Jurna. PESISIR DAN PUlAU-PUlAU HECll
Indonesian Journal of Coastal Zone and Small Islands
ISSN: 2302-5832. EDIS' VOL. 2
Pemlmpln Reda.1 la'lttJ Dietrleeh -G.
.rtllla Editors}
Alex S.W. Retraubun - Sudirman Saad Tddoyo -Kusumastanto Natslr Nessa
IRitraJaya ~'Bda,,_ CliiWfo)"d ",","-"
;S8kfetarteRedalai (Editorial Secretary) M.'lqbat Djawad .
o..atn
Grafls (Graphic Designer) Pasu§, Legowo
Alamat Redaka' (Editorial Address)
Himpunan AhU Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI)
Dit;len KelautaAtPesisir dan Pulau-pulau Keeil
K$nenterian Kelautandan Perikanat:'
GedungMina eal!ari,n~'Lantai 7
. __ JI.Medafi M~l1tnUt No.18 Telp~ (021) 3522059, 3619070, Fax. -(021) 3522059 emait:
[email protected]
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK BUDIDAYA KERAPU (FAMILI SERRANIDAE) DI PERAlRAN PULAU PONGOK KABUPATENBANGKASELATAN SUDIRMAN ADIBRATA Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Bangka Belitung
M. MUKHLIS KAMAL DAN FREDINAN YULIANDA Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor
ABSTRAK Daya dukung lingkungan di perairan laut pulau Pongok masih sesuai berdasarkan stan dar kualitas air menu rut baku mutu KepMenLH No 51 tahun 2004. Kawasan yang memiliki tingkat kesesuaian yang baik untuk budidaya keramba jaring apung (KJA) ikan kcrapu (Famili Serranidae) di pcrairan Pulau Pongok adalah 3,474.66 ha. Daya dukung lingkungan di perairan laut pulau Pongok yang sesuai untuk budidaya ikan kerapu dengan sislem KJA dengan luas 3,474.66 ha adalah sebanyak 1.670 kelompok masyarakat dari KJA, setara dengan 16.700 unit KJA atau dapat mendukung sebanyak 16.700 kepala keluarga atau selara dengan 66.800 petak KJA. Usaha budidaya kerapu dengan sistem KJA dapat direkomendasikan, dan memerlukan stratcgi pcngelolaan untuk tahap implementasi dalam rangka untuk mendapatkan pembangunan yang berkelanjutan. Kata kunci: budidaya laut, kawasan, ikan kerapu, daya dukung, kcberlanjutan.
ABSTRACT The environmental carrying capacity in marine waters ofthe Pongok island based on water quality is still standard fOllowed KepmenLlf No. 51 yearof2004. The extent ofthe area suitabilityfor groupers (Family Serranidae) marielll lure with the floating net cage (FNC) system in waters ofthe Pongok 1sland is 3,474.66 ha. The environmental carrying capacity in marine waters ofthe Pongok island with 3,474.66 ha area suitablefor groupers with FNC system is as many as ],670 community groups ofFNC, equivalent to 16,700 FNC units or a maximum can support as many as 16,700 head ofthe fami(v or the equivalent of66,800 FNC holes. The business ofgroupers with FNC system can be recom mended and require a strategyfor its implementation phase in order to getting !iustainability development. Key words: mariculture, area. groupers, carrying capacity. sustainabifity
PENDAHULUAN Pembangunan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung harus dilakukan dengan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. Pengelolaan pesisir terpadu merupakan suatu· proses yang dinamis dan kontinyu untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya dan
pembangunan secara berkelanjutan serta perlindungan sumberdaya dan wilayah pesisir (Cicin-Sain dan Knecht 1998). Aspek keterpaduan ini meliputi keterpaduan antar sektor, keterpaduan antar pemerintah (lokal nasional), keterpaduan wilayah I spasial, keterpaduan an tara ilmu pengetahuan dan manajemen, dan keterpaduan internasional.
43
Konsep pengelolaan sumberdaya pulau kecil di perairan Pulau Pongok Kabupaten Bangka Selatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melalui budidaya ikan kerapu sebagai salah satu komoditas ikan karang yang cukup ekonomis dengan sistem keramba jaring apung (KJA) mengedepankan aspek spasial, ilmu pengetahuan dan manajemen sebagai bah an pertimbangan daya dukung lingkungan bagi pengelola atau manajer pesisir dalam mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Pemanfaatan kawasan wilayah pesisir yang tidak terkontrol akan mengakibatkan tumpang tindihnya kegiatan pada ruang tertentu dan dapat menimbulkan masalah di kemudian hari, terlebih lagi provinsi ini kaya akan bijih timah yang dapat bersinggungan dengan sumberdaya perikanan. Pengelolaan sumberdaya perikanan laut, untuk mengimbangi pengelolaan perikanan tangkap secara spasial perlu adanya upaya penentuan kesesuaian kawasan untuk budidaya perikanan laut sehingga mampu bersinergi dan dapat saling mendukung, berkelanjutan dan memberikan dampak positif dalam pengembangan dan pembangunan daerah. Keberadaan teluk dan pulau-pulau keciI yang berkarang di Kecamatan Lepar Pongok Kabupaten Bangka Selatan sangat baik untuk kegiatan budidaya sistem KJA karena posisinya yang relatifterlindung dari gelombang dan angin kencang. Kendala yang dihadapi yaitu belum tersedianya data dan infonnasi yang memadai mengenai lokasi yang sesuai untuk komoditas budidaya serta pengetahuan mengenai daya dukung dan manajemen lingkungan dalam usaha budidaya ikan kerapu. Kecamatan Lepar Pongok Kabupaten Bangka Selatan yang memiliki luas 261,79 km 2 berpenduduk 12.701 jiwa (BPS dan BPPMD Kabupaten Bangka Selatan 2010), penduduknya dominan bermata pencaharian
sebagai nelayan sehingga kajian mengenai daya dukung dalam pengelolaan sumberdaya perikanan laut menjadi penting. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi kesesuaian kawasan dan daya dukung budidaya kerapu (Famili Serranidae) berdasarkan beberapa pa rameter lingkungan. METODEPENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di perairan Pulau Pongok Kabupaten Bangka Selatan. Waktu penelitian selama 6 bulan yaitu pada Bulan Januari sampai dengan Juni 2011 yang dipergunakan untuk kegiatan studi pustaka, sur vey lapangan, analisis data dan penyusunan laporan. Data parameter lingkungan yang tersedia yaitu data sekunder pada bulan Nopember 2008 dan bulan Juni 2009, sedangkan data primer dilakukan pada bulan April 201 L Pengumpulan data biofisik (parameter lingkungan) dilakukan dengan survey lapangan untuk memperoleh data secara insitu seperti keterlindungan kawasan, bathimetri, suhu, salinitas, kecepatan arus, substrat, gelombang, kecerahan, pH, dan DO. Data tambahan seperti angin, pasang surut, suhu udara, dan curah hujan diperoleh dari Bangka Belitung Ocean Science and Technology (BOST) Center Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Propinsi Bangka Belitung. Sampel kualitas air untuk memperoieh data ammonia, nitrit, nitrat, ortophosfat, dan timbal (air dan kerapu) dilakukan analisis di Laboratorium Proling MSP IPB. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data dari instansi terkait seperti DKP dan Bapeda Kabupaten Bangka Selatan, DKP Propinsi Bangka Belitung, Kementerian Kelautan dan Perikanan, BPS dan BPPPMD Kabupaten Bangka Selatan, Universitas Bangka Belitung, dan P30 - LIPI.
44
I
Tabel 1. Parameter Lingkungan dengan Bobot, Kelas dan Skor No
1
Parameter
Keterlindungan
Sl
Bobot
25
Sl
Sl "
Kelas
Skor.
Sangat
5
terlindung
3
terbuka
1
Kelas
Skor
Kelas
Skor
terlindung 2
Kecepatan arus (m/s)
25
0,2 - 0,3
5
0,1 - <0,2 atau >0,3 0,4
3
<0,1 atau >0,4
1
3
Kedalaman (m)
15
15 - 25
5
6 - <15 atau >25 40
3
<6 atau >40
1
4
Substrat
15
Pasir berkarang
5
Pasir berlumpur
3
lumpur
1
5
Kecerahan (%)
10
85
100
5
70
<85
3
<70
1
6
Salinitas (°/00)
10
30
33
5
29 atau >33 35
3
<29 atau >35
1
7
Suhu (DC)
10
27 - 30
5
24 - <27 atau >30 34
3
<24 atau >34
1
8
Oksigen terlarut (ppm)
10
7-8
5
5 - <7 atau >8 -10
3
<5 atau >10
1
9
pH
10
7,5 - 8
5
7-<7,5atau >8 - 8,5
3
<7 atau >8,5
1
Total Bobot x Skor
650
390
130
Sumber: Modifikasi dari Ali (2003), Hartami (2008), Tlensongrusmee et al (1986) dl dalam Sunyoto (1997) ANALISIS KESESUAIAN KAWASAN
Data yang diperoleh berupa parameter lingkungan dari setiap titik koordinat yang kemudian didigitasi dengan software ArcView Gis 3.2. Hasilnya dalam bentuk spasial yaitu peta tematik seperti tema suhu, salinitas, dan sebagainya. Setelah basis data terbentuk, dilakukan operasi tumpang susun (overlay op erations) dengan software ArcGis 9.2 terhadap peta tematik tadi. Operasi tumpang susun
dimulai dari layer yang paling penting ke yang kurang penting sehingga diperoleh peta arahan kesesuaian kawasan, layout dilakukan dengan software ArcView Gis 3.2. Untuk data tabular, indeks analisis kesesuaian kawasan budidaya kerapu dengan KJA diperoleh dari nilai total bobot kali skor untuk 9 parameter dengan nilai kelas sebagai berikut:
45
I
Tabel 2. Kelas Kesesuaian dari Parameter Lingkungan Kelas S 1 yaitu tingkat Sangat sesuai, dimana kawasan Analisis kesesuaian No Kelas tersebut sangat sesuai untuk budidaya ikan kerapu tanpa faktor 1 Sangat sesuai (S1) >520 - 650 pembatas yang berarti terhadap Cukup sesuai (S2) 2 260 520 penggunaannya secara berke lanjutan. Kelas S2 yaitu tingkat Tidak sesuai (S3) 3 130 - <260 Cukup sesuai, dimana kawasan tersebut sesuai untuk menunjang Keterangan: kegiatan budidaya ikan kerapu tetapi terdapat DDK Daya dukung kawasan beberapa parameter lingkungan sebagai faktor pembatas karena tidak berada pada kondisi op LKS = Luas Kawasan yang Sesuai DDKu Daya dukung kawasan dalam unit timum. Kelas S3 yaitu tingkat Tidak sesuai, dimana kawasan perairan tersebut tidak sesuai Daya dukung kawasan dalam lobang DDKI DDKi Daya dukung kawasan dalam ikan untuk diusahakan bagi budidaya ikan kerapu karena memiliki faktor pembatas yang sangat HASIL DAN PEMBAHASAN berat. Budidaya Kerapu dengan KJA biasanya direkomendasikan pada kelas S 1 dan S2 yang Gambaran U mum Wilayah selanjutnya disebut sebagai kawasan yang sesuai Kabupaten Bangka Selatan merupakan untuk budidaya kerapu. pemekaran dari Kabupaten Bangka yang dibentuk berdasarkan UU No.5 tahun 2003. ANALISIS DAYA DUKUNG Kabupaten Bangka Selatan memiliki 7 (tujuh) LINGKUNGAN kecamatan yaitu Toboali, Payung, Lepar Pongok, Air Gegas, Simpang Rimba, Tukak Sadai, dan 1) Pendekatan baku mutu lingkungan. Pulau Besar. Keadaan tanah di Kabupaten KepmenLH No. 51 tahun 2004 tentang baku Bangka Selatan umumnya memiliki pH tanah mutu air laut untuk biota laut rata-rata di bawah 5,0 yang didalamnya 2) Pendekatan fisik kawasan. Setiap unit KJA mengandung mineral bijih timah dan bahan terdiri dari 4 lobang KJA dan 1 rumah jaga galian lainnya seperti pasir kwarsa, kaolin, batu dengan luas maksimum 10m x 10m = 100 gunung, dan lain-lain. lumlah penduduk di 2 m • Setiap lobang KJA dengan volume 3 m x Kabupaten Bangka Selatan pada tahun 2009 3 m x 3 m 27 m 2 • Konsep desain KJA per sebanyak 163.200 jiwa. Mara pencaharian kelompok masyarakat (pokmas) adalah 10 penduduk terkonsentrasi pada pengembangan unit KJA (5 x 2). Ruang kosong dari setiap sektor pertambangan, pertanian, perkebunan, ujung KJA terluar adalah 50 m sehingga luas 2 perikanan laut, serta perdagangan. Khusus per pokmas adalah 20.800 m (panjang total mengenai data produksi perikanan di Kabupaten 160 x lebar total 130) atau 2,08 ha. Bangka Selatan pada tahun 2004 sampat dengan Oktober 2007 dapat dilihat pada Tabel 3. DDKpokmas =: LKS I 2,08 pokmas atau Ikan liar yang ditangkap lalu ditangkarkan DDKu = DDKpokmas x 10 unit KJA termasuk bentuk akuakultur (Mous, et at., 2006) atau DDKu x 4 lobang KJA atau sehingga penangkaran kerapu yang dilakukan di DDKI Pulau Pongok termasuk ke dalam budidaya. DDKI x 240 ekor ikan DDKi Kondisi budidaya ikan kerapu di Pulau Pongok
46
I
label 3. Produksi Perikanan Tahun 2004-2007 Kabupaten Bangka Selatan No
Produksi Per Tahun (Ton)
Keterangan
1
Produksi ikan
2
Estimasi tahun 2007
3
Estimasi ikan rucah (5%)
2004
2005
2006
2007
18.072
21.589
22.242
22.350'
24.000 1.200
Keterangan : * = data sampai dengan Oktober 2007 Sumber: DKP Kabupaten Bangka Selatan2007 tikus (Cromileptes a/livelis; Barramundi cod) dan kerapu macan (Epinephe/usfuscoguttatus). Ikan kerapu hidup yang sudah menjadi komoditas ekspormendorong beberapa nelayan di Pulau Pongok untuk berkecimpung dalam bidang usaha ini. Tata niaga ikan kerapu hidup di Pulau Pongok mulai dari neJayan bubu sebagai penangkap ikan kerapu dari alam, pembudidaya kerapu sistem KJA sebagai pengumpu] (Bapak Hendri), eksportir kerapu di Pulau Rengit Kabupaten Belitung (Bapak Abeng), dan pembeli dari Hongkong. Kapal dari Hongkong memiliki beberapa titik lokasi eksportir kerapu di wi]ayah barat Indonesia diantaranya dari Kepulauan Riau, Sumatera Barat, dan Lampung.
sendiri sampai saat ini sudah berjalan sekitar 20 tahunnamun kondisinya tidak selalu mulus atau mengalami jatuh bangun sehingga hanya pembudidaya yang ulet saja yang masih bertahan sampai saat ini. Penelitian difokuskan pada tokasi KJA ikan kerapu milik Bapak Hendri yang dipasok oleh 11 nelayan bubu yang mencari ikan kerapu jenis kerapu sunuk (P/ectropomus areo/atus; Polkadot cod), kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus; Flowery cod), kerapu lumpur (Epinephelus suillus; Mud grou per), dan kerapu katarap (Ephinephe/us lanceo/atus; Queensland grouper) yang bibitnya diperoleh dari alam. Bibit yang sudah dapat diperbanyak di hatchery yaitu jenis ikan kerapu
Tabel 4. Jumlah Penduduk di Kecamatan Lepar Pongok
No
Desa
Luas Daerah '.. (km2)
Laki-Iaki
Wanita
Jumlah
..
1
Penutuk
2
Tanjung Labu
3
Pongok
4
Tanjung Sangkar
5
Kumbung
6
Jumlah Rumah Tangga
44,145
1.069
920
1.989
612
47,460
1.073
1.021
2.094
576
86,74
1.877
2.164
4.041
922
51,610
1.102
1.068
2.170
640
29,098
326
287
613
178
Celagen
2,927
905
889
1.794
329
Jumlah
261,98
6.352
6.349
12.701
3.257
Sumber . Bangka SeIatan dalam angka 2010
47
I label 5. Produksi Perikanan di Kabupaten Bangka Selatan ...
No
Kecamatan
Jumlah Nelayan
Volume Ikan (ton)
.
Jumlah (xRP 1.000)
1
Toboali
1,749
6.416
96.240.000
2
Tukak Sadai
1.334
8.076
121.140.000
3
Lepar Pongok
2,959
6.079
91,185.000
4
Pulau Besar
742
2,423
36.345.000
5
Simpang Rimba
891
3.320
49.800.000
6
Airgegas
-
-
-
7
Payung
-
-
-
7.675 6.252
26.314 24.142
394.710.000 362.130.000
Total tahun 2009 2008
Sumber: Bangka Selatan dalam angka 20 I 0
Analisis Parameter Lingkungan dan Kesesuaian Kawasan Kesesuaan kawasan untuk budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA di perairan Pulau Pongok ini diperoleh berdasarkan hasil analisis secara bioteknis sehingga belum mempertimbangkan aspek perhitungan ekonomi. Bathimetri di lokasi penelitian sangat bervariasi untuk setiap stasiun pengamatan yang didominasi oleh kedalaman antara 10 sampai 20 m. Kedalaman perainm di lokasi KJA eksisting (KJA milik Bapak Hendri) menunjukan kedalaman minimum sampai 7 m sehingga masih dapat ditolerir untuk kegiatan budidaya kerapu sistem KJA. Pasang surut (pasut) air laut di perairan Kabupaten Bangka Selatan termasuk ripe harian tunggal atau diurnal tide dimana dalam satu hari terdapat satu kaJi air pasang dan satu kali air surut. Berdasarkan data pasang surut diketahui tunggang pasut rata-rata tahunan d\~er()kh ni\a\ sebesar 2<51 \1\, da\\ \\\\a\ m~a\\. sea level (MSL) sebesar 1,29 m pada rambu
pasut di kalesto Sadai. Sedangkan tunggang pasut rata-rata bulan April 2011 sebesar 2,17 m dan nilai MSL sebesar 1,44 m. Berdasarkan pengamatan di lapangan, nDai suhu perairan yang tertinggi diperoleh sebesar 32°C dan nilai terendah sebesar 27°C. Variasi ini dapat terjadi karen a pengambilan data suhu perairan dilakukan pada waktu yang berbeda untuk setiap stasiun pengamatan, suhu yang cukup tinggi sekitar pukul 12.00 sampai 16.00 WIB. Salinitas perairan bervariasi pada kisaran 27 32 0 dan didominasi pad a nilai salinitas sebesar 30 0. Nilai kecerahan mendekati nilai bathimetri dengan kisaran 67 - 100%. Nilai rata-rata kecerahan perairan yang terukur saat di lapangan sebesar 88%. Kecepatan arus permukaan di perairan Pulau Pongok dengan kisaran nilai sebesar 0, J 0 - 0,55 mls dengan kecepatan arus rata-rata sebesar 0,26 mls. Keterlindungan berbicara mengenai kondisi ge1om bang, angin, dan adanya barier %
%
ata\l ~e.\.\~~.:
48
I
tunggang gelombang perairan yang terkecil sebesar 0, 10m dan terbesar 0,50 m dengan nilai gelombang rata rata sebesar 0,3 m. Gelombang permukaan ini biasanya dibang kitkan oleh angin, berdasarkan pemantauan daTi BOST Center maka kecepatan angin yang terukur masih dapat ditoleransi untuk kegiatan budidaya di KJA. Kecepatan angin tertinggi pada bulan April 20 11 sebesar 5,97 m/s dengan kecepatan angin rata-rata sebesar 1,67 m/s. Keberadaan pulau penghalang sebagai barier di perairan Pulau Pongok menjadi sangat penting seperti ke arah barat terlindung oleh Pulau Celagen, Pulau Kelapan, Pulau Lepar dan daratan utama Pulau Bangka serta ke arah timur terlindung oIeh gugusan Pulau Mendanau Kabupaten Belitung. Perubahan nilai pH suatu perairan dapat berdampak terhadap organisme akuatik, hal ini tergantung dari daya adaptasi organisme perairan. Nilai pH air laut di bawah 7,00 bersifat asam dan akan menghambat pertumbuhan ikan budidaya. Dalam proses biokimia, jika pH rendah maka proses nitrifikasi akan berakhir. Berdasarkan pengamatan di lapangan diketahui bahwa nilai pH perairan yang tertinggi sebesar 8,30 dan nilai terendah sebesar 7,30 dengan nilai rata-rata sebesar 7,74. Nilai DO terendah sebesar 5,5 ppm dan tertinggi sebesar 8,0 ppm dengan nilai DO rata-rata 6,62 ppm. Substrat didominasi oleh karang berpasir. Setelah dilakukan analisis overlay diperoleh kesesuaian kawasan dengan kelas S 1, S2, dan S3 namun yang dipergunakan adalah kelas S I dan S2 saja untuk dinyatakan sebagai kawasan yang layak dikembangkan budidaya kerapu sistem KJA. Dari Gambar 1 dan Tabel 6 di bawah, diketahui bahwa kelas yang sesuai untuk budidaya kerapu sistem KJA sebanyak 3.474,66 ha atau sekitar 21,05% dari total wilayah studi di perairan Pulau Pongok. Kesesuaian kawasan berdasarkan parameter
biofisik ini sangat tergantung juga dari kelengkapan data jika data semakin banyak maka hasilnya semakin baik Mengevaluasi kesesuaian kawasan khususnya pada lokasi KJA eksisting milik Bapak Hendri, termasuk ke dalam kelas S2 karena terdapat faktor pembatas yang cenderung masuk ke dalam kategori Cukup sesuai (S2) seperti parameter-parameter kedalaman, DO, dan kecepatan arus. Menurut infomlasi dari pemilik KJA, penempatan lokasi ini berdasarkan jarak yang relatifdekat dcngan rumah penduduk, relatif aman dari gelombang dan aman dari kerawanan pencurian atau kejahatan lainnya, serta tidak mengganggu alur pelayaran kapal nelayan. Dengan diketahuinya luasan pada kelas yang sesuai untuk budidaya kerapu sistem KJA maka dapat dihitung daya dUkungnya. Analisis Daya Dukung
Pendekatan baku mutu lingkungan Pendekatan baku mutu lingkungan mengacu pada KepmenLH No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut. Pengambilan sam pel air laut dilakukan 3 kali ulangan pada 5 stasi un pengamatan di perairan sekitar Pulau Pongok kabupaten Bangka Selatan. Pada stasiun I kondisi nilai rata-rata ammonia sebesar 0,185 mg/l atau terdapat selisih sebesar 0,115 mg/l di bawah dari nilai baku mutu sebesar 0,300 mgll artinya masih memenuhi daya dukung lingkungan perairan laut. Nilai rata-rata nitrat sebesar 0,026 mg/l atau terdapat selisih sebesar 0,018 mg/l di atas dari nilai baku mutu sebesar 0,008 mg/l. Nilai ini masih dalam toleransi perairan yang subur atau oligotrofik, mengacu pada literatur di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka Selatan bekerjasama dengan P30-LIPI yang menunjukan nilai nitrat air laut di Kabupaten Bangka Selatan sekitar 0,51 mg/l sampai 1,070 mg/l dengan rata-rata 0,740 mg/l, nilai nitrat
°
49
pada penelitian ini menunjukan jauh di bawah baku mutu artinya masih memenuhi daya dukung Iingkungan perairan laut. Nilai rata nilai terendah dari literatur. Nilai nitrat 0,200 mgl rata nitrat sebesar 0,018 mgll atau terdapat I merupakan batas tel:iadinya eutrofikasi menurut Davis dan Cornwell, 1991 di dalam Effendi, selisih sebesar 0,010 mgll di atas dari ni1ai 2003 sehingga perairan di lokasi penelitian ini baku mutu sebesar 0,008 mg/l. Nilai ini masih dalam toleransi perairan yang subur atau belum terjadi pencemaran dan masih dikatakan oligotrofik (data Dinas Kelautan dan perairan yang subur secara alami. Mencermati Perikanan Kabupaten Bangka Selatan kondisi demikian, nilai baku mutu nitrat air laut bekerjasama dengan P30-LIPI yang untuk budidaya biota laut perlu dikaji ulang menunjukan ni1ai nitrat air laut di Kabupaten apakah masih pada angka tersebut atau perlu dimbah nilai baku mutunya mengingat data rii1 Bangka Selatan sekitar 0,510 mg/1 sampai di lapangan kondisinya di at as nilai' baku mutu. 1,070 mgll dengan rata-rata 0,740 mg/l). Nilai Ni1ai rata-rata nitrit sebesar kurang dari 0,002 rata-rata nitrit sebesar kurang dari 0,002 mg/I mg/I atau kondisinya masih dapat ditolerir, nilai atau kondisinya masih dapat ditolerir, nilai rata-rata orthophospat sebesar 0,005 mg/l atau rata-rata orthophospat sebesar 0,005 mg/l atau terdapat selisih sebesar 0,0 10 mg/l di bawah dari terdapat selisih sebesar 0,010 mg/l di bawah dari ni1ai baku mutu sebesar 0,015 mg/L Nilai nilai baku mutu sebesar 0,015 mg/i. Nitai rata rata-rata logam berat sebesar 0,026 mg/l atau rata logam berat sebesar 0,019 mg/l atau terdapat terdapat selisih sebesar 0,024 mg!l di bawah selisih sebesar 0,031 mg/l di bawah dari nilai dari nilai baku mutu. baku mutu sebesar 0,050 mg!I. Pada stasiun 4 kondisi ni1ai rata-rata am Pada stasiun 2 kondisi nilai rata-rata am monia sebesar 0, 153 mg/l atau terdapat selisih monia sebesar 0,142 mg/l atau terdapat selisih sebesar 0,147 mgll di bawah dari nilai baku sebesar 0, 158 mg/l di bawah dari nilai baku mutu mutu artinya masih memenuhi daya dukung artinya masih memenuhi daya dukung lingkungan perairan laut. Nilai rata-rata nitrat lingkungan perairan laut. Nitai rata-rata nitrat sebesar 0,018 mg/l atau terdapat selisih sebesar 0,039 mg!1 atau terdapat selisih sebesar sebesar 0,010 mg/I di atas dari nilai baku 0,031 mg/l di atas dari nilai baku mutu. Nilai inl mutu. Nilai ini masih dalam toleransi perairan masih dalam toleransi perairan yang subur atau yang subur atau oligotrofik (data Dinas oligotrofik (data Dinas Kelautan dan Perikanan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka Kabupaten Bangka Selatan bekerjasama dengan Selatan bekerjasama dengan P30-LlPI yang P30-LlPI yang menunjukan nilai nitrat air laut menunjukan nilai nitrat air 1aut di Kabupaten di Kabupaten Bangka Selatan sekitar 0,510 mg/ Bangka Selatan sekitar 0,510 mg/l sampal I sampai 1,070 mg/l dengan rata-rata 0,740 mgt 1,070 mg/l dengan rata-rata 0,740 rug/!). Nilai 1). Nilai rata-rata nitrit sebesar kurang dari 0,002 rata-rata nitrit sebesar kurang dad 0,002 mg/l mg!1 atau kondisinya masih dapat ditolerir, nilai rata-rata orthophospat sebesar 0,005 mg/I atau atau kondisinya masih dapat ditolerir, nilai terdapat selisih sebesar 0,010 mg/l di bawah dari rata-rata orthophospat sebesar 0,005 mg/l atau terdapat selisih sebesar 0,010 mgll di bawah nilai baku mutu. Nilai rata-rata logam berat dari nilai baku mutu. Nilai rata-rata logam sebesar 0,014 mg/l atau terdapat selisih sebesar berat sebesar 0,016 mg/l atau terdapat selisih 0,036 mg/l di bawah dari nilai baku mutu. Pada stasiun 3 kondisi ni1ai rata-rata sebesar 0,034 mg/l di bawah dari nilai baku ammonia sebesar 0,090 mgll atau terdapat mutu. Pada stasiun 5 kondisi nilai rata-rata ammonia sebesar 0,104 mg/l atau terdapat selisih sebesar 0,210 mg/l di bawah dari nilai
50
selisih sebesar 0,196 mg/l di bawah dad nilai baku mutu artinya masih memenuhi daya dukung lingkungan perairan laut. Nilai rata rata nitrat sebesar 0,070 mg/l atau terdapat selisih sebesar 0,062 mg/l di atas dari nilai
Kepulauan Bangka Belitung merupakan penghasil bijih timah sejak tahun 1600, untuk meyakinkan hal ini diperlukan penelitian lanjutan secara khusus.
baku mum. Nilai ini masih dalam toleransi
Pendekatan fisik kawasan
perairan yang subur atau oligotrofik (data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka Se1atan beketjasama dengan P30-LIPI yang menunjukan nilai nitrat air laut di Kabupaten Bangka Selatan sekitar 0 ,SI 0 mgl 1 sampai 1,070 mg!l dengan rata-rata 0,740 mg/l). Nilai rata-rata nitrit sebesar kurang dad 0,002 mg/l atau kondisinya masih dapat ditolerir, nilai rata-rata orthophospat sebesar O,OOS mg!l atau terdapat selisih sebesar 0,010 mg!l di bawah dari nilai baku mutu. Nilai rata rata logam berat sebesar 0,024 mg!l atau terdapat selisih sebesar 0,026 mg/l di bawah dari nilai baku mutu. Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat pada stasiun 1 sampai dengan S untuk nilai rata-rata ammonia, nitrit, orthophospat dan logam berat di semua stasiun pengamatan masih di bawah baku mutu, kecuali untuk nilai nitrat di atas 0,008 mg/l namun data literatur pun di atas nilai baku mutu. Daya dukung perairan Pulau Pongok berdasarkan data kualitas air dapat dikatakan masih aman dari pencemaran atau daya dukung lingkungan be1um terlewati. Nilai logam berat pada daging ikan kerapu sebesar 6,SOO mg/l menunjukan bahwa nilai inijauh di atas nilai ambang batas baku mutu sebesar O,OSO mg/l dengan selisih 6,4S0 mg!l di at as baku mutu. Hal ini diduga mungkin akibat dari kurang ketelitian alat atau mungkin ikan kerapu sudah mengalami biomagnifikasi dari makanan yang dia makan, sebagaimana diketahui bahwa Provinsi
DDKpokmas 3.474,66/2,08 = 1.670 pokmas; DDKu =: DDKpokmas x 10 = 16.700 unitKJA DDKI = DDKu x 410bang KJA =: 66.&00 lobang KJA DDKi = DDKI x 240 ekor = 16.032.000 ekor ikan (asumsi setiap lobang keramba diisi 240 ekor ikan). Berdasarkan pendekatan fisik kawasan, budidaya kerapu sistem KIA dengan membuat pol a kelompok masyarakat (pokmas) maka dapat diketahui dari total luasan yang sesuai ini (3.474,66 ha) berpotensi dapat menghidupi 1.670 pokmas atau 16.700 kepala keluarga, dimana data jumlah rumah tangga di Pulau Pongok dan Pulau Celagen sebesar 1.2S1 kepala ke1uarga. Perbandingan antara potensi dengan jumlah kepala keluarga menunjukan angka 13,3 : I. Hal ini menggambarkan bahwa begitu besar potensi perikanan yang dapat dikembangkan, penduduk di Pulau Pongok dan Pulau Celagen dapat hidup dari sumberdaya perikanan. Pemberian pakan ikan budidaya dapat mengkombinasikan antara pakan ikan rucah dan pakan buatan sehingga ekosistem pada terumbu karang ini tidak terganggu. Selanjutnya untuk menuju kesejahteraan masyarakatnya membutuhkan strategi pengelolaan yang baik.
51
I
I mooo
Pulau Pongok Kabupaten Bangka Selatan Provinsi Bangka Belitung
7:100»
Peta Kesesuaian KJA Perairan Pulau Pongok
A --- - -
1
0
1
2
3 Kilometers
Legenda: ;i
o
Kalas Keses uaian:
Pelabuhan Darat
_
Sangal Sesuai
_
Cukup Sesuai
Tidak Sesuai
Sumber:
1. Citra Satelit Landsat 7ETM. Akuisisi 1 Januari 2006 2. Peta laut Selat Galasa. 1 : 200.000 DISHIDROS Th. 2002 3. SUIYey lapang Th. 2011 Dibuat oleh: Sudirman Adibrata C252090051
7:100»
72!Q)O
Gambar 1. Peta tematik arahan kesesuaian kawasan Tabe' 6. Luas Arahan
No
Kesesuaian Kawasan
Keterangan Kalas
Luas fha)
Prosentase (%)
1
S1
662.05
4.01
2
82
2.812.61
17,04
3
S3
13.029,55
78.95
Total S1 dan S2
16.504,21 3.474,66
100 21,05
1 i
I
Tabel 7. Parameter Kimia dalam Air dan Ikan Kerapu Parameter
No
I
BM
DL
Stasi un (Nilai Rata-rata dalam mgJl) 1
2
3
4
5
0,003
0.185
0.142
0.090
0,153
0.104
0,002
0,002
0,002
0.002
0.002
0.002
1
Kimia Ammonia(NH 3,N)
2
l\1itrit (1\10,,1\1)
3
Nitrat (N0 3 ·N)
0.008
0,001
0.026
0.039
0.018
0,018
0,070
4
Orthophospat (PO.. P)
0,015
0,005
0,005
0,005
0.005
0.005
0.005
0,050
0,005
0.019
0,014
0.026
0.016
0.024
0,050
0,500
0,300
Logam berat
TimbaJ (Pb) Logam berat pada ikan kerapu Timbal (Pb)
6.500
Keterangan: BM = Baku Mutu; DL = Detection LImIt
STRATEGI PENGELOLAAN BUDIDAYA KERAPU (FAMILI SERRANIDAE) Berdasarkan luas kawasan yang sesuai dan daya dukung lingkungan dengan pendekatan fisik kawasan bahwa dalam kondisi maksimum dapat dibangun 16.700 unit KJA atau mampu menghidupi sebanyak 16.700 kepala keluarga. Halim (2003) menyebutkan bahwa persepsi kelompok nelayan kelas menengah sekitar 95% mengadopsi budidaya laut jenis kerapu sebagai lahan bisnis dan penghasilan alternatif. Strategi pengembangan budidaya kerapu di perairan Pulau Pongok secara vertikal harus sejalan dengan visi dan misi Kabupaten Bangka Selatan. Visi Kabupaten Bangka Selatan adalah "Bangka Selatan Makmur". Untuk mencapai visi tersebut maka ditetapkan misi sebagai berikut : 1) Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
2) Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
3) Menciptakan lk1im Usaha yang Kondusif
4) Menciptakan Aparatur yang Bersih dan Berwibawa 5) Meningkatkan lnfrastruktur yang Handal. Dengan mengacu pada visi dan misi Kabupaten Bangka Selatan maka strategi pengembangan dan pengelolaan budidaya kerapu di perairan Pulau Pongok dapat diuraikan sebagai berikut :
Penentuan dan Penataan Lokasi Budidaya Kerapu . Untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif maka berdasarkan potensi untuk budidaya kerapu perlu adanya penjabaran berupa penentuan dan penataan lokasi budidaya kerapu. Persoalan mikro seperti pemanfaatan lahan perairan Pulau Pongok yang belum dijalankan secara ekonomis dan profesional untuk
53
I
pengembangan budidaya laut merupakan konsekwel1si dari tokasi yang remote atau terpeneil dari daratan utama Kabupatel1 Bangka Selatan sehingga biaya pembal1gunan menjadi mahal. Namun demikian, dengan ditetapkannya Keeamatan Lepar Pongok sebagai lokasi budidaya taut yang tercantum dalam peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangka Selatan maka perlu adanya infOlmasi yang cukup detail mengenai komoditas apa dan penentuan serta penataan lokasi budi~aya yang paling sesuai untuk dilaksanakan agar investor dapat menanamkan modalnya di Kabupaten Bangka Selatan tanpa adanya ketakutan akan potensi konflik pemanfaatan ruang perairan termasuk muneulnya peneemaran. Berdasarkan data dan informasi mengenai ijin usaha penambangan (IUP) bijih timah yang mencakup seluruh wilayah Propinsi Bangka Belitung, tak terkeeuali di perairan PuJau Pongok jika dieksploitasi akan berpotensi memunculkan peneemaran dari pelumpuran dan logam berat. Penelitian ini memberikan alternatif solusi
..
kepada pemerintah daerah Kabupaten Bangka Selatan yaitu salah satu potens! pengembangan budidaya laut di perairan Pulau Pongok adalah budidaya kerapu (Famili Serranidae) dengan kawasan yang sesuai berdasarkan parameter lingkungan seperti pada Gambar 1. Pemerintah daerah perlu menetapkan spot-spot yang paling realistis mengenai letak dan luasan lokasi untuk budidaya kerapu yang sudah memper timbangkan peruntukan Jainnya sehingga tidak terjadi tumpang tindih pemanfaatan ruang dan mendapatkan kepastian lokasi usaha yang dijamin secara hukurn. Implementasi Model PengeJoJaan Berbasis
Pokmas
Untuk menuju pernberdayaan ekonomi rakyat dan meneiptakan iklim usaha yang kondusif rnaka berdasarkan potensi untuk budidaya kerapu dapat dijabarkan dengan implementasi model pengeloJaan berbasis keJornpok masyarakat (pokmas).
.
..
6Cm
0 0 0 0 0 1 i,*,JIII~l60.1O m)
...
160m
l.ua~kowug:5C m
d
10m
10 0 0
(0
8
1OWlil K1A (5xl) \30m
lOm
10m
Gambar 2. Desain KJA per Pokmas
54
.........
Sebaiknya penangkapan ikan kerapu sunuk dari alam dapat tetap dilanjutkan namun harus dikontrol jangan sampai over eksploitasi. Langkah mencari mata pencaharian alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan budidaya ikan kerapu yang benihnya diperoleh dari hatchery seperti ikan kcrapu tikus dan kerapu macan agar sumberdaya pesisir dapat dikelola secara berkelanjutan. Pola budidaya laut dapat ditawarkan berupa budidaya kerapu dengan sistem kelompok masyarakat (Gambar 2) yang lebih cocok diterapkan daripada mengundang investor berupa perusahaan, atau jika mengundang investor maka harus membentuk pola inti plasma yang perjanjiannya harus diatur secara rinci. Berdasarkan kondisi eksisting budidaya laut secara keseluruhan sebesar 13 ha (DKP Bangka Selatan tahun 2007), padahallokasi yang sesuai untuk budidaya ikan kerapu di perairan Pulau Pongok saja sebesar 3.474,66 ha maka masih terdapat sekitar 3.461,66 ha yang potensial untuk diusahakan. Berdasarkan daya dukung lingkungan dengan pendekatan fisik kawasan bahwa dalam kondisi maksimum dapat menghidupi pembudidaya ikan kerapu sebanyak 16.700 kepala keluarga. Kondisi maksimum ini tentunya hanya sebagai acuan karen a dari lahan yang ada pasti masih diperlukan bagi peruntukan lainnya seperti kegiatan wisata selam, memancing, dan sebagainya sehingga perlu ditetapkan berdasarkan pertimbangan lainnya. Dengan kondisi ini, jika kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Bangka Selatan didorong untuk menetapkan 10% saja dari acuan daya dukung maka luas kawasan untuk budidaya kerapu sebesar 347,47 ha untuk dikelo la oleh 1.670 kepala keluarga di Pulau Pongok dan Pulau CeJagen untuk menjadi pembudidaya ikan kerapu. Melihat realitas perkembangan jumlah rumah tangga di kedua pulau ini sebesar 1.251 kepala keluarga, jika diambil 10% dan 1.251 jumlah rumah tangga di Pulau Pong ok dan Pulau
Celagen maka sebanyak 125 kepala keluarga siap dibina menjadi pembudidaya ikan kerapu sistem KJA, dan masih tersedia untuk 1.545 kepala keluarga. Dihubungkan dengan ketersediaan pakan ikan rucah untuk budidaya kerapu, berdasarkan data ikan rucah sebesar 1.200 ton/tahun di Kabupaten Bangka Selatan maka diperoleh rata-rata sebesar 100 tonJbulan. Estimasi pakan ikan rucah ini mampu menopang sekitar 500 lobang KJA atau sekitar 125 unit KJA atau 125 kepala keluarga. Pemberdayaan ekonoml rakyat bertujuan agar rakyat berdaya dengan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimiliki untuk dapat meningkatkan kehidupannya agar tercapai kesejahteraan yang dicita-citakan. Kehidupan yang sejahtera tanpa membebani or ang lain atau tidak memiliki utang dengan mengelola sumberdaya alam di wilayahnya secara berkelanjutan menjadi kunci kemandirian suatu wilayah dan rakyat dapat dikatakan berdikari atau berdiri di atas kaki sendiri. Untuk menuju hal semaeam ini maka peningkatan wawasan masyarakat menjadi penting dan salah satu upayanya adalah mendorong sumberdaya manusianya menjadi entrepreneur atau wirausaha dalam bentuk kelompok masyarakat pembudidaya kerapu sistem KJA atau popular dengan istilah ekonomi kerakyatan. Mengembangkan ekonomi kerakyatan di pulau terpeneil dapat meningkatan kesempatan berusaha bagi setiap kepaJa keJuarga binaan dan dapat mengoptimalkan potensi sumberdaya ekono,mi lokal. Berdasarkan penelitian ini, pembelajaran yang baik diberikan oleh Bapak Hendri yang sudah menjadi pengusaha KJA di Pulau Pongok dan dapat menghidupi beberapa kepala keluarga dari usahanya. Berdasarkan uraian di atas, alternatif usaha ini akan memberikan multiflier effect terhadap kegiatan lainnya dan dapat memberikan konstribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir di Kabupaten Bangka Selatan.
55
Pembangunan Infrastruktur Dalam upaya meningkatkan infrastruktur yang handal maka berdasarkan potensi untuk budidaya kerapu dapat dijabarkan dengan adanya pembangunan infrastruktur terutama yang mendukung kelancaran arus barang dan jasa, memacu terjadinya peningkatan investasi dan mendukung aktifitas perekonomian lokal seperti akses transportasi tel1nasuk perbaikan tempat pendaratan ikan, peraJatan nelayan tangkap, dermaga, sarana transportasi regular, pengadaan listrik 24 jam, serta pengadaan air bersih. Sampai saat ini, pembelian peralatan nelayan tangkap di Pulau Pongok didominasi pembelian ke pusat kota Kabupaten Belitung daripada ke pusat kota Kabupaten Bangka Selatan.
Pembentukan Sistem Kelembagaan Untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan menciptakan aparatur yang bersih dan berwibawa maka berdasarkan potensi untuk budidaya kerapu dapat dijabarkan dengan adanya pembentukan sistem kelembagaan yang dibina oleh aparatur pemerintah dan dijalankan oleh masyarakat lokal terpilih. Adapun kelembagaan yang menunjang kegiatan budidaya kerapu di Pulau Pongok ini seperti : I) Lembaga untuk mengelola keuangan / finansial / permodalan. Lembaga ini diharapkan dapat menjembatani akses permodalan serta kegiatan simpan pinjam semacam koperasi, perbankan daerah, atau BUMO di daerah. Z) Lembaga sarana produksi. Lembaga ini diharapkan dapat membantu pembudidaya kerapu dalam pengadaaan kerapu bibit unggul, pakan buatan, obat-obatan,
pengelolaan penjualan atau pemasaran agar tidak terjadi monopoli yang merugikan pembudidaya kerapu. 3) Lembaga penyuluhan. Lembaga ini diha rapkan dapat membantu pembudidaya kerapu dalam meningkatkan wawasan mengenai kendala-kendala budidaya kerapu serta cara cara penanganan yang baik dalam budidaya kerapu sehingga ada tempat bertukar informasi ketika mendapat masalah. Lembaga ini dapat menjadi bagian dad kinerja Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka Selatan.
Kebijakan Pemerintah dalam Budidaya Kerapu Kebijakan yang diperlukan dalam pe ngembangan budidaya kerapu diantaranya : 1) Kebijakan pemerintah pus at mengenai alur laut kepulauan Indonesia yang melintasi Kabupaten Bangka Selatan agar kapal asing dapat singgah sehingga komoditi perikanan dapat saluran ekspor ke luar negeri. 2) Kebijakan pemerintah daerah terkait daya dukung lingkungan di perairan Pulau Pongok agar tidak ada aktivitas penambangan timah di Kecamatan Lepar Pongok, baik TI (tambang inkonvensional) milik rakyat maupun tambang skala perusahaan. 3) Kebijakan pembangunan hatchery untuk komoditas kerapu agar sumber benih yang unggul menjadi de kat dengan lokasi pem budidaya. 4) Kebijakan insentif untuk pembudidaya kerapu agar lebih bersemangat menjadi en trepreneur atau wirausaha, misalnya pinjaman modal dipermudah dan berbunga rendah.
56
KESIMPl1LAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Kesimpulan
[BOST Center] Bangka Belitung Ocean Science and Technology Center. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Kepulauan Bangka BeJitung. 20 I] .
1) Daya dukung lingkungan perairan Pulau Pong ok dengan mengacu pada KepmenLH No. 51 tahun 2004 dinyatakan kondisi perairan masih di bawah ambang batas, kecuali nilai logam berat Pb pad a daging ikan kerapu sudah di at as ambang batas dan perlu penelitian lanjutan. 2) Daya dukung lingkungan perairan Pulau Pongok dengan 3.474,66 ha kawasan yang sesuai untuk budidaya kerapu sistem KJA adalah sebanyak 1.670 kelompok masyarakat atau setara dengan 16.700 uni t KJA atau maksimum dapat menghidupi pem budidaya ikan kerapu sebanyak 16.700 kepala keluarga atau setara dengan 66.800 lobang KJA. 3) Strategi pengelolaan budidaya kerapu perlu ditempuh seperti penentuan dan penataan lokasi budidaya, implementasi model berbentuk kelompok masyarakat, pem bangunan infrastruktur, pembentukan sistem kelembagaan, dan kebijakan pemerintah daerah terkait budidaya kerapu. Saran
1) Bagi pemerintah daerah, pengambil kebijakan, investor dan masyarakat dapat mempertimbangkan hasil penelitian ini untuk mengaplikasikan pengelolaan budidaya kerapu dengan sistem KJA. 2) Untuk melengkapi informasi mengenai pengelolaan sumberdaya ikan kerapu maka dapat dilakukan kajian mengenai stok ikan kerapu sun uk di perairan Kabupaten Bangka Selatan dan pengambilan data parameter lingkungan yang cukup ban yak termasuk data logam berat pada biota.
[BPS dan BPPPMD Kabupaten Bangka Selatan]. Badan Pusat Statistik dan Budun
Perencanaaan
Pembangunan
dan
Penanaman Modal Dacrah Kabuputcn
Bangka Selatan. 2010. Bangka Selatan DalamAngka 2010. [BPS dan BPPPMD Kabupaten Bangka Selatan]. Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaaan Pem bangunan dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Bangka Selatan. 2010. Kecamatan Lepar Pongok Dalam Angka 20 10. [KepmenLH No. 51 tahun 2004]. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Jakarta. [Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Selatan nomor 10 tahun 2011]. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bangka Selatan tahun 2010 2014. Toboli. [Undang-undang Rl No. 27 tahun 2007]. Penge10laan Wilayah Pesisir dan Pulau pulau Kecil. Jakarta. [Undang-undang RI No. 31 tahun 2004]. Perikanan. Jakarta. Afero, E, S. Miao, dan AA. Perez. 2010. Eco nomic analysis of tiger grouper Epinephelus Juscoguttatus and humpback grouper Cromileptes altivelis commercial cage culture in Indonesia. Aquaculture In ternational. Vol. 18. Issue 5.
57
Ali, 2003. Penentuan Lokasi dan Estimasi Daya Dukung Lingkungan untuk Budidaya Ikan Kerapu Sistem keramba Jaring Apung di Perairan Padang Cermin, Lampung Selatan. Tesis SPs IPB. Calado, H., Quentela, A., dan Porteiro, J. 2007. Integrated Coastal Zone Management Strategies on Small Islands. Journal of Coastal Research. Special Issue 50: 125 129. Chiappone, M., R. Sluka, dan KS. Sealey. 2000. Groupers (Pisces: Serranidae) in fished and protected areas of the Florida Keys, Baha mas and northern Caribbean. Marine Ecol ogy Progress Series. Vol. 198: 261-272.
Djamali, A., Soegianto, Mayunar, Prapto D., Parino dan Sugestiningsih. 2009. Identifikasi Potensi Sumberdaya Laut dan Lingkungan Pulau-pulau Kecil di Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Behtung. Kerjasama Pusat Penelitian Oseanografi LIPI dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka Selatan. Jakarta. Halim, A. 2001. Grouper culture: An option for grouper management in Indonesia. Coastal lvfanagement. Vol. 29: 319-326.
Cicin-Sain, B dan Knecht, RW. 1998. Integrated coastal and ocean management: Concept and practices. Island Press. Washington D.C. Covelo, California.
Halim, A. 2003. A prospect for adopti on ofgrou per mariculture in Indonesia. Marine Policy 27: 159-167.Hartami, P. 2008. Analisis Wilayah Perairan Teluk Pelabuhan Ratu untuk Kawasan Budidaya Perikanan Sistem Keramba Jaring Apung. Tesis SPs IPB.
Dahuri, R., Rais, J., SP. Ginting, dan MJ. Sitepu. 2001. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Mous, Pl., Y. Sadovy, A. Halim, dan JS. Pet. 2006. Capture for culture: artificial shel ters for grouper collection in SE Asia. Fish and Fisheries. Vol. 7: 58-72.
Djamali, A., Mayunar, KA. Azis, M. Boer, l. Widodo, dan A. Ghofar. 2001. Perikanan Kerapu di Perairan Indonesia. Kerjasama Departemen Kelautan dan Perikanan, Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan laut, dan PKSPL IPB. Bogor.
Sunyoto, P. 1993. Pembesaran Kerapu dengan Keramba Jaring Apung. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
58