PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA TEHNIS KOMPUTER KURASI-REGISTRASI MUSEUM NASIONAL 2014 Puji Yosep Subagiyo [primastoria.net]
Instruktur Kurasi dan Aplikasi Sistem Database Museum Seksi Observasi – Bidang Perawatan dan Pengawetan
A. TUJUAN Tujuan Diklat adalah meningkatkan kemampuan pegawai museum (khususnya yang berhubungan dengan koleksi) dalam melaksanakan kegiatan registrasi dan kurasi secara teori dan praktis. B. MATERI DIKLAT Teori akan meliputi pengetahuan: 1. Administrasi dasar koleksi dan tehnis deskripsi, registrasi, dokumentasi, inventarisasi, katalogisasi, identifikasi/ klasifikasi, kondisi, dan sejenisnya dengan Rumus ABC-PQR dan Alur Studi Interpretasi Koleksi yang sebenarnya (Curation Process). Lampiran 1, 2 dan 10. 2. Database: Prinsip Tatakelola Fisik dan Data Koleksi. Praktik akan meliputi: 1. Instalasi Database dan file/ berkas pendukung. 2. Pengolahan data survai lapangan (BMN) dari Seksi Registrasi (DATA 01) menjadi data lengkap, berupa lembar Katalog Koleksi (DATA 02), lihat Lampiran 3. Pelatihan ini akan meliputi praktik pensortiran data koleksi tekstil yang tercampur dengan data koleksi lain.; 3. Validasi data (nomor inventaris) dan foto ganda, serta praktik mencari duplikasi dan mereview data dari tahun 1994 (20 tahun yang lalu).; 4. Penelusuran nama, asal benda, asal lokasi, bahan dan foto penunjang pada data-data lama dalam sistem database (Lampiran 7 dan 8.). Optimalisasi sistem database dengan melengkapi alamat lokasi bahan-pustaka sebagai rujukan, file/ berkas foto atau artikel yang berhubungan dengan koleksi dan daerah asal koleksi. Output Database ini bisa berupa Lembar Inventaris, Katalog dan Daftar Koleksi (Lampiran 4).; 5. Pembuatan “Daftar Simpan Koleksi dengan Sortir Data per Lokasi” (Model A) dan “Daftar Simpan Koleksi dengan Sortir Data per Nomor Inventaris” (Model B), sekaligus menyiapkan Petalokasi Simpan Koleksi (Lampiran 5 dan 6).; 6. Pengenalan kondisi lapangan: Tata Pamer - Simpan Koleksi dan Alat Penunjang Proses Penelitian, Lampiran 11.
(1)
(10)
ETNOGRAFI
(20)
SEJARAH
(30)
GEOGRAFI
(40)
ARKEOLOGI
BENDA
(2)
DIDAFTAR/ DICATAT TIDAK MEMENUHI SYARAT
MEMENUHI SYARAT SUMBANGKAN * DIPINJAM/ TITIPKAN * LAIN-LAIN
* DIBELI * DIHIBAH/ MENJADI KOLEKSI MUSEUM
TIM PENGADAAN KOLEKSI, PANITIA PAMERAN, DLL. DENGAN PERSETUJUAN KEPALA MUSEUM
Pengelola/ Pelaksana TIM PENGADAAN KOLEKSI, PANITIA PAMERAN, DLL.
SELEKSI
BIDANG REGISTRASI DAN DOKUMENTASI
DITOLAK/ KELUAR
DIUSULKAN/ DITAWARKAN MENJADI KOLEKSI MUSEUM
PEMILIK
* BENDA * TIM/PANITIA * PENGELOLA * LAIN-LAIN
DITERIMA/ MASUK
DIREGISTRASI DAN DOKUMENTASI
1. Nomor Registrasi 2. Nomor Inventaris 3. Nama Koleksi 4. Kelompok (Sub Kelompok) 5. Lokasi Simpan a. Sementara b. Tetap 6. Asal (Tempat) a. Pembuatan b. Perolehan 7. Deskripsi Singkat a. Bahan b. Ukuran c. dll. 8. Riwayat Singkat a. Cara Perolehan (hibah, beli/harga, dll.) b. Kegunaan 9. Keterangan Tambahan
Data Isian Registrasi
BIDANG REGISTRASI DAN DOKUMENTASI
NUMISMATIK DAN HERALDIK (60) KERAMIK
(50)
KOMPUTERISASI
1. Nomor Registrasi 2. Nomor Inventaris 3. Nama Koleksi 4. Kelompok dan Sub Kelompok 5. Lokasi Simpan a. Sementara b. Tetap 6. Asal (Tempat) a. Pembuatan b. Perolehan 7. Deskripsi Lengkap a. Bahan b. Ukuran c. dll. 8. Riwayat Lengkap a. Cara Perolehan (hibah, beli/harga, dll.) b. Kegunaan 9. Keterangan Tambahan 10. Referensi
Data Isian Inventarisasi
PENGELOLA KOLEKSI
INVENTARISASI DAN PENELITIAN
Pengelola/ Pelaksana
(RE) INVENTARISASI/ (HER) REGISTRASI
ALUR KELUAR-MASUK DAN KOMPUTERISASI DATA KOLEKSI
Lampiran 1. DATA KOLEKSI
Kelompok
(70)
PRASEJARAH
(3)
NUMISMATIK & HERALDIK
Age = Umur Beauty = Keindahan Condition = Kondisi Price = Harga Quality = Kualitas Rarity = Kelangkaan
(7000) PRASEJARAH
(6000) KERAMIK
(5000)
(4000) ARKEOLOGI
(3000) SEJARAH
(2000) GEOGRAFI
(1100) Tekstil (SubKlp) (1101) Batik (SubSubKlp) (1102) Ikat (1176) Ikat Pakan (1179) Ikat Pakan + Songket
Kelompok & Kode (1000) ETNOGRAFI (Klp)
DATA KOLEKSI
KOLEKSI
1. Nomor Registrasi 2. Nomor Inventaris 3. Nama Koleksi 4. Kelompok (Sub Kelompok) 5. Lokasi Simpan a. Sementara b. Tetap
1. Nomor Registrasi 2. Nomor Inventaris 3. Nama Koleksi 4. Kelompok dan Sub Kelompok 5. Lokasi Simpan a. Sementara b. Tetap Data Isian Inventarisasi
1. Nomor Registrasi 2. Nomor Inventaris 3. Nama Koleksi 4. Kelompok (Sub Kelompok) 5. Lokasi Simpan a. Sementara b. Tetap Data Isian Registrasi
REGISTRASI
INVENTARISASI
Data Isian Katalogisasi
1. Nomor Registrasi 2. Nomor Inventaris 3. Nama Koleksi 4. Kelompok dan Sub Kelompok 5. Lokasi Simpan 6. Asal (Tempat) 7. Deskripsi Lengkap
KATALOGISASI
STUDI KOLEKSI
REINVENTARISASI REKATALOGISASI
ANALISA KOMPARATIF
PROSES KURASI (benda hilang konteksnya)
Lawrence van Vlack (1985) Pamela B. Vandiver, et.al. (1991)
Gambaran Inti Ilmu dan Teknologi Bahan
2
ABC-PQR
RUMUS
1
Susan M. Pearce, edit. (1989:99)
Skema Proses Kurasi
(benda dalam konteksnya)
4 KONTEKS KULTURAL
Sistem Perujukan Benda Seni - Budaya
James Clifford (1988:224) Susan M. Pearce (1994:263)
INTERPRETASI 3 (benda ke-konteksnya)
1. Nomor Registrasi 2. Nomor Inventaris 3. Nama Koleksi 4. Kelompok dan Sub Kelompok 5. Lokasi Simpan 6. Asal (Tempat) 7. Deskripsi Lengkap
1. Nomor Registrasi 2. Nomor Inventaris 3. Nama Koleksi 4. Kelompok (Sub Kelompok) 5. Lokasi Simpan a. Sementara b. Tetap
HEREGISTRASI
Data Isian Katalogisasi
Data Isian Inventarisasi
Data Isian Registrasi
ALUR STUDI - INTERPRETASI KOLEKSI
Lampiran 2.
Daftar BMN 2014 Bidang Registrasi dan Dokumentasi
Lampiran 3.
000001
1. Jenis Koleksi: Etnografi
DATA 01.
2. Nama Benda: Seprai 3. Nomor Inv.: 20468 4. Tempat Penyimpanan: storage lantai 5 5. Ukuran :
Pj. 230
6. Bahan :
tekstil
Lb. 158 (cm)
7. Kondisi: noda 8. Tanggal Pengamatan: 25 Februari 2014
Daftar Koleksi Tekstil Bidang Perawatan dan Pengawetan 1. Jenis Koleksi: Etnografi
(Sub) Kelompok: Tekstil
Usia: 99 Tahun.
2. Nama Benda: Palampos 3. Asal Benda: Lampung
India
4. Nomor Inv.: 20468 b (LAMA) 5. Tempat Penyimpanan: 6. Ukuran :
Pj. 238
20468 b (BARU)
GA.14b. 31B/7 (LAMA)
Lb. 162
238 x 162 cm.
7. Bahan : kapas 8. Kondisi: Bagus
DATA 02.
9. Tanggal Pengamatan: 13 September 1994 10. Catatan:
Sablon
Kain sablon dan colet
(4)
20468 b (FOTO)
GB.ST5.031.04 (BARU)
000001
Lampiran 4.
LEMBAR INVENTARIS TEKSTIL MUSEUM NASIONAL
GB.ST5.031.04 1. Jenis Koleksi:
(Sub) Kelompok: Tekstil
Etnografi
Sablon
LIT-MNI / 5 . 2014 / 000003
No. Foto: 20468 b
2. Nama Benda: Palampos 3. Nomor Inv.:
20468 b
(lama)
Nomor Reg.:
20468 b
(baru)
(lama)
(baru)
GB.ST5.031.04 (baru)
4. Tempat Penyimpanan:
14b. (31B/7)
(lama)
5. Deskripsi Benda: a. Bentuk: Kain palampos b. Ukuran: 238 x 162 cm. c. Bahan: kapas d. Warna: merah, biru, hijau, hitam, kuning, polos. e. Motif/Hiasan: palmet (paisley), floral f. Teknik Pembuatan: sablon (print), colet g. Uraian: Kain palampores (baca: palampos) adalah kain katun bermotifkan seperti pohon hayat, palmet, dll. yang dibuat dengan tehnik sablon-blok (block-print) dari India yang banyak dipasarkan ke Eropa. Pada sekitar tahun 1915-an kain palampos dipasarkan oleh Belanda sampai ke Indonesia (Storey, 1992:20-24). Kain palampos digunakan sebagai penutup, hiasan dinding, dll. Di sini, kain palampos berupa kain katun berwarna latar putih (polos) yang digambari sebuah pintu serambi dan ornamen-ornamen geometris khas Timur Tengah, seperti gambar-gambar yang umum di sajadah (alas sembahyang orang muslim). Teknik penerapan warna yang membentuk pola-hias adalah teknik sablon, dan mungkin juga colet (free-hand painting). Hal ini nampak sekali dengan adanya pergeseran warna pada ornamen-ornamen yang telah disebut di atas.
6. Riwayat Benda: a. Tempat Asal: Lampung
Kab.
Prop.
Negara India
b. Tempat Pembuatan: India c. Tempat Temuan: Lampung d. Tahun Pembuatan: e. Kegunaan/ Fungsi: kain penutup, hiasan dinding, dll. Usia: 99 Tahun.
f. Tahun Perolehan: 01/01/1915 g. Cara Perolehan: 7. Kondisi: Baik Cukup noda sedikit
Beli Temuan Rusak
Hadiah/ Hibah Transaksi lain Lain-lain
8. Keterangan, Referensi, dll.: Ref.: J.E. Jasper & M. Pirngadie (1916:88-89). J.E. Jasper & M. Pirngadie (1997): Seni Batik, Tim Peneliti Batik Indonesia, trans-edit-anot: S.H. Adiwoso & P.Y. Subagiyo, Tokyo - Jakarta. Subagiyo, P.Y. (1996): Metal Thread Exam..., Jambi Int. Symposium. hal.11-13. Storey, Joyce (1992): Textile Printing, London, Thames & Hudson. hal.20-24. John Guy (1998): Woven Cargoes - Indian Textiles in the East, Thames & Hudson. 9. Teknik Pengamatan: Mata biasa Kaca pembesar Mikroskop Lain-lain
KETERANGAN KHUSUS (ATRIBUT) Tehnik Tenun/Nir-Tenun : Silang polos Silang kepar Tapestri Rep
Satin Damas Other...
Brokat (brocade) Kelim (slit/interlocked) Perca (applique) Pilih Songket Sulam (embroidery) Sulam bantal (quilting) Sulam cucuk (couching) Sungkit Other... Pewarnaan (Pencelupan/Pigmentasi) : Biasa Batik Ikat
Plangi/Jumputan Tritik Other...
Colet Prada
Sablon/ Printing Other...
Kategori Penerapan Logam : K-1a K-1b K-2a K-2b K-2c
K-3a K-3b K-3c K-4a K-4b
K-5a K-5b Other...
Tanggal Pengamatan: 13 September 1994 Tanda tangan Kurator:
X
Nama Kurator: Puji Yosep Subagiyo
(5)
Lampiran 5.
A
B
Daftar Simpan Tekstil sortir per Lokasi
Tanggal: 17 Mei 2014 No.
Daftar Simpan Tekstil sortir per Nomor Inventaris
Tanggal: 17 Mei 2014
Lokasi Benda Gd. Ru. Lm. Lc.
No. Inv. Baru
Catatan
No.
Lokasi Benda Gd. Ru. Lm. Lc.
No. Inv. Baru
1
GB ST5 001
01 19268
1
GB ST5 081
04 00001 GVT
2
GB ST5 001
01 23328
2
GB ST5 093
01 00003 GVT
3
GB ST5 001
01 23329
3
GB ST5 037
03 00006 GVT
4
GB ST5 001
01 26642
4
GB ST5 065
02 00007 GVT
5
GB ST5 001
01 26641
5
GB ST5 065
02 00008 GVT
6
GB ST5 001
01 20995
6
GB ST5 026
02 00009 GVT
7
GB ST5 001
01 24271
7
GB ST5 048
03 00010 GVT
8
GB ST5 001
01 20213
8
GB ST5 002
02 00015 GVT
9
GB ST5 001
01 00576 c
9
GB ST5 001
02 00021 GVT
10
GB ST5 001
01 26643
10
GB ST5 008
04 00023 a
11
GB ST5 001
02 19262
11
GB ST5 005
04 00036 GVT
12
GB ST5 001
02 24131
12
GB ST5 050
04 00043 GVT
13
GB ST5 001
02 00576 A
13
GB ST5 015
01 00050 GVT
14
GB ST5 001
02 00576 B
14
GB ST5 015
02 00051 GVT
15
GB ST5 001
02 23230
15
GB ST5 020
03 00054 GVT
16
GB ST5 001
02 20406
16
GB ST5 021
03 00058 GVT
17
GB ST5 001
02 20396
17
GB ST5 011
02 00060
18
GB ST5 001
02 23782
18
GB ST5 024
02 00061 GVT
19
GB ST5 001
02 21452
19
GB ST5 042
01 00063 GVT
20
GB ST5 001
02 20394
20
GB ST5 017
01 00064
21
GB ST5 001
02 00021 GVT
21
GB ST5 044
01 00064 GVT
22
GB ST5 001
02 23327
22
GB ST5 044
01 00065 GVT
23
GB ST5 001
03 26538
23
GB ST5 011
02 00076
24
GB ST5 001
04 03263 TN
24
GB ST5 056
01 00076 GVT
25
GB ST5 001
04 20418
25
GB ST5 021
03 00080
26
GB ST5 002
01 00522
26
GB ST5 061
02 00099 GVT
27
GB ST5 002
01 29073 a
27
GB ST5 062
02 00100 GVT
28
GB ST5 002
01 29073 b
28
GB ST5 063
01 00101 GVT
29
GB ST5 002
01 28009
29
GB ST5 065
01 00103 GVT
30
GB ST5 002
01 04570
30
GB ST5 065
02 00105 GVT
31
GB ST5 002
01 20155
31
GB ST5 023
03 00115
32
GB ST5 002
01 28011
32
GB ST5 063
01 00120 A
33
GB ST5 002
01 28201
33
GB ST5 021
00156 a
34
GB ST5 002
02 00531 c
34
GB ST5 021
00156 b
35
GB ST5 002
02 28016 a
35
GB ST5 011
(6)
04 00201
Catatan
70 cm
011
015
014
010
254 cm
009 062
060
058
089 090 091 092
238 cm
094
(7) 053
055
043
042
045
040
046
038
047
072
071
036
049
070
069
155 cm
041
048
068
032 033
034
039
050
066
067
073
075
077
079
065
074
076
044
031
030
078
029
028
080
027
026
037
054 052 051
064
063
081
082
025
024
035
056
70 cm
061
083
085
059
084
022 023
086
144 cm
020 021
057
088
019
018 70 cm
087
017
016
70 cm
133 cm
013
012
18,7 m
Lampiran 6.
Petalokasi Simpan Tekstil
093
BAWAH
ATAS
008
238 cm
006
004
002
007
005
003
001
15,7 m
Lemari Susun 2
Lemari Susun 1
Lemari Rol G.3
Skala: 1 m
Lampiran 7.
Menguji data dan melacak asal - usia tekstil dengan membandingkan data teridentifikasi (secara teoritis dan empiris) dalam Sistem Database Khusus Tekstil
Lebih dari 400 buah koleksi sudah terdeteksi usia relatif (merujuk data perolehan dan penanggalan kronometris), setelah nomor inventarisnya disortir dari nomor kecil ke nomor besar ‘apakah ada konsistensi pengurangan usianya?’. Dengan menyisipkan nomor inventaris yang belum diketahui usianya diantara dua nomor inventaris yang sudah teridentifikasi maka akan diketahui perkiraannya. Pada grafik ini, koleksi dengan nomor inventaris 02180, 08677, 16538, 21810, 21811 dan 23461 tidak menunjukkan konsistensinya. Ini bisa terjadi karena adanya temuan data baru bahwa koleksi-koleksi termaksud menunjukkan usia yang sebenarnya
Alur Kajian Tehnis dan Tata Urut Penamaan ATRIBUT TEKNOLOGIS
ATRIBUT STILISTIK
FABRIKASI
KOLORASI
Sablon
Prada
PIGMENTASI
Colet
Tritik
Batik
Ikat
Perca
Sulam Bantal
PENCELUPAN
Sulam Cucuk
Sulam (Bordir)
Pilih
Sungkit
Songket
Damas
Rep
Kelim
Permadani
Silang Polos
Brokat
NIR-TENUN
TENUN
Jumputan
ATRIBUT FORMAL
Dengan memahami hal-hal teknis secara detail dan sistimatis, akan memudahkan dalam pencarian ciri-ciri tekstil dari daerah tertentu, bahkan usia tekstil itu sendiri.
(8)
Lampiran 8.
Daftar Istilah Tehnis
01. Batik (waxed-resist-cloth dyeing) : teknik pembentukan pola hias dengan perintang warna lilin atau malam lebah (wax-resist) pada kain jadi sebelum proses pencelupan ke dalam larutan warna. Aplikasi lilin sebagai perintang warna ini biasanya dilakukan dengan canting atau stempel. 02. Brokat : teknik penyuntikan/ penyisipan benang berlatarkan pola konvensional atau geometris (brocade). 03. Colèt : teknik pemindahan cat (pigmen dan binder) yang biasa dilakukan dengan kwas atau sejenisnya. Pengecatan dengan kwas ini tentunya tidak dapat sekaligus menghasilkan pola hiasan berukuran besar. 04. Damas (damask) : kain berpola hias bagian depan kebalikan dengan belakang, yang ditenun dengan menyilangkan benang lungsi ke benang pakan dan tampilan polanya menyerupai kain satin (warp-faced satin weave) dengan dasar kain yang menonjolkan benang pakan (in the ground of weft-faced). Kain ini bisa terbuat dari sutera, wol, linen, kapas, atau serat sintetik. 05. Fabrikasi : teknik penyilangan atau pengkaitan benang untuk membentuk kain atau hiasan. 06. Ikat (tied-resist threads dyeing) : teknik pembentukan pola hias dengan perintang warna berupa tali dengan cara diikatkan pada benang sebelum proses pencelupan ke dalam larutan warna, setelah pola hiasan terbentuk pada benang lalu tali dilepas dan selanjutnya dilakukan proses tenun. Bila proses pembentukan pola hias pada benang pakan dan lungsi disebut ikat ganda (double ikat), jika pembentukan hanya pada benang pakan disebut ikat pakan (weft-ikat) dan yang hanya pada benang lungsi disebut ikat lungsi (warp-ikat). 07. Jumputan (tied-resist cloth dyeing) : teknik pembentukan pola hias dengan perintang warna berupa kain yang diikat kuat-kuat dengan tali atau tali itu sendiri yang diikatkan pada kain jadi sebelum proses pencelupan ke dalam larutan warna. Kain Pelangi termasuk dalam kategori ini. 08. Kêlim : teknik tenunan menyerupai permadani tetapi dalam satu pola hias, dengan pola hias lainnya bisa terputus (slit-tapestry weave) dan bersambung (interlocked-tapestry weave). Dari pengertian ini, kêlim meliputi yang ujung belokan benang hiasnya bersambung dan kêlim yang ujung belokan benang hiasnya lepas/ terpisah. 09. Kolorasi : teknik pewarnaan kain atau benang (sebelum proses tenun). 10. Nir-Tenun (non-weaving) : teknik penambahan, penyisipan atau penempelan benang atau bahan lain untuk membentuk (pola) hiasan. Penyilangan atau pengkaitan benang yang bukan pakan atau lungsi bisa termasuk nir-tenun (non-woven fabric), sehingga kain sulaman dan turunannya, rènda, kèpang, anyaman, songkèt, sungkit, pilih, dan sejenisnya masuk kategori ini. 11. Palampores (baca: palampos) : kain katun bermotifkan seperti pohon hayat, palmet (keong), dll. yang dibuat dengan teknik sablon-blok (block-print) dari India yang banyak dipasarkan ke Eropa. 12. Pencelupan (dyeing) : teknik pewarnaan dengan cara mencelupkan kain dalam larutan warna (dye liquor). Ciri utamanya adalah warna kain bagian depan sama dengan warna kain pada bagian belakang. 13. Pêrca (applique) : teknik pembentukan desain/ hiasan dengan menempelkan potongan kain dan dengan cara menisikkan (stitching) pada permukaan kain. 14. Permadani (tapestry) : teknik penyilangan benang pakan ke benang lungsi secara reguler, tetapi dalam hitungan 1 sentimeter persegi, jumlah benang pakannya jauh lebih banyak dari lungsinya (weft-faced plain weave). 15. Pigmentasi (pigmentation) : teknik pewarnaan dengan cara mencat, mensablon atau cara lain menempelkan pigmen pada kain. Ciri utamanya adalah warna kain bagian depan tidak-sama dengan warna kain pada bagian belakang, karena warna pada tehnik pigmentasi hanya menempel pada bagian permukaannya saja.
(9)
16. Pilih : teknik penyisipan benang pakan tambahan diantara benang pakan reguler dengan bantuan anak torak (chosen inserting the wefts between regular wefts, that cross concealling one or two warps). 17. Prada (gilt) : teknik penempelan pigmen yang biasanya berwarna keemasan dengan perekat. Jika pradanya berupa bubuk halus disebut prada-yeh (prada-air), sedangkan yang berupa lembaran disebut prada pel-pel. 18. Rèp : teknik penyilangan benang pakan ke benang lungsi secara reguler, tetapi dalam hitungan 1 sentimeter persegi jumlah benang lungsinya jauh lebih banyak dari pakannya (warp-faced plain weave). 19. Satin (satin weave) : tenun satin, lihat gambar 1 dibawah. 20. Silang kepar (twill) : silang kepar/ anam kepang, gambar 2. 21. Silang Polos (plain weave / tabby) : teknik penyilangan benang pakan ke benang lungsi secara reguler, bisa dengan notasi 1/1, 2/2, dst. 22. Sablon (printing) : teknik pemindahan cat (pigmen dan binder) yang sekaligus memberikan hiasan, baik yang berpola besar atau kecil. 23. Songkèt : teknik penambahan benang pakan dari pinggir kain paling kiri ke kanan searah pakan untuk membentuk pola hias (supplementary weft from selvage to selvage). Songkèt atau sotis dapat dibedakan dengan kain bermotif dengan tehnik sulam ‘embroidery’ dan ‘brocade’. Karena pembentukan motif pada kain songkèt yang dilakukan bersamaan dengan proses tenunan kain dasar, tidak harus menggunakan jarum, tetapi memerlukan beberapa alat pembentuk pola yang disebut ‘gun’ atau ‘cucukan’, dan mungkin berpola kearah benang pakan atau lungsi. Sedangkan sotis umumnya berpola ke arah benang pakan, dimana benang pakan tambahannya berupa benang berwarna (bukan logam). 24. Sulam (embroidery) : kain sulaman atau kain bordiran biasanya berupa hiasan yang kecil-kecil, seperti pembuatan jahitan pada lubang kancing baju (button-hole-stitch) dan pada tehnik pembentukan hiasan pada kain yang beralas kain bantalan (quilt). Sehingga tehnik sulam jenis ini sering diidentikkan dengan tehnik ‘kerja-jarum’ (neddle-works). Kain bordiran menyerupai tehnik-kerja sulaman pada kain kruistik. 25. Sulam-bantal (quilt) : teknik pembentukan desain/ hiasan dengan cara menisikkan (stitching) pada (potongan) kain yang diberi bantalan (kain) dsb. 26. Sulam-cucuk (couching) : teknik pembentukan desain/ hiasan dengan menempelkan benang logam (metal thread), percik logam (sequins) atau percik kaca (mirrors) dan dengan cara menisikkan (stitching) pada permukaan kain. 27. Sungkit : teknik penambahan benang pakan terputus untuk membentuk pola hias (discontinuous supplementary weft). 28. Tenun (weaving) : teknik penyilangan benang pakan dan lungsi untuk membentuk kain (woven-fabric). Silang polos (plain weave / tabby), silang kepar, permadani (tapestry), kêlim, rèp dan damas termasuk kategori ini. 29. Tritik (stitched-resist cloth dyeing) : teknik pembentukan pola hias dengan perintang warna berupa lipatan-lipatan kain yang diikat kuat-kuat dengan benang yang dimasukkan dengan jarum pada kain jadi sebelum proses pencelupan ke dalam larutan warna.
Gambar 1.: Tenun Satin
Gambar 2.: Silang Kepar
Lampiran 9.
Observasi, Perawatan dan Pengawetan Tekstil
Kain Patola berfungsi sebagai tapih atau selendang dari Gujarat (kemungkinan Patan) – India untuk pasar Indonesia pada abad ke-18 M. Perhatikan dua kain ikat ganda bermotif patola berbahan sutera (No. Inv. 19084 dan 26491) dibawah ini.
Kain Patola 1, no. inv. 19084, ikat ganda, bahan: sutera, ukuran: 400 x 100 cm. Diregistrasi : 9 April 1927 (87 tahun) Selendang Cinde, no. inv. 26491, ikat ganda, bahan: sutera, ukuran: 228 x 86 cm. Diregistrasi: Januari 1949 (65 tahun) Kain Patola 2, no. inv. 18764, bahan: sutera, ukuran: 238 x 87 cm. Diregistrasi: est. 1924 (90 tahun)
Kain Patola 2 (18764) yang berfungsi sebagai selendang dan berasal dari Gujarat – India, dibuat untuk pasar Indonesia pada abad ke-17 sampai 18 M. Beberapa kain jenis ini kadang-kadang distempel VOC (Verenigde Oostindische Compagnie). Kain tiruan patola yang terbuat dari katun ini dibuat dengan tehnik block-printed mordant-dyed dan resist-dyed. Dengan mengamati kondisi keterawatan di foto dan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kerusakan kain-kain sutera (yang berumur-relatif 65 dan 87 tahun) bisa bisa disebabkan oleh garam logam untuk proses pemberatan sutera dan pewarnaan kain. Logam pemberat sutera biasa digunakan setelah proses 'degumming' atau penghilangan zat perekat atau ‘sericin’. Penggunaan mordan alum alam yang sudah dikenal sekitar tahun 900 M telah digantikan dengan mordan alum mineral sekitar tahun 1509 (menurut catatan pedagang Arab dan Eropa), begitu juga komponen warna merah dari mengkudu (morindone) telah banyak digantikan dengan bahan-celup sintetis Alizarin. Kebanyakan bahan-celup mempunyai daya ikat dengan substratnya (benang), yang kekuatannya tergantung dari kondisi bahan-celup itu sendiri. Misalnya curcumin, yaitu zat warna kuning dari temu lawak, Curcuma xanthorrhiza Roxb. (Zingiberaceae) akan dapat mengadakan afinitas dengan serat-serat selulosik, seperti kapas dan linen, secara langsung tanpa menggunakan mordan. Sehingga bahan-celup jenis ini disebut dengan zat-warna direk (direct dye). Sedangkan pemakaian mordan disamping dapat mempengaruhi warna yang dihasilkan dapat pula meningkatkan afinitas molekul zat warna pada serat. Pada tehnik pencelupan tradisional dijumpai pula bahan menyerupai mordan alum (potassium aluminum sulfate) pada jirek, Symplocos fasciculata Zoll. (Styracaceae). Apabila tumbukan babakan kayu jirek ini dicampur dengan morindone, yaitu zat warna dari mengkudu, Morinda citrifolia L. (Rubiaceae), kita akan mendapatkan warna merah pada substrat kapas. Sedangkan bahan-bahan lain yang secara tradisional juga sering digunakan seperti minyak jarak dan air merang hanya berfungsi sebagai bahan pembantu (ingredients) pada proses pencelupan, karena bahan-bahan tersebut secara kimiawi hanya membantu pendisfusian molekul zat warna kedalam sel-sel serat, dan penetran ini juga tidak mempengaruhi warna yang dihasilkan.
( 10 )
Lampiran 10.
DAFTAR KODEFIKASI DALAM DATABASE TEKSTIL KODE KELOMPOK dan SUB KELOMPOK
KODE SUB SUB KELOMPOK UMUM
KODE KELOMPOK (1). Etnografi (2). Geografi (3). Sejarah (4). Arkeologi (5). Numismatik/ Heraldik (6). Keramik (7). Prasejarah (8). Umum
KODE SUB KELOMPOK (1). Tekstil (2). Alat Transportasi (3). Alat Kesenian (4). Alat Upacara (5). Rumah Adat (6). Senjata (7). Campur
(01). Tenun (Tabby) (02). Batik (03). Ikat (04). Jumputan/ Pelangi (05). Tritik (06). Sablon (07). Prada (08). Colet (09). Satin (10). Silang-kepar (Twill) (11). Permadani (Tapestry) (12). Rep (13). Damas (Damask) (14). Songket (15). Sungkit (16). Pilih (17). Sulam-cucuk (Couching) (18). Perca (Applique) (19). Sulam-bantal (Quilt) (20). Sulaman/ Bordir (Embroidery) (21). Brokat (Brocade) (22). Renda (Lace) (23). Rajut (knitting) (24). Kepang (braiding) (25). Anyaman (plaiting/ matting) (40). Serat Tumbuhan (50). Kulit kayu (Bark cloth) (60). Kulit hewan (Leather/ Hide)
KOMBINASI
(70). Batik Tulis (71). Batik Cap (72). Batik, Jumputan (72). Batik, Pelangi (73). Batik, Tritik (74). Batik, Prada (75). Batik, Prada, Tritik (76). Ikat Pakan (Weft Ikat) (77). Ikat Lungsi (Warp Ikat) (78). Ikat Ganda (Double Ikat) (79). Ikat Pakan, Songket (80). Ikat Lungsi, Songket (81). Ikat Pakan, Sulam-cucuk (82). Sulam-cucuk, Perca
A
B
C
D
01 11 09 13
E 26967
akan dituliskan secara otomastis dalam sistem database sebagai
KODE BENTUK UMUM
(01). Baju (02). Busana (03). Bebed (04). Celana (05). Dodot (06). Ikat Pinggang (07). Iket Kepala (08). Jaket (09). Kain (10). Kain Panjang (11). Kampuh (12). Kemben (13). Kostum (14). Pakaian (15). Palampos (16). Palepai (17). Rok (18). Sarung (19). Selendang (20). Sembagi (21). Sinjang (22). Tampan (23). Tapelak (24). Tapih (25). Tas (26). Lain-lain
KODE WILAYAH (01). Aceh (02). Sumatera Utara (03). Sumatera Barat (04). Riau (05). Kep. Riau (06). Kep. Bangka Belitung (07). Jambi (08). Sumatera Selatan (09). Bengkulu (10). Lampung (11). Banten (12). DKI Jakarta (13). Jawa Barat (14). Jawa Tengah (15). DI Yogyakarta (16). Jawa Timur (17). Bali (18). Nusa Tenggara Barat (19). Nusa Tenggara Timur (20). Kalimantan Barat (21). Kalimantan Tengah (22). Kalimantan Timur (23). Kalimantan Selatan (24). Sulawesi Utara (25). Sulawesi Tengah (26). Gorontalo (27). Sulawesi Barat (28). Sulawesi Selatan (29). Sulawesi Tenggara (30). Maluku Utara (31). Maluku (32). Papua Barat (33). Papua
01.11.09.13.26967
CATATAN : Nomor Koleksi dengan notasi diatas berarti: Koleksi dengan No. Inv.: 26967, berasal dari Aceh,
termasuk Koleksi Etnografi, Sub Kelompok: Tekstil, Berbentuk: Kain (?) dan Sub Sub Kelompok: Damas. Sedangkan pengertian damas (damask) adalah: kain berpola hias bagian depan kebalikan dengan belakang, yang ditenun dengan menyilangkan benang lungsi ke benang pakan dan tampilan polanya menyerupai kain satin (warp-faced satin weave) dengan dasar kain yang menonjolkan benang pakan (in the ground of weft-faced). Kain ini bisa terbuat dari sutera, wol, linen, kapas, atau serat sintetik. Lampiran 8 pada halaman 9.
( 11 )
Lampiran 11.
Alat Perekam Data Warna dan Alat Identifikasi Logam Konica-Minolta CR-410 Chroma Meter More powerful and more versatile than ever from the famous Chroma-Meter series. (Alat ukur warna untuk mengetahui pemudaran warna dan ciri warna khas dari benda tertentu) (Estimate Price: US$ 5,000.00)
Handheld XRF Spectrometer
A non-destructive elemental analysis technique for quantification of nearly any element from Magnesium to Uranium. (Estimate Price: US$ 65,000.00)
Archaeometry, Archaelogical Science with XRF Archaeometry—also known as archaeological science—is the application of scientific methods and techniques to archeological investigation. The field of archaeometry has been quickly expanding and adopting new methodology over the last several decades, as the sophistication and availability of technology and instrumentation grow, while the cost of scientific analysis has been slowly but surely dropping. Many scientific instruments that produce data such as molecular or elemental composition, chromatography, carbon dating, etc. have become smaller, more portable, faster, and have a lower cost per sample. As technology continues to improve in price, user-friendliness, and data reliability, archeological science will continue to expand and stands to significantly supplement already existing and traditional methods in archaeological investigation. One important and widely used archaeometric technique is handheld XRF (x-ray fluorescence), an elemental analysis technique that quickly and easily provides data regarding the elemental composition of an archaeological sample from magnesium (Mg) to uranium (U).
Handheld XRF for Archeological Investigation: The Purpose-Built Bruker Tracer XRF Analyzers
Handheld XRF can now be found in universities and archeological research institutions—as well as in the field—in every part of the world, providing researchers with information from soil composition at an excavation site to no-longer-visible pigment composition on ceramics. The Bruker Tracer family of XRF analyzers is the de facto standard for XRF as applied archeological science with a presence in over 500 universities worldwide. Bruker workshops prepare hundreds of scientists, archeologists, and conservators annually to properly collect, interpret, and use XRF data, you can count on being able to compare data sets with colleagues when using the Tracer. While new archaeometric XRF applications are developed constantly, here are just a few of the applications in which the Tracer handheld XRF instrument is being used for 100% non-destructive elemental analysis all over the world: Archeological soil analysis for evidence of human activity Sourcing/source separation of obsidian and other lithics Ceramics analysis and sourcing Pigment analysis (including analysis of faded/ no-longer-visible pigments on porous materials; paint on canvas; textile dyes; etc.) Analysis of glazes, varnishes, lacquers, and patinas Analysis of objects in museum contexts for treatment with toxic heavy metal pesticides (As, Hg, Pb) as part of NAGPRA compliance Glass analysis Analysis of archeological metals and alloys
( 12 )