PENCITRAAN LASKAR PEMBELA ISLAM FPI DALAM MENTRANSFORMASIKAN NILAI-NILAI ISLAM DI TENGAH MASYARAKAT (Studi Kasus Program Pembinaan Keagamaan Lembaga Dakwah Front) Skripsi “Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)”
Oleh: Arip Rahman Hakim NIM: 109051000231
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435H/2014 M.
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Berkenaan dengan sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Namun, jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sangsi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Agustus 2014 Penulis
(Arip Rahman Hakim)
ii
ABSTRAK Arip Rahman Hakim. Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI Dalam Mentransformasikan Nilainilai Islam Di Tengah Masyarakat (Studi Kasus Program Pembinaan Keagamaan Lembaga Dakwah Front) Kehadiran Front Pembela Islam sebagai organisasi Islam yang berjuang menegakkan amar ma’ruf nahi munkar cukup menyita perhatian masyarakat. Hal ini karena aksi-aksi yang dilakukan oleh para laskar militernya yakni laskar pembela Islam dianggap tidak sejalan atau tidak sesuai dengan ajaran Islam. Puncaknya pada tahun 2002 Ketua Umum Front Pembela Islam bersama para aktivis FPI dijebloskan dalam sel tahanan Polda Metro Jaya. Belajar dari pengalaman tersebut perubahan besarpun terjadi pada organisasi FPI. Tepatnya pada tahun 2004 FPI membentuk suatu lembaga dakwah yang diberi nama Lembaga Dakwah Front (LDF). Salah satu fungsi LDF adalah sebagai humas FPI dalam memberikan informasi yang komperhensif tentang FPI. Dalam penelitian ini penulis mencoba membahas permasalahan yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah, yaitu; Bagaimana peran Lembaga Dakwah Front dalam Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI? Apa hambatan dan pendukung proses pencitraan Laskar Pembela Islam FPI? Teori yang digunakan adalah teori pencitraan. Dalam teori ini disebutkan 5 jenis pencitraan diantaranya citra bayangan, citra berlaku, citra harapan, citra perusahaan atau lembaga, dan citra majemuk. Adapun metodologi penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dalam menciptakan citra positif Laskar Pembela Islam FPI di tengah masyarakat. Lembaga Dakwah Front (LDF) mengadakan berbagai kegiatan pembinaan keagamaan antara lain Safari Dakwah dan pengabdian kepada masyarakat, Salah satunya adalah program santunan kepada anak yatim piatu dan dhuafa (YATAMA). Lembaga Dakwah Front (LDF) juga mengadakan kaderisasi aktivis FPI seperti; rekrutment dan diklat-diklat keorganisasian. Selain itu, Lembaga Dakwah Front melakukan pembinaan akivis melalui kegiatan pengajian. Dalam menjalankan peranya sebagai humas FPI, ada beberapa hambatan yang menjadi permasalahan LDF selama ini salah satunya adalah media massa, LDF beranggapan bahwa ada ketidak berimbangan informasi yang disampaikan oleh media massa, khususnya media mainstream.Dalam penyampaian berita media mainstream cenderung tendensius menjelekkan FPI. Selain itu, hal lain yang menjadi persoalan adalah masalah pendanaan kegiatan organisasi. Rangkaian kegiatan pembinaan keagamaan yang dilakukan oleh LDF merupakan satu bentuk usaha untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat terhadap perjuangan FPI. Karena selama ini yang terlihat di permukaan muncul opini masyarakat yang mendiskreditkan FPI. Namun penulis melihat usaha-usaha yang dilakukan LDF masih belum efektif, karena jangkauan syi’arnya masih terbatas baik ruang maupun waktunya. Dalam hal pengelolaan sumber dana LDF belum memiliki sistem pengelolaan yang baik. Untuk melakukan kegiatan saja LDF harus secara swadaya mengumpulkan dana dari anggota. Kata kunci: LDF, FPI, Peran, pencitraan, dan Pembinaan.
v
vi
KATA PENGANTAR
Tidak ada kata yang pantas untuk memulai pengantar ini selain puji serta syukur penulis kepada Allah SWT yang telah memberikan berbagai macam nikmat dan kekuatan, sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini. Meskipun, dalam pelaksanaannya banyak hambatan yang terkadang menjadi beban pikiran penulis. Tetapi semua itu penulis jadikan sebagai pembelajaran dan pengalaman yang berharga. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah untuk sang pembawa risalah Rasulullah SAW, beserta keluarga, sahabat, serta orang-orang yang selalu istiqomah meneladani jejak langkahnya. Alhamdulillah atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi ini. Skripsi ini disusun dan ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak sekali hambatan yang penulis temukan. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, hambatan-hambatan tersebut dapat diatasi, maka dengan penuh ketulusan hati yang terdalam, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
vi
2. Pembantu
Dekan
Bidang
Akademik,
Pembantu
Dekan
Bidang
Administrasi Umum dan Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 3. Bapak Rachmat Baihaky, MA, selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. 4. Ibu Fita Fathurohmah, M.Si. Selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam dan Bapak H. Ahmad Fatoni, S.Sos. Selaku Staf TU yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini. Terutama dalam pengurusan nilai-nilai kuliah. 5. Bapak Ade Masturi, MA, yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan penuh kesabaran dan ketelitian, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak Fauzun Jamal, LC, Pembimbing Akademik KPI G 2009 yang tak pernah lelah mendengarkan keluh kesah kami dalam setiap permasalahan perkuliahan semenjak semester satu hingga saat ini. 7. Kepada seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu, pengalaman, dan motivasi yang sangat bermanfaat bagi penulis. 8. Pimpinan beserta staff Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan juga Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 9. Panitia Ujian Skripsi Bapak Drs. Jumroni, M.Si (Ketua), Ibu Fita Fathurohmah, M.Si (Penguji I merangkap Sekartaris), dan Ibu Umi Musyarofah, MA (Penguji II) yang telah bersedia meluangkan waktunya
vii
untuk menguji, mengoreksi, dan mengkritisi, dan memberikan arahan pada penulis dalam rangka menyempurnakan skripsi yang penulis susun. 10. Kepada seluruh jajaran pengurus Lembaga Dakwah Front (LDF) terutama kepada Habib Rizieq Syihab selaku Ketua Umum FPI, Habib Idrus Ali AlHabsyi selaku Sekertaris Umum LDF, dan juga Ustad Haris Ubaidillah Bendahara Umum LDF. Yang telah bersedia meluangkan waktu untuk penulis wawancarai. Dengan segala kerendahan hati saya mengucapkan terima kasih karena telah banyak membantu saya, karena mungkin tanpa bantuan kalian semua, skripsi ini tidak mungkin akan dapat terselesaikan. 11. Untuk kedua orang tua penulis Bapak Munadi dan Ibunda tercinta, Ibu Nyai yang tak pernah lelah mendo’akan penulis agar menjadi anak yang sukses dikemudian hari. Setiap do’a yang mereka ucapkan merupakan sumber kekuatan penulis dalam menghadapi berbagai cobaan dan rintangan dalam menjalani hidup dan mencapai masa depan. Untuk kakakku Erwin saputra, Dedi Irawan, Nazwah, dan juga Adikku tercinta Siti Maesuri dan Anas Suhada jadilah anak yang selalu berbakti kepada kedua orang tua. 12. Kepada teman-teman seperjuangan khususnya KPI G angkatan 2009, Dwi Agus Prasetyo S.Kom.I, Iskandar Zulqornaen S.Kom.I, Arief Fadillah S.Kom.I, Soleh Setiawan S.Kom.I, Rizal Fikri S.Kom.I, Ahmad Mursanih S.Kom.I, Fitri Hadiyani S.Kom.I, Wulan Maulidia S.Kom.I, Dewi Karlina S.Kom.I, Sofwatun Nida S.Kom.I, Muhammad Edi Abdillah S.Kom.I, yang selalu menolong saat penulis berada dalam kesuitan. Semoga persahabatan kita tidak berakhir hanya dengan melepas almamater ini. Dan
viii
semua teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih semua. Penulis hanya bisa mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu atas kelancaran studi penulis untuk meraih gelar sarjana. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal dengan pengorbanan kalian semua, serta segala urusan kalian dimudahkan dan seluruh hajat kalian dikobul oleh Allah SWT. Mohon maaf apabila ada kata-kata yang salah dalam penulisan skripsi ini. penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada yang membaca. Amien.
Jakarta, Agustus 2014
Penulis
ix
DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL .................................................................................................. i LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. iii LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iv ABSTRAK ............................................................................................................... v KATA PENGANTAR ............................................................................................ vi DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 7 D. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 7 E. Metodologi Penelitian ..................................................................... 9 F. Sistematika Penulisan ..................................................................... 13
BAB II
LANDASAN TEORI A. Konsep Media, Masyarakat, dan Budaya Denis McQuail .............. 14 B. Teori Citra ....................................................................................... 15 1. Pengertian Citra ................................................................... 15 2. Jenis-Jenis Citra .................................................................. 16 3. Pembentukan Citra .............................................................. 18
x
C. Peran Lembaga Dakwah .................................................................. 21 1. Pengertian peran .................................................................. 21 2. Pengertian Lembaga Dakwah .............................................. 22 3. Fungsi Lembaga Dakwah..................................................... 26 4. Klasifikasi Lembaga Dakwah .............................................. 27 D. Pembinaan Keagamaan ................................................................... 28 1. Pengertian Pembinaan keagamaan ...................................... 28 2. Materi Pembinaan Keagamaan ........................................... 32 3. Metode Pembinaan Keagamaan .......................................... 38 BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA DAKWAH FRONT (LDF) A. Profil Lembaga Dakwah Front (LDF) ............................................ 40 1. Latar Belakang Berdirinya Lembaga Dakwah Front (LDF) 40 2. Visi misi Lembaga Dakwah Front ...................................... 42 3. Struktur Organisasi ............................................................... 43 B. Program- Program Kegiatan Lembaga Dakwah Front .................... 44 1. Internal ................................................................................. 44 2. Eksternal ............................................................................... 45 3. Fasilitas Kegiatan Lembaga Dakwah Front ......................... 46
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS A. Peran Lembaga Dakwah Front dalam pencitraan Laskar Pembela Islam FPI ................................................................ 47 B. Hambatan dan Pendukung Lembaga Dakwah Front dalam Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI .............................................. 58 xi
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................... 62 B. Saran ................................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 67 LAMPIRAN- LAMPIRAN
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah kenyataan bahwa proses kehancuran suatu bangsa ditandai dengan rapuhnya pegangan atau pemahaman manusia tentang nilai-nilai agama. Terlebih lagi di tengah dinamika kehidupan yang terus meningkat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah membawa kepada nilai-nilai baru dan bahkan tidak sejalan atau bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang luhur. Disadari atau tidak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sedikit banyak telah menggiring umat manusia senantiasa memandang persoalan hidup secara pragmatis, logis, serba instan dan matematis. Dampak negatif yang paling berbahaya terhadap kehidupan manusia atas kemajuan yang dialaminya, ditandai dengan adanya kecenderungan menganggap bahwa satu-satunya yang dapat membahagiakan hidup adalah nilai material. Sehingga manusia terlampau mengejar materi, tanpa menghiraukan nilai-nilai spiritual
yang sebenarnya berfungsi
untuk
memelihara dan mengendalikan akhlak manusia.1 Puncaknya ialah kenyataan yang melanda umat Islam sekarang ini semakin terjerat oleh kehampaan spiritual. Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945, dan sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana pula tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XI,
1
H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), Cet ke-4, h. 17.
1
2
Pasal 29 ayat 1 yaitu; Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.2 ini menunjukan bahwa pendidikan agama sangat penting dalam menunjang kehidupan berbangsa dan bernegara. Islam adalah agama yang dapat menuntun umat untuk hidup lebih bijaksana dan berakhlak mulia. Karena memang Islam adalah agama yang kάmil syάmil (sempurna lagi menyeluruh). Islam mengatur secara ijmάli (global) maupun tafshili (rinci) berbagai masalah dan tata cara kehidupan manusia. Sehingga bagi seorang muslim tidak mungkin melepaskan diri sesaatpun
dari ikatan ajaran Islam. Kapan saja, dimana saja, dan dalam
kondisi apa saja wajib manusia tunduk kepada aturan Islam secara kaffah.3 Islam adalah agama yang disebarluaskan dan diperkenalkan kepada umat manusia melalui aktivitas dakwah. Aktivitas yang sampai dengan saat ini masih banyak digeluti oleh para ulama baik secara personal maupun kelompok. Hal ini dapat membuktikan bahwa dakwah menempati posisi kunci dalam kemajuan agama Islam. Islam merupakan agama dakwah artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah.4 Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat QS. AnNahl:125:
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang 2
Sahilun A. Nasir, Peran Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja, (Jakarta: Kalam Mulia, 1999), Cet ke-1, h. 19. 3 Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab. Dialog FPI Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, (Jakarta: Pustaka Ibnu Sidah,2008), Cet ke-2, h. 31. 4 M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet ke-3, h. 64.
3
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl:125) Salah satu organisasi yang aktif berjuang membela agama Islam adalah Front Pembela Islam (FPI). Kelahiran Front Pembela Islam menjadi babak baru dalam sebuah perjalanan perjuangan Islam di Indonesia. Sejak dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 Front Pembela Islam (FPI) mencanangkan gerakan nasional anti ma‟siat dengan cara menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar.5 Front Pembela Islam (FPI) merupakan salah satu organisasi Islam yang cukup penting pasca reformasi Indonesia. Gerakannya yang kerap diwujudkan dalam tindakan-tindakan dan aksi-aksi yang „tegas‟ telah menimbulkan ketakutan dan bahkan menjadi momok bagi sebagian anggota masyarakat. Apa yang diyakini Front Pembela Islam merupakan konsekuensi dari pemahaman mereka tentang khairu ummah (umat yang terbaik). Bagi mereka untuk menjadi umat yang terbaik, kaum muslim harus menjalankan apa yang disebut Al-Qur‟an amar ma‟ruf nahi munkar (menyeru kebaikan dan mencegah kemunkaran). Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat QS. Ali-„Imran:104:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali-„Imran:104)
5
Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab. Dialog FPI Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, (Jakarta: Pustaka Ibnu Sidah,2008), Cet ke-2, h. 3.
4
Oleh karena itu, langkah yang dilakukan Front Pembela Islam untuk menciptakan masyarakat religius tidak ada cara lain selain menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar. Bagi FPI amar ma‟ruf nahi munkar menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan kalau hanya menegakkan amar ma‟ruf saja atau nahi munkar saja, masyarakat religius yang dicita-citakan tidak akan bisa tercapai.6 Sasaran utama aksi-aksi FPI hampir semuanya adalah tempat-tempat maksiat yang meresahkan masyarakat setempat. Tempat-tempat maksiat ini, ada yang berbentuk bar, diskotik, dan kafe yang terselubung transaksi narkoba, prostitusi dan kejahatan illegal lainnya.7 Sikap „tegas‟ FPI tidak lain karena didorong oleh pandangan mereka bahwa Indonesia sudah lama dilanda wabah penyakit maksiat, bahkan hal ini semakin parah sejalan dengan datangnya reformasi. Oleh karena itu, Front Pembela Islam (FPI) selalu berada di garis terdepan dalam memerangi berbagai kebatilan. Untuk itu, orientasi kegiatan yang dikembangkan FPI lebih kepada tindakan kongkrit berupa aksi nyata, dan tegas, dalam menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar dengan membentuk Laskar Pembela Islam (LPI) sebagai ujung tombak perjuangan FPI dalam menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar. Laskar Pembela Islam (LPI) adalah anggota para militer FPI yang fungsinya adalah untuk melaksanakan tujuan utama FPI, yaitu menegakkan amar ma‟ruf nahi
6
Jamhari Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2004), Cet ke-1, h. 141. 7 Syahrul Efendi D, dan Yudi Pramuko, Habib-FPI Gempur Playboy, (Jakarta: Yudi Pramuko,2006),Cet ke-1, h. 52.
5
munkar membela kaum mustadh‟afin dan madzlumin (kaum yang tertindas dan teraniaya), serta menjaga harkat martabat umat Islam umumnya. Namun demikian, aksi para mujahid atau yang lebih akrab disebut Laskar Pembela Islam (LPI), menuai kritik oleh sebagian individu maupun kelompok, terlebih lagi aksi para mujahid yang kerap berujung kepada tindak kekerasan sehingga mengundang kecaman oleh banyak orang salah satunya adalah Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menyatakan ketidak setujuannya atas aksi sweeping dan kekerasan yang digelar oleh Front
Pembela
Islam
karena
kekerasan
yang
dilakukan
malah
menimbulkan citra buruk kepada umat Islam.8 Sebagai ujung tombak FPI dalam menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar para aktivis Laskar Pembela Islam haruslah memiliki Pengetahuan serta pemahaman keagamaan yang mendalam. Karena, tanpa bekal ilmu keagamaan yang memadai akan memudahkan seseorang untuk melakukan penyimpangan dengan kesadaran atau tanpa kesadaran. Ajaran agama Islam memang harus diketahui dan dipahami, pemahaman yang benar tentang ajaran Islam dapat membantu benarnya dalam mengamalkan ajaran Islam. Berkenaan dengan hal tersebut, FPI membentuk lembaga khusus dakwah yang diberi nama Lembaga Dakwah Front (LDF). Lembaga ini dibentuk oleh FPI sebagai wadah silaturahim para muballigh FPI, sekaligus sebagai pusat pengembangan dakwah Islam. Kehadiran Lembaga Dakwah Front (LDF) dalam kerangka organisasi FPI tidak 8
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,1-id,10184-lang,id-c,wartat,Fitnah+Akhir+Zaman-.phpx di akses pada 19 April 2014, Pukul 08.44.
6
hanya bertugas menyerukan nilai-nilai Islam di tengah masyarakat. Tetapi juga bertugas memberikan informasi tentang apa dan bagaimana organisasi FPI selain itu juga untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan keagamaan bagi para aktivis FPI. Atas dasar inilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI Dalam Mentransformasikan Nilai-nilai Islam Di Tengah Masyarakat (Studi Kasus Program Pembinaan Keagamaan Lembaga Dakwah Front)”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.
Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini agar dapat menghasilkan penelitian yang maksimal dan tidak terlalu meluas, maka difokuskan pada Peran Lembaga Dakwah Front (LDF) Dalam Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI pusat.
2.
Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan yang ingin dikaji peneliti dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, yakni sebagai berikut: a. Bagaimana peran Lembaga Dakwah Front dalam Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI? b. Apa hambatan dan pendukung proses pencitraan Laskar Pembela Islam FPI?
7
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.
Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui sejauh mana proses pencitraan
yang
dilakukan
Lembaga
Dakwah
Front
dalam
mentransformasikan nilai-nilai Islam di tengah masyarakat. Serta untuk mengetahui hambatan dan pendukung Lembaga Dakwah Front (LDF) dalam proses pencitraan Laskar Pembela Islam FPI. 2.
Manfaat Penelitian a. Secara Akademis Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberi tambahan referensi bagi khazanah keilmuan khusunya dalam hal ilmu dakwah, dan diharapkan mampu memberikan gambaran umum tentang peran dan penerapan dakwah dalam sebuah organisasi atau lembaga dakwah. b. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan informasi awal bagi penelitian selanjutnya mengenai pembahasan tentang peran lembaga dakwah serta dapat memenuhi kebutuhan khalayak mengenai informasi keagamaan.
D. Tinjauan Pustaka Dalam menentukan judul skripsi ini, penulis mengadakan tinjauan kepustakaan di Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan juga di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis
8
mencoba menjelaskan tentang perbedaan penelitian yang sebelumnya dengan penelitian yang hendak penulis lakukan. maka langkah awal yang peneliti tempuh adalah mengkaji terlebih dahulu skripsi terdahulu yang meneliti tentang Front Pembela Islam (FPI) atau judul yang memiliki keterkaitan dengan yang akan peneliti lakukan. Maksud mengkaji ini adalah agar dapat diketahui bahwa apa yang penulis akan teliti sekarang tidak sama dengan penelitian sebelumnya. Pertama, Dodiana Kusuma dengan skripsi yang berjudul “Strategi Dakwah Front Pembela Islam (FPI) Dalam Menanggulangi Dampak Negatif Globalisasi” Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Dalam skripsi ini berisi tentang bagaimana strategi dakwah FPI dalam menanggulangi dampak negatif globalisasi. Kedua, Rhendi dengan skripsi yang berjudul “Peranan Majelis Taklim Assyabab Dalam MeningkatkanPengamalan Ibadah Komunitas Motor PUSVA ”Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Dalam Skripsi ini berisi tentang bagaimana peranan Majelis Taklim Assyabab dalam meningkatkan pengamalan ibadah komunitas puspa, serta memberikan gambaran tentang konsep dakwah majelis taklim dalam meningkatkan pengamalan ibadah. Ketiga, Saipul Adnan, dengan skripsi yang berjudul “Peran Majelis Taklim Al-Mahabbah Dalam Meningkatkan Pengetahuan Keagamaan Warga Komplek Mega Cinere Blok M Depok” Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya bahwa penelitian yang penulis lakukan berjudul “Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI Dalam Mentransformasikan Nilai-nilai Islam Di Tengah Masyarakat
9
(Studi Kasus Program Pembinaan Keagamaan Lembaga Dakwah Front)” pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum tentang Lembaga Dakwah Front (LDF), serta Peran Lembaga Dakwah Front (LDF) Dalam Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI. E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Bentuk penelitian skripsi ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.9 Menurut Schramm studi kasus adalah mencoba menjelaskan keputusan
tentang
mengapa
studi
tersebut
dipilih,
bagaimana
mengimplementasikannya, dan apa hasilnya. Sedangkan, menurut Yin studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata bilamana batas-batas antara fenomena tak tampak dengan tegas, dan di mana multi sumber bukti dimanfaatkan.10 Teknik studi kasus banyak menggunakan berbagai sumber data yang dapat diteliti, menganalisis dan menjelaskan secara komperhensif
9
Robert K. Yin, Studi Kasus Desain dan Metode, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2008), h. 1. 10
Robert K. Yin, Studi Kasus Desain dan Metode, h. 17-18.
10
dari berbagai individu, kelompok, program, dan organisasi yang mengalami peristiwa tertentu dan sistematis. Dalam studi kasus, peneliti berupaya secara seksama mengkaji variabel mengenai kasus-kasus tertentu, dengan mempelajari aspek individu, kelompok dari suatu peristiwa khusus untuk menganalisa secara lengkap, dan secara mendalam tentang subjek yang akan diteliti.11 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.12 Pendekatan kualitatif ini digunakan karena bersifat luwes, sangat rinci, tidak rumit dalam mendefinisikan suatu konsep, serta memberikan kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik, dan unik yang terjadi di lapangan.13 2. Subjek dan Objek Penelitian Dalam peneletian ini yang menjadi subjek penelitian adalah pengurus Lembaga Dakwah Front (LDF). Sedangkan yang menjadi objek penelitiannya adalah Peran Lembaga Dakwah Front (LDF) dalam pencitraan Laskar Pembela Islam FPI.
11
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), Cet ke-4, h. 230. 12 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), Cet ke-1, h. 138. 13 Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. RadjaGrafindo Persada, 2003), Cet ke-2, h. 39.
11
3. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan selama bulan Juni–Agustus 2014 bertempat di markas Front Pembela Islam pusat. Petamburan III, Jakarta. 4. Teknik Pengumpulan Data Data merupakan salah satu unsur atau komponen utama dalam melaksanakan penelitian, artinya tanpa data tidak akan ada penelitian. Pengumpulan data merupakan suatu langkah dalam metode ilmiah melalui prosedur sistematik, logis, dan proses pencarian data yang valid, baik diperoleh secara langsung ataupun tidak langsung.14 Dalam penelitian ini, penulis berusaha mengumpulkan data lewat prosedur-prosedur ilmiah sebagai berikut: a. Obsevasi,
penulis
mendatangi
markas
FPI
pusat
guna
memperoleh data-data yang valid tentang hal-hal yang menjadi objek penelitian. b. Wawancara, merupakan teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab langsung tatap muka antara penanya dengan narasumber menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).15 Dalam penelitian ini, penulis telah melakukan wawancara dengan Habib Idrus Ali Al- Habsyi selaku Sekertaris Umum LDF dan Ustad. Haris Ubaidillah selaku Bendahara Umum LDF.
14 15
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, h. 27. M. Nazir, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), h. 63.
12
c. Dokumentasi, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen berupa catatan formal, dan juga buku-buku, majalah, Koran, dan catatan lain yang berkaitan dengan penelitian. 5. Teknik Analisis Data Kegiatan analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan data-data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan cara reduksi data. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data sedemikian rupa. Alur kedua yang penting dalam analisis data kualitatif adalah penyajian data, yaitu sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan. Kegiatan analisis data yang ketiga adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. 16 6. Pedoman Penulisan Penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
16
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), Cet ke-1, h. 338.
13
F. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran yang jelas dari skripsi ini maka sistem penulisan akan disusun sebagai berikut: BAB I
: Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian yang digunakan, dan sistematika penulisan.
BAB II
: Landasan Teori, pembahasan mengenai konsep media, masyarakat, dan budaya Denis McQuail. Teori citra, pengertian, jenis, dan pembentukan citra. Peran lembaga dakwah, pengertian peran, pengertian dan fungsi lembaga dakwah, serta klasifikasi lembaga dakwah. Pembinaan keagamaan, meliputi pengertian, materi dan metode pembinaan keagamaan.
BAB III
: Gambaran umum lembaga dakwah front, Profil lembaga dakwah front Latar belakang berdirinya Lembaga Dakwah Front (LDF), visi dan misi, struktur organisasi. Program-program kegiatan lembaga dakwah front, meliputi internal, eksternal, dan fasilitas kegiatan lembaga dakwah front.
BAB IV
: Temuan dan Analisis, Peran lembaga dakwah front dalam pencitraan laskar pembela Islam FPI. Hambatan dan dukungan dalam pencitraan laskar pembela Islam FPI.
BAB V
: Penutup, uraian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya kemudian dituangkan ke dalam suatu bentuk kesimpulan dan saran.
BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Media, Masyarakat, dan Budaya Denis McQuail Komuikasi massa dapat dianggap sebagai fenomena „masyarakat‟ dan „budaya‟. Lembaga media massa merupakan bagian dari struktur masyarakat, dan infrastruktur teknologinya adalah bagian dari dasar ekonomi dan kekuatan, sementara ide, citra, dan informasi disebarkan oleh media jelas merupakan aspek penting dari budaya. Berkenaan dengan hal tersebut, Rosengren menawarkan tipologi sederhana di mana terdapat dua proposisi berlawanan yang ditabulasi silang: „struktur
sosial
mempengaruhi
budaya‟
dan
sebaliknya,
„budaya
mempengaruhi struktur sosial.‟ Hal ini menghasilkan empat pilihan utama yang tersedia untuk menggambarkan hubungan antara media masa dan masyarakat. Seperti yang diperlihatkan dalam gambar sebagai berikut: Struktur sosial Mempengaruhi budaya Ya Ya Budaya
Tidak
Kesalingtergantungan
Idealisme
(pengaruh dua arah)
(pengaruh media yang kuat)
mempengaruhi struktur sosial
Materialism (media
Otonomi (tidak ada
ketergantungan)
hubungan khusus)
Tidak Gambar 2.1 Empat jenis hubungan antara budaya dan masyarakat
14
15
Jika kita menganggap bahwa media massa sebagai sebuah aspek dalam masyarakat (dasar atau struktur), maka terdapat pilihan materialisme (materialism). Teori ini berasumsi bahwa siapapun yang memiliki atau mengontrol media, dapat memilih atau membatasi apa yang mereka lakukan. Idealisme (idealism) media diasumsikan memiliki pengaruh signifikan yang potensial, tetapi ide dan nilai yang dibawa oleh media (dalam kontennya) dilihat sebagai penyebab utama perubahan sosial. Kesalingtergantungan (interdependence) menyiratkan bahwa media massa dan masyarakat secara terus-menerus berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain (seperti masyarakat dan budaya). Otonomi (autonomy) di mana hubungan antara budaya dan masyarakat tidak harus bertentangan, masyarakat yang secara budaya mirip terkadang memiliki sistem media yang berbeda.1 B. Teori Citra 1. Pengertian Citra Citra adalah kesan yang benar, yakni sepenuhnya berdasarkan pengalaman, pengetahuan, serta pemahaman atas kenyataan yang sesungguhnya.2 Citra yang positif
diharapkan dapat menciptakan
ketertarikan seseorang pada organisasi tertentu sehingga seseorang dapat memberikan dukungannya terhadap organisasi tersebut. Suatu citra dapat dimunculkan kapan saja, caranya adalah dengan menjelaskan secara jujur apa yang menjadi penyebabnya, baik itu
1
Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), Edisi ke-6, h. 86-88. 2 M. Linggar Anggoro, Teori dan Profesi Kehumasan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), Cet ke-5, h. 69
16
informasi yang salah maupun perilaku yang keliru. Sehingga masyarakat tidak memberikan kesan negatif tetapi masyarakat memberikan dorongan dan dukungan terhadap masalah tersebut. Citra yang positif bagi sebuah organisasi sangatlah penting karena jika citra tersebut sudah didapatkan maka masyarakat akan menerima dengan baik jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Dari sedikit pengertian citra di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa citra adalah suatu gambaran mengenai realitas yang ada. Seseorang dapat menilai suatu organisasi dalam keadaan positif atau negatif menurut apa yang telah didengar, dirasakan, dan atas dasar persepsi yang dimiliki. Citra dapat terbentuk dengan memproses informasi yang tidak menutup kemungkinan terjadinya perubahan citra pada objek dari adanya penerimaan informasi setiap waktu. Besarnya kepercayaan objek terhadap sumber informasi dapat berasal dari organisasi secara langsung dan atau pihak-pihak lain secara tidak langsung.3 2. Jenis-jenis Citra Menurut M. Linggar Anggoro dalam bukunya Teori dan profesi kehumasan membagi citra kedalam beberapa jenis, yakni: citra bayangan (mirror image), citra yang berlaku (current image), citra harapan (wish image), serta citra majemuk (multiple image). a) Citra Bayangan Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi
3
biasanya adalah pemimpinnya mengenai anggapan
Frank Jefkins, Public Relation, ( Jakarta: PT. Erlangga, 2002), h. 27.
17
pihak luar tentang organisasinya. Dalam kalimat lain, citra bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan pihak luar terhadap organisasinya. Citra ini sering kali tidak tepat, bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya informasi, pengetahuan, ataupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak luar. b) Citra yang berlaku Citra yang berlaku adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai organisasi. Citra ini sepenuhnya ditentukan oleh banyak sedikitnya informasi yang dimiliki oleh mareka yang mempercayainya. c) Citra Harapan Citra harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen.
Citra
harapan
itu
biasanya
dirumuskan
dan
diperjuangkan untuk menyambut sesuatu yang relatif baru, yakni ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai. d) Citra Perusahaan Citra perusahaan atau citra lembaga adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanan. Citra lembaga terbentuk oleh banyak hal terutama hal-hal yang positif seperti; riwayat hidup lembaga, dan reputasi yang diraih.
18
e) Citra Majemuk Setiap organisasi pasti memiliki banyak anggota, anggota tersebut memiliki perangai dan tingkah laku tersendiri, sehingga secara sengaja atau tidak mereka pasti memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan citra organisasi secara keseluruhan. Citra majemuk yaitu adanya image yang bermacam-macam dari publik terhadap organisasi tertentu yang ditimbulkan oleh mereka yang mewakili organisasi dengan tingkah laku yang berbeda-beda atau tidak seirama dengan tujuan atau asas organisasi. Variasi citra tersebut harus ditekan seminim mungkin dan citra
lembaga
harus
ditegakkan.
Caranya
adalah
dengan
mewajibkan semua karyawan mengenakkan pakaian seragam, symbol-simbol tertentu, dan sebagainya.4 3. Pembentukan Citra Terdapat empat komponen pembentukan citra, yaitu persepsi, kognisi, motivasi, dan sikap. Persepsi diartikan sebagai pengamatan unsur lingkungan di mana kemampuan persepsi inilah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra dengan memberikan informasi-informasi kepada individu untuk memunculkan suatu keyakinan. Sehingga dari keyakinan tersebut timbul suatu sikap pro dan kontra tentang produk atau jasa, dari sikap itulah terbentuknya citra yang positif atau negatif. Pembentukan citra dapat digambarkan sebagai berikut: 4
M. Linggar Anggoro, Teori dan Profesi Kehumasan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), Cet ke-5, h. 59- 68.
19
Pengalaman
Citra Kognisi
Stimulus
Respon Persepsi
Sikap
Motivasi
Gambar 2.2 Pembentukan Citra (Sumber: Elvinaro Ardianto, Metodologi Penelitian Untuk Public Relation)
a) Stimulus adalah rangsangan (kesan lembaga yang diterima dari luar) untuk membentuk persepsi. Sensasi adalah fungsi alat indera dalam menerima informasi dari langganan. b) Persepsi, diartikan sebagai hasil pengamatan unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan dengan kata lain. individu
akan
memberikan
memberikan
makna
terhadap
rangsangan berdasarkan pengalamannya mengenai rangsangan. Kemampuan mempersepsi inilah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra. Persepsi atau pandangan individu akan positif apabila informasi yang diberikan oleh rangsangan dapat memenuhi kognisi individu. c) Kognisi, yaitu suatu keyakinan diri dari individu terhadap stimulus. Keyakinan ini akan timbul apabila individu harus memberikan
20
informasi-informasi
yang
cukup
dapat
mempengaruhi
perkembangan kognisinya. d) Motivasi dan sikap yang ada akan menggerakkan respons seperti yang diinginkan oleh pemberi rangsangan. Motif adalah keadaan dalam peribadi seseorang yang mendorong keinginan, individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. e) Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpesepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, situasi, ide, atau nilai, sikap bukan perilaku tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu, sikap mempunyai dara pendorong atau motivasi. Sikap menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan dan diinginkan, sikap mengandung aspek evaluatif artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan, sikap juga dapat diperhitungkan atau diubah. f) Tindakan adalah akibat atau respon individu sebagai organism terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari dalam dirinya maupun lingkungannya. g) Respons atau tingkah laku adalah tindakan-tindakan seseorang sebagai reaksi terhadap rangsangan atau stimulus.5 Proses ini menunjukan bagaimana yang berasal dari luar diorganisasikan dan mempengaruhi respon. Stimulus atau rangsangan yang diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Jika rangsangan 5
Elvinaro Ardianto, Metodologi Penelitian Untuk Public Realtion, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010), h. 99.
21
ditolak maka proses selanjutnya tidak akan berjalan. Sebaliknya, jika rangsangan itu diterima oleh individu, berarti terdapat perhatian dari individu, dengan demikian proses selanjutnya dapat berjalan dengan baik. Proses pembentukan citra pada akhirnya akan menghasilkan tanggapan, pendapat, sikap atau perilaku tertentu dari publik mengenai organisasi. Tanggapan, pendapat, sikap atau perilaku tersebut dapat berupa dukungan, kepercayaan, pengertian, dan penerimaan terhadap suatu organisasi atau instansi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa informasi yang disampaikan oleh humas atau yang lazim disebut public relation dalam sebuah organisasi atau instansi dapat membentuk persepsi dan citra dimata publik. C. Peran Lembaga Dakwah 1. Pengertian Peran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia peran memiliki banyak arti “menjadi bagian atau pemegang pimpinan yang terutama, peran, memainkan suatu peran, peran lakon, bagian utama.”6 Menurut Biddle dan Thomas peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, memberi penilaian, memberi sangsi, dan lain-lain. kalau peran ibu digabungkan dengan peran ayah maka menjadi
6
Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), Cet ke-7, h.735.
22
peran orang tua dan menjadi lebih luas sehingga perilaku-perilaku yang diharapkan juga menjadi lebih beraneka ragam.7 Peran memang tidak dapat dipisahkan dari status (kedudukan), walaupun keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya. Seseorang yang telah menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah melaksanakan suatu peran. Peran sangat penting karena dapat
mengatur
perikelakuan
seseorang,
di
samping
itu,
peran
menyebabkan seseorang dapat meramalkan perbuatan orang lain pada batas-batas tertentu sehingga seseorang dapat menyesuaikan perilakunya sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya.8 Dari beberapa pengertian di atas, dapat dirangkum bahwa peran adalah suatu sikap yang secara langsung ataupun tidak sudah tertanam dalam pribadi seseorang untuk menjalankan suatu tindakan. 2. Pengertian Lembaga Dakwah Istilah lembaga dakwah terdiri dari dua kata yang berbeda lembaga dan dakwah. Dalam penelitian ini akan dijelaskan pengertiannya satu persatu, kemudian setelah ditemukan kejelasan dari masing-masing kata akan ditarik suatu kesimpulan dan didefinisikan menjadi satu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada beberapa arti tentang lembaga. Pertama menjelaskan tentang asal sesuatu, kedua, menjelaskan sesuatu yang memberi petunjuk kepada yang lain, dan yang ketiga, adalah
7
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000), Cet ke-5, h. 224-225. 8 J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), Cet ke-2, h. 158.
23
badan atau organisasi yang bermaksud melakukan sesuatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha.9 Robert M. MacIver (1937) dalam bukunya Society: A Textbook of sociology mengartikan lembaga sebagai satu prosedur yang mapan untuk mengatur hubungan antar manusia sesuai dengan karakteristik aktivitas dalam satu kelompok.10 Earl Babbie (1982) dalam bukunya Understanding Sosiology memahami bahwa lembaga adalah sekelompok kesepakatan sosial yang saling terkait dalam satu kehidupan sosial masyarakat.11 Dalam pengertian lain, menurut Horton dan Hunt (1987), yang dimaksud dengan lembaga sosial adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting.12 Tujuan utama diciptakannya lembaga sosial, selain untuk mengatur agar kebutuhan hidup manusia dapat terpenuhi secara memadai, juga sekaligus untuk mengatur agar kehidupan sosial masyarakat bisa berjalan dengan tertib dan lancar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Berdasarkan pemaparan mengenai lembaga di atas, dapat disimpulkan bahwa lembaga adalah suatu sistem norma yang mengatur perilaku dan tata hubungan masyarakat sosial sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat.
9
Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), Cet ke-7, h.512. 10 Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Tangerang, Mitra Sejahtera, 2008), Cet ke-1, h. 66. 11 Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, h. 67. 12 J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, h. 216.
24
Sedangkan pengertian dakwah dilihat dari segi bahasa kata dakwah berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk masdar dari kata دعوة دعاء- يدعو- دعاyang diartikan sebagai mengajak, menyeru, memanggil, seruan, permohonan, dan permintaan.13 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dakwah adalah: “penyiaran agama dan pengembangannya dikalangan masyarakat; seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama.”14 Secara terminologi, terdapat banyak tentang definisi dakwah Syeikh Ali Makhfudz dalam kitabnya Hidatul Mursyidin mendefinisikkan dakwah sebagai: “Suatu kegiatan mendorong manusia untuk melakukan kebaikan dan mencegah kepada perbuatan munkar agar dapat memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.”15 Selain itu H.M. Arifin menguraikan bahwa dakwah adalah kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam upaya mempengaruhi orang lain, baik secara individu maupun secara kelompok agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan, serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur paksaan.16 Berdasarkan uraian pengertian dakwah tersebut dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu kegiatan menyeru atau mengajak manusia
13
Asep Muhiddin, Dakwah dalam Perspektif Al-Qur‟an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002), Cet ke-1, h. 39. 14 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 232. 15 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet ke-1, h. 2. 16 Hasanudin, Manajemen Dakwah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet ke-1, h. 40.
25
kejalan yang penuh dengan kebaikan dengan penuh kesadaran agar mampu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dari pengertian lembaga dan dakwah di atas dapat diketahui sistem operasionalnya, bahwa pengertian lembaga dakwah yang dimaksud lebih mengarah kepada sebuah organisasi yang memiliki tujuan bersama untuk melakukan dan mengarahkan manusia kepada sistem norma dan nilai yang didasarkan pada ajaran agama Islam. Dari penjelasan di atas dapat dirumuskan definisi lembaga dakwah secara konseptual menurut para ahli. a) M. Munir dan Wahyu Ilaihi Lembaga dakwah atau organisasi dakwah merupakan kumpulan manusia yang berserikat yang memiliki tujuan bersama untuk mengajarkan dan menyampaikan ajaran Islam secara komprehensif kepada umat agar mereka memahami dan menyakini kebenarannya yang mutlak, sehingga ajaran Islam mampu mempengaruhi pandangan hidup, sikap batin, dan tingkah lakunya.17 b) Abdul Rosyad Shaleh Lembaga dakwah adalah rangkaian aktifitas menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi dan mengelompokan pekerjaan
17
2009), h.83.
M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Group,
26
yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun jalinan hubungan kerja antara satuan-satuan petugasnya.18 Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa lembaga dakwah adalah suatu wadah atau kelompok masyarakat yang terikat dan saling bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama untuk mengajarkan serta menyampaikan ajaran agama Islam secara menyeluruh. 3. Fungsi Lembaga Dakwah Sebagai sebuah wadah yang didasarkan pada ajaran agama Islam. Lembaga dakwah memiliki beberapa fungsi. Adapun fungsi lembaga dakwah tersebut antara lain: a) Mewujudkan masyarakat Islami b) Memasyarakatkan Islam dengan sumber murni (Al-Qur‟an dan AsSunnah) c) Memberikan pedoman pada masyarakat (muslim) bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dan berkembang dalam masyarakat, terutama yang menyangkut pemenuhan kebutuhan pokok mereka. d) Memberikan pegangan kepada masyarakat dalam melakukan pengendalian sosial menurut sistem tertentu yakni sistem pengawasan tingkah laku para anggotanya. e) Menjaga keutuhan masyarakat.19
18
Abd. Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986), Cet ke-
2, h. 77. 19
Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud Ali, Lembaga-Lembaga Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), Cet ke-1, h. 2.
27
4. Klasifikasi Lembaga Dakwah Berdasarkan keputusan Menteri Agama No. 6 tahun 1979 tentang susunan organisasi Departemen Agama, lembaga dakwah adalah semua organisasi Islam baik yang sifatnya lokal, berlevel daerah atau nasional. Secara terperinci, dalam keputusan Menteri Agama tersebut dijelaskan bahwa lembaga dakwah meliputi 4 (empat) kelompok organisasi, yaitu; badan-badan dakwah, majelis taklim, pengajian-pengajian, organisasi kemakmuran masjid.20 1) Badan-badan dakwah Badan dakwah adalah organisasi Islam yang bersifat umum, yang memungkinkan melaksanakan berbagai kegiatan seperti masalah pendidikan, ekonomi, keterampilan, sosial, dan lain-lain. badan-badan dakwah terdiri dari 5 (lima) tipe, yaitu: a) Badan
dakwah
induk
seperti:
Nahdlatul
Ulama,
Muhammadiya, Persis, ICMI, dan semacamnya. b) Badan dakwah wanita seperti: Aisyiyah, Muslimat Nu, Fatayat Nu, dan semacamnya. c) Badan dakwah pemuda mahasisiwa dan pelajar seperti: HMI, Pemuda Muhammadiyah, dan semacamnya. d) Badan dakwah khusus seperti P3M. e) Badan dakwah remaja masjid seperti: RISKA, RISMA, dan JISC.
20
Hasanuddin, Manajemen Dakwah, (Jakarta: UIN Press, 2005), Cet ke-1, h.129.
28
2) Majelis-majelis taklim Majelis taklim adalah organisasi penyelenggara pendidikan non formal dibidang agama Islam untuk orang dewasa, dibeberapa daerah sering disebut juga dengan nama pengajian. 3) Pengajian-Pengajian Lembaga ini merupakan forum pendidikan non formal agama Islam untuk tingkat anak-anak, dewasa ini popular dengan sebutan Taman Pendidikan Anak Al-Qur‟an (TPA), TK Al-Qur‟an, dan sejenisnya. 4) Organisasi kemakmuran masjid dan mushola Organisasi ini dibentuk untuk mengelola dan melaksanakan berbagai kegiatan dalam masjid atau mushola seperti pendidikan perpustakaan, kesehatan, dan koperasi. D. Pembinaan Keagamaan 1. Pengertian Pembinaan Keagamaan Ditinjau dari segi bahasa pembinaan keagamaan terdiri dari dua kata yaitu pembinaan dan keagamaan. Pembinaan merupakan asal kata dari kata “bina”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pembinaan berarti “pembaharuan atau penyempurnaan” dan “usaha” tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik.21 Menurut Hediyat Soetopo dan Westy Soemanto, bahwa pembinaan adalah menunjuk pada suatu kegiatan yang mempertahankan dan 21
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Cet ke-3, h. 152.
29
menyempurnakan apa yang telah ada.22Adapun pengertian pembinaan menurut Dzakiah Daradjat yaitu: “Pembinaan adalah upaya pendidikan baik formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah, teratur, dan bertanggung jawab, dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, mengembangkan, suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh, selaras. Pengetahuan dan keterampilannya sesuai dengan bakat, keinginan dan prakarsa sendiri, menambah, meningkatkan dan mengembangkan kearah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusia yang optimal dan pribadi yang mandiri.”23 Pembinaan dan pengembangan masyarakat yang dilakukan Rasulullah SAW, pada dasarnya merupakan suatu proses yang sistematis dalam upaya menciptakan masyarakat yang bermoral, pembinaan dan pengembangan tersebut dirumuskan kedalam tiga tahap yakni; pertama, tahap perintisan dan pembentukan (takwin), kedua, tahap pembinaan dan penataan (tanzhim), ketiga, tahap pelepasan dan kemandirian yang dibina (tawdi‟).24 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembinaan adalah suatu aktivitas yang dilakukan sebagai upaya meningkatkan kemampuan atau mengembangkan potensi seseorang atau kelompok masyarakat untuk merubah kehidupan sosial ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Setelah mengetahui beberapa definisi mengenai pembinaan, penulis mencoba menjelaskan beberapa pengertian mengenai agama dari sudut pandang bahasa dan istilah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
22
Aat Syafaat, dkk, Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 154. 23 Dzakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang,1976), Cet ke-15, h. 36. 24 Istilah- istilah ini diperkenalkan oleh Amrullah Ahmad dalam bukunya Dakwah Islam Sebagai Ilmu, dikutip oleh Asep Muhiddin, Dakwah dalam Perspektif Al-Qur‟an, h. 188.
30
agama berarti kepercayaan kepada tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan.25 Menurut Harun Nasution kata agama dikenal juga dengan kata din (dalam bahasa arab), dan religi (dalam bahasa Eropa). Ada yang berpendapat bahwa agama terdiri dari dua kata, a berarti tidak dang am berarti pergi, jadi agama berarti tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turuntemurun. Pendapat lain mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci. Selanjutnya dikatakan bahwa agama berarti tuntunan. Karena memang agama mengandung ajaran-ajaran yang menjadi tuntunan hidup bagi pemeluknya.26 Masih dalam buku yang sama, menurut Sultan Takdir Alisjahbana agama adalah suatu sistem kelakuan dan penghubung manusia yang berpokok pada perhubungan manusia dengan rahasia kekuatan dan kegaiban yang tiada terhingga luas, dalam, dan mesranya disekitarnya, sehingga member arti kepada hidupnya dan kepada alam semesta yang mengelilinginya. Parsudi Suparlan mengkhususkan pengertian agama adalah suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasikan dan member respons terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang gaib dan suci.
25
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Cet ke-3, h. 9. 26 Amsal Bakhtiar, Fisafat Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), Cet ke-1, h. 10.
31
Agama adalah risalah yang disampaikan Allah SWT kepada Nabi sebagai petunjuk bagi manusia dengan ketentuan hukum-hukum yang sempurna untuk dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan dengan dan tanggung jawab kepada Allah SWT, kepada masyarakat dan alam sekitarnya. Sedangkan pengertian Islam secara etimologi adalah kata benda yang berasal dari kata kerja salima. Akar dari huruf م- ل- سsin, lam, mim. Arti yang dikandung perkataan Islam itu adalah penyerahan diri, kepatuhan, kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan.27 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Islam berarti “agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.”28 Islam adalah agama tauhid. Artinya, keyakinan akan keesaan Allah SWT. Tauhid merupakan prima causa (asal yang pertama, asal dari segala-galanya) dari seluruh keyakinan Islam. Nama Islam sebagai sebuah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW diberikan langsung oleh Allah SWT, termuat dalam surat Ali-Imran :19.
….. Artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.” (Qs Ali-Imran :19) Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa agama Islam adalah agama Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia, yang
27
Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud Ali, Lembaga-Lembaga Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), Cet ke-1, hal. 43. 28 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 388.
32
mengandung ketentuan-ketentuan keimanan (aqidah), dan ketentuanketentuan ibadah dan mu‟amalah (syari‟ah). Dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. 2. Materi Pembinaan Keagamaan Pembinaan keagamaan merupakan segala upaya untuk memahami nilai-nilai keagamaan yang terdapat dalam Islam yang diajarkan maupun yang dilaksanakan oleh pemeluk agama.29 Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW merupakan sumber etika Islam. kedua sumber ini penuh dengan nilai-nilai serta norma yang menjadi ukuran sikap manusia apakah itu baik atau buruk. Nilai-nilai Islam pada hakekatnya merupakan himpunan dari prinsip-prinsip hidup, serta ajaran-ajaran tentang bagaimana manusia menjalankan kehidupan di dunia. E.S. Anshari yang dikutip dari buku Lembaga-lembaga Islam di Indonesia karangan Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud Ali mengungkapkan bahwa kerangka dasar ajaran Islam terdiri dari akidah, syari‟ah, dan akhlak. Ketiganya mengikuti sistematika iman, Islam, dan Ihsan yang berasal dari Hadits Nabi Muhammad SAW. Materi pembinaan keagamaan tentunya meliputi berbagai aspek. Namun secara garis besar mengikuti kerangka dasar ajaran agama Islam. Adapun uraiannya sebagai berikut:
29
102.
Syaikh Musthofa Masyhur, Fikih Dakwah, (Jakarta: Al-I‟tishom, 2000), Cet ke-1, h.
33
1) Akidah Akidah adalah bentuk masdar dari kata “ „aqoda, ya‟qidu, „aqdan, „aqidatan” yang berarti simpulan, ikatan, sangkutan, perjanjian, dan kokoh.30 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia akidah berarti kepercayaan , keyakinan.31 Sedangkan menurut istilah, terdapat dua pengertian yaitu pengertian secara umum dan secara khusus: a) Secara umum, aqidah adalah hukum yang qath‟i tanpa keraguan lagi, baik berdasarkan syar‟i (naqli) maupun hasil pemikiran yang sehat (aqli), seperti itikad yang benar atau salah.
b) Secara khusus, aqidah adalah pokok-pokok ajaran din Islam dan hukum-hukumnya yang qath‟i.32 Seperti mengimani terhadap enam hal yang lazim disebut dengan rukun iman, yang tertuang dalam firman Allah Swt dalam surat An-Nisa: 136:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah 30
Tadjab, Muhaimin, dan Abd. Mujib, Dimensi-dimensi Studi Islam, (Surabaya: Karya Abditama, 1994), Cet ke-1, h.241. 31 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Cet ke-3, h. 15. 32 Saefuddaulah dan Ahmad Basyuni, Akhlak (Ijtima‟iyyah), (Jakarta: PT Pamator, 1998), h. 5.
34
turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauhjauhnya.”(Q.S. An- Nisa: 136) Akidah adalah konsep-konsep yang diimani manusia sehingga seluruh perbuatan dan perilakunya bersumber pada konsepsi tersebut. Sebagian ulama berpendapat bahwa pembahasan pokok akidah Islam meliputi rukun iman yang enam, yaitu: a) Iman kepada Allah Swt b) Iman kepada malaikat Allah Swt c) Iman kepada kitab-kitab Allah Swt d) Iman kepada rasul-rasul Allah Swt e) Iman kepada hari akhir f) Iman kepada qada dan qadar. Imam Al- Ghazaly juga membedakan tingkatan iman setiap hamba menjadi tiga tingkatan, yaitu:33 a) Iman orang awam yaitu orang-orang yang hanya beriman karena ada orang yang dipercayainya (Rasul). b) Iman orang alim yaitu orang-orang yang beriman karena hasil penelitiannya, analisanya, serta kesimpulan dari upaya akalnya. c) Iman orang arif (bijaksana) yaitu orang-orang yang beriman setelah menyaksikan sendiri kebenaran hakiki yang
33
H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, h. 230.
35
didapatkan oleh pengalaman rohaninya, tanpa ada unsur hijab (tabir) yang menghalanginya. Rukun iman merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, apa bila seseorang mengingkari salah satunya maka leburlah amal dan keimanannya pada rukun iman yang lain. Keimanan seseorang baru dapat dikatakan sempurna apa bila didalamnya terdapat tiga unsur yang berpadu yaitu meyakini dengan hati, diikrarkan dengan lisan, serta diamalkan dengan tindakan. 2) Syari‟ah Secara etimologis, syari‟ah adalah jalan yang harus ditempuh oleh setiap umat Islam. Dalam arti teknis syari‟ah adalah seperangkat norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia lain dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya. 34 Norma Ilahi yang mengatur tata hubungan antara manusia dengan Allah SWT disebut juga kaidah ibadah. Sedangkan, yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain, benda dan lingkungan masyarakat disebut juga kaidah mu‟amalah. Menurut Muhammad Salam Madkur dalam bukunya AlMadkhal Lil Fiqh Al-Islami menjelaskan bahwa syari‟ah adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya, agar 34
h. 28.
Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud Ali, Lembaga-Lembaga Islam Di Indonesia,
36
manusia mentaati hukum tersebut atas dasar iman, baik berkaitan dengan akidah, amaliyah (ibadah dan mu‟amalah) maupun dengan akhlak. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat al-Jaatsiah :18.
Artinya: “Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (Q.S. Al- Jaatsiah: 18) 3) Akhlak Secara etimologis kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia akhlak berarti budi pekerti.35 Dilihat dari sudut istilah (terminologi), terdapat beberapa ahli yang memberikan definisi tentang akhlak. Yaitu: a) Imam Al-Ghazali dalam buku Akhlak Tasawuf karangan H.A. Mustofa mengungkapkan definisi akhlak bahwa: “akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran lebih dahulu.” b) Ibnu maskawih mendefinisikan bahwa akhlak adalah “keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
35
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Cet ke-3, h. 15.
37
melakukan
perbuatan-perbuatan
tanpa
melalui
pertimbangan pikiran terlebih dahulu.” c) Sedangkan Prof. Dr. Amin mendefinisikan bahwa akhlak adalah “kehendak
yang dibiasakan. Artinya, bahwa
kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak.” 36 Akhlak yang baik haruslah berpijak pada keimanan. Oleh karena itu iman tidaklah cukup sekedar disimpan dalam hati, melainkan harus dilahirkan dalam perbuatan yang nyata berupa amal saleh dan atau tingkah laku yang baik. Sebagaimana Rasulullah Saw pernah bersabda, yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah: “Orang mukmin yang sempurna imannya adalah yang terbaik budi pekertinya” (H.R. Abu Hurairah) Secara garis besar akhlak digolongkan menjadi dua yaitu; akhlak mahmudah dan akhlak mazmumah. Akhlak mahmudah adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang baik atau terpuji yang terpendam dalam jiwa manusia. Sedangakan akhlak mazmumah adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang tercela yang terpendam dalam jiwa manusia.
36
H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, h. 12.
38
3. Metode Pembinaan Keagamaan Agar proses pembinaan berjalan dengan lancar, maka penting kiranya untuk memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi dakwah. Adapun metode-metode tersebut adalah sebagai berikut: a) Metode Ceramah Metode ceramah adalah metode yang dilakukan dengan maksud untuk menyampaikan keterangan, petunjuk, pengertian, dan penjelasan tentang sesuatu kepada pendengar dengan menggunakan lisan. Metode ceramah merupakan metode yang sudah sejak lama dipakai dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu, metode ini digolongkan sebagai metode tradisional. Dalam prakteknya, metode ini sering dibarengi dengan metode tanya jawab. b) Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab adalah metode yang dilakukan dengan menggunakan tanya jawab untuk mengetahui sampai sejauh mana ingatan atau pikiran seseorang dalam memahami dan menguasai materi dakwah, di samping itu, juga untuk merangsang perhatian penerima dakwah. c) Metode Diskusi Metode diskusi adalah cara mengajar atau menyajikan materi melalui pengajuan masalah yang pemecahannya dilakukan secara terbuka. Diskusi sering dimaksudkan sebagai pertukaran pikiran (gagasan, pendapat, dan sebagainya) antara sejumlah orang
39
secara lisan dengan membahas suatu masalah tertentu yang dilaksanakan dengan teratur dan bertujuan untuk memperoleh kebenaran. d) Metode Keteladanan Metode keteladanan atau yang biasa disebut juga sebagai demonstrasi
berarti
suatu
cara
penyajian
dakwah
dengan
memberikan keteladanan langsung kepada mad‟u agar tertarik untuk mengikuti kepada apa yang dicontohkan.37 Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa Islam sebagai ajaran memiliki sistem tersendiri yang bagian-bagiannya saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Sumbernya adalah tauhid, yang berkembang melalui akidah, dari akidah itu mengalir syari‟at dan akhlak Islam. Ketiganya laksana bejana yang saling berhubung.
37
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, h. 101.
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA DAKWAH FRONT (LDF) A. Profil Lembaga Dakwah Front (LDF) 1. Latar belakang berdirinya Lembaga Dakwah Front (LDF) Kelahiran Front Pembela Islam menjadi babak baru dalam sebuah perjalanan perjuangan Islam di Indonesia. Sejak dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 Front Pembela Islam (FPI) mencanangkan gerakan nasional anti ma’siat dengan cara menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Awal lahirnya FPI bak masjid yang siapa saja dari kaum muslimin boleh memasukinya. Karenanya, anggota FPI menjadi sangat beragam mulai dari yang baik akhlaknya sampai yang masih membutuhkan pembinaan. 1 Kehadiran FPI menjadi sangat terkenal karena aksi yang dilakukan oleh laskar para militernya yakni Laskar Pembela Islam tak jarang aksiaksi yang dilakukan mengakibatkan terjadinya konflik horizontal. Sehingga aksi-aksi tersebut menuai kritik dan mengundang kecaman oleh sebagian orang. Pada tahun 2002 menjelang ramadhan 1423H Ketua Umum Front Pembela Islam Habib Muhammad Rizieq Syihab bersama para aktivis FPI di jebloskan dalam sel tahanan Polda Metro Jaya.2 Belajar dari pengalaman tersebut pada tahun 2004 perubahan besarpun terjadi dalam organisasi FPI. Pada tahun 2004 FPI membentuk satu lembaga dakwah yang diberi nama Lembaga Dakwah Front (LDF).
1
Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab. Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta:
Pustaka Ibnu Sidah,2008), Cet ke-2, h. 3. 2
Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab. Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, 310.
40
41
Lembaga Dakwah Front (LDF) merupakan lembaga otonom yang dibentuk oleh FPI yang salah satu fungsinya adalah untuk menjalankan kegiatan dakwah FPI yang berkaitan erat dengan aktivis atau laskar FPI maupun masyarakat yaitu memenuhi kebutuhan dasar keagamaan bagi para aktivis FPI dan mentransformasikan nilai-nilai Islam di tengah masyarakat. 3 Terbentuknya Lembaga Dakwah Front (LDF) diprakarsai oleh Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Bin Husein Syihab, sebagai ketua umum beliau membagi medan juang FPI kedalam tiga bagian yakni; Dakwah, Hisbah (amar ma’ruf nahi munkar), dan Jihad. Lembaga Dakwah Front (LDF) didirikan sebagai wadah para ustadz FPI dalam mentransformasikan nilai-nilai Islam di masyarakat melalui kegiatan-kegiatan dakwah. Lembaga Dakwah Front (LDF) bermaksud meneggakkan syariat Islam secara kaffah disegenap sektor kehidupan. Selama ini Lembaga Dakwah Front (LDF) menjadi tulang punggung FPI dalam bidang kehumasan (public relation) dengan mensosialisasikan tentang apa dan bagaimana FPI.4 Sebagai anak organisasi yang dibentuk oleh FPI, Lembaga Dakwah Front (LDF) memiliki beberapa fungsi di dalam tubuh organisasi FPI diantaranya:5
3
Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta, 20 Agustus 2014. 4 Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab. Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta: Pustaka Ibnu Sidah,2008), Cet ke-2, h. 198. 5 Wawancara Pribadi dengan Haris Ubay Dillah, Bendahara Umum LDF, Jakarta, 28 Juni 2014.
42
a) Fungsi pergerakan merupakan fungsi LDF dalam menterjemehkan da’wah sebagai sebuah perjuangan mentranformasikan nilai-nilai Islam di masyarakat. b) Fungsi sebagai pengabdian adalah melaksanakan transformasi nilai-nilai dalam Islam di masyarakat. c) Fungsi pengkaderan merupakan fungsi LDF dalam mencetak kader Islami untuk mengemban visi dan misi LDF yang meliputi pembekalan dan pemberdayaan kualitas dan potensi anggota FPI. d) Fungsi Pembinaan merupakan fungsi LDF dalam meningkatkan kualitas sumber daya insani meliputi aspek fikriah, ruhiyah, jasadiyah dan skill manajerial aktivis FPI. Dengan kata lain bahwa Lembaga Dakwah Front (LDF) didirikan bukan hanya sebagai wadah silaturahmi para da’i FPI. Tetapi juga sebagai penggerak dakwah FPI diantaranya dengan menambah wawasan keagamaan para anggota laskar FPI, termasuk juga mensosialisasikan dakwah dengan menggelar majelis-majelis ilmu di tengah masyarakat diberbagai daerah. 2. Visi dan Misi Lembaga Dakwah Front (LDF) Sepertihalnya FPI, Lembaga Dakwah Front (LDF) mempunyai sudut pandang yang menjadi kerangka berfikir organisasi (visi), bahwa upaya mewujudkan tegaknya syariat Islam di Indonesia adalah suatu yang mutlak
harus
dikerjakan
terlebih
mayoritas
penduduk
merupakan umat Islam. Adapun misi besar Lembaga Dakwah Front (LDF) yaitu:
Indonesia
43
a) Mengajak manusia ke jalan Allah Swt dengan hikmah dan argument yang baik, dengan cara membentuk dan mengkader para dai yang mempunyai ciri khas sesuai dengan asas dan tujuan organisasi FPI b) Menjadikan LDF sebagai salah satu pusat refrensi keilmuan, keislaman dan pelayanan umat, yang sesuai dengan asas dan tujuan organisasi FPI c) Menjadikan LDF sebagai pusat pembekalan dan pendistribusian para dai, ke tempat yang ditunjuk oleh FPI atau yang dipandang perlu oleh LDF.6 3. Struktur Organisasi Lembaga Dakwah Front (LDF) Struktur organisasi adalah kerangka kerja formal oganisasi yang dengan kerangka itu tugas-tugas dan jabatan dibagi-bagi, dikelompokan dan dikoordinasikan. Lembaga Dakwah Front (LDF) adalah organisasi non formal yang menjadi wadah silaturahmi para ustadz FPI sekaligus menjalankan fungsi dakwah FPI. LDF dikelola oleh pengurus yang struktur organisasinya adalah sebagai berikut: Ketua Umum
: Habib Ahmad Fikri Bafaraj
Sekretaris Umum : Habib Idrus b. Ali Al-Habsyi Wakil Sekretaris : Habib Ali b. Husein Alatas Bendahara
: Ust. Haris Ubaidillah
Wk. Ketua Bidang Dai
6
Juni 2014.
: Ust. H. Reza Pahlevi
Wawancara Pribadi dengan Haris Ubay Dillah, Bendahara Umum LDF, Jakarta, 28
44
Koordinator Bidang Dai : Ust. Muhammad Subhan Burhanudin Wk. Ketua Bid. Litbang : Ust. Salman Al-Farisi Wk. Ketua Bid. Humas
: Ust. Muhammad Irfan
Wk. Ketua Bid. IT
: Ust. Ade Suherman7
Para pengurus inilah yang senantiasa mengelola kegiatan yang ada di Lembaga Dakwah Front (LDF) pusat sehingga berbagai kegiatan syi’ar Islam dapat berjalan dengan baik, teratur dan sistematis. B. Program Program Kegiatan Lembaga Dakwah Front (LDF) Dalam rangka mengembangkan konsep dakwah yang dimiliki Lembaga Dakwah Front (LDF), maka segenap pengurus merumuskan dan menyusun segala kegiatan dakwahnya secara sistematis, terarah dan berkesinambungan. Oleh karena memang keberhasilan atau kegagalan suatu dakwah dapat ditentukan atau diukur oleh perencanaan dan perumusan tujuan yang matang. Sesuai dengan fungsinya program kerja Lembaga Dakwah Front (LDF) terbagi menjadi dua bagian yaitu internal dan eksternal: 1. Internal Lembaga Dakwah Front (LDF) selalu mengadakan diklat-diklat tentang keorganisasian FPI, pengajian rutin mingguan setiap malam kamis ba’da maghrib di Masjid Al-Islah Petamburan Jakarta, dan setiap selasa sore dengan membaca dzikir disambung dengan kajian kitab di markas
7
Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta, 20 Agustus 2014.
45
syariah petamburan.8 Pengajian bulanan setiap minggu pagi di minggu pertama bulan nasional, di markas syariah petamburan Jakarta. Yang dibimbing langsung oleh Habib Rizieq bin Husein Syihab dimulai dari jam 8 (delapan), dilanjutkan dengan sholat dzuhur berjamaah. Dengan materi pelajaran Kursus-Kursus Materi Agama seperti , Ushul Fiqh, Ululumul Quran, Ulumul Hadits, Ilmu Faroid, Ilmu Falaq dll. Adapun program rutin tahunan dari bulan rajab sampai ramadhan LDF mengadakan program menghatamkan kitab hadis Shahih Bukhari dan muslim, disusul dengan menghatamkan Al-qur’an pada saat memasuki bulan ramadhan. Di tutup dengan acara buka puasa bersama dan santunan anak yatim setiap malam 29 ramadhan.9 Selain itu LDF juga mengadakan program tahunan yang bersifat momentum yaitu Peringatan Hari-hari Besar Islam (PHHBI). Selain itu para aktivis FPI juga dianjurkan dan ditekankan untuk terus mencari ilmu dari sumber lain yang dapat dipercaya, sebagai bekal dakwah di tengah umat. 2. Eksternal Secara umum kegiatan yang dilakukan Lembaga Dakwah Front (LDF) adalah mensosialisasikan dakwah di tengah-tengah masyarakat dengan mengadakan tabligh akbar serta menggelar majelis-majelis ilmu di
8
Wawancara Pribadi dengan Haris Ubay Dillah, Bendahara Umum LDF, Jakarta, 28
Juni 2014. 9
Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta, 20 Agustus 2014.
46
tengah masyarakat diberbagai daerah.10 Lembaga Dakwah Front (LDF) berperan aktif melakukan safari dakwah ke tempat-tempat yang masih minim sentuhan dakwah.11 LDF juga rutin mengadakan acara-acara peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, isra Mi’raj, dan acara-acara keagamaan Islam lainnya, juga mengadakan berbagai kegiatan syiar Islam lainnya di seluruh nusantara. Lembaga Dakwah Front (LDF) juga gencar melawan berbagai program kristenisasi di berbagai daerah. Di jawa barat LDF berhasil mengembalikan keimanan ribuan warga Ahmadiyah kembali ke agama Islam. Dalam upaya mengembalikan akidah warga ahmadiyah ini LDF juga cukup sering bekerja sama dengan ormas Islam lainnya seperti NU, dan Muhammadiyah. 3. Fasilitas Kegiatan Lembaga Dakwah Front (LDF) Diantara fasilitas penunjang kegiatan Lembaga Dakwah Front (LDF) dalam pembinaan keagamaan Laskar Pembela Islam FPI pusat, yaitu sebagai berikut: a) Gedung (Markas Syariah). b) Infocus, dan Laptop c) 1 Set Hadroh dan Sound System. d) White board. e) Perpustakaan kitab-kitab Islami.
10
Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta, 20 Agustus 2014. 11 Wawancara Pribadi dengan Haris Ubay Dillah, Bendahara Umum LDF, Jakarta, 28 Juni 2014.
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS A. Analisis Peran Lembaga Dakwah Front Dalam Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI Pada dasarnya tujuan umum dari setiap program kerja atau berbagai kegiatan yang selama ini dilakukan oleh Lembaga Dakwah Front (LDF) adalah cara untuk menciptakan hubungan harmonis antara FPI dengan masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis di lapangan, bahwa Lembaga Dakwah Front (LDF) memiliki peran penting dalam membangun dan membentuk citra positif Laskar Pembela Islam FPI di masyarakat melalui beberapa kegiatan sebagai berikut: 1) Safari Dakwah Persepsi yang berkembang di masyarakat terhadap FPI adalah organisasi yang kerap melakukan aksi yang berujung pada tindak kekerasan. Sehingga wajar apabila kritik dan petisi selalu mendera organisasi ini. Menurut Habib Idrus Ali Al-habsyi dalam petikan wawancara bahwa hal tersebut disebabkan karena kurangnya informasi yang diterima oleh masyarakat tentang kegiatan FPI secara komperhensif. Ini merupakan sebuah citra negatif yang berkembang di masyarakat. Dalam hal ini Lembaga Dakwah Front berfungsi sebagai humas FPI, dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memulihkan citra negatif FPI di masyarakat. Salah satunya adalah safari dakwah. Yaitu dakwah dalam bentuk tabligh dengan berkeliling ke seluruh daerah
47
48
khususnya daerah-daerah yang masih terbelakang. Kegiatan ini diadakan setiap enam bulan sekali. Materi-materi yang disampaikan secara umum tentang amar ma‟ruf nahi munkar namun selalu disisipi dengan penjelasanpenjelasan tentang organisasi FPI. Dalam teori pencitraan kasus ini merupakan bentuk citra bayangan, yaitu anggapan dari pihak luar terhadap organisasi FPI. Dalam konteks ini citra yang muncul adalah citra negatif. 2) Pengabdian Kepada Masyarakat Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI tidak hanya terbatas pada pendekatan tabligh melalui safari dakwah. Namun, Lembaga Dakwah Front berupaya merealisasikannya dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat. Yaitu dengan mengadakan kegiatan-kegiatan sosial. Salah satunya adalah program santunan kepada anak yatim piatu dan dhuafa (YATAMA) setiap malam 29 ramadhan. Program ini bertujuan untuk memberikan contoh dan meningkatkan kepedulian sosial kepada seluruh aktivis FPI. Lembaga Dakwah Front selalu mendorong dan melibatkan aktivis FPI dalam setiap kegiatan-kegiatan sosial. Sejarah mencatat bahwa, di tahun 2004 Lembaga Dakwah Front (LDF) beserta seluruh pengurus FPI maupun aktivis membantu korban sunami di Aceh dengan membagikan sembako dan membuat tenda-tenda untuk korban bencana. Selain itu para ustadz LDF yang dipimpin langsung oleh Habib Rizieq Syihab juga membantu proses evakuasi, mengurus, dan
49
memakamkan korban yang meninggal pada peristiwa tersebut tidak kurang dari 70.000 korban meninggal selama empat bulan.1 Dalam kasus Gaza yang terjadi saat ini, LDF dan segenap pengurus maupun aktivis FPI menghimpun dan mengumpulkan dana untuk membantu saudara muslim di Gaza. Pada hari Ahad, 14 Syawwal 1435 H/10 Agustus 2014 tepatnya relawan Front Pembela Islam untuk GAZA telah menyampaikan donasi kepada saudara muslim di Jabaliya - Gaza. Sumbangan yang disampaikan oleh para relawan diterima langsung oleh As-syeikh Ya‟qub Sulaiman Pimpinan Jam‟iyyatus Salaam (Salam Society for Relief and Development) di Jabaliya GAZA Palestina. Menurut Habib Idrus dalam wawancara pribadi dengan penulis bahwa donasi yang diberikan hampir tidak kurang dari satu milliar rupiah.2 3) Kaderisasi Anggota Kaderisasi anggota merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan dalam setiap organisasi, agar melahirkan kader-kader yang tangguh, berkualitas, sehingga kader tersebut dapat menjadi unsur perjuangan dalam kerangka organisasi. Sukses atau tidaknya sebuah organisasi dapat diukur dari kesuksesannya dalam proses kaderisasi internal. Karena, wujud dari keberlanjutan organisasi adalah munculnya kader-kader yang memiliki kapabilitas dan komitmen terhadap dinamika organisasi untuk masa depan. Berikut adalah bentuk kegiatan pengkaderan yang dilakukan Lembaga Dakwah Front (LDF), diantaranya:
1
Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta, 20 Agustus 2014. 2 Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta, 20 Agustus 2014.
50
a. Rekrutmen Proses rekrutmen anggota merupakan sebuah kegiatan estafet yang dilakukan oleh Lembaga Dakwah Front guna menambah sumber daya aktivis yang dimiliki oleh FPI. Pada awal terbentuknya organisasi, FPI tidak mengadakan seleksi kepada para aktivis, sehingga seringkali setiap aksi aktivis keluar dari prosedur perjuangan FPI. Sesuai ketetapan munas yang ke tiga, Lembaga Dakwah Front membuat prosedur standar penerimaan anggota FPI. Calon anggota harus memenuhi persyaratan yakni; beragama Islam, memiliki wawasan keIslaman yang memadai, dan yang terpenting adalah harus mendapat izin dari orang tua. Setelah itu Lembaga Dakwah Front mengadakan seleksi yang cukup ketat kepada para calon anggota yang ingin menjadi aktivis FPI. Pertama, interview, calon anggota akan diwawancarai oleh ustad LDF tujuannya untuk mengetahui tentang niatnya menjadi aktivis FPI. Kedua, mampu membaca Al-Qur'an. Umumnya metode yang digunakan oleh Lembaga Dakwah Front untuk merekrut aktivis FPI adalah dengan membuka pendaftaran melalui ta‟lim-ta‟lim umum atau even-even syi‟ar Islam lainnya (kegiatan yang sifatnya pengenalan nilai-nilai Islam) kemudian merekrut orang yang hadir untuk menjadi aktivis FPI. Ini tidaklah salah karena proses seperti ini sama dengan menyeleksi masyarakat yang memiliki kecenderungan lebih besar kepada Islam.
51
b. Diklat-Diklat Keorganisasian Dalam hal meminimalisir tejadinya tindakkan aktivis yang keluar dari prosedur perjuangan FPI. Lembaga Dakwah Front memberikan pendidikan dan pengenalan keorganisasian yang meliputi prosedur perjuangan, tujuan perjuangan FPI. Tujuannya adalah agar seluruh calon anggota mengerti dan memahami akan hakikat perjuangan FPI. Selanjutnya para aktivis akan dibina dan diberikan pendidikan keagamaan. Dalam rangka menjaga dan menumbuh suburkan karakteristik aktivis FPI, Lembaga Dakwah Front (LDF) menempuh cara yang cukup sederhana yaitu dengan menyeragamkan pakaian resmi FPI di seluruh daerah. Seragam yang dipilih adalah kemeja dan celana taqwa atau baju panjang yang berwarna putih dan peci haji atau imamah yang berwarna putih pula. Serta dilengkapi dengan sal, sorban, dan sabuk yang berwarna hijau. Dengan harapan dari kerapihan dan kebersihan seragam tersebut dapat memperoleh manfaat antara lain:3 a. Pakaian putih untuk senantiasa mengingatkan pemakainya kepada kematian yang pasti akan datang. b. Pakaian putih juga mendorong pemakainya agar selalu menjaga kebersihan diri dan kesucian hati. c. Sal, sorban, dan sabuk berwarna hijau untuk menghidupkan suasana religius yang menyejukkan.
3
Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab. Dialog FPI Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, (Jakarta: Pustaka Ibnu Sidah,2008), Cet ke-2, h. 233
52
d. Pakaian takwa untuk menumbuhkan rasa malu sehingga bisa menjadi benteng dari perbuatan tidak terpuji. e. Keseragaman pakaian takwa untuk menghidupkan rasa kebersamaan dan semangat kekompakan. f. Pakaian takwa untuk memupuk kedisiplinan, ketertiban, loyalitas, dan kewibawaan. g. Keseragaman pakaian takwa untuk menjadi identitas pengenal sesama kawan seperjuangan sekaligus sebagai penunjukan jati diri sebagai muslim. h. Keseragaman pakaian takwa untuk menjadi pendorong semangat menjaga karakteristik perjuangan. i. Keseragaman pakaian takwa untuk membentuk mental para aktivis FPI sekaligus menjatuhkan mental lawan. j. Keseragaman pakaian takwa untuk menghidupkan semangat keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, sekaligus sebagai pengontrol sikap. 4) Pembinaan Kader Lembaga Dakwah Front (LDF) memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam menumbuh kembangkan pengetahuan dan pemahaman keagamaan para aktivis juang FPI agar mereka mampu menjadi bagian dari unsur perbaikan bangsa di masa yang akan datang. Menurut hasil pengamatan peneliti, bahwa kegiatan pembinaan keagamaan yang dilaksanakan oleh Lembaga Dakwah Front (LDF)
53
selama ini dalam rangka meningkatkan pemahaman keagamaan aktivis FPI tidak terlepas dari kegiatan ta‟lim atau pengajian. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kegiatan pembinaan keagamaan
Lembaga
Dakwah
Front
(LDF),
penulis
mencoba
memaparkan data-data berdasarkan hasil wawancara penulis di lapangan dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi (Sekertaris Umum) dan Ustad Haris Ubaidillah selaku bendahara umum LDF serta aktivis FPI yang berperan aktif mengikuti segala bentuk kegiatan LDF. Adapun program kegiatan Lembaga Dakwah Front (LDF) secara garis besar, sebagai berikut: a) Pengajian Rutin Minguan Kesadaran akan pentingnya pengetahuan dan pemahaman keagamaan bagi para aktivis FPI, diterjemahkan ke dalam satu bentuk kegiatan pengajian yang rutin diadakan oleh Lembaga Dakwah Front (LDF) setiap minggunya di Masjid Jami Al-Islah Petamburan tiga Jakarta. Pengajian ini diadakan setiap malam kamis ba‟da maghrib. Adapun materi agama yang disampaikan dalam pengajian kepada seluruh aktivis adalah membahas tentang Ilmu Fiqih, Tauhid, dan Ilmu Akhlak (Tasawuf). Sebagaimana yang telah penulis uraikan dalam bab sebelumnya bahwa materi tersebut merupakan kerangka dasar ajaran agama Islam, artinya ketiga materi tersebut wajib hukumnya dipelajari bagi setiap muslim. Kitab yang digunakan dalam pengajian untuk aqidah adalah Aqîdatul„awwam karangan As-Sayyid Ahmad Al-Marzuqi Al-Mâliki
54
Al-Makki materi yang disampaikan mencakup pengenalan dan pemahaman terhadap rukun iman dan rukun Islam. LDF juga membuka kitab dakwah yaitu Ad-da‟wah At-Tâmmah karangan AlImam Al-Habîb „Abdullah ibnu „Alwi Al-Haddâd. Aktivis FPI ditekankan untuk berdakwah serta aktivis diarahkan tentang bagaimana pola dakwah yang baik dan yang benar. Adapun masalah akhlak LDF membuka kitab Ta‟lim muta‟alim yaitu aktivis diajarkan tentang akhlak terhadap Allah SWT, akhlak terhadap orang tua, akhlak terhadap guru, serta akhlak terhadap muslim lainnya. Dengan bekal ilmu akhlak, aktivis dapat dengan mudah mengetahui batasan-batasan mengenai yang baik dan yang buruk dalam mejalankan aksi-aksinya.4 Rangkaian kegiatan pengajian tidak terlepas dari peran serta metode yang digunakan oleh para ustad LDF. Di dalam organisasi LDF terhimpun para pengajar yang berkualitas baik dari segi pengetahuan maupun pemahamannya tentang Islam. Diantara para pengajar dalam pengajian mingguan di masjid Al-Islah ini adalah alHabib Muhammad Rizieq Syihab selaku penasehat Lembaga Dakwah Front (LDF) yang juga sebagai Ketua Umum FPI, KH. Misbahul Anam, KH. Zaenudin Ali serta masih banyak lagi pengajar yang mengisi kegiatan pengajian tersebut.
4
Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta, 20 Agustus 2014.
55
Metode yang digunakan tidak terlepas dari metode ceramah yang diselingi dengan tanya jawab5 tujuannya adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana pemahaman aktivis terhadap materi yang telah disampaikan. Dalam penyampaian materi para ustad Front menggunakan bahasa yang lemah lembut dengan sedikit sentuhan humor yang mendidik sehingga aktivis yang mendengarkan merasa mudah memahami dan tidak merasa jenuh. Aktivis FPI yang hadir dalam pengajian ini dari tahun ketahun mengalami peningkatan baik dari segi pengetahuan maupun pemahaman tentang agama Islam. Sebagaimana ustad Haris Ubaidillah
selaku
Bendahara
Umum
LDF
mengatakan
“Alhamdulillah perkembangan aktivis FPI dari tahun ketahun semakin matang, terbukti dengan semakin besarnya dukungan masyarakat terhadap FPI dan perjuangan FPI dalam amar ma‟ruf nahi munkar.” 6 Selain pengajian buka kitab seperti yang penulis jelaskan di atas, LDF juga mengadakan pengajian materi-materi khusus kepada seluruh aktivis FPI. Yakni setiap selasa di markas syariah Petamburan III Jakarta. Materi yang dipelajari sesuai dengan kondisi yang terjadi dalam masyarakat. LDF memberikan pemahaman kepada seluruh aktivis tentang hak asasi manusia menurut Islam, apa
5
Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta, 20 Agustus 2014. 6 Wawancara Pribadi dengan Haris Ubay Dillah, Bendahara Umum LDF, Jakarta, 28 Juni 2014.
56
bedanya hak asasi manusia menurut Islam dengan barat. LDF juga membahas tentang sitem demokrasi dan musyawarah menurut Islam. b) Peringatan Hari-Hari Besar Islam Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam agama Islam terdapat beberapa hari besar Islam yang selalu rutin diperingati setiap tahunnya, antara lain peringatan tahun baru Hijriyah pada 1 Muharam, peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW (12 Rabiul Awal), pada tanggal 27 rajab (Peringatan hari Isra‟ Mi‟raj Nabi Muhammad SAW), 10 Zulhijjah (Hari Raya Idul Adha), peringatan malam nuzulul Qur‟an, peringatan 1 syawal (Hari Raya Idul Fitri). Semua momentum peristiwa tersebut di atas, merupakan hari bersejarah dalam Islam yang memiliki arti sangat penting bagi seluruh umat Islam. maka tak heran apabila pemerintah Indonesia menanggalkan PHBI sebagai hari libur nasional. Lembaga Dakwah Front (LDF) berperan aktif dengan menggelar Tabligh Akbar setiap tahunnya dalam rangka menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW serta Peringatan Hari-Hari Besar Islam (PHHBI) lainnya. Kegiatan ini diselenggarakan untuk mempererat ukhuwah Islamiyah sesama muslim dan kepada aktivis FPI khususnya guna menambah kecintaan kepada Rasulullah SAW. Kecintaan terhadap Rasulullah SAW haruslah tertanam pada diri setiap muslim, mencintai Rasulullah berarti mengikuti dan meneladani segala ucapan dan perbuatan yang telah dicontohkan
57
Rasulullah SAW, baik dalam bidang akidah (keimanan), ibadah, maupun akhlak.“Barang siapa tidak mengikuti sunahku (rasulullah), maka tiadalah termasuk golonganku (umat Rasulullah /umat Islam)” (HR. Muslim). Acara tabligh akbar ini terbuka untuk umum artinya tidak hanya dihadiri oleh para aktivis FPI. Tetapi juga masyarakat di luar lingkungan masjid Jami Al-Islah ikut menghadiri kegiatan tahunan ini. Sehingga jama‟ah yang hadir biasanya melebihi kapasitas tempat yang telah disediakan. Adapun program selama bulan Rajab hingga Ramadhan Lembaga Dakwah Front (LDF) mengadakan khataman hadis Sahih Bukhari dan Muslim kepada seluruh aktivis. Memasuki bulan ramadhan LDF menambah dengan khataman Al-Quran. Rangkaian kegiatan dilakukan hingga malam 29 ramadhan, dan acara tersebut ditutup dengan acara buka puasa bersama.7 Bagi LDF pengetahuan Islam, keberanian, dan akhlak merupakan sesuatu yang harus dimiliki oleh seorang aktivis FPI. Dengan sebuah analog, Habib Idrus Ali Al-Habsyi berkata: “Orang yang berani tanpa memiliki ilmu percuma tidak ada strategi perjuangan, sebaliknya orang berilmu tapi juga tidak ada keberanian bagaimana bisa membela agama. Orang yang berilmu, berani tidak akan bermanfaat bila tidak ada akhlak maka akan menjadi sombong. Jadi ilmu, akhlak, dan keberanianlah yang ingin kita tekankan kepada aktivis FPI.”8
7
Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta, 20 Agustus 2014. 8 Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta, 20 Agustus 2014.
58
Jadi jelas bahwa dengan didirikannya Lembaga Dakwah Front (LDF), FPI akan dengan mudah menyalurkan ilmu pengetahuan kepada aktivis dan masyarakat yang ada di berbagai daerah. Selain itu, ini juga dapat membuktikan bahwa laskar, anggota maupun pengurus FPI adalah manusia yang berilmu, berakhlak, dan bertakwa kepada Allah SWT. Apabila dikaitkan dengan tipologi yang diperkenalkan oleh Rosengren, ada empat jenis hubungan antara budaya dan masyarakat, antara lain; materialisme, idealisme, kesalingtergantungan, dan otonomy. Materialisme, Lembaga Dakwah Front adalah lembaga yang dibentuk oleh FPI sebagai media penghubung antara FPI dan masyarakat. Artinya dakwah LDF dipengaruhi dan dibatasi oleh FPI. Di lihat dari kegiatan (idealisme), maka LDF memiliki pengaruh signifikan yang potensial dalam membentuk citra positif FPI di masyarakat. Dari ke dua hal tersebut menyiratkan bahwa LDF dan FPI dapat saling mempengaruhi (kesalingtergantungan). Namun, secara struktur keorganisasian setidaknya sangat mungkin LDF maupun FPI dapat saling mandiri (autonomy). B. Faktor pendukung dan penghambat Proses Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI 1. Faktor Pendukung Dalam perjuangan dakwahnya Lembaga Dakwah Front (LDF) telah banyak mengalami berbagai macam cobaan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Dalam hal ini yang menjadi faktor pendukung kegiatan Lembaga Dakwah Front adalah:
59
a) Sosok Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) al- Habib Rizieq Syihab yang telah memiliki tempat tersendiri dihati umat Islam khususnya aktivis FPI, sehingga dapat memudahkan para ustadz LDF dalam berdakwah di tengah-tengah masyarakat.9 Seorang habib merupakan kelompok elit dari sebagian masyarakat, baik dilihat dari segi pemahaman keagamaannya (ilmu agama), ataupun dari sosial ekonomi.10 para habaib di Indonesia sangatlah banyak memberikan pencerahan dan pengetahuan akan agama Islam. Para habaib sangat dihormati pada masyarakat muslim Indonesia karena dianggap sebagai tali pengetahuan yang murni, karena garis keturunannya yang langsung dari nabi Muhammad SAW. b) Adanya dukungan dari beberapa media Islam FPI seperti Radio Streaming FPI, dan Radio Rasil, ataupun media-media cetak Islami, seperti Suara Islam, dan Al-Kisah. Media penghambat
massa aktivitas
mampu dakwah
mengatasi (jarak,
salah ruang,
satu dan
faktor waktu).
Kekuatannya dalam menembus batas ruang dan waktu dapat membuat aktivitas dakwah lebih massif dan komprehensif. Dalam wawancara dengan Ust. Haris Ubaidillah media Islami turut berpartisipasi membantu me-relay kegiatan-kegiatan sosial LDF
9
Wawancara Pribadi dengan Haris Ubay Dillah, Bendahara Umum LDF, Jakarta, 28
Juni 2014. 10
1985), h.51
Bisri Effendy, A. Nuqoyyah, Gerak Transformasi Sosial Madura, (Jakarta: P3M,
60
dan juga media Islami ini dijadikan sarana untuk berdakwah oleh para ustad LDF. Namun penulis melihat bahwa media partner LDF seperti Suara Islam apabila ditinjau dari waktu terbitnya yang hanya satu bulan sekali. Artinya peran media partner LDF masih sangat rentan tergerus oleh arus media-media pro sekuler barat. c) Semakin besarnya dukungan dari masyarakat terhadap perjuangan FPI.11 Basis gerakan FPI adalah masyarakat pinggiran kota, seperti Ciputat, Tangerang dan Bekasi. Menurut pengakuan KH. Misbahul Anam, FPI sudah memiliki anggota sebanyak 15 juta jiwa yang tersebar di 18 provinsi.12 Hal ini mungkin pengaruh dari jaringan habib (keturunan nabi) yang memang sangat dihormati oleh masyarakat. Dukungan masyarakat semakin dirasakan oleh FPI terutama dalam tragedi sunami di Aceh yang mana tidak kurang dari seribu aktivis ikut menjadi relawan FPI untuk membantu mengevakuasi korban dalam peristiwa tersebut selama kurang lebih empat bulan. 2. Faktor Penghambat Dalam melakukan kegiatan safari dakwah dan program pembinaan keagamaan aktivis FPI. Terdapat beberapa hambatan yang dialami oleh Lembaga Dakwah Front, hal ini merupakan bentuk ujian untuk mencapai sebuah tujuan atau perbaikan, hambatan tersebut adakalanya datang dari 11
Wawancara Pribadi dengan Haris Ubay Dillah, Bendahara Umum LDF, Jakarta, 28
Juni 2014. 12
Jamhari Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, h. 24.
61
dalam maupun dari luar. Adapun yang menjadi faktor penghambat perjuangan dakwah LDF adalah: a) Media massa adalah kendala yang terberat yang dirasakan oleh para ustadz Lembaga Dakwah Front dalam penyampaian berita yang tidak berimbang bahkan cenderung tendensius menjelekkan FPI terutama oleh media-media pro sekuler barat.13 b) Minimnya dana yang dimiliki organisasi sehingga tidak jarang dana yang dikeluarkan dari kantong pribadi.14 c) Banyaknya aktivis yang sudah bekerja menyebabkan terjadinya benturan jadwal kerja dengan kegiatan pengajian. Untuk dapat mengatasi berbagai permasalahan dan hambatan di atas, memang bukanlah suatu hal yang mudah. Dibutuhkan kesabaran dan keikhlasan pengajar dalam membina aktivis FPI, serta dengan kegiatan safari dakwah dan kegiatan sosial kemasyarakatan yang diadakan secara berkesinambungan dapat membentuk citra baru dan menghapus citra yang sebelumnya melekat pada organisasi FPI.
13
Wawancara Pribadi dengan Haris Ubay Dillah, Bendahara Umum LDF, Jakarta, 28
Juni 2014. 14
Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta, 20 Agustus 2014.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah penulis menguraikan, dan mempelajari
penelitian yang
penulis lakukan tentang “Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI Dalam Mentransformasikan Nilai-Nilai Islam Di Tengah Masyarakat (Studi kasus program pembinaan keagamaan Lembaga Dakwah Front)” akhirnya penulis sampai pada tahap kesimpulan. 1. Dalam menciptakan citra positif Laskar Pembela Islam FPI di tengah masyarakat. Lembaga Dakwah Front (LDF) mengadakan berbagai kegiatan pembinaan keagamaan antara lain Safari Dakwah dan pengabdian kepada masyarakat, Salah satunya adalah program santunan kepada anak yatim piatu dan dhuafa (YATAMA). Dengan itu mereka berharap masyarakat dapat menerima informasi secara benar dan utuh tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan FPI. Hal ini adalah bentuk respon FPI terhadap persepsi yang berkembang di tengah masyarakat. 2. LDF beranggapan bahwa ada ketidak berimbangan informasi yang disampaikan oleh media massa, khususnya media mainstream. Ini tentu menjadi hambatan bagi LDF untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang duduk persoalan yang sebenarnya. Karena jangkauan media masa yang luas sementara sumberdaya yang dimiliki FPI sangat terbatas. Kesimpulannya bahwa tantangan terberat FPI adalah pemberitaan media massa.
62
63
B. Saran-saran Hasil penelitian ini belum sepenuhnya sempurna, mungkin ada yang tertinggal atau terlupa. Oleh karena itu, penulis mengharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan dan dikaji ulang yang tentunya lebih teliti, kritis, dan lebih mendalam guna menambah wawasan pengetahuan bagi masyarakat. Karena perbedaan sejatinya adalah sebuah rahmat, dan jangan dijadikan sebagai pemicu konflik. Ada beberapa saran yang perlu penulis sampaikan untuk kemajuan dan eksistensi perjuangan Lembaga Dakwah Front (LDF) kedepan, sebagai berikut: a) Tingkatkan kekompakan dan kesolidan pengurus organisasi agar tercipta iklim yang kondusif dalam organisasi. b) Budayakan sikap saling menasehati dan mengingatkan sesama aktivis. c) Untuk menunjang perjuangan LDF pusat penting kiranya membuka cabang Lembaga Dakwah disetiap DPC FPI yang terfokus pada pemberdayaan masyarakat. d) Kepada seluruh aktivis juang FPI sebaiknya mendukung dan membantu setiap program LDF, dan hendaklah taat menjalankan ajaran agama, agar dalam setiap aksi tidak lagi terjadi bentrokan fisik yang berpotensi menimbulkan konflik yang berkepanjangan.
DAFTAR PUSTAKA Ali, Mohammad Daud dan Ali, Habibah Daud. Lembaga-Lembaga Islam Di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995. Amin, Samsul Munir. Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009. Anggoro, M. Linggar. Teori dan Profesi Kehumasan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005. Ardianto, Elvinaro. Metodologi Penelitian Untuk Public Realtion, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010. Bakhtiar, Amsal. Fisafat Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007. Bungin, Burhan, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. RadjaGrafindo Persada, 2003. Daradjat, Dzakiah. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang,1976. Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996. Efendi D, Syahrul dan Pramuko, Yudi, Habib-FPI Gempur Playboy, Jakarta: Yudi Pramuko,2006. Hasanudin. Manajemen Dakwah, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005. Jahroni, Jamhari Jajang, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2004. Jefkins, Frank. Public Relation, Jakarta: PT. Erlangga, 2002. Masyhur, Syaikh Musthofa. Fikih Dakwah, Jakarta: Al-I’tishom, 2000. McQuail, Denis. Teori Komunikasi Massa,Jakarta: Salemba Humanika, 2012. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999. Muhaimin, Tadjab. dan Mujib, Abd. Dimensi-dimensi Studi Islam, Surabaya: Karya Abditama, 1994. Muhiddin, Asep. Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002. Munir, M dan Ilaihi, Wahyu. Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana Prenada Group, 2009.
64
Munir, M. Metode Dakwah, Jakarta: Kencana, 2009. Mustofa, H.A. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia, 2007. Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006. Nasir, A. Sahilun. Peran Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja. Jakarta: Kalam Mulia, 1999. Nazir, M. Metodologi Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985. Razak, Yusron. Sosiologi Sebuah Pengantar, Tangerang, Mitra Sejahtera, 2008. Ruslan, Rosady, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003. Sarwono, Sarlito Wirawan. Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000. Shaleh, Abd. Rosyad. Manajemen Dakwah, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986. Silalahi, Ulber, Metode Penelitian Sosial, Bandung: PT. Refika Aditama, 2009. Syafaat, Aat. Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008. Syihab, Muhammad Rizieq. Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Jakarta: Pustaka Ibnu Sidah, 2008. Yin, K. Robert. Studi Kasus Desain dan Metode, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008. Sumber lain: http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,1-id,10184-lang,id-c,wartat,Fitnah+Akhir+Zaman-.phpx di akses pada 19 April 2014, Pukul 08.44. http://fpi.or.id/106-Gerakan-FPI-dalam-Penanggulangan-Bencana-Alam-.html di akses pada 18 Agustus 2014, pukul 10.59.
Wawancara dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi (Sekertaris Umum) LDF. Wawancara dengan Ust. Haris Ubay Dillah (Bendahara Umum) LDF.
65
SURAT KETERANGAN Pimpinan Lembaga Dakwah Front (LDF) dengan ini menerangkan bahwa : Nama
: Arip Rahman Hakim
Nim
: 109051000231
TTL
: Tangerang, 18 April 1989
Status Pendidikan
: Mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Adalah benar telah melakukan penelitian di Lembaga Dakwah Front FPI yang kami pimpin pada rentang waktu bulan Juni sampai dengan Agustus 2014. Demikian surat keterangan ini kami buat, agar digunakan sebagaimana mestinya.
Jakarta, 27 Agustus 2014 Pimpinan Lembaga Dakwah Front FPI
Habib Idrus Ali Al- Habsyi
Wawancara Dengan Pengurus Lembaga Dakwah Front (LDF) Nama
: Ustad Haris Ubay Dillah
Jabatan
: Bendahara Umum Lembaga Dakwah Front (LDF)
Tempat
: Markas FPI Pusat Petamburan 3 Jakarta.
Hari
: Jum’at 27 Juni 2014 (14.00 wib)
1. Penulis : Apa Latar belakang dan tujuan didirikannya Lembaga Dakwah Front (LDF)? Ust. Ubay Dillah: LDF didirikan sebagai wadah untuk para ustadz FPI, untuk menjalankan fungsi da'wah dan hisbahnya FPI. Sebagaimana diketahui bahwa medan juang Islam itu ada tiga, yaitu : Dawah, Hisbah dan Jihad, Dalam berdawah, para ustadz FPI ditekankan mengajak umat dengan simpatik dan penuh kelembutan disertai dengan dalil-dalil yang sesuai syariat. adapun Hisbahnya para anggota LDF diminta lebih tegas menolak kemunkaran dengan retorika yang jelas dan tegas, sehingga umat menjadi lebih faham akan bahaya dan dosa ma'siat, bila diperlukan LDF bisa bekerja sama dengan Laskar Pembela Islam dalam menegakakan amar ma'ruf Nahi munkarnya. 2. Penulis: Apa Visi dan Misi Lembaga Dakwah Front (LDF)? Ust. Ubay Dillah: Visi mewujudkan tegaknya syariat Islam di tengah umat Islam Indonesia
Misi LDF, yaitu
a. mengajak manusia ke jalan Allah SWT dengan hikmah dan argument yang baik, dengan cara membentuk dan mengkader para dai yang mempunyai ciri khas sesuai dengan asas dan tujuan organisasi FPI b. Menjadikan LDF sebagai salah satu pusat refrensi keilmuan, keislaman dan pelayanan umat, yang sesuai dengan asas dan tujuan organisasi FPI. c. Menjadikan LDF sebagai pusat pembekalan dan pendistribusian para dai ke tempat yang ditunjuk oleh FPI atau yang dipandang perlu oleh LDF.
3. Bagaimana Struktur Organisasi LDF? Ust. Ubay Dillah: Ketua Umum
: Habib Ahmad Fikri Bafaraj
Sekretaris Umum
: Habib Idrus b. Ali Al-Habsyi
Wakil Sekretaris
: Habib Ali b. Husein Alatas
Bendahara
: Ust. Haris Ubaidillah
Wk. Ketua Bidang Dai
: Ust. H. Reza Pahlevi
Koordinator Bidang Dai
: Ust. Muhammad Subhan Burhanudin
Wk. Ketua Bid. Litbang
: Ust. Salman Al-Farisi
Wk. Ketua Bid. Humas
: Ust. Muhammad Irfan
Wk. Ketua Bid. IT
: Ust. Ade Suherman
4. Penulis : Bagaimana Peran atau fungsi LDF dalam FPI?
Ust. Ubay Dillah: Fungsi LDF dalam FPI
a. Fungsi pergerakan merupakan fungsi LDF dalam menterjemehkan da’wah sebagai sebuah perjuangan mentranformasikan nilai-nilai Islam di masyarakat. b. Fungsi sebagai pengabdian adalah melaksanakan transformasi nilainilai dalam Islam di masyarakat c. Fungsi pengkaderan merupakan fungsi LDF dalam mencetak kader Islami untuk mengemban visi dan misi LDF yang meliputi pembekalan dan pemberdayaan kualitas dan potensi aktivis FPI. d. Fungsi Pembinaan merupakan fungsi LDF dalam meningkatkan kualitas sumber daya insani meliputi aspek fikriah, ruhiyah, jasadiyah dan skill manajerial aktivis FPI. e. Fungsi Pengkajian merupakan fungsi LDF dalam memaknai hikmah, melakukan pembelajaran dan mengambil sikap terhadap fenomenafenomena yang berkembang dalam masyarakat serta keterkaitannya dalam arah gerak da’wah LDF, dan membantu memberikan informasi yang terkait dalam BAHTSUL MASAIL organisasi FPI. f. Fungsi Pelayanan merupakan fungsi LDF dalam memberikan pelayanan kepada umat sebagai penterjemah Islam yang rohmatan lil’alamin.
5. Penulis : Bagaimana perkembaganan aktivis FPI? Ust. Ubay Dillah: Alhamdulillah perkembangan Aktivis FPI dari tahun ketahun semakin baik dan matang, terbukti dengan semakin besarnya dukungan masyarakat terhadap FPI dan perjuangan FPI dalam amar ma’ruf Nahi Munkar. 6. Penulis : Bagaimana cara kaderisasi aktivis FPI? Ust. Ubay Dillah: Kaderisasi Aktivis FPI ada dua cara yaitu Internal dan External, untuk a. internalnya DPP-FPI selalu mengadakan Diklat-Diklat tentang Keorganisasian FPI, Pengajian Rutin Mingguan setiap Malam Kamis di Masjid Al-Islah Petamburan, Pengajian Bulanan setiap Ahad Pertama bulan Nasional, Kursus-Kursus Materi Agama seperti , Ushul Fiqh, Ululumul Quran, Ulumul Hadits, Ilmu Faroid, Ilmu Falaq dll b. externalnya: Para aktifis FPI dianjurkan dan ditekankan untuk terus mencari ilmu dari sumber lain yang dapat dipercaya, sebagai bekal da’wah ditengan umat 7. Penulis : Bagaimana prosedur standar amar ma’ruf nahi munkar FPI dan bagaimana realisasinya? Ust. Ubay Dillah: Standar Amar Ma’ruf Nahi Munkar FPI adalah syariat Islam yang berdasarkan Madzhab Ahlussunah Assyafi’iy dan Asy’ary, Realisasinya sudah cukup banyak diantaranya Terbitnya Perda Penutupan Tempat Hiburan Malam selama bulan Ramadhan, Terbitnya Perda yang bernuansa
Syariah, Bantuan Relawan Bencana Alam seperti Tsunami, Gempa bumi, Banjir dan sebagainya. 8. Penulis : Media apa saja yang biasa digunakan Lembaga Dakwah Front (LDF) dalam berdakwah? Ust. Ubay Dillah: Secara umum LDF menggunakan media Da’wah Mimbar dan Majlis Ta’lim, yang terkadang di relay melalui media Radio Streaming FPI, Radio Rasil, ataupun melalui tulisan di media-media Islami, seperti Suara Islam, Al-Kisah dll. 9. Penulis : Apa saja faktor pendukung dan penghambat Lembaga Dakwah Front (LDF)? Ust. Ubay Dillah: Faktor pendukung LDF yang paling terasa adalah Figur Imam Besar FPI (Habib Rizieq Syihab) yang sudah memiliki tempat tersendiri di hati umat Islam, ini tentunya menjadi modal besar sekaligus beban tersendiri karena bersandar kepada tokoh yang sudah mempunyai nama secara Nasional dan Internasional. Adapun Kendala yang terberat adalah Penyampaian berita yang tidak berimbang bahkan cenderung tendensius menjelekkan FPI oleh media-media sekuler pro barat.
10. Penulis :Apa harapan Lembaga Dakwah Font kepada umat Islam umumnya dan kepada aktivis FPI khususnya? Ust. Ubay Dillah:
Untuk pengurus FPI dan LDF kami berharap semua aktivis betul-betul bisa menjadi teladan di tengah umat, sekaligus guru untuk umat sehingga keberadaan FPI bisa menjadi Lokomotif Perjuangan Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Penerapan Syariah di bumi NKRI tercinta. Untuk umat Islam umummnya kami berharap bahwa tugas mulia amar ma’ruf nahi munkar bisa menjadi tugas bersama, bukan menjadi tugas FPI sendiri, Apabila anda setuju dengan gerakan kami bantulah sesuai dengan kemampuan anda, boleh bantu kami tenaga, harta, fikiran dan doa, ataupun dukungan sosial ke masyarakat. Andaikata anda belum setuju dengan cara kami, sampaikanlah kepada kami, kami akan terima sebagai kritik dan saran yang membangun, tolong jangan berikan komentar negatif ditengah masyarakat, umat akan bingung. Wassalaam.
Jakarta, Jum’at 27 Juni 2014. Penulis
(Arip Rahman Hakim)
Narasumber
(Ust. Haris Ubay Dillah)
Wawancara Dengan Pengurus Lembaga Dakwah Front (LDF) Nama
: Habib Idrus b. Ali Al-Habsyi
Jabatan
: Sekertaris Umum Lembaga Dakwah Front (LDF)
Tempat
: Rumah Habib Idrus b. Ali Al-Habsyi, di belakang polsek kebon jeruk jakarta.
Hari
: Rabu, 20 Agustus 2014 (15.00 wib)
1. Penulis : Bagaimana sejarah dan latar belakang didirikannya LDF? Habib Idrus Ali Al-Habsyi: Lembaga Dakwah Front (LDF) ini merupakan suatu lembaga otonom di bawah naungan FPI. LDF ini dibentuk untuk menghimpun para asatidzasatidz, para ustad-ustad yang mempunyai visi dan misi yang sama wabil khusus yang mempunyai akidah yaitu Ahlu Sunah Wal Jama’ah. Dalam aqidah menganut paham Asy’aryah dan dalam mazhab Fikih menganut syafi’i. kita membentuk suatu sistem dibawah naungan LDF dari berbagai macam ustad-ustad itu kita bentuk dalam LDF. LDF didirikan tahun 2004 dengan visi dan misi yaitu menyatukan para ustad-ustad yang kedua untuk memberikan pelayanan bagi umat wabil khusus masalah dakwah yaitu simple ngajarin tentang masalah ta’lim ilmu, akhlak, wabil khusus kepada para laskar-laskar agar kita bekali ilmu dan akhlak. 2. Penulis : Siapa saja tokoh pendiri LDF? Habib Idrus Ali Al-Habsyi:
Pada masa awal itu ada KH. Zaenudin Ali, Ust. Abdurahman jaelani, dan tentunya adalah Habib Rizieq. Dan sekarang yaitu periode 2011-2014 periode ketuanya habib Fikri. 3. Penulis : Bagaimana struktur organisasi LDF? Habib Idrus Ali Al-Habsyi: Untuk struktur organisasi LDF itu. Ketua Umum
: Habib Ahmad Fikri Bafaraj
Sekretaris Umum
: Habib Idrus b. Ali Al-Habsyi
Wakil Sekretaris
: Habib Ali b. Husein Alatas
Bendahara
: Ust. Haris Ubaidillah
Wk. Ketua Bidang Dai
: Ust. H. Reza Pahlevi
Koordinator Bidang Dai
: Ust. Muhammad Subhan Burhanudin
Wk. Ketua Bid. Litbang
: Ust. Salman Al-Farisi
Wk. Ketua Bid. Humas
: Ust. Muhammad Irfan
Wk. Ketua Bid. IT
: Ust. Ade Suherman
4. Penulis : Apa program kegiatan LDF? Habib Idrus Ali Al-Habsyi: Jadi, adapun masalah kegiatan LDF ada kegiatan mingguan ada kegiatan bulanan, ada kegiatan tahunan. Kegiatan mingguan ini diadakan setiap selasa sore dengan membaca dzikir disambung dengan kajian kitab di markas syariah petamburan. Adapun kegiatan bulanan LDF membuat pengajian ngider (keliling) seperti tabligh akbar ini kita biasa bergantian bulan ini Jakarta Barat, besok Pusat, besok Timur. Sebulan sekali setiap
malam minggu ketiga. Dan LDF juga memiliki agenda program 6 (enam) bulan sekali mengadakan program safari dakwah wabil khusus ketempattempat terpencil yang kering akan dakwah. Kami sudah pernah ke Pulau Seribu, Cibatok jawa barat. Adapun program tahunan LDF setiap malam 29 ramadhan kita menghatamkan Al-qur’an dan Shahih Bukhari dan muslim, jadi agenda kita dari rajab sampai ramadhan menghatamkan kitab hadis shahih bukhari dan muslim di tutup dengan acara buka puasa bersama dan santunan anak yatim setiap malam 29 ramadhan. 5. Penulis : Apa saja kitab-kitab yang dibahas dalam pengajian? Habib Idrus Ali Al-Habsyi: Kalau untuk laskar karena FPI juga sudah ada pengajian setiap malam kamis tapi yang mengajar adalah dari ustad LDF juga, untuk kitab Aqidah itu Aqidatul Awam, dan juga kita membuka kitab dakwah da’wa tuttamah yaitu tentang bagaimana pola dakwah yang baik dan yang benar, adapun masalah akhlak kita buka kitab ta’lim muta’alim. 6. Penulis : Bagaimana metode yang diterapkan dalam pengajian tersebut? Habib Idrus Ali Al-Habsyi: Metode yang digunakan LDF adalah ceramah dengan membuka kitab, setelah itu kita adakan sesi tanya jawab. 7. Penulis : Darimana dana LDF? Habib Idrus Ali Al-Habsyi:
Jadi untuk dana kegiatan LDF itu dari iuran masing-masing anggota untuk para ustad-ustad kita iurkan lima puluh ribu sebulan. Dan juga dari beberapa donator-donatur di luar LDF. 8. Penulis : Apakah program safari dakwah LDF sudah berhasil? Habib Idrus Ali Al-Habsyi: Kalau untuk masyarakat non muslim masuk Islam itu belum, tapi sudah ada kemajuan seperti tentang bagaimana pencitraan FPI di masyarakat, yang tadinya orang tau FPI anarkis, FPI keras, ternyata kita sampaikan FPI tidak seperti itu, FPI pakai prosedur FPI dalam segala aksipun sebetulnya ingin menjauhkan segala masalah kekerasan. Adapun itu masalah kekerasan itu adalah FPI yang dahulu kurang lebih sepuluh tahun yang lalu itu pun bentrok dengan tempat maksiat kita atas dorongan masyarakat juga, nah jadi kita jelaskan lah FPI juga suka mengadakan program kegiatan sosial seperti di Aceh tahun 2004 pada saat sunami itu bagaimana FPI bisa mengevakuasi seratus ribu jenazah. Terus bagaimana FPI ini membuka posko-posko kemanusiaan seperti gempa di Padang, di Jogja, bahkan sampai hari ini kita mengumpulkan dana untuk palestina hampir tidak kurang satu miliar, kita sudah dua kali tahap ngasih bantuan dan Alhamdulillah kebetulan kita ada hubungan dengan beberapa Ikhwan di Gaza sebab waktu itu Ust. Sobri wakil ketua umum tahun 2008 delegasi FPI di utus dengan Ust. Sobri diutus dari situ kita mulai berhubungan, dan kebetulan pada 29 ramadhan pada saat acara LDF itu ada perwakilan dari Gaza datang dan kita tunai memberikan ratusan juta tapi saya lupa
nominalnya dan terus sampai dengan saat ini kita menggalang dana untuk Gaza. 9. Penulis : Apa sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan pengajian LDF? Habib Idrus Ali Al-Habsyi: Kita selain pengajian buka kitab, kita ada pengajian materi-materi khusus (pengajian tematik) yang pembahasannya sesuai dengan yang terjadi saat ini. Seperti kita membahas tentang hak asasi manusia menurut Islam, apa perbedaannya hak asasi manusia menurut Islam dengan barat terus kita coba mengkritisi sistem demokrasi, apa sih perbedaannya sistem demokrasi dengan musyawarah dengan Islam terus kita mengkaji tentang bagaimana problematika umat dalam menjelaskannya kita pakai infokus. 10. Penulis : Apa hambatan dalam kegiatan LDF? Habib Idrus Ali Al-Habsyi: Untuk kegiatan pengajian bulanan karena baru berjalan kurang lebih satu tahun belakangan, ya mungkin hambatannya karena kurangnya sosialisasi aja. 11. Penulis : Apa faktor pendukung kegiatan LDF? Habib Idrus Ali Al-Habsyi: Faktor pendukungnya ya Alhamdulillah juga setiap kita mengadakan pengajian laskar bantudalam menyiapkan segala sesuatunya. Dan juga kita program LDF ini sangat didukung oleh DPP FPI bahkan diwajibkan laskar untuk membantu pengajian LDF ini. Dan juga manfaat pengajian itu yaitu
menjadi corong antara FPI dengan masyarakat itu untuk kita mengcounter isu- isu yang miring ya itu melalui mimbar-mimbar tabligh seperti itu. 12. Penulis : Apa harapan Lembaga Dakwah Font kepada umat Islam umumnya dan kepada aktivis FPI khususnya? Habib Idrus Ali Al-Habsyi: Jadi kita untuk LDF ini harapannya bagaimana kita bisa mencetak kaderkader yang berilmu, berakhlak, dan berani. Orang berani tanpa ada ilmu percuma tidak ada strategi perjuangan, sebaliknya orang berilmu tapi juga tidak ada keberanian bagaimana bisa membela agama. Orang yang berilmu, berani tidak akan bermanfaat bila tidak ada akhlak maka akan menjadi sombong. Jadi ilmu akhlak dan keberanianlah yang ingin kita tekankan kepada aktivis FPI. Untuk masyarakat umumnya LDF dapat dijadikan suatu wadah dan di manfaatkan kepada masyarakat untuk menimba ilmu.
Jakarta, 20 Agustus 2014. Penulis
Narasumber
(Arip Rahman Hakim)
(Habib Idrus Ali Al-Habsyi)
Wawancara Dengan Aktivis FPI Nama
: Nana Al Farisi
Jabatan
: Ketua Umum DPC FPI Ciledug
Tempat
: Rumah Nana Al Farisi, Ciledug.
Hari
: Rabu, 13 Agustus 2014 (13.00 wib)
1. Penulis : Sejak kapan anda bergabung dengan FPI? Nana Al Farisi: Kalau bergabung secara tertulis secara nyata sekitar tahun 2008 tapi kalau kenal dengan FPI sudah lama sejak FPI berdiri, cuma secara aktif baru tahun 2000 sampai tahun 2004 ketika ada kejadian bencana di Aceh. 2. Penulis : Apakah saudara aktif dalam pengajian yang diadakan LDF? Nana Al Farisi: Selama ini kami selalu datang pada pengajian setiap malam kamis dan juga pengajian bulanan yang ada setiap hari minggu kita selalu hadir kesana. 3. Penulis :Siapa saja pengajar dalam pengajian tersebut? Nana Al Farisi: Kalau pengajian malam kamis itu biasanya beragam terutama adalah habib rizieq, dan juga biasanya di isi oleh KH. Zaenudin Ali, KH. Misbahul Anam. 4. Penulis : Apa saja kitab-kitab yang dibahas dalam pengajian?
Nana Al Farisi: Sekarang pola pengajarannya dibagi beberapa bagian yaitu tafsir AlQur’an, pengkajian hadis (hadir arbain nabawi), dan tafsirnya sekarang sudah dibahas tafsir Jalalain, dan untuk akhlaknya atau tasawuf, itu dikaji juga cuma saya lupa nama kitabnya. 5. Penulis : Apakah selama ini saudara aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial LDF? Nana Al Farisi: Kita temen-temen di DPC FPI ciledug sangat aktif dalam kegiatankegiatan sosial terutama dalam masalah-masalah yang terjadi belakangan ini seperti masalah banjir di ciledug indah, dan juga seperti masalah Gaza yang saat ini sedang timbul kita juga aktif dalam menggalang dana. Kita pernah ikut juga program reboisasi dalam menanam sekitar seribu pohon di Megamendung bersama temen-temen DPC di sekitar wilayah jabodetabek.
Tangerang, 13 Agustus 2014 Penulis
(Arip Rahman Hakim)
Narasumber
(Nana Al Farisi)
Lampiran-Lampiran
Foto Bareng Habib Idrus Ali Al-Habsyi (Sekertaris Umum LDF) setelah wawancara di rumah Habib Idrus Kebon Jeruk, Jakarta.
Foto Bareng Ust. Haris Ubay Dillah (Bendahara Umum LDF) setelah wawancara di markas FPI Petamburan III Jakarta.
Foto Kegiatan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Bersama KH. Misbahul Anam
Foto Kegiatan Pengajian dan Dzikir Lembaga Dakwah Front (LDF) di Markas Syariah FPI Petamburan III Jakarta, Juni 2014.