Sutjipto, Pendidikan Budi Pekerti Pada Kurikulum Sekolah Dasar
PENDIDIKAN BUDI PEKERTI PADA KURIKULUM SEKOLAH DASAR CHARACTER EDUCATION ON ELEMENTARY SCHOOL CURRICULUM Sutjipto Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud Jl. Gunung Sahari Raya, Nomor 4A, Jakarta Pusat e-mail:
[email protected] Naskah diterima tanggal: 21/11/2014; Dikembalikan untuk revisi tanggal: 25/11/2014; Disetujui tanggal: 3/12/2014 Abstract: This article analysed the position of character education within primary school curriculum in Indonesia based on philosophical critical review. The analysis was carried out using the method of documentation. The results showed that since the post-independence moral education has been strategically placed on the curriculum in Indonesia in three ways, namely stand alone as a subject, combined with relevant subjects, and integrated into other subjects. The domain of character education to fulfill the learners with moral life and character in order to behave well, is considered important to be applied into the primary school curriculum. It is important that implementation efforts to explore habituation, practice, and exemplary environmental conditioning. Keywords: character education, curriculum, integrated subjects Abstrak: Artikel ini mengkaji posisi pendidikan budi pekerti pada kurikulum sekolah dasar di Indonesia didasarkan tinjauan kritis filosofis. Kajian yang dilakukan menggunakan metode studi dokumentasi. Hasil kajian menunjukkan bahwa sejak masa pasca kemerdekaan, pendidikan budi pekerti ditempatkan secara strategis pada kurikulum pendidikan di Indonesia dalam tiga hal, yakni berdiri sendiri sebagai mata pelajaran, digabung dengan mata pelajaran yang relevan, dan terintegrasi ke dalam mata pelajaran lain. Domain pendidikan budi pekerti yang mengisi jiwa peserta didik dengan moral dan akhlak agar bertingkah laku yang baik, penting untuk diwujudkan ke dalam kurikulum sekolah dasar. Yang perlu diperhatikan dalam implementasinya adalah upaya pembiasaan, pengamalan, pengkondisian lingkungan, dan keteladanan. Kata kunci: pendidikan budi pekerti, kurikulum, mata pelajaran terintegrasi
Pendahuluan
yang patut dan tidak patut, serta apa yang boleh
Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa
dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh anggota
hidup bermasyarakat. Dalam kehidupan ber-
masyarakatnya.
masyarakat, manusia saling berhubungan dan
Norma-norma sosial ini ada yang bersumber
bekerja sama, bantu-membantu untuk memenuhi
dari agama dan ada pula yang tumbuh dan
berbagai kebutuhan hidup. Untuk menjamin
berkembang dalam masyarakat sebagai hasil
keharmonisan, keserasian, dan keseimbangan
cipta, rasa dan karsa manusia, yakni nilai-nilai
antara berbagai kepentingan yang ada dalam
budaya, yang terus berkembang sesuai dengan
kepentingan bersama, manusia memerlukan
kemajuan zaman dan perkembangan budaya
berbagai norma sosial (Suparno, Moerti, Detty, &
masyarakat, termasuk di dalamnya perkem-
Kartono,
ini
bangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh
memberikan batasan-batasan bagi berbagai
2002).
Norma-norma
sosial
karena itu, kadang kala terdapat perbedaan-
kepentingan dalam masyarakat, menentukan hak,
perbedaan norma tentang sesuatu hal antara
dan kewajiban dari setiap warga masyarakat,
masyarakat yang satu dengan masyarakat
menentukan kriteria baik-buruk, benar-salah, apa
lainnya, dan norma-norma ini sering pula berubah
483
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 4, Desember 2014
karena berbagai perkembangan yang terjadi
yang menonjol pada saat ini adalah kecen-
dalam masyarakat. Di samping itu, ada pula
derungan hidup individualistis dan materialistis,
norma-norma yang bersumber dari nilai-nilai yang
yang semakin berkembang sebagai akibat
bersifat universal, yang diakui dan dihormati oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
berbagai masyarakat dan berbagai bangsa,
industri, ekonomi serta arus globalisasi yang
seperti sopan santun, hormat-menghormati, dan
sedemikian gencar dalam segala aspek kehidupan
sikap dan perilaku. Menurut Suparno, Moerti,
masyarakat. Berger (2011) menyebut pola hidup
Detty, & Kartono (2002) sikap dan perilaku itu
seperti itu sebagai lonely crowd karena pribadi
dapat dibagi menjadi lima bagian, yakni sikap dan
menemukan dirinya amat kuat dalam kehidupan
perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan, diri
bermasyarakat.
sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa, dan alam sekitarnya.
Apabila manusia tidak dapat mengendalikan dirinya sesuai dengan suara hati nurani, karena
Untuk menjamin keharmonisan, keserasian,
dominannya pengaruh berbagai faktor lain yang
dan keseimbangan antara berbagai kepentingan,
bersifat negatif, maka ia akan melakukan
hak, dan kewajiban dalam suatu masyarakat,
perbuatan-perbuatan atau bertingkah laku yang
norma-norma sosial tersebut seyogianya di-
bertentangan dengan norma-norma sosial yang
hormati dan ditaati oleh setiap warga masyarakat
berlaku. Apabila hal ini terus terjadi maka
dengan penuh kesadaran. Kesadaran untuk
keharmonisan, keserasian, dan keseimbangan
menghormati dan mentaati norma-norma sosial
antara berbagai kepentingan yang ada dalam
ini pada dasarnya ada dalam diri setiap manusia,
masyarakat akan terganggu, sehingga warga
karena manusia telah dianugerahkan hati nurani
masyarakat merasa tidak nyaman, tidak tenteram,
yang suci oleh Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena
tidak aman, tidak adil, dan tidak bahagia. Menurut
itu, secara naluriah manusia memang mempunyai
Rashid, Rahim, Hussin, & Tubah (2005), ke-
kemampuan dasar untuk membedakan antara
bahagiaan adalah tiang dalam pembinaan
yang baik dengan yang buruk, antara yang benar
masyarakat. Dalam arti lain, fenomena perilaku
dan yang salah, serta antara yang patut dan yang
masyarakat yang bertentangan dengan norma-
tidak patut. Secara naluri pula manusia memiliki
norma sosial yang berlaku menggambarkan telah
kecenderungan dasar untuk berbuat baik, benar,
terjadi ketidakseimbangan hubungan antar-
dan patut, sesuai dengan norma-norma sosial
manusia ditinjau dari aspek pendidikan budi
yang berlaku dalam masyarakatnya.
pekerti.
Manusia yang senantiasa berbuat baik, benar
Hingga kini, perihal pendidikan budi pekerti
dan patut sesuai dengan suara hati nurani dan
masih menjadi permasalahan yang menuntut
norma-norma sosial yang berlaku sering disebut
perhatian serius jika bangsa ini ingin dipandang
manusia yang memiliki pendidikan budi pekerti
sebagai bangsa yang beradab dan berbudaya.
baik. Ia sadar dirinya sebagai makhluk Tuhan Yang
Ada fenomena yang menarik terkait dengan hal
Maha Esa yang harus selalu hidup bermasyarakat.
ini, yaitu mengenai dijadikannya pendidikan
Oleh karena itu, ia senantiasa menghormati orang
agama dan budi pekerti menjadi mata pelajaran
lain dan hak-hak orang lain. Ia senantiasa
yang berdiri sendiri mulai SD hingga sekolah
berusaha untuk berbuat baik terhadap orang lain,
menengah dalam Kurikulum 2013 (Peraturan
sesuai dengan kodrat kemanusiaannya yang tidak
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
dapat hidup sendiri dan harus saling membantu.
Indonesia Nomor 57 Tahun 2014, Peraturan
Di samping faktor suara hati nurani, dalam
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
kenyataan kehidupan bermasyarakat masih
Indonesia Nomor 58 Tahun 2014, Peraturan
banyak faktor lain yang mendorong manusia untuk
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
melanggar norma-norma sosial yang berlaku,
Indonesia Nomor 59 Tahun 2014, Peraturan
sehingga terjadi berbagai pelanggaran norma
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
dalam masyarakat. Faktor-faktor tersebut
Indonesia Nomor 60 Tahun 2014). Peraturan
misalnya, kelainan kejiwaan, salah didik, pengaruh
perundang-undangan itu, mengindikasikan bahwa
lingkungan, dan sebagainya. Salah satu faktor
pendidikan budi pekerti bukan hanya perlu tetapi
484
Sutjipto, Pendidikan Budi Pekerti Pada Kurikulum Sekolah Dasar
wajib ada pada kurikulum. Dalam artian,
grasikan pada setiap mata pelajaran?, 3) apakah
bagaimana sistem pendidikan yang ada meng-
norma-norma pendidikan budi pekerti cukup
intrinsikkan pendidikan budi pekerti di dalamnya,
diinternalisasikan melalui pembiasaan aktivitas
di mana ada suatu norma-norma yang menjadi
pembelajaran baik yang terstruktur maupun yang
spirit kebijakan dari sistem pendidikan yang
tidak terstruktur ataukah dalam bentuk ekstra-
diterapkan.
kurikuler?, 4) bagaimana sebaiknya peran
Adanya pendidikan budi pekerti dalam
pendidik dan tenaga kependidikan dalam
kurikulum sekolah adalah suatu upaya penting
menanamkan nilai-nilai pada sistem perse-
untuk lebih merangsang kepekaan peserta didik
kolahan?, dan 5) apakah yang sebaiknya dilakukan
sebagai generasi muda terhadap norma-norma
oleh pihak di luar komunitas sekolah seperti
sosial dan memupuk kesadaran mereka untuk
orangtua, masyarakat dan birokrat di daerah.
berbuat dan bertingkah laku sesuai dengan
Atas dasar permasalahan yang dikemukakan
norma-norma sosial yang berlaku, untuk
di atas maka masalah utama yang diangkat dalam
senantiasa berbuat baik, menjadi manusia yang
studi ini adalah seperti apa realita pendidikan budi
berguna bagi dirinya sendiri, bagi sesama dan
pekerti pada kurikulum sekolah dasar sejak pasca
alam semesta. Dengan adanya pendidikan budi
kemerdekaan tahun 1945 hingga sekarang. Di
pekerti akan dapat diwujudkan keharmonisan,
samping itu, dengan adanya upaya-upaya untuk
keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan
melakukan penelaahan dan penataan ulang
bermasyarakat, sebagai prasyarat terwujudnya
pendidikan budi pekerti, yang mengarah pada
kehidupan yang tenteram, damai, dan bahagia.
perancangan, pelaksanaan dan pemantapan
Di Indonesia, di mana masyarakatnya amat
pendidikan budi pekerti, khususnya dalam
majemuk dalam berbagai aspek kehidupannya,
khasanah kurikulum sekolah dasar menjadi sangat
peranan pendidikan budi pekerti menjadi
penting. Penting dalam arti sekaligus untuk
bertambah penting. Melalui pendidikan budi
menjawab pertanyaan, “Pembelajaran pendidikan
pekerti perbedaan-perbedaan dalam berbagai
budi pekerti yang bagaimanakah yang harus
aspek kehidupan bangsa akan dapat diselaraskan
dikembangkan dalam kurikulum sekolah dasar
dan diserasikan, sehingga dapat dicegah lahirnya
sehingga dapat digunakan secara efektif untuk
pertentangan-pertentangan yang membaha-
menghasilkan
yakan persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan
mengemban budi pekerti luhur?”. Pembahasan
pendidikan budi pekerti akan dapat dilahirkan
pendidikan budi pekerti sejak dari dulu selalu
manusia-manusia pembangunan yang berbudi
menuai pro dan kontra. Padahal, posisi budi
luhur, mencintai sesama, serta mencintai masya-
pekerti dalam khasanah pendidikan amat jelas.
rakat dan bangsanya. Selanjutnya, kehidupan
Merujuk pendapat Megawangi (2004) pendidikan
masyarakat yang maju, aman, damai, makmur dan
budi pekerti merupakan satu-satunya faktor
sejahtera akan dapat diwujudkan, sesuai dengan
penentu derajat seseorang, di samping sebagai
cita-cita bangsa sebagaimana termaktub dalam
fondasi bagi kecakapan hidup yang beradab dan
Pembukaan UUD 1945.
sejahtera.
peserta
didik
yang
dapat
Oleh karena itu, selaras dengan kemajuan
Dari hasil pengkajian ini diharapkan akan
yang telah dicapai bangsa Indonesia dalam
dapat diperoleh gambaran yang berguna bagi
pembangunan selama ini, dan memasuki era
pengembang dan pelaksana kurikulum serta
teknologi dan masyarakat berbasis pengetahuan,
pembina pendidikan di sekolah dasar dalam
timbul
yaitu
memantapkan pendidikan budi pekerti. Di
“Bagaimana sejatinya pendidikan budi pekerti
samping itu, dari pengkajian ini, pada gilirannya
dalam suatu kurikulum di Indonesia?”. Pertanyaan
juga dapat digunakan untuk memberikan saran
ini masih bisa diurai lebih lanjut, misalnya: 1)
kepada praktisi dan pembuat kebijakan untuk
bagaimana cara membentuk pribadi peserta didik
peningkatan pendidikan budi pekerti berbasis
menjadi manusia yang berbudi luhur?, 2) apakah
sekolah (Berkowitz, Marvin & Bier, 2004). Dengan
pendidikan budi pekerti dikhususkan sebagai mata
demikian, dirasakan oleh semua komponen
pelajaran yang berdiri sendiri ataukah diinte-
bangsa bahwa pendidikan memiliki peran yang
pertanyaan yang
mendasar,
485
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 4, Desember 2014
sangat penting, bukan hanya menghasilkan
dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk.
masyarakat belajar dengan prestasi tinggi tetapi
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa budi,
mampu melahirkan generasi baru yang memiliki
berarti tabiat, akhlak, watak, perbuatan baik, daya
budi pekerti baik dan bermanfaat bagi masa
upaya, dan akal. Sementara, kata pekerti juga
depan bangsa.
berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti aktualisasi, penampilan, pelaksanaan, atau
Kajian Literatur
perilaku. Pekerti berarti perangai, perbuatan, dan
Pendidikan budi pekerti terdiri atas tiga kata, yaitu
lebih dekat pada tingkah laku. Secara leksikal,
pendidikan, budi, dan pekerti. Pendidikan adalah
budi pekerti berarti tingkah laku, perangai, akhlak
proses pengintegrasian beberapa komponen
(Arab), dan watak (Pusat Bahasa, Departemen
yang mempunyai hubungan antara satu dengan
Pendidikan Nasional. 2005). Kedua kata tersebut
lainnya. Hal ini selaras dengan yang dinyatakan
selalu bertalian. Menurut Zainuddin (2004) budi
Djamarah (2000) bahwa pendidikan sebagai
merupakan penyemangat, pembangkit, pem-
suatu sistem, tidak lain dari suatu totalitas
bangun dan penyadar yang terdapat pada batin
fungsional yang terarah pada suatu tujuan secara
manusia, sifatnya abstrak, sedangkan pekerti
dinamis dalam suatu kesatuan kegiatan. Dengan
adalah refleksi, pekerjaan, karya dan laku
demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan
(langkah) yang lahir dari budi.
lebih ditujukan pada pembinaan peserta didik
Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa
secara terarah, benar, dan bertujuan sesuai
budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang
potensi yang dimilikinya dalam suatu kegiatan
akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya
yang terstruktur.
melalui norma agama, norma hukum, tata krama
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
dan sopan santun serta norma budaya/adat
Nomor 20, Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
istiadat masyarakat. Budi pekerti akan meng-
Nasional dinyatakan bahwa pendidikan adalah
identifikasi perilaku positif yang diharapkan dapat
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
terwujud dalam perbuatan, perkataan, pikiran,
suasana belajar dan proses pembelajaran agar
sikap, perasaan, dan kepribadian peserta didik.
peserta didik secara aktif mengembangkan
Budi pekerti dapat dirumuskan sebagai upaya
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
membina cipta, rasa dan karsa seseorang yang
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak
diaktualisasikan ke dalam sikap, kata-kata dan
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
tingkah laku agar mereka tumbuh dan ber-
masyarakat, bangsa dan negara (Direktorat
kembang secara utuh berdasarkan nilai-nilai luhur
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2003).
dan mulia baik dalam pandangan Tuhan maupun
Dari definisi itu jelas, bahwa pendidikan tidak
dalam
cukup pengembangan intelektualitas semata,
menggambarkan sikap batin, yang dalam
akan tetapi lebih ditekankan pada proses
kehidupan memiliki budi pekerti mulia, yang sarat
pembinaan kepribadian peserta didik secara
nilai.
pandangan
manusia.
Budi
pekerti
menyeluruh, sehingga mereka menjadi lebih
Berkaitan dengan hal itu, Horton & Chester
dewasa dalam konteks hidupnya dan juga sebagai
(1991) menyatakan bahwa secara umum sosiologi
pribadi yang luhur untuk hidup dalam masyarakat.
melihat budi pekerti (norms) sebagai salah satu
Merujuk pendapat Driyarkara (1991) bahwa
bentuk pengaturan interaksi sosial seperti juga
sejatinya pendidikan itu memanusiakan manusia.
kebiasaan (habit/folkways), adat (custom) dan
Pendidikan adalah untuk kehidupan.
hukum (law). Aturan-aturan ini dapat meng-
Secara etimologis, budi pekerti berasal dari
hasilkan suatu keteraturan sosial dan meng-
kata budi dan pekerti. Kata budi berasal dari bud
hindarkan perilaku menyimpang di antara para
yang dalam bahasa Sansekerta berarti kesa-
individu dan kelompok sosial. Daya paksa budi
daran, pengertian, dan kecerdasan. Dalam Kamus
pekerti lebih kuat dari kebiasaan, namun lebih
Besar
Bahasa,
rendah dari adat maupun hukum, sehingga dalam
Departemen Pendidikan Nasional, 2005) budi
penegakan budi pekerti sering dikaitkan dengan
adalah alat batin yang merupakan paduan akal
lembaga sosial yang ada di tengah masyarakat.
486
Bahasa
Indonesia
( Pusat
Sutjipto, Pendidikan Budi Pekerti Pada Kurikulum Sekolah Dasar
Demikian pula setiap masyarakat, mempunyai
pemilihan referensi yang sesuai dilakukan untuk
beragam norma mengenai budi pekerti. Walaupun
menemukan sejumlah fakta, kemudian dikaji
demikian, terdapat pola umum budi pekerti yang
secara khusus dan disusun penjelasan secara
agak universal, yang lazimnya disebut the Golden
umum.
Rule atau aturan untuk jangan menyakiti orang lain.
Hasil Dari kajian atas pengertian-pengertian di
Bagian ini menelaah gambaran pendidikan budi
atas, dapat disimpulkan bahwa budi pekerti
pekerti sejalan perkembangan kurikulum di
merupakan tingkah laku, perangai atau akhlak
Indonesia sejak tahun 1947 hingga 2013, yang
yang ditampilkan seseorang dalam kenyataan
dipilah ke dalam tiga karakteristik, yaitu sebagai:
hidup sehari-hari yang mencerminkan jati diri
1) mata pelajaran tersendiri, 2) tersirat dalam
pribadi atau kelompok yang diperoleh dari hasil
mata pelajaran lain, dan 3) diintegrasikan dengan
pendidikan. Penampilan tingkah laku tersebut
mata pelajaran yang relevan.
dinyatakan dalam bentuk perbuatan, pikiran, sikap, perasaan dan hasil karya yang menyatakan
Pendidikan Budi Pekerti sebagai Mata
apa yang baik, yang patut dan apa yang buruk.
Pelajaran
Sementara itu, kurikulum yang dimaksud
Pendidikan budi pekerti di sekolah dasar dirancang
dalam penelitian ini adalah menyangkut bentuk
sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri
struktur pendidikan budi pekerti dalam kurikulum
terdapat pada: 1) Rencana Pelajaran 1947, baik
sekolah dasar. Struktur yang dimaksud adalah inti
berbahasa pengantar bahasa daerah, yang
kurikulum budi pekerti yang program belajarnya
berbahasa pengantar bahasa Indonesia maupun
disusun dalam bentuk masalah inti tertentu (Pusat
yang diselenggarakan sore hari; 2) Rencana
Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, 2005.
Pendidikan Sekolah Rakyat 1964, baik berbahasa
Oleh karena itu, kurikulum pendidikan budi pekerti
pengantar bahasa daerah maupun berbahasa
yang menjadi fokus penelaahan dipilah kedalam
pengantar bahasa Indonesia; dan 3) Kurikulum
tiga kategori, yaitu berdiri sebagai mata pelajaran
2013.
sendiri, digabung dengan mata pelajaran lain yang relevan, atau bahan kajian yang terintegrasi/
Kurikulum 1947
terpadu dengan mata pelajaran lain.
Pada awal kemerdekaan, kurikulum pendidikan pertama kali diberlakukan di sekolah-sekolah
Metode Penelitian
Indonesia yang dikenal dengan sebutan Rencana
Artikel yang dikemukakan ini merupakan hasil
Pelajaran 1947. Pendidikan budi pekerti pada
telaahan terhadap sejumlah dokumen kurikulum,
Kurikulum 1947 dirancang sebagai mata pelajaran
diawali dari Kurikulum 1947 hingga Kurikulum
yang berdiri sendiri dan diberi nama mata
2013, atas dasar tinjauan filosofis, dan diperkaya
pelajaran Didikan Budi Pekerti. Mata pelajaran
dengan pengalaman sebagai pengembang
tersebut diberikan sejak kelas I hingga kelas VI
kurikulum nasional dari Pusat Kurikulum dan
dengan alokasi waktu 1-1-2-2-2, dan 3 jam
Perbukuan. Penelaahan dalam Kamus Besar
pelajaran/minggu (Direktorat Jenderal Pendidikan
Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa, 2005),
Dasar dan Menengah, 1992). Kurikulum tersebut
mengandung makna penguraian suatu pokok atas
dimaksudkan untuk melayani kepentingan bangsa
berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu
Indonesia saat itu, dengan menekankan pada
sendiri serta hubungan antarbagian untuk
pembentukan warga negara sejati yang sanggup
memperoleh
dan
menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negara
pemahaman arti keseluruhan. Atas dasar premis
pengertian
yang
tepat
dan bangsa Indonesia (Gunawan, 1995).
tersebut, aktivitas, seperti: 1) penelusuran
Disebutkan dalam Djojonegoro (1996) untuk
dokumen karya ilmiah (kurikulum); 2) peng-
kebutuhan bangsa, yang menyangkut kurikulum,
identifikasian istilah konsep, seperti budi pekerti,
Kementerian
mata pelajaran, terintegrasi, internalisasi; dan 3)
Kebudayaan mengeluarkan kebijakan bahwa
Pengajaran,
Pendidikan
dan
487
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 4, Desember 2014
setiap rencana pelajaran pada setiap jenjang
Islam. Pada Tabel 1 disajikan sejumlah penge-
pendidikan sekolah harus memperhatikan
tahuan yang ditengarai tumpang tindih. Di
perasaan dan keyakinan.
samping itu, sekolah umumnya juga masih sangat
Perasaan, mencakup bakti kepada Tuhan
sederhana dan belum memiliki banyak aturan. Ini
Yang Maha Esa, cinta kepada alam, cinta kepada
mengindikasikan bahwa penerapan kurikulum
negara, cinta dan hormat kepada ibu dan bapak,
pendidikan budi pekerti kala itu sama sekali tidak
cinta kepada bangsa dan kebudayaan, perasaan
terkait
berhak dan wajib ikut memajukan negaranya
masyarakat di suatu Negara yang baru merdeka,
menurut pembawaan dan kekuatannya. Keya-
tetapi karena kebutuhan.
dengan
tingkat
peradaban
suatu
kinan, bahwa orang menjadi bagian yang tak
Dari Tabel 1 tampak bahwa pembinaan dan
terpisahkan dari keluarga dan masyarakat; bahwa
pembentukan watak dan kepribadian individu
orang hidup dalam masyarakat harus tunduk pada
peserta didik selain berada dalam mata pelajaran
tata tertib; bahwa pada dasarnya manusia itu
agama Islam, ada pada mata pelajaran didikan
sama harganya, sebab itu berhubungan sesama
budi pekerti yang diberikan secara tersendiri.
anggota masyarakat harus bersifat hormat-
Namun, karena kondisi guru yang mengajar pun
menghormati, berdasarkan atas rasa keadilan,
juga seadanya maka proses pembelajaran yang
dengan berpegang teguh atas harga diri sendiri;
dilakukan saat itu lebih ditekankan pada
bahwa negara memerlukan warga negara yang
pemahaman materi yang berpusat pada Indo-
rajin bekerja, tahu kewajibannya, jujur dalam
nesia guna pembentukan warga negara yang
pikiran dan tindakannya. Hal itu sejalan dengan
sejati. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
rekomendasi hasil rapat Panitia Penyelidik
apa yang guru lakukan hanya terbatas pada
Pengajaran bahwa pendidikan dan pengajaran di
mengajar materi, hanya menggunakan segi
dalam Republik Indonesia haruslah berdasarkan
kognitif sebagai wahana, dan belum berperan
kebudayaan
mendidik budi pekerti.
dan
kemasyarakatan
bangsa
Indonesia menuju ke arah kebahagiaan hidup batin serta keselamatan hidup lahir (Kementerian
Kurikulum 1964
PP dan K, tanpa tahun).
Kurikulum 1964 dirancang juga masih sangat
Nampak bahwa pada Rencana Pelajaran
sederhana, berisi sekumpulan pengetahuan
1947 pun sebenarnya tidak dijumpai tujuan yang
pokok pada setiap mata pelajaran. Kurikulum
diharapkan dari mata pelajaran itu. Yang ada
tersebut dinamakan Rencana Pendidikan Sekolah
ialah: 1) pengetahuan tentang sesuatu yang baik-
Rakyat 1964, merupakan kurikulum yang kedua
baik dan 2) suatu daftar sifat-sifat yang harus
yang dipakai di Indonesia. Namun, di antara kurun
dikembangkan melalui cerita-cerita kepada
waktu itu terjadi beberapa perubahan kurikulum,
peserta didik. Penulusuran dokumen, ditemukan
yaitu kurikulum 1950, Rencana Pelajaran Terurai
bahwa di antara pengetahuan dan sifat-sifat itu
(1952), dan kurikulum 1958. Rencana Pendidikan
terjadi tumpang tindih dengan sifat-sifat akhlak
Sekolah Rakyat 1964 itu, dikembangkan atas
yang dikembangkan melalui pengajaran Agama
dasar tujuan pendidikan nasional yang termaktub
Tabel 1 Perbandingan Akhlak dan Pendidikan Budi Pekerti Akhlak dalam Agama Islam
Pendidikan Budi Pekerti
1. Taat kepada orangtua, guru, dan peraturan.
Menghormat orangtua dan guru.
2. Berbuat baik dan adat sopan-santun (adab).
Bersopan-santun dengan menghargai diri sendiri.
3. Cinta kepada tanah air.
Membela serta mengharumkan Negara.
4. Adil dan jujur dalam segala hal.
Selalu mengejar keadilan. Berpikir dan bertindak jujur.
5. Percaya akan diri sendiri dan tanggung jawab. Tahu akan kewajiban. 6. Rasa persatuan.
Sumber: Rentjana Pelajaran 1947 488
Percaya akan kesanggupan sendiri. Tahu akan kewajiban, berani tanggung jawab. Selalu mencari persatuan yang benar.
Sutjipto, Pendidikan Budi Pekerti Pada Kurikulum Sekolah Dasar
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
lakukan transformasi religiusitas kepada peserta
4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan
didik berupa akhlak. Oleh karena itu, pada
dan Pengajaran. Dalam peraturan perundang-
Kurikulum 1964 tujuan utama mata pelajaran
undangan tersebut dinyatakan bahwa kurikulum
tersebut dapat dimaknai bukanlah sekadar
pendidikan rendah ditujukan untuk menyiapkan
mentransfer pengetahuan dan keterampilan,
anak agar memiliki dasar-dasar pengetahuan,
melainkan lebih merupakan suatu ikhtiar untuk
kecakapan, dan ketangkasan baik lahir maupun
menumbuhkembangkan domain sikap, sehingga
batin, serta mengembangkan bakat dan minat
peserta didik bisa menjadi penganut atau pemeluk
(dalam Djojonegoro, 1996).
agama yang taat dan sekaligus berperangai baik.
Pada struktur program pengajaran Rencana
Namun, karena pembelajaran pada Kurikulum
Pendidikan Sekolah Rakyat 1964 mata pelajaran
1964 masih menekankan pada model pengajaran
dikelompokkan ke dalam lima wardhana. Bentuk
budi pekerti maka dapat dipastikan bahwa
pengelompokan tersebut kemudian disebut
keberhasilan pendidikan budi pekerti diragukan.
pancawardhana. Di sekolah dasar, mata pelajaran
Asumsi seperti itu, diperkuat oleh studi
pendidikan budi pekerti berada dalam kelompok
Osguthorpe (2008) yang menemukan bahwa
wardhana perkembangan moral, dan posisinya
dalam pembelajaran budi pekerti yang penting dan
disatukan dengan mata pelajaran pendidikan
utama adalah adanya posisi guru yang baik dan
agama, dan diberi nama Pendidikan Agama/Budi
memiliki moral karakter yang kuat.
Pekerti. Pada kelompok itu, juga terdapat mata pelajaran lain, yakni Pendidikan Kemasyarakatan.
Kurikulum 2013
Mata pelajaran tersebut diberikan sejak kelas I
Periode 1968 sampai dengan tahun 2013 dapat
hingga kelas VI dengan alokasi waktu 1-2-2-2-2,
dikatakan mata pelajaran pendidikan budi pekerti
dan 2 jam pelajaran/minggu (Departemen Dikdas
ditiadakan dalam struktur kurikulum. Kemudian,
dan Kebudayaan, 1964). Oleh karena disatukan
tahun 2013 seiring dengan lahirnya kurikulum
dengan pelajaran pendidikan agama, materi budi
baru, pendidikan budi pekerti dimunculkan kembali
pekerti jelas lebih sedikit apabila dibandingkan
ke dalam mata pelajaran umum kelompok A, dan
dengan Kurikulum 1947.
dijadikan satu dengan pendidikan agama. Mata
Pemikiran yang melatarbelakangi pendidikan
pelajaran tersebut dinamakan Pendidikan Agama
budi pekerti pada Kurikulum 1964 menunjukkan
dan Budi Pekerti yang harus diberikan sejak kelas
keinginan yang kuat bagi negara agar materi mata
I hingga kelas VI dengan alokasi waktu 4-4-4-4-
pelajaran itu memberikan sumbangan bagi
4, dan 4 jam pelajaran/minggu.
peraturan perundang-undangan yang dijadikan
Sebagaimana dalam Permendikbud RI Nomor
landasan penyusunan kurikulum, yaitu Tap MPRS
57 Tahun 2014, mata pelajaran umum kelompok
Nomor 11/MPRS/1960. Keinginan tersebut
A merupakan program kurikuler yang bertujuan
tercermin pula pada rincian materi yang antara
untuk mengembangkan kompetensi sikap,
lain, berisi semangat patriot, mendahulukan
kompetensi pengetahuan, dan kompetensi
kepentingan umum daripada kepentingan pribadi,
keterampilan peserta didik sebagai dasar
susila dan budi luhur, kerelaan berkorban, hidup
penguatan kemampuan dalam kehidupan ber-
hemat dan lain-lain.
masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Mata
Ditinjau dari segi konsep pendidikan, maka
pelajaran umum kelompok B merupakan program
tampak jelas bahwa mata pelajaran pendidikan
kurikuler yang bertujuan untuk mengembangkan
budi pekerti pada Kurikulum 1964 diartikan sama
kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan
pentingnya dengan pendidikan agama. Padahal,
kompetensi keterampilan peserta didik terkait
keduanya memiliki misi yang berbeda tetapi
lingkungan dalam bidang sosial, budaya, dan seni.
materinya kadang kala sering sama. Pendidikan
Kurikulum 2013 dirancang utamanya untuk
budi pekerti lebih menekankan pada pendidikan
menghadapi tuntutan perkembangan zaman, dan
nilai-nilai luhur yang bersumber dari norma dan
penyempurnaan pola pikir tingkat tinggi. Dari itu
budaya bangsa Indonesia sendiri. Sementara itu,
maka diperlukan penguatan proses pembelajaran
pendidikan agama memiliki peran dalam me-
dan penyesuaian beban belajar agar dapat
489
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 4, Desember 2014
menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan
Kurikulum 1968
dengan apa yang dihasilkan. Karenanya,
Pendidikan budi pekerti seperti apa yang ada pada
kebijakan pengembangan kurikulum berbasis
rancangan Kurikulum 1968, baik yang diatur lewat
pada kompetensi dianggap sangat diperlukan
peraturan perundang-undangan maupun buku
sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta
pedoman sebenarnya tidak ditemukan. Namun,
didik menjadi: 1) manusia berkualitas yang
berdasarkan pandangan hidup Pancasila yang
mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman
ingin dilaksanakan secara murni dan konsekuen
yang selalu berubah; 2) manusia terdidik yang
waktu itu, tampak nilai-nilai pengembangan sikap
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
moral falsafah pandangan hidup dimaksud tersirat
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
dalam kurikulum. Posisi pendidikan budi pekerti
kreatif, mandiri; dan 3) warga negara yang
pada Kurikulum 1968 “dititipkan” pada mata
demokratis dan bertanggung jawab.
pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan
Dengan kata lain, Kurikulum 2013 ini tidak
Kewargaan Negara yang merupakan bagian dari
hanya menitikberatkan pada keterampilan dan
susunan mata pelajaran kelompok/segi pen-
pengetahuan yang bermuara pada kreativitas,
didikan Pembinaan Jiwa Pancasila. Kedua mata
melainkan juga menitikberatkan pada penanaman
pelajaran itu diberikan sejak kelas I hingga kelas
moralitas dan budi pekerti serta akhlak yang baik
VI.
dalam arti mampu digunakan. Hal itu diperkuat
Walaupun isinya hanya memuat materi
adanya dua dari empat kompetensi inti, yaitu
pelajaran yang pokok-pokok, kedua mata
kompetensi inti spiritual, dan kompetensi inti sosial
pelajaran tersebut diarahkan pada penekanan
sebagai organisasi pengikat konten kurikulum
pendidikan budi pekerti yang terkait dengan moral
(organising element). Secara tersurat dalam
agama dan moral nasional. Moral agama yang
Permendikbud Nomor 57, Tahun 2014 tentang
dimaksud adalah norma-norma yang bersumber
Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah,
dari suatu ajaran agama seperti menanamkan,
Lampiran II (Silabus) yang menunjukkan paling
memupuk dan mengembangkan rasa beragama
tidak terdapat delapan kompetensi dasar (KD)
dengan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa
budi pekerti minimal yang harus dimiliki peserta
dan saling hormat-menghormati sesama insan
didik. Dampak implementasi Kurikulum 2013 cukup
beragama. Sementara moral nasional adalah nilai-
signifikan. Hasil penelitian Sutjipto (2014)
nilai menurut pandangan hidup Pancasila, dalam
menunjukkan bahwa implementasi Kurikulum
arti sikap hidup manusia Indonesia yang berjiwa
2013 di SMP berdampak positif terhadap performa
Pancasila, sehingga menjadi manusia Pancasilais
siswa seperti senang melaksanakan ibadah
sejati (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
agama, menghargai keragaman, kebersamaan,
1968).
kerukunan, senang berkata benar, berani
Dari kajian juga ditemukan bahwa penerapan
mengakui kesalahan, senang menjaga keber-
kedua mata pelajaran tersebut tidak disertai
sihan, dan merasa senang membantu teman yang
panduan bagaimana sebaiknya penanaman
menghadapi kesulitan.
norma dan nilai-nilai budi pekerti, tetapi hanya dari segi kognitif, misalnya peserta didik paham arti
Pendidikan Budi Pekerti Tersirat dalam Mata
Ketuhanan Yang Maha Esa namun belum
Pelajaran Lain
menghayati, apalagi mengamalkan secara baik.
Pendidikan budi pekerti di sekolah dasar yang
Tujuannya yang penting adalah peserta didik
tersirat dalam mata pelajaran lain terdapat pada:
mengerti. Demikian pula materinya, sangat bersifat
1) Kurikulum 1968, 2) Kurikulum 1975, 3) Kuri-
teoritis tidak mengaitkan masalah-masalah faktual
kulum 1984, dan 4) Kurikulum 1994. Kata tersirat
di sekitar peserta didik. Dengan demikian, dapat
dalam artikel ini dimaknai sebagai sesuatu yang
dikatakan bahwa pelaksanaan pendidikan budi
tidak langsung ada (tetapi jiwanya ada), karena
pekerti pada Kurikulum 1968 tidak nampak
kata tersebut akan bermakna dan bisa dipahami
berperan.
setelah benar-benar membacanya.
Kurikulum pendidikan budi pekerti dengan model tersirat sebenarnya sekolah dituntut
490
Sutjipto, Pendidikan Budi Pekerti Pada Kurikulum Sekolah Dasar
terlibat secara aktif dalam menciptakan suasana
tersirat pada Kelompok Jiwa Pancasila, namun
pendidikan yang mendukung bagi tumbuhnya nilai
dalam Kurikulum 1975 di samping tetap adanya
budi pekerti baik bagi peserta didik. Karena itu,
“titipan” seperti itu, juga menjadi ruh bidang studi
contoh dan keteladanan dari seorang guru
PMP, agama dan ilmu pengetahuan sosial.
menjadi sangat penting. Penelitian Hammersley-
Ketersiratan
“titipan”
dan
ruh
suatu
Fletcher & Michelle (2011) menunjukkan bahwa
pengetahuan dan sikap, misalnya, terdapat pada
“peran asisten mengajar” SD di Inggris lebih
kalimat: 1) percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang
diutamakan mereka yang memiliki pertanggung-
Maha Esa sesuai dengan agama dan keper-
jawaban moral yang baik daripada hanya sekadar
cayaannya masing-masing menurut dasar
dimanfaatkan dan dibayar (digaji).
kemanusiaan yang adil dan beradab dan 2) membiasakan diri mematuhi kewajiban dan
Kurikulum 1975
menjauhi larangan dalam hubungan sesama
Pada Kurikulum Sekolah Dasar Tahun 1975
manusia (Departemen Penddikan dan Kebu-
pendidikan budi pekerti tidak terdapat dalam
dayaan, 1978). Dalam arti lain, bidang studi seperti
Susunan Program Pengajaran, namun menjelma
agama dan ilmu pengetahuan sosial dapat
ke dalam bidang studi Agama dan Pendidikan
mendukung dan memperkuat pembinaan moral
Moral Pancasila (PMP) yang diberikan dari kelas I
Pancasila sebagai pengembangan sikap hidup
hingga kelas VI. Norma-norma budi pekerti perlu
warga negara dan manusia Indonesia untuk
diajarkan sebagai bagian dari agama dan paham
tujuan bersama. Dengan demikian, dapat
Pancasila. Oleh karena itu, lewat kurikulum,
dikatakan bahwa bidang studi itu berfungsi
sekolah didorong oleh hasrat untuk mere-
sebagai pendidikan akhlak mulia dan budi pekerti.
alisasikan keberagamaan dan Falsafah Negara
Hal ini, tidak lepas dari konteks pendekatan
Pancasila. Bidang studi PMP, di samping untuk
yang dianut pada Kurikulum 1975, yaitu: 1)
mengembangkan moral nasional warga bangsa,
berorientasi pada tujuan, 2) integratif, dan 3)
juga tetap menjiwai bidang studi secara
menekankan kepada efisiensi dan efektivitas
keseluruhan yang antara lain tercermin masuk
dalam hal daya dan waktu. Pendekatan yang
bidang studi Agama dan Ilmu Pengetahuan Sosial.
berorientasi pada tujuan, ini berarti bahwa setiap
Pada bidang studi PMP kurikulum 1975, misalnya,
pendidik harus mengetahui secara jelas tujuan
peserta didik dimaksudkan agar: 1) mengerti, 2)
penanaman nilai-nilai apa yang harus dicapai oleh
mengetahui dan mengenal, 3) memahami, 4)
peserta didik dalam kegiatan belajar-mengajar
mengetahui dan mampu melaksanakan, dan 5)
bidang studi tertentu.
mengerti dan mempraktikkan keseluruhan sila-sila daripada Pancasila.
Secara objektif ditemukan fakta bahwa kandungan nilai-nilai pada bidang studi itu tidak
Ditinjau dari filosofis pendidikan budi pekerti
disertai adanya pedoman khusus, misalnya
penekanan nilai agama dan PMP sebenarnya
bagaimana suatu nilai yang dititipkan pada bidang
tumpang tindih, terutama yang menyangkut
studi akan ditanamkan kepada peserta didik.
pengembangan dan pembentukan nilai dan sikap,
Selain itu, nampak pula pada segi penguasaan
khususnya moral keagamaan (kepercayaan
kognitif lebih diutamakan. Hasil studi Balit-
terhadap Tuhan), moral nasional dalam PMP
bangdikbud (1986) menunjukkan bahwa hanya
(seperti cinta bangsa dan Tanah Air), dan
18%-21% guru yang menganjurkan peserta didik
tanggung jawab (budi pekerti). Terkait dengan hal
untuk saling menghargai. Ditemukan pula, bahwa
ini, dapat dimaknai bahwa bukan berarti
hanya sekitar 3% guru yang bercerita tentang
menempatkan ajaran suatu agama di bawah
contoh anak yang taat itu seperti apa, dan dua
ajaran atau pandangan hidup Pancasila, tetapi
persen guru yang memberi contoh suka menolong.
menentukan kedudukan dan peranan Agama
Bahkan, hanya satu persen guru yang bersikap
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
sopan santun agar ditiru oleh anak didiknya.
nasional berdasarkan pandangan hidup moral
Temuan tersebut sebangun dengan penelitian Ni,
Pancasila. Jadi, kalau dalam Kurikulum 1968
Jones, & Bruning (2013) terhadap 30 guru SD etnis
pendidikan budi pekerti lebih bersifat “titipan” atau
China di USA, yang menemukan bahwa komentar
491
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 4, Desember 2014
positif guru cenderung berfokus pada karakter
menuangkan gagasan, dan menyusun rencana.
moral, usaha, dan belajar; sementara komentar
Secara umum jelas bahwa, pendidikan budi
negatif cenderung berfokus pada upaya, perilaku,
pekerti pada Kurikulum 1984 walau sifatnya
dan pembelajaran.
“hanya tersirat” mengarah pada orientasi pembentukan perilaku yang menekankan pada
Kurikulum 1984
keseimbangan antara pengetahuan, sikap,
Adanya domain ritual keagamaan dan semangat
keterampilan, antara teori dan praktik, menunjang
kebangsaan yang semakin menguat pada masa
akan
itu juga mewarnai sistem pendidikan nasional.
pengajaran. Namun, kajian data menemukan
Demikian halnya kebijakan pengembangan
bahwa yang terjadi adalah faktor tujuan menjadi
kurikulum juga terbuka lebar kesempatan untuk
amat penting, dan materi mata pelajaran juga
menentukan isi dan bentuk pendidikan dan
masih menjadi fokus bahasan utama pendidik.
pengajaran. Kemudian, lahirlah Kurikulum 1984
Implementasi berbagai mata pelajaran yang
yang dianggap seakan-akan meniadakan mata
semestinya memberikan kesempatan kepada
pelajaran pendidikan budi pekerti. Pendidikan budi
peserta didik untuk aktif terlibat secara fisik,
pekerti secara terstruktur memang tidak ada,
mental, intelektual dan emosional, dengan
namun tersirat dan “dititipkan” dalam mata
harapan mereka memperoleh pengalaman belajar
pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Moral
secara maksimal, baik dalam pengetahuan, sikap,
Pancasila, dan Pendidikan Sejarah Perjuangan
maupun keterampilan yang sarat muatan nilai-nilai
Bangsa yang diberikan mulai dari kelas I hingga
budi pekerti, nampak kurang berwujud.
tercapainya
tujuan
pendidikan
dan
kelas VI. Ketiga mata pelajaran tersebut
Temuan Badan Penelitian dan Pengembangan
dikandung dengan maksud utama sebagai
(1995) menunjukkan bahwa sebanyak 59,7% guru
penanaman nilai-nilai keagamaan, Pancasila, dan
menyatakan tidak memberikan budi pekerti dalam
kebangsaan pada generasi muda.
pelajaran yang kurang relevan dengan nilai-nilai
Namun, dari ketiga mata pelajaran tersebut,
budi pekerti. Guru mengalami kesulitan dalam
fakta objektif ditemukan bahwa uraian yang
memilih metode yaang tepat dalam upaya
terdapat pada Garis-garis Besar Program
mengaitkan muatan nilai-nilai budi pekerti dengan
Pengajaran (GBPP), cenderung berisikan penge-
mata pelajaran yang diajarkan. Temuan tersebut
tahuan yang bersifat materi pendidikan sebagai
mengindikasikan bahwa pembebanan tanggung
ilmu semata (kognitif). Artinya, apa yang ada
jawab kepada guru mata pelajaran/guru kelas di
dalam kurikulum adalah sebuah kenyataan yang
SD untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-
terbalik, segi-segi kognitif menjadi bahasan utama
norma diperlukan kejelasan arah yang disertai
sedangkan pencapaian tujuan target sikap dan
aturan dan panduan pengimplementasiannya.
perilaku kurang tersentuh. Dengan demikian,
Dalam konteks seperti itu, aturan sekolah
dapat dikatakan bahwa Kurikulum 1984 belum
merupakan salah satu hal yang penting dalam
menekankan bagaimana sebuah nilai perlu ada
menanamkan pendidikan budi pekerti. Studi
dan perlu ditanamkan secara baik. Hal ini
tentang kurikulum tersembunyi Thornberg (2009)
diperkuat dengan tidak adanya dokumen khusus
menyimpulkan bahwa dengan adanya peraturan
yang memandu terjadinya proses internalisasi dan
sekolah yang baik, maka akan membentuk peserta
personalisasi nilai-nilai yang diinginkan pada
didik menjadi warga negara yang baik, memiliki
setiap mata pelajaran. Padahal, pendekatan
fungsi kehidupan yang baik di masyarakat, dan
belajar pada kurikulum ini lebih menekankan
memiliki perilaku tanggung jawab yang terbaik.
bagaimana anak belajar daripada apa yang dipelajari. Pendekatan ini disebut keterampilan
Kurikulum 1994
proses (process skill approach). Oleh karena itu,
Posisi pendidikan budi pekerti pada Kurikulum
bentuk kegiatan belajar lebih ditekankan seperti
1994 relatif sama dengan kurikulum-kurikulum
mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu
sebelumnya, yaitu tersirat atau “disisipkan” ke
karya, menulis laporan, memecahkan masalah,
dalam mata-mata pelajaran, yakni mata pelajaran
492
Sutjipto, Pendidikan Budi Pekerti Pada Kurikulum Sekolah Dasar
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
tercapai tujuan pengetahuan dan keterampilan
(PPKn) dan Pendidikan Agama. Kedua mata
juga hendaknya mengupayakan pembinaan dan
pelajaran itu diberikan di sekolah dasar dari kelas
pembentukan kepribadian peserta didik. Model
I hingga kelas VI. Asumsi dari kebijakan yang
kurikulum tersembunyi tersebut juga dikuatkan
dianut adalah bahwa kedua mata pelajaran
oleh pendapat Joyce & Weil (1980) yang melihat
tersebut dianggap bisa melayani pembentukan
bahwa dalam setiap tindakan mengajar senan-
sikap dan perilaku yang baik bagi peserta didik.
tiasa ada dua hasil atau dampak yang diperoleh,
Hasil penelusuran menunjukkan, bahwa
yaitu dampak pendidikan dan dampak pengiring.
bahan pelajaran PPKn ditekankan pada penga-
Dampak pendidikan berarti bahwa apa yang
malan dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-
diajarkan oleh guru sesuai dengan tujuan yang
hari yang ditunjang pengetahuan dan pengertian
diharapkan. Di samping itu, hasil yang diperoleh
sederhana sebagai bekal meneruskan. Yang
guru juga ada dampak pengiring, yaitu pengem-
sangat penting pula adalah mengarahkan
bangan budi pekerti peserta didik.
perhatian pada moral ber-Pancasila, sedangkan
Kelemahan dari asumsi ini, terletak pada tidak
pendidikan agama berfungsi untuk memperkuat
seluruh lingkungan belajar peserta didik di sekolah
iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME sesuai
membudayakan nafas budi pekerti. Karena
agama yang dianut peserta didik bersangkutan
penanaman budi pekerti hanya mengandalkan
dengan memperhatikan tuntutan untuk meng-
guru yang mengajar mata pelajaran pendidikan
hormati agama lain dalam hubungan kerukunan
agama dan PPKn. Selain itu, guru lain saat
antarumat beragama dalam masyarakat untuk
mengajarkan mata pelajaran lain karena
mewujudkan persatuan nasional (Departemen
menganggap tidak terkait dengan pendidikan budi
Penddikan dan Kebudayaan, 1993).
pekerti tidak perlu ada kepedulian mengenai
Kurikulum 1994 menganut pendekatan
pendidikan budi pekerti. Dengan demikian, guru
pembelajaran aktif, yang secara keseluruhan
yang bersangkutan bisa bersifat apatis terhadap
pendekatan tersebut menempati porsi utama dari
penanaman pendidikan budi pekerti, yang pada
uraian dalam Garis-garis Besar Program Penga-
gilirannya nilai dan norma yang diinginkan tidak
jaran (GBPP). Dengan demikian, satu sisi
terwujud. Di samping itu, masih ada pertanyaan
pembelajarannya dirancang sarat proses dan
lain, misalnya, apakah guru-guru mata pelajaran
hasil, dengan kegiatan belajar-mengajar menjadi
dimaksud
penekanannya. Namun, di sisi yang lain, tidak jauh
internalisasi nilai dan norma budi pekerti, bukan
berbeda dengan Kurikulum 1984, di samping
pengajaran budi pekerti?.
betul-betul
menyelenggarakan
menekankan proses melalui belajar aktif juga
Dari fakta empiris di atas nampak jelas bahwa
menekankan tujuan yang akan diwujudkan, yaitu
pendidikan budi pekerti yang hanya disisipkan
memberikan bekal kemampuan dasar (Depar-
secara kental (menurut kebijakan) pada mata
temen Penddikan dan Kebudayaan, 1993).
pelajaran pendidikan agama dan PPKn, hasilnya
Karenanya, pendekatan pengembangan berbasis
kurang kuat. Karena hanya sekadar disisipkan,
materi
(content-based
maka model tersebut cukup dijadikan kerangka
curriculum) pada Kurikulum 1994 belum bisa
atau
pengetahuan
acuan dan contoh pembelajaran budi pekerti yang
dilepaskan, sehingga temuan penelitian Pusat
diajukan tanpa adanya alternatif-alternatif untuk
Kurikulum (1995) menunjukkan bahwa menurut
membangun dan menghubungkannya dalam
kepala sekolah dan guru pendidikan budi pekerti
suatu hubungan yang logis, sehingga ter-
telah dilaksanakan di sekolah, namun hasilnya
bentuklah pembelajaran nilai budi pekerti menjadi
belum tampak, layak dijadikan perenungan.
sekadar memahami pengetahuan budi pekerti.
Dalam pengembangan Kurikulum 1994,
Konsekuensi logis lainnya, proses belajar-
sebenarnya juga diperkenalkan teori hidden
mengajar pendidikan budi pekerti hanya berkisar
curriculum. Maksud dari hidden curriculum adalah
pada mengajarkan materi budi pekerti dan
walaupun seorang guru melakukan tugasnya
mengabaikan materi afektif yang terkandung
untuk mengajar mata pelajaran tertentu agar
dalam bahan kajian pendidikan budi pekerti.
493
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 4, Desember 2014
Pendidikan Budi Pekerti Diintegrasikan
dahulu dibuat perencanaannya oleh guru (Pusat
dengan Mata Pelajaran yang Relevan
Kurikulum, 2001a).
Pendidikan budi pekerti di sekolah dasar
Dengan rancangan kurikulum seperti yang
diintegrasikan dengan mata pelajaran lain
terdapat dalam KBK 2004 nampak jelas,
terdapat pada Kurikulum Berbasis Kompetensi
penyelenggaraan pendidikan budi pekerti
2004 dan Standar Isi 2006. Kata diintegrasikan
dilakukan secara serempak dan terpadu oleh
dimaknai sebagai disengaja untuk dipadukan.
seluruh komunitas sekolah. Dasar asumsinya bahwa pelaksanaan pendidikan budi pekerti oleh
Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004
sekolah secara menyeluruh akan mempengaruhi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 (walau
proses internalisasi nilai kepada peserta didik agar
belum sempat dikeluarkan regulasinya), pen-
dapat berbudi pekerti luhur. Suasana dalam
didikan budi pekerti secara tersurat didesain
keseluruhan pembelajaran di lingkungan sekolah
dengan mengikutsertakan seluruh tenaga
mampu memberi pengaruh positif terhadap
kependidikan dan seluruh guru mata pelajaran
perilaku positif peserta didik.
dengan cara diintegrasikan. Model ini memadukan
Penerapan pendidikan budi pekerti seba-
pendidikan budi pekerti yang dilakukan guru semua
gaimana dalam KBK 2004 ini dengan sendirinya
mata pelajaran terutama dalam mata pelajaran
menuntut seorang kepala sekolah sebagai
Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan (Pusat
manajer sekolah agar sebagian besar atau
Kurikulum, 2001a; Pusat Kurikulum, 2001b).
bahkan seluruh waktu penyelenggaraan sekolah
Tujuan yang diemban oleh model ini ialah agar
baik kegiatan kurikuler, ekstrakurikuler maupun
seluruh komunitas sekolah menyelenggarakan
seluruh aktivitas persekolahan mampu dimo-
pendidikan budi pekerti secara menyeluruh dan
bilisasi sumber dayanya dalam rangka keber-
dilakukan secara diintegrasikan. Untuk itu,
hasilan penyelenggaraan pendidikan budi pekerti.
perangkat KBK dilengkapi dengan buku pedoman
Kepala sekolah harus terlibat aktif, partisipatif,
bagaimana cara pengintegrasian dan aspek apa
kreatif dan bisa menjadi contoh, model dan
saja yang bisa mempengaruhi keberhasilan
teladan bagi komunitas sekolah dalam pengem-
maupun ketidakberhasilan dari pendidikan budi
bangan, pembinaan, pelaksanaan, pengendalian,
pekerti.
dan pengawasan.
Buku pedoman tersebut berisi rambu-rambu dan acuan penyelenggaraan pendidikan budi
Standar Isi 2006
pekerti di sekolah dasar. Tiga yang penting dari
Penyempurnaan dari KBK 2004, menghasilkan
tujuh bagian di antaranya disajikan berikut ini.
kurikulum baru sebagai manifestasi diberla-
Pertama, ada lima pilihan pendekatan guna
kukannya PPRI Nomor 19, Tahun 2005 tentang
meningkatkan keberhasilan pembentukan nilai
Standar Nasional Pendidikan yang disebut
kepada peserta didik, yaitu 1) pendekatan
dengan istilah Standar Isi (SI). Pada SI dinyatakan
penanaman nilai, 2) pendekatan perkembangan
bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum
moral kognitif, 3) pendekatan analisis nilai, 4)
dikelompokkan atas lima kelompok mata
pendekatan klarifikasi nilai, dan 5) pendekatan
pelajaran. Pendidikan budi pekerti berada dalam
pembelajaran berbuat. Kedua, ada dua prinsip
kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
pendukung, yaitu 1) cara mempertahankan sikap
serta
yang baik, dan 2) cara mencegah perbuataan
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
sikap/perilaku yang tidak baik. Ketiga, ada dua
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
strategi pengintegrasian yang ditawarkan, yaitu
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
1) pengintegrasian dalam kegiatan sehari-hari,
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak
seperti keteladanan, kegiatan spontan, teguran,
mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti,
pengkondisian lingkungan, dan kegiatan rutin, 2)
atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan
pengintegrasian dalam kegiatan yang dipro-
agama.
kewarganegaraan
dan
kepribadian.
gramkan, yaitu suatu kegiatan untuk mena-
Sementara mata pelajaran kewarganegaraan
namkan nilai yang akan dilaksanakan terlebih
dan kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan
494
Sutjipto, Pendidikan Budi Pekerti Pada Kurikulum Sekolah Dasar
kesadaran dan wawasan peserta didik akan
berdiri sendiri sebagai mata pelajaran tersendiri,
status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan
atau sekadar disisipkan pada mata pelajaran lain
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta
yang relevan ataupun dirancang terintegrasi
peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.
dengan mata pelajaran lain, ada dorongan yang
Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan
kuat agar sekolah terlibat dalam pendidikan budi
kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara,
pekerti.
penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia,
Dalam teori perkembangan moral/budi pekerti
kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan
Lawrence Kohlberg dalam Lind (2002) yang dikenal
hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung
dengan sebutan the cognitive-developmental theory
jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan
of moralization, memandang bahwa seseorang
membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti
berkembang penalaran moralnya/budi pekertinya
korupsi, kolusi, dan nepotisme (Direktorat Jenderal
melalui lingkungan pendidikan. Domain itu
Pendidikan Dasar dan Menengah, 2006).
menurut Reimer, Paolitto, & Hersh (1983) tidak
Asumsi dari kebijakan ini ialah pendidikan budi
perlu dimasukkan dalam struktur kurikulum,
pekerti diberikan seefektif mungkin melalui kedua
sementara Kohlberg dalam Lind (2002) menyebut
mata pelajaran terkait. Jika hal itu dilakukan,
dengan istilah hidden curriculum (kurikulum
dengan sendirinya nilai dan moral peserta didik
tersamar), di mana pembelajaran tercipta melalui
akan terbentuk secara positif. Budi pekerti cukup
komunikasi, diskusi, dan hubungan antara murid-
diselenggarakan oleh guru pada saat mengajar
guru. Yang penting dalam hal ini, sekolah berperan
kedua mata pelajaran dimaksud, dengan asumsi
sebagai transfer of value khususnya nilai-nilai
bahwa kedua mata pelajaran itu betul-betul
moralitas yang baik dan luhur. Hal ini akan lebih
menyelenggarakan pendidikan budi pekerti bukan
efektif daripada sekadar indoktrinasi nilai tanpa
pengajaran budi pekerti.
model, contoh nyata serta teladan dari para
Model pendidikan budi pekerti sebagaimana
gurunya.
pada rancangan SI juga ditemukan tidak terasa
Pendidikan budi pekerti yang terdapat dalam
nampak berperan. Yang nampak justru sebaliknya,
setiap sejarah kurikulum tersebut masing-masing
kehidupan diwarnai oleh sikap, kata, dan
diyakini memiliki kelebihan dan kekurangan, baik
perbuatan yang kurang terpuji. Contoh, model dan
dalam aspek desain maupun pelaksanaannya.
keteladanan belum merata dijadikan pola hidup
Namun, satu hal yang diyakini bahwa aspek
oleh semua komponen masyarakat, bahkan
pendidikan budi pekerti telah menjadi suatu
kadang-kadang terasa bahwa budaya bangsa
kebijakan pemerintah dalam setiap bagian dari
yang dikenal memiliki nilai-nilai luhur hanya
pengembangan kurikulum dan selalu dijadikan
terbatas nampak pada seremonial tertentu.
kerangka acuan yang memberikan gambaran yang
Sebab, menurut Koesoema (2007) nilai-nilai dalam
berisi serangkaian kemampuan, nilai dan sikap
diri manusia sesungguhnya bukanlah hasil dari
yang secara institusional harus dimiliki oleh
transfer ilmu (head to head) melainkan suatu
peserta didik setelah selesai pendidikannya. Hal
bentuk peneladanan (heart to heart).
ini sekaligus menguatkan bukti, bahwa pendidikan budi pekerti peranannya penting sekali untuk
Pembahasan
mencapai cita-cita dan misi nasional, yaitu seluruh
Dengan berbagai bukti pengalaman sejarah
masyarakat Indonesia hendaknya berbudi pekerti
perkembangan kurikulum di Indonesia sejak
luhur.
Kurikulum 1947 hingga Kurikulum 2013 yang telah
Kini, saatnya dipikirkan sebuah kerangka
ditelaah di atas, menunjukkan bukti empirik bahwa
acuan kurikulum pendidikan budi pekerti yang
pemerintah sejak lama telah memiliki perhatian
bermakna. Ketika sebuah konstruksi masyarakat
dan komitmen yang tinggi terhadap penerapan
yang bersikap pragmatis, kurang idealis, dan
norma, nilai-nilai dan moral untuk membentuk
cenderung
akhlak serta watak bangsa yang disebut budi
menghalalkan berbagai cara seperti korupsi,
pekerti. Terlepas, apakah pendidikan budi pekerti
memperoleh ijazah palsu, perkelahian antar-
menempuh
jalan
pintas
yang
495
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 4, Desember 2014
kelompok dan berbagai tindakan negatif yang
Simpulan dan Saran
makin meningkat, sehingga merusak kehidupan
Simpulan
mental dan budaya bangsa. Sesungguhnya untuk
Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan
memperbaikinya banyak jalan bisa ditempuh.
bahwa sejak masa pasca kemerdekaan hingga
Menurut Hendricks (1988) yang menyatakan
kini pendidikan budi pekerti ditempatkan secara
“Teaching that impacts is not head to head, but heart
strategis pada kurikulum pendidikan di Indonesia
to heart”. Mengajar hendaknya menghasilkan
dalam tiga hal, yakni berdiri sendiri sebagai mata
dampak paling besar tidak hanya menularkan ilmu
pelajaran, digabung dengan mata pelajaran yang
melainkan juga mengajar dari hati ke hati sehingga
relevan, dan terintegrasi ke dalam mata pelajaran
ilmu itu akan menjadi sesuatu yang berguna bagi
lain. Hal ini menandakan bahwa aspirasi seluruh
hidup peserta didik. Untuk mengajarkan budi
rakyat Indonesia menghendaki agar budi pekerti
pekerti, seorang guru wajib memiliki teladan
luhur dibudayakan dalam semua aktivitas
perilaku baik karena ketika seseorang hendak
pembelajaran di sekolah. Untuk itu, domain
mengajarkan budi pekerti (virtus atau arethe)
pendidikan budi pekerti guna mengisi jiwa peserta
peserta didik tidak membutuhkan banyak kata-
didik dengan moral dan akhlak agar bertingkah
kata (ilmu pengetahuan) tetapi membutuhkan
laku yang baik penting untuk diwujudkan dalam
keteladanan.
kurikulum sekolah dasar, tetapi pengimple-
Untuk itu, ke depan perlu direnungkan oleh
mentasiannya jauh lebih penting manakala
pengambil kebijakan, bagaimana sebaiknya
disertai adanya upaya pembiasaan, pengamalan,
kurikulum pendidikan budi pekerti dirancang.
pengkondisian lingkungan dan keteladanan.
Tetapi satu yang jelas, dalam implementasi pendidikan budi pekerti yang tepat dan menarik
Saran
bagi peserta didik tentunya memang sebuah
Dalam penerapan pendidikan budi pekerti, sekolah
keniscayaan, tetapi hendaknya ada model, contoh
sebaiknya
dan teladan konkret, meminjam istilah Socrates
mekanisme baru sebagai wahana internalisasi
dalam Koesoema (2007) dalam mengajarkan
nilai terhadap peserta didik agar menjadi lebih
pendidikan budi pekerti, diperlukan karakteristik
menarik, seperti: 1) tugas-tugas yang diberikan
guru, yaitu ethos (kredibilitas), pathos (belas
senantiasa mengikutsertakan orangtua sebagai
kasih), dan logos (isi pengajaran yang berguna)
“guru” sebagai “role model”; 2) adanya peng-
agar memberi dukungan dan berkontribusi
hargaan bagi peserta didik berbudi pekerti tinggi,
terhadap penguatan nilai-nilai yang sedang
misalnya “Bintang kesopanan”, “Remaja berbudi
diinternalisasikan. Di samping itu, adanya keber-
luhur” dan lain sebagainya; 3) model pembe-
lanjutan penerapan hingga masuk dalam ranah
lajaran budi pekerti yang dikaitkan dengan
keluarga dan masyarakat. Dengan demikian, pada
masalah produktivitas, seperti skill manajemen,
gilirannya pendidikan budi pekerti itu menyangkut
speed reading, kepemimpinan, adanya karya yang
bagaimana pembiasaan itu bisa membudaya dan
bermanfaat bagi sesama, dan lain sebagainya;
akan membentuk suatu karakter masyarakat
dan 4) hadirnya konsep hukum di sekolah, yang
dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
dapat memberi kesadaran hukum bagi peserta
Kesemuanya itu diperlukan panduan yang jelas
didik.
didorong
membuat
terobosan
bagi pendidik bagaimana penerapan budi pekerti yang tepat di sekolah, agar tidak salah arah. Pustaka Acuan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan. 1986. Laporan Studi: Tindakan Guru dalam Rangka Pengembangan Afektif Murid Sekolah Dasar. Tidak diterbitkan. Jakarta: Balitbang dikbud. Badan Penelitian dan Pengembangan. 1995. Laporan Khusus Hasil Studi Lapangan: Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah. Tidak diterbitkan. Jakarta: Balitbang. 496
Sutjipto, Pendidikan Budi Pekerti Pada Kurikulum Sekolah Dasar
Berger, P. 2011. Adventures of an Accidental Sociologist: How to Explain the World Without Becoming a Bore. Amherst, NY: Prometheus Books. Berkowitz, Marvin W. & Bier, M. C. 2004. Research-Based Character Education. The ANNALS of the American Academy of Political and Social Science, 591 (1) 72-85. Departemen Dikdas dan Kebudayaan. 1964. Rentjana Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar. Djakarta: Departemen Pendidikan Dasar dan Kebudayaan. Departemen Penddikan dan Kebudayaan. 1968. Kurikulum Sekolah Dasar. Djakarta: Dep. P dan K. Departemen Penddikan dan Kebudayaan. 1978. Kurikulum Sekolah Dasar 1975: Buku I. Jakarta: Dep. P dan K. Departemen Penddikan dan Kebudayaan. 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar: Landasan, Program dan Pengembangan. Jakarta: Depdikbud. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. 1992. Perkembangan Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 1945-1989. Jakarta: Depdikbud. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. 2006. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Ditjen. Dikdasmen. Djamarah, S. B. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. Djojonegoro, W. 1996. Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia. Jakarta: Depdikbud. Driyarkara, N. 1991. Driyarkara tentang Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Gunawan, H. 1995. Kebijakan-Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Hammersley-Fletcher, L. & Michelle L. 2011. From General Dogsbody to Whole-Class Delivery: the Role of the Primary School Teaching Assistant within a Moral Maze. Management in Education, 25 (2), 78-81. Hendricks, H. G. 1988. Teaching to Change Lives: Seven Proven Ways to Make Your Teaching Come Alive. Oregon: Multnomah Publisher. Horton, P. B. & Chester L. H. 1991. Sosiologi Jilid I. Terjemahan Aminuddin Ram dan Tita Sobari. Jakarta: Penerbit Erlangga. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No. II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969. http://www.tatanusa.co.id/tapmpr/60TAPMPR-II.pdf. Diakses tanggal 15 Januari 2015. Joyce, B., & Weil. M., 1980. Models of Teaching. New Jersey: Holt Rinehart, and Winston. Kementerian PP dan K. Tanpa Tahun. Laporan Panitia Penyelidik Pengajaran. Djakarta: Kementerian PP dan K. Koesoema, A. D. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
497
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 4, Desember 2014
Lind, G. 2002. “Can Morality be Taught?”, www.uni-konstanz.de/ag-moral/. Diakses tanggal 17 Januari 2015. Megawangi, R. 2004. Pendidikan Karakter: Solusi Tepat untuk Membangun Bangsa. BP MIGAS – Star Energy. Ni, H., Jones C., & Bruning R. 2013. Chinese Teachers’ Evaluation Criteria as Reflected in Narrative Student Evaluations: Implications for Psychological Services in Schools. School Psychology International, April 2013; 34 (2) 223-238. Osguthorpe, R, D. 2008. On the Reasons We Want Teachers of Good Disposition and Moral Character. Journal of Teacher Education, September/October 59 (4) 288-299. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2014 tentang Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruaan/Madarsah Aliyah Kejuruan. Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Pusat Kurikulum. 1995. Laporan Seminar Pengembangan Pedoman Pembelajaran Pendidikan Budi Pekerti Tanggal 25-26 Juli 1995. Jakarta: Balitbang Dikbud. Pusat Kurikulum. 2001a. Pedoman Pengintegrasian Pendidikan Budi Pekerti: untuk Sekolah Dasar. Jakarta: Puskur, Badan Litbang, Dep. Diknas. Pusat Kurikulum. 2001b. Pendidikan Budi Pekerti: untuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Puskur, Badan Litbang, Dep. Diknas. Reimer, J., Paolitto, D. P. & Hersh, R. H. 1983. Promoting Moral Growth: From Piaget to Kohlberg. New York: Longman Inc. Rashid, A., Rahim, A., Hussin, S., & Tubah, J. 2005, eds. Institusi Keluarga Menghadapi Cabaran Alaf Baru. Kuala Lumpur: Utusan Publications. Suparno, P., Moerti Y.K., Detty T., & St. Kartono. 20002. Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah, Suatu Tinjauan Umum. Yogyakarta: Kanisius. Sutjipto. 2014. Dampak Pengimplementasian Kurikulum 2013 terhadap Performa Siswa Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 20 (2) 2014, 187-199. Thornberg, R. 2009. The Moral Construction of the Good Pupil Embedded in School Rules. Education, Citizenship and Social Justice, 4 (3) 245-261. Zainuddin, D. 2004. Pendidikan Budi Pekerti dalam Perspektif Islam. Jakarta: Al-Mawardi Prima. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen)
498