BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah penyalahgunaan narkoba dan peredaran gelap narkoba di Indonesia memerlukan pemecahan bersama, melibatkan seluruh pemangku kebijakan dan seluruh komponen masyarakat. Hal ini harus dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait, baik sektor pemerintah maupun swasta. Dari hasil Survei Nasional yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Universitas Indonesia Tahun 2011 tentang Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, prevalensi penyalahguna narkoba telah mencapai 2,2% atau sekitar 4,2 juta orang dari total populasi penduduk berusia 10-60 tahun. Hal ini mengalami peningkatan sebesar 0,21% bila dibandingkan dengan prevalensi pada Tahun 2008, yaitu sebesar 1,99 % atau sekitar 3,3 juta orang. Dengan semakin maraknya peredaran gelap Narkoba, maka diestimasikan jumlah penyalahguna Narkoba akan meningkat 4,58 juta pada tahun 2013 dan 5,8 juta orang pada Tahun 2015, sedangkan di Tahun 2019 prevalensinya menjadi 4,9% atau setara dengan 7,4 juta orang (Badan Narkotika Nasional, 2013). Bali sendiri menjadi salah satu daerah yang rentan terhadap penyalahgunaan narkoba. Bali dalam perkembangannya menjadi daerah yang terbuka bagi transaksi dan peredaran berbagai jenis narkoba. Jumlah kasus Narkoba di Bali yang terungkap pada Tahun 2012 sudah mencapai 862 kasus dan menduduki peringkat X dari 33 propinsi yang ada. Jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih dari itu, mengingat maraknya peredaran narkoba di 1
2
Bali. Pada Tahun 2014 kasus narkoba yang terungkap di Kota Denpasar berjumlah 191 kasus. Untuk bulan Januari Tahun 2015 saja, jumlah kasus narkoba di Kota Denpasar sudah mencapai 37 kasus. Salah satu faktor tingginya kasus narkoba di Kota Denpasar yakni keberadaan Kota Denpasar sebagai ibukota provinsi Bali. Layaknya kota besar pada umumnya, Kota Denpasar juga menjadi daya tarik urbanisasi, sehingga Kota Denpasar menjadi rawan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (BNN Kota Denpasar, 2015). Hasil survei juga menunjukkan terdapat dua kelompok yang memberikan kontribusi terbesar secara absolut dalam jumlah penyalahgunaan narkoba, yaitu kelompok pekerja sebesar 70% dan pelajar sebesar 22%. Tingginya penyalahguna di kelompok pekerja mengingat kelompok pekerja secara ekonomi memiliki kemampuan finansial, tekanan pekerjaan, doping untuk meningkatkan stamina kerja, dan atau dari sejak awal (sebelum kerja) telah menjadi penyalahguna narkoba (Badan Narkotika Nasional, 2011). Situasi narkoba di tanah air yang semakin memprihatinkan ini, membuat Pemerintah melalui Badan Narkotika Nasional (BNN) mencanangkan target “Indonesia Bebas Narkoba” melalui program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Untuk mencapai sasaran program P4GN secara lebih terarah, maka ditetapkannya pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional (Jaktranas) P4GN Tahun 2011-2015 melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011. Inpres ini berlaku sejak tanggal dikeuarkannya yaitu tanggal 27 Juni 2011. Inpres No. 12 Tahun 2011 ini dikeluarkan sebagai bentuk komitmen bersama seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Dalam Inpres ini
3
tertuang rencana aksi nasional P4GN Tahun 2011-2015 yang melibatkan seluruh komponen masyarakat, dimana salah satu tujuannya yaitu menjadikan para pekerja memiliki pola pikir, sikap dan terampil menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba serta menciptakan lingkungan kerja bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Inpres No. 12 Tahun 2011 ini telah disosialisasikan oleh BNN di seluruh Indonesia melalui advokasi P4GN tentang Implementasi Inpres No.12 Tahun 2011 baik di Instansi Pemerintah maupun Swasta. Advokasi digunakan sebagai sarana untuk menyebarluaskan dan menyampaikan amanat yang tertuang dalam Inpres No. 12 Tahun 2011 kepada stakeholder atau pemegang kebijakan di instansi terkait, sehingga rencana aksi dapat dilaksanakan secara bersamasama, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing. Selain itu, advokasi ini juga sebagai upaya meningkatkan komitmen para penentu kebijakan terhadap pelaksanaan program P4GN dan kegiatan yang mendorong tersedianya kebijakan publik yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat untuk mendukung setiap upaya P4GN melalui implementasi Inpres No. 12 Tahun 2011 di instansinya (Badan Narkotika Nasional, 2011). BNN Kota Denpasar sebagai perpanjangan tangan BNN di daerah juga telah melaksanakan advokasi P4GN tentang implementasi Inpres No. 12 Tahun 2011 sejak Tahun Anggaran 2012-2014. BNN Kota Denpasar telah melaksanakan advokasi ini di 28 Instansi se-Kota Denpasar, baik Instansi Pemerintah maupun Swasta, dan diharapkan setelah kegiatan advokasi ini instansi kerja terkait mampu dan dapat mengembangkan strategi-strategi pencegahan penyalahgunaan narkoba untuk mengambil perannya dalam upaya bersama mewujudkan lingkungan kerja bebas narkoba di instansi terkait
4
sehingga Inpres No. 12 Tahun 2011 dapat di implementasikan sesuai tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing. Namun, dari kegiatan ini belum pernah diadakannya evaluasi tentang implementasi Inpres No. 12 Tahun 2011 yang di wujudkan dalam kegiatan nyata di dalam lingkungan instansi bersangkutan guna mendukung program P4GN. Melihat penting dilaksanakannya evaluasi dalam pelaksanaan suatu kegiatan, maka peniliti tertarik untuk meneliti mengenai Evaluasi Implementasi Inpres No. 12 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Program Pencegahan dan Penyalahgunaan Peredran Gelap Narkoba pada Instansi Pemerintah dan Swasta di Kota Denpasar.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, diketahui bahwa kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba yang tinggi di Kota Denpasar memerlukan pemecahan bersama. Salah satunya yaitu dengan advokasi P4GN tentang Implementasi Inpres No. 12 Tahun 2011 tentang pelaksanaan Jaktranas P4GN Tahun 2011-2015 pada Instansi Pemerintah dan Swasta di Kota Denpasar. BNN Kota Denpasar telah melakukan advokasi ini sejak tahun 2012-2014, dengan harapan bahwa instansi yang telah mendapatkan advokasi mampu mengimplementasikan Inpres No. 12 Tahun 2011
ini di Instansinya. Namun belum pernah dilakukan evaluasi untuk
mengetahui bagaimana Implementasi Inpres No. 12 Tahun 2011 di Instansinya.
5
1.3
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka pertanyaan penelitian yang diajukan peneliti adalah “Bagaimana implementasi Inpres No. 12 Tahun 2011 pada Instansi Pemerintah dan Swasta di Kota Denpasar?”
1.4
Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui implementasi Inpres No. 12 Tahun 2011 pada Instansi Pemerintah dan Swasta di Kota Denpasar. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.
Untuk mengetahui gambaran ketersediaan input, proses dan output dalam rangka implementasi Inpres No. 12 Tahun 2011 di Instansi Pemerintah dan Swasta
2.
Untuk mengetahui proses implementasi Inpres No. 12 Tahun 2011 di Instansi Pemerintah dan Swasta
3.
Untuk
mengetahui
faktor
penghambat
dan
pendukung
dalam
implementasi Inpres No. 12 Tahun 2011 di Instansi Pemerintah dan Swasta
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap khasanah keilmuan yaitu menambah pengetahuan dan memperluas wawasan terkait evaluasi implementasi Inpres No. 12 Tahun 2011 di pada Instansi
6
Pemerintah dan Swasta di Kota Denpasar serta hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya. 1.5.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada instansi BNN Kota Denpasar dalam menentukan intervensi selanjutnya dalam implementasi Inpres No. 12 Tahun 2011 pada Instansi Pemerintah dan Swasta di Kota Denpasar.
1.6
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang administrasi dan kebijakan kesehatan mengenai evaluasi implementasi Inpres No. 12 Tahun 2011 tentang pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba Tahun 2011-2015 pada Instansi Pemerintah dan Swasta.