PENDIDIKAN ISLAM DAN SISTEM PENJAMINAN MUTU Menuju Pendidikan Berkualitas di Indonesia
PENDIDIKAN ISLAM DAN SISTEM PENJAMINAN MUTU Menuju Pendidikan Berkualitas di Indonesia
Dr. Deden Makbuloh, M.Ag.
Divisi Buku Perguruan Tinggi PT RajaGrafindo Persada JAKARTA
Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT)
MM
Y
Makbuloh, Deden Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu Menuju Pendidikan Berkualitas di Indonesia/Deden Makbuloh —Ed. 1.—Cet. 1.—Jakarta: Rajawali Pers, 2016. viii, 216 hlm., 23 cm Bibliografi: hlm. 201 ISBN 978-979-769-967-3
1. Pendidikan Islam. I. Judul. 297.73
Hak cipta 2016, pada penulis
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit 2016.xxxx RAJ Dr. Deden Makbuloh, M.Ag PENDIDIKAN ISLAM DAN SISTEM PENJAMINAN MUTU Menuju Pendidikan Berkualitas di Indonesia Cetakan ke-1, Januari 2016
Hak penerbitan pada PT RajaGrafindo Persada, Jakarta Desain cover oleh
[email protected]
DU
Dicetak di Kharisma Putra Utama Offset PT RajaGrafindo PersadA
Kantor Pusat: Jl. Raya Leuwinanggung No. 112, Kel. Leuwinanggung, Kec. Tapos, Kota Depok 16956 Tel/Fax : (021) 84311162 – (021) 84311163 E-mail :
[email protected] Http: //www.rajagrafindo.co.id Perwakilan:
Jakarta-14240 Jl. Pelepah Asri I Blok QJ 2 No. 4, Kelapa Gading Permai, Jakarta Utara, Telp. (021) 4527823. Bandung-40243 Jl. H. Kurdi Timur No. 8 Komplek Kurdi Telp. (022) 5206202. Yogyakarta-Pondok Soragan Indah Blok A-1, Jl. Soragan, Ngestiharjo, Kasihan Bantul, Telp. (0274) 625093. Surabaya-60118, Jl. Rungkut Harapan Blok. A No. 9, Telp. (031) 8700819. Palembang-30137, Jl. Macan Kumbang III No. 10/4459 Rt. 78, Kel. Demang Lebar Daun Telp. (0711) 445062. Pekanbaru-28294, Perum. De’Diandra Land Blok. C1/01 Jl. Kartama, Marpoyan Damai, Telp. (0761) 65807. Medan-20144, Jl. Eka Rasmi Gg. Eka Rossa No. 3A Blok A Komplek Johor Residence Kec. Medan Johor, Telp. (061) 7871546. Makassar-90221, Jl. ST. Alauddin Blok A 14/3, Komp. Perum. Bumi Permata Hijau, Telp. (0411) 861618. Banjarmasin-70114, Jl. Bali No. 31 Rt. 05, Telp. (0511) 3352060. Bali, Jl. Imam Bonjol g. 100/V No. 5B, Denpasar, Bali, Telp. (0361) 8607995, Bandar Lampung-35115, Perum. Citra Persada Jl. H. Agus Salim Kel. Kelapa Tiga Blok B No. 12A Tanjung Karang Pusat, Telp. 082181950029.
Y MM KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji milik Allah, penulis bersyukur bahwa karya ini telah diselesaikan dengan baik, karena pertolongan Allah Ta’ala. Salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw., keluarga, sahabat dan pengikut risalahnya hingga akhir zaman.
DU
Buku ini ditulis dengan tujuan untuk menyebarluaskan pemikiran dalam bidang pendidikan Islami yang dihubungkan dengan sistem penjaminan mutu. Penulis berpikir bahwa pendidikan Islami di Indonesia sangat strategis untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Investasi jangka panjang adalah pendidikan. Jika pendidikan gagal mempersiapkan generasi masa depan, maka gagal pula pembangunan Indonesia. Dalam kesempatan ini, penulis berterima kasih kepada Prof. Dr. Arndt Graf selaku Direktur Dept. of Southeast Asian Studies, Goethe University of Frankfurt, Germany, yang telah menjadwalkan presentasi seminar tentang pendidikan Islam Indonesia dan berdiskusi tentang kelayakan terbit buku ini selama penulis melaksanakan POSFI di Jerman bulan
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
v
Y
Oktober-Desember 2015. Program ini terwujud atas fasilitas Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, sehingga diucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Kamaruddin Amin; Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A.; Drs. Imam Safe’i, M.P.d.; Ratnasari Nurhayati Yusuf, M.Si.; Dr. Abd. Mukti Bisri, M.A.; Drs. M. Nuryasin, M.Pd., dan seluruh staf di Subdit Ketenagaan Diktis Kementerian Agama RI Jakarta.
MM
Buku ini terbit atas bantuan penerbit PT RajaGrafindo Persada di Jakarta. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hj. Magdalena selaku direktur penerbit, Bapak Embun selaku editor yang sangat teliti dalam mengedit naskah sehingga menghasilkan naskah yang konsisten. Semoga amal kebaikan kita mengalir sampai akhirat. Amiin. Selanjutnya, penulis berterima kasih kepada Titin Sukaesih (istri), Ulya Nur Azizah (anak), Muhammad Akbar Nur Aziz (anak) dan Hanifah Nur Azizah (anak) atas kesabarannya. Khusus pada Fathiyah Nur Azizah (almarhumah) yang meninggal pada bulan April 2010, semoga hidup di sorga dengan bahagia, yang sangat memberi makna tersendiri dalam hidup penulis. Kepada ibunda Emin Karminah dan ayahanda Abdul Rojak tercinta terima kasih atas doa yang selalu diberikan kepada saya agar menjadi manusia yang sukses di manapun berada.
DU
Penulis dengan rendah hati semata-mata hanya mengharap ridha dari Allah Ta’ala, mengharapkan saran-saran dari pembaca untuk kesempurnaan dan kelengkapan karya ilmiah bidang ilmu pendidikan Islam ini dalam edisi terbitan selanjutnya.
vi
Daftar Isi
Frankfurt, Desember 2015 Dr. Deden Makbuloh, M.Ag.
Y MM DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
v vii
BAB PENDAHULUAN
1
1
DU
A. Latar Belakang Penelitian
B. Permasalahan Aktual
10
C. Tujuan Penulisan
14
D. Tinjauan Penelitian Terdahulu
14
E. Kerangka Pikir
19
F. Metode Pembahasan
29
BAB 2 TEORI-TEORI MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN
31
A. Konsep Mutu
32
B. Konsep Manajemen Mutu Pendidikan
34
C. Strategi Manajemen Mutu Pendidikan
45
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
vii
D. Pentingnya Perencanaan dalam Pendidikan
48
E. Pengorganisasian dalam Pendidikan
71
F. Kinerja Pendidikan
72
G. Pengendalian Sistem dalam Pendidikan
Y
74
75
A. Konsep Pendidikan Islami
75
B. Landasan Teori Pendidikan Islami
77
C. Pengembangan Pendidikan Islami
84
D. Sistem Jaminan Mutu Pendidikan Islami
89
E. Implementasi Perencanaan Pendidikan Islami
95
MM
BAB 3 SISTEM PENDIDIKAN ISLAMI
F. Pendekatan Perencanaan Pendidikan Islami
132
BAB 4 SISTEM PENJAMINAN MUTU DALAM PENDIDIKAN ISLAMI 139
A. Orientasi Mutu Pendidikan Islami
140
B. Penjaminan Mutu SDM Guru
142
C. Penjaminan Mutu Peserta Didik
178
D. Penjaminan Mutu Kepemimpinan
191
DU
BAB 5 KESIMPULAN
199
DAFTAR PUSTAKA
201
BIODATA PENULIS
215
viii
Daftar Isi
MM
Y
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
DU
Manajemen mutu merupakan salah satu sistem untuk penjaminan mutu. Manajemen mutu dapat diterapkan dalam bidang pendidikan Islam. Pendidikan Islam di Indonesia sangat penting eksistensinya. Demikian pula manajemen mutu sangat penting dalam pendidikan Islam. Sebab, di Indonesia lembaga-lembaga pendidikan Islam tumbuh subur dengan berbagai macam nama, jenis, afiliasi, dan karakteristik keunggulan yang bermacam-macam. Apa pun macam-macam tersebut, sebagai lembaga pendidikan Islam formal telah diakui kedudukannya sebagai sub-sistem pendidikan nasional. Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional (UUSPN),1 pendidikan Islam yang bernama Madrasah Ibtidaiyah (MI) sejajar dengan Sekolah Dasar (SD), Madrasah Tsanawiyah (MTs) sejajar dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Aliyah (MA) sejajar dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab VI Pasal 18 ayat 3, (Jakarta: Dharma Bakti, 2003), 12. 1
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
1
Y
(SMK). Pada level perguruan tinggi, Pendidikan Tinggi Agama Islam sejajar dengan Pendidikan Tinggi Umum. Jika semua lembaga pendidikan sudah disejajarkan dalam UUSPN, maka persaingan pasti terjadi ketat, terutama persaingan dalam meraih minat calon pendaftar. Dalam persaingan meraih minat calon pendaftar, sering kali menjadi persaingan “tidak sehat”.
DU
MM
Pelaksanaan sistem pendidikan di Indonesia sudah banyak dikotori oleh tangan-tangan tidak bertanggung jawab. Kita dapat amati dari sudut yang sedang berkuasa, intervensi penguasa yang dominan sering campur tangan yang mengakibatkan ketidakadilan pelayanan pendidikan masyarakat. Misalnya, pejabat memberikan kemudahan-kemudahan kepada orang/kelompok/organisasi/yayasan tertentu dalam memberikan izin pendirian lembaga pendidikan, sementara bagi kelompok yang lainnya dipersulit dengan berbagai persyaratan macam-macam. Dalam kasus ini, terdapat unsur subjektivitas – bukan kelayakan secara objektif. Akibat kebijakan yang tidak bijak macam ini, banyak berdiri lembaga pendidikan “abal-abal”. Lembaga pendidikan abal-abal akhirnya menjadi beban berat bagi semua pihak. Banyak tumbuh subur lembaga pendidikan, tetapi banyak pula masalah berat yang dihadapi pendidikan. Aneh memang, semakin banyak lembaga pendidikan bukannya semakin hilang masalah bangsa Indonesia, bahkan cenderung semakin rumit seperti sulitnya menegakkan benang basah yang sudah kusut. Apakah setiap pergantian eksekutif terutama para menteri, harus pergantian kebijakan pendidikan? Apakah setiap pergantian legislatif, harus pergantian undang-undang pendidikan? Mereka terkadang tidak jujur dan tidak adil dalam bidang pendidikan?
Kita juga dapat mengamati dari sudut pengelola pendidikan, kotornya pendidikan Indonesia karena banyak perilaku anomali. Pengelola lembaga pendidikan ingin mengelola, tetapi tidak mau menegakkan rambu-rambu kualitas secara menyeluruh. Mengelola tetapi tidak mau sesuai dengan tata kelola yang excellence, transparan, akuntabel, jujur, adil, dan objektif. Misalnya, lembaga pendidikan yang sudah dinilai berkualitas, ternyata di dalamnya terjadi perilaku jual beli kursi seleksi calon peserta didik. Akibatnya, nepotisme menjadi subur di lembaga-lembaga pendidikan yang sudah mencapai kualitas. Uang dan titipan menjadi ukuran diterima atau
2
Bab 1 | Pendahuluan
MM
Y
tidaknya calon peserta didik. Akibatnya, timbul persaingan tidak sehat di kalangan masyarakat yang ingin memilih lembaga pendidikan tersebut. Bagi pengelola lembaga pendidikan yang sepi pendaftar, sama sekali tidak ada proses seleksi, bahkan tidak ada standar baku yang digunakan dalam proses pendidikan yang diselenggarakannya. Bahkan sering kali terjadi manipulasi data peserta didik demi memperoleh bantuan dana. Peserta didik yang tidak sekolah/tidak kuliah tapi ijazah terbit.
Lagi-lagi aneh memang, lembaga pendidikan tetapi tidak mendidik. Lembaga pendidikan seharusnya menjadi tempat masyarakat belajar kejujuran dan keadilan, malah mempertontonkan kebohongan dan diskriminasi. Lembaga pendidikan seharusnya mempersiapkan generasi bangsa yang gigih dan tekun mengukir sejarah positif, tetapi malah menanamkan kemalasan, benih korupsi dan nepotisme.
DU
Kita amati juga dari sudut masyarakat, pola hidup semakin pragmatis sehingga memilih pendidikan bukan karena prosesnya yang berkualitas, tetapi karena mudah cepat selesai dan dapat nilai rapor, transkrip nilai sangat baik, tanpa harus hasil ketekunan belajar. Tentu perlu penulis tegaskan di sini bahwa yang terbaik adalah mampu cepat selesai dan nilai tinggi disertai bukti capaian standar kompetensi unggul secara jujur. Akan tetapi, yang perlu dikritik yaitu pragmatisme yang mendorong masyarakat untuk memilih pendidikan yang serba instan. Hal ini mengakibatkan para pengelola pendidikan menyesuaikan dengan selera masyarakat yang pragmatis. Ujungnya, pendidikan di Indonesia selalu berubah-ubah tanpa kejelasan landasan teori dan paradigma. Untuk menyelamatkan bangsa Indonesia di masa depan yang memiliki jumlah populasi penduduk lebih dari 300 juta dan sebagian besar adalah Muslim lebih dari 75 persen, maka perlu diperbaiki sistem pendidikan yang menjamin kualitas. Sebab, jika sistem pendidikan Islam rusak maka akan rusak generasi bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, perlu sistem penjaminan mutu dalam pendidikan Islam. Manajemen mutu memiliki fokus pada kepuasan pelanggan. Oleh karena itu, berbagai strategi dilakukan agar para pelanggan mendapatkan tingkat kepuasan yang sempurna sesuai dengan apa yang diharapkan.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
3
Y
Adanya kepuasan sering kali menjadi ukuran sukses tidaknya dalam manajemen suatu organisasi. Banyak teori tentang manajemen mutu.
MM
Kajian kritis perlu dilakukan dalam menghadapi keragaman teori manajemen mutu. Sebab, terkadang suatu teori yang tepat digunakan dalam bidang tertentu, belum tentu tepat untuk bidang lainnya; teori yang berkembang pesat di suatu negara, belum tentu berkembang di negara lainnya mengingat adanya perbedaan-perbedaan yang secara alamiah tidak dapat dipungkiri. Hal ini sering kali mengundang perdebatan akademik berkaitan dengan perkembangan suatu teori. Demikian juga terjadi dalam teori manajemen mutu pendidikan.
DU
Sukses yang telah diraih oleh para ahli dalam bidang ekonomi-industri banyak mengilhami para ahli dalam bidang pendidikan untuk menerapkan manajemen mutu berdasarkan konsep-konsep tokoh bisnis walaupun melalui adaptasi-adaptasi teori. Sebab, ketika teori manajemen mutu dalam bidang ekonomi diadopsi ke dalam bidang pendidikan, ternyata banyak menimbulkan masalah, karena adanya perbedaan karakteristik antara ekonomi-industri dengan pendidikan. Hal ini menimbulkan kajian menarik di kalangan para pemikir/pakar pendidikan untuk mengkaji relevansi manajemen mutu dengan indikator-indikator mutu dalam bidang pendidikan. Konstruksi berpikir antara manajemen mutu pendidikan dengan manajemen mutu ekonomi-industri sangat berbeda, sehingga faktor kunci tercapainya mutu itu sendiri menjadi sangat berbeda dan lebih kompleks dalam bidang pendidikan.2 Misalnya, para peserta didik
Beberapa tokoh pendidikan menilai mutu dalam bidang pendidikan jauh lebih sulit dibandingkan dengan bidang ekonomi-industri, misalnya: Nuria Lopez Mielgo dkk., “Are Quality and Innovation Management Conflicting Activies?,” dalam Technovation, (Vol. 29, 2009), 537-545; Nina Becket dan Maureen Brookes, “Quality Management Practice in Higher Education: What Quality Are We Actually Enhancing,” dalam Journal of Hospitality, Leisure, Sport & Tourism Education, (Vol. 7, No. 1, 2007), 4054; John Biggs, “The Reflective Institution: Assuring and Enhancing the Quality of Teaching and Learning,” dalam Higher Education, (Vol. 41, 2001), 221-238; Rhonda K. Reger dkk., “Reframing the Organization: Why Implementing Total Quality is Easier Said Than Done,” dalam Academy of Management Review, (Vol. 19 No. 3, 1994), 565584. Demikian juga tokoh pendidikan Indonesia, seperti: Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007); Dorothea Wahyu Ariani, Manajemen Kualitas: Pendekatan Sisi Kualitatif, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2003), 34. 2
4
Bab 1 | Pendahuluan
MM
Y
di sekolah sebagai manusia dinamis turut serta menentukan tercapai tidaknya mutu yang ditetapkan sekolah. Hal ini tidak sedikit, gagalnya pencapaian mutu, karena para peserta didik tersebut tidak berusaha mewujudkannya. Sedangkan dalam bidang ekonomi-industri, bahan baku yang diproduksi tergantung sepenuhnya pada proses dan prosedur baku yang sudah didesain sedemikian rupa. Atas dasar perbedaan ini perlu dikaji dan dirumuskan model manajemen mutu untuk lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai dengan karakteristiknya.
DU
Paradigma sistem pendidikan di Indonesia sejalan dengan otonomi daerah,3 telah berubah dari paradigma sentralistik menjadi otonomi pendidikan. Paradigma sentralistik telah diketahui banyak menyimpan kelemahan. Kelemahan yang paling menonjol yaitu adanya ketergantungan baik dalam teoretis maupun praktis di lembaga-lembaga pendidikan, karena terbiasa menunggu petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari pusat. Kemajuan lembaga pendidikan sangat bergantung pada political will (kebijakan) pemerintah pusat. Sedangkan di daerah hingga para kepala sekolah tidak melakukan kreasi-kreasi dan inovasi apa pun kecuali melaksanakan perintah dan petunjuk dari pemerintahan pusat melalui kementerian masing-masing. Selain itu juga, para kepala sekolah sebagai seorang manajer dan leader dalam lingkungannya tersebut tidak dilibatkan dalam proses-proses perumusan kebijakan strategis dalam mengatasi masalah-masalah pendidikan. Akibatnya, banyak terjadi perbedaan kebutuhan antara lembaga pendidikan dan masyarakat di satu pihak dengan pemerintah pusat di pihak lain. Kelemahan-kelemahan yang sering kita saksikan dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, antara lain: pertama, kebijakan pendidikan nasional yang sangat birokratis dan terpusat, sehingga cenderung mengabaikan kenyataan yang sangat beragam baik kondisi sosial, ekonomi, wawasan, adat, dan budaya masyarakat Indonesia di berbagai daerah. Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional di Indonesia lebih berorientasi kepada pencapaian target kuantitatif, seperti target nilai ujian nasional, target kurikulum baru, sehingga mengabaikan proses Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 1999, (Bandung: Citra Umbara, 2001), 23. 3
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
5
Y
pembelajaran yang efektif dan mampu menjangkau seluruh ranah dan potensi peserta didik sehingga hidup menjadi manusia yang mandiri.
MM
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Bab III Pasal 4 ayat 6 mengamanatkan agar pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.4 Undang-undang tentang sistem pendidikan nasional tersebut telah menjadi kesepakatan bersama dan kebutuhan untuk mengatur model sistem pendidikan nasional. Semua lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta perlu menjadikan UUSPN sebagai arah kebijakan dalam tata kelola dan manajemen pendidikan sehingga visi, misi, target dan tujuan pendidikan semakin terarah dan jelas indikator ketercapaian hasilnya.
DU
Standar Nasional Pendidikan lebih lanjut diatur secara terperinci dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005. Pasal 3 PP tersebut dinyatakan bahwa standar nasional pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.5 Dengan demikian, tujuan pengaturan standar nasional pendidikan yaitu untuk menjamin mutu pendidikan nasional. Jaminan mutu perlu dilakukan dalam sistem pendidikan nasional sejak tingkat dasar, menengah hingga pendidikan tinggi. Sebagaimana yang terjadi dalam perdebatan internasional tentang manajemen mutu yaitu masalah standar. Apakah standar dirumuskan oleh pihak internal atau pihak eksternal. Demikian pula dengan pengukuran mutunya apakah oleh pihak internal lembaga masing-masing atau eksternal. Hal ini menjadi perdebatan aktual dalam teori manajemen mutu. Masalah yang dihadapi oleh lembaga pendidikan bukan hanya karena paradigma yang sentralistik, tetapi juga banyak tantangan baru yang dihadapi dalam sistem pendidikan yang menganut paradigma desentralistik dan otonomi yaitu tingkat kemandirian dan percaya diri.
4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Dharma Bakti, 2003), 7. 5 Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta: LekDis, 2005), 14.
6
Bab 1 | Pendahuluan
MM
Y
Sumber daya manusia yang berkiprah dalam bidang pendidikan masih banyak yang kurang percaya diri dan takut kalau harus mandiri. Oleh sebab itu, masih tersimpan kesan lembaga-lembaga pendidikan sebagian besar di Indonesia banyak ketergantungan. Akibatnya tidak tercipta akselerasi mutu pendidikan yang sedang diselenggarakannya sebagaimana yang diharapkan dalam konteks otonomi daerah yang telah terbukti di negara maju. Keadaan ini memperkuat pendapat bahwa teori yang berkembang di negara maju belum tentu cocok diadopsi mutlak di negara-negara berkembang. Hal ini menunjukkan semakin kompleks permasalahan pendidikan, antara persaingan standar tingkat internasional dan kenyataan potensi yang dimiliki. Bagaimana menemukan solusi dan benang merah atas dilema tersebut.
DU
Para ahli telah memberikan kontribusi pemikiran terhadap regulasiregulasi pendidikan desentralistik dan otonomi. Fasli Jalal6 menulis buku Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah yang membahas adanya peluang dan tantangan dalam pengelolaan sistem pendidikan. Peluang yang muncul yaitu mengembangkan kreasi-kreasi secara luas tanpa intervensi pemerintah pusat dalam pengaturan operasional program pendidikan. Tantangannya yaitu adanya persaingan ketat antara lembaga pendidikan yang menghadapi keragaman budaya, ekonomi, sosial, dan politik daerah. Kelemahannya yang muncul yaitu sumber daya manusia yang ada masih belum profesional. Oleh karena itu, diperlukan manajemen mutu berdasarkan kekuatan-kekuatan lembaga pendidikan tersebut dengan melibatkan peran serta masyarakat. Kajian tentang otonomi daerah, manajemen berbasis sekolah/ madrasah dan kurikulum tingkat satuan pendidikan mestinya melahirkan lembaga-lembaga pendidikan yang maju dan mandiri. Akan tetapi, ditinjau dari tingkat pencapaian mutu ternyata pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan. Perhatian dan kesungguhan pihak pemerintah dan masyarakat dalam ikut serta mengatasi keprihatinan pendidikan masih banyak kendala. Anggaran pendidikan yang diamanatkan undang-undang 20% banyak mengalami penyimpangan dalam penggunaannya. PelatihanFasli Jalal dan Dedi Supriyadi (Ed), Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), 23. 6
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
7
Y
pelatihan yang sudah dibiayai besar dalam proyek kegiatan hanya menjadi rutinitas kegiatan yang kurang memiliki kesinambungan sehingga hanya dapat menghasilkan target-target tertentu yang pragmatis. Akibatnya, masalah-masalah pendidikan masih terus bermuncullan dan mengundang pembahasan-pembahasan berbagai pihak.
MM
Investasi jangka panjang yang paling potensial untuk mendapat perhatian yaitu sektor pendidikan. Walaupun masih terdapat masalahmasalah yang terjadi seperti banyak peserta didik yang hanya tamat sekolah gagal menghadapi kenyataan hidup, karena gagal dalam proses pendidikannya. Mereka asal tamat, tetapi tidak mengerti makna dari ilmu yang diperoleh di bangku sekolahnya. Demikian pula, mereka yang ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi termasuk ke perguruan tinggi yang didambakannya tidak berdaya menghadapi proses seleksi yang kompetitif. Pengetahuan yang didapat pada pendidikan tingkat sebelumnya tidak mampu memberikan bekal dalam mengatasi persoalan tes seleksi di perguruan tinggi negeri maupun swasta yang favorit. Problematika di atas terjadi dalam setiap jenis pendidikan di Indonesia, baik pendidikan Islami maupun pendidikan secara umum.
DU
Kemajuan pesat dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni mendorong masyarakat Muslim untuk mewujudkan cita-citanya melalui proses pendidikan Islami yang bermutu. Timbulnya perubahan kebutuhan tersebut sejalan dengan adanya perubahan zaman di segala aspek kehidupan manusia yang kian hari makin bertambah kompleks. Perubahan zaman yang kompleks ini tidak akan dapat diatasi dengan baik, jika sumber daya manusia yang berperan di dalamnya tidak bermutu tinggi. Oleh karena itu, perlu diwujudkan sumber daya manusia sebagai prioritas program unggulan lembaga pendidikan Islam. Hal ini pada gilirannya menuntut manajemen pendidikan Islam yang berfokus pada mutu sehingga hasil-hasil pendidikan Islam relevan dengan konteks tuntutan kebutuhan zaman. Implementasi sistem manajemen paling dominan dalam menentukan arah kebijakan pendidikan. Oleh karena itu, dalam upaya mempersiapkan sistem pendidikan Islam yang bermutu berarti perlu berbicara tentang ilmu manajemen pendidikan Islam secara baik. Sebab manajemen pendidikan
8
Bab 1 | Pendahuluan
MM
Y
Islam merupakan proses kerja yang terarah dalam menyelenggarakan pendidikan Islam. Manajemen Pendidikan Islam merupakan strategi untuk mengatur sistem pendidikan Islam agar relevan dengan tuntutan kebutuhan peserta didik dan masyarakat luas. Atas dasar pertimbangan apa pun, pentingnya manajemen pendidikan Islam tidak diragukan lagi. Sementara pada sisi lain, manajemen mutu pendidikan Islam belum banyak dikaji, padahal kebutuhan umat Islam terhadap lembaga pendidikan yang bermutu sudah semakin terasa mendesak. Setiap lembaga pendidikan pasti ada seorang kepala sekolah yang melakukan fungsi manajemen. Akan tetapi, realitasnya kepala sekolah belum banyak memahami teoriteori manajemen mutu, sehingga mutu pendidikan tetap saja rendah dan terus-menerus menuai kritik.
DU
Masyarakat semakin rasional dan semakin membutuhkan jasa pendidikan yang bermutu. Hal perlu segera disadari oleh para pengelola pendidikan. Pendidikan itu agar bermutu perlu dikelola dengan baik. Seluruh komponen yang terkait dengan mutu pendidikan perlu dikelola. Manajemen mutu pendidikan yang baik akan menghasilkan output pendidikan yang bermutu tinggi. Kebijakan itu dipahami dan dilaksanakan oleh pihak yang berwenang dalam proses perencanaan, peningkatan dan pengendalian mutu pendidikan. Sebab, kemerosotan mutu lembaga pendidikan Islam ini terkesan hanya karena diselenggarakan tanpa perencanaan, peningkatan dan pengendalian mutu yang sesuai dengan konsep manajemen mutu pendidikan. Pendidikan Islam sebagai sebuah proses yang berlangsung cepat dan dinamis termasuk yang paling banyak menghadapi problematika.7 Masalah visi, misi, sasaran dan tujuan pendidikan dengan tidak adanya target yang jelas, mengakibatkan lulusannya tidak jelas pula. Ilmu kurang dikuasai sehingga di pasar kerja mereka tidak mampu bersaing. Padahal persaingan yang kompetitif tidak dapat dihindari lagi. Kekalahan bersaing mengarah pada ketidakberdayaan dan akhirnya menjadi tidak percaya diri dan marginal.
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2003), ii. 7
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
9
MM
Y
Masalah pendidikan timbul dalam komponen-komponen pendidikan Islam, seperti tenaga pendidik masih jarang yang memaknai profesi sebagai tugas pokok yang harus dilaksanakan secara profesional. Sumber daya tenaga pendidik rata-rata di bawah kategori bibit unggul. Fakta menunjukkan, bahwa di lembaga pendidikan Islam semisal madrasah muatan kurikulum ilmu umum 100% penuh dan ditambah ilmu agama 100%. Akan tetapi, tenaga guru yang tersedia menunjukkan sebaliknya yaitu guru dalam bidang keahlian ilmu agama penuh, sedangkan dalam keahlian ilmu umum kurang. Akibatnya, guru agama mengajarkan ilmu umum seperti matematika, fisika, kimia, biologi dan ilmu umum lainnya. Materi yang diampu tidak sesuai dengan latar belakang basis keilmuan tersebut, sehingga materi kurang dikuasai. Hasilnya kurang berbobot, karena terjadi salah kamar dalam mengajar; tidak sesuai dengan keilmuan yang menjadi latar belakang pendidikan guru tersebut.
DU
Metode-metode pengajaran yang digunakan oleh guru juga masih terlihat banyak yang konvensional. Model pembelajaran aktif belum menjadi pilihan utama. Umumnya masih menggunakan yang mudahmudah saja seperti ceramah biasa (metode ceramah baik jika digunakan oleh guru yang ahli ceramah). Secara metodologis, masih banyak guru yang kurang memiliki wawasan dalam metode alternatif mengajar, sehingga proses pembelajaran tidak memiliki daya tarik, bahkan cenderung membosankan bagi para peserta didiknya.
B. Permasalahan Aktual
Masalah-masalah pelik yang selalu muncul dalam kehidupan manusia adalah kacaunya sistem pendidikan yang diselenggarakan. Ada lembaga pendidikan yang bertujuan hanya untuk bisnis dunia, mencari uang semata. Tugas pokok lembaga pendidikan untuk mengajar, mendidik, melatih, membimbing, membina, memfasilitasi, memotivasi, dan mengevaluasi banyak yang sudah melupakannya. Dalam hal ini, pendidikan yang diselenggarakan tidak berbanding lurus antara tugas pokok dan penghasilan. Bekerja di lembaga pendidikan seharusnya berbanding lurus yakni semakin banyak tugas pokok yang dikerjakan dengan baik akan semakin tinggi penghasilan yang didapatkan, demikian sebaliknya.
10
Bab 1 | Pendahuluan
MM
Y
Masalah sertifikasi guru dalam lembaga pendidikan belum diatasi dengan baik oleh pemerintah yang membayar tunjangan sertifikasi. Demikian juga pejabat terkait yang mengatur kebijakan belum mengerjakan tugas dengan baik. Masalah ini seolah-olah hanya masalah kesejahteraan guru. Padahal visi pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, melayani para peserta didik dengan sepenuh hati, dan mewujudkan mutu pendidikan jauh lebih penting malah terabaikan oleh para guru, pejabat dinas dan pemerintah pusat dan daerah.
Kewajiban mengajar 24 jam bagi guru lulus sertifikasi dalam inplementasinya belum menghayati substansi tugas pokok guru. Kita dapat menyaksikan bahwa para guru mengajar 24 jam pada beberapa lembaga pendidikan, sehingga meninggalkan sekolah/madrasah sendiri. Ada guru mengajar 24 jam pada beberapa mata pelajaran walaupun bukan ahlinya, hanya karena untuk mendapatkan 24 jam. Kewajiban 24 jam menjadi idola yang didambakan oleh para guru demi kesejahteraan hidup dari tunjangan sertifikasi. Jika hal ini terus dipertahankan, maka lembaga pendidikan akan semakin kacau. Para guru sudah merasa sangat sibuk, akan tetapi hasilnya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pelayanan para peserta didik sangat kecil.
DU
Masalah ujian nasional yang menjadi standar kelulusan peserta didik belum dipetakan dengan baik. Ujian nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah dengan biaya 500-600 miliar per tahun belum menghasilkan data mutu pendidikan Indonesia yang sebenarnya, masih penuh rekayasa kelulusan oleh oknum yang mencari keuntungan uang atau demi jabatan. Kelulusan peserta didik seharusnya orsinil mencerminkan tingkat kualitas masingmasing peserta didik sebagai bahan evaluasi pendidikan yang diselenggarakan. Masalah kurikulum pendidikan di Indonesia masih banyak mengundang pro dan kontra, sejak diberlakukannya Kurikulum 2013. Banyak para pemikir yang kurang sependapat dengan model kurikulum tematik dalam konsep Kurikulum 2013. Padahal istilah tematik dalam ilmu tafsir sudah dianggap yang paling baik dalam menafsirkan ayat-ayat AlQur’an. Dalam ilmu tafsir tematik ditempatkan sebagai salah satu metode tafsir. Bertolak dari masalah sosial, kemudian dipecahkan berdasarkan makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an secara menyeluruh
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
11
MM
Y
dalam satu tema yang sama. Hal ini akan menghasilkan pemahaman yang komprehensif untuk menjawab masalah-masalah sosial yang terus muncul dalam kehidupan manusia. Akan tetapi, ketika digunakan istilah tematik dalam Kurikulum 2013 menjadi kacau bidang keilmuan. Para guru harus menguasai semua ilmu, agar mampu menyatukan dalam satu tema. Akhirnya para guru mengeluh, kesulitan, dan keberatan dengan Kurikulum 2013. Jika dalam ilmu tafsir, tematik digunakan oleh seorang mufasir yang ahli dalam ilmu tafsir sangat baik, tetapi tematik dalam Kurikulum 2013 oleh para guru harus ahli semua mata pelajaran. Misalnya guru IPA harus menguasai agama, dan guru agama harus menguasai IPA. Hal ini perlu proses studi yang panjang, tidak instan hanya diperoleh melalui sosialisasi, workshop, dan bimtek.
DU
Masalah Kurikulum 2013, akhirnya oleh Anis Baswedan selaku Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah era pemerintahan Joko Widodo pada tahun 2015 dihentikan, dan dinyatakan agar kembali ke KTSP tahun 2006. Hal ini menimbulkan masalah baru. Sebab, dalam hitungan waktu tidak ada kembali, melainkan terus maju ke tahun selanjutnya. Dalam kurikulum pendidikan sejatinya ada evaluasi setiap lima tahun selamalamanya untuk menyesuaikan dengan keadaan saat ini dan masa depan. Evaluasi ini dilakukan untuk memastikan adanya relevansi internal dan eksternal dalam kurikulum yang diberlakukan. Jika kurikulum sudah kurang memiliki relevansi eksternal misalnya maka harus segera disesuaikan. Kurikulum yang tidak mendukung kebutuhan para peserta didik untuk mampu berbekal kemampuan saat ini dan masa depannya, maka harus diubah. Jadi perubahan kurikulum bukan karena selera kekuasaan, suka-suka pemerintah, melainkan kebutuhan peserta didik untuk hidup saat ini dan masa depan di dunia maupun di akhirat kelak. Oleh sebab itu, semua evaluasi kurikulum harus berdasarkan hasil analisis strength, weakness, opportunity, threat (SWOT). Analisis SWOT terhadap kurikulum harus dilakukan dengan tuntas, lalu hasilnya digunakan untuk mengambil keputusan baru. Masalah sarana dan prasarana pendidikan belum diselesaikan dengan baik. Alangkah banyak sekolah/madrasah yang tidak layak dalam sarana dan prasarana yang dimiliki. Prasarana adalah gedung-gedung bangunan
12
Bab 1 | Pendahuluan
MM
Y
yang dimiliki. Sarana adalah isi peralatan yang digunakan langsung untuk pembelajaran. Gedung sekolah/madrasah banyak dibiarkan rusak, kotor, kumuh dan banyak coretan nakal. Jumlah gedung toilet yang dimiliki tidak mencukupi rasio minimal 1:40 siswa dan 1:30 siswi dalam keadaan bersih dan harum. Gedung perpustakaan, laboratorium, masjid, UKS dan gedung olah raga tidak dimiliki secara lengkap. Demikian pula sarana di dalamnya sangat kurang. Setiap ruang kelas belum dilengkapi LCD, Komputer, CCTV, dan jaringan internet. Peralatan laboratorium agama, sains, bahasa, dan praktik lainnya tidak optimal. Sumber-sumber belajar peserta didik seperti buku kurang tersedia secara variatif, inspiratif, dan informatif. Buku pelajaran wajib pun terkadang masih terbatas jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan 1 buku untuk setiap siswa.
DU
Masalah manajemen pendidikan belum sesuai dengan teori manajemen. Banyak lembaga pendidikan yang tidak mampu menyusun rencana strategis. Perencanaan hanya berdasarkan keinginan sesaat, tidak dikaji melalui evaluasi diri. Bahkan ada lembaga pendidikan yang tidak memandang penting perencanaan. Di sisi lain ada yang memiliki perencanaan tetapi tidak dapat dilaksanakan. Pelaksanaan manajemen tidak berdasarkan rencanarencana. Padahal, pelaksanaan yang tidak sesuai rencana sama buruknya dengan rencana yang tidak dilaksanakan. Dalam konteks manajemen pendidikan hal ini penting, karena harus ada pengukuran capaian hasil yang menunjukkan peningkatan dari hari ke hari, tahun ke tahun dan seterusnya. Alangkah banyak yang mau menjadi manajer pendidikan (kepala dinas, kepala sekolah/madrasah, ketua, dekan, rektor, dirjen, dan menteri), tetapi alangkah banyak yang tidak menguasai teori manajemen pendidikan. Masalah rendahnya mutu pendidikan akhirnya menjadi akhir penilaian secara umum. Standar mutu umumnya dinilai dari mutu tenaga pengajar dan mutu lulusan yang dapat diserap oleh lapangan kerja atau diterima di tingkat lanjutannya secara bersaing. Namun demikian, lulusan itu dihasilkan dari proses pendidikan yang dikelola dengan baik. Hal ini berkaitan dengan manajemen mutu yang diimplementasikan berdasarkan data-data manajemen. Fenomena lainnya yang muncul, tumbuhnya lembaga pendidikan Islam tampaknya belum diikuti dengan peningkatan manajemen yang baik, sehingga secara kualitas masih mengalami gejala
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
13
Y
kemerosotan. Kemerosotan kualitas lembaga pendidikan Islam ini terkesan hanya karena mereka berdiri tanpa perencanaan yang matang.
MM
Masalah teori manajemen mutu merupakan masalah yang urgen dalam sistem pendidikan Islam karena banyaknya kritik terhadap pendidikan berkaitan dengan masalah mutu yang rendah, seakan-akan tidak berjalannya manajemen dengan baik. Faktor manajemen dalam mengelola sistem pendidikan memiliki kontribusi besar yang akan memengaruhi pada proses-proses belajar mengajar yang akan menghasilkan lulusan, sebab pada akhirnya sistem pendidikan adalah bertujuan untuk menghasilkan lulusan tertentu sesuai dengan yang disyaratkan dalam standar pendidikan. Perubahan budaya, perilaku dan pembaruan sistem dari yang standar menjadi nilai tambah menjadi prasyarat tercapainya mutu tinggi. Perubahan kondisi ini lebih dominan ditentukan oleh faktor manajemen. Sebab, dalam manajemen menyatu di dalamnya kemampuan mendorong keterlibatan semua anggota yang terkait dalam melaksanakan quality improvement tersebut.
C. Tujuan Penulisan
DU
Karya ilmiah ini bertujuan untuk menawarkan gagasan penting dalam memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. Saya bertekad untuk berkontribusi dalam menemukan konsep-konsep dan peluang implementasi quality assurance dalam bidang pendidikan Islami. Sebab, berdasarkan latar belakang di atas bahwa pendidikan Islam menjadi tolok ukur pendidikan di Indonesia untuk masa depan bangsa. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk kebijakan pemerintah, pengelola pendidikan dan praktisi di bidang pendidikan Islam.
D. Tinjauan Penelitian Terdahulu Teori manajemen mutu (quality management) telah diterapkan dalam berbagai bidang antara lain: industri dan akademik (industrial and academic leaders), produksi dan jasa, profit dan non-profit, baik organisasi besar maupun kecil bahkan dipercayai dan diletakkan sebagai ‘a flurry of
14
Bab 1 | Pendahuluan
MM
Y
activity’.8 Hadirnya manajemen mutu telah mendorong anggota dalam organisasi tersebut untuk sibuk dan bergerak menuju pencapaian mutu. Deming merupakan tokoh kunci yang memberikan kontribusi pada percepatan revitalisasi ekonomi Jepang setelah Perang Dunia II melalui manajemen mutu.9 Walaupun Yoshida menyoal tentang manajemen mutu yang telah diterapkan di Jepang tersebut untuk kemudian diterapkan di Amerika Serikat yang hasilnya tidak sebaik di Jepang.10 Akan tetapi, berdasarkan pemikiran Deming tersebut, kemudian banyak peneliti yang mengemukakan bahwa metode manajemen Deming banyak diterapkan dalam perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat.11 Manajemen mutu yang telah dikemukakan Deming dikritisi juga oleh John C. Anderson dkk., yang menyatakan bahwa Deming sebenarnya hanya memberikan semacam petunjuk (prescriptive), bukan menjelaskan teori manajemen mutu.12 Oleh karena itu, Anderson dkk., merumuskan teori manajemen mutu serta aplikasi praktis yang dapat digunakan untuk penelitian lanjutan. Dalam hal ini, David A. Waldman meneliti relasi antara individu-individu dalam organisasi dengan proses sistem manajemen yang menyimpulkan bahwa manajemen mutu terpadu (total quality management) memiliki kontribusi terhadap teori-teori pengembangan sumber daya manusia dalam kesempurnaan kinerja.13 Waldman mengkaji sistem manajemen dalam organisasi yang sebelumnya hanya dipandang Pengertian a flurry of activity yaitu kegiatan yang sibuk secara tiba-tiba sehingga menimbulkan kebingunan bagi pelakunya. Lihat Bussiness Week, The Quality Imperative: What it Takes to Win For the Global Economy, (special issue, 25 Oktober 1992), 1-216. 9 W. Edward Deming, Out of the Crisis, (Cambridge University Press, Cambridge, 1986), 32; W. Edward Deming, Quality, Productivity, and Competitive Position, (Cambridge: MIT, Center for Advanced Engineering Study, 1982), 21; M. Walton, The Deming Management Method, (New York: Putnam, 1986), 121-238. 10 K. Yoshida, Deming Management Philosophy: Does it Work in The United States as Well as in Japan? (Columbia Journal of World Business, Vol. 24, No. 3, 1989), 10-17. 11 A. Hodgson, Deming’s Never-ending road to Quality, (Personnel Management, July 1987), 40-44; W.W. Scherkenbach, Performance Appraisal and Quality, (Ford’s New Philosophy, Quality Progress, Vol. 18, No. 4, 1986), 40-46. 12 Lihat, John C. Anderson dkk., “A Theory of Quality Management Underlying the Deming Management Method,” dalam Academy of Management Review, (Vol. 19 No. 3 tahun 1994), 472-509. 13 David A. Waldman, “The Contributions of Total Quality Management to A Theory of Work Performance,” dalam Academy of Management Review, (Vol. 19 No. 3 tahun 1994), 510-536.
DU
8
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
15
Y
pengembangan SDM secara individual, padahal yang terpenting adalah sistem organisasi.
MM
Nuria Lopez Mielgo dkk., meneliti tentang hubungan antara mutu dengan manajemen inovasi yang sudah lumrah dianggap bertentangan menurutnya.14 Hasil penelitian Mielgo menyatakan bahwa walaupun dua kegiatan tersebut adalah kompleks, tetapi kenyataannya perusahaanperusahaan yang inovatif adalah perusahaan yang mengubah manajemen dengan menemukan manajemen mutu. Menurut Mielgo, kemampuan inovasi berhubungan dengan sumber nilai tertentu dan menjadi kemampuan akumulasi yang melebihi batas waktu sehingga memiliki nilai tambah. Oleh karena itu, dalam perusahaan atau organisasi diperlukan standar dan kontrol mutu, sehingga muncul standar terhadap proses dan produk baru. Sim B. Sitkin dkk., mendebat karakteristik total quality manajemen dalam pendekatan tradisional yang hanya membatasi diri pada kontrol, kontrol mutu karena tidak mengandung unsur pembelajaran.15 Sitkin dalam penelitiannya mengkaji bahwa walaupun para penggagas awal total quality management secara mendasar memberikan aturan yang terbatas, tetapi teori manajemen mutu dapat diartikulasikan lebih luas, dan diterapkan secara berbeda, namun menuntut pada proses pembelajaran. Hal ini, Sitkin mengkaji lewat keragaman perspektif untuk menemukan perbedaan antara kontrol mutu dan pembelajaran.
DU
Secara teoretis, manajemen mutu mudah dirumuskan, akan tetapi dalam implementasinya banyak keragaman, bahkan kesulitan sebagaimana dikaji dalam penelitian Rhonda K. Reger dkk.16 Hasil penelitian Reger menyimpulkan bahwa kesuksesan organisasi tergantung pada kemampuan manajemen dalam menyusun model yang dinamis untuk mentransformasikan perubahan secara bertahap sesuai prioritas organisasi. 14 Nuria Lopez Mielgo dkk., “Are Quality and Innovation Management Conflicting Activies?,” dalam Technovation, (Vol. 29 tahun 2009), 537-545. 15 Sim B. Sitkin dkk., “Distinguishing Control From Learning in Total Quality Management: A Contingency Perspective,” dalam Academy of Management Review, (Vol. 19 No. 3 tahun 1994), 537-564. 16 Rhonda K. Reger dkk., “Reframing the Organization: Why Implementing Total Quality is Easier Said Than Done,” dalam Academy of Management Review, (Vol. 19 No. 3 tahun 1994), 565-584.
16
Bab 1 | Pendahuluan
Y
T. Ravichandran meneliti manajemen mutu dalam pengembangan sistem organisasi yang melibatkan 1.000 perusahaan dan agensi pemerintahan dengan menyimpulkan bahwa mutu terbaik hanya dicapai jika top manajemen menciptakan infrastruktur yang mengenalkan perbaikan dalam desain proses dan menghubungkannya dengan stakeholders.17
MM
Manajemen mutu walaupun konotasinya positif, tetapi dalam pengembangan manajemen mutu tidak selalu positif sebagaimana pembelajaran dalam kenyataannya sulit dikembangkan.18 Jeliazkova meneliti variasi penjaminan mutu di Eropa dengan menyimpulkan bahwa dinamika eksternal dan internal sangat memengaruhi desain penjaminan mutu. Kesimpulan ini berbeda dengan David Billing yang menyatakan bahwa dalam internasionalisasi pendidikan, penjaminan mutu eksternal menjadi model yang ditransfer dari negara satu ke negara lainnya.19 John Biggs meneliti penjaminan mutu dalam dua perdebatan apakah sifatnya retrospective atau prospective.20 Kesimpulan penelitian Biggs menyatakan bahwa penjaminan mutu itu sifatnya prospective yang mengandung proses Quality Model, Quality Enhancement, dan Quality Feasibility sebagai tahapan tercapainya mutu. Kesimpulan ini bertentangan dengan Bowden yang menyimpulkan bahwa penjaminan mutu adalah pengukuran terhadap apa yang sudah dilaksanakan dalam manajemen.21
DU
Jitse D.J. Ameijde dkk., menyimpulkan bahwa kesuksesan organisasi (kasus yang diteliti yaitu University Kingdom) ditentukan oleh adanya distribusi kepemimpinan (distributed leadership) yang membentuk tim,
17 T. Ravichandran, Quality Management in Systems Development: An Organizational System Perspective, (MIS Quartely Research Article Vol. 24 No. 3, September 2000), 381-415. 18 Margarita Jeliazkova & Don F. Westerheijden, “Systemic Adaptation to a Change Environment: Toward a Next Generation of Quality Assurance Models,” dalam Higher Education, (Vol. 44, Tahun 2002), 433-448. 19 David Billing, “International Comparisons and Trends in External Quality Assurance of Higher Education: Commonality or Diversity,” dalam Higher Education, (Vol. 47, No. 1, January 2004, Kluwer Academic Publishers, Netherlands), 113-137. 20 John Biggs, “The Reflective Institution: Assuring and Enhancing the Quality of Teaching and Learning,” dalam Higher Education, (Vol. 41, 2001), 221-238. 21 J. Bowden & F. Marton, The University of Learning, Beyond Quality and Competence in Higher Education, Edisi I, (Kogan Page: London UK, 1998).
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
17
Y
bukan pada perseorangan pemimpin.22 Penelitian ini menolak pendapat yang menyatakan bahwa produktivitas ditentukan oleh individu sebagai sumber daya manusia yang ada dalam organisasi.
MM
Dirk Van Damme menyimpukan bahwa penjaminan mutu (QA) harus kolaborasi antara pemerintah dan institusi pendidikan dengan pengukuran yang diperluas, walaupun dalam hal kasus mobilitas penerimaan peserta didik dengan program yang sangat beragam.23 Hal ini dengan pertimbangan bahwa stakeholders utama adalah pemerintah yang membutuhkan sumber daya manusia yang andal. Penjaminan mutu di Australia muncul diakibatkan adanya desakan globalisasi namun juga hasilnya memberikan kontribusi pada globalisasi secara simultan.24 Pemerintah telah memberikan kebijakan pada tahun 1990an agar lembaga pendidikan menempatkan customers utama yaitu pemerintah sebagai pemilik dana yang membutuhkan sumber daya bagi lapangan pekerjaan. G. Srikanthan menyimpulkan pentingnya model holistik yang menggabungkan idealitas pendidikan, pelayanan dan etos perilaku dalam pendidikan tinggi sehingga terjadi sinergi antara pendidikan dan teori organisasi.25 Penelitian Srikanthan bertolak pada hasil-hasil penelitian sebelumnya yang saling bertentangan yaitu Harvey, 26 Bensimon, 27 Birnbaum28 dan Vazzana dkk.29
DU
Jitse D.J. Van Ameijde dkk., “Improving Leadership in Higher Education Institution: a Distributed Perspective,” dalam High Education, (Vol. 58, 2009), 763-779. 23 Dirk Van Damme, “Quality Issues in the Internationalisation of Higher Education,” dalam Higher Education, (Vol. 41, 2001), 415-441. 24 Lesley Vidovich, “Quality Assurance in Australian Higher Education: Globalization and Steering at a Distance,” dalam Higher Education, (Vol. 43, 2002), 391-408. 25 G. Srikanthan, Developing a Holistic Model for Quality in Higher Education, akses internet tanggal 12 Desember 2009, jam 16.00 Waktu Melbourne Australia, http:// www.unimelb.au.ed 26 Harvey, Beyond TQM, Quality in Higher Education, (Vol. 1, No. 2, 1995), 123-146. 27 Bensimon, “Total Quality Management in the Academy: A Rebellious Reading,” dalam Harvard Educational Review, (Vol. 65, No. 4, 1995), 593-611. 28 Birnbaum mengatakan bahwa TQM hanya mitos dan ilusi. Lihat R. Birnbaum dan J. Deshotels, “Has the Adopted TQM?” dalam Planning for Higher Education, (Vol. 28, No. 1, 1999), 29-37. 29 Vazzana dkk., “A Longitudinal Study of Total Quality Management Processes in Business Colleges,” dalam Journal of Education for Business, (Vol. 76, No. 2, 2000), 69-74. 22
18
Bab 1 | Pendahuluan
MM
Y
Berdasarkan uraian hasil-hasil penelitian tentang manajemen mutu, perdebatan akademiknya terletak pada pengukuran dan mengelola mutu itu sendiri, bukan pada penting tidaknya manajemen mutu. Nina Becket dan Maureen Brookes menyatakan bahwa banyak negara mengadopsi model pengukuran mutu seperti TQM, EFQM Excellence Model, Balanced scorecard, Malcom Baldridge Award, ISO 9000 series, Business process re-engineering, dan SERVQUAL.30
Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu di atas dapat dipahami bahwa masalah mutu pendidikan erat kaitannya dengan model manajemen yang diimplementasikan dalam lembaga pendidikan tersebut. Oleh karena itu, manajemen mutu perlu dikelola dengan baik oleh seluruh komunitas lembaga pendidikan, sehingga benar-benar sejalan dengan perkembangan teori dan dinamika kebutuhan realitas yang berkembang dalam masyarakat.
E. Kerangka Pikir
DU
Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan terbaik untuk generasi yang akan datang di Indonesia. Masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam. Jumlah penduduk Indonesia terbanyak di Asia. Masyarakat Muslim sebenarnya membutuhkan sistem pendidikan yang benar-benar mengakar pada kebutuhan fitrah manusia. Sebab, hidup manusia di dunia ini mencari dan terus mencari apa yang sesuai dengan kebutuhan fitrahnya. Pendidikan harus mampu menghantarkan manusia untuk menemukan kebutuhan dasar fitrah tersebut. Semua menjadi hampa tidak bermakna dalam hidup, apabila ternyata yang didapatkan bertentangan dengan kebutuhan fitrah. Dan Islam mengajarkan setiap manusia lahir dari rahim seorang ibu ke alam dunia ini dalam keadaan fitrah. Pendidikan yang konsisten berdasarkan pada ajaran Islam adalah pendidikan Islam. Bentuk-bentuk lembaga pendidikan Islam di Indonesia sangat beragam. Secara garis besar yang eksis sampai sekarang di tingkat dasar dan menengah dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu bentuk pesantren, madrasah dan sekolah. Walaupun bentuk madrasah atau sekolah 30 Nina Becket dan Maureen Brookes, “Quality Management Practice in Higher Education: What Quality Are We Actually Enhancing,” dalam Journal of Hospitality, Leisure, Sport & Tourism Education, (Vol. 7, No. 1, 2007), 44.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
19
MM
Y
ada yang berdiri terpadu di pondok pesantren, tetapi dalam kepentingan ilmiah tetap dapat dikaji dalam masing-masing bentuk yang memiliki perbedaan antara pesantren, madrasah dan sekolah. Pertanggungjawaban ilmiah ini yang menjadi perhatian penulis, sehingga dalam konteks ilmu, berbeda nama semestinya berbeda karakteristik. Misalnya pondok pesantren salafiyah berbeda dengan pondok pesantren modern dalam karakteristik yang dapat dianalisis secara keilmuan. Tentu saja, dasarnya sama yaitu ajaran Islam. Begitu pula, madrasah dan sekolah. Secara bahasa sama, madrasah dalam bahasa Arab sedangkan sekolah dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, secara struktural di Indonesia madrasah dan sekolah berbeda. Madrasah dibina oleh Kementerian Agama RI dengan ciri khasnya, sedangkan sekolah dibina oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Pendidikan Islam yang mengambil bentuk sekolah seperti Sekolah Islam ditambah nama tertentu. Bahkan akhir-akhir mulai tahun 2008-an, banyak Sekolah Islam Terpadu.
DU
Pada level perguruan tinggi, pendidikan Islam di Indonesia juga sangat beragam. Secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu bentuk sekolah tinggi, ma’had ‘aly, institut, dan universitas. Pada level perguruan tinggi, pendidikan Islam di Indonesia sangat dinamis, karena banyak yang mengalami transformasi dari sekolah tinggi ke institut, dari institut ke universitas, dan bahkan bisa jadi sebaliknya jika perguruan tinggi tersebut kondisinya memprihatinkan. Tentu saja, yang perlu disadari oleh pengelola perguruan tinggi adalah karakteristik keunggulan ilmu apa yang dikembangkan sesuai dengan nama yang disandangnya. Hal ini jangan sampai nama universitas tetapi terasa institut atau sekolah tinggi, bahkan terasa sekolah anak-anak kecil yang dininabobokan oleh para pengelolanya. Pendidikan Islam di level perguruan tinggi sejatinya memberikan pengalaman untuk menjadi manusia partisipatif, aktif, inovatif, kreatif, kompetitif, dan mandiri berlandaskan nilai keislaman. Hal ini masih sangat beragam dalam pendidikan tinggi di Indonesia. Berdasarkan keragaman bentuk, nama, corak, dan karakteristik dominan dalam pendidikan Islam maka isu besar yang dihadapi dalam konstelasi kebutuhan hidup manusia adalah perbandingan. Masyarakat Indonesia akhirnya akan membandingkan antara satu sekolah
20
Bab 1 | Pendahuluan
MM
Y
dengan sekolah lainnya. Untuk saat ini, banyak masyarakat Muslim Indonesia memilih menyekolahkan anaknya di Sekolah Kristen, karena membandingkan mutu lulusan. Terlepas dari kesalahan membandingkan, tetapi faktanya demikian. Perbandingan merupakan pekerjaan manusia sehari-hari ketika dihadapkan pada berbagai keragaman. Dalam konteks kemanusiaan, harus mencari kesamaan, tetapi dalam konteks keilmuan perlu mencari titik perbedaan. Berdasarkan temuan penilaian itu, maka manusia akan memilih yang terbaik. Perbandingan antara pendidikan Islam dengan pendidikan Islam lainnya; perbandingan antara pendidikan Islam dengan pendidikan umum yang lain. Menyebut pendidikan Islam dan pendidikan umum juga dapat bermakna dikotomi, tetapi kepentingan ilmu memang harus demikian sehingga dapat dibedakan ciri-ciri di antara keduanya. Jika ciri-cirinya sama, maka penyebutan namanya juga sama yaitu pendidikan titik. Ilmu itu berkembang karena didorong oleh perbedaan. Setiap perbedaan mengandung konsekuensi perbandingan. Setelah dibandingkan, pertanyaan besar adalah apakah pendidikan Islam menempati mutu lulusan dalam urutan ranking pertama?
DU
Isu selanjutnya yang dihadapi oleh pendidikan Islam adalah international competitiveness (persaingan internasional). Zaman globalisasi adalah zaman internasionalisasi. Globalisasi tidak dapat dipungkiri, sehingga harus dihadapi. Menghadapi globalisasi tidak dapat menutup diri, tetapi harus membuka diri pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Persaingan internasional syarat dengan penguasaan IPTEK. Melalui IPTEK, pendidikan Islam dapat mengkomunikasikan kemajuan-kemajuan yang diraih. Kasus masyarakat Muslim Indonesia, IPTEK ini seperti pisau bermata dua, yaitu mata positif dan mata negatif. Dalam kenyataan ini, pendidikan Islam harus mampu membentengi sistem mata negatif dengan sistem mata positif. Oleh sebab itu, menguasai IPTEK harus powerfull (sepenuhnya/tidak tanggung). Pendidikan Islam perlu adanya pengakuan dari semua pihak, yaitu pemerintah, masyarakat, pengguna lulusan, dan orangtua. Pemerintah sudah mengakui kedudukan pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional, karena sudah nyata kontribusinya. Masyarakat juga sudah mengakui pendidikan Islam sebagai tempat pendidikan yang baik.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
21
Y
Orangtua pun demikian, sudah percaya kepada lembaga pendidikan Islam, sehingga tidak sedikit para orangtua yang memilih tempat pendidikan putra-putrinya. Akan tetapi pengguna lulusan masih mempertanyakan apakah lulusan pendidikan Islam mampu bersaing dengan lulusan sekolah umum dalam aspek ilmu pengetahuan, teknologi dan bahasa internasional.
MM
Pengelolaan pendidikan Islam harus dilaksanakan penuh tanggung jawab. Prinsip akuntabilitas pendidikan harus ditegakkan secara konsisten. Sebab, pendidikan Islam menyangkut masa depan bangsa Indonesia yang harus memberikan teladan bagi kehidupan masyarakat.
Adanya kebijakan pemerintah tentang desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah mendorong pendidikan Islam untuk mampu menjadi pioner pendidikan Indonesia. Kemampuan dalam aspek perencanaan mutu yang komprehensif mutlak diperlukan dalam pendidikan Islam. Sebab, desentralisasi yang sudah dipraktikkan di negara-negara maju telah membuka kesempatan sektor pendidikan untuk mandiri. Pendidikan menyusun kebutuhan sendiri dan melaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
DU
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Di samping itu, penduduk Muslim Indonesia memiliki jumlah lembaga-lembaga pendidikan terbanyak di dunia. Wilayah Indonesia yang luasnya dari Merauke sampai Sabang terdapat ribuan jumlah lembaga pendidikan Islam. Adanya pendidikan menjadi modal utama untuk membangun sumber daya manusia yang unggul. Pendidikan dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan pokok dalam membentuk generasi masa mendatang. Dengan pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manusia yang berkualitas dan bertanggung jawab serta mampu mengantisipasi masa depan. Muhaimin31 mengatakan bahwa pendidikan dapat berfungsi untuk mengantisipasi terjadinya berbagai perubahan dan perkembangan umat manusia. Pendidikan senantiasa mengantarkan, membimbing perubahan, dan perkembangan hidup serta kehidupan umat manusia.
Muhaimin, Konsep Pendidikan Islami: Suatu Telaah Komponen Dasar Kurikulum, (Bandung: Trigenda Karya, tt), 9. 31
22
Bab 1 | Pendahuluan
Y
Dalam proses pendidikan, manusia diarahkan pada perubahan yang positif. Semakin cepat perubahan yang positif, akan semakin tinggi kualitas hidup manusia tersebut. Perubahan ini dibimbing dalam proses pendidikan yang baik.
MM
Dalam konteks peranan pendidikan tersebut di atas, dapat dianalisis sekurang-kurangnya ada tiga hal penting yang perlu dicermati berkaitan dengan pendidikan. Pertama, pendidikan itu dapat menciptakan manusia yang berkualitas dan bertanggung jawab. Kedua, pendidikan itu dapat mengantisipasi masa depan yang sarat dengan perubahan. Ketiga, pendidikan itu dapat membimbing perubahan ke arah tujuan hidup manusia yang terbaik.
Walaupun masalah pendidikan merupakan masalah yang kompleks, akan tetapi dapat dipahami bahwa tema pokok yang perlu dirumuskan yaitu tentang sistem pendidikan Islam yang unggul. Sistem pendidikan Islam yang unggul merupakan harapan bagi semua pihak. Para orang tua di rumah tangga mengharapkan sistem pendidikan Islam yang unggul, para peserta didik di sekolah, para masyarakat, bangsa dan negara juga membutuhkan sistem pendidikan yang unggul.
DU
Sudah sejak manusia ada para ahli pendidikan memikirkan tentang pendidikan yang unggul. Mereka para ahli dengan segala kemampuannya telah berupaya, menyumbangkan pemikiran dalam mengembangkan sistem pendidikan Islam yang unggul. Hasil pemikiran para ahli tersebut disusun menjadi teori pendidikan Islam. Umat Islam memiliki teori untuk mewujudkan lembaga-lembaga pendidikan yang unggul. Teori itu menjadi baik apabila dipraktikkan oleh para praktisi dan para pengelola yang secara langsung diberi amanah untuk memimpin lembaga pendidikan. Pendidikan Islam dipandang mampu untuk mewujudkan manusia yang berkualitas. Hal ini sudah merupakan pendapat yang tidak perlu diragukan lagi. Oleh karena itu, pendidikan ditempatkan sebagai proses untuk mewujudkan suatu cita-cita. Apa yang dicita-citakan umat Islam selalu menjadi perhatian yang serius di kalangan para ahli pendidikan Islam. Cita-cita umat Islam harus tinggi, melebihi tingginya cita-cita orang non Islam. Cita-cita yang tinggi itu mencapai level dunia-akhirat secara berkesinambungan.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
23
MM
Y
Lembaga yang dapat bertanggung jawab untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang benar seperti yang telah dilakukan para Nabi adalah lembaga pendidikan Islam. Ilmu pengetahuan yang benar akan tetap benar dan terus berkembang jika dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki visi pada kenabian. Dalam visi kenabian terdapat hubungan dengan Allah Swt. yang telah memilih para Nabi dan Rasul. Pendidikan Islam yaitu berhubungan erat dengan materi pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip pokok diutusnya Nabi dan Rasul. Oleh sebab itu, lembaga pendidikan yang tidak menghubungkan dengan ajaran Nabi dan Rasul dapat dipastikan gagal dunia dan gagal akhirat. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, masalah pendidikan memang selalu terakumulasi pada masalah kualitas. Lembaga pendidikan ada bahkan sudah lama beroperasi, tetapi tidak berkualitas hingga saat ini. Kualitas pendidikan dapat dipandang secara individu pada orang-orang yang bekerja dalam lembaga pendidikan tersebut atau secara sosialkemasyarakatan yang dapat dirasakan dampaknya secara luas.
DU
Hasan Langgulung32 mengatakan bahwa pendidikan sangat penting pada semua aspek pertumbuhan individu, yaitu: dalam bidang jasmani, pendidikan dapat membantu menumbuhkan jasmani dari segi strukural dan fungsional; dalam bidang pertumbuhan akal, pendidikan dapat meningkatkan kemampuan-kemampuan akalnya dan memberinya pengetahuan yang perlu dalam hidupnya; dalam bidang pertumbuhan psikologis, pendidikan dapat menolong individu menimbulkan perasaan kemanusiaan yang mulia, menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan dengan masyarakatnya; dalam bidang pertumbuhan spiritual dan moral, pendidikan yang baik dapat menolong individu menguatkan iman terhadap Tuhan-nya, pemahaman yang sadar terhadap ajaran Agama dan menerapkannya pada setiap bentuk tingkah laku; dalam bidang sosial, pendidikan dapat menyiapkan individu menghadapi kehidupan sosial yang berhasil dan produktif. Pendapat ini memperkuat pemikiran tentang pentingnya kualitas secara individu yang pada gilirannya akan produktif dalam kehidupan sosial. Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1992),
32
35.
24
Bab 1 | Pendahuluan
MM
Y
Zuhairini 33 mengatakan bahwa pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya, dalam membimbing, melatih, mengajar, dan menanamkan nilai-nilai serta dasardasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia. Pendapat ini juga memperkuat perlunya kualitas secara individu dan sosial kemasyarakatan.
Ahmad D. Marimba34 mengatakan bahwa pendidikan merupakan bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap parkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Walaupun pendidikan masih mengandung kesan terbatas pada aktivitas pengembangan potensi anak didik oleh pendidik berupa orang, harus selalu ada orang lain yang mendidik, tetapi yang penting dari pernyataan tersebut yaitu proses pendidikan yang dapat menanamkan nilai-nilai, menimbulkan kesadaran dan tanggung jawab, serta menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
DU
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dengan pendidikan itu benarbenar akan dapat menghasilkan perubahan baru dalam diri individu yang mengalami proses pendidikan yang lebih sempurna.Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan yang paling bertanggung jawab untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. Sumber daya manusia yang unggul itulah yang diharapkan oleh berbagai kalangan dari hasil-hasil pendidikan. Sehubungan dengan strategis dan pentingnya proses pendidikan bagi kehidupan manusia, dalam Islam sejak ratusan tahun yang lalu tengah memberikan perhatian serius terhadap pendidikan. Hal ini dapat ditelusuri sejak turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad Saw. yaitu, QS Al-Alaq ayat 1-5, Allah Swt. menegaskan agar manusia melakukan aktivitas membaca. “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan; Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah Tuhanmu yang Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 11. Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT Alma’arif, 1989), 19. 33 34
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
25
Y
Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui”.35
MM
Menurut Zuhairini36 bahwa QS Al-‘Alaq (96): 1-5 merupakan suatu perintah untuk menguasai kemampuan baca dan tulis dan penghargaan pena yang hanya sebagai alat penggali ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang menjadi inti dalam pendidikan dapat digali melalui aktivitas membaca dan menulis.
Kemampuan baca tulis merupakan pokok yang berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan. Berkembangnya ilmu pengetahuan berkat adanya karya yang ditulis dan kemudian dapat dibaca untuk pengembangan ilmu pengetahuan selanjutnya. Membaca yang dimaksud secara luas tentu tidak terbatas pada bacaan-bacaan berupa teks, melainkan dapat membaca segala apa yang dapat diamati dan dipikirkan manusia, seperti membaca alam dan segala perilaku kehidupam manusia. Islam menyuruh manusia untuk membaca. Membaca melibatkan proses mental yang tinggi, melibatkan proses pengenalan, ingatan pengamatan, pengucapan, pemikiran dan kreativitas. Jadi, membaca sebagaimana yang diperintahkan Islam yaitu melibatkan keseluruhan struktur mental manusia.
DU
Dalam Al-Qur’an, telah digambarkan tejadinya proses pendidikan ketika Nabi Adam as. menerima pengajaran dari Allah Swt., QS AlBaqarah (2): 31: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama bendabenda seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada malaikat. Lalu berfirman: “sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar”.37
Semangat dan jiwa perintah melaksanakan proses pendidikan telah tertanam dalam diri para pendahulu Islam. Sejak zaman Rasulullah Saw. umat Islam mampu memimpin peradaban dunia; dapat memberikan warna yang segar dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini tentu yang menjadi cita-cita Islam.
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 1079. Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 58. 37 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 14. 35 36
26
Bab 1 | Pendahuluan
MM
Y
Aminuddin Rasyad dalam Ahmad Tafsir38 mengatakan bahwa Islam menginginkan manusia individu dan masyarakat menjadi orang-orang yang berpendidikan berarti berilmu, berketerampilan, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, pandai bermasyarakat, dan bekerja sama untuk mengolah bumi dan alamnya beserta semua isinya untuk kesejahteraan umat manusia di dunia dan akhirat serta dekat dengan Khaliknya. Ciriciri orang berpendidikan tersebut pastinya dapat diterima oleh semua kalangan. Ciri-ciri tersebut juga, sebenarnya telah dimiliki oleh para pendahulu Islam. Menurut Mastuhu dalam Ahmad Tafsir,39 bahwa sejarah pendidikan Islam tepatnya kebudayaan Islam pernah mampu memimpin kehidupan, di mana manusia mampu sepenuhnya mengendalikan ciptaannya sehingga kehidupan benar-benar aman, nyaman, dan sekaligus maju serta dinamis, yaitu ketika pada zaman keemasan Islam Abad ke-8-13 M. Menurut Mujayin Arifin40 bahwa kita mengetahui dan mengakui bahwa sejak Islam diartikulasikan melalui dakwahnya dalam masyarakat sampai kini, proses kependidikan Islam telah berlangsung 14 abad lamanya. Selama belasan abad tersebut pendidikan Islam telah mengacu dalam masyarakat yang beraneka ragam kultur dan struktur, dan selama itu pula jasa-jasanya telah tampak mewarnai sikap dan kepribadian manusia yang tersentuh oleh dampak-dampak positif dari proses keberlangsungannya.
DU
Seiring dengan perkembangan waktu, kebutuhan masyarakat Muslim pada khususnya untuk mewujudkan cita-citanya melalui proses pendidikan semakin meningkat dan ingin semakin berkualitas. Perubahan kebutuhan tersebut sebagai akibat dari tuntutan zaman yang kian hari semakin bertambah kompleks. Hal ini tentu akan berpengaruh kepada sistem pendidikan yang diselenggarakan. Sistem pendidikan yang dikehendaki adalah sistem pendidikan yang mampu memenuhi tuntutan kebutuhan zaman.
38 Ahmad Tafsir, Epistemologi untuk Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati, 1996), 15. 39 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosdakarya, 1995), 41. 40 Mujayin Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat: Suatu Pendekatan Filosofis, Pedagogis, Psikososial, dan Kultural, (Jakarta: Golden Trayon Press, 1991), 7.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
27
Y
Mempersiapkan suatu sistem pendidikan berarti perlu membahas desain pendidikan Islam sejak dirumuskannya perencanaan. Sebab perencanaan pendidikan merupakan salah satu langkah penting dan suatu momen dalam keseluruhan sistem pendidikan. Perencanaan pendidikan merupakan suatu alat untuk mengatur sistem pendidikan, penyesuaiannya dengan kebutuhan dan aspirasi peserta didik dan masyarakat.
MM
Fungsi perencanaan adalah untuk meyesuaikan sistem pendidikan dengan gambaran masyarakat sekarang dan akan datang. Dengan perencanaan pendidikan dapat menolong untuk tujuan pendidikan secara lebih efektif dan efisien. Perlunya perencanaan untuk mempersiapkan sistem pendidikan yaitu selaras dengan tujuan masyarakat Islam. Sementara itu, di sisi lain perencanaan pendidikan Islam belum banyak didesain secara kokoh dan mapan, padahal kebutuhan terhadap pendidikan di kalangan masyarakat Muslim semakin terasa perkembangannya. Oleh sebab itu, perlu juga dibahas perencanaan pendidikan Islam yang mampu menyiapkan lembaga pendidikan Islam yang unggul.
DU
Isi pendidikan harus mencakup semua kompetensi peserta didik yang dicapai dalam setiap satuan pendidikan secara terukur jelas. Proses pembelajaran harus menyenangkan baik bagi pendidik maupun peserta didik. Oleh sebab itu, tenaga pendidik harus memiliki kompetensi pedagogik, profesional, sosial, personal dan manajerial. Demikian juga tenaga administrasi harus ulet bekerja melayani pendidikan yang didukung dengan kemampuan teknologi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mudah jika peserta didik memiliki motivasi belajar yang baik. Oleh sebab itu, lulusan harus mencakup kemampuan sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan. Kualifikasi sumber daya mausia dalam pendidikan Islam perlu diperhatikan oleh pemerintah. Sebab, bukan hal yang mustahil, jika sumber daya manusia rendah hanya akan menjadi beban berat bagi pemerintah dalam membenahi sektor pendidikan. Guru dalam pendidikan Islam setidaknya harus memiliki 5 kompetensi, yaitu kompetensi pedagodik, profesional, sosial, personal dan manajerial. Semua jenis kompetensi dijabarkan dalam indikator kualitas yang terukur.
28
Bab 1 | Pendahuluan
Y
Timbulnya kesadaran semua pihak bahwa perubahan sosial-kultural yang disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menyebabkan pula perubahan kebutuhan dan harapan akan sistem pendidikan. Hal tersebut pada gilirannya menuntut pula pada perubahan pola dan sistem pendidikan yang mampu dan relevan dengan kondisi pendidikan itu diselenggarakan.
MM
Pada sisi lain tidak dapat dipungkiri bahwa sistem pendidikan sekarang ternyata dihadapkan pada masalah-masalah yang semakin berat. Banyaknya tuntutan yang semakin kompleks menyebabkan pendidikan dipandang kurang mampu melahirkan kader-kader yang diharapkan umat khususnya dalam pendidikan Islam. Adanya krisis sistem pendidikan yang ada sekarang, yaitu salah satu aspek yang memprihatinkan adalah pendidikan. Tidak ada kata lain yang mampu melukiskan keadaan sistem pendidikan di negeri-negeri kaum Muslimin kecuali perasaan terenyuh dan mengenaskan. Ilustrasi tersebut di atas, menunjukkan bahwa pada saat sekarang dan yang akan datang diperlukan pola dan sistem pendidikan yang dapat mewujudkan kader-kader yang dibutuhkan umat. Sekarang telah menjadi keharusan bagi umat Islam untuk mempersiapkan suatu sistem pendidikan yang selaras dengan cita-cita Islam sejalan dengan semangat dan jiwa lslam yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
DU
F. Metode Pembahasan
Buku ini dibahas menggunakan metode kualitatif yang mengutamakan penafsiran makna quality assurance yang diteliti dari berbagai sumber literatur. Sumber data dari referensi terkait dengan quality assurance dikaji dan dipahami untuk kemudian ditransformasikan implementasinya dalam bidang pendidikan Islami. Pengujian data dan argumentasi ilmiah dilakukan melalui uji pakar yaitu dipresentasikan dalam forum ilmiah. Pemikiran yang dituangkan dalam buku ini disajikan dalam berbagai forum. Untuk level pendidikan dasar dan menengah, karya ilmiah ini dipresentasikan dalam forum kepala madrasah, guru, pengawas, dan asesor akreditasi. Untuk level pendidikan tinggi, karya ini dipresentasikan di kalangan dosen dan mahasiswa yang
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
29
Y
dilibatkan dalam membahas pemikiran ini melalui berbagai pertemuan kuliah di kampus. Di samping itu, pemikiran ini digulirkan juga dalam berbagai forum seminar ilmiah baik nasional maupun internasional.
DU
MM
Buku ini disusun dalam lima bab, yaitu pendahuluan sebagai bab pertama. Bab kedua membahas landasan teori tentang teori-teori dalam manajemen mutu pendidikan. Bab ketiga membahas tentang sistem pendidikan Islami. Bab ketiga ini sangat penting, karena menggunakan istilah pendidikan Islami, sementara yang umum menyebutnya pendidikan Islam. Perbedaan istilah ini dibahas pada bab ketiga. Bab keempat membahas tentang pentingnya implementasi manajemen mutu dalam bidang pendidikan Islami. Dan kelima merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan rekomendasi.
30
Bab 1 | Pendahuluan
MM
Y
2
TEORI-TEORI MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN
DU
Teori manajemen mutu dalam bidang pendidikan mulai diperkenalkan tahun 1990an setelah mencapai sukses dalam bidang industri pada tahun 1980an di Jepang. Meskipun manajemen mutu dalam bidang industri sukses, tetapi dalam bidang pendidikan masih terjadi perdebatan berkaitan dengan pengukuran dan sistem penjaminan mutu itu sendiri. Beberapa negara menggunakan model penjaminan dan pengukuran mutu yang berbeda-beda. Hal ini berkaitan dengan standar tertentu yang digunakan dan bagaimana proses yang harus dilalui untuk mencapai standar tersebut. Di samping itu, terdapat perdebatan pula tentang standarnya apakah menurut internal atau eksternal? Hal ini didudukkan sebagai teori yang berkembang dalam manajemen mutu pendidikan. Kedudukan teori ini sebagai dasar untuk mengkritisi teori-teori manajemen mutu yang dikembangkan dalam sistem pendidikan.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
31
A. Konsep Mutu
Y
Para Ahli silang pendapat dalam mendefinisikan mutu, antara lain mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar,1 kecocokan penggunaan produk untuk memenuhi dan kepuasan pelanggan,2 kepuasan pelanggan sepenuhnya,3 sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan.4
MM
Implementasi mutu memiliki dua aspek utama, yaitu pertama produknya memenuhi tuntutan pelanggan. Kedua, produk sesuai dengan standar.5 Ciri aspek yang pertama apabila memiliki ciri-ciri produk yang istimewa, berbeda dari produk pesaing dan dapat memenuhi harapan. Dalam hal ini memungkinkan perusahaan meningkatkan kepuasan pelanggan, produk laku terjual, dapat bersaing, meningkatkan pangsa pasar dan volume penjualan meningkat. Sedangkan ciri aspek kedua, apabila produk sesuai dengan standar mutu sehingga tidak ada yang cacat sedikitpun. Produk yang sudah sesuai dengan standar dapat mengurangi tingkat kesalahan, mengurangi pengerjaan kembali, tidak pemborosan, mengurangi pembayaran garansi, meningkatkan hasil dan kinerja yang sempurna.
DU
Pendapat para pakar di atas memberikan gambaran yang tampak jelas bahwa konsep mutu bersifat dinamis. Kualitas adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.6 1 W. Edward Deming, Out of the Crisis (Cambridge: Cambridge University Press, 1986), 23; W. Edward Deming, Quality, Productivity, and Competitive Position (Cambridge: MIT, Center for Advanced Engineering Study), 30. 2 J.M. Juran, Juran on Leadership for Quality (New York: Macmillan, 1989), 21; J.M. Juran, Quality Control Handbook, 4th Edition (New York: McGraw-Hill, 1988), 30; Juran, The Quality Trilogy: A Universal Approach to Managing for Quality (Quality Progress, Vol. 19, No. 8, 1986), 19-24; J.M. Juran, Quality Planning and Analysis (New York: McGrawHill, 1980), 21. 3 A.V. Feigenbaum, Total Quality Control, 4th ed (New York: McGraw-Hill, 1991), 32. 4 Philip B. Crosby, Quality is Free: The Art of Making Quality Certain (New York: McGraw-Hill, 1879), 34; Philip B. Crosby, Quality Without Tears: The Art of Hassle-Free Management (Milwaukee, WI: Quality Press, 1984), 25. 5 Konsep mutu yang memadukan ketercapaian dua aspek, yaitu standar dan kepuasan pelanggan adalah konsep yang mendekati sempurna bila suatu organisasi dan/atau perusahaan dapat mewujudkannya. 6 M.N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), 3.
32
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
MM
Y
Konsep mutu dalam bidang pendidikan berbeda dengan industri. Perbedaannya terletak pada unsur manusiawi yang diproses sebagai hasil.7 Oleh karena itu, akhir penilaian mutu yaitu pada mutu lulusan. Mutu lulusan sangat beragam dan kompleks antara satu dengan lainnya dalam kelompok lulusan yang sama. Penilaian sederhana yaitu jika lulusan dapat diterima bekerja sesuai bidang keilmuannya dan/atau diterima di perguruan tinggi terkemuka bagi yang melanjutkan studi, maka lembaga pendidikan tersebut dinilai sangat bermutu. Akan tetapi, berapa orang dan berapa persen dari total lulusan yang mampu demikian; sangat beragam dan kompleks. Guru yang profesional, kepala sekolah/madrasah yang kompeten, sarana prasarana yang lengkap belum tentu seratus persen menghasilkan lulusan yang bermutu, jika dari siswa itu sendiri tidak memiliki kemauan dan kemampuan untuk bermutu. Dalam hal ini, sangat kompleks mengelola mutu pendidikan jika dilihat dari mutu lulusan, karena terjadi pergantian peserta didik yang begitu cepat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, yang terpenting dalam pembahasan mutu adalah standar dan cara pengukuran standar tersebut.
DU
Konsep mutu dipandang sebagai konsep yang relatif, tidak mutlak. Bermutu menurut satu perspektif belum tentu bermutu menurut perspektif lain. Pandangan ini benar, tetapi perlu ada yang ditegaskan bahwa ada mutu yang pasti dengan ukuran yang pasti, itulah perlunya standar baku. Suatu produk atau jasa baru dapat dinilai mutunya apabila barang atau jasa tersebut telah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya. Dalam bidang pendidikan, mutu lulusan baru dapat dinilai mutunya 7 Fion Lim C.B., “Quality Assurance of Australian Offhore Education: The Complexity and Possible Frameworks for Understanding the Issues,” dalam PostScript: Postgraduate Journal of Education Research, (Vol. 8, No. 1, August 2007), 19-36; Departemen of Education, Training and Youth Affairs, The Australian Higher Education Quality Assurance Framework, (Australia: Occasional Paper Series 2000-H, Commonealth of Australia, 2000), 51-67; Jouni Kekale, “Quality Assesment in Diverse Disciplinary Settings,” dalam Higher Education, (Vol. 40, No. 4, December 2000, Kluwer Academic Publishers, Netherlands), 465-488; David Billing, “International Comparisons and Trends in External Quality Assurance of Higher Education: Commonality or Diversity,” dalam Higher Education, (Vol. 47, No. 1, January 2004, Kluwer Academic Publishers, Netherlands), 113-137; David Pardy, Quality Assurance, (Conference Paper CP516, Blagdon, The Staff Colledge, Januari 1992), 24; Edward Sallis dan Peter Hingley, College Quality Assurance Systems, (Mendip Paper MP 020, Blagdon, The Staff College, 1991), 35.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
33
MM
Y
apabila mereka telah memiliki kemampuan sesuai dengan perencanaan dalam kurikulum yang ditetapkan. Salah satu pendapat mengatakan bahwa pihak eksternal memiliki otoritatif dalam penjaminan mutu, sedangkan pendapat lain mengatakan sebaliknya bahwa pihak internal yang memiliki kebutuhan terhadap mutu pendidikan. Pemahaman ini mendorong pada pentingnya teori manajemen mutu pendidikan yang substantif mencapai standar mutu dan memberikan kepuasan stakeholders secara nyata. Konsep mutu dalam bidang pendidikan di sini adalah kesesuaian sistem pendidikan dengan standar yang ditetapkan serta memenuhi harapan dan kepuasan stakeholders layanan jasa pendidikan.
B. Konsep Manajemen Mutu Pendidikan
Menurut Luther Gulick, manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama.8 Gulick memandang bahwa manajemen menjadi suatu ilmu, jika teori-teorinya mampu menuntun manajer dengan memberi kejelasan bahwa apa yang harus dilakukan pada situasi tertentu dan memungkinkan mereka meramalkan akibat-akibat dari tindakannya. Seorang pimpinan harus mampu membaca masa depan, apa yang menjadi kecenderungan manusia di kemudian hari.
DU
Pengertian manajemen dari sudut fungsinya yaitu proses kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelaksanaan dan pengendalian sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.9 Berdasarkan aktivitasnya, manajemen merupakan proses merencana, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.10 Pengertian manajemen tersebut, banyak dielaborasi menjadi fungsi-fungsi manajemen. Dalam hal ini, jika membaca buku-buku tentang manajemen, 8 Luther Gulick, Paper on The Science of Administration in Organization and Management Theory and Practice, (Washington: The American University Press, 1957), 34. 9 Walaupun fungsi manajemen dikemukakan oleh para ahli secara berbeda-beda, akan tetapi dapat diambil persamaannya yaitu mencakup planning, organizing, actuating dan controlling (POAC). Akan tetapi, berbeda dengan manajemen mutu terpadu yaitu planning, doing, check, action (PDCA). 10 Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya, 2000), 1.
34
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
Y
maka akan ditemukan fungsi-fungsi manajemen yang sama persis dengan pengertian manajemen mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.
MM
Praktik manajemen mutu pendidikan tidak selamanya berjalan mulus dan lancar, kadang-kadang muncul berbagai kendala dalam mewujudkan mutu pendidikan sebagaimana yang diharapkan. Penyebab kegagalan mencapai mutu pendidikan yaitu berkenaan dengan rendahnya kemampuan mendesain kurikulum, sistem dan prosedur kerja tidak cocok, pengaturan waktu tidak mencukupi, kurangnya sumber, pengembangan staf yang tidak memadai, gedung tidak memadai, dan lingkungan kerja tidak menunjang. Secara lebih khusus penyebab terhambatnya manajemen mutu yaitu karena prosedur dan peraturan tidak dipatuhi, staff tidak memiliki keterampilan, pengetahuan, dan sikap sebagaimana mestinya, kurangnya motivasi, kegagalan komunikasi, serta perlengkapan yang tidak memadai. Untuk mengatasi kendala dalam manajemen mutu, perlu dilandasi oleh perubahan sikap dan cara bekerja. Pemimpin harus memotivasi bawahannya agar bekerja lebih baik, misalnya dengan jalan menciptakan iklim kerja yang menyenangkan, menyediakan sarana yang memadai, menetapkan sistem dan prosedur kerja yang jelas, serta memberi penghargaan atas keberhasilan dan prestasi bawahan.
DU
Manajemen mutu dalam bidang pendidikan banyak mengalami kesulitan. Kesulitan yang dihadapi dalam bidang pendidikan antara lain:11 Pertama, lembaga pendidikan berbeda dengan layanan jasa dan perdagangan lainnya, karena tugas pendidikan agar siswa memiliki berbagai nilai dan kepercayaan yang semuanya sukar untuk diukur. Dalam layanan jasa dan perdagangan mudah untuk dihitung berapa modal, berapa barang terjual, dan berapa keuntungan diperoleh. Akan tetapi, bukan sama sekali dalam pendidikan tidak dapat diukur, ada pula aspek yang dapat diukur seperti prestasi dan kecerdasan kognitif. Akan tetapi, tidak selalu paralel dengan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh lembaga pendidikan tersebut. Artinya, dapat saja diperoleh melalui otodidak siswa yang bersangkutan. Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007). 11
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
35
Y
Kedua, tujuan pendidikan termasuk yang sukar diukur tingkat ketercapaiannya pada saat siswa selesai proses belajar mengajarnya di sekolah. Tujuan pendidikan bersifat jangka panjang yaitu menyiapkan manusia yang baik. Manusia yang baik kadangkala tidak langsung dirasakan sebagai bukti tercapainya tujuan pendidikan tersebut, melainkan setelah mengalami proses panjang dalam rentang kehidupan manusia tersebut.
MM
Ketiga, peserta didik di satu pihak sebagai pelanggan yang harus diberikan pelayanan pendidikan dan pembelajaran terbaik, namun di sisi lainnya sebagai manusia dapat menentukan sendiri pilihan terbaiknya. Pembentukan manusia tidak sama dengan pembentukan barang yang mudah direkayasa menjadi bentuk-bentuk yang baru. Keempat, kepala sekolah dan guru memiliki profesi yang sama yaitu latar belakang guru. Sistem koordinasi antara kepala sekolah dan guru terkadang menjadi saling bergesekan; tidak sebagai atasan dan bawahan sebagaimana dalam perusahaan.
Kelima, manajemen sekolah menghadapi masalah fragmentatif, sehingga pengambilan keputusan sekolah banyak dipengaruhi oleh faktor tuntutan dari pihak luar, seperti wali siswa, pemerintah, dan lapangan kerja. Unsur-unsur tersebut berada di luar dan sangat beragam kepentingan, tidak dalam jajaran manajemen sekolah, sehingga tarik menarik kepentingan sukar dihindarkan.
DU
Keenam, kepala sekolah memiliki tugas mengajar yang sering menjadi sibuk, sehingga kurang memiliki waktu untuk melaksanakan manajemen mutu sekolah. Tugas rangkap sering kali menyebabkan tidak optimalkan tugas tersebut, karena tugas satu dengan yang lainnya tidak dapat dibatasi jelas. Menjadi guru harus profesional, demikian juga menjadi kepala sekolah harus profesional. Profesional dalam dua bidang secara bersamaan sering kali menjadi kendala. Permasalahan yang terjadi dalam bidang pendidikan di atas menjadi fenomena yang melekat dengan lembaga pendidikan. Kesulitan mewujudkan manajemen mutu dalam lembaga pendidikan yaitu pelanggan pendidikan ikut memerankan peran penting dalam mutu belajarnya. Pelanggan pendidikan memiliki fungsi yang unik dalam menentukan mutu dari apa yang mereka terima dari dunia pendidikan. Manajemen
36
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
Y
mutu dalam pendidikan menyangkut mutu pengalaman peserta didik. Oleh karena itu, manajemen mutu juga perlu diterapkan dalam kelas-kelas pembelajaran. Penyusunan feedback dengan mengadakan evaluasi bagi setiap siswa sangat penting untuk proses pembentukan quality assurance (jaminan mutu). Evaluasi ini harus merupakan proses yang berjalan terusmenerus dan hasilnya harus didiskusikan dengan peserta didik.
MM
Manajemen mutu secara aktual maupun ideal, dipengaruhi oleh konteks mutu organisasi. Dalam hal ini mencakup dukungan organisasi terhadap mutu, performance mutu di masa lalu, pengetahuan manajerial, dan perluasan permintaan mutu eksternal. Atas dasar itu, Saraph dkk., mengemukakan delapan faktor penting bagi praktik manajemen mutu, yaitu: Role of management leadership and quality policy, role of the quality department, training, product/service design, supplier quality management, process management, quality data and reporting, serta employee relations.12
Edward Sallis, mengemukakan bahwa yang menentukan terhadap mutu pendidikan, mencakup aspek-aspek berikut: Well-maintained buildings, outstanding teacher, high moral values; excelent examination results, specialization, the support of parents, business and local community, plentifull resources, the application of the lates technology, strong and purposeful leadership, the care and concern for pupils and students, a well-balanced curriculum, or some combination of these factors.13
DU
Perbaikan mutu dalam bidang pendidikan bukanlah semata-mata soal physical-product, seperti yang terjadi dalam bidang industri atau pabrik, karena raw input pendidikan adalah manusia dan hasil pendidikan adalah manusia yang akan teruji lagi kemampuannya pada saat individu itu berinteraksi dengan manusia lain dalam hidup dan kehidupan.14 Mutu hasil pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh mutu input dan mutu proses
12 Saraph, J.V., Benson, P.G., & Schoeder, R.G. An Instrumen for Measuring the Critical Factors of Quality Management, Decision Sciences, (Vol. 20 tahun 1989), 810-829. 13 Edward Sallis, Total Quality Management in Education, (London: Kogan Page, 1993), 12. 14 Barbara MacGilchrist, Improving Self-Improvement?, (Research Paper in Education, Vol. 15, No. 3, 2000), 325-338; Ismat Riaz, “Schools for Change: a Perspective on School Improvement in Pakistan”, dalam Improving Schools, (Vol. 11, No. 2, July 2008), 143-156.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
37
Y
pembelajarannya.15 Oleh karena itu, seluruh komponen dalam sistem sekolah diarahkan secara terpadu untuk mendukung terciptanya proses transformasi yang sebaik-baiknya.
Faktor kesuksesan dalam manajemen mutu sektor pendidikan menurut Fusco16 antara lain:
MM
Pertama, kepemimpinan yang kuat. Semua unsur pimpinan harus mendukung penerapan filosofi manajemen mutu. Mutu pendidikan akan terwujud apabila dilaksanakan secara menyeluruh, bukan departemental.
Kedua, perbaikan sistem secara berkesinambungan. Sistem merupakan serangkaian proses yang merupakan satu kesatuan dan saling terkait satu sama lain. Dalam lembaga pendidikan, sistem dimulai dari penerimaan pegawai (staf edukatif dan staf administrasi) dan sistem penerimaan peserta didik. Sistem tersebut harus memegang pedoman mutu adalah nomor satu (quality first). Ketiga, metode statistik, yang dimaksud di sini, bahwa setiap personel yang melaksanakan manajemen mutu harus berani berbicara berdasarkan data atau fakta. Jadi mutu, bukan hanya diukur secara kualitatif, melainkan kuantitatif.
DU
Keempat, memiliki visi dan nilai bersama. Visi dan nilai bersama mengandung arti sepakat. Sepakat untuk menjadikan mutu sebagai the way of life.
Teori tersebut tidak sepenuhnya dapat dibenarkan, sebab dalam pandangan lain bahwa yang terpenting adalah proses yang diperbaiki. A. Hodgson, Deming’s Neverending road to Quality, (Personnel Management, July 1987), 40-44; W.W. Scherkenbach, Performance Appraisal and Quality: (Ford’s new Philosophy, Quality Progress, Vol. 18, No. 4, 1986), 40-46; Lihat, John C. Anderson dkk., A Theory of Quality Management Underlying the Deming Management Method, (Academy of Management Review, Vol. 19 No. 3 tahun 1994), 472-509; David A. Waldman, The Contributions of Total Quality Management to A Theory of Work Performance, (Academy of Management Review, Vol. 19 No. 3 tahun 1994), 510-536. 16 Fusco, A.A., “Translating TQM into TQS,” dalam Quality Progress Journal, (May, 1994), 73. 15
38
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
Kelima, pesan dan perilaku konsisten disampaikan kepada pelanggan.
1. Desain kurikulum,
Y
Menurut Edward Sallis17 bahwa bervariasi faktor yang memengaruhi mutu pendidikan yaitu: 2. Sarana prasarana dan pemeliharaannya,
MM
3. Lingkungan belajar, 4. Sistem dan prosedur,
5. Sumber daya dan pengembangan staf.
Menurut Ariani, 18 manajemen mutu untuk sektor pendidikan berkaitan dengan beberapa aspek, yaitu: 1. Kurikulum,
2. Penggunaan sumber daya, 3. Pengaturan biaya,
4. Penggunaan teknologi, 5. Pembelajaran,
6. Hubungan kerja sama dengan sektor lain, 7. Masalah peraturan pemerintah.
DU
Konsep manajemen pendidikan untuk mencapai produktivitas sekolah yang tinggi, dapat dianalisis dan dikaji dari berbagai dimensi, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Menurut Sim B. Sitkin,19 hal ini mencakup:
Edward Sallis, Op. Cit., 50. Dorothea Wahyu Ariani, Manajemen Kualitas: Pendekatan Sisi Kualitatif, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2003), 249. 19 Sim B. Sitkin dkk., “Distinguishing Control From Learning in Total Quality Management: A Contingency Perspective,” dalam Academy of Management Review, (Vol. 19 No. 3 tahun 1994), 537-564; Rhonda K. Reger dkk., “Reframing the Organization: Why Implementing Total Quality is Easier Said Than Done,” dalam Academy of Management Review, (Vol. 19 No. 3 tahun 1994), 565-584; T. Ravichandran, Quality Management in Systems Development: An Organizational System Perspective, (MIS Quartely Research Article Vol. 24 No. 3, September 2000), 381-415. 17 18
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
39
1. Upaya untuk mengadakan perbaikan yang berkelanjutan, 3. Mengurangi pengulangan kerja, 4. Berpikir jangka panjang,
Y
2. Mempertemukan kebutuhan pelanggan,
5. Meningkatkan keterlibatan pegawai dalam teamwork,
MM
6. Competitive benchmarking,
7. Pemecahan masalah dengan cara team-based, dan 8. Pengukuran hasil.
Menurut Ariani, konsep manajemen mutu berkaitan erat dengan konsep just in time. 20 Artinya, just in time mendukung pelaksanaan manajemen mutu. Pendidikan yang menganut just in time dapat ditunjukkan dengan partisipasi dari para peserta didik. Dalam hal ini, pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang menggunakan just in time yang dicapai dengan simulasi atau partisipasi aktif lain. Pada dasarnya, just in time dalam lembaga pendidikan menghendaki perubahan pikiran, mengkritisi kondisi yang mapan, menghilangkan pemborosan, menghilangkan aktivitas yang tidak perlu, menata keorganisasian, perbaikan terus-menerus dan berkesinambungan.
DU
Pemborosan dalam pendidikan yang berulang atau sama pada lebih dari satu mata pelajaran harus dihindari. Pemberian pretest terlalu berlebihan sehingga hanya menimbulkan pengerjaan kembali produk cacat yang tidak ada proses pembelajaran baru harus dihindari. Pengaturan heregistrasi yang rumit dan memakan waktu lama, dan seterusnya perlu diatur yang mudah dan cepat.
Sallis21 berpendapat bahwa dalam suatu sistem mutu pendidikan harus mengandung elemen‑elemen antara lain: 1. Rencana pengembangan kelembagaan (strategy plan) untuk mewujudkan pelayanan mutu terpadu. 2. Mutu merupakan kebijaksanaan yang diarahkan kepada pelanggan (internal dan eksternal). 20
21
40
Dorothea Wahyu Ariani, Op. Cit., 253. Edward Sallis,Op. Cit., 35.
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
Y
3. Tanggung jawab pengelola yang tergantung juga pada peran dari tim manajemen senior.
4. Badan pengendali mutu merupakan kelompok pengarah mutu untuk menciptakan upaya peningkatan mutu dan transformasi budaya. 5. Pemasaran dan publikasi yang disampaikan kepada pemakai jasa.
6. Informasi terhadap ketentuan penerimaan siswa yang perlu diperbarui.
MM
7. Program pengenalan bagi calon siswa serta pemakai jasa pendidikan. 8. Penjelasan tentang kurikulum yang selengkapnya.
9. Memberikan bimbingan dan konseling terhadap siswa. 10. Manajemen pengajaran.
11. Bentuk kurikulum yang menunjukkan tujuan dan spesifikasi program. 12. Pengembangan staf dan latihan.
13. Pemerataan kesempatan bagi staf dan siswa. 14. Pemantauan dan evaluasi.
15. Ketentuan administrasi yang jelas.
16. Pengkajian ulang terhadap keberhasilan dan kegagalan yang dihadapi sebaiknya oleh pengawas dari luar.
DU
Tuntutan manajemen mutu menghendaki adanya perubahan budaya, yaitu dari budaya slogan (buzzword) menjadi budaya kepuasan pelanggan (customer satisfaction), sehingga meletakkan mutu di atas segala-galanya. Kondisi ini memerlukan tekad menyeluruh mulai dari pimpinan puncak sampai staf sebagai pelaksana. Pelaksanaan tugas bukan hanya karena kewajiban jam kerja, melainkan semangat budaya customer satisfaction. Oleh karena itu, tantangan yang harus diubah yaitu dari pelayanan sesempatnya menjadi pelayanan prima. Dalam manajemen mutu seperti ini lebih lanjut harus menjadi perubahan budaya (culture change). Culture change dalam manajemen mutu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan, baik pelanggan internal yang meliputi staf edukatif maupun non-edukatif juga pelanggan eksternal meliputi peserta didik, orang tua, pemerintah, stakeholder, lapangan kerja dan masyarakat luas lainnya. Kebutuhan dan harapan seluruh pelanggan pendidikan tersebut dapat terwujud apabila dicapai tingkat kepuasan dari pemberi jasa.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
41
Y
Hal ini memerlukan mutual trust antara pimpinan lembaga pendidikan dengan seluruh civitas akademika. Seluruh civitas akademika tidak akan memberikan yang terbaik bila mereka tidak dipercayai dan tidak didengar kontribusi gagasannya.
MM
Eduardo Morato memberikan panduan untuk memahami pengembangan manajemen mutu terpadu, dengan akronim BIG (Blindingly, Insightful, Guideline), yaitu:
BIG 1, management and workers must both be coached in empowerment and TQM, and these two transitions must occur in parallel-simultaneously. BIG 2, the competencies and values needed to function in an organization committed to empowerment and TQM apply to team members and their facilitators just as readily as to management. All can (-and should) receive the same training and coaching. BIG 3, given BIG 2, team members, team leaders and managers can now train and coach new employees, thereby relieving the training department. The responsibility for training can now rest where it has always belonged, with the people responsible for TQM in the workplace…everyone.22
Diagram fishbone memetakan dan menginventarisasi faktor-faktor yang memengaruhi mutu proses pencapaian hasil, berdasarkan teknik “brainstorming”.23 Diagram ini merupakan visualisasi yang terstruktur dari saling ketergantungan antar faktor, untuk membantu mengidentifikasi penyebab timbulnya masalah serta faktor pendukung terhadap perbaikan mutu.
DU
Menurut Ishkawa bahwa manajemen mutu terpadu telah menghasilkan berbagai inovasi manajerial, yaitu: 1. quality circles, 2. equity circles,
3. supplier partnerships,
4. cellular manufacturing,
5. just-in-time production, and 6. hoshin planning.24
Eduardo Morato, “The Essence of Quality: Two Essays”, dalam Jurnal The Asian Manager, (Januari, 2003), 55. 23 Kaoru Ishkawa, Guide to Quality Control, Asian Productivity Organization, (New York: UNIPUB, 1996), 47. 24 Ibid. 22
42
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
Y
Jerry Banks menyarankan agar dalam mengembangkan mutu organisasi seyogyanya diawali dari semangat (human spirit) dengan arah/saluran komunikasi bottom-up, kemudian memperkenalkan kepemilikan yang terpadu, pemberian wewenang (pembagian tugas) dalam teamwork, serta akuntabilitas sampai pada level yang terbawah.25 Oleh karena itu, dalam operasionalnya lebih menekankan pada desentralisasi dan self-correcting.
MM
Bill Creech26 mengemukakan lima pilar yang memberikan dasar kuat sebagai tumpuan sistem manajemen mutu yaitu: 1) Produk (barang atau jasa) merupakan mata pencaharian suatu organisasi. 2) Produk yang bermutu tidak akan tercapai tanpa proses kerja yang bermutu. 3) Proses kerja yang bermutu tidak akan timbul tanpa adanya organisasi yang dikelola dengan baik. 4) Organisasi akan sia-sia tanpa kepemimpinan yang benar dan profesional. 5) Pilar tersebut tidak akan seperti yang diharapkan tanpa adanya komitmen. Dalam melaksanakan manajemen mutu, kelima pilar tersebut tidak terpisah, melainkan satu sama lain saling mendukung dan saling memengaruhi, demi tercapainya standar mutu yang dapat memuaskan seluruh pengguna (internal maupun eksternal).
DU
Implikasi dari kelima pilar di atas terhadap manajemen mutu pendidikan Islami, dapat dilukiskan dalam uraian berikut. Pendidikan Islami sebagai unit organisasi terdepan yang berhubungan langsung dengan proses pembelajaran peserta didik, memerlukan seorang kepala pendidikan Islami sebagai pemimpin yang profesional dan dapat memotivasi guru dan stafnya, agar menampilkan unjuk kerja yang bermutu disertai komitmen tinggi terhadap visi dan misi pendidikan Islami. Pada akhirnya, kerja sama seluruh personel dalam ikatan kerja yang terpadu, diharapkan dapat menghasilkan lulusan pendidikan Islami yang memuaskan para pengguna, baik orangtua di rumah, masyarakat, pengusaha, dan pemerintah. Selanjutnya, Juran mengemukakan konsep The Juran Trilogy dalam pengembangan manajemen mutu. Trilogi ini mencakup tiga langkah penting yaitu: pertama, quality planning: set goals, identify customers and their needs, develop products and processes. Kedua, quality control: evaluate performance,
25 Jerry Banks, Principles of Qualities Control, (Singapore: John Willey & Sons, 1994), 23. 26 Bill Creech, “Winning the Quality War”, dalam World Executive’s Digest, Juli 1994.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
43
Y
compare to goals and adapt. Ketiga, quality improvement: establish infrastructure, identify projects and teams, provide resources and training, establish controls.27
MM
Langkah pertama, perencanaan mutu berdasarkan pada data hasil-hasil audit mutu internal sebelumnya. Dalam perencanaan mutu ditetapkan tujuan-tujuan yang fokus pada pencapaian mutu terbaik. Tujuan yang ditetapkan menempatkan quality first sebagai patokan yang diukur pada proses-proses lanjutannya. Dalam perencanaan pula diidentifikasi siapa yang menjadi pelanggan dan apa yang dibutuhkan oleh pelanggan. Jika pendidikan Islami mengidentifikasi para siswa sebagai pelanggan, maka perlu diketahui dengan baik apa yang dibutuhkan pada siswa tersebut. Selanjutnya mengembangkan mutu proses dan mutu hasil berupa lulusan. Jika mutu lulusan sebelumnya mencapai angka cukup, maka kemudian dikembangkan menjadi angka baik untuk lulusan berikutnya hingga mutu terbaik.
DU
Langkah kedua, untuk memastikan bahwa apa yang direncanakan tersebut berjalan dengan baik sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam rangka mencapai mutu terbaik, maka diperlukan kontrol mutu. Mutu dapat dikontrol dengan cara evaluasi kinerja para pegawai. Dalam hal ini diperlukan audit kinerja secara internal. Sebab, cacat mutu dapat disebabkan oleh kinerja pegawai yang lemah, tidak trampil dan tidak sesuai aturan. Oleh karena itu, juga kontrol mutu dapat dibandingkan antara pelaksanaan dan rencana yang ditetapkan. Jika pelaksanaan sudah benar-benar seratus prosen sesuai dengan apa telah direncanakan, maka dapat dinilai sudah bermutu. Langkah ketiga, perbaikan mutu mengingat apa yang telah dicapai dalam mutu perlu terus ditingkatkan. Perbaikan mutu dilakukan jika terdapat kesalahan yang menyebabkan mutu tidak tercapai dengan baik. Akan tetapi, jika mutu sudah tercapai, maka yang dilakukan adalah peningkatan standar mutu untuk kemudian diukur kembali pencapaian hasil yang baru. Dalam memperbaiki dan mengembangkan mutu ini diperlukan infrastruktur yang mapan, tim yang solid, tersedianya sumbersumber daya terlatih profesional, dan pengawasan yang teratur dan berkala.
Juran, The Quality Trilogy: A Universal Approach to Managing for Quality, (Quality Progress, Nomor 19. Vol. 8, 1996), 19. 27
44
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
MM
Y
Berdasarkan uraian di atas, maka sistem penjaminan mutu internal pendidikan Islami mutlak diperlukan seiring dengan tuntutan kebutuhan pendidikan Islami itu sendiri terhadap mutu. Sebab, mutu pendidikan Islami akan menentukan masa depan pendidikan Islami secara keseluruhan. Semakin baik mutu pendidikan Islami, semakin meningkat kepercayaan masyarakat dan pemerintah pada pendidikan Islami. Jika kepercayaan sudah meningkat, semakin sejahtera para komunitas pendidikan Islami. Pendidikan Islami akan mampu bersaing dengan tuntutan mutu yang terus berkembang dengan adanya sistem penjaminan mutu internal di samping penjaminan mutu eksternal. Sistem penjaminan mutu internal berfungsi sebagai penguatan kapasitas kelembagaan secara substansial, sedangkan penjaminan mutu eksternal sebagai nilai tambah kompetitif dalam perbandingan mutu dengan pendidikan Islami/sekolah lainnya.
C. Strategi Manajemen Mutu Pendidikan
Gregory Watson menyebutkan bahwa a strategy is board, basic plan of action by which an organization intends to reach its goals”.28 Gambaran strategi yang dimaksud di sini diartikan sebuah rencana besar yang luas dari suatu tindakan organisasi untuk mencapai suatu sasaran.
DU
Teori manajemen mutu adalah sistem manajemen yang menempatkan mutu sebagai strategi dan berorientasi pada kepuasan pelanggan. Dalam manajemen mutu dilakukan perbaikan terus menerus dalam meraih daya saing. Oleh karena itu, dalam manajemen mutu diperlukan benchmark. Manajemen mutu digunakan untuk tingkat persaingan dengan organisasi lain. Manajemen mutu memerlukan ekspansi pemikiran dan perbandingan dengan standar tertinggi yang ada, sehingga nilai kompetitifnya tinggi. Agar manajemen mutu berjalan lancar diperlukan nilai-nilai yang dianut bersama dalam organisasi yaitu membentuk budaya mutu. Budaya mutu dapat diubah, dari tidak bermutu menjadi bermutu; dari rutinitas menjadi rencana mutu. Atas dasar ini, yang terjadi adalah persaingan mutu antara organisasi yang dikelola dengan baik.
Gregory Watson, “Strategic Benchmarking”, dalam Sound Executive Book Summaries, (Bristol: Volume 15, July 1993), 67. 28
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
45
MM
Y
Implementasi manajemen mutu harus berjalan sesuai dengan kebutuhan bersama, sehingga penerapannya perlu komitmen tim manajemen. Pemerintah atau departemen pendidikan pusat dan daerah harus memiliki komitmen kuat dan kebulatan tekad untuk menerapkan manajemen mutu dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Komitmen pembiayaan diperlukan berkaitan dengan agenda besar yang membutuhkan dana dan biaya yang tidak sedikit, maka dari itu pemerintah atau departemen pendidikan pusat dan daerah harus mampu mengalokasikan dana khusus bagi pelaksanaan dan penerapan manajemen. Pelaksanaan dan penerapan manajemen mutu ini perlu tim yang solid sehingga perlu dibentuk gugus-gugus penjamin mutu. Anggota‑anggota penyelenggara terdiri atas orang‑orang yang menguasai teori manajemen dan mempunyai perhatian tentang mutu. Anggota‑anggota tersebut dipilih dan ditunjuk oleh pemerintah atau departemen pendidikan, dan pemerintah pusat berperan sebagai pengawas.
DU
Perencanaan mutu dilakukan secara matang sebelum melakukan hal-hal teknis. Manajemen mutu perlu diawali perencanaan yang matang oleh sumber daya yang profesional dalam membaca kecenderungan masa depan. Hal ini berkaitan dengan visi, misi, dan prinsip lainnya bagi penerapan manajemen di sekolah masing‑masing. Hal ini pula yang akan memperjelas tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Tujuan, target dan sasaran diselaraskan dengan visi yang telah ditetapkan. Manajemen mutu perlu mempertimbangkan prinsip fokus, terukur, tercapai, rasional, dan tepat waktu. Fokus merupakan strategi positif untuk mendekatkan yang jauh sehingga tampak jelas apa yang sedang dihadapi. Selama fokus masih dipertahankan, maka dalam keadaaan tersebut capaian menjadi target yang harus dipenuhi. Penentuan fokus ini akan menentukan pengukuran, apakah tercapai atau belum apa yang menjadi target tersebut. Oleh karena itu, ada prinsip ketercapaian yang artinya model manajemen memiliki makna jika apa yang difokuskan bersama dapat tercapai. Agar hal ini tercapai maka segala yang ditetapkan sebagai fokus harus rasional, sehingga ketercapaiannya pun tepat waktu. Tepat waktu bagian penting
46
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
Y
dalam manajemen, karena akan berkaitan etat dengan proses lanjutan yang memerlukan waktu yang berbeda-beda.
MM
Keberhasilan penerapan manajemen mutu dalam sistem pendidikan ditentukan oleh komitmen dan kerja sama yang baik antara departemen pendidikan pusat, departemen pendidikan daerah serta sekolah dan perguruan tinggi dalam melaksanakan perencanaan, proses kegiatan dan evaluasi terhadap hasil.
Seiring dengan kebijakan negara tentang adanya otonomi daerah, maka berkembang istilah manajemen berbasis sekolah (MBS). Konsep MBS sejalan dengan otonomi daerah baik di Indonesia maupun di luar negeri. Di Indonesia, otonomi daerah diatur dalam UU RI No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dalam pelaksanaannya adalah otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab. Otonomi daerah dalam pelaksanaan pendidikan dimulai 1 Januari 2001 sejalan dengn reformasi dan demokratisasi pendidikan. Dengan kebijakan otonomi daerah dalam pendidikan berarti kewenangan pengelolaan pendidikan diserahkan kepada pemerintahan daerah (pemda) baik administrasi pegawai, keuangan, perlengkapan dan dokumen pendukungnya.
DU
Implementasi MBS memerlukan prinsip yaitu: kesadaran, kesiapan, keterlibatan, kelembagaan, kemandirian, ketahanan dan komitmen. Warga sekolah harus memiliki kesadaran bersama pentingnya mutu yang dikelola dengan sistem MBS. Sekolah harus siap baik mental maupun fisik untuk menerapkan MBS. Semua pihak terlibat dan melibatkan diri dalam mendukung tercapainya mutu. Secara kelembagaan harus dikukuhkan legalitas formalnya. Keputusan dan kebijakan dilakukan secara mandiri. Sekolah harus memiliki ketahanan dalam menghadapi perubahan sehingga berjalan terus. Semua di atas memerlukan komitmen yang tinggi dari semua warga sekolah. Manajemen sekolah di Indonesia selama Orde Baru sangat sentralistik dan telah menempatkan sekolah secara marginal, kurang diberdayakan sehingga kurang mandiri, pasif dan menunggu instruksi. Akan tetapi, setelah otonomi daerah, Depdiknas terdorong untuk melakukan reorientasi manajemen sekolah menjadi MBS. Perubahan ini memerlukan
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
47
Y
penyesuaian dari kebiasaan lama kepada kebiasaan baru, baik teori maupun praktik. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 51 ayat (1) berbunyi: “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah”.
MM
Tujuan otonomi daerah di bidang pendidikan yaitu: pertama, meningkatkan pelayanan pendidikan yang lebih dekat, cepat, mudah, murah, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan menekankan pada demokratisasi dan berkeadilan, menjunjung tinggi hak manusia, nilai keagamaan, kultural, sistemik dan multimakna. Kedua, pembudayaan dan pemberdayaan sumber daya. Ketiga, mengembangkan kreativitas sekolah. Keempat, meningkatkan daya saing di era global.
D. Pentingnya Perencanaan dalam Pendidikan
DU
Perencanaan ialah proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. 29 Pendapat lain mengatakan bahwa perencanaan ialah perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, siapa yang melakukan, bilamana, di mana, dan bagaimana cara melakukannya.30 Dengan demikian, perencanaan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang menyangkut hal-hal yang akan dikerjakan di masa datang dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pendapat yang sama bahwa perencanaan ialah suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan untuk mencapai sasaran tertentu.31 Menurut Handoko, perencanaan meliputi pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi, penentuan strategi, kebijakan, proyek, program,
29 Oemar Hamalik, Perencanaan dan Manajemen Pendidikan, (Bandung: Mandar Maju, 1991), 45. 30 E. Soenarya, Pengantar Teori Perencanaan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Yogyakarta: Adicita, 2000), 56. 31 Beberapa pendapat ahli tentang perencanaan ini banyak dimuat dalam bukubuku yang diterbitkan Diknas. Lihat, Husaini Usman, Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 66.
48
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
MM
Y
prosedur, metode, sistem, anggaran, dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.32 Dalam lembaga pendidikan di Indonesia ini sering kali dapat disaksikan bahwa antara perumus tujuan dengan perencana program terpisah. Pada saat program dibahas, hanya terbatas pada apa programnya dan berapa anggarannya. Semestinya, apa tujuan pendidikan, lalu apa programnya, prosedurnya, standarnya dan berapa anggarannya. Karena hal demikian sering terabaikan, maka perencanaan identik dengan pembagian proyek yang hanya sibuk dengan anggaran dan program. Program dan anggaran sangat diperlukan, tetapi proses-proses lainnya yang menjadi ruang lingkup perencanaan juga tidak boleh diabaikan, sehingga tidak terjadi penghabisan anggaran tanpa standar pencapaian hasil untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam lembaga pendidikan tersebut. Dalam hal ini, posisi perencanaan dapat menentukan sukses tidaknya suatu lembaga pendidikan. Ini menjadi tugas manajemen mutu yang baik.
DU
Perencanaan mutu di sekolah harus dilakukan kepala sekolah sebelum mengerjakan yang lain, jika tidak ada perencanaan maka program sekolah tidak akan terarah, tidak jelas apa yang harus dikerjakan terlebih dahulu dan tidak tahu apa yang dituju. Oleh karena itu, perlu penyusunan perencanaan. Dalam penyusunan perencanaan dikaitkan dengan apa yang akan dihasilkan, bagaimana menghasilkannya, darimana sumber dananya, siapa yang melakukannya, tempatnya di bagian mana, dan kapan dilihat hasilnya. Semua harus dirumuskan secara komprehensif agar sekolah menjadi bermutu. Perencanaan dapat disusun dalam tiga kategori yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Jangka pendek yaitu dibuat setiap tahun atau rencana tahunan yang sifatnya operasional dengan targettarget tertentu. Jangka menengah yaitu dibuat setiap empat tahun sekali dan sifatnya capaian antara jangka pendek dan jangka panjang. Artinya, jika jangka pendek sudah tercapai, maka masuk jangka menengah sebagai indikator ukuran ketercapaian program tahunan tersebut. Sebab, rencana tahunan tidak boleh terputus dan ini akan terjadi selamanya. Nah, jika jangka menengah sudah tercapai, maka indikator selanjutnya yaitu ketercapaian apa 32
Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE-UGM, 2003), 20.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
49
MM
Y
yang direncanakan jangka panjang yang sifatnya strategis, dapat dibuat per delapan tahun untuk sekolah. Ketiga istilah tersebut sukar dipisahkan, atau jangan pula berjalan masing-masing. Dalam implementasinya yang paling penting diukur adalah rencana tahunan (jangka pendek), sehingga tampak kemajuan dari tahun ke tahun. Jika rencana strategis (jangka panjang) sudah tercapai, maka dibuat kembali rencana jangka menengah dan jangka panjang selanjutnya sebagai standar yang harus dicapai. Demikian berproses terus, antara rencana jangka pendek, menengah dan panjang. Ketiga istilah tersebut bukan hanya semata-mata menyangkut waktu, tetapi juga menyangkut metode dan strategi pencapaiannya. Konsep perencanaan pendidikan seperti halnya yang dialami dalam berbagai disiplin ilmu lainnya, belum ada konsep dalam rumusan tunggal yang dapat diterima dan mewakili berbagai kalangan. Adanya perbedaan konsep dapat dipahami karena memang adanya perspektif dan sudut pandang yang berbeda di antara para ahli tersebut. Ahli ekonomi misalnya, memahami perencanaan pendidikan dari sisi pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan penentu dan pendorong pembangunan bangsa dan masyarakat secara keseluruhan. Oleh sebab itu, investment yang baik menuntut diselenggarakannya pola dan sistem serta kualitas hasil-hasil pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan manpower yang diperlukan dalam kehidupan ekonomi.
DU
Sedangkan ahli sosial memandang perencanaan pendidikan dan sisi social demand, yaitu tuntutan sosial yang berkembang dalam masyarakat. Dan ahli politik memandang perencanaan pendidikan dan sisi political will, yaitu kehendak politik suatu negara. Kebijakan dan segala keputusan dalam perencanaan pendidikan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan kepentingan politik suatu negara yang bersangkutan. Namun demikian, bukan berarti tidak adanya pengertian perencanaan pendidikan yang dapat dipegang dalam dunia pendidikan. Para ahli pendidikan telah banyak yang berhasil merumuskan konsep perencanaan pendidikan. Mereka telah memberikan batasan-batasan perencanaan pendidikan yang dapat diterapkan. Mereka dengan penuh keterbukaan mempertimbangkan aspekaspek lain dalam suatu masyarakat separti aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, agama dan keyakinan. Dengan demikian, konsep perencanaan
50
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
Y
pendidikan bersifat universal. Sejalan dengan hal tersebut, St. Vembriarto mengatakan: “Konsep-konsep dan prinsip-prinsip perencanaan pendidikan itu bersifat universal, applicable untuk setiap masyarakat, hanyalah penetapannya tergantung pada keadaan”33.
MM
Menurut Phillips H. Cooms dalam Vembriarto bahwa perencanaan pendidikan adalah: “Penggunaan analisis yang bersifat rasional dan sistematiis terhadap proses pengembangan pendidikan yang bertujuan untuk menjadikan pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien dalam menanggapi kebutuhan dan tujuan murid-murid dan masyarakat” 34. Pengertian yang dikemukakan oleh tokoh ini telah populer di kalangan ahli pendidikan. Apabila pengertian Phillips H. Cooms tersebut dianalisis kembali, maka sekurang-kurangnya dapat ditemukan lima hal penting, yaitu: 1. Parencanaan pendidikan menggunakan analisis yang bersifat rasional dan sistematis. Penggunaan analisis ini menunjukkan pentingnya suatu metodologi dan pendekatan-pendekatan tertentu dalam perencanaan pendidikan. Perencanaan pendidikan dalam pengertian tersebut dapat dilakukan dengan cara, melihat hubungan antara sistem pendidikan dengan kebutuhan masyarakat luas.
DU
2. Perencanaan pendidikan berkaitan dengan proses pengembangan pendidikan. Dalam hal ini perencanaan pendidikan dilakukan dalam rangka reformasi pendidikan, inovasi dan restrukturisasi pendidikan. Artinya perencanaan pendidikan bertugas untuk mengubah suatu kondisi kepada kondisi lain yang lebih baik. 3. Perencanaan pendidikan memegang prinsip efektivitas dan efisiensi. Perencanaan pendidikan dilakukan secara tepat guna dan tepat sasaran. Pengaturan waktu dan pemanfaatannya benar-benar didayagunakan secara maksimal. Upaya perencanaan pendidikan tentunya dilakukan dengan mempertahankan potensi-potensi yang ada. Dalam hal ini tentu menuntut adanya prioritas atas kebutuhan yang paling pantig dan paling mendesak. St. Vembriarto, Pengantar Perencanaan Pendidikan, (Jakarta: Gramedia, 1993), 29. Ibid., 28.
33
34
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
51
MM
Y
4. Perencanaan pendidikan berkaitan dengan asas kebutuhan. Perencanaan pendidikan dilakukan dengan cara melihat keadaan kebutuhan sekarang dan juga meneropong ke masa depan yang menjadi kebutuhan para peserta didik dan masyarakat luas sebagai pengguna hasil-hasil pendidikan. Sedangkan masa lampau dapat dijadikan sebagai bahan pelajaran yang penuh hikmah sebagai fungsi informasi yang banyak memberikan fakta dan data. Dalam hal ini bahwa masa depan akan dapat ditentukan dengan melihat keadaan masa lampau dan masa sekarang.
5. Perencanaan pendidikan berjalan berdasarkan suatu tujuan. Tujuan yang jelas dan strategi yang mantap dapat menentukan terhadap kelancaran dan pelaksanaan pendidikan yang memuaskan. Tujuan perencanaan pendidikan tentunya harus sejalan dengan tujuan peserta didik dan masyarakat. Atau secara singkatnya perencanaan pendidikan harus berjalan seiring dengan hakikat tujuan hidup manusia.
DU
Menurut Y. Dror yang dikutip Djumberansyah Indar bahwa perencanaan pendidikan yaitu: ‘As the process of preparing a set of decision for action in the future for the overall economic and a social development of a countri”.35 Berdasarkan pendapat tersebut yaitu suatu proses mempersiapkan keputusan-keputusan untuk tindakan di masa depan dalam upaya pencapaian suatu tujuan secara optimal untuk pengembangan ekonomi dan sosial suatu negara. Pengertian tersebut penekanannya terletak pada proses mempersiapkan keputusan di masa depan. Dengan demikian, secara konseptual bahwa perencanaan pendidikan ditentukan oleh cara, sifat dan proses pengambilan keputusan suatu negara. Dalam hal ini tentu akan sangat tergantung kepada pemegang suatu kebijakan yaitu negara. Perencanaan pendidikan adalah suatu kegiatan melihat masa depan dalam hal menentukan kebijakan, prioritas dan biaya pendidikan dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik untuk mengembangkan sistem pendidikan negara dan anak didik yang dilayani oleh sistem tersebut.36
35 M. Djumberansyah Indar, Perencanaan Pendidikan: Strategi dan Implementasi, (Surabaya: Abditama, 1995), 9. 36 Ibid.,10.
52
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
MM
Y
Dalam perencanaan harus menghitung pembiayaan. Aspek biaya pendidikan dihitung dengan cermat untuk mengembangkan sistem pendidikan yang berkualitas. Memang pendidikan itu memerlukan pembiayaan. Pentingnya biaya terbukti bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan masih sering kali terdengar kurangnya biaya yang menyebabkan kurang optimalnya proses kependidikan. Misalnya saja gaji guru yang kurang mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari yang menyebabkan guru yang bersangkutan kurang tertarik dan mencari penghasilan di luar, sarana yang kurang lengkap, fasilitas belajar yang kurang memadai, lokasi yang kurang kondusif dan lain sebagainya yang menunjukkan kurang optimalnya proses kependidikan. Untuk mengatasi semuanya itu tentu memerlukan perencanaan biaya pendidikan yang disesuaikan dengan potensi dan kenyataan-kenyataan yang dihadapi.
DU
Sistem pendidikan yang baik, harus ada usaha melihat ke masa depan ketika menentukan kebijakan, prioritas dan biaya pendidikan yang disertai mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang dihadapi baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan agama merupakan arahan perencanaan pendidikan. Selain itu, memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat luas yang perlu dilayani oleh sistem pendidikan menjadi dimensi baru yang dipertahankan dalam perencanaan pendidikan. Atas dasar itu, perencanaan pendidikan diarahkan kepada pencapaian tujuan bersama secara optimal dengan melalui persiapan keputusan-keputusan dan alternatif-alternatif kebijakan untuk kegiatan di masa depan dalam bidang pembangunan pendidikan. Namun demikian, perlu ditegaskan bahwa perencanaan bukan hanya merencanakan pertumbuhan pendidikan, melainkan pula mengadakan reformasi pendidikan. Oleh karena itu, dalam perencanaan pendidikan harus selalu diiringi oleh hasil-hasil penelitian tentang kekurangan dan kelebihan sistem pendidikan yang sedang berjalan. Perencanaan pendidikan perlu melihat sistem pendidikan sebagai lembaga yang hidup dan memiliki potensi untuk tumbuh dan untuk memajukan pembaruan, penyempumaan, serta, penyesuaian terhadap situasi dan kondisi yang sedang dan akan berubah.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
53
Y
Oleh karena itu, dan segi kualitatif bahwa perencanaan pendidikaan selalu memperhankan hubungan kualitas sistem pendidikan dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat secara luas. HaI ini yang menyebabkan perencanaan pendidikan memerlukan suatu proses yang kontinu, dengan terus-menerus mempertahankan berbagai aspek dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
MM
Dengan demikian, tugas pokok perencanaan pendidikan adalah menentukan keadaan yang sebaik-baiknya dalam hubungan intemal maupun eksternal dalam sistem pendidikan secara dinamis dan mengarah kepada perubahan yang diinginkan. Hal ini dimaksudkan agar sistem pendidikan yang diselenggarakan menuju ke arah pertumbuhan yang diinginkan bersama baik oleh pihak kemasyarakatan maupun pihak kelembagaan itu sendiri.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, penulis dapat memahami bahwa pengertian perencanaan pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan hal-hal yang akan dikerjakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan. Alhasil, penekanan perencanaan pendidikan terletak pada kegiatan di masa depan tentunya dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang sedang terjadi.
DU
Pemikiran tentang perencanaan pendidikan yang bersifat filosofis telah dikemukakan oleh para ahli filsafat dan pendidikan pada zaman dahulu. Mereka telah menunjukkan kepiawaiannya dalam menyusun pola-pola pemikiran dalam bidang pendidikan. Pola pemikiran mereka terutama didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan negara pada saat itu. Gagasan mereka pada dasarnya tertuju pada analisis hubungan antara sistem pendidikan yang ada dengan kebutuhan serta tujuan masyarakat dan negara sehingga melalui jasa mereka, masyarakat dan negara pada saat itu dapat mengubah dirinya dan dapat mencapai kehidupan yang lebih baik. “Xenephon pernah mengemukakan dalam konstitusi lacedaemonianya yang menunjukkan kepada orang-orang Athena, bagaimana orangorang Sparta pada 2500 tahun yang lalu merencanakan pendidikan yang disesuaikan dengan tujuan militer, sosial dan ekonomi”.37
37
54
M. Djumberansyah Indar, Ibid., 4.
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
Y
Pola dan sistem pendidikan yang direncanakan oleh suatu negara selalu berdasarkan pada nilai-nilai falsafah hidup suatu masyarakat dan bangsa tersebut. Sehingga dengan demikian sistem pendidikan yang diselenggarakan selalu selaras dengan hakikat tujuan hidupnya. Artinya bahwa tujuan hidup itu dioperasionalkan melalui tujuan-tujuan pendidikan yang berdasarkan falsafah suatu negara.
MM
Menurut Hasan Langgulung38 bahwa: “orang-orang Sparta salah satu kerajaan Yunani lama dahulu berpendapat bahwa tujuan hidup adalah untuk berbakti kepada negara, untuk memperkuat negara”. Untuk memperkuat negara dalam pandangan orang-orang Sparta adalah dengan kekuatan fisik. Oleh karena itu, tujuan pendidikan Sparta sejalan dengan tujuan hidup mereka yaitu memperkuat, memperindah, dan memperteguh jasmani. Orang-orang yang mempunyai kekuatan fisik, dapat memenangkan pertandingan dianggap pahlawan di masyarakat Sparta. Sejalan dengan hal tersebut, masyarakat Sparta merencanakan pendidikan yang berorientasi kepada tujuan militer, sosial dan ekonomi sebagai sasaran menumbuhkan kekuatan fisikjasmani.
DU
“Sebaliknya orang Athena Yunani, berpendapat bahwa tujuan hidup adalah mencari kebenaran (truth) dan kalau bisa menyirnakan diri pada kebenaran itu”39. Atas dasar itu, pendidikan yang direncanakan oleh masyarahat Athena sejalan dengan falsafah hidupnya yang berorientasi pada pengembangan dan penjagaan kekuatan akal, membersihkan dan memeliharanya. Akal merupakan sesuatu yang diagungkan dan dipujapuja oleh masyarakat Athena. Kedua pola pemikiran tersebut di atas yaitu Sparta dan Athena telah banyak memengaruhi perkembangan pendidikan pada generasi selanjutnya. “Mazhab-mazhab pendidikan Eropa dan Amerika sesudah Descartes (15961650 M) mengambil dari kedua Mazhab Yunani yaitu Sparta dan Athena, dengan keistimewaan bahwa dunia inilah tujuan hidup”.40
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1992), 305. 39 Ibid. 40 Ibid., 306. 38
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
55
MM
Y
Selanjutnya, “Plato telah menyodorkan perencanaan pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan pimpinan dan kebutuhan politik Athena”41. Dalam pandangan Plato bahwa tujuan pendidikan ialah kebahagiaan individu dan kesejahteraan negara, tugas pendidikan adalah mencapai tujuan tersebut melalui lembaga-lembaga pendidikan di mana masingmasing individu harus menyesuaikan dengan tujuan tersebut melalui proses seleksi.
Kemudian John Knot pada pertengahan abad ke-16 mengusulkan suatu rencana untuk sistem persekolahan dan kursus-kursus nasional, sehingga secara khusus bangsa Scotlandia memiliki suatu bentuk perpaduan antara kepuasan spiritual dengan kesejahteraan materiil. Demikian pula rencana Rousseau yang mengatakan agar setiap warga negara Polandia memperoleh pendidikan.42 Perencanaan pendidikan dalam bentuk modern dalam rencana lima tahunannya yang pertama dipelopori oleh Uni Soviet pada tahun 1923 secara komprehensif dan berkesinambungan. “Dengan perencanaan pendidikan itu Uni Soviet berhasil mengubah suatu bangsa besar yang dua per tiga pendidikannya buta huruf, menjadi salah satu bangsa yang paling maju pendidikannya di dunia, dalam waktu kurang dari 50 tahun”.43
DU
Demikian pula pada zaman modern ini dan zaman yang akan datang membuktikan semakin pentingnya perencanaan pendidikan dalam kaitannya antara sistem pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan negara. Sebab perencanaan pendidikan akan menolong suatu masyarakat untuk mengubah dirinya dan mencapai tujuan hidup yang lebih baik. Pendidikan merupakan suatu usaha yang sangat kuat untuk mencapai perubahan (reformasi) sosial dan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Dengan perencanaan yang tepat, pendidikan akan dapat mencapai tujuan pendidikan itu sendiri secara lebih efektif dan efisien. Dengan demikian, tidak dapat diragukan lagi tentang arti penting (signifikan) perencanaan dalam bidang pendidikan. Bahkan dapat dikatakan bahwa St, Vembriarto, Op. Cit., 30. M. Djumberansyah Indar, Op. Cit. 43 Ibid., 31. 41 42
56
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
Y
tanpa melalui perencanaan yang rasional dan sistematis, pendidikan akan mengalami kehilangan arah dan tujuan yang jelas. Alasan pentingnya perencanaan dalam mencapai suatu tujuan dikemukakan Djumberansyah Indar,44 yaitu:
MM
1. Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman-pedoman bagi pelaksanaan kegiatankegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan.
2. Dengan perencanaan maka dilakukan suatu perkiraan (forecasting) terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dinilai. Perkiraan dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek-prospek perkembangan tetapi juga mengenai hambatan-hambatan dan risikorisiko yang mungkin dihadapi. Perencanaan mengusahakan supaya ketidakpastian dapat dibatasi sedini mungkin. 3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif tentang cara yang terbaik (the best alternatif) atau kesempatan untuk memilih kombinasi cara yang terbaik (the best combination). 4. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas. Memilih urutan-urutan dan segi pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun kegiatan usahanya.
DU
5. Dengan adanya rencana maka akan ada suatu alat pengukur atau standar untuk mengadakan pengawasan atau evaluasi. Selain itu Burhanuddin45 mengemukakan manfaat perencanaan secara konkret, yaitu: 1. Agar kegiatan-kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan tertentu, tertib dan lancar. 2. Mendorong suatu pelaksanaan kegiatan organisasi (pendidikan) secara produktif.
Ibid., 3. Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 179-180. 44
45
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
57
Y
3. Mengusahakan penggunaan alat-alat dan sumber-sumber lainnya secara efisien dan benar-benar mendukung bagi pencapaian tujuan organisasi (pendidikan). 4. Memberikan gambaran yang lengkap bagi seluruh kegiatan yang akan dikerjakan.
MM
5. Dapat memberikan petunjuk bagi segenap personel, khususnya pemimpin organisasi (pendidikan) untuk mengadakan pengawasan dan menilai segenap kegiatan yang dilakukan, apakah sudah sesuai dengan harapan-harapan sebelumnya.
6 Selanjutnya, atas dasar poin 5 di atas, para administrator dapat melakukan pembinaan organisasi (pendidikan) secara terarah, sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan. Dengan demikian, perencanaan pendidikan akan dapat menolong pencapaian suatu tujuan pendidikan secara efisien, tepat waktu dan lebih mudah dievaluasi dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, perencanaan pendidikan sebagai langkah pertama dalam fungsi manajemen menempati kedudukan yang amat penting dan amat menentukan.
DU
Selain itu, pentingnya perencanaan pendidikan ditandai dengan adanya berbagai masalah pendidikan yang perlu ditangani melalui perencanaan yang logis dan sistematis. Misalnya masalah keinginan masyarakat untuk hidup lebih baik yang menyebabkan membanjirnya arus peserta didik untuk masuk sekolah. Adanya desakan terhadap lembaga pendidikan untuk mengadakan informasi dan reformasi yang menyebabkan perlunya menggunakan berbagai pendekatan dalam suatu proses perencanaan pendidikan. Untuk melihat dan menghayati betapa pentingnya perencanaan pendidikan dalam rangka menanggulangi masalah pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut: Pertama, masalah pendidikan yang sacara sistematis diperlukan identifikasi mengenai program pendidikan (kurikulum), tenaga pengajar, peserta didik, metode, sarana dan prasarana, dan alat evaluasi pendidikan; masalah sistem pendidikan yang usang. Semua itu perlu diidentifikasi dan berbagai kriterianya disesuaikan dengan tujuan pendidikan itu sendiri.
58
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
Y
Dan masalah-masalah pendidikan tersebut dalam penanggulangannya memerlukan persiapan yang mantap melalui perencanaan.
MM
Kedua, masalah landasan-landasan kebijakan. Landasan ini bertolak dan nilai-nilai filosofis yang menjadi pandangan hidup suatu bangsa. Landasan ini yang memberikan arah penentu pada tujuan perencanaan pendidikan. Oleh karenanya perencanaan pendidikan dalam rangka mempersiapkan kebijakan dan keputusan terbaik di masa depan harus memiliki asas dan pandangan yang tepat agar kebijakan tidak menyimpang dari aspirasi dan perubahan yang diinginkan.
Ketiga, masalah perencana pendidikan. Bahwa tenaga perencana pendidikan diharapkan memiliki kemampuan, yaitu:46 (a) menganalisis data pendidikan dan data lainnya yang diperlukan dalam rencana; (b) menerjemahkan implikasi rencana ekonomi makro ke dalam sektor pendidikan; (c) menganalisis proyeksi tenaga kerja nasional untuk seterusnya dikaitkan kepada lulusan atau output pendidikan menurut tingkat dan program studi; (d) menggunakan rumus matematis dalam perhitungan-perhitungan tertentu; (e) menerjemahkan kebijaksanaan dalam suatu rencana yang operasional; (f) menjabarkan suatu rencana pembangunan pendidikan ke dalam proyek-proyek.
DU
Berkaitan dengan masalah yang memerlukan perencanaan pendidikan yaitu mengingat seorang perencana pendidikan tidak akan mampu menguasai semua aspek yang diperlukan dalam proses perencanaan. Oleh karena itu, perlu menjalin kerja sama dan konsultasi dengan para ahli lain yang menguasai bidang-bidang tertentu melalui perencanaan. Melihat pentingnya perencanaan pendidikan yang tidak dapat ditawartawar lagi, maka sudah selayaknya sistem pendidikan yang diselenggarakan berjalan atas dasar perencanaan yang jelas, kokoh berlandaskan pada filsafat pendidikan yang relevan. Sebab tanpa dilandasi dengan kerangka filosofis yang jelas, perencanaan pendidikan akan mengalami shock yang diakibatkan dari keragu-raguan dan kebimbangan yang semakin berantai dari adanya perubahan sosio-kultural yang demikian cepat. Oleh karena itu, yang perlu ditekankan dalam perencanaan pendidikan adalah sistem Jusuf Enoch, Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 12.
46
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
59
Y
analisis yang mempertimbangkan kesatuan dan keseimbangan berbagai aspek dalam kaitannya dengan kebutuhan hidup.
MM
Dalam hal ini penulis tidak bermaksud mengemukakan teori-teori perubahan sosial secara mendetil, akan tetapi sekadar berkepentingan untuk menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara perubahan sosiokultural dengan konsep perencanaan pendidikan. Perubahan sosio-kultural yang dimaksud adalah perubahan-perubahan orientasi dan kebutuhan yang terjadi dalam suatu masyarakat. Dan perubahan-perubahan tersebut yang pada giIirannya akan memengaruhi pada sistem pendidikan dan strategi perencanaannya.
Menurut St. Vembriarto 47 bahwa: “Ada beberapa faktor yang memengaruhi perubahan sosial, yaitu faktor lingkungan, faktor penduduk dan faktor sosio-kultural”. Hal tersebut akan mendorong pada terjadinya perubahan sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup suatu masyarakat. Akan tetapi, faktor-faktor tersebut dapat disederhanakan menjadi faktor dari dalam dan faktor dari luar.
DU
Dengan demikian, proses perubahan sosial dapat terjadi karena pengaruh-pengaruh yang datang dari luar masyarakat dan/atau perubahan yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat dapat terjadi karena penemuan (discovery). Sedangkan perubahan sosial yang terjadi karena pengaruh dari luar terjadi melalui percampuran kebudayaan. Unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui penyesuaian-penyesuaian akan berpadu dengan unsur-unsur kebudayaan masyarakat penerima. Dalam pencampuran unsur-unsur kebudayaan tersebut dapat menimbulkan akibat berantai pada proses perubahan yang lebih luas. Dalam proses perubahan sosial akan terjadi pergeseran-pergeseran tatanan nilai suatu masyarakat penerima. Sehingga sering kali terjadi ketegangan-ketegangan dan konflik dalam masyarakat penerima tersebut.
Menurut St. Vembriarto48 bahwa pengaruh unsur-unsur kebudayaan dari luar itu dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan pada masyarakat 47 48
60
St. Vembriarto, Op. Cit., 4. Ibid., 5.
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
Y
penerima. Hal itu dapat menjurus ke disintegrasi sosial apabila unsurunsur kebudayaan yang datang dari luar itu secara radikal bertentangan dengan nilai-nilai sosial yang terdapat dalam masyarakat penerima.
MM
Dalam mengamati perubahan sosial perlu meneliti implikasi-implikasi di balik perubahan itu dalam rangka menemukan duduk permasalahannya. Dari sini mulai diperlukan sistem pendidikan yang mampu menyaring nilai-nilai yang datang dan luar yang akan berakibat buruk. Bahkan lebih dari itu agar sistem pendidikan yang diselenggarakan memberikan jaminan terhadap aspirasi kebutuhan masyarakat. Nilai-nilai sosial yang melembaga dan yang mendukung pada kemauan masyarakat perlu diaktualisasikan berdasarkan perubahan orientasi kebutuhan peserta didik yang dipandu dengan pengaruh lingkungan kultural. Untuk mewujudkan semua yang menjadi harapan dan cita-cita masyarakat, maka diperlukan perencanaan pendidikan yang mengarah pada harapan-harapan tersebut. Atas dasar itu, perencanaan pendidikan selalu memandang bahwa seluruh proses kependidikan sebagai suatu sistem yang berorientasi kepada perubahan sosio-kultural dan dilaksanakan ke dalam perbuatan yang konkret.
DU
Kelembagaan pendidikan merupakan subsistem dari sistem masyarakat yang dalam operasionalnya harus mengacu dan tanggap terhadap pertubuhan perkembangan masyarakat. Tanpa bersikap demikian, maka lembaga pendidikan akan dapat menimbulkan kesenjangan sosial dan kultural. Dalam kesenjangan sosial maupun dalam kesenjangan kultural tersebut, dapat menjadi sumber konflik sistem pendidikan yang ada dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, walaupun dalam intensitasnya berbedabeda menurut taraf rising demand masyarakat itu sendiri. Perencanaan pendidikan dalam kaitannya dengan perubahan sosial berfungsi untuk menetapkan secara sistematis pengetahuan yang tepat guna untuk mengontrol dan mengarahkan arah kecenderungan perubahan menuju suatu tujuan yang ditetapkan. Terjadinya perubahan sosio-kultural menjadi pengembangan logis dalam mengadakan perencanaan pendidikan yang terintegrasi dengan perubahan tersebut. Sehingga pendidikan tidak mengalami ketinggalan dan justru sebagai pioner dalam mengadakan perubahan dan kemajuan masyarakat.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
61
MM
Y
Sedemikian jelas peranan pendidikan didesak untuk melakukan reformasi, inovasi, dan perubahan sistem pendidikan beserta kelembagaannya dalam upaya memenuhi tuntutan kebutuhan. Dalam hal ini menjadi jelas pula bahwa perencanaan pendidikan akan menempati posisi yang amat penting dan amat menentukan dalam rangka penyesuaian-penyesuaian sistem pendidikan dengan penambahan sosio-kultural tersebut. Tidak lain, bahwa penyesuaian perencanaan pendidikan terhadap difersifikasi kebutuhan masyarakat dan kualitas pendidikan yang menunjang peningkatan kualitas kehidupan masyarakat membentuk keterkaitan satu dengan yang lainnya. Atas dasar pengertian ini, terdapat pengaruh yang signifikan dari perubahan sosio-kultural terhadap perencanaan pendidikan. Perencanaan pendidikan sebagai disiplin ilmu pengetahuan dapat dianalisis dari sudut sistemik. Dari sudut ini, perencanaan pendidikan dipandang sebagai sistem yang terdiri dari komponen-homponen yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Pendekatan sistem telah muncul sejak zaman Aristoteles yang mengemukakan bahwa keseluruhan adalah lebih dari jumlah bagian-bagian. Artinya keseluruhan yang membentuk suatu sistem akan dapat dimengerti dan ditinjau dari barbagai aspek secara keseluruhan, bukan bagian-bagian secara terpisah.
DU
Menurut Oemar Hamalik,49 bahwa:”Teori umum sistem beranjak dan asumsi bahwa hukum-hukum dan konsep-konsep umum membentuk fondasi dari berbagai bidang keilmuan ..., hukum-hukum atau prinsipprinsip tersebut digunakan untuk memadukan ilmu pengetahuan”. Pendekatan sistem bermula untuk merumuskan prinsip-prinsip yang dapat digunakan dalam berbagai analisis kajian pada umumnya. Memahami suatu sistem berarti dapat mengatakan bahwa pengertian bagian-bagian tidak cukup untuk memahami hubungan antara bagian-bagian itu. Sistem merupakan interelasi antara bagian-bagian yang dengan itu adanya interaksi yang saling memengaruhi secara keseluruhan. Berkaitan dengan itu, maka pendekatan sistem dapat ditinjau dan berbagai komponen atau aspek penting yang memengaruhi sistem
49
62
Oemar Hamalik, Op. Cit., 2.
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
Y
perencanaan pendidikan. Oemar Hamalik50 mengemukakan tiga komponen penting yang perlu dipertahankan, yaitu:
1. Sistem filsafat, yakni cara berpikir untuk memikirkan suatu fenomena dalam rangka keseluruhan itu yang diaplikasikan dalam memformulasikan suatu strategi.
MM
2. Sistem analisis, yakni merupakan metode ilmiah dalam rangka memecahkan masalah atau pengambilan keputusan untuk sejak dari penyadaran masalah sampai pada pengambilan keputusan untuk penyelesaian dalam bentuk program pembuatan. 3. Sistem manajemen, yang berkenaan dengan cara mengelola suatu organisasi. Sistem manajemen bertugas untuk mengintegrasikan operasi-operasi melalui desain dan menekankan pada hubungan-hubungan antara berbagai komponen. Sistem manajemen berkenaan dengan aplikasi dari sistem konsep perencanaan pendidikan dengan menggunakan metode sistem dan tugasnya mengkoordinasikan operasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, dalam sistem manajemen berorientasi pada tujuan.
DU
Sistem manajemen dalam kaitannya dengan pendidikan seyogyanya mengandung dua dimensi yang saling terkait dan konsisten. Dimensi tersebut yaitu dimensi yang berdasarkan konsep-konsep manajemen dan dimensi yang berdasarkan pada konsep-konsep pendidikan. Artinya pengembangan sistem manajemen pendidikan berupaya, memadukan kedua dimensi tersebut. Walaupun pendekatan sistem masih terdapat beberapa kelemahan, namun pendekatan ini sudah sedemikian luas penggunaannya. Pendekatan sistem bukan saja mensepakati alat yang ampuh dalam sistem berpikir dan analisis, melainkan juga merupakan sistem perencanaan itu sendiri. Pendekatan sistem dalam perencanaan pendidikan di masa depan tentulah dapat digunakan mengingat adanya situasi dan kondisi yang semakin kompleks, dinamis dan permintaan selalu tumbuh. Dalam 50
Ibid., 7.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
63
MM
Y
hal ini, dapat dimanfaatkan penggunaannya dalam mempersiapkan konsep-konsep untuk memperbaiki efektivitas dan efisiensi pendidikan. Pendekatan sistem memberikan suatu kerangka untuk mempersiapkan dan merencanakan metode dan sistem pendidikan yang lebih efektif dan efisien kendatipun dalam proses yang evolusionistis. Di masa mendatang penggunaan sistem-sistem pendekatan tersebut akan menjadi semakin berarti. Sistem filsafat akan memberikan landasan konseptual bagi semua kajian. Sistem analisis akan semakin aplikatif dalam pemecahan masalah, dan pada gilirannya sistem manajemen akan semakin meningkat fungsi dan tugasnya.
Dengan demikian, dalam sistem perencanaan pendidikan perlu mempertahankan beberapa faktor, yakni faktor lingkungan masyarakat dan faktor kelembagaan itu sendiri. Perhatian tersebut merupakan bahanbahan pertimbangan agar perencanaan pendidikan yang dirumuskan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan kondisi masyarakat yang ada. Bahkan yang lebih penting, perencanaan pendidikan perlu melihat perubahan sosio-kultural yang terjadi untuk melakukan estimasi dan penyesuaian-penyesuaian sistem pendidikan dengan perubahan tersebut. Oleh karenanya, perencanaan pendidikan sebagai persiapan dalam suatu tindakan perlu memerhatikan hal-hal sebagai berikut: ketersediaan sumber-sumber; sistem nilai masyarakat, budaya, agama dan keyakinan; dan iklim kerja sama untuk menggunakan potensi secara terpadu.
DU
Perencanaan merupakan proses persiapan untuk menetapkan kegiatan bagi masa yang akan datang dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien diperlukan perencanaan yang logis dan sistematis sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan masyarakat. Dalam pengertian tersebut, bahwa perencanaan pendidikan memerlukan proses tertentu secara disengaja bukan dengan proses apa adanya. Secara alamiah perencanaan pendidikan memerlukan suatu proses yang berdasarkan hasil pemikiran rasional. Dalam proses perencanaan pendidikan menurut Soebijanto Wirojoedo51 perlu memerhatikan berbagai masalah, yaitu: 51
57.
64
Soebijanto Wirojoedo, Teori Perencanaan Pendidikan, (Yogyakarta: Liberty, 1985),
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
1. Politik dan sosial ekonomi sebagai aspek strategis.
Y
2. Transformasi pembangunan sosial ekonomi.
3. Struktur dan kerangka pembangunan nasional. 4. Tuntutan pendidikan.
MM
Memerhatikan masalah politik dan sosial ekonomi sebagai strategi dalam perencanaan pendidikan dapat dipahami mengingat bahwa perencanaan pendidikan yang bertentangan dengan kehendak politik dan kurang didukung oleh kekuatan ekonomi yang memadai sering kali mengalami kegagalan. Walaupun kedua hal tersebut tentu bukan hanya satu-satunya masalah yang menentukan, akan tetapi memang masalah politik dan ekonomi tersebut memiliki pengaruh yang tidak kecil terhadap keberlangsungan perencanaan pendidikan. Situasi politik yang memaksakan kehendaknya dan kurang mendukung pada keberlangsungan perekonomian pendidikan akan menjadi hambatan besar yang pada gilirannya tujuan pendidikan pun mengalami kegagalan. Dalam kondisi demikian akan sukar membangun kultur ilmiah dalam perspektif pendidikan walaupun mendesak untuk dikembangkan dalam lembaga pendidikan. Oleh karena itu, aspek strategis dalam perencanaan pendidikan yaitu masalah politik dan sosial ekonomi.
DU
Sedangkan menurut Burhanuddin52 bahwa proses perencanaan sebagai masalah yang harus dipecahkan secara ilmiah dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengetahui hakiki masalah yang dihadapi. 2. Mengumpulkan data. 3. Menganalisis data.
4. Penetapan beberapa alternatif.
5. Memilih alternatif yang terbaik. 6. Melaksanaan alternatif yang terpilih.
52
Burhanuddin, Op. Cit., 186-187.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
65
MM
Y
Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, dalam perencanaan pendidikan perlu mengetahui tujuan yang akan dicapai sehingga akan diketahui masalah hakiki yang dihadapi. Masalah dapat diketahui dengan benar, apabila adanya ketidaksesuaian antara rencana dengan tujuan yang ditetapkan. Tujuan dapat dicapai dengan cara memerhatikan faktor-faktor penghambat dan faktor pendukungnya. Artinya dalam proses perencanaan pendidikan berlangsung penilaian-penilaian terhadap situasi dan kondisi yang sedang dan akan terjadi. Sedangkan langkah-langkah selanjutnya dapat dilakukan secara sistematis sesuai dengan masalahnya tersebut. Menurut Oemar Hamalik53 bahwa proses perencanaan berlangsung secara sistematis melalui langkah-langkah: 1. Melakukan penilaian dan kajian terhadap masa depan bidang politik, ekonomi, kompetisi, dan lingkungan teknologi. 2. Melakukan penilaian terhadap nilai-nilai, minat dan aspirasi para manajer dan peserta untuk jangka panjang (masa datang yang jauh). 3. Menggambarkan secara visual peranan sosial ekonomi yang diinginkan dalam lingkungan organisasi masa depan. 4. Menganalisis sumber-sumber dan kemampuan-kemampuan organisasi sehubungan dengan pelaksanaan peranan yang diinginkan itu.
DU
5. Merancang suatu strategi yang tepat berdasarkan lingkungan masa depan, nilai-nilai dan aspirasi, peranan sosial ekonomi yang diinginkan, dan sumber-sumber ekonomi. 6. Mengembangkan tujuan-tujuan khusus dan rencana yang harus mengarahkan usaha-usaha keseluruhan organisasi tersebut. 7. Menerjemahkan perencanaan luas ini menjadi usaha-usaha fungsional yang lebih rinci yang mendasari penelitian, rancangan dan pengembangan, produksi, distribusi, dan pelayanan. 8. Mengembangkan perencanaan yang lebih rinci dan pengawasan terhadap pendayagunaan sumber-sumber dalam setiap daerah fungsional tersebut yang selalu dikatakan dengan upaya perencanaan keseluruhan.
53
66
Oemar Hamalik, Op. Cit., 39-40.
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
Y
9. Menyediakan suatu sistem komunikasi dan arus informasi agar para peserta dapat berperan serta dalam proses perancangan. 10. Mendesain suatu sistem informasi balikan dan pengawasan untuk menentukan kemajuan dan masalah-masalah dalam kerangka pelaksanaan rencana.
MM
Dengan demikian, proses perencanaan pendidikan tidak lain merupakan gambaran suatu siklus kegiatan yang berlangsung sepanjang waktu dan berjalan berulangkali. Sehingga hampir sukar memisahkan antara awal proses dengan akhir suatu proses perencanaan pendidikan. Dalam kaitan ini, instrumen analisis yang digunakan akan banyak bergantung kepada tingkat proses perngambilan kebijakan dan keputusan.
1. Pengumpulan Data
Perencanaan pendidikan harus bertitik tolak dari landasan yang jelas untuk dapat menentukan arah dan sasaran yang akan dicapai karena itu proses perencanaan pendidikan didahului dengan pengumpulan data dan informasi yang lengkap, akurat, mutakhir dan sesuai dengan keperluan. Misalnya data yang menyangkut sistem pendidikan dikumpulkan sebagai masukan. Misalnya data tentang peserta didik, pendidik, metode, proses belajar-mengajar, sarana prasarana, dan evaluasi pendidikan.
DU
Sebagaimana halnya dalam perencanaan pendidikan perlu memerhatikan aspek internal lembaga pendidikan dan kondisi eksternal di luar sistem pendidikan. Oleh karena itu, pula data yang diperlukan tidak hanya terbatas pada data tentang pendidikan, melainkan data dan informasi penduduk, geografis, lapangan kerja dan sebagainya. Melalui pengumpulan data yang sempurna, maka sistem pendidikan dapat melakukan proyeksiproyeksi perkiraan ke masa depan.
2. Diagnosis
Setelah data dan informasi terkumpul, maka dilakukan analisis-analisis menurut kenyataan-kenyataan sebagai hasil pelaksanaan dalam melakukan diagnosis. Menurut Jusuf Enoch,54 bahwa: “Seseorang perencana yang 54
Jusuf Enoch, Op. Cit., 46.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
67
MM
Y
mendiagnosis keadaan pendidikan yang sedang berlangsung tidak ubahnya seperti seorang dokter yang sedang memeriksa dan mendiagnosis pasiennya ...”. Dengan demikian, dalam proses perencanaan pendidikan perlu memilih cara dan strategi yang sesuai untuk memeriksa keadaan sistem pendidikan dengan menggunakan data informasi yang ada. Penyebab-penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah perlu diidentifikasi secara akurat dan tepat.
Mendiagnosis keadaan sistem pendidikan dapat dilakukan dengan menilai apakah usaha pendidikan yang sedang berlangsung telah memadai, relevan dan meyakinkan untuk berhasil atau tidak. Apakah segala sesuatu yang telah direncanakan itu telah mendukung pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan atau tidak. Atau tegasnya dalam mendiagnosis pendidikan harus menggunakan kriteria-kriteria dan efisiensi.
3. Perumusan Kebijakan
DU
Kebijakan (policy) merupakan suatu pembatasan ruang gerak tentang apa-apa yang akan dijadikan keputusan oleh orang lain. Secara umum kebijakan dipegang oleh para pemegang kebijakan yaitu pemerintahan. Akan tetapi, para perancang juga, berperanan penting dalam memberikan usulan-usulan, masukan dan nasihat-nasihat dalam menunjukkan kepincangan sistem pendidikan untuk peningkatan mutu, relevansi, efektivitas dan efisiensi. Sehingga kebijakan-kebijakan baru dapat dilakukan dengan tujuan untuk memperbarui sistem pendidikan yang tepat. Dalam pengertian tersebut, perumusan kebijakan sebagai alat yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan peserta didik dan masyarakat dalam mengembangkan sistem pendidikan.
4. Perkiraan Kebutuhan Masa Depan Perencanaan pendidikan dilakukan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan peserta didik dan masyarakat. Kebutuhan masa depan masyarakat dapat ditentukan dengan melihat kebutuhan masa sekarang dan masa lampau. Kebijakan yang digariskan dalam pendidikan tidak boleh bertentangan dengan aspirasi dan kebutuhan peserta didik dan masyarakat
68
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
Y
yang semakin mendesak dan semakin penting. Berdasarkan kebijakan yang telah disahkan, perencana pendidikan harus menjabarkannya ke dalam kebutuhan-kebutuhan. Perencanaan harus mampu memprediksi kebutuhan masa depan dalam rangka pembangunan pendidikan sesuai dengan kebijakan yang telah ada.
MM
5. Penetapan Kebutuhan Biaya
Biaya merupakan alat yang penting dalam suatu kegiatan, walaupun bukan seharusnya yang dapat melancarkan kegiatan tersebut. Akan tetapi, sebenarnya tidak ada perbedaan yang prinsip dalam memandang pentingnya biaya. Oleh karena itu, kebutuhan biaya perlu diinventarisir dalam perencanaan pendidikan. Alokasi dana harus dilakukan secara rasional berdasarkan prioritas kebutuhan dalam pendidikan. Dalam mempergunakan biaya dapat ditentukan untuk setiap keperluan dengan memerhatikan fluktuasi keadaan.
6. Penetapan Sasaran
DU
Setelah dapat diperkirakan segala kebutuhan beserta potensi-potensi yang mendukungnya, maka dapat ditetapkan sasaran-sasaran yang perlu dicapai. Sasaran yang dilakukan tentu tidak terlepas dari landasan filosofis dan berorientasi kepada tujuan pendidikan itu sendiri secara hakiki. Penetapan sasaran yang akan dituju, menjadi sangat penting dalam proses perencanaan pendidikan, supaya tidak menyimpang dari hal-hal yang menjadi target semula.
7. Perumusan dan Perincian Rencana Perumusan rencana yang dimaksud di sini tidak lain daripada usaha merumuskan tujuan, kegiatan, dan sasaran yang akan dicapai dalam waktu tertentu, ancar-ancar biaya yang diperlukan untuk mencapai sasaran tadi, unsur pelaksanaan serta jadwal kegiatan.55 Dalam perumusan rencana di atas dapat digambarkan pentingnya perencanaan secara lebih rinci agar sasaran dapat dengan mudah dilakukan proses pencapaiannya. 55
Jusuf Enoch, Op. Cit., 58.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
69
Y
Proses perincian rencana seperti dikemukakkan oleh M. Djumberansyah Indar56 terdiri dari dua langkah pokok, yaitu:
a. Penyusunan Program (programing), yaitu membagi-bagi rencana ke dalam kelompok kegiatan, setiap kegiatan dalam kelompak ini saling menunjang dan menuju kepada pencapaian suatu tujuan yang sama.
MM
b. Identifikasi dan perumusan proyek. Setiap program terdiri dari kegiatan-kegiatan yang dapat dikelompokkan menjadi suatu unit untuk keperluan pelaksanaan atau perhitungan biaya. Proyekproyek dalam satu program merupakan alat dari program dan saling menunjang untuk, mempermudah pencapaian tujuan program tadi.
8. Implementasi rencana
DU
Suatu rencana pendidikan mulai dilaksanakan. Apabila masing-masing proyek sudah bisa dilaksanakan dan relevan dengan kebutuhan ini berarti bahwa keberhasilan perencanaan pendidikan erat kaitannya. dengan pola operasional rencana yang akan disusun. Menurut Jusuf Enoch bahwa suatu pola operasional yang baik harus mempunyai paling sedikit ciri-ciri berikut: Tujuan yang dirumuskan secara (jelas), hasil yang diharapkan harus konkret, sistem dan mekanisme pelaksanaannya jelas.57 Yang perlu ditegaskan di sini bahwa implementasi rencana yang dimaksud adalah perencanaan pendidikan yang telah dilakukan periode sebelumnya. Sebab dalam rumusan perencanaan pendidikan yang disusun sekarang tidak sampai pada tahap implementasi, akan tetapi baru menentukan rencana berbuat. Oleh karena itu, maksud implementasi itu artinya penerapan rencana yang lalu setelah dievaluasi untuk kemudahan dapat dirumuskan kembali perencanaan yang lebih baik.
9. Evaluasi dan Revisi Rencana
Evaluasi rencana dapat membantu kegiatan pengambilan keputusan yang bertujuan untuk mengupayakan supaya pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai dengan rencana. Apabila ada penyimpangan-penyimpangan dapat segera diadakan tindakan korektif. 56 57
70
M. Djumberansyah Indar, Op. Cit., 61. Jusuf Enoch, Op. Cit., 46.
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
Y
Evaluasi juga dilaksanakan sebagai pendukung tahap penyusunan rencana yakni dengan penilaian atas situasi sebelum rencana dimulai. Hasilnya dapat digunakan bagi perbaikan-perbaikan tahap perencanaan berikutnya di samping menjadi umpan balik bagi penyesuaian konsep perencanaan pendidikan yang dirumuskan.
MM
Dengan demikian, penilaian dilakukan dalam keselurusan mata rantai siklus perencanaan pendidikan yang berjalan tanpa berhenti. Perencanaan pendidikan dalam prosesnya menuju tujuan yang terarah dan jelas. Oleh karenanya perencanaan pendidikan sebagai suatu strategi yang mantap perlu memiliki landasan yang mantap pula. Landasan yang sesuai dengan falsafat hidup masyarakat yang terkait dengan perencanaan pendidikan tersebut. Sehingga bangunan konsep perencanaan pendidikan sesuai dengan tujuan, hakiki masyarakat, asas-asas dan keyakinan pandangannya. Perencanaan pendidikan bertugas untuk mewujudkan nilai-nilai suatu pandangan secara operasional dalam kenyataan. Dengan demikian, bahwa perencanaan pendidikan merupakan alat yang amat penting untuk mewujudkan cita-cita dan harapan-harapan masyarakat terhadap sistem pendidikan.
E. Pengorganisasian dalam Pendidikan
DU
Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja ke dalam tugastugas yang lebih kecil, memberikan tugas-tugas itu kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, mengalokasikan sumber daya, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan. Mengorganisir kekuatan sekolah sangat penting, sehingga kelemahan menjadi tertutupi oleh kekuatan yang terorganisir walaupun hanya dimiliki oleh orang per orang. Dalam hal ini perlu seorang pemimpin yang memfungsikan kekuatan tersebut secara organisatoris. Pemimpin pada hakikatnya adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk memengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya. Fungsi memimpin meliputi deskripsi bagaimana agar orang lain melaksanakan tugas dengan menyenangkan. Pekerjaan jika dilaksanakan dengan menyenangkan akan menghasilkan kinerja optimal dan terus-menerus. Hal
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
71
Y
ini sesuai dengan prinsip dalam manajemen mutu terpadu, berkelanjutan. Suatu pekerjaan akan berkelanjutan jika disenangi dengan baik.
MM
Teknik-teknik dalam delegasi wewenang yaitu: berikan delegasi kepada individu yang mau dan mampu melaksanakan tugasnya, berikan petunjuk yang jelas dan dapat dilaksanakan, berikan motivasi, pantau pekerjaan yang didelegasikan, minta umpan balik, dan tunjukkan kepercayaan pada bawahan. Delegasi wewenang akan berjalan dengan baik, bila dipahami bersama antara pemberi dan penerima delegasi. Oleh karena itu, diperlukan pengarahan dan penjelasan. Proses mengarahkan, mengoordinasikan, dan memengaruhi operasional organisasi untuk memperoleh hasil yang diinginkan, serta meningkatkan performa organisasi secara keseluruhan menjadi bagian dalam manajemen.58 Manajemen adalah proses koordinasi yang terus-menerus dilakukan oleh seluruh anggota organisasi untuk menggunakan seluruh sumber daya dalam upaya memenuhi berbagai tugas organisasi yang dilakukan dengan efisien.59
F. Kinerja Pendidikan
DU
Pelaksanaan yang baik diiringi dengan pengarahan dalam meningkatkan kinerja. Pelaksanaan yang baik perlu diukur dengan penilaian. Penilaian ialah penentuan derajat kualitas berdasarkan indikator yang ditetapkan terhadap penyelenggara pekerjaan. Penilaian dilakukan untuk mengevaluasi kinerja organisasi. Setelah individu dalam organisasi diberi tugas, maka setiap tahun dilakukan penilaian kinerjanya untuk melihat prestasi kerja. Penilaian kinerja harus berpedoman pada ukuran-ukuran yang telah disepakati bersama dalam standar kerja.
Karakteristik kinerja tinggi menurut Blanchard yaitu: purpose and values, empowerment, relationship and communication, flexibility, optimal productivity, recognition and appreciation; dan morale.60 Tujuan dan nilai-nilai menjadi ciri kinerja karena tujuan yang jelas dapat menyamakan persepsi, gerak, dan
58 Howard M. Carlisle, Management Essentials, Concepts for Productivity and Innovation, (Chicago: Science Research Associates, 1987), 10. 59 Tony Bush, Theories of Educational Management, (London: Paul Chapman Publishing, 1986), 1. 60 Blanchard, K., Leading at a Higher Level, (New Jersey: Upper Sadle River, Prentice Hall, 2007), 20.
72
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
Y
langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan yang jelas memotivasi tim untuk mencapainya. Tim akan memiliki nilai-nilai bersama. Nilai positif seperti menghargai mutu, nilai kolegial, nilai kerja keras, nilai kejujuran dapat meningkatkan kinerja. Bahkan nilai positif akan mempersatukan dalam bekerja.
MM
Pemberdayaan merupakan sifat yang dimiliki oleh tim yang bekerja tinggi. Segala potensi yang dimiliki anggota tim mendapat pengakuan dan penghargaan. Jika orang diberdayakan, maka ia akan merasa dihargai. Penghargaan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dalam pemberdayaan, setiap tim memiliki peluang untuk berkembang dan berprestasi.
Hubungan dan komunikasi dapat memengaruhi kinerja tinggi karena adanya keterbukaan. Masing-masing tim dapat mengungkapkan perasaan, pikiran, opini, sikap, dan perbuatan-perbuatannya. Mereka akan saling mengisi dan konflik akan dapat diatasi dengan adanya komunikasi terbuka. Banyaknya masalah yang tidak ditemukan jalan keluarnya karena terputusnya komunikasi. Dalam proses komunikasi akan terjadi keterbukaan dalam mengemukakan pikiran dan perasaan yang akan berdampak pada kesiapan untuk bekerja lebih lanjut.
DU
Keluwesan dapat mewujudkan kreasi dan inovasi. Sebaliknya, kaku akan mewujudkan kemandulan. Oleh karena itu, dalam organisasi yang luwes dapat berkembang cepat karena masing-masing anggota memiliki kesempatan untuk mengekspresikan potensinya. Produktivitas yang optimal dapat diwujudkan jika anggota merasa terikat dengan hasil kerja berdasarkan standar mutu yang harus dicapai. Produktivitas merupakan istilah yang mengandung makna positif dalam menghasilkan karya-karya yang diperlukan. Semakin produktif seseorang dan/atau suatu organisasi, maka akan semakin maju. Pengakuan dan apresiasi sangat penting karena prestasi yang dicapai memiliki makna tersendiri setelah ada pengakuan dan apresiasi. Dalam hal ini tidak dilihat besar atau kecilnya prestasi, tetapi hal itu akan terus ditingkatkan jika diakui dan diberikan apresiasi. Banyak pekerjaan kecil yang diakui dan diberikan apresiasi, lama kelamaan menjadi besar, karena pengakuan merupakan bukti satu kesatuan dalam tim yang menimbulkan
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
73
Y
rasa semangat. Semangat yang tinggi akan mendorong pada hasil yang tinggi.
MM
Moral diperlukan dalam suatu pekerjaan, karena dengan moral kerja anggota tim memiliki etos kerja. Etos kerja menjadi bagian penting dalam kinerja, sebab etos kerja bersamaan dengan bekerja ikhlas yang didorong secara internal. Jika etos kerja dipelihara dalam suatu organisasi maka akan tumbuh keberhasilan yang didasarkan pada nilai-nilai keikhlasan. Ikhlas ini menjadi sifat yang tumbuh dalam jiwa yang akan mengarahkan setiap pekerjaan pada proporsinya, tanpa adanya paksaan yang umumnya mengganggu pada tercapainya prestasi suatu organisasi.
G. Pengendalian Sistem dalam Pendidikan
DU
Pengendalian dalam pendidikan sangat penting, karena program yang baik harus dipastikan terlaksana dengan baik yaitu melalui pengendalian. Hal-hal yang dikendalikan mencakup aspek perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian itu sendiri perlu dikendalikan. Lemahnya pengendalian akan menimbulkan penyimpangan antara apa yang telah direncanakan dengan apa telah dilaksanakan. Dalam pengendalian terdapat proses monitoring, evaluasi dan pelaporan untuk menemukan relevansi antara yang seharusnya dengan apa yang sebenarnya. Jika terdapat kesenjangan, maka dilakukan perbaikan guna pencapaian target yang belum tercapai. Jika sudah relevan, maka dilakukan peningkatan mutu berkelanjutan.
Tujuan pengendalian yaitu: pertama, untuk menghindarkan adanya kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, dan pemborosan. Kedua, untuk mencegah terulangnya kembali kesalahan. Ketiga, untuk mendapatkan cara-cara dan prosedur yang lebih baik. Keempat, untuk meningkatkan kinerja lembaga pendidikan.
74
Bab 2 | Teori-teori Manajemen Mutu Pendidikan
MM
Y
3
SISTEM PENDIDIKAN ISLAMI
A. Konsep Pendidikan Islami
DU
Dalam ilmu pengetahuan, konsep itu sangat penting. Dalam konsep terdapat definisi yang menggambarkan ciri-ciri khusus. Konsep pendidikan Islami perlu dijelaskan di sini mengingat masih baru, sebab yang sudah lama umumnya konsep pendidikan Islam. Artinya, pendidikan Islam sangat berbeda dengan pendidikan Islami. Dalam buku ini, saya menggunakan istilah pendidikan Islami.
Pendidikan Islami merupakan “sistem” pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai Islam.1 Teori-teori yang digunakan dalam pendidikan Islami yaitu teori yang disusun berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadis. Al-Qur’an banyak dikembangkan oleh para mufasir dalam berbagai karya tafsir. Al-Hadis juga banyak dikembangkan oleh para ahli hadis. Jadi para ahli tafsir dan ahli hadis dapat dijadikan rujukan dalam menyusun teori pendidikan Islami. Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam; Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan Manusia, (Bandung: Rosdakarya, 2006), 276. 1
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
75
MM
Y
Sedangkan pendidikan Islam merupakan pendidikan agama Islam. Islam nama agama, sehingga pendidikan Islam dalam istilah yang sama yaitu pendidikan agama Islam. Pendidikan Agama Islam dibakukan sebagai nama kegiatan dalam mendidikkan agama Islam.2 Materi yang dibahas dalam PAI yaitu materi-materi pokok ajaran Islam, yaitu akidah, syariah dan akhlak dengan segala cabang-cabangnya. Hal ini menjadi nama mata pelajaran di sekolah maupun nama mata kuliah di perguruan tinggi. Hal ini sejajar dengan pendidikan olah raga, pendidikan fisika, pendidikan biologi, pendidikan ekonomi, pendidikan politik, dan seterusnya. Pendidikan Islami sebagai sistem pendidikan membahas komponenkomponen utama pendidikan, yaitu: 1. tujuan pendidikan,
2. kurikulum pendidikan,
3. proses belajar mengajar,
4. tenaga pendidik-kependidikan, 5. peserta didik, 6. metode,
7. sarana-prasarana, dan
8. evaluasi pembelajaran.
DU
Semua komponen bermuara pada terwujudnya sosok manusia yang diidealkan. Dalam pendidikan Islami, yang diproses adalah manusia. Manusia akan dijadikan apa? Memanusiakan manusia. Dalam pendidikan Islami, manusia dibantu untuk mewujudkan dirinya berdasarkan nilainilai Islam. Pendidikan Islami sebagai sub sistem pendidikan nasional di Indonesia harus memenuhi delapan standar, yaitu: 1. Standar isi,
2. Standar proses,
3. Standar lulusan,
4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan, 2
76
Ibid., 277.
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
6. Standar pembiayaan, 7. Standar sarana prasarana, 8. Standar penilaian.
Y
5. Standar pengelolaan,
MM
Komponen-komponen dalam standar nasional pendidikan tersebut dapat dipakai untuk mewujudkan sosok manusia berdasarkan nilai-nilai Islam. Dalam hal ini dapat diterapkan dalam sistem pendidikan Islami. Mutu pendidikan Islami dapat dikembangkan dengan mengembangkan teori manajemen mutu yang dianut dan diimplementasikan secara berkesinambungan. Pendidikan Islami harus berhasil mengembangkan mutu dengan melakukan penjaminan mutu internal di samping penjaminan mutu eksternal. Namun, umumnya para pengelola pendidikan Islami mendapat kesulitan dalam meraih mutu tertinggi karena tidak mengenali teori-teori manajemen mutu yang cocok untuk mengembangkan mutu pendidikan Islami.
DU
Sistem pendidikan Islami di Indonesia walaupun milik masyarakat Muslim, tetapi menjadi aset bagi pemerintah Indonesia. Ironis jika di negara penduduk mayoritas Muslim, tetapi sistem pendidikan yang dimiliki umat Islam terbelakang. Oleh karena itu, pendidikan Islami menjadi ukuran fundamental kemajuan umat Islam sehingga perlu dikembangkan sistem pendidikan yang benar-benar Islami.
B. Landasan Teori Pendidikan Islami Pendidikan Islami harus memiliki landasan teori yang kuat pada nilai-nilai Islam. Pendidikan Islami harus tegas menolak sekularisasi ilmu. Sebab sekularisasi akan menyebabkan manusia hidup hanya untuk duniawi. Hidup hanya duniawi akan terjebak dalam materiilisme, yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Hidup manusia menjadi hampa, kering makna, dan putus asa. Dalam proses pendidikan yang sekuler sering terjadi hal-hal tersebut. Perkembangan ilmu pengetahuan modern di Barat hanya terjadi atas penggunaan rasio yang menyaring data dari pancaindra, sehingga sangat
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
77
MM
Y
mungkin tidak terkendali dalam menghasilkan ilmu.3 Ilmu menjadi berat sebelah pada rasio yang menganalisis fenomena lahiriah yang materiilistis. Jika ilmu yang diperoleh sudah menafikan hal-hal yang metafisik, menafikan keyakinan, dan menolak yang gaib maka akan jauh dari Tuhan Pencipta yang tampak dan yang tidak tampak pancaindra. Peradaban Barat yang bertolak dari rasionalisme sesungguhnya sudah hancur.4 Pendidikan Islami tidak boleh terpesona oleh pendidikan Barat (pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai Barat/Rasionalisme). Orang Muslim harus menggunakan ilmu yang berdasarkan nilai-nilai Islam. Al-Qur’an dan Al-Hadis harus dijadikan referensi untuk membuat hipotesis atau asumsi ilmu. Watak dari hipotesis/asumsi yaitu tertolak atau diterima. Jika hipotesis/asumsi yang disusun ternyata tertolak dalam pembuktian ilmiah, maka hipotesisnya atau asumsinya keliru; bukan AlQur’an atau Al-Hadis yang tertolak. Sebab Al-Qur’an dan Al-Hadis harus diletakkan sebagai petunjuk yang sudah diyakini kebenarannya. Sedangkan hipotesis/asumsi adalah ijtihad manusia untuk mengimplementasikannya dalam kegiatan pendidikan Islami. Oleh sebab itu, perlu disusun hipotesis/ asumsi yang baru. Demikian seterusnya sehingga ilmu berkembang dalam pendidikan Islami.
DU
Ilmu dalam pendidikan Islami penerapannya pun perlu menggunakan akhlak Islam guna kepentingan keselamatan umat manusia di dunia maupun di akhirat. Praktik yang baik adalah berdasarkan teori yang baik. Demikian juga teori yang baik adalah teori yang dipraktikkan. Pendidikan Islami jangan terjebak oleh pragmatisme. Alasan pragmatis sering kali menabrak nilai-nilai Islam. Pragmatis berbeda dengan praktis. Nilai-nilai Islam pasti praktis, bukan sesuatu yang sulit dipraktikkan. Oleh sebab itu, praktiknya adalah justru untuk mengamalkan nilai-nilai Islam. Pendidikan Islami harus menjadi contoh dalam mengamalkan nilai-nilai Islam dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan di Indonesia harus mendapatkan contoh terbaik dari pendidikan Islami yang menjamin keselamatan manusia di dunia dan di akhirat; yang memadukan penggunaan rasio
AM. Saefuddin, Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi, (Bandung, Mizan, 1993), 35. 4 Fritjof Capra, Titik Balik Peradaban, (penerjemah M. Thoyibi), (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1998), 9. 3
78
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
Y
akal sehat dan keyakinan qalbu sehat; membina jasmani dan rohani; mewujudkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual.
MM
Dalam mengembangkan gagasan pemikiran mengenai niscayanya perumusan teori dalam perspektif Islam, terlebih dahulu perlu memahami Islam sebagai paradigma berpikir. Paradigma berpikir yang benar sangat penting karena pada dasarnya realitas sosial itu dikonstruksi oleh mode of thought atau mode of inquiry tertentu, yang pada gilirannya akan menghasilkan mode of knowing tertentu pula.5 Paradigma dalam pengertian ini berarti suatu konstruksi pengetahuan. Konstruksi pengetahuan itu dibangun dalam Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadis dengan tujuan agar manusia memiliki hikmah yang atas dasar itu dapat dibentuk perilaku yang sejalan dengan nila-nilai ideal Al-Qur’an dan Al-Hadis, baik pada level teoretis maupun praktis. Jadi, di samping memberikan gambaran aksiologis, paradigma Al-Qur’an dan Al-Hadis juga dapat berfungsi untuk memberikan wawasan epistemologis.
DU
Pendekatan untuk memahami Islam salah satunya adalah dengan pendekatan integratif. Pendekatan ini memposisikan bahwa pada dasarnya kandungan Al-Qur’an dan Al-Hadis itu terdiri dari prinsip-prinsip universal. Pada konsep-konsep didapati banyak istilah Al-Qur’an maupun Al-Hadis yang merujuk kepada pengertian-pengertian normatif, doktrindoktrin etik, aturan-aturan legal dan ajaran-ajaran keagamaan. Istilahistilah itu diangkat dari konsep-konsep yang dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu Al-Qur’an diturunkan, atau dapat juga merupakan istilah baru yang dibentuk untuk mendukung adanya konsep-konsep yang ingin diperkenalkan oleh Allah Ta’ala. Istilah-istilah itu kemudian diintegrasikan ke dalam pandangan dunia Al-Qur’an. Konsep-konsep dalam Al-Qur’an yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman yang komprehensif mengenai ajaran Islam, maka perlu disertai dengan kisah-kisah historis dan perumpamaan, sehingga dapat melakukan perenungan dalam rangka mendapatkan petunjuk dan pelajaran. Jika pada bagian norma, konsep, dan petunjuk diperkenalkan dengan pelbagai idealisme tentang apa yang harus dilakukan, maka dalam bagian
5
Kuntowijoyo, Paradigma Islam, (Bandung: Mizan, 1990), 328.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
79
MM
Y
kisah dan perumpamaan diajak untuk mengenal realisme tentang kondisikondisi nyata yang unik tetapi maknanya bersifat universal. Tujuannya agar manusia dapat menarik pelajaran moral dari peristiwa empiris yang terjadi dalam sejarah. Artinya bukan peristiwa sejarahnya yang dipentingkan, tetapi pesan moralnya yang bersifat universal dan abadi. Hal ini, perlu merenungkan pesan-pesan moral dalam rangka mensintesiskan penghayatan dan pengalaman dengan ajaran Al-Qur’an dan Al-Hadis. Inilah pendekatan dalam memahami Islam sebagai landasan yang dapat dikembangkan dalam sistem pendidikan Islami. Dalam pendekatan memahami Islam sebagai landasan pendidikan Islami dapat saja subjektif. Oleh karena itu, masih perlu pendekatan lain yang perlu dipakai untuk mengoperasionalkan konsep-konsep normatif menjadi empiris. Jika sudah menjadi bukti empiris, maka akan bersifat objektif.
DU
Pendekatan lain memposisikan Al-Qur’an dan Al-Hadis sebagai sumber data. Dalam pendekatan ini, ayat-ayat Al-Qur’an sesungguhnya merupakan pernyataan-pernyataan normatif yang harus diterjemahkan pada level yang objektif. Hal itu berarti Al-Qur’an perlu dirumuskan dalam bentuk konstruk-konstruk teoretis yang baru untuk kepentingan operasional manusia. Sebagaimana kegiatan analisis data akan menghasilkan konstruk, maka demikian pula terhadap data-data dari AlQur’an dan Al-Hadis akan menghasilkan konstruk teoretis Islam. Elaborasi terhadap konstruk-konstruk teoretis Islam inilah yang pada gilirannya merupakan kegiatan perumusan teori pendidikan Islami. Informasi Wahyu itu amat penting dalam epistemologi Islam. Hal ini yang membedakan dengan epistemologi Barat yang besar, seperti rasionalisme dan empirisme yang mengakui sumber pengetahuan sebagai hanya berasal dari akal saja atau observasi saja.6 Epistemologi dalam pendidikan Islami yaitu berdasarkan informasi wahyu, akal, qalbu, dan pancaindra. Pernyataan bahwa “apa yang tidak logis adalah tidak real” seperti dalam doktrin Rasionalisme, dan pernyataan “apa yang tidak real adalah 6
80
Ibid., 331.
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
Y
tidak logis” seperti dalam doktrin Empirisme, tampak menjadi terlalu sederhana jika dilihat dari perspektif epistemologi Islam. Menurut epistemologi Islam, unsur petunjuk transendental yang berupa wahyu juga menjadi sumber pengetahuan yang penting.
MM
Konstruk pengetahuan yang menempatkan wahyu sebagai salah satu sumbernya berarti mengakui adanya struktur transendental sebagai referensi untuk menafsirkan realitas. Meskipun Al-Qur’an dapat dianggap sebagai suatu dokumen historis karena hampir setiap pernyataannya mengacu kepada peristiwa-peristiwa aktual sesuai dengan konteks sejarahnya ketika ia diturunkan, tetapi pesan utamanya sesungguhnya bersifat transendental dan melampaui zaman. Untuk keperluan pemahaman ini, diperlukan metodologi yang mampu mengangkat teks Al-Qur’an dan Al-Hadis dari konteksnya. Warisan dan khazanah pemikiran Muslim, dalam hal ini akan membantu dalam memperkaya perspektif. Oleh karena itu, hasil-hasil pemikiran para pemikir Muslim terutama dalam bidang pendidikan Islami, amat berharga dalam rangka merumuskan teori-teori yang dikembangkan.
DU
Pengembangan eksperimen-eksperimen ilmu pengetahuan yang didasarkan pada perspektif Islam, jelas akan memperkaya khazanah ilmu pengetahun umat manusia. Kegiatan ini, bahkan dapat menjadi alternatif bagi munculnya ilmu-ilmu pengetahuan. Jadi, premis-premis ajaran Islam dapat dirumuskan menjadi teori-teori yang empiris dan rasional. Ilmu-ilmu empiris dan rasional yang diwariskan oleh peradaban Barat pun berasal dari paham-paham etik dan filosofis yang bersifat normatif. Dari ide-ide normatif, perumusan ilmu-ilmu dibentuk sampai kepada tingkat yang empiris, dan sering dipakai sebagai basis untuk kebijakan-kebijakan aktual. Perumusan teori yang didasarkan pada perspektif Islam, adalah sebuah ide normatif dan filosofis yang dapat dirumuskan menjadi perspektif teoretis. Ia akan memberikan kerangka bagi pertumbuhan ilmu pengetahuan empiris dan ilmu pengetahuan rasional yang relevan dengan kebutuhan amal saleh masyarakat Muslim, yaitu mengaktualisasikan misinya sebagai khalifah di muka bumi. Islam mewarisi sumbangan ilmu pengetahuan yang dihasilkan untuk kepentingan amal saleh umat manusia.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
81
MM
Y
Sehubungan dengan hal di atas, Allah Swt., menurunkan ajaran Islam kepada Nabi Muhammad Saw., untuk menjadi rahmat li al-‘alamin (rahmat bagi semesta alam); berguna bagi seluruh kehidupan umat manusia. Jika Islam dipandang bukan hanya untuk sebagian umat manusia melainkan untuk keseluruhan umat. Ini artinya bahwa, dalam Islam sudah terkandung eksplanasi (penjelasan) tentang segala sesuatu. Al-Qur’an merupakan sumber rujukan utama yang menempati posisi sentral bagi seluruh disiplin ilmu keislaman. Kitab suci tersebut, di samping menjadi hudan (petunjuk), juga bayyinat min al-huda (penjelasan bagi petunjuk-petunjuk tersebut) serta menjadi furqan (tolok ukur pemisah antara yang benar dan yang salah). Firman Allah Swt., dalam surat Al-Baqarah (2): 185: Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).
DU
Melalui petunjuk dan penjelasan Al-Qur’an tersebut, manusia dapat memahami, memikirkan, dan menafsirkan maknanya untuk kemudian menghimpun ilmu pengetahuan. Selanjutnya, ilmu pengetahuan tersebut diamalkan dalam segala aspek kehidupan. Dengan ilmu pengetahuan yang diamalkan tersebut (ilmu sekaligus amal), maka secara esensial Islam benar-benar akan menjadi rahmat bagi semua umat manusia. Karena sifatnya yang demikian, maka dalam Al-Qur’an tidak ada sesuatu pun yang terlewatkan, bahkan menjadi petunjuk segala sesuatu.7 Firman Allah Swt. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al-Kitab. Selanjutnya firman Allah dalam surat An-Nahl (16): 89: (Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. Sudah merupakan keyakinan yang aksiomatik pada orang-orang Muslim bahwa Agama Islam mendukung ilmu pengetahuan. Keyakinan ini didasarkan kepada adanya berbagai ungkapan Al-Qur’an dan Al-Hadis
7
82
lihat QS Al-An’am (6): 38; QS An-Nahl (16): 89.
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
MM
Y
yang memerintahkan kepada kaum beriman agar berpikir, menggunakan akal dan memerhatikan gejala-gejala dalam kehidupan manusia. Dalam Al-Qur’an bertebaran ayat-ayat yang memerintahkan, mendorong serta membimbing umat Islam, misalnya menggunakan akal, berpikir, bertafakur, bertafakkuh, menggunakan ra’yu, mengadakan penyelidikan, penelitian dan sebagainya.8 Hal tersebut menunjukkan bahwa Islam secara jelas memerintahkan manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan melalui pengembangan teori-teori.
Perintah Nabi Muhammad Saw., dalam banyak Hadis agar kaum beriman menuntut ilmu pengetahuan. Lafadz al-ilma dalam Hadis tentang: ”Tuntutlah ilmu pengetahuan sejak dari buaian sampai ke liang lahad”, bersifat ‘aam, mencakup jenis ilmu pengetahuan, baik itu ilmu yang berkaitan dengan keimanan, hukum, maupun ilmu-ilmu yang berkaitan dengan teknologi, industri, ilmu pengetahuan alam, ilmu logika dan sebagainya.9 Jadi, semua ilmu pengetahuan harus dikembangkan, karena diperlukan dalam kehidupan manusia. Semua ilmu pengetahuan yang didasari oleh iman maka akan menghantarkan seseorang pemilik ilmu kepada derajat kemanusiaan yang lebih mulia. Oleh karena itu, Islam tidak melarang untuk mengambil dan mempelajari ilmu pengetahuan apa pun selama ia tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
DU
Seluruh ilmu pengetahuan yang diterima seorang Muslim haruslah berdasarkan ajaran Islam; baik hal itu yang berkaitan dengan kehidupan pribadi, hubungan antara sesama Muslim, masalah politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan masalah apa pun yang berkaitan dengan kehidupan dunia dan akhirat. Islam sebagai standar penilaian, diterima atau tidaknya suatu ilmu pengetahuan. Selama serasi dan konsisten dapat dilaksanakan dengan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam, maka tidak dilarang untuk mengambilnya. Selanjutnya, ilmu pengetahuan dapat dipelajari dari siapa saja yang telah mempunyai ilmu tersebut. Ilmu pengetahuan yang bersifat
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 109. Abdurrahman Al-Baghdadi, Sistem Pendidikan Islam di Masa Khilafah Islam (terjemahan), (Jawa Timur: al-Izzah, 1996), 47. 8 9
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
83
Y
umum boleh dipelajari tanpa melihat asal (sumber ilmu tersebut), baik itu dari bangsa Barat maupun Timur, dengan syarat tidak menyimpang dari kurikulum dan tujuan pendidikan Islam. Masyarakat Islam adalah masyarakat yang terbuka, bisa menerima pengaruh yang baik dari masyarakat lain.10
MM
Islam dalam kerangka di atas ditempatkan sebagai tolok ukur yang memberikan landasan nilai bagi penggalian dan diskursus-diskursus ilmu pengetahuan apa pun jenis dan bentuknya, termasuk dalam hal ini teori pendidikan Islami. Al-Qur’an merupakan kitab suci berisi tentang pendidikan dan pengajaran secara umum, dan juga pendidikan sosial, moral dan spiritual secara khusus. Islam menganjurkan seorang Muslim untuk memandang bukan hanya kulit luar kandungan Al-Qur’an, tetapi mensistematisasikan ajaran-ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an supaya dapat mengambil pelajaran darinya. Al-Qur’an dan Al-Hadis sebagai petunjuk yang dapat memperkuat kesadaran moral sekaligus meningkatkan kemampuan bertindak sesuai dengan kehendak Allah Swt.
C. Pengembangan Pendidikan Islami
DU
Pengembangan pendidikan Islami adalah proses peningkatan dari kondisi pendidikan Islami saat ini menuju kondisi mutu pendidikan Islami yang lebih sempurna melalui pemikiran dan tindakan terhadap teori manajemen mutu yang dikembangkan. Dalam pengembangan teori dapat dilakukan melalui proses penyempurnaan teori dengan rekayasa ulang atas teori-teori yang telah dibangun. Menurut Ahmad Tafsir bahwa mengembangkan teori dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: merevisi teori, mengganti teori lama dengan teori baru, dan membuat teori.11 Revisi teori artinya merevisi teori yang sudah ada untuk disempurnakan. Dalam revisi teori, tidak semua teori lama dibuang, tetapi diubah untuk disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Jika teori lama diganti semuanya dengan teori baru pasti ada penyebabnya yaitu
Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam (Terjemahan), (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 177-178. 11 Ahmad Tafsir, Epistemologi untuk Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, 1995), 1. 10
84
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
MM
Y
teori lama tidak dapat dipertahankan lagi karena bertentangan dengan hasil-hasil temuan baru, sehingga teori lama tidak mampu menyelesaikan masalah. Jika teori sudah tidak dapat menyelesaikan masalah yang ada, maka teori itu perlu diganti dengan teori baru. Sedangkan membuat teori yaitu menciptakan atau menemukan teori yang sebelumnya tidak ada. Dalam hal ini bukan membuat teori baru tetapi membuat teori; karena sama sekali belum ada sebelumnya.
Semua model pengembangan teori di atas, dapat dilakukan dalam pengembangan teori manajemen mutu pendidikan Islami. Pengembangan manajemen mutu pendidikan Islami berkaitan dengan model manajemen yang dianut oleh pendidikan Islami. Manajemen mutu meletakkan mutu di atas segala-galanya. Mutu perlu dikelola dengan baik, yaitu dengan cara mengembangkan model-model manajemen mutu.
DU
Model merupakan gambaran kognitif yang menunjukkan kerangka ideal sebagai acuan bagi aktivitas-aktivitas lainnya. Model pada umumnya disusun dalam bentuk bagan. Hal ini dapat dipahami untuk memudahkan pemahaman sehingga mudah dijadikan sebagai acuan dalam aktivitas praktis. Namun, tidak berarti model ini merupakan sesuatu yang sempurna. Oleh karena itu, model umumnya mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh si pembuat model. Pembuat model banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal sebagai cita-cita dan obsesi pribadi. Selanjutnya faktor eksternal yaitu perkembangan dunia luar yang menimbulkan inspirasi-inspirasi kognitif sehingga merespon dengan cara menyusun model tertentu. Namun demikian, perpaduan antara faktor internal dan eksternal akan melahirkan entitas tersendiri yang bernilai bagi pengembangan pola pikir yang menghantarkan pada terbentuknya sebuah model yang teruji baik secara teoritik maupun empirik. Hal ini yang disebut dengan validitas teori oleh para pakar dan validitas empirik oleh hasil pengujian empirik dalam kegiatan praktis. Model yang sudah divalidasi tersebut, dapat dijadikan sebagai acuan bersama tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Model hanya dibatasi oleh model-model lainnya sebagai alternatif yang baru. Dengan demikian, model akan meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
85
MM
Y
Model-model yang dirumuskan oleh para ahli pendidikan merupakan representasi kognitif yang akan dijadikan acuan dalam kegiatan praktis kependidikan khususnya dalam pembelajaran. Dalam impelemntasinya, guru dalam pembelajaran dapat memilih salah satu di antara model-model untuk pengembangannya. Khusus berkaitan dengan model pengembangan, diperlukan rumusan yang memiliki landasan kuat secara teoretis sehingga dapat dipertanggungjawabkan sebagai sesuatu yang dapat dijadikan acuan oleh para teoritikus dan praktisi pendidikan. Menurut Winardi, model merupakan satu pendekatan untuk memahami atau mendekati realitas.12 Menurut Neale bahwa model merupakan abstraksi dari real life system (RLS), dan bukanlah yang sebenarnya.13 Pengertian model tersebut adalah abstraksi visual atau konstruksi dari suatu konsep. Dalam pendidikan diartikan bahwa model adalah pola, pendekatan atau konstruksi pemikiran seseorang yang dapat digunakan untuk kepentingan praktis. Dalam bidang evaluasi dijelaskan oleh Laura Desimone bahwa suatu model pengembangan evaluasi yang diwujudkan untuk melakukan perubahan-perubahan meliputi: homeostatic change, incremental change, dan neomobolitic change.14
DU
Lebih lanjut dalam tataran implementasi, Johansson memandu penyusunan model dengan mengemukakan empat kriteria antara lain: kognitif (human concepts) yang diwujudkan dalam penalaran dan persepsi termasuk pembuatan keputusan, normatif (purpose oriented) diwujudkan dalam penggambaran fungsi-fungsi suatu sistem, deskriptif (descriptive models) yang diwujudkan orientasi tingkah laku untuk tujuan saintifik dan teknologikal, fungsional (action and control oriented) yang direalisasikan dalam tindakan nyata dan berorientasi pada pengawasan terhadap fungsi dalam melaksanakan model yang efektif.15
Winardi, Manajemen Perilaku Organisasi, (Bandung: Citra Aditiya Bakti, 1992), 20. I. M. Neale, Modelling Expertise for KBS Development, (London: Great Britain, 1990), 447. 14 Laura Desimone, “How Can Comprehensive School Reform Models be Successfully Implented?”, dalam Jurnal Review of Educational Research, (Vol. 72, No. 3, 2002), 433. 15 Johansson dkk., System Modelling and Identification, (New York: Prentice-Hall International Inc, 1993), 2. 12
13
86
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
MM
Y
R. Clark menjelaskan bahwa dalam pembelajaran ada empat rumpun model, meliputi: information processing, personal, social, dan behavioral yang semuanya bermuara kepada tujuan.16 Oleh karena itu, pertimbangan utama dalam memilih model pengembangan pendidikan Islami adalah tujuan atau sasaran apa yang akan dicapai. Model yang mutlak untuk diberlakukan pada setiap keadaan sulit ditemukan, karena perubahan terus terjadi berkaitan erat dengan sistem dan tuntutan kehidupan. Model yang diterapkan selama bertahun-tahun diyakini memberikan kontribusi terhadap produktivitas kerja, dalam kurun tertentu dapat saja gugur disebabkan tuntutan zaman sudah berubah. Demikian pula pergeseran model pengembangan mutu pendidikan Islami sepertinya harus menyesuaikan diri dengan zaman. Model kebijakan yang dikembangkan oleh Darling Hammond disebut sebagai the top down approach. 17 Menurutnya, untuk dapat mengimplementasikan kebijaksanaan organisasi secara sempurna (perfect implementation) diperlukan sejumlah persyaratan, antara lain: perkecil hambatan eksternal, persediaan waktu yang memadai, perpaduan dan persediaan sumber-sumber, hubungan kausalitas yang andal dengan meminimalkan mata rantai, saling bekerja secara mandiri, pemahaman dan kesepakatan terhadap tujuan, dan loyalitas.
DU
Berbeda dengan model kebijakan yang dikembangkan oleh M. G. Fullan disebut sebagai a model of the policy implementation process yang bertolak dari suatu argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam implementasi dipengaruhi oleh sifat kebijaksanaan.18 Oleh karena itu, sangat dibutuhkan adanya perubahan, kontrol, dan kepatuhan bertindak. Tiga hal tersebut merupakan sarana prosedural untuk mewujudkan efektivitas kebijaksanaan, serta mengarahkan berbagai kegiatan sesuai dengan pedoman kegiatan.
R. Clark, Effective Professional Development Schools: Agenda for Education in a Democracy, (San Francisco: Jossey Bass Publishers, 1999), 13. 17 Darling Hammond, “Policy for Restructuring”, dalam A. Lieberman (Ed), The Work of Restructuring Schools: Building from the Ground Up, (New York: Teachers College Press, 1995), 157-175. 18 M. G. Fullan, “Coordinating top-down and buttom-up Strategies for Educational Reform”, dalam R.J. Anson (ed.), Systemic Reform: Perspectives on Personalizing Education, (Washington DC: Departemen of Education, 1994), 35. 16
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
87
MM
Y
Selanjutnya model kebijaksanaan yang dikembangkan oleh Fuhrman, sebagai a framework for implementation analysis bertolak dari asumsi bahwa model kebijaksanaan tergantung pada hasil analisis tentang suatu variabel.19 Oleh karena itu, dalam model tersebut diperlukan analisis variabel yang akurat sebelum kebijakan diputuskan. Sebab, dalam variabel terkandung variasi nilai dan keragaman pola yang secara potensial dapat dikembangkan secara terpadu.
Untuk sistem pendidikan Islami, pengembangan dapat dilakukan dengan beberapa fase, yaitu: Pertama, mendiagnosis kebutuhan pengembangan. Kebutuhan ini berkaitan erat dengan kebutuhan peserta didik, guru, pemerintah, masyarakat dan kebutuhan kelembagaan. Rencana pengembangan tersebut harus menjawab kebutuhan secara komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan khusus ditandai dengan pengetahuan spesifik dan keahlian tertentu dalam jabatan dan profesi. Potensi yang dimiliki sumber daya manusia menjadi bekal untuk dikembangkan dan semuanya tentu harus diawali dengan diagnosis untuk kepentingan rencana pengembangan dengan fokus pada mutu pendidikan Islami.
DU
Kedua, merancang rencana pengembangan dengan menyusun program pengembangan sebagai pendahuluan. Pada fase ini perlu adanya deskripsi tujuan khusus dan seleksi tujuan berdasarkan dampak yang diharapkan. Agar program dapat berjalan, perlu menentukan pihak-pihak yang turut berpartisipasi, merekrut SDM yang andal. Agar terukur masingmasing kinerja, perlu menyusun deskripsi standar operasional prosedur, menetapkan mekanisme monitoring evaluasi kegiatan secara keseluruhan. Ketiga, melaksanakan program pengembangan yang sesuai dengan rencana dan dukungan berbagai komponen untuk menilai relevansi program yang dipilih dan dilaksanakan pada kesempatan tersebut, serta melakukan koordinasi terutama dalam rangka mewujudkan profesionalisme.
Fuhrman, Designing Coherent Education Policy: Improving the System, (San Francisco: Jossey Bass, 1993), 67. 19
88
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
Y
Keempat, tindakan evaluasi program pengembangan. Arah kegiatan evaluasi melihat kinerja administrasi dan rasionalisasi prosedur yang digunakan selama program pengembangan dilaksanakan. Intinya adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengembangan dilihat dari jalur yang tidak menyimpang dari rencana.
MM
Urgensi pengembangan mutu pendidikan Islami melihat pada kondisi realitas yang berkembang, tidak dapat ditunda-tunda lagi. Ilmu pengetahuan semakin berkembang. Teori manajemen mutu sudah banyak dikembangkan oleh para pakar mulai bidang industri hingga bidang pendidikan dan sosial kemasyarakatan. Pendidikan Islami di Indonesia perlu melakukan internasionalisasi mutu agar sejajar dengan kemajuankemajuan di berbagai belahan dunia. Semua dapat dilakukan terlebih dahulu dengan penguatan kapasitas pendidikan Islami secara internal dengan melakukan penjaminan mutu internal yang konsisten, terencana dan berkelanjutan. Dalam konteks ini untuk pengembangan pendidikan Islami diperlukan sistem manajemen mutu yang memadukan kekuatan internal dengan eksternal, sehingga mampu meraih prestasi terbaik. Jika pendidikan Islami sudah bermutu maka masyarakat pun akan percaya menjadikan pendidikan Islami sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan.
D. Sistem Jaminan Mutu Pendidikan Islami
DU
Sistem jaminan mutu internal pendidikan Islami perlu dikembangkan berkaitan dengan potensi kekuatan yang dimiliki pendidikan Islami yang mengarah pada kebutuhan nyata terhadap mutu secara substansial. Dalam sistem jaminan mutu pendidikan Islami, perlu disusun rencana mutu pengembangan yang menjadi awal rangkaian kegiatan sesuai dengan visi, misi dan tujuan pendidikan Islami secara makro. Kemudian secara mikro melakukan analisis kebutuhan dengan menerapkan pendekatan SWOT untuk menawarkan program yang sesuai kebutuhan. Pendidikan Islami yang memiliki masa depan mampu bersaing sehingga tetap eksis diwujudkan melalui sistem jaminan mutu internal. Perlu disadari oleh komunitas pendidikan Islami bahwa terdapat ciri-ciri program pendidikan yang baik dalam praktik, antara lain high expectation, coherence in learning, integrated education and experience, active learning, ongoing
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
89
MM
Y
practice of learned skill, assessment and prompt feedback, respect for diverse talents.20 Jika dikembangkan aspek-aspek tersebut, bagaimana pendidikan Islami menjadi harapan yang sangat tinggi dari kalangan masyarakat pengguna jasa pendidikan Islami. Lebih dari itu, menjadikan satu-satunya pilihan pendidikan yaitu kepada pendidikan Islami. Dalam hal ini, pendidikan Islami harus mampu bersaing dengan sekolah lainnya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan yang menjadi dasar pengembangan keahlian.
Proses kegiatan yang berjalan di pendidikan Islami memiliki koherensi dengan proses pembelajaran. Jika proses pembelajaran dijadikan komitmen komunitas pendidikan Islami, maka apa pun yang terjadi dan apa pun yang dihadapi dipandang sebagai proses pembelajaran yang baik. Banyak hal yang terjadi di kalangan praktisi pendidikan, meletakkan persoalan hanya sebagai kejadian yang sambil lalu, tidak direfleksi sebagai pembelajaran, sehingga tidak mendapatkan hikmah dan perbaikan di masa-masa depannya. Kecerobohan dalam hal ini menyebabkan praktisi pendidikan terjebak pada masalah yang sama dan berulang dari waktu ke waktu. Berbeda sekali dengan cara pandang pembelajaran, maka kegagalan pun dapat dipadang sebagai proses menuju sukses.
DU
Pengalaman merupakan modal yang berharga dalam pendidikan. Integrasi antara pengalaman dan pendidikan melahirkan kematangan berpikir, bersikap dan bertindak untuk menjadi lebih baik. Demikian pula dalam manajemen mutu pendidikan Islami, dapat memanfaatkan pengalaman yang ada dengan perkembangan teori manajemen pendidikan. Sebagai pendidikan modern, pendidikan Islami perlu menerapkan sistem pembelajaran aktif sebagaimana berkembang di dunia Internasional. Pembelajaran aktif menjadi populer di kalangan pendidikan karena sejalan dengan tuntutan kebutuhan untuk mengaktifkan kedua belah pihak antara pendidik dan peserta didik. Peserta didik dipandang sebagai manusia dinamis yang aktif. Melalui keaktifan tersebut, maka dipandang akan
20 Aspek-aspek yang disebutkan di sini sejalan dengan upaya yang dilakukan oleh National Center for Higher Education Management System (NCHEMS) di Amerika Serikat untuk mengidentifikasi indikator good practice dalam program pendidikan. Lihat G. Stanley, “International Trends in Quality in Higher Education”, dalam Judith Chapman (ed), School Based Decision Making and Management, (London: The Falmers Press, 1997), 47.
90
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
Y
lebih cepat dan mudah memahami apa yang menjadi isi pesan dan materi pembelajaran yang diajarkan seorang pendidik.
MM
Dalam era yang penuh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pendidikan Islami dituntut agar memberikan keterampilan kepada peserta didik bersifat ongoing (berjalan), yang artinya tidak kembali ke masa lalu, melainkan maju ke masa depan. Masa depan perlu ditatap dengan kekuatan prediksi akan terjadi perubahan sehingga ajarkanlah kepada peserta didik dalam pendidikan Islami tentang apa yang akan terjadi di masa depan; berikan keterampilan untuk digunakan di masa depan. Kemampuan membaca masa depan, dapat terjadi jika memiliki cukup bekal pengalaman, sehingga mampu menghubungkan antara masa lalu, masa kini dan masa depan.
DU
Kebutuhan komunitas pendidikan Islami semakin berkembang, oleh karena itu perlu pengukuran kebutuhan dengan melakukan berbagai strategi hubungan timbal balik dari apa yang telah dikerjakan. Kebutuhan sifatnya berkembang sealur dengan perkembangan zaman. Pendidikan Islami perlu memberikan respons terhadap perkembangan kebutuhan tersebut. Dalam hal ini pendidikan Islami menjadi wahana untuk memenuhi kebutuhan pelanggan pendidikan, sehingga mereka menjadi puas. Kepuasan customers menjadi fokus dalam manajemen mutu modern termasuk dalam layanan pendidikan Islami yang tidak terlepas dari adanya stakeholders sebagai customers yang harus dipenuhi kebutuhannya. Komunitas pendidikan Islami perlu menghubungkan antara pelanggan dengan pihak pendidikan Islami sehingga terjadi sinergi yang berkelanjutan. Atas dasar itu semua, pendidikan Islami perlu responsif terhadap pengembangan bakat. Semua komunitas pendidikan Islami baik tenaga pendidik, tenaga kependidikan dan siswa itu sendiri memiliki bakat yang harus dikembangkan. Oleh karena itu, program pengembangan tidak semata-mata karena faktor tuntutan dari pihak eksternal, tetapi secara alami, pihak internal memiliki bakat yang perlu dikembangkan. Hal ini harus direspons dalam lembaga pendidikan Islami masa depan sebagai indikator kemajuan mutu pendidikan Islami.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
91
Y
Sistem penjaminan mutu pendidikan Islami dapat diukur dengan beberapa indikator sebagaimana dijelaskan oleh Thomas C. Powell, misalnya: committed leadership, adoption and communication of TQM, closer customer relationships, benchmarking, increased training, open organization, employe empowerment, zero-defects mentality, process improvement, dan measurement.21
MM
Faktor dominan yang memengaruhi manajemen mutu yaitu kepemimpinan. Kepemimpinan yang diperlukan dalam menerapkan manajemen mutu yaitu komitmen. Komitmen merupakan bukti nyata bahwa apa yang disepakati dan direncanakan bersama, kemudian dilaksanakan sesuai kesepakatan. Oleh karena itu, komitmen kepemimpinan dapat diukur jika perencanaan mutu melibatkan semua pihak komunitas pendidikan Islami. Tidak ada komitmen, jika tidak ada kesepakatan bersama terlebih dahulu. Dalam manajemen mutu terpadu, keterlibatan semua komponen anggota organisasi sifatnya mutlak. Jika dalam pendidikan Islami, mulai kepala sekolah/madrasah, dewan guru, tenaga teknis, peserta didik dan pembuat kebijakan semua harus terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan mutu.
DU
Salah satu framework dalam manajemen mutu pendidikan Islami yaitu total quality management sebagai teori modern yang berkembang secara global. Pendidikan Islami dapat mengadopsi manajemen mutu terpadu yang disosialisasikan kepada seluruh komunitas pendidikan Islami. Kemampuan menerapkan kegiatan tersebut menjadi ukuran manajemen mutu di dalam lembaga pendidikan Islami. Model manajemen mutu terpadu dapat dikembangkan dalam sistem penjaminan mutu internal, sehingga kekuatan yang ada dapat meraih peluang yang ada hingga terbentuk mutu pendidikan Islami dalam konteks persaingan internasional. Agar pendidikan Islami mudah mengukur sejauhmana standar mutu dapat diukur maka diperlukan benchmarking dengan standar mutu tertinggi yang sedang berkembang. Benchmarking pendidikan Islami tidak terbatas 21 Thomas C. Powell, “Total Quality Management As Competitive Advantage. A Review and Empirical Study”, dalam Jurnal, Strategic Management Journal, (John Wiley & Sons Ltd. Final Revision Received 21 February 1995, Volume 16), 15-37.
92
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
Y
pada jenis-jenis pendidikan Islam lain, melainkan dengan sekolah lainnya baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Pendidikan Islami yang tidak memiliki benchmarking maka lembaga tersebut akan sulit mengukur tingkat penjaminan standar mutu. Sebab, pendidikan Islami tidak mungkin lagi asyik terlena dengan mengukur capaian diri sendiri, melainkan perlu diukur dengan perkembangan mutu di luar pendidikan Islami.
MM
Agar pendidikan Islami terus berkembang, maka sumber daya manusia yang berkiprah di dalamnya perlu mendapatkan pelatihan. Pelatihan dilaksanakan bukan hanya pada saat ada program dari pihak eksternal, melainkan inisiatif pihak pendidikan Islami secara internal untuk menyelenggarakan pelatihan. Tentunya pelatihan dapat dimaknai sebagai proses peningkatan kemampuan sumber daya manusia yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah/madrasah sebagai pelatih. Jika kepala sekolah/madrasah belum mampu memberikan pelatihan langsung oleh dirinya, maka dapat melakukan perluasan jaringan dengan memanfaatkan profesi pihak ketiga dalam bentuk kerja sama terprogram.
DU
Dalam konteks era modern, pendidikan Islami sebagai suatu organisasi modern memerlukan sistem terbuka yang transparan baik dalam kebijakan maupun teknis pelaksanaan. Semua pihak perlu mengetahui jenis dan bentuk program apa yang harus dilakukan secara bersamasama. Masalah yang dihadapi oleh pendidikan Islami semakin kompleks, tidak hanya masalah pembelajaran dengan peserta didik, melainkan juga masalah politik yang memengaruhi keberpihakan pada pendidikan Islami agar mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak. Sebagaimana dalam standar nasional pendidikan bahwa setiap unit dan satuan pendidikan, harus mengacu pada norma standar mutu tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Mereka dalam istilah lain disebut pegawai yang harus diberdayakan kemampuannya. Pegawai pendidikan Islami harus diberdayakan sesuai dengan potensi yang dapat dikembangkan masing-masing dalam bentuk pilihan pegawai tersebut untuk memilih bidang apa yang paling diminatinya. Pekerjaan yang dipilih dengan kesadaran akan mempermudah dalam memberdayakannya, berbeda dengan pekerjaan yang dipaksakan, hanya akan dikerjakan karena terpaksa dan hasilnya tidak akan berkembang maksimal.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
93
MM
Y
Mentalitas pegawai tentang zero defects perlu dikembangkan dalam budaya mutu pendidikan Islami. Setiap pekerjaan harus dimulai dari proses awal yang benar. Sebab, jika awal pekerjaan sudah salah maka proses lanjutannya akan salah. Dalam hal ini logis dikatakan bahwa pekerjaan yang berawal dari yang benar pun dapat terjadi penyimpangan dalam proses lanjutannya. Oleh karena dalam prinsip zero defects yang dibutuhkan adalah pekerjaan yang tidak menyimpang baik sejak awal, maupun proses lanjutannya hingga hasil yang dicapai tidak mengalami kesalahan. Sebab, kesalahan akan berakibat pada pemborosan baik waktu, materi maupun tenaga. Kesalahan bertentangan dengan prinsip efektif dan efisien; tidak mungkin terjadi efektivitas dan efisiensi jika yang terjadi adalah kesalahan. Jika program pendidikan Islami dilaksanakan mengandung cacat, maka artinya perlu waktu untuk melaksanakan kembali program tersebut, yang di dalamnya perlu biaya dan tenaga kembali. Hal ini yang disebut pemborosan dalam pendidikan. Demikian juga adanya pengulangan-pengulangan materi pembelajaran termasuk pemborosan, program remidial dan sejenisnya yang bersifat mengulang masuk dalam kategori pemborosan sehingga dapat disebut tidak ada mental zero defects dalam pendidikan Islami tersebut.
DU
Mental zero defects tidak bertentangan dengan prinsip kaizen yang menyatakan bahwa kesempurnaan mutu dapat dicapai secara berproses. Dalam prinsip kaizen perlu dilakukan perbaikan mutu berkelanjutan. Benar, suatu pekerjaan tidak ada yang langsung sempurna, pasti masih ada kekurangan di sana sini. Akan tetapi, prinsip kaizen lebih mengarah pada proses lanjutan untuk menuju kesempurnaan, bukan melakukan pengulangan pada program yang sama. Prinsip perbaikan berkelanjutan artinya dinamis yang mengandung inovasi dan inisiasi. Proses manajemen mutu harus berakhir pada pengukuran mutu, baik pendekatan kuantitatif maupun kualitatif. Pengembangan mutu pendidikan Islami harus terukur tingkat capaiannya. Hasil pengukuran dijadikan sebagai landasan untuk melakukan tindakan-tindakan apakah perbaikan pada aspek tertentu yang belum mencapai standar atau lanjutkan pada standar baru yang lebih tinggi. Pengukuran dapat dilakukan dengan adanya program monitoring dan evaluasi secara berkala. Dalam hal monev
94
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
Y
menjadi bagian yang paling sulit, karena di dalamnya terdapat kegiatan analisis variabel-variabel dan hasilnya akan menjadi informasi dalam pengambilan kebijakan strategis internal pendidikan Islami.
E. Implementasi Perencanaan Pendidikan Islami
MM
Dalam Islam, istilah perencanaan memiliki padanan dengan kata “azam” yang artinya suatu proses mempersiapkan hal-hal yang akan dikerjakan pada waktu yang akan datang dalam mencapai suatu tujuan. Makna dasar kata “azam” yaitu cita-cita untuk mencapai tujuan. Firman Allah Swt. dalam QS Ali-Imran ayat 159, yaitu: Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad (cita-cita) maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang bertawakal kepada-Nya.
Menurut al-Maraghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa hal yang patut dilakukan orang yang berakal ialah mementingkan masa depan, bersiapsiap menghadapinya, dan giat bekerja untuk menyongsong keberhasilan dan kebahagiaan di masa depan.22 Dalam menyongsong keberhasilan di masa depan tidak akan dapat tercapai secara efektif, kecuali melalui perencanaan yang matang, sistematis dan penuh persiapan.
DU
Makna azam yaitu ketetapan hati untuk melakukan suatu perbuatan, atau memutuskan niat untuk melakukan suatu perbuatan. Harun Nasution dalam ensiklopedi Islam Indonesia menyatakan bahwa “azam” berarti cita-cita atau ketetapan hati.23 Cita-cita dalam dimensi filosofis selalu berkaitan erat dengan persiapan di masa depan untuk mencapai tujuan. Dalam Islam pada umumnya menggunakan istilah “niat” untuk menunjuk pada suatu rencana. Akan tetapi, secara kritis dapat dibedakan letak penggunaan dan perbedaan istilah “niat” dengan “azam”, walaupun kedua istilah tersebut hampir tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu untuk kepentingan ilmu secara filosofis dapat dianalisis letak perbedaan antara “niat” dan “azam”. Azam merupakan awal proses
22 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, (Semarang: CV Toha Putra, 1974), 190. 23 Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1993), 143.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
95
MM
Y
dalam memutusksan hal-hal yang akan dikerjakan pada masa depan. Masa depan yang dimaksud yaitu dimulai pada saat ini sampai waktu sesudahnya. Dalam pemahaman ini, azam memiliki jangka waktu tertentu yang berkaitan dengan keputusan-keputusan di masa depan. Oleh karena itu, azam didasari dengan pertimbangan-pertimbangan dan pemikiranpemikiran yang matang. Ketika seorang ber-azam, maka dia tentu sudah mempertimbangkan segala konsekuensinya.
Sedangkan niat itu sendiri melekat dalam perbuatannya. Artinya, pada saat pekerjaan itu dimulai, maka pada saat itu pula kedudukannya niat. Misalnya dalam shalat, niat terletak pada saat dimulainya serangkaian shalat. Dalam hal ini, tidak ada satu perbuatan pun yang tidak dimulai dengan niat, sebab niat itu sendiri melekat dalam perbuatannya. Atas dasar analisis tersebut, maka azam memiliki pengertian yang lebih luas daripada niat. Azam meliputi segala sesuatu yang direncanakan. Azam memiliki keterkaitan waktu tertentu di masa depan. Dalam prosesnya azam merupakan langkah pertama dalam keseluruhan tindakan di masa depan.
DU
Berdasarkan pada analisis tersebut, maka dapat dipertegas bahwa kata azam lebih tepat dipergunakan untuk istilah perencanaan dalam Islam. Suatu perbuatan pada masa depan selalu menuntut diawali terlebih dahulu dengan azam. Artinya suatu perbuatan akan terarah, tersusun, sistematis dan terencana jika didahului dengan azam. Perbuatan yang tidak didasarkan pada azam bukanlah merupakan keputusan yang direncanakan, melainkan perbuatan yang berjalan secara naluri alamiah. Berkaitan dengan hal tersebut, Harun Nasution24 menyatakan secara jelas dan tegas bahwa: “Azam dan perbuatan itu tidak dapat dipisahkan, sebab kalau ini terjadi, maka perbuatan itu bukan merupakan ikhtiar manusia.” Dari kutipan ini yang perlu digarisbawahi yaitu bahwa perbuatan itu bukan merupakan ikhtiar manusia jika tidak melalui proses azam. Jika perbuatan yang dikerjakan terlepas dari azam, maka perbuatan tersebut bukan melalui proses perencanaan. Hal ini, tentu mudah dipahami secara akal sehat (common sense) bahwa azam dalam prosesnya lebih dahulu 24
96
Ibid., 144.
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
Y
daripada niat dalam menetapkan keputusan-keputusan di masa depan. Jadi, segala ikhtiar manusia untuk meraih sukses di masa depan merupakan suatu tindakan yang memerlukan perencanaan.
MM
Selanjutnya, berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Imran ayat 159 di atas, setelah menetapkan perencanaan di masa depan, Islam memerintahkan kaum beriman untuk bertawakal kepada Allah. Bangun konsep perencanaan yang disertai dengan bertawakal kepada Allah merupakan ciri pokok yang sesuai dengan jiwa dan idealitas Islam. Bertawakal merupakan suatu keharusan dalam Islam, sebab tidak cukup untuk menyongsong keberhasilan suatu perencanaan masa depan jika tidak disertai dengan pertolongan Allah Swt. Sebab hambatan-hambatan dan rintangan terkadang tidak dapat diduga sebelumnya. Atas dasar tersebut, maka perencanaan yang dirumuskan dalam pendidikan Islam memiliki keterkaitan erat dengan perintah Allah Swt. yang telah terangkum menjadi prinsip-prinsip pendidikan Islam dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Perencanaan yang disertai bertawakal kepada Allah, tentu bertujuan untuk memberantas dari perencanaan yang bersifat khayali, mistis dan ilusi. Artinya perencanaan yang dirumuskan dalam pendidikan Islam benarbenar hasil pemikiran yang mendalam. Dalam Hadis Nabi, “pikirkanlah masak-masak, kemudian bertawakal”.25
DU
Bertawakal bukan berarti manusia harus melupakan andil darinya, akan tetapi hendaknya seseorang dalam berencana selalu memerhatikan sebab-sebab lahiriah yang dapat menghantarkan ke arah keberhasilan, hanya saja dalam waktu yang sama perlu memerhatikan sebab-sebab yang berkaitan dengan kekuasaan Allah Swt. Dalam hal ini, bertawakal bukan berarti menyerah (lepas andil), melainkan meneliti dan memerhatikan sebab-sebab tertentu bersamaan dengan menerima keterlibatan Allah dalam menentukan kesuksesan rencana. Bahkan perencanaan yang disusun seyogyanya dilakukan untuk memelihara hikmah Illahi. Implikasinya jika rencana sukses tidak menjadi sombong dan jika rencana gagal tidak putus asa, bahkan meneliti kembali sebab-sebab kegagalan rencana tersebut. Dengan demikian, konsep perencanaan dalam pendidikan Islami tidak
25
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Op. Cit., 197.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
97
Y
disandarkan pada perkiraan-perkiraan hampa, melainkan berdasarkan pada hasil pemikiran yang mengakar pada faktor-faktor penyebab keberhasilan.
MM
Pengertian azam di atas tentu bersifat umum dan karena itu dapat diterapkan dalam segala aktivitas orang beriman termasuk dalam dunia pendidikan Islam. Artinya pengertian yang umum tersebut memberikan keterbukaan terhadap perumusan konsep perencanaan pendidikan menurut Islam. Atau pengertian generik tersebut dapat diturunkan ke dalam bidang yang lebih khusus yaitu bidang pendidikan Islam. Sehingga pada gilirannya dapat dilakukan perumusan konsep perencanaan pendidikan Islam di Indonesia.
DU
Dari hasil penelaahan yang seksama, dapat ditemukan kesamaan pendapat di kalangan para ahli (jumhur) bahwa pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berdasarkan Islam. Islam merupakan warna esensi dalam pendidikan. Islam yaitu ajaran yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadis. Jadi dapat dikatakan juga bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadis. Jika Islam merupakan dasar dan landasan keberpijakan dalam pendidikan Islam; landasan segala aktivitas seorang Muslim, maka demikian halnya dalam perencanaan pendidikan Islam yaitu perencanaan pendidikan yang berdasarkan Islam (Al-Qur’an dan Al-Hadis). Artinya rumusan konsep perencanaan pendidikan yang serasi dan konsisten dalam Islam. Perencanaan pendidikan yang bertentangan dengan Islam tidak boleh diterima, dan sebaliknya selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis boleh diterima. Jadi, Islam merupakan standar penilaian terhadap konsep perencanaan pendidikan. Islam mementingkan kesatuan dan keseimbangan antara aspek rasional, spiritual dan aspek materiil. Sealur dengan itu, perencanaan pendidikan dalam Islam menggunakan analisis integralis dalam berbagai aspek tersebut. Bahkan realisasi dari ketiga aspek tersebut merupakan tugas perencanaan pendidikan Islam. Artinya perencanaan pendidikan dalam Islam berkewajiban untuk menyesuaikan sistem pendidikan Islam yang diselenggarakan dengan cita-cita dan kebutuhan masyarakat Muslim yang mampu mengembangkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik; memerhatikan pengembangan aspek akal, hati dan jasmani secara berkualitas tinggi.
98
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
MM
Y
Atas dasar itu, konsep perencanaan pendidikan menurut Islam harus terbina di atas landasan yang mempertimbangkan keseimbangankeseimbangan aspek rasional, spiritual, dan aspek materiil. Atau dengan istilah lain, konsep perencanaan pendidikan yang dirumuskan berkaitan erat dengan prinsip-prinsip dan tujuan Islam yang menteorikan keseimbangan dan kesempurnaan; tidak boleh bertentangan dengan idealitas dan citacita masyarakat Muslim. Sehingga melalui perencanaan pendidikan Islam dapat dicapai kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat kelak. Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa yang membedakan perencanaan pendidikan Islam dengan perencanaan pendidikan pada umumnya yaitu dari segi processing yang disertai tawakal kepada Allah Swt. Dari permulaan proses yang benar sesuai dengan cita-cita Islam tentunya akan mengeluarkan hasil yang benar pula sesuai dengan jiwa dan prinsip-prinsip Islam. Dalam perencanaan pendidikan Islam segala keputusan dilakukan semata-mata untuk memelihara nilai-nilai Islam dan mengagungkan hikmah Illahi melalui sistem pendidikan yang diselenggarakan.
DU
Dalam Islam, perencanaan pendidikan bukan hanya sekadar reaksi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, akan tetapi merupakan antisipasi dan solusi yang berorientasi pada masa depan. Firman Allah Swt. dalam surat Al-Hasyr (59): 18, yaitu:
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri manusia memerhatikan hal-hal apa yang hendak dilakukan bagi hari esok. Dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.26
Ayat ini mengandung anjuran supaya kita senantiasa memerhatikan apa yang berguna bagi kita di masa yang akan datang. Dalam beberapa tafsir, kata ghad diartikan dengan hari kiamat. Tapi juga ada yang mengartikan besok, karena dekatnya, sebab segala yang akan datang adalah dekat. Alhasil, maksud ayat tersebut adalah anjuran supaya orang beriman senantiasa memerhatikan apa yang berguna di masa depan baik 26
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 19.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
99
MM
Y
kehidupan dunia maupun akhirat. Atau dengan kata lain tidak hanya dalam mempersiapkan untuk kehidupan akhirat, melainkan juga persiapan di dunia yaitu melalui perencanaan-perencanaan yang akan bermanfaat. Sebab dalam Islam pada prinsipnya kehidupan akhirat itu akan ditentukan oleh kehidupan di dunia. Akhirat itu hanyalah akibat dari perbuatan di dunia. Oleh karena itu, yang penting dan mendesak untuk diperhatikan adalah persiapan masa depan melalui perencanaan pendidikan Islam yang bermanfaat. Penyelenggaraan pendidikan Islam adalah perbuatan yang bermanfaat. Sebab melalui proses pendidikan Islam dapat mewujudkan manusia yang berjiwa Islami, dan dapat membawa manusia dari kegelapan ke arah terang benderang. Oleh karena itu, berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 18, memerhatikan perencanaan pendidikan Islam adalah diperintahkan kepada kaum beriman. Tujuan perencanaan pendidikan Islam untuk mengantisipasi rencana-rencana yang buruk (dzalim), yang mengandung tipu daya dan sekuler yang menghendaki agar cahaya dan bara nilai-nilai Islam dipadamkan melalui sistem pendidikan yang direncanakan. Oleh karena itu, untuk menghidupkannya kembali cahaya Islam diperlukan ikhtiar kaum beriman melalui perencanaan pendidikan Islam. Kemungkinan tersebut telah diingatkan oleh Allah Swt. dalam surat Ath-Thariq (86): 15-16, yaitu: Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya. Dan akupun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya.27
DU
Ayat ini berkaitan dengan rencana kaum kuffar untuk membujuk dan menipu orang-orang agar menentang Al-Qur’an (Islam) dengan menyebarkan fitnah dan keraguan. Maka untuk mengantisipasinya, Allah Swt. merencanakan balasan tipu daya mereka dengan menerangkan RasulNya dan memuliakan Islam. Dalam surat Ath-Thariq ayat 15 dan 16 tersebut di atas, yang menarik untuk diperhatikan secara seksama yaitu bahwa Allah Swt. menanamkan kebaikan dengan kata kaid, atau kebaikan itu berada dalam bentuk kaid, 27
100
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 1049.
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
MM
Y
padahal menurut Al-Maraghi28 bahwa kata kaid adalah semacam tipu daya. Menurut Al-Maraghi hal itu disebabkan Allah Swt. berbuat kepada mereka apa yang secara lahir bermanfaat bagi kaum kuffar, tetapi Allah Swt. sebenarnya menghendaki rencana itu sebagai bencana. Sehubungan dengan hal tersebut, perencanaan pendidikan Islam dirumuskan dalam upaya menghindari tipu daya yang menjerumuskan kaum Muslim pada kehancuran baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Perencanaan pendidikan Islam tidak hanya menyangkut aspek duniawi sebagaimana dalam pendidikan sekuler, melainkan mementingkan kesatuan dan keseimbangan dunia akhirat secara integral. Islam mementingkan keseimbangan aspek akal, hati dan jasmani. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa konsep perencanaan pendidikan Islam yaitu suatu proses penggunaan analisis integralis dan sistematis terhadap pengembangan sistem pendidikan Islam supaya efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Analisis integralis dalam perencanaan pendidikan Islam meliputi aspek rasional, spiritual, dan materiil.
DU
Islam adalah ajaran agama yang telah ada dan telah menegaskan kebenaran abadi. Kebenaran abadi tersebut bersumber dari Allah dan Rasulnya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kebenaran Islam telah menjadi kenyataan yang aksiomatis di kalangan kaum Muslimin. Keyakinan itu terutama didasarkan pada beberapa ayat Al-Qur’an yang menegaskan tidak ada keraguan di dalam kitab Allah, bahkan Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi orang yang bertakwa. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2): 2, yaitu:
Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.29
Menurut Ziauddin Sardar30 bahwa: “ Firman Tuhan yang diwahyukan ini, merupakan pengejawantahan dari kebenaran, dan dasar bagi jalan hidup Islami.” Jika hal tersebut telah menjadi keyakinan yang teguh, Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Op. Cit., 75. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 8. 30 Ziauddin Sardar, Rekayasa Masa Depan Umat Islam, (Bandung: Mizan, 1996), 29. 28 29
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
101
Y
maka segala aktivitas manusia berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam sebagaimana terangkum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
MM
Al-Qur’an sebagai sumber pedoman hidup umat manusia telah menggelarkan wawasan terhadap masa depan hidup manusia dengan rentangan akal pikirannya yang mendalam dan meluas sampai pada penemuan ilmu dan teknologi yang secanggih-canggihnya. Islam menghantarkan pada suatu jalan hidup masa depan yang menekankan pada kesatuan dan keseimbangan antara aspek materiil, spiritual dan rasional. Realisasi semua aspek tersebut merupakan fungsi dari perencanaan pendidikan Islam. Dalam upaya pencarian prinsip-prinsip perencanaan pendidikan Islam, perlu diketahui terlebih dahulu prinsip-prinsip perencanaan pendidikan yang telah dikemukakan oleh para ahli. Hal ini menjadi penting untuk menilai keberpijakan yang telah digunakan oleh para ahli tersebut. Dan selanjutnya akan dilakukan perumusan terhadap prinsip-prinsip perencanaan pendidikan Islam.
DU
Perencanaan pendidikan harus menunjang pada pencapaian sasaran dan tujuan pendidikan. Dalam proses pencapaian tujuan, perencanaan pendidikan merupakan langkah yang pertama dalam keseluruhan manajemen pendidikan. Selain itu pula perencanaan pendidikan harus melibatkan semua pihak mulai dari yang paling atas, sampai yang paling bawah. Sehingga proses pencapaian tujuan dalam perencanaan pendidikan dapat dilakukan seefisien mungkin dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia. Perencanaan pendidikan merupakan persiapan tindakan untuk masa yang akan datang dalam upaya mencapai tujuan secara efektif dan efisien, oleh karenanya dalam penyusunannya perlu memerhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Perencanaan harus berdasarkan dan disesuaikan dengan ketersediaan sumber-sumber, baik yang telah tersedia maupun yang harus disediakan. 2. Perencanaan harus memerhatikan kondisi dan situasi dalam masyarakat.
102
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
Y
3. Suatu perencanaan hendaknya dilandasi oleh rasa tanggung jawab untuk membina kepentingan lembaga pendidikan dan masyarakat seluruhnya. 4. Dalam proses pelaksanaan program menuntut iklim kerja sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya. 5. Perencanaan harus bersifat komprehensif.
MM
6. Perencanaan pendidikan harus bersifat integral.
7. Perencanaan pendidikan harus memerhatikan aspek kualitatif dan kuantitatif. 8. Perencanaan pendidikan harus bersifat kontinu.
9. Perencanaan pendidikan harus didasarkan efisiensi.
10. Perencanaan pendidikan harus dibantu oleh organisasi administrasi yang efisien dan data yang diandalkan.
DU
Prinsip-prinsip perencanaan pendidikan tersebut di atas, dapat digunakan dalam perencanaan pendidikan Islam. Namun demikian, bukan berarti sudah cukup puas dengan prinsip-prinsip perencanaan pendidikan yang telah ada tersebut. Sebab walau bagaimanapun merasa puas dengan hasil yang ada hanya akan menunjukkan ketidakmampuan dalam menyusun wawasan baru. Sehubungan dengan itu, Islam telah memberikan wawasan dasar terhadap prinsip-prinsip perencanaan pendidikan Islam. Prinsip-prinsip perencanaan pendidikan yang bertolak dari Islam itulah yang lebih meyakinkan pada kebenaran abadi dan kesesuaiannya dengan tujuan Islam secara hakiki. Dengan demikian, dapat dilakukan perumusan kembali beberapa prinsip dalam perencanaan pendidikan Islam, yaitu: 1. Perencanaan pendidikan Islam harus memegang prinsip syumuliyah (menyeluruh). Firman Allah dalam surat Al-Zalzalah (99): 7-8 menegaskan:
31
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarahpun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarahpun, niscaya dia akan melihat balasannya pula.31
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 1087.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
103
Implikasi ayat di atas menunjukkan bahwa perencanaan pendidikan Islam tidak hanya tertuju pada satu aspek saja, melainkan perlu ditinjau secara keseluruhan. Islam memerhatikan keseimbangankeseimbangan antara aspek materiil, spiritual, dan rasional; kebutuhan untuk kehidupan di dunia dan kepentingan untuk kehidupan di akhirat. Demikian pula dalam masalah keseimbangan antara aspek kualitatif dan kuantitatif.
MM
Y
2. Perencanaan pendidikan Islam harus memegang prinsip relevansi. Firman Allah dalam surat Ar-Rum (30): 8, yaitu:
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan....32
Implikasi prinsip relevansi itu bahwa perencanaan pendidikan Islam dalam penerapannya harus sesuai dengan situasi dan kondisi yang melatarbelakanginya. Perencanaan pendidikan Islam seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan kebutuhan, dengan tetap tidak menyimpang dari tujuan Islam. Menurut Islam segala sesuatu pasti berakhir kecuali Allah Swt.
3. Perencanaan pendidikan Islam harus memegang prinsip objektivitas. Firman Allah dalam surat Al-Maidah (5): 8, yaitu: Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.33
DU
Prinsip objektivitas telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. yaitu Nabi Muhammad pernah bersabda: “Andaikata Fatimah binti Muhammad itu mencuri, niscaya aku tidak segan-segan memotong kedua tangannya”. Objektif dalam pengertian ini dilakukan secara benar, jujur, ikhlas, amanah dan taawun. 32 33
104
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 642. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 159.
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
Implikasi dari prinsip objektivitas bahwa perencanaan pendidikan Islam tidak merugikan pada salah satu golongan tertentu sementara hanya menguntungkan golongan yang lain, melainkan dirancang untuk merealisasikan keadilan. Sehingga pemerataan kualitas hasilhasil pendidikan Islam dapat dirasakan oleh keseluruhan masyarakat dan pendidikan Islam benar-benar menjadi rahmat bagi semesta alam.
Y
MM
4. Perencanaan pendidikan Islam harus memegangi prinsip istiqomah (kontinuitas). Firman Allah dalam surat Al-Ahqaaf (46): 13-14, yaitu:
Sesungguhnya orang yang mengatakan “Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka tetap istiqomah, maka tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan mereka tiada pula berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya sebagai balasan atas apa yang mereka kerjakan.34
Implikasi ayat di atas menunjukkan bahwa perencanaan pendidikan Islam dilaksanakan secara maju berkelanjutan. Islam memerintahkan orang beriman, apabila telah selesai mengerjakan suatu pekerjaan, maka kerjakanlah yang lain. Jika hal ini terus-menerus dikerjakan secara istiqomah, maka pada gilirannya akan tiba kesempurnaan suatu tujuan. Dengan prinsip ini keputusan yang diambil akan memiliki daya validitas dan realibilitas. Prinsip istiqomah tentu berkaitan erat dengan prinsip Islam yang mengandung kebenaran abadi.
DU
5. Perencanaan pendidikan Islam harus bersifat efektif dan efisien. Firman Allah dalam surat Al-Israa (17): 26, yaitu:
Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros.35
Kemudian dalam surat Al-Asr (103): 1-3, Allah berfirman:
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat mensehati supaya menetapkan kesabaran.36
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 824. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 428. 36 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 428. 34 35
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
105
Implikasi ayat di atas menunjukkan bahwa perencanaan pendidikan Islam harus memanfaatkan sumber-sumber yang ada secara optimal, baik sumber yang bersifat materiil maupun non materiil. Perencanaan pendidikan Islam harus secara tepat pada sasaran sesuai dengan tingkat keperluannya. Sehingga perencanaan pendidikan Islam terhindar dari perbuatan mubazir (sia-sia) yang merugikan. Dalam perencanaan pendidikan Islam dapat mendayagunakan waktu, tenaga, biaya dan sumber-sumber lain secara tepat dan cermat sehingga hasilnya memadai dan dapat memenuhi harapan.
MM
Y
6. Perencanaan pendidikan Islam harus memegangi prinsip tanggung jawab. Firman Allah dalam surat Al-Israa (17): 36, yaitu:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan diminta pertanggungjawaban.37
Kemudian dalam surat Al-Kahfi (18): 29, Allah berfirman:
Implikasi dari ayat di atas bahwa apa pun yang menjadi keputusan dalam perencanaan pendidikan Islam harus dilandasi dengan penuh rasa tanggung jawab. Segala keputusan diambil pada masa sekarang akan memiliki akibat sebagai konsekuensi logis pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, prinsip tanggung jawab dalam perencanaan pendidikan Islam adalah mutlak.
DU
Dan katakanlah: “Kebenaran itu datang dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman dan barangsiapa yang ingin kafir biarlah ia kafir.38
7. Perencanaan pendidikan Islam harus memegangi prinsip kerja sama. Firman Allah dalam surat Al-Maidah (5): 2, yaitu:
...Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.39
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 429. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 448. 39 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 157. 37 38
106
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
Implikasi dari ayat di atas menunjukkan bahwa dalam perencanaan pendidikan Islam menuntut iklim kerja sama semua pihak yang terkait di dalamnya. Dengan prinsip kerja sama dalam perencanaan pendidikan Islam akan dapat memperkokoh potensi yang bersatu padu; bersumber-sumber yang sederhana dapat menjadi besar sehingga tujuan perencanaan pendidikan Islam relatif mudah untuk diwujudkan.
Y
MM
Prinsip-prinsip yang telah dikemukakan tersebut di atas, perlu diletakkan sebagai kerangka ideal yang menjiwai proses manajemen pendidikan Islam, terutama pada aspek fungsi manajemen sebagai perencanaan. Oleh karena itu, perencanaan pendidikan Islam yang berpegang pada prinsip-prinsip ajaran Islam tersebut merupakan bahan renungan dan pemikiran di kalangan para ahli pendidikan Muslim. Dengan meletakkan prinsip-prinsip perencanaan pendidikan Islam yang kokoh dan konsisten dengan nilai kebenaran mutlak itulah yang lebih meyakinkan untuk suksesnya perencanaan, mencapai kebahagiaan dunia dan juga kebahagiaan akhirat. Sebab dari prinsip-prinsip yang berbeda antara Islam atau sekuler akan menghasilkan keputusan yang berbeda-beda pula sesuai dengan prinsip tersebut.
DU
Berdasarkan analisis historis, didapatkan informasi yang akurat tentang pengalaman penting yang menyangkut pemikiran pendidikan Islam. Pendidikan Islam dalam sepanjang sejarah pernah sukses yang menghantarkan kejayaan Islam dan sekaligus dunia Islam menjadi pusat ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi, kenyataan sejarah tersebut sudah lama menyempit walaupun pada saat yang sama selalu diteorikan bahwa Islam adalah ajaran yang sempurna; meliputi segala sesuatu. Sehingga persoalan yang timbul yaitu terdapatnya ketegangan antara teori pendidikan Islam dengan kenyataan historis umat Islam. Atas dasar itu diperlukan analisis historis kritis untuk menemukan kembali sistem pendidikan Islam yang terencana sesuai dengan situasi dan kondisi yang melatarbelakanginya. Dari hasil penemuan historis yang pernah suskes tersebut, selanjutnya sebagai bahan pertimbangan perencanaan pendidikan Islam di masa depan. Belajar pada sejarah tentu akan bermanfaat dan diperintahkan dalam Islam. Firman Allah dalam surat Yusuf (12): 111, yaitu:
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
107
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan segala petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.40
Y
MM
Sejarah mengandung logika dan mempunyai kemampuan explanatory tentang sesuatu masalah. Selain itu juga kenyataan sejarah dapat memberikan daya prediksi ke masa depan. Berkaitan dengan itu Fuad Hashem41 mengatakan, “sejarah juga mampu memberi petunjuk bagi sikap dan tindakan di masa kini maupun di masa mendatang”.
Dalam sejarah pendidikan Islam terdapat gagasan, ide dan tujuantujuan yang jelas. Hal ini merupakan kebutuhan pokok dalam menentukan sikap dan tindakan para pemerhati pendidikan Islam untuk masa depan. Jalaluddin42 secara tegas mengatakan bahwa: “Melalui pendekatan sejarah diharapkan dapat diketahui bagaimana konsep-konsep pendidikan dari zaman silam, perkembangan pemikiran, faktor-faktor yang memengaruhi perbuatan, serta latar belakang yang mendorong lahirnya konsep-konsep tentang rancangan pendidikan Islam “.
DU
Dalam melihat gambaran perencanaan masa depan, dapat ditentukan oleh gambaran masa lampau dan masa sekarang. “Rencana masa depan memerlukan analisis menyangkut pengalaman masa lampau, dan pelajaran dari masa kini”.43 Dalam pengertian ini bahwa masa depan merupakan fungsi dari masa lampau dan masa kini. Dengan demikian, untuk mengungkap sukses yang pernah dicapai dalam pendidikan Islam, tentu memerlukan analisis historis dan penelitian yang mendalam. Penelitian yang relevan dengan kebutuhan pokok ini berkaitan erat dengan program, lembaga dan sarana yang mendukung pada keberhasilan pendidikan Islam sebagai unsur-unsur penting dalam perencanaan pendidikan Islam. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 336. Fuad Hashem, Sirah Muhammad Rasulullah: Suatu Penafsiran Baru, (Bandung: Mizan, 1996), 17. 42 Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1996), 31. 43 Ziaudin Sardar, Op. Cit., 14. 40
41
108
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
MM
Y
Abdurrahman Al-Baghdadi melakukan suatu pengkajian terhadap program pendidikan Islam, menurutnya yaitu: Program-program pendidikan ini (Islam) harus diwujudkan dalam khalifah Islam, sehingga hanya dikenal satu-satunya sistem pendidikan untuk khalifah Islam yang berdasarkan akidah Islam. Akidah Islam yang mengatur kurikulum pendidikan, menentukan teori, tujuan dan program pendidikan yang dikehendaki oleh khalifah Islam dalam tujuannya mencetak umat yang berkualitas, umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk seluruh manusia, dan umat yang paling kuat dalam peradaban, kebudayaan, pengetahuan, teknologi dan daya ciptanya.44 Berdasarkan hasil penelahan penulis, program-program pendidikan yang dimaksud di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Bahasa yang dipergunakan dalam bahasa pendidikan adalah bahasa Arab. 2. Program pendidikan harus seragam. Tidak diperbolehkan terdapat program apa pun selain program pendidikan yang telah ditetapkan oleh negara. Sekolah swasta harus mengikuti kurikulum pendidikan khalifah dan sekaligus mengikuti teori dan target pendidikan tersebut, dengan syarat bukan sekolah asing.
DU
3. Tsaqafah Islam wajib diajarkan di seluruh tingkat pendidikan, termasuk di dalamnya ilmu kedokteran, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengetahuan lainnya. 4. Dalam pelaksanaan pendidikan, harus terpisah jelas antara ilmuilmu kebudayaan. Ilmu teknik dipelajari tidak terikat oleh jenjang pendidikan. Sedangkan ilmu-ilmu kebudayaan dan pengetahuan umum dipelajari di tingkat dasar sesuai dengan teori pendidikan yang tidak bertentangan dengan konsep dan hukum Islam. Di tingkat atas, ilmu-ilmu kebudayaan diajarkan sebagai pengetahuan umum dengan syarat tidak keluar dari tinjauan pendidikan yang ditetapkan. 5. Ilmu-ilmu kesenian dan keterampilan dapat dimasukkan sebagai ilmu pengetahuan seperti perdagangan, pelayaran, pertanian, planologi dan
44
Abdurrahman Al-Baghdadi, Op. Cit., 39.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
109
Y
lain-lain. Kesemuanya boleh dipelajari tanpa terikat oleh syarat-syarat lain selama tidak bertentangan dengan Islam, misalnya perbankan, asuransi dan lain-lain. 6. Waktu pelajaran untuk ilmu-ilmu Islam dan bahasa Arab setiap minggunya harus disesuaikan dengan waktu pelajaran untuk ilmuilmu umum lainnya baik dari segi jumlah maupun waktu.
MM
7. Ilmu-ilmu terapan seperti teknik dan sejenisnya hendaknya diajarkan dalam bentuk yang mampu mewujudkan tanaga-tenaga ahli di kalangan umat yang dapat menemukan dan menciptakan sesuatu, sehingga dalam waktu yang relatif singkat akan tampak kemajuan dalam bidang industri dan lain sebagainya.
Program-progam pendidikan yang dikemukakan tersebut mungkin menyebabkan keberatan sebagian kalangan. Keberatan tersebut dapat muncul dari suatu pandangan yang mementingkan substansi dari suatu tujuan. Jika suatu proses ingin tercapai dengan baik tentu harus disampaikan dalam bahasa yang dapat dimengerti, yaitu bahasa kaumnya sendiri. Sedangkan bahasa Arab hanya dapat dipahami dengan baik oleh kalangan bangsa Arab, dan ini tepat diterapkan dalam sistem pendidikan yang ada di kawasan Arab, akan tetapi tidak secara otomatis tepat untuk di semua tempat.
DU
Kemudian keberatan dalam program yang disamakan tentu lahir dari suatu anggapan bahwa pendidikan itu harus disesuaikan dengan kebutuhan. Jika kebutuhannya berbeda-beda, berarti program pendidikannya pun harus berbeda. Beberapa alasan tersebut sebenarnya mudah dipahami, akan tetapi yang perlu diperhatikan dalam suatu analisis di sini bahwa dengan penggunaan bahasa Arab dalam bahasa pendidikan memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk memahami Islam itu sendiri. Karena memang ajaran Islam termuat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis dalam bahasa Arab. Sehingga dengan demikian memberikan dorongan yang kuat kepada kaum Muslim untuk belajar bahasa Arab sebagai kunci untuk memahami Islam dari sumber-sumbernya yang asli.
110
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
MM
Y
Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa bukti pentingnya bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di seluruh jenjang pendidikan. Rasulullah dalam surat menyurat dengan raja-raja di luar negeri, Misalnya kepada raja Kisra di Persia, Muqauqis di Mesir, Kaisar Heracleius di Romawi, dan raja-raja lain di sekeliling jazirah Arab. Surat-surat Rasulullah ditulis dalam bahasa Arab, padahal saat itu memungkinkan untuk diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lain. Menurut Al-Baghdadi45 bahwa: “Rasulullah tidak menggunakan bahasa mereka dalam surat-suratnya, padahal mereka bukanlah orang Arab, sedangkan surat-surat beliau saat itu mengajak mereka kepada Islam”. Sedangkan masalah program yang disamakan oleh negara, sebenarnya akan berkaitan erat dengan suatu idealitas dan cita-cita kaum Muslimin untuk memberikan kesempatan pendidikan kepada semua warga negara. Islam memerintahkan untuk menikmati pendidikan kepada semua orang dengan tidak membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lainnya. Semuanya mempunyai kesempatan yang sama. Oleh karena itu, kesempatan pendidikan yang sama akan terwujud dengan cara menyamakan program pendidikan itu sendiri. Artinya semua individu perlu dibekali ilmu pengetahuan yang sama supaya bersama-sama memperoleh derajat yang mulia di sisi Allah Swt.
DU
Tampaknya alasan tersebut dapat diterima, karena memang sukar untuk diingkari. Akan tetapi, program pendidikan yang berkaitan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dapat diterima selama akan bermanfaat bagi pola pengembangan kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, yang terpenting dalam program pendidikan yang diajukan oleh Al-Baghdadi sebenarnya terletak pada asas akidah Islam sebagai satu-satunya asas. Artinya programnya harus berdiri di atas landasan akidah Islam, serasi dan konsisten dengan Al-Qur’an dan Al-Hadis. Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat ditentukan bahwa Islam telah menetapkan akidahnya sebagai satu-satunya asas bagi kehidupan seorang Muslim. Atas dasar akidah Islam inilah diletakkan pula segala aspek mengenai program pendidikan Islam.
45
Abdurrahman Al-Baghdadi, Op. Cit., 40.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
111
MM
Y
Akidah Islam merupakan tujuan pokok yang hendak dicapai dalam pendidikan Islam. Untuk mencapai tujuan tersebut tentu diperlukan program pendidikan Islam yang dapat menghantarkan pada tujuan tersebut. Sehingga antara tujuan dan program pendidikan perlu ada kesesuaian dan kesinambungan. Tujuan yang hendak dicapai berarti harus tergambar dalam program yang ditetapkan, program itulah yang mencerminkan arah dan tujuan yang diinginkan dalam proses kependidikan.
Segi akidah Islam merupakan aspek yang amat penting dan paling mendalam pengaruhnya terhadap segala aspek kehidupan lainnya. Oleh karena itu, tujuan pertama dari pendidikan Islam yaitu membentuk manusia yang beriman kepada Allah. Iman bukanlah kata-kata yang diucapkan atau semboyan yang dibanggakan, melainkan suatu hakikat yang meresap ke dalam akal, menggugah perasaan dan menggerakkan kemauan. Keimanan dalam hati dibuktikan kebenarannya dengan amal perbuatan. Itulah makna iman dalam pendidikan Islam. Sesuai dengan Firman Allah dalam surat AlHujurat (49): 15, yaitu:
Sesungguhnya orang-orang yang sebenarnya beriman hanyalah orangorang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.46
DU
Iman dalam pendidikan Islam bukanlah semata-mata pengetahuan dalam otak dan bukan pula semata-mata perasaan jiwa yang menerawang dalam hati, akan tetapi iman merupakan kesatuan semua itu. Iman tidak menyimpang dari kebenaran, melainkan menumbuhkan kretaivitas yang menyebarkan kebenaran dan kebaikan serta membimbing manusia ke jalan yang benar. Itulah segi akidah Islam yang perlu ditanamkan dalam sistem pendidikan Islam. Jika diteliti lebih mendalam lagi, maka didapatkan informasi bahwa program pendidikan Islam yang meletakkan akidah Islam sebagai asas pokoknya sudah berlangsung sejak Nabi Adam as. Menurut Zuhairini47 46 47
112
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 848. Zuhairini, Op. Cit., 10.
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
MM
Y
bahwa Adam, sebagai manusia pertama dan sekaligus juga Rasul Allah yang pertama, telah merintis dan menancapkan tonggak budaya awal di bidang tarbiyah, ta’lim dan ta’dib langsung dengan petunjuk Allah. Bimbingan Allah berikutnya datang, manakala dalam proses pewarisan budaya dari generasi ke generasi berikutnya mengalami kemacetan dalam perkembangannya, atau menyimpang dari tujuan semula, atau manusia menghadapi situasi kritis yang memerlukan penentuan alternatif yang harus dipilih. Pendapat Zuhairini tersebut tampak jelas dan dapat diterima secara umum karena hal tersebut akan tetap relevan untuk setiap waktu dan tempat. Walaupun bimbingan langsung dari Allah sudah tidak dapat diidentifikasi lagi, akan tetapi wahyu Allah sebagai fungsi bimbingan telah terabadikan dalam Al-Qur’an dan dicontohkan pelaksanaannya oleh Nabi Muhammad Saw. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk menghindari ketetapannya petunjuk-petunjuk Allah dalam proses kependidikan Islam. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2): 38, yaitu:
Kemudian jika datang petunjuk kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.48
DU
Ayat tersebut merupakan jaminan Allah, apabila menetapkan program pendidikan yang sesuai dengan petunjuk-petunjuk-Nya, maka tidak perlu khawatir akan mengalami kegagalan dan kesesatan. Sebab Allah itu Maha Pintar yang serba mengetahui baik yang tampak maupun yang tersembunyi; baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadi. Namun demikian, program yang didasarkan pada petunjuk-petunjuk Allah tersebut dalam pelaksanaannya harus terintegrasi dan berproses bersama pertumbuhan dan perkembangan budaya umat manusia. Sehingga program pendidikan Islam dapat berfungsi dan operasional di lapangan. Oleh karena itu, uraian penjabaran program pendidikan memerlukan ikhtiar manusia secara terencana. Selanjutnya, berdasarkan catatan sejarah pendidikan Islam yang dilaksanakan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah terakhir dan penyempurna ajaran Islam secara konsisten menetapkan tauhid sebagai 48
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 15.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
113
MM
Y
asas yang pokok dalam pendidikannya. Pendidikan Tauhid atau akidah Islam benar-benar menempati prioritas utama dan diupayakan secara sungguh-sungguh agar terpatri dalam jiwa. Setelah akidah mantap dan kokoh, maka program pendidikan selanjutnya yaitu pengajaran AlQur’an. Al-Qur’an merupakan intisari dan sumber pokok dalam program pendidikan yang disampaikan Nabi Muhammad kepada umatnya. Dan itu dilaksanakan selama masa pembinaan pendidikan Islam di Makkah (keimanan dan baca tulis Al-Qur’an). Program pendidikan selanjutnya yaitu masalah-masalah sosial, ekonomi, bahasa, politik, dan teknologi. Program pendidikan lanjutan dilaksanakan setelah umat memiliki akidah yang mantap dan pandai baca tulis Al-Qur’an. Pendidikan sosial, politik dan ekonomi diberikan yaitu ketika hijrah di Madinah. Hal ini karena dalam suasana baru tersebut (Madinah) diperlukan jalinan kemasyarakatan sebagai kunci keberhasilan pembangunan dan dakwah Islam. Dalam hal ini pula disesuaikan dengan kondisi kota Madinah. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa segala program pendidikan apa pun harus terpancar dari sinar akidah Islam yang terhindar dari kesesatan dan patamorgana. Apabila program pendidikan sudah didasarkan pada akidah Islam, maka akan tercipta manusia yang cerdas dan menebarkan rahmat kepada sekalian alam.
DU
Agar program pendidikan yang berlandaskan akidah Islam tersebut aplicable, maka perlu diuraikan ke dalam rencana-rencana program yang berkaitan dengan faktor keberhasilan pendidikan Islam secara nyata. Berikut ini beberapa hal yang perlu di telaah secara seksama sebagai bandingan analisis terhadap sistem pendidikan Islam yang perlu direncanakan. Kurikulum pendidikan Islami perlu direncanakan. Dalam Ensiklopedia pendidikan, “Kurikulum adalah suatu kelompok pelajaran dan pengalaman yang diperoleh si pelajar di bawah bimbingan sekolah”. Dalam pandangan tersebut, kurikulum tidak hanya terbatas pada mata pelajaran atau bidang studi tertentu, melainkan segala aktivitas yang terajdi dalam proses belajar mengajar ( kependidikan). Kurikulum mencakup rancangan tentang pokokpokok pikiran yang terkandung dalam ilmu pengetahuan, serta metode yang digunakan untuk menyampaikan ilmu pengetahuan tersebut.
114
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
MM
Y
Dengan demikian, kurikulum pada hakikatnya amat kompleks yang menyangkut banyak faktor yang terkait di dalamnya. Akan tetapi, pada prinsipnya setiap kurikulum didasarkan pada asas-asas tertentu yang menjadi landasannya. Asas filosofis misalnya, merupakan salah satu asas yang menentukan tujuan umum kurikulum pendidikan. Dengan asas filosofis yang berbeda-beda; religius atau sekuler, demokratis atau otoriter, tentu turut menentukan hasil kurikulum yang berbeda-beda. Oleh karena itu, asas filosofis yang benar dan sesuai dengan falsafah hidup suatu masyarakat akan turut menentukan struktur kurikulum yang terkait di dalamnya. Struktur kurikulum pendidikan terdiri dari beberapa komponen yang sudah lazim dipertimbangkan. Setiap kurikulum memiliki komponenkomponen yang saling berkaitan erat, yaitu : 1. Tujuan
2. Bahan pelajaran
3. Proses belajar mengajar 4. Penilaian
DU
Dengan demikian, jika tujuan pendidikan Islam adalah untuk mengembangkan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik secara seimbang dan terpadu, maka bahan pelajarannya pun harus mendukung pada arah tujuan tersebut. Dalam operasionalisasinya bahwa tujuan umum pendidikan Islam tersebut perlu dianalisis menjadi tujuan yang lebih spesifik, sehingga dapat diterjemahkan ke dalam kegiatan proses belajar mengajar. Tujuan tersebut harus mempunyai isi yang diharapkan akan dikuasai peserta didik sehingga dapat diketahui hingga manakah tujuan dan penguasaan bahan itu dapat dicapai. Jadi, agar tujuan pendidikan Islam memberi ruang untuk dapat diwujudkan, dalam operasionalisasinya perlu direncanakan secara khusus ke dalam bentuk kelakuan yang dapat diamati dan diukur taraf ketercapaiannya. Cara perumusan tujuan yang baik, yaitu: 1. Tujuan itu hendaknya berdimensi proses dan produk. Dimensi proses yaitu menganalisis, menginterpretasi, mengingat dan sebagainya. Sedangkan dimensi produk yaitu hasil yang dicapai dari setiap mata pelajaran.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
115
Y
2. Tujuan yang bersifat umum dan kompleks dispesifikasikan sehingga diperoleh bentuk kelakuan yang dapat diamati. 3. Memberikan petunjuk tentang pengalaman yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
4. Tujuan yang direncanakan dalam pencapaian dalam kurun waktu tertentu yang memerlukan proses yang panjang.
MM
5. Tujuan harus realistis dan dapat diterjemahkan ke dalam pengalaman belajar tertentu.
6. Tujuan itu harus komprehensif menjadi segala aspek yang menyangkut potensi peserta didik. Menurut Islam, kurikulum pendidikan yang diprogramkan harus berdasarkan akidah Islam. Jika akidah Islam sudah menjadi asas yang mendasar bagi segala aktivitas seorang Muslim, maka seluruh ilmu pengetahuan yang diterimanya harus berdasarkan akidah Islam pula, baik ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan urusan kehidupan manusia di dunia maupun urusan kehidupan akhirat. Demikian pula pada metode yang digunakan harus mencerminkan dan berdasar pada akidah Islam. Artinya tidak secara diametral bertentangan dengan petunjuk yang diperintahkan Islam. Bahkan Islam yang memberikan epistemologi dan landasan pokokpokok pikirannya.
DU
Walaupun pada dasarnya tujuan pendidikan Islam yang pokok (ultimate goal) itu tetap sama, namun tidak berarti bahwa kurikulum itu harus tetap. Kurikulum justru harus berkembang sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, kurikulum bersifat progresif, berkembang dan dinamis-konstruktif. Oleh karena itu, dalam kurikulum selalu ada penilaian (evaluasi) dan revisi kurikulum pendidikan Islam. Contoh tentang gambaran di atas digunakan Nabi Muhammad tatkala mengajak manusia masuk Islam. Beliau mengajak mereka memeluk akidah Islam terlebih dahulu, setelah itu, barulah beliau mengajari mereka mengenai hukum-hukum Islam. Contoh lain ketika terjadi gerhana matahari yang bertepatan dengan wafatnya putra beliau, dan orang-orang berkata bahwa gerhana matahari terjadi karena meninggalnya Ibrahim
116
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
Y
(putra Nabi), maka Rasul segera menjelaskan bahwa sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang, akan tetapi keduanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah, dengannya Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya.
MM
Berdasarkan di atas menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Saw. telah menetapkan akidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan umum tentang gerhana matahari. Mungkin itu hanya contoh sederhana dan sebenarnya dapat diperluas dan digunakan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang semakin kompleks. Sealur dengan itu, Al-Ghazali dalam Arifin mengatakan bahwa pendidikan hendaknya ditujukan ke arah mendekatkan diri kepada Allah dan dari sanalah akan diperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat.49 Dalam hal ini, program yang ditujukan dalam kurikulum pendidikan Islam harus menekankan akidah Islam secara melekat dalam setiap masalah ilmu-ilmu pengetahuan umum lainnya.
DU
Namun demikian, hasil anailis kita tentu kurang sependapat jika dianggap hanya akidah Islam satu-satunya sumber ilmu pengetahuan umum. Sebab hal tersebut akan bertentangan dengan kenyataan bahwa banyak ilmu pengetahuan umum yang bermanfaat, akan tetapi datang dari hasil pemikiran rasio murni. Oleh karena itu, yang dimaksud akidah Islam sebagai satu-satunya asas berarti Islam ditempatkan sebagai standar penilaian terhadap ilmu pengetahuan. Ada pun yang bertolak belakang dengan akidah Islam tidak boleh diyakini. Sedangkan yang tidak bertentangan boleh diambil, walaupun dari mana saja asal ilmu pengetahuan tersebut. Inilah sebenarnya yang selalu diteorikan bahwa Islam meliputi segala sesuatu; baik yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum lainnya. Dengan demikian, kurikulum yang dipandang baik untuk mencapai tujuan pokok pendidikan Islam adalah yang bersifat komprehensif-integral; mencakup segala ilmu pengetahuan tanpa memisahkan antara ilmu agama dan ilmu umum; kurikulum yang dapat membina akal, hati dan jasmani sebagai potensi yang dimiliki peserta didik. Hanya masalahnya sekarang 49
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 87.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
117
Y
bagaimana cara menetapkan prioritas ilmu pengetahuan yang perlu ditetapkan dalam kurikulum. Hal itu tentu harus diukur dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan perubahan zaman. Sehingga kurikulum pendidikan Islam bersifat dinamis konstruktif dalam arus proses pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia menuju kesempurnaan.
MM
Jadi pada prinsipnya kurikulum pendidikan Islam yang direncanakan dalam program pendidikan menghendaki keterkaitan yang erat dengan akidah Islam di mana dan kapan pun lembaga pendidikan itu diselenggarakan. Prinsip itu sesuai dengan ketetapan Allah dan Rasulullah. Firman Allah Swt. Dalam surat Al-Qasas (28): 77, yaitu:
Carilah segala apa yang dikaruniakan Allah kepadamu mengenai kehidupan akhirat dan janganlah kamu melupakan bagian kehidupan di dunia dan berbuatlah kebaikan sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.50 Sabda Rasulullah Saw. yaitu:
Barangsiapa yang menginginkan dunia, maka hendaklah dia menguasai ilmunya, barangsiapa menghendaki akhirat, maka hendaklah ia menguasai ilmunya, dan barangsiapa menghendaki keduanya maka hendaklah ia menguasai ilmu keduanya (Al-Hadis).
DU
Berikut ini untuk lebih memahami opersionalisasi bentuk kurikulum dalam pendidikan Islam, yaitu: 1. Ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum secara terpadu Rasulullah Saw. memerintahkan orang beriman untuk menimba ilmu pengetahuan walaupun sampai ke negeri Cina. Perintah tersebut tidak dikhususkan pada ilmu-ilmu tertentu, melainkan segala macam ilmu secara umum. Itu artinya bahwa ilmu apa saja dan dari mana saja asalnya boleh digali selama itu bermanfaat bagi kehidupan orang beriman.
Abdurrahman Al-Baghdadi51 memberikan penjelasan bukti-bukti pentingnya ilmu pengetahuan yang bermanfaat di dunia. Suatu ketika Nabi Saw. pernah mengutus dua orang sahabatnya ke negeri Yaman untuk 50 51
118
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971). Abdurrahman Al-Baghdadi, Op. Cit., 43.
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
MM
Y
mempelajari ilmu teknik pembuatan senjata yang mutakhir, terutama sejenis alat perang yang dinamakan dabbabah. Alat perang tersebut dipelajari karena berguna untuk menerjang pagar atau pertahanan musuh, bahkan sebagai alat perlindungan kaum Muslimin dari serangan musuh. Dalam peristiwa lainnya Rasulullah Saw. mendorong orang beriman untuk membuat dan mengembangkan teknik pembuatan busur panah dan tombak. Beliau berkata: “Dengan ini, dengan busur-busur, tombak, Allah Swt. mengokohkan kekuasaanmu di dalam negeri, dan menolong kalian atas lawan-lawan”. Selain itu Nabi Saw. menganjurkan kaum wanita agar mempelajari ilmu tenun, menulis dan merawat orang-orang sakit (pengobatan). Hal itu dianjurkan karena ilmu pengetahuan tersebut bermanfaat untuk kehidupan orang Muslim.
DU
Contoh-contoh sejarah di atas merupakan bukti pentingnya mempelajari ilmu pengetahuan umum dalam pendidikan Islam selain ilmu keislaman. Selain fakta sejarah juga tentu banyak nash-nash yang mengisyaratkan dibolehkannya mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan secara umum. Sebab secara sadar dapat diterima bahwa ilmu-ilmu pengetahuan tersebut sangat diperlukan dalam kehidupan umat. Atas dasar itu, maka ilmu-ilmu sains (teknik) wajib dipelajari dan harus diprogramkan dalam kurikulum pendidikan Islam tanpa dibatasi dengan syarat apa pun selama tidak bertentangan dengan akidah Islam. Dan atas dasar itu pula, dalam Islam tidak ada pembedaan antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan Agama.
Abdurrahman Al-Baghdadi52 secara tegas mengatakan bahwa tidak ada perbedaan tentang wajib mempelajari ilmu pengetahuan yang diperlukan oleh umat baik yang bersifat umum seperti ilmu kedokteran, teknik, dan engineering, ilmu fisika dan yang sejenisnya, maupun ilmu-ilmu yang berhungan dengan tsaqofah Islam, seperti ilmu-ilmu bahasa, ilmu tafsir, ilmu Hadis dan sejenisnya. Dengan demikian, jika hanya mempelajari ilmu-ilmu Agama semata, maka secara tidak disadari berarti bahwa orang tersebut mengingkari keutamaan Islam. Demikian pula sebaliknya jika hanya mempelajari ilmu-
52
Abdurrahman Al-Baghdadi, Op. Cit., 45.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
119
Y
ilmu sains (teknik), maka termasuk ke dalam orang-orang yang kafir. Jadi kedua-duanya wajib dipelajari dalam pendidikan Islam.
Mengenai ilmu kesenian dan keterampilan dapat dikelompokkan ke dalam ilmu pengetahuan umum dan ini tentu boleh dipelajari. Oleh karenanya harus dimasukkan dalam program kurikulum pendidikan Islam.
MM
Berkaitan dengan itu, dalam sejarahnya Islam mengabadikan ribuan ulama yang memiliki sifat-sifat seorang ilmuwan sempurna; sebagai ulama dan sekaligus ilmuwan. Misalnya Ibnu Rusyd, dia ahli ilmu fiqh juga ahli dalam pemikiran; Al-Kindi seorang tokoh yang mempelajari filsafat, kedokteran, olahraga, syair, ilmu mantik, musik, dan sebagainya; Ibnu Sina pandai Al-Qur’an dan ilmu-ilmu Islam, akan tetapi pada saat yang bersamaan ahli dalam filsafat, ilmu pengetahuan alam, kedokteran, mantik, syair dan matematika, dan masih banyak penulis Islam kaliber yang terkenal dalam sejarah Islam menyangkut cabang ilmu yang dikuasai.
Tujuan pendidikan Islam adalah menghasilkan manusia yang berakal cerdas, memiliki rohani yang berkualitas, serta jasmani yang sehat. Dengan meletakkan seluruh aspek tersebut yang didasarkan pada nilai-nilai Islam, maka hal tersebut akan terwujud dengan cara terpenuhinya akal dengan ilmu pengetahuan Islam dan ilmu pengetahuan umum lainnya. Atas dasar itu, tidak berbeda pentingnya antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu pengetahuan umum.
DU
Pentingnya kedua jenis ilmu yaitu tentang dunia dan tentang akhirat, maka pembagian waktu untuk ilmu-ilmu Islam dan bahasa Arab setiap minggu harus sama banyaknya dalam hal jumlah maupun waktunya dengan ilmu pengetahuan umum. Pembagian waktu dan jumlah pelajaran antara bidang keislaman dengan bidang studi umum secara adil tentu bermaksud agar terciptanya pribadi Muslim yang beilmu, berkerampilan, ahli pikir, ahli memproduksi alat-alat canggih sekaligus pada saat yang sama ahli beribadah yang berkualitas. Mereka itu yang akan benar-benar melaksanakan fungsi sebagai khalifah di muka bumi dan fungsi sebagai hamba yang taat beribadah. Sehingga mampu mengolah kekayaan alam untuk kesejahteraan umat manusia serta bertanggung jawab pada Khaliknya.
120
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
2. Bahasa yang digunakan harus mudah dipahami
Y
Bahasa sebagai alat komunikasi berfungsi untuk menyampaikan pesan ilmu pengetahuan kepada orang lain. Oleh sebab itu, bahasa dalam pendidikan harus mudah dipahami oleh peserta didik. Hal ini secara bertahap mulai dari yang lain sederhana sampai yang paling kompleks.
MM
Misalnya jika guru akan memberikan penguraian tentang apa, tentang peristiwa dan gejala yang dilihatnya yang dianggap benar menurut kenyataan, maka ia harus menggunakan bahasa deskriptif. Bahasa ini yang akan menunjukkan kesesuaian antara dunia realitas dengan tanggapannya yang dituangkan dalam bentuk bahasa yang digunakan. Bila seorang guru akan menjelaskan apa sebab sesuatu itu terjadi, maka penggunaan bahasa deskriptif saja tidak memadai. Oleh karena itu, ia harus meninjau peristiwa secara lebih mendalam agar dapat memahami dan menjelaskannya. Untuk itu perlu menggunakan bahasa explanatory. Dalam hal ini berarti perlu menggunakan istilah-istilah dan disiplin ilmu lainnya, misalnya istilah psikologi dan sebagainya.
Apabila telah memberikan deskripsi tentang peristiwa dan kemudian menjelaskannya, maka selanjutnya dapat menggunakan untuk mengadakan spekulatif. Untuk itu perlu digunakan controlling language. Sehingga pada akhirnya dapat menguraikan, menjelaskan dan meramalkan kemungkinankemungkinannya, dan dapat dipahami duduk persoalan yang sebenarnya.
DU
Namun selain itu, adakalanya bahasa yang digunakan untuk membenarkan suatu tindakan dan untuk memberikan alasan bahwa yang dilakukannya itu memiliki dasar yang sah, maka perlu digunakan legitimating language. Atau sering disebut sebagai rasionalisasi. Penggunaan bahasa lainnya yaitu dalam upaya mencari afiliasi dengan tokoh-tokoh atau disiplin ilmu lainnya, tujuannya agar kajian materi yang disampaikan ada pendukung ilmu-ilmu lainnya atau mengandalkan tokohtokoh di bidang pendidikan secara ilmiah. Dan akhirnya untuk meyakinkan dan memengaruhi ide orang lain, maka digunakan bahasa preskriptif (petunjuk) yang diwarnai nada etis, moral, politik, dan terkadang retorik. Dalam hal ini perencanaan yang baik terhadap sosialisasi penggunaan bahasa sesuai dengan fungsinya dalam lapangan pendidikan Islam
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
121
Y
merupakan tugas dan pemikiran dalam perencanaan pendidikan Islam. Agar kurikulum berjalan secara sistematis, maka dalam perumusannya harus berpijak pada masa lampau dan sekaligus berorientasi pada masa depan dengan harapan dapat membentuk sistem pendidikan Islam yang lebih baik. 3. Pendidikan Islami untuk semua manusia
MM
Rasulullah Saw. telah mengajarkan hukum-hukum Islam kepada kaum Muslimin baik itu laki-laki ataupun wanita, tua maupun muda, tanpa membedakan umur antara anak-anak, remaja, dan orangtua dalam hal pendidikan. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa Rasulullah mengisyaratkan bahwa Islam mendidik kepada semua manusia. Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Oleh karena itu, dalam pendidikan Islam harus mampu dan dapat merealisasikan kewajiban tersebut dalam menuntut ilmu pengetahuan kepada setiap orang.
DU
Untuk dapat mewujudkan hak pendidikan kepada setiap warga negara, maka dalam hal ini semua kalangan tentu turut bertanggung jawab dalam melancarkan proses kependidikan baik orang tua, masyarakat maupun negara. Sehingga dengan demikian bagi orang Islam tidak ada alasan untuk tidak menikmati pendidikan hanya karena tidak ada biaya. Sebab dalam hal ini negara berkewajiban penuh untuk membiayai pendidikan kepada setiap warga negara. Negara wajib menyempurnakan sektor pendidikannya melalui sistem pendidikan bebas biaya bagi seluruh rakyatnya. Ilmu pengetahuan adalah kebutuhan pokok. Oleh karena itu, menjamin kebutuhan pokok rakyat merupakan kewajiban negara. Dengan cara seperti itu, masyarakat Muslim dapat meningkatkan ilmu pengetahuannya dan dapat menjadi manusia-manusia yang bermartabat tinggi dan juga di sisi lain akan dapat meningkatkan martabat bangsanya. Firman Allah Swt. Dalam surat Al-Mujadilah (58): 11, yaitu:
Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.53 53
122
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 910.
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
MM
Y
Sistem pendidikan bebas biaya telah diterapkan oleh Rasulullah Saw. Beliau mendorong kaum Muslimin agar menuntut ilmu pengetahuan dan memberantas buta huruf yaitu pada awal berdirinya pemerintahan Islam di Madinah. Setiap tawanan Perang Badar diharuskan mengajar sepuluh orang kaum Muslimin sebagai tebusannya. Jadi tanpa biaya sepeserpun proses pencarian ilmu pengetahuan masih dapat dilakukan dengan baik. Hal itu tentu dengan syarat semua pihak mempunyai kewajiban yang sama untuk memajukan pendidikan. Akan tetapi bukan berarti selalu tanpa biaya sama sekali, melainkan biaya itu dapat diambil dari harta negara yang merupakan milik bersama atau harta wakaf dan zakat umat Islam yang kaya. Keterangan lain yang menunjukkan sistem pendidikan hak setiap warga negara dan menjadi tanggung jawab negara ialah ijma shahabat yang menggunakan Baitul Maal untuk gaji para pengajar. Diriwyatkan dari Ibnu Abi Syaibah dari Sadaqah Ad-Dimasyqi, dari Al-Wadliah bin Ath; “Bahwasannya ada tiga orang guru di Madinah yang mengajar anak-anak, dan Khalifah Umar bin Khattab memberi gaji lima belas dinar setiap bulan”54.
DU
Di masa Khalifah Islam dahulu, belajar di Perguruan Tinggi tidak dibatasi oleh persyaratan-persyaratan tertentu. Perguruan Tinggi terbuka lebar bagi siapa pun yang hendak belajar dan melanjutkan pendidikannya.55 Lebih lanjut Al-Baghdadi menjelaskan, jika para peserta didik telah menyelesaikan mata pelajaran tertentu, diberikan kepada mereka ijazah yang membuktikan bahwa peserta didik tersebut telah menyelesaikannya di bawah bimbingan guru tersebut. Tujuan diberikannya ijazah tidak lain untuk mengakui kepandaian, ketekunan dan kerajinannya dalam menuntut ilmu. Artinya ijazah diberikan bukan hanya karena telah selesai studi dalam waktu tertentu, melainkan karena telah menguasai sebuah kitab atau beberapa kitab karangan guru tersebut. Dari situ kita dapat melihat bahwa seorang guru telah dapat mengarang sebuah kitab. Hal ini menunjukkan bahwa guru adalah seseorang yang profesional dan ahli dan mampu mengembangkan ilmunya secara produktif. Sehingga akan sangat wajar seorang guru memiliki 54 55
Abdurrahman Al-Baghdadi, Op. Cit., 59. Ibid., 81.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
123
Y
otoritas penuh untuk memberikan ijazah kepada peserta didiknya sebagai penghargaan.
MM
Dalam sepanjang sejarah pendidikan Islam hanya memberikan ijazah bagi seorang peserta didik yang telah menekuni suatu ilmu dan telah tampak penguasaan atas ilmu tersebut. Setelah terlihat penguasaan terhadap ilmu, maka disebarkan pemberitahuan kepada para peserta didik dan dewan guru. Kemudian diselenggarakan suatu sidang yang dihadiri oleh para ulama dan para ilmuwan. Untuk dapat mengukur kecakapan tersebut, tentu tidak dapat diukur hanya melalui ujian tulisan, melainkan dengan cara diskusi dan ujian lisan atau wawancara langsung. Dengan cara diskusi dan wawancara langsung terhadap ilmu yang dikuasainya tentu bukan untuk mengejar gelar saja, melainkan untuk melihat kemampuannya dalam hal mengajar, berijtihad, berfatwa, dan berkreasi. Dari hasil-hasil diskusi dan wawancara oleh para ulama dan para ilmuwan, hanya peserta didik yang telah manguasai dan mampu dalam bidang studi tertentu yang diberikan hak sesuai dengan ijazah yang diperoleh sebagai tanda kecakapan dan keistimewaan. 4. Lembaga Pendidikan Islami yang kokoh
DU
Islam mengenal lembaga pendidikan dalam pengertian yang utuh, dengan tidak hanya terbatas pada sekolah saja, melainkan meliputi segala bentuk yang memengaruhi pola perkembangan kehidupan Muslim. Lembaga Pendidikan Islam dalam sepanjang sejarah dapat menggunakan tempat-tempat di mana saja seperti rumah-rumah, istana-istana, padang pasir (badiah), rumah sakit, toko-toko kitab, dan lain-lain sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam pengertian ini bahwa tempattempat tersebut mempunyai multifungsi dalam pemanfaatannya. Misalnya di Rumah Sakit tidak hanya untuk pelayanan perawatan, melainkan juga untuk pendidikan ilmu kedokteran dan pengembangan ilmu-ilmunya; Masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah ritual, akan tetapi juga digunakan untuk mendiskusikan dan mempelajari ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Sehingga dalam sejarah pendidikan Islam tercatat perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa dan mencapai masa kejayaannya. Lembaga pendidikan Islam mencakup semua tempat yang dapat digunakan proses belajar mengajar. Di masa Kekhalifahan Abbasiyah di
124
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
MM
Y
Baghdad tersebar majlis-majlis ta’lim yang diadakan di rumah-rumah, gedung-gedung pemerintahan, masjid-masjid yang diisi oleh para ulama yang senantiasa mendiskusikan ilmu pengetahuan. Kegiatan tersebut senantiasa diadakan dan dihadiri oleh pejabat-pejabat tinggi negara. Khalifah menyediakan hadiah bagi siapa saja yang menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh, sehingga pada masa itu ilmu pengetahuan mengalami puncak perkembangan yang gemilang.
Demikian pula menurut Zuhairini,56 dkk. bahwa masa kejayaan pendidikan Islam yaitu ditandai dengan berkembang luasnya lembagalembaga pendidikan Islam dan madrasah-madrasah (sekolah-sekolah) formal serta universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan, sekolah-sekolah dan universitasuniversitas tersebut tampak sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola budaya kaum Muslimin. Berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang melalui lembaga pendidikan itu menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai macam budaya kaum Muslimin. Adapun faktor-faktor yang mendorong kaum Muslimin dahulu (pemerintahan) untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan antara lain, yaitu:
DU
a. Pada masa bangsa Turki mulai berpengaruh dalam pemerintahan Bani Abbasiyah dan untuk mempertahankan kedudukan mereka dalam pemerintahan, mereka berusaha untuk menarik hati kaum Muslimin pada umumnya dengan jalan memerhatikan pendidikan dan pengajaran bagi rakyat umum. Mereka berusaha untuk mendirikan sekolah-sekolah di berbagai tempat dan dilengkapi dengan segala sarana dan fasilitas yang diperlukan. Guru-guru digaji secara khusus untuk mengajar di sekolah-sekolah yang mereka dirikan. b. Mereka mendirikan sekolah-sekolah tersebut di samping dengan harapan untuk mendapatkan simpati dari rakyat umum, juga berharap mendapatkan ampunan dan pahala dari Allah. Para pembesar negara pada masa itu dengan kekayaan yang luar biasa banyak hidup dalam 56
Zuhairini, Op. Cit., 88.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
125
Y
kemewahan dan dengan mendirikan sekolah-sekolah berarti mereka telah mewakafkan dengan membelanjakan harta bendanya di jalan Allah.
MM
c. Para pembesar negara dengan kekuasaannya telah berhasil mengumpulkan harta yang banyak. Mereka khawatir harta yang banyak tersebut kalau nantinya tidak bisa diwariskan kepada anakanaknya, karena diambil oleh Sultan. Untuk menghindari hal tersebut mereka mendirikan madrasah-madrasah yang dilengkapi dengan asrama-asrama dan sebagai wakaf keluarga.
d. Di samping itu didirikan madrasah-madrasah ada hubungannya dengan usaha untuk mengembangkan paham-paham keagamaan dari para pembesar negara yang bersangkutan. Dengan demikian, paham keagamaan tersebut akan berkembang di masyarakat melalui pendidikan. Namun demikian, motivasi apa pun yang mendorong kaum Muslimin mendirikan lembaga pendidikan Islam pada saat itu yang jelas bahwa kaum Muslimin telah mendapatkan kesempatan yang luas untuk mengembangkan ilmu pengetahuan melalui pendidikan. Sehingga lembaga pendidikan Islam sebagai cermin masyarakat Muslim telah ikut mendorong dan bertanggung jawab dalam memajukan peradaban Islam; tercipta manusia-manusia yang berkualitas baik ilmu, akhlak maupun iman sebagai cermin akidah Islam.
DU
Menurut Hasan Langgulung57 bahwa: “Lembaga pendidikan Islam itu bukanlah lembaga beku, tetapi fleksibel, berkembang dan menurut kehendak waktu dan tempat”. Akan tetapi, semua usaha perubahan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt., apakah bermanfaat bagi manusia sebagai individu, masyarakat maupun agama. Itulah sebabnya semua usaha untuk menciptakan perubahan lembaga pendidikan Islam perlu dilandasi oleh nilai-nilai yang tetap dan konstruktif yaitu nilai-nilai Islam yang terangkum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Lembaga pendidikan Islam merupakan syarat mutlak dalam suatu masyarakat yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap proses belajar 57
126
Hasan Langgulung, Op. Cit., 111.
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
MM
Y
mengajar peserta didik. Tanggung jawab lembaga pendidikan Islam dalam segala jenisnya adalah berkaitan dengan usaha mensukseskan misi dalam tuntutan hidup seorang Muslim. Sebab lembaga pendidikan Islam yang berkembang dalam masyarakat merupakan cermin idealitas umat Islam dan sekaligus sebagai pendobrak terhadap kejumudan dan keterbelakangan umat Islam itu sendiri. Lembaga pendidikan Islam merupakan dinamisator semangat dan dinamika umat yang terpancar dari sumber idealitas umat Islam yang dianalisis dan dikembangkan oleh lembaga pendidikan tersebut. Sedangkan menurut Muhaimin58 bahwa: “Bentuk lembaga pendidikan Islam apa pun dalam merealisasikan tugasnya harus berpijak pada prinsipprinsip tertentu yang telah disepakati sebelumnya, hingga antara lembaga satu dengan lembaga lainnya tidak terjadi semacam tumpang tindih”. Adapun prinsip-prinsip lembaga pendidikan Islam yang dimaksud adalah: 1. Prinsip pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang membawa manusia pada api neraka.
2. Prinsip pembinaan manusia menjadi hamba-hamba Allah yang memiliki keseimbangan hidup sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat.
DU
3. Prinsip pembentukan pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan yang kaya dengan ilmu pengetahuan serta dapat mendekatkan diri kepada Kholik-nya. 4. Prinsip amar ma’ruf dan nahyi munkar. 5. Prinsip pengembangan daya pikir, daya rasa sehingga tercipta peserta didik yang kreatif dan dapat memfungsikan segala potensi baik yang dimilikinya. Atas dasar uraian di atas, maka yang perlu mendapat penekanan dan perhatian serius adalah masalah konsep perencanaan pendidikan Islam. Sebab perencanaan pendidikan menempati posisi yang amat penting dan menentukan proses perkembangan lembaga kependidikan Islam. Bagaimana rencana yang diprogramkan akan tergambar dalam lembaga
Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), 286. 58
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
127
Y
pendidikan. Atas dasar hal itu perencanaan pendidikan Islam menduduki peranan yang strategis untuk membentuk manusia yang berkualitas di masa depan. 5. Media Pendidikan Islami didukung teknologi mutakhir
MM
Untuk melaksanakan sistem pendidikan Islami yang bermutu perlu dilengkapi media. Media pendidikan yang dimaksud adalah seluruh sarana dan prasarana yang digunakan untuk melaksanakan berbagai program dan kegiatan proses pendidikan. Dalam proses kependidikan harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang dapat mendorong terlaksananya kegiatan tersebut. Dalam proses kependidikan dapat mendayagunakan berbagai macam media pendidikan sesuai dengan kebutuhan. Sehingga kreativitas dan daya cipta yang tinggi dapat diwujudkan sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.
DU
Berkaitan dengan media pendidikan Islam, Abdurrahman AlBaghdadi,59 menyatakan bahwa di masa lalu, media dan sarana pendidikan terbatas pada kitab-kitab, laboratorium, planetarium, perpustakaan, kantor-kantor, sekolah-sekolah, masjid dan universitas. Di masa sekarang media dan sarana pendidikan telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, ditandai dengan munculnya surat kabar dan majalah, penerbitan-penerbitan, pesawat radio, televisi, gedung-gedung film, kaset, video, overhead projektor, komputer dan laboratorium yang canggih, juga hasil-hasil ilmu dan teknologi lainnya yang berkaitan dengan sarana pendidikan. Media pendidikan Islam baik yang berkaitan dengan media cetak maupun media elektronik diperlukan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan Islam. Jika media sebagai penunjang pada kesempurnaan wajibnya mencari ilmu pengetahuan, maka penyediaan media pendidikan tersebut adalah menjadi wajib. Kaidah fiqh menyatakan: “Sesuatu yang menjadi kesempurnaan suatu kewajiban, maka sesuatu tersebut hukumnya wajib pula”. Pada masa kejayaan Khalifah Islam, di berbagai kota besar tersebar perpustakaan-perpustakaan besar yang dibanggakan. Berbagai kitab dan maraji’ yang langka turut melengkapi perpustakaan tersebut. Orang59
128
Abdurrahman Al-Baghdadi, Op. Cit., 103.
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
MM
Y
orang dari berbagai negeri berdatangan ke sana untuk bermukim dan mempelajari kitab-kitab yang tersimpan di sana. Mereka yang bermukim dan mempelajari kitab-kitab yang tersimpan di sana. Mereka mendapatkan tempat tinggal, makanan dan keperluan sehari-hari. Sehingga kaum Muslimin pada masa itu, laki-laki maupun wanita, bersemangat menuntut dan menyebarkan ilmu pengetahuan dan tersebar luas di kalangan kaum Muslimin. Menurut M. Arifin,60 bahwa sarana-sarana lainnya yang bersifat fisik seperti fasilitas peribadatan dan buku-buku bacaan yang bernilai moralreligius dan yang memotivasi perilaku susila dan sopan santun sosial dan nasional, di samping mendorong terciptanya kemampuan kreatif dalam berilmu pengetahuan, dan lain sebagainya, perlu disediakan di dalam semua lingkungan pendidikan secara terencana dalam setiap RIP (Rencana Induk Pengembangan) sekolah dan masyarakat.
DU
Dengan demikian, secara jelas menunjukkan bahwa media pendidikan Islam sangat penting dalam menunjang keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, perlu direncanakan secara sungguh-sungguh. Misalnya masalah perpustakaan-perpustakaan, laboratorium, dan sarana lainnya yang dapat mempermudah siapa saja yang hendak melakukan penelitian dalam berbagai cabang ilmu, sehingga dapat mewujudkan kelompok besar Mujtahid dan para pakar ilmuwan dan teknologi yang memiliki daya cipta di kalangan kaum Muslim. Berdasarkan pada catatan dalam sejarah yang telah diuraikan di atas, maka sekurang- kurangnya dapat dijadikan cermin untuk melangkah lebih maju lagi ke masa depan. Dalam hal ini bukan berarti kita harus kembali lagi ke masa silam dengan menerapkan segala pola dan strategi pendidikan Islam, akan tetapi yang terpenting adalah mengikuti jiwa dan semangat prestasi (sukses) sejarah pendidikan Islam. Hal tersebut tentu mengingat bahwa pada masa depan persoalan akan berbeda dan semakin kompleks. Atas dasar itu, untuk perencanaan di masa depan pendidikan Islam harus lebih mampu lagi menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Sehingga lebih tepatnya lagi, justru pendidikan Islam
M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan: Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 88. 60
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
129
Y
yang mampu merespons perkembangan zaman dengan menanamkan iman dan taqwa (imtaq) dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
Menurut M. Arifin61 dalam perencanaan program pendidikan Islam perlu mengidentifikasi 8 masalah pokok, yaitu:
MM
1. Apakah ajaran Islam memberikan ruang lingkup berpikir kreatif manusia dan sejauh mana ruang lingkup tersebut diberikan kepada manusia. 2. Potensi psikologis apa sajakah yang menjadi sasaran pendidikan Islam terutama dalam kaitannya dengan kreativitas yang berhubungan dengan perkembangan IPTEK.
3. Bagaimanakah sistem dan metode pendidikan yang tepat guna dalam proses kependidikan Islam yang kontekstual dengan IPTEK tersebut. 4. Keterampilan-keterampilan apa sajakah yang diperlukan anak didik dalam mengelola dan memanfaatkan IPTEK modern sehingga dapat mensejahterakan kehidupan umat manusia, khususnya umat Islam. 5. Sampai seberapa jauh peserta didik diharapkan mampu mengendalikan dan menangkal dampak-dampak negatif dari IPTEK terhadap nilainilai etika keagamaan Islam dan nilai-nilai moral yang telah dan yang harus dimapankan dalam kehidupan individu dan sosial.
DU
6. Sebaliknya apakah nilai moral dan sosial keagamaan mampu memberikan dampak positif terhadap kemajuan IPTEK modern tersebut. 7. Kompetensi guru apakah yang harus dimiliki sebagai hasil (produk) lembaga pendidikan profesional keguruan yang dapat diandalkan untuk menghadapi modernitas umat berkat kemajuan IPTEK tersebut. 8. Gagasan-gagasan apa sajakah yang harus dirumuskan kembali dalam perencanaan pendidikan jangka panjang dan pendek yang terkait dengan pengembangan kurikulum nasional yang terkait dengan pendidikan Islam dalam semua jenjangannya.
61
130
Ibid., 49.
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
MM
Y
Masalah-masalah masa depan yang menuntut pemecahan lembaga pendidikan Islam dengan perencanaannya yang matang adalah justru untuk menghidupkan tugas dan fungsi lembaga kependidikan itu sendiri. Lembaga pendidikan Islam selain berlaku selektif dan korektif terhadap ide-ide modernisme, juga ia melakukan penganalisisan yang tajam terhadapnya yang berakhir dengan pengambilan keputusan apakah ide-ide modernisme tersebut seirama dan konsisten dengan prinsip Islam sehingga dapat diterima dan dikembangkan. Dengan demikian, pendidikan Islam tidak hanya bergerak sepanjang sejarah, melainkan pula perlu menyesuaikan mekanisme dan sistem dengan tuntutan masyarakat teknologis dengan segala implikasinya.
Pendidikan Islam dalam menghadapi masa depan adalah sangat tergantung pada dimensi filosofis dari masing-masing institusi kependidikan itu sendiri. Hal tersebut menyangkut hubungan antara sistem pendidikan beserta kelembagaannya dengan cara pandang suatu masyarakat. Misalnya pendidikan manusia komunis, keduanya akan berbeda dengan pendidikan borjuis dan kapitalis dan semuanya akan berbeda dengan pendidikan Muslim. Dalam pendidikan Islam juga akan berbeda antara pendidikan tradisional dengan pendidikan Muslim yang kreatif. Pendidikan Islam dalam masyarakat yang diatur oleh Al-Qur’an dan Al-Hadis berbeda dengan pendidikan Islam dalam masyarakat yang diatur oleh ide-ide jahiliyah dan sekuler.
DU
Pendidikan Islam masa kini dan masa depan dihadapkan pada tantangan yang jauh lebih berat dari tantangan dalam sepanjang sejarah pendidikan Islam. Tantangan tersebut berupa timbulnya aspirasi dan idealitas umat manusia yang serba multi-interest sejalan dengan tuntutan hidup yang semakin kompleks. Oleh karena itu, di masa depan pendidikan Islam beserta kelembagaannya menghadapi masalah kehidupan yang kompleks yang berarti pula kompleksnya hidup kejiwaan umat manusia yang tidak mudah menerima napas Islam. Dengan demikian, efektivitas dan efisiensi pendidikan Islam di masa depan menuntut para pemerhati atau perancang untuk menerapkan berbagai rekadaya dan rekayasa yang disadari oleh akidah Islam dan ditunjang dengan kemampuan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
131
Y
tujuan yang harus dicapai. Sehingga pendidikan Islam benar-benar berada dalam posisi strategis yang mampu mengubah suatu keadaan masyarakat pada keadaan yang lebih baik dan sesuai dengan semua realitas. Orientasi masa depan menjadi penting dengan senantiasa konsisten dengan prinsipprinsip Islam.
MM
F. Pendekatan Perencanaan Pendidikan Islami
Kerangka ideal yang telah ditetapkan menjadi prinsip-prinsip perencanaan pendidikan Islam dalam operasionalisasinya memerlukan suatu pendekatan tertentu. Sebab hanya dengan menggunakan pendekatan tertentu itu yang mampu mencapai efisiensi dan efektivitas pencapaian suatu tujuan. Dengan suatu pendekatan yang tepat akan memberikan ruang gerak yang mewarnai arah sasaran suatu keputusan dan tindakan yang benar.
DU
Karena perencanaan pendidikan Islam berkaitan dengan suatu keputusan yang akan dikerjakan pada masa yang akan datang, maka dalam pendekatannya perlu mengarah pada proses pembentukan alternatifalternatif di masa depan. Alternatif-alternatif pada masa depan itu dapat diproyeksikan melalui perkembangan kebutuhan masyarakat Muslim sepanjang waktu. Atas dasar itu, perencanaan pendidikan Islam dapat bertolak dari suatu asas kebutuhan perkembangan anak didik yang sejalan dengan kebutuhan masyarakat luas. Alasan tersebut tentu mengingat bahwa sistem pendidikan Islam beserta kelembagaannya sering kali harus mengalami perubahan, inovatif dan peka terhadap sosial kemasyarakatan. Dalam hal ini, penulis mencoba menganalisis suatu pendekatan yang telah dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Analisis ini akan berkaitan dengan kebutuhan perencanaan pendidikan Islam itu sendiri yang tentunya ada sisi perbedaan cara pandang dan pertimbangan logis lainnya. Dari cara pandang yang berbeda ini akan menghasilkan suatu keputusan yang berbeda pula sesuai dengan cara pendekatan yang dilakukan.
Menurut Muhaimin 62 mengutip pendapat Harold G. Shane bahwa: “perencanaan pendidikan (harus) melihat masa depan dengan memerhatikan tiga ciri pokok masyarakat mendatang, yaitu masa depan 62
132
Muhaimin, Op. Cit., 308.
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
MM
Y
sosio, masa depan tekno, dan masa depan bio dengan segala implikasi dan segala dampaknya terhadap jiwa manusia”. Masa depan sosio mengandung fenomena penyebaran alternatif struktur rumah tangga yang lamban, hubungan seksual dan moralitas sosial baru, serta reinterpretasi tentang peranan agama dalam masyarakat. Masa depan tekno mengandung fenomena terjadinya perubahan penggunaan terhadap hasil-hasil teknologi tinggi. Dan masa depan bio secara prinsipil ditandai dengan makin meningkatnya diskusi tentang pemakaian teknik modifikasi behavioral dan genetika. Dalam pandangan tersebut bahwa semua itu tentunya akan memiliki implikasi dan dampak terhadap nilai-nilai Islam.
Sedangkan menurut Yusuf Enoch63 bahwa: “perencanaan pendidikan dalam rangka mempersiapkan alternatif-alternatif pemecahan masalah guna memenuhi kebutuhan pendidikan secara realistis harus berpedoman kepada tujuan-tujuan yang telah ditetapkan secara jelas dan terinci”. Berbagai tujuan pendidikan Islam yang telah ditetapkan akan turut menentukan pola pendekatan perencanaan pendidikannya. Jika tujuan pendidikan Islam yang ditetapkan adalah untuk mengembangkan aspek akal, hati dan jasmani, maka berarti bahwa perencanaan pendidikan Islam mengarah pada proses pembentukan aspek-aspek tersebut secara optimal.
DU
Atas dasar pemikiran tersebut, perencanaan pendidikan Islam perlu memusatkan pendekatan lewat pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang hakikat pendidikan Islam hubungannya dengan kedudukan kehidupan manusia menurut Islam. Pendidikan Islam tidak hanya dirancang untuk mampu menerjemahkan keadaan masyarakat Muslim untuk masyarakat itu sendiri, melainkan juga pendidikan Islam secara kelembagaan perlu membawa perubahan ke masa depan yang lebih baik, program-programnya yang merupakan refleksi terhadap kondisi internal maupun eksternal lembaga kependidikan Islam. Oleh karena itu, pendekatan perencanaan pendidikan Islam bersifat proaktif dalam perubahan sosial dan segala aspek yang memengaruhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat.
Yusuf Enoch, Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 84.
63
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
133
Y
Apabila dilakukan analisis kritis terhadap pendekatan perencanaan pendidikan (umum) yang telah dirumuskan oleh para ahli pendidikan, maka didapatkan bahwa pendekatan-pendekatan tersebut cenderung bersifat keuntungan materiil semata sebagai ukurannya. Pendekatan perencanaan pendidikan yaitu pendekatan social demand, pendekatan manpower dan pendekatan rate of return.
MM
Oleh karena itu, dalam perencanaan pendidikan Islam yang mementingkan kesatuan dan keseimbangan aspek materiil, spiritual dan rasional, memerlukan pendekatan integralis yang tidak hanya mempertimbangkan aspek materiil semata. Pendekatan yang demikian berpangkal pada pengertian bahwa dalam proses kehidupan, manusia menempati kedudukan yang terhormat secara sosio ekonomi dan menempati derajat tinggi secara rasional dan spiritual di sisi Tuhan sebagai hamba yang taat beribadah. Dengan demikian, perencanaan pendidikan Islam hendaklah memerlukan pendekatan normatif deduktif yang bersumber pada sistem nilai yang mutlak yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pendekatan deskriptif induktif yang dapat memenuhi aspirasi kebutuhan umat dalam proses perubahan sosial. Atas dasar itu, pendekatan dalam perencanaan pendidikan Islam yang dapat dipertimbangkan yaitu:
1. Pendekatan Sosio-Kultural
DU
Pendekatan ini di dasarkan pada tujuan untuk memenuhi tuntutan seluruh individu terhadap pendidikan Islam. Pendidikan Islam beserta kelembagaannya didesak untuk memobilisasikan segala fasilitas dan lembaga-lembaga pendidikan untuk menampung seluruh masyarakat yang ingin menerima pendidikan. Pendekatan sosial ini menurut A.W. Guruge sebagaimana dikutip oleh M. Djumberansyah Indar64 adalah pendekatan tradisional, yaitu: “The tradisional approach to education all develoment by providing institutions and facilities to meet pressures of admission and make allovance, for the free exercise of students and parents preferences”. Bila pendekatan sosial ini digunakan, maka perencanaan pendidikan harus dapat memperkirakan kebutuhan pada masa yang akan datang dengan
M. Djumberansyah Indar, Perencanaan Pendidikan: Strategi dan Implementasi, (Surabaya: Abditama, 1995), 30. 64
134
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
Y
menganalisis: pertumbuhan penduduk, partisipasi masyarakat dalam pendidikan, arus peserta didik dari waktu ke waktu dan keinginan setiap individu tentang jenis pendidikan.
MM
Pendekatan sosial dalam perencanaan pendidikan sebagaimana dimaksud cenderung akan menghasilkan tamatan yang sebenarnya kurang diperlukan, dan justru akan kekurangan jenis tamatan yang dibutuhkan. Kesimpulan dari hasil analisis tersebut sebenarnya kurang tepat jika diterapkan dalam perencanaan pendidikan Islam. Sebab dalam Islam hasilhasil pendidikan tidak hanya diukur dari sisi materiil ekonomi semata, akan tetapi ada ukuran lain yang lebih besar manfaatnya bagi kehidupan dunia maupun akhirat. Misalnya melalui proses kependidikan manusia dapat menimba ilmu pengetahuan yang dapat menghantarkannya kepada derajat takwa, akhlakul karimah. Hal ini tentu tidak kecil manfaat dan pengaruhnya terhadap sikap mental manusia sebagai kunci sukses dalam meraih kebahagiaan di dunia maupun kemenangan di akhirat kelak. Oleh karena itu, yang lebih penting melalui pendekatan sosial adalah bahwa setiap individu dapat menikmati pendidikan secara adil dan merata yang dapat menghantarkan pada derajat takwa di sisi Allah Swt. Alhasil, bahwa pendekatan sosial dalam perencanaan pendidikan Islam adalah tepat digunakan.
DU
Melalui proses pendidikan Islam secara adil dan merata, maka secara kolektif masyarakat Muslim dapat memiliki daya mental disiplin hidup untuk dinamis. Mampu meraih peradaban tinggi dan pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Proses pembentukan budaya disiplin dan cinta ilmu pengetahuan pada gilirannya akan terwujud melalui proses pendidikan yang panjang, dan ini merupakan kunci sukses kesajahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Sesuai dengan hal tersebut, Firman Allah dalam surat Ali-Imran (3): 110, yaitu:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.65
65
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 94.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
135
2. Pendekatan Manpower
Y
Pendekatan manpower bertujuan untuk mengarahkan kegiatan pendidikan kepada persiapan tenaga kerja yang terampil. Dalam pendekatan ini perencanaan pendidikan Islam dituntut untuk melaksanakan pendidikan sedemikian rupa sehingga menjamin bahwa setiap individu dengan segala kemampuannya menjadi tenaga kerja yang produktif.
MM
Dalam Islam, aspek kebutuhan terhadap materiil ekonomi perlu diperhatikan dan untuk mendapatkannya tentu melalui bekerja yang profesional. Pendekatan manpower berkaitan dengan kebutuhan jasmaniah manusia yang dapat selesai dengan melalui pemenuhan materi. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2): 186, yaitu: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah mengikuti langkah-langkah syetan; karena syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu.66 Selanjutnya firman Allah Swt. dalam surat Al-Kahfi (18): 77, yaitu:
Maka keduanya berjalan hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka khidir menegakkan dinding itu. Musa berkata: “jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.67
DU
3. Pendekatan Efisiensi Investasi
Pendekatan ini bertujuan untuk menghindarkan investasi yang tidak memberikan hasil yang sepadan. Kegiatan pendidikan yang tidak produktif dapat direduksi melalui proses pendekatan efisiensi investasi ini. Dalam pendekatan ini perlu dipertimbangkan penentuan besarnya investasi dalam pendidikan Islam sesuai dengan hasil yang akan diperoleh. Walaupun hasil-hasil dalam pendidikan Islam tidak hanya diukur dengan bentuk materi (uang) melainkan pula dengan kualitas mental sebagai pribadi Muslim yang tangguh. 66 67
136
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 41. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 455.
Bab 3 | Sistem Pendidikan Islami
Y
Pendekatan ini selalu memiliki alternatif yang menghasilkan lebih banyak keuntungan daripada biaya yang dikeluarkan. Artinya pembiayaan pendidikan yang dikeluarkan terkonsentrasi pada bidang-bidang yang lebih urgen dan dapat menghindari dari pembiayaan yang kurang berguna. Dengan, demikian terdapat hubungan timbal balik antara hasil yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan sesuai tingkat pendidikan Islam.
MM
Ketiga pendekatan di atas, merupakan pendekatan yang sudah mapan digunakan dalam perencanaan pendidikan. Pendekatan itu sudah populer di kalangan para ahli pendidikan (umum). Akan tetapi, dalam analisis perencanaan pendidikan Islam masih perlu ditemukan suatu pendekatan yang signifikan dengan strategi pendidikan Islam itu sendiri. Misalnya bertujuan untuk melestarikan nilai-nilai agama Islam melalui lembaga pendidikan Islam diperlukan pendekatan religius. Kegiatan pendidikan yang bertentangan atau membuka peluang untuk melanggar prinsip-prinsip agama Islam dapat ditiadakan melalui pendekatan ini. Bahkan dalam pendekatan religius, justru proses pendidikan yang diselenggarakan akan dapat menumbuhkan kesadaran akan nilai-nilai kebenaran dalam menganut keberagaman. Dalam pendekatan ini yang perlu dipertimbangkan yaitu: nilai-nilai, moral, etika dan sikap peserta didik dan masyarakat dalam memahami keyakinan hidup beragama dan dalam cara memaknai kebenaran nilai-nilai agama.
DU
Selanjutnya bahwa perencanaan pendidikan Islam dalam penerapannya bukan tanpa risiko, terutama dilihat dari segi perubahan sosial yang bersumberkan dari kegiatan politik. Atas dasar itu, perencanaan pendidikan Islam perlu menggunakan pendekatan politik. Pendekatan ini bertujuan untuk mendapatkan jaminan secara politis bahwa pendidikan Islam yang direncanakan itu dapat diwujudkan. Dengan demikian, pendekatan perencanaan pendidikan Islami yang dapat dipertimbangkan jika diurut kembali, yaitu: a. Pendekatan religius
b. Pendekatan manpower (sumber daya manusia) c. Pendekatan efisiensi investmen (ekonomi) d. Pendekatan politik, dan
e. Pendekatan sosio kultural.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
137
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
MM
Y
4
SISTEM PENJAMINAN MUTU DALAM PENDIDIKAN ISLAMI
DU
Landasan teori manajemen mutu pada pembahasan sebelumnya mengarah pada perlunya mengimplementasikan sistem penjaminan mutu dalam pendidikan Islami. Salah satu teori yang berkembang dalam dunia pendidikan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan Islami secara komprehensif yaitu manajemen mutu secara terencana, terukur dan berkelanjutan. Pembahasan dilakukan dengan menghubungkan antara realitas yang berkembang di lembaga pendidikan Islami dengan teori manajemen mutu yang berkembang. Oleh sebab itu, penjelasan tentang teori dan data pada bab-bab sebelumnya akan dikemas menjadi satu kesatuan pemikiran untuk memberikan penjelasan tentang mutu pendidikan Islami yang diharapkan terjadi pada masa depan yang mampu bersaing baik pada tingkat nasional maupun berskala internasional dengan tetap berdiri kokoh pada ciri khas nilai-nilai keislaman.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
139
A. Orientasi Mutu Pendidikan Islami
MM
Y
Lembaga pendidikan perlu berorientasi ke masa depan tentang apa yang diharapkan sehingga mampu mengantisipasi kondisi dan kinerja yang lebih baik di masa yang akan datang. Lembaga pendidikan Islami yang memiliki nilai sejarah di Indonesia perlu mengantisipasi kecenderungan perkembangan historis, kultural, dan nilai-nilai yang berkembang. Kompetensi keunggulan dan keunikan pendidikan Islami perlu ditegaskan sejalan dengan norma keislaman yang menjadi dasar pendidikannya. Harapan mutu pendidikan Islami ke depan harus berada di atas standar tertinggi berdasarkan ambisi dan aspirasi positif dari stakeholders. Kepala pendidikan Islami harus mengoptimalkan inspirasi baru dan komitmen tingkat tinggi. Visi pendidikan Islami yang dirumuskan perlu melihat kaitan dengan masa depan Islam di Indonesia.1 Dalam hal ini, visi memiliki nilai antisipatif, perlu ada kemampuan memprediksi masa depan berdasarkan indikator-indikator perubahan dan perkembangan yang teratur. Suatu organisasi harus memiliki visi yang berani agar tetap eksis.2 Visi yang berani merupakan unsur pokok dalam melakukan rekayasa ulang. Setiap organisasi pasti ingin eksis dalam setiap perubahan zaman.
DU
Misi pendidikan Islami berupa tugas, kewajiban, tanggung jawab, dan rencana tindakan perlu dideskripsikan sehingga dapat dipahami seluruh komunitas pendidikan Islami. Misi ini dirumuskan sesuai dengan visi lembaga pendidikan pendidikan Islami. Dalam hal ini, terdapat kaitan erat antara visi dan misi. Menurut A. Malik Fadjar, bahwa visi dan misi harus jelas dan tegas bertumpu pada kenyataan.3 Oleh karena itu, kenyataan internal dan eksternal perlu diidentifikasi dengan baik ketika merumuskan visi dan misi pendidikan Islami. Pendapat ini memperkuat perlunya penjaminan mutu internal dan eksternal.
Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islami di Indonesia, (Jakarta: Logos, 2001), 175. Soebagio Atmodiwirio, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Ardadizya Jaya, 2005), 273. 3 A. Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), 61. 1 2
140
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
Y
Agar lembaga pendidikan Islami tetap eksis di tengah persaingan global, perlu memiliki strategi peningkatan mutu dan cara pengukurannya.4 Strategi tersebut pada dasarnya bertumpu pada kemampuan memperbaiki dan merumuskan visinya setiap zaman yang dituangkan dalam rumusan tujuan pendidikan yang jelas. Tujuan tersebut, dirumuskan dalam programprogram dengan sasaran yang hendak dicapai.
MM
Turney C, et. all. menjelaskan tentang visi sebagai variabel kritis yaitu bahwa visi yang tidak ditegaskan mirip sekali dengan ledakan petir.5 Ia mungkin memancarkan cahaya untuk waktu singkat, tetapi ia menyamar secara serampangan dan dapat berbahaya. Oleh karena itu, visi harus dipersiapkan secara teliti yang mengandung sasaran dan nilai-nilai organisasi. Visi merupakan indikator penting dalam mengelola sistem organisasi. Visi sebagai kekuatan abstrak yang menjadi sumber energi organisasi dalam mencapai tujuan. Visi harus dijabarkan ke dalam sejumlah misi yang mengisyaratkan adanya kegiatan-kegiatan untuk dilaksanakan sesuai kepentingan organisasi. Tatkala misi dilaksanakan, keberadaan strategi menjadi agenda penting karena merupakan cara terbaik yang dipilih dalam mencapai tujuan secara efektif.
DU
Menurut Sallis 6 bahwa diperlukan adanya proses di dalam pengembangan mutu, yang terdiri atas misi yang jelas dan spesifik. Pemakai jasa pendidikan harus mendapatkan perhatian yang jelas. Strategi untuk mencapai misi melibatkan seluruh potensi baik internal maupun eksternal. Pengembangan mutu pendidikan perlu pemberdayaan seluruh pegawai dengan cara menghilangkan kendala dan membantu mereka dalam meningkatkan kontribusi maksimal kepada lembaga melalui pengembangan kelompok kerja efektif, penerapan dan evaluasi terhadap efektivitas kelembagaan dilihat dari tujuan yang telah disepakati bersama. Sedangkan sasaran manajemen mutu, antara lain fokus pada pelanggan. Dalam manajemen mutu, pelanggan dibagi dua yaitu pelanggan 4 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islami di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2003), 171. 5 Turney C, et. all., The School Manager: Educational Management Roles and Task, (Sydney Australia: Allen & Ubwin Pty Ltd, 1999), 64-65. 6 Edward Sallis, Total Quality Management in Education, (London: Kogan Page, 1993), 36.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
141
MM
Y
internal dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal yaitu siswa, guru dan tenaga lain. Sedangkan pelanggan eksternal yaitu pemerintah, masyarakat dan pihak swasta. Saran pendidikan Islami harus terobsesi pada jaminan mutu. Mengembangkan jaminan mutu perlu pendekatan ilmiah. Penjaminan mutu perlu komitmen semua pihak sehingga perbaikan sistem terus-menerus baik melalui pendidikan pelatihan, maupun seminarseminar ilmiah. Sasaran manajemen mutu tersebut, dirumuskan bersama dan dilaksanakan bersama untuk kemudian dievaluasi bersama.
Sasaran pendidikan Islami merupakan rumusan harapan secara komprehensif yang harus dipenuhi dalam upaya menciptakan mutu sumber daya manusia berupa lulusan. Sasaran harus tepat sesuai dengan mutu pendidikan yang diharapkan. Hal-hal yang tidak mendukung pada sasaran pencapaian mutu perlu dihindarkan.
DU
Tujuan pendidikan Islami merupakan hasil khusus yang diharapkan sesuai dengan kebutuhan dan standar yang dituntut oleh pihak yang berkepentingan internal dan eksternal, termasuk pasar kerja. Masingmasing pendidikan Islami memiliki tujuan. Namun demikian, tujuan perlu dirumuskan dengan baik sesuai dengan keunggulan dan karakteristik masing-masing. Bagaimana mutu peserta didik di pendidikan Islami tentunya memiliki nilai tambah dibandingkan dengan sekolah lainnya, karena di pendidikan Islami selain ilmu keislaman yang dipelajari juga ilmu-ilmu sains, teknologi dan seni. Dengan memerhatikan fokus jaminan mutu untuk mewujudkan pengembangan teori manajemen mutu sesuai dengan kebutuhan organisasi dan selanjutnya memberikan bukti kinerja manajemen yang profesional sangat membantu dalam memberikan kepercayaan masyarakat dan pemerintah terhadap lembaga-lembaga pendidikan Islami.
B. Penjaminan Mutu SDM Guru Sumber Daya Manusia (SDM) yang paling menentukan maju mundurnya suatu pendidikan Islami adalah tenaga guru. Oleh sebab itu, mutu guru dalam pendidikan Islami perlu dikaji secara mendalam, karena selain terdapat perbedaan mendasar dengan konsep Barat, juga karena telah terjadi pergeseran yang berarti dalam masyarakat Islam tentang
142
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
Y
profesi guru. Pergeseran tersebut, telah disadari oleh para pakar pendidikan Islam yang hidup dalam era globalisasi dan modernisasi sebagai akibat dari ekspansi Barat ke berbagai kawasan Muslim.
MM
Guru pada pendidikan Islami memiliki ciri sebagai al-‘alim atau almu‘allim yang berarti orang yang mengetahui. Al-mu‘allim banyak digunakan oleh para ulama atau para ahli pendidikan untuk menunjuk pada konsep guru.7 Istilah lain al-Ghazali menyebutkan al-mudarrith, al-mu‘addib atau al-murabbi dan al-walid.8 Ahmad Tsalabi secara khusus menggunakan kata “al-mudarris” yang berarti orang yang mengajar atau orang yang memberi pelajaran.9 Di samping itu ada pula yang menyebut dengan istilah almu‘addib yang merujuk kepada guru secara khusus mengajar di istana.10 Istilah mu‘addib ini kemudian digunakan oleh Naquib Al-Attas,11 sehingga dia memilih istilah ta’dib untuk menunjukkan padanan istilah yang sesuai dengan pendidikan; bukan al-tarbiyah sebagaimana yang dipakai oleh kebanyakan para ahli pendidikan Islam. Selain itu, terdapat pula istilah ustadh untuk menunjuk kepada guru yang khusus mengajar bidang ilmu agama Islam dan istilah ini banyak digunakan oleh masyarakat Islam Asia. Kemudian ada istilah syekh yang digunakan untuk merujuk kepada guru dalam bidang tasawuf.12
DU
7 Di antara para ahli pendidikan Islam yang menggunakan kata al-’alim atau almu’allim adalah Imam al-Ghazali dalam kitab al-Fikr al-Tarbawi ‘ind Imam al-Ghazali, (Beirut, Dar Iqra’, 1985), 34; Badruddin Ibn Jama’ah al-Kanani, Tadhkirah al-Sami’ wa al-Mutakallim fi Adab al-‘Alim wa al-Mutakallim (Beirut: Dar al-Kitab al-Alamiyah), 67; Ahmad Muhammad Ibrahim Falatah, Adab al-Muta’allim fī al-Fikr al-Tarbawi al-Islam (Madinah: Dar al-Kitab al-Tauzi’), 89; Al-Syaiban dalam kitab Min Usus al-Tarbawi alIslamiyah (Libanon: al-Munsiat al-Tsa’biyah li al-nats wa al-Taudzi wa al-I’lan, 1979), 66; Abd al-Amir Sham al-Din, al-Fikr al-Tarbawi ‘ind ibn Muqaffa al-Jahidh (Beirut, Dar Iqra’, 1985), 76; Aminah Ahmad Hasan, Nadrah al-Tarbawiyah fī Al-Qur’an wa Tatbiquh fī Ahd Rasul ‘Alaih al-Shalatu wa al-Salam (Mesir, Dar al-Ma‘arif, 1985), 66; Maulana al-Alam al-Hajar al-Husain bin Amin al-Mu’minin al-Mansur Billah al-Qashim bin Muhammad bin Ali, Adab al-‘Ulama wa al-Muta’allim (Beirut, Dar al-Manahil, 1985), 32. 8 Al-Ghazali, Mizan al-‘Amal Jilid I (Kairo: Darul Ma‘arif, 1961), 361. 9 Ahmad Thalabi, Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah (Mesir: Kasysyaf li al-Nasyr alThaba’ah wa al-Tauzi, 1954), 89. 10 Majdag Hanushi Saruji, Turuq al-Ta’lim fī al-Islam (Mesir: Mathba’ah Dar alMasyriq li al-tarjamah wa al-Thaba’ah wa al-Nasyr, 1992), 10. 11 Al-Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam (Bandung: Mizan, 1996), 35. 12 ‘Abd al-Rahman al-Khaliq, al-Fikr al-Shufi fī Dau al-Kitab wa al-Sunnah, (Kuwait: Maktabah Ibn Taimiyah, 1986), 316.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
143
MM
Y
Hasil Konferensi Internasional di Makkah tahun 1977, istilah guru mengandung tiga konsep sekaligus, yaitu al-murabbi, al-mu‘allim, dan almu‘addib.13 Istilah al-murabbi mengisyaratkan bahwa seorang guru harus orang yang memiliki sifat Allah seperti bijaksana, bertanggung jawab, kasih sayang terhadap peserta didik dan berpengetahuan tentang Allah. Konsep al-mu‘allim mengandung makna bahwa mereka adalah seorang ilmuwan yakni menguasai ilmu teoretis dan komitmen yang tinggi dalam mengembangkan ilmu yang dimilikinya. Sedangkan al-mu’addib mencakup makna integral antara ilmu dan amal sekaligus. Guru adalah orang dewasa, yang karena perannya berkewajiban memberikan atau melakukan sentuhan pendidikan (relasi pedagogis) dengan peserta didik. 14 Untuk menjadi pendidik yang sebenarnya tergantung pada kemampuannya melakukan sentuhan pendidikan dengan peserta didik dalam setiap relasinya. Secara spesifik guru yaitu orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah/pendidikan Islami.15
DU
Predikat guru yaitu bagi seseorang yang dapat mengembangkan pengetahuan dan mewariskan kepada orang lain (bersifat kognitif); melatih keterampilan jasmani kepada orang (bersifat psikomotor); dan menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (bersifat afektif).16 Ketiga ranah tersebut merupakan wilayah kemampuan manusia yang harus dibina secara seimbang. Dalam Al-Qur’an, istilah yang menunjuk pada konsep guru adalah al-‘alim atau al-mu‘allim. Al-‘alim sebagai istilah yang merujuk pada konsep guru digunakan dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah lebih banyak daripada istilah-istilah lain seperti yang disebutkan di atas.17 Ayat M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),
13
11.
Hadari Nawawi, Pendidikan Dalam Islam, (Surabaya: al-Ikhlas, 1992), 108.
14
Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, (Jakarta: Haji Masagung, 1989), 123. 16 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru (Bandung: Rosdakarya, 1995), 224. 15
QS Al-Ankabut (29): 43. “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: 1971), 634. 17
144
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
MM
Y
dimaksud digunakan dalam hubungannya dengan orang-orang yang mampu menangkap hikmah atau pelajaran yang tersirat dalam berbagai perumpamaan yang diceritakan dalam Al-Qur’an. Guru yang tidak hanya mampu menyampaikan pelajaran, tetapi juga mampu memahami hikmah yang ada di balik ilmu tersebut, sehingga mampu memanfaatkannya bagi kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia, dan mendorongnya untuk mengagungkan kekuasaan Tuhan, sehingga ia tunduk dan patuh kepadaNya. Guru hanya takut kepada Allah, sehingga dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai pengajar dan pendidik semata-mata dalam rangka melaksanakan perintah Allah.18
Seorang ulama memiliki sifat takut dan tunduk kepada Allah sebagai akibat dari pengetahuannya yang mendalam terhadap rahasia kekuasaan Allah yang tampak pada alam ciptaan-Nya seperti pada tumbuh-tumbuhan, binatang ternak, ruang angkasa, air, udara dan alam sekitarnya. Semakin tinggi ilmu seorang guru semakin rendah hati dan tunduk pada ketentuan Allah Ta’ala.
DU
Dengan demikian, dalam Al-Qur’an, seorang ulama bukan hanya orang yang memiliki ilmu pengetahuan agama yang luas dan mendalam saja, melainkan juga seorang ilmuwan yang menguasai ilmu sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, sejarah, matematika, fisika, pertanian, kedokteran, psikologi, dan seni.19 Hal yang demikian, seperti diperlihatkan para ulama Muslim dalam sejarah di abad klasik seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, al-Ghazali, dan Ibn Rusyd.20 Azyumardi Azra,21 ketika membahas tentang pendidikan Islam dan kemajuan sains mengatakan bahwa Ilmu-ilmu “non agama” atau
QS Al-Fathir (35):28. “Dan demikian (pula) di antara manusia, binatangbinatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: 1971), 700. 19 Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius (Jakarta: Paramadina, 1997), 18-19. 20 Poeradisastra, Sumbangan Islam terhadap Peradaban Dunia (Jakarta: UI Press, 1978), 87; S.M. Ziauddin Alavi, Muslim Educational Thought in the Middle Ages (New Delhi: Atlantics Publishers & Distributors, 1988), 24-32; Muhammad R. Mirza Muhammad Iqbal Siddiqi, Muslim Contribution to Science (Lahore: Kazi Publications, 1986), 1-14. 21 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos, 1999), ix. 18
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
145
Y
“keduniawian” (profan) khususnya ilmu-ilmu alam dan eksakta – yang merupakan akar-akar pengembangan sains dan teknologi – sejak awal perkembangan pendidikan Islami dan al-jami’ah sudah berada dalam posisi yang marginal. Walaupun Islam sendiri tidak memisahkan antara ilmu agama dan ilmu non agama, namun dalam praktiknya, supremasi diberikan kepada ilmu-ilmu keagamaan.22
MM
Dalam ayat tersebut, istilah guru berkaitan dengan istilah al-rāsikhūna fī al-‘ilm, yaitu orang yang memahami pesan-pesan ajaran Al-Qur’an yang memerlukan penalaran dan ta’wil. Selanjutnya, dalam ayat lain bahwa orang berilmu disebutkan beriringan dengan kata Allah dan para malaikat yang senantiasa bersikap teguh kepada kebenaran dan keadilan.23
Berdasarkan ayat tersebut sangat jelas bahwa bagaimana Allah Swt. bersaksi memulai dengan diri-Nya, keduanya dengan malaikat dan ketiganya dengan orang-orang ahli ilmu. Dengan ini cukup untuk mengetahui kemuliaan, keutamaan, kejelasan dan kelebihan orang-orang ahli ilmu.
DU
Berdasarkan uraian di atas, terdapat empat hal yang berkenaan dengan guru sebagai al-‘alim, yaitu: pertama, seorang guru harus memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi, sehingga mampu menangkap pesanpesan ajaran Islam, hikmah, petunjuk dan rahmat Alah serta batiniah yang kuat yang dapat mengerahkan hasil kerja dari kecerdasannya untuk mengabdi kepada Allah. Kedua, guru harus dapat mempergunakan kemampuan intelektual dan emosional spiritualnya untuk menyampaikan 22 QS Ali Imran (3): 7. “Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: 1971), 76.
QS Ali-Imran (3): 18. “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: 1971), 78. 23
146
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
Y
kebenaran kepada manusia lainnya. Ketiga, seorang guru harus dapat membersihkan diri dari segala perbuatan dan akhlak tercela. Keempat, guru harus berfungsi sebagai pembimbing, pemberi bekal ilmu pengetahuan, pengalaman dan keterampilan kepada orang-orang yang memerlukannya.
MM
Dalam Hadis Nabi Saw. istilah al-‘alim yang mengacu pada konsep guru.24 Dengan demikian, guru dalam pendidikan Islami adalah bapak spiritual yang memberi semangat kepada para peserta didik, dialah yang memberikan santapan rohani dengan ilmu, membimbing dan meluruskan akhlak para peserta didik, sehingga memperoleh keridhaan Allah Ta’ala. Di Barat, guru bertanggung jawab karena alasan materiil semata-mata; takut kehilangan materi dan gaji.25 Akibat dari pandangan ini, menilai kedudukan dan martabat guru dari segi materi, harta kekayaan dan jabatan duniawi semata-mata. Menurut Yusuf Qardhawi, pengaruh ilmu adalah memberi petunjuk dan keutamaan.26 Oleh karena itu, kemuliaan guru terkait dengan kemuliaan ilmu yang diamalkannya. Ilmu dalam dada ahli ilmu bukan hanya sekadar perkataan yang dihafal, namun ia menjadi penjelas yang menunjukkan secara gamblang akan keagungan, kemuliaan dan kehormatan yang memiliki ilmu.
DU
Semua ilmu bersumber dan berpangkal dari Allah Swt. Walaupun Al-Qur’an sudah tidak turun lagi, tetapi Allah tidak pernah berhenti berhubungan dengan manusia, dan dengan rahmat-Nya serta kemurahanNya menganugrahkan karunia ilmu atas pilihan di antara hamba-hambaNya sebanding dengan berbagai tingkat ihsan mereka.27 Kitab Suci AlQur’an merupakan pengetahuan yang paling baik dan kehidupan Nabi Rijal Hadis ini dapat dipercaya. Hadis ini diriwayatkan oleh al-Tabrani dalam tiga kitab Mu’jam dan oleh al-Bazzar. “Jadilah kamu sebagai orang yang alim (guru) atau sebagai muta’alim, atau pendengar, atau sebagai pengikut setia, dan janganlah jadi orang yang kelima, (yaitu orang yang tidak memilih salah satu dari posisi tersebut), pasti kamu akan binasa”. Lihat M. Ajaj al-Khatib, Al-Sunnah Qabla al-Tadwīn (Beirut: Dar al-Fikr, 1401 H/1981 M.), 59. 25 M. Athiyah Al-Abrashi, Al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), 66. 26 Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), 119. 27 Lihat QS Yunus (10):62; QS Al-Kahfi (18): 65; QS Luqman (31): 12; QS Shad (38): 20. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: 1971). 24
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
147
Y
merupakan tafsiran kitab suci Al-Qur’an yang paling baik dan sempurna. Oleh karena itu sunnahnya, sebagai cara untuk menafsirkan hukum Allah dalam kehidupan dan praktik sehari-hari sebagai bagian dari ilmu itu. Jadi kitab suci Al-Qur’an, dan al-Sunnah adalah unsur-unsur esensial dari ilmu manusia. Inilah yang menyebabkan ahli ilmu itu memiliki kedudukan yang mulia dan terhormat.
MM
Menurut Ahmad Muhammad Ibrahim Falatah,28 kedudukan ahli ilmu itu setelah para nabi. Para nabi adalah makhluk yang paling unggul dan ahli ilmu mengikuti mereka dalam martabat dan kedudukannya, karena ahli ilmu itu pewaris para nabi. Para nabi itu, tidaklah mewariskan dinar dan dirham, melainkan mereka itu mewariskan ilmu, maka ambillah ilmu yang banyak. Pada kesempatan yang lain ia juga mengatakan, bahwa ilmu itu sebagai perantara menuju kebahagiaan di dunia, bagi kebaikan dan takwa dan kebahagiaan yang abadi di akhirat.29
DU
Barangsiapa yang berilmu dan kemudian mengamalkannya, ia menjadi orang yang mulia dan agung di dunia ini, ia ibarat yang dapat menyinari lainnya dan bersinar dalam dirinya sendiri, dan ia juga ibarat minyak wangi misik yang dapat menebarkan wewangian bagi lainnya dan ia sendiri wangi. Dan barangsiapa menyibukkan dirinya dengan kegiatan mengajar, ia berarti telah menguasai dan memiliki sesuatu yang agung dan kehormatan yang besar, maka dengan demikian jagalah etika dan tanggung jawab mengajar secara baik.30 Orang yang berilmu, tetapi tidak mengamalkannya adalah seperti buku yang memberi faedah kepada yang lain, padahal ia sendiri tidak tahu; kosong dari ilmu, seperti batu pengasah yang menajamkan yang lainnya tetapi ia sendiri tidak dapat memotong, dan seperti sumbu lampu yang menerangi sedangkan ia sendiri terbakar.31
28 Ahmad Muhammad Ibrahim Falatah, Adab al-Muta’allim fī Fikr al-Tarbawi al-Islami (Madinah: Dar al-Nushur al-Tauzi’), 40. 29 Ibid., 37. 30 Al-Imam Muhyidin Yahya bin Sharaf al-Nawawi, Kitab al-‘Ilm wa Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim, (Beirut: Dar Al-Khair, 1993), 102. 31 Badruddin ‘Ibn Jama’ah al-Kanani, Tadkirah al-Sami’ wa al-Mutakallim fī Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim, (Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyah), 106.
148
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
Y
Agar guru dalam pendidikan Islam bermutu, maka ia harus menjadi manusia yang sempurna, paling tidak sehat jasmani, cerdas akalnya, dan berkualitas hatinya dengan iman kepada Allah. Kesempurnaan ini pertama-tama perlu dimiliki oleh seorang guru, sebelum dia memberikan pendidikannya kepada orang lain terutama kepada para peserta didik di pendidikan Islami.
MM
Kedudukan guru yang mulia tersebut perlu disertai dengan konstruksi semua ilmu yang dibangunnya berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadis dengan tujuan agar manusia memiliki hikmah yang atas dasar itu dapat dibentuk perilaku yang sejalan dengan nilai-nilai Islami, baik pada pengembangan ilmu maupun pada implementasi praktis di pendidikan Islami.
Guru pada pendidikan Islami harus konsisten dalam berpikir. Keyakinan ini didasarkan kepada adanya berbagai ungkapan Al-Qur’an dan Al-Hadis yang memerintahkan kepada kaum beriman agar berpikir, menggunakan akal dan memerhatikan gejala-gejala dalam kehidupan manusia. Dalam Al-Qur’an bertebaran ayat-ayat yang memerintahkan, mendorong serta membimbing umat Islam, misalnya menggunakan akal, berpikir, bertafakur, bertafakkuh, menggunakan ra’yu, mengadakan penyelidikan, penelitian, dan sebagainya. Hal tersebut menunjukkan bahwa Islam secara jelas memerintahkan guru sebagai ahli ilmu untuk bersikap ilmiah.
DU
Semua pengamal ilmu pengetahuan yang didasari oleh iman maka akan menghantarkan seseorang pemilik ilmu tersebut kepada derajat kemanusiaan yang lebih mulia. Seluruh pengetahuan baik yang diterima maupun yang diberikan seorang Muslim haruslah berdasarkan Islam; baik hal itu yang berkaitan dengan kehidupan pribadi, hubungan antara sesama Muslim, masalah politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan masalah apa pun yang berkaitan dengan kehidupan dunia dan akhirat. Kedudukan yang terhormat dan tinggi itu diberikan kepada para guru, karena berkat guru itulah peserta didik di pendidikan Islami dapat hidup dengan baik, dan menyongsong tugas di hari depannya dengan gemilang. Jadi pemberian hormat dan kedudukan yang tinggi kepada guru karena jasanya yang demikian besar dalam mempersiapkan kehidupan bangsa di masa yang akan datang. Diketahui bahwa suatu bangsa akan menjadi
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
149
Y
baik apabila sumber daya yang memegang kekuasaan itu berperilaku baik. Sumber daya yang berkualitas ini sebagian besar dibebankan pada peranan yang dilakukan oleh guru.
MM
Guru pada pendidikan Islami memiliki tugas pertama, sebagai pemberi ilmu pengetahuan yang benar kepada para peserta didik. Ilmu adalah modal untuk mengangkat derajat manusia dan dengan ilmu itu pula seseorang akan memiliki rasa percaya diri dan bersikap mandiri. Kedua, guru sebagai pembina akhlak mulia yang merupakan tiang utama untuk menopang kelangsungan hidup suatu bangsa. Banyak bangsa di dunia yang gagah perkasa, maju dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi kemudian menjadi bangsa yang hancur dan hidup dalam keadaan sengsara disebabkan oleh akhlak yang rusak. Ketiga, guru pemberi petunjuk kepada peserta didik tentang hidup yang baik, yaitu manusia yang tahu siapa pencipta dirinya yang menyebabkan ia tidak menjadi orang sombong, menjadi orang yang tahu berbuat baik kepada Rasul, kepada orang tua, dan kepada orang lain yang berjasa kepada dirinya.
DU
Sudah jelas seorang guru pendidikan Islami telah mengemban pekerjaan yang sangat penting, karena pendidikan Islami berintikan agama yang mementingkan akhlak, meskipun ia mempunyai bermacam-macam cabang ilmu dan tujuan.32 Oleh karena itu, ia memberi tempat yang luas guna menjelaskan kemuliaan tugas seorang guru, karena guru itu mempunyai tugas sangat tinggi dalam dunia ini, yaitu memberikan ilmu sebagai makanannya, sebagai kebutuhan manusia yang tinggi, di samping ia sebagai media untuk mengenal dekat kepada Tuhan. Mahmud Yunus mengatakan bahwa guru mempunyai tugas yang penting sekali, ialah mengembangkan ilmu pengetahuan dan memperbaiki akhlak masyarakat.33 Pendidikan Islami adalah pusat pendidikan untuk pengembangan ilmu dan perbaikan akhlak. Tempat guru yang ikhlas dalam mengangkat derajat umat, sehingga setarap dengan bangsa-bangsa internasional yang telah maju. Gurulah yang menanamkan iman dan keyakinan yang benar dalam jiwa peserta didik. Gurulah yang memasukkan 32 Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1999), 166. 33 Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: Hida Karya Agung 1978), 20.
150
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
MM
Y
pendidikan akhlak dan keagamaan dalam hati sanubari peserta didik. Bahkan gurulah yang memberikan pendidikan kemasyarakatan dan cinta tanah air kepada peserta didik. Dengan demikian, seorang guru berurusan langsung dengan hati dan jiwa manusia, dan wujud yang paling mulia di muka bumi ini. Bagian paling mulia dari manusia adalah akal dan hati, sedangkan guru adalah bekerja membersihkannya, mensucikannya dan membawa hati dekat kepada Allah Swt.
Dengan kehormatan dan kemuliaan yang disandang guru membawa konsekuensi logis bahwa guru sebagai figur teladan yang mesti ditiru. Oleh karena itu, guru tidak hanya mengandalkan kepandaian atau disiplin ilmu tertentu saja, melainkan ia harus orang yang berakhlak, beriman sekaligus beramal. Jika hal ini sudah terjadi, maka rasa hormat peserta didik terhadap guru akan muncul dengan sendirinya dan merasuk kepada otak dan qalbu peserta didik. Hubungan ini pada gilirannya akan menjadikan guru menjadi manusia yang terhormat sekaligus dihormati.
DU
Muhammad Naquib Al-Attas,34 secara filosofis mengatakan bahwa manusia tahu bahwa ia tahu, dan pengalaman dari pengetahuan seperti itu memberitahukan kepadanya bahwa ia adalah wujud dan eksistensi suatu kesatuan. Ia bersifat abadi dan pada saat yang sama bersifat fana; pada satu sisi ia permanen dan pada sisi yang lain berubah. Kepribadiannya, sejak kelahiran hingga kematiannya, sebagai suatu wujud fenomenal tetap tinggal tak berubah. Sekalipun demikian wujud fisiknya selalu berubah dan akhirnya akan mengalami kemusnahan. Karena fakta inilah maka kepribadian menunjuk kepada yang permanen padanya yaitu jiwa rasionalnya. Seandainya bukan untuk sifatnya yang permanen inilah, maka tidak mungkin bagi pengetahuan untuk bersatu padu dengannya. Mengingat akan sifat kepribadiannya yang permanen. Kepribadian guru merupakan suatu proses terus-menerus sepanjang masa hidupnya di bumi dan meliputi setiap aspek kehidupan. Oleh karena itu, mereka adalah orang-orang yang berakhlak mulia dan berpendidikan yang diharapkan bertingkah laku yang sesuai dengan kedudukan guru, baik dalam percakapan, maupun segala perbuatan. Demikian pula pengetahuan harus Muhammad Naquib al-Attas, al-Ta’lim al-Islami: Ahdaf wa Maqasidah,, (Beirut: Dar al-‘Ilm wa Tauzi’), 57. 34
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
151
MM
Y
disanjung-sanjung dan dinikmati serta didekati dengan tindak tanduk yang sesuai dengan sifatnya yang mulia. Karena alasan ini maka dapat dikatakan secara analogis bahwa pengetahuan adalah santapan dan kehidupan dari kepribadian. Berdasarkan hal ini pula maka guru perlu disiplin terhadap pikiran dan jiwa, perolehan dari sifat-sifat dan atribut-atribut yang baik dari pikiran dan jiwa, menunjukkan tindakan yang betul, yang benar melawan yang batil, terbebas dari noda dan cela. Hal ini dikemukakan oleh Peter M. Senge tentang disiplin berpikir sebagai framework konseptual yang memandang tiap bagian saling berhubungan dan memengaruhi.35 Untuk menjadi seorang guru yang profesional tidaklah mudah, karena ia harus memiliki syarat-syarat keguruan. Menurut Munir Mursi36 syarat-syarat guru dalam Islam yaitu umur harus sudah dewasa, kesehatan harus sehat jasmani dan rohani, keahlian harus menguasai bidang yang diajarkannya dan menguasai ilmu mendidik (ilmu mengajar), dan harus berkepribadian Muslim.
DU
Pendidik yang sukses dalam al-tarbiyah dan al-ta’lim,37 yaitu pertama, cakap dalam bidangnya, kreatif dalam pengajarannya, senang dengan pekerjaannya, cinta kepada peserta didiknya. Kedua, harus menjadi qudwah (suri teladan) yang baik bagi orang lain, baik dalam tutur kata maupun dalam perbuatan, Ketiga, harus mengerjakan apa yang diperintahkan kepada peserta didiknya, berupa adab akhlak dan ilmu-ilmu pengetahuan. Keempat, harus mengetahui bahwa pekerjaannya mirip dengan pekerjaan para nabi yang diutus Allah untuk memberikan petunjuk kepada manusia, mengajari mereka, dan mengenalkan kepada Allah Pencipta mereka. Kelima, dengan pilihan profesinya itu harus lapang dada terhadap semua peserta didik. Keenam, harus saling menolong dengan temanteman guru lainnya, saling memberikan nasihat dan bermusyawarah demi kemaslahatan anak-anak. Ketujuh, tawadhu dalam hal keilmuwan. Kedelapan, jujur dan menepati janji. Kesembilan sabar. 35 Peter M. Senge, The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization (MIT: Doubleday, 2006), 69. 36 Muhammad Munir Mursi, Al-Tarbiyah al-Islamiyah Ushuluh wa Tatawwuruha fī Bilad al-Arabi (Qahirah: Alam al-Kutub, 1977), 97. 37 Muhammad bin Jamil Zainu, Petunjuk Praktis bagi Para Pendidik Musli, (Solo: Pustaka Istiqamah, 1997), 17-25.
152
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
MM
Y
Guru adalah teladan bagi peserta didiknya sebagaimana Rasulullah Saw. teladan bagi umatnya. Sejauhmana guru memberikan teladan pada peserta didiknya, maka sejauh itu pula ia akan berhasil mendidik mereka. Selanjutnya berilmu merupakan syarat yang lahir dari asumsi bahwa ijazah bukan satu-satunya ukuran, melainkan paling tidak sebagai cerminan bahwa pemiliknya telah memiliki ilmu dan kesanggupan tertentu sesuai dengan ijazahnya. Selanjutnya berkelakuan baik karena misi utama diutusnya Rasul adalah untuk menyempurnakan akhlak. Demikian pula misi guru dalam meneruskan perjuangan Rasulullah Saw., harus menegakkan akhlak yang mulia dan tentu bermula dari kemuliaan dirinya sendiri.
Dalam penunjukan dan pemilihan guru itu jangan hanya didasarkan pada kualitas akademiknya saja, melainkan iman dan tindak tanduk mereka juga harus dipertimbangkan.38 Hadari Nawawi39 mengemukakan persyaratan pendidik Muslim yang meliputi: guru harus berwibawa, memiliki sikap tulus ikhlas dalam pengabdian, keteladanan, dan memiliki sikap dan sifat-sifat baik yang lainnya, sehingga mampu menjalankan kewajibannya dengan baik. Substansi dari persyaratan guru di sini adalah kemampuan menjalankan kewajiban atas dasar keahliannya.
DU
Islam menitikberatkan setiap pekerjaan harus dijalankan oleh mereka yang profesional.40 Bila suatu pekerjaan dikerjakan oleh orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah (lihat) akan kehancuran. Di sini Rasul menekankan pentingnya sesuatu urusan diberikan kepada orang yang ahli di bidangnya, karena jika tidak maka tunggulah kehancurannya. Ada dua penekanan pokok dalam Hadis di atas, pertama perlunya mengerjakan segala urusan dengan menggunakan kecakapan atau persyaratan yang layak dalam urusan tersebut. Kedua, orang yang menerima urusan harus dipahami sebagai suatu amanat.41 Dalam Hadis ini disebutkan:
Ali Asraf, Horison Baru Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989),
38
112.
Hadari Nawawi, Op. Cit., 108. Hadis ini derajatnya shahih. Lihat Shahih Bukhari, Kitab ‘Ilmu Jilid I, Hadis ke-6015, (Dar al-Fikr), 128; demikian juga, Musnad Ahmad Bin Hambal, Kitab alMakthirin, Hadis ke-8374. 41 Shahih Muslim, Kitab Muqaddimah, Hadis ke-6; Sunan Abu Dawud, Kitab Adab, Hadis ke-4340. 39
40
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
153
Y
“bi kulli ma sami’a”. Kata “kullun” dalam lisan al-Arab, mempunyai arti keseluruhan.42 Jadi ini menunjukkan keseluruhan dari apa yang didengar. Selanjutnya dalam Hadis ini ada isyarat bahwa pengetahuan yang akan diajarkan haruslah terlebih dahulu dipahami dan dikuasai, sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
MM
Selanjutnya, dalam ayat lain mengisyaratkan agar seorang pendidik memiliki syarat tertentu. 43 Menurut Abi Ja’far Muhammad bin Hasan alThusi,44 dalam ayat ini, Allah Swt. menerangkan bahwa Nabi Muhammad Saw. diajari oleh Malaikat Jibril as. dan Malaikat Jibril itu sangatlah kuat baik ilmunya maupun amalnya. Lafadz “quwwah” artinya kemampuan; dalam arti lain mengandung arti sangat, yang ada kaitannya dengan akidah seperti kuatnya tali. Sedangkan lafadz “dhū mirrah” (yang mempunyai satu tali) itu adalah sifat Malaikat Jibril yang mempunyai kekuatan satu kali. Asal lafadz “mirrah” adalah kuatnya menganyam yang tampak pada sebuah tali ketika dipakai untuk menyambungkan anyaman tersebut. Kemudian lafadz “al-mirrah” mempunyai arti “al-qudrah” (kekuatan), karena seorang tidak mungkin untuk mengajarkan suatu ilmu apabila seseorang tersebut tidak mempunyai ilmu yang akan diajarkannya. Firman Allah dalam lafadz “fatawa” yang mempunyai arti Dia menguasai dengan kekuatan yang mendalam yakni kekuatan berdasarkan bimbingan Allah yang diberikan kepada Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad Saw.
DU
Ahmad Mustafa Al-Maraghi 45 mengungkapkan dalam tafsirnya bahwa Malaikat Jibril mengajarkan kepada Nabi Muhammad Saw. dengan kekuatan yang dahsyat baik berbentuk amaliah maupun ilmu
42 Abi Fadhl Jamal al-Din M. Ibn Mandzur al-Fikr, Lisan al-Arab (Beirut: Dar alShadr, 1990), 401.
QS Al-Najm (53): 5-6. “Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. Yang mempunyai akal yang cerdas, dan (Jibril) itu menampakkan diri dengan rupa yang asli”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 871. 44 Abi Ja’far Muhammad bin Hasan at-Thusi, Tafsir al-Tibyan Jilid 5, (Beirut: Dar Turast Araby, 547 H), 45. 43
45 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi Jilid 15, terjemah Bahrun Abu Bakar, (Semarang: CV Toha Putra, 1993), 45-47.
154
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
MM
Y
pengetahuan, dan jangan ragu pujian seorang guru merupakan pujian bagi murid-muridnya. Kemampuan seseorang merupakan suatu syarat untuk memahami perkataan dan merupakan suatu syarat untuk menjaga amanat seseorang. Pengertian “dhū mirrah” adalah yang mempunyai kecerdasan pada akalnya, maka sifat yang pertama mengisyaratkan pada kuatnya akal, kuatnya pandangan dan membekasnya hapalan dari bermacam-macam ilmu tersebut. Malaikat jibril mengajarkan kepada Nabi Muhammad yakni Al-Qur’an dengan semangat yang mendalam, kemudian Nabi Muhammad mempelajari dan mengamalkannya. Jadi, seorang guru harus bersungguhsungguh dalam mengajar dan seorang guru harus mempunyai fisik yang prima, di samping kecerdasan. Muhammad Jamaluddin al-Qasimi,46 menjelaskan dalam tafsirnya: Malaikat Jibril mengajari Muhammad Saw. dengan kekuatan yang luar biasa.47
DU
Allah Swt. dalam menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad Saw. dengan perantaraan Malaikat Jibril as. yang memiliki kecerdasan dan kekuatan yang luar biasa. Hal ini merupakan suatu amanat yang diberikan Allah kepada malaikat Jibril untuk mengajari Nabi Muhammad Saw. melalui perantaraan wahyu tersebut. Kepercayaan yang Allah Ta’ala berikan kepada malaikat Jibril as., sebagai pendidik, karena kepercayaan itu merupakan suatu syarat untuk seorang pendidik (guru) dalam menyampaikan materi pelajarannya. Malaikat Jibril sebagai pendidik dapat dipahami dalam beberapa aspek yaitu: mempunyai daya nalar yang kuat, maksudnya adalah bahwa seorang pendidik itu harus mampu memahami karakteristik peserta didiknya, menguasai bahan, memberikan pelayanan yang baik, dan selalu memberi dorongan (motivasi) terhadap peserta didiknya; Malaikat Jibril yaitu mempunyai kesempurnaan akal, maksudnya adalah seorang pendidik itu harus cerdas, mempunyai wawasan ilmu pengetahuan yang luas, dapat dipercaya, selalu ikhlas dalam beramal, tajam dalam pemahamannya serta dalam memutuskan perkara selalu bersikap
46 Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Tafsir al-Mizan, Jilid 5, (Beirut: Dar al-Fikr, tt.), 5555-5557. 47 QS Al-Takwir (81): 19-20. “Sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar firman Allah (yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan yang mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arsy yang ditaati di sana lagi dipercaya”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 1029.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
155
Y
adil dan bijaksana; Malaikat Jibril dalam kategori ini menampakkan bentuk aslinya, maksudnya adalah seorang pendidik itu harus memberikan suri teladan yang baik, berwibawa, lemah lembut, selalu memilih perkataanperkataan yang mulia dan baik.
MM
Selanjutnya, dalam surat Al-Najm ayat 5 dan 6 mengisyaratkan kepada guru untuk bertanggung jawab atas tugasnya. Tanggung jawab guru meliputi amal perbuatan.48 Kepercayaan adanya tanggung jawab manusia memberikan makna mendalam bagi proses pendidikan. Tidak diragukan lagi, bahwa ketika pendidik melaksanakan tanggung jawab secara sempurna dan menjadikan hak-hak dengan penuh amanat dan kemauan untuk membina individu umat dengan segala kekuatan dan keistimewaan. Al-Qur’an dan Al-Hadis banyak memerintahkan kepada para guru untuk memikul tanggung jawab dan memberikan kewajibankewajiban mereka. Semua itu dimaksudkan agar setiap guru mengetahui betapa besarnya amanat dan tanggung jawab. Bertitik tolak dari perintah Allah dan Nabi tersebut, maka wajib bagi setiap manusia mukmin, berakal sehat dan bijak untuk menunaikan kewajiban dan bertanggung jawab secara sempurna. Hal ini disertai dengan kesadaran bahwa Allah akan murka bila menyia-nyiakan kewajiban dan azab jahanam akan menimpa sebagai balasannya.49
DU
Kecakapan keguruan menuntut perkembangan dan pertanggungjawaban secara berkesinambungan. Tujuan pendidikan Islam, hanya akan tercapai jika para guru yang melaksanakan proses tersebut memiliki kecakapan dan tanggung jawab yang maksimal. Kecakapan keguruan ini meliputi kecakapan kognitif, kecakapan afektif dan kecakapan psikomotorik
QS Al-Baqarah (2): 286. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 72. 49 Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyyah al-Aulad fī al-Islam, (Beirut: Dar al-Salam, Cet III), 195. 48
156
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
Y
di samping kecakapan kepribadian. Islam mengajarkan agar sesuatu dikerjakan berdasarkan ilmunya.50
MM
Dengan demikian, dalam pendidikan Islami, guru yang diperlukan adalah mereka yang benar-benar telah memiliki dan memenuhi segala persyaratan keguruan. Hal ini bertujuan agar dapat menjamin mutu pendidikan Islam dan mengembalikan citra guru yang telah dirusak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Seorang guru dalam pendidikan Islam bukan hanya orang yang sekadar memiliki keinginan, tetapi perlu ditunjang dengan kesiapan dan penguasaan ilmu yang dikembangkannya. Tugas yang dihadapi oleh guru tidak sederhana, sehingga perlu sifatsifat yang mendukung kepada pelaksanaan profesi yang berinteraksi dengan peserta didik yang dinamis. Abdurrahman An-Nahlawi51 mengemukakan sepuluh sifat seorang pendidik, yaitu: memiliki sifat Rabbani, ikhlas, sabar, jujur, senantiasa meningkatkan wawasan, dan ilmu pengetahuan, harus cerdik dan terampil dalam menciptakan metode yang variatif sesuai dengan situasi dan materi pelajaran, harus mampu bersikap tegas dan meletakkan sesuatu sesuai proporsinya, memahami ilmu psikologi, peka terhadap fenomena kehidupan sehingga mampu memahami berbagai kecenderungan dunia beserta dampak akidah dan pola pikir mereka, dan adil terhadap seluruh peserta didik.
DU
Pertama, sifat rabbani artinya selalu mengaitkan diri dengan Allah Yang Maha Agung melalui pemahaman atas sifat-sifat-Nya. Jika seorang guru telah bersifat rabbani, maka seluruh kegiatan pendidikannya bertujuan menjadikan anak didik sebagai generasi rabbani yang memandang jejak keagungan-Nya. Setiap materi yang dipelajarinya senantiasa menjadi tanda penguat kebesaran Allah dan merasakan kebesaran itu dalam setiap lintasan sejarah, dalam sunnah alam semesta atau dalam kaidah-kaidahnya.52
QS Al-Isra (17): 36. “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 429. 51 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), 170-175. 52 QS Ali Imran (3): 79. “Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: 50
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
157
MM
Y
Pendidikan Islam dalam pencapaian tujuan pendidikannya diorientasikan kepada pembentukan manusia Rabbani. Manusia adalah orang yang belajar, beramal dan mengajarkan ilmu. Hal ini sangat ditekankan dalam pendidikan Islam karena belajar (mendalami ilmu), beramal dan mengajarkan ilmu menjadi kebutuhan dan kewajiban para guru yang bertanggung jawab dalam melestarikan nilai-nilai Islami di bumi Allah ini. Kedua, sifat ikhlas. Ikhlas adalah perbuatan membersihkan dan memurnikan; sesuatu yang bersih dari campuran yang mencemarinya. Jika suatu perbuatan bersih dari riya’ dan ditunjukkan bagi Allah Ta’ala, maka perbuatan itu dianggap khalis. Keikhlasan itu ialah ketiadaan melihat ikhlas. Karena barangsiapa menyaksikan keikhlasan di dalam keikhlasan, maka keikhlasannya membutuhkan keikhlasan.
DU
Aktivitas sebagai pendidik bukan semata-mata untuk menambah wawasan keilmuan semata, tetapi lebih jauh dari itu ditunjukkan untuk meraih keridhaan Allah serta mewujudkan kebenaran. Jika keikhlasan itu hilang dari sifat guru, maka mereka akan saling mendengki dan menjilat karena masing-masing merasa dirinya yang paling berhak dan benar. Lapangan pendidikan akan menjadi sarana penyelewengan. Tiada kemuliaan bagi umat ini kecuali menegakkan keikhlasan untuk meraih keridhaan Allah. Seluruh aktivitas pendidikan diarahkan untuk mewujudkan ketulusan dan perhatian yang betul-betul muncul dari kedalaman lubuk jiwa seorang guru. Ketiga, sifat sabar. Kesabaran terdiri dari pengetahuan, keadaan, dan amal. Pengetahuan di dalamnya seperti pohon, keadaan seperti rantingranting, dan amal seperti buah. Atas dasar pengertian ini, Imam al-Ghazali mengatakan bahwa maslahat keagamaan terdapat dalam kesabaran, sehingga dalam diri manusia harus timbul kekuatan dan dorongan untuk melakukan kesabaran. Guru memerlukan kesabaran dalam melaksanakan
“Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 89.
158
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
Y
tugasnya, sehingga tidak menyiarkan dan merusak kesabaran dengan riya’.53
MM
Allah Swt. memuji orang yang bersifat sabar. 54 Menurut Abdurrahman An-Nahlawi, ketika guru harus memberikan latihan yang berulang-ulang kepada anak didik, ia melakukannya dengan kesabaran, karena sadar bahwa setiap anak didik memiliki kemampuan yang berbeda.55 Dengan begitu ia tidak tergesa-gesa dan memaksakan keinginannya kepada murid serta ingin segera melihat hasilnya berupa murid yang siap pakai tanpa memerhatikan kedalaman ajaran serta pengaruhnya dalam diri murid.
Keempat, ketika menyampaikan ilmunya kepada anak didik, seorang guru harus memiliki kejujuran dengan menerapkan apa yang ia ajarkan dalam kehidupan pribadinya. Jika apa yang diajarkan guru sesuai dengan apa yang dilakukannya, anak didik akan menjadikan gurunya sebagai teladan. Namun jika sebaliknya, perbuatan guru bertentangan dengan apa yang diajarkan, maka akan dianggap sebagai lelucon saja yang tidak akan berbekas secara sempurna dalam jiwa anak didik. Ketidakkonsekuenan seorang guru bukan hanya akan membawa anak didik pada sikap sombong dan takabur, melainkan Allah membenci orang-orang yang hanya mampu mengatakan tetapi tidak melaksanakan apa yang dikatakannya.
DU
Kelima, seorang guru harus senantiasa meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan. Seorang guru harus memiliki ilmu yang mantap, mapan sehingga dapat terpahamkan kepada anak didik. Banyaknya kekeliruan yang dilakukan seorang pendidik akan mengurangi kepercayaan anak didik kepadanya sehingga mereka merendahkan dan menyepelekannya segala apa yang disampaikannya. Dan yang lebih berbahaya lagi, kekeliruan guru dapat menimbulkan keraguan dalam diri murid. Oleh 53 QS Ibrahim (14): 12. “Dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja hendaknya orang-orang yang bertawakal”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 381. 54 QS Al-Sajdah (32): 24. “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpinpemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka bersabar”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 663. 55 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), 170-175.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
159
Y
karena itu, penambahan wawasan dan pengetahuan bagi seorang guru merupakan hal yang penting sehingga dia dapat meraih simpati dan minat anak didiknya.56
MM
Makna yang terkandung dalam Hadis ini adalah ilmu yang Allah berikan bagaikan hujan lebat turun ke bumi. Tanah subur menyerap air hujan bakal menghasilkan buah-buahan dan rumput berlimpah. Ini adalah contoh orang yang memahami ajaran Allah, mempelajari dan mengajarkan apa yang diketahuinya kepada orang lain.
Keenam, harus cerdik dan terampil dalam menciptakan metode pengajaran yang variatif serta cocok dengan materi pelajaran. 57 Artinya kepemilikan ilmu saja tidak cukup jika tidak mampu menyampaikannya dengan tepat. Oleh karena itu dalam pendidikan perlu memiliki pengalaman khusus, latihan yang baik, kerajinan untuk mempelajari berbagai metode.58 Ketujuh, harus mampu bersikap tegas dan proporsional. 59 Jika situasi menuntut tegas, maka tidak perlu lemah lembut lagi tetapi pada prinsipnya tetap menjaga kasih sayang.60
DU
Kedelapan, guru harus memahami psikologi anak, psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan, sehingga ketika ia mengajar dapat memahami dan memperlakukan anak didik sesuai dengan kadar intelektual dan kesiapan secara psikologi. Agar guru tetap mulia karena ilmunya, maka dia seharusnya mengamalkan ilmu kepada anak didiknya berdasarkan hakikat sifat dasar manusia itu sendiri. Memahami sifat
56 Hadis ini derajatnya shahih. Lihat Sahih Muslim, (Kairo: Musthafal Babil Halabi, 1377 H), Hadis ke-4232.
QS An-Nahl (16): 125. “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 421. 57
58
Abdurrahman An-Nahlawi, Op. Cit., 173.
QS Al-Fath (48): 29. “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orangorang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 843. 59
60
160
Abdurrahman An-Nahlawi, Op. Cit., 173.
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
Y
dasar manusia berarti mengetahui materi dan metode apa yang harus dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif.61
MM
Kesembilan, guru harus peka terhadap fenomena kehidupan sehingga dia mampu memahami berbagai kecenderungan dunia beserta akibatakibat yang ditimbulkannya terhadap anak. Jadi guru harus tanggap terhadap problematika kehidupan kontemporer dan berbagai solusi Islam yang luwes.62 Peter M. Senge menyebut sebagai shifting the burden yang memberikan perhatian pada solusi.63 Kesepuluh, harus memiliki sifat adil terhadap seluruh anak didik. Sifat adil ini banyak mendapat perhatian dari para ulama, demikian juga banyak dimuat dalam Al-Qur’an. 64 Konsep seorang yang baik dalam Islam tidak hanya mencakup baik dalam pengertian sosial, tetapi ia juga harus pertamatama baik terhadap dirinya, adil terhadap dirinya, karena seandainya ia tidak adil terhadap dirinya bagaimana ia dapat sungguh-sungguh adil terhadap orang lain. Nilai manusia sejati sebagai penghuni warga negara dalam kerajaan mikrokosmosnya sendiri bukan sekadar nilainya sebagai satu kesatuan fisik yang diukur dalam pengertian pragmatis, akan tetapi memiliki dasar filosofis bagi tujuan dan sasaran pendidikan65.
DU
Banyak orang melihat bahwa persoalan keadilan berkaitan dengan pemahaman bagaimana menerapkan suatu masalah sesuai dengan keadaan. Keadilan merupakan bentuk praktis dari sumber baku Al-Qur’an. Namun demikian, keadilan yang dikaitkan dengan sosial kemasyarakatan tidak mungkin hanya dalam artian indrawi, melainkan keadilan sosial harus dibarengi dengan konsep keadilan yang sempurna. Keadilan harus menyatu dengan masalah-masalah akhlak dan berbagai bentuk perudang-undangan.
Ibid., 174. Ibid., 174. 63 Peter M. Senge, Op. Cit., 104. 64 QS Al-Maidah (5): 8. “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 159. 65 Abdurrahman An-Nahlawi, Op. Cit., 175. 61 62
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
161
MM
Y
Konsep keadilan secara epistemologis dalam konteks Qur’ani menurut al-Baidhawi yaitu al-‘adl bermakna al-inshaf wa al-sawiyyat (berada di pertengahan dan keseimbangan).66 Sejalan dengan pendapat ini, menurut Sayyid Qutb bahwa dasar persamaan itu adalah sifat kemanusiaan yang dimiliki setiap orang. Sayyid Qutb menyatakan bahwa dalil-dalil tentang keadilan, menghendaki keadilan yang menyeluruh di antara sesama manusia, bukan keadilan di antara sesama Muslim atau sesama ahli kitab dan tidak pula atas sebagian manusia saja. Keadilan adalah hak setiap manusia karena sifatnya sebagai manusia. Ini berarti bahwa setiap manusia mempunyai hak yang sama karena sama-sama manusia. Akan tetapi, menurut al-Maraghi67 bahwa keadilan tidak dilihat dari segi persamaan hak, tetapi menekankan aspek terselenggaranya atau terpenuhinya hak-hak yang telah ditetapkan menjadi milik seseorang. Setiap orang memiliki tingkatan hak yang berbeda-beda, dan keadilan terletak pada pemenuhan hak seseorang sesuai dengan tingkatannya. Dalam pendidikan, seorang guru tidak disebut adil jika memberikan nilai yang sama kepada semua murid. Akan tetapi, guru yang adil adalah mereka yang memberikan nilai sesuai dengan hak mereka masingmasing; ada yang cerdas dan ada yang kurang; ada yang rajin dan ada yang malas.
DU
Pendapat lain mengaitkan keadilan dengan hukum agama. Pendapat ini terlihat dalam tafsir Ibn Jarir dan al-Qurtubi.68 Demikian pula alShaukani dengan tegas menyatakan bahwa keadilan adalah menyelesaikan perkara berdasarkan ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan menetapkan hukum dengan pikiran. Surat Al-An’am (6):115 mengisyaratkan bahwa Al-Qur’an adalah keadilan, dan ini menguatkan pendapat Ibn Jarir. Dengan demikian, Al-Qur’an bukanlah keadilan itu sendiri melainkan berisi tentang ajaran-ajaran keadilan. 66 Nasr al-Din Abu al-Khair ‘Abdullah bin ‘Umar al-Baiddawi, Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, (Mesir: Mishr al-Halabi, 1939, I), 191. 67 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Op. Cit., 10. 68 Muhammad Ibn Jarir Al-Thabariy, Jami’ al-Bayan fī Tafsir Al-Qur’an, Jilid V, (Mesir: al-Halabi, 1954), 146; Muhammad bin Ahmad al-‘Anshariy al-Qurthubiy, Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, Jilid V, (Kairo: Dar al-Kitab, al-‘Arabaiy,1967), 258.
162
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
Y
Nabi Muhammad diutus agar berbuat adil dalam masyarakat berdasarkan wahyu yang diterimanya.69 Ayat di atas menunjukkan keadilan yang relevan dengan martabat kemanusiaan. Selanjutnya Allah menunjukkan konsep keadilan yang relevan dengan keadilan sosial.70
MM
Dengan demikian, makna keadilan menempati segala sesuatu dan memiliki karakteristik tertentu; ia bermakna teoretis sekaligus praktis. Oleh karena itu, pandangan Al-Qur’an dalam kerangka teoretis sebagai prinsip pokok bagi kehidupan yang berlaku, sebab pada hakikatnya AlQur’an selalu sejalan dengan waktu dan tempat. Sedangkan di luar itu, tergilas oleh zaman dan ditinggalkan orang. Jadi dalam hal ini, perlu memperlakukan al-Islam sebagai pengarah keadilan. Dalam tradisi Islam, ijtihad selalu berkaitan dengan upaya menemukan bentuk konkret dari keadilan. Umpamanya, Imam Abu Hanifah dengan ijtihadnya memberikan hak kepada seorang wanita untuk melaksanakan aqad nikahnya sendiri dalam rangka menghilangkan diskriminasi dan menegakkan keadilan bagi semua hamba Allah.
DU
Keadilan dalam mazhab Syi’ah ialah suatu keyakinan kepada konsep bahwa keadilan adalah sifat intrinsik Allah.71 Dengan demikian, setiap tindakan manusia haruslah dinilai oleh Allah. Karena itu, keadilan adalah infrastruktur sistem dunia dan pandangan dunia seorang Muslim didasarkan atasnya. Konsekuensinya, jika suatu masyarakat tidak dibangun atas landasan ini, maka ia adalah masyarakat yang sakit dan menyimpang dari hukum Allah yang pasti akan hancur. Allah bersifat adil dan penciptaan bertumpu di atas keadilan. Oleh karena itu, sistem
QS Al-Nahl (16):90. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang kamu berbuat keji dan munkar dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 415 70 QS Al-An’am (6): 152. “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 214. 71 Ali Syari’ati, Islam Madzhab Pemikiran dan Aksi, (Bandung: Mizan, 1995), 66. 69
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
163
Y
kehidupan haruslah juga didasarkan atasnya dan karena kenyataan ini, maka kediktatoran dan ketidakadilan adalah sistem anti Tuhan yang mesti dihancurkan.
MM
Dalam Islam, keadilan bukan hanya relevan dalam konteks keadilan Tuhan di akhirat saja. Pemahaman ini keliru yang sejalan dengan ungkapan: “Berikan kepada raja apa yang menjadi haknya, dan berikan kepada Tuhan apa yang menjadi hak-Nya pula”. Dunia adalah wilayah kekuasan raja dan akhirat adalah wilayah kekuasaan Tuhan. Ini jelas keliru mendudukan keadilan dalam persoalan filosofis yang diperuntukkan buat akhirat saja. Jadi dengan demikian, keadilan dalam Islam mengandung dimensi dunia dan akhirat. Adil itu sebenarnya adalah sifat Allah sendiri dan Allah adalah hakim yang paling adil. 72 Orang yang bertugas menegakkan sesuatu dan sebagai penegak ia harus mempertahankan, memelihara atau menjamin yang ditegakkan itu. Sebagai penegak dan penjamin, maka ia harus mampu menjalankan fungsi atau tugasnya dengan karakter yang adil.
DU
Guru juga dapat membentuk pribadi yang mampu mewujudkan al-adl (keadilan) Illahiyah dalam komunitas manusia. Islam amat memerhatikan masalah keadilan ini. Konsep keadilan ini berbanding lurus dengan timbulnya kesejahteraan. Semakin orang berlaku adil dalam suatu komunitas, maka akan semakin sejahteralah kehidupan komunitas tersebut. Dan sebaliknya, semakin orang berlaku tidak adil (dzalim), maka akan terampaslah hak-hak orang lain dan pada saat yang bersamaan hilanglah kesejahteraan orang lain itu.
QS Hud (11): 45. “Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku, termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 334; QS Al-Maidah (5): 8. “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 159. 72
164
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
MM
Y
Keberhasilan Nabi Muhammad sebagai pendidik didahului dengan bekal kepribadian yang berkualitas unggul. Menurut Syed Mahmudunnasir73 sebelum diangkat menjadi rasul, di masa kanak-kanaknya beliau sudah dikenal sebagai orang yang berbudi luhur, berkepribadian unggul sehingga dijuluki al-amin, jujur, dapat dipercaya dan sangat dicintai semua orang. Beliau juga memiliki semangat dan ketajaman dalam membaca, menelaah fenomena alam dan sosial; mampu mempertahankan dan mengembangkan kualitas iman dan takwa untuk diri dan umatnya; mampu beramal saleh; mampu berjuang menegakkan kebenaran; memilki integritas kepribadian yang patut diteladani.74 Menurut Majid Irsan al-Kailani 75 setelah mengkaji pemikiran Ibnu Taimiyah, mengemukakan bahwa sifat yang harus dimiliki guru, yaitu: suka saling tolong menolong atas kebajikan dan takwa; menjadi teladan bagi peserta didik dalam kebenaran, dan berusaha memelihara akhlak dan nilai-nilai Islam; berusaha keras untuk menyebarkan ilmunya dan tidak menganggap remeh; dan berusaha mendalami dan mengembangkan ilmu.
DU
Sifat-sifat guru tersebut tentu relevan dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah,76 mengemukakan tujuan pendidikan yang pertama peningkatan iman kepada Allah, meliputi: mahabbah, tawakal, ikhlas, syukur, sabar, khauf dan raja’. Tujuan kedua adalah penyucian jiwa manusia, meliputi: peningkatan norma-norma dalam bermasyarakat, penyucian jiwa dari penyakit hati (al-kibr, hasud, al-‘isyq).
Menurut Abdul Barri al-Qurtubi,77 sifat yang harus dimiliki seorang guru ialah tawadhu, santun, tenang dan berwibawa. Sedangkan menurut
73 Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung: Rosdakarya, 1993), 104. 74 Muhaimin, et al. Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Rosdakarya, 2001), 95. 75 Majid Irsan Al-Kailani, Al-Fikr al-Tarbawi ‘Inda Ibn Taimiyyah, (Madinah: Maktabah Dar al-Turats, 1986), 177-179. 76 Fauziyah Rida Amin Khiyath, Al-Ahdaf al-Tarbawiyah al-Sulukiyah’inda Shaikh al-Islam Ibn Taimiyah, (Mesir: Maktabah al-Munawarah), 119-148. 77 Abdul Barri al-Qurthubi, Al-Fikr al-Tarbawi fī Andalusi 403-478 H, (Beirut: Dar Al-Fikr Al-Arabi, 1946), 95.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
165
Y
Imam Muhyiddin Yahya Bin Syarif Nawawi,78 bahwa adab seorang ‘alim yaitu zuhud dari kehidupan dunia, bersikap murah hati, akhlak yang mulia, dermawan, wajah berseri-seri dan bersabar, wara’, khusyu, tenang, berwibawa, tawadhu, rendah hati, menghindari banyak tertawa, membersihkan badan, dan menghindari bau-bau yang tidak disenangi.
MM
Abi Ja’far Muhammd bin Hasan Al-Tūsi79 menerjemahkan Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 128 dengan kalimat “qasam” artinya sumpah, sehingga berbunyi: “Demi Allah, sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari jenismu yang merasa tidak senang kamu mendapat kesukaran lagi sangat bersungguh-sungguh dan sangat ingin kamu mendapat petunjuk, lagi sangat penyayang, dan tetap pengasih kepada orang-orang beriman”. Adapun yang dimaksud penyayang adalah Nabi Muhammad Saw. senantiasa menyeru kamu kepada kebenaran yang melepaskan kamu dari siksa yang selalu memberikan kepada ilmu dan ma’rifat dengan jalan pelajaran. Rasulullah sangat menginginkan keimanan dan ketakwaan mereka dan akhirnya Rasulullah amat belas kasihan dan penyayang terhadap orang-orang mukmin. Lafadz “ra’uf” adalah shigat mubalaghah (bentuk pernyataan sangat) yang berarti “shadid al-rahmah” amat belas kasihan yang didahului oleh kata “bi al-mu’minīn” yang mengandung arti ikhtisas (kekhususan) bagi orang-orang beriman saja.
DU
Sifat Rasul itu sangat menginginkan dan bersikeras untuk meluruskan tingkah laku dan mendapat hidayah sehingga tertanam dalam hatinya belas kasihan dan penyayang. Sifat belas kasihan dan penyayang itu merupakan dua dari nama Allah yang baik (Asmaul Husna) yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai pengagungan dan tanda kemuliaan.
Jadi, pada ayat tersebut, Nabi digambarkan sebagai seorang yang amat kasih sayang terhadap orang-orang mukmin. Pada ayat tersebut Allah Swt. mensifati Nabi-Nya dengan “ra’fah” dan “rahmah” dalam arti bahwa beliau adalah seorang yang memiliki sifat pengasih dan penyayang kepada 78 Imam Muhyiddin Yahya Bin Syarif Nawawi, Kitab al-‘Ilm Adab al-‘Alim wa alMutakallim, (Beirut: Dar Al-Khair), 87-101. 79 Abi Ja’far Muhammad bin Hasan at-Thusi, Op. Cit., 45.
166
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
Y
umatnya (mu’min) dan bermaksud supaya umatnya mencapai kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan akhirat.80
MM
Sifat kasih sayang tersebut, selain didasarkan pada Al-Qur’an juga didasarkan pada pemahaman bahwa bila seorang guru telah memiliki sifat kasih sayang yang tinggi kepada murid-muridnya, maka guru tersebut akan berusaha sekuat-kuatnya untuk meningkatkan keahliannya karena ia ingin memberikan yang terbaik kepada muridnya.
Sifat kasih sayang dapat menghasilkan suatu bentuk hubungan antara guru dan murid yang khas dalam pendidikan Islam. Kekhasan tersebut akan diwarnai oleh nilai-nilai Islam yang transenden seperti keimanan, keikhlasan dan ketawakalan kepada Allah Swt. Al-Maraghi81 dalam tafsirnya mengatakan bahwa Rasul diibaratkan seorang dokter yang baik hati dan seorang ayah yang belas kasihan terhadap orang mukmin. Seorang dokter yang pandai akan mendahulukan pengobatan yang sukar ditanggung oleh pasien. Begitu pula guru yang baik yang punya kasih sayang perlu mengadakan bermacam-macam pengobatan atas masalah-masalah yang terasa berat dirasakan oleh anak didiknya.
DU
Dengan demikian, bagi seorang guru dituntut untuk bersifat kasih sayang kepada para muridnya dan menciptakan pergaulan seperti pergaulan seorang ayah terhadap anak-anaknya. Sebaliknya para murid pula dituntut untuk menyenangi dan menghormati guru-gurunya. Terciptanya hubungan personal yang bersifat kasih sayang antara guru dan murid bisa menjadi faktor suksesnya jalannya proses belajar mengajar. Sukses itu sifatnya membentuk spiral.82 Sukses seorang guru akan ditandai oleh tertanamnya semangat kepercayaan dan kecintaan antara guru dan murid. Apabila guru menyenangi murid-muridnya, dan mereka merasakan belaian kasih sayang dari gurunya, maka problem-problem dan kesulitan di dalam pengajaran akan mudah diatasi, dan yang sulit menjadi mudah. Adanya kebencian seorang murid terhadap suatu ilmu pengetahuan disebabkan kebencian terhadap guru yang mengajar ilmu tersebut. Sebaliknya, seorang murid Muhammad Ali Al-Shabuni, Sofwah al-Tafāsir, (Beirut: Dar al-Fikr), 58. Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Op. Cit., 96. 82 Peter M. Senge, Op. Cit., 25. 80 81
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
167
Y
dapat menyenangi suatu ilmu pengetahuan disebabkan kesenangannya kepada guru yang mengajar ilmu pengetahuan tersebut.
MM
Para ahli pendidikan Islam sadar akan pengaruh positif dari hubungan kasih sayang antara guru dan murid dalam proses pendidikan dan pengajaran. Mereka telah memberikan perhatian yang besar terhadap kontak personal yang bersifat kasih sayang ini, mereka juga mengajar sesuai dengan berbagai macam kecenderungan serta tingkat kemampuan berpikir para murid. Mereka juga senantiasa mencari cara yang terbaik untuk mengajarkan ilmu sesuai dengan pengetahuan murid, menggunakan metode mengajar yang menyenangkan. Selanjutnya digambarkan dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 159, bahwa jika Rasulullah bersikap keras, maka umatnya akan berpaling dan lari meninggalkan Rasulullah Saw.83 Itulah sebabnya beliau senantiasa menerapkan kasih sayang dalam menyampaikan ajaran Islam, sehingga Islam dapat diterima dengan penuh kesadaran.
DU
Selanjutnya, sifat penting lainnya bagi seorang guru adalah keteladanan. Keteladanan guru menjadi faktor penting dalam menentukan baik buruknya anak didik. Berkaitan dengan hal itu Abdullah Nasih Ulwan84 mengatakan: “Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Hal ini karena pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan anak, yang tidak tanduk dan sopan santunnya disadari ataupun tidak akan ditiru”. Seorang mu’min yang benar-benar ikhlas imannya akan menjadikan Rasulullah Saw. sebagai suri teladan yang ia ikuti dalam akhlaknya, tingkah
QS Ali Imran (3): 159. “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 103. 84 Abdullah Nasih Ulwan, Op. Cit., 4. 83
168
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
Y
lakunya dan mengambil intisari biografinya yang agung. 85 Keteladanan ini berkaitan dengan akhlak yang mulia. Seorang yang berakhlak adalah orang yang mengisi dirinya dengan sifat-sifat terpuji dan menjauhi dari sifat tercela.
MM
Selanjutnya, seorang guru harus memiliki sifat optimis. Optimis merupakan salah satu sifat Rasulullah Saw. sebagaimana terdapat pada ayat di atas, pada kalimat “Dia sangat berharap keimanan dan ketaatan mereka” berarti beliau akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai harapan tersebut. Rasa optimis haruslah tertanam pada jiwa guru ketika berhadapan dengan peserta didiknya. Allah Swt. melarang orang-orang yang beriman berputus asa dalam rahmat Allah.86
Kemudian, sifat seorang guru yang terpenting di dalam menjalankan tugasnya adalah memiliki kepribadian terpadu. Corak kepribadian guru menentukan dalam menunjang keberhasilan pengajaran yang diharapkan. Zakiah Daradjat 87 menyebutkan, kepribadian yang terpadu dapat menghadapi segala persoalan dengan wajar dan sehat, karena segala unsur dalam pribadinya bekerja secara seimbang dan serasi. Pikirannya mampu bekerja dengan tenang, setiap masalah dapat dipahaminya dengan objektif, sebagaimana adanya. Kepribadian guru sangat menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya.88
DU
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan potensi pokok dalam pendidikan Islami yang perlu dikembangkan dalam rangka meningkatkan kemampuan profesional sesuai dengan kebutuhan institusi pendidikan baik pendidikan Islami maupun di lingkungan Kantor Wilayah dan Kementerian Agama RI. Menempatkan SDM sebagai potensi dalam
85 QS Al-Ahzab (32): 21. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 670. 86 QS Yusuf (12): 87. “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 362 87 Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), 15. 88 Ibid., 16.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
169
Y
sistem pendidikan mengandung arti bahwa sistem yang dikembangkan jauh lebih penting yang di dalamnya harus ada potensi-potensi SDM yang berkualitas. Memang terdapat perdebatan akademik, apakah pencapaian mutu dipengaruhi oleh kemampuan individu atau karena sistem yang berjalan dengan baik.
MM
Walaupun demikian, tetap SDM yang berkualitas itu penting sehingga pengembangan SDM dalam mewujudkan institusi pendidikan yang berkualitas, program pengembangan yang diberikan merupakan pilihan terbaik dalam meningkatkan mutu pendidikan Islami. SDM yang utama dalam sistem pendidikan yaitu SDM tenaga guru. Oleh sebab itu, pengembangan kualitas guru mendapat prioritas sehingga diperlukan model pengembangan yang efektif berdasarkan teoretis, langkah operasional serta akuntabilitas dan jaminan mutu.
DU
Pergeseran citra wibawa guru di tengah masyarakat kian merosot dirasakan bagi sekelompok guru yang berdomisili di daerah perkotaan. Tidak demikian halnya bila mereka bertugas di pedesaan, karena penghargaan tinggi dan dianggap mampu mengerjakan apa saja dalam bertugas sebagai tenaga pengajar maupun tugas sosial, agama dan pembangunan lainnya menyebabkan keberadaan mereka sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Persoalan utama bagi guru di pedesaan bukan sekitar citra atau penghargaan masyarakat, namun titik beratnya justru pada kesulitan memperoleh informasi ataupun upaya mendapatkan teknologi mutakhir yang bermanfaatkan dalam menopang tugas profesi mereka. Dalam dua kepentingan tersebut diperlukan pembinaan dan pengembangan, setidaknya mengembalikan guru sebagai figur yang profesional. Pemerintah menempatkan guru sebagai ujung tombak dalam mendidik dan mengajarkan berbagai disiplin ilmu kepada siswa sehingga pengetahuan, sikap dan keterampilan menjadi bekal dalam menjalankan tantangan kehidupan. Dalam era Orde Baru, guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa, akan tetapi mereka adalah poin-poin politik pemerintah dalam mencapai misi tertentu. Banyak yang telah diperbuat, mulai dari melaksanakan tugas wajib hingga membantu kepala desa melaksanakan pembangunan fisik, tugas kerohanian, ataupun ujung tombak politik dalam menyukseskan pemilu.
170
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
MM
Y
Sesungguhnya dalam konteks kewenangan, guru diberikan tugas melaksanakan kegiatan pengajaran. Tugas guru sangat berat dan kompleks yaitu karena berkaitan dengan tugas memanusiakan manusia.89 Artinya di sana terdapat dua misi utama yakni melaksanakan tugas duniawi dan tugas-tugas berkaitan dengan kehidupan akhirat. Salah satu ikhtiar menurut yang dapat membantu guru untuk melaksanakan dua misi utama tersebut adalah memadukan peningkatan mutu antara akhlak dengan mutu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi bekal guru sebagai seorang inovator yang berakhlak mulia.90
Menyadari tugas berat yang diemban guru, sementara mereka dibatasi oleh tingkat kemampuan; motivasi sebagai manusia kadangkala dapat saja menurun atau tidak tertutup kemungkinan terjadinya konflik tugas disebabkan belum dewasa menghadapi masalah pada gilirannya guru sebagai individu akan dihadapkan pada persoalan amat pelik. Dalam konteks inilah dibutuhkan pengembangan sebagaimana disebutkan Randall S. Schuler bahwa pengembangan sebagai bagian kritis dari manajemen sumber daya manusia dan karyawan yang dapat dilakukan melalui kegiatan: human resource planning, job analysis and performance appraisal, recruitment and selection, compensation. Di samping itu, terdapat faktor internal yang sangat menentukan program pengembangan yakni top management, changing technologi.91
DU
Nadler menegaskan bahwa urgensi pengembangan berkaitan dengan kebutuhan organisasi atau bahkan kebutuhan individu.92 Tujuan tersebut meliputi upaya memperoleh keterampilan, pengetahuan dan sikap. Artinya individu yang akan dikembangkan memiliki tujuan yang jelas, terutama menentukan unjuk kerja yang diharapkan sehingga proses pengembangan merupakan perpaduan antara pendidikan dan pelatihan serta pengalaman. Di sinilah perlunya kajian kritis untuk menentukan
Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Rosdakarya, 2000), 8. Idochi Anwar, “Meningkatkan Produktivitas Kerja”, dalam Jurnal Pendidikan, (Bandung: UPI, 1999), 12. 91 Randall S. Schuler, Personnel and Human Resource Management, (New York: West Publishing Company, Third Edition, 1987), 394-396. 92 Nadler, Disigning Training Programs, (Chicago Amerika Serikat: Chicago Press, 1982), 34. 89 90
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
171
Y
program pengembangan yang terbaik dalam mengatasi masalah profesi guru pendidikan Islami.
MM
Agar pengembangan SDM guru lebih bermakna, maka pengembangan tersebut harus menyentuh kebutuhan tugas pokok dan fungsi guru. Aspek-aspek yang harus dikembangkan tersebut, antara lain: penguasaan kurikulum, penguasaan materi, penguasaan metode mengajar, penguasaan teknologi pembelajaran, penguasaan kemampuan penilaian hasil belajar, serta, kemampuan melaksanakan tugas tambahan sebagai kepala pendidikan Islami, atau wali kelas. Kemudian pengembangan diarahkan untuk mewujudkan perubahan budaya kerja dengan mengutamakan kerja sama serta menyadarkan akan pentingnya kualitas kepada semua pihakpihak yang terlibat dalam menyelenggarakan pendidikan, terutama dalam aspek pengelolaan dan kepemimpinan.
DU
Dalam pengembangan kemampuan profesional guru bahwa dalam pembinaan mutu guru melalui pendidikan dalam jabatan, penekanan diberikan kepada kemampuan guru agar dapat meningkatkan efektivitas mengajarnya, mengatasi persoalan-persoalan praktis dalam pengelolaan proses belajar mengajar, dan meningkatkan kepekaan guru terhadap perbedaan individual para siswa yang dihadapinya.93 Salah satu pelajaran dari reformasi pendidikan di negara maju adalah reformasi kebermaknaan yang berdampak pada pendidikan Islami. Oleh karena itu, commitment to change must be achieved at the scholl level perlu mendapat perhatian komunitas pendidikan Islami. Komitmen pendidikan Islami dalam menjamin mutu peserta didik yang diharapkan yaitu dengan cara mengembangkan kemampuan profesional guru melalui program pendidikan yang ditawarkan pemerintah atau inisiatif kepala pendidikan Islami untuk memilih program pengembangan lain. Uraian pentingnya pengembangan SDM tenaga guru memberikan makna khusus bagi kepala pendidikan Islami untuk meningkatkan manajemen mutu terpadu. Program pengembangan yang dilakukan dengan paket pendidikan dalam jabatan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesional serta memiliki komitmen untuk melakukan Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (Ed), Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), 263. 93
172
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
Y
inovasi yang pada prinsipnya sebagai agen perubahan positif bagi penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.
MM
Pengembangan tenaga guru bertujuan untuk memecahkan masalahmasalah tugas rutinitas serta dalam rangka mengisi posisi pada jabatan tertentu dengan memberikan seperangkat kompetensi melalui pendidikan dan latihan sehingga diperlukan suatu model aktual, sehingga program pengembangan dapat dilaksanakan secara efektif dan memberikan makna dalam meningkatkan kemampuan guru baik secara individual maupun sistem kelembagaan. Dalam pengembangan mutu guru, berkaitan dengan tugas-tugas yang sibuk di pendidikan Islami, dapat memilih model pengembangan on-the-job atau off-the-job. Model pengembangan tersebut dapat dipadukan dengan self-study.
DU
Pengembangan guru selain meningkatkan mutu, juga bertujuan untuk mengembangkan karier. Karier sebagai guru profesional pada semua jenjang pendidikan perlu diciptakan sedemikian rupa sehingga cukup memberikan kepuasan kepada para guru untuk tetap berada dalam jabatannya sebagai guru karena daya tarik jabatan guru.94 Rekomendasi ini memberikan peluang strategis untuk melaksanakan program pengembangan guru yang sesuai dengan kebutuhan. Arah dan strategi yang diterapkan dari model yang dipilih sudah semestinya memiliki nilai relevansi yang bertujuan untuk memperbaiki kinerja dalam melaksanakan tugas serta memperbaiki nasib guru. Model pengembangan yang dijadikan kebijakan masih diskriminatif sebagaimana dilakukan selama ini menyebabkan rendahnya tingkat kepuasan guru sebagai implementator pendidikan dan ternyata berimbas pada prestise. Semua itu bersumber dari model implementasi pengembangan selama ini yang dirasakan masih belum sempurna sehingga arah dan target pengembangan memerlukan fokus untuk mewujudkan human resource champions. Manusia-manusia unggul yang didapatkan dari program pengembangan menjadi komoditas kebijakan pemerintah, tentunya harus direncanakan 94
Ibid., 278.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
173
MM
Y
secara baik dengan melakukan analisis posisi bersamaan dengan mencermati kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan. Peter M. Senge membangun prinsip bahwa manusia berkembang secara terus-menerus sesuai kapasitasnya untuk menciptakan hasil dan prestasi, bahkan manusia belajar tentang bagaimana belajar bersama.95 Beberapa catatan penting yang mesti dijadikan pertimbangan ketika program pengembangan SDM guru yaitu asas equity dan equality. Semua asas tersebut memberikan kesempatan kepada semua SDM dengan tidak membedakan antara tetap atau honorer.
Banyak faktor yang menentukan keberhasilan peningkatan mutu pendidikan di pendidikan Islami. Kunci utamanya terletak pada manajemen mutu pendidikan Islami, khususnya dari perilaku kepemimpinan kepala pendidikan Islaminya. Namun demikian, upaya perbaikan mutu pendidikan di pendidikan Islami tetap harus dilaksanakan secara menyeluruh, dengan diawali oleh perbaikan terhadap mutu input, proses pembelajaran dan output siswanya yang mendapat dukungan penuh dari tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan yang memiliki sejumlah kompetensi dan kualifikasi yang sepadan dengan tugasnya.
DU
Hal ini sejalan dengan pendapat Eric Hoyle, bahwa the strength of an education system must largely depend upon the quality of its teacher’s”.96 Demikian pula Oteng Sutisna mengemukakan bahwa mutu program pendidikan bergantung tidak saja kepada konsep-konsep program yang cerdas, melainkan juga kepada personel pengajar yang mempunyai kesanggupan dan keinginan untuk berprestasi.97 Dengan kekuatan sumber daya guru yang dimiliki, maka penciptaan budaya mutu menjadi terlaksana dengan baik, yakni menempatkan mutu di atas segalanya. Upaya pendidikan Islami untuk menciptakan budaya mutu, harus ditunjang oleh pembinaan profesional yang teratur dan terjadwal, agar implementasi program pendidikan Islami bisa berhasil mencapai standar sesuai dengan yang diharapkan. Kepala
Peter M. Senge, Op. Cit., 3. E. Hoyle, The Process of Management, in E523 Management and School, (Milton Keynes, Open University Press, 1981), 9. 97 Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan: Dasar Teoretis untuk Praktik Profesional, (Bandung: Angkasa, 1991), 109. 95
96
174
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
Y
pendidikan Islami memegang peranan kunci untuk mendukung upaya merealisasikan berbagai kegiatan yang terarah fokus pada mutu pendidikan Islami. Kondisi demikian, sangat menunjang terhadap terjadinya higher order thinking skills, yang ditandai oleh adanya kemampuan untuk berpikir kritis, analitis, kreatif, reflektif, dan transformasional.
MM
Implementasi pengembangan SDM parameter keberhasilan yang dikaitkan dengan faktor investasi. Gary S. Becker melihat pengembangan individu melalui model pendidikan dalam jabatan merupakan investasi penting dalam human capital.98 Investasi yang ditanamkan dalam model pendidikan on-the-job menjawab tuntutan jangka panjang. Pendidikan dan pelatihan memberikan solusi untuk mengatasi masalah pekerjaan dari persoalan sederhana sampai pada masalah yang paling sulit sehingga dapat diatasi melalui peningkatan keterampilan dan pengetahuan. Model pendidikan on-the-job adalah model yang lebih efisien terutama jika dikaitkan dengan tingkat pengalaman yang bersangkutan. Jika diterapkan secara adil dan merata sebagai model prioritas dalam pengembangan guru, maka semua guru akan memiliki tingkat kompetensi yang dapat melaksanakan pekerjaan secara baik dan memiliki kepuasan tertentu.
DU
Jika dikaitkan dengan fungsi manajemen mutu yang dikemukakan pada pembahasan terdahulu, maka model pengembangan dalam kajian ini diarahkan untuk mengungkapkan fungsi-fungsi tersebut yang menjadi panduan untuk menelaah substansi pengembangan SDM.
G. Russel Davis menggambarkan tahapan program pengembangan melalui pelatihan maupun pendidikan yang diawali dengan menilai kebutuhan, penentuan tujuan yang selanjutnya menetapkan isi program dan memilih pendidikan yang relevan serta menetapkan prinsip-prinsip belajar.99 Kemudian disusun program kerja untuk menjawab kebutuhan keahlian, pengetahuan, sikap para pegawai.
Gary S. Becker, Human Capital: A Theoretical and Empirical Analysis With Special Reference to Education, (Chichago Amerika Serikat: Chicago Press, Third Edition, 1993), 30-31. 99 G. Russel Davis, Planning Education for Development: Volume Issue and Problems in The Palnning of Education in Developing Countries, (Cambridge: Massachusetts, 1996), 287. 98
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
175
Y
Tahapan pengembangan yang menerapkan program pelatihan di atas dapat menjadi rujukan untuk kebijakan pengembangan pendidikan Islami berkaitan dengan mutu guru. Menilai kebutuhan artinya bahwa apa yang dibutuhkan pendidikan Islami? Dan apa yang dibutuhkan oleh stakeholders pendidikan Islami?
MM
Castetter merinci langkah manajerial pengembangan mutu SDM dengan memberikan panduan program pengembangan yang dapat ditempuh melalui 4 (empat) langkah penting.100 Keempat langkah yang hendak diimplementasikan tersebut diawali dengan menentukan posisi jabatan atau tempat pendidikan yang ditetapkan sebagai lokasi pengembangan. Setelah posisi jabatan disetujui menjadi kebutuhan prioritas untuk dijadikan kebijakan dalam rangka mengisi formasi sekaligus memperoleh tenaga-tenaga yang terampil dan cakap melaksanakan tugas, maka dianalisis kebutuhan pengembangan. Hal ini dapat diukur dari kriteria pendidikan formal, kemampuan mengajar, penguasaan materi pelajaran, disiplin dan tanggung jawab, penyelesaian tugas-tugas administratif, komitmen terhadap tugas dan budaya mutu, kreativitas dalam menyelesaikan berbagai tugas. Dalam platform pengembangan SDM, Malik Fajar101 menyusun kerangka strategi dalam memberikan jaminan mutu dan juga berkaitan dengan reformasi pendidikan meliputi:
DU
Pertama, melaksanakan otonomi dan desentralisasi. Manajemen pengembangan SDM termasuk pengembangan tenaga kependidikan dilaksanakan oleh daerah, yakni pemerintah kabupaten/kota sebagai subjek pengembangan. Kedua, melaksanakan manajemen berbasis sekolah/pendidikan Islami. Pengembangan SDM berorientasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk memenuhi tuntutan otonomi dan pemberdayaan pendidikan Islami. Sikap profesional tenaga kependidikan diharapkan
100 Castetter B. William, The Human Resource Function in Educational Administration, (Ohio: Merril an Imprint of Prentice Hall, 1996), 236. 101 A. Malik Fajar, Platform Reformasi Pendidikan dan Pembangunan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Depag RI, 1999), 57-61.
176
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
Y
memberikan arti penting dalam peningkatan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan.
MM
Ketiga, melakukan review kurikulum; pengembangan tenaga kependidikan memberikan peluang terhadap peningkatan mutu kurikulum berbasis lingkungan yang dibekali kompetensi tertentu sehingga mampu menjawab kebutuhan masyarakat setempat. Melalui relevansi pendidikan diharapkan memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang memiliki daya kompetitif. Keempat, menerapkan sistem manajemen mutu. Pengembangan tenaga kependidikan diharapkan memberikan kemampuan manajerial untuk menata kembali manajemen organisasi dengan memerhatikan pemberian peran yang luas kepada masyarakat. Kelima, penerapan student center learning; melalui pengembangan tenaga kependidikan diharapkan memberikan solusi terhadap persoalan masa depan berkaitan dengan kreativitas dan penciptaan proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.
DU
Platform di atas memberikan makna bahwa jaminan mutu pengembangan guru harus dilihat dari kebutuhan tugas, baik berkaitan dengan siswa, manajemen kelas maupun penyelenggaraan pendidikan. Jaminan mutu harus dipandang sebagai kegiatan yang bervariasi untuk mewujudkan efisiensi, produktivitas dan memberikan keyakinan kepada masyarakat tentang keandalan mutu. Penerapan jaminan mutu dalam memilih program studi berkaitan dengan relevansi kebutuhan kemampuan profesional, dan semakin dilengkapi dengan jaminan mutu terhadap kinerja perencanaan dan pelaksanaan. Dalam memberikan jaminan mutu tersebut, bahwa di dalam pengembangan sangat dibutuhkan kinerja yang profesional. Agar tepat sasaran dalam pengembangan mutu guru, maka perlu langkah berikut: pertama, identifikasi jabatan baru dengan memastikan penambahan tenaga berdasarkan kebutuhan melalui identifikasi jabatan dengan baik. Kedua, memastikan bahwa orang yang diseleksi adalah orang yang terbaik. Ketiga, masa percobaan dengan memberikan kesempatan bagi tenaga dan pimpinan organisasi dalam mengevaluasi, tidaknya penunjukan mereka dalam program pengembangan
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
177
Y
tersebut. Keempat, penilaian tujuan dengan memastikan sinkronisasi antara tujuan organisasi dan tujuan pribadi. Kelima, pengembangan menjamin kapasitas guru selalu sesuai dengan keperluan pelanggan dan juga memastikan adanya peningkatan kepuasan profesi.
MM
Dengan memerhatikan fokus jaminan mutu untuk mewujudkan pengembangan guru sesuai dengan kebutuhan organisasi dan selanjutnya memberikan bukti kinerja manajemen yang profesional sangan membantu dalam memberikan kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan Islami, terutama pada guru yang telah menyelesaikan program pengembangan.
DU
Berdasarkan uraian ini, menunjukkan bahwa mutu pendidikan Islami dapat dikembangkan terus berkelanjutan dengan menerapkan sistem manajemen mutu baik internal maupun eksternal. Arah pengembangan mutu pendidikan Islami terfokus pada mutu peserta didik sebagai layanan utama. Untuk menciptakan mutu peserta didik diperlukan guru-guru profesional yang mengutamakan mutu dalam setiap aktivitasnya. Oleh sebab itu, pengembangan mutu pendidikan Islami yang paling pokok yaitu mutu guru yang permanen bertugas di pendidikan Islami. Mutu guru pendidikan Islami sesuai dengan pokok ajaran Islam yang mengutamakan iman, ilmu, dan amal. Mutu SDM agar berjalan sistemik maka diperlukan sistem manajemen mutu, sehingga yang dominan adalah sistem sebagai ukuran, bukan individu; sistem lebih pokok untuk lancarnya program penjaminan mutu.
C. Penjaminan Mutu Peserta Didik Mutu peserta didik di pendidikan Islami perlu dikembangkan dengan mengacu pada karakteristik pendidikan Islam itu sendiri. Peserta didik disebut juga murid, yang berarti orang yang menginginkan (the willer), dan menjadi salah satu sifat Allah Swt. yang berarti Maha Menghendaki.102 Seorang murid adalah orang yang menghendaki agar mendapatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan kepribadian yang baik untuk
Engr Sayyid Khaim Husayn Naqawi, Dictionary of Islamic Terms, (New Delhi: Calcuta al-Lahabad, 1992), 235. 102
178
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
Y
bekal hidupnya agar berbahagia di dunia dan akhirat dengan jalan belajar yang sungguh-sungguh. Istilah murid ini digunakan dalam ilmu tasawuf sebagai orang yang belajar mendalami ilmu tasawuf kepada seorang guru yang dinamai syekh.103
MM
Selain kata murid dijumpai pula kata al-tilmidz yang juga berasal dari bahasa Arab, yang memiliki arti pelajar. Kata ini digunakan untuk menunjuk kepada peserta didik yang belajar di pendidikan Islami, dan istilah ini antara lain digunakan oleh Ahmad Thalabi.104 Selanjutnya terdapat pula kata al-mudarris, yang berarti orang yang mempelajari sesuatu.105 Kata ini dekat dengan kata pendidikan Islami, dan seharusnya digunakan untuk arti pelajar pada suatu pendidikan Islami, namun dalam praktiknya tidak demikian.
Istilah lain, berkaitan dengan peserta didik adalah al-thālib yang berarti orang yang mencari sesuatu.106 Konsep ini dapat dipahami karena seorang pelajar adalah orang yang tengah mencari ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan pembentukan kepribadian untuk bekal kehidupannya di masa depan agar berbahagia dunia dan akhirat. Istilah al-thālib lebih bersifat aktif, mandiri, kreatif dan sedikit bergantung kepada guru.
DU
Selanjutnya, istilah yang berhubungan erat dengan peserta didik yaitu al-muta‘allim yang berarti orang yang mencari ilmu pengetahuan.107 Istilah al-muta’allim yang menunjukkkan peserta didik sebagai orang yang menggali ilmu pengetahuan merupakan istilah yang populer dalam karyakarya ilmiah para ahli pendidikan Islam.108 ‘Abd al-Rahmân ‘Abd. al-Khalîq, al-Fikr al-Sûfi fî Dau al-Kitâb wa al-Sunnah, (Kuwayt: Maktabah Ibn Taymiyyah, 1986), 316-349. 104 Ahmad Thalabi, Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Mesir: Kashshaf li al-Nashr wa al-Thiba’ah wa al-Tauzi, 1954), 286-307. 105 Engr Sayyid Khaim Husayn Naqawi, Dictionary of Islamic Terms, (New Delhi: Calcuta al-Lahabad, 1992), 375. 106 Ibid., 326. 107 Ibid., 323. 108 Para ahli pendidikan Muslim secara eksplisit menulis karya-karya ilmiah mereka dengan menggunakan istilah al-muta’allim untuk merujuk pada pengertian peserta didik. Misalnya, lihat Imam Burhanuddin al-Zarnuziy, Ta’līm al-Muta’allim, (Mesir: Dār al-Ma’arif, 1962), 34; al-Imam Muhyidin Yahya bin Sharaf al-Nawawiy, Kitab al-‘Ilm wa Adab al-‘Ālim wa al-Muta’allim, (Beirut: Dār al-Khayr, 1993), 34; Ahmad Muhammad Ibrahim Falatah, Adāb al-Muta’allim fī al-Fikr al-Tarbawiy al-Islāmiy, (Mesir: Dār al-Jami’ 103
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
179
MM
Y
Jika merujuk pada Al-Qur’an dan al-Hadis, dapat dijumpai penggunaan kata al-muta’allim untuk arti orang yang menuntut ilmu pengetahuan.109 Allah bertindak sebagai al-mu’allim (yang mengajar) dan Nabi Adam berada dalam posisi sebagai al-muta’allim (yang belajar). Nabi Adam sebagai muta’allim menerima pengajaran tentang nama-nama konsep seluruhnya. Melalui proses pengajaran tersebut, Nabi Adam dapat menguasai ilmu pengetahuan, sehingga para malaikat pun menghormatinya. Manusia berada pada posisi sebagai yang diberi ilmu (al-muta’allim). Allah Swt. mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui menjadi sesuatu yang diketahui, sehingga dengan proses pengajaran tersebut ada perubahan dari tidak mengetahui menjadi berpengetahuan.110 Istilah al-muta’allim lebih bersifat universal, mencakup semua orang yang menuntut ilmu pada semua tingkatan.
DU
Berdasarkan uraian di atas, karakteristik peserta didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah mencari ilmu. Dalam ilmu pendidikan Islam hakikat ilmu berasal dari Allah, sedangkan proses memperolehnya dilakukan melalui kegiatan belajar mengajar. Belajar dapat dilakukan oleh diri sendiri atau melalui orang lain. Oleh karena ilmu itu bersumber dari Allah, maka konsekuensinya seorang peserta didik perlu mendekatkan diri kepada Allah dan menghiasi diri dengan akhlak yang mulia yang disukai Allah, dan sedapat mungkin menjauhi perbuatan yang tidak disukai Allah. Berkaitan dengan hal ini, muncullah aturan normatif tentang perlunya kesucian jiwa bagi seseorang yang sedang menuntut ilmu, karena ia sedang mengharapkan ilmu yang merupakan anugerah Allah Ta’ala.
al-Nushu al-Tauzi’); Badruddin Ibnu Jama’ah al-Kananiy, Tadkirah al-Sami’ wa alMutakallim fī Adab al-‘ Ālim wa al-Muta’allim, (Beirut: Dar al-Kitab al-Alamiyyah), 44. 109 QS Al-Baqarah (2): 31. “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orangorang yang benar!". Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 14; Lihat ‘Ibn Majjah, Sunan ‘Ibn Majjah, Juz Awwal, 83, Hadith Nomor 224. 110 QS Al-‘Alaq (96): 4-5. “Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 1079.
180
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
MM
Y
Ilmu itu hakikatnya cahaya dari Allah, dan hal itu hanya diberikan kepada hamba-Nya yang taat kepada-Nya.111 Jelas bahwa Allah dapat membimbing seseorang untuk mendapatkan cahaya-Nya jika Dia menghendaki. Bertolak dari keyakinan bahwa ilmu itu datang dari Allah, maka muncullah etika tentang muraqabah (pendekatan diri) kepada Allah yang harus dilakukan oleh seorang peserta didik yang ingin mendapatkan ilmu-Nya. Bagian ini yang membawa kepada penjelasan tentang syarat dan sifat-sifat peserta didik dalam proses pendidikan di pendidikan Islami. Peserta didik merupakan unsur manusiawi yang sedang bersungguhsungguh mencari ilmu pengetahuan dan berusaha keras untuk mendapatkannya. Orang yang senantiasa giat dalam mencari ilmu, berarti ia berjalan di jalan yang menuju ridha Allah. Allah Ta’ala memerintahkan kepada manusia untuk mencari ilmu. Jika mencari ilmu diperintahkan, maka melakukan pencarian ilmu berarti wujud ketaatan terhadap-Nya.112 Dalam pandangan Islam, ilmu dapat diperoleh dengan cara bertanya kepada orang yang menguasai ilmu tersebut. Keberanian bertanya merupakan salah satu faktor penting bagi kesuksesan belajar seorang peserta didik. 113
DU
111 QS Al-Nur (24): 35. “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaanperumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 550. 112 QS Al-Taubah (9): 122. “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 301. 113 QS An-Nahl (16): 43. “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orangorang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 408.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
181
Y
Perintah bertanya dalam ayat tersebut, menunjukkan bahwa seorang peserta didik berhak untuk bersikap kritis. Peserta didik dapat bertanya tentang sesuatu yang belum jelas dan masih ragu-ragu, sehingga memerlukan jawaban guru yang lebih meyakinkan.114
MM
Berdasarkan pada keterangan ayat tersebut, kedudukan peserta didik dalam pendidikan Islami bukan objek yang tidak dapat mengemukakan isi hati dan pikirannya dengan bebas. Jadi, tidak benar pemahaman yang menganggap bahwa peserta didik adalah objek pendidikan yang dapat dibentuk sekemauan seorang guru. Peserta didik dalam pendidikan Islami adalah subjek didik yang bersifat dinamis. Kedudukan peserta didik adalah partner bagi guru dalam proses belajar mengajar. Walaupun dalam halhal tertentu tidak dapat dihindarkan bahwa peserta didik adalah objek pendidikan yang akan menyerap ilmu dari guru. Namun di sisi lain, gurupun dapat menjadi objek yang menerima masukan dari murid. Oleh karena itu, dalam pandangan pendidikan Islam, guru dan peserta didik adalah berkedudukan sebagai subjek dalam pendidikan yang dapat saling mengisi.
DU
Selanjutnya, kedudukan peserta didik dalam ajaran Islam ditempatkan pada kedudukan yang terhormat dan dihormati. Semua makhluk Allah senantiasa mendoakan kepada mereka para pencari ilmu.115 Berdasarkan hadis, para malaikat dan segenap yang ada di langit dan di bumi ridha terhadap para pencari ilmu. Hal ini dapat dipahami, karena dengan para pemilik ilmu itu dapat menjaga amanat dan menegakkan keadilan dan kebenaran di muka bumi ini. Tanpa ilmu, maka dunia ini akan terasa kering dan gersang. Tanpa ilmu, hidup manusia berada dalam kegelapan. Menurut al-Ghazali,116 ilmu itu kehidupan hati dari kebutaan, sinar penglihatan dari kegelapan dan kekuatan badan dari kelemahan yang
QS Az-Zumar (39:) 18. “Yang mendengarkan perkataan lalu mengikutinya apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah ulul albab”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 748. 115 HR Ahmad, Ibnu Hibban dan Hakim dan ia menshahihkannya dari Hadis Shafwan bin Assal. Lihat Ahmad, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, (Beirut: Dār al-Fikr, tt), 247. 116 Al-Ghazali, Mizan al-‘Amal Jilid I, (Kairo: Dār al-Ma’arif, 1961), 40. 114
182
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
Y
menyampaikan hamba pada kedudukan orang-orang yang bijak dan derajat yang tinggi. Dengan ilmu tersebut, Allah disembah dan dengan ilmu dapat diketahui halal dan haram. Ilmu itu pemimpin dan amal adalah pengikutnya.
MM
Berkaitan dengan hal tersebut, Asma Hasan Fahmi117 mengatakan, bahwa para pelajar mendapat penghormatan dan penghargaan, karena mereka mencari sesuatu yang amat tinggi nilainya dalam dunia ini, yaitu ilmu pengetahuan. Dengan ilmu, seseorang dapat menjadi mulia, sebagaimana Nabi Adam as. dihormati oleh para Malaikat karena ia memiliki ilmu yang mulia.
Cara orang berilmu mencapai kesempurnaan yaitu ia mengetahui kekurangan-kekurangan atas dirinya dan melenyapkan kekurangan tersebut serta memperbaikinya. Semakin bertambah ilmu, maka semakin melakukan perbaikan atas kekurangannya dan pada gilirannya ia akan semakin sempurna. Orang yang berilmu melakukan suatu aktivitas untuk menghilangkan ketidaksempurnaan dan demi kelangsungan hidupnya yang bahagia.
DU
Oleh karena itu, hendaknya mereka para peserta didik tidak menempatkan diri mereka kecuali di tempat yang terhormat, tempat yang dapat dihargai tanpa bersikap sombong dan egois, dan tidak pula menggunakan kemampuan mereka kecuali untuk tujuan-tujuan yang tepat. Mereka mesti menjunjung tinggi agama mereka, tidak segansegan menyatakan diri sebagai orang Muslim, dan selalu melaksanakan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan pada mereka sebagai peserta didik. Untuk itu, mereka dapat meneladani banyak tokoh yang mencurahkan dedikasi mereka pada agama, seraya tetap berani melakukan kritik secara terbuka terhadap kebobrokan moral yang merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan. Sejalan dengan kemuliaan ilmu, seorang peserta didik harus memelihara akhlak yang mulia, menjauhi akhlak yang tercela, jangan pengecut, tidak sombong dan jangan tergesa-gesa dalam menuntut ilmu.
Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1999), 174. 117
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
183
Y
Ia harus tawadhu, memelihara diri dan menjauhi dari perbuatan mubazir, sehingga terpelihara kemuliaan diri sejalan dengan kemuliaan ilmu yang dimilikinya.
MM
Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas dapat dipahami, bahwa kedudukan seorang peserta didik dalam pendidikan Islam ditempatkan pada posisi yang mulia dan dimuliakan. Dalam pendidikan Islam, kemuliaan peserta didik ini pada mulanya karena kemuliaan ilmu itu sendiri, baru kemudian kemuliaan pemilik ilmu tersebut. Kemuliaan peserta didik dipengaruhi oleh persepsi tentang dorongan Islam untuk belajar, sehingga menjadi orang berilmu yang dapat menghantarkan pemiliknya kepada derajat takwa seperti terdapat dalam Al-Qur’an dan AsSunnah. Hal ini melahirkan pemikiran bahwa ilmu itu terus-menerus perlu dikembangkan. Oleh karena itu, dalam pendidikan Islami, ilmu tidak boleh mengalami stagnasi (kemandegan) dalam berbagai aspeknya. Kemacetan ilmu merupakan malapetaka terbesar yang akan menghancurkan sendisendi kehidupan manusia.118 Kedudukan peserta didik dalam pendidikan Islami semakin jelas keutamaannya. Kedudukan pencari ilmu itu diangkat derajatnya, karena mereka itu ahli Allah dan khassah-Nya.119 Hal ini patut mendapat perhatian dari semua pihak tentang pentingnya menjadi seorang pencari ilmu. Keutamaan ini diperoleh, selain di dunia juga di akhirat.
DU
Syarat utama yang dimiliki seorang peserta didik yaitu niat yang lurus. Menurut al-Zarnuziy,120 seorang pelajar dalam menuntut ilmu
Ahmad, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), Juz XIII, Hadis ke-7421, 161, dengan sanad shahih. Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban. Lihat pula M. Ajaj al-Khatib, Al-Sunnah Qabla al-Tadwin, (Beirut: Dār al-Fikr, 1401 H/1981 M.), 69. “Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga, dan tidaklah suatu kaum berkumpul di rumah Allah, mereka membaca Kitab Allah dan bersama-sama mempelajarinya, kecuali mereka akan mendapatkan sakinah (ketenangan), dipenuhi oleh rahmat, dan dikelilingi oleh malaikat dan Allah menyebut kepada mereka yang ada di sisi-Nya, dan barangsiapa tidak diperoleh melalui amalnya maka tidak dapat dipercepat karena keturunannya”. 119 Ahmad Muhammad Ibrahim Falatah, Adāb al-Muta’allim fī al-Fikr al-Tarbawiy al-Islāmi, (Madinah: Dar al-Kitab al-Nushu’ wa al-Tauzi’), 39. 120 Al-Imam Burhan al-Islam Al-Zarnuziy, Ta’līm al-Muta’allim, (Mesir: Maktabah al-Nahdhah), 90. 118
184
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
MM
Y
agar berniat untuk mencari keridhaan Allah dan kebahagiaan hidup di akhirat, menghilangkan kebodohan, dan menghidupkan agama Islam. Kelangsungan hidup keberagamaan hanya dapat dilaksanakan dengan ilmu, sehingga tidak benar jika seorang yang zuhud dan takwa tanpa disertai dengan ilmu. Lebih lanjut, al-Zarnuziy mengatakan pencari ilmu jangan berniat untuk mencari kehormatan dunia atau mencari kehormatan di depan penguasa.121 Menurut Ahmad Muhammad Ibrahim al-Falatah,122 macam-macam motivasi seorang muta’allim dalam mencari ilmu yaitu: motivasi atas dasar dorongan ajaran agama Islam, dorongan ilmiah dalam mencari ilmu, dorongan sosial; dan sebab-sebab dorongan ekonomi. Motivasi yang berdasarkan pada ajaran Islam, bertolak dari pemahaman bahwa Islam memberi kedudukan yang tinggi kepada ahli ilmu, bahkan ditempatkan setelah tingkatan para nabi. Lebih lanjut dikatakan, wujud motivasi ini yaitu niat yang ikhlas, bertujuan untuk diamalkan dan dilakukan secara terus-menerus.123
DU
Akan tetapi, belajar terus-menerus tidak akan terlaksana jika seorang peserta didik tidak memiliki loyalitas terhadap ilmu. Jadi, konsekuensi dari belajar yang terus-menerus yaitu seorang peserta didik perlu memiliki loyalitas yang tinggi terhadap ilmu. Dalam hal ini, peserta didik perlu menjadikan para sahabat Nabi sebagai teladan dalam loyalitasnya terhadap ilmu. Pada diri para sahabat telah mencapai derajat yang mampu mengambil perhatian untuk selalu memerhatikan keterangan-keterangan dan keadaan mereka yang menunjukkan loyalitas terhadap ilmu dan menunjukkan pengetahuan mereka yang tinggi. Menurut Muhammad Ra’fat Said124 bahwa ambisi para sahabat terhadap ilmu begitu besar, sehingga pada saat-saat sibuk dengan urusan lain seperti perang fī sabilillāh dan sebagainya, mereka mewakilkan kepada beberapa orang untuk tetap tinggal bersama Rasulullah Saw. dan mendengarkan HadisHadis yang diucapkannya. Sekembalinya dari peperangan orang-orang Ibid. Ahmad Muhammad Ibrahim Falatah, Op. Cit., 35-61. 123 Ibid. 124 Muhammad Ra’fat Sa’id, Rasulullah Saw. Profil Seorang Pendidik, alih bahasa Amir Hamzah Fachrudin dan Zaenal Arif Fachrudin RM, (Jakarta: Firdaus, 1994), 143. 121 122
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
185
Y
yang dipercayakan tadi menyampaikan apa-apa yang diucapkan Rasul. Demikianlah cara mereka belajar.
MM
Seorang peserta didik yang loyal terhadap ilmu, maka ia akan senantiasa mendalami ilmu tersebut hingga benar-benar menguasainya. Para sahabat nabi yang telah dilandasi oleh iman yang kuat, mempelajari ilmu untuk memahaminya, menghafalnya dan mengamalkannya lalu menyampaikannya, seperti yang diriwayatkan oleh Anas r.a. seperti juga Hadis-Hadis lain bahwa para sahabat mendalami ilmu sampai betul-betul meresap dan tertanam di dalam hati.
Demikian pula menurut al-Nawawi, seorang pelajar harus membersihkan hati sebagai prasarat untuk menuntut ilmu, bersihnya hati untuk ilmu seperti bersihnya bumi untuk tanaman.125 Selanjutnya, menurut al-Nawawi, syarat peserta didik yaitu bersikap tawadhu terhadap ilmu dan guru, karena hanya dengan sikap tawadhu itulah ilmu dapat tercapai.126 Ilmu itu musuhnya sifat sombong seperti banjir tidak suka dataran yang tinggi. Dan bermusyawarahlah dalam setiap masalah, serta mengikuti petunjuk guru seperti pasien mengikuti petunjuk dokter yang menasihatinya dengan baik. Jangan mengambil ilmu dari seseorang kecuali yang sempurna keahliannya dan jelas keagamaannya dan nyata ma’rifatnya, termashur kehati-hatian dan kemuliannya.
DU
Syarat peserta didik yang lainnya mengharap ridha guru dengan sungguh-sungguh walaupun berbeda pandangan, jangan mengupat dan mencelanya.127 Seorang peserta didik perlu bersungguh-sungguh dalam belajarnya dan dapat memanfaatkan seluruh waktunya baik siang maupun malam, baik ketika sedang diam atau dalam perjalanan.128 Jangan menyia-nyiakan waktu sedikitpun selain dalam ilmu kecuali dalam kondisi darurat seperti untuk makan dan tidur atau sesuatu yang mesti dikerjakan seperti istirahat sebentar. Bukan orang yang berakal, jika ia mempunyai kesempatan tetapi mengabaikannya.
al-Imam Muhyidin Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Kitab al-‘Ilm wa Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim, (Beirut: Dar al-Khair, 1993), 103. 126 Ibid., 104. 127 Ibid., 105. 128 Maulana al-Alam al-Hajar al-Husain bin Amir al-Mu’minin al-Mansur bi Allah al-Qhasim bin Muhamad Ali, Adab al-‘Ulama wa al- Muta’allim, (Beirut: Dar al-Manahir, 1985, Cet. I), 79-88. 125
186
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
MM
Y
Secara akademis Conny Semiawan129 menyatakan bahwa seorang peserta didik harus memiliki kesiagaan mental, kemampuan pengamatan (observasi), keinginan untuk belajar, daya konsentrasi, daya nalar, kemampuan membaca, ungkapan verbal, kemampuan menulis, dan kemampuan mengajukan pertanyaan yang baik. Oleh karena itu, seorang peserta didik berambisi untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. Ia juga menjadi mandiri dalam memberikan pertimbangan, dan ulet menghadapi tugas yang diminta. Adapun adab seorang peserta didik menurut Ibn Jama’ah al-Kanani,130 yaitu: hendaklah ia mensucikan hatinya dari sifat kotor, hasud, dan akidah yang lemah agar ia mampu menangkap ilmu dan menghapalnya serta menyingkap berbagai rahasianya. Karena ilmu adalah ibadahnya hati dan taqarubnya jiwa. Sebagaimana shalat tidak sah kecuali suci dari najis, maka ilmu pun tidak sah kecuali bersihnya hati dari kejelekan sifat.
DU
Peserta didik harus segera mengisi kesempatan di pendidikan Islami dengan menuntut ilmu dan tidak terpedaya dengan sikap santai. Karena satu detik waktu yang telah berlalu, tidaklah ada gantinya. Ia juga harus mampu menyingkirkan berbagai rintangan dalam menuntut ilmu tersebut dengan segala keseriusan dan semangat yang tinggi. Harus qana’ah dengan bekal yang dimiliki. Karena sabar dengan kesempitan bekal, adalah jalan menuju keleluasaan ilmu dan ketegaran hati. Sebagai pribadi seorang peserta didik harus bersih hatinya dari kotoran dan dosa agar dapat dengan mudah dan benar dalam menangkap pelajaran, menghapal dan mengamalkannya.131
Selanjutnya seorang pelajar juga harus bersikap rendah hati pada ilmu dan guru. Dengan cara demikian ia akan tercapai cita-citanya. Ia juga harus menjaga keridhaan gurunya. Ia jangan menggunjing di sisi gurunya, juga jangan menunjukkan perbuatan yang buruk, mencegah orang lain yang menggunjing gurunya. Dalam pada itu, ia berupaya untuk lebih dekat Conny Semiawan, Perspektif Pendidikan Anak Berbakat, (Jakarta: Grasindo, 1997),
129
22-23.
Badruddin Ibn Jama’ah al-Kanani, Tadkirah al-Sami’ wa al-Mutakallim fi Adab al-Alim wa al-Muta’allim, (Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyah), 67-83. 131 HR Bukhari-Muslim. Lihat Al-Imam Muhyidin Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Kitab al-‘Ilm wa Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim, (Beirut: Dar Al-Khair, 1993), 102-106. 130
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
187
Y
dengan guru agar mendapatkan pemahaman yang sempurna dan tidak sulit, jangan mengajukan pertanyaan atau permasalahan kecuali setelah mendapatkan izin dari guru.132
MM
Berdasarkan uraian tersebut di atas, terlihat bahwa seorang peserta didik harus bersih hatinya agar mendapatkan pancaran ilmu dengan mudah dari Tuhan. Ia juga harus menunjukkan sikap akhlak yang tinggi. Terutama terhadap gurunya, pandai membagi waktu yang baik, memahami tata krama dalam majelis ilmu, berupaya menyenangkan hati sang guru, tidak menunjukkan sikap yang memancing ketidaksenangan guru, giat belajar dan sabar dalam menuntut ilmu. Sikap yang demikian itu sebagai prasyarat untuk mencapai keberhasilan dalam menuntut ilmu pengetahuan. Di samping syarat-syarat yang telah dikemukakan di atas, seorang peserta didik juga perlu memiliki sifat-sifat khusus yang berkaitan dengan kedudukannya sebagai pencari ilmu. Peserta didik sebagai sosok manusia memiliki dua kecenderungan yaitu sifat baik dan buruk. Akan tetapi, dalam pendidikan Islam yang diselenggarakan berfungsi untuk menumbuhkan sifat yang baik dan mengendalikan sifat yang buruk.133
ﺒﻌﻚﺒﻌﻚ ّأﺗّ أﺗ
Peserta didik diharuskan untuk mencari dan memperjelas pemahaman atas suatu hal yang belum diketahui.134 Ayat Al-Qur’an ” (mengikuti) merupakan bentuk menggunakan kalimat “ penyamaan atas apa yang dilakukan oleh orang yang diikuti. Ungkapan ” mengandung arti keinginan seseorang untuk menjadikan dirinya “ sebagai pengikut yang konsekuensinya harus selalu tunduk dan patuh, tanpa banyak membantah pada orang yang diikuti. Dengan demikian, kalimat “bolehkah aku mengikutimu?” merupakan ungkapan yang lebih halus daripada kalimat “bolehkah aku menjadi peserta didikmu?”. Jadi, ” merupakan kalimat permohonan kepada orang yang diajak “ bicara, dengan jalan merendahkan hati sebagai bagian dari kesopanan. Dalam kalimat tersebut, tidak ada muatan pemaksanaan terhadap orang
DU
ﺒﻌﻚﺒﻌﻚ ّأﺗّ أﺗ
أﺗّﺒﻌﻚ
ﺒﻌﻚﺒﻌﻚ ّﻫﻞ أﺗّﻫﻞ أﺗ
أﺗّﺒﻌﻚ
ﻫﻞ أﺗّﺒﻌﻚ
Badruddin Ibn Jama’ah al-Kanani, Op. Cit., 106. QS Al-Kahfi (18): 66. “Musa berkata kepada Khidhr: ‘Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?’”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 454. 134 Badr al-Din Al-Zarkashi, Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an, (Mesir: Al-Halabi, 1957), 326. 132 133
أﺗﺒﻌﻚأﺗﺒﻌﻚ ﻫﻞ ﻫﻞ
اﺗﺒﻌﻚاﺗﺒﻌﻚ ان أرانﻳﺪ أرﻳﺪ 188
ﻫﻞ أﺗﺒﻌﻚ
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
ﺒﻌﻚﺒﻌﻚ ّﻫﻞ اﺗّﻫﻞ اﺗ
ان أرﻳﺪ اﺗﺒﻌﻚ
ﺒﻌﻚأﺗّﺒﻌﻚ ﻫﻞ أﺗﻫﻞ ّ
ﻫﻞ أﺗّﺒﻌﻚ
Y
yang ingin diikuti, melainkan sebuah ungkapan akan pengharapan sesuatu dari mukhattab.135
ﻫﻞ أﺗﺒﻌﻚ
Dengan demikian, kalimat “ ” menggambarkan secara jelas sikap Nabi Musa sebagai seorang calon murid yang menjaga kesopanan terhadap calon guru dan berendah hati dengan mengajukan pertanyaan yang berupa permohonan. Nabi Musa tidak menggunakan (saya ingin mengikutimu), karena kalimat kalimat tersebut berkonotasi pembenaan terhadap yang dimohon. Berbeda ” yang seakan-akan mengatakan “jika tidak keberatan, dengan “ izinkanlah aku mengikutimu”. Kalimat yang santun ini tidak ada pihak yang merasa dibebani oleh pihak yang lain. Dalam hal ini mengandung makna sopan santun dalam bertindak bagi seorang peserta didik.
أﺗﺒﻌﻚأﺗﺒﻌﻚ ﻫﻞ ﻫﻞ
ﻫﻞ اﺗّﺒﻌﻚ
MM
اﺗﺒﻌﻚاﺗﺒﻌﻚ ان أرﻳﺪان أرﻳﺪ
ان أرﻳﺪ اﺗﺒﻌﻚ
ﺒﻌﻚاﺗّﺒﻌﻚ ﻫﻞ اﺗﻫﻞ ّ
Sifat selanjutnya, yaitu sabar dalam menghadapi godaan dan hambatan memahami ilmu.136 Menurut Thabathaba’i,137 sulit bersabar atas apa yang tidak diketahui maknanya. Hal ini yang dikhawatirkan seorang guru karena dapat menyebabkan kegagalan di tengah-tengah perjalanan menuntut ilmu. Namun dengan jawaban, Nabi Musa, meyakinkan seorang guru bahwa dirinya akan bersabar. Sabar ini merupakan sifat yang harus dimiliki seorang murid.
DU
Selanjutnya, kreativitas sebagai sifat yang diperlukan dalam peserta didik. Kreativitas adalah suatu kemampuan untuk membuat kombinasikombinasi baru atau melihat hubungan-hubungan baru antar unsur, data atau hal-hal yang sudah ada sebelumnya.138 Kreativitas terletak pada kemampuan untuk melihat asosiasi antara hal-hal atau objek-objek yang sebelumnya tidak ada atau tidak tampak hubungannya. Kreativitas dapat muncul dalam semua bidang kegiatan manusia, tidak terbatas dalam bidang seni, ilmu pengetahuan, teknologi serta tidak terbatas pula pada tingkat usia, jenis kelamin, suku, bangsa atau
135 Abdullah bin Muhammad al-Anshari al-Qurthubiy, Jami’ al-Ahkam Al-Qur’an, Jilid 9, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah), 9. 136 QS Al-Kahfi (18): 67. “Dia menjawab: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 454. 137 M.H. Thabathab’i, Tafsir al-Mizan, (Beirut: Mu’asasah al-A’lam, 1991), 338. 138 Conny Semiawan, Op. Cit., 11.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
189
Y
kebudayaan tertentu. Sifat kreatif pada hakikatnya ada pada setiap orang, namun ditinjau dari segi pendidikan, yang lebih penting adalah bahwa sifat kreatif dipupuk dan dikembangkan karena sifat itu dapat pula terhambat dan tidak terwujud.
MM
Jika merujuk pada Al-Qur’an, istilah ulul albab yang mengandung sifatsifat manusia yang baik berkaitan dengan pemahaman ilmu pengetahuan. Menurut Al-Qur’an, ulul albab adalah kelompok manusia tertentu yang diberi keistimewaan oleh Allah Swt. berupa hikmah, kebijaksanaan, dan pengetahuan, di samping science.139 Ulul albab adalah kelompok orang yang sungguh-sungguh dalam menekuni ilmu, sehingga ilmu menjadi mendalam.140 Termasuk bersungguh-sungguh dalam menekuni ilmu yaitu kegemaran mentafakuri ciptaan Allah di langit dan di bumi.141 Tafakur ini yang sekarang disebut science.142
DU
Uraian penjelasan di atas, mengindikasikan bahwa mutu peserta didik pada pendidikan Islami tidak hanya dilihat dari mutu lulusan saja, melainkan mutu dalam proses belajar untuk mendapatkan ilmu. Oleh karena itu, visi, misi, dan tujuan pendidikan Islami tidak semata-mata dikaitkan dengan peserta didik yang diharapkan setelah lulus, melainkan bagaimana pula merumuskan mutu proses belajar mengajar peserta didik sebagai indikator mutu pendidikan Islami. Mutu peserta didik pada pendidikan Islami sebagai basis standar mutu dalam merumuskan visi, 139 QS Al-Baqarah (2): 269. “Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sessungguhnya telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali ulul albab”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 67. 140 QS Ali-Imran (3): 7. “Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) kecuali ulul albab”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 76. 141 QS Ali-Imran (3): 190. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dalam pergantian siang dan malam, adalah tanda-tanda bagi ulul albab”. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 109. 142 Jalaludin Rahmat, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1997), 213.
190
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
Y
misi, dan tujuan pendidikan Islami menjadi semakin jelas memerlukan manajemen mutu terpadu yang meletakkan mutu sebagai fokus dan dilaksanakan secara terencana, terukur dan berkelanjutan.
D. Penjaminan Mutu Kepemimpinan
DU
MM
Teori orang-orang terkemuka mempelajari sifat-sifat yang menonjol dan pemimpin dengan keberhasilan tugas yang dijalankan terutama berkenaan dengan kemampuan memimpin. Teori lingkungan meyakini bahwa faktor situasi lingkungan sosial yang penuh tantangan telah melahirkan pemimpin yang mampu mengatasi berbagai masalah. Situasi itu merangsang pemimpin untuk segera bertindak sesuai dengan tuntutan masalah yang dihadapi pada zamannya. Teori situasi personal beranggapan bahwa setiap individu memiliki kemampuan atau kelebihan tertentu, seperti dalam kepandaian, sikap dan tingkah laku, serta kepribadian. Keberhasilan pemimpin sangat dipengaruhi oleh kepribadian orang yang terlibat maupun peristiwanya itu sendiri. Interaksi antara pemimpin dengan situasi tersebut membentuk tipe kepemimpinan tertentu. Teori interaksi harapan menganggap adanya tiga variabel yang mewarnai kepemimpinan, yaitu: aktivitas, interaksi dan sentimen (emosi). Harapan masyarakat dapat direalisasikan apabila tercipta suasana yang kondusif, berdasarkan struktur interaksi yang mendorong penentuan arah aktivitas mereka. Teori humanistik berpendapat bahwa fungsi kepemimpinan adalah mengatur kebebasan individu dalam merealisasikan motivasi para pengikutnya agar dapat mencapai tujuan bersama. Teori ini dilandasi oleh adanya unsur organisasi yang baik, yang dapat memerhatikan kebutuhan anggotanya. Teori pertukaran menganggap bahwa interaksi sosial akan menghasilkan bentuk perubahan di mana para pengikutnya akan berpartisipasi aktif. Dalam teori ini menekankan pada terjalinnya interaksi positif yang melahirkan keseimbangan dan kepuasan bersama, baik pada diri pemimpin maupun para pengikutnya. Pemimpin bersifat interaktif, tidak mementingkan diri sendiri. Dia mengakui dan menghargai partisipasi atau peran para pengikutnya, sebaliknya pengikut pun merasa dihargai dan puas.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
191
Y
Pendekatan sifat kepribadian pemimpin dilandasi oleh pengkajian tentang sifat-sifat bawaan, yang dimiliki pemimpin sejak dia dilahirkan. Kelemahan pendekatan ini terutama karena ketidakmampuannya menggeneralisasikan sifat-sifat kepemimpinan yang dimiliki seseorang. yang juga bisa diberlakukan bagi orang lain.
MM
Pendekatan keperilakuan memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku bukan dari sifat-sifat pemimpin. Perilaku pemimpin dapat berorientasi pada tugas keorganisasian atau pada hubungan dengan para pengikutnya.
DU
Teori managerial grid dari Robert K. Blake dan Jane S. Mouton membedakan dua dimensi kepemimpinan yaitu: perhatian terhadap hubungan kemanusiaan (concern for people) dan perhatian terhadap tugas (concern for production).143 Berdasarkan interaksi dari kedua dimensi ini dapatlah dirumuskan lima macam gaya kepemimpinan yaitu: pertama, menggunakan usaha sedikit untuk menyelesaikan tugas tertentu, namun dianggap cukup untuk mempertahankan organisasi. Kedua, mengutamakan hubungan informal antar individu, yang disertai oleh keramahtamahan dan kegembiraan di antara mereka. Ketiga, mengutamakan efisiensi faktor utama penentu keberhasilan organisasi, dan oleh karena itu sangat menekankan pada penampilan individu dalam organisasi. Keempat, menekankan pada keseimbangan yang optimal antara aspek tugas dan hubungan manusiawi. Kelima, menyeimbangkan organisasi pada hasil kerja sama, yang dilandasi oleh saling percaya, saling memerlukan, dan saling menghargai. Teori kepemimpinan berdasarkan dinamika kelompok, menggolongkan tujuan kelompok ke dalam dua kategori, yaitu: pencapaian tujuan itu sendiri dengan memberikan arah kepada bawahan untuk mencapai tujuan, dan pemeliharaan integritas kelompok itu sendiri dengan memperbaiki hubungan di antara para anggota kelompok.144
R.R. Shepard Blake & J.S. Mouton, The Managerial Grid, (Houston Texas: Gulf Publishing Company, 1964), 20. 144 J.P Dunnete Campbell, et. all., Managerial Behavior, Performance, and Effectiveness, (New York: McGraw Hill, 1970), 43 143
192
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
MM
Y
Manning & Curtis mengembangkan kedua dimensi di atas menjadi empat sistem model efektivitas manajemen. Sistem pertama, ditandai oleh tidak ada kepercayaan. Ancaman dan hukuman merupakan alat utama untuk menggerakkan bawahan, komunikasi berlangsung top down, tertutup, formal dan instruktif.145 Pada sistem kedua, sudah ada sedikit kepercayaan dan komunikasi sudah agak terbuka. Selain ancaman dan hukuman, pemimpin mulai memberikan penghargaan. Hubungan kerja bersifat “tuan dan hamba”. Sistem ketiga berdasarkan kepercayaan, namun belum penuh. Partisipasi bawahan mulai terbuka, namun keputusan penting tetap berada di tangan pemimpin. Komunikasi semakin terbuka walaupun masih ada pembatasan. Sistem keempat merupakan sistem ideal, didasarkan pada kepercayaan dan partisipasi penuh, komunikasi terbuka disertai penghargaan dari pemimpin, dan hubungan antar individu yang bersifat informal sehingga menimbulkan suasana organisasi yang sehat dan segar. Pendekatan kontingensi atau situasional dalam kepemimpinan telah dipelopori dan dikembangkan oleh sejumlah ahli. Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt mengemukakan teori kontinum, di mana gaya kepemimpinan itu bergerak dari ujung otokratis ke demokratis.146 Di antara kedua ujung ekstrim tersebut, terdapat sejumlah gaya kepemimpinan yang fleksibel, sesuai dengan tuntutan situasi orang yang dihadapinya.
DU
Fiedler mengembangkan model kepemimpinan kontingensi, yang berlandaskan pada tiga variabel penentu bagi terciptanya situasi yang favourable, yaitu hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin, rincian struktur tugas, dan kekuasaan kedudukan.147 Fiedler menyarankan agar pemimpin bersikap fleksibel dalam mengatur situasi, supaya dapat cocok dengan gaya kepemimpinan yang dibutuhkan. William J. Reddin mengemukakan teori tiga dimensi, yaitu perilaku tugas, perilaku hubungan dan efektivitas situasi kepemimpinan. Teori 145
30.
G. Manning & K. Curtis, The Art of Leadership, (New York: McGraw Hill, 2003),
R. Tannenbaum & W.H. Schmidt, “How to Choise a Leadership Pattern”, dalam Harvard Bussiness Review, (Maret-April, 1958), 56. 147 B. Fiedler, Strategic Management for School Development Leading Your School’s Improvement Strategy, (London: A. Sage Publication Company, 2005), 30. 146
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
193
MM
Y
ini melahirkan delapan gaya kepemimpinan, yaitu executive, compromiser, developer, missionary, bureucrat, diserter, benevolent, dan autocrat. 148 Karakteristik execuitve yaitu tujuan didasarkan pada kebutuhan kelompok sehingga hubungan kelompok menjadi keras dan kohesif. Compromiser yaitu pemecahan masalah didasarkan pada kompromi antara hubungan, sehingga tidak berorientasi pada hasil. Developer yaitu memberikan kepercayaan dan peluang kepada anggota untuk berkembang. Missionary yaitu hanya mengutamakan harmoni sehingga tidak mau mengorbankan hubungan harmonis walaupun tujuan tidak tercapai. Bureucrat yaitu mengutamakan delegasi wewenang dalam membuat keputusan. Diserter yaitu tidak memberikan struktur yang jelas sehingga tidak ada dukungan moral. Benevolent yaitu adanya tata kerja terstruktur dan jelas. Autocrat yaitu semua kebijakan ditentukan sendiri, sehingga tidak memedulikan anggota lain.
DU
Martin Evans149 dan Robert House150 memperkenalkan “path-goal theory of leadership” (teori jalur tujuan). Teori ini menekankan pada persepsi bawahan tentang pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan penampilan kerja bawahan. Dasar utama untuk mengimplementasikannya adalah teori motivasi. Dengan dilandasi oleh pendapat Evans, lebih jauh Charney151 mengemukakan teori lima dimensi, yang berpijak dari kerangka berpikir logis manusia atas imbalan yang diharapkan diterima atas prestasi kerjanya. Dimensi yang pertama ialah valensi (valence). Kedua, dimensi harapan (expectancy), yaitu menumbuhkan keinginan untuk maju dan memberi keyakinan bahwa melalui prestasi kerjanya mereka dapat meraih sesuatu yang bermakna bagi diri dan keluarganya. Dimensi ketiga menyangkut alat perangsang (instrumentality), yaitu pemberian insentif secara tepat sehingga menjadi motivator bagi semua pihak, dalam rangka menampilkan potensi dirinya secara optimal. W.J. Reddin, The 3D Management Style Theory, Training and Development, (Journal, 1970), 8-17. 149 M.G. Evans, The Effects of Supervisory Behavior on The Path-Goal Relationship, Organizational Behavior and Human Performance, (Journal, May, 1970), 277-298. 150 R.J. House, A Path Goal Theory of Leadership Effectiveness, Administrative Science Quarterly, (Journal September, 1971), 321-339. 151 C. Charney, The Leader’s Tool Kit Hundreads of Tips and Techniques for Developing the Skills You Need, (New York: Amacon, 2006), 30. 148
194
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
Y
Keempat, menyangkut dimensi peranan manajemen, dengan menampilkan berbagai karakteristik perilaku berdasarkan situasi yang dihadapi, seperti: perilaku direktif, suportif, partisipatif dan berorientasi pada prestasi. Dimensi yang kelima ialah bawahan dan situasi, yaitu dengan menciptakan situasi kerja yang kondusif bagi tercapainya prestasi kerja yang memuaskan.
MM
Vroom mengembangkan model pengambilan keputusan kepemimpinan pada situasi yang beragam dengan tingkat partisipasi yang sesuai.152 Teori ini merasa yakin, bahwa tidak ada satupun gaya ideal yang cocok bagi setiap situasi. Pemimpin harus cukup fleksibel untuk mengubah gaya disesuaikan dengan situasi.
DU
Pendekatan social learning menekankan pada peranan perilaku kepemimpinan, kelangsungan dan interaksi timbal balik. Pemimpin dan bawahan mempunyai kesempatan untuk bisa memusyawarahkan semua perkara yang timbul. Interaksinya hidup (dinamis) dan secara sadar berusaha untuk menemukan cara penyempurnaan perilaku masingmasing. Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard153 mengembangkan “life cycle theory of leadership”. Teori ini berlandaskan pada hubungan garis lengkung di antara kadar bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan pemimpin, kadar dukungan sosioemosional (perilaku hubungan) yang disediakan pemimpin, serta tingkat kesiapan (kematangan) yang diperlihatkan para pengikut dalam pelaksanaan tugas, fungsi atau tujuan tertentu. Kematangan di sini diartikan sebagai kemampuan dan kemauan para pengikut untuk bertanggung jawab dan mengarahkan perilaku mereka sendiri, terutama dalam hubungan dengan tugas-tugas spesifik mereka.
Berdasarkan konsep-konsep kepemimpinan di atas, Imam Soepardi mengemukakan tiga jenis kepemimpinan,154 yaitu pertama, kepemimpinan yang simbolik, menitikberatkan pada atribut serba positif yang dimiliki pemimpin. Cirinya antara lain: memiliki sifat serba istimewa, bijaksana, V.H. Vroom, Work and Motivation, (New York: John Wiley & Sons, Inc, 1964), 21. P. Hersey & P. Blanchard, Management of Organizational Behavior Utilizing Human Resources, (London: Prentice Hall International Edition, 9th Edition, 1995), 15. 154 Imam Soepardi, Dasar-dasar Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Proyek PLPTK Dirjen Dikti Depdiknas, 1988), 57-59. 152
153
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
195
Y
adil, jujur, berbudi tinggi, dapat dipercaya, bertanggung jawab, berwibawa, komunikatif, memiliki karisma, dan sifat-sifat baik lainnya. Kedua, kepemimpinan formal, menitikberatkan pada posisi formal untuk berperan sebagai pemimpin. Ketiga, kepemimpinan fungsional, menitikberatkan pada fungsinya sebagai pemimpin kelompoknya maupun organisasi yang dipimpinnya.
MM
Menurut Ross bahwa pergeseran dari budaya tradisional menuju ke arah budaya mutu ditandai oleh sejumlah karakteristik yang melekat pada fokus aktivitas, yaitu planned change, future strategic issues, participant, empowerment, quality measures, top-down and bottom up, cross functions, integrative, and continuous processes all function. 155
Eduardo Morato menyebutkan tiga unsur penting yang dapat menciptakan budaya mutu. 156 Unsur pertama ialah kepemimpinan (leadership) yang dapat menciptakan iklim/lingkungan kerja yang kondusif untuk mengembangkan potensi setiap orang. Pemimpin tidak memaksakan terjadinya sesuatu, melainkan mendorong agar sesuatu itu terjadi. Unsur kedua ialah visi bersama (a common vission). Hal ini sangat penting untuk menetapkan arah yang jelas, berdasarkan indikator unjuk kerja yang diharapkan. Unsur ketiga ialah sistem nilai. Sistem nilai yang disepakati (a shared values system), dapat mengikat dan memperkuat komitmen orangorang terhadap organisasi.
DU
Selanjutnya, Eduardo Morato menjelaskan tiga manifestasi budaya mutu. Manifestasi pertama tampak dari kegiatan anggota organisasi yang berlangsung secara sinkron, saling mendukung, dan tiap orang mengetahui apa yang diinginkan orang lain.157 Dalam pelaksanaan tugasnya, mereka tidak menduga-duga, tidak menunggu perintah, tidak mencari-cari alasan, dan tidak banyak mengeluh. Manifestasi kedua, selalu memunculkan gebrakan-gebrakan organisasi yang menghasilkan tingkat prestasi yang lebih tinggi. Manifestasi ketiga, tampak dari prestasi organisasi yang
155
Joel E. Ross, Total Quality Management, (London: Kogan Page,1996), 42.
Eduardo Morato, “The Essence of Quality: Two Essays”, dalam The Asian Manager, (January/February, 1993), 30. 156
Eduardo Morato, “The Essence of Quality: Two Essays”, dalam The Asian Manager, (January/February, 1993). 157
196
Bab 4 | Sistem Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Islami
Y
semakin intuitif dan kreatif, berkat usaha gigih para personel untuk selalu menemukan cara kerja terbaik dalam menemukan jawaban serta pemecahan yang paling tepat atas berbagai persoalan yang dihadapi.
MM
Hasil analisis Hoy & Miskel dengan menggunakan pendekatan kompetensi kepala sekolah dari segi kemampuan mengembangkan berbagai kompetensi, terutama yang berkaitan dengan responding to social change, evaluating school processes and products, administering and improving the institusional program, making effective decission, preparing the organization for effective response to change, achieving effective human relations and morale.158
DU
Berdasarkan uraian tentang kepemimpinan, maka dapat dipahami bahwa lembaga-lembaga pendidikan Islami memerlukan kepemimpinan yang penuh integritas. Pendidikan Islami harus konsisten dalam menjalankan operasional pendidikan, menggerakkan sistem organisasi, dan menjadi contoh teladan bagi masyarakat luas. Dengan demikian, pendidikan Islami yang terwujud di Indonesia adalah sistem pendidikan yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Manusia yang cinta bangsa Indonesia adalah cinta pendidikan bermartabat, menyelamatkan hidup manusia di dunia dan juga di akhirat kelak akan selamat.
W.K. Hoy & C.G. Miskel, Educational Administration Theory, Research, and Practice, (New York: Random House Inc, 2005), 45. 158
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
197
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
MM
Y
5
KESIMPULAN
DU
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islami dapat diwujudkan kualitasnya melalui sistem penjaminan mutu yang dilaksanakan secara menyeluruh dan konsisten. Pada level pertama yang menjadi fokus jaminan mutu pada tiga komponen yaitu SDM guru, peserta didik dan kepemimpinan. Pada level kedua fokus pada tiga komponen yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran, dan sarana prasarana. Pada level ketiga fokus pada dua komponen yaitu pembiayaan dan penilaian. Dengan demikian, mutu pendidikan Islami yang menjadi harapan bangsa dan negara Indonesia dapat terwujud. Masa depan pendidikan Islami harus berorientasi pada mutu; quality first (mutu di atas segala-galanya). Semua komponen-komponen pendidikan Islami harus memiliki standar dan semua pihak berpartisipasi serta berkontribusi pada capaian standar yang ditetapkan. Standar pendidikan Islami mencakup standar untuk eksis di dunia persaingan internasional dan standar untuk bekal hidup di akhirat kelak. Inilah
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
199
Y
pendidikan sejati, yang mampu mempersiapkan manusia sukses di dunia dan sukses di akhirat. Melalui implementasi sistem penjaminan mutu maka pendidikan di Indonesia menuju bangsa yang bermartabat akan terwujud. Alasannya, karena dapat dilakukan perbaikan mutu secara berkelanjutan, dapat akuntabilitas, dan dapat pengakuan.
MM
Karena perbaikan mutu sebenarnya yang paling bertanggung jawab adalah pihak internal lembaga pendidikan, maka pihak internal harus menguasai teori-tori penjaminan mutu. Setelah dikuasai teori tersebut dilaksanakan secara berkala dalam program kerja internal lembaga pendidikan Islam bersangkutan. Dampak dari hasil-hasil ini secara cepat ataupun lambat, akan menjamin terwujudnya kualitas pendidikan. Dengan demikian, maka lembaga pendidikan Islam akan tumbuh dan berkembang pesat dalam meraih era kompetitif dan era komparatif. Lembaga pendidikan Islam masa depan perlu memiliki sistem yang kuat untuk menjamin mutu yang dapat dipertanggungjawabkan kepada stakeholders. Dengan demikian, perlu ada keseimbangan sistem penjaminan mutu antara internal dan eksternal yang secara bertahap akan mencapai mutu secara komprehensif yang memiliki relevansi dengan perkembangan kebutuhan stakeholders.
DU
Mutu hanya dapat diraih oleh mereka yang memiliki komitmen yang dicontohkan oleh pemimpin puncak (top leader). Sebab, komitmen itu bergeraknya dari atas ke bawah. Jika di top leader tidak ada komitmen, maka ke bawahnya akan mengalir pesimis. Sikap pesimis ini yang akan menghancurkan bangunan program yang direncanakan. Oleh sebab itu, top leader harus memberikan nilai-nilai optimis melalui komitmen yang ditampilkan dalam setiap keputusan.
200
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu
Y MM DAFTAR PUSTAKA
‘Abd al-Rahmân ‘Abd. al-Khalîq, al-Fikr al-Sûfi fî Dau al-Kitâb wa al-Sunnah, Kuwayt: Maktabah Ibn Taymiyyah, 1986. ‘Ibn Majjah, Sunan ‘Ibn Majjah.
DU
A. Hodgson, Deming’s Never-ending road to Quality, Personnel Management, July 1987. A. Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005. _________, Platform Reformasi Pendidikan dan Pembangunan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Depag RI, 1999. A.V. Feigenbaum, Total Quality Control, 4th ed, New York: McGraw-Hill, 1991.
Abd al-Amir Sham al-Din, al-Fikr al-Tarbawi ‘ind ibn Muqaffa al-Jahidh, Beirut, Dar Iqra’, 1985. Abdul Barri al-Qurthubi, Al-Fikr al-Tarbawi fī Andalusi 403-478 H, Beirut: Dar Al-Fikr Al-Arabi, 1946.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
201
Y
Abdullah bin Muhammad al-Anshari al-Qurthubiy, Jami’ al-Ahkam AlQur’an, Jilid 9, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah. Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyah al-Aulad fī al-Islam, Beirut: Dar al-Salam, Cet.III.
Abdurrahman Al-Baghdadi, Sistem Pendidikan Islam di Masa Khilafah Islam (terjemahan), Jawa Timur: al-Izzah, 1996.
MM
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, 1996. Abi Fadhl Jamal al-Din M. Ibn Mandzur al-Fikr, Lisan al-Arab, Beirut: Dar al-Shadr, 1990. Abi Ja’far Muhammad bin Hasan at-Thusi, Tafsir al-Tibyan Jilid 5, Beirut: Dar Turast Araby, 547 H. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Kitab Adab.
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2003. Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT Alma’arif, 1989. Ahmad Muhammad Ibrahim Falatah, Adab al-Muta’allim fī al-Fikr al-Tarbawi al-Islam, Madinah: Dar al-Kitab al-Tauzi’.
DU
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, Semarang: CV Toha Putra, 1993. Ahmad Tafsir, Epistemologi untuk Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati, 1996. ___________, Filsafat Pendidikan Islam; Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan Manusia, Bandung: Rosdakarya, 2006. ___________, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam, Bandung: Rosdakarya, 1995. Ahmad Tsalabi, Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah, Mesir: Kasysyaf li al-Nasyr al-Thaba’ah wa al-Tauzi, 1954. Ahmad, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Beirut: Dār al-Fikr, tt. Al-Ghazali, Mizan al-‘Amal Jilid I, Kairo: Darul Ma‘arif, 1961. Ali Asraf, Horison Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989.
202
Daftar Pustaka
Ali Syari’ati, Islam Madzhab Pemikiran dan Aksi, Bandung: Mizan, 1995.
Y
Al-Imam Burhan al-Islam Al-Zarnuziy, Ta’lim al-Muta’allim, Mesir: Maktabah al-Nahdhah. Al-Imam Muhyidin Yahya bin Sharaf al-Nawawi, Kitab al-‘Ilm wa Adab al‘Alim wa al-Muta’allim, Beirut: Dar Al-Khair, 1993.
Al-Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, Bandung: Mizan, 1996.
MM
Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam (Terjemahan), Jakarta: Bulan Bintang, 1979. _________, Min Usus al-Tarbawi al-Islamiyah, Libanon: al-Munsiat al-Tsa’biyah li al-nats wa al-Taudzi wa al-I’lan, 1979.
AM. Saefuddin, Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi, Bandung, Mizan, 1993. Aminah Ahmad Hasan, Nadrah al-Tarbawiyah fī Al-Qur’an wa Tatbiquh fī Ahd Rasul ‘Alaih al-Shalatu wa al-Salam, Mesir, Dar al-Ma‘arif, 1985. Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1999. Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos, 1999. B. Fiedler, Strategic Management for School Development Leading Your School’s Improvement Strategy, London: A. Sage Publication Company, 2005.
DU
Badr al-Din Al-Zarkashi, Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an, Mesir: Al-Halabi, 1957. Badruddin ‘Ibn Jama’ah al-Kanani, Tadkirah al-Sami’ wa al-Mutakallim fī Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim, Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyah. Barbara MacGilchrist, Improving Self-Improvement?, Research Paper in Education, Vol. 15, No. 3, 2000.
Bensimon, “Total Quality Management in the Academy: A Rebellious Reading,” dalam Harvard Educational Review, Vol. 65, No. 4, 1995. Bill Creech, “Winning the Quality War”, dalam World Executive’s Digest, Juli 1994. Blanchard, K., Leading at a Higher Level, Upper Sadle River, Prentice Hall, New Jersey, 2007.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
203
Y
Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1994. Bussiness Week, The Quality Imperative: What it Takes to Win For the Global Economy, special issue, 25 Oktober 1992.
C. Charney, The Leader’s Tool Kit Hundreads of Tips and Techniques for Developing the Skills You Need, New York: Amacon, 2006.
MM
Castetter B. William, The Human Resource Function in Educational Administration, Ohio: Merril an Imprint of Prentice Hall, 1996. Conny Semiawan, Perspektif Pendidikan Anak Berbakat, Jakarta: Grasindo, Jakarta, 1997. Darling Hammond, “Policy for Restructuring”, dalam A. Lieberman (Ed), The Work of Restructuring Schools: Building from the Ground Up, New York: Teachers College Press, 1995. David A. Waldman, “The Contributions of Total Quality Management to A Theory of Work Performance,” dalam Academy of Management Review, Vol. 19 No. 3 tahun 1994.
David Billing, “International Comparisons and Trends in External Quality Assurance of Higher Education: Commonality or Diversity,” dalam Higher Education, Vol. 47, No. 1, January 2004, Kluwer Academic Publishers, Netherlands.
DU
David Pardy, Quality Assurance, Conference Paper CP516, Blagdon, The Staff Colledge, Januari 1992. Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2007. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: 1971. Departemen of Education, Training and Youth Affairs, The Australian Higher Education Quality Assurance Framework, Australia: Occasional Paper Series 2000-H, Commonwealth of Australia, 2000. Dirk Van Damme, “Quality Issues in the Internationalisation of Higher Education,” dalam Higher Education, Vol. 41, 2001. Dorothea Wahyu Ariani, Manajemen Kualitas: Pendekatan Sisi Kualitatif, Bogor: Ghalia Indonesia, 2003.
204
Daftar Pustaka
Y
E. Hoyle, The Process of Management, in E523 Management and School, Milton Keynes, Open University Press, 1981. E. Soenarya, Pengantar Teori Perencanaan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem, Yogyakarta: Adicita, 2000.
Eduardo Morato, “The Essence of Quality: Two Essays”, dalam Jurnal The Asian Manager, Januari, 2003.
MM
Edward Sallis dan Peter Hingley, College Quality Assurance Systems, Mendip Paper MP 020, Blagdon, The Staff College, 1991.
Edward Sallis, Total Quality Management in Education, London: Kogan Page, 1993. Engr Sayyid Khaim Husayn Naqawi, Dictionary of Islamic Terms, New Delhi: Calcuta al-Lahabad, 1992. Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (Ed), Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001. Fauziyah Rida Amin Khiyath, Al-Ahdaf al-Tarbawiyah al-Sulukiyah’inda Shaikh al-Islam Ibn Taimiyah, Mesir: Maktabah al-Munawarah. Fion Lim C.B., “Quality Assurance of Australian Offhore Education: The Complexity and Possible Frameworks for Understanding the Issues,” dalam Post-Script: Postgraduate Journal of Education Research, Vol. 8, No. 1, August 2007.
DU
Fritjof Capra, Titik Balik Peradaban, (penerjemah M. Thoyibi), Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1998. Fuad Hashem, Sirah Muhammad Rasulullah: Suatu Penafsiran Baru, Bandung: Mizan, 1996. Fuhrman, Designing Coherent Education Policy: Improving the System, San Francisco: Jossey Bass, 1993. Fusco, A.A., “Translating TQM into TQS,” dalam Quality Progress Journal, May, 1994. G. Manning & K. Curtis, The Art of Leadership, New York: McGraw Hill, 2003. G. Russel Davis, Planning Education for Development: Volume Issue and Problems in The Palnning of Education in Developing Countries, Cambridge: Massachusetts, 1996. Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
205
Y
G. Srikanthan, Developing a Holistic Model for Quality in Higher Education, akses internet tanggal 12 Desember 2009, jam 16.00 Waktu Melbourne Australia, http://www.unimelb.au.ed G. Stanley, “International Trends in Quality in Higher Education”, dalam Judith Chapman (ed), School Based Decision Making and Management, London: The Falmers Press, 1997.
MM
Gary S. Becker, Human Capital: A Theoretical and Empirical Analysis With Special Reference to Education, Chichago Amerika Serikat: Chicago Press, Third Edition, 1993. Gregory Watson, “Strategic Benchmarking”, dalam Sound Executive Book Summaries, Bristol: Volume 15, July 1993. Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, Jakarta: Haji Masagung, 1989. __________, Pendidikan Dalam Islam, Surabaya: al-Ikhlas, 1992. Handoko, Manajemen, Yogyakarta: BPFE-UGM, 2003.
Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1993. Harvey, Beyond TQM, Quality in Higher Education, Vol. 1, No. 2, 1995. Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1992.
DU
Howard M. Carlisle, Management Essentials, Concepts for Productivity and Innovation, Science Research Associates, Chicago, 1987. Husaini Usman, Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2009. Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islami di Indonesia, Jakarta: Logos, 2001. I. M. Neale, Modelling Expertise for KBS Development, London: Great Britain, 1990. Idochi Anwar, “Meningkatkan Produktivitas Kerja”, dalam Jurnal Pendidikan, Bandung: UPI, 1999. Imam Ahmad, Musnad Ahmad Bin Hambal. Imam al-Ghazali, al-Fikr al-Tarbawi ‘ind Imam al-Ghazali, Beirut: Dar Iqra’, 1985. Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr.
206
Daftar Pustaka
Y
Imam Burhanuddin al-Zarnuziy, Ta’līm al-Muta’allim, Mesir: Dār al-Ma’arif, 1962.
Imam Muhyiddin Yahya Bin Syarif Nawawi, Kitab al-‘Ilm Adab al-‘Alim wa al-Mutakallim, Beirut: Dar Al-Khair. Imam Muslim, Sahih Muslim, Kairo: Musthafal Babil Halabi, 1377 H.
MM
Imam Soepardi, Dasar-dasar Administrasi Pendidikan, Jakarta: Proyek PLPTK Dirjen Dikti Depdiknas, 1988.
Ismat Riaz, “Schools for Change: a Perspective on School Improvement in Pakistan”, dalam Improving Schools, (Vol. 11, No. 2, July 2008), 143-156. J. Bowden & F. Marton, The University of Learning, Beyond Quality and Competence in Higher Education, Edisi I, Kogan Page: London UK, 1998. J.M. Juran, Juran on Ledership for Quality, Newyork: Macmillan, 1989. __________, Quality Control Handbook, 4th Edition, New York: McGrawHill, 1988. __________, Quality Planning and Analysis, New York: McGraw-Hill, 1980. __________, The Quality Trilogy: A Universal Approach to Managing for Quality (Quality Progress, Vol. 19, No. 8, 1986), 19-24; J.P Dunnete Campbell, et. All., Managerial Behavior, Performance, and Effectiveness, New York: McGraw Hill, 1970.
DU
Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1996. Jalaludin Rahmat, Islam Alternatif, Bandung: Mizan, 1997. Jerry Banks, Principles of Qualities Control, Singapore: John Willey & Sons, 1994. Jitse D.J. Van Ameijde dkk., “Improving Leadership in Higher Education Institution: a Distributed Perspective,” dalam High Education, (Vol. 58, 2009), 763-779. Joel E. Ross, Total Quality Management, London: Kogan Page,1996. Johansson dkk, System Modelling and Identification, New York: Prentice-Hall International Inc, 1993.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
207
Y
John Biggs, “The Reflective Institution: Assuring and Enhancing the Quality of Teaching and Learning,” dalam Higher Education, (Vol. 41, 2001), 221-238;
John C. Anderson dkk., “A Theory of Quality Management Underlying the Deming Management Method,” dalam Academy of Management Review, (Vol. 19 No. 3 tahun 1994), 472-509.
MM
Jouni Kekale, “Quality Assesment in Diverse Disciplinary Settings,” dalam Higher Education, (Vol. 40, No. 4, December 2000, Kluwer Academic Publishers, Netherlands), 465-488; Jusuf Enoch, Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
K. Yoshida, Deming Management Philosophy: Does it Work in The United States as Well as in Japan? (Columbia Journal of World Business, Vol. 24, No. 3, 1989), 10-17. Kaoru Ishkawa, Guide to Quality Control, Asian Productivity Organization, New York: UNIPUB, 1996. Kuntowijoyo, Paradigma Islam, Bandung: Mizan, 1990.
Laura Desimone, “How Can Comprehensive School Reform Models be Successfully Impelented?”, dalam Jurnal Review of Educational Research, (Vol. 72, No. 3, 2002).
DU
Lesley Vidovich, “Quality Assurance in Australian Higher Education: Globalization and Steering at a Distance,” dalam Higher Education, (Vol. 43, 2002), 391-408. Luther Gulick, Paper on The Science of Administration in Organization and Management Theory and Practice, Washington: The American University Press, 1957. M. Ajaj al-Khatib, Al-Sunnah Qabla al-Tadwīn, Beirut: Dar al-Fikr, 1401 H/1981 M. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1994. ________, Kapita Selekta Pendidikan: Islam dan Umum, Jakarta: Bumi Aksara, 1995. M. Athiyah Al-Abrashi, Al-Tarbiyah al-Islamiyah, Beirut: Dar al-Fikr, t.t. M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
208
Daftar Pustaka
Y
M. Djumberansyah Indar, Perencanaan Pendidikan: Strategi dan Implementasi, Surabaya: Abditama, 1995.
M. G. Fullan, “Coordinating top-down and buttom-up Strategies for Educational Reform”, dalam R.J. Anson (ed.), Systemic Reform: Perspectives on Personalizing Education, Washington DC: Departemen of Education, 1994.
MM
M. Walton, The Deming Management Method, (New York: Putnam, 1986), 121-238.
M.G. Evans, The Effects of Supervisory Behavior on The Path-Goal Relationship, Organizational Behavior and Human Performance, (Journal, May, 1970), 277-298. M.H. Thabathab’i, Tafsir al-Mizan, Beirut: Mu’asasah al-A’lam, 1991. M.N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005. Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta: Hida Karya Agung 1978. Majdag Hanushi Saruji, Turuq al-Ta’lim fī al-Islam, Mesir: Mathba’ah Dar al-Masyriq li al-tarjamah wa al-Thaba’ah wa al-Nasyr, 1992. Majid Irsan Al-Kailani, Al-Fikr al-Tarbawi ‘Inda Ibn Taimiyyah, Madinah: Maktabah Dar al-Turats, 1986.
DU
Margarita Jeliazkova & Don F. Westerheijden, “Systemic Adaptation to a Change Environment: Toward a Next Generation of Quality Assurance Models,” dalam Higher Education, (Vol. 44, Tahun 2002), 433-448. Maulana al-Alam al-Hajar al-Husain bin Amin al-Mu’minin al-mansur Billah al-Qashim bin Muhammad bin Ali, Adab al-‘Ulama wa alMuta’allim, Beirut, Dar al-Manahil, 1985. Muhaimin, Konsep Pendidikan Islami: Suatu Telaah Komponen Dasar Kurikulum, Bandung: Trigenda Karya, tt. _________, dkk. Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Rosdakarya, 2001. __________, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar Operasionalnya, Bandung: Trigenda Karya, 1993. Muhammad Ali Al-Shabuni, Sofwah al-Tafāsir, Beirut: Dar al-Fikr.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
209
Y
Muhammad bin Ahmad al-‘Anshariy al-Qurthubiy, Al-Jami’ li Ahkam AlQur’an, Jilid V, Kairo: Dar al-Kitab, al-‘Arabaiy,1967.
Muhammad bin Jamil Zainu, Petunjuk Praktis bagi Para Pendidik Muslim, Solo: Pustaka Istiqamah, 1997. Muhammad Ibn Jarir Al-Thabariy, Jami’ al-Bayan fī Tafsir Al-Qur’an, Jilid V, Mesir: al-Halabi, 1954.
MM
Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Tafsir al-Mizan, Jilid 5, Beirut: Dar alFikr, tt. Muhammad Munir Mursi, Al-Tarbiyah al-Islamiyah Ushuluh wa Tatawwuruha fī Bilad al-Arabi, Qahirah: Alam al-Kutub, 1977. Muhammad Naquib al-Attas, al-Ta’lim al-Islami: Ahdaf wa Maqasidah, Beirut: Dar al-‘Ilm wa Tauzi’. Muhammad R. Mirza Muhammad Iqbal Siddiqi, Muslim Contribution to Science Lahore: Kazi Publications, 1986. Muhammad Ra’fat Sa’id, Rasulullah Saw. Profil Seorang Pendidik, alih bahasa Amir Hamzah Fachrudin dan Zaenal Arif Fachrudin RM, Jakarta: Firdaus, 1994. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Rosdakarya, 1995.
DU
Mujayin Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat: Suatu Pendekatan Filosofis, Pedagogis, Psikososial, dan Kultural, Jakarta: Golden Trayon Press, 1991. Nadler, Disigning Training Programs, Chicago Amerika Serikat: Chicago Press, 1982.
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Rosdakarya, 2000. Nasr al-Din Abu al-Khair ‘Abdullah bin ‘Umar al-Baiddawi, Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, Mesir: Mishr al-Halabi, 1939, I. Nina Becket dan Maureen Brookes, “Quality Management Practice in Higher Education: What Quality Are We Actually Enhancing,” dalam Journal of Hospitality, Leisure, Sport & Tourism Education, (Vol. 7, No. 1, 2007), 40-54;
210
Daftar Pustaka
Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, Jakarta: Paramadina, 1997.
Y
Nuria Lopez Mielgo dkk., “Are Quality and Innovation Management Conflicting Activies?,” dalam Technovation, (Vol. 29, 2009), 537-545;
Oemar Hamalik, Perencanaan dan Manajemen Pendidikan, Bandung: Mandar Maju, 1991.
MM
Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan: Dasar Teoretis untuk Praktik Profesional, Bandung: Angkasa, 1991.
P. Hersey & P. Blanchard, Management of Organizational Behavior Utilizing Human Resources, London: Prentice Hall International Edition, 9th Edition, 1995. Peter M. Senge, The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization, MIT: Doubleday, 2006. Philip B. Crosby, Quality is Free: The Art of Making Quality Certain, New York: McGraw-Hill, 1879. ____________, Quality Without Tears: The Art of Hassle-Free Management, Milwaukee, WI: Quality Press, 1984. Poeradisastra, Sumbangan Islam terhadap Peradaban Dunia, Jakarta: UI Press, 1978. R. Birnbaum dan J. Deshotels, “Has the Adopted TQM?” dalam Planning for Higher Education, Vol. 28, No. 1, 1999.
DU
R. Clark, Effective Professional Development Schools: Agenda for Education in a Democracy, San Francisco: Jossey Bass Publishers, 1999. R. Tannenbaum & W.H. Schmidt, “How to Choise a Leadership Pattern”, dalam Harvard Bussiness Review, Maret-April, 1958. R.J. House, A Path Goal Theory of Leadership Effectiveness, Administrative Science Quarterly, (Journal September, 1971), 321-339. R.R. Shepard Blake & J.S. Mouton, The Managerial Grid, Houston Texas: Gulf Publishing Company, 1964. Randall S. Schuler, Personnel and Human Resource Management, New York: West Publishing Company, Third Edition, 1987. Rhonda K. Reger dkk., “Reframing the Organization: Why Implementing Total Quality is Easier Said Than Done,” dalam Academy of Management Review, (Vol. 19 No. 3, 1994), 565-584. Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
211
Y
S.M. Ziauddin Alavi, Muslim Educational Thought in the Middle Ages, New Delhi: Atlantics Publishers & Distributors, 1988.
Saraph, J.V., Benson, P.G., & Schoeder, R.G. An Instrumen for Measuring the Critical Factors of Quality Manajemen, Decision Sciences, (Vol. 20 tahun 1989), 810-829.
MM
Sim B. Sitkin dkk., “Distinguishing Control From Learning in Total Quality Management: A Contingency Perspective,” dalam Academy of Management Review, (Vol. 19 No. 3 tahun 1994), 537-564. Soebagio Atmodiwirio, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Ardadizya Jaya, 2005.
Soebijanto Wirojoedo, Teori Perencanaan Pendidikan, Yogyakarta: Liberty, 1985. St. Vembriarto, Pengantar Perencanaan Pendidikan, Jakarta: Gramedia, 1993. Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: LekDis, 2005.
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: Rosdakarya, 1993. T. Ravichandran, Quality Management in Systems Development: An Organizational System Perspective, (MIS Quartely Research Article Vol. 24 No. 3, September 2000), 381-415.
DU
Thomas C. Powell, “Total Quality Management As Competitive Advantage. A Review and Empirical Study”, dalam Jurnal, Strategic Management Journal, (John Wiley & Sons Ltd. Final Revision Received 21 February 1995, Volume 16), 15-37. Tony Bush, Theories of Educational Management, London: Paul Chapman Publishing, 1986. Turney C, et. all., The School Manager: Educational Management Roles and Task, Sydney Australia: Allen & Ubwin Pty Ltd, 1999. Undang-undang Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 1999, Bandung: Citra Umbara, 2001. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Dharma Bakti, 2003. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Rosdakarya, 2000.
212
Daftar Pustaka
V.H. Vroom, Work and Motivation, New York: John Wiley & Sons, Inc, 1964.
Y
Vazanna dkk., “A Longitudinal Study of Total Quality Management Processes in Business Colleges,” dalam Journal of Education for Business, (Vol. 76, No. 2, 2000), 69-74. W. Edward Deming, Out of the Crisis, Cambridge: Cambridge University Press, 1986.
MM
_________, Quality, Productivity, and Competitive Position, Cambridge: MIT, Center for Advanced Engineering Study, 1982. W.J. Reddin, The 3D Management Style Theory, Training and Development, (Journal, 1970), 8-17. W.K. Hoy & C.G. Miskel, Educational Administration Theory, Research, and Practice, New York: Random House Inc, 2005. W.W. Scherkenbach, Performance Appraisal and Quality, Ford’s New Philosophy, Quality Progress, Vol. 18, No. 4, 1986.
Winardi, Manajemen Perilaku Organisasi, Bandung: Citra Aditiya Bakti, 1992. Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Gema Insani Press, 1999. Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, Jakarta: Bulan Bintang, 1980. Ziauddin Sardar, Rekayasa Masa Depan Umat Islam, Bandung: Mizan, 1996. Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
DU
__________, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
213
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
Y MM BIODATA PENULIS
DU
Dr. Deden Makbuloh, M.Ag. Lahir di Ciamis, 03 Mei 1973. Gelar Sarjana (S-1) jurusan PAI di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulus cumlaude tahun 1998. Gelar Magister (S-2) bidang Pendidikan Islam di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulus tahun 2001. Gelar Doktor (S-3) bidang Pendidikan Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, lulus tahun 2010.
Pengalaman Short Course di Melbourne University, Australia tahun 2009. Pengalaman Post Doctoral (POSFI) di Goethe University of Frankfurt, Germany tahun 2015. Profesi saat ini sebagai Dosen IAIN Raden Intan Lampung dalam Jabatan Fungsional Lektor Kepala, Golongan IV/c. Penulis mengajar di S-1, S-2, dan S-3 pada mata kuliah bidang Pendidikan Islam. Penulis juga bekerja sebagai Asesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) di Jakarta sejak tahun 2011 hingga sekarang.
Pendidikan Islam dan Sistem Penjaminan Mutu – Deden Makbuloh
215
DU
MM
Y
Jabatan yang pernah dialami antara lain: Kepala Pusat Penjaminan Mutu Pendidikan IAIN Lampung tahun 2007-2012; Ketua Program Studi PAI S-2 Pascasarjana IAIN Lampung tahun 2012-2015; Ketua Pusat Penelitian dan Penerbitan LP2M IAIN Lampung Periode 2015-2019.
216
Biodata Penulis