IV
PENDEKATAN RANCANGAN
Kriteria Perancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan suatu desain atau prototype produk yang sesuai dengan kebutuhan. Perancangan sistem kemudi otomatis traktor pertaian pada penelitian ini bertujuan untuk memandu traktor pertanian bergerak secara otomatis sesuai dengan jalur set-point yang diinginkan. GPS digunakan untuk penentuan posisi traktor secara real time. Rancangan Fungsional Pada rancangan fungsional, dilakukan perancangan berdasarkan aspek fungsional dari masing-masing mekanisme yang dibuat. Sistem navigasi otomatis traktor pertanian terdiri atas: unit pengontrol stir, unit pengontrol kopling, unit pengontrol pedal akselerator, unit pengontrol pedal rem, unit pengontrol tuas implemen dan unit pembaca serts pengolah data GPS. 1. Unit pengontrol stir Unit pengontrol stir berfungsi untuk mengontrol stir agar berputar kanan-kiri sesuai dengan yang diperintahkan dengan kecepatan putar yang dapat diatur. Pengontrolan stir dilakukan agar traktor mampu bergerak sesuai dengan jalur set-point yang diinginkan serta mampu memperbaiki simpangan yang terjadi. 2. Unit pengontrol kopling Unit pengontrol kopling berfungsi untuk mengontrol pergerakan kopling agar sesuai dengan yang diperintahkan dan kecepatan pergerakan yang dapat diatur. Pengontrolan kopling dilakukan bertujuan agar traktor mampu bergerak dan berhenti sesuai dengan yang diperintahkan. 3. Unit pengontrol pedal akselerator Unit pengontrol pedal akselerator berfungsi untuk mengontrol persentase akselerasi agar bergerak sesuai dengan yang diperintahkan dan kecepatan putar
27
yang dapat diatur. Pengontrolan pedal akselerator dilakukan agar traktor mampu bergerak sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. 4. Unit pengontrol rem Unit pengontrol rem berfungsi untuk mengontrol pedal rem agar bergerak sesuai dengan yang diperintahkan dengan kecepatan putar yang dapat diatur. Pengontrolan rem dilakukan agar traktor mampu menurunkan kecepatan majunya terutama pada kondisi-kondisi yang kritis. 5. Unit pengontrol tuas implemen Unit pengontrol tuas implemen berfungsi untuk mengontrol tuas agar bergerak ke posisi implemen yang diperintahkan dengan kecepatan putar yang dapat diatur. Pengontrolan tuas implemen dilakuan bertujuan untuk mengontrol tinggi lower link implemen sesuai dengan yang diinginkan. 6. Unit penerima dan pengolah data GPS Unit penerima dan pengolah data GPS berfungsi untuk menerima data GPS dari satelit, kemudian mengolahnya sehingga menjadi acuan bagi pergerakan traktor. Berdasarkan data GPS, komputer pengendali akan memerintahkan unit-unit aktuator agar bergerak sesuai dengan algoritma yang dibangun. Analisis Teknik Analisis teknik diperlukan pada proses perancangan untuk menentukan spesifikasi yang dibutuhkan bagi masing-masing unit pengontrol. Pada tahap ini dilakukan perhitungan kebutuhan daya masing-masing motor penggerak agar mekanisme dapat bekerja sesuai dengan tujuannya. Ukuran mekanisme pun menjadi hal yang diperhitungkan agar mekanisme dapat bergerak sesuai dengan yang diharapkan. Analisis teknik dilakukan pada 5 mekanisme unit kontrol, yaitu : unit pengontrol stir, unit pengontrol kopling, unit pengontrol akselerator, unit pengontrol rem serta unit pengontrol tuas implemen. 1. Unit pengontrol roda stir Pengukuran gaya awal untuk menggerakkan stir kemudi telah dilakukan pada landasan beton dan gaya yang dibutuhkan untuk memutar stir (F) adalah 1.5 kgf 28
= 14.7 N dan jari-jari stir (r3)= 20 cm, maka torsi yang dibutuhkan untuk memutar stir adalah :
Jika kecepatan putar roda stir (N2) maksimum yang diinginkan adalah sebesar 0.75 rps, dengan kecepatan putar motor DC penggerak (N1) sebesar 1.5 rps, maka perbandingan jari-jari puli yang digunakan baik pada motor DC penggerak (r1) maupun stir (r2) adalah sebagai berikut :
Jika puli yang digunakan pada poros motor DC berdiameter 7.5 cm maka puli pada stir berdiameter 15 cm.
r1
ω1
Motor DC 12 V
T- Belt
r2 ω2
r3 F
Gambar 16 Diagram benda bebas mekanisme pengontrol stir
29
Torsi motor DC yang dibutuhkan adalah sebesar :
Daya motor DC yang dibutuhkan dengan asumsi effisiensi 70% adalah:
Nilai safety factor yang digunakan adalah sebesar 1.75, sehingga daya motor yang digunakan adalah sebesar :
Berdasarkan ketersediaan di pasaran, maka motor DC yang digunakan adalah motor DC yang memiliki daya sebesar 36 watt.
2. Unit pengontrol kopling Kopling dikontrol dengan menggunakan motor DC. Pedal kopling dihubungkan dengan batang penggerak yang berfungsi untuk menurunkan gaya serta mempermudah proses pengontrolan. Panjang batang penggerak (L) didesain 55 cm dan sudut α yang terbentuk adalah 230, sehingga panjang Y dapat dihitung dengan persamaan : sin
sin
L
F’ Y
Pedal kopling
α
r
ω
Motor DC 24 V
F
Gambar 17 Diagram benda bebas unit pengontrol kopling 30
Pada perancangan, waktu yang dibutuhkan untuk menggerakkan kopling dari kondisi kosong menjadi terinjak sepenuhnya didesain 1.64 detik, dan kecepatan putar motor (N) sebesar 0.6 rps, sehingga jari-jari r dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Berdasarkan hasil pengukuran awal, gaya yang dibutuhkan untuk menarik batang kopling (F’) sebesar 13 kgf =127.4 N, sehingga torsi yang dibutuhkan pada motor DC penggerak adalah sebesar : s
s
Dan daya motor yang digunakan dengan effisiensi motor 70% adalah sebesar :
Nilai safety factor yang digunakan adalah 2, sehingga daya motor yang digunakan adalah sebesar :
Hal yang perlu diperhatikan pada rancangan ini adalah besarnya gaya yang ditimbulkan oleh pegas agar kopling kembali pada posisi kosong (terangkat). Sehingga perlu adanya mekanisme yang mampu menahan kembalinya pedal kopling ketika proses penurunan pedal kopling terjadi, dalam hal ini digunakan gearbox berupa worm gear, sehingga kopling akan tetap berada pada posisi meskipun motor DC sudah tidak dialiri arus. Berdasarkan hal tersebut, maka motor DC yang memenuhi syarat tersebut adalah motor DC yang telah dilengkapi gearbox berupa worm-gear dengan daya 150 watt.
31
3. Unit pengontrol akselerator Unit pengontrol akselerator dikontrol menggunakan motor DC. Pedal rem dihubungkan ke batang penggerak untuk memudahkan proses pengontrolan. Batang penggerak didesain berbentuk tuas dengan panjang lengan F1’ (L1) sepanjang 10 cm dan panjang lengan F’ (L2) sepanjang 25 cm. Jarak vertikal yang terbentuk antara persentase akselerasi 0 dan 100% (Y 1) sepanjang 4 cm. Motor DC 12 v F
Batang penggerak
r ω
Pedal Akselerator
L1 α
Y1
F1’
F1 Y2 F’ L2
Gambar 18 Diagram benda bebas unit pengontrol akselerator Berdasarkan hasil pengukuran, yang dibutuhkan untuk menarik tuas akselerator (F1) sebesar 6 kgf = 58.86 N. Gaya F1’ dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: sin
s
s
s
s
sin
sin
32
Pada perancangan, waktu yang dibutuhkan untuk menggerakkan tuas akselerator dari persentase 0% menjadi 100% kondisi kosong menjadi terinjak sepenuhnya didesain 1 detik, dan kecepatan putar motor sebesar 0.4 rps sehingga jari-jari r dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Torsi yang terjadi pada motor DC penggerak adalah sebesar :
Dan daya motor yang digunakan dengan effisiensi 70% adalah sebesar :
Nilai safety factor yang digunakan adalah 2, sehingga daya motor yang dibutuhkan adalah sebesar :
Berdasarkan ketersediaan di pasaran, motor yang digunakan adalah motor dengan daya 30 watt.
4. Unit pengontrol pedal rem Pedal rem dikontrol dengan menggunakan motor DC dengan bantuan batang penggerak yang dihubungkan ke pedal rem. Rem yang dikontrol merupakan penggabungan rem kanan dan rem kiri. Panjang lengan L didesain 38 cm dan sudut α yang terbentuk adalah 110, sehingga panjang Y dapat dihitung dengan persamaan : sin
sin
Pada perancangan, waktu yang dibutuhkan untuk menggerakkan pedal rem dari kondisi kosong menjadi terinjak sepenuhnya didesain 0.6 detik, dan kecepatan putar motor sebesar 0.6 rps, sehingga jari-jari r dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
33
L Y
F’ Pedal rem
α
r
ω
Motor DC 12 V
F
Gambar 19 Diagram benda bebas unit pengontrol pedal rem Berdasarkan hasil pengukuran, gaya yang dibutuhkan untuk menarik pedal rem adalah sebesar 8 kgf = 78.48 N, maka torsi yang dibutuhkan pada motor DC penggerak dihitung berdasarkan persamaan: s
s
Dan daya motor yang digunakan dengan effisiensi motor 70% adalah sebesar :
Nilai safety factor yang digunakan adalah 2, sehingga besarnya daya motor yang dbutuhkan dihitung menggunakan persamaan :
Berdasarkan nilai daya yang didapat dan mempertimbangkan ketersediaan di pasaran, maka motor yang dipilih adalah motor berdaya 30 watt.
34
5. Unit pengontrol tuas implemen Tuas implemen digerakkan dengan menggunakan motor DC melalui mekanisme sprocket dan rantai. Berdasarkan pengukuran awal, maka jarak lintasan tuas implemen dari posisi 0-9 adalah 30 cm. jika motor yang digunakan memiliki kecepatan putar 1 rps, dan waktu yang diinginkan adalah 2 detik, maka jari-jari sprocket yang dibutuhkan dihitung menggunakan persamaan :
Tuas implemen Motor DC
r
Y Y
F
Gambar 20 Diagram benda bebas unit pengontrol tuas implemen Gaya untuk menarik tuas implemen adalah sebesar 8 kgf=78.48 N, maka torsi yang dibutuhkan pada motor DC penggerak dihitung berdasarkan persamaan:
Dan daya motor yang digunakan dengan effisiensi motor 70% adalah sebesar :
Nilai safety factor yang digunakan adalah 2, sehingga daya motor yang dibutuhkan dihitung menggunakan persamaan :
Berdasarkan nilai daya yang didapat dan membandingkan ketersediaan di pasaran, maka motor yang digunakan adalah motor DC dengan daya 30 watt. 35
Perhitungan ukuran rantai yang digunakan, dihitung menggunakan grafik yang dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21 Grafik pemilihan ukuran rantai (Srivastava et al, 2006) Berdasarkan grafik, maka rantai yang digunakan adalah rantai dengan no. 25, yang memiliki spesifikasi jarak bagi 6.35 mm, rol rantai dengan diameter 3.3 mm dan lebar 3.18 mm, plat mata rantai dengan tebal 0.76, diameter pena 2.3 mm. Rancangan Struktural Dalam perancangan, pemilihan bentuk dan penentuan ukuran yang digunakan merupakan proses yang sangat penting. Rancangan struktural dari mekanisme unit pengontrol dirancang sedemikian rupa sehingga sesuai untuk dirangkaikan pada traktor roda 4 dalam hal ini traktor Yanmar EF453T. Mekanisme unit pengontrol juga dirancang agar tidak mengganggu pengoperasian unit-unit yang dikontrol bila dioperasikan secar manual. 1. Unit pengontrol stir Unit pengontrol stir dirancang agar mampu menggerakkan stir layaknya dikendalikan oleh pengemudi. Mekanisme pengontrol stir dilakukan dengan menggunakan motor DC 36 watt. Putaran motor DC ditransmisikan ke stir 36
kemudi menggunakan sistem transmisi puli – sabuk dengan perbandingan diameter puli 1: 2. Diameter puli pada poros motor DC yang digunakan adalah 7.5 cm, sedangkan pada stir kemudi puli yang digunakan berdiameter 15 cm. Diameter puli pada stir kemudi diset dua kali diameter puli pada poros motor DC dengan tujuan agar torsi yang dihasilkan lebih besar dengan cara menurunkan kecepatan putar stir kemudi. Sabuk yang digunakan berupa timingbelt (T-Belt). Timing-belt digunakan agar putaran motor dapat ditransmisikan secara sempurna ke stir kemudi tanpa terjadi slip. Secara umum mekanime kontrol stir kemudi dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22 Mekanisme unit pengontrol stir kemudi 2. Unit pengontrol kopling Pengontrolan kopling dilakukan menggunakan motor DC 150 watt. Pedal kopling dihubungkan dengan batang penggerak yang berfungsi untuk memudahkan pengontrolan serta menurunkan gaya yang dibutuhkan untuk menggerakkan pedal kopling. Batang penggerak yang digunakan berupa besi pipa berdiameter 30 mm, dengan ketebalan 1 mm dan panjang 55 cm. Pada ujung batang penggerak, dipasang tali sling baja berdiameter 1 mm. Tali sling tersebut dihubungkan ke puli berdiameter 7.5 cm berbahan dasar Polietilen (PE). Puli tersebut diputar menggunakan motor DC. Secara umum mekanisme pengontrol pedal kopling dapat dilihat pada Gambar 23.
37
Gambar 23 Mekanisme unit pengontrol pedal kopling 3. Unit pengontrol akselerator Pengontrolan akselerator dilakukan menyerupai sistem tuas pengungkit. Pedal akselerator dihubungkan dengan batang penggerak berbahan dasar besi, dengan panjang sebesar 35 cm, lebar 3 cm dan tebal 3 mm. Batang penggerak dihubungkan ke tali sling berdiameter 1 mm. Tali sling tersebut dihubungkan ke puli berdiameter 7.5 cm yang terbuat dari Poli Etilen (PE). Puli diputar menggunakan motor DC yang memiliki daya sebesar 30 watt. Secara umum mekanisme pengontrol gerakan pedal rem dapat dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24 Mekanisme unit pengontrol pedal akselerator
38
4. Unit pengontrol rem Mekanisme kontrol pergerakan pedal rem dirancang menyerupai mekanisme kontrol pedal kopling. Rem yang dikontrol pada mekanisme ini merupakan penggabungan dari pedal rem kanan dan pedal rem kiri. Pedal rem dihubungkan dengan batang penggerak yang berfungsi untuk memudahkan pengontrolan serta memperkecil gaya yang dibutukan untuk menggerakkan pedal kopling. Batang penggerak yang digunakan berupa besi pipa berdiameter 30 mm, dengan ketebalan 1 mm dan panjang 55 cm. Pada ujung batang penggerak, dipasang tali sling baja berdiameter 2 mm. Tali sling tersebut dihubungkan ke puli berdiameter 6.4 cm berbahan dasar Polietilen (PE). Puli tersebut diputar menggunakan motor DC 30 watt. Secara umum mekanisme pengontrol pedal kopling dapat dilihat pada Gambar 25.
Gambar 25 Mekanisme unit pengontrol pedal rem 5. Unit pengontrol tuas implemen Mekanisme kontrol pergerakan tuas implemen dirancang agar mampu menggerakkan
tuas
implemen
naik-turun.
Tuas
implemen
dikontrol
menggunakan motor DC 30 watt. Pergerakan tuas implemen merupakan pergerakan translasi dan pergerakan motor merupakan gerakan rotasi, sehingga
39
diperlukan mekanisme yang mampu merubah gerakan rotasi menjadi gerakan translasi. Sistem transmisi putaran yang digunakan berupa sistem transmisi sproket – rantai. Tuas implemen dihubungkan ke salah satu pin rantai, sehingga tuas implemen mampu bergerak secara translasi. Motor DC yang digunakan memiliki daya 30 watt. Rantai yang digunakan adalah rantai no. 25 dan sproket yang digunakan berdiameter 2.4 cm. Secara umum mekanisme pengontrol pedal kopling dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26 Mekanisme unit pengontrol tuas implemen 6. Unit penerima dan pengolah data GPS GPS yang digunakan pada penelitian ini merupakan GPS dengan tipe RTKDGPS. Komponen yang sangat penting agar sistem RTK – DGPS dapat terpenuhi adalah 1 set GPS rover dan base-line. Satu set GPS rover terdiri atas antenna GPS, antenna radio komunikasi rover dan base-line, serta monitor GPS. GPS rover yang digunakan adalah RTK-DGPS Outback® S3 GPS Guidance and Mapping System dengan tingkat ketelitian yang diharapkan sebesar 3 -5 cm. Unit pengolah data yang digunakan adalah sebuah laptop mini (notebook) yang telah dilengkapi dengan sistem pengolah data.
40
Komputer pengendali serta GPS rover dipasang pada traktor. Posisi antenna radio komunikasi rover dan base-line diletakkan di atas kap traktor, sedangkan antenna GPS diletakkan diatas roda sebelah kanan. Rancangan Sistem Berdasarkan mekanisme yang dirancang sebelumnya, maka pada tahap ini dirancang sistem kontrol mekanismenya. Secara umum diagram alir kontrol sistem dapat dilihat pada Gambar 27.
Keterangan : Garis kontrol Garis data Garis penggerak sdpepenggerakpenggerak Gambar 27 Diagram sistem kontrol traktor 1. Sistem kontrol stir. Pergerakan stir dilakukan dengan menggunakan motor DC 12 volt. Motor DC dikontrol menggunakan mikrokontroller melalui perangkat H-Bridge. Input kontrol yang digunakan berupa sudut yang harus dibentuk oleh roda depan.
41
Sensor yang digunakan untuk pembacaan sudut roda adalah absolute encoder dengan ketelitian 10. Hasil pembacaan sensor dijadikan feedback mikrokontroller. Algoritma sistem kontrol stir dapat dilihat pada Gambar 28. Mulai Input sudut depan roda traktor (x)
Pembacaan nilai encoder (enc) Ya
enc = x ? Tidak Ya
enc > x ? Tidak
Motor berputar ke kanan PORTD.7=1; PORTD.6=0;
Ya
Motor berputar ke kiri PORTD.7=0; PORTD.6=1;
Delay 100 us
Delay 100 us
Pembacaan nilai encoder (enc)
Pembacaan nilai encoder (enc)
enc > x ?
Ya
Motor berhenti PORTD.7=0; PORTD.6=1;
Selesai
enc < x ?
Tidak
Tidak
Gambar 28 Algoritma sistem kontrol stir 2. Sistem kontrol pedal akselerator. Pedal akselerator digerakkan dengan menggunakan motor DC 12 volt. Pergerakan motor DC dikontrol oleh mikrokontroller melalui perangkat HBridge. Input kontrol yang digunakan berupa besaran kecepatan putaran (RPM) mesin. Rpm diatur melalui posisi pedal akselerator, dan posisi pedal akselerator 42
diukur menggunakan potensiometer yang dihubungkan langsung ke poros motor penggerak pedal akselerator. Perubahan hambatan pada potensiometer dikonversi menjadi data digital oleh ADC internal mikrokontroller dan menjadi feedback ke sistem. Algoritma sistem kontrol dapat dilihat pada Gambar 29. Mulai Input kecepatan putaran mesin (x)
Pembacaan nilai ADC (ADC0) Ya
ADC0=x ? Tidak Ya
ADC0>x ? Tidak
Motor berputar ke kanan PORTD.3=1; PORTD.2=0;
Motor berputar ke kiri PORTD.3=0; PORTD.2=1;
Delay 100 us
Delay 100 us
Pembacaan nilai ADC (ADC0)
Pembacaan nilai ADC (ADC0)
Ya
Ya ADC0>x ?
Motor berhenti PORTD.3=0; PORTD.2=1;
Selesai
ADC0<x ?
Tidak
Tidak
Gambar 29 Algoritma sistem kontrol akselerator 3. Sistem kontrol tuas implemen. Tuas iplemen digerakkan menggunakan motor DC 12 volt. Motor DC tersebut dikontrol menggunakan mikrokontroller melalui perangkat H-Bridge. Input kontrol yang digunakan adalah tinggi lower link implemen yang diharapkan.
43
Posisi tuas implemen menunjukkan tinggi lower link implemen. Sensor yang digunakan untuk mengukur tinggi lower link implemen adalah potensiometer yang dipasang ke poros motor DC penggerak tuas implemen menggunakan kopel. Perubahan hambatan pada potensiometer dikonversi menjadi data digital oleh ADC internal mikrokontroler dan dijadikan sebagai feedback ke sistem. Algoritma kontrol tuas implemen dapat dilihat pada Gambar 30. Mulai Input tinggi lower link implemen (x)
Pembacaan nilai ADC (ADC1) Ya
ADC1=x ? Tidak Ya
ADC1>x ? Tidak
Motor berputar ke kanan PORTA.3=1; PORTA.2=0;
Motor berputar ke kiri PORTA.3=0; PORTA.2=1;
Delay 100 us
Delay 100 us
Pembacaan nilai ADC (ADC1)
Pembacaan nilai ADC (ADC1)
Ya
Ya ADC1>x ?
Selesai
ADC1<x ?
Tidak
Tidak
Gambar 30 Algoritma sistem kontrol tuas implemen
44
Motor berhenti PORTA.3=0; PORTA.2=1;
4. Sistem kontrol pedal kopling. Pedal kopling digerakkan menggunakan motor DC 24 volt. Pergerakan motor DC dikontrol menggunakan mikrokontroller melalui perangkat H-bridge. Pergerakan kopling hanya diset pada dua kondisi, yaitu tersisi sepenuhnya atau lepas sepenuhnya. Sensor yang digunakan berupa limit switch, yang akan bereaksi jika switch tertekan. Algoritma sistem kontrol pedal kopling dapat dilihat pada Gambar 31. Mulai Input arah gerakan pedal kopling
Ya Motor berputar ke kanan PORTA.7=1; PORTA.6=0;
Gerakan pedal kopling=Naik ? <x?
Tidak
Motor berputar ke kiri PORTA.7=0; PORTA.6=1;
Delay 1 detik
Delay 2detik Motor berhenti PORTA.7=0; PORTA.6=0;
Selesai
Gambar 31 Algoritma sistem kontrol pedal kopling 5. Sistem kontrol pedal rem. Pedal rem digerakkan menggunakan motor DC 12 volt. Pergerakan motor DC dikontrol menggunakan mikrokontroller melalui perangkat H-bridge. Pergerakan rem hanya diset pada dua kondisi, yaitu tersisi sepenuhnya atau lepas sepenuhnya. Sensor yang digunakan berupa limit switch, yang akan bereaksi jika switch tertekan. Algoritma yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 32.
45
Mulai Input arah gerakan pedal rem
Tidak
Gerakan pedal rem = Naik ?
Motor berputar ke kanan PORTA.4=1; PORTA.5=0;
Ya
Motor berputar ke kiri PORTA.4=0; PORTA.5=1;
Delay 0.6 detik
Delay 0.4 detik Motor berhenti PORTA.4=0; PORTA.5=0;
Selesai
Gambar 32 Algoritma sistem kontrol pedal rem 6. Sistem pembacaan dan pengolahan data GPS Perangkat computer digunakan untuk membaca dan mengolah data GPS yang dikirimkan oleh GPS receiver. Data GPS yang diterima berupa sebuah kalimat yang mengikuti protocol NMEA 0183. Header yang digunakan berupa header “GPGGA”. Berdasarkan data yang diterima, dilakukan pengolahan data sehingga ditentukan operasi apa yang dilakukan dan dikirimkan ke mikrokontroller. Data yang didapatkan dari GPS berupa data geodetic berbentuk besaran sudut bujur (longitude) dan lintang (latitude). Besaran sudut tersebut perlu dikonversi menjadi data UTM (Universal Transverse Mercator) berbentuk x, y bersatuan meter. Perhitungan dilakukan menggunakan persamaan (10) dan (11). Berdasarkan data 4 titik koordinat pojok lahan olah, maka sistem akan membentuk lintasan-lintasan yang harus dilalui. Parameter-parameter lintasan yang dihitung adalah 2 titik ujung lintasan, persamaan garis lintasan dan sudut orientasi lintasan. 4 titik koordinat GPS tersebut dikonversi menjadi data UTM, koordinat x dan y.
46
Tahap selanjutnya adalah menhitung ∆x, ∆y maksimum dari masing-masing titik yang berhadapan, dengan persamaan berikut : ......................................................................................... (11) ......................................................................................... (12) ......................................................................................... (13) ......................................................................................... (14) Berdasarkan masing-masing delta yang ada, dihitung lebar lahan olah ( ) dengan menggunakan persamaan berikut : ........................................... (15) Berdasarkan lebar lahan olah ( , dihitung banyaknya jumlah lintasan yang harus diakukan pengolahan tanah. Jumlah lintasan (nlintasan) dihitung dengan membagi lebar lahan (
dengan lebar kerja alat yaitu 1.6 m. perhitungan dilakukan dengan
melakukan pembulatan keatas. .......................................................................................... (16) Setiap lintasan olah akan membentuk 1 lintasan belok tanpa adanya proses pengolahan tanah. Dua lintasan olah dan dua lintasan belok akan membentuk 1 petakan olah, sehingga jumlah petak lintasan (npetak) dihitung menggunakan persamaan: ...................................................................................... (17) Berdasarkan
dan
, maka parameter masing-masing lintasan
dapat dihitung. Titik awal dan titik akhir pada lintasan ganjil dihitung menggunakan persamaan : ................................................................... (18) ................................................................... (19) .................................................................. (20) .................................................................. (21) Pada lintasan genap, maka titik awal dan akhir dihitung menggunakan persamaan:
47
..................................................... (22) ..................................................... (23) .................................................... (24) .................................................... (25) dimana nilai i adalah indeks petakan olah ke-i. Perhitungan persamaan garis dan sudut orientasi lintasan dihitung menggunakan persamaan : ...................................................................................... (26) ............................................................................. (27) n
............................................................................................ (28)
jika yakhir < yawal, maka nilai θ ditambahkan dengan 1800. Persamaan garis yang terbentuk berupa y=mx+c, dengan sudut orientasi θ. Secara umum algoritma tersebut dapat dilihat pada Gambar 33 dan sketsa penentuan lintasan olah dapat dilihat pada Gambar 34. Pada setiap lintasan akan ditentukan area belok yang berjarak 3.6 m dari tiap ujung lintasan. Sketsa penetuan titik belok dan area belok dapat dilihat pada Gambar 35. Mulai
Hitung lebar lahan olah
Input 4 titik koordinat lahan (long1,lat1), (long2,lat2), (long3,lat3), (long4,lat4)
Hitung jumlah lintasan
Konversi ke UTM
Hitung jumlah petakan lintasan
(x1,y1), (x2,y2), (long1,lat1), (x3,y3), (x4,y4), Hitung parameter lintasan Hitung ∆x, ∆y
(titik awal, titik akhir, pers. garis, sudut orientasi)
(long1,lat1),
Selesai
Gambar 33 Algoritma penentuan parameter lintasan olah
48
∆x2
Titik 3 koordinat lahan (x3,y3)
∆y2 Titik 2 koordinat lahan (x2,y2)
y (m)
Titik 4 koordinat lahan (x4,y4)
∆y1
Titik 1 koordinat lahan (x1,y1)
∆x1
x (m)
Gambar 34 Sketsa penentuan lintasan olah
Lintasan belok Titik awal lintasan 2
Titik akhir lintasan 1
3.6 m
Lintasan olah 2
Lintasan olah 1 3.6 m
Titik akhir lintasan 2
Titik awal lintasan 1 Lintasan belok
Keterangan : = Titik belok
= Area belok
Gambar 35 Sketsa penentuan titik belok dan area belok pada setiap lintasan Data real time GPS dibaca dengan frekuensi pembacaan 5 Hz. Data tersebut kemudian diolah menggunakan algoritme pengolahan data GPS yang dibangun dan ditentukan keputusan yang selanjutnya dikirimkan ke mikrokontroler yang akan menggerakkan aktuator sesuai dengan yang diharapkan. Algoritma pengolahan data GPS dapat dilihat pada Gambar 36.
49
Hal pertama yang dilakukan adalah konversi data GPS menjadi data UTM (x,y). Posisi traktor kemudian diproyeksikan ke peta lintasan yang dibuat. Sistem akan memerintahkan mikrokontroller agar menurunkan kopling hingga traktor akan berhenti jika traktor pada kondisi telah menyelesaikan semua lintasan yang harus dilalui. Sistem juga akan memerintakan agar RPM mesin diturunkan hingga 1000 rpm. Sistem akan memerintahkan aktuator melakukan manuver belok berupa pembentukan sudut roda depan sebesar 340. Sudut yang dibentuk tersebut merupakan sudut yang optimum dalam operasi belok dengan radius belok 3.5 m. sistem juga akan memerintahkan mikrokontroller agar implemen bergerak maksimum terangkat yaitu tinggi lower link 83 cm. Mulai Koordinat GPS (Long, Lat) Konversi ke UTM (x, y)
Selesai
Pedal Kopling Turun RPM mesin = 1000 rpm
Ya
Akhir Lintasan ? Tidak
Penetuan Trajektori Set Point
Tidak
Area Belok?
Penentuan Orientasi Maju Traktor
Perhitungan Besar Error Terhadap Jalur Set Point
Sudut Putar = x
Penentuan Sudut Putar Roda Depan Traktor (x)
Tinggi Lower Link = 83 cm
Tidak
Lintasan Olah?
Ya
Sudut Putar = 340 Tinggi Lower Link = 83 cm
Penentuan Orientasi yang Seharusnya
Penentuan Delta Orientasi Ya
Gambar 36 Algoritma pengolahan data GPS
50
Tinggi Lower link = 35 cm
Pada kondisi traktor berada pada lintasan lurus, sistem akan menentukan lintasan set-point yang sedang dilalui traktor. Penentuan tersebut dilakukan berdasarkan posisi, arah maju traktor serta urutan lintasan yang telah dilalui, sehingga ketika titik akhir lintasan sebelumnya telah dilewati, maka traktor secara otomatis akan diarahkan menuju lintasan yang selanjutnya. Berdasarkan parameter-parameter lintasan tersebut, dilakukan perhitungan simpangan. Orientasi maju real traktor dhitung dengan membandingkan posisi real dengan posisi 1 detik sebelumnya. Orientasi dihitung relatif terhadap orientasi lintasan (θ) menggunakan persamaan berikut :
n
........................................................ (29)
dimana indeks t-1 menunujukkan waktu 1 detik sebelumnya. Perhitungan simpangan (error) dilakukan dengan membandingkan posisi real traktor dengan lintasan set-point yang seharusnya. Untuk arah maju traktor utara atau selatan yang sejajar dengan sumbu y, maka perhitungan simpangan dilakukan dengan membandingkan posisi xreal dengan posisi x yang seharusnya. ............................................................................. (30) Pada arah maju traktor mendekati arah barat-timur atau sejajar dengan sumbu x, maka perhitungan simpangan dilakukan dengan membandingkan xreal dengan x yang seharusnya, sehingga simpangan dihitung menggunakan persamaan berikut: .............................................................. (31) Berdasarkan nilai error, dihitung orientasi maju traktor yang seharusnya. Perhitungan dilakukan dengan mengasumsikan bahwa orientasi maksimum yang dibentuk antara pergerakan traktor dengan lintasan adalah sebesar 45 0 dengan jarak maksimum 3.5 meter. Orientasi yang seharusnya (ori) dihitung menggunakan persamaan berikut: ................................................................................... (32)
51
Penentuan orientasi yang seharusnya tersebut dimaksudkan agar ketika simpangan yang terbentuk sangat besar, maka traktor akan membentuk sudut yang besar juga terhadap orientasi lintasan set-point. Besar orientasi tersebut akan berkurang seiring dengan berkurangnya simpangan, sehingga ketika simpangan mendekati 0, besar orientasi pun demikian. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 37.
Gambar 37 Ilustrasi sudut orientasi terhadap simpangan yang terjadi Sudut orientasi yang seharusnya (Ori) kemudian dibandingkan dengan orientasi maju real traktor, untuk mendapatkan delta orientasi yang terjadi. Delta orientasi tersebut dihitung menggunakan persamaan berikut: ...................................................... (33) Berdasarkan delta orientasi tersebut, ditentukan besar sudut yang harus dibentuk roda depan menggunakan Tabel 3.
52
Tabel 3 Penentuan sudut roda depan traktor Delta orientasi (0)
Sudut roda depan (0)
≥ 35
-20
20 ≤ x ≤ 35
-15
10 ≤ x ≤ 20
-10
0.1 ≤ x ≤ 10
-3
-0.1 ≤ x ≤ 0.1
0
-10 ≤ x ≤ -0.1
3
-20 ≤ x ≤ -10
10
-35 ≤ x ≤ -20
15
-45 ≤ x ≤ -35
20
x ≤ -45
34
Berdasarkan Tabel 3 tersebut, maka komputer akan mengirimkan perintah ke mikrokontroler agar menggerakkan roda depan traktor membentuk sudut roda depan yang telah ditentukan. Pada lintasan olah, sistem juga akan memerintahkan mikrokontroler agar menggerakkan tuas implemen, sehingga tinggi lower link implemen 35 cm atau maksimum menyentuh tanah, sedangkan pada lintasan belok, sistem akan memerintahkan mikrokontroler agar menggerakkan tuas implemen sehingga tinggi lower link implemen 83 cm atau terangkat maksimum.
53