PENDAHULUAN KATA PENGANTAR Kemiskinan merupakan fenomenal sosial yang perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah maupun masyarakat. Kemiskinan sebagai bentuk ancaman merupakan paradigma yang telah ada sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kemudian dalam perkembangannya dampak krisis moneter pada tahun 1997 semakin memperparah perekonomian Indonesia. Sejak tahun inilah krisis moneter sebagai pintu gerbang dari segala permasalahan kompleks yang terjadi di Indonesia ke arah kondisi yang paling buruk. Inflasi melonjak ke level yang tinggi, pengaruhnya adalah bahan kebutuhan masyarakat melejit sampai pada tingkat di luar batas kemampuan daya beli sebagian besar masyarakat Indonesia. Itulah yang menjadikan angka kemiskinan di Indonesia melonjak tajam, dari 200 juta jiwa penduduk Indonesia 60% nya hidup dalam garis kemiskinan. Kemiskinan di sini sebagai sebuah kehidupan sosial perlu mendapatkan perhatian serius dari negara sebagai bentuk penciptaan Negara yang sebagaimana tersirat didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa tujuan dari bangsa Indonesia adalah: “untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social”
1
Oleh sebab itu salah satu alternatif solusi dalam memecahkan masalah untuk keluar dari dimensi kemiskinan adalah melalui optimalisasi pengelolaan dana zakat yang amanah dan komprehensif sebagai wujud dana umat guna kepentingan dan kemanfaatan umat manusia. Zakat merupakan wujud pilar perekonomian Islam dalam menjalankan fungsinya untuk mengelola dan menyalurkan dana umat kepada orang-orang yang berhak. Adapun golongan yang berhak menerima zakat (Muztahiq) adalah Fakir, miskin, muallaf, gharim, riqab, ibnu sabil dan fisabilillah. Dan perlu dorongan juga khususnya, dari pemerintah untuk mewujudkan zakat secara merata dan sungguh-sungguh di Indonesia ini. Sebab zakat yang diharabkan ialah, yang mampu meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat serta kemaslahatan seluruh umat. 1
Alenia ke IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Page | 1
PERMASALAHAN
Berdasarkan pendahuluan yang sudah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah masyarakat sudah tau persis tentang peran zakat ? 2. Bagaimanakah Perkembangan pengelola zakat di Indonesia ? 3. Langkah-langkah pembenahan seperti apa yang harus dilakukan oleh negara dalam menangani kelemahan-kelemahan yang dihadapi di dalam pelaksanaan pengelolaan zakat? TUJUAN Tujuan umum pembuatan paper ini adalah: 1. Untukn memberikan wawasan lebih dalam tentang peran penting zakat bagi masyarakat. 2. Untuk mengetahui mengetahui perkembangan pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Lembaga Penghimpun Dan Penyalur Zakat ? 3. Untuk mengetahui peran strategis negara dalam menangani kelemahan-kelemahan yang dihadapi di dalam pelaksanaan pengelolaan zakat?
Page | 2
PEMBAHASAN DEFINISI A. Pengartian Zakat Secara Kontekstual Yang pertama disini terlebih dahulu memaparkan tentang pengartian zakat itu sendiri dan kemudia landasan zakat, yang melandasi munculnya zakat dan untuk perkembangan perekonomian Indonesia. Zakat adalah salah satu pilar penting dalam ajaran Islam. Secara etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (an-namaa), mensucikan (at-thaharatu) dan berkah (albarakatu). Sedangkan secara terminologis, zakat mempunyai arti mengeluarkan sebagian harta dengan persyaratan tertentu untuk diberikan kepada kelompok tertentu (Mustahik) dengan persyaratan tertentu pula. Zakat merupakan salah satu nilai instrumental yang sangat strategis dalam sistem ekonomi Islam yang mempengaruhi tingkah laku ekonomi seorang muslim, masyarakat dan pembangunan ekonomi pada umumnya. Yusuf Qardhawi mengartikan zakat adalah sebuah produk hukum demi menciptakan keadilan perekonomian dikalangan umat Islam. Hukum ini tidak pernah ditemui sebelumnya dalam agama samawi manapun. Bahkan demi terciptanya keadilan tersebut zakat tidak boleh dilaksanakan hanya karena Allah Swt semata, namun harus didasari kepedulian untuk meringankan beban kaum miskin. 2 Sedangkan menurut Mahmudi “Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh Muzakki sesuai dengan ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya”. Menurut Undang-undang No. 38 Tahun 1999 yang terdapat dalam Lembaran Negara Nomor 164 (1999 : Pasal 1 ayat 2) “ Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan usaha yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya”.3 Setelah mengetahui tentang pengartian zakat maka selanjutnya yang perlu di mengerti yaitu tentang landasan yang mendasari itu zakat harus dilakukan bagi umat muslim.
2
Dr. Qardhawi,Yusuf, Al-Ibadah fi al-Islam, Baerut:Muasasah al-Risalah, 1993, hlm.238-239. https://docs.google.com/gview?url=http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26692/4/Chapter+II.pdf&chro me=true 3
Page | 3
B. Landasan Zakat Dari syariat Islam sendiri pastinya yang menuntun agar umat muslim untuk melaku zakat antara lain di landasi : a. Kewajiban membayar zakat sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran Surah AlBaqarah (2: 10) “Dirikanlah shalat dan bayarlah zakat dan selanjutnya” b. Kewajiban memungut zakat, sebagaimana tercantum dalam Surah At-Taubah (9: 103) “ Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoakan untuk mereka” c. Kewajiban zakat itu dikenakan kepada orang-orang yang berima Surah AlBaqarah (2: 267) “Diambil dari orang-orang kaya diantara mereka dan diberikan kepada orang-orang fakir diantara mereka”. 4 Itulah sebagian landasan yang melandasi adanya suatu unsur zakat bagi umat muslim . Selanjutnya dari Indonesia sendiri Landasan yang diambil tidak hanya dari hukum syariat saja akan tetapi dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 di sinilah pedoman bernegara yang membedakan ketatanegaraan rakyat Indonesia dengan ketatanegaraan bansa-bangsa lain di dunia. Di antara ciri menonjol perbedana dengan bangsa-bangsa di dunia yang lain ialah dasat Negara Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan keyakinannya, sebagaimana tertuang didalam ketetapan MPR No: II/TAP/1978, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sila Persatuan Indonesia atau Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, dan lebih-lebih lagi sila keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia menghendaki bahwa nilai-nilai tersebut benar-benar lestari dan terwujud di masyarakat. Kesemuanya sejalan dengan ajaran zakat sebagaimana diurakan diatas itulah yang membuat Indonesia semakin kokoh dalam menjalnkan konsep zakat.5 Landasan tentang zakat di atas itu menunjukan bahwa zakat merupakan kepentingan seluruh umat terutama di dalam hal keyakinan dan kehidupan. Selanjutnya menjelaskan tentang tujuan zakat yang memainkan peran penting bagi kemajuan ekonomi umat islam khususnya Indonesia. 4 5
Proyek pembinaan zakat dan wakaf, pedoman zakat, 9 seri,Jakarta, PT. Cemara Indah: 1985, hlm.10 Proyek pembinaan zakat dan wakaf, pedoman zakat, 9 seri,Jakarta, PT. Cemara Indah: 1985, hlm.9
Page | 4
C. Tujuan Zakat Sebagai pokok ajaran agama atau ibadah, zakat mengandung hikmah dan tujuan tertentu. Hikmah zakat adalah sifat-sifat rohani dan filosofi yang terkandung dalam lembaga zakat. Dimaksud dengan tujuan zakat disini ialah sasaran praktisnya. Dari tujuan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Membantu, mengurangi dan meningkatkan kaum fakir miskin dari kesulitan hidup dan penderitaan mereka; b. Membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh al-gharimin, ibnu sabil dan para mustahik lainya; c. Mengimbangi ideology kapitalisme dan komunisme; d. Menghilangkan sifat bakhil dan laba pemilik kekayaan dan penguasa modal; e. Menghindari penumpukan kekayaan perseorangan yang di kumpulkan diatas penderitaan orang lain; f. Mencegah jurang pemisah kaya miskin yang dapat menimbulkan malapetaka dan kejahatan social. Bahwa perlu kita ketahui, tujuan tersebut juga menjadikan pedoman atau uraian yang dilontarkan oleh presiden kita kedua yaitu Bpk.Soeharto yang berbunyi: 1. “ Zakat adalah modal umat islam untuk pembangunan dan memerangi kemlaratan dengan cara-cara yang lebih prinsipil”. Sambutan pada peringatan Isra’ dan Mi’raj tanggal 26 oktober 1968 di Istana Merdek Jakarta……….. 2.
“ Tidak menghiraukan nasib fakir miskin mendustakan agama” sambutan sembahyang Idul Adha 30 november 1970 di Masjid Istiqlal Jakarta…………
3. “ Islam mengajarkan Solidaritas”. Sambutan pada sembahnyang Idul Fitri tanggal 19 november 1971 di Masjid Istiqlal Jakarta………… 4. “ Zakat bertujuan memeratakan kekayaan”. Sambutan pada sembahnyang Idul Fitri tanggal 17 oktober 1973 di Masjid Istiqlal Jakarta…………6
6
Proyek pembinaan zakat dan wakaf, pedoman zakat 9 seri,Jakarta, PT. Cemara Indah: 1985, hlm.xxl
Page | 5
Adapun tujuan dari UU no 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat menetapkan bahwa tujuan pengelolaan Zakat adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam penunaian dan dalam pelayanan ibadah Zakat. 2. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagaman dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial. 3. Meningkatnya hasil guna dan daya guna Zakat.7 Tujuan diatas sudah jelas bahwa zakat itu bukan hanya untuk kemaslahatan umat tetapi juga untuk beribadah kepada Allah SWT dan melakukan perintah-perintahnya. Seperti yang di jelaskan sesuai dengan rukun islam yaitu berzakatlah. Jadi zakat merupakan pukulan hebat bagi kapitalisme. Sayangnya, terjadi kesalah pahaman mengenai zakat. Beberapa dari mereka menganggapnya sebagai suatu amal pribadi, padahal zakat adalah pajak wajib atas tabungan dan harta benda berdasarkan suku yang berbedabeda, mulai dari dua sampai dua puluh persen. Dalam hal ini penulis tidak ingin membahas persoalan apakah tepat bila di zaman modern, harta yang dimasa Islam ini dikenakan zakat harus diterima sebagai kepastian dan relevan. Tapi para fukaha (ahli hukum Islam) menyepakati dilakukannya tindakan tegas pada meraka yang lalai membayar zakat yang diwajibkan. Sejarah Islam mencatat banyak kejadian dimana Negara mengambil langkah tegas untuk melaksanakan pembayaran zakat seperti yang kita ketahui dimasa Khalifah Abu Bakar al Shiddiq, khalifah Islam pertama. Dan zakat adalah musuh yang tak kenal kompromi bagi para pekerja yang hartanya selalu di timbun untuk tidak di manfaatkan atau tidak digunakan. Dorongan ini memperoleh kekuatan dari kenyataan bahwa Islam memperkenakan laba dan mitra usaha diam, dengan berbagai laba maupun kerugian.8 Selanjutnya barulah tujuan dari zakat itu sendiri yang akan di gambarkan bagaimana Perkembangan zakat yang ada di Indonesia ini dana apa masalah yang di hadapi oleh organisasi/lembaga pengelola zakat serta cara dan strategi bagamaina yang harus di pecahkan.
7 8
http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=398 Mannan Abdul M,Teori dan Praktik ekonomi Islam,Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Prima Yasa: 1997,hlm.167
Page | 6
D. Sekilas Sejarah Perkembangan Pengelolaan Zakat di Indonesia Untuk lebih memerinci perkembangan kebijakan pemerintah dalam sejarah pengelolaan zakat di Indonesia, terdapat beberapa tahapan sejarah yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Sebelum Kelahiran UU Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat a. Pengelolan Zakat di Masa Penjajahan Zakat sebagai bagian dari ajaran Islam wajib ditunaikan oleh umat Islam terutama yang mampu (aghniya’), tentunya sudah diterapkan dan ditunaikan oleh umat Islam Indonesia berbarengan dengan masuknya Islam ke Nusantara. Kemudian ketika Indonesia dikuasai oleh para penjajah, ara tokoh agama Islam tetap melakukan mobilisasi pengumpulan zakat . Pada masa penjajahan Belanda, pelaksanaan ajaran Islam (termasuk zakat) diatur dalam Ordonantie Pemerintah Hindia Belanda Nomor 6200 tanggal 28 Pebruari 1905. Dalam pengaturan ini pemerintah tidak mencampuri masalah pengelolaan zakat dan menyerahkan sepenuhnya kepada umat Islam dan bentuk pelaksanaannya sesuai dengan syari’at Islam. b. Pengelolan Zakat di Awal Kemerdekaan Pada awal kemerdekaan Indonesia, pengelolaan zakat juga diatur pemerintah dan masih menjadi urusan masyarakat. Kemudian pada tahun 1951 barulah Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor : A/VII/17367, tanggal 8 Desember 1951 tentang Pelaksanaan Zakat
Fithrah.
Pemerintah dalam hal ini
Kementerian Agama hanya
menggembirakan dan menggiatkan masyarakat untuk menunaikan kewajibannya melakukan pengawasan supaya pemakaian dan pembagiannya dari pungutan tadi dapat berlangsung menurut hukum agama.9 Pada tahun 1964, Kementerian Agama menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelaksanaan Zakat dan Rencana Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang (RPPPUU) tentang Pelaksanaan Pengumpulan dan Pembagian Zakat serta Pembentukan Bait al Mal, tetapi kedua perangkat peraturan tersebut belum sempat diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun kepada Presiden.
9
Depag RI, Peraturan perundang-undangan pengelolaan zakāt. Jakarta, Departeman Agama RI : 2002,hlm. 284
Page | 7
2. Pengelolaan Zakat di Masa Orde Baru Pada masa orde baru, Menteri Agama menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Zakat dan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) dengan surat Nomor : MA/095/1967 tanggal 5 Juli 1967. Dalam surat Menteri Agama tersebut disebutkan antara lain : “Mengenai rancangan undang-undang zakat pada prinsipnya, oleh karena materinya mengenai hukum Islam yang berlaku bagi agama Islam, maka diatur atau tidak diatur dengan undangundang, ketentuan hukum Islam tersebut harus berlaku bagi umat Islam, dalam hal mana pemerintah wajib membantunya. Namun demikian, pemerintah berkewajiban moril untuk meningkatkan manfaat dari pada penduduk Indonesia, maka inilah perlunya diatur dalam undang-undang”. Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut disampaikan juga kepada Menteri Sosial selaku penanggungjawab masalah-masalah sosial dan Menteri Keuangan selaku pihak yang mempunyai kewenangan dan wewenang dalam bidang pemungutan. Menteri Keuangan dalam jawabannya menyarankan agar masalah zakat ditetapkan denga peraturan Menteri Agama. Kemudian pada tahun 1968 dikeluarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 5 tahun 1968 tentang pembentukan Bait al-Mal. Kedua PMA (Peraturan Menteri Agama) ini mempunyai kaitan sangat erat, karena bait al-mal berfungsi sebagai penerima dan penampung zakat, dan kemudian disetor kepada Badan Amil Zakat (BAZ) untuk disalurkan kepada yang berhak. Pada tahun 1968 dikeluarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 4 tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ). Pada tahun yang sama dikeluarkan juga PMA Nomor 5 tahun 1968 tentang Pembentukan Bait al-Mal. Bait al-Mal yang dimaksud dalam PMA tersebut berstatus Yayasan dan bersifat semi resmi. PMA Nmor 4 tahun 1968 dan PMA Nomor 5 tahun 1968 mempunyai kaitan yang sangat erat. Bait al-Mal itulah yang menampung dan menerima zakat yang disetorkan oleh Badan Amil Zakat seperti dimaksud dalam PMA Nomor 4 Tahun 1968. Pada tahun 1984 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor 2 tahun 1984 tanggal 3 Maret 1984 tentang Infaq Seribu Rupiah selama bulan Ramadhan yang pelaksanaannya diatur Page | 8
dalam Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor 19/1984 tanggal 30 April 1984. Pada tanggal 12 Desember 1989 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor 16/1989 tentang Pembinaan Zaat, Infaq, dan Shadaqah yang menugaskan semua jajaran Departemen Agama untuk membantu lembaga-lembaga keagamaan yang mengadakan pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah agar menggunakan dana zakat untuk kegiatan pendidikan Islam dan lain-lain. Pada tahun 1991 dikeluarkan Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri Nomor 29 dan 47 tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah yang kemudian ditindaklanjuti dengan instruksi Menteri Agama Nomor 5 tahun1991 tentang Pedoman Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 1988 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah. 3. Pengelolaan Zakat di Era Reformasi Pada era reformasi tahun 1998, setelah menyusul runtuhnya kepemimpinan nasional Orde Baru, terjadi kemajuan signifikan di bidang politik dan sosial kemasyarakatan. Setahun setelah reformasi tersebut, yakni 1999 terbitlah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.10 Di era reformasi, pemerintah berupaya untuk menyerpurnakan sistem pengelolaan zakat di tanah air agar potensi zakat dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi bangsa yang terpuruk akibat resesi ekonomi dunia dan krisis multi dimensi yang melanda Indonesia. Untuk itulah pada tahun 1999, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat, yang kemudian diikuti dengan dikeleluarkannya Keputusan Menteri Agama Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D-291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Berdasarkan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 ini, pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh Pemerintah yang terdiri dari masyarakat dan unsur pemerintah untuk tingkat kewilayahan dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk dan dikelola oleh masyarakat yang terhimpun dalam berbagai ormas (organisasi masyarakat) Islam, yayasan dan institusi lainnya.
10
Ali, Nuruddin Mhd., Zakat Sebagai Instumen dalam kebijakan fiskal,Jakarta, PT Grafindo Persada:2006, hlm.34
Page | 9
Dalam Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 dijelaskan prinsip pengelolaan zakat secara profesional dan bertanggungjawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah. Pemerintah dalam hal ini berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq, dn pengelola zakat. Dari segi kelembagaan tidak ada perubahan yang fundamental dibanding kondisi sebelum tahun 1970-an. Pegelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah, tetapi kedudukan formal badan itu sendiri tidak terlalu jauh berbeda dibanding masa lalu. Amil zakat tidak memiliki power untuk menyuruh orang membayar zakat. Mereka tidak diregistrasi dan diatur oleh pemerintah seperti halnya petugas pajak guna mewujudkan masyarakat yang peduli bahwa zakat adalah kewajiban. 4. Pasca Kelahiran Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa pada tahun 1999 terbit dan disahkannya UndangUndang Pengelolaan Zakat. Dengandemikian, maka pengelolaan zakat yang bersifat nasional semakin intensif. Undang-undang inilah yang menjadi landasan legal formal pelaksanaan zakat di Indonesia, walaupun di dalam pasal-pasalnya masih terdapat berbagai kekurangan dan kelemahan, seperti tidak adanya sanksi bagi muzakki yang tidak mau atau enggan mengeluarkan zakat hartanya dan sebagainya. Sebagai konsekuensi Undang-undang Zakat, pemerintah (tingkat pusat sampai daerah) wajib memfasilitasi terbentuknya lembaga pengelola zakat, yaitu Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) untuk tingkat Pusat dan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) untuk tingkat Daerah. BAZNAS dibentuk berdasarkan Kepres Nomor 8 /2001, tanggal 17 Januari 2001. Ruang lingkup BAZNAS berskala Nasional yaitu Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di Departemen, BUMN, Konsulat Jenderal dan Badan Usaha Milim Swasta berskala nasional, sedangkan BAZDA ruang lingkup kerjanya di wilayah propinsi tersebut. Sesuai undang-undang Pengelolaan Zaka, hubungan BAZNAS dengan Badan amil zakat yang lain bersifat koordinatif, konsultatif, dan informatif. BAZNAS dan BAZDA-BAZDA bekerjasama dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ), baik yang bersifat nasional maupun daerah.
Page | 10
Dalam menjalankan program kerjanya, BAZNAS mengunakan konsep sinergi, yaitu untuk pengumpulan ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqah) menggunakan hubungan kerjasama dengan unit pengumpul zakat (UPZ) di Departemen, BUMN, Konjen, dan dengan lembaga amil zakat lainnya. Pola kerjasama itu disebut dengan UPZ Mitra BAZNAS. Sedangkan untuk penyalurannya, BAZNAS juga menggunakan pola sinergi dengaLembaga Amil Zakat lainnya, yang disebut sebagai Unit Salur Zakat (USZ) Mitra BAZNAS. Dengan demikian, maka Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat telah melahirkan paradigma baru pegelolaan zakat yang antara lain mengatur bahwa pengelolaan zakat dilakukan oleh satu wadah, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah bersama masyarakat dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat yang terhimpun dalam ormas maupun yayasan-yayasan. Dengan lahirnya paradigma baru ini, maka semua Badan Amil Zakat harus segera menyesuaikan diri dengan amanat Undang-Undang yakni pembentukannya
berdasarkan
kewilayahan pemerintah Negara mulai dari tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan. Sedangkan untuk desa/kelurahan, mesjid, lembaga pendidikan dan lain-lain dibentuk unit pengumpul zakat. Sementara sebagai Lembaga Amil Zakat, sesuai amanat undang-undang ersebut, diharuskan mendapat pengukuhan dari pemerintah sebagai wujud peminaan, perlindungan dan pengawasan yang harus diberikan pemerintah. Karena itu bagi Lembaga Amil Zakat yang telah terbentuk di sejumlah Ormas Islam, yayasan atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), dapat mengajukan permohonan pengukuhan kepada pemerintah setelah memenuhi sejumlah persyaratan yang ditentukan. Dalam rangka melaksanakan pengelolaan zakat sesuai dengan amanat undang-undang Nomor 38 tahun 1999, pemerintah pada tahun 2001 membentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dengan Keputusan Presiden. Pemerintah juga mengukuhkan keberadaan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang didirikan oleh masyarakat. LAZ tersebut melakukan kegiatan pengelolaan zakat sama seperti yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat. Pembentukan Badan Amil Zakat di tingkat nasional dan daerah mengantikan pengelolaan zakat oleh BAZIS (Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah) yang sudah berjalan dihampir semua daerah.
Page | 11
Pada periode kepemimpinan empat Presiden pasca Soeharto tersebut, gerakan monumental zakat di tanah air dapat dicatat sebagai berikut : (a) Presiden B. J. Habibie pada tanggal 23 September 1999 atas persetujuan DPR telah mensahkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. (b) Presiden Abdurrahman Wahid pada tanggal 17 Januari 2001 mengeluarkan Keputusan Presiden No. 8 Tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat nasional (c) Presiden Megawati Soekarno Putri pada tanggal 2 Desember 2001 melakukan pencanangan Gerakan Sadar Zakat dalam acara peringatan Nuzulul Qur’an di Masjid Istiqlal Jakarta. (d) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 26 Oktober 2005 melakukan pencanangan Gerakan Zakat Infak dan Shadaqah Nasional dan mengukuhkan Kepengurusan BAZNAS periode 2004-2007 di Istana Negara.11 Dari keterangan di atas nampaknya Pemerintah setidaknya semasa dipimpin oleh lima orang presiden menunjukkan peran yang besar dalam menggairahkan zakat di tanah air. E. Daftar Lembaga Amil Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf dan Kemanusiaan yang resmi beroperasi di Indonesia. Lembaga atau organisasi pengelola zakat, infaq, shadaqah, wakaf dan bantuan kemanusiaan yang beroperasi resmi di Indonesia dapat dsebutkan sebagai berikut: 1. Amil Zakat Nasional (Baznas) – Jakarta http://www.baznas.or.id 2. BAZIS DKI – Jakarta http://www.bazisdki.go.id 3. Dompet Dhuafa Republika – Jakarta http://www.dompetdhuafa.or.id 4. Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) – Jakarta http://www.pkpu.or.id 5. Portal Infaq – Jakarta http://www.portalinfaq.org 6. Rumah Zakat Indonesia – Bandung http://www.rumahzakat.org 7. Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhiid (DPU-DT) – Bandung http://www.dpuonline.com 8. Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) – Surabaya http://www.ydsf.or.id 9. LAZ Swadaya Ummah – Riau http://www.swadayaummah.or.id 10. LAZIS Nahdlatul Ulama – Jakarta http://www.lazisnu.com 11. LAZIS Muhammadiyah – Jakarta http://www.lazismuh.org 12. LAZ Al-Azhar Peduli Ummat – Jakarta http://www.al-azharpeduli.com 11
Mujahidin,Ahmad, Ekonomi Islam, Jakarta, Pt. Raja Grafindo Persada: 2007, hlm. 70-71
Page | 12
13. Baitul Maal Hidayatullah (BMH) – Jakarta http://www.bmh.or.id 14. Baitulmaal Muamalat (BMM) – Jakarta http://www.baitulmaal.net 15. LAZNAS BSM Umat – Jakarta http://www.syariahmandiri.co.id/lazbsmumat/profil.php 16. Rumah Amal Salman ITB – Bandung http://www.rumahamalsalman.org 17. Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) – Jakarta http://www.mer-c.org 18. Rumah Yatim – Bandung http://www.rumah-yatim.org 19. Program
Pembibitan
Penghafal
Al
Qur’an
(PPPA
Wisata
Hati)
–
Jakarta
http://www.wisatahati.com 21. Bulan Sabit Merah Indonesia – Jakarta http://www.bsmipusat.net 22. Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina (KISPA) – Jakarta http://www.kispa.org 23. Yasmin Barang Bekas Berkualitas (Barbeku) – Jakarta http://www.yasmin-barbeku.org12
ANALISIS
F. Permasalahan Dari semua lembaga zakat yang beroprasi tersebut, kini masih belum memberikan hasil yang optimal seutuhnya. Pengumpulan maupun pemberdayaan dana zakat masih belum mampu memberikan pengaruh terlalu besar bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Padahal, pengelolaan zakat telah ditopang oleh sebuah perangkat hukum yaitu UU No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Banyak kendala dan hambatan yang dialami oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) untuk menggalang dana zakat dari masyarakat. selain faktor internal lembaga, beberapa penelitian juga menunjukkan adanya faktor eksternal yang mempengaruhi kecilnya kepercayaan masyarakat terhadap OPZ. Hambatan-hambatan tersebut antara lain 13: (1) terbatasnya pengetahuan masyarakat yang berkaitan dengan ibadah zakat; (2) konsepsi zakat yang masih dirasa terlalu sederhana dan tradisional, hingga akhirnya dalam pelaksanaannya pun masih sangat sederhana, yaitu cukup dibagikan langsung sendiri kepada lingkungannya atau kepada kyai yang disenangi; 12 13
http://My.quran.org/forum/index.php?topic=27459.0 Kurniawati, Kedermawanan Kaum Muslimin, Jakarta, Piramida: 2004, hal. 27-28
Page | 13
(3) sifat manusia yang kikir, sehingga jika kekayaan itu diperoleh atas jerih payah dalam memeras otak keringat dan kemampuannya sendiri, sehingga makin beratlah orang tersebut untuk mengeluarkan zakatnya; (4) pembenturan kepentingan; (5) kepercayaan muzaki, dimana banyak muzaki yang masih khawatir zakat yang diserahkannya hanya dipergunakan oleh amilnya. Tabel Tabel ini yang berisikan Laporan Penghimpunan dana ZISWAF Baitulmaal Muamalat 2001-2005
No
Penghimpunan
2001
2002
2003
2004
2005
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
Dana
1
Zakat
1.014.134.522,89
2.806.762.252,61
4.187.286.825,16
5.425.049.289,17
8.958.890.715
2
Infaq
168.237.424,01
125.789.735,70
410.928.621,81
706.569.675,38
830.141.612
79.372.320,49
128.494.500,64
92.559.059,85
802.450.610,56
652.728.575
Wakaf Tunai
0
15.107.538,81
13.107.538,81
19.240.633,77
120.601.351
Jumlah
1.261.744.267,39
3.076.829.550,12
4.703.662.045,63
6.953.310.208,88
10.562.362.253
Bantuan
3
Kemanusiaan
4
Dari hasil survey PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) tahun 2000, sebagian besar para wajib zakat (donatur/muzakki) masih lebih suka menyalurkan zakatnya melalui petugas zakat/amil zakat di sekitar rumah atau langsung ke penerima (94%), hanya sedikit para wajib zakat (muzaki) yang menyalurkan zakatnya melalui lembaga resmi, seperti BAZIS atau LAZ (6%)14.
14
Kurniawati, Kedermawanan Kaum Muslimin, Jakarta, Piramida: 2004, hal.8
Page | 14
G. Penyelesaian Masalah Terdapat beberapa model strategi dalam pengukuran efektifitas organisasi atau lembaga zakat yaitu: Seperti halnya sebuah perusahaan, Organisasi Pengelola Zakat pun mesti memiliki strategi dalam merebut perhatian dari pasar donatur , dalam hal ini OPZ telah memiliki pasar tersendiri yaitu, para wajib zakat, dan mempertahankan loyalitas mereka. Lebih dari itu OPZ juga bertanggung jawab untuk menumbuhkan kesadaran para wajib zakat agar membayarkan zakat mereka. Hal ini dipandang sangat penting untuk kontinuitas dan upaya pemberdayaan masyarakat yang mereka lakukan. Untuk itu perlu bagi OPZ membangun sebuah sebuah strategi untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut dengan baik. Salah satu solusi menyelesaikan permasalahan pengelolaan zakat di indonesia, menurut saya sebagai penulis sebaiknya zakat di kelola oleh Negara langsung, karena banyaknya lembaga/orang pengumpul dana ZIS yang beroperasi, kualitas Badan/Lembaga Amil Zakat yang sangat beragam (belum ada standardisasi profesi Amilnya ), serta rendahnya transparansi pengelolaan zakat oleh BAZ/LAZ, belum ada target yang optimal dalam pemberdayaan zakat ini. Dan demi terwujudnya pengelolaan zakat untuk mengurangi angka kemiskinan sangat diperlulan campur tangan pemerintah; Pertama, zakat bukanlah bentuk kedermawanan, melaikan kewajiban bagi setiap orang muslimim. Pemerintah boleh memaksa kepada orang Islam yang wajib membayar zakat. Kedua, banyaknya lembaga zakat yang bermunculan, sebaiknya Negara atau pemerintah memberi batasan dan focus terhadap lembaga yang sudah ada di indonesia. Ketiga, agar dana zakat dapat di salurkan secara tepat, efisien dan efektif sehingga mencapai tujuan zakat itu sendiri seperti meningkatkan taraf hidup masyarakat, maka pemerintah perlu memberikan dorongan secara optimal juga terhadap masyarakat . Oleh karena itu untuk mencari solusui tentang prolematika pengelolaan zakat dan tercapainya transformasi mustahik menjadi muzakki, dapat disimpulkan; 1. Meningkatkan peran pemerintah terhadap lembaga zakat. Dalam artian, pemerintah membawahi semua lembaga amil zakat, mengontrol, mengevaluasi. 2. LAZ dan BAZ harus difokuskan kepada lembaga yang ada di daerah-daerah tertentu. Dan LAZ atau BAZ juga harus mendistribusikan dana zakat yang bersifat jangka panjang. Page | 15
Misalnya memberikan pelatihan wirausaha di desa, memberikan pinjaman modal dan dikontrol perkembangannya sampai perekonomian desa tersebut benar-benar meningkat. Meskipun uang pinjaman yang diberikan telah dikembalikan semua. 3. Pemerintah, LAZ dan BAZ bersinergi mendirikan Perusahaan. Program ini memang lama, namun manfaat mendirikan perusahaan sangat besar bagi masyarakat diantaranya, membantu masyarakat miskin
mendapatkan pekerjaan dan tunjangan yang layak,
pendapatan dana LAZ dan BAZ juga akan meningkat, hasil pendatapan dari perusahaan itu sendiri. Dalam artian, BAZ dan LAZ akan terus berkembang. Langkah memberikan lowongan kerja kepada orang yang berhak menerima zakat akan mewujudkan cita-cita lembaga zakat mustahik menjadi muzakki.
Page | 16
PENUTUP KESIMPULAN Kesimpulan dari saya, bahwa pengelolaan zakat di Indonesia ini, tidak lepas dari peran pemerintah, meskipun perannya semakin lama, semakin berkurang. Mulai dari era kolonial Belanda, awal kemerdekaan Indonesia, era pemerintahan orde baru. Kesadaran masyarakat untuk membayar zakat, dimanfaatkan oleh lembaga amil zakat independen dan non-pemerintah untuk mengelola zakat dikarenakan lembaga yang dikelola oleh pemerintah kurang efektif. Pada tahun 1999, keluarlah UU Pengelolaan zakat No 38/1999.
Banyaknya lembaga amil zakat yang berdiri, kesadaran masyarakat untuk membayar zakat yang terus meningkat, namun fenomena ini menyisakan permasalahan bagi pengelolaan zakat, karena lembaga-lembaga zakat berdiri cenderung independen dan mencanangkan program masing-masing yang lemah membangun koordinasi dan sinergi antar satu lembaga dengan lembaga lainnya. Sehingga muncul wacana, zakat dikelola oleh negara agar penayagunaaannya lebih efektif. Oleh karena itu menurut Saya “Zakat itu sebagai jalur ketiga dapat memperkuat upaya mengurangi kemiskinan. Selain dari program pemerintah yaitu pembangunan ekonomi dan program bantuan pro rakyat. Salah satu solusi pendayagunaan zakat, menurut pengamatan Saya, peran pemerintah terhadap lembaga zakat harus ditingkatkan. Pertama, LAZ dan BAZ harus fokus. Kedua, Pemerintah, LAZ dan BAZ bersinergi mendirikan Perusahaan. Dan perlunya penguatan penghimpunan dan pendayagunaan zakat antara BAZ dan LAZ, dimana BAZNAS sebagai Pusat Data Zakat Nasional (penguatan database muzakki, mustahik dan potensi zakat).
Page | 17
DAFTAR PUSTAKA
Alenia ke IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Dr. Qardhawi,Yusuf, Al-Ibadah fi al-Islam, Baerut:Muasasah al-Risalah, 1993.
Proyek pembinaan zakat dan wakaf, pedoman zakat, 9 seri,Jakarta, PT. Cemara Indah: 1985.
Depag RI, Peraturan perundang-undangan pengelolaan zakāt. Jakarta, Departeman Agama RI : 2002
Ali, Nuruddin Mhd., Zakat Sebagai Instumen dalam kebijakan fiskal,Jakarta, PT Grafindo Persada:2006
Mujahidin,Ahmad, Ekonomi Islam, Jakarta, Pt. Raja Grafindo Persada: 2007
Kurniawati, Kedermawanan Kaum Muslimin, Jakarta, Piramida: 2004, hal. 27-28
http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=398
http://My.quran.org/forum/index.php?topic=27459.0
https://docs.google.com/gview?url=http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2669 2/4/Chapter+II.pdf&chrome=true
Page | 18