Modul ke:
11
Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi
Fakultas
EKONOMI DAN BISNIS Program Studi
Akuntansi
Addys Aldizar, LSQ, MA
A. KONSEP PEMBERANTASAN KORUPSI Mengapa korupsi timbul dan berkembang demikian masif di sebuah negara dan tidak di negara lain? Korupsi ibarat penyakit ‘kanker ganas’ sifatnya kronis juga akut. Perekonomian negara digerogoti secara perlahan namun pasti. Korupsi di Indonesia menempel pada semua aspek atau bidang kehidupan masyarakat. PENTING DIPAHAMI: di manapun dan sampai pada tingkatan tertentu, korupsi akan selalu ada dalam suatu negara atau masyarakat.
REALITA DI INDONESIA
• Ada PERANGKAT HUKUM: ada Peraturan PerUU, ada lembaga serta aparat hukum yang mengabdi untuk menjalankan peraturan (kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan); ada lembaga independen ‘Super Body’ yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk untuk memberantas korupsi. • Di sekolah, siswa/mahasiswa ada Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan. • Realita: korupsi tetap tumbuh subur dan berkembang dengan pesat.
• Apa yang salah???
UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN KORUPSI JALUR PENAL
JALUR NONPENAL
• Kebijakan penerapan Hukum Pidana (Criminal Law Application); • Sifat repressive (penumpasan/ penindasan/pemberantasan) apabila kejahatan sudah terjadi; • Perlu dipahami bahwa: upaya/tindakan represif juga dapat dilihat sebagai upaya/tindakan preventif dalam arti luas. (Nawawi Arief: 2008)
• Kebijakan pencegahan tanpa hukum pidana (prevention without punishment); • Kebijakan untuk memengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing views of society on crime and punishment/mass media atau media lain seperti penyuluhan, pendidikan dan lain-lain); • Sifat preventive (pencegahan).
UPAYA PENAL DAN NONPENAL
•
•
•
Sasaran dari upaya nonpenal adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya korupsi, yang berpusat pada masalah-masalah atau kondisikondisi politik, ekonomi maupun sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan (korupsi). Upaya penal dilakukan dengan memanggil atau menggunakan hukum pidana, yaitu dengan menghukum atau memberi pidana atau penderitaan atau nestapa bagi pelaku korupsi. Upaya nonpenal seharusnya menjadi kunci atau memiliki posisi penting atau posisi strategis dari keseluruhan upaya penanggulangan korupsi karena sifatnya preventif atau mencegah sebelum terjadi.
KETERBATASAN SARANA PENAL
• Sarana penal memiliki ‘keterbatasan’, mengandung ‘kelemahan’ (sisi negatif). Fungsi sarana penal seharusnya hanya digunakan secara ‘subsidair’. • Secara dogmatis, sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling tajam dalam bidang hukum, sehingga harus digunakan sebagai ultimum remedium (obat yang terakhir apabila cara lain atau bidang hukum lain sudah tidak dapat digunakan lagi).
KETERBATASAN SARANA PENAL
• Secara fungsional/pragmatis, operasionalisasi dan aplikasinya menuntut biaya yang tinggi. • Sanksi pidana mengandung sifat kontradiktif/paradoksal, mengandung efek sampingan yang negatif. Lihat realita kondisi overload Lembaga Pemasyarakatan. • Hukum pidana dan pemidanaan bukanlah ‘obat yang manjur’ atau ‘panacea’ atau ‘bukan segala-galanya’ untuk menanggulangi kejahatan.
KETERBATASAN SARANA PENAL
•
•
Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya merupakan ‘kurieren am symptom’ (menyembuhkan gejala), hanya merupakan pengobatan simptomatik, bukan kausatif karena sebabsebab kejahatan demikian kompleks dan berada di luar jangkauan hukum pidana. Hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (subsistem) dari sarana kontrol sosial yang tidak mungkin mengatasi kejahatan sebagai masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks.
KETERBATASAN SARANA PENAL
• Sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan individual/personal; tidak bersifat struktural atau fungsional. • Efektivitas pidana (hukuman) bergantung pada banyak faktor dan masih sering diperdebatkan oleh para ahli. • Hukum pidana dan pemidanaan bukanlah ‘obat yang manjur’ atau ‘panacea’ atau ‘bukan segala-galanya’ untuk menanggulangi kejahatan. (Nawawi Arief : 1998)
HUKUM PIDANA BUKAN PANACEA Rubin: hukum pidana atau pemidanaan tidak mempunyai pengaruh terhadap masalah kejahatan. Schultz: naik turunnya angka kejahatan tidak berhubungan dengan perubahan di dalam hukum atau putusan pengadilan, tetapi berhubungan dengan bekerjanya atau berfungsinya perubahan kultural dalam kehidupan masyarakat.
HUKUM PIDANA BUKAN PANACEA
Karl. O. Christiansen: pengaruh pidana terhadap masyarakat luas sulit diukur. S.R. Brody: 5 (lima) dari 9 (sembilan) penelitian menyatakan bahwa lamanya waktu yang dijalani oleh seseorang di dalam penjara tidak berpengaruh pada adanya reconviction atau penghukuman kembali.
HUKUM PIDANA BUKAN PANACEA Wolf Middendorf: tidak ada hubungan logis antara kejahatan dan lamanya pidana. Kita tidak dapat mengetahui hubungan sesungguhnya antara sebab dan akibat. Orang melakukan kejahatan dan mungkin mengulanginya lagi tanpa hubungan dengan ada tidaknya UU atau pidana yang dijatuhkan. Sarana kontrol sosial lainnya, seperti kekuasaan orang tua, kebiasaan-kebiasaan atau agama mungkin dapat mencegah perbuatan, yang sama efektifnya dengan ketakutan orang pada pidana.
(Nawawi Arief : 1998)
HUKUM PIDANA BUKAN PANACEA
Diskusikanlah kasus perlakuan istimewa yang diberikan kepada Artalita. Ia bisa menyulap ruang tempat ia mendekam di LP Cipinang menjadi ruang yang sangat nyaman bagaikan ruang hotel berbintang. Bagaimana pula dengan Gayus yang bebas berkeliaran dan berplesiran ke luar negeri selama menjadi tahanan kasus penggelapan pajak. Menurut Anda apa yang harus dilakukan untuk mencegah hal ini?
STRATEGI DAN/ATAU UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI 1
Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi.
2
Pencegahan Korupsi di Sektor Publik.
3
Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat.
4
Pengembangan dan Pembuatan berbagai Instrumen Hukum yang Mendukung Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
5
Monitoring dan Evaluasi.
6
Kerja Sama Internasional.
Selamat datang generasi muda antikorupsi. Indonesia akan lebih baik jika tanpa korupsi.
Terima Kasih Addys Aldizar, LSQ, MA