BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lain (NAPZA) atau dikenal dengan Narkoba telah ada sejak peradaban Mesir kuno dan penggunaannya ditujukan untuk pengobatan, mengubah pikiran, suasana hati, atau perasaan, dan perilaku seseorang. Bangsa Assyrians, India, dan Nepal telah menggunakan Cannabis sebagai penawar racun (Russo, 2007). NAPZA dalam jumlah kecil bisa berfungsi sebagai obat namun saat ini fungsinya telah banyak disalahgunakan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan pemakaian NAPZA terus menerus dan berlebihan dapat mengakibatkan ketergantungan fisik dan atau psikologis, dan dapat menyebabkan kerusakan sistem saraf dan organ penting lainnya (Depkes, 2010). Masalah
penyalahgunaan
NAPZA di
Indonesia saat
ini
sangat
memprihatinkan berbagai kalangan dan telah menjadi ancaman nasional yang perlu mendapatkan perhatian yang serius oleh segenap elemen bangsa. Salah satu kelompok yang rentan untuk ikut terbawa arus adalah para remaja, hal ini disebabkan karena mereka memiliki karakteristik tersendiri yang unik dan labil, sedang pada taraf mencari identitas, mengalami masa transisi dari remaja menuju dewasa dan sebagainya. Menurut World Health Organization (WHO, 1998) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10 - 19 tahun. Sekitar sembilan ratus juta berada di negara sedang berkembang. Data demografi di Amerika Serikat
1
menunjukkan jumlah remaja berumur 10 - 19 tahun sekitar 15 % populasi. Di Asia Pasifik jumlah penduduknya merupakan 60 % dari penduduk dunia, seperlimanya adalah remaja umur 10 - 19 tahun. Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik kelompok umur 10 - 19 tahun adalah 22 %, yang terdiri dari 50,9 % remaja laki - laki dan 49,1 % remaja perempuan (Soetjiningsih, 2010). Hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2011 menunjukkan angka prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia telah mencapai 2,2% atau sekitar 3,8 juta orang dari total penduduk berusia 10 samapi 60 tahun. Sekarang narkoba sudah merambah ke seluruh tingkatan, tidak saja orang dewasa, tapi anak-anak dan remaja. Sekitar 21,2% tersangka kasus NAPZA berada pada kelompok umur 16 – 24 tahun. Prevalensi penyalahguna NAPZA tertinggi adalah anak jalanan yaitu 28,2%. Jumlah penyalahguna narkoba di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sudah begitu marak, bahkan angka prevalensinya lebih tinggi dari prevalensi nasional yaitu 2,8%. Ganja, shabu dan miras adalah jenis NAPZA terbanyak yang disalahgunakan di Indonesia pada tahun 2011, sedangkan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang terbanyak adalah shabu dan ganja. Survei Harm Reduction Dinas Kesehatan DIY (2012) menunjukkan penyalahgunaan NAPZA suntik terbanyak pertama adalah heroin dan benzodiazepine di urutan kedua. Peredaran narkoba banyak melibatkan remaja jalanan yang berada di jalanan maupun tempat-tempat umum, melakukan kegiatan tidak menentu, tidak jelas, dan membahayakan dirinya sendiri maupun ketertiban umum. Keadaan sosial ekonomi keluarga yang tidak menguntungkan menyebabkan anak-anak
2
terpaksa keluar rumah membantu mencari nafkah. Usia dan tingkat pendidikan atau keahlian anak-anak tersebut sangat terbatas, sehingga mereka hanya bisa bekerja di sektor informal yang bersifat terbuka seperti pedagang asongan di jalanan dan tempat umum lainnya, menjadi pengamen, tukang semir sepatu, tukang parkir, dan lain-lain. Data anak jalanan Yogyakarta pada tahun 2003 yang diperoleh dari data PKBI berdasarkan jenis kelamin, yaitu laki-laki 79.51%, perempuan 17.48%, lain-lain 1.94% (PKBI Yogya, 2003). Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyebutkan pada tahun 2004 sebanyak 92,8 persen anak jalanan terlibat dalam penjualan obat-obatan terlarang. Dinas Sosial Propinsi DIY hingga akhir tahun 2004 menemukan 5.561 orang pengguna narkoba, 28 % di antara mereka yang terlibat adalah remaja berusia 17 – 24 tahun. Penyalahgunaan NAPZA diketahui berpengaruh terhadap status gizi dan ini berhubungan dengan defisiensi beberapa nutrien dan kondisi malnutrisi (Ross et al., 2012). Berat badan dan indeks massa tubuh (IMT) menurun, khususnya pada penyalahguna kokain, akibat nafsu makan, pola diet atau intake makanan yang buruk serta peningkatan metabolisme dan hiperaktivitas (Forrester et al., 2006). Neiman et al., (2000) menyatakan penyalahgunaan NAPZA dapat menyebabkan kerusakan saraf tepi yang permanen. Penyalahgunaan heroin bisa mengakibatkan polineuropati toksik, sedangkan N-hexane menyebabkan neuropati perifer berupa aksonopati distal pada para petrol sniffers. Inhalan paling banyak disalahgunakan oleh anak dan remaja karena mudah didapatkan dan paling murah dibandingkan jenis NAPZA lainnya. Prevalensi penggunaan inhalan pada remaja laki-laki lebih tinggi dari prevalensi penggunaan ganja, khususnya pada kondisi
3
sosial ekonomi lemah, kemiskinan, anak jalanan, kekerasan pada anak dan putus sekolah. Penelitian Ammendola et al., (2001) menyatakan bahwa pada alkoholisme kronik terjadi kerusakan saraf motorik dan sensorik dengan karakteristik degenerasi aksonal, terutama mengenai saraf sensorik pada tungkai. Chang et al., (2001) menyatakan bahwa status nutrisi khususnya thiamin, riboflavin, pyridoxin dan asam folat pada penyalahguna alkohol dan perokok sigaret sangat menurun sehingga mempengaruhi sintesis neurotransmiter dan menyebabkan gangguan fungsi neuron. Koike et al., (2012) melaporkan bahwa adanya defisiensi asam folat pada pasien alkoholik kronik dengan gejala klinis polineuropati, disertai defisiensi thiamin, riboflavin dan cobalamin akibat gangguan intake, absorpsi dan metabolismenya. Sampai saat ini penelitian mengenai penyalahgunaan NAPZA sebagai faktor risiko neuropati perifer khususnya pada remaja jalanan belum pernah dilakukan. Penelitian yang ada sebatas gambaran status nutrisi vitamin B dan asam folat hubungannya dengan neuropati perifer pada penyalahguna Narkoba.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan beberapa masalah yaitu : 1. Prevalensi penyalahgunaan NAPZA semakin meningkat di kalangan remaja.
4
2. Penyalahgunaan NAPZA dalam jangka lama dapat menyebabkan gangguan neuropati perifer. C. Pertanyaan Penelitian 1. Apakah penyalahgunaan NAPZA sebagai faktor risiko neuropati perifer pada remaja jalanan? 2. Apakah lama penyalahgunaan dan jumlah NAPZA yang disalahgunakan sebagai faktor risiko neuropati perifer pada remaja jalanan penyalahguna NAPZA? D. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui penyalahgunaan NAPZA sebagai faktor risiko terjadinya neuropati perifer pada remaja jalanan. 2. Mengetahui
lama
penyalahgunaan
dan
jumlah
NAPZA
yang
disalahgunakan sebagai faktor risiko neuropati perifer pada remaja jalanan penyalahguna NAPZA. E. Manfaat Penelitian 1.
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahaya yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan NAPZA terhadap kerusakan saraf tepi penggunanya.
2.
Memberikan sumbangan informasi kepada pengambil kebijakan dalam penanganan remaja jalanan penyalahguna NAPZA.
3.
Membantu klinisi dalam menangani gangguan neuropati perifer pada penyalahgunaan NAPZA.
4.
Memberikan
sumbangan
bagi
kemajuan
meurotoksikologi.
5
ilmu
pengetahuan
bidang
F. Keaslian Penelitian Beberapa
penelitian
yang
pernah
dilakukan
untuk
mengetahui
penyalahgunaan NAPZA sebagai faktor risiko neuropati perifer dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini: Tabel 1. Keaslian Penelitian Penelitian Ross et al., (2012)
Judul Prevalence of malnutrition and nutritional risk factors in patients undergoing alcohol and drug treatment The effect of drug abuse on body mass index in Hispanics with and without HIV infection
Metode Cross sectional Subjek: 67 pecandu alkohol, opioid, benzodiazepin dan amphetamin Prospective cohort study Subjek: 286 subjek drug abuser.
Alat Ukur Subjective Global Assesment (SGA), Simplified Nutritional Appetite Questionnaire (SNAQ)
Hasil Sebanyak 24% subjek menderita mild/moderate malnutrisi, 88% memiliki nafsu makan dan diet yang buruk.
Interview dengan kuesioner, body composition, REE, malabsorption test, infeksi HIV & Hepatitis
Ammendo la et al.,(2001)
Peripheral neuropathy in chronic alcoholism: A retrospective cross-sectional study
Retrospective cross-sectional Subjek: 76 pasien alkoholik kronik
Kuesioner, Neuropathy Symptom Score (NSS), Neurological Disability Score (NDS), Total Lifetime Dose of Ethanol (TLDE), elektroneurografi
Chang et al., (2001)
Nutritional state of vitamin B in elderly with alcohol and cigarette smoking in rural areas of Korea
Case control study Subjek: 17 pecandu alkohol dan rokok
Interview, kalkulasi intake energi dan nutrien, mengukur kadar vitamin thiamin, riboflavin, pyridoxin dan folat.
Penyalahguna kokain tunggal atau kombinasi dengan opioid berhubungan dengan berat bada dan Body Mass Index (BMI) yang rendah pada pria. Alkoholik kronik menyebabkan neuropati perifer tipe degenerasi aksonal pada serabut saraf motorik dan sensorik terutama tungkai. Faktor risiko neuropati meliputi riwayat alkoholisme pada keluarga, durasi, TLDE dan malnutrisi. Pecandu alkohol dan rokok memiliki kadar thiamin, riboflavin, pyridoxin dan folat lebih rendah dibandingkan kelompok nonalcoholic dan nonsmoker.
Forrester et al., (2004)
6
Koike et al., (2012)
The significance of folate deficiency in alcoholic and nutritional neuropathies: analysis of a case
Case report Subjek: wanita 33 tahun, pecandu alkohol dengan glove and stocking type polineuropati.
Nerve conduction study, kadar thiamin, riboflavin, cobalamin, folat, hemoglobine, test fungsi hati
Penelitian ini
Penyalahgunaan NAPZA sebagai faktor risiko neuropati perifer pada remaja jalanan di DIY
Case-control Subjek: remaja jalanan
Interview/kuesion er, skor CRAFFT, mTNS
Terdapat defisiensi asam folat dan anemia makrositik pada pasien alkoholik kronik dengan klinis polineuropati, sedangkan kadar thiamin, riboflavin dan cobalamin normal. -
Berdasarkan penelusuran, penelitian mengenai penyalahgunaan NAPZA sebagai faktor risiko neuropati perifer pada remaja jalanan di Indonesia belum pernah dilakukan.
7