KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE Pembukaan 1. Untuk alasan yang diberikan dalam Bagian I dari Opini ini, saya telah – walau dengan sedikit kekhawatiran–mengambil bagian dalam pengambilan suara yang menyetujui secara bulat dari Mahkamah mengenai masalah Pasal 8 (pas. 8) dari KonvensiEropa tentang Hak Asasi Manusia.Olehu karena itu, saya harus memutuskan Pemerintah Kerajaan Inggris telah melakukan pelanggaran terhadap Konvensidalam kasus ini. 2. Disisi lain saya tidak bisa setuju dengan Mahkamahpada apa yang telah menjadi isu dasar hukum dalam proses ini, - yaitu penerapan, dan interpretasi, dari Pasal 6, paragraf 1 (pas. 6-1) dariKonvensi–pertanyaan tentang dugaan hak atas akses ke pengadilan–poin disini adalah, bukan pada apakah Konvensi harus menjamin hak semacam itu, tetapi pada apakah Konvensibenar-benar melakukannya. Hal ini adalah sesuatu yang mempengaruhi seluruh pertanyaan apayang sah dalam cara interpretasi perjanjian internasional sekaligus tetap menjaga batas-batas proses interpretasidan tidak melanggar batas di wilayah yang mungkin berbatasan dengan undang-undang peradilan. Saya akan bahas hal ini dalam Bagian II dibawah. 3. Saya tidak perlu membuat fakta-fakta dalam kasus ini karena saya menyetujui pernyataan mengenainya yang disebutkan dalam Keputusan Mahkamah. BAGIAN I. Pasal 8 (pas. 8) dariKonvensi 4. Persoalan yang muncul pada Pasal 8 (pas. 8) Konvensiadalah apakah Menteri Dalam Negeri Pemerintah Kerajaan Inggris, dengan menolak permohonan ijin Golder (yang berada dalam tahanan pidana di Penjara Parkhurst) untuk berkonsultasi dengan pengacara, telah melanggar ketentuan dalam Pasal (pas. 8) yang menyatakan sebagai berikut: "1. Seriap orang memiliki hak untuk dihargai kehidupan pribadi dan keluarganya, tempat tinggalnya dan korespondensinya. 2. Tidak boleh ada campur tangan oleh otoritas publik dalam penerapan hak ini kecuali sesuai dengan hukum dan diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis untuk kepentingan keamanan nasional, keselamatan publik atau kesejahteraan ekonomi negara, untuk mencegah kekacauan atau kejahatan, untuk perlindungan kesehatan atau moral, atau perlindungan hak dan kebebasan orang lain."
Dua kategori dasar persoalan – atau keraguan – yang muncul terkait dengan ketentuan ini: apakah itu berlaku untuk semua situasi dalam kasus? –dan kedua, jika secara prinsip berlaku, apakah kasus ini masuk ke dalam pembatasan pada, atau pengecualian terhadap, yang terkdanung dalam peraturan tersebut?
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
A. Pertanyaan tentang Penerapan 5. Keraguan tentang penerapan juga ditambah dengan keraguan seputar arti dari istilah "korespondensi", dan pemikiran atas apa yang disebut sebagai sebuah "campur tangan" dengan "penerapan atas hak untuk dihormati ... korespondensinya". Istilah "korespondensi", dalam konteks ini, menunjukkan, arti menurut yang biasa dipahami dan menurut kamus yang hampir diakui secara universal 1, adalah sesuatu yang artinya tidak seluas dibdaning kata "komunikasi" –atau bahkan, salah satu dari beberapa bentuk komunikasi. Ini menunjukkan bahwa dalam korespondensi tertulis, kemungkinan termasuk telegram atau faksimili, tetapi bukan komunikasi oleh orang perorang dari mulut ke mulut, dengan telepon 2atau tdana atau sinyal. Oleh karena itu adalah salah jika menyamakan pengertian "korespondensi" dengan "komunikasi". Meski begitu, karena tidak ada pertanyaan mengenai Golder menelepon seorang pengacara, maka poin diatas tidak muncul. Yang muncul adalah, meskipun diartikan sebagai surat, Golder tidak pernah menulis surat sama sekali kepada pengacara siapapun. Tidak pernah ada surat, jadi tidak ada yang dihentikan. Dalam pdanangan ini, maka tidak ada campur tangan dalam korespondensinya karena, antara dirinya dan pengacara yang ingin dia berkonsultasi, tidak ada korespondensi yang dicampurtangankan, sama juga halnya dengan usaha dirinya untuk menulis surat kepada wakilnya di Parlemen 3. Tapi alasan untuk ini adalah bahwa, apakah ia akan diperbolehkan berkonsultasi dengan pengacara "dengan maksud untuk mengambil tindakan sipil atas pencemaran nama baik” - yang saya pikir adalah kita harus asumsikan bahwa ini berarti (setidaknya pada awalnya) menulis surat untuk pengacara 4-ia diberitahu bahwa ia tidak akan- yang berarti, pada dasarnya, bahwa surat apapun akan dihentikan - dan sehingga pada akhirnya ia tidak menulis surat apapun. 6. Juga tidak ada campur tangan baik secara harfiah maupun secara sesungguhnya dengankorespondensinya dalam hal ini; - tetapi dalam pdanangan saya telah terjadi penghentian atau campur tangan; dan saya melihat bahwa hal ini akan mendorong pembatasan yang tidak semestinya dan formalistik dalam konsep campurtangan dalam korespondensi, belum lagi hal tersebut mencakup situasi korespondensi yang belum terjadi hanya karena otoritas yang berwenang, yang mempunyai kekuasaan untuk menjalankan peraturannya, telah menyatakan tidak diperbolehkan. Yang juga ditolak
1
Secara signifikan Oxford English Dictionary tidak mengakui arti yang lebih tua, dalam arti "hubungan, komunikasi" atau (kata kerja) "untuk menahan komunikasi atau hubungan [dengan]", tapi mengucapkan penggunaan ini menjadi usang sekarang kecuali dalam konteks surat atau lainnya komunikasi tertulis. 2 Dalam karyanya yang mengagumkan, Penerapan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia, Mr. J.E.S. Fawcett menarik perhatian pada praktek Pengadilan Jerman dalam memperlakukan "percakapan, baik langsung atau melalui telepon, sebagai bagian dari kehidupan pribadi" (op. Cit., Hlm. 194), menghormati kehidupan pribadi menjadi kategori lain yang dilindungi oleh Pasal 8 (pas. 8) dari Konvensi. 3 Lihat paragraf 13 dan 19 Keputusan Mahkamah ini. Klaim Golder di bawah paragraf ini dinyatakan tidak dapat diterima oleh Komisi Hak Asasi Manusia Eropa karena ia memiliki hak banding di Inggris yang tidak ia terapkan. Dengan demikian ia tidak menggunakan semua pemulihan hukum lokal yang ia miliki. 4 Ini tampaknya menjadi masalah akal sehat untuk menganggap bahwa setiap upaya oleh Golder untuk menelepon pengacara dari penjara (yang tidak ada buktinya) akan terbukti gagal, meskipun tidak ada penghalangan dengan korespondensinya, bertentangan dengan Pasal 8 (pas. 8), , - tetapi lihat teori kehidupan pribadi, catatan 2 di atas.
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
adalah bahkan jika permohonan ijin diberikan, Golder mungkin tidak akan memanfaatkannya. 7. Fakta yang paling penting adalah penolakan ini tidak akan mencegah Golder mengajukan tuntutannya, yang telah disarankan untuk dilakukannya – karena had he been advised to do so –karena ia masih dalam waktu untuk itu setelah pembebasannya dari penjara –bukan isi dari Pasal 8 (pas. 8) yang dipersoalkan. Yang dipersoalkan adalah hak atas akses dibawah Pasal 6.1 (pas. 6-1), dan saya akan membahasnya terkait dengan itu.) 8. Hal yang mirip untuk didiskusikan adalah dalam paragraf 5 diatas muncul adalah persoalan apakah sebenarnya “hak” itu mengacu pada frase "Tidak boleh ada campur tangan oleh otoritas publik dalam penerapan hak ini", yang muncul para awal paragrafkedua dari Pasal8 (pas. 8-2), - hak itu sendiri dinyatakan dalam paragrafpertama (pas. 8-1) yaitu hak setiap orang untuk “dihormati kehidupan pribadi dan keluarganya, tempat tinggalnya dan korespondensinya". Akan mudah untuk menutup perdebatan dengan mengatakan bahwa korespondensi tidak dihormati jika tidak diperbolehkan untuk dilakukan. Tapi masalahnya tidak semudah itu. Sudah jelas bahwa itu bisa dibantah bahwa korespondensi dihormati sejauh tidak ada campur tangan fisik, tapi kata-kata yang digunakan tidak menyampaikan atau menyiratkan jaminan adanya korespondensi; sehingga, misalnya, larangan total korespondensi tidak akan mengarah pada suatu campur tangan terhadap penerapan hak. Beberapa kata akan digunakan dalam argumen ini dalam konteks kata korespondensi muncul, yaitu "kehidupan pribadi dan keluarganya","rumah dan..korespondensi", yang menunjukkan berhubungan dengan tempat tinggal dan karena itu jenis campur tangan yang mungkin terjadi adalah jika surat-surat pribadi seseorang di rumah atau hotelnya atau di badannya digeledah, dan surat-surat yang sebenarnya disita dan dihapus. Tapi apakah terbatas pada hal semacam itu? Hal ini tampaknya terlalu sempit.Hak yang tidak dapat diganggu oleh otoritas publik, adalah "hak untuk menghormati" korespondensi, tampaknya bagi saya, korepsondensi tidak dihormati ketika, dalam rangka menghindari penghentiannya, otoritas publikmelarang dengan apriori 5.Sehingga, keputusan Mahkamahmembuat poin penting ketika ia menyarankan bahwa tidaklah inadmissible untuk mempertimbangkan bahwa Pasal 8 (pas. 8) dapat diterapkan jika Golder benar-benar berkonsultasi dengan pengacaranya melalui surat, dan surat tersebut dihentikan, tetapi tidak dapat diterapkan karena ia hanya diberitahu bahwa suratnya akan dihentikan jika ia menulisnya, sehingga ia tidak menulis surat tersebut. B. Pembatasan dan Pengecualian
5
Hal ini mungkin tidak adil untuk otoritas penjara, yang bertindak sepenuhnya taat dalam lingkup Aturan Penjara.Tidak ada larangan umum korespondensi. Tapi ketika Golder meminta izin untuk berkonsultasi dengan seorang pengacara, permintaan itu ditolak. Karena itu harus diasumsikan bahwa ia harusberusaha melakukan konsultasi dengan cara yang benar-benar praktis buat dirinya -setidaknya pada tahap awal - yaitu dengan surat, surat itu akan dihentikan - dan lihat catatan 4 supra.
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
9. Saya tidak setuju dengan pdanangan yang disampaikan dalam Keputusan Mahkamah bahwa struktur Pasal 8 (pas. 8) menghapuskan kemungkinan pembatasan yang tidak dijelaskan secara tegas namun tetap melekat padanya pada penerapan peraturan yang disebutkan pada paragraf 1 dan limabelas kata pertama pada paragraf 2 dalamPasal 8 (pas. 8-1, pas. 8-2). Karena "menghormati" korespondensi –yang termaktub dalam paragraf 1 of Pasal 8 (pas. 8-1)–tidak bisa disamakan dengan gagasan kebebasan penuh dalam melakukan korespondensi 6 (6), hal ini akan mengikuti, bahkan tanpa pengecualian yang tercantum dalam paragraf kedua (pas. 8-2), bahwa paragraf pertama (pas. 8-1) bisa sah dipahami sebagai memberikan sedikit kurang dari kebebasan sepenuhnya dalam semua kasus dan keadaan. Dalam pandangan saya, bagian ini harus dibaca dengan pemahaman bahwa tingkat penghormatan yang dibutuhkan harus sampai batas tertentu berfungsi dalam segala situasi pada umumnya dan bagi individu yang bersangkutan pada khususnya.Oleh karena itu - dan tidak menyimpang melampaui batas-batas kasus ini - mengkontrol korespondensi tahanan yang secara sah ditahan adalah tidak bertentangan dengan penghormatan terhadapnya. Meskipun kontrol terhadapnya harus dilakukan, agar efektif, maka mencegah korespondensi atau bagiannya, dilakukan sebagai upaya terakhir. Ini harus, dalam arti sebenarnya, tetap"melekat" pada gagasan kontrol korespondensi yang, jika tidak, akan menjadi percuma. Pertanyaan pentingnya tetap: apakah, dalam situasi tertentu dan dalam kasus tertentu, tingkat kontrol yang dilakukan adalah dibenarkan - yaitu, ketat, kompatibel dengan konsep "menghormati", masuk akal untuk dipahami, terlebih ketika melibatkan larangan atau ancaman tersirat dari suatu penghentian. 10. Tanpa keraguan karena pencetus Konvensi menyadari bahwa aturan yang terkdanung dalam Pasal 8 (pas. 8) harus dipahami dalam cara yang sangat berkualitas jika mungkin, dan aturan tersebut akan dikenakan sejumlah pengecualian tertentu; - dan meskipun ini bukan pendapat saya - untuk alasan yang baru saja diberikan - tentu menguras segala pembatasan yang mungkin diterapkan, mereka cukup luas dan umum untuk mencakup sebagian besar kasus mungkin timbul. Penyusunan pengecualian ini tidak memuaskan dalam satu hal penting: enam kategori disebutkan, tetapi mereka ditempatkan dalam dua kelompok, - dan yang tidak jelas adalah apakah perlu untuk kasus pengecualian masuk ke salah satu kelompok dan bukan kesemuanya. Ambiguitas yang ada dalam Pasal 8 (pas. 8) (lihat Paragraf 4 supra) (7). Saya setuju bahwa kontrol korespondensi tahanan bisa berada dibawah kategori "keselamatan publik" dan "pencegahan kekacauan atau kejahatan" sehingga ketentuan ini dapat diadopsi. 11. Namun terdapat unsur lain dari ambiguitas atau ketidakjelasan. Yang Paragraf 2 dari Pasal 8 (pas. 8-2) butuhkan adalah "tidak ada gangguan [berlaku untuk korespondensi] kecuali seperti yang ... diperlukan ... untuk [misalnya] pencegahan kekacauan dan kejahatan". Dalam rangka menjustifikasi campurtangan dalam kasus tertentu, campurtangan harus "dibutuhkan" dalam kasus itu "untuk pencegahan 6
Saya senang diperkaya dalam pandangan ini oleh Presiden Komisi Eropa tentang Hak Asasi Manusia yang mengatakan (op. Cit. Dalam catatan 2 supra, p. 196) bahwa "'hormat' untuk korespondensi di Pasal 8 (1) (pas. 8-1) tidak, terlepas dari Pasal 8 (2) (pas. 8-2), melibatkan kebebasan tanpa batas dalam hal ini.
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
kejahatan" dll. Atas dasar ini meskipun beberapa kontrol korespondensi secara prinsip mungkin dibutuhkan untuk dicegah dll (misal tahanan dapat mencoba melarikan diri, atau merecanakan kejahatan lain), campur tangan tertentu (disini bersifat konstruktif) masih tetap membutuhkan untuk dijustifikasi sebagai 'dibutuhkan" untuk "pencegahan...." dll. Atas nama Pemerintah Kerajaan Inggris, meskipun pada satu titik tampaknya harus diakui bahwa suatu kebutuhan harus dikaitkan dengan kasus tertentu, pdanangan yang agak berbeda juga dikemukakan, yaitu dengan jenis pembatasan yang digunakan dapat dijustifikasi dalam salah satu kategori pengecualian yang disebutkan dalam Pasal 8 paragraf 2 (pas. 8-2), penggunaan pembatasan dalam kasus tertentu harusdiserahkan kepada kebijaksanaan otoritas penjara atau setidaknya mereka harus diberikan penghargaan sepanjang mereka tampaknya bertindak secara bertanggung jawab dan itikad baik, - dan tentu saja tidak pernah ada saran dari apa pun dalam kasus ini. Jika masalah ini dilihat dengan cara seperti ini, Mahkamah tidak seharusnya melihat dibalik aksi otoritas penjara dan menilai bagaimana kebijakan ini telah dilakukan.Versi lebih singkat lain dari anggapan yang sama adalah untuk membenarkan tindakan yang diadukdanengan mengacu pada karakter pembatasan yang digunakan, bukan pada karakter dari apa yang dilakukan dalam penerapan pembatasan itu. Oleh karena itu, selama pembatasan berada pada prinsip kategori dibutuhkan, dan telah dikenakan dengan itikad baik, penyelidikan harus berhenti di situ. 12. Saya menyesal tidak dapat menerima argumen ini, I regret that I cannot accept this argument, meskipun sangat persuasif. Masalah ini tampaknya digunakan untuk mengaktifkan efek dari kata "campurtangan" dalam kalimat "Tidak akan ada campurtangan ... dengan ... kecuali seperti yang ... diperlukan ... untuk pencegahan ... dll". Saya pikir lebih baik memikirkan penerapan pembatasan daripada pembatasan itu sendiri atau jenis kontrolnya. 13. Dengan demikian, apa yang harus ditanyakan ke dalam kasus ini adalah penolakan terhadap Golder untuk berkonsultasi dengan pengacara (mengenai hal ini, untuk alasan yang sudah diberikan, sebagai campurtangan konstruktif pada korespondensinya, - atau lebih tepatnya - dengan "hak untuk menghormati" korespondensi). Pertanyaannya kemudian adalah apakah penolakan ini "diperlukan" dengan alasan keselamatan publik, pencegahan kejahatan, dll?Jika demikian, hanya dapat satu jawaban: tidak, dan dengan mengatakan ini saya tidak mengabaikan argumen Pemerintah Kerajaan Inggris yang menyatakan bahwa jika Golder telah diizinkan mengakses pengacara atas apa yang dianggap (oleh otoritas ) sebagai klaim yang sama sekali tidak layak, suatu fasilitas yang harus diberikan kepada tahanan lain demi keadilan karena dalam penerapan setiap peraturan, harus ada konsistensi dan kepatuhan terhadap prinsip yang didefinisikan dan di dipahami dengan baik.Adalah perlu menunjukkan bahwa penolakan - dengan alasan tertentu - adalah dibenarkan karena "diperlukan ... untuk kepentingan keselamatan publik" atau "untuk pencegahan kekacauan", dll. Hal ini membawa saya ke pertanyaan penting: siapakah yang memutuskan apakah tuntutan seperti yang dilakukan oleh Golder - dimana ia ingin
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
berkonsultasi dengan seorang pengacara - adalah sebuah tuntutan yang tidak layak atau bukan? 14. Menteri Dalam Negeri Pemerintah Inggis tidak menggunakan kata-kata ini dalam memberikan jawaban kepada Golder: bahasa yang digunakan adalah yang paling samar dan umum. Meski demikian, Pemerintah Kerajaan Inggris berpendapat bahwa alasan penolakannya adalah keyakinan pemegang otoritas bahwa Golder tidak mempunyai gugatan yang bagus dalam hukum, dan tidak mungkin berhasil dalam tuntutan pencemaran nama baik yang diajukan melawan petugas penjara yang mengajukan keluhan tentang Golder namun kemudian ditarik kembali. Karena itu diasumsikan bahwa penolakan permintaan Golder adalah de facto menurut dasar-dasar ini, dan kemungkinan "dibutuhkannya" penolakan dalam kepentingan keselamatan publik, pencegahan kekacauan, dll., karenanya, harus dievaluasi. 15. Dalam kasus Golder, adalah tidak mungkin penolakan dapat dinyatakan sah benar-benar dibutuhkan menurut alasan seperti yang dirinci dalam paragraf 2 of Pasal 8 (pas. 8-2), bahkan jika hal ini sesuai dengan kebiasaan normal penjara, - karena praktek semacam itu adalah salah. Bahkan jika masalah ini dilihat dari sudut pdanang perdebatan Pemerintah Kerajaan Inggris bahwa praktek semacam itu dibenarkan karena tahanan sadar hukum, dan sangat berpotensi memulai tindakan sembrono, menjengkelkan atau tidak berdasar jika tidak dicegah, betapapun sulitnya hal ini bagi otoritas penjara, masih sangat sulit untuk melihat seberapa banyak kebutuhan dalam kepentingan keselamatan publik atau pencegahan kekacauan atau kejahatan. Walaupun secara teoritis hal itu mungkin, tapi tidak ada yang bisa memuaskan dalam hal kasus Golder ini. 16. Namun, alasan sebenarnya penolakan kasus Golder sama sekali bukan pada "kebutuhan", tapi lebih pada karakter gugatannya. Kontak dengan seorang pengacara tentang proses hukum yang mungkin diambil, ditolak karena otoritas eksekutif telah menetapkan bahwa tahanan yang bersangkutan tidak memiliki dasar hukum yang baik untuk mengajukan gugatan, tidak hanya tidak dapat dibenarkan karena "dibutuhkan" dst., tetapi tidak dapat dibenarkan samasekali, karena menyangkut perampasan fungsi peradilan. Ini bukan untuk melemparkan keraguan pada itikad baik pihak berwenang dalam berpdanangan tentang gugatan Golder. Tapi itu bukan inti persoalannya. Intinya adalah bahwa hal tersebut didorong oleh sebuah temuan hukum, - yang berasal dari otoritas eksekutif. Namun justru inilah salah satu fungsi sistem peradilan yaitu memberikan sarana untuk melakukan apa yang dilakukan oleh otoritas penjara dalam kasus ini. Semua sistem hukum yang normal, termasuk tentunya Inggris, memiliki prosedur dimana sebuah kasus dapat "diserang" sebagai sembrono atau menjengkelkan atau tidak berdasar. Hal ini dapat dilakukan jauh sebelum kasus ini mencapai pengadilan, oleh otoritas peradilan bukan hakim. Walaupun mungkin otoritasnya lebih rendah, tetapi karakter peradilan tetap ada dalam hak otoritas dan prosesnya. 17. Sulit untuk melihat mengapa, atau setidaknya sulit untuk melihat mengapa sebagai suatu "kebutuhan" menurut Pasal 8, paragraf 2 (pas. 8-2), para tahanan dapat dicabut haknya untuk melakukan langkah awal gugatan secara hukum, terutama
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
tujuannya sebagai pembelaan, bukan disebabkan oleh pihak yang sama sekali asing tentang itu. Menteri Dalam Negeri bukanlah pihak yang asing dalam gugatan yang mungkin diajukan oleh Golder, walaupun ia bukan secara langsung pihak yang terkait, karena petugas penjara adalah bawahannya yang akan jadi persoalan jika gugatan Golder terus berproses. Tetapi Menteri Dalam Negeri secara teknis memiliki kepentingan. Ini hanyalah prinsip penting: tidak ada yang bisa menjadi hakim bagi dirinya sendiri. Tentu saja, baik dalam logika dan hukum, ini tidak bisa digunakan untuk membatalkan setiap "kebutuhan" seperti yang ditentukan dalam Paragraf 2 dari Pasal 8 (pas. 8-2). Jika "kebutuhan" tersebut benar-benar ada maka camput tangan tidak akan bertentangan dengan Pasal 8 (pas. 8). Namun begitu, untuk membuat pemegang otoritas untuk membenarkan campur tangan, harus dengan referensi yang sangat jelas dan meyakinkan untuk menyatakan "dibutuhkan", dan hal ini jelas tidak ada dalam kasus ini. 18. Sebagai kesimpulan, bahwa ada pelanggaran Pasal 8 (pas. 8), yang secara jelas disengaja, saya akan menambahkan bahwa dengan memperhatikan penyusunan Pasal 8 (pas. 8) yang membingungkan, - tidaklah mengejutkan jika para pemerintah tidak yakin akan kewajiban mereka yang diatur oleh pasal tersebut. Hal yang sama terjadi dalam interpretaasi Pasal 6, paragraf 1 (pas. 6-1) Konvensiyang akan saya bahas. BAGIAN II.Pasal 6, paragraf 1 (pas. 6-1) A. Aspek Penerapan 19. Dalam kasus ini, Konvensi memnerikan hak atas akses ke pengadilan kepada perorangan maupun badan yang berada di dalam Negara Pihak.Disepakati - dan diakui oleh Keputusan Mahkamah (paragraf 28) –bahwa satu-satunya ketentuan yang memiliki relevansi utuk tujuan ini adalah - Pasal 6, paragraf 1 (pas. 6-1) –dimana tidak secara langsung ataupun dalam istilah dijelaskan mengenai hak tersebut. Namun hak ini dimasukkan kedalam Konvensidengan dasar sebagian dari pertimbangan umum eksternal Pasal 6.1 (pas. 6-1), sebagian karena memang dibutuhkan oleh ketentuannya sendiri. Tetapi sebelum membahas masalah ini, terdapat persoalan tentang penerapan pasal ini (pas. 6-1) dan relevansinya terhadap persoalan akses. 20. Secara jelas, akan sia-sia mendiskusikan apakah Pasal 6.1 (pas. 6-1) Konvensimmberikan hak atas akses kepada pengadilan di Inggris kecuali Golder benarbenar diingkari hak nya atas akses ini, - dan dalam pendapat saya tidak. Ia telah, dalam cara yang sudah digambarkan, telah dicegah untuk berkonsultasi dengan seorang pengacara dengan maksud – jika memungkinkan – mendapatkan pertolongan dari pengadilan; tetapi bukan berarti hal ini pengingkaran atas aksesnya terhadap pengadilan, dan tidak mungkin bisa karena Menteri Dalam Negeri dan pihak berwenang penjara tidak memiliki kekuasaan secara hukum untuk melarangnya. Mungkin ada pengingkaran 'konstruktif" jika secara fakta tindakan penolakan kepada Golder untuk berkonsultasi dengan seorang pengacara memiliki efek permanen dan akhirnya menutup
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
semua kemungkinan baginya untuk mendapatkan pertolongan dari pengadilan. Tapi ini bukan persoalannya: ia masih bisa melanjutkannya jika ia menjalani hukumannya secara penuh, dimana ia tidak, karena tidak lama ia dilepaskan dalam pembebasan bersyarat. 21. Fakta bahwa akses mungkin menjadi kurang menguntungkan bukan berarti mengingkarinya. Akses, bukan berarti sesuka waktu dan bentuk seperti yang diinginkan pemohon. Dalam kasus ini, ditemukan fakta penghalangan sementara untuk bertindak, tapi tidak ada pengingkaran atas hak tersebut karena tidak bisa, dalam hukum. Unsur "keterasingan" dimana sistem hukum Inggris menganggapnya penting, juga masuk kedalam ini. Golder tidak dicegah dari mengajukan proses: ia hanya ditunda, dan kemudian, pada akhirnya, ia gagal melakukannya.Apakah tindakan pihak berwenang menghalangi sama sekali gugatan Golder atau tidak. Menurut pendapat saya tidak. 22. Sama seperti Keputusan Mahkamah yang benar-benar gagal untuk membedakan antara konsep terpisah dari akses ke pengadilan dengan persidangan yang adil setelah akses memiliki, demikian juga gagal membedakan antara yang lebih jelas lagi yaitu antara penolakan akses ke pengadilan dan penolakan akses ke pengacara. Mengatakan bahwa sesuatu tidak dapat dilakukan sekarang, bukan berarti itu tidak dapat dilakukan sama sekali, - terutama ketika apa yang ditahan "sekarang" bukan berarti tidak bisa dicari "kemudian". Dalam mana dua hal ini dijalankan bersama seolah-olah mereka identik, di, misalnya, bagian terakhir dari bagian keempat Paragraf 26 dalam Keputusan, merupakan penalaran yang mengganggu konsep yang normal. 23. Dengan asumsi Pasal 6.1 (pas. 6-1) Konvensi memberikan akses ke pengadilan, kasus ini tidak berada dibawah pengingkaran akses, bertentangan dengan ketentuan tersebut. Kasus ini sama sekali bukan tentang Pasal 6.1(pas. 6-1) tetapi tentang campur tangan dalam korespondensi yang berlawanan dengan Pasal 8 (pas. 8); dan seluruh perdebatan tentang Pasal 6.1 (pas. 6-1) adalah salah; karena hak akses tidak diingkari, maka tidak ada ruang untuk menerapkan Pasal 6.1 (pas. 6-1). Sehingga bagian dari perdebatan kasus ini berakhir, tetapi persoalan apakah Pasal 6.1 (pas. 6-1) dipahami terdiri dari hak atas akses ke pengadilan melibatkan persoalan interpretasi perjanjian yang sangat penting, tidak hanya dalam dirinya sendiri, tetapi juga membuka jendela prinsip, filosofi dan sikap. B. Aspek Interpretasi 24. Adalah mantan Presiden Mahkamah ini, Sir Humphrey Waldock yang saat bertindak sebagai Penasihat dalam kasus di Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag menunjukkan kesulitan yang timbul selama proses interpretasi ketika begitu banyak perselisihan tentang makna istilah dan perbedaan sikap atau kerangka pikiran. Tidak ada solusi untuk masalah ini kecuali kerangka acuan yang tepat -atau yang paling bisa diterima - yang harus pertama kali dibuat; tapi karenapenerimaan tergantung pada pendekatan, perasaan, sikap, atau bahkan kebijakan dan bukan pada argumen hukum atau logika yang benar, hampir tidak ada solusi sama sekali. 25. Sulitnya untuk berdamai ditdanai dengan argumen tentang penafsiran Pasal 6.1 (pas. 6-1); - disatu sisi Komisi dan sisi lain Pemerintah Kerajaan Inggris. Pendekatan
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
mereka bertentangan dan keduanya sama-sama meyakinkan. Kesimpulan saya sendiri berbeda, sebagian karena menurut saya pendekatan yang berbeda diperlukan, tapi sebagian juga karena saya percaya bahwa Mahkamah telah berpijak pada metode interpretasi yang saya anggap bertentangan dengan prinsip dasar, dan lebih jauh memberi penekanan yang kurang pada sisi tertentu dalam kasus yang sulit untuk diselesaikan oleh kesimpulan yang dicapainya. 1. Pertanyaan tentang Pendekatan 26. Signifikansi pertanyaan atas pendekatan atau sikap dalam kasus ini terletak baik dalam Konvensi secara keseluruhan maupun dalam Pasal 6.1 (pas. 6-1) pada khususnya, adalah setiap ketentuan dibuat secara jelas untuk hak substantif umum tertentu (14) dari akses ke pengadilan. Bahwa jika prinsip hak tersebut diberikan untuk, atau bahkan diakui oleh pasal-pasal dalam Konvensi, dapat diambil kesimpulan yang diambil dari kalimat pertama dari Pasal 6.1 (pas 6-1.) - yang berbunyi sebagai berikut: "Dalam menentukan hak dan kewajiban sipilnya atau dari tuduhan kriminal apapun tehadapnya, semua orang berhak untuk mendapatkan persidangan yang terbuka dan adil dalam jangka waktu yang wajar oleh pengadilan yang independen dan tidak memihak yang ditetapkan oleh hukum."
Jelaslah bahwa hak yang secara langsung disebutkan (dan hanya hak langsung) oleh ketentuan ini adalah hak untuk (i) "mendapatkan persidangan yang adil dan terbuka", (ii) "dalam jangka waktu yang wajar", dan (iii) oleh pengadilan yang “independen”, “tidak memihak” dan “ditentukan oleh hukum”.Semua prasyarat ini hanya dapat muncul jika beberapa proses, baik perdata maupun pidana, telah benar-benar dimulai dan berproses semestinya. Tapi bukan itu persoalannya. Persoalannya adalah didalamnya tidak disebutkan apakah harus ada proses. Pasal 6 (pas. 6-1) mengasumsikan adanya proses faktual, jika ada permintaan in the sense (but no further) that, if there were none, questions of fair trial, etc. would have no relevance atas pengadilan yang adil, dll akan tidak relevan karena tidak bisa diberlakukan. Pasal 6 (pas. 6-1) kenudian hanya bisa digunakan jika sudah ada proses hukum. Hal ini dibungkus oleh dasar bahwa terdapat litigasi yang, seperti disebutkan oleh kolega saya Hakim Zekia, sedang dalam pemeriksaan.Dengan cara lain, Pasalini berasumsi adanya fakta yaitu proses dan kemudian berdasar fakta itu, menyampaikan hak yang akan digunakan dalam peristiwa, - misalnya hak atas pengadilan yang fair, dll. Tetapi tidak disebutkan mengenai peristiwa itu sendiri – tetapi menyebutkan hak yang terkait dengan peristiwa itu. Singkatnya, tidak ada hak substantif atas akses secara independen dan hanya merupakan tambahan bagi jaminan prosedural untuk pengadilan yang fair, dll., yang merupakan obyek utamanya. Pertanyaannya kemudian adalahharuskah hal ini dipdanang melakukannya karena proses yang memiliki implikasi? Penyimpangan: Pasal 1 (pas. 1) Konvensi 27. Namun, sebelummempertimbangkan pertanyaan tentang implikasi yang timbul sehubungan dengan Pasal 6.1 (pas. 6-1), beberapa hal penting harus dibuka. Hal ini menyangkut pengaruh yang akan diberikan padanya, yaitu sebagai berikut:
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
"Negara Peserta harus menjamin semua orang dalam yurisdiksinya atas hak dan kebebasan seperti yang didefinisikan dalam... Konvensi ini."
Kata kunci disini adalah “didefinisikan”; maka efek dari ketentuan ini adalah mengeluarkan semua yang tidak didefinisikan.karena itu harus dihindari suatu "definisi dari mendefinisikan" dibdaningkan dengan, katakanlah, menyebutkan, menunjukkan, atau merincikan 7, pertanyaan selalu muncul apakah suatu hak atau kebebasan yang bahkan tidak disebutkan, ditunjukkan atau ditentukan, tetapi hanya tersirat dapat dikatakan sebagai salah satu yang "didefinisikan" di Konvensi dalam arti yang dapatdikaitkan dengan istilah "didefinisikan"?Menurut pendapat saya, tidak; dan pada pertanyaan ini saya sangat setuju engan pdanangan yang diungkapkan oleh rekan saya Hakim von Verdross. 28. Pertama, "kata 'didefinisikan dalam ketentuan ini tidak terlalu tepat" dan dan bahwa dalam Konvensi "tidak ada hak atau kebebasan didefinisikan dalam arti sempit", setidaknya mereka disebutkan, ditunjukkan atau ditentukan dalam nama yang singkat. Tidak begitu dengan hak akses yang tidak disebutkan dalam Konvensi. Kedua, sebagian besar proses dalam kasus ini, dan argumen dari peserta - yang berkaitan dengan keterbatasan pada hak akses, jika dianggap tersirat oleh Pasal 6.1 (pas 6-1.) - harus dipertimbangkan dan bagaimana hak itu harus dipahami. Singkatnya, bagaimana hak itu didefinisikan, membangun kebutuhan untuk definisi, bahkan jika hanya dengan pembatasan atau batasan;definisi harus dinyatakan, bukan hanya bersdanar pada implikasi. 29. Kesimpulan tampaknya tidak mungkin dicapai untuk kewajiban yang dibebankan oleh Pasal 1 (pas 1.) Konvensi, sebuah kewajiban yang mengatur seluruh aplikasinya, tapi juga paling berarti dan yang tidak bisa digunakan tanpa definisi yang rinci dan kondisi yang mendukung
berlakunya kewajiban itu dan dengan demikian mendefinisikannya 8. 30. Hak akses ke pengadilan itu sendiri bersifat ambigu, kecuali didefinisikan. Kebutuhan untuk mendefinisikan, atau setidaknya membatasi, memang tegas diakui di Paragraf 38 putusan Mahkamah ini pada akhir Paragraf 44. Misalnya apakah hak akses 7
Jelas apa yang didefinisikan harus ipso facto disebutkan, ditunjukkan, ditentukan atau setidaknya diberi nama, dll. Suatu definisi melibatkan lebih dari semua ini, dan jauh lebih dari sesuatu yang tidak disebutkan sama sekali, tetapi hanya disimpulkan. 8 Adalah landasan bersama dalam proses bahwa hak akses tidak dapat berarti bawah pengadilan harus memiliki yurisdiksi tidak terbatas (misal kasus imunitas diplomatik atau parlementer); atau bahwa hak tersebut harus secara utuh tidak dikontrol (misal untuk kasus ketidakwarasan, anak dibawah umur, dll.).Atau lagi, bahwa penahanan yang sah tidak memiliki pengaruh pada hak akses.Tapi adalah lebih dari cukup perdebatan tentang tentang sifat tepatnya atau sejauh mana pembatasan tersebut untuk membuatnya jelas bahwa hak akses yang tersirat tanpa spesifikasi atau definisi menjadi tidak layak, dalam arti bahwa karakter dan insidennya akan menjadi subyek kontroversi terus menerus. Disini, kolega saya Hakim Zekia membuat poin yang sangat sempurna ketika membahas efek Pasal 17 (pas. 17) Konvensi, yang melarang Negara Pihakterlibat dalam apa pun yang bertujuan untuk membatasi hak atau kebebasan "untuk tingkat yang lebih besar daripada yang diatur dalam Konvensi", - signifikansinya adalah bahwa jika ada hak akses tersirat oleh Pasal 6.1 (pas. 6-1), haruslah bersifat mutlak, karena pasal itu tidak menyediakan pembatasan.
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
hanya seperti hukum domestik yang sewaktu-waktu dapat disediakan? Jika ya, dalam menyediakan hak akses, akan melakukan sesuatu yang lebih dari yang sudah dilakukan jika Konvensi tidak ada? Di sisi lain jika Konvensi menyediakan hak akses berarti harus memberikan kewajiban untuk bis masuk tingkat akses ke hukum domestik yang tidak selalu memperhatikan, lalu masuk dalam tingkatan yang mana? hak yang mutlak atau yang dikondisikan? dan jika demikian, bagaimana? Lebih khusus, apakah hak akses berarti membawa gugatan dan ditentukan mengenai manfaat dasarnya yang berpengaruh pada karakter gugatan atau kapasitas para pihak, dll? dan jika tidak, kemudian, bukankah definisi dari tingkat derogasi dari mutlak, diperbolehkan dari sisi hak asasi manusia, menjadi syarat dalam konvensi hak asasi manusia? Fakta bahwa Konvensi Eropa tidak memiliki definisi, apakah itu berarti hak atas akses diimplikasikan oleh Pasal 6.1 (pas. 6-1), suatu hak perlu didefinisikan terpisah, oleh Mahkamah untuk tujuan masing-masing kasus. Hal ini akan sulit diterima karena pemerintah tidak pernah tahu dimana mereka berdiri. 31. Diperlukan definisi agar hak atas akses ke pengadilan menjadi suatu hak atau kebebasan dan oleh karena Konvensitidak memasukkannya, maka tidak ada dalam Pasal 1 (pas. 1) kewajiban Negara Pihak untuk menjaminnya. Para pihak tidak bisa diminta untuk mengimplementasikan kewajiban internasional ketika tidak didefinisikan sehingga membuat mereka memahami secara persis. Dan memang tidak ada definisi karena hanya berupa implikasi. Referensi singkat dan sulit dipahami 9, adalah pada paragraf 28 dan 38 (bagian pertama) Keputusan Mahkamah untuk persoalan definisi, karena timbul berdasarkan Pasal 1 (pas. 1) Konvensi, sama sekali bukan pengganti yang memadai untuk diskusi mengenai hal ini, dimana Keputusan sepenuhnya gagal memberikan. 32. Suatu istilah bisa secara logis dipertanyakan pengaruh Pasal 6.1 (pas 6-1.) karena ketentuan itu tidak mendefinisikan, maka hak atau kebebasan tidak berada dalam lingkup Pasal 1 (1 pas.) dan kewajibanpengaturannya secara keseluruhan. Ini tepatnya pdanangan Hakim von Verdross. Kesimpulan ini mungkin menyarankan pengurangan Pasal 6.1 (pas. 6-1) dimana hanya berurusan dengan modalitas litigasi, yang Pasal 6.1 (pas. 6-1), tidak memberikan penjelasan tentang hak positif. Juga yang muncul adalah pertanyaan tentang apa yang tepat dan sah untuk menyiratkan melalui proses tersebut. Pertanyaan tentang pendekatan i. Pendekatan Mahkamah 33. Pdanangan yang dapat dimengerti, masuk akal dan sah bahwa akses ke pengadilan adalah, dan seharusnya, dipdanang sebagai suatu hak asasi manusia yang penting.Tetapi juga pdanangan yang dibenarkan untuk mengatakan bahwa entingnya suatu hak mensyaratkan (terutama dalam suatu Konvensiyang berdasar pada keseakatan 9
Misalnya, apa yang dimaksud dengan sindiran untuk definisi"dalam arti sempit istilah"? Lebih sempit dari apa? dan apakah itu "lebih luas"? Ketidakjelasan tersebut hanya dapat menimbulkan "kebingungan yang sangat buruk": Milton, Paradise Lost/Surga yang Hilang, Buku I, 1, 995, - (Betul-betul hilang!).
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
antar Negara, bukan pada kekuasaan legislatif yang berdaulat)bahwa hak terseebut harus diberi penjelasan eksplisit mengenainya, dan bukannya dikurangi sebagai suatu kesimpulan. Hal ini membawa pada poin ppenting. Terdapat perbedaan besar antrara kasus “hukum yang berasal dari hukum” dibentuk dalam penerapan kekuasaan yang berdaulat, dan hukum yang berdasar Konvensi, yang juga merupakan keluaran dari suatu proses kesepakatan, dan terbatas pada apa yang sudah disepakati, atau yang dapat diasumsikan secara tepat telah disepakati. Keterbatasan interpretasi yang lebih besar terjadi pada yang disebutkan terakhir, dimana, Konvensi tidak boleh ditafsirkan lebih dari yang ada didalamnya, atau datipada yang diperlukan untuk disimpulkan dari apa yang dikdanungnya. Keseluruhan keseimbangan bergerak dari prinsip interpretasi yang berorientasi negatif yang serasa masuk akal dan tidak bertentangan dengan setiap kontra indikasi yang pasti, dengan sebuah interpretasi yang membutuhkan dasar positif dalam Konvensiyang mewakili apa disepakati para pihak, - suatu dasar oistif baik dalam hal aktual dari Konvensi atau dalam kesimpulan yang ditarik darinya; - dan kata “dibutuhkan” adalah kata yang menentukan. 34. Kata itu signifikab karena sikap Komisi terhadap kasus ini dan walaupun lebih berhati-hati, juga merupakan sikap Mahkamah, bagi saya tampaknya semakin mengarah kepada hal ini, - yang tidak terbayangkan, atau setidaknya tidak dapat diterima, bahwa KonvensiHak Asasi Manusia harus gagal dalam satu bentuk atau yang lainnya dalam rangka menyediakan hak atas akses ke pengadilan: oleh karena itu harus diduga melaukannya jika kesimpulan semacam itu dimungkinkan dari segala bentuknya. Sikap ini jelas menggarisbawahi apa yang sudah dikatakan dalam bagian terakhir Keputusan Mahkamah, bahwa akan, dalam pendapat Mahkamah "terbayangkan ... bahwa Pasal 6.1 (pas. 6-1) harus menjelaskan secara rinci jaminan prosedural yang diberikan kepada pihak dalam gugatan tertunda dan tidak harus terlebih dahulu melindungi apa yang saja memungkinkan untuk mendapat manfaat dari jaminan tersebut, yaitu, akses ke pengadilan". Dalam hal penalaran logis, hal ini tidak bisa diikuti. Mungkin tampaknya wajar bahwa jaminan prosedural semacam ini harus didahului oleh suatu perlindungan hak atas akses: tapi faktanya tidak, dan kesimpulan yang harus mereka terima adalah kemungkinan terbaik dan bukan sesuatu yang “dibutuhkan”; - karena ini adalah situasi yang sangat bisa dibayangkan bahwa hak atas akses ke pengadilan tidak berarti harus selalu diberikan, atau dibatasi pada kasus tertentu, atau dikecualikan pada kasus tertentu, tapi yang diberikan seharusnya menjadi pelindung seperti halnya karakter proses yang mengikutinya. 35. Umumnya, dalam jenis ketentuan ini, sebuah kesimpulan atau implikasi hanya bisa dianggap sebagai suatu "kebutuhan" jika ketentuan tidak dapat berlaku, atau tidak akan berfungsi, tanpanya. Sepeti yang sudah di tunjukkan (supra, paragraf 25), dalam Pasal 6.1 (pas. 6-1) elemen kesimpulan yang dibutuhkan dan yang hanya dibutuhkan saja terletak pada asumsi (dimana tanpanya ketentuan menjadi tidak masuk akal tetapi juga tidak butuhkan untuk membuatnya menjadi masuk akal) bahwa proses hukum telah simulai dan sedang dalam progres. Tidaklah diperlukan, baik untuk penerapan teks ini, atau memberikannya arti dan lingkup yang signifikan, bahwa asumsi yang lebih jauh
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
dan sedikit serampangan harus dibuat karena teks menyiratkan tidak hanya keberadaan proses tetapi merupakan sebuah hak untuk membawa nya, - dimana untuk memasuki ke dalam urutan atau kategori konsep yang berbeda, dimana tidak ada jaminan, karena Pasal6 (pas. 6-1) memiliki ruang lingkup yang cukup tanpanya.Mengutip kolega saya Hakim Zekia, ia"memiliki... alasan untuk ada ... tanpa perlu mencangkokkan hak atas akses kedalamnya". Dalam konteks umum proses implikasi saya akan mengacu pada apa yang saya tulis lebih dari 12 tahun yang lalu mengenai sebuah pasal pada interpretasi perjanjian yang tidak memiliki hubungan dengan kasus manapun seperti kasus sekarang ini 10. 36. Sangat menggoda pertimbangan-pertimbangan ini bagi saya, karena saya harus melihat ke faktor lain dalam rangka memperhatikan jalur yang sudah diambil oleh Mahkamah. Beberapa dari mereka, seperti peraturan interpretasi perjanjian yang terkdanung dalam Konvensi Wina 1966 tentang Hukum Perjanjian; Statuta Dewan Eropa – sebuah instrumen terpisah dari Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia; prinsip supremasi hukum; dan “prinsip umum hukum yang diakui oleh negara beradab” yang disebutkan dalam Pasal 38, paragraf 1 (c), Statuta Mahkamah Pidana Internasional; - semua ini adalah faktor eksternal Pasal 6.1 (pas. 6-1) dari Konvensi Hak Asasi Manusia, dan memiliki sedikit atau tanpa hubungan dengan poin khusus dai interpretasi yang digunakan, yang sudah didiskusikan dalam paragraf 25 dan 33-34 dalam Opini saya ini. Mereka muingkin berguna sebagai pegangan, atau sebagai konfirmasi yang sebaliknya, - mereka sama sekali tidak menentukan dalam diri mereka sendiri, bahkan diambil secara kumulatif 11. 37. Unsur yang sangat menentukan dalam kesimpulan yang diambil Mahkamahtampak sangat takut terhadap konsekuensi yang mungkin timbul yang mungkin berasal kegagalan membaca hak atas akses dalam Pasal 6.1 (pas. 6-1). Hal ini dapat dilihat dengan jelas dari tulisan dibawah ini, yang pertama sudah dikutip dalamparagraf 33 diatas dengan menyatakan bahwa "karakteristik proses hukum yang adil, terbuka dan cepatakan tidak ada artinya samasekali jika tidak ada proses hukum". Yang juga signifikan adalah tulisan kedua (Keputusan, paragraf 35, Still more significant is the second passage (Judgment, paragraf 35, bagian kedua dari belakang), kalimat pertama yang berbunyi sebagai berikut: "Ketika Pasal 6.1 (pas. 6-1) dipahami sebagai berkaitan khusus dengan perilaku tindakan yang sudah dimulai dihadapan Mahkamah, negara pihak dapat, tanpa melanggar teks tersebut, melakukannya dengan pengadilannya, atau mencabut jurisdiksi mereka untuk menentukan tindakan sipil dan mempercayakannya pada organ Pemerintah."
10
Lihat catatan kaki berjudul "The philosophy of the inference" dalam Buku Tahunan Inggris tentang Hukum Internasional untuk Tahun 1963, hal. 154. 11 Pentingnya dikaitkan dengan faktor "supremasi hukum" di paragraf 34 dari Keputusan Mahkamah adalah sangat berlebihan. Elemen itu, meskipun berat, disebutkan hanya kebetulan dalam Pembukaan Konvensi. Apa yang menggerakkan Negara Pihak bukanlah urusan supremasi hukum tetapi merupakan pertimbangan kemanusiaan.
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
38. Motivasi ini, telah mencakup apa yang sebenarnya menjadi dasar pemikiran dari Keputusan, yaitu, - probabilitas, logika perdebatan dan sifat pengoperasian yang mereka tunjukkan. (a) Konsekuensinya bisa benar-benar tidak realistis atau paling tidak sangat dilebihlebihkan. (b) Argumennya mengdanung kesalahan logis, dilakukan dengan dasar bahwa tanpa hak atas akses, pengaman pengadilan yang ada di Pasal 6.1 (pas. 6-1) akan sia-sia dan tanpa tujuan, - jadi yang satu harus mengikuti yang lain. Hal ini hanya untuk melanggengkan kesalahan yang muncul dari apa yang dikenal oleh para filsuf sebagai paradoks "Raja Perancis", - sebuah paradoks kalimat yang secara lingustik masuk akal tapi sebenarnya aneh. Paradoks ini hilang ketika dilihat bahwapernyataan sama sekali tidak logis menyiratkan bahwa ada Raja Perancis, tetapi hanya itu, benar atau salah, jikapun ada, ia botak. Dan seperti yang sangat diketahui, pada kenyataannya tidak ada Raja Perancis. Sama halnya, seseorang bisa memberikan semua penjaga di dunia untuk keselamatan Raja Perancis, kalaupun ia ada, tapi namun faktanya itu semuaakan sia-sia dan tanpa tujuan jika dia dia tidak melakukannya, akan sama sekali tidak menetapkan, atau menjadi pijakan kuat untuk mengatakan bahwa ia telah melakukannya, atau harus diasumsikan begitu. Dalam cara yang sama, pelindung untuk sebuah pengadilan yang fair seperti yang dijelaskan oleh Pasal 6.1 (pas. 6-1) akan berguna jika ada pengadilan dan jika tidak, maka tidak. Mereka sama sekali tidak memerlukan harus ada, atau hak atas akses harus didalilkan agardapat menjadi suatu hak. Keputusan juga mempunyai banyak kesalahan logis bahwa B berasal dari A karena A bukan dalam bentuk mengeluarkan B. tetapi tidak-dikecualikan bukan berarti penyertaan. (c) Pada akhirnya harus dikatakan bahwa tulisan yang dikutip diatas dari Keputusan Mahkamah mirip dengan jeritan para legislator hukum selama berabad-abad–jeritan yang apapun pembenaran yang dimiliki secara internal atau nasional 12, memiliki sedikit atau tidak sama sekali dalam ranah perjanjian antar negara atau berdasar pada kesepakatan dan diatur oleh fakta penting tersebut 13. Mungkin atau tidak mungkin benar bahwa kegagalan melihat Konvensi Hak Asasi Mnusia yang mencakup hak atas akses ke pengadilan akan memiliki konsekuensi tidak baik – bisa dibayangkan konsekuensi semacam itu bisa berasal dari berbagai kekurangan lain dalam Konvensi ini. Tapi hal ini 12
Satu hal untuk konstitusi nasional untuk memungkinkan bagian dari proses legislatifnya dipengaruhi oleh 'hukum kasus' yang dibuat hakim: tappi hal lain untuk metode ini digunakan pada negara pihak terhadap konvensi internasional yang seharusnya berdasar pada kesepakatan. Tapi ini bahkan terjadi di Inggris, negara dimana "hukum kasus" menjadi unsur tertentu dalam peraturan hukum dan menjadi bagian dari sistem hukum, yang memunculkan banyak kritik terhadapnya, dan sebuah keputusan yang diberi oleh mahkamah banding tertinggi mendukung kritik ini dimana keputusan ini menunjuk bahwa peran hakim hanyalah jus dicere bukan jus dare, dan tindakan yang tepat bagi hakim jika menemui hukum yang cacat adalah meminta perhatian para pembuat hukum pada fakta itu, dan tidak berurusan dengannya melalui tindakan hukum. Juga digaribawahi tidak ada langkah besar yang tepat yang diambil untuknya,- karena bagi hakim, mengambil langkah besar berarti membuat hukum yang lain. Pernyataan semacam ini bisa diterapkan pada kasus Golder menurut pendapat saya. 13 Artinya kecuali dapat ditunjukkan bahwa perjanjian atau Konvensi itu sendiri mengakui beberapa peran legislatif pada pengadilan atau bahwa pihak yang terlibat dimaksudkan untuk mendelegasikan beberapa fungsi mengubah atau meningkatkan efek, - atau lagi bahwa mereka harus sepakat pada interpretasi yang luas dari ketentuan-ketentuannya, mungkin akan jauh melebihi niat awalnya, Tidak ada unsur-unsur tersebut dalam konteks saat ini, tapi sebaliknya ada. saya akan tunjukan kemudian..
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
bukan persoalannya.Masalahnya adalah bahwa persetujuan negara-negara menjadi sdanaran Konvensi, dan dari persetujuan itu sendiri lahirlah kekuatan kewajiban, untuk menutup jarak atau untuk meletakkan suatu hak yang tidak tepat dengan melalui sebuah amdanemen, - bukan untuk pengadilan hukum untuk menggantikan posisi para pembuat Konvensi-makers, tapi melakukan pekerjaan mereka mereka. Sekali interpretasi luas yang dipertanyakan kemudian diadopsi oleh Mahkamah, tanpa justifikasi yang paling jelas untuk menjadi dasar yang kuat pada bahasa teks atau pada kesimpulan yang dibutuhkan yang ditarik darinya, dan tidak pada on interpretasi yang masik dipertanyakan dari suatu ketentuan yang membingungkan, pertimbangan tentng konsistensi akan, kemudian, membuatnya sulit untuk menolak interpretasi luas dalam konteks yang laun dimana pikiran sehat dapat memerintahkan sebaliknya: kebebasan bertindak akan terganggu. ii. Pendekatan yang Berbeda 39. Dalam pdanangan saya, pendekatan yang benar untuk melakukan internpretasi terhadap Pasal 6.1 (pas. 6-1) adalah mengingat tidak hanya ketentuan yang terkdanung dalam sebuah instrumen tergantung penegakannya pada kesepakatan –dan dukungan berlanjut –dari para pemerintah, tetapi juga sebuah instrumen yang sangat istimewa 14, ditiru dibidang hak asasi manusia oleh Konvensi Inter-Amerika tentang Hak Asasi Manusia yang ditdanatangani di San José hampir duapuluh tahun kemudian. Hal ini adalah tindakan besar yang dibentuk di Eropa, khususnya mesin-mesin penegaknya. Tetapi tidak digunakan. Mesin-mesin penegakan serupa juga tidak ditemukan pada Kovenan PBB tentang Hak Asasi Manusia, yang tampaknya juga tidak digunakan. Secara umum, berbagai Konvensidan Kovenan tentang hak asasi manusia, terutama Konvensi Eropa, telah membuat dasar baru secara internasional, membuat terobosan besar pada bebereapa dari yang paling dihargai dalam yurisdiksi domestik mereka. Yang paling utama dan paling mengejutkan, adalah “hak atas petisi perorangan”, dimana orang perorang atau badan dapat menuntut pemerintah mereka sendiri dihadapan komisi atau mahkamah internasional, - sesuatu yang bahkan tiga puluh tahun lalu, akan dipdanang sebagai tidak terbayangkan. Untuk alasan inilah sebagian pemerintah ragu untuk menjadi pihak dalam suatu instrumen dimana sebagian besar – diluar Konvensi Eropa – secara jelas tidak membuat ratifikasi yang memadai untuk menegakkannya. Pemerintah lainnya yang telkah meratifikasi Konvensi Eropa, telah mengalami keraguan jauh sebelum menerima yurisdiksi Mahkamah Hak Asasi Manusia yang dibentuk dibawahnya. Hal yang sama juga terjadi dalam menerima hak atas petisi individual yang seperti yurisdiksi Mahkamah, harus diterima secara terpisah. Hak ini membutuhkan tidak hanya diawal tetapi penerimaan yang terus menerus karena 14
Konvensi Eropa, ditandatangani pada tahun 1950 dan berlaku sejak 1953, bersifat unik karena satu-satunya karena bersifat operatif dan sekaligus memberikan penetapan hukum jika ada persilihan muncul darinya. Konvensi adalah yang tertua, didahului dua tahun hanya oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB yang bukan merupakan instrumen yang mengikat.Hanya ada tiga yang mirip dengan Konvensi Eropa, dan hanya ada satu yang bisa di bandingkan dalam hal “mesin penegakannya” – Konvensi Amerika di San José – yang ditandatangai hanya pada tahun 1969dan tidak berlaku.
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
mungkin dan dalam beberapa contoh diberikan hanya untuk periode tertentu yang dapat diperbarui. Memang hanya dengan alasan penerimaan semacam ini yang telah memungkinkan kasus Golder ini dibawa kehadapan Komisi Eropa dan Mahkahmah Hak Asasi Manusia. 40. Berbagai faktor ini dapat menjustifikasi bahkan interpretasi yang mebatasi dari Konvensitetapi, tanpa harus sejauh itu, harus dikatakan tanpa diragukan lagi, tidak hanya untuk menjustifikasi, tapi secara positi meminta, interpretasi yang sangat hati-hati dan konservatif, terutama terkait dengan ketentuan yang mungkin tidak pasti, dan dimana konstruksi yang luas dapat berpengaruh pada pemberian kewajiban kepada negara peserta yang tidak terlalu berniat melakukan, atau tidak paham apakah mereka mau melakukannya. (Kata-kata yang dikutip catatan kaki dibawah ini 15dari perdebatan lisan oleh Penasehat Pemerintah Kerajaan Inggris dihadapan Komisi harus betul-betul diperhatikan).Keraguan harus diselesaikan demi pemerntah yang bersangkutan, - dan jika benar, Keputusan Mahkamah menyarankan, tidak ada keraguan serius dalam kasus ini. iii. Maksud dan Metode Penyusunan 41. Tidaklah mungkin mencapai apa yang menjadi keinginan negara pihak tentang ini; tapi tentunya menjadi alasan untuk tidak mengenakan kewajiban yang tidak jelas dari Konvensi, atau paling tidak terbebas dari keraguan yang beralasan. Kewajiban yang sedang dibahas ini tidak memiliki karakter itu. Terlebih, bagi saya tidak mungkin para pemetintah ingin menerima kewajiban internasional 16agar bisa mendapat akses ke pengadilan mereka, dan membiarkannya dikurangi oleh ketentuan (Pasal 6.1) (pas. 6-1) 42. Yang penting untuk dilihat adalah ketentuan yang dapat dibdaningkan atau paralel dengan Pasal 6.1 (pas. 6-1). Dalam Deklarasi Universak (lihat catatan kaki 23 supra) ada sebuah ketentunan (Pasal 8) yang berbunyi: "Semua orang mempunyai hak atas pemulihan efektf oleh mahkahmah naasional yajg berkompeten untuk tindakan ynag melanggat hak fundmnetal yang diberikan kepadanya oleh konstitusi atau oleh hukum." 15
"Mengenai persoalan akses ke pengadilan, itu bukanlah masalah suatu Pemerintah berusaha menolak kewajibannya yang secara bebas bisa dilakukan. Sejauh itu cukup jelas. Satu hal yang muncul dari semua diskusi dalam kasus Mr. Knechtl dan permohonan Tn. Golder sejauh ini, adalah Pemerintah Kerajaan Inggris tidak tahu ketika menerima Pasal 6 (pas. 6) dari Konvensi, Pemerintah juga menerima kewajiban untukmenyelaraskan hak atas akses ke pengadilan tanpa batas. Entah kami benar atau salah dalam melakukan interpretasi, saya menyatakan bahwa hal tersebut adalah sangat jelas.Saya tidak akan mengulas secara rinci semua bukti atau pendapat Pemerintah Kerajaan Inggris dalam hal ini yang diajukan sebelum Komisi. Tapi saya sampaikan bahwa sudah jelas dari semua bukti konstitusional yang sudah diserahkan, dari perannya dalam menyusun Konvensi Eropa tentang Pendirian, bahwa Pemerintah Kerajaan Inggris tidak mempunyai niatan berasumsi, dan tidak tahu bahwa seharusnya diasumsikan, mengenai adanya kewajiban semacam itu." - (CDH (73) 33, padahal. 36: Dokumen no. 5 yang disampaikan oleh Komisi kepada Mahkamah)* * Lihat catatan yang dibuat oleh Register: rekaman Verbatim dari sidang dengar pendapat lisan yang dilakukan di Strasbourg dihadapan Komisi pada 16-17 Desember 1971. 16 Hak atas akses berdasar hukum domestik, seperti, paling tidak dalam cara yang umum, sistem hukum, sebagian besar negara tanpa ragu akan memberikannya, adalah satu hal. Tetapi lain halnya jika mengasumsikan sebuah perjanjian internasional yang harus melakukannya–terutama tanpa usaha sedikitpun untuk mendefinisikan atau mengkondisikannya (lihat supra, paragraf 27-30).
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
Dapat dilihat bahwa tidak ada hak atas akses umum, dan memang bersifat prosedural pasalini yang memiliki jenis dasar yang sama seperti Pasal 5, paragraf 4, danPasal 13 (pas. 5-4, pas. 13), dari Konvensi Eropa, yang akan saya bahas nanti (lihat catatan kaki 14 supra), - dan yang diketahui sendiri oleh Keputusan Mahkamahtidak berisikan hak atas akses yang berusaha ditemukan di Pasal 6.1 (pas. 6-1). Pasal 8 Deklarasi Universal diikuti oleh ketentuan lain (Pasal 10) 17yang mengatakan: "Setiap orang berhak dalam kesetaraam penuh terhadap pengadilan yang fair dan terbuka oleh pengadilan yang indeoenden dan tidak memihak dalam menentukan hak dan kewajibannya dan tuntutan hukum pidana terhadapnya " - (ditulis miring oleh saya).
Saya menulis miring frase terakhir dari pasal ini dalam Deklarasi Universal karena dinayatakan dengan jelas bahwa, ini adalah sumber dimana kalimat pertama Pasal 6.1 (pas. 6-1) KonvensiEropa berasal (lihat teks yang disebutkan dalam paragraf 25).Tidak ada penjelasan tentang substansi hak atas akses ke pengadilan secara khusus dan selain jaminan prosedur dari pengadilan yang fair, dll., disitu semua dijelaskan dengan rinci daripada dalam Pasal 6.1 (pas. 6-1) Konvensi Eropa. 43. Ketentuan (Pasal 8 dan 10) Deklarasi Universal of the Deklarasi Universalpatut diperhatikan secara khusus karena pada pembukaan Konvensi Eropa, deserve to be specially noted because, in the Preamble to the European Konvensi, apa yang disebutkan adalah bajwa para pihak memutuskan secara kolektif menegakkan "hak tertentu yang diseutkan dan Dejklarasi Universal". Oleh karena itu mereka tidak mengakui menyebutkan hak lain yang tidak disebutkan dalam Deklarasi. 44. Instrumen yang dapat dibdaningkan berkutnya, adalah Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang diadopsi olhe PBB pada tahun 1966, tapi belum berlaku, sama halnya dengan Pasal 14 secara jelas didasari pada Pasal 10 Deklarasi Universal dan oleh karena itu pada Pasal 6.1 (pas. 6-1) Konvensi Eropa; tapi tidak perlu mengutip isinya karena, terlepas dari frase pertamanya tentang kesetaraan untuk semua dihadapan pengadilan, dan beberapa perubahan kecil dan tidak penting atas kata-kata dan urutan, ditambah dengan dihilangkannya referensi persidangan “dalam jangka waktu yang wajar",dan efeknya persis sama dengan Pasal 6.1 (pas. 6-1). Akhirnya, KonvensiInter-Amerika di San José (1969 –juga tidak berlaku) memiliki ketentuan has a provision (Pasal 8, paragraf 1) yang pada pdanangan pertama tampak semakin dekat dalam memberikan penjelasan tentang hak atas akses, tapi pada kenyataannya tidak. Dimulai dengan judulnya yaitu "Right atas Pengadilan yang Fair", yang menjadikannya berada dalam kategori jaminan prosedural. Kedua, bahasa yang digunakan jelas menunjukkan bahwa pasal ini berada dalam keluarga dan asal yang sama dengan klausuk dalam instrumen sebelumnya. Disebutkan: "Setiap orang mempunyai hak atas persidangan, dengan jaminan yang ada dan dalam jangka waktu yang wajar, oleh pengadilan yang berkompeten, independen, dan tidak memihak, yang sebelumnya
17
Ketentuan intervensi (Pasal 9) tidak relevan disini, melarang penangkapan, penahanan atau pengasingan secara sewenang-wenang.
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
ditentukan oleh hukum, dalam substansi tuduhan pidana yang dibuat terhadapnya atau untuk menetapkan hak dan kewajibannya yaitu sipil, pekerjaan, fiskan dan yang lainnya."
Jik, dalam ketentuan ini, sebuah titik muncul setelah kata "persidangan" dalam kalimat pembuka, dan diteruskan dengan sisa isi dari teks, maka dapat dikatakan bahwa hak atas akses telah secara jelas difprmulasikan. Adalah jelas bahwa (dengan menghapuskan frase "dengan jaminan yang ada dan dalam jangka waktu yang wajar") kata "persidangan" berkaitan langsung dengan persyaratan persidangan oleh "pengadilan ... yang berkompeten".Penekanannya, pada Pasal 6.1 (pas. 6-1) Konvensi Eropa, adalah pada karakter persidangan dan bukan pada hak independen untuk mendapatkan persidangan. 45. Tapi fakta yang signifikan adalah semua ketentuan diatas berasal dari proposal yang jauh lebih kuat dan lebih eksplisit.Intinya adalah pada pernyataan yang dibuat oleh penasehat Pemerintah Inggris dihadapan Komisi ketika berbicara tentang Pasal 8 Deklarasi Universali, ia mengatakan 18: "Teks pasal 8 didasarkan pada amademen yang dilakukan oleh wakil Mexico dalam Komite Ketiga dari Sidang Majelis Umum pada 23 Oktober 1948. Perwakilan tersebut mengatakan bahwa amdanemennya hanya mengulang teks yang ada di Deklarasi Bogota yang sekrang telah diadopsi secara bulat oleh 21 which had recently been adopted unanimously by 21 utusan LatinAmerica.Ketentuan yang relevam dari Deklarasi Bogota adalah Pasal XVIII yang mengatakan: ‘Setiap orang dapat menggunakan pengadilan untuk memastikan penghormatan terhadap hak hukumnya. Juga seharusnya sama harus disediakan prosedur singkat dimana pengadilan akan melindunginya dari tindakan otoritas yang, menurutnya, melanggar hak konstitusional dasarnya’. “Penerapan Pasal 8 Deklarasi UniversaldalamPasal XVIII Deklarasi Bogota sangat menarik karena Pasal XVIII Deklarasi Bogota dalam kalimat pertamanya brebicara tentang hak semua orang untuk menggunakan pengadilan untuk memastikan hak hukumnya dihormati dan dalam Pasal 8 Deklarasi Universalsudah diubah dan dipersingkat: ‘Setiap orang memiliki hak terhadap pemulihan efektif oleh pengadilan nasional yang kompeten’."
Penasehat kemudian 19menarik kesimpulan dibawah ini, "jika kita melihat sejarah ini sebagai suatu kesatuan, maka yang terjadi adalah: apa yang dimulai di Deklarasi Bogota sebagai bentuk luas hak atas akses dan dipersempit menjadi hak atas akses terkait dengan hak yang dijamin olehKonvensi". 46. Karenanya, dalam waktu dua puluh tahun, tampaknya ada kebijakan dari pemetintah untuk menghindari persoalan akses. Pdanangan ini dikuatkan oleh adanya bukti (lihat Dokumen CDH (73) 33, pada hal. 45) ∗bahwa Pasal 6.1 (pas. 6-1) Konvensieropa tidak disusun mengdanung istilah yang mungkin dapat dipdanang sebagai ketentuan untuk hak atas akses tapi kemudian ini hilang, - indikasi terjelas yang paling mungkin adalah tidak melanjutkan kalimat tersebut, terutama karena konsepnya tidak ditemukan dimanapun pada instrumen HAM yang dibuat dalam KonvensiEropa. Dalam teknik interpretasi perjanjian tidak ada demonstrasi yang lebih baik dari suatu 18
Loc. cit. dalam catatan 24 supra, padahal. 47. Ibid. padahal. 50.
19
∗
Lihat catatan yang dibuat oleh Register pada halaman 53.
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
niatan untuk tidak memberikan sesuatu daripada pertama memasukkan dan kemudian menghilangkannya. 47. Kesimpulan yang dapat saya tarik adalah apakah negara pihak bersedia bersdanar pada situasi dimana dalam prakteknya, didalam semua negara Eropa diberikan banyak cara untuk mengakses ke pengadilan; tapi tanpa adanya keinginan untuk mengubahnya menjadi atau mengikat dirinya sendiri pada kewajiban internasional yang mengikat (lihat catatan kaki 25 supra), - dan lebih khusus sebuah kewajiban dimana Mahkamah, dalam kasus ini, sudah ada, - sebuah kewajiban yang jauh lebih kuat dan luas daripada yang ada di Pemerintah Kerajaan Inggris (lihat catatan kaki 24 diatas) dan lihat jumlah pemerintah negara pihak dalam Konvensi (yang sangat mungkin) tidak pernah mengira sebagai wajib 20. Tipe kewajiban ini tidak secara internasional diterima kecuali didefinisikan dan insidesidan modalitasnya dirinci. Konvensitidak melakukan ini, dan Mahkamah, dengan alasan yang bagus, tidak menutupi miskonsepsi Keputusan dengan berusaha memberikan tugas yang terletak pada pemerintah. "Bukanlah fungsi Mahkamahuntuk menjelaskan teori umum tentang pembatsan ayng diprbolehkan dalam kasus tahanan terhukum, atau bahkan memerintahkan kompatibilitas ... Peraturan Penjara Inggris... dengan Konvensi". Tapi jika bukan fungsi Mahkamah untuk menjelaskan pembatasan hak, bukankah fungsinya untuk suatu hak yang tidak bisa digunakan tanpa ada pembatasn yang Mahkamahtolak untuk dielaborasi. 2. Teks dan Istilah Khusus 48. Pada dasar pendekatan yang digunakan, berbagai ketentuan yang relevan Konvensi tidak menimbulkan kesulitan interpretasi atau keperluan atas penjelasan, seperti yang mereka lakukan dalam dasar pendekatan Mahkamah. Saya akan mendaftar dan memberi komentar mengenai ketentuan ini: (a) Pembukaan–Bagian ini secara rinci menyebutkan bahwa Negara Pihak memutuskan "untuk mengambil langkah awal" untuk melakukan penegakan bersama "hak tertentu" yang disebutkan dalam Deklarasi UniversalHak Asasi Manusia yang tidak membuat ketentuan untuk hak atas akses yang independen, jadi hak ini tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori yang dicakup oleh Konvensi Eropa. Hanya hak “tertentu” yang dikenali dan hak atas akses tidak menurut Deklarasi Universal. Sebagain tambahan, Negara Pihak hanya mengajukan untuk mengambil "langkah pertama", dan mencakup hanya hak “tertentu". Oleh karena itu, sejauh ini, ketentuan untuk hak atas akses tidak dapat ditemukan dalam Konvensi Eropa. (b)Pasal 1 (pas. 1) Konvensimempunyaiwewenang meminta Negara Pihak untuk “menjamin semua orang yang berada dalam yusrisdiksinya” akan hak dan kebebasan 20
Pemerintah Kerajaan Inggris berpendapat berdasar secara murni pada prosedur nasional dalam hal akses ke pengadilan yang diberikan oleh perjanjian komersial biasa dan oleh konvensi multilateral seperti Konvensi Eropa Modern tentang Pendirian, ada kemungkinan bahwa, karena berkaitan dengan pertanyaan mengenai akses, pemerintah tidak akan bersedia untuk memberikan lebih selain perlakuan nasional dalam masalah ini, dan tentu saja Golder, seorang warga negara Inggris, telah menerima perlakuan yang sudah tepat menurut peraturan dan hukum nasional setempat.
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
yang terdiri Pasal 6.1 (pas. 6-1), hak dan kebebasan ini harus di ‘definisikan”. Tidak ada hak atas akses yang disebutkan, apalagi “didefinisikan”. Definisi harus diutarakan. Tidak ada hak atas akses yang tidak didefinisikan yang kemudian dimasukkan dengan kesimpulan sederhana atau implikasi dari Pasal 6.1 (pas. 6-1). Pemberlakuan Pasal 17 (pas. 17) Konvensimengkonfirmasi dan memperkaya pdanangan ini. (c) Pasal 5, paragraf 4, danPasal 13 (pas. 5-4, pas. 13) (i) Keputusan Mahkamah adalah benar dalam melihat ketentuan seperti yang digambarkan dalam catatan kaki 14 diatas; tapi pandangan tersebut tidak lengkap danmelewatkan bagian yang penting dimana Pemerintah Kerajaan Inggris ingin perjuangkan. (ii) Apa yang dua pasal ini (pas. 5-4, pas. 13) berikan adalah bahwa Negara Pihak harus melengkapi sebuah pemulihan di pengadilan mereka untuk pelanggaranhak dan kebebasan dasar yang terkandung dalam Konvensi (deskripsi ini juga termaktub dalam Pasal 5, paragraf 4 (pas. 5-4), tapi yang secara dasar dan harfiah ada di Pasal 13 (pas. 13)). Saya setuju dengan Mahkamahbahwa ketentuan tersebut tidak dengan sendirinya mengandung hak dan kebebasan substantif, atau hak atas akses yang bersifat umum, dan karena itu tidak menjadikan semua ketentuan yang semacam itu mempunyai efek tidak berguna, seperti yang dioerdebatkan oleh Pemerintah Kerajaan Inggris. Meski begitu, Pemerintah juga harus memberikan pelengkap dari dalil ini, yaitu jika hak atas akses yang bersifat umum harus, seperti yang dinyatakan Mahkamah, tampaknya akan diimplikaskan oleh Pasal 6.1 (pas. 6-1) laluPasal 5, paragraf 4, danPasal 13 (pas. 5-4, pas. 13), pada gilirannya mereka akan diberikan secara berlebihan karena hak atas akses di bawah Pasal 6.1 (pas. 6-1) menyediakan semua yang dibutuhkan. Oleh karena itu keberadaan dua ketentuan lain cenderung untuk menunjukkan bahwa tidak ada hak akses disusun oleh Pasal 6.1 (pas. 6-1). Argumen ini secara logis benar, tetapi tidak sepenuhnya tepat, karena Pasal 5,4 dan 13 (pas 5-4, pas 13..) berbicara tentang pemberian pemulihan, dan akses tidak selalu mengikuti pemulihan: bisa saja ada akses tapi tidak ada pemulihan pada akses.Namun demikian, jika seseorang siap untuk menutup buku dan menggunakan argumen yang digunakan Mahkamah, bisa dikatakan bahwa karena akses pemulihan adalah sia-sia, maka hak akses menyiratkan hak untuk mendapatkan pemulihan, yang tentu saja tidak masuk akal. Namun ini akan tepat sejajar dengan kesimpulan Mahkamah bahwa karena hak atas pengadilan yang adil adalah siasia tanpa pengadilan, karenanya hak untuk mengangkat proses yang menghasilkan berlangsungnya sidang harus disisipkan. Akan sulit untuk membuat non-sequitur jelas. (d) Ketentuan Pasal 6, Paragraf 1 (pas 6-1.) - kalimat (e) Hal penting pertama pada paragraf ini telah dikutip di paragraf 25 dalam pendapat terpisah saya ini, dan kalimat yang tersisa akan diatur dalam Paragraf 24 dari Keputusan Mahkamah. Dengan referensi yang jelas untuk kebutuhan "dengar pendapat terbuka" yang dinyatakan dalam kalimat pertama, adalah untuk menentukan keputusan yang juga harus "diucapkan di depan umum", tapi pers dan masyarakat dapat dikecualikan dari seluruh atau sebagian dari proses sidang pada keadaan tertentu yang kemudian diteliti dalam beberapa detail. Kalimat ini menjadi tidak relevan untuk tujuan
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
tersebut kecuali mempunyai urutan yang sama seperti yang pertama dan dihubungkan dengannya, yang memiliki jenis yang sama,sebagai ketentuan prosedur dasar yang hanya terkait dengan peristiwa dan modalitas pengadilan di Mahkamah.Pada kalimat pertama, dan pada umumnya, komentar berikut ini adalah tambahan untuk yang sudah ada di paragraf 25, dan 33-34 supra (dan lihat juga Paragraf 40 secara singkat): (i) Aturan "ejusdem generis/jenis yang sama" - Yang diacu pada (ii) paragraf sebelumnya, diarahkan untuk menunjukkan bahwa Pasal 6.1 (pas 6-1.) Merupakan ketentuan mandiri, lengkap dalam dirinya sendiri Dan tidak membutuhkan tambahan suplemen atau penjelasannya agar efeknya jelas dan berada pada urutan atau kategori klausa tertentu, berkarakter prosedural dan berkaitan secara eksklusif dengan modalitas sidang di Mahkamah. Seluruhnya adalah untuk efek itu dan hanya efek itu saja, seperti yang dengan baik ditunjukkan dalam argumen (CDH (73) 33 di p. 51) Aturan 'ejusdem generis' mensyaratkan bahwa, jika ada implikasi yang harus diambil dari teks untuk tujuan impor ke dalamnya atau menambah dengan sesuatu yang tidak benar-benar dinyatakan ada (dan adalah dasar bersama bahwa hak akses tidak dijelaskan dalam teks ini), implikasi ini harus, atau harus berhubungan dengan, sesuatu yang memiliki urutan yang sama atau berada dalam kategori konsep yang sama, sebagai figur dalam teks itu sendiri. Itu bukan yang terjadi disini. Semua hak akses semacam itu, yang memiliki aspek prosedural, pada dasarnya adalah hak substantif karakter mendasar. Bahkan dalam aspek proseduralnya, cukup berbeda dari hal yang berkaitan dengan modalitas persidangan. Sebagaimana telah ditunjukkan, konsep insiden persidangan hanya memiliki satu implikasi yang diperlukan yaitu bahwa sidang bisa berlangsung, bahwa proses sedang berjalan. Ini menyiratkan bahwa tidak ada dalam dirinya sendiri tentang hak yang dapat memulainya, dan menunjukkan urutan konsep yang berbeda. Akibatnya itu bukan proses yang sah, dan bertentangan dengan interpretasi yang diterima, menyiratkan satu dari yang lain. (iii) Aturan "expressio unius est exclusio alterius" - Aturan ini juga dilanggar oleh kesimpulan dalam Keputusan Mahkamah. Hal ini terjadi lebih dari sekali, tapi yang diilustrasikan dengan baik oleh cara di mana Pasal 6. 1 (pas. 6-1) ditangani pada awal Paragraf 28 dari Keputusan, di mana dikatakan bahwa meskipun Pasal "tidak menyebutkan hak akses ... dalam bentuk yang jelas" hal tersebut "meluruskan hak yang berbeda tetapi berasal dari ide dasar yang sama dan yang secara bersama-sama membuat satu hak yang tidak didefinisikan secara khusus dalam arti sempit" - bahkan tidak didefinisikan sama sekali). Apa yang mudah diabaikan di sini adalah bahwa satusatunya hak yang sebenarnya "diucapkan" di Pasal 6.1 (pas. 6-1) (dan "ucapan" berarti dinyatakan) bukan merupakan hak yang "berbeda" tetapi hak yang mempunyai urutan atau kategori yang sama, yaitu hak yang berkaitan dengan waktu, perilaku dan tujuan pengadilan. Tidak ada dalam ini yang dapat digunakan untuk menyatakan "hak tunggal" untuk memasukkan hak akses sebagai tambahan pada hak prosedural yang terdefinisi. Hak prosedural, disisi lain, secara eksplisit dinyatakan sedemikian rupa untuk menerapkan aturan expressio unius dan karena, untuk alasan yang sudah diberikan (paragraf 25, dan 34 supra), tidak ada dalam pasal yang mengharuskan hak akses ini,
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
aturan ini harus diterapkan. Dengan risiko pengulangan, biarkan yang benar dinyatakan sekali lagi yaitu bahwa ketentuan Pasal 6.1 (pas. 6-1) akan beroperasi dengan baik seperti adanya, kapanpun proses dijalankan, tanpa mendalilkan setiap hak yang melekat. Pasal akan beroperasi secara otomatis ketika, dan jika ada proses. Jika untuk alasan apapun - tidak adanya hak atau lainnya - mereka tidak digunakan, maka kesempatan yang bisa menyebabkan pasal ini digunakan tidak muncul. Karena itu, tidak ada pembenaran dalam hal ini atas kegagalan menerapkan aturan expressio unius. (iv) Perlakuan yang sama antara proses pidana dan perdata (v) Ada alasan mengapa tidak ada hak akses yang dapat diimplikasikan dalam Pasal 6.1 (pas. 6-1). Pasal ini menempatkan proses pidana dan sipil pada pijakan yang sama, yaitu pengadilan yang fair di kedua konteks. Namun pertanyaan mengenai hak akses tersebut harus muncul terutama dalam hubungan dengan proses sipil di mana penggugat lah yang memulai tindakan. Terlepas dari keterbatasan dan kekhususan kasus di mana warga negara dapat memulai proses pidana; akan tidak masuk akal untuk berbicara tentang hak akses, karena tidak bisa mengatakan bahwa suatu hak melekat hanya bila diperlukan saja dan dibutuhkan hanya untuk satu kasus saja dan tidak pada yang lain. Ini bukan persoalannya. Persoalannya adalah, bahwa pentingnya Pasal (pas 6-1.) ini mungkin terletak terutama di bidang pidana namun bidangini adalah bidang yang sangat tidak tepat di sebagian besar kasus jika dikaitkan dengan hak akses bagi otoritas yang akan memulai proses. Ini adalah pointer yang kuat dari kesimpulan bahwa Pasal (pas. 61) semata-mata hanya bersangkutan dengan proses, bukan pada hak yang memunculkan proses tersebut. (vi) Sidang terbuka "dalam jangka waktu yang wajar" - Ada petunjuk lain dalam arah yang sama yang juga melibatkan prinsip menjaga harmoni antara aspek pidana dan aspek sipil dari Pasal 6.1 (pas 6-1.). Salah satu pointer tersebut diberikan oleh argumen Pemerintah Kerajaan Inggris (hanya disebut di dalam Keputusan (paragraf 32) dalam cara yang gagal menunjukkan relevansinya - tampaknya memang telah terjadi salah pengertian) mengenai implikasi persyaratan dalam Pasal 6 (pas. 6-1) bahwa sidang harus berlangsung dalam jangka waktu yang wajar. "Dalam jangka waktu yang wajar" untuk apa? Pasal ini tidak mengatakan. Dalam kasus proses pidana tidak ada ruang untuk keraguan bahwa titik awal haruslah pada saat penangkapan atau pengenaan tuduhan secara formal karena menurut pikiran sehat, tidak bisa berbohong pada periode sebelumnya ketika pihak berwenang mungkin sedang mempertimbangkan apakah mereka akan menjatuhkan tuduhan dan mengambil nasihat hukum tentang itu - atau mencoba untuk menemukan terdakwa untuk menangkapnya. Dalam pandangan saya prinsip yang sama persis harus berlaku untuk proses sipil, bukan saja hanya memberikan perlakuan yang sama antara kedua proses, tetapi juga karena alasan praktis. Dalam proses sipil, periode waktu yang wajar harus mulai dijalankan dari saat keluhan tersebut difomalkan oleh sebuah surat perintah, surat panggilan atau instrumen resmi lainnya atau pada saat terdakwa diberitahu. Lagi-lagi, ini adalah hanya pikiran sehat. Periode sebelumnya, ketika penggugat sedang mempertimbangkan apakah akan melakukan suatu tindakan, atau mengambil nasehat hukum, atau mengumpulkan bukti,
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
tidaklah relevan dan sangat tidak menentu untuk dipenuhi, karena tidak ada waktu pasti yang bisa ditemukan didalamnua untuk dipakai sebagai titik awal dari "jangka waktu yang wajar". Jika ini tidak memungkinkan, titik awal bisa dihubungkan kembali selama berbulan-bulan, atau bahkan dalam kasus tertentu, bertahun-tahun, sehingga persyaratan persidangan berupa "dalam jangka waktu yang wajar" adalah tidak masuk akal, objek nyata tunggal untuk mencegah penundaan adalah membawanya ke persidangan. Tapi efek dari pandangan Mahkamah adalah bahwa karena Pasal 6.1 (pas 6-1.) itu sendiri tidak menentukan titik awal; Mahkamah harus menentukan ini secara ad hoc dalam setiap kasus. Karena itu, para Pemerintah tidak pernah bisa tahu sebelumnya dalam periode apa tepatnya faktor penyebab dimulainya proses hukum harus dibawa ke pengadilan dalam rangka untuk memenuhi persyaratan Pasal 6 (pas 6-1.) - Situasi yang sepenuhnya tidak dapat diterima. (vii) Arti penting dari semua ini tentu saja bahwa apa pun yang berkaitan dengan hak akses harus memperhatikan periode sebelum dimulainya proses formal, begitu dimulai, akses ke pengadilan telah dimiliki dan karenanya, cadit quaestio. Karena itu, setiap kejadian yang berkaitan dengan hak akses, - khususnya setiap campur tangan dengan penyangkalan atau tidak - harus berhubungan secara eksklusif pada periode sebelum akses dimiliki dengan dimulainya proses, - yaitu sebelum sidang yang terbuka dan adil dalam jangka waktu yang wajar yang diatur dalam Pasal 6.1 (pas. 6-1), dan ini menunjuk langsung pada kesimpulan bahwa Pasal tidak dimaksudkan untuk menangani akses sama sekali, karena hal ini berkaitan dengan periode atau tahap sebelumnya. (viii) Istilah "dengar pendapat umum" juga menimbulkan kesulitan jika Pasal 6.1 (pas. 6-1) dipahami sebagai pemberian hak akses. Dengan membatasi proses sipil, istilah "umum" menunjukkan sidang pada pengadilan yang terbuka seperti yang biasanya terjadi, jika proses berjalan normal. Tapi seperti yang sebelumnya, tidak selalu begitu, mereka dapat dihentikan karena berbagai alasan di tahap awal. Intinya jika dihentikan, biasanya masih dalam tahap awal persidangan dimana yang hadir dalam tahap awal dengar pendapat adalah petugas pengadilan junior atau hakim yang bertugas secara pribadi, dimana biasanya hanya pihak yang bersengketa dan penasehat hukum mereka yang akan hadir, Jika hak akses diakui tersirat oleh Pasal 6.1 (pas. 6-1), mungkin, harus dibuat semacam hak yang tidak bisa dibatalkan dalam audiensi publik dalam segala situasi, kalau tidak menjadi bukan "akses". Pandangan ini dikonfirmasi oleh kalimat kedua dari Pasal 6.1 (pas 6-1.) - Lihat sub-Paragraf (d) di atas. Ini adalah salah satu hubungan dimana arti dan lingkup yang benar dari hak akses belum dipikirkan (lihat paragraf 28 dan 29 supra), - gagal karena konsepnya kurang dalam kejelasan dan kepastian. Juga berhubungan dengan Pasal 17 (pas. 17) Konvensi – lihat catatan kaki 17 supra, dan sub-paragraf (b) pada paragraf (47). 49. Kesimpulan tentang persoalan hak atas akses –saya menghilangkan poin lainnya agar tidak lebih jauh membebani Pendapat saya ini. Tapi sya telah berkesimpulan bahwa –suka atau tidak–hak atas akses tidak terkandung dalam Pasal 6.1 (pas. 6-1) dari Konvensi, kecuali oleh proses interpretasi yang saya anggap tidak dalam kepentingan terbaik hukum perjanjian internasional. Jika hak tersebut tidak memiliki tempat dalam
KEPUTUSAN KASUS GOLDER v. PEMERINTAH KERAJAAN INGGRIS PENDAPAT TERPISAH HAKIM SIR GERALD FITZMAURICE
Pasal 6.1 (pas. 6-1), maka jelas hak tersebut tidak memiliki tempat dimanapun di dalam Konvensi. Hal ini tidak diragukan lagi merupakan kekurangan serius yang harus diluruskan. Tapiini adalah tugas Negara Pihakuntuk diselesaikan, dantempat bagi Mahkamahuntuk mengacu padanya, bukan to refer to them, tidak berusaha untuk melaksanakannya sendiri.