PENENTUAN INDEKS MEAN STAGE COUNT TIGA KULTIVAR RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) PADA UMUR BERBEDA Budiman1 dan Syamsuddin1 1
Laboratorium Agrostologi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10 Tamalanrea, Makassar 90245 Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui perkembangan morfologi tanaman rumput gajah kultivar Taiwan, King dan Mott pada umur berbeda. Penelitian menggunakan rancangan tersarang. Faktor perkembangan bersarang dalam faktor kultivar. Variabel yang diukur adalah indeks MSC dan SMSC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks MSC kultivar Taiwan dan King sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) dibanding dengan indeks MSC kultivar Mott. Indeks MSC pada umur 12 minggu sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dibanding dengan umur 8 minggu pada semua kultivar yang diuji. SMSC kultivar Taiwan tidak berbeda nyata dengan SMSC kultivar King, tetapi keduanya sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) dibanding dengan SMSC kultivar Mott. SMSC umur 12 minggu sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dibanding dengan umur 8 minggu. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan indeks MSC dan SMSC antara kultivar rumput gajah. Kultivar Taiwan menunjukkan indeks MSC dan SMSC tertinggi. Fase reproduktif menunjukkan indeks MSC dan SMSC tertinggi untuk semua kultivar yang diuji. Kata kunci: Perkembangan morfologi, Rumput Gajah, MSC, SMSC. PENDAHULUAN Untuk merancang manajemen penggunaan padang rumput, perkembangan morfologi tanaman rumput sangat penting diketahui karena perkembangan morfologi dapat dijadikan dasar untuk menentukan waktu defoliasi atau penggembalaan yang tepat untuk mendapatkan produksi dan kualitas hijauan yang otimum (Villanueva-Avalos, 2008). Keberhasilan praktek manajemen padang rumput harus didasarkan pada perkembangan morfologi dan reaksi fisiologi tanaman. Karena perubahan fisiologi maupun perubahan morfologi mempengaruhi produksi dan kualitas tanaman pakan ( Waller et al., 2004). Menurut Moore et al. (1991) bahwa perkembangan morfologi dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur tingkat pertumbuhan dan perkembangan rumput perennial. Rata-rata tingkat perkembangan morfologi dapat dihitung dengan menggunakan indeks mean stage count (MSC). MSC berguna dalam mendeskripsikan perkembangan morfologi tanaman, terutama jika membandingkan kultivar atau spesies (Smart et al., 2001). Estimasi variasi MSC dalam populasi rumput dapat dihitung dengan standard deviasi MSC (SMSC). Pengukuran kedewasaan populasi anakan dapat membantu
157
menggambarkan kandungan nutrisi sepanjang siklus perkembangan rumput (Mitchell et al., 1997). Rumput gajah termasuk rumput perennial, terkenal di seluruh daerah tropik basah karena mempunyai kemampuan berproduksi tinggi dan digunakan sebagai hijauan untuk ternak (Woodard dan Prine, 1991). Beberapa kultivar telah dikembangkan di Indonesia antara lain kultivar Taiwan, King dan Mott (Prawiradiputra et al., 2006). Meskipun antara kultivar terkait erat, tetapi antara kultivar masih terdapat perbedaan perkembangan morfologi, karakteristik pertumbuhan dan respon terhadap praktek-praktek budidaya yang berbeda sehingga menyebabkan perbedaan waktu panen, produksi dan kualitas pada kondisi lingkungan dan teknik budidaya yang sama. Karena adanya perbedaan tersebut, maka perlu penentuan indeks MSC antara kultivar agar dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan waktu defoliasi yang tepat agar dapat diperoleh produksi, kualitas yang optimal dan tanaman dapat hidup secara berkelanjutan. Penelitian tentang produktivitas dan kualitas rumput gajah telah banyak dilakukan. Para peneliti memberikan rekomendasi berbeda-beda dalam menentukan waktu defoliasi yang tepat. Penentuan waktu defoliasi yang tepat untuk mendapatkan produksi dan kualitas optimum umumnya berpedoman pada umur tanaman dan memberikan rekomendasi yang berbeda-beda. Menurut Moran (2005) bahwa rumput gajah dapat dipanen pada umur 25 - 30 hari pada musim hujan atau 50 - 60 hari pada musim kemarau. Mwebaze (2002) merekomendasikan defoliasi rumput gajah pada umur 8 sampai 12 minggu. Zahid et al. (1999) menyarankan interval defoliasi rumput gajah dengan jarak 10 minggu untuk memperoleh hasil dan kualitas hijauan yang optimum. Semua studi tersebut di atas menunjukkan bahwa defoliasi pada tingkat pertumbuhan yang telah tua meningkatkan jumlah hijauan tersedia untuk ternak. Informasi mengenai penentuan waktu defoliasi rumput gajah berdasarkan tingkat perkembangan morfologi belum ada dilaporkan, sehingga diperlukan penelitian untuk menentukan tingkat perkembangan morfologi antara kultivar dengan menentukan indeks MSC. Sehubungan dengan hal tersebut maka dilakukan penelitian perkembangan morfologi tiga kultivar rumput gajah pada fase vegetatif dan reproduktif. METODE PENELITIAN Penanaman rumput Penelitian dilaksanakan di rumah kaca menggunakan tanah regosel. Rumput ditanam dalam pot ( ukuran 40 x 35 cm dan diameter 25 cm ), setiap pot diisi dengan media tanah seberat 10 kg. Pada penelitian ini digunakan 192 pot. Pot ditempatkan secara acak mengikuti pola pengacakan rancangan hierarchial. Menggunakan rumput gajah kultivar Taiwan, King dan Mott. Perlakuan umur pemotongan 8 minggu dan 12 minggu tersarang dalam setiap kultivar .Setiap perlakuan masing-masing perlakuan diulangi 4 kali. Sebelum penanaman, stek rumput gajah kultivar Taiwan, King dan Mott ditumbuhkan sampai muncul tunas. Stek yang mempunyai tunas yang seragam ditanam dalam masing-masing pot sebanyak 3 stek. Penjarangan dilakukan pada saat tanaman tumbuh dan menyisakan satu tanaman setiap pot. Pemberian air
158
dan penyiangan dilakukan jika diperlukan. Tanaman diberi pupuk urea (46%N) fosfat (18% P2O5) dan KCl (50%K2O) dengan dosis 100 kg urea/ha, 50 kg Fosfat/ha dan 50 kg KCl/ha atau setara dengan (0,52 g N/pot, 1,33 kg P2O5/pot dan 0,48 g K2O/pot). Koleksi Data Untuk menentukan indeks MSC dan SMSC dilakukan perhitungan dan pengamatan pada semua tanaman dengan cara menghitung jumlah daun, daun yang mempunyai collar dan node yang dapat dilihat atau dirasa jika diraba. Untuk tingkat pertumbuhan vegetatif atau perkembangan daun Si = 1,0 jika daun pertama muncul dengan sempurna, fase pemanjangan batang Si = 2 jika node pertama terlihat atau dapat dirasa jika diraba. Jumlah tanaman dalam setiap tingkat Si ( Ni ) dan total tanaman (C) harus dicatat. Pengamatan dan perhitungan pada fase vegetatif dilakukan sampai minggu ke-8 setelah tanam, sedangkan untuk perlakuan fase reproduktif dilakukan sampai minggu ke- 13. Tingkat perkembangan morfologi setiap kultivar dihitung indeks dengan menggunakan rumus menurut Moore et al. (1991) sebagai berikut :
Untuk menaksir variabilitas dalam populasi tanaman setiap tingkat pertumbuhan, diestimasi dengan simpangan baku MSC (SMSC) sebagai berikut :
Dimana: MSC = mean stage count Si = indeks tingkat pertumbuhan, 1 sampai 4,9 Ni = jumlah tanaman dalam tingkat Si C = Total tanaman dalam populsi SMSC = standard deviasi MSC
Analisis Data Pengaruh indeks MSC dan SMSC ditentukan dengan analisis variasi (ANOVA) dan perbedaan antara perlakuan diuji dengan menggunakan uji BNT (Steel dan Torrie, 1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Indeks MSC Indeks MSC adalah angka yang penunjukkan tingkat perkembangan morfologi tanaman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indeks MSC kultivar Taiwan dan kultivar King berbeda sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) dibanding dengan indeks MSC kultivar Mott (Tabel 1). Tingginya indeks MSC kultivar Taiwan dan kultivar King disebabkan oleh laju pembentukan node
159
kedua kultivar tesebut lebih cepat dibanding dengan kultivar Mott. Peningkatan jumlah node dan pemanjangan batang menurunkan rasio daun batang. Penurunan rasio daun batang yang disebabkan oleh terjadinya perpanjangan batang akan menurunkan nilai nutrisi (Vendramini, 2010). Tanaman hijauan yang baik adalah rasio daun dengan batang tinggi (Azani et al., 2004). Laju perkembangan morfologi kultivar Taiwan dan King lebih cepat dibanding dengan kultivar Mott sehingga menghasilkan indeks MSC lebih tinggi pada umur yang sama. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kultivar Taiwan dan King mencapai tingkat kedewasaan lebih cepat dibanding dengan kultivar Mott. Menurut Skinner dan Moore (2007) bahwa tanaman yang mempunyai indeks MSC yang tinggi menunjukkan tingkat kedewasaan yang lebih tinggi. Tabel 1. Rata-rata indeks MSC dan SMSC rumput gajah kultivar Taiwan, King dan Mott pada umur 8 dan 12 minggu Perlakuan MSC SMSC Kultivar Taiwan 2,10c 1,86c c King 2,03 1,70c Mott 1,82a 1,48a Morfologi Kultivar Taiwan 8 Minggu 1,88a 1,56a c 12 minggu 2,32 2,16c Kultivar King 8 Minggu 1,71a 1,25a 12 minggu 2,35c 2,15c Kultivar Mott 8 Minggu 1,58a 1,03a c 12 minggu 2,06 1,94c Keterangan : Superskrip a,c yang berbeda menurut kolom kultivar dan morfologi berbeda sangat nyata (p<0,01)
Indeks MSC pada umur 12 minggu berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dibanding dengan umur 8 minggu untuk semua kultivar yang diuji. Secara umum, terjadi peningkatan indeks MSC dari fase vegetatif (umur 8 minggu) ke fase reproduktif (umur 12 minggu) untuk semua kultivar, tetapi peningkatannya tidak sama antara kultivar. Peningkatan indeks MSC disebabkan oleh pertambahan jumlah node seiring dengan meningkatnya kedewasaan tanaman dari fase vegetatif ke fase reproduktif untuk semua kultivar. Hasil penelitian Villanueva-Avalos (2008) pada tanaman rumput Bothriochloa blahii (RETZ) S.T. BLAKE menunjukkan bahwa indeks MSC meningkat dari fase vegetatif 1,31 menjadi 2,32 pada fase reproduktif. Kenaikann indeks MSC ini menyebabkan proporsi batang meningkat sehingga menurunkan rasio daun dengan batang. Standard deviasi mean stage count (SMSC) SMSC adalah standar deviasi MSC yang dapat digunakan untuk menginterpretasikan perubahan dalam kedewasaan yang ada dalam populasi
160
tanaman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa SMSC kultivar Taiwan dan King sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) dibanding dengan SMSC kultivar Mott (Tabel 1). Menurut Moore dan Moser (1995) bahwa nilai SMSC yang kecil menunjukkan bahwa kebanyakan tanaman dalam populasi sama atau hampir sama kedewasaannya, sedangkan SMSC yang besar menunjukkan bahwa dalam populasi itu terdapat bermacam-macam tingkat kedewasaan. Karena SMSC kultivar Mott paling lendah, maka tingkat kedewasaanya lebih seragam dibanding dengan kultivar Taiwan dan King. SMSC pada umur 12 minggu sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dibanding dengan umur 8 minggu untuk semua kultivar. Nilai SMSC yang kecil menunjukkan bahwa kebanyakan tanaman dalam populasi hampir sama atau seraagam tingkat kedewasaannya dan memiliki nilai SMSC dekat dengan MSC. Untuk menggambarkan tingkat kedewasaan populasi tanaman rumput gajah kultivar Taiwan, King dan Mott pada umur 8 minggu dan 12 minggu maka digunakan indeks MSC dan SMSC (Gambar 1a, 1b, 1c) dan (Gambar : 2a, 2b, 2c).
Populasi tanaman (%)
14
MSC = 1,88 SMSC = 1,56 N = 25
12,12
12 9,1
10 8
7,07
6,06
6 5,05
7,07
6,06
4,04
5,05
4,04
4
6,06
2,02
1,01 1,01 1,01
2
12,12
11,11
E10=2,45
E9=2,41
E8=2,36
E7=2,32
E6=2,27
E5=2,23
E4=2,18
E=2,14
E2=2,10
E1=2,05
V8=1,48
V7=1,42
V5=1,30
V4=1,24
V3=1,18
V2=1,12
V1=1,06
0
Perkembangan morfologi
Gambar 1a. Perkembangan morfologi rumput gajah kultivar Taiwan pada fase vegetatif (umur 8 minggu)
Populasi tanaman (%)
12,9
MSC = 2,32 SMSC = 2,16 N = 27
14 12 10
9,67
8,6 7,53
8 5,385,38
6 4
11,83
3,23
4,3
6,45
5,37
4,3 2,152,15 2,152,15 1,08 1,08
2
2,15
2,15
E19=2,86
E17=2,77
E16=2,72
E15=2,68
E14=2,63
E13=2,60
E12=2,54
E11=2,50
E10=2,45
E9=2,41
E8=2,38
E7=2,32
E5=2,23
E4=2,18
E3=2,14
V4=1,24
V3=1,18
V2=1,12
V1=1,06
Vo=1,0
0
Perkembangan morf ologi
Gambar 1b. Perkembangan morfologi rumput gajah kultivar Taiwan pada fase reproduktif (umur 13 minggu)
161
Populasi tanaman (%)
MSC = 1,71 SMSC = 1,25 N = 23
12,9
14 10,7510,75
12 10
8,6
8
9,68
8,6
7,53
6,45 6,45
6
4,3
4
4,3
4,3
2,15
2 1,08
1,08
1,08 E8=2,42
E7=2,37
E6=2,32
E5=2,26
E4=2,21
E3=2,16
E2=2,11
E1=2,05
V8=1,48
V7=1,42
V6=1,36
V5=1,30
V4=1,24
V3=1,18
V2=1,12
V1=1,06
0
Perkembangan morfologi
E17=2,90
E16=2,85
E14=2,74
E13=2,69
E12=2,64
E11=2,58
E10=2,53
E9=2,48
E8=2,42
E7=2,37
E6=2,32
E4=2,21
E1=2,06
V7=1,42
V6=1,36
V5=1,30
V4=1,24
V2=1,12
MSC = 2,35 18 15,94 SMSC = 2,15 14,4914,49 16 N = 17 13,04 14 11,59 12 10 8 5,8 4,35 6 2,9 4 1,45 2,9 1,45 1,451,45 1,45 1,451,45 1,45 1,45 1,45 2 0
V1=1,06
Populasi tanaman (%)
Gambar 1c. Perkembangan morfologi rumput gajah kultivar King pada fase vegetatif (umur 8 minggu)
Perkembangan morfologi
14,95 12,37
MSC = 1,58 SMSC = 1,03 N = 49
13,4
8,76
8,76
8,76 7,22 5,16
4,64
4,12
E4=2,23
E3=2,17
E2=2,11
1,55 E1=2,06
V8=1,55
V7=1,49
V6=1,42
V5=1,35
V4=1,28
V3=1,21
V9=1,62
2,58
2,06
E5=2,28
5,67
V2=1,14
16 14 12 10 8 6 4 2 0
V1=1,07
Populasi tanaman (%)
Gambar 2a. Perkembangan morfologi rumput gajah kultivar King pada fase reproduktif ( umur 13 minggu)
Perkembangan morf ologi
Gambar 2b. Perkembangan morfologi rumput gajah kultivar Mott pada fase vegetatif (umur 18 minggu)
162
10
Populasi tanaman (%)
9,24
MSC = 2,06 SMSC = 1,94 N = 60
9 8 7
5,88
8,82 7,97
8,4
8,82 7,14
6,3
6,3 6,3
6,31
6 5
3,8
2,52
3 2
3,8
3,36
4 1,68
1,26
1,26 0,42
1
0,42 E14=2,79
E12=2,68
E11=2,62
E10=2,58
E9=2,51
E8=2,45
E7=2,39
E6=2,34
E5=2,28
E4=2,23
E3=2,17
E2=2,11
E1=2,06
V7=1,49
V5=1,35
V4=1,28
V3=1,21
V2=1,14
V1=1,07
Vo=1,0
0
Perkembangan morfologi
Gambar 2c. Perkembangan morfologi rumput gajah kultivar Mott pada fase reproduktif (umur 13 minggu) Berdasarkan nilai SMSC pada umur 8 minggu dan 12 minggu, maka perkembangan morfologi yang paling seragam adalah adalah kultivar Mott, Taiwan dan King. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan indeks MSC dan SMSC antara kultivar rumput gajah 2. Kultivar Taiwan menunjukkan indeks MSC dan SMSC tertinggi. 3. Kultivar Mott mempunyai perkembangan morfologi yang lebih seragam disbanding dengan kultivar Taiwan dan King.. DAFTAR PUSTAKA Azani, H., M. Zohdi, E. Fish, G.H.Z Amiri, A. Nikkha and D. Wester. 2004. Journal of Range Management. Vol. 57, No. 6. 624 – 629. Mapiye, C., Mwale, M., Chikumba, N., Poshiwa, X ., Mupangwa, J.F and P.H. Mugabe. 2006. A review of improved forages grasses in Zimbabwe. Tropical and Subtropical Agroecosystems 6: 125-131 Mitchell, R. B. K. J. Moore, L. E. Moser, J. O. Fritz, and D. D. Redfearn. 1997. Predicting developmental morphology in switchgrass and big bluestem.Agronomy J. 89: 827832. Moran, J. 2005. Growing quality forages. In: Tropical dairy farming:feeding management for small holder dairy farmers in the humid tropics. Department of Primary Industries. http: //www.landlinks.com.au. (Diakses : 18 Agustus 2008.
163
Moore, K. J. and L. E. Moser. 1995. Quantifying developmental morphology of perennial plants. Crop sci. 35: 37-47. Moore, K. L., L. E. Moser, K. P. Vogel, S. S. Waller, B. E. Johnson, and J. F. Pedersen. 1991. Describing and quantifying growth stages of perennial forage species. Agronomy J. 83:1073-1077. Mwebaze, S. 2002. Pasture improvement technologies based on an on-farm study in Uganda. Regional Regional Land Management Unit (RELMA). Department of Animal Production and Marketing, MAAIF, P.O. Box 513, Entebbe Uganda Skinner dan Moore 2007. Growth and Development of Forage Plants. In : Forages. The Science of Grassland Agriculture. Volume II. 6th. Ed. Under the editorial authorship of Robert F. Barnes, C. Jerry Nelson, Kenneth J. Moore, Michael Collins. Blackewel Publishing Smart, A.J., W.H. Schacht and L. E. Moser. 2001. Predicting leaf/stem ratio and nutritive value in grazed and nongrazed big bluestem. Agron. J. 93: 1243–1249 Steel, G.D., and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Vendramini, J. 2010. Forage Evaluation and Quality in Florida. Department of Agronomy University of Florida. dairy.ifas.ufl.edu/rns/2010/9-Vendramini.pdf. Diakses : 4 Maret 2010. Villanueva-Avalos, J. F. 2008. Effect of defoliation patterns and developmental morphology of forage productivity and carbohydrate reserves in WW-B.Dahl grass (Bothriochloa bladhii (RETZ) S.T. Blake. Dissertation in Range Science. Texas Tech. University. Waller, S. S., L. E. Moser, and P. E. Reece. 2004. Basic concept of grass growth. In: Understanding grass growth: The key to profitable livestock production. (Ed. G.A. Gates) Trabon Printing, Co., Inc. Kansas City, Missouri. Woodard, K.R. and G. M. Prine. 1991. Forage yield and nutritive value of elephant grass as affected by harvest frequency and genotype. Agron. J. 83:541-546. Zahid, M.S., M. U. Mufti, M. B. Bhatti and A. Ghafoor.1999. Nitrogen fertilizer requirement of elephantgrass cv. Mott grown in Pothwar area. Journal of Science, Technology and Development, 18:25-30.
164