STRATEGI DAKWAH FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) DALAM MENANGGULANGI DAMPAK NEGATIF GLOBALISASI Skripsi ”Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)”
Oleh: Dodiana Kusuma NIM 103051028452
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M
STRATEGI DAKWAH FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) DALAM MENANGGULANGI DAMPAK NEGATIF GLOBALISASI
Dodiana Kusuma NIM 103051028452
Di bawah bimbingan
Drs. Jumroni.M,si NIP 196305151992031006
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/ 2010 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul “STRATEGI DAKWAH FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) DALAM MENANGGULANGI DAMPAK NEGATIF GLOBALISASI” telah diujikan dalam sidang Munaqosyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada 15 Maret 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam pada Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam. Jakarta, 15 Maret 2010 Sidang Munaqosyah Ketua, Sekretaris,
Drs. Jumroni.M.si NIP 196305151992031006
Faza Amri, S.Sos. I NIP 197807032005011006 Penguji
Penguji I,
Penguji II,
Drs. Masran, MA NIP 150275348
Drs. S. Hamdani, MA NIP 195503091994031001
Pembimbing
Drs. Jumroni, M.si NIP 1963051511992031006
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sangsi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Jakarta, 15 Maret 2010 Penulis,
Dodiana Kusuma
Abstrak Latar belakang pendirian FPI pada mulanya karena kezaliman yang sudah kelewat batas dan kemunkaran yang sudah merajalela, yang tidak bisa tidak, semua itu harus dihadapi dengan penegakan amar ma’ruf nahi munkar. Karena sudah menjadi visi dan kerangka berpikir FPI, bahwa kemunkaran- kemunkaran tadi mustahil dilenyapkan dan dihilangkan tanpa penegakan amar ma’ruf nahi munkar. Visi tersebut dikembangkan kembali menjadi sebuah misi yang bulat, yaitu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar tersebut dalam setiap aspek kehidupan umat Islam untuk menuju Indonesia yang baldartun thayyibah. Dalam skripsi ini penulis akan membahas permasalahan yang sudah dirumuskan pada perumusan masalah, Apa strategi dakwah Front Pembela Islam (FPI) dalam menanggulangi dampak negatif globalisasi? Hambatan-hambatan apa yang dihadapi Front Pembela Islam dalam Menanggulangi Dampak Globalisasi? Strategi dakwah FPI dalam menanggulangi dampak negatif globalisasi pada awalnya selalu menggunakan cara konfrontatif saat turun mimbar ke jalan, merazia tempat-tempat maksiat – khususnya di Jakarta – seperti: tempat perjudian, pelacuran, dan dunia malam. Aksi yang mereka lakukan ini tak jarang menimbulkan konflik horizontal dengan masyarakat setempat, terutama dengan para preman yang kebanyakan menjadi becking tempat maksiat tersebut. Secara kualitatif, metode ini memang membuahkan hasil. Untuk mengetahui secara umum strategi FPI dalam merespon kemunkaran terutama yang berkaitan dengan penyakit masyarakat sangat bergantung pada kondisi lokasi terjadinya kemunkaran tersebut. Jika masyarakat setempat mendukung terjadinya kemaksiatan, maka FPI akan menggunakan cara persuasif, biasanya melalui pengajian melalui penggunaan metode pengajian atau tablik akbar. Pada awal berdirinya, FPI mengunakan cara konfrontatif. Cara kedua ini memang cukup efektif ketika para produsen kemaksiatan menjadi jera dengan tindakan FPI yang cenderung represif, di antaranya dengan menghancurkan tempat mereka bersarang. Dakwah yang dilakukan oleh FPI untuk menanggulangi dampak negatif globalisasi sudah jelas adalah amar ma’ruf nahi munkar. Ada beberapa hambatan yang cukup sulit untuk diselesaikan oleh FPI, faktor eksternal dan internal FPI. Faktor eksternal merupakan persoalan dukungan pemerintah dan instansiinstansinya terhadap visi dan misi FPI dalam menjalankan nilai-nilai yang mereka anut. Dalam kaca matanya, hambatan dan tantangan dakwah internal yang mereka alami, yaitu: 1.) Adanya oknum-oknum yang mencari keuntungan pada jalan yang merusak, 2) Kalangan yang membela sepilis (sekularisme, pluralisme, dan liberalisme), 3.) Oknum aparat penegak hukum yang mencari keuntungan, 4.) Oknum-oknum preman yang dibayar oleh mafia, 5.) Setan dan hawa nafsu yang ada pada diri kita masing-masing.
KATA PENGANTAR
Tidak ada kata yang pantas untuk memulai pengantar ini selain puji serta syurkur Penulis kepada Allah SWT yang telah memberikan berbagai nikmat dan kekuatan, sehingga Penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini. Meskipun, banyak kendala-kendala di tengah jalan yang kadang menjadi beban pikiran dan penghambat proses. Tetapi semua itu Penulis jadikan sebagai pembelajaran dan pengalaman yang sangat berharga. Shalawat dan salam tak lupa Penulis panjatkan kepada suri tauladan umat manusia sedunia, yaitu Baginda Nabi Besar Muhammad Saw, keluarganya, sahabatnya, dan kita semua para pengikutnya. Yang telah mengorbankan jiwa, raga, bahkan harta dan bendanya untuk memperjuangkan Islam, sehingga kita dapat meneruskan ajarannya dan hidup dalam bimbingan warisannya, yaitu: alqur’an dan hadist. Dalam menyelesaikan skripsi ini, tentunya banyak sekali bantuan yang Penulis dapatkan dari berbagai pihak. Baik itu dukungan materil, maupun non materil. Sebab itu, sudah sepantasnya Penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada beliau semua atas bantuannya. Terutama kepada: 1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. DR. Komaruddin Hidayat, beserta para pembantu Rektor. Walaupun saya kurang mengenal dengan akrab satu sama lain, namum hal itu tidak mengurangi rasa hormat dan terima kasih saya kepada mereka.
2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Pudek I, Bapak Drs. H. Mahmud Jalal, MA, selaku Pudek II, dan Bapak Drs. Study Rizal LK, MA, selaku Pudek III. 4. Bapak Drs. Jumroni, MA. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 5. Ibu Umi Musyarrafah, MA, Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, yang telah banyak memberikan masukan dan motivasi kepada Penulis. 6. Untuk semua Dosen (yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu) yang dengan kesabaran dan kesungguhannya telah mengajar dan mendidik Penulis selama proses belajar di kampus. Terutama untuk dosen pembimbing Penulis, Bapak Drs. Jumroni, MA yang dengan sabar membimbing Penulis dari awal sampai selesainya skripsi ini. 7. Kepada para pejabat Pusat Pengkajian Komunikasi Massa (PPKM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Gun-Gun Heriyanto M.Sc, Prof. Andi Faisal Bakti P.hd, Ibu DR. Umaimah Wahid, Ibu Armawati Arbi M.Sc, Bapak Budi M.Sc, dan lainnya, yang telah memberikan banyak ilmu kepada Penulis dan para aktivis PPKM dalam bentuk seminar dan diskusi. 8. Kepada semua jajaran pengurus perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah dan Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
9. Kepada semua jajaran pengurus FPI, terutama Bapak Habib Rizieq Shihab selaku Ketua FPI, Ustad. Shabri Lubis selaku Sekertaris Jenderal, dan Pak Irwan selaku asisten pribadi, terutama Ustad. Shabri Lubis selaku Sekertaris Jendral FPI yang sudah bersedia untuk Penulis wawancarai, saya ucapkan terima kasih atas bantuan kalian semua. Karena tanpa bantuan kalian semua, skripsi ini tidak akan mungkin bisa diselesaikan. 10. Untuk Ibunda tercinta, Ibu Icih Sukaesih yang kasih dan sayangnya tidak pernah berkurang kepada Penulis dan ingin melihat anaknya menjadi sarjana, terima kasih atas dukungan kepercayaan, pengorbanannya, serta doanya selama ini. Semoga engkau tetap berada dalam ridha Allah SWT dan dipanjangkan umurnya untuk selalu taat beribadah kepada-Nya. 11. Sahabat-sahabatku KPI, Zakaria (Wali 11), Romadon (BB Air), Jarwo (Dewan Syuro), Aswin (JK), Sardi (Embah), Jeanne (Si Labil), dan tim hore, Ika Roti, Fatimah (Artis KPI), Aceng (Bule) yang selalu menolong saat penulis berada dalam kesulitan, semoga persahabatan kita tidak hanya di bawah atap kampus ini. Dan semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih semua!!! 12. Kepada temanku yang lainnya, Muin, Manto, D-blenk, kawan-kawan PMI, Khususnya Amin, Hamdi, Pacun, Sae, BPI, khususnya Barok, Dinay, dan kawan-kawanya MD, terutama Maya, Kesos, Terutama Syakur, dan kawan-kawan yang Penulis tidak bisa sebutkan satu per satu. Terima kasih juga kepada Mas Irwan yang telah berusaha membantu Penulis untuk
dapat wawancara kepada Ustad Shabri Lubis, Sukses untuk kalian semua. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian. Akhirnya, saat ini Penulis hanya bisa membalas dengan doa dan doa, semoga semua pihak yang telah memberi perhatian dan membantu atas kelancaran studi Penulis untuk meraih gelar sarjana mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT, serta hajadnya dikabulkan, dan mohon maaf apabila ada kata-kata atau penulisan dalam skirpi ini yang salah. Penulis mengakui banyak sekali kekurang dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritikan dan masukan yang konstruktif sangat penulis harapkan bagi siapa saja yang mau membantu untuk menyempurnakannya. Wassalam.
Jakarta, 15 Maret 2010
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ................................................................................................... ....................................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ..................................................................................... ...................................................................................................................... iii DAFTAR ISI ................................................................................................... .......................................................................................................................vi
BAB
I
PENDAHULUAN
..........................................................................1 A.
Latar
Belakang
Masalah
.....................................................................1 Pembatasan
dan
Perumusan
Masalah
Manfaat
Penelitia
.................................................8 Tujuan
dan
.............................................................8 Metodologi
Penelitian
.........................................................................9 Tinjauan Pustaka ........................................................................ ...............................................................................................11
Sistematika Penulisan ................................................................ ...............................................................................................12
BAB II
TINJAUAN TEORI STRATEGI DAKWAH DALAM MENANGGULANGI DAMPAK NEGATIF GLOBALISASI . 14 Ruang Lingkup Dakwah ............................................................ ...............................................................................................14 Pengertian Dakwah .............................................................. .........................................................................................14 Hukum
Dakwah
Islam
................................................................18 Unsur-unsur
Dakwah
...................................................................20 Strategi
Dakwah
...........................................................................28 Pengertian Globalisasi ............................................................... ...............................................................................................34 Dampak Negatif Globalisasi ...................................................... ...............................................................................................36 BAB III
PROFIL FRONT PEMBELA ISLAM .................................... ...............................................................................................46
Latar Belakang Berdiri Front Pembela Islam ............................. ...............................................................................................46 Dakwah dan Aksi Lapangan FPI ................................................ ...............................................................................................51 Tuntutan Pembubaran FPI .......................................................... ...............................................................................................71
BAB IV
STRATEGI DAKWAH FRONT PEMBELA ISLAM DALAM MENANGGULANGI DAMPAK NEGATIF GLOBALISASI ..................................................... ...............................................................................................74 Strategi Dakwah Front Pembela Islam ....................................... ...............................................................................................74 Strategi FPI Dalam Menghadapi Globalisasi .............................. ...............................................................................................80 Strategi Dakwah FPI Dalam Menanggulangi Dampak Negatif Globalisasi ............................................................... .........................................................................................83
BAB V PENUTUP ........................................................................................... ......................................................................................................................93 Kesimpuan ................................................................................. ...............................................................................................93
A......................................................................................... Sa ran-saran .............................................................................. .........................................................................................94
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... ......................................................................................................................97 LAMPIRAN .................................................................................................... ....................................................................................................................101
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dinamika umat Islam yang terjadi di lapangan hingga saat ini sangat dinamis dan pariatif, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Salah satu permasalahan tersebut adalah hampir hilangnya nilai-nilai syariat dalam keseharian hidup karena pengaruh budaya lain yang notabenenya berbau liberalisme. Namun demikian, tiap permasalahan umat
Islam tersebut perlu
diidentifikasi dan dicarikan alternatif pemecahan yang relevan dan strategis melalui pendekatan-pendekatan dakwah yang sistematis dan profesional. Karena di era globalisasi saat ini dinamika tersebut sangat berkaitan erat dengan perubahan dan perkembangan zaman. Tingkat dinamisasi kehidupan global yang semakin tinggi dan kompetitif telah menggiring umat manusia senantiasa memandang persoalan hidup secara pragmatis, logis serba instant dan matematis. Keadaan demikian di samping membawa manfaat positif berupa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin mempermudah aktivitas manusia, juga telah membawa implikasi negatif berupa lemahnya semangat transendental dan memudarnya hubungan-hubungan sosial. Implikasi ini berlangsung demikian lama, sehingga dewasa ini telah melahirkan berbagai kenyataan sosial yang cukup paradoksal dengan citra ideal Islam.1
1
Mulkan, Abdul Munir,” Ideologi Gerakan Dakwah”, (Yogyakarta: Press,1996), h 2005
Di era globalisasi, secara sosiologis akan terjadi berbagai pergeseran dalam aspek kehidupan umat. Ada gejala perubahan pola pemahaman dan perilaku keagamaan dari yang bersifat ritual ke arah yang lebih bersifat sosial. Salah satu diskursus yang menarik dewasa ini adalah isu tauhid sosial sebagai otokritik terhadap fenomena tauhid yang bersifat vertikal dan individual yang dianut selama ini sehingga umat Islam saat ini mulai beralih dari khilafiyah ibadah ritual kepada khilafiyah ibadah sosial, yakni mulai memperbincangkan bagaimana idealnya model dan paket-paket dakwah di abad ke-21. Seiring dengan pergeseran ini, maka tema-tema dakwah pun yang muncul ke permukaan adalah masalah-masalah yang menyangkut: lingkungan hidup, etika bisnis, bioteknologi, HAM, Demokrasi, supremasi hukum, krisis kepemimpinan, etika politik, kesenjangan sosial ekonomi, gender, dan tema- tema semacamnya yang bersifat kotemporer. Untuk mengantisipasi agar masalah yang terjadi tidak berkelanjutan harus ada sebuah gerakan yang mempu menyelesaikan atau minimal mencegah. Dalam Islam kita semua mungkin kenal dengan istilah dakwah. Secara etimologi, kata dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti “seruan, panggilan, ajakan, undangan ataupun permintaan.2 Sementara dalam kamus bahasa Indonesia, dakwah didefinisikan: Penyiaran atau propaganda, penyiaran agama dan pengembangannya dikalangan masyarakat, seruan untuk memeluk, mempelajari dan mengamalkan ajaran agama.3
2 A. W. Munawir, Kamus al-Munawir Arab-Indonesia Lengkap, (Jakarta: Pustaka Progresif, 1997), Cet Ke-14, edisi 2, h.407 3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1997), Cet.ke 9, h.205
Sedangkan secara terminologi banyak pendapat yang menafsirkan tentang difinisi dakwah. Salah satunya Prof. DR. Quraish Shihab yang mendifinisikan dakwah sebagai; “Seruan atau ajakan kepada keinsyafan, atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat, dan dakwah seharusnya berperan dalam pelaksanaan ajaran agama Islam secara menyeluruh dalam berbagi aspek kehidupan”.4 Dalam pengertian yang lebih khusus dakwah berarti mengajak (individu atau kelompok) untuk berbuat sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, serta meninggalkan larang-Nya (amar ma’ruf nahi munkar). Di surat Ali ‘Imron: 104 Allah SWT berfirman:5
' $ %☺ # !" (*+
,-
#012 .%/%☺ Artinya: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka adalah orang-orang yang beruntung.”(QS. 3: 104)
4 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1988) Ce. Ke-17, h. 194 5 Al-Qur’an dan Terjemah, (Saudi Arabiah : Mujamma’ Al-Malik Fahd Li Thiba’at AlMush-Haf Asy-Syarif Medinah Munawwarah), hal. 93.
Selain dalil di atas Allah juga menyeru kepada kita untuk berdakwah dalam firman-Nya di surat an-Nahl ayat 125 sebgai berikut:
(5
234
☺
☺
91: 8%! + 7 "
,- (< ' % ;
3
☺
=8/
=8/ ,- 7 > ?@4 #0C2 AB !%☺ Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. 16: 125)
Kata ud’u yang artinya diterjemahkan dengan “serulah” atau “ajaklah” adalah fiil amr, yang menurut aturan ushul fiqih menjadi wajib hukumnya selama belum ada ketentuan lainnya yang dapat menggantikan hukum tersebut. Sebagaimana dijelaskan Prof. H.M. Toha Yahya Omar, MA: “…setiap fiil amr menjadi perintah wajib yang harus dipatuhi selama tidak ada dalil-dalil lain yang memalingkannya dari wajib itu kepada “sunnat” dan lainnya.”6 6
Prof. H. M. Toha Yahya Omar, MA, ”Islam dan Dakwah,” (Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, 2004), Cet. Ke-1, hal. 71.
Islam adalah agama wahyu yang selalu berhadapan dengan zaman yang terus berubah. Untuk itu, umat Islam selalu ditantang bagaimana mensintesakan keabadian wahyu dengan dinamisasi zaman. Mendakwahkan Islam berarti memberikan jawaban Islam terhadap berbagai permasalahan umat. Karenanya dakwah Islam selalu terpangil untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang dan akan dihadapi oleh umat manusia, terutama masalah globalisasi yang saat ini sedang marak. Meskipun misi dakwah sejak dahulu hingga kini tetap sama, mengajak umat manusia ke dalam sistem Islam, namun tantangan dakwah berupa problematika umat senantiasa berubah dari waktu ke waktu.7 Dialektika ini tidak akan pernah berhenti jika totalitas penanaman aqidah Islam di setiap pribadi umat Islam tidak diterapkan sebagai way of life. Untuk mengatasi berbagai persoalan di atas, dakwah tidak cukup bila dilakukan secara konvesional (dari mimbar ke mimbar), sporadis, dan reaktif, tetapi harus bersifat profesional, strategis, dan pro-aktif. Menghadapi mad’u (sasaran dakwah) yang semakin kritis dan tantangan dunia global yang semakin kompleks dewasa ini, maka diperlukan strategi dakwah yang efektif dan tepat sasaran di tengah arus kehidupan. Dakwah merupakan bentuk aktivitas komunikasi profetik,8
yang
membawa misi kenabian. Pada literatur ilmu dakwah akan kita jumpai penjelasan
7
Mahmud Yunus,Pedoman Dakwah Islam, (Jakarta: Hida Karya Agung, 2001),hl 7 Term ini merupakan istilah baru dalam khazanah ilmu komunikasi. Istilah ini buah dari pengembangan konsep Ilmu Sosial Profetik (ISP) yang pernah digagas oleh Kuntowijoyo, seorang ilmuwan Islam yang terinspirasi juga oleh spirit Prophetic Reality yang diusung Muhammad Iqbal dan Roger Geraudy. Dengan menyebut ilmu-ilmu profetik (seperti halnya komunikasi profetik), kita hanya mendapatkan substansinya, bukan bentuk. Menurut Kuntowijoyo, Ilmu profetik 8
bahwa dakwah merupakan kewajiban bagi setiap individu untuk mensiarkan nilai-nilai kebenaran agama Islam dan mengajak umat manusia di manapun dan kapanpun mereka berada menuju jalan yang diridhai oleh Allah SWT (siroth almustakim). Aktivitas dakwah merupakan aksi yang sangat pleksibel dan variatif. Karena itu dakwah bisa dilakukan: melalui lisan (bil lisan), tulisan (bil qalam), maupun perbuatan (bil hal).9 Tentunya masing-masing metode ini memiliki keunggulan dan kelemahannya sendiri sebagai pendekatan dalam aktivitas berdakwah. Selain itu menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa dakwah pun bisa dilakukan cukup dengan hati.
َِْ َِ!"َْ!ِ ِ وَذَاﻝ#ِ$َ%ْ&َﻥِ ِ وَ إنْ ﻝَْ ی+َ&ِِ!َ ْ#ِ$َ%ْ&َنْ ﻝَْ ی,َ -ِ.َ /ِ ْ ًّ َُ َْ َْ رَاءَ ُِْْ َُْ ًا (& -ِن )روا+َ4ْی5فُ ا+َ1ْ2أ Artinya: “Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, maka rubahlah dengan tanganmu, maka jika kamu tidak mampu, maka dengan perkataan, dan jika tidak mampu, maka dengan hatimu. Dan yang demikian itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Fenomena dakwah di Indonesia kini tidak hanya dilakukan secara individual saja. Cukup banyak organisasi keislaman yang terbentuk untuk memperjuangkan amar ma’ruf nahi munkar, satu di antaranya Front Pembela menemukan bentuknya dalam wujud ilmu integralistik yang menyatukan wahyu Tuhan dan akal pikiran manusia. Dalam hal inilah, komunikasi profetik diajukan dalam kerangka baru praktik ilmu komunikasi Islam yang memadukan konsepnya dengan kajian ilmu komunikasi yang sudah berkembang sebelumnya. 9 J. Suyuti Pulungan, “Universalisme Islam,” (Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, 2002), Cet. Ke-1, hal. 65.
Islam atau lebih akrab disebut FPI. Front Pembela Islam atau biasa dikenal FPI ini adalah salah satu organisasi keislaman yang muncul sebagai reaksi terhadap distorsi dan deviasi praktik kehidupan umat, terutama umat Islam yang terbawa arus kemaksiatan. Gerakan dakwah mereka memfokuskan diri pada masalah amar ma’ruf nahi munkar dan syariat Islam dengan cara turun mimbar. Artinya, semua bentuk dakwah yang mereka lakukan tidak hanya bersifat bil lisan dan bil qalam, tetapi juga dengan bil hal (turun mimbar). Mereka selalu melakukan aksi turun ke jalan untuk memberantas kemaksiatan yang terjadi di lingkungan masyarakat, terutama masyarakat Islam dengan tujuan menyelamatkan mereka dari murka Allah SWT. Dalam pandangan FPI amar ma’ruf
nahi munkar ditegakkan di atas
landasan akidah Islam. Oleh karena itu, FPI berketetapan untuk bersikap terus terang, berani dan tegas serta menentang setiap hal yang kontra dengan syariat Islam. Mereka tidak segan-segan mengeksekusi semua bentuk kemaksiatan, baik berupa perjudian, pelacuran, narkoba, maupun razia tempat hiburan malam yang berdampak negatif. Sebagai salah satu organisasi yang berbasis Islam (al-quran dan hadis), selain turun ke jalan metode dakwah FPI juga meliputi dakwah bil lisan (membuat masjlis ilmu), dakwah bil qalam (menyerukan nilai Islam lewat media) yang disebarluaskan kepada masyarakat mengenai masalah yang sedang diperjuangkan, satu diantaranya yaitu masalah dampak negatif globalisasi. Karena globalisasi merupakan wadah atau jembatan masuknya berbagai jenis kemaksiatan yang
selalu disebarluaskan oleh musuh-musuh Islam guna menjerumuskan dan menghancurkan umat Islam. Dalam pembahasan ini penulis akan meneliti tentang bagaimana strategi dakwah Front Pembela Islam dalam menanggulangi dampak globalisasi. Karena penetrasi budaya barat yang cenderung oposisional dengan syariat Islam mulai merebak di tengah kehidupan umat Islam dewasa ini, bahkan menjadi gaya hidup keseharian. Karena alasan di atas maka penulis memberi judul skripsi ini “Strategi Dakwah Front Pembela Islam ( FPI ) Dalam Menanggulangi Dampak Negatif Globalisasi” sebagai syarat menyandang gelar strata satu (1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Agar pembahasan terfokus pada suatu permasaahan maka kajian ini dibatasi pada konsep serta ruang lingkup strategi dakwah Front Pembela Islam, adapun perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana
strategi dakwah
Front
Pembela
Islam
(FPI)
dalam
menanggulangi dampak negatif globalisasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan batasan dan rumusan masalah di atas penulis bertujuan dari penelitian ini: a. Untuk mengetahui konsep strategi dakwah FPI.
b. Untuk mengetahui strategi FPI menghadapi era globalisasi c. Untuk mengetahui strategi dakwah FPI dalam menanggulangi dampak globalisasi 2. Manfaat Penelitian Sebagaimana rumusan dan tujuan perumusan di atas, maka penulis mengharapkan manfaat dari penulisan ini adalah : a. Dengan penelitian ini bisa kita ambil cara atau strategi FPI dalam Menanggulangi Dampak Globalisasi b. Tulisan ini diharapkan bisa memberi tambahan wacana dan referensi untuk keperluan studi lebih lanjut
dan menjadi bahan bacaan
kepustakaan.
D. Metodologi Penelitian Bentuk penelitian skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research), dimana penulis melakukan penelitian langsung ke lapangan guna mendapatkan data yang dibutuhkan untuk penulisan skripsi ini. Dan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang memberikan gambaran secara objektif suatu masalah dalam skripsi ini. Sedangkan teknik penulisan bersifat deskriptif analisis, yaitu memberikan gambaran terhadap subjek dan objek penelitian. 1.Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah tempat memperoleh keterangan.10 Dan yang menjadi objek penelitian adalah Front Pembela Islam (FPI). Sumber data adalah mereka yang dapat memberikan informasi tentang objek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi nara sumber adalah Habib Riziq Shihab dan pimpinan dengan alasan mereka sebagai subjek penelitian. 1. Dasar Penetapan Lokasi Penelitian ini dilakukan di kantor FPI, yaitu Jalan Petamburan, Jakarta Pusat. Dengan pertimbangan bahwa keberadaan Kantor FPI merupakan salah satu wujud kongkrit organisasi Islam di Indonesia. Oleh karena itu dengan memilih kantor FPI sebagai tempat penelitian diharapkan dapat memberikan data yang lebih lengkap dan akurat. 2.
Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai awal bulan September hingga Oktober 2009,
dari mulai pengurusan perizinan sampai tahap pengumpulan data yang dilakukan secara incidental (sesuai dengan keperluan dalam melengkapi data). 3.
Teknik Pengumpulan Data •
Interview Merupakan suatu alat pengumpulan informasi langsung
tentang beberapa jenis data.11 Dalam penelitian ini penulis langsung mewawancarai Habib Riziq Shihab dan Sekjen FPI. •
Dokumentasi
10
Tatang M. Arifin, “Menyusun Rencana Penelitian,” (Jakarta: Rajawali Press, 1989),
11
Sutrisno Hadi, “Metodologi Research,” Yokyakarta: Andi Offset, 1983), hal. 49.
hal. 13.
Data diperoleh dari dokumen-dokumen yang berupa catatan formal, dan juga buku-buku, majalah, koran, dan catatan lain yang ada kaitannya dengan penelitian ini. •
Observasi Yaitu penulis langsung mendatangi kantor FPI, guna
memperoleh data yang valid tentang hal-hal yang menjadi objek penelitian. •
Teknik Analisis Data Dari data yang dikumpulkan, kemudian dianalisis dan
diinterpretasikan. Adapun metode yang penulis gunakan dalam menganalisa data adalah depskriptif analitik, maksudnya adalah cara melaporkan data dengan menerangkan dan memberi gambaran mengenai data yang terkumpul secara apa adanya dan kemudian data tersebut disimpulkan. Penulisan skripsi ini mengacu kepada buku “Pedoman Penulisan” skripsi edisi terbaru terbitan UIN Press.
E. Tinjauan Pustaka Dalam penyusunan skripsi ini sebelum penulis mengadakan penelitian lebih lanjut, kemudian menyusunnya menjadi karya ilmiah, maka langkah awal yang penulis tempuh adalah mengkaji terlebih dahulu terhadap skripsi terdahulu yang mengangkat judul tentang Front Pembela Islam (FPI). Maksud mengkaji ini
adalah agar dapat diketahui bahwa apa yang penulis teliti sekarang tidak sama dengan penelitian dari skripsi terdahulu. Adapun setelah penulis mengadakan suatu kajian kepustakaan, penulis akhirnya menemukan skripsi yang mengangkat tentang Front Pembela Islam yang disusun Abdul Basir jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi dengan judul skripsi “Dakwah Politik Front Pembela Islam” dengan bahasan macam-macam metode dakwah FPI, relevansi metode dakwah politik FPI pada zaman sekarang, faktor pendukung dan penghambat dalam mengembangkan dakwah politik. Berbeda halnya dengan skripsi di atas, bahwa penelitian yang akan saya lakukan pada Front Pembela Isam (FPI) adalah bertujuan menganalisis strategi dakwah FPI dengan konsep, ruang lingkup dakwah seperti apa yang digunakan oleh FPI dalam menanggulangi dampak globalisasi. Demikian tinjauan pustaka ini saya lakukan, dimana perbedaan pokok bahasan atau materi antara apa yang akan penulis teliti dengan skripsi terdahulu, terlebih pada pokok penelitiannya, bahwa pada penelitian tedahulu hanya menjelaskan tentang dakwah politik Front Pembela Islam sedangkan pada penelitian ini penulis akan menganalisis tentang strategi dakwah Front Pembela Islam dalam menanggulangi dampak negatif globalisasi.
F. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran yang jelas dari skripsi ini maka sistem penulisan disusun sebagai berikut:
Bab I
: Merupakan bab pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
Bab II
: Membahas tentang tinjauan dakwah dan globalisasi terdiri dari: pengertian dakwah, hukum dakwah Islam, unsur-unsur dakwah, pengertian globalisasi, dan teori umum mengenai globalisasi.
Bab III
: Membahas tentang Profil Front Pembela Islam, Sejarah singkat Front Pembela Islam, Landasan Pemikiran Front Pembela Islam, Tujuan Front Pembela Islam, Struktur dan Keanggotaan Front Pembela Islam.
Bab IV
: Membahas tentang Konsep Strategi Dakwah Front Pembela Islam, Ruang Lingkup Strategi Dakwah Front Pembela Islam, Hambatan-hambatan Front Pembela Islam dalam menjalankan Strategi Dakwah-Nya.
Bab V
: Penutup merupakan bab terakhir dari sripsi ini, yang membuat tentang kesimpulan dan saran-saran.
BAB II LANDASAN TEORI STRATEGI DAKWAH DALAM MENANGGULANGI DAMPAK NEGATIF GLOBALISASI
A. Ruang Lingkup Dakwah 1. Pengertian Dakwah Kata dakwah merupakan bentuk masdar dari kata da’a, yad’u, da’watan (dakwah), yang berarti ajakan. Ini merupakan mauzun (yang menyerupai) dari wazan fa’ala, yaf’ulu, fa’lan (tsulatsi mujarad). Memang banyak para pakar yang mendefinisikan tentang dakwah, tetapi pada hakikatnya memiliki maksud yang sama, ajakan. Secara etimologi, dalam kamus bahasa Arab al-Munawir kata dakwah berarti “doa, seruan, panggilan, ajakan, undangan ataupun permintaan. 12 Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dakwah didefinisikan : “Penyiaran atau propaganda, penyiaran agama dan pengembangannya dikalangan masyarakat, seruan untuk memeluk, mempelajari dan mengamalkan ajaran agama.13
Dalam pengertian yang lebih khusus dakwah berarti mengajak (individu atau kelompok) untuk berbuat sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah
12 A. W. Munawir, Kamus al-Munawir Arab-Indonesia Lengkap, (Jakarta: Pustaka Progresif, 1997), Cet Ke-14, edisi 2, h.407. 13 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1997), Cet.ke 9, h.205.
ditetapkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya, serta meninggalkan larang-Nya (amar ma’ruf nahi munkar). Di surat Ali ‘Imron: 104 Allah Swt berfirman:14
# !" ,- (*+ ' $ %☺ #012 .%/%☺ Artinya: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka adalah orang-orang yang beruntung.”(QS. 3: 104)
Dari makna kata dakwah di atas dapat disumpulkan bahwa kata dakwah mengandung unsur panggilan, ajakan atau seruan. Sedangkan secara terminologi, banyak pendapat tentang difinisi dakwah. Muhammad Nasir mendifinisikan dakwah sebagai: ”Usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan dan seluruh umat tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar dengan berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam perikehidupan perseorangan, berumah tangga, bermasyarakat dan bernegara. 15
Keterlibatan seorang muslim di dalam gerakan dakwah menjadi suatu keharusan, sesuai dengan potensi yang dimilikinya masing-masing. Dengan
14
Al-Qur’an dan Terjemah, (Saudi Arabiah : Mujamma’ Al-Malik Fahd Li Thiba’at AlMush-Haf Asy-Syarif Medinah Munawwarah), hal. 93. 15 Muhammad Nasir, ”Fiqh Da’wah dalam Majalah Islam,” (Jakarta: Kiblat, 1971), h. 7.
demikian menjadi jelas bahwa dakwah merupakan kewajiban yang harus diemban oleh setiap pribadi
yang merasa dan mengaku muslim demi terwujudnya
kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dakwah memang berintikan pada pengertian mengajak manusia untuk berbuat kebajikan dan menghindarkan diri dari keburukan. Ajakan tersebut dilakukan dengan tujuan tegaknya Islam. Dengan kata lain, dakwah sebenarnya bertujuan untuk menghidupkan atau untuk memberdayakan,
sehingga
masyarakat
memperoleh
momentum
untuk
meningkatkan taraf hidup sejahtera, serta menimbulkan suasana yang kondusif bagi tegaknya nilai-nilai Islam.16 Memahami dakwah bukan hanya mengajak orang lain untuk selalu mengikuti larangan dan perintah Allah. Akan tetapi adalah ajakan pada kebaikan, dengan tulisan, lisan dan keteladanan diri. Dakwah merupakan nilai kepedulian dan kesadaran dan merupakan pekerjaan mulia yang membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Dakwah akan semangkin memiliki makna bila dimulai dari diri sendiri. Bila sudah dimulai orang lain pun akan melihat kenyataan jalan hidupnya, karena mana mungkin orang lain berubah kalau dalam diri da’i tidak ada tindakan nyata. Dalam kerangka epistemologinya, dakwah memiliki sistem. Sistem ini saling berkesinambungan antara satu dengan yang lainnya, yaitu: da’i, mad’u, materi dakwah, media dakwah, metode dakwah, dan tujuan dakwah. Jika aktivitas dakwah ingin berjalan dengan baik, maka keenam sistem tersebut harus ada (seiring berjalan). Apabila salah satu diantaranya tidak ada, otomatis aktivitas 16
Yunan, Dakwah dalam Perspektif Otonomi Daerah, Risalah dakwah, Penerbit Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, vol. 5 No.1 Juni 2003 h. 16.
dakwah tidak akan berjalan dengan baik. Di era globalisasi, media dakwah yang digunakan sangat memegang peran penting. Oleh karena itu, media dakwah harus menjadi salah satu unsur yang harus diperhatikan. Hamzah Ya’qub membagi media dakwah menjadi lima, yaitu: media lisan, tulisan, lukisan, audio visual, dan akhlak. Sedangkan DR. Moh. Ali aziz membagi media menjadi dua, yaitu: media tradisional dan modern (elektronik). 17 Media tradisonal ini cukup banyak, salah satu diantarnya adalah wayang. Media wayang ini dahulu digunakan oleh para Walisongo saat berdakwah menyebarkan ajaran agama Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Di era tradisional dakwah biasa dilakukan di tempat ritual keagamaan (mesjid atau surau) atau majlis ta’lim dengan media seadanya. Seiring dengan perkembangan zaman, media dakwah lebih variatif dan bisa dilakukan dimana saja (fleksibel). Tentunya dengan bantuan media yang canggih, yang dapat meminimalisir hambatan-hambatan efektivitas dakwah. Sementara media modern (elektronik) ramai digunakan di millenium ke tiga, yaitu di zaman sekarang ini. Media modern ini berupa radio, film, televisi, internet, dan semacamnya. Dakwah sebagai komunikasi keagamaan dihadapkan kepada perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi yang semakin canggih, memerlukan adaptasi terhadap kemajuan tersebut.18 Kalau di era tradisional dakwah hanya dilakukan di tempat tertentu, maka saat ini dakwah bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun. Karena media massa sudah mampu mengatasi salah satu faktor penghambat aktivitas dakwah (jarak, 17
Dr. Moh. Ali Aziz M.Ag,”Ilmu Dakwah”, (Jakarta: Kencana, 2004), Cet. Ke-1, h. 120. Dr. M. Bahri Ghazali, “Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah,” (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1997), Cet. Ke-1, h. 33. 18
ruang, dan waktu). Media massa yang dimaksud adalah televisi. Kemampuannya melipat jarak, ruang, dan waktu ditambah dengan kekuatan audio-visual membuat aktivitas dakwah menjadi lebih masif dan komprehensif.
2. Hukum Dakwah Islam Dalam sejarah Islam, yang boleh kita katakan sejarah perkembangan dakwah dalam agama Islam semenjak zaman Nabi Muhammad Saw19, Ismail Yakub mengatakan dakwah itu sudah menjadi tugas umat Islam sejak turun surat An-Nahl ayat 12520 yang berbunyi:
(5
234
☺
☺
91: 8%! + 7 " =8/ ,- (< ' % ; ,- 7 > ?@4 3 ☺ #0C2 AB !%☺ =8/ Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. 16: 125)
19
TK. Ismail Yakub, “Dakwah Islam dan Kepastian Hukum : Aturan Permainan Itu Sudah Ada” (Yogyakarta: Prima Duta, 1983), Cet. Ke-1, hal. 101. 20 Al-Qur’an dan Terjemah, hal. 421.
Kata ud’u yang artinya diterjemahkan dengan “serulah” atau “ajaklah” adalah fiil amr, yang menurut aturan ushul fiqih menjadi wajib hukumnya selama belum ada ketentuan lainnya yang dapat menggantikan hukum tersebut. Sebagaimana dijelaskan Prof. H.M. Toha Yahya Omar, MA: ”…setiap fiil amr menjadi perintah wajib yang harus dipatuhi selama tidak ada dalildalil lain yang memalingkannya dari wajib itu kepada “sunnat” dan lainnya.”21
Dari beberapa kutipan dalil di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa dakwah merupakan kewajiban bagi setiap individu untuk menyerukan kebenaran agama Islam dan mengajak masyarakat di manapun mereka berada menuju jalan yang diridhai oleh Allah SWT (siroth al-mustakim). M. Natsir mengatakan bahwa: “Islam sebagai agama mempunyai dua dimensi, yaitu keyakinan atau aqidah dan sesuatu yang diamalkan atau alamiah. Amal perbuatan tersebut merupakan perpanjangan dan implementasi dari aqidah itu sendiri. Islam adalah agama risalah untuk manusia keseluruhan. Umat Islam adalah pendukung amanah untuk melaksanakan risalah dengan dakwah baik kepada umat yang sama maupun kepada umat yang lain, ataupun selaku perseorangan maupun kolektif, di tempat manapun ia berada, menurut kemampuan masing-masing.”22
Kewajiban berdakwah ini tentunya bukan tanpa maksud dan tujuan. Menurut Sayyid Qutub, bahwa tujuan dakwah adalah mengenal Allah SWT dan mengesakan-Nya (tauhid)23 bila manusia memiliki landasan tauhid yang kuat, maka implementasi dari sikap tauhid tersebut adalah bagaimana mengaplikasikan ke dalam aspek tata kehidupan.
21
H. M. Toha Yahya Omar, ”Islam dan Dakwah,” (Jakarta: PT. AL-MAWARDI PRIMA,2004), Cet. Ke-1, hal. 71. 22 M. Natsir, “Fiqhudh Dakwah,” (Jakarta: Media Dakwah, 1983), Cet. Ke-4, h. 110. 23
Sayyid Qutub, Ma’lim Fi Thoriq (Kairo : Dasar al-Syuruq 1979).
3. Unsur-unsur Dakwah Dalam kerangka epistemologinya, dakwah memiliki sistem. Sistem ini saling berkesinambungan antara satu dengan yang lainnya dan tidak bisa terpisahkan, yaitu: da’i, mad’u, materi dakwah, media dakwah, metode dakwah, dan tujuan dakwah. Jika aktivitas dakwah ingin berjalan dengan baik, maka keenam sistem tersebut harus ada (seiring berjalan). Apabila salah satu diantaranya tidak ada, otomatis aktivitas dakwah tidak akan berjalan dengan baik. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut: a. Subjek Dakwah (Da’i) Da’i sebagai subjek dakwah memegang peranan peting untuk mencapai hasil dakwah yang dilakukannya.24 Seorang da’i harus memiliki wawasan dan keilmuan yang mumpuni ia bisa menjadi sandaran umat berkonsultasi dan bertanya tentang persoalan agama dan umum. Kewajiban seorang muslim melakukan dakwah tergantung pada tingkat kemampuan dan kadar iman masing-masing. Selain itu, kesadaran seorang muslim juga merupakan persoalan yang harus ditanamkan dalam jiwa masing-masing bahwa mereka memiliki kewajiban menegakkan amar ma’ruf nahi munkar agar kemaksiatan tidak meraja lela. b. Objek Dakwah (mad’u) Untuk mencapi hasil yang maksimal seorang da’i harus memahami objek dakwah yang ia hadapi. Jika seorang da’i sudah mengenal mad’u yang dihadapi, maka ia bisa menyiasati penerapan strategi dakwah yang 24
Zaini Muhtaram, Dasar-dasar Manajemen Dakwah (Yogyakarta : al-Amin Press dan IFKA, 1996), h. 14.
tepat untuk menghadapi mad’u-nya tersebut. Hal ini perlu diperhatikan mengingat mad’u sangat heterogen. c. Materi Dakwah Pada dasarnya materi dakwah hanyalah berlandaskan Al-Qur’an dan As-sunah sebagai sumber utamannya. Keduanya merupakan warisan Nabi Muhammad SAW yang harus disampaikan kepada seluruh umat manusia sebagai pedoman hidup (way of life) menuju jalan yang diridoi oleh Allah SWT, yaitu jalan keselamatan hidup di dunia maupun di akhirat. Karena segala aspek kehidupan ada di dalamnya; petunjuk, pedoman, sejarah serta prisip-prinsip baik mengangkat masalah keyakinan, peribadatan, pergaulan, akhlak dan lain-lain.25 Dalam al-quran dan sunnah materi dakwah jelas sangat luas karena menyangkut hal-hal yang dibutuhkan dalam seluruh bidang kehidupan manusia. Namun, demikian ada lima materi pokok yang dapat dijadikan garis besar dakwah tersebut, yaitu: (1.) masalah kehidupan, (2.) masalah kemanusiaan, (3.) masalah harta benda/kekayaan, (4.) masalah ilmu pengetahuan, (5.) masalah aqidah dan ilmu pengetahuan. Berdasarkan keluasan ajaran Islam yang terkandung dalam alQur’an dan hadits tersebut, maka seorang da’i dituntut untuk bisa memilah dan menentukan topik tertentu yang relevan dengan objek dakwahnya agar apa yang disampaikan dapat dimengerti dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Penyampaian pesan dakwah ini tentunya harus 25
Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah, Cet I (Surabaya: Usaha Nasional, 1994), h.45.
dikemas dengan baik. Sebab pengemasan pesan dakwah akan membantu seorang mad’u untuk meresapi dan mengamalkannya. d. Metode Dakwah Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata thariq.26 Apabila kita artikan secara bebas, metode adalah cara yang telah di atur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud. Metode ini memiliki peran penting bagi setiap umat manusia
yang ingin
melaksanakan segala bentuk aktivitas keseharian untuk mencapai hasil yang diharapkan. Jika kita pahami seksama, maka dari kutipan ayat 125 surat an-Nahl di atas dapat kita perinci bahwa metode dakwah ada tiga, yaitu: 1) Bil Hikmah Secara etimologi al-hikmah mempunyai arti : al-adl (keadilan), alhilmu (kesabaran), al-Nubuwah yang dapat mencegah seseorang dari kebodohan, mencegah seseorang dari kerusakan dan kehancuran, setiap perkataan yang cocok dengan al-haq (kebenaran), juga meletakkan sesuatu pada tempatnya.27 Secara terminologi, hikmah adalah memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah, materi yang disampaikan tidak memberatkan mad’u, tidak membebani sesuatu yang memberatkan sebelum jiwa menerimannya, banyak sekali cara yang di tempuh untuk mengajak mereka sesuai dengan keadaannya, tidak perlu mengebu-gebu dan 26
Hasanudin, Hukum Dakwah, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya 1996), Cet Ke-1 h. 35. Muhammad Husain Abdullah, Metodologi Dakwah dalam Al-Quran, cet-I (Jakarta : Lentera, 1997), h. 40. 27
bernafsu, karena semua itu melampaui batas hikmah.28 Metode hikmah ini biasa memanfaatkan cara melalui; komparatif, kisah, perumpamaan, sumpah, tasyir (wisata). Dalam khazanah ilmu komunikasi, hikmah menyangkut apa yang disebut sebagai frame of reference, field of reference dan field of experience, yakni situasi total yang mempengaruhi sikap komunikatop terhadap sikap komunikan (objek dakwah).29 Dengan kata lain, hikmah yaitu memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah dengan menitik beratkan pada kemampuan mereka, sehingga di dalam menjalankan ajaranajaran Islam selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan.
2) Mauidzah al-Hasanah Ali Mustafa Yakqub menyatakan bahwa Mauidzah Hasanah ialah ucapan yang berisi nasehat-nasehat yang baik dimana ia dapat bermanfaat bagi siapa saja yang mendengarkannya, seperti pesan dakwah yang memuaskan sehingga mad’u dapat membenarkan apa yang disampaikan oleh subjek dakwah.30 Metode ini biasanya menggunakan bahasa yang relevan, nasehat, wasiat, kabar gembira dan tauladan. Metode ini
28 29
h. 16.
Ghazali Darus Salam, ”Dakwah Yang Bijak,” (Jakarta: Lentera), Cet. Ke - II, h. 26. Toto Tasmoro, ”Komunikasi Dakwah,” (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987), h. 37. 30 Ali Mustafa Yakqub, Sejarah Metode Dakwah Nabi, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997),
diaplikasikan dalam bentuk tabsyir (mengajak dengan kabar gembira) dan tanzir (mengajak dengan peringatan dan ancaman. Sebagai subjek dakwah, seorang da’i harus mampu menyesuaikan dan mengarahkan pesan dakwahnya berdasarkan mad’u yang sedang dihadapi, agar tujuan dakwah sebagai ikhtiar untuk membumikan ajaran Islam ke dalam kehidupan pribadi dapat terwujud. 3) Mujadalah Bentuk aktivitas dakwah sangat variatif. Karena itu dakwah bisa dilakukan: melalui lisan (bil lisan), tulisan (bil qalam), maupun perbuatan (bil
hal).31
Masing-masing
cara
ini
memiliki
keunggulan
dan
kelemahannya sendiri sebagai pendekatan dalam aktivitas berdakwah. Dan menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa dakwah pun bisa dilakukan cukup dengan hati. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dijelaskan sebagai berikut:
ْ#ِ$َ%ْ&َﻥِ ِ وَ إنْ ﻝَْ ی+َ&ِِ!َ ْ#ِ$َ%ْ&َنْ ﻝَْ ی,َ -ِ.َ /ِ ْ ًّ َُ َْ َْ رَاءَ ُِْْ َُْ ًا (& -ِن )روا+َ4ْی5فُ ا+َ1ْ2َِ!"َْ!ِ ِ وَذَاﻝَِ أ Artinya: “Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, maka rubahlah dengan tanganmu, maka jika kamu tidak mampu, maka dengan perkataan, dan jika tidak mampu, maka dengan hatimu. Dan yang demikian itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Metode mujadalah ini bisa kita masukkan ke dalam metode bil lisan. Implementasi bentuk dakwah al-mujadalah bisa berupa seminar, 31
J. Suyuti Pulungan, “Universalisme Islam,” (Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, 2002), Cet. Ke-1, hal. 65.
diskusi interaktif, forum tanya jawab, saresehan, dan semacamnya. Metode ini biasanya sering digunakan oleh para intelektual Islam dalam membahas sebuah permasalahan. Karena metode ini bisa menghasilkan sebuah sitesis yang matang dan memiliki sifat mengakomodir dan mengklarifikasi. Metode ini biasanya diaplikasikan dalam bentuk al-asilah dan ajwibah. Selain ketiga metode di atas, ada juga metode dakwah bil harakah, yaitu, dakwah pergerakan.32 Artinya metode dakwah ini lebih menekankan pada aspek tindakan (aksi) daripada wacana (teoritisasi). Orientasi metode dakwah ini menurut al-Qaththani sebagaimana dikutip oleh Dr. A. Ilyas Ismail, M. A adalah pengembangan terhadap masyarakat Islam dengan melakukan reformasi dan perbaikan (islah) dalam segi-segi kehidupan manusia mulai dari perbaikan individu, keluarga, pemerintah dan negara. e. Media Dakwah Kalau kita melihat kamus komunikasi, maka kita akan menemukan kata media. Dalam istilah komunikasi, “media berarti sarana yang digunakan oleh komunikator sebagai saluran untuk menyampikan pesan kepada komunikan, apabila komunikan jauh tempatnya, banyak jumlahnya atau keduanya. Media juga mempunyai bentuk dan jenis yang beranekaragam. 33
32 Ilyas Ismail, “Paradigma Dakwah Sayyid Quthub,” (Jakarta: Penamadani, 2006), Cet. Ke-1, h. 12. 33 Ghazali BC.TT, ”Kamus Istilah Komunikasi,” (Bandung:Djambatan, 1992)H, 1992), h. .227.
Media merupan salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh seorang da’i saat berdakwah. Karena pemilihan media memiliki peran penting dalam menentukan bagaimana hasil aktivitas dakwah yang dilakukan seorang da’i. Media dakwah dapat memudahkan para juru dakwah untuk menyampaikan pesan pada khalayak atau komunikannya dengan cepat dan pesan yang disampaikan dapat tersebar dengan luas. 34 Hamzah Ya’qub membagi media dakwah menjadi lima, yaitu: media lisan, tulisan, lukisan, audio visual, dan akhlak. Sedangkan DR. Moh. Ali aziz membagi media menjadi dua, yaitu: media tradisional dan modern (elektronik).35 Media tradisonal ini cukup banyak, salah satu diantarnya adalah wayang. Media wayang ini dahulu digunakan oleh para Walisongo saat berdakwah menyebarkan ajaran agama Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Di era tradisional dakwah biasa dilakukan di tempat ritual keagamaan (mesjid atau surau) atau majlis ta’lim dengan media seadanya. Seiring dengan perkembangan zaman, media dakwah lebih variatif dan bisa dilakukan dimana saja (fleksibel). Tentunya dengan bantuan media yang canggih, yang dapat meminimalisir hambatan-hambatan efektivitas dakwah. Sementara media modern (elektronik) ramai digunakan di millenium ke tiga, yaitu di zaman sekarang ini. Media modern ini berupa radio, film, televisi, internet, dan semacamnya. Dakwah sebagai 34
M. Bahri Ghazali, ”Dakwah Komunikasi,” (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1997), Cet. Ke - I h. 12. 35 Moh. Ali Aziz,”Ilmu Dakwah”, (Jakarta: Kencana, 2004), Cet. Ke-1, h. 120.
komunikasi keagamaan dihadapkan kepada perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi yang semakin canggih, memerlukan adaptasi terhadap kemajuan tersebut.36 Kalau di era tradisional dakwah hanya dilakukan di tempat tertentu, maka saat ini dakwah bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun. Karena media massa sudah mampu mengatasi salah satu faktor penghambat aktivitas dakwah (jarak, ruang, dan waktu). Media massa yang dimaksud adalah televisi. Kemampuannya melipat jarak, ruang, dan waktu ditambah dengan kekuatan audio-visual membuat aktivitas dakwah menjadi lebih masif dan komprehensif. Pendekatan yang digunakan oleh para da’i merupakan kunci sukses diterimanya Islam di masyarakat (Indonesia), yaitu melebur pada kebiasaan masyarakat sekitar (kebudayaan). Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Walisongo dalam menyebarkan Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Dalam bukunya yang berjudul “Mengantar Da’i Sebagai Pendamping Masyarakat,” Khamami Zada mengatakan: “Dakwah Islam yang dilakukan para da’i masa awal-awal Islam masuk ke Indonesia berhasil menaklukkan hati masyarakat Indonesia yang waktu itu menganut agama Kepercayaan, Hindu dan Budha. Keberhasilan para da’i di abad 16-17 itu lebih banyak disebabkan oleh cara dakwah mereka yang menunjukkan hubungan yang dialogis, akomodatif, dan adaptif terhadap masyarakat setempat. Inilah yang kemudian menyebabkan Islam mudah diteterima oleh masyarakat Indonesia.”37
36 M. Bahri Ghazali, “Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah,” (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1997), Cet. Ke-1, h. 33. 37 Mujtaba Hamdi, “Dakwah Transpormatif,” (Jakarta: PP LAKPESDAM NU, 2006), Cet. Ke-1, h. 2.
4. Strategi Dakwah Bicara mengenai strategi dakwah sangat erat kaitannya dengan managemen. Karna orientasi kedua term atau istilah tersebut sama-sama mengarah pada sebuah keberhasilan planning yang sudah ditetapkan oleh individu maupun oraganisasi. Pengertian managemen strategi adalah suatu proses kegiatan managerial yang berdasar dan menyeluruh dalam mendayagunakan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi sesuai dengan misi dan visi yang telah ditentukan. Sedangkan pengertian dakwah sebagaimana dijelaskan terdahulu secara singkat adalah upaya yang dilakukan individu maupun kelompok (kolektif, lembaga, organisasi). Dalam merealisasikan ajaran Islam di tengah-tengah manusia melalui metode-metode tertentu dengan tujuan agar terciptanya kepribadian dan masyarakat yang menerapkan ajaran Islam secara utuh (kaffah) dalam mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, dakwah sebagai proses kegiatan yang universal dan tidak hanya sekedar bentuk kegiatan ritual keagamaan, tetapi meliputi segala aktivitas hidup manusia, bahkan dakwah juga dituntut untuk dapat menjadi problem solving bagi persoalan-persoalan yang berkembang di masyarakat, juga mengadopsi istilah managemen dan strategi untuk menjelaskan rangkaian kegiatan dakwah yang dapat membantu pencapaian tujuan dakwah itu sendiri. Memperhatikan definisi tentang managemen strategi dan dakwah sebagaimana telah diuraikan di muka, maka dapat kita pahami bahwa pengertian
managemen strategi dakwah adalah suatu proses managerial yang berdasar dan menyeluruh dalam mendayagunakan sumber daya dakwah untuk mencapai tujuan dakwah sesuai dengan misi dan visi dakwah yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan segala kemampuan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman yang ada, baik dari factor sumber daya internal maupun lingkungan eksternal. Dakwah yang berfungsi sebgai aktivitas untuk membumikan Islam sebagai agama yang universal, sempurna, dan komprehensif, senantiasa dihadapkan pada masalah-masalah yang internal dan eksternal yang berhubungan dengan seluruh aspek kehidupan manusia. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan
dakwah
sering
dijumpai
adanya
kekuranngan,
kesalahan,
kejanggalan, dan kendala dalam komponen-komponen dakwah, seperti: da’i yang kurang menguasai materi, objek, media dakwah, materi yang tidak sesuai dengan objek dakwah, terbatasnya dana, kurang tepatnya penggunaan metode dakwah, minimnya perencanaan dan koordinasi dalam pengelolaan maupun pelaksanaan dakwah, dan lain sebagainya.38 Sebab itu, setiap pelaksana dakwah harus selalu sadar dan waspada terhadap perkembangan yang terjadi di masyarakat dewasa ini sehingga ia lebih sensitif dan peka terhadap lingkungan sekitar. Pelaksanaan dakwah yang meliputi kegiatan yang begitu kompleks, hanya akan berjalan efektif dan efesien bila dilaksanakan oleh tenaga-tenaga pelaksana yang secara kualitatif dan kuantitatif
38
Rafiuddin dan Maman Abd. Jalil, “Prinsip dan Strategi Dakwah,” (Bandung: Pustaka Setia, 1997), Cet. Ke- 1, h. 43.
mampu melaksanakan tugasnya dapat diorganisir dan dikombinasikan sedemikian rupa dengan unsur-unsur lain yang diperlukan. 39 Ini berarti bahwa tenaga-tenaga pelaksana dakwah yang bermacam-macam kemampuannya itu haruslah disusun dan diatur dengan sebaik-baiknya, sehingga dalam menjalankan kegiatan dakwah mereka merupakan satu-kesatuan dan kebulatan dalam misi dan visi. Demikian pula unsur-unsur lain yang diperlukan dalam proses dakwah harus dapat dihimpun dan diatur penggunaannya sesuai keperluan dalam rangka pencapaian tujuan dakwah.40 Menjalankan aktivitas dakwah memang memerlukan persiapan yang matang, hanya saja seorang da’i sebagai opinion leadher harus memiliki kapasitas yang mumpuni untuk mendompang aktivitas dakwah yang ia jalani. Menurut Asmuni Sukri yang beliau kutip dari Prof. Dr. Hamka, menyatakan bahwa:41 “Jayanya atau suksesnya suatu dakwah memang sangat bergantung kepada pribadi dari pembawa dakwah itu sendiri, yang sekarang lebih popular kita sebut dengan da’i.”
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa strategi dakwah adalah merupakan metode, siasat, taktik atau manuver yang dipergunakan dalam aktivitas atau kegiatan dakwah, yang peranannya sangat menentukan sekali dalam proses pencapaian tujuan dakwah.
39
Abd. Rasyad Shaleh, “Managemen Dakwah Islam,” (Jakarta: Bintang Bulan, 1993), Cet. Ke-3, h. 33. 40 Abd. Rasyad Shaleh, “Managemen Dakwah Islam,” h. 33. 41 Asmuni Sukir, “Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam,” (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 34.
Guna optimalisasi strategi dakwah dalam memenuhi target dan tujuan, maka Asmuni Sukir berpendapat operasionalisasi dakwah harus memperhatikan beberapa azas dakwah antara lain:42
1. Azas Filosofis
Azas ini terutama membicarakan masalah yang erat hubungannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau dalam aktivitas dakwah.
2. Azas kemampuan dan keahlian dai (achievement and professional)
Azas ini membahas mengenai kepribadian seorang da’i yang pada dasarnya mencakup masalah sifat, sikap dan kemampuan diri pribadi da’i yang ketiganya sudah dapat mencakup keseluruhan kepribadian yang harus dimilikinya. Sebab, jaya atau suksesnya suatu dakwah sangat tergantung pada kepribadian dari pembawa dakwah itu sendiri.
3. Azas Sosiologis
Azas ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi dan kondisi sasaran dakwah. Misalnya politik pemerintah setempat, mayoritas agama di daerah setempat, filosofis sasasaran dakwah. Sosio kultural sasaran dakwah dan sebagainya.
42
32.
Asmuni Sukir, “Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam,” (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h.
4. Azas Psychologis
Azas ini membahas masalah-masalah yang erat hubungannya dengan kejiwaan manusia. Seorang da’i adalah manusia, begitupun sasaran dakwahnya yang memiliki karakteristik (kejiwaan) yang unik yakni berbeda satu sama lainnya. Apalagi masalah agama, yang merupakan masalah idiologi atau kepercayaan (rohaniah) tak luput dari masalahmasalah psychology sebagai azas (dasar) dakwahnya.
5. Azas Efektifitas dan Efisiensi
Azas ini maksudnya adalah di dalam aktivitas dakwah harus berusaha menyeimbangkan antara biaya, waktu maupun tenaga yang dikeluarkan dengan pencapaian hasilnya, bahkan kalau bisa waktu, biaya dan tenaga sedikit dapat mencapai hasil yang semaksimal mungkin atau setidaktidaknya seimbang antara keduanya. Tujuan dari managemen strategi dakwah ini dapat difungsikan sebagai pemersatu (integrator) sikap para da’i bahwa keberhasilan dakwah bukan sekedar keberhasilan perorangan (individual), tetapi merupakan keberhasilan bersama dalam mewujudkan masyarakat yang menanamkan nilai-nilai Islam dalam hidup keseharian. Di sisi lain, managemen strategi dakwah berfungsi sebagai sarana dalam mengkomunikasikan gagasan, kreatifitas, prakarsa, inovasi, dan informasi baru dari da’i (opinion leadher), serta cara merespon perubahan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat.
Pembahasan managemen strategi dakwah ini Dr. Marwah Daud Ibrahim yang dikutip oleh Abdul Jalil, menyebutkan lima prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam strategi dakwah, yaitu:43 1. Prinsip sinerji; setiap da’i haruslah mempertimbangkan bahwa apa yang ia lakukan hanya dapat lebih bermakna bila terintegrasi dengan yang lain. 2. Prinsip akumulasi; setiap yang ingin kita sampaikan perlu dilihat sebagai suatu proses akumulasi kebenaran-kebenaran relatif. 3. Prinsip konvergensi; walaupun kita berangkat dari tempat yang berbeda dalam memakai jalan yang beragam pada dasarnya kita menuju ke titik sentripental sempurna, yaitu tauhid. 4. Prinsip totalitas; bahwa dakwah perlu dipersepsikan sebagai multi dimensi dan semua dimensi yang harus disentuh. 5. Prinsip inklusif; kita harus melihat siapa saja sebagai bagian dari kita. Dengan kata lain da’i dipersepsikan sebagai mediator yang efektif menyatukan potensi-potensi umat yang selama ini berserakan.
B. Pengertian Globalisasi
Globalisasi atau Globalization dalam bahasa arab disebut dengan al’aulamah yaitu masdar dari al-’ālam yang berasal dari wazan fau’alah memiliki arti alam atau dunia. Dalam bahasa Arab disebut dengan al-’ālamiah. 43
Abdul Jalil, “Mekanisme Dakwah dari Proses Penyadaran Menuju Implementasi Pelembagaaan dan Pengelolaan,” Jurnal Dakwah, Vol. 2, No. I, 2000, h. 30.
Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Globalisasi menurut Mc Luhan adalah lenyapnya dinding dan jarak antara satu bangsa dengan bangsa lain, dan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain sehingga semuanya menjadi dekat dengan kebudayaan dunia, pasar dunia dan keluarga dunia. Pendapat lain mengatakan bahwa globalisasi ialah suatu proses membuka keadaan, yang pada umumnya dapat dipahami sebagai proses di mana batas negara-negara semakin runtuh dan seluruh dunia ini semakin berubah menjadi satu unit.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuknya yang paling mutakhir. Negaranegara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan
berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Memang banyak para tokoh yang mendefinisikan makna globalisasi, satu diantaranya David Held, Anthony McGrew dan rekan- rekannya memandang globalisasi dalam pernyataan yang sangat umum: ”Globalisasi pada dasarnya bisa dianggap sebagai perluasan, pendalaman dan percepatan hubungan dunia dengan segala aspek kehidupan sosialnya, dari budaya sampai kriminal, keuangan sampai spiritual."44
Mantan Mentri Luar Negeri Republik Indonesia, Ali Alatas, SH, menyatakan bahwa: “Globalisasi merupakan arus kekuatan yang dampaknya tak dapat dielakan oleh Negara manapun di dunia.”45
C. Dampak Negatif Globalisasi
Saat ini, proses globalisasi telah terjadi hampir di seluruh bagian dunia, di kawasan Asia, termasuk di Indonesia sendiri. Pada tingkat global dan regional proses integrasi telah semakin maju. Tidak hanya arus barang dan jasa, orang, uang, dan modal yang telah melintasi batas-batas negara, tetapi juga teknologi, informasi, dan bahkan juga gagasan. Dunia telah menjadi satu. Kesemua jenis arus itu sulit dibendung masuk dan keluar. Teknologi informasi berperan besar
44
Alex Callinicos, “The Against Third Way,” (Yogyakarta: Eduka, 2008), Cet. Ke-1, h.
34. 45
Ali Alatas, dalam Makmur Keliat, “Perspektif-Perspektif Globalisasi,” JISIP UNAS, Jakarta, Desember 2001, No. 5 Thn II, h. 1.
mengatasi hambatan-hambatan dalam perdagangan. Semua negara membuka diri selebar-lebarnya tidak hanya ekonomi, juga pemikiran dan kebudayaan.46
Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan globalisasi dalam hubungan antar bangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antar negeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk berdagang.
Menurut Friedman, globalisasi adalah suatu sistem yang muncul setelah berakhirnya perang dingin yang diawali oleh runtuhnya tembok Berlin pada 1991. Keunikan dari globalisasi adalah sebagai suatu system, ia dibangun atau bertumpu di atas keseimbangan yang tumpah tindi dan saling mempengaruhi satu sama lainnya.. adapun tiga keseimbangan tersebut adalah pertama keseimbangan antara Negara-negara yang disebutnya sebagai keseimbangan tradisional (traditional balance), kemudian keseimbangan antara Negara bangsa dengan pasar global dan akhirnya keseimbangan antara individu-individu dengan Negara-negara.47 Menurut Susan Strange dan U. Beck globalisasi sebagai proses yang merongrong kekuasaan Negara. Bagi Susan Strange, seorang intektual political economist, globalisasi diartikan sebagai suatu proses pengikisan terhadap 46
Soepriyatno, “Nasionalisme dan Kebangkitan Ekonomi,” (Jakarta: INSEDe Press, 2008), Cet. Ke-1, h. 125. 47 Soepriyatno, “Nasionalisme dan Kebangkitan Ekonomi,” h. 12.
kekuasaan institusi Negara yang dicirikan oleh berpindahnya kekuasaan dari Negara-negara ke perusahaan- perusahaan (shifting power from state to firms). Tesis ini dikemukakan susan strange karena menurut pengamatannya telah terjadi suatu proses perubahan yang sangat drastis dalam struktur produksi dan keuangan di tingkat internasional. Jika dilihat dari struktur produksi, barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan ini tidak lagi semata-mata diproduksi oleh dan untuk warga yang hidup dalam suatu wilayah Negara tertentu. Sebagai akibatnya, gagasan tentang pasar dalam negeri (domestic market) telah kehilangan makna karena barang-barang dan jasa-jasa telah dihasilkan warga dari beberapa Negara untuk ditawarkan ke pasar dunia.48 Demikian juga halnya dengan struktur keuangan. Kini penciptaan dan penggunaan kredit untuk mendanai produksi barang-barang dan jasa-jasa tidak lagi berada dalam operasi skala nasional. Pasar keuangan internasional yang menghubungkan kota-kota besar di dunia juga tidak pernah berhenti melakukan aktivitasnya selam 24 jam karena telah terhubungan secara elektronik.. akibatnya, bank-bank dan pasar keuangan local tidak lagi dapat menjadi otonom sepenuhnya tetapi telah menjadi bagian dari system yang lehih besar yang aturan mainnya sangat sulit diregulasi oleh Negara.49 Sedangkan U. Beck tidak berbeda jauh dengan susan. Hanya saja menurut U. Beck yang merongrong kekuasaan Negara itu tidak hanya perusahaanperusahaan yang bermain di pasar, tetapi juga berbagai actor non Negara dengan jaringan kerja, identitas, orientasi dan kekuasaan yang beraneka ragam pula. 48 49
Soepriyatno, “Nasionalisme dan Kebangkitan Ekonomi,” h. 2. Ibid, h.3.
Dengan pengertian ini U. Beck lebih jauh menyatakan bahwa istilah globalisasi haruslah dibedakan dari istilah pengglobalan (globality) dan globalism. Globalism adalah pandangan bahwa dunia didominasi oleh perekonomian dan kita menyaksikan munculnya hegemoni pasar dunia kapitalis dan ideology neoliberal yang menopangnya. Menurut Beck, “ini melibatkan pemikiran linier dan monokausal. Multidimensionalitas dari perkembangan global - ekologi, politik, kultur, dan masyarakat sipil – diredusir menjadi dimensi ekonomi saja. Dan dimensi ekonomi itu dilihat, lagi-lagi secara keliru, bergerak dalam arah linier menuju pada semakin menguatnya ketergantungan pada pasar dunia. Jelas, Beck melihat dunia dari sudut pandang yang lebih multidimensional dan multi direksional. Selain itu, dia sangat sensitive terhadap problem yang diasosiasikan dengan pasar dunia kapitalis, termasuk fakta bahwa ada segala macam rintangan untuk perdagangan bebas dan bahwa dalam pasar dunia ini bukan hanya pemenang, tetapi juga (banyak) pecundang.”50
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.
•
Perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
•
Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
50
George Ritzer goodman. J. Douglas, “Teori Sosiologi Modern,” (Jakarta: Prenada Media, 2004), Edisi Ke – 6, h. 592.
•
Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
•
Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Dalam ceramahnya di Reith tahun 1999, Giddens melihat bahwa globalisasi tidak hanya melangkah maju, namun juga mendorong mundur, menciptakan tekanan baru terhadap otonomi lokal. Ini artinya globalisasi adalah dasar untuk melestarikan identitas budaya lokal dikawasan lain.51
Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teroritis yang dapat dilihat, yaitu:
51
A. Giddens, “Runaway World,” (London, 1999), h. 12-13.
•
Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadapr bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negaranegara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
•
Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan
menghasilkan
masyarakat
dunia
yang
toleran
dan
bertanggung jawab. •
Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
•
Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena
internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
•
Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan.
Pengaruh atau kesan yang ditimbulkan oleh globalisasi ini begitu besar dan luas, ia telah menyentuh seluruh aspek sendi-sendi kehidupan manusia, mulai ekonomi, politik, sosial, budaya bahkan agama terkena pengaruh daripada globalisasi. Karena itu, harus ada tindakan prepentif dari umat Islam agar dampak negative globalisasi tidak merasup dalam keseharian hidup
Terjadinya globalisasi ekonomi bisa kita lihat dengan masuknya pasar asing ke Negara kita. Globalisasi ekonomi ini sesungguhnya didukung oleh sebuah kekuatan yang luar biasa hebatnya, yaitu apa yang disebut liberalisme ekonomi, yang sering juga disebut kapitalisme pasar bebas. Kapitalisme adalah
suatu sistem ekonomi yang mengatur proses produksi dan pendistribusian barang dan
jasa.
Kapitalisme
ini
mempunyai tiga ciri pokok, yaitu pertama, sebagian besar sarana produksi dan distribusi dimiliki oleh individu, kedua, barang dan jasa diperdagangkan di pasar bebas yang bersifat kompetitif, ketiga, modal diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba.
Dalam perkembangannya sistem kapitalisme ini berkembang tidak sehat, karena timbulnya persaingan tidak sehat dan mengabaikan unsur etika dan moral; yang modalnya kuat akan menguasai yang modalnya lemah, akhirnya Pemerintah harus ikut mengaturnya. Bagi negara-negara berkembang, hal tersebut jelasakan sangat merugikan, karena produk dalam negerinya tidak akan mampu bersaing dengan produk negara maju. Selain itu, bagi masyarakat, yang mengikuti pola hidup yang konsumtif, akan langsung menggunakan apa saja yang datang dari negara lain, karena barangkali itu yang dianggap paling baik, juga sebagai pertanda sudah memasuki kehidupan yang modern.
Dalam bidang politik, dampak negative globalisasi antara lain adalah dengan perubahan sistem ketatanegaraan, pelaksanaan pemilihan umum untuk anggota–anggota parlemen, pemilihan Presiden dan Wapres,Pemilihan Gubernur dan Wagub serta pemilihan Bupati dan Wabup/ Walikota dan Wakil Walikota yang dilaksanakan secara langsung. Tetapi kita harus waspada karena adanya perubahan
tersebut akan menimbulkan pertentangan dalam masyarakat, karena tidak semuanya masyarakat kita berpendidikan. Selain itu, perubahan yang terjadi tidak selalu
cocok
jika diterapkan di Indonesia.
Dalam bidang sosial dan budaya, dampak negative globalisasi antara lain adalah meningkatnya individualisme, perubahan pada pola kerja,terjadinya pergeseran nilai kehidupan dalam masyarakat. Saat ini di kalangan generasi muda banyak yang seperti kehilangan jati dirinya.Mereka berlomba-lomba meniru gaya hidupala Barat yang tidak cocok jika diterapkan diIndonesia, seperti bergantiganti pasangan,konsumtif dan hedonisme. Namun di sisi lain globalisasi juga dapat mempercepat perubahan pola kehidupan bangsa. Misalnya melahirkan pranata-pranata atau lembaga-lembaga sosial baru sepertiLembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi profesidan pasar modal. Perkembangan pakaian, seni dan ilmupengetahuan turut meramaikan kehidupan bermasyarakat.
Dari berbagai dampak negatif globalisasi di atas akhirnya semua juga akan berimbas pada keberagamaan. Karena secara filosofis semua dampak tersebut masih dipengaruhi oleh paham materialisme. Dakwah yang merupakan salah satu aktivitas kegiatan agama tersebut mau tidak mau akan dipengaruhi oleh kenyataan tersebut, sehingga tidak aktivitas dakwah tidak mampu mencapai hasil yang optimal.52
52
Amrullah Achmad, editor, “Dakwah Islam dan Perubahan Sosial,” (Yogyakarta: Prima Duta, 1983), h. 127.
BAB III PROFIL FRONT PEMBELA ISLAM (FPI)
A. Latar Belakang Berdiri Front Pembela Islam (FPI) 53
1. Sejarah Kelahiran FPI Front Pembela Islam atau yang lebih dikenal dengan FPI54 dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 (24 Rabiu al-Tsani 1419 H) di halaman Pondok Pesantren Al-Um, Kampung Utan, Ciputat, Jakarta Selatan, oleh sejumlah Habaib, Ulama, Mubaligh dan Aktivis Muslim dan disaksikan ratusan santri yang berasal dari daerah Jabodetabek. Pendirian organisasi ini hanya empat bulan setelah Presiden Soeharto mundur dari jabatannya, karena pada saat pemerintahan orde baru, presiden tidak mentoleransi tindakan ekstrimis dalam bentuk apapun. FPI pun berdiri dengan tujuan untuk menegakkan hukum Islam.
Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat dalam menegakkan amar ma'ruf dan nahi munkar di setiap aspek kehidupan. Latar belakang didirikan FPI terdiri dari beberapa poin dasar sebagaimana diklaim oleh organisasi tersebut antara lain:
1. Adanya penderitaan panjang umat Islam di Indonesia karena lemahnya kontrol sosial penguasa sipil maupun militer akibat banyaknya
53
Wawancara dengan A. Sobri Lubis (Sekjen FPI), Petamburan, Jakarta, Kamis, 11 Febuari 2010. 54 Selanjutnya akan disingkat FPI
pelanggaran HAM (hak asasi manusia) yang dilakukan oleh oknum penguasa. 2. Adanya kemungkaran dan kemaksiatan yang semakin merajalela di seluruh sektor kehidupan. 3. Adanya kewajiban untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta umat Islam.
Pada tahun 2002, saat tablig akbar dalam rangka ulang tahun FPI yang juga dihadiri oleh mantan Menteri Agama yang telah menjadi terdakwa kasus korupsi Dana Abadi Umat (DAU), Said Agil Husin Al-Munawar, FPI menuntut agar syariat Islam dimasukkan pada pasal 29 UUD 45 yang berbunyi, "Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dengan menambahkan "kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" pada amandemen UUD 1945 yang sedang dibahas di MPR (Majlis Permusyawaratan Rakyat) sambil membawa spanduk bertuliskan "Syariat Islam atau Disintegrasi Bangsa".
Namun Anggota Dewan Penasihat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), Dr. J. Soedjati Djiwandono, berpendapat bahwa dimasukkannya tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam UUD 1945 yang diamandemen, justru dikhawatirkan akan memecah belah kesatuan bangsa dan negara, mengingat karekteristik bangsa yang majemuk. Pembentukan organisasi yang berdasarkan syariat Islam dan bukan Pancasila inilah yang kemudian menjadi wacana pemerintah Indonesia untuk membubarkan ormas Islam yang bermasalah di tahun 2006.
2. Visi dan Misi FPI
Sesuai dengan latar belakang berdiriannya, FPI mempunyai sudut pandang yang menjadi kerangka berfikir organisasi ( visi ), bahwa penegakan amar ma'ruf nahi munkar adalah satu-satunya solusi untuk menjauhkan kezholiman dan kemunkaran. Tanpa penegakan amar ma'ruf nahi munkar, mustahil kezholiman dan kemunkaran akan sirna dari kehidupan umat manusia di dunia.
FPI bermaksud menegakkan amar ma'ruf nahi munkar secara kâffah di segenap sektor kehidupan dengan tujuan menciptakan umat sholihat yang hidup dalam baldatun thoyyibatun dengan limpahan keberkahan dan keridhoan Allah 'Azza wa Jalla. Inilah misi FPI. Jadi, Visi Misi FPI adalah penegakan amar ma'ruf nahi munkar untuk penerapan Syari'at Islam secara kâffah.
3.Struktur Organisasi
Front Pembela Islam ( FPI ) adalah organisasi massa yang menjadi wadah kerjasama Ulama dan Umat Islam dalam menegakkan amar ma'ruf nahi munkar. FPI bukan cabang dari salah satu organisasi massa (ormas) yang ada atau pernah ada di dunia. FPI tidak berafiliasi ke organisasi sosial politik (orsospol) mana pun. FPI adalah organisasi internasional dengan konsentrasi perjuangan dakwah di Indonesia, karena negara Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar dan terluas di dunia.
Karenanya, FPI berkedudukan dan berkantor pusat di Petamburan, Jakarta Pusat, dengan wilayah-wilayah dan cabang-cabang di Propinsi, Kabupaten /
Kotamadya, dan Kecamatan di seluruh Indonesia, serta perwakilan di seluruh Dunia.
a. Struktur organisasi FPI
1. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) di tingkat Pusat. 2. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) di tingkat Propinsi. 3. Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) di tingkat Kabupaten dan Kotamadya. 4. Dewan Pimpinan Cabang (DPC) di tingkat Kecamatan. 5. Pos Komando (Posko) di tingkat Kelurahan. 6. Dewan Perwakilan Front ( DPF ) di luar negeri.
Sedang struktur kepemimpinan FPI tersusun dalam dua komponen pimpinan, yaitu:
1. Majelis Syura; Majelis Syura Dewan Tertinggi Front yang dipimpin oleh seorang Ketua dan dibantu seorang Sekretaris. Ketua Majelis Syura dalam melaksanakan tugasnya didampingi lima Wakil Ketua yang masing-masing adalah Ketua Dewan Tinggi Front. 2. Majelis Tanfidzi; Sedang Majelis Tanfidzi di tingkat Daerah / Wilayah / Cabang dipimpin oleh seorang Ketua yang dibantu oleh beberapa Wakil Ketua
dan seorang Sekretaris serta seorang Bendahara.
b. Dewan Tinggi Front
1. Dewan Syari'at 2. Dewan Kehormatan 3. Dewan Pembina 4. Dewan Penasihat 5. Dewan Pengawas
c. 12 Departemen 1. Departemen Agama membidangi ibadah, da'wah dan fatwa. 2. Departemen Luar Negeri membidangi urusan luar negeri. 3. Departemen Dalam Negeri membidangi urusan dalam negeri. 4. Departemen Bela Negara dan Jihad membidangi pertahanan, keamanan dan Jihad. 5. Departemen Sosial, Politik, Hukum dan HAM membidangi sosial, politik, hukum dan Hak Asasi Manusia. 6. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan membidangi pendidikan dan kebudayaan. 7. Departemen EKUIN membidangi ekonomi, keuangan dan industri.
8. Departemen Riset dan Teknologi membidangi riset dan teknologi. 9. Departemen Pangan membidangi pertanian dan peternakan. 10. Departemen Kesra membidangi pembangunan lingkungan dan kesehatan. 11. Departemen Penerangan membidangi urusan penerangan dan kehumasan. 12. Departemen Kewanitaan membidangi urusan wanita dan anakanak.
B. Dakwah dan Aksi Lapangan FPI55
FPI menjadi sangat terkenal karena aksi-aksinya yang kontroversial sejak tahun 1998, terutama yang dilakukan oleh laskar paramiliternya yakni Laskar Pembela Islam. Rangkaian aksi penutupan klab malam, tempat pelacuran dan tempat-tempat yang diklaim sebagai tempat maksiat, ancaman terhadap warga negara tertentu, penangkapan (sweeping) terhadap warga negara tertentu, konflik dengan organisasi berbasis agama lain adalah wajah FPI yang paling sering diperlihatkan dalam media massa.
1. Anggota FPI mengangkat mayat pada bencana tsunami di Aceh
55
Wawancara dengan A. Sobri Lubis (Sekjen FPI), Petamburan, Jakarta, Kamis, 11 Febuari 2010.
Di samping aksi-aksi kontroversial tersebut, FPI juga sering melibatkan diri dalam aksi-aksi kemanusiaan antara lain; pengiriman relawan ke daerah bencana tsunami di Aceh. Tindakan FPI sering dikritik berbagai pihak karena tindakan main hakim sendiri yang berujung pada perusakan hak milik orang lain. Pernyataan bahwa seharusnya Polri adalah satu-satunya intitusi yang berhak melakukan hal tersebut dijawab dengan pernyataan bahwa Polri tidak memiliki insiatif untuk melakukannya.
Rizieq, sebagai ketua FPI, menyatakan bahwa FPI merupakan gerakan lugas dan tanpa kompromi sebagai cermin dari ketegaran prinsip dan sikap. Menurut Rizieq kekerasan yang dilakukan FPI dikarenakan kemandulan dalam sistem penegakan hukum dan berkata bahwa FPI akan mundur bila hukum sudah ditegakkan. Ia menolak anggapan bahwa beberapa pihak menyatakan FPI anarkis dan kekerasan yang dilakukannya merupakan cermin kebengisan hati dan kekasaran sikap. 2. Tahun 199856
14 Oktober-18 Oktober Badan Pencara Fakta DPP-FPI mengadakan investigasi kasus peneroran, pembantaian, dan pembunuhan para ulama, kyai, ustadz, dan beberapa guru pengajian dengan dalih dukun santet di beberapa wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur antara lain di Demak, Pasuruan, Jember, Purbalingga, dan Banyuwangi yang dipimpin langsung oleh Ketua Umum FPI Habib Muhammad Rizieq bin Husein Syihab. 56
Ibid
21 Oktober DPP-FPI mengeluarkan Pernyataan Sikap dan Seruan tentang hasil kerja Badan Pencari Fakta DPP-FPI dari tanggal 14-18 Oktober 1998. Berbarengan dengan hal tersebut di atas DPP-FPI menyampaikan pernyatan sikap dan seruannya kepada Presiden Republik Indonesia tentang "Kasus Ninja". DPPFPI mengumumkan bahwa pencantuman nama Front Pembela Islam sebagai penanggung jawab buku yang berjudul Bangkitnya Kembali Gerakan Marxisme, Leninisme/Komunisme di Indonesia setebal 12 halaman yang ditulis oleh Abul Ghozwah diterbitkan di Jakarta, medio Oktober 1998, adalah tidak benar.
28 Oktober DPP-FPI mengeluarkan "Seruan Jihad FPI" terhadap "pasukan ninja" yang isinya menerangkan bahwa pelaku/dalang/penyandang dana dan atau siapa pun yang terlibat dalam aksi ninja dalam penteroran terhadap ulama adalah halal untuk ditumpahkan darahnya. 7 November DPP-FPI mengeluarkan pernyataan sikap yang mendukung sepenuhnya pelaksanaan Sidang Istimewa MPR 1998. 12 November DPP-FPI mengeluarkan Surat Pernyataan tentang Tuntutan Pertanggungjawaban Orde Baru.
13 November Menyampaikan aspirasi ke Sidang Istimewa MPR 1998 tentang tuntutan rakyat yang menghendaki :
a.
Pencabutan Pancasila sebagai asas tunggal
b. Pencabutan P4 c.
Pencabutan Lima Paket Undang-undang Politik
d. Pencabutan Dwifungsi ABRI dari Badan Legislatif atau Eksekutif e.
Penghargaan hak asasi manusia
f.
Pertanggungjawaban mantan Presiden Republik Indonesia Soeharto
g.
Permohonan Maaf Golkar sebagai Penanggung Jawab Orde Baru
14 November DPP-FPI menyampaikan sikap solidaritas kepada angkatan mahasiswa reformis Indonesia sebagai front terdepan dalam perjuangan Rakyat Indonesia. DPP-FPI mengumumkan bahwa ormas ini (Front Pembela Islam) telah mendaftarkan diri ke Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. 22 November Insiden Ketapang meletus, terjadi perusakan sebuah mesjid di bilangan Ketapang, Gajah Mada, Jakarta Pusat, oleh sejumlah kurang lebih 600 orang preman Ambon. Laskar Pembela Islam berhasil memukul mundur penyerang, dipimpin langsung oleh Imam Besar Laskar FPI, KH. Tb. M. Siddiq AR, di bawah komando Ketua Umum FPI.[1]
26 November DPP-FPI mengeluarkan kronologi Insiden Ketapang, tentang diserangnya perkampungan muslim oleh sejumlah preman Ambon nonMuslim yang menghancurkan sebagian bangunan Mesjid Khairul Biqa'. Hal ini disampaikan langsung dalam tatap muka dengan Komisi A DPRD DKI Jakarta. 1 Desember DPP-FPI mengeluarkan Pernyataan Sikap tentang Insiden Kupang, Nusa Tenggara Timur yang intinya "mengecam, mengutuk dan melaknat tindakan sekelompok orang Kristen Radikal yang telah merusak / membakar sejumlah mesjid dan membantai / membunuh / menganiaya sejumlah umat muslim. 16 Desember FPI beserta ormas-ormas Islam lainnya di tugu Monumen Nasional
berunjuk rasa dan mengeluarkan pernyataan sikap tentang penutupan tempattempat maksiat menghadapi bulan suci Ramadan 1419 H/1998 M. 3. Tahun 199957
5 Januari DPP-FPI mengeluarkan surat dukungan perjuangan kepada santri dan warga kelurahan Rawa Buaya, Kecamatan Jati Negara, Jakarta Timur, dalam memperjuangkan Amar ma'ruf nahi munkar dengan usaha menutup tempat-tempat maksiat di lingkungan sekitarnya yang menjadi sarang minuman keras, perjudian, pelacuran dan premanisme yang telah mengganggu kamtibnas serta merusak nilainilai agama dan sosial kemasyarakatan.
21 Januari DPP-FPI berkunjung ke Mabes TNI di Cilangkap untuk menekan TNI agar menuntaskan kasus Ambon. 29 Maret DPP-FPI mengutus delegasi yang dipimpin oleh Sekjen FPI, KH. Drs. Misbahul Anam untuk menyampaikan surat kepada Jenderal Polisi Roesmanhadi perihal Permohonan Pemeriksaan mantan Menhankam/Pangab RI Jend. (Purn.) L.B. Moerdani dan kroni-kroninya tentang keterlibatannya dalam beberapa kerusuhan sebagaimana diberitakan oleh sebuah majalah Far Eastern Economic Review (FEER) yang terbit di Hongkong.
11 April Mobil Ketua Umum FPI Habib Muhammad Rizieq Syihab ditembaki oleh orang yang tak dikenal. 17 April Laskar Pembela Islam mengeluarkan pernyataan sikap bersama ormas Islam lainnya yang berisi
57
Ibid
mengutuk pelaku pemboman Mesjid Istiqlal, dan menuntut kepada pihak kepolisian agar mengusut secara tuntas pelaku pemboman tersebut. 24 Mei DPPFPI dengan laskar-nya berhasil menangkap oknum mahasiswa Universitas Tarumanegara yang bernama Pilipus Cimeuw yang telah menurunkan spanduk FPI yang dipasang di jembatan penyeberangan di depan kampusnya karena tersinggung dengan isi tulisan spanduk yang berbunyi Awas waspada! Zionisme & Komunisme Masuk di Segala Sektor Kehidupan. Dua rekannya, Mario dan Iqbal melarikan diri
30 Mei DPP-FPI mengeluarkan Sikap Politik "netral terarah" dalam menghadapi Pemilu 7 Juni. DPP-FPI mengeluarkan fatwa tentang "keharaman" memilih partai yang menetapkan calon legislatif non-muslim dalam Pemilu 1999 melebihi 15%. Awal Juni Tim pengkaji masalah Aceh DPP-FPI membuat konsep penyelesaian masalah Aceh, mulai dari pemberdayaan ekonomi sampai dengan pemberlakukan Syari'at Islam. 2 Juni DPP-FPI dan FPI berunjuk rasa di depan Mapolda Metro Jaya mengeluarkan pernyataan sikap agar media-media pornografi, perjudian, pelecehan dan penindasan terhadap Islam dan ummat Islam dihapus.
6 Juni Malam hari sebelum Pemilu 1999, FPI menyelamatkan 18 orang ustadz yang terbagi di beberapa wilayah ibu kota dan sekitarnya, karena telah dianiaya oleh sejumlah kader PDI Perjuangan yang telah tersinggung oleh seruan dan fatwa beberapa ormas Islam. 24 Juni DPP-FPI mengeluarkan sikap tentang "Penolakan Calon Presiden Wanita". 28 Juni DPP-FPI mengeluarkan "pelurusan
berita" tentang FPI Menjenguk Soeharto yang dimuat di beberapa media massa ibu kota adalah Fitnah. 14 Juli Konsep FPI tentang masalah Aceh dibahas oleh sejumlah petinggi TNI di Cilangkap, dan mendapat respon yang positif, kemudian diserahkan kepada pemerintah pusat yang juga mendapat respon yang baik
22 Agustus DPP-FPI, FPI dan simpatisan mengadakan Pawai Akbar keliling Ibu Kota Jakarta dengan nama "Pawai Anti Maksiat" yang bertema "Meraih Taat, Mencampak maksiat dalam rangka menuju Indonesia Baru yang Religius". Dimulai dari Markas Besar FPI di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat dan berakhir di Kampung Utan, Ciputat, Jakarta Selatan. 23 Agustus FPI mengeluarkan surat pernyataan protes FPI terhadap TVRI yang memberitakan bahwa pawai keliling ibukota Jakarta yang dilakukan FPI sehari sebelumnya (22/08) adalah pawai politik dalam mendukung salah satu calon presiden.
27 Agustus DPP-FPI mengeluarkan surat pemberitahuan yang dimuat di beberapa media ibukota tentang "Penjelasan Pawai Akbar FPI", sehubungan dengan terjadinya ketegangan antara Gerakan Pemuda Ka'bah (GPK) dan FPI sebagai anak organisasi FPI. 13 September FPI menutup beberapa tempat perjudian di daerah Petojo Utara, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat dan berhasil menangkap dua bandar judi dengan barang buktinya. 18 September FPI menutup tempat pelacuran/prostitusi di wilayah Ciputat.
22 September FPI menutup diskotek Indah Sari yang menjadi sarang narkoba di Petamburan, Tanah Abang. 25 September DPP-FPI mengeluarkan surat pernyataan menolak Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya
(UU-PKB). 25 September DPP-FPI mengeluarkan surat pernyataan tentang bahaya Forkot dan Famred sebagai kelompok mahasiswa kiri. Aksi Peduli berbagai Kasus Nasional, antara lain:
1. Penyerahan bantuan ke Ambon sejumlah kurang lebih Rp 150.000.000,(seratus lima puluh juta rupiah) serta 7 kontainer logistik dan obatobatan, bantuan tersebut diberikan melalui;
a. Ikatan Silahturrahmi Maluku b. KH. Abdul Wahab Polpoke c. Tokoh-tokoh Ambon d. Bapak Rustam Kastrol, dkk.
2. Bantuan serupa diberikan juga untuk Sambas dan Tual serta Aceh.
12 Desember Gedung Balai Kota DKI Jakarta diduduki selama 13 jam oleh FPI menuntut penutupan tempat hiburan selama bulan suci Ramadhan dan minggu pertama Syawal 4. Tahun 200058
27 Maret Mabes FPI mengeluarkan Surat Pernyataan tentang Tuntutan Peraturan Daerah anti-Maksiat. 15 Mei DPP-FPI mengeluarkan Surat Pernyataan tentang Tuntutan Undang-Undang anti-Maksiat. 24 Juni DPP-FPI mengeluarkan Surat Pernyataan tentang Tuntutan Pembubaran Komnas HAM dan Laskar
58
Ibid
Pembela Islam menyerbu Gedung Komnas HAM karena kecewa atas kinerjanya yang diskriminatif terhadap persoalan ummat Islam.
23 Juli Al-Habib Sholeh Alattas, penasihat FPI ditembak hingga terbunuh di Jakarta. 24 Juli KH. Cecep Bustomi, deklarator FPI, diberondong tembakan hingga tewas di Serang. 10 Agustus DPP-FPI mengeluarkan Surat Pernyataan tentang Maklumat Pengembalian Piagam Jakarta. 15 Agustus Mabes-FPI mengeluarkan Pernyataan Sikap tentang penolakan Calon Presiden Wanita. Agustus Milad FPI ke-2 dengan tema Pawai Piagam Jakarta. 1 Oktober DPP-FPI mengeluarkan Surat Seruan Moral Media. Seruan tersebut dikirimkan ke semua instansi terkait, termasuk seluruh media cetak maupun elektronik.
DPP-FPI mengeluarkan Surat Pernyataan tentang pembebasan Al-Aqsha. 9 Oktober Mabes-FPI mengeluarkan Surat Pernyataan tentang Seruan Tolak Israel. 11 Desember Tim monitoring FPI dikejar dan ditembaki oleh aparat kepolisian Polres Jakarta Barat, sepanjang 4 km, dari jembatan layang Grogol hingga Petamburan. 13 Desember Rumah kediaman Al-Habib Sholeh Al-Habsyi, Ketua Majelis Syura FPI Jawa Barat, dijarah dan dibakar gerombolan preman.
14 Desember Perang Cikijing, yaitu ribuan anggota FPI mendatangi pusat pelacuran Cikijing di perbatasan Subang-Karawang untuk menuntut balas kebiadaban para preman terhadap Habib Sholeh Al-Habsyi. 24 Desember Presiden RI ke-4, Gus Dur lewat Dialog di SCTV, mengultimatum pembubaran FPI.
5.Tahun 200159
27 Agustus Ratusan massa yang tergabung dalam Front Pembela Islam (FPI) berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR. Mereka menuntut MPR/DPR untuk mengembalikan Pancasila sesuai dengan Piagam Jakarta. 9 Oktober FPI membuat keributan dalam aksi demonstrasi di depan Kedutaan Amerika Serikat dengan merobohkan barikade kawat berduri dan aparat keamanan menembakkan gas air mata serta meriam air.
15 Oktober Polda Metro Jaya menurunkan sekitar seribu petugas dari empat batalyon di kepolisian mengepung kantor Front Pembela Islam (FPI) di Jalan Petamburan III Jakarta Barat dan terjadi bentrokan. 7 November Bentrokan terjadi antara Laskar Jihad Ahlusunnah dan Laskar FPI dengan mahasiswa pendukung terdakwa Mixilmina Munir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Dua orang mahasiswa terluka akibat dikeroyok puluhan laskar. 6.Tahun 200260
7 Januari DPP-FPI mengeluarkan fatwa haram bagi Pemerintah untukmemungut pajak dari rakyat kecil, menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Tarif Dasar Listrik (TDL), dan Pulsa Telepon, serta menyusutkan dana pelayanan masyarakat lainnya selama korupsi tidak diberantas.
59 60
Ibid Ibid
28 Januari FPI Maluku menggugat Kapolri Rp 10 Miliar, karena dianggap melakukan diskriminasi terhadap kasus Ambon. 26 Februari FPI dan Majelis Mujahidin Indonesia menyampaikan protes keras terhadap Kedutaan Besar Singapura tentang:
1.
Pelarangan jilbab di Singapura
2.
Pernyataan provokatif Lee Kuan Yew. [6]
15 Maret Panglima Laskar Front Pembela Islam (FPI), Tubagus Muhammad Sidik, menegaskan bahwa aksi sweeping terhadap tempat-tempat hiburan yang terbukti melakukan kemaksiatan merupakan hak masyarakat. Satu truk massa FPI (Front Pembela Islam) mendatangi diskotek di Plaza Hayam Wuruk. Sekitar 300 masa FPI merusak sebuah tempat hiburan, Mekar Jaya Billiard, di Jl. Prof Dr. Satrio No.241, Karet, Jakarta.
21 Maret DPP-FPI mengeluarkan Surat Pernyataan Protes Keras terhadap Filipina yang telah melakukan rekayasa intelijen dalam penangkapan para aktivis dakwah Islam. 22 Maret DPP-FPI mengeluarkan Surat Pernyataan tentang seruan penghentian dan pelarangan perjalanan ke Israel dengan dalih wisata ziarah ke AlAqsa atau alasan apapun yang tidak berkaitan dengan upaya pembebasan Al-Aqsa. 24 Maret Sekitar 50 anggota FPI mendatangi diskotek New Star di Jl. Raya Ciputat. FPI menuntut agar diskotek menutup aktivitasnya. Tempo Interaktif
25 Maret DPP-FPI menyatakan penolakan kedatangan Shimon Peres, Menlu Israel ke Indonesia. Surat pernyataan ini diikuti oleh Patroli Anti Israel
yang digelar Laskar FPI di berbagai daerah, khususnya bandara-bandara internasional dan tempat-tempat wisata di Indonesia. 8 April FPI bersama puluhan ormas Islam lain mendeklarasikan pembentukan Komite Pembebasan Al-Aqsha (KPA) di Kantor Pusat DPP-FPI yang kemudian dijadikan sebagai Sekretariat Bersama KPA. Saat itu juga dibuka pendaftaran jihad ke Palestina. Di hari pertama tidak kurang dari 10.000 mujahid telah mendaftarkan diri. KPA dibentuk dengan tujuan jangka panjang memerdekakan Al-Aqsha dari penjajahan zionis Yahudi Israel. Karenanya, pendaftaran tersebut akan tetap dibuka sehingga tujuan utama KPA terealisasi. [9]
17 Mei Ketua FPI Sumatera Utara, Sulistyo, ditikam sekelompok pemuda. [10]
20 Mei Ketua Umum FPI diundang ke Departemen Kehakiman dan HAM,
untuk mengomentari Draft III Rancangan Undang-Undang Terorisme. Pada saat yang sama digelar Dialog Nasional dengan pemakalah;
1. Prof. Dr. Romli Atmasasmita SH, LLM. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional dan Guru Besar Hukum Pidana Internasional di Universitas Nasional
2. Prof. Dr. H. Muladi, SH. Mantan Menteri Kehakiman RI 3. Dr. Adnan Buyung Nasution, pendiri LBH Sementara sebagai pembanding adalah:
1. H. Ahmad Sumargono, anggota Komisi I DPR RI dari fraksi Partai Bulan Bintang, dan
2. Habib Muhammad Rizieq Syihab, Ketua Umum FPI.
24 Mei Puluhan massa dari Front Pembela Islam (FPI) di bawah pimpinan Tubagus Sidiq menggrebek sebuah gudang minuman di Jalan Petamburan VI, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
[11]
26 Juni Usai berunjuk rasa menolak Sutiyoso di
Gedung DPRD DKI [12], massa Front Pembela Islam (FPI) merusak sejumlah kafe di Jalan Jaksa yang tak jauh letaknya dari tempat berunjuk rasa. Dengan tongkat bambu, sebagian dari mereka merusak diantaranya Pappa Kafe, Allis Kafe, Kafe Betawi dan Margot Kafe. Tempo Interaktif.
5 Agustus Perayaan ulang tahun ke-4 FPI dengan tema Pawai Hukum Islam.
[13]
4 Oktober "Pencidukan" dua aktivis FPI dan seorang istri Komandan
Laskar FPI oleh aparat Polres Metro Jakarta Pusat. 5 Oktober Penangkapan 8 aktivis FPI oleh Polres Metro Jakarta Pusat. Dialog Ketua Umum FPI di Liputan 6 SCTV dengan dua perwira Polda Metro Jaya tentang penculikan dan penangkapan aktivis FPI. 8 Oktober Dialog Ketua Umum FPI di Kupas Tuntas, Trans TV tentang Aksi FPI tanggal 3 Oktober.
14 Oktober Sekitar 300 orang pekerja beberapa tempat hiburan di Jakarta melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD DKI. Mereka menuntut pembubaran Front Pembela Islam (FPI) yang mereka anggap telah melakukan aksi main hakim sendiri terhadap tempat hiburan. Tempo Interaktif. 16 Oktober Pemeriksaan dengan penjagaan ketat terhadap Ketua Umum FPI Habib Rizieq di rumah tahanan Polda Metro Jaya dengan tuduhan penghinaan terhadap kepolisian lewat Dialog di SCTV dan Trans-TV.
[16]
6 November Lewat rapat singkat yang
dihadiri oleh sesepuh Front Pembela Islam (FPI), maka Dewan Pimpinan Pusat FPI, mengeluarkan maklumat pembekuan Laskar Pembela Islam di seluruh Indonesia untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. 26 Desember FPI menyatakan menemukan sepuluh penyusup di organisasinya.
[18]
Laskar FPI akan
diaktifkan kembali. [19] 7. Tahun 200361
20 Januari Front Pembela Islam (FPI) bersama Forum Ulama Se-Jawa dan Sumatra menuntut pemerintahan Megawati Soekarnoputri diganti jika dalam waktu satu bulan tidak bisa menyelesaikan masalah kenaikan harga BBM, tarif dasar listrik, dan telepon, serta masalah bangsa lainnya. (Tempo Interaktif). 14 Maret Laskar FPI siap bantu Wartawan yang diintimidasi "Orang-Orang" Tommy Winata. (Tempo Interaktif). 23 Maret FPI dan ormas Islam lainnya melakukan unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk menentang serangan terhadap Irak. (Tempo Interaktif).
8 April Ketua Umum FPI dengan Tim Kemanusiaan Hilal Merah Indonesia berangkat ke Yordania, untuk menyampaikan bantuan kemanusiaan ke Irak. 20 April Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab ditahan di Markas Polda Metro Jaya Jakarta (1) setelah dijemput paksa dari Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng (2). 21 April Habib Rizieq Sihab Dilarikan Pendukungnya Secara Paksa. (Tempo Interaktif). Menjelang Maghrib, Habib Rizieq menyerahkan diri ke Rumah Tahanan Salemba. 61
Ibid
8 Mei Habib Muhammad Rizieq mulai diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 22 Mei Koordinator lapangan laskar Front Pembela Islam (FPI) Tubagus Sidik bersama sepuluh anggota laskar FPI menganiaya seorang pria di jalan tol, dan mereka ditangkap 23 Mei. (Tempo Interaktif). 1 Juli Rizieq menyesal dan berjanji akan menindak anggota FPI yang melanggar hukum negara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (Tempo Interaktif). 10 Juli dalam unjuk rasa di depan kantor Kejaksaan Tinggi Jakarta, FPI menolak pembebasan David A Miauw. FPI mendukung Majalah Tempo dalam melawan Premanisme.
11 Agustus Majelis hakim memvonis Habib Rizieq dengan hukuman tujuh bulan penjara. (Tempo Interaktif). 19 September DPP-FPI bersama Laskar FPI, Ormas Islam dan istri aktivis yang diculik mengadakan aksi di Mabes Polri dengan tema Stop Penculikan. 13 Oktober DPP-FPI menyampaikan surat ke DPRD DKI Jakarta dan Gubernur DKI Jakarta tentang Pelarangan buka bagi Tempat Hiburan selama bulan Ramadhan 1424 H dan seminggu pertama Syawal.
19 November Ketua FPI Habib Rizieq bebas. (Tempo Interaktif). 18 Desember menurut Ahmad Sobri Lubis, Sekretaris Jenderal FPI, usai bertemu Wakil Presiden Hamzah Haz di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Front Pembela Islam (FPI) berjanji akan mengubah paradigma perjuangannya, tidak lagi menekankan pada metode perjuangan melalui gerakan massa dan kelaskaran. Perjuangan lebih ditekankan lewat pembangunan ekonomi, pengembangan pendidikan dan pemberantasan maksiat melalui jalur hukum. (Tempo Interaktif). 19 Desember Musyawarah Nasional I Front Pembela Islam berlangsung di
Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta yang dibuka secara resmi oleh Menteri Agama RI, Prof. Dr. Said Agil Al-Munawar. 8. Tahun 200462
21 Februari Pelantikan Pengurus Dewan Pengurus Pusat - FPI di Gedung Joeang, Jakarta (Tempo Interaktif). 22 Agustus DPP-FPI menyatakan sikap untuk Golput terhadap Pemilu Presiden putaran ke-2. 3 Oktober FPI menyerbu pekarangan Sekolah Sang Timur sambil mengacung-acungkan senjata dan memerintahkan para suster agar menutup gereja dan sekolah Sang Timur. Front Pembela Islam (FPI) menuduh orang-orang Katolik menyebarkan agama Katolik karena mereka mempergunakan ruang olahraga sekolah sebagai gereja sementara, yang sudah digunakan selama sepuluh tahun.
11 Oktober FPI Depok Ancam Razia Tempat Hiburan. 22 Oktober FPI melakukan pengrusakan kafe dan keributan dengan warga di Kemang. 24 Oktober Front Pembela Islam melalui Ketua Badan Investigasi Front FPI Alwi meminta maaf kepada Kapolda Metro Jaya bila aksi sweeping yang dilakukannya beberapa waktu lalu dianggap melecehkan aparat hukum. (Tempo Interaktif). 25 Oktober Ketua MPR yang juga mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nurwahid dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengecam cara-cara kekerasan yang dilakukan Front Pembela Islam (FPI) dalam menindak tempat hiburan yang buka selama Bulan Ramadhan (Tempo Interaktif).
62
Ibid
28 Oktober Meski menuai protes dari berbagai kalangan, Front Pembela Islam (FPI) tetap meneruskan aksi sweeping di bulan Ramadhan menurut Sekretaris
Jenderal
FPI
Farid
Syafi'i.
Ketua
Umum
Pengurus
Pusat
Muhammadiyah Ahmad Syafi'i Ma'arif meminta aksi-aksi sepihak yang dilakukan Front Pembela Islam (FPI) terhadap kafe-kafe di Jakarta dihentikan. Dia menilai, apa yang dilakukan FPI merupakan wewenang pemerintah daerah dan kepolisian.
23 Desember Sekitar 150 orang anggota Front Pembela Islam terlibat bentrok dengan petugas satuan pengaman JCT (Jakarta International Container Terminal). 26 Desember Terjadi Bencana Tsunami di Nangroe Aceh Darussalam, FPI segera mengirimkan sukarelawan. Dimana di Aceh ini FPI mendapat nama harum sebagai sukarelawan yang paling bertahan dan bersedia ditugaskan di daerah-daerah yang paling parah, termasuk menjaga kesucian Mesjid Raya Baiturrahman, Aceh. 9. Tahun 200563
5 Januari Relawan FPI menemukan Jenazah Kabahumas Polda NAD Kombes Sayed Husain yang meninggal karena bencana Tsunami, Aceh. 27 Juni FPI menyerang Kontes Miss Waria di Gedung Sarinah, Jakarta. 5 Agustus FPI dan FUI mengancam akan menyerang Jaringan Islam Liberal (JIL) di Utan Kayu. 2 Agustus Dewan Pimpinan Wilayah Front Pembela Islam (FPI) Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, meminta pengelola Taman Kanak-kanak Tunas Pertiwi, di Jalan Raya Bungursari, menghentikan kebaktian sekaligus membongkar 63
Ibid
bangunannya. Jika tidak, FPI mengancam akan menghentikan dan membongkar paksa bangunan.
23 Agustus Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Abdurrahman Wahid meminta pimpinan tertinggi Front Pembela Islam (FPI) menghentikan aksi penutupan paksa rumah-rumah peribadatan (gereja) milik jemaat beberapa gereja di Bandung. Pernyataan itu disampaikan Wahid untuk menyikapi penutupan paksa 23 gereja di Bandung, Cimahi, dan Garut yang berlangsung sejak akhir 2002 sampai kasus terakhir penutupan Gereja Kristen Pasundan Dayeuhkolot, Bandung pada 22 Agustus 2005 lalu. 5 September, Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh FPI.
22 September FPI memaksa agar pemeran foto bertajuk Urban/Culture di Museum Bank Indonesia, Jakarta agar ditutup. 16 Oktober FPI mengusir Jamaat yang akan melakukan kebaktian di Jatimulya Bekasi Timur. 23 Oktober FPI kembali menghalangi jamaat yang akan melaksanakan kebaktian dan terjadi dorong mendorong, aparat keamanan hanya menyaksikan saja. 18 Oktober Anggota Front Pembela Islam (FPI) membawa senjata tajam saat berdemo di Polres Metro Jakarta Barat. 19 September FPI diduga di balik penyerbuan Pemukiman Jamaah Ahmadiyah di Kampung Neglasari, Desa Sukadana, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur.
10. Tahun 200664
19 Februari Ratusan massa Front Pembela Islam berunjuk rasa ke kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat dan melakukan kekerasan. 14 Maret FPI membuat ricuh di Pendopo Kabupaten Sukoharjo. 12 April FPI menyerang dan merusak Kantor Majalah Playboy. 20 Mei, anggota FPI menggerebek 11 lokasi yang dinilai sebagai tempat maksiat di Kampung Kresek, Jalan Masjid At-Taqwa Rt 2/6, Jati Sampurna, Pondok Gede. 21 Mei Dalam aksi mendukung RUU APP, FPI, MMI dan HTI menyegel kantor Fahmina Institute di Cirebon.
23 Mei FPI, MMI, HTI, dan FUI meminta klarifikasi KH Abdurrahman Wahid dalama forum Dialog Lintas Etnis dan Agama di Purwakarta Jawa Barat, atas pernyataannya yang menghina al-Qur'an sehingga acara berakhir sebelum waktunya. Namun mendadak sejumlah media massa mengabarkan Gus Dur diusir dari forum sehingga memicu kemarahan pendukungnya. Lihat juga: Gus Dur Bantah Diusir Ormas-ormas Islam di Purwakarta. 25 Mei FPI melakukan perusakan terhadap sejumlah tempat hiburan dan warung minuman di Kampung Kresek, Jatisampurna, Bekasi. Front Pembela Islam (FPI) cabang Bekasi, mengepung kantor Polres Metro Bekasi. 11. Tahun 200765
25 Januari. Ratusan orang anggota FPI, yang dipimpin oleh Habib Rizieq, mendatangi markas Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk 64 65
Ibid Ibid
meminta dilakukannya investigasi terhadap serangan yang dilakukan Polri di kawasan Tanahruntuh, Poso, Sulawesi Tengah beberapa hari sebelumnya. Kawasan ini telah lama ditengarai sebagai pusat gerakan teror JI yang dilakukan di Kabupaten Poso. 29 Maret. Massa FPI yang jumlahnya ratusan orang tiba-tiba menyerang massa Papernas yang rata-rata kaum perempuan di kawasan Dukuh Atas, pukul 11.20 WIB. FPI menuduh bahwa Papernas adalah partai politik yang menganut paham Komunisme.
29 April. Massa FPI mendatangi acara pelantikan pengurus Papernas Sukoharjo karena tidak suka dengan partai tersebut yang dituduh beraliran komunis. 1 Mei. Aksi peringatan Hari Buruh Internasional May Day 2007, diwarnai ketegangan antar gabungan massa aksi Front Pembela Islam (FPI) dan Front anti Komunis Indonesia (FAKI) dengan massa Aliansi Rakyat Pekerja Yogyakarta (ARPY). Ketegangan yang terjadi di depan Museum Serangan Oemoem 1 Maret Yogyakarta tersebut karena FPI dan FAKI menuduh gerakan ARPY terkait dengan Partai Persatuan Nasional (Papernas) yang menurut mereka beraliran komunis. Kericuhan hampir memuncak saat seorang massa FAKI menaiki mobil koordinator aksi, dan dengan serta merta menarik baju koordinator ARPY yang saat itu sedang berorasi.
9 Mei. Puluhan anggota FPI mendatangi diskotek "Jogja Jogja" dan mengusir orang-orang yang bermaksud mengunjungi tempat hiburan ini. Alasannya, diskotek ini menggelar striptease secara rutin. 12 September. FPI merusak rumah tempat berkumpul aliran Wahidiyah, karena menganggap mereka
sesat. 24 September. Di Ciamis, FPI merusak warung yang buka pada bulan puasa serta memukuli penjual dan pembelinya. Alasannya mereka menjual barangbarang haram (seperti minuman keras) di bulan Ramadan.
28 September. FPI Jakarta bentrok dengan polisi yang membubarkan konvoi mereka, sementara di Jawa Tengah FPI menegur seorang warga dengan alasan tidak cukup jelas. 29 September. FPI merazia beberapa warung makan di Tasikmalaya.Setiap warung yang kepergok menyiapkan makanan siap saji langsung ditutup. Pemilik warung juga diberikan selebaran berisi imbauan menghormati bulan suci Ramadan. Aksi ini dikawal polisi. [20] 12. Tahun 2008
1 Juni. Massa FPI menyerang massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKK-BB) yang sebagian besar terdiri dari ibu-ibu dan anak-anak di sekitar Monas. Massa AKK-BB waktu itu sedang berdemo memprotes SKB Ahmadiyah.
[21]
Tak hanya memukul orang, massa FPI juga
merusak mobil-mobil yang terparkir di sekitar lokasi tersebut. 24 September. FPI merazia dan merusak sejumlah warung nasi dan pedagang bakso di wilayah Pasar Wetan, Tasikmalaya, karena berjualan makanan pada bulan Ramadan. Aksi ini kemudian dibubarkan polisi. C. Tuntutan Pembubaran FPI66
66
Wawancara dengan A. Sobri Lubis (Sekjen FPI), Petamburan, Jakarta, Kamis, 11 Febuari 2010.
Karena aksi-aksi kekerasan itu meresahkan masyarakat, termasuk dari golongan Islam sendiri, beberapa ormas menuntut agar FPI dibubarkan. Melalui kelompok surat elektronik yang tergabung dalam forum wanita-muslimah mereka mengirimkan petisi pembubaran FPI dan ajakan bergabung.[9] Menurut mereka walaupun FPI membawa nama agama Islam, pada kenyataannya tindakan mereka bertentangan dengan prinsip dan ajaran Islami, bahkan tidak jarang menjurus ke vandalisme.
Sedangkan menurut Pengurus FPI, tindakah itu dilakukan oleh oknumoknum yang kurang / tidak memahami Prosedur Standar FPI.[10] Pada bulan Mei 2006, FPI berseteru dengan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pertikaian ini berawal dari acara diskusi lintas agama di Purwakarta, Jawa Barat. Gus Dur, yang hadir di sana sebagai pembicara, sempat menuding organisasi-organisasi Islam yang mendukung Rancangan Undang-Undang Anti-Pornografi dan Pornoaksi disokong oleh sejumlah jenderal. Perdebatan antara Gus Dur dan kalangan FPI pun memanas sampai akhirnya mantan presiden ini turun dari forum diskusi.
Pada bulan Juni 2006 Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tjahjo Kumolo dan Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Kapolri Jenderal Pol Sutanto untuk menindak ormas-ormas anarkis secepatnya. Pemerintah, melalui Menko Polhukam Widodo AS sempat mewacanakan pembubaran ormas berdasarkan peraturan yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985, namun hal ini hanya berupa wacana, dan belum dipastikan.
Kabarnya pendiria ormas di Indonesia harus berdasarkan Pancasila sedangkan FPI berdasarkan syariat Islam dan tidak mau mengakui dasar lainnya.
Kalangan DPR juga meminta pemerintah bertindak tegas terhadap ormasormas yang bertindak anarkis dan meresahkan ini. Tindakan tegas aparat keamanan dinilai penting agar konflik horizontal tidak meluas.[11] Pada 20 Juni 2006 Dalam acara diskusi "FPI, FBR, versus LSM Komprador" Rizieq menyatakan bahwa rencana pemerintah untuk membubarkan ormas Islam adalah pesanan dari Amerika merujuk kedatangan Rumsfeld ke Jakarta.[12] FPI sendiri menyatakan bahwa bila mereka dibubarkan karena tidak berdasarkan Pancasila maka organisasi lainnya seperti Muhammadiyah dan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) juga harus dibubarkan.
BAB IV Strategi Dakwah Front Pembela Islam ( FPI ) Dalam Menanggulangi Dampak Negatif Globalisasi A. Strategi dakwah Front Pembela Islam (FPI) Setiap organisasi, komunitas, ataupun semacamnya, biasanya dibentuk atas dasar sebuah tujuan dan cita-cita yang mereka ingin capai. Untuk mencapai tujuan yang mereka harapkan diperlukan perumusan sebuah metode dan strategi yang strategis agar semua yang mereka lakukan tidak berlawanan dengan segala macam hukum dan aturan yang sudah ditetapkan. Hal ini biasanya dilakukan untuk menghindari kontroversi yang berujung pada pembredelan dan konflik, meski konflik tidak bisa dihilangkan dalam dinamika kehidupan yang selalu dinamis. Bermula dari latar belakang sejarah berdirinya, FPI merupakan organisasi keislaman yang fokus perjuangannya adalah penegakan syariat Islam di Indonesia.67 Penegakan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) yang mereka inginkan merupakan kelanjutan perjuangan M. Natsir dan kawan-kawannya pada sejarah awal pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) lewat Piagam Jakarta dan UUD 1945 serta Pasal 29 ayat 1 yang intinya pemberlakuan syariat Islam bagi umat Islam di Indonesia. Ada beberapa argumen bagi pemikiran FPI mengapa syariat Islam harus diberlakukan di Indonesia, yaitu:68 1. Argumentasi Naqly (normatif); di dalam al-quran Allah SWT menjelaskan tentang perlunya menegakkan atau memberlakukan syariat Allah, diantanya: Surat al-Jatsiah ayat 18, al-Dzariyat ayat 56, al-Maidah ayat 49-50, dan masih banyak lagi. 2. Argumentasi analogis; Habib Rizieq menganalogikan kewajiban pemberlakuan syariat Islam ini umpama seorang hartawan yang membangun sebuah perusahaan dengan modalnya sendiri. Kemudian hartawan itu membuat peraturan dalam perusahaannya itu dengan tidak 67
Menurut Ziauddin Sardar, syariah adalah sumber hukum Islam, tetapi ia juga sumber ilmu pengetahuan, basis kebudayaan Islam dan asal muasal (perkembangan) peradaban Islam.Hukum Islam adalah apa yang dirumuskan oleh kaum muslimin dari syariah. Syariah adalah seperangkat peraturan, prinsip, nilai yang berdasarkan itulah anda menetapkan legislasi dan undang-undang. Ziauddin Sardar, “Wajah Islam, Suatu Perbincangan Tentang Isu-isu Kontemporer, “ Penerjemah: A. E. Priyono dan Ade Armando (Bandung: MIzan, 1992), Cet. Ke-1, h. 50-51. 68 Syahrul Efendi D, “Habib-FPI Gempur Playboy?I,” (Jakarta: Yudi Pramoko, Rajanya Penerbit Islam Divisi Dakwah dan Bisnis, 2006), Cet. Ke-1, h.145-147.
mengabaikan hak-hak pegawainya, agar peraturan itu dipatuhi oleh para pegawainya. Tentulah hal tersebut menjadi hak bagi si hartawan dan kewajiban mematuhinya bagi para pegawai. Nah, bagaimana pula dengan Allah Yang Maha Tahu, yang menciptakan manusia dan alam semesta ini? Sudah barang tentu syariat (peraturan) yang Dia tetapkan menjadi kewajiban bagi hamba-hamba-Nya untuk mentaatinya tanpa ada protes. 3. Argumen historis; sejak dahulu, syariat Islam telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengaturan kehidupan masyarakat. Kerajaan-kerajaan nusantara jauh sebelum kedatangan Belanda, sudah menjadikan
hukum
Islam
sebagai alat
pengaturan
hubungan
masyarakat. 4. Argumen dlaruriy (kebutuhan yang mendesak); kondisi masyarkat Indonesia yang sudah parah dengan penyakit kemaksiyatan (dekadensi moral), membutuhkan resep yang tepat untuk mengobati penyakit sosial ini. Penegakan amar ma’ruf nahi munkar adalah resep yang diperlukan untuk penyakit tersebut. 5. Argumentasi politis; bagi FPI , kepentingan umat Islam yang mayoritas untuk memberlakukan syariat Islam harus dikedepankan dari pada kepentingan minoritas. Kepentingan umat Islam yang 85% tidak boleh dikorbankan hanya demi menjaga kepentingan yang 15%. Dalam istilah FPI, hal ini disebut sesuai dengan asas proporsi kemayoritasan
atau
proporsional
rasionalistis
yang
bukan
diskriminatif, sebab sudah ada jaminan bagi penduduk yang bukan beragama Islam tidak wajib menjalankan syariat Islam dan bebas menjalankan agama dan kepercayaannya masing-masing (Pasal 29 ayat 1 dan 2).
Latar belakang pendirian FPI pada mulanya karena kezaliman yang sudah kelewat batas (terang-terangan) dan kemunkaran yang sudah merajalela, yang tidak bisa tidak, semua itu harus dibumihanguskan dari lingkungan sebelum berurat akar. Karena sudah menjadi visi dan kerangka berpikir FPI, bahwa kemunkarankemunkaran tadi mustahil dilenyapkan dan dihilangkan tanpa penegakan amar ma’ruf nahi munkar. Visi tersebut dikembangkan kembali menjadi sebuah misi yang bulat, yaitu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar tersebut dalam setiap aspek kehidupan umat Islam untuk menuju Indonesia yang baldartun thayyibah. FPI merupakan organisasi keislaman karena mereka para pelaku dan anggotanya kaum suatu agama yang bergerak untuk membela agama dan segala bentuk simbolnya.69 Tindakan mereka biasanya dilakukan dengan sebab adanya kejengkelan moral yang kuat terhadap kaum yang memiliki hak-hak istimewa dan berkuasa. Gerakan FPI berdasarkan pada acuan duniawi dan ukhrawi. Acuan duniawi dalam arti mereka memiliki target-target duniawi, seperti ekonomi dan kekuasaan yang harus diperjuangkan dan dicapai, dan terkait pada kondisi yang membatasi organisasi kemanusiaan pada umumnya. Sementara acuan ukhrawi menunjukkan bahwa ajaran agama yang bersifat transenden telah dijadikan alat untuk menjustifikasi kebenaran organisasi. Dalam tataran yang lebih dalam, terkadang terjadi pengidentifikasian secara mutlak organisasi tersebut dengan agama: mendukung organisasi dianggap mendukung agama, dan sebaliknya. Salah satu metode aksi lapangan yang digunakan FPI adalah controling tempattempat maksiat. Biasanya dilakukan FPI setelah mendapatkan laporan dari masyarakat dan tentunya mengikuti prosedur-prosedur yang telah di tentukan dengan standar prosedur FPI. Menurut A. Sobri Lubis (Sekjen FPI), respon masyarakat terhadap gerakan FPI ini cukup bagus walau pandangan pemerintah sifatnya tak menentu, tergantung. 70 Artinya, jika hal tersebut tidak berdampak negatif terhadap masyarakat dan integrasi bangsa, biasanya mereka diberikan izin untuk mengeksekusi aksi mereka. Mengenai gerakan keagamaan menurut Nottingham: 69
FPI merupakan organisasi keislaman yang memiliki kader atau anggota cukup banyak, yang menyebar di hamper seluruh wilayah Indonesia. Jumlah mereka mencapai tujuh juta orang. Lihat dalam Habib Rizieq Syihab, “DialogPiagam Jakarta, Kumpulan Jawaban Al-Habib Muhammad Rizieq bin Husein Syihab, Seputar Keraguan Terhadap Penegakkan Syariat Islam di Indonesia,” (Jakarta: PIS, 2000), Cet. Ke-1, h. 57. 70
Wawancara dengan A. Sobri Lubis (Sekjen FPI), Petamburan, Jakarta, Kamis, 11 Febuari 2010.
”Setiap usaha yang teroganisasi untuk menyebarkan agama baru, atau interpretasi baru mengenai agama yang sudah ada. Kemunculan kelompok-kelompok radikal di Indonesia bisa dikaitkan dengan fenomena yang terjadi. FPI muncul karena premanisme dan kemaksiatan (perjudian dan pelacuran) yang sudah tidak mampu lagi dikontrol oleh negara. Tugas itu mereka ambil alih, dengan argumen yang bersifat agamis; amar makruf dan nahi munkar. Karena itu, sasaran tembak FPI selalu lokasilokasi perjudian, hiburan dan pelacuran yang menjadi simbol dekadensi moral di masyarakat.”71 Awal mula aksinya, FPI selalu menggunakan cara konfrontatif saat turun mimbar ke jalan, merazia tempat-tempat maksiat – khususnya di Jakarta – seperti: tempat perjudian, pelacuran, dan dunia malam. Aksi yang mereka lakukan ini sering mendapat kecaman dan tak jarang terjadi konflik horizontal dengan masyarakat setempat,72 terutama dengan para preman yang kebanyakan menjadi becking tempat maksiat tersebut. Konflik horizontal FPI cenderung semakin meluas, dengan adanya media yang memihak dalam pemberitaan. Karena media memiliki kemampuan untuk menenggelamkan realitas, menyederhanakan berbagai isu dan mempengaruhi berbagai peristiwa. Secara kualitatif, metode ini memang membuahkan hasil. Satu di antaranya tuntutan mereka terhadap pemerintah daerah cukup diindahkan, yaitu menutup tempat maksiat saat bulan suci umat Islam, bulan ramadhan.73 Masalah pemboikotan ini berjalan sejak tahun 1998 hingga 2000. Dampak positif dari tindakan konfrontatif mereka berbuah manis dengan munculnya kesadaran masyarakat terhadap dampak negatif dari tempat maksiat tersebut di lingkungannya. Untuk mengetahui secara umum strategi FPI dalam merespon kemunkaran terutama yang berkaitan dengan penyakit masyarakat sangat bergantung pada kondisi lokasi terjadinya kemunkaran tersebut. Jika masyarakat setempat mendukung terjadinya kemaksiatan, maka FPI akan menggunakan cara persuasif, biasanya melalui pengajian melalui penggunaan metode pengajian atau tablik akbar. Pada awal berdirinya, FPI mengunakan cara konfrontatif. Cara kedua ini memang cukup efektif ketika para produsen kemaksiatan menjadi jera dengan tindakan FPI yang cenderung represif, di antaranya dengan menghancurkan tempat mereka bersarang. Menurut sekjen FPI, A. Sobri Lubis, strategi dakwah FPI dilakukan dengan cara menjalankan ta’lim- ta’lim, entah secara lisan maupun
71
Andri Rosadi, “Hitam Putih FPI Front Pembela Islam,” (Jakarta: Nun Publisher, 2008), Cet. Ke-1, h. 65. 72 Dalam aksi-aksi pemberantasan kemaksiyatan yang pernah dilakukan FPI, tidak jarang FPI menerima perlawanan berupa terror dan ancaman dari pihak yang merasa dirugikan. Pada tanggal 11 Desember 2000, Polisi mencoba menembaki mobil yang ditumpangi oleh aktivis FPI di sepanjang jalan S. Parman. Peristiwa itu bermula dari aksi sweeping FPI terhadap tempat-tempat judi dan prostitusi di kompleks Duta Mas, Jakarta Barat. Lihat Al-Habib Muhammad Rizieq bin Husein Syiihab, “Dialog Amar Ma’ruf Nahi Munkar,” h. 5. 73 Tahun 1999 dengan Surat Edaran Gubernur No. 62/SE/1999 dan tahun 2000 dengan Surat Edaran Gubernur No. 64/SE/2000. Lihat Majalah Sabili, No. 13 Th. VIII 13 Desember 2000, h. 82.
tulisan serta dialog-dialog tentang amar ma’ruf nahi munkar dan dengan mengunakan selebaran-selebaran dan buku tentang amar ma’ruf nahi munkar.74 Dalam laporan media cetak dan elektronik, kemunkaran terjadi setiap hari, dan intensitasnya terus meningkat. Kemaksiatan tersebut, menurut habib Rizieq, sudah bersifat struktural. Maka dari itu, ia menyimpulkan Indonesia sebagai republik mafia, dan Jakarta adalah miniatur republik mafia itu. Pada sisi lain, kemaksiatan dan kemunkaran itu bukan sekedar bisnis haram bagi para mafia, tapi juga senjata penghancur yang digunakan barat untuk memporak-porandakan Indonesia lewat penetrasi budaya (westernisasi). Globalisasi merupakan rel yang cukup efektif digunakan barat untuk menembus Indonesia.
B. Strategi FPI Dalam Menghadapi Globalisasi Secara garis besar, sasaran perlawanan yang dilakukan FPI tersebut adalah kebijakan negara dan penetrasi kapitalisme global. Di mata FPI, krisis yang menimpa bangsa Indonesia merupakan bagian dari konspirasi untuk tetap menjadikan bangsa Indonesia miskin dan bodoh. Sehingga, orang Indoensia terusmenerus bergulat dengan problema ekonomi sehari-hari. Tidak lagi sempat memikirkan agamanya. Ini adalah bagian dari konspirasi global untuk memarginalkan umat Islam. Untuk memberantas kemunkaran perlu ada organisasi baru yang lebih terfokus pada nahi munkar. Pentingnya penegakan nahi munkar di Indonesia, karena kemunkaran dan kezaliman sudah menyebar di mana-mana. Bahkan hampir setiap hari bisa disaksikan ketidakadilan terhadap orang-orang yang tidak berdaya (powerless). Jika tidak ada usaha pencegahan dari umat Islam, maka Indonesia akan menjadi republik mafia. Menurut habib Rizieq, kemunkaran tersebut sudah berada di luar ambang batas toleransi.75 Dalam sejarah Islam, aksi pembasmian lokasi maksiat pernah dilakukan oleh Ibnu Taimiyah pada 17 Rajab 699 H dengan beberapa orang pengikutnya ia menghancurkan warung-warung yang menjual minuman keras. Aksi Ibnu Taimiyah ini dikutip dengan baik dalam sebuah rekaman FPI. Perlawanan orangorang FPI bukan hanya karena sebuah hak, tetapi juga tanggung jawab, terlepas dari apa pun model perlawanan yang mereka adopsi. Keihlasan merupakan suatu pegangan yang abstrak para anggota FPI dalam melaksanakan jihat melawan kemunkaran. Untuk mengetahui hal ini secara jelas, satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah melalui ekspresi behavioral. Indikator itu bisa dilihat dari; apakah ia membocorkan rencana aksi FPI ke target sasaran untuk menerima imbalan? Apakah ia mau berjuang dalam aksi-aksi yang dilakukan FPI? FPI merupakan gerakan perlawanan terhadap kemunkaran yang terjadi di masyarakat. Kemunkaran yang terjadi dipahami dengan teori konspirasi, sehingga menimbulkan perasaan terancam yang berlebihan. Kemudian pemahaman berdasarkan teori konspirasi tersebut mereka gabungkan dengan ajaran agama. 74 75
Wawancara dengan A. Sobri Lubis (Sekjen FPI), Petamburan, Jakarta, Kamis, 11 Febuari 2010. Wawancara dengan A. Sobri Lubis (Sekjen FPI), Petamburan, Jakarta, Kamis, 11 Febuari 2010.
Artinya, FPI menggunakan dua paradigma sekaligus untuk memahami realitas: teori konspirasi dan ajaran agama. Di era globalisasi memang merupakan sebuah era baru – jika memang tidak bisa dipungkiri – di mana batas ruang dan waktu menjadi kabur. U. Beck mengomentari hal tersebut; ide tentang globalisasi, di mana ruang-ruang tertutup, khususnya yang diasosiasikan dengan bangsa, semakin ilusif (illusory). Ruangruang itu menjadi ilusif karena globalisasi atau proses-proses yang melaluinya negara yang berdaulat dimasuki dan dilemahkan oleh aktor-aktor transnasional dengan berbagai mancam prospek kekuasaan, orientasi, identitas dan jaringan.76 Menghadapi globalisasi butuh persiapan yang matang di segala bidang, terutama agama. Untuk mengantisipasi kelemahan-kelemahan yang dihadapi dalam berdakwah di era globalisasi, salah satu alternatifnya adalah menguatkan dakwah Islam baik dari segi materi, pesan yang disampaikan maupun dari segi motode yang digunakan. Dakwah Islam tidak boleh hanya menyentuh kulit-kulit ajaran Islam semata, tetapi juga masuk ke inti dan esensi ajarannya. Karena ajaran Islam bersifat komprehensif, maka dakwah Islam pun haruslah bersifat komprehensif. Pemahaman dan penerapan Islam secara parsial menyebabkan kekuatan agama ini tidak kelihatan bahkan tidak efektif. Untuk itu, metode dakwah harus diperbarui agar relevan dengan perkembangan zaman. Selain persiapan di atas, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi juga harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dakwah tidak hanya terbatas menggunakan media tradisional (mimbar), tapi juga menggunakan multimedia. Selain itu, jaringan dakwah harus diperkuat; kerja sama antar lembaga dakwah harus ditingkatkan, baik antar sesama lembaga maupun pemerintah. Perbedaanperbedaan aliran, mazhab atau pendekatan dakwah harus disikapi secara bijak, harus ada sinergis dalam hal-hal yang disepakati agar hasil dakwah yang dilakukan bisa berbuah masif, agar dampak negatif globalisasi dapat diantisipasi. C. Strategi Dakwah FPI Dalam Menanggulangi Dakmpak Negatif Globalisasi Era globalisasi yang ditandai dengan begitu cepatnya perkembangan di segala bidang, tentu saja menghasilkan nilai-nilai positif dalam kehidupan manusia. Akan tetapi, di samping nilai-nilai positif tersebut, globalisasi juga memberikan kesan negatif yang tidak sedikit. Dalam arus globalisasi, fenomena dakwah perlu dirancang kembali. Prinsip dasar dalam berdakwah perlu disingkronkan kepada suasana dan realita yang ada. Dalam al-qur’an ataupun sirah nabi kita bisa banyak mempelajari metode atau cara-cara yang dianjurkan dalam berdakwah. Namun yang menjadi persoalan bagi kita yaitu, bagaimana metode yang telah diajarkan oleh al-qur’an dan sirah nabi itu dapat kita cerna dan kita aplikasikan sejalan dengan perkembangan yang ada (relevan).77 Permasalahan dakwah islamiah dalam arus globalisasi bukan lagi sekedar masalah kepemimpinan dan organisasi, tetapi menyangkut permasalahan pengurusan, 76 George Ritzer – Good J. Douglas, “Teori Sosial Modern,” (Jakarta: Prenada Media, 2004), Edisi Ke-6, h. 592. 77 Untuk metode dakwah menurut Islam, ada baiknya kita telaah kembali surat an-Nahl ayat 125 dan hadis Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Lihat kembali bab II h. 19.
strategi dan hambatan yang terpaksa dihadapi oleh golongan pendakwah dalam menangani dan mengharungi arus perkembangan yang pesat. Persoalan ini terdiri dari dua faktor penyebab. Pertama, faktor internal; masalah yang terdapat dalam diri Muslim dan kelompok Muslim itu sendiri. Di antara permasalahan yang terbesar di antaranya: 1. Keterbatasan ilmu; karena keterbatasan ini maka lahirlah kekaburan dalam memahami Islam secara kaffa. 2. Kelemahan dalam pendekatan dakwah; di antara permasalahan yang dihadapi dalam dakwah ialah kelemahan dalam pendekatan dakwah itu sendiri dilihat dari segi penyampaian, isi dan pengolahan dengan kelompok sasaran. Singkat kata, disiplin psikologi dan sosiologi kurang sekali digunakan dalam dakwah. Hal tak jarang menimbulkan sikap antipati bagi pihak yang mendengar untuk menerimanya, terutama kalangan profesional dan ilmuwan. Kedua adalah faktor eksternal. Yang kita maksudkan dengan permasalah eksternal ialah sesuatu yang menghalang, yang datangnya dari luar diri Muslim dan kelompok yang bekerja untuk dakwah Islam itu. Di antara masalah yang dihadapi ialah ancaman daripada agama-agama non Islam dan aliran-aliran pemikiran yang didakwa sebagai aliran Islam seperti Qadyani, Baha’iy, ilmu-ilmu kebatinan dan semacamnya. Oleh karena itu, dalam menghadapi aliran-aliran ini perlu ada orang yang berkemampuan dan mahir dalam melihat kelemahan-kelemahan pemikiran itu. Ideologi dan isme-isme seperti sepilis (sekularisme, pluralisme, dan leberalisme)78 . Selain dua faktor di atas, media massa juga ikut andil dalam persoalan perjuangan penegakan nilai-nilai Islam. Karena ia banyak menyebarkan nilai-nilai barat yang notabene bertentangan dengan nilai-nilai Islam, gaya hidup bebas, selebor, dan mengarah pada sesuatu yang menjebak umat Islam pada jalur kemaksiatan. Perjuangan FPI untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar merupakan tindakan prepentif dan penyelamatan terhadap umat Islam dari kultur barat yang oposisional dengan kultur ketimuran Indonesia yang selama ini kita anut. Karena penetrasi budaya barat di Indonesia dapat menyebabkan dekadensi moral, akhlak, dan tauhid umat Islam. 78
Term ini biasa digunakan oleh FPI untuk memetakan sebuah kelompok yang berada di luar jalur Islam. Wawancara dengan A. Sobri Lubis (Sekjen FPI), Petamburan, Jakarta, Kamis, 11 Febuari 2010.
Menurut Sobri Lubis, yang harus di siapkan oleh umat Islam dalam menghadapi dampak negatif globalisasi adalah: (1) Sadar dan merebut negeri ini dari kapitalis, (2) Membentengi diri dengan aqidah serta UU pemerintah akan pentingnya masyarakat, (3) Dan mengetahui orang-orang yang terlibat dalam kapitalisme.79 Globalisasi sendiri sebenarnya sejalan dengan ajaran Islam, ajaran atau agama yang diturunkan sebagai rahmat alam semesta. Jika globalisasi digunakan untuk menduniakan nilai-nilai moral Islami, baik yang bersifat personal (personal morality) maupun yang publik (public morality), maka kehidupan umat manusia di dunia dapat berjalan dengan tertib, aman, damai dan sejahtera. Sederhananya, secara normatif globalisasi sebenarnya netral, tergantung siapa dan untuk apa digunakan.80 Pada masa sekarang ini kemajuan teknologi, khasnya dalam bidang informasi, komunikasi, dan transportasi begitu cepat. Arus orang, jasa, dan informasi bergerak jauh lebih cepat dan dalam jumlah yang makin besar. Maka yang akan keluar sebagai pemenang dan memperoleh manfaat dari globalisasi adalah mereka yang telah secara mantap mempersiapkan diri. Pengaruh atau kesan yang ditimbulkan oleh globalisasi ini begitu besar dan luas, ia telah menyentuh seluruh aspek sendi-sendi kehidupan manusia, mulai dari politik, sosial, budaya bahkan agama . Berkat revolusi informasi itu, kini orang telah terbiasa berbicara tentang globalisasi dunia, dunia yang berbudaya tunggal (mono culture) dengan modernitas sebagai ciri utamanya. Globalisasi dunia pada intinya adalah ”baratnisasi”, atau lebih khusus lagi ”amerikanisasi”, sebab peradaban global itu adalah peradaban Barat yang universal dan mondial. Dikatakan demikian, karena Barat; AS dan Eropa Barat adalah intinya, yang memberikan gagasan dan penemuan teknologi yang menyulut peradaban itu. Pada permukaannya peradaban global itu ditandai dengan konsumerisme, pakaian ala barat, hiburan ala barat, musik rock, acara-acara televisi, restauran McDounald, dan lain-lain. Namun bagian sentralnya adalah kepercayaan pada kapitalisme, demokrasi dan yang terkait dengannya, dan kesetaraan wanita. 81 Berkenaan dengan dominasi media massa dan revolusi informasi itu, kita (umat Islam) menghadapi dua masalah sekaligus. Pertama, kekhawatiran dan kecemasan bahwa pengaruh budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian nasional dan agama yang dianut akan masuk tanpa dapat tersaring dengan baik. Meski tidak dapat dipungkiri, fenomena ini juga telah berjasa terhadap penambahan wawasan kita tentang realitas yang terjadi di dunia. Kedua, kemampuan menerima informasi secara positif dan penyaringannya sangat erat kaitannya dengan tingkat pendidikan, kecerdasan, keluasan pandangan, dan kesadaran terhadap masalah
79
Wawancara dengan A. Sobri Lubis (Sekjen FPI), Petamburan, Jakarta, Kamis, 11 Febuari 2010. Akan tetapi sebenarnya ada perbedaan yang besar antara keduanya. Arti yang dipahami oleh Islam mengenai globalisasi atau al-cālamiah adalah sesuatu yang berasaskan nilai-nilai penghormatan dan persamaan kepada seluruh manusia. Lihat surat al-Isrā:70. 81 Akbar S. Asmed, “Postmodernism and Islam: Prediceement and Promise, (London: Routledge, 1992). Terjemahan ke bahasa Indonesia, “posmodernisme Budaya dan Harapan Bagi Islam, (Bandung: Mizan, 1993), Cet. Ke-1, h. 110-111. 80
yang dihadapi. Semua itu hanya bisa dilakukan dengan adanya pendidikan yang memadai dan kemampuan membaca yang tinggi. Kekhawatiran dan kecemasan terhadap pengaruh media massa itu memang sangat beralasan. Sebab, pengaruh media massa tersebut, terutama televisi, bisa secara langsung dan serempak, serta mudah ditiru oleh masyarakat Indonesia yang sebagian bersar dari mereka beragama Islam.82 Hal ini mengingat kultur pandang dengar masyarakat kita masih kuat dibandingkan dengan kultur membacanya. Untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi, maka umat Islam harus membuat tindakan pencegahan dan persiapan untuk bersaing di era globalisasi jika memang kehadiran era tersebut sudah tidak bisa ditawar lagi. Secara riil, sebenarnya umat Islam memiliki potensi yang apabila dikelola dengan baik dapat membantu setidaknya pertahanan diri, syukur-syukur mempengaruhi pandangan dan gaya hidup masyarakat dunia. Kita memiliki: 1) Jumlah penduduk Muslim yang besar (1,2 Milyar untuk dunia Islam, dan sekitar 200 juta untuk Indonesia) 2) Sumber daya alam yang sangat menggiurkan negara-negara Barat 3) Pernah mengalami sejarah masa lalu yang gemilang (Indonesia bagian dari imperium Islam yang pernah menguasai sepertiga dunia) 4) Ajaran Islam yang sejalan dan mendorong kemajuan dalam berbagai kehidupan serta memberi pegangan moral yang kuat. Masalahnya, jumlah penduduk dunia Islam baru besar dari segi kuantitas tapi lemah dari segi kualitas. Yang berpendidikan tinggi relatif masih kecil— Indonesia misalnya, masih di bawah 10%. Lemahnya kualitas sumber daya manusia itu berakibat lemahnya penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam; belum lagi mental korup yang dimiliki para penguasa dan pengelola kekayaan alam. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan di atas, dan mengatasi kelemahankelemahan yang dihadapi dalam rangka menghadapi tantangan globalisasi, salah satu alternatifnya adalah menguatkan dakwah Islam baik dari segi materi, pesan yang disampaikan maupun dari segi motode yang digunakan. Dakwah Islam tidak boleh hanya menyentuh kulit-kulit ajaran Islam semata, tetapi juga masuk ke inti dan esensi ajarannya. Karena ajaran Islam bersifat komprehensif, maka dakwah Islam pun haruslah bersifat komprehensif. Selain itu, pendidikan tidak boleh diabaikan. Ini adalah aspek paling penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Umat Islam harus dapat memadukan dua sumber ilmu yang dua-duanya berasal dan Allah: ilmu-ilmu kewahyuan dan ilmu-ilmu kealaman. Khazanah Islam digali, kemajuan ilmu pengetahuan Barat dimanfaatkan. Sistem pendidikan diperbarui dan disempurnakan. Yang memegang peranan perting terhadap persoalan ini memang seharusnya pemerintah. Hanya saja, pemerintah kurang cekatan dalam bertindak. Sehingga persoalan ini terus menerus menghantam masyarakat kita yang notabene Islam.
82
H. Syahrin Harahap, “Islam: Konsep dan Implementasi Pemberdayaan,” (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), Cet. Ke-1, h. 66-67.
Munculnya FPI merupakan reaksi dari lemahnya fungsi pemerintah dalam menanggulangi persoalan serangan kapitalisme global. Lemahnya negara bisa dilihat dari inkonsistensi negara dalam penegakan hukum dan terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak tahun 1998 hingga saat ini. Dalam pandangan FPI, kondisi umat Islam di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan, karena banyak bermunculan gerakan dekadensi moral yang merusak generasi umat Islam yang kurang disikapi semestinya oleh pemerintah. Untuk itu, mereka tidak henti-hentinya melakukan gerakan dakwah yang maksimal guna membentengi umat Islam dari pengaruh buruk gerakan tersebut. Metode dan strategi Dakwah yang dilakukan oleh FPI untuk menanggulangi dampak negatif globalisasi sudah jelas adalah amar ma’ruf nahi munkar. Karena globaliasi merupakan gerbang utama yang akan dimasuki oleh barat untuk menyebarkan virus-virus iman umat Islam, baik itu dalam wilayah politik, ekonomi, social, budaya, dan terutama agama. Dalam menjalankan aktivitas dakwahnya, memang FPI telihat agak tergopoh-gopoh. Karena ada beberapa hambatan yang cukup sulit untuk diselesaikan. Hambatan tersebut bisa dikategorisasikan ke dalam faktor eksternal dan internal FPI. Faktor eksternal ini merupakan persoalan dukungan pemerintah dan instansiinstansinya terhadap visi dan misi FPI dalam menjalankan nilai-nilai yang mereka anut. Saat melakukan aksinya, tak jarang FPI selalu mengalami bentrok, salah satu bentrok yang mereka hadapi yaitu dengan pihak kepolisian. Koran Tempo pernah memberintakan masalah ini saat FPI melakukan aksi demonstrasi menentang penyerbuan AS ke Afganistan. Klimaks dari aksi ini terjadi pada 15 Oktober 2001, bentrok antara massa FPI dengan aparat kepolisian di depan gedung MPR/DPR tidak dapat dihindarkan. Aparat kepolisian secara represif menghalau demonstrasi massa FPI yang menentang invasi AS terhadap Afganistan tersebut. Korban luka-luka dari anggota FPI dan pengepungan markas besar FPI di Petamburan oleh polisi membuat FPI merasa perlu menuntut Kapolda Metro Jaya, Sofyan Yakub untuk bertanggung jawab atas insiden tersebut. Upaya di jalur hukum pun ditempuh dengan mempraperadilkan Kapolda Metro Jaya sekaligus menuntutnya untuk berhenti dari jabatannya. Sayangnya kasus ini berakhir dengan kesepakatan damai antara pihak FPI dengan Kapolda Metro Jaya. Sebelum terjadi kesepakatan damai ini, telah pecah saling tuding antara pihak Kapolda Metro Jaya dan FPI.83 FPI menuduh kepolisian melecehkan hak-hak asasi manusia dengan menggunakan cara-cara kekerasan dalam memberhentikan aksi demonstrasi. Polisi sendiri menuduh FPI tidak mematuhi UU No. 9 Tahun 1998 tetang penyampaian pendapat di depan umum, bahwa pada hari libur, aktivitas demonstrasi tidak dibolehkan. Aksi FPI itu tepat terjadi pada hari libur Nasional: 15 Oktober 2001, Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW.84 Berdakwah, merupakan sebuah kewajiban bagi setiap individu. Ini merupakan perintah Allah yang harus dijalani setiap umat Islam. Dalam setiap aktivitas pasti kita akan menemukan batu sandungan yang akan mengganjal kita. Untuk penegakan amar ma’ruf nahi munkar yang dilakukan oleh FPI pun demikian. 83 84
Koran Tempo, 09 November 2001. Jurnal Islam, 1-7 Syaban 1422 H/ 19-25 Oktober 2001 M.
Dalam kaca matanya, hambatan dan tantangan dakwah yang mereka alami adalah sebagai berikut:85 a. Adanya oknum-oknum yang mencari keuntungan pada jalan yang merusak b. Kalangan yang membela sepilis (sekularisme, pluralisme, dan liberalisme) c. Oknum aparat penegak hukum yang mencari keuntungan d. Oknum-oknum preman yang dibayar oleh mafia e. Setan dan hawa nafsu yang ada pada diri kita masing-masing Masalah di atas merupakan hambatan internal yang timbul disebabkan adanya dualisme identitas keanggotaan FPI, yaitu: mereka yang ikhlas karena Allah semata dan mereka yang berpura-pura karena Allah. Di dalam level aktivis FPI, kategori mereka yang ikhlas karena Allah disebut aktivis putih, sementara yang berpura-pura karena Allah disebut aktivis hitam. Yang diharapkan FPI dalam melakukan aktivitas dakwah selama ini adalah tumbuh kesinergian dari seluruh kalangan. Apabila hal ini bisa tercapai, maka akan timbul kesadaran kolektif yang akan berorientasi pada kesatuan tujuan, penegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
85
Wawancara dengan A. Sobri Lubis (Sekjen FPI), Petamburan, Jakarta, Kamis, 11 Febuari 2010.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Strategi dakwah FPI pada awalnya selalu menggunakan cara konfrontatif saat turun mimbar ke jalan, merazia tempat-tempat maksiat – khususnya di Jakarta – seperti: tempat perjudian, pelacuran, dan dunia malam. Aksi yang mereka lakukan ini tak jarang menimbulkan konflik horizontal dengan masyarakat setempat, terutama dengan para preman yang kebanyakan menjadi becking tempat maksiat tersebut. Secara kualitatif, metode ini memang membuahkan hasil. Tuntutan mereka terhadap pemerintah daerah cukup diindahkan, yaitu menutup tempat maksiat saat bulan suci umat Islam, bulan ramadhan. Dan dampak positif dari tindakan konfrontatif mereka munculnya kesadaran masyarakat terhadap dampak negatif dari tempat maksiat tersebut di lingkungannya. Globalisasi memang sebuah era yang sudah tidak dapat dihindari lagi. Jarak, ruang dan waktu akan menjadi kabur. Konsep itu menjadi ilusif karena globalisasi atau proses-proses yang melaluinya negara yang berdaulat dimasuki dan dilemahkan oleh aktor-aktor transnasional dengan berbagai mancam prospek kekuasaan, orientasi, identitas dan jaringan. Untuk mengantisipasi masalah ini FPI menguatkan perjuangan dakwahnya pada penegakkan amar ma’ruf nahi munkar agar dampak negatif dari masalah tersebut tidak menimpa umat Islam. Dakwah yang dilakukan oleh FPI untuk menanggulangi dampak negatif globalisasi sudah jelas adalah amar ma’ruf nahi munkar. Karena globaliasi merupakan gerbang utama yang akan dimasuki oleh barat untuk menyebarkan
virus-virus iman umat Islam, baik itu dalam wilayah politik, ekonomi, sosial, budaya, dan terutama agama. Untuk mengetahui secara umum strategi FPI dalam merespon kemunkaran terutama yang berkaitan dengan penyakit masyarakat sangat bergantung pada kondisi lokasi terjadinya kemunkaran tersebut. Jika masyarakat setempat mendukung terjadinya kemaksiatan, maka FPI akan menggunakan cara persuasif, biasanya melalui pengajian melalui penggunaan metode pengajian atau tablik akbar. Pada awal berdirinya, FPI mengunakan cara konfrontatif. Cara kedua ini memang cukup efektif ketika para produsen kemaksiatan menjadi jera dengan tindakan FPI yang cenderung represif, di antaranya dengan menghancurkan tempat mereka bersarang.
B. Saran Menghadapi globalisasi FPI butuh persiapan yang cukup kuat di segala bidang, terutama agama. Untuk mengantisipasi kelemahan-kelemahan yang dihadapi dalam berdakwah di era globalisasi, salah satu alternatifnya adalah menguatkan dakwah Islam baik dari segi materi, pesan yang disampaikan maupun dari segi motode yang digunakan. Dakwah Islam tidak boleh hanya menyentuh kulit-kulit ajaran Islam semata, tetapi juga masuk ke inti dan esensi ajarannya. Karena ajaran Islam bersifat komprehensif, maka dakwah Islam pun haruslah bersifat komprehensif. Pemahaman dan penerapan Islam secara parsial menyebabkan kekuatan agama ini tidak kelihatan bahkan tidak efektif. Untuk itu, metode dakwah harus diperbarui agar relevan dengan perkembangan zaman.
Selain persiapan yang matang dalam melakukan aktivitas berdakwah, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi juga harus dimanfaatkan oleh FPI dengan sebaik-baiknya mengingat media teknologi dan komunikasi merupakan salah satu saluran penyampaian pesan yang sangat efektif. Untuk mendukung gerakan dakwahnya, FPI harus bisa membangun hubungan relasional yang baik dengan media massa (sinergis), baik cetak maupun elektronik. Hal ini sangat penting untuk mengantisipasi pemberitaan yang miring dan timpang terhadap aksi FPI dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar di lapangan. Jika mereka bisa bersinergis dengan media massa, maka pesan dakwah FPI untuk menanggulangi dampak negatif globalisasi dapat menyentuh saudara kita yang berada di berbagai pulau. Di era informasi sekarang ini, seorang da’i harus melek terhadap media (media literacy). Karena dakwah merupakan komunikasi keagamaan akan dihadapkan kepada perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi yang semakin canggih, sebab itu, kita (umat Islam) memerlukan adaptasi terhadap kemajuan tersebut agar tidak tertinggal dengan barat yang selalu menggunakan media massa sebagai alat untuk melakukan penetrasi budaya mereka, yang pada hakikatnya sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama R.I, 1983. Ali Aziz, Moh. Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2004. Arifin Tatang, Muhammad. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Rajawali Press, 1989. Asmara, Toto. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1957. Bahri Ghazali, M. Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1997. Basuki, Wishnu.Pers dan Penguasa, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995. Briggs, Asa dan Burke, Peter. Sejarah Sosial Media; Dari Gutenberg Sampai Internet, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006. Bourdieu, Pierre. ”Sur La Television (Jurnalisme Televisi),” Yogyakarta: Yayasan Kalamakara, Freedom Press, Akindo, 2001. Burhan Bungin, M. Sosiologi Komunikasi, Jakarta : Kencana, 2007. Djuroto, Totok. Manajemen Penerbitan Pers, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004. Efendi, D., Syahrul, “Habib-FPI Gempur Playboy?I,” Jakarta: Yudi Pramoko, Rajanya Penerbit Islam Divisi Dakwah dan Bisnis, 2006, Cet. Ke-1. Haas, Robert. Hak-Hak Asasi Manusia dan Media, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research, Yokyakarta: Andi Offset, 1983. Hamdi, Mujtaba. Dakwah Transpormatif, Jakarta: PP LAKPESDAM NU, 2006. Harahap, Syahrin, “Islam: Konsep dan Implementasi Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999, Cet. Ke-1.
Pemberdayaan,”
Haris Sumadiria, AS. Jurnalistik Indonesia, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005. Hisyam, Usamah, dkk, Editor Kehidupan Surya Dharma Paloh. Jakarta: Dharmapena Nusantara, 2001. Ismail Yakub, TK. ”Dakwah Islam dan Kepastian Hukum (Aturan Permainan Itu Sudah Ada),” Yogyakarta: Prima Duta, 1983.
Kusnawan, Aep, et. al,.Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bandung: Benang Merah Press, 2004. Kuswandi, Wawan.Komunikasi Massa: Sebuah Analisa Media Televisi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996. Macnamara, Jim, Strategi Jitu Menjinakkan Media. Jakarta: Mitra Media, 1999. Malik Dedy, Jamaluddin. Bercinta Dengan Televisi: Industri Televisi dan Tantangan Etika Komunikasi Dalam, Bandung: Rosda Karya, 1997. Mansur, Wadhl. Televisi Manfaat dan Madharat, Jakarta: Fikahati Aneska, 1993. McQuail, Denis. Teori Komunikasi Massa : Suatu Pengantar, Jakarta: Erlangga, 2005. Muda, Deddy Iskandar. Jurnalistik Televisi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005. Muiz, A. Komunikasi Islam, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2001. , Indonesia di Era Dunia Maya, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001. Mulyana, Deddy, Subandi Ibrahim, Idi, ed., Bercinta dengan Televisi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1997. Nasuhi, Hamid, Dkk. Pedoman penulisan karya ilmiah. Jakarta: CeQDA UIN Syarif Hidayatullah, 2007. Nasution, Zulkarimaein, Sosiologi Komunikasi Massa. Jakarta: Universitas Terbuka, 1993. Natsir, M. Fiqhudh Dakwah, Jakarta: Media Dakwah, 1983. N. Dunn, William. Analisis Kebijaksanaan Publik, Yogyakarta: Hanindita, 2002. Panuju, Redi. Komunikasi Organisasi, Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2001. Prisgunanto, Ilham, Praktik Ilmu Komunikasi Dalam Kehidupan Sehari-Hari. Bandung: Teraju, 2004. Purwasito, Andrik, Komunikasi Multikultural. Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2003. Putra, Fadillah. Kebijakan Tidak Untuk Publik!, Yogyakarta: Resist Book, 2005.
Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi. Bandung: CV. Remadja Karya, 1985. Razak, Abdul, Sayuti, Wahdi, Syafran, Andi, ed,. Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif hidayatullah, 2003. Rivers, William. L, dan Peterson, Jay W. Jensen Theodor. Media Massa dan Masyarakat Modern, Jakarta: Kencana, 2003. Rosadi, Andri, “Hitam Putih FPI Front Pembela Islam,” Jakarta: Nun Publisher, 2008, Cet. Ke-1. S., Asmed, Akbar, “Postmodernism and Islam: Prediceement and Promise, London: Routledge, 1992. Terjemahan ke bahasa Indonesia, “posmodernisme Budaya dan Harapan Bagi Islam, (Bandung: Mizan, 1993), Cet. Ke-1. Sardar, Ziauddin, “Wajah Islam, Suatu Perbincangan Tentang Isu-isu Kontemporer, “ Penerjemah: A. E. Priyono dan Ade Armando (Bandung: MIzan, 1992), Cet. Ke-1. Sinar Grafika, Redaksi, Peraturan Pemerintah tentang Penyiaran, Jakarta: Sinar Grafika, 2006. Stokes, Jane,”How To Do Media and Cultural Studies,” Bandung: Bentang, 2006. Subandi Ibrahim, Idi, ed., Cultural and Communication Studies, Yogyakarta: Jalasutra, 2004. Sudibyo, Agus. Ekonomi Politik Media Penyiaran, Yogyakarta: LKIS, 2004. Sukir, Asmuni. 1983
“Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam,” Surabaya: Al-Ikhlas,
Sutisno. Pedoman Praktis Penulisan Skenario TV dan Video, Jakarta: PT. Grasindo, 1993. Suyuti Pulungan, J. Universalisme Islam. Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, 2002. Syihab, Habib Rizieq, “DialogPiagam Jakarta, Kumpulan Jawaban Al-Habib Muhammad Rizieq bin Husein Syihab, Seputar Keraguan Terhadap Penegakkan Syariat Islam di Indonesia,” Jakarta: PIS, 2000, Cet. Ke-1. Tim Editor Pustaka Hidayah, Memotret Telematika Indonesia Meyongsong Masyarakat Informasi Nusantara. Bandung: Pustaka Hidayah, 2001.
Toha Yahya Omar, M. Islam dan Dakwah, Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, 2004. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1999. Uchjana Effendy, Onong, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003. , Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003. Warson Munawwir, Ahmad. Kamus Arab – Indonesia, Al-Munawwir, Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, 1984. Wayne Pace R, dan F. Faules, Don. Komunikasi Organisasi; Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005. Wen, Sayling, Future Of The Media. Batam: Lucky Publishers, 2003. Sumber lain: • • • •
Nama
Jurnal Islam, 1-7 Syaban 1422 H/ 19-25 Oktober 2001 M. Koran Tempo, 09 November 2001. Majalah Sabili, No. 13 Th. VIII 13 Desember 2000. Wawancara dengan A. Sobri Lubis (Sekjen FPI), Petamburan, Jakarta, Kamis, 11 Febuari 2010.
: Dodiana Kusuma
NIM
: 103051028452
Perihal
: Wawancara dengan Ust. Ust. Sobri Lubis
Tempat
: Kantor Pusat FPI, Jl. Petambaruan Jakarta Pusat
Waktu
: Kamis, 05 November 2009
1. Penulis: Apa latar belakang dan tujuan FPI didirikan? Ust. Sobri Lubis: FPI didirikan pada tanggal 17 Agustus 1998. Ada 3 latar belakang yaitu: 1. Kemunkaran yang sudah merajalela, perjudian ada di mana-mana, narkoba sudah menyebar luas, VCD porno tersebar luas.dan pada waktu para ulama yang memiliki tanggung jawab moral atas umat, menyelamatkan aqidah dan moral umat pada waktu itu mereka merasa terancam, jadi akhirnya para ulama pada waktu itu memutuskan untuk mengadakan sebuah gerakan. 2. Kurangnya control sosial baik dari zaman orde lama maupun orde baru. serta dari orsospol terhadap umat Islam yang mayoritas di negara ini. 3. ingin mengangkat harkat dan martabat ummat islam khususnya di Indonesia dan di dunia umumnya. 2. Penulis: Filosofi apa yang terkandung dalam simbol FPI? Ust. Sobri Lubis: Filosofi FPI itu adalah yang pertama segitiga tasbih artinya kita selalu dirangkai dengan tasbih atau dengan dzikrullah lalu di atasnya ada bulan yang berlafadkan Alhamdulillah, artiya segala bentuk perjuangan kita adalah semuanya dari Allah, lalu ada bintang yang berlapazkan bismillah sedangkan bintang merupakan ketinggian sedangkan bismillah, yaitu bahwa segala sesuatu yang dilakukan FPI selalu atas nama Allah berarti tingkah laku kita semua harus selalu dalam kerangka syariat. 3. Penulis: Bagaimana cara kaderisasi FPI? Ust. Sobri Lubis: Untuk pengkaderan FPI kita menerapkan metode:Diklat-diklat, pengajianpengajian, memberikan pemahaman terlebih dahulu kepada anggota tentang amar maruf nahi munkar.
4. Penulis: Usaha apa yang dilakukan FPI untuk mendonasi kebutuhan organisasi? Ust. Sobri Lubis: Pada dasarnya kita tidak mempunyai donatur tetap, jadi pada dasarnya di FPI ini harta dan nyawa kitalah modalnya. Serta dermawan-dermawan yang tidak terikat dan tentunya halal. 5. Penulis: Metode atau strategi dakwah seperti apa yang digunakan FPI untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar? Ust. Sobri Lubis: Dengan menjalankan ta’lim-ta’lim entah secara lisan maupun tulisan serta dialog-dialog tentang amar ma’ruf nahi munkar dan dengan mengunakan selebaran-selebaran dan buku tentang amar ma’ruf nahi munkar. 6. Penulis: Bagaimana hasil dakwah yang FPI lakukan sampai saat ini? Ust. Sobri Lubis: Untuk hasil dakwah ini relatif, tapi setidaknya tingkat kewaspadaan umat meningkat terutama dalam pengetahuan apa itu aliran-aliran sesat, bahaya yang merusak aqidah, dan agama. 7. Penulis: Apa hambatan dan tantangan yang dihadapi FPI dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar? Ust. Sobri Lubis: Adapun hambatan- hambatan dan tantangan- tantangannya adalah: • Adanya oknum-oknum yang mencari keuntungan pada jalan yang merusak • kalangan yang membela sepilis (sekularisme, pluralisme, dan leberalisme) • Oknum aparat/ penegak hukum yang mencari keuntungan. • Oknum-oknum preman yang dibayar oleh mafia • Dan yang terakhir adalah setan dan hawa nafsu yang ada pada diri kita masing-masing. 8. Penulis: Media apa yang biasa digunakan FPI untuk berdakwah? Ust. Sobri Lubis: Tergantung isu
9. Penulis: Kapan FPI melakukan aksi razia tempat-tempat maksiat dan apa yang biasanya dipersiapkan? Ust. Sobri Lubis: Adapun untuk melakukan aksi controlling tempat- tempat maksiat biasanya setelah kita mendapatkan laporan dari masyarakat dan tentunya mengikuti prosedur- prosedur yang telah di tentukan dengan standar prosedur FPI. 10. Penulis: Apa batasan kemunkaran yang FPI ingin bumi hanguskan? Ust. Sobri Lubis: Adapun batasan kemunkaran FPI yang ingin di bumi hanguskan adalah kemunkaran yang memang secara terang-terangan terlihat di depan mata kita sebab yang sifatnya terangan-terangan itu menjadi kewajiban kita. 11. Penulis: Bagaimana respon masyarakat dan pemerintah terhadap gerakan FPI sampai saat ini? Ust. Sobri Lubis: Adapun respon dari masyarakta tentang gerakan FPI cukup bagus. Adapun kalo dari pemerintah sifatnya tergantung. 12. Penulis: Bagaimana FPI melihat globalisasi dan apa dampaknya bagi umat Islam? Ust. Sobri Lubis: Kalo FPI sendiri melihat globalisasi adalah bagian daripada kapitalisme. 13. Penulis: Di era globalisasi saat ini bagaimana FPI melihat kondisi umat Islam di Indonesia? Ust. Sobri Lubis: Dan FPI sendiri melihat kondisi umat Islam di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan, karna adanya gerakan dekadensi moral yang merusak generasi umat Islam. 14. Penulis: Apa yang harus dipersiapkan umat Islam, khususnya di Indonesia dalam menghadapi dampak negatig globalisasi?
Ust. Sobri Lubis: Dan yang harus disiapkan oleh umat Islam dalam menghadapi dampak negatif globalisasi adalah : • Sadar dan merebut negeri ini dari kapitalis. • Membentengi diri dengan aqidah serta UU Pemerintah akan pentingnya masyarakat. • Dan mengetahui orang-orang yang terlibat dalam kapitalisme 15. Penulis: Apa yang FPI harapkan dari aktivitas dakwah yang dilakukan selama ini, jangka pendek dan jangka panjang? Ust. Sobri Lubis: Adapun yang FPI harapkan dalam meakukan aktivitas dakwah selama ini adalah tumbuh kesinergian dari seluruh kalangan.
Penulis
(Dodiana Kusuma) Lubis)
Nara Sumber
(Ust.
Ust.
Sobri