Techno.COM, Vol. 9, No. 4, November 2010: 212 - 219
PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Desi Purwanti Kusumaningrum Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Dian Nuswantoro Jl. Nakula I No. 5-11 Semarang Telp : (024) 3517261, Fax : (024)3520165 E-mail :
[email protected]
Abstract Natural Silk Industries in Yogyakarta Special Province have potentialed for developing because the need of natural silk from Industry has less than production of natural silk from farmers. The Potential Development of Natural Silk Industries would have contributed not only for the Farmer of Natural Silk Center but also would have increased Regional Income from this sectors. The weakness of Natural Silk Agroindustry is not implementing at Agroindustry Scale but at Handycraft Scale for the Farmer. Natural Silk Agroindustry in the research would have been analysed by Modelling dan Simulation System. This Methods could less data computation and cost of the research because the development of system has been analysed in this model. The result of the modeling system and simulation approach has showed that the initial of Natural Silk Agroindustry has’n reached the optimal condition. Kopsa Merapi is the produsen of Natural Silk Industry only 37,5% production for the Natural Silk Farmer dan l4,07 production for the Natural Silk Industry. The Optimum System by add to Re-reeling Machine in the Model System has increased output system with 49,88%. Keywords: Natural Silk, Agroindustry, System Modelling, Simulation
sangat besar dan rnerupakan mitra usaha yang potensial dalam menggalang usaha bersama. Ditingkat usaha sutra alam ini tidak menunjukkan adanya persaingan secara kuantitas antara petani produk kokon, kecuali pada perbaikan-perbaikan kualitas kokon. Perkembangan ditingkat industri pemintalan benang sutera alam temyata masih didominasi oleh industri yang bersifat tradisional. Melihat kondisi perindustrian pemintalan sutera alam, maka kapasitas produksi benang untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik belum terpenuhi.
1. PENDAHULUAN Usaha tani sutera alam di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan usaha tani kelompok (sentra) yang mampu bertahan dan tetap berkembang ditengah kondisi krisis moneter dewasa ini (Suyantohadi,A dan Supartono,W, 200l). Menurut Samanhudi,(2001), sebagian besar petani sutera adalah penghasil kokon (kepompong) ulat sutera yang merupakan bahan dasar benang sutera. Pasokan dari petani penghasil kokon hingga saat ini masih dalam kategori kecil sehingga belurn memenuhi akan kebutuhan bahan baku ini bagi para pengrajin tekstil baik skala kecil, menengah dan besar.
Penelitian mengkaji sistem agroindustri sutra alam dalam pandangan studi sistem dengan pendekatan permodelan dan telah simulasi sistem industri mempakan topik penelitian yang dikembangkan dari kegiatan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dalam kegiatan penelitian-penelitian sebelumnya.
Potensi pengembangan usaha pemintalan benang sutera alam sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : ketersediaan bahan baku kokon, jenis peralatan dan mesin pemintalan dan sumber daya manusia (tenaga) yang terampil serta permodalan. Pola usaha persuteran alam di Indonesia terdapat di daerah·daerah sentra pengembangan sutera alam yang potensial, pada umumnya masih dalam skala kecil dengan teknologi yang masih sederhana dengan tingkat pemilikan modal yang rendah. Namun demikian jumlah pengusahanya
Kajian studi permodelan sistem agroindustri Sutra Alam di Daerah Istimewa akan menelaah gambaran menyeluruh terhadap potensi pengembangan sutra alam yang dapat dilakukan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta
212
Techno.COM, Vol. 9, No. 4, November 2010: 212 - 219 berkaitan dengan faktor-faktor terkait mulai dari ketersediaan bahan baku produksi sutra alam, faktor-faktor produksi sutra alam hingga pemasaran produk sutra alam ditingkat pengrajin dan industri. Simulasi sistem selanjutnya dilakukan unmk lebih mengkaji model sistem agroinclustri sutra alam pada tahap pengembangan dan optimalisasi sistem agroindustri sehingga akan dapat memberikan rekomendasi alternatif pengembangan sistem agroindustri sutra alam di Daerah Istimewa Yogyakarta.
213
2.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan meliputi: Penelitian Pendahuluan akan melakukan studi pendahuluan terhadap sistem agroindustri Sutra alam di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, Studi perilaku sistem agroindustri sutra alam di Daerah Istimewa Yogyakarta dan mendeskripsikan entitas sistem, atribut sistem dan aktifitas dari masing-masing sub sistem agroindustri sutra alam.
Penelitian ini bertujuan untuk : a. Melakukan kajian sistem agroindustri sutra alam di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan pendekatan permodelan sistem untuk mempelajari karateristik sistem tanpa memeriukan biaya studi lapangan yang relatif tinggi dan alokasi waktu yang lebih pendek. Gambaran sistem agroindustri Sutra alam selanjutnya ditelaah denga_n studi simulasi sistem untuk dapat memberikan gambaran pengembangan sistem yang lebih optimal dalam usaha pengembangan agroindustri b. Mencari alternatif solusi yang iebih baik berkaitan dengan studi pengembangan sutra alam di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan studi karateristik faktor-faktor yang mendukung sistem agroindustri sutra alam
Mengembangkan konsep model dari sistem agroindustri sutra alam dibantu dengan perangkat bantu (tools) perangkat lunak simulasi ProMode1 dan Macromedia animator.
2. METODE PENELITIAN
Melakukan analisa hasil pendekatan permodelan dan studi simulasi sistem pada bentuk optimasi pengembangan sistem agroindustri sutra alam.
2.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Penelitian ini mengambil obyek Agroindustri sutra alam di Daerah Istimewa Yogyakarta yang akan dilakukan kajian studi sistem yang meliputi identifikasi system agroindustri sutra alam, pengamatan dan pengukuran atas gambaran sistem agroidnstri sutra alam di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Waktu digunakan dalam penelitian ini yaitu dimulai kegiatan penelitian dari bulan Juni 2005 sampai dengan November 2005. Peralatan dalam kegiatan penelitian studi permodelan dan simulasi sistem dipergunakan : a. Satu buah perangkat komputer dengan spesifikasi yang disarankan Prosessor Pentium IV dengan RAM minimal l28Mbye, kapasitas Hard Disk 20 Gbyte. b. Software Simulasi Promodel dan Perangkat Tools SIM Runner untuk fungsi optimasi Sistem yang dikaji. c. Software Macromedia Gratis untuk fungsi pendukung animasi gratis dan desain tataletak lokasi Sistem Agroindustri Sutra Alam
Melakukan pengamatan dan pengumpulan data baik data primer dari tingkat pelaku sistem agroindustri maupun data sekunder dari beberapa referensi dan sumbersumber ilmiah yang terkait. Mengolah data primer dan data sekunder sebagai nilai atribut ada model yang selanjutnya mangkaji model dalam bentuk uji validasi dan veritikasi model. Menentukan skenaria pengamatan terhadap mode! berdasarkarn pembahan parameter faktor yang berpengaruh terhadap studi sistem agroindustri sutra alam.
2.3 Pengumpulan Data Data yang diperlukan meliputi: a. Data primer terdiri atas: Data jumlah dan kapasitas Produksi Usaha sutra alam di Daerah Istimewa Yogyakarta. Serapan hasil produksi sutra alam di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta baik skala eksport maupun skala lokal. Kebutuhan bahan baku usaha sutra alam di tingkat Petani Sutra Alam yang meliputi bahan baku murbey dan area tanam. Kapasitas dan Biaya Produksi Sutra Alam. b. Data sekunder yang meliputi : a. Nilai data produksi masing-masing sentra usaha sutra alam pertahun b. Nilai Eksport sutra alam setiap tahun c. Nilai tambah, jumlah unit usaha, kandungan bahan lokal dau penyerapan tenaga kerja setiap tahunnya Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan pelaku sistem agroindustri sutra alam dan
Techno.COM, Vol. 9, No. 4, November 2010: 212 - 219 studi pustaka dan pendataan data-data statistik dan referensi pendukung. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Sistem Agroidustri Sutera Alam Persuteraan alam merupakan rangkaian kegiatan agroindustri yang dimulai dari penanaman murbei, pembibitan ulat sutera (bombyx mori. L), pemeliharaan ulat sutera, processing (pengolahan kokon), permintalan Serat, penenunan kain, sampai pada pemasaran kain sutera. Industri sutera alam yang dijadikan topik bahasan pada kasus ini berada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang proses produksinya terbatas hanya sampai pemintalan serat menjadi benang mentah saja (raw silk). Komponen atau pelaku yang terdapat dalam sistem agroindustri sutera alam di wilayah Daerah lstimewa Yogyakarta, meliputi: 1. Petani Plasma I Sesuai keperluan, petani yang menjadi komponen sistem bisa terdiri atas : a. Petani yang akan rnenggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain b. Petani /usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal. Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris kelompok adalah mengadakan koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para pctani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak koperasi dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok sacara rutin yang waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok. 2. Koperasi Sutra Alam Koperasi Sutera alam ” Merapi " atau selanjutnya disebut KOPSA MERAPI merupakan koperasi primer yang berada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang bcranggotakan para petani/usaha kecil plasma sebagai salah satu komponen sistem yang saat ini berjumlah 75 orang. KOPSA MERAPI merupakan satu-satunya koperasi penghasil benang di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang mempunyai tugas
214
untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka membantu petani plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. 3. Konsumen Benang Konsumen benang mentah yang dihasilkan KOPSA MERAPI sebagai satu-satunya produsen benang di wilayah Daerah lstimewa Yogyakarta hanya terbatas pada 2 pihak saja yaitu konsumen dari wilayah Jepara (Jawa Tengah) dan Majalaya, Sukabumi ( Jawa Barat). Untuk sementara ini, belum ada konsumen dari wilayah DIY sendiri, maupun konsumen lain dari luar kota. 3.2 Pengumpulan Data 1. Batasan Yang Digunakan Data yang digunakan sebagai input simulasi diperoleh dari data lapangan melalui wawancara dengan para pelaku system agroindustri sutra alam. Data diperoleh secara langsung dengan metode wawancara secara langsung dengan pihak yang terkait. Adapun data yang diperoleh adalah sebagai berikut: a. Tingkat Petani Plasma . 1. Luas kebun murbei 1 unit yang dilaksanakan oleh petani adalah 1000 m2 ditambah 100 m2 lahan untuk bangunan pemeliharaan ulat seluas 100 m2 sehingga totalnya menjadi 1100 m2. 2. Kapasitas unit pemeliharaan tersebut mampu menamptmg 2 boxes telur yang berisi 50.000 telur. (1 box berisi 25.000 telur). 3. Tanaman murbei baru berproduksi sebanyak 50% (tahun ke 1) setelah umur 6 bulan, sehingga biaya maupun penjualan produksi kokon baru sekitax 50%, sehingga terdapat masa tenggang minimal 6 bulan, sedang untuk tahun ke 2 - 5 akan normal; 4. Hasil panen petani dengan asumsi tanaman murbei BERPRODUKSI NORMAL dan dengan modal 2 boxes telur menghasilkan kokon seberat 60 kg/bulan. b. Tingkat Koperasi 1. Kapasitas olah 1 unit pabrik pemintalan benang sutera terkecil yang dimiliki oleh koperasi atau pengusaha menengah ke atas sebagai intl adalah 80 kg kokon per hari yang dikerjakan dengan 2 unit alat reeling. 2. Data dalam 1 tahun terdapat 15 kali panen kokon yang dihasilkan dari produksi daun murbei dari kebun seluas 75.000 m2 atau
Techno.COM, Vol. 9, No. 4, November 2010: 212 - 219 dari 75 orang petani masing-masing dengan 1000 m2 kebun tanaman murbei sebagai Plasma dalam suatu proyek kemitraan terpadu. Satu unit usaha ini (plasma) cukup dilaksanakan 1 orang, yaitu 8 hari untuk pemeliharaan kebun dan maksimum 14 hari untuk pemeliharaan ulat sutera setiap bulan, dimana penerimaan telur digunakan untuk memenuhi 15 orang petani setiap kali kedatangan. (tiap petani menghasilkan kokon /panen 3 kali setahun). 3. Telur yang dipesan dari produsen telur (PPUS) tiba di gudang penerimaan dengan waktu kedatangan setiap 20 hari sekali dan waktu tunggu untuk penetasan selama 3 hari. Dimana dalam hal ini kebutuhan telur digunakan untuk 15 orang petani sehingga tiap kali kedatangan berjumlah 15 x 2 box ( 25.000 telur) = 30 boxes (750.000 butir). 4. Kapasitas unit pemeliharaan sebesar 100 m2 mampu menampung 2 boxes telur yang berisi 50.000 telur. ( 1 box berisi 25.000 telur). c. Kondisi Umum 1. Tiap siklus pemeliharaan, mulai dari ulat sutera kecil sampai menjadi kokon membutuhkan waktu sesuai dengan umur ulat dimana: a. Ulat Kecil selama I2 hari b.Ulat Besar selama 13 hari c. Pengokonan selama 3 hari Sehingga tiap siklus pemeliharaan, mulai dari ulat sutera kecil (umur 12 hari) sampai menjadi kokon berlangsung satu bulan. 2. Harga-harga untuk semua biaya produksi dan penjualan produk dianggap konstan. 3. Tingkat Konsumen Benang Seperti telah dijelaskan di atas, permintaan benang hasil produksi dari KOPSA MERAPI hanya berasal dari 2 konsumen, yaitu dari Jepara yang memiliki permintaan dengan persentase 90% dari hasil produksi, dan dari Majalaya, Sukabumi sebanyak 10% dari hasil produksi berupa benang mentah. 2. Pengukuran Data Kapasitas Produksi Petani Plasma Berdasarkan data yang diperoleh dari sistem nyata pada industri sutera alam tersebut, maka dapat dihitung kapasitas produksi kokon yang dapat dihasilkan petani. Dari data di atas dapat diketahui bahwa petani yang menj adi anggota dari KOPSA MERAPI sebanyak 75 orang. Dari
215
75 orang dengan luas lahan sebesar 75.000 m2 tersebut kapasitas yang dimiliki : 15 kali panen x 2 boxes x 15 petani = 450 boxes atau menghasilkan kokon seberat 450 x 30 kg = 13500 kg kokon yang setara dengan 1350 kg benang mentah ( raw silk). Keterangan : 1 box telur menghasilkan kokon seberat 30 kg 1 kg kokon menghasilkan 0,1 kg benang mentah (raw silk). KOPSA MERAP1 Koperasi ini merupakan penyedia bahan baku berupa telur kepada petani sekaligus sebagai unit pengolah kokon menjadi benang mentah (raw silk). Koperasi mempunyai unit pemintal berupa: Reeling sebanyak 2 buah dengan kapasitas produksi sebesar 40 kg kokon basah/hari Re-reeling dengan kapasistas pengolahan sebesar 4 kg/hari. 3.3 Perancangan ProModel
Model
Sistem
dengan
Setelah dilakukan proses. pengumpulan data yang diperlukan, maka data tersebut digunakan sebagai data dalam membuat model simulasi. Sebelum membuat model simulasi, terlebih dahulu dibuat model secara konseptual yang merupakan dekriptif aliran proses yang terjadi pada sistem nyata. Adapun model konseptual yang merupakan uraian singkat proses produksi pada sistem agroindustri sutera alam Perancangan model sesuai alur yang ada pada sistem nyata diharapkan dapat mewakili keadaan sistem yang sesungguhnya.
Gambar 1. Visualisasi Model Agroindustri Sutra Alam
Setelah rnembuat listing model yang mendefinisikan elemen–elemen simulasi agroindustri sutera alam beserta keterangannya, Langkah selanjutnya adalah membuat gambaran dari model tersebut secara visual sehingga dapat dilihat secara jelas elemen elemen apa saja yang terdapat pada model. Setelah tampilan awal sudah dibuat, langkah selanjutnya adalah mendefinisikan process tiap -
Techno.COM, Vol. 9, No. 4, November 2010: 212 - 219 tiap elemen dengan disertai keterangan yang menunjukkan identitas tiap elernen elemen tersebut. Dari model yang dapat dilihat pada gambar 1 di atas, dapat diketahui bahwa aliran aktivitas ditunjukkan dengan arah anak panah mulai dari penerimaan telur dari gudang penerimaan menuju area penetasan untuk operasi penetasan. Locations yang ditunjukkan dalam model sirnulasi pada gambar 3 di atas tidak menunjukkan suatu area tersendiri dimana terdapat sekelompok operasi dilakukan dalam ruangan yang sama sebagaimana pada pabrik. Locations yang ditunjukkan dalam model merupakan suatu perlakuan atau operasi yang dilakukan terhadap entitas - entitas yang masuk pada sistem. Sebagai contoh proses pemeliharaan ulat tahap 2 sampai sortasi oleh petani hanya merupakan identitas operasi yang dilakukan terhadap entitas yang melewatinya dan bukannya menunjukkan atau mewakili area tertentu sebagai operasi. Sedangkan kapasitas untuk tiap locations menunjukkan entitas maksimum yang dapat diproses pada tahap tersebut. 3.4 Verifikasi dan Validasi Model Simulasi Verifikasi dan validasi model simulasi dilakukan untuk mengetahui apakah model yang dibuat dengan menggunakan software simulasi ProModel sudah bekerja sesuai dengan program yang sudah dirancang sebelumnya dan apakah model dapat mewakili kenyataan yang terjadi sesungguhnya. 1. Verifikasi Model Adapun beberapa cara untuk verifikasi model diantaranya adalah: 1. Dengan debug program atau compile, untuk melihat benar tidaknya urutan atau sintaks program. Dapat diketahui dengan tidak adanya kesalahan pada waktu eksekusi model. 2. Secara visual, yaitu dengan melihat animasi model ketika dieksekusi, program sudah berjalan sesuai dengan alur proses pada keadaan sistem sebenarnya. 3. Membandingkan rata-rata waktu proses model tiap lokasi, apakah sudah sesuai secara signifikan terhadap waktu masukannya. Hal ini dapat dilihat pada report hasil eksekusi model, yaitu pada average days per entry. 4. Membandingkan hasil output model simulasi dengan hasil output sistem nyata, suatu model dikatakan valid atau sesuai dengan kenyataan jika output dari model memiliki rata-rata yang sama secara signifikan. Dari hasil perhitungan model dinyatakan valid, artinya model dikatakan mewakili kenyataan sistem sebenamya.
216
2. Validasi Model dengan Pendekatan Statistik Validasi model dengan menggunakan pendekatan dilakukan untuk mengetahui berapa besar penyimpangan yang terjadi antara hasil keluaran model simulasi terhadap hasil keluaran sistem nyata. Ada beberapa metode statistik yang dapat digunakan untuk pengujian hipotesa, diantaranya yang akan digunakan adalah metode Inspection approach dan Confidence Interval Approach (paired-t-test) Tabel 1 menunjukan rangkuman data output sistem nyata yang diambil dari laporan produksi perusahaan dan tabel 2 merupakan output produksi model. Tabel 1. Tabel Hasil Produksi Sistem Nyata (Kg) Tahun Jumlah 2000 864 2001 867 2002 868 2003 903 2004 815
Tabel 2. Tabel Hasil Keluaran Model Awal (Kg) Replikasi Jumlah 1 864 2 864 3 864 4 864 5 864
Metode Confidence Interval Approach (paired-ttest)· Pada metode Confidence Interval Approach, model akan valid jika hipotesa H0 diterima, dimana z M . Sehingga deviasi antara sistem nyata dan model adalah 0. Hipotesa 0 (H0) adalah diterima jika 0 berada pada interval keyakinan yang diperoleh. Berdasarakan perhitungan diketahui nilai D = 19 dan SD = 22,7 dengan t tabel = t0,975,4 = 2,776 dengan menggunakan rumus tersebut diperoleh:
19 2,776
22,7 22,7 d 19 2,776 9,13 d 47,13 5 5
Karena 0 berada pada interval keyakinan maka H0 diterima, tidak ada alasan untuk menolak kedua sistem sama. 3.5 Analisa Model Awal Model dari sistem agroindustri sutera alam di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta ini merupakan suatu permodelan dari suatu sistem kegiatan industri ulat sutera mulai dari penetasan telur sampai menjadi produk akhir berupa
Techno.COM, Vol. 9, No. 4, November 2010: 212 - 219 benang mentah (raw silk). Seperti telah dijelaskan di atas, sistem ini merupakan sistem yang terbentuk dari aktivitas-aktivitas yang diperlukan dalam rangkaian industri sutera alam mulai dari pengolahan telur menjadi benang mentah yang melibatkan berbagai elemen selaku pelaku dari tiap aktivitas tersebut. Simulasi menurut model konseptual yang telah dibuat kemudian dijalankan dengan periode atau scheduled hours selama 330 hari (7920 jam) atau hari yang dibutuhkan sampai panen ke 15. Industri sutera alam pada dasarnya merupakan industri pertanian yang aktivitasnya merupakan suatu rangkaian proses dimana satu proses akan menunggu proses sebelumnya selesai terlebih dahulu untuk melakukan operasi selanjutnya pada suatu entitas. Bahan baku yang digunakan produksi merupakan bahan hayati berupa telur dimana waktu proses transformasi yang dibutuhkan merupakan waktu alamiah dari entitas. Hal tersebut dapat dilihat dari proses operasi telur sampai menjadi kokon. Definisi dari prosentase Idle adalah prosentase waktu lokasi tanpa entitas atau produk tetapi tidak sedang down (tidak bekerja). Definisi dari prosentase utilitas adalah porsentase rata-rata kapasitas dipakai selama simulasi, nilainya berbanding terbalik dengan besamya prosentase idle. Besamya waktu idle disebabkan tidak lancarnya aliran entitas pada proses sebelumnya. Hal ini bisa juga disebabkan oleh perintah menunggu pada entitas, seperti pada lokasi Gudang Penerimaan sampai sortir yang merupakan lokasi dengan prosentase idle terbesar atau dengan utilitas nol. Hal tersebut dikarenakan pada waktu run simulasi selama 330 hari, operasi pada locations tersebut hanya dilakukan saat kedatangan entitas selama 15 kali saja ( tiap 20 hari) dalam 330 hari. Hal ini tentu tidak simbang dengan waktu proses pada locations tersebut. Dari report diperoleh lokasi mesin reeling dan re-reeling yang utilitasnya lebih tinggi dari yang lain dan merupakan lokasi tersibuk pada sistem. Analisa lain dari report model di atas adalah untuk mengetahui lokasi kerja yang mengalami bottleneck adalah dari nilai average days per entry, yaitu rata-rata waktu entitas berada pada lokasi seperti yang terangkum pada tabel 3. Dari hasil report model awal diperoleh keterangan bahwa rata-rata waktu entitas atau produk berada pada lokasi yang paling tinggi yaitu pada lokasi Reeling 1 dan Reeling 2. Hal tersebut rnenunjukkan bahwa entitas untuk proses yang ada dalam tahap atau locations tersebut selalu penuh. Waktu yang dibutuhkan pada tahap ini memang relatif lebih lama karena entitas disini menunggu untuk dikerjakan di
217
mesin Re Reeling yang hanya berjumlah satu buah saja. Setelah melakukan analisa terhadap report model awal maka dapat diketahui kinerja operasi dari sistem agroindustri sutera alam dan dibuat kesimpulan sebagai landasan didalam perancangan usulan alternatif perbaikan menggunakan model simulasi adapun hasil yang diperoleh dari kondisi awal sebagai berikut: 1. Pada lokasi Reeling_l dan Reeling_2, terdapat waktu operasi yang cukup tinggi, hal ini terlihat dengan besamya average days per entry pada lokasi tersebut, yaitu 134,83 hari dan 106,47 hari. Kesimpulannya pada lokasi tersebut memiliki jumlah WIP {Work In Process) yang tinggi dan pada lokasi Reeling_l dan Reeling_2 entitas terlalu lama menunggu untuk diproses kedalam mesin Re - Reeling. 2. Kinerja sistem belum seimbang, hal ini dapat terlihat dengan adanya perbedaan yang cukup tajam pada prosentase utilitas antar lokasi kerja 3. Rata-rata hasil keluaran model awal (keluaran maksimum) sebesar = 864 kg. Perbandingan kapasitas : · 1. Petani a. Kondisi Awal Berdasarkan perhitungan diatas didapatkan kapasitas produksi sebesar 13500 kg kokon selama 15 kali panen dalam 1 tahun. Produksi tersebut dihasilkan dari 75 orang petani dengan lahan sebesar 75.000 m2 b. Kondisi Normal Dengan pertimbangan bahwa dalam satu tahun terdapat 8 kali panen per tahun, dengan asumsi bahwa musim kemarau selama 4 bulan tidak memelihara ulat., dan jika pemesanan telur dilakukan secara bersamaan oleh 75 orang petani dimana setiap kali selesai panen kokon kcmudian dilanjutkan dengan pemesanan telur kembali. Kapasitas produksi petani dalam kondisi normal tersebut adalah : 8 kali panen x 75 orang petani x 60 kg hasil kokon = 36.000 kg kokon c. Perbandingan kapasitas Jika dibandingkan antara kapasitas kedua kondisi : KapasitasAwal 13500 x100% 37,5% KapasitasMax 36000
Hal ini berarti kapasitas petani plasma pada kondisi nyata masih mencapai 37,5 % dari kapasitas normal. 2. Kopsa Merapi a. Kapasitas Produksi Awal
Techno.COM, Vol. 9, No. 4, November 2010: 212 - 219 Kapasitas pada kondisi awal untuk unit pemintal adalah sesuai dengan input yang masuk. b. Berdasarkan pertimbangan terdapat 25 hari kerja dalam 1 bulan , kapasitas produksi normal unit pemintal (mengacu pada mesin Re Reeling) dalam kondisi di atas adalah 13500 kg/tahun dan kapasitas produksi maksimum dapat diketahui : Waktu Proses : 25 x 8 = 200 jam/bulan Kapasitas Produksi Normal : 200 x 12 bulan x 4 kg/hari = 9600 kg benang/ tahun. c. Perbandingan Kapasitas Jika dibandingkan antara kapasitas kedua kondisi :
13500 x100% 14,07% 36000
Hal ini bcrarti kapasitas koperasi pada kondisi nyata masih mcncapai 14,07 % dari kapasitas maksimum. 3.6 Optimasi Sistem Simulasi Dari kesimpulan report model awal dapat dibuat beberapa alternatif perbaikan yaitu dengan melakukan beberapa perubahan pada model awal berdasarkan tujuan yang ingin dicapai untuk mendapatkan hasil yang paling efektif dan efisien. Adapun alternatif dari perbaikan sistem yaitu : a. Menambah jumlah mesin Re-Reeling sehingga dapat menyeimbangkan lintasan produksi yang akan berakibat berkurangnya tingkat kesibukan yang ditunjukkan pada average days per entry di Reeling_1 dan Reeling_2. Dcngan penambahan ini diharapkan produktivitas hasil meningkat. b. Mengatur frekuensi pemesanan telur di tingkat petani karena hal ini sangat menentukan besarnya kapasitas yang dihasilkan industri ini per tahunnya. Hal yang dapat dilakukan adalah : Menambah frekuensi pemesanan sesuai dengan kondisi normal, yaitu pemesanan dilakukan untuk 75 orang petani secara langsung sehingga dapat panen secara optimal sebanyak 8 kali panen. Hal ini lebih dipertimbangkan daripada dalam l tahun melakukan 15 kali panen karena pertimbangan cuaca dan iklim. Menambah jumlah petani sebagai anggota koperasi yang akan menambah kapasitas lahan sebagai penghasil ulat sutera. . `
Model Alternatif Perbaikan 1 Pada model perbaikan ini ditambahkan Mesin Re-Reeling dngan kapasitas yang sama yaitu
218
sebesar 4 kg/hari untuk mengurangi kesibukan yang terlalu tinggi pada mesin Reeling dan memperlancar lintasan produksi. Hasil yang didapatkan : Tabel 3. Hasil Keluaran Model Alternatif 1 Report Model Averagge days/entry pada Reeling 1 dan Reeling 2 Rata-rata produk yang dihasilkan model per7290 jam
Hasil 0,51 1295 kg benang
Berdasarkau report yang dihasilkan dari model altematif 1 diperoleh kesimpulan kondisi model sebagai berikut: 1. Dengan melakukan penambahan 1 (satu) lokasi Re reeling, mengakibatkan kenaikan kapasitas produksi sebanyak 1295 kg. 2. Rata-rata waktu entitas berada pada lokasi Reeling_1 dan Reeling_2 menjadi Iebih pendek dibandingkan pada model awal, yaitu 0.51 hari. . Hasil sebanyak 1295 kg benang per tahun itu didapatkan hanya dengan menambah jumlah mesin sebanyak l buah tanpa harus mengubah elemen sistem yang lain.Adapun kenaikan yang didapatkan adalah sebesar :
1295 864 x100% 49,88% 864
Model Alternatif Perbaikan 2 Model altematif 2 dirancang dengan melakukan pemesanan telur oleh petani dengan pertimbangan mendapat 8 kali panen dalam sctahun, dimana pemesanan dilakukan 8 kali tetapi dengan jumlah atau kebutuhan untuk 75 orang petani sekaligus. Untuk itu model dirun selama 8 X 30 hari x 24 jam yaitu sebesar 5760 jam. Hal ini harus dikombinasikan dengan altematif pertama karena akan penambahan frekuensi pemesanan akan tidak seimbang apabila tidak disertai dengan penambahan mesin Re—Reeling. Hasil yang didapatkan :
Tabel 4. Hasil Keluaran Model Altematif 2 Report Model Averagge days/entry pada Reeling 1 dan Reeling 2 Rata-rata produk yang dihasilkan model per5760 jam
Hasil 0,52 893 kg benang
Dengan melakukan penambahan 1 (satu) lokasi Re reeling dan menggunakan pola pemesanan secara normal, mengakibatkan kenaikan kapasitas produksi sebanyak 893 kg. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa terdapat kenaikan yang tidak begitu besar dengan
Techno.COM, Vol. 9, No. 4, November 2010: 212 - 219
219
adanya perlakuan tambahan tersebut. Dari data yang diperoleh juga ditemukan perbedaan yang cukup besar pada hasil produksi jika dibandingkan dengan model altematif pertama yang mendapat perlakuam yang sama. yaitu penambahan mesin Re-Reeling sebanyak 1 buah tidak dapat dapat memenuhi produksi hasil kokon menjadi benang yang telah ditambah akibat frekuensi pemesanan yang meningkat. Sehingga peningkatan yang diperoleh adalah sebesar :
2 mengakibatkan naiknya tingkat output system sebesar 3,35% atau menjadi 893 kg/tahun
Harrell, C, Ghos, B, dan Bowden, R, 2003. Simulation Using Promodel. Mc Graw Hill USA
893 864 x100% 3,35% 864
peningkatan tersebut dirasa kecil sekali dibandingkan dengan alternatif pertama. Adapun perbandingan output model awal, alternatif 1 dan alternatif 2 dapat dilihat pada gambar berikut ini
5. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2002. Sutra Alam Kekuatan Ekonomi Alternatif Daerah. Kompas Cyber Media. Jakarta. Gordon, G, 1989. Simulation System, Prentice Hall of India Private Limited. New Delhi.
Samanhudi, 2001. Budi Daya Surera Alam yang Menjanjikan, Petani Andalan Desa Pengilon, Kecamatan Bulu, Temanggung Jawa Tengah. Siregar, Ali Basyah, 1992.Pemodelan Sistem. Majalah TMI No 5.Jakarta. Simatupang, T, 1995. Teori Sistem, Suatu Perspektif Teknik Industri. Andi Offset Yogyakarta. Sandi, Setiawan,1991. Simulasi Teknik Pemrograman dan Metoda Analisis. Andi Offset Yogyakarta
Gambar 2. Output Model Awal dan Alternatif Perbaikan 1 dan 2
4. SIMPULAN Kondisi awal sistem agroindustri sutera alam di wilayah DIY masih belum begitu optimal. Hal ini dapat dilihat dari kapasitas produksi, petani plasma selaku penghasil kokon dan KOPSA MERAPI selaku penghasil benang masih jauh dari kapasitas produksi maksimum, yaitu 37,5 % dari kapasitas maksimum untuk petani plasma dan sebesar 14,02 % untuk industri pemintalan benang pada koperasi. Masih belum seimbangnya lini produksi pada rangkaian system industri sutera alam yang dapat dilihat adanya kesibukan pada suatu locations Reeling_l dan Reeling_2 yang ·lebih tingi dibanding yang lain, sehingga mengakibatkan penumpukan entitas yang terlalu besar. Penambahan mesin Re Reeling dengan kapasitas yang sama pada model alternative perbaikan 1 mengakibatkan naiknya tingkat output system sebesar 49,88% atau menjadi 1295 kg/tahun. Penambahan mesin Re reeling dengan kapasitas yang sama dan penagaturan frekuensi pemesanan telur petani secara optimal pada model alternative perbaikan
Sutiarso, L dan Suyantohadi, A, 2003. Desain Sistem Kontrol Ruan Pertumbuhan Ulat Sutra untuk Meningkatkan Kualitas Produksi Sutra Alam, Laporan Penelitian Program Hibah Bersaing XII, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada , Yogyakarta Suyantohadi, A, dan dan Supartono, W, 2002. Optimasi Pertumbuhan Ulat Sutera (Bombyx mori) Berbasis Neural Network untuk Peningkatan Mutu Produksi Kokon Penghasil Sutera Alam di Daerah Istimewa Yogyakarta, Laporan Penelitian Program MA 2520, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Suwondo, E, Suryandono, A, Supartono, W dan Suyantohadi, A, 2001. Penerapan Teknologi dan Manajemen Industri pada Usaha Tani Sutra Alam di Temanggung, Laporan Penelitian Program Penerapan Iptek, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Thomas J.Kakiay, 2004. Pengantar Sistem Simulasi, Andi Offset Yogyakarta