PENDIDIKAN DALAM URUSAN RUMAH TANGGA (SEBUAH ANALISIS HADIS RASUL) Purwidianto Dosen Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Email :
[email protected] Abstract : The coming of the Prophet Muhammad is a mercy for all mankind (rahmatan lil alamin). Anything that is taught by the Prophet in the Hadith is the embodiment of that mission. so that if the teachings of Islam that comes from the prophet violate that principle should be straightened. One is seated husband and wife as an object as a subject in the relationship in the household, including the sexual relations between husband and wife. The situation is sometimes ignore the principle mu'asyarah bil ma'ruf, even the actors sometimes feel right because he felt what he did was based on religious texts. This study seeks mendudukan hadith related sexual relations between husband and wife on the correct understanding that does not undermine one of the two. so that the traditions related to the prohibition of solicitation husband wife refuses sexual relations do not become a tool of legitimacy for the husband to act arbitrarily against his wife because sexual relations between husband and wife is not just a matter of mere biological, but also psychological. Keywords : Education, Household, Hadith
Abstrak : Diutusnya nabi Muhammad saw adalah sebagai rahmat bagi manusia (rahmatan lil alamin). Sehingga apapun yang diajarkan oleh nabi dalam hadisnya merupakan pengejawantahan dari misi tersebut. sehingga apabila ada ajaran islam yang bersumber dari nabi menyalahi prinsip tersebut maka harus diluruskan. Salah satunya adalah mendudukkan istri sebagai objek dan suami sebagai subjek dalam hubungan dalam rumah tangga, termasuk dalam hubungan seks antara suami dan istri. Keadaan tersebut terkadang mengabaikan prinsip mu’asyarah bil ma’ruf, bahkan pelaku terkadang merasa benar karena merasa apa yang dilakukannya didasarkan pada teks-teks
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
67
keagamaan. Penelitian ini berusaha mendudukan hadis terkait hubungan seks antara suami istri pada pemahaman yang benar sehingga tidak merugikan salah satu diantara keduanya. sehingga hadis-hadis terkait larangan
istri menolak ajakan suami melakukan hubungan seksual tidak
menjadi alat legitimasi bagi suami untuk berbuat semena-mena terhadap istri Sebab hubungan seksual antara suami-istri bukan hanya masalah biologis semata, tapi juga secara psikologis.
Kata Kunci : Pendidikan, Hadits, Rumah Tangga
mendapatkan keturunan.1Atau dengan istilah
PENDAHULUAN Pernikahan merupakan gerbang awal
lain rekreasi dan prokresi. Rekerasi meliputi
untuk membentuk keluarga. Salah satu fungsi
pemenuhan hubungan seksual, waktu dan
keluarga
cara hubungan seksual dilakukan. Sedangkan
adalah fungsi seksual artinya
hubungan
seksual
yang
dibolehkan
(seharusnya) adalah hubungan seksual yang
prokreasi adalah fungsi regenerasi manusia untuk melanjutkan keturunan. Diantara masalah yang muncul terkait
dibingkai dengan ikatan pernikahan. keluarga
dengan hubungan seks dalam keluarga adalah
merupakan masalah penting yang menjadi
hak dan kewajiban antara suami dan istri
salah satu pengikat dalam keluarga. Tidak
dalam menikmati hubungan seksual. Yang
adanya perhatian terhadap masalah ini atau
selama ini muncul adalah hubungan seks
menempatkannya pada posisi yang tidak
merupakan hak suami dan menjadi kewajiban
proporsional dapat menganggu kehidupan
istri. Dengan pemahaman yang demikian
rumah tangga yang bisa berdampak pada
maka suami dapat memaksakan kehendaknya
ketidakharmonisan
tanpa
Hubungan
seks
dalam
dalam
keluarga.
istri
boleh
menolaknya
bahkan
Kekecewaan akibat hubungan seksual yang
penolakan terhadap ajakan suami merupakan
dirasakan oleh kedua belah pihak akan
perbuatan dosa. Superioritas
berdampak serius pada kehidupan rumah
termasuk
tangga. Hubungan seks dalam keluarga paling
seksual
dalam telah
suami
terhadap
melakukan
begitu
istri
hubungan
melembaga
dan
tidak memiliki dua tujuan, pertama, agar ia mendapatkan
68
kenikmatan
dan
untuk
Al ghazali, ihya ulumuddin, (Beirut: dar al ma’rifah) juz 111, h. 99 1
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
mengakar dalam kehidupam masyarakat. Hal
ikatan-ikatan primordial lainnya. oleh karena
tersebut selain peran budaya patriakhi juga
itu
didukung oleh teks-teks kegamaaan (dalam
menghasilkan
hal ini hadis).
ketidakadilan, maka penafsiran tersebut perlu
jika
terdapat bentuk
penafsiran penindasan
yang dan
Pertanyaan mendasar dapat diajukan
diteliti kembali.2 Dalam hal ini penulis
terhadap masalah tersebut, apakah memang
melihat penafsiran ulang terhadap tek-teks
benar
keagamanaan tidak hanya terhadap al Quran
agama
melalui
teks-teks
hadis
menghendaki yang demikian yaitu hubungan
tetapi juga hadis.
seks dalam keluarga menjadi hak suami dan menjadi kewajiban istri. Padahal secara biologis istri juga memiliki keinginan dan rasa
yang sama
dengan
suami
dalam
melakukan hubungan seksual yaitu untuk mendapat kepuasan. Di sisi lain pemahaman
PEMBAHASAN Teks hadis Hadis bukhari
yang seperti itu dapat mengarah kepada
حدثنا مسدد حدثنا أبو عوانة عن األعمش
pemaksaan dan penindasan terhdap istri yang
عن أبي حازم عن أبي هريرة رضي هللا عنه
pada prinsipnya bertentangan dengan anjuran untuk memperlakukan istri dengan baik
( قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم: قال
(mu’asyarah bi al ma’ruf).
إذا دعا الرجل امرأته إلى فراشه فأبت فبات
Dengan latarbelakang di atas penulis mencoba untuk mengkaji kembali hadis-
غضبان عليها لعنتها المالئكة حتى تصبح
hadis yang berkaitan dengan ajakan suami untuk melakukan hubungan suami istri.
“Dari Abu Hurairah ra berkata,
Karena terkesan menguntungkan bagi suami
Rasulullah saw bersabda: “apabila seorang
dan merugikan pihak istri. Dalam hal ini
suami mengajak istrinya ke ranjangnya, lalu
menarik juga untuk mengutip pendapat
istrinya mengabaikannya sehingga membuat
Nasaruddin Umar, bahwa misi pokok al
suaminya tertidur dalam keadaan marah
Quran
diturunkan
adalah
untuk
membebaskan manusia dari berbagai bentuk diskriminasi
dan
penindasan,
termasuk
diskriminasi seksual, warna kulit, etnis dan
Nasaruddin Umar, Argumen kesetaraan gender, perspektif al Quran, (Jakarta; Paramadina, 2001), h. 13 2
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
69
ا ْم َرأَتَهُ إِلَى فِ َرا ِشهَا فَتَأْبَى َعلَ ْي ِه إِ ََّل َكانَ الَّ ِذي ضى َع ْنهَا فِي ال َّس َما ِء َسا ِخطًا َعلَ ْيهَا َحتَّى يَرْ َ Hadis riwayat Abu Daud
َّازيُّ َح َّدثَنَا َج ِري ٌر َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد ب ُْن َع ْم ٍرو الر ِ از ٍم ع َْن أَ ِبي هُ َر ْي َرةَ ع َْن ْاألَ ْع َم ِ ش ع َْن أَ ِبي َح ِ صلَّى َّ هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل إِ َذا َدعَا ع َْن النَّبِ ِّي َ اش ِه فَأَبَ ْ ت فَلَ ْم تَأْتِ ِه فَبَ َ ات ال َّر ُج ُل ا ْم َرأَتَهُ إِلَى فِ َر ِ
غَضْ بَانَ َعلَ ْيهَا لَ َعنَ ْتهَا ْال َم َالئِ َكةُ َحتَّى تُصْ ِب َح Hadis riwayat Imam Ahmad
از ٍم َح َّدثَنَا َو ِكي ٌع قَا َل َح َّدثَنَا ْاألَ ْع َمشُ ع َِن أَبِي َح ِ صلَّى َّ َع ِن أَبِي هُ َر ْي َرةَ قَا َل قَا َل َرسُو ُل َّ هللاُ هللاِ َ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِ َذا َدعَا ال َّر ُج ُل ا ْم َرأَتَهُ إِلَى فِ َرا ِش ِه ات َوهُ َو َعلَ ْيهَا َسا ِخطٌ لَ َعنَ ْتهَا ا ْل َم َالئِ َكةُ فَأَبَ ْ ت فَبَ َ َحتَّى تُصْ بِ َح Hadis di atas secara kualitas adalah shahih karena diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Selain itu para perawinya tidak ada yang bermasalah bahkan berkualitas tsiqat. walaupun
arti
segi
dari
Sedangkan
kepadanya, maka malaikat akan melaknatnya ”hingga subuh
ي ع َْن ار َح َّدثَنَا اب ُْن أَبِي َع ِد ٍّ َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد ب ُْن بَ َّش ٍ
از ٍم ع َْن أَبِي ُش ْعبَةَ ع َْن ُسلَ ْي َمانَ ع َْن أَبِي َح ِ صلَّى َّ ض َي َّ هللاُ هللاُ َع ْنهُ ع َْن النَّبِ ِّي َ هُ َر ْي َرةَ َر ِ ال إِ َذا َدعَا ال َّر ُج ُل ا ْم َرأَتَهُ إِلَى َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَ َ فِ َرا ِش ِه فَأَبَ ْ ت أَ ْن تَ ِجي َء لَ َعنَ ْتهَا ْال َم َال ِئ َكةُ َحتَّى تُصْ بِ َح Hadis riwayat Muslim
ب قَ َاَل َو َح َّدثَنَا أَبُو بَ ْك ِر ب ُْن أَ ِبي َش ْيبَةَ َوأَبُو ُك َر ْي ٍ اويَ َة ح َو َح َّدثَ ِني أَبُو َس ِعي ٍد ْاألَ َشجُّ َح َّدثَنَا أَبُو ُم َع ِ
ب َح َّد َثنَا َو ِكي ٌع ح َو َح َّدثَ ِني ُزهَ ْي ُر ْب ُن َحرْ ٍ ش ع َْن َواللَّ ْفظُ لَهُ َح َّدثَنَا َج ِري ٌر ُك ُّلهُ ْم ع َْن ْاألَ ْع َم ِ ال َرسُو ُل َّ از ٍم ع َْن أَبِي هُ َري َْرةَ قَا َل قَ َ هللاِ أَبِي َح ِ
صلَّى َّ هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِ َذا َدعَا ال َّر ُج ُل ا ْم َرأَتَهُ َ إِلَى فِ َرا ِش ِه فَلَ ْم تَأْتِ ِه فَبَ َ ات غَضْ بَانَ َعلَ ْيهَا لَ َعنَ ْتهَا ْال َم َالئِ َكةُ َحتَّى تُصْ بِ َح َح َّدثَنَا اب ُْن
أَبِي ُع َم َر َح َّدثَنَا َمرْ َو ُ ان ع َْن يَ ِزي َد از ٍم ع َْن أَبِي َك ْي َسانَ ع َْن أَبِي َح ِ
menggunakan redaksi yang berbeda-beda
يَ ْعنِي ا ْبنَ
tetapi intinya adalah sama yaitu istri yang
صلَّى َّ هُ َر ْي َرةَ قَا َل قَا َل َرسُو ُل َّ هللاُ َعلَ ْي ِه هللاِ َ َو َسلَّ َم َوالَّ ِذي نَ ْف ِسي بِيَ ِد ِه َما ِم ْن َرج ٍُل يَ ْد ُعو
menolak ajakan ranjang suami kemudian suaminya tidur dalam kondisi marah atas penolakan tersebut, maka istrinya akan
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
70
mendapat laknat dari malaikat (la‘anatha al
dan al Bani mengatakan hadis shahih.
malaikah) sampai waktu subuh. Sedangkan
Sedangkan terhadap hadis semakna yang
dalam redaksi lain penghuni langit marah
diriwayatkan oleh ibn Hibban, yang Syuaib
kepadanya (kana al ladzi fi al sama’i
al Arna’uth dikatakan sanadnya shahih
sakhithan alaiha) sampai suaminya rela dan
(isnaduhu shahih).
memaafkannya. Selain hadis di atas ada beberapa hadis yang juga (terkesan) menunjukkan superioritas suami terhadap istri dalam melakukan aktifitas hubungan suami istri, diantaranya:
حدثنا هناد حدثنا مالزم بن عمرو قال حدثني عبد هللا بن بدر عن قيس بن طلق عن أبيه قال رسول هللا صلى هللا: طلق بن علي قال عليه و سلم إذا الرجل دعا زوجته لحاجته فلتأته وإن كانت على التنور Dari
Thalq
ibn
Ali
berkata,
Rasulullah saw bersabda: “apabila seorang suami meminta istrinya untuk memenuhi kebutuhan[seks]nya
maka
istri
harus
memenuhinya walaupun sedang memasak di dapur.”3 Dalam
pandangan
penulis
hadis
tersebut dapat dijadikan dalil. Imam Turmuzi mengatakan hadis ini adalah hasan gharib
Ada satu hadis yang juga semakna dengan hadis tersebut, yaitu:
ئ ا ِإل ْسفَ َرائِينِ ُّى ُ َوأَ ْخبَ َرنَا أَبُو ْال َح َس ِن ْال ُم ْق ِر ق َح َّدثَنَا َ أَ ْخبَ َرنَا ْال َح َس ُن ب ُْن ُم َح َّم ِد ْب ِن إِ ْس َحا ُ وب َح َّدثَنَا ُسلَ ْي َم ُ يُوس ب ٍ ْان ب ُْن َحر َ ُُف ب ُْن يَ ْعق ُّوب ع َِن ْالقَا ِس ِم َ َح َّدثَنَا َح َّما ُد ب ُْن َز ْي ٍد ع َْن أَي أَ َّن ُم َعا َذ: هللا ب ِْن أَبِى أَوْ فَى ِ َّ ال َّش ْيبَانِ ِّى ع َْن َع ْب ِد َّ ض َى هللاُ َع ْنهُ قَ ِد َم ال َّشا َم فَ َرآهُ ْم ِ ْبنَ َج َب ٍل َر ارقَتِ ِه ْم َوأَ َساقِفَتِ ِه ْم فَ َر َّوى فِى ِ َيَ ْس ُج ُدونَ لِ َبط صلى هللا عليه- ك لِلنَّ ِب ِّى َ ِنَ ْف ِس ِه أَ ْن يَ ْف َعل َذل
صلى هللا عليه- فَلَ َّما قَ ِد َم َس َج َد بِالنَّ ِب ِّى-وسلم هللا إِنِّى َ ِ فَأَ ْن َك َر َذل-وسلم َ يَا َرس: ك قَا َل ِ َّ ُول ُ قَ ِد ْم ارقَتِ ِه ْم ِ َت ال َّشا َم فَ َرأَ ْيتُهُ ْم يَ ْس ُج ُدونَ لِبَط ُ َوأَ َساقِفَتِ ِه ْم فَ َر َّوي ك َ ِك ب َ ِْت فِى نَ ْف ِسى أَ ْن أَ ْف َع َل َذل ْ لَو: -صلى هللا عليه وسلم- هللا ِ َّ فَقَا َل َرسُو ُل ُ ْت آ ِمرًا أَ َحدًا أَ ْن يَ ْس ُج َد ألَ َح ٍد ألَ َمر ُ ُك ْن َت ْال َمرْ أَة أَ ْن تَ ْس ُج َد لِ َزوْ ِجهَا فَ َوالَّ ِذى نَ ْف ِسى بِيَ ِد ِه َلَ تُ َؤدِّى َّ ى َح َّ ْال َمرْ أَةُ َح ق َ ق َربِّهَا َع َّز َو َج َّل َحتَّى تُ َؤ ِّد
Hadis diatas terdapat dalam Sunan Turmizi, Sunan Nasa’i, Shahih ibn Hibban dan Sunan Baihaqi. 3
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
71
َزوْ ِجهَا ُكلِّ ِه َحتَّى إِ ْن لَوْ َسأَلَهَا نَ ْف َسهَا َو ِه َى َ ب أَ ْع .ُط ْتهُ أَوْ قَا َل لَ ْم تَ ْمنَ ْعه ٍ ََعلَى قَت
penulis dapat diterima untuk dijadikan dalil.
Dari Abdullah ibn Abi Aufa berkata:
periwayatkannya. Kendati jalur periwayatan
bahwa Muaz ibn Jabal ra berkunjung ke
Ahmad ibn Hanbal dinilai dhaif oleh al
Syam, didapatinya mereka sujud dihadapan
Arna’uth karena terdapat idhtirab tetapi
para pembesar mereka, dan Muaz ingin
terhadap jalur periwayatan ibn Hibban al
melakukan hal yang sama terhadap Nabi saw
Arna’uth
tetapi nabi menolaknya. Kemudian muaz
hasan). Sedangkan terhadap hadis yang sama
mengatakan: “Wahai rasulullah saya telah
riwayat
berkunjung
menghukuminya shahih.
ke
Syam
dan
mendapati
penduduknya sujud kepada para pembesar mereka dan saya juga ingin melakukan hal yang sama dengan mereka dengan sujud kepadamu”. Maka rasulullah saw bersabda: “kalaupun aku memerintahkan seseorang boleh sujud kepada seseorang, maka aku akan memerintahkan perempuan untuk sujud kepada suaminya, demi zat yang jiwaku berada dalam genggamannya, perempuan tidak akan mampu memenuhi hak-hak Allah swt sebelum ia mampu memenuhi hak-hak suaminya
hingga
seandainya
suaminya
meminta dirinya sedangkan ia berada diatas pelana maka ia harus memberinya”.4
Hadis ini pun dalam pandangan Hal
ini
karena
mengatakan oleh
ibn
banyaknya
hasan majah
jalur
(isnaduhu al
Bani
Fiqh al hadis Secara tekstual hadis-hadis di atas melarang
istri
untuk
menolak
ajakan
“ranjang” oleh suaminya. Kata firasy dalam hadis tersebut dapat dipahami sebagai; pertama
hubungan
seks
dan
kedua
bersenang-senang. Bila kata firasy dalam hadis tersebut dipahami sebagai hubungan seks maka seorang istri tidak boleh menolak ajakan hubungan seks suaminya bila tidak ada uzur syar’i seperti haid dan nifas. Tetapi bila kita memahami kata firasy sebagai bersenangsenang maka seorang istri harus melayani ajakan bersenang-senang suaminya kendati istri sedang berhalangan (haid).5 Dalam
Teks hadis di atas diriwayatkan dalam Sunan al Baihaqi. Hadis terkait dengan istri harus melayani suami walaupun di atas pelana diriwayatkan dengan berbagai redaksi selain dalam Sunan al Baihaqi juga terdapat dalam Musnad Ahmad ibn 4
72
Hanbal, Mustadrak al Hakim, Sunan ibn Majah, Shahih ibn Hibban. 5 Dalam hadis lain diantaranya diriwayatkan oleh Muslim bahwa suami boleh melakukan apapun
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
pemahaman yang kedua kata firasy lebih
Dengan demikian dapat dipahami bahwa istri
umum daripada kata jima’ sehingga apa pun
yang menolak ajakan ranjang suami akan
keinginan suami
didoakan
terhadap istri baik untuk
oleh
malaikat
untuk
tidak
melakukan hubungan suami istri atau sekedar
mendapatkan kebaikan dan kasih sayang dari
bersenang-senang harus dilayani oleh istri
Allah swt. Allah swt maha mengetahui dan
tanpa boleh menolaknya.
maha bijaksana atas doa malaikat tersebut.
Dari
tektual
hadis
dapat
juga
Sedangkan hadis yang menyuruh istri
dipahami akibat dari penolakan istri terhadap
untuk memenuhi “ajakan” suami meskipun
ajakan ranjang suami yaitu akan mendapat
sedang memasak di dapur secara sepintas
laknat dari para malaikat6 sampai subuh tiba.7
mengandung pemahaman bahwa kapan pun
Kata laknat secara bahasa mengandung arti
dan
murka atau azab, lawan kata dari al khair
menginginkan istrinya, maka istrinya harus
atau rahmah, kebaikan atau kasih sayang.8
siap untuk melayaninya. Hal tersebut juga
Jika yang melaknat adalah Allah swt berarti
dikuatkan dengan hadis Abdullah ibn Abi
Allah swt menjauhkan dari kabaikan dan
Aufa yang juga senada, dimana seorang
kasih sayangnya. Tetapi jika yang melaknat
suami yang menginginkan untuk dilayani
adalah mahluk (seperti malaikat) berarti ia
oleh
berdoa akan istri (yang menolak ajakan
memenuhinya sekalipun sedang berada di
ranjang suami) dijauhkan dari kebaikan dan
atas pelana.
istrinya,
Secara
kasih sayang Allah swt. Dalam teks hadis di atas yang melakukan laknat adalah malaikat.
dimana
pun
maka
lengkap
seorang
suami
istrinya
harus
hadis
yang
diriwayatkan oleh Abdullah ibn Abi Aufa juga menunjukan betapa besar hak suami atas
(bersenang-senang) terhadap istrinya yang sedang haid kecuali malakukan hubungan seks. َاح hadis tersebut terdapat dalam ْ َ اصنَعُوا ُك َّل ش َْى ٍء إِالَّ النِّك shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Turmuzi, dan musnad ahmad ibn Hanbal. 6 Dalam riwayat muslim dikatakan seluruh yang ada dilangit akan marah atas penolakan istri ً سا ِخ terhadap ajakan suami طا َعلَ ْي َها َّ َكانَ الَّ ِذى فِى ال َ س َما ِء 7 Dalam riwayat muslim dikatakan, sampai suaminya ridha terhadapnya ضى َع ْن َها َ َحتَّى يَ ْرatau dalam riwayat bukhari sampai ia kembali memenuhi ajakan suaminya حتى ترجع 8 Ibrahim Musthafa, Mu’jam alwasith, h. 829
istri.
Dalam
menyatakan
hadis bahwa
tersebut
sampai
seandainya
aku
(Rasulullah saw) memerintahkan seseorang boleh sujud kepada seseorang, maka aku akan memerintahkan perempuan untuk sujud kepada suaminya. Pemaknaan sujud dalam hadis tersebut merupakan bentuk ketundukan yang berarti bahwa suami mendapatkan hak terbesar atas ketaatan isteri kepadanya.
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
73
Hubungan
seks
(antara
hak
dan
melakukan kapanpun, dimanapun, dan dalam kondisi apapun, dengan catatan selama tidak
kewajiban) Permasalahan yang muncul terkait tentang hubungan seks dalam rumah tangga
melanggar
syariat,
dengan
tanpa
memperdulikan kondisi sang istri. Terkait
adalah apakah ia menjadi hak suami dan
dengan
penjelasan
hadis
menjadi kewajiban istri, atau ia menjadi hak
tentang hubungan seksual dalam rumah
istri dan menjadi kewajiban suami, atau
tangga, dalam beberapa kitab syarh hadis
keduanya memiliki hak dan kewajiban yang
maupun
sama.
kesamaan pandangan bahwa kewajiban istri
fiqih
pada
dasarnya
memiliki
Permasalahan hak dan kewajiban
untuk taat kepada suaminya termasuk tidak
muncul dalam hubungan karena berimbas
menolak ketika diajak ke tempat tidur. Ibn
terhadap keinginan, penolakan, kenikmatan
Hajar mengatakan kewajiban istri melayani
dan lain sebagainya. Bila hubungan seksual
kebutuhan seksual suami ditujukan terhadap
merupakan hak (baik suami atau istri) maka
istri yang memang tidak mempunyai alasan
baginya ada ruang untuk memilih, apakah
apapun untuk menolaknya, tidak ada uzur,
melakukan atau tidak, juga memilih ruang
dan
dan waktu. Sebaliknya bila hubungan seks
kewajiban.9 Imam Hanafi bahkan lebih
dipahami merupakan kewajiban (baik suami
ekstrim lagi dengan menyatakan bahwa
atau istri), maka tidak ada pilihan baginya
sesungguhnya hak menikmati seks itu adalah
kecuali melakukannya, tanpa peduli, apakah
hak laki-laki dan bukan hak perempuan,
ia senang atau tidak, apakah ia menikmati
sehingga laki-laki boleh memaksa istrinya
atau malah terbebani.
untuk melayani kebutuhan seksnya bila istri
Dalam pemahaman
tektual hadis Dengan
dalam
sebagian besar ulama menekankan ketaatan terhadap suami
wajib
ajakan
“ajakan”
suami
dan
penolakan atas “ajakan” suami merupakan dosa.
Sedangkan
hubungan
seks
bagi
suami,
karena
dalam
rumah
tangga
merupakan hak baginya, maka ia boleh
74
suatu
Ketika menjelaskan hadis tersebut,
pemahaman seperti itu maka seorang istri memenuhi
mengerjakan
menolak.10
hubungan seks dalam rumah tangga adalah hak suami dan kewajiban istri.
tidak
termasuk dalam melayani
“ranjang”
suami.
Kataatan
istri
terhadap suami dan pengakuan atas hakIbn Hajar, fath al Bari, juz IX (maktabah Salafiyah), h. 294 10 Abd al Rahman al Jaza’iri, al Fiqh ala Mazahib al Arba’, jillid IV,(Dar al fikr, 1990), h. 115 9
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
haknya11 dalam hadis memiliki kedudukan tinggi
bahkan
setara
fi
melakukan puasa (sunah), Imam Nawawi
sabilillah.12 Dengan ketaatan terhadap suami
mengatakan bahwa hal tersebut karena suami
pulalah
mempunyai hak untuk “bersenang-senang”
merupakan
dengan salah
jihad
Terkait larangan (haram) istri untuk
satu
kunci
perempuan masuk surga.13
dengan isterinya setiap hari. Hak suami ini sekaligus merupakan kewajiban seorang
Secara umum hak suami adalah ditaati oleh istrinya, kemusian dirinci dalam beberapa hadis diantaranya tidak boleh menolak keinginan seksualnya, tidak boleh berpuasa (sunah) tanpa seizinnya, tidak boleh bersedekah (dari hartanya) tanpa seizinnya, dan tidak boleh keluar rumah tanpa seizinnya. Ini berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim: صو ام او از ْو ُج اها ا شا ِه ٌد إِ اَل ِبإِ ْذنِ ِه او اَل اتأْ اذنا فِي اب ْيتِ ِه إِ اَل ُ اَل اي ِحل ُّ لِ ْل ام ْرأا ِة أانْ ات ِبإِ ْذنِ ِه او اما أا ْن اف اقتْ مِنْ ان اف اق ٍة اعنْ اغ ْي ِر أا ْم ِر ِه افإِ ان ُه ُي اؤ ادى إِلا ْي ِه ا ش ْط ُر ُه “Tidak halal bagi seorang wanita untuk berpuasa sementara sementara suaminya ada di rumah, kecuai dengan seizinnya. Dan dia tidak boleh mengizinkan seseorang masuk ke dalam rumahnya kecuali dengan seizin suaminya. Dan sesuatu yang dia infakkan tanpa seizinnya, maka setengahnya harus dikembalikan pada suaminya” 12 Sayyid Sabiq, Fiqh al Sunah, jilid III, (Mesir: Dar al Fath), h. 135 13 Hal tersebut diantaranya tercantum dalam Musnad Ahmad ibn Hanbal yang dinilai dhaif, tetapi isi hadis tersebut yang dinilai oleh al Arna’uth hasan li ghairihi. إذا: عن عبد الرحمن بن عوف قال قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم صلت المرأة خمسها وصامت شهرها وحفظت فرجها وأطاعت زوجها قيل لها أدخلي الجنة من أي أبواب الجنة شئت Artinya:“Apabila seorang isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya” Sedangkan hadis yang semakna riwayat turmuzi dan ibn Hibban adalah dhaif karena musawir dan ibunya adalah mujhul. Teks hadis tersebut adalah: َّ ض ْي ٍل ع َْن أَبِي نَصْ ٍر َع ْب ِد َ َُح َّدثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْنُ أَبِي َش ْيبَةَ َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ف ِهللا ْ َي ع َْن أُ ِّم ِه قَال ُ ت َس ِمع َْت أُ َّم َسلَ َمة ِّ او ٍر ْال ِح ْميَ ِر ِ ْب ِن َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ع َْن ُم َس َّ صلَّى َّ ْت َرسُو َل ْهللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل أَيُّ َما ا ْم َرأَ ٍة َماتَت ُ تَقُو ُل َس ِمع َ ِهللا ْ َاض َد َخل َت ْال َجنَّة ٍ َو َزوْ ُجهَا َع ْنهَا َر 11
isteri untuk melayani suaminya setiap saat. Kewajiban tersebut tidak boleh diabaikan dengan alasan melaksanakan amalan sunnah atau amalan wajib yang dapat ditunda pelaksanaannya.14 Ungkapan senada juga dikumukakan oleh Wahbah Zuhaili bahwa hak terhadap suami adalah kewajiban (istri) maka tidak boleh
meninggalkan
kewajiban
tersebut
kecuali untuk yang wajib pula (haq al zauj wajibun fala yajuzu tarkuhu bi ma laisa biwajib).15 Terkait
dengan
alasan
yang
diperbolehkan seorang istri menolak ajakan suami untuk melakukan hubungan seksual pada dasarnya memiliki banyak kesamaan. Uzur yang diperbolehkan diantaranya karena Artinya: “Perempuan yang meninggal dan suaminya ridha terhadapnya maka ia akan masuk surga” 14 Abu Zakaria Muhyuddin bin Syaraf anNawawi, Syarh Shahih Muslim, (Beirut: Dar fikr) h. 115 15 Ibn Hajar, Fat al bari , sayyid Sabiq, Fiqh al Sunah, jilid 11, Mesir; Dar al fath, h.134-135, Wahbah Zuhaili, al Fiqh al Islami wa Adillatuhu, jilid 9, (Dar al Fikr), h 6850-6852
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
75
sakit, haid, nifas, sedang melaksanakan
penolakan terhadap ajakan itu akan dilaknat
ibadah haji atau ibadah wajib lainnya.
oleh malaikat.
Al Syirazi mengatakan meskipun
Persoalan yang muncul kemudian
pada dasarnya istri wajib melayani suami,
adalah bagaimana dengan kasus suami yang
akan tetapi jika memang tidak terangsang
menolak “ajakan” istri? Apakah ia akan
untuk melayaninya ia boleh menawarnya
mendapatkan laknat sebagaimana istri akan
atau menangguhkannya sampai batas waktu
mendapatkan laknat malaikat bila menolak
tiga hari. Dan bagi istri yang sedang sakit
“ajakan” suami. Dalam teks-teks hadis
atau sedang tidak enak badan, maka tidak
memang
wajib baginya untuk melayani ajakan suami
melaknat suami apabila menolak “ajakan”
sampai sakitnya hilang.16 Dengan demikian
istri. Sehingga kaum feminis menuduhnya
jika suami tetap memaksa pada hakikatnya ia
sebagai
telah melanggar prinsip mu‘asyarah bi al
membenci perempuan).
ma’ruf dengan berbuat aniaya kepada pihak (istri) yang seharusnya ia lindungi.17
tidak
ditemukan
hadis-hadis Sebenarnya
hadis
misogini
secara
yang
(yang
umum
ketika
berbicara hak dan kewajiban suami istri, para
Menyikapi pendapat al syirazi di atas,
ulama
fiqih
mewajibkan
suami
untuk
dalam pandangan penulis, bolehnya istri
menafkahi batin (seks) terhadap istrinya.
menunda
perlu
Sehingga istri berhak mendapatkan nafkah
dipertanyakan dasar hukumnya. Lebih dari
batin yang menjadi haknya. Ulama hanafiyah
itu, dalam hal ini pokok persoalannya adalah
mengatakan kepada istri hendaknya meminta
tidak sekedar istri boleh tidaknya menunda
suaminya untuk menafkahinya secara batin,
sampai tiga hari tetapi larangan bagi istri
karena itu menjadi haknya begitu juga
menolak ajakan “ranjang” suami bahkan
sebaliknya,
sampai
tiga
hari
sehingga
apabila
istri
memintanya suami wajib memenuhinya. Begitu Abu Ishaq al Fairuz Abadi al Syirazi, al Muhazzab fi Fiqh al Imam Syafi’I, h. 65. Sebagaimana dikutip oleh Masdar F Mas’udi dalam Islam & Hak-Hak Reproduksi Perempuan (Dialog Fiqih Pemberdayaan), (Bandung: Mizan) 1997, h. 112. 17 Masdar F Mas’udi dalam, Islam & HakHak Reproduksi Perempuan (Dialog Fiqih Pemberdayaan), (Bandung: Mizan) 1997, h. 112. 16
76
juga
ulama
malikiyah,
dalam
pendapatnya hubungan suami istri (jima’) adalah
kewajiban
laki-laki
terhadap
perempuan (istrinya) yang wajib dipenuhi apabila tidak ada uzur. Begitu juga dengan
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
ulama syafi’iyah dan hanabilah.18 Dalam hal
ini mereka tidak berani dengan tegas
ini ulama Syafi’iyah mewajibkan suami
mengatakan hal yang sebaliknya bahwa istri
menafkahi batin istri hanya sekali. Berbeda
juga memiliki hak meminta untuk melakukan
dengan ulama Hanabilah yang mewajibkan
hubungan sebagaimana hak yang dimiliki
suami
suami.
untuk
menafkahi
batin
istrinya
minimal empat bulan sekali.19 Hanya saja
Oleh sebagian orang, terutama kaum
mereka tidak mengaitkan hal ini dengan
feminis, hadis ini tidak boleh dipahami
hadis penolakan istri tehadap “ajakan” suami.
secara
Tetapi lebih kepada batasan waktu dimana
menimbulkan
suami harus melaksanakan kewajibannya.
perempuan. Bagaimana pun rasanya tidak
leterlek.
harfiah,
rasa
Karena
akan
ketidakadilan
bagi
ulama-ulama
mungkin
Rasulullah
(tradisional), sebagaimana telah dijelaskan
(senjata)
sabda
diatas, lebih menganggap bahwa hubungan
ketidakadilan suami terhadap istri. Hal ini
seksual adalah hak suami dan kewajiban istri
bertentangan dengan sabda-sabda Rasulullah
untuk
mereka
saw yang menekankan dengan sangat agar
berpandangan ekstrim bahkan suami boleh
suami memperlakukan istrinya dengan baik,
memaksa
bijak dan ma’ruf.
Dalam
pandangan
melayaninya. istrinya
Sebagian untuk
melakukan
hubungan suami istri tanpa memperdulikan
Secara
saw
memberikan
ketidakadilan,
umum
dalam
terlebih
pandangan
keadaan istri (apakah ia menginginkannya
mereka, islam sebenarnya telah melakukan
atau tidak dan lain sebagainya). Sebagian
sakralisasi
dari mereka berpandangan lebih moderat
seksualitas manusia. Yang dimaksud dengan
dalam arti kendati melakukan hubungan
sakralisasi adalah seksualitas menjadi bagian
suami istri adalah hak suami dan kewajiban
dari ritualitas (ibadah), karena itu menolak
istri, tetapi dalam kondisi-kondisi tertentu
seks halal yang dikehendaki oleh salah satu
suami hendaknya menghargai istri dengan
pasangan berarti telah berbuat dosa selama
tidak memaksa kehendaknya manakala istri
memang tidak ada uzur yang menyebabkan
sedang tidak menginginkannya. Dalam hal
hal itu bisa ditinggalkan. Sedangkan yang dimaksud
Wahbah Zuhaili, al Fiqh al Islami wa Adillatuhu, jilid 9, h. 6599 19 Wahbah Zuhaili, al Fiqh al Islami wa Adillatuhu, jilid 9, h. 6599 18
dan
dengan
sekulerisasi
sekulerisasi
terhadap
adalah
seksualitas tidak hanya dipandang sebagai persoalan otonomi manusia, akan tetapi terkait dengan regulasi-regulasi yang dibuat
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
77
dan disepakati manusia, seperti norma-norma
kebutuhan seksnya, tanpa mau peduli dengan
sosial, budaya bahkan politik.20
kondisi dan keadaan istrinya. Seorang suami
Ketika dihadapkan terhadap hadis
sering memahami kebutuhan seks adalah hak
tentang larangan istri menolak “ajakan”
suami
dan
suami, mereka berpendapat, meskipun secara
memenuhinya.
kewajiban
istri
untuk
literal hadis tersebut ditujukan kepada istri
Dalam pandangan Masdar F Mas’udi
yang tidak boleh menolak ajakan suami,
hal tersebut tidak diperbolehkan oleh agama
namun berarti pula sebaliknya. Dalam arti
dengan dua alasan, pertama, membolehkan
suami juga tidak boleh menolak “ajakan”
hubungan suami istri secara paksa, sama saja
istri,
dengan mengizinkan seseorang (dalam hal ini
manakala
istri
menginginkannya.
Kemudian yang dimaksud dengan pelaknatan
suami)
dalam
penderitaan orang lain.
hadis
tersebut
adalah
hubungan
menjadi tidak harmonis sepanjang malam.21
mengejar
kenikmatan
diatas
Kedua, dalam
hubungan suami istri yang dipaksakan berarti
sederhana
telah melakukan pengingkaran yang nyata
digambarkan bahwa dalam kenyataannya
terhadap prinsip mu’asyarah bil ma’ruf
tidak sedikit dari ibu-ibu yang selain bekerja
22
sebagai ibu rumah tangga juga bekerja di
Quran.23
Dalam
sebuah
dialog
yang justru sangat ditekankan oleh al Dalam
sawah, pasar, pabrik atau kantor, ikut
pandangannya
al
ma’ruf
membantu perekonomian keluarga bahkan
adalah sesuatu yang dipahami dan dihayati
tidak menutup kemungkinan mereka adalah
sebagai
tulang punggung keluarga. Disisi lain tidak
pandangannya
menutup kemungkinan juga seorang suami
kebaikan empiris dan subjektif. Artinya baik
yang
bukan saja menurut teori sebagaimana yang
menganggur
dan
tidak
memiliki
“baik”.
ma’ruf
dalam
menunjuk
kepada
Kata
lebih
kesibukan. Dengan keadaan yang demikian tidak jarang suami sering minta dilayani Syafiq Hayim , Seksualitas Dalam Islam, dalam kumpulan tulisan Abdul Muqsit Ghazali, Badriyah Fayumi, Marzuki Wahid, dan Syafiq Hayim, Tubuh, Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan: Bunga Rampai Pemikiran Ulama Muda (Jakarta: Rahima) 2002, h. 203 21 Syafiq Hayim , Seksualitas Dalam Islam, h. 204 20
78
Perintah untuk memperlakukan istri secara baik (muasyarah bil ma’ruf) diantaranya terdapat dalam surat an Nisa: 19 (وف ِ َاش ُروهُنَّ بِا ْل َم ْع ُر ِ ) َوعselainn itu juga terdapat beberapa hadis nabi yang menyuruh untuk memperlakukan istri secara baik diantaranya hadis riwayat muslim dan ibn Majah ( سا ِء ْ ا ُ ست َْو َ ِّصوا بِالن َ juga hadis yang diriwayatkan oleh Turmuzi, ibn )خ ْي ًرا, Majah dan ibn Hibban, ( خيركم خيركم ألهله وأنا من خيركم )ألهلي 23 Masdar F Mas’udi, Islam dan Hak Reproduksi perempuan, h.109 22
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
terpikirkan oleh pemikirnya, tetapi juga baik
feminis yang mencoba mengkaji ulang teks-
sebagaimana dihayati dan dirasakan oleh
teks keagamaan (dalam hal ini hadis) untuk
pihak-pihak yang bersangkutan.
mendapatkan rasa keadilan. Namun disisi
Prinsip mu’asyarah bil ma’ruf pun
lain kita juga sering mendapatkan bahwa kebablasan
harus diberlakukan dalam hubungan seksual
mereka
antara suami istri. Dengan prinsip ini
penafsiran ulang.
dalam
melakukan
hubungan antara suami istri tidak hanya baik
Mengacu terhadap pemahaman hadis
suami saja tetapi tidak untuk istri, atau
tentang hak dan kewajiban dalam rumah
sebaliknya hanya baik untuk istri tetapi tidak
tangga. Hubungan seksual merupakan bagian
baik untuk suami. Tetapi harus baik untuk
kecil dari hak dan kewajiban yang terkait
keduanya. Hubungan antara suami istri
dengan suami istri dalam rumah tangga.
bukanlah hubungan antara subjek dan objek
Sering kali yang terjadi adalah seorang suami
dimana yang satu melayani dan yang lain
menuntut haknya untuk ditaati (dilayani)
dilayani. Tetapi bentuk hubungan keduanya
keinginan seksualnya namun disisi lain suami
adalah setara dan sederajat.24
mengabaikan bahkan tidak melaksanakan
Secara umum para kaum feminis
kewajiban-kewajibannya
sebagai
seorang
ulang
suami yang seharusnya menjadi hak istri.
(reinterpretasi) terhadap al Quran atau hadis
Seandainya kondisi tersebut terjadi tidak
yang dirasa oleh mereka tidak memenuhi rasa
menutup kemungkinan yang terjadi adalah
keadilan, termasuk relasi dalam hubungan
sebaliknya apa yang seharusnya menjadi
antara suami dan istri yang secara tektual
kewajiban suami dan menjadi hak istri justru
merugikan kaum istri.
dilakukan oleh istri. Dalam hal ini penulis
melakukan
melakukan
penafsiran
Dalam pandangan penulis sebenarnya
mengajak untuk melihat hak dan kewajiban
hadis-hadis terkait hubungan seks antara
suami istri dalam hubungan seksual tidak
suami istri sudah pada tempatnya, hanya saja
parsial dan sepihak tetapi sebuah pemahaman
kemudian dipahami sebagian orang secara
yang utuh.
berlebihan
bahkan
kekerasan
terhadap
untuk
perempuan
(istri)
termasuk seksual. Sehingga muncul gerakan Masdar F Mas’udi, Islam dan Hak Reproduksi perempuan, h.110 24
Disisi lain terkait hubungan seksual,
melakukan
secara sederhana kita bisa melihat perbedaan organ
seksual
antara
laki-laki
dan
perempuan. Dimana seorang laki-laki tidak dapat serta merta melakukan hubungan
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
79
seksual,
karena
menuntut
tegaknya
cukup
penuh
maka
harus
dikeluarkan.
kemaluannya. Berbeda dengan perempuan
Memang ada banyak cara pengeluaran, tapi
yang dapat melakukannya kapan pun baik ia
kalau
menginginkannya atau tidak.
pengeluaran itu dilakukan dalam hubungan
Menurut Gerrad, kalau pria lagi tidak
dalam
perkawinan
umumnya
seks suami-istri.
mood , maka ia tak akan bisa berhubungan
Bila
seks, Karena ketiadaan mood menyebabkan
tersalurkan,
pria tak bisa ereksi. Begitupun bila si pria
Malamnya ia tak akan bisa tidur. Ia juga bisa
tengah banyak pikiran, stres, atau kelelahan
pusing, sehingga pekerjaan kantor juga bisa
akibat pekerjaan akan mengurangi kekuatan
terganggu. Kondisi tersebut, akan memakan
kejantanannya."
waktu lama. Biasanya 2-3 hari baru mereda.
ketegangan pria
akan
tersebut merasa
tak
tersiksa,
Lain halnya dengan wanita, Wanita
Karena sel mani harus diserap tubuh dulu.
masih tetap bisa berhubungan meskipun ia
Karena itulah, Pria ingin selalu menurutkan
sedang tidak mood . Hal ini disebabkan
hasrat seksnya saat itu juga. Selain itu, pria
wanita tak membutuhkan persyaratan tertentu
menganggap kemampuan seks berkaitan
untuk bisa berhubungan seks sebagaimana
dengan rasa kepriaan atau kejantanannya.
pria yaitu memproduksi sel mani. Bagi
Jadi dengan berhubungan seks, ia juga ingin
wanita hanya masalah emosi dan psikologis.
menunjukkan bahwa dirinya mampu, bahwa
Artinya kalau ia ada mood , maka ada
ia bisa memuaskan
kerjasama, ada respon atau kemesraan.25
penolakan istri bukan hanya berdampak
Masih menurut Gerard, penolakan istri bisa berdampak negatif pada suami.
istrinya. Sehingga,
secara biologis, tapi juga bisa menyinggung perasaan kejantanannya.
Karena, Hubungan seks bagi pria bukan
Bila penolakan tersebut sering terjadi,
semata-mata untuk pernyataan cinta, tapi
lama-lama si pria akan merasa dirinya tak
juga sebagai pelepas ketegangan. Namun
berguna, khususnya di bidang seksual. Kalau
ketegangannya bukan akibat stres pekerjaan,
kebetulan moralitasnya rendah, ia akan
melainkan biologis. Dimana ada produksi sel
mencari penggantinya di luar. Bukan hanya
mani cukup banyak, bila sel mani itu sudah
pengganti untuk pelepasan ketegangan tapi juga kebutuhan psikologis di mana ia bisa
25
http://www.tabloidnova.com/Nova/Keluarga/Pasangan /Istri-Berhak-Menolak-Hubungan-Seks-1 Selasa, 1 Juni 2010
80
tunjukkan pada wanita itu kemampuannya
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
sebagai pria yang tak bisa ditunjukkan pada
Hadis riwayat muslim
istrinya.26
هللا ب ُْن َس ِعي ٍد َو ُم َح َّم ُد ب ُْن أَبِي ُع َم َر ِ َّ َح َّدثَنَا ُعبَ ْي ُد ُّوب ُ قَ َاَل َح َّدثَنَا ْال ُم ْق ِر َ ئ َح َّدثَنَا َس ِعي ُد ب ُْن أَبِي أَي
Dari penjelasan sederhana di atas maka sangat wajar bila Rasulullah saw mewanti-wanti untuk para istri supaya tidak menolak ajakan suami untuk hubungan seks. Namun disisi lain suami tidak bertindak semena-mena dengan mengabaikan kondisi istri. Sebab hubungan seksual antara suamiistri bukan hanya masalah biologis semata, tapi juga secara psikologis. Pria atau wanita baru dapat menyerahkan diri secara total kalau secara pikiran dan emosi juga ikut diserahkan.
َّ صلَّى َّ َرسُو َل س َوهُ َو َ ِهللا ٍ هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِي أُنَا ُ ْت أَ ْن أَ ْنهَى ع َْن ْال ِغيلَ ِة فَنَظَر ُ يَقُو ُل لَقَ ْد هَ َم ْم ت س فَإ ِ َذا هُ ْم ي ُِغيلُونَ أَوْ ََل َدهُ ْم فَ َال َ ار ِ ُّفِي الر ِ َوم َوف ك َش ْيئًا َ ِيَضُرُّ أَوْ ََل َدهُ ْم َذل
Artinya: “sesungguhnya aku ingin melarang ghilah (menggauli istri yang menyusui), akan tetapi aku melihat orang-orang Romawi dan
Ghilah dalam islam Hadis
َح َّدثَنِي أَبُو ْاألَ ْس َو ِد ع َْن عُرْ َوةَ ع َْن عَائِ َشةَ ع َْن ْ َت ُع َّكا َشةَ قَال ُ ْضر ت ٍ ت َو ْه َ ت َح ِ ب أ ُ ْخ ِ ُجدَا َمةَ ِب ْن
tentang
Persia melakukannya, dan hal tersebut tidak larangan
ajakan suami untuk melakukan
menolak
membahayakan anak-anak mereka”
hubungan
seksual oleh sebagian pendapat berhubungan
Hadis riwayat Turmuzi
dengan ghilah. Ghilah sendiri dipahami
ق َ ْح َ يع َح َّدثَنَا يَحْ يَى ب ُْن إِس ٍ ِأَحْ َم ُد ب ُْن َمن ُّوب ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن َع ْب ِد َ يَحْ يَى ب ُْن أَي
sebagai melakukan hubungan seksual antara suami istri dalam keadaan istri yang sedang menyusui. Berikut diantara hadis tentang ghilah:27
26
http://www.tabloidnova.com/Nova/Keluarga/Pasangan /Istri-Berhak-Menolak-Hubungan-Seks-1 Selasa, 1 Juni 2010 27 Hadis tentang ghilah diantaranya terdapat dalam shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Turmuzi, musnad Amad ibn Hanbal, Sunan Darimi, Muwatha,
َح َّدثَنَا َح َّدثَنَا
الرَّحْ َم ِن ب ِْن نَوْ فَ ٍل ع َْن عُرْ َوةَ ع َْن عَائِ َشةَ ع َْن ْ َب َو ِه َي ُجدَا َمةُ قَال ُ ت َس ِمع ُول ٍ ا ْبنَةَ َو ْه َ ْت َرس َّ صلَّى َّ ُ هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل أَ َر ْد ت أَ ْن أَ ْنهَى َ ِهللا ارسُ َوالرُّ و ُم يَ ْف َعلُونَ َو ََل ِ َع َْن ْال ِغيَا ِل فَإ ِ َذا ف
يَ ْقتُلُونَ أَوْ ََل َدهُ ْم
Hadis tentang secara kualitas adalah shahih,
indikasi
paling
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
mudah
adalah
81
diriwayatkan oleh Imam Muslim. Hanya saja
Dengan demikian mengkaitkan hadis
secara redaksi terdapat perbedaan antara
larangan istri menolak ajakan suami untuk
periwayat hadis, namun pada intinya sama
melakukan hubungan seksual dengan hadis
yaitu
tentang ghilah adalah tidak memiliki dasar.
keinginan
melarang
rasulullah
ghilah
saw
yang
untuk
kemudian
Kendatipun
secara
dibatalkannya karena tidak menimbulkan
memungkinkan,
bahaya.
keterkaitan
Kemungkinan
keterkaitan
hadis
fakta tetapi
keduanya
hal
tersebut
menjadikan
berdasarkan
hadis
adalah sesuatu yang tidak berdasar.
tentang larangan menolak ajakan hubungan seks oleh istri adalah karena ghilah. Seorang
Memahami hubungan seksual dalam akad
istri tidak mau melayani kebutuhan seksual
pernikahan
suami selama menyusui. Kalau seandainya
Salah satu penyebab dominasi laki-
seorang istri menyusui anaknya secara
laki terhadap perempuan adalah pemahaman
sempurna selama dua tahun, maka selama itu
terhadap akad dalam pernikahan.
pula suami tidak boleh berhubungan sekdual
mencermati
dengan isrinya. Penolakan ini datang dari
Syafiq
istri
yang
pernikahan adalah akan yang digunakan
melarang istri menolak ajakan suami untuk
untuk mengatur pemanfaatan suami atas
melakukan
Kondisi
kelamin istrinya dan seluruh tubuhnya untuk
tersebut terjadi karena pemahaman istri
tujuan kenikmatan. Hal ini menurutnya
bahwa tidak boleh melakukan hubungan
berimplikasi
seksual selama menyusui karena dianggap
terhadap perempuan dalam bentuk pertama,
dapat membahayakan anak yang disusuinya.
objektifikasi perempuan, dalam pengertian
sehingga
muncullah
hubungan
hadis
seksual.
definisi-definisi
Hasyim
pada
Setelah
pernikahan,
menyimpulkan
dominannya
bahwa
laki-laki
Dalam pengetahuan penulis yang
perempuan dijadikan objek bagi laki-laki,
terbatas dengan referensi yang terbatas pula,
yakni kepemilikan hak seksualnya oleh laki-
tidak ada keterkaitan penolakan istri terhadap
laki atas perempuan. Kedua, akibat dari
ajakan suami untuk melakukan hubungan
objektifikasi tersebut, kedudukan perempuan
seksual dengan ghilah. Keduanya adalah dua
menjadi tersubordinasi dan terkendalikan
kasus yang berbeda, sulit didapatkan (tidak
oleh
ada) penjelasan terhadap kedua hadis tersebut
persoalan seksualnya yang secara lebih
yang saling berhubungan.
ekstrim laki-laki boleh memaksa istrinya
82
pihak
laki-laki
termasuk
dalam
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
untuk melayani keinginan seksualnya jika
nikah tetapi zawaj. Bahkan dalam kedua
istri menolaknya. Ketiga, ijab (penyerahan)
buku
dan qabul (penerimaan) dalam penikahan.
mengalami
Meskipun tidak dimaksudkan sebagai akad
mendifinisikan pernikahan (zawaj) adalah
jual beli, pada kenyataannya diphamai
ikatan yang ditentukan oleh perbuat hukum
sebagai jual beli. Hal ini disebabkan adanya
yang
mas kawin (mahar) yang seolah-olah berlaku
mendapatkan kesenangan seksual (istimta’)
sebagai alat tukar dan perempuan sebagai
dan
barangnya.28
mendapatkan kesenangan seksual dari laki-
fiqih
tersebut
makna
pergeseran.
memungkinkan begitu
juga
pernikahan
Wahbah
seorang sebaliknya
Zuhaili
laki-laki wanita
Istilah pernikahan dalam beberapa
laki.29 Bahkan dalam fiqih al sunah, Sayyid
kitab (terutama kitab fiqih) digunakan dua
Sabiq mengatakan relasi antara suami istri
istilah nikah dan zawaj. Keduanya secara
dalam pernikahan adalah relasi yang baik
bahasa berbeda yang pada ahirnya berimbas
yang
terhadap hakikat pernikahan. Kata nikah
keduanya.30
didasarkan
pada
kerelaan
antara
secara bahasa berarti al dhamm (penyatuan),
Dari penjelasan sederhana di atas ada
al wath’u (persenggamaan), dan al aqd
perbedaan dalam memaknai pola relasi antara
(akad). Sedangkan al zawaj secara bahasa
laki-laki dan perempuan dalam pernikahan.
diartikan keberpasangan.
Pergeseran tersebut adalah pada pemaknaan
Secara kebahasaan terjadi perbedaan yang signifikan makna pernikahan dengan
yang lebih seimbang dan setara antara kedua belah pihak dalam ikatan pernikahan.
istilah nikah dan zawaj. Dalam kitab-kitab
Ketika hakikat pernikahan dipahami
klasik seperti al fiqh ala al mazahib al arba’
dalam
karya al Jaza’iri, juga dalam bidayah al
kesedarajatan, maka hubungan seksual antara
mujtahid karya ibn Rusd, menggunakan
suami dan istri juga harus dipahami secara
istilah nikah untuk menunjukan pernikahan.
sama. Prinsip muasyarah bi al ma’ruf dalam
Sedangkan dalam buku-buku kontemporer
rumah tangga, termasuk dalam melakukan
seperti dalam fiqh al sunah, al fiqh al islamiy
hubungan suami istri, harus dipahami bahwa
wa adillatuhu tidak lagi menggunakan istilah
tidak ada keterpaksaan di dalamnya.
Syafiq Hasyim, Hal-Hal Yang Tak Terpikirkan Tentang Isu-Isu Keperempuanan Dalam Islam (Bandung: Mizan, 2001), h. 151-152
Wahbah Zuhaili, al Fiqh al Islami wa Adillatuhu, jilid 9, h. 6513 30 Sayyid Sabiq, Fiqh al al Sunah, jilid II, (Mesir: Dar al Fath, tt), h.5
28
paradigma
kesetaraan
dan
29
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
83
Hubungan seksual antara suami istri
2. Bahwa hubungan (relasi) antara suami
merupakan hak dan kewajiban. Keduanya
istri dalam keluarga adalah hubungan
harus saling merasakan kenikmatan. Bahkan
kesetaraan dan kesederajatan dan bukan
dalam
melarang
sebaliknya, dengan mendudukan salah
melakukan ‘azl (coitus interruptus) tanpa
satu dari keduanya (baca suami) sebagai
seizing istri.31 Hubungan seksual bagi suami
subjek dan menjadikan pihak lain (baca
istri
istri) sebagai objek. Sehingga seorang
hadis
Rasulullah
adalah
hak
saw
sehingga
kenikmatan
baginya,
merupakan
kewajiban,
merupakan
sekaligus yaitu
juga
suami tidak boleh memaksa istrinya
kewajiban
untuk memenuhi kebutuhan seksualnya
melayani dan menyenangkan.32
sedangkan istri tidak menginginkannya. Karena bertentangan dengan prinsipprinsip umum dalam hubungan suami
KESIMPULAN Sebagai Kesimpulan dari pembahasan ini, penulis menyimpulkan beberapa hal,
3. Penolakan istri terhadap ajakan suami untuk
diantaranya: 1. Pada
istri, yaitu muasyarah bil al ma’ruf. hubungan
seksual
terkait
hendaknya didasarkan pada alasan yang
istri menolak ajakan suami
dibenarkan oleh syariat agama. karena
dasarnya
larangan
melakukan
melakukan
hadis-hadis
hubungan
dimaksudkan
untuk
seksual
tidak
menjadi
alat
penolakan
tersebut
dapat
memberi
dampak negative terhadap suaminya.
legitimasi bagi suami untuk berbuat semena-mena terhadap istri, tetapi lebih
SARAN
kepada
1. Hadis tentang hak dan kewajiban seksual
sifat
dan
perbedaan
organ
seksual antara laki-laki dan perempuan.
hendaknya dipahami secara bijak dan tepat serta tidak menjadikannya sebagai alat
31 Hadis tersebut diantara terdapat dalam Sunan ibn Majah dan Musnad Ahmad ibn Hanbal عن نهى رسول هللا صلى هللا عليه و سلم أن يعزل:عمر بن الخطاب قال عن الحرة إال بإذنه
Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian: Studi Bias Gender Dalam Tafsir Al Quran, (Yogyakarta: LKiS, 1999), h.146 32
84
legitimasi
kekerasan
terhadap
perempuan. Hadis tersebut hendaknya dipahami sebagai bagian dari hak dan kewajiban suami istri dalam rumah rangga yang juga terkait dengan hak dan kewajiban yang lainnya.
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
2. Hendaknya para suami tidak memaksa
kewajibannya
dalam
istri untuk memenuhi hak seksualnya
melayani
kebutuhan
seksual
suami
tanpa
mengingat
dampat
negative
yang
memperhatikan
kondisi
fisik
mapun psikis istri. 3.
memenuhi
ditimbulkan dari penolakan tersebut.
Sebaliknya para istri juga hendaknya semaksimal mungkin berupaya untuk
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
85
DAFTAR PUSTAKA Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal, Muassasah al Risalah. Bukhari, Muhammad ibn Ismail, al Jami’ al Shahih, Mesir: Maktabah al Slafiyah. Baihaqi, Abu Bakar Ahmad ibn al Husain, Sunan al Kubra, Dairah al Ma’arif, tth. Al Darimi,Abu Abdullah ibn Abd al Rahman al Fadhl ibn Bahram, Sunan Darimi, Dar al Mughni. Dawud al Sajistani, Sunan AbuDaud, Riyadh: Muassasahal Riyadh, 2004. Al ghazali, ihya ulumuddin, Beirut: Dar al Ma’rifah. ibn Hajar al Asqalani, Ahmad ibn Ali, fath al Bari: Syarh Shahih al Bukhari, Maktabah Salafiyah. Hayim, Syafiq dkk, Tubuh, Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan: Bunga Rampai Pemikiran Ulama Muda, Jakarta: Rahima, 2002. ________, Hal-Hal Yang Tak Terpikirkan Tentang Isu-Isu Keperempuanan Dalam Islam, Bandung: Mizan, 2001. Ibn Hibban, Shahih ibn Hibban, Muassasal al Risalah, 1993. al Jaza’iri, Abd al Rahman, al Fiqh ala Mazahib al Arba’, Dar al fikr, 1990. Malik ibn Anas, Muwatha, Beirut: Dar al Ihya al Turas, 1985. Mas’udi ,Masdar F, Islam & Hak-Hak Reproduksi Perempuan (Dialog Fiqih Pemberdayaan), (Bandung: Mizan) 1997. Ibn Majah, Abu Abdullah Muhammad ibn Yazid al Qazwani, Sunan ibn Majah, Sunan,Beirut: dar al Jil, 1998.
86
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
Muslim al Qasyairi al Naisaburi, al Jami’ al Shahih, Bait al Afkar al Dauliyah, 1998. Al Naisaburi, Abu Abdullah al Hakim, Mustadrak ‘ala al Shahihain, Beirut: Dar al Ma’rifah, tt. Al Nasa’i Abu Abd al Rahaman Ahmad ibn Syuaib ibn Ali, al Mujtaba, Bait al Afkar al Dauliyah. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender; Perspektif al Quran, Jakarta; Paramadina, 2001. Al Nawawi, Muhyiddin, Shahih Muslim bi al Syarh al Nawawi, Beirut: Dar fikr. Sayyid Sabiq, Fiqh al Sunah, Mesir: Dar al Fath. Subhan ,Zaitunah, Tafsir Kebencian: Studi Bias Gender Dalam Tafsir Al Quran, Yogyakarta: LKiS, 1999. Tirmizi, Abu Isa Muhammad ibn Isa, al Jami’al Kabir, Dar al Gharb al Islami, 1996. Zuhaili, Wahbah, al Fiqh al Islami wa Adillatuhu, Dar al Fikr. http://www.tabloidnova.com/Nova/Keluarga/Pasangan/Istri-Berhak-Menolak-Hubungan-Seks-1 Selasa, 1 Juni 2010.
JURNAL PENDIDIKAN ISLAM Volume 7, Nomor 2, September 2016
87