oven 100-105 0C. Setelah itu didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Pekerjaan ini dilakukan berulang kali dengan waktu selang 1 jam sampai bobot tetap. Uji Kualitatif Fenol(menggunakan FeCl3) : Uji ini digunakan untuk mendeteksi senyawa fenol yang sederhana. Uji ini dapat dilakukan dengan cara menambahakan FeCl3 1% yang sudah dilarutkan di dalam air atau etanol kemudian diteteskan ke larutan sampel. Hasil yang positif menimbulkan warna hijau, ungu, hitam, biru dan merah. (Harbone , 1987)
Alat dan bahan Alat yangdigunakan merupakan alat gelas yang biassa dipakai di Laboratoriu, autoklaf, incubator, aas, ph meter, desikator, furnace, kompor gas. Cara kerja pengujian mutu produk Penetapan angka lempeng total (ALT) : Alat, bahan, dan area kerja dalam keadaan steril. Dipipet aquadest sebanyak 9 ml dan dimasukkan kedalam 3 tabung reaksi (10-1,10-2,10-3). Disterilkan dalam autoklaf.Pipet 1 ml sampel, dimasukkan kedalam tabung reaksi 10-1 dan dihomogenkan. Lakukan hingga pengenceran 10-3. dipipet 1 ml pengenceran 10-2 dan dimasukkan kedalam cawan petri steril. Dilakukan pula pada pengenceran 10-3. Ditambahkan media PCA hingga 1/3 bagian cawan petri. Dilakukan pengerjaan triplo. Dihomogenkan dan tunggu hingga media beku. Diinkubasi dalam inkubator dan amati setelah 2 hari. Penetapan pH dengan menggunakan pH meter: Dicelupkan elektroda yang telah dibersihkan dengan air suling ke dalam contoh yang akan diperiksa. Sesuaikan suhu dengan contoh.Catat dan baca pH pada pH meter. Penetapan Kadar Abu : Ditimbang 2 gram contoh dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Diarangkan di atas api. Diabukan dalam furnace pada suhu 500 0C
Penetapan Kadar Nitrogen Metode Makro Kjehdahl : Tahap Destruksi : Disiapkan peralatan dalam keadaan bersih dan kering. Asap cair ditimbang sebanyak 4,0000 gr secara teliti dengan menggunakan neraca analitik. Sampel yang telah ditimbang dimasukkan kedalam labu kjedal. Dicampuran selen ditimbang 2 gr dengan neraca kasar, kemudian ditambahkan campuran selen pada sampel dalam labu kjedal.H2SO4 pekat ditambahkan 15 ml dan beberapa butir batu didih kedalam labu kjedal. Proses destruksi dilakukan diatas nyala api kompor gas dengan api kecil, dimana labu kjedal dipasang miring 450 pada standar dan klem saat proses destruksi berlangsung.Api kompor gas dapat dibesarkan setelah pemanasan sekitar 15 menit dan kocok larutan yang di destruksi setiap 15 menit. Destruksi dihentikan jika warna larutan telah berubah menjadi hijau jernih. Jika larutan telah hijau jernih, dihentikan proses destruksi dan didinginkan larutan didalam penangas air. Ditambahkan 100 ml aquadest dalam labu kjedhal yang didinginkan dalam air es. Lalu ditambahkan perlahan – lahan larutan NaOH 30 % sebanyak 50 ml yang sudah didinginkan dalam lemari es. Tahap Destilasi : Cairan di dalam labu kjedhal dituangkan ke labu destilasi dan tetesi beberapa tetes 2 – 4 tetes indhikator pp. Dipasang dan disiapkan semua alat destilasi mulai dari labu suling, pendingin lurus dan erlenmeyer dan dihubungkan dengan sumber air menggunakan selang air. Erlenmeyer untuk menampung destilat diisi 50 ml larutan standar HCl 0,1 N dan 5 tetes indicator MM ( berwarna merah ).
Page 64 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Mulut labu suling ditutup dengan gabus, didestilasi larutan tersebut. Proses destilasi dapat dihentikan sampai destilat yang tertampung sebanyak 75 ml. Pendingin lurus dibilas dengan aquadest dan hasil bilasan ditampung pada destilat tersebut. Tahap Titrasi : Buret diisi dengan larutan NaOH 0,1 N, kemudian dititar dengan destilat tersebut. Titrasi dilakukan hingga warna sampel berubah menjadi kuning (TAT). Dibuatlah juga larutan blanko dengan mengganti bahan dengan aquadest lakukan destruksi , destilasi dan titrasi seperti pada bahan sampel. Penentuan kadar keasaman : Dipipet 10 ml contoh, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan air suling sampai tanda garis.Kocok dengan seksama. Disaring dan dipipet 10 ml dengan pipet gondok, disaring dan dititar dengan larutan NaOH 0,1, gunakan phenolphelein sebagai indikator. Identifikasi Karbonil Metode Fehling : Disiapkan semua alat dan bahan. Dimasukkan 1ml sampel kedalam tabung reaksi. Dibersihkan semua alat dan Ditambahkan 5 tetes pereaksi Fehling A dan 5 tetes Fehling B kedalam tabung reaksi tersebut. Kemudian dipanaskan diatas penangas air. Lalu amati warna yang terbentuk, jika terbentuk warna merah bata maka positif adanya karbonil. Dibersihkan semua alat dan keringkan. Uji Kadar Selulosa dan Hemiselulosa Metode Chesson : disiapkan semua alat dan bahan. Konstankan cawan penguap dan kertas saring sekaligus di dalam oven pada suhu 105˚C + 2 jam. Ditimbang 10 gram sampel (berat a) kedalam erlenmeyer ditambahkan 150 ml aquadest dan direfluk pada suhu 100˚C dengan waterbath selama 1 jam. Hasil refluk tadi disaring, residunya dicuci dengan air panas 300 ml. Residu kemudian dikeringkan dengan oven sampai beratnya konstan dan kemudian ditimbang (berat b). Hasilnya disaring dan dicuci sampai netral (300 ml) dan residunya dikeringkan hingga beratnya konstan.Berat ditimbang (berat c). Residu kering ditambahkan 100 ml H2SO4 72 % dan direndam pada suhu kamar selama 4 jam. Ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N dan direfluk pada suhu 100˚C dengan waterbath selama 1 jam pada pendingin balik. Residu disaring dan dicuci dengan aquadest sampai netral (400 ml).Residu kemudian dipanaskan dengan oven pada suhu 105˚C sampai beratnya konstant dan ditimbang (berat d).
Uji Difusi Cakram : Disiapkan media steril dan lampu spritus. Dibuat konsentrasi larutan sampel sebanyak 25%, 50%, dan 100% masing-masing pada 3 buah gelas piala. Dipotong kertas saring sebanyak 3 buah ukuran uang logam. Dimasukkan potongan tersebut ke dalam larutan sampel yang telah dibuat konsentrasinya tadi, direndam selama 30 menit. Dibuat suspensi bakteri (bakteri luka) dari biakan murni bakteri dengan cara memasukkan 5 ml aquades steril kedalam biakan murni bakteri digoyang tabung reaksi sampai koloni bakteri lepas dari agar. Dipindahkan suspense bakteri kedalam Erlenmeyer steril. Dipipet 1ml suspensi bakteri dan masukkan kedalam cawan petri steril secara aseptik. Dituang media NA steril kedalam cawan yang telah di isi suspensi bakteri tadi secara aseptic, dan dibiarkan beku. Diambil kertas saring yang telah direndam dengan larutan sampel tadi dengan pinset, dimasukkan kedalam cawan yang telah berisi media NA steril (letakkan pada posisi di tengah-tengah media) secara aseptik. Diinkubasi di dalam inkubator dan amati 1 x 24 jam. Diukur luas daerah halo (daerah bebas mikroba) dan ditentukan potensi larutan sampel dengan memilih luas daerah halo yang paling besar dari uji yang telah dilakukan. Penetapan Kadar Cu Metode AAS Larutan Induk dari titrisol Cu 1000 ppm. Larutan Intermediet : Pipet 10ml larutan induk 1000ppm menggunakan pipet gondok. Dimasukkan kedalam labu ukur 100ml. Diencerkan dengan aquabidest hingga tanda batas. Dipaskan dengan aquabidest lalu dihomogenkan. Larutan Deret Standar : Dimasukkan larutan intermediet kedalam buret. Diturunkan beberapa volume dari buret ke labu ukur 50ml, dengan volume tertentu untuk membuat deret 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm. Ditambahkan 3 tetes HNO3 pekat.Paskan dengan aquabidest lalu dihomogenkan. Preparasi Sampel : Tuang sebanyak 100 ml sampel dimasukkan ke dalam gelas piala. Ditambahkan HNO3 pekat 5ml. Lalu dilakukan des truksi hingga volumenya setengah dari volume awal. Setelah volumenya setengah ditambahkan lagi HNO3 pekat 5ml. Didestruksi lagi hingga warnanya bening. Uji Organoleptik : Disiapkan alat dan bahan. Dicampurkan 15 ml larutan asap cair untuk 1 liter air pada ikan atau daging segar.Rendam selama 30 menit. Dikeringkan dan disimpan. Diamati selama 3 hari. Digoreng ikan atau daging tersebut. Diamati rasa dan baunya.
Page 65 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar fenol Tabel 1. Kadar fenol
.Berartikadar Nitrogen yang terdapatdalam asap cair yang dibuat melebihi standar 0,1 % yang telahditetapkan Literatur yaitumaksimal0,1%. Mungkin terjadi sedikit kesalahan tak terduga dalam proses destruksi,destilasi dan titrasi.Namun hasil yang didapatkan tidak terlalu jauh dari literature maksimal yaitu 0,1 %. Penetapan angka lempeng total Tabel 5. Angka lempeng total
Berdasarkan data diatas didapat hasil analisa penetapan kadar fenol positif berwarna merah . Pengujian pH Tabel 2.pH
Dari data diatas didapatkan pH pada asap cair yaitu 4,01. Hasil yang didapat Acuan ini bersumber dari Laboratorium LPPT UGM tahun 2007 dalam Ihwan, 2008.
Dari hasil praktikum angka lempeng total pada pengamatan tidak ditemukan adanya koloni mikroba, ini membuktikan bahwa asap cair grade 2 sebagai pengawet alami baik digunakan karena bebas dari mikroba.Acuan ini mengacu pada sumber SNI 2725.1:2009 persyaratan mutu dan keamanan pangan. Penentuan kadar abu metode gravimetri Tabel 6. Kadar abu
Penetapan kadar keasaman : Tabel 3. Kadar keasaman
Dari data diatas didapatkan kadar abu 0,07 % dalam asap cair. Hasil dari kadar abu pada asap cair di bawah standar acuan, berarti hasilnya bagus dan memenuhi standar. Acuan hasil dari analisa mengacu pada sumber Pranata (2007). Berdasarkan tabel diatas didapatkan kadar keasaman ( dihitung sebagai asam asetat ) sebesar 1,85 %. Berarti kadar keasaman yang terdapatdalam asap cair yang dibuat tidak melebihi standar 1 - 18 % yang telahditetapkan Literatur yaitumaksimal 18 % sehinggaSenyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk citarasa produk asapan. Penetapan kadar nitrogen Tabel 4. Kadar nitrogen
Berdasarkan tabel 3 didapatkan kadar Nitrogen hasil penitaran I 0,12 % II 0,13 %
Penentuan kadar air metode gravimetri Tabel 7. Kadar air
Dari data diatas didapatkan kadar air 93,30 % dalam asap cair. Berdasarkan acuan yang bersumber dari Laboratorium LPPT UGM tahun 2007 dalam Ihwan, 2008. Hasil yang didapat tidak sesuai dikarenakan tidak didapatkan bobot konstan penimbangan karna saat praktikum memakai oven yang bersamaan dengan praktikan lainnya. Dari data diatas didapatkan karbonil dalam asap cair positif (+). Acuan hasil dari analisa mengacu pada literatur (hasil uji dari orang lain) yaitu dengan standar acuan (+) karena belum ada SNI asap cair sekam padi.
Page 66 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Uji kadar hemiselulosa dan selulosa metode chesson
Penetapan kadar Cu metode AAS Tabel 12. Deret standard Cu
Tabel 9. Kadar hemiselulosa
Dari data diatas didapatkan kadar Hemiselulosa 0.68% dalam asap cair. Acuan hasil dari analisa mengacu pada literatur (hasil uji dari orang lain) yaitu 2.18% karena belum ada SNI asap cair sekam padi. Tabel 10. Kadar selulosa
Dari data diatas didapatkan kadar Selulosa 16.78% dalam asap cair. Acuan hasil dari analisa mengacu pada literatur (hasil uji dari orang lain) yaitu 21.08% karena belum ada SNI asap cair sekam padi.
Tabel 13. Konsentrasi sampel
Dari data diatas tidak didapat kadar Cu dalam asap cair. Acuan hasil dari analisa mengacu pada literatur (hasil uji dari orang lain) karena belum ada SNI asap cair sekam padi. Uji organoleptik Tabel 14. Hasil uji organoleptik
Uji difusi cakram Tabel 11. Difusi cakram
Dari hasil organoleptik berdasarkan tingkatanrasa didapat hasil sedikit rasa asap, dan untuk tingkatan bau didapat hasil tidak berbau. KESIMPULAN Uji organoleptik Tabel 14. Hasil uji organoleptik
Dari data diatas didapatkan luas daerah halo memasuki standar acuan. Acuan hasil dari analisa mengacu pada literatur (hasil uji orang lain) yaitu luas daerah halo pada konsentrasi 25% = 0.75 cm2, 50% = 1.34 cm2, 100% = 2.35cm 2. Karena belum ada SNI asap cair sekam padi.
Dari hasil pembuatan asap cair dari sekam padi didapatkan 4 liter asap cair grade2 dari 300kg sekam padi yang telah mengalami proses pirolisis, 1 kali destilasi dan 1 kali penyaringan. Dari hasil penelitian yang di dilakukan didapat angka lempeng total 0, ph 4,01, kadar abu 0,07%, kadar air 93,30%, kadar keasaman 1,85%, kadar nitrogen 0,125%, identifikasi fenol (+), identifikasi karbonil (+), selulosa 16,78%, hemiselulosa 0,68%, luas daerah halo konsentrasi 25% = 0,82cm2, 50% = 4,87cm 2, 100% = 6,43cm 2, logam Cu pada asap cair grade 2 ini tidak ditemukan/tidak ada. Hasil dari analisa diatas menyatakan bahwa pembuatan asap cair grade2 ada yang sesuai dengan standard acuan dan ada yang tidak karna pemakaian alat untuk praktek bersamaan dengan praktikan lain. Tetapi secara garis besar asap cair grade 2 ini aman untuk dikonsumsi.
Page 67 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
SARAN Diharapkan pada badan standar nasional indonesia untuk membuatkan SNI Asap Cair dan lengkap dengan kandungan kimia yang ada dalam asap cair, supaya ada acuan yang kuat sebagai pegangan para peneliti.Diharapkan pula pada masyarakat agar dapat memanfaatkan sekam padi dengan baik sebagai asap cair untuk bahan pengawet alami. Dengan begitu dapat mengurangi limbah dan polusi. Dengan demikian dapat menghemat biaya karena tidak perlu untuk mengeluarkan biaya untuk membeli bahan pengawet lagi, karena alat pembuatannya sangatlah sederhana.
Pembuatan Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan Alami. Teknik Kimia Universitas Malikussaleh Lhokseumawe. Aceh. SNI (Standar Nasional Indonesia) No. 01-28911992. Cara Uji Makanan Dan Minuman. Badan Standarisasi Nasional. Wikipedia bahasa Indonesia. Uji Organoleptik dalam :http://id.wikipedia.org/wiki/Uji_organoleptik Yeniza, S.Pd. 2006.Modul Analisis Gravimetri. Padang : SMAK
DAFTAR PUSTAKA Champagne, Elaine T. 2004. RICE: Chemistry and Technology. American Association of Cereal Chemists Inc. St.Paul, Minnesota, USA. Darmadji, P. 2003. Perancangan Pengolahan Sampah Kota Berwawasan Lingkungan Berbasis Teknologi Asap Cair. Agritech. Fakultas Teknologi Pertanian. UGM.Yogyakarta. 25(4) : 200-204. Guillen, M.D. and Ibargoitia, L. 1999. Influence of the Moisture Content on the Composition of the Liquid Smoke Produced in the Pyrolysis of FagusSylvatica L. Wood. J. Agrid. Food Chem. 47: 4126-4136. Jaya, I Ketut, Darmadji, P, danSuhardi. 1997. Penurunan Kandungan Benzo(A) pyrene Asap Cair dengan Zeolit dalam Upaya Meningkatkan Keamanan Pangan. Prosiding Seminar Tek.Pangan. Hal 11-18. Juhansa, Roy. 2010. Pengembangan Alat Penghasil Asap Cair Skala Industri Kecil. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Unand. Padang. Mashuri, M. 2008. Pemurnian Asap Cair .http:// produkkelapa. wordpress. com/2009/03/06/ infrastruktur-pengolahan-asap-cair/ (27 April 2010 ) P. Darmaji, Aktivitas Antibakteri Asap Cair yang Diproduksi dari Bermacam- Macam Limbah Pertanian, Laporan Penelitian Mandiri, DPP-UGM, 1996, 16: 19-22. P. Darmaji, Produksi Asap Cair dan Sifat-sifat antimokroba, Antioksi dan serta Sensorisnya. Laporan Penelitian Mandiri. DPP-UGM. Pranata, J. 2007. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa serta Cangkang sawit untuk
Page 68 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Pembuatan dan Analisis Sabun Pembersih Wajah dari Minyak Kelapa dengan Bahan Aditif Ampas Teh (Camellia sinensis)
Nia Sri Yulia, Thisa Resti Darma, dan Silvania Lorina Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel.Kapalo koto no 13 Kec. Pauh Kota Padang *) corresponding author email :
[email protected] ABSTRAK Sabun pembersih wajah adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan wajah yang berfungsi untuk menghilangkan bekas jerawat. Ampas teh mengandung Polifenol berupa katekin dan flafanol yang berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkap radikal bebas dalam tubuh. Vitamin E pada teh berfungsi membuat kulit menjadi halus. Antioksidan dari teh mengangkat sel kulit mati dan memperlancar peredaran darah sehingga membuat kulit tidak kusam dan cerah. Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak Kelapa kaya akan vitamin E yang berfungsi menjaga kesehatan kulit, juga berfungsi sebagai antioksidan. Sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80–100 °C melalui suatu proses yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Dari pemeriksaan yang dilakukan didapatkan hasil bilangan penyabunan sebesar 666,7 mg NaOH, kadar alkali bebas 0,07 %, uji minyak mineral negative, uji difusi cakram dengan konsentrasi 5% dan pH sabun 10,82 Kata kunci : sabun, minyak kelapa, ampas teh ABSTRACT Soap is a surfactant that is used with water for washing and cleaning for face. Dregs of tea contains polyphenols such as catechins and flafanol that act as antioxidants to capture free radicals in the body. Vitamin E in tea serves to make the skin smooth. Antioxidants from tea remove dead skin cells and accelerate blood circulation making the skin is not dull and bright. Coconut oil is a vegetable oil that is often used in soap making industry. Coconut oil is rich in vitamin E, which serves to maintain healthy skin, also functions as an antioxidant. Soap is a mixture of sodium or potassium salts of fatty acids which can be derived from oils or fats with reacted with alkali (such as sodium or potassium hydroxide) at a temperature of 80-100 ° C through a process known as saponification. Fat will be hydrolyzed by alkali, produce glycerol and crude soap. From the tests carried out showed saponification of 190.6 mg of NaOH, free alkali content of 0.07%, a negative test mineral oil, disc diffusion test with broad halo area of 11 cm and pH soap 10.82 Keywords: soap, coconut oil, tea waste
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sudah tidak asing lagi dengan yang namanya sabun. Sabun pada umumnya dikenal dalam bentuk batangan, krim dan bentuk cair. Sabun sudah menjadi salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat masa kini. Sabun pembersih memiliki beberapa jenis, tergantung pada fungsinya. Ada sabun pembersih wajah dan ada juga sabun pembersih tubuh. Seiring dengan perkembangan teknologi, sabun pembersih tidak hanya dipakai untuk membersihkan kulit dari kuman dan bakteri saja. Namun juga untuk mencerahkan, menghaluskan dan
mengembalikan kesehatan kulit. Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. (Artikelkesehatanwanita,2008) Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang. Sabun yang telah berkembang sejak zaman mesir kuno berfungsi sebagai alat pembersih dengan berbagai macam bahan baku. Bahan baku dalam pembuatan sabun bias dibuat dari miyak nabati yang diproduksi dari minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak jagung dan lain sebagainya.
Page 69 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Kelapa merupakan sumber daya alam yang menakjubkan, khususnya minyak kelapa. Minyak kelapa memiliki fungsi dan peranan yang sangat banyak, baik dari segi nutrisionalnya maupun farmasetikalnya. Karena minyak kelapa mengandung asam laurat yang tinggi (45% 55%) dan juga mengandung asam lainnya.Asam laurat adalah asam lemak jenuh dengan rantai sedang atau disebut juga dengan trigliserida rantai sedang.(Amin. S:2009) Minyak kelapa dijadikan bahan pembuatan produk kecantikan natural dan alamiah. Kandungan anti bakteri dan anti jamur menghindarkan kita dari infeksi serta jerawat. Tidak hanya itu saja, minyak kelapa juga memiliki kekuatan melembabkan yang sangat bagus dan mudah diserap. Ampas teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu sampah atau limbah yang dapat diolah untuk menghasilkan produk bernilai tinggi. Teh merupakan salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi diberbagai negara. Indonesia adalah penghasil teh terbesar kelima di dunia. Teh konon ditemukan secara tak sengaja ketika daun-daun nya masuk ke dalam air yang tengah dijerang untuk khaisar Shen Nun di China pada 2737 SM. Kita percaya dengan meminum teh secara rutin dapat meningkatkan daya tahan tubuh, mengatasi stres, dan memperlambat proses penuaan. Dan ternyata khasiat teh tidak hanya dapat kita peroleh dengan meminum seduhan teh saja. Kita juga bisa memanfaatkan ampas dari seduhan teh tersebut. Teh yang mengandung vitamin C dan vitamin E ini sangat bagus digunakan untuk perawatan tubuh seperti halnya mencerahkan kulit, atau memutihkan kulit. (dropfamous 2014) Kandungan polifenol dan antioksidan pada teh juga dapat membantu untuk mengurangi bintik hitam diwajah. Selain untuk menghilangkan bekas jerawat, ampas teh juga bermanfaat untuk menghaluskan wajah. (doni sehat, 2004) Sehingga hal inilah yang menjadi latar belakang penulis untuk mengangkat judul “Pembuatan dan Analisis Sabun Pembersih Wajah dari Minyak Kelapa dengan Bahan Aditif Ampas Teh (Camellia sinensis)” sebagai laporan Analisis Terpadu II untuk salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi di SMK – Sekolah Menengah Analis Kimia (SMAK) Padang. Sabun yang dihasilkan dalam penelitian ini diuji dengan beberapa prosedur uji yaitu uji kualitas, uji efektivitas, serta uji keamanan sabun. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah sabun yang dihasilkam telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 06-3532-1994).
BAHAN DAN METODE Metodologi penelitian Metoda yang digunakan untuk analisa bahan baku minyak kelapa yaitu Penetapan bilangan penyabunan metoda Volumetri secara Asidimetri. Dan untuk analisa produk sabun pembersih wajah yaitu Kadar asam lemak jumlah metode Ekstraksi (kocok), Uji minyak pelikan, Penetapan kadar air metode Thermogravimetri, Uji difusi cakram, Uji alkali bebas metode Asidimetri dan Penetapan pH. Sumber bahan baku dan bahan aditif pembuatan sabun Minyak kelapa dibeli dari sebuah swalayan di Bandar buat dan ampas teh dibeli dari rumah makan Singgalang Maimbau di Belimbing
Gambar 1. Skema pembuatan produk Alat yang digunakan, alat gelas yang biasa digunakan di Laboratorium. Bahan Minyak kelapa,NaOH, aquadest, gliserin, alkohol, gula pasir, NaCl, ampas teh, biang farfum Cara Kerja Pengujian Mutu Produk Penetapan bilangan penyabunan pada minyak kelapa : Ditimbang 2 gram sampel dalam erlenmeyer dengan neraca analitik, ditambahkan 25 ml KOH alkohol dengan menggunakan gelas ukur, lalu dipasang pendingin tegak dan refluk
Page 70 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
selama 1 jam. Setelah direfluk, ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolphtalein (PP) dan titrasi dengan HCl 0,5 N hingga warna pink seulas. Dilakukan pengerjaan yang sama pada blanko. Penetapan kadar air metode thermogravimetri Disiapkan semua alat dan bahan, ditimbang dengan teliti sampel yang telah disiapkan sebanyak 4 gram dengan menggunakan cawan penguap yang telah diketahui beratnya. Dipanaskan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 1050C sampai berat tetap. hitung kadar air yang terdapat dalam sampel. Analisis kadar asam lemak jumlah dengan metode ekstraksi (kocok) : Ditimbang 10 gram contoh kedalam gelas piala dan dilarutkan dengan 50 ml air, ditambahkan beberapa tetes jingga metil, kemudian H2SO4 20% berlebihan hingga semua asam lemak terbebaskan dari natrium, yang ditunjukkan oleh timbulnya warna merah. Kemudian dimasukkan dalam corong pemisah, endapan dan lainnya jangan dimasukkan kedalam corong pemisah, endap tuangkan dengan heksana dan larutan air dikeluarkan dan larutan heksan ditampung dalam gelas piala. Pengujian ini diulangi sampai pelarut berjumlah kurang lebih 100 ml, Pelarut dikocok dan dicuci dengan air sampai tidak bereaksi asam (lihat dengan kertas pH). Tiap-tiap pengocokkan dipakai 10 ml air. Lalu pelarut dikeringkan dengan CuSO4 kering, saring dan dimasukkan kedalam labu lemak yang telah ditimbang terlebih dahulu beserta batu didih dan pelarut disuling lalu labu dikeringkan pada suhu 102C - 105C sampai bobot tetap. Uji minyak pelikan : Ditimbang 5 gram contoh, ditambahkan 3 ml aquadest dan dipanaskan sampai larut. Lalu pipet 1 ml dan dimasukan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 5 ml KOH 0,5 N dalam alkohol, dipanaskan hingga mendidih. Kemudian ditambahkan air tetes demi tetes. Jika keruh (+) , jika tidak (-) Uji difusi cakram : Dibuat konsentrasi larutan sabun (antiseptik) 5%, 10%, 15%, dibuat suspensi bakteri (staphylococcusaureus) dari biakan muni bakteri dengan cara dimasukkan 5 ml aquadest steril kedalam biakan murni, digoyang tabung reaksi sampai koloni lepas dari agar, dipindahkan suspensi bakteri kedalam erlenmeyer steril, poton kertas saring dengan ukuran uang logam, dimasukkan potongan tersebut kedalam larutan sabun, rendam selama 30 menit, pipet 1 ml suspensi bakteri dan dimasukkan kedalam cawan petri steril secara aseptik, tuan media NA steril ke dalam cawan
yan telah diisi suspensi bakteri dan dibiarkan beku, diambil kertas saring yang di rendam di dalam sabun tadi menggunakan pinset dan dimasukkan ke dalam cawan berisi media, diinkubasi ke dalam inkubator dan amati selama 1x24 jam, diukur daerah halo dengan rumus luas lingkaran. Uji alkali bebas metode asidimetri : Ditimbang sampel sabun sebanyak 5 gram, ditambahkan 100 ml alkohol 96% netral, ditambahkan beberapa batu didih, ditambahkan 2-3 tetes indikator pp, dipanaskan diatas penangas air memakai pendingin tegak selama 30 menit, lalu titar dengan larutan HCl 0,1 N dalam alkohol sampai warna pink hilang. Penetapan pH : kalibrasi pH meter denan larutan buffer (4, 7, 10), dilakukan setiap saat akan melakukan pengukuran, dicelupkan elektroda yan telah dibersihkan dengan air suling kedalam contoh yan akan diperiksa, dicatat dan baca nilai ph pada skala ph meter. HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan bilangan penyabunan : Tabel 1. Hasil penetapan bilangan penyabunan
Jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram minyak disebut bilanganpenyabunan. Analisis ini dilakukan guna mengetahui komposisi KOH/NaOH yang akan ditambahkan untuk pembuatan sabun. Setiap bahan baku (Minyak) berbeda komposisi KOH/NaOH yang akan ditambahkannya. Untuk bahan baku minyak kelapa didapatkan hasil KOH/NaOH yang dapat ditambahkan ada pembuatan sabun untuk 1 gram minyak sebanyak 0,35 gram. Penetapan Kadar Air : Tabel 2. Hasil penetapan kadar air
Dari data tersebut terlihat bahwa rata-rata dari kadar air pada sabun pembersih wajah ini adalah 13,99% dimana hasil tersebut sudah
Page 71 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
sesuai dengan range standar yang ditentukan dari standar SNI (SNI 06-3532-1994) berarti mutu dari sabun ini sangat baik karena dapat bertahan lama dan tidak mudah rusak oleh bakteri Analisis kadar asam lemak jumlah dengan metode ekstraksi (kocok) : Tabel 3. Hasil kadar asam lemak jumlah
Dari pemeriksaan kualitas sabun dengan pemeriksaan kadar asam lemak jumlah di laboratorium SMK-SMAKPA didapatkan kadar asam lemak jumlah sebesar I : 3,7697% , II : 3,8041% dimana nilai yg didapat tidak sesuai dengan range standar yang ditentukan (SNI 063532-1994). Hal tersebut membuktikan bahwa sabun yang didapatkan tidak menghasilkan busa yang terlalu banyak, karena kadar asam lemak jumlah erat kaitannya dengan busa yang dihasilkan dari sabun.
sebagai berikut : Dari pemeriksaan kualitas sabun yan telah dilakukan didapatkan kadar alkali bebas sebesar I : 0,09%, II : 0,07% dimana nilai tersebut sudah sesuai range standar yang ditentukan (SNI 06-3532-1994). Uji Penetapan pH: Uji pH bertujuan untuk mengetahui tinakat keasaman atau kebasaan dari sabun tersebut. Dari pengukuran pH didapatkan hasil bahwa larutan sabun tersebut memiliki pH 10,82. Berdasarkan hasil pH sabun tersebut, bahwa sabun yan dihasilkan bersifat basa. Beberapa jenis sabun memang bersifat basa untuk menjadikan sabun tersebut sebagai sabun juga akan menyebabkan iritasi pada kulit. Oleh sebab itu diusahakan sabun mandi mempunyai kisaran pH 8-11 (ASTM D1172-95). Uji Difusi Cakram: Tabel 6. Hasil uji difusi cakram
Uji minyak pelikan: Tabel 4. Hasil uji minyak pelikan
Berdasarkan table diatas didapatkan hasil negatif untuk pengujian minyak pelikan. Dimana hasil tersebut sudah sesuai dengan standar yang ditentukan. SNI 1994 mensyaratkan kadar minyak mineral haruslah negatif. Setelah dilakukan pengujian terhadap sabun padat hasil penelitian maka didapatkan bahwa semua sabun padat yang dihasilkan memberikan hasil minyak negatif yang menyatakan bahwa jika terjadi kekeruhan berarti minyak mineral positif adanya. Jika larutan tetap jernih berarti adanya minyak tidak ternyata, dan dinyatakan negatif (kurang dari 0,05%). Jadi semua sabun yang diuji tersebut tidak mengandung minyak mineral dan masuk kedalam syarat SNI. Uji Alkali Bebas: Tabel 5. Hasil uji alkali bebas
Dari pemeriksaan kualitas sabun dengan pemeriksaan kadar alkali bebas di laboratorium SMAK-SMAKPA didapatkan kadar alkali bebas
Dari pemeriksaan efektifitas sabun yang telah dilakukan, didapatkan tingkat keefektifan sabun menghambat pertumbuhan mikroba pada konsentrasi 5%, dibandinkan denan konsentrasi 15% menunjukkan keefektifan yan lebih kecil. KESIMPULAN Setelah dilaksanakan penelitian berupa pembuatan produk sabun dan analisisnya yang berjudul Pembuatan Sabun Pembersih Wajah dari Minyak Kelapa dengan Bahan Aditif Ampas Teh (Camellia sinensis). Dan didapatkan hasil analisa dari parameter untuk bahan dasar minyak kelapa didapatkan bilangan penyabunan sebesar 0,35 gram. Serta untuk analisa parameter sampel sabun didapatkan penetapan kadar air sebesar 14,00% dan 13,99% dengan standar maksimal 15%, analisis kadar asam lemak jumlah sebesar 3,7697% dan 3,8041% dengan standar >70%, serta negatif (-) terhadap kandungan minyak mineral. Uji alkali bebas sebesar 0,09% dan 0,07% dengan standar 0,1%, Untuk penetapan pH didapatkan hasil 10,82 dengan standar 8-11. Pada uji difusi cakram setiap konsentrasi yang
Page 72 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
dibuat yaitu 5%, 10% dan 15% terbentuk daerah halo yang menandakan efektifitas daya bunuh sabun pembersih wajah terhadap bakteri. Pada konsentrasi 5% adalah luas daerah halo yang paling besar dibanding konsentrasi konsentrasi lainnya. Sehingga dapat dikatakan sabun pembersih wajah ini sudah dapat digunakan dan diproduksi untuk dipasarkan sebagai produk ekonomi kreatif. Kedepannya perlu dilaksanakan penelitian lanjutan agar mendapatkan produk dengan mutu yang lebih bagus secara berkesenambungan. SARAN Dalam hal ini penulis menjadikan minyak kelapa sebagai bahan baku dan ampas teh sebagai bahan aditif dalam pembuatan sabun. Oleh karena itu, diharapkan masyarakat dapat menggunakan dan menciptakan produk yang inovatif dengan berbahan alami dan mengurangi limbah rumah tangga.Produk ini sangat bermanfaat untuk menghilangkan bekas jerawat dan mengurangi bintik hitam diwajah, karena pada teh banyak mengandung polifenol dan antioksidan.Penulis berharap agar penggunaan ampas teh dapat lebih dimaksimalkan dan dilestarikan dilingkungan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Annisa, P dkk.2014. Kumpulan Jurnal Analisis Terpadu II. SMK-SMAK Padang. Wikipedia.minyak kelapa Dalam : (http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_kelapa) diakses tanggal 3 maret 2015 12.20 WIB
Nfuadii.analisa sabun praktikum terpadu dalam(http://nfuadii.blogspot.com/2014/06/analis a-sabun-praktikum-terpadu.html) diakses tanggal 03 Maret 2015 14.31 WIB Sudarmadji, Slamet, Suhardi, dan Bambang Haryono. 1989. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yoyakarta : liberti yoyakarta dalam(http://wulaniriky.wordpress.com/2011/01/1 9/penetapan-kadar-air-metode-oven-pengeringaa/)diakses tanggal 3 maret 2015 Manfaat ampas teh Dalam : (http://www.manfaat.co.id/manfaatampas-teh)diakses tanggal 3 maret 2015 Manfaat ampas teh. Blog dalam : (http://www.indahgustiana14.blogspot.com/2013/ 04/karya-tulis-ilmiah-khasiat-dibalik.html) diakses tanggal 3 maret 2015 Gusti, Eli, Yeni Hermayanti. 2006. Modul Analisis Proksimat. Padang . Sekolah Menengah Kejuruan – SMAK Padang. Hal: 70 Standar Nasional Indonesia. SNI 06-3532-1994. SabunMandi. Badan Standar Nasional. Suryana dayat, 2013 . Cara membuat berbagai sabun padat dan cair Resti thisa ,2014. Kumpulan Laporan Praktikum Analisis Terpadu I. SMK-SMAK Padang. Padang Yeniza. 2005. Modul Analisis Gravimetri. Padang .Sekolah Menengah Kejuruan – SMAK Padang . Hal: 56
Page 73 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PEMBUATAN DAN ANALISIS BIOETANOL DARI BENGKOANG (Pachyrhizus erosus) Sri Elfina dan Chindy Laras*) dan Fandy Ahmad Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel. Kepalo Koto no 13 Kec. Pauh Kota Padang *) Correspond Email :
[email protected]
ABSTRAK Padang merupakansalahsatudaerahsentraproduksibengkuang yang tersebar di beberapakecamatanyaitu, KecamatanKotoTangah, Nanggalo,Kuranji,danPauh.Pemanfaatan bengkuang terkadang menjadi masalah terutama pada saat musim panen. Etanol dari bahan baku bengkuang, dengan bantuan ragi roti, lama fermentasi 13 hari, semakin besar berat ragi maka semakin tinggi etanol yang terbentuk. Pada penelitian ini kadar etanol tertinggi dari bengkuang yang difermentasi dengan berat ragi 18 gram dan dengan lama fermentasi 13 hari di dapat sebesar 55 %, kemudian sisa penguapan yaitu 0,02 ml/L, serta keasaman (sebagai asam asetat) yaitu 162 mg/L. bengkuang dapat menghasilkan bioethanol 55% dengan waktu fermentasi selama 13 hari. Bioetanol 55% dapat digunakan sebagai bahan antiseptic. Kata kunci : bengkoang, fermentasi, etanol.
ABSTRACT Padang is one of producerof bengkuang that spread in subdistrict is Koto tangah, Nanggalo, Kuranji and Pauh. Using bengkuang sometimes causes trouble at the harvest time. Utilization of yam sometimes be a problem, especially during the harvest season. Ethanol from raw materials bengkuang, with the help of yeast, fermentation time 13 days. Type of yeast ( yeast and yeast breads tape ), the greater the weight, the higher ethanol yeast formed. In this study, the highest ethanol content of fermented bengkuang weighing 18 g yeast and fermentation time 13 days gained by 55 % , then the rest of evaporation is 0,02 ml/L, and acidity (as acetic acid) is 162 mg/L.Bengkuang can produce 55% bioethanol fermentation time for 13 days. 55% bioethanol can be used as an antiseptic. Keywords : bengkoang, fermentation, ethanol .
PENDAHULUAN Tanaman bengkuang sebenarnya berasal dari amerika, disana tanaman bengkuang ini bukan termasuk buah – buahan tetapi dianggap sebagai sayuran. Pada saat musim panen datang, harga bengkuang menurun drastis. Dimana banyaknya kuantitas bengkuang tersebut dapat menyebabkan tidak maksimalnya pemanfaatan bengkuang, sehingga kemungkinan besar bengkuang tersebut akan menjadi busuk. Hal ini memacu penulis untuk melakukan penelitian seberapa banyak kadar alkohol yang dapat dihasilkan bengkuang. Bengkuang merupakan buah yang kaya akan berbagai zat gizi yang sangat penting untuk kesehatan terutama vitamin dan mineral. Vitamin yang terkandung dalam bengkuang sangat tinggi adalah vitamin C. Sedangkan mineral yang
terkandung dalam bengkuang adalah fosfor, zat besi, kalsium, dan lain-lain. Tumbuhan yang berasal dari Amerika tropis ini termasuk dalam suku umbi yang mengandung gula dan pati serta fosfor dan kalsium. Umbi ini juga memiliki efek pendingin karena mengandung kadar air 8690%. (Anna Poedjiadi, Dasar – Dasar Biokimia, 1994) Bioetanol adalah etanol yang diproduksi dengan cara fermentasi menggunakan bahan baku nabati. Etanol atau Ethyl alcohol C2H5OH berupa cairan bening tak berwarna, terurai secara biologis (biodegradable), toksisitas rendah dan tidak menimbulkan polusi udara yang besar bila bocor. Manfaat bioetanol sendiri dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan. Beberapa contoh manfaat dari bioetano
Page 74 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
adalah sebagai bahan bakar kendaraan, sebagai antiseptic, sebagai pelarut untuk parfum dan cat. (Prihardana, R., dkk. 2008). Untuk menguji kualitas dari bioetanol dilakukan analisis yang meliputi penetapan kadar karbohidrat metode luff schoorl, penetapan kadar gula metode refraktometri, penetapan viskositas metode oswald, pengujian minyak fusel metode SNI 3565:2009, pengujian aldehid sebagai asetaldehid metode SNI 3565:2009, penetapan kadar etanol berdasarkan berat jenis metode SNI 3565:2009, penentuan serat kasar bengkuang sebagai uji pendahuluan, uji keasaman (sebagai asam asetat), penetapan sisa penguapan maksimum, dan pengujian kadar air bengkuang sebagai uji pendahuluan.
Alur Pembuatan Produk
BAHAN DAN METODE HASIL DAN PEMBAHASAN Alat dan Bahan Untuk pembuatan dan analisis bioetanol dari bengkoang ini dibutuhkan alat-alat yaitu gelas ukur 50 ml, erlenmeyer 250 ml, gelas piala 250 ml, pipet gondok 10 ml, pipet takar 10 ml, piknometer, botol reagen, cawan penguap, labu destilasi, pendingin lurus, lampu spritus, corong, pipet tetes, batang pengaduk, thermometer, standar, klem, botol semprot, botol timbang, slang plastic, gabus, neraca analitik, oven, desikator,heating mantel, blender, panci, galon, botol aqua 1000ml, spektrofotometri, tang cawan, baki, dan pisau. Sedangkan bahan yang digunakan adalah bengkuang, saccharomyces cerevisiae (ragi roti), pupuk NPK, gula, aquades, aluminium foil, NaOH, HCl, batu didih, vaseline , kertas saring whatman, pH meter, indicator fenolftalein, CuSO4, Asam sitrat, Na2CO3, H2SO4pekat,Na2S2O30,1 M, Amilum 1%, KMnO4, p-dimetil amino benzealdehid, Isobutil alcohol, Isoamil alcohol,Natriumbisulfit0,05 N, dan etanol 96%. Metode Dalam pembuatan bietanol ini bahan baku yaitu bengkoang dihaluskan menggunakan blender dan disaring untuk memisahkan sari bengkoang dan ampasnya. Setalah itu ampas bengkoang, gula, pupuk NPK, dan sari bengkoang yang telah ditimbang di masukkan ke dalam wadah yang tertutup untuk dipanaskan. Sebelum pemanasan pH campuran tersebut harus distabilkan dengan NaOH dan HCl (pH 3,4 – 4). Panaskan hingga mendidih lalu didinginkan tanpa membuka tutup wadah. Fermentasi selama 13 hari di dalam wadah (galon) dengan menambahkan ragi roti. Hasil fermentasi yang diperoleh didestilasi pada suhu 78°C hingga diperoleh bioetanol yang diinginkan.
Tabel 1. Hasil analisa produk
Hasil rendemen didapatkan kecil yaitu 13,6%, ini dikarenakan kadar gula bengkuang yang didapatkan 3%, jika kadar gula di bawah 10% fermentasi dapat berjalan tetapi etanol yang dihasilkan terlalu encer sehingga tidak efisien untuk didestilasi (Rosdiana Moeksin, 2010). Maka dari itu bengkuang hanya bisa sedikit dalam menghasilkan bioetanol. Kadar Etanol Syarat mutu kadar etanol nabati berdasarkan SNI 3565:2009 minimal 92,50%. Sedangkan bioetanol dari bengkuang yang didapatkan kadar alkoholnya sebesar 55%. Hal ini disebabkan oleh kurangnya penambahan pupuk NPK sebagai nutrisi untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviseae. Keasaman (Sebagai Asam Asetat) Dari hasil analisa yang sudah dilakukan kadar keasaman jauh melebihi dari standar yang sudah di tetapkan dari SNI. Ini disebabkan karena kontaminasi atau penguraian/oksidasi
Page 75 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
etanol selama penyimpanan, atau pembuatan etanol. Lamanya waktu fermentasi membuat mikroorganisme yang ada pada sampel mati karena kekurangan sumber nutrisi, dan kadar gula yang akan dirombak menjadi bioetanol sudah habis, sehingga membuat pH pada sampel menjadi lebih asam. Pada waktu fermentasi suhunya tidak stabil karena proses fermentasiya dilakukan diruang terbuka. Maka dari itu kadar keasaman yang didapatkan terlalu tinggi.
55%, keasaman (sebagai asam asetat) yaitu 162 mg/L, sisa penguapan maksimum yaitu 0,02 ml/L, dan serat kasar pada bengkuang yaitu 3,52%, serta kadar air pada bengkuang 88,5%. Dari hasil praktikum yang dilakukan, dapat disimpulkan bengkuang dapat menghasilkan bioethanol 55% dengan waktu fermentasi selama 13 hari. Bioetanol 55% bisa digunakan sebagai hand sanitizer.
Sisa Penguapan Maksimum Pada penetapan sisa penguapan, didapatkan hasil analisa yaitu 0,033 mg/L dan 0,01mg/L yang tidak melebihi standar yang telah ditetapkan SNI 3565:2009, sisa penguapan yang ditetapkan oleh SNI yaitu maksimal 50 mg/L.
Saat melakukan penambahan ragi, suhu ampas dan sari bengkuang yang telah dipanaskan harus dalam keadaan dingin agar ragi tidak mati.Saatdestilasi, suhu benar-benar harus diperhatikan dan dikontrol dengan baik. yaitu pada suhu 80ºC, agar yang menguap hanya ethanol saja. Saat fermentasi, pastikan fermentor tertutup rapat agar etanol tidak menguap keluar. Penulis mengharapkan kepada pembaca yang berkeinginan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pembuatan bioethanol dari bengkuang ini dengan parameter yang berbeda dan sesuai dengan standar yang ada agar dapat lebih mengatahui manfaat dari bengkuang terhadap bietanol da nproduk lain.
Metoda Refraktometri Kadar gula yang didapat pada bengkuang adalah 3%, sedangkan kadar gula untuk metabolisme ragi pada saat melakukan fermentasi adalah 14-18%, jadi untuk melancarkan metabolisme ragi saat fermentasi ditambahkan gula sebanyak 360 gram sehingga kadar gula menjadi 15%. Penetapan Karbohidrat Bengkuang Metoda Luff Schoorl Kadar karbohidrat yang didapat3,57% sesuai dengan standar karbohidrat pada bengkuang yaitu 2,1% – 10,7 %(Sorensen, 1996). Zat yang digunakan pada metoda luff schoorl juga dapat memengaruhi hasil karbohidrat yang dapatkan dan waktu yang digunakan saat pemanasan selama 3 jam juga memengaruhi hasil sampel saat analisa. Pengujian Viskositas Bioetanol Metoda Oswald Viskositas didapat adalah 1,81 x 10-3. Pada saat pengujian viskositas ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu suhu ruangan pengukuran harus diperhatikan dan dicatat, alat viscometer Oswald harus bersih dari larutan lain, dan saat melakukan penentuan laju alir, start dan finish dari stopwatch harus tepat. Untuk penetapan Aldehid dan minyak fusel, praktikan tidak dapat melakukan praktik karena bahan untuk praktik tidak tersedia disekolah.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA Day, R.A, Underwood A.L.2001.Analisis Kimia Kuantitatif (Diterjemahkan oleh Iis Sopyan). Edisi keenam. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari Quantitative Analysis sixth edition. Fatimah, Febrina Lia G, Lina Rahmasari G. 2013. Kinetika Reaksi Fermentasi Alkohol Dari Buah Salak. Jurnal Teknik Kimia USU (http://www.bengkuanguntukbioetanol.com) download tanggal 22/12/2014 Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia Komarayati,Sri, Gusmailini. 2010. Prospek Bioetanol Sebagai Pengganti Minyak Tanah. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hasil Hutan, Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor. Kristiani, E.B.E. 2010. PetunjukPraktikum Kimia. Salatiga:UKSW.
KESIMPULAN Setelah dilaksanakan praktikum Analisis Terpadu II berupa analisa dan pembuatan produk dengan judul Pembuatan dan Analisis Bioetanol dari Bengkuang (Pachyrhizus erosus). Maka didapatkan hasil analisa dari parameter untuk bahan dasar bengkuang yaitu kadar etanol
Moeksin,Rosdiana, Shinta Francisca. 2010. Pembuatan Etanol Dari Bengkuang Dengan Variasi Berat Ragi, Waktu, Dan Jenis Ragi. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.
Page 76 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Poedjiadi, Anna. 1994 . Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta : Universitas Indonesia.
Yeniza,S.Pd. 2006. Modul Analisis Gravimetri. Padang: SMAK
Rosdiana and Shinta francisca . 2010. “Pembuatan Etanol dari Bengkuang dengan variasi berta ragi, waktu, dan jenis ragi”. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. Sarifudin, Asep. 2010. Destilasi Sederhana. Bogor Agricultural University
StandarNasional Indonesia. SNI 3565: 2008. BioetanolTerdenaturasiUntuk Gasohol.BadanStandarisasiNasional.
Standar Nasional Indonesia. SNI 3565: 2008. Bioetanol Terdenaturasi Untuk Gasohol. Badan Standarisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia. SNI 3565: 2009. Etanol Nabati. Badan Standarisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia. SNI 3836:2013. Teh Kering Dalam Kemasan. Dewan Standarisasi Nasional. Sukmawati,Riza Fahmi, Salimatul Milati. 2009. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Bioetanol Dari Kulit Singkong. Program Studi Diploma Iii Teknik Kimia Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
StandarNasional Indonesia. SNI 3565: 2009. EtanolNabati. BadanStandarisasiNasional. Rosdiana and Shintafrancisca . 2010. “PembuatanEtanoldariBengkuangdenganvariasi bertaragi, waktu, danjenisragi”(http://www.bengkuanguntukbioetan ol.com) download tanggal 22/12/2014. http://www.pharmcoaaper.com/pages/TechLibrar y/techdocsethylalcohol/alcoholometrictable2.pdf http://id.wikipedia.org/wiki/Bengkuang http://www.google.com/m?q=minyak+fusel#q=mi nyak+fusel+pdfhttp://www.bengkuanguntukbioet anol.com)download tanggal22/12/2014
Warren L.McCabe. 1999. Penguapan-Evaporasi wikipedia. 2012. Bengkuang (http://id.wikipedia.org/wiki/Bengkuang) download tanggal 10/03/2015
Page 77 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
PEMBUATAN DAN ANALISIS BALSEM AROMATERAPI DENGAN PENAMBAHAN MINYAK ATSIRI PALA (Myristica Fragrans Houtt) Sylvi, Azizatun Nisak, Feggy Irsandi dan Rama Saputra Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel. Kepalo Koto no .13 Kec. Pauh Kota Padang E-mail :
[email protected] ABSTRAK Pala (Myristica Fragrans Houtt) banyak dijumpai di Indonesia. Di Sumatera Barat, pala banyak di jumpai di Kab. Agam, Kab. Solok, Kab. Padang Panjang dan Kab. Sijunjung. Hasil panen pala di Indonesia biasanya dijual pada pedagang yang akan mengekspor pala ke luar negeri dan pada industri-industri besar. Tapi di sisi lain, pala dapat diolah dan dimanfaatkan untuk pembuatan produk industri kecil. Daging buah pala dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan manisan, fuli pala dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan teh dan biji pala dapat diolah menjadi minyak atsiri dengan berbagai kegunaannya. Pala yang diolah menjadi minyak atsiri dengan cara penyulingan yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan obat-obatan seperti balsem. Tujuan penelitian ini adalah pembuatan balsem aromaterapi yang memanfaatkan bahan alam (lingkungan). Bahan baku yang digunakan yaitu pala 8000 gram dengan rendemen minyak pala 1,29 %. Respon yang diamatipada balsem aromaterapi adalah kekentalan, berat jenis dan bilangan ester pada balsem serta cemaran logam Pb. Hasil yang didapat yaitu kekentalan balsem sebesar 442,46 cp dengan berat jenis 0,9785 g/cm3, bilangan ester25,41 dan cemaran logam Pb negative. Indeks bias minyak pala dengan hasil 1,478 n. pH dan uji cemaran logam Cu menggunakan metode spektrofotometri UV-VIS. pH rata rata dari balsem tersebut adalah 6 dan cemaran logam Cu yang terdapat adalah negatif atau bisa dibilang tidak ada. Hasil yang didapat dari Uji putaran Optik yaitu 24,625o, Uji Bilangan Penyabunan yaitu 19,22453, 21,98667, 11,49767, Uji cemaran Mikroba yaitu 0,66×102, 0, 0 dan Uji Organoleptik yaitu Warna menarik, panas tahan lama dan bau sangat baik. Kata kunci : Balsem, Minyak Atsiri Pala, aromaterapi
ABSTRACT Nutmeg (MyristicaFragransHoutt) are often found in Indonesia. In West Sumatra, nutmeg many have encountered in the district. Agam District.Solok District.Padang Panjang and Kab.Sijunjung. Yields of nutmeg in Indonesia are usually sold on the merchant who will export nutmeg abroad and in major industries. But on the other hand, nutmeg can be processed and used for the manufacture of products of small industries. Meat nutmeg can be used as materials for sweets, nutmeg mace can be used as raw material for making tea and nutmeg can be processed into essential oil with various uses. Nutmeg is processed into a distillation of essential oils in a way that can be used for the manufacture of drugs such as ointments. The purpose of this research is the manufacture of aromatherapy balm that utilize natural materials (environment). The raw material used is 8000 grams with nutmeg nutmeg oil yield of 1.29%. Responses were observed in aromatherapy balm is viscosity, density and number of ester on balsam and Pb metal contamination. The result is a balm for 442.46 cpviscosity with the density of 0.9785 g / cm3, the number of ester 25.41 and negative Pb metal contamination. Nutmeg oil with a refractive index n 1,478 results. pH and Cu metal contamination test on balsam and. average pH of the balm is 6 and contained Cu metal contamination is negative or practically none. The result is Optic roll that 24,625o, the counting soap decimal that 19,22453, 21,98667, 11,49767, cemaran mikroba that 0,66 x 102, 0, 0 and Organoleptic that color excited,a long hot and very good smell. Keywords: Balm, Essential Oil Nutmeg, aromatherapy
PENDAHULUAN Tanaman pala (Myristica fragrans houtt) adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari pulau Banda, Maluku. Pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan multiguna karena setiap bagian tanamannya dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri.
Pala dapat diolah menjadi minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan biji dan fuli pala (Rismunandar, 1990). Setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri. Biji, fuli dan minyak pala merupakan komoditas ekspor dan digunakan
Page 78 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
dalam industri makanan dan minuman. Selain itu minyak yang berasal dari biji, fuli dan daun banyak digunakan untuk industri obat-obatan, parfum dan kosmetik. Sampai saat ini Indonesia menjadi pemasok biji dan fuli pala terbesar ke pasar dunia (sekitar 60%). Sebagai komoditas ekspor, pala mempunyai prospek yang baik karena selalu dan akan selalu dibutuhkan secara kontinyu baik dalam industri makanan, minuman, obat-obatan dan lain-lain. Sampai saat ini, kebutuhan dalam negeri untuk pala juga cukup tinggi (Harris,2009). Di sisi lain, sebenarnya kita sendiri dapat mengolah buah pala yang kita hasilkan drai para petani pala. Salah salah satu pengolahan pala yang dapat dilakukan oleh industri keci yaitu penyulingan pala menjadi minyak atsiri. Minyak atsiri digunakan sebagai bahan dasar kosmetik, parfum, aromaterapi, obat, suplemen dan makanan. Salah satu penggunaan minyak atsiri sebagai obat-obatan yang banyak diminati masyarakat adalah produk balsam (Arif, 2006). Balsem merupakan produk aromatik yang bersifat sebagai obat luar yang dioleskan di kulit tubuh. Balsem digunakan untuk penyembuhan dan menenangkan. Manfaat balsem bagi masyarakat telah dikenal cukup lama, diantaranya ialah untuk meringankan sakit kepala, sakit perut, menghilangkan gatal-gatal akibat gigitan serangga, pegal-pegal, pilek dan hidung tersumbat karena flu, juga untuk pijat dan kerok, baik pada orang dewasa maupun anakanak dan bayi (Arif, 2006). BAHAN DAN METODE Metoda Penelitian Metoda yang digunakan untuk mengolah bahan baku menjadi minyak atsiri yaitu penyulingan secara destilasi uap. Destilasi uap digunakan untuk memisahkan campuran senyawa-senyawa yang memiliki titik didih mencapai 200 °C atau lebih. Buah pala bisa menguap pada suhu mendekati 100 °C dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uap atau air mendidih. Didalam destilasi uap memiliki prinsip bahwa mendestilasi senyawa di bawah titik didih dari masing masing senyawa campuran yang dimilikinya. Buah pala yang didestilasi akan menghasilkan minyak dengan bantuan destilat air. Pada saat proses destilasi, kondensasi harus dilakukan dengan air yang suhunya ±20ºC supaya minyak yang dihasilkan sesuai dengan standar rendemen pala. Rendemen yang didapatkan untuk 8 kg pala yaitu 1,29. Volumetri secara Asidimetri, Pengukuran kekentalan metoda bola jatuh , pengukuran berat jenis, uji logam Pb dan Cu, uji cemaran mikroba, penentuan pH dan uji organoleptik.
Minyak atsiri yang telah didapatkan dilakukan analisa parameter yaitu pengukuran indeks bias dan putaran optik. Hasil pengujian minyak atsiri yaitu hanya ukuran bahan yang berpengaruh terhadap nilai putaran optik minyak. Uji BNJ menunjukkan bahwa ukuran bahan besar menghasilkan putaran optik yang berbeda sangat nyata dengan ukuran sedang dan kecil. Besarnya putaran optik tergantung pada jenis dan konsentrasi senyawa, panjang jalan yang ditempuh sinar melalui senyawa tersebut dan suhu pengukuran. Besar putaran optik minyak merupakan gabungan nilai putaran optik senyawa penyusunnya. Penyulingan bahan berukuran kecil akan menghasilkan minyak yang komponen senyawa penyusunnya lebih banyak (lengkap) dibanding dengan bahan ukuran besar, sehingga putaran optik yang terukur adalah putaran optik dari gabungan (interaksi) senyawa-senyawa yang biasanya lebih kecil dibanding putaran optik gabungan senyawa yang kurang lengkap (sedikit) yang dihasilkan bahan berukuran besar. Putaran optik minyak dari semua perlakuan bersifat negatif, yang berarti memutar bidang polarisasi cahaya kekiri. Nilainya antara (-) 5,03 sampai (-) 6,75 derajat. Nilai ini lebih besar dibanding standar EOA (1970) yang nilainya (-) 2 sampai 0 derajat. Indeks bias pada medium didefinisikan sebagai perbandingan antara kecepatan cahaya dalam ruang hampa udara dengan cepat rambat cahaya pada suatu medium. Indeks bias yang didapatkan yaitu 1,478 n. Secara umum buah pala yang menjadi komoditas ekspor tidak banyak yang mengolah sendiri untuk menjadikan minyak atsiri. Disisi lain, sebenarnya masyarakat / petani pala dapat mengolah sendiri pala yang mereka hasilkan. Pengolahan pala dapat dilakukan dalam industri kecil yang menghasilkan produk-produk yang bermanfaat dan memiliki nilai jual tinggi (Mayuni, 2008). Proses pengolahan pala tidaklah sulit, yaitu dengan cara penyulingan menggunakan alat-alat yang dapat diciptakan sendiri. Dari hasil penyulingan didapatkan minyak atsiri yang memiliki banyak manfaat dan kegunaannya. Oleh karena itu, penulis tertarik meilih judul “Balsem Aromaterapi Dengan Penambahan Minyak Atsiri Pala”. Parameter analisa untuk produk balsem aromaterapi yaitu penentuan bilangan ester dan penentuan bilangan penyabunan metode
Sumber bahan baku pembuatan balsem Bahan baku yang digunakan yaitu buah pala, kamfer kristal, minyak papermint, mentol kristal dan vaselin. Buah pala didapatkan langsung dari
Page 79 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
petani pala di daerah Maninjau Kab. Agam, kemudian pala jemur dan dilakukan penyulingan untuk mendapatkan minyak atsiri. Kamfer kristal, mentol kristal, minyak papermint dan vaselin didapatkan dari pedangan rempah-rempah di Pasar Raya Kota Padang.
Alat yag digunakan adalah alat gelas di laboratorium, Neraca kasar, hot plate, magnetic stirer. Bahan yang digunakan Minyak atsiri pala, vaselin, kamfer kristal, mentol kristal, miyak papermint.
Alat dan bahan
Page 80 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Gambar 1. Skema Pembuatan Produk
Page 81 Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Cara Kerja Pembuatan Mutu Produk Penentuan bilangan ester metoda volumetri secara asidimetri Bilangan ester merupakan selisih antara bilangan penyabunan dan bilangan asam. Ditimbang 2 gr sampel balsem dengan neraca analitik menggunakan erlenmeyer 250 mL. Dilarutkan dengan 50 mL ethanol 96% dan ditambahkan aquadest 25 mL. Larutan dipanaskan sampai mendidih di atas penangas air. Ditambahkan indikator PP sebanyak 2-3 tetes (tidak berwarna). Dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sampai TAT berwarna pink seulas (bilangan asam). Larutan hasil titrasi ditambahkan 10 mL KOH alkohol 0.5 N dengan pipet takar. Ditambahkan beberapa batu didih dan sambungkan erlenmeyer dengan pendingin tegak. Kemudian larutan direfluk selama 30-60 menit. Sewaktu-waktu larutan harus dikocok supaya penyabunan sempurna. Pada akhir pendidihan, ditambahkan 2-3 tetes indikator PP. Jika larutan berwarna merah berarti masih ada kelebihan alkohol KOH, jika tidak merah berarti masih kekurangan KOH alkohol dan harus ditambah KOH alkohol 0,5 N 10 ml lagi dengan pipet takar, lalu direfluks kembali selama 30-60 menit lagi. Diangkat dan didinginkan sebentar (jangan terlalu dingin bisa membeku), lalu dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai TAT berwarna pink seulas. Dilakukan titrasi blanko dengan pelaksanaan yang sama seperti contoh. Dilakukan perlakuan triplo pada sampel dan blanko. Pengukuran Kekentalan Disediakan gelas ukur 50 mL dan sampel balsem yang akan digunakan. Gelas ukur diisi dengan sampel yang akan ditentukan kekentalannya sampai volume 50 mL dengan hati-hati dan jangan sampai terdapat gelembung udara di dalamnya. Dimasukkan bola ke dalam gelas ukur dengan hati-hati. Stopwatch dihidupkan ketika bola mulai jatuh pada garis awal dan dimatikan ketika bola sampai di dasar gelas. Dicatat waktu tempuh bola melalui gelas mulaid ari garis awal sampai garis akhir dalam hitungan detik. Dilakukan prosedur no. 1 sampai no. 5 dengan perlakuan triplo untuk sampel balsem tersebut. Pengukuran berat jenis Disediakan gelas ukur 50 mL dan sampel balsem yang akan digunakan. Ditimbang gelas ukur 50 mL tersebut dengan neraca analitik, kemudian dicatat hasil penimbangannya. Dimasukkan sampel balsem ke dalam gelas ukur sampai volume 50 mL dengan hati-hati dan jangan sampai terdapat gelembung udara, lalu dicatat hasil penimbangannya. Dilakukan prosedur no. 1 sampai no. 3 dengan perlakuan triplo untuk
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
sampel balsem tersebut. Dilakukan juga prosedur di atas untuk blangko dengan perlakuan triplo. Uji kualitatif logam Pb Ditimbang sampel balsem 50 gr di dalam gelas, lalu dipanaskan sampai mencair. Ditambahkan 1 mL larutan asam asetat 30% dengan pipet takar dan ditambahkan 0.5 gr Na2CO3. Kemudian ditambahkan 5 tetes K4Fe(CN)6.3H2O tetes demi tetes dengan pipet tetes. Diaduk larutan tersebut hingga rata. Larutan dibiarkan selama ½ jam. Jika tetap jernih berarti logam Pb tidak terdapat di dalam sampel tersebut (Logam Pb negativ). Pengukuran indeks bias Refraktometer dihidupkan kemudian dibiarkan standby dalam 5 menit. Teteskan air ke dalama prisma pada suhu 20 derjat celcius dan bersihkan dengan alkohol. Minyak pala diteteskan beberapa tetes keatas prisma, kemudian tutup prisma dengan rapat menggunakan sekup. Gerakan alidade maju mundur. Atur garis pada pembatasnya. Nilai indeks bias dapat dibaca langsung. Pengukuran pH Ditimbang balsem 20 gram menggunakan neraca kedalam gelas piala. Panaskan sampai balsem mencair. Periksa pH balsem menggunakan pH meter. Lakukan triplo untuk setiap sampel. Uji logam Cu Preparasi sampel Ditimbang sampel sebanyak 5 gram dengan cawan peoselen menggunakan neraca analitik kemudian diarangkan pada kompor gas. Diabukan didalam furnace selama 2 jam pada suhu 9000C. Abu yang terbentuk dilarutkan dengan HNO3 pekat sebanyak 5 ml kemudian pindahkan kedalam labu ukur 100ml sambil disaring dengan kertas saring dan dipaskan sampai tanda tera. Homogenkan dan siap dibaca pada AAS. Larutan Induk Dipipet 10 ml titrisoc Cu 1000 ppm kedalam labu ukur 100 ml, paskan dengan aquabidest dan homogenkan. ( larutan 100 ppm). Larutan Intermediet Dipipet 5 ml larutan 100 ppm kedalam labu ukur 50 ml, paskan denagan aquabidest dan homogenkan. (larutan 10 ppm) Pembuatan Deret Standar Dipipet 0ml; 10ml ; 15ml ; 20ml ; 25 ml larutan intermediet ( 10 ppm ) masing masing kedalam labu ukur 50 ml. Tambahkan HNO3 pekat 3 tetes. Paskan dengan aquabidest dan homogenkan. Kemudian ukur dengan alat AAS.
Page 82
Penentuan Bilangan Penyabunan Ditimbang 2 gram balsam dengan neraca analitik ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 25 mL KOH 0,5 N dan beberapa butir batu didih. Dipasang pendingin tegak pada mulut Erlenmeyer. Dilakukan refluk selama 1 jam dengan penangas air. Didinginkan selama beberapa menit. Setelah didinginkan, kelebihan KOH dititard egan larutan HCl 0,5 N dengan menambahkan indicator PP 1-2 tetes. Diperlukan b mL HCL 0,5 N Dilakukan juga untuk blangko. Diperlukan a mL HCL 0,5 N. Dilakukan sampai TAT secara triplo. Uji cemaran logam Dilakukan persiapan dengan cara ditimbang sampel balsam 1 gram dan masukkan kedalam testube pengenceran 10-1 yang sudah berisi 9 ml PW dan homogenisasi contoh. Dipipet 1 ml pengeneran 101danmasukkankedalamtestubepengenceran 102dan dihomogenkan. Dipipet 1 ml pengenceran 102 dan masukkan ke dalam pengenceran 10 -3 dan dihomogenkan. Dipipet 1 ml dari masing-masing pengenceran ke dalam cawan petri steril secara Triplo. Ke dalam setiap cawan petri dituangkan sebanyak 12 – 15 ml media PCA yang telah dicairkan yang bersuhu 45 ± 1⁰C dalam waktu 15 menit dari pengenceran pertama. Digoyangkan cawan petri dengan hati-hati (putar dan goyangkan ke depan ke belakang serta ke kanan dan ke kiri) hingga contoh tercampur rata dengan pembenihan. Dikerjakan pemeriksaan blangko dengan mencampur air pengencer dengan pembenihan untuk setiap contoh yang diperiksa. Dibiarkan hingga campuran dalam cawan petri membeku. Dimasukkan semua cawan petri dengan posisi terbalik ke dalam incubator dan inkubasikan pada suhu 35 ± 1⁰C selama 24 – 48 jam. Dicatat pertumbuhan koloni pada setiap cawan yang mengandung 25 – 250 koloni setelah 48 jam. Dihitung angka lempeng total dalam 1 gram atau 1 ml contoh dengan mengalikan jumlah rata – rata koloni pada cawan dengan factor pengenceran yang digunakan. Uji Organoleptik Aroma : Diambil sampel secukupnya kemudian hirup aroma dari sapel tersebut dan catat hasil penilaiannya. Warna : Diambil sampel secukupnya kemudian lihat warna dari sampel dan catat penilaian warna dari sampel tersebut. reaksi terhadap kulit : Diambil sampel secukupnya kemudian oleskan pada kulit tangan, tunggu reaksi terhadap kulit dan catat hasil penilaiannya.
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyulingan Buah Pala Dengan Cara Destilasi Uap Tabel 1. Rendemen Minyak
Penyulingan buah pala dengan cara destilasi uap didapatkan rendemen hasil sebesar 1,29%. Pengukuran Viskositas Pada Balsem Metoda Bola Jatuh Tabel 2. Kekentalan Balsem
Viskositas atau kekentalan yang didapatkan pada produk balsam pala adalah sebesar 453,46cp ; 442,46 cpdan 466,79 cp. Dari 3 komposisi sampel yang berbeda, viskositas sampel yang memenuhi standar literatur adalah sampel komposisi 2. Tinggi atau rendahnya kekentalan suatu balsem berpengaruh terhadap kualitas balsam, karena semakin tinggi kekentalan balsam tersebut maka ketahanannya dalam jangka waktu yang cukup lama. Tabel 3. Berat Jenis Balsem
Pada pengukuran berat jenis, didapatkan hasil yang menunjukkan balsem pala memiliki kualitas yang baik dan data yang didapatkan mendekati data pada literatur yang penulis gunakan. Penentuan Bilangan Ester Pada Balsem Tabel 5. Hasil penentuan bilangan ester
Page 83
Pada penentuan bilangan ester, didapatkan hasil yang tidak sesuai dengan literatur yang ada. Bilangan ester yang didapat lebih besar dari pada literatur. Rata-rata bilangan ester yang didapatkan pada sampel balsem adalah 25,15. Hal ini kaena adanya asam lemak yang belum teresterkan dan penyabunan yang terjadi tidak sempurna. Uji Cemaran Logam Pb Tabel 4. Hasil Uji Cemaran Logam Pb
HCl. Angka Penyabunan dilakukan untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak secara kasar. Minyak yang disusun asam lemak berantai C pendek berarti mempunyai berat molekul relative kecil, akan mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya, minyak dengan berat molekul yang besar mempunyai angka penyabunan relative kecil. Angka penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya (mg) KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram (1 g) lemak atau minyak. Alcohol yang ada pada KOH berfungsi untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisa agar mempermudah reaksi dengan basa sehingga membentuk sabun. Penentuan pH balsam Tabel 8. Hasil pengujian pH
Uji Cemaran Mikroba (Angka Lempeng Total) Tabel 6. Hasil uji cemaran mikroba
Setelah dilakukan penentuan pH balsem ini, didapatkan bahwa pH balsem tersebut rata rata adalah 6. Dengan demikian dapat dikatan balsem tersebut cocok dengan kulit manusia karena pH nya memenuhi standar pH pada kulit manusia. Sehingga tidak memungkinkan terjadinya iritasi atau gangguan kulit lainnya pada manusia. Uji Cemaran Logam Cu Tabel 9.Hasil pengujian logam Cu
Hasil didapat dari pembiakkan mikroba dari masing masing sampel pada setiap pengenceran, dapat dilihat bahwa bakteri hanya tumbuh pada sampel balsam percobaan 3 pada pengenceran 10-2 dengan 1 koloni dan didapatkan hasil Uji cemaran mikroba pada sampel balsam percobaan 3 yaitu 0.6 x 102. Pada sampel percobaan 1 dan percobaan 2 tidak terdapat koloni bakteri yang tumbuh dan dinyatakan hasilnya 0. Bilangan Penyabunan Tabel 7. Hasil bilangan penyabunan
Hasil bilangan penyabunan diatas didapatkan dari penitaran KOH berlebih dengan
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Setelah dilakukan uji logam berbahaya pada produk balsem ini, ternyata tidak terdapat cemaran logam Cu sama sekalipun. Pengukuran ini dilakukan dengan sangat teliti dan menggunakan AAS baru yang sangat canggih. Jadi hasilnya
Page 84
dapat dikatakan sangat akurat. Proses preparasi sampel, pembuatan larutan induk, pembuatan larutan intermediet, pembuatan larutan standar pun dilakukan dengan sangat teliti dan sesuai prosedure. Dengan demikian produk balsem ini baik digunakan untuk kulit manusia karena tidak berbahaya.
akan berpengaruh terhadap hasil analisis yang didapatkan.Balsam aromaterapi ini seharusnya dapat ditingkatkan lagi panasnya dengan menambahkan metal salisilat. Tapi karna bahannya susah untuk didapatkan maka penulis hanya dapat membuat dengan bahan yang ada dan mudah untuk didapatkan.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Setelah dilaksanakan penelitian Analisis Terpadu II berupa analisa dan pembuatan produk yang berjudul Balsem Aromaterapi dengan Penambahan Minyak Atsiri Pala (Myristica Fragrans Houtt), didapatkan rendemen hasil dari penyulingan pala dengan cara destilasi uap adalah 1,29 %. Sedangkan pada analisa dari parameter dapat disimpulkan bahwa Viskositas balsem yang didapat yang memenuhi standar literatur adalah 442,46 cp dengan sampel komposisi 2. Berat jenis balsem didapatkan dengan rata-rata 0,9785 g/cm3. Bilangan ester yang didapatkan dari sampel balsem adalah 25,15. Bilangan penyabunan yang didapatkan yaitu 17,56 Serta didapatkan cemaran logam Pb dengan hasil negativ (-). Nilai indeks bias dari minyak pala tersebut adalah 1.478,untuk balsemnya sendiri didapatkan nilai pH nya adalah 6 rata rata.Serta didapatkan cemaran logam Cu dengan hasil negativ (-). Uji cemaran Mikroba yang didapatkan pada balsem yaitu 0,66×102, 0, 0. Pada uji organoleptik, didapatkan kesukaan panelis pada sampel 2, karena sampel 2 memiliki aroma harum, hangat, tidak lengket dan tidak gatal. Juga ditinjau dari hasil analisa sampel, penulis menyimpulkan sampel komposisi 2 yang akan dipasarkan kepada masyarakat.
Aminullah.2010. Formulasi Minyak–Minyak Menguap Menjadi Sediaan Balsem Counterirritant. Unversitas Hasanuddin.
SARAN
Rismunandar. 1990. Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Pustaka Ilmu.
Penulis menyarankan kepada masyarakat agar dapat mengolah hasil bumi yang kita hasilkan, seperti tanaman pala. Karena tanaman ini memiliki banyak manfaat. Pengolahan pala ini tidaklah sulit. Pengolahan pala bisa dijadikan industri kecil yang menghasilkan produk-produk bermutu dan bermanfaat.Selain memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, pala juga memiliki fungsi sebagai aromaterapi untuk relaksasi dan menenangkan. Pengolahan pala bukan hanya untuk produk balsem saja, tetapi juga untuk industri makanan, kosmetik dan obat-obatan serta aromaterapi. Dari praktikum yang telah penulis lakukan, penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar dapat lebih memahami prosedur yang akan dilakukan dan melakukan pengamatan terhadap sampel harus sangat teliti. Karena hal tersebut
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Arif. 2006. Minyak Atsiri dan Pengolahannya. Bogor : Fakultas Pertanian Institut Teknologi Bogor Bambang Djatmiko, dan S. Ketaren. 1980. Analisa Fisiko Minyak Atsiri. Fateta-IPB. Bogor. Caroline. 2011. Pembuatan Minyak Esensial Dengan Cara Destilasi. Depok : Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Hariyanto, B.P dan Madjo, A,B,D. 1990. Jahe, Kerabat, Budidaya, Pengolahan dan Prospek Bisnisnya. Yakarta: Penebar Swadaya. Http://Caramembuatmu.Blogspot.Com/2013/09/Tip s-Cara-Membuat-Balsem-Gosok-Sendiri.Html (diakses pada tanggal 20 Desember 2014) Mayuni, B. S. 2008. Teknologi MinyakAtsiri. Fakultas Teknik Pertanian UniversitasAndalas. Padang. Pengolahan
Wikipedia, 2014, Berat Jenis, http://id.wikipedia.org/wiki/Berat_Jenis diakses pada hari Senin tanggal 24 februari 2015 pukul 17.25 WIB Wikpedia, 2013. Bilangan Ester, http://id.wikipedia.org/wiki/Bilangan_ester diakses pada hari rabu tanggal 4 maret 2015 pukul 11.20 WIB
Page 85
Pembuatan Dan Analisis Tisu Wajah Dari Limbah Kulit Pisang (Musa paradisiata) Wityanita, Fardi Mulia, dan Monika Apriyoni, dan Veronika Simbolon Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel.Kepalo Koto no 13 Kec. Pauh Kota Padang E-mail :
[email protected] ABSTRAK Tisu menjadi komoditi yang memiliki pasaran bagus dikarenakan penggunaannya sangat luas. Tisu merupakan perkembangan dari kertas karena pada proses pembuatannya sama hanya saja tisu wajah lebih tipis dan transparan. Penggunaan Kulit Pisang menjadi alternative baru dalam mengurangi penggunaan bahan dasar kayu untuk pembuatan bubur kertas (pulp) yang semakin tinggi. Tujuan penelitian ini adalah pembuatan tisu wajah yang memanfaatkan bahan alam (lingkungan) yaitu kulit pisang yang kaya akan vitamin C dengan menggunakan larutan NaOH sebagai larutan pemasak dengan waktu pemasakan 90 menit. Parameter yang dianalisa antara lain kadar rendemen, pH, kadar hemiselulosa ,kadar selulosa, kadar lignin, kadar air, kadar abu, uji difusi cakram,, daya serap air pada tisu, ketebalan tisu dan nilai gramatur kertas tisu. Hasil analisa skala triplo didapatkan nilai kadar rendemen sebesar 86,54%, nilai pH 7,39, kadar hemiselulosa sebesar 21,63%,selulosa 49,73%,lignin 1,33%, kadar air 7,9%, kadar abu 1,24 %, uji difusi cakram 1.54 cm2, daya serap air 10,67 mm , ketebalan 0,09 mm dan nilai gramatur kertas tisu sebesar 14,12 g/m2. Kata kunci : Tisu, Kulit Pisang, Bahan Baku Alternative
ABSTRACT Tissues become a commodity which has a good market because of its use is widespread. Tissue paper is the development of the manufacturing process is the same as the only facial tissue is thinner and transparent. Use of Banana Skin becomes a new alternative in reducing the use of materials of wood for the manufacture of pulp (pulp) are higher. The purpose of this research is the manufacture of facial tissue that utilizes natural materials (environment) that banana peel is rich in vitamin C using NaOH solution as the solution of the cooker with cooking time 90 minutes. The parameters analyzed include yield levels, pH, levels of hemicellulose, cellulose content, lignin content, moisture content, ash content, disc diffusion test ,, water absorption in tissue, tissue thickness and tissue paper grammage value. Triplo scale analysis results obtained value of the levels of yield of 86.54%, pH 7.39, hemicellulose content of 21.63%, 49.73% cellulose, lignin 1.33%, 7.9% moisture content, ash content 1 , 24%, 1:54 cm2 disc diffusion test, water absorption 10.67 mm, thickness of 0.09 mm and tissue paper grammage value of 14.12g.m2 Keywords: Tissue, Skin Banana, Raw Materials Alternative
PENDAHULUAN Di Indonesia,kebutuhan akan pulp setiap tahunnya semakin tinggi. Sedangkan perkembangan produksi hutan alam untuk bahan baku pembuatan pulp (kayu) tidak berbanding lurus dengan meningkatnya kebutuhan akan pulp tersebut. Kondisi tersebut mengakibatkan adanya ketimpangan yang tingggi antara ketersediaan produksi kayu dengan kebutuhan kayu nasional. Tingginya tingkat penebangan hutan akibat meningkatnya penggunaan kayu sebagai bahan baku berbagai industri perkayuan menyebabkan perlunya mengganti dengan serat alam non-
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
kayu(Anonim, 1999).Serat alam non-kayu memiliki keuntungan dibandingkan dengan kayu diantaranya adalah kemudahan dipanen dalam waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan pohon kayu dan kemudahannya dibudidaya.Salah satu serat alam non kayu yang dapat digunakan untuk pembuatan kertas adalah kulit pisang.Pisang adalah tumbuhan dengan bentuk hidup herbal dan termasuk dalam family Musacae atau pisang-pisangan.Pisang pada umumnya, ditemukan di daerah tropis. Persebaran tersebut terjadi akibat adanya perdagangan antar negara di daerah tropis (Anhwange et al.,2009).
Page 86
Kulit Pisang merupakan bahan buangan (limbah Pisang) yang cukup banyak jumlahnya.Pada umumnya kulit pisang tidak dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit Pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang menguntungkan (Susanti, 2000). Menurut Basse (2000:20) jumlah kulit Pisang adalah 1/3 dari buah pisang yang belum dikupas. Kandungan gizi dalam kulit Pisang adalah karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi,vitamin B, vitamin C dan air.Pemanfaatan kulit pisang sebagai altenatif bahan baku pembuatan tisu muka selain mengurangi penggunaan bahan baku kayu, alternatif ini juga mengurangi limbah yang ada menjadi lebih bermanfaat. Selain itu, kulit Pisang juga memiliki kadar pati yang tinggi dan tekstur yang tebal serta mengandung selulosa yang merupakan bahan pembuatan kertas tisu. Karena kandungan zat aktif dan vitamin C yang dapat membantu menghilangkan jerawat, dan kadar selulosa yang dapat membantu pembentukan serat pada kertas tisu maka penulis tertarik untuk mengambil penelitian dengan menjadikan kulit Pisang sebagai alternatif baru bahan baku pembuatan tisu muka. Kulit pisang dipilih karena mengandung serat alam (hemiselulosa,selulosa dan lignin) yang dibutuhkan dalam pembuatan kertas tisu sebagai berikut : Hemiselulosa Secara biokimiawi, hemiselulosa adalah semua polisakarida yang dapat diekstraksi dalam larutan basa.Hemiselulosa tersusun atas glukosa rantai pendek dan bercabang.Monomer penyusun hemiselulosa biasanya adalah rantai D-glukosa, ditambah dengan berbagai bentuk monosakarida yang terikat pada rantai, baik sebagai cabang atau mata rantai.Hemiselulosa mudah terdegradasi dan larut dibandingkan dengan selulosa sehingga persentasenya dalam pulp selalu lebih kecil.Kadar hemiselulosa dalam kulit pisang adalah 15-19 %. Besar atau kecilnya persentase hemiselulosa akan mempengaruhi rendemen pulp dan sifat fisik lembaran yang dihasilkan (Isroi, 2010). Selulosa Menurut Subyakto (2009 : 57-65) dalam jurnal Proses Pembuatan Serat Selulosa Berukuran Nano dari Bambu Betung. Bahan dasar dalam industry kertas harus mengandung beberapa komponen salah satunya adalah serat selulosa. Selulosa adalah senyawa organic yang tidak larut dalam air dengan formula (C6H10O5)n yang merupakan kandungan utama dalam serat
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
tumbuhan dan berfungsi sebagai satu polimer yang mengandung unit-unit glukosa jenis animer B yang membolehkan selulosa untuk membentuk suatu rantai yang sangat panjang. Selulosa ini tersusun atas molekul glukosa rantai lurus dan panjang yang merupakan komponen yang paling disukai dalam pembuatan kertas karena berbentuk serat panjang dan kuat.Selulosa memiliki peran penting dalam menentukan karakter serat. Kandungan selulosa pada serat non kayu adalah 36-38 %, sedangkan kandungan serat selulosa pada kulit pisang adalah 36,76% dan kandungan serat selulosa yang baik untuk bahan baku pembuatan kertas adalah diatas 40 % (Nurul Qhosri ; dalam Alitha Yosephine, 2012). Lignin Lignin merupakan produk masaa tubuh tumbuhan yang secara biologis paling lambat dirusak.Dengan demikian, lignin merupakan sumber utama bahan organic yang lambat dirusak oleh asam-asam fuminat yang terdapat didalam tanah. Lignin memiliki spectrum serapan absorpsi ultraviolet (UV) yang khas dan memberikan reaksi warna yang khas dengan banyak fenol dan amino aromatic (Fenge, D. and Wegener, G. 1995 : 13). Kandungan lignin pada umbuhan sangat bervariasi pada spesies kayu kandungan lignin berkisar 20-40 %, sedangkan pada bahan non kayu kandungan ligninnya lebih kecil lagi. Kandungan lignin pada kulit pisang adalah ±20,90% . Pada pembuatan pulp, kadar lignin ditekan sekecil mungkin, tergantung jenis kertas yang dibuat, karena akan memberikan pewarnaan pada pulp. Hal ini disebabkan karena lignin menyebabkan pulp bewarna gelap. Pulp akan mempunyai sifat fisik atau kekuatan yang baik apabila pulp mengandung sedikit lignin. Hal ini dikarenakan lignin bersifat menolak dan kaku, sehingga menyulitkan dalam proses penggilingan (Isroi, 2010). Kulit pisang yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit pisang kepok, dan kulit pisang yang dipilih adalah kulit pisang kepok yang sudah matang, hal tersebut dikarenakan kulit pisang yang sudah matang akan memiliki kandungan getah yang lebih sedikit dibandingkan yang masih mentah, kandungan getah yang tinggi akan mempengaruhi manfaat dari serat alam (selulosa dan hemiselulosa) yang dibutuhkan dari kulit pisang kepok sebagai bahan baku pembuatan kertas tisu (Anonim, 1999).Kertas tisu muka merupakan salah satu jenis kertas yang tergolong ke dalam kertas industri yang banyak digunakan untuk keperluan penyerap keringat.Facial tissue atau tisu muka, biasanya tissue ini bertekstur lembut dan halus, karena fungsinya bersentuhan
Page 87
langsung dengan bagian tubuh yang halus (wajah).Berguna untuk membersihkan wajah, mulut dan bagian tubuh lainnya dari kotoran dan keringat.Spesifikasi kertas tisu wajah ditetapkan pertama kali menjadi Standar Industri Indonesia dengan nomor SII 141 1 – 85 pada tahun 1985.Selanjutnya pada tahun 1 987 SII tersebut diangkat menjadi Standar Nasional Indonesia dengan nomor SNI 14-017A1987.
Cuci Kulit Pisang kepok
Kupas Kulit Pisang kepok
Iris kecil-kecil, kemudian jemur sampai kering
rebus dengan larutan NaOH 2% (1:4) ±1,5 jam
Cuci pulp sampai pH netral dengan aquades
rendam pulp dengan larutan kaporit 5% ± 1 jam
Cuci pulp dengan aquades, sampai bebas chlor
Lakukan pengujian bebas khlor dengan menggunakan larutan perak nitrat
haluskan pulp dengan cara diblender
Tambahkan talkum sebanyak 170 gram untuk 850 gram pulp
lakukan pencetakan dengan menggunakan alat screen
masukan tisu yang sudah jadi ke dalam packingan
BAHAN DAN METODE Metode Penelitian Metoda yang digunakan untuk analisa pulp dantisu wajah dari limbah kulit pisang adalah, untuk pulp digunakan 5 parameter yaitu Penetapan kadar rendemen dan kadar air metoda gravimetri, Penetapan kadar hemiselulosa dan kadar selulosa metoda chesson, dan Penetapan kadar lignin berdasarkan nilai bilangan kappa. Dan untuk analisa kertas tisu wajah menggunakan 6 parameter yaitu Penetapan kadar air dan kadar abu metoda gravimetri, Uji daya serap air, Uji gramatur kertas tisu, Uji efektivitas mikroba metoda difusi cakram,Uji ketebalan kertas tisu dan pH pada kertas tisu metoda ekstraksi Alat dan bahan pembuatan produk Alat Gelas Labu ukur 100 mL,gelas piala 250 mL, gelas piala 250 mL, kacar arloji,corong 75 mm, batang pengaduk. Alat Nongelas Botol semprot, kompor dan gas. Bahan Kulit pisang kepok matang yang sudah dikuliti lalu dijemur kering, larutan Natrium Hidroksida(NaOH) 2%, Larutan Perak Nitrat (AgNO3) 0,1N, Larutan Kalsium Hipoklorit [Ca(OCl)2] 5%, tepung talcum dan tepung kanji. Sumber bahan baku pembuatan tisu wajah Bahan baku terdiri dari kulit pisang kepok yang telah matang, tepung talcum, dan tepung kanji. Kulit pisang kepok didapatkan dari limbah penjual gorengan pisang kaki lima di Jalan Adinegoro Lubuk Buaya, Padang.Tepung talcum yang digunakan sebagai bahan pelembut dibeli di tempat penjualan bahan kimia yaitu di took Bratachem di Jalan H.Agus Salim No.56, Padang. Tepung kanji yang digunakan sebagai bahan perekat dibeli di took penjual bahan masakan di pasar Lubuk Buaya, Padang. Prosedur pembuatan produk
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Gambar 1. Skema Pembuatan Produk Penetapan kadar rendemen pada pulp metoda chesson Ditimbang pulp hasil pemasakan dalam keadaan basah (A g) Kemudian diambil contoh (B gr), dikeringkan dalam oven pad asuhu 102 ℃ selama 3 jam sampai 24 jam, dilakukan penimbangan hingga didapatkan bobot konstan. Penetapan kadar hemiselulosa dan selulosa metoda chesson Ditimbang 0,5 gram bahan kering (pulp kering) dimasukan dalam gelas piala 250 mL, ditambahkan 75 mL aquades. Dipanaskan larutan selama 30 menit di dalam penangas 100 ℃. Dilakukan penyaringan, residu dicuci dengan 150 mL air panas. Dikeringkan residu pada oven bersuhu 105 ℃ hingga beratnya konstan (a)Residu kering (a) dimasukan kedalam erlenmeyer 250 mL, ditambahkan 75 mL H2SO4 1N, kemudian direfluk pada penangas air 100 ℃ selama 30 menit. Dilakukan penyaringan dan
Page 88
residu dicuci dengan aquades sampai pH filtrate netral. Residu dikeringkan hingga beratnya konstan dan ditimbang (b)Residu kering (b) dimasukan lagi ke erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan 5 mL larutan H2SO4 72 %, direndam 15 menit pada suhu kamar. Kemudian ditambahkan 75 mL H2SO4 1N (untuk pengenceran), dipanaskan pada penangas air suhu 100 ℃ selama satu jam.Lakukan penyaringan dan cuci dengan aquades hingga volume filtrate netral. Residu dikeringkan kembali, dan lakukan penimbangan hingga didapat beratn konstan (c). Penetapan kadar lignin berdasarkan nilai bilangan kappa Dikondisikan contoh uji dalam udara dekat timbangan tidak kurang, 20 menit sebelum melakukan penimbangan. Ditimbang 1,5 g contoh (ketelitian 0.001 g), dimasukkan ke dalam gelas piala. Ditambahkan 250 ml air suling, kemudian diuraikan dengan disintegrator/blender sampai serat-serat terurai. Pemakaian Kalium permanganat harus diantara 30 dan 70 persen. Dipindahkan contoh yang telah terurai ke dalam gelas piala 1000 ml dan bilas gelas piala dengan air suling secukupnya sampai mencapai jumlah 400 ml. Suhu air suling harus 25,0 ± 0,20C. Letakkan gelas piala dalam penangas air bersuhu 25,0 ± 0,20C dan aduk perlahan menggunakan magnetic stirrer selama berlangsungnya reaksi ± 15 menit. Dipipet 50,0±0,1 mL larutan Kalium permanganate 0,1000±0,0005 N dan 50 mL larutan asam sulfat 4,0 N ke dalam gelas piala, 250 ml. Letakkan gelas piala dalam, penangas air 250C. Dituangkan larutan Kalium permanganat dan asam sulfat tersebut ke dalam gelas piala yang berisi contoh.Bilas gelas piala dengan air suling jangan lebih dari 5 ml, dimasukkan air pembilas ke dalam gelas piala.Jumlah volume harus 500 ± 10 ml dibiarkan reaksi berjalan selama 10 menit (ukur denganstop watch). Setelah 10 menit tepat, hentikan reaksi dengan menambahkan larutan Kalium iodida 1,0 N sebanyak 10 mL. Dilakukan titrasi dengan larutan natrium thiosulfat 0,2 N setelah terbentuk iodium bebas (timbul warna kuning). Sebagai indikator ditambahahkan beberapa fetes larutan kanji sampai timbul warna biru, Dilanjutkan titrasi sampai warna biru hilang. Dicatat pemakaian larutan Natrium thiosulfat sebagai titrasi a ml. Kerjakan blanko seperti pada butir 2 s/d 8, tanpa menggunakan pulp, Dicatat pemakaian larutan Natrium thiosulfat dalam titrasi blanko sebagai b ml. Setelah didapat nilai bilangan kappa hitung
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
kadar lignin dengan mengalikan nilai bilangan kappa dengan 0,15%. Penetapan kadar air tisu wajah metoda gravimetri Ditimbang pulp yang telah dikeringkan sebanyak 1 gram dengan neraca analitik. Sampel kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 110 ℃ selama satu jam. Setelahsatu jam dikeluarkan sampel dari oven, kemudian dimasukan kedalam eksikator, setelah dingin, ditimbang bobot tetapnya (sampai didapatkan bobot konstan). Penetapan kadar abu pada tisu wajah metoda gravimetri Dikonstankan cawan porselen didalam oven dengan suhu1050C selama 2 jam. DiTimbang 2 gram sampel dengan neraca analitik. Dimasukkan kedalam cawan porselen. Diarangkan diatas kompor gas hingga pada proses pembakaran sampel yang dibakar tidak mengeluarkan asap lagi. Dimasukkan dalam furnace dipanaskan selama 2 jam dengan suhu 5750C. Didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Dimasukkan dalm oven dengan suhu dengan suhu 1050C selama 2 jam. Didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Ditimbang ulangi pekerjaan ini hingga didapatkan bobot konstan. Dilakukan pengerjaan secara duplo. Penetapan nilai pH Dimasukkan contoh uji kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan aquadest sampai volume menjadi 100 cc. Dibiarkan selama ± 1 jam dan kocok setiap selang waktu 15 menit. dinyalakan alat pH dan dibiarkan selama ± 15 menit kemudian menstandardisasinya dengan larutan buffer pH 4 dan pH 7, kemudian tentukan titik nolnya. Dituangkan larutan ekstrak contoh kertas kedalam gelas piala 100 cc. Kemudian diukur nilai pH-nya pada alat pH meter dengan membaca dan mencatat langsung pada alat pH meter. Dilakukan pengujian tiga kali (triplo) untuk masing - masing. Uji efektivitas mikroba metoda difusi cakram a. Pembuatan media :Ditimbang 2 gram media NA menggunakan neraca kasar dengan gelas piala. Ditambahkan aquades 100 ml. Aduk media hingga larut. Dipanaskan media diatas kompor gas sampai warnanya bening sambil diaduk. Setelah bening media siap untuk disterilkan diautoclave. b. Preparasi sampel : Disterilkan semua alat didalam oven. Dilarutkan kertas tisu sesuai pengenceran yaitu 1 lembar ketas tisu dilarutkan dalam 50 ml aquades steril, 2 lembar kertas tisu dilarutkan dalam 50 ml aquades
Page 89
steril, dan 3 lembar kertas tisu dilarutkan dalam 50 ml aquades. Dipotong kertas saring dengan ukuran uang logam Rp.100 yang telah disterilisasi didalam oven dan dimasukkan potongan tersebut kedalam masing-masing larutan tisu tersebut. Direndam kertas saring tersebut selam 30 menit. Dibuat suspensi bakteri murni dengan cara: (dimasukkan 10 ml aquades steril dalam biakan murni dan Goyang tabung reaksi sampai koloni bakteri lepas dari agar). c. Uji difusi cakram :Dipipet 1 ml suspensi bakteri dimasukkan dalam cawan petri steril secara aseptic. dituang media NA steril kedalam cawan yang telah terisi suspensi bakteri dan dibiarkan semi beku. Dimasukkan kertas saring yang telah direndam tadi diatas media NA letakkan dibagian tengah. Dimasukkan dalam inkubator dan inkubasi selama 1-2 hari.Ukur luas daerah Halo dan tentukan Potensi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan chesson
kadar
rendemen
pulp
metoda
Tabel 1.Hasil analisis kadar rendemen pulp
Dari table diatas didapatkan rata-rata kadar rendemen pulp sebesar 86,54% dan telah memenuhi syarat dari standar acuan maka sampel tersebut memiliki kualitas yang baik untuk digunakan. Penetapan chesson
kadar
hemiselulosa
metoda
Tabel 2. Hasil analisis kadar hemiselulosa
Uji daya serap air Disiapkan alat yang diperlukan seperti gelas piala, benang, stopwatch dan tisu. Digantungkan tisu dengan benang dengan posisi tegak lurus, celupkan dimana salah satu ujungnya mengenai dasar air. Dihidupkan stopwatch selam 60 detik. Diamati dan catat tinggi peresapan air pada jalur uji dalam milimeter. Dilakukan pengerjaan ini pada 3 lembar sampel tisu. Uji ketebalan kertas tisu Dimasukkan bagian pinggir tisu kedalam mikrometer sekrup. Dibaca skala utama dan miniskus pada alat mikrometer sekrup. Dimasukkan bagian tengah tisu kedalam mikrometer sekrup. Dibaca skala utama dan miniskus pada alat mikrometer sekrup. Dilakukan pengerjaan ini pada 3 lembar sampel tisu. Uji gramatur kertas tisu DiUkuran luas contoh uji paling baik adalah 100 mm x 100 mm sejumlah 5 lembar untuk kertas dan kertas tisu. Dipotong contoh uji sesuai dengan butir 1.a. Catat luas contoh uji yang akan ditimbang.Timbang contohuji tersebut. Ulangi perlakuan butir 2.b.sampai 5 kali.
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Dari table 2 dapat dilihat bahwa kadar hemiselulosa yang terkandung dalam pulp memenuhi standar. Jadi pulp dengan mutu hemiselulosa yang baik, akan menghasilkan daya tarik yang bagus pada kertas tisu Penetapan kadar selulosa metoda chesson Tabel 3. Hasil analisa kadar selulosa
Dari table 3 dapat dilihat kadar selulosa yang didapat setelah analisis sesuai dengan standar baku mutu selulosa didalam pulp atau bubur kertas dengan batas kadar selulosa pada pulp adalah >40%. Karena hasil analisis kadar selulosa sesuai dengan standar, maka pulp dari kulit pisang ini bisa digunakan untuk pembuatan kertas tisu dari kulit pisang.
Page 90
Penetapan kadar lignin Tabel 4. Hasil analisa kadar lignin
Dari tabel 4 dapat dilihat kadar lignin yang didapat setelah hasil analisis yaitu 1,33 % dimana hasil tersebut sesuai dengan standar baku mutu kadar lignin didalam pulp atau bubur kertas dengan batas kadar lignin pada pulp >10%. Besar atau kecilnya kadar lignin yang didapat akan berpengaruh pada mutu pulp. Jika kadar lignin yang didapat <10% maka pulp akan lebih bewarna gelap dan memerlukan larutan pemutih yang lebih banyak atau sebaliknya jika kadar lignin >10% bearti pada proses pemutihan tidak memerlukan larutan pemutih yang terlalu banyak sehingga pekerjaan yang dilakukan lebih effisien dan limbah larutan pemutih yang dihasilkan tidak terlalu banyak sehingga mepermudah proses penetralan limbah dan tidak membahayakan lingkungan. Karena hasil analisis kadar lignin sesuai dengan standar, maka pulp dari kulit pisang ini bisa digunakan untuk pembuatan kertas tisu dari kulit pisang. Penetapan nilai uji gramatur kertas Tabel 5. Hasil analisis uji gramatur kertas
Dari tabel 5 dapat dilihat hasil analisis uji gramatur kertas tisu yang dilakukan pada 5 contoh uji dengan luas masing- masing 100mm ×100 mm dengan berat penimbangan masing-masing sampel berkisar antara 13-14 gram sehingga didapatkan rata-rata hasil pengujian 14,12 g/m 2. Hasil yang didapat sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam SNI14-0173-1987 tentang syarat mutu kertas tisu muka yaitu 12,5-18 g/m2. Besar atau kecilnya nilai gramatur dari tisu kulit pisang ini berbanding lurus dengan nilai ketebalan tisu, semakin besar nilai gramatur maka tingkat ketebalan tisu semakin besar juga, atau sebaliknya semakin kecil nilai gramatur maka tingkat ketebalan tisu akan semakin kecil atau dengan kata lain tisu tersebut semakin tipis.
Dari table diatas didapatkan rata-rata kadar air sebesar 7,9% dan telah memenuhi syarat dari standar acuan maka sampel tersebut memiliki kualitas yang baik untuk digunakan. Penetapan nilai pH Tabel 7.Hasil analisis uji pH
Dari tabel data diatashasil pH yang didapatkansesuaidenganSNI 14-0173-1987maka sampel tersebut baik untuk digunakan. Penetapan kadar abu pada pulp Tabel 8.Kadar Abu Pada Pulp
Pada penetapan kadar abu yang telah dilakukan didapatkan hasil berturut-turut jika dirata-ratakan yaitu 1,24 yang tidak melebihi standar yang telah ditetapkan SNI 14-0173-1987, kadar abu yang ditetapkan oleh SNI yaitu maksimal 2 %. Kadar abu menentukan dari kualitas tisu jika kadar abu terlalu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya pendebuan dan membuat kertas menjadi rapuh atau kaku. Uji difusi cakram pada tisu Tabel 9. Uji Difusi Cakram Pada Tisu
Penetapan analisis kadar air metoda gravimetri Tabel 6. Hasil analisis kadar air Pada analisa uji difusi cakram yang telah dilakukan didapatkan hasil pada pengenceran I
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Page 91
yang mana 1 lembar kertas dilarutkan dalam 50 ml aquades steril tidak didapatkan daerah halo yang artinya 1 lembar kertas tisu TIDAK efektif membunuh bakteri wajah Staphylococcus aureus. Pengenceran II,2 lembar kertas tisu dilarutkan dalam 50 ml aquades steril tidak didapatkan daerah halo artinya 2 lembar tisu jugaTIDAK efektif membunuh bakteri wajahStaphylococcus aureus. Pada pengenceran III, 3 lembar tisu dilarutkan dalam 50 ml aquades steril didapatkan rata-rata daerah halo sebesar 1,54 cm 2 artinya 3 lembar tisu efektif membunuh bakteri wajah Staphylococcus aureus.Sesuai dengan latar belakang yang telah dibuat bahwa tisu wajah dari limbah kulit pisang ini mampu membunuh bakteri wajah
yang bermanfaat dan juga bernilai ekonomis.Penulis juga mengharapkan kepada pembaca yang berkeinginan untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut terhadap Tisu Wajah berbahan dasar limbah kulit pisang.
Uji Daya Serap Air Pada Tisu
Hendro Soenarjono. 1998. Teknik Memanen Buah Pisang agar Berkualitas Baik.Trubus no. 341.
Tabel 10. Uji Daya Serap Air Pada Tisu
DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional.Standar Nasional Indonesia.co.id Dwidjoseputo, D. 2005. Mikrobiologi.Djambatan : Jakarta
Dasar-dasar
Fessenden.1994.Kimia Organik Jilid II.Erlangga. Jakarta
Irianto, Koes. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Wyrama Widya : Bandung Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan bahwa ketebalan tisu yang telah dirata-ratakan adalah 0,09 mm.Pengukuran dilakukan dari bagian tepi dan tengah tisu tersebut. Tisu yang dianalisa memiliki ketebalan yang sama dan rata jika dilihat dari data yang didapatkan tisu tersebut memiliki ketebalan cukup. KESIMPULAN Setelah dilaksanakan penelitian berupa pembuatan produk tisu wajah dan analisisnya yang berjudul Pembuatan Tisu Wajah dari Limbah Kulit Pisang dan didapatkan hasil analisa dari parameter untuk bahan dasar kulit pisang dalam bentuk pulp yaitu kadar rendemen sebesar 86,54%, kadar hemiselulosa 21,63%, kadar selulosa 49,73%, kadar lignin 1,33% dan kadar abu sebesar 1,24%, serta untuk analisa parameter sampel tisu didapatkan nilai gramatur sebesar 14,12 g/m2, kadar air 7,90%, nilai pH 7,12, uji efektivitas mikroba metoda difusi cakram sebesar 1,54 cm 2, daya serap air 10,67mm dengan kecepatan serap 1,8×10-4 m/s dan ketebalan pada kertas tisu adalah 0,09mm. Dari data yang telah didapatkan Tisu Wajah Dari Limbah Kulit Pisang dapat dipasarkan kepada masyarakat karena sesuai dengan SNI Kertas Tisu Muka (Revisi Sni 14-1073-1987). SARAN Penulis mengharapkan kepada masyarakat agar dapat mengolah dan memanfaatkan kembali limbah kulit pisang yang selama ini kurang dimanfaatkan dapat dijadikan sebuah produk
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Island B,. Cicilia, N., dan Anang G. 2003. Prospek dan Potensi Pemanfaatan Kayu Karet Sebagai Substitusi Kayu Alam. Jurnal Ilmu dan Teknologi KayuTropis Vol. 1. No. 1. James clark. 1987. Pulp and Paper Techonology. McGrow Hill BookCompany. New York Rismunandar. 1990. Membudidayakan Tanaman Buah-buahan. C.V. Sinar Baru.Bandung. Syamani.F.A., Prasetiyo. K.W., Budiman. I., Subyakto, dan Subiyanto. B. 2008. Sifat Fisis Mekanis Papan Partikel dari Serat Sisal atau Serat Abaka setelah Perlakuan Uap.J. Tropical Wood Science and Technology Vol. 6 . No. 2 .2008 Subiyanto, B., Raskita, S., dan Efendy, H. 2003.Pemanfaatan Serbuk Sabut Kelapa sebagai Bahan Penyerap Air dan Oli Berupa Panel Papan Partikel.Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 1. Van Steenis, C.G.G.J., D. Den Hoed, S. Bloembergen dan P.J. Eyma. 2002. Flora. P.T. Pradnya Paramita. Jakarta. YayanSutrian. 1992.Pengantar AnatomiTumbuhtumbuhan. Rineka Cip Elyani.1999. Pengetahuan Bahan Kertas.Balai besar selulosa. Bandung.
Baku
Page 92
PEMBUATAN DAN ANALISIS EFEKTIF MIKROORGANISME DARI LIMBAH CAIR PABRIK TAHU,BEKATUL DAN LIMBAH SAYURAN Yeni Hermayanti, Nofal Henri, Suci nurjanah, Tesya Zulfida Putri dan Yosi Rahmatika Sari Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel.kapalo koto no 13 Kec. Pauh Kota Padang Email :
[email protected]
ABSTRAK EM 4 merupakan suatu cairan berwarna kecoklatan dan beraroma manis asam (segar) yang didalamnya berisi campuran beberapa mikroorganisme hidup yang menguntungkan bagi proses penyerapan/persediaan unsur hara dalam tanah. Penulis melakukan variasi pembuatan EM 4 yang bahan dasar EM 4 biasanya dari air beras diganti menjadi air limbah dari proses pembuatan tahu dan sampah sayur. Diketahui, limbah air tahu ini dapat dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan mikroba dan kandungan unsur haranya dibutuhkan oleh tanaman. Proses Fermentasi EM 4 dilakukan selama 4 minggu dan kemudian di analisis, maka di dapatkan hasil sebagai berikut: Nitrogen 1,1 %, kadar Fe 2,03 ppm, posfor 4,92 %, Kalium 1,25 %,C-Organik 0,33 %, Cu 0 ppm, Mg 39× 104, Zn 7,48 ppm, Pb 0 ppm, E-Coli 0 (-), Mn 6,05 ppm, dan pH EM 4 4,58. Hasil tersebut sesuai dengan yang di syaratkan dan sesuai standar dari Kementrian Pertanian (Permenpan No.70/ permenpan/ SR.140 /10 /2011). Kata kunci : EM 4, Unsur Hara, Limbah Cair Pabrik Tahu ABSTRACT EM 4 is a brownish liquid and sweet-scented acid (fresh) which contains a mixture of several live microorganisms that are beneficial for the absorption / supply of nutrients in the soil. The author did a variation of making the base material EM4 EM 4 usually of rice water was changed to the wastewater from the process of making tofu and vegetable bins. Known, tofu wastewater this can be used as microbial growth media and content elements needed by plants. Fermentation Process EM 4 for 4 weeks and then in the analysis, then get the following results: 1.1% nitrogen, 2.03 ppm Fe content, 4,92 % Phosfor, 1,25 % Kalium, 0,33 % C-Organik, o ppm Cu, 39× 104 Mg, 7,48 ppm Zn, 0 ppm Pb, 0 (-) E-Coli, 6,05 ppm Mn, and pH of the EM4 4.58. These results are in accordance with other requirements and standards of the Ministry of Agriculture (Permenpan No. 70 / PERMENPAN / SR.140 / 10/2011). Key word : EM 4, Nutrients, Tofu Wastewater
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Page 93
PENDAHULUAN Sebagian besar masyarakat memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan. Sampah sebagai sumberdaya mempunyai nilai ekonomis dapat dimanfaatkan, misalnya untuk sumber energi, kompos, pupuk atau pun bahan baku industri. Salah satu contoh pemanfaatan yang lainnya adalah menjadikan sampah sebagai mikroorganisme local (MOL). Bahan MOL siap pakai sebenarnya banyak dijualan di pasaran. Namun kenyataannya, pembuatan (MOL) sangat mudah dilakukan. Dikarenakan bahan-bahan pembuatnya ada di sekeliling kita, seperti air limbah tahu dan sampah sayuran yang pemanfaatannya belum sempurna bahkan terbuang begitu saja. Pada saat proses pembuatan tahu, air limbah tahu biasanya hanya dibuang begitu saja. Air limbah tahu yang terbuang tersebut menimbulkan pencemaran dari segi bau dan warnanya yang kehitaman. Padahal air limbah tahu dan ampas tahu bisa dimanfaatkan untuk pembuatan Molekul Mikroorganisme ( MOL). Biasanya pada pembuatan MOL salah satu bahan dasarnya adalah air beras seperti produk EMRAS ( EM dari air beras) yang banyak di pasaran, oleh karena itu penulis mencoba membuat sebuah inovasi dengan mengganti bahan dasar air beras tersebut menjadi air limbah dari pabrik tahu. Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukan bahwa air limbah tahu masih dapat dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan mikroba karena mengandung protein cukup tinggi. menurut hermayanti (2009) komposisi air limbah tahu (whey) terdiri dari gula pereduksi (0,09) total gula (0,32%) protein (0,20%) dan NaCI (0,38%). Limbah air tahu juga mengandung N, P, K, Ca, Mg, dan C organik yang berpotensi untuk meningkatkan kesuburan tanah. MOL atau yang disebut juga EM 4 adalah suatu cairan yang berwarna kecoklatan yang beraroma manis asam (segar) yang didalamnya berisi campuran mikrorganisme hidup sejenis bakteri baik yang dibuat untuk pembusukan sampah organik sehingga dapat dimanfaatkan dalam pengomposan. MOL EM4 ini juga mengandung zat-zat kimia yang tak dimiliki pupuk anorganik. Sehingga dengan pembuatan MOL ini petani tidak tergantung pada pupuk kimia yang semakin tinggi.
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Campur semua bahan sesuai takaran dengan perbandingan (5 kg Limbah sayur : 7,5 air limbah tahu : 5 kg Bekatul : 1 kg gula merah) Saring dan cairan EM1 di campur dg sampah sayur
Masukkan ke suatu wadah penampung
Diamkan Pembuatan produk selama satu minggu dan jadi EM 1
Diamkan selama satu minggu dan jadi EM 2
Saring dan cairan EM 2 dicampur dg bekatul, gula merah dan air
limbah tahu Diamkan lagi selama satu minggu tanpa menambah apapun Jadilah EM 4 dan Produk siap untuk dikemas
Diamkan selama satu minggu dan jadi EM 3
Gambar 1. Skema Pembuatan Produk Metodologi yang digunakan untuk anauk EM 4 ini yaitu Penentuan Kadar C-Organik, Penentuan Kadar Kalium, Penentuan Kadar Logam Cu, Mn, Zn, Pb, Fe metoda SSA, Penentuan Kadar Phospor Metoda Spektrofotometri Uv-Vis, Penentuan kadar fosfor, Penentuan Kadar Ion Ca Dan Ion Mg Metoda Kompleksometri, Pengujian Escherichia Coli metoda MPN, dan Penentuan Derajat Keasaman (pH) Metoda pH Meter. Sumber bahan baku pembuatan EM 4: Limbah air tahu diambil langsung dari pabrik tahu yang bertempat di kalawi, sampah sayur diambil di Bandar Buat, bekatul didapatkan di heller padi dan gula merah dibeli di warung.
Page 94
BAHAN DAN METODE Alat yang digunakan adalah alat gelas yang terdapat di Laboratorium, Oven, Incubator, Autoclave, Desikator, Neraca analitik, Neraca kasar, Kompor gas, Spektrofotometri UV-VIS, Spektrofotometri Serapan Atom, Flamefotometri, Bahan Sampel, H2SO4 Pekat, K2Cr2O7 2 N, FeSO4 0.2 N, H2SO4 4 N, KMnO4 0,1 N, (NH4)2C2O4 4%, Titrisol Cu, NH3OH, HCL, Larutan Supresor ( CaCO3 + HCL ), K2HPO4, Kertas Saring, aquadest, aquabidest, batu Didih, HNO3, Na2HPO4, HCLO4 70 %, Ammonium molibdat, Ammonium vanadat, HNO3 pekat, HNO3 5 N, Kertas saring whatman no 42, Titrisol Pb, Tri Etanol Amine 1 : 1, Indicator murexcid, Larutan buffer pH 10, Na2S, Indicator EBT, Larutan EDTA, Indicator Murexid, KOH 3 N, sampel EM4, Aquades, Aquabides, Titrisol Fe, HNO3 Pekat, Kertas saring whatman no 42, Vaselin, H2SO4 0,25N, NaOH 40%, NaOH 0,25 N, Indicator campuran conway, Indicator PP, H2SO4 pekat, Kertas saring membrane 0,45 µm, Larutan BPW 0,1 % (Buffered Pepton Water 0,1%), Media BGLB (Brilliant Green Agar), Media LB (Lactosa Broth), Larutan induk Mn 1000 ppm, Larutan induk Zn 1000 ppm Prosedur Kerja Penentuan Kadar C-Organik Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dengan menggunakan neraca analitik, dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL, ditambahkan 15 mL H2SO4 pekat dan 10 mL K2Cr2O7 2N, dilakukan proses destruksi diatas nyala api kompor gas sampai warna larutan telah jernih kehijau-hijauan, didinginkan dan encerkan dengan aquades didalam labu ukur 100 mL, paskan dan homogenkan, disaring dengan kertas saring, dipipet 10ml fitrat dan masukkan kedalam Erlenmeyer 250 mL, ditambahkan 12 mL FeSO4 0.2 N, ditambahkan 25 mL H2SO4 4N, dititar dengan KMnO40,1 N hingga titik akhir titrasi, lembayung muda. Catat volume titrasi yang terpakai, dilakukan titrasi secara duplo, dilakukan prosedur yang sama untuk blanko. Penentuan Kadar Kalium Persiapan larutan contoh : Ditimbang 5 gr contoh dengan teliti dan masukkan ke dalam gelas piala, ditambahkan 10 mL HCl, 100 mL aquadest dan didihkan selama 5 menit, didinginkan, pindahkan ke dalam labu ukur 250 mL kemudian encerkan dengan aquadest sampai tanda tera, homogenkan dan saring dengan kertas saring whatman 42, dipipet larutan contoh 10 mL dan masukkan ke dalam labu ukur 100 mL, ditambahkan 5 mL larutan supresor, encerkan dengan aquadest dan
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
homogenkan. Ukur dengan flame photometer dan catat konsentrasinya. Pembuatan Larutan Standar dan deret standar : Dilarutkan 0.2314 gram K2HPO4 dengan aquadest dalam labu ukur 250 mL. paskan dan homogenkan, sehingga diperoleh larutan standar kalium sebagai K2O dengan konsentrasi 500 ppm, dipipet 20 mL larutan standar kalium sebagai K2O 500 ppm ke dalam labu ukur 100 mL, maka didapatkan larutan intermediet 100 ppm, dimasukkan 0 mL, 2,5 mL, 5 mL, 7,5 mL, 10 mL dan 12,5 mL larutan intermediet masing – masing kedalam labu ukur 50 mL, dipaskan dengan aquadest sampai tanda tera dan homogenkan sehingga diperoleh konsentasi 0, 5, 10, 15, 20, 25 ppm, dilakukan pengukuran dengan flame photometer, dan hitung kadar kalium. Penentuan Kadar Logam Cu Cara Kerja Persiapan sampel : Sampel diambil sebanyak 100 mL dan masukan kedalam gelas piala, ditambahkan HNO3 pekat sebanyak 5ml, ditutup dengan kaca arloji, dipanaskan hingga volumenya berkurang setengah dari volume awal (sampel), ditambahkan lagi HNO3 pekat sebanyak 5ml, dipanaskan kembali hingga larutan sampel jernih, dinginkan larutan sampel yang telah didestruksi,dimasukan kedalam labu ukur 100 mL, himpitkan hingga tanda tera lalu homogenkan.Pembuatan Larutan Standar dan Deret Standar : Dipipet Titrisol Cu sebanyak 10 mL, lalu Larutkan dengan aquades dalam labu ukur 100 mL, tera lalu homgenkan, sehingga didapat larutan intermediet (100ppm), dimasukan larutan intermediet (100ppm) kedalam buret, dibuatlah deret standar dengan masing-masing konsentrasi 0, 2, 4, 6, 8, 10 (ppm), dimasukan larutan intermediet dari buret kedalam labu ukur 50 mL dengan volume sesuai dengan masing-masing konsentrasi yang sudah ditentukan, ditambahkan HNO3 pekat 5 mL pada masing-masing deret standar, lalu himpit hingga tanda tera dan homogenkan. Pengukuran larutan sampel : Disaring larutan yang sudah ditera dalam labu ukur 100 mL dengan kertas saring lipat berlipat, diambil filtratnya sebagai larutan sampel yang siap diukur, dilakukan pengukuran ion logam Cu, diukur dengan SSA. Penentuan Kadar Mn Metoda SSA Persiapan Contoh : Sampel 100ml didalam gelas piala, ditambahkan 5ml HNO3 pekat, larutan dipanaskan hingga berubah menjadi bening, dipindahkan kedalam labu ukur, dan dipaskan hingga tanda tera menggunakan aquabidest, dihomogenkan, larutan disaring, contoh siap untuk diukur dengan SSA. Persiapan Larutan Intermediet : Titrisol Mn 1000 ppm dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml,
Page 95
dipaskan dengan aquabidest hingga tanda tera, lalu, dihomogenkan. Persiapan Deret Standar, larutan intermediet dimasukkan kedalam buret, lar. Intermediet dimasukkan kederet sesuai konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4, 5 ppm, ditambahkan 5 ml HNO3 pekat, dipaskan dengan aquabidest hingga tanda tera, lalu, dihomogenkan, deret siap untuk diukur dengan SSA. Penentuan Kadar Zn Metoda SSA Persiapan Contoh: Sampel 100ml didalam gelas piala, ditambahkan 5ml HNO3 pekat, larutan dipanaskan hingga berubah menjadi bening, dipindahkan kedalam labu ukur, dan dipaskan hingga tanda tera menggunakan aquabidest, dihomogenkan, larutan disaring, contoh siap untuk diukur dengan SSA. Persiapan Larutan Intermediet: Titrisol Zn 1000 ppm dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, dipaskan dengan aquabidest hingga tanda tera, lalu dihomogenkan. Persiapan Deret Standar: Larutan intermediet dimasukkan kedalam buret, lar. Intermediet dimasukkan kederet sesuai konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4, 5 ppm, ditambahkan 5 ml HNO3 pekat, dipaskan dengan aquabidest hingga tanda tera, lalu dihomogenkan, deret siap untuk diukur dengan SSA. Penentuan Kadar Ion Logam Pb Metoda SSA Pembuatan Larutan Induk: Titrisol Pb 1000 ppm. Persiapan Contoh: Sampel dihomogenkan dengan cara di kocok, dimasukkan 100 ml sampel yang sudah dihomogenkan ke dalam gelas piala, ditambahkan 5 ml asam nitrat (HNO3) ke dalam gelas piala yang berisi sampel, sampel di panaskan di pemanas listrik sampai larutan sampel hampir kering, sampel yang hampir kering tersebut, kemudian ditambahkan 50 ml aquabidest, disaring sampel dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan aquabiest sampai tanda batas, diukur kadar sampel dengan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) pada panjang gelombang 283,3 nm. Pembuatan Larutan Intermediet: Dipipet 10 ml Tritisol Pb 1000 ppm dengan pipet gondok, masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, tambahkan aquabidest sampai tanda tera dan homogenkan. Pembuatan Deret Standar: Dimasukkan larutan intermediet dengan volume masing-masing untuk masingmasing [ ] (0 ppm, 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm), ditambahkan aquabidest hingga tanda tera dan homogenkan, diukur deret dengan AAS dari [ ] terkecil. Penentuan Kadar Fe Metoda SSA Pembuatan larutan induk Fe 1000ppm: Dituangkan larutan logam Fe 1 ml dari kemasan ke dalam labu ukur 1000 ml, ditambahkan 5 ml asam nitrat pekat, tambahkan aquabidest
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
sampai tanda tera, lalu homogenkan. Pembuatan larutan induk Fe 100 ppm: Diipet 10 ml larutan Fe 1000 ppm, kemudian masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, dipaskan dengan aquabides sampai tanda terra. Pembuatan deret standar: Dipipet 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 ml larutan intermediet Fe 100 ppm masing masing ke dalam labu ukur 50 ml, ditambahkan aquabidest sampai tanda terra lalu homogenkan. Persiapan sampel (destruksi basah): Dipipet 100 ml sampel dengan pipet gondok, masukkan ke dalam gelas piala, tambahkan 5 ml HNO3 pekat pada, dipanaskan sampai mendidih smpai setengah larutan tersisa, tambahkan lagi 5 ml HNO3 pekat danpanaskan kembali, pindahkan ke dalam labu ukur 100 ml, dipaskan dengan aquabides sampai tanda tera lalu homogenkan, disaring sampel dengan kertas saring whatman, sampel siap diuji Pengukuran kadar Fe: Aspirasikan larutan standar dan sampel ke alat AAS melalui pipa kapiler, baca dan catat nilai absorbannya, buat kurva kalibrasi untuk mendapatkan persamaan garis regresi, hitung kadar Fe. Penentuan Kadar Phospor Metoda Spektrofotometri Uv-Vis Pembuatan larutan induk 500 ppm: Timbang 0.1250 gram Na2HPO4 dengan Neraca Analitik, larutkan didalam labu ukur dengan aquadest sampai volume 250 mL, kemudian dipaskan sampai tanda tera,lalu homogenkan. Pembuatan larutan intermediet 100 ppm: Pipet 20 ml larutan induk dengan pipet gondok, lalu di masukkan kedalam labu ukur 100 ml, dan dipaskan sampai tanda tera.Pembuatan larutan deret standar: Pipet 0, 5, 10, 15, 20 mL larutan intermediet kedalam masing-masing labu ukur 50 mL, tambahkan 5 mL HNO3 5 N kedalam masing-masing deret standar, kemudian ditambahkan larutan ammonium molibdovanat sebanyak 20 mL dan masukan kedalam masing-masing deret, lalu dipaskan sampai tanda tera dengan aquades, kemudian di homogenkan. Persiapan Sampel: Timbang sampel 1 gram,lalu dimasukkan kedalam gelas piala 250 mL, lalu tambahkan 2030 ml larutan HNO3p.a, lalu di didihkan selama 30 menit sampai 40 menit tujuannya untuk mengoksidasi bahan yang mudah teroksidasi, lalu di dinginkan, kemudian tambahkan 50 ml aquades didihkan beberapa menit, lalu pindahkan kelabu ukur 250 ml paskan sampai tanda tera dengan aquades lalu homogenkan, saring melalui kertas saring bebas abu no. 40 kedalam erlenmeyer yang kering. Penentuan kadar fosfor Pipet 5 ml sampel dan masing-masing larutan standar fosfat (P2O5 0.4 mg/ml – 1.0 mg/ml) masukkan kedalam labu ukur 100 mL,
Page 96
tambahkan 45 ml aquades diam kan selama 5 menit, tambahkan 20 ml pereaksi ammonium molibdovanat, kemudian paskan sampai skala dengan aquades lalu homogenkan, biarkan pengembangan warna selama 10 menit, lakukan pengerjaan pada blangko, optimasi Spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm, baca absorbansi larutan contoh dan standar pada Spektrofotometer, buat kurva standar dan hitung kadar fosfor. Penentuan Kadar Ion Ca Dan Ion Mg Metoda Kompleksometri Penentuan Kadar Ion Ca: Pipet 50 ml sampel EM4, tambahkan 25 mL aquades, tambahkan 2 ml Tri Etanol Amine 1:1, tambahkan 3 mL KOH 3N dan 0.1 gram Indikator Murexid, kemudian titar dengan larutan EDTA, catat volume akhir penitaran dan hitung kadar. Penentuan Kadar Ion Mg: Pipet 50 ml sampel EM4 masukan kedalam Erlenmeyer, tambahkan 25 ml Aquades, kemudian 7 ml Buffer pH 10, tambahkan 2 – 3 tetes Na2Sdan 2 – 3 tetesIndikator EBT, titar dengan larutan EDTA. Catat volume penitaran. Pengujian Escherichia Coli metoda MPN Penyiapan contoh: Sampel dimasukkan 1 mL kedalam tabung reaksi, ditambahkan 9 mL larutam BPW 0,1% (pengenceran 10-1) dan dihomogenkan, pengenceran 10-1 dipipet 1 mL dimasukkan ke 9 mL larutan BPW 0,1% (pengenceran 10-2) dan dihomogenkan, -2 pengenceran 10 dipipet 1 mL dimasukkan ke 9 mL larutan BPW 0,1% (pengenceran 10-3) dan dihomogenkan. Cara uji menggunakan 3 tabung reaksi: Uji pendugaan : 3 tabung reaksi yang berisi 5 ml LB (Lactosa Broth) disediakan untuk tiap-tiap pengenceran dari persiapan sampel, dipipet masing-masing 1mL ke setiap pengenceran, pada temperature 350C diinkubasikan selama 24 jam sampai dengan 48 jam, diamati adanya gas yang terbentuk didalam tabung durham, dan hasil uji dinyatakan positif apabila terbentuk gas. Uji konfirmasi: Dipengujian harus selalu disertai dengan menggunakan kontrol positif, biakan positif dari uji pendugaan dipindahkan dengan menggunakan jarum inokulasi dari setiap tabung LB ke tabung yang berisi 9 mL BGLB (Brilliant Green Lactosa Broth) yang berisi durham, biakan positif dari uji pendugaan dipindahkan dengan menggunakan jarum inokulasi dari setiap tabung LB ke cawan petri yang berisi endo agar. Pada temperature 45,5 C diinkubasikan selama 24 jam ± 2 jam, diperhatikan adanya gas yang terbentuk didalam durham dan adanya warna kilap emas pada cawan, dan hasil uji dinyatakan positif apabila terbentuk gas dan adanya kilap logam, selanjutnya digunakan table most propable
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
number (MPN) untuk menentukan nilai MPN berdasarkan jumlah tabung BGLB yang positif mengandung gas didalam tabung durham sebagai jumlah E.Coli per milliliter atau pergram. Penentuan Derajat Keasaman (pH) Metoda pH Meter Ambil sampel lebih kurang 20 ml, masukkan ke dalam gelas piala, Ukur pH sampel dengan pH meter, catat hasil pembacaan dari pH meter tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penetapan Kadar C-Organik Setelah dilakukan analisis kadar C-Organik pada produk EM4 didapatkan hasil yaitu 0,33%, sementara untuk hasil kandungan bahan organik pada EM4 yaitu 0,57% , dimana hasil tersebut tidak memenuhi syarat standar, karna menurut peraturanmentri pertanian No.70/Permentan/SR. 140/10/2011 batas minimal kadar C-Organik adalah ≥ 4 ( besar sama dari 4% ). Rendahnya kadar C-Organik tersebut dikarenakan proses dekomposisi yang kurang sempurna , kemungkinan oleh kurangnya bahan dasar yang digunakan. Hasil Penetapan Kadar Kalium Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa kadar Kalium dari sampel EM4 adalah 1,25% ini berarti sampel memenuhi standar pupuk organik No. 70/ permenpan/ SR.140/10/2011 unsur Kalium berfungsi untuk mempercepat pembentukan kabohidrat dalam tanaman, memperkokoh tanaman serta menambah daya tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Hasil Penetapan Kadar Logam Cu Setelah dilakukan analisis untuk unsur hara mikro Cu, yang mana dilakukan pengukuran dengan alat SSA didapatkan konsentrasi Cu sebesar -0.32365ppm, unsur Cu bisa dikatakan 0 ppm yaitu batas minimum pada standar baku mutu. Kadar unsur mikro (Fe, Mn, Cu dan Za) adalah unsur hara yang diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit, berati tidak boleh terlalu tinggi karna jika tinggi maka unsur hara mikro tersebut malah akan menjadi racun bagi tanaman. Unsur hara Tembaga (Cu) berfungsi untuk pembentukan enzim seperti: Ascorbic acid oxydase, Lacosa, Butirid Coenzim A. Dehidrosenam dan juga berperan penting dalam pembentukan hijau daun (khlorofil).
Page 97
Hasil Penentuan Kadar Mn (Mangan) metoda SSA Dari tabel dapat dilihat bahwa kadar Mn yang terkandung dalam EM4 adalah 6 ppm, sesuai dengan standar pupuk organik menurut SK MenteriPertanianNo.70/PERMENPAN/SR.140/1 0/2011. Karena dapat menyediakan unsur hara Mn pada EM 4 yang bermanfaat bagi tanah dan tanamam. Mangan minimal 0 ppm dan maximal 1000 berarti mutu dan kualitas EM 4 dari limbah air tahu dan limbah sayurini baik dan sesuai dengan standar dari kementrian pertanian, dan berarti EM 4 ini dapat diberikan kepada tanaman dan tanah karena kadar logam Mn kecil, jika kadar logam Mn dalam EM 4 tinggi maka dapat mengganggu metabolisme atau meracuni tumbuhan dan merusak, tetapi unsur logam penting untuk kesempurnaan pertumbuhan tanaman. Kecukupan unsur hara mikro memengaruhi kesempurnaan fisiologi tumbuhan seperti Mangan yang bermanfaat dalam proses asimilasi dan berfungsi sebagai komponen utama dalam pembentukan enzim dalam tanaman. Kekurangan mangan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, terutama pada tanaman holtikultura seperti sayuran, dibagian daun yang kekurangan mangan sering ditemukan warna kekuningan atau merah. Selain itu pembentukan biji, tidak akan bagus. Hasil Penentuan Kadar Zn (Seng) metoda SSA Dari tabel dapat dilihat bahwa kadar Zn yang terkandung dalam EM4 adalah 7 ppm. sesuai standar pupuk organik menurut SK Menteri Pertanian No.28/Permentan/SR.130/B/2009. Karena dapat menyediakan unsur hara Zn, pada EM 4 yang bermanfaat bagi tanah dan tanamam. Seng minimal 0 ppm dan maksimal 1000 ppm berarti mutu dan kualitas EM 4 dari limbah air tahu dan limbah sayur ini baik dan sesuai dengan standar dari kementrian pertanian, dan berarti EM 4 ini dapat diberikan kepada tanaman dan tanah karena kadar logam Zn kecil, jika kadar logam Zn dalam EM 4 tinggi maka dapat mengganggu metabolisme atau meracuni tumbuhan dan merusak, tetapi unsur logam penting untuk kesempurnaan pertumbuhan tanaman. Kecukupan unsur hara mikro memengaruhi kesempurnaan fisiologi tumbuhan seperti Seng yang bermanfaat dalam pembentukan hormon tumbuh, katalis pembentukan protein, pematangan biji.
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Hasil Pengujian E.Coli Uji dugaan yang menggunakan Lactosa Broth :
media
Tabel 1 : hasil dugaan dengan Lactosa Broth
Ket : P1 = Perlakuan 1 P2 = Perlakuan 2 Dari uji dugaan dengan menggunakan media LB (Lactosa Broth) dari pengenceran 10-1 dan 10-2 dengan perlakuan pertama dan kedua semua ampul naik pada tabung dan dapat disimpulkan bahwa hasilnya positif untuk coliform, sedangkan pada tabung 10-3 dengan perlakuan pertama dan kedua sama tetapi hasilnya yang berbeda yaitu pada perlakuan pertama ampul yang naik adalah 1 sedangkan pada perlakuan kedua ampul tidak naik atau tidak memiliki gelembung udara. Maka dapat disimpulkan bahwa pada sampel EM4 masih ada dugaan terdapatnya coliform, dan tabung yang positif dilanjutkan ke uji penguat. Uji Penguat dengan Media BGLB(Brilliant Green Lactosa Broth) Tabel 2. Hasil Dugaan dengan Briliant Green Lactosa Broth
Ket : P1 = Perlakuan 1 P2 = Perlakuan 2 Berdasarkan tabel di atas didapatkan jumlah Eschericia Coli yang positif adalah 0, sedangkan syarat mutu berdasarkan SK Menteri Pertanian No.28/Permentan/SR.130/B/2009 yaitu < 102. Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan EM4 telah memenuhi syarat untuk mikroba kontaminan. Karena mikroba kontaminan seperti Eschericia Coli atau Salmonella merupakan bakteri yang merugikan bagi pertumbuhan tanaman.
Page 98
pH sampel menggunakan pH meter Tabel 3. Hasil Pengukuran pH sampel
Dari tabel 1 diatas, dapat kita lihat pH dari sampel EM 4 sebesar 4,58. hasil yang diperoleh sesuai dengan standar dari (PermenpaNo. 70/permenpan/SR.140/10/2011) yang pH maksimal adalah 8 berarti mutu dan kualitas EM 4 dari limbah air tahu dan limbah sayur ini baik dan sesuai dengan standar dari kementrian pertanian. Stabilitas tanah yang bagus akan cepat mendekomposisi unsur hara dalam tanah dan akan memperbaiki sifat kimia, fisik, dan biologi pada tanah. Hasil pengujian kadar Nitrogen total Tabel 4. Hasil Penetapan Nitrogen Total
Dari tabel 2 dapat terlihat kadar nitrogen total dari sampel EM 4 yang didapatkan sebesar 1,1% hasil yang diperoleh sesuai dengan standar dari (Permenpan No. 70/permenpan/SR.140/10/2011) yang kadar nitrogen total maksimal 2 % berarti mutu dan kualitas EM 4 ini baik dan sesuai dengan standar dari Kementrian pertanian. Dengan EM 4 ini sesuai dengan standar dari Kemenpan berartiEM 4 ini dapat membantu proses pembentukan hijau daun atau klorofil. Klorofil sangat berguna untuk membantu proses fotosintesis. Apabila tanaman kekurangan nitrogen, maka dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal atau kerdil. Nitrogen juga berfungsi sebagai sumber energi bagi mikroorganisme dalam tanah yang berperan dalam proses pelapukan atau dekomposisi bahan organik. Hasil Pengujian Kadar Fe Tabel. 5 Hasil Uji Kadar Fe
dari limbah air tahu dan limbah sayur ini baik dan sesuai dengan standar dari kementrian peranian, dan berarti EM 4 ini dapat diberikan kepada tanaman dan tana karena kadar logam beratnya kecil, jika kadar logam berat dalam EM 4 tinggi maka dapat mengganggu metabolisme atau meracuni tumbuhan dan merusak, tetapi unsur logam penting untuk kesempurnaan pertumbuhan tanaman. Kecukupan unsur hara mikro memengaruhi kesempurnaan fisiologi tumbuhan seperti, bunga, buah, daun, aroma, rasa, bentuk dan warna. Kadar phosphor Tabel 6. Hasil Penentuan Kadar Phosphor
Dari table diatas kadar Phospor yang diperoleh dalam EM4 belum memenuhi standar Permenpan dan standar acuan EM4 yang ada dipasaran. Perlu dilakukan perbaikan komposisi untuk penelitian selanjutnya. Kelebihan P menyebabkan penyerapan unsur lain terutama unsure mikro seperti besi (Fe) ,tembaga (Cu) , dan seng (Zn) terganggu. Namun gejalanya tidak terlihat secara fisik pada tanaman.Sedangkan kekurangan dimulai dari daun tua menjadi keunguan cenderung kelabu.Tepi daun cokelat ,tulang daun muda berwarna hijau gelap. Hangus ,pertumbuhan daun kecil , kerdil , dan akhirnya rontok. Fase pertumbuhan lambat dan tanaman kerdil. Uji Kadar Pb Tabel 7. Uji Kadar Pb No. 1 2 3
Parameter Kadar Pb Kadar Pb Kadar Pb Rata-rata
Hasil (ppm)
Standar Acuan
0 ppm 0 ppm 0 ppm 0 ppm
≤ 5 ppm
Dari hasil penentuan kadar Pb yang didapat dalam EM4 memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan Kementrian Pertanian Republik Indonesia tentang Teknis Minimal Pupuk Organik No.70/PERMEMPAN/SR.140/10/2011 dan EM4 yang ada dipasaran. Uji Kadar Ca Tabel. 8 Uji Kadar Ca
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar besi yang terkandung dalam EM 4 ini sesuai dengan standar (Permenpan No. 70 /permenpan/ SR.140/10/2011) yang kadar besi minimal 0 ppm dan maximal800 berarti mutu dan kualitas EM 4
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Dari hasil penentuan kadar kalsium yang didapat dalam EM 4 tidak sesuai dengan standar ketentuan perlu dilakukan perbaikan komposisi Page 99
ulang untuk penelitian selanjutnya. Kelebihan kalsium mengakibatkan tanaman terlalu cepat tinggi, proses terbentuknya juga menja dilambat, dan apabila berbunga akan mudah rontok. Gejala kekurangan kalsium ditandai dengan daun yang keriting, tua, daun mengecil dan daun mudah rontok. Uji Kadar Mg Dari hasil penentuan kadar Magnesium yang didapat dalam EM 4 39x104 ppm tidak sesuai dengan standar ketentuan, karena staandarnya 401.58 ppm. perlu dilakukan perbaikan komposisi ulang untuk penelitian selanjutnya. Kelebihan Magnesium tidak menimbulkan gejala yang ekstrim pada tanaman karena Magnesium termasuk unsur Hara Makro yang dibutuhkan oleh tanaman.Sedangkan jika kekurangan kadar Magnesium akan timbulnya bercak-bercak kuning dipermukaan daun tua. Hal ini terjadi karena Mg diangkut ke daun muda.Daun tua menjadi lemah dan akhirnya mudah terserang penyakit terutama embun tepeung (powdery mildew).
Emel. 2011.Gambar Komponen Spektrofotometri UV-VIS. diakses pada taggal 21 Maret 2014. Hindesah, dkk. 2011. Pemanfaatan Limbah Tahu Dalam Pengomposan Sampah Rumah Tangga Untuk Meningkatkan Kualitas Mikrobiologi Kompos. Fakultas pertanian Padjajaran Bandung. Khopkar SM. 1990. Pengertian Spektrofotometri UV-Vis pdf. Diakses pada tanggal 21 Maret 2015 Mulyono.2014. Membuat MOL Dan Kompos Dari Sampah Rumah Tangga. Jakarta : Reaksi AgroMedia. Mutiara Wati, Tiro Onggo. 2001. Aktivasi Bioaktifator dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil berbagai sayuran. Bandung :Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Nurhasanah, Hanafi. 2012. Pemanfaatan limbah air tahu ( Whey ) sebagai media pertumbuhan bakteri penghasil bakteriosin. Bogor : Warta Akab, No.28, Desember
KESIMPULAN EM 4 merupakan suatu cairan berwarna kecoklatan dan beraroma manis asam (segar) yang didalamnya berisi campuran beberapa mikroorganisme hidup yang menguntungkan bagi proses penyerapan/persediaan unsur hara dalam tanah. Proses Fermentasi EM 4 dilakukan selama 4 minggu dan kemudian di analisis, maka di dapatkan hasil sebagai berikut: Nitrogen 1,1 %, kadar Fe 2,03 ppm, posfor 4,92 %, Kalium 1,25 %,C-Organik 0,33 %, Cu 0 ppm, Mg 39× 104, Zn 7,48 ppm, Pb 0 ppm, E-Coli 0 (-), Mn 6,05 ppm, dan pH EM 4 4,58. Hasil tersebut sesuai dengan yang di syaratkan dan sesuai standar dari Kementrian Pertanian (Permenpan No.70/ permenpan/ SR.140 /10 /2011). DAFTAR PUSTAKA
Permenpan No.70/permenpan/SR.140/10/2011 Sutanto,R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Yogyakarta: Canasius. Suwahyono, U. 2014. Cara Cepat Membuat Kompos dari Limbah, Jakarta: Penebar Swadaya. Standar Nasional Indonesia. SNI 19-7030-2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. Badan Standarisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia. SNI 2803:2010. Pupuk NPK Padat. Badan Standarisasi Nasional.
Anwar,Chairil.1994. Pengantar Praktikum Kimia Organik.Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Astawan,M dan Febrianda,AE. 2012 .Fungsi Dan Manfaat Bekatul. Diakses tanggal 20 Maret 2015 Budiana, N S. 2007. Memupuk Tanaman Hias, Jakarta: Penebar Swadaya, 2007 Ekotama, Suryono.2008. Peluang Bisnis Tahan Kritis, Yogyakarta: Medpress.
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Page 100
PEMBUATAN DAN ANALISIS TEH KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana) SEBAGAI PENURUN KADAR KOLESTEROL DARAH
Yeniza, Mardiansyah dan Vani Arisa Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel. Kapalo Koto no 13 Kec. Pauh Kota Padang *)Corresponding author E-Mail :
[email protected] ABSTRAK Teh adalah minuman yang di hasilkan dari daun atau pucuk pokok renek Camelia sinesis atau Cperti mangamellia thea di dalam air panas dan sejuk, melalui cara rendaman atau campuran. Teh juga bisa di buat dari bahan lain, seperti kulit manggis yang memiliki banyak manfaat, salah satu nya sebagai penurun kadar kolestrol.Pemeriksaan yang di lakukan pada teh dari kulit manggis ini yaitu penetapan kadar abu dan serat kasar yang bertujuan untuk mengetahui baik atau tidaknya suatu pengolahan, memperbaiki mutu dan lain sebagai nya. Selanjutnya yaitu penetapan alkalinitas abu dan kadar Fe dengan hasil 1,02 % dan 1,28%. Kadar abu didapatkan 2,68% dan serat kasar 9,9%, kadar air 5,54 %, kadar ekstrak dalam air 83,97 %, kapang 1 x
10-2. Kata kunci : teh manggis, koleserol darah. ABSTRACT Tea is a drinking which is produced from the leaves or shoots renek Camelia sinesis or Cperti mangamellia thea in the hot and cold water, by means of immersion or mixture. Tea can also be made from other materials, such as mangosteen skin that has many benefits, one of them as mahing cholesterol low levels. The examination is done on tea from the bark of the mangosteen is the determination of ash and crude fiber which aims to determine whether or not a treatment, improve the quality and the other. Furthermore, the determination of ash alkalinity and Fe content with the results of 1.02% and 1.28%. The content of its ash is 2,68% and 9,9% crude fiber water content 5,54%, water extract content 83,97 %, kapang 1 x 10-2. Keywords: tea mangosteen, blood cholesterol.
PENDAHULUAN Perlu kita pahami bahwa kolesterol dan lemak merupakan substansi yang berbeda. Satu makanan bisa tinggi lemak, tetapi bebas kolesterol, misalnya minyak zaitun. Makanan lain bisa rendah lemak tetapi tinggi kolesterol, seperti jeroan. Kolesterol sebenarnya merupakan salah satu komponen lemak. Lemak merupakan salah satu zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh kita disamping zat gizi lain seperti karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Lemak juga merupakan salah satu sumber energi yang memberikan kalori paling tinggi. Kolesterol sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk membentuk dinding sel-sel dalam tubuh dan pembentukan hormon-hormon steroid. Sebagaimana yang diungkapkan (Astawan, MS), ahli teknologi pangan dan gizi dari IPB, meskipun dianggap berbahaya, kolesterol tetap dibutuhkan tubuh. Manusia rata-rata membutuhkan 1.100 miligram kolesterol per hari untuk memelihara dinding sel dan fungsi
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
fisiologis lain. Dari jumlah tersebut 25-40 persen atau sekitar 200-300 mg secara normal berasal dari makanan, selebihnya disintesis oleh tubuh. Namun, apabila kolesterol dalam tubuh berlebihan, maka akan tertimbun di dalam dinding pembuluh darah dan menimbulkan suatu kondisi yang disebut aterosklerosis yaitu penyempitan atau pengerasan pembuluh darah. Kondisi ini merupakan cikal bakal terjadinya penyakit jantung dan stroke. Teh adalah minuman yang mengandung kafein dan antioksidan, sebuah infusi yang dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman Camellia sinensis dengan air panas. Teh yang berasal dari tanaman teh dibagi menjadi 4 kelompok: teh hitam, teh oolong, teh hijau, dan teh putih. Teh yang tidak mengandung daun teh disebut teh herbal. Teh merupakan sumber alami kafein, teofilin dan antioksidan dengan kadar lemak, karbohidrat atau protein.
Page 101
Teh bila diminum terasa sedikit pahit yang merupakan kenikmatan tersendiri dari teh. Kulit manggis adalah buah yang banyak mengandung senyawa Xanthone ada yang menulis sebagai santon, lebih dari antioksidan dalam menangkal radikal bebas. Peneliti buah manggis Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Indah Yuliasih, mengatakan berdasarkan penelitian, kulit buah manggis yang dioleh menjadi jus berkhasiat untuk menghambat proses penuaan, antikanker, melancarkan peredaran darah hingga menurunkan kolesterol. Khasiat sehat manggis berasal dari xanthone yang banyak terkandung dalam kulit manggis. Xanthone merupakan antioksidan kuat yang bermanfaat bagi kesehatan. Sejak berabad-abad yang lalu, air rebusan kulit manggis telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mengobati diare, disentri, hingga sariawan. Kini, melalui berbagai penelitian yang dilakukan di berbagai negara, diketahui bahwa xanthone adalah alasan di balik ampuhnya khasiat kulit manggis dalam mengobati berbagai penyakit (Holistic Healt Solution, 2011).
Gambar 1. Skema Pembuatan Produk Cara kerja pengujian mutu Penetapan kadar abu metode gravimetri : Dipanaskan cawan dalam furnace pada suhu (525 ± 25)ºC selama kurang lebih satu jam dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang dengan neraca analitik. Dimasukan 3 gram sampel ke dalam cawan dan ditimbang. Diarangkan cawan yang berisi sampel dengan kompor gas sampai H2O hilang setelah itu didinginkan. Dimasukan cawan yang berisi sampel ke dalam furnace (525 ± 25)ºC sampai terbentuk abu bewarna putih.
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Dipindahkan segera ke dalam desikator dan didinginkan selama 30 menit kemudian ditimbang lakukan sampai bobot konstan. Dilakukan pekarjaan secara triplo. Penetapan kadar air metode evolusi : Semua alat dicuci bersih dan dikeringkan (kecuali oven neraca dan desikator ). Cawan penguap sebelum nya di oven pada suhu 105°c – 110 °c dan didinginkan pada desikator. Ditimbang cawan kosong pada neraca analitik. Ditimbang cawan beserta sampel di dalam neraca analitik (sampel 2 gram ). Dipanaskan sampel didalam oven dengan suhu 110°c selama 3 jam. Didinginkan di dalam desikator selama 15 sampai dengan 20 menit. Ditimbang sampel beserta cawan nya dan diulangi sampai di peroleh bobot konstan. Penetapan kadar ekstrak dalam air metode gravimetri : Dipanaskan cawan di dalam oven pada suhu (105 ± 2)°C selama lebih kurang satu jam dan di didinginka ndalam desikator selama 20 menit sampai dengan 30 menit, kemudian ditimbang dengan neraca analitik. Dimasukan contoh uji sebanyak 2 gram ke dalam gelas piala 250 ml. Ditambahkan 200 ml air mendidih dan diamkan selama 1 jam. Disaring ke dalam labu ukur 500 ml dan bilas dengan air panas sampai larutan bening atau jernih,kemudian dinginkan dan tepat kan sampai ke tanda garis dengan air suling. Dipipet 50 ml filtrate ke dalam cawan yang telah di ketahui bobot nya dan dikeringkan di atas penangas air. Dipanaskan ke dalam oven selama 2 jam, didinginkan dalam desikator dan timbang. Dipanaskan llagi di dalam oven selama satu jam, dinginkan dalam desikator dan ditimbang, ulangi pekerjaan hingga di peroleh perbedaan hasil penimbangan tidak melebihi 1 mg. Dilakukan pekerjaan duplo. Uji cemaran mikroba metode kapang : Homogenisasi sampel Ditimbang 25 g sampel kedalam erlenmeyer atau wadah lain yang sesuai yang telah berisi 225 ml larutan pengencer (1:10). Dibuat pengenceran selanjutnya dari 10-1 hingga diperoleh pengenceran yang diperlukan. Untuk pengenceran awal, suhu larutan pengencer disesuaikan hingga 45oC.
Page 102
Uji cemaran mikroba Dilakukan persiapan dan homogenisasi. Dipipet 1 ml dari masing-masing pengenceran ke dalam cawan petri steril secara simplo-duplo. Ke dalam cawan petri dan digoyangkan cawan petri sedemikian rupa sehingga campuran tersebar rata. Setelah agar membeku, dibalikan cawan petri dan inkubasi pada suhu 25oC atau suhu kamar selama 5 hari. Dihitung koloni kapang dan khamir setelah 5 hari. Dilaporkan/catat hasil sebagai jumlah kapang dan khamir per gram atau ml sampel. Penetapan kadar alkalinitas abu larut dalam air (sebagai KOH) metode volumetri : Sampel yang digunakan adalah hasil dari kadar abu ditambahkan 20 ml air suling ke dalam cawan yang berisi abu, dipanaskan sampai hampir mendidih dan saring dengan kertas saring bebas abu ke dalam erlenmeyer. Dibilas cawan dan kertas saring beserta isinya dengan air panas hingga jumlah filtrat kira – kira 60 ml. Kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N dengan menggunakan indikator merah jingga atau indikator MM. Penetapan kadar serat kasar metode gravimetri : Ditimbang 2 gram sampai 4 gram sampel kemudian dipindahkan kedalam erlenmeyer. Dikonstakan cawan penguap dan kertas saring dalam oven dengan suhu 105ºC dinginkan dan ditimbang sampai bobot konstan. Ditambahkan 15 ml etanol 96% pada sampel untuk membebaskan lemak, lalu aduk dan diamkan selama beberapa menit. Ditambahkan 50 mL larutan H2SO4 1,25% , diaduk, kemudian didihkan selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak. Diambahkan 50 mL larutan NaOH 3,25% kemudian didihkan selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak. Dalam keadaan panas, disaring dengan corong yang berisi kertas saring kering yang telah diketahui bobot konstannya. Dicuci endapan yang terdapat dalam kertas saring secara berturut-turut dengan larutan H2SO4 1,25% panas , air panas dan etanol 96%. Kemudian angkat kertas saring beserta isinya, dimasukan ke dalam oven dan keringkan pada suhu 105ºC dinginkan dan ditimbang sampai bobot konstan. Jika ternyata serat kasar kadarnya lebih dari 1%, abukan kertas saring beserta isinya, ditimbang sampai bobot konstan. Lakukan pekerjaan secara triplo. Penetapan kadar Fe metode KSCN : Pembuatan Larutan Induk Ditimbang NH4Fe(SO4) 12H2O 0,2152 gram. Dilarutkan dengan sedikit aquabides ke dalam labu ukur 250 ml. Ditambahkan 2,5 mL H2SO4
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
pekat. Dipaskan dengan aquabides sampai tanda tera, dan dihomogenkan. Pembuatan Larutan Intermediet Dipipet 10 ml larutan induk dengan menggunakan pipet gondok 10 ml. Dipindahkan kedalam labu ukur 100 ml. Dilarutkan dengan aquabides sampai tanda tera, dan dihomogenkan. Pembuatan Larutan Deret Standar Dimasukkan larutan intermediet ke dalam buret. Sediakan 6 buah labu ukur 50 ml. Diisi labu ukur dengan larutan intermediet masing masing 0 ; 2,5 ; 5 ; 7,5 ; 10 ; dan 12,5 mL dengan konsentrasi deret 0 ; 0,5 ; 1 ; 1,5 ; 2 dan 2,5 ppm. Lalu ditambahkan masing masing labu dengan 1 mL HNO3 pekat dan 5 mL KSCN 10%. Dipaskan dengan aquabides sampai tanda tera dan dihomogenkan. Pengukuran Sampel Sampel berasal dari kadar abu, kemudian ditambahkan sedikit aquabides. Dimasukan kedalam labu ukur 50 mL dengan menggunakan corong dan batang pengaduk. Ditambahkan 1 mL HNO3 pekat dan 5 mL KSCN 10%. Dipaskan dengan aquabides sampai tanda tera dan homogenkan. Disaring larutan dengan menggunakan corong dan kertas saring. Optimalisasi alat spektro UV – VIS sesuai dengan petunjuk alat, ukur masing – masing larutan deret standar yang telah dibuat pada panjang gelombang 460 nm, buat kurva kalibrasi standar dan lanjutkan dengan pengukuran sampel. Pengujian organoleptik : Pengujian bau Ditimbang 2,80 garam contoh masukkan kedalam cangkir pencoba porselen 140 ml atau 5,60 gram contoh masukkan kedalam cangkir percobaan porselen 280 ml. Dituangkan air suling mendidih ke dalam cangkir pencoba porselen, tutup dan biarkan 6 menit. Dituangkan air seduhan kedalam mangkok pencoba porselen dan usahakan ampas seduhan tidak terikut. Dilakukan pengamatan terhadap bau air seduhan minimal 3 orang panelis atau 1 orang tenaga ahli bau yang meliputi bau khas teh dan bau pewangi yang sengaja ditambahkan serta ada tidak nya bau asing bukan teh maupun bau pewangi yang sengaja ditambahkan. Pengujian rasa Ditimbang 2,80 garam contoh dimasukkan kedalam cangkir pencoba porselen 140 ml atau 5,60 gram contoh dimasukkan kedalam cangkir percobaan porselen 280 ml. Dituangkan air suling mendidih ke dalam cangkir pencoba porselen, tutup dan biarkan 6 menit. Dituangkan air seduhan kedalam mangkok pencoba
Page 103
porselen dan usahakan ampas seduhan tidak terikut. Dilakukan pengamatan terhadap rasa air seduhan minimal 3 orang panelis atau 1 orang tenaga ahli. Pengujian warna Ditimbang 2,80 garam contoh dimasukkan kedalam cangkir pencoba porselen 140 ml atau 5,60 gram contoh dimasukkan kedalam cangkir percobaan porselen 280 ml. Dituangkan air suling mendidih ke dalam cangkir pencoba porselen, tutup dan dibiarkan 6 menit. Dituangkan air seduhan kedalam mangkok pencoba porselen dan usahakan ampas seduhan tidak terikut. Dilakukan pengamatan terhadap warna air seduhan minimal 3 orang panelis atau 1 orang tenaga ahli. HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar abu metode gravimetri Tabel. 1 Kadar Abu Metode Gravimetri
Penetapan Kadar Air Metode Evolusi Tabel. 2 Kadar Air Metode Evolusi
Kadar air dalam suatu produk sangat mempengaruhi kualitas dari produk tersebut.Karena itu , penentuan kadar air dari suatu produk sangat penting untuk proses pengolahan dan penanganan yang tepat.Dari tabel 2 di atas didapatkan hasil percobaan 1 yaitu 5,68 % , pada percobaan 2 yaitu 5,11 % Sedangkan pada percobaan 3 yaitu 5,83 %.Pada semua percobaan ini di dapatkan rata – rata dari kadar air yaitu 5,54 %,berarti jumlah kadar air di dalam teh dari kulit manggis tersebut memenuhi dari ketentuan yang telah di tetapkan oleh SNI yaitu maks 8 %. Penetapan Kadar Ekstrak Dalam Air Tabel. 3 Kadar Ekstrak Dalam Air
Dari tabel diatas didapatkan hasil kadar abu pada sampel kulit manggis dengan berbeda – beda hasil. Pada sampel 1 memiliki nilai kadar abu yang tinggi dari kadar yang lain dan kadar pada sampel 3 memiliki nilai kadar abu yang rendah. Jika kadar abu yang didapat tinggi maka kandungan mineral atau logam di dalamnya juga tinggi. Rata – rata penentuan kadar abu adalah 2,68 %. Sebaiknya untuk penentuan kadar abu hasil yang didapatkan rendah, karena kandungan mineral logam didalamnya juga rendah. Fungsi dari penetapan kadar abu ini dapat mengetahui apakah baik atau tidak pada proses pengolahan, jika kadar abu yang didapatkan tinggi maka dapat dikatakan bahwa kadar mineral nya tinggi dan kadar pengotornya juga tinggi. Jika kadar abu tinggi dari standar maka pada saat proses pengolahannya yang kurang baik, sehingga ada zat yang menempel pada saat pengolahan. Jadi pada proses pengolahan sampel ini dapat dikatakan baik karena kadar abu pada sampel sesuai dengan standar SNI dalam teh kering.
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Pemeriksaan kadar ekstrak dalam air ini bertujuan untuk menghilangkan kadar air yang terkandung dalam sampel dan juga kadar – kadar zat yang mudah menguap tanpa ikut menghilangkan garam – garam yang terkandung dalam sampel tersebut. Kadar ekstrak dalam air pada suatu sampel akan mempengaruhi pada seberapa efektif ekstrak dalam kulit manggis tersebut dapat mengobati atau mencegah penyakit – penyakit tertentu.Hasil kadar ekstrak dalam air yang di dapatkan pada percobaan 1 yaitu 85,34 % , pada percobaan 2 yaitu 82,04 % dan percobaan 3 yaitu 84,53%. Sehingga di peroleh rata – rata dari kadar ekstrak dalam air tersebut adalah 83,97%. Hasil yang telah di peroleh ini sesuai dengan ketentuan SNI yaitu min 32 %. Apabila hasil kadar ekstrak dalam air yang di peroleh terlalu kecil berarti keefektifan sampel tersebut dalam aplikasi semakin berkurang, sehingga menurunkan kualitas dari produk tersebut. Dan sebalik nya semakin tinggi nilai kadar ekstrak dalam air , maka semakin bagus kualitas dan keefektifan nya.
Page 104
Pengujian cemaran mikroba metode kapang
Pengujian organoleptik
Tabel. 4 Uji Cemaran Mikroba Metoda Kapang
Tabel. 5 Uji Organoleptik
Kapang merupakan anggota regnum fungi yang biasa nya tumbuh pada permukaan makanan yang sudah basi atau terlalu lama tidak di olah.Sebagian besar kapang merupakan anggota dari kelas Ascomycetes. Pertumbuhan kapang ini sangat mempengaruhi kelayakan dari sampel ini untuk di konsumsi. Pada percobaan kali ini didapatkan hasil koloni kapang dari masing –masing pengenceran tidak ada kecuali pada pengenceran 10 -2 terdapat 1 koloni kapang atau setara dengan 1 x 10-2.Hasil yang di peroleh ini masih sesuai dengan hasil yang di tentukan oleh SNI yang di jadikan acuan yaitu 5 x 10-2(SNI 3836,2013).
Dalam percobaan ini teh tidak di buat dari pucuk daun teh melainkan teh di buat dari kulit bagian dalam manggis.Sehingga pada saat pengujian organoleptik terhadap teh hasil yang di peroleh tidak sesuai dengan standar acuan.Dikarenakan standar acuan yang di gunakan adalah standar acuan untuk teh dari daun teh. Sehingga penyimpangan yang terjadi pada produk ini tidak begitu mempengaruhi kelayakan teh untuk dikonsumsi.Karena hasil yang di peroleh pada pengujian organoleptik ini khas dari kulit manggis itu sendiri.
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Page 105
Penetapan kadar alkalinitas abu larut dalam air (sebagai KOH) metode volumetri
Penetapan kadar Fe metode KSCN Tabel. 8 Kadar Fe metoda KSCN
Tabel. 6 alkalinitas abu larut dalam air (sebagai KOH) metode volumetri
Dari tabel diatas didapatkan hasil kadar alkalinitas abu larut dalam air (sebagai KOH) sudah sesuai dengan standar, dimana hasil analisa didapatkan 1,02% sedangkan standar dalam SNI adalah 1 – 3. Penetapan gravimetri
kadar
serat
kasar
metode
Kurva Kalibrasi Standar Absorban
Tabel. 7 Kadar Serat Kasar Metode Gravimetri
Dari tabel 4.1.3 didapatkan hasil serat kasar pada sampel 1 adalah 9,40 %, dan pada sampel 2 adalah 10,37 %. Rata – rata kadar serat kasar adalah 9,88 %. Manfaat serat kasar dalam tubuh yaitu mencegah kanker, mencegah sakit pada usus besar, menurunkan kadar kolesterol, mencegah sembelit, membantu mengontrol gula darah, mencegah wasir dan membantu menurunkan berat badan. Persentase serat kasar dapat dipergunakan untuk mengevaluasi suatu proses pengolahan, misalnya proses antara pemisahan cangkang dengan kulit buah. Jadi hasil pada penetapan serat kasar dapat dikatakan memasuki nilai standar pada SNI dan proses pada pengolahan dikatakan cukup baik, karena memiliki kadar serat kasar yang tinggi. Kandungan serat kasar yang tinggi dalam makanan atau minuman akan menurunkan koefisiensi cerna dalam sampel, karena serat kasar mengandung bagian yang sukar untuk dicerna.(Eka Setiawan, 2014)
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
0.5 y = 0.0685x -… 0 0 5
10
Absorbansi (A)
Konsentrasi (ppm) Gambar 2. Kurva Kalibrasi Dari tabel diatas pengukuran deret standar dan sampel, pada sampel 1 memiliki absorban sampel yaitu 0,153, sampel 2 yaitu 0,173, sampel 3 yaitu 0,133. Dengan rata – rata absorban pada sampel adalah 0,153. Pada tabel 4.1.4.2 dapat dilihat kurva kalibrasi standar dari deret larutan Fe, memiliki nilai R2 yaitu 0,997. Dengan persamaan y = 0,068x – 0,058. Kadar Fe yang ditentukan adalah kadar Fe dalam tubuh atau Fe secara biokimia. Total kadar Fe yang didapatkan adalah 1,28% dengan konsentrasi 1,3971 ppm. Jika kadar Fe yang didapatkan tinggi maka tidak baik bagi kesehatan tubuh. KESIMPULAN Dari hasil analisis yang telah di lakukan terhadap sampel teh herbal dari kulit manggis didapatkan hasil penetapan kadar abu sebanyak 2,69 %., penetapan kadar alkalinitas larut dalam air (sebagai KOH) sebanyak 1,02%, penetapan kadar serat kasar dengan rata – rata sebanyak 9,89 %, penetapan kadar Fe metode KCSN sebanyak 1,28% dengan konsentrasi 1,3971 ppm. Penetapan Kadar Air sebanyak 5,54 %.Penetapan Kadar Ekstrak Dalam Air sebanyak 83,97 %. Pengujian mikroba metode
Page 106
kapang sebanyak 1 x 10-2. Dari data yang di peroleh dapat di simpulkan bahwa teh herbal dari kulit manggis ini dinyatakan layak untuk di pasarkan dan di konsumssi oleh masyarakat.Dikarenakan,hasil yang di peroleh untuk setiap parameter memenuhi standar acuan yang di gunakan,yaitu SNI 3836,2013. SARAN Penulis berharap untuk penelitian selanjutnya dapat memberikan inovasi agar teh herbal dari kulit manggis ini lebih menarik dan lebih komplit dalam pemeriksaan parameternya. Sehingga teh dari kulit manggis ini dipercayai oleh masyarakat untuk konsumsi sehari – hari nya. Dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. DAFTAR PUSTAKA Andrianus Nugroho, Lukas . 2012. Alkalinitas dan Asiditas. Bogor. Astuti. 2012. Analisis Kadar Abu. Bogor. Bagus Saputra, Prima. 2011. Analisis Kadar Abu Pada Bahan Pangan. Jawa Timur. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2013. SNI 3836:2013 tentangPembuatan teh kering. Jakarta: BSN. dr Dalimartha, Setiawan. dan dr Dalimartha, Felix Adrian, BMedSC. 2014. Tumbuhan Sakti Atasi Kolesterol. Penebar Swadaya. Jakarta Hermayanti, Yeni, Eli Gusti. 2006. Modul Analisis Proksimat. Padang : SMAK Mardiana, Lina. 2011. Ramuan dan khasiat kulit manggis. Penebar Swadaya. Bogor. Setiawan, Eka, 2014. Laporan Pratikum Analisis Proksimat. Jakarta. Solution, Holistic Healt. 2011. Khasiat fantastis kulit manggis. http://www.grasindo.co.id/index.php?mib=buku.d etail&id=273. Wikipedia. 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Alkalinitas. Tanggal Akses, Kamis 12-03-2015, 21:17. Yeniza,(2005).Modul Analisis Gravimetri.Padang : Departemen Perindustrian R.I Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Industri Sekolah Menengah Analisis Kimia Padang.
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Page 107
PEMBUATAN DAN ANALISIS BIOETANOL GEL (BIOGEL) DARI AIR KELAPA (Cocosnucifera) Yeniza dan Rusdi Prasetia Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel. Kapalo Koto no 13 Kec. Pauh Kota Padang *) Corresponding author E-mail :
[email protected] ABSTRAK Bioethanol gel adalah bioetanol dengan bentuk fisik berupa gel. Produk Bioethanol gel sangat prospektif dikembangkan. Keunggulan dari Bioethanol gel dibandingkan fase cairnya yaitu praktis dan aman. Praktis karena berbentuk gel sehingga bisa disimpan di dalam botol serta tidak mudah tumpah. Gel yang terbentuk karena bantuan gelling agent yang berfungsi sebagai pengental dimana pada bioetanol gel air kelapa ini menggunakan carbopol 940. Proses pembuatan bioetanol gel air kelapa ini diawali dengan proses fermentasi pada air kelapa dengan penambahan NPK, urea, dan ragi selama lebih kurang 10 hari, dan dilanjutkan dengan proses destilasi yang mengahasilkan bioetanol 65%. Bioetanol air kelapa yang didapat selanjutnya di rubah menjadi gel dengan bantuan gelling agent dan sedikit NaOH yang berfungsi sebagai penstabilitas pH pada bioetanol gel. Dari pengujian bioetanol gel air kelapa ini, didapat nyala api yang stabil dengan warna nyala api biru, waktu penyalaan bioeatnol gel dari air kelapa < 1 detik dengan waktu pembakaran 5 menit 30 detik setiap 5 gramnya. Bioetanol gel dari air kelapa dapat memindahkan suhu hingga 70ºC dalam waktu 3 menit dengan berat bioetanol gel yang terbakar rata-rata 4,9 gram. Kata kunci : Air kelapa, bioethanol, bioethanol gel
ABSTRACT Bioethanol gel is bioethanol with physical forms a gel. Bioethanol Product prospective gel developed. Advantages of bioethanol gel than the melting phase is practical and safe. Practical because gel that can be stored in the bottle and not easily spill. The gel is formed as a gelling agent assistance that serves as a thickener in which the ethanol gel coconut water using Carbopol 940. The process of making bioethanol gel coconut water is preceded by a process of fermentation in coconut milk with the addition of NPK, urea, and yeast for about 10 days, and followed by distillation processes that result in 65% ethanol. Bioethanol coconut water obtained in the change next to gel with the help of a gelling agent and a bit of NaOH which serves as stabilitation pH on bioethanol gel. Of ethanol gel test this coconut water, a stable flame obtained by the color blue flame, ignition timing bioeatnol gel of water coconut <1 second with a time of 5 minutes 30 seconds burning every 5 gram. Bioethanol gel of coconut water can move up to a temperature of 70ºC in 3 minutes premises bioethanol gel burning weight average of 4.9 grams. Keywords: Coconut water, bioethanol, bioethanol gel
PENDAHULUAN Kelapa adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren - arenan atau Arecaceae. Tumbuhan ini di manfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna. Kelapa (Cocos nucifera) secara alami tumbuh di pantai dan mencapai ketinggian 30 m (Palungkun,1992). Buah kelapa adalah bagian paling bernilai ekonomi. Sabut, bagian mesokarp berupa serat serat kasar, diperdagangkan sebagai bahan bakar, pengisi jok kursi, anyaman tali dan lain-lain. Tempurung atau batok bagian endocarp digunakan sebagai bahan bakar, wadah minuman, bahan baku kerajinan dan arang aktif. Endosperma buah kelapa yang berupa cairan serta endapannya yang
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
melekat di dinding dalam batok (daging buah kelapa) adalah sumber penyegar yang mengandung beraneka enzim dan memiliki khasiat penetral racun dan memberikan efek penyegar (Palungkun,1992). Air kelapa mengandung air 91,5 %, protein 0,14%, lemak 1,5 %, karbohidrat 4,6%, serta abu 1,06 %. Selain itu air kelapa mengandung berbagai nutrisi seperti sukrosa, destrosa, fruktosa serta vitamin B kompleks yang terdiri dari asam nikotinat, asam pantotenat, biotin, riboflafin dan asam folat. Bioetanol adalah cairan yang dihasilkan melalui proses fermentasi gula dari penguraian sumber karbohidrat dengan bantuan mikroorganisme. Bioetanol dapat juga diartikan sebagai bahan kimia
Page 108
yang memiliki sifat kesamaan dengan minyak premium, karena terdapatnya unsur–unsur seperti karbon (C) dan hidrogen (H). Bahan baku pembuatan bioetanol dibagi menjadi tiga kelompok yaitu bahan bersukrosa (nira, tebu, nira nipah, nira sargum manis, nira kelapa, nira aren, dan sari buah mete), bahan berpati (bahan yang mengandung pati) seperti tepung ubi,tepung ubi ganyong, sorgum biji, jagung, cantel, sagu, ubi kayu, ubi jalar, dan lain-lain, dan bahan berserat selulosa/lignoselulosa (tanaman yang mengandung selulosa dan lignin seperti kayu, jerami, batang pisang, dan lain-lain. METODOLOGI Metoda penelitian Uji stabilitas nyala, warna nyala, lama waktu penyalaan, lama waktu nyala, dan berat terbakar yang dapat dipindahkan. Sumber bahan baku pembuatan produk Bahan yang digunakan adalah air kelapa tua yang hanya menjadi limbah di pasar-pasar tradisional terutama di tempat peremasan santan yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Alat dan bahan Alat Alat gelas yang ada di Laboratorium, Neraca analitik. Bahan Air kelapa 10 liter, ragi 1 ons, urea 2 sdm, NPK 1 sdm, air hangat 1 gelas, NaOH 1 N, Carbopol 940. Pembuatan Produk
Air kelapa
Tambahkan Carbopol dan Naoh sambil di kocok dengan kecepatan tinggi
Panaskan, tambahkan NPK, Urea dan Ragi
Bioethanol
Fermentasi
Destilasi
Bioethanol Gel
Analisa warna nyala dari pembakaran bioethanol gel : Diambil bioethanol gel 5 gram dimasukkan dalam cawan penguap. Dibakar bioethanol gel tersebut. Diamati warna nyala dari hasil pembakaran bioethanol gel tersebut. Lama waktu penyalaan Diambil 5 gram bioethanol gel kedalam cawan penguap. Disiapkan stopwatch. Dibakar bioethanol gel tersebut, bersamaan dengan menghidupkan Stopwatch. Dimatikan stopwatch apabila bioethanol gel sudah mulai terbakar. Lama waktu pembakara bioethanol gel/5 gram Diambil 5 gram bioethanol gel kedalam cawan penguap. Siapkan stopwatch. Dibakar bioethanol gel tersebut, bersamaan dengan menghidupkan Stopwatch. Dimatikan stopwatch apabila bioethanol gel sudah tidak terbakar. Dicatat waktu yang diperlukan untuk membakar 5 gram gel tersebut. Berat bioethanol gel yang terbakar Diambil 5 gram ethanol gel kedalam cawan penguap yang sudah konstan. Dibakar bioethanol gel tersebut sampai gel sudah tidak bisa terbakar lagi (sisa abu dan padatan lain). Didinginkan di dalam desikator selama 15 menit. Ditimbang berat akhir sisa bioethanol gel setelah dibakar (sisa abu dan padatan lain). Berat bioethanol gel yang terbakar adalah selisih berat awal dengan berat akhir. Panas yang dapat dipindahkan Dimasukkan 100 ml aquadest kedalam gelas beaker kemudian mengukur suhu awal. Diambil bioethanol gel 5 gram kedala cawan penguap kemudian dibakar untuk memanaskan air dalam gelas beaker tadi sambil memulai stopwatch. Hentikan stopwatch saat air mendidih dan catat waktu. Diukur suhu akhir air setelah bioethanol gel sudah tidak terbakar. HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Hasil Rendemen bioetanol Dari 10 liter air kelapa didapat 1 liter bioetanol. Untuk mencari nilai rendemen dari bioetanol yang didapat digunakan perhitungan sebagai berikut : 𝑉.𝑏𝑖𝑜𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙𝑦𝑎𝑛𝑔𝑑𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 Rendemen = x 100% 𝑉.𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙𝑎𝑖𝑟𝑘𝑒𝑙𝑎𝑝𝑎
Cara Kerja Pengujian Mutu Produk Analisa stabilitas nyala bioethanol gel : Diambil bioethanol gel 5 gram dimasukkan dalam cawan penguap. Dibakar bioethanol gel tersebut. Diamati nyala dari hasil pembakaran bioethanol gel tersebut.
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Rendemen =
1𝐿 10 𝐿
x 100%
Rendemen = 10% Rendemen bioetanol gel Dari 1 liter bioetanol air kelapa didapat 800 gram bioetanol gel. Untuk mencari nilai rendemen dari
Page 109
bioetanol gel berikut : Rendemen 𝑏⁄𝑣 Rendemen 𝑏⁄𝑣 Rendemen 𝑏⁄𝑣
digunakan perhitungan sebagai = =
𝑔𝑏𝑖𝑜𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙𝑔𝑒𝑙 𝑉𝑏𝑖𝑜𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙𝑎𝑖𝑟𝑘𝑒𝑙𝑎𝑝𝑎 800 𝑔𝑟𝑎𝑚 1000 𝑚𝐿
x 100%
x 100%
= 80%
Hasil Pengujian Stabilitas nyala Tabel 1. Pengujian Stabilitas Nyala
Dari pengujian stabilitas nyala pada bioetanol gel dari air kelapa didapat nyala api yang stabil dan sesuai dengan standar. Warna nyala Tabel 2. Pengujian Warna Nyala
standar range. Penyebab waktu pembakaran belum sama dengan standar yaitu pada standar menggunakan etanol murni 65% sedangkan bioetanol yang dibuat belum murni karena kadar etanol pada bioetanol masih dibawah 65 % sehingga menghasilkan lama pemabakran yang berbeda. Berat bioetanol gel yang terbakar Tabel 5. Berat Bioetanol Yang Terbakar/5gram
Pengujian berat bietanol gel yang terbakar dihitung dengan selisih penimbangan antara cawan + bietanol gel sebelum pembakaran dengan cawan + bioetanol gel setelah pembakaran, maka berat yang hilang adalah berat bioetanol yang terbakar. Pada pengujian ini, berat bioetanol gel air kelapa yang terbakar sesuai dengan standar. Panas yang dipindahkan oleh bioetanol gel air kelapa Tabel 6. Panas Yang Dapat Dipindahkan
Dari pengujian warna nyala pada bioetanol gel air kelapa didapat warna nyala Biru – Kuning, pada awal pembakaran nyala api berwarna biru dan semakin sedikit bioetanol gel yang tersisa maka warnanya semakin kuning, ini sesuai dengan warna nyala pada standar. Lama waktu penyalaan Tabel 3. Lama Waktu Penyalaan
Pada pengujian panas yang dapat dipindahkan dengan pembakaran bioetanol gel air kelapa yaitu dengan mengukur suhu 100 mL air sebeum pembakaran lalu memanaskan air tersebut dengan bahan bakar bioetanol gel sehingga didapat suhu yang berpidah sebesar 70⁰C. KESIMPULAN
Pada pengujian lama waku penyalaan, dibutuhkan waktu kurang dari 1 detik untuk menyalakan bioetanol gel, hasil ini sesuai dengan standar yang ada. Lama pembakaran bioetanol gel Tabel 4. Lama Waktu Pembakaran
Pada pengujian lama waktu pembakaran, di dapat waktu rata-rata pembakaran dari setiap 5 gram bioetanol gel yaitu 6 menit, ini belum masuk pada
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Dari hasil pengujian produk bioetanol gel yang terbuat dari limbah air kelapa tua, di dapat hasil pengujian pada nyala bioetanol gel dengan nyala api yang stabil dan nyala api yang berwarna biru. Warna nyala api biru dihasilkan pada awal pembakaran karena yang terbakar di awal pembakaran adalah bioetanol dan semakin berkurang karena pengaruh carbopol. Bioetanol gel dari air kelapa dapat melakukan pembakaran dan menghasilkan panas selama 5 menit 40 detik pada setiap 5 gram bioetanol gel.Waktu penyalaan yang dibutuhkan untuk menyalakan bioetanol gel kurang dari satu detik, ini disebabkan karena bioetanol gel dari air kelapa ini mengandung kadar etanol 70% . jumlah carbopol mempengaruhi kekentalan dan kualitas nyala bioetanol gel,
Page 110
semakin banyak carbopol maka semakin kental gel yang dihasilkan serta semakin banyak abu yan disisakan di akhir pembakaran. Penambahan NaOH 1 N sangat mempengaruhi gel yang terbentuk, jika terlalu banyak maka gel yang di hasilkan akan semakin keruh dan NaOH mempengaruhi keasaman dari carbopol sehingga gel dapat terbentuk. Jumlah suhu yang dapat dipindahkan oleh bioetanol gel cukup baik, karena dari hasil pembakaran bioetanol gel dapat mendidihkan 100 mL air dalam waktu kurang dari 4 menit. Dan bioetanol gel dari air kelapa sendiri dapat menambah nilai ekonomis karena modal pembuatan yang cukup sedikit namun menghasilkan bioetanol gel yang banyak.
Wahyuni, Sri. 2013. Energi altertif pengganti BBM, Gas, dan Listrik. Agromedia. Jakarta selatan Widaryanto, Eko, 2011. Peluang dan Tantangan Kemandirian Energi Berbasis Tanaman Jarak Pagar (Jatropha Curcas L) yang Ramah Lingkungan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Ilmu Ekologi Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Winarno, 2014. Kelapa Pohon Gramedia pustaka utama. Jakarta
Kehidupan.
SARAN Perlu dicari gelling agent yang lebih efektif, karena carbopol cukup sulit didapat. Perlu dilakukan analisa nilai kalor, flash point dan viskositas untuk produk bioetanol gel air kelapa yang dihasilkan. Karena pada penelitian kali ini, penulis belum berkesempatan untuk melaksanakan pengujian tersebut. DAFTAR PUSTAKA Aisyah, S.N., Sembiring, K.C. 2010.Bioproses dan Teknologi Pembuatan Bioetanol. Majalah Berita Iptek LIPI Atih, S.H, 1979. Pengolahan Air Kelapa. Buletin Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia Bogor, Penelitian Kimia Bogor. Christina, C.N.N., dan M. Irsyad, 2010. Pengaruh Penambahan Bioethanol dalam Bensin terhadap Emisi Gas Formaldehid. Program Studi Teknik Lingkungan FTSL ITB. Bandung Direktorat Gizi Depkes RI, 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Kasmudjo, 2013. Rotan dan bambu, kelapa, kelapa sawit, nipah, sagu. Cakrawala media. Yogyakarta Muchtadi. Tien, 2013 . Prinsip dan proses teknologi pangan. Alfabeta. Bogor Mulyono, Suseno. Tri. 2010. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Ethanol Gel Sebagai Bahan Bakar Padat Alternatif. Surakarta Palungkun, R. 1992. Aneka Produk Tanaman Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta. 118 hal.
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Page 111
PEMANFAATAN TULANG SAPI MENJADI PASTA GIGI Yenny Aydiyon Sirin, Leona Agnesha* dan Sharah Senja Utami Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel.Kapalo Koto no.13 Kec. Pauh Kota Padang *corresponding authorE-Mail :
[email protected]
ABSTRAK Tulang sapi merupakan limbah organik yang belum banyak dimanfaatkan kalsiumnya oleh masyarakat. Untuk memanfaatkan kalsium tersebut dilakukan pembuatan pasta gigi dari tulang sapi.Pasta gigi adalah sediaan untuk membersihkan gigi serta dapat mencegah kerusakan gigi yang disebabkan aktifitas bakteri.Tujuan dari pembuatan ini adalah memberitahukan kepada pembaca bahwasanya kalsium yang banyak pada tulang sapi dapat dimanfaatkan menjadi barang yang bernilai jual.Pembuatan dilakukan dengan mengkalsinasi tulang sapi pada suhu 900℃ selama 6 jam. CaO yang didapatkan lalu dihaluskan dan diayak dengan ukuran 125 mesh kemudian dibuatkan pasta gigi dengan penambahan MgCO3, Gliserin, Pepermint dan propolis sebagai antibakteri. Untuk mengetahui efektifitas pasta gigi tersebut, telah dilakukan analisis dan didapatkan hasil kadar Mg sebesar 5,73 %, kadar air sebesar 18,95 % serta pengujian potensi antimikroba dengan konsentrasi 5 % sebesar 1,25 cm 2, 10% sebesar 2,40 cm2 dan konsentrasi 15 % sebesar 6,74 cm2, kadar Ca sebesar 11,34 %, Angka Lempeng Total 1,00×102 koloni/mL, bakteri Coliform negatif dan derajat keasamannya 9,72. Kata kunci : tulang sapi, kalsium, pasta gigi
ABSTRACT Cow bone is organic waste that has not been widely used by the public calcium. To take advantage of these calcium done manufacture toothpaste from cow bones. Toothpaste is preparations for cleaning the teeth and can prevent tooth decay caused bakteri.Tujuan activity of these preparations is to inform the reader that a lot of calcium in the bones of cattle can be harnessed into marketable goods. Making do with cow bone calcining at 900 ℃ for 6 hours. CaO obtained then mashed and sieved to 125 mesh size then made toothpaste with the addition of MgCO3, Glycerin, peppermint and propolis as an antibacterial. To determine the effectiveness of toothpaste, has been carried out and the analysis showed 5.73% Mg content, moisture content of 18.95% as well as testing the antimicrobial potency with 5% concentration of 1.25 cm2, 10% at 2.40 cm2 and 15% concentration of 6.74 cm2, Ca content of 11,34%, Total Plate Count 1,00×102 koloni/mL, bacteria Coliform negative and acidity constant is 9,72 Keywords: beef bones, calcium, toothpaste
PENDAHULUAN Tulang sapi merupakan salah satu bentuk limbah industri yang memiliki kandungan kalsium terbanyak karena unsur utama dari tulang sapi adalah kalsium, fosfor dan karbonat. Kadar kalsium didalam tulang sapi adalah sekitar 39% (Herniawati,2008). Tulang sapi termasuk komponen yang keras sehingga hal inilah yang menyebabkan tulang tidak mudah terurai dekomposer, dan membuat tulang tersebut menjadi limbah padat yang lebih dikenal sebagai sampah yang sering dianggap tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis.Oleh karena itu perlu pengolahan lebih lanjut agar tulang tidak menjadi sampah yang mencemari lingkungan dan dapat dimanfaatkan secara maksimal.Dengan demikian sumber
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
kalsium dari tulang sapi dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pasta gigi. Pasta gigi adalah sediaan untuk membersihkan permukaan gigi, pasta gigi dibuat dengan tujuan membersihkan gigi dari sisa-sisa makanan, menghilangkan bau serta dapat mencegah kerusakan gigi yang disebabkan aktifitas bakteri.Salah satu bahan penyusun pasta gigi adalah senyawa pembersih yaitu kalsium. Pasta gigi yang tidak mengandung kalsium akan menyebabkan terjadinya lapisan berwarna coklat pada permukaan gigi Pasta gigi didefinisikan suatu bahan semiaqueous yang digunakan bersama sikat gigi untuk membersihkan deposit dan memoles seluruh permukaan gigi. Penggunaan pasta gigi bersama sikat gigi melalui penyikatan gigi adalah
Page 112
salah satu cara yang paling banyak digunakan oleh masyarakat saat ini dengan tujuan untuk meningkatkan kebersihan rongga mulut. Di negara berkembang, masyarakat membiasakan menyikat gigi secara manual dengan pasta gigi sebagai hal yang umum dan secara potensial efektif terhadap kebersihan rongga mulut.. Pasta gigi dibuat dari berbagai macam bahan penyusun dengan fungsi yang berbedabeda dan beberapa bahan tambahan. Pasta gigi tanpa bahan herbal yang digunakan masyarakat pada umumnya terbuat dari bahan-bahan abrasif (contoh: silikon oksida, granular polivinil klorida), air, pelembab, sabun atau detergen, bahan perasa dan pemanis, bahan-bahan terapetik (contoh: flouride, pirofosfat), bahan pewarna dan pengawet. Tulang sapi dibersihkan dan direbus dalam panic bertekanan. Lalu rendam tulang didalam NaOH 1% selama 24 jam lalu direndam kembali dialam aseton. Kemudian tulang dijemur dibawah sinar matahari selanjutnya dikalsinasi pada suhu 900℃ selam 6 jam. Hasil yang didapat kemudian dihaluskan dengan mortal. METODOLOGI Metoda penelititan Metoda yang digunakan untuk analisa parameter pembuatan pasta gigi yaitu penetapan kadar kalsium secara kompleksometri, kadar Mg secara kompleksometri, pengujian potensi antimikroba metode difusi cakram, pengujian koliforom, pengujian angka lempeng total metode hitung cawan dan pengujian pH metode potensiometri. Sumber bahan baku pembuatan pasta gigi Bahan baku berupa tulang sapi didapatkan dari pedagang daging di pasar Bandar buat lalu dipisahkan dari daging yang menempel Alat dan bahan Alat Alat gelas yang biasa digunakan di Laboratorium, Panci Presto Bahan Tulang sapi, gliserin, peppermint, MgCO3, gliserin, propolis, NaOH, media agar, EDTA, CaCO3. Pembuatan Produk Tahap preparasi Tulang sapi dibersihkan dan direbus dalam panic bertekanan. Lalu rendam tulang didalam NaOH 1% selama 24 jam lalu direndam kembali dialam aseton. Kemudian tulang dijemur dibawah sinar matahari selanjutnya dikalsinasi pada suhu 900℃ selam 6 jam. Hasil yang didapat kemudian dihaluskan dengan mortal
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Tahapan Pembuatan Pasta Gigi
Gambar 1. Alur pembuatan pasta gigi Cara kerja pengujian mutu produk Penetapan kadar kalsium secara kompleksometri : Ditimbang 1 gram contoh dimasukkan ke labu ukur 100 mL dipaskan hingga tanda tera dengan aquades lalu dihomogenkan. Dipipet sebanyak 10 mL dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan 25 mL aquades. Ditambahkan 1 mL larutan buffer pH=12. Ditambahkan ± 0,1 gram EBT sebagai indicator. Kemudian dititar dengan EDTA 0,1 M hingga TAT bewarna ungu ke biru. Penetapan kadar Mg secara kompleksometri: Ditimbang 1 gram sampel, dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL. Dilarutkan dengan aquadest, himpitkan dan dihomogenkan. Dipipet 10 mL larutan diatas, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Ditambahkan 5 mL larutan buffer pH 10. Dimasukkan indicator EBT seujung sendok. Titrasi dengan larutan EDTA 0,1 M.Titar hingga titik akhir warna ungu menjadi warna biru. Penetapan kadar air metode Thermogravimetri: Disiapkan semua alat dan bahan. Ditimbang dengan teliti 1 gram sampel didalam cawan penguap yang telah diketahui beratnya. Dipanaskan dalam oven selama 2 jam pada suhu 105℃ sampai berat tetap. Pengujian potensi antimikroba : Dipotong kertas saring sebesar uang logam. Disterilkan kedalam oven.Siapkan inoculum bakteri. Disiapkan sampel dengan variasi konsentrasi. Disiapkan media dan sterilkan didaam autoklaf. Dimasukkan media NA steril kedalam cawan petri secara aseptis dan tunggu hingga beku.Kertas cakram direndam dalam larutan sampel selama 30 menit. Dengan pinset steril, kertas cakram di letakkan ditengah-tengah media secara aseptis. Diinkubasikan selama 24 jam.
Page 113
Diamati luas daerah bening disekitar cakram lalu diukur diameternya dan tentukan luas daerah halo. Uji cemaran mikroba (Angka lempeng total) : Disterilkan alat-alat yang akan digunakan menggunakan autoklaf. Ditimbang 5 gram contoh kedalam erlenmeyer steril. Dituangkan 45 ml larutan pengencer( Peptone water 0,1%). Dari larutan contoh diatas dibuat pengenceran bertingkat 10-1, 10-2, 10-3. Pada setiap tabung reaksi pengencer dikocokdan di ambil 1 ml masukan kedalam cawan petri yang telah diberi label (lakukan Duplo). Dimasukkan 12-15 ml plate count agar (PCA) encer, campur merata. Biarkan membeku, Kemudian disusun secarat erbalik dan disimpan dalam incubator suhu 350C selama ±48 jam. Dihitung jumlah koloni bakteri dari setiap cawan petri dengan alat penghitung koloni ( coloni counter ). Pengujian Koliforom : Dsterilkan alat-alat yang akan digunakan menggunakan autoklaf. Ditimbang 5 gram contoh kedalam erlenmeyer steril. Dituangkan 45 ml larutan pengencer( Peptone water 0,1%). Dari larutan contoh diatas dibuat pengenceran bertingkat 10-1, 10-2, 10-3. Dari setiap pengencer di ambil 1 ml dimasukkan kedalam tiga tabung yang telah diisi dengan pepton water 0,1 %. Inkubasikan tabung tersebut selama ±48 jam padasuhu 350C. Setelah ± 24 jam, tabung tersebut diperiksa pembentukan gasnya. Bila terbentuk gas dinyatakan positif. Bila tabung tersebut negative diinkubasikan lagi selama 24 jam. Dicatat pembentukan gasnya. Pada setiap tabung yang positif dilakukan tes lanjutan (uji penegasan/konfirmasi) Pengujian pH sampel : Ditimbang 5 gram contoh. Dilarutkan dalam 20 ml air suling dalam Erlenmeyer 50 ml, kemudian diaduk. Celupkan elektroda kedalam larutan sampel, sesuaikan suhunya. Uji organoleptik: Diambil satu produk yang telah mengeras sempurna. Diuji pada panelis dengan kategori uji bau, warna dan tekstur. Dicatat hasil panelis. HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar kalsium kompleksometri
Dari penitaran yang telah dilakukan sebanyak tiga kali didapatkan rata-rata kadar kalsium sebanyak 11,34 %. Pada SNI 19-35241995 kadar kalsium tidak di tentukan. Hanya saja menurut literatur pada sebuah jurnal mengatakan kadar Kalsium pada pasta gigi berkisar dari 15% 50%. Ini menandakan kadar Kalsium pada pasta gigi ini cukup rendah karena kesalahan pada pengerjaannya. Penetapan kadar kompleksometri
magnesium
Tabel 2. Kadar Magnesium dalam pasta gigi Sampel
Hasil
I
5,73 %
II
5,98 %
Rata-rata 5,86 %
Dari table diatas, kadar Mg yang diperoleh pada sampel pasta gigi adalah 5,86 %. Dalam SNI kadar Mg tidak ditentukan. Mg pada pasta gigi ini dihasilkan dari penambahan MgCO3 sebagai bahan abrasive yang berfungsi dapat memolish dan menghilangkan stain dan plak sehingga Mg yang diperlukan tidak dalam jumlah banyak. Pengujian pH sampel pasta gigi Dari analisis yang telah dilakukan didapat hasil untuk pengujian derajat keasaman adalah 9,72. Sedangkan standar yang telah ditetapkan oleh SNI 12-3524-1995 sebesar 4,5-10,5, hal ini menunjukkan bahwa pasta gigi yang dianalisa memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Penetapan kadar air metode thermogravimetri Tabel 3. Hasil penetapan kadar air Sampel I
Hasil
Rata-Rata
20,58 % 20,77 %
II
20,95 %
Dari tabel diatas didapatkan hasil kadar air sebesar 20,77 %, hasil tersebut telah sesuai dengan literatur yang ada yaitu sebesar 20–40 %. Tabel 4. Hasil uji potensi
Konsentrasi secara
Hasil 1,25 cm2
5%
Rata-Rata 1,25 cm2
0
Tabel 1. Kadar kalsium dalam pasta gigi
2,17 cm2 10 %
2,60 cm2 7,04 cm2
15 %
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
secara
6,44 cm2
2,40 cm2
6,74 cm2
Page 114
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil uji potensi antimikroba yaitu pada konsentrasi 5 % sebesar 1,25 cm 2, konsentrasi 10 % sebesar 2,40 cm 2 dan konsentrasi 15 % sebesar 6,74 cm2. Besar kecilnya daerah halo yang dihasilkan menandakan seberapa efektifnya pasta gigi tersebut dapat membunuh bakteri yang ada dimulut. Pengujian potensi antimikroba metode difusi cakram Uji angka lempeng total
Uji organoleptik Tabel 7. Hasil organoleptik No Pengujian Kategori Berbau Tajam 1 Bau Cukup Berbau 2
3
Warna
Tekstur
Tabel. 5 Hasil Uji Angka Lempeng Total
4
Setelah dilakukan analisis Angka Lempeng Total menggunakan sampel pasta gigi didapatkan hasil yaitu 10 dan 0 koloni, hasil ini sudah sesuai dengan SNI-12-3524-1995 (Pasta Gigi) yaitu < 105 koloni/mL. Pengujian Koliforom Tabel 6. Hasil pengujian koliforom
Dari tabel data diatas hasil analisis pada penetapan bakteri Coliform pada pasta gigi herbal tidak terdapat gelembung udara pada setiap pengenceran, ini menunjukkan bahwa pasta gigi ini tidak mengandung bakteri Coliform sedangkan menurut SNI 12-3524-1995 hasil untuk uji Coliform harus negatif. Hal ini membuktikan bahwa hasil yang didapatkan sudah memenuhi standar.
Hedonik
Hasil 25 % 75 %
Putih
65 %
Kurang Putih
35 %
Lembut
80 %
Cukup Lembut
15 %
Kurang Lembut
5%
Suka
85%
Kurang Suka
10%
Tidak Suka
5%
Dari tabel diatas didapatkan data yaitu dari 20 orang panelis menyatakan untuk bau dihasilkan bau yang cukup layaknya pasta gigi umumnnya, terbukti dari respon panelis sebanyak 75%.Pasta gigi ini berwarna putih terbukti dari respon panelis sebanyak 65%. Untuk tektur yang dihasilkan adalah lembut hal ini terbukti dari respon panelis sebanyak 80%. Dapat disimpulkan panelis suka dengan pasta gigi yang praktikan buat. KESIMPULAN Dari analisa yang telah dilakukan, bahwasanya limbah tulang sapi dapat dijadika pasta gigi yang merupakan salah satu upaya pemanfaatan limbah. Dan dari hasil analisis yang telah dilakukan didapatkan kadar Mg pada sampel sebesar 5,86 %. Hasil uji potensi dengan konsentrasi 5% sebesar 1,25 cm2, 10% sebesar 2,40 cm 2 dan 15% sebesar 6,8 cm2. Dan hasil dari kadar air adalah sebesar 20,77%, kadar kalsium sebanyak 11,34 %. Hasil pengujian Angka Lempeng Total yaitu 1,00×102 koloni/mL, pengujian bakteri Coliform negatif dan memiliki derajat keasaman 9,72. Pemanfaatan Limbah Tulang Sapi menjadi Pasta gigi ini telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh SNI 19-3524-1995 dan layak untuk dipasarkan.Dengan memanfaatkan limbah tulang sapi ini kita juga dapat meminimalkan jumlah bahan kimia yang terdapat di dalam pasta gigi. SARAN Penulis mengharapkan kepada masyarakat agar dapat mengolah dan memanfaatkan limbah tulang sapi yang selama ini kurang dimanfaatkan dapat dijadikan sebuah produk yang bermanfaat dan juga bernilai ekonomis. Penulis juga mengharapkan kepada pembaca yang berkeinginan untuk melakukan penelitian
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Page 115
lebih lanjut terhadap Pasta Gigi berbahan dasar tulang sapi ini dengan parameter yang berbeda (mencakup standar SNI) agar dapat lebih mengetahui nilai-nilai kandungan terhadap pasta gigi serta manfaat yang didapat. Pasta gigi ini tidak menghasilkan busa, jika ingin bisa ditambahkan sulfaktan yang alami . DAFTAR PUSTAKA Badan standarisasi Nasional. SNI 12-3524-1995. ICS 71.100.70 Basset, J., Etal. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kwantitatif Anorganik. Buku Kedokteran EGC : Jakarta Fortune. 2009. Sehat Dengan Terapi Lebah. Elex Media : Jakarta Herniawati, 2008.Mineral dan Homeotasis.FMIPA UPI : Bandung Ivanhoe.2001.What’s new in health care honey for your teeth [online]. (http://www.reallyrawoney.com)
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Jawetz, dkk, 2001.Mikrobiologi Salemba Medika : Jakarta
Kedokteran.
Kemenperin, 2013.Argentometri Kompleksometr.Pusdiklat Industri: Jakarta
dan
Riyanti, Eriska dkk, 2008.Pemakaian Propolis Sebagai Antibakteri Pada Pasta Gigi (http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/upload/2010/06/pemakaian_ propolis_sebagai_antibakteri_pada pasta_gigi.pdf) Syahrurachman, Agus, dkk. 1993. Mikrobiologi Kedokteran edisi Revisi.Binarupa Aksara : Jakarta Upayakti, Ifarum. 2008. Perbandingan sensitivitas rasa asam Akibat pemakaian pasta gigi berdetergen. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi: Unair Wiriyawan, Adam. 2007. Kimia Analitik, BSE : Jakarta Yeniza, 2003.Membuat Larutan Kerja Berbasis Kompetensi.SMK-SMAK:Padang
Page 116
PEMBUATAN DAN ANALISIS TEH HERBAL DARI DAUN SUKUN ( Artocarpus atilis) Yulia Arsiyelis dan Sri Wahyuni*) Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel.kapalo koto no 13 Kec. Pauh Kota Padang Email :
[email protected]
ABSTRAK Sukun termasuk dalam genus Artocarpus famili (moraceae) yang terdiri atas 50 spesies tanaman berkayu, yang hanya tumbuh di daerah panas dan lembab di kawasan Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik. Daun Sukun dapat menurunkan kolesterol darah, mencegah peradangan (inflamasi) dan mencegah penyakit kanker. Teh adalah minuman yang mengandung kafein, sebuah infusi yang dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman Camellia sinensis dengan air panas. Untuk memastikan teh kering dari daun sukun ini aman untuk dikonsumsi maka dilakukan pengujian kadar air, kadar ekstrak dalam air, serat kasar, metabolit sekunder dan uji organoleptik untuk tingkat kesukaan, warna, rasa dan bau. Dari penelitian yang dilakukan pada teh kering dari daun sukun didapatkan kadar air 5,93%, kadar serat kasar 1,9% dan terdapat senyawa metabolit sekunder seperti : tannin, saponin, alkaloid dan flavanoid yang berguna dan bermanfaat bagi tumbuhan dan manusia.
Kata kunci : Daun sukun, khasiat daun sukun
ABSTRACT Breadfruit Artocarpus genus included in the family (Moraceae) which consists of 50 species of woody plants, which only grows in hot and humid in Southeast Asia and the Pacific Islands. Breadfruit leaves can lower blood cholesterol, prevent inflammation (inflammatory) and prevent cancer. Tea is a drink that contains caffeine, an infusion that is made by brewing the leaves, leaf buds, dried leaves or stems of the plant Camellia sinensis in hot water. To ensure the dry tea from the leaves of breadfruit is safe for consumption then testing the water content, water content in the extract, crude fiber, secondary metabolites and organoleptic test for the level of preference, color, taste and smell. From the research conducted on the dry tea from the leaves of breadfruit obtained 5.93% water content, crude fiber content of 1.9% and there are secondary metabolites such as tannins, saponins, alkaloids and flavonoids are useful and beneficial to plants and humans.
Keywords: Breadfruit leaves, the efficacy of breadfruit leaves
PENDAHULUAN Daun sukun (Artocarpus altilis) adalah salah satu obat tradisional yang telah banyak dikenal masyarakat Indonesia. Flavonoid, asam hidrosianat, asetilcolin, tannin, riboflavin, saponin, phenol, quercetin, champerol dan kalium merupakan kandungan kimia daun sukun yang berkhasiat sebagai obat penyakit seperti ginjal, jantung, tekanan darah tinggi, liver, pembesaran limpa, kencing manis, asma, dan kanker. Kalium merupakan kation penting dalam cairan intraselular
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
yang berperan dalam keseimbangan pH dan osmolaritas (S. Nazaruddin, 1994). Teh merupakan salah satu produk minuman terpopuler yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia dikarenakan teh mempunyai rasa dan aroma yang khas, selain itu teh juga dipercaya mempunyai khasiat bagi kesehatan diantaranya mencegah kegemukkan, kanker dan kolesterol. Seiring dengan perkembangan zaman serta teknologi maka pada saat sekarang ini banyak sekali kita temui industri pengolahan teh dengan
Page 117
menghasilkan berbagai macam produk akhir seperti halnya teh kering, teh celup, dan bahkan teh dalam kemasan botol yang mana kesemuanya dapat memberikan kemudahan bagi kita untuk mengkonsumsinya secara praktis. Pengertian Teh Herbal adalah sebutan racikan bunga, daun, biji, akar, atau buah kering untuk membuat minuman yang juga disebut teh herbal. Walaupun disebut “teh”, racikan atau minuman ini tidak tentu harus mengandung daun dari tumbuhan teh. Seperti herbal Teh Satoimo, berasal dari buah talas (umbi) Satoimo yang dikeringkan dan dibikin minuman layaknya seperti teh, tentunya dengan campuran tamkomposisi tumbuhan herbal lainnya seperti dicampur dengan daun teh hijau atau dicampur dengan daun secang atau dicampuran dengan herbal-herbal lainnya untuk menambah khasiat dan manfaat minuman teh herbal (Watanabe et al., 2009). Oleh karena itu penulis tertarik memilih judul Pembuatan dan Analisa Teh Herbal dari Daun Sukun (Artocarpus Atilis).
Daun sukun
Sortasi
Tiriskan agar sisa air pencucian hilang Rajang daun sukun menjadi ukuran kecil
pembuatan produk Alat yang digunakan adalah alat gelas yang biasa digunakan di Laboratorium oven, kompor, panci, tirisan bambu, pisau, gunting, baskom, sendok, piring. Bahan daun sukun dan bunga melati Sumber bahan baku pembuatan teh Daun sukun diambil langsung dari pohon sukun yang berada disekitar rumah sri wahyuni dan bunga melati didapatkan dari tanaman melati dirumah sri wahyuni.
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Panaskan dalam oven suhu 600C selama 30 menit
Teh herbal daun sukun siap untuk dikemas
BAHAN DAN METODE Metodologi Penelitian Metodologi yang digunakan untuk analisa produk teh herbal dari daun sukun ini yaitu uji efektivitas antimikroba metode difusi cakram , uji kadar air metode gravimetri, uji serat kasar metode. gravimetri, uji metabolit sekunder secara kualitatif metode maserasi.
Cuci daun sukun hingga bersih
Gambar 1 Pembuatan Produk Cara kerja pengujian mutu produk Uji difusi cakram : Dipotong kertas saring sebesar uang logam. Disterilkan kedalam oven. Disiapkan inokulum bakteri. Dsiapkan sampel teh herbal dari daun sukun dengan variasi konsentrasi. Dsediakan media NA dan disterilkan media kedalam autoclave. Dipipet 1 ml suspense bakteri dan dimasukkan kedalam cawan petri steril secara aseptik. Dituang media NA steril kedalam cawan yang telah diisi suspense bakteri dan biarkan beku. Diambil kertas saring yang telah direndam dalam larutan anti septic (sampel teh herbal dari daun sukun) dengan pinset steril dan dimasukkan kedalam cawan yang telah berisi media (letakkan pada posisi ditengah-tengah media). Diinkubasikan kedalam incubator dan amati 2 x 24 jam. Penetapan kadar air metode gravimetri : Disiapkan semua alat dan bahan, ditimbang dengan teliti sampel yang telah disiapkan sebanyak 2 gram dengan menggunakan cawan penguap yang telah diketahui beratnya. Dipanaskan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 1050C sampai berat tetap. hitung kadar air yang terdapat dalam sampel.
Penetapan kadar serat kasar metode gravimetric: disiapkan semua alat dan bahan, ditimbang 2 gram sampel secara teliti, dimasukkan kedalam Page 118
Erlenmeyer 250 mL, ditambahkan ethanol 96% untuk pembebasan lemak, dienap tuangkan larutan tersebut dengan kertas saring kedalam Erlenmeyer 250 mL, diangkat kertas saring lalu dikeringkan, ditambahkan 50 mL larutan H2SO4 1,25% refluk selama 30 menit setelah itu ditambahkan NaOH 3,25% refluk kembali selama 30 menit, kemudian disaring dengan kertas saring bebas abu yang telah diketahui beratnya, dilakukan pencucian dengan larutan H2SO4 1,25% panas, aquadest panas dan ethanol 96% masing-masing 25 mL, dikeringkan endapan masukkan kedalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya, Dipanaskan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 1050C sampai berat tetap. Hitung kadar serat kasar yang terdapat dalam sampel. Uji kualitatif metabolit sekunder metode maserasi Preparasi sampel Sampel dipreparasi terlebih dahulu dengan menggunakan aquadest kemudian diamkan sebentar. Saponin Dimasukkan sejumlah sampel kedalam tabung reaksi, ditambahkan 5 mL aquadest, dipanaskan dengan lampu spritus pada saat mendidih hidupkan stopwatch dan atur waktu selama 2 menit. dikocok sampai terbentuk busa, setelah terbentuk busa didiamkan selama 5 menit jika busa bertahan selama 5 menit sampel positif (+) mengandung saponin Tannin Sejumlah sampel dilarutkan dengan aquadest panas, dipipet hasil filtrate sebanyak 5 mL dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 3 tetes FeCl3 10% kedalam filtrate, diamati perubahan warna yang terjadi jika terbentuk warna hitam kehijauan berarti sampel positif (+) mengandung tannin. Flavanoid sejumlah sampel dilarutkan dengan aquadest panas, dipipet 5 mL filtrate dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 0,5 gram serbuk Mg dan ditambahkan 1 mL HCl kemudian kocok kuatkuat, diamati perubahan warna yang terjadi jika terbentuk warna merah, kuning, atau jingga dan terdapat gelembung udara berarti sampel positif (+) mengandung flavanoid. Alkaloid sebanyak 0,0002 gram sampel dilarutkan dengan kloroform dan beberapa tetes NH4OH kemudian disaring kedalam tabung reaksi bertutup, diekstrak kloroform dikocok dengan penambahan beberapa tetes H2SO4 2 M, lalu akan terbentuk dua lapisan yaitu lapisan keruh dan bening, lapisan keruh tidak digunakan sedangkan lapisan bening diteteskan diatas plat tetes kemudian ditambahkan reagen
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
wagner, jika terbentuk endapan warna coklat sampel positif (+) mengandung alkaloid. Uji organoleptik : diseduh teh rambut jagung yang telah kering dengan air panas, dituangkan kedalam gelas dan lakukan terhadap bau, rasa dan warna. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji efektivitas cakram :
antimikroba
metode
difusi
Tabel 1. Hasil difusi cakram
Hasil analisa difusi cakram tidak ditemukan daerah (zona) halo disebabkan karena konsentrasi larutan sampel pada pengujian teh daun sukun ini sangat kecil dan dibutuhkan konsentrasi larutan yang tinggi. Tidak terbentuk daerah halo (daerah bebas mikroba) yang menandai suatu sampel yang digunakan untuk membunuh bakteri staphylococcus aureus dengan konsentrasi yang dibuat trlalu kecil sehingga daya bunuh mikroba pada sampel daun sukun tersebut kecil. Penetapan kadar air metode gravimetri : Tabel 2. Hasil penetapan kadar air
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan kadar air dari sampel sebesar 5,93 %. hasil yang diperoleh memenuhi standar mutu dari (SNI 013836-2000 Teh Kering dalam Kemasan) yang kadar airnya maksimal 8% berarti mutu dan kualitas teh daun sukun ini baik dan sesuai dengan SNI. Apabila kadar air dari suatu produk itu rendah maka kualitas dari produk tersebut bagus dan dapat bertahan dalam waktu yang lama dan tidak cepat rusak. Dan apabila kadar air suatu produk tersebut tinggi atau melewati dari standar acuan mutu dari produk tersebut kurang bagus dan akan lebih cepat menalami kerusakan dan produk tersebut tidak tahan lama. Penetapan kadar serat kasar metode gravimetri Tabel 3. Hasil penetapan kadar serat kasar
Page 119
Dari hasil praktikum yang dilakukan didapatkan kadar serat kasar dari sampel sebesar 1,9 %. Hasil yang diperoleh termasuk ke dalam range standar (SNI 01-3836-2000 Teh Kering dalam Kemasan) dengan standar maksimal 16,5% berarti mutu dan kualitas teh daun sukun ini baik dan sesuai dengan SNI. Apabila kadar serta kasar melebihi dari range standar akan menyebabkan gangguan pencernaan atau akan menyebabkan diare. Dan jika kadar serat kasar nya terlalu rendah tidak bagus untuk pencernaan.
Uji organoleptik Tabel 5. Hasil uji organoleptik No Pernyataan Hasil (%) Sangat Suka = 3,3 %
1
Kesukaan
Dari uji kualitatif yang dilakukan dapat dilihat hasil uji metabolit sekunder diketahui bahwa sampel teh herbal dari daun sukun mengandung 4 komponen senyawa metabolit sekunder yaitu : saponin, tannin, alkaloid dan flavanoid. Positif saponin ditandai dengan terbentuknya busa permanen selama 5 menit, positif tannin ditandai dengan terbentuknya warna hitam kehijauan pada saat penambahan FeCl3 10%, postif flavanoid ditandai dengan terbentuknya warna merah setelah penambahan HCl pekat dan serbuk Mg, dan positif alkaloid di tandai dengan adanya endapan setelah ditambahkan larutan wagner. Hasil ini sesuai dengan referensi yang didapatkan tentang kandungan metabolit sekunder yang ada di dalam teh dan teh herbal ini baik untuk dikonsumsi.
= 50 %
Agak suka
= 46,7 %
Tidak suka
= 0%
Coklat
Uji kualitatif metabolit sekunder : Tabel 4. Hasil uji kualitatif metabolit sekunder Metabolit No Hasil Sekunder 1 Saponin + 2 Tanin + 3 Flavanoid + 4 Alkaloid +
Suka
= 0%
Kuning kehijauan = 76,7 % 2
Warna Kuning kecoklatan = 16,7 % Hijau Sangat pahit
3
4
= 6,7% = 0%
Agak pahit
= 63,3 %
Pahit
= 26,7 %
Hambar Menyengat
= 10 % = 16,7 %
Rasa
Bau
Agak menyengat = 70 % Tidak berbau
= 13,3 %
Dari hasil organoleptik berdasarkan tingkat kesukaan didapatkan 50 % panelis memilih suka, tingkat warna didapatkan 76,7 panelis memilih warna coklat kehijauan, dari tingkat rasa di dapatkan 63,3 % panelis memilih agak pahit ,dari tingkat bau didapatkan 70 % panelis memilih agak menyengat. Sehingga produk yang dibuat ini dapat diterima di pasaran dan memiliki cirri khas warna, bau dan rasa daun sukun yang khas. KESIMPULAN Dari hasil pembuatan teh herbal dari daun sukun didapatkan 420 gram teh dari 2,8 kg bahan baku daun sukun dan dari hasil penelitian. SARAN Penulis menyarankan kepada konsumen agar dapat meningkatkan gaya hidup sehat dengan mengkonsumsi makan dan minuman yang tanpa bahan kimia yang dapat membahayakan, baik yang akan mengakibatkan efek kronis maupun efek akut pada tubuh. Untuk peneliti
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Page 120
DAFTAR PUSTAKA Departemen Pertanian, 2003, Panduan Teknologi Pengolahan Sukun Sebagai Bahan Pangan Alternatif, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Jakarta Angkasa, S. Nazaruddin. 1994. Keluwih. Jakarta : Penebar swadaya
Sukun
dan
Syamsul hidayat, S. S and Hutapea, J.R, 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, edisi kedua, Departemen Kesehatan RI, Jakarta [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. SNI 3836:2013 tentangTeh kering dalam kemasan. Jakarta: BSN. Awan. 2010. Uji Fitokimia. (Online) (http://awanl.blogspot.com/2010/11/ujifitokimia.html diakses tanggal 22 Oktober 2011). Hermayanti, Yeni, Eli Gusti. 2006. Modul Analisis Proksimat. Padang : SMAK Piliang, W.G. dan S. Djojosoebagio, Al Haj. 2002. Fisiologi Nutrisi. Vol. I. Edisi Ke-4. IPB Press, Bogor.(diakses tanggal 11 februari 2015). Standar nasional Indonesia. SNI 3836:2013. Teh kering dalam kemasan. Dewan Standarisasi Nasional Rukmana, H. Rahmat, 2014, Untung Berlipat dari Budi Daya Sukun, Yogyakarta: LilyPublisher
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Page 121
PEMBUATAN DAN ANALISIS PERMEN JELLY DARI DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) PREPARATION AND ANALYSIS OF SOURSOP LEAVES JELLY CANDY (Annona muricata L.) Zelfiarti dan Khairannisa Nurwan1) dan Nathalia Dafrosa Br. Haloho1) 1)
Siswa SMK-Sekolah Menengah Analis Kimia Padang 2) Guru Pembimbing Analisis Terpadu II
Laboratorium SMK-SMAK Padang Jl. Alai Pauh V Kel.Kapalo Koto No. 13 Kec. Pauh Kota Padang E-Mail:
[email protected] ,
[email protected] ABSTRAK Permen jelly adalah salah satu jenis kembang gula yang disukai karena memiliki sifat yang khas. Kekhasan tersebut terletak pada rasa, bentuk, kekenyalan dan elastisitas produk.Sirsak, nangka belanda, atau durian belanda (Annona muricata L.) adalah tumbuhan berguna yang berasal dari Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Keistimewaan yang dimiliki tanaman sirsak terletak pada khasiat daunnya Daun sirsak mengandung banyak manfaat untuk bahan pengobatan herbal, dan untuk menjaga kondisi tubuh. Dari keunggulan tersebut maka diperlukan pemanfaatan yang tepat, salah satu pemanfaatan daun sirsak adalah pembuatan Permen Jelly dari Daun Sirsak. Metode untuk penetapan kadar air dan kadar abu adalah metode Thermogravimetri, uji Angka Lempeng Total dengan metode hitung cawan,uji cemaran logam Pb dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom, penentuan kadar gula dengan metode Luff Schoorl, penetapan kadar vitamin C dengan metode iodimetri, dan uji kapang dengan metode hitung cawan.Adapun hasil uji dari pembuatan dan analisis permen jelly dari daun sirsak yaitu kadar air dalam sampel adalah 27,9 %, kadar abu sebesar 2,78 %, angka lempeng total sebesar <3,0 × 103 (2,4 × 103) koloni/ gram,cemaran logam Pb sebesar -5,0213 mg/kg, kadar gula dalam sampel adalah 52,99 %, kadar vitamin C 0,01%, dan uji kapang sebesar 3,3 x 10 1 koloni/ gram sampel. Sedangkan untuk penilaian organoleptik didapatkan hasil pengujian rasa adalah manis, berbau agak khas daun sirsak, mempunyai tekstur yang kenyal, dan tingkat kesukaan panelis adalah suka. Kata kunci : Permen Jelly, daun sirsak ABSTRACT Jelly Candy is one of the preferred type of candy because it has distinctive properties. The distinctiveness lies in the taste, shape, firmness and elasticity of the product. Soursop, jackfruit dutch, or durian Netherlands (Annona muricata L.) is a useful plant from the Caribbean, Central America and South America. Privilege in plants is located on the efficacy of soursop leaves Soursop leaves contain many benefits for herbal medicine ingredients, and to maintain body condition. From these advantages it is necessary to use on the way right, one of the utilization of soursop leaf is the manufacture of Soursop Leaf Jelly Candy. Methodsfordetermination ofmoisture contentandash contentisThermogravimetrimethod, testofTotal Plate Countis Plate Count method,Pb contaminationtest is Atomic Absorption Spectrophotometrymethod, sucrose analysis is Luff Schoorl method, vitamin C analysis is iodimetri method, and mold test is plate count method .The analysis results from the manufacture and analysis of soursop leaf jelly candy are water in the sample of 27.9%, ash of 2.78%, total plate count of <3.0 × 103 (2.4 × 103),Pb contamination of -5.0213 mg / kg, sucrose 52,99 %, vitamin C 0,01%, and mold test is 3,3 x 101 koloni/ gram. Organoleptic assessment test is got sweet taste, smell which has somewhat typical of soursop leaves, has a chewy texture, and the testers like it. Keyword :Jelly Candy,Soursop leaves
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Page 122
PENDAHULUAN Sirsak, atau durian belanda (Annona muricata L.) memang menawarkan berbagai kandungan positif bagi kesehatan manusia, mulai dari buahnya, daunnya, bahkan pohonnya. (Wikipedia.org). Kandungan buah sirsak tersusun atas 67% daging buah yang dapat dimakan, 20% kulit, 8,5% biji, dan 4% poros tengah buah, dari berat keseluruhan buah. Kandungan gulanya sekitar 68% dari seluruh bagian padat daging buah. Sirsak merupakan sumber vitamin B yang lumayan jumlahnya (0,07mg/100 g daging buah ) dan vitamin C ( 20 mg/100g daging buah), dan sedikit sampai sedang kandungan kalsium dan fosfornya. Sifat yang paling disenangi orang dari sirsak ini adalah harumnya dan aromanya yang sangat menggiurkan.Daging buahnya mirip dengan ‘cherimoya’, warna putihnya yang murni itu sangat stabil, walaupun sedang diolah. (Verheij dan Coronel, 1997) Daun sirsak mempunyai banyak manfaat untuk kesehatan tubuh, yakni mampu menghambat pertumbuhan bakteri, membantu menghambat mutasi gen, membantu menghambat perkembangan virus, membantu menghambat perkembangan parasit, membantu menghambat pertumbuhan tumor, membantu merileksasi otot, sebagai anti kejang, membantu meredakan nyeri, mampu menekan peradangan, menurunkan kadar gula darah, menurunkan demam, menurunkan tekanan darah tinggi, menguatkan saraf, membantu menyehatkan jantung, membantu meningkatkan produksi asi pada ibu hamil, membantu melebarkan pembuluh darah, membunuh cacing parasit, mengurangi stres, menguatkan pencernaan dan meningkatkan nafsu makan. (Wikipedia.org) Permen jelly termasuk dalam makanan semi basah yang dibuat dari sari buah dan bahan pembentuk gel, dengan kenampakan jernih dan transparan, serta mempunyai tekstur dan kekenyalan tertentu (Harijono et al., 2001). Permen jelly adalah salah satu jenis kembang gula yang disukai karena memiliki sifat yang khas. Kekhasan tersebut terletak pada rasa, bentuk, kekenyalan dan elastisitas produk (Hambali et al., 2004). Permen jelly yang dibuat dari buah ataupun sayuran memiliki kelebihan akan nilai nutrisi dibandingkan dengan yang ada di pasaran yang hanya berasal dari penambahan esence dari bahan kimia. Produk ini juga memiliki masa simpan yang cukup lama. Hal ini disebabkan produk kaya akan gula sehingga tidak mudah dirusak oleh mikroorganisme, namun demikian untuk menjaga kualitas selama penyimpanan sebaiknya produk dikemas dengan baik agar
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
terhindar dari air atau kelembaban karena akan mempercepat kerusakan permen (Hidayat dan Ikarisztiana, 2004). Daun sirsak yang bermanfaat untuk kesehatan perlu diinovasikan menjadi suatu produk yang dapat dikonsumsi dan dinikmati oleh berbagai kalangan. Salah satu inovasi pemanfaatan daun sirsak adalah menjadikannya sebagai bahan baku pembuatan permen jelly. BAHAN DAN METODE Metode Penelitian Metoda yang digunakan untuk analisa parameter yaitu untuk penetapan kadar air dan kadar abu dengan metoda Thermogravimetri, uji cemaran mikroba dengan metoda Angka Lempeng Total,uji cemaran logam Pb dengan metoda Spektrofotometri Serapan Atom, penetapan kadar gula dengan metode Luff Schoorl, penetapan kadar vitamin C dengan metode iodimetri, dan uji cemaran mikroba kapang dengan metode hitung cawan. Analisis Gravimetri adalah suatu cara penentuan unsur atau senyawa berdasarkan berdasarkan berat dimana unsur yang akan ditentukan dipisahkan dulu serta dirubah menjadi senyawa tertentu dan murni, kemudian ditimbang.( Yeniza, 2005) Metode hitung cawan, prinsipnya adalah menghitung jumlah koloni mikroorganisme yang tumbuh didalam cawan petri yang berisi media laboratorium berbentuk padat dan contoh setelah waktu inkubasi tertentu.( Srikandi Fardiaz, 1989) Metode Spektrofotometri Serapan Atom berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Prinsip gula reduksi (sebelum inversi) yaitu gula reduksi seperti glukosa, fruktosa, maltosa dan laktosa akan mereduksi larutan Luff Schoorl ditentukan dengan cara titrasi dengan larutan Natrium Thiosulfat. Prinsip penentuan sakarosa yaitu sakarosa dihidrolisis menjadi gula reduksi. Jumlah gula reduksi ditentukan dengan cara seperti pada penetapan kadar gula reduksi. Hasil kali faktor kimia dengan selisih kadar gula sesudah dan sebelum inversi menunjukkan kadar sakarosa. (SNI 3547.2-2008) Penentuan kadar Vitamin C secara volumetri dengan metode iodimetri berdasarkan reaksi oksidasi reduksi antara sampel sebagai reduktor dengan larutan baku I2 0,01 N sebagai oksidator dalam suasana asam dengan menggunakan indikator larutan kanji dengan titik akhir ditandai dengan perubahan warna
Page 123
larutan dari bening menjadi biru. (Nurirjawati , 2012) Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar maka sel mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode ini dilakukan dengan tahapan kerja diantaranya pengenceran, pemupukan, dan penghitungan koloni dengan menggunakan colony counter. Pengenceran yang baik dilakukan secara desimal seperti 1:10, 1:100, 1:1000 dst (Nilma, 2010 ) Sumber bahan baku pembuatan produk Bahan baku terdiri dari daun sirsak, gelatin, dan gula. Daun sirsak didapatkan dari pohon sirsak di daerah Kampung Baru Kel.Pisang, Padang.sedangkan gelatin dan gula didapatkan dari toko terdekat. Alat dan bahan pembuatan produk Alat Kompor gas, panci, cetakan, pengaduk. Bahan Daun Sirsak, gelatin, gula, fruktosa cair, Asam Sitrat, Natrium Benzoat.
Permen kemudia n dikemas.
Rebus 30 lembar daun sirsak dalam 750 mL air
Rebus hingga air rebusan tinggal 250 mL
Aduk, diamkan 10 menit lalu tim sampai mencair
Larutkan 20 g gelatin dengan 100 mL air es
Panaskan 100 mL air rebusan daun sirsak
Tambahkan 100 g gula dan 20 mL fruktosa cair
Jemur sampai kering di bawah sinar matahari .
Tambahkan seujung sendok Asam Sitrat dan Na. Benzoat
Cara kerja analisis parameter uji Penetapan kadar air : Dikonstankan cawan penguap, lalu ditimbang sampel sebanyak 2 g ke dalam cawan Dipanaskan cawan yang berisi sampel tersebut dalam oven pada suhu 105⁰C ± 2⁰C selama dua jam.Kemudian, dipindahkan segera ke dalam desikator dan didinginkan selama 15 menit kemudian ditimbang. Dilakukan pemanasan kembali sampai bobot konstan. Penetapan kadar abu : Dikonstankan cawan porselin, lalu tdiimbang 5 g ke dalam cawan. Dipanaskan perlahan di atas api sampai tidak berasap lagi. Kemudian diabukan dalam furnace pada suhu 900⁰C sampai terbentuk abu berwarna putih. Dipindahkan segera ke dalam desikator dan didinginkan selama 15 menit kemudian ditimbang sampai didapatkan bobot konstan. Uji angka lempeng total Ditimbang 1 g contoh dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah berisi 9 mL larutan pengencer (aquadest) sehingga diperoleh pengenceran (10-1).Kocok campuran beberapa kali sehingga homogen. Dipipet 1 mL dari
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Gambar 1 . Skema Pembuatan Produk pengenceran 10-1 ke pengenceran 10-2, kemudian 1 mL dari pengenceran 10-2 ke pengenceran 10-3. Pipet masing-masing 1 mL dari pengenceran 10-2 dan 10-3 ke dalam cawan petri steril secara duplo.Tuangkan 15 mL sampai 20 mL media PCA yang masih cair dengan suhu 45⁰C ke dalam masing-masing cawan petri. Dihomogenkan lalu dibiarkan campuran dalam cawan petri memadat. Dimasukkan semua cawan petri dengan posisi terbalik dalam inkubator pada suhu 35⁰C selama 48 jam. Uji cemaran logam Pb Dibuat deret standar Pb yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4 ppm masing-masing dalam labu 50 mL. Digunakan aquabidest sebagai pengencer dan homogenkan. Untuk preparasi sampel, ditimbang 5 g contoh dengan teliti dalam cawan porselin. Dipanaskan sampai contoh uji tidak berasap lagi. Lalu diabukan dalam furnace 900⁰C ± 5⁰C sampai abu berwarna putih. Dilarutkan abu berwarna putih dalam 5 mL HNO3 pekat dan masukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian tepatkan hingga tanda garis dengan aquabidest. Disaring larutan menggunakan kertas saring Whatman No. 41
Page 124
ke dalam labu ukur 100 mL.Baca absorbans larutan baku kerja dan larutan contoh terhadap blanko menggunakn SSA pada panjang gelombang maksimum sekitar 217 nm. Penetapan kadar gula : Gula Reduksi ( dihitung sebagai gula sebelum inversi ) : Ditimbang 2 g contoh dan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml, ditambahkan air dan kocok. Tambahkan 5 ml Pb-asetat setengah basa dan digoyangkan. Teteskan 1 tetes larutan (NH4)2HPO4 10%. Apabila timbul endapan putih maka penambahan Pb-asetat setengah basa sudah cukup. Ditambahkan 15 ml larutan (NH4)2HPO4 10% . Untuk menguji apakah Pbasetat setengah basa sudah diendapkan seluruhnya, diteteskan 1-2 tetes (NH4)2HPO4 10%. Apabila tidak timbul endapan berarti penambahan (NH4)2HPO4 10% sudah cukup. Digoyangkan dan tepatkan isi labu ukur sampai tanda garis dengan air suling, kocok 12 kali , dibiarkan dan saring. Dipipet 10 ml larutan hasil penyaringan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Ditambahkan 15 ml air suling dan 25 ml larutan Luff Schoorl ( dengan pipet) serta beberapa butir batu didih. Dihubungkan erlenmeyer dengan pendingin tegak , dipanaskan diatas pemanas listrik, diusahakan dalam waktu 3 menit sudah harus mulai mendidih. Dipanaskan terus selama 10 menit ( pakai stopwatch ) kemudian diangkat dan segera didinginkan dalam bak berisi es (jangan digoyang). Setelah dingin ditambahkan 10 ml larutan KI 20 % dan 25 ml larutan H2SO4 25 % (hati-hati terbentuk gas CO2). Dititar dengan larutan natrium tio sulfat 0,1 N dengan indikator larutan kanji 0,5% (V1). Dikerjakan penetapan blanko dengan 25 ml air dan 25 ml larutan Luff Schoorl seperti cara diatas (V2). Sakarosa : Ditimbang 2 g contoh dan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml, ditambahkan air dan kocok. Ditambahkan 5 ml Pb-asetat setengah basa dan digoyangkan. Diteteskan 1 tetes larutan (NH4)2HPO4 10%. Apabila timbul endapan putih maka penambahan Pb-asetat setengah basa sudah cukup. Tambahkan 15 ml larutan (NH4)2HPO4 10% . Untuk menguji apakah Pb-asetat setengah basa sudah diendapkan seluruhnya, teteskan 1-2 tetes (NH4)2HPO4 10%. Apabila tidak timbul endapan berarti penambahan (NH4)2HPO4 10% sudah cukup. Digoyangkan dan tepatkan isi labu ukur sampai tanda garis dengan air suling, kocok 12 kali , dibiarkan dan saring. Pipet 50 ml hasil penyaringan ke dalam labu ukur 100 ml. Ditambahkan 25 ml HCl 25 % pasang termometer dan dilakukan hidrolisis diatas penangas air. Apabila suhu mencapai 68oC – 70oC suhu dipertahankan selama tepat
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
10 menit. Diangkat dan bilas termometer dengan air lalu dinginkan. Ditambahkan NaOH 30 % sampai netral (warna merah jambu) dengan indikator fenolftalin. Tepatkan sampai tanda tera dengan air suling, dikocok 12 kali. Dipipet 10 ml larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Ditambahkan 15 ml air suling dan 25 ml larutan Luff Schoorl ( dengan pipet) serta beberapa butir batu didih. Hubungkan erlenmeyer dengan pendingin tegak , dipanaskan diatas pemanas listrik, usahakan dalam waktu 3 menit sudah harus mulai mendidih. Dipanaskan terus selama 10 menit ( pakai stopwatch ) kemudian diangkat dan segera didinginkan dalam bak berisi es (jangan digoyang). Setelah dingin ditambahkan 10 ml larutan KI 20 % dan 25 ml larutan H2SO4 25 % (hati-hati terbentuk gas CO2). Titar dengan larutan natrium tio sulfat 0,1 N dengan indikator larutan kanji 0,5% (V1). Kerjakan penetapan blanko dengan 25 ml air dan 25 ml larutan Luff Schoorl seperti cara diatas (V2). Penentuan Kadar Vitamin C: Sampel dipotong-potong ke ukuran yg lebih kecil. Ditimbang sampel sebanyak 5,0000 g dengan teliti dipindahkan kedalam erlenmeyer. Ditambahkan 25 ml aquadest bebas CO2 (telah dididihkan hingga tak ada gelembung udara). Ditambahkan pula H2SO4 4N sebanyak 6 ml dan 1-2 ml indikator amilum. Dititrasi dengan I2 0,01 N hingga TAT (muncul warna biru). Penitaran dilakukan duplo. Uji Kapang: Ditimbang 25 gram sampel dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah berisi 225 ml larutan pengencer sehingga diperoleh pengenceran 1:10. Dikocok campuran beberapa kali sehingga homogen. Dipipet masing-masing 1ml dari pengenceran 10-1 , 10-2 ke dalam cawan petri steril secara duplo. Dituangkan 15 ml – 20 ml PDA ke dalam masing-masing cawan petri dalam waktu 15 menit dari pengenceran pertama. Pada saat penuangan PDA masih dalam bentuk cair dengan suhu 45 0C ± 1 0C. Digoyang cawan petri dengan hati-hati ( putar dengan arah goyang kedepan , ke belakang , ke kanan dan ke kiri ) sehingga tercampur merata. Dibiarkan hingga campuran dalam cawan petri membeku. Dimasukkan semua cawan petri dengan posisi tidak terbalikke dalam inkubator dan inkubasi pada suhu 25oC selama 5 hari. Dihitung koloni kapang/khamir ( perhitungan dapat dilakukan mulai hari ke tiga sampai hari ke lima). Nyatakan hasil perhitungan sebagai jumlah kapang/khamir per gram contoh.
Page 125
Uji organoleptik Bau : Diambil contoh uji sebanyak 5 buah dan letakkan di atas kaca aloji yang bersih dan kering. Cium contoh uji untuk mengetahui Lakukan pengerjaan oleh 3 orang panelis atau 1 orang tenaga ahli. Uji cemaran mikroba Angka Lempeng Total Table 3. Hasil uji cemaran mikroba
No
Hasil SNI <3,0 × 103 1 Cawan I (2,3 × 103) <3,0 × 103 5 x 104 2 Cawan II (2,5x 103) <3,0 × 103 3 Rata-rata (2,4 x 103) Dari tabel data diatas hasil angka lempeng total yang didapatkan sesuai dengan SNI 3547.2-2008karena tidak mencapai 5 x 104. maka permen jelly dari daun sirsak aman untuk dikonsumsi.
Tabel 4 : Hasil Uji Cemaran Logam Pb
1.
Tabel 6. Hasil Analisis Kadar Vitamin C
No
Berat Sampel (g)
Kadar Vitamin C (%)
Ratarata % Vitamin C
Vitamin C dalam buah sirsak
1 2
5,0005 5,0008
0,01 0,01
0,01
20 mg / 100 g
Percobaan
Uji Cemaran Logam Pb No
Kadar Vitamin C
Parameter
Uji Cemaran Logam Pb I 2. Uji Cemaran Logam Pb II Rata-rata
Hasil (mg/kg) -4,6301 mg/kg -5,4125 mg/kg -5,0213 mg/kg
Standar acuan (Maksimum) 2,0 mg/kg
Dari analisa yang telah dilakukan didapat kadar vitamin C di dalam permen jelly dari daun sirsak yaitu 0,01 %. Vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. Di samping mudah larut dengan air, vitamin C juga mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi. Kadar vitamin C yang sangat rendah pada permen jelly dari daun sirsak diakibatkan oleh proses pembuatan dengan cara pemanasan yang lama dan jugakarena adanya proses penjemuran di bawah sinar matahari yang mengakibatkan rusaknya vitamin C. Uji Kapang Tabel 7. Hasil Uji Kapang
No
10-1
2,0 mg/kg 2,0 mg/kg
Dari tabel diatas dapat dilihat uji cemaran logam Pb yang diperoleh dari Permen Jelly dari Daun Sirsak adalah sebesar -5,0213 mg/kg dengan standar 2,0 mg/kg. Hasil tersebut kecil dari standar acuan SNI 3547.22008, maka dapat disimpulkan permen jelly ini aman dikonsumsi. Penetapan Kadar Gula (Sakarosa) Tabel 5. Hasil Analisis Kadar Gula (Sakarosa)
Jumlah Koloni Perpengenceran
Hasil (koloni/g)
SNI
10-2
Maks. 1x102 2 6 0 koloni/g Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa hasil uji kapang yang didapatkan sebesar 3,3 x 101 koloni/gram, hasil ini sesuai dengan syarat mutu cemaran kapang berdasarkan SNI 3547.2-2008 yaitu maksimal 1x102 koloni/gram. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa produk ini aman dikonsumsi.Uji kapang ini menunjukkan tingkat kebersihan dalam pengolahan produk ini. Peralatan yang higienis dan disanitasi dengan baik serta kebersihan area produksi yang terjaga akan menghasilkan produk yang bebas dari pertumbuhan kapang dan pembentukan sporanya. 1
7
0
3,3 x 101
Berdasarkan tabel diatas, sakarosa rata-rata yang didapat yaitu 52,99%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar sakarosa sesuai dengan standar SNI 3547.2-2008 yaitu min. 27 %. Gula memberikan aroma, rasa manis, sebagai pengawet dan untuk memperoleh tekstur tertentu. Kadar gula yang tinggi pada permen jelly dari daun sirsak berguna sebagai pengawet, sehingga dapat menambah masa simpan dari permen jelly ini.
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Page 126
Uji Organoleptik Tabel 8. Hasil penilaian Uji Organoleptik
diketahui mutu dan kualitas yang sesuai dengan standar dan permintaan pasar
DAFTAR PUSTAKA Almatsier, Sunita.2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama E.W.M. Verheij dan R.E .Coronel 1997.Prosea .Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2.BuahBuahan yang Dapat Dimakan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penilaian rasa oleh panelis adalah manis, berbau agak khas daun sirsak, dan mempunyai tekstur yang kenyal. Sedangkan untuk indikator kesukaan, disimpulkan bahwa panelis-panelis menyukai permen jelly dari daun sirsak. KESIMPULAN Dari hasil pengamatan dan peritungan didapatkan kadar air dalam sample permen jelly dari daun sirsak adalah 27,9 %, kadar abu sebesar 2,78 %, angka lempeng total sebesar <3,0 × 103 (2,4 × 103), cemaran logam Pb sebesar -5,0213 mg/kg, kadar sakarosa 52,99 %,kadar vitamin C 0,01%,dan kapang 3,3 x 101 koloni/gram. Hasil yang didapat dari ketujuh parameter sesuai dengan standar acuan SNI 3547.2-2008 Kembang Gula-Bagian2: Lunak. Sedangkan untuk penilaian organoleptik didapatkan hasil pengujian rasa adalah manis, berbau agak khas daun sirsak, mempunyai tekstur yang kenyal, dan tingkat kesukaan. Untuk daya tahan produk disimpulkan bahwa produk ini tahan sampai 14 hari. SARAN Penulis mengharapkan kepada masyarakat agar bisa mengolah daun sirsak menjadi produk yang lebih bervariasi lagi, karena daun sirsak memiliki kandungan dan khasiat yang sangat baik bagi tubuh. Daun sirsak yang belum termanfaatkan ini dapat meningkatkan nilai ekonomi daun sirsak yang ada di Indonesia.Dengan meningkatnya nilai ekonomi ini, diharapkan tumbuhnya industri berskala kecil dan menengah di kalangan masyarakat umum dengan bahan baku daun sirsakPenulis juga mengharapkan agar penelitian permen jelly dari daun sirsak ini dapat dilanjutkan, karena masih ada beberapa parameter atau syarat mutu dari permen jelly yang belum dianalisis, sehingga nantinya dapat
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Elizarni dan Fitriyeni. 2007. Bahan Ajar Berbasis Kompetensi (Modul) Organoleptik.Padang:SMAK-Padang Fardiaz, S. 1989 Penuntun praktek mikrobiologi pangan,IPB Hart, Harold, Leslie E. Craine, David J. Hart (Alih Bahasa, Suminar Setiati Ahmadi).2003.Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat.Edisi-11. Jakarta: Erlangga Hasnawati, Eka. 2012. Keajaiban Sirsak Menumpas 7 Penyakit: Kanker, Tumor, Jantung, Diabetes, Kolesterol, Asam Urat, dan Hipertensi. Yogyakarta: Easymedia Hidayat,N., dan Ikarisztiana,K. (2004). Membuat Permen Jeli. Surabaya: Trubus Agrisarana Iptek-net.2009.Gula http://ipteknet.co.id Irjawati, Nur. 2012.Iodo-Iodimetri. https://nurirjawati.wordpress.com/boutpharmacy/colap/iodo-iodimetri/. Tanggal akses 1 April 2015 Lay, Bibiana W.1994. Analisis Mikroba di Laboratorium.Jakarta: Raja Grafindo Persada Muktiani.2011. Khasiat & Cara Olah Sirsak untuk Kesehatan dan Bisnis Makanan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press Nilma, Barwita Yuniana.2010. Modul Mikrobiologi Bilingual. Padang: SMAK-Padang Smecda.2014. Pembuatan Jelly Rumput Laut.http://www.smecda.com/files/teknologi/pro duk_rumput_laut.pdf. Tanggal akses 21 Desember 2014 SNI 3547.2-2008.Kembang Bagian2:Lunak
Gula-
Sophian, Alfi .2010. Kapanghttp://alfisophian.blogspot.com/
Page 127
Sudarmadji, Slamet , Bambang Haryono, Suhardi.2003. Analisa Bahan Makanan dan Minuman.Cetakan ke-2. Yogyakarta: Liberty Usu Institutional Repository. 2011. Permen Jelly. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/ 29243/3/Chapter%20II.pdf. Tanggal akses 15 Desember 2014 Wardatul Jennah. 2013. Spektrofotometer Serapan Atom.http://wardahankbjm.blogspot.com/. Tanggal Akses 10 Maret 2015. Wicaksono, Adi.2011. Kalahkan Kanker dengan Sirsak. Jakarta: Citra Media Mandiri
Jurnal SMAKPA Vol.07 No.02, Desember 2015
Page 128