PENDEKATAN OrienQsi Teoritis
E3agian ini mxupakan uiasan atau kajian M a p hasil-hasil perElian
brdahulu denganf o k bwuh ~ ~ rrigran maupun kehidupan keluarga d m perceraian. Kajian ini dianggap perlu setidaknya untuk d f h a t sejauh maw dm fokus-fokus
apa saja yam Wah d i l a n i p d i t i seblumnya. DenganM k i a n hagian ini juga bemaha untuk menghindariterjadinya duplikasi penelitian. Selain hasil penelitian,
pada hagian ini juga mgungkapkan bebefapa tewi migrasi untuk menganaiisis fenomna BMP.
Migrasi Perempuan
Dalam berbagai literatur, bumh migran perempuan dikenal dengan istilah
Tenaga Keqa Indonesia Wanita (TKIW). Menurut Ambaretnani dan Rianawati (1999) TKlW adalah
sebutan bagi kelornpok perernpuan Indonesia yang pergi ke
luar negeri sebagai buruh tamu. Ada juga yang menggunakan istilah Tenaga Keqa Wanita (disingkat Nakerwan atau TKW). Penamaan TKlW dimaksudkan unhrk menunjukkan
asal negara yaitu Indonesia. Pada dasamya istilah TKlW sarna
dengan TKW &pat menrjuk kepada semua tenaga keja prempuan, baik yang bekej a di Indonesia maupun di luar negeri. lstilah tersebut sekaligus mwnbedakan
dengan tenaga keja laki-laki yang dikenal dengan istilah Tenaga Kej a Indonesia (TKI). Namn sesungguhnya pernbedaan istilah tersebut yang dianggap sebagai
pembedaan antara laki-laki dan perempuan pada satu sisi dianggap bias gender k a m dalam b e m i peratumn penrndangan yang menggunakan istilah TKI,
secara inldusif digunakan untuk menyebut henaga kerja pamnpuan3. 3
Dalam pengertian yang sama, penelitian ini menggunakan istrlah 'buruh perempuan' atau 'buruh mrgran perwnpuan' yaitu &tan kepada selcelomW perempuan Indonesia yang
Kebanyakan penelitian tentang cnigmsi M a k rmmbdakan antara migrasi yang diiakukan antm laki-laki dan perenpan. &lam perspektif gender,teori
mupun penelitian tersebut berada pada posisi yang netral gender bahkan buta
gender (Chant & Raddiffe, 1992). Padahal s d a m ini pwenpuan blah banyak terlibat dalam proses migrasi. Karena itu menunrt Hugo (1997), anatisis tentang
migrasi dipandang perlu pembedaan mtara m ~ r a s iyang dilakukan laki-laki
maupun perempuan, paling tidak karma tiga alasan utarna: (1) polapola yang
berkda, (2) penyebab dan akibat yang k t b d a . dan (3) implikasi kebijakan yang
Teori tentang migrasi terns krkembang seiring dengan perkembangan dan perubahan-perubahan pada fenomena migrasi tersebut. Teori yang paling sederhana adalah Wel push-pull theory yang mdihat fenomena migrasi tejadi
karena dorongan keluar dari daerah asal serta daya tarik dari negara tujuan (Rusli, 1996). Beberapa dekade terakhir ini, bemunculan teori yang menjelaskan migrasi
antar negara. Ada dua teori besar untuk menjelaskan migrasi antar negara, yaitu mikro-ekonomi dan stnrktuml historis (Wood, 1981). Teori atau pendekatan mikroekonomi mlihat adanya ketimpangan daiam pembagian tanah, tenaga keja,
modal maupun sumbet daya alam lainnya sehingga ada negara maju dan kaya di
satu pihak dengan negara miskin di lain pihak. Tenaga keja yang melimpah di negara miskin kemudian bergerak menuju negara kaya dalam rangka mencari keseimbangan rnelalui upah yang lebih tinggi. Sedangkan teori stnrktuml historis pergi ke luar negeti k k g a sebagai buruh tamu. Pernilihan kata 'perempuan' dan tidak 'wanita' karma di kalangan aktivis perempuan istitah 'perernpuan' lebih bermakna untuk mengangkat harkat perempuan dibandingkan dengan istilah 'wanita'. Secara etimologis, perwnpwn her-l dari kata empu-puan atinya perempuan yang dimpukan, yang mmpunya dirinya sendiri, yang otcmm. Sedangkan kata 'wanib' swing diartikan sebagai 'yaw diinginkan' atau dalam bahasa J a w swing disinonimkan dengan 'wani di taw (Jurnal Perempuan, Nomw 02, DesemberJanuari 1997). Narnun dernikian, tidak s s a - a rnutlak diartikan bahwa penggunaankata 'perempuan' lebih baik dari kata 'wanita'. Ada pemaknaan baru dari perempuanJawa thadap kata 'wanita' M a k lagi berarti 'wani di tata' tetapi berarti 'wani m e w ' yang berarti ia punya keberanian untuk mengatur apa yang batk dan yang tidak baik bagi dirinya sendiri.
mempertimbmgkan kondisi ekonomi, sosial mupun politik secara global telah
mengakibatkan ketidaksamaan struktur antam sakr negara dengan negaa lain.
Massey et all (1993) menganalogkan pendekatan ini sebagai
System
m-
Mgrasi p e r m p a n mmpakan sistm dad penrbahan ekonomi global m u j u industrialisasi yang pada bidang-bida~g
secara sengaja mencipakan
iapangan pekejaan yang disosialisasikansesuai dengan karakter m u a n .
Jauh sebelum terjadtnya migrasi antar negara, sesungguhnya p r m p u a n Indonesia telah melakukan migrasi antar kota. Jellinek (1995) menggambarkan bahwa mulai tahun 1920-an beberapa perempuan dari daerah -or
dan
fanggerang blah berpindah ke Jakarta. Tekanan penduduk atas tanah dan
menumnnya kesempatan kej a di daerah w s a a n , memaksa petani untuk pimiah ke kota. Jakarta atau waktu itu dikenal dengan sebutan -via,
mwniliki daya tarik
yang kuat karena bertambahnya penduduk Eropa dan Cina serta pertuasan kantor, bank dan fasilitas prasarana. Pada saat itu migrasi antara ksta dilakukan secara
berantai. Salah satu keluarga atau salah seorang anggota keluarga seperb Eu Cia
dan Ibu Inah, pergi lebih dahulu. Jika dianggap sudah bemasil, mereka memanggil saudara atau tetangga di kampung untwk ikut bkerja di kota. Mgrasi antar negara mulai dilakukan oleh perernpuan Indonesia &tar
tahun 197-n
dengan tujuan utama vraktu itu adalah Saudi Arabia (Spaan, 1994).
Pada ~ l n y amigtasi , ini dilakukan secara individual dengan motivasi tidak hanya untuk mencari pekeijaan tetapi juga bedwrap mmiliki kesempatan untuk beribadah menunaikan haji atau u m h .
Setelah tahun 1975, migrasi antar mgam kermdianditangani secara fmml
oleh p e d n t a h dalarn ha1 ini Departemen Tenaga Kerja RI miptoherijanto, 2 m ) . Selain penyiapan seperangkat peratwan perundangan tentang buruh migran, pada tahun 1984 melalui Surat Keprtusan Wntefi Tenaga Kerja Norm KEP-
61MN11984 dibentuk organisasi Antat Kerja Antar Negara (AKAN) yang M
a
koordinasi Departemen Tenaga Kerja RI. Pada bulan September 2000,
di ba&
meldui Keputusan Menhi Tenaga Kerja RI N o w KEP-1671MENl999, wganisasi dan tata kerja AKAN diubah menjadi Balai Pdayanan Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI). Dalam Pasal 2 Surat Keputusan tetsebut dijelaskan bahwa tugas BWTKI adalah melaksanakan penyiapan, penempatan
calon tmaga kefja Indonesia ke luar negeri, pelayanan adrninisb'asi kekf-angtcatan dan kep~rlangan serta pwlindungan (Departemen Tenaga Kwja RI. 2000).
Oengan seperangkat peraturan serta perrbentukan organisasi untuk mengatur buruh migran antara negara, tidak Wmrti bahwa seluruh pennasalahan yang berkaitan dengan buruh migran antara negara dapat diselesaikan. Dalam
kenyataannya. migran illegal (undocumented migrants) mash tenrs kmwnculan. Dengan demikian, pola migrasi intemasional di Indonesia dapat d i k i a k a n dalam dua bentuk yaitu migran yang tercatat s e a m resmi melalui instansi pemerintah dalam ha1 ini BP2TKI. Sedangkan pola kedua adalah migran illegal atau tidak t e r m
(Hugo,1997; Tjiptoherijanto, 2000). Terjadinya migran illegal tidak bisa
lepas dari peran para calo (middle men) yang mmbantu para migran mencari rut+ rute yang dapat dilewati tanpa mlalui campur tangan pernerintah. Dalam hal ini
Hugo (1 997) menggambarkan migran illegal dari Pulau Jawa yang dibantu oleh
para calo untuk rnendatangi beberapa negara antara lain ke Singapura, Malaysia
dan Jazirah Arab. Di antara nigran illegal ksebut termasuk di dalamnya buruh migran p e m a n baik yang datang untuk mengikuti suadnya atau karena keinginen sendiri. k w h migran illegal ini kebanyakan bekwja di sektor domestlk yaitu pembantu rumah tangga atau penjadi pekej a seks (pelacw).
Fenomena ndgrasi peremuan di satu sisi dapat dilihat sebagai bentuk kesadamn batu dad masyarakat tentang peran pwempuan di luar sektor domsfik.
Tetapi pada kenyataannya bidang-bidang
migran m
a
n tidak jauh dari peran m
wejaan k
informal yang dilakukan
. Hasil penelitian Krisn-ti
dkk.
(1998) mu#jukkan bahna pekejaan yang paling banyak d i a i tm3Wa kerja
pe-n
adalah sebagai pembantu rumah tangga. Sementara itu, kebijakan
p e w h a a n untuk menwima buruh perempran d i s a r i oleh adanya s t m p e perempuan sebagai manusia yang tekun, fajin, dan patuh. E u r h s e m i itu sangat dibutuhkan untuk menjalankan strategi efisiensi produksi. Lebih jauh AWullah
(1995)menyatakan bahwa pa*sipasi ekonon-i perempuan terikat pada perubahan struMur ekonomi yang @ah membuka peluang baru bagi perempuan dalam berbagai pekerjaan. Namun demikian, keterlibatan
ini justru mereproduksi
ketirrpangan gender karena perusahaan yang beroriemtasi pada pencafian keuntungan dan beforientasi global mmbuhhkan tenaga kerja wnita untuk menekan biaya produksi.
Penelitian tentang migrasi perempuan dapat dilihat sebagai peranan dan otonorni pempuan untuk mempettahankan ekonomi rumah tangga. Mengacu kepada pendapat lhromi (1992) otonomi pempuan dapat diartikan sehagai
kemampuan pererrpuan untuk bertindak, melakukan kegiatan, mgarnbil keprtusan untuk bertindak berdasarkan kemauan sendiri, bukan karena disuruh
atau dipaksa deh orang lain. Melalui penditian lapangan selama 15 bulan pada tahun 1972
- 1973 di satu desa di J a m Tengah, Stoller (1977) melihat b a r n
m u a n rnemiliki atonmi atau 'status luar biasa' dalam mengendalikan keuangan dan memainkan pwan M n a n dalam proses pgambilan keputusan dalam rumah tangga. Di kalangan rumah tangga miskin, p g h a s l a n perenpuan
memberi posisi penting bag! kelangsunganekonomi mmah tangga. Sedanglcan di kalangan rumah tangga yang cukup berada, pnghasilan yang dipemleh
pe-uan
mengakibatkan perempuan M l i k i dasar materi bagi kekuasaan
sosial. Di sarnping itu, menuntt Stoller, dibandingkan laki-laki, p w e q u a n lebih 'siap' kttIadapan dengan Marnbahnya kerniskinan yang teqadi akibat tiadanya
tanah garapan. Pe-wn
dahm Keluarga Buruh Migran
Menurut Blocd (1972) pada dasmya k a y a k a n keluarga tidak menginginkan migrasi. Dalam kenyataan ada keluarga yang sama sekali tidak pemah d a k u k a n nigrasi dan hanya sebagian kedl yang
rnernilih untuk
bermigrasi. Pada keluarga tradisional, ketidakcukupan sumber daya alam mengharuskan keluargatersebut be~plndah untuk mencan sumber daya alam yang banr. Sedangkan pada keluarga modem, alasan migrasi antara lain untuk mencari kehidupan yang lebih mapan, baik melalui pekerjaan baru yang lebih menjanjikan
ataupun menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Dalam keluarga tradisional pedesaan, Lestari (1990) menggambarkan
bahwa terdapat pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan yang cukup tajam. Pembagian kerja tersebut didasati pemikiran bahrrrra pada urnumya di dalam
kesatuan kduarga inti terdapat diferensiasi peranan diantara anggota keluarga yang dikdakan berdasarkan urnur, jenis kelamin, generasi dan posisi ekonomi.
Pembagian kerja berdasarkan jenis kdamin mlihat b a h a m
a
n atau ibu
hams bekerja di sektor d o m t i k yaitu satu pekejaan prcduktif yang jarang dinilai dengan uang. Sedangkan suami dihampkan menjadi m
r
i nafkah utama yang
mengharuskannya lebih banyak bergerak di luar. Pembagian kerja secara seksual tidak hanya berlaku pada masyarakat tradisional pedesaan. Hasil penelitian Lestari (1990) menunjukkan bahwa pada
perempuan kelas mnengah ke atas mayoritas berpendapat baha tugas utama semang ibu rumah tangga adalah mengurus clan membimbing anakanak. Pada p e w a n kelas menengah yang bekeja, pendapat itu dikemkakan oleh 47,1014
mqmndm dan padrr p
n kelas menengahyang tidak belrerfa diuwapkan
oleh 53%. Selebihnya rnenyatakan
utama ib adalah mengunrs suani
dan mengurus pekajaan rum& tangga. Hanya 3,6% perwrpuan myatakan bahw peran rrtama w
Sedangkan
a
yang
n adalah ikut mencari penghasilan.
ibu yang bid* W w j a jawaban tentang p r a n utama perempuan
sebagai ibu rumah tangga hanya dikemukakan deb 0,894.
Hasl stud1m r i k tentang pmqwm rrrigran dan kelwrga bisa dilihat dad penelitian Astuti (2000) tentang r;ligrasi pxerrpuan kelas bawah di Grobogan 3awa
Tengah. Keberanian m
a
n
desa untuk bemwgrasi
mencari nafkah di kota
dianggap sebagai 'gerakan tandingan' terhadap pemn dan kedudukan perempuan dan suatu tanda adanya proses dekonstruksi tertradap realitas sosial yang baku.
Mgrasi yang dilakukan permpuan memang dapat mengubah kondisi paling tidak dari fenomena adanya pergeseran peran laki-laki dan petempuan dalam keluarga.
Laki-laki atau suami yang ditinggal isbi rnulai menggantikan peran istri dan rnulai
mengurus anak, m s a k dan mlakukan pekerjaan lainnya wlaupun seringkali dibantu oleh ibu, ibu mertua atau sau&ra
perempuan lainnya, Astuti
myimpulkan bahwa dari sisi kepentingan pwempuan, migrasi tidak sungguh-
sungguh mmtwdayakan perwnpuan. Pola adaptasi yang dilakukan suami ketika isbi tidak ada di rumah hanyalah adaptasi
$emu. m a n kata lain, ketika istri
kwnbali ke desa para s u m kembali ke posisi -la
sebagai m n g yang merasa
tidak pantas untuk melakulran pekerjaan yang dilekatkan
sebagai pekerjaan
domestik.
Smmhra itu Wahyuni (2000) yang mlakukan penelitian tentang pola
pengasuhan anak pada dua desa di J-
Tengah dan J
m Barat sebagai desa
asal migran dan desa tujuan migran perempwn. melihat Wwa di antara keluarga
pasangan migran permanen diternukan tima bentuk pola pengawhan anak yam:
(1) d a h disapih anak ditinggalkan di bawah asuhan nenek atau bibi, sedangkan
si ibu meneruskan bekerja. (2) menjelmg kelahiran anak si ibu keluar dari pekerlaannya di kota. (3) setelah dilahirkan di desa, anak di bma ke kota dan diasuh oleh ayah dan ibunya dengan konselruensi si ibu kelwr dari pekerjaannya.
(4) Anak dibawa Ice kota untuk diasuh deh ayah dan ibunya d-an
bantuan
pengasuh analt, sementara ibu tetap bisa bekerja. (5)setelah m s u k sekolah, anak akan kembati dikirim ke kampung untuf dirawt nenek atau keluarga lainnya. Salah satu faktor yang menimbulkan perbedaan dalam pola pengasuhan anak pada keluarga migran adalah karma masing-masing keluarga khususnya perempuan yang menjadi twruh migran, mernberi pemaknaan yang berbeda tentang bagaimana pengasuhan anak s e h bagaimana hubungan gender yang
tejadi dalam keluarga tersebut. Penelitian yang dilakukan Gitoasmoro dan Roesminingsih (1999) melihat bahwa sesungguhnya dalam keluarga yang menjadi sasaran penelitian hubungan gender telah berjalan yang dicirikan dengan tidak
adanya dominasi ibu dalam keharusan mendidik anak. Dalam berbagai hat yang mengkondisikan suami untuk mengasuh anak tidak dianggap sebagai sesuatu yang timpang.
Dari berbsgai penelitian tersebut tertihat bahm migrasi yang
dilakukan penmpuan khususnya yang berkedudukan m a i istn banyak
memberikan pengamh terhadap kemungkinan polagola interaksi antara anggota
kduaga.
Pengandl migmi temyata tidak hanya M i h a t pada nigmsi yang dilakukan p e r n u a n . Berbagai hasil pewtitiantentang migrasi yang dilakukan laki-laki atau
suami,
baik migrasi antara negara atau migrasi antar kota mnghasilkan
kesimprlan yaw hamprr sewpa. Ahstam (1989) melihat bahwa dampak migrasi
atau gerak penduduk drasakan oleh individu mover, nrmah tangga dan kmnitasnya. Dampak tersebut antam lain m a m b a h pendapatan rumh tangga,
meningkatkan status sosial, pubahan &lam peranan dan stmkbr keluarga, rnenirqkatnya peranan * m a n ,
melemahnya kontrol wang tua tehadap
Penelitian migrasi y a y dilalarkan
suami dan pnganrhnya temadap
keluarga &pat dilihat pada SajihrdJo (1990). Dengan fokus p d i t i a n pada pengaruh sirkuiasi suami terhadap struktur dan fungsi keluarga, Sajiihajo
myinpulkan bahwa pembagian k a j a secara seksual pada keluarga sirkulator tidak sewas pada keluarga non sirkulatof. Ketika suarni mlakukan mqran ke kota. banyak istri yang mlakukan pekerjaan produtttif. Sebatiknya beberapa pria
sirkulator mau melakukan peketjaan rumah tangga yang
biasanya dianggap
sebagai pekerjaan istri. Kemndirian istri dalam m g e l o l a rurnah tangga
berpengaruh positif tehadap peningkatan t a d hiup keluarga serta komunitasnya. Dengan mnggunakan analisis gender, Daulay (2001:20)menunjukkan
bahwa telah terjadi pergeseran pola relasi antara suami istri pada kduarga buruh migran di Karawang. "Hubungan gender yang tejadi di dalam keluarga TKlW selama ini rnasih didminasi oleh sistern patriarlthi. Duninasi suami sebagai pihak yang memegang kekuasaan dalam bwhagai as@. Fenomem TKlW yang w a d i @a awal tahun 80-an sedikit banyak telah merubah pola hubunganyang patriarkhi&ma ini. Nilai patriarkhi yang sarat dengan nihi-nilai pemingitan dalam kanteks TKlW ternyata telah mengalami penrbahan. Suami sudah lebih bersifat permisif. IMepnden TKlW dalam rnenentukan keberangkatan wkup tinggi walaupun hal ini sangat didukung deh faktor ekomrni".
Secara global, Daulay mengindikasikan adanya perg#emn k g a m n i budaya patriaw yang s d a m ini memenjarakan
-an
dabm sangkar
'rumah tanggag emas. W d u i pendekatan feminism Manris, Daulay juga mempertihatkan bahwa kelonggaran mrm hanya diberikan kepada istri selagi m k a memberikan keuntungan kepada keluarga dan bagi terisiny tenaga kerja
murah yang mendukung kapitalisme.
Perwnpuln dan Perceraian
Wilson (1985) mngaftikan paremian sebagai bwakhimya hubungan
perltavrrinan atau k p t u s n y a unit kekrarga karma salah satu pasmgan meninggal
dunia. Wilson menggarnbarkan perkembangan keluarga sebagai suatu siMus yang dimlai dad m p a k a t a n pasangan untuk ndakukan m n a n sampai
tejadinya disintegrasi keluarga dalam bentdk perceraian. m r a sosidogis proses perceraian selalu dimungkinkan twjadi karena pada dasamya sebuah keluarga yang dibentuk melalui lembaga palcawinan merupakan proses integrasi dua individu yang memiliki
laiar belakang sosial-budaya yang berbeda (Karim,
1999). Pmeraian juga dapat teqadi pada berbagai kelas sosial, beterapa kategwi
umur, agarna maupun etnik (Lamanna & Riedman. 1981). Melalui pendekatan konflik difahami bahwa kehtarga merupakafl su*r konflik yang diakibatkan oleh adanya kepentingan yang
antar anggota
keluarga tersebut. Konflik dalam keluarga dianggap sebagai sesuatu yang wajar
dan alamiah dalam interaksi manusia. Oleh karena itu para anggota keluarga dapat
merundingkan, mengadakan proses t a w rnenawar atau negoisasi dalam mengatasi konflik (lhromi, 1999). Menurut Scanzoni & Scanzoni (1981, dalam Ihromi, 1999)
bmentinya proses negosiasi antara pasangan suami-istn'
merupakan gambaran situasi dan kondisi menjefang prceraian. Pasangan
terseht tidak bisa lagi menghasifkan kesepakatan yang dapat memuaskan masingmasing pihak sehingga memutuskan untuk bercerai. Oleh karena itu
~enunttArifin dan Supriyatna (1999) perceraian merupakan suatu fenomena
sosial dilihat w g a i hat yang negatif karena menimbulkan W a i problem barn. Pada masyarakat Indonesia yang -ian
besar penduhlmya beragama
Islam, kasus perceraian seringkali dihubungkan dengan m a m a n tentang
ajara~jaranagarna yang bkaitan deiqan institusi keluarga. Mnurut ajaran
Islam, p e m i a n m p a k a n suatu peristiwa yang walaupun diperbdehkan mpi dipandang sebagai satu perbwtan yang temh (Latif. 1985). Adanya pandangan b a h lslam membulra pintu bagi tetjadinya v i a n , deh sebagian kalangan
dinilai
sebagai salah satu penyebab tingginya bingkat perceraian yang terjadi di
negara-negara yang mayuntas penduduknya - a m
Islam (Karim, 1999).
Tetapi menurut Arifin dm Supriyatna (1999) pendapat t e m M kurang bpat karena dikemukakan oleh ahti sosiologi keluarga non-muslim di Barat sebagai
konsekuensi logis dari kebdakpahamnnya tentang konsep perceraian dalam ajaran Islam. Jika dugaan sosiolog non-muslim tersebut benar, menurut Arifin dan Supriyatna (1999) sehamsnya angka perceraian di negara-negara Islam atau di
negara berpenduduk mayoritas Islam lebih tinggi dibandigkan dengan negara-
negara yang berpenduduk non-rnuslim. Untuk menguatkan pendapatnya, melalui serangkaian data, M f i n dan Supriyatna (1999) menunjukkan bahw di negara maju yang myoritas penduduknya non-muslim angka perceraian ternyata M i h ti nggi.
Pendapat bahwa perceraian lebih banyak terjadi di negara maju juga
dikernukakan oleh lhromi (1990). Di Arrlerika Sefikat sejak tahun 192-
ada
fenornena b a b angka perceraian tenrs meningkat. Hal tersebut temyata berkaitan dengan kemandirian perempuan secara e k o d serta perubahan berkenaan dengan harapan-harapan y m g dihayati deh m u a n rnengenai
peranan p e m n yang ideal serta perubahan nilai-nilai keluarga. Mereka yang secara ekonomi blah mandid ketika menghadapi konflik lebih cepat dan mudah untuk mmutuskan m i . Penghalang yang selama ini menjadi salah satu pengendali terjadinya m
a
n tdah melemah, karma wlaupun b e m i ia
telah siap untuk hidup sendiri. F&tm lain yang berpengaruh terhadap tingginya
angka perceraian tersebut addah peruhahan berkenaan M g a n harapan yang dihayati oleh pemmpuan tentang isbi yang ideat atau perubahan nilai kduarga. Perubahan nilai pada pempuan tehadap lembaga p e r k m a n yang mengakibatkan tingginya angka perceraian juga ditunjukkan oleh hasil p d i t i a n
Gulardi (1999) bahwa responden m e n y e w a n Iceadaan sekamng prihatin, tetapi rnemiliki kepuasan batin (67,74%) bahkan 35,48% menyatakan M h bahagia daripada semasa dalam ikatan perkawinan. Dari pemyataan ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden lebih mnghargai hidup sendiri daripada hidup
datam suatu perkawinan yang tidak membahagiakan. Hasil penelitian pada bebrapa rnasyarakat pedesaan di J a w Barat menunjukkan bahwa salah satu faktor penyehab tingginya angka per~eraian
adalah perkawinan usia muda. Mamali (1997) memperlihatkan bahwa pada rnasyarakat Sunda di Kecamatan Cikalong Kulon Kabupaten Cianjur tingginya angka perceraian diakibatkan oleh perkawinan antara pasangan yang k l u m matang, kebebasan yang terlalu besar bagi anak muda untuk menentukan calon
pasangannya serta singkatnya masa perkenalan sebelurn pekawinan. Faktorfaktor tersebut terkait dengan nilai kultural pada rnasyarakat Sunda yang
mernandang jelek pada parawn jomlo atau gadis tua. Masyaralrat memandang bahnra kawin, apapun resikonya, m s i h hbih baik dibandingkan menjadi parawan j 0 d . Keluarga seperti ini mndliki fondasi yang sangat rapuh sehingga mudah tejadi perceraian jika timbul pmicu konflik sekecif apapun.
Fenoma kam'n muda sebagai perryebab tingginya angka p e r m a n juga ditemui w a penelitian Arifin dan Supriyatna (1 999). m a n mengambil sampel
pada wanita muslim di Kabupaten Indramayu, m i t i menunjubkan bahwa d a kberapa faktor yang menyebabkantejadinya perceraian yaitu tingkat pendidikan wanita, usia pada waktu menikah, tempat tinggal yaitu kota dan desa serta jumlah
anak yang dMliki. Karma faktof-fahr tersebut maka sej*
lama Kabupaten
lndramayudikenals e m i urilayah yang memiliki tingkat perr;eraian paling tinggi di J a m Barat. Sedangkan jika dibandingkan dengan provinsi Iainnya di Indonesia, Jawa Barat sejak dahulu sarnpai sekamrrg selalu memiliki angka w
a
n paling
tinggi. Ada kesamaan lain dalam teman penelitian yang dilakukan Manali (1997) di Kabupaten Cianjur serta Arifin dan Supnyatna (1999) di Kabupaten
Indramyu. Walaupun angka perceraian di kedua wilayah tersebut di atas rata-rata, rnereka mengemukakan b a h angka perceraian yang sesungguhnya dipastikan lebih tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan pada Hlilayah penelitian, masih banyak anggota masyarakat yang melakukan perceraian tanpa meialui PengadilanAgam.
Banyak ha1 yang dianggap mnyulitkan masyarakat untuk melakukan percemian di luar Pengadilan Agama antara lain jauhnya Iokasi tempat tinggal dengan kantor
Pengadilan Agama sehingga mempertinggi biaya dan memerlukan waktu lama untuk menyelesaikan proses perceraian.
Kerangka Pemikiran Pendekatanekonomi neoklasik {Massey, I993;Wood, 1982) mjelaskan
bahwa fenomena penyebab timbulnya bumh migran adalah karena perkdaan
yaCg tinpang dalam ha1 tenaga k q a dan upah antara negara miskin dan negara
yang tqolang kaya. Seperti halnya negam h h n b a n g lainnya, di Indonesia tenaga kej a berlimpah tetapi lapangan pekajaan terbatas s e h i w upah twraga
kerja rendah. Sedangkan pada negara kaya, upah tergolong tinggi tetapi tenaga kerja terbatas. Mgrasi antar negm ~ p a k a salah n satu m a untuk m m q a i keseimbangan (eqrdibfl'um) antam dua negara yaw secara sosimkomrmi sangat berbeda.
suarni untuk mengajukan perceraian. Pada sisi lain, kemandirian isbi dari segi ekonomi telah m j a d i pembuka keberanian untuk Wak lagi krganhmg kepada
swami. ISM tidak lagi rnerasa khawatir akan Mantar jika befpisah dari suami karena sdarm ini ia telah menjadi p m a r i naRrah bagi kduarganya. m a i m a n a dikemukakan deh tlorton dan Hunt (1993). hornma-fenwnena tefseM walaupun belum bisa dijadikan ukuran untuk melitrat ketidakbahagiaan pasangan suami-istri, tetapi menrpakan indikasi yang mngkondisikan tingginya angka perceraian.
Fenomena
perceraian
pada
kasuskasus
tertentu,
dipandang
mengkondisikan perempuan pada posisi yang tidak menguntungkan. Penditian yang dilaksanakan Kantor Menteri w a r n Pemkrdayaan Perempuan bekeja
sama dengan PSW LAIN Syarif Hidayatullah (2000:153) mengungkapkan: "Walaupun secara normatif suami dan istri mendapat hak yang sama untuk akses ke institusi perceraian, namun dalam prakteknya, terutama pada saat proses . . pereeraian. istri lebih swing mengalami perlakuandiskriminatif. Bahkan pasca perceraian lebih banyak diarahkan kepada perempuan. Tidak hanya ttu, mobilitas &a1 dan spasial laki-laki cukup tinggi, maka mereka umumnya dapat lebih =pat melupakan pengalaman pahit dari perceraiannya. Sementara karena sering 'dipenjarakan' oleh budaya patriakhal dan cenderung rnendapat sorotan miring dari masyarakat, istri dan perempuan umurnnya sulit untuk dapat mekrpakan pengalaman percwaian. bahkan tidak jarang pengalaman pahit ini terus rnenjadi sebuah trauma akut Pihak istri umumnya rnembutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses mental m v e r y pazm perceraian".
Namun demikian, letak sosial g w r a f i s perempan memberi p q a r u h temadap pemaknaan pemraian yang terjadi pada dirinya. Pada sebagaian
masyarakat yang secara sosial ekonomi sangat tergantung pada suami, hasil peneltiandi atas mungkin relevan. Tetapi pada bagian msyarakat lain, khususnya
masyarakat perkotaan, dimana istri memiliki akses di bidang ekorsomi, hidupsendid di luar perkawinan dirasakan lebih mmhhagiakan dirinya. Hasil peditian
Gulardi (1 999) mnunjukkan bahwa telah terjadi pembahan nilai pada perempuan perkataan terhdap perkavrinan dan lembaga keluarga. Penrbahan tersebut
ditunjuldran deb makin tingginya angka pememian yang digugat pihak istri. Alur kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.
Migrasi Antar Negara
Otonomi Perempuan { Survival Strategy )
Jaringan Sasial I
Ekonmi Keluarga ( Remitan )
I I
L-
---------------
-)
Sosial Budaya ( Tradisi & Agama )
Gambar 2. Alur kerangka pemikiran
Hipobesis Ptnelitian
Penelitian ini secara spesifik ingin menggahadcan bahw kepergian istri
Sebqai brPnrh migran p e v n , mernberi implikasi terhadap kondisi keluarga. Pwan tradisional istri
pada vrilayah domestik, tidak dapat
rnudah
digawlran oleh anggata keluarga lain. Denrikian juga kerenggangan i-is
komunikasi sebagai suami istri dapt rrrenimbulkan krisis kepercayaan diantara masingmasing pasangan.
Penelitian ini mgajukan hi-is
pengarah sebagai beiikut:
1. Percemian yang w a d i pada EMP d i a n okh beberapa fakbor seperti luntumya kepercayaan antar pasangan, perilaku myi-
yang dilalrukan
salah satu atau kedua pasangan atau ketedibatan pihak ketiga khususnya
keluarga luas (extended famly) dalam memahad perilaku masing-masing pasangan. Faktor-faMor tersebut tidak terlepas dari pemahamn msyarakat terrtang aturan-aturan adat dan agarna yang berkaitan dengan perkanrinan dan perceraian.
2. Tpologi perceraian pada B W ditentukan deh bagaimana masingmasing pasangan Mnisiatif atau mengarnbtl peran untuk teijadinya perceraian. Lebih lanjut, s&ap tipdogi diberi mkna yang berbeda oleh msyarakat
sekitamya serta memiliki dampak yang tidak seragam bagi kelangsungan
kehidupan mantan pasangan.
Waktu Penelitian dan Lokasi
'
Penditian lapangan dilaksanakan selama 3 bulan mulai Juli sampai September 2001. Lokasi yang dijadikan sasaran penelitian adalah Oesa Kadupura
yang berada di Mlayah Kecamatan Cibodas Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Lokasi dipilih secara bmtahap, mulai dengan men-
pvinsi,
kabupaten, kecamatan dan desa. Pdlihan provinsi dan kahpaten dilakukan
4
Untuk menjaga kerahasiaan, narna lokasi {dusun, desa dan m a t a n ) serta namaflslma informan telah d i u menjadi nama samaran.
Ada juga 3 m
h permanen milik 3 wang sponsor atau calo tenaga kerja yang
secara langsufq munjukkan bahw jaringan pengifimn bunrh migm telah terbentuk. Persdskaton Pemlitian &n Webtie Psngunprlan data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kual-btifdalam bentuk s W kasus.
Pendekatan kwfitatif dipilih karena fokus penelitian yaitu permaian seem langsung berkaitan efat dwtgan pengalaman @ M i . makna maupun pandangan tentang berbagai peristiwa yang terkait dengan perceraian 8MP. Data tentang ha1
tersebut lebitr relevan diperoleh melalui wawancara mendalarn dan pengamtan dengan mengandafkan kedekatan antara peneliti dengan subjek yang merupakan salah satu karakteristik pendekatan kualitatif. Sedangkan studi kasus dipilih kama
memungkinkan peneliti untuk mempertahankan karakkristik setiap f e n o m a secara holistik dan menangkap makna-makna dari berbagai peristiwa (Yin, 1997).
Dengan stmtegi ini peneliti rnemiliki keleluasaan untuk rnengkaji secara seksama bebagai aspek yang spesifik dari individu sebagai subjek peneliti atau situasi
sosial yang rnempengaruhi (Black & Champion, 1999). Ada dua jenis data dalam penelitian yaitu data kualitatif sebagai data
primer dan data Wantitatif se-i
data pendukung atau sekunder. Data kualitatif
dipedeh melalui teknik wwancara mndalam, pengamatan terlibat serta diskusi kelompok terfokus. Penetapan infwman kunci dalam wawancara mendalam
ditentukan beidasarkan pemtasdahan penelitian sebagai berikut: 1. Informan kunci tentang pennasalahan tipatogi perceraian M i r i atas buruh
migran perempuan yang m a m i perceraian serta arang+mrq tetdekatnya seperti mantan suami, an*, orang tua atau kembat lainnya. Di samping itu informan dipilh dari beberapa kelonpok masyarakat yaitu elit agama (amil,
ustadz), elit pemerintahan di desa dan k-mbn,
serta toktdroh myarakat
yang mgetahui peristhperistiwa perceraian BMP. Informan kunci untuk rrrenjaring i n f m i tentang
pandangan percwaian
& M a p BMP dipilih dari mereka yang dapat m i l i komponen masyarakat yang ada yaitu: eli agama laki-laki dan w u a n . dit pemerintahm Iaki-laki karena jabatan penting di desa maupun kecamatan hamplr kesduruhan dipegang oleh laki-lalri, sesepuh masymkat laki-laki dan m
a n , serta
kelompok anak atau remaja laki-laki dan perempuan yang memiliki ibu sebagai buruh migran haik yang mengalami pemraian maupun tidak. Dari masing-
masing kelompok masyarakat tersebut diambil satu sampai tiga orang untuk dijadikan informan. D~skusikelompok terfokus dilakukan temadap tiga kelompok yaitu kaum
ibu, kaurn bapak serta kelompdt (mantan) bunrh migran. Masing-masing kdompok
terdiri atas lirna salllpai enam orang anggota. Hal-hal yang menjadi topik diskusi
antara lain tentang pandangan ada atau tidak adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan baik dari segi fisik maupun psikis, siapa yang harus rnenjadi pencari nafkah utama dalam kduarga, bagaimana pandangan tentang istri yang
menjdi B W , serta bagaima pandangan terhadap B W yang mengalami perceraian. Pengamatan tertibat dilakukan untuk melihat secara langsung pola
hidup keseharian masyarakat. Selama pengumpulan data lapangan, pneliti dan kfbaur bersama masyarakat e b m p t sehingga dapat menjalin hubungan
personal langsung dengan orangaang yang diwiti.
Wawancara mendalam mensyaratkan adanya kepercayaan dan hubungan baik (rappnt)dari sub~ekterhadap peneliti. Kesamaan etnis batrasa dan
agam antara peneliti dengan masyarakat m j a d i pintu utama temiptanya sehingga penelii relatif mudah berkomunikasi dengan berbagai lapisan
masyarakat. Beberapa wawancara atau diskusi kelompok rnerasa lebii 'mengalif'
jika dilakukan dalam bahasa Sunda. Ownikian juga, ungkapakungkapan lokal
tentang berbagai hal sangat mwnbankr untuk mencoba memahami lebih jauh tentang makna yang ada di balik ungkapan tersebut. Data kuantitatif diperoleh mdalui dua metode yaitu pencacahan (full enumeration survey) dan kajian dok u m dari W a g a i instansi. Full e n u m m k n
survey dilakukan tethadap seluruh keluarga di satu dusun yaitu Ousun Pari. Dari empat dusun yang ada di Oesa Kadupura, Ousun Pari dipllih sehagai lokasi untuk survey dengan pertimbangan bahwa di dusun tersebut simbol-simbol yang berkaitan dengan buruh migran lebih mudah diternui ketimbang dusun lainnya. Berdasarkan informasi tokoh perrrerintahan desa setempat, jumlah buruh migran di dusun ini tidak jauh berbeda dengan dusun lainnya sehingga dengan melihat jumlah bunrh migran di dusun ini dapat mernperkirakankeseluruhanjumlah migran
di Desa Kadupura. Untuk mengukur validitas instrum, seblum full enumeration survey dilakukan uji coba terhadap dua keluarga rnantan buruh migran. Melalui uji coba tersebut kemudian bisa diketahui adanya beberapa item pertanyaan yang sulit
diperoleh jawabannya7. Oleh karena itu, instrumen dibuat m
n
a mungkin
6an responden tinggal medlih salah satu jawban yang paling tepat. Melaiui full
enumeration survey diperoleh berbagai informasi yang terkait dengan B W yaitu jumlah BMP di lokasi survey, jenis kelamin, usia, pendiditcan, status perkminan, kemana saja berpengalamansebagai BMP, serta brapa kali menjadi W. Lihat
Lamran 1.
7
mibumh migran atau mantan buruh migan yang memiliki pengalaman ke luar negeri lebih d a i satu kafi, pada umurnnya Wak ingat persis kapan dia berangkat pertama Icali, kapan pulang sMa berqm lama di tanah air sebelum ia berangkat kembali. Pertanyaantentang hd itu kemudian disederhanakan menjadi: berapa kali ia memiliki pengalaman beicej a ke luar negeri, satu kali, dua kali atau lebih dari dua Mi.
Kajian ddrurnen dilakukan temadap berbagai data yang ada di beberapa instansi. Data tentang jumtah bwuh rrrigran tingkat nasional diperoleh dari men Binaperpta
Tenaga Kerja RI, di tinglcat prwinsi dad Baiai AKAN Kanwil
Depnaker Pmvinsi J w a Barat dan di tingkat kabupatm dari Kantor Oinas
Kependudultan dan Tenaga Kerja Kabupaten Sukabumi. Data t8ntaw perceraian diperoleh dari Pengadilan Tinggi A g a m J m Barat di 8andung serta dari Pengadilan Agama Cibadak Sukabumi. Pada tingkat kecamatan pemlehan data berasal dari Kantor Kecamatan Winduraja dan Cibodas terkait dengan data kependudukan serta Kantor Urusan Agama Kecamtan W induraja untuk data tentang perkawinan. Data kuantitatif lainnya diperoleh dari Kantor k s a Kadupura
berkaitan dengan jumlah komposisi penduduk baik dari segi jenis kelarrrin, usia, pendidikan dan mata pencaharian. Pemntuan Subjek Kasus Untuk menggambarkan secara rinci peris-
pmxmian yang diaiarni
BMP, diambil lima kasus perceraian yang salah satu sebabnya istri rnenjadi bunrh
migran. Pemilihan kasus didasarkan dua pertintbangan. Pertam, secara proposional mewakili tipologi kasus perceraian yang ada di masywakat h Kadupura. Kedua, kemudahan data yang diperolet~.Ada -pa
a
kasus
p e m i a n BAAP, tetapi suli m g g a l i i n f m s i baik katwa BMP sedang tidak ada di ternpat serta kerabat lainnya juga sulit ditemui8.Dengan pertimbanganM u t ,
kemdian d i m 1 tiga kasus perceraian pada tipdogi pertama k a m tipologi ini paling banyak wadi, satu kasus masingmasing pada tipdogi kedua dan ketiga.
W l u i FM Ernnmeration S u m y di Ousun M,diketahui bahwa tedapat 162 orang h u h mtgran, termasuk mantan bur& migm. &Ruh migran pempuan bejurnlah 120 orang (74%), dengan status 7 orang belum kawin, 98 kawin dan 15 orang bedatus janda. Sedanburuh migran b W sebanydt 42 orang (26%),3 orang belum kawin, 38 or an^ kawin dan hanya 1 orang yang berstabrs duda.
Secara fisik. ada Mmap jenis data yang diperdeh selama di lapangan yaitu kaset rekaman w m r a maupun diskusi kelompok, catatan lapangan, foto tentang lingkungan serta kehidupan keseharian tnasyarakat, ataupun foto yang
berkaitan m a n peris-
tertentu. Pengorganisasiandata telah dimlai sejak di
lapawan. Pada tahap a w l , membuat koding yaitu mnyusun transkripsi verbatim (kata demi kata), dan mnyalin catatan lapangan dalam sebuah buku catatan khusus. Setiap awal catatan hasil w a w a n m selalu dicantumkan nama Informan, -Mu,
tempat, topik serta siapa yang melakukan -ncarag.
Pada akhir catatan,
ditulis beberapa komntar peneliti menyangkut hal-ha1 yang hams dilakukan atau didalami selanjutnya. Analisis data kualitatif dilakukan melalui perspektif fenomendogis yaitu
mencoba mencari pemahaman (uodentanding) terhadap berbagai fenomena sebagaimana fenomena tersebut dipahah dan dimaknai oleh subjek pewtitian
(Bogdan & Taylor, 1992). Kernudian dilakukan interpretasi terhadap tima-tema
tertentu untuk mengetahui apa yang ada di balik peristiwa, latar klakang pemikiran serta bagaimana subjek penelitian mdetakkan makna pada peristiw
yang tejadi ( P m n d a r i , 1998). Hasil analisis disajikan dalam bentuk laporan
deskriptif interpretatif. Sedangkan analisis data kuantitatif dlakukan melalui tatulasi silang serta persentase yang k-ian
disajikan datarn bentuk tabel,
grafik dan bagan.
n
Pada umumnya peneliti melakukan wawanmra sendiri. Tetapi untuk topik t e M u dilakukan oleh pembantu lapangan, atau dilakukan berdua antara pneliti dengan pembantu lapangan. M i l n y a untuk mengetahui pengabman dan kesan anak tentang ibunya yang menjadi bunrh migran, peneliti meminta banluan lim m n g gum SMP untuk rneldudmtemadap beberapa o w muridnya. Pembantu lapangan juga dipergunakan untuk kepmtingakkepentingan lain. Misdnya &iihmelaladran enurntation m y , peneliti sangat W o n g deh 3 orang pembantu Lapangan.
Jenis data yang diperlukan, m b d e pengumpulan dan sumber &a dapat dilihat &lam T a M 2.
Tabel 2. Pokok m s a l a h a n , jenis data, metode pengumpulandata dm sumber
POKOK PERMASALAHAN
1.
Gambaran Fisik Lokasi Penelitian
METODE PEW. DATA & SUMBER
AENlS DATA
Pengamatan, studi d o k u m di Kantor
Sejarah &rtKntuknya desa. letak geografis dan luas wilayah, batas batas desa, jarak dari pusat pemerintahan, iklim yang doninan, sumber daya alam, w n t u k a n lahan dwa serta fasilitas u m m yang tersedia. pola pemukiman penduduk.
Kelumhad
Kecamtan
2.
Kependudukan
Komposisi penduduk badasarkan Pengamatan, studi jenis kelarrrin, pendidikan, rnata dokurm di Kantor pencaharian, usia, agama dan Kelurahanl etnis, kepadatan penduduk,jumlah Kecamatan, KUA dan Kepaia Keluarga,jumlah kepaia Pengadilan mama. keluarga yang salah satu atau sebagian anggota keluarganya menjadi buruh migran, mobititas penduduk. jumlah perkawinan dan perceraian.
3.
Sosial Ekonomi
Mata pmcaharian utama, m t a pencaharian sampingan, pola produksi pertanian, jenisjenis usaha non pertanian, pola stratifikasi sosial, kelembagaan tradisional, sistem kepemimpinan.
I
4.
Struktur Keluarga
Pengarruatan, wamncara dengan elit desa clan tokoh
masyarakat.
Polajmla perkavrinan, &si Pengaman, pmilihn pasangan, usia ratarata mwmnwra laki-laki dan pmmpuan pada mmam perkainan pertama, pola ternpat pejabat KUA tokoh agarna, tokoh tinggal setelah perkawinan, @a kduarga (keluarga luas, keluuga masyam!& inti), siapa yang disebut kerabat dekat dan kerabat jauh.
-
5.
Pemahamn masyarakat tentang: prbedaan laki-laki dan perempuan, tugas clan kewajiban laki dan perempuan dalam suarnifishi, peran yang diharapkan dari seorang sumstri, penilaian keluarga tentang istri yang w a d i buruh migran. Pengiriman Buruh Uraian kronologis dan sejarah Mgran singkat terjadinya -riman buruh migran, faktor penyebab timbulnya Perwnpuan buruh migran. karalderistik bumh migran perempuan, negara tujuan serta motivasi pemlihan negara tujuan, proses pengriman setta pihakyangterlibatdalamproses pengirirnan (elit desa, PJTKI, sponsor).
Pewamatan, wawancara mendalam, diskusi kdompok brfokus. dengan peserta para suami atau para istri
Jumlah perceraian , tipe perceraian, siapa yang mengajukan keinginan cerai, bagaimana proses perceraian dilakukan, siapa yang ierlibat daiam proses itu, siapa yang mengasuh anak, adakah nafkah dari mantan suami terhadap mantan istri, setelah berapa lama mantan suami atau mantan istri melakukan kawin kembali, bagaimana B W mmaknai perceraian tersebut, bagaimana masyarakat mmandang perceraian yang bqadi pada buruh migran perempuan.
Wawancara mendalam dengan bumh migran perempuan yang mengalami perceraian, dengan mantan s u d atau keluarga lainnya, tokoh agama smta pejabat desa. Kajian cbkumen pada Amil (P3N).
Konstnrksi M a l
tentaw relasi laki-
6.
7. Percefaian pada Keluarga Bumh
Migran Perempuan
Full m u m t i o n survei, wawancara mendalarndengan elit desa, Kandepnaker,PJTKI. diskusi kelompok terfokus antara keluargabunrh migran, buruh migran, mantan atau calon buruh migran perempuan
Kendata di Lapangan
Walaupun banyak faktw pendukung kdancaran kej a di lapangan, tetapi ada beberapa ha1 yang dirasakan sebagai kendala. Pedama, fokus penelitian tentang
perceraian sangat terkait dengan pengalman pribadi perempuan. M a beberapa informan yang enggan krbicara tettwka v k a k a n lernbaran pahit dalam kehidupan pribadinya kepada 'orang baru'. Kedua, informan krsikap "sangat hatihati" bahkan ~enderungcuriga tehadap makscsudpenelitian. Pengalaman pahit karma
kegagalan perkanrinamya maupun peristiwa kekerasan yang dialad d a m a ia m j a d i buruh migmn, rwnjadikan B W selalu mnyimpan kecurigaan kepada pihakpihak yang M w n dikenahya.
Ket@a, sulitnya mrrperoleh data kuantitatif tentang pemaaian bunrh migran p e m . w
r duruh pis-
perceraian di ldtasi pnelitian tidak rnelalui
proses persidangan di Pengaditan Agama. Sementara itu, data
v i a n di
Pengadilan Agama Cibadak tidak dikiasifikasi M a s a r k a n kecamtan atau desa, tetapi berdasarkan jumlah perkara yang ditangani M a p bulan. W a r n kaitannya
dengan fa ktor penyebab perceraian, PengadilanAgama megidentifikasi 13 f aktor yartu
poltgami tidak sehat, ktisis akhlak, cemburu, kawin paksa, e k m n d s , tidak tanggung jawab, kawin di bawah umur, penganiayaan. dihukum, cacat biologis, politis, gugatan
pihak ketiga dan tidak ada keserasian. mngan dernikian, sulit untut mengidentifikasi
kasm-kasus perceraian yang diakibatkan istri menjadi buruh ~ g r a nDi . samping itu, BMP yang beremi tidak menyebutkan status pekerjaan sebagai buruh migfan tetapi
sebagai ibu rumah tangga. K e e n p t , walaupun terdapat Wraps BMP yang berstatus janda, tetapi
kebanyakan mereka segera 'mdarikan din' untuk bekeja kernbali setelah ia bercerai. Msil full enumeratfon survey munjukkan bahwa dari 120 BMP di Dusun Pari, 7
m n g berstatus belum k-n,
98 W n dar: 15 janda. Secara teknis, status janda
lebih mempermudah proses pemberangkatan karma wlon hnrh migran tidak perlu hgi memperoleh surat izin dari suami. Selam ini surat kin suami mwupakan salah
saiu h
a
m perempan yang berstatus isbi untuk berangkat