PEMODELAN DINAMIK PENGELOLAAN KAWASAN WISATA PESISIR SECARA INTERSPASIAL (Studi kasus: pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa)
AKROM MUFLIH
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul pemodelan dinamik pengelolaan kawasan wisata pesisir secara interspasial (studi kasus: pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015
Akrom Muflih NIM C252140456
RINGKASAN AKROM MUFLIH. Pemodelan Dinamik Pengelolaan Kawasan Wisata Pesisir Secara Interspasial (Studi kasus: pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa). Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan YUSLI WARDIATNO. Pantai Tanjung Pasir dan pulau Untung Jawa memiliki potensi untuk pengembangan wisata, tetapi memiliki kekurangan dari segi kualitas lingkungan yang kurang baik, aksesibilitas terbatas, dan jumlah pengunjung yang telah melebihi daya tampung. Tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan kesesuaian dan daya dukung kawasan, (2) menentukan pola keterkaitan pengelolaan wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa, (3) mengkaji nilai ekonomi wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa, (4) menyusun model dinamik pengelolaan wisata terhadap jumlah wisatawan dan pendapatan wisata. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, data dikumpulkan berdasarkan kuesioner dan survei lapangan. Metode analisis data terdiri dari trend wisatawan, kesesuaian, daya dukung, dan valuasi ekonomi. Analisis input-output serta model dinamik dilakukan untuk menganalisis pengelolaan wisata pesisir berkelanjutan. Kesesuaian wisata Pantai Tanjung Pasir adalah 83.33% (sangat sesuai), pantai Untung Jawa selatan dan timur sebesar 78.57% dan 85.71% (sangat sesuai), mangrove Untung Jawa sebesar 56.14% (sesuai), wisata snorkeling di P. Rambut sebesar 56.14% (sesuai) tetapi snorkeling P. Untung Jawa sebesar 42.11% (tidak sesuai). Daya dukung kawasan Pantai Tanjung Pasir sebanyak 162 orang per hari, pantai Untung Jawa selatan 31 orang per hari dan timur 43 orang per hari, wisata mangrove P. Untung Jawa 69 orang per hari, dan wisata snorkeling P. Rambut 20 orang per hari. Akan tetapi, jumlah wisatawan aktual di kedua wilayah melebihi daya dukung tersebut. Nilai valuasi ekonomi dengan surplus konsumen di Tanjung Pasir sebesar Rp 189 802 kunjungan per orang yang dipengaruhi oleh faktor biaya transportasi, waktu wisata, dan biaya subtitusi. Kemudian pada Pulau Untung Jawa sebesar Rp. 738 109 kunjungan per orang yang dipengaruhi oleh faktor biaya perjalanan, presepsi lingkungan, dan tingkat pendidikan. Keterkaitan Tanjung Pasir dan Untung Jawa sebagai akses utama adalah 87% dan sebagian surplus konsumen Untung Jawa (30.45%) masuk ke surplus konsumen kawasan administrasi Tanjung Pasir. Nilai WTP rata-rata Tanjung Pasir (86.67% dari responden) sebesar Rp. 13 350 kunjungan per orang, sedangkan Pulau Untung Jawa (96.67% dari responden) sebesar Rp. 16 517 kunjungan per orang. Faktor yang mempengaruhi yaitu presepsi lingkungan, waktu wisata, biaya subtitusi, dan pendapatan. Skenario pengelolaan terbaik untuk wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa adalah skenario 3 (perbaikan kualitas lingkungan, fasilitas sarana prasarana, dan pengendalian jumlah wisatawan). Jumlah pengunjung Tanjung Pasir pada 2024 sebesar 385 414 orang dan Untung Jawa sebesar 10119 495 orang. Nilai keduanya lebih rendah dibandingkan kondisi eksisiting. Pertumbuhan wisata secara ekonomi menunjukkan peningkatan selama 10 tahun ke depan, dengan surplus konsumen pada tahun 2024 di Tanjung Pasir sebesar Rp. 547 miliar dan Pulau Untung Jawa sebesar Rp. 7.81 triliun. Pengelolaan terintegrasi perlu dilakukan agar dapat mencapai keberlanjutan kawasan wisata dalam bidang ekologi, ekonomi, dan sosial. Kata kunci: interspasial, keberlanjutan, model dinamik, wisata pesisir
SUMMARY AKROM MUFLIH. Dynamic Modelling for Management Coastal Tourism Area Based on Interspatial (Case study: Tanjung Pasir coast and Untung Jawa Island). Supervised by ACHMAD FAHRUDIN and YUSLI WARDIATNO. Tanjung Pasir Beach and Untung Jawa Island have a potential of tourism development, but have weekness of bad quality of environment, lack of access, and over capacity of number of tourists. The purposes of this study were (1) to determine suitability and carrying capacity of coastal tourism, (2) to determine the linkages of Tanjung Pasir coast and Untung Jawa Island tourism management, (3) assess the economic value of Tanjung Pasir coast and Untung Jawa Island, (4) develop a dynamic model of tourism management based on the number of tourists and revenue. A survey method was used in this study. The data were collected by questionnaires and field surveys. Data analysis which were used in this study including tourism trend, suitability, carrying capacity, and economic valuation. Input-output and dynamic model were used to analyze the planning development of sustainable coastal tourism. The suitability of Tanjung Pasir Beach tourism was 83.33% (highly suitable), South and East of Untung Jawa Beach were 78.57% and 85.71% (highly suitable), Untung Jawa mangrove was 56.14% (suitable), snorkeling at Rambut Island was 56.14% (suitable), but snorkeling at Untung Jawa Island was 42.11% (not suitable). Carrying capacity of Tanjung Pasir Beach tourism was 162 tourists per day, south Untung Jawa Beach was 31 tourists per day and east was 43 tourists per day, mangrove tourism was 69 tourists per day, and snorkeling at Rambut Island was 20 tourists per day. However, while the actual number of tourists in the region exceeded the carrying capacity. Economic valuation with consumers surplus value in Tanjung Pasir was Rp. 189 802 visits per person, that was influenced by transportation costs, travel’s time, and substitution costs. Moreover, Untung Jawa Island was Rp. 738 109 visits per person, that was influenced by the cost of travel, environmental perception, and level of education. Linkage of Tanjung Pasir and Untung Jawa as a main access was 87%, and the part of consumer surplus Untung Jawa (30.45%) belong to consumer surplus Tanjung Pasir administration area. The average WTP value in Tanjung Pasir (86.67% of the respondents) was Rp. 13 350 visit per person and Untung Jawa Island (96.67% of respondents) was Rp. 160517 visit per person. The influencing factors were environmental perception, travel’s time, substitution cost, and income. The best management scenario for both the tourism of Tanjung Pasir and Untung Java Island was the third scenario (improvement of the environmental quality, infrastructure facilities, and control the number of tourists). The number of tourists Tanjung Pasir in 2024 will become 385 414 persons and Untung Jawa will become 1 119 495 persons the both were lower than eksisiting conditions. Tourism economic growth showed an increase during the next 10 years, with consumers surplus in 2024 at Tanjung Pasir Rp. 547 Billion and Untung Jawa Island Rp. 7.81 Trillion. Integrated management could be used to achieve sustainability tourism area in ecological, economic, and social sector. Keywords: interspatial, sustainability, dynamic model, coastal tourism
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMODELAN DINAMIK PENGELOLAAN KAWASAN WISATA PESISIR SECARA INTERSPASIAL (Studi kasus: pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa)
AKROM MUFLIH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada ujian tesis: Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, M Sc
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini adalah pengelolaan wisata pesisir dan laut, dengan judul pemodelan dinamik pengelolaan kawasan wisata pesisir secara interspasial (studi kasus: pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada: 1. Pascasarjana IPB yang telah memberikan kesempatan untuk studi. 2. Badan Pusat Statistik Kepulauan Seribu, Dinas Wisata Kabupaten Tangerang, dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan atas data pendukung yang telah diberikan. 3. Dr Ir Achmad Fahrudin, M Si dan Dr Ir Yusli Wardiatno, M Sc selaku dosen pembimbing tesis. 4. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, M Sc selaku penguji luar komisi pembimbing. 5. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan dan kasih sayangnya. 6. Keluarga besar mahasiswa program studi SPL angkatan 2013 dan 2014 serta teman-teman fasttrack MSP tahun 2014. 7. Semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan tesis ini. Penulis mengucapkan terima kasih bagi semua pihak terkait yang telah membantu dalam memberikan bimbingan, nasihat, maupun arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Bogor, September 2015
Akrom Muflih
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 2 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wisata Pesisir Kesesuaian Ekowisata dan Daya Dukung Kawasan Valuasi Ekonomi Wisata Pesisir Sistem Pemodelan Dinamik Strategi Pengelolaan Ekowisata Pesisir
4 5 6 7 8
3 METODE Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data Analisis Data
10 10 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan
21 43
5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
50 50
DAFTAR PUSTAKA
51
LAMPIRAN
55
RIWAYAT HIDUP
67
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kegiatan wisata alam yang dapat dikembangkan Jenis data dan metode pengumpulan data Kriteria kesesuaian ekowisata pantai kategori rekreasi dan berenang Kriteria kesesuaian ekowisata bahari kategori wisata mangrove Kriteria kesesuaian ekowisata bahari untuk wisata snorkeling Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) Waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata Hasil pengukuran karakteristik Pantai Tanjung Pasir Hasil pengukuran karakteristik pantai Pulau Untung Jawa Hasil pengukuran karakteristik mangrove Pulau Untung Jawa Hasil pengukuran karakteristik terumbu karang di Pulau Untung Jawa dan Pulau Rambut Kondisi aktual jumlah wisatawan tahun 2014 Nilai agregat surplus konsumen (SK) di wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa Hasil estimasi agregat WTP untuk dana konservasi lingkungan di Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa Nilai hasil simulasi setiap opsi pengelolaan Skor untuk masing-masing opsi pengelolaan
4 11 13 14 14 15 15 24 25 26 26 28 33 35 42 43
DAFTAR GAMBAR Kerangka pemikiran penelitian Kondisi kawasan wisata terhadap pengunjung dan presepsi masyrakat Peta lokasi penelitian Causal loop wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa Sub-model ekologi wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa Sub-model ekonomi wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa Sub-model sosial wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa Jumlah kunjungan wisata Pantai Tanjung Pasir Jumlah kunjungan wisata Pulau Untung Jawa Jumlah penginapan di Pulau Untung Jawa Sebaran wisatawan dan kesesuaian wisata Pantai Tanjung Pasir Sebaran wisatawan dan kesesuaian wisata Pulau Untung Jawa Sebaran wisatawan dan kesesuaian wisata di Pulau Rambut Karakteristik wisatawan Pantai Tanjung Pasir Penilaian wisatawan terhadap atribut wisata di Pantai Tanjung Pasir Karakteristik wisatawan Pulau Untung Jawa Penilaian wisatawan terhadap atribut wisata di Pulau Untung Jawa Perbandingan persentase jenis biaya terhadap biaya total yang dikeluarkan wisatawan 19 Presepsi wisatawan terhadap atribut pengelolaan wisata di pantai Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
3 8 10 18 18 19 19 22 23 23 24 27 27 29 29 31 31 32 36
20 Perilaku model eksisting pada jumlah pengunjung 21 Perilaku model eksisting pada nilai ekonomi wisata 22 Perilaku model eksisting pada rasio daya dukung terhadap jumlah
pengunjung 23 Perilaku model skenario 2 pada jumlah pengunjung 24 Perilaku model skenario 2 pada nilai ekonomi wisata 25 Perilaku model skenario 2 pada rasio daya dukung terhadap jumlah
pengunjung 26 Perilaku model skenario 3 pada jumlah pengunjung 27 Perilaku model skenario 3 pada nilai ekonomi wisata 28 Perilaku model skenario 3 pada rasio daya dukung terhadap jumlah
pengunjung
37 37 38 39 39 40 40 41 41
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Kuisioner wisatawan Formulasi model Analisis kesesuaiana dan daya dukung kawasan Data sekunder biofisik wisata Analisis surplus konsumen dengan biaya perjalanan Validasi output model
55 58 60 62 63 66
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber daya alam dan lingkungan Indonesia sangat berlimpah baik di darat maupun di laut. Sumber daya alam dan lingkungan memiliki nilai yang dapat dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung sebagai nilai intrinsic (Fauzi 2006). Pendekatan manfaat dapat bernilai kegunaan, kepuasan, dan kesenangan yang berkonotasi pada nilai atau harga. Valuasi atau penilaian merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa (Turner et al. 1994) sumber daya alam dan lingkungan. Sektor wisata di Indonesia memiliki potensi dari nilai sumber daya yang ada untuk dikembangkan secara berkelanjutan, dan akan menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah yang potensial. Pengembangan kawasan wisata harus mengarah pada pengembangan yang terencana secara menyeluruh sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal bagi masyarakat (Charlier et al. 1992). Berdasarkan amanat Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan menjelaskan bahwa pembangunan pariwisata diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Sektor wisata merupakan alternatif baru untuk pembangunan industri-industri tradisional yang dapat meningkatkan kesejahteraan dalam kelangsungan hidup masyarakat (Lacher et al. 2013). Salah satu sektor wisata yang memiliki potensi besar berasal dari wisata pesisir. Wisata pesisir merupakan kegiatan rekreasi yang dilakukan di sekitar pantai, yaitu seperti berenang, berselancar, berjemur, menyelam, snorkeling, berjalan-jalan atau berlari-lari di sepanjang pantai, menikmati keindahan suasana pesisir, dan bermeditasi (Dahuri 2001). Selain itu, wisata pesisir dapat berupa menonton ikan paus, berlayar, dan berselancar (Buckley 2008). Pengembangan kegiatan wisata bahari harus terhindar dari mass tourism, kerusakan lingkungan, dan ruang pengunjung yang tidak terbatas (Ketjulan 2010). Sama halnya dengan wisata bahari, wisata pantai juga memiliki batasan pengunjung. Wisata pantai memainkan bagian penting bagi perekonomian nasional, pengelolaan pantai adalah hal penting untuk menjaga kualitas lingkungan dan agar dapat terus menarik wisatawan untuk berkunjung (Silva et al. 2007). Kegiatan selam dan snorkeling memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, Akan tetapi kegiatan tersebut dapat berdampak negatif apabila melebihi daya dukung lingkungannya (Ketjulan 2010). Kawasan pesisir yang berpotensi untuk pengembangan wisata pesisir adalah jenis taman wisata alam, khususnya taman wisata alam perairan. Kemampuan daya dukung sumber daya dan lingkungan merupakan langkah awal yang penting untuk diketahui guna mendukung pengembangan wisata berkelanjutan (Thielea et al. 2005). Pengembangan wisata yang tidak terkendali akan mengarah kepada kerusakan sumber daya dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, aspek sosial ekonomi yang berkaitan dengan pengembangan wisata perlu diatur secara komprehensif dan terpadu dengan aspek sumber daya dan lingkungan (Haroen 2011).
2 Potensi Pulau Untung Jawa, secara geografis berdekatan dengan daratan Tanjung Pasir dan Jakarta. Lokasi tersebut menjadikan Pulau Untung Jawa menjadi objek wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan nusantara dengan tujuan untuk rekreasi pantai dan wisata bahari serta didukung dengan fasilitas lainnya (Razak dan Suprihardjo 2013). Akan tetapi, jumlah wisatawan yang sangat tinggi yaitu mencapai 649 846 orang pada tahun 2013 dan mewakili 44% dari jumlah wisatawan di Kepulauan Seribu (BPS Kab. Kepulauan Seribu 2014). Jumlah wisatawan tersebut dapat melampaui daya dukung lingkungan sehingga menyebabkan over capacity. Grafik pertumbuhan pengunjung di kawasan wisata bersifat sigmoid (Butler 1980) mengharuskan adanya strategi pengelolaan yang tepat. Berkembangnya objek wisata tersebut sangat dipengaruhi oleh kemudahan akses dan secara ekonomi terjangkau. Hal itu menjadikan pesisir Tanjung Pasir banyak dipilih sebagai jalur utama menuju Pulau Untung Jawa. Selain itu, kawasan pesisir Tanjung Pasir memiliki potensi pengembangan wisata pantai dari segi topografis dan geografis wilayahnya, sedangkan kualitas lingkungan dan aksesibilitas yang kurang baik. Kondis tersebut tetap menjadi daya tarik wisatawan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pengunjung yang semakin meningkat meskipun sistem transportasi dan fasilitas yang ada kurang mendukung (Mahadi dan Indrawati 2010). Model terstruktur untuk mengidentifikasi dan menggambarkan pentingnya lingkungan dan hubungan ekonomi akan semakin penting di masa depan untuk alternatif pembuat kebijakan (Alavalapati dan Adamowicz 2000). Berdasarkan potensi dan kondisi tersebut, penelitian mengenai daya dukung wisata, nilai ekonomi, dan strategi pengelolaan di wisata Tanjung Pasir Kabupaten Tangerang dan Pulau Untung Jawa Kabupaten Kepulauan Seribu ini perlu dilakukan untuk menentukan status pemanfaatan ruang yang sesuai, mengukur nilai ekonomi, dan rekomendasi pengelolaan terbaik untuk kedua kawasan tersebut. Selain itu, kesesuaian lingkungan dan daya dukung kawasan wisata ditentukan sebagai dasar informasi untuk pengelolaan wisata pesisir yang berkelanjutan yang digambarkan dengan model dinamik. Informasi hasil pemodelan tersebut diharapkan dapat memberikan saran pengelolaan yang dijadikan landasan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan. Perumusan Masalah Wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa memiliki potensi untuk dikembangkan sehingga mencapai pemanfaatan yang maksimal. Akan tetapi, adanya kecenderungan pembangunan wisata yang tidak didasarkan pada kaidah keberlanjutan sehingga melebihi daya dukung kawasan. Selain itu, peranan masyarakat lokal dalam menjaga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang masih terbatas. Permasalahan yang dihadapi wilayah tersebut secara rinci disajikan sebagai berikut: Jumlah wisatawan Pulau Untung Jawa yang sangat tinggi setiap tahun sehingga diduga adanya over capacity dari daya dukung lingkungannya Kemudahan transportasi dari pesisir Tanjung Pasir sebagai akses terdekat dan dengan biaya yang ekonomis Berkembang pesatnya jumlah wisatawan di Tanjung Pasir yang dapat melampaui daya dukung lingkungannya
3
Belum adanya strategi pengelolaan yang mencakup kedua wilayah dengan dasar konektivitas. Oleh sebab itu, disusunlah perumusan penelitian untuk dapat menjawab permasalahan yang terjadi di kedua wilayah tersebut (Gambar 1). Pantai pulau utama (Tanjung Pasir )
Konektivitas
Rekreasi pantai
Berperahu
Pulau kecil (Pulau Untung Jawa)
Rekreasi pantai
Valuasi ekonomi (Consumers surplus)
Mangrove
Snorkeling
Analisis kesesuaian ekowisata
Daya dukung ekonomi
Daya dukung ekologi
Model dinamik Strategi pengelolaan kawasan wisata
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menyusun nilai wisata pesisir secara konektivitas dan berkelanjutan, yang meliputi: 1. Menentukan kesesuaian dan daya dukung kawasan wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa. 2. Mengkaji nilai ekonomi wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa. 3. Menentukan pola keterkaitan pengelolaan wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa. 4. Menyusun model dinamik pengelolaan wisata terhadap jumlah wisatawan dan pendapatan wisata. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang luas kepada berbagai pihak, yaitu sebagai berikut: 1. Memberikan informasi mengenai kegiatan yang dilaksanakan dalam pemanfaatan sumber daya pesisir sebagai kawasan wisata. 2. Bahan masukan dan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menetapkan kebijakan pengembangan potensi wisata yang sesuai dengan daya dukung lingkungan. 3. Bagi para peneliti dan perguruan tinggi, sebagai salah satu bahan kajian ilmiah dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai daya dukung dan valuasi wisata pesisir dan pulau kecil.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wisata Pesisir Menurut Hall (2001) menyatakan bahwa konsep wisata pesisir mencakup rentang penuh wisata, hiburan, dan kegiatan yang berorientasi rekreasi yang terjadi di zona pantai dan perairan pantai. Selain itu, wisata pesisir juga mencakup pulau-pulau kecil yang berada di sekitar daratan utama. Dalam wisata pesisir termasuk pengembangan wisata dengan adanya akomodasi, restoran, industri makanan, rumah kedua, dan infrastruktur pendukung pembangunan pesisir (misalnya bisnis ritel, marina, dan aktivitas pemasok kebutuhan pokok). Kegiatan wisata seperti rekreasi berperahu, pantai dan laut berbasis ekowisata, kapal pesiar, berenang, memancing, snorkeling, dan menyelam. Konsep wisata pesisir berkelanjutan (sustainable coastal tourism) adalah wisata yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan maupun daerah tujuan wisata pada masa kini, sekaligus melindungi dan mendorong kesempatan serupa dimasa yang akan datang. Pengertian tersebut secara implisit menjelaskan bahwa dalam pendekatan wisata berkelanjutan bukan berarti hanya sektor wisata saja yang berkelanjutan tetapi berbagai aspek kehidupan dan sektor sosial ekonomi lainnya yang ada di suatu daerah (Butler 1980). Pengembangan wisata berkelanjutan mencakup upaya memaksimumkan net benefit dari pembangunan ekonomi yang berhubungan dengan pemeliharaan jasa dan kualitas sumber daya setiap waktu atau dapat diartikan sebagai ekowisata. Konsep wisata alam (ekowisata) didasarkan pada keindahan panorama, keunikan alam, karateristik ekosistem, kekhasan seni budaya, dan karateristik masyarakat sebagai modal utama yang dimiliki daerah. Hal penting dalam ekowisata, yaitu sumber daya pantai, kondisi laut secara ekologi, investasi industri wisata, dan dampak manusia terhadap keberlanjutan (Buckley 2008). Lingkungan pantai dan perairan yang dapat dipergunakan untuk wisata alam yang terdiri dari wisata pantai dan wisata bahari yang sangat beranekaragam (Tabel 1) biasanya terbentuk oleh proses alam dan buatan (Yulianda et al. 2010). Tabel 1 Kegiatan wisata alam yang dapat dikembangkan Wisata Pantai 1. Rekreasi pantai 2. Panorama 3. Resort atau peristirahatan 4. Berenang, berjemur 5. Olah raga pantai (volley pantai, jalan pantai, lempar cakram) 6. Berperahu 7. Memancing Sumber: Yulianda et al. 2010
Wisata Bahari 1. Rekreasi pantai dan laut 2. Resort atau peristirahatan 3. Wisata selam (diving), wisata snorkeling 4. Selancar, jet ski, banana boat, perahu kaca, kapal selam 5. Wisata ekosistem lamun, wisata nelayan, wisata pulau 6. Pendidikan, wisata pancing
Wisata alam harus menerapkan prinsip keterpaduan. Menurut Boumans et al. 2002, keterpaduan dalam pemanfaataan terdiri dari: 1) modal alam, semua potensi biofisik yang dapat menghasilkan baik barang ekosistem (termasuk bahan dan sumber daya mineral) serta ekosistem jasa. 2) modal sosial, mengacu pada
5 lembaga, hubungan, dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas interaksi sosial suatu masyarakat. 3) modal sumber daya manusia, berupa kuantitas dan kualitas teknologi, pengetahuan, dan tenaga kerja. Potensi wisata bahari di Propinsi Banten khususnya Pantai Utara Kabupaten Tangerang yang belum dimanfaatkan secara optimal. Wisata pesisir yang direncanakan merupakan alternatif produk wisata yang terbilang baru untuk dikembangkan di Indonesia. Akibat perubahan iklim atau musim pancaroba Desa Tanjung Pasir sering mengalami banjir rob akibat pasang air laut, abrasi pantai dikarenakan tidak adanya breakwater di bibir pantai sehingga rentan terhadap bahaya abrasi (Dinas Kelautan dan Perikanan 2012). Pulau Untung Jawa secara geografis letak pulau Untung Jawa berdekatan dengan daratan Tanjung Pasir dan Jakarta. Pulau ini dapat ditempuh relatif singkat, sehingga pada hari-hari libur banyak sekali dikunjungi wisatwan domestik untuk melihat suasana bahari dengan biaya yang terjangkau dan menikmati sajian khas ikan bakar pada warung-warung ikan bakar atau cendramata hasil kerajinan penduduk setempat. Fasilitas pendukung kegiatan wisata pada pulau ini terdiri dari penginapan, warung makan, ketersedian listrik, jalan internal, perkantoran, fasilitas pendidikan, dan fasilitas kesehatan (Razak dan Suprihardjo 2013). Setiap bulannya, rata-rata jumlah pengunjung di Pulau Untung Jawa mencapai 3 200 orang. Pada hari libur panjang yaitu Hari Raya idul Fitri dapat mencapai 20 000 orang. Rata-rata per pekan 700 orang dewasa. Hasil penelitian pengeluaran rata-rata wisatawan Rp. 174 253 per orang. Perputaran uang yang terjadi di dalam pulau sebesar 58.67% dan sisanya merupakan economic leakage dari total pengeluaran wisatawan (Wijayanti 2009). Kesesuaian Ekowisata dan Daya Dukung Kawasan Kesesuaian lahan (land suitability) merupakan kecocokan (adaptability) suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai (kelas) lahan serta pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya, sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah dengan usaha pemeliharaan kelestariannya. Kesesuaian ekowisata adalah kriteria sumber daya dan lingkungan terhadap kebutuhan terhadap pengembangan wisata berbasis lingkungan (ekowisata) (Yulianda et al. 2010). Pengembangan daerah yang optimal dan berkelanjutan membutuhkan suatu pengelolaan keruangan wilayah pesisir yang matang. Selain itu, daya dukung terdapat dua bagian secara besar, yaitu daya dukung ekologis (ecological carrying capacity) dan daya dukung ekonomis (economic carrying capacity) (UNEP 1997). Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum individu atau manusia pada suatu lahan yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karena faktor kepadatan, serta terjadinya kerusakan lingkungan secara permanen. Daya dukung ekonomi adalah tingkat produksi (skala usaha) yang memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan usaha secara ekonomi. Pada prespektif ini, daya dukung didefinisikan sebagai lingkungan fisik, biologi, sosial, dan psikologis untuk mendukung aktivitas wisatawan tanpa mengurangi kualitas lingkungan dan kepuasan pengunjung (Clark 1995). Pengembangan berbagai studi tentang daya dukung daerah wisata menegaskan pentingnya konsep ini untuk pemahaman tentang batas-batas yang dapat diterima dan pembangunan yang dimulai untuk
6 menentukan ukuran kuantitatif dari pemanfaatan ruang yang sesuai ke tingkat maksimal (Silva et al. 2007). Dasar dari dimensi utama pengembangan daya dukung lingkungan mengikuti sistem analisis dari dampak wisata pada tiga komponen, yaitu: lingkungan fisik (alami dan infrastruktur buatan manusia), sosial (populasi dan dinamika struktur masyarakat) dan ekonomi (termasuk institusi dan organisasi) (Coccossis et al. 2001). Valuasi Ekonomi Wisata Pesisir Valuasi atau penilaian merupakan presepsi manusia tentang makna suatu objek (sumber daya) tertentu, tempat, dan waktu tertentu. Presepsi ini merupakan ungkapan, pandangan, perspektif seseorang tentang suatu benda dengan proses pemahaman melalui panca indera yang diteruskan ke otak untuk proses pemikiran yang berpadu dengan harapan dan norma-norma kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat (Turner et al. 1994). Ekosistem dalam pandangan ekonomi diartikan sebagai sistem energi untuk mengkonversi struktur (tanaman, hewan, dan unsur lingkungan) sehingga menghasilkan barang dan jasa yang tersedia untuk kebutuhan perekonomian manusia (McCormick et al. 2010). Pengertian nilai ekonomi adalah nilai barang dan jasa yang dapat diperjualbelikan sehingga memberikan pendapatan. Nilai kegunaan, kepuasan, dan kesenangan yang diperoleh individu atau masyarakat tidak terbatas kepada barang dan jasa yang didapatkan melalui transaksi jual beli, Akan tetapi semua hal yang memberikan manfaat terhadap kesejahteraan bagi individu dan masyarakat (Pearce dan Moran 1994). Teknik valuasi ekonomi sumber daya yang tidak dipasarkan (non-market valuation) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah valuasi yang mengandalkan harga implisit dengan kesediaan untuk membayar (willingness to pay) terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik yang termasuk kelompok ini adalah travel cost method, hedonic pricing, dan random utility model. Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan pada survei, keinginan membayar (harga) diperoleh langsung dari responden dengan langsung secara lisan atau tulisan dengan mengestimasi kerugian apabila ekosistem mengalami kerusakan atau tidak ada. Teknik valuasi yang termasuk kelompok ini adalah contingent valuation method dan discrate choise method (Fauzi 2006). Konsep dasar yang dapat digunakan melalui pendekatan surplus konsumen yang merupakan teknik sederhana dalam menduga nilai ekonomi total (total economic value). Surplus konsumen merupakan perbedaan antara jumlah yang dibayarkan oleh pembeli untuk suatu produk dan kesediaan untuk membayar. Surplus konsumen dapat diukur sebagai bidang yang terletak diantara kurva permintaan dan garis harga. Menurut Hufschmidt (1987), konsep teori pendekatan travel cost method (TCM) atau biaya perjalanan menilai manfaat yang diperoleh konsumen dalam memanfaatkan barang lingkungan walaupun tempat rekreasi tidak memungut bayaran masuk atau tarif pemanfaatan. Teknik preferensi TCM menyediakan perkiraan nilai yang melekat pada kegiatan rekreasi berdasarkan jarak dan usaha dalam mengunjungi situs (Windle dan Rolfe 2013) dan nilai benefit perubahan kualitas lingkungan dari tempat rekreasi yang dikunjungi (Fauzi 2006). Pendekatan yang dilakukan dengan mengetahui pola pengeluaran dari konsumen
7 untuk dikaji berapa nilai (value) yang diberikan konsumen kepada sumber daya alam dan lingkungan. Asumsi mendasar yang digunakan pada pendekatan TCM adalah bahwa utilitas dari setiap konsumen terhadap aktivitas rekreasi bersifat dapat dipisahkan (separable), objek wisata yang dituju merupakan tujuan utama. Penilaian dengan pendekatan contingent valuation method (CVM) merupakan penilaian yang sangat tergantung dengan informasi yang diperoleh dari hipotesis yang dibangun, seperti seberapa besar biaya yang harus ditanggung dan bagaimana pembayarannya. CVM ini sering digunakan untuk mengukur nilai pasif (non-pemanfaatan) sumber daya alam atau nilai keberadaan. Pada hakikatnya metode ini bertujuan mengetahui keinginan membayar (willingness to pay) masyarakat seperti perbaikan kualitas lingkungan dan keinginan untuk menerima kerusakan (willingness to accept) (Putrantomo 2010). Metode ini tepat digunakan untuk mengevaluasi pentingnya dari berbagai atribut dalam pilihan konsumen terhadap destinasi wisata pesisir (Lacher et al. 2013). Sistem Pemodelan Dinamik Berdasarkan konsep ilmu fisika dan ilmu biologi maka sistem merupakan suatu kumpulan komponen yang saling berhubungan teratur yang dicirikan dengan adanya batasan dan kesatuan fungsi. Kumpulan komponen-komponen tersebut secara bersama melakukan suatu fungsi. Sistem merupakan suatu proses kompleks yang saling bertautan dicirikan dengan adanya hubungan sebab akibat yang bernilai timbal balik (Grant et al. 1997). Sistem pemodelan merupakan suatu gugus aktivitas pembuatan model. Secara umum pemodelan didefinisikan sebagai suatu abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual (Eriyatno 1999). Salah satu dasar utama pengembangan model adalah menemukan peubah-peubah apa yang penting dan tepat. Teori sistem yang kompleks menyediakan model yang kuat untuk dapat mengembangkan suatu kondisi secara konseptual. Model konseptual mencakup berbagai perspektif untuk analisis pada beberpa jenis skala, membantu peneliti untuk mempertahankan visi yang jelas yang dapat menjadi sangat eksplisit akibat banyaknya kemungkinan tingkat analisis (McCormick et al. 2010). Sistem dinamik merupakan suatu metode sederhana yang menggunakan diagram causal-loop dan stock-flow untuk menjelaskan hubungan di antara sistem. Sistem dinamik mampu untuk membuat suatu model dinamik dan komponen yang komplek menjadi suatu sistem yang terpadu. Selain itu, sistem dinamik juga mampu menyelesaikan sistem fisik dan sistem sosial yang komplek, non-linier, dan berupa struktur yang bersifat feedback-loop yang sesuai penggunaannya di dalam pengelolaan wilayah pesisir berkelanjutan (Chang et al. 2008). Penerapan analisis stock-flow dalam model dinamik untuk pengambilan keputusan ekonomi memiliki keunggulan. Jumlah pengunjung yang berlebih akan menurunkan kesejahteraan kehidupan masyarakat sekitar. Teori Butler (1980) dimodifikasi oleh Diedrich dan Garcia-Buades (2009) menggambarkan siklus pengunjung, harapan masyarakat lokal terhadap dampak wisata, dan presepsi masyarakat (C1C5) (Gambar 2). Pertumbuhan pengunjuung wisata bersifat sigmoid dan presepsi masyarakat bernilai negatif dengan pengelolaan yang tidak tepat. Selain itu, pembangunan wisata tidak terkendali dapat menempatkan tekanan pada daya dukung pesisir dengan menurunkan aset ekologis dan warisan budaya daerah. Fungsi ekologi pantai dipengaruhi oleh adanya gangguan terhadap keseimbangan
8 ekologi seperti eutrofikasi dan ketidakstabilan struktur di pantai memiliki efek negatif pada fauna dan flora terutama spesies endemik (Burak et al. 2004). Oleh sebab itu, perlunya pengelolaan terpadu dan berkelanjutan dari wisata pesisir. Berdasarkan penelitian terdahulu wisata berkelanjutan menggunakan sistem dinamik semakin berkembang (Haroen 2011). Akan tetapi, penerapan sistem dinamik dalam pengelolan wilayah-wilayah yang saling berkaitan di Indonesia belum banyak dilakukan, padahal perencanaan wilayah memerlukan suatu metodologi sistem dalam proses pengembangan spasial.
Gambar 2 Kondisi kawasan wisata terhadap pengunjung dan presepsi masyrakat (Sumber: Butler 1980 dimodifikasi oleh Diedrich dan Garcia-Buades 2009) Strategi Pengelolaan Ekowisata Pesisir Pengelolaan terpadu merupakan suatu kerangka kerja pengelolaan wilayah pesisir yang tidak hanya memadukan komponen-komponen darat dan laut, tetapi juga dimensi-dimensi spasial dan temporal dari isu-isu yang menjadi perhatian dengan menggunakan prinsip-prinsip pengelolaan. Pengelolaan terpadu juga mencari titik keseimbangan di antara keuntungan ekonomi dari pembangunan, pemanfaatan oleh manusia, dan sumber daya alam wilayah pesisir dalam jangka waktu yang panjang. Seluruh kegiatan tersebut harus dibatasi oleh dinamika alami dan daya dukung. Dalam prakteknya, pengelolaan wilayah pesisir berkelanjutan meliputi pengumpulan informasi, perencanaan, pembuatan keputusan dan implementasi dari pengelolaan dan pengawasan seperti yang disarankan oleh European Commision pada tahun 1999 (Chang et al. 2008). Kegiatan dalam pengembangan wisata seperti pembangunan hotel, rumah, sarana hiburan, villa, cottage, situs berkemah, dan apartemen secara bertahap jumlahnya akan meningkat beberapa kali lipat (Charlier et al. 1992). Persyaratan pengembangan wisata dengan populasi tinggi selain memenuhi kesesuaian dan daya dukung, harus didukung dengan teknologi pengembangan yang memadai baik infrastruktur maupun pengendalian limbah. Hal ini sesuai dengan Kocasoy (1989) yang menyatakan bahwa setiap pengembangan wisata tanpa pembangunan infrastruktur dengan pengendalian
9 pencemaran terutama sistem penampungan air limbah dan pabrik pengolahannya pasti akan menghasilkan dampak negatif terhadap pencemaran laut dan merugikan kesehatan manusia. Selain itu, akibat faktor-faktor alamiah, diperburuk dengan tindakan antropogenik, kegiatan wisata berupa rekreasi pantai dan pemanfaatan di wilayah pesisir terancam akibat erosi yang dapat mengakibatkan terancamnya perekonomian masyarakat dari pendapatan utama penduduk pesisir tersebut (Charlier et al. 1992). Selain itu, aspek sosial juga menjadi perhatian serius karena berdasarkan hasil penelitian Thielea et al. (2005) menyatakan bahwa adanya hubungan antara peningkatan atau pengembangan wisata pesisir dengan kualitas hidup yang dirasakan masyarakat semakin menurun. Hubungan tersebut bertentangan dengan presepsi umum wisata pantai yang merupakan keuntungan bagi daerah dan mengembangkan masyarakat. Hal ini dikarenakan adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat yang terbentuk. Pengelolaan wilayah pesisir termasuk pengelolaan pulau-pulau kecil yang memiliki karakteristik sumber daya alam, ekonomi, dan sumber daya lainnya yang khas dan terbatas, merupakan kasus khusus di dalam pembangunannya. Sangat sedikit pilihan di dalam pembangunan secara ekologi dan ekonomi, penyediaan utilitas dan layanan publik sangat sulit dengan biaya yang tinggi serta sumber daya manusia potensial yang langka. Beberapa pilihan pembangunan yang berkelanjutan di wilayah pulau-pulau kecil antara lain, yaitu perlindungan sumber daya, pemulihan sumber daya, peningkatan kualitas sumber daya, pemanfaatan sumber daya yang berkelanjutan, penyediaan layanan bagi masyrakat, dan pembangunan sumber daya lainnya (Hess 1990). Beberapa teknis pengelolaan dalam menangani over capacity wisata terhadap daya dukung kawasan. Pengendalian dengan membatasi jumlah pengguna atau pengunjung pada setiap situs wisata, yang didukung dengan bukti substansial kerusakan terumbu karang, sampah, sarana yang rusak, dan tingkat pemanfaatan yang tidak terkendali. Akan tetapi, ada banyak alternatif langsung dan tidak langsung lainnya seperti spasial dan zonasi temporal, retribusi, rehabilitasi situs, penegakan hukum, serta alternatif dengan membuat iklan untuk melestarikan sumber daya alam dan lingkungan (Needham dan Szuster 2011). Pengelolaan wilayah pesisir secara sektoral pada dasarnya berkaitan hanya dengan satu jenis sumber daya atau ekosistem untuk memenuhi tujuan tertentu (sektoral), seperti perikanan, wisata, pertambangan, industri, pemukiman, perhubungan, dan sebagainya. Dalam pengelolaan secara sektoral, dampak crosssectoral atau cross-regional seringkali terabaikan. Akibatnya model pengelolaan sektoral akan menimbulkan berbagai dampak yang dapat merusak lingkungan atau sumber daya dan juga akan mematikan sektor lain (Hutabarat et al. 2009). Perencanaan dan pengelolaan terpadu dilakukan secara kontinyu dan dinamis dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspirasi masyarakat pengguna wilayah pesisir serta konflik kepentingan dan pemanfaatan yang mungkin ada. Keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir ini mencakup 4 (empat) aspek, yaitu: (1) keterpaduan wilayah ekologis, (2) keterpaduan sektor, (3) keterpaduan disiplin ilmu, dan (4) keterpaduan pemangku kepentingan (Hutabarat et al. 2009).
10
3 METODE Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian berupa objek wisata di pesisir Desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang dan Kelurahan Pulau Untung Jawa Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Kepulauan Seribu (Gambar 3). Lokasi tersebut bersifat interspasial (berbeda secara geografis dan administratif, tetapi memiliki keterkaitan yang tinggi dari segi pengelolaan). Pengambilan data secara langsung (primer) dilaksanakan pada bulan Maret - April 2015 yang termasuk dalam permulaan muson timur. Pengambilan data tidak langsung (sekunder) didapatkan dari berbagai sumber laporan pada beberapa tahun sebelumnya dilakukan selama proses penelitian.
Gambar 3 Peta lokasi penelitian Pengumpulan Data Data biofisik Data untuk parameter karakteristik wisata pantai, mangrove, dan snorkeling dilakukan dengan pengamatan secara langsung dan dengan studi literatur. Beberapa data yang diamati secara langsung dan tidak langsung dijelaskan dalam Tabel 2. Kemudian untuk data panjang pantai, panjang track mangrove, dan luasan terumbu karang digunakan pengukuran dengan tracking GPS dan analisis Arc map 10 GIS dengan peta dasar bersumber dari Google Earth 2015. Pengumpulan data sekunder parameter biofisik dilakukan melalui studi pustaka dari berbagai sumber referensi seperti diperoleh melalui laporan lembaga pemerintah seperti Balitbang KP 2013, Laporan Kajian Status Terkini Sumber daya Perikanan dan Pencemaran Perairan Laut dari Ujung Barat Teluk Jakarta hingga Ujung Barat Pesisir Kabupaten Tangerang 2013, serta Laporan Monitoring dan Evaluasi Ekosisitem Perairan Kepulauan Seribu 2014.
11 Tabel 2 Jenis data dan metode pengumpulan data Jenis wisata
Wisata pantai/ rekreasi
Wisata mangrove
Wisata snorkeling
Parameter Kedalaman perairan (m) Tipe pantai Lebar pantai (m) Material dasar perairan Kecepatan arus (m/dt) Kemiringan pantai (0) Kecerahan perairan (m) Penutupan lahan pantai Biota berbahaya Ketersediaan air tawar (jarak/km) Kecerahan perairan (%) Tutupan komunitas karang (%) Jenis life form Jenis ikan karang Kecepatan arus (cm/dt) Kedalaman terumbu karang (m) Lebar hamparan datar karang (m) Kecerahan perairan (%) Tutupan komunitas karang (%) Jenis life form Jenis ikan karang Kecepatan arus (cm/dt) Kedalaman terumbu karang (m) Lebar hamparan datar karang (m)
Metode pengamatan pengamatan pengamatan pengamatan literatur pengamatan pengamatan pengamatan pengamatan pengamatan pengamatan literatur literatur literatur literatur pengamatan pengamtan pengamatan literatur literatur literatur literatur pengamatan pengamtan
Sumber/alat meteran observasi meteran observasi Balitbang KP 2013 waterpass dan kayu reng secchi disk observasi observasi observasi secchi disk laporan kajian 2013 laporan kajian 2013 laporan kajian 2013 Balitbang KP 2013 meteran meteran secchi disk laporan kajian 2013 laporan kajian 2013 laporan kajian 2013 Balitbang KP 2013 meteran meteran
Data sosial dan ekonomi Metode pengambilan sampel wisatawan untuk estimasi nilai ekonomi sumber daya berdasarkan prinsip tingkat kunjungan. Dalam hal ini, wisatawan telah atau sedang berkunjung ke lokasi penelitian. Responden dipilih dengan teknik non-probability sampling karena daftar populasi dari wisatawan tidak diketahui. Responden dipilih secara sengaja (convenience samples). Hal ini dipilih karena relatif lebih mudah dan cepat serta menghemat biaya, Akan tetapi tentunya tetap menjamin tingkat ketelitian data (precision). Kuisioner wawancara yang digunakan meliputi karakteristik pengunjung, biaya perjalanan, kesediaan membayar biaya konservasi, dan presepsi terhadap kondisi wisata dari berbagai aspek (Lampiran 1). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik observasi dan wawancara secara langsung terhadap responden di lokasi wisata, dengan parameter yang dibutuhkan yaitu: 1. Data karateristik pengunjung, yaitu: nama, jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, tempat tinggal, pendapatan, lama perjalanan, banyaknya kunjungan, akses yang dipilih, tujuan utama kunjungan, sumber informasi, dan opini mengenai kondisi obyek wisata. Jumlah responden masing-masing 30 wisatawan di wilayah Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa. 2. Data biaya perjalanan wisatawan yaitu: biaya transportasi, biaya konsumsi yang dikeluarkan selama kegiatan wisata, biaya dokumentasi, karakteristik subtitusi wisata lain, dan biaya lain yang telah dikeluarkan pengunjung selama melakukan kegiatan wisata. Jumlah responden masing-masing 30 wisatawan di wilayah Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa.
12 3. Data kesediaan untuk membayar biaya konservasi, yaitu harga dari penggunaan dan terjadinya kerusakan sumber daya lingkungan. Semua responden merupakan wisatawan karena memiliki ketergantungan dan tingkat kenyamanan yang tinggi terhadap kondisi lingkungan. Jumlah responden sebanyak 30 wisatawan. 4. Wawancara khusus terhadap stakeholder wisata untuk tujuan pengelolaan objek wisata. Wawancara ini dilakukan dengan bentuk judgment sampling terakhir). Responden dipilih dan disesuaikan berdasarkan jenis dan peranan masing-masing, yaitu: pengusaha perahu sebanyak 3 orang dari 30 pemilik perahu, penyedia olahraga air (banana boat) sebanyak 2 orang dari 8 pemilik usaha, penyewaan alat snorkeling sebanyak 2 orang dari 8 pemilik usaha, pengelola wisata Tanjung Pasir, dan pengelola wisata Pulau Untung Jawa. Kemudian, pengumpulan data sekunder untuk parameter sosial dan ekonomi dilakukan melalui studi pustaka. Berbagai sumber referensi tentang kegiatan di kawasan objek wisata diperoleh melalui laporan lembaga pemerintah seperti kelurahan setempat, Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Kepulauran Seribu, dan Dinas Wisata Kabupaten Tangerang. Analisis Data Analisis trend wisatawan Analisis trend wisata di Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa diperlukan untuk mengetahui jumlah kunjungan wisata di lokasi penelitian untuk beberapa waktu mendatang. Analisis supply merupakan cerminan analisis potensi biofisik dan sosial ekonomi serta budaya yang merupakan komponen daya tarik potensi kawasan dipadu dengan faktor kenyamanan (ketersediaan akomodasi, sarana pendukung, makanan dan minuman), faktor aksesibilitas, pelayanan yang baik, dan kontrol pengembangan, pelayanan sarana informasi serta fasilitas lainnya. Secara matematis analisis jumlah pengunjung wisata dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
y = a + b Ln x Keterangan: y = jumlah pengunjung wisata (orang), a = konstanta (intercept), b = koefisien (slope), x = waktu (ke-t (1-10) (tahun).
Trend kunjungan wisatawan pada wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa dalam studi ini diprediksi sampai keadaan kunjungan wisata 10 tahun ke depan atau sampai pada tahun 2024. Analisis trend wisata di Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa didasarkan pada data kunjungan wisata yang diperoleh dari tahun 2009 sampai tahun 2014. Analisis kesesuaian wisata Penilaian kesesuaian lahan untuk kegiatan rekreasi pantai sangat penting dalam mengembangkan kawasan. Studi daya dukung pantai tidak hanya memperhitungkan pembagian wilayah pantai yang dapat tersedia untuk pengguna pantai dengan satuan m2/orang. Beberapa faktor yang terlibat (Silva et al. 2007), yaitu: • Lingkungan: aksesibilitas, tempat parkir, akomodasi lokal, sarana dan prasarana
13 • Pantai: akses, kedalaman, lebar pantai, rentang pasang surut, kondisi kebersihan, keamanan dan laut. Faktor eksternal: iklim, musim, tanggal, waktu, dan harapan pengguna terhadap wisata tersebut. Ada beberapa kriteria kesesuaian lahan untuk kegiatan wisata pantai, mangrove, dan snorkeling yang diadaptasi dari zona wisata dalam suatu kawasan konservasi laut. Skor 3 menunjukkan kondisi baik, 2 kondisi sedang, dan 1 menunjukkan kondisi buruk. Ekosistem pantai berupa daerah daratan dan perairan laut yang masih dipengaruhi oleh proses pasang surut air laut, harus memenuhi kriteia wisata pantai (Tabel 3). Tabel 3 Kriteria kesesuaian ekowisata pantai kategori rekreasi dan berenang Parameter (x) Kedalaman perairan (m)
Bobot 5
Kategori 1
Skor
Kategori 2
Skor
0<x≤3
3
3<x≤6
2
Kategori 3
Skor
6 < x ≤ 10
1
Tipe pantai
5
Pasir putih
3
Pasir putih, sedikit karang
2
Lebar pantai (m) Material dasar perairan Kecepatan arus (m/dt) Kemiringan pantai(0) Kecerahan perairan (m) Penutupan lahan pantai
5
x > 15
3
10 < x ≤ 15
2
Pasir hitam, berkarang,sedikit terjal 3 < x ≤ 10
3
Pasir
3
Karang berpasir
2
Pasir berlumpur
1
3
0 < x ≤ 0.17
3
0.17 < x ≤ 0.34
2
0.34 < x ≤ 0.51
1
3
x < 10
3
10 < x ≤ 25
2
25 < x ≤ 45
1
1
x > 10
3
5 < x ≤ 10
2
3<x≤5
1
1
Kelapa, lahan terbuka
3
Semak, belukar, rendah, savana
2
Belukar tinggi
1
Biota berbahaya
1
Tidak ada
3
Bulu babi, uburubur
2
Bulu babi, ikan pari
1
Ketersediaan air tawar (jarak/km)
1
x < 0.5
3
0.5 < x ≤1
2
1<x<2
1
1 1
*Nilai maksimum = 84, Sumber: modifikasi Yulianda et al. (2010)
Ekosistem mangrove merupakan tipe ekosistem darat dengan berbagai jenis tanaman mangrove dan biota yang hidup di dalamnya, kawasan ini dipengaruhi oleh proses pasang surut air laut, pengembangan wisata mangrove harus memenuhi kriteria wisata berkelanjutan (Tabel 4). Selain itu, menikmati keindahan ekosistem terumbu karang dan lingkungan bawah laut dari permukaan atau snorkeling menjadi wisata yang cukup diminati. Perairan yang jernih dan biota yang beragam menjadi daya tarik wisatawan. Kriteria wisata snorkeling disajikan dalam Tabel 5. Indeks kesesuaian dihitung berdasarkan persamaan berikut: Ni IKW = ∑ [ ] × 100% N maks Keterangan: IKW = indeks kesesuaian wisata, Ni = nilai parameter ke-i (bobot x skor), Nmaks = nilai maksimum dari suatu kategori wisata
Nilai persentase indeks kesesuaian diklasifikasikan menjadi tiga kategori kesesuaian kawasan wisata untuk setiap jenis wisata di suatu kawasan, yaitu sangat sesuai (75% < IKW < 100%), sesuai (50% < IKW < 75%), dan tidak sesuai (IKW < 50%).
14 Tabel 4 Kriteria kesesuaian ekowisata bahari kategori wisata mangrove Parameter Ketebalan mangrove (m) Kerapatan mangrove (100 m2) Jenis mangrove Pasang surut (m) Obyek biota
Bobot
Kategori 1
Skor
Kategori 2
Skor
Kategori 3
Skor
5
x > 500
3
200< x <500
2
50 < x < 200
1
3
15 < x < 20
3
2
5 < x < 10
1
3 1
x>5 0<x<1 Ikan, udang, kepiting, moluska, reptil, burung
3 3
2 2
1<x<2 2<x<5
1 1
2
Ikan, moluska
1
1
10<x < 15 dan >20 3<x<5 1<x<2 Ikan, udang, kepiting, moluska
3
*Nilai maksimum = 39, Sumber: modifikasi Yulianda et al. (2010)
Tabel 5 Kriteria kesesuaian ekowisata bahari untuk wisata snorkeling Parameter (x) Kecerahan perairan (%) Tutupan komunitas karang (%) Jenis life form Jenis ikan karang Kecepatan arus (cm/dt) Kedalaman terumbu karang (m) Lebar hamparan datar karang (m)
Bobot 5 5 3 3 1
Kategori 1 x = 100 x > 75 x > 12 x > 50 0 < x ≤ 15
Skor 3 3 3 3 3
Kategori 2 80 < x < 100 50 < x ≤ 75 7 < x ≤ 12 30 < x ≤ 50 15 < x ≤ 30
Skor 2 2 2 2 2
Kategori 3 20 < x ≤ 80 25 < x ≤ 50 4 < x ≤7 10 < x ≤ 30 30 < x ≤ 50
Skor 1 1 1 1 1
1
1<x≤3
3
3<x≤6
2
6 < x ≤ 10
1
1
x > 500
3
100 < x ≤ 500
2
20 < x ≤ 100
1
* Nilai maksimum = 57, Sumber: modifikasi Yulianda et al. (2010)
Analisis daya dukung Metode yang diperkenalkan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata, menggunakan konsep daya dukung kawasan (DDK). Daya dukung kawasan adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan pengaruh negatif pada lingkungan alam sekitar dan manusia. Daya dukung kawasan (Yulianda et al. 2010) dihitung menggunakan rumus berikut: DDK = K ×
Lp Wt × Lt Wp
Keterangan: DDK = daya dukung kawasan, K = Potensi ekologis maksimum pengunjung per satuan unit area, Lp = luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan, Lt = Unit area untuk kategori tertentu, Wt = waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari, Wp = waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu
Potensi ekologis pengunjung (K) ditentukan oleh kondisi sumber daya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan. Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga sumber daya tetap terjaga kelestariannya (Tabel 6). Sementara itu, ratarata estimasi waktu yang dibutuhkan oleh setiap wisatawan atau pengunjung untuk setiap kegiatan wisata sebagaimana disajikan pada Tabel 7. Analisis valuasi ekonomi Secara tradisional nilai terjadi didasarkan pada interaksi antara manusia sebagai subjek (penilai) dan obyek (sesuatu yang dinilai). Setiap individu
15 memiliki sejumlah nilai yang dikatakan sebagai nilai penguasaan (held value) yang merupakan basis preferensi individu. Pada akhirnya nilai obyek ditentukan oleh bermacam-macam nilai yang dinyatakan (assigned value) oleh individu (Turner et al. 1994). Untuk mengetahui nilai total sumber daya alam pesisir dan laut digunakan rumus sebagai berikut: TEV = UV + NUV Keterangan: TEV= total economic value (total nilai ekonomi), UV= use value (nilai penggunaan), NUV = non use value (nilai instrinsik)
Tabel 6 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) Jenis wisata Snorkeling Wisata mangrove Rekreasi pantai
∑ pengunjung (orang) 1
Unit area (Lt) 500 m2
1
50 m
1
50 m
Keterangan 1 orang per 500 m2 Panjang track, 1 orang per 50 m 1 orang per 50 m
Sumber: Yulianda et al. (2010)
Tabel 7 Waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata Kegiatan Snorkeling Wisata mangrove Rekreasi pantai
Waktu yang dibutuhkan Wp-(jam) 1
Total waktu 1 hari Wt-(jam) 9 (08.00-17.00 WIB)
1
9 (08.00-17.00 WIB)
2
13 (07.00-20.00 WIB)
Sumber: modifikasi Yulianda et al. (2010)
Nilai kegunaan dan non keguanaan untuk mendapatkan nilai ekonomi total sumber daya pesisir dan pulau kecil dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan pendekatan travel cost method (TCM) dan contingent valuation method (CVM). Metode biaya perjalanan (travel cost method) Nilai ekonomi rekreasi diduga dengan menggunakan metode biaya perjalanan wisata (travel cost method), yang meliputi biaya transport pulang pergi dari tempat tinggalnya ke tempat wisata dan pengeluaran lain selama di perjalanan dan di dalam kawasan wisata (mencakup dokumentasi, konsumsi, parkir, karcis masuk). Untuk mengetahui kurva permintaan, dibuat model permintaan yang merupakan hubungan antara jumlah kunjungan per seribu penduduk daerah asal (zona) pengunjung dengan biaya perjalanan. Tingkat kunjungan, nilai V merupakan dari berbagai titik plot diregresikan dengan biaya perjalanan, waktu, dan variabel sosial ekonomi yang berpengaruh lainnya. Nilai dari suatu lokasi merupakan penjumlahan dari surplus konsumen yang diestimasi dari tiap titik plot yang merupakan area dibawah kurva permintaan dari harga perjalanan yang diamati. Secara matematis hal tersebut dapat dituliskan sebagai berikut (modifikasi Fauzi 2006): Vij =f (Cij , Tij , Qij , Sij , Mij , Aij , Eij )
16 Keterangan: V = Jumlah kunjungan oleh responden ke-i tempat ke-j. Cij = Biaya perjalanan yang dikeluarkan individu ke-i tempat ke-j. Tij = Biaya waktu yang dikeluarkan individu ke-i tempat ke-j. Qij = Presepsi responden terhadap kualitas lingkungan lokasi yang dikunjungi. Sij = Karakteristik subtitusi yang mungkin ada di tempat lain. Mij = Pendapatan responden ke- i. Aij = Usia responden ke-i saat ke lokasi j. Eij = Tingkat Pendidkan responden ke-i saat ke lokasi j.
Pendugaan fungsi permintaan yang berbentuk kurva kuadratik sebagai berikut: V = β0 C β1 T β2 Q β3 S β4 M β5 A β6 E β7 Kemudian dilinearkan, dan transformasi intersept baru fungsi permintaan sebagai berikut: Ln V = β0 + β1C + β2S + β3M + β4T+ β5Q + β6A+ β7E Ln V = ((β0 + β2 ( Ln S) + ... + βn ( Ln Xn)) + β1 Ln C Ln V = β' + β1 Ln C Transformasi fungsi permintaan baru ke fungsi permintaan asal V = β0 X β1 Menduga total kesediaan membayar (nilai ekonomi sumber daya) a U = ∫0 f(V)dV Keterangan: U = utilitas terhadap sumber daya, a = batas jumlah sumber daya rata-rata yang dikonsumsi/diminta, f(Q) = fungsi permintaan asal setelah ditransformasikan
Menduga konsumen surplus CS = U - Pt Pt = C x Vrat dengan, CS = konsumen surplus, Pt = harga yang dibayarkan, Vrat = rata-rata jumlah sumber daya yang di konsumsi/diminta (rata-rata jumlah kunjungan wisatawan), C = harga per unit sumber daya yang dikonsumsi/diminta atau biaya perjalanan (diturunkan dari fungsi permintaan asal)
Metode valuasi kontingensi (Contingent valuation method) Teknik penilaian manfaat dengan contingent valuation (CV), didasarkan pada kesediaan konsumen membayar perbaikan atau kesediaan menerima kompensasi dengan adanya kemunduran kualitas lingkungan dalam sistem alami serta kualitas lingkungan sekitar (Hufschmidt et al. 1987). Kesediaan membayar berada di area bawah dari kurva permintaan. Kurva permintaan mengukur jumlah yang akan dibayar oleh konsumen untuk tiap unit yang dikonsumsi. Kurva permintaan merupakan daftar keinginan konsumen untuk membayar jumlah sumber daya yang dikonsumsi.
17 Pearce dan Moran (1994) menyatakan kesediaan membayar dari rumah tangga ke-i untuk perubahan dari kondisi lingkungan awal (Q0) menjadi kondisi lingkungan yang lebih baik (Q1) dapat disajikan dalam bentuk fungsi, yaitu: WTPi = f(Q1 – Q0, Pown-i, Psub-i, Si ) Keterangan: WTPi = Kesediaan membayar dari rumah tangga ke-i, Pown-i = harga dari penggunaan sumber daya lingkungan, Psub-i = harga subtitusi untuk penggunan sumber daya lingkungan, Si = karakteristik sosial ekonomi rumah tangga ke-i.
WTP dapat diperoleh dari hasil perhitungan nilai tengah mengikuti formula sebagai berikut (FAO 2000): 1 ∑ni=1 yi MWTP = n dengan, n adalah besaran atau jumlah responden dan yi adalah besaran WTP yang diberikan responden ke-i.
Pemodelan dinamik wisata Pilihan pengembangan berkelanjutan harus memasukkan aspek ekonomi, demografi, lingkungan dan sosial budaya. Secara kompleks hubungan antar aspek dan kompetisi yang dihasilkan menyebabkan kesulitan dalam memahami proses dan mengantisipasi peristiwa di masa mendatang. Salah satu solusi tersebut dengan pendekatan menyeluruh melalui pengembangan proses perencanaan pemahaman dari interaksi antar aspek yang berbeda dalam sebuah kesatuan sistem (Wiranatha dan Smith 2000). Sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari komponen-komponen yang berkaitan satu sama lainnya dan berusaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam lingkungan yang kompleks. Pendekatan sistem akan memberikan penyelesaian masalah yang kompleks dengan metode dan alat yang mampu mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi, dan mendisain dengan komponen-komponen yang saling terkait, yang diformulasikan secara lintas disiplin dan komplementer untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan (Eriyatno 1999). Pengembangan model terdiri dari beberapa tahap, yakni penyusunan causal loop diagram, penyusunan stock and flow maps, verifikasi, simulasi, dan validasi model. a. Penyusunan causal loop diagram Causal loop diagram menggambarkan hubungan sebab akibat (causal relationship) antar variabel yang berinteraksi dalam sistem. Causal loop diagram menggambarkan hubungan sebab akibat antar variabel ekonomi, lingkungan, dan fasilitas wisata di wilayah Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa. Konsep wisata pesisir dibatasi pada wisata yang berdasarkan sumber daya alam yaitu rekreasi pantai, mangrove, dan snorkeling (Gambar 4). Kemudian pendekatan nilai ekonomi wisata menggunakan surplus konsumen. Selain itu, kondisi fasilitas yang ada ditentukan berdasarkan presepsi wisatawan yang berkunjung. b. Penyusunan stock dan flow maps Stock and flow maps dibuat berdasarkan causal loop diagram yang telah dibuat. Dalam penyusunan model ini juga dilakukan formulasi matematis.
18 Formulasi matematis ini menunjukkan keterkaitan antara setiap variabel yang saling berinteraksi. Model pengelolaan kawasan wisata dibagi menjadi tiga berdasarkan bidang studi yaitu sub-model ekologi (Gambar 5), sub-model ekonomi wisata (Gambar 6), dan sub-model sosial (Gambar 7). Model ekologi berdasarkan nilai daya dukung setiap jenis wisata tersebut. Nilai daya dukung yang didapat merupakan nilai kumulatif dari setiap tempat yang berpotensi adanya jenis aktivitas wisata tertentu. Surplus ekonomi
+
+ Wisata Tanjung Pasir +
rasio DD per wisatawan +
Daya dukung wisata
Wisata Untung Jawa +
Transportasi
Panorama
Wisatawan + +
Sarana dan Prasarana
Gambar 4. Causal loop wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa Jumlah pengunjung yang berfluktuatif digunakan untuk menduga trend penambahan wisatawan setiap tahunnya. Jumlah pengunjung dipengaruhi oleh adanya nilai dari objek wisata dan daya tarik wisata yang ada berdasarkan penilaian pengunjung. Selain itu, upaya pengelolaan dengan perbaikan fasilitas dan akses juga dihitung sebagai faktor penentu jumlah pengunjung yang ada. Model dinamik tersebut disusun berdasarkan persamaan yang telah ditentukan dan berdasarkan data hasil pengamatan (Lampiran 2). sub model Ekologi wisata
panjang pantai selatan waktu wisata UJ fraksi pantai Uj
panjang Tp waktu wisata TP
v ar Kes pantai Uj1 v ar DD pantai Uj selatan v ar DD pantai TP DD pantai UJ selatan
v ar kesesuaian TP
DD pantai TP
Kes pantai UJ Selatan
Kes pantai TP
v ar DD pantai UJ timur
DD pantai UJ timur fraksi pengunjung TP pantai timur v ar Kes pantaipanjang UJ2 Kes pantai UJ Timur waktu wisata mangrov e
panjang Track
fraksi snorkeling waktu snorkeling
v ar DD snorkeling v ar DD mangrov e luasan karang DD mangrov e UJ v ar Kes snorkeling DD snorkeling UJ v ar Kes mangrov e fraksi mangrove Kes mangrov e Kes snorkeling
Gambar 5 Sub-model ekologi wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa
19 sub model Ekonomi wisata
kapasitas perahu
Pengunjung UJ Transportasi
f raksi pengunjung TP
f raski pengunjung Uj f raksi pantai Uj
Pengunjung TP wisata perahu
Perahu
Ekonomi P Untung Jawa f raksi mangrov e Ekonomi Tanjung Pasir Plus SK UJ
f raksi snorkeling
Plus SK TP WTP UJ TC TP
TEV TP
WTP TP
TEV UJ TC UJ
Gambar 6. Sub-model ekonomi wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa sub model Sosial wisata
Pengunjung TP Perairan TP Laju wisatawan TP Pengurangan TP
Panorama TP
Penambahan TP
Pantai TP
tahun Sarana Prasarana TP Fasilitas umum TP masuk
Alam TP Keamanan TP
Aksesibilitas TP Pengunjung UJ Laju wisatawan UJ
Pengurangan UJ
Perairan UJ
Panorama UJ
Penambahan UJ
Pantai UJ Mangrov e UJ
Fasilitas umum UJ Sarana Prasarana UJ
Aksesibilitas TP
Akses Darat
Alam UJ
Keamanan UJ Aksesibilitas UJ
Akses laut
Gambar 7. Sub-model sosial wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa Verifikasi dan validasi model Tahap verifikasi merupakan tahap pengecekan terhadap model simulasi agar berfungsi sesuai logika pada objek sistem (sesuai model konseptual). Proses pengecekan tersebut dilakukan dengan cara check units dan verifikasi pada software Stella versi 9.2.0. Check units ini dilakukan untuk memastikan
20 konsistensi satuan formulasi yang dibuat dan nilai eror. Tahap validasi merupakan tahap untuk memastikan model yang dibuat dapat mempresentasikan kondisi objek amatan sebenarnya. Proses validasi model dapat dilakukan dengan cara diskusi dengan pihak ahli. Selain itu, validasi juga dilakukan dengan pengujian hasil simulasi dengan data riil. Jenis validasi yang digunakan yaitu, absolute means error (AME), absolute variation error (AVE), dan U-Theil’s (koefisien diskrepansi). Batas penyimpangan yang dapat diterima adalah 5-10% yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan pada kedua data. Berikut ini perhitungan nilainilai tersebut (Muhammadi et al. 2001): AME = (Si – Ai ) / Ai AVE = (Ss – Sa) / Sa U-Theil’s = Se (Ss + Sa) Keterangan, Ai = rataan nilai aktual, Si = rataan nilai simulasi, Sa = deviasi nilai aktual, Ss = deviasi nilai simulasi, Se = deviasi nilai simulasi terhadap nilai aktual. Simulasi perlakuan model Penyusunan skenario adalah penyusunan rencana pengembangan yang baik dalam sebuah sistem sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sesuai dengan tujuan dari penelitian, maka model yang telah dibuat diberi beberapa perlakuan. Skenario perlakuan model yang dilakukan, yaitu: 1. Skenario pertama, yaitu kondisi eksisting dengan tidak memberikan perubahan pengelolaan wisata yang ada. 2. Skenario kedua, yaitu dengan meningkatkan pengelolaan berupa upaya perbaikan akses darat, laut, dan fasilitas. 3. Skenario ketiga, yaitu dengan perbaikan akses darat, laut, dan fasilitas. Selain itu, dilakukan pengendalian jumlah wisatawan. Hasil skenario tersebut digunakan untuk menduga nilai output dengan indikator yang telah ditentukan. Indikator yang digunakan yaitu nilai ekonomi wisata, jumlah pengunjung, rasio daya dukung dengan pengunjung, panorama, dan kondisi sarana prasarana. Penilaian (skoring) berdasarkan analisis kriteria ganda (multi-criteria analysis) yang berupa trade-off dengan keterlibatan stakeholder dalam mempertimbangkan manfaat dari suatu strategi pengelolaan yang berbeda dan secara eksplisit menentukan prioritas pengelolaan. Analisis ini menilai dampak pengambilan keputusan (lingkungan/biofisik dan sosial ekonomi) sama pentingnya bagi pengambil keputusan. Perhitungan atau scoring terhadap kriteria yang ditentukan dengan persamaan sebagai berikut: Benefit indicator
Xs =
X - Xmin Xmax - Xmin
Cost indicator
x 100
Xs =
Xmax - X Xmax - Xmin
x 100
Setelah itu, semua indikator yang telah ditentukan dijumlahkan dan urutkan berdasarkan nilai terbesar sampai yang terkecil. Urutan tersebut menggambarkan nilai ranking untuk prioritas pengambilan keputusan dalam pengelolaan kawasan wisata tersebut.
21
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Gambaran umum lokasi Wisata Tanjung Pasir Pantai Tanjung Pasir merupakan adalah salah satu pantai yang ada di kecamatan Teluk Naga, pantai ini memiliki luas sekitar 10 hektar. Kawasan Tanjung Pasir merupakan daerah daratan rendah dengan ketinggian dari permukaan laut 1 m dengan suhu udara 370 C. Jarak tempuh dari pusat Ibu kota Kabupaten adalah 54 km. Pantai Tanjung Pasir merupakan kawasan pantai berpasir yang masih ditumbuhi hutan mangrove di bagian barat. Selain itu, Tanjung Pasir pada masa penjajahan Belanda dan Jepang pernah dijadikan benteng pertahanan. Pantai wisata ini dikelola oleh TNI AL Kabupaten Tangerang, dan Desa Tanjung Pasir dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 7 Tahun 2007 (DKP Kab. Tangerang 2012). Wilayah Desa Tanjung Pasir termasuk strategis karena terletak diantara kota Tangerang dan Jakarta. Letak geografis Desa Tanjung Pasir adalah 1060 20’1060 43’ Bujur Timur dan 60 00’ – 60 20’ Lintang Selatan. Menurut BPS Kabupaten Tangerang (2014) Desa Tanjung Pasir mempunyai luas 5 642 km2 (sekitar 570 Ha) dengan batasan wilayah Desa, yaitu sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Muara 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tegalangus 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanjung Burung. Pengelolaan Pantai Tanjung Pasir dilakukan secara swadaya antara masyarakat sekitar dengan TNI AL. Terdapat biaya tiket masuk yang dikenakan wisatawan yang berkunjung ke pantai tersebut. Biaya ini dihitung berdasarkan kendaraan yang digunakan dan jumlah rombongan. Biaya kumulatif antara biaya masuk dan biaya parkir berkisar antara Rp. 20 000 (untuk motor) sampai Rp. 600000 (untuk mobil). Secara aksesibilitas, Pantai Tanjung Pasir hanya memiliki satu jalur darat. Ukuran jalan saat memasuki desa Tanjung Pasir hanya memiliki lebar 4 meter sehingga sangat rentan terjadi kemacetan apabila arus lalu lintas padat. Kondisi fisik jalan saat ini sebagian besar mengalami kerusakan yang cukup buruk, sehingga wisatawan yang menggunakan kendaraan pribadi harus berhatihati dan laju kendaraan rata-rata hanya 30 km/jam. Panorama pantainya yang cukup baik menjadikan objek wisata ini ramai dikunjungi wisatawan lokal (wilayah Tangerang dan sekitanya). Dalam rangka mendukung potensi tersebut, fasilitas yang telah dikembangkan di Pantai Tanjung Pasir yaitu lapangan parkir, tempat duduk, warung makan, pelayanan keamanan, jasa penyebrangan ke pulau, dan infrastruktur pendukung (dermaga tradisional, MCK, toilet, mushola). Trend kunjungan wisatawan di Pantai Tanjung Pasir dalam enam tahun terakhir menunjukkan nilai positif atau penambahan jumlah wisatawan setiap tahunnya (Gambar 8). Hasil jumlah kunjungan wisatawan di Pantai Tanjung Pasir akan terus meningkat sampai titik maksimal. Titik maksimal tersebut akan terjadi ketika wisatwan secara keseluruhan mulai mencari alternatif objek wisata yang sesuai, baik secara lingkungan maupun ekonomi.
22
500.000
Wisatawan
400.000 300.000 200.000 100.000 2009
2010
2011
2012
2013
2014
Tahun
Gambar 8 Jumlah kunjungan wisata Pantai Tanjung Pasir (Sumber: Dinpar Kab. Tangerang 2014) Wisata Untung Jawa Pulau Untung Jawa yang berada dalam wilayah Kepulauan Seribu yang sudah menjadi Kabupaten Kepulauan Seribu pada tahun 1999 dan diatur dalam UU 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan DKI Jakarta. Pulau Untung Jawa memiliki luas 40.1 Ha. Pulau ini memiliki berbagai potensi wisata, terutama letak strategisnya yaitu hanya berjarak 4.67 km dari Tanjung Pasir (Banten) dan 12.5 km dari Kali Adem atau Muara Angke (Jakarta). Memiliki 11 akses transportasi dari Tangerang, Jakarta, dan Bekasi sehingga memudahkan wisatawan berkunjung ke pulau tersebut. Akses jalur masuk menuju Pulau Untung Jawa, yaitu: Tanjung Kait, Tanjung Pasir, Muara Kamal, Kamal, Muara Angke, Pantai Mutiara, Sunda Kelapa, Marina Ancol, Tanjung Priok, Kali Baru, dan Marunda. Secara administratif wilayah Kelurahan Pulau Untung Jawa memiliki batasasan yang meliputi: 1. Bagian Utara berbatasan dengan Kelurahan Pulau Panggang 2. Bagian Timur berbatasan dengan Laut Jawa atau Tanjung Karawang– Jawa Barat 3. Bagian Selatan berbatasan dengan kota administrasi Jakarta Utara atau Provinsi Banten 4. Bagian Barat berbatasan dengan Kelurahan Pulau Pari. Pulau Untung Jawa menarik wisatawan dari kalangan menengah khususnya dari wilayah Jabodetabek. Wisatawan dapat menikmati keindahan alamnya serta menikmati beberapa atraksi dan olahraga air. Berkeliling hutan bakau dan mangrove dengan sepeda yang juga menjadi tempat konservasi tanaman tersebut. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2014 total wisatawan yang berkunjung ke Pulau Untung Jawa berjumlah 1 431 895 orang dan menempati peringkat pertama dari 12 pulau yang menjadi tujuan wisata di Kepulauan Seribu. Obyek wisata alam Pulau Untung Jawa berupa pemandangan alam yang indah. Pulau ini memiliki pantai pasir putih dan hutan mangrove. Selain itu, dengan adanya pengembangan wisata, masyarakat lokal ada yang membuka usaha olahraga air. Olahraga air dapat menjadi salah satu pilihan hiburan dan atraksi di Pulau Untung Jawa. Hingga saat ini Pulau Untung Jawa memiliki unit olahraga air yaitu banana boat, pillow fly, dan flying fish. Fasilitas yang dikembangkan di Pualu Untung Jawa yaitu penginapan yang layak, pelayanan keamanan, pelayanan kesehatan, travel agent melalui website, dan infrastruktur pendukung (dermaga,
23 MCK, toilet, masjid, sumur/ reverse osmosis). Terdapat 10 dermaga di Pulau Untung Jawa, hanya tiga dermaga (dermaga utama, dermaga Timur, dan dermaga Dinas Perhubungan) yang digunakan untuk sarana transportasi pulau. Tempat lainnya hanya berupa dermaga kecil yang digunakan oleh masyarakat untuk menambatkan kapal ataupun untuk pemberhentian nelayan. 1.600.000
Wisatawan
1.200.000 800.000 400.000 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun
Gambar 9 Jumlah kunjungan wisata Pulau Untung Jawa (Sumber: BPS Kep. Seribu 2014)
Jumlah Homestay
100 80 60 40 20 0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun
Gambar 10 Jumlah penginapan di Pulau Untung Jawa (Sumber: BPS Kep. Seribu 2014) Trend kunjungan wisatawan di Pulau Untung Jawa dalam empat tahun terakhir menunjukkan nilai positif (Gambar 9). Pada tahun 2010 mengalami penurunan Akan tetapi tidak signifikan. Peningkatan terbesar terjadi antara tahun 2013-2014, lebih dari 100%. Hasil jumlah kunjungan wisatawan di Pulau Untung Jawa akan terus meningkat sampai titik maksimal. Titik maksimal terjadi ketika wisatawan mulai mencari alternatif objek wisata yang sesuai secara lingkungan, fasilitas, dan ekonomi. Salah satu fasilitas yang menjadi penilaiana wisatawan adalah ketersediaan penginapan, trend jumlah penginapan di Pulau Untung Jawa menunjukkan stagnan pada 2010-2013 kemudian menurun pada tahun 2014 (Gambar 10). Hal ini karena penambahan penduduk setempat yang tinggi sehingga membutuhkan tempat tinggal baru. Selain itu, adanya kehawatiran masyarakat akan potensi kerusakan lingkungan yang tinggi sehingga penginapan mulai dibatasi oleh pemerintah setempat.
24 Kesesuaian dan daya dukung wisata a. Wisata Tanjung Pasir Karakteristik kesesuaian wisata Pantai Tanjung Pasir, beberapa parameter menunjukkan nilai yang bervariasi mulai dari kondisi baik (kategori 1) sampai kondisi tidak sesuai (Tabel 8). Tabel 8 Hasil pengukuran karakteristik Pantai Tanjung Pasir Parameter Kedalaman perairan (m) Tipe pantai Lebar pantai (m) Material dasar perairan Kecepatan arus (m/dt) Kemiringan pantai (0) Kecerahan perairan (m) Penutupan lahan pantai Biota berbahaya Ketersediaan air tawar (jarak/km) a Balitbang KP 2013
Hasil pengamatan 1.25 ± 0.35 pasir hitam 17.3 ± 2.5 pasir 0.02 ± 0.01 a 9.06 ± 2.04 0.93 ± 0.43 lahan terbuka ubur-ubur 0.25 ± 0.21
Kategori 1 3 1 1 1 1 tidak ada 1 2 1
Kondisi sumber daya perairan di Tanjung Pasir masih cukup baik dan berpeluang untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata. Akan tetapi, pemanfaatan dan pengembangannya harus dikelola dengan baik agar kualitasnya tetap terjaga. Selain itu, kawasan pesisir terdiri dari sumber daya alam dan lingkungan yang rapuh (fragile) dan sangat rentan terhadap gangguan dari luar. Indeks kesesuaian wisata Pantai Tanjung Pasir sebesar 83.33% dengan kategori sangat sesuai (Lampiran 3). Kesesuaian kawasan untuk wisata pantai memiliki panjang pantai yang cukup besar dengan penyebaran wisatawan yang cukup merata (Gambar 10). Daya dukung kawasan dengan panjang pantai 1240 meter (Gambar 10) sebesar 162 orang per hari (Lampiran 3).
Gambar 11 Sebaran wisatawan dan kesesuaian wisata Pantai Tanjung Pasir
25 b. Wisata Untung Jawa Pulau untung Jawa memiliki potensi wisata untuk tiga jenis wisata, yaitu wisata pantai, mangrove, dan snorkeling. Akan tetapi, untuk wisata snorkeling, lokasi yang digunakan adalah bagian dari Pulau Rambut. Hal ini karena kondisi terumbu karang pada Pulau Untung Jawa sudah sangat rusak dan mengurangi daya tarik wisatawan. Selain itu, kondisi perairan Pulau Untung Jawa yang memiliki kekeruhan tinggi juga menyebabkan terumbu karang tidak dapat bertahan hidup di sekitar pulau tersebut. Pulau Untung Jawa memiliki dua bagian pantai yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai wisata pantai, yaitu pantai bagian selatan dan timur. Pantai lokasi 1 (bagian selatan) memiliki kelebihan dari segi kedalaman perairan yang sesuai, material dasar perairan berupa pasir, kecepatan arus yang rendah, kemiringan pantai yang landai, penutupan lahan yang kosong, tidak ada biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar yang dekat (Tabel 9). Kemudian untuk lokasi 2 (bagian timur) juga memiliki kelebihan seperti lokasi 1 ditambah dengan lebar pantai yang lebih panjang, tetapi ketersediaan air tawar yang lebih jauh dari pada lokasi 1 (Tabel 9). Lokasi 1 lebih diminati oleh wisatawan dengan sebaran yang tinggi pada lokasi tersebut (Gambar 12). Hal ini karena pada pantai di lokasi 1 terdapat fasilitas olah raga air yang menarik wisatawan untuk mencobanya. Selain itu, pantai di lokasi 1 juga memiliki kelebihan dari segi letak yang strategis karena dekat dengan dermaga. Indeks kesesuaian pantai lokasi pertama (bagian selatan) Pulau Untung Jawa adalah sebesar 78.57% dengan kategori sangat sesuai (Lampiran 3). Daya dukung kawasan dengan panjang pantai 233 meter (Gambar 12) adalah sebesar 31 orang per hari (Lampiran 3). Pantai lokasi ke-2 (bagian timur) memiliki indeks kesesuaian sebesar 85.71% dengan kategori tergolong sangat sesuai (Lampiran 3). Daya dukung kawasan dengan panjang pantai 327 meter (Gambar 12) adalah sebesar 43 orang per hari (Lampiran 3). Hasil daya dukung kawasan pada kedua lokasi di Pulau Untung Jawa memiliki batasan ekologis terhadap jumlah pengunjung yang sangat terbatas. Hal ini karena panjang pantai potensial wilayah tersebut sangat kecil untuk ukuran pantai. Tabel 9 Hasil pengukuran karakteristik pantai Pulau Untung Jawa Parameter (x) Kedalaman perairan (m) Tipe pantai Lebar pantai (m) Material dasar perairan Kecepatan arus (m/dt) Kemiringan pantai(0) Kecerahan perairan (m) Penutupan lahan pantai Biota berbahaya Ketersediaan air tawar (jarak/km) a Balitbang KP 2013
Lokasi 1 (Selatan) Hasil Kategori 1.0 ± 0.5 1 pasir putih, 2 berkarang 7.6 ± 0.6 3 pasir 1 a 1 0.105 ± 0.010 8.53 ± 1.08 1 1.5 ± 0.2 tidak ada lahan terbuka 1 tidak ada 1
Lokasi 2 (Timur) Hasil Kategori 1.1 ± 0.2 1 pasir putih, 2 berkarang 17.0 ± 3.4 1 pasir 1 a 1 0.067 ± 0.015 14.42 ± 2.35 2 1.2 ± 0.3 tidak ada lahan terbuka 1 tidak ada 1
0.25 ± 0.15
0.8 ± 0.2
1
2
26 Kesesuaian wisata mangrove di Pulau Untung Jawa menunjukkan terdapat satu parameter yang memiliki kondisi buruk (kategori 3), sedangkan parameter lainnya menunjukkan kondisi baik dan sedang (kategori 1 dan 2) (Tabel 10). Karakteristik wisata mangrove di Pulau Untung Jawa memiliki kelebihan dari kondisi kerapatan mangrove, jumlah jenis mangrove, ketinggian air saat pasang surut, dan objek biota yang dapat dilihat di sekitar wisata mangrove. Ketebalan vegetasi mangrove yang cenderung rendah dan hanya terdapat di bagian Barat Laut Pulau Untung Jawa. Indeks kesesuaian wisata sebesar 56.14% dengan kategori tergolong sesuai (Lampiran 3). Daya dukung kawasan dengan panjang track wisata mangrove 382.86 meter (Gambar 12) sebesar 69 orang per hari (Lampiran 3). Tabel 10 Hasil pengukuran karakteristik mangrove Pulau Untung Jawa Parameter (x) Ketebalan mangrove (m) Kerapatan mangrove (100 m2) Jenis mangrove Pasang surut (m)
Hasil pengamatan 68.57 ± 3.50 17 ± 3 a
Kategori 3 1 2 1
4±0 0.30 ± 0.14 Beberapa jenis ikan, kepiting, moluska Objek biota 1 (gastropoda), ular, biawak, dan burung a Laporan Monitoring dan Evaluasi Ekosistem Perairan Kepulauan Seribu 2014 (Lampiran 4)
Hasil kesesuaian wisata snorkeling, beberapa parameter menunjukkan nilai yang bervariasi mulai dengan kondisi baik (kategori 1) sampai sampai kondisi yang tidak sesuai (Tabel 11). Kondisi terumbu karang Pulau Untung Jawa memiliki indeks kesesuaian sebesar 42.11% dengan kategori tidak sesuai (Gambar 12) (Lampiran 3). Lokasi snorkeling di Pulau Untung Jawa tidak digunakan sebagai tempat utama wisata tersebut, tetapi hanya sebagai alternatif spot snorkeling apabila jumlah jumlah wisatawan sangat banyak. Kondisi perairan Untung Jawa bergantung dengan musim, perairan memiliki kecerahan yang lebih tinggi pada muson Barat dan kembali keruh pada muson Timur. Wisata snorkeling yang ada di Pulau Untung Jawa menggunakan Pulau Rambut sebagai objek wisata dengan daya tarik terumbu karang yang lebih baik dan secara administrasi dalam pengelolaannya termasuk Kelurahan Pulau Untung Jawa. Tabel 11 Hasil pengukuran karakteristik terumbu karang di Pulau Untung Jawa dan Pulau Rambut Pulau Untung Jawa Pulau Rambut Hasil Kategori Hasil Kategori Kecerahan perairan (%) 80 ± 10 2 100 ± 0 3 Tutupan komunitas karang (%) tidak ada 1.75 ± 2.10 a 3.04 ± 2.40 a tidak ada Jenis life form 3 2 7±1a 9±2a a a Jenis ikan karang 3 3 22 ± 2 21 ± 2 Kecepatan arus (cm/dt) 1 1 10.5 ± 2.5 b 12.5 ± 1.4 b Kedalaman terumbu karang (m) 1.7 ± 0.3 1 1.5 ± 0.4 1 Lebar hamparan datar karang (m) 105 ± 7 2 110 ± 14 2 a Kajian Status Terkini Sumber daya Perikanan dan Pencemaran Perairan Laut dari Ujung Barat Teluk Jakarta hingga Ujung Barat Pesisir Kabupaten Tangerang 2013 (Lampiran 4) b Balitbang KP 2013 Parameter (x)
27 Pulau Rambut yang digunakan sebagai wisata snorkeling memiliki kelebihan dari segi kecerahan perairan tinggi karena lokasi yang terlindung, kecepatan arus yang rendah, dan kedalaman terumbu karang yang cukup. Selain itu, Pulau Rambut secara geografis memiliki lokasi terdekat dengan Pulau Untung Jawa dibandingkan pulau lainnya. Akan tetapi, persentase tutupan karang yang juga rendah, jenis life form, dan jenis ikan karang yang sedikit beragam. Indeks kesesuaian wisata snorkeling Pulau Rambut sebesar 56.14% dengan kategori tergolong sesuai (Lampiran 3). Daya dukung kawasan dengan luasan hamparan terumbu karang 1100 m2 (Gambar 13) sebesar 20 orang per hari (Lampiran 3).
Gambar 12 Sebaran wisatawan dan kesesuaian wisata Pulau Untung Jawa
Gambar 13 Sebaran wisatawan dan kesesuaian wisata di Pulau Rambut
28 Jumlah wisatawan aktual pada tahun 2014 yang diperoleh dari pengamatan dan rata-rata data wisatawan yang tercatat berkunjung ke objek wisata menunjukkan telah melebihi daya dukung kawasan setiap objek wisata baik di Tanjung Pasir maupun di Pulau Untung Jawa (Tabel 12). Ada perbedaan yang signifikan antara jumlah wisatawan pada hari kerja dibandingkan dengan hari libur atau akhir pekan. Jumlah penduduk Pulau Untung Jawa pada tahun 2014 berjumlah 2 152 orang dan memiliki 605 kepala keluarga. Tabel 12 Kondisi aktual jumlah wisatawan tahun 2014 Jenis kunjungan (orang/hari) Hari kerja Hari libur nasional dan akhir pekan
Tanjung Pasir Pantai 894
Pantai selatan 436
1664
800
Pulau Untung Jawa Pantai timur Mangrove 1598 326 2935
598
Snorkeling 244 448
Karakteristik wisatawan a. Wisatawan Tanjung Pasir Kunjungan wisatawan ke wisata Pantai Tanjung Pasir terjadi pada akhir pekan (Sabtu dan Minggu) dan puncak wisatawan terjadi pada hari libur nasional. Hal ini disebabkan karena waktu tersebut merupakan saat puncak liburan sehingga masyarakat lebih banyak dapat meluangkan waktu berwisata ke Pantai Tanjung Pasir. Hasil survei wisatawan yang berkunjung ke Pantai Tanjung Pasir maka diperoleh persentase kunjungan wisatawan berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, penghasilan per bulan, dan asal daerah (Gambar 14). Sejumlah 87% pria yang berwisata ke Pantai Tanjung Pasir, lebih besar dibandingkan wanita sebesar 13%. Sejumlah 50% wisatawan memiliki kisaran usia antara 21 – 30 tahun dan sebesar 37% berusia antara 31-40 tahun. Kisaran umur tersebut tergolong kalangan pemuda-pemudi dan keluarga kecil. Wisatawan yang berkunjung ke Pantai Tanjung Pasir berdasarkan tingkat pendidikannya, tingkat pendidikan menengah yaitu SMA sebesar 54% dan SMP sebesar 10%, hanya 21% yang berpendidikan tinggi (S1), serta terdapat pula yang berpendidikan dasar sebesar 3%. Berdasarkan jenis pekerjaan, maka persentase wisatawan terbesar berprofesi sebagai karyawan swasta sebesar 63%, kemudian masing-masing sebesar 10% sebagai PNS dan pelajar, 7% berprofesi sebagai wiraswasta dan IRT, serta buruh sebesar 3% (Gambar 14). Berdasarkan penghasilan atau pendapatan per bulan maka wisatawan berpenghasilan berkisar antara Rp. 2 000 000 - Rp. 3 000 000 sebesar 43%, kemudian wisatawan berpenghasilan antara Rp. 3 000 000 - Rp. 5 000 000 sebesar 37%, dan hanya 7% wisatawan yang memiliki penghasilan lebih dari Rp. 5 000 000 per bulan. Berdasarkan asal daerahnya sebesar 77% wisatawan berasal dari Tangerang, sebesar 3% dari Jakarta, 7% dari banten, dan 3% berasal dari Bogor (Gambar 14). Secara keseluruhan dari penilaian wisatawan terhadap kondisi Pantai Tanjung Pasir menunjukkan nilai yang mendominasi yaitu sedang dan baik. Jumlah penilaian yang buruk persentasenya terbilang kecil (Gambar 15). Penilaian buruk pada atribut wisata yang terbesar ada pada aksesibilitas menuju lokasi wisata. Wisatawan menilai akses untuk ke lokasi sangat kurang (tidak layak) dan tidak memiliki jalur darat alternatif, sehingga kemungkinan besar akan terjadi kemacetan besar saat hari libur nasional atau sejenisnya.
29 41-50 thn 10% 31-40 thn 37%
Perempuan 13%
10-20 thn 3%
21-30 thn 50%
Laki-laki 87%
a. Jenis kelamin S1 33%
SD 3%
b. Usia
SMP 10%
Buruh 3%
Wiraswasta 7%
Pelajar 10%
IRT 7% PNS 10% Karyawan swasta 63%
SMA 54%
c. Tingkat pendidkan > 5 jt 7%
< 1 jt 10% 1-2 jt 3%
3-5 jt 37%
d. Jenis pekerjaan Bogor 3%
Banten 7%
Jakarta 13%
Tangerang 77%
2-3 jt 43%
e. Penghasilan per bulan
f. Asal daerah
Gambar 14 Karakteristik wisatawan Pantai Tanjung Pasir
Penilaian wisawan (%)
100%
80%
60%
Baik Sedang Buruk
40%
20%
0% Sarana dan Prasarana
Panorama Alam
Aksesibilitas
Keamanan
Atribut wisata
Sikap Pengelola Masyarakat Objek wisata
Gambar 15 Penilaian wisatawan terhadap atribut wisata di Pantai Tanjung Pasir
30 b. Wisatawan Untung Jawa Kunjungan wisatawan tertinggi ke wisata pantai Pulau Untung Jawa terjadi pada hari libur nasional. Hal ini disebabkan karena masyarakat Jabodetabek memiliki keinginan berlibur di sela-sela aktivitas kerja sehari-hari sehingga lebih banyak dapat meluangkan waktu berwisata ke wilayah yang cukup dekat yaitu Pulau Untung Jawa. Hasil survei wisatawan yang berkunjung ke Pulau Untung Jawa menunjukkan karakteristik pengunjung cukup bervariasi. Sejumlah 83% pria dan wanita sebesar 17%. Sejumlah 40% wisatawan memiliki kisaran usia antara 21 – 30 tahun, sebesar 27% berusia antara 31- 40 tahun, kurang dari 20 tahun 10%, dan lebih dari 40 tahun sebanyak 23%. Wisatawan yang berkunjung ke Pulau Untung Jawa berdasarkan tingkat pendidikan maka tingkat pendidikan menengah (SMP dan SMA) sebanyak 54%, pendidikan tinggi (S1 dan S2) sebesar 36%. Berdasarkan jenis pekerjaan, maka persentase wisatawan terbesar adalah berprofesi sebagai karyawan swasta sebesar 40%, kemudian diikuti wiraswasta dan pelajar sebesar 17%, PNS sebanyak 10%, serta IRT dan buruh masing-masing sebesar 10% dan 6%. Berdasarkan penghasilan atau pendapatan per bulan maka wisatawan berpenghasilan berkisar antara Rp. 2 000 000 - Rp. 3 000 000 sebesar 34%, sebanyak 23% wisatawan memiliki penghasilan lebih dari Rp. 5 000 000 per bulan, kemudian wisatawan berpenghasilan antara Rp. 3 000 000 - Rp. 5 000 000 dan kurang dari Rp. 1 000 000 masing-masing sebesar 13%. Sebanyak 40% wisatawan berasal dari Tangerang, sebanyak 30% berasal dari Jakarta, dan sebanyak 30% dari Jawa Barat (Depok, Bogor, dan Bandung) (Gambar 16). Hasil dari penilaian wisatawan terhadap kondisi Pulau Untung Jawa menunjukkan dominansi nilai sedang dan baik. Penilaian buruk persentasenya terbilang kecil untuk semua atribut wisata (Gambar 17). Penilaian yang tergolong baik dan sedang pada atribut wisata di kawasan Pulau Untung Jawa karena telah banyak pembangunan setiap tahunnya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan daya tarik wisata agar tingkat kujungan wisatawan semakin meningkat. Pembangunan yang dilakukan diantaranya pengelolaan tata ruang wisata, perbaikan lingkungan, peningkatan sanitasi, pembatasan jumlah bangunan, pembuatan taman, serta program penanaman mangrove dan pengembangan wisata mangrove dengan penyediaan fasilitas tracking. Berdasarkan karakteristik wisatawan Pantai Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa dari segi penghasilan, pendidikan, pekerjaan, dan asal daerah maka jenis kedua kawasan tersebut merupakan wisata yang banyak diminati oleh kalangan ekonomi menengah kebawah dan akses wisata yang mudah dicapai dari tempat tinggal. Selain itu, penilaian wisatawan terhadap panorama dan sarana prasarana yang dominan bernilai sedang-buruk tidak menyebabkan terjadinya penurunan jumlah wisatawan setiap tahunnya. Hal ini karena wisatawan kurang memprioritaskan kenyamanan dan keindahan alam sebagai tujuan utama, sehingga merasa puas dengan kondisi wisata yang bersifat murah meriah.
31 Perempuan 17%
Laki-laki 83%
61-80 thn 51-60 thn 7% 6% 41-50 thn 10%
10-20 thn 10%
31-40 thn 27%
a. Jenis kelamin S2 3%
21-30 thn 40%
b. Usia
SMP 10%
Wiraswasta 17%
Pelajar 17%
Buruh 6%
S1 33%
IRT 10% SMA 44%
D3 10%
c. Tingkat pendidkan > 5 jt 23%
Karyawan swasta 40%
PNS 10%
d. Jenis pekerjaan
< 1 jt 13% 1-2 jt 17%
Depok 4% Bogor 20%
3-5 jt 13% 2-3 jt 34%
e. Penghasilan per bulan
Beka si 3%
Bandung 3%
Tangerang 40%
Jakarta 30%
f. Asal daerah
Gambar 16 Karakteristik wisatawan Pulau Untung Jawa
Penilaian wisatawan (%)
100% 80% 60% Baik Sedang
40%
Buruk 20% 0% Sarana dan Prasarana
Panorama Aksesibilitas Keamanan Sikap Pengelola Alam Masyarakat Objek wisata Atribut wisata
Gambar 17 Penilaian wisatawan terhadap atribut wisata di Pulau Untung Jawa
32 Valuasi ekonomi wisata Travel cost method Komponen biaya perjalanan merupakan kumulatif biaya yang dikeluarkan wisatawan untuk sampai ke wisata Tanjung Pasir maupun Pulau Untung Jawa. Biaya perjalanan terdiri dari biaya transportasi, biaya akomodasi (penginapan) selama berada di lokasi, biaya konsumsi, tiket masuk, pendapatan yang hilang selama melakukan kegiatan wisata dan biaya lain-lainnya yang medukung kegiatan wisata. Biaya lainnya dapat berupa biaya sewa alat untuk snorkeling, sewa perahu, dan biaya yang dikeluarkan untuk membeli cinderamata.
Persentase biaya perjalanan
100%
80%
Biaya tol dan parkir Sewa alat Biaya souvenir Biaya akomodasi Biaya konsumsi Biaya Transportasi lokal Biaya Transportasi utama
60%
40%
20%
0% Tanjung Pasir
Untung Jawa
Lokasi wisata
Gambar 18 Perbandingan persentase jenis biaya terhadap biaya total yang dikeluarkan wisatawan Proporsi biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan tentunya berbeda-beda, sesuai dengan tujuan wisata dan lokasi yang dituju. Setelah ditelaah lebih rinci, terdapat perbedaan pola biaya yang dikeluarkan wisatwan pada kedua lokasi (Tanjung Pasir dan P. Untung Jawa) tersebut. Wisatawan di Tanjung Pasir mengeluarkan proporsi biaya yang lebih tinggi untuk konsumsi dan souvenir (cinderamata). Wisatawan P. Untung Jawa mengeluarkan biaya dengan proporsi yang lebih tinggi untuk transportasi utama dan konsumsi. Selain itu, wisatawan P. Untung Jawa memiliki biaya untuk sewa alat snorkeling dan olah raga air di pantai (Gambar 18). Persamaaan regresi berganda untuk jumlah kunjungan wisatawan (V) terhadap beberapa variabel bebas yaitu presepsi terhadap biaya perjalanan (X1), presepsi lingkungan (X2), waktu wisata (X3), biaya subtitusi (X4), pendapatan (X5), usia (X6), dan tingkat pendidikan (X7). Persamaan jumlah kunjungan wisata di Pantai Tanjung Pasir adalah sebagai berikut: Ln V = 5.4551a – 0.5806a Ln X1 + 0.4329c Ln X2 + 0.1801b Ln X4 + ei (R2= 38.72%, P=0.004) ...................................................... (Persamaan 1) Ket. tanda a, b, c menunjukkan taraf nyata koefisien regresi masing-masing variabel berturut-turut pada α= 1%, 10%, dan 20%.
33 Tingkat signifikansi hubungan nilai jumlah kunjungan dengan beberapa variabel lain ditunjukkan dengan nilai R-square sebesar 38.72% dan P-value sebesar 0.004 (Persamaan 1), sehingga sebesar 38.72% jumlah kunjungan wisatawan dapat dijelaskan oleh variabel dari persamaan tersebut, sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar persamaan. Hasil regresi jumlah kunjungan terhadap beberapa variabel bebas menunjukkan bahwa hubungan bernilai negatif dengan biaya perjalanan (Persamaan 1), sehingga semakin tinggi biaya perjalanan maka tingkat kunjungan wisatawan ke wisata Pantai Tanjung Pasir akan semakin rendah. Akan tetapi, berhubungan positif dengan presepsi lingkungan dan biaya subtitusi (Persamaan 1), sehingga apabila kondisi lingkungan semakin baik dan biaya subtitusi wisata lain semakin besar, akan menaikkan tingkat kunjungan wisatawan ke Pantai Tanjung Pasir. Persamaan jumlah kunjungan wisata di Pulau Untung Jawa adalah sebagai berikut: Ln V = 6.1413a – 0.6489 a Ln X1 + 0.8580b Ln X2 + 1.0123c Ln X7 + ei (R2= 42.63%, P= 0.002) .................................................... (Persamaan 2) Ket. tanda a, b, c menunjukkan taraf nyata koefisien regresi masing-masing variabel berturut-turut pada α= 1%, 5%, dan 10%.
Tingkat signifikansi hubungan nilai jumlah kunjungan dengan beberapa variabel lain ditunjukkan dengan nilai R-square sebesar 42.63% dan P-value sebesar 0.002 (Persamaan 2), sehingga sebesar 42.63% jumlah kunjungan wisatawan dapat dijelaskan oleh variabel dari persamaan tersebut, sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar persamaan. Hasil regresi jumlah kunjungan di Pulau Untung Jawa terhadap beberapa variabel bebas menunjukkan hubungan negatif dengan biaya perjalanan (Persamaan 2), sehingga semakin tinggi biaya perjalanan akan menurunkan tingkat kunjungan wisatawan ke wisata Pulau Untung Jawa. Akan tetapi, berhubungan positif dengan presepsi lingkungan dan tingkat pendidikan (Persamaan 2), sehingga apabila kondisi lingkungan semakin baik dan pendidikan semakin tinggi akan menaikkan tingkat kunjungan wisatawan ke Pulau Untung Jawa. Rendahnya koefisien determinasi pada kedua persamaan tersebut karena biaya perjalanan bukanlah pertimbangan yang utama bagi wisatawan sekitar Tangerang (relatif murah). Pulau Untung Jawa menjadi satu-satunya objek wisata bahari yang lokasinya mudah dicapai masyarakat Tangerang. Selain itu, kurang beragamnya responden yang diwawancarai dan variabel penyusun yang tidak tepat dapat menyebabkan persamaan kurang representatif. Tabel 13 Nilai agregat surplus konsumen (SK) di wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa Keterangan Tanjung Pasir P. Untung Jawa Jumlah kunjungan (orang/tahun) 419 400 1 431 895 Luas wilayah (ha) 10 40.1 SK responden (Rp/total kunjungan) 556 119 2 509 569 SK rata-rata per responden 189 802a 738 109a (Rp/kunjungan) Total SK responden (Rp/tahun) 79 602 884 299 1 056 893 880 406 Total SK per area (Rp/ha/tahun) 7 960 288 430 26 356 455 870 a Hasil analisis surplus konsumen dengan biaya perjalanan (Lampiran 5)
Rasio 1 : 3.4 1:4 1 : 4.5 1 : 3.9 1 : 13.3 1 : 3.3
34 Nilai surplus konsumen rata-rata di Pulau Untung Jawa lebih tinggi dibandingkan dengan Tanjung Pasir. Hal yang sama juga ditunjukkan dari jumlah kunjungan rata-rata di kedua tempat tersebut, sehingga nilai ekonomi total Pulau Untung Jawa lebih tinggi dibandingkan Tanjung Pasir. Hal ini menjelaskan bahwa pengeluaran wisatawan untuk berwisata di Pulau Untung Jawa lebih besar, maka total keuntungan per individu juga semakin besar, sehingga total nilainya akan lebih besar (Tabel 13). Wisatawan Pulau Untung Jawa sebagian besar memilih jalur akses melalui Tanjung Passir sebagai lokasi penyebrangan menuju Pulau Untung Jawa, dengan persentase wisatawan sebesar 87%, kemudian biaya yang dikeluarkan untuk transportasi utama (darat dan laut) sebesar 35% dari total pengeluaran. Nilai surplus konsumen Pulau Untung Jawa sebesar 1.05 triliun per tahun, maka sebanyak 30.45% atau 322 miliar per tahun merupakan surplus konsumen yang masuk ke kawasan Tanjung Pasir . Contingen valuation method Hasil valuasi dengan keinginan masyarakat untuk membayar (willingness to pay; WTP) untuk memperbaiki kualitas lingkungan pesisir dan laut di wisata Tanjung Pasir sebesar Rp. 13 350 per kunjungan. Nilai ini menunjukkan kesediaan wisatawan untuk menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sumber daya pesisir yang terbebas dari kerusakan dan pencemaran. Persamaaan regresi WTP menggunakan beberapa variabel bebas yaitu presepsi terhadap jumlah kunjungan (V), biaya perjalanan (X1), presepsi lingkungan (X2), waktu wisata (X3), ), biaya subtitusi (X4), pendapatan (X5), usia (X6), dan tingkat pendidikan (X7). Persamaan kesedian membayar untuk dana konservasi yang di Pantai Tanjung Pasir adalah sebagai berikut: WTP = 34454.47a + 2385.22b V – 8512.88c X2 – 2177.80b X3 + ei (R2= 33.57%, P= 0.026) .................................................... (Persamaan 3) Ket. tanda a, b, c menunjukkan taraf nyata koefisien regresi masing-masing variabel berturut-turut pada α= 1%, 5%, dan 10%.
Tingkat signifikansi hubungan nilai kesediaan membayar dana konservasi dengan beberapa variabel lain ditunjukkan dengan nilai R-square sebesar 33.57% dan P-value sebesar 0.026 (Persamaan 3), sehingga sebesar 33.57% kesediaan membayar wisatawan untuk dana konservasi dapat dijelaskan oleh variabel dari persamaan tersebut, sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar persamaan. Tingkat kunjungan berhubungan positif dengan WTP, sehingga semakin banyak jumlah kunjungan maka akan menaikan kesediaan membayar dana konservasi. Presepsi lingkungan dan waktu wisata berhubungan negatif dengan WTP, maka semakin baik lingkungan dan semakin banyak waktu di tempat wisata akan menurunkan kesediaan membayar dana konservasi lingkungan. WTP = -832.26 + 395.21a X3 + 0.002b X4 + 0.0025b X5 + ei (R2= 38.55%, P=0.006) ....................................................... (Persamaan 4) Ket. tanda a dan b, menunjukkan taraf nyata koefisien regresi masing-masing variabel berturutturut pada α= 5% dan 10%.
35 Berdasarkan hubungan tersebut (Persamaan 4) menunjukkan bahwa biaya konservasi yang dibebankan pada kenaikan tiket masuk dinilai tidak memberatkan bagi wisatawan. Tingkat signifikansi hubungan nilai kesediaan membayar dana konservasi dengan beberapa variabel lain ditunjukkan dengan nilai R-square sebesar 38.55% dan P-value sebesar 0.006 (Persamaan 4), sehingga sebesar 38.55% kesediaan membayar wisatawan untuk dana konservasi dapat dijelaskan oleh variabel dari persamaan tersebut, sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar persamaan. Waktu wisata, biaya subtitusi, dan pendapatan berhubungan positif dengan WTP, sehingga semakin banyak waktu yang dihabiskan di wisata, dan semakin besar biaya subtitusi dan semakin tinggi pendapatan per bulan akan menaikan kesediaan membayar dana konservasi. Kedua persamaan tersebut (Persamaan 3 dan 4) terlihat bahwa semakin banyak seorang menghabiskan waktu di objek wisata maka nilai WTP terhadap dana konservasi semakin tinggi. Hal ini karena wisatawan memandang objek wisata tersebut sebagai sesuatu yang penting dan ketergantungan wisatawan terhadap objek tersebut, sehingga berdampak positif terhadap kesediaan untuk mempertahankan keberlanjutan wisata. Rendahnya koefisien determinasi pada kedua persamaan tersebut karena besarnya WTP yang diberikan wisatawan kurang beragam dan variabel penyusun persamaan yang tidak tepat sehingga kurang representatif. Tabel 14 Hasil estimasi agregat WTP untuk dana konservasi lingkungan di Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa Keterangan Tanjung Pasir P. Untung Jawa Rata-rata jumlah kunjungan (orang/tahun) 419 400 1 431 895 Rata-rata WTP (Rp/kunjungan) 13 350 16 517 Agregat WTP (Rp/tahun) 5 598 990 000 23 650 609 715
Nilai WTP rata-rata di P. Untung Jawa lebih tinggi dibandingkan dengan Tanjung Pasir. Hal yang sama juga ditunjukkan dari jumlah kunjungan rata-rata di kedua tempat tersebut, sehingga nilai agregat WTP P. Untung Jawa lebih tinggi dibandingkan Tanjung Pasir (Tabel 14). Pengelolaan wisata Pengelolaan dalam pemanfaatan sumber daya alam dan jasa lingkungan untuk kegiatan wisata ditujukkan untuk menjaga keberlanjutan dari segi ekologi, sosial, dan ekonomi. Pendekatan pengelolaan yang melibatkan masyarakat diharapakan akan memberikan manfaat yang luas. Salah satu aspek untuk penilaian pengelolaan yang lebih baik secara partisipatif dengan cara menanyakan saran perbaikan yang perlu dilakukan untuk keberlangsungan objek wisata, pihak yang menikmati sumber daya dan jasa lingkungan secara langsung adalah wisatawan. Presepsi wisatawan terhadap pengelolaan yang harus ditingkatkan untuk menjaga keberlanjutan wisata memiliki perbedaan antara lokasi Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa (Gambar 19). Wisatawan di Pantai Tanjung Pasir lebih memprioritaskan pengelolaan terhadap perbaikan sarana prasarana dengan persentase lebih dari 40% karena sebagian besar wisatawan menilai sarana dan prasarana di wisata tersebut masih sangat minimal. Berbeda dengan wisatawan
36 Pulau Untung Jawa lebih memprioritaskan pengelolaan terhadap pelestarian lingkungan alami dengan persentase lebih dari 40%. Hal ini karena wisatawan menilai Untung Jawa dari segi ekologi (kondisi pantai, perairan, dan terumbu karang) sudah sangat rusak dan kebersihan lingkungan yang rendah.
Presepsi wisatawan (%)
50 40
Tanjung Pasir P. Untung Jawa
30 20 10 0 Sarana Pelestarian Masyarakat Transportasi prasarana (Atribut pengelolaan wisata)
Gambar 19 Presepsi wisatawan terhadap atribut pengelolaan wisata di Pantai Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa Sistem dinamik dapat memberikan suatu pemahaman dan gambaran bagaimana suatu sumber daya harus dikelola secara tepat agar tercipta keseimbangan ekosistem di masa depan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan skenario dengan menggunakan model simulasi dinamik dalam rentang waktu 10 tahun (2014-2024). Validasi telah dilakukan terhadap kinerja atau output model yang sudah dibuat. Hasil validasi ini menunjukkan nilai penyimpangan sebesar 0.39–4.35% pada wisatawan Tanjung Pasir dan 3.96–4.04% pada wisatawan Pulau Untung Jawa (Lampiran 6), sehingga model dapat dipercaya pada taraf nyata 5% (P < 0.05). Simulasi dilakukan berdasarkan asumsi bahwa kecenderungan sistem saat ini akan terus berlanjut di masa yang akan datang dan selanjutnya dilakukan beberapa skenario sebagai berikut: a. Skenario 1 (model eksisting atau tanpa pengelolaan) Skenario ini disebut skenario dasar atau model eksisting, menggambarkan dinamika pengembangan wisata pesisir di kawasan bagian utara Kabupaten Tangerang dan dan bagian selatan Kabupaten Kepulauan Seribu pada kurun waktu 2008-2014 seandainya kondisi-kondisi yang terjadi pada waktu tersebut terus berlanjut sampai tahun 2024. Kunjungan wisatawan untuk kedua kawasan wisata tersebut dengan kategori rekreasi dan wisata pesisir terus mengalami peningkatan sampai tahun 2014. Penambahan jumlah wisatwan secara terus menerus akan menurunkan rasio daya dukung terhadap jumlah wisatawan per hari. Jumlah wisatawan Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa terjadi penurunan pada tahun 2015 kemudian mengalami peningkatan selama 9 tahun berikutnya, dengan jumlah pengunjung Tanjung Pasir pada 2024 sebesar 481 768 dan pengunjung Untung Jawa mencapai 103990369 (Gambar 20). Perilaku pertumbuhan wisata secara ekonomi dengan pendekatan surplus konsumen secara
37 total menunjukkan peningkatan selama 10 tahun ke depan, dengan nilai ekonomi pada tahun 2024 di Tanjung Pasir sebesar Rp 649 miliar dan di Pulau Untung Jawa sebesar Rp 9.23 triliun (Gambar 21). Peningkatan pengunjung akan menurunkan rasio daya dukung lingkungan sebagai wisata terhadap jumlah pengunjung per harinya. Hasil simulasi model eksisiting rasio daya dukung terhadap pengunjung menunjukkan trend penurunana yang curam, dengan nilai rasio pada tahun 2024 di Pantai Tanjung Pasir sebesar 0.17, sedangkan pada Pulau Untung Jawa untuk wisata pantai selatan, pantai timur, mangrove, dan snorkeling secara berturut-turut sebesar 0.09, 0.02, 0.10, dan 0.03 (Gambar 22). Empat wisata tersebut menunjukkan trend penurunan yang tajam selama 10 tahun. Dengan asumsi bahwa jumlah wisatawan mengikuti persamaan dari trend dalam 6 tahun terakhir.
Gambar 20 Perilaku model eksisting pada jumlah pengunjung
Gambar 21 Perilaku model eksisting pada nilai ekonomi wisata
38
Gambar 22 Perilaku model eksisting pada rasio daya dukung terhadap jumlah pengunjung b. Skenario 2 (pengelolaan sarana prasarana dan panorama) Model ini menggambarkan dinamika pengembangan wisata pesisir sesuai kondisi eksisiting. Kondisi tersebut mengalami skenario pengelolaan terhadap beberapa parameter kondisi yang kurang baik menjadi lebih baik, yaitu dengan meningkatkan presepsi wisatawan terhadap sarana prasarana (0.75) dan panorama alam (0.75), dalam kondisi baik atau sesuai. Upaya dalam meningkatkan presepsi wisatawan terhadap sarana prasarana dan panorama alam yang ada di kawasan tersebut menjadi lebih baik, maka pengelolaan dilakukan pada perbaikan fasilitas yang sesuai, perbaikan lingkungan dan kebersihan, perbaikan akses darat, dan perbaikan akses laut (khusus wisata Pulau Untung Jawa). Upaya tersebut akan mengubah kondisi jumlah pengunjung, nilai ekonomi wisata, dan rasio daya dukung terhadap pengunjung di setiap jenis wisata per hari. Jumlah wisatawan Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa terjadi penurunan pada tahun 2015 kemudian mengalami peningkatan selama 9 tahun berikutnya, dengan jumlah pengunjung Tanjung Pasir pada 2024 sebesar 554 033 dan pengunjung Untung Jawa sebesar 105390306 (Gambar 23). Perilaku pertumbuhan wisata secara ekonomi dengan pendekatan surplus konsumen secara total menunjukkan peningkatan selama 10 tahun ke depan, dengan nilai ekonomi pada tahun 2024 di Tanjung Pasir sebesar Rp 725 miliar dan di Pulau Untung Jawa sebesar Rp 9.94 triliun (Gambar 24). Peningkatan pengunjung akan menurunkan rasio daya dukung lingkungan sebagai wisata terhadap jumlah pengunjung per harinya. Hasil simulasi model eksisiting rasio daya dukung terhadap pengunjung menunjukkan trend penurunan yang landai, dengan nilai rasio pada tahun 2024 di Pantai Tanjung Pasir sebesar 0.17, sedangkan pada Pulau Untung Jawa untuk wisata pantai selatan, pantai timur, mangrove, dan snorkeling secara berturut-turut sebesar 0.08, 0.02, 0.09, dan 0.03 (Gambar 25). Empat wisata tersebut menunjukkan trend penurunan yang tajam selama 10 tahun. Hasil simulasi pada kedua kawasan wisata menunjukkan perubahan nilai dari jumlah pengunjung, ekonomi, dan rasio daya dukung lingkungan dibandingkan dengan kondisi eksisiting.
39
Gambar 23 Perilaku model skenario 2 pada jumlah pengunjung
Gambar 24 Perilaku model skenario 2 pada nilai ekonomi wisata Skenario 3 (pengelolaan skenario 2 dan pengendalian wisatawan) Model ini menggambarkan dinamika pengembangan wisata pesisir sesuai kondisi eksisiting. Akan tetapi, mengalami skenario pengelolaan terhadap beberapa parameter kondisi yang kurang baik menjadi lebih baik, yaitu dengan meningkatkan presepsi wisatawan terhadap sarana prasarana (0.8), panorama alam (0.8), dan pengendalian jumlah wisatawan (0.8). Presepsi atau penilaian wisatawan akan lebih tinggi dengan jumlah wisatawan yang sesaui karena tingkat kenyamanan berwisata akan lebih baik Pengendalian jumlah wisatawan yang berkunjung per hari pada setiap jenis wisata yang tersedia untuk dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya pesisir sesuai dengan daya dukungnya. Pengendalian ini diharapkan mampu mengurangi tingkat kunjungan sebesar 20% dari kondisi normal. Upaya tersebut akan mengubah kondisi jumlah pengunjung, nilai ekonomi wisata, dan rasio daya dukung terhadap pengunjung di
40 setiap jenis wisata per harinya menjadi lebih baik dan menuju pemanfaatan keberlanjutan. Jumlah wisatawan Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa terjadi penurunan pada tahun 2015 kemudian mengalami peningkatan selama 9 tahun berikutnya, dengan jumlah pengunjung Tanjung Pasir pada 2024 sebesar 385 414 dan pengunjung Untung Jawa sebesar 1 119 495 (Gambar 26) keduannya lebih rendah dibandingkan kondisi eksisiting.
Gambar 25 Perilaku model skenario 2 pada rasio daya dukung terhadap jumlah pengunjung
Gambar 26 Perilaku model skenario 3 pada jumlah pengunjung Perilaku trend pertumbuhan wisata secara ekonomi dengan pendekatan surplus konsumen secara total menunjukkan peningkatan selama 10 tahun ke depan, dengan nilai ekonomi pada tahun 2024 di Tanjung Pasir sebesar Rp 547 miliar dan di Pulau Untung Jawa sebesar Rp 7.81 trilun (Gambar 27). Peningkatan pengunjung akan menurunkan rasio daya dukung lingkungan sebagai wisata
41 terhadap jumlah pengunjung per harinya. Hasil simulasi model ini menunjukkan trend penurunana yang landai, dengan nilai rasio pada tahun 2024 di Pantai Tanjung Pasir sebesar 0.23, sedangkan pada Pulau Untung Jawa untuk wisata pantai selatan, pantai timur, mangrove, dan snorkeling secara berturut-turut sebesar 0.11, 0.03, 0.12, dan 0.04 (Gambar 28), nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan kondisi eksisting.
Gambar 27 Perilaku model skenario 3 pada nilai ekonomi wisata
Gambar 28 Perilaku model skenario 3 pada rasio daya dukung terhadap jumlah pengunjung Opsi pengelolaan wisata Pengelolaan wisata pesisir Tanjung Pasing dan Pulau Untung Jawa terdiri dari tiga, yaitu: skenario 1 dengan kondisi eksisiting atau tanpa adanya pengelolaan, skenario 2 dengan pengelolaan sarana prasarana dan perbaikan panorama, skenario 3 dengan pengelolaan sosial wisata (skenario 2 dan
42 pengendalian jumlah wisatawan). Penentuan besarnya nilai atau skor dari masingmasing skenario pengelolaan dan juga untuk memilih skenario yang tepat bagi pengelolaan kawasan wisata yang berkelanjutan maka dilakukan analisis trade-off dari seluruh opsi pengelolaan. Hasil simulasi pengelolaan menunjukkan nilai yang bervariasi antara ketiga sub-model (Tabel 15). Bobot untuk masing-masing kriteria adalah sub-model ekologi sebesar 40%, sub-model ekonomi sebesar 30%, dan sub-model sosial sebesar 30% (Tabel 16). Kriteria sub-model ekologi memiliki bobot yang terbesar karena variabel-variabel di dalam sub-model tersebut terkait secara langsung dengan keberlanjutan ekosistem pesisir dan laut di Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa. Nilai kriteria sub-model ekologi menunjukkan skenario 3 yang memiliki nilai yang tertinggi sebesar 100 kemudian diikuti dengan skenario 1 sebesar 32.91, dan skenario 2 sebesar 0 (Tabel 16). Skenario terbaik sub-model ekonomi adalah skenario 2 sebesar 100, setelah itu skenario 1 sebesar 41.06, dan skenario 3 sebesar 0 (Tabel 16). Skenario terbaik sub-model sosial adalah skenario 2 sebesar 74.77, lalu skenario 3 sebesar 66.67, dan skenario 1 sebesar 20.62. Secara keseluruhan berdasarkan skor rataan dan nilai akhir pembobotan secara berturut-turut maka skenario 3 memiliki nilai skor tertinggi yaitu sebesar 59.06 dan 60, kemudian diikuti skenario 2 sebesar 47.27 dan 52.43, dan terakhir skenario 1 sebesar 26.37 dan 31.67 (Tabel 16). Skenario 1 (tanpa pengelolaan) merupakan skenario dengan skor terendah disebabkan tidak adanya pengelolaan faktor-faktor ekologi dan sosial masyarakat. Hasil analisis trade-off untuk memilih skenario yang paling tepat di dalam pengelolaan wisata kawasan Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa maka skenario pengelolaan ke-3 merupakan skenario yang terbaik dibandingkan skenario pengelolaan lainnya. Tabel 15 Nilai hasil simulasi setiap opsi pengelolaan Kriteria
Skenario 1
Opsi Pengelolaan Skenario Skenario 2 3
Sub-model Ekologi wisata 1. Rasio DD Pantai Tanjung Pasir (%) 2. Rasio DD pantai Untung Jawa Selatan (%) 3. Rasio DD pantai Untung Jawa Timur (%) 4. Rasio DD mangrove Untung Jawa (%) 5. Rasio DD snorkeling Untung Jawa (%)
0.189 0.092 0.024 0.099 0.032
0.172 0.084 0.022 0.089 0.028
0.230 0.111 0.031 0.121 0.037
Sub-model Ekonomi wisata 1. Surplus konsumen Tanjung Pasir (Rp. miliar/tahun) 2. Surplus konsumen Untung Jawa (Rp. miliar/tahun)
325 5038
391 5338
313 4436
Sub-model Sosial wisata 1. Jumlah wisatawan Tanjung Pasir (1000 orang/tahun) 2. Jumlah wisatawan Untung Jawa (1000 orang/tahun) 3. Sarana Prasarana Tanjung Pasir (%) 4. Panorama Tanjung Pasir (%) 5. Sarana Prasarana Untung Jawa (%) 6. Panorama Untung Jawa (%)
448 1223 0.670 0.590 0.710 0.730
509 1331 0.760 0.760 0.760 0.760
367 1007 0.800 0.800 0.800 0.800
43 Tabel 16 Skor untuk masing-masing opsi pengelolaan Kriteria*
Skenario 1
sub-model Ekologi wisata (Bobot 40%) 1. Rasio DD Pantai Tanjung Pasir (%) 2. Rasio DD pantai Untung Jawa Selatan (%) 3. Rasio DD pantai Untung Jawa Timur (%) 3. Rasio DD mangrove Untung Jawa (%) 4. Rasio DD snorkeling Untung Jawa (%)
Opsi Pengelolaan Skenario Skenario 2 3
Rataan Ranking
29.12 30.45 27.16 30.90 46.91 32.91 2
0 0 0 0 0 0 3
100 100 100 100 100 100 1
Sub-model Ekonomi wisata (Bobot 30%) 1. Surplus konsumen Tanjung Pasir (Rp. miliar/tahun) 2. Surplus konsumen Untung Jawa (Rp. miliar/tahun) Rataan Ranking
15.38 66.74 41.06 2
100 100 100 1
0 0 0 3
57.04 66.67 0 0 0 0 20.62 3 26.37 3 31.67 3
100 100 69.23 80.95 55.56 42.86 74.77 1 47.27 2 52.43 2
0 0 100 100 100 100 66.67 2 59.06 1 60.00 1
Sub-model Sosial wisata (Bobot 30%) 1. Jumlah wisatawan Tanjung Pasir (1000 orang/tahun) 2. Jumlah wisatawan Untung Jawa (1000 orang/tahun) 3. Sarana Prasarana Tanjung Pasir (%) 4. Panorama Tanjung Pasir (%) 5. Sarana Prasarana Untung Jawa (%) 6. Panorama Untung Jawa (%) Rataan Ranking Skor rataan keseluruhan Ranking Nilai akhir pembobotan Ranking Keterangan: * = benefit indicators
Pembahasan Kondisi umum wisata Pantai Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa secara geografis sangat mendukung berkembangnya wisata di wilayah tersebut. Lokasi yang berada di wilayah bagian utara dari Kota Jakarta dan Kabupaten Tangerang menjadikan lokasi ini banyak di kunjungi oleh wisatawan yang berasal dari wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) terutama dari daerah Tangerang (Tanjung Pasir 77% dan Untung Jawa 40%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar wisatawan berasal dari penduduk sekitar. Sesuai dengan hasil penelitian lain, yaitu penduduk setempat adalah orang-orang yang dapat menggunakan wisata pantai yang paling sering (Windle dan Rolfe 2013). Berdasarkan status jumlah pengunjung yang menunjukkan trend peningkatan setiap tahunnya akan berdampak negatif terhadap lingkungan alam apabila tidak dilakukan pengelolaan secara tepat dengan berlandaskan daya dukung lingkungan. Hasil analisis kesesuaian menunjukkan objek wisata di Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa sebagian besar masih potensial sebagai wisata dengan kategori sesuai sampai sangat sesuai. Kesesuaian objek wisata yaitu Pantai Tanjung Pasir 83.33% (sangat sesuai), pantai Untung Jawa bagian selatan 78.57% dan bagian
44 timur 85.71% (sangat sesuai), mangrove 56.14% (sesuai), dan 56.14% (sesuai). Akan tetapi, terdapat wilayah yang menunjukkan tidak sesuai yaitu objek wisata snorkeling di Pulau Untung Jawa dengan nilai sebesar 42.11% (tidak sesuai). Wisata mangrove di Pulau Untung Jawa sudah didukung dari segi fasilitas tracking dan tempat duduk. Kemudian didukung secara alami dengan adanya beberapa satwa liar seperti jenis reptil dan burung-burung. Aktivitas pengunjung sangat berhubungan dengan lingkungan mangrove dan keberagaman flora dan fauna (Ratnayake 2011). Adanya pembibitan mangrove juga menambah jenis aktivitas wisata di mangrove dengan pendekatan konsep keberlanjutan secara luas dalam pemanfaatan ekosistem pesisir. Wisata snorkeling di Pulau untung Jawa hanya sebagai alternatif apabila jumlah pengunjung sangat banyak, sedangkan wisata snorkeling utamanya di Pulau Rambut. Hal ini karena lokasi snorkeling Pulau Untung Jawa memiliki jenis life form dan luasan terumbu karang yang sangat rendah. Kondisi keanekaragaman ikan dan luasan tutupan karang menjadi faktor utama dalam menentukan kesesuaian dan daya tarik pengunjung di suatu wilayah perairan untuk snorkeling. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di great barrier reef Australia, bahwa semua komponen yang berhubungan dengan karang dan ikan sangat menentukan peningkatan kepuasan pengunjung (Shafer dan Inglish 2000). Perhitungan daya dukung wisata bahari berdasarkan kesesuaian wisata untuk rekreasi pantai, mangrove, dan snorkeling mempertimbangkan potensi ekologis pengunjung, luas area kegiatan, dan prediksi waktu yang dibutuhkan setiap kegiatan wisata, semakin tinggi kesesuaian area maka potensi daya dukung semakin tinggi. Pada wilayah yang menunjukkan tidak sesuai maka tidak memliki daya dukung untuk dikembangkan wisata. Kawasan yang memiliki tingkat kesesuaian yang berbeda, maka dalam pemanfaatannya untuk menerima wisatawan perlu dibedakan (Scheleyer dan Tomalin 2000). Daya dukung wisata yaitu Pantai Tanjung Pasir sebanyak 162 orang per hari, pantai Untung Jawa 31 orang per hari (bagian selatan) dan 43 orang per hari (bagian timur), wisata mangrove 69 orang per hari, dan wisata snorkeling 20 orang per hari. Akan tetapi, jumlah wisatawan aktual pada tahun 2014 menunjukkan telah melebihi daya dukung kawasan setiap objek wisata baik di Tanjung Pasir maupun di Pulau Untung Jawa. Oleh sebab itu, pengendalian jumlah wisatawan sangat diperlukan untuk mencapai keberlanjutan wisata berdasarkan nilai ekologis. Nilai dari jumlah wisatawan per hari yang berkunjung ke lokasi wisata Pulau Untung Jawa diduga mengalami overlapping (tumpang tindih) dengan jumlah masyarakat Pulau Untung Jawa sendiri yang melakukan aktivitas sehari-hari di pesisir. Hal ini terjadi karena Pulau Untung Jawa merupakan wilayah yang berpenduduk asli dan kelemahan metode perhitungan jumlah wisatawan secara manual tanpa didukung dengan sistem tiket yang tepat. Wisata yang berkelanjutan menilai kondisi dari berbagai aspek. Aspek tersebut diantaranya kondisi lingkungan fisik, biologi, sosial, dan psikologis untuk mendukung aktivitas wisatawan tanpa mengurangi kualitas lingkungan dan kepuasan pengunjung (Clark 1995). Nilai dari sebuah daya dukung menjadi batas-batas yang dapat diterima dan arah pembangunan yang dimulai untuk menentukan ukuran kuantitatif dari pemanfaatan ruang yang sesuai ke tingkat maksimal (Silva et al. 2007). Selain itu, tahapan penentuan kapasitas sumber daya pesisir sebagai proses identifikasi beban atau tingkat dampak suatu aktivitas yang akan dipertahankan
45 oleh lingkungan dan sebagai kode etik pengguna sumber daya (Zacarias et al. 2011). Rumus perhitungan daya dukung kawasan wisata yang digunakan untuk menunjang kesesuaian dari sisi ekologis belum memenuhi ketentuan yang disarankan UNEP 1997. Hal ini karena acuan metode yang digunakan belum memasukkan nilai kapasitas asimilasi lingkungan dalam menerima wisatawan berdasarkan beberapa parameter kimiawi sebagai indikator utamanya, seperti: nilai ortophosphate, total phosphate, sulphate, total nitrogen, amoniak-N, total suspended solids, dan logam berat (kromium, tembaga, timbal, nikel, kadmium, barium, boron). Secara luas, kapasitas asimilasi merupakan tingkat kemampuan udara, air, dan polusi suara pada batas toleransi tertentu atau kemampuan ekosistem untuk membersihkan dari limbah yang masuk (Coccossis et al. 2001). Berdasarkan nilai daya dukung ekologis kedua kawasan yang telah terlampaui dan nilai kapasitas asimilasi lingkungan tersebut dengan jumlah wisatawan terkini diduga juga telah melebihi baku mutu untuk kategori wisata di perairan laut (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut), sehingga kawasan wisata tersebut tidak menunjukkan keberlanjutan secara ekologi. Nilai daya dukung ini harus digunakan sebagai dasar keputusan untuk menentukan arah pengembangan wisata di kawasan tersebut. Daya dukung wisata pesisir juga diartikan sebagai tingkat atau jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung oleh sarana prasarana objek wisata alam. Jika daya tampung sarana dan prasarana tersebut dilampaui, maka akan terjadi kemerosotan sumber daya, kepuasan pengunjung tidak terpenuhi, dan akan memberikan dampak merugikan terhadap masyarakat, ekonomi dan budaya (Simon et al. 2004). Wisata bahari dan pantai dapat langsung mempengaruhi lingkungan melalui pencemaran, penurunan sumber daya, gangguan atau hilangnya habitat, terancamnya satwa liar (Gladstone et al. 2013), sedimentasi karang (Hasler dan Ott 2008). Dampak tidak langsung dapat muncul dari konstruksi dan keberadaan infrastruktur pendukung, pembuangan limbah dari penyediaan jasa, tereksposnya spesies eksotis, dan pertumbuhan populasi penduduk (Gladstone et al. 2013). Jumlah wisatawan dapat dibatasi pada area tertentu untuk mengurangi dampak kerusakan. Pembatasan wilayah sensitif dan tidak sensitif dengan evaluasi keanekaragaman, kerapuhan, reversible, dan kealamian dapat mengantisipasi dampak negatif suatu aktivitas wisata (Ammar et al. 2011) atau dikenal sebagai metode zonasi berdasarkan kualitas lingkungan (Zhong et al. 2011). Informasi spasial dan kontekstual pada hasil studi penilaian dapat diekstrapolasi untuk skala ruang lingkup keputusan yang lebih konsisten terhadap pengelolaan regional dan nasional oleh pembuat kebijakan (Ghermandi 2015). Selain itu, pendekatan pengunjung dengan adanya pendidikan bertemakan konservasi dapat dijadikan sebagai salah satu pemasaran kegiatan wisata dan pengalaman berbasis alam (Ballantyne et al. 2009). Kegagalan dalam menerapkan kuota wisatawan dalam menikmati terumbu karang dapat berdampak terhadap ekologi (Hasler dan Ott 2008). Pengelolaan wilayah pesisir, pantai, dan pembangunan wisata dapat diintegrasikan sehingga kualitas lingkungan dapat ditingkatkan setiap periodik (Jennings 2004). Kondisi perairan di pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa menunjukkan kondisi kurang baik. Hal ini diketahui berdasarkan nilai kecerahan yang cukup rendah dan terdapat sampah padat. Penurunan kualitas perairan
46 tersebut dapat diakibatkan dari aktivitas wisata yang telah melebihi daya dukung kawasan dan adanya pengaruh eksternal wilayah lain yang memberikan dampak negatif pada perairan tersebut. Pengaruh eksternal tersebut dapat berasal dari wilayah disepanjang Laut Jawa. Kondisi perairan juga dipengaruhi oleh morfologi pantai seperti adanya abrasi. Interaksi antara ukuran butir sedimen, gradien pantai, kedalaman zona dekat pantai, dan jenis gelombang membentuk karakteristik pesisir (Jennings 2004). Aktivitas wisata bahari (snorkeling dan selam) berimplikasi terhadap penurunan persentase life hard coral cover atau meningkatnya kerusakan karang (Schleyer dan Tomalin 2000). Wisatawan yang melakukan kontak langsung dengan karang dan organisme terumbu lainnya akan mengikis lapisan pelindung jaringan yang menutupi organisme tersebut (Barker dan Roberts 2004), sehingga meningkatkan probabilitas kerusakan karang akibat wisatawan. Selain itu, Budihardjo et al. (2013) menjelaskan bahwa apabila populasi manusia telah melebihi daya dukung suatu habitat, maka sumber daya yang dibutuhkan oleh spesies tersebut untuk dapat bertahan hidup akan habis, atau limbah yang dihasilkan akan terakumulasi dan meracuni anggota spesies lain, kemudian penduduk tersebut akhirnya akan mengalami kepunahan. Kondisi biota perairan menunjukkan hal yang sama, seperti luas tutupan terumbu karang keras hidup yang sangat kecil. Hal ini terjadi akibat kualitas perairan tercemar sehingga mengakibatkan kematian terumbu karang. Kerusakan lingkungan dapat terjadi dari kegiatan yang berkaitan dengan sektor pemanfaatan sumber daya dan sektor wisata yang memberikan pengaruh secara komposit terhadap lingkungan (Alavalapati dan Adamowicz 2000). Aset ekologi dengan perencanaan terintegrasi dapat memberikan keuntungan dalam arti ekologi, estetika, dan ekonomis apabila dimasukan dalam pertimbangan yang signifikan (Liu et al. 2012). Karakteristik pengunjung dari responden wawancara di kawasan wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa memiliki pola yang sama yaitu tingkat pendidikan didominasi oleh lulusan SMA, persentase usia terbesar berkisar 21-30 tahun, jenis pekerjaannya sebagai karyawan swasta, dan penghasilan perbulanya berkisar 2-3 juta rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa pengunjung wisata di kawasan tersebut kelompok dari kalangan pemuda-pemudi dengan tingkat pendapatan menengah dan sebagian besar telah bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasta. Kondisi ini menjelaskan bahwa jenis wisata di kawasan tersebut tergolong untuk kalangan ekonomi menengah ke bawah atau wisata murah meriah. Selain itu, wisata di kawasan tersebut masih sangat sesuai sebagai destinasi kunjungan di akhir pekan dengan jarak yang cukup dekat dari wilayah sekitar Jabodetabek dan biaya yang masih terjangkau oleh semua kalangan konsumen wisata. Akan tetapi, untuk pengembangan yang lebih baik sejalan dengan peningkatan perekonomian masyarakat perlu ditingkatkan agar kalangan menengah ke atas dapat memilih wisata di kawasan tersebut sebagai destinasi wisata pilihan. Peningkatan aksesibilitas tujuan wisata dapat dilakukan dengan mempromosikan pembangunan infrastruktur berdasarkan situasi kondisi lokal yang ada, sehingga mampu meningkatkan kesadaran terhadap lingkungan (Zhong et al. 2011). Valuasi ekonomi dengan pendekatan surplus konsumen yaitu biaya perjalanan dan kesediaan membayar biaya konservasi lingkungan. Biaya perjalanan menunjukkan sebagian besar wisatawan mengeluarkan biaya untuk
47 transportasi dan konsumsi di lokasi wisata. Surplus konsumen rekreasi biasanya sangat tinggi dibandingkan dengan studi biaya perjalanan rekreasi (Chae et al. 2012). Surplus konsumen wisataTanjung Pasir sebesar Rp 189 802 kunjungan per orang. Berdasarkan persamaan regresi berganda tingkat kunjungan dipengaruhi oleh faktor biaya transportasi, waktu wisata, dan biaya subtitusi. Surplus konsumen wisata Pulau Untung Jawa sebesar Rp 738 109 kunjungan per orang yang dipengaruhi oleh faktor biaya perjalanan, presepsi lingkungan, dan tingkat pendidikan. Kondisi tersebut menjelasakan bahwa wisata Pulau Untung Jawa mengeluarkan biaya yang lebih besar dibandingkan wisata Tanjung Pasir. Hal ini karena jarak yang lebih jauh serta jenis wisata Untung Jawa lebih banyak, sehingga wisatawan mengeluarkan biaya lebih untuk sewa penginapan, transportasi laut, dan biaya untuk wisata air (banana boat) serta snorkeling. Variabel yang paling mempengaruhi tingkat kunjungan wisata dari kedua persamaan regresi berganda adalah biaya perjalanan (P<0.01). Koefisien negatif dari variabel biaya perjalanan menunjukkan bahwa orang dengan biaya perjalanan yang lebih rendah lebih sering mengunjungi, kondisi ini konsisten dengan teori ekonomi (Chae et al. 2012). Koefisien determinasi (R2) yang rendah dari persamaan regresi berganda terhadap tingkat kunjungan wisatawan disebabkan karena wisata pesisir dikedua kawasan lebih bersifat wisata khusus, yaitu wisata yang bertujuan untuk mencari pengalaman dari lokasi baru dengan intensitas kunjungan biasanya rendah, kecuali karena kondisi lainnya. Selain itu, secara statistik dipengaruhi oleh adanya keragaman data masing-masing variabel, adanya variabel lain yang tidak dapat dijelaskan oleh persamaan, dan hubungan antar variabel yang tidak menunjukkan kondisi linear. Wisatawan yang bersedia membayar biaya untuk konservasi (WTP) lingkungan di wisata Tanjung Pasir sebayak 86.67% dari responden dan wisata Pulau Untung Jawa sebanyak 96.67%. Valuasi surplus konsumen memiliki nilai rata-rata WTP di Tanjung Pasir sebesar Rp. 13 350 kunjungan per orang yang dipengaruhi oleh faktor jumlah kunjungan, presepsi lingkungan, dan waktu wisata. Nilai rata-rata nilai WTP Pulau Untung Jawa sebesar Rp. 16 517 kunjungan per orang yang dipengaruhi oleh faktor presepsi lingkungan, waktu wisata, biaya subtitusi, dan pendapatan. Variabel yang paling mempengaruhi niali WTP wisata dari kedua persamaan regresi berganda adalah tingkat kunjungan dan waktu wisata (P<0.05). Variabel usia dan tingkat pendapatan memberikan pengaruh signifikan terhadap kesediaan membayar biaya konservasi (Birdir et al. 2013), serta tingkat pendidikan (Piriyapada dan Wang 2014). Presepsi lingkungan yang berhubungna negatif menandakan tingkat kepuasan wisatwan terhadap objek wisata rendah. Lingkungan yang buruk seperti, adanya sampah yang berserakan dan puing-puing dari sisa aktivitas manusia memberikan ketidaksukaan utama pengunjung di pantai (Birdir et al. 2013). Kondisi lingkungan berperan utama dalam menentukan tingkat kepuasan pengunjung terhadap wisata. Preferensi individu wisatawan secara rata-rata, menujukkan lebih memilih kondisi lingkungan yang murni, yaitu kondisi kepadatan pengunjung yang rendah dan minimnya tekanan antropogenik terhadap kualitas air (Ghermandi 2015). Koefisien determinasi (R2) yang rendah dari persamaan regresi berganda terhadap tingkat kunjungan wisatawan disebabkan karena wisata pesisir dikedua kawasan lebih bersifat wisata khusus, keinginan membayar merupakan kesadaran wisatawan secara pribadi terhadap wisata alam yang berkelanjutan. Selain itu,
48 secara statistik dipengaruhi oleh adanya keragaman data variabel, adanya variabel lain yang tidak dapat dijelaskan oleh persamaan, dan hubungan antar variabel yang tidak menunjukkan kondisi linear. Tanjung Pasir sebagai akses dan lokasi penyebrangan utama menuju Pulau Untung Jawa, dengan persentase wisatawan sebesar 87%, Nilai surplus konsumen Pulau Untung Jawa sebesar 30.45% merupakan surplus konsumen yang masuk ke kawasan Tanjung Pasir. Selain itu, nilai WTP di kedua kawasan menjadi indikator wisatawan yang sadar akan lingkungan lestari dan keberlanjutan wisata. Oleh karena itu, secara interspasial keterkaitan kedua kawasan tersebut sangat erat sehingga pengelolaannya tidak dapat dipisahkan antara administrasi Kabupaten Kepulauan Seribu dengan Kabupaten Tangerang. Nilai surplus konsumen yang besar secara keseluruhan akan menaikkan pendapatan daerah dari dalam bidang pariiwsata. Pendapatan berperan dalam menjelaskan kondisi nilai permintaan dan memberikan koefisien positif terhadap pendapatan daerah riil per kapita (Ghermandi 2015). Selain itu, hasil penelitian di Queensland Australia menunjukkan bahwa jarak tidak menjadi faktor dalam menurunkan jumlah kunjungan wisatawan (Windle dan Rolfe 2013). Berdasarkan hasil analisis multikriteria menunjukkan kondisi eksisting kedua kawasan berdasarkan seluruh aspek kajian yaitu kondisi tidak berkelanjutan. Kondisi tersebut mengarah kepada kerusakan sumber daya secara menyeluruh sehingga kawasan akan kehilangan daya tarik dan potensinya sebagai tempat wisata. Kondisi ini telah banyak terjadi pada pantai-pantai bagian utara Pulau Jawa seperti pantai marunda Jakarta Utara, pantai Cirebon, dan pantai Indramayu. Skenario pengelolaan terbaik untuk kedua kawasan wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa adalah dengan pengelolaan skenario 3 atau perbaikan kualitas lingkungan dan fasilitas sarana prasarana yang ada disertai dengan pengendalian jumlah wisatawan yang berkunjung. Hal ini dilakukan untuk dapat mencapai keberlanjutan dari segi ekologi, ekonomi, dan sosial wisata tersebut. Peningkatan daya saing atau potensi lingkungan dapat dilakukan dengan manajerial yang tepat pada pengendalian dampak lingkungan dan kualitas lingkungan wisata (Mihalic 2000). Perumusan eksplisit dan transparan dari fungsi nilai rekreasi mendukung pengembangan skenario analisis untuk perubahan di masa mendatang terhadap kualitas atau kuantitas lingkungan sumber daya dan pergeseran permintaan rekreasi (Ghermandi 2015). Beberapa langkah dapat diadaptasi untuk membatasi jumlah wisatawan terutama selama puncak musim wisata di kawasan wisata pesisir sesuai kapasitas, dapat dilakukan dengan cara pengaturan pengunjung dengan skema pengalihan objek wisata dan dengan menaikkan harga masuk wisata (Piriyapada dan Wang 2014), tekanan terhadap lingkungan oleh wisatawan dapat dikurangi melalui penyesuaian harga masuk selama musim puncak (Zhong et al. 2010). Akan tetapi, pengalihan objek wisata dapat menghasilkan wisata alternatif. Adanya wisata alternatif dapat mengalihkan pengunjung dan mengakibatkan pergeseran kurva permintaan untuk wisata utama serta penurunan surplus konsumen (Chae et al. 2012). Presepsi pengelolaan dari reponden wisatawan menunjukkan wisata di Tanjung Pasir sebagian wisatawan lebih memprioritaskan pengelolaan terhadap sarana dan prasarana. Pengelolaan tersebut dinilai penting demi kenyamanan wisatawan untuk pengemabangan potensi wisata tersebut menjadi lebih baik. Akan tetapi, presepsi wisatawan terhadap pengelolaan wisata Pulau Untung Jawa
49 sebagian besar memilih pengelolaan terhadap pelestarian lingkungan lebih diprioritaskan karena mereka menilai kondisi lingkungan Pulau Untung Jawa telah mengalami penuruanan kualitas baik di darat maupun di laut. Sistem lingkungan-ekonomi-sosial adalah sistem ekologi yang kompleks, dengan komponen yang saling berinteraksi dan dinamis, setiap variasi satu komponen dapat menyebabkan serangkaian tanggapan dari yang lain (Liu et al. 2012). Kebijakan pengelolaan pesisir dan program yang bertujuan untuk melestarikan alam sumber daya (fokus pada lingkungan) diyakini dapat mengatasi kerapuhan sumber daya alam (Zhong et al. 2011; Birdir et al. 2013). Teori wisata telah mengakui pentingnya kualitas lingkungan untuk memastikan masa depan dan sebagian besar jenis tujuan wisata yang dipilih wisatawan berdasarkan kualitas lingkungannya (Mihalic 2000). Perbaikan yang diharapakan untuk pengelolaan kelestarian lingkungan yang lebih baik pada kondisi di darat, seperti pengelolaan sampah terutama di Pulau Untung Jawa, ketersediaan air tawar yang memadai, dan tata ruang pembangunan (khususnya untuk pembangunan dermaga di Tanjung Pasir dan penataan kios kuliner di Pulau Untung Jawa). Kemudian untuk pelestarian di laut atau perairan, seperti pengelolaan limbah cair, penurunan tingkat kekeruhan perairan, dan perbaikan kondisi terumbu karang. Salah satu upaya pengendalian kekeruhan dan abrasi pantai yaitu dengan membuat pelindung pantai. Struktur pelindung pantai (break water) dapat mengurangi erosi pantai dan transportasi sedimen lepas pantai atau kekeruhan perairan, tetapi dapat mengurangi ketahanan dan nilai ekonomi pantai (Bigongiari et al. 2015). Pembangunan wilayah pesisir tidak hanya menuntut pertimbangan dari kondisi yang diperlukan untuk pemanfaatan berkelanjutan lingkungan pesisir dan sumber daya laut. Pembangunan harus mempertimbangkan rencana pembangunan pesisir secara lokal, seperti fungsi zonasi laut, perencanaan penggunaan lahan untuk memaksimalkan konservasi laut, dan mencapai keseimbangan antara pengembangan dan perlindungan (Feng et al. 2014). Wisata berkelanjutan dapat mulai diterapkan dalam pengembangan, perencanaan ilmiah, penguatan kebijakan dan hukum oleh pemerintahan, penggunaan insentif ekonomi, upaya peningkatan kesadaran lingkungan (Zhong et al. 2011). Perencanaan berbasis keberlanjutan dapat dilaksanakan sepanjang siklus pembangunan dan harus adanya kerangka peraturan.yang kuat (Jennings 2004).
50
5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Nilai kesesuaian wisata kedua kawasan secara keseluruhan menunjukkan kategori sesuai. Akan tetapi, kondisi aktual jumlah wisatawan di semua jenis wisata telah melebihi daya dukung kawasannya, sehingga wisata tidak akan berkelanjutan dalam waktu lama. 2. Nilai ekonomi wisata aktual berdasarkan surplus konsumen pada Tanjung Pasir sebesar Rp 79 miliar per tahun dan Pulau Untung Jawa sebesar Rp 1.05 trilun per tahun. 3. Tanjung Pasir sebagai akses transportasi utama menuju wisata Untung Jawa dengan persentase sebanyak 87%. Biaya yang dikeluarkan wisatawan Untung Jawa untuk transportasi utama (darat dan laut) sebesar 35% dari total pengeluaran, maka sebanyak 30.45% atau 322 miliar per tahun merupakan surplus konsumen yang masuk ke kawasan Tanjung Pasir. Oleh sebab itu, pengelolaan kedua kawasan tersebut tidak dapat dipisahkan. 4. Pengelolaan dengan dasar model dinamik kedua kawasan wisata tersebut harus dilakukan secara terintegrasi. Perbaikan sarana prasarana, kualitas lingkungan, dan pengendalian jumlah wisatawan memberikan pilihan terbaik.
Saran 1. 2. 3.
Beberapa saran untuk meningkatkan manfaat dari penelitian ini, yaitu: Jumlah wisatawan optimal masih perlu dihitung assimilative capacity-nya dari lingkungan agar memenuhi ketentuan ekologis. Perhitungan dampak nilai ekonomi yang dikorbankan untuk pengendalian wisatawan dalam mencapai keberlanjutan ekologis. Perhitungan surplus produsen untuk melengkapi kondisi nilai ekonomi wisata di kedua kawasan tersebut.
51
DAFTAR PUSTAKA Alavalapati JRR, Adamowicz WL. 2000. Tourism impact modeling for resource extraction regions. Annals of Tourism Research. 27(1):188-202. Ammar MSA, Hassanein M, Madkour HA, Abd-Elgawad AA. 2011. Site suitability to tourist use or management programs south marsa alam, Red Sea, Egypt. Nusantara Bioscience. 3(1):36-43. [Balitbang KP] Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. 2013. Data Arus Permukaan di Perairan Tangerang. Jakarta (ID): KKP. Ballantyne R, Packer J, Hughes K. 2009. Tourists’ support for conservation messages and sustainable management practices in wildlife tourism experiences. Tourism Management. 30:658–664. Barker NHL, Roberts CM. 2004. Scuba diver behaviour and the management of diving impacts on coral reefs. Biological Conservation. 120: 481–489. [BPS Kab. Kepulauan Seribu] Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Seribu. 2014. Wisata Kabupaten Kepulauan Seribu. Kabupaten Kepulauan Seribu. http://kepulauanseribukab.bps.go.id/. Bigongiari N, Cipriani LE, Pranzini E, Renzi M, Vitale G. 2015. Assessing shelf aggregate environmental compatibility and suitability for Beach Nourishment: a case study for Tuscany (Italy). Marine Pollution Bulletin. 93:183–193. Birdir S, Ünal O, Birdir K, Williams AT. 2013. Willingness to pay as an economic instrument for coastal tourism management: cases from Mersin, Turkey. Tourism Management. 36:279-283. Boumans R, Costanza R, Farley J, Wilson WA, Portela R, Rotmans J, Villa F, Grasso M. 2002. Modeling the dynamics of the integrated earth system and the value of global ecosystem services using the GUMBO model. Ecological Economics. 41: 529–560. Budihardjo S, Hadi SP, Sutikno S, Purwanto P. 2013. The ecological footprint analysis for assessing carrying capacity of industrial zone in Semarang. Journal of Human Resource and Sustainability Studies. 1:14-20. Buckley R. 2008. Marine ecotourism. publications in reviews. Annals of Tourism Research. 35:600–618. Burak S, Dogˇan E, Gazioglu C. 2004. Impact of urbanization and tourism on coastal environment. Ocean dan Coastal Management. 47:515–527. Butler RW. 1980. The concept of a tourist area cycle of evolution: implications for management of resources. The Canadian Geographer. 24 (1):5-12. Chae D-R, Wattage P, Pascoe S. 2012. Recreational benefits from a marine protected area: a travel cost anlysis of Lundy. Tourism Management. 33:971-977. Chang YC, Hong FW, Lee MT. 2008. A system dynamic based DSS for sustainable coral reef management in Kenting Coastal Zone, Taiwan. Journal of Ecological Modelling. 211:153-168. Charlier RH, Christian P. De Meyer CP. 1992. Tourism and the coastal zone: the case of Belgium. Ocean and Coastal Management. 18:231-240. Clark J. 1995. Coastal Ecosystem Ecological Consideration For Management of the Coastal Zone. Washington. DC (US): The Concervation Fondation.
52 Coccossis H, Mexa A, Collovini A, Parpairis A. 2001. Defining, Measuring, and Evaluating Carrying Capacity in European Tourism Destinations, B43040/2000/294577/MAR/D2. from the EEA countries (members of EU, Norway, and Iceland). Athens (GR): Environmental Planning Laboratory of the University of the Aegean. Dahuri R. 2001. Pengelolaan Sumber daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Edisi Revisi. Jakarta (ID): PT. Pradnya Paramita.. Diedrich A, Garcia-Buades E. 2009. Local perceptions of tourism as indicators of destination decline. Tourism Management. 30:512–521. Dinas Kelautan dan Perikanan. 2012. Laporan Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang. [Dinpar Kab. Tangerang] Dinas Wisata Kabupaten Tangerang. 2014. Jumlah Pengunjung Pantai Tanjung Kabupaten Tangerang. Provinsi Banten. Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Bogor (ID): IPB Press. [FAO] Food Agriculture Organization. 2000. Application of Contingent Valuation Method in Developing Countries. FAO Economic and Social Development Papers No. 146/200. Rome (IT): FAO. Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumber daya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID): Gramedia. Feng L, Zhu X, Sun X. 2014. Assessing coastal reclamation suitability based on a fuzzy-AHP comprehensive evaluation framework: a case study of Lianyungang, China. Marine Pollution Bulletin. 89:102–111. Gladstone W, Curley B, Shokri MR. 2013. Environmental impacts of tourism in the gulf and the Red Sea. Marine Pollution Bulletin. 72:375–388. Ghermandi A. 2015. Benefits of coastal recreation in Europe: identifying tradeoffs and priority regions for sustainable management. Journal of Enviromental Management. 152:218-229. Grant WE, Pedersen EK, Marin SL. 1997. Ecology and Natural Resource Management: System Analysis and Simulation. Canada (CA): John Wiley dan Sons Inc. Hall CM. 2001. Trend in ocean and coastal tourism. Ocean and Coastal Management. 44:601-618. Haroen ZA. 2011. Analisis kebijakan pengembangan wisata yang berkelanjutan di kawasan pesisir barat Kabupaten Serang Provinsi Banten [disertasi]. Bogor (ID): Institut pertanian Bogor. Hasler H, Ott JA. 2008. Diving down the reefs? intensive diving tourism threatens the reefs of the Northern Red Sea. Marine Pollution Bulletin 56:1788– 1794. Hess AL. 1990. Sustainable development and environmental management of small island (overview). Man and the Biosphere Series. 5:3-14. Hufschmidt MM. 1987. Lingkungan Sistem Alami dan Pembangunan: Pedoman Penilaian Ekonomis. Alih Bahasa: Reksohadiprojo S. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Hutabarat AA, Yulianda F, Fahrudin A, Harteti S, Kusharjani. 2009. Pengelolaan Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Bogor (ID): Pusdiklat KehutananSECEM.
53 Jennings S. 2004. Coastal tourism and shoreline management. Annals of Tourism Research. 31(4):899–922. Ketjulan R. 2010. Daya dukung perairan Pulau Hari sebagai objek ekowisata bahari. Paradigma. 14(2):195-204. Kocasoy G. 1989. The relationship between coastal tourism, sea pollution and public health: a case study from Turkey. Water pollution and marine sciences. 9(4):245-251. Lacher RC, Oh C-O, Jodice LW, Norman WC. 2013. The role of heritage and cultural elements in coastal tourism destination preferences: a choice modeling–based analysis. Journal of Travel Research. 52(4):534–546. Laporan Kajian Status Terkini Sumber daya Perikanan dan Pencemaran Perairan Laut dari Ujung Barat Teluk Jakarta hingga Ujung Barat Pesisir Kabupaten Tangerang. 2013. PT Kapuk Naga Indah dan LPPM IPB. Laporan Monitoring dan Evaluasi Ekosistem Perairan Kepulauan Seribu. 2014. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Liu GY, Yang ZF, Chen B. 2012. Emergy-based urban dynamic modeling of longrun resource consumption, economic growth and Environmental Impact: conceptual considerations and calibration. The 18th biennial conference of international society for ecological modelling. Procedia Environmental Sciences. 13:1179–1188. Mahadi K, Indrawati F. 2010. Arahan pengembangan obyek wisata Pantai Tanjung Pasir Kabupaten Tangerang. Jurnal PLANESA. 1(1):19-27. McCormick RJ, Pittman J, Allen TFH. 2010. Environmental Risk Assessment and Management from A Landscape Perspective: Economic Analysis of Ecological Goods and Services. New York (US): John Wiley and Sons Inc. p 347-360. Mihalic T. 2000. Environmental management of a tourist destination a factor of tourism competitiveness. Tourism Management. 21:65-78. Muhammadi, Aminullah E, Soesilo B. 2001. Analisis Sistem Dinamis: Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. Jakarta (ID): UMJ Press. Needham MD, Szuster BW. 2011. Situational influences on normative evaluations of coastal tourism and recreation management strategies in Hawai’i. Tourism Management. 32:732-740. Pearce D, Moran D. 1994. The Economic Value of Biodiversity. London (GB): Earthscan Publication limited. Piriyapada S & Wang E. 2014. Modeling willingness to pay for coastal tourism resource protection in Ko Chang Marine National Park, Thailand. Asia Pacific Journal of Tourism Research. 1: 1-26. Putrantomo F. 2010. Aplikasi contingent choice modelling (CCM) dalam valuasi ekonomi terumbu tarang Taman Nasional Karimun Jawa [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ratnayake 2011. A collaborative approach between tourism and coastal communities: a present-day need and opportunity for mangrove management and conservation in Sri Lanka. Tourism Planning dan Marketing .1:1-10. Razak A, Suprihardjo R. 2013. Pengembangan kawasan wisata terpadu di Kepulauan Riau. Jurnal Teknik Pomits. 2(1):C14-C19.
54 Schleyer MH, Tomalin BJ. 2000. Damage on South African coral reefs and an assesment of their sustainable diving capacity using a fisheries approach. Buletin of Marine Science. 67:1025-1042. Shafer SC, Inglish GJ. 2000. Influence of social, biopysical and managerial conditions on tourism experiences within the great barrier reef world heritage area. Environmental Management. 26:73-87. Silva CP, Alves F, Rocha R. 2007. The management of beach carrying capacity: the case of Northern Portugal. Journal of Coastal Research. 50:135–139. Simon FJG, Narangajavana Y, Marques DP. 2004. Carrying capacity in the tourism industry: a case study of Hengisbury Head. Tourism Management. 25:275-283. Thielea MT, Pollnacb RB, Christiec P. 2005. Relationships between coastal tourism and ICM sustainability in the Central Visayas region of the Philippines. Ocean and Coastal Management. 48:378–392. Turner RK, Pearce D, Bateman I. 1994. Environmental, Economic; An Elementary Introduction. Harvester Wheatsheaf. Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 34 tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. UNEP [The United Nations Environment Programme]. 1997. Guidelines for Carrying Capacity Assessment for Tourism in Mediterranean Coastal Areas. PAP-9/1997/G.1. Split (HR): Priority Actions Programme Regional Activity Centre. Wijayanti P. 2009. Analisis ekonomi dan kebijakan pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat lokal di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Windle J, Rolfe J. 2013. Estimating nonmarket values of Brisbane (state capital) residents for state based beach recreation. Ocean dan Coastal Management. 85:103-111. Wiranatha AS, Smith PN. 2000. A conceptual framework for a dinamic model for regional planing: towards sustainable development for Bali, Indonesia. First International Conference on Systems Thinking in Management. 649654. Yulianda F, Fahrudin A, Adrianto L, Hutabarat AA, Harteti S, Kusharjani, Ho Sang Kang. 2010. Pengelolaan Pesisir dan Laut Secara Terpadu.. Jawa Barat (ID): Pusdiklat Kehutanan dan SECEM-Korea International Cooperation Agency. Zacarias DA, Allan T. Williams AT, Newton A. 2011. Recreation carrying capacity estimations to support beach management at Praia de Faro, Portugal. Applied Geography. 31:1075-1081. Zhong L, Deng J, Song Z, Ding P. 2011. Review: research on rnvironmental impacts of tourism in china: Progress and Prospect. Journal of Environmental Management. 92:2972-2983.
55
LAMPIRAN Lampiran 1 Kuisioner wisatawan Hari,Tanggal : Responden : Waktu : Tempat wisata : A. Pertanyaan tentang lokasi wisata 1. Domisili anda saat ini? Kota...................Provinsi......................... 2. Jika dihitung sejak awal tahun 2010, sudah berapa kali anda mengunjungi objek wisata ini? 3. Jika dihitung sejak awal tahun 2013, sudah berapa kali anda mengunjungi objek wisata ini? 4. Secara keseluruhan berapa banyak anda mengunjungi objek wisata ini? 5. Apakah anda datang sendiri ke objek wisata ini? Ya/Tidak 6. Jika iya, berapa jumlah anggota rombongan anda? 7. Apakah anda bermalam di objek wisata ini? Ya/Tidak 8. Jika iya, berapa lama biasanya anda menginap di objek wisata ini? (.... hari) 9. Apakah tujuan anda mengunjungi objek wisata ini? 1) Rekreasi 2)penelitian 3) bekerja 4) alasan lain,...................... 10. Bagamana anda mencapai objek wisata ini? 1) Kendaraan umum +kapal nelayan 2) Kendaraan umum+kapal fiber boat 3) Kendaraan pribadi+kapal nelayan 4) Kendaraan pribadi+kapal fiber boat 5) Lainnya,................. 11. Melalui jalur mana anda berangkat menuju tempat ini? Kenapa memilih jalur tersebut? 12. Berapa lama perjalanan ke objek wisata ini?.......jam 13. Berapa waktu yang anda habiskan di objek wisata ini? ........jam 14. Sudah berapa lama anda mengetahui keberadaan objek wisata ini?........tahun 15. Dari mana informasi mengenai objek wisata ini? 1) teman 3) internet 5) radio 7) sumber lain,............... 2) surat kabar 4) brosur 6) televisi 16. Aktivitas utama yang dilakukan di objek wisata ini? 1) Snorkeling 2) diving 3) memancing 4)berperahu 5) pantai 6) outbond 7) lainnya.............. 17. Mohon merinci biaya yang dikeluarkan selama berekreasi (Dalam satuan Rp/orang, jika tidak ada biaya yang dikeluarkan silahakn isi dengan angka nol). a. Biaya perjalanan pulang pergi (jika kendaraan pribadi, jumlah bahan bakar yang dikeluarkan)...... b. Biaya transportasi lokas (sewa kapal untuk snorkeling, diving, memancing, atau transport antar pulau)...... c. Konsumsi dilokasi (makan dan minum)....... d. Akomodasi (biaya menginap di homestay atau villa)....... e. Pembelian souvenir atau oleh-oleh...... f. Penyewaan alat (biaya sewa peralatan snorkel atau diving)........ g. Dokumentasi....... h. Lainnya (biaya tol dan biaya masuk)....... 18. Tolong anda tuliskan lokasi yang telah anda kunjungi di objek wisata ini, dan urutkan tingkat kepuasan anda,. Peringkat 1. Pantai (............) 2. Hutan bakau (............)
56
19. 20.
21. 22. 23.
3. Terumbu karang (............) 4. Snorkeling (............) 5. Lainnya,........ (............) Lebih menyukai mana antara objek wisata di Tanjung Pasir , Untung Jawa, dan berperahu? Selain objek wisata ini, sebutkan lokasi lain yang mejadi kunjungan selain objek wisata ini? Tolong sebutkan spesifikasi objek wisatanya (misal ancol, puncak) Berapa waktu perjalanan ke lokasi tersebut? ........jam Berapa biaya yang dihabiskan ke lokasi tersebut? diedriRp.....................(termasuk biaya perjalanan, akomodasi, dan konsumsi) Dalam satu tahun terakhir berapa kali anda melakukan kegiatan wisata outdoor? ......kali
B. Karakteristik pengunjung 1. Jenis kelamin a) pria b) wanita 2. Usia saat ini (.......... tahun) 3. Status pernikahan a) menikah b) belum menikah c) janda/duda 4. Pendidikan terakhir a) SD d) D1/D3 b) SMP e) S1 c) SMA/SMK/SMU f)S2/S3 5. Pekerjaan anda saat ini a) PNS e) Nelayan b) Karyawan swasta f) Buruh c) Pelajar g) Pegawai BUMN d) Wiraswasta h) Lainnya,......... 6. Pendapatan rata-rata per bulan.... (Rp. Juta per bulan) a) 0-1 c) 2-3 d) >5 b) 1-2 d) 3-5 7. Apakah anda sering mengikuti perkembangan berita mengenai lingkungan a) Sering b) kadang-kadang c) tidak pernah 8. Apakah anda menyukai kegiatan di alam terbuka yang masih alami a) Ya b) kadang-kadang c) tidak 9. Pernah mengikuti pendidikan/organisasi lingkungan? Ya/Tidak 10. Apakah pernah mengikuti kegiatan cinta alam atau berhungan dengan lingkungan? Ya/Tidak 11. Apakah anda pernah mendapatkan pengetahuan/pelatihan tentang wisata alam atau laut (snorkeling, diving, dan lainnya) 12. Pernahkan mendengar atau mengetahui tentang ekoturism/ekowisata? Ya/Tidak 13. Menurut anda faktor apa saja yang terlibat dalam ekowisata? 1) Rekreasi 4) Lingkungan alami 2) Bisnis 5) Pendidikan lingkungan 3) Konservasi 6) Lainnya............. 4) Masyarakat C. Preferensi konsumen terhadap keberadaan ekowisata 1. Menurut anda objek wisata ini paling sesuai dikelola secara apa? a) swasta b) masyarakat lokal c) keduanya 2. Menururt anda, bagaimana peluang pengembangan objek wisata ini? .................... 3. Berdasarkan pengamatan anda, bagaimana lokasi lingkungan/perairan/terumbu karang sejak adanya wisata disini?
57 a) tetap tidak berubah b) semaik baik c) semakin rusak 4. Apakah anda setuju dengan tarif masuk sekarang?Ya/Tidak 5. Berapakah harga tiket maksimal yang bersedia anda bayarkan (minimal Rp.1000)? 6. Mengapa anda tidak bersedia membayar? a) tidak perlu b) sudah ditanggung pemerintah c)......................... 7. Menurut anda dalam pengelolaan objek wisata ini, Komponen apa yang harus diproritaskan secara berturut-turut a) Sarana prasarana .......... b) Upaya pelestarian alam........... c) Pelibatan masyarakat ........... d) Transportasi darat dan laut ............. 8. Jika dibutuhkan dana konservasi (rehabilitasi lingkungan), berapakah dana yang bersedia anda bayarkan (diluar tiket masuk) (minimal Rp.1000)? 9. Jika tidak, mengapa tidak bersedia? a) tidak menghawatirkan kerusakan d) kahwatir dana disalahgunakan b) tidak mempunyai uang e) lainnya (.......................................) c) sudah ditanggung pemerintah E. Persepsi terhadap lokasi dan fasilitas objek wisata Anda diminta memberikan penilaian terhadap kondisi objek wisata yang sekarang anda kunjungi, silahkan beri tanda (x) pada masing-masing kolom yang sesuai. No. Keterangan 1 sarana dan prasarana toilet tempat sampah petunjuk arah tempat duduk warung makan telekomunikasi penginapan toko cinderamata penyewaan peralatan pusat informasi wisata 2 panorama alam panorama perairan pantai mangrove penangkaran buaya 3 aksesibilitas darat aksesibilitas laut 4 keamanan 5 sikap masyarakat lokal 6 pengelola objek wisata
Baik
Sedang
Buruk
Tidak tersedia
Saran dan harapan untuk pengembangan objek wisata ini? ......................................................................................................................................
58 Lampiran 2 Formulasi model sub model ekologi wisata DD_mangrove_UJ = var_Kes_mangrove*1*(panjang_Track/50)*(waktu_wisata_mangrove/2) DD_pantai_TP = var_kesesuaian_TP*1*(panjang_Tp/50)*(waktu_wisata_TP/2) DD_pantai_UJ_selatan= var_Kes_pantai_Uj1*1*(panjang_pantai_selatan/50)*(waktu_wisata_UJ/2) DD_pantai_UJ_timur= var_Kes_pantai_UJ2*1*(panjang_pantai_timur/50)*(waktu_wisata_UJ/2) DD_snorkeling_UJ=var_Kes_snorkeling*1*(luasan_karang/500)*(waktu_snorkeling/1) kesesuaian_mangrove = 0.56 kesesuaian_pantai_UJ = (Kes_pantai_UJ_Selatan+Kes_pantai_UJ_Timur)/2 kesesuaian_snorkeling = 0.56 Keseusuaian_pantai_TP = 0.83 Kes_pantai_UJ_Selatan = 0.78 Kes_pantai_UJ_Timur = 0.85 luasan_karang = 1100 panjang_pantai_UJ = 560 panjang_Tp = 1240 panjang_Track = 382.86 var_DD_mangrove = DD_mangrove_UJ/fraksi_mangrove var_DD_pantai_TP = DD_pantai_TP/fraksi_pengunjung_TP var_DD_pantai_Uj_selatan = DD_pantai_UJ_timur/(fraksi_pantai_Uj*6/28) var_DD_pantai_UJ_timur = DD_pantai_UJ_timur/(fraksi_pantai_Uj*22/28) var_DD_snorkeling = DD_snorkeling_UJ/fraksi_snorkeling var_kesesuaian_TP = IF(Kes_pantai_TP>=0.5)THEN(1)ELSE(0) var_Kes_mangrove = IF(Kes_mangrove>=0.5)THEN(1)ELSE(0) var_Kes_pantai_Uj1 = IF(Kes_pantai_UJ_Selatan>=0.5)THEN(1)ELSE(0) var_Kes_pantai_UJ2 = IF(Kes_pantai_UJ_Timur>=0.5)THEN(1)ELSE(0) var_Kes_snorkeling = IF(Kes_snorkeling>=0.5)THEN(1)ELSE(0)waktu_snorkeling = 9 waktu_wisata_mangrove = 9 waktu_wisata_TP = 13 waktu_wisata_UJ = 13
sub model ekonomi wisata Ekonomi_P_Untung_Jawa(t) = Ekonomi_P_Untung_Jawa(t - dt) + (Plus_SK_UJ) * dtINIT Ekonomi_P_Untung_Jawa = 1056893880406 INFLOWS: Plus_SK_UJ = Pengunjung_UJ*TEV_UJ Ekonomi_Tanjung_Pasir(t) = Ekonomi_Tanjung_Pasir(t - dt) + (Plus_SK_TP) * dtINIT Ekonomi_Tanjung_Pasir = 79602884299 INFLOWS: Plus_SK_TP = 0.7*Pengunjung_TP*TEV_TP fraksi_mangrove = 0.1*Pengunjung_UJ/365 fraksi_pantai_Uj = 0.8*Pengunjung_UJ/365 fraksi_pengunjung_TP = 0.7*Pengunjung_TP/365 fraksi_snorkeling = 0.15*Pengunjung_UJ/365 fraski_pengunjung_Uj = 0.83*Pengunjung_UJ kapasitas_perahu = 20, Perahu = 30 TC_TP = 189802 TC_UJ = 738109 TEV_TP = WTP_TP+TC_TP TEV_UJ = WTP_UJ+TC_UJ Transportasi = fraski_pengunjung_Uj/(Perahu*kapasitas_perahu) wisata_perahu = IF(Transportasi<1)THEN(1)ELSE(0) WTP_TP = 13350 WTP_UJ = 16157
59 sub model sosial wisata Pengunjung_TP(t) = Pengunjung_TP(t - dt) + (Penambahan_TP - Pengurangan_TP) * dtINIT Pengunjung_TP = 419400 TRANSIT TIME = varies INFLOW LIMIT = INF CAPACITY = INF INFLOWS: Penambahan_TP= IF(Laju_wisatawan_TP=2)THEN((245344+87304.2*LOGN(tahun))*0.8)ELSE(245344+87304. 2*LOGN(tahun)) OUTFLOWS: Pengurangan_TP = CONVEYOR OUTFLOW TRANSIT TIME = IF(Laju_wisatawan_TP=2)THEN(0)ELSE(1) Pengunjung_UJ(t) = Pengunjung_UJ(t - dt) + (Penambahan_UJ - Pengurangan_UJ) * dtINIT Pengunjung_UJ = 1431895 TRANSIT TIME = varies INFLOW LIMIT = INF CAPACITY = INF INFLOWS: Penambahan_UJ=IF(Laju_wisatawan_UJ=2)THEN((191382.66+587415.926*LOGN(tahun))*0.8)ELSE(-191382.66+587415.926*LOGN(tahun)) OUTFLOWS: Pengurangan_UJ = CONVEYOR OUTFLOW TRANSIT TIME = IF(Laju_wisatawan_UJ=2)THEN(0)ELSE(1) tahun(t) = tahun(t - dt) + (masuk) * dtINIT tahun = 7 INFLOWS: masuk = 1 Aksesibilitas_TP = 0.54 Aksesibilitas_UJ = (Akses_Darat+Akses_laut)/2 Akses_Darat = (Aksesibilitas_TP+0.57)/2 Akses_laut = 0.6 Alam_TP = 0.76 Alam_UJ = 0.86 Fasilitas_umum_TP = 0.62 Fasilitas_umum_UJ = 0.70 Keamanan_TP = 0.86 Keamanan_UJ = 0.84 Laju_wisatawan_TP= IF((Sarana_Prasarana_TP>=0.75)OR(Panorama_TP>=0.75))THEN(2)ELSE(1) Laju_wisatawan_UJ= IF((Sarana_Prasarana_UJ>=0.75)OR(Panorama_UJ>=0.75))THEN(2)ELSE(1) Mangrove_UJ = 0.75 Panorama_TP = (Alam_TP+Pantai_TP+Perairan_TP)/3 Panorama_UJ = (Alam_UJ+Mangrove_UJ+Pantai_UJ+Perairan_UJ)/4 Pantai_TP = 0.52 Pantai_UJ = 0.68 Perairan_TP = 0.49 Perairan_UJ = 0.62 Sarana_Prasarana_TP = (Aksesibilitas_TP+Fasilitas_umum_TP+Keamanan_TP)/3 Sarana_Prasarana_UJ = (Aksesibilitas_UJ+Fasilitas_umum_UJ+Keamanan_UJ)/3
60 Lampiran 3 Analisis kesesuaiana dan daya dukung kawasan Rekreasi Pantai Tanjung Pasir Parameter (x)
Bobot (B)
Skor (S)
Ni = B x S
5 5 5 3 3 3 1 1 1 1
3 1 3 3 3 3 0 3 2 3 Jumlah
15 5 15 9 9 9 0 3 2 3 70
Kedalaman perairan (m) Tipe pantai Lebar pantai (m) Material dasar perairan Kecepatan arus (m/dt) Kemiringan pantai(0) Kecerahan perairan (m) Penutupan lahan pantai Biota berbahaya Ketersediaan air tawar (jarak/km)
Indeks kesesuaian (%) = ∑ (Ni/ N maks) x 100% = 70 / 84 x 100% = 83.33% (Sangat sesuai) Daya dukung kawasan (DDK) = K x (Lp/Lt) x (Wt/Wp) = 1 x (1240 / 50) x (13/2) = 161,2 orang/ hari (dibulatkan) = 162 orang/hari Rekreasi pantai Pulau Untung Jawa Parameter (x) Kedalaman perairan (m) Tipe pantai Lebar pantai (m) Material dasar perairan Kecepatan arus (m/dt) Kemiringan pantai(0) Kecerahan perairan (m) Penutupan lahan pantai Biota berbahaya Ketersediaan air tawar (jarak/km) *Nilai maksimum
Bobot (B) 5 5 5 3 3 3 1 1 1 1
Lokasi 1 Skor Ni = B x (S) S 3 15 2 10 1 5 3 9 3 9 3 9 0 0 3 3 3 3
Lokasi 2 Skor Ni = B x (S) S 3 9 2 4 3 3 3 9 3 9 2 6 0 0 3 9 3 9
3
3
2
6
Jumlah
66
Jumlah
72
84
Lokasi 1 Indeks kesesuaian (%) = ∑ (Ni/ N maks) x 100% = 66 / 84 x 100% = 78.57% (Sangat sesuai) Daya dukung kawasan (DDK) = K x (Lp/Lt) x (Wt/Wp) = 1 x (233 / 50) x (13/2) = 30.29 orang/ hari (dibulatkan) = 31 orang/hari Lokasi 2 Indeks kesesuaian (%) = 72 / 84 x 100% = 85.71% (Sangat sesuai) Daya dukung kawasan (DDK) = K x (Lp/Lt) x (Wt/Wp) = 1 x (327 / 50) x (13/2) = 42.51 orang/ hari (dibulatkan) = 43 orang/hari
61 Wisata mangrove Pulau Untung Jawa Parameter (x) ketebalan mangrove (m) kerapatan mangrove (100m2) Jenis mangrove Pasang surut (m) Objek biota Nilai maksimal
Bobot (B) 5 5 3 1 1 Jumlah 57
Skor (S) 1 3 2 3 3
Ni = B x S 5 15 6 3 3 32
Indeks kesesuaian (%) = ∑ (Ni/ N maks) x 100% = 32 / 57 x 100% = 56.14% (Sesuai) Daya dukung kawasan (DDK) = K x (Lp/Lt) x (Wt/Wp) = 1 x ( 382.86 / 50) x (9/1) = 68.91 orang/ hari (dibulatkan) = 69 orang/hari Wisata Snorkeling Pulau untung Jawa Parameter (x) Kecerahan perairan (%) Tutupan komunitas karang (%) Jenis life form Jenis ikan karang Kecepatan arus (cm/dt) Kedalaman terumbu karang (m) Lebar hamparan datar karang (m) Nilai maksimal
Bobot (B) 5 5 3 3 1 1 1
P. Untung Jawa Skor (S) Ni = B x S 2 10 0 0 1 3 1 3 3 3 3 3 2 2 Jumlah 24
P. Rambut Skor (S) Ni = B x S 3 15 0 0 2 6 1 3 3 3 3 3 2 2 32
57
Lokasi 1 (P. Untung Jawa) Indeks kesesuaian (%) = ∑ (Ni/ N maks) x 100% = 24 / 57 x 100% = 42.11% (tidak sesuai) Lokasi 2 (P. Rambut) Indeks kesesuaian (% )= ∑ (Ni/ N maks) x 100% = 32 / 57 x 100% = 56.14% (Sesuai) Daya dukung kawasan (DDK) = K x (Lp/Lt) x (Wt/Wp) = 1 x ( 1100 / 500) x (9/1) = 19.8 orang/ hari (dibulatkan) = 20 orang/hari
62 Lampiran 4 Data sekunder biofisik wisata No.
Jenis mangrove
1
Rhizophora stylosa,
2
Rhizophora mocronata,
3
Rizhopora apiculata
4
Bruguera gumoriza.
No.
Jenis life form (P. Untung Jawa)
Jenis life form (P. Rambut)
1
Acropora brancing (ACB)
Acropora brancing (ACB)
2
Coral massive Porister (CM)
Coral massive Porister (CM)
3
CM Oulastrea
CM Favia
4
CM Leptoseris
CM Pocillophora
5
CM Montastrea
CM Leptastern
6
CM Platygyra
CM Mantastrea
7
Coral Branching (CB) Galaxea
CM Platygyra
8
Coral Encrusting (CE) Asterophora
9
Coral Branching (CB)
No.
Jenis ikan karang (P. Untung Jawa)
Jenis ikan karang (P. Rambut)
1
Caesio cuning
Caesio teres
2
Aeoliscus strigatus
Labroides dimidiatus
3
Anampses
Karalla daura
4
Anampses hijau
Upeneus tragula
5
Halichoeres scapularis
Scolopsis ciliatus
6
Scolopsis ciliatus
Scolopisi lineatus
7
Upeneus tragula
Abudefduf sexfasciatus
8
Scolopsis lineatus
Amphiprion ocellaris
9
Crysiptera parasema
Hemiglyphidodon plagiometri
10
Hemiglyphidodon plagiometri
Pomacentrus alexandrea
11
Neopomacentrus sp.
Ephinephelus sp.
12
Pomacentrus amboinensis
Diploprion bifasciatus
13
scorpaenopsis sp.
Siganus javus
14
Chaetodon octofasciatus
Taeniura lymna
15
Diademichthys lineatus
Halichoeres bicolor
16
Thalassoma amblycephalum
Diademichthys lineatus
17
Thalassoma lunare
Chromis viridis
18
Rudarius exelcus
Neopomacentrus cyanomos
19
Abudefduf bengalensis
Pomacentrus moluccensis
20
Choromis viridis
Premnas biaculeatus
21
Neopomacentrus cyanomos
Ephinephelus maculatus
22
Premnas biaculeatus
63 Lampiran 5 Analisis surplus konsumen dengan biaya perjalanan Analisis surplus konsumen pada wisata Tanjung Pasir Regression Statistics Multiple R
0,6369
R Square
0,4056
Adjusted R Square
0,2506
Standard Error
0,5597
Observations
30
ANOVA Regression Residual Total
df 6 23 29
SS 4,9178 7,2059 12,1237
MS 0,8196 0,3133
F 2,6162
Coefficients
Standard Error
Intercept
4,7153
Ln X1
-0,6054
Ln X2 Ln X3
Significance F 0,0441
t Stat
P-value
2,4660
1,9121
0,0684
0,1726
-3,5081
0,0019
0,3646
0,3584
1,0173
0,3196
0,2021
0,2727
0,7410
0,4662
Ln X4
0,1903
0,1124
1,6920
0,1042
Ln X5
-0,0012
0,1674
-0,0070
0,9945
Ln X6
0,1888
0,4593
0,4110
0,6848
Ln V = 4.7153 – 0.6054 Ln X1 +0.3646 Ln X2 +0.2021 Ln X3 + 0.1903 Ln X4 – = 0.0012 Ln X5 + 0.1888 Ln X6 Ln X2 := 0.4944, Ln X3 := 1.6238, Ln X4 :=12.1925, Ln X5 :=14.8838, Ln X6 := 3.3765 Ln a := 8.1635 a := exp (Ln a) a:= 3510.3170 Q rata := 2.93 N:= 419400 b := -0.6054 f(Q) := (Q/a) ^ (1/b) f (Q) :=
1.7097 x 107 Q1.6517
64 plot f(Q), Q=0.. Q rata) 1,8E+07 1,6E+07 1,4E+07 1,2E+07
P
1,0E+07 8,0E+06 6,0E+06 4,0E+06
0,0E+00
0,15 0,29 0,44 0,59 0,73 0,88 1,03 1,17 1,32 1,47 1,61 1,76 1,91 2,05 2,20 2,35 2,49 2,64 2,79 2,93
2,0E+06
Qd
U=int(f(Q),Q=0..Qrata) U := 545,712 P := (Qrata/ a) ^ (1/b) P:=121,333 R:= P x Q rata R:= 355,910 CS:= U – R CS:= 189,802 Net wisata :=CS . N Net:= 79,602,884,299 Analisis surplus konsumen pada wisata Pulau Untung Jawa Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,6657 0,4432 0,2660 0,5285 30
ANOVA df SS MS F Significance F Regression 7 4,8916 0,6988 2,5014 0,0473 Residual 22 6,1460 0,2794 Total 29 11,0376 Coefficients Standard Error t Stat P-value Intercept 5,5695 2,6300 2,1176 0,0457 Ln X1 -0,6378 0,2109 -3,0239 0,0062 Ln X2 0,7874 0,4748 1,6583 0,1114 Ln X3 -0,0127 0,1497 -0,0849 0,9331 Ln X4 -0,0368 0,0842 -0,4372 0,6662 Ln X5 0,0203 0,1585 0,1278 0,8995 Ln X6 0,1712 0,3164 0,5410 0,5940 Ln X7 1,0495 0,7023 1,4943 0,1493
65 Ln V = 5.5695 – 0.6378 Ln X1 + 0.7874 Ln X2 – 0.0127 Ln X3 – 0.0368 Ln X4 – = 0.0203 Ln X5 + 0.1712 Ln X6 + 1.0495 Ln X7 Ln X2 := 0.7497, Ln X3 := 2.4649, Ln X4 :=12.7934, Ln X5 :=14.7876, Ln X6 := 3.4336, Ln X7 := 2.5932 Ln a := 9.2666 a := exp (Ln a) a:= 10578.5277 Q rata := 3.4 N:= 1,431,895 b := -0.6378 f(Q) := (Q/a) ^ (1/b) f (Q) :=
3.2856 x 107 Q1.5679
plot f(Q), Q=0.. Q rata) 3,5E+07 3,0E+07 2,5E+07
P
2,0E+07 1,5E+07 1,0E+07 5,0E+06 0,0E+00
Qd
U=int(f(Q),Q=0..Qrata) U := 1,757,121 P := (Qrata/ a) ^ (1/b) P:=299,710 R:= P x Q rata R:= 1,019,012 CS:= U – R CS:= 738,109 Net wisata :=CS . N Net:= 1,056,893,880,406
66 Lampiran 6 Validasi output model Validasi terhadap jumlah pengunjung Pantai Tanjung Pasir Jumlah Pengunjung (orang)
5,0E+05 4,0E+05 3,0E+05 2,0E+05 aktual
1,0E+05
simulasi
0,0E+00 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
waktu (tahun)
Si:= 287,220 Ai:= 286,105 AME = (Si – Ai ) / Ai AME := ABS (287,220 - 286,105) / 286,105 := 0.0039 := 0.39% Ss := 46527.87 , Sa:=48552.35, Se:= 46286.16 AVE = (Ss – Sa) / Sa AVE := ABS (46527.87 - 48552.35) / 48552.35 := 0.0435 := 4.35% U-Theil’s = Se / (Ss + Sa) U-Theil’s := 46286.16/ (46527.87 + 48552.35) := 0.4868 Validasi terhadap jumlah pengunjung Pulau Untung Jawa Jumlah wisatawan (orang)
1,6E+06 1,4E+06
Aktual
1,2E+06
simulasi
1,0E+06 8,0E+05 6,0E+05 4,0E+05 2,0E+05 0,0E+00 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
waktu (tahun)
Si:= 653,874 Ai:= 680,837 AME = (Si – Ai ) / Ai AME := (653,874 - 680,837)/ 680,837 := 0.0396 := 3.96% Ss := 284748.90 , Sa:=273689.36, Se:= 272176.94 AVE = (Ss – Sa) / Sa AVE := (273689.36 - 284748.90) / 284748.90 := 0.0404 := 4.04% U-Theil’s = Se / (Ss + Sa) U-Theil’s := 272176.94 / (273689.36 + 284748.90) := 0.4873
67
RIWAYAT HIDUP Penulis adalah anak kedua dari enam bersaudara. Putra dari Ahmad Sanusi (alm) dan Atiqoh. Lahir pada tanggal 2 Juli 1992 di Jakarta. Semenjak duduk di tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas penulis bertempat tinggal di Jakarta Timur. Tahun 2010 penulis lulus dari MA Negeri 8 Jakarta Timur, pendidikan S1 ditempuh di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan mayor Manajemen Sumber daya Perairan (MSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan lulus tahun 2014. Penulis melanjutkan pendidikan S2 melalui jalur masuk program sinergi S1-S2 tahun 2014 dengan mayor Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan (SPL) IPB. Selain penulis melakukan kegiatan sebagai mahasiswa, penulis juga menjadi pengajar bimbingan belajar bidang pelajaran Matematika dan Sains di lembaga Sanggar Belajar Cipta Cendekia (SBCC) pada tahun 2013-2015. Pada akhir masa studi, penulis melakukan penelitian tesis mengenai pemodelan dinamik pengelolaan kawasan wisata pesisir secara interspasial (studi kasus: Pantai Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa).