Teologia Hakim-hakim
BAB DELAPAN TEOLOGIA HAKIM-HAKIM
Kitab Hakim-hakim biasa dibicarakan sebagai bagian dari sejarah Deuteronomik, yang merupakan narasi tunggal dari Yosua sampai 2 Raja-raja, yang meliputi periode dari masuknya Israel ke tanah Kanaan sampai kepada waktu di mana tanah itu hilang dalam pembangunan ke Babel. Kelompok kitab ini disebut “sejarah Deuteronomik” karena para penulis/penyusun memandang sejarah secara unik melalui sudut Deuteronomy (Ulangan). Teologia Deuteronomy, hukum-hukum secara unik dari kitab tersebut, atau perspektif yang ditekankan di sana, menjadi kacamata melaluinya para penulis yang berikut memandang sejarah Israel. Dua tema utama dari Deuteronomy mengambil banyak data Kitab Hakim-hakim Kondisionalitas vs Tidak Berkondisionalitas; Kasih Karunia vs Hukum Sepanjang sejarah Deuteronomik, narator menyaksikan hakekat dari hubungan Allah dengan Israel. Apakah kekudusan Allah, tuntutannya bagi ketaatan kepada perintah-perintahnya membatalkan janji-janjinya kepada Israel? Atau apakah komitmen yang tidak dapat dilanggar kepada bangsa itu, janji-janjinya yang penuh kasih karunia kepada Bapa-bapa beriman apakah berarti bahwa Ia tidak akan melihat dosa mereka? Kebanyakan para teolog berusaha menetapkan prioritas dari hukum atas kasih karunia atau kasih karunia atas hukum, Kitab Hakim-hakim tidak akan menyelesaikan pertanyaan ini. Apa yang diberikan kitab Hakim-hakim adalah bukan teologia sistematik. Hakim-hakim menyisakkan suatu paradoks, yakni, hubungan Allah dengan Israel adalah keduanya bersamaan, yaitu, baik kondisional dan maupun tidak berkondisional (bersyarat dan tak bersyarat). Ia tidak akan membuang perkenananNya, namun Israel mesti hidup dalam ketaatan dan Iman untuk mewarisi janji. Adalah merupakan tekanan yang lebih daripada setiap hal yang lain yang mendorong naratif dari seluruh sejarah Deuteronomik. Kitab Deuteronomy (Ulangan) menekankan keduanya, komitmen Allah yang penuh kasih karunia kepada Bapa-bapa yang beriman, janjinya untuk memberikan tanah (1:7-8, 21, 25, 31; 3:1820; 6:3), dan fakta bahwa tinggal di tanah itu dikondisi (disyaratkan) dengan ketaatan (1:35; 4:1, 10, 21, 26, 40; 55:33; 6:15, 18). Musa memprediksi bahwa Israel tidak akan sukses dalam terang perintah-perintah Allah dan bahwa ceritera itu akan berakhir dalam bencana (31:27-29). Adalah merupakan dialog di antara janji-janji Allah dan hukum-hukumNya yang melatarbelakangi ceritera-ceritera yang meliputi Hakim-hakim perorangan. Setiap pembaca yang memiliki pengetahuan sepintas lalu dengan Kitab Hakim-hakim akan terbiasa dengan sederetan ceritera-ceritera yang membangun inti Kitab (Hak 2:6-16:31). Catatan-catatan dari Hakim-hakim utama (Otniel, Ehud, Debora, Gideon, Yefta dan Simson) adalah di antara ceritera-ceritera yang paling dikenal di dalam Alkitab. Ceritera-ceritera ini diperkenalkan dengan “filsafat sejarah” yang singkat (2:6-3:6) yang meringkaskan material selanjutnya. Catatan–catatan dari Hakim-hakim perorangan mengikuti kerangka yang stabil dan jelas. 1. Anak-anak Israel melakukan kejahatan di mata Tuhan (2:11; 3:7, 12; 4:1; 6:1; 10:6; 13:11).
2.
3. 4. 5.
Sekalipun hakekat dari kejahatan ini jarang diucapkan, dosa mereka mendorong murka Allah dan berakibat menjadi penindasan di tangan beberapa bangsa asing (2:14; 3:8; 4:2; 10:9). Oleh karena dosa mereka, orang Israel bukan saja tidak mampu mengusir orang Kanaan, namun juga mereka sendiri jatuh di hadapan kuasa-kuasa asing. Selama penindasan mereka, orang Israel berteriak kepada Tuhan ( 3:9, 15; 6:67; 10:10). Tuhan mendengar teriakan mereka dan mengangkat seorang pembebas; salah seorang dari Hakim-hakim (2:16; 3:9; 15; 10:1, 12). Pembebas dipilih dan dikuatkan oleh Roh Tuhan ( 3:10; 6:34; 11:29; 13:25; 14:6, 19). Seringkali dilaporkan bahwa pembebas ini diikuti dengan ketundukan musuh dan suatu periode damai selama mana pembebas itu menghakimi Israel, diikuti oleh kematian dan penguburan dari Hakim (3:10-11; 8:28-32; 10:2-5; 12:9-15).
Komitmen Allah yang tidak dapat dicabut kepada Israel terlihat dalam pemberiannya akan seorang pembebas, namun kekudusannya mengharuskan bahwa Ia tidak melalaikan dosa mereka, dan akibatnya Ia membawa para penindas untuk menghukum bangsa itu dan mengembalikan mereka kepada dirinya sendiri. Pemerintahan Allah atas Umat-Nya Kitab Ulangan adalah ucapan perpisahan dari Musa. Musa sudah menjadi hakim Israel, pemimpin, pemberi hukum, orang yang mengatur/memerintah, dan penguasa agamawi. Bagaimana orang Israel akan diatur bilamana Musa mati? Pertanyaan ini adalah fokus dari Ul 16:18-18:22; disini Allah memberikan melalui Musa, bimbingan dasar untuk mengatur orang Israel, bilamana Musa pergi. Israel akan memiliki para Hakim (Ul 16:18-20), system pengadilan (17:2-13), seorang raja (17:14-20), para Imam dan orang Lewi (18:1-8), dan penggantian nabi (18:9-22). Sekalipun tidak muncul demikian pada pandangan pertama, adalah perlengkapan bagi raja (Ul 17:14-20) yang secara khusus ditekankan oleh penulis Hakim-hakim. Bagi hal tersebut, satu cara dimana dapat membagi sejarah Deuteronomik menjadi dua bagian, yakni, hidup tanpa raja (Yosua, Hakim-hakim) dan hidup dengan raja (Samuel, Raja-raja). Penulis Hakim-hakim menyatakan dengan jelas sekali bahwa ini adalah tekanan dengan pengulangan yang konstan pada akhir dari kitab, bahwa “di masa itu Israel tidak memiliki raja; setiap orang melakukan apa yang dianggapnya cocok” (17:6; 21:25; bnd. 18:1; 19:1). Selama periode dari para Hakim, Israel sudah berubah menjadi anarkhi. Apakah posisi raja menyelesaikan problema nasionalnya? Apakah para raja menolong bangsa mempertahankan tanah dan memiliki perhentian dari musuh-musuh mereka? Apakah para raja akan memerintah sebagai perwakilan yang setia dari Tuhan? Penulis mempersiapkan kita untuk bagian lain dari ceritera di dalam Samuel dan Raja-raja. Kumpulan dari catatan-catatan tentang Hakim-hakim perorangan seringkali dijelaskan sebagai “lingkaran”. Sebutan ini dapat diterima karena hal itu memiliki unsur-unsur yang diulangi yang membuat kerangka yang khas dari ceritera-ceritera individual. Namun, hal itu menyesatkan, jika diambil untuk mengimplikasikan bahwa ceritera itu berkembang. Cara yang lebih baik untuk menjelaskan itu akan menjadi seperti “pegas ke arah bawah”; hal itu bukan berarti bahwa tiap-tiap lingkaran adalah kurang lebih suatu pengulangan dari ceritera-ceritera yang lebih dulu, namun agaknya bahwa terdapat kerusakan dalam kualitas dari para Hakim dan
Teologia Perjanjian Lama
Noh Boiliu
mengakibatkan/mempengaruhi kepemimpinan mereka. Penelusuran dari Hakimhakim utama akan menunjukkan ini. Otniel (3:7-11) muncul pertama-tama sebagai model dari seorang Hakim yang benar. Ia dibangkitkan oleh Allah dan dilengkapi dengan Roh-Nya; ia adalah serdadu yang mampu ketika Yosua hidup (Yos 15:13-19), dan ia memimpin Israel dalam peperangan yang berhasil seperti yang Yosua sudah lakukan. Ia memberikan model yang mana semua Hakim melakukan dalam tingkat-tingkat yang berbeda. Dalam kasus Ehud (3:12-30) beberapa hal yang penting adalah hilang. Penulis tidak menceriterakan kepada kita bahwa Allah membangkitkannya seperti yang diperbuatnya terhadap Otniel. Ehud tidak menikmati penahbisan dengan Roh Allah, tidak juga ia “menghakimi” orang Israel. Ehud melepaskan Israel dengan penipuan dan pengkhianatan, dan teks berdiam diri tentang kehendak dan hubungan Yahweh dengan dia. Debora (4: 1-5:31) adalah seorang nabiah ketika ia menghakimi Israel. Namun, sekalipun dalam keberhasilan dan keberhasilan dari Yael, penghakimanya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang kegagalan dari kepemimpina laki-laki di Israel. Keduanya, Barak dan Sisera kehilangan kemuliaan yang seharusnya menjadi milik mereka dan jatuh kepada wanita (4:9). Apakah Israel tidak dapat menghasilkan pemenang-pemenang laki-laki yang layak untuk memimpin peperangannya bagi tanah itu? Kemenangan sekali lagi adalah kurang menyatakan perbuatan dari penghakiman, daripada hasil dari pengkhianatan. Yael, yang akhirnya menghancurkan Sisera, adalah bukan Hakim, dan bukan seorang nabiah, dan hanya separuh orang Israel (4:11, 17; 5:24). Lagu Deborah meliputi kutukan–kutukan yang menentang suku–suku lain yang tidak bergabung dalam perang (5: 15b-18, 23). Catatan mengantisipasi faksionalisme (mementingkan golongan) dan perpecahan antar suku yang pada akhirnya akan berpuncak di dalam episode akhir dari kitab. Gideon, petani (6:1-8:35), adalah lambat untuk mengenali dan menanggapi panggilan Allah bagi dirinya untuk memimpin Israel; tiga mujizat diperlukan untuk meyakinkan pemenang yang enggan ini. Dan ketaatannya, ketika hal itu sungguhsungguh tiba, tidak secara tepat bersemangat; ia sungguh-sungguh menghancurkan mezbah Baal dan tiang Asyera di masyarakatnya seperti yang diperintahkan Allahnamun masih sedikit takut dan skeptis, ia melakukannya pada malam hari (6:25-27). Sekalipun Gideon mendapatkan nama julukan “Jeru-baal” (“Biarlah Baal berselisih [dengan dia]”-(6:32), ia sendiri pada akhirnya tunduk kepada ibadah palsu yang menyesatkan orang Israel (8:22-27). Setelah perang besar, ketika 300 orang Gideon menang atas jumlah yang jauh lebih besar melalui ketaatan yang setia, Gideon kelihatannya melupakan seluruh point dari latihan (7:2) dan memanggil orang-orang cadangan, tentara yang berjumlah 32.000 (7:3, 24). Kemenangan yang besar sekali lagi muncul dalam musuh-musuh yang bersifat golongan/kelompok dan pertengkaran di antara suku-suku dan keluarga-keluarga (8:1-9). Di luar kemenangan yang Allah sudah janjikan dan berikan, Gideon mengejar dendam pribadinya (8:10-21). Setelah kematian Gideon, Israel melakukan lagi kesalahan (8:33-35), dan seseorang mengantisipasi munculnya Hakim/Pembebas yang lain. Namun tidak begitu. Sebaliknya, Abimelek, putera Gideon dari gundiknya, berusaha untuk berkuasa. Allah tidak membangkitkannya atau memanggil dia kepada jabatan Hakim. Perlawanan antar suku (8:1-9) selama masa Gideon kini menjadi perselisihan antar keluarga dan pembunuhan. Sekalipun kebaikan yang sudah diperbuat Gideon bagi Israel, puteranya bukan seorang pembebas, melainkan seorang penindas, bukan seorang pelayan kepada bangsa, namun seorang pembunuh Israel dan pembunuh
Teologia Perjanjian Lama
Noh Boiliu
akan keluarganya sendiri. Gideon, menurut pakar sejarah Deuteronomik dilihat sebagai contoh dari kerajaan yang gagal. Yefta adalah tokoh utama berikutnya di dalam Kitab. Penuh dengan minat diri (pribadi), Yefta menegosiasi jalannya menuju kuasa dari posisinya sebagai sampah masyarakat (11:1-11). Sekalipun Roh Allah sudah datang padanya untuk perang dengan orang Amon (11:29), seolah-olah lebih diperlukan hal-hal lain lagi untuk mendapatkan kemenangan, Yefta membuat sumpah yang terburu-buru (11:30). Dia yang sudah menjadi begitu memperhitungkan dalam minat diri (pribadi) berakhir dengan menghancurkan apa yang dihitungnya sebagai yang paling berharga, anaknya yang tunggal (11:34-40). Sekali lagi kemenangan muncul ke dalam percekcokan antar suku dan perlawanan daerah (12:1-6). Simson adalah yang terakhir dari hakim-hakim yang utama, namun ia adalah sebuah “bayangan” dari seorang hakim yang sebenarnya. Ia penuh dengan kemanjaan diri dan tidak dapat mengendalikan selera seksualnya. Kecenderungan Simson bagi para wanita asing sudah menjadi bersifat lambang bagi orang Israel itu sendiri, tidak mampu melawan untuk pergi bersundal dengan godaan dari ilah-ilah asing (2:17; 8:27,33). Sekalipun seperti Israel, ia sudah diasingkan bagi Allah semenjak lahir (13:5), Simson tidak menggenapi potensinya. Antara perkawinan, perkawinan campur (intermarriage) dengan orang Kanaan adalah melanggar perintah untuk mengusir mereka dari tanah (3:5-6). Bagaiman Simson dapat berhasil sebagai pemimpin Israel? Ia lebih sukses dalam kematian dari pada dalam hidupnya (16:30). Dari Efraim dan suku-suku utara. Siapakah yang akan memperlakukan engkau? (Seseorang dari Betlehem). Siapakah yang akan mengusir orang-orang asing dari Yebus dan menyelamatkannya? Setiap orang yang membaca ceritera mengetahui bahwa Daud dan keturunannya adalah berasal dari Betlehem dan bahwa Daud sudah menjadikan Yebus/Yerusalem kota yang aman. Ceritera kelihatannya mendukung kesetiaan dari suku-suku utara kepada keluarga yang berasal dari Betlehem dari pada keluarga yang berasal dari Gibea yang menyeleweng (Saul dan keturunannya). Catatan sejarah ini dengan kuat mendukung Daud dan anti-Saul, yang mengantisipasi sikap posisi dari Kitab Samuel dan kepentingan yang menyeluruh dari pakar sejarah Deuteronomik dengan kesetiaan Allah akan janjinya kepada Daud. Para Hakim dalam P.B Tekanan dalam kitab Hakim-hakim dengan hubungan dari hukum dan kasih karunia dan dengan karakter dari pemerintah Allah atas umatnya adalah menonjol dalam banyak pasal di P.B. Para pembaca masa kini tidak terkecuali mengidentifikasi dengan para pemenang masa kuno ini dalam pergumulan mereka sendiri dan kegagalan dengan kehidupan yang saleh. Mereka adalah para pahlawan yang aneh/asing-petani yang enggan, nabiah, pembunuh bertangan kidal, bandit yang berandalan, orang Nazir yang kecanduan seks. Adalah mudah untuk menuding dari jauh akan kelemahan dan kegagalan dari tokoh-tokoh yang memimpin dalam ceritera yang melukiskan kemerosotan ini. Namun agar jangan kita terlalu sombong, Paulus mengingatkan kita dengan berkata “itulah keadaan dari sebagian di antara kamu dulu” (I Kor 6:11). Dengan nada yang sama dari ketidakperdulian, pemberontakan, ketaatan yang rapuh, dan motif-motif yang kacau, kita bersama mereka “dibasuh, disucikan dan dibenarkan” oleh kasih karunia Allah. Untuk semua kesalahan mereka, kita dapat belajar dari Iman mereka. Karena dalam Iman, Gideon, Barak, Yefta dan Simson” menaklukkaan kerajaan-kerajaan, melaksanakan keadilan, dan memperoleh apa yang dijanjikan” (Ibr 11:32-33).
Teologia Perjanjian Lama
Noh Boiliu
Di tengah-tengah kegagalan mereka, Iman mereka tidak salah tempat. Mereka adalah bagian dari awan yang besar dari kesaksian yang memanggil kita untuk bertahan dan untuk menujukan mata kita kepada Yesus (Ibr 12:1-2). Kita juga membutuhkan seorang pahlawan untuk berperang bagi kita, seseorang yang dibangkitkan oleh Allah dan dilengkapi dengan rohnya dalam seluruh kepenuhan, kita juga membutuhkan seorang pemimpin untuk mempertahankan warisan (milik pusaka). Kepemimpinan seperti kepemimpinan para Hakim tidak akan menjamin keamanan tanah bagi Israel. Warisan dari Israel yang bersatu yang ditinggalkan oleh Yosua sudah hancur ke dalam permusuhan golongan dan regional. Kondisi-kondisi yang mempromosikan kekacauan agamawi dan politis membutuhkan jenis kepemimpinan yang berbeda, jika Israel seandainya ingin mempertahankan tanah. Apakah dengan memiliki raja-raja akan membuat perbedaan? Dua ceritera terakhir mempersiapkan jalan bagi eksperimen Israel dengan posisi raja. Catatan akan berhala-berhala Mikha dan perpindahan dari suku Dan (pasalpasal 17-18) menyarankan bahwa penulis membuat point tentang penyembahan berhala di suku-suku bagian Utara. Tempat suci dan berhala-berhala Mikha pada mulanya ditempatkan di desa di perbukitan dari Efraim (mungkin dekat Betel-17:1; 18:2) dan kemudian di curi dan di tempatkan di Dan. Penulis dapat menyatakan bahwa suku-suku bagian Utara selalu terlibat dalam penyembahan berhala. Dari point di masa sesudah perpisahan dan pendirian anak-anak lembu emas di Dan dan Betel oleh Yerobeam I, penulis sebaliknya dapat berkata, “Lihatlah, ini bukanlah kejutan-suku-suku itu selalu cenderung kepada ibadah yang palsu dan penyembahan berhala.” Pasal-pasal ini, keduanya menjelaskan penyembahan berhala di Israel selama periode dari para Hakim, dan juga menyatakan point politis yang menentang suku-suku Utara dalam preferensi kepada agama yang berpusat pada bait Allah di Yehuda yang di jelaskan di dalam Kitab Samuel dan Raja-raja. Catatan tentang orang Lewi dan gundiknya (pasal 19) dan perang berikutnya yang menentang orang Benyamin (pasal-pasal 20-21) juga menyatakan beberapa point politis yang memberikan kepentingan yang lebih luas dari sejarah Deuteronomik. Di dalam ceritera yang lebih awal seorang Lewi dari desa perbukitan Efraim bepergian ke Betlehem untuk melepaskan gundiknya dari rumah orang tuanya. Di Betlehem ia diperlakukan secara mulia dan mendapat keramahtamahan/bantuan. Ketika ia berangkat dengan gundiknya dan bersiap untuk perjalanan kembali, orang Lewi itu tidak bersedia berhenti di kota yang tidak di taklukkan oleh Israel (Yebus atau Gibea (kampung halaman Saul), ia tidak di sambut dengan keramah-tamahan oleh penduduk-penduduk asli kota itu, sebaliknya, seorang laki-laki dari Efraim pada akhirnya datang menolong. Orang Lewi dan rombongannya kemudian bertemu dengan kejahatan yang besar, kejahatan yang merupakan peninggalan dari Sodom dan Gomora (19:22-26; bnd. Kej 19:1-11). Setelah kematian gundiknya, orang Lewi itu mengumpulkan sukusuku untuk perang menentang orang Benyamin. Melatar belakangi rincian dari ceritera adalah gambaran politis yang ditujukan kepada mereka yang Allah sudah dijanjikan, Dia yang akan menyempurnakan Iman kita.
Teologia Perjanjian Lama
Noh Boiliu