BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mencermati perkembangan peredaran dan penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika pada akhir-akhir ini telah menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam karena hal ini terkait dengan kelangsungan masa depan anak-anak penerus bangsa. Tanpa pencegahan yang benar-benar serius khususnya melalui pendekatan sosiologi yang benar, penanganan penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika yang tidak berkonsep akan merupakan ancaman berlanjut kepada cucu generasi penerus bangsa. Barangkali sebagian warga masyarakat belum menyadari dan merasa penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika bukan urusannya, selama anaknya atau keluarganya belum menjadi korban. Mereka baru kaget dan dilanda kesedihan begitu menghadapi kenyataan bahwa putri-putrinya sudah menjadi korban dan mungkin sudah tidak dapat disembuhkan lagi atau masa depannya menjadi gelap, tetapi ada sebagian masyarakat yang secara spontan melakukan reaksi sosial penolakan bahkan perlawanan terhadap masalah penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika dengan berbagai macam bentuk, mulai dari pemasangan poster-poster penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika, mengadakan berbagai acara yang bertemakan anti Narkotika dan Psikotropika, peduli keliling kelurahan ataupun kecamatan bahkan merazia tempat-tempat, orang-orang dan kelompok pengedar serta pemakai Narkotika untuk dihakimi sendiri maupun diserahkan kepada pihak berwajib.
Universitas Sumatera Utara
Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika tidak hanya sebagai bahaya laten, tetapi sudah bencana bangsa ini jika terus dibiarkan. Diperkirakan 80 persen pemakai barang haram itu siswa dan mahasiswa yang merupakan generasi bangsa.1 Jika terus dibiarkan, bangsa ini dalam waktu 10 tahun ke depan akan kehilangan putri-putri terbaiknya, ancaman Lost Generation akibat Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika di depan mata.2 Saat ini terjadi kecenderungan penciptaan The Lost Generation dari generasi muda Indonesia melalui upaya pembusukan bangsa lewat jalur Narkotika dan Psikotropika serta obat-obatan berbahaya (Narkoba). Untuk itu perlu dilakukan berbagai cara penanganan pengobatan secara fisik, moral dan spiritual bagi generasi muda yang terkena Narkotika dan Psikotropika dan bahkan tindakan hukum. Narkotika dan Psikotropika dan segala jenis obat-obatan berbahaya lainnya sudah merambah kemana-mana dengan sasaran bukan hanya tempat-tempat hiburan malam, sangat merisaukan. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) hingga akhir tahun 2006 jumlah pemakai Narkotika dan Psikotropika di Indonesia diperkirakan telah mencapai 3,6 juta orang atau sekitar 1,5 persen dari total penduduk di Indonesia. Sebanyak 15 ribu orang harus meregang nyawa setiap tahun akibat memakai Narkotika dan Psikotropika, 78 persen di antaranya usia 19-21 tahun. Angka itu belum termasuk mereka yang terkena dampak lain akibat kasus Narkotika dan Psikotropika. Lebih dari 500 ribu orang positif 1
Heriadi Willy, Berantas Narkoba Tak Cukup Hanya Bicara (Tanggung Jawab & Opini), (Yogyakarta : Penerbit Kedaulatan Rakyat, 2005), hal. 188. 2 http://www.Republika.co.id, Mencegah Narkoba dari Keluarga, Sabtu 15 Juli 2006.
Universitas Sumatera Utara
terkena AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) atau sindrom kehilangan kekebalan tubuh yang hingga kini belum ditemukan obatnya.3 Cara-cara pengedar dalam menjerat korban sudah semakin intensif dan canggih, mulai cara-cara klasik, dengan membujuk korban untuk mencoba secara gratis, menawarkannya sebagai gaya hidup modern kepada para remaja, mempromosikan sebagai terapi melangsingkan tubuh, hingga sebagai obat mengatasi rasa capek, dan yang cukup memprihatinkan, dengan cara keji anak-anak ditingkat sekolah dasar dibujuk dengan psikoterapi berwujud permen dan minuman yang dicampur dengan cara diberikan gratis dan dipikat dengan iming-iming uang agar mau mencobanya. Hal ini diperkuat dari temuan Badan Narkotika Nasional (BNN), tercatat sekitar 83 ribu pelajar mengonsumsi Narkotika dan Psikotropika. Data terakhir tahun 2006 tercatat 8.449 pengguna dari siswa SD, meningkat lebih dari 30 persen dari tahun 2005 sebanyak 2.542 orang. Pengguna di kalangan siswa sekolah menengah pada tahun 2004 terdapat 18 ribu orang dan naik menjadi 73.253 orang di tahun 2007.4 Berdasarkan hasil survey terbaru BNN tahun 2009 menyimpulkan bahwa prevalensi penyalahguna Narkotika dan Psikotropika di kalangan pelajar dan mahasiswa adalah 4,7% atau sekitar 921.695 orang.5 Peredaran obat terlarang Narkotika dan Psikotropika secara ilegal di Indonesia sejak beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat. Indonesia yang
4
Siswantoro Sunarso, Op Cit. Hal. 75. http://www.bnn.go.id/portal/index.php/konten/detail/puslitdatin/artikel/2803/penyalahgunaan_ dan_peredaran_gelap_narkoba_di_indonesia 5
Universitas Sumatera Utara
tadinya hanya sebagai negara transit belakangan telah dijadikan daerah tujuan operasi oleh jaringan pengedar narkotik internasional. Ini terbukti dengan banyaknya pengedar berkebangsaan asing yang tertangkap berikut dengan penyitaan barang bukti Narkotika dan Psikotropika dalam jumlah besar. Hal ini sangat membahayakan terhadap kelangsungan hidup dan kehidupan manusia, melemahkan ketahanan bangsa dan berpengaruh terhadap proses pembangunan nasional. Perkembangan kejahatan Narkotika dan Psikotropika sangat pesat bila dibandingkan kejahatan lainnya, karena melibatkan jaringan sindikat internasional (international crime) dengan 1001 macam modus operandi dan juga terorganisir dengan baik, sehingga disebut juga sebagai kejahatan yang terorganisir (organized crime) dan merupakan kejahatan internasional tanpa memandang batas negara, maka upaya penanggulangannya juga harus bersifat global dan komprehensif yang artinya memerlukan kerjasama antar negara, kerjasama antar aparat pemerintah dalam suatu negara, yang didukung partipasi masyarakat secara konsisten dan berkesinambungan. Salah satu usaha mengatasi hal tersebut pemerintah telah mengeluarkan berbagai aturan perundang-undangan yang mengatur masalah Narkotika dan Psikotropika. Yaitu Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Bila kita mengembalikan dan melihat sisi penegakan hukum yang berlaku di Indonesia saat ini, dasar hukum pemberantasan tindak kejahatan Narkotika telah cukup diakomodasikan di dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
Universitas Sumatera Utara
Narkotika dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika tersebut. Demikian pula dengan aturan hukum yang sifatnya konvensional, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sebagaimana disebut dalam pasal 204 KUHP, bahwa siapa saja yang mengedarkan barang-barang atau makanan atau makanan yang membahayakan dapat dikenakan sanksi pidana. Penegakan hukum terhadap tindak pidana Narkotika telah banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum dan telah banyak mendapat putusan hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan mampu sebagai faktor penangkal terhadap merebaknya peredaran perdagangan Narkotika, namun dalam kenyataannya justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, meningkat pula peredaran perdagangan Narkotika tersebut.6 Dalam upaya penegakan hukum ditengah tengah kehidupan masyarakat, peraturan hukum yang dibuat hanya merupakan suatu bagian dari upaya pemberantasan agar dapat menciptakan rasa aman dan berkeadilan. Dan perangkat hukum yang ada memang sudah cukup mewakili mengenai sanksi hukum bagi yang memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan secara tanpa hak Narkotika golongan I akan dikenai ancaman hukuman minimal 4 tahun, maksimal 12 tahun dan denda minimal 800 juta, maksimal Rp. 8 Miliar. Jika dilakukan terorganisir akan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau 20 tahun. Akan tetapi, baik UU tentang Narkotika maupun KUHP tersebut ternyata belum dapat menjawab persoalan dalam hal pelaksanaan pemberantasan tindak 6
Ibid, hal. 7
Universitas Sumatera Utara
kejahatan itu secara efektif. Bahkan dianggap tindakan yang dilakukan selama ini terhadap para pelakunya hanya sekedar menangkap kemudian dilepaskan kembali dengan alasan tidak cukup bukti. Kalaupun dijatuhi hukuman penjara, sepertinya tidak membuat para pemakai merasa jera untuk mengulangi perbuatan itu lagi. Kecenderungan untuk mengulanginya bahkan menjadi semakin tinggi. Tidak salah bila kemudian peredaran Narkotika tersebut semakin merajalela. Untuk itu basis masalah yang juga harus dikedepankan adalah bukan lagi soal pendekatan dari tindakan kejahatan itu sendiri dan dalam penerapan saksi hukuman yang berat. Upaya yang harus ditegaskan pula adalah dengan menekankan faktor stimulus, dalam arti yang berperan pertama-tama bukan hukum tetapi psikologis dan psikolosial. Tentunya dengan diarahkan kepada tindakan preventif dan menanamkan benteng yang kokoh di dalam keluarga sebagai suatu lingkungan masyarakat yang terkecil. Selama lingkungan dibentuk di atas landasan yang baik dan benar, maka diharapkan tindakan-tindakan yang bersifat menyimpang sedini mungkin dapat diketahui dan diantisipasi. Selain itu hal paling penting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkotika ini yang justru seringkali diabaikan terutama oleh aparat penegak hukum yang menangani masalah narkotika dan obat-obatan terlarang ini adalah adanya upaya rehabilitasi terhadap para pemakai agar dikemudian hari tidak lagi mengulangi tindak pidana yang sama. Sanksi hukum yang dijatuhkan hampir dapat dikatakan tidak terlalu banyak berarti dalam upaya memberikan efek jera bagi para pelaku tersebut. Tentu kita masih
Universitas Sumatera Utara
diingatkan dengan kasus “Ratu Ekstasi” Zarima yang telah menjalani
hukuman
terkait dengan kasus Narkotika dan Psikotropika, namun kemudian malah kembali tertangkap basah turut hadir dalam pesta shabu-shabu dengan teman-temannya. Begitu juga dengan berita yang menimpa salah seorang artis Senior Nusantara, yaitu Roy Marten, yang belum terlalu lama keluar dari penjara setelah menjalani hukuman akibat terlibat pemakaian shabu-shabu, namun kembali tertangkap saat sedang berpesta Shabu-shabu dengan teman-temannya sesama mantan narapidana kasus yang sama. Kasus terbaru adalah tertangkapnya personel sebuah group band kenamaan yaitu Kangen Band. Hal ini menunjukkan sanksi hukum yang dijatuhkan tidak menimbulkan efek jera yang akan membuat seseorang tidak akan mengulang kembali perbuatannya seperti yang lalu. Tidak mengherankan kemudian timbul persepsi dalam masyarakat bahwa justru hukuman penjara telah “sekolah” bagi para pemakai Narkotika dan Psikotropika. Bila pada mulanya mereka hanya sebagai pemakai Narkotika dan Psikotropika yang mungkin hanya untuk coba-coba, setelah menjalani hukuman di dalam penjara mereka akan “naik tingkat” menjadi seorang pecandu yang parah, atau bahkan menjadi bandar/pengedar Narkotika dan Psikotropika. Hal ini terjadi karena, sudah menjadi rahasia umum, di dalam Rumah Tahanan Negara (Rutan), narkoba dapat beredar dengan begitu gampang. Akan tetapi, bila benar-benar seseorang itu hanya sebagai korban, bisa saja mungkin pertama kali dipaksa dan lalu menjadi ketergantungan, tentunya tidak memenuhi unsur keadilan bila dirinya pun harus dikenakan sanksi yang berat.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, dalam rangka upaya menuntaskan persoalan tindakan kejahatan penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika perlu untuk dilakukan perbaikan kembali perangkat hukum yang ada demi tercapainya cita-cita hukum itu sendiri sebagaimana yang diharapkan oleh seluruh masyarakat, bangsa dan negara.
Pemaparan tersebut di atas adalah yang menjadi dasar bagi Penulis untuk mengkaji dan membahas penelitian yang berjudul “Kedudukan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pelaksanaan Rehabilitasi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika.”
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana Penerapan azas hukum pidana dalam Undang-undang tentang Narkotika
2. Bagaimana kedudukan Lembaga Pemasyarakatan dalam penanganan tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan psikotropika
3. Bagaimana kebijakan Lembaga Pemasyarakatan dalam pelaksanaan rehabilitasi terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengkaji Penerapan azas hukum pidana dalam Undang-undang tentang Narkotika dan Undang-undang tentang Psikotropika. 2. Untuk mengkaji kedudukan Lembaga Pemasyarakatan dalam penanganan tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. 3. Untuk Memberikan masukan bagi pelaksanaan rehabilitasi terhadap pelaku tindak pidana narkotika dan psikotropika oleh Lembaga pemasyarakatan.
D. Manfaat Penelitian Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu baik secara teoritis maupun secara praktis, yakni tentang : 1. Secara teoritis Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut dan mempunyai arti penting bagi penemuan konsep-konsep mengenai kebijakan dalam penerapan hukum dan penanggulangan bahaya Narkotika dan Psikotropika. Dan diharapkan dapat memberi manfaat bagi bidang ilmu hukum. 2. Secara praktis a. Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah dan aparat penegak hukum dalam upaya pembaharuan dan pengembangan hukum nasional serta kelembagaan hukum tentang narkotika dan psikotropika.
Universitas Sumatera Utara
b. Sebagai informasi bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk mengetahui tentang bahaya narkotika dan psikotropika serta penerapan hukum dalam penanggulangan bahaya Narkotika dan Psikotropika.
c. Sebagai bahan kajian bagi akademisi untuk menambah wawasan ilmu hukum, khususnya mengenai pengaturan yuridis dalam penerapan undang-undang narkotika dan psikotropika.
E. Keaslian Penelitian
Sepanjang pengetahuan Penulis bahwa penelitian mengenai “Kedudukan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pelaksanaan Rehabilitasi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika”, belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Objek penelitian ini merupakan suatu kajian yang belum tersentuh secara komprehensif dalam suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya, penelitian ini merupakan sesuatu yang baru dan asli sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka untuk kritikan yang bersifat membangun sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Arus globalisasi dan seiring dengan semakin terbukanya pintu-pintu masuk ke Indonesia, diyakini bahwa pada saat ini Indonesia bukan lagi sebagai negara transit dari peredaran Narkotika dan Psikotropika, bahkan sudah menjadi negara tujuan. Pendapat tersebut tentunya tidak terlepas dari semakin meningkatnya mobilitas para penyelundup dan pengedar Narkotika dan Psikotropika akhir-akhir ini yang diantaranya cukup banyak digagalkan baik oleh aparat kepolisian, petugas bandar udara dan pelabuhan serta peran aktif dari masyarakat yang juga turut dalam upaya memberantas tindak kejahatan tersebut.7 Di sisi lain para pemakai Narkotika dan Psikotropika pun telah menunjukkan grafik peningkatan jumlah dan semakin melaju ke arah “bawah”. Dalam arti, pemakai Narkotika dan Psikotropika yang selama ini hanya dalam ruang lingkup kehidupan remaja dan diatasnya, kini telah disinyalir bahkan telah melanda pergaulan anak-anak umur sekolah dasar (SD) yang notabene masih polos serta belum tentu mengerti dengan apa yang mereka lakukan.8 Sedangkan korban terus berjatuhan baik yang menjadi ketergantungan maupun meninggal dunia yang ditengarai akibat pengaruh langsung dari penggunaan benda maut tersebut. Persoalan yang sangat memprihatinkan bila melihat kenyataan para generasi muda yang akan tumbuh dan membangun bangsa ini menjadi hilang 7
http://www.gatra.com/artikel.php?id=99423, Geger Jalur Narkoba Teluk Naga, 7 September
8
Ibid
2006.
Universitas Sumatera Utara
semangat, kepribadian, hati nurani, moral bahkan jiwa, bila para orang tua, pendidik dan pemerintah masih bersikap masa bodoh dengan apa yang telah terjadi saat ini. Efektifitas hukum dalam penanggulangan narkotika dan psikotropika itu tergantung pada peranan penegak hukum dan peran serta masyarakat yang memegang peranan utama dalam penegakan hukum.9 Oleh karena itu penanganan kejahatan ini harus diutamakan oleh aparat penegak hukum (perkara prioritas : Pasal 74 ayat (1). UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika) dibandingkan perkara lainnya. Fungsi hukum yang dapat dijalankan didalam masyarakat, yaitu pertama sebagai sarana kontrol sosial dan kedua sebagai sarana untuk melakukan perubahan, sebagai sarana kontrol sosial maka hukum bertugas untuk menjaga agar masyarakat tetap dapat berada di dalam pola-pola tingkah laku yang diterima olehnya. Di dalam peranannya yang demikian ini hukum hanya mempertahankan saja apa yang telah menjadi sesuatu yang tetap dan diterima di dalam masyarakat atau hukum sebagai penjaga status quo.Tetapi diluar itu hukum masih dapat menjalankan fungsinya yang lain, yaitu dengan tujuan untuk mengadakan perubahan-perubahan di dalam masyarakat.10 Perundang-undangan dapat dilihat sebagai suatu aktivitas yang bersifat formal yuridis. Dalam pandangan ini maka ia dilihat sebagai suatu aktivitas untuk merumuskan secara tertib, menurut prosedur yang telah ditentukan, apa yang menjadi kehendak masyarakat. Dengan demikian maka ukuran-ukuran yang dipakai untuk
9
Siswantoro Sunarso, Penegakan Hukum Psikotropika, Dalam Kajian Sosiologi Hukum, Jakarta : Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, 2004. hal. 93 10 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : Penerbit CV Rajawali, 1983. hal 84.
Universitas Sumatera Utara
menilai pekerjaan lembaga perundang-undangan ini adalah bersifat normatif, yaitu apakah ia sesuai dengan norma-norma hukum yang mengatur tentang peranan dan kegiatannya. Tetapi ia dapat pula didekati dari sudut sosiologi, yang terutama melihat kedudukan dan peranan yang diberikan oleh masyarakat kepada lembaga tersebut. Dengan demikian, maka akan diamati hubungan timbal balik antara lembaga dan aktivitas perundang-undangan dengan masyarakat dimana ia berada.11 Dalam perspektif hukum sebagai sarana kontrol terhadap penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika yang akhir ini meresahkan masyarakat apakah ini merupakan suatu lemahnya kontrol hukum terhadap adanya reaksi masyarakat menghadapi ekses Narkotika dan Psikotropika. Perilaku kebrutalan warga masyarakat sudah sampai pada taraf yang keras dan tegas, malah menjurus ke arah “pengadilan rakyat”. Dari sumber media massa, tindakan kegemaran warga sudah ditunjukkan dengan langsung menyerang sumber Narkotika dan Psikotropika, membakar rumah sarang pengedar Narkotika dan Psikotropika, sampai tindakan yang lebih keras lagi, yakni menangkap dan “membakar” orang yang dituduh pengedar Narkotika dan Psikotropika. Apa lagi dalam penegakkan hukum selama ini tindakan yang telah diberikan kepada para pelaku yang tertangkap, tidak juga membuat peredaran Narkotika dan Psikotropika menjadi surut dan para pelakunya tidak menjadi jera untuk mengulangi tindak pidana yang sama. Terutama hukuman yang dijatuhkan pada pelaku yang hanya berposisi sebagai pengguna Narkotika dan Psikotropika. Dalam putusan yang 11
Ibid.hal 85
Universitas Sumatera Utara
dijatuhkan oleh Pengadilan jarang sekali memuat hal terapi dan rehabilitasi bagi terpidana Narkotika dan Psikotropika (pengguna). Padahal menurut Pasal 103 UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dikatakan Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat : a. Memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan apabila pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika, atau, b. Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan atau perawatan, apabila pecandu narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika. Sedangkan untuk kasus psikotropika pada pasal 41 UU No. 5 tahun 1997 berbunyi : Pengguna psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang psikotropika dapat diperintahkan oleh hakim yang memutuskan perkara tersebut untuk menjalani pengobatan dan/atau perawatan. Teori tentang tujuan pemidanaan yang berkisar pada perbedaan hakekat ide dasar tentang pemidanaan dapat dilihat dari beberapa pandangan. Herbert L. Packer menyatakan bahwa ada dua pandangan konseptual yang masing-masing mempunyai implikasi moral yang berbeda satu sama lain, yakni pandangan retributif (retributive view) dan pandangan utilitarian (utilitarian view). Pandangan retributif mengandaikan pemidanaan sebagai ganjaran negatif terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
oleh warga masyarakat sehingga pandangan ini melihat pemindanaan hanya sebagai pembalasan terhadap kesalahan yang dilakukan atas dasar tanggung jawab moralnya masing-masing. Pandangan ini dikatakan bersifat melihat ke belakang (backwardlooking). Pandangan untilitarian melihat pemidanaan dari segi manfaat atau kegunaannya dimana yang dilihat adalah situasi atau keadaan yang ingin dihasilkan dengan dijatuhkannya pidana itu. Di satu pihak, pemidanaan dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau tingkah laku terpidana dan di pihak lain pemidanaan itu juga dimaksudkan untuk mencegah orang lain dari kemungkinan melakukan perbuatan yang serupa. Pandangan ini dikatakan berorientasi ke depan (forward-looking) dan sekaligus mempunyai sifat pencegahan (detterence).12 Sementara Muladi membagi teori-teori tentang tujuan pemidanaan menjadi 3 kelompok yakni : a) Teori absolut (retributif); b) Teori teleologis; dan c) Teori retributif teleologis. Teori absolut memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan sehingga berorientasi pada perbuatan dan terletak pada terjadinya kejahatan itu sendiri. Teori ini mengedepankan bahwa sanksi dalam hukum pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan sesuatu kejahatan yang merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan sehingga sanksi bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadilan. Teori teleologis (tujuan) memandang bahwa pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi sarana mencapai tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan 12
Ibid., hal 35.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat. Sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan, maka bukan bertujuan untuk pemuasan absolut atas keadilan.
2. Kerangka Konsep Konseptual adalah merupakan definisi dari operasional berbagai istilah yang dipergunakan dalam tulisan ini. Sebagaimana dikemukakan M. Solly Lubis, bahwa kerangka konsep adalah merupakan konstruksi konsep secara internal pada pembaca yang mendapat stimulasi dan dorongan konseptual dari bacaan dan tinjauan bacaan. 13 Adapun definisi operasional dari berbagai istilah tersebut adalah sebagai berikut di bawah ini : Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan.14
13 14
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, Pasal 1 angka 1.
Universitas Sumatera Utara
Psiktropika Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.15
G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif, yakni bagaimana hukum didayagunakan sebagai instrumen mewujudkan penerapan rehabilitasi terhadap pelaku tindak pidana narkotika dan psikotropika. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, artinya metode pendekatan ini dipergunakan bertitik tolak dan menganalisis terhadap penerapan peraturan perundang-undangan tentang Narkotika dan Psikotropika dalam hal pelaksanaan rehabilitasi terhadap pelaku tindak pidana Narkotika dan Psikotropika yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan. 2. Sumber Data Adapun sumber data yang dipergunakan untuk mendukung penelitian ini adalah data sekunder, yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, yaitu : a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum yang diperoleh melalui kepustakaan (library research) yaitu sebagai teknik untuk mendapatkan informasi melalui penelusuran peraturan 15
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Pasal 1 angka 1.
Universitas Sumatera Utara
perundang-undangan, bacaan lain yang ada relevansinya dengan bahan hukum utama dan mengikat yang mencakup Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan-bahan yang ada kaitannya dengan bahan hukum primer, berupa literatur bahan bacaan berupa buku, artikel dan kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. c. Bahan Hukum Tertier Bahan-bahan hukum tertier, berupa tulisan tulisan ilmiah lainnya yang relevan sebagai bahan pelengkap penulisan meliputi : kliping Koran, makalah seminar Narkotika dan Psikotropika, serta situs Internet.
3. Alat Pengumpulan dan Jenis Data Alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah : 1. Untuk memperoleh data sekunder dipergunakan studi kepustakaan, untuk mempelajari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan teori-teori serta asas-asas hukum, literatur, hasil penelitian yang berhubungan dengan materi penelitian. 2. Sedangkan untuk memperoleh data yang bersifat primer dilakukan dengan cara Wawancara kepada narasumber yang terkait, terutama kepada instansi yang berhubungan dengan materi penelitian.
Universitas Sumatera Utara
4. Analisis Data Data sekunder yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan cara kualitatif sebagai prosedur penelitian yang bersifat deskriptif. Sedangkan data primer terlebih dahulu diedit dan ditabulasi, kemudian diuraikan sesuai dengan teori yang ada. Sehingga dalam analisis ini akan diperoleh gambaran dari masalah yang diajukan, dan dapat diberikan solusinya.
Universitas Sumatera Utara