PENDEKATAN IKLIM TEKNOLOGI DAN ELECTRE II UNTUK PENGEMBANGAN INDUSTRI DALAM KAWASAN INDUSTRI PERKAPALAN TERPADU KABUPATEN LAMONGAN Lulu Mahmudah, Udisubakti Ciptomulyono
Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected] ;
[email protected]
Abstrak
Kabupaten Lamongan sedang mematangkan program Kawasan Industri Perkapalan Terpadu Lamongan. Saat ini masih dibuka kesempatan bagi investor untuk mengembangkan industri pendukung dalam kawasan tersebut. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Lamongan harus memprioritaskan industri pendukung yang akan dibangun dalam kawasan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Indeks Iklim Teknologi (IIT) Lamongan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan Kawasan Industri Perkapalan Terpadu Lamongan serta menentukan prioritas industri pendukung dalam Kawasan tersebut dengan metode ELECTRE II. Nilai IIT Lamongan tersaji dalam dua indeks, yaitu Indeks Faktor Subjektif (IFS) dan Indeks Faktor Objektif (IFO). Dari hasil penelitian diperoleh nilai IFS dan IFO masing-masing 0,79349 dan 0,33251 untuk tahun 2004/2005 serta 0,79481 dan 0,66749 untuk tahun 2008/2009. Output hasil dari analisis IIT menjadi masukan model di dalam metode ELECTRE II. Metode ini diusulkan untuk mengevaluasi alternatif industri pendukung potensial yang akan dikembangkan di kawasan industri tersebut berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Dari hasil penelitian diperoleh industri kayu, industri karet, industri kaca, industri tekstil, industri furniture, dan industri sekoci sebagai industri pendukung dengan prioritas teratas. Kata kunci: ELECTRE II, iklim teknologi, industri perkapalan, pengembangan kawasan terpadu, prioritas industri pendukung potensial Abstract Lamongan district has a development program of Integrated Shipping Industrial Zone. In order to support the development of this industrial zone, investors are promoted to invest their industrial activity. To do so, government city council of Lamongan aims to prioritize which one of the industries should be selected. This research proposed Technology Climate Index (TCI) approach for recognized study of industrial development potential in Lamongan. To determine which industries are prospered and matched with the technology climate of Lamongan, ELECTRE II is proposed to utilize. The calculation of Technology Climate Index of Lamongan district consists of Subjective Factor Index (SFI) and Objective Factor Index (OFI). Based on TCI, it is calculated that SFI is 0,79349 in 2004/2005 and 0,79481 in 2008/2009 and OFI is 0,33251 in 2004/2005 and 0,66749 in 2008/2009. ELECTRE II utilized an output from the previously step of TCI. The both of methods utilized, take in to account many criteria of evaluation for certain available alternative industries. Result of this research shows that wood industry, rubber industry, glass industry, textile industry, furniture industry, and sloop industry are potential supporting industries at the highest priority. Key words: ELECTRE II, integrated zone development, priority of potential supporting industries, shipping industry, technology climate
1. Pendahuluan Kawasan industri adalah satuan areal yang secara fisik didominasi oleh kegiatan industri dan mempunyai batasan tertentu (Bappeprop, 2008). Pembangunan kawasan industri telah dilakukan sejak tahun 1970 di kota-kota besar di Indonesia. Kawasan industri menyediakan lahan
yang siap bangun dan dilengkapi prasarana serta pendukung yang diperlukan. Hingga tahun 2008, terdapat 88 kawasan industri yang terdaftar dalam Himpunan Kawasan Industri (HKI) dan telah tersebar di berbagai kota di Indonesia. Pembangunan kawasan industri di Indonesia tidak terhenti sampai di 88 kota
1
tersebut saja. Salah satu kota yang akan dijadikan lokasi pembangunan kawasan industri adalah kota Lamongan. Kota ini merupakan salah satu kota di Jawa timur yang berpotensi untuk dibangun suatu kawasan industri. Saat ini Kabupaten Lamongan yang didukung oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur dan Departemen Perindustrian sedang mematangkan program Kawasan Industri Perkapalan Terpadu Lamongan yang meliputi tiga desa di Kecamatan Paciran, yaitu Sidokelar, Kemantren, dan Tlogosadang. Kawasan ini memanfaatkan areal seluas 500 hektar yang berada di jalan alternatif pantura yang menghubungkan Kabupaten Gresik dan Tuban. Kawasan industri ini dibangun sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang menjadikan industri galangan kapal sebagai intinya. Sebagai kawasan industri perkapalan terpadu, saat ini telah terdapat satu perusahaan galangan kapal nasional yang memiliki kegiatan pembangunan kapal baru dan reparasi kapal yang mulai beroperasi di sana, yaitu PT. Dok dan Perkapalan Surabaya. Agar kawasan industri ini dapat beroperasi dengan optimal, industri perkapalan sebagai industri inti harus dikuatkan oleh industri-industri pendukung. Sampai saat ini masih dibuka kesempatan bagi investor untuk mengembangkan industri pendukung perkapalan dalam kawasan tersebut. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Lamongan harus memprioritaskan industri pendukung yang akan dibangun dalam kawasan tersebut. Pendekatan iklim teknologi dan metode ELECTRE II masing-masing dapat diaplikasikan untuk menjamin kelayakan pembangunan Kawasan Industri Perkapalan Terpadu Lamongan serta menentukan prioritas industri pendukung potensial di dalamnya. Dalam penelitian ini, pendekatan iklim teknologi tersebut digunakan untuk mengetahui IIT Kabupaten Lamongan untuk membuktikan bahwa Kawasan Industri Perkapalan Terpadu layak untuk dibangun di Lamongan. Selanjutnya, setelah diketahui IIT dan faktorfaktor iklim teknologi, baik objektif maupun subjektif, dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode ELECTRE II. Metode ini dilakukan dengan mengevaluasi semua alternatif industri pendukung yang potensial untuk dikembangkan di kawasan industri tersebut berdasarkan kriteria-kriteria tertentu sehingga diperoleh prioritas industri pendukung potensial dalam Kawasan Industri Perkapalan Terpadu
Lamongan. Penentuan alternatif industri pendukung perkapalan yang potensial didasarkan pada pohon industri pembuatan kapal yang diterbitkan oleh Departemen Perindustrian, dan untuk penentuan prioritasnya tidak dipertimbangkan kebutuhan rantai pasok di luar kawasan. Pada penelitian ini, pendekatan iklim teknologi dipilih karena pendekatan ini paling sesuai melihat Kawasan Industri Perkapalan Terpadu Lamongan saat ini masih dalam tahap awal pembangunan. Sedangkan ELECTRE II dipilih karena metode ini mampu mengakomodasi perankingan sejumlah alternatif berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat menentukan prioritas industri pendukung yang potensial untuk dikembangkan dalam kawasan tersebut. 2. Tinjauan Pustaka Bagian ini menyajikan konsep dan teori utama yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian. 2.1 Iklim Teknologi Iklim teknologi merupakan salah satu bagian dari ilmu Manajemen Teknologi dalam pengembangan wilayah. Iklim teknologi dikenal sebagai analisis eksternal dalam konsep dasar pengembangan wilayah berbasis teknologi. Kuat atau lemahnya pengaruh iklim teknologi terhadap proses transformasi dalam suatu wilayah dapat diindikasikan oleh besar atau kecilnya Indeks Iklim Teknologi (IIT). Indeks Iklim Teknologi dapat dirumuskan sebagai berikut. IIT = aIFO + bIFS .......(1) Dimana IFO = Indeks Faktor Objektif (Objective Factor Index): 0 IFO 1 .......(2) IFS = Indeks Faktor Subjektif (Subjective Factor Index): 0 IFS 1 .......(3) a dan b = bobot yang menunjukkan tingkat kepentingan IFO dan IFS: a+b=1 .......(4) Sehingga 0 IIT 1 .......(5) Dalam perspektif jangka panjang, tanpa iklim yang mendukung, teknologi lokal yang dimiliki suatu wilayah akan sangat sulit berkembang dan teknologi impor akan menghadapi banyak kendala untuk diadaptasi dan dikembangkan di wilayah tersebut (Alkadri, 2001). 2.2 ELECTRE II Metode ELECTRE (ELimination Et Choix Traduisant la REalité) merupakan salah satu
2
metode dalam Multi-criteria Decision Making yang pertama kali dikenalkan oleh Bernard Roy dan koleganya di perusahaan konsultasi SEMA pada tahun 1966. Metode ini didasarkan pada konsep outranking dengan membandingkan beberapa alternatif sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. ELECTRE II sendiri merupakan tipe ELECTRE yang dapat mengakomodasi permasalahan perankingan. Dalam penelitian ini, ELECTRE II digunakan untuk menentukan prioritas industri pendukung potensial dalam Kawasan Industri Perkapalan Terpadu Lamongan. 3. Metodologi Penelitian Bagian pertama pelaksanaan penelitian diawali dengan pengumpulan data terkait iklim teknologi Kabupaten Lamongan. Data-data yang dikumpulkan berasal Badan Pusat Statistik, Badan Penelitian dan Pengembangan, Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah, serta Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Lamongan. Data terkait iklim teknologi Kabupaten Lamongan yang terdiri dari faktor objektif dan faktor subjektif diperoleh melalui interview, pengamatan data sekunder, dan penyebaran kuesioner. Data iklim teknologi yang terkumpul selanjutnya diolah dengan teknik analisis faktor untuk mendapatkan Indeks Faktor Objektif (IFO) dan metode entropi untuk mendapatkan Indeks Faktor Subjektif (IFS). Dengan demikian dapat disajikan nilai Indeks Iklim Teknologi (IIT) Kabupaten Lamongan dalam bentuk tabel dan grafik. Bagian kedua pelaksanaan penelitian diawali dengan penentuan kriteria-kriteria untuk perhitungan ELECTRE II yang didapat dari brainstorming dan studi literatur yang disesuaikan dengan tujuan perankingan industri pendukung potensial di Kawasan Industri Perkapalan Terpadu Lamongan. Di sisi lain ditentukan alternatif industri pendukung yang berpotensi untuk dikembangkan dalam kawasan industri. Alternatif industri pendukung diturunkan dari pohon industri pembuatan kapal yang diterbitkan oleh Departemen Perindustrian. Lalu berdasarkan kriteria dan alternatif tersebut disebarkan kuesioner perankingan sebagai input perhitungan ELECTRE II. Dari hasil perhitungan ELECTRE II dapat diketahui prioritas alternatif industri pendukung potensial dalam kawasan.
4. Pengukuran Indeks Faktor Subjektif (IFS) Perhitungan IFS diawali dengan menyebarkan kuesioner faktor subjektif yang menilai kondisi faktor subjektif teknologi Kabupaten Lamongan tahun 2004/2005 dan 2008/2009. Faktor-faktor subjektif yang diukur terbagi dalam enam komponen utama, yaitu technoware, humanware, infoware, orgaware, culture, dan relationship. Kuesioner diberikan kepada Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah (Bappeda), Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang), serta Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) yang mengerti betul kondisi Kabubaten Lamongan. Berikut ini adalah faktor-faktor subjektif yang dinilai. Tabel 1. Daftar Faktor Subjektif Variabel Faktor Subjektif technoware A. Fasilitas Produksi Xa1 Tingkat kemutakhiran fasilitas produksi Xa2 Efisiensi operasi dan pemeliharaan Xa3 Efisiensi penggunaan energi (sumber daya) Xa4 Tingkat kemodernan fasilitas produksi B. Fasilitas Litbang Xa5 Kecukupan fasilitas Litbang Xa6 Tingkat kemodernan fasilitas Litbang Xa7 Efisiensi operasi dan pemeliharaan Xa8 Tingkat penggunaan fasilitas Litbang C. Fasilitas Fisik Pendukung Xa9 Kualitas fasilitas standarisasi Xa10 Fasilitas pengendalian mutu dan sertifikasi Xa11 Fasilitas kalibrasi Xa12 Fasilitas desain rancang bangun Xa13 Keandalan pemasokan energi D. Fasilitas Pergudangan Xa14 Kapasitas penanganan pada waktu transit Xa15 Minimasi limbah pada saat pengemasan E. Fasilitas Transportasi Xa16 Kapasitas penanganan pada waktu transit Xa17 Minimasi limbah dan pencurian F. Fasilitas Kritis Xa18 Ketersediaan fasilitas prototipe bangunan Xa19 Ketersediaan fasilitas bongkar dan adaptasi teknologi impor humanware A. Kemampuan Manusia Tingkat kesesuaian kemampuan sumberdaya manusia dengan Xb1 fasilitas produksi Tingkat kesesuaian kemampuan sumberdaya manusia dengan Xb2 fasilitas Litbang Xb3 Derajat motivasi sumber daya manusia terhadap inovasi B. Keterampilan Teknis Xb4 Ketersediaan personil IPTEK Xb5 Tingkat keseimbangan kebutuhan dengan keterampilan Xb6 Tingkat kemampuan konsultan lokal Xb7 Tingkat keterampilan desain rancang bangun C. Pengakuan Masyarakat Kemampuan untuk meminimalkan brain-drain (keterbelakangan Xb8 masyarakat) Pengakuan terhadap craftmanship (aktivitas Xb9 keterampilan/kerajinan tangan masyarakat) D. Penekanan terhadap Sistem Pendidikan IPTEK Xb10 Relevansi pendidikan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari Xb11 Penekanan terhadap pendekatan belajar sambil bekerja Kecukupan tenaga guru berkualitas dan fasilitas laboratorium Xb12 IPTEK E. Pengakuan terhadap Kebutuhan Diklat Xb13 Sokongan untuk peningkatan keterampilan dan diklat Xb14 Prosedur pemilihan personil yang akan dilatih di luar negeri F. Pengembangan SDM pada Saat Kritis Xb15 Program pengembangan pada anak balita Tingkat penekanan pada program IPTEK di sekolah dasar dan Xb16 menengah
3
Tabel 1. Daftar Faktor Subjektif Variabel Faktor Subjektif Xb17 Tingkat penekanan pada program IPTEK di perguruan tinggi Kualitas pendidikan kejuruan dalam kaitannya dengan Xb18 pengembangan IPTEK Kesempatan peningkatan keterampilan angkatan kerja setelah Xb19 sekolah Xb20 Kemampuan komunikasi dan pengambilan keputusan infoware A. Penghargaan terhadap Nilai Informasi Xc1 Tingkat penggunaan sistem informasi dirinci menurut industri Xc2 Tingkat penyebaran dokumen Xc3 Ketersediaan pusat informasi untuk bidang tertentu Xc4 Kemudahan mengakses informasi Xc5 Tingkat kemutakhiran informasi (kemodernan fasilitas informasi) B. Penggunaan Media Xc6 Permintaan terhadap publikasi media Xc7 Efektivitas penggunaan media C. Perpustakaan dan Pusat Dokumentasi Xc8 Kemudahan akses informasi Xc9 Ketersedian informasi yang muttakhir Xc10 Tingkat penyebaran informasi IPTEK dirinci menurut lembaga Xc11 Kualitas layanan informasi D. Hambatan Bahasa Xc12 Ketersediaan fasilitas untuk menerjemahkan Xc13 Penggunaan bahasa asing E. Informasi Bersama Xc14 Tingkat penghargaan terhadap nilai dan kekuatan informasi Xc15 Tingkat penyebaran informasi lokal Xc16 Tingkat penyebaran informasi eksternal F. Penilaian Kritis Xc17 Tingkat kesederhanaan skema klasifikasi menurut pandangan Xc18 Tingkat penggunaan peramalan teknologi dan skema pengkajian Xc19 Tingkat pemantauan terhadap teknologi internasional orgaware A. Pertimbangan Kapasitas Teknologi Xd1 Kapasitas untuk mengkaji implikasi ekonomi Xd2 Tingkat kompetisi pasar internal Xd3 Tingkat kompetisi pasar eksternal Xd4 Mekanisme pendaftaran paten dan merk dagang Xd5 Komitmen untuk mengikuti aturan B. Manajemen Organisasi Sektor Publik Xd6 Semangat kewirausahaan Xd7 Motivasi angkatan kerja Xd8 Dorongan keberanian untuk mengambil risiko Xd9 Insentif untuk melakukan inovasi Xd10 Adanya sistem penghargaan untuk hasil yang terbaik C. Kegiatan Litbang Pemerintah Xd11 Integrasi pendekatan untuk menyelesaikan masalah Kapasitas untuk menetapkan tujuan penelitian sesuai dengan tujuan Xd12 pembangunan Xd13 Kapasitas untuk mengasimilasikan teknologi impor Xd14 Efektivitas manajemen Litbang Xd15 Kesegeraan pembangunan setelah kegiatan penelitian Xd16 Keterkaitan kegiatan riset dengan usaha-usaha pada wilayah Kemampuan untuk memperoleh dana riset dari luar dengan tetap Xd17 mempertahankan subordinasi teknologi D. Lingkungan Kerja Xd18 Rasa memiliki pekerja terhadap perusahaan Xd19 Tingkat disiplin Xd20 Kemauan menerima tanggung jawab Xd21 Tingkat kesadaran akan produktivitas Xd22 Kemampuan manajemen yang profesional, kompeten, dan dapat E. Pertimbangan Perencanaan Xd23 Derajat penekanan pada manfaat jangka panjang Xd24 Pertimbangan aspek kesejahteraan Penghargaan fiskal dan finansial bagi kegiatan-kegiatan yang Xd25 bermanfaat dalam jangka panjang F. Keterkaitan Penting Organisasi-organisasi Xd26 Keterkaitan antarorganisasi dengan tugas yang sama Xd27 Efektivitas koordinasi di antara jasa-jasa penunjang culture A. Iklim Keilmuan Tingkat penghargaan terhadap peranan teknologi dalam Xe1 memperbaiki kualitas hidup Xe2 Tingkat orientasi masa depan Xe3 Tingkat kepercayaan diri dalam menangani teknologi tinggi Xe4 Referensi terhadap teknologi lokal B. Orientasi Kebijakan Xe5 Adanya kebijakan yang didefinisikan dengan baik Xe6 Tingkat keberlanjutan kebijakan Xe7 Efektivitas pelaksanaan projek dan pemantauan kinerja Xe8 Tingkat orientasi ke depan dalam kebijakan Xe9 Dukungan hukum, finansial, dan fiskal
Tabel 1. Daftar Faktor Subjektif Variabel
Faktor Subjektif C. Sumber Daya Alam dan Manusia Xe10 Kemampuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk Xe11 Kemampuan mengelola Sumber Daya Alam Xe12 Kemampuan mengendalikan pengeluaran militer Xe13 Kemampuan memandu kegiatan multinasional Xe14 Kemampuan mengendalikan ketergantungan komoditas D. Perencanaan Wilayah Xe15 Kemampuan untuk mempengaruhi bantuan luar Kemampuan untuk menggabungkan pertimbangan-pertimbangan Xe16 teknologi dengan perencanaan wilayah Xe17 Komitmen untuk memiliki birokrasi yang efisien Xe18 Kesesuaian kebijakan IPTEK dengan kebijakan pembangunan Xe19 Pertimbanagn teknologi pada semua hierarki perencanaan E. Komitmen Politik Xe20 Stabilitas sistem politik Xe21 Komitmen politik bagi pengembangan IPTEK F. Efektivitas Sistem Pengambilan Keputusan Xe22 Koordinasi di antara berbagai unit perencanaan dan aparat Xe23 Vitalitas sistem pengambilan keputusan pada tingkat wilayah Xe24 Kemauan untuk mengambil keputusan yang sulit Kecukupan peramalan dan monitoring teknologi dalam rangka Xe25 mengidentifikasi peluang relationship A. Struktur Ekspor dan Impor Xf1 Jumlah ekspor teknologi (utamanya teknologi tinggi) Xf2 Kemampuan mengelola tanpa impor teknologi tinggi Xf3 Kekuatan menawar antarwilayah dan internasional Xf4 Kemampuan mengendalikan ekspor Sumber Daya Alam yang B. Persaingan Nasional dan Internasional dalam Kemajuan Xf5 Kemampuan untuk merakit industri berteknologi tinggi Tingkat kepercayaan diri untuk menggantikan dengan produkXf6 produk berteknologi tinggi C. Kemampuan untuk Berpindah ke Industri Padat Pengetahuan dan Industri Sintetik Xf7 Potensi mekatronika (mekanika-elektronika) Xf8 Potensi untuk teknologi material alternatif Xf9 Potensi untuk kimia murni Xf10 Potensi untuk mikro-elektronik D. Peranan Keputusan Berkaitan dengan Dana dari Luar Kemampuan menolak pengaruh-pengaruh yang tidak adil dari Xf11 lembaga-lembaga keuangan dalam evaluasi projek Xf12 Jumlah bantuan tanpa muatan politik Xf13 Ketersediaan bantuan teknis tidak mengikat Xf14 Tingkat otonomi dalam memilih tenaga asing Kemampuan untuk memilih dan menerima bantuan yang akan Xf15 memperkuat kemampuan teknologi dalam jangka panjang
Penilaian yang dilakukan terhadap faktor-faktor subjektif tersebut adalah dengan memilih kondisi yang paling sesuai antara baik, cukup, kurang, dan tidak ada. Hasil kuesioner diolah menggunakan metode entropi dan masingmasing pilihan kondisi disubstitusi menjadi skala Likert 4, 3, 2, 1. Tabel 2 menyajikan salah satu contoh perhitungan yang dilakukan.
•
Tabel 2. Perhitungan Faktor Subjektif Variabel Relationship 2008/2009
Variabel Xf1 Xf2 Xf3 Xf4 Xf5 Xf6 Xf7 Xf8 Xf9 Xf10 Xf11 Xf12 Xf13 Xf14 Xf15
Data: Responden I II III 2 1 1 3 3 2 3 2 2 3 3 2 2 1 2 2 1 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 2 2 3 1 2 3 3 1 3 3 2 2
•
Variabel Xf1 Xf2 Xf3 Xf4 Xf5 Xf6 Xf7 Xf8 Xf9 Xf10 Xf11 Xf12 Xf13 Xf14 Xf15
kij = 4-nij
Responden Total II III 2 3 3 8 1 1 2 4 1 2 2 5 1 1 2 4 2 3 2 7 2 3 1 6 2 1 1 4 1 1 1 3 1 1 2 4 1 1 2 4 1 2 2 5 2 2 1 5 3 2 1 6 1 3 1 5 1 2 2 5 Jumlah 75 I
4
Tabel 2. Perhitungan Faktor Subjektif Variabel Relationship 2008/2009
•
•
aij = Variabel Xf1 Xf2 Xf3 Xf4 Xf5 Xf6 Xf7 Xf8 Xf9 Xf10 Xf11 Xf12 Xf13 Xf14 Xf15
Responden I II III 0,027 0,04 0,04 0,013 0,013 0,027 0,013 0,027 0,027 0,013 0,013 0,027 0,027 0,04 0,027 0,027 0,04 0,013 0,027 0,013 0,013 0,013 0,013 0,013 0,013 0,013 0,027 0,013 0,013 0,027 0,013 0,027 0,027 0,027 0,027 0,013 0,04 0,027 0,013 0,013 0,04 0,013 0,013 0,027 0,027 Jumlah
•
Total
Variabel
0,107 0,053 0,067 0,053 0,093 0,08 0,053 0,04 0,053 0,053 0,067 0,067 0,08 0,067 0,067 1
Xf1 Xf2 Xf3 Xf4 Xf5 Xf6 Xf7 Xf8 Xf9 Xf10 Xf11 Xf12 Xf13 Xf14 Xf15
Responden I II III -3,62 -3,22 -3,22 -4,32 -4,32 -3,62 -4,32 -3,62 -3,62 -4,32 -4,32 -3,62 -3,62 -3,22 -3,62 -3,62 -3,22 -4,32 -3,62 -4,32 -4,32 -4,32 -4,32 -4,32 -4,32 -4,32 -3,62 -4,32 -4,32 -3,62 -4,32 -3,62 -3,62 -3,62 -3,62 -4,32 -3,22 -3,62 -4,32 -4,32 -3,22 -4,32 -4,32 -3,62 -3,62 Jumlah
Ej =
; Dj = 1-Ej ; wj =
Total
Variabel
-10,1 -12,3 -11,6 -12,3 -10,5 -11,2 -12,3 -13 -12,3 -12,3 -11,6 -11,6 -11,2 -11,9 -11,6 -175
Xf1 Xf2 Xf3 Xf4 Xf5 Xf6 Xf7 Xf8 Xf9 Xf10 Xf11 Xf12 Xf13 Xf14 Xf15
Setelah semua bobot faktor subjektif diketahui, maka dapat ditentukan IFS dengan memanfaatkan skor setiap faktor tersebut. Skor untuk setiap faktor diperoleh dari penilaian seorang ahli yaitu Staf Pengukuran dan Status Hukum Kapal, Administrator Pelabuhan Tanjung Perak, Departemen Perhubungan seperti yang tersaji dalam Tabel 3.
Ej
-9,158911 -11,15891 -10,52798 -11,15891 -9,527982 -10,15891 -11,15891 -11,78984 -11,15891 -11,15891 -10,52798 -10,52798 -10,15891 -10,78984 -10,52798 Total
Dj
Bobot
10,15891 12,15891 11,52798 12,15891 10,52798 11,15891 12,15891 12,78984 12,15891 12,15891 11,52798 11,52798 11,15891 11,78984 11,52798 174,4909
0,05822 0,069682 0,066066 0,069682 0,060335 0,063951 0,069682 0,073298 0,069682 0,069682 0,066066 0,066066 0,063951 0,067567 0,066066 1
Tabel 4. IFS Kabupaten Lamongan Tahun 2004/2005 2008/2009
IFS 0,79349 0,79481
Meskipun IFS tahun 2008/2009 hanya memiliki sedikit selisih dengan tahun 2004/2005, tetap dapat disimpulkan bahwa kondisi faktor-faktor subjektif teknologi Kabupaten Lamongan tahun 2008/2009 lebih baik daripada beberapa tahun sebelumnya, 2004/2005.
Tabel 3. Skor Faktor Subjektif Variabel Skor Variabel Skor Variabel Skor Variabel Skor Variabel Skor Xa1 0,70 Xb7 0,80 Xc12 0,70 Xd18 0,90 Xe16 0,80 Xa2 0,80 Xb8 0,70 Xc13 0,80 Xd19 0,90 Xe17 0,90 Xa3 0,90 Xb9 0,70 Xc14 0,70 Xd20 0,90 Xe18 0,80 Xa4 0,70 Xb10 0,90 Xc15 0,70 Xd21 0,90 Xe19 0,80 Xa5 0,70 Xb11 0,90 Xc16 0,70 Xd22 0,90 Xe20 0,90 Xa6 0,70 Xb12 0,90 Xc17 0,80 Xd23 0,90 Xe21 0,90 Xa7 0,90 Xb13 0,70 Xc18 0,70 Xd24 0,90 Xe22 0,90 Xa8 0,70 Xb14 0,50 Xc19 0,80 Xd25 0,90 Xe23 0,80 Xa9 0,80 Xb15 0,90 Xd1 0,70 Xd26 0,80 Xe24 0,90 Xa10 0,80 Xb16 0,90 Xd2 0,80 Xd27 0,80 Xe25 0,90 Xa11 0,90 Xb17 0,90 Xd3 0,80 Xe1 0,90 Xf1 0,70 Xa12 0,80 Xb18 0,80 Xd4 0,90 Xe2 0,90 Xf2 0,80 Xa13 0,80 Xb19 0,90 Xd5 0,90 Xe3 0,90 Xf3 0,70 Xa14 0,80 Xb20 0,70 Xd6 0,90 Xe4 0,80 Xf4 0,80 Xa15 0,90 Xc1 0,70 Xd7 0,80 Xe5 0,80 Xf5 0,80 Xa16 0,80 Xc2 0,60 Xd8 0,80 Xe6 0,80 Xf6 0,80 Xa17 0,90 Xc3 0,60 Xd9 0,90 Xe7 0,70 Xf7 0,80 Xa18 0,60 Xc4 0,70 Xd10 0,90 Xe8 0,90 Xf8 0,80 Xa19 0,60 Xc5 0,80 Xd11 0,60 Xe9 0,90 Xf9 0,80 Xb1 0,70 Xc6 0,70 Xd12 0,50 Xe10 0,80 Xf10 0,80 Xb2 0,70 Xc7 0,80 Xd13 0,60 Xe11 0,90 Xf11 0,70 Xb3 0,90 Xc8 0,90 Xd14 0,70 Xe12 0,70 Xf12 0,90 Xb4 0,90 Xc9 0,90 Xd15 0,70 Xe13 0,70 Xf13 0,70 Xb5 0,80 Xc10 0,80 Xd16 0,70 Xe14 0,70 Xf14 0,70 Xb6 0,80 Xc11 0,90 Xd17 0,80 Xe15 0,90 Xf15 0,90
5. Pengukuran Indeks Faktor Objektif (IFO) Perhitungan IFO diawali dengan pengumpulan data parameter kuantitatif iklim teknologi dari Badan Pusat Statistik serta Badan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Lamongan. Datadata tersebut akan dinormalkan dengan memanfaatkan teknik analisis faktor yang selanjutnya dikalikan dengan bobot. Bobot diperoleh dengan melakukan perbandingan parameter kuantitatif iklim teknologi Lamongan dan Surabaya. Perbandingan tersebut menghasilkan rasio yang kemudian dinormalkan menjadi bobot. Surabaya dipilih karena dianggap sebagai wilayah yang memiliki kondisi iklim teknologi optimal melihat kondisi infrastruktur yang memadai dan industri-industri yang telah berkembang di dalamnya. Berikut ini disajikan parameter-parameter kuantitatif iklim teknologi beserta data dan pengolahannya sehingga diperoleh IFO.
Dengan mengalikan bobot dan skor setiap faktor untuk masing-masing tahun, diperoleh IFS sebagai berikut.
Tabel 5. IFO Kabupaten Lamongan No.
1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter Kuantitatif Iklim Teknologi
Kepadatan penduduk (jiwa/km2) TPAK (%) Rasio lowongan dengan pencari kerja (%) Jumlah SMP (per seribu km2) Jumlah guru SMP (per seribu penduduk SP 2000) Jumlah murid SMP (per seribu penduduk SP 2000) Jumlah SMU (per seribu km2) Jumlah guru SMU (per seribu penduduk SP 2000)
Tahun 2004
681,4 71,22 42,5 155,56 4,97 52,44 72,82 2,57
2008
794,3 69,06 41,09 169,9 5,32 56,81 78,88 3,34
Rata-rata
737,85 70,14 41,795 162,73 5,145 54,625 75,85 2,955
Normalisasi
Standar Deviasi
2004
2008
79,83236 1,527351 0,997021 10,13991 0,247487 3,090057 4,285067 0,544472
0,23975 0,76025 0,76025 0,23975 0,23975 0,23975 0,23975 0,23975
0,76025 0,23975 0,23975 0,76025 0,76025 0,76025 0,76025 0,76025
Bobot
0,0013 0,0171 0,1192 0,0031 0,0271 0,0217 0,0029 0,0267
(Tahun 2004) (Tahun 2008) *Bobot *Bobot
0,00030993 0,01298326 0,09059087 0,00074304 0,0064871 0,00521148 0,00068769 0,00641278
0,00098278 0,00409436 0,02856846 0,00235618 0,02057066 0,01652564 0,00218068 0,02033499
5
Tabel 5. IFO Kabupaten Lamongan No.
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Tahun
Parameter Kuantitatif Iklim Teknologi
2004
2008
Rata-rata
Standar Deviasi
Normalisasi 2004
2008
Jumlah murid SMU (per seribu penduduk SP 2000) 23,88 28 25,94 2,91328 0,23975 0,76025 Jumlah SMK (per seribu km2) 19,31 30,34 24,825 7,799388 0,23975 0,76025 Jumlah guru SMK (per seribu penduduk SP 2000) 0,77 1,38 1,075 0,431335 0,23975 0,76025 Jumlah murid SMK (per seribu penduduk SP 2000) 8,12 12,97 10,545 3,429468 0,23975 0,76025 Jumlah Perguruan Tinggi (per seribu km2) 5,52 6,07 5,795 0,388909 0,23975 0,76025 Jumlah mahasiswa (per seribu penduduk SP 2000) 7,54 8,43 7,985 0,629325 0,23975 0,76025 Jumlah tenaga edukatif (per seribu penduduk SP 2000) 19,67 24,55 22,11 3,450681 0,23975 0,76025 Jumlah badan yang terlibat dalam perencanaan dan 2 3 2,5 0,707107 0,23975 0,76025 implementasi teknologi Jumlah Rumah Sakit (per seribu km2) 2,21 2,76 2,485 0,388909 0,23975 0,76025 Jumlah apotek (per seribu km2) 12,69 25,93 19,31 9,362094 0,23975 0,76025 Pasokan listrik (MWh) 153985 280053 217019,4 89143,57 0,23975 0,76025 Pasokan air bersih (m3/orang) 193,86 229,92 211,89 25,49827 0,23975 0,76025 RT yang memiliki sendiri fasilitas buang air besar (%) 41,29 62,63 51,96 15,08966 0,23975 0,76025 Produktivitas padi (ton/ha) 5,67 6,26 5,965 0,417193 0,23975 0,76025 Luas hutan (% luas wilayah) 16,48 15,57 16,025 0,643467 0,76025 0,23975 Produksi perikanan darat dan laut per kapita (kg) 60,01 80,86 70,435 14,74318 0,23975 0,76025 Jumlah kendaraan bermotor roda 2 dan roda 4 (per seribu 92,44 163,83 128,135 50,48035 0,23975 0,76025 penduduk SP 2000) Jumlah armada transportasi darat (truk dan bus per seribu 0,56 0,46 0,51 0,070711 0,76025 0,23975 penduduk SP 2000) Jumlah Kantor Pos (per seribu km2) 13,79 14,34 14,065 0,388909 0,23975 0,76025 Tingkat pertambahan tamu menginap (%) 34,13 79,13 56,63 31,81981 0,23975 0,76025 Realisasi penerimaan daerah per kapita (Rp) 343,09 736,06 539,575 277,8718 0,23975 0,76025 PDRB per kapita atas dasar harga berlaku (Rp ribu) 4299,92 7358,66 5829,29 2162,856 0,23975 0,76025 Peranan sektor manufaktur terhadap PDRB atas dasar harga 5,8 5,43 5,615 0,26163 0,76025 0,23975 berlaku (%) Penduduk di atas garis kemiskinan (%) 80,35 77,99 79,17 1,668772 0,76025 0,23975 Indeks Faktor Objektif (IFO)
Dari Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa besarnya IFO adalah 0,33251 untuk tahun 2004 dan 0,66749 untuk tahun 2008. Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi faktor objektif teknologi Kabupaten Lamongan saat ini lebih baik dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. 6. Penyajian Indeks Iklim Teknologi (IIT) Bedasarkan nilai IFS dan IFO, IIT dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut. Tabel 5. IIT Kabupaten Lamongan Tahun 2004/2005 2008/2009
IFO 0,33251 0,66749
IFS IIT (a=1, b=0) IIT (a=0,5, b=0,5) IIT (a=0, b=1) 0,79349 0,33251 0,56300 0,79349 0,79481 0,66749 0,73115 0,79481
Dalam tabel di atas, nilai a dan b masing-masing mewakili bobot (tingkat kepentingan) IFO dan IFS dan diasumsikan berturut-turut 1 dan 0, 0,5 dan 0,5 serta 0 dan 1. Dari tabel tersebut dapat digambarkan grafik IIT berikut. Indeks Iklim Teknologi (IIT)
0,9 0,8 0,7 0,6 0,5
Tahun 2004/2005
0,4
Bobot
0,0214 0,0021 0,0224 0,0138 0,0004 0,0018 0,0231
(Tahun 2004) (Tahun 2008) *Bobot *Bobot
0,00512904 0,00050449 0,00537486 0,00330857 0,00010229 0,00043058 0,00554582
0,01626425 0,00159974 0,01704375 0,01049149 0,00032437 0,00136536 0,01758584
0,0162 0,00387263 0,01228014 0,0004 0,0002 0,0007 0,0085 0,0106 0,3885 0,0251 0,1947
9,9669E-05 4,7429E-05 0,00016598 0,00203775 0,00254104 0,09313351 0,01912019 0,04666777
0,00031605 0,0001504 0,00052634 0,00646173 0,00805768 0,29532734 0,00602968 0,14798398
0,0007 0,00017428 0,00055263 0,0000 3,3272E-05 1,0492E-05 0,0024 0,0292 0,0000 0,0019
0,00056638 0,00179599 0,00700757 0,02222108 4,8565E-06 1,54E-05 0,00045904 0,00145561
0,0030 0,00226807 0,00071525 0,0138 0,01048417 0,00330625 0,33250539 0,66749461
Berdasarkan Tabel 5 dan Gambar 1 dapat diketahui bahwa nilai IFS dan IFO membentuk IIT Kabupaten Lamongan dengan nilai minimum adalah 0,66749 dan maksimum adalah 0,79481 untuk tahun 2008/2009. Sedangkan untuk tahun 2004/2005, kedua indeks faktor tersebut membentuk IIT Kabupaten Lamongan dengan nilai minimum adalah 0,33251 dan maksimum adalah 0,79349. Gambar 1 menunjukkan bahwa grafik IIT tahun 2008/2009 berada di atas grafik IIT tahun 2004/2005. Hal ini berarti Kawasan Industri Perkapalan Terpadu layak untuk dibangun di Kabupaten Lamongan saat ini melihat status teknologinya yang lebih baik dibandingkan beberapa tahun lalu. 7. Penentuan Alternatif Industri Pendukung Potensial Alternatif industri pendukung potensial dalam Kawasan Industri Perkapalan Terpadu Lamongan diturunkan dari pohon industri pembuatan kapal seperti yang tersaji dalam Gambar 2 berikut.
Tahun 2008/2009
0,3 0,2 0,1 0
(a=1 ; b=0)
(a=0,5 ; b=0,5)
(a=0 ; b=1)
Tingkat Kepentingan
Gambar 1. Grafik IIT Kabupaten Lamongan
6
Gambar 2. Pohon Industri Kapal (Sumber: Departemen Perindustrian)
Berdasarkan pohon industri kapal di atas, didapatkan 42 alternatif industri pendukung. Dari 42 industri pendukung tersebut dilakukan eliminasi terhadap beberapa industri yang benar-benar tidak memungkinkan untuk dibangun di Kawasan Industri Perkapalan Terpadu Lamongan sehingga tersisa 15 alternatif industri pendukung potensial. Tabel 6. Alternatif Industri Pendukung Potensial Kawasan Industri Perkapalan Terpadu Lamongan No. Alternatif Industri Industri Penyedia Bahan Baku: 1 Industri Fibre Glass 2 3 4 5
Industri Kayu Industri Karet Industri Kaca Industri Tekstil
6 Industri Marine Paint
Uraian industri penghasil fibre glass (cairan untuk membuat kapal utamanya kapal cepat) industri penghasil kayu siap pakai industri penghasil karet industri penghasil kaca industri penghasil tekstil industri penghasil marine paint (cat khusus untuk kapal)
Industri Penyedia Peralatan: 7 Industri Anchor Winch 8 Industri Mooring Winch 9 Industri Capstan 10 Industri Steering Gear 11 Industri Main Switchboard/Panel 12 Industri Air Conditioner 13 Industri Furniture 14 Industri Sekoci 15 Industri Rudder
industri penghasil anchor winch (mesin derek untuk jangkar) industri penghasil mooring winch (mesin derek untuk penambatan kapal) industri penghasil capstan (tiang penggulung rantai atau tali) industri penghasil steering gear (kemudi kapal) industri penghasil main switchboard/panel (papan/tombol pengendali utama) industri penghasil AC bagi kapal industri penghasil furniture industri penghasil sekoci industri penghasil rudder (kemudi) yang digerakkan oleh steering
Eliminasi yang dilakukan didasarkan pada beberapa hal, yaitu: • hanya status industri yang sudah kuat yang bisa untuk didirikan,
•
industri yang dibangun tidak akan mengalami kerugian jika produksinya hanya untuk memenuhi kebutuhan pembuatan kapal, • industri yang dibangun bukan industri yang melibatkan aktivitas peleburan, • industri yang dibangun menghasilkan produk yang tidak bisa diproduksi oleh PT. Lintech Duta Pratama. Dengan demikian, terdapat 15 alternatif industri pendukung potensial yang akan diprioritaskan dalam Kawasan Industri Perkapalan Terpadu Lamongan. 8. Penentuan Kriteria Perankingan Di samping menentukan alternatif industri pendukung potensial dalam Kawasan Industri Perkapalan Terpadu Lamongan, ditentukan pula kriteria-kriteria yang akan digunakan untuk meranking alternatif industri tersebut. Kriteriakriteria ini diperoleh melalui brainstorming dan studi literatur. Brainstorming dalam penentuan kriteria ini dilakukan dengan pihak Kabupaten Lamongan yang mengerti dan memahami tentang pembangunan kawasan tersebut serta berdasarkan arahan pembimbing penelitian. Sedangkan studi literatur utamanya mempelajari penelitian-penelitian terdahulu yang menyeleksi industri yang akan dikembangkan. Berikut ini 7
disajikan Tabel Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini.
tersebut telah disertakan definisi dan cara penilaiannya dengan jelas.
Tabel 7. Kriteria Perankingan Industri Pendukung Potensial dalam Kawasan Industri Perkapalan Terpadu Lamongan
9. Perankingan Industri Pendukung Potensial Berdasarkan 15 alternatif industri pendukung potensial dalam Kawasan Industri Perkapalan Terpadu Lamongan serta 13 kriteria penentuan prioritas yang telah ditentukan, dibuat kuesioner yang disebarkan kepada calon pengambil keputusan, yakni Pemerintah Kabupaten Lamongan. Pemerintah Kabupaten Lamongan diwakili oleh Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah (Bappeda), Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang), serta Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag). Hasil penyebaran kuesioner dijadikan sebagai input perhitungan ELECTRE II. Pada tahap awal perhitungan, hasil kuesioner diolah untuk memperoleh bobot atau derajat kepentingan tiap kriteria dengan menggunakan metode entropi. Derajat kepentingan masing-masing kriteria tersaji dalam tabel berikut.
Aspek
No.
Kriteria
Definisi
Penilaian
Pengaruh pembangunan industri pendukung terhadap pengembangan wilayah baik lingkup Kawasan Industri Perkapalan Terpadu maupun Kabupaten Lamongan
Pembangunan industri yang berpengaruh besar terhadap pengembangan wilayah akan lebih disukai
Pertumbuhan 2 Ekonomi
Pengaruh perkembangan industri pendukung terhadap pertumbuhan ekonomi khusunya sekitar Kawasan Industri Perkapalan Terpadu
Industri yang memberikan kntribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan akan lebih disukai
3
Penyerapan Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang akan diserap dengan dibangunnya industri pendukung dalam Kawasan Industri Perkapalan Terpadu
Industri yang menyerap tenaga kerja lebih banyak yang lebih disukai
4
Perbaikan Ekspor
Perubahan positif terhadap kegiatan ekspor akibat dibangunnya industri pendukung dalam Kawasan Industri Perkapalan Terpadu
Industri yang memiliki kontribusi besar dalam perbaikan ekspor akan lebih disukai
1
Pengembangan Wilayah
Ekonomi
Akseptabilitas 5 Sosial
Tingkat penerimaan masyarakat atas keberadaan Industri yang memiliki tingkat industri pendukung yang akan penerimaan masyarakat yang dibangun dalam Kawasan tinggi akan lebih disukai Industri Perkapalan Terpadu
Risiko terhadap Keamanan dan 6 Kesehatan Masyarakat
Risiko keamanan dan kesehatan masyarakat di sekitar Kawasan Industri Perkapalan Terpadu akibat aktivitas industri pendukung yang akan dikembangkan
Sosial
Kemajuan area pemukiman di sekitar Kawasan Industri Perkembangan 7 Perkapalan Terpadu akibat Area Pemukiman pembangunan industri pendukung
Industri yang memiliki risiko terhadap keamanan dan kesehatan masyarakat paling kecil akan lebih disukai Industri yang memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan area pemukiman akan lebih disukai
8
Adanya bahan baku yang Dukungan Bahan mampu menyokong industri Baku pendukung dalam Kawasan Industri Perkapalan Terpadu
Industri yang bahan bakunya dapat didukung oleh SDA dalam dan sekitar kawasan lebih disukai
9
Banyaknya air dan energi yang Penggunaan Air dibutuhkan oleh industri dan Energi pendukung dalam Kawasan Industri Perkapalan Terpadu
Industri yang memiliki kebutuhan (konsumsi) air dan energi yang lebih sedikit akan lebih disukai
10 Lingkungan
Kebutuhan Ruang
Besarnya ruang yang dibutuhkan oleh setiap industri pendukung yang akan dibangun dalam Kawasan Industri Perkapalan Terpadu
Limbah atau polusi yang akan memberikan dampak buruk 11 Pencemaran Air terhadap air di dalam dan sekitar Kawasan Industri Perkapalan terpadu
12
Pencemaran Udara
Pengaruh terhadap 13 Ketidakstabilan Ekosistem
Kebutuhan ruang industri yang tidak terlalu besar akan lebih disukai sehingga pemanfaatan lahan bisa lebih efisien Industri yang tidak berkontribusi atau sedikit berkontribusi dalam pencemaran air sekitar kawasan akan lebih disukai
Kebisingan dan polusi udara yang dihasilkan oleh industri pendukung dalam Kawasan Industri Perkapalan Terpadu
Industri yang tidak berkontribusi atau sedikit berkontribusi dalam pencemaran udara sekitar kawasan akan lebih disukai
Dampak yang ditimbulkan oleh industri pendukung dalam Kawasan Industri Perkapalan Terpadu terhadap ketidakstabilan ekosistem disekitarnya
Industri yang tidak berkontribusi atau sedikit berkontribusi dalam merusak ekosistem sekitar kawasan akan lebih disukai
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat 13 kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi alternatif industri pendukung potensial. Aspek lingkungan memiliki kriteria terbanyak yaitu tujuh kriteria, diikuti aspek ekonomi yang memiliki empat kriteria, dan aspek sosial dengan dua kriteria. Dalam tabel
Tabel 8. Derajat Kepentingan Kriteria Kriteria C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 C11 C12 C13
Derajat Kepentingan Kriteria 0,089763981 0,062337741 0,062337741 0,080318634 0,077556048 0,085041308 0,085041308 0,047367221 0,077556048 0,085041308 0,085041308 0,085041308 0,077556048
Karena kriteria yang digunakan tidak semuanya merupakan kriteria benefit, maka dalam pengolahan kuesioner selanjutnya, dilakukan penyesuaian. Rekap data yang disesuaikan adalah untuk kriteria 6, 9, 10, 11, 12, 13. Penyesuaian yang dilakukan adalah membalik penilaian responden terhadap industri yang terkait dengan kriteria-kriteria di atas. Misalkan responden mengisikan nilai 5 untuk salah satu industri dalam kriteria pencemaran air, maka nilai tersebut disesuaikan menjadi 1, begitu pula sebaliknya. Hal ini juga berlaku untuk nilai 4 yang disesuaikan menjadi 2, begitu pula sebaliknya. Kecuali nilai 3 yang menunjukkan kontribusi sedang tidak disesuaikan dengan nilai manapun. Kemudian dilakukan perhitungan bobot setiap alternatif terhadap setiap kriteria menggunakan metode entropi. 8
Dengan memanfaatkan derajat kepentingan kriteria dan bobot setiap alternatif terhadap setiap kriteria, dibuat matriks concordance dan discordance seperti yang tersaji dalam Tabel 9 dan 10. Keadaan kesesuaian (Concordance) adalah keadaan dimana kriteria dari suatu alternatif mengungguli kriteria dari alternatif yang lain, kemudian derajat kepentingan dari kriteria tersebut dijumlahkan. Sedangkan ketidaksesuaian (Disconcodance) adalah keadaan dimana kriteria dari suatu alternatif diungguli oleh kriteria dari alternatif yang lain. Pembuatan matriks concordace dan discordance masing-masing didasarkan pada persamaan (6) dan (9). C(k, ) =
.......(6)
untuk W(k, ) = W+(k, ) + W=(k, ) + W-(k, ) .......(7) dan .......(8) W+(k, ) W-(k, ), W+(k, ) = nilai bobot untuk k lebih baik daripada (lebih disukai daripada) , W=(k, ) = nilai bobot untuk k tidak berbeda dengan (sama dengan) , W-(k, ) = nilai bobot untuk k lebih buruk daripada (lebih dibenci daripada) . Sementara ! " #! "$ %&
D(k, ) =
.......(9)
untuk fi(xk)= evaluasi alternatif xk terhadap kriteria fi fi(x )= evaluasi alternatif x terhadap kriteria fi R* = range terbesar dari skala kriteria
Tabel 9. Matriks Concordance Alternatif A1 A2
A1 1 0,66732
A2 0,33268 1
0
0
A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15
0 0,752361 0,752361 0,61523 0,61523 0,747639 0,83268 0,747639 0,594487 0,752361 0,852621 0,755124
Alternatif A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15
A1
A3
A4 1 1
A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 1 0,410236 0,890295 0,852621 0,852621 0,76758 0,720212 0,657875 0,742916 0,33268 0,642656 0,727698 1 0,752361 0,837403 0,837403 0,837403 0,752361 0,66732 0,66732 0,752361 0,837403 0,66732 0,66732 0
0
0
0
0
0 0,705242 1 0 0 0,047367 0,047367 0 0 0 0,395018 1 1 1 0,914959 0,752361 0,752361 0,752361 0,66732 0,66732 0,247639 1 1 0,410236 1 0,752361 0,752361 0,66732 0,66732 0,557615 0,417721 0,952633 0,952633 0,410236 0,700271 1 1 0,867591 0,78255 0,720212 0,417721 0,952633 0,952633 0,410236 0,700271 1 1 0,867591 0,78255 0,720212 0,417721 1 1 0,495277 0,700271 1 1 1 0,867591 0,805254 0,417721 1 1 0,495277 0,83268 1 1 1 1 0,890295 0,417721 1 1 0,542645 0,747639 0,914959 0,914959 0,914959 0,914959 1 0,33268 1 1 0,33268 0,672043 0,594487 0,594487 0,594487 0,594487 0,632161 0,460366 1 1 0,604982 0,837403 0,837403 0,837403 0,752361 0,752361 0,752361 0,417721 1 1 0,542645 0,852621 0,852621 0,852621 0,852621 0,852621 0,937662 0,33268 1 1 0,465088 0,692786 0,775065 0,775065 0,775065 0,775065 0,775065
1 0,867591
0
0 0,047367 0,047367
0
0
0 0,744876 0,705242 0,575596 0,575596 0,575596 0,708004 0,770342 1 0,837403 0,937662 0,685301
0 0,395018 0,247639 0,417721 0,417721 0,417721 0,417721 0,417721 0,33268 1 0,495277 0,410236
0 0,66732 0,557615 0,475336 0,475336 0,560378 0,645419 0,670083 0,547119 0,752361 1 0,670083
0 0,704994 0,642656 0,642656 0,642656 0,727698 0,812739 0,790035 0,624675 0,752361 0,805254 1
Tabel 10. Matriks Discordance 0 0,005863 0,023703 0,027107 0,005871 0,005871 0,020174 0,020174 0,003795 0,003795 0,005958 0,005958 0,017614 0,003759 0,003842
A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 0,018803 0 0 0,009716 0,002313 0,003723 0,003723 0,003723 0,003723 0,006268 0 0 0 0,005958 0,003699 0,005863 0,005863 0,005899 0,005899 0,005899 0,036663 0 0,002313 0,030299 0,023703 0,023703 0,023703 0,024339 0,024339 0,024339 0,03435 0,005932 0 0,030238 0,027107 0,024918 0,024918 0,030238 0,030238 0,030238 0,012535 0 0 0 0,002189 0,005871 0,005871 0,005871 0,005871 0,005871 0,01649 0 0 0,009716 0 0,005871 0,005871 0,005899 0,005899 0,005899 0,038976 0,002313 0,004626 0,026441 0,022487 0 0 0,020174 0,022487 0,026441 0,038976 0,002313 0,004626 0,026441 0,022487 0 0 0,020174 0,022487 0,026441 0,018803 0 0 0,009811 0,003795 0 0 0 0,002313 0,006268 0,01649 0 0 0,009811 0,003795 0 0 0 0 0,003954 0,015827 0 0 0,015674 0,005958 0,005958 0,005958 0,005958 0,005958 0 0,01649 0 0 0,015674 0,005958 0,005958 0,005958 0,007444 0,007444 0,007444 0,023703 0 0 0,017614 0,017614 0,017614 0,017614 0,017614 0,017614 0,017614 0,012535 0 0 0,013475 0,004389 0,004389 0,004389 0,004389 0,004389 0,004389 0,015827 0 0 0,009811 0,003842 0,003842 0,003842 0,003842 0,003842 0,003842
Selanjutnya ditentukan ambang batas (tresshold) baik untuk concordance maupun discordance. Dari hasil brainstorming dengan pengambil keputusan, diperoleh tresshold concordance C+ = 0,7505 (atas), C= = 0,5 (tengah), dan C- = 0,2495 (bawah). Untuk ambang batas discordance, tersaji dalam tabel berikut. Tabel 11. Nilai Ambang Batas Discordance C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 C11 C12 C13 D1 0,0143 0,0057 0,0083 0,0052 0,0121 0,0055 0,0078 0,0187 0,0089 0,0054 0,0058 0,0045 0,0085 D2 0,0071 0,0029 0,0041 0,0026 0,0061 0,0027 0,0039 0,0094 0,0044 0,0027 0,0029 0,0023 0,0043
Setelah ambang batas ditentukan, dilakukan hipotesis outranking masing-masing alternatif
A12 0,003752 0,003704 0,023615 0,027107 0,005871 0,005871 0,022487 0,022487 0,003795 0,003795 0,003795 0 0,013772 0,005946 0,003795
A13 0,018803 0,009563 0,036663 0,03435 0,012535 0,01649 0,038976 0,038976 0,018803 0,01649 0,012535 0,01649 0 0,012535 0,012031
A14 0,006268 0,009563 0,024939 0,030238 0,005871 0,005899 0,026441 0,026441 0,006268 0,003954 0,003795 0,007444 0,017614 0 0,003842
A15 0,008581 0,009563 0,026441 0,030238 0,005871 0,006268 0,028754 0,028754 0,008581 0,006268 0,005958 0,007444 0,013772 0,003759 0
terhadap alternatif lainnya dengan mengujikan prasyarat relasi outranking berdasarkan nilai uji concordance dan nilai evaluasi discordance. Nilai uji concordance dan nilai evaluasi discordance masing-masing ditentukan memanfaatkan persamaan (10) dan (11). Nilai uji concordance: (
'$ ' '$ '
dimana )
1
......(10)
= nilai bobot untuk alternatif k lebih baik daripada alternatif
9
)#
) = nilai bobot untuk alternatif k lebih buruk daripada alternatif
Nilai evaluasi discordance: D(k, ) = * +*
......(11)
dimana * ) = bobot kriteria j untuk alternatif * = bobot kriteria j untuk alternatif k Berikut ini adalah relasi outranking yang dihasilkan. Tabel 12. Hubungan Relasi Outranking Alternatif A1 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 SF A11 Sf A12 A13 A14 Sf A15 SF
A2
A3
A4
A5
A6 SF
A7
A8
A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 Sf Sf
Sf SF
Sf
Sf
-
Sf
Sf
Sf
Sf SF -
SF Sf -
Sf Sf
Sf
Sf
-
Sf -
Dari relasi outranking di atas, dibuat konstruksi outranking. Penyusunan konstruksi outranking didasarkan pada himpunan D (nondominated), himpunan U, dan himpunan B. Himpunan D adalah semua node (alternatif) yang tidak bisa di-outranking. Himpunan U adalah elemen himpunan D yang berhubungan lemah satu sama lain. Himpunan B adalah seluruh node dalam U yang tidak bisa di-outranking dalam himpunan tersebut. Berikut ini adalah solusi outranking yang dihasilkan.
Gambar 3. Solusi Outranking
Dengan demikian prioritas industri pendukung potensial dalam Kawasan Industri Perkapalan Terpadu Lamongan dapat disusun dalam tabel berikut. Tabel 13. Prioritas Industri Pendukung Potensial dalam Kawasan Industri Perkapalan Terpadu
Prioritas Alternatif A2 A3 A4 1 A5 A13 A14 A7 2 A8 A11 3 A10 4 A15 5 A1 A9 6 A12 7 A6
Industri Industri Kayu Industri Karet Industri Kaca Industri Tekstil Industri Furniture Industri Sekoci Industri Anchor Winch Industri Mooring Winch Industri Main Switchboard/Panel Industri Steering Gear Industri Rudder Industri Fibre Glass Industri Capstan Industri Air Conditioner Industri Marine Paint
Tabel di atas menunjukkan bahwa industri pendukung potensial yang menjadi prioritas pertama dalam Kawasan Industri Perkapalan Terpadu Lamongan adalah industri kayu, industri karet, industri kaca, industri tekstil, industri furniture, dan industri sekoci. Sedangkan untuk industri yang berada pada prioritas paling akhir adalah industri marine paint. 10. Uji Sensitivitas Perankingan Industri Pendukung Potensial Untuk mengetahui kepekaan hasil perankingan terhadap perubahan-perubahan kriteria yang kritis dalam penentuan prioritas industri pendukung potensial, dilakukan uji sensitivitas terhadap perhitungan ELECTRE II yang telah dilakukan sebelumnya. Uji sensitivitas dilakukan dengan menaikkan dan menurunkan derajat kepentingan kriteria pengembangan wilayah sebesar 30%. Kriteria ini dipilih karena memiliki derajat kepentingan tertinggi atau dapat dikatakan sebagai kriteria kritis. Dengan cara perhitungan yang sama seperti perankingan sebelumnya, diperoleh solusi outranking untuk peningkatan 30% derajat kepentingan kriteria pada Gambar 4 dan solusi outranking untuk penurunan 30% derajat kepentingan kriteria pada Gambar 5. Gambar 4 dan 5 menunjukkan bahwa outranking yang dihasilkan dari peningkatan maupun penurunan derajat kepentingan ini
10
menghasilkan 6 tingkatan prioritas. Hal ini berbeda dengan perankingan pada kondisi derajat kepentingan eksisting yang menghasilkan 7 tingkatan prioritas.
Gambar 4. Solusi Outranking untuk Peningkatan 30% Derajat Kepentingan Kriteria Pengembangan Wilayah
alternatif. Sedangkan grafik pada Gambar 7, aksis mewakili skenario (sensitivitas) dan ordinat mewakili prioritas. Berdasarkan grafikgrafik tersebut dapat dikatakan bahwa perankingan yang dihasilkan kurang kokoh (robust) melihat adanya perubahan jumlah (range) prioritas serelah dilakukan uji sensitivitas. Dari Gambar 6 dan 7 dapat diketahui bahwa saat derajat kepentingan kriteria pengembangan wilayah dinaikkan 30%, industri yang mengalami perubahan prioritas adalah industri fibre glass yang naik dari prioritas kelima menjadi keempat, industri marine paint yang naik dari prioritas ketujuh menjadi kenam, industri capstan dan AC yang naik dari prioritas keenam menjadi kelima, serta industri rudder yang turun dari prioritas keempat menjadi kelima. Sedangkan ketika derajat kepentingan kriteria pengembangan wilayah diturunkan 30%, hanya dua industri yang mengalami perubahan kenaikan prioritas, yaitu industri marine paint dari prioritas ketujuh menjadi keenam, dan industri capstan dari prioritas keenam menjadi ketiga. Untuk alternatif yang berada pada prioritas pertama, yaitu industri kayu, industri karet, industri kaca, industri tekstil, industri furniture, dan industri sekoci, setelah dilakukan uji sensitivitas, baik peningkatan maupun penurunan derajat kepentingan kriteria kritis, tidak terjadi perubahan. Alternatif-alternatif tersebut tetap berada pada peringkat pertama. Untuk industri marine paint, meskipun ia mengalami perubahan peringkat setelah dilakukan uji sensitivitas, posisinya selalu pada peringkat terakhir. 8 7 6 5
Gambar 5. Solusi Outranking untuk Penurunan 30% Derajat Kepentingan Kriteria Pengembangan Wilayah
Hasil uji sensitivitas baik untuk peningkatan maupun penurunan derajat kepentingan kriteria dapat dibandingkan dengan hasil perankingan sebelumnya dalam bentuk grafik seperti yang tersaji dalam Gambar 6 dan Gambar 7. Grafik pada Gambar 6, aksis mewakili jenis alternatif, sedangkan ordinat mewakili prioritas
4 3 2 1 0 A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
Derajat Kepentingan Kriteria Eksisting Derajat Kepentingan Kriteria Turun 30%
A8
A9
A10
A11
A12
A13
A14
A15
Derajat Kepentingan Kriteria Naik 30%
Gambar 6. Grafik Perbandingan Prioritas Alternatif Perankingan
11
Gambar 7. Grafik Perbandingan Skenario Perankingan
11. Kesimpulan Dari hasil pengolahan data analisis yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. • Nilai Indeks Iklim Teknologi (IIT) Kabupaten Lamongan dapat diketahui dari besarnya Indeks Faktor Subjektif (IFS) dan Indeks Faktor Objektif (IFO) dengan nilai masing-masing 0,79349 dan 0,33251 untuk tahun 2004/2005 serta 0,79481 dan 0,66749 untuk tahun 2008/2009. Berdasarkan grafik IIT, diketahui bahwa kondisi iklim teknologi Kabupaten Lamongan tahun 2008/2009 lebih baik daripada tahun 2004/2005 sehingga Kawasan Industri Perkapalan Terpadu layak dibangun di Kabupaten Lamongan. • Di antara 15 alternatif industri pendukung yang potensial untuk dibangun di Kawasan Industri Perkapalan Terpadu Lamongan, industri kayu, industri karet, industri kaca,
industri tekstil, industri furniture, dan industri sekoci memiliki prioritas teratas. 12. Daftar Pustaka Abetti. 1989. Linking Technology and Business Strategy. New York: Th Presidents Association – The Chief Executive Officer Division of American Management Assosiation. Alkadri. 2001. Manajemen Teknologi untuk Pengembangan Wilayah: Konsep Dasar, Contoh Kasus, dan Implikasi Kebijakan. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Timur. 2008. SITR Propinsi Jawa Timur.
. Diakses: 23 Oktober 2009. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan dan Kantor Penelitian dan pengembangan Daerah
12
Kabupaten Lamongan. 2004. Lamongan dalam Angka 2004. Lamongan: Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan dan Kantor Penelitian dan pengembangan Daerah Kabupaten Lamongan. 2008. Indek Pembangunan Manusia Kabupaten Lamongan 2008. Lamongan: Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan dan Kantor Penelitian dan pengembangan Daerah Kabupaten Lamongan. 2009. Lamongan dalam Angka 2008. Lamongan: Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan. Badan Pusat Statistik Kota Surabaya. 2009. Surabaya dalam Angka 2008. Surabaya: Badan Pusat Statistik Kota Surabaya. Cahyadi, Rahmad. 2004. Analisis Technology Status Assessment (Studi Kasus Sentra Industri Wedoro dan Sentra Industri Sooko). Surabaya: Tugas Akhir Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Huang, Wen-Chih and Chien-Hua Chen. 2005. Using The ELECTRE II Method to Apply and Analyze The Differentiation Theory. Proceedings of the Eastern Asia Society for Transportation Studies Vol. 5. Kadin Indonesia. 2007. Visi 2030 & Roadmap 2010 Industri Nasional.
. Diakses: 29 Oktober 2009. Khalil, Tarek. 2000. Management of Technology: The Key to Competitiveness and Wealth Creation. Singapore: McGrawHill Companies Inc. KPDE Lamongan. 2008. PT. Lamongan Integrated Shorebase Menyediakan Sentra Logistik Terpadu Berstandar Internasional dengan Konsep One Stop Shopping Hypermarket. . Diakses: 29 Oktober 2009. Mughni, Ahmad. Teknik Multivariate. . Diakses: 22 Oktober 2009. Nystrom, Paul C., and K. Ramamurthy, Alla L. Wilson. 2002. Organizational Context, Climate and Innovativeness: Adoption of Imaging Technology. Journal of Engineering and Technology Management. . Diakses: 08 September 2009.
Pemerintah Kabupaten Lamongan. 2008. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan 2008-2028. Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2008. Analisa Penyusunan Kinerja Makro Ekonomi dan Sosial Jawa Timur: Data Pengukuran kinerja Makro Ekonomi dan Sosial dalam Rangka LKPJ 2008 dan AMJ 2003-2008 Bagian 4. Surabaya: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Pepall, Lynne, Daniel J. Richards, and George Norman. 2005. Industrial Organization, Contemporary Theory & Practice. SouthWestern-Thomson, Canada. Porter, Michael. 1998. The Competitive Advantage of The Nation. New York: Mc.Graw Hill. Pramitasari, Novi. 2007. Implementasi Pendekatan Fuzzy-AHP dan ELECTRE II untuk Perankingan Prioritas Pengerjaan Order Peralatan Industri Proses di PT. Barata Indonesia (Persero). Surabaya: Tugas Akhir Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Presiden Republik Indonesia. 1996. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri. Roelandt dan Den Hertag. 1999. Bosting Innovation: The Cluster Approach. Paris: OECD Proceedings. Sari, Dillah Hikmah. 2006. Perbandingan Metode Electre, GPAP, MCDM Expert System Terhadap Pemilihan Hotel Bintang Empat di Yokyakarta (Studi kasus pada Hotel Berbintang di Yokyakarta). Yokyakarta: Tugas Akhir Teknik Industri, Universitas Islam Indonesia. Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2009. Kawasan Industri Maritim akan Dibangun di Lamongan. Jakarta: Portal Nasional Republik Indonesia. . Diakses: 01 September 2009. Sodikin, Imam. 2004. Pendekatan Asesmen Teknologi dalam Penentuan Posisi Daya Saing Perusahaan. Yogyakarta: Academia Ista Vol. 9 No. 2. Springer’s International Series. 2005. Multiple Criteria Decision Analysis: State of The Art Surveys. Boston: Springer Science + Business Media, Inc.
13
Tabuccanon, Mario T. 1988. Multiple Criteria Decision Making in Industry. Netherland: Elsevier Science Publishing Company Inc. Tim Penyusun Jurusan Arsitektur FTSP ITS. 2002. Studi Kelayakan Kawasan Industri di Kabupaten Lamongan. Surabaya: PT. Surabaya Industrial Estate Rungkut (Persero). Tjakraatmadja, Jann Hidayat. 1997. Manajemen Teknologi, Volume 1. Bandung: Studio Manajemen Teknik Industri ITB. UN-ESCAP for Asia and The Pasific. 1989. A Framework for Technology-Based Development, Technology Climate Assessment. Bangalore: Technology Atlas Project. UN-ESCAP for Asia and The Pasific. 1989. An Overiew of Framework for TechnologyBased Development, Volume 1. Bangalore: Technology Atlas Project. ______. Multivariate Statistics: An Introduction. . Diakses: 22 Oktober 2009. ______. Multivariate Statistics: Factor Analysis. . Diakses: 22 Oktober 2009. ______. 28 Oktober 2009. Interview: Agus. Lamongan: Kepala Subbidang Pemukiman, Prasarana Wilayah, dan Perhubungan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. ______. 30 Oktober 2009. Interview: Widyawati. Surabaya: Staf Pengukuran dan Status Hukum Kapal, Administrator Pelabuhan Tanjung Perak, Departemen Perhubungan. ______. 15 Nopember 2009. Interview: Agus. Lamongan: Kepala Subbidang Pemukiman, Prasarana Wilayah, dan Perhubungan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. ______. 07 Desember 2009. Interview: Agus. Lamongan: Kepala Subbidang Pemukiman, Prasarana Wilayah, dan Perhubungan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. ______. 04 Januari 2010. Interview: Agus. Lamongan: Kepala Subbidang Pemukiman, Prasarana Wilayah, dan Perhubungan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah.
______. 06 Januari 2010. Interview: Soeroto. Lamongan: Kepala Seksi Penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan. ______. 06 Januari 2010. Interview: Pudjijanto. Lamongan: Kepala Bidang Perindustrian Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan. ______. 06 Januari 2010. Interview: Widyawati. Surabaya: Staf Pengukuran dan Status Hukum Kapal, Administrator Pelabuhan Tanjung Perak, Departemen Perhubungan.
14