PEMIKIRAN HAMKA TENTANG GURU SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh Imam Faizal 1110011000093
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016
ABSTRAK Imam Faizal. “Tinjauan Pemikiran HAMKA tentang guru”. Skripsi: Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4 Mei 2016. Pembimbing: Prof. Dr. Abuddin Nata, MA.
Pemikiran Hamka mengenai posisi guru dalam kegiatan pendidikan, menimbulkan pertanyaan lebih dalam bagaimana seharusnya sikap guru di sekolah, maupun di lingkungan hidup sehari-hari. Tidak hanya sekedar menuangkan pelajaran di sekolah, namun juga perannya dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan Hamka tentang guru dan menemukan relevansi pemikiran Hamka tentang guru dalam pendidikan di masa kini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, deskriptif, dan analitif dengan pendekatan studi tokoh atau pendekatan sejarah, yang memusatkan fokus penelitian pada pandangan Hamka tentang pendidik dalam perspektif pendidikan Islam. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah bahwa Menurut Hamka guru adalah sosok yang bertanggung jawab dalam mempersiapkan dan mengantarkan peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara luas. Hamka lebih menekankan aspek pendidikan jasmani dan rohani. Syarat-syarat guru yang ditandaskan Buya Hamka sesuai dengan standar kompetensi yang dirancangkan dalam Undang-undang, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Konsep guru menurut Buya Hamka memiliki tingkat relevansi tinggi dengan kondisi pendidikan di era sekarang.
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan segala rahmat, taufik, hidayah, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul Pemikiran HAMKA tentang guru dengan baik. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hinggá akhir zaman. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Pendidikan Islam (S.Pd.I). Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki, Namun berkat adanya dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penelitian pendidikan ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan penelitian pendidikan ini. Ucapan terima kasih tersebut penulis sampaikan kepada: 1.
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA.
2.
Ketua Jurusan, Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., dan Sekretaris Jurusan, Ibu Marhamah Saleh, Lc. MA., Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak Prof. Dr. Abuddin Nata, MA sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan kemudahan selama proses bimbingan serta memberikan saran serta dukungan kepada penulis selama pembuatan skripsi ini.
v
4.
Bapak Drs. Rusydi Jamil, M.Ag dosen penasehat akademik yang telah memberikan nasehat-nasehatnya yang insya Allah sangat berguna bagi penulis. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan keahlian kepada penulis dan turut melancarkan usaha pembuatan skripsi ini.
5.
Keluarga tercinta yang selalu mendukung dan mendo‟akan yaitu Ayahanda saya Razali (Alm). dan Ibunda saya Masni, dan kakak-adik saya tersayang Yasir Arafat, Ratna Dewi, Muhammad Firdaus Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya yang telah mendukung saya sampai pada akhirnya saya bisa menyelesaikan skripsi saya ini.
6.
Kepada seluruh teman-teman seperjuangan di Jurusan Pendidikan Agama Islam yang menjadi teman seperjuangan dalam menggali ilmu dan sama-sama merasakan asam manisnya dalam perkuliahan Terima kasih atas segala perhatian, dukungan, dan motivasi yang telah mereka berikan, semoga silaturrahmi terjalin dan sukses selalu.
7.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, semoga Allah SWT. Membalas segala amalnya dengan lebih baik. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan adalah semata-mata keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Apabila terdapat kesempurnaan itu berasal dari Allah. Jakarta, 10 Mei 2016
Imam Faizal NIM. 1110011000093
vi
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ................................................... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK .............................................................................................................................. iii KATA PENGANTAR ............................................................................................................ iv DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iv BAB I .........................................................................................................................................1 PENDAHULUAN .................................................................................................................1 A. Latar Belakang ................................................................................................ 1 B. Identifikasi Masalah ........................................................................................ 8 C. Pembatasan Masalah ...................................................................................... 9 D. Perumusan Masalah ....................................................................................... 9 E. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 9 BAB II .....................................................................................................................................10 KAJIAN TEORITIK TENTANG GURU ........................................................................10 A. Pengertian Guru ............................................................................................ 10 B. Peran dan Fungsi Guru ................................................................................ 12 C. Kompetensi Guru .......................................................................................... 13 D. Guru Profesional ........................................................................................... 33 E. Sikap Profesional Guru ................................................................................ 34 F. Ayat-ayat Al-Qur’an Tentang Pendidik Atau Guru .................................. 57 BAB III ....................................................................................................................................62 METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................................62 A. Objek dan Waktu Penelitian ........................................................................ 62 B. Metode Penelitian .......................................................................................... 62 C. Fokus Penelitian ............................................................................................ 63 D. Prosedur Penelitian ....................................................................................... 63 E. Sumber data ................................................................................................... 64 F. Analisis Data .................................................................................................. 65
iv
v
G. Teknik Penulisan ........................................................................................... 66 BAB IV ....................................................................................................................................67 PEMIKIRAN HAMKA TENTANG GURU ....................................................................67 A. Riwayat Hidup Buya Hamka ....................................................................... 67 B. Klasifikasi Pendidikan Menurut Hamka .................................................... 80 C. Konsep Guru atau Pendidik dalam Pandangan Hamka ........................... 81 D. Relevansi Konsep Guru Menurut Hamka dengan Pendidikan Indonesia 92 BAB V......................................................................................................................................98 PENUTUP ...........................................................................................................................98 A. Kesimpulan .................................................................................................... 98 B. Saran-Saran ................................................................................................... 98 C. Penutup .......................................................................................................... 98 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................99
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Di dalam dunia pendidikan, pihak yang melakukan tugas-tugas mendidik dikenal dengan dua predikat yakni pendidik dan guru. Pendidik (murabbi) adalah orang yang berperan mendidik, subyek didik atau melakukan tugas pendidikan (tarbiyah).Sedangkan guru adalah orang yang melakukan tugas mengajar (ta‟lim).1 Pada perjalannanya, seorang guru menjadi
subjek
dalam
mendidik
anak,
bertujuan
memelihara
dan
membimbing anak di sekolah hingga menjadi orang tua kedua bagi anak muridnya.
Pendidikan
mengandung
makna
pembinaan
kepribadian,
memimpin, dan memelihara. Hal-hal tersebut dilakukan oleh guru agar tercipta kebiasaan yang baik oleh para peserta didik. Dalam hal membangun kebiasaan terhadap peserta didik, guru bertanggung jawab memenuhi kebutuhan
peserta didik baik spiritual,
intelektual, moral, estetika, maupun kebutuhan fisik peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensinya yang meliputi potensial fektif, kognitif, dan psikomotorik, yang selanjutnya kita sebut sebagai akademik peserta didik. Dalam konteks pendidikan Agama Islam, guru harus memenuhi segala kebutuhan akademik peserta didik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Hal ini dilakukan agar peserta didik mampu menunaikan tugastugas kemanusiaannya, baik sebagai khalifah dimuka bumi maupun
1
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Penidikan Integratif disekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: LkiS, 2009), hlm.36.
1
2
Hamba Allah sesuai dengan syariat Islam.2 Baik secara umum atau pun secara konsep agama islam, pendidikan mampu memenuhi kebutuhan lahir dan batin seorang peserta didik. Guru menjadi penentu proses pengembangan peserta didik. Guru
menjadi
pemeran
strategis
dalam
pengajaran
ilmu
pengetahuan dan pengembangan potensi peserta didik. Dalam tugasnya mengajar dan mendidik, sebutan guru dipakai untuk menggantikan pendidik. Guru adalah jabatan dan subjek yang melakukan. Sedangkan pendidik adalah status yang dipakai dari tugasnya mendidik. Jadi dalam perkembangannya nama pendidik menjadi Guru, sesuai dengan istilah jawa, guru, digugu lan ditiru. Falsafah ini menegaskan, tugas guru adalah memberi ilmu yang diterima oleh anak muridnya.Selain itu, pembimbing dan pengarah murid agar mengembangkan potensinya serta pemberi contoh bagi murid. Guru adalah penentu siswa berprestasi secara akademik dan spiritual. Guru dituntut memenuhi segala aspek akademik siswa dan spiritualnya. Oleh karena itu, guru diharapkan mampu menguasai berbagai bidang. Hal tersebut dilakukan agar guru dapat memacu siswa dalam meningkatkan prestasi murid. Seperti berpengetahuan luas dan banyak pengalaman. Secara spiritualitas pun, guru harus bisa menjadi tauladan bagi muridnya. Tugas guru tidak hanya mengajar, namun juga mendidik yang bisa terlihat dari sikap dan berkelakuan guru. Sikap yang baik seorang guru, dapat didapatkan dari pengetahuan, pengalaman, kepatuhannya beribadah, sopan santun atau mencontoh orang 2
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Ciputat Press, 2005), hlm. 41-
42
3
lain sebagai tauladan. Pembelajaran secara tidak langsung itu dapat menjadi contoh kepada murid. Pembelajaran tidak langsung dari seorang guru, salah satunya didapat dari sosok teladan. Sosok teladan itu yang mempengaruhi tindak-tanduk seorang guru, sosok tersebut menjadi inspirasinya. Sosok inspiratif dari seorang guru adalah sosok yang bersangkutan dengan dunia guru. Sosok tersebut bisa jadi seorang akademisi, cendekiawan atau seorang ahli pendidikan yang pemikiran atau teorinya dipakai dalam dunia pendidikan. Tokoh-tokoh pendidikan di Indonesia banyak jumlahnya, seperti pada masa sekarang ada nama Arif Rahman Hakim dan yang sudah lebih dulu adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA). Penulis mengambil sosok HAMKA dalam tulisan ini. Tokoh-tokoh pendidikan yang memiliki kecenderungan pemikiran mengenai hakikat pendidik atau guru dalam pendidikan Islam salah satunya adalah Prof. Dr. H. Abdul Malik bin Haji Abdul Karim Amarullah, yang selanjutnya disebut HAMKA. Menurutnya, manusia sangat penting dalam mencari ilmu pengetahuan, bukan hanya membantu manusia memperoleh penghidupan layak, tetapi lebih dari itu, dengan ilmu manusia akan mampu mengenal tuhannya, memperluas akhlaknya, dan senantiasa berupaya mencari keridhaan Allah. Hanya dengan bentuk pendidikan yang demikian, manusia akan memperoleh ketenteraman (hikmat) dalam hidupnya. 3 Dari penyampaian Hamka tersebut, tujuan pendidikan menurutnya adalah mengenal dan mencari keridhoan Allah, membangun budi pekerti untuk berakhlak mulia, serta mempersiapkan peserta didik untuk hidup layak dan berguna di tengah-tengah masyarakat.4 3 4
Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: Djajamurni, 1962), hlm. 54
Hamka, ibid, hlm. 2-3
4
Pernyataanya tersebut merupakan konsep pendidikan dipandang dari sudut Islam.Hamka sendiri merupakan ulama dan pemikir Islam di Indonesia.Pandangannya mengenai pendidikan tidak jauh dari tujuan pendidikan secara nasional. Hamka lahir di Minanjau, Sumatera Barat, Senin, 16 Februari 1908. Ia adalah putra seorang tokoh pembaharu dari Minangkabau, Doktor Haji Abdul Karim Amrullah (sering disebut Haji Rasul) yang merupakan salah seorang ulama yang pernah mendalami agama di makkah, pelopor kebangkitan kaum muda, dan tokoh pembaharu Muhammadiyah di Minangkabau. Hamka adalah seorang ulama intelektual, mubaligh, ahli agama, penulis, sastrawan, sekaligus wartawan majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, Gema Islam. Sosok Hamka adalah multiperan, selain sebagaimana yang telah disebutkan diatas, ia juga seorang pemikir pendidikan. Dalam salah satu pandangan Hamka mengenai pendidikan Islam, ia berpendapat bahwa pendidikan di sekolah tak bisa lepas dari pendidikan dirumah. Karenanya, menurut ketua umum MUI pertama dan Imam besar Masjid Al-Azhar Jakarta ini; komunikasi antara sekolah dengan rumah dan masyarakat sangatlah penting.5 Tujuan pendidikan nasioanal menurut UU No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Tujuan pendidikan nasional dan menurut Hamka, 5
Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad20, (Jakarta: Gema Islami, 2006), hlm.64
5
menyebutkan objek pendidikan adalah peserta didik.Tujuan pendidikan tersebut wajib dilaksanakan oleh guru di sekolah. Guru sekolah menjadi eksekutor dalam proses pendidikan kepada peserta didik. Proses pendidikan yang akan didapatkan oleh peserta didik haruslah melalui guru yang kompeten, guru yang memiliki kompetensi untuk mengajar dan mendidik. Kompetensi guru adalah guru yang memiliki sekumpulan pengetahuan, perilaku, dan keterampilan yang harus dimiliki guru untuk mencapai tujuan pembelajaran dan pendidikan.Kompetensi diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan belajar mandiri dengan memanfaatkan sumber belajar. Adapun kompetensi yang harus dimiliki adalah kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi professional, kompetensi dan kompetensi sosial. Kompetensi pedagodik adalah kemampuan yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaaan materi pembelajaran
secara
luas
dan
mendalam
yang
memungkinkannya
membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.Tugas guru ialah mengajarkan pengetahuan kepada murid. Guru tidak sekedar mengetahi materi yang akan diajarkannya, tetapi memahaminya secra luas dan mendalam. Oleh karena itu, murid harus selalu belajar untuk memperdalam pengetahuannya terkait mata
6
pelajaran yang diampunya.6 Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.Guru diharapkan memberikan contoh baik terhadap lingkungannya, dengan mejalankan hak dan kewajibannya sebagai bagian dari masyarakat sekitarnya. Guru harus berjiwa sosial tinggi, mudah bergaul, dan suka menolong.7 Hamka mengartikan sosok guru dalam lingkungan sekolah sebagai jembatan atau perpanjangan tangan antara orang tua dan masyarakat.Hal ini karena Hamka menganggap sekolah merupakan lembaga pendidikan yang tersusun secara sistematis, serta menjadi miniatur realitas sosial dimana pendidikan dilaksanakan. Mengenai hal ini, Hamka menempatkan pendidik sebagai komponen yang sangat mempengaruhi terlaksananya proses belajar mengajar secara efektif. Guru merupakan penanggung jawab terjadinya transformasi material dan nilai pendidikan, karenanya hubungan yang terjalin antara peserta didik dengan pendidik harus harmonis. 8 Menurut Hamka, seorang pendidik harus bisa menanamkan keberanian pada diri peserta didik untuk berani berargumentasi dan mengeluarkan pendapat, hal ini bisa diupayakan dengan jalan menguatkan pelajaran
olahraga,
menceritakan
riwayat
orang-orang
yang
berani,
membiasakan berterus terang dalam bercakap-cakap, tidak percaya pada khurafat, dan memperkaya akal dan ilmu yang memberi faedah.9 6
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan Dan Sumber Belajar Teori Dan Praktik, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2012), cet II, h. 54. 7
Jejen Musfah, ibid, Cet. II, h. 52 .
8
Ibid.,hlm.149
9
Hamka,FalsafahHidup, (Jakarta:PustakaPanjimas,1984),hlm.208-209
7
Pemikiran Hamka mengenai posisi guru dalam kegiatan pendidikan, menimbulkan pertanyaan lebih dalam bagaimana seharusnya sikap guru di sekolah, maupun di lingkungan hidup sehari-hari. Tidak hanya sekedar menuangkan pelajaran di sekolah, namun juga perannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai ulama dan tokoh pendidikan, Hamka memosisikan guru ke dalam peran yang sangat penting.Menurutnya, “kemajuan suatu bangsa sangat tergantung pada kesempurnaan system pendidikan dan pengajaran yang ditawarkannya.” 10Perkembangan suatu sistem pendidikan dan lembaga yang mewadainya memiliki keterkaitan dengan perkembangan masyarakat secara keseluruhan, baik cita-cita, tata nilai yang dianut, kebutuhan fisik dan
psikis,
perubahan
orientasi
sosial,
serta
prioritas-prioritas
perjuangannya. Dalam hal tersebut, Hamka memandang bahwa keberhasilan suatu tujuan pendidikan dari tertata dan terwujudnya aspek-aspek pendidikan seperti metode pembelajaran, kurikulum dan manajemen pendidikan yang ada. Dibahas pula, keberhasilan tersebut dari penyampai tujuan pendidikan dari guru dan peserta didik, yang melaksanakan proses pembelajaran. Pemikiran Hamka mengenai perananan guru dalam pendidikan bertitik tolak dari guru dalam pendidikan Islam. Pendidikan atau tarbiyah diartikannya adalah mengasuh, bertanggung jawab, memberi makan, mengembangkan,
memelihara,
membesarkan,
dan
menumbuhkan.
Prosesnya merujuk pada pemeliharaan dan pengembangan seluruh potensi (fitrah) peserta didik, baik jasmaniah maupun rohaniah. 11Fungsi dan peranan pendidik dalam penyelenggaraan pendidikan Islam menduduki posisi strategis 10
Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: Djajamurni, 1962), hlm. 13
11
Hamka, Tafsir Al-Azhar jilid 6, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1998), h. 4035
8
dan vital. Pendidik yang terlibat secara fisik dan emosional dalam proses pengembangan fitrah manusia didik baik langsung ataupun tidak akan memberi warna tersendiri terhadap corak dan model sumber daya manusia yang dihasilkannya. Oleh karna itu, disamping sangat menghargai posisi strategis pendidik, Islam juga telah menggariskan fungsi, peranan dan kriteria atau karakteristik seorang pendidik. Sebagai pengembang fitrah kemanusiaan anak didik, maka pendidik harus memiliki nilai lebih dibanding si terdidik. Tanpa memiliki nilai lebih, sulit bagi pendidik untuk dapat mengembangkan potensi peserta didik, sebab itu akan kehilangan arah, tidak tahu kemana fitrah anak didik akan dikembangkan, serta daya dukung apa saja yang dapat digunakan. Nilai lebih yang harus dimiliki oleh pendidik Islam mencakup 3 hal pokok, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian yang didasarkan nilai-nilai ajaran Islam. Berdasarkan permasalahan tersebut, sekaligus mempertimbangkan pemikiran Hamka yang sangat relevan, modern, problem solving, dan berkesinambungan dengan masalah di atas, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian terhadap pemikiran Hamka yang berkaitan dengan hakikat
guru
dalam
pendidikan.
Karenanya,
penulis
mengambil
judul”PEMIKIRAN HAMKA TENTANG GURU”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka peneliti dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Hakikat seorang guru mencerminkan pendidikan kepada generasi muda dalam kehidupan sehari-hari masih kurang dalam pelaksanaanya. 2. Kesadaran guru yang kurang dalam pemahaman mendidik dalam lingkungan sekolah.
9
3. Relevansi Pemikiran Prof. Dr. Hamka dalam memandang guru pada masa sekarang masih jarang diteliti. C. Pembatasan Masalah Dari identifikasi masalah yang telah dilakukan, maka dibatasi permasalahan pada “ Pemikiran Prof. Dr. Hamka tentang Guru” D. Perumusan Masalah Berangkat dari pembatasan permasalahan tersebut, maka masalah dalam skripsi dapat dirumuskan sebagai berikut “Bagaimana Pemikiran Prof. Dr. H. Abdul Malik bin Haji Abdul Karim Amarullah (HAMKA) tentang Guru?” E. Tujuan Penelitian Penulisan skripsiini mempunyai tujuansebagai berikut: 1. Penulis ingin mengetahui pandangan Hamka tentang guru. 2. Penulis ingin menemukan relevansi pemikiran Hamka tentang guru dalam pendidikan di masa kini.
BAB II KAJIAN TEORITIK TENTANG GURU
A. Pengertian Guru Menurut Ahmad D. Marimba (1989) pendidik adalah orang yang memikul tanggung jawab untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab terhadap pendidikan anak didik.Abuddin Nata (1997) menyebutkan, pendidik secara fungsional menunjukan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya. Secara singkat Ahmad Tafsir (1994) mengatakan, Pendidik dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baikpotensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik.12 Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen: “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevakuasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah jalur pendidikan formal”.13 Guru sebagai Pendidik, Sekolah merupakan institusi kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan dan membentuk potensi intelektual atau pikiran anak didik, menjadi cerdas. Secara terprogram dan koordinatif, materi pendidikan dipersiapkan untuk dilaksanakan secara metodis, sistematis, intensif, efektif, dan efesien menurut ruang dan waktu yang telah ditentukan. Jadi penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan
12
Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), Cet-1,hlm.
13
Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
10
11
menurut metode dan sistem yang jelas dan konkret.14 Sebenarnya seorang guru bukanlah bertugas sebagai transfer of knowledge saja, tetapi pendidik juga bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah, fasilitator dan perencana. Oleh karena itu fungsi dan tugas pendidik setidaknya mencakup tiga hal: Pertama, merencanakan
sebagai
pengajar
program
yangtelahdisusun
serta
setelahprogramdilakukan.
(instruksional)
pengajaran mengakhiri Kedua,
yang
bertugas
dan
melaksanakan
program
dengan
pelaksanaan
penilaian
sebagai
pendidik
(educator)
yang
mengarahkan anak didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamilseiringdengan
tujuan
Allah
mencipatakannya.
Ketiga,
sebagai
pemimpin (managerial) yang memimpin mengendalikan diri sendiri, anak didik
dan
masyarakat
pengorganisasian,
terkait
pengontrolan
upaya
dan
pengerahan,
partisipasi
atas
pengawasan, program
yang
dilakukan.15Dalam pelaksanaan tugas itu, guru dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa: 1) memperhatikan: kesediaan kemampuan,pertumbuhan dan perbedaan anak didik. 2) membangkitkan gairah anak didik untuk belajar, 3) menumbuhkan bakat dan sikap anak didik yang baik, 4) mengatur proses belajar mengajar dengan baik 5) memperhatikan
perubahan-perubahan
kecenderungan
yang
mempengaruhi proses mengajar, 6) menciptakan hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar.16 14
Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), Cet-2
37Ibid, hlm.106 15
Muhaimin, Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman, (Cirebon: Pustaka Dinamika,1999), Cet-1, hlm.113-114 16
Ibid, hlm.114
12
B.
Peran dan Fungsi Guru Tujuan
pendidikan
nasional
yang
berfungsi
mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
bertujuan
untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab17 Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut dalam tatanan mikro, pendidikan harus mampu menghasilkan SDM berkualitas dan profesional sesuai dengan tujuan pendidikan, termasuk di dalamnya kebutuhan dunia kerja dan respon terhadap perubahan masyarakat setempat, dengan kata lain pendidikan harus menghasilkan lulusan yang mampu berfikir global dan mampu bertindak lokal serta dilandasi dengan akhlak yang mulia. Proses belajar mengajar dan hasil belajar para siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur, dan kurikulumnya, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing mereka. Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan, dan akan lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga belajar para siswa berada pada tingkat optimal. Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan yang signifikan tanpa didukung oleh guru
17
UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) beserta penjelasannya (Bandung: Citra Umbara, 2003),h. 7.
13
yang profesional dan
berkualitas. Dengan kata lain, perbaikan kualitas
pendidikan harus berpangkal dari guru dan berujung pada guru pula.18 Peran dan fungsi guru pada dasarnya merupakan unjuk kerja yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Kualitas kinerja guru akan sangat menentukan pada kualitas hasil pendidikan, karena guru merupakan pihak yang paling banyak bersentuhan langsung dengan siswa dalam proses pendidikan atau pembelajaran di lembaga pendidikan sekolah. Jadi, kinerja guru dalam proses belajar mengajar adalah kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar yang memiliki keahlian mendidik siswa dalam rangka pembinaan peserta didik untuk tercapainya institusi pendidikan. C. Kompetensi Guru Peran dan fungsi guru tidak terlepas dari kompetensi yang dimiliki seorang guru dalam mendididik anak didik. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan, pada pasal 28, ayat 3 disebutkan bahwa kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi; (1) kompetensi
pedagogik,
(2)
kompetensi
profesional,
(3)
kompetensi
kepribadian, dan (4) kompetensi sosial.
1. Kompetensi Pedagogik Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir A dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan
18
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012), Cet. VI, h. 176.
14
dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.19 Menururt Jejen “Tugas guru yang utama ialah mengajar dan mendidik murid di dalam dan di luar kelas. Guru selalu berhadapan dengan murid yang memerlukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap utama untuk menghadapi hidupnya di masa depan”.20 Secara umum istilah pedagogik (pedagogi) dapat beri makna sebagai ilmu dan seni mengajar anak-anak.Sedangkan ilmu mengajar untuk orang dewasa adalah andragogi. Dengan pengertian itu maka pedagogik adalah sebuah pendekatan pendidikan berdasarkan tinjuan psikologis anak. Pendekatan pedagogik muaranya adalah membantu siswa melakukan kegiatan belajar. Dalam perkembangannya, pelaksanaan pembelajaran itu dapat menggunakan pendekatan kontinum, yaitu dimulai dari pendekatan pedagogi yang diikuti oleh pendekatan andragogi, atau sebaliknya yaitu dimulai dari pendekatan andragogi diikuti pedagogi, demikian pula daur selanjutanya; andragogi-pedagogi-andragogi, dan seterusnya.21
a. Ruang Lingkup Kompetensi Pedagogik Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan, yang dimaksud dengan kompetensi pedagogis adalah kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang meliputi; a) pemahaman wawasan atau landasankan kependidikan, b) pemahaman terhadap peserta didik, c) pengembangan kurikulum/silabus, d) perancangan pembelajaran, e) pemanfaatan teknologi
19
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012), Cet. VI, h. 75. 20
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik, (Jakarta: Krncana Prenada Group, 2012), Cet. II, h. 30. 21
Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2011), Cet. III, h. 177.
15
pembelajaran, f) evaluasi proses dan hasil belajar, g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.22 Kemampuan pedoagogik
dapat
bermanfaat
bagi
guru dalam
menyampaikan materi ajar.Setiap individu anak didik memiliki keunikan dalam berfikir dan bersikap. Oleh karena itu, kemampuan pedagogik dibutuhkan oleh guru saat pembelajaran.
b.
Kemampuan Mengelola Pembelajaran Secara operasional, kemapuan mengelola pembelajaran menyangkut
tiga fungsi manajerial, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian. 1)
Perencanaan menyangkut penetapan tujuan, dan kompetensi, serta memperkirakan cara mencapainya.
2)
Pelaksanaan atau sering juga disebut implementasi adalah proses yang memberikan kepastian bahwa proses belajar mengajar telah memiliki sumber daya manusia dan sarana prasarana yang diperlukan, sehingga dapat membentuk kompetensi dan mencaoai tujuan yang diinginkan.
3)
Pengendalian atau ada juga yang menyebut evaluasi dan pengendalian, bertujuan menjmin kinerja yang dicapai sesuai dengan rencana atau tujuan yang telah ditetapkan.23
c.
Pemahaman terhadap Peserta Didik
1) Tingkat Kecerdasan Guru merupakan organisator pertumbuhan pengalaman siswa. Guru harus dapat merancang pembelajaran yang tidak semata-mata menyentuh aspek kognitif, tetapi juga dapat mengembangkan keterampilan dan sikap siswa. Maka, guru haruslah individu yang kaya pengalaman dan mampu
22
Jejen, op cit., h. 31.
23
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012), Cet.VI, h. 77-78.
16
mentransformasikan pengalamannya itu pada para siswa dengan cara-cara yang variatif.24 Guru harus memahami bahwa semua siswa dalam seluruh konteks pendidikan itu unik. Dasar pengetahuan tentang keragaman sangat penting, dan termasuk dalam kecerdasan, emosional, bakalt, dan bahasa. Guru harus mampu mengarahkan siswa untuk fokus pada kemampuannya dalam bidang tertentu dan menunjukkan cara yang tepat untuk meraihnya.25 Oleh karena itu, guru harus selalu belajar mengenai karakter siswa dan yang lebih penting berlatih dan berlatih bagaimana cara menghadapi karakter tersebut, agar tidak terjebak pada sikap yang merugikan masa depan siswa dan mencoreng citra dan integritas guru sebagai pendidik.26 2) Kreativitas Secara umum guru diharapkan menciptakan kondisi yang baik, yang memungkinkan setiap peserta didik dapat mengembangkan kreativitasnya, antara lain dengan teknik kerja kelompok kecil, penugasan dan mensponsori pelaksanaan proyek.27 Berikut disajikan beberapa resep yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kreativitas peserta didik. a. Jangan terlalu banyak membatasi ruang gerak peserta didik dalam pembelajaran dan mengembangkan pengetahuan baru. b. Bantulah peserta didik memikirkan sesuatu yang belum lengkap, mengeksplorasi pertanyaan, dan mengemukakan gagasan yang original.
24
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik, (Jakarta: Krncana Prenada Group, 2012), Cet. II, h. 32. 25
Ibid.,h. 33.
26
Ibid.,h. 33.
27
Mulyasa, op cit., h. 86.
17
c. Bantulah peserta didik mengembangkan prinsip-prinsip tertentu ke dalam situasi baru. d. Berikan tugas-tugas secara independent. e. Kurangi kekangan dan ciptakan kegiatan-kegiatan yang dapat merangsang otak. f. Berikan kesempatan kepada peserta didik untuk berfikir reflektf terhadap masalah yang dihadapi. g. Hargai perbedaan individu peserta didik. h. Jangan memaksa kehendak terhadap peserta didik. i. Tunjukkan perilaku-perilaku baru dalam pembelajaran. j. Kembangkan tugas-tugas yang dapat merangsang pertumbuhan kreativitasnya. k. Kembangkan rasa percaya diri peserta didik. l. Kembangan kegiatan-kegiatan yang menarik. m. Libatkan peserta didik secara optimal dalam proses pembelajaran.28 3). Kondisi Fisik Kondisi fisik antara lain berkaitan dengan penglihatan, pendengaran, kemampuan bicara, pincang (kaki), dan lumpuh karena kerusakan otak.29 4). Pertumbuhan dan perkembangan kognitif Perbedaan individu perlu dipahami oleh para pengembang kurikulum, guru, calon guru, dan kepala sekolah agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif. Dalam hal ini, pembelajaran dapat didiversifikasi atau diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan keberagaman kondisi dan
28
Ibid.,h. 89.
29
Ibid.,h. 94.
18
kebutuhan, baik yang menyangkut kemampuan atau potensi peserta didik maupun potensi lingkungan.30 d.
Perancangan Pembelajaran Perancangan pembelajaran merupkan salah satu kompetensi pedagogis
yang harus dimiliki guru, yang akan bermuara pada pelaksanaan pembelajaran. Perancangan pembelajaran sedikitnya mencakup tiga kegiatan, yaitu identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran. 1). Identifikasi Kebutuhan Identifikasi kebutuhan bertujuan antara lain untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar mengajar dirasakan sebagai bagian dari kehidupan dan mereka merasa memilikinya.31 2). Identifikasi kompetensi Kompetensi yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap materi yang harus dipelajari, penetapan metode dan media pembelajaran, serta memberi petunjuk terhadap penilaian.32 3). Penyusunan program pembelajaran Penyusunan program pembelajaran akan bermuara pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), sebagai produk program pembelajaran jangka pendek, yang mencakup komponen program kegiatan blajar dan proses pelaksanaan program.33
30
Ibid.,h. 99.
31
Ibid.,h. 100.
32
Ibid.,h. 101.
33
Ibid.,h. 102.
19
Proses pengembangan kurikulum menurut Miller dan Seller mencakup tiga hal:
e.
1)
Menyusun tujuan umum (TU) dan tujuan khusus (TK)
2)
Mengidentifikasi materi yang tepat
3)
Memilih strategi belajar mengajar34
Pelaksanaan Pembelajaran yang Mendidik dan Dialogis Pada anak-anak dan remaja, inisiatif belajar harus muncul dari para
guru, karena mereka pada umumnya belum memahami pentingnya belajar.Maka, guru harus mampu menyiapkan pembelajaran yang bisa menarik rasa ingin tahu siswa, yaitu pembelajaran yang menarik, menantang, dan tidak monoton, baik dari sisi kemasan maupun isi atau materinya.35 f.
Pemanfaatan Teknologi Pembelajaran Penggunaan teknologi dalam pendidikan dan pembelajaran (e-
learning) dimaksudkan untuk memudahkan atau mengefektifkan kegiatan pembelajaran.Dalam hal ini, guru dituntut untuk memiliki kemapuan menggunakan dan mempersiapkan materi pembelajaran dalam suatu sistem jaringan computer yang dapat diakses oleh peserta didik.Oleh karena itu, seyogianya guru dan calon guru dibekali dengan berbagai kompetensi yang berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi sebagai teknologi pembelajaran.36 g.
Evaluasi Hasil Belajar Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui perubahan perilaku
dan pembentukan kompetensi peserta didik, yang dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, benchmarking, serta penilaian program.
34
Jejen, op cit., h. 35.
35
Ibid.,h. 37.
36
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012), Cet. VI, h. 107.
20
h.
Pengembangan Peserta Didik Pengembangan peserta didik merupakan bagian dari kompetensi
pedagogic yang harus dimiliki guru, untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Pengembangan peserta didik dapat dilakukan oleh guru melalui berbagai cara, antara lain kegiatan ekstra kurikuler (ekskul), pengayaan dan remedial, serta bimbingan dan konseling (BK).37 Peran guru sangat kompleks bagi kehidupan peserta didik di sekolah. Guru menjadi orang yang paling tahu masalah anak didik dalam pembelajaran di sekolah. Guru diharapkan mampu membimbing, mengarahkan, mendengar, dan mewujudkan bakat dan minat peserta didik.
2. Kompetensi Kepribadian Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dengan guru lainnya. Kepribadian sebenarnya adalah satu masalah yang abstrak, hanya dapat dilihat dari penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan. Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan satu gambaran dari kepribadian orang itu, asal dilakukan secara sadar.Dan perbuatan baik sering dikatakan bahwa seorang itu mempunyai kepribadian baik atau berakhlak mulia. Sebaliknya, bila seseorang melakukan sikap dan perbuatan yang tidak baik menurut pandangan masyarakat, maka dikatakan orang itu tidak berakhlak mulia. Oleh karena itu masalah kepribadian adalah satu hal yang sangat menentukan tinggi rendahnya kewibawaan seorang guru dalam pandangan siswa atau 37
Ibid.,h. 111.
21
masyarakat. Dengan kata lain, baik atau tidaknya citra seorang guru ditentukan oleh kepribadian.38 Berikut
ini
adalah
beberapa
pengertian
tentang
kompetensi
kepribadian antara lain adalah sebagai berikut: 1) Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pada pasal 28, ayat 3 ialah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil,dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. 2) Menurut Samani, Mukhlas secara rinci kompetensi kepribadian mencakup hal-hal sebagai berikut; 1) berakhlak mulia, 2) arif dan bijaksana, 3) mantap, 4) berwibawa, 5) stabil, 6) dewasa, 7) jujur, 8) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, 9) secara objektif
mengevaluasi
kinerja
sendiri,
10)
mau
siap
mengembangkan diri secara mansidiri dan berkelanjutan. 3) Menurut Djama‟an Satori yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian ialah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harua memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpencar dalam perilaku sehari-hari.39 a.
Peran Kompetensi Kepribadian
Kompetensi
kepribadian
berperan
menjadikan
guru
sebagai
pembimbing, panutan, contoh, teladan bagi siswa.Dengan kompetensi kepribadian yang dimilikinya maka guru bukan saja sebagai pendidik dan pengajar tapi juga sebagai tempat siswa dan masyarakat bercermin. Dengan kompetensi kepribadian maka guru akan menjadi contoh dan teladan, membangkitkan motivasi belajar siswa, serta mendorong/memberikan motivasi dari belakang. Oleh karena itu seorang guru dituntut melalui sikap
38
Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2011), Cet. III, h. 180. 39
Ibid.,h. 181.
22
dan perbuatan menjadikan dirinya sebagai panutan dan ikutan orang-orang yang dipimpinnya.40 b.
Berakhlak Mulia
Kompetensi kepribadian guru yang dilandasi akhlak mulia tentu saja tidak tumbuh dengan sendirinya begitu saja, tetapi memerlukan ijtihad yang mujahadah, yakni usaha yang sungguh-sungguh, kerja keras, tanpa mengenal lelah dan niat ibadah tentunya. Dalam hal ini, barangkali setiap guru harus merapatan kembali barisannya, meluruskan niat, bahwa menjadi guru bukan semata-mata untuk kepentingan duniawi, memperbaiki ikhtiar terutama berhubungan dengan kompetensi pribadinya, dengan tetap bertawakal kepada Allah.41 Sulit mencetak siswa yang saleh jika gurunya tidak saleh. Selain guru, untuk melahirkan siswa yang aleh, perlu dukungan: pertama, komunitas sekolah yang saleh (pimpinan dan staf). Kedua, budaya sekolah yang saleh, seperti disiplin, demokratis, adil, jujur, syukur, dan amanah. Hadis Rasulullah diriwayatkan Thabrani dari Ibnu Amr menunjukkan bahwa, “Seorang mukmin yang paling utama imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” Esensi pembelajaran adalah perubahan perilaku. Guru akan mampu mengubah perilaku peserta didik jika dirinya telah menjadi manusia baik42 c.
Kepribadian yang Mantap, Stabil, dan Dewasa
Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian ini adalah rangsangan yang sering emosinya. Kestabilan emosi amat diperlukan, namun tidak semua orang mampu menahan emosi terhadap rangsangan yang menyinggung perasaan, dan memang diakui bahwa tiap orang mempunyai tempramen yang
40
Ibid.,h. 182.
41
Mulyasa, op cit., h. 130-131.
42
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik, (Jakarta: Krncana Prenada Group, 2012), Cet. II, h. 43.
23
berbeda dengan orang lain. Untuk keperluan tersebut, upaya dalam bentuk latihan mental akan sangat berguna.43
d.
Disiplin, Arif, dan Berwibawa
Banyak peserta didik yang berlaku kurang senonoh di masyarakat, terlibat vcd porno, narkoba dan pelanggaran lainnya, berangkat dari pribadi yang kurang disiplin.Oleh karena itu, peserta didik harus belajar disiplin, dan gurulah yang harus memulainya, sebagai guru dia harus memiliki pribadi yang disiplin, arif, dan berwibawa.Hal ini penting, karena masih sering kita menyaksikan dan mendengar peserta didik yang perilakunay tidak sesuai bahkan bertentangan dengan sikap moral yang baik.44 Seorang guru tidak boleh sombong dengan ilmunya, karena merasa paling mengetahui dan terampil disbanding guru yang lainnya, sehingga menganggap remeh dan rendah rekan sejawatnya. Allah SWT mengingatkan orang-orang yang sombong dengan firmannya:
“… Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui.” (QS. Yusuf [12]: 76)45 e.
Menjadi Teladan bagi Peserta Didik
Menjadi teladan merupaka sifat dasar kegiatan pembelajaran, dan ketika seorang guru tidak mau menerima ataupun menggunakannya secara konstruktif maka telah mengurangi keefektifan pembelajaran. Peran dan fungi ini patut dipahami, dan tidak perlu menjadi beban yang memberatkan,
43
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012), Cet. VI, h. 121. 44 Ibid.,h. 122. 45 Jejen, op cit., h. 46.
24
sehingga dengan keterampilan dan kerendahan hati akan memperkaya arti pembelajaran.46 f.
Mengevaluasi kinerja sendiri
Pengalaman
mengajar
merupakan
modal
besar
guru
untuk
meningkatkan mengajar di kelas. Pengalaman di kelas memberikan wawasan bagi guru untuk memahami karakter anak-anak, dan bagaimana cara terbaik untuk menghadapi keragaman tersebut.47 Guru dapat mengetahui mutu pengajarannya dari respond an atau umpan balik yang diberikan para siswa saat pembelajaran berlangsung atau setelahnya, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru dapat menggunakan umpan balik tersebut sebagai bahan evaluasi kinerjanya. Guru belajar dari respon murid. Guru siap menerima saran dari kepala sekolah, rekan sejawat, tenaga kependidikan, termasuk dari para siswa. 48 g.
Mengembangkan diri
Di antara sifat yang harus dimiliki guru ialah pembelajar yang baik atau pembelajar mandiri, yaitu semangat yang besar untuk menuntut ilmu.Sebagai contoh kecil yaitu kegemarannya membaca dan berlatih keterampilan yang dapat menunjang profesinya sebagai pendidik.Berkembang dan bertumbuh hanya dapat terjadi jika guru mampu konsisten sebagai pembelajar mandiri, yang cerdas memanfaatkan fasilitas pendidikan yang ada di sekolah dan lingkungannya.49 Sebagai panutan, guru harus menjadi pribadi yang baik di mata anak didiknya. Sikap guru yang baik atau dikatakan ideal, dapat dilihat dari cara bersikap, akhlak, kemampuan yang dimiliki, berwibawa serta kreatif dalam 46
Mulyasa, op cit., h. 127.
47
Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2011), Cet. III, h. 182. 48
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik, (Jakarta: Krncana Prenada Group, 2012), Cet. II, h. 48-49. 49
Ibid.,h. 49.
25
memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Guru yang mempunyai salah satu di antaranya akan menjadi inspirasi atau panutan bagi murid. 3. Kompetensi Profesional Kompetensi profesional merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang guru. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, pada pasal 28, ayat 3 yang dimaksud dengan kompetensi profesional ialah kemampuan penguasaaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. 50 Tugas guru ialah mengajarkan pengetahuan kepada murid. Guru tidak sekedar mengetahi materi yang akan diajarkannya, tetapi memahaminya secra luas dan mendalam. Oleh karena itu, murid harus selalu belajar untuk memperdalam pengetahuannya terkait mata pelajaran yang diampunya.51 Profesionalitas dalam bekerja mengajar diisyaratkan dalam sebuah Hadis riwayat Baihaqi berikut ini
َُُُِّتْقٚ ٌَْال أ ً ًََم أَحَذُكُ ْى ػ َ ًِ َّب إِرَا ػ ُ ُِحٚ هلل َ ٌا َ ِإ “Sesungguhnya allah mencintai saat salah seorang diantara kalian mengerjakan suatu pekerjaan dekerjaan dengan teliti”.52 (HR. Baihaqi)
Teliti
dalam
bekerja
merupakan
salah
satu
ciri
profesionalitas.Demikian juga Al-Quran menuntut kita agar bekerja dengan penuh kesungguhan, apik, dan bukan asal jadi.
50
Fachruddin, op cit., h. 185.
51
Jejen, op cit., h. 54.
52
Ibid.,h. 56.
26
Dalam QS Al-An‟am surat ke 6 Ayat 135 dinyatakan:
Katakanlah: ”Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahi, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik dari dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak aan mendapatkan keberuntungan.”53
a.
Ruang Lingkup Kompetensi Professional, dari berbagai sumber yang membahas tentang kompetensi guru secra umum dapat diidentifikasikan dan disarikan tentang ruang lingkup kompetensi professional guru sebagai berikut.
b.
Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi, psikologis, sosiologis, dan sebagainya;
c.
Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik;
d.
Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya;
e.
Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi
f.
Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan sumber belajar yang relevan;
g.
Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran;
h.
Mampu melaksanakan evalusi hasil belajar peserta didik;
i.
Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik.54
53
Ibid.,h. 56.
54
E. Mulyasa. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012), cet. VI, h. 135-136.
27
1)
Memahami Jenis-jenis Materi Pembelajaran
Seorang
guru
harus
memahami
jenis-jenis
materi
pembelajaran.Beberapa hal penting yang harus dimiliki guru adalah kemampuan menjabarkan materi standar dalam kurikulum.Untuk kepentingan tersebut, guru harus mampu menentukan secara tepat materi yang relevan dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.55 Selanjutnya, perlu ditekankan di sini bahwa materi pembelajaran merupakan hal yang sangat penting, sebagai sarana yang digunakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan dan membentuk kompetensi peserta didik.56 Guru yang memiliki kompetensi professional harus mampu memilah dan memilih serta mengelompokkan materi pembelajaran yang akan disampaikannya kepada peserta didik sesuai dengan jenisnya. Tanpa kompetensi tersebut, dapat dipastikan bahwa guru tersebut akan menghadapi berbagai kesulitan dalam membentuk kompetensi peserta didik, bahkan akan gagal dalam melaksanakan pembelajaran.57 2)
Mengurutkan materi pembelajaran
Agar pembelajaran dapat dilakukan secara efektif dan menyenangkan, materi pembelajaran harus diurutkan sedemikian rupa, serta dijelaskan mengenai batasan dan ruang lingkupnya. Hal ini dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a.
Menyusun standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai
konsensus nasional. b.
Menjabarkan SK KD ke dalam indikator
55
Ibid.,h. 138-139.
56
Ibid.,h. 140.
57
Ibid.,h. 141.
28
c.
Mengembangkan ruang lingkup dan urutan setiap kompetensi.58 3)
Mengorganisasikan materi pembelajaran
Seorang guru dituntut untuk menjadi ahli penyebar informasi yang baik, karena tugas utamanya antara lain menyampaikan informasi kepada peserta didik. Di samping itu, guru juga berperan sebagai perencana (designer), pelaksana
(implementer), dan
penilai
(evaluator)
materi
pembelajaran.Apabila pembelajaran diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pribadi para peserta didik dengan penyediaan ilmu yang tepat dan latihan keterampilan yang mereka perlukan, haruslah ada ketergantungan terhadap materi pembelajaran yang efektif dan terorganisasi.59 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengorganisasikan materi pembelajaran adalah sebagai berikut: a) Materi pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan dengan tingkat perkembangan peserta didik, baik perkembangan pengetahuan maupun perkembangan social dan emosionalnya. b) Materi pembelajaran hendaknya dikembangakan dengan memperhatikan kedekatan dengan peserta didik, baik secara fisik maupun psikis. c) Materi pembelajaran harus dipilih yang bermakna dan bermanfaat bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. d) Materi pembelajaran harus membantu melibatkan peserta didik secara aktif. e) Materi pembelajaran hendaknya bersifat fleksibel. f) Materi pembelajaran dalam setiap kelompok mata pelajaran harus bersifat utuh. g) Penjatahan waktu perlu memperhatikan jumlah minggu efektif untuk mata pelajaran pada setiap semester.60 58
Ibid.,h. 144.
59
Ibid.,h. 148-149.
60
Ibid.,h. 155-156.
29
4)
Mendayagunakan sumber pembelajaran
Guru
dituntut
tidak
hanya
mendayagunakan
sumber-sumber
pembelajaran yang ada di sekolah (apalagi hanya membaca buku ajar) tetapi dituntut untuk mempelajari berbagai sumber, seperti majalah, surat kabar, dan internet. Hal ini penting, agar apa yang dipelajari sesuai dengan kondisi dan perkembangan masyarakat, sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam pola pikir peserta didik.61 Guru di dalam kelas akan menggunakan berbagai macam sumber belajar yang tersedia maupun yang dibuat sendiri. Referensi sumber belajar dapat dari mana saja, guru dapat membuat sumber belajar yang baru sesuai dengan kreatifitasnya.
4. Kompetensi Sosial Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, pada pasal 28, ayat 3 ialah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Seorang guru sama seperti manusia lainnya adalah makhluk sosial, yang dalam hidupnya berdampingan dengan manusia lainnya. Guru diharapkan memberikan contoh baik terhadap lingkungannya, dengan mejalankan hak dan kewajibannya sebagai bagian dari masyarakat sekitarnya. Guru harus berjiwa sosial tinggi, mudah bergaul, dan suka menolong.62 Guru adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya tidak bisa terlepas dari kehidupan sosial masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu, guru dituntut untuk memiliki kompetensi sosial yang memadai, terutama
61
Ibid.,h. 156.
62
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik, (Jakarta: Krncana Prenada Group, 2012), Cet. II, h. 52 .
30
kaitannya dengan pendidikan, yang tidak terbatas pada pembelajaran di sekolah tetapi juga pada pendidikan yang terjadi dan berlangsung di masyarakat.63
a.
Ruang Lingkup Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit berbeda dengan orang lain yang bukan guru.64 Guru harus mempunyai kompetensi sosial karena guru adalah penceramah jaman. Menurut Djama‟an Satori dalam Fachruddin kompetensi sosial adalah sebagai berikut: 1) Terampil berkomunikasi dengan Peserta Didik dan Orang Tua Peserta Didik. 2) Bersikap Simpatik. 3) Dapat bekerja sama dengan dewan pendidikan/Komite sekolah. 4) Pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan. 5) Memahami dunia sekitarnya (lingkungan). Sedangkan menurut Mukhlas dalam Fachruddin, yang dimaksud dengan kompetensi sosial ialah kemampuan individu sebagai bagian masyarakat yang mencakup kemampuan untuk; 1) Berkomunikasi lisan, tulisan, dan atau isyarat. 2) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional. 3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua/wali peserta didik.
63
Mulyasa, op cit., h. 173.
64
Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2011), Cet. III, h. 187.
31
4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku. 5) Menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.65 Berdasarkan pengertian dan ruang lingkup Kompetensi Sosial seperti di atas maka inti dari pada kompetensi sosial itu adalah kemampuan guru melakukan interaksi sosial melalui komunikasi tehadap guru lain, kepala sekolah, anak didik, orang tua murid, masyarakat atau warga intitusi pendidikan lain. b.
Berkomunikasi dan Bergaul secara Efektif
Kompetensi sosial guru memegang peranana penting, karena sebagai pribadi yang hidup di tengah-tengah masyarakat, guru perlu juga memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olah raga, keagamaan, dan kepemudaan. Setidaknya terdapat tujuh kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar dapat berkomunikasi dan bergaul secara efektif, baik di sekolah maupun di masyarakat. 1) Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama. 2) Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi. 3) Memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi. 4) Memiliki pengetahuan tentang estetika 5) Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial 6) Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan 7) Setia terhadap harkat dan martabat manusia.66
65
Ibid.,h. 189.
66
E. Mulyasa. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012), cet. VI, h. 176.
32
c.
Hubungan sekolah dengan masyarakat
Sekolah berada di tengah-tengah masyarakat dan dapat dikatakan berfungsi sebagai pisau bermata dua. Mata yang pertama adalah menjaga kelestraian nilai-nilai positif yang ada dlaam masyarakat, agar pewarisan nilai-nilai masyarakat itu berlangsung dengan baik.Mata yang kedua adalah sebagai lemabag yang dapat mendorong perubahan nilai dan tradisi itu sesuai dengan kemajuan dan tuntutan kehidupan serta pembangunan.67
d.
Peran guru di masyarakat
Adapun peran guru di masyarakat dalam kaitannya dengan kompetensi sosial dapat diuraikan sebagai berikut. 1)
Guru sebagai petugas kemasyraakatan
2)
Guru bertugas membina masyarakat agar masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan.
3)
Guru di mata masyarakat, dalam pandangan masyarakat, guru memiliki tempat tersendiri karena fakta menunjukkan bahwa ketika seorang guru berbuat senonoh, menyimpang dari ketentuan atau kaidah-kaidah masyarakat dan menyimpang dari apa yang diharapkan masyarakat, langsung saja masyarakat memberikan suara sumbang kepada guru itu. Kenakalan anak yang kini merajalela di berbagai tempat, sering pula tanggung jawabnya ditudingkan kepada guru sepenuhnya.
4)
Tanggung jawab sosial guru, Peranan guru di sekolah tidak lagi terbatas untuk memberikan pembelajaran, tetapi harus memikul tanggung jawab yang lebih banyak, yaitu bekerja sama dengan pengelola pendidikan lainnya di dalam lingkungan masyarakat.68
67
Ibid.,h. 177.
68
Ibid.,h. 182-184.
33
e.
Guru sebagai agen perubahan sosial
UNESCO mengungkapkan bahwa guru adalah agen perubahan yang mampu mendorong terhadap pemahaman dan toleransi, dan tidak sekedar hanya
mencerdaskan
peserta
didik
tetapi
mampu
mengembangkan
kepribadian yang utuh, berakhlak, dan berkarakter.69
C. Fungsi Kompetensi Sosial Masyarakat dalam proses pembangunan sekarang ini menganggap guru sebagai anggota masyarakat yang memiliki kemampuan, keterampilan yang cukup luas yang mau ikut serta secara aktif dalam proses pembangunan. Guru diharapkan menjadi pelopor di dalam pelaksanaan pembangunan. Guru perlu menyadari posisinya di tengah-tengah masyarakat berperan sangat penting, yakkni sebagai; a) motivator dan inovator dalam Pembangunan Pendidikan, b) perintis dan pelopor pendidikan, c) penelitian dan pengkajian ilmu pengetahua, d) pengabdian.70
D. Guru Profesional Sebagai
Pendidik
professional,
guru
bukan
saja
dituntut
melaksanakan tugasnya secara professional, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan professional. Dalam diskusi pengembangan model pendidikan tenaga professional tenaga pendidikan professional tenaga kependidikan, yang diselenggarakan oleh PPS IKIP Bandung tahun 1990, dirumuskan 10 ciri suatu profesi, yaitu: 1). Memiliki fungsi dan signifikansi social. 2). Memiliki keahlian dan keterampilan tertentu. 3). Keahlian atau keterampilan tertentu diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah. 4). Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas. 5). Diperoleh dengan 69
Ibid.,h. 184.
70
Fachruddin, op cit., h. 190.
34
pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama. 6). Aplikasi dan sosilaisasi nilai-nilai profesionalitas. 7). Memiliki kode etik. 8). Kebebasan untuk memberikan judgment dalam memecahkan masalah dalam lingkungan kerjanya. 9). Memiliki tanggung jawab professional dan otonomi, dan 10).Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya.71 Jika ciri-ciri profesionalisme di atas ditunjukan untuk profesi pada umumnya, maka khusus untuk profesiseorang guru dalam garis besarnya ada tiga. Pertama, seorang guru professional harus menguasai bidang ilmu pengetahuan yang akan diajarkannya dengan baik. Kedua, seorang guru professional harus memiliki kemampuan menyampaikan atau mengajarkan ilmu yang dimilikinya (transfer of knowledge) kepada murid-muridnya secara efektif dan efisien. Ketiga, seorang guru yang professional harus berpegang teguh kepada kode etik professional sebagaimana tersebut di atas.72 Dari keterangan di atas, seorang guru harus mampu mengajar dan mendidik.Keahlian mengajar seorang guru yang memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik. Serta, keahlian mengajar, selain guru bertugas memberikan ilmu, sosok guru adalah pembimbing yang mengarahkan peserta didiknya dalam pengembangan potensi yang dimiliki.
E. Sikap Profesional Guru sikap profesional keguruan adalah sikap yang harus dimiliki oleh seorang guru yang mengacu pada pengakuan penampilan unjuk kerjanya dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang guru yang menjadi 71
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997). Cet.
VIII, h.14 72
Dr. H. Abbudin Nata, M.A, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: kencana, 2013) h. 143
35
sumber penghasilan kehidupan, dimana hal tersebut memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Guru sebagai pendidik profesional harus memiliki citra yang baik di dalam masyarakat dan dapat menunjukan tingkah laku yang sepantasnya seorang professional lakukan sehingga masyarakat yang selalu memperhatikan bagaimana sikap dan perbuatan guru dapat menjadikannya seorang tauladan. Pola tingkah laku guru tersebutmemiliki tujuah sasaran sikap profesional keguruan, yaitu: 1. Sikap terhadap peraturan perundang-undangan Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlakperlu mengetahui kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan segala ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijakan tersebut. Salah satu kebijakan yang ditujukan untuk guru tercantum dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Pendidik yang mengajar satuan pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan tinggi disebut dosen.”73 Berdasarkan undang-undang tersebut, dapat diketahui bahwa seorang guru bukanhanya pemberi ilmu pengetahuan pada murid-muridnya. Akan tetapi, guru adalah seorang tenaga profesional yang dapat menjadikan muridmuridnya mampu merencanakan, menganalisis dan menyimpulkan masalah 73
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 39 ayat 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional
36
yang dihadapi.Dengan demikian seorang guru dapat memiliki cita-cita yang tinggi, mempunyai pengetahuan yang luas, dan mempunyai kepribadian yang kuat dan tegar serta berprikemusiaan yang mendalam.74 Dengan adanya peraturan perundangan-undangan di atas, diharapkan guru menjadi sosok yang professional dalam mengajar. Seperti diantaranya mampu tekun dan mengabdi hanya untuk mengajar. Selain itu untuk menjadi guru professional, guru dituntut menjadi pribadi yang terus menerus meniingkatkan kualitas.Peningkatan kualitas tersebut adalah di bidang keilmuannya dan bidang pedagogiknya, memahami betul keunikan muridmuridnya. Urgensi UU guru dan dosen, antara lain: a. Kepastian Jaminan Kesejahteraan, hal ini mengingat bahwa untukmembentuk tenaga yang profesional diperlukan jaminan kelayakan hidup yang memadai. Karena bagaimanapun juga guru dan dosen adalah manusia yang harus menghidupi keluarga dan dirinya sendiri. Kepastian dan kemapanan kehidupan keluarga secara finansial signifikansi menumbuhkan ketenangan, konsentrasi dan dedikasi dalam bekerja. b. Kepastian Jaminan Sosial, termasuk didalamnya asuransi kesehatan bagi dirinya dan keluarganya, serta status sosial di masyarakat; tentunya akan menurunkan ketegangan dalam diri guru. c. Kepastian Jaminan Keselamatan, terutama keselamatan jiwa dan raga bagi mereka yang bertugas di daerah konflik ataupun dalam perjalanan tugas dinas. Hal ini mengingat bahwa belum adanya jaminan hukum bagi mereka apabila jiwa dan raganya terenggut. Ini tentunya berbeda bagi profesi seperti kepolisian dan tentara yang mendapat jaminan hukum bagi dirinya dan keluarga. 74
Syafrudin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h. 7
37
d. Kepastian Jaminan Hak dan Kewajiban, sudah sebagai profesi memperoleh judgement
dan
legitimasi
keprofesiannya,
terutama
akan
hak
dan
kewajibannya. Kewajiban guru dan dosen merujuk segala apa yang harus dilakukan oleh guru atau dosen, disini termasuk tugas pengetahuan dan kemampuan profesional, personal, dan sosial. Sedangkan hak merujuk pada apa yang seharusnya didapatkan dari yang telah dilakukan (kewajiban). Sehingga antara hak dan kewajiban harus sinergis seimbang dan konstruktif.
Di dalam menjalankan tugas pengabdiannya, sebagaimana yang dikatakanSoetjipto,
guru
Indonesia
harus
tunduk
dan
taat
kepada
kebijaksanaan pemerintahdalam bidang pendidikan, yang tertuang di dalam kode etik guru Indonesia mengenai hal-hal tersebut. Sehingga guru Indonesia terhindar dari pengaruh negatif pihak luar, yang ingin memaksakan idenya melalui dunia pendidikan.75 pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, guru mempunyai tugas penuh untuk mengajar dan pelaksanaan tugasnya telah dijamin oleh pemerintah. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan guru.Hal ini bertujuan agar guru mampu mengajar dengan sungguh dan foks dalam satu tugas, yaitu mengajar. 2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi Dalam undang-undang disebutkan bahwa, “guru harus memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugaskeprofesionalan guru”.8 Hal ini dipertegas oleh pasal dan ayat yang lain di dalamundang-undang yang sama dikatakan bahwa guru wajib menjadi anggota organisasi profesi. Ini berarti setiap guru di Indonesia harus tergabung dalam suatu organisasi yang berfungsi sebagai wadah usaha 75
6 Trianto dan Titik Triwulan Tutik, Tinjauan Yuridis Hak serta Kewajiban Pendidik Menurut UU Guru dan Dosen Prestasi, (Jakarta: Pustaka Publisher, 2006), h. 6-7
38
untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru.Di Indonesia organisasi ini disebut dengan Persatuan Guru RepublikIndonesia (PGRI).76 Dalam Kode `Etik Guru Indonesia butir kesatu disebutkan bahwa, “Guru menja dianggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam
melaksanakan
program-program
organisasi
bagi
kepentingan
pendidikan”77. Ini semakin menegaskan bahwa setiap guru di Indonesia harus tergabung dalam PGRI danberkewajiban serta bertanggung jawab untuk menjalankan, membina, memelihara, dan memajukan PGRI sebagai organisasi profesi, baik sebagai pengurus ataupun sebagai anggota. Hal ini dipertegas dalam dasar keenam kode etik guru bahwa guru secara pribadi maupun
bersama-sama
mengembangkan
dan
meningkatkan
martabat
profesinya. Peningkatan mutu profesi dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti penataran,lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, danberbagai kegiatan akademik lainnya. 78 Jadi kegiatan pembinaan profesi tidak hanya terbatas pada pendidikan prajabatan atau pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja, melainkan dapat juga dilakukan setelah lulus dari pendidikan prajabatan ataupun dalam melaksanakan jabatan. 3. Sikap terhadap teman sejawat Dalam ayat 7 Kode Etik Guru, “Guru memelihara hubungan seprofesi, semangatkekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial”.79Kode Etik Guru Indonesia menunjukan berapa pentingnya hubungan yang harmonis perlu
76
Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 44
77
8Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 pasal 7 ayat 1 tentang guru dan dosen
78
Undang-undang No. 14 Tahun 2015 pasal 41 ayat 3 tentang guru dan dosen
79
Fachrudin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Gaung Persada, 2011), h.23
39
diciptakan dengan mewujudkanperasaan bersaudara yang mendalam antara sesama anggota profesi. 4. Sikap terhadap anak didik Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas, “Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila”.80Untuk mencapai tujuan kode etik tersebut guru dituntut harus memiliki berbagai kemampuan. Kemampuan-kemampuan tersebut yang akan menjadikan pendidik lebih efektif dalam menjalankan tugasnya. Menurut Trianto, ciri-ciri guru efektifantara lain: a. Memiliki kemampuan yang terkait dengan iklim belajar dikelas yaitu: 1) Memiliki
keterampilan
interpersonal,
khususnya
kemampuan
untukmenunjukan, empati penghargaan kepada siswa dan ketulusan. 2) Memiliki hubungan baik dengan siswa. 3) Mampu menerima, mengakui dan memperhatikan siswa secara tulus. 4) Menunjukan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar. 5) Mampu menciptakan atmosfer untuk tumbuhnya kerjasama dan kohesivitasdalam dan antara kelompok siswa 6) Mampu
melibatkan
siswa
dalam
mengorganisasikan
dan
merencanakankegiatan pembelajaran. 7) Mampu
mendengarkan
siswa
dan
menghargai
hak
siswa
untukberbicara dalam setiap diskusi. 8) Mampu meminimalkan friksi-friksi dikelas.81
b. Memiliki
kemampuan
yang
terkait
dengan
strategi
manajemen
pembelajaran, meliputi: 1) Memiliki kemampuan untuk menghadapi dan menangani siswa yang 80
Saudagar, op. cit., h. 23
81
Trianto, op. cit., 70
40
tidak punya perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam proses pembelajaran 2) Mampu bertanya (menguasai teknik bertanya) dan memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda untuk semua siswa.82 c. Memiliki kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik (feedback) dan penguatan (reinforcement), yang terdiri dari: 1) Mampu meberikan umpan balik yang positif terhadap respon siswa 2) Mampu memberikan respon yang bersifat membantu terhadap siswa yang lamban belajar. 3) Mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban siswa yang kurang memuaskan. 4) Mampu
memberikan
bantuan
profesional
kepada
siswa
jika
diperlukan.83
d. Memiliki kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri, yaitu: 1) Mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif 2) Mampu memperluas dan menambah pengetahuan mengenai metodemetode pengajaran. 3) Mampu memanfaatkan perancanaan guru secara kelompok untuk menciptakan dan mengembangkan metode pengajar yang relevan.84
5. Sikap terhadap tempat kerja 82
Trianto, op. cit., 71
83
Trianto, op. cit., 72
84
Trianto, op. cit., 73
41
Suasana yang baik di tempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Menciptakansuasana
yang
baik
merupaka
kewajiban
seorang
guru,
sebagaimana dikatakan Soetjipto bahwa suasana yang baik dan harmonis di sekolah tidak akan terjadi bila personil yang terlibat di dalamnya, yakni kepala sekolah, guru, staf administrasi, dan siswa tidak menciptakan hubungan yang baik di antara sesamanya. Penciptaan suasanakerja harus dilengkapi dengan terjalinnya hubungan yang baik dengan orang tua dan masyarakat sekitar.85Namun, kenyataan tersebut masih belum terlihat pada situasi sekarang ini.Tugas dan tanggung jawab guru dalam mengembangkan profesi dan membina hubungan dengan masyarakat tampaknya belum banyak dilakukan oleh guru. Padahal di dalam Kode Etik guru disebutkan bahwa guru harus menciptakan suasana sekolah sebaikbaiknya
yang menunjang
berhasilnya proses belajar mengajar.86 6. Sikap terhadap pemimpin Menurut Soetjipto, “Sebagai seorang anggota organisasi profesi maupun organisasi yang lebih besar yaitu, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, guru akan selalu berada dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan.”87 Sudah jelas bahwa pemimpin suatu organisasi akan mempunyai kebijaksanaan dan arahan tertentu dalam memimpin organisasi tersebut, di mana setiap anggota organisasi itu dituntut untuk bekerja sama dalam melaksanakan tujuan organisasi yang dipimpinnya. Oleh sebab itu, dapat kita simpulkan bahwa sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif, dalam pengertian harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati, baik disekolah maupun diluar sekolah.
85
Soetjipto, op. cit., h.51
86
Udin S. Saud dan Cicih Sutarsih, Pengembangan Profesi Guru SD, (Bandung: UPI Press, 2008), h. 31 87
Soetjipto, op. cit., h. 52
42
7. Sikap terhadap pekerjaan Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip. Prinsip tersebut tercantum di dalam undang-undang, yaitu: a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealism. b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.88 Hal ini berarti seorang guru sebagai pendidik harus benarbenar berkomimen
dalam
memajukan
pendidikan.
Guru
harus
mampu
melaksanakan tugasnya dan melayani pesrta didik dengan baik. Oleh karena itu, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya. Pernyataan ini juga sejalan dengan yang dikatakah oleh Mudlofir bahwa seorang guru profesional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi atau metode. Dengan keahliannya itu, seorang guru mampu menunjukkan otonominya, baik pribadi maupun sebagai pemangku profesinya.89 Guru sebagaimana juga dengan profesi lainnya, tidak mungkin dapat meningkatkan mutu dan martabat profesinya bila guru itu tidak meningkatkan atau menambah pengetahuan dan keterampilannya, karena ilmu dan pengetahuan yang menunjang profesi itu selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.
E. Pembinaan Guru 88
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 pasal 7 ayat 1 tentang Guru dan Dosen
89
Ali Mudlofir, Pendidik Profesional, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), h.110
43
Guru merupakan ujung tombak pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, upaya pengembangan dan peningkatan kinerja guru sudah seharusnya menjadi bagian dari rencana strategi untuk meningkatkan profesionalitas seorang guru. Kinerja guru saat di kelas bisa dilihat dari cara mengajarnya cara guru mempersiapkan pembelajaran dan lain-lain. Guru yang professional passti kinerjanya juga bagus.Profesionalitas seorang guru sering dikaitkan 3 faktor yang cukup penting, yaitu kompetensi guru, sertifikasi guru dan tunjangan profesi guru.Ketiga faktor tersebut berkaitan erat dengan kualitas pendidikan. Guru profesional yang dibuktikan dengan kompetensi yang dimilikinya akan mendorong proses dan kinerja guru yang dapat menunjang peningkatan kualitas pendidikan. Guru yang berkompeten dapat dilihat dari perolehan sertifikasi guru berikut tunjangan profesi guru.Guru yang telah tersertifikasi memiliki 4 kompetensi guru, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional. Guru yang diasumsikan memiliki empat kompetensi berlandaskan pada asumsi bahwa mereka telah tersrtifikasi tampaknya sulit untuk dipertanggung jawabkan kinerjanya dilihat dari paska mereka disertifikasi dalam jangka panjang.Oleh karena itu, untuk memfasilitassi peningkatan kinerja guru manajemen pengembangan dalam rangka pembinaan guru diharapkan dapat membantu untuk menjadi guru yang profesional. 1 Penilaian Kinerja Guru Penilaian kinerja guru (PKG) dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk memperoleh gambaran tentang pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap guru dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, yang ditunjukkan dalam penampilan,
perbuatan,
dan
prestasi
kerjanya.
Peraturan
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, menegaskan bahwa penilaian kinerja guru adalah penilaian dari tiap butir
44
kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karier, kepangkatan, dan jabatannya.90 2. Tujuan Penilaian Guru PKG pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan untuk membina dan mengembangkan guru professional yang dilakukan dari guru, oleh guru, dan untuk guru. Hal ini penting terutama untuk melakukan pemetaan terhadap kompetensi dan kinerja seluruh guru dalam berbagai jenjang dan jenis pendidikan. Hasil penilaian kinerja tersebut dapat digunakan oleh guru, kepalasekolah, danpengawas untuk melakukan refleksi terkait dengan tugas dan fungsinyadalam rangka memberikan layanan kepada masyarakat dan meningkatkan kualitas pendidikan melalui peningkatan kinerjaguru.91 Penilaian kinerja juga diharapkan dapat mengatasi kesenjangan antara guru dengan guru, antara guru dengan kepala sekolah dan pengawas, sehingga hasilnya dapat menjadi masukan yang sangat berharga bagi pengembangan pendidikan dan pengembangan karier guru pada khususnya. Dalam hal ini, hasil penilaian kinerjadapat digunakan sebagai bahan evaluasi diri bagi guru sehingga mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dimilikinya sebagai bahan untuk mengembangkan potensi dan profil kinerjanya yang
dapat dijadikan acuan dalam penyusunan
program Pengembangan KeprofesianBerkelanjutan (PKB).92 Hasil penilaian kinerja juga merupakan dasar untuk melakukan perbaikan, pembinaan dan pengembangan, serta memberikan nilai prestasi kerja dan perolehan angka kredit guru dalam rangka pengembangan kariernya 90
Badan PSDMPPMP,,Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru,(Jakarta: Kementerian Pendidikandan Kebudayaan, 2012), h. 5 91
E. Mulyasa,Uji kompetensi dan Penilaian Kinerja Guru,(Bandung:RemajaRosdakarya,2013),
h.90 92
Ibid.,h. 90
45
sesuai dengan peraturan yang berlaku.Jika semua ini dapat dilakukan dengan baikdan obyektif, pendidikan yang berkualitas dan berdaya saing dapat segera diwujudkan sehingga kitadapat membangun bangsa yang bermartabat. Hal ini dimungkinkan karenaguru memiliki kinerja dan dedikasi tinggi akan dapat merencanakan,melaksanakan,dan menilai pembelajaran secar efektif, efisien dan akuntabel.93 Untuk menilai kinerja guru dapat dilihat pada aspek: “penguasaan content knowledge, behavioral skill, dan human relation skill”.94 Sedangkan M menyatakan bahwa aspek yang dilihat dalam menilai kinerja individu (termasuk guru), yaitu: “quality of work, proptness, initiatif, capability, and communication”.95Berdasarkan pendapat di atas kinerja guru dinilai dari penguasaan keilmuan, keterampilan tingkah laku, kemampuan membina hubungan, kualitas kerja, inisiatif kapasitas diri serta kemampuan dalam berkomunikasi.96 Aspek-aspek dapat dinilai dari kinerja seorang guru dalam suatu organisasi
dikelompokkan
menjadi
tiga,
yaitu
kemampuan
teknik,
kemampuan konseptual, dan kemampuan hubungan interpersonal:97 1. Kemampuan teknik yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang telah diperoleh.98 93
Ibid.,h.90.
94
Supardi,Kinerja Guru, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h. 69.
95
C.D.Michel,Supervision of Instruction: A Developmental Approach, (Boston: Allyn and Bacon Inc), h. 34. 96
Supardi, op cit. h. 70
97
Riva’i, V,Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, (Jakarta: Murai Kencana), h.
324 98
Ibid., h. 324
46
2. Kemampuan
konseptual
yaitu
kemampuan
untuk
memahami
kompleksitas organisasi dan penyesuaian bidang gerak dari unit-unit operasional.99 3. Kemampuan hubungan interpersonal yaitu antara lain kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, membawa guru melakukan negosiasi.100 3. Syarat Sistem Penilaian Kinerja Untuk memperoleh hasil penilaian yang benar dan tepat, Penilaian kinerja guru harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Valid Sistem penilaian kinerja guru dikatakan valid bila aspek yang dinilai benar-benar mengukur komponen-komponen tugas guru dalam melaksanakan pembelajaran, pembimbingan, dan/atau tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.101 2. Reliabel Sistem penilaian kinerja uru dikatakan reliabel atau mempunyai tingkat kepercayaan tinggi bila proses yang dilakukan memberikan hasil yang sama untuk seorang guru yang dinilai kinerjanya oleh siapapun dan kapan pun.102 3. Praktis
99
Ibid., h. 324
100
Ibid., h. 324
101
Op cit., h. 257
102
Ibid., h. 257
47
Sistem penilaian kinerja guru dikatakan praktis bila dapat dilakukan oleh siapapun dengan relatif mudah, dengan tingkat validitas dan reliabilitas yang sama dalam semua kondisi tanpa memerlukan persyaratan tambahan.103 4. Prinsip Pelaksanaan Penilaian kinerja guru Agar hasil pelaksanaan dan penilaian kinerja
guru
dapat
dipertanggungjawabkan, penilaian kinerja guru harus memenuhi prinsipprinsip sebagai berikut:104 a. Berdasarkan ketentuan Penilaian kinerja guru harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan mengacu pada peraturan yang berlaku.105 b. Berdasarkan Kinerja Aspek yang dinilai dalam penilaian kinerja guru adalah kinerja yang dapat diamati dan dipantau sesuai dengan tugas guru sehari-hari dalam melaksanakan
kegiatan
pembelajaran, pembimbingan, dan/atau tugas
tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.106 c. Berlandaskan Dokumen Penilai, guru yang dinilai, dan unsur lain yang terlibat dalam proses penilaian kinerja guru harus memahami semua dokumen yang terkait dengan sistem penilaian kinerja guru, terutama yang berkaitan dengan pernyataan kompetensi dan indikator kinerjanya secara utuh, sehingga penilai, guru dan unsur lain yang terlibat dalam proses penilaian kinerja guru mengetahui dan
103
Ibid., h. 257
104
Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Kode Etik Guru, (Bandung: Alfabeta, 2010), h.99
105
Ibid., h. 99
106
Ibid., h. 99
48
memahami tentang aspek yang dinilai serta dasar dan kriteria yang digunakan dalam penilaian.107 d. Dilaksanakan Secara Konsisten Penilaian kinerja guru dilaksanakan secara teratur setiap tahun yang diawali dengan evaluasi diri.108 Instrumen sebagai Alat Penilaian Kinerja Guru atau Kemampuan Guru (APKG) telah dikembangkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dan disebut sebagai tiga komponen penting bagi seorang guru dalam proses pembelajaran, yaitu: “1) persiapan pembelajaran, 2) pelaksanaan pembelajaran, dan 3) hubungan antarpribadi “.109Alat ukur ini bersifat generic yang
esential
terdiri
dari
tiga
macam
berupa:
“
(1)
lembar
penilaianperencanaan pembelajaran, (2) lembar penilaian kemampuan pembelajaran, dan (3) lembar penilaian hubungan antarpribadi”.110 Lembar perencanaan perencanaan
pengorganisasian
pembelajaran dimensinya bahan
pembelajaran,
(2)
meliputi:
(1)
perencanaan
pengelolaan kegiatan pembelajaran, (3) perencanaan penggunaan media dan sumber pembelajaran, dan (4) perencanaan penilaian prestasi peserta didik untuk kepentingan pembelajaran. Lembar penilaian kemampuan pembelajaran meliputi dimensi: (a) penggunaan metode, media, dan bahan latihan, (b) berkomunikasi dengan peserta didik, (c) mendemostrasikan khazanah metode pembelajaran, (d) mendorong dan menggalang keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, (e) mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan
107
Ibid., h. 99
108
Ibid., h. 99
109
B. Harahap, Supervisi Pendidikan yang dilaksanakan oleh Guru, Kepala Sekolah, Penilik dan Pengawas Sekolah,(Jakarta: Damai Jaya, 1983), h. 32 110
I. Bafadal, Supervisi Pengajaran Teori dan Aplikasinya dalam Membina Profesional Guru,(Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 143
49
relevansinya, (f) pengorganisasian waktu, ruang, bahan dan perlengkapan pembelajaran, dan (g) melaksanakan evaluasi pencapaian peserta didik dalam pembelajaran. Lembar hubungan antarpribadi terdiri atas dimensi: (a) membantu mengembangkan sikap positif peserta didik, (b) bersikap terbuka dan luwes terhadap peserta didik atau orang lain, (c) menampilkan kegairahan dan kesungguhan dalam pembelajaran dan pelajaran yang diajarkan, dan (d) mengelola interaksi perilaku dalam kelas.111 Agar penilaian kinerja guru mudah dilaksanakan serta membawa manfaat diperlukan pedoman dalam penilaian kinerja. Pedoman penilaian terhadap kinerja guru mencakup:112 1) Kemampuan dalam memahami materi bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya (subject mastery and content knowledge). 2) Keterampilan
metodologi
yaitu
merupakan
keterampilan
cara
penyampaian bahan pelajaran dengan metode pembelajaran yang bervariasi (metodological skill atau technical skill). 3) Kemampuan berinteraksi dengan peserta didik sehingga tercipta suasana pembelajaran yang kondusif
yang bisa memperlancar
pembelajaran. 4) Disamping itu, perlu juga adanya sikap profesional (profesional standar-profesional
attitude),yang turut
menentukan
keberhasilan
seorang guru di dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan panggilan sebagai seorang guru.
111
Ibid., h. 143
112
Supardi, Kinerja Guru,( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h. 72
50
5. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Istiqomah dalam buku berjudul, “Sukses Uji Kompetensi Guru” menyatakan, bahwa PKB adalah bentuk pembelajaran berkelanjutan bagi guru yang merupakan kesadaran utama dalam upaya membawa perubahan yang diinginkan berkaitan dengan keberhasilan peserta didik.113Terdapat beberapa asumsi-asumsi mengenai PKB.Misalnya; variabel yang berkaitan dalam PKB ialah guru, pembelajaran, kinerja guru. Hal tersebut dapat saja terpenuhi jika cara itu ditempuh melalui tahapan-tahapan sesuai dengan model yang relevan. misalnya; tahapan pengembangan keprofesian meliputi; perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan refleksi yang didesain untuk meningkatkan karakteristik, pengetahuan, pemahaman dan keterampilan. Sedangkan model yang relevan misalnya melaui siklus antara lain; siklus evaluasi, refleksi belajar, perencanaan dan implementasi kegiatan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan. Melalui
kegiatan
ini
guru
diharapkan
dapat
memelihara,
meningkatkan, dan memperluas pengetahuan dan keterampilannya untuk melakukan proses pembelajaran secara professional. berkualitas
diharapkan
mampu
untuk
Pembelajaran yang
meningkatkan
kemampuan,
keterampilan, dan sikap peserta didik”.PKB mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan refleksi yang didesain untuk meningkatkan karakteristik, pengetahuan, pemahaman dan keterampilan.PKB dilaksanakan melalui siklus evaluasi, refleksi belajar, perencanaan dan implementasi kegiatan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan. Dengan siklus ini diharapkan guru akan mampu untuk mempercepat pengembangan kompetensi pedagogic, professional, social dan kepribadian untuk kemajuan karirnya.114
113
Istiqomah dan Mohammad Sulton, Sukses Uji Kompetensi Guru, (Jakarta: Dunia Cerdas, 2013), h.185 114 Ibid., h. 186
51
Bentuk-bentuk PKB dapat dilakukan secara individual maupun secara institusional.Secara individual dapat dilakukan melalui penerapan tindakan kelas, membaca jurnal-jurnal ilmiah, memperluas jaringan kerja, meningkatkan koleksi perpustakaan pribadi, dan upaya lainnya. sedangkan secara institusional dapat berbentuk Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS). sebagaimana disebutkan oleh Payong , bahwa; Bentuk-bentuk pengembangan professional berkelanjutan dapat dilakukan
secara
mengembangkan penelitian-penelitian
individual
yakni
melalui
inisiatif
guru
untuk
kompetensi keilmuannya, melakukan refleksi dan tindakan
kelas,
membaca
jurnal-jurnal
ilmiah,
memperluas jaringan kerja, meningkatkan koleksi perpustakaan pribadi, dan lain-lain. Sebaliknya, pengembangan professional berkelanjutan dapat juga dilakukan secara institusional atas inisiatif dari kepala sekolah, atau otoritas pendidikan terkait, misalnya melalui perkumpulan dalam wadah-wadahguru seperti Kelompok Kerja Guru (KKG),Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS). Melalui wadah-wadah ini para guru dapat berbagi pengalaman tentang pembelajaran, permasalahan yang dihadapi, solusi yang sudah dilakukan dan dampak-dampaknya terhadap peningkatan mutu pembelajaran.Para guru dapat membuat perencanaan pembelajaran bersamasama dan merefleksikan hasil pembelajaran bersama melalui semangat kolegalitas.Inilah yang biasa dilakukan dalam kegiatan lesson study dan penelitian tindakan kelas (PTK).115 Selanjutnya, PKB ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi guru. Kompetensi tersebut meliputi; pedagogic, professional, sosial maupun 115
Marselus R. Payong,Sertifikasi Profesi Implementasinya, (Jakarta: PT Indeks, 2011), h. 20
Guru.
Konsep
Dasar,
Problematika,
dan
52
kepribadian untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masa depan yang berkaitan dengan profesi guru. Kegiatan PKB dikembangkan atas dasar profil kinerja guru dan didukung dengan hasil evaluasi diri.Berkaitan dengan hal ini, Istiqamah menuturkan bahwa apabila hasil penilaian kinerja guru masih berada di bawah standar kompetensi yang dipersyaratkan dalam penilaian kinerja guru, maka guru diwajibkan untuk mengikuti program PKB yang diorientasikan sebagai pembinaan dalam pencapaian standar kompetensi guru. Sementara itu, guru yang hasil kinerjanya telah mencapai standar kompetensi yang dipersyaratkan dalam penilaian kinerja guru, kegiatan PKB diarahkan kepada pengembangan kompetensi untuk memenuhi layanan pembelajaran berkualitas dan peningkatan karir guru.116 Selain
guru
dituntut
untuk
memperhatikan
segala
aspek
pengembangan keprofesian berkelanjutnya yang melitupi model, variabel, dan tujuan utama pengembangan.Guru juga dituntut untuk mengetahui sasaransasaran pengembangan dan manfaat dari pengembangan itu senditi.Adapun sasaran-sasaran PKB adalah semua guru pada satuan pendidikan yang berada di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian lain, serta satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.117 Oleh karenanya, untuk mencapai manfaat PKBdapat diwujudkan jika memenuhi unsur-unsur. Maka, strategi pengembangan hendaknya terstruktur, sistematik dan memenuhi kebutuhan peningkatan profesionalitas. Adapun manfaat-manfaat tersebut antara lain; a)
Bagi Peserta Didik Peserta didik memperoleh jaminan kepastian untuk mendapatkan
pelayanan dan pengalaman belajar yang efektif untuk meningkatkan potensi 116 117
Istiqomah, op cit., h. 186
Ibid., h.186
53
diri secara optimal melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi seesuai dengan perkembangan masyarakat abad 21, serta memiliki jati diri yang luhur sesuai nilai luhur-luhur bangsa.118 b)
Bagi Guru PKB memberikan jaminan kepada guru untuk menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kepribadian yang kuat sesuai dengan profesinya yang bermartabat, terlindungi, sejahtera, dan profesional agar mampu menghadapi perubahan internal dan eksternal dalam kehidupan abad 21 selama karirnya.119 c)
Bagi Sekolah atau Madrasah PKB memberikan jaminan terwujudnya sekolah/madrasah sebagai
sebuah organisasi pembelajaran yang efektif
dalam menignkatkan
kompetensi, motivasi, dedikasi, loyalitas, dan komitmen pengabdian guru dalam memberikan layanan pendidikan yang berkualitas kepada peserta didik.120 d)
Bagi Orang tua atau Masyarakat PKB memberikan jaminan kepada orang tua atau masyarakat bahwa
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya masing-masing anak mereka di sekolah memperoleh bimbingan dari guru yang mampu bekerja secara professional dan penuh tanggung jawab dalam mewujudkan kegiatan pembelajaran secara efektif, efisien dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat local, nasional dan global.121 e)
Bagi Pemerintah Dengan kegiatan PKB, pemerintah mampu memetakan kualitas
layanan 118
Ibid., h. 187
119
Ibid., h. 187
120
Ibid., h. 187
121
Ibid.,h. 187
pendidikan
sebagai
upaya
pembinaan,
pengembangan
dan
54
peningkatan kinerja guru serta dalam rangka mewujudkan dalam pemberian pelayanan.122
6. Unsur PKB Upaya pengembangan yang melipui model, variabel-variabel hingga mencapai poin kemanfaatan hendaknya diselaraskan dengan unsur-unsup yang ada. Dalam konteks PKB, unsur-unsur tersebut mencakup tiga hal yakni pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. Selanjutnya, dijabarkan satu per satu.
7. Pengembangan Diri Pengembangan diri adalah upaya untuk meningkatkan profesionalitas diri agar guru memiliki kompetensi yang sesuai dengan praturan perundangundangan atau kebijakan
pendidikan nasional serta perkembangan ilmu
pengetahuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan melalui diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru untuk meningkatkan kompetensiguru.123 Kegiatan pengembangan diri terdiri dari diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru untuk mencapai danmeningkatkan kompetensi profesi guru yang mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional.Sedangkan untuk mampu melaksanakan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah atau madrasah, program PKB diorientasikan kepada kegiatan peningkatan kompetensi sesuai dengan tugas-tugas tambahan tersebut (misalnya kompetensi bagi kepala sekolah, kepala laboraturium, kepala perpustakaan, dan sebagainya).124 122
Ibid., h. 187
123
Ibid., h. 187
124
Ibid., h. 188
55
a)
Diklat Fungsional Diklat fungsional adalah kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan
atau latihan yang bertujuan untuk mencapai standar kompetensi profesi yang ditetapkan dan untuk meningkatkan keprofesian untuk memiliki kompetensi di atas standar kompetensi profesi dalam kurun waktu tertentu.125 b)
Kegiatan Kolektif Kegiatan kolektif guru adalah kegiatan guru dalam mengikuti
kegiatan penentuan ilmiah atau kegiatan bersama yang bertujuan untuk mencapai standar profesi yang telah ditetapkan.126
8. Publikasi Ilmiah Unsur yang kedua pada PKB yaitu publikasi ilmiah. Istiqomah dalam buku berjudul, “Sukses Uji Kompetensi Guru” menyatakan, bahwa publikasi ilmiah adalah karya tulis ilmiah yang telah dipublikasikan kepada masyarakat sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan pengembangan dunia pendidikan secara umum. Publikasi buku ini meliputi; pembuatanbuku pelajaran per tingkat atau buku pendidikan per judul,modul/diklat pembelajaran per semester yang digunakan di tingkat provinsi, kabupaten dan sekolah karya hasil terjemahan, dan buku terjemahan guru.127
9. Karya Inovatif
125
http://Bdksemarang.Kemenag.Go.Id/, (Diakses: 22 November 2015, Pukul 20:15 WIB)
126
Ibid.,
127
Istiqomah dan Mohammad Sulton, Sukses Uji Kompetensi Guru, (Jakarta: Dunia Cerdas, 2013), h.189
56
PKB dapat dikembangkan dengan unsur karya inovatif.Karya-karya guru yang telah diciptakan atau dikembangkan merupakan salah satu kontribusi guru dalam memajukan pendidikan.Karya inovatif ini meliputi; menemukan teknologi tepat guna, menemukan/meciptakan karya seni, membuat/memodifikasi
alat
pelajaran,
mengikuti
pengembangan,
penyusunan, standar, pedoman, soal dan sejenisnya.128
10.Pola Pelaksanaan PKB Pola pelaksanaan PKB dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur. Agar semua unsur yang berkaitan dalam proses PKB dapat mencapai manfaat yang diharapkan. Oleh karenanya, pelaksanaanya pun hendaknya bersinergi dengan pihak terkait. Berkaitan dengan hal ini, Istiqomah menggambarkan pola yang bersinergi satu sama lain, yaitu dengan alternatid Pendidikan dan latihan. Sebagaimana disebutkan dalam bukunya, ia menyatakan bahwa; “Sistem penilaian kinerja guru, terdapat beberapa pola pendidikan dan latihan (diklat) fungsional yang dapat diklasifikasikan sebagai bagian dari PKB guru. Diklat tersebut bertujuan antara lain; untuk memperbaiki kompetensi dan kinerja guru di bawah standar, memelihara/meningkatkan dan mengembangkan kompetensi dan
kinerja guru standar atau di atas
standar, serta sebagai bentuk aktivitas untuk memenuhi kenaikan jabatan fungsional dan pengembangan karir guru. Untuk memperoleh gambaran tentang hubungan implementasi penilaian kinerja guru, PKB guru.129 Posisi guru yang sangat strategis dalam dunia pendidikan, menuntut guru agar bersikap professional.Keprofesionalan tersebut dapat dilihat dari kemampuan dalam mengajar, memahami peserta didik, berperilaku sebagai 128
http://www.lpmpsulsel.net, (Diakses: 22 November 2015, Pukul 20:30 WIB)
129
Ibid., h. 193
57
tauladan bagi anak didik, dan mempunyai pola komunikasi yang baik dengan lingkungan sekitar dalam lingkup pendidikan.Selain itu, guru wajib mengembangkan keprofesionalannya. F. Ayat-ayat Al-Qur’an Tentang Pendidik Atau Guru 1. Ayat dan Terjemahan QS. Al-Kahfi Ayat 65-70
﴾٥٦﴿ٍ نَذُ َّا ػِهًًْا ْ ٍِ ػُِْذََِا َٔػَهًََُّْا ُِ ي ْ َُِْا ُِ سَحًَْ ًت يَٛفََٕجَذَا ػَبْذًا يٍِْ ػِبَادََِا آت ﴾٥٥﴿ًت سُشْذ َ ًٌِّْ تُؼَهًٍَِِّ يًَِّا ػُه ْ َم أَتَّبِؼُكَ ػَهَٰٗ أ ْ َْ َٰٗل نَ ُّ يُٕس َ قَا ﴾٥٦﴿ صَبْشًاٙ َ ِغَ يَؼٍِٛ تَسْتَط ْ َك ن َ َّ ِل إ َ َقا ﴾٥٦﴿ط بِِّ خُبْشًا ْ ِْفَ تَصْبِ ُش ػََهٰٗ يَا نَ ْى تُحََٛٔك ﴾٥٦﴿ك أَيْشًا َ َ نِٙ إٌِْ شَا َء انهَُّّ صَابِشًا َٔنَا أَػْصَُِٙقَالَ سَتَجِذ ﴾٦ٓ﴿ك يُِْ ُّ رِكْشًا َ َْءٍ حَتَّٰٗ أُحْذِثَ نٙش َ ٍ ْ َ ػُِْٙ فَهَا تَسْأَنٌَُِٙ اتَّبَؼْت ِ ِقَالَ فَئ
Terjemahan: 65. lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami[886].
58
66. Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" 67. Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku.” 68. dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" 69. Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun". 70. Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, Maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu". 2.
Asbabun Nuzul
Asbab al-Nuzuul merupakan ilmu tentang mengetahui sebab-sebab turunnya ayat, tetapi tidak semua ayat dalam al-Quran mempunyai sebab, karena tidak semua al-Quran diturunkan karena timbul peristiwa atau karena pertanyaan. Tetapi ada diantara ayat al-Quran yang diturunkan sebagai permulaan, tanpa sebab seperti mengenai akidah, iman, kewajiban syariat Allah dan kehidupan pribadi sosial. Karena tidak setiap ayat al-Quran tidak mengandung asbab al-Nuzuul, maka begitu pula yang terdapat pada surat al-Kahfi secara keseluruhan. Secara khusus ayat 65 sampai ayat 70 tidak ada sebab turunnya, tetapi hanya berupa riwayat yang didalamnya terdapat kisah pertemuan Nabi Musa as. dengan Bani Israil sebelum Allah swt. mempertemukan Nabi Musa as. dengan Nabi Khidir as.Sebuah riwayat sebagaimana yang dikutip oleh Wahbah Zuhaili (1991: 317 – 318) dalam kitabnya al-tafsiir al- Munir fil „aqidah wa syari‟ah wal manhaj diterima dari Ubay bin Ka‟ab ra. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, bahwa pada suatu
59
hari Nabi Musa as. berkhutbah dihadapan kaum Bani Israil. seusai menyampaikan khutbahnya, datanglah seorang laki-laki bertanya: “Siapakah diantara manusia ini yang paling berilmu ?”. Jawab Musa “Aku”. Lalu Musa ditegur oleh Allah karena tidak memulangkan jawaban kepada Allah, sebab hanya Allah yang Maha berilmu. Kemudian Allah memberi wahyu kepada Musa bahwa ada orang yang lebih pandai dari dia, yaitu seorang laki-laki yang kini berada dikawasan pertemuan dua laut. Mendengar wahyu tersebut, tergeraklah hati Musa a.s. untuk menuntut ilmu dan hikmat dari orang yang di sebut oleh Allah, bahwa dia adalah seorang hamba-Nya yang lebih pandai dari Nabi Musa as. yaitu Nabi Khidir as. Nabi Musa bertanya kepada Allah: “Ya Rabbi bagaimanakah cara agar saya dapat menjumpai orang tersebut?”. Allah menjawab dengan firmannya: “bawalah seekor ikan dan taruhlah pada sebuah kantong sebagai suatu benda. Bila ikan itu hilang maka engkau akan menjumpainya disana”. Setelah mendengar keterangan tersebut, Nabi Musa segera menemui seorang pemuda untuk dijadikan teman dalam perjalanan tersebut dan menyuruhnya agar menyediakan seekor ikan sebagaimana telah diperintahkan oleh Allah swt kepadanya. Menurut riwayat diatas maka dari sinilah dimulainya perjalanan Nabi Musa as. untuk menuntut ilmu dan hikmat dari orang yang di sebut oleh Allah swt., bahwa dia adalah seorang hamba-Nya yang lebih pandai dari Nabi Musa as. yaitu Nabi Khidir as 3. Tafsir Ayat (65) Dalam ayat ini Allah menceritakan bahwa setelah nabi Musa Yusa‟ menelusuri kembali jalan yang mereka lalui tadi, sampailah keduanya pada batu itu yang pernah mereka jadikan tempat beristirahat. Di sana mereka mendapatkan seorang hamba diantara hamba-hamba Allah ialah Al-Khidhir yang berselimut dengan kain putih bersih. Menurut Sa‟id bin Jubair, kain putih itu menutupi leher sampai dengan kakinya. Dalam hal ini Allah menyebutkan bahwa al Khidhir itu ialah orang yang mendapat ilmu langsung dari Allah, yang ilmu itu tidak diberikan kepada
60
nabi Musa. Sebagaimana juga Allah telah menganugrahkan suatu ilmu kepada Nabi Musa yang tidak diberikan kepada al Khidhir. (66) Dalam ayat ini Allah menggambarkan secara jelas sikap nabi Musa sebagai calon murid kepada calon gurunya dengan mengajukan permintaan berupa bentuk pertanyaan itu berarti nabi Musa sangat menjaga kesopanan dan merendahkan hati. Beliau menempatkan dirinya sebagai seorang yang bodoh dan mohon diperkenankan mengikutinya, supaya al Khidhir sudi mengajarkan sebagai ilmu yang telah Allah berikan kepadanya. Sikap yang demikian menurut al Qadi, memang seharusnya dimiliki oleh setiap pelajar dalam mengajukan pertanyaan pada muridnya. (67) dalam ayat ini al Khidhir menjawab pertanyaan nabi Musa sebagai berikut: “hai Musa, kamu tak akan dapat sabar dalam menyertaiku. Karena saya memiliki ilmu yang telah diajarkan oleh Allah kepadaku yang kamu tidak mengetahuinya, dan kamu memiliki ilmu yang telah diajarkan oleh Allah kepadamu yang aku tidak mengetahuinya. (68) Dalam ayat ini al Khidhir menegaskan kepada nabi Musa tentang sebab nabi Musa tidak akan dapat bersabar nantinya kalau terus menerus menyertainya. Di sana nabi Musa akan melihat kenyataan al Khidhir yang secara lahiriah bertentangan dengan syarat dengan nabi Musa as. Oleh karena al Khidhir berkta kepada nabi Musa : “bagaimana kamu dapat bersabar terhadap perbuatan-perbutan yang lahirnya menyalahi syariatmu, padahal kamu seorang nabi. Atau mungkin juga kamu akan mendapati pekerjaan-pekerjaanku yang secara lahiriah bersifat munkar, secara bathiniyyah kamu tidak mengetahui maksudnya atau kemaslahatannya. Sebenarnya memang demikian sifat orang yang tidak bersabar terhadap perbuatan munkar yang dilihatnya. Bahkan segera mengingkarinya. (69) Dalam ayat ini nabi Musa berjanji tidak akan mengingkari dan tidak akan menyalahi apa yang dikerjakan oleh nabi Khidhir, dan berjanji pula akan melaksanakan perintak nabi Khidir selama perintah itu tidak bertentangan dengan perintah Allah. Janji yang beliau ucapkan dalam ayat ini didasarkan dengan kata-kata
61
“Insya Allah” karena beliau sadar bahwa sabar itu perkara yang santa besar dan berat, apalagi etika menyampaikan kemungkaran, seakan-akan panas hati beliau tak tertahan lagi. (70) Dalam ayat ini al Khidir dapat menerima Musa as dengan pesan “ jika kamu (nabi Musa) berjalan bersamaku (nabi Khidir) maka janganlah kamu bertanya tentang sesuatu yang aku lakukan dan tentang rahasianya, sehingga aku sendiri menerangkan kepadamu duduk persoalanya. Jangan kamu menegurku terhadap sesuatu yang mulai menyebutnya untuk menerangkan keadaan yang sebenarnya. 4. Hubungan ayat dengan pendidikan Mengenai pola interaksi guru sebagai pendidik dan murid sebagai peserta didik berkaitan dengan konsep dari para ahli pendidikan saat ini, yang kemudian menjelaskan teori-teori pendidikan sekarang, penulis membaginya menjadi dua bagian pokok, yaitu sebagai berikut: Pendidik Menurut Ahmad Tafsir, syarat dan sifat guru adalah guru harus mengetahui karakteristik murid. Berkaitan dengan otoritas guru untuk menguji, melakukan tes minat dan bakat untuk mengetahui karakter dan kemampuan murid. (QS.Al Kahfi: 67-68).Al Ghazali menjelaskan tugas guru adalah ia mencukupkan bagi murid itu menurut kadar pemahamanya, maka ia tidak menyampaikan kepada murid sesuatu yang tidak terjangkau oleh akalnya. (QS.Al Kahfi: 67-68)Ahmad Tafsir dalam Nurtawab menjelaskan tugas guru adalah mendidik. Mendidik itu sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan lain-lain. Berkaitan dengan guru harus memberikan contoh berkata-kata yang baik dan sopan kepada murid QS. Al Kahfi:67-68). Ramayulis menjelaskan, pendidik sebagai pengajar yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah tersusun. Dengan demikian sorang guru harus menyusun kontrak belajar (QS. Al Kahfi: 70)
62
Peserta didik Dalam menuntut ilmu, menurut Mohammad Athiyah alArbasy, seorang peserta didik harus memiliki niat yang mulia.(QS. Al-Kahfi:60). Lebih lanjut al-Arbasiy mengatakan, kewajiban peserta didik salah satunya adalah menyenangkan hati guru, caranya salah satunya tidak terlalu banyak bertanya yang merepotkan guru. (QS.Al-Kahfi 70). Burhan al Din al-Zarnuji mengungkapkan pendapat Ali Bin Abi Thalib, tentang enam hal penting yang perlu dilakukan oleh peserta didik salah satunya adalah kesabaran. (QS. Al Kahfi:69). Menurut Ramayulis, peserta didik harus menghormati guru atau pendidik, berusaha memperoleh kerelaan dari guru dengan cara yang baik, dimana peserta didik harus bersikap sopan kepada gurunya. (QS. Al Kahfi: 66) 5. Hikmah Hikmah yang dapat diambil dari ayat tersebut yaitu, kita perlu bersabar dan tidak terburu-buru mendapatkan kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang dialami. Dan kita sebagai siswa harus memelihara adab dengan gurunya. Setiap siswa harus bersedia mendengar penjelasan seorang guru dari awal hingga akhir sebelum nantinya dapat bertindak d luar perintah dari guru. Kisah nabi Khidir ini juga menunjukkan bahwa Islam memberikan kedudukan yang sangat istimewa kepada guru. Selain itu juga satu hikmah selain sabar, yang didapatkan dari kisah tersebut yaitu ilmu itu merupakan karunia terbesar yang diberikan oleh Allah SWT. Tidak ada makhluk manapun, seorang manusia pun yang lebih berilmu dariNya. Tidak ada seorang manusia yang mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu disbanding yang lainya. Hal ini dikarenakan ada ilmu yang merupakan anugrah dari Allah yang diberikan pada seseorang tanpa harus mempelajarinya (ilmu Ladunny, yaitu ilmu yang dikhususkan bagi hamba-hamba Allah yang shalih dan terpilih). 6. Ayat dan Terjemahan B. QS. At-Tahrim : 6
63
َْٓا يَالِٓئِكَتَٛس َٔانْحِجَاسَ ُة ػَه ُ ْكُىْ ََاسًا َٔقُْٕدَُْا انَُاٍِٛ اٰيَُُٕ ْا قُٕ ْا أََْفُسَكُ ْى َٔأَْْه َ َُِْٚٓاانَزََٚٓا أٚ .﴾٥ : ىُٚؤْيَشٌَُْٔ﴿ انتحشٚ َفْؼَهٌَُْٕ يَاَٚٔ هلل يَا أَيَشَُْ ْى َ ٌا َ َُْٕؼْصٚ َغِالَظ شِذَاد ال Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepadamereka
dan
selalu
mengerjakan
apa
yang
diperintahkan”.130 7. Asbabun Nuzul Ibnu katsir setelah menulis ayat At-Tahrim beliau juga menukil pendapat yang mengatakan bahwa sebab turunnya ayat tersebut adalah Nabi mengharamkan atas dirinya Maria Al-Qibtiah.131 Tapi kemudian beliau menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa sebab turunnya ayat tersebut adalah Nabi mengharamkan atas dirinya madu.Kemudian Syaikh Utsaimin menguatkan pendapat yang mengatakan sebab turunnya ayat ini adalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengharamkan atas dirinya madu.132 8. Tafsir “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (pangkal ayat 6). Di pangkal ayat ini, jelas bahwa semata-mata mengakui beriman saja belumlah cukup. Iman mestilah dipelihara dan dipupuk, terutama sekali dengan dasar iman hendaklah orang menjaga keselamatam diri dan seisi rumah tangga dari api neraka. “yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” Diantara cra menyelamatkan diri dari api neraka ialah mendirikan sholat dan bersabar, sebagaimana firman Allah QS. Toha: 123, yang artinya 130
Muhammad Chirzin ,Permata Al-Qur’an (Yogyakarta: Qiktas, 2003), 414.
131
Lih. Tafsir Ibnu Katsir juz.8 hal.158.
132
Lih. Asy-Syarh Al-Mumti’ ala Zad Al Mustaqni’ oleh syaikh Utsaimin juz.13 hal.217
64
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sholat dan bersabarlah kamu mengerjakannya.” Dan dijelaskan pula dengan firman-Nya (QS. Asy Syu‟ara: 214) “ Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” Telah diriwayatkan bahwa, Umar berkata ketika turun ayat ini: “Wahai Rasulullah, kita menjaga diri kita sendiri. Tetapi bagaimana kita menjaga keluarga kita? Rosulullah Saw. Menjawab, “kamu larang mereka mengerjakan apa yang dilarang Allah untukmu, dan kamu perintahkan kepada mereka apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Itulah penjagaan antara diri mereka dengan neraka”.133 134 Batu-batu adalah barang yang tidak berharga yang tercampak dan tersebar di mana-mana. Batu itulah yang akan dipergunakan penyalakan api neraka. Manusia yang durhaka kepada Allah Swt. Yang hidup di dunia ini tiada bernilai karena telah dipenuhi oleh dosa, sudah samalah keadaannya dengan batu-batu yang berserakan di padang pasir, munggu-munggu, bukit-bukit atau di sungai-sungai. Gunanya hanyalah untuk menyalakan api. “Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras.” Allah memberikan kekuasaan kepada malaikat-malaikat itu untuk menjaga dan mengawal neraka itu, agar apinya selalu menyala dan alat penyalanya selalu sedia baik dari batu maupun manusia.135 Mereka (malaikat) juga diberi kekuasaan untuk mengurus dan menyiksa para penghuninya. Mereka ada Sembilan belas malaikat penjaga neraka yang disebutkan dalam QS. Al-Mudatsir: 26-30, yang artinya “Aku akan memasukkannya ke dalam neraka Saqar. Tahukah kamu apakah neraka Saqar itu? Saqar tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. Neraka Saqar adalah pembakar kulit manusia. Di atasnya ada smbilan belas (Malaikat penajaga). 133
Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghiy (Semarang: CV. Toha Putra, ), 272.
134
Lih. Tafsir Ibnu Katsir juz.8 hal.158.
135
Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVIII (Jakarta: Pustaka Panjimas PP, 1985), 309.
65
Mereka (malaikat) keras dan kasar terhadap penghuni neraka itu. Kemudian Allah menjelaskan besarnya ketaatan mereka terhadap Tuhan-Nya. FirmanNya:
ٌَُُْٔؤْيَشٚ َفْؼَهٌَُْٕ يَاَٚٔ ٌْ اهللَ يَا أَيَشَُْى َ َُْٕؼْصٚ ال َ Mereka tidak menyalahi perintah-Nya, tetapi mereka menjalankan apa yang diperintahkan kepada Mereka pada waku itu juga tanpa selang. Mereka tidak mendahului dan tidak menunda perintah-Nya.136 Itulah yang diperingatkan kepad aorang yang beriman, bahwa mengakui beriman saja tidaklah cukup kalau tidak bisa memelihara diri janganlah sampai masuk neraka yang sangat panas dan besar siksaannya, disertai pula jadi penyala dari api neraka itu. Dari rumah tangga itulah dimulai memupuk iman dan memupuk Islam. Karena dari rumahtangga itulah akan terbentuk ummat. Dan dalam ummat itulahakan tegak masyarakat Islam. Oleh sebab itu, maka seseorang yang beriman tidak boleh pasif, maksudnya berdiam diri menunggu-nunggu saja.137 9. Hubungan Ayat dengan Pendidikan At-Tahrim ayat 6 di atas, menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus bermula dari rumah. Ayat di atas walau secara redaksional tertuju kepada kaum pria (ayah), tetapi itu bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini tertuju kepada perempuan dan lelaki (ayah dan ibu). Sebagaimana ayat-ayat yang serupa (misalnya ayat yang memerintahkan berpuasa) yang juga tertuju kepada lelaki dan perempuan. Ini berarti kedua orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anak dan juga pasangan masing-masing, sebagaimana masing-masing bertanggung jawab atas kelakuannya. Ayah atau ibu sendiri tidak cukup untuk mencipatakan satu rumah
136
Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghiy (Semarang: CV. Toha Putra, ), 273-274.
137
Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVIII (Jakarta: Pustaka Panjimas PP, 1985), 310.
66
tangga yang diliputi oleh nilai-nilai agama serta dinaungi oleh hubungan yang harmonis.138 Anak adalah aset bagi orang tua dan di tangan orangtualah anak-anak tumbuh dan menemukan jalan-jalannya. Banyak orang tua “salah asuh” kepada anak sehingga perkembangan fisik yang cepat diera globalisasi ini tidak diiringi dengan perkembangan mental dan spiritual yang benar kepada anak sehingga banyak prilaku kenakalan-kenalakan oleh para remaja. Sebagai orang tua yang proaktif diharuskan memperhatikan hal-hal yang berkenaan dengan perkembangan sang buah hati, amanah Allah. Rasulullah juga memeberitahu betapa pentingnya/Urgensi mendidik anak sejak dini, dalam hadits Rasulullah SAW : “Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka hanya kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya seorang yahudi atau seorang nasrani atau seorang majusi”.(HR.Bukhari) Dari hadits di atas jelaslah bahwa setiap bani adam yang terlahirkan di dunia ini dalam keadaan fitrah (dalam keadaan islam), karena sesungguhnya setiap bani adam sebelum ia terlahirkan ke dunia (masih dalam kandungan), ia sudah berikrar dengan kalimat syahadat yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Subhanallahu wa Ta‟ala dan Muhammad adalah hamba dan utusan Allah Subhanallahu wa Ta‟ala. Sedangkan yang menjadikan anak itu menjadi seorang yahudi, nasrani, dan majusi melainkan itu semua karena peranan dari kedua orang tuanya. Dan untuk lebih menambah pengetahuan kita, saya akan mengutip pernyataan ilmuwan pendidikan Dorothy Law Nolte yang pernah menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupan lingkungannya. Lengkapnya adalah sebagai berikut: a. Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki 138
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 327.
67
b. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi c. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri d. Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyeasali diri e. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri f. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai g. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan h. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan i. Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri j. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan. Maka jelas bahwa tugas manusia tidak hanya menjaga dirinya sendiri, namun juga keluarganya dari siksa neraka. Untuk dapat melaksanakan taat kepada Allah SWT, tentunya harus dengan menjalankan segala perintah-Nya, serta menjauhi segala larangan-Nya. Dan semua itu tidak akan bisa terjadi tanpa adanya pendidikan syari‟at. Maka disimpulkan bahwa keluarga juga merupakan objek pendidikan. 10. Hikmah Pertama, Perintah Taqwa Kepada Allah SWT dan berdakwah. Kita diwajibkan oleh Allah untuk taat kepada-Nya supaya selamat daripada siksa-Nya. Caranya membina diri kita terlebih dahulu dalam mendalami akidah dan adab islam kemudian setelah kita mampu melaksanakan maka kita wajib mendakwahkan kepada yang lain yaitu orang-orang terdekat kita/keluarga yaitu orang tua, istri, anak, adik, kakak dan karib kerabat. Kemudian jika sudah mapan kita berdakwah dengan mereka, maka kita dituntut untuk menyebarkan kepada pihak masyarakat setelah berhasil maka masyarakat itu dituntut menyebarkan dakwah seluas-luasnya keluar daerahnya. Kedua, Anjuran menyelamatkan diri dan keluarga dari api neraka Banyak sekali amalan shalih yang menjadikan seseorang masuk surga dan dijauhkan dari api neraka, misalnya bersedekah, berdakwah, berakhlaq baik, saling tolong menolong
68
dalam kebaikan dan sebagainya. Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan shalat dan bersabar. Ketiga, Pentingnya pendidikan islam sejak dini. Inilah Pendidikan Islam sejak dini yang sering diremehkan oleh kebanyakan orang tua jaman sekarang yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya masing-masing sehingga lupa tanggung jawab yang besar yaitu pendidikan mengenal Tuhannya atau pendidikan Islam yang merupakan faktor utama kemajuan sebuah bangsa. Sebuah bangsa akan maju jika umat manusia patuh kepada perintah Allah SWT, karena kemajuan sebuah bangsa tidak akan tercapai tanpa ridha dari Allah SWT. Seperti zaman keemasan pada saat Rasulullah
SAW
masih
hidup
kemudian
diteruskan
oleh
para
sahabatnya/khulafaurrasyidin. Keempat, Keimanan kepada para malaika Ayat diatas mengandung pelajaran keimanan kita kepada sifat para malaikat yang suci dari dosa dan tidak pernah membangkang apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. Berbeda dengan manusia dan jin yang kadang taat kadang pula melanggar bahkan ada juga yang tidak pernah taat sama sekali atau selalu berbuat maksiat.139 11. Hadits Pendukung
ْس سَاعٍ ََُْٕٔ يَسْؤُْٔل ػَُُْٓى ِ ٘ ػَهَٗ انَُا ْ َِّتِِّ فَانْئِيَا ُو انَزٍِٛ سَػ ْ َع َٔكُهُكُىْ يَسْؤُْٔل ػ ٍ َكُهُكُ ْى سا ت صَْٔجَِٓا ِ ََْٛت فِٗ بِْٛتِِّ َُْٔ َٕ يَسْؤُْٔل ػَُُْٓ ْى َٔانًَْشْأَ ُة ساَػَٛع ػَهَٗ أَ ْْمِ ب ٍ م سَا ُ ََُُْٕٔ َٔانشَج .) (سٔاِ انبخاسٖ ٔيسهى.َّتَِٓاٍِٛ سَػ ْ َيَسْؤُْٔل ػ Artinya: “Tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu akan ditanyai tentang apa yang dipimpinnya. Imam yang mengimami orang banyak adalah pemimpin, dan dia akan ditanyai tentang orang-orang yang dipimpinnya itu. Dan seorang laki-laki adalah pemimpin terhadap keluarganya, dan dia pun akan ditanyai
139
http://triquranhadits.blogspot.com/2013/06/al-quran-hadits-materi-kelompok-4at.html
69
tentang kepemimpinannya. Dan seorang perempuan adalah pemimpin dalam rumah suaminya, dan dia pun akan ditanyai tentang yang dipimpinnya”. 140
ُ سَحِ َى اهلل.ٌِ نَ ْى تَقُ ْى َسّشَ َٔجََْٓٓا بِانًَْاء ْ ْقَعَ أَْْهَُّ فَئَٚمِ فَصَهَٗ فَأْٛ ٍّ انه َ ِهلل ايْشَأً قَا َو ي ُ سَحِ َى ا .َت ػَهَٗ َٔجِْٓ ِّ انًَْاء ْ ََقُىْ سَشْٚ ت صَْٔجََٓا فَئِرَا نَى ْ َْقَظَٚمِ تُصَهِٗ َٔأْٛ ٍَ انه َ ِت ي ْ َايْشَأَةً قَاي .)انُساا
ِ(سٔا
Artinya: “Rahmat Allahlah atas seseorang yang bangun pada sebagian malam lalu sholat. Lalu dibangunkannya pula ahlinya (keluarganya). Kalau dia tidak mau bangun lalu dipercikkan air di mukanya! Dan rahmat Allah pula bagi seorang perempuan yang bangun disebagian malam, sholat, lalu dibangunkannya pula suaminya, dan kalau tidak mau bangun dipercikkannya pula air di mukanya.”141
.َُُِْٓىْ فِٗ انًَْضَاجِغََْٛٓا نِؼَشْ ِش َٔفَشِقُٕاْ بَٛيُشُْٔا أَبَُْا َء كُ ْى بِانصَهَا ِة نِسَبْغٍ َٔاضْشِبُُْْٕ ْى ػَه .)(سٔاِ أبٕ دأد Artinya: “Suruhkanlah anak-anakmu sholat jika usianya sudah tujuh tahun dan pukullah jika sholat ditinggalkannya kalau usianya sudah 10 tahun dan pisahkanlah tempat-tempat tidut di antara mereka.”142
140
Hamka. Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVIII (Jakarta: Pustaka Panjimas PP, 1985.) hal. 310
141
Hamka. Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVIII (Jakarta: Pustaka Panjimas PP, 1985.) hal. 312
142
Hamka. Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVIII (Jakarta: Pustaka Panjimas PP, 1985.) hal. 313
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2016 sampai bulan Mei 2016 digunakan untuk pengumpulan data mengenai sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari buku cetak yang ada di perpustakaan, artikel, jurnal serta website yang ada hubungannya dengan konsep pendidikan HAMKA pada mata pelajaran agama Islam dengan pembelajaran kontekstual.
B. Metode Penelitian Metode penelitian yang penulis menggunakan penelitian kualitatif. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, “Penelitian kualitatif adalah suatu pembelajaran penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok”.143 Dalam memperoleh data, fakta dan informasi yang akan melengkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penulisan skripsi, penulis menggunakan metode deskriptif yang didukung oleh data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan library research. Penelitian library research yaitu suatu usaha untuk memperoleh data atau informasi yang diperlukan serta menganalisis suatu permasalahan melalui sumbersumber kepustakaan.Penelitian kepustakaan merupakan jenis penelitian kualitatif yang pada umumnya tidak terjun ke lapangan dalam pencarian sumber datanya.penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan 143
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), cet ke. III, h. 60
62
63
hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil penelitian baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan. Alasan penulis menggunakan study kepustakaan atau library research ini dimaksudkan untuk memperoleh dan menela‟ah teori-teori yang berhubungan dengan topik dan sekaligus dijadikan sebagai landasan teori.144 Contoh-contoh penelitian semacam ini adalah penelitian sejarah, penelitian pemikiran tokoh, penelitian (bedah) buku dan berbagai contoh lain penelitian yang berkait dengan kepustakaan. Pada hakekatnya data yang diperoleh dengan penelitian perpustakaan dapat dijadikan landasan dasar dan alat utama bagi pelaksanaan penelitian lapangan.
C. Fokus Penelitian Dalam penelitian kualitatif, penentuan fokus dalam proposal lebih di dasarkan pada tingkat informasi terbaru yang akan di peroleh dari situasi sosial. Informasi itu bisa berupa upaya untuk memahami secara lebih luas dan mendalam tentang situasi sosial, tetapi juga ada keinginan untuk menghasilkan ilmu baru dari situasi sosial yang di teliti.145 Mengetahui pandangan Hamka tentang guru
D. Prosedur Penelitian Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan, dalam hal ini akan selalu ada hubungan antara teknik pengumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin di pecahkan. Pengumpulan data tak lain adalah suatu proses pengadaan data untuk keperluan penelitian.
144
Sutrisno Hadi, Metodologi research, (Yogyakarta : Andi Ofset, 1997), cet. XXV, h. 82 Saifuddin Azwar, Metodologi Penelitian,… h. 92
145
64
Penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian biografi, yaitu studi tentang individu meliputi pemikiran dan pengalamannya yang dituliskan kembali dengan mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap pengalaman menarik
yang
sangat
mempengaruhi
atau
mengubah
hidup
seseorang.Peneliti menginterpretasi subjek seperti subjek tersebut memposisikan dirinya sendiri. Dalam hal ini, warisan pemikiran Hamka tentang pendidik merupakan wacana yang sangat potensial untuk diteliti dan dikembangkan dalam rangka memperkaya konsep pendidikan nasional. Penulis juga menggunakan metode pendekatan studi tokoh atau pendekatan sejarah, objek yang dikaji adalah pemikiran seorang tokoh baik itu persoalan-persoalan, situasi, atau kondisi yang mempengaruhi terhadap pemikirannya. Menurut Mukti Ali, pendekatan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pemikiran seorang tokoh yaitudengan cara meneliti karya-karyanya dan biografinya.146
E. Sumber data Jenis penelitian ini adalah library research (penelitian pustaka), maka pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menelusuri bukubuku atau kitab yang disusun oleh Hamka.Proses pengumpulan data ini dilakukan dengan bahan-bahan dokumen yang ada, yaitu dengan melalui pencarian
buku-buku,
jurnal
dan
lain-lain
dikatalog
beberapa
perpustakaan dan mencatat sumber data yang terkait yang dapat
146
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tehnik ( Bandung : Transito, 1998), h. 139
65
digunakan dalam studi sebelumnya. Adapun sumber data dalam penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: 1. Sumber data primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengambilan data langsung pada subjek informasi. Sumber data primer yang dijadikan sumber rujukan dalam penyusunan skripsi ini berupa sumber data tertulis yaitu buku-buku tulisan atau karya Hamka,seperti: a. HAMKA, Lembaga Hidup(1962) b. HAMKA, Falsafah Hidup (1984) c. HAMKA, Pribadi dan Martabat Buya Prof. DR. Hamka (1983) d. HAMKA, Lembaga Budi (1985) e. HAMKA, Hamka di mata hati umat (1994) f. HAMKA, Pelajaran Agama Islam
2. SumberDataSekunder Sumber data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber-sumber data primer. Dalam sumber data sekunder, penulis mengambil karya beberapa penulis yang relevan dengan subyek kajian, seperti buku yang berjudul “Memperbincangkan Dinamika Intelektual Dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam (2008). Karya Samsul Nizar.
F. Analisis Data Analisis data adalah kegiatan untuk memaparkan data, sehingga dapat diperoleh suatu kebenaran atau ketidakbenaran dari suatu hipotesis. Batasan ini diungkapkan bahwa analisis data adalah sebagai proses yang merinci usaha
66
secara formal untuk merumuskan ide/konsep sebagai yang disarankan oleh data sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada ide/konsep.147 Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Data diperoleh dan dikumpulkan untuk diolah secara sistematis.Reliabilitas penelitian kualitatif pada penelitian ini juga dipengaruhi oleh pendekatan analisis konsep.Analisis konsep merupakan suatu analisis tentang istilah (kata-kata) yang mewakili konsep atau gagasan.148
G. Teknik Penulisan Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahum 2014
147
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994),
148
Nana Syaodih Sukmadinata, op.cit.,h.61
h. 103
BAB IV PEMIKIRAN HAMKA TENTANG GURU A. Riwayat Hidup Buya Hamka 1. Profil Buya Hamka Haji Abdul Malik Karim Amarullah (HAMKA), lahir di Sungai Batang, Maninjau Sumatera Barat pada hari Ahad, tanggal 17 Februari 1908 M./13 Muharam 1326 H dari kalangan keluarga yang taat agama. Ayahnya adalah Haji Abdul Karim Amarullah atau sering disebut Haji Rasul bin Syekh Muhammad Amarullah bin Tuanku Abdullah Saleh. Haji Rasul merupakan salah seorang ulama yang pernah mendalami agama di Mekkah, pelopor kebangkitan kaum mudo dan tokoh Muhammadiyah di Minangkabau. Ia juga menjadi penasehat Persatuan Guru-Guru Agama Islam pada tahun 1920an, ia memberikan bantuannya pada usaha mendirikan sekolah Normal Islam di Padang pada tahun 1931, ia menentang komunisme dengan sangat gigih pada tahun 1920-an dan menyerang ordonansi guru pada tahun 1920 serta ordonansi sekolah liar tahun 1932.149 Sementara ibunya bernama Siti Shafiyah Tanjung binti Haji Zakaria (w. 1934). Dari geneologis ini dapat diketahui, bahwa ia berasal dari keturunan yang taat beragama dan memiliki hubungan dengan generasi pembaharu Islam di Minangkabau pada akhir abad XVIII dan awal abad XIX. Ia lahir dalam struktur masyarakat Minangkabau yang menganut sistem matrilineal. Oleh karna itu, dalam silsilah Minangkabau ia berasal dari suku Tanjung, sebagaimana suku ibunya.150
149
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES Anggota IKAPI, 1985), Cet-3, hlm. 46. 150
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 15-18
67
68
2. Perjalanan Hidup Hamka Sejak kecil, Hamka menerima dasar-dasar agama dan membaca AlQur‟an langsung dari ayahnya. Ketika usia 6 tahun tepatnya pada tahun 1914, ia dibawa ayahnya ke Padang panjang. Pada usia 7 tahun, ia kemudian dimasukkan ke sekolah desa yang hanya dienyamnya selama 3 tahun, karena kenakalannya ia dikeluarkan dari sekolah. Pengetahuan agama, banyak diperoleh dengan belajar sendiri (autodidak). Tidak hanya ilmu agama, Hamka juga seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, ia dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, ia meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti.151 Ketika usia Hamka mencapai 10 tahun, ayahnya mendirikan dan mengembangkan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Ditempat itulah Hamka mempelajari ilmu agama dan mendalami ilmu bahasa arab. Sumatera Thawalib adalah sebuah sekolah dan perguruan tinggi yang mengusahakan dan memajukan macam-macam pengetahuan berkaitan dengan Islam yang membawa kebaikan dan kemajuan di dunia dan akhirat. Awalnya Sumatera Thawalib adalah sebuah organisasi atau perkumpulan murid-murid atau pelajar mengaji di Surau Jembatan Besi Padang Panjang dan surau Parabek Bukittinggi, Sumatera Barat. Namun dalam perkembangannya, Sumatera Thawalib langsung bergerak dalam bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah dan perguruan yang mengubah pengajian surau menjadi sekolah berkelas. 151
http:/id.wikipedia.org/Haji Abdul Malik Karim Amrulloh, 27-1-2016
69
Secara kronologis, karir Hamka yang tersirat dalam perjalanan hidupnya adalah sebagai berikut: a. Pada tahun 1927 Hamka memulai karirnya sebagai guru Agama di Perkebunan Medan dan guru Agama di Padang Panjang. 152 b. Pendiri sekolah Tabligh School, yang kemudian diganti namanya menjadi Kulliyyatul Muballighin (1934-1935). Tujuan lembaga ini adalahmenyiapkan mubaligh yang sanggup melaksanakan dakwah dan menjadi khatib, mempersiapkan guru sekolah menengah tingkat Tsanawiyyah, serta membentuk kader-kader pimpinan Muhammadiyah dan pimpinan masyarakat pada umumnya. c. Ketua
Barisan
Pertahanan
Nasional,
Indonesia
(1947),
Konstituante melalui partai Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum (1955). d. Koresponden pelbagai majalah, seperti Pelita Andalas (Medan), Seruan Islam (Tanjung Pura), Bintang Islam dan Suara Muhammadiyah (Yogyakarta), Pemandangan dan Harian Merdeka (Jakarta). e. Pembicara konggres Muhammadiyah ke 19 di Bukittinggi (1930) dan konggres Muhammadiyah ke 20 (1931). f. Anggota tetap Majelis Konsul Muhammadiyah di Sumatera Tengah (1934). g. Pendiri Majalah al-Mahdi (Makassar, 1934) h. Pimpinan majalah Pedoman Masyarakat (Medan, 1936) i. Menjabat anggota Syu Sangi Kai atau Dewan Perwakilan Rakyat pada pemerintahan Jepang (1944). j. Ketua konsul Muhammadiyah Sumatera Timur (1949).
152
http://amir14.wordpress.com/tasawuf-hamka/24-02-2010
70
k. Pendiri majalah Panji Masyarakat (1959), majalah ini dibrendel oleh pemerintah karna dengan tajam mengkritik konsep demikrasi terpimpin dan memaparkan pelanggaran-pelanggaran konstitusi yang telah dilakukan Soekarno. Majalah ini diterbitkan kembali pada pemerintahan Soeharto. l. Memenuhi undangan pemerintahan Amerika (1952), anggota komisi kebudayaan di Muangthai (1953), menghadiri peringatan mangkatnya Budha ke-2500 di Burma (1954), di lantik sebagai pengajar di Universitas Islam Jakarta pada tahun 1957 hingga tahun 1958, di lantik menjadi Rektor perguruan tinggi Islam dan Profesor Universitas Mustapo, Jakarta. menghadiri Konferensi Islam di Lahore (1958), menghadiri Konferensi Negara-Negara Islam di Rabat (1968), Muktamar Masjid di Makkah (1976), Seminar tentang Islam dan Peradapan di Kuala Lumpur, menghadiri peringatan 100 tahun Muhammad Iqbal di Lahore, dan Konferensi ulama di Kairo (1977), Badan pertimbangan kebudayaan kementerianPP dan K, Guru besar perguruan tinggi Islam di Universitas Islam di Makassar. m. Departemen Agama pada masa KH Abdul Wahid Hasyim, Penasehat Kementerian Agama, Ketua Dewan Kurator PTIQ. n. Imam Masjid Agung Kebayoran Baru Jakarta, yang kemudian namanya diganti oleh Rektor Universitas Al-Azhar Mesir, Syaikh Mahmud Syaltut menjadi Masjid Agung Al-Azhar. Dalam perkembangannya, Al-Azhar adalah pelopor sistim pendidikan Islam modern yang punya cabang di berbagai kota dan daerah, serta menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah modern berbasis Islam. Lewat mimbarnya di Al-Azhar, Hamka melancarkan kritikkritiknya terhadap demokrasi terpimpin yang sedang digalakkan oleh Soekarno Pasca Dekrit Presiden tahun 1959. Karena
71
dianggap berbahaya, Hamka pun dipenjarakan Soekarno pada tahun 1964. Ia baru dibebaskan setelah Soekarno runtuh dan orde baru lahir, tahun 1967. Tapi selama dipenjara itu, Hamka berhasil menyelesaikan sebuah karya monumental, Tafsir Al-Azhar 30 juz. o. Ketua MUI (1975-1981), Buya Hamka, dipilih secara aklamasi dan tidak ada calon lain yang diajukan untuk menjabat sebagai ketua umum dewan pimpinan MUI. Ia dipilih dalam suatu musyawarah, baik oleh ulama maupun pejabat.153Namun di tengah tugasnya, ia mundur dari jabatannya karna berseberangan prinsip dengan pemerintah yang ada. Hal ini terjadi ketika menteri agama, Alamsyah
Ratu
Prawiranegara
mengeluarkan
fatwa
diperbolehkannya umat Islam menyertai peringatan natal bersama umat Nasrani dengan alasan menjaga kerukunan beragama, Hamka secara tegas mengharamkan dan mengecam keputusan tersebut. Meskipun pemerintah mendesak agar ia menarik fatwanya, ia tetap dalam pendiriannya. Karena itu, pada tanggal 19 Mei 1981 ia memutuskan untuk melepaskan jabatannya sebagai ketua MUI.
Beberapa pandangan Hamka tentang pendidikan adalah, bahwa pendidikan sekolah tak bisa lepas dari pendidikan di rumah. Karena menurutnya, komunikasi antara sekolah dan rumah, yaitu antara orang tua dan guru harus ada. Untuk mendukung hal ini, Hamka menjadikan Masjid AlAzhar sebagai tempat bersilaturrahmi antara guru dan orang tua untuk membicarakan perkembangan peserta didik. Dengan adanya sholat jamaah di masjid, maka antara guru, orang tua dan murid bisa berkomunikasi secara
153
Hamka, Hamka di Mata Hati Umat, (Jakarta: Sinar Harapan, 1984), hlm. 55
72
langsung. ”Kalaulah rumahnya berjauhan, akan bertemu pada hari Jum‟at”, begitu tutur Hamka.154 Pada tanggal 24 Juli 1981, Hamka telah puang ke rahmatullah. Jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam.Hamka bukan saja sebagai pujangga, wartawan, ulama, dan budayawan, tapi juga seorang pemikir pendidikan yang pemikirannya masih relevan dan baik untuk diberlakukan dengan zaman sekarang.
3. Tempat HAMKA Mengenyam Pendidikan Secara formal, pendidikan yang ditempuh Hamka tidaklah tinggi. Pada usia 8-15 tahun, ia mulai belajar agama di sekolah Diniyyah School dan Sumatera Thawalib di Padang Panjang dan Parabek. Diantara gurunya adalah Syekh Ibrahim Musa Parabek, Engku Mudo Abdul Hamid, Sutan Marajo dan Zainuddin Labay el-Yunusy. Keadaan Padang Panjang pada saat itu ramai dengan penuntut ilmu agama Islam, di bawah pimpinan ayahnya sendiri. Pelaksanaan pendidikan waktu itu masih bersifat tradisional dengan menggunakan sistim halaqah. Pada tahun 1916, sistim klasikal baru diperkenalkan di Sumatera Thawalib Jembatan Besi. Hanya saja, pada saat itu sistim klasikal yang diperkenalkan belum memiliki bangku, meja, kapur dan papan tulis. Materi pendidikan masih berorientasi pada pengajian kitab-kitab klasik, seperti nahwu, sharaf, manthiq, bayan, fiqh, dan yang sejenisnya. Pendekatan pendidikan dilakukan dengan menekankan pada aspek hafalan. Pada waktu itu, sistim hafalan merupakan cara yang paling efektif bagi pelaksanaan pendidikan. Meskipun kepadanya diajarkan membaca dan menulis huruf arab dan latin, akan tetapi yang lebih diutamakan adalah mempelajari dengan membaca kitab-kitab arab klasik dengan standar bukubuku pelajaran sekolah agama rendah di Mesir. Pendekatan pelaksanaan 154
Herry Mohammad, op. cit. , hlm. 64
73
pendidikan tersebut tidak diiringi dengan belajar menulis secara maksimal. Akibatnya banyak diantara teman-teman Hamka yang fasih membaca..155 Dengan banyak membaca buku-buku tersebut, membuat Hamka semakin kurang puas dengan pelaksanaan pendidikan yang ada. Kegelisahan intelektual yang dialaminya itu telah menyebabkan ia berhasrat untuk merantau guna menambah wawasannya. Oleh karenanya, di usia yang sangat muda Hamka sudah melalang buana. Tatkala usianya masih 16 tahun, tapatnya pada tahun 1924, ia sudah meninggalkan Minangkabau menuju Jawa; Yogyakarta. Ia tinggal bersama adik ayahnya, Ja‟far Amrullah. Di sini Hamka belajar dengan Ki Bagus Hadikusumo, R. M. Suryopranoto, H. Fachruddin, HOS. Tjokroaminoto, Mirza Wali Ahmad Baig, A. Hasan Bandung, Muhammad Natsir, dan AR. St. Mansur.156 Di Yogyakarta Hamka mulai berkenalan dengan Serikat Islam (SI). Ide-ide pergerakan ini banyak mempengaruhi pembentukan pemikiran Hamka tentang Islam sebagai suatu yang hidup dan dinamis. Hamka mulai melihat perbedaan yang demikian nyata antara Islam yang hidup di Minangkabau, yang terkesan statis, dengan Islam yang hidup di Yogyakarta, yang bersifat dinamis. Di sinilah mulai berkembang dinamika pemikiran keIslaman Hamka. Perjalanan ilmiahnya dilanjutkan ke Pekalongan, dan belajar dengan iparnya, AR. St. Mansur, seorang tokoh Muhammadiyah. Hamka banyak belajar tentang Islam dan juga politik. Di sini pula Hamka mulai berkenalan dengan ide pembaruan Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha yang berupaya mendobrak kebekuan umat. Rihlah Ilmiah yang dilakukan Hamka ke pulau Pulau Jawa selama kurang lebih setahun ini sudah cukup mewarnai wawasannya tentang dinamika dan universalitas Islam. Dengan bekal tersebut, Hamka kembali pulang ke Maninjau (pada tahun 1925) dengan
155
Samsul Nizar, op. cit., hlm. 21-22 A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet. 1, hlm. 101
156
74
membawa semangat baru tentang Islam.157Ia kembali ke Sumatera Barat bersama AR. st. Mansur. Di tempat tersebut, AR. St. Mansur menjadi mubaligh dan penyebar Muhammadiyah, sejak saat itu Hamka menjadi pengiringnya dalam setiap kegiatan kemuhammadiyahan.158 Berbekal pengetahuan yang n telah diperolehnya, dan dengan maksud ingin memperkenalkan semangat modernis tentang wawasan Islam, ia pun membuka kursus pidato di Padang Panjang. Hasil kumpulan pidato ini kemudian ia cetak dalam sebuah buku dengan judul Khatib Al-Ummah. Selain itu, Hamka banyak menulis pada majalah Seruan Islam, dan menjadi koresponden di harian Pelita Andalas. Hamka juga diminta untuk membantu pada harian Bintang Islam dan Suara Muhammadiyyah di Yogyakarta. Berkat kepiawaian Hamka dalam menulis, akhirnya ia diangkat sebagai pemimpin majalah Kemajuan Zaman. Dua tahun setelah kembalinya dari Jawa (1927), Hamka pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Kesempatan ibadah haji itu ia manfaatkan untuk memperluas pergaulan dan bekerja. Selama enam bulan ia bekerja di bidang percetakan di Mekkah. Sekembalinya dari Mekkah, ia tidak langsung pulang ke Minangkabau, akan tetapi singgah di Medan untuk beberapa waktu lamanya. Di Medan inilah peran Hamka sebagai intelektual mulai terbentuk. Hal tersebut bisa kita ketahui dari kesaksian Rusydi Hamka, salah seorang puteranya; ”Bagi Buya, Medan adalah sebuah kota yang penuh kenangan. Dari kota ini ia mulai melangkahkan kakinya menjadi seorang pengarang yang melahirkan sejumlah novel dan buku-buku agama, falsafah, tasawuf, dan lain-lain. Di sini pula ia memperoleh sukses sebagai wartawan dengan Pedoman Masyarakat. Tapi di sini pula, ia mengalami kejatuhan yang amat menyakitkan, hingga bekas-bekas luka yang membuat ia meninggalkan kota ini menjadi salah satu pupuk yang 157
M. Dawam Rahardjo, Intelektual Inteligensi dan Perilaku Politik Bangsa, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 201-202 158 H. Rusydi, Pribadi Dan Martabat Buya Prof. DR. Hamka, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), Cet-2, hlm. 2
75
menumbuhkan pribadinya di belakang hari”. Di Medan ia mendapat tawaran dari Haji Asbiran Ya‟kub dan Muhammad Rasami, bekas sekretaris Muhammdiyah Bengkalis untuk memimpin majalah mingguan Pedoman Masyarakat. Meskipun mendapatkan banyak rintangan dan kritikan, sampai tahun 1938 peredaran majalah ini berkembang cukup pesat, bahkan oplahnya mencapai 4000 eksemplar setiap penerbitannya. Namun ketika Jepang datang, kondisinya jadi lain. Pedoman Masyarakat dibredel, aktifitas masyarakat diawasi, dan bendera merah putihdilarang dikibarkan. Kebijakan Jepang yang merugikan tersebut tidak membuat perhatiannya untuk mencerdaskan bangsa luntur, terutama melalui dunia jurnalistik. Pada masa pendudukan Jepang, ia masih sempat menerbitkan majalah Semangat Islam. Namun kehadiran majalah ini tidak bisa menggantikan kedudukan majalah Pedoman Masyarakat yang telah melekat di hati rakyat. Di tengah-tengah kekecewaan massa terhadap kebijakan Jepang, ia memperoleh kedudukan istimewa dari pemerintah Jepang sebagai anggota Syu Sangi Kai atau Dewan Perwakilan Rakyat pada tahun 1944. Sikap kompromistis dan kedudukannya sebagai ”anak emas” Jepang telah menyebabkan Hamka terkucil, dibenci dan dipandang sinis oleh masyarakat. Kondisi yang tidak menguntungkan ini membuatnya meninggalkan Medan dan kembali ke Padang Panjang pada tahun 1945.159
4. Lembaga Pendidikan yang didirikan Hamka Di Padang Panjang, seolah tidak puas dengan berbagai upaya pembaharuan pendidikan yang telah dilakukannya di Minangkabau, ia mendirikan sekolah dengan nama Tabligh School.160 Sekolah ini didirikan untuk mencetak mubaligh Islam dengan lama pendidikan dua tahun. Akan 159
` Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Islami, 2006), hlm. 62 160 Mardjani Tamin, Sejarah Pendidikan Daerah Sumatera Barat, (Jakarta: Dep P dan K RI., 1997), hlm. 112
76
tetapi, sekolah ini tidak bertahan lama karna masalah operasional; Hamka ditugaskan oleh Muhammadiyyah ke Sulawesi Selatan. Dan baru pada konggres Muhammadiyah ke-11 yang digelar di Maninjau, maka diputuskan untuk melanjutkan sekolah Tabligh School ini dengan mengganti nama menjadi Kulliyyatul Muballighin dengan lama belajar tiga tahun. Tujuan lembaga ini pun tidak jauh berbeda dengan Tabligh School, yaitu menyiapkan mubaligh yang sanggup melaksanakan dakwah dan menjadi khatib, mempersiapkan guru sekolah menengah tingkat Tsanawiyyah, serta membentuk kader-kader pimpinan Muhammadiyah dan pimpinan masyarakat pada umumnya.161 Hamka merupakan koresponden di banyak majalah dan seorang yang amat produtif dalam berkarya. Hal ini sesuai dengan penilaian Prof. Andries Teew, seorang guru besar Universitas Leiden dalam bukunya yang berjudul Modern
Indonesian
Literature
I.
Menurutnya,
sebagai
pengarang,
Hamkaadalah penulis yang paling banyak tulisannya, yaitu tulisan yang bernafaskan Islam berbentuk sastra.162 Untuk menghargai jasa-jasanya dalam penyiaran Islam dengan bahasa Indonesia yang indah itu, maka pada permulaan tahun 1959 Majelis Tinggi University Al Azhar Kairo memberikan gelar Ustaziyah Fakhiriyah (Doctor Honoris Causa) kepada Hamka. Sejak itu ia menyandang titel ”Dr” di pangkal namanya. Kemudian pada 6 Juni 1974, kembali ia memperoleh gelar kehormatan tersebut dari Universitas Kebangsaan Malaysia pada bidang kesusastraan, serta gelar Professor dari universitas
Prof.
Dr.
Moestopo.
Kesemuanya
ini
diperoleh
berkat
ketekunannya yang tanpa mengenal putus asa untuk senantiasa memperdalam
161
A. Susanto, op. cit., hlm. 102 Sides Sudyarto DS, Hamka, ”Realisme Religius”, dalam Hamka, Hamka di Mata HatiUmat, (Jakarta: Sinar Harapan, 1984), hlm. 139 162
77
ilmu pengetahuan.163 Ia juga mendapatkan Gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.
5. Karya-karya Hamka Sebagai seorang yang berpikiran maju, Hamka tidak hanya merefleksikan kemerdekaan berpikirnya melalui berbagai mimbar dalam cerama agama, tetapi ia juga menuangkannya dalam berbagai macam karyanya berbentuk tulisan. Orientasi pemikirannya meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti teologi, tasawuf, filsafat, pendidikan Islam, sejarah Islam, fiqh, sastra dan tafsir. Sebagai penulis yang sangat produktif, Hamka menulis puluhan buku yang tidak kurang dari 103 buku. Beberapa di antara karyakaryanya adalah sebagai berikut: Karya-karya Hamka pada tahun 1936-1943 sebelum revolusi yakni “Tenggelamya Kapal Van Der Wijck”, “Di Bawah Lindungan Ka’bah”, “Merantau ke Deli”, “Teroesir”, “Keadilan Ilahi”, “Tasawuf Modern”, “Falsafah Hidup”, “Lembaga Hidup”, “Lembaga Budi”, “Pedoman Muballigh Islam” dan lain-lain. Di zaman jepang dicobanya menerbitkan “Semangat Islam”, dan “Sejarah Islam di Nusantara”. Setelah revolusi, ia pindah ke Sumatra Barat. Dikeluarkannya bukubuku yang mengguncangkan, “Revolusi Fikiran’, “Revolusi Agama”, “Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi”, “Negara Islam”, “Sesudah Naskah Renville”, “Muhammadiyah Melalui Tiga Zaman”, “Dan lembah Cita-Cita”, “Merdeka”, “Islam dan Demokrasi”, “Dilamun Ombak Masyarakat”, “Menunggu Beduk Berbunyi”. Tahin 1950 beliau pindah ke Jakarta. Di Jakarta kelua buku-bukunya: “Ayahku”, “Kenang-Kenangan Hidup”, “Perkembangan tasawuf dari Abad ke Abad”, “Urat Tunggang Pancasila”. Adapun Riwayat Perjalanan ke 163
Hamka, Tasauf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987), hlm. XIX
78
negeri-neeri Islam: “Ditepi Sungai Nyl”, “Ditepi Sungai Dajlah”, “Mandi Cahaya di Tanah Suci”, “Emapat Bulan di Amerika”, dan lain-lain.164 Pada tahun 1955 keluar buku-bukunya: “Pelajaran Agama Islam”, “Pandangan Hidup Muslim”, “Sejarah Hidup Jamaluddin al-afghani”, “Sejarah Umat Islam”. Karena menghargai jasa-jasanya dalam penyiaran Islam dengan bahasa Indonesia yang inda itu, maka pada permulaan tahun 1959 Majelis Tinggi Universitas Al-Azhar Kairo memberikan gelar Ustaziyah Fakhiriyah (Doctor Honoris Causa) kepada Hamka. Sejak itu berhaklah belau memakai titel ”Dr” di pangkal namanya. Tahun 1962 Hamka mulai menafsirkanAl-Qur‟an lewat “Tafsir AlAzhar”. Dan tafsir ini sebagian besar dapat terselesaikan selama di dalam tahanan dua tahun tujuh bulan. (Hari Senin tanggal 12 Ramadhan 1385, bertepatan denan 27 Januari 1964 samapi Juli 1969). Dan pada tahun-tahun 70-an keluar pula buu-bukunya: “Soal Jawab (Tentan Agama Islam)”, “Muhammadiya di Minangkabau”, “Kedudukan Perempuan dalam Islam”, “Do’a-do’a Rasulullah”, Dan Lain-lain. Dan pada Sabtu 6 Juni 1974 Hamka dapat gelar “Dr” di Kesustraan Malaysia. Bulan Juli 1975 Musyawarah Alim Ulama Seluruh Indonesia dilangsungkan. Hamka dilantik sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 26 Juli 1975 bertepatan dengan 17 Rajab 1395.165 Penunaian tugas sebagai pendidik itu dipermudah oleh ketekunananya menjalankan peribadatan perorangan, yaitu dengan kebiasaannya untuk bangun dini hari guna menunaikan sholat subuh, bahkan sembahyang tengah malam ketika orang lain beristirahat, terutama pada usia lanjut, dan keteraturan irama hidupnya mendukung dengan kuat fungsi yang kemudian 164
Hamka,Tasawuf Modern, (Jakarta: Republika penerbit 1939), hlm. V
165
Ibid., h. VI
79
ditunaikannya secara pribadi sebagai pendidik. Kerja mendidik yang dijalaninya secara fisik itu menjadi wahana yang serasi bagi pesan-pesan keagamaannya yang jelas sekali bernada mendidik pula. Efektifitas pesanpesan itu tercermin dari kenyataan, bahwa apa yang dikumandangkan Hamka bagaikan terpaku pada sejumlah tema dasar, seperti perlunya dikembangkan kasih sayang sesama muslimin, perlunya sikap saling menghormati dengan orang lain. perlunya solidaritas yang jujur antara sesama warga masyarakat, dan seterusnya. Karena Hamka hanya membatasi diri pada fungsi mendidik masyarakat secara umum, lalu menjadi sulit kerja mengukur kedalaman persepsinya sendiri tentang fungsi yang dilakukannya itu. Dengan kata lain, kualitas hasil didikannya sulit untuk diukur kualitasnya. Ini berarti efektivitas Hamka sebagai pendidik adalah sesuatu yang dapat dirasakan dan diterima berdasarkan pengamatan lahiriah, tanpa dapat dibuktikan secara ilmiah menurut kriteria yang beragam yang dikembangkan oleh ilmu pendidikan sendiri..166 Kini, kenang-kenangan tentang ulama, penyair, sastrawan, dan filosof bernama lengkap Prof Dr Haji Abdul Malik Karim Amrullah --disingkat Hamka-- itu, bisa ditemui di kampung halamannya: Nagari Sungai Batang Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat (Sumbar).
Ratusan
buku
karangan
Hamka,
semenjak
novel
fiksi
Tenggelamnya Kapal Van der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka'bah, sampai kepada buku filsafat seperti Tasawuf Modern dan Falsafah Hidup, bahkan karyanya yang amat fenomenal Tafsir Al-Azhar yang diselesaikan ketika Buya dipenjara tanpa alasan yang jelas oleh rezim Soekarno bisa ditemui di museum rumah kelahiran Buya Hamka tersebut. 166
Abdurrahman Wahid, Benarkah Buya Hamka Seorang Besar?, dalam Hamka, Hamka Di Mata Hati Umat, op.cit., hlm. 41-43
80
B. Klasifikasi Pendidikan Menurut Hamka Menurut Hamka ada tiga term yang digunakan para ahli untuk menunjukkan istilah pendidikan Islam: 1)
Ta’lim: Aspek-aspek pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya dan pedoman perilaku yang baik.
2)
Tarbiyah: Pengembangan ilmu dalam diri manusia dan pemupukan akhlak yakni pengalaman ilmu yang benar dalam mendidik pribadi.
3) Ta’dib: Penguasaan ilmu yang benar dalam diri seseorang agar menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku yang baik. Dari ketiganya, Hamka lebih condong dalam istilah Tarbiyah, karena menurutnya tarbiyah kelihatannya mengandung arti yang lebih komprehensif dalam memaknai pendidikan Islam, baik vertikal maupun horizontal (hubungan
ketuhanan
dan
kemanusiaan).
Adapun
prosesnya
adalah
pemeliharaan dan pengembangan seluruh potensi (fitrah) peserta didik, baik jasmaniah maupun rohaniah. Dalam pembahasan hal ini hampir sama dengan pemikiran Syed M.Naquib Al-Attas namun beliau lebih spesifik dalam ta’dib atau adab. Adapun pandangan Hamka mengenai tarbiyah yaitu: 1)
Menjaga dan memelihara pertumbuhan fitrah (potensi) peserta didik untuk mencapai kedewasaan.
2)
Mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya, dengan berbagai sarana pendukung (terutama bagi akal dan budinya).
3)
Mengarahkan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik menuju kebaikan dan kesempurnaan seoptimal mungkin.
Kesemua proses tersebut kemudian dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan irama perkembangan diri peserta didik. Adapun tujuan pendidikan menurut Hamka memiliki dua dimensi yaitu bahagia dunia akhirat. Untuk mencapai hal tersebut dapat diperoleh melalui
81
ibadah. Oleh karena itu,segala proses pendidikan pada akhirnya bertujuan agar dapat menuju dan menjadikan anak didik sebagai abdi Allah. Dengan demikian tujuan pendidikan Islam menurut Hamka sama dengan tujuan penciptaan manusia itu sendiri, yakni untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah.Ia mengatakan bahwa ibadah adalah mengakui diri sebagai budak atau hamba Allah, tunduk kepada kemauan-Nya,baik secara sukarela maupun terpaksa.167 Dalam klasifikasi pendidikan menurut Hamka tersebut, secara jelas dan terang aspek-aspek yang harus dipenuuhi dalam pendidikan. Selain kemampuan jasmani seperti keahlian (live skill), wawasan dan kecerdasan, namun karakter yang menjunjung tinggi nilai kebaikan diutamakan. Dalam kaitannya dengan agama, Hamka memprioritaskan keimanan dan ketaqwaan sebagai tujuan final pendidikan. Dengan begitu koridor yang ada dalam pendidikan berdasarkan Pancasila secara stabil tertanamkan.
C. Konsep Guru atau Pendidik dalam Pandangan Hamka Upaya Hamka dalam menggagas ide-ide pembaruan pendidikan (Islam) tidak hanya dilakukan melalui mimbar atau karya-karya tulisnya. Lebih lanjut lagi ia mengapresiasikan ide-idenya itu secara nyata dalam pendidikan formal. Fenomena ini terlihat dari keterlibatannya sebagai seorang pendidik pada lembaga pendidikan formal yang didirikannya, maupun pada beberapa lembaga pendidikan lain, seperti Tabligh School (1931), Munier School, HIS Muhammadiyyah, Kulliyyatul Muballighin Muhammadiyyah, PTAIN, UI Jakarta, UISU, UMI, PUSROH dan YPI Al-Azhar.168
167
Syamsul Kurniawan dan Erwin Makhrus. 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media), hlm. 23 168 Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 199
82
Hanya saja, perlu diakui bahwa meskipun pemikirannya tentang pendidikan (Islam) ditopang dengan keterlibatannya secara formal, namun dalam karya-karyanya tersebut tidak diperoleh penjelasan secara konkret bagaimana bentuk kurikulum dan langkah operasional yang perlu diambil dalam rangka melaksanakan proses belajar mengajar. Ia tidak membangun sebuah teori pendidikan yang operasionalistik. Tetapi lebih kepada upaya membongkar kebekuan sistim pendidikan Islam waktu itu. Ia hanya memberikan
rambu-rambu
pola
ideal
pendidikan
Islam.
Kerangka
pemikirannya tentang pendidikan lebih bersifat filosofis, sehingga bisa dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan perkembangan zaman. Fenomena ini
merupakan
kelemahan
sekaligus
kelebihan
pemikirannya
dalam
membangun kerangka dasar pendidikan Islam, termasuk mengenai pendidik sebagai salah satu komponen penting dalam pendidikan Islam. Pendidik merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan dalam mencapai tujuannya. Crow dan crow menyebut pendidik ini sebagai faktor vital diantara empat faktor lainnya, yaitu peserta didik, tujuan pendidikan, alat dan milieu. Sekolah dengan fasilitas yang lengkap dan peralatan yang modern, tidak akan berjalan optimal apabila tenaga kependidikannya yang ada tidak mampu mefungsikan fasilitas dan alat tersebut, begitu pula sebaliknya. 169 Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan pendidik jauh lebih penting dari media pendidikan ataupun komponen pendidikan yang lain. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 1 UU RI No. 20 th. 2003) bangsa Indonesia telah memberikan rumusan mengenai
169
Abdurrachman Assegaf, Kependidikan Islam , Jurnal Pemikiran, Riset, dan Pengembangan Pendidikan Islam, I, 1, Februari, 1994, hlm. 20-21.
83
tujuan pendidikan di Indonesia, yakni : (1) kekuatan spiritual keagamaan, (2) pengendalian diri, (3) kepribadian, (4) akhlak mulia, serta (5) ketrampilan.170 Artinya bahwa dalam menerapkan dan mengimplementasikan pendidikan, tidak hanya terpaku kepada satu tujuan ansich (misalnya kecerdasan saja), namun harus bersifat holistik dengan tujuan yang lain agar bisa membentuk satu karakter manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting untuk ditandaskan agar dalam proses pendidikan di Indonesia tidak terjadi miss oriented. Dari titik inilah pendidik mempunyai peran yang sangat, amat dan terlalu penting, karena beratnya misi yang harus diemban oleh pendidik. Untuk mewujudkan misi ini, tugas ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pendidik (yang nota bene dipersepsikan guru) namun juga merupakan tugas semua pihak, yaitu orang tua dan masyarakat. Untuk bisa mendidik dengan baik, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efisien, pendidik harus memiliki pengenalan diri (ma rifat) dan pengenalan norma-norma dan etis, agar pendidik menjadi pribadi-pribadi teladan yang patut digugu dan ditiru. Pengenalan diri seorang pendidik dapat dilakukan dengan tiga cara, Pertama, mengenali kekuatan dan kelemahan sendiri. Kedua, mengenali hakekat anak didik dengan segala konstitusi psikofisik, kebutuhan, kepedihan dan harapannya. Ketiga, keterbukaan menuju kedepan dalam mewujudkan semua potensi dan kemungkinan yang ada pada anak didik, pribadi pendidik, orang tua murid dan perkembangan masyarakat sekitar.171
170
http://mabadik.wordpress.com/2010/07/09/urgensi-peran-pendidik-dalam-upaya-untukmencerdaskan-kehidupan-bangsa/ 171
Sutoyo, “Profesionalisme Guru dalam Tinjauan Pendidikan Islam”, Jurnal Wahana Akademia, 7,2, Agustus, 2005, hlm. 230.
84
Menurut pandangan Hamka, sebagaimana yang tertulis di salah satu karyanya yang berjudul Lembaga Budi guru yang mendapat sukses di dalam pekerjaannya dan mendidik muridnya mencapai kemajuan, ialah guru yang tidak hanya mencukupkan ilmunya dari sekolah guru saja, tetapi diperluasnya pengalaman, dan bacaan. Senantiasa teguh hubungannya dengan kemajuan moderen dan luas pergaulannya, baik dengan wali murid atau dengan sesama guru, sehingga bisa menambah ilmu tentang soal pendidikan. Rapat hubungannya dengan orang-orang tua dan golongan muda supaya dia sanggup mempertalikan zaman lama dengan zaman baru, dan dapat disisihkannya mana yang baik dan masih relevan. Hal ini menunjukan bahwa seorang pendidik, dalam hal ini guru akan dapat menjalankan proses pembelajaran yang efektif jika hubungannya dengan peserta didiknya berjalan secara harmonis. Untuk terciptanya hubungan yang harmonis, seorang pendidik dituntut untuk memiliki sejumlah ilmu yang akan diajarkan, memiliki integritas kepribadian, mempergunakan berbagai metode pembelajaran, dan memahami diferensiasi (kepribadian maupun sosial) peserta didik, baik mental, spiritual, intelektual, maupun agama yang diyakini berikut dengan berbagai pendekatannya. Ada empat konsep yang perlu diperhatikan oleh seorang pendidik, yaitu: Pertama, mengembangkan potensi (fitrah) peserta didik. Kedua, mengembangkan pengajaran yang bersifat verbalistik. Ketiga, mencatat seluruh aktivitas peserta didik sebagai pedoman untuk melakukan pembinaan dan proses pendidikan selanjutnya. Keempat, memformulasi kondisi yang kondusif dalam mengembangkan sistim pendidikan secara efektif dan efesien, serta meminimalisasi faktor-faktor yang dapat menghambat pencapaian tujuan pendidikan Islam.
85
Agar pendekatan di atas terlaksana dengan baik, maka menurut Hamka seorang pendidik dituntut terlebih dahulu mengetahui tugas dan tanggung jawabnya, yaitu berupaya membantu dalam rangka membimbing peserta didiknya untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas, berakhlak mulia, dan menguasai keterampilan yang bermanfaat, baik bagi dirinya maupun masyarakat luas. Untuk terciptanya kondisi yang demikian, maka seorang pendidik dituntut untuk terlebih dahulu memperluas pengalaman dan wawasan keilmuannya, memperhalus budi pekertinya, bijaksana, pemaaf, tenang dalam memberikan pengajaran, tidak cepat bosan dalam memberikan pelajaran terutama terhadap materi pelajaran yang Kurang dimengerti oleh sebagian peserta didik, serta memerhatikan kondisi baik fisik maupun psikis peserta didik.172 Menurut Hamka, didikan di sekolah bertali dengan didikan di rumah. Hendaklah ada kontak yang baik di antara orang tua murid dengan guru. Kadang-kadang datang mendatangi, ziarah menziarahi, selidik menyelidiki tentang tabiat anak yang dalam didikan itu. Tentu saja di dalam didikan secara Islam, akan mudah melakukan ini. Sebab kalau rumah guru berdekatan dengan rumah orang tua murid, sekurangnya sekali sehari, diantara Maghrib dan Isya, guru dan orang tua murid itu akan bertemu di surau. Dan kalau rumahnya berjauhan, akan bertemu di di Jum‟at. Kesempurnaan didikan anak itu dapat dibicarakan dengan baik. Kepandaian orang tua mendidik anak, adalah menjadi penolong guru. Jika tugas mendidik hanya dilimpahkan kepada guru maka hasil akan tidak maksimal. Pengaruh keadaan sekeliling, pengaruh pekerjaan, kepandaian dan pendidikan orang tua di zaman dahulu, pun besar kepada anaknya. ”Air itu 172
Hamka, Lembaga Hidup, op.cit., hlm. 211
86
turun dari cucuran atap , demikian kata pepatah. Hal itu dapat dibuktikan; jika ayahnya bodoh, sontok pikirannya, hal itupun menurun kepada anaknya, demikian juga jika ayahnya orang pintar, maka kepintaran itu akan turun kepada anaknya. Di sinilah gunanya guru.173 Hamka optimis bahwa anak yang berasal dari keturunan orang bodoh dan terbelakang bisa menjadi pandai dan maju jika diajar dan dididik oleh guru yang baik. Adapun pendidik yang baik, menurut Hamka harus memenuhi syarat sekaligus kewajiban sebagai seorang pendidik, yaitu; a. Berlaku adil dan obyektif pada setiap peserta didiknya. b. Memelihara martabatnya dengan akhlak al-karimah, berpenampilan menarik, berpakaian rapi, dan menjauhkan diri dari perbuatan yang tercela. Sikap yang demikian akan menjadi contoh yang efektif untuk diteladani peserta didiknya. c. Menyampaikan seluruh ilmu yang dimiliki, tanpa ada yangditutup-tutupi. Berikan kepada peserta didik ilmu pengetahuan dan nasihat yang berguna bagi bekal kehidupannya di tengah-tengah masyarakat. d. Hormati keberadaan peserta didik sebagai manusia yang dinamis dengan memberikan kemerdekaan kepada mereka untuk berpikir, berkreasi, berpendapat, dan menemukan berbagai kesimpulan lain. e. Memberikan ilmu pengetahuan sesuai dengan tempat dan waktu, sesuai dengan kemampuan intelektual dan perkembangan jiwa mereka.
173
Ibid., hlm. 225-226
174
Samsul Nizar, op. cit., hlm. 152
174
87
Tidak menjadikan upah atau gaji sebagai alasan utama dalam mengajar peserta didik. Menurut Hamka, tidaklah salah bekerja untuk mencari upah. Tetapi bila usaha itu sudah cari upah semata-mata, sehingga tidak ada lagi rasa tanggung jawab kepada baik atau buruknya pekerjaan, alamat semuanya akan rusak dan akhirnya celaka. Orang yang bekerja hanya semata-mata memandang upah, tidaklah dapat dipercaya. Dia membaguskan pekerjaan dan membereskan buah tangannya bukan karna ingin kebagusan, tetapi karna ingin upah. Jika upah sudah diturunkan, pekerjaannya sudah dibatalkanya, sehingga mutunya menjadi mundur.
175
Menanamkan keberanian budi dalam diri peserta didik. Keberanian budi, ialah berani menyatakan suatu perkara yang diyakini sendiri kebenarannya; tidak takut gagal, salah ataupun dicela orang lain. Untuk menanamkan bibit-bibit keberanian kepada anak-anak, maka ahli pendidik di benua Eropa dan Amerika, mendapat beberapa jalan; yaitu: 1) Menguatkan pelajaran senam (sport), sehingga badan dan fikirannya sehat. 2) Mengajarkan dan menceritakan riwayat orang-orang yang berani, yakni para pahlawan bangsa dan pejuang-pejuang Islam. 3) Biasakan berterus terang bercakap-cakap. 4) Tidak percaya kepada khurafat. 5)
Memperkaya akal dengan ilmu yang memberi faedah.176 Agar ilmu melekat di hati peserta didik, Hamka mencontohkan Engku
M. Syafei (Alm), pendidik yang masyhur di Kayu Tanam. Hamka bercerita:
175
Hamka, Falsafah Hidup, op.cit., hlm. 172
176
Ibid., hlm. 209-211.
88
Pada suatu hari datanglah murid-murid kepada Engku M. Syafei (Alm) meminta supaya hari itu diajarkan pelajaran Ilmu Bumi Ekonomi. Ketika itu mereka sedang berada di halaman sekolah, bukan di dalam kelas. Waktu itu sajalah Engku M. Syafei memperlakukan permintaan itu sambil berdiri. Diberinya keterangan tentang kekayaan dan kesuburan tanah air, buah-buahan yang bisa tumbuh dan hasil yang dapat dibawanya kepada putera bumi itu sendiri, kalau mereka bersungguh-sungguh. Disuruhnya murid-muridnya itu menentang puncak Gunung Singgalang bahwa di sana ada kekayaan yang tidak tepermanai. Lalu disuruhnya pula mendengarkan bunyi aliran air di Batang Anai yang hebat dahsyat, lalu dinyatakannya pula faedah yang dapat diambil darinya. Sehingga termenunglah murid-murid itu dan lekat di hati mereka keterangan gurunya. Pelajaran seperti itu jauh lebih besar bekasnya kepada jiwa mereka, dari jika disuruh duduk berbaris menghadapi bangku.177 Hal ini mengindikasikan bahwa suatu ilmu tidaklah lekat di dalam hati dan jiwa, tidaklah terpasang kepada diri kalau tidak diamalkan, dibiasakan, dan dicobakan.178 Mengenai pendidik, secara garis besar Hamka berpendapat bahwa pendidik adalah sosok yang bertanggung jawab dalam mempersiapkan dan mengantarkan peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara luas.179 Namun, seiring berjalannya waktu makna pendidik mengalami pergeseran ke arah yang lebih dangkal. Pendidik dianggap sekedar sebagai orang yang mengajar kepada siswa untuk menambah pengetahuan. Hal ini bertentangan dengan kewajiban pendidik untuk tidak hanya mengajar tetapi 177 178
Hamka, Lembaga Budi, op.cit., hlm. 71 Hamka, Falsafah Hidup, op.cit., hlm. 54
179
Hamka, Lembaga Budi, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 2-3
89
sekaligus mendidik. Yang dimaksud mengajar dalam hal ini adalah membantu anak berkembang dan menyesuaikan diri kepada lingkungan. Sedangkan mendidik adalah suatu usaha untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaannya baik secara jasmani maupun rohani. Jadi pengertian mendidik lebih bersifat mendasar, tidak sekedar transfer of knowledge tetapi juga transfer of values. Di lembaga-lembaga pendidikan yang terjadi sesungguhnya bukanlah pendidikan dalam arti sebenarnya, tapi sekedar pengajaran. Transformasi yang terjadi hanya sebatas transformasi yang hanya melibatkan peran keilmuan guru dan kebodohan murid. Asumsinya, murid menjadi pintar berkat pengajaran sang guru. Pendidikan dianggap tidak begitu penting, mungkin saja karena hasilnya dianggap kurang konkrit. Justru pengajaranlah yang begitu ditekankan habis-habisan. “Pendidikan dan Pengajaran” yang menjadi jargon sistem pendidikan di Indonesia selama bertahun-tahun, dengan demikian, menghasilkan format yang tidak seimbang. Dalam “pengajaran”, guru akan bertindak sebagai orang yang paling pintar di kelas, dan siswa adalah objek yang dikenai blueprint kemana guru berkehendak, sementara dalam “pendidikan”, yang lebih ditekankan adalah transformasi perilaku, transformasi etika, transformasi moralitas, dan bukan transformasi gaya berfikir. Makna pendidikan telah tereduksi sedemikian rupa sehingga menjadi sekadar sekolah dan lembaga pendidikan lainnya, atau sekedar pengajaran (termasuk penataran) dan pelatihan, maka semua itu akan berbuah pada irasionalitas, immoralitas, dan agresivitas. Sistem pendidikan di Indonesia telah mengikuti antagonisme pendidikan ‟gaya bank‟, yaitu guru mengajar, murid belajar; guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa; guru berpikir, murid dipikirkan; guru bicara, murid mendengarkan; guru mengatur, murid diatur; guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti; guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan
90
tindakan gurunya; guru memilih apa yang akan diajarkan, murid menyesuaikan diri; guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang profesionalismenya, dan mempertentangkannya dengan kebebasan murid-murid; guru adalah subyek proses belajar, murid adalah obyeknya.180 Posisi guru dalam pendidikan bukan sebagai penjamin dalam pembelajaran, melainkan sebagai media dalam proses. Apa yang diterima dan resepsi oleh siswa merupakan ilmu dan wawasan dari kenyataan hidup secara umum, bukan semata-mata dari pendidik. Guru tidak menjadikan siswa sebagai „kepanjangan tangan‟ dari tendensi atau ideologi personal pendidik. Guru menempatkan diri sebagai media antara siswa dengan masyarakat, antara manusia dan dunia. Ilmu yang diajarkan merupakan refleksi dan manifestasi dari kenyataan hidup sekitar. Praktik pendidikan „gaya bank‟ masih berlaku dan bisa diterima dalam kelompok pendidikan agama di pondok pesantren. Hal itu ditimbang dari materi dan bahan ajar yang basis bahasanya bukan bahasa Indonesia. Selain itu, masih banyak diberlakukan sistem hafalan, terlebih lagi berkaitan dengan hukum dan tauhid. Berbeda dengan sistem pendidikan formal di Indonesia, menggunakan bahasa Indonesia dan mengajarkan kemampuan dan wawasan tentang disiplin ilmu tertentu tanpa kekhawatiran salah dan menanggung konsekuensi dosa. Bukan maksud membandingkan antara pendidikan formal umum dan pondok pesantren, namun kenyataan yang umum terjadi tersebut tidak dapat disamakan. Hamka sebagai sosok yang peduli dan inten pada pendidikan tentu menyadari hal demikian. Pandangan Andreas Harefa tersebut tidak secara mentah-mentah mengkritisi praktik dan kenyataan pendidikan secara umum dan disamaratakan posisinya. Ungkapan tersebut mengarah pada fungsi
180
Andrias Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar, (Jakarta; Harian Kompas,2000), hlm. 11
91
efektif guru untuk mempertimbangkan mental, karakter, dan fitrah siswa sebagai manusia yang potensial. Pola pendidikan demikian dapat menyebabkan mental dan karakter individu siswa tidak berkembang. Tidak hanya informasi dan wawasan yang perlu dikuasai oleh siswa, namun sikap dan tindakan siswa sebagai makhluk sosial menjalankan tugas dan fungsinya di masyarakat. Jauh di masa lampau Hamka sudah memaparkan kondisi tersebut dalam pendidikan. Mengenai pendidik, secara garis besar Hamka berpendapat bahwa pendidik adalah sosok yang bertanggung jawab dalam mempersiapkan dan mengantarkan peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara luas.181 Sesuai rumusan tujuan pendidikan di Indonesia, yaitu membekali
siswa dengan kemampuan kogntif, afektif, psikomotorik. Kemampuan tersebut menjadi sangat penting dalam pelaksanaan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bagaimana ilmu yang didapat oleh siswa di sekolah tidak hanya sebatas informasi dan wawasan, namun bagaimana menyikapi keadaan yang ada di sekitar dengan penuh tanggung jawab. Dengan proses pembelajaran di sekolah, siswa diharapkan mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di masyarakat dengan segenap wawasan dan ilmunya. Selain penguatan mental dan wawasan keilmuan siswa, Hamka juga menekankan sifat tawakal dalam pengajaran. Hal itu sudah menjadi sikap hidupnya, yang bisa diamati dari tulisan-tulisannya. “Nikmat Ilahi ada di sekeliling tiap-tiap insane, ada di dusun, ada di kota, ada di gunung dan ada di lurah, dan ada di daratan dan ada di lautan. Tetapi nafsu tiada merasa puas atau tidak ingat nikmat yang ada di sekelilingnya itu; dia hanya melihat kekurangannya. Yang senantiasa diperhatikannya ialah nikmat yang ada di tempat lain, dan yang ada di orang lain. Kelak, kalau dia ada kesempatan pindah ke tempat 181
Hamka, Lembaga Budi, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 2-3
92
yang dilihatnya itu, dia akan menyesal dan dia teringat pulang, yaitu pada hari yang tiada berguna padanya penjelasan lagi…”182
Dalam proses pembelajaran, sifat tawakal dan tawadhu sangat penting dimiliki oleh seorang guru. Petikan dari tulisan Hamka menunjukkan bagaimana manusia memiliki nafsu yang sering menguasai diri manusia. Guru dianjurkan agar menghindari dan membentengi diri dari godaan nafsu yang sering muncul ketika melihat orang lain tanpa introspeksi diri. D. Relevansi Konsep Guru Menurut Hamka dengan Pendidikan Indonesia Keberhasilan pelaksanaan pendidikan Islam di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Selain masalah-masalah baru yang bermunculan, terdapat juga berbagai problematika lama yang belum tuntas diselesaikan dan dicarikan penyelesaian, sehingga pekerjaan rumah bagi pemerintah dan stakeholder pendidikan semakin menumpuk. Menurut Arif Rachman, seorang pakar pendidikan, berpendapat bahwa beberapa titik lemah pendidikan Islam di Indonesia yang menghambat kemajuannya adalah: 1. Keberhasilan pendidikan hanya diukur dari keunggulan ranah kognitif dan nyaris tidak mengurus ranah efektif dan psikomotorik. 2. Peserta didik menjadi obyek didik dan bukan pelaku aktif. 3. Proses pendidikan berubah menjadi proses pengajaran. Sehingga materi pelajaran menjadi yang tidak relevan dengan kenyataan. Hal ini terbukti dengan terjadinya kesenjangan antara dunia sekolah dan dunia kerja. 4. Titel dan gelar pendidikan menjadi target pendidikan yang tidak disertai dengan tanggung jawab ilmiah yang mumpuni sehingga terjadi “pengejaran titel” yang tidak sehat. 5. Profesi guru terkesan menjadi profesi ilmiah saja dan kurang disertai dengan 182
111
Hamka, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, (Jakarta: Balai Pustaka. edisi revisi, 2013), hlm.
93
bobot profesi kemanusiaan sehingga hubungan guru dan murid terkesan sebagai hubungan produsen dan konsumen. Hal ini diperparah dengan kedudukan profesi guru yang secara finansial berada pada profesi papan bawah 6. Manajemen pendidikan yang menekankan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan kepada pemerintah dan bukan kepada seluruh stake holder pendidikan seperti masyarakat, ortu, guru dan siswa itu sendiri.
141
Menurut penulis, rumusan masalah mengenai pendidikan di Indonesia yang telah disebutkan oleh Arif Rachman di atas telah sejak lama menjadi kendala pendidikan nasional yang menggelisahkan pikiran dan hati masyarakat Indonesia, terutama seorang pemikir bernama Hamka. Hal ini terbukti dari hasil pemikiran dan perenungannya yang secara tersirat terdapat di karya-karya tulisnya. Jika Arif Rachman mengatakan bahwa proses pendidikan berubah menjadi proses pengajaran sehingga materi pelajaran menjadi tidak relevan dengan kenyataan, maka jauh-jauh hari Hamka telah berpendapat bahwa pada masa ini, banyak terdapat sekolah-sekolah yang mengajarkan agama, tetapi tidak mendidikan agama. Maka keluar pulalah anak-anak muda yang alim ulama, bahasa Arabnya seperti air yang mengalir, tetapi budinya rendah. Sama sajalah harganya sekolah-sekolah semacam ini dengan sekolah yang tidak mengajarkan dan mendidikan agama.183 Pernyataan di atas mengandung arti bahwa pengajaran semata tanpa diiringi dengan upaya mendidik hanya akan mengasilkan peserta didik yang cerdas tapi kurang berbudi. Hal ini tentu akan menyalahi rumusan tujuan pendidikan Indonesia sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 1 UU RI No. 20 th. 2003). Proses pendidikan harus dimulai sejak dini, bahkan semenjak anak lahir
183
Hamka, Falsafah Hidup, op. cit., hlm. 205-206
94
ke dunia. Pendidikan pertama yang harus dilakukan ketika anak lahir oleh orang
tua
sebagai
pendidik
adalah
dengan
mengazankan
dan
mengiqomahkannya. Ibnul Qoyyim mengatakan bahwa rahasia dilakukannya adzan dan iqomah di telinga bayi yang baru lahir mengandung harapan yang optimis agar mula-mula suara yang terdengar oleh telinga sang bayi adalah seruan adzan yang mengandung makna keagungan dan kebesaran Allah serta syahadat yang menjadi syarat utama bagi seseorang yang baru masuk Islam. Perlakuan ini menerangkan akan kepedulian Nabi Muhammad saw. terhadap aqidah tauhid yang harus ditanamkan secara dini dalam jiwa sang anak dan sekaligus untuk mengusir setan yang selalu berupaya mengganggu sang bayi semenjak kehadirannya dalam memulai kehidupan barunya di alam dunia.184 Lebih jelasnya, pemikiran Hamka yang menghendaki keseimbangan antara peran orang tua, guru, dan masyarakat dalam proses pendidikan dan pengajaran anak adalah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut; 1. Perawatan bayi yang baru lahir Begitu anak dilahirkan, dimulailah saat awal dari kehidupan bayi. Inilah yang ditunjukan Islam dalam pendidikan anak, yang berbeda dari seluruh metode pendidikan yang pernah ada di dunia. Orang tua ditugasi untuk menancapkan tiang pendidikan guna membangun masa depan anak. Tiang itu adalah adab Islami, sunnah Nabi dan metode Rabbani. Adapun tiga adab terpenting, diantaranya adalah: a. Adab pertama, dikumandangkan adzan dan iqomah di kedua telinga bayi sebagaimana sedikit disinggung di atas. Itu dilakukan agar hal pertama yang didengarnya dalam wujudnya adalah ketauhidan Allah. b. Adab kedua, memilihkan nama yang baik untuk anak. Pemilihan nama yang baik adalah pertanda yang jelas dalam pendidikan secara tidak langsung. Karena, dalam nama setiap orang terdapat peruntungannya. 184
http://titipan-cucu.blogspot.com/2010/05/anjuran-menyerukan-adzan-padatelinga.html
95
c. Adab ketiga, memuliakan anak dengan pelaksanaan aqiqah untuk memberitakan kebahagiaan dan kesenangan atas kelahirannya. Aqiqah juga merupakan ungkapan syukur kepada Allah swt. Ketiga adab tersebut merupakan satu kesatuan yang dibebankan kepada orang tua sebagai pendidik pertama dan utama. Selain sebagai konsekuensi atas kewajibannya memenuhi syariat Islam, ketiganya dilakukan juga sebagai langkah awal untuk pendidikan selanjutnya agar berlangsung dengan baik dan mudah. 2. Perawatan anak dari kecil Yakni dalam menyediakan makanan, minuman dan pakaiannya, juga menjaga kesehatan fisiknya. Semua itu agar anak sehat akalnya, kuat jasmaninya dan sehat pula inderanya. Hal ini dikarenakan kehidupan manusia tidak terpisah-pisah, dimana apabila kehidupannya kuat pada waktu ia kecil, maka pada waktu ia dewasa hal itu akan berlanjut. 3. Membangun hubungan kemasyarakatan yang kuat Diantara unsur-unsur pendidikan Islam adalah agar orang tua memberikan petunjuk kepada anak untuk memilih teman yang baik. Jika tidak, mereka akan memilih teman sekolah sekehendak hati mereka, sedangkan teman berpengaruh besar terhadap perkembangan pribadi anak, baik yang merusak atau memperbaiki. Metode pendidikan untuk mengarahkan anak-anak dalam memilih teman yang baik adalah orang tua menemani anak-anak mereka ketika mereka berkunjung ke rumah teman-teman orang tuanya, agar anak mengenal teman sebayanya dan orang tua saling mengenal sehingga terjalin hubungan yang baik dalam mengawasi anak-anaknya.185 Upaya-upaya di atas adalah refleksi pemikiran Hamka yang mengutip perkataan Hukama bahwa adab-sopan anak-anak itu dibentuk sejak dari 185
Muhammad Zuhaili, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, (Jakarta: A. H Ba’adillah Press, 2002), hlm. 56-67.
96
kecilnya. Karena ketika kecilnya masih mudah membentuk dan mengasuhnya, belum dirusakkan oleh adat kebiasaan yang sukar meninggalkan. Tiap-tiap manusia apabila telah terbiasa mengerjakan dan mentabiatkan suatu pekerti sejak kecilnya, yang baik atau yang buruk, sukarlah membelokkannya kepada yang lain, apabila dia telah besar.186
4. Badan pembantu sekolah Badan pembantu sekolah ialah organisasi orang tua murid dan guru. Organisasi yang dimaksud merupakan kerja sama yang paling terorganisasi antara sekolah atau guru dengan orang tua murid. Badan pembantu sekolah sekarang dikenal dengan istilah Komite Sekolah. Komite Sekolah ini berfungsi untuk mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka peningkatan mutu, pemerataan dan efesiensi pengelolaan pendidikan. Dalam hal ini masyarakat dapat menyalurkan berbagai ide dan partisipasinya dalam memajukan pendidikan di daerahnya. Melalui komite sekolah, masyarakat atau orang tua murid sebagai penyumbang dana berhak menuntut sekolah apabila pelayanan dari sekolah tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini dikarenakan pengadaan media dan fasilitas pendidikan memegang peranan yang urgen pula dalam menunjang keberhasilan dalam proses belajar agar lebih optimal. 5. Mengadakan surat menyurat antara sekolah dan keluarga Surat menyurat ini diperlukan terutama pada waktu-waktu yang sangat diperlukan bagi perbaikan pendidikan anak didik, seperti surat peringatan dari guru kepada orang tua jika anaknya perlu lebih giat, sering membolos, sering berbuat keributan, dan sebagainya. Surat menyurat ini juga sebenarnya sangat baik bila dilakukan oleh orang tua kepada guru atau langsung kepada kepala sekolah untuk memantau keadaan anaknya di sekolah. 186
Hamka, Lembaga Budi, op.cit., hlm. 226
97
6. Adanya daftar nilai atau raport Raport yang biasanya diberikan setiap semester kepada para murid ini dapat dipakai sebagai penghubung antara sekolah dengan orang tua. Guru dapat memberi surat peringatan atau meminta bantuan orang tua bila hasil raport anaknya kurang baik, atau sebaliknya jika anaknya mempunyai keistimewaan
dalam
suatu
mata
pelajaran,
agar
dapat
lebih
giat
mengembangkan bakatnya atau minimal mampu mempertahankan apa yang sudah dapat diraihnya. Demikianlah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menjalin kerja sama antara pendidik, orang tua dan guru di zaman sekarang. Semua bentuk kerja sama tersebut sangat besar manfaatnya dalam memajukan pendidikan bagi anak didik.187 Namun demikian, saling membantu dan kerja sama ini tidak akan berjalan sempurna kecuali dengan adanya dua syarat pokok berikut: Pertama, hendaknya antara pengarahan orang tua dan guru tidak bertentangan. Kedua, hendaknya saling membantu dan kerja sama itu bertujuan untuk menegakkan penyempurnaan dan keseimbangan dalam upaya membina pribadi yang Islami. Jika kerja sama ini memenuhi persyaratan tersebut, kemungkinan besar ruhani, jasmani, dan fisik anak akan menjadi sempurna; di samping akan menjadi insan yang berkeseimbangan, juga akan mengundang kekaguman banyak orang.188 Kerja sama di atas merupakan salah satu bentuk ikhtiyar untuk melahirkan generasi-generasi yang tangguh dalam menghadapi tantangantantangan hidup, sehingga pribadi yang berdaya guna dan bermutu tak lagi menjadi pemandangan ganjil di negeri berkembang seperti Indonesia. 187
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan; Umum dan Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 90-94 188
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992), Cet- 1, hlm. 361-362.
98
Kesadaran atas pentingnya mengintegrasikan peran orang tua, guru dan masyarakat merupakan bentuk tanggung jawab yang dibebankan kepada seluruh aspek stakeholder pendidikan Islam. Hal ini agar proses pendidikan dapat terjadi secara optimal dan berkesinambungan, sehingga peserta didik selalu terkontrol dari masa ke masa perkembangannya dan menjadi lebih baik dan meningkat dalam hal akademisi maupun karakternya. Dengan mengimplementasikan pendekatan semacam ini, maka tercapainya tujuan pendidikan tidak hanya akan menjadi angan-angan kosong. Konsep guru menurut Hamka mempertimbangkan nilai-nilai universal dan norma-norma yang berlaku di masayarakat serta dinamika perkembangan manusia. Norma tersebut terejawantah dalam aturan-aturan dan praktik yang dijalankan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Dalam cakupan yang lebih luas, pandangan Hamka tentang guru menjadi konsep pendidikan yang visioner, memperhatikan masa depan bangsa dan budaya Indonesia sesuai dengan fitrah manusia yang dipenuhi potensi. Untuk mencapai tujuan pendidikan secara komprehensif, selain moralitas yang perlu dikuatkan, penguasaan kompetensi materi penting ditingkatkan. Pembekalan ilmu agama dan ilmu umum harus sama-sama dikuasai penuh. Guru dalam hal ini mengemban tanggung jawab sebagai pendidik sekaligus pembimbing untuk mencapai tujuan pendidikan dari segi jasmani dan rohani, dunia dan akhirat. Hamka menandaskan hal itu dalam pendidikan Indonesia sedianya agar bangsa Indonesia mampu aktif dan bersaing di kancah global.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa pemikiran Professor. Doctor Haji Abdul Malik bin Haji Abdul Karim Amarullah (HAMKA) tentang Guru Adalah: Sosok
yang
bertanggung
jawab
dalam
mempersiapkan
dan
mengantarkan peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara luas. Namun sosok guru yang dikehendaki hamka masih belum sepenuhnya dapat diwujudkan di masa sekarang B. Saran-Saran Sesuai dengan kesipulan terrsebut diatas maka disarankan hal-hal sebagai berikut: 1. Lembaga pendidikan tempa keguruan (LPTK) dapat mencetak guru sesuai yang diinginkan HAMKA 2. Membangun kesadaran untuk melaksanakan tugas-tugas seorang guru sesuai yang dihendaki HAMKA C. Penutup Segala puji bagi Tuhan semesta alam yang selalu memberikan petunjuk dan bimbingan serta kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akademisi ini, yaitu penyusunan skripsi tanpa halangan yang berarti. Penulis sangat mengharapkan masukan dari pembaca, baik berupa kritik maupun saran atas penyusunan karya ilmiah ini.Semoga tulisan ini memberikan manfaat bagi kita semua.Amin.
98
99
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. Filsafat Islam, Semarang: CV. Toha Putra, 1982. Al-Maraghiy, Ahmad Musthafa. Tafsir al-Maraghiy. Semarang: CV. Toha Putra. Al-Rasyidin dan Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Ciputat Press. 2005. Chirzin, Muhammad Chirzin.Permata Al-Qur’an. Yogyakarta: Qiktas, 2003. dulrohman.blogspot.com/2011/11/tafsir-at-tahrim-ayat-6-peliharalah.html Hadi, Sutrisno. Metodologi research. Yogyakarta: Andi Ofset. Cet. XXV, 1997. Hamka, Lembaga Budi, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983. _______, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Jakarta: Balai Pustaka. Edisi revisi, 2013. _______. Falsafah Hidup. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1984. _______. Hamka di Mata Hati Umat, Jakarta: Sinar Harapan, 1984. _______. Lembaga Hidup, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984. _______. Pandangan Hidup Muslim, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992. _______. Tafsir al-Azhar Juzu’ XXVIII. Jakarta: Pustaka Panjimas PP, 1985. _______. Tasauf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987. Hasbullah. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan; Umum Dan Agama Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2005. http.//fithab.multiply.com/journal/item/52, 24-02-2015 http://Bdksemarang.Kemenag.Go.Id/, (Diakses: 22 November 2015, Pukul 20:15 WIB)
100
http://tanbihun.com/pendidikan/pendidik-dalam-pendidikan-islam/ _ftn8, 27-01-2015 http://triquranhadits.blogspot.com/2013/06/al-quran-hadits-materi-kelompok-4at.html http://www.lpmpsulsel.net, (Diakses: 22 November 2015, Pukul 20:30 WIB) Ibnu Rusn, Abidin. Pemikiran al-Ghazal tentang Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cet. I, 1998. Istiqomah dan Mohammad Sulton, Sukses Uji Kompetensi Guru, (Jakarta: Dunia Cerdas, 2013. Jalaludin. Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2005. Langgulung , Hasan. Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma‟arif 2000. Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: PT. Al Husna Zikra. Cet. III, 1995 Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1994. Mudlofir, Ali. Pendidik Profesional: Konsep, Strategi, dan Aplikasinya dalam Peningkatan Mutu Pendidik di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, Cet. I, 2012. Mulyasa, E.. Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, Cet. VI, 2007. Mustafah, Jejen. Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Group, Cet. II, 2012. Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Cet. V, 2010. Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.
101
_______. Perspektif Islam tentang Hubungan Guru-Murid, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009. Natsir, Muhammad. Kapita Selekta. Bandung: Van Hoeve, 1965. Nizar, Samsul. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. _______, Samsul. Ramayulis. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam Ciputat: Quantum Teaching, 2005. Saudagar, Fachruddin, dan Ali Idrus. Pengembangan Profesionalitas Guru. Jakarta: Gaung Persada Press, Cet. III, 2011. Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AlQur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, Cet. VI, 2012. Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Cet ke. III, 2007. Surakhmad, Winarno Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tehnik. Bandung: Transito. 1998.