PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Pakan ternak ruminansia terdiri dari hijauan dan pakan tambahan atau sering disebut dengan konsentrat. Sapi potong merupakan salah satu ternak ruminansia yang hampir seluruhnya dipelihara oleh petani di pedesaan sebagai peternakan rakyat dengan skala kecil dan modal lemah. Kepemilikan modal yang lemah tersebut menjadikan sistem pemberian pakan ternak umumnya hanya diberi hijauan terutama dari by-product pertanian, hal ini dikarenakan pakan mengambil biaya terbesar dari biaya operasional (Widiati dan Kusumastuti, 2013). Pakan hijauan yang umumnya sebagai bahan pakan sapi potong di pedesaan adalah jerami jagung, jerami padi, ketela, rumput gajah, lamtoro, dan tanaman lainnya yang terdapat disekitar rumah peternak ataupun lingkungan kandang. Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul merupakan daerah yang sebagian besar wilayahnya berupa persawahan dengan sistem irigasi setengah teknis yang potensial untuk tanaman jagung (BPS, 2014). Petani di daerah irigasi umumnya lebih dominan menanam padi dibanding jagung, karena padi sebagai penghasil beras merupakan penghasil kebutuhan pangan pokok yang disenangi masyarakat. Namun, hama wereng yang sering menyerang tanaman padi hingga beberapa musim dapat menyebabkan tanaman padi tidak berproduksi sehingga petani rugi. Alternatif tanaman jagung dibanding padi, terutama di daerah irigasi setengah teknis dimana kontinyuitas ketersediaan air yang kurang
dan rawan hama akan lebih baik bagi petani peternak (Syafruddin dan Saidah, 2004). Jagung berperan penting dalam menyediakan pangan serta pakan ternak, dimana pengembangan jagung diarahkan untuk mewujudkan Indonesia menjadi produsen jagung yang mencukupi ketersediaan bahan pangan sebagai sumber karbohidrat yang semakin berat apabila hanya bertumpu kepada beras, juga akan terkait dengan industri peternakan dalam negeri yang dewasa ini terus diupayakan pengembangannya (Utomo, 2013). Berdasarkan tabel komposisi pakan ternak Indonesia tahun 2005, tanaman jagung menghasilkan jerami yang lebih baik dari pada jerami padi karena jerami tanaman jagung memiliki kandungan protein kasar yang lebih tinggi dan serat kasar yang lebih rendah dibanding tanaman padi (Hartadi et al., 2005). Pada saat ini semakin sempitnya pemilikan lahan pertanian maka banyak terjadi konflik kepentingan penggunaan
lahan
untuk
tanaman
pangan
dan
pakan,
sehingga
ketersediaan hijauan pakan menjadi kendala bagi peternak terutama pada musim kemarau. Peternak hanya mengandalkan pakan hijauan dari by-product pertanian.
Tanaman
jagung
selain
dipanen
pada
umur
tertentu
menghasilkan biji jagung yang digunakan sebagai bahan pangan juga dapat ditanam dengan umur 65 hari untuk menghasilkan hijauan pakan yang berkualitas. Penggunaan lahan untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak dapat dihitung dengan menggunaan sistem perhitungan daya
dukung lahan (carrying capacity), namun demikian untuk memastikan apakah tanaman jagung secara finansial lebih menguntungkan dibanding tanaman padi perlu dilakukan analisis sebagai dasar untuk perencanaan bagi para petani dan peternak. Sebagai gambaran seekor sapi potong dengan bobot badan rata-rata 300 kg membutuhkan 40 kg pakan segar per harinya, untuk itu diperlukan satuan luas lahan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Ngadiyono, 2012). Mengetahui daya dukung suatu lahan agar dapat mencukupi kebutuhan pakan sapi potong perlu dilakukan. Produksi ternak sapi potong sebagai penghasil daging saat ini perlu dikembangkan untuk memenuhi permintaan yang semakin meningkat. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berupa evaluasi ekonomi budidaya tanaman jagung dibandingkan tanaman padi di daerah irigasi setengah teknis dalam upaya
peningkatan
pakan ternak untuk mendukung
peningkatan populasi sapi potong yang sangat diharapan untuk mengurangi impor daging sapi.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Melakukan evaluasi ekonomi budidaya tanaman jagung sebagai tanaman pangan dan pakan ternak dibandingkan dengan tanaman padi di daerah irigasi setengah teknis Kecamatan Piyungan,Bantul. 2) Menentukan daya dukung lahan dalam menghasilkan pakan sapi potong pada satuan luas tanaman padi dan jagung ditinjau dari byproduct maupun tanaman jagung yang dipanen pada umur 65 hari sebagai pakan ternak. Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti/akademis, petani dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. 1) Manfaat bagi pengembangan ilmu Penelitian
ini
menghubungkan
antara
masalah
teknis
dalam
menghasilkan hijauan pakan ternak dan masalah ekonomi untuk menghasilkan produk yang menguntungkan. 2) Manfaat bagi petani. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar perencanaan pengambilan keputusan bagi petani untuk melakukan aktivitas produksi yang memperkecil resiko dan menguntungkan. 3) Bagi pihak lain, penelitian ini menyediakan informasi sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya dan sebagai bahan informasi untuk para penyuluh.
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi dan Tanaman Jagung Tanaman dapat hidup dengan subur selain dipengaruhi oleh faktor cuaca dan kandungan unsur hara didalam tanah, juga harus memperoleh cukup air. Pemberian air yang cukup merupakan faktor penting bagi pertumbuhan tanaman. Ketersediaan air merupakan faktor penting, tanpa air yang cukup produktivitas suatu lahan tidak maksimal. Upaya penyediaan air bagi lahan pertanian adalah dengan membangun irigasi. Sistem penanaman di daerah irigasi, tanaman jagung dapat lebih efisien penggunaan airnya dibanding tanaman padi (Syafruddin dan Saidah, 2006). Tanaman padi Padi merupakan tanaman semusim yang tergolong dalam famili Gramiae sebagai sumber biji-bijian. Padi merupakan bahan pangan yang mudah ditangani dan disimpan manusia (Harjadi, 1991). Umur tanaman padi hibrida tergolong pendek yaitu 100 sampai dengan 120 hari, sehingga dapat menghasilkan panen tiga kali dalam setahun. Tanaman padi dapat hidup baik di daerah panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan curah hujan yang dikehendaki pertahun sekitar 1500-2000 mm. Padi di dataran rendah tumbuh baik pada ketinggian 650 m dpl dengan temperatur 22-27°C. Tanaman padi memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Tanaman padi dapat tumbuh pada tanah yang terdapat genangan air dan biasanya ditanam pada awal musim hujan, hal ini dikarenakan tanaman
padi membutuhkan air yang cukup untuk pertumbuhannya (Rahayu, 2005). Tanaman padi merupakan tanaman yang sensitif terhadap hama dan penyakit, dimana beberapa hama tanaman padi adalah wereng coklat, tikus, dan penggerek batang (Suparyono dan Setyono, 1997). Hama tanaman padi merupakan salah satu kendala bagi petani untuk bisa meningkatkan produksi usahataninya. Serangan hama tertentu seperti wereng bisa mengakibatkan puso atau gagal panen. Kejadian hama wereng menjadikan sekitar 36 hektar lahan sawah tanaman padi milik ratusan warga di Bulak Kuasen Dusun Damaran, Srimartani, Piyungan mengalami puso atau gagal panen (Anonim, 2014). Akibat kejadian tersebut, petani mengubah pola tanam dari padi ke palawija, antara lain sebagai tanaman sela pengganti tanaman padi. Tanaman jagung Penanaman jagung sebagai tanaman sela sering dilakukan petani untuk pemanfaatan lahan yang tersedia, terutama pada tanaman pokok yang belum menghasilkan. Hasil pengkajian dari penelitian Syafruddin dan Syaidah (2006) menyatakan penggunaan tanaman jagung sebagai tanaman sela di lahan irigasi Kalimantan Tengah membuat petani dapat merasakan manfaat di samping berupa peningkatan pendapatan usahatani dari tanaman sela jagung, juga curahan tenaga dan waktu yang lebih sedikit. Pemilihan varietas jagung yang sesuai akan sangat menentukan tingkat produksi yang dapat dicapai.
Jagung merupakan tanaman semusim, dan satu siklus hidupnya antara 60-125 hari. Jagung dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada daerah tropis yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Pertumbuhan optimal jagung menghendaki beberapa persyaratan, antara lain iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis atau tropis yang basah dengan memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan. Fase pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung ditanam diakhir musim hujan, dan menjelang musim kemarau (Sumarsih, 2008). Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat, dan memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah. Panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik dari pada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil (Sumarsih, 2008). Jagung dikenal sebagai tanaman penghasil butir-butiran, limbahnya memiliki potensi sebagai pakan ternak ruminansia. Sisa tanaman jagung dibagi menjadi 3 bagian yaitu (1) batang dan daun (stover,tebon), (2) lapisan terluar dari biji jagung( husk, jenjet) dan (3) bagian dari dalam buah jagung setelah diambil bijnya (cob, jenjet) (Devandra, 1988).
Produk sampingan tanaman padi dan jagung Produk sampingan tanaman padi dan jagung berupa jerami sebagai pahan pakan yang potensial untuk ternak ruminansia termasuk sapi potong. Jerami padi sebagai bahan pakan mengandung protein 5% dan kecernaannya 30-40%, lebih rendah dibandingkan dengan rumput yang mengandung
protein
6-10%
dan
kecernaan
50%,
sehingga
tidak
menunjang kebutuhan hidup pokok. Produktivitas jerami padi tinggi, 6-11 ton bahan kering/ha, namun jerami perlu ditingkatkan gizinya dengan perlakuan, seperti amoniasi agar dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan (Kuswandi et al., 2007). Kandungan nutrien jerami padi berupa abu 21,2%; protein kasar 3,7%; lemak kasar 1,7%; serat kasar 35,9%; ETN 37,4% dan TDN 39% (Hartadi et al., 2005). Komponen seratnya sangat tinggi yaitu mengandung hemiselulosa 21-29%, selulosa 35-49% dengan nilai koefisien cerna bahan organik berkisar 31-59%, sedangkan
kandungan
lignin
berkisar
antara
4-8%.
Jerami
padi
mengandung bahan organik yang secara potensial dapat dicerna, oleh karena itu jerami padi merupakan sumber energi yang besar bagi ternak ruminansia, tetapi tetapi kenyataannya yang dapat dicerna oleh ternak ruminansia hanya 45,25 % (Utomo, 2013). Dibanding tanaman padi batang dan daun tanaman jagung dapat diberikan
pada
macam-macam ternak ruminansia
dan
mempunyai
kandungan nutrien yang lebih baik. Setiap kali panen, tanaman jagung akan menghasilkan limbah sebagai hasil sampingan, misalnya batang dan daun
jagung (jerami jagung) serta jenggel jagung (Tangendjaja dan Wina, 2006). Jerami jagung yang tumbuh 57 sampai 70 hari memiliki kandungan protein kasar 8,8%, serat kasar 29,19%, lemak kasar 1,9%, abu 10,2% dan kandungan TDN 58 % (Hartadi et al., 2005). Kandungan nutrien jerami jagung (daun) adalah protein kasar 9%, serat kasar 30,53%, lemak kasar 2,04% dan abu 8,42% (Nursiam, 2010). Kulit jagung mempunyai nilai kecernaan bahan kering invitro yang tertinggi 68% sedangkan batang jagung merupakan bahan yang paling sukar dicerna di dalam rumen 51% (Mccutcheon dan Samples, 2002). Tabel 1. Perbandingan kandungan nutrien bagian aerial tanaman padi dan jagung pada umur panen yang berbeda Padi (setelah Jagung Jagung (99Komposisi panen dalam (57-70 hari) 112 hari) keadaan segar) BK 40 100 22 100 31 100 TDN
16
40
12
58
21
68
Protein Kasar (%)
1,7
4,3
1,9
8,8
2,5
8,0
Lemak Kasar (%)
1,0
2,5
0,4
1,9
0,7
2,3
Serat Kasar (%)
13,5
33,8
6,4
29,6
8,0
25,7
Abu (%)
9,8
24,5
2,2
10,2
1,9
6,1
Sumber: Hartadi et al., 2005 Kandungan nutrien tanaman jagung untuk pakan ternak lebih baik dari tanaman padi. Kandungan protein yang lebih tinggi terlebih lagi kandungan serat kasar yang dimiliki jerami jagung lebih rendah dibanding jerami padi sehingga sangat baik langsung digunakan untuk pakan ternak. Tanaman jagung mempunyai total TDN yang lebih tinggi (Arifin, 2013).
Usahatani Tanaman Jagung dan Padi Usahatani tanaman jagung dan padi merupakan kegiatan petani untuk mengusahakan komoditas pertanian yang dibutuhkan masyarakat, baik sebagai bahan pangan manusia, bahan pakan ternak maupun bahan baku industri. Usahatani tanaman dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran atau output yang melebihi masukan atau input. Output merupakan penerimaan dari produksi yang dihasilkan dari usahatani tanaman jagung. Input merupakan biaya dari produksi usahatani tanaman (Suratiyah, 2006) Faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usahatani yaitu biaya dan penerimaan. Biaya usahatani biasanya diklasifikasi menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel (Alma, 2000). Biaya tetap (fixed cost) didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan harus dikeluarkan walaupun tidak berproduksi. Biaya variabel (variabel cost) didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Total biaya adalah jumlah dari biaya tetap dan biaya variabel. Pengeluaran biaya yang minimal diharapkan mampu memberikan keuntungan tertentu yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan petani. Penerimaan atau pendapatan kotor adalah total produksi yang diperoleh dari usaha tani selama satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan atau penaksiran harganya (Suratiyah, 2006). Penerimaan dipengaruhi oleh produksi dan harga jual. Semakin besar produksi yang
dihasilkan dan harga jual yang diterima petani maka pendapatan yang diperoleh juga semakin tinggi, demikian pula sebaliknya. Semakin banyak alokasi penerimaan yang diperoleh dari usahatani maka usahatani tersebut akan semakin diminati (Hanafi, 2010). Perhitungan penerimaan usahatani dalam menghitung produksi pertanian perlu diperhatikan, karena tidak semua produksi pertanian dapat dipanen secara serentak. Menghitung penerimaan produksi diperlukan data frekuensi penjualan produksi yang mungkin dijual beberapa kali pada harga jual berbeda-beda. Penelitian usahatani yang menggunakan petani sebagai responden, maka diperlukan teknik wawancara yang baik untuk membantu petani mengingat kembali produksi dan hasil penjualan yang diperolehnya selama setahun terakhir. Pemilihan waktu setahun terakhir biasanya sering dipakai oleh para peneliti untuk memudahkan perhitungan (Soekartawi, 2004). Anggaran Parsial Anggaran parsial (partial budget) adalah alat analisis pengambilan keputusan untuk perencanaan, digunakan untuk membandingkan biaya dan penerimaan, dari suatu perubahan yang terjadi atau dari satu alternatif dengan alternatif lainnya (Kay et al., 2008), sebagai contoh dari alternatif tanaman padi menjadi jagung. Analisis anggaran parsial difokuskan pada perubahan pengeluaran dan penerimaan yang dihasilkan dari implementasi suatu alternatif tertentu dibandingkan dengan aktivitas lainnya. Hasil analisis anggaran parsial memungkinkan dapat mengetahui tentang
bagaimana keputusan untuk merencanakan aktivitas usahatani yang akan mempengaruhi profitabilitas dalam mengganti tanaman padi menjadi tanaman jagung. Prosedur dalam menyiapkan analisis anggaran parsial usahatani terdiri dari empat langkah pokok yang yang harus dilakukan, yaitu dua langkah yang berhubungan dengan pengurangan pendapatan usahatani sebagai akibat dari adanya perubahan yang dilakukan (income decreasing), dan dua langkah yang lain berhubungan dengan tambahan pendapatan dari aktivitas ataupun alternatif baru yang dipertimbangkan (income increasing): A. Income decreasing terdiri dari: 1. Daftar data tambahan biaya (biaya dari aktivitas atau alternatif baru), 2. Daftar data pengurangan pendapatan atau penerimaan dari aktivitas yang dilakukan sebelumnya. B. Income increasing terdiri dari: 1. Daftar tambahan penerimaan yang diperoleh dari aktivitas atau alternatif yang baru. 2. Daftar biaya yang seharusnya dikeluarkan pada aktivitas saat ini atau sebelumnya. Biaya yang tidak dikeluarkan lagi sehingga terdapat pengurangan biaya dan menjadi pendapatan bagi aktivitas yang baru. Jumlah dari B dikurangi dengan jumlah dari A merupakan perubahan pendapatan bersih. Jika B lebih besar dari A, maka ada kenaikan
pendapatan bersih sebagai akibat dari adanya perubahan aktivitas, sehingga aktivitas baru tersebut layak untuk diusahaka dan sebaliknya (Widiati dan Kusumastuti, 2013). Peternakan Sapi Potong Sapi potong di Indonesia merupakan hewan ternak yang sangat bermanfaat bagi manusia. Manfaat sapi potong antara lain sebagai sumber protein hewani, tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual, penyedia pupuk kandang, penyedia tenaga kerja untuk mengelola lahan pertanian, dan dapat memanfaatkan sisa hasil pertanian sebagai pakan ternak,seperti jerami padi, jerami jagung dan jerami kacang tanah terutama untuk ternak ruminansia termasuk sapi potong (Makarim dan Las, 2005). Seiring dengan bertambahnya masyarakat,
jumlah kebutuhan
penduduk di daging
dari
Indonesia tahun
dan ke
kesadaran
tahun
gizi
mengalami
peningkatan. Namun demikian, permintaan daging sapi saat ini
belum dapat
dipenuhi dari produksi dalam negeri, sehingga pemerintah masih perlu mengimpor sapi dan daging sapi, oleh karena itu sapi potong masih berpotensi cukup besar untuk dikembangkan. Lebih dari 90% sapi potong di Indonesia berada di tangan peternak di pedesaan dengan kepemilikan 2 sampai 5 ekor untuk setiap peternak. Sapi potong di budidayakan oleh peternak secara usaha tani dengan pola integrasi tanaman pertanian. Pola pemeliharaan sapi potong juga masih bersifat sederhana dan tradisional
dengan pemberian pakan hijauan seadanya yang menggunakan pakan hijauan by-product pertanian (Ngadiyono, 2012). Peningkatkan produksi sapi dalam penyediaan pakan dengan jumlah yang cukup dan kualitas yang memadai untuk meningkatkan produksi sapi harus mendapat perhatian yang besar (Kushartono dan Iriani, 2006). Ketersedian hijauan pakan berkualitas, terutama pada musim kemarau merupakan salah satu kendala dalam pengembangan ternak (rumainansia). Seekor sapi potong dengan bobot badan rata-rata 300 kg membutuhkan 40 kg pakan segar per harinya (Ngadiyono, 2012). Kebutuhan pakan sapi potong dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrien. Jumlah nutrien setiap harinya tergantung pada jenis ternak, umur, bobot badannya serta pertambahan berat badan per harinya (NRC, 2001). Hijauan merupakan sumber pakan utama untuk ternak ruminansia, sehingga untuk meningkatkan produksi ternak ruminansia harus diikuti oleh peningkatan penyediaan hijauan yang cukup baik dalam kuantitas maupun kualitas. Hijauan yang dapat digunakan sebagai bahan pakan sapi potong dapat berupa hasil samping produk pertanian seperti jerami jagung, jerami padi, jerami kedelai, daun singkong, kulit buah kakao (Ngadiyono, 2012). Pakan hijauan mempunyai kandungan serat tinggi yang dapat
digunakan
untuk
kebutuhan
hidup
pokok,
pertumbuhan,
perkembangan, dan reproduksi dengan asumsi kebutuhan pakan ternak berbeda-beda, untuk satuan satu unit ternak adalah sama dengan satu ekor sapi (Parakkasi, 1999).
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS Landasan Teori Sapi potong sebagai penghasil daging masih perlu ditingkatkan produksinya karena impor sapi bakalan dan daging sapi saat ini masih tinggi. Namun demikian, petani dalam mengembangkan sapi potong terkendala dengan ketersediaan pakan. Umumnya petani-peternak sapi potong hanya memberikan by-product tanaman pertanian sebagai pakan berupa jerami. Pemilikan lahan pertanian pada petani yang sempit umumnya ditanami padi yang menghasilkan beras sebagai bahan pangan pokok. Di sisi lain by-product jerami padi sebagai bahan pakan mempunyai nilai nutrien yang rendah. Alternatif tanaman jagung memungkinkan sebagai sumber pangan karbohidrat pengganti beras dan pakan sapi potong berupa jerami jagung yang mempunyai nilai nutrisi lebih baik dibanding jerami padi . Peranan jagung menjadi semakin penting karena disamping terkait dengan penyediaan bahan pangan sumber karbohidrat, juga akan terkait dengan industri peternakan dalam negeri yang terus diupayakan pengembangannya. Tanaman jagung dapat tumbuh pada kondisi yang tidak banyak terdapat genangan air sedangkan tanaman padi dapat tumbuh pada kondisi tanah yang terdapat genangan air, sehingga di daerah irigasi setengah teknis akan lebih cocok untuk tanaman jagung. Disamping itu, tanaman padi dapat diserang hama wereng yang membuat petani mengalami kerugian
akibat
gagal
panen.
Alternatif
tanaman
jagung
dapat
menggantikan tanaman padi juga sebagai pemutus hama. Usahatani tanaman jagung diharapkan dapat meningkatkan pendapatan usaha tani dan dapat memberikan sumbangan bagi penyediaan hijauan pakan disamping rumput, dan leguminosa. Analisis anggaran parsial dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui
perubahan
pendapatan
atau
keuntungan
dari
adanya
perubahan pola tanam misalnya dari tanaman padi menjadi jagung. Selanjutnya, daya dukung lahan dalam menghasilkan pakan sapi potong dapat dibandingkan diantara tanaman padi dan jagung per luas lahan berdasarkan besarnya TDN untuk sapi potong. Tabel kebutuhan pakan sapi potong per unit ternak dapat diketahui dari pedoman tabel NRC, dari kedua hal tersebut maka akan dapat diketahui daya dukung lahan untuk menghasilkan pakan ternak. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir yang telah disusun maka hipotesis yang diajukan dari penelitian ini adalah (1) Diduga tanaman jagung mempunyai keuntungan yang lebih baik, (2) Tanaman jagung sebagai penghasil jerami pakan sapi potong mempunyai daya dukung yang lebih besar dibanding tanaman padi.
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada lahan irigasi setengah teknis yang ditanami jagung dan padi milik petani di daerah Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul. Pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan Oktober 2014 sampai April 2015. Materi Tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari, umur 65 hari serta padi umur 115 hari yang ditanam oleh petani di lokasi penelitian yang telah ditentukan dengan luas lahan, umur panen dan jarak tanam yang hampir sama, masing-masing 3 responden. Jenis tanaman jagung adalah jagung hibrida dengan varietas pioneer dan tanaman padi adalah padi lokal dengan varietas IR 64. Metode Metode pengambilan sampel Penetapan petani responden, yaitu secara convenience sampling melalui wawancara kepada petani yang memiliki lahan pertanian irigasi setengah teknis yang kondisinya hampir sama di Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul yang menanam tanaman jagung pada umur 65 hari khusus hanya sebagai hijauan pakan, tanaman jagung pada umur 90 hari dan tanaman padi yang dipanen pada umur 115 hari. Pengambilan sampel untuk pengukuran produksi pangan dan pakan hijauan (jerami) dalam pakan berat segar dilakuan dengan metode ubinan. Ukuran penggunaan
ubinan ditetapkan seluas 1,5 m x 1,5 m dengan 5 pengulangan di setiap sisi lahan tanaman (Winugroho et al., 1998). Metode pengambilan data Data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder.
Data
primer
diperoleh
dari
wawancara,
kuisioner
dan
pengambilan ubinan di lokasi tanaman jagung dan tanaman padi. Metode pengambilan data primer adalah dengan metode survei dan pengukuran langsung di lapangan. Data primer berupa cara pengelolaan dan biaya produksi dilakukan dengan wawancara langsung kepada responden dan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Selanjutnya pengukuran produksi tanaman dilakukan dengan metode ubinan pada lahan milik responden pada saat panen. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari pemerintah daerah setempat, Badan Pusat statistik (BPS) dan instansi yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder diperlukan untuk mengetahui gambaran lokasi penelitian dan produktivitas tanaman jagung dan padi sebagai perbandingan dengan data primer. Pengambilan data primer Pengambilan data primer pengukuran produksi dilakukan sesuai dengan cara panen petani yang memanen tanaman jagung ataupun tanaman padi. Cara panen tanaman jagung dan padi
dipangkas
menggunakan sabit. Tanaman jagung dipangkas pada bagian aerial dan tanaman padi pada bagian cabang yang berdaun. Hal ini dilakukan agar
terdapat kesesuaian mengenai kandungan nutrien yang terdapat pada pedoman Tabel komposisi bahan pakan (Hartadi et al., 2005) dengan sampel yang digunakan. Pengukuran produktivitas lahan tanaman jagung dan padi menggunakan rumus : Luas Ubinan per responden= 1,5 m x 1,5 m x 5 = 11,25m² Rata-rata berat produksi padi/jagung/jerami per m² = Rata-rata total berat produksi padi/jagung/jerami per 3 responden 11,25m² Kandungan
TDN untuk
sapi
potong
pada
jerami
jagung
diambil
berdasarkan Tabel komposisi bahan pakan ternak seperti pada Tabel 2 Tabel 2. Produksi hijauan pakan dalam TDN untuk sapi potong berdasarkan %BK Nama bahan pakan dan bagian %BK %TDN dari %BK tanaman Padi, bagian aerial, tanaman 40 16 dewasa setelah panen, segar 100 40 Jagung, bagian aerial, dewasa, tumbuh 57-70 har, segar
22 100
12 58
Jagung, bagian aerial, tumbuh 99 sampai 112 hari, segar Sumber : Hartadi et al., 2005
31 100
21 68
Perhitungan produksi jerami padi dalam ton/ha adalah sebagai berikut: BK (kg) = 40% x produksi jerami padi (kg basah) Produksi TDN (kg) = 16% x berat BK Perhitungan produksi jerami jagung umur 65 hari dalam ton/ha sebagai berikut: BK (kg)= 22% x produksi jerami jagung Produksi TDN (kg) = 12% x berat BK
Perhitungan produksi jerami jagung umur 90 hari dalam ton/ha sebagai berikut: BK (kg) = 31% x produksi jerami jagung umur 90 hari Produksi TDN (kg) = 21% x berat BK Selanjutnya,
untuk
mengukur
daya
dukung
lahan
dalam
menyediakan pakan ternak ditetapkan kebutuhan pakan sapi potong yaitu kebutuhan TDN dengan satun kilogram (kg) per unit ternak (UT) berdasarkan pedoman NRC dan peneliti sebelumnya seperti pada Tabel 2. Tabel 3. Kebutuhan TDN (kg) untuk sapi potong pada bahan pakan berdasarkan BK Berat Badan Gain BK (kg) TDN (%) TDN (Kg) 1) Heifer 300 0,5 6,9 58,4 4,03 0,6 6,9 60 4,14 0,7 7 61,7 4,32 0,8 7,1 63,4 4,50 0,9 7,1 65,3 4,64 1 7,1 67,2 4,77 1,1 7,1 69,2 4,91 2) Steer 3,0 270 0,4 5,2 57,5 4,0 0,6 6,5 61,5 4,4 0,9 6,7 65,5 4,8 1,1 6,8 70 4,0 315 0,4 7,0 57,5 4,5 0,6 7,3 61,5 4,9 0,9 7,5 65,5 5,3 1,1 7,6 70 1) 2) Sumber: NRC (2001), Parakkasi (1999) Sebagai contoh perhitungan dalam penelitian ini menetapkan untuk sapi potong jenis kelamin betina dengan bobot badan rata-rata 300 kg dengan pertambahan berat badan 0,6 kg dan sapi jantan dengan berat badan 315 kg dengan pertambahan berat badan 0,9 kg.
Analisis Data Analisis data yang pertama berupa analisis anggaran parsial untuk mengetahui perubahan pendapatan bersih atau keuntungan dari usahatani tanaman jagung yang dipanen pada umur 65 hari yang sebelumnya ditanamai tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari, tanaman jagung yang dipanen umur 65 hari yang sebelumnya ditanaman padi yang dipanen umur 115 hari dan tanaman jagung yang dipanen umur 90 hari yang sebelumnya ditanam padi yang dipanen umur 115 hari. Analisis anggaran parsial dilakukan dengan mengelompokkan tambahan biaya dan tambahan pendapatan sesuai dengan format anggaran parsial yang terdapat pada Tabel 4. Apabila tambahan keuntungan atau pendapatan bersih
bernilai
positif
maka
tanaman
jagung
yang
diusulkan
menguntungkan dan layak untuk diusahakan, sedangkan apabila bernilai negatif maka perubahan yang diusulkan merugikan atau tidak layak untuk diusahakan. Tabel yang akan digunakan dalam analisis anggaran parsial seperti pada Tabel 4. Analisis data kedua menentukan kandungan TDN untuk pakan sapi potong pada setiap jenis dan bagian tanaman berdasarkan persentase BK yang disesuaikan dengan Tabel 2 dan Tabel kebutuhan TDN pakan sapi potong per unit ternak atau setara dengan 1 ekor ternak dewasa yang disesuaikan dari Tabel 3. Hal ini dilakukan untuk mengetahui daya dukung lahan dalam menghasilkan pakan sapi potong pada satuan luas tanaman jagung dan padi.
Tabel 4. Partial budget penanaman jagung sebagai penghasil pangan dan pakan ternak di daerah irigasi setengah teknis yang sebelumnya ditanami padi 1.Tambahan biaya 3.Tambahan pendapatan (biaya dari tanaman jagung)
(penerimaan dari tanaman
Bunga modal untuk:
jagung)
Penanaman jagung
........ Produksi tanaman jagung
Pajak
........ Jerami jagung
Sub total
.......
Sub total
............. ..... ...........
Variable cost Pengolahan Lahan
........
Pupuk dan pemeliharaan
........
Biaya lain-lain
........
Sub total
.......
2.Pengurangan pendapatan
4.Pengurangan biaya
(biaya dari tanaman padi) Sub total
(penerimaan dari tanaman padi) .......
Sub total
A. Total tambahan biaya
B. Total tambahan .......
Perubahan keuntungan (B-A) Sumber: Widiati dan Kusumastuti, 2013
.......
.......
pendapatan ........
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Penelitian Wilayah Kabupaten Bantul mempunyai luas 506,85 km2 dengan 17 Kecamatan, yaitu Kecamatan Srandakan, Sanden, Kretek, Pundong, Bambanglipuro, Pandak, Bantul, Jetis, Imogiri, Dlingo, Pleret, Piyungan, Banguntapan, Sewon, Kasihan, Pajangan dan Sedayu. Penelitian yang telah dilakukan bertempat di Kecamatan Piyungan dengan luas 3.254 Ha atau 6,42% bagian dari Kabupaten Bantul. Kecamatan Piyungan terdiri dari 3 Desa dengan 60 dusun dan 332 RT. Desa-desa yang berada di Kecamatan Piyungan adalah Desa Sitimulyo, Srimartani dan Srimulyo. Sebagian besar lahan pertanian di Kecamatan Piyungan bersistem irigasi setengah teknis dengan luas lahan 771 Ha. Keadaan iklim di Kecamatan Piyungan beriklim tropiis, jumlah curah hujan dan banyaknya curah hujan menurut stasiun pemantau dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah curah hujan (CH) dan banyaknya hari hujan (HH) menurut stasiun pemantau per bulan Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Sumber : BPS, 2014
Stasiun Pemantau CH (mm) HH(hari) 308 17 392 19 176 8 239 15 140 11 209 14 59 8 0 0 0 0 39 4 266 16 278 12
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui pada bulan juli jumlah curah hujan dan banyaknya hari hujan sebesar 59 mm CH dengan 8 hari HH, pada bulan Agustus sampai dengan September sebanyak 0 mm CH dan 0 hari HH, bulan Oktober 39 mm CH dan 0 hari HH sedangkan bulan November sampai dengan Desember rata-rata 276 mm CH dengan 14 hari HH. Disimpulkan daerah Kecamatan Piyungan memiliki curah hujan dan banyaknya hari hujan tidak menentu. Kecamatan Piyungan berada di dataran rendah yaitu 80 meter diatas permukaan laut (BPS, 2014). Curah hujan yang rendah, terkonsentrasi selama musim hujan yang pendek, dengan waktu yang tersisa cenderung relatif kering. Suhu tinggi selama musim hujan menyebabkan sebagian besar curah hujan yang akan hilang dalam penguapan. Lahan kering didefinisikan secara umum dalam hal iklim sebagai tanah dengan curah hujan terbatas. Ditandai dengan rendahnya curah hujan yang berkisar antara 100-600 mm/tahun, tidak menentu dan sangat tidak konsisten (Harjadi, 1991). Berdasarkan referensi tersebut jika dibandingkan dari Table 5 Kecamatan Piyungan termasuk dalam kategori lahan kering. Keadaan pertanian Sektor pertanian mempunyai andil terbesar dalam perekonomian di daerah. Peningkatan pembangunan di sektor pertanian sangat penting karena menyangkut pemenuhan kebutuhan pangan yang sangat mendasar bagi rakyat. Produksi hasil pertanian di kecamatan Piyungan berupa padi,dan palawija. Tanaman padi dan palawija biasanya ditanam petani di
Kecamatan Piyungan di daerah persawahan. Proporsi lahan yang terdapat di wilayah Kecamatan Piyungan dapat diketahui pada Tabel 6. Tabel 6. Luas lahan sawah, bukan sawah dan lahan non-pertanian (ha) per desa di Kecamatan Piyungan Desa Luas lahan sawah Luas lahan Luas lahan non bukan sawah pertanian Sitimulyo 408,60 479,40 52 Srimulyo
507,00
887,00
62
Srimartani
289,95
477,05
91
Kecamatan
1205,55
1843,45
205
Sumber: BPS, 2014 Pemilihan lokasi penelitian berada di Jalan Wonosari dekat dengan Kabupaten Gunung Kidul. Gudang sapi potong di daerah Yogyakarta bertempat di Kabupaten Gunung kidul (Anonim, 2014), sehingga wilayah Kecamatan Piyungan merupakan tempat yang tepat untuk pemasaran pakan hijauan sapi potong. Petani di Kecamatan Piyungan menanam tanaman jagung dan padi selain untuk memenuhi kebutuhan pangan juga dimanfaatkan peternak di daerah setempat untuk pakan hijauan sapi potong. Pakan Hijauan sapi potong di Kabupaten Gunung Kidul pada musim kemarau sering mengalami kekurangan. Para peternak Gunung Kidul secara berkelompok membeli pakan hijauan untuk pakan sapi potong berupa jerami jagung didaerah lain, salah satunya dari Kecamatan Piyungan (Soeharsono dan Sudaryanto, 2006). Wilayah Kecamatan Piyungan cukup strategis untuk pemasaran pakan hijauan sapi potong ke Kabupaten Gunung Kidul.
Tabel 7. Produksi dan luas panen tanaman jagung dan padi Kabupaten Bantul Tanaman jagung Produksi luas panen (kwintal/Ha) (Ha) Srandakan 50825 33 Sanden 116692 72 Kretek 99332 20 Pundong 108595 138 Bambanglipuro 173309 105 Pandak 108871 53 Bantul 148839 125 Jetis 176142 76 Imogiri 104167 249 Dlingo 87496 1329 Pleret 93199 158 Piyungan 149054 209 Banguntapan 165967 105 Sewon 176573 44 Kasihan 74267 86 Pajangan 33373 390 Sedayu 99565 159 Kecamatan
Tanaman padi sawah Produksi luas panen (kwintal/Ha) (Ha) 53693,84 843 145598,2 2315 115294,4 1744 99252,42 1488 152471,9 2352 140100 2260 148992,9 2448 182549,6 3086 127928,2 2018 74336,14 1253 96818,71 1547 153654,4 2468 161316,1 2459 165068,6 2623 79690,64 1234 27625,85 442 136087,2 2070
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul, 2014 Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui jika produksi dan luas panen tanaman padi dan jagung yang terdapat di kecamatan piyungan masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan kecamatan lain yang terdapat di Kabupaten Bantul. Tanaman padi lebih banyak ditanam oleh petani di Kecamatan Piyungan bila dibandingkan dengan tanaman pangan lain yaitu jagung. Data luas panen dan rata-rata produksinya pun selalu lebih besar. Produksi tersebut mengambil andil yang positif terhadap ketahanan pangan, selain itu berperan dalam mencukupi kebutuhan hijauan pakan sapi potong.
Produksi Bahan Pangan, Pakan dan Penerimaan Usahatani Penerimaan
usahatani
merupakan
komponen
penting
yang
menentukan keuntungan, terdiri dari komponen produk pokok dan byproduct serta harga-harganya. Produksi pokok dan hijauan pakan umumnya ber-fluktuasi mengikuti pola musim, pada musim penghujan hijauan pakan melimpah dan pada musim kemarau sangat terbatas. Produksi tanaman jagung untuk pakan ternak atau tanaman jagung yang dipanen pada umur 65 hari dapat diestimastikan sebanyak 4 kali panen dalam satu tahun sedangkan tanaman jagung untuk pangan atau tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari dan tanaman padi yang dipanen pada umur 115 hari dapat ditanam sebanyak 3 kali musim panen selama satu tahun. Tanaman jagung yang digunakan oleh petani sebagai responden berupa tanaman jagung hibrida dengan varietas pioneer. Hibrida dapat menghasilkan biji lebih tinggi dari pada varietas bersari bebas. Harga varietas hibrida jauh lebih mahal dari pada benih bersari bebas dan setiap kali tanam petani harus membeli benih baru (Rohaeni et al., 2006) Berdasarkan peneletian Mubarakkan et al., (2012) penggunaan varietas hibrida dalam penanaman jagung dapat mencapai produksi tinggi sehingga secara ekonomis menguntungkan petani. Hasil penelitian membuktikan semua tanaman jagung hibrida yang digunaan menunjukkan keragaan tanaman yang hampir sama.
Tanaman padi yang digunakan oleh petani sebagai responden berupa padi lokal dengan varietas IR 64. Tanaman padi dengan vaietas lokal merupakan varietas padi yang sudah lama bradaptasi di daerah tertentu, sehingga varietas lokal mempunyai karateristik spesifik lokasi di daerah tersebut. Jarak tanaman yang digunakan petani untuk menanam padi berupa 20 cm x 20 cm ada pula yang menanam dengan jarak 25 cm x 23 cm, jarak tanam yang dianjurkan dalam penanaman tanaman padi adalah 20 cm x 20 cm atau 30 cm x 15 cm. Jarak tanam ini dianjurkan agar dalam satu hektar lahan, populasi tanaman tidak kurang dari 220.000 rumpun (Banowati, 2011). Tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari dan padi yang dipanen pada umur 115 hari menghasilkan produk utama berupa biji-bijian dan by-product berupa hijauan pakan ternak, sedangkan tanaman jagung yang dpanen pada umur 65 hari biasa disebut masyarakat dengan istilah tebon jagung. Tebon jagung adalah seluruh tanaman jagung termasuk batang, daun dan buah jagung yang umumnya dipanen pada umur tanaman 45 – 65 hari (Soeharsono dan Sudaryanto, 2006). Biasanya petani jagung sengaja menanam jagung khusus untuk pakan hijauan bekerja sama dengan peternak besar. Petani hanya menanam jagung sebagai hijauan dan pada umur tertentu. Seluruh tanaman jagung dipangkas dan dicacah untuk diberikan langsung ke ternak dan atau dimasukkan ke dalam tempat tertutup untuk dibuat silase.
Kulit buah jagung adalah kulit luar buah jagung yang biasanya dibuang. Tongkol jagung adalah limbah yang diperoleh ketika biji jagung dirontokkan dari buahnya, sehingga diperoleh jagung pipilan sebagai produk utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol atau janggel (Rohaeni et al., 2006). Jagung diproduksi untuk memenuhi kebutuhan manusia dan kebutuhan pakan ternak. Jerami jagung yang terdiri dari daun dan batang, setelah panen termasuk kelobot dan tongkol merupakan pakan hijauan temak ruminansia. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan metode ubinan seluas 1,5 m x 1,5 m pada luas tanaman jagung dan padi yang ditanam petani responden diperoleh hasil panen seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Rata-rata hasil panen produksi usahatani jagung dan padi di lokasi penelitian Rata-rata hasil panen pada produksi usahatani Keterangan
jagung umur 90 hari
jagung umur 65 hari
padi umur 115 hari
Ton/ha
Ton/ha/th
Ton/ha Ton/ha/th
Ton/ha Ton/ha/th
Biji-bijian
8,4
25,3
-
-
7,56
22,68
Hijauan
62,8
188,4
68,9
275,6
17,78
53,34
Sumber : data primer terolah, 2015 Catatan: rata-rata garapan adalah 0,1 Ha. Umur panen tanaman jagung 90 hari dan padi 115 hari dipanen sebanyak 3 kali, umur panen tanaman jagung 65 hari sebanyak 4 kali; Biji-bijian berupa produk utama usahataani tanaman, hijauan merupakan produk by-product usahatani tanaman. Tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari hasil panen produk utamanya berupa produksi biji yang dapat digunakan sebagai bahan pangan sedangkan hasil panen hijauan berupa jerami, kulit dan tongkol jagung dapat digunakan sebagai kebutuhan pakan hijauan sapi potong. Berdasarkan Tabel 8 rata-rata hasil panen pada tanaman jagung yang
dipanen pada umur 90 hari memiliki produksi biji dari pengukuran hasil ubinan sebanyak 8,4 ton per hektar. Hasil produksi yang didapat pada saat penelitian berada diatas rata-rata produksi biji jagung yang terdapat di Kecamatan Piyungan yang dapat menghasilkan 7,13 ton per hektar produksi biji jagung (BPS, 2014). Hasil Produksi jagung tertinggi dengan varietas hibrida berdasarkan penelitian Mubarakkan et al., (2005) terdapat 10,60 ton per hektar. Hasil panen hijauan dari tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari dapat digunakan sebagai pakan ternak berupa tongkol, kulit dan jerami sebanyak 62,8 ton per hektar. Berdasarkan data sekunder tidak terdapat catatan rata-rata produksi jerami, tongkol dan kulit jagung yang terdapat di
Kecamatan Piyungan. Perbandingan dengan penelitian
sebelumnya, rata-rata produksi by-product hijauan tanaman jagung hibrida yang dapat diberikan sebagai pakan sapi potong berada dibawah kisaran dari hasil penelitian dimana rata-rata produksi hijauan tanaman jagung dengan umur panen 90 hari setelah tanam sebanyak 72,9 ton per hektar (Syafruddin dan Saidah, 2006). Berdasarkan Tabel 8 rata-rata hasil panen pada tanaman jagung yang dipanen pada umur 65 hari digunakan hanya sebagai pakan sapi potong memiliki hasil panen lebih banyak bila dibandingkan dengan hasil panen tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari. Produksi tanaman jagung yang digunakan sebagai hijauan pakan ternak dengan varietas hibrida pada umur 65 hari berkisar antara 55 hingga
70 ton per hektar (Maryono dan Romjali, 2007). Berdasarkan referensi tersebut dapat diketahui produksi tanaman jagung yang digunakan pada saat penelitian yang dipanen pada umur 65 hari memiliki hasil panen yang berada dalam kisaran rata-rata. Rata-rata hasil panen gabah (bijian-bijian) dari tanaman padi yang dipanen umur 115 hari jika dilihat dari Tabel 8 terdapat hasil panen sebanyak 7,56 ton per hektar. Produksi tanaman padi yang terdapat di Kecamatan Piyungan dari data sekunder memiliki rata-rata produksi sebanyak 6,22 ton per hektar (BPS, 2014). Berdasarkan perbandingan antara data primer yang didapat dari hasil pengukuran lapangan yang telah dilakukan dengan data sekunder dari dinas pertanian dan kehutanan Kabupaten Bantul, maka rata-rata produksi tanaman padi yang dimiliki responden berada diatas rata-rata produksi tanaman padi di Kecamatan Piyungan. Hasil panen hijauan tanaman padi sebanyak 17,78 ton per hektar. Berdasarkan data sekunder tidak terdapat catatan dari rata-rata hasil produksi jerami jagung yang terdapat di Kecamatan Piyungan, apabila dibandingkan dengan penelitian Ngadmawati (2001) produksi jerami padi dengan varietas lokal yaitu 16,54 ton per hektar satu kali panen tergantung pada lokasi dan varietas yang digunakan. Penerimaan usahatani Penerimaan yang biasa diperhitungan dalam usahatani tanaman jagung berasal dari hasil penjualan produksi utama jagung dan by-product
tanaman jagung yang dapat dimanfaatkan untuk pakan hijauan ternak (Prawirokusumo, 1990). Biji jagung dalam penelitian ini merupakan produk utama dari tanaman jagung sedangkan jerami, tongkol dan kulit jagung menjadi by-product pakan hijauan yang dapat dijual sebagai pakan hijauan sapi potong. Pendapatan kotor atau penerimaan padi berupa gabah sebagai produk utama dan jerami serta by-product lainnya menjadi byproduct yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan hijauan ternak. Rata-rata penerimaan usahatani pada tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari, tanaman jagung yang dipanen pada umur 65 hari dan tanaman padi dalam penelitian ini yang telah disesuaikan dengan Tabel 7, dapat disajikan seperti pada Tabel 9. Tabel 9. Rata-rata penerimaan usahatani per hektar per tahun Keterangan Produk pokok (ton) Harga (Rp / ton) sub total by-product (ton) Harga (Rp /ton) sub total Total
Rata-rata hasil panen pada produksi usahatani (ton/Ha) jagung umur 90 jagung umur 65 tanaman padi hari hari umur 115 hari 1) 25,3 22,682) Rp5.000.0001) Rp0 Rp4.000.0002) Rp126.666.667 Rp0 Rp90.720.000 188,4 275,6 53,34 Rp120.000 Rp160.000 Rp100.000 Rp22.608.000 Rp44.088.889 Rp5.334.000 Rp149.274.667 Rp44.088.889 Rp96.054.000
Sumber: data primer terolah, 2015 Catatan :rata-rata garapan adalah 0,1 Ha. Umur panen tanaman jagung 90 hari dan padi umur 115 hari sebanyak 3 kali, serta tanaman jagung umur 65 hari 4 kali; 1)Jagung pipil; 2)Gabah. Berdasakan Tabel 9 dapat diketahui tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari menghasilkan penerimaan lebih tinggi dibandingkan tanaman jagung yang dipanen pada umur 65 hari dan tanaman padi. Besarnya penerimaan usahatani dapat diketahui dengan cara mengalikan
rata-rata jumlah produksi dengan harga rata-rata yang berlaku saat itu. Harga rata-rata produksi jagung pipil yang dijual sebagai produk utama Rp 5000 per kilogram. Harga rata-rata produksi gabah adalah Rp 4000 per kilogram. Harga produk sampingan sebagai pakan ternak berdasarkan ukuran dari luas lahan yang digarap petani. Harga jerami jagung untuk pakan ternak per kilogram lebih mahal jika dibandingkan dengan jerami padi. Biasanya petani sebagai responden tidak menjual jerami padi tetapi hanya digunakan untuk pakan sapi potong milik sendiri. Penetapan harga tersebut berdasarkan hasil dari wawancara yang dilakukan disetiap responden pada saat penelitian. Harga produksi pertanian bervariasi karena sifatnya tergantung pada musim (Prawirokusumo, 1990). Biaya Produksi Usahatani Tanaman Biaya usahatani biasanya diklasifikasi menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap dalam produksi usaha tani tanaman jagung yang dipanen umur 90 hari, tanaman jagung yang dipanen pada umur 65 hari dan tanaman padi meliputi pajak lahan, sewa tanah ,dan traktor. Biaya variabel meliputi benih, penggunaan pupuk, dan tenaga kerja. Berdasarkan hasil penelitian diketahui rata-rata biaya untuk usahatani tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari, tanaman jagung yang dipanen pada umur 65 hari dan padi yang digarap petani sebagai responden per hektar terdapat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rata-rata biaya produksi usaha tanaman per hektar per tahun Keterangan Biaya Tetap Traktor Pajak Sewa lahan sub total Biaya Variabel Benih Pupuk Tenaga kerja Sub total Total
Rata-rata biaya pada produksi usahatani (Rp) jagung umur 90 jagung umur 65 padi umur 115 hari hari hari 2.600.000 414.700 15.000.000 18.014.700
2.933.332 414.700 15.000.000 18.348.032
2.200.000 414.700 15.000.000 17.614.700
1.275.000 4.500.000 14.600.000 20.375.000
1.200.000 4.000.000 7.333.333 12.533.333
920.000 3.448.000 12.300.000 16.668.000
38.389.700
30.881.365
34.282.700
Sumber: data primer terolah, 2015 Catatan: Analisis biaya usahatani tanaman dilakukan untuk rata-rata garapan adalah 0,1 Ha. Umur panen jagung 90 hari sebanyak 3 kali panen, jagung yang dipanen umur 65 hari sebanyak 4 kali panen serta padi umur 115 hari sebanyak 3 kali panen. Lahan yang digunakan merupakan lahan milik petani sendiri. Biaya tetap Petani yang menanam tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari, jagung yang dipanen pada umur 65 hari dan padi yang dipanen umur 115 hari dalam luasan lahan garapannya terdapat pajak lahan yang harus dibayar walaupun produksi dalam usahatani sedang ataupun tidak terdapat produksi, jadi biaya untuk pajak akan tetap dibayar walaupun hasil usahatani itu besar atau gagal. Biaya untuk traktor pada lahan garapan petani termasuk dalam biaya tetap karena sebelum lahan garapan petani menghasilkan
produksi,
traktor
digunakan
terlebih
dahulu
dalam
pengolahan lahan dan tidak berpengaruh terhadap produksi. Biaya tetap dapat menjadi biaya variabel apabila meningkatnya nilai tanah, alat-alat
pertanian harus ditambah karena telah melampaui umur ekonomisnya (Suratiyah, 2006). Biaya tidak tetap Benih. Peningkatan produksi disebabkan oleh meningkatnya luas panen dan produktivitas lahan. Produktivitas yang meningkat disebabkan oleh adanya penerapan cara budidaya yang telah baik, seperti penggunaan benih bermutu, penggunaan pupuk organik maupun anorganik, pengaturan pola tanam, dan pengaturan sistem tanam. Benih merupakan biaya produksi dimana penggunaan benih dapat menjadi faktor dalam produksi usahatani tanaman (Hasan, 2010). Benih yang digunakan oleh petani untuk menanam tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari, jagung yang dipanen pada umur 65 hari dan padi yang dipanen umur 115 hari sebagian besar diberikan dari Dinas Pertanian Kabupaten Bantul. Benih yang digunakan dalam penanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari jika dilihat pada Tabel 10 merupakan biaya tertinggi dibanding dari biaya benih untuk jagung yang dipanen pada umur 65 hari dan tanaman padi yang dipanen umur 115 hari. Hal ini dapat disebabkan penggunaan benih yang ditanam oleh petani jagung yang dipanen pada umur 90 hari dalam satu lubang terdapat dua butir benih agar menghasilkan produksi jagung dalam satu batang menjadi dua buah. Pupuk. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari, tanaman jagung yang dipanen pada umur 65 hari serta tanaman padi yang dipanen umur 115 hari dapat
ditempuh dengan pemberian pupuk dan pengaturan jarak tanam. Pupuk terbagi menjadi dua macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik (Rahayu, 2005). Pupuk yang digunakan petani sebagai responden dalam lahan garapannya berupa pupuk organik (pupuk kandang) dan anorganik (urea, TSP dan KCl). Pupuk yang digunakan petani juga sebagian berasal dari Dinas Pertanian Kabupaten Bantul. Tenaga kerja. Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan kualitas produksi. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani keluarga (family farms), khususnya tenaga kerja petani beserta anggota keluarganya, jika masih dapat diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga sendiri maka tidak perlu mengupah tenaga luar, yang berarti menghemat biaya. Usahatani keluarga maupun perusahaan pertanian peranan tenaga kerja belum sepenuhnya dapat diatasi dengan teknologi yang menghemat tenaga, hal ini dikarenakan selain mahal juga ada hal-hal tertentu yang memang tenaga kerja manusia tidak dapat digantikan (Suratiyah, 2006). Petani sebagai responden yang menanam jagung dan padi dalam penelitian ini menggunakan tenaga kerja dari dalam dan luar keluarga. Tenaga dari luar keluarga memiliki upah hari orang kerja (HOK) Rp 60.000. Tenaga kerja yang digunakan untuk usahatani tanaman dengan luasan garapan 0,1 hektar tanaman jagung dipanen pada umur 90 hari terdapat rata-rata
menggunakan tenaga kerja sebanyak 9 HOK, tanaman jagung yang dipanen pada umur 65 hari rata-rata sebanyak 4 HOK, dan tanaman padi sebanyak 9 HOK. Analisis Anggaran Parsial Perubahan
pendapatan
pada
penelitian
ini
terjadi
akibat
digunakannya tanaman yang berbeda untuk pakan ternak dengan waktu pemanenan yang berbeda. Penanaman tanaman jagung dan padi memiliki input berupa biaya yang berasal dari pajak lahan, penggunaan traktor, pembelian bibit, penggunaan pupuk, dan tenaga kerja. Output dari penanaman tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari berupa produksi biji dan penjualan jerami jagung yang digunakan sebagai pakan sapi potong, sedangkan tanaman jagung yang dipanen pada umur 65 hari memiliki output jerami jagung sebagai pakan sapi potong. Input dari tanaman padi berupa produksi dari gabah dan jerami padi yang dapat digunakan sebagai pakan sapi potong. Biasanya petani yang berperan sebagai responden dalam penelitian ini menggunakan lahan garapannya dalam program jangka pendek untuk menanam jagung yang dipanen pada umur 65 hari sebagai tanaman sela sebelum menanam tanaman jagung untuk kebutuhan bahan pangan ataupun tanaman padi. Program jangka panjang untuk menanam tanaman jagung yang dipanen pada umur 65 hari dapat diintegrasikan dengan tanaman ubi kayu. Hasil produktivitas tanaman ubi kayu di Kecamatan Piyungan termasuk cukup
tinggi jika dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Bantul (BPS, 2014). Tabel 11. Analisis anggaran parsial tanaman jagung untuk pakan ternak yang sebelumnya ditanami tanaman jagung untuk pangan dan pakan ternak per hektar per tahun (rata-rata dari n=15 ubinan) A. Pengurangan Pendapatan 1.Tambahan Biaya Biaya Tetap Traktor Rp2.600.000 Pajak Rp414.700 sewa lahan Rp15.000.000 sub total Rp18.014.700 Biaya Variabel Benih Rp1.275.000 Pupuk Rp4.500.000 Tenaga kerja Rp14.600.000 sub total Rp20.375.000 Rp38.389.700 3.Pengurangan penerimaan produksi biji jagung Rp126.666.667
A. Total pengurangan pendapatan Rp165.056.367 Perubahan pendapatan (Rp90.079.002)
B. Tambahan pendapatan 2.Tambahan penerimaan Jerami Rp44.096.000
4. Pengurangan biaya Biaya Tetap Traktor Rp2.933.332 Pajak Rp414.700 sewa lahan Rp15.000.000 sub total Rp18.348.032 Biaya Variabel Benih Rp1.200.000 Pupuk Rp4.000.000 Tenaga kerja Rp7.333.333 sub total Rp12.533.333 Total Rp30.881.365 B. Total tambahan pendapatan Rp74.977.365
Sumber: data primer terolah, 2015 Analisis anggaran parsial digunakan untuk mengetahui perubahan yang menguntungkan ataupun tidak dengan melakukan perhitungan selisih daro total tambahan pendapatan dengan total pengurangan pendapatan
(Widiati dan Kusumastuti, 2013). Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui total dari pengurangan pendapatan pada perubahan lahan yang digunakan untuk tanaman jagung yang dipanen pada umur 65 hari sebelumnya ditanamani jagung yang digunakan untuk kebutuhan pangan atau tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari sebanyak Rp165.056.367 sedangkan total dari tambahan pendapatan sebanyak Rp74.977.365. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui jika B (total tambahan pendapatan) lebih kecil dari A (total tambahan pendapatan). Jika B lebih besar dari A, maka ada kenaikan pendapatan bersih sebagai akibat dari adanya perubahan aktivitas, sehingga aktivitas baru tersebut layak untuk dilakukan dan sebaliknya (Widiati dan Kusumastuti, 2013). Analisis anggaran parsial dalam perubahan pendapatan jika dilihat dari Tabel 11 terdapat jumlah B lebih kecil daripada jumlah A dengan total selisih antara B dan A sebanyak Rp 90.079.002 (negatif). Hal ini menunjukkan bahwa perubahan tanaman jagung yang dipanen umur 90 hari untuk kebutuhan pangan menjadi tanaman jagung yang dipanen pada umur 65 hari untuk kebutuhan pakan dengan luasan suatu lahan garapan milik petani tidak menguntungkan karena perubahan pendapatan bersih negatif. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada saat penelitian, tanaman jagung yang dipanen pada umur 65 hari sengaja ditanam untuk dimanfaatkan sebagai pakan sapi potong pada musim kemarau. Tanaman jagung yang dipanen pada umur 65 hari di Kecamatan Piyungan biasanya
dibeli oleh peternak secara berkelompok dari Kabupaten Gunung Kidul pada musim kemarau untuk pakan sapi potong. Tabel 12. Analisis anggaran parsial tanaman jagung untuk pakan ternak yang sebelumnya ditanami tanaman padi per hektar per tahun (ratarata dari n=15 ubinan) A. Pengurangan Pendapatan 1.Tambahan Biaya Biaya Tetap Traktor Rp2.933.332 Pajak Rp414.700 sewa tanah Rp15.000.000 sub total Rp18.348.032 Biaya Variabel Benih Rp1.200.000 Pupuk Rp4.000.000 Tenaga kerja Rp7.333.333 sub total Rp12.533.333 Total Rp30.881.365 3.Pengurangan penerimaan produksi padi Rp90.720.000 produksi jerami 5334000
A. Total pengurangan pendapatan Rp126.935.365 Perubahan pendapatan (B-A) (Rp48.556.665)
B. Tambahan pendapatan 2.Tambahan penerimaan Jerami
Rp44.096.000
4. Pengurangan biaya Biaya Tetap Traktor Rp2.200.000 Pajak Rp414.700 sewa tanah Rp15.000.000 sub total Rp17.614.700 Biaya Variabel Benih Rp920.000 Pupuk Rp3.448.000 Tenaga kerja Rp12.300.000 sub total Rp16.668.000 Total Rp34.282.700 B. Total tambahan pendapatan Rp78.378.700
Sumber: data primer terolah, 2015 Analisis anggaran parsial dalam perubahan pendapatan penanaman padi menjadi jagung yang dipanen pada umur 65 hari jika dilihat dari Tabel 9 terdapat jumlah B lebih kecil daripada jumlah A dengan total selisih antara B dan A sebanyak Rp 54.088.223 (negatif). Hal ini menunjukkan bahwa
perubahan tanaman padi menjadi tanaman jagung yang dipanen pada umur 65 hari dengan luasan suatu lahan garapan milik petani tidak menguntungkan karena perubahan pendapatan bersih negatif. Tabel 13. Analisis anggaran parsial tanaman jagung untuk pangan dan pakan ternak yang sebelumnya ditanami tanaman padi per hektar per tahun (rata-rata dari n=15 ubinan) A. Pengurangan Pendapatan 1.Tambahan Biaya Biaya Tetap Traktor Rp2.933.332 Pajak Rp414.700 Sewa lahan Rp15.000.000 Sub total Rp18.348.032 Biaya Variabel Benih Rp1.275.000 Pupuk Rp4.500.000 Tenaga kerja Rp14.600.000 Sub total Rp20.375.000 Total Rp38.723.032 3.Pengurangan penerimaan Produksi gabah Rp90.720.000 Produksi jerami Rp5.334.000
A. Total pengurangan pendapatan Rp134.777.032 Perubahan keuntungan (B-A) Rp48.780.335
B. Tambahan pendapatan 2.Tambahan penerimaan Produksi biji Rp126.666.667 Produksi jerami Rp22.608.000
4. Pengurangan biaya Biaya Tetap Traktor Rp2.200.000 Pajak Rp414.700 sewa tanah Rp15.000.000 Sub total Rp17.614.700 Biaya Variabel Benih Rp920.000 Pupuk Rp3.448.000 Tenaga kerja Rp12.300.000 Sub total Rp16.668.000 Total Rp34.282.700 B. Total tambahan pendapatan Rp183.557.367
Sumber: data primer terolah, 2015 Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui jika jumlah B lebih besar daripada jumlah A dengan total selisih antara B dan A sebanyak Rp 49.513.667 (positif) , hal ini menunjukkan bahwa perubahan tanaman padi
menjadi tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari untuk penggunaan pangan dan pakan ternak dengan luasan suatu lahan garapan milik petani menguntungkan karena perubahan pendapatan bersih positif. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada responden pada saat pengambilan data di lapangan, usahatani tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari menghasilkan pendapatan bersih yang lebih banyak dibanding dengan tanaman padi, namun hal tersebut tergantung pada musim yang terdapat di lokasi penelitian.
Kondisi Sapi Potong di Lokasi Penelitian Ternak sapi potong merupakan salah satu usaha peternakan yang potensial di Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul. Populasi ternak sapi potong jantan yang ada di Kecamatan Piyungan sebanyak 1.513 ekor dan populasi sapi potong betina sebanyak 3.510 ekor sehingga jumlah populasi sapi potong di Kecamatan Piyungan sebanyak 5.023 ekor. Populasi sapi potong di Kabupaten Bantul sebanyak 51.142 ekor sehingga dapat diketahui perbandingan jumlah populasi sapi potong yang berada di Kecamatan Piyungan sebanyak 9,83% dari jumlah populasi sapi potong di Kabupaten Bantul. Masyarakat di Kecamatan Piyungan merupakan petani dengan rata-rata kepemilikan ternak sebanyak 1-5 ekor. Data tersebut diambil pada bulan Desember 2014 (BPS, 2014). Ternak sapi potong memiliki populasi paling banyak daripada ternak ruminansia lainnya (kambing dan domba). Kebanyakan peternak di Kecamatan Piyungan
memelihara sapi betina sehingga pengembangan
populasi akan lebih cepat, serta memanfaatkan pakan ternak dari sisa hasil pertanian. Daya Dukung Lahan untuk Pakan Sapi Potong di Kecamatan Piyungan Ternak
ruminansia
terutama
ternak
ruminansia
besar
dapat
memanfaatkan bahan pakan yang berupa pakan hijauan yang berasal dari limbah pertanian. Pengembangan sapi potong di suatu daerah sudah saatnya dilakukan usaha untuk memanfaatkan limbah pertanian untuk pakan hijauan mengingat penyediaan rumput dan hijauan pakan lainnya sangat terbatas. Daya dukung lahan yang sesuai bagi pengembangannya untuk dapat mencukupi kebutuhan pakan sapi potong perlu diketahui, sehingga lahan dan sumberdaya lainnya yang ada dapat dimanfaatkan untuk memberikan produksi yang optimal. Daya dukung lahan merupakan kapasitas padang penggembalaan untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak yang digembalakan dalam luasan satu hektar atau daya dukung padang penggembalaan untuk menampung ternak per hektar (Reksohadiprodjo, 1994). Perhitungan daya dukung lahan dalam penelitian ini disesuaikan dengan rata-rata hasil panen produksi usahatani yang terdapat pada Tabel 7. Satuan luas lahan garapan petani dengan berdasarkan kebutuhan pakan sapi potong yang dikonfersikan dalam bentuk TDN pada bahan kering disesuaikan pada Tabel 2. Contoh perhitungan yang digunakan untuk mengetahui daya dukung lahan menggunakan sapi jantan dengan bobot 315 kilogram dan pertambahan
berat badan 0,9 kilogram yang membutuhkan TDN sebanyak 4,9 kilogram. Sapi betina dengan bobot 300 kilogram dengan pertambahan berat badan 0,6 kilogram per hari yang membutuhkan TDN sebanyak 4,14 kilogram. Hal ini disesuaikan dengan rata-rata bobot badan sapi potong di Indonesia satu ST setara dengan seekor sapi dewasa dengan bobot badan 300 kg yang berumur 2,5 tahun (Hardjosubroto dan Astuti, 1993). Tabel 14. Kebutuhan pakan sapi potong per musim berdasarkan TDN kebutuhan pakan (ekor/hari) Keterangan
sapi betina1) sapi jantan2)
BK(kg) 6,91) 7,52)
kebutuhan pakan (ekor/musim) TDN (kg/ekor/musim) jagung jagung padi TDN(%) TDN(kg) umur 90 umur 65 umur hari hari 115 hari 1) 60 4,14 376,74 273,24 480,24 2) 65,5 4,9 445,9 323,4 563,5
Sumber : data primer terolah, 2015 ; 1)NRC (2001); 2)Parakkasi (1999) Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui jika kebutuhan untuk pakan sapi potong jenis kelamin jantan dengan berat badan 315 kilogram dan pertmbahan berat badan 0,9 kilogram per hari lebih banyak bila dibanding kebutuhan pakan sapi potong betina dengan berat badan 300 kilogram dan pertambahan berat badan 0,6 kilogram per hari. Tabel 15. Ketersediaan pakan hijauan sapi potong berdasarkan TDN Keterangan
Hasil panen (ton/Ha)
Ketersediaan pakan sapi potong BK(%)1) BK(ton) TDN(%BK)1) TDN(ton)
Jagung umur 90 hari Jerami Tongkol dan kulit Total Jagung umur 65 hari Jerami Padi umur 115 hari Jerami
62,8 3,23 66,03
31 31
19,5 1,0 20,5
21 21
2,3 0,1 2,5
68,9
22
15
12
1,82
17,78
40
7,11
16
1,14
Sumber :data primer terolah, 2015 ; 2)Hartadi et al., 2005
Tabel 16. Rerata daya dukung pakan hijauan sapi potong per musim per hektar Ketersediaan Kebutuhan TDN(kg) TDN (kg)/musim sapi sapi betina jantan
sapi betina
sapi jantan
Jerami Tongkol dan kulit Total Jagung umur 65 hari Jerami Padi umur 115 hari
4088,28 210,3 4298,6
376,74
445,9
11,40
9,64
1818,67
273,24
318,5
6,65
5,71
Jerami
1137,92
480,24
563,5
2,36
2,02
Keterangan
Daya dukung (ekor)
Jagung umur 90 hari
Sumber: data primer teroleh, 2015 Perhitungan mengenai daya dukung lahan terhadap jumlah ternak yang dipelihara adalah berdasarkan pada produksi hijauan pakan yang tersedia. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui dalam satuan luas berdasarkan musim tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari mempunyai daya dukung lahan sebanyak 11ekor untuk sapi potong betina, 9 ekor untuk sapi potong jantan dalam satuan luas lahan per musim. Jagung yang dipanen pada umur 65 hari mempunyai daya dukung lahan untuk sapi potong betina sebanyak 6 ekor, sapi potong jantan sebanyak 5 ekor dalam satuan luas lahan per musim per hektar. Tanaman jagung yang dipanen umur 65 hari sebanyak 12%. Tanaman padi yang dipanen pada umur 115 hari mempunyai daya dukung lahan sebanyak 2 ekor untuk sapi potong betina dalam satuan luas lahan per musim, 2 ekor untuk sapi potong jantan dalam satuan luas lahan per musim. Tanaman jagung yang dipanen umur 90 hari memiliki kandungan BK yang lebih tinggi dibanding tanaman jagung yang dipanen umur 65 hari, hal
ini membuktikan semakin lama umur panen tanaman jagung maka persentase BK yang terdapat dalam tanaman jagung semakin tinggi. Persentase BK tanaman jagung yang dipanen umur 90 hari sebanyak 31% lebih tinggi bila dibandingkan tanaman jagung yang dipanen pada umur 65 hari yaitu sebanyak 22%. Perbedaan dari BK tanaman jagung tersebut berpengaruh terhadap kandungan TDN yang terdapat dalam tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari sebanyak 21% (Hartadi et al., 2005). Perbedaan persentase tersebut menyebabkan daya dukung suatu lahan untuk pakan sapi potong tanaman jagung yang dipanen pada umur 90 hari lebih banyak bila dibandingkan tanaman jagung yang dipanen umur 65 hari dan tanaman padi yang dipanen umur 115 hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Amar (2002) di Lembah Palu, setiap ekor membutuhkan lahan penggembalaan sekitar 14,4 -17,5 ha per tahun, dengan asumsi rata-rata berat sapi dewasa 400 kg. Penelitian Ella dan Nurahayu (2010) membuktikan jika daya dukung lahan sebanyak 5,62 UT/ha/tahun. Perbedaan ini dimungkinkan karena kandungan nutrien pakan hijauan dari masing – masing kombinasi perlakuan berbeda satu sama lainnya. Meskipun produksi bahan kering tinggi tapi bila total kandungan nutrien yang tercerna rendah maka akan berpengaruh terhadap daya dukung lahan untuk kebutuhan pakan ternak.