EFEKTIVITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DALAM MEMPERBAIKI PRODUKTIVITAS RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum Schum.) BERDASARKAN PERIODE PEMANENAN
SKRIPSI LUJENG QURROTA A’YUN
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN LUJENG QURROTA A’YUN. D24080049. 2012. Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dalam Memperbaiki Produktivitas Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.) Berdasarkan Periode Pemanenan. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K., M.Si. Pembimbing Anggota : Ir. M. Agus Setiana, M.S. Salah satu jenis hijauan makanan ternak (HMT) yang produktif, kandungan gizinya baik, dan telah banyak dikembangkan di petenakan rakyat yakni Pennisetum purpureum Schum. atau yang lebih dikenal di Indonesia dengan rumput gajah. Pemupukan yang dilakukan untuk meningkatkan produksi hijauan sering kali tidak sebanding dengan tingkat produksi dan tingkat pencemaran pupuk yang dihasilkan. Penggunaan fungi mikoriza arbuskula (FMA) diharapkan dapat menjadi teknologi alternatif ramah lingkungan dan efisiensi biaya pupuk bagi peternak dalam meningkatkan produksi HMT. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat produksi rumput gajah yang di inokulasi mikoriza berdasarkan periode panen berbeda dan mengetahui produktivitas rumput gajah dengan pengurangan pupuk dan penambahan FMA. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial dengan 2 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan pertama adalah pupuk: P0 (kontrol), P1 (100% dosis pupuk), dan P2 (50% pupuk dosis dan diinokulasi FMA). Faktor kedua adalah hari panen H30 (hari panen ke 30), H50 (hari panen ke 50), dan H60 (hari panen ke 60). Variabel yang diukur adalah pertambahan tinggi tanaman setiap minggu yang diukur setelah periode panen pertama, produksi berat kering pada periode panen pertama, produksi berat kering pada periode panen kedua, dan persentase infeksi FMA. Perlakuan P2H60 dengan inokulasi 10 gram FMA dan dosis pupuk 50% (SP36 75 kg/ha, KCl 75 kg/ha, pupuk kandang 2 ton/ha, dan urea 100kg/ha) pada hari pemotongan ke 60 rumput gajah memperoleh produksi terbaik, baik pada periode pertama maupun kedua dan lebih efektif dan efisien dalam penggunaan pupuk. Kata-kata kunci:
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), Pennisetum purpureum Schum., rumput gajah, produksi
i
ABSTRACT Effect of Drought Stress and Addition of Arbuscula Lujeng Q.A., P.D.M.H. Karti and M.A. Setiana The use of arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) was expected to be an alternative environmentally friendly technology and efficiency of fertilizer to increase the productivity of forage. This study was aimed to determine the level of production of elephant grass (Pennisetum purpureum Schum.) inoculated by AMF and fertilizer dose reduction based on different harvesting period. This research used Completely Randomized Factorial Design with 2 treatments and 3 replications. The first treatment was fertilizer: P0 (control), P1 (100% fertilizer dose), and P2 (50% fertilizer dose and inoculated by AMF). The second factor was the interval of harvest H30 (30th day of harvest), H50 (50th day of harvest, and H60 (60th day of harvest). Variables measured were plant height increment of each week, the production of dry weight on the first harvesting period, the production of dry weight on second harvesting period, and percent of infection AMF. It can be concluded that the P2H60 treatment with 10 grams of AMF inoculation and fertilizer dose 50% (SP36 75 kg/ha, KCl 75 kg/ha, manure 2 ton/ha, and urea 100 kg/ha) on 60th day of harvest elephant grass get the best production, either the first and second periods and more effective and efficient use of fertilizer. Keywords: Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF), Pennisetum purpureum Schum., elephant grass, productivity
ii
EFEKTIVITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DALAM MEMPERBAIKI PRODUKTIVITAS RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum Schum.) BERDASARKAN PERIODE PEMANENAN
LUJENG QURROTA A’YUN D24080049
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
iii
Judul
: Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dalam Memperbaiki Produktivitas Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.) Berdasarkan Periode Pemanenan
Nama
: Lujeng Qurrota A’yun
NIM
: D24080049
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
(Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K., M.Si) NIP. 19611025 198703 2 002
Pembimbing Anggota,
(Ir. M. Agus Setiana, M.S) NIP. 19570824 198503 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr.) NIP. 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian : 19 September 2012
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Mei 1990 di Bondowoso, Jawa Timur. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Basri dan Ibu Sari Purwanti. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2002 di SDN Prajekan Kidul 02, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SMP Negeri 1 Prajekan
dan
pendidikan
lanjutan
menengah
atas
diselesaikan pada tahun 2008 di SMA Negeri 1 Prajekan. Penulis diterima menjadi mahasiswa di Intitut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan pada tahun 2009 terdaftar sebagai mahasiswa program studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di FOSMA (Forum Silaturahmi Alumni ESQ Mahasiswa) IPB dan Korda Bogor, BEM Fakultas Peternakan sebagai anggota RPM Internal periode 2009-2010, dan HIMASITER Fakultas Peternakan sebagai anggota divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia periode 2010-2011.
Bogor, September 2012
Lujeng Qurrota A’yun D24080049
v
KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan nikmat yang dikaruniakan oleh Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dalam Memperbaiki Produktivitas Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.) Berdasarkan Periode Pemanenan”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Rumput gajah sebagai salah satu hijauan makanan ternak memiliki produktivitas dan daya adaptasi yang baik. Produktivitas yang baik perlu didukung oleh ketersediaan zat unsur hara yang seimbang. Pemupukan yang dilakukan untuk meningkatkan produksi seringkali tidak sebanding dengan tingkat produksi dan tingkat pencemaran pupuk yang dihasilkan. Penambahan mikoriza arbuskula diharapkan dapat menjadi alternatif teknologi ramah lingkungan dan efisiensi biaya pupuk bagi peternak dalam meningkatkan produksi HMT. Fungi mikoriza arbuskula (FMA) adalah asosiasi simbiosis antara akar tanaman dan fungi. Peran utama FMA adalah meningkatkan serapan hara oleh tanaman inang. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui sejauh mana efektivitas FMA dalam memperbaiki produksi rumput gajah berdasarkan periode pemanenan. Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan untuk perbaikan skripsi. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat dan diaplikasikan dengan baik.
Bogor, September 2012 Penulis
vi
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ................................................................................................
i
ABSTRACT...................................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................
v
KATA PENGANTAR ...................................................................................
vi
DAFTAR ISI..................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL..........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
xi
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................... Tujuan ................................................................................................
1 1
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
2
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.) .............................. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) .....................................................
2 3
MATERI DAN METODE .............................................................................
6
Lokasi dan Waktu .............................................................................. Materi ................................................................................................ Prosedur ............................................................................................. Persiapan Lahan ..................................................................... Inokulasi FMA ....................................................................... Pemupukan ............................................................................. Penanaman dan Pemeliharaan ................................................ Pemanenan ............................................................................. Rancangan dan Analisis Data ............................................................ Peubah yang Diamati ............................................................. Pertambahan Tinggi Tanaman.................................... Berat Kering ............................................................... Infeksi Akar ................................................................
6 6 6 6 6 7 7 7 7 8 8 8 8
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
10
Pertambahan Tinggi Tiap Minggu ..................................................... Produksi Berat Kering ........................................................................ Panen Pertaman ...................................................................... Panen Kedua........................................................................... Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Infeksi Akar ......................
10 11 12 12 14
vii
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
16
Kesimpulan ........................................................................................ Saran...................................................................................................
16 16
UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................
17
DAFTAR PUSTAKAN .................................................................................
18
LAMPIRAN...................................................................................................
21
viii
DAFTAR TABEL Nomor 1. 2. 3. 4.
Halaman Rataan Pertambahan Tinggi Rumput Gajah Tiap Minggu pada Periode Kedua (cm) .........................................................................
10
Produksi Berat Kering Rumput Gajah Periode Pertama (gram/tanaman) ................................................................................
12
Produksi Berat Kering Rumput Gajah Periode Kedua (gram/tanaman) ................................................................................
13
Persentase Infeksi Akar (%) ............................................................
15
ix
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Taksonomi FMA..............................................................................
3
2.
Penampang Memanjang Anatomi Mikoriza yang Disederhanakan
4
3.
Grafik Rataan Produksi Berat Kering Rumput Gajah Pada Periode Pemanenan Pertama dan Kedua ......................................................
11
Infeksi FMA pada Akar Rumput Gajah ..........................................
14
4.
x
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Halaman Hasil Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Vertikal Pennisetum purpureum Schum. ..........................................................................
22
Hasil Uji Lanjut Duncan Pertambahan Tinggi Vertikal Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan...............
22
Hasil Uji Lanjut Duncan Pertambahan Tinggi Vertikal Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Interval Pemanenan ..
22
Hasil Sidik Ragam Produksi Berat Kering Panen Pertama Pennisetum purpureum Schum. .......................................................
22
Hasil Uji Lanjut Duncan Produksi Berat Kering Panen Pertama Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan...............
23
Hasil Uji Lanjut Duncan Produksi Berat Kering Panen Pertama Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Interval Pemanenan ..
23
Hasil Sidik Ragam Produksi Berat Kering Panen Kedua Pennisetum purpureum Schum. .......................................................
23
Hasil Uji Lanjut Duncan Produksi Berat Kering Panen Kedua Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan...............
23
Hasil Uji Lanjut Duncan Produksi Berat Kering Panen Kedua Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Interval Pemanenan ..
23
Hasil Sidik Ragam Persentase Infeksi Akar Pennisetum purpureum Schum. ..........................................................................
24
Hasil Uji Lanjut Duncan Persentase Infeksi Akar Panen Kedua Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan...............
24
Hasil Uji Lanjut Duncan Persentase Infeksi Akar Panen Kedua Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Interval Pemanenan ..
24
xi
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar peternakan di Indonesia merupakan peternakan rakyat yang memberikan pakan ternaknya berbasis hijauan. Masalah utama dari hijauan makanan ternak (HMT) di Indonesia yakni rendahnya kandungan protein HMT untuk mendukung produktivitas ternak ruminansia. Salah satu jenis HMT yang produktif, kandungan gizinya baik, dan telah banyak dikembangkan di peternakan rakyat yakni Pennisetum purpureum Schum. atau yang lebih dikenal di Indonesia dengan rumput gajah. Produktivitas yang tinggi pada rumput gajah perlu didukung oleh ketersediaan zat unsur hara yang seimbang. Pemupukan yang dilakukan untuk meningkatkan produksi hijauan seringkali tidak sebanding dengan tingkat produksi dan tingkat pencemaran pupuk yang dihasilkan. Menurut Munawar (2011), beberapa jenis pupuk yang banyak dipakai dalam pertanian, seperti yang mengandung amonium dan kalsium monofosfat merupakan sumber kemasaman di dalam tanah karena lebih mudah teroksidasi. Pemberian fungi mikoriza arbuskula diharapkan dapat menjadi alternatif teknologi ramah lingkungan dan efisiensi biaya pupuk bagi peternak dalam meningkatkan produksi HMT. Fungi mikoriza arbuskula (FMA) adalah asosiasi simbiosis antara akar tanaman dan fungi. Peran utama FMA adalah untuk meningkatkan serapan hara dan air oleh tanaman inang (Karti et al., 2012). Pemberian FMA berpengaruh terhadap peningkatan kualitas serapan P dan N total (Karti dan Setiadi, 2011). FMA dapat digunakan sebagai pupuk hayati yang dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman (Nurbaity et al., 2009). Oleh karena itu, perlu kajian mendalam terhadap efektivitas FMA dalam memperbaiki produktivitas rumput gajah berdasarkan periode pemanenan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat produksi rumput gajah yang diinokulasi mikoriza berdasarkan periode panen berbeda dan mengetahui produktivitas rumput gajah dengan pengurangan pupuk.
1
TINJAUAN PUSTAKA Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.) Rumput gajah merupakan salah satu jenis rumput untuk HMT unggul yang dapat memberikan produksi dan nilai gizi yang tinggi serta mempunyai daya adaptasi lingkungan yang cukup luas. Rumput ini berasal dari daerah Afrika tropis kemudian menyebar keseluruh daerah tropis dan subtropis (Whiteman et al., 1974). Menurut Reksohadiprodjo (1985), rumput gajah adalah tanaman tahunan, termasuk dalam famili Graminae, genus Pennisetum dan spesies purpureum, tumbuh cepat dan tegak mencapai 2-4 meter, perakarannya dalam dengan rizom-rizom yang pendek serta membentuk rumpun dengan jumlah batang setiap rumpun berkisar antara 20-200 batang. Batang tebal mengeras bila menua, ditutupi seludang daun yang agak berbulu. Daun berbentuk panjang seperti pita dan berbulu, panjang daun bisa mencapai 30-120 cm dengan lebar kurang dari 30 cm (Hughes et al., 1976 dan Humprey, 1974). Kismono (1979) mengemukakan bahwa varietas rumput gajah yang terkenal adalah: Varietas Afrika, Varietas Hawaii dan Varietas Capricorn. Rumput gajah varietas Hawaii sangat produktif dibandingkan varietas lainnya. Kapasitas produksi dapat mencapai 100 sampai 200 ton hijauan segar perhektar pertahun. Menurut Mcllroy (1977) produksi dapat mencapai lebih dari 290 ton hijauan segar perhektar pertahun, bila berada di daerah yang lembab dengan sistem irigasi. Rumput gajah dapat dibiakkan secara vegetatif dengan stek batang atau sobekan rumpun. Panjang stek yang dianjurkan adalah 20-25 cm, minimal terdiri atas dua buah buku dan diambil dari tanaman berumur 3-6 bulan (Reksohadiprodjo, 1985). Pemupukan pada rumput gajah juga sangat menentukan tingkat produksi yang dihasilkan. Menurut Sastrapradja dan Johar (1980), untuk merangsang pertumbuhan daun rumput gajah biasanya diberikan pupuk nitrogen, phospor dan kapur dalam keadaan seimbang. Hasil penelitian Susetyo (1980) di Bogor menunjukkan bahwa pada tanah latosol, pemberian N sebesar 300 kg/ha, P dan K masing-masing 200 kg/ha memberikan hasil rumput gajah terbaik, yaitu 32 ton/ha/panen produksi bobot kering dan 6,4% protein kasar tiap kali pemotongan.
2
Interval Pemanenan Rumput Gajah Interval devoliasi 60 hari pada rumput gajah memberikan pertumbuhan dan produksi rumput gajah paling tinggi, akan tetapi interval devoliasi 50 hari menunjukkan respon yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan produktivitas rumput gajah yang berada dibawah tegakan pohon sengon (Vanis et al., 2007). Reksohadiprodjo (1985) juga menyebutkan, pemotongan pertama dilakukan setelah tanaman berumur 50-60 hari agar tanaman itu tumbuh anakan baru dan pemotongan berikutnya adalah setiap 40 hari dimusim hujan dan 60 hari di musim kemarau dengan meninggalkan batang setinggi 10-15 cm dari permukaan tanah. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Mikoriza berasal dari kata miko/mykes yang berarti jamur dan riza yang berarti akar tanaman. Prinsip kerja dari mikoriza adalah menginfeksi system perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehigga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Rungkat, 2009). Menurut Smith dan Read (2008) Jamur mikoriza vesicular arbuskula termasuk kelas zycomycetes ordo Glomales (Gambar 1)
Gambar 1. Taksonomi FMA Sumber: Smith dan Read, 2008
3
Sekitar (82%) dari semua spesies tumbuhan tinggi dapat bersimbiosis dengan jamur mikoriza (Brundrett, 2002). Beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh tanaman inang dari adanya asosiasi mikoriza antara lain, meningkatkan penyerapan unsur hara, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, tahan terhadap serangan patogen akar, dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh, dan dapat menggantikan sebagian dari kebutuhan pupuk (Setiadi, 1989). Mikoriza vesicular arbuskular tidak membentuk sarung pelindung, infeksi jamur di sistem perakaran pada kebanyakan tanaman yang ditanam biasanya menyerbu beberapa lapisan terluar korteks akar. Hifa menembus sel-sel individu dan membentuk arbuskula dalam sel dan vesicular disebelah luar sel inang (Gambar 2) (Rungkat, 2009).
Gambar 2. Penampang Memanjang Anatomi Mikoriza yang Disederhanakan Sumber: Brundrett, 2008
Berdasarkan struktur tubuhnya dan cara infeksi terhadap tanaman inang, mikoriza dikelompokkan atas ektomikoriza, endomikoriza atau yang lebih dikenal dengan Vesicular-Arbuscula Mycorrhiza (VAM) atau Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan ektendomikoriza (Setiadi, 1989). FMA memperoleh karbon dari tanaman inangnya, dan sebagai imbalannya FMA meningkatkan penyerapan nutrien dan berbagai manfaat lain seperti perlindungan terhadap patogen, dan stabilitas tanah. Karbon ini digunakan selain untuk pembentukan hifa, digunakan pula untuk kelanjutan kehidupan jamur, seperti pembentukan spora (Rooney et al., 2011). Penyerapan nutrisi yang meningkat karena adanya interaksi yang sinergis antara FMA dengan mikroorganisme tanah yang bermanfaat untuk membantu pemecahan N dan pelarut P (Turk et al., 2006). Mikoriza dikenal efektif dalam meningkatkan penyerapan hara, terutama akumulasi fosfor dan biomassa dari banyak
4
tanaman di dalam tanah dengan kandungan fosfor yang rendah (Rungkat, 2009). Peran utama dari FMA adalah menyediakan fosfor bagi akar tanaman yang terkena infeksi, karena fosfor adalah salah satu unsur yang sangat tidak mudah penyerapannya di dalam tanah, meskipun jika fosfor ditambahkan di tanah dalam bentuk segera larut, fosfor tersebut akan menjadi tidak mudah diserap seperti fosfor organik dan kalsium fosfat (Turk et al., 2006). Menurut Fakuara et al. (1993), akar yang mempunyai struktur mikoriza mempunyai kemampuan yang lebih banyak dalam memanen P dan unsur-unsur lainnya karena mempunyai bidang kontak khusus antara dinding sel korteks dengan hifa fungi pembentuk mikoriza. Tanaman yang bermikoriza menurut Rungkat (2009), biasanya tumbuh lebih baik daripada tanaman yang tidak bermikoriza. Mikoriza memiliki peranan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, peranan mikoriza bagi tanaman sebagai berikut: a) mikoriza meningkatkan penyerapan unsur hara, b) mikoriza melindungi tanaman inang dari pengaruh yang merusak yang disebabkan oleh stres kekeringan, c) mikoriza dapat berdaptasi dengan cepat pada tanah yang terkontaminasi, d) mikoriza dapat melindungi tanaman dari patogen akar, e) mikoriza dapat memperbaiki produktivitas
tanah
dan
memantabkan
struktur
tanah.
Munawar
(2011)
menambahkan bahwa mikoriza mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap keracunan unsur, suhu ekstrem, dan pH rendah. Pada tanaman rumput pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan juga cukup baik. Karti et al. (2012) menyatakan bahwa inokulasi FMA pada Stylosanthes seabrana mampu meningkatkan berat kering, proten kasar, produksi gas, dan kecernaan bahan organik dalam kondisi kekeringan. Zhang et al. (2011), tanaman yang diinokulasi FMA memiliki tinggi yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA dalam tanah lapang dengan penggunaan pupuk organik yang optimal sangat meningkatkan pertumbuhan jagung dan serapan hara. Intensitas infeksi FMA dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, meliputi pemupukan, nutrisi tanaman, pestisida, intensitas cahaya, musim, kelembaban tanah, pH kepadatan inokulum, dan tingkat kerentanan tanaman. Menurut Muhammad et al. (2003) infeksi FMA yang diinokulasikan lebih dipengaruhi oleh faktor abiotik termasuk tanah, kondisi lingkungan dan kegiatan pertanian, dan ditambahkan pula oleh Muthukumar dan Udaiyan (2002) yakni faktor iklim dan edafis.
5
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan Maret 2012. Bertempat di Laboratorium Lapang Agrostologi Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Analisa infeksi akar dan jumlah spora dilakukan di Laboratorium Agrostologi Fakultas Peternakan IPB. Materi Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, stek Pennisetum purpureum Schum., berasal dari Laboratorium Agrostologi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Inokulum FMA yang digunakan dengan merk dagang mycofer, diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Pupuk (Urea, KCl, SP-36, dan organik). Peralatan yang digunakan meliputi: timbangan digital, sabit, traktor, cangkul, tali rafia, selang air, sekop kecil, amplop coklat, penggaris kayu, dan oven. Prosedur Persiapan Lahan Lahan yang akan digunakan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman (land clearing). Setelah itu dilanjutkan dengan pengolahan tanah yang meliputi kegiatan membalik dan memecah tanah dengan menggunakan traktor, sehingga lahan siap tanam. Kemudian dilakukan pemetakan lahan dengan ukuran panjang 4 m x lebar 2 m sebanyak 27 petak yang terdiri dari 3 perlakuan pemupukan, 3 perlakuan interval pemanenan, dan 3 ulangan. Jarak antar petak adalah 1 m, sedangkan jarak tepi petak terhadap tanaman paling pinggir adalah 0,5 m. Jarak antar tanaman dalam satu lajur 0,5 m, dalam satu petak terdapat 4 lajur sehingga keseluruhan tanaman dalam satu petak sebanyak 16 tanaman. Inokulasi FMA Setelah penanaman stek rumput gajah pada tiap petak, kemudian didiamkan selama 1 minggu, kemudian dilakukan inokulasi FMA dengan cara ditaburkan melingkar di sekitar stek sebanyak 10 gram/tanaman.
6
Pemupukan Tahap ini merupakan tahap perlakuan yaitu dengan memberikan pupuk pada masing-masing petak sesuai dengan perlakuan. Dosis penuh (100%) untuk pupuk SP36 150 kg/ha, pupuk KCl 150 kg/ha, dan pupuk kandang 4 ton/ha. Ketiga jenis pupuk tersebut diberikan sebelum penanaman. Pemupukan urea pertama dilakukan pada 14 hari setelah penanaman dan 10 hari setelah panen pertama, dengan dosis penuh (100%) pupuk urea 200 kg/ha. Penanaman dan Pemeliharaan Stek rumput gajah ditanam dengan posisi miring 60o, dibenamkan dalam tanah hingga pertengahan node pertama dan kedua. Pemeliharaan rumput gajah dilakukan dengan penyiraman dan pembersihan gulma. Penyiraman dilakukan pada pagi hari. Pembersihan gulma dilakukan secara manual yaitu dengan cara mencabut gulma apabila terdapat invasi gulma pada bedengan. Pemanenan Masa adaptasi dilakukan selama 80 hari setelah tanam. Interval pemanenan H30 dilakukan 30 hari setelah masa adaptasi, perlakuan H50 dilakukan 50 hari setelah masa adaptasi dan perlakuan H60 dilakukan 60 hari setelah masa adaptasi. Periode panen kembali (periode kedua) dilakukan setelah 30 hari untuk H30, 50 hari untuk H50 dan 60 hari untuk H60. Rancangan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah pemupukan, yakni P0 (kontrol), P1 (penggunaan dosis pupuk 100% tanpa FMA), dan P2 (penggunaan dosis pupuk 50% + FMA). Faktor kedua adalah interval pemanenan, yaitu H30 (hari panen ke 30), H50 (hari panen ke 50), dan H60 (hari panen ke 60). Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (analysis of variance) dan jika hasilnya bersifat nyata akan dilanjutkan dengan uji jarak duncan (Steel and Torrie, 1993). Analisis data menggunakan Program SPSS Statistics 20.0. Model linier matematika untuk rancangan tersebut adalah sebagai berikut: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
7
Keterangan: Yijk
= Hasil pengamatan dari perlakuan faktor A (pemupukan) taraf ke-i dan faktor B (interval pemanenan) taraf ke –j dengan ulangan ke-k
µ
= Rataan umum
αi
= Pengaruh faktor pemupukan pada taraf ke-i
βj
= Pengaruh faktor interval pemanenan pada taraf ke-j
(αβ)ij = Pengaruh interaksi antara faktor pemupukan taraf ke-i dan faktor interval pemanenan taraf ke-j εijk
= Galat percobaan
Peubah yang Diamati Pertambahan Tinggi Tanaman. Pengukuran pertambahan tinggi vertikal tanaman dimulai dari bagian tanaman di atas permukaan tanah sampai ujung tanaman dengan menggunakan penggaris kayu atau pita ukur. Pertambahan tinggi tanaman diukur seminggu setelah pemanenan periode pertama. Pertambahan tinggi tanaman diukur dengan cara meluruskan daun, kemudian mengukur dari permukaan tanah hingga daun yang terpanjang. Pertambahan tinggi vertikal tanaman = Tm – T0 Keterangan : T0 = tinggi vertikal awal (cm) Tm = tinggi vertikal akhir (cm) Berat Kering. Jumlah berat kering (BK) tiap tanaman diperoleh setelah dilakukan pengovenan rumput hasil panen pada suhu 70oC selama 48 jam. Kemudian setelah di oven rumput gajah kering ditimbang dan diperoleh berat kering dalam satuan gram/tanaman. Infeksi Akar. Banyak infeksi ini diukur dengan melihat persentase akar yang terinfeksi oleh hifa. Sebelum menghitung jumlah infeksi oleh FMA, terlebih dahulu dilakukan teknik pewarnaan akar yang dikembangkan oleh Philips dan Hayman (1970) yang dimodifikasi oleh teknik Koske dan Gemma (1989). Pewarnaan akar dilakukan dengan cara akar yang telah dipotong-potong kemudian dicuci dan
8
dimasukkan kedalam tabung, lalu ditambahkan larutan 2,5% KOH dan tabung ditutup. Setelah 24 jam KOH dibuang dan diganti dengan yang baru kemudian didiamkan selama 24 jam. Akar dicuci dan disaring dengan saringan kemudian dimasukkan ke dalam tabung, ditambahkan HCl 2% dan dibiarkan selama 24 jam. Larutan diganti dengan larutan staining dibiarkan selama 24 jam dan simpan pada tabung film. Untuk menghitung infeksi akar, potongan akar dengan panjang 1 cm diambil sebanyak 10 buah, kemudian letakkan di gelas preparat dan tutup dengan cover glass. Agar tidak goyang diberikan PVLG, bila belum dapat dihitung, akar yang terinfeksi dapat disimpan dikulkas. Persentase jumlah akar yang terinfeksi dapat dilihat menggunakan mikroskop stereo dengan rumus sebagai berikut: %Infeksi akar =
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan Tinggi Tiap Minggu Pertambahan tinggi tanaman mempengaruhi peningkatan jumlah produksi. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa perlakuan pemupukan dan perlakuan interval pemanenan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tinggi tanaman, begitu pula interaksi antar perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tinggi tanaman, sehingga dilakukan uji lanjut pada interaksi antar perlakuan. Data rataan pertambahan tinggi rumput gajah pada tiap minggunya pada periode kedua dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Pertambahan Tinggi Rumput Gajah Tiap Minggu pada Periode Kedua Interval Pemanenan (cm)
Perlakuan Pemupukan
H30
H50
H60
P0
10,35± 0,50b
8,31± 2,34c
8,49± 1,83c
9,05± 1,13B
P1
23,48± 3,79a
9,13± 3,22b
13,79± 2,80b
15,47± 7,32A
P2
24,35± 3,20a
9,52± 5,18b
13,61± 3,49b
15,83± 7,66A
Rataan
19,40± 7,84A
8,99± 0,62C
11,96± 3,01B
Keterangan:
Rataan
Superscrip huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Superscrip huruf besar yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P0 (kontrol), P1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA), P2 (Dosis Pupuk Setengah+FMA).
Berdasarkan hasil uji jarak Duncan diketahui bahwa rataan pertambahan tinggi pada perlakuan P2H30 tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan P1H30, rataan pertambahan tinggi tanaman pada perlakuan P2H50 tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan P0H30, P1H50, P1H60, dan P2H60. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan FMA sebagai pengganti setengah dosis pupuk berpengaruh terhadap pertambahan tinggi rumput gajah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al. (2011), tanaman yang diinokulasi FMA memiliki tinggi yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA, dan aplikasi inokulasi FMA dalam tanah lapang dengan penggunaan dosis pupuk organik yang optimal sangat meningkatkan pertumbuhan jagung dan serapan hara. Rataan pertambahan tinggi pada P2H30 dan P1H30 nyata (P<0,05) lebih tinggi jika dibandingkan perlakuan P0H30, P0H50, P1H50, P2H50, P0H60, P1H60 dan P2H60. Hal
10
ini karena pada perlakuan P0H50, P1H50, P2H50, P0H60, P1H60, dan P2H60 tanaman rumput gajah telah memasuki masa generatif. Sajimin et al. (1999) menyatakan bahwa, hingga umur 42 hari rumput gajah masih berada pada masa vegetatif sehingga produksi daunnya masih tinggi. Rumput yang telah memasuki masa generatif tidak bertambah produksi daunnya (Sajimin et al., 2005). Pada masa generatif, meristem vegetatif berubah menjadi reproduktif (mulai membentuk bunga) sehingga sebagian berubah menjadi meristem generatif (Salisbury dan Ross, 1995), mengakibatkan pertumbuhan tinggi tanaman terhambat. Sedangkan pada perlakuan P0H30 pertambahan tinggi terhambat dikarenakan kurangnya asupan zat hara oleh tanaman. Produksi Berat Kering Produksi berat kering dianalisis pada tiap periode pemanenan. Produksi berat kering pada periode panen pertama jika dibandingkan dengan periode panen kedua menunjukkan hasil yang lebih baik (Gambar 2). Hal ini dapat disebabkan tanah yang dipakai berulang kali mengakibatkan kandungan haranya banyak terkuras (Djazuli dan Trisilawati, 2004), sehingga mengakibatkan menurunnya produksi BK pada periode selanjutnya. Periode 1
Peiode 2
100.00 80.00
70.30 59.24
60.00 39.86
40.00 20.00
33.96
9.03
7.76
0.00 P0
P1
P2
-20.00
Gambar 3. Rataan Produksi Berat Kering Rumput Gajah pada Periode Pemanenan Pertama dan Kedua. P0 (kontrol), P1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA), P2 (Dosis Pupuk Setengah+FMA)
11
Periode Panen Pertama. Data produksi BK periode panen pertama dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa perlakuan pemupukan dan perlakuan interval pemanenan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi BK periode panen pertama, sedangkan interaksi antar perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produksi BK periode panen pertama, sehingga dilakukan uji lanjut pada interaksi antar perlakuan. Tabel 2. Produksi Berat Kering Rumput Gajah Periode Pertama Interval Pemanenan (gram/tanaman)
Perlakuan Pemupukan
H30
H50
H60
P0
3,23± 1,41e
8,38± 7,41e
15,49± 10,51d
Rataan 9,03± 6,16B
P1
23,27± 13,34c 91,27± 41,93a 96,38± 48,54a
70,30± 40,82A
P2
27,20± 11,77c 60,22± 33,21b 90,29± 42,93a
59,24± 31,56A
Rataan
17,90 ± 12,86B 53,29 ± 41,88A 6739 ± 45,05A
Keterangan: Superscrip huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Supersrip huruf besar pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P0 (kontrol), P1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA), P2 (Dosis Pupuk Setengah+FMA).
Hasil uji jarak Duncan menunjukkan bahwa meskipun perlakuan P1H50 nyata (P<0,05) lebih baik jika dibandingkan P2H50, produksi BK pada perlakuan P2H60 tidak berbeda nyata jika dibandingkan perlakuan P1H60 dan P1H50. Begitu pula perlakuan P2H30 menunjukkan hasil tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan P1H30, dan berbeda nyata (P<0,05) dibanding perlakuan P0H60, P0H50, dan P0H30. Hal ini disebabkan FMA berpengaruh terhadap efektivitas penyerapan unsur hara yang diberikan kepada tanaman. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Karti et al. (2012), inokulasi FMA mampu meningkatkan berat kering tajuk dan akar, protein kasar, dan kecernaan bahan organik pada Stylosanthes seabrana. Selain meningkatkan penyerapan zat hara, FMA memiliki manfaat lain seperti perlindungan terhadap patogen, menjaga stabilitas tanah (Rooney et al., 2011), dan mampu memberikan kontribusi terhadap berbagai faktor stress pada tanaman seperti kekeringan, tanah masam, dan toksisitas logam berat (Finlay, 2004). Periode Panen Kedua. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa perlakuan pemupukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi BK periode panen kedua, sedangkan perlakuan interval pemanenan terhadap produksi BK periode
12
panen kedua berpengaruh nyata (P<0,05). Interaksi antar perlakuan berpengaruh tidak nyata (P<0,01) terhadap produksi BK periode kedua, sehingga tidak dilakukan uji lanjut pada interaksi antar perlakuan, tetapi hanya dilakukan uji lanjut pada tiap faktor perlakuan, yakni faktor pemupukan dan faktor interval pemanenan. Data produksi BK pada periode panen kedua dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Produksi Berat Kering Rumput Gajah Periode Kedua Interval Pemanenan (gram/tanaman)
Perlakuan Pemupukan
H30
H50
P0
3,40 ± 2,14
8,33 ± 3,44
11,56 ± 5,66
7,76 ± 3,77b
P1
32,44 ± 6,40
34,30 ± 8,91
52,84 ± 15,70
39,86 ± 13,29a
P2
25,16 ± 4,14
36,73 ± 19,89
40,00 ± 16,65
33,96 ± 13,80a
20,33 ± 13,68b
26,46 ± 17,27ab 34,80 ± 20,84a
Rataan
Rataan
H60
Keterangan: Superscrip yang sama pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P0 (kontrol), P1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA), P2 (Dosis Pupuk Setengah+FMA).
Hasil uji jarak Duncan produksi BK periode kedua pada faktor interval pemanenan menunjukkan perlakuan H60 memiliki nilai rataan terbaik jika dibandingkan dengan perlakuan H50 dan H30, meskipun perlakuan H60 tidak berbeda nyata (P>0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan H50 dan berbeda nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan H30. Hal ini menurut Polakitan dan Kairupan (2008), semakin lama interval pemotongan menunjukkan hasil lebih tinggi terhadap tinggi tanaman, produksi daun, produksi batang dan produksi hijauan. Hasil uji jarak Duncan produksi BK periode kedua pada faktor pemupukan menunjukkan perlakuan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan P1 dan berbeda nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan P0. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan FMA dengan dosis pupuk 50% efektif dalam meningkatkan penyerapan unsur hara, sehingga dapat meningkatkan produksi BK. Menurut Karti dan Setiadi (2011) pemberian FMA berpengaruh terhadap peningkatan kualitas serapan P dan N total. Pemberian FMA hanya sekali saat penanaman sehingga lebih efektif dan efisien dalam penggunaan pupuk anorganik dalam meningkatan produksi BK secara berkelanjutan pada periode panen berikutnya.
13
Perlakuan pengurangan dosis pupuk sebanyak 50% dengan penambahan FMA mampu bersaing dengan perlakuan dosis pupuk penuh. Pengurangan dosis pupuk sebanyak 50% dan penambahan FMA selain mengurangi biaya pupuk, juga mengurangi tingkat pencemaran pupuk yang dihasilkan. Karena menurut Munawar (2011), beberapa jenis pupuk yang banyak dipakai dipertanian, seperti yang mengandung ammonium merupakan sumber kemasaman didalam tanah, karena mudah teroksidasi. Semakin lama interval pemotongan maka akan menunjukkan hasil yang lebih tinggi terhadap produksi hijauan. Sehingga interaksi perlakuan yang terbaik terdapat pada perlakuan P2H60. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Infeksi Akar FMA merupakan fungi yang dapat berfungsi hanya jika telah menginfeksi akar tanaman inangnya, tanaman inang yang terinfeksi oleh FMA akar terlihat adanya struktur hyfa, vesikel, dan arbuskula (Karti dan Setiadi, 2011). Gambar akar yang tidak terinfeksi dan terinfeksi oleh FMA ditunjukkan oleh Gambar 3.
Arbuskula
vesikel
Tidak ada infeksi
hifa
(a)
(b)
(c)
Sumber: Dokumen Penelitian
Gambar 4. Infeksi FMA pada Akar Rumput Gajah. a) Akar yang Tidak Terdapat Infeksi FMA (Perbesaran 10x10), b) Akar yang Terinfeksi FMA (Perbesaran 10x10), c) Bentuk Arbuskula (Perbesaran 40x10) Rataan persen infeksi akar dari rumput gajah dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil sidik ragam interaksi antar faktor pemupukan dan faktor interval pemanenan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap infeksi akar, begitu pula pada pengaruh faktor interval pemanenan yang menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap infeksi akar, sedangkan faktor pemupukan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap persen infeksi akar pada rumput gajah.
14
Tabel 4. Persentase Infeksi Akar Perlakuan Pemupukan
Interval Pemanenan (%) H30
H50
H60
Rataan
P0
47,9± 8,5
41,7± 26,1
53,8± 18,5
47,8± 17,3b
P1
79,6± 12,8
48,3± 35,0
70,8± 18,8
66,2± 25,1a
P2
64,2± 8,8
82,1± 4,0
82,9± 0,7
76,4± 10,4a
Rataan
63,9± 16,3
57,4± 28,9
69,2± 18,3
Keterangan: Superscrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P0 (kontrol), P1 (Dosis Pupuk Penuh tanpa FMA), P2 (Dosis Pupuk Setengah+FMA).
Nilai rataan persen infeksi akar tertinggi pada perlakuan P2H60 (82,9%) dan terendah pada perlakuan P0H50 (41,7%). Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa rataan persentase infeksi akar perlakuan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan P1, tetapi berbeda nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan P0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang tidak di inokulasi FMA juga terdapat infeksi. Hal ini dikarenakan terdapatnya FMA endofit dalam tanah lapang. Menurut Muhammad et al. (2003), dalam kondisi normal biasanya akar tanaman terinfeksi oleh FMA. Infeksi FMA yang diinokulasikan lebih dipengaruhi oleh faktor abiotik termasuk tanah, kondisi lingkungan dan kegiatan pertanian (Muhammad et al., 2003), dan ditambahkan pula oleh Muthukumar dan Udaiyan (2002) yakni faktor iklim dan edafis.
15
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perlakuan P2H60 dengan inokulasi 10 gram FMA dan dosis pupuk 50% (SP36 75 kg/ha, KCl 75 kg/ha, pupuk kandang 2 ton/ha, dan urea 100 kg/ha) pada hari pemotongan ke 60 rumput gajah (Pennisetum purpureum Schum.) memperoleh produksi terbaik, baik pada periode pertama maupun kedua dan lebih efektif dan efisien dalam penggunaan pupuk. Saran Perlu dilakukan penelitian mengenai penggunakan dosis FMA dan dosis pupuk dengan taraf yang beragam, serta menganalisa cemaran dosis tersebut terhadap tanah. Perlu juga dilakukan pengukuran terhadap berat akar dan persentase antara akar, batang dan daun.
16
UCAPAN TERIMA KASIH Bismillahirrohmanirrohim, Alhamdulillah, rasa syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karuniaNya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: Dr. Ir. Panca Dewi M. H. K., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi dan Ir. M. Agus Setiana, MS selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi. Kepada Ir. Asep Tata Permana, M.Sc dan Ir. Lucia Cyrilla E. N. S. D., M.Si selaku dosen penguji sidang, dan kepada Ir. Widya Hermana, M.Si selaku dosen panitia sidang, atas masukannya untuk keberhasilan skripsi ini. Kepada Iwan Prihantoro, S.Pt., M.Si selaku dosen penguji seminar dan juga yang telah membimbing dalam penelitian serta masukan dan saran dalam penulisan skripsi. Penulis mempersembahkan skripsi ini kepada Bapak Basri, Ibu Sari, adikadik tersayang Aurora Khorurrahmi dan Abidah Hajar Taskia atas kasih sayang, nasehat, kesabaran dan doa yang selalu mengiringi penulis dalam menyelesaikan kuliah sampai skripsi ini selesai. Terima kasih kepada Moh. Ali Hamdan yang senantiasa memberi motivasi, membantu, dan mendampingi selama penelitian dan penyusunan tugas akhir ini. Ucapkan terima kasih penulis sampaikan kepada: Staf Laboratorium Agrostologi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Bapak Agustinus dan Mas Dhani. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Arif Saepudin, Iwan Purwanto, Siti Syafa’ah, dan Frediansyah Firdaus. Penulis juga menyampaikan terima kasih atas pengertian, dukungan, persahabatan, dan kebahagiaan sebagai keluarga kedua bagi penulis, kepada warga Rumah Matahari (Mbak Tika, Mbak Nia, Mbak Eca, Mbak Nui, dan Mbak Fina), keluarga 214 crew (Nissa, Shely, dan Tati ‘Oneng’), dan keluarga besar INTP “GENETIC 45”, semoga persahabatan ini tetap terjalin. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, September 2012 Penulis
17
DAFTAR PUSTAKA Brundrett, M. C. 2002. Coevolution of roots and mycorrhizas of land plants. New Phytol. 154: 275-304. Brundrett, M. 2008. Mycorrizal association: the web resource section 4. Arbuscular mycorrizas. http://mycorrhizas.info/vam.html [24 September 2012] Djazuli, O., & Trisilawati. 2004. Pemupukan, pemulsaan dan pemanfaatan limbah nilam untuk peningkatan produktivitas dan mutu nilam. Perkembangan Teknologi TRO. XVI (2): 29-37. Fakuara, M. Y., A. S. Wulandari, & L. Setianingsih. 1993. Peningkatan Efektifitas Mikoriza untuk Hutan Tanaman Industri. Laporan Penelitian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Finlay, R. D. 2004. Mycorrhizal fungi and their multifunctional roles. J. Mycologist 18 (2): 91-96. Hughes, H. D., M. E. Heath, & D. S. Metcafe. 1976. Forages. The Science of Grassland Agriclture. The Iowa State Univ. Press, Amerika Serikat. Humpreys, L. R. 1974. A Guide to Better Pature for the Tropic and Subtropics. 3rd ed. Wright, Stephenson and Co (Australia) pty. Ltd. Flemington Victoria. Karti, P. D. M. H., D. A. Astuti, & S. Nofyangtri. 2012. The role of arbuskular mycorrhizal fungi in enhancing productivity, nutritional quality, and drought tolerance mechanism of Stylosanthes seabrana. Media Peternakan 35 (1): 6772. Karti, P. D. M. H., & Y. Setiadi. 2011. Respon pertumbuhan, produksi dan kualitas rumput terhadap penambahan fungi mikoriza arbuskula dan asam humat pada tanah masam dengan aluminium tinggi. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 16 (2) : 104-111. Kismono, I. 1979. Bahan Kuliah Pengenalan Jenis HMT Tropika. Fapet. IPB. Tidak dipublikasikan. Koske, R. E., & J. H. Gemma. 1989. A modified procedure for staining roots to detect vesicular arbuskular mikoriza. Mycol. Res. 92 (4): 486-505. Mcllroy, R.J. 1977. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Terjemahan Oleh S. Susetyo, S. Hardjosoewignyo, I. Kismono dan S. Harini, 1977. Pradnya Paramita, Jakarta. Halaman 21-31. Muhammad, M. J., S. R. Hamid, & H. I. Malkawi. 2003. Population of arbuskula mycorrhizal fungi in semi-arid environment of jordan as influenced by biotic and abiotic factors. Jurnal of Arid Environments 53: 409-417.
18
Munawar, A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press. Bogor. Muthukumar, T., & K. Udaiyan. 2002. Seasonality of Vesicular-Arbuscular Mycorrhizae In Sedges In a Semi-Arid Tropical Grassland. J. Acta Oecologica 23 : 337-347. Nurbaity, A., D. Herdiyantoro, & O. Mulyani. 2009. Pemanfaatan bahan organik sebagai bahan pembawa inokulan fungi mikoriza arbuskula. J. Biologi XIII (1): 17-11. Philips J. M., & D. S. Hayman. 1970. Improved procedures for clearing roots and staining parasitic and vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi for rapid assessment of infection. Transactions of the British Mycological Soc 55 : 158-160. Polakitan, D., & A. Kairupan. 2008. Pertumbuhan dan produktivitas rumput gajah dwarf (Pennisetum purpureum Cv. Mott) pada umur potong berbeda. Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, Mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara, Sulawesi Utara. Reksohadiprodjo S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Rooney, D. C., J. I., Prosser, G. D., Bending, E. M. Baggs, K., Killham, A., Hodge. 2011. Effect of arbuscular mycorrhizal colonization on the growth and phosphorus nutrition of Populus euramericana Cv. Ghoy. J. Biomass and Bioenergy 35: 4605-4612. Rungkat, J. A. 2009. Peranan MV A dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. J. Formas 2 (4) : 270-276. Sajimin B. R., Prawiradiputra, & M. Panjaitan. 1999. Integrasi Tanaman Pakan Pada Sistem Usaha Tani di Kecamatan Bayongbong Kabupaten Garut. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 4 (4): 251-256. Sajimin E., N. D. Sutedi, B. R. Purwantari, & Prawiradiputra. 2005. Agronomi Rumput Benggala (Panicum maximum Jacq) dan Pemanfaatannya Sebagai Rumput Potong. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Salisbury F. B., & C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid Tiga Edisi Keempat. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Sastrapradja S., & J. A. Johar. 1980. Jenis Rumput Dataran Rendah. Lembaga Biologi Nasional, LIPI. Bogor.
19
Setiadi, Y. 1989. Pemanfaatan Mikroorganisme Dalam Kehutanan. Depdikbud Dirjendikti PAU-IPB, Bogor. Smith, S. E., & D. J. Read. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. 3rd ed. Academic Press Inc. San Diego, California, USA. Steel, R. G., & J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika : Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Susetyo, S. 1980. Padang Penggembalaan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, IPB. Bogor. Turk, M. A., T. A. Assaf, K. M. Hameed, & A. M. Al-Tawaha. 2006. Significance of micorrhizae. World J. Agric. Sci., 2 (1): 16-20. Vannis, R. D., P. D. M. H. Karti, & L. Abdullah. 2007. Pengaruh pemupukan dan interval devoliasi terhadap pertumbuhan dan produktivitas rumput gajah (Pennisetum purpureum) di bawah tegakan pohon sengon (Paraserianthes falcarita). Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Whiteman, P. C., L. R. Humpreys, H. Monteith, E. H. Howtt, P. M. Bryant, & J. E. Slater. 1974. A Course Manual in Tropical Pasture Science. Australian Vicechancellors Comittee. Watson Ferguson & Co. Ltd, Brisbane. Zhang G. Y., L. P. Zhang, M. F. Wei, Z. Liu, Q. L. Fan, Q. R. Shen, & G. H. Xu. 2011. Effect of arbuscular mycorrhizal fungi, organic fertilizer and soil sterilization on maize growth. J. Acta Ecologica Sinica 31: 192-196 .
20
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Vertikal Pennisetum purpureum Schum. SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Perlakuan
8
942,648
117,831
14,744
2,510
3,705
Faktor A
2
261,556
130,778
16,364
3,555
6,013
Faktor B
2
516,960
258,480
32,342
3,555
6,013
A*B
4
164,132
41,033
5,134
2,928
4,579
Error
18
143,856
7,992
Total
26
1086,504
Lampiran 2. Hasil Uji Lanjut Duncan Pertambahan Tinggi Vertikal Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan Subset Pemupukan N 1 2 1,00 9 9,053 2,00 9 15,468 3,00 9 15,829 Sig. 1,000 0.789 Lampiran 3. Hasil Uji Lanjut Duncan Pertambahan Tinggi Vertikal Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Interval Pemanenan Subset Hari keN 1 2 3 2,00 9 8,992 3,00 9 11,963 1,00 9 19,394 Sig. 1,000 1,000 1,000 Lampiran 4. Hasil Sidik Ragam Produksi Berat Kering Panen Pertama Pennisetum purpureum Schum. SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Perlakuan
8
35390,528
4423,816
15,150
2,510
3,705
Faktor A
2
19192,632
9596,316
32,865
3,555
6,013
Faktor B
2
11701,096
5850,548
20,036
3,555
6,013
A*B
4
4496,801
1124,200
3,850
2,928
4,579
Error
18
5255,906
291,995
Total
26
40646,434
22
Lampiran 5. Hasil Uji Lanjut Duncan Produksi Berat Kering Panen Pertama Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan Subset Pemupukan N 1 2 1,00 9 9,0311 3,00 9 59,2378 2,00 9 70,3044 Sig. 1,000 ,789 Lampiran 6. Hasil Uji Lanjut Duncan Produksi Berat Kering Panen Pertama Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Interval Pemanenan Subset Pemupukan N 1 2 1,00 9 17,8978 2,00 9 53,2889 3,00 9 67,3867 Sig. 1,000 ,097 Lampiran 7. Hasil Sidik Ragam Produksi Berat Kering Panen Kedua Pennisetum purpureum Schum. SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Perlakuan
8
6484,939
810,617
8,016
2,510
3,705
Faktor A
2
5255,115
2627,558
25,984
3,555
6,013
Faktor B
2
949,325
474,662
4,694
3,555
6,013
A*B
4
280,499
70,125
0,693
2,928
4,579
Error
18
1820,211
101,123
Total
26
40646,434
Lampiran 8. Hasil Uji Lanjut Duncan Produksi Berat Kering Panen Kedua Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan Subset Pemupukan N 1 2 1,00 9 7,7622 3,00 9 33,9633 2,00 9 39,8622 Sig. 1,000 ,229
23
Lampiran 9. Hasil Uji Lanjut Duncan Produksi Berat Kering Panen Kedua Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Interval Pemanenan Subset Hari keN 1 2 1,00 9 20,3322 26,4556 2,00 9 26,4556 3,00 9 34,8000 Sig. 1,000 ,095 Lampiran 10. Hasil Sidik Ragam Persentase Infeksi Akar Pennisetum purpureum Schum. SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Perlakuan
8
0,624
0,078
2,396
2,510
3,705
Faktor A
2
0,379
0,189
5,819
3,555
6,013
Faktor B
2
0,063
0,031
0,967
3,555
6,013
A*B
4
0,182
0,046
1,400
2,928
4,579
Error
18
0,586
0,033
Total
26
1,210
Lampiran 11. Hasil Uji Lanjut Duncan Persentase Infeksi Akar Panen Kedua Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Pemupukan Subset Pemupukan N 1 2 1,00 9 ,4780 2,00 9 ,6626 3,00 9 ,7640 Sig. 1,000 ,248 Lampiran 12. Hasil Uji Lanjut Duncan Persentase Infeksi Akar Panen Kedua Pennisetum purpureum Schum. Pada Faktor Interval Pemanenan Subset Pemupukan N 1 2,00 9 ,5738 ,6390 1,00 9 ,6918 3,00 9 Sig.
,205
24