EFEKTIVITAS DEPURASI MERKURI PADA KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DAN KERANG DARAH (Anadara granosa L.) DARI TELUK JAKARTA DENGAN PENGGUNAAN OZON, KITOSAN DAN TEKNIK HIDRODINAMIK
ENDAR WIDIAH NINGRUM
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul, “Efektivitas Depurasi Merkuri pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) dan Kerang Darah (Anadara granosa L.) dari Teluk Jakarta dengan Penggunaan Ozon, Kitosan dan Teknik Hidrodinamik” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Endar Widiah Ningrum NIM G34110015
ABSTRAK ENDAR WIDIAH NINGRUM. Efektivitas Depurasi Merkuri pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) dan Kerang Darah (Anadara granosa L.) dari Teluk Jakarta dengan Penggunaan Ozon, Kitosan dan Teknik Hidrodinamik. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan NURLISA A. BUTET. Depurasi telah digunakan untuk mengeliminasi mikroorganisme dan bahan kimia toksik pada kekerangan (Bivalve). Namun, hingga saat ini masih dibutuhkan penemuan di dalam meningkatkan efektivitas depurasi. Penelitian ini bertujuan untuk mencapai efektivitas depurasi terbaik di dalam menurunkan tingkat konsentrasi merkuri (Hg) dari dua jenis kekerangan, yaitu kerang hijau (Perna viridis L.) dan kerang darah (Anadara granosa L.). Perlakuan depurasi yang diberikan adalah dengan pemberian ozon 1,5 ppm, kitosan 0,5 ppm, teknik hidrodinamik (1,3 m/s), kombinasi antara teknik hidrodinamik-ozon, teknik hidrodinamik-kitosan dan ozon-kitosan. Eksperimen ini dilakukan pada akuarium mini selama 60 menit. Konsentrasi merkuri telah diukur di dalam 10 g bobot kering kerang hijau (4,05±0,020 ppm) dan kerang darah (3,27±0,666 ppm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa depurasi merkuri paling efektif dengan kombinasi ozon terlarut-kitosan pada kerang hijau (96,51%) dan ozon 1,5 ppm pada kerang darah (87,06%). Kata kunci: Bivalvia, depurasi logam berat, Jakarta Bay.
ABSTRACT ENDAR WIDIAH NINGRUM. Mercury Depuration Effectivity on Green Mussel (Perna viridis L.) and Blood Cockle (Anadara granosa L.) from Jakarta Bay Using Ozon, Chitosan and Hydrodynamic Technique. Under supervisors DEDY DURYADI SOLIHIN and NURLISA A. BUTET. Depuration has been used to eliminate microorganism and toxic chemical contaminants in bivalve. However, scientific research still need to discover the effectiveness of depuration. This research aims at assessing the best of depuration effectiveness in decreasing mercury (Hg) concentration level at two species, green mussel (Perna viridis L.) and blood cockle (Anadara granosa L.). The depuration treatment were using 1.5 ppm ozon, 0.5 ppm chitosan, hydrodynamic technique (1.3 m/s), combination between hydrodynamic-ozon, hydrodynamic-chitosan and ozon-chitosan. The experiment were conducted in mini aquarium for 60 minutes. Mercury concentration was measured in 10 g dry weight of green mussel (4.05±0.020 ppm) and blood cockle (3.27±0.666 ppm). The result shows that mercury depuration are highly effective by combination of ozone-chitosan in green mussel (96.51%) and 1.5 ppm ozone in blood cockle (87.06%). Keyword: Bivalve, heavy metal depuration, Jakarta Bay.
EFEKTIVITAS DEPURASI MERKURI PADA KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DAN KERANG DARAH (Anadara granosa L.) DARI TELUK JAKARTA DENGAN PENGUNAAN OZON, KITOSAN DAN TEKNIK HIDRODINAMIK
ENDAR WIDIAH NINGRUM
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Syukur alhamdulillah penelitian dan penulisan skripsi ini telah dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul, “Efektivitas Depurasi Merkuri pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) dan Kerang Darah (Anadara granosa L.) dari Teluk Jakarta dengan Penggunaan Kitosan, Ozon dan Teknik Hidrodinamik” ini disusun berdasarkan penelitian lapang yang dilakukan di perairan Cilincing, DKI Jakarta dan hasil penelitian di Laboratorium Biologi Molekuler Hewan PPSHB IPB, Laboratorium Perah Fapet dan Laboratorium Kimia Bersama FMIPA. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA selaku ketua komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing, Ibu Dr Ir Nurlisa A. Butet, MSc yang telah meluangkan waktu untuk mengarahkan dan membimbing penulis. Terima kasih kepada Dosen Penguji, Dr dr Sri Budiarti yang telah memberikan masukan dan saran terhadap karya ilmiah penulis. Bapak Ir Tri Heru Widarto, MSc yang telah memberikan wawasan berfikir terhadap objek penelitian kekerangan (Bivalvia). Ibu Dr Dra Pipih Suptijah, MBA untuk diskusi dan wawasan mengenai penggunaan kitosan di dalam penelitian. Bapak Ketua Departemen Biologi FMIPA, Dr Ir Iman Rusmana, MSi untuk nasihat dan masukannya selama penulis menempuh studi Biologi. Bapak Heri, Ibu Dian, Bapak Wawan, dan Ibu Wiwi yang telah bersedia memberikan bimbingan dan arahan selama penulis bekerja di laboratorium. Segenap dosen dan teman-teman di Departemen Biologi FMIPA, serta anggota Lab. Biologi Molekuler PPSHB dan Lab. Molekuler MSP FPIK yang telah mendukung dan memberikan saran-saran selama proses belajar. Teman-teman penulis, Million, Rifky, Faza, Anas, Wardah, Salim, Dina, Yogo, Avicenna, Adistya dan Karichsa yang telah membantu penulis di dalam proses penelitian ini. Ummi Lina dan Ibrahim, untuk do’a dan dukungan agar penulis menyelesaikan penelitian ini. Adikku Nabil Hafidz, Linda, Lidya, Ika dan sang pelita hati, ayahanda Boiran dan ibunda Sudarmiyah yang telah memberikan dukungan moril dan materil, do’a dan nasehat. Bentuk karya ini merupakan dedikasi cinta dari keluarga kita untuk bangsa dan agama. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, Desember 2015 Endar Widiah Ningrum
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Alur Penelitian METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Prosedur Penelitian HASIL PEMBAHASAN Pendekatan Depurasi Depurasi Merkuri Fisiologi Kerang Batas Aman Konsumsi Kerang SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
x x x 1 2 3 4 4 5 7 11 12 13 14 15 16 16 17 19 21
DAFTAR TABEL 1 Efektivitas depurasi merkuri pada kerang hijau 2 Efektivitas depurasi merkuri pada kerang darah 3 Kondisi fisiologi kerang di dalam akuarium percobaan selama 60 menit
7 8 10
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Alur penelitian 3 Lokasi pengambilan sampel kerang 4 Kerang hijau (a) dan kerang darah (b) 4 Akuarium paralel (a), ozonizer (b) dan perlakuan hidrodinamik (c) 6 Penurunan konsenterasi merkuri (Hg) pada perlakuan depurasi terhadap kerang hijau (Perna viridis L.) dalam persen bobot kering 8 6 Penurunan konsenterasi merkuri (Hg) pada perlakuan depurasi terhadap kerang darah (Anadara granosa L.) dalam persen bobot kering 9 7 Distribusi data konsenterasi merkuri (Hg) terhadap garis normal pada kerang hijau (a) dan kerang darah (b) 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 Karakteristik kerang hijau dan kerang darah
20
PENDAHULUAN Latar Belakang Melimpahnya sumberdaya alam laut Indonesia menjadikan sektor kelautan dan perikanan perlu menjadi perhatian besar mengingat luasnya perairan yang mendominasi wilayah Indonesia. Adapun konsumsi terhadap olahan hasil laut menempatkan perikanan budidaya laut kedalam sektor potensial untuk terus dikembangkan. Data statistik terakhir tahun 2013 oleh Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa jenis budidaya laut menempati posisi teratas dengan hasil produksi 8.379.271 ton, sementara budidaya kolam dan tambak berkisar pada angka 1-2 juta ton menurut Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Kementrian Kelautan dan Perikanan (DJPB KKP 2015). Komoditas kekerangan merupakan salah satu komoditas yang disukai sehingga permintaan konsumsi terhadap komoditas ini pun tinggi. Komoditas kekerangan ini dipasok dari perairan pesisir Indonesia dalam jumlah besar setelah komoditas ikan dan rumput laut. Laporan terakhir oleh DJPB KKP tahun 2011 menyebutkan sebanyak 48.449 ton komoditas kekerangan Nusantara, sebanyak 40.454 ton berasal dari pulau Jawa dan 25.935 ton nya berasal dari DKI Jakarta (DJPB KKP 2015). Hal ini berarti bahwa lebih dari setengah produksi komoditas kekerangan Nusantara dipasok dari perairan pesisir utara Pulau Jawa. Pencemaran perairan di pesisir utara Pulau Jawa terutama Teluk Jakarta telah umum diketahui. Hal ini cukup menghawatirkan karena selain Banten, Teluk Jakarta merupakan salah satu sentra kekerangan. Jenis kekerangan yang mendominasi di Teluk Jakarta adalah kerang hijau (Perna viridis L.) dan kerang darah (Anadara granosa L.). Hasil budidaya kedua jenis kerang tersebut di Teluk Jakarta mencapai 25.935 ton per tahun. Limbah industri dan limbah rumah tangga yang masuk ke perairan ini menjadi penyebab tercemarnya Teluk Jakarta, DKI Jakarta. Konsenterasi merkuri atau raksa (Hg) sangat tinggi pada perairan Teluk Jakarta (Riyadi et al. 2015). Konsenterasi merkuri pada perairan tersebut adalah 0,067 ppm, sementara batas aman konsenterasi merkuri dalam baku mutu air laut yang diizinkan untuk biota adalah ≤0,001 ppm (KLH 2004). Kerang merupakan organisme filter feeder yang sedenter dengan cara menempel pada bagan, badan kapal. Kerang hidup di permukaan (epifaunal) maupun di dalam substrat (infaunal). Kerang menjerap partikel terlarut di air dengan menggunakan mantelnya sebagai penyaring. Aktivitas makan dengan cara seperti ini membuat kerang mampu mengakumulasi bahan makanan yang termasuk juga polutan perairan. Akumulasi pencemaran yang tinggi di dalam daging berbagai jenis kekerangan dapat ditemukan pada perairan yang tercemar. Dengan demikian, dapat dipastikan apabila terdapat kekerangan yang berasal dari Teluk Jakarta, maka ia berpotensi mengandung bahan pencemar yang tinggi di dalam dagingnya. Kerang yang telah tercemar merkuri tidak aman dikonsumsi. Hal ini menyebabkan berbagai masalah kesehatan akibat akumulasi logam berat di dalam tubuh. Metil merkuri (Hg) yang dikonsumsi oleh ibu hamil dapat menyebabkan kegagalan pembentukan fetus dan neurotoksisitas (Sheehan et al. 2014). Tubuh
2 manusia yang terpapar metil merkuri dalam dosis rendah yang dalam banyak kasus dapat menyebabkan penyakit kardiovaskular (Truong 2015). Oleh karena itu, Badan Pengawasan Obat dan Makanan telah menetapkan kadar maksimum bahan pencemar pada jenis kekerangan agar aman untuk konsumsi. Bahan pencemar merkuri dalam biota laut jenis kekerangan dan ikan tidak boleh lebih dari ≤1,0 ppm (BPOM RI 2009). Jenis kerang yang melimpah dan mudah ditemukan di pasaran adalah Kerang Darah (Anadara granosa L.) dan Kerang Hijau (Perna viridis L.). Kedua jenis kerang ini digunakan sebagai bahan baku olahan makanan seperti keripik, maupun dikonsumsi langsung. Jumlahnya yang melimpah dan mudah didapat menjadikan kedua jenis kerang ini berpotensi untuk dikembangkan. Pembesaran kerang darah dan kerang hijau mulai banyak dilakukan, namun demikian tempat yang dipakai adalah daerah teluk Jakarta dimana kadar pencemarnya cukup tinggi. Hal ini akan membahayakan konsumen yang mengkonsumsi kedua jenis kerang tersebut. Oleh karena itu perlu usaha konkrit untuk menurunkan dan bahkan meminimalisasi kandungan bahan tercemar pada kekerangan hasil budidaya di Teluk Jakarta. Teknik depurasi adalah teknik yang digunakan untuk mengeliminasi bahan pencemar pada produk hasil laut. Penggunaan teknik depurasi untuk menghilangkan bahan pencemar yang berupa logam berat masih minim pada kedua jenis kerang ini. Sejauh ini, upaya untuk menghilangkan bahan pencemar masih dilakukan secara konvensional, yaitu dengan perendaman, pencucian dan perebusan. Depurasi pada jenis kekerangan pada umumnya dilakukan untuk mengeliminasi mikroorganisme kontaminan namun tidak untuk mengeliminasi bahan kimia toksik. Teknik depurasi juga telah dilaporkan oleh Anacleto et al. (2015) pada tiga jenis kekerangan, yaitu Ruditapes philippinarum, Mytilus galloprovincialis dan Scrobicularia plana. Teknik depurasi yang digunakannya adalah dengan penggunaan filter air laut dan penyinaran UV selama dua hari untuk mengeliminasi logam berat hingga batas aman untuk dikonsumsi. Hasil penelitian ini membuka peluang bahwa teknik depurasi dapat digunakan untuk menurunkan atau mengeliminasi logam berat dalam bahan makanan terutama makanan berasal dari laut (sea food). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk tujuan mengetahui efektivitas depurasi merkuri pada kerang hijau (Perna viridis L.) dan kerang darah (Anadara granosa L.) dari Teluk Jakarta dengan penggunaan bahan lain yaitu ozon dan kitosan, serta penggunaan teknik hidrodinamik serta kombinasi dari keduanya. Rumusan Masalah Kekerangan merupakan komoditas hasil budidaya laut yang disukai, banyak dijumpai di pasaran dan jumlah produksinya melimpah setelah ikan dan rumput laut. Jenis kekerangan yang banyak dijumpai di pasaran adalah kerang hijau dan kerang darah. Selain bernilai ekonomis, kedua jenis kerang ini merupakan sumber protein, sementara itu kerang darah diketahui merupakan sumber pembentuk hemoglobin (Niyama et al. 2015). Oleh karena itu, kedua jenis kerang ini berpotensi untuk dikembangkan secara serius sebagai komoditas perikanan budidaya.
3 Pemenuhan komoditas kekerangan sebagai hasil perikanan budidaya perlu dikaji kembali disebabkan perairan Teluk Jakarta yang telah tercemar polutan. Minimnya luasan lahan budidaya yang memenuhi standar keamanan mengakibatkan kekerangan tetap diproduksi dari perairan yang telah tercemar. Dengan demikian, diperlukan usaha-usaha untuk meminimalisir dampak pencemaran tersebut. Usaha ini dapat dilakukan dengan melakukan pembersihan atau depurasi terhadap komoditas kekerangan sebelum masuk ke pasar konsumen. Penggunaan teknologi sederhana yang masih kovensional dengan melakukan perendaman, pencucian dan perebusan belum dapat secara efektif mengeliminasi kandungan merkuri sebagai salah satu bahan pencemar tersebut. Presentasi penurunan kandungan merkuri haruslah mencapai titik aman yang diperbolehkan oleh standar kesehatan BPOM RI. Usaha-usaha depurasi dengan penggunaan teknologi yang lebih kompleks telah dilakukan yaitu dengan penggunaan filtrasi air laut dan penyinaran UV oleh Anacleto et al. (2015). Usaha ini telah mampu menurunkan konsetrasi merkuri hingga mencapai 32,2%. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas depurasi merkuri pada komoditas kekerangan dengan penggunaan bahan lain, yaitu perlakuan ozon, kitosan, teknik hidrodinamik dan kombinasi dari keduanya. Alur penelitian Penelitian ini dirancang dan ditelusuri berdasarkan pertimbangan dengan alur penelitian sebagai Gambar 1 berikut: Kerang hijau dan kerang darah dari Cilincing, DKI Jakarta Pengukuran morfometrik kerang Eksperimen depurasi: kontrol, perlakuan ozon 1,5 ppm, kitosan 0,5 ppm, teknik hidrodinamik 1,3 m/s, kombinasi teknik hidrodinamikozon, teknik hidrodinamik-kitosan, dan ozon-kitosan.
Preparasi daging kerang
Proses ekstraksi
Pengujian konsentrasi merkuri dengan metode AAS
Pengolahan data
Efektivitas depurasi
Gambar 1 Alur penelitian
4
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai dengan bulan Juli 2015. Pengambilan sampel kerang hijau dan kerang darah (60 5’49.00 LS dan 1060 56’17.38 BT) dilakukan di bagian Barat Teluk Jakarta, DKI Jakarta (Gambar 2). Percobaan dilakukan di Laboratorium Biofisik Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), Laboratorium Perah Fakultas Peternakan dan Laboratorium Kimia Bersama, Institut Pertanian Bogor. Berikut peta citra lokasi pengambilan sampel kerang di Cilincing, DKI Jakarta.
Gambar 2 Lokasi pengambilan sampel kerang Bahan dan Alat Peralatan yang digunakan yaitu alat pencatat, mistar, kontainer, ice box, akuarium, pompa, ozonizer, erlenmeyer, labu takar, corong, kertas saring, pipet Mohr, hot plate, timbangan digital, refraktometer Digital HACH sension 5 dan Atomic Absorption Spectophotometer (AAS). Bahan yang diperlukan di dalam penelitian ini adalah sampel kerang hijau (Perna viridis L.) dan kerang darah (Anadara granosa L.) yang ditunjukkan oleh Gambar 3, larutan HNO3 65%, HClO4 pekat (60%), akuades, ozon dari X-Troy kitchen ozonizer dan kitosan yang diperoleh dari Laboratorium Departemen Teknik Hasil Perikanan IPB.
Gambar 3 Kerang hijau (a) dan kerang darah (b)
5
Prosedur Penelitian Koleksi sampel Kerang hijau (Perna viridis L.) dan kerang darah (Anadara granosa L.) diambil dalam kondisi segar pada bulan Juni 2015 dari Cilincing (Teluk Jakarta), DKI Jakarta. Sampel dibawa ke laboratorium dengan kontainer dan ice box. Spesimen yang mati atau cacat dieliminasi dan dilakukan standarisasi ukuran kerang. Karakteristik fisik kerang hijau dan kerang darah yang diukur adalah panjang, lebar, tebal, bobot kerang, bobot cangkang dan bobot daging. Bobot sampel segar yang digunakan adalah 500 g kerang hijau dengan ukuran sampel dipilih pada kisaran panjang 2-3 cm, lebar 1-1,5 cm dan tebal 0,75-1,25 cm. Sementara sampel kerang darah sebanyak 400 g dipilih pada kisaran panjang 4-7 cm, lebar 3-4 cm dan tebal 1,5-2 cm. Kandungan proksimat daging yang diukur adalah kadar air rata-rata dalam persen dan kandungan merkuri (ppm) diukur dalam 10 g bobot kering dan bobot basah. Eksperimen depurasi Kondisi lingkungan akuarium yang diukur adalah suhu, salinitas dan pH. Pengukuran parameter fisik dilakuan pada tiga waktu, yaitu pada pukul 9.00 WIB, 14.00 WIB dan 21.00 WIB. Kondisi fisiologi kerang hijau dan kerang darah yang diamati pada akuarium percobaan meliputi buka tutup cangkang dan pengamatan terhadap tingkat kematian selama eksperimen depurasi dilakukan. Eksperimen percobaan dilakukan pada akuarium berukuran 30x30x40 cm3 (Gambar 4), sebanyak dua kali ulangan. Perlakuan yang diberikan antara lain, yaitu: ozon, kitosan, hidrodinamik, kombinasi antara hidrodinamik-ozon, hidrodinamik-kitosan, ozon-kitosan dan kontrol. Konsenterasi ozon terlarut yang digunakan yaitu 1,5 ppm. Konsenterasi kitosan terlarut sebesar 0,5 ppm. Laju arus hidrodinamik yang dipompakan yaitu sebesar 1,3 m/s. Air laut yang telah difilter diberikan sebanyak tiga liter ke dalam setiap perlakuan. Setelah 60 menit eksperimen depurasi, sampel daging kemudian dipisahkan dari cangkang dan ditimbang untuk preparasi. Preparasi tepung kerang Sampel dikeringkan pada suhu 40 0C selama 48 jam dan kandungan air ratarata diukur. Daging kerang kering kemudian dihaluskan menjadi tepung kerang. Sampel ditimbang sebanyak 10 g bobot kering untuk diekstraksi dengan 10 mL larutan HNO3 65% dan 2 mL HClO4 pekat (60%) di ruang asam. Setelah 24 jam didiamkan di dalam ruang asam, sampel kemudian dipanaskan pada suhu 100 0C selama 4 jam hingga uap kuning habis. Ekstraksi selesai setelah cairan jernih dan terbentuk endapan putih. Sampel kemudian diencerkan dengan penambahan akuades hingga volume 100 mL dan disaring dengan kertas saring. Sampel lalu dianalisis dengan AAS. Analisis kandungan Merkuri Kandungan Merkuri dalam ppm dihitung dengan rumus berikut:
6
b
a c Gambar 4 Akuarium depurasi dengan 6 kotak paralel (a), ozonizer (b) dan pompa hidrodinamik (c) Pembacaan konsenterasi merkuri atau ppm kurva diperoleh dari hubungan antara nilai deret standar dengan nilai pembacaaan setelah dikoreksi nilai blanko. Nilai 1000 mL-1 merupakan faktor konversi dari part per billion (ppb) ke part per million (ppm). Faktor konsenterasi (fk) disertakan untuk mengubah nilai konsenterasi merkuri dari bobot kering ke dalam bobot basah (AOAC 2002). Analisis stastistik Hasil dipresentasikan dengan metode statistika deskriptif. Analisis selanjutnya menggunakan One-way Analysis of Variance (ANOVA) untuk menguji signifikasi dari perlakuan depurasi. Uji Duncan digunakan untuk analisis perbandingan dari kontrol dan perlakuan depurasi. Analisis statisitik dilakukan dengan software SPSS 22.0 (SPSS 2015). Perhitungan batas aman konsumsi kerang Badan Pengelolaan Obat dan Makanan RI menetapkan batas aman kandungan merkuri sebesar ≤1,0 ppm dalam jenis kekerangan. Standar Nasional Indonesia (SNI) menetukan nilai PTWI (Provisional Tolerable Weekly Intake) logam merkuri sebesar 0,005 mg/kg (0,005 ppm) berat badan. Berikut merupakan rumus batas aman konsumsi per minggu (Makimum Weekly Intake) yang diterbitkan WHO (2011) dan JEFCA untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh logam. MWI = Berat badan a) x PTWI b)
Keterangan: a. : untuk asumsi berat badan sebesar 60 kg
7 b.
: PTWI (angka toleransi batas maksimum per minggu) yang dikeluarkan lembaga pangan terkait dalam satuan mg/kg berat badan.
Setelah MWI dan konsentrasi logam diketahui pada kekerangan, selanjutnya nilai maximum tolerable intake (MTI) ditentukan dengan rumus: MTI = MWI/Ct
Keterangan: MWI : Maximum Weekly Intake (orang dengan berat badan 60 Kg per minggu) Ct : Konsentrasi merkuri yang ditemukan di dalam daging (mg/kg) E : Jumlah kerang yang dapat dikonsumsi (individu/minggu) atau (individu/hari)
HASIL Hasil pengukuran rata-rata suhu, salinitas, dan pH berturut-turut adalah 28±1 C, 34,83±2,369 ‰ dan 7,63±0,152. Hasil pengukuran rata-rata panjang, lebar dan tebal adalah 6,75±0,315; 2,65±0,186; 1,41±0,156 cm pada kerang hijau dan 2,06±0,119; 1,35±0,134; 1,17±0,122 cm pada kerang darah. Hasil pengukuran rata-rata bobot kerang, bobot daging, bobot cangkang adalah 3,03±0,364; 1,42±0,191; 1,63±0,198 cm pada kerang hijau dan 1,20±0,126; 0,25±0,035; 0,95±0,100 cm pada kerang darah. Hasil pengukuran kadar air rata-rata adalah 81,15±2,680% pada kerang hijau dan 79,56±2,804% pada kerang darah. Konsentrasi rata-rata merkuri pada sampel tanpa perlakuan (kontrol) adalah 4,05±0,020 ppm (bobot kering) dan 0,83±0,004 ppm (bobot basah) pada kerang hijau, dan 3,27±0,384 ppm (bobot kering) dan 0,53±0,189 ppm (bobot basah) pada kerang darah. Efektivitas depurasi merkuri pada kerang hijau dan kerang darah ditampilkan pada Tabel 1 dan 1 berikut: 0
Tabel 1 Efektivitas depurasi merkuri pada kerang hijau Kandungan Merkuri (mean ± SD)
Konsentrasi merkuri Perlakuan Kontrol Ozon 1,5 ppm Kitosan 0,5 ppm Hidrodinamik 1,3 m/s Hidrodinamik-Ozon Hidrodinamik-Kitosan Ozon-Kitosan
Keterangan
Bk (ppm) 4,05±0,020a 0,90±0,024c 0,85±0,004d 3,22±0,032b 0,50±0,003e 0,20±0,002f 0,15±0,004g
Bb (ppm) 0,83±0,004 0,13±0,003 0,17±0,000 0,50±0,005 0,17±0,001 0,03±0,000 0,31±0,000
: Bk (Bobot kering), Bb (Bobot basah) Huruf menunjukkan perbedaan nyata pada taraf P<0,05
8 Tabel 2 Efektivitas depurasi merkuri pada kerang darah Kandungan Merkuri (mean ± SD) Konsentrasi merkuri Bk (ppm) Bb (ppm) a 3,27±0,666 0,53±0,109 0,33±0,005d 0,07±0,001 d 0,39±0,011 0,09±0,002 0,75±0,006c 0,16±0,000 b 2,09±0,004 0,42±0,000 0,43±0,022d 0,06±0,003 d 0,45±0,011 0,10±0,002
Perlakuan Kontrol Ozon 1,5 ppm Kitosan 0,5 ppm Hidrodinamik 1,3 m/s Hidrodinamik-Ozon Hidrodinamik-Kitosan Ozon-Kitosan
Keterangan
: Bk (Bobot kering), Bb (Bobot basah) Huruf menunjukkan perbedaan nyata pada taraf P<0,05
% Depurasi
Konsenterasi merkuri tertinggi dalam bobot kering kerang hijau pada kontrol dan penurunan tertinggi pada perlakuan ozon-kitosan dan penurunan terendah pada perlakuan hidrodinamik (Tabel 1 dan 2). Sementara itu, konsentrasi merkuri tertinggi pada kerang darah ada pada kontrol, penurunan tertinggi pada perlakuan ozon dan penurunan terendah pada perlakuan hidrodinamik-ozon. Konsentrasi merkuri pada kerang hijau menurun (Gambar 5 dan 6) dengan perlakuan depurasi secara berturut-turut pada perlakuan kontrol > hidrodinamik > ozon 1,5 ppm > kitosan 0,5 ppm > hidrodinamik-ozon > hidrodinamik-kitosan > ozon-kitosan. Uji lanjut dengan menggunakan metode Duncan menunjukkan efektivitas penurunan konsenterasi merkuri pada semua perlakuan dibandingkan dengan kontrol (signifikan P<0,05). Perlakuan ozon-kitosan (96,51%) dapat menurunkan kandungan merkuri (efektivitas depurasi) paling tinggi kemudian diikuti oleh perlakuan hidrodinamik-kitosan (94,94%), hidrodinamik-ozon (87,79%), kitosan (79,11%), ozon 1,5 ppm (77,46%) dan terendah pada perlakuan hidrodinamik (21,53%). 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Depurasi Konsentrasi
Kontrol
1,5 ppm Ozon
0,5 ppm Kitosan
0 100
77.46 22.54
79.11 20.89
1,3 m/s Hidrodin Hidrodin HIdrodI amikamiknamik Ozon Kitosan 21.53 87.79 94.94 78.47 12.21 5.06
OzonKitosan 96.51 3.49
Gambar 5 Penurunan konsenterasi merkuri (Hg) pada perlakuan depurasi terhadap kerang hijau (Perna viridis L.) dalam persen bobot kering.
9 100% 90%
% Depurasi
80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Depurasi (%) Konsentrasi
Kontrol
1,5 ppm Ozon
0,5 ppm Kitosan
0 100
87.06 12.94
85.07 14.93
1,3 m/s Hidrodi namik 70.03 29.97
Hidrodi namikOzon 17.25 82.75
Hidrodi namikKitosan 83.71 16.29
OzonKitosan 82.28 17.72
Gambar 6 Penurunan konsenterasi merkuri (Hg) pada perlakuan depurasi terhadap kerang darah (Anadara granosa L.) dalam persen bobot kering. Konsentrasi merkuri pada kerang darah menurun dengan perlakuan depurasi secara berturut-turut pada perlakuan kontrol > hidrodinamik-ozon > hidrodinamik > ozon-kitosan > hidrodinamik-kitosan > kitosan 0,5 ppm > ozon 1,5 ppm. Uji lanjut dengan metode Duncan menunjukkan efektivitas penurunan konsentrasi merkuri pada perlakuan vs kontrol (signifikan P<0,05). Perlakuan ozon 1,5 ppm (87,06%) dapat menurunkan kandungan merkuri paling tinggi kemudian diikuti oleh perlakuan kitosan (85,07%), hidrodinamik-kitosan (83,71%), ozon-kitosan (82,28%), hidrodinamik (70,03%) dan terendah pada perlakuan hidrodinamikozon (17,25%). Distribusi data di sekitar garis diagonal dengan pola distribusi normal ditampilkan dalam grafik normal Q-Q plot (Gambar 7).
a
10
b
Gambar 7 Distribusi data konsenterasi merkuri (Hg) terhadap garis normal pada kerang hijau (a) dan kerang darah (b) Uji normalitas Kolmogorof-Smirnov yaitu 0,344 (normal ≥0,05) pada kerang hijau dan 0,337 (normal ≥0,05) pada kerang darah yang menunjukkan data memiliki sebaran normal. Hasil uji homogenitas sampel kerang hijau dan kerang darah berturut-turut adalah 0,04 dan 0,01 (homogen ≥ 0,05) yang artinya data memiliki varian yang berbeda. Hasil uji lanjut wilayah berganda Duncan menunjukkan penurunan konsentrasi merkuri signifikan dengan pada semua perlakuan. Adapun perlakuan paling efektif untuk menurunkan konsentrasi merkuri adalah dengan kombinasi ozon-kitosan. Sementara hasil uji Duncan pada pada kerang darah menunjukkan bahwa penurunan konsenterasi merkuri signifikan pada semua perlakuan. Adapun perlakuan paling efektif adalah dengan ozon 1,5 ppm. Kondisi fisiologi kerang selama ekperimen depurasi menunjukkan respon kerang terhadap perlakuan yang diberikan (Tabel 3). Tabel 3 Kondisi fisiologi kerang di dalam akuarium percobaan selama 60 menit Kondisi fisiologi Kerang hijau (n=21) Kerang darah (n=21) Cangkang Rata-rata Ket. Buka tutup Deskriptif Ket. menutup lamanya cangkan (x kali/60 Menit) membuka (x kali/60 menit) Perlakuan (menit) Kontrol 7,5±0,707 8 N 15±7,071 4 N Ozon 1,5 ppm 6±0,000 10 N 15,5±2,121 3,87 N Kitosan 0,5 ppm 8,5±3,535 7,06 N 20,5±0,707 2,93 N Hidrodinamik 11,5±0,707 5,22 N 10,5±0,707 5,71 N Hidrodinamik-ozon 14±2,828 4,28 N 11±4,243 5,45 N Hidrodinamik-kitosan 8,5±2,121 7,06 N 7±1,414 8,57 N Ozon-kitosan 7±0,000 8,57 N 19,5±4,949 3,08 N 9 ± 2,799 14 ± 4,930 Rata-rata ± SD
11
Keterangan: Kerang dimasukkan ke dalam akuarium, kemudian pengamatan mulai dilakukan pada saat cangkang dalam posisi membuka. N = tetap hidup setelah percobaan (Natality) M = mati setelah percobaan (Mortality) Aktivitas menutup cangkang paling sering dilakukan di dalam perlakuan hidrodinamik-ozon (4,28 menit sekali) pada kerang hijau dan perlakuan kitosan 0,5 ppm (2,93 menit sekali) pada kerang darah (Tabel 3). Sementara itu, aktivitas menutup cangkang paling jarang dilakukan di dalam perlakuan ozon kitosan (8,57 menit sekali) pada kerang hijau, dan perlakuan hidrodinamik-kitosan (8,57 menit sekali) pada kerang darah. Aktivitas menutup cangkang ini berlangsung kurang lebih selama dua detik. Batas toleran konsumsi kerang tanpa depurasi untuk kerang hijau dan kerang darah berturut-turut adalah 61,73 g/pekan dan 110,53 g/pekan (bobot kering) serta 301,2 g/pekan dan 681,97 g/pekan (bobot basah). Batas toleran konsumsi kerang setelah depurasi untuk kerang hijau dan kerang darah berturutturut adalah 1.666,67 g/pekan dan 10.095,29 g/pekan (bobot kering) serta 8.333,33 g/pekan dan 5.163,51 g/pekan (bobot basah).
PEMBAHASAN Sumber utama kontaminasi merkuri di perairan dapat berasal dari pembuangan limbah, baik limbah pertanian, pertambangan, maupun industri (Navarro et al. 2012). Merkuri dan jenis logam berat lainnya bersifat bioakumulasi di dalam tubuh biota khususnya kekerangan disebabkan organisme ini mengumpulkan makanan melalui filtrasi (filter feeder). Merkuri dalam konsentrasi rendah merupakan racun bagi kesehatan manusia dan salah satu cara masuknya bahan kontaminan adalah dengan mengkonsumsi kekerangan yang telah terkontaminasi oleh merkuri. Konsenterasi merkuri pada makanan menjadi lebih tinggi dan toksik setelah kerang tersebut diolah menjadi makanan siap saji (Costa et al. 2016). Dengan demikian bahaya merkuri terhadap kesehatan menjadi penting diperhatikan apabila mengkonsumsi kekerangan yang diperoleh dari perairan tercemar. Konsentrasi rata-rata merkuri telah diketahui pada penelitian ini, yaitu sampel tanpa perlakuan (kontrol) adalah 4,05±0,020 ppm (bobot kering) dan 0,83±0,004 ppm (bobot basah) pada kerang hijau dan 3,27±0,384 ppm (bobot kering) dan 0,53±0,189 ppm (bobot basah) pada kerang darah. Ambang batas konsentrasi merkuri yang diperbolehkan pada jenis kekerangan berdasarkan BPOM RI adalah ≤1,0 ppm dalam bobot basah. Konsumsi kekerangan ini masih dalam batas aman menurut BPOM RI, namun menjadi tidak aman jika standar yang digunakan adalah ≤0,05 menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN 2009). Demikian pula jika komoditas kekerangan ini ditujukan untuk konsumen di Eropa atau pada negara-negara yang menetapkan batas minimum pencemar merkuri ≤0,2 ppm. Oleh karena itu, konsentrasi merkuri pada daging kekerangan yang
f
12 diproduksi dari Teluk Jakarta tergolong tinggi sehingga diperlukannya usaha pembersihan atau depurasi terhadap residu merkuri pada daging kekerangan. Pendekatan Depurasi Teknik depurasi pada jenis kekerangan telah sejak lama dilakukan. Namun, perkembangan teknik ini untuk kebutuhan kerang konsumsi tidak banyak mengalami perkembangan. Hal ini dikarenakan budidaya kerang konsumsi oleh negara-negara maju masih dilakukan di dalam perairan yang memenuhi standar baku mutu air. Sehingga kebutuhan untuk melakukan depurasi kontaminan, khususnya logam berat pada kekerangan tidak menjadi hal yang dibutuhkan. Namun, tidak halnya dengan Indonesia, negara dengan masalah pencemaran lingkungan ini tetap memproduksi kekerangan dari perairan tercemar, Teluk Jakarta, pantai utara Pulau Jawa. Mengingat besarnya produksi komoditas kekerangan nasional, teknik depurasi untuk logam berat menjadi penting dilakukan agar produk kekerangan memenuhi standar keamanan pangan. Teknik depurasi yang telah dilakukan mencakup eliminasi kontaminan yang berupa mikroba, dan residu bahan toksik. Perlakuan depurasi yang telah dilakukan seperti yang dilaporkan oleh Yokoyama dan Park (2002) adalah dengan penggunaan perlakuan temperatur (150C dan 250C) selama lima hari untuk mereduksi toksin Cyanobacterial. Berikutnya, Anacleto et al. (2015) melaporkan bahwa lama depurasi dalam dua hari dengan penggunaan sinar UV dan perlakuan perendaman dapat mengeliminasi logam berat merkuri hingga 32.2% dalam waktu 6 hari depurasi. Terdapat tiga macam teknik dan tiga kombinasi perlakuan yang diberikan di dalam eksperimen depurasi pada penelitian ini. Perlakuan depurasi ini antara lain adalah, penggunaan 1,5 ppm ozon terlarut, 0,5 ppm kitosan terlarut, teknik hidrodinamik (1,3 m/s) dan kombinasi dari keduanya. Teknik depurasi yang digunakan pada eksperimen ini dimodifikasi dari beberapa kemungkinan untuk mereduksi kontaminan. Ozon telah digunakan di dalam proses eliminasi pestisida pada produksi pertanian, buah dan sayur. Penggunaan ozon terlarut (1,4-2,0 ppm) dilaporkan dapat menghilangkan residu pestisida dari permukaan sayuran. Ozon terlarut dalam konsenterasi rendah efektif menurunkan residu pestisida 60-99% pada 30 menit pertama, sementara degredasi bahan residu dilaporkan telah selesai dalam 5 menit pertama (Wu et al. 2007). Konsenterasi rendah (1,5 ppm) larutan ozon yang digunakan di dalam penelitian ini merupakan pendekatan yang diambil untuk peralakuan depurasi merkuri. Kitosan telah digunakan untuk mengeliminasi merkuri dari air yang tercemar. Partikel kitosan dilaporkan dapat menurunkan konsenterasi merkuri pada air hingga 91,55±0,29% (Minu et al. 2015). Sementara itu, Kyzas dan Kostoglou (2015) melaporkan bahwa absorben kitosan yang efektif digunakan di dalam menjerap logam berat dari air tercemar adalah cross-linked chitosan microsphores, yaitu turunan kitosan (kitosan bead) yang memiliki asam lemah encer dalam matriks kitosan bead. Hal ini menyebabkan gugus –NH2 kitosan bead memiliki afinitas lebih tinggi dibandingkan kitosan, sehingga kemampuan adsorpsi logam berat meningkat. Pembuatan kitosan bead dapat dilakukan dengan melarutkan kitosan bubuk ke dalam asam asetat 5% hingga terbentuk gel. Dengan
13 demikian, penggunaan konsenterasi kitosan yang rendah ditentukan dengan penggunaan 0,5 ppm kiosan untuk perlakuan depurasi. Teknik hidrodinamik yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu teknik depurasi yang memanfaatkan aliran air dinamis vertikal. Aliran air dinamis vertikal ini diperoleh dari pompa dengan laju 1,3 m/s untuk akuarium ukuran panjang, lebar, tinggi berturut-turut adalah 30x30x40 cm3. Teknik hidrodinamik telah digunakan dengan kombinasi sinar UV di dalam depurasi kontaminan pada jenis Bivalvia (Lee 2008). Namun, teknik ini hanya bertujuan untuk menghilangkan miroorganisme kontaminan, sementara penggunaannya di dalam depurasi logam berat belum dikembangkan. Depurasi Merkuri Pengujian statistik dilakukan terhadap perlakuan depurasi pada kerang hijau. Hasil uji dengan metode Duncan menunjukkan bahwa antara kontrol dan perlakuan ozon 1,5 ppm, kitosan 0,5 ppm, hidrodinamik, hidrodinamik-ozon, hidrodinamik-kitosan dan ozon-kitosan terdapat beda nyata pada taraf 0,05. Adapun depurasi efektif ditunjukkan pada perlakuan ozon-kitosan dengan nilai rata-rata 0,15b ppm. Pengujian statistik metode Duncan dilakukan pula untuk menguji perlakuan depurasi pada kerang darah. Hasil uji menunjukkan bahwa antara kontrol dan perlakuan ozon 1,5 ppm, kitosan 0,5 ppm, hidrodinamik, hidrodinamik-ozon, hidrodinamik-kitosan dan ozon-kitosan terdapat beda nyata pada taraf 0,05. Adapun depurasi paling efektif terdapat pada perlakuan ozon 1,5 ppm yang menurunkan konsentrasi merkuri hingga 0,33d ppm, diikuti oleh perlakuan kitosan 0,5 ppm, hidrodinamik-kitosan, ozon-kitosan, hidrodinamik dan terakhir oleh hidrodinamik-ozon. Efektivitas dari perlakuan depurasi selama 60 menit pada eksperimen ini telah diketahui yaitu dengan penggunaan kombinasi ozon-kitosan (96,51%) dan tidak berbeda nyata dengan penggunaan hidrodinamik-kitosan (94,94%) pada kerang hijau. Efektivitas depurasi pada kerang darah paling tinggi dengan penggunaan ozon 1,5 ppm (87,06%) kemudian diikuti dengan penggunaan kitosan 0,5 ppm (85,07%). Kombinasi perlakuan depurasi ini mampu menurunkan konsenterasi merkuri dari 4,05 ppm menjadi 0,15 ppm pada kerang hijau dan 3,27 ppm menjadi 0,33 ppm pada kerang darah dalam bobot kering. Fisiologi Kerang Kekerangan (Bivalvia) merupakan jenis organisme filter feeder, yaitu organisme yang memperoleh makanan dengan proses penyaringan bahan makanan terlarut di dalam air. Kerang hijau yang merupakan organisme sedenter filter feeder mampu mengakumulasi beberapa tipe polutan sekaligus, baik logam berat, pestisida maupun non-spesifik substansi. Kerang darah yang merupakan organisme infaunal, yaitu organisme yang hidup di dalam substrat dapat berpeluang besar mengakumulasi logam berat di tubuhnya. Oleh karena itu, kekerangan dapat menjadi bioakumulator, bioindikator, sekaligus bioremidiator pada lingkungan tercemar. Mekanisme memakan pada kekerangan dapat berbeda-beda, tergantung pada jenis kerang dan responnya terhadap lingkungan. Kerang hijau, seperti yang dilaporkan oleh Srisunont dan Sandhya (2015) dapat mengeluarkan partikel
14 karbon, nitrogen, dan fosfor berutut-turut sebesar 108,1; 13,5 dan 4,6 mg/hari/individu dari lingkungannya. Sementara itu, dalam waktu yang sama, ia mampu mendeposit karbon, nitrogen, dan fosfor berturut-turut sebesar 26,3; 5,7dan 0,6 mg/hari/individu melalui fasesnya. Proses filter makanan pada kerang berlangsung pada saat kerang membuka cangkang. Sementara dalam kondisi terancam, kerang akan menutup cangkangnya. Proses penjerapan polutan oleh kekerangan dilakukan bersamaan dengan berlangsungnya proses makan. Struktur otot adduktor digunakan oleh jenis kekerangan untuk merespon buka tutup cangkang selama proses filter makanan ini berlangsung (Tremblay et al. 2012). Sementara itu, ligamen yang merupakan alat pelekat kedua cangkang akan merespon buka tutup cangkang berdasarkan kondisi tekanan untuk membuka dan tekanan untuk relaksasi (Tremblay et al. 2015). Hal ini berkaitan dengan respon fisiologis kekerangan terhadap lingkungan luar. Mekanisme memakan ini menjadi penting diperhatikan di dalam proses perlakuan depurasi merkuri pada kekerangan. Mekanisme ini menjadi salah satu syarat berfungsinya metabolisme kekerangan untuk menerima perlakuan depurasi. Pada pengamatan eksperimen depurasi telah diketahui bahwa jenis kerang hijau lebih banyak merespon lingkungan dengan cara lebih sering menutup pada perlakuan hidrodinamik ozon (4,28 menit sekali) dan lebih jarang membuka pada perlakuan ozon kitosan (8,57 menit sekali). Berkebalikan dengan kerang hijau, kerang darah merespon dengan lebih sering menutup cangkang pada perlakuan kitosan 0,5 ppm (2,93 menit sekali) dan lebih jarang menutup cangkang pada perlakuan hidrodinamik-kitosan (8,57 menit sekali). Respon ini diamati hanya terdapat pada perlakuan hidrodinamik dan kombinasi yang melibatkan teknik hidrodinamik. Respon memakan pada kekerangan juga dapat berbeda sesuai habitatnya. Kerang darah yang merupakan organisme infaunal dapat menjerap materi organik dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kerang hijau yang hidup di permukaan substrat. Hal ini sesuai dengan laporan Bacon et al. (1998) yang membandingkan prilaku makan dari dua jenis habitat kerang, infaunal dan epifaunal. Perbedaan respon memakan ini dapat menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat akumulasi dan lamanya akumulasi merkuri pada dua jenis kerang tersebut. Perbedaan respon dari kedua jenis kerang ini di dalam akuarium percobaan tentu tidak terlepas dari kondisi habitat aslinya. Kerang hijau hidup menempel pada turus-turus bambu dan badan kapal. Dengan demikian, kerang hijau beradaptasi dengan baik pada lingkungan berarus yang dapat dengan bebas mengenai seluruh permukaan cangkang kerang. Lain halnya dengan kerang darah yang hidup di sedimen atau lumpur. Kondisi ini menyebabkan kerang darah beradaptasi pada kondisi tenang, tidak terkena gerakan arus air laut langsung pada permukaan cangkangnya. Dalam penelitian ini pun diketahui bahwakerang hijau merespon dinamisasi air yang diberikan dengan lebih banyak menutup dan membuka cangkang, sementara kerang darah merespon dengan lebih sering membuka cangkang. Proses filtrasi tetap berlangsung selama aktifitas cangkang terus membuka dan menutup ataupun membuka saja. Melalui hasil penelitian ini diketahui bahwa perlakuan yang diberikan menyebabkan respon kerang hijau yang melakukan buka tutup cangkang lebih sering dalam kondisi air berarus. Sementara pada
15 kondisi yang sama, kerang darah memberikan respon dengan lebih sering membuka cangkang. Keduanya tidak memberikan dampak negatif terhadap eksperimen depurasi selama cangkang kerang tidak menutup. Eksperimen depurasi pada akuarium percobaan dapat berjalan dengan baik apabila akuarium percobaan diatur dalam kondisi menyerupai habitat kerang hijau dan kerang darah di alam. Hal ini dimaksudkan agar mekanisme memakan dapat berjalan dengan norrmal. Kerang darah memerlukan kondisi temperatur dan salinitas sama seperti pada habitat aslinya. Kerang hijau umumnya dapat lebih toleran dengan kemampuan hidup pada rentang temperatur 13-30 0C dan salinitas rendah hingga di bawah 15 ‰ (Mcfarland et al. 2014). Hal ini memungkinkan agar mekanisme depurasi dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan pascapanen dengan cara kondisi diatur agar menyerupai habitat aslinya. Kemampuan fisologi kedua jenis kerang ini di dalam habitat yang terpapar logam berat seperti merkuri telah diketahui. Mekanisme fisiologi untuk bertahan terhadap paparan logam berat pada kekerangan ini diketahui dengan keberadaan gen metallothioneins (MTs). Gen MTs ini memiliki fungsi untuk mengatur homeostasis, datoksifikasi logam berat, transport logam berat kepada protein target dan antioksidan. Ekspresi gen MTs dilaporkan oleh Leung et al. (2014) dapat menghambat paparan H2O2 pada kerang hijau. Sementara itu gen actin dapat digunakan sebagai houskeeping gene yang spesifik untuk studi ekspresi gen pada kerang darah. Gen actin ini dapat menunjukkan ekspresi yang tergantung pada konsentrasi merkuri (Butet et al. 2014). Batas aman konsumsi kerang Batas aman konsumsi kerang dihitung berdasarkan Maximum Weekly Intake atau batas maksimum konsumsi dalam satu pekan. Batas toleran konsumsi kerang dengan kontaminasi merkuri (Maximum Tolerable Intake) dengan bobot 60 kg untuk daging kerang hijau segar tanpa depurasi adalah 301,205 g/pekan. Setelah melalui mekanisme depurasi, daging kerang segar dapat jauh lebih banyak dikonsumsi, yaitu 8.333,33 g/pekan atau 8,3 kg/pekan. Kerang darah tanpa depurasi hanya dapat dikonsumsi sebanyak 681,97 g/pekan untuk bobot tubuh 60 kg. Setelah dilakukan depurasi, kerang darah dapat dikonsumsi sebanyak 5.163,51 g/pekan atau 5,2 kg/pekan. Hal ini akan berbeda jika kerang dikonsumsi dalam kondisi kering, misalnya dalam bentuk keripik atau abon kerang. Batas aman konsumsi kerang hijau dalam kondisi kering dengan tanpa depurasi adalah 61,73 g/pekan. Setelah dilakukan depurasi, batas konsumsi kerang hijau meningkat hingga 1.666,67 g/pekan atau 1,67 kg/pekan. Batas aman konsumsi kerang darah dengan tanpa depurasi adalah 110,53 g/pekan. Setelah dilakukan depurasi, kerang darah dapat dikonsumsi hingga mencapai 1.095,29 g/pekan atau 1,1 kg./pekan. Konsumsi kekerangan dalam kondisi basah atau segar yang berupa daging kerang lebih disarankan dibandingkan jika kerang dikonsumsi dalam kondisi kering seperti dalam bentuk keripik kerang. Perhitungan ini akan berbeda tergantung pada standar keamanan pangan yang digunakan. Standar keamanan yang digunakan di dalam perhitungan ini adalah batas konsentrasi merkuri yang diperbolehkan menurut BPOM RI.
16
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Efektivitas depurasi merkuri pada kerang hijau selama 60 menit yang terbaik adalah perlakuan ozon-kitosan, hidrodinamik-kitosan dan hidrodinamikozon dengan penurunan konstrasi merkuri (96,51%, 94,94% dan 87,79%). Hasil depurasi terbaik pada kerang darah adalah perlakuan ozon, kitosan, hidrodinamikkitosan dan ozon-kitosan dengan hasil penurunan berturut-turut sebesar (87,06%, 85,07%, 83,71% dan 82,28%).
Saran Efektivitas depurasi untuk menghilangkan kontaminan jenis merkuri dapat diterapkan pada hasil peroduksi laut yang berupa kekerangan. Berdasarkan pola hidupnya, yaitu kerang hijau yang menempel pada substrat yang mengambang, maka perlakuan depurasinya adalah hidrodinamik-kitosan dan hidrodinamik-ozon. Sebaliknya, kerang darah yang pola hidupnya pada sedimen, maka perlakuan depurasinya adalah ozon atau pun kitosan dan atau campuran keduanya, yaitu ozon-kitosan. Perlu dilakukan perlakuan konsentrasi ozon maupun kitosan yang lebih besar atau lebih rendah dari yang sudah kami lakukan namun masih ekonomis secara teknis. Konsumsi kerang sebaiknya dilakukan setelah dilakukan depurasi. Konsumsi kerang tanpa depurasi masih diperbolehkan dalam batas aman (bobot konsumen 60 kg) apabila dikonsumsi kurang dari 301,2 g/pekan dan 681,97 g/pekan (bobot basah). Konsumsi daging kerang dalam kondisi segar dapat meminimalisir kemungkinan akumulasi bahan pencemar merkuri yang besar pada dagirng kerang. Perhitungan tersebut menggunakan batas minimum konsentrasi merkuri yang diperbolehkan dalam kekerangan menurut BPOM RI.
DAFTAR PUSTAKA Anacleto P, Luisa A, Leonor M. 2015. Effects of depuration on metal levels and health status of bivalve molluscs. J Food Control. 47: 493-501. [AOAC] Association Official Agriculture Chemists. 2002. Official Methods of Analysist of Chemicals Contaminants, Drugs. Ed ke-7. Meryland (USA): AOAC International. Bacon GS, Bruce AM, JE Ward. 1998. Physiological responses of infaunal (Mya arenaria) and epifaunal (Placopecten magellanicus) bivalves to variations in the concentration and quality of suspended particles I. feeding activity and selections. J Expt. Marine Bio and Ecol. 219: 105-125. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. Jakarta (ID): BSN.
17 [BPOM RI]. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2009. Keputusan BPOM RI tahun 2009 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Jakarta (ID): BPOM RI. Butet NA, Dedy DS, Kadarwan S, Asep S. 2014. Actine gene from blood cockle Anadara granosa as a potential housekeeping gene for gene expression analysis. J Food Agric. 28: 730-736. Costa FN, Maria GAK, Geysa BB, Stacy F, Anne HF. 2016. Preliminry result of mercury levels in raw and cooked seafood and their public health impact. J Food Chem. 192: 837-841. [DJBP] Direktorat Jenderal Kementrian Budidaya Perikanan Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2011. Produksi Budidaya Laut Menurut Jenis Ikan dan Provinsi. Jakarta (ID): DJBP (diakses 16 September 2015 di http://www.djpb.kkp.go.id/). [KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Jakarta (ID): KLH. Kyzas GZ, Kostoglou M. 2015. Swelling-adsorption interactions during mercury and nickel ions removal by chitosan derivatives. J Separatio and Purif. Tech. 149: 92-102. Lee R, Lovatelli A, Ababouch L. 2008. Bivalve Depuration: Fundamental and Practical Aspects. Rome (ITA): FAO United Nation. Leung PTY, TH Park, Yu W, CM Che, Kenneth MYL. 2014. Isoform-specific responses of metallothioneins in a marine pollution biomonitor, the greenlipped mussel Perna viridis, toward different stress stimulations. J Proteomic. 14: 1796-1807. Mcfarland K, Shirley B, Patrick B, Molly R, Aswani KV. 2014. Temperature, salinity, and aerial exposure tolerance of the invasive mussel, Perna viridis, in estuarine habitats: implications for spread and competition with native oyesters, Crassostrea virginica. J Estuaries and Coasts. 38: 1619-1628. Minu M, Kumar N, Shilpa J. 2015. Role of gymnemic acid-chitosan nanoparticles in mercury removal from wastewater. J Chitin and Chitosan Sci. 9: 68-76. Navarro P, Amouroux D, Thanh ND, Rochelle NE, Ouillon S, Arfi R, Van C, Mari X, Torreton JP. 2012. Fate and tidal transport of butyltin and mercury compounds in the waters of the tropical Bach Dang Estuary (Haiphong, Vietnam). Mar Poll Bul. 64: 1789-1798. Niyama T, Haruhiko T, Katsuhisa T. 2012. Cellulase activity in blood cockle (Anadara granosa) in the Matang Mangrove forest reserve, Malaysia. JARQ. 4: 355-359. Riyadi AS, Itai T, Hayase D, Isobe T, Horai S, Miller TW, Omori K, Sudaryanto A, Ilyas M, Setiawan IE, et al. 2015. Comparison of trophic magnification slopes of mercury in temperate and tropical regions Case studies in Oregon coast, USA, Sanriku coast, Japan and Jakarta Bay, Indonesia. Mag. STAGE. Seehan MC, Thomas AB, Ana NA, Patrick NB, John MG, Mary AF. 2014. Global methylmercury exposure from seafood consumption and risk of developmental neurotoxicity: a systematic review. Bull. World Health Organ. 92:254-269. [SPSS]. 2015. SPSS Base 22.00 User’s Guide. Chicago (USA): SPSS Inc.
18 Srisunont C, Sandhya B. 2015. Uptake, release, and absorption of nutrien into the marine environment by green mussel (Perna viridis L.). Marine Pollution Bull. 97: 285-293. Tremblay I, Guderley HE, Himmelman JH. 2012. Swimming away or clamming up: the use of phasic and tonic adductor muscles during escape responses varies with shell morphology in scallops. J. Exp. Biol. 4: 131-143. Tremblay I, Samson DM, Guderley HE. 2015. When behavior and mchanics meet: Scallop swimming capacities and their hinge ligament. J Shellfish Res. 2: 203-212. Truong J, Ryan JM, Hing MC. 2015. Impact of methylmercury exposure on mitochondrial energetics in AC16 and H9C2 cardiomyocytes. J Toxicol. in vitro. 29: 953-961. [WHO] World Health Organization. 2011. Joint FAO/WHO Food Standart Programme Codex Committee on Contamination in Foods. Fifth Session. Netherland (NL): WHO. Wu J, Luan T, Lan C, Wai T, Lo H, Yuk G, Chan S. 2007. Removal of residual pesticides on vegetable using ozonated water. J Food Control. 18: 466-472. Yokohama A, Park H. 2002. Depuration kinetics and persistence of the Cyanobacterial toxin microcystin-LR in the Freshwater Bivalve Unio douglasiae. J Environ. Toxicol. 18:61-67.
19
LAMPIRAN
20 Lampiran 1 Karakteristik kerang hijau dan kerang darah Parameter
Karakter fisik Panjang (cm±SD) Lebar (cm±SD) Tebal (cm±SD) Bobot kerang (g±SD) Bobot daging (g±SD) Bobot cangkang (g±SD) Kandungan proksimat daging Kadar air rata-rata (%) Kandungan merkuri pada sampel perlakuan bobot kering (ppm ± SD) bobot basah (ppm ± SD)
Jenis sampel (mean) Kerang hijau Kerang darah
6,75±0,315 2,65±0,186 1,41±0,156 3,03±0,364 1,41±0,191 1,63±0,198
2,06±0,119 1,35±0,134 1,17±0,122 1,20±0,126 0,25±0,035 0,95±0,100
81,15±2,680
79,56±2,804
4,05±0,020 0,83±0,004
3,27±0,384 0,53±0,189
tanpa
21
RIWAYAT HIDUP ENDAR WIDIAH NINGRUM, dilahirkan di Samarinda, 18 Maret 1992 dari pasangan suami istri, Bapak Boiran dan Ibu Sudarmiyah. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Tunas Harapan Kita, SD No. 024 dan SMP Negeri 1 Long Ikis, Paser, Kalimantan Timur. Kemudian menempuh pendidikan non-formal selama satu tahun di Madrasah Takhasusiyah Assalaam. Penulis lulus dari SMA Assalaam Sukoharjo pada tahun 2011 dan terdaftar sebagai mahasiswa Biologi FMIPA IPB melalui jalur Undangan di tahun yang sama. Selama masa studi berlangsung, penulis menikmati eksplorasi hobi, organisasi dan kegiatan penalaran. Kegiatan Himpunan Profesi Biologi seperti caving Goa Buniayu Sukabumi, Gebyar Biodiversity Biologi dan masa orientasi MORFOLOGI merupakan kegiatan yang berkesan bagi penulis. Penulis menikmati eksplorasi hobi pada fotografi landskap, hiking, membaca, menulis dan explorasi Taman Nasional, seperti Baluran the Triangle Coral of Indonesia. Penulis aktif pada beberapa organisasi seperti IAAS, DPM TPB, KAMMI, Tim MWA UM, BEM FMIPA, Teater Kolong Langit, bela diri Thifan po Khan dan outdoor trainer di SAINS Indonesia. Penulis juga bergabung bersama tim asisten Laboratorium Ekologi untuk mata kuliah Ekologi Dasar pada tahun 2014. Kegiatan di bidang penalaran menjadi daya tarik minat penulis setelah mengikuti Studi Lapang di semester empat. Topik observasi Mollusca yang dibimbing oleh Bapak Ir Tri Heru Widarto, Msc mengantarkan minat penulis kepada jenis kekerangan (Bivalvia). Kemudian pada semester enam, penulis bersama tim memperoleh hibah dana dari DIKTI untuk program PKM Penelitian dengan topik bioremidiasi logam berat di perairan dengan penggunaan kerang air tawar (P. exilis dan A. Woodiana). Penelitian dengan topik kekerangan kemudian berlanjut di bawah bimbingan Bapak Dr Dedy Duryadi Solihin, DEA dan Ibu Dr Nurlisa A. Butet, MSc untuk melakukan pembersihan merkuri (depurasi) pada jenis kerang konsumsi (P.viridis dan A.granosa) yang diproduksi melimpah dari laut utara Pulau Jawa.