1
FUNGSI LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
MOHAMAD ARIEF WAHID Pembimbing I : FENTY PULUHULAWA Pembimbing II : LISNAWATY BADU ABSTRAK Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa selaku Pembing I dan Lisnawaty Badu selaku pembimbing II.Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo. 2014. Semakin banyaknya LSM di era reformasi merupakan suatu fenomena yang menarik untuk dicermati.Pertumbuhan LSM dianggap sebagai simbol kebangkitan masyarakat sipil dalam memperjuangkan kepentingan dan hakhaknya.Masyarakat mulai kritis dan mampu menampilkan wacana tanding terhadap wacana dan kebijakan yang disodorkan oleh negara. Lewat organisasi yang didirikannya, salah satu berbentuk LSM, masyarakat mampu tampil sebagai elemen di luar struktur formal kenegaraan yang turut menjadi pihak yang melakukan kontrol terhadap proses kebijakan publik. Selain itu, organisasi itu juga berperan sebagai lembaga non-partisan yang memiliki peluang untuk menjadi kelompok penengah dengan tujuan untuk lebih memaksimalkan peran serta masyarakat yang terwakili oleh lahirnya ide membentuk suatu LSM. Olehnya pemerintah seyogyanya membuat suatu regulasi hukum dari LSM sehingga tercapai atau terjalin hubungan sebagai mitra atau wahana Control Social ditengah-tengah masyarakat seperti dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta juga dikuatkan dengan regulasi hukum terhadap persoalan korupsi dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2013. tentang Organisasi Kemasyarakatan. LSM dituntut lebih proaktif dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang tindak pidana korupsi. KATA KUNCI. Fungsi Pengawasan, LSM, Korupsi1 1
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
1
Semakin banyakanya LSM di era reformasi merupakan suatu fenomena yang menarik untuk dicermati.Pertumbuhan LSM dianggap sebagai simbol kebangkitan masyarakat sipil dalam memperjuangkan kepentingan dan hakhaknya.Masyarakat mulai kritis dan mampu menampilkan wacana tanding terhadap wacana dan kebijakan yang disodorkan oleh negara2. Lewat organisasi yang didirikannya, salah satu berbentuk LSM, masyarakat mampu tampil sebagai elemen di luar struktur formal kenegaraan yang turut menjadi pihak yang melakukan kontrol terhadap proses kebijakan publik. Selain itu, organisasi itu juga berperan sebagai lembaga non-partisan yang memiliki peluang untuk menjadi kelompok penengah dengan tujuan untuk lebih memmaksimalkan peran serta masyarakat yang terwakili oleh lahirnya ide membentuk suatu LSM sebagai mitra kerja pemerintah serta sebagai wahana control masyarakat terhadap segala bentuk kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada masyarakat olehnya pemerintah seyogyanya membuat suatu regulasi hukum dari LSM sehingga tercapai atau terjalin hubungan sebagai mitra atau wahana Control Social ditengah-tengah masyarakat seperti dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta juga dikuatkan dengan regulasi hukum terhadap
2
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
2
persoalan korupsi dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan3. Dalam demokrasi yang terbuka dan transparan sekarang ini LSM berperan sebagai penghubung dan penengah (intermediary) dari berbagai kepentingan yang belum terwakili oleh partai politik dan ormas lainnya.Dalam hal ini LSM melakukan kegiatan advokasi non-partisan untuk hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan publik. Peran lain LSM adalah menyediakan jasa pelayanan (sosial) pada masyarakat, yang merupakan fungsi tambahan dari lembaga pemerintah. Dalam hubungannya mengenai pemberantasan korupsi, peranan LSM sangat dibutuhkan di mana lembaga pemerintah belum cukup bisa menangani hal tersebut mengingat sudah banyaknya terjadi tindak pidana korupsi khususnya
di
dalam
pemerintahan.Masalah
yang
terjadi
dalam
pemberantasan korupsi banyak melibatkan lembaga swasta selain lembaga pemerintahan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). LSM dituntut lebih proaktif dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang tindak pidana korupsi. Dalam hal ini LSM mempunyai hak dan tanggung jawab dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang tindak pidana korupsi seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam
3
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
3
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu dalam Pasal 2 disebutkan bahwa: “ Setiap orang, Organisasi Masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat berhak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi serta menyampaikan saran dan pendapat kepada penegak hukum atau komisi mengenai perkara tindak pidana korupsi. (ayat 1)” “ Penyampaian informasi, saran, dan pendapat atau permintaan informasi harus dilakukan secara bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, norma agama, kesusilaan, dan kesopanan. (ayat 2)” Mengenai bentuk laporannya diatur dalam Pasal 3, yaitu : Informasi saran, atau pendapat dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, harus disampaikan secara tertulis dan disertai: a. data mengenai nama dan alamat pelapor, pimpinan Organisasi Masyarakat, atau pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat dengan melampirkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk atau identitas diri lain. b. keterangan mengenai dugaan pelaku tindak pidana korupsi dilengkapi dengan bukti-bukti permulaan. (ayat 1)4. Setiap informasi, saran, atau pendapat dari masyarakat harus diklarifikasikan dengan gelar perkara oleh penegak hukum. (ayat 2)
4
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
4
Ketentuan di atas membuat peranan LSM sekarang ini menimbulkan pro dan kontra di dalam masyarakat tentang bagaimana kinerja daripada LSM itu sendiri.Ada yang mengatakan LSM dibentuk untuk sekedar mencari uang tanpa dasar hukum yang kuat tentang keberadaannya, tetapi ada pula yang mengatakan LSM memang perlu karena mengingat banyaknya terjadi korupsi dan kurangnya penanganan secara cepat dari lembaga-lembaga pemerintah yang menangani hal-hal tersebut. Peranan LSM dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi dan juga apa yang menjadi faktor pendukung dan kendala LSM dalam upaya mencegah dan memberantas korupsi di era transisi. Ini adalah pertanyaan yang muncul setelah berubahnya konstelasi politik di Indonesia.Oleh karena itu maka Penulis mengangkat judul “Fungsi Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tindakk Pidana Korupsi”. Dari apa yang telah dibahas dalam latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain Bagaimanakah fungsi lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Apakah kendala yang dihadapi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi5.
5
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
5
Metode penulisan Penelitian ini dilaksanakan di Kota Gorontalo atas dasar pertimbangan bahwa daerah ini merupakan wilayah administratifnya tidak terlalu luas dengan jumlah penduduk relative cukup banyak dan latar belakang kehidupan masyarakatnya yang bervariasi.Populasi merupakan wilayah generalisasi baik obyek maupun subyek yang memiliki kuantitas dan karakteristik yang ditetapkan oleh peneliti.Sehingganya populasi yang menjadi obyek penelitian ini adalah 6 (enam) LSM di Kota Gorontalo. Antara lain : LSM GCW, LSM Perak, LSM Reformasi, LSM penegak Reformasi, LPPNRI, LPANRI.Dalam penelitian metode penarikan sampel yang digunakan dimana sampel adalah salah satu LSM di Kota Gorontalo sebagai keseluruhan LSM yang diambil sebagai responden yaitu adalah 2 (Dua) dari sekian banyak LSM yang ada di Kota Gorontalo alasanya keberadaan LSM ini jelas selalu menjadi LSM terdepan dalam persoalan pemberantasan Korupsi di Gorontalo. Wujud penelitian ini bersifat normatif dan empiris dengan harapan dapat mempermudah perolehan dua jenis data dari sumber data yang berlainan6. a) Data primer, bersifat empiris karena bersumber dan diperoleh secara langsung dari responden melalui teknik wawancara. Melalui data primer ini ditemukan fakta berkenaan dengan berbagai aspek hukum terutama menyangkut LSM bergerak di Bidang Korupsi yang ada di Kota Gorontalo. 6
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Ibu Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
6
b) Data sekunder, bersifat normatif sekaligus sebagai data pendukung karena mempunyai daya mengikat dan diperoleh yang bersumber dari penelitian kepustakaan7. c) Data tertier, bersifat praktis dimana diperoleh keterangan mengenai masalah yang dihadapi didalam proses penegakan hukum dalam praktek8. Setelah data diperoleh baik primer maupun data sekunder, selanjutnya diolah dan dianalisa secara kualitatif untuk selanjutnya dideskripsikan. Hasil dan Pembahasan UU No.31 tahun 1999 junto UU No.20 Tahun 2001, mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi. Korupsi telah diatur dalam Bab I pasal 1 pada ketentuan umum, dijelaskan dan dirumuskan menjadi 13 buah pasal. Dan pasal-pasal tersebut menerangkan secara rinci mengenai perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana penjara karena korupsi dan dapat dikelompokan sebagai berikut: 1. Kerugian keuangan negara 2. Suap menyuap 3. Penggelapan dalam jabatan 4. Pemerasan 5. Perbuatan curang 6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7 8
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
7
7. Gratifikasi. Selain dari bentuk atau kelompok jenis tindakan pidana korupsi diatas, masih ada bentuk tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi dan tertuang dalam UU no.31 tahun 1999 junto UU no.20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu: 1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi 2. Tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar. 3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka. 4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberik keterangan palsu 5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu. 6. Saksi yang membuka identitas pelapor9. Sementara itu korupsi dapat diklasifikasikan menjadi dua macam. Antara lain korupsi dalam pelayanan publik, yaitu korupsi kecil-kecilan dimana tujuan dan motif korupsi bukan dalam rangka menumpuk kekayaan, hal ini umumnya dilakukan pada kelas pekerja birokrasi dengan tingkat penghasilan dibawah rata-rata. Sementara kategori grand corruption, adalah mempunyai tujuan dan memiliki motif sarat dengan nafsu untuk mengakumulasi kekayaan dan sumber daya yang ada.
9
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
8
adapun beberapa karakteristik yang menjadi ciri khas suatu organisasi non-pemerintah atau (ornop), yaitu: 1. Non-governmental atau non-pemerintah 2. Non-profit-making atau bukan dalam rangka mencari keuntungan 3. Voluntary atau melakukan pekerjaan dengan secara sukarela 4. Of a solid dan contuining form 5. Altruistic atau melakukan pembelaan terhadap kepentingan orang banyak 6. Philantropic atau sikap-sikap kedermawanan10. Sementara itu organisasi non-pemerintah yang terkait dengan reformasi hukum dan gerakan anti korupsi, secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam: 1. Organisasi non-pemerintah advokasi, adalah organisasi yang kesibukan utama melakukan lobi-lobi pemerintah dan menggalang opini media massa terhadap kasus-kasus yang menjadi isu publik. (pemantauan, terminasi dan penilaian) 2. Organisasi non-pemerintah penelitian, adalah organisasi umumnya yang melakukan pengumpulan data-data dan penulisan mengenai kebijakan atas pemerintah. (fungsi intelijen, promosi, saran-solusi). 3. Organisasi non-pemerintah dengan fokus lokal, adalah organisasi yang melakukan lobi-lobi dan kegiatan yang bersifat lokal atau kedaerahan. (pengajuan tuntutan, aplikasi dan terminasi).
10
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
9
Indonesia dan lebih khusus lagi di Gorontalo sebagai negara atau daerah demokrasi memiliki konsekuensi yaitu adanya partisipasi aktor-aktor yang berada di luar pemerintah, untuk ikut mendorong upaya pemberantasan korupsi.Dalam konteks ini “Gorontalo Corruption Watch” memainkan peran dengan menjadi bagian reaksi sosial non-formal terhadap kejahatan korupsi, yang bersifat di luar sistem legal yang dibentuk negara.Munculnya reaksi sosial non-formal terhadap kejahatan korupsi ada, karena masyarakat menginginkan sistem peradilan dapat lebih bekerja sungguh-sungguh dalam menuntaskan penanganan permasalahan korupsi dan mengevaluasi terkait agenda pemberantasan korupsi di Indonesia terutama yang ada di Gorontalo. Korupsi sebagai permasalahan utama bangsa Indonesia terutama masyarakat
Gorontalo
yang
masih
dalam
keadaan
membangun,
menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Reaksi ini ada karena masyarakat tidak berkehendak dan berupaya mencegah agar kejahatan tidak terulang kembali di masa mendatang.Sedangkan reaksi atas kejahatan ini dapat dianalisis ke dalam dua bentuk yaitu bentuk reaksi formal dan bentuk reaksi non-formal11. 1). bentuk reaksi formal terhadap kejahatan korupsi, yaitu pola tindakan masyarakat yang diwakili secara formal oleh negara dalam rangka menanggulangi kejahatan. Landasan reaksi formal ini tertuang dalam UU no.31 tahun 1999 junto UU no.20 tahun 2001 mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi, dan undang-undang nomor 30 11
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
10
tahun 2002 mengenai komisi tindak pidana korupsi sebagai dasar pembentukkan komisi pemberantasan korupsi, (KPK). 2). bentuk reaksi non-formal terhadap korupsi yang lebih berdimensi sosial, adalah berbagai bentuk tindakan yang dilakukan oleh warga masyarakat secara langsung terhadap pelaku kejahatan tanpa ada kaitannya dengan sistem peradilan pidana. Misalnya demonstrasi atau kampanye anti-korupsi yang dilakukan untuk menuntut sistem peradilan pidana, agar “pelaku korupsi” diproses sesuai hukum dan rasa keadilan masyarakat. Dan bersamaan dengan itu pemerintah melalui UU no.31 tahun 1999, pada bab 5 pasal 41 yang memberikan ruang dan mengatur mengenai peran serta masyarakat dalam proses pemberantasan korupsi. Sehingga dasar inilah bagi organisasi non-pemerintah untuk melakukan dorongan dan pengawasan terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia , yaitu12: (1). Masyarakat dapat berperan serta membantu pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. (2). Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalam bentuk: a. hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi; b. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak 12
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
11
pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; c. hak untuk menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada aparat penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; d. hak
untuk
memperoleh
jawaban
atas
pertanyaan
tentang
laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari; e. hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal13; 1) melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c; 2) dimana hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan disidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3) masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai hak
dan
tanggung
jawab
dalam
upaya
mencegah
pemberantasan tindak pidana korupsi; 4) hak dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan dengan berpegang teguh pada asasasas atau ketentuan yangdiatur dalam peraturan perundang-
13
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
12
undangan yang berlaku dan dengan menaati norma agama dan norma sosial lainnya; 5) ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah14. Mengacu pada Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 1999 pada bab 5 pasal 41 mengenai tindak pidana korupsi yang mengatur peran serta masyarakat dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, maka organisasi non-pemerintah LSM dalam kapasitas sebagai masyarakat diberikan ruang untuk ikut mengawasi dan mendorong upaya pemberantasan korupsi di Indonesia terutama di Provinsi Gorontalo. Dan hal ini menunjukkan peran LSM sebagai wujud reaksi sosial masyarakat yang bersifat non-formal terhadap kejahatan korupsi, dimana diberikan ruang di luar sistem yang telah dibentuk negara.Lalu wujud reaksi sosial non-formal LSM, dapat terlihat melalui implementasi aktivitasaktivitas divisi dan program kerja organisasi non-pemerintah LSM dalam koridor agenda gerakan anti-korupsi. Reaksi sosial non-formal terhadap pemberantasan korupsi, yang utamanya ditujukan kepada sistem peradilan pidana dapat dilihat dari program kerja yang secara langsung mendorong sistem peradilan pidana (reaksi formal), untuk bekerja ekstra dalam pemberantasan korupsi. 14
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
13
Sebagaimana yang telah dilakukan oleh LSM yang melakukan hal tersebut terkait beberapa hal: 1. Perlindungan Saksi. LSM menilai lembaga perlindungan saksi menjadi bagian penting dalam penuntasan kasus korupsi. Penuntasan kasus-kasus korupsi selama ini terkendala akibat tidak adanya perlindungan yang memadai terhadap saksi atau pelapor atas kasus-kasus korupsi dari berbagai ancaman yang mungkin timbul. 2. Monitoring Kinerja Kejaksaan Agung. ICW ikut mengkritisi kinerja Kejaksaan
Agung
yang
belum
menunjukkan
perbaikan
dengan
memberikan raport merah terkait dengan skandal rekaman Anggodo dengan petinggi Kejaksaan Agung dan Polri. 3. Monitoring Kinerja Mahkamah Agung. Pada tanggal 18 Maret 2009, Ketua MA mengeluarkan SK No 041/KMA/K/III/2009 yang menunjuk 9 (sembilan) hakim karir Pengadilan Tipikor. Kemudian ICW melakukan advokasi dan penunjukkan 9 hakim karir untuk Pengadilan Tipikor yang melanggar ketentuan perundang-undangan. 4. Advokasi Legislasi UU Pengadilan Tipikor. Menurut pandangan ICW, pembahasan RUU Pengadilan Tipikor sepanjang 2008-2009 berjalan lamban, tidak transparan dan tidak partisipatif. Demikian halnya dengan substansi
RUU
yang
bermasalah
karena
tidak
memperkuat
keberadaan15pengadilan Tipikor, akan tetapi cenderung melemahkan
15
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
14
keberadaannya,
seperti
pelemahan
kewenangan
penuntutan
dan
penyadapan16. Wacana Seragam Bagi Koruptor. Indonesia Corruption Watch tahun 2008 mewacanakan pengenaan seragam khusus bagi pelaku korupsi (koruptor) untuk memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi dengan mendatangi KPK untuk mengusulkan desain baju khusus koruptor. Sebagai sebuah lembaga non pemerintah (LSM), dalam merealisasikan tujuannya, tentunya menghadapi berbagai kendala, baik dalam konteks kendala internal lembaga maupun kendala eksternal. Kendala internal yang paling urgen dihadapi dalam hal masalah finansial atau keuangan lembaga.Dikarenakan keuangan lembaga sangat dibutuhkan dalam penanganan suatu proyek kasus tindak pidana korupsi yang besar. Sementara di pihak lain (lembaga resmi pemerintah) cenderung bersikap tertutup menanggapi setiap upaya yang dilakukan LSM. Ada anekdot yang menyatakan bahwa, “kalau di luar negeri orangorang yang mendirikan LSM adalah mereka yang matang secara finansial sementara kalau di Indonesia mereka mendirikan LSM untuk cari uang”. Begitulah kondisi LSM di Indonesia, yang mengakibatkan masalah dana merupakan kendala yang urgen. Disamping masalah dana, kendala internal yang dihadapi oleh LSM mengenai masalah keterbatasan SDM, yang mengakibatkan kasus korupsi yang begitu banyak tidak terpantau, 16
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
15
demikian penjelasan bapak Gobel, 28/1/2014 selaku anggota LSM anti Korupsi di Kota Gorontalo. Bahwa mengenai kendala internal LSM yang dihadapi, yaitu komitmen dari pengurus LSM dalam menjalankan visi dan misinya yang mengakibatklan terjadinya inkonsistensi.Dan tidak jarang pula LSM didirikan hanya untuk kepentingan sesaat.LSM tersebut bisa dikatakan termasuk “LSM plat merah”, bukan sebagai oposisi atau melawan kebijakan pemerintah, justru mendukung proyek pemerintah dimana sering terjadinya Tindak Pidana Korupsi dalam proyek-proyek tersebut. Ada dua ciri utama yang membedakan LSM dari outsider lainnya, yaitu mengusung independensi politik dan berorientasi pada perubahan sosial.Ciri lainnya adalah LSM tidak berorientasi pada kekuasaan politik atau profit.Inilah sesungguhnya magnet bagi aktivis mahasiswa idealis untuk memasuki dunia LSM.Ini pula yang membuat LSM mendapat tempat di hati masyarakat yang kecewa dengan wajah kotor Orde baru, yang kemudian menjadi kekuatan utamanya17. Di sana-sini mulai bopeng dengan noda partisan, berorientasi ekonomi dan politik. LSM tersangkut penyimpangan dana Jaring Pengaman Sosial, Kredit Usaha Tani atau pemerasan. LSM bukan alat perjuangan alternatif, tapi tak lebih merupakan lapangan kerja baru bagi yang tersingkir dari sektor swasta atau pemerintah.Belakangan muncul ribuan
LSM
bentukan
birokrat
17
yang
dipicu
sistem
pendanaan
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
16
multilateral.Tak sedikit LSM cenderung menutup mata terhadap borok dalam dirinya.Konflik atau penyelewengan anggaran senantiasa ditutupi dan diselesaikan secara adat internal.Memang pernah ada pengadilan partikelir yang dibentuk aktivis perempuan untuk mengadili aktivis pelaku pelecehan seksual terhadap sesama aktivis. Kenyataannya seolah ada kekhawatiran terhadap penyelesaian terbuka karena itu akan mengancam legitimasi moralnya. Cara ini sesungguhnya keliru.Orang luar tak bisa membedakan mana aktivis yang kotor dan tidak. Tiba-tiba masyarakat dikagetkan ketika aktivis yang diidealkan, saat memasuki ranah publik, ternyata tak jauh beda dengan roving bandit lain. Padahal penyimpangan bisa di mana-mana dan menghinggapi siapa saja, selama sistem akuntabilitas dan kadar integritas personalnya rendah. Tak semua anggota keluarga (LSM) lurus-lurus belaka, ada kalanya bejat18. Berbagai fenomena tentang “ketidakjelasan LSM” ditemui marak akhir-akhir ini. Tim LP2G mengidentifikasi sekurangnya tiga bentuk aktivisme LSM “yang tidak jelas” ini: 1. LSM-LSM yang terkait dengan permainan kekuasaan, yakni dalam bentuk dukung-mendukung calon pejabat tertentu di berbagai tingkatan. 2. LSM yang memperbutkan proyek pemerintah (daerah). LSM ini umumnya justru didirikan, atau melibatkan, para pegawai atau kawan-kawannya, Pemda setempat. Hal ini terutama dilatarbelakangi oleh kebijakan baru
18
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
17
dari negara-negara donor yang mensyaratkan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan proyek-proyek. 3. LSM yang bermain money politics atau premanisme dengan modus investigasi, mengkritik melalui pendekatan watch dog. Tetapi diujungujungnya melakukan deal-deal di balik layar. Kalau mau ditambahkan ada juga fenomena kelompok yang mengidentikkan dirinya sebagai LSM, melakukan hal-hal yang antidemokrasi, seperti tindakan kekerasan dan anarki. Peneliti menilai bagaimana bisa mewujudkan good governance manakala sektor swasta atau kalangan civil socitey korup ?membasmi korupsi tentunya perlu collective action.Untuk kendala Eksternal, peranan LSM anti korupsi dalam upaya mencegah dan memberantas korupsi, terbentur pada political action aparat hukum dalam memberantas korupsi, yang tak jarang menimbulkan konflik antara LSM dengan aparat hukum, khususnya Kejaksaan dan Kepolisian.Percuma saja LSM anti korupsi memberikan laporan adanya dugaan kasus korupsi tetapi ketika sudah berada di aparat hukum hasilnya nihil, seperti kasus dugaan korupsi DPRD yang telah mengendap beberapa tahun ini.Demikian penjelasan Roni Paneo selaku anggota LSM di Kota Gorontalo.19 Kendati demikian, bagi LSM, sikap kritis dan menjunjung tinggi nilai kebenaran sesuai dengan fakta dan kenyataan adalah di atas segalagalanya, sebab tindakan yang menyalahi aturan hukum (tindak pidana 19
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
18
korupsi) adalah sebuah penyelewengan dari kebijakan pemerintah.Maka dari itu “Pemerintah harus siap dikontrol”. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
Bahwa Fungsi
Lembaga Swadaya Mayarakat (LSM) dalam upaya Pencegahan dan pemberantasan korupsi telah optimal dengan adanya laporan-laporan dari LSM mengenai dugaan kasus korupsi, dan juga dengan diadakannya pendidikan ataupun seminar anti korupsi kepada masyarakat. Kendala LSM anti korupsi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah sikap keterbukaan masyarakat terhadap keberadaan
LSM
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (khususnya pada era orde baru) selalu melakukan kritikan yang membangun, dimana LSM sebagai jembatan untuk menyuarakan aspirasi masyarakat dalam hal melihat adanya ketimpangan di tubuh birokrasi, merupakan peranan yang kuat bagi LSM dalam menjalankan tugasnya20. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka beberapa cacatan sebagai pertimbangan dalam mengoptimalkan peran LSM dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, yaitu: Agar Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada di Kota Gorontalo secara intensif memberikan pendidikan anti korupsi kepada masyarakat sehingga
20
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Ibu Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
19
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kota Gorontalo dalam memberikan laporan adanya dugaan korupasi kepada aparat penegak hukum, terlebih dahulu diadakan verifikasi atas adanya dugaan korupsi tersebutda. Untuk mengeliminasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kota Gorontalo yang tidak berpihak kepada masyarakat sebaiknya dibuatkan kode etik Lembaga Swadaya Masyarakat serta untuk memberikan perlindungan kepada Lembaga Swadaya Masyarat (LSM) dalam memberikan laporan adanya dugaan korupsi, sebaiknya Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban segera diberlakukan.21.
21
Mohamad Arief Wahid, NIM. 271408007, Fungsi Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Fenty Puluhulawa dan Lisnawaty Badu.
20