PENDALAMAN MATERI ILMU EKONOMI
Dr. Rudy Badrudin, M.Si. Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta Dosen Luar Biasa FiSiP UAJY
CIRCULAR FLOW DIAGRAM Balas Jasa Faktor Produksi (Y) Faktor Produksi/Input/FP
Konsumen
Produsen
Produk Barang & Jasa/Output (Y) Nilai Pembelian
CIRCULAR FLOW DIAGRAM Balas Jasa Faktor Produksi (Y) Faktor Produksi/Input/FP
Konsumen
Produsen
TABUNG INVES AN Produk Barang & Jasa/Output (Y) TASI Nilai Pembelian Lembaga Keuangan Bank dan Bukan Bank
CIRCULAR FLOW DIAGRAM Balas Jasa Faktor Produksi (Y) Faktor Produksi/Input/FP
Konsumen
Produsen
TABUNG Produk Barang & Jasa/Output (Y) INVES AN TASI Nilai Pembelian Lembaga Keuangan Bank dan Bukan Bank Pajak Subsidi
PEMERINTAH dan DPR
Belanja
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) • Ekonomi Mikro dan Ekonomi Makro – Berdasarkan Gambar Circular Flow Diagram dapat dijelaskan pemahaman mengenai istilah ekonomi mikro dan ekonomi makro. – Istilah ekonomi mikro menjelaskan mengenai pembahasan masalah-masalah (kepuasan konsumen, penentuan harga produk, efisiensi produksi, dan keuntungan produsen) yang dihadapi oleh pelaku ekonomi mikro (masyarakat, perusahaan, dan pasar). – Istilah ekonomi makro menjelaskan mengenai pembahasan masalah-masalah (tingkat inflasi, tingkat pengangguran, kondisi neraca pembayaran internasional, dan tingkat pertumbuhan ekonomi) yang dihadapi oleh pelaku ekonomi makro (rumahtangga, perusahaan, pemerintah, dan luar negeri).
• Data Ekonomi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) – Berdasarkan Gambar Circular Flow Diagram dapat dijelaskan pemahaman mengenai Data Ekonomi yang disebut dengan Penghitungan Pendapatan Nasional atau Penghitungan PDRB dalam lingkup wilayah yang lebih sempit. Ada tiga pendekatan atau metode yang digunakan dalam penghitungan pendapatan nasional, yaitu; pendekatan penerimaan atau pendapatan, pendekatan pengeluaran atau penggunaan atau belanja, dan pendekatan produksi atau lapangan usaha.
PENDEKATAN DALAM PENGHITUNGAN PDRB Pendekatan penerimaan adalah penghitungan pendapatan nasional dengan cara menjumlahkan imbalan yang diperoleh rumahtangga dari hasil menawarkan atau menjual input kepada perusahaan. Formulasi: Y = r + w + i + Pendekatan pengeluaran adalah penghitungan pendapatan nasional dengan cara menjumlahkan pengeluaran yang dilakukan masyarakat, perusahaan, pemerintah, dan sektor luar negeri. Jadi menjumlahkan pengeluaran konsumsi dari masyarakat, investasi dari perusahaan, pengeluaran konsumsi pemerintah dari pemerintah, dan ekspor neto dari sektor luar negeri. Formulasi: Y = C + I + G + (X – M) Pendekatan produksi adalah menjumlahkan nilai output (nilai akhir atau nilai tambah sebagai hasil perkalian antara harga per unit dengan output) yang dihasilkan oleh sektor-sektor produktif dalam suatu perekonomian dalam kurun waktu tertentu. Formulasi: n Y=
PQ i =1
Tabel 1 PDRB Kabupaten Sleman Pendekatan Pengeluaran Harga Berlaku (Rp000.000) dan Distribusi (Persentase) Tahun 1999 dan 2000 Nomor
Pengeluaran
1999
2000
Nilai
%
Nilai
%
1
Pengeluaran Rumahtangga
Konsumsi
1.854.115
58,39
2.124.566
59,65
2
Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba
17.041
0,54
19.043
0,53
3
Pengeluaran Pemerintah
Konsumsi
391.538
12,33
411.166
11,54
4
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
1.374.510
43,29
1.554.678
43,65
5
Perubahan Stok + Ekspor Antardaerah
-656.404
-20,67
-841.695
-23,60
6
Ekspor negeri
Antarnegara/luar
257.142
8,10
308.788
8,66
7
Impor negeri
Antarnegara/luar
62.630
1,98
15.561
0,43
PDRB
3.175.312
100,00
3.560.985
100,00
Tabel 2 PDRB kabupaten Sleman Pendekatan Pengeluaran Harga Konstan (Rp000.000) dan Pertumbuhan (Persentase) Tahun 1999 dan 2000, Tahun Dasar 1993 NoPengeluaran 1999 2000 mor
Nilai
%
Nilai
%
1
Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga
696.268
4,39
711.342
2,31
2
Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba
8.672
15,53
9.408
8,49
3
Pengeluaran Pemerintah
Konsumsi
245.349
35,08
249.076
1,52
4
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
557.372
2,81
572.611
2,73
5
Perubahan Stok + Ekspor Antardaerah
-155.419
-124,50
-164.284
-5,70
6
Ekspor negeri
Antarnegara/luar
75.087
6,20
78.572
4,64
7
Impor negeri
Antarnegara/luar
21.671
4,61
4.953
-77,14
PDRB
1.404.658
1,93
1.451.772
3,35
Tabel 3 PDRB Kabupaten Sleman Pendekatan Produksi (Lapangan Usaha) Harga Berlaku (Rp000.000) dan Distribusi (Persentase) Tahun 1999 dan 2000 Nomor
Lapangan Usaha
1999 Nilai
1
Pertanian
2
Pertambangan dan Penggalian
3
Industri Pengolahan
4
Listrik, Gas, dan Air Bersih
5
Bangunan
6
Perdagangan, Restoran
7
2000 %
Nilai
%
599.661
18,89
704.858
19,79
13.301
0,42
14.793
0,42
469.529
14,79
546.511
15,35
24.891
0,78
28.667
0,81
279.037
8,79
328.170
9,22
621.673
19,58
708.519
19,90
Pengangkutan dan Komunikasi
284.986
8,98
307.520
8,64
8
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusuhaan
331.826
10,45
324.290
9,10
9
Jasa-Jasa
550.408
17,32
597.627
16,77
3.175.312
100,00
3.560.985
100,00
Hotel,
dan
PDRB
Nomor
Tabel 4 PDRB Kabupaten Sleman Pendekatan Produksi (Lapangan Usaha) Harga Konstan (Rp000.000) dan Pertumbuhan (Persentase) 1999 dan 2000, Tahun Dasar 1993 Lapangan Usaha 1999 2000 Nilai
%
Nilai
%
187.815
3,57
205.817
9,58
6.059
3,29
6.337
4,59
223.125
1,22
234.455
5,08
9.902
1,58
10.360
4,62
147.482
2,32
150.620
2,13
255.535
2,06
266.711
4,37
1
Pertanian
2
Pertambangan dan Penggalian
3
Industri Pengolahan
4
Listrik, Gas, dan Air Bersih
5
Bangunan
6
Perdagangan, Restoran
7
Pengangkutan dan Komunikasi
151.753
0,87
156.013
2,81
8
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusuhaan
175.675
1,37
168.151
-4,28
9
Jasa-Jasa
247.312
2,01
253.308
2,42
1.404.658
1,93
1.451.772
3,35
Hotel,
dan
PDRB
PENGHITUNGAN POTENSI WILAYAH •
Menghitung Potensi Wilayah – Untuk mengetahui potensi sektor, subsektor, dan produk yang terdapat di suatu wilayah digunakan metode pengamatan terhadap nilai location quotient (LQ) sektoral wilayah. Penghitungan nilai LQ menggunakan rumus sebagai berikut: – Rumus: Xir / Xr LQ = _______ Xin / Xn Keterangan: • • • • •
LQ: nilai location quotient X: variabel yang diamati r: wilayah dengan area lebih sempit i: sektor/subsektor/produk n: wilayah dengan area lebih luas
TABEL 5 PRODUK DOMES TIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN S LEMAN dan PROPINS I DIY, MENURUT LAPANGAN US AHA ATAS DAS AR HARGA BERLAKU, TAHUN 1999 (RIBUAN RUPIAH) NOM OR
LAPANGAN USAHA
SLEM AN
DIY
LQ
1 2 3
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan
594,296,576 13,301,001 468,842,726
2,413,407,000 170,321,000 1,874,604,000
0.8661 0.2747 0.8796
4 5 6
Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran
24,852,147 279,036,781 621,894,740
76,127,000 826,970,000 2,182,793,000
1.1481 1.1867 1.0020
7 8 9
Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
286,808,695 395,140,376 606,604,469 3,290,777,511
1,112,647,000 1,033,170,000 1,883,604,000 11,573,643,000
0.9066 1.3451 1.1326
PDRB
Tabel 6 Hasil Perhitungan LQ 6 Kecamatan di Kabupaten Sleman, Tahun 1999 NO .
LAPANGAN . USAHA
BERBAH
CANGKRINGAN
DEPOK
GAMPING
GODEAN
KALASAN
1
Pertanian
1.6336
2.6803
0.1259
0.6842
1.0634
1.2475
2
Pertamb. dan Penggalian
1.5703
11.1464
0.0285
0.8538
2.3204
0.9292
3
Industri Pengolahan
1.3182
0.4204
0.4554
0.8555
1.6867
0.7272
4
Listrik, Gas, dan Air Bersih
1.7112
1.9715
0.7903
1.1823
0.9772
1.2932
5
Bangunan
1.2803
1.7502
0.8409
1.3781
0.7775
1.1129
6
Perdag., Hotel, dan Restoran
0.6768
0.2189
1.5710
0.9541
0.7971
1.0462
7
Pengang. dan Komunikasi
0.8704
0.6408
1.0123
1.9982
2.0540
1.1729
8
Keu., Persew., dan Jasa Perus.
1.0219
0.9434
0.9280
0.9441
0.9576
1.5873
9
Jasa-Jasa
0.3411
0.2018
1.8360
0.8544
0.2187
0.3943
PENGHITUNGAN PERTUMBUHAN EKONOMI • Analisis Pertumbuhan Ekonomi dengan menggunakan Teori yang dikemukakan oleh Robert Solow dan Trevor Swan (Solow-Swan). Teori tersebut menggunakan bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas:
– Q = T Lb1 Kb2 – Keterangan: • Q = tingkat output pada tahun tertentu = PDRB • T = tingkat teknologi pada tahun tertentu • L = jumlah tenaga kerja pada tahun tertentu • K = jumlah stok barang modal pada tahun tertentu • b1 = persentase perubahan output yang diciptakan oleh perubahan 1% tenaga kerja • b2 = persentase perubahan output yang diciptakan oleh perubahan 1% modal
lanjutan: • Enam Manfaat FP Cobb-Douglas • 1. Nilai konstanta T, b1, dan b2 dapat membedakan antara proses produksi satu dengan proses produksi yang lain. • 2. Nilai konstanta T menunjukkan tingkat teknologi yang digunakan dalam proses produksi waktu tertentu. • 3. Nilai b1 menunjukkan elastisitas input L. Jika teknologi dan jumlah input L yang digunakan dalam proses produksi tidak berubah, maka b1 menunjukkan besarnya persentase perubahan jumlah output setiap perubahan 1% jumlah input L yang digunakan dalam proses produksi. • 4. Nilai b2 menunjukkan elastisitas input K. Jika teknologi dan jumlah input K yang digunakan dalam proses produksi tidak berubah, maka b2 menunjukkan besarnya persentase perubahan jumlah output setiap perubahan 1% jumlah input K yang digunakan dalam proses produksi.
lanjutan: •
•
5. Jumlah nilai b1 dan b2 menunjukkan skala produksi suatu proses
produksi. Jika b1+b2 > 1, maka skala produksi tersebut adalah increasing return to scale. Proses produksi yang memiliki karakteristik increasing return to scale berarti jika teknologi tidak berubah sedangkan input L dan input K masing-masing ditambah 1% maka output akan meningkat lebih daripada 1%. Jika b1+b2 = 1, maka skala produksi tersebut adalah constant return to scale. Proses produksi yang memiliki karakteristik constant return to scale berarti jika teknologi tidak berubah sedangkan input L dan input K masing-masing ditambah 1% maka output akan meningkat sebesar 1% pula. Jika b1+b2 < 1, maka skala produksi tersebut adalah decreasing return to scale. Proses produksi yang memiliki karakteristik decreasing return to scale berarti jika teknologi tidak berubah sedangkan input L dan input K masing-masing ditambah 1% maka output akan meningkat kurang daripada 1%. 6. Hasil bagi nilai b1 dan b2 menunjukkan intensitas penggunaan input dalam proses produksi. Jika pada suatu proses produksi di mana hasil bagi b1 dengan b2 lebih besar daripada 1 maka proses produksi tersebut lebih banyak menggunakan input L atau labor intensive (padat karya). Jika pada suatu proses produksi di mana hasil bagi b1 dengan b2 lebih kecil daripada 1 maka proses produksi tersebut lebih banyak menggunakan input K atau capital intensive (padat modal).
LAMPIRAN 1 PDRB (Q), Jumlah Tenaga Kerja (L), dan Jumlah Modal (K) Per Kecamatan di Kabupaten Sleman Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Kecamatan Berbah Cangkringan Depok Gamping Godean Kalasan Minggir Mlati Moyudan Ngaglik Ngemplak Pakem Prambanan Seyegan Sleman Tempel Turi
PDRB (000.000)(Q)
135,213,702 105,026,331 884,354,674 270,993,068 218,820,482 187,558,320 113,527,914 325,517,319 143,348,632 330,524,859 185,311,379 133,309,708 194,043,299 124,533,675 471,775,225 135,550,652 138,351,901
Tng. Kerja (orang) (L)
2,243 783 4,290 3,410 5,904 2,387 3,360 5,194 6,296 2,394 1,116 671 1,562 4,307 5,284 1,650 924
Modal (000) (K)
3,785,363 2,940,255 24,757,871 7,586,562 6,125,969 5,250,772 3,178,260 9,112,990 4,013,104 9,253,179 5,187,868 3,732,060 5,432,322 3,486,372 13,207,540 3,794,796 3,873,218
LAMPIRAN 2 HEADER DATA FOR:A: BAPPEDA NUMBER OF CASES: 17
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
LN Q 18.72 18.47 20.60 19.42 19.20 19.05 18.55 19.60 18.78 19.62 19.04 18.71 19.08 18.64 19.97 18.00 18.75
LN L 7.72 6.66 8.36 8.13 8.68 7.78 8.12 8.56 8.75 7.78 7.02 6.51 7.35 8.37 8.57 7.41 6.83
LABEL: DATA 17 PEREK.KECAMATAN DI KAB.SLEMAN NUMBER OF VARIABLES: 3
LN K 15.15 14.89 17.02 15.84 15.63 15.47 14.97 16.03 15.21 16.04 15.46 15.13 15.51 15.06 16.40 15.15 15.17
LAMPIRAN 3 -------------------------- REGRESSION ANALYSIS ------------------------------------------------HEADER DATA FOR: A: BAPPEDA LABEL: DATA 17 PEREK. KECAMATAN DI KAB. SLEMAN NUMBER OF CASES: 17 NUMBER OF VARIABLES: 3 --------------------------------------------------------------------------------INDEX NAME MEAN STD.DEV. 1 LN L 7.8000 .7321 2 LN K 15.5373 .5713 DEP. VAR.: LN Q 19.0702 .6267 -------------------------------------------------------------------------------DEPENDENT VARIABLE: LNPDRB VAR. REGRESSION COEFFICIENT LN L .0171 LN K 1.0437 CONSTANT 2.7210 STD. ERROR OF EST. = .1851 ADJUSTED R SQUARED = .9128 R SQUARED = .9237 MULTIPLE R = .9611
STD. ERROR T(DF= 14) .0716 .239 .0918 11.371
PROB. .81445 .00000
PARTIAL r^2 .0041 .9023
lanjutan: • ln Q = ln 2,7210 + 0,0171 ln L + 1,0427 ln K • Persamaan tersebut diubah menjadi bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas seperti yang ditunjukkan pada persamaan Q = 2,7120 . L0,0171 . K1,0427 • Hasil analisis terhadap fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: • 1. Skala produksi di Kabupaten Sleman adalah increasing return to scale karena jumlah nilai b1 + b2 = 0,0171+1,0427 = 1,0598 > 1. • 2. Intensitas penggunaan input dalam kegiatan ekonomi di Kabupaten Sleman lebih banyak menggunakan input modal K daripada input tenaga kerja L atau bersifat padat modal (capital intensive) karena nilai b1/b2 = 0,0171/1,0427 = 0,4005 < 1.
CAPITAL OUTPUT RATIO (COR) • COR merupakan koefisien modal yang menunjukkan hubungan antara besarnya investasi dengan nilai output. • Digunakan oleh Evsey Domar dan Sir Roy F. Harrod dalam menjelankan teori pertumbuhan (HarrodDomar). – r=s/k – keterangan: • r = Y / Y = pertumbuhan ekonomi • s = S / Y = MPS = marginal propensity to save • k = COR = capital output ratio • hubungan yang searah antara MPS dengan pertumbuhan ekonomi dan hubungan yang tidak searah antara COR dengan pertumbuhan ekonomi.
lanjutan: • Dua Konsep COR • Average Capital Output Ratio (ACOR) • menunjukkan hubungan antara stok modal yang ada dengan aliran output yang dihasilkan • menunjukkan hubungan antara segala sesuatu yang telah diinvestasikan pada masa lalu dengan keseluruhan pendapatan (hasil) • konsep statis
• Incremental Capital Output Ratio (ICOR) • menunjukkan hubungan antara jumlah kenaikan output ( Y) yang disebabkan oleh kenaikan tertentu pada stok modal K • menunjukkan segala sesuatu yang saat ini ditambahkan pada modal atau pendapatan (hasil) • konsep dinamis
lanjutan: • Faktor-Faktor yang Mempengaruhi COR • • • • • • • • •
Ketersediaan sumberdaya alam dan pertumbuhan penduduk – SDA terbatas dan pertumbuhan penduduk rendah > COR tinggi Tingkat dan sifat kemajuan teknologi – Inovasi hitech dan sifat teknologi padat modal > COR tinggi Laju dan komposisi investasi – Laju investasi yang tinggi dan investasi barang publik > COR tinggi Efisiensi penggunaan faktor produks modal – Tingkat efisiensi yang rendah > COR tiinggi Keterampilan manajerial dan organisasional – Kualitas keterampilan yang rendah > COR tinggi Kebijakan harga faktor produksi – Penurunan suku bunga dan kenaikan tingkat upah > COR tinggi Kebijakan ketenagakerjaan (menurunkan pengangguran) – Investasi pada proyek barang publik > COR tinggi Kemajuan industrialisasi – Kemajuan industrialisasi yang tinggi > COR tinggi Pembangunan prasarana sosial dan ekonomi (PSE) – Pembangunan PSE pada awal pembangunan > COR tinggi
lanjutan: • Penerapan ICOR untuk Perencanaan Ekonomi •
1. Data perekonomian kabupaten X
• ICOR 2 • Output regional 1.000 • Rasio tabungan 0,04 • Penambahan output regional 10 • Pertumbuhan output berapa persen? – Jawab: • Penambahan output regional sebesar 10 mengakibatkan tambahan modal 10 x 2 = 20 • Jumlah tabungan 0,04 x 1.000 = 40 • Jumlah tabungan dan investasi akan menaikkan output regional menjadi 40 / 2 = 20 • Pertumbuhan output regional 0,04 / 2 = 0,02 = 2%
lanjutan: • 2. Data perekonomian kabupaten Y • PDRB kabupaten Y pada tahun 1999 sebesar 1 trilliun smu dan sumbangan masing-masing sektor terhadap PDRB kabupaten Y adalah 40% sektor pertanian, 40% sektor industri, dan 20% sektor jasa. Tahun 2000, Bappeda kabupaten Y merencanakan investasi untuk sektor pertanian 75 milyar smu, sektor industri 75 milyar smu, dan sektor jasa 50 milyar smu. Untuk meningkatkan 1 unit output dibutuhkan 3 unit modal di sektor pertanian, 5 unit modal di sektor industri, dan 5 unit modal di sektor jasa. • Hitunglah laju pertumbuhan ekonomi kabupaten Y, baik secara keseluruhan maupun sektoral.
lanjutan: Keterangan
Sektor Pertanian
Sektor Industri
Sektor Jasa
Total (PDRB)
Sumbangan (%)
40
40
20
100
Nilai Output atau Y (milyar smu)
400
400
200
1.000
3
5
5
75
75
50
200
Y = I/ICOR = K /ICOR
25
15
10
50
Laju Pertumbuhan Ekonomi
6,25%
3,75%
5%
5%
ICOR = K / Y Investasi =
K
( Y / Y) x 100%
lanjutan: • 3. Data perekonomian kabupaten Z • PDRB kabupaten Z pada tahun 1999 sebesar 1 trilliun smu dan sumbangan masing-masing sektor terhadap PDRB kabupaten Z adalah 50% sektor pertanian, 30% sektor industri, dan 20% sektor jasa. Tahun 2000, Bappeda kabupaten Z merencanakan menaikkan investasi PDRB 7,5% menjadi 1.075 trilliun smu (naik sebesar 75 milyar smu). Kenaikan tersebut diharapkan mempunyai komposisi, yaitu sektor pertanian 15 milyar smu , sektor industri 50 milyar smu, dan sektor jasa 10 milyar smu. Untuk meningkatkan 1 unit output dibutuhkan 2 unit modal di sektor pertanian, 5 unit modal di sektor industri, dan 4 unit modal di sektor jasa. • Hitunglah laju pertumbuhan ekonomi kabupaten Z, baik secara keseluruhan maupun sektoral dan memperkirakan kebutuhan investasi secara total dan sektoral.
lanjutan: Keterangan
Sektor Pertanian
Sektor Industri
Sektor Jasa
Total (PDRB)
Sumbangan (%)
50
30
20
100
Nilai Output atau Y (milyar smu)
500
300
200
1.000
ICOR = K / Y
2
5
4
Pertambahan Output = Y
15
50
10
75
3%
16,67%
5%
7,5%
30
250
40
320
(milyar smu) Laju Pertumbuhan Ekonomi
( Y / Y) x 100% K = ICOR x Y (milyar smu)
Tradeoff antara Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan Secara teoritis (Nicholas Kaldor) r = [ ( s k - sb ) K + s b ] h Q Keterangan: r = laju pertumbuhan ekonomi sk = MPS kelompok kapitalis sb = MPS kelompok buruh K/Q = profit share atau bagian pendapatan nasional yang diterima kelompok kapitalis atau pola distribusi pendapatan antarkelompok masyarakat h = elastisitas pengeluaran investasi Tabel 7 Tradeoff antara Pertumbuhan dan Pemerataan (apabila h = 0,25; sk = 0,4; dan sb = 0,1)
Profit Share atau K/Q atau Pemerataan
Pertumbuhan Ekonomi
Keterangan
0
2,5%
0,5
6,25%
1
10%
Pertumbuhan ekonomi rendah, distribusi pendapatan merata. Pertumbuhan ekonomi menengah, distribusi pendapatan agak timpang. Pertumbuhan ekonomi tinggi, distribusi pendapatan timpang.
lanjutan: • Secara empiris (Simon Kuznets) – Sumitro Djojohadikusumo •a. Empatpuluh persen jumlah penduduk berpendapatan terendah menerima 11,15% dari total pendapatan nasional. •b. Empatpuluh persen jumlah penduduk berpendapatan menengah menerima 32,12% dari total pendapatan nasional. •c. Duapuluh persen jumlah penduduk berpendapatan tinggi menerima 56,73% dari total pendapatan nasional. •Apabila digunakan asumsi bahwa pola tersebut masih berlaku untuk tahun-tahun berikutnya, maka dapat ditunjukkan distribusi pendapatan sebagai berikut: •a. Golongan penduduk berpendapatan rendah (miskin) menerima US$ 112,6 perkapita pertahun atau Rp844.500,- pertahun dengan kurs US$1=Rp7.500,•b. Golongan penduduk berpendapatan menengah menerima US$ 325,7 perkapita pertahun atau Rp2.442.750,- pertahun dengan kurs US$1=Rp7.500,•c. Golongan penduduk berpendapatan tinggi (kaya) menerima US$ 1.147,9 perkapita pertahun atau Rp8.609.250,- pertahun dengan kurs US$1=Rp7.500,-
– Indeks Ahluwalia-Chenery dirumuskan sebagai berikut – S = n1p1 + n2 p2 + n3 p3 = 0,1115 (0) + 0,3212 (0,10) + 0,5673 (0,10) = 8,885% 8,9%
Model dan Indeks Gravitasi Menurut Bintarto dan Surastopo Hadisumarno: I1,2 = a (P1 P2) / Jb 12 Keterangan: I1,2 : interaksi dalam ruang antara wilayah 1 dan 2 P1 : jumlah penduduk wilayah 1 P2 : jumlah penduduk wilayah 2 Jb 1,2 : jarak antara wilayah 1 dan 2 a : konstante empirik yang besarnya 1 b : konstante jarak yang besarnya 2
Menurut Suwarjoko Warpani: I1,2 = a (w1 P1) (w2 P2) / Jb 12 Keterangan: I1,2 : interaksi dalam ruang antara wilayah 1 dan 2 w1 : pendapatan per kapita wilayah 1 w2 : pendapatan per kapita wilayah 2 P1 : jumlah penduduk wilayah 1 P2 : jumlah penduduk wilayah 2 Jb 1,2 : jarak antara wilayah 1 dan 2 a b
: konstante empirik yang besarnya 1 : konstante jarak yang besarnya 2
Tabel 8 Indeks Gravity dan Interaksi Dalam Ruang Propinsi DIY, Tahun 1991-1996 Tahun
Yogyakarta Sleman
Yogyakarta Bantul
Yogyakarta Gunungkidul
Yogyakarta Kulon Progo
1991 1992 1993 1994 1995 1996
1.568,1 2.197,9 2.980,7 3.980,7 3.904,2 6.935,3
932,2 1.272,8 1.768,2 2.372,0 3.239,2 4.422,6
103,8 123,8 169,5 224,2 301,6 405,7
103,2 132,1 166,8 204,6 254,5 316,4
Sumber: Biro Pusat Statistik. Propinsi DIY Dalam Angka Tahun 1997. Data diolah.
PERAN PEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN • Alokator: mengalokasikan sumberdaya ekonomi agar optimal dan efisien • Distributor: mendistribusikan sumberdaya, kesempatan, hasil ekonomi secara adil dan wajar
LANJUTAN … • Stabilisator: memelihara stabilitas perekonmomian dan memulihkannya jika terjadi ketidakseimbangan • Dinamisator: menggerakkan proses pembangunan agar lebih cepat tumbuh, berkembang, dan maju.
DASAR HUKUM Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 (Hasil Amandemen) Ayat 1: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undangundang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Ayat 2: Rancangan undang undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah Ayat 3: Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.
BEBERAPA PERUBAHAN PENGELOLAAN APBN • • • •
Periode Anggaran Bentuk Neraca Komponen Anggaran Prinsip Pengelolaan
Periode Anggaran …. 1968, 1969, 1969/1970, …., 1999/2000, 2000, 2001 …
Bentuk Neraca • Sebelum Tahun 2000 menggunakan neraca T (T Account) • Mulai tahun 2000 hingga sekarang menggunakan bentuk Staple • Model Staple jelas nampak: – Posisi anggaran (defisit/surplus) – Cara menutupi defisit anggaran
Komponen Anggaran Pemerintah (APBN) VERSI LAMA (Sebelum Tahun 2000) • Penerimaan: – Penerimaan Dalam Negeri – Penerimaan Pembangunan
• Pengeluaran: – Pengeluaran Rutin – Pengeluaran Pembangunan
LANJUTAN … VERSI BARU (Tahun 2000) A. Pendapatan Negara dan Hibah – Penerimaan Dalam Negeri • Penerimaan perpajakan – Pajak dalam negeri – Pajak perdagangan internasional
• Penerimaan Negara bukan pajak – Hibah
LANJUTAN … B.
Pengeluaran Negara – Pengeluaran rutin • • • • • •
Belanja Pegawai Belanja Barang Dana Rutin Daerah Pembayaran Bunga Utang Subsidi Pengeluaran Rutin Lainnya
– Pengeluaran pembangunan • Pembiayaan Pembangunan Rupiah • Pembiayaan Proyek
LANJUTAN … C. Surplus/Defisit Anggaran D. Pembiayaan, Bersih Pembiayaan Dalam Negeri Pembiayaan Luar Negeri
Beda Tahun 2000 dan Tahun 2001 Tahun 2000: • Pengeluaran Rutin • Pengeluaran Pembangunan – Pembiayaan Pembangunan Rupiah • Anggaran dikelola pusat • Anggaran dikelola daerah • Pembiayaan lain-lain
– Pembiayaan Proyek
Tahun 2001: • Belanja Pemerintah Pusat • Belanja ke Daerah – Dana Perimbangan • Dana bagi hasil • Dana alokasi umum • Dana alokasi khusus
– Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian
BENTUK NERACA APBN • Versi Lama: Neraca T (T Account) Pengeluaran
Penerimaan A. Penerimaan Dalam Negeri
A. Pengeluaran Rutin
B. Penerimaan Pembangunan
B. Pengeluaran Pembangunan
Total Penerimaan = A + B
Total Pengeluaran = A + B
LANJUTAN … •
Versi Baru: Bentuk Staple A. Pendapatan Negara dan Hibah B. Belanja Negara C. Keseimbangan Primer D. Surplus/Defisit E .Pembiayaan
PRINSIP PENGELOLAAN ANGGARAN PEMERINTAH • Prinsip pengelolaan anggaran (s.d. 1999/2000) – Berimbang – Dinamis – Fungsional
• Prinsip pengelolaan anggaran (mulai 2000 hingga sekarang) – Mendorong terciptanya APBN yang sehat – Mempertahankan kesinambungan anggaran – Memanfaatkan sumber pembiayaan dari dalam negeri
Siklus dan mekanisme APBN 1. Penyusunan RAPBN oleh Pemerintah 2. Pembahasan dan penetapan RAPBN menjadi APBN dengan Dewan Perwakilan Rakyat 3. Pelaksanaan APBN 4. Pengawasan pelaksanaan APBN oleh instansi yang berwenang antara lain oleh Badan Pemeriksa Keuangan 5. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH
ASUMSI BESARAN EKONOMI MAKRO UNTUK RAPBN • • • • • •
pertumbuhan ekonomi laju inflasi nilai tukar rupiah tingkat suku bunga SBI-3 bulan harga minyak internasional tingkat produksi minyak Indonesia
Variabel ekonomi makro sebagai asumsi dasar penyusunan RAPBN sangat menentukan besarnya penerimaan dan pengeluaran negara, termasuk dana perimbangan, serta besarnya pembiayaan anggaran
PENJELASAN • Pertumbuhan Ekonomi dan Laju Inflasi Asumsi pertumbuhan ekonomi dan inflasi sangat berperan di dalam penyusunan prakiraan berbagai komponen APBN yang terkait erat dengan perkembangan ekonomi seperti penerimaan perpajakan.
• Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Asumsi nilai tukar rupiah digunakan sehubungan dengan masih banyaknya transaksi dalam APBN yang terkait dengan mata uang asing, seperti penerimaan pinjaman dan pembayaran utang luar negeri, penerimaan minyak dan gas serta pemberian subsidi BBM.
• Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia 3-Bulan Asumsi suku bunga SBI-3 bulan digunakan mengingat pembayaran bunga sebagian utang dalam negeri pemerintah didasarkan kepada suku bunga tersebut.
• Harga Minyak Mentah dan Produksi Minyak Asumsi harga minyak mentah dan produksi minyak Indonesia menentukan besarnya hasil penerimaan minyak dan pemberian subsidi BBM. Dengan demikian, variabel asumsi dasar ekonomi makro tersebut sangat menentukan besarnya penerimaan dan pengeluaran negara, termasuk dana perimbangan, serta besarnya pembiayaan anggaran.
CONTOH APBN VERSI LAMA RAPBN, 1991/1992
Penerimaan
Jumlah
Pengeluaran
Jumlah
A. Penerimaan Dalam Negeri
40.184,0
A. Pengeluaran Rutin
30.557,8
B. Penerimaan Pembangunan
10.371,5
B. Pengeluaran Pembangunan
19.997,7
Jumlah
50.555,5
Jumlah
50.555,5
LANJUTAN … • Penerimaan Dalam Negeri – Penerimaan Minyak Bumi dan Gas Alam – Penerimaan Bukan Minyak Bumi dan Gas Alam
• Penerimaan Pembangunan – Bantuan Program – Bantuan Proyek
LANJUTAN … • Pengeluaran Rutin – – – – –
Belanja Pegawai Belanja Barang Subsidi Daerah Otonom Bunga dan Cicilan Utang Pengeluaran Lainnya
• Pengeluaran Pembangunan – Pembiayaan Rupiah – Bantuan Proyek
Pengertian Prinsip Pengelolaan • Berimbang: Jumlah Penerimaan sama dengan Jumlah Pengeluaran • Dinamis: persentase penerimaan pembangunan (Pinjaman Luar negeri) terhadap total anggaran semakin lama semakin kecil • Fungsional: Pinjaman luar negeri hanya digunakan untuk membiayai pembangunan (Tidak untuk membiayai Pengeluaran Rutin)
LANJUTAN … • Penerimaan Pembangunan berasal dari Bantuan Luar Negeri yang terdiri dari: – Pinjaman Luar negeri – Hibah
• Tabungan Pemerintah adalah selisih antara Penerimaan Dalam Negeri dan Pengeluaran Rutin • Keseimbangan primer adalah total penerimaan – pengeluaran rutin + bunga dan cicilan utang • Transfer/Distransfer adalah selisih antara pinjaman luar negeri yang diterima dengan pembayaran bunga dan cicilan utang • Jika nilainya positif disebut TRANSFER dan jika nilainya negatif disebut DISTRANSFER
PERAN BANTUAN LUAR NEGERI • Bantuan luar negeri merupakan arus masuk dana asing (luar negeri) ke dalam negeri • Bantuan luar negeri diperlukan oleh suatu negara, terutama negara sedang berkembang untuk mengatasi masalah: – Saving-investment gap: kebutuhan dana/modal untuk investasi – Fiscal gap: menutupi defisit anggaran belanja pemerintah – Foreign-exchange gap: meningkatkan supply valuta asing untuk menghindari matauang lokal terdepresiasi
APBN Tahun 1998/1999 RAPBN, 1998/1999 Penerimaan
Jumlah
Pengeluaran
A. Penerimaan Dalam Negeri
149.302,5
A. Pengeluaran Rutin
B. Penerimaan Pembangunan
127.835,6
B. Pengeluaran Pembangunan
Jumlah
227.138,1
Jumlah
• •
Jumlah
Tabungan Pemerintah minus Bantuan Luar Negeri digunakan untuk membiayai Pengeluaran Rutin
205.537,9
71.600,2
277.138,1
PRINSIP PENGELOLAAN • Mendorong terciptanya APBN yang sehat • Mempertahankan kesinambungan anggaran • Memanfaatkan sumber pembiayaan dari dalam negeri
ARAH KEBIJAKAN ANGGARAN PEMERINTAH Kebijakan fiskal diarahkan untuk menyehatkan anggaran pendapatan dan belanja negara dengan mengurangi defisit anggaran melalui: • peningkatan disiplin anggaran, • pengurangan subsidi dan pinjaman luar negeri secara bertahap, • peningkatan penerimaan pajak progresif yang adil dan jujur, serta • penghematan pengeluaran.
LANGKAH STRATEGIS • Langkah strategis yang harus dipenuhi: – menurunkan secara bertahap defisit APBN menuju seimbang atau surplus. – mengusahakan penurunan jumlah (stock) utang publik dan rasionya terhadap PDB
• Strategi penurunan defisit anggaran: – peningkatan penerimaan negara, terutama yang berasal dari sektor perpajakan – pengendalian dan penajaman prioritas alokasi belanja negara
LANJUTAN .. • Strategi penurunan rasio utang publik terhadap PDB dilakukan antara lain melalui pengelolaan utang dan pemilihan alternatif kebijakan pembiayaan yang tepat agar: – rasio utang thd PDB turun, dan – pendapatan nasional meningkat
Sumber: Nota Keuangan dan APBN RI 2007
RINGKASAN APBN Th.2005 – 2006 (triliun rupiah) 2005 Uraian 1 Pendapatan Negara dan Hibah
APBN-P2
2006 % PDB
RAPBN
APBN
% PDB
516,2
19,6
539,4
625,2
20,9
- Penerimaan Perpajakan
347,6
13,2
402,1
416,3
13,7
- Penerimaan Bukan Pajak
161,4
6,1
132,6
205,3
6,8
7,2
0,3
4,7
3,6
0,1
542,4
20,6
559,2
647,7
21,4
392,8
14,9
375,1
427,6
14,1
59,2
2,2
73,5
76,6
2,5
121,9
4,6
80,9
79,5
2,6
149,6
5,7
184,2
220,1
7,3
142,3
5,4
181,1
216,6
7,2
* Dana Otonomi Khusus
7,2
0,3
3,1
3,5
0,1
3.Kesimbangan Primer
33,1
1,3
53,7
54,2
1,8
(26,2)
(1,0)
(19,8)
(22,4)
(0,7)
5 Pembiayaan
26,2
1,0
19,8
22,4
0,7
- Dalam Negeri
30,9
1,2
50,3
50,9
1,7
- Luar Negeri
(4,7)
(0,2)
(30,5)
(28,5)
(1,0)
- Hibah 2 Belanja Negara - Belanja Pemerintah Pusat * Pembayaran Bunga Utang * Subsidi - Belanja Daerah * Dana Perimbangan
4 Keseimbangan Umum
Sumber: APBN & NK 2005-2006
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
DASAR YURIDIS • UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah • UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
PENDAPATAN DAERAH DAN PEMBIAYAAN DAERAH • Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.
LANJUTAN .. • Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. • Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah. • Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
LANJUTAN .. • Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. • Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah. • Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. • Belanja daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
LANJUTAN … • Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. • Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. • Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
LANJUTAN … • Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. • Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. • Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
LANJUTAN … • Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. • Celah fiskal dihitung berdasarkan selisih antara kebutuhan fiskal Daerah dan kapasitas fiskal Daerah. • Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
LANJUTAN … • Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. • Obligasi Daerah adalah Pinjaman Daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal. • Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.
LANJUTAN … • Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan. • Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. • Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas.
LANJUTAN … • Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. • Pendapatan Daerah bersumber dari: a. Pendapatan Asli Daerah; b. Dana Perimbangan; dan c. Lain-lain Pendapatan. • Pembiayaan bersumber dari: a. sisa lebih perhitungan anggaran Daerah; b. penerimaan Pinjaman Daerah; c. Dana Cadangan Daerah; dan d. hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan.
PENDAPATAN DAERAH •
•
•
PAD bersumber dari: a. Pajak Daerah; b. Retribusi Daerah; c. hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan d. lain-lain PAD yang sah. Dana Perimbangan terdiri atas: a. Dana Bagi Hasil; b. Dana Alokasi Umum; dan c. Dana Alokasi Khusus. Lain-lain PAD yang sah meliputi: a. hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan; b. jasa giro; c. pendapatan bunga; d. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; e. komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.
PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) • Pajak Daerah: Hotel, Restoran, Hiburan, Reklame, Penerangan Jalan, Penggalian BGGC • Retribusi Daerah • Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan • Lain-lain PAD yang sah.
DANA PERIMBANGAN •
Dana Bagi Hasil bersumber dari Pajak dan Sumberdaya Alam Dana Bagi Hasil dari pajak terdiri atas:
• – – –
•
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
Dana Bagi Hasil dari sumber daya alam berasal dari: – – – – – –
kehutanan; pertambangan umum; perikanan; pertambangan minyak bumi; pertambangan gas bumi; dan pertambangan panas bumi.
PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN MODEL EKONOMI 4 SEKTOR Faktor pendorong perdagangan internasional antara lain: 1. Adanya perbedaan kondisi produksi antarnegara 2. Adanya perbedaan selera dan preferensi konsumen antarnegara 3. Adanya tendensi penghematan biaya produksi akibat produksi yang semakin besar 4. Adanya peningkatan kemakmuran global akibat penggunaan SDE yang lebih efisien (absolute and comparative advantage)
Absolute Advantage
Adam Smith
adalah keunggulan yang dimiliki sebuah negara tertentu dalam memproduksi/ menghasilkan suatu barang dengan cara yang lebih efisien dibandingkan dengan negara lain
Comparative Advantage
David Ricardo
adalah keunggulan yang dimiliki sebuah negara tertentu dalam memproduksi/ menghasilkan suatu barang dengan cara yang lebih efisien relatif dibandingkan barang lain
contoh Jumlah jam kerja orang yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 unit pangan dan 1 unit sandang di negara A dan B adalah: negara A negara B pangan 1 3 sandang 2 4 DTN 1P=0,5S 1P=0,75S Negara A memiliki keunggulan absolut untuk komoditi pangan maupun sandang sedang negara B sama sekali tidak memiliki keunggulan abolut baik untuk komiditi pangan maupun sandang. Negara A memiliki keunggulan komparatif untuk komiditi pangan sedang negara B memiliki keunggulan komparatif untuk komiditi sandang.
penjelasan I.
II
Negara A memiliki AA pada komiditi sandang maupun pangan, karena untuk menghasilkan komiditi sandang dan pangan membutuhkan jam kerja orang yang lebih sedikit (lebih murah) daripada negara B (1<3 untuk pangan dan 2<4 untuk sandang) Di negara A 1 unit sandang = 2 unit pangan atau 1 unit pangan = 1/2 unit sandang Di negara B 1 unit sandang = 4/3 unit pangan atau 1 unit pangan = 3/4 unit sandang Jadi, pangan secara relatif lebih murah di negara A (1/2<3/4), sedang sandang secara relatif lebih murah di negara B (4/3<2/1).
contoh Jumlah unit pangan dan sandang yang dihasilkan di negara A dan B dalam 1 satuan jam kerja orang adalah: negara A negara B pangan 1 3 sandang 2 4 DTN 1P=2S 1P=1,33S Negara B memiliki keunggulan absolut untuk komoditi pangan maupun sandang sedang negara A sama sekali tidak memiliki keunggulan abolut baik untuk komiditi pangan maupun sandang. Negara A memiliki keunggulan komparatif untuk komiditi sandang sedang negara B memiliki keunggulan komparatif untuk komiditi pangan.
penjelasan I.
II
Negara B memiliki AA pada komiditi sandang maupun pangan, karena dalam 1 satuan jam kerja orang mampu menghasilkan komiditi sandang dan pangan yang yang lebih banyak (lebih murah) daripada negara (3>1 untuk pangan dan 4>2 untuk sandang) Di negara A 1 unit pangan = 2 unit sandang Di negara B 1 unit pangan = 1,33 unit sandang Jadi, sandang secara relatif lebih murah di negara A (2/1>4/3), sedang pangan secara relatif lebih murah di negara B (3/4>1/2).