BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Berbicara mengenai narkoba, sering terdengar beberapa akronim yang berkaitan dengan hal tersebut, misalnya : NAZA ( Narkotika dan Zat Adiktif) : NAPZA ( Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif) dari akronim NAPZAM, yang mempunyai arti lebih lengkap dibanding yang pertama maka obat yang dianggap berbahaya adalah narkotika, alkohol psikotropika dan zat adiktif karena psikotropika dan narkotika digolongkan dalam obat-obat atau yang berbahaya bagi kesehatan maka mengenai produksi pengadaan, peredaraan, penyaluran, penyerahan ekspor dan impor obat-obat tersebut diatur dalam undang-undang ketentuan yang mengatur narkotika dan psikotropika terdapat dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikoropika: Undang- undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Sedangkan Zat adikitif, disinggung dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan pengertian Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku ( Pasal 1 angka 1 UU 5./ Th. 1997). 1 Pengertian Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintensis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, (Pasal 1 angka 1 UU 22./Th. 1997). Sedangkan pengertian zat adiktif adalah bahan yang penggunaanya dapat menimbulkan ketergantugan psikis, (Pasal 1 angka 12 UU 23./Th.1992). selanjutnya pengamanan penggunaan 1
Drs. Hari Sasangka, SH.,MH, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2003, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
produksi dan peredaran diatur dalam pasal 44 undang-undang tersebut. Penggunaaan narkoba bagi orang awam atau orang yang kurang mengerti, tentu saja dapat dipahami. Tetapi bagi seeorang yang mengkonsumsi narkoba, yang sebelumnya sudah mengetahui akibat-akibatnya adalah di luar nalar kita. Lalu apakah yang mendorong mereka untuk mengkonsumsi. Menurut GRAHAM BLAINE seorang psikiater (M. RIDHA MA’ ROEF, 1976, : 63) sebab-sebab penyalagunaan narkotika ialah 2 : 1.
Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya, dan mempuyai resiko, misalnya ngebut, berkelahi atau bergaul dengan wanita ;
2.
Untuk menetang suatu otoritas terhadap orang tua, guru, hukum atau intansi yang berwenang ;
3.
Untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan sexsual;
4.
Untuk melepaskan diri dari rasa kesepian dan ingin memperoleh pengalaman-pengalaman emosional;
5.
Untuk berusaha agar dapat menemukan arti hidup ;
6.
Untuk mengisi kekosongan dan mengisi perasaan bosan, karena kurang kesibukan;
7.
Untuk menghilangkan rasa frustasi dan kegelisahan yang disebabkan oleh problema yang tidak bisa diatasi dan jalan pikiran yang buntu, terutama bagi mereka yang mempunyai kepribadian yang tidak harmonis ;
8.
Untuk mengikuti kemauan kawan dan untuk memupuk solidaritas dengan kawa-kawan ;
9.
Karena didorong rasa ingin tahu ( curiosity ) dan karena iseng ( just for kicks ) Dari sekian sebab-sebab penggunaan narkotika secara tidak legal yang dilakukan oleh
para remaja dapatlah dikelompokan dalam tiga keinginan, yaitu :
2
Ibid, hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
1.
Mereka yang ingin mengalami ( the experience seekers) yaitu yang ingin mempeloleh pengalaman baru dan sensasi dari akibat pemakaian narkotika;
2.
Mereka yang dimaksud menjauhi atau mengelakkan realita hidup ( the oblivion seekers) yaitu mereka yang menganggap keadaan terbius sebagai tempat pelarian terindah dan ternyaman;
3.
Mereka yang ingin merubah kepribadiannya (personality change) yaitu mereka yang beranggapan menggunakan narkotika dapat berubah kepribadian, seperti untuk menjadi berani, untuk menghilangkan rasa malu, menjadi tidak kaku pergaualan dan lain-lain. Dikalangan orang-orang dewasa dan yang telah lanjut usia menggunakan narkotika
dengan sebab-sebab antra lain sebagai berikut: 1.
Menghilangkan rasa sakit dan penyakit kronis seperti asma, TBC, dan lain-lain ;
2.
Menjadi kebiasaan ( akibat penyembuhan dan menghilangkan rasa sakit tersebut ;
3.
Perlarian dari frustasi ;
4.
Meningkatkan kesanggupan untuk berprestasi ( biasanya zat perangsang) ; Mengingat harga obat – obat narkotika yang mahal, maka tidak semua orang bisa dibeli
membelinya. Oleh karena itu penggunaan narkotika dan psikotropika jenis-jenis yang mahal harganya juga untuk menujukkan kelas tersendiri bagi pemakainya serta merupakan sebagain dari gaya hidup kelas tersebut. Menurut dr. Dharmawan dalam seminar sehari dampak ketergantugan obat terhadap perilaku serta upayah pencegahan dan rehabilitasinya di Universitas Surabaya pada bulan Agustus 1999 di dalam pemakaian obat-obatan berbahaya terdapat tahapan-tahapan mula-mula mereka hanya coba – coba ( experimental use) dengan alasan untuk menghilangkan rasa susah, mencari rasa nyaman, enak atau sekedar memenuhi rasa ingin tahu.
Universitas Sumatera Utara
Sebagian tidak meneruskan sebagai pencandu NAPZA, namun lagi akan meneruskan menjadi social use. Mereka menggunakan NAPZA untuk mengisi kekosongan waktu senggang, kongkow-kongkow atau pada waktu pesta. Ada pula yang bersifat situasional use, menggunakan NAPZA saat stress, kecewa, sedih dan sebagainya yang bertujuan untuk menghilangkan perasaan – perasaan tersebut. Sampai tahap ini mereka masih bisa mengedalikan “ hasrat” nya. Tahap yang menentukan apakah ia akan menjadi pengguna tetap NAPZA. Saat itu mereka tidak mempunyai pegangan, dalam keadaan lepas kontrol muncullah dependence use (ketergantungan). Tahap kecanduan berkelanjutan sampai tubuh menjadi terbiasa. Timbul keinginan menambah dosis, sampai menjadi ketergantungan secara fisik. Si pecandu harus dan akan melakukan apapun yang perlu dilakukannya guna mempeloleh NAPZA yang diinginkannya. Efek dari berbagai macam narkoba sangat beragam yang umum memakai suntikan, sehingga terdapat bekas alat suntik di lengan atau paha. Untuk menyembunyikanya, kebanyakan yang bersangkutan suka memakai lengan panjang. Untuk menyembunyikan bekas suntikan ada yang menyuntikkan dibawah lidah dan ada yang di sekitar kemaluanya. Kalau orangnya sangat sadar, berani, gembira, agresif, mungkin ia menggunakan obat perangsang cocain, ecstasy (inex) atau shabu. Tetapi jika orang mengantuk, setengah sadar, tidak komunikatif dan tidak responsif, biasanya memakain obat penekan ( antidepressant), candu, morfin, heroin ( narkotika), juga obat tidur. Bagi orang tua atau guru pada saat ini, perlu kewaspadaan terhadap anak-anak yang menjadi tanggung jawab. Bagi pengguna narkoba, ada perubahan perilaku. Perubahan perilaku tersebut dapat dikenali oleh orang – orang di sekitarnya. Bagi orang tua atau guru yang menemukan tanda-tanda tersebut, ada kemungkinan anak-anak yang bersangkutan mempunyai masalah dengan narkoba. Jiwa manusia adalah
Universitas Sumatera Utara
bagaikan bangunan sistem yang bersifat terbuka banyak peristiwa atau keadaan yang setiap hari berpengaruh terhadap dirinya. Akan tetapi selaku sistem yang terbuka, tidak semua yang dapat berpengaruh tersebut dapat mempengaruhi, artinya ada yang tidak terpengaruh , ada yang lambat terpengaruh dan ada yang sangat cepat terpengaruh. Menurut dr. Nalini Muhdi, SpKJ. Psikiater RSUD Dr. Soetomo Surabaya, ada kelompok-kelompok
yang potensial, yang mudah
terpengaruh Narkoba. Kelompok primair yaitu kelompok yang mengalami masalah kejiwaan. Penyebabnya bisa karena kecemasan, depresi dan ketidakmampuan menerima kenyataan hidup yang diajalani. Dan hal diperparah lagi karena mereka ini biasanya orang yang memiliki kepribadian infrofet atau tertutup. Dengan jalan mengkonsumsi obat-obatan atau sesuatu diyakini bisa membuat terlepas dari masalah, kendati hanya sementara waktu. Kelompok primair sangat mudah dipengaruhi untuk mencoba narkoba, jika dilingkungan pergaulannya menunjang dia memakai narkoba. Kelompok sekunder yaitu, kelompok mereka yang mempunyai sifat anti sosial. kepribadian selalu bertentangan dengan norma-norma masyarakat. Sifat egosentris sangat kental dalam dirinya. Akibatnya dia melakukan apa saja semuanya. 3 Perilaku ini disamping sebagai konsumen juga dapat sebagai konsumen juga dapat pengedar. Ini merupakan pencerminan pribadi yang ingin mempengaruhi dan tidak senang jika ada orang lain merasakan kebahagiaan ini harus kita waspadai. Kelompok tertier adalah, kelompok ketergantugan yang bersifat reaktif. Biasanya terjadi pada para remaja yang labil dan mudah terpengaruh dengan kondisi lingkungannya. Juga pada mereka yang yang kebingungan mencari indentitas diri, selain mungkin adanya ancaman dari pihak tertentu untuk ikut mengkonsumsi narkoba.
3
Ibid, hal. 10;
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengatasi permasalahan kencanduaan narkoba, penanganannya berbeda-beda. Untuk kelompok pertama dan kolompok ketiga dapat dilakukan dengan terapi yang serius dan intensive. Sedangkan untuk kelompok kedua, selain dilakukan terapi harus menjalani pidana penjara sesuai dengan besar kecilnya pelanggaran yang dilakukan. Misalnya terhadap bandar narkoba hanya di terapi, akan kecil sekali sembuhnya. Padahal mereka adalah kelompok yang paling berbahaya terhadap penyebaran narkoba. Secara umum ciri remaja tergolong beresiko tinggi sebagai pengguna narkoba, antara lain rendah diri, tertutup, mudah murung dan tertekan, mengalami hambatan psikososial, agresif destruktif, suka sensasi dan melakukan hal-hal yang berbahaya, sudah meokok di usua muda, serta kehidupan keluarga atau pribadi kurang religius. Mekanisme terjadinya penyalagunaan NAPZA, menurut penelitian HAWALI (1990), seperti yang dikutip “ PUDJI LESTARI (2000 : 3)” dikemukakan sebagai berikut: penyalahgunaan NAPZA terjadi oleh interaksi antara faktor-faktor predisposisi (kepribadiaan, kecemasan, depresi), faktor kontribusi (kondisi keluarga ), dan faktor pencetus (pengaruh teman kelompok sebaya/peer group dan zatnya itu sendiri). Selanjutnya dikemukakan bahwa penyalagunaan NAPZA adalah sesuatu proses gangguan mental adiktif. Pada dasarnya seorang penyalagunaan NAPZA adalah seorang yang mengalami gangguan jiwa (yaitu gangguan kepribadian, kecemasan dan atau depresi), sedangkan penyalagunaan NAPZA merupakan perkembagan lebih lanjut dari gangguan jiwa tersebut ; demikian pula dengan dampak sosial yang ditimbulkannya. Secara skematis proses terjadinya penyalah gunaan NAPZA seperti uraian yang di atas, di atas di dalam suatu pengobatan bertujuan untuk
mendapatkan efek terapeutik
yang
diinginkan ketetapan dosis di sisini menjadi penting. Arti tepat di sini tidak boleh terlalu rendah
Universitas Sumatera Utara
dan tidak boleh terlalu tinggi karena mengakibatkan keracuanan atau bahkan kematian efek terapeutik merupakan tujaun agar pasien menjadi sembuh. Di dalam penyalagunaan obat ( drug abuse), tolenransi juga akan terjadi pada seeorang pecandu. Untuk seorang pecandu, yang diharapkan dari penggunaan narkoba yang bersangkutan jika seeorang pecandu sudah biasa menggunakan narkoba dalam dosis tertentu, mereka akhirnya tidak puas dengan dosis semula, karena tubuh pecandu sudah menginginkan dosis yang lebih besar lagi. Menaikkan dosis sedemikian rupa tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan efek yang sama dan segera. Keadaan yang terus menerus menaikkan dosis tersebut mungkin tidak bisa dibatasi lagi, sehingga terjadi over dosis yang dapat menimbulkan kematian. Eskalasi adalah sesuatu keadaan yang membuat sorang pecandu untuk meningkatkan dari suatu zat kepada zat lain yang sifatnya lebih kuat lagi. Misalnya seeorang yang menggunakan ganjan ke morphine. Kemudian dari morphine ke heroin. Jelas di sini sangat membahayakan pecandu tersebut. Jika dalam toleransi adalah meningkatkan kwantitas maka dalam eskalasi yang ditingkatkan kwalitasnya. Apabila seeorang yang terlah tergantung dengan narkoba tertentu, kemudian tiba-tiba dihentikan secar mendadak maka akan menujukan gejala abstinesi. Gejala-gejala tesebut, berupa gangguan jasmani dan rohani jadi pengertian withdrawal adalah suatu keadaan yang serius dan kritis yang menggangu jasmani atau rohani pada seeorang yang ketagihan narkoba tertentu karena putus obat dalam waktu tertentu, kebutuhan tubuh akan akan narkoba yang bersangkutan dipenuhi kembali. Putus obat mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap diri si pemakaian atau masyarakat sekitarnya seeorang dalam keadaaan putus obat dengan morpihine sesuatu misalnya,
Universitas Sumatera Utara
maka akan timbul rasa sakit pada seluruh tubuh, terutama pada sendi dan tulang akan terasa sakit atau ngilu. Sedangkan tanda-tanda withdrwal lainnya akan menyusul. Untuk memenuhi kebutuhan akan narkoba, ia akan berbuat apa saja. Pertama kali untuk memenuhi kebutuhan mendapatkan uang pembeli narkoba , baik dengan cara halus dan memaksa. Untuk selajutnya jika dari keluarganyaa melakukan tindak pidana menipu, mencuri atau melacurkan diri. Disamping berpengaruh terhadap individu sendiri, pemakaian narkoba juga berpengaruh pulan bagi masyarakat luas. Akibat-akibat adanya pemakain narkoba, seeorang yang tanda-tanda menjadi pecandu narkoba, sebaiknya cepat-cepat dilakukan usaha-usaha yang maksimal. Dengan kata lain deteksi disini sangatlah berguna. Makin cepat seeorang pecandu berobat, tentu makin cepat baru berkenalan dengan narkoba dan pasokannya cukup, gejala- gejala khasya belum terlihat. Gejala-gejala tersebut baru kelihatan jika pemakain sudah lama menggunakan atau belum terjadi apa yang di sebut putus obat atau tersedatnya pasokan narkoba. Maka tak heran jika lingkungan keluarga baru mengetahui korban/pemakain narkoba sudah memekainya narkoba selama dua tahun. Deteksi disini untuk menolong pemakai narkoba untuk tidak sampai tahap lebih lanjut, yaitu tahap ketergantugan. Dari perubahan perilaku pemakai narkoba bisa dipakai sebagai alat dekteksi secara disini misalnya prestasi belajar menurut, pola tidur berubah yakni bagi sulit dibangunkan, malam suka tidur malam, selera makan rendah, enggan kontak mata atau menghindar dari pertemuan dengan anggota keluarganya lainnya sering bersikap kasar, suka bebohong, suka membatah, berani mencuri, bebicara pelo/kelat dan jalanya sempoyongan. Selain itu ada perubahan kebiasaan yang biasanya penuh perhatian terhadap orang tua atau dekatyaa menjadi acuh tak acuh. Anak suka berlama-lama di WC atau kamar mandi. Karena
Universitas Sumatera Utara
pemakain narkoba membutuhkan tempat- tempat tersembunyi. Gejala spesifik baru kelihatan jika mereka putus obat. Badanya akan terasa sakit, gelisah, kedinginan, menceret atau mual. Jika pasokan narkoba berajalan lancar, berbeda-beda. Seorang yang sudah terlanjur menjadi pecandu narkoba, akibat yang harus di tanggung olehnya sangat komplek. Penyembuhan terhadap diri sendiri tidak hanya saja sekedar menghentikan ketergantugan terhadap narkoba. Disamping meliputi terapi komplikasi medik, juga perlu dilakukan rehabilitasi sosial, mental dan emosional, endukasional, spritual, intelektual dan suvival skill yang dimiliki pecadu. Pendek kata untuk merehabilitasi seeorang yang terlanjur menjadi pecandu memelukan biaya yang tidak sedikit. Tahap detoksifikasi merupakan suatu tahapan untuk menghilangkan racun akibat narkoba yang dikonsumsi oleh pemakaian narkoba dari dalam tubuhnya upaya ini dapat dilakukan dengan cara menghentikan
penggunaanya menguragi pemakain narkoba yang
dikonsumsi atau menggantikannya dengan yang obat lain yang mempunyai efek serupa, tetapi kurang menimbulkan kenikmatan dan ketagihan. Tahap rehabilitasi dilakukan rehabilitasi pada pemakai narkoba baik secara phisik dan mental. Dalam tahap ini dokter, psycholong berusaha merehabilitasi secaa intepsip agar pemakai narkoba sehat seperti semula. Rehabilitasi phisik ditujukan agar pemakai narkoba normal dalam arti bisa berdiri sendiri, mempertahankan kemampuan atau keahilan yang dimilikinya. Dengan kesibukan – kesibukan tersebut pemakai narkoba akan melupakan ketergantugan pada narkoba. Kegiatan yang diberikan antara lain olahraga, kursus –kursus ketrampilan untuk mereka sendiri setelah keluar dari panti –panti rehabilitasi. Rehabilitasi mental dilakukan dengan penyuluhan, bimbingan dan ceramah.
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan ini dimaksudkan agar pemakai narkoba sadar bahwa dirinya sendiriya masih memiliki masa depan. Tahap tindak lanjut tahap ini merupakan pembinaan khusus setelah pemakai narkoba keluar dari panti rehabilitasi perawatan. Hal ini perlu kerja sama antara orang tua, perkeja sosial dan lingkungan dimana pemakai narkoba tinggal. Terapi terhadap kasus penyalahgunan narkoba narkoba, sering kali tidak membawa hasil. Kadang – kadang justru pasien yang disembuhkan kembali ke panti rehabilitasi dalam keadaaan lebih parah. Seorang yang sudah dinyatakan sembuh sering sekali kambuh karena terpegaruh dengan lingkugan. Lingkugan. Lingkugan atau lingkaran gaul tak kalah penting peranannya. Sekembalinya ke rumah setelah dirawat, mantan pemakai narkoba biasanya mendapat telepon atau malahan kunjungan dari teman –temannya. Perlahan –pelahan mulai ada pedekatan atau bujukan. Bahkan tidak jarang pemaksaan dengan ancaman supaya membeli nyutik narkoba serperti dulu lagi pula masa terpenting adalah bukan saat seseorang berada di tempat rehabilitasi. Tetapi yang terpenting adalah apa yang terjadi setelah seorang keluar dari rehabilitasi. Karena itulah upayah untuk menyembuhkan pemakain narkoba tidak hanya melalui pedekatan obat tetapi perlu didukung oleh psikoterapi dan lingkugan. Salah satu bentuk lingkungan yang tidak mendukung, suatu misal adalah bekas pemakai narkoba tidak diterima masuk sekolah, sehingga ada gugatan dari mereka. Lalu untuk apa mereka disembuhkan kalau akhirnya juga tidak diperbolehkan sekolah lagi. Sementara pihak sekolah beralasan cukup masuk akal “ kalau dua junkies bertindak sebagai pegedar kami izikan masuk sekolah, bisa –bisa hampir seluruh kelas terkena” ( Intisari, oktober 1999). Bahkan belangkangan ini kecenderugan sekolah – sekolah menindak siswa –siswanya yang kedapatan memakai narkotika dengan jalan mengeluarkan dari sekolah yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka Departemen Pendidikan Nasioanal lewat Dirjen Pendidikan Dasar dan menegah indra jati sidi menyatakan; pihakya akan segera membuat peraturan tentang penangan siswa pecandu narkoba. Dengan cara demikian, sekolah tidak begitu saja melepaskan tanggung jawabnya anak didik yang mengkonsumsi narkoba, tetapi tetap harus mencarikan sekolah untuk si korban perlu diketahi ada juga usaha untuk menyembuhkan pemakain atau pecandu narkoba dengan jalan dimasukan dalam pesantren yang tidak mempuyai program rehabilitasi narkoba. Tetapi tidak semua pecandu narkoba cocok dengan metode yang diterapkan di tempat/panti terhabilitasi. Seseorang yang kurang kereligiusannya, bisa kabur kalau dimasukan ke pesantren yang mempunyai program rehabilitasi. Dalam kenyataannya memang angka ketergantugan obat jauh berlipat –lipat kali di banding angka kesembuhan. Tetapi bermasa kerja panjang sehingga tidak perlu dipakai setiap hari. Naloksone merupakan satu – satunya penawar untuk mengatasi orang yang mengalami kelabihan dosis narkotika. Dengan cara yang sebelum krisis harganya Rp 25.000,00 per ampul, naik secara bertahap sejak tahun 1998 menjadi Rp 35,000,00, kemudian Rp 75,000,00, kini hargarnya Rp 135,000,00. Jika setiap pengobatan membutuhkan 4-5 ampul, maka kebutuhan untuk nalosone sudah bisa dihitung. Di Jakarta panti rehabilitasi mematok harga Rp 3, 000,000,00 per bulan jika dibutuhkan minimal 6 bulan, maka untuk panti rehabilitasi sudah diperlukan Rp 18.000.000.00. tetapi bila ternyata pengguna terinfeksi berbagai mikroorganisme gara –gara memakai jarum tidak steril, bukannya tidak mungkin ia terkena. Untuk mengobatinya perlu waktu satu bulan. Jika sehari perlu Rp 150.000.00 dalam satu bulan perlu Rp 4.500.000.00 Jika narkotika sudah berakibat ke katup jantung, maka
Universitas Sumatera Utara
biayanya luar biasa sekali. Di RS Jantung Harapan Kita, harga protese katup jantung termurah Rp 12.000.000.00 dan yang termahal Rp 35.000.000.00 Biaya operasinya untuksa satu katup di kelas III Rp 30.000.000.00 sampai Rp 42.000.000.00 untuk VIP. Bila kedua katup perlu diganti, harga katup dan biayanya dikalikan dua oleh karena itu, jangan pernah mencoba narkotika dan psikotropika. Undang- undang psikotropika sangat membatasi pihak yang dapat memperoduksi psikotropika, hal ini dalam hubunganya dengan masalah pengawasan. Berdasarkan pasal 5 undang- undang tersebut, psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –undangan yang berlaku. Tidak semua pabrik obat dapat memperoduksi psikotropika, akan tetapi hanya pabrik obat yang sesuai dengan pasal 1 angka 2 undang – undang psikotropika saja yang diperbolehkan, yaitu pabrik obat yang perusahaanya berbentuk badan hukum dan memiliki izin dari menteri kesehatan. Perusahan yang berbadan hukum dimaksud adalah perusahaan yang berbadan hukum dimaksud adalah perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam undang – undang No.1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas. Selain itu juga koperasi termasuk badan hukum dalam undang – undang No. tahun 1992 tentang perkoperasian. Mengapa pabrik obat yang dapat memperoduksi harus berbadan hukum memang undang - undang psikotropika tidak memberikan penjelasan mengenai hal tersebut, akan tetapi seharusnya memang berbadan hukum karena menyangkut masalah tanggung jawab perusahaan apabila dibandingkan dengan pabrik obat bukan badan hukum karena menyangkut masalah tanggung jawab perusahaan apabila dibandingkan dengan pabrik obat bukan badan hukum misalnya berbentuk firma, persekutuan yang berbadan hukum merupakan subjek hukum dipandang seperti manusia pada umumnya karena dapat dibebani hak dan kewajiban.
Universitas Sumatera Utara
Badan hukum mempunyai kekayaan tersendiri yang terpisah dengan harta kekayaan pengurus, komisaris dan pemilik modal. Tanggung jawab pengurus terbatas tidak sampai kepada harta pribadinya. Berbeda dengan perusahaan yang tidak berbadan hukum, para pengurus tanggung jawabnya tidak terbatas pada perusahaan yang diurusnya melainkan sampai kepada harta pribadinya. Oleh karena itu perusahaan yang berbadan hukum kodisinya tampak lebih kuat dalam arti perusahaan lebih besar termasuk segi pemodalanya maupaun tanggung jawabnya. Dari sini memang lebih tepat alasanya perusahaan yang memproduksi psikotropika berbentuk badan hukum. Untuk memproduksi psikotropika yang diperbolehkan di negara kita seperti diterangkan diatas, pabrik obat wajib
berpedoman pada pasal 7 undang – undang psikotropika. Perlu
diketahui ada dua syarat yang wajib dipenuhi dalam memproduksi psikotropika yaitu: -
Psikotropika yang diproduksi untuk diedarkan berupa obat.
-
Psikotropika harus memenuhi standar dan/atau persyaratan farmakope indonesia atau buku standar lainnya.
Mengenai syarat yang pertama yang harus diperhatikan, hasil produksi berbentuk obat dan ini untuk diedarkan. Timbul pertanyaan bagaimana kalau hasil produksi psikotropika itu tidak untuk diedarkan, apakah bentuknya juga berupa obat? Undang – undang sama sekali tidak memberikan penjelasannya. Namun demikian dapat dimengerti bahwa karena bukan untuk diedarkan saya kira bentuknya bebas, bisa berupa obat atau berupa yang lainnya seperti bahan mentah, bahan setengah jadi atau bahan jadi. Masalahnya karena tidak untuk diedarkan, artinya dipakai untuk kepentingan sendiri pabrik obat dalam memproduksi psikotropika. Syarat yang kedua tersebut produksi psikotropika yang dihasilkan harus memenuhi standar yang ditetapakan, yaitu
Universitas Sumatera Utara
farmakope indonesia. Yang dimaksud farmakope indonesia adalah buku teknis yang memuat standar atau persyaratan mutu yang berlaku bagi setiap obat atau bahan obat yang digunakan di indonesia. Apabila buku standar teknis tersebut di dalamnya tidak terdapat atau belum diatur, maka pabrik obat harus menggunakan buku farmakope yang dikeluarkan oleh negara lain atau bahan internasional yang digunakan sebagai acuan dalam standar atau peryaratan mutu obat yang menyangkut pemberian kemurnian, pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif. Kewajiban dalam memenuhi syarat memperoduksi psikotropika sebagiamana dimaksud pada pasal 7 undang – undang no 5 tahun 1997 tidak dapat dikesampingkan begitu aja, sebab kewajiban itu merupakan perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman penjara dan disertai dengan hukuman denda berdasarkan pasal 60 ayat 1 undang – undang tersebut. Untuk dapat mengedarkan psikotropika diperluakan adanya pihak –pihak yang menjadi penyalur psikotropika. Undang – undang no 5 tahun 1997 telah membatasi pihak – pihak yang dapat menjadi penyalur psikotropika sebagiamana ditentukan pasal 12 ayat 1 jadi hanya ada tiga pihak saja yang dapat menjadi penyalur barang tersebut. Kemudian kepada siapakah mereka itu dapat menyalurkan psikotropika yang ada dalam kekuasaan. Dalam pasal 12 ayat 2 undang – undang bersangkutan telah membatasi penyaluran kepada pihak – pihak tertentu saja, 5 tahun 1997, bahwa psikotropika golongan 1 dilarang untuk diproduksi, lalu masalahnya siapakah pihak yang menyalurkan karena psikotropika golongan 1 hanya dapat digunakan untuk kepentigan ilmu pengetahuan, maka dalam pasal 13 undang – undang tersebut memperbolehkan lembaga penelitian atau lembaga pendidikan untuk mengimpor, dapat menghubungi kepada pabrik obat dan pedagang besar farmasi dapat menyalurkan psikotropika salah satunya adalah kepada rumah sakit. Tidak semua rumah sakit
Universitas Sumatera Utara
dapat menerima penyaluran psikotropika karena undang – undang hanya dapat membatasi kepada rumah sakit yang telah memiliki intalasi farmasi yang dapat memperoleh psikotropika dari obat atau pedang besar farmasi. B. Perumusan Masalah 1. Faktor - faktor apa saja penyebab peredaran Narkotika di kota Gunungsitoli ? 2. Bagaimanakah bentuk - bentuk Tindak Pidana Narkotika yang dilakukan oleh mahasiswa di kota Gunungsitoli ? 3. Upayah Pemberatasan Tindak Pidana Narkotika yang dilakukan oleh Kepolisian Kota Gunungsitoli C. Tujuan & Manfaat Penulisan Tujuan dan manfaat dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui apa saja penyebab peredaran narkotika 2. Untuk mengetahui bagaimana Tindak Pidana Narkotika yang dilakukan oleh mahasiswa di kota Gunung sitoli D. Keaslian Penulisan Judul ini tidak pernah ditulis oleh siapa pun dalam penulisan skripsi mahasiswa falkultas hukum USU. Judul skripsi yang telah ada di perpustakaan Universitas Cabang Falkutas Hukum adalah : 1. Rehabilitasi sebagai pengganti pemidanaan terhadap pencandu narkotika 2. Peranan lembaga rehabilitasi sosial korban narkotika ditinjau dari aspek hukum perlindugan anak 3. Kejahatan narkotika/ psikotropika ecstasy dan penanggulangannya
Universitas Sumatera Utara
4. Peranan gerakan anti narkoba indonesia dalam perlindugan korban narkoba di kalangan remaja kota medan. 5. Penegakan hukum terhadap tindakan pidana memiliki, penyimpan dan atau membawa psikotropika menurut Undang – undang No. 5/1997 ( penelitian di porles deli serdang)
E. Tinjauan kepustakaan 1. Pengertian Tindak Pidana Narkotika Tindak Pidana Narkotika trasnasional yang dilakukan di luar batas teritorial dan perluasan asas berlakunya hukum pidana atau yurisdiksi kriminal terhadap Tindak Pidana Narkotika tersabut, merupakan dua masalah yang sangat strategis dalam penegakan hukum pidana indonesia untuk melindungi kepetingan nasional, di samping tindak pidana tertentu lainlainya. Kedua masalah tersebut sekalipun berbeda, tidak dapat dipisahkan satu sama lain sehingga kepastian hukum mengenai status Tindak Pidana Narkotika trasnasional menurut konversi wina 1988 dalam sistem hukum pidana indonesia, merupakan condition sine qua non untuk membenarkan perluasan yurisdiksi kriminal di luar batas teritorial. Kajian teoretik dalam menganalisis kedua masalah tersebut di atas mengunakan teori locus delicti atau teori beberapa tempat tindak pidana . teori ini masih memelukan pengembangan asas – asas perluasan yurisdiksi kriminal untuk dapat menjelaskan penerapan yuridiksi kriminal terhadap warga negara asing yang melakukan Tindak Pidana Narkotika trasnasional di luar batas teritorial dan berdampak terhadap kepentigan nasional RI. Kajian perundang – undagan pidana indonesia terhadap kedua masalah tersebut, menggunakan asas legalitas yang dirumuskan secara material dan diperkuat oleh asas melawan
Universitas Sumatera Utara
hukum material dengan fungsi yang positif sehingga diharapkan dapat menuntut dan mengadili terhadap Tindak Pidana Narkotika di luar batas teritorial tersebut. Penegasan lingkup pembahasn mengenai status Tindak Pidana Narkotika trasnasional dan perluasan asas berlakunya hukum pidana atau yuridiksi kriminal terhadap tindak pidana tersebut meliputi istilah tindak pidana, istilah Tindak Pidana Narkotika trasnasional, dan istilah perluasan asas berlakunya hukum pidana. Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penyusuran rencana kebutuhan tahunan psikotropika dan mengenal pelapor kegiatan yang berhubugan dengan psikotropika diatur oleh menteri pemilikan psikotropika dalam jumlah tertentu oleh wisatawan asing atau warga negara asing yang memasuki wilayah negara indnesia dapat dilakukan sepanjang digunakan hanya untuk pengobatan dan kepentigan pribadi dan yang bersangkutan harus mempunyai bukti bahwa psikotropika berupa obat dimaksud diperoleh secara sah. Perkembagan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk teknologi informasi yang demikian pesat telah mengantarkan umat manusia pada kehidupan yang serba mudah. Dampak positif kemajuan iptek telah merambat dalam hampir di setiap aspek kehidupan manusia. hampir dalam setiap sisi kehidupan manusia dapat dirasakan sentuhan kemajuan iptek. Sisi positif kemajuan iptek telah memberikan kehidupan yang lebih baik pada umat manusia namun demikian, kemajuan iptek juga telah menimbulkan dampak negatif. Salah satu dampak negatif kemajuan iptek adalah meningkatnya jumlah kejahatan yang terjadi di masyarakat baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Kemajuan iptek juga telah memungkinan setiap orang tidak kecuali anak-anak dengan mudah mengakses segala bentuk informasi yang dapat berdampak secara positif dan negatif. Dalam kondisi demikian, maka secara kriminologi setiap anggota masyarakat mempunyai kemungkinan yang sama menjadi korban kejahatan ataupun menjadi
Universitas Sumatera Utara
pelaku kejahatan, mengingat perkembagan masyarakat dan lingkugan yang demikian cepat juga akan diikuti oleh perkembagan kejahatan. Mengingat dampaknya yang demikian, maka perkembagan iptek juga berpotensi menempatkan anak sebagai korban terutama apabila proteksi terhadap anak tidak memadai karena adanya perkembangan iptek tersebut. Karenanya anak tetap harus mendapatkan perlindugan yang memadai dalam menikmati perkembagan iptek. Anak sebagai generasi penerus harus dapat tumbuh dan berkmbang dengan ditunjang sarana dan prasarana yang cukup dapat menopang kelangsungan hidupnya, sehingga pengembagan fisik dan mentalnya dapat terindung dari berbagai gangguan dan marabahaya yang dapat mengancam martabat dan intergeritas serta masa depannya. Tegasnya perlu perhatian dan sekaligus pemikiran bahwa anak-anak adalah tunas harapan bangsa yang akan melajutkan eksistensi nusa dan bangsa untuk selama-lamannya sehingga sudah seharusnya mereka menjadi tanggung jawab kita bersama agar terhadap mereka senantisa dilakukan upaya-upaya dengan mendidik, merawat,membina,memelihara, untuk meningkatkan kesejahteraannya, secara berkelanjutan dan terpadu. Sesuai dengan kharakteristik yang ada pada anak-anak, mereka memerlukan perhatian secara khusus, mengingat anak memiliki kharakteristik di mana kondisi fisik dan mental yang belum matang. Jadi apabila anak melakukan kenakalan maka penanganan dan penyelesaian dilakukan secara arif dan bijaksana, serta sejauh mungkin dihindarkan dari campur tangan sistem peradilan tanpa mengabaikan penegakan hukum dan keadilan dalam rangka menjamin agar penyelesaiannya dilakukan benar-benar untuk kesejahteraan anak yang bersangkutan, dan kepentingan masyarakat terhadap anak yang telah melakukan kenakalan. Pada awalnya penggunaan narkotika hanya diperuntukan bagi kepentigan pengobatan dan kepentigan ilmu pengetahuan, namun kemudian banyak disalahgunakan. Perhatian terhadap penyalaguanaan narkotika patut menjadi prioritas mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya sangat luas
Universitas Sumatera Utara
dan komples. Menurut Romli Atmasasmita, pemakaian narkotika secara terus-menerus dan tidak terwasi akan menjerumuskan pemakaianya ke dalam kehidupan yang bersifat kontra produktif, antra lain: malas belajar atau tidak dapat berkerja, destruktif, akhlak semakin runtuh, bersifat asosial, dan melakukan kejahatan-kejahatan untuk memenuhi ketagihannya atas narkotika. Akibat dari penyalagunaan narkotika dapat dirasakan segera dan dapat pula berakibat menurutnya kondisi kesehatan setelah melewati jangka waktu tertentu. Misalnya penggunaan marijuana yang dilakukan sekali-kali dapat berakibat langsung pada perkembangan kognitif dan memori jangka pendek. Penggunaan obat jenis ini dalam jangka waktu tertentu dapat berdampak negatif pada persepsi, reaksi dan koordinasi gerakan yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Hallucinoges dapat merusak persepsi, menggangu denyut jantung dan tekanan darah, serta dalam jangka panjang dapat menyebabkan sistem syaraf depresi, kegelisahan, halusinasi visual dan flasback. Cocaine dan Amphetamine mengakibatkan gemetar, dan mempercepat denyut jantung. Dampak jangka panjangnya berupa mual-mual, tidak bisa tidur, kehilangan berat badan dan depresi. Para pengguna heroin pada mulanya merasa mual, pernapasan terganggu, kulit kering, gatal-gatal, bicara lambat dan daya mengakibatkan resiko yang serius dengan semakin meningkatkan ketergantugan fisik dan psikologis, yang dapat berakibat pada overdosis akut dan bahkan kematian yang disebabkan pada depresi pernapasan. Saat ini peningkatan jumlah penyalaguanaan narkotika terutama yang dilakukan oleh anak-anak menunjukan angka yang semakin mengkhawatirkan Data Badan Narkotika Nasional misalnya menunjukan bahwa selama 5 tahun terakhir, yaitu antara tahun 1998 sampai 2003, di indonesia dijumpai sebanyak 800 siswa sekolah dasar, 700 siswa sekolah lanjutan tingkat pertama, serta 10.000 siswa sekolah menengah umum telah terlibat dalam penyalagunaan narkotika. Laporan yang dicetak oleh kompas cyber media juga menujukan betapa narkotika menjadi ancaman yang sangat serius bagi kelangsungan
Universitas Sumatera Utara
hidup bangsa, khususnya bagi kalangan generasi muda. Menurut laporan data tanggal 5 febuari 2001 menunjukan, bahwa dari dua juta pecandu narkotika dan obat-obat berbahaya, sembilan puluhan persen 90% diantaranya adalah generasi muda, termasuk 25.000 mahasiswa. Data yang lebih mutakhir juga menunjukan hal yang sama, dimana peningkatan jumlah tindak pidana narkotika secara umum sudah sangat mengkhawatirkan. Peningkatan jumlah tindak pidana narkotika secara umum dapat dilihat dari jumlah barang bukti narkotika yang disita aparat kepolisian. Penyalahgunaan narkotika yang sangat fantastis prioritas penanganan yang memadai.
2. Teori Kriminologi Tentang Faktor-faktor Penyebab terjadinya Kejahatan. Menurut urainan dr. Samsuridjal putauw mengandung heroin yang di dalam
tubuh
akan diubah menjadi morfin. Apabila pemakaian heroin dihentikan dengan tiba-tiba , timbul gejala putus obat. Gejala putus obat dapat ringan, tetapi juga dapat berat sehingga pemakain akan mudah tergoda. Menurut penelitian di luar negeri keberhasilan mengatasi adiksi hanyala 35-60 persen. Oleh kerena itu mengatasi adiksi tidak hanya melalui pendekatan farmokologis, tetapi perlu didukung oleh psikoterapi. Salah satu cara dengan pengobatan farmologis adalah detoksifikasi cepat dengan menggunakan Nalokson/ Natreksen secara garis besar yang dilakukan pada ditoksifikasi cepat ini adalah dengan cara penderita dianestasi serta pernapasan penderita diatur dengan mesin. Untuk mempercepat pengeluaran obat diberikan suntikan nalokson dalam dosis cukup besar. Karena penderita dalam pengaruh anestensi, maka penderita tidak akan merasakan gejala putus obat.
Universitas Sumatera Utara
Penderita juga diberi obat diuretik, untuk meningkatkan pengeluaran opiat dalam tubuh. Mungkin setelah bangun dari pengaruh anestesi, pederita masih mengalami gejala putus obat ringan. Selanjutnya untuk pemeliharaan penderita diberi obat antagonis morfin dalam waktu cukup lama. Bila penderita patuh meminum obat natralekson ini dia tak akan merasakan kenikmatan bila mengkonsumsi morfin. Syarat untuk melakukan detoksifikasi cepat adalah keadaan penderitan harus cukup baik untuk menjalani anestensi. Dalam cari ini juga mengandung resiko dibandingkan dengan cara konvensional yaitu resiko aspirasi dan gangguan jantung. Bila penderita memakai morfin lagi, ia beresiko mengalami over dosis. Cara lain adalah memberikan obat metadon yang bersifat opiat antagonis. Obat ini diberikan secara oral dan dapat mengembalikan penderita ke kehidupan yang produktif. Karena digunakan secara oral, maka cara ini dapat menghindarkan penderita dari resiko infeksi dan penularan penyakit akibat penggunaan jarum suntik secara bersama. Pemberian metadon popurel di amerika. Sekarang juga digunakan obat LAAM yang hampir serupa dengan metadon, tetapi bermasa kerja panjang sehingga tidak perlu dipakai setiap hari. Tanaman candu berasal dari timur tengah, yunani, romawi kuno. Karena dibawa oleh pendagang, tanaman tersebut menyebar ke timur sampai india dan Cina. Orang Mesir, Yunani Dan Eropa, mengenal candu untuk bersenang-senang. Tanaman ini telah ribuan tahun dikenal, ada yang mencatat lebih kurang 4000 tahun yang lalu. Ia telah dipergunakan sebagai obat penghilang nyeri selama kurang lebih 2000 tahun. Penyebaran ke Cina pada abad ke delapan. Semula di Cina dipakai sebagai obat, tetapi setelah ada pelarangan pemakaian tembakau oleh seorang kaisar Cina, dengan maksud membebaskan rakyatnya dari kebiasaan buruk merokok, maka penggemar rokok mengalihkan
Universitas Sumatera Utara
kebiasaan merokok candu, sehingga menjadi lebih parah. Pembesar Cina mengetahui bahayanya pada tahun 1727. Pemasukan dan pemakaian candu kemudian dilarang. Hukuman berat dijatuhkan kepada pemakain candu seperti dimaksudkan ke penjara bawah tanah, bibir dipotong, dicekik dan sebagainya. Pada abad 19 keadaan berubah, opium tidak lagi diselupkan dari Asia Kecil, Persia, India, tetapi dimaksudkan sebagai obat, sebagai barang dagangan east indies company, yang sebenarnya unuk membekali para pemadat. Dalam melakukan suatu kejahatan terkadang pelakunya tidak sendirian akan tetapi melibatkan orang lain dengan cara berkerjasama yang perananya, karena dalam rangka melaksanakan kejahatan, ada yang bertindak sebagai pelaku dan ada yang bertindak sebagai pembantu masing – masing dengan perkejaan yang tidak sama. Sebagai orang yang membantu kejahatan tidak bertindak langsung melakukan kejahatan, akan tetapi fungsinya hanya memperlancar jalannya pelaksanaan kejahatan. Adapun perbuatan medeplichting dalam membantu melakukan kejahatan misalnya meminjami peralatan, memberi informasi meskipun ancaman pidana yang menakutkan tersebut kurang atau tidak dipeerhatikan sebagian warga masyarakat. Belakangan ini banyak muncul kasus – kasus psikotropika yang pelakunya baru mengenal psikotropika, hal ini terutama terjadi di daerah. Pelaku mendapat psikotropika tidak banyak hanya satu dua butir saja yang beasal dari kawan, atau ditawari dari seeorang yang tidak dikenal katanya untuk dicoba dulu. Kemudian merekan bukan orang kaya keluarganya juga tidak kaya masalahya bagaimanan harus menerapkan pidana tersebut, kalau memang yang dimiliki itu psiktropika golongan 1, sedang perbuatan pidanya tergolong sederhana dan keadaan ekonominya lemah. Untuk kasus – kasus yang pelakunya mengusai ekstasi puluhan, ratusan atau bahkan ribuan butir, selain untuk dipakai sendiri juga dijual kepada orang lain, dan pelakunya
Universitas Sumatera Utara
mempunyai uang banyak dari hasil perdangangan itu, sudah dirasa tepat ancaman hukuman pasal 59 ayat 1 diterapkan. Sehubungan dengan ancaman pidana minimal tersebut, Prof. Dr. Barda Nawawi Arief mengatakan, undang – undang psikotropika tidak memberikan petujuk pelaksanaan tentang bagaimana menerapakan ancaman pidana minimal ini. Berbeda dengan KUHP, di dalamanya terdapat petunjuk pelaksanaan ancaman pidana maksimal, di mana pidana penjara yang dapat dijatuhkan tidak boleh melampaui ancaman maksimal dan minimal pidana pejara satu hari. Selanjutnya beliau menambahkan, ancaman pidana minimal dapat disimpangi manakala hukuman yang dijtuhkan benar – benar memberikan rasa keadilan. Apa dikatakan Prof. Dr. Barda Nawawi Arief memang benar, tidak petunjuk pelaksanaan maupun penjelasan mengenai penerapan terhadap ancanaman pidana minimal dan maksimal dalam undang - undang psikotropika. Kami juga sependapat, walupaun undang - undang tersebut menentukan batas minimal hukuman, akan tetapi batasan itu bukan harga mati. Masalahnya, hakim dalam tugasnya mengadili suatu pekara bukan sebagai corong dari undang – undang yang hanya menyuarkan bunyi ketentuan undang – undang. Di lain pihak hakim harus memeriksa kebenaran suatu pekara, sedangkan putusannya harus mencerminkan keadilan. Kalau menurut kebenaran dan rasa keadilan suatu kasus psikotropika tersebut hukumnnya di bawah minimal yang ditetapkan undang – undang, maka hakim harus berani menerobos ketentuan undang – undang. Misalnya dalam suatu kasus ada seeorang anak muda yang kerjanya baru beberapa bulan jadi tukang parkir, suatu hari diberi dua butir pil eksetasi gratis dari orang lain. Dalam melakukan suatu kejahatan terkadang pelakunya tidak sendirian akan tetapi melibatkan orang lain dengan cara berkerjasama yang peranannya berbeda. Yang dimaksud berbeda perannya, karena dalam rangka melasanakan kejahatan, ada yang bertindak sebagai pelaku dan ada yang bertindak sebagai pembantu masing-masing dengan perkejaan yang tidak sama. Sebagai orang membantu
Universitas Sumatera Utara
kejahatan, tidak bertindak langsung melakukan kejahatan, akan tetapi fungsinya hanya memperlancar jalannya pelaksanaan kejahatan. Adapun perbuatan mendeplichting dalam membantu melakukan kejahatan misalnya meminjam peralatan, memberi informasi, menghalang-halangi pengejaran, dan sebagainya. Perbuatan tersebut dilakukan sebelum pada saat kejahatan dilakukan, sebenarnya bukan hanya dalam bentuk manteril, tetapi dalam bentuk moril pun dapat dilakukan. Bila bantuan itu diberikan sesudah kejahatan itu dilakukan, maka perbuatan tersebut merupakan perbuatan sekongkol atau tadah melanggar pasal 480 KUHP, atau peristiwa pidana yang tersebut dalam pasal 221 KUHP. Dasar hukum orang yang membantu melakukan kejahatan adalah 56 KUHP yang berbunyi barang siapa dengan sengaja membantu melakukan kejahatan.
F. Metode penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode studi kepustakaan, pemilihan metode ini karena penelitian yang telah dilakukan ditujukan untuk mengindentifikasi permasalahan peran remaja dalam penanggulaan narkotika dengan mengacu pada literatur, artikel – artikel dan bacaan antara lain: 1.
Sumber Data dalam penulisan ini meliputi: a.
Bahan hukum Primer, yaitu Peraturan Perundang-undagan di bidang Kepegawaian, yakni Undang-undang No. 39 Tahun 2009 tentang Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar Farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai ketentuan dalam Undang-undang ini.
Universitas Sumatera Utara
b.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai hukum primer, seperti hasil penelitian, hasil karya dari kalangan pakar hukum serta bahan dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan Tindak pidana Narkotika
c.
Bahan baku tertier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petujuk dan penjelasan terhadap bahan baku primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah/jurnal atau surat kabar sepanjang memuat informasi yang relevan dengan materi penelitian ini.
2.
Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan penelitian dengan menggambarkan penulusuran kepustakaan yang berupa literature dan dokumen-dokumen yang ada dibantu dengan data yang diperoleh di lapangan yang berkaitan dengan objek penelitian ini. Sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa: a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari nara sumber, yaitu Porles nias (Polisian Resort Nias) berserta pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini. b. Data Sekunder, yaitu bahan-bahan kepustakaan hukum peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta dokumen-dokumen dan bahan- bahan kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
3.
Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam tesis ini adalah analisis data kualitatif yaitu
berdasarkan peraturan perudang-undangan, pandangan informasi sehingga dapat menjawab
Universitas Sumatera Utara
permasalahan dari penulisan ini. Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta dievaluasi dan diterjemahkan dengan metode untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan induktif dan deduktif, sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini
G. Sistematika Penulisan Penulisan paper ini telah ditulis secara sistematika dan bisa diuraikan sebagai berikut : 1. Pada bab I berisi Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Dan Manfaat, Metode Penelitian, dan Sistem Penulisan. 2. Pada bab II berisi tentang Faktor – faktor penyebab terjadinya peredaran Narkotika di kota Gunungsitoli, Sejarah terjadinya Tindak Pidana Narkotika, Pengertian Narkotika menurut UU No. 39 Thn 2009, Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Pengedaran Narkotika. 3. Pada bab III berisi tentang Bentuk – bentuk
Tindak Pidana Narkotika yang
Dilakukan Oleh Mahasiswa di Kota Gunungsitoli. 4. Pada Bab IV berisi tentang Kesimpulan dan Saran
Universitas Sumatera Utara