PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM (Hg, Pb dan Cd) DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET DAN WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA PADA KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA
ALFIAN DWI PRASETYO
PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 M / 1430 H
PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM (Hg, Pb dan Cd) DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET DAN WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA PADA KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ALFIAN DWI PRASETYO 104095003046
PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 M / 1430 H
PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM (Hg, Pb dan Cd) DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET DAN WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA PADA KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ALFIAN DWI PRASETYO 104095003046 Menyetujui: Pembimbing I,
Pembimbing II,
DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud. NIP. 150 375 182
Zainal Arifin, Ph.D NIP. 320 005 012
Mengetahui: Ketua Program Studi Biologi
DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud. NIP. 150 375 182
LEMBAR PENGESAHAN
PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM (Hg, Pb dan Cd) DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET DAN WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA PADA KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ALFIAN DWI PRASETYO 104095003046 Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud. NIP. 150 375 182
Zainal Arifin, Ph.D NIP. 320 005 012
Mengetahui,
Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud. NIP. 150 375 182
PENGESAHAN UJIAN Skripsi Berjudul “Penentuan Kandungan Logam (Hg, Pb dan Cd) dengan Penambahan Bahan Pengawet dan Waktu Perendaman yang Berbeda pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta” yang ditulis oleh Alfian Dwi Prasetyo, NIM 104095003046 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 19 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.
Menyetujui Penguji I,
Penguji II,
Dra. Nani Radiastuti, M.Si NIP. 150 318 610
Fahma Wijayanti, M.Si NIP. 150 326 910
Pembimbing I,
Pembimbing II,
DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud. NIP. 150 375 182
Zainal Arifin, Ph.D NIP. 320 005 012
Mengetahui: Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Ketua Program Studi Biologi
DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis. NIP. 150 317 956
DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud. NIP. 150 375 182
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURURAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Juni 2009
Alfian Dwi Prasetyo 104095003046
“Dengan nama Alla ah yang maha m penga asih, lagi i Maha penyayang. Bacalah h dengan menyebut m nama tuha anmu yang menciptakan, dan tuhan nmulah yan ng Maha pemurah”.
“Tel lah nampak k kerusakan di dar rat dan di i laut disebabkan kare ena perbua atan manusia, supa aya Allah merasakan kepada mer reka sebah hagian dari (akiba at) perbua atan mereka, agar mereka a kembali (ke jalan yang be enar).” (Q Q.S.Ar–Ruum : 41)
“Tia ada suatu bencanapun yang menimpa m di i bumi dan (tidak pula) pada dir rimu sendiri melai inkan tela ah tertulis dalam kitab (la auhul Mahfuzh) seb belum Kami i menciptakannya. Sesun ngguhnya yang y demikian itu adalah mu udah bagi Allah.” (Q.S S. Al-Hadid : 22)
Kupersem mbahkan Un ntuk Ayah dan Ummi i Tercinta a serta Kakak dan A Adikku yan ng selalu menyayan ngi dan me encintai penulis.
ABSTRAK ALFIAN DWI PRASETYO. Penentuan Kandungan Logam (Hg, Pb dan Cd) dengan Penambahan Bahan Pengawet dan Waktu Perendaman yang Berbeda pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta. Dibimbing oleh LILY SURAYYA EKA PUTRI dan ZAINAL ARIFIN.
Penelitian untuk mengetahui konsentrasi dan waktu perendaman formalin, rhodamin B dan metanil yellow yang dapat mempengaruhi kenaikan kandungan logam Hg, Pb dan Cd pada kerang hijau (Perna viridis L.) dan mengetahui konsentrasi dan waktu perendaman Na2CaEDTA yang dapat menurunkan kandungan logam Hg, Pb dan Cd pada kerang hijau (Perna viridis L.) telah dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Lingkungan Pusat Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dari bulan Februari sampai dengan April 2009. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3 x 3 dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi beda pengawet yang terdiri atas tiga taraf yaitu: tanpa bahan pengawet (p0), konsentrasi 5 % (p1) dan konsentrasi 10 % (p2). Faktor kedua adalah waktu perendaman terdiri atas tiga taraf yaitu : 30 menit (t1), 45 menit (t2) dan 60 menit (t3). Pengamatan meliputi kandungan awal logam Hg, Pb dan Cd pada tubuh kerang hijau maupun di perairan dan penurunan kandungan Hg, Pb dan Cd setelah perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis AAS (Atomic Absorption Spectophotometry) menunjukkan bahwa rata-rata kandungan awal logam Hg pada tubuh kerang hijau sebesar 0,005 ppm, rata-rata kandungan awal logam Cd sebesar 0,6292 ppm dan rata-rata kandungan logam Pb sebesar 1,258 ppm. Kandungan logam Hg, Pb dan Cd tersebut masih di bawah baku mutu menurut WHO dan Dirjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989 yaitu 0,5 ppm untuk Hg, 1 ppm untuk Cd dan 2 ppm untuk Pb. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perendaman pada konsentrasi Na2CaEDTA 0,5 % selama 60 menit dapat menurunkan kadar Hg sebanyak 99,98 % dan konsentrasi Na2CaEDTA 1,0 % selama 60 menit menurunkan kadar Pb sebanyak 99,92 %. Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara konsentrasi Na2CaEDTA dengan waktu perendaman yang dapat menurunkan kadar Hg, Cd dan Pb secara bersamaan pada tubuh kerang hijau. Kata kunci : Logam Berat Hg, Cd dan Pb – Formalin, Rhodamin B, Metanil Yellow, Na2CaEDTA – Konsentrasi dan Waktu Perendaman
ABSTRACT
ALFIAN DWI PRASETYO. Determination of Heavy Metals Contents (Hg, Pb and Cd) with Preservative Addition and Different Soaking Time at Green Mussel (Perna viridis L.) in Estuary Kamal Waters, Jakarta Bay. Advisor : LILY SURAYYA EKA PUTRI and ZAINAL ARIFIN.
The research was conducted to find out the concentration of Formalin, Rhodamin B and Metanil Yellow and soaking time to increase the content of Hg, Pb and Cd in green mussel (Perna viridis L.) and to find out the concentration of Na2CaEDTA and soaking time to decrease the content of Hg, Pb and Cd in green mussel (Perna viridis L.). These research was carried out in Ecology and Environment Laboratory Center Inwrought Laboratory “State Islamic University Syarif Hidayatullah of Jakarta, from February to April 2009. The experimental design was 3 x 3 factorial Randomized Complete Block Design with three replications. The first factor was different preservative concentration with three levels i.e. without preservative (p0), concentration 0.5 % (p1) and concentration 1.0 % (p2). The second factor was soaking time with three levels i.e. 30 minutes (t1), 45 minutes (t2) and 60 minutes (t3). The observation included the initial content of Hg, Pb and Cd in green mussel and also in territorial water and decreasing of Hg, Pb and Cd after treatments. Atomic Absorption Spectophotometry (AAS) analysis indicated that the content of Hg in green mussel was 0.005 ppm, the content of Cd was 0.6292 ppm and the content of Pb was 1.258 ppm, lower than standard 0.5 ppm of Hg, 1 ppm of Cd and 2 ppm of Pb recommended by WHO and “Kep. Dirjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989”. The result showed that concentration of Na2CaEDTA 0.5 % during 60 minutes decreased 99.98 % of Hg and Na2CaEDTA 1.0 % during 60 minutes decreased 99.92 % of Pb. Based on analysis of variance showed that there is no interaction between Na2CaEDTA concentration with soaking time in decreasing the content of Hg, Cd and Pb together in green mussel. Key words : Heavy Metal Hg, Pb and Pb – Formalin, Rhodamin B, Metanil Yellow, Na2CaEDTA – Concentration and Soaking Time
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim… Alhamdulillah segala puji syukur kepada Allah SWT Tuhan semesta alam. Sembah sujud tiada terkatakan atas segala limpahan rahmat, karunia dan inayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini. Lantunan shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada idola umat Islam dan pembela kebenaran sejati, yaitu Baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Adapun Skripsi ini berjudul : “PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM (Hg, Pb dan Cd) DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET DAN WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA PADA KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA” disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan jenjang strata satu (S-1) pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan penuh rasa kesadaran, penulis mengakui bahwa penulisan Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa uluran tangan ikhlas dari berbagai pihak yang tidak dapat penulis membalas pengorbanan semuanya. Pada kesempatan inilah penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini, yaitu:
ii
1. Kepada keluargaku tercinta yang selalu memberikan bantuan moril maupun materiil dengan penuh keikhlasan hati, kedua orang tuaku (Alm. Ayahanda H. Agus Salim & Ibunda Rusmini) serta saudara/i saya (Kakak Evadiah & Adik Andi Subchan Jaya) atas dukungan dan do’a dari kalian semua. 2. Ibu DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. sebagai Ketua Program Studi Biologi selaku pembimbing I dan Bapak Zainal Arifin, Ph.D sebagai Kepala Bidang
Dinamika Laut Puslit Oseanografi LIPI selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, meluangkan waktu, pikiran, kesabaran, saran dan kritik untuk berdiskusi dengan penulis sehingga membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
3. DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi beserta jajarannya yang telah membantu penulis selama melaksanakan studi di Fakultas Sains dan Teknologi.
4. Ketua Program Studi Biologi Ibu DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. yang turut serta memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Nani Radiastuti, M.Si selaku Dosen Penasehat Akademis yang telah memberikan saran dan solusi atas perkuliahan.
6. Untuk para pengajar terutama para dosen-dosen Program Studi Biologi MIPA Fakultas Sains dan Teknologi yaitu Ibu Nani Radiastuti, M.Si; Ibu Megga Ratnasari Pikoli, M.Si; Ibu Fahma Wijayanti, M.Si; Ibu Dasumiati, M.Si; Ibu Priyanti, M.Si; Ibu Deni Zulfiana, M.Si, Ibu Narti Fitriana, M.Si; Ibu Reno Fitri, M.Si; dan seluruh staf administrasi Fakultas Sains dan Teknologi.
iii
7. Ibu Nurhasni, M.Si dan Bapak Drs. Paskal Sukandar, M.Si selaku penguji seminar proposal dan seminar hasil.
8. Ibu Nani Radiastuti, M.Si dan Ibu Fahma Wijayanti, M.Si selaku penguji sidang munaqosah (skripsi).
9. Laboran Laboratorium Biologi (Mba Siti Nurdiana, Ka Syaiful Bahri, Mba Puji Astuti dan Mba Farida Ahmad) yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
10. Untuk Ridho S.Si, Fachruroji, Achmad Junaidi S.Si, Rasyidawati S.Si, Teguh Hadi Wibowo S.Si, Mutiara Ramasenjawati Dwi Gustini S.Si, Din Fitri Rochmawati S.Si dan Choirul Basyar dari FST-UIN Program Studi Biologi selaku teman yang selama ini telah bekerja sama dalam pelaksanaan kegiatan sampling air laut dan kerang hijau di Teluk Jakarta. 11. Untuk Akhmad Taufiq Maulana, Aminullah, Eko Prasetyo S.Si, Fahmi Rizaldi, Nasrulloh, Susfa Atmarwa Yahya, Arkanza Dewi Ranni S.Si, Cut Dhien Keumala Meutia S.Si, Fitri Maimunah S.Si, Fitriyah S.Si, Khayu Wahyunita S.Si, Khoirul Bariyah, Mawarsih, Miniarti, Neni Nuraeni S.Si, Novi Prasetyowati S.Si, Ofi Ihsan Karya ‘Arofi S.Si, Sarah Marselia S.Si, Sofiah Rohmat, Suci Kartika Wati S.Si, Suryani Eva S.Si dan Zulfana S.Si dari FST-UIN Program Studi Biologi selaku teman-teman Biologi Angkatan 2004 yang telah begitu banyak memberikan inspirasi baik secara langsung ataupun tidak langsung, terima kasih banyak atas persahabatan abadi dan suka dukanya yang tak ternilai selama kita menjalani perkuliahan.
iv
12. Kepada sponsorship foto copy “Ridho” & “Office Boy” (Mas Purwanto ”Darsono”) terima kasih atas perbanyakan copyright skripsi saya menjadi beberapa eksemplar.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk ke arah perbaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca semua. Semoga Allah SWT selalu membimbing kita bersama dalam mendalami ilmu-ilmunya.
Jakarta, Juni 2009
Alfian Dwi Prasetyo
v
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ......................................................................................
i
DAFTAR ISI .....................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
ix
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 1.3. Hipotesis ....................................................................................... 1.4. Tujuan Penelitian ......................................................................... 1.5. Manfaat Penelitian ....................................................................... 1.6. Kerangka Berpikir ........................................................................
1 4 4 4 5 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Laut .......................................................................... 2.2. Logam Berat ................................................................................. 2.2.1. Pencemaran Logam Berat .................................................. 2.2.2. Sumber dan Bentuk Logam Berat ..................................... 2.2.3. Sifat Fisik dan Kimia Beberapa Logam Berat ................... 2.3. Kerang Hijau (Perna viridis L.) .................................................. 2.4. Formalin, Rhodamin B dan Metanil Yellow ................................ 2.5. EDTA (Etilene Diamine Tetra-acetate Acid) ............................... 2.6. Hubungan Kerang Hijau dengan Logam Berat ............................ 2.7. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta ........................................
7 8 9 10 12 14 18 21 23 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 3.2. Peta Lokasi Sampling ................................................................... 3.3. Bahan dan Alat ............................................................................. 3.4. Cara Kerja ....................................................................................
27 27 28 29
vi
3.4.1. Pengambilan Sampel Air Laut ........................................... 3.4.2. Pengambilan Sampel Kerang Hijau (Perna viridis L.) ...... 3.4.3. Pengukuran Logam Berat pada Sampel Air Laut ............... 3.4.4. Pengukuran Logam Berat pada Sampel Kerang Hijau ....... 3.4.5. Pembuatan Deret Standar Logam Berat Biota Laut .......... 3.4.6. Perhitungan Kadar Logam Berat ....................................... 3.4. Analisis Data .................................................................................
29 30 31 32 34 35 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Parameter Lingkungan (Fisika dan Kimia) .................................. 4.2. Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cd dalam Air Laut ........... 4.3. Kandungan Logam Berat pada Kerang Hijau Pra Perlakuan ........ 4.4. Kandungan Logam Berat pada Kerang Hijau Pasca Perlakuan .... 4.5. Penurunan Kandungan Logam Berat dengan Na2CaEDTA ......... 4.6. Faktor Konsentrasi ....................................................................... 4.7. Hubungan Parameter dengan Kandungan Logam Kerang ...........
37 42 44 47 55 58 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan .................................................................................. 5.2. Saran ............................................................................................
66 66
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
67
LAMPIRAN ......................................................................................................
75
vii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Proses Transport Logam Berat di Perairan ......................................
11
Gambar 2. Kerang Hijau (Perna viridis L.) ......................................................
16
Gambar 3. Struktur EDTA dalam Mengikat Ion Logam .................................
23
Gambar 4. Peta Lokasi Sampling ......................................................................
27
Gambar 5. Suhu Perairan Muara Kamal ..........................................................
38
Gambar 6. Kekeruhan Perairan Muara Kamal .................................................
39
Gambar 7. pH Perairan Muara Kamal ..............................................................
40
Gambar 8. Salinitas Perairan Muara Kamal .....................................................
41
Gambar 9. Kandungan Logam Berat Air Laut .................................................
43
Gambar 10. Kandungan Awal Logam Berat Kerang Hijau .............................
45
Gambar 11. Kandungan Logam Hg Pasca Perlakuan ......................................
48
Gambar 12. Kandungan Logam Pb Pasca Perlakuan .......................................
50
Gambar 13. Kandungan Logam Cd Pasca Perlakuan ......................................
52
Gambar 14. Persentase Penurunan Kadar Logam Kerang Hijau .....................
56
Gambar 15. Faktor Konsentrasi Logam Hg pada Kerang Hijau ......................
59
Gambar 16. Faktor Konsentrasi Logam Pb pada Kerang Hijau.........................
60
Gambar 17. Faktor Konsentrasi Logam Cd pada Kerang Hijau ........................
61
viii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Logam di dalam Hidrosfer ..................................................................
8
Tabel 2. Parameter Kualitas Air dan Biota Air yang Diamati ..........................
31
Tabel 3. Hasil Analisis PCA untuk Logam Hg .................................................
62
Tabel 4. Hasil Analisis PCA untuk Logam Pb ..................................................
62
Tabel 5. Hasil Analisis PCA untuk Logam Cd .................................................
63
ix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Parameter Lingkungan Muara Kamal Februari – April 2009 .......
75
Lampiran 2. Kandungan Logam di Perairan Muara Kamal Feb – Apr 2009 ....
76
Lampiran 3. Kandungan Awal Logam Hg, Pb dan Cd Kerang Hijau................
76
Lampiran 4. Rata-Rata Kadar Hg pada Konsentrasi Na2CaEDTA Berbeda .....
77
Lampiran 5. Rata-Rata Kadar Pb pada Konsentrasi Na2CaEDTA Berbeda ......
77
Lampiran 6. Rata-Rata Kadar Cd pada Konsentrasi Na2CaEDTA Berbeda ......
77
Lampiran 7. Lokasi Titik Pengambilan Sampel Air & Kerang Hijau ...............
78
Lampiran 8. Sampel Air Laut Murni & Air Laut + HNO3 Pekat.......................
79
Lampiran 9. Perlakuan Basah & Kering Sampel Kerang Hijau .......................
80
Lampiran 10. Siklus Proses Budidaya Kerang Hijau .......................................
81
Lampiran 11. Peralatan Kegiatan Sampling & Analisis Logam .......................
82
Lampiran 12. Kriteria Kualitas Air yang Baik Untuk Perikanan ......................
83
Lampiran 13. Kriteria Standar Kualitas Air Limbah ........................................
84
Lampiran 14. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut .......................................
85
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kerang hijau (Perna viridis L.) merupakan salah satu komoditi perikanan yang telah lama dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat pesisir. Teknik budidayanya mudah dikerjakan, tidak memerlukan modal yang besar dan dapat dipanen setelah berumur 6 – 7 bulan. Hasil panen kerang hijau per hektar per tahun dapat mencapai 200 – 300 ton kerang utuh atau sekitar 60 – 100 ton daging kerang (Porsepwandi, 1998). Oleh karena kerang hijau bersifat filter feeder non selective dan sessile (menetap) maka kandungan logam berat relatif cukup tinggi ditemukan dalam tubuhnya karena adanya akumulasi logam berat tersebut. Kerang genus Perna ini sering disebut highly specialized filter feeder dan digunakan sebagai bioindikator pencemaran perairan karena biota ini bersifat menetap, penyebarannya luas, masih mampu hidup pada daerah tercemar, dapat mengakumulasi logam berat dengan faktor konsentrasi sebesar 105 (Hartanti, 1998). Akumulasi logam berat seperti merkuri (Hg) dan timbal (Pb) sering terjadi pada kerang mentah dan menyebabkan keracunan bagi masyarakat yang mengkonsumsinya karena toksisitasnya tinggi (Hutagalung, 1991; Connell dan Miller, 1995). Besarnya kandungan logam berat yang terakumulasi dalam jaringan tubuh hewan air yang masih layak dikonsumsi manusia ditentukan oleh suatu standar. Berdasarkan Kep. Dirjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989 dan FAO/WHO (1976)
2
kadar Hg maksimum pada biota laut yang boleh dikonsumsi sebesar 0,5 ppm dan kadar Pb sebesar 2 ppm. Menurut Inswiasri dkk. (1997), rata-rata kadar Hg dan Pb di perairan Teluk Jakarta masing-masing adalah 0,004 ppm dan berkisar antara 0,00 – 1,57 ppm. Kadar logam berat tersebut akan terakumulasi apabila limbah buangan industri di sekitar perairan Teluk Jakarta meningkat terutama oleh pabrik penghasil peralatan listrik, pabrik baterai dan industri penghasil tinta (Darmono, 1995). Pengawetan ikan dan bahan laut sejenis lainnya dilakukan dengan menggunakan garam yang dicampur dengan es batu. Tanpa pengawet, kerang sudah tercemar logam berat karena cemaran industri sudah masuk ke biota laut di pelabuhan. BPOM baru-baru ini menemukan beragam jenis makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat sehari-hari mengandung zat kimia (formalin) untuk membuat awet makanan. Produk makanan itu antara lain kerang, tahu, ikan asin, daging, dan makanan olahan. Bahkan, BPOM menemukan kandungan cat tembok yang mengandung tras, pewarna kimiawi, semen, dan perekat semen pada makanan tersebut. Saat es lebih mahal, formalin menjadi pengawet ikan. kerang hijau dan ikan laut dilumuri cat merah agar harga jual lebih tinggi. Hasil tangkapan laut yang umumnya telah mati (ikan, cumi, kerang, udang) dimasukkan ke dalam air tawar yang telah dicampur dengan formalin, yang dapat bertahan 2 hari dibandingkan dengan menggunakan es yang hanya sampai 3 jam. Setelah di darat, seafood tersebut diolah lebih lanjut yaitu dicuci dengan H2O2 (asam peroksida) yang merupakan bahan dasar pembersih lantai. Setelah itu masuk ke pencucian kedua yaitu dengan sabun colek (B29) dan disikat. Hasilnya, seafood
3
tersebut akan terlihat lebih fresh, mengkilap, bersih sekali. Barulah seafood tersebut seperti yang terlihat di pasar ikan muara karang di dalam peti es (Kompas, 2004). Penelitian ini dilakukan sebagai tindak lanjut dalam pendugaan kandungan logam berat pada kerang hijau dengan tiga jenis logam berat yang berbeda yaitu Hg, Pb dan Cd sehingga diharapkan dapat memberikan informasi yang baru dan melengkapi hasil penelitian-penelitian terdahulu. Namun penelitian baru relatif belum didapatkan padahal logam berat diakumulasi dalam tubuh makhluk hidup sehingga diperlukan informasi terbaru mengenai logam berat dalam tubuh kerang hijau dengan perlakuan bahan pengawet yaitu menambahkan formalin dan zat pewarna tembok oleh para penjual kerang hijau di pasar ikan Muara Angke. Pada penelitian ini, untuk mendukung data akumulasi logam berat pada kerang hijau dibutuhkan beberapa data penunjang. Data tersebut adalah data konsentrasi logam berat pada contoh air laut, salinitas, pH, suhu, kecerahan dan Total Suspended Solid (TSS) dari perairan sekitar lokasi pengambilan contoh kerang hijau tersebut. Sedangkan untuk mengetahui konsentrasi logam berat pada tubuh kerang hijau tersebut dapat digunakan peralatan Spektrofotometri Serapan Atom (AAS). Pada penelitian yang dilakukan ini, lokasi yang dipilih adalah Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta. Dari lokasi ini diharapkan dapat menggambarkan konsentrasi logam berat yang terdapat pada contoh kerang hijau yang hidup di perairan Teluk Jakarta. Lokasi ini juga merupakan badan air yang menerima
4
buangan limbah dari Jakarta dan sekitarnya yang pada umumnya mengandung logam berat.
1.2. Perumusan Masalah Bagaimana pengaruh penambahan bahan pengawet (formalin, rhodamin B, metanil yellow dan Na2CaEDTA) dengan konsentrasi dan waktu perendaman yang berbeda terhadap kandungan logam berat (Hg, Pb dan Cd) dalam tubuh kerang hijau ?
1.3. Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penambahan bahan pengawet (formalin, rhodamin B, metanil yellow dan Na2CaEDTA) dengan konsentrasi dan waktu perendaman yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kandungan logam berat (Hg, Pb dan Cd) dalam kerang hijau.
1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan pengawet (formalin, rhodamin B, metanil yellow dan Na2CaEDTA) dengan konsentrasi dan waktu perendaman yang berbeda terhadap kandungan logam berat (Hg, Pb dan Cd) pada kerang hijau di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta.
5
1.5. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat : 1. Dijadikan sebagai bahan standarisasi metode atau tren positif dalam sistem pengendalian dan pemantauan kadar logam berat pada hasil laut yang dikonsumsi khususnya kerang hijau. 2. Dijadikan sebagai baku mutu pengendalian keamanan pangan (food safety) terhadap konsumen makanan laut (seafood).
6
1.6. Kerangka Berpikir
Aktivitas Manusia
Rumah Tangga
Industri
Pertanian / Pertambakan
Limbah / Zat Pencemar
Perairan
Udara
Tanah
Kontaminasi Logam Berat Kualitas Air (Peningkatan Kadar Logam Hg, Pb dan Cd) Penambahan Zat Pengawet Biota Air (Kerang Hijau) Terakumulasi Solusi ???
Pengendalian & Pemantauan Kadar Logam Berat pada Hasil Laut yang Dikonsumsi
Penggunaan Na2CaEDTA pada Konsentrasi & Waktu Perendaman Tertentu
Keamanan Pangan (Food Safety) dan Konsumen
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pencemaran Laut Pencemaran laut didefinisikan sebagai dampak negatif (pengaruh yang membahayakan) bagi kehidupan biota, sumber daya, kenyamanan ekosistem laut, serta kesehatan manusia, dan nilai guna ekosistem laut, baik disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah ke dalam laut yang berasal dari kegiatan manusia (Dahuri, 2003). Menurut definisi lain, Pencemaran laut adalah perubahan kondisi laut yang tidak menguntungkan yang disebabkan oleh adanya benda-benda asing sebagai akibat perbuatan manusia (Soegiarto, 1976). Sebagian besar bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di daratan. Pada umumnya bahan pencemar tersebut berasal dari berbagai kegiatan industri, pertanian dan rumah tangga. Sumber pencemaran dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelas, yaitu : (1) industri, (2) limbah cair permukaan (sewage), (3) limbah cair perkotaan (stormwater), (4) pertambangan, (5) pelayaran (shipping), (6) pertanian, dan (7) perikanan budidaya. Sedangkan jenis-jenis bahan pencemar utamanya terdiri dari sedimen, unsur hara, logam beracun (toxic metals), pestisida, organisme eksotik, organisme patogen, dan oxygen depleting substance (bahan-bahan yang menyebabkan oksigen terlarut dalam air berkurang) (Dahuri, 2003).
8
2.2. Logam Berat Definisi logam adalah elemen yang dalam larutan air dapat melepas satu atau lebih elektron dan menjadi kation. Logam mempunyai beberapa karakteristik penting, yaitu: reflektivitas tinggi, mempunyai kilau logam, konduktivitas listrik tinggi, konduktivitas termal tinggi, mempunyai kekuatan dan kelenturan. Logam dikelompokkan menjadi: 1. Logam berat dan logam ringan, dimana logam berat mempunyai berat jenis >5 dan yang ringan < 5. 2. Logam esensial bagi kehidupan dan yang tidak esensial. 3. Logam yang terdapat hanya sedikit (trace mineral) dan yang bukan trace mineral. Bila konsentrasi logam di kerak bumi ≥1000 ppm, maka logam tersebut bukan trace mineral. Atas definisi ini semua logam akan tergolong trace mineral, kecuali oksigen, hidrogen, silikon, aluminium, titanium, magnesium, natrium, kalium, kalsium, besi, fosfor dan mangan. Dari 80 elemen yang tergolong logam hanya atau baru 50 saja yang berarti secara ekonomis dan industrial (Duffus, 1980). Tabel 1. Logam di dalam Hidrosfer Logam Air Tawar (µg/l) Air Laut (µg/l) Hg 0,001 – 3,5 0,03 – 2,7 Pb 0,02 – 27 0,13 – 13 Cr 0,1 – 6 0,2 – 50 As 0,001 – 3,5 0,03 – 2,7 Cd 0,01 – 3 0,01 – 4 Ni 0,03 – 10 4 – 10 Sumber : Bowen, 1979 dalam Alloway dan Ayres, 1993
9
2.2.1. Pencemaran Logam Berat Menurut keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/I/1988 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran air dan udara adalah masuk dan dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air atau udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air atau udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air atau udara menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Bahan pencemar (polutan) adalah material atau energi yang dibuang ke lingkungan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan baik abiotik maupun biotik (Quano, 1993). Berdasarkan sumber, pencemaran dapat dibagi menjadi dua kelompok (Soegiharto, 1976), yakni: a. Dari laut, misalnya tumpahan minyak baik dari sumbernya langsung maupun hasil pembuangan kegiatan pertambangan di laut, sampah dan air ballast dari kapal tanker. b. Kegiatan darat melalui udara dan terbawa oleh arus sungai yang akhirnya bermuara ke laut. Berdasarkan sifatnya, pollutan dibagi menjadi zat yang mudah terurai (biodegradable) dan zat yang sukar terurai (non biodegradable). Contoh zat yang mudah terurai adalah sampah organik sedangkan contoh zat yang sukar terurai adalah minyak dan logam berat (Odum, 1971). Menurut UU Pangan Nomor 7 Tahun 1996, istilah keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari
10
kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan
dan
membahayakan
kesehatan
manusia.
Pencemaran
dapat
digolongkan berdasarkan bentuk bahan pencemarannya pada makanan, yaitu : 1. Cemaran biologis (bakteri, virus, kapang, parasit, protozoa). 2. Cemaran kimia (logam berat, pestisida, bahan tambahan pangan dan racun). 3. Cemaran fisik (pecahan gelas, potongan tulang, kerikil, kawat dan sebagainya).
2.2.2. Sumber dan Bentuk Logam Berat Logam berat masuk ke perairan laut melalui run off air sungai, angin, proses hidrotermal, difusi dari sedimen dan kegiatan antropogenik. Jalur-jalur tersebut akan berinteraksi membentuk suatu pola yang disebut dengan siklus biogeokimia logam berat (Romimohtarto, 1991). Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk kompleks dengan senyawa organik dan anorganik sedangkan logam berat yang tidak terlarut merupakan partikel yang berbentuk koloid dan kelompok senyawa logam yang terabsorpsi pada partikel-partikel tersuspensi (Razak, 1980).
11
Zat Pencemar
Diencerkan & Disebarkan
Masuk Ke Ekosistem Laut
Arus Laut
Adukan Turbulensi
Dibawa Oleh
Arus Laut
Biota Yang Bergerak
Dipekatkan Oleh Proses Biologis
Absorpsi Oleh Ikan
Absorpsi Oleh
Proses Fisika & Kimia
Absorpsi Oleh Rumput Laut & Tumbuhan Laut Lainnya
Plankton Nabati Absorpsi
Avertebrata
Plankton Hewani
Pengendapan
Mengendap di Dasar
Kerang-Kerangan, Ikan & Manusia Gambar 1. Perjalanan Logam Berat dari Kolom Air Menuju Dasar Perairan (Sumber: Romimohtarto, 1991)
Pertukaran Ion
12
2.2.3. Sifat Fisik dan Kimia Beberapa Logam Berat Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan berat jenis lebih besar dari 5 g/cm3, terletak di sudut kanan bawah daftar berkala, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 4 sampai 7 (Miettinen, 1977). Afinitas yang tinggi terhadap unsur S mendorong terjadinya ikatan logam berat dengan S pada setiap kesempatan. Sebagian logam berat merupakan zat pencemar yang berbahaya. Logam-logam ini bereaksi dengan unsur belerang dalam enzim, sehingga enzim menjadi tidak mobile. Gugus karboksilat (-COOH) dan amino (-NH2) dalam asam amino juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium, tembaga, dan merkuri diikat dalam membran yang menghambat proses transport melalui dinding sel. Logam berat juga mengendapkan senyawa fosfat
biologis atau
dapat
juga
mengkatalisis
penguraiannya (Manahan, 1994). Beberapa ini dijelaskan rincian sifat-sifat beberapa logam berat : a) Merkuri atau Air Raksa (Hg) Logam merkuri bernomor atom 80, berat atom 200,59, titik didih 356,9 ºC, dan massa jenis 13,6 gr/ml (Reilly, 1991). Merkuri dalam perairan dapat berasal dari buangan limbah industri kelistrikan dan elektronik, baterai, pabrik bahan peledak, fotografi, pelapisan cermin, pelengkap pengukur, industri bahan pengawet, pestisida, industri kimia, petrokimia, limbah kegiatan laboratorium dan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan baku bakar fosil. Merkuri yang paling toksik adalah bentuk alkil merkuri yaitu metil dan etil merkuri yang paling banyak digunakan untuk mencegah timbulnya jamur alkil merkuri
13
terakumulasi dalam hati dan ginjal yang dikeluarkan melalui cairan empedu (Suryadiputra, 1995). b) Timbal (Pb) Timbal atau timah hitam adalah sejenis logam lunak berwarna cokelat dengan nomor atom 82, berat atom 207,19, titik leleh 327,5 ºC, titik didih 1725 ºC dan berat jenis 11,4 gr/ml. Logam ini mudah dimurnikan sehingga banyak digunakan oleh manusia pada berbagai kegiatan misalnya pertambangan, industri dan rumah tangga. Pada pertambangan timbal berbentuk senyawa sulfida (PbS) (Reilly, 1991). Logam Pb bersifat toksik pada manusia dan dapat menyebabkan keracunan akut dan kronis. Keracunan akut biasanya ditandai dengan rasa terbakar pada mulut, adanya rangsangan pada sistem gastrointestinal yang disertai dengan diare. Sedangkan gejala kronis umumnya ditandai dengan mual, anemia, sakit di sekitar mulut, dan dapat menyebabkan kelumpuhan (Darmono, 2001). Fardiaz (1992) menambahkan bahwa daya racun dari logam ini disebabkan terjadi penghambatan proses kerja enzim oleh ion-ion Pb2+. Penghambatan tersebut menyebabkan terganggunya pembentukan hemoglobin darah. Hal ini disebabkan adanya bentuk ikatan yang kuat (ikatan kovalen) antara ion-ion Pb2+ dengan gugus sulfur di dalam asam-asam amino. Untuk menjaga keamanan dari keracunan logam ini, batas maksimum timbal dalam makanan laut yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI dan FAO adalah sebesar 2,0 ppm. Pada organisme air kadar maksimum Pb yang aman dalam air adalah sebesar 50 ppb (EPA, 1973).
14
c) Kadmium (Cd) Kadmium adalah salah satu unsur logam berat yang bersama-sama dengan unsur Zn dan Hg termasuk pada golongan II B daftar berkala. Kadmium jarang sekali ditemukan di alam dalam bentuk bebas. Keberadaannya di alam dalam berbagai jenis batuan, tanah, dalam batubara dan minyak. Kadmium dapat terikat pada protein dan molekul organik lainnya dan membentuk garam dengan asamasam organik. Dalam bentuk mineral, Cd berada dalam batuan greenochite (CdS) yang berasosiasi dengan batuan ZnS. Pada ekstraksi pertambangan, Cd sebagai hasil samping dari tambang seng (kandungan Cd sebesar lebih kurang 3 kg dalam 1 ton Zn). Pelapisan Cd pada suatu logam mengakibatkan logam menjadi antikorosi bila digunakan dalam air laut, air alkalis dan di lingkungan tropis (Fergusson, 1991). Agar tidak terjadi keracunan karena mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi logam Hg, Pb dan Cd, maka ada suatu ketentuan yang disarankan oleh Food Agricultural Organization – World Health Organization, yaitu 0,3 mg per orang/minggu untuk Hg total dan tidak lebih dari 0,2 mg Hg jika dalam bentuk metil merkuri, 0,4 – 0,5 mg per orang/minggu untuk Cd, serta 3 mg Pb total per orang/minggu (Saeni, 1989).
2.3. Kerang Hijau (Perna viridis L.) Kerang hijau (Perna viridis L.) di Indonesia mempunyai nama yang berbeda-beda di setiap daerah, seperti Kijing atau Srindit (Jakarta), Kedaung (Banten) Kapal-kapalan (Riau), Kemudi Kapal (Sumatera) dan di restoran-
15
restoran Cina dikenal dengan nama Kaung-kaung. Di Malaysia dikenal dengan sebutan Siput Kudu, Chay Luan atau Tham Chay (Singapura), Ta Hong (Filipina) dan Hoi Mong Pong (Thailand) (Kastoro, 1988). Kerang hijau (Perna viridis Linnaeus, 1758) atau Green Mussels merupakan spesies spesifik Benua Asia. Spesies ini tersebar luas di sepanjang wilayah Indo-Pasifik, meluas ke bagian utara hingga Hongkong mulai dari perairan di Propinsi Guang Dong dan Fujian, China, Selatan Jepang, Thailand, Filipina, Indonesia hingga perairan Papua Nugini (Vakily, 1989). Kerang hijau adalah organisme yang dominan pada ekosistem litoral (wilayah pasang surut) dan sublitoral yang dangkal. Kerang hijau dapat hidup dengan subur pada perairan teluk, estuaria, perairan sekitar area mangrove dan muara, dengan kondisi lingkungan yang dasar perairannya berlumpur campur pasir, dengan cahaya dan pergerakan air yang cukup, serta kadar garam yang tidak terlalu tinggi (Setyobudiandi, 2000). Kerang hijau merupakan kerang yang memiliki ukuran tubuh cukup panjang. Ukuran tubuhnya bisa mencapai 80 – 100 mm, bahkan terkadang dapat berukuran panjang hingga 165 mm (Linnaeus, 1758). Persyaratan yang baik menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1985) untuk kehidupan kerang hijau adalah perairan bersubstrat lumpur dengan metode bagan rakit tancap, kedalaman 3 – 10 m, kecepatan arus 25 cm/detik, salinitas 27 – 35 ‰ dan suhu 26 – 32 ºC. Berdasarkan cara memperoleh makanannya, moluska bivalvia ini digolongkan dalam kelompok filter feeder. Apabila makanan diperoleh dengan menyaring fitoplankton dari perairan yang ditempati, maka
16
disebut sebagai suspension feeder. Apabila makanan atau bahan organik diambil dari substratum tempat hidupnya maka disebut sebagai deposit feeder (Setyobudiandi, 2000). Kelas bivalvia ini telah digunakan oleh ahli ekologi dalam menganalisis pencemaran air, karena sifatnya yang menetap dan cara makannya yang pada umumnya bersifat filter feeder sehingga mempunyai kemampuan mengakumulasi bahan-bahan polutan seperti bakteri dan logam berat (Roberts, 1976). Menurut
Linnaeus
(1758),
taksonomi
dari
kerang
diklasifikasikan secara sistematika menjadi : Filum
: Mollusca
Infra Kelas
: Pelecypoda
Kelas
: Bivalvae (Bivalvia)
Sub Kelas
: Lamellibranchia (Pteriomorphia)
Ordo
: Mytiloida (Anisomyria)
Sub Ordo
: Filibranchia
Super Famili : Mytiloidea (Mytilacea) Famili
: Mytilidae (Pernadae)
Genus
: Perna
Spesies
: Perna viridis Linnaeus, 1758
Gambar 2. Kerang Hijau (Perna viridis L.)
hijau
dapat
17
Menurut Roberts (1976) kelas bivalvia telah digunakan oleh ahli ekologi dalam menganalisis pencemaran air. Hal ini karena sifatnya yang menetap dan cara makan pada umumnya filter feeder, sehingga mempunyai kemampuan mengakumulasi bahan-bahan polutan seperti logam berat. Dilihat dari sumber energi, kandungan protein kerang hijau 21,9 %, lemak 14,5 %, dan karbohidrat 18,5 %, itu setara dengan kandungan gizi daging sapi dan telur ayam. Secara morfologi anggota famili Mytilidae mempunyai cangkang yang tipis. Kedua cangkang tersebut simetris dan umbonya melengkung ke depan. Persendiannya halus dengan beberapa gigi yang sangat kecil (Abbott, 1974). Genus Perna L. berbentuk pipih, cangkang padat dan mempunyai umbo pada tepi vertikal. Tipe alur cangkang konsentrik, bersinar, berwarna hijau dan terkadang di bagian tepi berwarna kebiruan. Kedua cangkang berukuran sama meskipun satu cangkang sedikit lebih cembung daripada yang lainnya (Dance, 1977). Kerang hijau umumnya hidup di laut tropis seperti Indonesia terutama di perairan pantai, perairan teluk, estuaria, mangrove dan muara-muara sungai dengan kondisi perairannya lumpur berpasir dengan cahaya pergerakan yang cukup serta kadar garam yang tidak terlalu tinggi (Setyobudiandi, 2000). Mereka umumnya hidup menempel secara bergerombol pada dasar atau substrat keras seperti kayu, bambu, batu, tanggul-tanggul pelabuhan, karang dan lumpur keras dengan bantuan byssus atau serabut penempel (Kastoro, 1988). Kerang hijau adalah organisme sessil yang hidup bergantung pada ketersediaan zooplankton kecil, fitoplankton serta material yang kaya akan kandungan organik (Nimpis, 2002). Kerang hijau merupakan salah satu jenis
18
kerang, termasuk golongan binatang lunak (Mollusca), bercangkang dua (Bivalvae), mempunyai insang berlapis-lapis (Lamellibranchia), berkaki kapak (Pelecypoda) dan hidup di laut. Di Indonesia, daerah penyebaran kerang hijau belum ditemukan secara pasti, namun karakteristik perairan yang sesuai untuk pembudidayaannya adalah pada suhu 27 – 37°C, salinitas 27 – 34 ‰, pH 6 – 8, kecerahan 3.5 – 4.0 m, arus dan angin tidak terlalu kuat dan umumnya hidup di kedalaman 3 – 10 m di daerah estuaria serta kandungan oksigen terlarut 6 mg/L (Ismail, 1999).
2.4. Formalin, Rhodamin B dan Metanil Yellow Formalin adalah larutan 37 % formaldehida dalam air yang biasanya mengandung 10 – 15 % metanol untuk mencegah polimerisasi. Formalin berfungsi sebagai antiseptik untuk membunuh bakteri kapang, terutama untuk pensterilan peralatan dokter atau proses pengawetan mayat atau spesimen biologi lainnya. Formalin merupakan zat pengawet berbentuk cair yang paling sering digunakan oleh produsen makanan yang tak bertanggung jawab. Formalin banyak digunakan sebagai desinfektan untuk pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian; sebagai germisida dan fungisida pada tanaman dan sayuran, serta sebagai pembasmi lalat dan serangga lainnya. Formaldehida biasa digunakan oleh industri plastik, busa, dan resin untuk kertas, karpet, tekstil, cat, dan furnitur (WHO, 1984). Larutan formaldehid sebenarnya berfungsi sebagai desinfektan. Zat ini sangat iritatif, bisa menimbulkan luka bakar bahkan mematikan. Formalin sangat
19
mudah diserap melalui saluran pernafasan dan pencernaan. Penggunaan formalin dalam jangka panjang dapat berakibat buruk pada organ tubuh, seperti potensi menimbulkan kanker, kerusakan hati, gangguan ginjal dan sistem reproduksi. Zat ini juga banyak ditemukan pada ikan, ikan asin, daging, daging ayam, boraks. Karena beracun, kemasan formalin diberi label dengan tanda gambar tengkorak pada dasar kotak berwarna jingga (WHO, 1984). Rhodamin B adalah zat pewarna yang tersedia di pasar untuk industri tekstil dan zat kimia berbahaya ini tidak boleh dicampurkan ke dalam makanan. Ciri fisik rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau; sangat mudah larut dalam air, alkohol, HCl, NaOH dan dalam larutan berwarna merah terang berfluoresens. Rhodamin B memiliki rumus molekul C28H31N2O3Cl, dengan berat molekul sebesar 479.000. Zat ini sering disalahgunakan sebagai zat pewarna makanan dan kosmetik di berbagai Negara. Makanan yang ditemukan mengandung rhodamin B diantaranya kerupuk (58%), terasi (51%) dan makanan ringan (42%). Zat ini juga banyak ditemukan pada kembang gula, sirup, manisan, dawet, bubur, ikan asap dan cendol. Zat pewarna makanan alami sejak dulu telah dikenal dalam industri makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan tersebut, sehingga konsumen tergugah untuk membelinya. Namun celakanya sudah sejak lama pula terjadi penyalahgunaan dengan adanya pewarna buatan yang tidak diizinkan untuk digunakan sebagai zat aditif. Contoh yang sering ditemui di lapangan dan diberitakan di beberapa media massa adalah penggunaan bahan pewarna
20
Rhodamine B, yaitu zat pewarna yang lazim digunakan dalam industri kertas dan tekstil, namun digunakan sebagai pewarna makanan (WHO, 1984). Di dalam laboratorium digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg dan Th. Bahan ini bila dikonsumsi bisa menyebabkan gangguan pada fungsi hati, bahkan kanker hati. Bila mengkonsumsi makanan yang mengandung rhodamin B, dalam tubuh akan terjadi penumpukan lemak, sehingga makin lama jumlahnya terus bertambah. Dampaknya baru akan kelihatan setelah puluhan tahun kemudian. Berikut ini adalah nama-nama lain dari Rhodamine B, yaitu : (1) Acid Bruliant Pink B, (2) ADC Rhodamine B, (3) Aizen Rhodamine BH, (4) Aizen Rhodamine BHC, (5) Akiriku Rhodamine B, (6) Briliant Pink B, (7) Calcozine Rhodamine BL, (8) Calcozine Rhodamine BX, (9) Calcozine Rhodamine BXP, (10) Cerise Toner, (11) 9-(orto-Karboksifenil)-6-(dietilamino)3H-xantin-3-ylidene dietil ammonium klorida, (12) Cerise Toner X127, (13) Certiqual Rhodamine, (14) Cogilor Red 321.10, (15) Cosmetic Briliant Pink Bluish D conc, (16) Edicol Supra Rose B, (17) Elcozine rhodamine B, (18) Geranium Lake N, (19) Hexacol Rhodamine B Extra, (20) Rheonine B, (21) Symulex Magenta, (22) Takaoka Rhodmine B dan (23) Tetraetilrhodamine (WHO, 1984). Metanil yellow adalah zat pewarna kimia sintesis yang mengandung logam berat berbentuk serbuk berwarna kuning kecoklatan, mudah larut dalam air, agak larut dalam aseton. Metanil yellow umumnya digunakan sebagai indikator reaksi netralisasi asam-basa, pewarna untuk produk kertas, cat kayu, cat lukis dan tekstil (pakaian). Metanil yellow adalah senyawa kimia azo aromatik amina yang dapat
21
menimbulkan tumor dalam berbagai jaringan hati, kandung kemih, saluran pencernaan atau jaringan kulit. Berdasarkan kriteria WHO, metanil yellow memiliki tingkat keracunan tingkat III. Zat ini juga banyak ditemukan pada gorengan, manisan mangga, tahu kuning, sirup limun, saus, kue basah, es cendol, es kelapa, es mambo, pewarna Ponceau 3R, Ponceau SX dan Amarath (WHO, 1984).
2.5. EDTA (Etilene Diamine Tetra-acetate Acid) Sifat toksik logam Hg dan Pb dikarenakan logam tersebut sangat efektif berikatan dengan gugus sulfuhidril (SH) yang terdapat dalam sistem enzim sel membentuk ikatan metaloenzim dan metaloprotein sehingga aktivitas enzim untuk proses kehidupan sel tidak dapat berlangsung (Connel dan Miller, 1995). Toksisitas dan sifat letal logam berat Hg, Pb dan Cd pada tubuh biota air dapat dihilangkan dengan penambahan Etilene Diamine Tetra-acetate Acid (EDTA) (Hutagalung, 1991; Palar, 1994). Hal ini dikarenakan senyawa EDTA mampu mengikat dan menarik ion logam berat tersebut keluar dari jaringan tubuh (Linder, 1992). Terjadinya reaksi antara zat pengikat logam (EDTA) dengan ion logam menyebabkan ion logam kehilangan sifat ionnya dan mengakibatkan logam berat tersebut kehilangan sebagian besar toksisitasnya (Irwansyah, 1995). Sifat dan pengaruh negatif logam berat akan hilang dengan adanya zat pengikat logam karena zat pengikat tersebut akan membentuk ikatan kompleks dengan logam. EDTA dapat membentuk ikatan kompleks dan menghalangi kerja enzim untuk
22
berikatan dengan ion logam (Lehninger, 1982). Umumnya EDTA digunakan untuk mengobati keracunan oleh logam berat Hg dan Pb (Palar, 1994). Garam-garam EDTA yang digunakan umumnya berbentuk Na2CaEDTA sebagai pengental pada mentega dan saus, bumbu masak pada kuah untuk sayuran atau sebagai pengawet untuk mencegah pembusukan yang disebabkan logam berat pada produk ikan dan kerang-kerangan sehingga dapat bertahan dalam beberapa hari (Furia, 1972). Penggunaan Na2CaEDTA sebagai zat pengikat logam pada filet ikan yang mengandung 0,5 – 5 ppm logam berat dapat menghilangkan sifat toksisitasnya dengan cara melakukan perendaman pada konsentrasi 0,8 – 1,5 % selama 30 – 60 menit. Waktu perendaman berpengaruh nyata terhadap penurunan logam berat, semakin lama waktu yang digunakan maka logam berat yang tereduksi semakin banyak (Hartanti, 1998). Dengan demikian diperlukan penelitian mengenai konsentrasi dan waktu perendaman Na2CaEDTA pada kerang hijau (Perna viridis L.) dalam upaya menurunkan kadar Hg dan Pb yang terkandung dalam tubuhnya. Kemampuan Na2CaEDTA sebagai pengikat logam berat disebabkan Na2CaEDTA tersebut mampu membentuk ikatan kompleks dengan ion logam yang terdapat dalam tubuh kerang. Molekul EDTA mampu mengikat ion logam dengan pembentukan 6 ikatan yaitu 2 untuk atom nitrogen pada gugus amino dan 4 untuk atom oksigen pada gugus karboksil (Winarno, 1995 ; Furia, 1972). Struktur EDTA dalam mengikat ion logam Hg dan Pb disajikan pada Gambar 3.
23
Gambar 3. Struktur EDTA dalam mengikat ion logam (Furia, 1972) Furia (1972) menyatakan bahwa penggunaan Na2CaEDTA pada konsentrasi 0,8 – 1,5 % dapat memperpanjang daya simpan filet ikan selama 12 – 14 hari, namun demikian dosis garam EDTA sebagai bahan pengawet makanan tidak boleh berlebihan karena akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. FAO (1976) menentukan standar penggunaan Na2CaEDTA untuk pengalengan kerang maksimum 340 ppm. Menurut WHO (1972), penggunaan Na2CaEDTA untuk perendaman filet ikan dengan konsentrasi 0,8 – 1,5 % selama 30 – 60 menit, diperoleh residu pada filet sebanyak 0,02 – 0,03 % atau 200 – 300 ppm.
2.6. Hubungan Kerang Hijau dengan Logam Berat Logam berat (Hg, Cd dan Pb) dalam air kebanyakan berbentuk ion dan logam tersebut diserap oleh kerang secara langsung melalui air yang melewati membran insang atau melalui makanan. Selain melalui insang, logam berat juga
24
masuk melalui kulit (kutikula) dan lapisan mukosa yang selanjutnya diangkut darah dan dapat tertimbun dalam jantung dan ginjal kerang (Noviana, 1994; Laws, 1981). Menurut Hutagalung (1991), kemampuan biota laut (ikan, udang dan moluska) dalam mengakumulasi logam berat di perairan tergantung pada jenis logam berat, jenis biota, lama pemaparan serta kondisi lingkungan seperti pH, suhu dan salinitas. Semakin besar ukuran biota air, maka akumulasi logam berat semakin meningkat. Toksisitas logam berat dalam kerang yang ditimbulkan akibat akumulasi dalam jaringan tubuh mengakibatkan keracunan dan kematian bagi biota air yang mengkonsumsinya (Sukiyanti, 1987). Sifat toksik logam Hg dalam bentuk senyawa HgCl2 dengan konsentrasi 0,027 ppm menyebabkan kematian pada larva bivalvia (moluska) dan konsentrasi Pb sekitar 2,75 ppm mulai bersifat letal bagi biota perairan seperti krustasea (Mulyaningsih, 1998). Urutan toksisitas logam berat dari yang tertinggi sampai terendah adalah Hg2+ > Cd2+ > Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Zn2+. Metil merkuri merupakan senyawa logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, seperti terjadinya kasus Minamata di Jepang akibat keracunan memakan kerang dan ikan yang dagingnya mengandung metil merkuri sehingga mengakibatkan kelainan susunan saraf pusat, yang dikenal dengan Minamata Disease. Keracunan yang diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh umumnya bersifat permanen yang menyebabkan toksisitas akut dan kronis (Sukiyanti, 1987; Palar, 1994). Batas maksimum kandungan logam Hg dalam tubuh biota air yang masih cukup aman untuk dikonsumsi menurut FAO/WHO (1976) sebesar 0,5 ppm dan tidak boleh melebihi 0,2 mg per 70 kg berat badan per minggu sebagai metil merkuri.
25
Sebaliknya batas maksimum untuk kadar logam Pb dalam tubuh biota air yang aman dikonsumsi manusia sebesar 0,7 mg atau 700 μg per 70 kg berat badan per minggu (WHO, 1989).
2.7. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta terletak pada koordinat 05°54’40’’LS – 06°00’40’’LS dan 106°40’45’’BT – 107°01’19’’BT (Kantor Kependudukan dan Lingkungan Hidup, 1989). Teluk ini berbatasan dengan Tanjung Pasir di sebelah Barat dan Tanjung Karawang di sebelah Timur, serta mempunyai rentangan pantai sepanjang kurang lebih 40 km dan luas kira-kira 490 km2 (Sutjahjo, Riani dan Mulyawan, 2004). Bagian yang jauh menjorok ke dalam, berjarak kurang lebih 18 km dari garis yang menghubungkan kedua ujung teluk. Teluk ini juga merupakan muara dari beberapa sungai yaitu Sungai Angke, Sungai Ciliwung, Sungai Sunter, Sungai Bekasi dan cabang Sungai Citarum. Umumnya daerah tangkapan hujan dari sungai ini sudah banyak dipengaruhi oleh aktivitas penduduk dan industri (Parjaman, 1977). Teluk Jakarta tergolong perairan semi tertutup (semi enclosed bay), dicirikan oleh sirkulasi massa air yang berhubungan bebas terbatas dengan laut lepas (Laut Jawa), karena adanya penyebaran pulau-pulau di Kepulauan Seribu. Perairan semi tertutup merupakan daerah peralihan antara daratan dan laut, yang ditandai oleh adanya perubahan sifat ekologi. Tingkat perubahan parameter ekologi pada perairan semi tertutup sangat dipengaruhi oleh tingkat keterbukaan perairan dengan laut (Parjaman, 1977).
26
Secara umum, limbah yang masuk ke Teluk Jakarta sebagian besar berasal dari kegiatan industri pengolahan, industri pertanian (agroindustri), dan sumber domestik. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan KPPL tahun 1997, sumber limbah terbesar berasal dari aktivitas pengolahan (97,82% atau 1.632.896,47 ribu m3/tahun), limbah domestik (2,17% atau 36.229,90 ribu m3/tahun) dan limbah kegiatan agroindustri sebesar 0,01% atau 232,25m3/tahun (Sutjahjo et al., 2004).
27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan Desember 2008 sampai dengan April 2009. Kegiatan penelitian meliputi pengamatan di lapangan yaitu pengambilan sampel air dan kerang hijau (Perna viridis L.) di Perairan Muara Kamal Teluk Jakarta, sedangkan kegiatan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Ekologi & Lingkungan Pusat Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2. Peta Lokasi Sampling Lokasi sampling penelitian ini terdiri dari tiga titik sampling yang masingmasing titik berjarak 1 km dengan titik lainnya dari muara menuju ke tengah laut. Pada tiap titik sampling diambil tiga kali ulangan pada sampel air laut dan kerang hijau yang akan dianalisis kandungan logam beratnya.
Gambar 4. Peta Lokasi Sampling Keterangan : St 1 = Titik I (berada paling dekat dengan Muara Kamal, berjarak 1 km) St 2 = Titik II (berada diantara titik I dan III, berjarak 2 km dari muara) St 3 = Titik III (berada paling dekat dengan Pulau Bidadari, jarak 3 km)
28
3.3. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biota air berupa kerang hijau (Perna viridis Linnaeus, 1758) yang diambil dari setiap stasiun pengamatan dan sampel air laut (air permukaan). Bahan yang dibutuhkan pada penelitian ini keseluruhannya menggunakan spesifikasi pro analisis yang diproduksi oleh Merck. Bahan kimia untuk keperluan analisis logam berat, kualitas air maupun untuk keperluan pengawetan yaitu formalin, rhodamin B, metanil yellow, larutan asam nitrat pekat (HNO3 pekat), larutan Bouin, ammonium pirolidin ditiokarbamat (APDC), metil isobutil keton (MIBK), asam peroksida (H2O2), aquadest, buffer asetat, air suling ganda bebas ion atau air destilasi (DDDW), es batu, label, sarung tangan plastik, plastik berbagai ukuran, kertas saring Whatman 0,45 µm (Millipore), aluminium foil, larutan aqua regia, larutan standar Hg 1000 ppm, larutan standar Pb 1000 ppm dan larutan standar Cd 1000 ppm. Bahan lain yang digunakan adalah EDTA (Na2CaEDTA), air suling bebas ion (akuabides), asam nitrat pekat (HNO3), asam perklorat pekat (HClO4), dan asam sulfat (H2SO4). Pembuatan larutan Na2CaEDTA sesuai dengan konsentrasi perlakuan dengan cara menimbang Na2CaEDTA sebanyak 0,5 g dan 1,0 g yang kemudian dilarutkan dengan akuabides sebanyak 100 ml dalam erlenmeyer untuk mendapatkan konsentrasi 0,5% dan 1,0%. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol Van Dorn atau water sampler, ice box, botol sampel polyetilen, Petersen Grab, secchi disk, termometer raksa, stop watch, jangka sorong, refraktometer, penyaring vakum,
29
freezer atau refrigerator, timbangan digital, pH meter, oven, kamera digital, alat bedah atau pisau bedah steril, pinset polietilen, cawan penguap polietilen, desikator, mortar, beaker glass, beaker teflon, pipet berbagai ukuran, sentrifuse polyetilen, labu takar, labu ekstraksi polietilen, saringan plastik, spatula polietilen, AAS (Atomic absorption spectrophotometry) Model Spectra 20 Plus Varian, botol semprot dan peralatan analisis kimia lainnya.
3.4. Cara Kerja 3.4.1. Pengambilan Sampel Air Laut Sampel air laut diambil dengan menggunakan botol Van Dorn atau water sampler di perairan Muara Kamal pada 9 titik sampling yang berjarak 1 km dari garis pantai ke kiri dan ke kanan sehingga dapat mewakili kondisi perairan dalam penentuan kadar logam. Sampel air laut dimasukkan ke dalam botol polyetilen. Sampel air yang telah diambil dibagi dua botol yaitu botol pertama untuk analisis kekeruhan dan salinitas. Sedangkan botol kedua untuk analisis logam berat yang ditambahkan HNO3 pekat sebanyak 10 tetes hingga pH sampel air laut berada di bawah 2. Sampel air laut yang diambil untuk kebutuhan analisis logam berat adalah sekitar 1 liter. Sampel air laut yang telah diperoleh kemudian disimpan di dalam ice box yang telah terisi es batu dan baru dibuka setelah sampai di laboratorium. Setiap botol yang akan digunakan diberi label tanggal, waktu dan kode sampel. Frekuensi pengambilan sampel air laut dilakukan secara bersamaan dengan pengambilan sampel kerang hijau. Pengukuran in situ dilakukan langsung saat
30
pengambilan sampel air, yaitu saat berada di atas perahu. Pengukuran parameter in situ yang dilakukan pada penelitian ini adalah mengukur kecerahan perairan sekitar dengan menggunakan secchi disk, suhu air dengan menggunakan termometer serta salinitas air laut dengan menggunakan refraktometer.
3.4.2. Pengambilan Sampel Kerang Hijau (Perna viridis L.) Selain dilakukan pengambilan sampel air, pada penelitian ini juga dilakukan pengambilan sampel biota air berupa kerang hijau. Pengambilan sampel kerang hijau dilakukan empat kali dalam selang waktu dua minggu di perairan Muara Kamal. Sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk mencegah kontaminasi logam selama pengangkutan ke laboratorium dan dimasukkan ke dalam ice box. Kerang hijau dibagi atas tiga kelompok ukuran panjang, yaitu: ukuran kecil (< 4 cm), sedang (4 – 6 cm) dan besar (> 6 cm). Penetapan ini berdasarkan pada ukuran kerang yang dikelompokkan di pasar ikan Muara Angke. Pengambilan sampel biota air ini dilakukan untuk melihat kandungan logam berat. Untuk keperluan ini dibutuhkan kerang hijau sebanyak 25 g daging kerang yang telah dibedah dan dibungkus dengan alumunium foil, kemudian dimasukkan ke dalam freezer pada suhu -29 ºC sampai siap untuk dianalisis. Pengeringan pada suhu rendah bertujuan untuk menghindari penguapan logam berat dan menjaga daging kerang hijau dari kerusakan. Analisis kandungan logam Hg, Pb dan Cd dilakukan di laboratorium dengan menggunakan AAS (Hutagalung, 1989).
31
Tabel 2. Parameter Kualitas Air dan Biota Air yang Diamati. Parameter Satuan Metode Analisis Tempat Analisis Kualitas Air Fisika Air 1. Suhu Air ºC Pemuaian Lapangan 2. Kekeruhan Air NTU Nephelometrik Lapangan 3. Salinitas ‰ Ion-ion terlarut Lapangan Kimia Air 1. pH Komparasi warna Lapangan 2. Hg mg/l Serapan atom Laboratorium 3. Pb mg/l Serapan atom Laboratorium 4. Cd mg/l Serapan atom Laboratorium Biota Kimia Biota 1. Hg mg/l Serapan atom Laboratorium 2. Pb mg/l Serapan atom Laboratorium 3. Cd mg/l Serapan atom Laboratorium
3.4.3. Pengukuran Logam Berat pada Sampel Air Laut Sebanyak 1 liter air laut yang disiapkan disaring dengan menggunakan kertas saring berukuran pori 0,45 µm dengan bantuan pompa vakum. Hasil saringan air laut ini kemudian diberi 5 ml HNO3 pekat untuk pengawetan. Sampel air laut ini kemudian diambil sebanyak 250 ml dan dimasukkan ke dalam corong pemisah polyetilen. pH larutan sampel air laut ini diatur dengan menggunakan HNO3 5 M atau NaOH 5 M sehingga pHnya menjadi 3,5 – 4,0. pH ini merupakan pH optimum untuk melakukan pemisahan logam berat pada sampel air laut, sehingga logam berat yang diinginkan terpisah dengan baik. Setelah pH sesuai, sampel air laut ditambahkan 4 ml ammonium pirolidin ditiokarbamat (APDC), lalu diekstraksi selama 5 menit, kemudian ditambahkan 10 ml metil isobutil keton (MIBK) dan diekstraksi kembali selama 5 menit, lalu didiamkan hingga kedua fase terpisah. Setelah fase terpisah menjadi 2 bagian, fase supernatan dibuang sedangkan fase pellet digunakan untuk pembuatan
32
larutan standar. Pada fase organik, ditambahkan 10 ml HNO3 pekat dan diekstraksi kembali selama 5 menit dan didiamkan selama 15 menit. Setelah 15 menit, pada sampel air laut ini ditambahkan 9 ml air suling bebas ion dan diekstraksi kembali selama 2 menit, lalu didiamkan hingga kedua fase terpisah kembali. Fase organik dibuang, sedangkan fase air ditampung dan siap diukur dengan menggunakan AAS (Hutagalung, 1997).
3.4.4. Pengukuran Logam Berat pada Sampel Kerang Hijau Sampel kerang hijau yang telah dipisahkan berdasarkan ukurannya, dagingnya diambil lalu dimasukkan ke dalam cawan penguap. Daging kerang hijau ini kemudian dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu 105°C selama 12 jam sampai kering. Sampel daging kerang hijau ini lalu digerus agar menjadi homogen. Penggerusan ini dilakukan hingga daging kerang hijau tersebut menjadi seperti serpihan-serpihan kecil. Sampel daging kerang hijau yang telah homogen ini kemudian ditimbang beratnya sekitar 4 gram di dalam beaker glass. Pada sampel kerang hijau ini lalu ditambahkan 10 ml HNO3 pekat dan dipanaskan di atas hot plate pada suhu 85°C selama 8 jam (proses destruksi basah). Satu jam sebelum proses destruksi berakhir, ke dalam sampel kerang hijau ditambahkan 3 ml H2O2. Setelah dingin, maka sampel kerang hijau ini ditepatkan volumenya menjadi 20 ml dengan menggunakan air suling bebas ion di dalam botol sampel. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan perhitungan kadar logam berat. Kemudian, sampel kerang hijau ini didiamkan selama semalam, lalu didekantasi. Tujuannya adalah untuk memisahkan lemak
33
yang tidak hancur selama proses destruksi berlangsung, selain itu hal ini juga membuat larutan sampel menjadi lebih bersih agar ketika diukur dengan menggunakan AAS tidak terjadi penyumbatan. Hasil dekantasi ini lalu diukur dengan menggunakan AAS. Perendaman daging kerang dengan berbagai perlakuan konsentrasi dengan cara memasukkan daging tersebut kedalam masing-masing erlenmeyer yang telah diisi larutan Na2CaEDTA 0,5% dan 1,0% selama 30 menit, 45 menit dan 60 menit. Sampel kerang ditiriskan pada saringan plastik kemudian dicuci untuk dianalisis. Analisis logam Hg pada tubuh kerang hijau menggunakan alat Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) merk GBC tipe 906 AA yang dilengkapi grafit furnace dan hybrid vapour generator dengan panjang gelombang 253,7 nm. Sementara untuk logam Pb menggunakan AAS merk Shimidzu tipe 680 AA dengan panjang gelombang 217 nm. Sebelum dianalisis dengan AAS, daging kerang terlebih dahulu diperlakukan dengan destruksi asam yang mengacu pada prosedur Hutagalung (1997). Logam Hg yang diukur kadarnya dengan metode AAS yaitu kerang diambil dagingnya dan ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dimasukkan ke dalam botol BOD. Tahap selanjutnya menambahkan 10 ml HNO3 pekat dan 30 ml asam sulfat pekat, lalu botol ditutup untuk dibiarkan selama 24 jam. Botol dipanaskan pada suhu 60°C selama 2 jam di atas penangas air. Seluruh isi botol dipindahkan ke dalam tabung reduksi air raksa dan dilanjutkan dengan memasang aerator
34
kecepatan 2 L udara/menit di dalam tabung reduksi air raksa serta menambahkan SnCl2 sebanyak 5 ml. Sampel kerang siap dianalisis dengan AAS tanpa nyala. Tahapan analisis kadar Pb dan Cd pada tubuh kerang hijau yaitu kerang diambil dagingnya dan dikeringkan di dalam oven (105°C) selama 24 jam. Sampel kerang kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sebanyak 2 g. Sampel tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam teflon bomb yang kemudian dibiarkan selama 24 jam. Contoh kerang tersebut kemudian dipanaskan di atas penangas air pada suhu 60 – 70°C selama 2 – 3 jam. Selanjutnya ditambahkan 3 ml air suling bebas ion (akuabides) dan dipanaskan kembali hingga larutan hampir kering (Hutagalung dkk., 1997). Proses berikutnya adalah mendinginkan sampel tersebut pada suhu ruang yang diikuti dengan penambahan 1 ml HNO3 pekat dan diaduk pelan-pelan serta ditambahkan kembali 9 ml akuabides. Sampel siap diukur kadarnya dengan AAS menggunakan nyala udara asetilen.
3.4.5. Pembuatan Deret Standar Logam Berat Dalam Biota Laut Deret standar yang digunakan untuk menentukan kadar logam berat dalam sampel biota laut yaitu sebesar 0,000 ppm; 0,050 ppm; 0,100 ppm; 1 ppm dan 3 ppm. Deret standar ini dibuat dari larutan induk 1000 ppm dengan menggunakan rumus pengenceran untuk masing-masing jenis logam (Hg, Pb, dan Cd). Deret standar ini dibuat secara komposit di dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan menggunakan air suling bebas ion. Deret standar ini telah siap untuk
35
digunakan untuk membuat kurva kalibrasi pada alat AAS dan mengukur kadar logam berat pada sampel biota laut (Hutagalung, 1989).
3.4.6. Perhitungan Kadar Logam Berat Parameter uji yang digunakan meliputi kandungan logam Hg, Pb dan Cd pada awal dan akhir penelitian serta tingkat penurunan kadar logam berat tersebut. 1. Kandungan logam Hg pada tubuh kerang hijau dihitung menurut rumus : Kadar Hg = a / b ppm (Hutagalung dkk., 1997) Ket : a = jumlah μg Hg dari hasil pengukuran dengan AAS b = berat contoh (5 g) 2. Kandungan logam Pb atau Cd pada tubuh kerang hijau dihitung dengan rumus: Kadar Pb atau Cd = a x b / c ppm (Hutagalung dkk., 1997) Ket : a = jumlah μg Pb atau Cd dari hasil pengukuran dengan AAS b = volume akhir larutan contoh (faktor pengenceran) c = berat contoh kerang (2 g) 3. Tingkat penurunan kandungan logam berat dihitung menggunakan rumus : I = (Io – It) / Io x 100 % (Porsepwandi, 1998) Ket : I = tingkat penurunan kandungan logam berat (%) Io = kandungan logam berat pada awal penelitian (ppm) It = kandungan logam berat pada akhir penelitian (ppm)
3.5. Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial 3 x 3 dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi bahan pengawet yang terdiri atas tiga
36
taraf yaitu : tanpa bahan pengawet (p0), konsentrasi 5 % (p1) dan konsentrasi 10 % (p2) masing-masing perlakuan pengawet diberikan sebanyak 15 ml per sampel kerang hijau. Faktor kedua adalah waktu perendaman yang terdiri atas tiga taraf yaitu : 30 menit (t1), 45 menit (t2) dan 60 menit (t3). Data yang diperoleh diolah dengan uji F (Anova) dan uji lanjut Duncan (α = 0,05) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dengan software SPSS.v15.0 (Gasperz, 1995). Pendugaan kandungan logam berat dalam daging kerang hijau dengan kandungan logam berat di air, dilakukan dengan mencari Indeks Faktor Konsentrasi (FK) (Prartono, 1985):
Kadar logam berat daging kerang hijau (mg/l) FK = Kadar logam berat dalam air laut (mg/l)
Van Esch (1977 dalam Fitriati, 2004) mengatakan bahwa semakin mudah logam diabsorbsi dan terakumulasi pada tubuh organism air, semakin besar indeks faktor konsentrasi dan logam berat tersebut dapat semakin bersifat racun. Besar kecilnya indeks faktor konsentrasi dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain : jenis-jenis logam berat, jenis organisme, lama pernapasan dan kondisi lingkungan perairan seperti pH, temperatur dan salinitas.
37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Parameter Lingkungan (Fisika dan Kimia) Parameter penunjang yang dibutuhkan untuk penentuan konsentrasi logam berat pada sampel kerang hijau adalah salinitas, pH, suhu, dan kekeruhan pada air laut di perairan sekitar lokasi pengambilan sampel. Pengukuran parameter penunjang ini pada umumnya dilakukan secara in situ. Pada pengamatan parameter fisika dan kimia yaitu, suhu, kekeruhan, pH dan salinitas secara keseluruhan masih menunjukkan kondisi yang memungkinkan untuk kerang hijau melakukan proses-proses biologis dalam hidupnya, baik untuk pertumbuhan maupun untuk kebutuhan reproduksi. Logam berat yang masuk ke dalam suatu perairan, baik di sungai ataupun di laut akan dipindahkan dari badan air melalui tiga proses, yaitu pengendapan, adsorbsi dan absorpsi oleh organisme perairan (Bryan, 1976). Logam-logam dalam lingkungan perairan umumnya berada dalam bentuk ion-ion seperti ion-ion bebas, pasangan ion organik, ion-ion kompleks dan bentuk-bentuk ion lainnya (Palar, 1994). a. Suhu Perairan Muara Kamal Gambar 5 memperlihatkan bahwa rata-rata nilai suhu perairan di tiap titik menunjukkan kisaran antara 26 – 31°C, dengan suhu tertinggi 31°C dan terendah 26°C. Hal ini sesuai dengan persyaratan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan (1985) yang mengatakan bahwa untuk keperluan budidaya
38
kerang k hijauu disarankann agar suhuu perairan berada b dalam m kisaran 26 2 – 32°C. ini dalam Pengukuran P suhu dilaakukan meengingat peentingnya parameter p mempelajari m i proses-proses fisika, kkimia dan biologi. Padaa biota atau organisme yang y hidup di suatu perairan, suhhu mempenggaruhi prosees-proses metabolisme m yang y terjadii dalam tubbuh kerang hhijau. Penin ngkatan suhuu dapat meenyebabkan penurunan p d daya larut okksigen terlaruut dan juga akan a menaikkkan daya racun bahanbahan b terteentu. Suhu air terutam ma di lapisan permukkaan ditentuukan oleh matahari yaang intensitaasnya berubaah terhadap waktu, sehiingga suhu pemanasan p air a akan berbbanding luruus dengan peerubahan inteensitas penyyinaran mataahari.
Suhu (°C) Suhu ( C)
Suhu 31 30 29 28 27 26 25 24 23
Titik I Titik II
Titik I
Februari 26
Maret 31
April 30
Titik II
27.2
29
29
Titik III
27.2
28
28
Titik III
Bulan
Gam mbar 5. Suhu Perairan Muara Kam mal
b. b Kekeruh han Perairaan Muara Kamal K Gam mbar 6 mem mperlihatkan bahwa rata-rata nilai kekeruhan (turbidity) pada p perairaan Muara Kamal, K Telukk Jakarta seelama pengaamatan berkkisar antara 0,77 0 – 4,57 NTU. Nilaii kekeruhan tertinggi terrdapat pada titik I yaitu 4,57 NTU dan d terendahh pada titik III yaitu sebbesar 0,77 NTU. N Kekerruhan yang tinggi t pada
39
titik t I disebbabkan olehh faktor jaraak lokasi saampling yaittu lebih dek kat dengan muara m yangg merupakan n pertemuann 13 sungai yang mem mbawa beruupa limbah rumah r tanggga dan indusstri sehinggaa mengakibaatkan warnaa air hitam pekat. p Pada umumnya u perairan p lautt mempunyaai nilai kekeeruhan yangg rendah dibbandingkan dengan d peraairan tawar. Kekeruhann menggambbarkan sifatt optis peraiiran dalam menyerap m sinar matahaari yang maasuk ke dalaam perairann. Kekeruhann biasanya disebabkan d oleh partikeel tersuspennsi, partikel koloid dan fitoplankton n (Effendi, 2003). 2
Kekeruhan (NTU) Kekeruhan (NTU)
Kekeruhaan 5 4 3 2 1 0
Titik I
Titik I
Februari 3.83
Maret 4.57
April 4.47
Titik II
1.37
4
3.13
Titik III
0.77
1.69
2.61
Titik II Titik III
Bulan
Gambaar 6. Kekeru uhan Perairran Muara Kamal K
c. c pH Peraairan Muara Kamal Secaara umum nilai derajat keasaman (ppH) pada perairan Muaara Kamal, Teluk T Jakartta di tiap staasiun selamaa pengamataan tidak berbbeda secara signifikan. Hal H ini diseebabkan oleh h sifat dari air laut yan ng mempunnyai sistem buffer b atau penyangga, p sehingga maampu mengeendalikan siifat asam ataau basa yang g masuk ke dalam d perairran. Gambarr 7 memperllihatkan bah hwa kisaran nilai derajatt keasaman
40
yang y diperooleh antara 6,4 6 – 7,61. N Nilai derajatt keasaman (pH) ini maasih berada pada p kadar alamiah a untuuk perairan laut yaitu 6,0 0 – 8,0.
pH
pH 7.8 7.6 7.4 7.2 7 6.8 6.6 6.4 6.2 6 5.8 5.6
Titik I Titik II
Titik I
Februari F 7.29
Maret 7.02
April 6.4
Titik II
7.4
7.15
6.48
Titik III
7.61
7.09
6.4
Titik III
Bulan
Gam mbar 7. pH H Perairan Muara M Kam mal Padaa bulan Febrruari diperoleeh pH yang tinggi yaituu berkisar an ntara 7,29 – 7,61 7 yang menandakan m bahwa konddisi perairann bersifat norrmal, dikaren nakan oleh curah c hujann yang tingggi sehinggaa mengakibaatkan kerangg hijau dappat tumbuh dengan d baikk. Pada bulan n April diperroleh pH yanng rendah yaaitu berkisarr antara 6,4 – 6,5 menaandakan bah hwa kondisi perairan mendekati m assam, dikarennakan oleh buangan b atauu limbah yan ng berwarnaa hitam pekaat semakin tinnggi di perairan Muara Kamal K sehin ngga hal ini dapat d mengaakibatkan peertumbuhan kkerang hijauu terhambat dan d juga meengakibatkan n semakin tinnggi akumullasi logam berat pada tubbuh kerang hijau. h Kond disi pH pad da perairan dapat dijaadikan sebagai indikatoor kualitas perairan. p Baatasan nilai pH telah ditentukan oleh kantorr Kementeriian Negara Kependuduk K kan dan Linggkungan Hiddup No.51 Tahun T 2004 yakni y 6,5 – 8. 8
41
d. d Salinitas Perairan Muara M Kam mal mbar 8 mem mperlihatkan bahwa kisaaran nilai salinitas s padda perairan Gam Muara M Kam mal, Teluk Jakarta selam ma pengamaatan adalah 30,8 – 33,77 ‰. Nilai salinitas terttinggi terdap pat pada titikk III yang letaknya 30000 m dari muara m yakni 33,7 3 ‰. Seddangkan nilaai salinitas teerendah selaama pengamaatan adalah pada titik I yang y letaknyya paling dekat dengann muara (10 000 m) yaituu 30,8 ‰. Dilihat D dari nilai n salinitaasnya selamaa pengamataan, perairan Muara M Kam mal Teluk Jak karta masih berada b pada kisaran norm mal salinitass untuk air laaut yaitu 30 – 35 ‰. Nillai salinitas di d perairan tersebut t massih baik untuuk perkembaangan biologgi kerang hijaau yaitu 27 – 35 ‰.
Salinitas (‰) Salinitas (‰)
Salinitaas 34 33.5 33 32.5 32 31.5 31 30.5 30 29.5 29
Titik I
Titik I
Februari 31
Maret 30.8
April 31.3
Titik II
32.4
32.2
32.5
Titik III
33.5
33.4
33.7
Titik II Titik III
Bulan
Gamb bar 8. Saliniitas Perairan Muara Kamal Peng gukuran ini dilakukan mengingat m bahwa b salinitas merupaakan faktor yang y pentinng bagi kerrang hijau untuk melaakukan adapptasi terhadaap kondisi perairan, p karrena salinitas berhubunggan langsung g dengan prooses osmoreggulasi yang dilakukan d biota b yang ada a didalam mnya, termassuk kerang hijau. Peng garuh jarak
42
terhadap salinitas bahwa pada titik I yang letaknya dekat dengan muara memiliki salinitas yang rendah. Jadi, semakin jauh jarak dari muara menuju ke laut maka semakin tinggi nilai salinitas (kadar garam) di perairan Muara Kamal.
4.2. Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cd dalam Air Laut Selama pengamatan kandungan logam berat Hg di perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta berkisar antara 0,0001 – 0,0002 mg/L. Rata-rata kandungan logam berat Hg pada titik I sebesar 0,0002 mg/L, titik II sebesar 0,0001 mg/L dan titik III sebesar 0,0001 mg/L. Jika dibandingkan dengan baku mutu yang dikeluarkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004, nilai ambang batas untuk logam berat Hg di perairan khususnya untuk biota laut adalah 0,001 mg/L maka kandungan logam berat Hg di perairan Muara Kamal masih di bawah ambang batas (Gambar 9). Pada gambar 9 terlihat bahwa kandungan nilai logam berat Pb di perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta berkisar antara 0,0013 – 0,004 mg/L. Rata-rata kandungan logam berat Pb pada titik I sebesar 0,004 mg/L, titik II sebesar 0,002 mg/L dan titik III sebesar 0,0013 mg/L. Jika dibandingkan dengan baku mutu yang dikeluarkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004, nilai ambang batas untuk logam berat Pb di perairan khususnya untuk biota laut adalah 0,008 mg/L maka kandungan logam berat Pb di perairan Muara Kamal masih di bawah ambang batas. Pada gambar 9 terlihat bahwa kandungan nilai logam berat Cd di perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta berkisar antara 0,00001 – 0,00002 mg/L. Rata-rata
43
kandungan k logam beratt Cd pada ttitik I sebessar 0,00002 mg/L, titik II sebesar 0,00001 0 mg//L dan titik III sebesar 00,00001 mg//L. Jika dibaandingkan deengan baku mutu m yang dikeluarkann oleh Kem menterian Negara N Linggkungan Hiddup No.51 Tahun T 2004 4, nilai ambbang batas uuntuk logam m berat Cd di perairan khususnya untuk u biota laut adalah 0,001 mg/L L maka kand dungan logam m berat Cd di perairan Muara M Kamal masih di bawah b ambaang batas. Loogam Pb lebbih tinggi dibbandingkan dengan d logaam Hg dan Cd C karena berdasarkan b s sumber penccemar di sekkitar lokasi budidaya b keerang hijau lebih banyaak menganddung logam Pb yang berasal b dari buangan b sisaa BBM nelay yan berupa ssolar dan lim mbah pabrik cat dan bateerai.
Kandungan Logam Berat (ppm)
Kanndungan L Logam Beerat Air Laut L 0.0 004 0.00 035 0.0 003 0.00 025 0.0 002 0.00 015 0.0 001 0.00 005 0
Hg Pb Cd
Hg
TTitik I 0.0002
Titik II 0.0001
Titikk III 0.00 001
Pb
0.004
0.002
0.00 013
Cd
0.0 00002
0.00001
0.000 001
Staasiun Pengamaatan
Gambaar 9. Kandu ungan Logam m Berat Airr Laut Konddisi kandung gan logam berat (Hg, Pbb dan Cd) di kolom peraiiran selama pengamatan p n dari bulaan Februarii hingga bulan b Aprill nilainya cenderung meningkat. m Hal ini didu uga karena adanya a penggaruh masukkan (input) dari d sungai
44
yang bermuara di perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta yang membawa limbahlimbah logam berat dan bergantung pada besar kecilnya konsentrasi logam-logam tersebut yang terbuang ke dalam sungai hingga mencapai perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta. Limbah logam berat ini diduga berasal dari limbah industri dan limbah rumah tangga. Jika dibandingkan dengan baku mutu untuk biota air yang dikeluarkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 bahwa kandungan logam berat di perairan Muara Kamal,Teluk Jakarta untuk logam berat Pb belum melampaui ambang batas. Untuk logam berat Pb nilai ambang batasnya adalah 0.008 mg/L. Berbeda dengan kandungan logam berat Pb, kandungan logam berat Hg dan Cd nilainya masih di bawah ambang batas yaitu 0.001 mg/L. Namun demikian konsentrasi yang rendah ini tetap harus diwaspadai karena logam-logam berat yang terlarut dalam kolom perairan pada konsentrasi tertentu dapat berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan (Palar, 1994). Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh suatu jenis logam berat terhadap semua biota perairan tidak sama, namun kehancuran dari suatu kelompok
dapat
menjadikan
terputusnya
satu
mata
rantai
kehidupan
(relung/niche).
4.3. Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cd pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) Pra Perlakuan Hasil analisis AAS, menunjukkan bahwa kandungan logam merkuri (Hg) pada tubuh kerang hijau yang dibudidayakan di perairan Muara Kamal Teluk Jakarta berkisar antara 0,0017 – 0,012 ppm dengan rata-rata 0,005 ppm. Kisaran
45
kadar k Hg in ni masih jau uh di bawahh ambang batas b yang dditetapkan Kep. K Dirjen POM P No. 03725/B/SK K/VII/1989 dan FAO/W WHO (19776) sebesar 0,5 ppm. Kandungan K logam Pb berkisar b antaara 0,92 – 1,485 1 ppm dengan d rata--rata 1,258 ppm p dan kadar Pb terrsebut masihh di bawahh ambang bbatas baku mutu m yang ditetapkan d o oleh Kep. Dirjen D POM M No. 03725 5/B/SK/VII//1989 dan FAO/WHO F (1976) ( sebesar 2 ppm. Kandungan logam Cd berkisar anttara 0,46 – 0,743 ppm dengan d rata--rata 0,629 ppm. p Kisaraan kadar Cd d ini masih jjauh di bawaah ambang batas b bakuu mutu yaang ditetappkan oleh Keputusann Dirjen POM P No. 03725/B/SK 0 K/VII/1989 dan d FAO/W WHO (1976)) sebesar 1 ppm. Konssentrasi Cd yang y rendah h ini berasal dari keterseddiaan logam m Cd di kolom m perairan yang y secara alami a sangatt rendah bilaa dibandingkkan dengan logam l Cu, Z Zn dan Ni yaaitu sebesar 0,11 0 ppb ataau 0,00011 ppm. p Hal inni diduga kaarena Cd berrikatan denggan mineral yang y beruku uran kecil sehingga m mudah teranggkat dari daasar. Logam m Cd juga digunakan d o oleh nelayan n untuk melapisi permuukaan badan kapal karen na sifatnya anti a korosif.
Kandungan Logam Berat (ppm)
Kanduungan Loggam Beraat Kerangg Hijau 1.6000 1.4000 1.2000 1.0000 0.8000 0 0.6000 0 0.4000 0 0.2000 0 0.0000 0
Hg
Hg
Titik I 0.0017
Titik II 0.0025
Titik III 0.01 12
Pb
1.485
1.37
0.92 2
Cd
0.743
0.685
0.46 6
Staasiun Pengamaatan
dungan Loggam Berat Kerang K Hijaau Pra Perlaakuan Gambaar 10. Kand
Pb Cd
46
Kandungan logam berat cenderung tinggi di sekitar muara dan konsentrasinya akan berkurang secara gradien ketika mendekati mulut teluk. Kandungan logam berat di kerang hijau lebih tinggi daripada di perairan karena kerang hijau dapat menyerap logam berat yang ada di perairan tempat hidupnya sehingga terus terakumulasi. Semua logam berat pada kerang hijau pra perlakuan masih berada di bawah ambang batas WHO (Gambar 10). Tingginya konsentrasi Pb pada Musim Barat (bulan Februari – April) terkait dengan pergerakan angin yang berhembus lebih kencang pada musim tersebut. Angin yang kencang pada Musim Barat mengakibatkan kecepatan arus permukaan meningkat sehingga memungkinkan terjadinya turbulensi atau pengadukan. Pada kedalaman yang relatif dangkal, pengadukan oleh arus atau gelombang mengakibatkan endapan partikel Pb terangkat ke kolom perairan Teluk Jakarta. Peristiwa ini disebut resuspensi logam Pb. Faktor lain yang mempengaruhi hal ini adalah aktivitas di sepanjang aliran sungai, sekitar muara dan laut; kedalaman dan kondisi hidrodinamika perairan seperti arus dan gelombang pasang surut, ditambah lagi dengan adanya curah hujan yang tinggi pada Musim Barat mengakibatkan debit air meningkat sehingga terjadi penggelontoran material air sungai yang lebih besar dibandingkan Musim Timur. Alasan lainnya bahwa kawasan Muara Kamal dan Kapuk mengalami peningkatan konsentrasi Pb karena didominasi oleh kegiatan industri terutama cat, penyamakan kulit, tekstil, percetakan dan baterai, pendaratan ikan dan bongkar muat kayu (pergudangan). Aktivitas ini memberikan andil semakin tingginya konsentrasi logam Pb karena logam Pb digunakan untuk aktivitas docking kapal,
47
seperti perbaikan kapal pengisian bahan bakar (tetra etil timbal) dan pengecatan badan kapal (Pb putih atau Pb(OH)2.2PbCO3 dan Pb merah atau Pb3O). Aktivitas penurunan muatan hasil tangkapan dari kapal nelayan yang menggunakan bahan bakar minyak (solar) dengan campuran tetra etil timbal berpotensi tumpah dan tercecer saat merapat ke pelabuhan atau perkampungan nelayan tempat pelelangan ikan. Sedangkan kegiatan manufaktur atau industri berpotensi menghasilkan limbah logam serta limbah B3 lainnya baik dalam bentuk cair, lumpur ataupun dalam bentuk gas. Logam Hg, Pb dan Cd yang terkandung pada kerang hijau tersebut berasal dari perairan sepanjang Muara Kamal Teluk Jakarta. WHO (1976) menetapkan batas maksimum yang disarankan untuk konsumsi Hg sebesar 0,3 mg atau 300 μg per 70 kg berat badan per minggu, untuk Pb 0,7 mg atau 700 μg per 70 kg berat badan per minggu dan untuk Cd 0,4 mg atau 400 µg per 70 kg berat badan per minggu. Berdasarkan hal tersebut, maka konsumsi maksimum kerang hijau adalah sebanyak 556,306 gr per 70 kg berat badan per minggu atau 79,472 gr per 70 kg berat badan per hari. Dengan demikian tingkat konsumsi kerang hijau yang aman untuk kesehatan tidak boleh melebihi 556 gr per 70 kg berat badan per minggu (WHO, 1976).
4.4. Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cd pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) Pasca Perlakuan Penambahan Bahan Pengawet a. Kandungan Logam Berat Hg Pasca Perlakuan
48
Kand dungan loggam berat Hg pada kerang hijaau dengan perlakuan penambahan p n bahan penngawet formaalin konsenttrasi 5 % beerkisar antarra 0,0095 – 0,02 0 ppm daan untuk konnsentrasi 10 % berkisar antara a 0,0199 – 0,04 ppm m. Rata-rata kandungan k l logam beratt Hg pada sttasiun I sebeesar 0,047 pppm, stasiunn II sebesar 0,011 0 ppm dan pada stasiun IIII sebesar 0,007 0 ppm. Ada keceenderungan peningkatan p n kandungan logam Hg ddari stasiun III I hingga kee stasiun I (G Gambar 11)
Kandungan Loggam Beratt Hg Pascca Perlaku kuan Kadar Logam Hg (ppm)
0.06 0.05 0.04 0.03 0.02
Formalin
0.01
Rhodamin n B Metanil YYellow
0 Formaalin
p0t0 p1t1 p p1t2 p1t3 p2t1 p2t2 2 053 0.0095 0..0136 0.0216 0.0180 0.026 6 0.00
p2t3 0.04
Rhodaamin B
083 0.0133 0..0176 0.0256 0.022 0.033 3 0.00
0.05
Metan nil Yellow 0.00 046 0.0123 0..0186 0.0323 0.026 Na2CaaEDTA
053 0.0009 0..0006 0.00
0
0.0006
Na2CaEDTTA
0.04 4 0.0533 0
0
Perlakuan n
Gambar 11. 1 Kandun ngan Logam m Berat Hg Kerang K Hijaau Pasca Peerlakuan Keterangan K n: p0t0 = Kontrrol (0 %, 0 menit) m p1t1 = Konseentrasi 5 %, waktu 30 m menit p2t1 = Konsentrasi 10 %, wakttu 30 menit p1t2 = Konseentrasi 5 %, waktu 45 m menit p2t2 = Konsentrasi 10 %, wakttu 45 menit p1t3 = Konseentrasi 5 %, waktu 60 m menit p2t3 = Konsentrasi 10 %, wakttu 60 menit Gam mbar 11 meemperlihatkaan bahwa kandungan k l logam beratt Hg pada kerang k hijaau dengan perlakuan penambahann bahan peengawet rhhodamin B
49
konsentrasi 5 % berkisar antara 0,013 – 0,026 ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0,022 – 0,05 ppm. Rata-rata kandungan logam berat Hg pada stasiun I sebesar 0,057 ppm, stasiun II sebesar 0,015 ppm dan pada stasiun III sebesar 0,009 ppm. Ada kecenderungan penurunan kandungan logam Hg dari stasiun I hingga ke stasiun III. Kandungan logam berat Hg pada kerang hijau dengan perlakuan penambahan bahan pengawet metanil yellow konsentrasi 5 % berkisar antara 0,012 – 0,032 ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0,026 – 0,053 ppm. Rata-rata kandungan logam berat Hg pada stasiun I sebesar 0,057 ppm stasiun II sebesar 0,025 ppm dan pada stasiun III sebesar 0,009 ppm.
Ada
kecenderungan peningkatan kandungan logam Hg dari stasiun III hingga ke stasiun I (Gambar 11). Kandungan logam berat Hg pada kerang hijau dengan perlakuan penambahan Na2CaEDTA konsentrasi 5 % berkisar antara 0 – 0,0009 ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0 – 0,0006 ppm. Rata-rata kandungan logam berat Hg pada stasiun I sebesar 0,00043 ppm, stasiun II sebesar 0,00037 ppm dan pada stasiun III sebesar 0,0003 ppm. Ada kecenderungan penurunan kandungan logam Hg dari stasiun I hingga ke stasiun III (Gambar 11). b. Kandungan Logam Berat Pb Pasca Perlakuan Kandungan logam berat Pb pada kerang hijau dengan perlakuan penambahan bahan pengawet formalin konsentrasi 5 % berkisar antara 2,34 – 2,47 ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 2,55 – 2,69 ppm. Rata-rata kandungan logam berat Pb pada stasiun I sebesar 1,67 ppm, stasiun II sebesar 1,57
50
ppm p dan pad da stasiun III sebesar 1,2275 ppm. Seeperti pada loogam Hg di atas, untuk kerang k hijauu dengan perlakuan peenambahan bahan b penggawet formaalin terlihat adanya a keceenderungan (tendensi) ppenurunan kandungan loogam Pb darri stasiun I hingga h ke sttasiun III (Gaambar 12).
Kandunga K an Logam m Berat Pb P Pasca P Perlakuann Kadar Logam Pb (ppm)
5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Form malin Rhodamin B Mettanil Yellow
Formaalin
p0t0 p1t1 p1t2 2 p1t3 p2t1 1 p2t2 p2t3 3 58 2.342 2.44 47 2.471 2.55 51 2.589 2.687 2.25
Rhodaamin B
58 3.383 3.48 83 3.25
3.5
3.58 83 3.633 3.733
Metan nil Yellow 4.25 58 4.413 4.52 23 4.536 4.63 33 4.66 Na2CaaEDTA
Na2CaEDTA
58 0.576 0.47 7 0.283 0.18 86 0.01 1.25
4.77 7 0
Perlakuan
Gambar 12. Kandun ngan Logam m Berat Pb Kerang K Hijaau Pasca Peerlakuan Keterangan K n: p0t0 = Kontrrol (0 %, 0 menit) m p1t1 = Konseentrasi 5 %, waktu 30 m menit p2t1 = Konsentrasi 10 %, wakttu 30 menit p1t2 = Konseentrasi 5 %, waktu 45 m menit p2t2 = Konsentrasi 10 %, wakttu 45 menit p1t3 = Konseentrasi 5 %, waktu 60 m menit p2t3 = Konsentrasi 10 %, wakttu 60 menit Gam mbar 12 meemperlihatkaan bahwa kandungan k llogam beratt Pb pada kerang k hijaau dengan perlakuan penambahann bahan peengawet rhhodamin B 5 % berkissar antara 3,38 – 3,5 ppm konsentrasi k p dan unntuk konsenttrasi 10 % berkisar b antaara 3,58 – 3,,73 ppm. Raata-rata kanduungan logam m berat Pb pada stasiun I sebesar 1,772 ppm, stassiun II sebesaar 1,62 ppm m dan pada sttasiun III sebbesar 1,325
51
ppm. Seperti pada logam Hg di atas, untuk kerang hijau dengan perlakuan penambahan bahan pengawet rhodamin B terlihat adanya kecenderungan (tendensi) peningkatan kandungan logam Pb dari stasiun III hingga ke stasiun I (Gambar 12). Kandungan logam berat Pb pada kerang hijau dengan perlakuan penambahan bahan pengawet metanil yellow konsentrasi 5 % berkisar antara 4,41 – 4,54 ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 4,63 – 4,77 ppm. Rata-rata kandungan logam berat Pb pada stasiun I sebesar 1,745 ppm, stasiun II sebesar 1,65 ppm dan pada stasiun III sebesar 1,375 ppm. Seperti pada logam Hg di atas, untuk kerang hijau dengan perlakuan penambahan bahan pengawet metanil yellow terlihat adanya kecenderungan (tendensi) peningkatan kandungan logam Pb dari stasiun III hingga ke stasiun I (Gambar 12). Kandungan logam berat Pb pada kerang hijau dengan perlakuan penambahan Na2CaEDTA konsentrasi 5 % berkisar antara 0,28 – 0,58 ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0 – 0,186 ppm. Rata-rata kandungan logam berat Pb pada stasiun I sebesar 0,387 ppm, stasiun II sebesar 0,26 ppm dan pada stasiun III sebesar 0,117 ppm. Ada kecenderungan penurunan kandungan logam Hg dari stasiun I hingga ke stasiun III (Gambar 12). c. Kandungan Logam Berat Cd Pasca Perlakuan Kandungan logam berat Cd pada kerang hijau dengan perlakuan penambahan bahan pengawet formalin konsentrasi 5 % berkisar antara 0,71 – 0,92 ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0,81 – 1,04 ppm. Rata-rata kandungan logam berat Cd pada stasiun I sebesar 0,95 ppm, stasiun II sebesar
52
0,85 0 ppm daan pada stassiun III sebesar 0,75 ppm m. Seperti pada p logam Hg dan Pb di d atas, unttuk kerang hijau denggan perlakuaan penambaahan bahan pengawet formalin f terlihat adanyaa kecenderunngan (tendennsi) peningkkatan kandunngan logam Cd C dari stasiiun III hingg ga ke stasiunn I (Gambar 13).
Kandunga K an Logam m Berat Cd C Pasca P Perlakuann Kadar Logam Cd (ppm)
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
Form malin Rhodamin B
Formalin
p0tt0 p1t1 p1tt2 p1t3 p2t1 1 p2t2 p2t3 3 0.6 65 0.709 0.81 13 0.922 0.806 0.926 1.04
Rhodamin B
0.723 0.753 0.85 54 0.955 0.855 0.949 1.056 6
Mettanil Yellow Na2CaEDTA
Metanil Yellow 0.809 0.815 0.87 72 0.879 0.94 4 0.962 1.073 3 Na2C CaEDTA
96 0.053 0.013 0.001 0.629 0.216 0.09
0
Perlakuan
Gambar 13. 1 Kandun ngan Logam m Berat Cd Kerang K Hijaau Pasca Peerlakuan Keterangan K n: p0t0 = Kontrrol (0 %, 0 menit) m p1t1 = Konseentrasi 5 %, waktu 30 m menit p2t1 = Konsentrasi 10 %, wakttu 30 menit p1t2 = Konseentrasi 5 %, waktu 45 m menit p2t2 = Konsentrasi 10 %, wakttu 45 menit p1t3 = Konseentrasi 5 %, waktu 60 m menit p2t3 = Konsentrasi 10 %, wakttu 60 menit Gam mbar 13 meemperlihatkaan bahwa kandungan k llogam beratt Cd pada kerang k hijaau dengan perlakuan penambahann bahan peengawet rhhodamin B 5 % berkissar antara 0,,75 – 0,96 ppm konsentrasi k p dan unntuk konsentrasi 10 % logam beraat Cd pada berkisar b anttara 0,86 – 1,06 ppm. Rata-rata kandungan k stasiun I sebbesar 1,0 ppm m, stasiun III sebesar 0,9 9 ppm dan ppada stasiun III sebesar 0,8 0 ppm. Seperti pada logam Hg dan Pb di atas, untukk kerang hijjau dengan perlakuan p
penambahaan
bahan
pengawet
rhodamin
B
terlihaat
adanya
53
kecenderungan (tendensi) peningkatan kandungan logam Cd dari stasiun III hingga ke stasiun I. Kandungan logam berat Cd pada kerang hijau dengan perlakuan penambahan bahan pengawet metanil yellow konsentrasi 5 % berkisar antara 0,82 – 0,88 ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0,94 – 1,07 ppm. Rata-rata kandungan logam berat Cd pada stasiun I sebesar 1,025 ppm, stasiun II sebesar 0,925 ppm dan pada stasiun III sebesar 0,825 ppm. Seperti pada logam Hg dan Pb di atas, untuk kerang hijau dengan perlakuan penambahan bahan pengawet metanil yellow terlihat adanya kecenderungan (tendensi) peningkatan kandungan logam Cd dari stasiun III hingga ke stasiun I (Gambar 13). Kandungan logam berat Cd pada kerang hijau dengan perlakuan penambahan Na2CaEDTA konsentrasi 5 % berkisar antara 0,053 – 0,22 ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0 – 0,013 ppm. Rata-rata kandungan logam berat Cd pada stasiun I sebesar 0,102 ppm, stasiun II sebesar 0,062 ppm dan pada stasiun III sebesar 0,027 ppm. Ada kecenderungan penurunan kandungan logam Hg dari stasiun I hingga ke stasiun III (Gambar 13). Nilai kandungan logam berat (Hg, Pb dan Cd) yang ada pada kerang hijau lebih tinggi dibandingkan dengan yang berada pada kolom air. Hal ini disebabkan oleh kemampuan kerang hijau untuk mengakumulasi logam berat di dalam tubuhnya. Sifat hidupnya yang sessil dan filter feeder, mengakibatkan kerang hijau dapat menyerap logam berat di kolom air. Hal ini terlihat dari nilai faktor konsentrasi yang telah disebutkan di atas, dalam hal ini kerang hijau mampu menyerap logam berat di kolom air hingga ratusan kali dan bahkan untuk logam
54
berat Pb menunjukkan nilai hingga ribuan kali, yang artinya mempunyai tingkat akumulatif yang tinggi terhadap logam tersebut. Kecenderungan kerang hijau untuk menyimpan atau mengakumulasi logam berat dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama yakni bisa berlangsung selama hidupnya (Darmono, 1995). Hal ini juga dipengaruhi oleh proses fisiologis dalam tubuh kerang hijau itu sendiri. Dalam proses metabolisme tubuhnya akan mengolah atau mentransformasi setiap bahan racun (logam berat) yang masuk, sehingga akan mempengaruhi daya racun atau toksisitas bahan tersebut (logam berat). Logam berat yang telah mengalami biotransformasi dan tidak dapat diekskresikan atau dikeluarkan oleh tubuh umumnya akan tersimpan dalam organ-organ tertentu seperti hepatopankreas, ginjal dan gonad. Faktor ukuran kerang hijau juga dapat mempengaruhi kandungan logam berat di dalam tubuh organisme. Berdasarkan data yang didapat selama penelitian ini terlihat adanya kecenderungan peningkatan kandungan logam berat dari ukuran kecil (< 4 cm) sampai dengan ukuran besar (> 6 cm). Tingginya logam berat dalam daging kerang hijau ini disebabkan bahwa kerang hijau merupakan binatang lunak yang tidak bergerak atau mobilitasnya lamban, mempunyai kemampuan untuk menyerap logam di lingkungan perairan tempat biota tersebut hidup dan tidak dapat meregulasi logam tersebut. Semakin besar ukuran tubuhnya (makin tua) maka kandungan logam berat dalam tubuh juga akan semakin meningkat. Terjadinya peningkatan ini dikarenakan logam berat yang masuk ke dalam tubuhnya akan terus diakumulasi. Pada ukuran kerang besar (> 6 cm) dan sedang (4 – 6 cm), kandungan logam berat untuk Pb sedemikian tingginya dan
55
sudah melampaui batas yang diperbolehkan untuk dikonsumsi oleh manusia. Menurut Suwirma (1981) bahwa standarisasi kandungan logam berat pada ikan dan hasil perikanan lainnya, yaitu untuk logam berat Hg 0.5 mg/L, Pb 2.0 mg/L dan Cd 1.0 mg/L.Dengan melihat standar tersebut, maka dapat dikatakan bahwa untuk logam Hg pada semua ukuran kerang hijau masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan untuk dikonsumsi. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa tingkat toksisitas logam Hg lebih bersifat toksik dari logam lainnya dan bila terakumulasi dalam tubuh manusia dapat mengakibatkan keracunan akut maupun kronis (Darmono, 1995).
4.5. Penurunan Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cd pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) dengan Perlakuan Na2CaEDTA Pada perlakuan kombinasi n1t3, n2t2 dan n2t3 kadar logam Hg tidak terdeteksi. Pada perlakuan kombinasi n1t3 dan n2t3 kadar logam Pb tidak terdeteksi. Pada perlakuan kombinasi n1t3, n2t2 dan n2t3 kadar logam Cd tidak terdeteksi.Hal ini disebabkan hasil yang diperoleh di bawah limit deteksi alat AAS yaitu 0,000001 ppm untuk Hg; 0,001 ppm untuk Pb dan Cd. Penggunaan Na2CaEDTA ini disebabkan oleh kemampuan Na2CaEDTA sebagai pengikat logam berat sehingga membentuk ikatan kompleks dengan ion logam yang terdapat dalam tubuh kerang hijau. Penggunaan Na2CaEDTA ini dinilai lebih efektif bila dibandingkan dengan penggunaan garam EDTA yang lain, karena garam EDTA yang digunakan umumnya berbentuk Na2CaEDTA terdapat dalam produk makanan seperti mentega, saus, bumbu masak dan pengalengan kerang.
56
Rata‐Rata Penurunan (%)
Persenttase Rataa-Rata Peenurunan Kadar Loggam Beratt Pada Kerang K Hij Hijau 100 0 90 0 80 0 70 0 60 0 50 0 40 0 30 0 20 0 10 0 0
Hg Pb
n0t0 Hg H 0.0053
n1t1 9 91.366
n1t2 94.286
n1t3 99.98
n2t1 9 99.98
n2t2 2 99.98 8
n2t3 99.98
Pb P 1.2583
4 41.52
45.83 3
49.3
64.556 6
87.046
99.926
C 0.6291 Cd
6 67.306
72.353
77.013
85.263 8
99.98 8
99.98
Cd
mbinasi Perlakuan Kom
Gambar G 144. Persentasse Rata-Ratta Penurunaan Kadar H Hg, Pb dan Cd dalam Tubuh Kerang Hijau u pada Setia ap Kombinaasi Perlakuaan Keterangan K n: n0t0 = Kontrrol (0 %, 0 menit) m n1t1 = Konseentrasi 0.5 %, % waktu 30 m menit n2t1 = Konsentrassi 1 %, wakttu 30 menit n1t2 = Konseentrasi 0.5 %, % waktu 45 m menit n2t2 = Konsentrassi 1 %, wakttu 45 menit n1t3 = Konseentrasi 0.5 %, % waktu 60 m menit n2t3 = Konsentrassi 1 %, wakttu 60 menit Gam mbar 14 mem mperlihatkann bahwa perrlakuan n1t3 (Na2CaED DTA 0,5 % selama 60 menit) m dapaat menurunkkan kadar Hg H sebanyakk 99,98 %, penurunan kadar k Pb pada perlakuann tersebut seebanyak 49,33 % dan pennurunan kadar Cd pada perlakuan p t tersebut sebbanyak 77,001 %. Sem mentara itu pada perlaakuan n2t3 (Na ( 2CaEDT TA 1,0 % seelama 60 menit) m dapatt menurunkaan kadar Pb b sebanyak 99,92 9 %, seedangkan paada perlakuaan n2t2 (Na2CaEDTA C 1,00 % selamaa 45 menit) dapat d menurunkan kadaar Cd sebannyak 99,98 %. Hal ini diduga kareena hampir seluruh logaam Hg pad da tubuh kerrang hijau membentuk m ikatan mettaloprotein, sedangkan logam l Pb daan Cd didugga membenttuk ikatan m metaloenzim. Darmono
57
(1995) menyatakan bahwa ikatan metaloprotein bersifat labil sehingga mudah diputus, sementara ikatan metaloenzim bersifat stabil dan lama mengikat karena berikatan kuat dengan gugus SH dan N yang terdapat dalam protein (enzim), sehingga memerlukan proses relatif lama untuk memutus logam Pb dan Cd yang terikat tersebut. Oleh karena itu untuk memutuskan ikatan antara logam Pb dan enzim memerlukan waktu perendaman dengan Na2CaEDTA relatif lama yaitu 60 menit untuk melepaskan 99,92 % logam Pb yang terikat tersebut, sedangkan untuk memutuskan ikatan antara logam Cd dan enzim memerlukan waktu perendaman dengan Na2CaEDTA relatif lama yaitu 45 menit untuk melepaskan 99,98 % logam Cd yang terikat tersebut (Gambar 14). Khusus untuk memutuskan logam Hg yang terikat dalam kompleks metaloprotein yang bersifat labil, mudah diputuskan dengan setiap perlakuan konsentrasi Na2CaEDTA (0,5 % dan 1,0 %) baik untuk lama perendaman 30 menit, 45 menit maupun 60 menit dengan tingkat rata-rata penurunan kadar Hg berkisar antara 91,37 – 99,98 % (Gambar 14). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Na2CaEDTA dengan konsentrasi 0,5 % dalam menurunkan kadar Hg menghasilkan residu sebanyak 43,48 ppm, sedangkan Na2CaEDTA 1,0 % dalam menurunkan kadar Pb menghasilkan residu sebanyak 239,13 ppm, dimana nilai tersebut masih di bawah standar baku yang ditetapkan FAO sebesar 340 ppm (Lampiran 4). Hasil analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa tidak ada interaksi antara faktor konsentrasi Na2CaEDTA dengan waktu perendaman baik terhadap kandungan logam Hg, Pb maupun Cd. Masing-masing faktor tidak berpengaruh
58
nyata terhadap kandungan logam Hg, tetapi berpengaruh nyata terhadap kandungan logam Pb dan Cd (Lampiran 15). Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa setiap perbedaan konsentrasi Na2CaEDTA menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata, dimana semakin tinggi konsentrasi Na2CaEDTA yang digunakan, semakin banyak logam Pb yang tereduksi. Hal yang serupa juga ditunjukkan pada setiap perlakuan waktu perendaman yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata, dimana semakin lama waktu perendaman, semakin banyak logam Pb dan Cd yang tereduksi (Lampiran 15).
4.6. Faktor Konsentrasi Faktor konsentrasi adalah suatu ukuran nilai dari kemampuan biota atau organisme air dalam mengambil bahan pencemar langsung dari lingkungan yang ada disekitarnya, yaitu kolom air. Faktor konsentrasi logam berat pada kerang hijau menunjukkan adanya kecenderungan biota air tersebut mengakumulasi logam berat. Ada tiga kategori yang dikemukakan Van Esch (1977) untuk faktor konsentrasi yaitu : (1) tingkat akumulasi rendah jika faktor konsentrasi kurang dari 100, (2) tingkat akumulasi sedang jika faktor konsentrasi antara 100 hingga 1000 dan (3) tingkat akumulasi tinggi jika faktor konsentrasi lebih dari 1000. Van Esch (1977 dalam Fitriati, 2004) mengatakan bahwa semakin mudah logam diabsorbsi dan terakumulasi pada tubuh organisme air, semakin besar indeks faktor konsentrasi dan logam berat tersebut dapat semakin bersifat racun. Besar kecilnya indeks faktor konsentrasi dipengaruhi oleh beberapa hal, antara
59
lain l : jenis--jenis logam m berat, jennis organism me, lama peernapasan dan kondisi lingkungan l p perairan seperti pH, tem mperatur dan salinitas.
Faktor Konsentra K asi Logam m Hg padaa Kerang Hijau Faktor Konsentrasi
300 250 200 150 100
Ukuraan Besar
50
Ukuraan Sedang
0 Ukurran Besar
Titik I 122.13
Titik II 210.01
Titik III 97.66
Ukurran Sedang
288.47
201.14
133.9
Ukurran Kecil
76.09
64.68
73.11
Ukuraan Kecil
Stasiu un Pengamatan n
Gam mbar 15. Fak ktor Konsen ntrasi Loga am Hg pada Kerang Hijjau Gam mbar 15 mem mperlihatkan bahwa rata--rata faktor konsentrasi k p pada logam berat b Hg terrtinggi padaa kerang hijaau ukuran seedang (4 – 6 cm), denggan kisaran nilai n 133,900 – 288,47. Hal H ini menuunjukkan baahwa kerangg hijau yangg berukuran sedang (4 – 6 cm) mem mpunyai tingkat akumuulatif yang ssedang terhaadap logam berat b Hg. Kerang K hijaau yang beerukuran beesar (> 6 cm) c juga mempunyai m kecenderung k gan tingkat akumulatif a yyang sedangg terhadap loogam berat Hg H dengan nilai n kisaran n rata-rata 97,66 – 210,01 walaupun n pada stasiiun III nilainnya kurang dari d 100, yaaitu 97,66. Untuk U kerangg hijau yang berukuran kkecil (< 4 cm m) rata-rata nilai n faktor konsentrasinnya kurang dari 100, yaaitu berkisarr antara 64,668 – 76,09.
60
Hal H ini meenunjukkan bahwa kerang hijau yang y beruku kuran kecil (< 4 cm) tingkat akum mempunyai m mulatif yangg rendah terhhadap logam m berat Hg.
Faktor Konsentrasi
Faktor Konsentra K asi Logam m Pb padaa Kerang Hijau 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
Ukuran n Besar Ukuran n Sedang
Ukuran Besar
Titik I 8396.23
Titik II 6920.03
Titik III 2003.22
Ukuran Sedang
6404.36
6089.77
1483.17
Ukuran Kecil
2396.76
2124.41
570.96
Ukuran n Kecil
Stasiu un Pengamatan n
mbar 16. Fak ktor Konsen ntrasi Logaam Pb pada Kerang Hijjau Gam Gam mbar 16 mem mperlihatkann bahwa fakktor konsentrrasi pada keerang hijau ukuran u besaar (> 6 cm)), rata-rata nilainya n mellebihi 1000,, yaitu berkkisar antara 2003,22 2 – 8396,23. 8 Haal ini menunnjukkan bahhwa kerang hijau yang berukuran besar b (> 6 cm) c mempunnyai tingkatt akumulasi yang tinggii terhadap lo ogam berat Pb. P Pada keerang hijau berukuran b ssedang (4 – 6 cm) rata--rata nilainyya melebihi 1000, yaitu berkisar anntara 1483,17 – 6404,36. Hal inii menunjukkkan bahwa kerang k hijau u yang beruukuran sedanng (4 – 6 cm m) mempunnyai tingkat akumulatif yang y tinggi terhadap loggam berat Pbb. Pada keraang hijau berrukuran keciil (> 4 cm), rata-rata r nilaai faktor konnsentrasi berrkisar antara 570,96 – 23396,76 dan mempunyai m kecenderung k gan tingkat akumulatif a yyang tinggi terhadap logaam berat Pb, meskipun pada p stasiun n II nilainya kurang k dari 1000, yaitu 570,96.
61
Faktor Konsentrasi
Faktor Konsentra K asi Logam m Cd padaa Kerang Hijau 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
Ukuran Besar Ukuran Sedang
Ukkuran Besar
Titik I 4198.12
Titik II 3460.02
Titik III 1001.61 1
Ukkuran Sedang
3202.18
3044.89
741.59
Ukkuran Kecil
1198.38
1062.21
285.48
Ukuran Kecil
Stasiu un Pengamatan n
Gam mbar 17. Fak ktor Konsen ntrasi Loga am Cd pada Kerang Hijjau Gam mbar 17 mem mperlihatkann bahwa faaktor konsenntrasi logam m berat Cd cenderung c menurun m nilaainya dari staasiun pengam matan I hinggga stasiun pengamatan p III. I Faktor konsentrasi pada keranng hijau berrukuran besaar (> 6 cm m), rata-rata nilainya n kurrang dari 100, 1 yaitu bberkisar anttara 1001,611 – 4198,12. Hal ini menunjukka m an bahwa keerang hijau yang beruk kuran besar (> 6 cm) mempunyai m tingkat t akum mulatif yang tinggi terhaadap logam berat b Cd. Padda kerang hiijau ukuran sedang (4 – 6 cm) jugga rata-rata nnilai faktornnya melebihhi 1000, yaittu berkisar antara a 741,559 – 3202,18 8. Hal ini meenunjukkan bahwa b keranng hijau ukuuran sedang (4 ( – 6 cm) mempunyaii kecenderunngan tingkatt akumulatiff yang tingggi terhadap logam l beratt Cd, mesk kipun pada stasiun III nilainya kuurang dari 1000, 1 yaitu 741,59. 7 Pada kerang hijau ukuran kkecil (< 4 cm m) juga mem mpunyai keceenderungan tingkat t akum mulatif yangg tinggi terhadap logam berat Cd. A Adapun rata--rata faktor
62
konsentrasinya berkisar antara 285,48 – 1198,38 walaupun pada stasiun III nilainya kurang dari 1000, yaitu 285,48.
4.7. Analisis Hubungan Parameter Fisika-Kimia dengan Kandungan Logam Berat pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) Menurut Darmono (2001), faktor-faktor lingkungan ikut mempengaruhi konsentrasi kandungan logam berat dalam tubuh kerang hijau. Konsentrasi kandungan logam berat pada tubuh kerang hijau tergantung pada konsentrasi kandungan logam berat pada kolom air, konsentrasi garam, suhu, pH air dan kekeruhan (turbidity). Tabel 3. Hasil Analisis Principal Component Analysis (PCA) untuk Logam Hg terhadap Semua Ukuran Tubuh Kerang Hijau Korelasi Korelasi Logam F1 F2 Hg Positif Negatif Kerang Suhu, kekeruhan, Hg Salinitas, Kekeruhan, Suhu Besar di air, Hg di kerang pH Hg di air Kerang Suhu, kekeruhan, Hg Salinitas, pH Salinitas Sedang di air, Hg di kerang pH Kerang Suhu, kekeruhan, Hg Salinitas, Kekeruhan, Suhu Kecil di air, Hg di kerang pH Hg di air Tabel 4. Hasil Analisis Principal Component Analysis (PCA) untuk Logam Pb terhadap Semua Ukuran Tubuh Kerang Hijau Logam Korelasi Korelasi F1 F2 Pb Positif Negatif Kerang Suhu, kekeruhan, Pb pH, Pb di air, Salinitas, pH Suhu Besar di air, Pb di kerang kekeruhan Suhu, Kerang Salinitas, kekeruhan, Salinitas pH Sedang Pb di kerang Pb di air, pH Kerang Suhu, kekeruhan, Pb Kekeruhan, Salinitas, pH Suhu Kecil di air, Pb di kerang Pb di air, pH
63
Tabel 5. Hasil Analisis Principal Component Analysis (PCA) untuk Logam Cd terhadap Semua Ukuran Tubuh Kerang Hijau Logam Korelasi Korelasi F1 F2 Cd Positif Negatif Kerang Salinitas, pH, Cd di Suhu, Suhu, pH Besar air, Cd di kerang kekeruhan Cd di air Suhu, Kerang pH, Cd di air, Kekeruhan, salinitas, Suhu Sedang Cd di kerang pH kekeruhan Suhu, Kerang pH, Cd di air, salinitas, pH Cd di air Kecil Cd di kerang kekeruhan Hasil dari analisis PCA menunjukkan adanya perbedaan peranan parameter kualitas air yang diukur dengan kandungan logam berat dalam tubuh kerang hijau. Hal ini dapat dilhat dari nilai keeratan antara parameter kualitas air dengan kandungan logam berat dalam tubuh kerang hijau. Masing-masing parameter kualitas yang terukur memberikan peranan yang berbeda-beda terhadap jenis logam Hg, Pb dan Cd yang terkandung dalam tubuh kerang hijau. Hal ini diduga karena tiap jenis logam tersebut akan mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lainnya, sehingga logam-logam tersebut akan memberikan reaksi yang berbeda terhadap peranan kualitas air tersebut, dan tentunya akan mempengaruhi kandungan logam berat di dalam tubuh kerang hijau. Darmono (2001) menyatakan bahwa pada jenis kepiting (Paragrapus gaimardi) yang hidup di muara sungai, menunjukkan dengan semakin tinggi suhu air maka daya toksisitas logam semakin meningkat, sebaliknya semakin rendah suhu air maka daya toksisitas logam juga menurun. Di samping itu, pada kadar garam yang semakin tinggi, daya toksisitas logam semakin menurun. Pada kolom perairan yang mempunyai derajat keasaman (pH) mendekati normal (7 – 8)
64
kelarutan dari bentuk persenyawaan logam ini cenderung stabil (Palar, 1994). Akumulasi logam berat dalam tubuh kerang hijau juga dipengaruhi oleh hadirnya logam lain ysng terlarut dalam air (Darmono, 2001). Seperti penelitian Darmono (2001) bahwa udang laut (Callianasa australiensis) yang dipelihara dalam air yang mengandung kadmium dan seng, ternyata kedua logam terus meningkat. Palar (1994) menambahkan bahwa keberadaan logam-logam lain dalam kolom perairan dapat menyebabkan logam-logam tertentu menjadi sinergis atau sebaliknya menjadi antagonis bila telah membentuk suatu ikatan. Di samping itu, interaksi antara logam-logam tersebut bisa juga gagal atau tidak terjadi sama sekali. Logam-logam berat yang bersifat sinergis, apabila bertemu dengan pasangannya dan membentuk suatu persenyawaan dapat berubah fungsi menjadi racun yang sangat berbahaya atau mempunyai daya racun yang berlipat ganda. Sebaliknya, untuk logam-logam yang bersifat antagonis, apabila terjadi persenyawaan dengan pasangannya maka daya racun yang ada pada logam tersebut akan berkurang atau semakin kecil. Ukuran tubuh kerang hijau juga memperlihatkan adanya perbedaan peranan kualitas air terhadap kandungan logam berat dalam tubuh kerang hijau. Kondisi biota berkaitan dengan fase-fase kehidupan yang dilalui oleh organisme air dalam hidupnya. Pada fase-fase tertentu, dalam kehidupan suatu biota atau organisme merupakan fase yang sensitif. Sebagai contohnya adalah fase telur. Namun demikian, ada pula fase dimana biota memiliki daya tahan yang kuat dan biasanya pada fase dewasa (Palar, 1994).
65
Nilai korelasi yang positif menunjukkan peranan parameter kualitas air yang signifikan terhadap kandungan logam berat dalam tubuh kerang hijau. Sebaliknya nilai korelasi yang negatif menunjukkan peranan yang berlawanan atau menurunkan terhadap kandungan logam berat dalam tubuh kerang hijau. Sebagai contohnya adalah, matriks korelasi antara variabel kekeruhan dengan kandungan logam kerang hijau memiliki kecenderungan peranan yang positif. Artinya setiap kenaikan nilai kekeruhan di perairan akan meningkatkan kandungan logam berat di dalam tubuh kerang hijau. Hal ini menunjukkan bahwa logam berat merupakan salah satu bagian dari komposisi kekeruhan. Kandungan logam berat pada kerang hijau yang hidup di dekat pantai dengan di tengah laut berbeda. Kerang yang hidup di tengah laut, kandungan logam beratnya relatif sedikit, namun hal itu tidak menjamin kerang hijau bebas dari kontaminasi logam tersebut. Sebab, perilaku "filter feeder" pada kerang hijau menjadikan ia melahap semua organisme yang ada. Kelebihan perilaku ini, air di sekitar lokasi habitat kerang akan bebas dari pencemaran. Terlebih bahwa setiap individu kerang bisa menyerap air sebanyak 300 liter per hari. Akan tetapi jika kerang itu dikonsumsi manusia, akan berdampak buruk bagi kesehatan. Untuk menghilangkan racun pada tubuhnya, nelayan biasanya mencuci kerang di air mengalir selama 24 jam, namun usaha tersebut dinilai tidak efektif.
66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa penambahan bahan pengawet (formalin, rhodamin B, metanil yellow dan Na2CaEDTA) dengan konsentrasi dan waktu perendaman yang berbeda berpengaruh sangat nyata (p < 0,05) terhadap kandungan logam berat (Hg, Pb dan Cd) dalam kerang hijau. Pengaplikasian jenis bahan pengawet dengan konsentrasi dan waktu perendaman disarankan secara terpisah atau bersama-sama.
5.2. Saran Sebaiknya konsumsi kerang hijau yang berasal dari perairan Muara Kamal Teluk Jakarta disarankan tidak melebihi dari 556,306 g per 70 kg berat badan per minggu atau 79,472 g per 70 kg berat badan per hari. Dalam upaya menekan seminimal mungkin kadar logam berat pada tubuh kerang hijau dianjurkan perendaman dengan Na2CaEDTA 1,0 % selama 60 menit untuk logam Hg, Cd dan Pb. Sebaiknya dibuat peraturan yang menentukan bagian laut mana saja yang boleh dieksploitasi produknya, sehingga tidak meracuni masyarakat.
67
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Edisi 1. Penerbit ANDI, Yogyakarta. Akbar, H.S. 2002. Pendugaan tingkat akumulasi logam berat Cd, Pb, Cu, Zn dan Ni pada kerang hijau (Perna viridis L.) ukuran > 5 cm di perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. Skripsi: Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Allaerts, G. dan S.S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Penerbit Usaha Nasional, Surabaya. Alloway, B.J. dan D.C. Ayres. 1993. Chemical Principles of Environmental Pollution. Chapman & Hall, London. APHA. 1998. Standard methods for the examination of water and wastewater. Edisi-20. Nomor 4500-NH3 F. Methode Phenate. Bengen, D.G. 1998. Sinopsis analisis statistik multivariabel (multidimensi). Tesis : Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Boehm, P.D. 1987. Transport and transformation process regarding hydrocarbon and metal pollution in offshore sedimenary environment. In : Boesch, D.F. and N.N. Rabalai (editors). Long Term Effect of Shore Oil and Gas Development. Elsivier Applied Science. London. Bryan, G.W. 1976. Heavy metal contamination in the sea. In : Johnston, R. (editor). Effects of Pollutants on Aquatic Organisms. Cambridge University Press. Cambridge. Clark, R.B. 1986. Marine Pollution. Clarendon Press-Oxford. New York. Connell, D.W. dan G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. UI Press, Jakarta. Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta. Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press, Jakarta.
68
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungan dengan Toksikologi Senyawa Logam. UI Press, Jakarta. Departemen Pertanian. 1985. Buku Petunjuk Budidaya Kerang Hijau (Perna viridis L.) Seri Ke-4. Mariculture Research and Development Project (ATA-192). Kerjasama antara Departemen Pertanian dan Japan International Coorporation Agency (JICA). Dewi, K.S.P. 1996. Tingkat pencemaran logam berat (Hg, Pb dan Cd) di dalam sayuran, air minum dan rambut di Denpasar, Gianyar dan Tabanan. Tesis : Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Direktorat Jenderal Perikanan. 1985. Petunjuk Teknis Budidaya Kerang Hijau. INFIS manual seri No.6. Jakarta. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Elliott, M. dan K.L. Hemingway. 2002. Fishes In Estuaries. Blackwell Science, United Kingdom. EPA. 1973. Water Quality Criteria. Environmental Protection Agency. Ecology Research Series, Washington. Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Fatoki, O.S. dan S. Mathabatha. 2001. An assessment of heavy metal pollution in the east London and Port Elizabeth harbours. In Water SA 27(2):233240. http://www.wrc.org.za. Diakses tanggal 15 November 2008, pk. 13.00 WIB. Fergusson, J.E. 1991. The Heavy Elements Chemistry Environmental Impact and Health Effects. Pergamon Press. Fitriati, M. 2004. Bioakumulasi logam raksa (Hg), timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada kerang hijau (Perna viridis) yang dibudidayakan di perairan pesisir Kamal dan Cilincing Jakarta. Tesis : Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Forstner, U. dan G.T.W. Wittman. 1983. Metal Pollution In The Aquatic Environment. Springer Verlag, Berlin. Friedman, G.M. dan J.E. Sanders. 1978. Principles of Sedimenology. John Wiley and Sons, New York.
69
Furia, T. 1972. Food Additives. Volume I. CRC Press, Inc., New York. 998 hlm. Gaspersz, V. 1995. Teknik analisis dalam penelitian percobaan. Tarsito, Bandung. 622 hlm. GESAMP. 1985. Review of Potentially Harmful Substances : Cadmium, Lead and Tin. IMO/FAO/UNESCO/WMO/IAEA/UNEP/UN Join Group of Experts. Hamidah. 1980. Pengaruh Logam Berat Terhadap Lingkungan. Pewarta Oceana: Jakarta.http://www.dnr.state.sc.us/marine/sertc/images/photo/%20galleryp erna%20viridis2.jpg. Diakses Tanggal 5 September 2008, pk. 14.00 WIB. Harahap, S. 1991. Tingkat pencemaran air kali Cakung ditinjau dari sifat kimiafisika khususnya logam berat dan keanekaragaman jenis hewan benthos makro. Tesis : Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hartanti. 1998. Analisis kandungan logam berat merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), arsen (As), dan tembaga (Cu) dalam tubuh kerang konsumsi serta upaya penurunannya. Skripsi : Fakultas Perikanan dan Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 68 hlm. Hendrawati. 2006. Penuntun Praktikum Kimia Lingkungan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Press, Jakarta. Hutabarat, S. dan S. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. UI Press, Jakarta. Hutagalung, H.P. 1984. Logam Berat Dalam Lingkungan Laut. Pewarta Oseana IX No.1 Tahun 1984 LON-LIPI, Jakarta. ______________ 1989. Mercury and Cadmium Content In Green Mussels, Mytilus viridis L. from Onrust Waters, Jakarta Bay. Environ. Contam. Toxicol. ______________ 1991. Pencemaran Laut Oleh Logam Berat dalam Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. P3O LIPI, Jakarta. ______________, D. Setiapermana & S. Hadi Riyono. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Ilahude, A.G. dan S. Liasaputra. 1980. Sebaran Normal Parameter Hidrologi di Teluk Jakarta dalam Teluk Jakarta. Pengkajian Fisika, Kimia, Biologi dan Geologi Tahun 1975 – 1979.
70
Inswiasri, A., Tugiwati, dan A. Lubis. 1997. Kadar logam Cu, Pb, Cd, dan Cr dalam ikan segar dan kerang dari Teluk Jakarta tahun 1995/1996. Buletin Penelitian Kesehatan, 25 (1) : 19 – 26. Ismail, W., Pratiwi, E. & Wedjatmiko. 1999. Perikanan Kerang Hijau di Perairan Muara Kamal, Jakarta. Warta Penelitian Perikanan Indonesia : 6 – 9. Jakarta. Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan Hidup. 1997. Laporan Tahunan Prokasih. PEMDA DKI Jakarta. Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI. 2004. Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta. http://www.menlh.go.id. Diakses Tanggal 15 Juli 2008, pk. 20.00 WIB. Kastoro, W. 1988. Beberapa Aspek Biologi Kerang Hijau (Perna viridis L.) dari Perairan Binaria, Ancol Teluk Jakarta. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No.45. Balai Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian dan Perkembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta. Kompas. 2004. Pencemaran Teluk Jakarta Lampaui Ambang Batas. http://www.kompas.com Tanggal 5 September 2008, pk. 14.30 WIB. Laws, E.A. 1981. Aquatic Pollution : An Introductory Text. Second edition. Willey and Sons, Inc., New York. 641 hlm. Laws, E.A. 1993. Aquatic Pollution. John Willey & Sons, Inc., New York. Legandre, L. dan P. Legandre. 1983. Numerical Ecology. Elsevier Scientific Publishing Company, New York. Linnaeus. 1758. Asian Green Mussel (Perna viridis). National Introduced Marine Pest Information System (NIMPIS), Last Updated : 13 Maret 2002. Lindquist, O.A., K.J. Jarnelov dan J. Rhode. 1980. Mercury In Swedish Environment. Global and Local Source. Report of The Workshop Held at Lerum, Sweden, November 1983, S.N.R.P.M. 1816. National Swedish Environment Protection Guard, Solna, Sweden. (Cited In Linberg 1987). Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar : Azas, Organ Sasaran, dan Penilaian Nilai. Edisi 2. Terj. dari Basic Toxicology : Fundamentals, Target Organ and Risk Assesment oleh Edi Nugroho. UI Press, Jakarta. Manahan, S.E. 1994. Environmental Chemistry. Second Ed. Williard Press, Boston.
71
Mance, G. 1987. Pollutan Threat of Heavy Metals In Aquatic Environmentals. Elsivier Applied Science, New York. Mason, C.F. 1981. Biology of Freshwater Pollutan. Longman Singapore Publisher Ltd., Singapore. 121 p. Mc.Cormick dan Thiruvathukal. 1976. Elements of Oceanography. WB. Sounders Company, Philadelphia. Menteri Kepedudukan & Lingkungan Hidup. 1988. Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor:02/MENKLH/1988, tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan Sekretariat MENKLH, Jakarta. Menteri Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor:51/MENLH/2004 Tahun 2004, tentang Penetapan Baku Mutu Air Laut dalam Himpunan Peraturan di Bidang Lingkungan Hidup, Jakarta. Miettinen, J.K. 1977. Inorganic Trace Element as Water Pollution to Health Man and Aquatic Biota dalam F. Coulation and E. Mrak, Ed. Water Quality Process of an Int. Forum. Academic Press, New York : 133 – 136. Moore, J.W. 1991. In Organic Contaminants of Surface Water. Springer Verlag, New York. 334 p. Mulyaningsih, T.R. 1998. Penentuan tingkat pencemaran logam berat Pb, Cd dan Hg pada hasil laut dan konsumennya. Tesis : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. 195 hlm. Nanty, I.H. 1999. Kandungan logam berat dalam badan air dan sedimen di muara Way Kambas dan Way Sekampung, Lampung. Skripsi : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nemerow, N.L. 1985. Stream, Lake, Estuary, and Ocean Pollution. Van Nostrand Reinhold, New York. Nimpis. 2002. Asian Green Mussel (Perna viridis). National Introduced Marine Pest Information System (NIMPIS). Last Updated : 13 Maret 2002. Nontji, A. 1984. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta. Noviana. 1994. Pengaruh konsentrasi logam berat merkuri (Hg) terhadap beberapa aktivitas biologi kerang darah (Anadara granosa Linn.). Skripsi : Fakultas Pertanian, Universitas Padjajaran, Jatinangor. 60 hlm.
72
Novotny, V. dan H. Olem. 1994. Water Quality, Prevention, Identification, and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold, New York 1054 p. Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. dari Marine Biology : An Ecological Approach oleh Muhammad Eidman. Penerbit PT Gramedia, Jakarta. Odum, E.P. 1971. Dasar-Dasar Ekologi. Terj. dari Fundamentals of Ecology oleh Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Paasivarta, J. 1991. Chemical Ecotoxicology. Lewis Publisher, Florida. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 Tahun 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Perairan. Pescod, M.B. 1975. Investigation of Rational Effluent and Stream for Tropical Countries. AIT, Bangkok. 59 p. Porsepwandi, W. 1998. Pengaruh pH larutan perendaman terhadap penurunan kandungan Hg dan mutu kerang hijau (Mytilus viridis L.). Skripsi : Fakultas Perikanan dan Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 42 hlm. Prartono, T. 1985. Kandungan logam berat timbal (Pb), tembaga (Cu) dan seng (Zn) dalam tubuh kerang hijau (Mytilus viridis L.) yang dibudidayakan di perairan Ancol, Teluk Jakarta. Skripsi : Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta. Putri, L.S.E. 2007. Statistika Untuk Jurusan Biologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Quano. 1993. Training Manual On Assesment of The Quality and Type of Land Based Pollution Discharges Into The Marine and Coastal Environment. UNEP, Bangkok. Rachmansyah, P.R., Dalfiah, Pongmasak dan T. Ahmad. 1998. Uji Toksisitas Logam Berat Terhadap Benur Udang Windu dan Nener Bandeng. Jurnal Perikanan Indonesia.
73
Razak, H. 1980. Pengaruh Logam Berat Terhadap Lingkungan. Pewarta Oseana II LON-LIPI, Jakarta. Reilly, C. 1991. Metal Contamination Food. Second Edition. Elsivier Science Publisher Ltd., London. Roberts, D. 1976. Mussel and Pollution. In: B.L. Bayne (editor). Marne Mussel: Their Ecology and Physiology. Cambridge University Press. Cambridge. Rohilan, I. 1992. Keadaan sifat fisika dan kimia perairan di pantai zona industri Krakatau Steel Cilegon. Skripsi : Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Romimohtarto. 1991. Zat Pencemaran dalam Lingkungan Laut dalam Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. P3O-LIPI, Jakarta. Saeni, M.S. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Perguruan Tinggi PAU Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor, Bogor. Setyobudiandi, I. 2000. Sumberdaya hayati moluska kerang mytilidae. Skripsi : Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perikanan Program Studi Manajemen Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soegiharto, A. 1976. Sumber-Sumber Pencemaran. Seminar Pencemaran Laut. LON – LIPI ISOI, Jakarta. Soemirat, J. 2003. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta.
Gadjah Mada University Press,
Sukiyanti, E. 1987. Kadar merkuri kerang darah dari Teluk Jakarta dan hubungannya dengan kadar merkuri kerang darah dari tempat pelelangan ikan Muara Angke. Tesis : Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta. 62 hlm. Sunu, P. 2000. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. Penerbit PT. Grasindo, Jakarta. Suryadiputra, I.N.N. 1995. Pengolahan Air Limbah dengan Metode Biologi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suryanto, D. 2002. Pendugaan laju akumulasi Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni pada kerang hijau (Perna viridis L.) ukuran > 4,7 cm di perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. Skripsi : Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
74
Sutjahjo, S.H., E. Riani dan I. Mulyawan. 2004. Penanganan Limbah B3 dengan Sistem Biofilter Kerang Hijau di Teluk Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Kerjasama dengan Institut Pertanian Bogor. Suwirma, S., S. Surtipanti dan S. Yatim. 1981. Studi Kandungan Logam Berat Hg, Pb, Cd dan Cr dalam Beberapa Jenis Hasil Laut Segar. Majalah Batan, Jakarta. Syahminan. 1996. Studi analisis dan distribusi pencemaran logam berat di perairan estuari Siak, Pekanbaru, Riau. Skripsi : Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tresnasari, S.W. 2001. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada kerang hijau (Perna viridis L.), air dan sedimen di perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. Skripsi : Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Vakily, J.M. 1989. The Biological and Culture of Mussels of The Genus Perna. ICLARM Studies and Review No.17, Manila. Waldichuck, M. 1974. Some Biological Concern In Heavy Metals Pollution. In: Venberg, F.J. and W.B. Venberg (editors). Pollution and Physiology of Marine Organism. Academic Press Inc., NewYork. Waldichuck, M. 1974. Specimen Shells. http://www.specimenshells.net/3721.htm. Diakses Tanggal 24 Juli 2008, pk. 10.00 WIB. Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit ANDI, Yogyakarta. WHO. 1976. Guidelines for Heavy Metals Contents, Health Criteria and Other Supporting Information. WHO, New York. _____. 1984. Guidelines for Drinking Water Quality, Health Criteria and Other Supporting Information. WHO, New York. Wijayanti, F. 2005. Modul Praktikum Ekologi Dasar. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
75
LAMPIRAN
Lampiran 1. Parameter Lingkungan Muara Kamal Februari – April 2009 Stasiun Parameter Lingkungan Bulan Satuan I II III Februari Kekeruhan
Suhu
Salinitas
pH
3.83
1.37
0.77
4.57
4.00
1.69
4.47
3.13
2.61
Rata-rata
4.29
2.83
1.69
Februari
26.0
27.2
27.2
31.0
29.0
28.0
30.0
29.0
28.0
Rata-rata
29.0
28.4
27.7
Februari
31.0
30.8
31.3
33.5
33.7
33.4
32.4
32.5
32.2
Rata-rata
32.3
32.3
32.3
Februari
7.29
7.40
7.61
Maret
7.02
7.15
7.09
April
6.40
6.48
6.40
Rata-rata
6.90
7.01
7.03
Maret April
Maret April
Maret April
FTU
°C
‰
76
Lampiran 2. Kandungan Logam di Perairan Muara Kamal Februari – April 2009 Stasiun Ulangan Baku Parameter Satuan (Bulan) Mutu*) I II III Februari Maret
Merkuri (Hg)
April Rata-rata
mg/L
Februari Maret
Timbal (Pb)
April Rata-rata
mg/L
Februari Kadmium (Cd)
Maret April Rata-rata
mg/L
0.00015
0.00006
0.00001
0.00021
0.00007
0.00007
0.0003
0.0001
0.00009
0.0002
0.0001
0.0001
0.003
0.001
0.001
0.004
0.002
0.001
0.005
0.003
0.002
0.004 0.00001
0.002 0.00001
0.0013 0.00001
0.00002
0.00001
0.00001
0.00003
0.00001
0.00001
0.00002
0.00001
0.00001
Lampiran 3. Kandungan Awal Logam Hg, Pb dan Cd pada Kerang Hijau Kandungan Logam Berat Ulangan Hg (ppm) Pb (ppm) Cd (ppm) 1 2 3 Rata-Rata Baku Mutu
0.001665* 0.002462** 0.011979*** 0.005 0.5
1.485 1.370 0.920 1.258 2.0
0.7425 0.685 0.46 0.6292 1.0
Keterangan : • Limit deteksi alat untuk kadar Hg 0,000001 ppm dan Pb 0,001 ppm * Panjang kerang : 7 – 9 cm ** Panjang kerang : 6 – 7 cm *** Panjang kerang : 4,5 – 6 cm
0.001 mg/L
0.008 mg/L
0.001 mg/L
77
Lampiran 4. Rata-Rata Kadar Hg (ppm) pada Konsentrasi Na2CaEDTA yang Berbeda Kadar Logam Hg (ppm) Titik
Kontrol 0
I
0.01198
Konsentrasi 0.5 % 30 45 60 menit menit menit 0.001 0.0008 0
Konsentrasi 1 % 45 60 30 menit menit menit 0.0008 0 0
II
0.00246
0.0009
0.0007
0
0.0006
0
0
III
0.00167
0.0008
0.0005
0
0.0005
0
0
Rata2 0.00537
0.0009
0.00067
0
0.000633
0
0
Lampiran 5. Rata-Rata Kadar Pb (ppm) pada Konsentrasi Na2CaEDTA yang Berbeda Kadar Logam Pb (ppm) Konsentrasi 0.5 % Konsentrasi 1 % Titik Kontrol 0 30 45 60 30 60 45 menit menit menit menit menit menit 1 0.73 0.55 0.02 0.66 0.36 0 I II
1
0.6
0.2
0.01
0.55
0.2
0
III
0.92
0.4
0.1
0
0.2
0
0
Rata2
1.25833
0.01
0.47
0.186667
0
0.57667 0.28333
Lampiran 6. Rata-Rata Kadar Cd (ppm) pada Konsentrasi Na2CaEDTA yang Berbeda Kadar Logam Cd (ppm) Konsentrasi 1 % 45 60 30 menit menit menit 0.15 0 0
Kontrol 0
I
0.7425
II
0.685
0.2
0.05
0
0.09
0
0
III
0.46
0.1
0.01
0
0.05
0
0
0.2167
0.05333
0
0.096667
0
0
Rata2 0.62917
Konsentrasi 0.5 % 30 45 60 menit menit menit 0.35 0.1 0
Titik
78
Lampiran 7. Lokasi Titik Pengambilan Sampel Air & Kerang Hijau
Titik Sampling I
Titik Sampling II
Titik Sampling III
Bentuk Penampang Kerang Hijau
79
Lampiran 8. Sampel Air Laut Murni & Air Laut + HNO3 Pekat
Sampel Air Laut Murni tanpa Penambahan HNO3 Pekat
Titik I
Titik II
Sampel Air Laut dengan Penambahan HNO3 Pekat
Titik III
Sampel Air Laut dengan Penambahan HNO3 Pekat
80
Lampiran 9. Sampel Basah & Kering Kerang Hijau dengan Perlakuan
Sampel Basah Kerang Hijau dengan Perlakuan Formalin
Perlakuan Rhodamin B
Perlakuan Metanil yellow
Sampel Basah Kerang Hijau
Perlakuan Rhodamin B
Perlakuan Metanil yellow
Sampel Kering Kerang Hijau
81
Lampiran 10. Siklus Proses Budidaya Kerang Hijau
Siklus Proses Budidaya Kerang Hijau
82
Lampiran 11. Peralatan yang Digunakan Kegiatan Sampling & Analisis
Horizontal Water Sampler
Secchi Disk
Turbidimeter
Timbangan Analitik & Digital
Termometer
pH Meter
Water Quality Checker
AAS
83
Lampiran 12. Kriteria Kualitas Air yang Baik untuk Keperluan Perikanan dan Peternakan Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan Fisika Temperatur air alam ± 4°C °C Temperatur 2000 mg/l Residu terlarut
Kimia pH Tembaga (Cu) Seng (Zn) Krom heksavalen (Cr(VI)) Kadmium (Cd) Raksa total (Hg) Timbal (Pb) Arsen (As) Selenium (Se) Sianida (CN) Sulfida (S) Fluorida (F) Amoniak bebas (NH3-N) Nitrit (NO2-N) Klor aktif (Cl2) Oksigen terlarut (DO) Senyawa aktif biru metilen Fenol Minyak & Lemak
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
6–9 0,02 0,02 0,05 0,01 0,002 0,03 1 0,05 0,02 0,002 1,5 0,016 0,06 0,003 0,2 0,001 1
Disyaratkan > 3. Diperbolehkan = 3, maksimum 8 jam dalam 1 hari.
Radioaktivitas Aktivitas beta total Strontium – 90 Radium – 226
pCi/l pCi/l pCi/l
1000 10 3
Aktivitas tanpa adanya Sr – 90 dan Ra – 226.
Pestisida DDT Endrine BHC Methyl Parathion Malathion
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
0,002 0,004 0,21 0,10 0,16
84
Lampiran 13. Kriteria Standar Kualitas Air Limbah Satuan I Parameter Mutu Air Baik
III
Sedang
Kurang
IV Kurang Sekali
Fisika Temperatur Residu terlarut Residu
°C mg/l mg/l
45 1000 100
45 3000 200
45 3000 400
45 50.000 500
Kimia pH Besi (Fe) Mangan (Mn) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Krom heksavalen (Cr (VI) Kadmium (Cd) Raksa total (Hg) Timbal (Pb) Arsen (As) Selenium (Se) Sianida (CN) Sulfida (S) Fluorida (F) Klor aktif (Cl2) Klorida (Cl) Sulfat (SO4) N – Kjeldahl (N) Amoniak bebas (NH3 – N) Nitrat (NO3 – N) Nitrit (NO2 – N) Kebutuhan Oksigen (BOD)
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
6–9 5 0,5 0,5 5 0,1 0,01 0,005 0,1 0,05 0,01 0,02 0,01 1,5 1 600 400 7 0,5 10 1 20
5–9 7 1 2 7 1 0,1 0,01 0,5 0,3 0,05 0,05 0,05 2 2 1000 600 1 20 2 100
4,5 – 9,5 9 3 3 10 3 0,5 0,05 1 0,7 0,5 0,5 0,1 3 3 1500 800 2 30 3 300
4,0 – 10 10 5 5 15 5 1 0,1 5 1 1 1 1 5 5 2000 1000 80 5 50 5 500
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
40 0,5 0,002 10 10
200 1 0,05 30 30
500 3 0,5 70 70
1000 5 1 100 100
Biologi Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) Senyawa aktif biru metilen Fenol Minyak nabati Minyak mineral Radioaktivitas*)
II
85
Lampiran 14. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004. No Parameter Satuan Baku Mutu Fisika 1 Kecerahana m Coral : > 5 Mangrove : Lamun : > 3 2 Kebauan Alami3 a 3 Kekeruhan NTU <5 4 Padatan tersuspensi totalb mg/L Coral : 20 Mangrove : 80 Lamun : 20 5 Sampah Nihil1(4) c 6 Suhu ºC Alami3(c) Coral : 28 – 30(c) Mangrove : 28 – 32(c) Lamun : 28 – 30(c) 5 7 Lapisan minyak Nihil1(5) Kimia 1 pHd 7 – 8,5d e 2 Salinitas ‰ Alami3(e) Coral : 33 – 34(e) Mangrove : s/d 34(e) Lamun : 33 – 34(e) 3 Oksigen terlarut (DO) mg/L >5 4 BOD5 mg/L 20 5 Amonia total (NH3-N) mg/L 0,3 6 Fosfat (PO4-P) mg/L 0,015 7 Nitrat (NO3-N) mg/L 0,008 8 Sianida (CN-) mg/L 0,5 9 Sulfida (H2S) mg/L 0,01 10 PAH (Poliaromatik hidrokarbon) mg/L 0,003 11 Senyawa Fenol total mg/L 0,002 12 PCB total (Poliklor bifenil) µg/L 0,01 13 Surfaktan (deterjen) mg/L MBAS 1 14 Minyak & Lemak mg/L 1 15 Pestisida µg/L 0,01 16 TBT (Tributil tin) µg/L 0,01 Logam terlarut 17 Raksa (Hg) mg/L 0,001 18 Kromium heksavalen (Cr(VI)) mg/L 0,005 19 Arsen (As) mg/L 0,012 20 Kadmium (Cd) mg/L 0,001 21 Tembaga (Cu) mg/L 0,008
86
22 23 24 1 2 3 1
Timbal (Pb) Seng (Zn) Nikel (Ni) Biologi Coliform (total)g Patogen Plankton Radionuklida Komposisi yang tidak diketahui
mg/L mg/L mg/L
0,008 0,05 0,05
MPN/100 ml sel/100 ml sel/100 ml
1000g Nihil1 Tidak bloom6
Bq/L
4
Keterangan : 1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan). 2. Metode analisis mengacu pada metode analisis untuk air laut yang telah ada, baik internasional maupun nasional. 3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim). 4. Pengamatan oleh manusia (visual). 5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis (thin layer) dengan ketebalan 0,01 mm. 6. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Pertumbuhan plankton yang berlebihan dipengaruhi oleh nutrien, cahaya, suhu, kecepatan arus, dan kestabilan plankton itu sendiri. 7. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal. a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10 % kedalaman euphotic. b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10 % konsentrasi ratarata musiman. c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 2 ºC dari suhu alami. d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 0,2 satuan pH. e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 5 % salinitas rata-rata musiman. f. Berbagai jenis pestisida seperti : DDT, Endrin, Endosulfan dan Heptachlor. g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10 % konsentrasi ratarata musiman.