PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan narkotika dan psikotropika di Indonesia secara historis diawali dengan perkembangan peredaran narkotika, yang diatur dalam Verdovende Middelen Ordonnantie (Staatsblad No.278 jo No.536). dalam kehidupan masyarakat, aturan ini lebih dikenal dengan sebutan peraturan obat bius. Peraturan perundang-undangan ini, materi hukumnya hanya mengatur mengenai perdagangan dan penggunaan narkotika, sedangkan tentang pemberian pelayanan kesehatan untuk usaha penyembuhan pecandunya tidak teratur. Di samping itu, karena Indonesia merupakan negara peserta dari Konvensi Tunggal Narkotika 1961, berdasarkan undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1976, Pemerintah Indonesia telah melakukan pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 besrta Protokol yang mengubahnya. Konvensi Tunggal Narkotika 1961, merupakan hasil dari United Nations Conference for Adoption of a Single Convention on Narcotic Drug, yang di selenggarakan di New York dari tanggal 24 januari sampai dengan tanggal 30 maret 1961. Secara prinsipil konvensi ini bertujuan untuk menciptakan suatu konvensi internasional terhadap pengawasan internasional terhadap narkotika, menyempurnakan cara-cara pengawasan dan membatasi penggunaan hanya untuk kepentingan pengobatan dan atau ilmu pengetahuan, serta menjamin kerja sama internasional dalam pengawasan narkotika tersebut. 1
1
Siswanto Sunarso, (2004), Penegakan Hukum Psikotropika dalam Kajian Sosiologi Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada., hal. 108
Universitas sumatera utara
Berdasarkan resolusi The United Nations Economic and Social Council, nomor 1474 (XLVIII) tanggal 24 maret 1970 telah diselenggarakan konfrensi PBB tentang Adopsi Protokol Psikotropika, yang telah menghasilkan Convention on Psychotropic Substances 1971. Selanjutnya pemerintah Indonesia telah mengesahkan Convention on Psychotropic Substances 1971, ke dalam undangundang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1996 dengan reservation. Berdasarkan Konvensi PBB tentang pemberantasan gelap narkotika dan psikotropika 1988, merupakan penegasan dan penyempurnaan atas prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961, serta konvensi psikotropika 1971, tentang pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika. Selanjutnya, pemerintah Indonesia mengesahkan United Nations Convention Againts Illicit Traffic in Narkotic Drugs and Psychotropic substances 1988,kedalam undang-undang nomor 7 Tahun 1997, Lembaran Negara RI, 1997 Nomor 17, Konvensi ini lebih dikenal dengan istilah Konvensi Wina, 1988. Berdasarkan Konvensi wina, 1988, tentang pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika tersebut, dibutuhkan ratifikasi sebagai tindak lanjut berlakunya konvensi international di suatu negara. Pemerintah Indonesia telah menerbitkan dua undang-undang, yakni: Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika dan undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika. Tujuan undang-undang narkotika dan psikotropika adalah menjamin ketersediaan narkotika dan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan,
Universitas sumatera utara
mencegah
terjadinya
penyalahgunaan
narkotika
dan
psikotropika,
serta
memberantas peredaran gelap narkotika dan psikotropika 2 Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dimensi yang luas, baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psikososial. Jenis-jenis narkoba yang sering disalahgunakan, manurut Hawari (1998), Sarason dan Sarason (1993), dan Halonen dan Santroks (1999), adalah narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, atau zat yang dapat menimbulkan kecanduan dan ketergantungan. Zat adiktif memang dapat menimbulkan sejumlah efek, diantaranya: a. Keinginan yang tak tertahankan terhadap zat tersebut, dan dengan jalan apapun akan berupaya memperolehnya b. Kecendrungan untuk menambahkan takaran, atau dosis, sesuai dengan toleran tubuh, c. Ketergantungan psikis sehingga jika pemakaian di hentikan akan menimbulkan kecemasan, depresi dan kegelisahan, dan d. Ketergantungan fisik yang jika pemakaian dihentikan akan menimbulkan gejala fisik yang disebut sebagai gejala putus obat seperti mual, sukar tidur, diare dan demam. Meskipun zat tersebut tertentu sangat bermanfaat bagi pengobatan, namun jika disalahgunakan, atau penggunaannya tidak sesuai dengan standar pengobatan, akan berakibat sangat merugikan bagi diri pemakai maupun orang lain di
2
Ibid., hal.,109
Universitas sumatera utara
sekitarnya, bahkan masyarakat umum ( Departement Kesehatan Republik Indonesia, 2000). 3 Pada saat ini pemakaian narkoba masuk kedalam segala bentuk lapisan, baik kalangan atas, kalangan menengah maupun kalangan bawah. Dari sudut usia, narkoba sudah tidak dinikmati golongan remaja, tetapi juga pada golongan setengah baya maupun golongan usia tua. Penyebaran narkoba itu sudah tidak lagi hanya di kota besar, tetapi sudah masuk kota-kota kecil dan merambah di kecamatan bahkan desa. Jika dilihat dari kalangan pengguna, narkoba tidak hanya dinikmati kalangan tertentu saja, tetapi sudah memasuki berbagai profesi. Macammacam profesi tersebut misalnya seperti manager perusahaan, pengusaha, dokter , pengacara dan sebagainya. Yang lebih menyedihkan lagi, sudah menjalar kedalam kalangan birokrat dan penegak hukum. 4 Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan orang tua dan pemerintah dimana penyebaran narkoba lebih banyak di kalangan remaja maupun dewasa. Bahkan di kalangan anak-anak usia SD dan SMP pun sudah banyak yang terjerumus kedalam narkoba .Tahun-Tahun sekarang ini kejahatan-kejahatan narkotika terorganisir bermunculan di Indonesia, membuat badan-badan antinarkotika percaya bahwa Indonesia telah menjadi target bagi jaringan narkotika internasional sebagai tempat transit. 5 Institusi sekolah-sekolah dan kampus adalah lahan yang paling potensial bagi pengedar/pengguna narkoba. Kebanyakan Penggunaan barang haram ini 3
Tina Afiantin (2007), Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Dengan Program AJi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press., hal. 12 4 Hari Sasangka (2003), Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana,Bandung: Mandar Maju 5 Soejono (1995) kejahatan dan penegakan hukum di indonesia, Jakarta: Rineka Cipta
Universitas sumatera utara
adalah mereka dari kalangan pemuda pelajar dan mahasiswa baik dari kota maupun di desa.Selain lahan subur tempat meraup keuntungan tapi juga membina calon-calon kader pengedar narkoba. Mulai dari sekolah dasar , SMP, SMA hingga Mahasiswa akan dirayu menjadi pengguna hingga pengedar oleh para bandar narkoba itu. Oleh karena remaja sangat mudah dipengaruhi, apalagi diiming-imingi dengan kenikmatan dan keuntungan.Sasaran utama menjadi prioritas adalah siswisiswi, mahasiswa/i yang berprestasi di sekolah atau di kampus. Ketika kemudian siswa/mahasiswa, telah terperangkap oleh bujukan manusia setan itu maka satu persatu temannya di kelas akan terbawa arus. Inilah asal mula mereka memasuki alam bencana yang membawa mereka ke malapetaka. 6 Kalangan anak muda mudah terpengaruh kedalam pemakaian narkoba. Terutama para remaja, karena masa remaja merupakan masa seorang anak mengalami perubahan cepat dalam segala bidang, menyangkut perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap sosial dan kepribadian. Mereka mudah dipengaruhi karena dalam dirinya banyak perubahan dan tidak stabilnya emosi cendrung menimbulkan perilaku yang nakal. 7 Diperlukan kesadaran dari semua pihak baik dari pemerintah, masyarakat maupun pelaku itu sendiri untuk segera sadar akan potensi bahaya yang muncul akibat dari pemakaian dan penyalahgunaan narkotika. Pada masa sekarang ini peredaran narkotika sudah melebihi batas yang dapat merugikan masyarakat pada 6
H.Mastar Ain Tanjung (2005) Pahami Kejahatan Narkoba Lembaga Terpadu Pemasyarakatan Anti Narkoba, Jakarta, hal.6 7
Gatot Supramono (2000) Hukum Acara Pengadilan Anak, jakarta: Penerbit Djamban., cetakan pertama , hal 2
Universitas sumatera utara
umumnya. Degan semakin meningkatknya peredaran obat-obat terlarang (narkotika) disini diperlukanya tindakan yang tegas dari aparat penegak hukum dalam pemberantasan peredaran narkotika dan psikotropika yang semakin meluas. Narkotika dan psikotropika merupakan hasil proses kemajuan teknologi yang selanjutnya berkembang dalam norma sosial untuk dipergunakan guna kepentingan
pengobatan
dan
ilmu
pengetahuan.
Terjadinya
fenomena
penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika dan narkotika, maka diperlukan tindakan nyata untuk pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan psikotropika tersebut. Dengan demikian yang menjadi pokok persoalan ialah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, yang memerlukan strategi pembangunan hukum nasional berkaitan dengan masalah narkotika dan psikotropika yang semakin kompleks. 8 Struktur hukum dapat dikatakan sebagai institusi yang menjalankan penegakan hukum dengan segala proses yang berlangsung di dalamnya. Institusi ini dalam penegakan hukum pidana, tergabung kedalam sistem peradilan pidana (criminal justice system), yang terdiri atas kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan yang menjamin berjalannya proses peradilan pidana. 9 Kepolisian merupakan salah satu koponen sistem peradilan pidana yang menjadi ujung tombak dalam penanggulangan kejahatan. Peranan kepolisian kelihatan lebih besar bila di bandingkan dengan komponen lainnya. Oleh karena itu kepolisian disebut sebagai the gate keeper of Criminal Justice. Kepolisian merupakan subsistem dari sistem peradilan pidana yang cukup menentukan
8
Cipta
9
H.Siswanto (2012), Politik Hukum Dalam Undang-undang Narkotika, Jakarta: Rineka
ibid
Universitas sumatera utara
keberhasilan dari kerja keseluruhan sistem dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan kepolisian merupakan subsistem yang secara langsung berhubungan dengan pelaku kejahatan dan masyarakat, sehingga tugas dan tanggung jawab kepolisian dapat dikatakan lebih besar ketimbang subsistem lainnya. Hanya sepuluh persen energy polisi habis untuk penegakan hukum, sisanya yaitu Sembilan puluh persen dihabiskan untuk melaksanakan fungsi pelayanan masyarakat. Namun hal ini bukan berarti subsistem lainnya tidak mempunyai peranan penting dalam penanggulangan kejahatan. Secara umum tugas polisi adalah 10: 1. Melakukan penanggulangan terhadap kejahatan; 2. Mendeteksi aktifitas kejahatan; 3. Melakukan penangkapan dan penahanan pelaku kejahatan ; 4. Berpartisipasi dip roses pengadilan; 5. Melindungi dan menjamin tegaknya hukum; 6. Membantu dan melindungi orang-orang yang sedang dalam bahaya atau terancam mendapat serangan fisik; 7. Mengatur lalu lintas; 8. Membantu menyelesaikan konflik yang terjadi sehari-hari diantaranya keluarga, teman dan lingkungan masyarakat; 9. Memelihara dan mempromosikan ketertiban umum.
10
Harold j.vetter and Ira J. Silverman, 1986. Criminology and Crime: An Introduction. New York: Harper & Row Publishers, Inc. hal 438
Universitas sumatera utara
Berdasarkan ruang lingkup kepolisian di atas, maka dapat dikatakan bahwa kepolisian mempunyai tanggung jawab yang besar dan juga sangat menentukan keberhasilan sistem peradilan pidana secara keseluruhan. Interaksi langsung kepolisian dengan masyarakat bisa membawa pengaruh yang baik, maupun yang buruk. Oleh karenanya dibutuhkan pendekatan yang koordinatif antara kepolisian dengan komunitas masyarat sehingga bisa saling memahami dan bisa menjadi salah satu strategi kepolisian dalam penanggulangan kejahatan. 11 Kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) sebagai bagian dari kebijakan
penegakan
hukum
(law
enforcement
policy)
harus
mampu
menempatkan setiap komponen sistem hukum dalam arah yang kondusif dan aplikatif untuk menangulangi kejahatan. Keterlibatan masyarakat sangat penting karena menurut G. Pieter Hoefnagels bahwa kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) merupakan usaha yang rasional dari masyarakat sebagai reaksi mereka terhadap kejahatan. 12 Berdasarkan uraian diatas, dirasa perlu untuk membahas dan sebagai bahan pembelajaran di bidang hukum pidana penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, bagaimana tingkatan peredaran, pemakaian dan penyalahgunaan narkotika yang ada di daerah khusus nya di deli serdang.
11
Peter Jordan (1992). Effective Policing Startegies for Reducing Crime. Dalam Reducing Offending: An Assessment of Research Evidence on ways of Dealing with Offending Behaviour. Peter Goldblatt dan Chris Lewis (Ed). London: Home Office, hal 65 12
G. Pieter Hoefnagels (1972). The Other Slide of criminology, An Inversion of The Concept of Crime. Holland: Kluwer Deventer, hal 57
Universitas sumatera utara
Data Penyalahgunaan Tindak Pidana Narkotika dan Psikotropika di Sejajaran Polsres Deli Serdang Tahun 2010 s/d bulan Juli Tahun 2014 13 Tabel 1 DATA JUMLAH TINDAK PIDANA (JTP) dan JUMLAH PENYELESAIAN TINDAK PIDANA (JPTP) No
TAHUN
JTP
JPTP
Persentase (%)
Tersangka
Rangking
1
2010
149
147
100 %
197
-
2
2011
153
120
78 %
191
-
3
2012
144
106
75 %
187
-
4
2013
237
174
70 %
317
-
5
Juli 2014
172
172
100 %
233
-
13
kasus kejahatan tindak pidana narkoba dikutip dari fungsi Reserse Narkoba sejajaran Polres Deli Serdang
Universitas sumatera utara
Tabel 2 DATA TERSANGKA MENURUT STATUS SEJAJARAN POLRES DELI SERDANG STATUS TERSANGKA N
Tahun
TNI
Polri
o
Peg.s
PNS
Pelajar
wasta
Mahasi
Jlh
wiraswasta
swa
Buruh/ka
penganggu
ryawan
ran
1
2010
-
1
-
2
13
2
95
35
49
197
2
2011
-
3
-
2
4
2
126
21
33
191
3
2012
-
1
-
-
9
-
119
37
21
187
4
2013
-
4
-
1
4
4
187
56
61
317
5
juli 2014
-
1
-
-
5
3
123
46
55
233
-
10
-
5
35
11
650
195
219
1125
Jumlah
Universitas sumatera utara
Tabel 3 DATA MENURUT UMUR SEJAJARAN POLRES DELI SERDANG UMUR TERSANGKA Tahun
≤ 15 Thn
16-19 Thn
20-24 Thn
25-29 Thn
1
2010
3
29
24
53
88
197
2
2011
1
15
36
41
98
191
3
2012
4
14
36
46
87
187
4
2013
2
18
51
70
176
317
5
Juli 2014
3
21
37
51
121
233
JUMLAH
13
97
184
261
570
1125
No
≥ 30 Thn
Jlh
Universitas sumatera utara
Tabel 4 DATA JUMLAH BARANG BUKTI SEJAJARAN POLRES DELI SERDANG N
T
O
A
NARKOTIKA
H U N
Zat/obat
PSIKOTROPIKA
berbahaya
GANJA He r
Can
oin
du
Shabu’s
Pohon/ Daun
Biji
batang
K E T
Pil Ecstasy
Putauw
1
2010
-
-
86.299,76 kg
-
-
-
48,13 gram & peralatan shabu
-
-
2
2011
-
-
41.712,03 kg
-
-
-
328,65 gram & peralatan shabu
304 butir
-
3
2012
-
-
52.382,55 gram
-
-
0,5 gr
118,82 gram & peralatan shabu
-
-
4
2013
-
-
4.972,41 gram
-
-
-
2.249,4 gram & peralatan shabu
2076 gr
-
5
Juli 2014
-
-
5.253,14 gram
-
-
-
546,38 gram & peralatan shabu
-
-
Universitas sumatera utara
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang ada diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Peranan Kepolisian Sebagai Penyelidik dan Penyidik Tindak Pidana Narkotika dan Psikotropika ? 2. Bagaimana Peranan Kepolisian dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Tindak Pidana Narkotika dan Psikotropika ? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat menjadi bahan tambahan khususnya bagi pihak yang mengalaminya. Khususnya mengenai tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan psikotropika .
2. Manfaat Teoritis a . memberikan perkembangan pemikiran dalam ilmu hukum, khususnya yang
berkaitan
dengan
hukum
pidana mengenai
tindak
pidana
penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. b. Menambah pustaka dibidang ilmu hukum khususnya dalam tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan psiotropika.
Universitas sumatera utara
D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan, adapun judul yang di peroleh merupakan gagasan ide penulis yang di peroleh berdasarkan penglihatan dari pemberitaan-pemberitaan media masa tentang peredaran dan penyalahgunan narkotika. Maka dengan itu penulis mengangkat judul dari penulisan skripsi ini, dengan
tujuan
menambah
ilmu
pengetahuan
tentang
peredaran
dan
penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Narkotika Istilah narkotika berasal dari bahasa yunani, yaitu”narkotikos”. Pada mulanya narkotikos berarti keadaan seorang yang kaku seperti patung atau tidur. Keadaan kaku yang seperti patung atau tidur (narkotikos)itu terjadi, apabila seseorang menggunakan bahan-bahan tertentu. Oleh karena sudah terbiasa menggunakan kata narkotika, maka lama kelamaan kata narkotika dipakai dalam pengertian bahan-bahan yang juga dapat menimbulkan keadaan narkotikos. Istilah narkotika berkembang terus, akhirnya pengertian narkotika tidak lagi terbatas pada bahan-bahan yang mengakibatkan kaku seperti patung atau tidur saja, tetapi juga dipergunak an untuk bahan-bahan yang menimbulkan keadaan yang sebaliknya, yaitu bahan-bahan yang merangsang (memacu) susunan saraf
Universitas sumatera utara
pusat. Akibat ransangan itu menyebabkan seseorang merasa bergiat dan tak dapat tidur. 14 Pengertian narkotika secara farmakologis medis, menurut Ensiklopedia Indonesia IV (1980 : 2336) adalah obat yang dapat menghilangkan (terutama) rasa nyeri yang berasal dari daerah Viseral dan yang dapat menimbulkan efek stupor (bengong masih sadar tapi harus digertak) serta adiksi.Narkoba (Narkotika, Psikotropika) adalah merupakan Bahan Adiktif, yaitu nama segolongan zat alamiah, semi sintetik maupun sintetik. Narkoba pada prinsipnya adalah zat atau bahan yang dapat mempengaruhi kesadaran, fikiran dan prilaku yang dapat menimbulkan ketergantungan kepada pemakainya. Bila hal ini
terjadi pada
seseorang, maka dapat berakhir semua masa depannya. Adapun jenis narkotika di bagi dalam 3 golongan, yaitu : 1. Narkotika Golongan I : Narkotika yang paling berbahaya, daya adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan apa pun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan. Contohnya adalah tanaman papaver, somniferum, opium mentah, Opium masak seperti candu, jicing dan jicingko, tanaman koka, daun koka, kokain mentah,kokaina dan tanaman ganja. Yang termasuk Narkotika golongan I ada 65 Macam. 2. Narkotika Golongan II : narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya: Alfasetilmetadol, Alfametadol,
Benzetidin,
Dekstromoramida,
Furetidina,Hidromorfinol,
isometadena, Fenazosina, Klonitazena, Levorfanol, morfina, oksikodona, 14
DJ. Siregar (1977), Pengetahuan Tentang Narkotika/obat , Pengawas Bidang Pendidikan Menengah Umum
Universitas sumatera utara
Petidina, intermediate A,B,C, Resemetorfan, sufetanil, trimeperidina dan lainnya. Yang termasuk Golongan Narkotika Golongan II ada 86 Macam. 3.
Narkotika Golongan III : Narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian-penelitian. Contohnya yaitu : Asetildihidrokodeina,Dekstroppropoksifena,Etilmorfina,kodeina,Nikokodina, Polkodina, Propiram, dan yang lainnya. 15 Dari kedua definisi tersebut M.Ridha MA’ROEF menyimpulkan : a. Bahwa narkotika ada dua macam, yaitu narkotika alam dan narkotika sintesis. Yang termasuk narkotika alam ialah berbagai jenis candu, morphin, heroin, ganja, hashish, codein dan cocaine. Narkotika alam ini termasuk dalam pengertian narkotika yang sempit. Sedangkan narkotika sintetis adalah termasuk dalam pengertian narkotika secara luas. b. Bahwa narkotika itu bekerja mempengaruhi susunan saraf pusat yang akan menimbulkan ketidaksadaran. Berbahaya apabila disalahgunakan; c. Bahwa narkotika dalam pengertiannya disini adalah obat-obat berbahaya atau narcotic and dangerous drugs.16 Dari uraian diatas, jelaslah bahwa narkotika adalah obat yang dibutuhkan.
Memang benar narkotika mengakibatkan hal yang kurang baik menjadi perusak dan pembunuh apabila di salahgunakan. Jadi bukan pemakaian narkotika yang membahayakan , tetapi penyalahgunaannya. Harus di sadari bahwa narkotika
15
16
http:///bnnkgarut.wordpress.com diakses pada tanggal 29 September 2014 Ibid hal. 34
Universitas sumatera utara
tidak salah, tetapi yang salah adalah orang yang menyalahgunakannya untuk hal yang tidak seharusnya dilakukan. 17 2 . Pengertian Psikotropika Psikotropika adalah obat yang bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman (WHO, 1966). Sebenarnya psikotropika baru diperkenalkan
sejak
lahirnya
suatu
cabang
ilmu
farmakologi
yakni
psikofarmakologi yang khusus mempelajari psikofarmaka atau psikotropik. Psikofarmakologi berkembang dengan pesat sejak ditemukan alkoloid Rauwalfia dan chloropromazin yang ternyata efektif untuk mengobati kelainan psikiatrik (Sardjono O Santoso dan Metta Sinta Sari Wiria , 1995: 148) psikotropika adalah obat yang bekerja pada susunan syarat pusat (S.S.P)yang memperlihatkan efek yang sangat luas. Istilah psikotropik mulai banyak dipergunakan pada tahun 1971, sejak dikeluarkan Convention on psycotropic Substanceoleh General Assembly (PBB) yang menempatkan zat-zat tersebut dibawah kontrol Internasional. Istilah tersebut muncul karena Single Convention on Narcotic Drug 1961, ternyata tidak memadai untuk menghadapi bermacam-macam drug baru yang muncul dalam peredaran. Psychotropic Substance mempunyai arti mind altering yaitu merubah jiwa dan mental manusia yang menggunakannya(SOEDJONO D, 1982 ;78-79) 18. 3 . Pengertian Tindak Pidana Dalam kepustakaan hukum pidana, istilah "tindak pidana" merupakan
17 18
Ibid., hal . 4 Hari sasangka., ibid., hal 63
Universitas sumatera utara
istilah yang dipakai sebagai terjemahan dari istilah bahasa Belanda strafbaarfeit (Hermien Hadiati Koeswadji, 1983:1). Sebenarnya, masih banyak istilah yang digunakan yang menunjuk pada pengertian tindak pidana. Berbicara tentang hukum pidana tidak akan terlepas dari masalah pokok yang menjadi titik perhatiannya, masalah pokok dalam hukum pidana tersebut meliputi masalah tindak pidana (perbuatan jahat), kesalahan dan pidana serta korban (Iswanto:1995). Adapun berbagai istilah dan pengertian tindak pidana dapat kita lihat menurut para ahli antara lain sebagai berikut : 1. Menurut Sudarto, penggunaan istilah "tindak pidana" didasarkan atas pertimbangan yang bersifat sosiologis, sebab istilah tersebut sudah dapat di terima oleh masyarakat (Sudarto, 1989:30). 2. J. Bauman, menurut Bauman perbuatan pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan. 3. Wirjono Prodjodikoro, menurut dia tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana. 4. Moeljatno, "perbuatan pidana" sebagai "perbuatan yang diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut". Menurut Moeljatno, untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur : 1. Perbuatan (manusia) 2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (merupakan syarat formil) dan
Universitas sumatera utara
3. Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materil). 19 Moeljatno merupakan ahli hukum pidana yang memiliki pandangan yang berbeda dengan penulis-penulis lain tentanng defenisi tindak pidana. Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana. Perbuatan pidana hanya mencakup perbuatan saja, sebagaimana yang telah dikatakan bahwa, " perbuatan pidana hanya menunjuk kepada sifatnya perbuatan saja, yaitu sifat dilarang dengan ancaman dengan pidana kalau dilanggar." 20 Sebagaimana telah disinggung, bahwa salah satu unsur tindak pidana sebagai syarat untuk pengenaan pidana adalah adanya perbuatan (manusia) yang memenuhi rumusan tindak pidana dalam Undang-undang. Persyaratan ini merupakan konsekuensi logis dari dianutnya asas legalitas dalam hukum pidana, rumusan tindak pidana ini sangat penting dalam rangka memberikan "kepastian hukum" kepada setiap orang. 21 4 . Pengertian Pengguna Pengguna harus memiliki bukti yang sah, tujuan penggunaan psikotropika sesuai dengan Undang-Undang No.5 Tahun 1997 adalah untuk kepentingan pelayanan kesehatan, yang artinya adalah orang yang menderita sakit dan pengobatannya dengan psikotropika. Ketentuan pengguna tercantum dalam pasal 36, 37, dan pasal 41 Undang-Undang No.5 Tahun 1997. Berikut ini adalah bunyi beberapa pasal yang dimaksud. 19
A.Fuat Usfa dan Tongat ( 2004), Pengantar Hukum Pidana, Malang: Universitas Muhammadiyah. 20 Moeljatno , (2000) Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Karsa Cetakan ke-2 hal. 56 21 Ibit
Universitas sumatera utara
Ketentuan Pasal 36 UU No 5 Tahun 1997 berbunyi sebagai berikut: (1) Pengguna psikotropik hanya dapat memiliki, menyimpan dan membawa psikotropika untuk digunakan dalam rangka pengobatan atau perawatan. (2) Pengguna psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersangkutan harus mempunyai bukti bahwa psikotropika yang ada padanya diperoleh secara sah sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) , yaitu yang diperoleh dari apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan atau dokter. 22 Ketentuan Pasal 37 Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1997 berbunyi sebagai berikut : (1) Pengguna
psikotropika
yang
menderita
sindroma
ketergantungan
berkewajiban untuk ikut serta dalam pengobatan dan/atau perawatan. (2) Pengobatan dan/atau perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada fasilitas rehabilitasi. 23 Ketentuan Pasal 41 UU No 5 Tahun 1997 berbunyi sebagai berikut : Pengguna psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang psikotropika dapat diperintahkan oleh hakim yang memutus perkara tersebut untuk menjalani pengobatan dan/atau perawatan. 24
22
23
Pasal 36 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 37 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika 24 Pasal 41 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Universitas sumatera utara
F. Metode Penelitian 1 . Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dan normatif. penelitian secara deskriptif adalah merupakan penelitian yang menggambarkan tentang uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. 25 Sedangkan penelitian secara normatif merupakan penelitian yang mengkaji berdasarkan dokumen, yakni menggunakan buku-buku, teori hukum, pendapat para sarjana, dan peraturan perundang-undang, yang berkaitan dengan judul yang menjadi objek penelitian. Tipe ini digunakan karena penulis ingin mengetahui sejauhmana pelaksanaan tugas kepolisian sebagai penyelidik dan penyidik terhadap penanganan narkotika dan psikotropika di Wilayah Hukum Polres Deli Serdang baik secara penindakan langsung (represif), pencegahannya (preventif), ataupun penangkalannya (preemtif). 2 . Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, dan data sekunder, adapun maksudnya adalah sebagai berikut : a) Data primer yaitu data yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. b) Data sekunder yaitu data yang member petunjuk kea rah mana penelitian melangkah.
25
Kontour, Ronny. (2003). Metode Penelitian: Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Jakarta: Penerbit PPM
Universitas sumatera utara
c) Sumber bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang berhubungan erat dengan permasalahan yang diteliti dan sifatnya mengikat, berupa peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim d) Sumber bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang berkaitan dengan penjelasan bahan hukum primer. Adapun bahan hukum sekunder yang digunakan yang sifatnya berupa buku-buku yang berhubungan dengan hukum pidana, hukum acara pidana, publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokument-dokument resmi, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum. 26 3 . Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data untuk memperoleh data yang diharapkan dalam penelitian ini, adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Interview atau wawancara Wawancara adalah suatu interaksi komunikasi yang dilakukan antara pewawancara dan terwawancara untuk memperoleh suatu informasi. Adapun metode wawancara yang dilakukan berupa dialog dengan Kaur Mintu narasumber selaku anggota kepolisian Direktorat Reserse Narkoba Polres Deli serdang. b. Studi Kepustakaan 26
Peter Mahmud Marzuki (2005), Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, Edisi pertama cetakan ke-4, hal. 142
Universitas sumatera utara
Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan cara membaca, mempelajari, dan mengumpulkan data yang diperoleh dari berbagai literatur buku hukum, internet, dan peraturan perundangundangan yang di butuhkan dalam penelitian. 4 . Lokasi Penelitian Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah di Direktorat Reserse Narkoba Polres Deli Serdang 5 . Analisis Data Penyusunan data menggunakan metode analisis deskriptif artinya data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan sekunder. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan isi aturan hukum dijadikan sebagai rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian. Data yang telah terkumpul dianalisa dengan sistematik terhadap data yang berbentuk kualitatif. Metode ini digunakan untuk menganalisis bagaimana pelaksanaan penyelidikan terhadap pelaku tindak pidana narkotika dan psikotropika, guna memudahkan pemecahan masalah yang hendak dilaksanakan.
Universitas sumatera utara
G. Sistematika Penulisan Skripsi ini di uraikan dalam 5 Bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini merupakan isi dari Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, dan manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan sistematika Penulisan.
BAB II
: PERANAN KEPOLISIAN SEBAGAI PENYELIDIK DAN PENYIDIK TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA Dalam bab ini berisikan tentang Penyidik dan Penyelidikan
BAB III
: PERANAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA Dalam bab ini berisikan tentang jenis-jenis narkotika yang sering di salahgunakan, faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkotika dan penanggulangan penyalahgunaan narkotika dan psikotrpika.
BAB IV
: KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini berisikan tentang kesimpulan dari tiap sub-sub bab
Universitas sumatera utara