Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
HIDUP REMAJA/PEMUDA DALAM ALKITAB SEBAGAI CERMIN MENGATASI KEJAHATAN Nixon Lumban Gaol
Abstrak Penelitian berjudul “Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan” membahas bagaimana kehidupan Remaja/Pemuda dalam Alkitab (PL dan PB) dan secara psikologi. Dan kejahatan yang terjadi dalam kehidupan Remaja/Pemuda, serta faktorfaktor apa yang membuat timbul kejahatan. Tentu ada beberapa hal yang harus dipahami dari kehidupan Remaja/Pemuda dan Oknum yang bertanggung jawab (orang tua, pendidik PAK dan Gereja) terhadap generasi yang kuat dan beriman serta ikut dalam memerangi kejahatan tersebut.
I. PENDAHULUAN A. Remaja/Pemuda Menurut Perjanjian Lama 1. Ishak. Allah sangat mengasihi remaja/pemuda dan Allah memakai remaja/pemuda di dalam menyatakan maksud dan rencanaNya. Di dalam Kejadian 2:2, Allah memakai Ishak untuk menjalankan rencanaNya untuk menguji hambaNya Abraham. Ishak adalah anak yang mempunyai kekuatan di hadapan Tuhan, anak penurut (Kej. 22:6-10). Ishak berjalan bersama dengan ayahnya untuk mempersembahkan korban kepada Allah, dia tidak berkomentar apa-apa bahkan sewaktu dia di ikat dan diletakkan di atas Mezbah korban dia tetap menurut. Membuktikan bahwa memang Ishak sebagai remaja/pemuda adalah alat Tuhan untuk menyatakan maksud dan rencanaNya. Ishak juga adalah seorang
65
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
yang pintar (ayat 7) yang bertanya, dimana anak domba untuk korban bakaran kepada Allah? 2. Yakub. Yakub sebagai remaja/pemuda yang dipakai Allah, seorang yang penurut (Kej. 28:5, 7); suka menolong (Kej. 28:10); rajin bekerja (Kej. 28:18). 3. Esua. Esua remaja/pemuda yang penurut, yang menuruti perkataan ayahnya. 4. Yusuf. Yusuf remaja/pemuda yang dikasihi oleh ayahnya (Kej. 37:3); yang mendapat penyertaan Tuhan (Kej. 39:3). Seorang yang pintar, dapat menafsirkan mimpi (Kej. 40-41); seorang yang bijaksana (Kej. 41:4649); mengasihi (Kej. 41:23-25) dan mengampuni (Kej. 44: 16-17). Menurut Mazmur 25:7, remaja/pemuda perlu mengetahui setiap dosa-dosa yang dilakukan dan meminta belas kasihan Tuhan. Mazmur 45:11, panggilan kepada remaja/pemuda untuk mendengar perintah Tuhan. Mazmur 45:17, remaja/pemuda dipakai Tuhan untuk melanjutkan tugas dan tanggung jawab bapak leluhur sebelumnya. Mazmur 71:17, remaja/pemuda diajar untuk memiliki kemauan untuk memberitahukan perkataan Tuhan. Mazmur 119:9, nasehat supaya remaja/pemuda untuk menjaga atau mempertahankan kelakuannnya bersih dengan menjaga sesuai dengan Firman Allah. Mazmur 144:12, remaja/pemuda untuk memiliki perubahan hidup yang baik dan kuat di dalam Tuhan. Mazmur 148:12, ajaran dan tugas kaum muda untuk memuji Tuhan. Mazmur 132:12, berpegang pada perjanjian dan aturan-aturan Allah. Mazmur 127:3, posisi remaja/pemuda di hadapan Tuhan; dan Mazmur 127:4, posisi remaja/pemuda untuk memiliki pola hidup yang kuat dapat dipakai oleh Tuhan di masa mudanya. Mazmur 103:5, nasihat untuk remaja/pemuda untuk tetap percaya bahwa Tuhan yang akan memberkati kehidupannya (masa muda). B. Remaja/Pemuda Menurut Perjanjian Baru
66
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
Timotius adalah anak rohani dari Paulus, hubungan antara bapak dan anak. Sejak masa mudanya sudah mengenal Kristus Yesus dan melayani bersama Paulus. Timotius mendapat pengajaran dari Paulus untuk tetap memiliki keberania dalam memberitakan Firman Tuhan, walaupun masih muda. Timotius masih relatif muda, waktu menerima surat. Perkiraan usia Timotius paling tinggi 15 tahun (bnd. 2 Tim. 1:5; 3:15) yang menyinggung masa kecil Timotius. Remaja/pemuda dalam Perjanjian Baru diajarkan untuk menjauhi nafsu muda (2 Tim. 2:22); mentaati orang tua dalam segala hal (Kol. 3:20); tunduklah kepada orang-orang yang lebih tua (I Pet. 5:5); telah mengalahkan yang jahat, kuat dan Firman Allah diam di dalam orang muda (I Yoh. 2:13-14); orang muda sebagai saudara (I Tim. 5:1). Dalam I Timotius 4:12 juga menjelaskan, bahwa orang muda menjadi teladan dalam perkataan, tingkah laku artinya: perbuatan dan perkataannya harus sama, dalam kasih, kesetiaan, dan kesucian. C. Remaja/Pemuda Menurut Perkembangan Psikologi Elisabeth B. Hurlock mengatakan: Istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Seperti yang dikatakan oleh Van den Daele, “perkembangan berarti perubahan secara kualitatif”. Ini berarti bahwa perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa centimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari struktur dan fungsi yang kompleks.1 Perkembangan manusia atau seorang remaja bukan saja supaya menjadi besar secara fisik, tetapi perkembangan total, yaitu keseluruhan aspek kehidupannya. Perkembangan itu membuat seorang remaja menjadi semakin sempurna. Berikut Singgih D. Gunarsa mengatakan: “Perkembangan tidak terbatas dalam arti tumbuh menjadi besar tetapi mencakup 1
Elisabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidpan (Jakarta: Erlangga, 1997), 3.
67
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
rangkaian perubahan yang bersifat progresif, teratur, koheren dan berkesinambungan. Jadi antara satu tahap dengan tahap perkembangan berikutnya tidak terlepas, berdiri sendirisendiri.”2 Artinya perkembangan remaja dalam masa puber dan adolesen, dipengaruhi oleh perkembangan usia sebelumnya, yaitu anak sekolah. Dan perkembangan usia remaja sekarang juga mempengaruhi untuk masa dewasa nantinya. Perkembangan dalam diri remaja terdiri dari berbagai aspek, yaitu fisik, emosi, mental, sosial, dan kognitif serta iman. Perkembangan setiap aspek saling berkaitan erat dengan yang lainnya dalam totalitas diri remaja. Jika aspek tertentu terganggu perkembangannya, maka pasti akan menimbulkan efek tidak baik kepada perkembangan lainnya. Seperti yang dijelaskan Singgih D. Gunarsa dengan mengatakan: “Manusia merupakan kesatuan, sehingga akan ditemui kaitan erat antara perkembangan aspek fisik, mental, emosi dan sosial … Perhatian yang berlebihan atas satu segi akan mempengaruhi segi lain.”3 Dengan memahami perkembangan remaja secara keseluruhan, maka akan lebih mudah menemukan sarana pembinaan yang efektif bagi para siswa/i. Jadi, dengan mengetahui perkembangan fisik, emosi, sosial, kognitif dan iman remaja atau siswa. 1. Perkembangan Fisik Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Untuk mengimbangi pertumbuhan yang cepat itu, remaja membutuhkan makan dan tidur yang lebih banyak. Dalam hal ini kadang-kadang orang tua tidak mau mengerti, dan marah-marah bila anaknya terlalu banyak makan dan tidurnya. Perkembangan fisik mereka jelas terlihat pada tungkai dan tangan, tulang kaki dan tangan, otot-otot tubuh berkembangan pesat, sehingga anak kelihatan bertubuh tinggi, tetapi kepalanya 2
Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan: Anak dan Remaja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 4. 3 Gunarsa, Psikologi Perkembangan, 4.
68
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
masih mirip dengan anak-anak. Tanda-tanda awal kedewasaan fisik lainnya yang mudah dalam remaja adalah kedatangan haid bagi remaja putri dan keluarnya air mani bagi remaja putra. Elisabeth B. Hurlock mengatakan: Seperti pada semua usia, dalam perubahan fisik juga terdapat perbedaan individual. Perbedaan seks sangat jelas. Meskipun anak laki-laki memulai pertumbuhan pesatnya lebih lambat dari anak perempuan, pertumbuhan laki-laki berlangsung lebih lama, sehingga pada saat matang biasanya laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan. Karena otot anak laki-laki tumbuh lebih besar dari pada anak perempuan. Setelah masa puber, kekuatan anak laki-laki melebihi kekuatan anak perempuan, dan perbedaan ini terus meningkat.4 Perubahan pada remaja pria dan wanita terlihat pada fisik yang paling cepat, seperti tinggi badan, perubahan bentuk tubuh, suara, pertumbuhan bulu pada bagian-bagian tertentu dan sebagainya. Perbedaan yang mencolok dalam perkembangan antara pria dan wanita, yaitu bahwa remaja wanita mengalami perkembangan fisik lebih cepat dari pada remaja pria. Berikut Gilbert Lumoindong dalam kutipannya mengatakan: Pertama, remaja pria; permulaan percepatan pertumbuhan berbeda-beda dan berkisar antara usia 10,5 tahun dan 16 tahun. Kedua, remaja wanita; pada pertumbuhan sudah mulai terlihat antara usia 7,5 tahun, dengan rata-rata usia 10,5 tahun. Puncak penambahan tercapai pada usia 12 tahun, yakni kurang lebih 611 cm setahun.5 Kemudian Tri Astuti E. Relmaris mengatakan: Salah satu ciri penting dalam perkembangan fisik pada masa remaja adalah perubahan tubuh yang berkembang begitu pesat. Perubahan dan fungsi jasmaniah mengarah kepada kedewasaan fisik yang mereka sendiri tidak menyadari bahwa suatu tahap perkembangan baru telah mereka masuki. Tanda4
Elisabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidpan (Jakarta: Erlangga, 1997), 210. 5 Gilbert Lumoindong, Pelacuran Di Balik Seragam Sekolah (Yogyakarta: Andi, 1996), 7-8.
69
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
tanda kedewasaan fisik pada wanita biasanya lebih dahulu dua tahun dari pada laki-laki.6 Perubahan fisik terlihat dari panjang dan tinggi badan remaja pria dan wanita. Sarlito Wirawan membuat perubahan fisik pada remaja dengan mengatakan: Perubahan pada remaja wanita, yaitu: pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang); pertumbuhan payudara; tumbuh bulu halus dan lurus berwarna gelap di kemaluan; mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimal setiap tahunnya; bulu kemaluan menjadi keriting; haid; dan tumbuh bulu-bulu ketiak. Perubahan pada remaja pria, yaitu: pertumbuhan tulang-tulang; testis membesar, tumbuh rambut-rambut halus di wajah (kumis, jenggot); tumbuh bulu ketiak; akhir perubahan suara; tumbuh bulu dada; dan rambut-rambut di wajah bertambah tebal dan gelap.7 Perkembangan lain dari perkembangan fisik yang terlihat pada masa remaja yakni adanya perkembangan seksualitas. Tanda-tanda perkembangan seksual pada anak remaja pria di antaranya: alat produksi spermanya mulai berproduksi, ia mengalami masa mimpi yang pertama, yang tanpa sadar mengeluarkan sperma. Sedangkan pada remaja wanita bila rahimnya sudah bisa dibuahi karena ia sudah mendapatkan menstruasi (haid) yang pertama. 2. Perkembangan Psikologis Perkembangan psikologi pada remaja teridiri dari perkembangan intelektual, emosional, dan moral. Perkembangan intelektual (kognitif) berhubungan dengan imteligensi, dimana perkembangan ini bagi seorang remaja menyebabkan dia mampu untuk memikirkan dirinya sendiri. Dan hal ini membuat remaja mempunyai ide-ide berlebihan
6
Tri Astuti E. Relmarisa, Materi Pokok Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: Departemen Agama Dirjen Bimas (Kristen) Protestan, 1998), 4. 7 Sarlito Wirawan Sarwono, Problem Remaja (Jakarta: PT. RajGrafindo, 1997), 51-52.
70
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
yang disertai dengan teori-teori dan sikap kritis. Sarlito Wirawan Sarwono mengatakan: Tahap I Masa sensori-motor 90-2,5 tahun). Masa ketika bayi mempergunakan sistem penginderaan dan aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya. Bayi memberikan reaksi atas rangsangan yang diterimanya dalam bentuk refleksi (misalnya mengenyot putting susu ibu, menangis, dan lain-lain). refleksirefleksi ini kemudian berkembang lagi menjadi gerakan-gerakan yang lebih canggih (misalnya berjalan). Tahap II Masa praoperasional (2,0-7,0 tahun). Ciri khasnya adalah kemampuan menggunakan simbol, yaitu mewakili sesuatu yang tidak ada … Tahap III Masa konkrit-operasional (7,0-11,0 tahun). Pada tahun ini anak sudah bisa melakukan berbagai macam tugas yang konkrit. Ia mulai menggembangkan 3 macam operasi berpikir, yaitu: a. identitas: mengenal sesuatu; b. mengingkari sesuatu; c. resiprokasi: mencari hubungan timbal balik antara beberapa hal. Tahap IV Masa formal-operasional (11 – dewasa). Dalam usia remaja dan seterusnya seseorang sudah mampu berpikir abstrak dan hipotesa. Pada tahap ini ia bisa memperkirakan apa yang mungkin terjadi.8 Berarti remaja termasuk dalam tahap formal-operasional, sudah mampu memikirkan kemungkinan-kemungkinan lain yang belum terjadi. Ini jelas merupakan suatu peningkatan dalam idealisme mereka. Kadang-kadang suatu kemungkinan yang belum terpikirkan sebelumnya, muncul dari pertanyaan para remaja. Seperti Harold I. Kaplan mengatakan: Dalam tahap ini seseorang kini dapat membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang belum terpikirkan. Kemampuan untuk membayangkan situasi yang sempurna memungkinkan remaja berpikir peningkatan idealis. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan remaja lahir dari kemampuan untuk berpikir dengan cara-cara baru.9 Kembali Harold I. Kaplan mengatakan: 8
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta: PT. RajGrafindo, 2003), 81. 9 Harold I. Kaplan, dkk, Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis (Jakarta: Binarupa Aksara, 1997), 80.
71
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
Menurut Jean Piaget, pada awal masa remaja, pikiran menjadi abstrak, konseptual, dan berorientasi-masa depan (future-oriented), ia menyebut masa ini sebagai stadium operasi formal. Pada saat itu, banyak remaja menunjukkan kreativitas yang sangat luar biasa, yang mereka ekspresikan dalam menulis, musik, seni dan puisi. Kreativitas juga diekspresikan dalam olahraga dan dalam minat remaja terhadap dunia ide – masalah kemanusiaan, moral, etika, dan keagamaan. Memiliki buku harian adalah cara penyaluran kreatif yang umum pada periode tersebut.10 Perkembangan kognitif remaja bukan saja hanya mampu berpikir secara abstrak, namun sudah membayangkan orientasi ke masa depan. Orientasi tersebut ditunjukkan dengan berbagai kreativitas, sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Kreativitas remaja secara umum nampak dari ada buku harian mereka. Berikut Singgih D. Gunarsa mengatakan: Taraf kemampuan intelektual remaja menentukan bagaimana derajat penanggapannya terhadap lingkungan. hal ini justru penting dalam memilih tokoh-tokoh identifikasi dari lingkungan luar keluarganya. kemampuan intelektual tersebut menentukan apakah ia memperoleh pengertian akan sifat-sifat dan pandangan yang patut diambilnya dan ditolaknya.11 Penilaian diri sendiri pada masa ini sering mengarah pada penilaian negatif dan mengritik diri sendiri serta tidak menerima kekurangan atau kegagalannya. Penilaian negatif tersebut bukan hanya pada diri sendiri, tetapi juga pada orang lain. ia terlalu mengritik orang lain dan tidak dapat menerima mereka. Ia tidak puas dan tidak dapat bertoleransi terhadap kelemahan orang lain, lalu mengritik secara tajam sehingga menimbulkan konflik dan kesenjangan hubungan dengan sesama. Remaja juga sudah berpikir kausalitas, yang artinya menyangkut hubungan sebab dan akibat. Misalnya, remaja duduk di depan pintu, kemudian orang tua melarangnya sambil 10
Kaplan, Sinopsis Psikiatri, 81. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), 92. 11
72
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
berkata, “pantang”. Andaikata yang dilarang itu anak kecil pasti ia akan menurut perintah orang tuanya, tetapi remaja yang dilarang itu akan mempertanyakan mengapa ia tidak boleh duduk di depan pintu. Bila orang tua tidak mampu menjawab pertanyaan anaknya itu, dan menganggap anak yang dinasehati melawan, lalu ia marah kepada anaknya, maka anak yang menginjak remaja itu pasti akan melawannya, sebab dia sudah remaja bukan lagi anak-anak. Tentu dari peristiwa ini seorang remaja tidak akan siap menerima perlakuan dan membuat kebingungan atas dirinya. Seperti ungkapan AL. Budyapranata mengatakan: “Remaja sudah mulai berpikir kritis sehingga ia melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih menganggapnya sebagai anak kecil. Bila guru dan orang tua tidak memahmi cara berpikir remaja, akibatnya timbullah kenakalan remaja berupa perkelahian antar pelajar yang sering terjadi di kota-kota besar.”12 Perkembangan emosional ini mempengaruhi integrasi antara id, ego, dan superego. Fungsi ego kini berhadapan dengan peranan superego. Ego membentuk sintesis antara apa yang sudah lewat dengan apa yang akan datang dalam usaha untuk menemukan identitas diri. Berikut Gilbert Lumoindong mengatakan: “Di satu pihak, remaja tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak. Di pihak lain, remaja belum dapat digolongkan sebagai orang dewasa. Dengan keadaan ini seakanakan remaja berpijak di antara dua kutub, yaitu kutub masa anak-anak yang akan ditinggalkannya dan kutub masa dewasa yang akan dimasukinya.”13 Dalam diri remaja juga harus dipahami, apa yang mereka rasakan, seperti rasa bangga, dan malu, cinta dan benci, harapan dan ketidakberdayaan, dan parasaan takut. Seperti dalam kutipan Dadang Sulaeman mengatakan: “Para remaja sangat menekankan pentingnya hal-hal yang mereka rasakan. Bila mereka ditanya tentang apa-apa yang dikagumi dan dibencinya 12
AL. Budyapranta, Membina Keluarga Kristiani (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1984), 66. 13 Gilbert Lumoindong, Pelacuran Di Balik Seragam Sekolah (Yogyakarta: Andi, 1996), 12.
73
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
tentang dirinya, maka mereka sering menyebutkan ciri-ciri emosionalnya dari ciri-ciri fisiknya atau kemampuan mentalnya.”14 Perkembangan emosi remaja masih tidak stabil. Di mana remaja belum memiliki suatu pendirian sikap yang kokoh, sehingga mudah diombang-ambingkan oleh lingkungan. Dalam hal ini, Gilbert Lumoindong mengatakan: “Sifat dan keadaan emosional remaja tidak tetap. Dalam keadaan tertentu, ia melakukan kegiatan afektif yang mendadak kuat disertai gangguan organis. Dalam keadaan lain, ia dapat tenang.”15 Kemudian Elisabeth B. Hurlock mengatakan: “Meskipun emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali dan tampaknya irasional, tetapi pada umumnya dari tahun ke tahun terjadi perbaikan perilaku emosional … Remaja empat belas tahun seringkali mudah marah, mudah dirangsang, dan emosinya cenderung “meledak”, tidak berusaha mengendalikan perasaannya.”16 Pendapat yang lain, AL. Budyapranta mengatakan: Keadaan emosi remaja masih labil karena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Suatu saat ia bisa sedih sekali, di lain waktu ia bisa marah sekali. Hal ini terlihat pada remaja yang baru putus cinta atau remaja yang tersinggung perasaannya, karena, misalnya dipelototi. Kalau sedang senangsenangnya mereka mudah lupa diri karena tidak mampu menahan emosi yang meluap-luap itu, bahkan remaja mudah terjerumus ke dalam tindakan tidak bermoral.17 Pengungkapan perasaan negatif sering menunjukkan ledakan amarah. Tetapi remaja pada umumnya mengalami hal ini, dimana remaja menunjukkan pemberontakan bersuara, artinya menggambarkan kemarahan atau ketidaksukaan dengan 14 Dadang Sulaeman, Psikologi Remaja (Bandung: Mandar Maju, 1995), 51. 15 Gilbert Lumoindong, Pelacuran Di Balik Seragam Sekolah (Yogyakarta: Andi, 1996), 12. 16 Elisabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidpan (Jakarta: Erlangga, 1997), 213. 17 AL. Budyapranta, Membina Keluarga Kristiani (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1984), 66.
74
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
mengeluarkan kata-kata atau kritikan. Dan pemberontakan tak bersuara, artinya sikap berdiam diri, wajah yang cemberut, menendang meja, membanting pintu; ini juga dinamakan emosi yang tersembunyi. Berikut Elisabeth B. Hurlock mengatakan: “Remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dengan cara gerakan amarah yang meledak, melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara keras, menggritik orangorang yang menyebabkan amarah.”18 Oleh karena itu sangat diperlukan sekali bimbingan terhadap remaja, agar ia dibimbing untuk mencapai “kebebasan emosional”. Sehingga ada kemampuan mana yang baik dan mana yang tidak baik, apa yang patut dipilih dan apa yang patut dihindari, atau tindakan serta keputusan manakah yang sebaiknya diambil, remaja dapat menjalankan tugas perkembangan selanjutnya. Sama halnya Singgih D. Gunarsa mengatakan: “Agar menjadi seorang dewasa yang dapat mengambil keputusan dengan kebijaksanaan, remaja harus memperoleh latihan dalam mengambil keputusan secara bertahap. Perlu menghadapi pilihan-pilihan dari yang rigngan samapi yang berat, dengan jangkauan jauh ke masa depan.”19 Tidak ada alasan orang tua dalam keluarga membimbing anaknya dalam berbagai latihan dalam menentukan keputusan dan pilihan mereka sendiri. Namun perlu diperhatikan oleh orang tua dan orang dewasa lainnya untuk mengerti pentingnya “kebebasan” remaja yang terkontrol. Artinya tidak lepas dari bimbingan orang tua.Perkembangan moral artinya keadaan nilainilai moral dalam hubungan dengan kelompok sosial. Sebelum anak memasuki masa remaja, kehidupannya teratur dengan tata cara tertentu. Setelah ia memasuki masa remaja, maka terasa seolah-olah “kehilangan kehidupan”, kehilangan arah. Tindak tanduknya acapkali mengalami tanangan, baik dari teman sebaya maupun dari generasi yang lebih tua.
18
Elisabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidpan (Jakarta: Erlangga, 1997), 215. 19 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan: Anak dan Remaja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 208.
75
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
Perkembangan moralitas ini dipengaruhi proses kemampuan menentukan suatu peran dalam pergaulan dan menjalankan peran tersebut. Kemampuan dalam berperan memungkinkan individu menilai berbagai situasi sosial dari berbagai sudut pandangan. sementara bertambah banyak peran yang dipegang, semakin banyak pengalaman yang merangsang perkembangan moral. Tahap perkembangan moral yang harus dilalui demi moralitas dewasa adalah tahap kritis terhadap tata cara yang diterimanya. Bila mereka mulai menyadari bahwa sistem penilaian baik dan buruk yang telah dianutnya merupakan salah satu sistem penilaian, maka tercapailah tahap sikap kritis. Remaja tersebut sementara ini mengalami kehilangan pegangan dalam melakukan penilaian. Di sini remaja sangat membutuhkan bimbingan dari generasi yang lebih dewasa. Berikut Singgih D. Gunarsa mengatakan: Melihat pentingnya orang dewasa pada perkembangan moral, maka faktor orang tua dan orang dewasa lainnya bagi remaja tidak boleh diabaikan. Orang tua dan orang dewasa lainnya, yang mengharapkan generasi muda dapat menggantikan segala tugas dan kelangsungan hidup di hari kemudian, perlu menyadari peranan mereka dalam menyokong serta mendampingi remaja dalam perkembangan moralnya sebagai dasar hidup utama di masa yang akan datang.20 Di sinilah inti persoalannya seringkali terjadi, karena remaja gagal mendapatkan orang tua yang diharapkan. Akhirnya, banyak remaja yang mencari “petualangan” dalam kehidupan kepada orang yang lebih dewasa, bukan dari orang tuanya sendiri. 3.
Perkembangan Religius Manusia diciptakan dengan hakikat sebagai makhluk religius yang menyadari akan adanya kuasa yang lebih tinggi, ada yang mutlak, ada yang Ilahi. Realitas Ilahi ini kadangkadang begitu menakjubkan dan sangat ajaib, sehingga kita gemetar di hadapanNya dan timbul rasa takut terhadap murka 20
D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan, 93-97.
76
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
Allah yang tidak terelakkan, sebab Ia penuh kuasa, walupun demikian, Ia juga menampakkan kebaikan, belas kasihan dan rahmatNya. Perkembangan moral sangat terkait dengan iman. Di mana iman yang baik menghasilkan moral yang baik, sedangkan moral yang baik akan menunjang pertumbuhan iman yang baik. Dengan demikian moralitas seorang remaja menunjukkan kehidupan rohaninya. Sarlito Wirawan Sarwono mengatakan: “Untuk remaja, moral merupakan suatu kebutuhan tersendiri oleh karena mereka sedang dalam keadaan membutuhkan pedoman atau petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri … Di Indonesia, salah satu moral yang penting adalah agama.”21 Dalam perkembangan kepribadian remaja sangat merasakan pengalaman religius. Mereka terpukau hal-hal yang religius. Penjelasan Wagner dalam kutipan Elisabeth B. Hurlock mengatakan: Banyak remaja menyelidiki agama sebagai suatu sumber dari rangsangan emosional dan intelektual. Para pemuda ingin mempelajari agama berdasarkan pengertian intelektual dan tidak ingin menerimanya begitu saja. Mereka meragukan agam bukan karena ingin menjadi agnostic atau atheis, melainkan karena mereka ingin agama sebagai sesuatu yang bermakna berdasarkan keinginan mereka dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri.22 Memang, tidak sedikit ditemui para remaja yang justru menunjukkan keseriusannya dalam imannya pada Tuhan. Ini berarti dengan anggapan orang tua selama ini bahwa remaja kurang tertarik pada hal-hal yang bersifat religius. Perluasan kepribadian membawa remaja ke dalam dunia yang luas yang menyebabkan dia merasakan adanya kekurangan pada dirinya, sehingga ia merasakan kerinduan yang sangat besar untuk menggantungkan hidupnya kepada sesuatu yang 21
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta: PT. RajGrafindo, 2003), 92-93. 22 Elisabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidpan (Jakarta: Erlangga, 1997), 222.
77
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
lebih mulia dan besar dari pada dirinya. Kerinduan akan Allah tersebut menguasainya. Namun sering kali remaja tidak mendapat bimbingan yang cukup untuk hal itu. Namun perlu diperhatikan, bahwa tidak sedikit juga para remaja menemukan keraguan dan ketidakpercayaan. Tri Astuti E. Relmarisa mengatakan: Imannya pada Tuhan dilemahkan oleh pertumbuhan pikirannya dan rasa ingin tahunya terhadap dunia sekitarnya. Segala sesuatu bisa dipercayainya jikalau bisa dibuktikan atau pun masuk akal. Sehingga ia menganggap bahwa selama ini kepercayaan yang dia punya hanyalah ikut-ikutan dari orang tuanya, tak masuk akal, seperti halnya cerita dogeng kekanakkanakan belaka.23 Dalam kondisi rohani para remaja seperti, janganlah dibiarkan. Walaupun ada yang juga nampaknya serius beriman pada Tuhan, sedangkan di dalam hatinya ada juga keraguan tetapi takut untuk mengungkapkannya. Bertindak sebagai teman adalah langkah yang amat menolong juga dalam menghadapi para remaja, yang sedang dalam keragu-raguan mereka sebagai bagian dari proses perkembangan rohani mereka. Sebab itu perkembangan religius remaja tidaklah terlepas dari perkembangan intelektualnya yang tidak mau menerima ajaran atau pandangan hidup begitu saja. Remaja ingin mengetahui alasan-alasan yang kuat; dapat diterima oleh akal budinya dan kalau perlu harus ada bukti yang dapat dilihat. 4. Perkembangan Identitas Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja itu, pada dasarnya menuju pada pembentukan identitas diri. Tri Astuti E. Relmarisa dalam kutipan dari Singgih D. Gunarsa mengatakan: “Identitas merupakan suatu persatuan. Persatuan yang terbentuk dari asas-asas, cara hidup, pandangan yang menentukan cara hidup selanjutnya. Persatuan ini
23
Tri Astuti E. Relmarisa, Materi Pokok Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: Departemen Agama Dirjen Bimas (Kristen) Protestan, 1998), 12.
78
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
merupakan inti pada seseorang yang menentukan cara maninjau diri sendiri dalam pergaulan dan tinjauannya ke luar dirinya.”24 Kemudian pengertian identitas, berikut Singgih D. Gunarsa mengatakan: Pertama, Identitas dapat diartikan sebagai suatu inti pribadi yang tetap ada, walaupun mengalami perubahan bertahap dengan pertambahan umur dan perubahan lingkungan. Kedua, Identitas dapat diartikan cara hidup tertentu yang sudah terbentuk pada masa-masa sebelumnya dan menentukan peran sosial manakala harus dijalankan. Ketiga, Identitas merupakan suatu hasil yang diperolehnya pada masa remaja, akan tetapi masih mengalami perubahan dan pembaharuan. Keempat, Identitas dialami sebagai suatu kelangsungan di dalam dirinya dan dalam hubungan di luar dirinya. Kelima, Identitas merupakan suatu persesuaian peranan sosial yang pada dasarnya mengalami perubahan.25 Remaja dalam proses perkembangannya mengalami perkembangan-perkembangan tersebut yang makin jelas diarahkan ke luar dirinya, ke luar lingkungan, ke orang-orang di masyarakat dan tempat yang akan ditempatinya di dalam masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan identitas diri remaja. Misalnya, faktor lingkungan, pujian yang diberikan atas segala prestasi yang dibuatnya, ataupun segala hukuman yang ditimpakan atas segala kesalahannya. Di samping itu, tidak boleh diabaikan pula adanya faktor lingkungan keluarga dan masyarakat yang mempengaruhi agresivitas pada pria atau wanita. Menjelang masa remaja, begitu banyak tekanan-tekanan sosial yang dialaminya dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan konsep diri dan kepribadiannya dalam proses penemuan identitas dirinya, misalnya saja serangkaian perubahan yang tidak hanya terjadi di dalam diri remaja itu sendiri, tetapi juga perubahan dari luar dirinya seperti halnya 24
E. Relmarisa, Materi Pokok, 15. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan: Anak dan Remaja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 84. 25
79
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
perubahan sikap orang tua, anggota keluarga lain, sikap guruguru di sekolah, cara dan metodik mengajar guru yang berbeda dan kurikulum yang berubah. Melihat faktor perkembangan identitas ini, maka hal-hal yang berperan dalam perkembangan identitas diri remaja adalah: kepercayaan diri; sikap berdiri sendiri; keadaan keluarga dengan faktor-faktor yang menunjang identifikasi; dan kemampuan intelektual remaja. D. Remaja/Pemuda Menurut Kebudayaan Remaja mengalami pergolakan dalam hidupnya karena harus meninggalkan pengalaman kanak-kanaknya, masuk dalam kehidupan sosial orang dewasa. Elisabeth B. Hurlock mengatakan: “Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial.”26 Di mana perkembangan sosial remaja menyangkut perluasan jalinan hubungan dengan orang lain. Dadang Sulaeman mengatakan: “Perkembangan ke arah masa remaja diiringi dengan bertumbuhnya minat-minat terhadap “personal appearance” (penampilan diri), “peergroup” serta kegiatankegiatan kelompok sosial lainnya yang anggota-anggotanya terdiri atas satu jenis atau berlainan.”27 Upaya penyesuaian sosial ini, bukanlah yang mudah, sebab pengaruh teman sebaya dan banyak faktor lainnya masih berpengaruh kuat bagi remaja. Kembali Elisabeth B. Hurlock mengatakan: Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, penggelompokan sosial yang baru, nilainilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin.28 26
Elisabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidpan (Jakarta: Erlangga, 1997), 213. 27 Dadang Sulaeman, Psikologi Remaja (Bandung: Mandar Maju, 1995), 26. 28 Elisabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidpan (Jakarta: Erlangga, 1997), 213.
80
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
Dapat disimpulkan, bahwa kesulitan pada perkembangan masa remaja itu sungguh-sungguh mempengaruhi pembentukan jari dirinya. Kelompok teman sebaya manjadi wadah pergaulan terbaik bagi mereka. Pengaruh kelompok ini membuat para remaja kurang minat lagi terhadap pengaruh keluarga atau orang tua. Remaja mulai terlibat dalam pergaulan dengan orang lain, kata lain ketergantungan pada orang tua dan orang lain. Bersahabat merupakan keinginan yang kuat bagi remaja. Akibatnya salah menempatkan, karena bagi remaja bahwa sahabat lebih penting dari yang lain atau pun orang tua (kurang perhatian di lingkungan keluarga). Jika remaja menemukan teman-teman sebaya yang pergaulannya positif, akan sangat mendukung pola pikir atau studinya. Tetapi jika mereka bergabung dengan kelompok remaja yang bermasalah seperti tawuran, narkoba, dan pergaulan bebas lainnya, maka hal itu akan mendatangkan persoalan dalam diri remaja dan orang tua serta masyarakat. Singgih D. Gunarsa mengatakan: Dalam usaha memperluas pergaulan, remaja sering menghadapi macam keadaan mengalami pengaruh lingkungan baik yang mengarahkan maupun yang mengombangambingkannya. Pada masa remaja “bekal” pegangan hidup dari orang tua sering dianggapnya sudah kadaluarsa. Dalam kekosongan ini remaja mudah terombang-ambing, tidak tahu tempatnya, dan tidak dapat menempatkan dirinya.29 Kehidupan remaja tidak terlepas dari lingkungannya. Sanapiah Faisal mengatakan: “Bahwa individu tak berarti apaapa tanpa adanya lingkungan yang mempengaruhinya.”30 Remaja yang ingin mencapai kehidupan yang dewasa, harus menyadari adanya aturan atau norma-norma kehidupan sosial; dan remaja tersebut harus siap untuk mengikutinya. Kemudian Kartini Kartono mengatakan: “Dalam kehidupan sosial ada norma-norma dan aturan-aturan tertentu yang memberi arah bagi 29
Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan: Anak dan Remaja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 210. 30 Sanapiah Faisal, Dimensi-dimensi Psikologi (Surabaya: Usaha Nasional, t.t), 185.
81
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
tingkah laku manusia. Peraturan-peraturan ini didasarkan atas nilai-nilai kesusilaan yang baik. Jika orang tidak mengiuti norma-norma tersebut, akan timbul adanya rasa penyesalan.”31 Masalah-masalah di sekitar pergaulan dengan temantemannya seperti: cara masuk dalam kelompok; bergaul dengan kelompok; sikap serta cara menghadapi pengaruh-pengaruh kelompok dan peranan mereka dalam kelompok. Berikut Sarlito Wirawan Sarwono mengatakan: … konflik peran yang dapat menimbulkan gejolak emosi dan kesulitan-kesulitan lain pada masa remaja, dapat dikurangi dengan memberi latihan-latihan agar anak dapat mandiri sedini mungkin. Dengan kemandirian anak dapat memilih jalannya sendiri dan ia akan berkembang lebih mantap. Oleh karena ia tahu dengan tepat saat-saat yang berbahaya di mana ia harus kembali berkonsultasi dengan orang tuanya atau dengan orang dewasa lain yang lebih tahu dari dirinya sendiri.32 Jika remaja yang berhasil di masa sekarang, tentu harus menjalani kehidupan dari pergaulan yang baik. Untuk mengatasi pengaruh lingkungan yang menimbulkan konflik dalam diri remaja diperlukan latihan pada anak. Dadang Sulaeman menggambarkan perkembangan sosial remaja dari awal masa remaja menuju di dalam masa remaja sebagai berikut: No Dari Awal Masa Remaja Ke Masa Remaja 01 Perhatian atau minat ber Mempunyai beberapa objek “variasi” dan tidak tetap minat yang menetap dan (berubah-ubah) mendalam 02 Banyak bicara, ribut, Lebih agung dan anggun menunjukkan sikap terlalu tingkah laku kewanitaan dan berani dalam tindakan- laki-laki menuju sikap tindakannya wanita dan laki-laki dewasa 03 Mencari status di antara Merefleksi dan bereaksi teman sebaya dengan rasa pada nilai yang berlaku pada hormat yang tinggi pada pola kebudayaan orang 31
Kartini Kartono, Teori Kepribadian (Bandung: Alumni, 1980), 120. Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta: PT. RajGrafindo, 2003), 85. 32
82
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
04
05
06
07 08
09 10 11
12
“nilai” kelompok teman sebaya Adanya suatu keinginan mengindentifikasikan diri dengan kelompoknya, sebagai kelompok anak laki-laki dan perempuan Membuat status keluarga di mana faktor hubungan kekeluargaan tidak menjadi penting, hal ini merupakan sesuatu yang dapat mempengaruhi pemilihan relasi dan kerja sama
dewasa Mengindentifikasikan diri pada kelompok yang kecil dan terpilih
Membuat dan menentukan status kekeluargaan secara sosial ekonomi, hal ini merupakan faktor peningkatan yang penting dalam menentukan akan dengan siapa ia mengadakan relasi dan kerja sama Kegiatan sosial lebih formal seperti mengikuti acara kegiatan pesta selamatan, ulang tahun, rapat-rapat organisasi dan lain-lain Kencan menjadi soal yang biasa Meningkatkan hubungan ke dalam mempersiapkan untuk kehidupan keluarga sendiri
Banyak melakukan kegiatan sosial yang informal seperti pasta (rujak party, ngobrol, dan lain-lain) Jarang mengadakan “kencan” Menitikberatkan pada membangun hubungan dengan anak laki-laki dan perempuan Membuat teman sementara Membuat teman yang terakhir Mempunyai banyak teman Mempunyai beberapa teman yang lebih akrab Adanya kemauan menerima Adanya keinginan untuk berbagai kegiatan dalam melakukan kegiatan yang kesempatan untuk dapat memuaskannya dalam hubungan sosial rangka memperkembangkan pekerjaan, minat, dan karya ilmiah atau hobby Hanya sedikit penghayatan Adanya peningkatan
83
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
pada perilaku sendiri atau penghayatan pada masalah orang lain “hubungan insani” 13 Menerima peraturan- Membuat dan membangun peraturan yang diberikan peraturan sendiri dengan oleh orang dewasa sebagai suatu maksud yang pasti sesuatu pengaruh yang dalam pandangan tertentu penting dan seimbang Kebudayaan remaja/pemuda juga dangat mempengaruhi akan pertumbuhan dan kedewasaan. Kondisi keluarga dan masyarakat banyak pula dipengaruhi oleh faktor budaya, baik yang bersifat material maupun non-material yang acap kali menimbulkan ketidakseimbangan. Kemajuan dan modernisasi teknologi membawa dampak tersendiri dengan kehidupan di rumah tangga dan terhadap pribadi-pribadinya. Kebudayaan yang terbuka/bebas membuat remaja/pemuda lebih banyak berkarya untuk menampilkan dirinya. Mengikuti budaya luar yang masuk dalam budaya yang ada, seperti: mode; komunikasi; persaingan yang tinggi dan bebas. Demikian pula sistem nilai sikap dan norma-norma banyak mengalami perubahan karena lintas kebudayaan luar sudah sedemikian bebasnya dan faktor mempengaruhi perkembangan remaja/pemuda. Dimana remaja/pemuda yang maju, apabila ikut dengan perubahan budaya yang ada, kalau tidak dianggap kuno. II. REMAJA/PEMUDA TENTANG KEJAHATAN A. Remaja/Pemuda tentang Kenakalan Masalah kenakalan remaja seperti ini tidak hanya terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia, tetapi negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Dalam kenyataannya, bahwa masalah kenakalan remaja tidak menurun frekuensinya dalam kehidupan sehari-hari, malah meningkat dan bertambah banyak. Pada masa pertumbuhannya, ada banyak remaja yang menghadapi aneka ragam permasalahan. Dalam bagian ini akan diuraikan permasalahan
84
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
berfokus pada masalah sosial, masalah psikologis, pergaulan bebas 1. Masalah Sosial. Gejala yang ditimbulkan oleh remaja dalam lingkungan tentu tidak semua menyenangkan hati sesamanya. Gejala ini sedikit banyaknya merupakan gejala yang abnormal, di mana unsur-unsur tertentu dari kebudayaan dan masyarakat tidak berfungsi secara baik, sehingga dapat menimbulkan kekecewaan bahkan penderitaan bagi warga masyarakat. Ketidakseimbangan ini menyebabkan terjadinya masalah kenakalan remaja. Tri Astuti E. Relamarisa mengatakan: “Tidak ada kesesusian antara nilai-nilai sosial dengan kenyataan dan tindakan-tindakan sosial. Adanya gejala sosial maupun bukan gejala sosial yang menyebabkan masalah-masalah sosial.”33 Kenakalan remaja besifat sosial karena masalah tersebut berhubungan langsung dengan manusia umumnya. Juga berkaitan dengan nilai-nilai sosial dan lembaga kemasyarakatan yang pada hakikatnya merupakan himpunan norma-norma dari segala tingkatan dalam kehidupan masyarakat. Masalah-masalah sosial sering dialami oleh remaja wanita dari pada remaja pria. Lingkungan sosial yang sempit, kekurangan teman, keinginan akan pakaian baru, merupakan masalah-masalah yang sering dialami oleh para remaja. Di samping itu penghargaan dari masyarakat, ingin mencari teman, ingin untuk diterima dalam kelompok di sekolah dan masyarakat merupakan kebutuhan nyata pada remaja. Kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan akan menimbulkan hal-hal yang tidak menguntungkan bagi remaja. Permasalahan ini bertambah rumit lagi dengan masuknya unsur-unsur kebudayaan yang negatif dari dunia barat sebagai akibat dari komunikasi. Melalui komunikasi ini terjadilah pertemuan dari berbagai unsur-unsur 33
Tri Astuti E. Relmarisa, Materi Pokok Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: Departemen Agama Dirjen Bimas (Kristen) Protestan, 1998), 231.
85
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
kebudayaan asing dengan unsur-unsur kebudayaan di Indonesia. 2. Masalah Psikologis. Faktor psikologis turut mempengaruhi dalam proses perkembangan kepribadiannya. Mula-mula tingkah laku para remaja hanya didorong oleh fungsi Idnya yang berprinsip pada kenikmatan, kemudian menyesuaikan diri dengan realitas yang dikenalnya dengan perkembangan fungsi ego yang memegang prinsip realita. Dadang Sulaeman mengatakan: Adanya penyimpangan-penyimpangan di dalam lajunya pertumbuhan mungkin merupakan sumber ketegangan psikologis bagi individu yang kurang matang. Ketegangan ini akan nampak dalam sikap-sikap sosial dan pandangannya. Kegagalan dalam memenuhi tuntunan kelompok ini merupakan sumber yang paling penting bagi timbulnya ketegangan-ketegangan 34 psikologis. Kondisi kejiwaan remaja bermasalah sangat erat berkaitan dengan pendidikan dan disiplin oleh orang tua saat anak masih kecil. Gangguan psikologis pada remaja bermasalah, yaitu kecemasan, kepribadian pasif agresif, dan kepribadian anti sosial. Kecemasan pada remaja dapat dilihat dari adanya persaingan membuat mereka cemas dengan studinya, masa depannya, dan pergaulan sosialnya. Akibatnya, mereka melakukan berbagai perilaku agresif, kenakalan, atau melarikan diri kepada obat penenang untuk menutupi kekurangannya. 3. Pergaulan Bebas. Pergaulan bebas yang dimaksudkan adalah pergaulan yang bebas tanpa memperhatikan nilainilai moral dan sosial. Pergaulan bebas berarti pergaulan yang luas antara banyak remaja. Namun yang sering terjadi dalam pergaulan bebas antara pria dan wanita dapat menjadi pergaulan yang tidak bebas lagi. 34
Dadang Sulaeman, Psikologi Remaja (Bandung: Mandar Maju, 1995), 34.
86
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
Pergaulan seorang remaja tidak hanya terbatas pada teman di sekolahnya saja, melainkan juga teman dari sekolah lain, suatu organisasi, lingkungan atau gereja. Pengaruh pergaulan bebas tidak dapat dipandang ringan sebab mereka sering bertemu, sehingga memugkinkan terciptanya suatu kebersamaan. Kata lain, remaja akan memanfaatkan pergaulan untuk penyimpangan seksual. Alkitab menegaskan: “… Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” (I Kor. 15:33). Dalam pergaulan bebas ini, seorang teman sangatlah berpengaruh dengan cara memperkenalkan hal-hal yang negatif, misalnya blue film, novel-novel porno, narkoba, perkelahian antar remaja atau siswa. Semuanya ini dapat saja membakar birahi dan memberi kenikmatan sesaat pada seorang remaja. Arum Asmara dalam Majalah Sarinah mengatakan: Kerinduan mendapatkan kenikmatan seksual dapat semakin mencekam dengan seringnya mendapat rangsangan. Bila hal itu tidak terkendali, tidak jarang mereka memuaskan dorongan itu dengan pacar atau teman akrabnya. Biasanya tidak berhenti disitu saja, eksperimen-eksperimen seksual seperti yang diketahuinya dari blue film atau gambar-gambar porno.35 Berarti pergaulan bebas sangat besar pengaruhnya bagi seorang remaja, baik secara positif dan negatif. Secara negatif terjadi dorongan seksual diluar nikah. Akibatnya adalah masalah kehamilan remaja putri dan berdampak tidak datang lagi ke gereja atau ke sekolah, lalu mereka sering pindah ke lingkungan masyarakat yang tidak mengenal mereka. Ini juga persoalan yang sangat tragis bagi para remaja. Dalam pergaulan bebas ini kebanyakan remaja menemukan apa yang selama ini tidak mereka ketahui, diantaranya pendidikan seks. Ada banyak orang tua tidak pernah terus terang tentang seks dan hal ini 35
Arum Asmara, Seks Bebas Pada Gadis Usia Sekolah (Sarinah, no. 183), 38.
87
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
menjadi tabu untuk dibicarakan. Kembali Ny. Singgih D. Gunarsa mengatakan: “Membicarakan masalahmasalah seks dianggap sebagai langsung atau tidak langsung membangkitkan “macan tidur”.”36 Dari pengetahuan akan pendidikan seks ini yang kemungkinan besar atau saat di lingkungan luar mereka belajar sendiri. Ada kesempatan untuk bertindak. Gilbert Lumoindong mengatakan: Kesempatan yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan seks tersebut, antara lain: adanya pengertian yang salah tentang seks atau kedangkalan pengetahuan seks di kalangan remaja, kurangnya pengawasan dari pihak pendidik atau orang tua, dorongan dari teman-teman dan adanya fasilitas yang tersedia untuk melakukan peniruan seperti yang mereka saksikan dalam film dan buku-buku porno.37 Dengan alasan tersebut, seorang remaja putri dapat menyalahgunakan seks yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Emosi yang meluap-luap dalam diri remaja yang sedang asyik berpacaran bisa terlanjur hamil sebelum mereka dinikahkan, bunuh diri karena putus cinta, membunuh orang karena marah dan sebagainya. Hubungan seks yang dilakukan memberikan kenikmatan sesaat, sehingga remaja putri ingin terus menerus menikmatinya, tanpa lagi memikirkan bahwa hal itu akan menjerumuskan hidupnya dan hal tersebut jahat di mata Tuhan. B. Remaja/Pemuda dengan Jenis Kenakalan Jenis kenakalan remaja/pemuda dapat juga terjadi karena masalah yang terjadi. Dra. Ny. Tri Astuti E. Relmarisa
36
Ny. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Untuk Muda-Mudi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 86. 37 Gilbert Lumoindong, Pelacuran Di Balik Seragam Sekolah (Yogyakarta: Andi, 1996), 19-20.
88
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
mengatakan, ada 15 faktor dari masalah remaja/pemuda secara umum yang berdampak kepada kenakalan, yaitu:38 1. Sering membolos dari sekolah dan berkeliaran tanpa tujuan serta kadang-kadang melakukan perbuatan kurang ajar terhadap orang tua dan guru. 2. Mengedarkan gambar-gambar (foto-foto) cabul merusak jiwa remaja/pemuda. Kesemuannya itu mendorong para remaja/pemuda untuk melakukan tindakan asusila. 3. Penggunaan obat-obat perangsang seksual, alat-alat kontrasepsi, dan minuman keras. 4. Ngebut, melakukan perkelahian kelompok yang menggunggu lalu lintas jalan dan keamanan umum. 5. Kemorosotan moral di kalangan remaja/pemuda seperti dansa-dansa yang berlebihan dengan sembunyisembunyi, memakai gadis-gadis pelajar. 6. Perbuatan pelanggaran norma hukum, seperti mencuri, menganiaya, menggunggu gadis-gadis, dan sebagainya. 7. Bergaul dengan orang-orang yang berakhlak rendah dan jahat. 8. Senang hidup bergelandangan. 9. Berbuat hina, merusak diri sendiri atau orang lain. 10. Sehari-harian berada di luar rumah tanpa izin orang tua. 11. Biasanya menggunakan perkataan kotor, kasar atau tidak sopan, baik di sekolah maupun di rumah atau umum. 12. Biasa mengunjungi tempat-tempat perjudian atau tempat wanita pelacur. 13. Membiasakan naik kenderaan penumpang tanpa bayar. 14. Mengemis, melarikan diri dari tempat asuhan pemerintah. C. Remaja/Pemuda dengan Tujuan PAK Pentingnya tujuan PAK kepada remaja/pemuda adalah sebagai Pendidik Kristen lebih memperhatikan gejolak perkembangan yang terjadi pada remaja/pemuda, yaitu masa 38
Tri Astuti E. Relmarisa, Materi Pokok Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: Departemen Agama Dirjen Bimas (Kristen) Protestan, 1998), 233234.
89
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
transisi, masa bertanya dan membuka diri. Kemudian untuk mengarahkan remaja/pemuda sebagai pewaris masa depan bangsa, bahkan tulang punggung gereja. Dengan mengerti pergolakan-pergolakan yang terjadi dalam jiwa remaja/pemuda, dan permasalahan yang dimunculkan oleh remaja/pemuda, maka bahan-bahan apa atau metode yang akan disampaikan disaat mengajar remaja/pemuda. Nilai-nilai atau norma yang baru yang mengarahkan pada perilaku kristiani dan membentuk kedewasaan yang bertanggung jawab amatlah penitng diberikan kepada para remaja/pemuda, dalam hal ini melalui Pendidikan Agama Kristen. Peranan Pendidikan Agama Kristen amat penting dalam menanamkan dasar-dasar dan nilai-nilai Iman Kristen. Menghadapi remaja/pemuda yang sedang masa-masanya membuka diri untuk berbagai hal tersebut jelas peranan aktif dari PAK remaja/pemuda sangat tidak boleh diabaikan. Walaupun banyak bentuk-bentuk kehidupan yang baru dan berubah-ubah yang dialami oleh remaja/pemuda, tetapi dengan pembinaan-pembinaan, bimbingan rohani, dan melalui PAK remaja/pemuda tersebut, maka akan terbentuk kehidupan remaja/pemuda Kristen yang utuh, mantap, dan mengasihi Tuhan. III. PENYEBAB TIMBULNYA KEJAHATAN A. Latar Belakang Kenakalan Remaja/Pemuda Permasalahan ini muncul sebagai akibat adanya pemahaman bahwa masa remaja/pemuda adalah masa yang penuh dengan kenangan, yang tidak mungkin dilupakan begitu saja. Bertolak dari pemahaman tersebut, maka remaja/pemuda terdorong untuk melakukan atau menunjukkan perbuatan dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan keinginan sesama di sekitarnya. Para remaja/pemuda itu berbuat sesuka hati, tanpa memikirkan apakah perbuatan itu baik atau tidak, diterima atau tidak, merugikan atau menguntungkan diri sendiri atau sesamanya atau tidak. Permasalahan ini bertambah rumit lagi dengan masuknya unsur-unsur kebudayaan yang negatif dari dunia barat sebagai
90
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
akibat dari komunikasi yang lancar yang merupakan hasil perkembangan teknologi. Tidak ada kesesuaian antara nilai-nilai sosial dengan kenyataan dan tindakan-tindakan sosial. Artinya ada kepincangan antara apa yang diharapkan oleh masyarakat dengan kenyataan masalah yang muncul. Sebenarnya ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi terjadinya kenakalan remaja/pemuda, yaitu: faktor intern yang terdapat dalam diri remaja/pemuda; dan faktor extern yang terdapat di luar diri remaja/pemuda. Dra. Ny. Tri Astuti E. Relmarisa menjelaskan berikut:39 1. Faktor Intern, terdiri dari: a. Faktor intelegensia (kecerdasan) b. Faktor usia c. Faktor jenis kelamin d. Faktor kedudukan anak dalam keluarga e. Faktor kekecewaan dan kompensasi anak-anak yang mengalami kekecewaan, sering terganggu fisiknya. f. Faktor kejiwaan, ada sebagian anak-anak yang menderita penyakit berupa keinginan untuk mencuri (kleptomani) dan lain-lain. 2. Faktor ekstern terdiri dari: a. Faktor keluarga atau keadaan rumah tangga, di mana: - kesibukan orang tua dengan pekerjaannya - kebebasan anak yang tidak dapat dikendalikan - kebutuhan anak yang tidak dapat dipenuhi - besarnya keluarga melebihi kemampuan pendapat - kurangnya sikap keterbukaan antara orang tua dengan anak - dll. b. Faktor pendidikan c. Faktor pergaulan 39
Tri Astuti E. Relmarisa, Materi Pokok Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: Departemen Agama Dirjen Bimas (Kristen) Protestan, 1998), 231
91
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
d. e.
Faktor media massa Faktor penyediaan fasilitas-fasilitas rekreasi.
B. Oknum yang Bertanggung jawab 1. Orang tua dan Pendidik Kristen Orang tua yang juga mewakili peran pendidik, hendaknya mulai menyadari bahwa kesalahan sepenuhnya dalam kenakalan remaja/pemuda. Namun, justru melihat kedudukan atau peran orang tua dan pendidik sangatlah besar, bahkan tidak berlebihan jika disebut sebagai faktor “penentu” si remaja/pemuda apakah akan menjadi baik atau rusak. Remaja/pemuda akan tumbuh menjadi remaja/pemuda yang menemukan identitas dirinya, jika ia dibimbing dan dibina serta diberi perhatian yang cukup dari orang tua pada khususnya dan pendidik pada umumnya. Bahkan jika remaja/pemuda dibimbing dan dibina secara tepat, krisiskrisis yang terjadi dalam dirinya justru akan membantu remaja/pemuda dalam mencapai proses kedewasaannya. Jadi, orang tua dan para pendidik diharapkan dapat memberikan keteladanan dalam sikap keseharian, serta peran aktifnya dalam membimbing dan membina serta memberikan perhatian kepada remaja/pemuda dengan penuh kasih dan bertanggung jawab. 2.
Gereja Gereja bertanggung jawab untuk membina para remaja/pemuda. Pembinaan remaja/pemuda adalah tanggung ajwab gereja. Oleh karena itu dibutuhkan pelayan yang berdedikasi; dan pelayanan khusus untuk kelompok remaja/pemuda. Jiwa remaja/pemuda terlalu berharga untuk dibiarkan begitu saja. Remaja/pemuda sudah dibimbing bertahun-tahun lamanya dalam Sekolah Minggu. Justru pada masa yang paling sulit dalam seluruh kehidupan manusia yaitu masa
92
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
remaja/pemuda mereka tidak boleh ditinggalkan oleh gereja. Tujuan terhadap pelayanan gereja pada remaja/pemuda itu jelas untuk menumbuhkan atau mendewasakan para remaja/pemuda dalam persekutuan Kristiani. Ada pun bentuk program-program pelayanan gereja terhadap remaja/pemuda, yaitu: 1. Memperhatikan kehidupan sesehari dari remaja/pemuda gereja. 2. Membina/mengadakan kegiatan remaja/pemuda gereja. 3. Kegiatan-kegiatan oikumenis. 4. Diskusi-diskusi pengembangan informasi. 5. Kebaktian khusus remaja/pemuda (hari Minggu atau hari lain). 6. Retreat dan pemahaman Alkitab (PA). 7. Pembentukan paham gereja tentang remaja/pemuda 8. Memberikan ketrampilan remaja/pemuda gereja. 9. Membina suatu gerakan hidup sederhana di kelangan remaja/pemuda.
IV. KESIMPULAN Dari bayi sampai lansia tidak luput dari sasaran PAK karena PAK memang merupakan proses seumur hidup. Dalam setiap periode usia manusia diwarnai dengan karakteristik, kebutuhan dan tantangan hidup yang berbeda. Itu sebabnya PAK yang diberikan juga harus disesuaikan dengan pembagian periode tersebut. Pada masa pertumbuhannya, ada banyak remaja yang menghadapi aneka ragam permasalahan. Dalam bagian ini akan diuraikan permasalahan berfokus pada masalah sosial, masalah psikologis, pergaulan. Permasalahan dalam remaja sebagai akibat dari adanya pemahaman bahwa masa remaja adalah masa yang penuh dengan kenangan, yang tidak mungkin dilupakan begitu saja. Para remaja itu berbuat sesuka hati, tanpa memikirkan apakah perbuatan itu baik atau tidak, diterima atau tidak, merugikan atau menguntungkan diri sendiri dan sesamanya atau tidak. Para
93
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
remaja masa ini memiliki keinginan yang kuat untuk hidup sesuai dengan orang lain atau kelompoknya. Jadi, orang tua dan para pendidik diharapkan dapat memberikan keteladanan dalam sikap keseharian, serta peran aktifnya dalam membimbing dan membina serta memberikan perhatian kepada remaja/pemuda dengan penuh kasih dan bertanggung jawab. Allah merupakan Pendidik Agung yang sempurna. Ia tidak pernah putus asa dalam mendidik manusia yang diciptakanNya. Sekalipun berulang kali terbukti manusia memilih untuk tidak tunduk terhadap perintah dan didikanNya, Ia tetap sabar dan memiliki 1001 macam cara mendidik, membentuk dan mengubah manusia dari waktu ke waktu sesuai dengan rencanaNya. Tujuan terhadap pelayanan gereja pada remaja/pemuda itu jelas untuk menumbuhkan atau mendewasakan para remaja/pemuda dalam persekutuan Kristiani. Dalam Alkitab, baik PL dan PB banyak dijumpai contoh PAK yang merupakan inisiatif Allah untuk mendidik dan membangun manusia kembali dapat dididik, dibentuk, dan dibangun menjadi instrumen yang memuliakan namaNya.
94
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
DAFTAR PUSTAKA Budyapranta, AL. Membina Keluarga Kristiani Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1984. Daradjat, Zakiah. Problem Remaja di Indonesia Jakarta: Bulan Bintang, 1989. Faisal, Sanapiah. Dimensi-dimensi Psikologi Surabaya: Usaha Nasional, t.t. Fatahullah Rais, Moch. Lukman. Tindak Pidana Perkelahian Pelajar Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997. Fields, Doug. Apakah Kaum Muda Dan Remaja Gereja Memiliki Tujuan? Malang: Gandum Mas, 2004. Gunarsa, Singgih D. & Ny. Singggih D. Gunarsa, Psikologi Remaja Jakarta: BPk Gunung Mulia, 1989. Gunarsa, Singgih D. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995. Hurlock,
Elisabeth B. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidpan Jakarta: Erlangga, 1997.
Kaplan, Harold I. dkk,. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jakarta: Binarupa Aksara, 1997. Lumoindong, Gilbert. Pelacuran di Balik Seragam Sekolah, Yogyakarta: Yayasan Andi, 1999. Mulyono, Y. Bambang. Mengatasi Kenakalan Yogyakarta: Yayasan Andi, 1996.
95
Remaja
Hidup Remaja/Pemuda Dalam Alkitab Sebagai Cermin Mengatasi Kejahatan
Purwanto, M. Ngalim. Psikologi Pendidikan Bandung: Remadja Karya, 1986. Relmarisa, Tri Astuti E, Materi Pokok Pendidikan Agama Kristen Jakarta: Departemen Agama Dirjen Bimas (Kristen) Protestan, 1998. Sarwono, Sarlito Wirawan. Problem Remaja Jakarta: PT. RajGrafindo, 1997. Sulaeman, Dadang. Psikologi Remaja Bandung: Mandar Maju, 1995.
96