BAB I
PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Pada zaman sekarang ini olahraga merupakan budaya yang sangat penting
dengan segala masalah yang ada, baik berkonsekuensi positif maupun negatif bagi individu maupun masyarakat yang merasuk ke segala aspek kehidupan sosial seperti: sosial, ekonomi, seni, politik, hukum, media massa, bahkan diplomasi internasional juga ikut terlibat dalam bidang olahraga.
Olahraga sebagai salah satu unsur yang berpengaruh dalam kehidupan manusia, telah ikut berperan dalam mengharumkan nama orang tua, jurusan, fakultas, universitas, daerah, dan bangsa, baik melalui kompetisi di tingkat kota, provinsi, nasional maupun internasional. Setiap daerah maupun bangsa di seluruh dunia berlomba-lomba menciptakan prestasi dalam kegiatan olahraga, karena prestasi olahraga yang baik akan meningkatkan citra bangsa di dunia internasional.
Olahraga adalah bentuk kegiatan untuk melatih tubuh atau jasmani dan rohani seseorang. Menurut Sumaryanto (diskusi kajian olahraga 19 april 2012: 1) yang dikutip dari perkataan dunia olahraga, falsafah olahraga yang tak asing lagi yaitu di dalam tubuh yang kuat akan terdapat jiwa yang sehat pula. Melalui aktivitas olahraga kita banyak mendapatkan hal-hal yang positif. Olahraga bukan sekedar kegiatan yang berorientasi kepada faktor fisik belaka, karena dengan olahraga juga dapat melatih sikap dan mental kita. Aktivitas olahraga sebaiknya ditekankan kepada anak-anak maupun remaja, karena banyak hal yang akan didapatkan seandainya mereka mau melakukan aktivitas berolahraga.
1
Menurut Howard Nixon (Opini di Surat Kabar Harian Waspada, Jumat 26 Mei 2006) di Amerika, 90% masyarakat Amerika setuju bahwasanya olahraga dapat membina karakteristik individu menjadi lebih baik dan meningkatkan kualitas hidup. Salah satunya cabang olahraga Tae Kwon Do yang mengajarkan aspek fisik dalam kesehariannya seperti seni bertarung, juga mengajarkan aspek mental yang kuat dan etika yang baik bagi orang yang sungguh dalam mempelajari ilmu beladiri Tae Kwon Do.
Tae Kwon Do, merupakan salah satu cabang olahraga yang diharapkan bisa membina generasi muda menjadi pribadi yang hebat, sehat, tangguh, dan mandiri dalam menghadapi tantangan hidup di masa yang akan datang. Sistem pembinaan Tae Kwon Do dilakukan dengan cara mengadakan suatu kompetisi atau kejuaraan. Kompetisi ataupun pertandingan merupakan salah satu tolok ukur dari prestasi atlet Tae Kwon Do Indonesia serta salah satu jalur terbentuknya atlet nasional yang berkompeten.
Demi mencapai suatu prestasi, seorang atlet harus berlatih dalam waktu yang cukup lama untuk dapat menguasai semua keterampilan yang diperlukan dalam cabang olahraga Tae Kwon Do. Keterampilan yang perlu dikuasai oleh seorang atlet Tae Kwon Do untuk menghadapi sebuah pertandingan itu adalah keterampilan dasar ala beladiri Tae Kwon Do yang disebut dengan Ki Bon Do Jak (Gerakan Dasar Tae Kwon Do). Dasar-dasar Tae Kwon Do terbentuk dari kombinasi berbagai teknik gerakan menyerang dan bertahan yang menggunakan bagian tubuh untuk menghadapi lawan.
2
Selain faktor keterampilan tinggi yang harus dikuasai, juga diperlukan pengorbanan, kedisiplinan, serta kemampuan untuk menghadapi masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan berlatih dan bertanding.
Menurut Suryadi (2008:10) menyebutkan ada lima komponen dasar ilmu beladiri Tae Kwon Do yang harus dikuasai, yaitu: 1. Bagian tubuh yang menjadi sasaran (Keup So) 2. Bagian tubuh yang digunakan untuk menyerang atau bertahan 3. Sikap kuda-kuda (seogi) 4. Teknik bertahan/menangkis (Makki) 5. Teknik serangan (Kongkyok Kisul) yang terdiri dari: a. Pukulan (Jiuregi) b. Sabetan (Chigi) c. Tusukan (Chireugi) d. Tendangan (Chagi)
Dalam pertandingan Tae Kwon Do, hanya daerah tertentu yang bisa diserang: 1. Badan, yang dapat diserang oleh tangan dan kaki 2. Muka, yang dapat diserang oleh kaki
Adapun bagian tubuh yang boleh digunakan dalam untuk menyerang dalam sebuah pertandingan Tae Kwon Do adalah: 1. Teknik tangan, berupa kepalan tangan yang hanya boleh diarahkan ke dada
3
2. Teknik kaki yang merupakan inti dari Tae Kwon Do. Adapun teknik kaki yang sering digunakan : a. Dolyo chagi (tendangan serong) b. I dan dolyo chagi (tendangan serong dengan meluncur) c. Deol o chiki (tendangan mencangkul) d. Ap chagi (tendangan dari bawah ke atas) e. Narae chagi (tendangan serong dua kali sekaligus) f. Dwi chagi (tendangan ke belakang) g. Dolke chagi (tendangan serong dengan putaran tubuh 3600).
Adapun masalah yang sering dihadapi adalah kecemasan. Kecemasan sering dikatakan suatu hal yang berhubungan dengan ketakutan atau emosi yang hubungannya dekat dengan konsep diteror, dan gemetaran yang dialami secara subyektif. Untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam olahraga maka kecemasan atlet sebaiknya tidak terlalu rendah dan juga tidak terlalu tinggi pada waktu pertandingan. Agar kecemasan atlet tidak terlalu tinggi pada waktu pertandingan, maka atlet harus mempunyai pengalaman bertanding yang banyak, karena dengan banyak pengalaman bertanding atlet akan terbiasa dengan situasi dan kondisi yang dapat menimbulkan perasaan cemas, takut atau khawatir, tegang dan sebagainya, baik yang datangnya dari lawan, kawan, penonton, wasit, cuaca yang kurang mendukung, dan sebagainya. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan maka dilakukanlah survei terlebih dahulu kepada 10 orang atlet remaja yang latihan Tae Kwon Do terhadap kecemasan ketika akan dilakukan latihan tanding. Data yang dikumpulkan yang terdiri dari 10 orang di persentasikan menjadi 1 bagian, kemudian diwancarai ketika akan 4
melakukan latihan tanding untuk mengetahui besar-kecilnya kecemasan seorang atlet, dan bagaimana mereka menghadapi kecemasan tersebut ketika akan diuji latihan tanding. Berdasarkan pengalaman peneliti menjadi atlet dari cabang olahraga Tae Kwon Do juga hasil observasi dalam suatu pertandingan, maka penulis berpendapat bahwa kecemasan dapat memberikan pengaruh negatif terhadap prestasi, dan juga dapat memberikan pengaruh positif terhadap prestasi atlet Tae Kwon Do. Untuk itu dilakukanlah pen-survei-an oleh penulis. Adapun hal yang disurvei ada 4: 1. Hal yang akan terjadi bila seorang atlet menjadi cemas sebelum bertanding, 2. Puncak kecemasan tertinggi dalam menghadapi bertanding, 3. Hal yang dilakukan ketika akan menghadapi bertanding, 4. Faktor utama yang mempengaruhi seorang atlet menjadi cemas ketika bertanding. Berikut hasil survei penulis selama penelitian: Tabel 1 Hal Yang Akan Terjadi Bila Seorang Atlet Menjadi Cemas Sebelum Bertanding
Kategori No
Nama Tidak bergerak
bisa Gemetaran
Kebingungan Kelelahan
√
1.
yudha
2.
M.Ahmadi
√
3.
Norbet
√
4.
Feriandi
√
5.
Adis
6.
Ambri
√ √ 5
√
7.
Fahri
8.
John
9.
Hakim
√
10.
Rozak
√
√
0
Jumlah
5
5
0
Berdasarkan tabel di atas dapat kita diketahui bahwasanya atlet remaja akan merasa gemetaran (50%), dan kebingungan (50%) ketika akan diuji bertanding ketika latihan. Hal yang demikian perlu sekali mendapat perhatian dari para pelatih yang melatih para atlet remaja selama mereka berlatih di UKM Tae Kwon Do USU. Adapun Puncak kecemasan tertinggi dalam mengikuti latihan bertanding adalah seperti tabel berikut ini:
Tabel 2. Puncak Kecemasan Tertinggi Dalam Bertanding Kategori No
Nama
1.
yudha
√
2.
M.Ahmadi
√
3.
Norbet
√
4.
Feriandi
5.
Adis
6.
Ambri
7.
Fahri
1 hari Sebelum 1 Jam Sebelum 1 Menit Sebelum Saat bertanding bertading bertanding Bertanding
√ √ √ √ 6
8.
John
√
9.
Hakim
√
10.
Rozak
√
Jumlah
4
5
1
0
Berdasarkan tabel di atas dapat kita diketahui bahwasanya atlet remaja mengalami puncak kecemasan tertinggi ketika 1 jam sebelum bertanding (50%), 1 hari sebelum bertanding (40%), dan 1 menit sebelum bertanding (10%) ketika latihan teknik beladiri Tae Kwon Do. Selain itu, cara yang dilakukan oleh atlet remaja dalam mengurangi kecemasan ketika bertanding pada saat latihan di UKM Tae Kwon Do USU adalah sebagai berikut: Tabel 3. Cara Yang Dilakukan Oleh Atlet Remaja Dalam Mengurangi Kecemasan Ketika Bertanding Pada Saat Latihan Di UKM Tae Kwon Do USU
Kategori No Nama
1.
yudha
2.
M.Ahmadi
3.
Norbet
4.
Feriandi
5.
Adis
Tertawa teman
dengan Konsultasi pelatih
dengan Pemanasan Duduk Santai
√ √ √ √ √
7
6.
Ambri
7.
Fahri
8.
John
9.
Hakim
√ √ √ √ √
10. Rozak Jumlah
1
5
3
1
Berdasarkan tabel di atas dapat kita diketahui bahwasanya atlet remaja akan berkonsultasi dengan pelatih (50%), pemanasan (30%), duduk santai (10%), dan tertawa dengan teman (10%). Dan yang terakhir alasan mereka mereka cemas ketika diuji bertanding saat latihan adalah sebagai berikut: Tabel 4. Alasan Mereka Mengalami Kecemasan Ketika Diuji Bertanding Kategori No Nama
Kurang siap Ada masalah Terburu-buru orang dalam latihan dalam bertanding dengan lain
1.
yudha
√
2.
M.Ahmadi √
3.
Norbet
√
4.
Feriandi
√
5.
Adis
√
6.
Ambri
√
7.
Fahri
8.
John
Tidak dana cukup
ada yang
√ √ 8
9.
√
Hakim
10. Rozak
√
Jumlah
8
1
0
1
Berdasarkan tabel di atas dapat kita diketahui bahwasanya atlet remaja kurang siap dalam bertanding (80%), ada masalah dengan orang lain (10%), dan tidak ada dana cukup (10%). Dari hasil survei dengan pertanyaan diatas, dapat penulis simpulkan bahwasanya atlet remaja yang mengalami cemas 1 jam sebelum bertanding yang disebabkan karena kurang siapnya bertanding mereka akan gemetaran dan kebingungan. Oleh karena itu mereka memilih untuk berkonsultasi kepada pelatih tentang gerakan apa yang harus dilakukan ketika akan latihan bertanding.
9
1.2.
Tinjauan Pustaka
A.
Remaja Menurut Hurlock (2002:206) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-
18 tahun. Monks, dkk (2004:262) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Berdasarkan batasan yang diberikan para ahli, dapat dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek. Menurut Erickson (Gunarsa, 2003:7) masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian jati diri. Karekteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja dan berimbas pada lingkungan sosialnya. Menurut Piaget (dalam Santrock, 2007:123) remaja termotivasi
untuk
memahami dunianya karena hal ini merupakan suatu bentuk adaptasi biologis. Remaja secara aktif mengkonstruksikan dunia kognitifnya sendiri, dengan demikian informasi-informasi dari lingkungan tidak hanya sekedar dituangkan ke dalam pikiran mereka. Agar dunia itu dapat dipahami, remaja mengorganisasikan pengalaman pengalamannya, memisahkan gagasan-gagasan penting dari gagasan-gagasan yang kurang penting, dan menggabungkan gagasan-gagasan itu satu sama lain. Mereka juga mengadaptasikan pemikiran mereka yang melibatkan gagasan baru karena informasi tambahan ini dapat meningkatkan pemahaman mereka. Teori yang digunakan pada penelitian kali ini adalah Teori S-O-R. Teori S-OR adalah singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Objek materialnya adalah manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen antara lain: sikap, opini, perilaku, kognisi, dan konasi. Menurut model ini, organism menghasilkan perilaku 10
tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula. Efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Unsur-unsur model ini adalah : a. Pesan (stimulus, S) b. Komunikan (Organism, O) c. Efek (Response, R) Respon atau perubahan sikap bergantung pada proses terhadap individu. Stimulus yang merupakan pesan yang disampaikan kepada komunikan dapat diterima atau ditolak. Komunikasi yang terjadi dapat berjalan apabila komunikan memberikan perhatian terhadap stimulus yang disampaikan padanya. Sampai pada proses komunikan tersebut memikirkannya sehingga timbul pengertian dan penerimaan atau mungkin sebaliknya. Perubahan sikap dapat terjadi berupa perubahan kognitif, afektif, atau behavioral. Adapun keterkaitan model S-O-R dalam penelitian ini adalah : 1. Stimulus yang dimaksud adalah pesan yang disampaikan oleh pelatih 2. Organisme yang dimaksud adalah para remaja yang berlatih Tae Kwon Do di UKM Tae Kwon Do USU 3. Respon yang dimaksud adalah sikap para remaja dalam mempelajari dan meniru gerakan Tae Kwon Do yang telah diajarkan, baik dari pelatih maupun dari media massa.
11
B.
Olahraga Pada era global dan modern yang tidak ada lagi batasnya ini yang mana setiap
saat bisa berubah dikarenakan adanya persaingan di segala bidang salah satunya di bidang olahraga. Sebagaimana dinyatakan di latar belakang, Olahraga merupakan hal yang penting dan strategis. Hal ini disebabkan, olahraga menyangkut pembentukan pembentukan watak, dan kepribadian bangsa serta upaya pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia secara berkesinambungan. Menurut Agus Kristiyanto, olahraga merupakan bentuk budaya paling tua. Hal ini disebabkan, olahraga dapat dilakukan sebagai latihan, pendidikan, hiburan, rekreasi, prestasi, profesi, politik, bisnis, industri, dan berbagai aspek lain dalam kebudayaan manusia. Nilai yang terdapat dalam olahraga mencakup nilai politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang sangat strategis dalam meningkatkan ketahanan nasional. Nilai politik dalam olahraga dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi, dan kebanggaan. Hal ini tercakup di dalam undang-undang Republik Indonesia pada nomor 3 tahun 2005 yang berisikan tentang sistem keolahragaan nasional. Hal tersebut bisa dilihat pada kutipan ucapan Kemenegpora sebagai berikut: keolahragaan nasional bertujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa 1. (Kemenegpora, 2010: 6).
1
Pengembangan model fair play award olahraga sepakbola http://olahraga.kompasiana.com/bola/2012/10/23/pengembangan-model-fair-play-award-olahragasepakbola-503694.html (diakses pada 23 Maret 2015)
12
Olahraga juga memiliki nilai ekonomi yang dapat dilihat dari meningkatnya produktifitas kerja, mengurangi absensi kerja dan penghematan pengobatan orang sakit, tetapi yang relatif banyak disukai oleh banyak orang dari segi olahraga adalah hiburan bagi yang melihat dan bagi yang mengadakan mendapatkan nilai ekonomi yang diharapkan. Selain itu olahraga dapat dijadikan sebagai alat promosi untuk sebuah produk sekaligus pengguna produk, agar perusahaan yang memproduksi barang dapat menghasilkan banyak uang dari kegiatan promosi yang dilakukan oleh para atlet. Nilai sosial dari olahraga adalah sebuah proses pembauran tanpa pembatas suku, ras dan agama. Menurut Suparto mengemukakan bahwa nilai-nilai sosial memiliki fungsi umum dalam masyarakat 2. Nilai sosial olahraga dapat menjadi alat dan media silaturahmi untuk saling mengenal antar individu dan komunitas. Selain itu, nilai sosial juga berfungsi sebagai alat motivasi seseorang untuk mewujudkan harapan yang diinginkannya. Nilai budaya dari olahraga dipandang sangat penting di kebanyakan negara maju karena, berolahraga menanamkan nilai- nilai yang baik dalam suatu organisasi, komunitas, dan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kepercayaan, simbol-simbol, karakter, dan kebiasaan sehari-hari masyarakat dalam menjalani kehidupan di lingkungannya. Di Negara maju, nilai tersebut sudah menjadi kebiasaan yang harus dijalankan dalam kehidupan. Bagi masyarakat yang tidak menjalankan nilai yang
APLIKASI NILAI DALAM OLAHRAGA http://saifurss07.wordpress.com/2010/04/22/136/ (diakses tanggal 12 Maret 2015) 2
13
sudah disepakati pada sebuah lingkungan tertentu mereka pasti mendapat ejekan, hinaan, maupun permusuhan dari masyarakat 3. Terkait dengan uraian di atas, salah seorang anggota DPRD SUMUT mengatakan bahwa keterlibatan atlet atas olahraga pada suatu Negara maju maka Negara itu maju, tetapi bila olahraga itu mundur, itu berarti kemunduran dari bangsa itu sendiri. Olahraga di bangsa yang maju akan membentuk karakter dan menanamkan nilai moral yang baik kepada setiap atlet. Nilai karakter yang akan didapatkan saat mengikuti olaharaga yang mempunyai pelatihnya itu meliputi loyalitas, dedikasi, pengorbanan, kerja tim, dan kewarganegaraan yang baik. Sementara nilai-nilai moral yang didapatkan saat berlatih meliputi kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab. Oleh karena itu, saya berharap disetiap cabang olahraga, tidak hanya di Taekwondo saja tetapi seluruh cabang olahraga bisa lebih ditingkatkan kembali agar para pemuda dapat menanamkan nilai-nilai moral yang baik di masa depannya 4. Berdasarkan UU No.3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN), olahraga dibagi menjadi tiga pilar, yaitu Olahraga Pendidikan, Olahraga Prestasi, dan Olahraga Rekreasi. 1. Olahraga Pendidikan (Education Sport) Olahraga pendidikan adalah olahraga yang diselenggarakan sebagai bagian dari proses pendidikan. 2. Olahraga Rekreasi (Sport for All)
3
APLIKASI NILAI DALAM OLAHRAGA http://saifurss07.wordpress.com/2010/04/22/136/ (diakses tanggal 12 Maret 2015) 4 Pernyataan Ikrimah Hamidy pada acara LTC kyorugi
14
Olahraga rekreasi adalah olahraga yang dapat dilaksanakan oleh setiap orang, satuan pendidikan, perkumpulan, maupun organisasi olahraga. 3. Olahraga Prestasi (Competitive Sport) Olahraga prestasi adalah olahraga yang orientasinya pada pencapaian prestasi. Menurut Antropologi, Olahraga telah dilaksanakan oleh bangsa primitif, kehidupan mereka erat hubungannya dengan alam gerakan jasmani yang mana ini merupakan keharusan hidup atau mempertahankan hidupnya. Mereka hidup dari berburu, menangkap ikan yang pastinya memerlukan ketangkasan atau keterampilan jasmani, disitu terdapat kekuatan, daya tahan tubuh, dan kelentukan, hal tersebut dibutuhkan untuk menggunakan lembing, laso, boomerang, batu, dan sebagainya. Mereka masih mempercayai kepada mahluk halus juga memuja kepada binatang tertentu sebagai dewa atau nenek moyang (Cultur Toten). Untuk pembinaan anak, khususnya anak laki-laki yang ditanggung jawabi oleh seorang ayah yang mana ia selalu dibawa ketika kegiatan berburu, sedangkan anak perempuan ditanggung jawabi oleh ibunya di rumah dengan kegiatan menjahit, merajut, membuat alat-alat rumah tangga, serta diajarkan tari-tarian. Di Mesir, Ahli sejarah Yunani Herodotus TH 484-425 SM, pada ekspedisi Perancis oleh Napoleon Bonaparte, mendapatkan catatan bahwa seorang ahli Mesir bernama Champleon dan Mariette bahwasanya mereka dapat membaca yang terdapat di perpustakaan Denhag, yaitu peta tentang kegiatan jasmani, dan gerakan tari-tarian yang memegang peranan penting, sedangkan putra-putra raja dilatih berenang dan latihan lainnya. Kegiatan tersebut adalah: Anggar, Memanah, Berkuda, Kereta bendi, 15
dan Mendayung. Demikian pula halnya dengan bangsa lainnya,
seperti bangsa
Tiongkok yang melaksanakannya. Mereka melaksanakan kegiatan khusus yang mengutamakan gerakan Heilgimnastik atau senam penyembuhan, pengobatan, tusuk jarum dengan ramuan, serta massage sejak th 2500 SM. Untuk bangsa India penguasaan tubuh mutlak diperlukan untuk melatih pernafasan sehingga membuat pikiran menjadi tenang. Menurut bangsa Indian gerakan tersebut dilakukan untuk mencapai manusia yang sempurna dengan cara berbagai tarian tradisional dan internasional. Di Yunani terdapat berbagai bangsa, akan tetapi bangsa Sparta dan bangsa Athena yang sangat menonjol. Hasil penyelidikan Durkheim mengenai latihan jasmani, menyatakan bahwasanya latihan jasmani dimasukkan kepada Pendidikan kehidupana. Hal ini dapat dibuktikan dari Bukti bukti hukum yang diberikan oleh “Durkhem” bahwa pendidikan didalam kehidupan manusia dipengaruhi oleh individu, dan masyarakat khususnya. Selain itu faktor agama, ketatanegaraan, dan politik, di Sparta dan Athena memberikan pengaruh kepada perkembangan sisitem pendidikan. Di Sparta dan Athena tingkat kebudayaan mereka sangat tinggi, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya ahli ilmu pengetahuan mereka seperti: Pithagoras, Socrates, Aristoteles, Plato, dst pada tahun 461 SM. Di sana terdapat suatu tempat yang digunakan untuk berlangsungnya pertandingan olahraga yaitu Olymphus, yang diikuti seluruh bangsa di Yunani. Seseorang
bernama
Barron
Pierre
de
Coubertien
mendapat
inspirasi
menyelenggarakan kegiatan olahraga yaitu Olympiade Moderen pada Tahun 1896 bertempat di Athena (ke 1). Perkembangan olahraga menjadi berkembang, mereka
16
mempunyai tujuan untuk menjadikan warga Negara yang harmonis rohani dan jasmani meliputi : Estetika, kecerdasan, ksatria, dan membentuk laki-laki yang kuat. Di Romawi pendidikan bukan tanggung jawab Negara, akan tetapi merupakan tanggung jawab keluarga. Pendidikan dilakukan oleh ibunya yang selanjutnya diteruskan oleh ayahnya. Pendidikan bagi bangsa romawi Yaitu diajarkan keterampilan tertentu khusus terhadap anak laki-laki, sedangkan anak perempuan tidak dilatih kegiatan jasmani karena tidak cocok. Bangsa Romawi beraanggapan bahwa manusia jangan dianggap sebagai permainan, mereka harus bekerja giat dan positif walaupun dikalangan mereka terdapat sebagian kecil kontradiksi seperti ada yang melakukan kegiatan jasmani dan permainan. Bangsa Romawi senang kepada kegitan seperti menonton: Adu tinju, Gladiator, Perang pedang, Sircus,dsb. Seseorang yang mengadakan kegiatan tersebut yaitu Nero. Nero mendirikan Gymnasium terbuka yang dipakai untuk pertandingan bela diri. Oleh karena itu menurut Jay Coackley, peneliti sosial yang mengkaji olahraga berfungsi untuk: 1.
Dapat memahami masalah isu sosial yang tergabung dalam olahraga.
2.
Melihat kenyataan di lapangan sebagai isu fisik yang dirasakan, dipikirkan oleh masyarakat yang hidup melalui olahraga.
3.
Sebagai informasi, olahraga mana yang ingin diikuti.
Menurut Bouet dari Perancis, dan Rijsdorp dari Belanda (1971) yang menggunakan pendekatan Antropologi. Olahraga itu mengandung nilai-nilai kependidikan. Menurut mereka olahraga bisa diajarkan dengan cara memahami istilah pedagogi. Sport Pedagogi di Indonesia mencakup 2 kajian pokok yaitu: 17
1. Masalah isi pengajaran; berisi tentang kurikulum, letak geografis, social-budaya olahraga, dan konteks olahraga pendidikan dengan tujuan pendidikan nasional. 2. Masalah Metodik: adalah tentang pengajaran, pengajaran di lembaga pendidikan dari mulai sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Selanjutnya pengajaran di sekolah luar biasa dsb.
C. Tae Kwon Do Tae Kwon Do lebih dari sekedar aktivitas fisik. Pengajaran
seni
beladiri
Tae
Kwon
Do
telah
berlangsung lama dengan menggunakan budaya dan filosofi yang dimiliki oleh bangsa Korea, dan para pelatih menggunakannya untuk berinteraksi dalam latihan Tae Kwon Do untuk memahami filosofi dan
Gambar 1. Lambang Tae Kwon Do Indonesia
budaya Tae Kwon Do yang mana akan membantu pelatih dan atlet untuk mempelajari dan menghindari hal yang berbahaya. Tae Kwon Do berasal dari dalam diri rakyat korea untuk mempraktikan seni beladiri, yang didasari oleh filosofi konfusian dan taoisme. ‘Tae’ secara literatur artinya menendang atau memukul dengan kaki, ‘Kwon’ artinya memukul dan menyerang dengan tangan, dan ‘Do’ artinya jalan. Jadi, Tae Kwon Do dapat diartikan sebagai “cara menendang dan memukul.” ”Ketiga 18
komponen tersebut, merupakan hal yang penting.” Walaupun usia bertambah dan tekhnik fisik semakin melemah, tetapi bila terus dilatih maka tekhnik tersebut semakin kuat. Perguruan Tae Kwon Do sudah seperti keluarga besar. Setiap murid baru yang baru masuk, akan dilatih oleh senior yang bertanggung jawab. Perguruan Tae Kwon Do tidak membedakan satu sama lain, perguruan Tae Kwon Do menerima semua orang dan membantu demi kemajuan dan perkembangan mereka di dalam latihan beladiri, sekolah, pekerjaan, dan juga di masyarakat. Sebagai tambahan, Tae Kwon Do telah berkembang melalui pertarungan secara langsung. Sebagai contoh, seseorang harus melakukan pertarungan atau tidak berkembang sama sekali. Menyerang dengan setengah hati akan menimbulkan bahaya—lebih baik menyerang dengan sepenuh hati atau tidak sama sekali. Pada tekhnik Tae Kwon Do, ini diajarkan untuk kompetisi. Setelah itu, muridnya harus menemukan sendiri cara untuk memenangkan berdasarkan apa yang telah diajarkan. Pada perguruan Tae Kwon Do hal yang paling dihargai itu kerja keras dan kesetiaan. Tae Kwon Do memiliki prinsip tersendiri dalam pengajarannya yaitu, sopan santun, integritas, ketekunan, pengendalian diri, dan semangat gigih. Buktinya, tidak seorang pun yang mampu melihat pemain untuk memastikan apakah dagunya sampai ke lantai ketika sedang melakukan push-up, hal ini disebabkan agar tidak ada satu orang pun yang saling menyakiti ataupun saling menghina. Juga, ketika pemain sedang cedera hingga menyebabkan tidak bisa melakukan aktivitas latihan, dianjurkan untuk melakukan hal penggantinya. Hal ini dikhawatirkan latihannya tidak akan berjalan dengan maksimal yang bahkan akan
19
mengganggu pemain lainnya. Ketika sedang sakit, para pemain diharuskan datang untuk membantu pemain yang sedang berlatih, seperti memegang bantalan. Walaupun begitu para pemain yang cedera diberi semangat agar mereka dapat kembali berlatih, dengan cara memeriksa tubuh mereka ke dokter dan menyuruh mencobanya terhadap beberapa gerakan Tae Kwon Do.
a. Sejarah Tae Kwon Do Seni beladiri Korea telah ada sejak 2000 tahun lalu, meskipun seni beladiri yang dulu sangat berbeda dengan Tae Kwon Do yang dimodernisasi-kan. Lukisan dari gua Koguryo menunjukkan gerakan tempur yang berkaitan dengan waktu ritual keagamaan. Pada saat Dynasty Silla (57SM – 435M) lahirlah prajurit yang sangat terkenal yaitu Tentara Hwarang yang diikuti dengan berdirinya organisasi militer, pendidikan, dan organisasi sosial lainnya. Ini merupakan lima unsur yang paling dalam Tae Kwon Do. Ini termasuk loyalitas kepada bangsa, hormat dan ketaatan kepada orang tua, kesetiaan kepada teman seseorang, keberanian dalam pertempuran dan menghindari kekerasan yang tidak perlu, juga pembunuhan. Pengaruh Hwarang memainkan peran penting dalam mempersatukan tiga kerajaan Korea kuno. Pertama, pada Kyongju-ibukota kuno Silla, ada sebuah tulisan yang terletak pada dua gambar Buddha yang bertepatan di dinding bagian dalam gua Sokkuram di Kuil Pulkuk-sa. Kedua, “Tentara Diamond,” Melindungi ajaran budha dari setan yang terkutuk, hal ini menginsipirasi gerakan poomsae Keumkang. Perkembangan berikutnya dalam seni bela diri Korea yaitu ketika melihat munculnya Subak, yang dipraktekkan tidak hanya sebagai keterampilan beladiri tetapi juga untuk meningkatkan kesehatan dan sebagai kegiatan olahraga yang didorong 20
oleh dinasti Koryo. Subak mencapai popularitas tertinggi pada masa pemerintahan Raja Uijong, antara 1.147 M dan 1.170 M. Selama beberapa abad berikutnya, tidak ada catatan pengembangan. Kolonisasi Jepang ke Korea adalah peristiwa besar berikutnya dalam sejarah seni bela diri Korea. Penjajahan selama tiga puluh lima tahun ini menyebabkan banyak kebencian mendalam di Korea, seperti yang dapat dilihat dalam bentuk arti dari International Tae Kwon Do Federation (ITF). Penjajahan ini membawa pertukaran ide-ide, dan Tae Kwon Do hanya nama yang berbeda dari Karate. Beberapa teknik yang berubah, sehingga guru Korea bisa mengklaim bahwa seni bela diri mereka berbeda. Menjelang akhir penjajahan ini banyak sekolah, atau kwan, didirikan di Korea. Pada tanggal 16 September 1961, Asosiasi Tae Kwon Do Korea didirikan, dalam rangka untuk menyatukan kwans. Pada tahun 1960, instruktur Korea mulai pergi ke luar negeri untuk mengajar Tae Kwon Do. Ini bisa disebut titik balik dalam sejarah Tae Kwon Do. Pada tahun 1966, Federasi Tae Kwon Do Internasional (ITF) dibentuk oleh Jenderal Choi Hong Hi yang terpilih sebagai presiden Korea. Jenderal Choi berperan penting dalam menyebarkan Tae Kwon Do di seluruh dunia dengan serangkaian perjalanan demonstrasi, dan dia adalah orang yang datang dengan nama Tae Kwon Do. Akhir 1960-an dan awal 1970-an saat-saat penuh gejolak di Korea, Jenderal
Choi
berkeliling dengan master lainnya dan pada tahun 1972 markas ITF dari Seoul Korea pindah ke Toronto, Kanada. Pada bulan Mei 1973, perwakilan dari sembilan belas negara bertemu di Seoul dan mendirikan World Tae Kwon Do Federation (WTF). Sejak saat itu, WTF adalah organisasi yang resmi pada aspek olahraga Tae Kwon Do, sedangkan ITF fokus pada aspek yang lebih tradisional. Fokus dunia 21
bergeser ke WTF, yang lebih populer dan diakui oleh badan olahraga yang lebih internasional. Seiring waktu, gaya bertarung dari WTF menjadi berbeda dari Karate dan sekarang menjadi gaya yang tersendiri. Saat ini, negara-negara yang ber-anggota WTF ber-total lebih dari 180 Negara dan didukung oleh pengakuan Tae Kwon Do oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC) pada tahun 1980, Tae Kwon Do telah dengan cepat menjadi olahraga internasional. Hal ini diadopsi sebagai olahraga demonstrasi di Olimpiade Seoul tahun 1988 dan Olimpiade di Barcelona pada tahun 1992 serta menjadi olahraga resmi di Olimpiade pada tahun 2000 di Sydney, Australia. Pada saat itu Amerika Serikat memenangkan satu medali, yaitu medali emas di divisi kelas bulu yang dimenangkan oleh Steven Lopez dari Sugar Land, Texas. Pada Olimpiade 2004 di Athena, Yunani. Lopez pindah ke gabungan divisi berat campuran dan memenangkan emas, sedangkan Nia Abdallah memenangkan medali pertama bagi wanita AS, yaitu medali perak di divisi kelas bulu gabungan. Dalam Olimpiade 2008, Steven Lopez dan Diana Lopez memenangkan medali perunggu, sedangkan Markus Lopez memenangkan medali perak. Dalam Olimpiade 2012, Paige McPherson dan Terrance Jennings keduanya meraih perunggu. Tae Kwon Do dengan cepat mengkonsolidasikan posisinya di dunia olahraga. Selain dari kejuaraan kontinental Dunia, Tae Kwon Do juga mengkonsolidasikan pada Dunia Wanita Championships, Piala Dunia Tae Kwon Do, CISM Tae Kwon Do Championships dan FISU World University Kejuaraan. Tae Kwon Do telah dimainkan sebagai olahraga resmi dalam permainan multi-olahraga seperti Kejuaraan internasional, seperti World Games, Pan American Games, All-Africa Games, SEA Games dan Central American Games. 22
2. Asosiasi Tae Kwon Do Ada beberapa asosiasi Tae Kwon Do yang sangat penting. Kelompokkelompok ini umumnya menetapkan standar mereka sendiri seperti teknis, persyaratan untuk promosi, dan kompetisi. Pertama, World Tae Kwon Do Federation (WTF) - WTF ini berkantor pusat di Kukkiwon, Korea dan merupakan otoritas utama untuk pengajaran Tae Kwon Do di seluruh dunia. WTF Didirikan pada tahun 1972, WTF memiliki lebih dari 180 negara anggota dan dipimpin oleh Dr Kim Un-Young, yang juga menjabat sebagai wakil presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) sampai tahun 2004. Kepala WTF saat ini adalah Dr Chungwon Choue. WTF ini juga merupakan perwakilan resmi dari gaya Olahraga Tae Kwon Do di Olimpiade. Secara teknis, hanya federasi nasional yang dapat menjadi anggota WTF. Namun, sebagian besar dojang di seluruh dunia mengikuti gaya WTF / Kukkiwon. Kedua, Kukkiwon–Kukkiwon adalah tempat pelatihan pusat di Korea. Presiden Kukkiwon saat ini adalah Won Kang Sik. Sertifikasi Kukkiwon adalah sertifikasi internasional yang paling dikenal. Kita dapat mendaftar ke Sistem Manajemen Kukkiwon untuk melihat statistik pemegang sabuk. Pada April 2013 ada 8,4 juta pemegang sabuk hitam di seluruh dunia. Mereka berlatih 8 bentuk Taegeuk dan 9 bentuk WTF sabuk hitam. Ketiga, International Tae Kwon Do Federation (ITF) ITF terletak di Kanada dan sampai saat ini dipimpin oleh Jenderal Choi Hong Hi. Ini merupakan gaya tradisional Tae Kwon Do yang menekankan kepada kekuasaan. Pertama, American Tae Kwon Do Association (ATA), Tradisional Dunia Tae Kwon Do Union (WTTU), yang didirikan oleh Songahm Tae Kwon Do Federation (STF). Sejak 23
awal ATA ini lebih dikendalikan oleh organisasi lain, dan baru-baru ini mendaftarkan muridnya sebanyak 1.000.000 murid untuk berlatih dalam bentuk Songahm. Kedua, United States Tae Kwon Do (USAT)-The USAT adalah Lembaga Tae Kwon Do di Amerika Serikat. Mereka menetapkan proses untuk menentukan juara nasional dan tim nasional resmi. Ketiga, Amateur Athletic Union (AAU) – AAU adalah sebuah organisasi multi-olahraga yang memiliki satu bagian yang didedikasikan untuk Tae Kwon Do. Mereka memegang kejuaraan nasional mereka sendiri. Mereka juga memiliki point tersendiri di turnamen mereka. Keempat, National Collegiate Tae Kwon Do Association (NCTA) - NCTA berusia hampir tiga puluh tahun. Hal ini bertanggung jawab atas Alumni Kejuaraan Nasional yang terjadi setiap tahun. Kelima, (CISM) - The CISM adalah lembaga militer dunia. Untuk bersaing dalam acara CISM, peserta harus menjalani wajib militer di negara masing-masing dan berada di tim militer negara mereka. Keenam, FISU. FISU adalah perguruan tinggi olahraga internasional. Dalam rangka untuk bersaing, peserta harus menjadi mahasiswa di negara masing-masing dan berada di perguruan tinggi negara mereka. Ada sejumlah organisasi yang lebih kecil lainnya beterbangan masuk dan keluar dari keberadaan. Setiap negara juga memiliki Komite Olimpiade Nasional dan Federasi Nasional. Pada setiap Dojangs pasti memiliki berbagai tingkat dengan masing-masing organisasi. Dojang mungkin berafiliasi dengan organisasi dari seni bela diri lain atau organisasi bisnis atau pemasaran.
24
3. Latihan Tendangan a. Dasar Tendangan Tae Kwon Do dikenal dengan jumlah, kecepatan, dan teknik menendang. Berikut akan dijelaskan apa saja tendangan inti dan catatan cara melaksanakannya. Keterangan ini akan menunjukkan perbedaan gerakan kaki dan tendangan yang akan digunakan. Perhatikan, bahwa tidak ada tendangan yang dilakukan dengan jari-jari kaki. Hal ini penting untuk menyerang dengan bagian yang tepat dari kaki untuk mendapatkan tenaga maksimal. Beberapa tendangan dapat menggunakan bagian yang berbeda dari kaki, misalnya, tendangan kapak dan tendangan kait berputar, dapat dilakukan dengan tumit kaki untuk jarak yang lebih jauh. a. Macam-Macam tendangan •
Ap Chagi = Tendangan depan menggunakan kaki depan
•
Dollyo Chagi = Tendangan Menggunakan Punggung Kaki
•
Yeop Chagi = Tendangan samping menggunakan pisau kaki
•
Dwi Chagi = Tendangan belakang
•
Twieo Ap Chagi = Tendangan depan yang dilakukan sambil melompat
•
Twieo Dwi Chagi = Tendangan belakang yang dilakukan sambil melompat
•
Twieo Yeop Chagi = Tendangan samping yang dilakukan sambil melompat
•
Dubal Dangsang Chagi = Tendangan dengan dua target sasaran
•
Goley / Narray Chagi = Tendangan ganda
•
Sip Chagi An Chagi = Tendangan yang dilakukan sambil melompat dan tangkisan aremaki 25
•
Penriyti Chagi = Tendangan keliling.
•
Dwi Huryeo Chagi = Tendangan berputar melalui belakang.
•
Deol Chagi = Tendangan mencangkul ke arah kepala menggunakan tumit
•
Aidan Dollyo Chagi =Tendangan Menggunakan Kaki Depan Ke Arah Perut
4. Latihan Bertarung Dengan Menggunakan Tangan a. Tangkisan Macam-macam tangkisan: 1. Are Maki = Tangkisan ke arah bawah untuk menangkis tendangan 2. Eolgol Makki = Tangkisan ke arah kepala 3. Momtong Bakat Makki = Tangkisan dari arah dalam menggunakan bagian dalam lengan bawah. 4. Momtong An Makki = Tangkisan dari arah dalam menggunakan bagian luar lengan bawah. 5. An Makki = Tangkisan dari arah luar. 6. Bina Makko An Makki = Tangkisan yang dimulai dari lengan bawah dan saat masuk ke dalam harus melalui lengan atas 7. An Palmok Momtong Bakkat Makki = Tangkisan ke arah lengan bawah 8. Momtong An Makki = Tangkisan ke tengah dari luar ke dalam 9. Momtong Bakkat Makki = Tangkisan ke tengah dari dalam ke luar 10. Sonnal Momtong Makki = Tangkisan ke tengah dengan pisau tangan 11. Batang Son Momtong An Makki = Tangkisan ke tengah dari luar dengan bantalan telapak tangan 26
12. Kawi Makki = Tangkisan menggunting 13. Sonnal Bitureo Makki = Tangkisan melintir dengan satu pisau tangan 14. Hecho Makki = Tangkisan ganda ke luar 15. Eotgoreo Arae Makki = Tangkisan silang ke arah bawah 16. Wesanteul Makki = Tangkisan ganda memotong arah bawah dan ke luar
2. Pukulan Macam- macam pukulan di Tae Kwon Do: •
Yeop Jireugi = Pukulan Samping
•
Chi Jireugi = Pukulan Dari Bawah Keatas
•
Dolryeo Jireugi = Pukulan Mengait
•
Pyojeok Jireugi = Pukulan dengan Sasaran
•
Momtong Jireugi = Pukulan Mengarah ke Tengah (Pukulan Mengarah ke Ulu Hati)
•
Are Jireugi = Pukulan ke Bawah
•
Oreon Jireugi = Pukulan Dengan Tangan Kanan Yang Dilakukan Sambil Menendang (Ap Chagi)
•
Eolgol Jirugi = Pukulan ke Atas (Pukulan Mengarah ke Kepala)
•
Sambion Jireugi = Pukulan Ke Bawah,Perut, dan Kepala
D. Kebudayaan Menurut Geertz (dalam Roger M. Keesing, hal 75) kebudayaan adalah pabrik pengertian, dengan apa manusia menafsirkan pengalaman dan menuntun tindakan
27
mereka. Dalam definisi ini, kebudayaan dilhat sebagai "tatanan sosial" bagi kelakuan dan tindakan-tindakan manusia. Definisi lain Menurut E.B Tylor (dalam Roger M. Keesing, hal 68) budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan
orang-orang
yang
berbeda
budaya
dan
menyesuaikan
perbedaan-
perbedaannya seseorang akan mengalami keseluitan, hal ini membuktikan bahwa budaya itu dipelajari bukan diturunkan secara genetik, karena budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Selain itu budaya juga mempunyai wujud. Koentjaraningrat berpendapat bahwa wujud dari kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga wujud: a. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ideal-ideal, gagasan, nilainilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud pertama adalah wujud idiil dari kebudayaan yang sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau di foto lokasinya karena berada di dalam kepala, atau dengan perkataan lain, dalam alam fikiran dari warga masyarakat dimana kebudayaan yang 28
bersangkutan itu hidup. Kebudayaan idiil itu biasanya juga berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Wujud kedua dari kebudayaan yang sering disebut sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia maka sistem sosial itu bersifat kongkret, terjadi disekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto dan didokumentasi. Wujud ketiga dari kebudayaan disebut dengan kebudayaan fisik, sifatnya paling kongkret, dan berupa benda-benda atau halhal yang dapat diraba, dilihat dan difoto. Ketiga wujud dari kebudayaan dalam kenyataan di atas menurut hemat penulis “seni beladiri Taekwondo” tersebut dapat diklasifikasikan wujud dari kebudayaan, yaitu selalu mengikuti pola-pola tertentu yang berdasarkan norma-norma yang telah ditetapkan. Sebagai rangka aktivitas manusia dalam masyarakat bersifat kongkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, dan bisa diobservasi.
E. Kecemasan Pengertian umum, kecemasan merupakan suatu kekhawatiran terhadap sesuatu yang tidak diinginkan akan terjadi pada diri seseorang. Anshel (dalam Satiadarma, 2000) mengungkapkan bahwa kecemasan adalah reaksi emosi terhadap suatu kondisi yang mengancam. Weinberg dan Gould (dalam Satiadarma, 2000) mendefinisikan kecemasan sebagai suatu keadaan emosi negatif yang ditandai oleh adanya perasaan khawatir, was-was, dan disertai dengan peningkatan gugahan sistem faal tubuh. Greist (dalam Gunarsa, 1986) secara lebih jelas merumuskan kecemasan sebagai suatu ketegangan mental yang biasanya disertai dengan gangguan tubuh yang 29
menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berdaya dan mengalami kelelahan, karena senantiasa harus berada dalam keadaan was-was terhadap ancaman bahaya yang tidak jelas. Berdasarkan pengertian di atas, kecemasan secara umum merupakan keadaan emosi negatif dari suatu ketegangan mental yang ditandai dengan perasaan khawatir, was-was dan disertai dengan peningkatan gugahan sistem faal tubuh, yang menyebabkan individu merasa tak berdaya dan mengalami kelelahan. Satiadarma (2000) menjelaskan bahwa di dalam dunia olahraga, kecemasan (kecemasan), gugahan (arousal) dan stres (stress) merupakan aspek yang memiliki kaitan yang sangat erat satu sama lain sehingga sulit dipisahkan. Kecemasan dapat menimbulkan aktivasi gugahan pada susunan saraf otonom, sedangkan stres pada derajat tertentu menimbulkan kecemasan dan kecemasan menimbulkan stres. Lebih lanjut, Anshel yang sependapat dengan Weinberg dan Gould (dalam Satiadarma, 2000) menjelaskan bahwa gugahan bersifat fisiologis ataupun psikologis yang bisa bernilai positif atau negatif, sedangkan kecemasan sifatnya adalah emosi negatif. Kemudian, stres merupakan suatu proses yang mengandung tuntutan substansial, baik fisik maupun psikis untuk dapat dipenuhi oleh individu, karena kurang seimbangnya keadaan fisik atau psikis (Weinberg dan Gould dalam Satiadarma, 2000). Terkait dengan olahraga, kecemasan seringkali dialami oleh atlet ketika atlet akan menghadapi suatu pertandingan. Pertandingan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perlombaan dalam olahraga yang menghadapkan dua pemain untuk bertanding, sedangkan bertanding adalah seorang lawan seorang. Pertandingan dalam istilah Inggrisnya, disebut dengan competition yang kemudian diadopsi ke dalam Bahasa Indonesia menjadi kompetisi. Chaplin (2006) 30
mendefinisikan competition adalah saling mengatasi dan berjuang antara dua individu atau antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama. Cox (2002) mengungkapkan bahwa kecemasan menghadapi pertandingan merupakan keadaan distress yang dialami oleh seorang atlet, yaitu sebagai suatu kondisi emosi negatif yang meningkat sejalan dengan bagaimana seseorang atlet menginterpretasi dan menilai situasi pertandingan. Gunarsa (1986) menjelaskan bahwa persepsi atau tanggapan atlet dalam menilai situasi dan kondisi pada waktu menghadapi pertandingan, baik jauh sebelum pertandingan atau mendekati pertandingan akan menimbulkan reaksi yang berbeda. Apabila atlet menganggap situasi dan kondisi pertandingan tersebut sebagai suatu yang mengancam, maka atlet tersebut akan merasa tegang (stress) dan mengalami kecemasan. Amir (2004) menjelaskan bahwa kecemasan yang timbul saat akan menghadapi pertandingan disebabkan karena atlet banyak memikirkan akibat-akibat yang akan diterimanya apabila mengalami kegagalan atau kalah dalam Pertandingan. Kecemasan juga muncul akibat memikirkan hal-hal yang tidak dikehendaki akan terjadi, meliputi atlet tampil buruk, lawannya dipandang demikian superior dan atlet mengalami kekalahan (Satiadarma, 2000). Rasa cemas yang muncul dalam menghadapi pertandingan ini dikenal dengan kecemasan bertanding (Sudradjat, 1995). Sementara itu, Gunarsa (1986) menyimpulkan hubungan kecemasan bertanding dalam hubungannya dengan pertandingan sebagai berikut: a. Sebelum pertandingan dimulai, kecemasan akan naik yang disebabkan oleh bayangan berat tugas atau pertandingan yang akan dihadapi.
31
b. Selama pertandingan berlangsung, tingkat kecemasan biasanya mulai menurun. c. Mendekati akhir pertandingan, tingkat kecemasan biasanya akan naik lagi terutama bila skor pertandingan berimbang.
Hardy et al (1999) menyimpulkan sumber-sumber kecemasan bertanding atlet dari berbagai hasil penelitian, antara lain: a. Kekurangsiapan dalam penampilan Adanya ketakutan untuk bertanding menyebabkan atlet merasa kurang siap untuk menghadapi pertandingan, yang akhirnya menimbulkan kecemasan (Gunarsa, 1986) b. Permasalahan interpersonal dengan tim dan pelatih Hubungan interpersonal yang tidak baik antara pelatih dan atlet merupakan sumber kecemasan bagi atlet dalam menghadapi pertandingan. Pate et al (1993) menjelaskan bahwa permasalahan atlet dengan pelatih dapat berkembang dari adanya konflik antar pribadi dan konflik yang disebabkan karena kegagalan atlet dalam bertanding. Apabila konflik berkembang dan berlanjut, akan menjadikan atlet menyimpulkan bahwa apabila mereka membuat kesalahan yang fatal dalam pertandingan, maka mereka akan dipersalahkan oleh pelatih. Akhirnya, hal ini akan menyebabkan kecemasan pada atlet dan menurunnya penampilan. Selanjutnya, Pate et al (1993). mengungkapkan bahwa pelatih yang tidak mempercayai atlet dalam
bertanding
akan
menimbulkan
kecemasan
baginya dalam
menghadapi pertandingan tersebut. 32
c. Keterbatasan dana dan waktu latihan Keterbatasan dana berhubungan dengan dana yang harus dikeluarkan oleh atlet untuk mengikuti suatu pertandingan tersebut. Waktu latihan yang singkat atau mendesak juga dapat menimbulkan kecemasan bagi atlet dalam menghadapi pertandingan. d. Prosedur seleksi Prosedur seleksi yang tidak jelas juga ikut mempengaruhi tingkat kecemasan seorang atlet dalam bertanding e. Kekurangan dukungan sosial Kurangnya dukungan sosial yang diperoleh atlet, dapat menimbulkan kecemasan dalam menghadapi pertandingan. Dukungan sosial bisa diperoleh dari orang-orang terdekat, misalnya dari orang tua, teman satu tim atau pelatih. Harsono (dalam Gunarsa, 1986) menjelaskan bahwa apabila atlet memiliki hubungan personal dengan pelatih maka atlet akan mengharapkan kehadiran pelatih selama bertanding, karena dengan kehadiran pelatih seorang atlet mendapat dukungan. Dukungan emosional dari pelatih dapat membuat atlet merasa mampu menghadapi dan mengatasi situasi-situasi penting.
33
1.3.Rumusan Masalah Berdasarkan paparan di latar belakang salah satu cara untuk membina karakteristik dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat adalah dengan berolahraga. Dalam olahraga Tae Kwon Do cara untuk membina karakter dan meningkatkan kualitas hidup seorang atlet remaja adalah dengan mendaftarkan seorang atlet tersebut ke dalam sebuah kompetisi, tetapi masalah yang sering dihadapi oleh seorang atlet remaja
ketika
akan
menghadapi
sebuah
pertandingan
adalah
kecemasan.
Permasalahannya, bagaimana membina seorang atlet remaja yang sedang mengalami kecemasan ketika akan bertanding?
1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fenomena olahraga seperti, apakah seni beladiri Tae Kwon Do dapat membuat seorang remaja menjadi sehat dan kuat. Adapun manfaat yang diharapkan dan diperoleh dari hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Secara subyektif. Sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis, dan metodologis penulis dalam menyusun berbagai kajian literatur untuk menjadikan suatu wacana baru dalam khazanah perpustakaan pendidikan. Khususnya dalam kajian ilmu Antropologi Sosial.
34
2. Secara praktis. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan masukan pada kalangan yang serius mengamati fenomena berolahraga pada masyarakat yang melakukan kegiatan berolahraga. 3. Secara akademis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan departemen Antropologi Sosial dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik mengeksplorasi pemahaman mengenai fenomena berolahraga.
1.5.Metode Penelitian A. Bentuk Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi etnografi. Penelitian yang bersifat studi etnografi ini menekankan pada pendeskripsian fenomena yang terjadi pada objek yang dianlisis. Seperti perilaku individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan hubungan antara suatu masalah dengan masalah lainnya. Pendekatan studi etnografi bertujuan untuk mempertahankan keutuhan dari objek, artinya data yang dikumpulkan dalam rangka studi etnografi, dipelajari sebagai suatu yang terintegrasi.
B. Lokasi Penelitian Penelitian ini diadakan di UKM Tae Kwon Do di Universitas Sumatera Utara Kecamatan Medan Baru, Jln. Dr. Mansyur, Medan, Sumatera Utara, Medan. Adapun alasan penulis memilih tempat di USU karena:
35
a. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada observasi awal terlihat bahwa motivasi remaja mengikuti latihan Tae Kwon Do di UKM Tae Kwon Do USU cukup tinggi b. Adanya keterbukaan dari Tae Kwon Do terutama pelatih terhadap penelitian yang akan dilaksanakan
C. Teknik Pengumpulan Data 1. Pengumpulan data primer Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dan berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Pengumpulan data yang digunakan adalah: a. Survei, yaitu dengan menyebarkan serangkaian pertanyaan kepada responden untuk mengetahui jawaban sementara atau jawaban pangkal yang akan ditanyakan lebih mendalam ketika akan melakukan wawancara. b. Wawancara, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada informan atau pihak yang mengetahui masalah penelitian dengan cara interview guide 5. Wawancara peneliti gunakan untuk memahami masalah yang dihadapi sesama manusia. Disini peniliti lebih kepada wawancara perseorangan, karena di Tae Kwon Do USU hanya beberapa orang saja yang sudah berpengalaman dalam mengikuti Tae Kwon Do.
5
Interview Guide merupakan paduan atau pedoman bagi para peneliti yang ingin mengungkap kondisi psikologis subjek melalui cara tanya jawab dengan tujuan tertentu.
36
Peneliti akan melakukan wawancara dengan mempersiapkan beberapa pertanyaan yang telah disiapkan berdasarkan data penelitian yang sudah ada, yaitu dari peneltian Jay Coackley di Amerika Serikat, mengenai Sport In Society, dan artikel Sumaryanto mengenai olahraga sebagai fenomena sosial, tetapi pada penelitian ini ukuran tempat penelitiannya menjadi 3 (tiga) lokasi yaitu di Tae Kwon Do USU, Merpati Putih USU, dan Kendo USU. c. Observasi, yaitu mengamati secara langsung dengan mencatat gejalagejala yang ditemukan di lapangan serta menjaring data yang tidak dijangkau. Sebelum mengamati tentunya peneliti sudah tahu apa yang harus diamati dan dicermati untuk kepentingan penelitian sehingga tidak membuang waktu lebih lama. d. Partisipasi, yaitu terlibat langsung dalam kegiatan. Artinya, peneliti melihat langsung apa yang mereka rasakan selama proses melakukan kegiatan berolahraga. Observasi partisipan, atau lapangan etnografi, adalah dasar dari antropologi budaya. Ini melibatkan semakin dekat dengan orang-orang dan membuat mereka merasa cukup nyaman dengan kehadiran peneliti dapat mengamati dan merekam informasi tentang kehidupan berolahraga. Peneliti dalam melakukan observasi partisipan akan melakukan beberapa hal penting seperti mengumpulkan dokumen riwayat hidup, menghadiri festival suci, dan berbicara dengan orang tentang topiktopik sensitif.
37
2. pengumpulan data sekunder Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data yang dilakukan adalah: a. Penelitian Kepustakaan, yaitu dengan cara mengumpulkan data melalui buku-buku ilmiah, tulisan, karangan ilmiah yang berkaitan dengan penelitian.
D. Informan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UKM Tae Kwon Do USU dengan informan penelitian adalah pelatih UKM Tae Kwon Do USU dan peserta UKM Tae Kwon Do USU. Subjek penelitian yang dikemukakan oleh Sugiyono (2012:215) bahwa: Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan “Social Situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity), yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut dapat dinyatakan sebagai objek penelitian yang ingin dipahami secara lebih mendalam “apa yang terjadi” di dalamnya.
Sedangkan subjek penelitian yang akan dijadikan sampel penelitian sepeti yang dikemukan Nasution (2003:32) bahwa: Dalam penelitian kualitatif yang dijadikan sampel hanyalah sumber yang dapat memberikan informasi. Sampel dapat berupa hal, peristiwa, manusia, situasi observasi. Sering sampel dipilih secara “purposive” bertalian dengan purpose atau tujuan tertentu. Sering pula responden diminta untuk menunjuk orang lain yang dapat memberikan informasi kemudian responden ini diminta pula untuk menunjuk orang lain dan seterusnya. Cara ini lazim disebut “Snowball Sampling”yang dilakukan secara berurutan. Dari pendapat beberapa tokoh, penulis dapat menyimpulkan subjek penelitian kualitatif adalah sumber yang dapat memberikan informasi sesuai dengan tujuan yang ingin diketahui oleh penulis. Oleh karena itu, subjek penelitian akan ditentukan 38
langsung oleh peneliti berkaitan dengan masalah dan tujuan peneliti. Akan tetapi, ada juga subjek yang ditentukan secara khusus dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk dijadikan sample penelitian. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sample purposive, sehingga besarnya jumlah sampel ditentukan oleh pertimbangan informasi. Dalam pengumpulan data, informan di dasarkan pada ketentuan atau kejenuhan data informasi yang diberikan. Jika beberapa informan yang dimintai keterangan memberikan informasi yang sama, maka itu sudah dianggap cukup untuk proses pengumpulan data yang diperlukan sehingga tidak perlu meminta keterangan kepada informan berikutnya. Dari uraian tersebut dan hasil observasi pra-penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa subjek penelitian ini adalah peserta UKM Tae Kwon Do USU sebanyak 10 orang dengan narasumber yang akan ditentukan langsung oleh peneliti terkait dengan masalah dan tujuan peneliti yaitu, Sabuem Norbet Situmeang S.E sebagai pelatih UKM Tae Kwon Do USU. Dalam penyebaran angket, peneliti mengambil 10 peserta UKM Tae Kwon Do USU yang dianggap aktif dan berprestasi dalam mengikuti Tae Kwon Do untuk dimintai keterangan.
E. Teknik Analisis Data Data dalam penelitian ini bersifat data kualitatif Induktif baik dari jenis data primer maupun data sekunder. Data sekunder yang berupa buku-buku kepustakaan, surat-surat resmi dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan permasalahan, dan data primer yang diperoleh melalui wawancara terpimpin dengan informan yang akan dianalisis secara kualitatif, oleh karena itu terhadap data kualitatif yang telah 39
dikumpulkan akan dikualifikasikan dan disusun secara sistematis, mengikuti alur sistematika pembahasan guna menemukan jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini.
40