PENGARUH PENGGUNAAN METODE DEMONSTRASI DAN BERMAIN PERAN SERTA MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA SISWA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA Oleh Sri Isnani Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri Gunungmalang- Sumberjambe Jember
Abstract. There are two factors that cause low levels of skills of speaking students, namely the external factors and internal factors. Which include external factors, including the use of Indonesian in the family and community environment. While the internal factors of learning approaches, methods, media or learning resource used by teachers to have a significant impact on the level of students' speaking skills. In an effort to improve students' speaking skills using demonstrations and role play as well as achievement motivation, teachers are expected to further improve the work of creative passion, active, innovative, productive in carrying out responsibilities as a teacher. Responsibilities faced by teachers are carrying out an active learning process, creative, innovative and exciting by emphasizing the significant increase of students' speaking skills. With these provisions, students are expected to be motivated to achieve his full height, so the quality of the learning process and the results will be achieved optimally. Because by having a high achievement motivation, there will be a maximum effort in performing the task well and always choose the best to achieve one goal by prioritizing certain standards.The data collection method that is distributed to respondents in the test procedures and product performance conversational skills are made by teachers and achievement motivation questionnaire. Furthermore, the data obtained were analyzed using statistical analysis techniques using SPSS for Windows version 15. Based on the results of first hypothesis test, there is a difference in students' speaking skills among the uses demonstration and play a role in the Indonesian subjects, with the F score = 13,365, sig. : 0,000 (0,000 < 0,05). In the second hypothesis test there is a difference in speaking skills of students who have different achievement motivation, with the F score = 295,239, sig. : 0,000 (0,000 < 0,05). In the third hypothesis test, the F score = 4,368 sig. : 0,038 (0,038 < 0,05) so it can be concluded that there is an interaction between the use of methods and achievement motivation of students' speaking skills. Key words : Demonstrations Method, Role Play Method, Achievement Motivation and Speaking Skills
Pendahuluan Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya dalam upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah keterampilan berbicara. Dengan menguasai keterampilan berbicara, peserta didik akan mampu
41
42
JP3 Vol 1 N0 1, Maret 2011
mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang berbicara. Keterampilan berbicara juga akan mampu membentuk generasi masa depan yang kreatif sehingga mampu melahirkan tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami. Selain itu, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi masa depan yang kritis karena mereka memiliki kemampuan untuk mengekspresikan gagasan, pikiran, atau perasaan kepada orang lain secara runtut dan sistematis. Bahkan, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi masa depan yang berbudaya karena sudah terbiasa dan terlatih untuk berkomunikasi dengan pihak lain sesuai dengan konteks dan situasi tutur pada saat dia sedang berbicara. Namun, harus diakui secara jujur, keterampilan berbahasa di kalangan siswa SMP, khususnya keterampilan berbicara, belum seperti yang diharapkan. Kondisi ini tidak lepas dari proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah yang dinilai telah gagal dalam membantu siswa terampil berpikir dan berbahasa sekaligus. Lebih memprihatinkan lagi ada pihak yang sangat ekstrim berani mengatakan bahwa tidak ada mata pelajaran bahasa Indonesia pun siswa dapat berbahasa Indonesia seperti saat ini, asalkan mereka diajari berbicara, membaca, dan menulis oleh guru (Depdiknas, 2004). Sementara itu, hasil observasi empirik di lapangan juga menunjukkan fenomena yang hampir sama. Keterampilan berbicara siswa SMP berada pada tingkat yang rendah; diksi (pilihan kata)-nya payah, kalimatnya tidak efektif, struktur tuturannya rancu, alur tuturannya pun tidak runtut dan kohesif. Demikian juga keterampilan berbicara siswa kelas VII SMPN 9 Jember dan SMPN Plus Walisongo Jember. Berdasarkan hasil observasi, hanya 20% yang dinilai sudah terampil berbicara dalam situasi formal di depan kelas. Indikator yang digunakan untuk mengukur keterampilan siswa dalam berbicara, diantaranya kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan kontak mata. Berkaitan dengan hal tersebut, paling tidak ada dua faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat keterampilan siswa dalam berbicara, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Yang termasuk faktor eksternal, diantaranya pengaruh penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam proses komunikasi sehari-hari, banyak keluarga yang menggunakan bahasa ibu (bahasa daerah) sebagai bahasa percakapan di lingkungan keluarga. Demikian juga halnya dengan penggunaan bahasa Indonesia di tengahtengah masyarakat. Rata-rata bahasa ibulah yang digunakan sebagai sarana komunikasi. Kalau ada tokoh masyarakat yang menggunakan bahasa Indonesia, pada umumnya belum memperhatikan kaidah-kaidah berbahasa secara baik dan benar. Akibatnya, siswa tidak terbiasa untuk berbahasa Indonesia sesuai dengan konteks dan situasi tutur. Faktor internal, pendekatan pembelajaran, metode, media, atau sumber pembelajaran yang digunakan oleh guru memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap tingkat keterampilan berbicara bagi siswa SMP. Pada umumnya, guru bahasa Indonesia cenderung menggunakan pendekatan yang konvensional dan miskin inovasi sehingga kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara berlangsung monoton dan membosankan. Para peserta didik tidak diajak untuk belajar berbahasa, tetapi cenderung diajak belajar tentang bahasa. Artinya, apa yang disajikan oleh guru di kelas bukan bagaimana siswa berbicara sesuai konteks dan situasi tutur, melainkan diajak untuk mempelajari teori tentang berbicara. Akibatnya, keterampilan berbicara hanya sekadar melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional dan kognitif belaka, belum manunggal secara emosional dan afektif. Ini artinya, rendahnya keterampilan berbicara bisa menjadi hambatan serius bagi siswa untuk menjadi siswa yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya. Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa pengajaran bahasa Indonesia telah menyimpang jauh dari misi sebenarnya. Guru lebih banyak berbicara tentang bahasa (talk
Pengaruh Pengguaan Metode.... 43 about the language) daripada melatih menggunakan bahasa (using language). Dengan kata lain, yang ditekankan adalah penguasaan tentang bahasa (form-focus). Guru bahasa Indonesia lebih banyak berkutat dengan pengajaran tata bahasa, dibandingkan mengajarkan kemampuan berbahasa Indonesia secara nyata (Nurhadi, 2003). Jika kondisi pembelajaran semacam itu dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin keterampilan berbicara di kalangan siswa SMP akan terus berada pada arus yang rendah. Para siswa akan terus-menerus mengalami kesulitan dalam mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara lancar, memilih kata (diksi) yang tepat, menyusun struktur kalimat yang efektif, membangun pola penalaran yang masuk akal, dan menjalin kontak mata dengan pihak lain secara komunikatif dan interaktif pada saat berbicara. Dalam konteks demikian, diperlukan pendekatan pembelajaran keterampilan berbicara yang inovatif dan kreatif, sehingga proses pembelajaran bisa berlangsung aktif, efektif, dan menyenangkan. Siswa tidak hanya diajak untuk belajar tentang bahasa secara rasional dan kognitif, tetapi juga diajak untuk belajar dan berlatih dalam konteks dan situasi tutur yang sesungguhnya dalam suasana yang dialogis, interaktif, dan menarik, serta menyenangkan. Dengan cara demikian, siswa tidak akan terpasung dalam suasana pembelajaran yang kaku, monoton, dan membosankan. Pembelajaran keterampilan berbicarapun menjadi sajian materi yang selalu dirindukan dan dinantikan oleh siswa. Penelitian ini akan difokuskan pada upaya untuk mengatasi faktor internal yang diduga menjadi penyebab rendahnya tingkat kemampuan siswa kelas VII SMPN 9 Jember dan SMPN Plus Walisongo Jember dalam berbicara, yaitu kurangnya inovasi dan kreativitas guru dalam menggunakan metode pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara berlangsung monoton dan membosankan. Salah satu metode pembelajaran yang diduga mampu mewujudkan situasi pembelajaran yang kondusif; aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan adalah metode demonstrasi dan metode bermain peran. Melalui metode ini, siswa diajak untuk berbicara dalam konteks dan situasi tutur yang nyata dengan menerapkan prinsip pemakaian bahasa secara komprehensif. Penggunaan metode demonstrasi dan bermain peran, yang termasuk katagori metode langsung menekankan tujuan pembelajaran yang harus berorientasi kepada siswa dan spesifik, mengandung uraian yang jelas tentang situasi penilaian (kondisi evaluasi), dan mengandung tingkat ketercapaiaan kinerja yang diharapkan (kriteria keberhasilan). Penelitian Ernawan (2009), yang juga menggunakan metode demonstrasi dalam penelitiannya menyatakan bahwa kesimpulan akhir dari penelitiannya adalah metode demonstrasi sangat berpengaruh terhadap prestasi hasil belajar lebih baik. Sedangkan Mansyur (2010), menyatakan bahwa kesimpulan akhir dari penelitiannya adalah bahwa pembelajaran berbicara melalui metode bermain peran terbukti dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Di samping itu, metode demonstrasi dan bermain peran bergantung pada motivasi siswa yang memadai untuk mengamati kegiatan yang dilakukan guru dan mendengarkan segala sesuatu yang dikatakannya. Pada hakekatnya, metode ini memerlukan kaidah yang mengatur bagaimana siswa berbicara, prosedur untuk menjamin tempo pembelajaran yang baik, strategi khusus untuk mengatur giliran keterlibatan siswa, dan untuk menanggulangi tingkah laku siswa yang menyimpang. Melalui penggunaan metode demonstrasi dan bermain peran dalam pembelajaran keterampilan berbicara, para siswa SMP akan mampu menumbuhkembangkan potensi intelektual, sosial, dan emosional yang ada dalam dirinya, sehingga kelak mereka mampu berkomunikasi dan berinteraksi sosial secara matang, arif, dan dewasa. Selain itu, mereka juga akan terlatih untuk mengemukakan gagasan dan perasaan secara cerdas dan kreatif, serta mampu menemukan dan menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.
44
JP3 Vol 1 N0 1, Maret 2011
Dari latar belakang masalah yang dipaparkan di atas muncul beberapa masalah yang dapat diidentifikasi dengan mengetengahkan beberapa pertanyaan sebagai berikut: Apakah metode demonstrasi dan bermain peran serta motivasi berprestasi dapat berpengaruh signifikan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 9 Jember dan SMP Plus Walisongo Jember ? Untuk mempertajam permasalahan di atas maka diajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan dalam keterampilan berbicara siswa antara yang menggunakan metode demonstrasi dan bermain peran pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 9 Jember dan SMP Plus Walisongo Jember. 2. Adakah perbedaan dalam keterampilan berbicara siswa antara yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dan motivasi berprestasi rendah pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP 9 Jember dan SMP Plus Walisongo Jember. 3. Adakah interaksi antara penggunaan metode dan motivasi berprestasi terhadap keterampilan berbicara siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 9 Jember dan SMP Plus Walisongo Jember. Kajian Pustaka Penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat dapat menghambat pencapaian tujuan dalam proses pembelajaran. Sedangkan apabila metode yang digunakan guru tepat, maka tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif. Sejalan dengan itu Roestiyah (2001), mengemukakan bahwa metode yang digunakan harus disesuikan dengan materi yang disampaikan. Pada kenyataannya, cara atau metode mengajar yang digunakan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa berbeda dengan cara yang ditempuh untuk memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan, keterampilan serta sikap. Kedudukan metode, merupakan salah satu komponen yang ikut ambil bagian bagi keberhasilan kegiatan pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan gabungan dari segala unsur, segala teknik, cara penyajian, bentuk, proses serta alat penunjang yang diolah untuk menciptakan aktivitas pengembangan agar partisipan dapat terlibat dalam keseluruhan proses (sejak menentukan tujuan sampai dengan mengevaluasi pelaksanaan) pembelajaran.
Metode pembelajaran terdiri dari beberapa macam, mulai dari yang tradisional-konvensional sampai yang modern-kontemporer. Metode yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah metode demonstrasi dan metode bermain peran yang diduga mampu meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Menurut Djamarah dan Aswan (2002), metode demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan. Roestiyah (2001), mengemukakan bahwa dengan menggunakan metode demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Juga siswa dapat mengamati dan memperhatikan pada apa yang diperlihatkan guru selama pelajaran berlangsung. Selain metode demonstrasi, metode lain yang dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa adalah metode bermain peran atau sosiodrama. Metode sosiodrama adalah metode pembelajaran dengan mendemonstrasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial. Kadang-kadang banyak peristiwa psikologis atau sosial yang sukar bila
Pengaruh Pengguaan Metode.... 45 dijelaskan dengan kata-kata belaka. Maka perlu didramatisasikan, atau siswa dipartisipasikan untuk berperanan dalam peristiwa sosial itu (Djamarah dan Aswan, 2002). Dalam hal ini perlu digunakan metode bermain peran, dengan maksud siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia. Atau dengan bermain peran siswa dapat berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial/ psikologis itu. Roestiyah (2001), mengemukakan bahwa dengan menggunakan metode sosiodrama siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia, atau siswa dapat memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologis itu. Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan metode demonstrasi dan bermain peran, diharapkan siswa lebih tertarik perhatiannya pada pelajaran, karena kedua metode tersebut sangat cocok untuk mengajarkan keterampilan berbicara sehingga pada akhirnya akan berdampak pada tingkat keterampilan berbicara siswa. Selain penggunaan metode yang tepat, motivasi dalam kegiatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri pendidik dan warga belajar yang menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan pembelajaran, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai. Motivasi merupakan suatu kondisi kejiwaan individu yang dapat mendorongnya untuk melakukan suatu aktivitas guna pemenuhan kebutuhan atau mencapai tujuan. Motivasi menjadi daya bagi individu untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya. Menurut Walker (dalam Rohani, 2004), mengatakan bahwa perubahan-perubahan yang dipelajari biasanya memberi hasil yang baik bila seseorang memiliki motivasi untuk melakukannya. Maksud Walker kiranya dapat dipahami, bahwa suatu aktivitas belajar sangat lekat dengan motivasi. Nasution dalam Rohani (2004), mengatakan bahwa motif atau penyebab siswa belajar adalah: (a) Ia belajar karena didorong oleh keinginan untuk mengetahuinya. Di dalam belajar terkandung tujuan untuk menambah pengetahuan. (b) Ia belajar supaya mendapat angka yang baik, naik kelas, mendapat ijasah, dan lain sebagainya. Tujuan-tujuan itu terletak di luar perbuatan itu, tidak terkandung dalam perbuatan belajar. Callahan and Clark (dalam Mulyasa, 2005), menyatakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Dengan motivasi akan tumbuh dorongan untuk melakukan sesuatu dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan. Seseorang akan melakukan sesuatu kalau ia memiliki tujuan atas perbuatannya, demikian halnya karena adanya tujuan yang jelas maka akan bangkit dorongan untuk mencapainya. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, baik yang menyangkut kejiwaan, perasaan, dan emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan. Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, karena motivasi dalam pembelajaran dapat menentukan hal-hal yang dapat dijadikan penguat belajar, memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai, menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar, serta dapat menentukan ketekunan belajar (Hamzah, 2007). Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang anak yang belajar dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan, dan hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya, sedangkan peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar erat kaitannya dengan kemaknaan belajar. Anak akan tertarik untuk belajar sesuatu jika yang dipelajari itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau dapat dinikmati manfaatnya bagi anak. Seorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu, akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang
46
JP3 Vol 1 N0 1, Maret 2011
baik. Dalam hal ini, tampak bahwa motivasi sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa. Kehendak atau keinginan untuk berhasil dalam belajar pada umumnya, bahkan keinginan untuk berhasil dalam kehidupan disebut dengan motivasi berprestasi. Menurut Hamzah (2007), motivasi berprestasi yaitu motif untuk berhasil dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan, motif untuk memperoleh kesempurnaan. Motif semacam itu merupakan unsur kepribadian dan perilaku manusia, sesuatu yang berasal dari ‘dalam’ diri manusia yang bersangkutan. Motivasi berprestasi adalah motif yang dipelajari, sehingga motif ini dapat diperbaiki dan dikembangkan melalui proses belajar. Motivasi berprestasi sangat berpengaruh terhadap unjuk kerja (performance) seseorang, termasuk dalam belajar. Seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi cenderung untuk berusaha menyelesaikan tugasnya secara tuntas, tanpa menunda-nunda pekerjaannya. Penyelesaian tugas semacam itu bukanlah karena dorongan dari luar, melainkan upaya pribadi. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa motivasi berprestasi menjadi daya bagi setiap orang untuk berusaha menjalankan setiap tugas, pekerjaan-pekerjaan atau melaksanakan perbuatan-perbuatan tertentu yang diperlukan olehnya dalam memenuhi keinginankeinginannya maupun dalam mewujudkan hasil kerja yang optimal. Beberapa ahli bahasa telah mendefinisikan pengertian berbicara, diantaranya adalah Tarigan (2008), yang mengemukakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Berbicara merupakan sistem tanda-tanda yang audible (dapat didengar) dan visible (dapat dilihat) dengan memanfaatkan otot dan jaringan tubuh manusia untuk menyampaikan maksud dan tujuan, gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Keterampilan berbicara tidak dapat dipisahkan dengan keterampilan lain, yaitu menyimak, membaca dan menulis. Dalam berbicara kita memanfaatkan kosa kata untuk menyampaikan maksud yang kita inginkan. Penguasaan kosa kata dapat diperoleh dari kegiatan menyimak dan membaca. Seseorang yang mempunyai keterampilan menyimak dan membacanya baik, secara langsung akan memiliki perbendaharaan kosa kata yang banyak dan beragam. Hal ini akan sangat mempengaruhi keterampilan berbicara. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari. Manusia dalam berinteraksi dengan sesama dalam kehidupan sosialnya lebih sering menggunakan bahasa lisan dibandingkan dengan komunikasi tulis, yaitu dengan berbicara. Komunikasi lisan (berbicara) lebih mudah dan sering dipraktekkan dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Metode Penelitian Rancangan Penelitian. Dalam penelitian ini terdapat variabel bebas, variabel moderator, variabel terikat, dan variabel kontrol. Variabel bebas adalah metode demonstrasi dan metode bermain peran. Variabel moderator adalah motivasi berprestasi siswa yang dibedakan menjadi dua golongan yaitu tinggi dan rendah. Untuk variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 9 Jember dan SMP Plus Walisongo Jember. Sedangkan yang menjadi variabel kontrol adalah jumlah tatap muka, ruang lingkup pada kompetensi dasar menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif dibuat sama, baik pada metode pembelajaran demonstrasi dan metode bermain peran.
Pengaruh Pengguaan Metode.... 47
Secara sederhana rancangan penelitian digambarkan sebagai berikut: Variabel bebas Variable A1 A2 Moderator M1
A1.M1
A2.M1
M2
A1.M2
A2.M2
Keterangan : A1 = Metode Demonstrasi A2 = Metode Bermain Peran M1 = Motivasi Berprestasi Tinggi M2 = Motivasi Berprestasi Rendah A1.M1. = Keterampilan berbicara siswa yang menggunakan metode demonstrasi motivasi berprestasi tinggi. A1.M2. = Keterampilan berbicara siswa yang menggunakan metode demonstrasi motivasi berprestasi rendah. A2.M1. = Keterampilan berbicara siswa yang menggunakan metode bermain peran motivasi berprestasi tinggi. A2.M2. = Keterampilan berbicara siswa yang menggunakan metode bermain peran motivasi berprestasi rendah.
dengan dengan dengan dengan
Subyek Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas VII SMPN 9 Jember dan SMP Plus Walisongo Jember yang berjumlah 306 siswa. Teknik pengambilan sampel adalah dengan Probability Sampling jenis Sample Random Sampling yaitu teknik sampling yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah 37 siswa kelas VIID SMPN 9 Jember dan 38 siswa kelas VIIA SMP Plus Walisongo sebagai kelompok dengan pembelajaran menggunakan metode demonstrasi dan 39 siswa kelas VIIE SMPN 9 Jember dan 38 siswa kelas VIIB SMP Plus Walisongo sebagai kelompok dengan pembelajaran menggunakan metode bemain peran. Sehingga total 152 siswa. Metode Pengumpulan Data Secara garis besar, dalam penelitian ini penggunaan metode pengumpul data, antara lain yaitu: 1. Angket motivasi berprestasi berjumlah 16 soal dengan skor penilaian setiap pertanyaan bergerak dari 1 sampai 5 yang sesuai dengan skala Likert (Arikunto, 2005). Bila pertanyaan itu dijawab a, mendapat skor 5 dan jika dijawab e, mendapat skor 1. Karena angket motivasi berprestasi berjumlah 16 soal, maka skor tertinggi adalah 16 x 5 = 80. Sedangkan skor terendah adalah 16 x 1 = 16. Untuk menentukan batas antara motivasi berprestasi tinggi dan rendah dipergunakan rumus: Skor batas = (skor tertinggi + skor terendah) : 2 = (80 + 16) : 2 = 48 Jadi siswa yang memiliki skor 16 hingga 48 memiliki motivasi berprestasi rendah, dan yang memiliki skor 49 hingga 80 tergolong memiliki motivasi berprestasi tinggi.
48
JP3 Vol 1 N0 1, Maret 2011
2. Tes unjuk kerja keterampilan berbicara dengan bentuk instrumen uji petik kerja prosedur dan produk yang terdiri dari 4 soal dan disusun berdasarkan indikator dari KD menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif yaitu siswa dapat mengidentifikasi pengalaman yang mengesankan, menentukan pengalaman yang paling mengesankan dari daftar pengalaman yang diidentifikasi, menyusun pokok-pokok cerita berdasarkan pengalaman yang paling mengesankan, menceritakan pengalaman yang paling mengesankan berdasarkan pokokpokok cerita yang disusun dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif. Pengolahan dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows versi 15.0. Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas data. Uji normalitas dipergunakan untuk mengetahui apakah baik pada kelompok dengan pembelajaran metode demonstrasi dan bermain peran memiliki motivasi berprestasi yang normal dengan uji normalitas menggunakan rumus Kolmogorov-Smirnov’s Test. Sedangkan uji homogenitas dipergunakan untuk mengetahui apakah baik pada kelompok dengan pembelajaran metode demonstrasi dan bermain peran memiiki motivasi berprestasi yang homogen. Uji homogenitas menggunakan rumus Levene’s Test (Trihendardi, 2005). Pengujian masing-masing persyaratan dengan menggunakan taraf signifikansi 5%. Teknik analisa data yang digunakan adalah análisis varian (ANAVA) dua jalur, selanjutnya untuk mempermudah perhitungan dalam análisis ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows versi 15.0.
Hasil Dan Pembahasan Hasil uji dengan Tes Kolmogorov-Smirnov terbukti bahwa motivasi berprestasi memiliki sebaran normal baik pada metode pembelajaran demonstrasi maupun pada metode pembelajaran bermain peran karena Asymp.sig. (2-tailed) yaitu 0,06 > 0,05 (Yarnest, 2004). Hasil uji dengan Tes Levene juga terbukti bahwa nilai motivasi berprestasi homogen baik pada metode pembelajaran demonstrasi maupun pada metode pembelajaran bermain peran karena Asymp.sig (2-tailed) yaitu 0,248 > 0,05 (Yarnes, 2002). Penelitian ini terdiri dari 3 hipotesis dimana pada bagian ini akan dijelaskan hasil perhitungan statistik untuk uji hipotesis 1, hipotesis 2 dan hipotesis 3 dengan menggunakan teknik Anava dua jalur. Pembahasan Hipotesis Pertama Hasil analisa statistik menggunakan anava dua jalur dapat diketahui bahwa pada faktor metode pembelajaran diperoleh nilai F hitung sebesar 13,365 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05), dengan demikian Ho yang berbunyi tidak ada perbedaan dalam keterampilan berbicara siswa antara yang menggunakan metode demonstrasi dan yang menggunakan metode bermain peran pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 9 Jember dan SMP Plus Walisongo Jember ditolak, sehingga Ha diterima atau ada perbedaan dalam keterampilan berbicara siswa antara yang menggunakan pembelajaran dengan metode demonstrasi dan yang menggunakan pembelajaran dengan metode bermain peran pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 9 Jember dan SMP Plus Walisongo Jember. Berdasarkan Case Summaries (Analize Report Case Summaries dengan program SPSS 15) juga diketahui bahwa nilai unjuk kerja keterampilan berbicara tertinggi pada metode demonstrasi adalah 96 dan pada metode bermain peran adalah 96. Sedangkan nilai terendah pada metode demonstrasi adalah 52 dan pada metode bermain peran juga sebesar 52. Adapun nilai rata-rata unjuk kerja keterampilan berbicara pada metode demonstrasi sebesar 77,07 dan
Pengaruh Pengguaan Metode.... 49 pada metode bermain peran sebesar 69,77, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil tes unjuk kerja keterampilan berbicara pada pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa yang diberi pembelajaran metode demonstrasi lebih tinggi jika dibandingkan dengan metode bermain peran. Pembahasan Hipotesis Kedua Dari hasil analisa statistik menggunakan anava dua jalur diketahui bahwa pada faktor motivasi berprestasi diperoleh nilai F hitung sebesar 295,239 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05), dengan demikian Ho yang berbunyi tidak ada perbedaan dalam keterampilan berbicara siswa antara yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dan yang mempunyai motivasi berprestasi rendah pada mata pelajaran Bahasa Indonesiadi SMP Negeri 9 Jember dan SMP Plus Walisongo Jember ditolak, sehingga Ha diterima atau ada perbedaan dalam keterampilan berbicara siswa antara siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dan siswa yang mempunyai motivasi berprestasi rendah pada mata pelajaran Bahasa Indonesiadi SMP Negeri 9 Jember dan SMP Plus Walisongo Jember. Nilai rata-rata tes unjuk kerja keterampilan berbicara siswa pada kelompok siswa dengan motivasi berprestasi rendah adalah 59. Sedangkan nilai rata-rata hasil tes unjuk kerja keterampilan berbicara siswa pada kelompok siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi adalah 81,1. Hasil analisa ini menunjukkan bahwa motivasi berprestasi mempengaruhi keterampilan berbicara siswa, oleh karena itu salah satu cara agar siswa dapat memiliki keterampilan berbicara yang baik adalah dengan jalan meningkatkan motivasi berprestasinya. Motivasi berprestasi merupakan salah satu bagian dari motivasi pada umumnya. Pembahasan Hipotesis Ketiga Dari hasil analisa statistik menggunakan anava dua jalur. Diketahui bahwa pada faktor interaksi antara metode pembelajaran dengan motivasi berprestasi diperoleh nilai F hitung sebesar 4,368 dengan nilai signifikansi sebesar 0,038. Nilai signifikansi sebesar 0,038 lebih kecil dari 0,05 (0,038 < 0,05), dengan demikian Ho yang berbunyi tidak ada interaksi antara penggunaan metode pembelajaran dan motivasi berprestasi terhadap keterampilan berbicara siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 9 Jember dan SMP Plus Walisongo Jember di tolak, sehingga Ha diterima atau ada interaksi antara penggunaan metode pembelajaran dan motivasi berprestasi terhadap keterampilan berbicara siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 9 Jember dan SMP Plus Walisongo Jember. Hal ini berarti bahwa kombinasi penggunaan metode pembelajaran dan motivasi berprestasi siswa yang tinggi dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil pembahasan hipotesis I (satu) dinyatakan bahwa nilai tertinggi unjuk kerja keterampilan berbicara diperoleh oleh kelompok siswa yang mendapat metode pembelajaran demonstrasi dan kelompok siswa yang mendapat metode pembelajaran bermain peran dengan motivasi berprestasi tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil pembahasan hipotesis 2 (dua) dimana nilai rata-rata hasil tes unjuk kerja keterampilan berbicara siswa pada kelompok siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi adalah 81,1 sedangkan siswa yang bermotivasi rendah hasil tes unjuk kerja keterampilan berbicara rata-rata 59. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara penggunaan metode pembelajaran dengan motivasi berprestasi siswa. Interaksi antara penggunaan metode pembelajaran dan motivasi berprestasi terjadi karena metode pembelajaran adalah suatu prosedur pembelajaran yang dilakukan mulai awal hingga akhir pembelajaran, sedangkan motivasi berprestasi adalah dorongan dari dalam diri siswa sendiri untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik.
50
JP3 Vol 1 N0 1, Maret 2011
Penggunaan metode yang tepat dan disertai motivasi berprestasi yang tinggi apabila diterapkan secara konsisten dan sistematis dalam pembelajaran berbicara ternyata dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 9 Jember dan SMP Plus Walisongo Jember.
Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan di SMPN 9 Jember dan SMP Plus Walisongo Jember Tahun Pelajaran 2009/2010 sebanyak 152 siswa yang terdiri dari 4 kelas yaitu kelas VIID SMPN 9 Jember sebanyak 37 siswa dan kelas VIIA SMP Plus Walisongo Jember sebanyak 38 siswa diberi pengajaran dengan menggunakan metode demonstrasi dan kelas VIIE SMPN 9 Jember sebanyak 39 siswa dan kelas VIIB SMP Plus Walisongo Jember sebanyak 38 siswa diberi pengajaran dengan menggunakan metode bermain peran, dari sebaran angket motivasi berprestasi dan analisis data yang diperoleh ternyata dapat disimpulkan: 1. Ada perbedaan dalam keterampilan berbicara siswa antara yang mendapat pembelajaran dengan metode demonstrasi dan metode bermain peran. Hal ini karena pada metode bermain peran siswa tidak dapat tampil mandiri untuk menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dan cenderung menggantungkan peran pada temannya yang lain. Sedangkan pada metode demonstrasi siswa dapat mendemonstrasikan secara mandiri keterampilan berbicaranya dengan menceritakan pengalamannya yang paling mengesankan tersebut. 2. Ada perbedaan dalam keterampilan berbicara siswa antara yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dan motivasi berprestasi rendah. Hal ini karena motivasi berprestasi yang ada dalam diri siswa memberikan dorongan untuk berhasil dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan, jadi siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi keterampilan berbicaranya lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah. 3. Ada interaksi antara metode pembelajaran dan motivasi berprestasi terhadap keterampilan berbicara siswa, hal ini karena metode yang digunakan oleh guru sesuai dengan materi yang disampaikan maka akan menimbulkan motivasi berprestasi siswa sehingga keterampilan berbicara siswa juga akan meningkat. Saran-saran Sehubungan dengan hasil penelitian di atas dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Diharapkan para guru mampu memberikan variasi dalam metode pembelajarannya untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa karena dengan penggunaan metode yang tepat, pembelajaran keterampilan berbicara akan menjadi sajian materi yang selalu dirindukan dan dinantikan oleh siswa bukan materi yang membosankan. 2. Para guru harus mampu meningkatkan motivasi siswa terhadap materi yang akan disampaikan untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal. 3. Perlu diadakan penelitian lanjutan tentang penerapan metode pembelajaran demonstrasi dan metode bermain peran untuk mata pelajaran yang lain, yang menekankan pada pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan.
Pengaruh Pengguaan Metode.... 51
Daftar Pustaka Arikunto. Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMP & MTs. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Ernawan, Teguh. 2009. Pembelajaran IPA Melalui Metode Demonstrasi Menggunakan Media Animasi dan Dua Dimensi Ditinjau dari Kemampuan Tingkat Berpikir dan Gaya Belajar Siswa SMPN I Graho Bojonegoro. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research. Jogjakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Hamzah. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara Mansyur. 2010. Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Bermain Peran Siswa Kelas VI SDN 03 Baruga Kendari.Thesis. Malang: Pascasarjana Universitas Negeri Malang Mulyasa, 2005. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nurhadi, Burhanudin Yasin. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta Sugiyono. 2004. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Tarigan, H.G. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Trihendardi, Cornelius. 2005. Statistik Inferen Teori Dasar dan Aplikasinya. Jogjakarta: Andi Offset