PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH HABIB MUHAMMAD AL-ATHAS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
Muhamad Irfan NIM: 104051001753
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH HABIB MUHAMMAD AL-ATHAS
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos.I)
Oleh : Muhamad Irfan Nim : 104051001753
Di bawah Bimbingan
Dr. H.M. Idris Abdul Shomad, MA. NIP: 150311326
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul “ PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH HABIB MUHAMMAD AL-ATHAS” telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 September 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, 18 September 2008 Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
Dr. Murodi, M.A NIP: 150254102
Umi Musyarofah, M.A NIP: 150281980 Anggota,
Penguji I
Penguji II
Dra. Armawati Arbi, M.Si NIP: 1502546288
Dr. Arief Subhan, M.A NIP: 150262442 Pembimbing,
Dr. H.M. Idris Abdul Shomad, M.A NIP: 150311326
ABSTRAK Muhamad Irfan Pemikiran dan Aktivitas Dakwah Habib Muhammad al-Athas Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan hadits, saling mengingatkan pada kebenaran dan menasehati dalam kesabaran, selain itu dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bernilai ibadah untuk membina atau membentuk masyarakat melalui ajaran agama yang islami, melalui pesan-pesan agama sehingga berubah menjadi masyarakat yang islami. Ketika Islam menyinggung aspek pemikiran, bukan berarti ia memasung potensi akal pikiran, namun mengarahkan dan membimbingnya menuju hidup yang maslahat. Bagaimana berpikir islami, adalah upaya menjelaskan hakikat, rambu-rambu, dan arah berpikir, agar sesuai dengan kaidah ilmiah obyektif, dan itu berarti sesuai dengan nilai-nilai Islam. Habib Muhammad al-Athas adalah sosok da’i
yang memiliki tekad,
mental, serta kesabaran yang kuat untuk berdakwah. Cacat fisik yang melumpuhkan kedua kakinya bagi Habib Muhammad al-Athas bukan sebuah halangan untuk berdakwah. Kegigihan dan semangatnya dalam menegakkan kalimat Allah pantas dijadikan sebuah teladan. Penulis membatasi masalah pada bahasan pemikiran aktivitas dan Habib Muhammad al-Athas dalam memerankan dakwah Islam di Indonesia. Dari batasan tersebut penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut : Bagaimana aktivitas dakwah Habib Muhammad al-Athas?, Apa dan bagaimana pemikiran dakwah dalam pandangan Habib Muhammad al-Athas?. Metode yang digunakan ialah dengan metode deskriptif analitik dengan mencoba memaparkan atau menggambarkan tentang Pemikiran dan Aktivitas Dakwah Habib Muhammad al-Athas. Penelitian ini mengambil sumber data dari hasil penelitian kepustakaan (library research), observasi, dan wawancara. Dakwah Habib Muhammad al-Athas adalah dakwah yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, santun, moderat, yang kesemuanya itu dilakukannya melalui berbagai media sebagai wadah untuk menyampaikan pemikirannya.
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Srata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 18 Oktober 2008
Penulis
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya yang begitu besar bagi seluruh makhluk. Hanya rasa syukur yang terucap dalam hati dan lisan penulis ucapkan saat ini. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan penuh kelapangan, kemudahan, kesabaran yang Allah berikan kepada penulis. Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada kerinduan alam dan kerinduan hati ini. Manusia yang dimuliakan oleh Yang Maha Mulia, manusia besar yang dibesarkan oleh Yang Maha Besar. Yaitu Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, dan pengikut setia beliau, yang dengan pengorbanan dan ketulusan hatinya membantu membukakan jalan pengetahuan bagi umat manusia. Skripsi ini adalah sebuah penelitian tentang “Pemikiran dan Aktivitas Dakwah Habib Muhammad al-Athas”, penulis sadar bahwa banyak sekali kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam menyusun skripsi ini. Tetapi berkat kasih sayang Allah SWT dan bantuan dari berbagai pihak skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis menghaturkan terimakasih banyak kepada : 1. Bapak Dr. H. Murodi, M.A., selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi. 2. Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A., Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pembimbing Kuliah Kerja Sosial (KKS) Desa Sasak Panjang Kec. Tajurhalang Kab. Bogor 22 Juli – 25 Agustus 2007.
3. Ibu Umi Musyarofah, M.A., Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah, yang telah banyak membantu penulis, terutama dalam konsultasi masalah nilai. 4. Bapak Dr. H.M. Idris Abdul Shomad, MA., sebagai pembimbing dalam skripsi ini. Terimakasih atas segala bimbingan dan saran-sarannya yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasannya membimbing penulis. Di tengah kesibukannya, beliau selalu meluangkan waktunya untuk membimbing Penulis sehingga terselesainya skripsi ini. 5. Kepada dewan penguji sidang skripsi Bapak Dr. Arief Subhan, M.A selaku penguji I serta Ibu Dra. Armawati Arbi, M.Si selaku penguji II yang bersedia memberikan tanggapan, koreksi, dan penilaian terhadap skripsi ini. 6. Seluruh
Dosen
Fakultas
Dakwah
dan
Komunikasi
UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta terimakasih atas pemberian bekal ilmu kepada penulis. Semoga ilmu yang telah Bapak/Ibu berikan bermanfaat dan menjadi bekal bagi penulis. 7. Segenap karyawan TU Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu Penulis dalam hal administrasi. 8. Kepada Habib Muhammad bin Abdurrahman al-Athas penulis berikan rasa hormat dan ta’zimnya, yang dengan penuh keterbukaan menerima penulis di Pondok Pesantren Ainurrahmah yang penuh dengan kedisiplinan dan penuh akan pengetahuan umum dan agama serta rela meluangkan waktu untuk wawancara di tengah aktivitasnya.
9.
Yang mudah-mudahan Allah mulyakan buat Ayahanda Elif Syarifudin dan Ibunda Aan Komariah dan tak lupa pula kepada Ummi Titin beserta keluarga besar Alm. H. Suhanta yang tak terhitung pengorbanan dan perjuangannya, baik materil maupun spiritual, serta do’anya yang tulus dan tanpa pamrih. Inilah yang membuat penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Buat Kakakku : Iis dan Irma serta adikku : Muhamad Subki, Dede, Andi Wijaya, Kamaludin, Resti, terimakasih atas do’a dan dukungannya terimakasih atas segala dukungan dan motivasinya. 11. Sahabat-sahabatku yang terbaik : Habib Ali Alaydrus, Habib Baghir Alaydrus, Habib Muchsin Alaydrus, Habib Isa al-Madihi, Habib Abu Bakar al-Athas, Habib Rifki al-Athas, Budi Sucipto, Haris Hasyim, Samsuri, Budi, Tatang Suhendar, Acep, Achmad Taufiq, Burhan, Rudi Rahayu dan juga kepada seluruh Alumni pondok pesantren Ainurrahmah yang telah membantu do’anya semoga kekompakan serta persahabatan akan selalu terjaga, terimakasih atas semuanya. 12. Seluruh sahabat-sahabat jurusan KPI A 2004 : M. Rico Zulkarnain, Ukasah, Noviadi Firdausil Ula, Idrus, Ahmad Fuad, Agus, Ade Sodikin, Ahmad Anwar Sadad, Adi Marsaidi, Jainuri, Budi Santoso, Chaerul Miftah, Miftahul Huda, Abd, Rosyid, Nurtaslim serta untuk semuanya yang tidak disebutkan secara keseluruhan yang telah banyak mengibur dan tukar pengalaman dalam wawasan ilmu pengetahuan untuk semua terimakasih.
13. Untuk semua pihak yang telah membantu dalam skripsi ini, yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan, hal ini disebabkan karena karena kemampuan dan pengalaman penulis yang masih terbatas. Harapan penulis, apa yang menjadi ulasan dan kajian dalam penulisan skripsi ini menjadi bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri semoga semua bantuan dan jasa baik dari semua menjadi amal shaleh di sisi-Nya, dan mudahmudahan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam. Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jakarta, 18 Oktober 2008
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………………………………………………………………………..i LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………………..ii KATA PENGANTAR …………………………………………………………..iii DAFTAR ISI …………………………………………………………………...vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................6 D. Metodologi Penelitian ...............................................................7 E. Tinjauan Pustaka .......................................................................9 F. Sistematika Penulisan ..............................................................10
BAB II
KAJIAN TEORITIS A. Da’i Sebagai Komunikator .....................................................12 1. Intrinsic Ethos ...................................................................13 2. Prior Ethos ........................................................................13 3. Ethos .................................................................................14 B. Pesan Dakwah Seorang Da’i ...................................................15 1. Struktur Pesan ...................................................................15 2. Imbauan Pesan ..................................................................16 C. Saluran Dakwah Seorang Da’i ................................................18 D. Sasaran Dakwah Seorang Da’i ................................................19
E. Efek Dakwah Seorang Da’i .....................................................20 1. Kognitif .............................................................................21 2. Afektif ...............................................................................22 3. Behaviour ..........................................................................22 F. Pengertian Dakwah .................................................................23 1. Arti Etimologis dan Terminologis ....................................23 2. Da’i dan Metode Dakwah .................................................27 G. Pengertian Aktivitas ................................................................36 1. Arti Etimologis dan Terminologis ....................................36 2. Makna Aktivitas Dakwah .................................................37 H. Pengertian Pemikiran ..............................................................39 1. Arti Etimologis dan Terminologis ....................................39 2. Makna Pemikiran Dakwah ……………………………....41 D. Pengertian Habib …………………………………………….45 1. Arti Etimologis dan Terminologis ………………………45 2. Tipologi Habib …………………………………………..48
BAB III
PROFIL HABIB MUHAMMAD AL-ATHAS A. Kelahiran dan Latar Belakang Pendidikan Habib Muhammad al-Athas ...................................................................................59 B. Pendidikan dan Guru-guru Habib Muhammad al-Athas ........68 C. Karir dan Murid-murid Habib Muhammad al-Athas ..............70
BAB IV
ANALISIS PEMIKIRAN HABIB MUHAMMAD AL-ATHAS TENTANG DAKWAH DAN PEMIKIRANNYA A. Pemikiran Dakwah Habib Muhammad al-Athas ....................74 1. Da’i ....................................................................................74 2. Pesan .................................................................................78 3. Mad’u …………………………………………………....80 4. Efek Dakwah ………………...…………………………..84 B. Pelaksanaan Dakwah ...............................................................85 1. Habib Sebagai Komunikator .............................................85 2. Saluran Dakwah ................................................................86 C. Aktivitas Dakwah Habib Muhammad al-Athas ......................90 1. Pengajian Rutin .................................................................90 2. Hari-hari Besar Islam ........................................................91 3. Bidang Sosial ....................................................................93 4. Bidang Pendidikan ............................................................94
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................97 B. Saran ........................................................................................99
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................100 LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Dakwah Islam adalah suatu cara bagaimana menyampaikan ajaran-ajaran agama Islam kepada seluruh umat manusia dan mengajak mereka untuk berkomitmen kepada Islam pada setiap kondisi dan di mana pun berada, dengan sarana tertentu untuk tujuan tertentu. Dakwah adalah suatu kewajiban bagi setiap umat Islam yang beriman kepada Allah, baik bagi sekelompok orang maupun bagi setiap individu yang mengerti, memahami bahkan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Dengan kata lain mereka yang benar-benar profesional di bidang dakwah dan mengetahui tata cara penyampaian dakwah dengan baik. Istilah ini lebih dikenal dengan sebutan da’i atau mubaligh.1 Manusia diciptakan Allah SWT dengan dibekali kelebihan akal, agar dengan akalnya ia dapat membedakan mana hal-hal yang baik bagi dirinya dan mana hal yang buruk. Dengan akalnya pula ia diharapkan dapat melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan meninggalkan apa yang seharusnya ditinggalkan. Tetapi akal yang diberikan kepada manusia memiliki sifat-sifat kelemahan dan keterbatasan, lebih-lebih untuk memahami hal-hal yang berada di luar jangkauan akal itu sendiri. Dakwah merupakan suatu kewajiban syar’i berdasarkan firman Allah SWT : 1
Asmuni Syukri, Dasar-dasar Strategi Dakwah, (Surabaya Al-Ikhlas, 1983), h. 27
☺ ☺ Artinya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (AlImran:104) Perubahan zaman merupakan suatu faktor yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya pelaksanaan dakwah Islam. Pada dasarnya banyak cara dan upaya maupun strategi yang dapat dipakai dalam pelaksanaan dakwah Islam salah satunya dengan lisan, dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman : ☺
☺
☺ ☺ Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (An-Nahl:125) Dakwah merupakan amal yang dapat memotivasi kita dalam beribadah. Dakwah juga merupakan tugas rasul yang harus dicontoh dan merupakan kehidupan rabbaniyah. Individu yang melaksanakan dakwah akan mendapatkan kehidupan yang berkah dalam ridha Allah, memperoleh rahmat Allah, serta akan menerima balasan yang terus menerus dan berlipat ganda. Jalan dakwah tidak selalu ditaburi oleh bunga-bunga dan buah-buah yang menyenangkan tetapi dakwah merupakan suatu jalan yang sukar dan panjang. Pertarungan antara yang haq dan yang bathil merupakan suatu fenomena nyata yang digambarkan semenjak dakwahnya para nabi hingga saat ini. Dakwah yang
menyerukan yang haq akan selalu berhadapan dengan kebathilan yang diserukan oleh syaithan. Oleh karena itu dakwah memerlukan kesabaran dan ketekunan memikul beban berat. Selain itu dakwah juga memerlukan pengorbanan tanpa mengharapkan hasil yang segera, tanpa putus asa dan putus harapan. Dakwah memerlukan usaha dan kerja yang terus menerus dan hasilnya terserah kepada Allah. Namun demikian, Allah senantiasa memberikan balasan yang setimpal kepada mereka yang berdakwah. Allah berfirman dalam surat Al-Anbiya ayat 18 :
☺ Artinya : Sebenarya kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, Maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya). Dalam ayat tersebut digambarkan bahwa al-haq pasti menang dan kebathilan pasti lenyap. Dakwah yang dilaksanakan terus menerus akan mendapatkan kemenangan atas kebathilan. Para da’i juga akan menemui berbagai gangguan dan penyiksaan dari golongan syaithan dan musuh-musuh Allah dari jalan-Nya. Tetapi fenomena ini adalah suatu hal yang telah berulangkali terjadi sejak zaman silam dan akan terus berulang di zaman ini. Allah akan memberikan balasan yang baik kepada mereka yang berdakwah dan konsisten menjalankan dakwahnya. Diantara kesulitan dan kesukaran dakwah tersebut, Allah akan memberikan nikmat yang terbesar yaitu keridhaan Allah, kecintaan Allah, rahmat Allah, pahala yang tidak pernah putus dan pahala yang dilipat-gandakan. Balasan
tersebut merupakan suatu kehidupan berkah yang Allah berikan kepada mereka yang berdakwah. Dakwah sendiri merupakan suatu amal perbuatan yang terbaik dan merupakan tugas pokok para rasul sehingga mengantarkan mereka ke dalam kehidupan yang diridhai oleh Allah. Allah akan menolong orang-orang yang menjadikan Allah sebagai tempat dan dasar landasan kegiatan dakwahnya. Hal ini dituliskan dalam surat Ar-Ruum ayat 47 : ⌧ ☺ ⌧ ☺
Artinya : Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus sebelum kamu beberapa orang Rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa, dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. Orang yang berdakwah yang senantiasa iman kepada Allah akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Salah satu yang merupakan keutamaan berdakwah adalah memperoleh kecintaan dari Allah. Kecintaan dari Allah merupakan suatu balasan kepada manusia yang berdakwah sehingga tercapainya suatu kehidupan yang berkah. Keinginan tertinggi yang akan dicapai oleh manusia adalah Allah mencintai mereka dan mereka mencintai Allah. Sunguh betapa bahagianya orang-orang yang mendapatkan kecintaan dari Allah karena kecintaan itu akan membawa keistimewaan-keistimewaan bagi hambaNya. Abu Hurairah menyatakan, Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya Allah ta’ala berfirman barang siapa memusuhi kekasihKu maka Aku akan
memaklumkan perang terhadapnya. Dan tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepadaKu sehingga sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hambaKu akan selalu terus mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya dan apabila Aku mencintainya maka Akulah yang menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat, menjadi tangannya yang dengannya ia mengukur, dan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan. Dan apabila ia meminta kepadaKu pasti Aku akan melindunginya” (HR Bukhari). Begitulah kebaikan-kebaikan yang Allah berikan kepada orang yang dicintai-Nya yaitu orang-orang yang berdakwah di jalan Allah.2 Habib Muhammad al-Athas adalah sosok da’i
yang memiliki tekad,
mental, serta kesabaran yang kuat untuk berdakwah. Cacat fisik yang melumpuhkan kedua kakinya bagi Habib Muhammad al-Athas bukan sebuah halangan untuk berdakwah. Kegigihan dan semangatnya dalam menegakkan kalimat Allah pantas dijadikan sebuah teladan. Orang memanggilnya Habib Muhammad al-Athas atau biasa disebut Ustadz Mamat. Untuk mengenalinya gampang, tongkat yang selalu menyertainya dalam berdakwah. Sejak kecil di usia tiga tahun Habib Muhammad al-Athas sudah terkena penyakit akibat virus polio yang melumpuhkan kedua kakinya, namun niat suci untuk berdakwah tidak ada kata untuk menyerah. Ceramah Habib Muhammad al-Athas disampaikan dengan bahasa yang lembut. Materi dakwahnya tentang hal kekinian yang membawa umat bertafakur berdasarkan aqidah najiyah (keselamatan). Terkadang ceramahnya diawali, disisipi, atau diakhiri qasidah, ataupun dengan shalawatan. Dalam organisasi keislaman, Habib Muhammad al-Athas pernah menjabat ketua Rabithah Ma’had Islamiyah Cabang Tangerang 1997-2002, Rais Syuriah NU MWC Kecamatan Serpong 1997 hingga sekarang. Kini ia masuk dalam
2
Dr. Irwan Prayitno, Kepribadian Da’i, Jakarta, Pustaka Tarbiatuna, 2005, h. 419
jajaran Dewan Penasihat
MUI Kabupaten Tangerang, Rais Idarah Wustha
Jam’iyyah Ahlith Thariqah Mu’tabarah Annahdiyyah Provinsi Banten, Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian, Pembinaan, Pengembangan Kitab Kuning (LP3KK) provinsi Banten. Atas latar belakang tersebut, penulis sengaja mencoba mengkaji tokoh yang masih hidup karena dapat mempermudah dalam pencarian data dan lebih akurat. Maka dari pemaparan tadi perlu sekali untuk mengkaji seputar aktivitas dan pemikiran dakwah Habib Muhammad al-Athas. Oleh karena itu, penulis membuat karya ilmiah yang berjudul : ” Pemikiran dan Aktivitas Dakwah Habib Muhammad al-Athas”.
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH 1. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah Untuk lebih mengarahnya penulisan skripsi ini, penulis membatasi masalah pada bahasan pemikiran dan aktivitas dakwah Habib Muhammad alAthas yang dalam memerankan dakwah Islam di Indonesia. Dari batasan tersebut penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut : 1. Apa dan bagaimana pemikiran dakwah dalam
pandangan Habib
Muhammad al-Athas? 2. Bagaimana aktivitas dakwah Habib Muhammad al-Athas?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui aktivitas Habib Muhammad al-Athas sebagai sosok da’i teladan ummat. 2. Mengetahui pandangan Habib Muhammad al-Athas mengenai terhadap komponen-komponen dakwah. 3. Mengetahui media dakwah dalam pandangan Habib Muhammad al-Athas. 4. Mengetahui apa saja masalah dakwah menurut Habib Muhammad alAthas. 5. Mengetahui globalisasi dakwah dalam pandangan Habib Muhammad alAthas.
2. Manfaat Penelitian Ada dua kegunaan dari penelitian yang dilakukan, yaitu dari segi akademis dan praktis. Untuk itu kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Akademis, di samping untuk memenuhi syarat ujian mencapai gelar Sarjana, juga sebagai bahan pustaka atau referensi bagi penelitian yang mungkin akan dilakukan kembali. 2. Praktis, sebagai masukan bagi aktivitas dakwah khususnya peran dakwah Habib Muhammad Al-athas dalam masyarkat. Sebagai salah satu syarat kelulusan Program Strata Satu (S1) di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. METODE PENELITIAN
Data sepenuhnya diambil dari penelitian kepustakaan, observasi dan wawancara. dengan mengandalkan pada bacaan baik buku maupun tulisan yang mempunyai relevansi dengan judul penelitian ini, selain itu dengan menggunakan metode wawancara. a. Tahapan Pengumpulan Data 1. Library Research (Kepustakaan) Penelitian ini dilakukan sebagai penunjang penelitian lainnya, dengan mengetahui pandangan dan pendapat melalui buku, majalah, koran, dan lain-lain yang berhubungan dengan judul yang penulis angkat. 2. Observasi Yaitu melakukan pengamatan langsung untuk memperoleh data yang diperlukan.3 Jadi maksudnya penulis melakukan pengamatan langsung kepada Habib Muhammad al-Athas untuk memperoleh data yang diperlukan, berupa hadir mengikuti berbagai ceramah yang dilakukan oleh Habib Muhammad alAthas. Juga penulis melakukan pengamatan yang sifatnya tidak langsung dengan cara mengamati perkembangan serta perjalanan dakwah Habib Muhammad alAthas. 3. Wawancara Wawancara atau interview merupakan suatu alat pengumpulan informasi langsung tentang beberapa jenis data.4 Penulis mengadakan dialog secara langsung dengan pihak terkait yang berhubungan dengan tema yang penulis angkat. Wawancara yang dilakukan oleh penulis ialah terhadap Ustadzah Jamilah (Ibunda Habib Muhammad al-Athas), Habib Abu Bakar al-Athas serta Budi 3
Winarno Surahmad, Menyusun Rencana Penelitian, (Bandung: CV. Tarsita, 1989), h.
4
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1983) h. 49
162
Sucipto dikarenakan mereka adalah orang terdekat dengan Habib Muhammad alAthas yang mengetahui aktivitas dakwah Habib Muhammad al-Athas sebagai juru dakwah.
b. Tahapan Pengolahan Data Data yang terkumpul dikelola dan dipaparkan ke dalam sebuah tulisan untuk dianalisis agar menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan caracara lain dari kuantifikasi (pengukuran). c. Teknik Analisis Data Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif ini dapat menunjukkan pada penelitian tentang kehidupan
masyarakat/sejarah/tingkah
laku,
juga
tentang
fungsionalisasi
organisasi, pergerakan sosial, atau hubungan kekerabatan. Beberapa data dapat diukur melalui sensus, tetapi analisisnya adalah analisis data kualitatif.5 Metode yang digunakan ialah dengan metode deskriptif analitik. Metode deskriptif analitik adalah dengan mencoba memaparkan atau menggambarkan tentang Aktivitas dan Pemikiran Dakwah Habib Muhammad al-Athas. Penelitian ini mengambil sumber data dari hasil penelitian kepustakaan (library research), observasi, dan wawancara.
E. TINJAUAN PUSTAKA
5
Anselm Strauss & Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, (Surabaya : PT. Bina Ilmu Offset, 2007), cet. Ke-2, h.11
Tinjauan pustaka ini adalah melihat buku, makalah, skripsi dan orangorang yang terdahulu. Dan juga berjudul dan membahas hal yang sama atau hampir sama dengan judul yang saya bahas. Maksud tinjauan pustaka ini adalah agar dapat diketahui bahwa apa yang penulis teliti sekarang tidak sama dengan penelitan skripsi-skripsi terdahulu. Namun demikian, setelah peneliti teliti baik itu di Perpustakaan Umum UIN Jakarta dan juga di Perpustakaan FDK UIN ternyata tidak terdapat skripsi atau tulisan lain tentang Aktivitas dan Pemikiran Dakwah Habib Muhammad al-Athas. Dengan demikian judul skripsi penulis ini merupakan studi tokoh yang terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu seperti kajian tokoh seperti Drs. Azyumardi Azra, Habib Sagaf bin Mahdi, Habib Rizieq Syihab dan tokoh lainnnya yang sudah diteliti.
F. SISTEMATIKA PENULISAN Skripsi ini terdiri dari 5 ( lima ) bab yang masing-masing memiliki sub-sub bab dengan penyusunan sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Meliputi seputar Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, Sistematika Penulisan.
BAB II
KAJIAN TEORITIS Meliputi seputar Pengertian Da’i sebagai Komunikator (Intrinsic Ehos, Prior Ethos, Ethos), Pesan Dakawah Da’i (Struktur Pesan, Imbauan Pesan), Saluran Dakwah Seorang Da’i (Media Dakwah), Sasaran Dakwah Seorang Da’i, Efek Dakwah Seorang Da’i,
(Kognitif, Afektif, Behaviour). Pengertian Dakwah Menurut Etimologis dan Terminologis, Da’i dan Metode Dakwah, Pengertian Aktivitas Menurut Etimologis dan Terminologis, Makna
Aktivitas
Etimologis
dan
Dakwah,
Pengertian
Terminologis,
Makna
Pemikiran
Menurut
Pemikiran
Dakwah,
Pengertian Habib Menurut Etimologis dan Terminologis, Tipologi Habib. BAB III
PROFIL HABIB MUHAMMAD AL-ATHAS Meliputi Seputar Kelahiran dan Latar Belakang Pendidikan Habib Muhammad
al-Athas,
Pendidikan
dan
Guru-guru
Habib
Muhammad al-Athas, Karir dan Murid-murid Habib Muhammad al-Athas. BAB IV
PEMIKIRAN
DAN
AKTIVITAS
DAKWAH
HABIB
MUHAMMAD AL-ATHAS Meliputi Pemikiran Dakwah seputar Arti dan Peran Dakwah dalam Pandangan Habib Muhammad al-Athas, Media Dakwah dalam Pandangan Habib Muhammad al-Athas, Masalah-masalah dan Problematika Umat Islam, Globalisasi Dakwah, serta Aktivitas Dakwah seputar Pengajian Rutin, Hari-hari Besar Islam, Bidang Sosial, dan Bidang Pendidikan. BAB V
PENUTUP Yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. DA’I SEBAGAI KOMUNIKATOR Seorang da’i mempunyai peran penting dalam proses pelaksanaan dakwah. Kepandaian atau kepiawaian seseorang da’i akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para objek dakwah. Setiap da’i memiliki kekhasan masing-masing, tergantung kepada wacana keilmuan, latar belakang pendidikan, dan pengalaman kehidupannya.6 Da’i sebagai komunikator harus memahami tahapan berdakwah sebaiknya memahami pentingnya memiliki kredibilitas karena hal ini bisa mempengaruhi efektivitas dakwah. Dakwah profesional adalah da’i mampu mengemas pesan dakwahnya, ia telah memiliki kompetensi tingkat mahir yang memiliki kredibilitas tinggi, daya tarik pesan dan dirinya juga ia mempunyai kekuasaan kultural atau sosiologis dikhalayak tertentu atau sasaran mad’u tertentu di tingkat lokal, nasional atau internasional. Kekuasaan kultural dimiliki seseorang, seperti datuk, buya, tengku, teuku, Habib, Andi, Gusdur. Seseorang mempunyai kekuasaan sosiologis, seperti pesantren, sekolah, yayasan, taman pengajian agama, surau. Menjadi da’i yang profesional tidaklah tiba-tiba, menempuh kemahiran dalam pengemasan materi, memanfaatkan media dan memelihara hubungan dengan mad’u yang luas. 6
Nurul Badruttamam, S.Ag., M.A, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, (Jakarta : Grafindo Khazanah Ilmu), cet.ke-I, h. 102
1. Intrinsic Ethos Intrinsic Ethos merupakan cara penyampaian pesan yang didasarkan pada tahapan berikut: Topik yang dipilih pada saat berkomunikasi harus lebih diperhatikan dan menarik minat komunikan. Cara penyampaian pesan disesuaikan dengan pengetahuan komunikan. Teknik-teknik pokok bahasan harus sesuai dengan latarbelakang sang komunikator. Bahasa yang dipergunakan mudah dan dimengerti komunikan, Serta organisasi pesan sistematika yang dipakai komunikator harus jujur, tulus, bermoral, adil, sopan, etis serta dinamisme, sosiabilitas, koorientasi, dan memiliki kharisma.7
2. Prior Ethos Prior Ethos merupakan hal-hal yang mempengaruhi persepsi komunikate tentang komunikator sebelum ia melakukan komunikasinya. Tahapan komunikator menjadi da’i yang ideal menurut Prior Ethos, diantaranya:
7
9, h.17-19
Drs. Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya), cet.ke-
Membentuk gambaran tentang diri komunikator dari pengalaman langsung dengan komunikator itu atau dari pengalaman wakilan (vicarious experiences). Adanya sponsor atau pihak-pihak yang mendukung komunikator. Adanya petunjuk-petunjuk non-verbal yang ada pada diri komunikator. Subjek cenderung lebih setuju pada komunikator yang berkredibilitas tinggi diantaranya keahlian dan kepercayaan. Waktu dan situasi yang tepat dan efisien dalam menyampaikan pesan oleh seseorang komunikator.8
3. Ethos a. Pengertian Ethos Ethos menurut Aristoteles merupakan karakteristik pembicara, yang ketika ia menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat dipercaya. Kita lebih penuh dan lebih percaya pada orang-orang baik daripada orang lain; ini berlaku umumnya pada masalah apa saja dan secara mutlak berlaku ketika tidak mungkin ada kepastian dan pendapat terbagi. Tidak benar, anggapan sementara penulis retorika bahwa kebaikan personal yang diungkapkan pembicara tidak berpengaruh apa-apa pada kekuatan persuasinya; sebaliknya, karakternya hampir bisa disebut sebagai alat persuasi yang paling efektif yang dimilikinya. Jadi karakter komunikator disebut dengan Ethos yang terdiri dari
8
Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc, Psikologi Komunikasi Edisi Revisi (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya), cet.ke-16, h.258-259
pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good moral character, good will).9
B. PESAN DAKWAH SEORANG DA’I 1. Struktur Pesan Bila kita hendak menyampaikan pesan kita juga harus memperhatikan struktur pesan itu. Adapun struktur pesan yang perlu diperhatikan antara lain : •
Bila pembicara menyajikan dua sisi persoalan (yang pro dan yang kontra), tidak ada keuntungan untuk berbicara yang pertama, karena berbagai kondisi (waktu, khalayak, tempat dan sebagainya) akan menentukan pembicara yang paling berpengaruh.
•
Bila pendengar secara terbuka memihak satu sisi argumen, sisi yang lain tidak mungkin mengubah posisi mereka. Sikap non kompromistis ini mungkin timbul karena kebutuhan untuk mempertahankan harga diri. Mengubah posisi akan membuat orang terlihat tidak konsistens, mudah dipengaruhi dan bahkan tidak jujur.
•
Jika pembicara menyajikan dua sisi persoalan, kita biasanya lebih mudah dipengaruhi oleh sisi yang disajikan terlebih dahulu. Jika ada kejadian antar penyajian, atau jika kita diperingatkan oleh pembicara tentang kemungkinan disesatkan orang, maka apa yang dikatakan terakhir lebih banyak memberi efek. Jika pendengar tidak tertarik kepada subjek 9
Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc, Psikologi Komunikasi Edisi Revisi (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya), cet.ke-16, h.255
pembicaraan kecuali setelah menerima informasi tentang hal itu, mereka akan sukar mengingat dan menerapkan informasi itu. Sebaliknya, jika mereka sudah tertarik pada suatu persoalan, mereka akan mengingatnya baik-baik dan menerapkannya. •
Perubahan sikap lebih sering terjadi jika gagasan yang dikehendaki atau yang diterima disajikan sebelum gagasan yang kurang dikehendaki. Jika pada awal penyajian, komunikator menyampaikan gagasan menyenangkan kita, kita akan cenderung memperhatikan dan menerima pesan-pesan berikutnya. Sebaliknya, jika ia memulai dengan hal-hal yang tidak menyenangkan kita, kita akan menjadi kritis dan cenderung menolak gagasan berikutnya, betapapun baiknya gagasan itu.
•
Urutkan pro-kontra lebih efektif daripada urutan kontra-pro bila digunakan oleh sumber yang memiliki otoritas dan dihormati oleh khalayak.
•
Argumen yang terakhir didengar akan lebih efektif bila ada jangka cukup lama di antara dua pesan, dan pengujian segera terjadi setelah pesan kedua.
2. Imbauan Pesan Bila pesan-pesan kita dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain, maka kita harus menyentuh motif yang menggerakkan atau mendorong perilaku komunikate. Dengan perkataan lain kita menghimbau orang lain untuk menerima dan melaksanakan gagasan kita. Para psikologi komunikasi kemudian meneliti efektivitas imbauan pesan. Apakah komunikate lebih bergerak oleh imbauan emosiaonal, rasional, takut, ganjaran atau imbauan motivasional.
Imbauan rasional didasarkan pada anggapan bahwa manusia pada dasarnya makhluk yang rasional yang baru beraksi pada imbauan emosional, nila imbauan rasional tidak ada. Imbauan rasional artinya meyakinkan orang dengan pendekatan logis atau penyajian bukti-bukti. Imbauan emosional menggunakan pernyataan-pernyataan atau bahasa yang menyentuh emosi komunikate. Sudah lama diduga bahwa kebanyakan tindakan manusia lebih didasarkan pada emosi daripada sebagian hasil pemikiran. Imbauan emosional biasanya lebih berhasil daripada imbauan rasional. Imbauan takut menggunakan pesan yang mencemaskan, mengancam, atau meresahkan. Tingkat imbauan takut yang rendah lebih efektif dalam mengubah seseorang daripada imbauan takut yang tinggi yang malah akan membuat komunikate lebih memusatkan pada rasa takut pada dirinya daripada memperhatikan pesannya. Efektivitas imbauan takut bergantung pada jenis pesan, kredibilitas komunikator dan jenis kepribadian penerima. Bila komunikator memiliki kredibilitas yang tinggi, imbauan takut yang rendah lebih efektif. Tapi bila komunikate dihadapkan pada topik yang sangat penting baginya, imbauan takut yang tinggilah yang efektif. Bila komunikate memiliki kepribadian yang tidak mudah terlibat secara personal dalam satu pernyataan, ia kurang terpengaruh oleh imbauan pesan yang tinggi. Komunikate yang memiliki tingkat kecemasan yang rendah sangat efektif dipengaruhi oleh imbauan yang tinggi.
Imbauan ganjaran menggunakan rujukan yang menjanjikan komunikate sesuatu yang mereka perlukan atau mereka inginkan. Imbauan
motivasional
menggunakan
motif
(motive
appeals)
yang
menyentuh kondisi intern dalam diri manusia.
C. SALURAN DAKWAH SEORANG DA’I Seorang da’i dalam menyampaikan ajaran agama Islam kepada umat manusia tidak akan terlepas dari sarana atau media (wasilah) dakwah. Kepandaian untuk memilih media dakwah yang tepat merupakan salah satu unsur keberhasilan dakwah. Wasilah (media) dakwah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad’u. Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah, Hamzah Ya’cub membagi wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu: lisan, tulisan, lukisan, audiovisual dan akhlak. •
Lisan adalah media dakwah yang paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan media ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan, dan sebagainya.
•
Tulisan adalah media dakwah melalui tulisan, buku, majalah, surat kabar, surat menyurat (korespondensi), spanduk, dan sebagainya.
•
Lukisan adalah media dakwah melalui gambar, karikatur, dan sebagainya.
•
Audiovisual adalah media dakwah yang merangsang indra pendengaran, penglihatan atau kedua-duanya, seperti televisi film, slide, OHP, internet, dan sebagainya.
•
Akhlak adalah media dakwah melalui perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam yang secara langsung dapat dilihat dan didengarkan oleh mad’u.10
D. SASARAN DAKWAH SEORANG DA’I Sehubungan dengan perkembangan masyarakat, bila dilihat dari aspek kehidupan psikologis, maka dalam pelaksanaan program kegiatan dakwah dan penerangan agama berbagai masalah yang menyangkut sasaran bimbingan atau dakwah perlu mendapat konsiderasi yang tepat yaitu meliputi hal-hal sebagai berikut: •
Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil, serta masyarakat di daerah marginal dari kota besar.
•
Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga.
•
Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat dilihat dari segi sosial kultural berupa golongan priyai, abangan dan santri. Kalsifikasi ini terutama terdapat di dalam masyarakat jawa.
•
Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja dan orangtua. 10
Muhammad Munir, S.Ag, & Wahyu Ilahi, S.Ag, M.A, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Prenada Media), cet.ke-1, h.32
•
Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi okupasionil (profesi atau pekerjaan) berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri, (administrator).
•
Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial-ekonomis berupa golongan orang kaya, menengah dan miskin.
•
Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi jenis kelamin berupa golongan wanita, pria dan sebagainya.
•
Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi khusus berupa golongan masyarakat tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana dan sebagainya. Bila dilihat dari segi kehidupan psikologis masing-masing golongan
masyarakat tersebut di atas memiliki ciri-ciri khusus yang menuntut kepada sistem dan metode pendekatan dakwah atau penerangan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sistem pendekatan dan metode dakwah dan penerangan yang didasari prinsip-prinsip psikologis yang berbeda-beda merupakan suatu keharusan bila kita menghendaki efektivitas dan efisiensi dalam program kegiatan dakwah dan penerangan agama di kalangan mereka.11 Sudah jelas kiranya bahwa sasaran yang menjadi objek dakwah adalah masyarakat luas, mulai dari keluarga, masyarakat lingkungan, dan seluruh dunia. Bahkan tidak asing lagi bagi dakwah Islam, bahwa manusia harus mampu untuk mendakwahi diri sendiri, sebelum dia melangkah kepada orang lain.
11
M.A, Psikologi Dakwah, (Jakarta : Bulan Bintang), h.13
E. EFEK DAKWAH SEORANG DA’I Membatasi
efek
hanya
selama
berkaitan
pesan
media
akan
mengesampingkan banyak sekali pengaruh media massa. Menurut Steven M. Chaffe mrmbatasi efek media massa adalah dalam pendekatan pertama dalam melihat media massa tersebut. Pendekatan kedua dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada khalayak, misalnya perubahan perasaan atau sikap dan perubahan perilaku; atau dengan kata lain perubahan kognitif, afektif dan behaviour. Jalaludin Rahmat menyatakan bahwa efek kognitif
terjadi bila ada
perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, atau informasi. Efek afektif
timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan,
disenangi atau dibenci khalayak, serta meliputi segala hal yang berhubungan dengan emosi, sikap serta nilai. Sedangkan efek behaviour merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku.12 1. Kognitif (Pemikiran) Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsikan khalayak. Wilbur Schramm mendefinisikan informasi sebagai segala sesuatu yang mengurangi ketidakpastian atau mengurangi jumlah ketidakmungkinan alternatif dalam situasi. Realitas tampak sebagai gambaran yang mempunyai makna, gambar tersebut lazim disebut citra. Menurut Roberts
12
Jalaludin Rahmat, Retorika Modern, Sebuah Kerangka Teori dan Praktik Berpidato, (Bandung, Akademika, 1982), h.269
menunjukkan keseluruhan informasi tentang dunia ini yang telah diolah, diorganisasikan dan disimpan. Citra adalah peta anda tentang dunia.13 Efek Proposial Kognitif Bila televisi, radio dan surat kabar menyampaikan informasi atau nilainilai yang berguna maka media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat. Bila televisi, radio dan surat kabar menjadikan mereka tahu tentang beberapa hal maka hal inilah yang disebut efek proposial.
2. Afektif (Pemikiran Diterima atau Ditolak) Efek afektif terjadi apabila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Joseph Klepper melaporkan hasil penelitian tentang media massa. Dalam hubungannya dengan pembentukan dan perubahan sikap, pengaruh media massa dapat disimpulkan antara lain : •
Pengaruh media massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif dan keanggotaan kelompok.
•
Karena faktor tersebut maka komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walaupun berfungsi juga sebagai media pengubah.
•
Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada konversi dari satu sisi masalah ke sisi yang lain.
13
Opcit, h.223
•
Komunikasi massa cukup efektif dalam merubah sikap pada bidangbidang dimana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersil.
•
Komunikasi massa cukup afektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh.14
3. Behaviour (Tindakan) Efektif behaviour merujuk kepada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan perilaku. Pada waktu membicarakan efek kehadiran media massa sebenarnya kita telah sedikit membicarakan efek behaviour seperti pengalihan kegiatan dan penjadwalan kegiatan sehari-hari. Disana kita melihat pada media massa yang semata-mata sebagai benda fisik.15 Efek Prososial Behaviour Perilaku prososial adalah memiliki ketrampilan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Ketrampilan seperti ini biasanya diperoleh dari saluransaluran interpersonal, orang tua, atasan, pelatih, atau guru.
F. Pengertian Dakwah 1. Arti Etimologis dan Terminologis Ditinjau dari segi etimologis, dakwah berarti dakwatan panggilan seruan atau ajakan. Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa Arab disebut ”Mashdar”.
14 15
Ibid.232 Ibid, 239
Sedangkan bentuk kata kerja atau fi’ilnya adalah da’a – yad’u yang berarti memanggil, menyeru atau mengajak.16 Dakwah dalam pengertian sederhana dapat dikatakan suatu ajakan menuju yang baik, melalui ucapan, tulisan dan perbuatan, yang objek dan subjeknya adalah manusia. Dakwah atau mendakwahkan ajaran Islam merupakan kewajiban setiap muslim dan muslimat sebagai pengemban amanat Allah dan Rasul-Nya. Kesimpulannya
kata
dakwah
mempunyai
arti
ganda,
tergantung
pemakaiannya dalam kalimat. Namun dalam hal ini yang dimaksud dakwah dalam arti seruan, ajakan, atau panggilan. Panggilan itu adalah panggilan kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam alquran surat al-imran ayat 104 :
☺ ☺ Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung. Dari segi terminologis dakwah memiliki definisi-definisi yang beraneka ragam seperti yang dikemukakan oleh para ahli yaitu : Prof. Dr. M. Quraish Shihab mendefinisikan ”dakwah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsafan, atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik (dari awalnya yang berperilaku buruk sampai kepada arah keadaan yang lebih baik) dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat, dan dakwah
16
h. 7
Abd. Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), cet.ke-2,
seharusnya berperan dalam pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan”.17 Dr. KH. Didin Hafidhudin mendefinisikan dakwah sebagai proses yang berkesinambungan yang ditangani para pengembangan dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju peri kehidupan yang islami. Suatu proses yang berkesinambungan adalah suatu proses yang insidental atau kebetulan, melainkan benar-benar direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terus menerus oleh para pelaku dakwah dalam rangka merubah perilaku
sasaran dakwah dengan tujuan-tujuan yang telah
dirumuskan.18 Muhammad Natsir dalam tulisannya yang berjudul Fungsi Dakwah Dalam Rangka Perjuangan mendefinisikan pengertian dakwah sebagai berikut: Usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat konsep Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini, yang meliputi ma’ruf nahi munkar, dengan berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan dan membimbing pengalamannya dalam peri kehidupan perseorangan peri kehidupan berumah tangga (usrah), peri kemasyarakatan, dan peri kehidupan bernegara.19 Abu Bakar Zakaria, yang dinukilkan kembali oleh Drs. Anwar Masy’ari dalam bukunya Studi Tentang Ilmu Dakwah sebagai berikut: ”Usaha para ulama dan orang-orang yang memiliki pengertian tentang agama Islam memberikan pelajaran kepada khalayak ramai berupa hal-hal yang menimbulkan pengertian
17
Quraish Shihab, Membumikan Al-qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan 1998), Cet. Ke-17, h. 194 18 Didin Hafidhudin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), Cet.ke-1, h. 77 19 Abd. Rosyad Shaleh, op.cit. h. 8
berkenaan dengan urusan-urusan agama dan dunia mereka sesuai dengan daya mampu”.20 Drs. Hamzah Ya’cub mengkategorikan dakwah secara umum dan dakwah menurut Islam. ”Pengertian ilmu dakwah secara umum adalah suatu pengetahuan yang mengajarkan dan teknik menarik perhatian orang, guna mengikuti suatu ideologi dan pekerjaan tertentu. Adapun definisi dakwah Islam adalah mengajak ummat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul”.21 Prof. Toha Yahya Oemar MA, Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN dalam bukunya Ilmu Dakwah mengemukakan pengertian dakwah dari dua segi : a. Pengertian dakwah secara umum : Ialah suatu ilmu pengetahuan yang berisi cara-cara tuntunan-tuntunan, bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan suatu ideologi, pendapat, pekerjaan yang tertentu. b. Pengertian dakwah menurut ajaran Islam Ialah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat.22
20
Drs. Anwar Masy’ari, Studi Tentang Ilmu Dakwah, Penerbit PT. Bina Ilmu Surabaya, h. 9 Drs. Hamzah Ya’cub, Publistik dan Islam, Penerbit CV. Diponegoro, Bandung, h. 9 22 A. Hasanuddin, Retorika Dakwah dan Publisistik dalam Kepemimpinan, (Surabaya, Usaha Nasional, 1982) Cet. Ke-1 h. 34 21
Dari definisi-definisi tersebut di atas meskipun terdapat perbedaan dalam perumusan, tetapi apabila diperbandingkan satu sama lain, dapatlah ditarik benang hijaunya sebagai berikut: Berdasarkan definisi di atas bahwa dakwah adalah merupakan suatu proses penyelenggaraan suatu usaha atau aktivitas yang dilakukan dengan sabar dan dengan
sengaja,
berdasarkan
Al-Qur’an
dan
As-Sunnah.
Usaha
yang
diselenggarakan itu berupa : •
Mengajak orang lain untuk beriman dan mentaati Allah SWT atau memeluk agama Islam serta menjalankan segala perintah-Nya.
•
Amar ma’ruf, perbaikan dan pembangunan masyarakat atau islah.
•
Nahi munkar, mencegah perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Proses penyelenggaraan usaha tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang diridhai oleh-Nya.23 Itu semua tidak hanya merupakan sebuah pengertian namun. Juga
merupakan sebuah kewajiban kita semua yang harus dikerjakan.
G. Da’i dan Metode Dakwah 1. Da’i Sehubungan dengan kajian ini marilah kita cermati pendapat para pakar dalam bidang ilmu dakwah diantaranya : •
A. Hasyami : Juru dakwah yaitu penasehat, para pemimpin dan pemberi ingat, yang
memberi nasehat dengan baik yang mengarah dan berkhotbah, yang memusatkan
23
Ibid, h. 34-35
jiwa dan raganya dalam wa’ad dan wa’id (berita gembira dan berita siksa) dan dalam membicarakan tentang kampung akhirat untuk melepaskan orang-orang yang karam dalam gelombang dunia.24 •
HMS Nazaruddin Lathief : Ahli da’i ialah muslim dan muslimat yang menjadikan dakwah sebagai
suatu amaliyah pokok baginya tugas ulama. Ahli dakwah ialah wa’ad, mubaligh mustamain (juru penerang) yang menyeru, mengajak dan memberi pengajaran dan pelajaran agama Islam.25 •
M. Natsir : Pembawa dakwah (petugas dakwah) ialah orang yang memperingatkan
atau memanggil supaya memilih yakni memilih jalan dengan membawa keuntungan.26 Pendapat para ahli di atas sangat sesuai dengan beberapa ayat dan hadits sebagai berikut : Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125 yaitu : ☺
☺
☺ ☺ Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Surat Al-Ahzab ayat 45-46 : 24
A. Hasyami, Dustru Dakwah Menurut Al-Quran, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta tahun 1974, h. 162 25 HMS. Nazaruddin Lathief, Teori dan Praktek Dakwah, Penerbit Firma Dara Jakarta, h. 20 26 M. Natsir, Fiqhud Dakwah, Dewan Islamiyah Indonesia, Jakarta, hlm. 125
⌧ ☯
Artinya :45. Hai nabi, Sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan, 46. Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. Hadits Riwayat Muslim dan Abu Hurairah: “Bersabda Nabi SAW : Barang siapa diantara kamu melihat suatu kemunkaran, maka hendaklah dia cegah dengan tangannya, maka jika tidak kuasa dengan lidahnya, maka jika tidak sanggup juga dengan hati, itulah dianya yang selemahlemahnya iman”. Orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan, perbuatan yang dilakukan secara individu, kelompok atau bentuk organisasi atau lembaga disebut da’i. Da’i juga sering disebut kebanyakan orang dengan sebutan mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam). Seorang da’i harus mengetahui bahwa dirinya da’i. Artinya, sebelum menjadi da’i, ia perlu mengetahui apa tugas da’i, modal dan bekal apa yang harus ia punya, serta bagaimana akhlak yang harus dimiliki seorang da’i. Seorang da’i identik dengan tugas rasul. Semua rasul adalah panutan semua para da’i, terlebih Nabi Muhammad SAW, sebagai rasul yang paling agung. Firman Allah SWT : ⌧ ☯
Artinya :45. Hai nabi, Sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan,46. Dan untuk jadi
penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. (QS. Al-Ahzab : 45-46) ⌧
Artinya :Bagi tiap-tiap umat Telah kami tetapkan syari'at tertentu yang mereka lakukan, Maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari'at) Ini dan Serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus. (QS. AlHajj : 67)
☺ Artinya:Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan Serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-sekali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (QS. Al-Qashash : 87) Dalam dakwah, tugas umat Islam juga sama dengan rasul. Ayat-ayat yang memerintahkan Nabi agar berdakwah, maksudnya bukan saja ditujukan kepada Nabi, melainkan juga umat Islam. Karena pengertian khitab (tugas) Allah kepada rasul-Nya juga berarti tugas Allah bagi umat manusia, kecuali ada sesuatu yang dikhususkan kepada untuk rasul. Adapun perintah Allah kepada umat Islam untuk berdakwah tidaklah termasuk pengecualian. Menurut penulis berpedoman kepada ayat-ayat dan hadits di atas dapat dikemukakan suatu definisi bahwa juru dakwah itu ialah setiap manusia muslim dan muslimah yang diberi tugas oleh Allah untuk mengajak orang lain kepada agama-Nya dengan persyaratan-persyaratan tertentu sesuai dengan daya mampunya masing-masing dan di tengah-tengah masyarakat dia berperan sebagai pelita yang menerangi.
H. Metode Dakwah Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan yaitu “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara).27 Dengan demikian dapat kita artikan bahwa metode dakwah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber lain yang menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodica artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata thariq.28 Apabila kita artikan secara bebas metode adalah cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud. Sedangkan arti dakwah menurut pandangan beberapa pakar ilmuwan adalah sebagai berikut: •
Pendapat Bakhial Khauli, dakwah adalah satu proses menghidupkan peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan yang lain.
•
Pendapat Syekh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagian di dunia dan akhirat.
Pendapat ini juga selaras dengan
pendapat al-Ghazali bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah inti gerakan dakwah dan penggerak dalam dinamika masyarakat Islam. Dalam membahas pengertian metode dakwah ini marilah kita cermati beberapa pendapat para ahli yaitu : o Drs. Abdul Karim Zaidan : 27 28
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Cet. Ke-1, hlm. 61 Hasanudin, Hukum Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. Ke-1, hlm. 35
Metode dakwah adalah suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan cara penyampaian (tabligh) dan berusaha melenyapkan gangguan-gangguan yang akan merintangi.29 o Drs. Kha. Syamsuri Siddiq : Metode berasal dari bahasa latin : Methodos artinya “cara” atau cara bekerja, di Indonesia sering dibaca metode. Logis juga berasal dari bahasa latin artinya “ilmu”, lalu menjadi kata majemuk “Methodologi artinya ilmu cara bekerja. Jadi methodologi dakwah dapat diartikan sebagai ilmu cara berdakwah.30 o Drs. Salahuddin Sanusi : Methode berasal dari methodus yang artinya “jalan ke methode yang telah mendapat pengertian yang diterima oleh umum yaitu cara-cara, prosedur atau rentetan gerak usaha tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Metode dakwah ialah cara-cara penyampaian ajaran Islam kepada individu, kelompok ataupun masyarakat supaya ajaran itu dengan cepat dimiliki, diyakini serta dijalankan.31 o Drs. Abdul Kadir Munsyi : Metode artinya cara untuk menyampaikan sesuatu. Yang dinamakan metode dakwah ialah cara yang dipakai atau digunakan untuk memberikan dakwah. Metode ini penting untuk mengantarkan tujuan yang akan dicapai.32 Dari pengertian di atas dapat kita temukan titik cerahnya bahwa, metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.33 29
Dr. Abdul Karim Zaidan, Ushulud Dakwah, Penerbit Darul Amar Al-Khathah, Bagdad
1975, h. 6 30
Drs. H. Syamsuri Shiddiq, Dakwah dan Tekhnik Berkhotbah, Penerbit, Al-Maarif Bandung, 1981, h. 13 31 Drs. Salahuddin Sanusi, Methode Diakui dalam Dakwah, Pen. CV. Ramdani, Semarang, h. 11 32 Drs. Abdul Kadir Munsyi, Methode Diskusi.
Jadi
kesimpulannya
metode
dakwah
adalah
cara
bagaimana
menyampaikan dakwah sehingga sasaran dakwah atau al-mad’u mudah dicerna, dipahami, diyakini terhadap materi yang disampaikan. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented mendapatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia, sebagai komunikator dalam kebaikan menuju kehidupan yang lebih bermakna. Selanjutnya, dalam memahami metode dakwah, adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah (Islam). Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting peranannya, suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikan lewat metode yang tidak benar, pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan. Pedoman utama yang tidak akan pernah berubah sampai akhir zaman yang bersifat dinamis, universal ialah Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam Al-Qur’an yang menjelaskan metode dakwah ialah surat Al-Nahl [16] ayat 125: ☺
☺
☺ ☺ Artinya :Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Kapan pembawa dakwah berangkat ke gelanggang dakwah sudah barang tentu dia akan berhadapan dengan bermacam-macam paham dan pegangan 33
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), Cet. Ke-1, h. 43
tradisional yang sudah berurat berakar dan juga tingkat kecerdasannya yang berbeda-beda. Masing-masing jenis itu dihadapi dengan cara yang yang sepadan dengan tingkat kecerdasannya. Untuk itu ayat Al-Qur’an di atas menjelaskan tentang pedoman, petunjuk serta sumber utama bagi para rasul dan para da’i dalam menyampaikan dakwah kepada manusia (ummat). Menurut Syeikh Muhammad Abduh yang dinukilkan oleh Muhammad Natsir tentang surat An-Nahl ayat 125 menjelaskan ada tiga golongan manusia yang akan dihadapi oleh para da’i yaitu: •
Golongan cendikiawan yang cinta kebenaran dan dapat berpikir secara kritis, cepat menangkap segala arti persoalan. Mereka itu harus dipanggil dengan “hikmah” yakni dengan alasan bahwa golongan ini mempunyai daya pikir akal yang kuat.
•
Golongan awam yakni orang kebanyakan yang belum bisa berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi. Mereka itu dipanggil dengan “mau’izatulhasanah”.
•
Golongan yang tingkat kecerdasannya antara cendikiawan dan awam. Golongan ini adalah golongan yang menengah, kejadian tidak boleh terlalu mendalam, mempunyai batas-batas tertentu, mereka harus dihadapi dengan “mujadalah billati hiya ahsan”. Jadi menurut M. Natsir seorang da’i itu harus pandai-pandai melihat
situasi kondisi, dengan siapakah ia berhadapan dan dengan bagaimana pula tingkat kecerdasan ummat. Agar sasaran dakwah dapat tercapai dengan baik maka seorang da’i berbicara sesuai dengan tingkat kecerdasan mereka masing-masing. Dalam berdakwah ada 3 macam pendekatan yang perlu diketahui yaitu:
o Approach filosofi (pendekatan ilmiah dan aqliyah) yang dihadapkan kepada golongan pemikir atau kaum intelektual. Karena golongan ini mempunyai daya pikir yang kritis, maka dakwah harus bersifat logika, menggunakan analisa yang luas dan obyektif serta argumen yang logis dan komperatif. Pendekatan filosofis ini adalah bertujuan untuk menghidupkan pikirannya sebab mereka menerima sesuatu itu lebih mendahulukan rasio dari pada rasa. o Approach
instruksional
(pendekatan
mau’izah
atau
pengajaran).
Pendekatan ini adalah untuk kalangan orang awam, sebab pada umumnya daya nalar dan daya pikir mereka sangat lemah dan sederhana, mereka lebih mengutamakan unsur rasa dari pada rasio. Oleh sebab itu dakwah terhadap mereka lebih dititik beratkan kepada bentuk pengajaran, nasehat yang baik serta mudah dipahami. o Approach diskusi (pendekatan mujadalah atau bertukar pikiran), secara informatif diaogis, karena pada umumnya ini terdapat pada golongan yang ketiga. Mereka sudah mulai maju dari golongan yang kedua yaitu golongan orang awam. Namun perlu diingat bahwa pelaksanaan informatif dialogis ini masih dalam batas-batas tertentu. Dengan memperhatikan ketiga bentuk pendekatan dan ketiga macam golongan manusia maka dapat disimpulkan bahwa setiap da’i sangat dituntut berbicara (berdakwah) sesuai dengan tingkat daya pikir dan kecerdasan ummat. Menurut Ahmad Mustafa Al-Maraghi menjelaskan tentang pembagian metode dakwah yang terdapat dalam surat An-Nahl ayat 125 sebagai berikut :
•
Hikmah ialah ucapan yang jelas, lagi diiringi dengan dalil yang memperjelas bagi kebenaran serta menghilangkan bagi keraguan.
•
Al mauizah al-hasanah ialah melalui dalil-dalil yang zhani (meyakinkan) yang melegakan bagi orang awam.
•
Jadilhum billati hiya ahsan, percakapan dan bertukar pikiran untuk memuaskan bagi orang-orang yang menentang.34 Pendapat Ahmad Mustafa Al-Maraghi di atas dapat kita rinci sebagai
berikut: Metode Hikmah Metode ini sasarannya adalah orang-orang intelek atau orang-orang yang berpendidikan. Terhadap mereka harus dengan ucapan yang tepat, logis, diiringi dengan dalil-dalil yang sifatnya memperjelas bagi kebenaran yang disampaikan, sehingga menghilangkan keraguan mereka. Jadi tidak tepat kalau dihadapkan kepada mereka cerita-cerita rakyat, banyak humor, ringkasnya segala hal-hal yang tidak masuk akal. Untuk itu sangat dikehendaki bahwa ucapan dihadapan mereka itu benar-benar sesuai dengan daya nalar mereka, yakni jelas, tepat, tegas dan ringkas (tak perlu banyak komentar). Metode al-mauizatil hasanah Metode ini sasarannya adalah orang-orang awam. Materi yang akan disampaikan kepada mereka harus sesuai dengan daya tangkap mereka. Dihadapan mereka tidak sesuai apabila kata-kata yang mempunyai arti logis, mengucapkan istilah-istilah asing. 34
Imam Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Penerbit Darul Ihya Turas al-Araby, Beirut, h. 158-159
Metode Jadilhum billati hiya ahsan Bentuk metode yang ketiga ini adalah golongan pertengahan. Sebaiknya mereka ini diajak untuk berdialog atau bertukar pikiran (berdiskusi). Kita dituntut untuk menghargai pendapat mereka. Berdialog tersebut harus memberikan kepuasan dan kelegaan si penantang atau lawan dialog.
H. PENGERTIAN AKTIVITAS 1. Arti Etimologis dan Terminologis Segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh manusia merupakan aktivitas, yang mana aktivitas tidak bisa dipisahkan dengan organ keseluruhan yang melekat pada diri. Ditinjau dari segi etimologis, aktivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, aktivitas diartikan sebagai segala bentuk keaktifan, kegiatan-kegiatan, kesibukan atau bisa juga diartikan sebagai kegiatan rutinitas.35 Sedangkan menurut Kamus Besar Ilmu Pengetahuan kata aktivitas berasal dari kata ling : activity : lat: activus = aktif, bertindak, yaitu bertindak pada diri setiap eksistensi atau makhluk yang membuat atau menghasilkan sesuatu, dengan aktivitas menandai bahwa hubungan khusus manusia dengan dunia. Manusia bertindak sebagai subjek, alam sebagai objek. Manusia mengalih wujudkan dan mengolah alam. Berkat aktivitas atau kerjanya, manusia mengangkat dirinya dari dunia dan kemudian secara bertahap mengembangkan proses historis-kultural yang bersifat khas sesuai ciri dan kebutuhannya.
35
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), cet. Ke-9, h. 20
Dari segi etimologis aktivitas ialah segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh manusia merupakan aktivitas, yang mana aktivitas tidak bisa dipisahkan dengan organ keseluruhan yang melekat pada diri. Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali aktivitas, kegiatan, atau kesibukan yang dilakukan manusia. Namun berarti atau tidaknya kegiatan tersebut bergantung pada individu tersebut. Karena menurut Samuel Soeitoe sebenarnya aktivitas bukan hanya sekedar kegiatan, beliau mengatakan bahwa aktivitas dipandang sebagai usaha mencapai atau memenuhi kebutuhan.36
2. Makna Aktivitas Dakwah Istilah-istilah dakwah dalam Al-Qur’an yang dipandang paling populer adalah yad’una ila-al-khayr ya’muruuna bil al-ma’ruf dan yan hauna an almunkar. Dalam konteks ini seorang muslim secara khusus mempunyai tanggung jawab moral untuk hadir di tengah-tengah kehidupan sosial masyarakatnya sebagai figur
bukti dan saksi kehidupan islami, umat pilihan yang mampu
merealisasikan nilai-nilai pesan Ilahi, yaitu menyatakan dan menyerukan al-khayr, sebagai kebenaran prinsipil dan universal, melaksanakan dan menganjurkan alma’ruf, yakni nilai-nilai kebenaran kultural serta menjauhi dan mencegah kemunkaran.
36
Samuel Soeitoe, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: FEUI, 1982), h. 52
Di samping istilah tersebut, Al-Qur’an juga mengenalkan istilah lain yang dipandang berkaitan dengan tema umum dakwah, seperti tabligh (penyampaian), tarbiyah (pendidikan), ta’lim (pengajaran), tabsyir (penyampaian berita gembira), tandzim (penyampaian ancaman), tausiyah (nasehat), tadzkir dan tanbih (peringatan). Substansi adanya istilah-istilah ini adalah adanya pesan-pesan moral dan misi suci tentang nilai kebenaran Ilahi yang perlu terus menerus diperjuangkan. Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan hadits, saling mengingatkan pada kebenaran dan menasehati dalam kesabaran, selain itu dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bernilai ibadah untuk membina atau membentuk masyarakat melalui ajaran agama yang islami, melalui pesan-pesan agama sehingga berubah menjadi masyarakat yang islami. Dari uraian di atas aktivitas dakwah dapat diartikan sebagai segala bentuk kegiatan yang mengarah kepada perubahan terhadap sesuatu yang belum baik agar menjadi baik dan kepada sesuatu yang sudah baik agar menjadi lebih baik.
I. PENGERTIAN PEMIKIRAN 1. Arti Etimologis dan Terminologis Ditinjau dari segi etimologis menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata ”pikir” mempunyai arti, (1) akal budi, ingatan, angan-angan; dan (2) kata dalam hati, pendapat (pertimbangan). Dalam Kamus Besar Umum Bahasa Indonesia karya WJS. Purwodarminta, kata pemikiran berarti abstraksi seseorang
terhadap sesuatu atau lebih jauh, pemikiran diartikan sebagai konsepsi, pandangan, nalar akal seseorang atas suatu hal.37 Sedangkan dalam segi terminologis Achmad Mubarok, MA dalam bukunya Psikologi Dakwah berpandangan bahwa berpikir merupakan usaha dalam menggunakan potensi sesuai dengan kapasitas intelektualnya. Kegiatan berpikir diperlukan untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan melakukan sesuatu yang baru.38 Muhammad Imarah (1994), mengatakan bahwa ”pemikiran” secara terminologis adalah pendayagunaan pemikiran terhadap sesuatu dan sejumlah aktivitas otak, berupa berpikir, berkehendak, dan perasaan, yang bentuk paling tingginya adalah kegiatan menganalisis, menyusun, dan mengkoordinasi. Dari beberapa makna dan pengertian berpikir tersebut, kita dapat mengetahui bahwa dalam berpikir terdapat beberapa hal, yaitu : (1) adanya kegiatan atau aktivitas akal budi yang berupa pengamanan, perenungan, analisis, dan sintesis; (2) adanya ”sarana” yang berupa indera, akal, dan hati (roh); (3) adanya sesuatu yang telah diketahui; (4) adanya sesuatu yang akan diketahui atau dihasilkan berdasarkan hal-hal yang telah diketahui. Dapatlah kita sedikit mencerna dan memahami bahwa pemikiran adalah sebuah pendayagunaan otak menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu; menimbang-nimbang dalam ingatan. ”Memikirkan” artinya mencari daya upaya untuk menyelesaikan sesuatu dengan menggunakan akal budi. ”Pemikiran” adalah cara atau hasil pikir.
37
WJS. Purwodarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1976), hlm.
38
Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Pustaka Firdaus, 1999), hlm. 118
57
Manusia terlahir di dunia telah dilengkapi dengan berbagai unsur yang sekaligus merupakan potensi yang sangat penting bagi diri dan kehidupannya. Secara garis besar, manusia terdiri dari jasmani dan rohani.39 Manusia telah dibekali dengan berbagai potensi, berupa indera, akal pikiran, dan hati.40 Potensi yang lain adalah kejahatan dan takwa yang Allah ilhamkan kepadanya.41 Ketika dilahirkan ke dunia, manusia dalam keadaan tidak mengetahui apapun. Ibn Khaldun mengatakan bahwa semula, manusia hanyalah materi belaka, karena dia tidak mengetahui apapun; ia tadinya merupakan segumpal darah dan daging. Kemudian dengan segala potensinya manusia berusaha mengembangkan diri, sehingga diantaranya menjadi orang yang berpikir dan berilmu pengetahuan. Jika manusia mengetahui akan keberadaan dirinya di alam semesta ini dan bersikap secara konsekuen sesuai dengan pengetahuannya, ia menjadi makhluk yang bersyukur,42 mensyukuri bahwa semuanya adalah pemberian Allah SWT. Oleh karena itu, berpikir sesungguhnya suatu kebutuhan insani yang tak terelakkan untuk tumbuh dan berkembang, yang sekaligus merupakan kebutuhan akan aktualisasi fitrahnya. Tegasnya, manusia tidak akan lepas dari berpikir, seberapa pun intensitas dan kuantitasnya.
2. Makna Pemikiran Dakwah Berpikir merupakan aktivitas yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Selama kesadaran terjadi, selama itu pula aktivitas berpikir berlangsung.
39
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Hijr: 28-29 Dalam Al-Qur’an, indera diwakili dengan pendengaran dan penglihatan. Dua sarana yang secara efektif dapat mengakses informasi dan langsung berkait dengan pemikiran. Akal pikiran dan hati diwakili oleh fuad dan qalb. 41 Asy-Syams: 8 42 An-Nahl: 78 40
Objek pemikiran pun sangat luas, seluas wilayah jagad raya ini. Untuk itu, otak yang dipandu nilai, ibarat pengembara di padang luas berjalan tanpa arah tentu saja lebih mungkin tersesat daripada selamat. Sesuai dengan potensi yang telah Allah berikan kepada manusia maka konsekuensi
logisnya
adalah
manusia
harus
memanfaatkan
dan
mengaktualisasikannya semaksimal mungkin. Dengan demikian, jika kita berpikir akan dakwah, di sana kita diperintahkan oleh Allah SWT untuk menunaikan kewajiban-kewajibannya. Sekarang bagaimana pemikiran tentang dakwah ini yang kita harapkan tidak hanya pada tatanan pemikiran, namun bagaimana kita bisa merealisasikan pada bentuk yang konkrit (nyata). Dalam merealisasikan dakwah yang telah kita terima dalam kehidupan sehari-hari tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun harus ada usahausaha agar semua itu tercapai dengan memuaskan. Tentu dalam melaksanakan hal tersebut membutuhkan pemikiran sehat serta jernih yang tentunya pemikiran tersebut tidak melenceng dari aturan yang ada dalam sumber-sumber Islam. Karena bagaimanapun juga sumber Islam adalah suatu yang sangat mendasar dan patut dijadikan sebuah pedoman. Sumber-Sumber Pemikiran Dakwah : Kita hidup di dunia pasti tidak luput dari peraturan-peraturan, dalam peraturan tersebut pasti ada sumbernya, sama halnya dengan sumber pemikiran dakwah. Tujuannya agar kita lebih terarah ke jalan yang lebih baik dan sempurna. a. Al-Qur’an
Al-Quran menyuruh kita berpikir dan mengelola alam semesta serta memanfaatkannya bagi kemaslahatan diri kita dan kehidupan umumnya, karena alam semesta memang ditundukkan kepada manusia untuk dikelola. Ini seiring manusia sebagai khilfah fil ardh, yang harus menjaga kehidupan dan memakmurkan bumi.43 Menurut Ustman Najati (1985) Allah telah memberi dorongan kepada manusia
untuk
memikirkan
alam
semesta,
mengadakan
pengamatan,
merenungkan ciptaan-Nya di alam semesta; mengadakan penelitian ilmiah terhadap apa yang ada di bumi dan di langit, seluruh makhluk hidup dan (manusia) sendiri. Manusia memahami apa yang ada di luar dirinya dengan kekuatan pemahaman melalui pemikirannya. Akal merupakan rahmat Allah SWT khusus untuk manusia, dan karena akal pula jati diri manusia dibedakan dengan makhluk lainnya. Dalam pandangan Islam, akal merupakan prasyarat kemanusiaan yang hakiki. Oleh karena itu manusia yang tidak menggunakan akal pikiran atau menggunakannya secara salah, tidak sesuai dengan ketentuan Dzat yang memberi akal itu kepadanya – karena mengabdi kepada hawa nafsu – maka status kemanusiaannya akan meluncur kederajat yang serendah-rendahnya. Manusia seperti ini tak ubahnya dengan binatang ternak atau bahkan lebih rendah lagi. Ayat lain tentang dakwah dalam Al-Qur’an berbunyi:
☺ ⌧ 43
Al-Baqarah: 30, Hud:61
☺
☺ ⌧ Artinya : Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. ( QS: Al-Imran:110) Al-Qur’an sendiri sebagai sebuah ajaran bersifat autentik dan murni, terjaga dari tangan-tangan manusia yang ingin mengubah isi maupun naskahnya seperti disebutkan dalam surat Al-Hijr ayat 9 :
Artinya : Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya. Ajaran yang terkandung di dalam Al-Qur’an meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, jasmani maupun rohaniah, tentang dunia sekarang dan yang akan dating. Al-Qur’an memiliki ciri dan sistem tersendiri dalam memaparkan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya: •
Tidak sukar, gampang namun padat dan mantap, baik dalam teori maupun implementasinya.
•
Tidak banyak memberikan perintah atau larangan, karena manusia sebagai makhluk rasional hanya memerlukan petunjuk pokok yang paling sulit baginya untuk menemukannya.
•
Cara penerapan syariat sebagai pedoman hidup manusia selalu membuat gradasi kemampuan manusia sendiri, tidak memberatkan.44
b. Al-Hadits 44
M. Syafa’at Habib, Buku Pedoman Dakwah, (Jakarta: Penerbit Widjaya, 1982), h. 45.
Di samping ayat-ayat Al-Quran, salah satu hadits Nabi yang mewajibkan umatnya untuk berbuat baik dan mencegah yang dilarang, antara lain: Hadits riwayat Imam Muslim: “Dari Abi Sa’id Al-khudhariyyi ra. berkata: Aku telah mendengar Rasulullah bersabda: Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya (dengan kekuatan atau kekuasaan); jika ia tidak sanggup dengan demikian (sebab tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan); maka dengan lidahnya; dan jika (dengan lidahnya) tidak sanggup, maka cegahlah dengan hatinya, dan dengan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim). Dalam pernyataan di atas, akal manusia perlu metode dan arah dalam berpikir. Ketika Islam menyinggung aspek pemikiran, bukan berarti ia memasung potensi akal pikiran, namun mengarahkan dan membimbingnya menuju hidup yang maslahat. Bagaimana berpikir islami, adalah upaya menjelaskan hakikat, rambu-rambu, dan arah berpikir, agar sesuai dengan kaidah ilmiah obyektif, dan itu berarti sesuai dengan nilai-nilai Islam.
J. PENGERTIAN HABIB 1. Arti Etimologis dan Terminologis Ditinjau dari segi etimologis menurut Kamus Bahasa Arab yang disusun oleh Maftuh Ahnan kata habib memiliki arti yang tercinta.45 Sedangkan Ahmad Warson Munawwir dalam Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, mengartikan ”yang mencintai/dicintai (kekasih)”.46 Sedangkan pengertian habib dari segi terminologis adalah orang yang memiliki nasab (hubungan darah), keturunan dari Rasulullah SAW.
45
Maftuh Ahnan, Kamus Arab Indonesia-Arab, Arab-Indonesia, (Gresik: CV Bintang Pelajar,
tth), h. 310 46
Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Pondok pesantren Al Munawwir, 1984), Cet. Ke-1, h. 247
M. Hasyim Assegaf dalam bukunya Derita Putri-putri Nabi, Studi Historis Kafaah Syarifah mengatakan ”Bersama dengan gelas sayyid yang biasa digunakan di Malaysia dan Indonesia, kita juga dapati gelar habib (habib = kekasih). Kata sayyid memang diberikan oleh masyarakat kepada keturunan Ali bin Abi Thalib r.a dan Fathimah binti Muhammad SAW”.47 Menurut Ibnu Mandhur dalam kitab Lisanul Arab sebagaimana dikutip oleh Muhamad Abdud Yamani dalam buku yang telah diterjemahkan menjadi Ajarilah Anakmu Mencintai Keluarga Nabi SAW. Menulis bahwa ”Lafadz As Sayyid digunakan untuk sebutan pemilik pekerjan (majikan) pemilik barang seorang bangsawan, orang yang mulia, orang yang dermawan, orang yang murah hati, orang yang memikul beban berat kaumnya, seorang suami, pemimpin
dan pemuka.48 Selanjutnya M. Hasyim
Assegaf di dalam bukunya yang sama mengatakan bahwa ”Sayyid juga secara khusus digunakan bagi keturunan Ali dan keturunan Abu Thalib. Disekitar waktu yang sama dengan penggunaan gelar syarif, yang menggambarkan Hasan dan Husain dan orang tua mereka sebagai sayyid/sayyidah”.49 Lebih lanjut M. Hasyim Assegaf ia mengatakan ”Di Hadramaut gelar sayyid baru terbiasa di kalangan kaum Alawi sejak abad ke-19 (abad ke-14 H). Sebelum itu, mereka bergelar AlHabib (antara abad ke-17 dan abad ke-19). Dahulu lagi, tokoh-tokoh mereka bergelar Syekh ( abad ke-11 hingga ke-17 )”.50 Sedangkan Syarif dapat diartikan sebagai keturunan dari leluhur yang tersohor. Mempunyai beberapa leluhur yang hebat merupakan syarat untuk diakui
47
M. Hasyim Assegaf, Derita Putri-putri Nabi, Studi Historis Kafaah Syarifah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), Cet. Ke-1, h. 203 48 Muhammad Abduh Yamani, Ajarilah Anakmu Mencintai Anak Nabi SAW¸(Pasuruan: L’ Islam, 2002), Cet. Ke-2, h.25. 49 M. Hasyim Assegaf, op.cit, h. 202. 50 Ibid, h. 203.
sebagai syarif. Menurut Al-Suyuthi ( 1445-1505 ) seperti dikutip oleh M. Hasyim Assegaf
”Gelar syarif digunakan di masa lebih dini pada orang-orang yang
termasuk Ahlul Bait, baik keturunan Hasan atau Husain maupun keturunan Ali melalui putra-putra Ali yang bukan anak Fathimah, seperti Muhamad Hanafiah, atau putra-putra Ja’far, Aqil, dan Abbas bin Abi Thalib”.51 Sedangkan Dr. Muhamad Abduh Yamani menulis dalam bukunya yang berjudul Ajarilah Anakku Mencintai Keluarga Nabi Saw. ”... penduduk mesir tidak memberi gelar syarif kecuali kepada orang yang berasal dari keturunan Ali bin Abi Thalib, bahkan mereka tidak menamakan syarif kecuali kepada orang yang berasal dari keturunan Hasan ra. dan Husain ra”.52 Lebih lanjut ia mengatakan ” ... bahwasanya para saadah (para sayyid) dan Asyraf (para syarif) mereka berasal dari anak cucu Fathimah Az Zahra’ ra. dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah, tidak ada perbedaan diantara dua dari sebutan ini dari segi nasab dan kemuliaan bersambungnya keturunan mereka kepada Rasulullah SAW, jadi mereka semua bernasab kepada Rasulullah SAW, dan mereka semua patut untuk dimuliakan, dihormati dan dicintai.53 Sedangkan Ahlul Bait menurut Cyril Glasse dalam Ensiklopedia Islam menulis: Ahlul bait adalah istilah untuk keturunan Nabi Muhammad SAW, melalui putrinya Fathimah dengan keponakan sekaligus menantunya Ali bin Abi Thalib. Pasangan suami istri ini dikaruniai 3 orang anak laki-laki: Hasan, Husain dan Muhsin yang meninggal ketika masih bayi. Dari Hasan dan Husain lahir keturunan Syarif atau Sayyid yang sangat dihormati di tengah masyarakat Muslim. Sampai saat ini jumlah keturunan Nabi mencapai puluhan ribu. Di
51
Ibid, h, 200. Muhammad Abduh Yamani, op.cit., h. 28 53 Ibid, h. 32 52
beberapa negara Muslim, misalnya di mesir, dibentuk petugas pendaftar keturunan Nabi.54 Sedangkan Imam Jalaluddin as-Suyuthi di dalam bukunya yang berjudul 105 Hadits Keutamaan Ahlul Bait mengatakan ”... pendapat termasyhur dan terkenal adalah yang menyatakan bahwa Ahlul Bait adalah mereka yang tidak menerima shadaqah/zakat. Pendapat ini sejalan dengan penafsiran Zayd ibn Arqam di dalam haditsnya yang panjang, dan Ash-Shahabiy berkesimpulan demikian berdasarkan informasi para ulama serta tabi’in”.55 Sedangkan Muhammad Abduh Yamani dalam bukunya mengatakan ”Ahli Bait adalah terdiri dari pangkal keturunan, cabang, nasab, (hubungan darah) dan hubungan perkawinan. Sedangkan pangkal keturunan mereka yang bangsawan dan keluhuran mereka yang tinggi adalah penghulu makhluk seluruh alam semesta ini, yaitu Rasulullah SAW”.56 Jadi, kata Habib atau Jama’ dari Habaib memiliki makna yang sama dengan kata sayyid dan syarif. Yaitu seseorang yang ada hubungan silsilah/keturunan (dzurriyah) atau ahlu bait Rasulullah SAW, melalui putrinya Fatimah ra. dan Ali bin Abi Thalib ra. Akan tetapi masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jakarta lebih familiar dalam memanggil seorang yang masih ada hubungan silsilah dengan Rasulullah SAW dengan sebutan Habib, walaupun ada sebagian kecil yang masih menggunakan kata sayyid.
54
Cyril Glasse (ed), “Ahlul Bait”, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999),
h. 14 55 Imam Jalaluddin as Suyuthi, 105 Hadits Keutamaan Ahlul Bait (terj.), (Indonesia: Hasyimi Press, 2001), h. 11 56 Muhammad Abduh Yamani, op.cit., h. 20
K. Tipologi Habib57 I. Aspek/sisi kelahiran 1. Habib Kelahiran Hadramaut/Yaman Hadramaut adalah suatu daerah yang terletak di Timur Tengah, tepatnya di kawasan seluruh pantai Arab Selatan dari mulai Aden sampai Tanjung Ras alHadd. Menurut sebagian orang Arab, Hadramaut hanyalah sebagian kecil dari Arab Selatan, yaitu daerah pantai di antara pantai desa-desa nelayan Ain Ba Ma'bad dan Saihut beserta daerah pegunungan yang terletak di belakangnya. Penamaan Hadramaut menurut penduduk adalah nama seorang anak dari Qahthan bin Abir bin Syalih bin Arfahsyad bin Sam bin Nuh yang bernama Hadramaut, yang pada saat ini nama tersebut disesuaikan namanya dengan dua kata arab hadar dan maut.58 Dahulu Hadramaut dikenal dengan Wadi Ahqaf, Sayidina Ali bin Abi Thalib berkata bahwa al-Ahqaf adalah al-Khatib al-Ahmar. Makam Nabi Hud secara tradisional masih ada di Hadramaut bagian Timur dan pada tanggal 11 Sya'ban banyak dikunjungi orang untuk berziarah ke makam tersebut dengan membaca tiga kali surah Yasin dan doa nisfu Sya'ban. Ziarah nabi Hud pertama kali dilakukan oleh al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dan setelah beliau wafat, ziarah tersebut dilakukan oleh anak keturunannya. Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad semasa hidupnya sering berziarah ke makam Nabi Hud. Pengertian lain kata Hadramaut menurut prasasti penduduk asli Hadramaut
57
Dr. H. Idris Abdul Shomad, M.A, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 03 September
58
http://assagaf.blogspot.com/2008/05/kaum-alawiyin-di-hadramaut.html, 03 September
2008) 2008.
adalah "panas membakar", sesuai dengan pendapat Moler dalam bukunya Hadramaut, mengatakan bahwa Hadramaut sebenarnya berarti negeri yang panas membakar. Sebuah legenda yang dipercayai masyarakat Hadramaut bahwa negeri ini diberi nama Hadramaut karena dalam negeri tersebut terdapat sebuah pohon yang disebut al-Liban semacam pohon yang baunya menurut kepercayaan mereka sangat mematikan. Oleh karena itu, setiap orang yang datang (hadar) dan menciumnya akan mati (maut). Beberapa keturunan golongan sayyid yang berada di Hadramaut : Jamalullail Aal-Bin Jindan Aal-Aljunaid Achdhor Aal-Aljailani Aal-Hamid Aal-Alhamid Aal-Alhabsyi Aal-Alhaddad Maula al-Dawilah Aal-Alsaqqaf Aal-Bin Semith Aal-Assiri Aal-Alsyatri Aal-Syabsabah Aal-Syaikh Abi Bakar Aal-Bin Syaichon Aal-Ba'abud Al-Adeni Aal-Al atthas Aal-Ba'alawi Aal-Aydrus Aal-Aidid Al-Faqih al-Muqaddam Aal-Bafaqih Aal-Faqih Aal-Bilfaqih Aal-Almuhdhar Aal-Mudhir Aal-Almusawa Aal-Almasilah Aal-Alhaddar Aal-Alhinduan
Aal-Huud Aal-Bin Yahya
2. Habib Kelahiran Indonesia Asal mula sebutan habib itu terjadi padi habib Umar bin Abdurrahman alathas shohibur rotib di hadromaut, serta para habaib yang lain sebelumnya disebut dengan panggilan syarif atau imam. Mereka itu semuanya adalah keturunan dari Ahmad bin Isa al-Muhajir yang hijrah dari Irak ke Hadramaut /Yaman. Ketika mereka datang ke Indonesia, sebutannya adalah ulaidi atau ulaiti. Ulaidi (orang asing) atau ulaiti (sebutan orang betawi) seperti nama mamad jadi mamat. Sementara para habib yang ada di Indonesia adalah keturunan dari para habaib yang datang dari Yaman kemudian mereka kawin dengan perempuan Indonesia. Istilah bagi mereka yang kawin dengan perempuan Indonesia adalah wathani (penduduk pribumi), sebutannya adalah muwallad atau muwallat dengan lidah orang betawi yang artinya dilahirkan penduduk asli Indonesia, karenanya keluarga dari ibu yang wathani oleh para habaib yang muwallad disebut dengan ahwal jama dari kata hal dan artinya paman dari ibu. Ulama betawi di zaman dahulu berguru dan mengaji kepada para ulama besar yang kebetulan memang keturunan nabi. Bukan semata-mata keturunannya, tetapi karena ilmunya. Habib-habib di Kwitang adalah salah satu yang bisa kita sebut sebagai soko guru, sumber pertama, sanad awal dari ajaran-ajaran agama Islam yang berkembang di Jakarta dan sekitarnya. Saat itu, habib di Kwitang bukan sekedar orang yang mengaku anak keturunan nabi, tetapi beliau punya ilmu yang dalam dan luas. Kepada beliau, para kiyai dan ulama se-Jakarta belajar. Ilmunya berkah dan kemudian berkembang
menjadi ribuan majelis taklim, madrasah, pesantren serta ribuan masjid se-Jakarta. Itulah tipologi keturunan nabi yang lurus, berkah dan benar. Salah satu dari kalangan habib yang sangat dihormati di Jakarta adalah AlHabib Ali Alhabsyi (20 April 1870 - Juni 1968). Beliau dahulu tinggal di bilangan Kwitang Jakarta. Habib Ali, yang selama hidupnya hampir tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah, termasuk ikut mendorong Syarikat Islam yang dipimpin HOS Cokroaminoato. Karena itu, beliau bersahabat dengan Haji Agus Salim, dan pernah bersama-sama dipenjarakan pada masa pendudukan Jepang. Dalam rangka prinsip ukhuwah Islamiyah, karenanya di majelis-majelis taklim warga Betawi seperti dianjurkan Habib Ali, hampir tidak ada di antara mereka yang membesar-besarkan perbedaan, apalagi kalau perbedaan itu dalam masalah khilafiah. Selain ahli dalam menyampaikan dakwah, beliau juga terkenal dengan akhlaknya tinggi, baik terhadap kawan maupun terhadap orang yang tidak suka kepadanya. Semuanya dihadapinya dengan ramah-tamah dan sopan santun yang tinggi. Jika kita lewat ke Kelurahan Kwitang, Jakarta Pusat, setiap Ahad pukul 06.00 hingga 10.00 pagi, kita akan lihat kerumunan orang, setidaknya sekitar 20 ribu hingga 30 ribu orang. Dan jumlahnya bertambah lebih dari dua kali biasanya kalau lagi ada even tertentu. Kwitang, salah satu kampung tua di Jakarta, dalam waktu-waktu itu biasa didatangi para jamaah dari Jabotabek. Mereka umumnya berasal dari Mampang, Buncit, Kemang, Ragunan, Pedurenan, Kebayoran Lama, Depok, Bojonggede, dan sekitarnya. Majelis Taklim Kwitang, boleh dikatakan sebagai majelis taklim tertua di Jakarta. Kelompok ini telah berdiri sejak seabad lalu. Pendirinya adalah Habib Ali
Alhabsji. Warga Betawi menyebutnya sebagai Habib Ali Kwitang. Setelah Habib Ali meninggal, murid-muridnya seperti KH Abdullah Syafiie dan KH Tohir Rohili masing-masing mendirikan Majelis Taklim Syafiiyah, di Bali Matraman, Jakarta Selatan, dan Tohiriah di Jl Kampung Melayu Besar, Jakarta Selatan. Kedua majelis taklim ini telah berkembang demikian rupa sehingga memiliki perguruan Islam, mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Karena punya akar yang sama, tiga majelis ini (Kwitang, Syafiiyah, dan Tahiriyah) selalu merujuk kitab an Nasaih ad-Diniyah karangan Habib Abdullah Alhadad, seorang sufi terkenal dari Hadramaut, Yaman Selatan. Ratibnya hingga kini dikenal dengan sebutan Ratib Haddad. Menurut KH Abdul Rasyid AS, putra almarhum KH Abdullah Syafi'ie yang kini memimpin Majelis Taklim Asy-Syafi'iyah, sekalipun kitab kuning ini telah berusia 300 tahun, tapi masalah yang diangkat masih tetap relevan dan aktual saat ini. Habib Ali memiliki banyak murid orang Betawi, termasuk KH Noer Ali, ulama dan tokoh pejuang dari Bekasi, karena pernah memiliki madrasah Unwanul Falah. Madrasah Islam dengan sistem kelas didirikan pada tahun 1918, dan letaknya di Jl Kramat Kwirang II, berdekatan dengan Masjid Al-Riyadh, Kwitang. Untuk pertama kali waktu itu, madrasah ini juga terbuka untuk murid-murid wanita, sekalipun tempat duduknya dipisahkan dengan murid pria. Ratusan di antara murid-murid sekolah ini, kemudian menjadi da'i terkemuka, dan banyak yang memimpin pesantren, termasuk Al-Awwabin pimpinan KH Abdurahman Nawi di Depok, dan Tebet, Jakarta Selatan.59
59
http://www.eramuslim.com/ustadz/dll/7b10184825-siapakah-haba039ib-atau-habib .htm?rel, 03 September 2008
II. Sisi orientasi 1. Habib Ukhrawi Habib ukhrawi adalah para habib yang senangnya berdzikir dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Perilakunya sejalan dengan ucapan dan tidak menyuruh orang berbuat kebaikan sebelum ia mengamalkannya. Para habaib yang disebut habaib yang ukrawi adalah mereka yang lebih menguasai keilmuannya dalam bidang ukhrawi, kemudian mereka pada kenyataannya terkenal dengan sebutan dengan para wali. Bukan berarti tidak mengenal ilmu dunia tetapi ilmu agama lebih banyak mereka pelajari daripada ilmu dunia. Sejak saat itu itu mulai terbina watak-watak keilmuan masalah agama sesuai anjuran nabi sejak 7 tahun mereka sudah dimasukkan ke lembaga keagamaan yang nuansanya syarat dengan agama. Hal inipula yang mendominasi bagi habib dimana mereka berada, artinya para habaib yang berkaitan dengan ukhrawi itu lebih banyak pengetahuan agamanya daripada ilmu dunia. kemudian ada satu tipikal dari habaib yang unik dan memang tidak banyak bahkan sedikit dari kedua hal di atas yang ia mampu mengkolaborasikan ilmu dunia dengan ilmu akhirat di dalam satu kehidupan. Di Indonesia misalnya Dr. Alwi Shihab, ia aktif di bidang politik yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan keagamaan akan tetapi dalam menjalankan roda perpolitikannya adalah dengan konsep politik yang agamis sekaligus nasionalis.60
2. Habib Duniawi 60
Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 05 September 2008).
Habib duniawi adalah habib yang gemar mencari dunia, kehidupannya lebih banyak disibukkan dengan urusan dunia, seakan-akan dalam kesehariannya bermegah-megahan dalam hal duniawi dan selalu disibukkan dengan mencari materi daripada hal-hal yang berkaitan dengan akhirat. Habib yang kecendrungannya mempelajari ilmu-ilmu dunia kemudian menjadi tokoh yang berkait dengan keduniaannya. Tidak hanya dari habib-habib yang di Indonesia, bahkan di negara lainpun mereka memiliki jabatan pemimpin negara seperti raja Maroko, raja Hasan dan banyak lagi di negara-negara lain. Ketika jayanya Islam mereka dipimipin oleh keturunan rasul yang saat itu tidak dipanggil dengan habib, dimana pada waktu itu disebut dengan syarif atau imam. Keahlian mereka tidak satu di bidang ilmu saja, ada diantara mereka yang ahli ekonomi, ahli teknologi, ahli ilmu alam, yang menganggap bahwa itu adalah tipikal habib yang memang dari awal oleh orangtuanya hanya diberi keilmuan yang sangat menguasai dalam bidang dunia.61
III. Sisi keilmuan 1. Habib Ulama Habib ulama adalah habib yang mencari urusan dunia dengan tidak melalaikan urusan akhirat. Jalan hidupnya senantiasa bekerja, mengajarkan kebaikan kepada setiap manusia, membina masyarakat, dan mendorongnya untuk melaksanakan ajaran Islam secara menyeluruh. Selain itu juga ia senang untuk 61
Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 05 September 2008).
menelaah ilmu-ilmu agama. Tipe habib seperti ini tipe habib yang biasanya memiliki pondok pesantren, majelis taklim, menjadi tenaga pengajar, ataupun sejenisnya. Senang kepada setiap ilmu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Cinta kepada musyahadah (ilmu untuk menyingkap kebesaran Allah SWT), muraqabah (ilmu untuk mencintai perintah Allah dan menjauhi larangannya).62
2. Habib Awam Sebutan habib, khususnya para habaib di Indonesia bukan dikarenakan keilmuannya, tetapi kaitannya ia dengan silsilah dengan nabi Muhammad SAW. Bodoh atau pintarnya seorang habib tidak bisa kemudian harus menghapus nama para habib. Habaib sama halnya dengan manusia yang lain, tidak ada yang berbeda, selain yang membedakannya bahwa habaib mempunyai garis keturunan dengan nabi Muhammad SAW.63
IV. Sisi kecendrungan 1. Habib Sufi/Ahli Tariqat Para habaib sangat takut ketika menjalankan agama jatuh kepada konsep kemusyrikan. Alfaqih Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawi tokoh alawiyyin yang mumpuni ilmu keagamaaannya, pernah melihat jaman itu ada kecendrungan habaib seakan-akan mampu menjadi seorang pemimpin negara sekaligus agama
62
Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 05 September 2008). 63 Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 05 September 2008).
sehingga banyak diantara mereka ketika berbicara tentang politik urusan dunia ada yang dibunuh, diusir, bahkan dimusuhi dari setiap keturunan habaib. Maka inisitaif yang brilian dari Alfaqih Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawi, beliau menafikan dunia dan menjadikan habaib adalah sosok seorang imam yang mempunyai kecendrungan dan memikirkan umat hanya dibidang agama dan untuk keselamatan akhirat. Sehingga konsep pendidikan agamanya dibawa ke arah kehidupan tasawuf yang dalam konteks ubudiyahnya dengan membawa jalur tariqat. Tariqat dalam pengertian habaib adalah satu jalan untuk menghilangkan di dalam hati manusia penyakit-penyakit yang bisa mengganggu khusyunya ketika melaksanakan ibadahnya kepada Allah. Diantaranya ialah hubbuddunia (cinta dunia) yang di dalamnya terkadang karena manusia sudah terlalu sangat cinta kepada dunia, halal menjadi haram haram menjadi halal atau tidak melihat lagi antara halal dan haram. Tariqat itulah yang kemudian dijadikan sebagai acuan alternatif dari para imam untuk kita bisa menghindari hal-hal yang seperti itu. Sehingga perlu memperhatikan dari beberapa tariqat yang ada dikalangan habaib, utama dari amalan tariqat itu adalah laa ilaa haa illallah. Sementara dalam bahasa tariqat konsep ilmu fiqh adalah mazhab, jadi bisa saja tariqat itu kemudian dinamai kepada orang yang mengajarkan pertama kali tentang bagaimana membersihkan hati dari hal-hal yang bersifat akan mencelakai dan mengotori atau menodai ibadah. Nama itulah yang diabadikan atas nama tariqat yang terlihat seperti ajaran sufi yang diajarkan oleh Alfaqih Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawi, karena beliau dari bani Alawiyyin dan tariqatnya
disebut tariqat alawiyyah. Sementara isinya adalah lebih banyak kepada zikrullah terutama kalimatnya laa ilaa haa illallah.64
2. Habib Intelek Sedikit sekali sebetulnya yang dikatakan habib intelek karena mereka tidak bisa menghapus warna dari datuk-datuknya terutama nabi Muhammad SAW. Beliau ketika menjadi seorang pemimpin kedudukannya adalah sebagai uswah (contoh), dan beliau ketika menjadi ulamapun uswah artinya hanya untuk diteladani dan dipelajari. Sehingga kesan di dalam diri rasululullah itu tidak ada, yang ada mereka salut, kagum dengan apa yang disampaikan oleh rasulullah. Sementara kontek kepemimpinan di dalam negara Madinah tidak begitu terlihat dan orang tidak menganggap bahwa nabi Muhammad SAW itu pemimpin yang sukses, artinya intelektualitas seseorang dari turunan habaib itu tidak lebih nampak daripada sufiahnya dia ketika dia melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Berdasarkan pernyataan di atas pada intinya tidak ada habib yang intelek kalaupun ada kehabibannya itu dihilangkan seperti misalnya Fadhil Muhammad (Gubernur Gorontalo) dia seorang habib, tapi ketika menjadi seorang gubernur dia tidak sebutkan dirinya sebagai habib, karena ada kekhawatiran ketika menjalankan tugasnya mempunyai kesalahan yang nanti ketika disebut habibnya akan merusak habibnya atau juga barangkali dibeberapa daerah yang lain, misalnya Hamengkubuwono IX atau Hamengkubuwono yang ke I sampai ke VI. Mereka itu adalah dari turunan habib, bangsa bin Yahya. Tetapi ketika menjadi 64
Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 05 September 2008).
sultan, ia tutupi kehabibannya, karena ada kekhawatiran ia menyalahi atau tidak amanah karena manusia dalam menjalankan roda kepemimpinannya habaibnya supaya
tidak
ternodai
karena
panggilan
habib
itu
adalah
panggilan
penghormatan.65
V. Sisi profesi Profesi habaib sama saja dengan manusia yang lain, mereka bermacammacam ada pedagang, ulama, mubaligh, dan kebiasaan sifat manusia sama seperti para habaib. Karena habaib sosok manusia juga mereka bukan golongan malaikat, ketika dia berdagang dengan jujur berarti bukan karena kehabibannya karena habaib tahu bahwa berdagang harus jujur. Ketika ada yang tidak jujur itulah watak daripada manusia itu sendiri. Jadi habaib itu tidak bisa merubah kehidupan seseorang dari buruk menjadi baik tanpa dia sadar dengan ilmu yang dimiliki, untuk kemudian dia bisa menjalankan ilmunya dengan baik. Artinya untuk menjadikan manusia dari bodoh menjadi pintar dia harus belajar dari tidak baik menjadi baik dia harus taat dengan ajaran agama.66
65
Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 05 September 2008). 66 Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 05 September 2008).
BAB III PROFIL HABIB MUHAMMAD AL-ATHAS
D. 1. Kelahiran dan Latar Belakang Pendidikan Silsilah Habib Muhammad bin Abdurrahman al-Athas hingga Nabi Muhammad SAW Habib Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abdullah bin Muchsin bin Salim bin Abu Bakar bin Husein bin Abu Bakar bin Salim bin Umar bin Abdurrahman al-Athas bin Aqil bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shohib Marbath bin Alwi Khali Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa Annaqieb bin Muhammad Annaqieb bin Ali al-Uraidhi bin Ja’far Asshodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain Syahid Karbala binti Sayyidati Fatimah Azzahra dan Sayyid Ali Karramallahu Wajhah bin Sayyidina Muhammad SAW. Habib Muhammad al-Athas lahir pada 17 September 1956 di Tangerang, tepatnya di desa Cibogo Kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang, 1 km dari stasiun Kereta Api Cisauk. Sebuah wilayah yang pada waktu itu banyak perkebunan penduduk di sekeliling rumahnya. Beliau dilahirkan dari lingkungan keluarga yang berlatar belakang tidak tamat SD, namun berada dalam keluarga yang berpegang teguh pada ajaran Islam.67 Putra dari pasangan Habib Abdurrahman al-Athas dan Hj. Jamilah ini juga merupakan guru atau Ustadz yang disegani dikampungnya. Tafsir Jalalain adalah Kitab andalan Ayahnya dalam mengajar mengaji di kampung-kampung sekitar kediamannya. Ayahnya memang dikenal masyarakat sekitar sebagai seorang Ustadz atau ajengan yang biasa orang memanggilnya dengan panggilan “Ustadz 67
Habib Abu Bakar al-Athas, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 02 September 2008).
Habib Abdurrahman al-Athas” atau “Wan Habib”. Sedangkan Ibunya merupakan warga asli Cibunar Parung Panjang Bogor Jawa Barat berbatasan dengan desa Cisauk. Ibunya masih keturunan Kyai, ayahnya bernama KH. Abdullah Mansyur Ulama kenamaan yang lebih banyak muqim di Mekkah daripada Indonesia. Sebab itu Ibu di masa mudanya lebih banyak menghabiskan masa remajanya di pondok pesantren. Seusai menikah dengan Habib Abdurrahman al-Athas, Hj. Jamilah sudah mengajar mengaji pada pagi hari dan malam hari. Maklum Hj. Jamilah lulusan pesantren Nurul Falah Petir Serang Banten, hingga saat ini majlis Ta’limnnya yang diberi nama al-Ihsan selalu dipenuhi jamaah mulai dari anakanak hingga Ibu-ibu masyarakat sekitar desa Cibogo Cisauk. Ketika beliau lahir, tidak ada cacat fisik sedikitpun sama seperti halnya anak yang dilahirkan dalam keadaan normal. Ketika menjelang usia beliau tiga tahun, dikejutkan dengan kondisi seluruh tubuhnya terasa panas, hingga pada akhirnya beliau dibawa ke RS (Cibiset) sekarang RS. Cipto Mangun Kusumo. Setelah diperiksa dan didiagnosa oleh tim dokter secara cermat dan teliti ternyata beliau dinyatakan sakit Polio. Pada tahun 1959 baru ditemukan vaksinnnya dan teramat sulit mencari obatnya. Akibat penyakit virus polio yang merenggut saraf motorik (pergerakkan) hingga pada akhirnya melumpuhkan kedua kaki Habib Muhammad al-Athas. Ayah dan Ibunya mengarahkan jiwa beliau untuk menghadapi hidup ini dengan tegar, kewajaran, apalagi putus asa. Ketika usia beranjak enam tahun beliau dibawa Ayahnya untuk masuk Sekolah Dasar Negeri dan ternyata Kepala Sekolah SD tersebut menolaknya malah menyarankannya agar didaftarkan ke Sekolah Luar Biasa. Hingga pada akhirnya ada sekolah yang menerima Habib
Muhammad al-Athas di Madrasah Pendidikan Diniyah Raudhatul Athfal Cisauk pada tahun 1962 yang hanya sampai dua tahun beliau sekolah di tempat tersebut. Melihat latar belakang dan pendidikan Habib Muhammad al-Athas atau yang akrab dipanggil ustadz Mamat yang tidak tamat SD kemudian beliau memasuki dunia pesantren ketika berumur 9 tahun yang pada waktu itu beliau masuk di Madrasah Ibtidaiyah Raudhatul Athfal Cisauk pada tahun 1965. Adapun pesantren yang pertama kali beliau singgahi adalah pondok pesantren salafiyah Cibunar Parung Panjang pada tahun 1968, di mana pimpinan pondok pesantrennya ketika itu adalah KH. Muallim Zuhri selama 3 tahun, setelah itu beliau taklim khusus pada KH. Abdullah Syafiie pengasuh pondok pesantren Assyafiiyah mengkhatamkan kitab Durratun Nasihin. Kemudian beliau belajar takhosus pada Habib Abdullah bin Salim al-Athas khusus Al-Qur’an dan alAdzkar Imam Nawawi Abu Zakaria sampai khatam. Beliau pun terus mengikuti pengajian takhosus dan do’a kepada KH. Nur Ali pengasuh pondok pesantren AtTaqwa bekasi, kemudian beliau belajar takhosus tilawatil qur’an kepada ustadz Lahmuddin pada tahun 1971 sampai 1973. Dari beberapa daerah yang pernah beliau tempati selama pendidikannya, ternyata banyak membawa pengaruh yang tidak sedikit, di samping ilmu pengetahuan juga, proses sosialisasi juga banyak memberikan sumbangsih kearah pemikirannya dalam bermasyarakat. Sebenarnya materi yang pernah dipelajarinya antara lain: Kitab Alfiyah, Tafsir Jalalain, Riyadush Sholihin, Minhaju Tholibin, Ushul Fiqh, Bayan, Fathu Qorib, Fathu Muin, Kitab Tasawuf, Nahjul Balaghah, Talqin Thoriqoh, Sulamun Taufiq, Bulughul Muharam, Nashoihuil Ibad, Jauhar
Maknun, Tijan Dharuri, dan masih banyak lagi, ini terlihat dari lemari bukunya yang penuh dengan berbagai kitab kuning. Berbagai macam kitab yang pernah dikajinya, membuat beliau bersyukur, karena telah dapat mengamalkan ilmunya sekaligus mengembangkan dakwahnya, khususnya di Ciater Barat Serpong dan umumnya di Tangerang. Di samping itu juga, beliau telah memiliki yayasan pondok pesantren yang bernama Ainurrahmah, guna mengembangkan dakwahnya, khususnya di bidang Kututbu Turats (kitab kuning) kepada para santrinya dan umumnya kepada para jamaah Habib Muhammad al-Athas. Pada tahun 1978 Habib Muhammad al-Athas mengakhiri masa lajangnya dengan mempersunting wanita pujaannya yang bernama Ummi Zaitun, yang berasal dari Kebun Jeruk Jakarta. Dari hasil perkawinannya mereka dikarunia lima orang anak, yaitu : Syarifah Elvi Sylvia Hanifah al-Athas, Syarifah Ninah Soraya al-Athas, Syarifah Muznah Habibah al-Athas, Habib Ali Faisal al-Athas, dan Habib Fikri Husaini al-Athas. Dari kelima hasil perkawinannya ini, kelima anaknya dimasukkan ke dunia pesantren, yang seusai dari dunia pesantren kini mereka sudah ada yang kuliah di salah satu perguruan tinggi dan sebagiannya sudah ada yang mengajar. Tetapi beliau merupakan orang tua yang demokratis, yang tidak mengekang masa depan anaknya. Bagi Habib Muhammad al-Athas pesantren merupakan bekal awal bagi mereka setelah itu terserah kepada pilihannya masing-masing. Dengan begitu mereka dapat menyeimbangkan antara ilmu tradisional dengan modern dan dapat menerima pemahaman-pemahaman yang berbeda, dengan begitu mereka akan menjadi arif dan bijaksana.
2. Kepribadian Wahyudi
dalam
bukunya,
Dasar-dasar
Manajemen
Penyiaran,
mengemukakan tentang pengertian kepribadian, yakni himpunan semua sifat fisik, mental, dan moral yang membedakan dengan orang lain yang terhimpun sebagai reaksinya terhadap pengalaman dan lingkungannya. Kepribadian terletak di antara faktor kekuatannya sehingga dapat ditunjang oleh kedamaian berada dalam keseimbangan. Menjadi pemahaman juga mengenai kepribadian yang dapat diklasifikasikan kedalam beberapa sifat, antara lain: a. Kepribadian tipe sosial (pemimpin) b. Kepribadian tipe sosial (pikatan) c. Kepribadian tipe pengambil keputusan (decition making) d. Kepribadian tipe pendukung (detail supportive)68 Klasifikasi di atas jika dihubungkan dengan tokoh yang dikaji, ternyata tipe-tipe tersebut melekat dalam kepribadian Habib Muhammad al-Athas. Tipe pemimpin dalam masyarakat selaras dan sejalan dengan kedudukannya sebagai Ulama. Tipe pemikat, hal ini justru dapat menarik simpati masyarakat terutama jamaah yang hadir ketika aktivitas dakwahnya berlangsung. Tipe pengambil keputusan yakni ketika adanya permasalahan yang dihadapi masyarakat, tokoh ini yang dijadikan sandaran untuk mencari solusi khususnya di bidang keagamaan. Tipe pendukung, segala usaha yang dilakukan masyarakat, tokoh ini senantiasa mendukung (memotivasi) atas apa yang dilakukan masyarakat asalkan hal-hal yang dilakukan untuk kebaikan.
68
J.B. Wahyudi, Dasar-dasar Manajemen Penyiaran, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1994), h. 50
Sebagai cita-cita yang utama adalah untuk mengembangkan pesantren yang dikelolanya, di samping untuk mengembangkan dakwah Islam di tengahtengah masyarakat Tangerang. Dalam kehidupan Habib Muhammad al-Athas, terutama
di
dalam
mengemukakan
pemikiran
yang
diuraikan
melalui
penyampaian dakwahnya. Ini terlihat dari keseharian beliau yang memang dikagumi masyarakat Tangerang. Meskipun kaki beliau terasa lambat dalam melangkah dengan bantuan dua tongkat, tapi beliau sosok tokoh agama yang sangat disegani oleh masyarakat. Dari penilaian masyarakat, bahwa beliau memiliki sifat wara’, bijaksana, ramah terhadap siapapun, wibawa, konsisten dalam berdakwah dan tidak menginjakkan kakinya ke lembaga partai, berani dalam memperjuangkan ajaran Islam dan bersama masyarakat meminimalisir kemunkaran, baik dalam perjudian maupun prostitusi yang merajalela di wilayahnya.
3. Yayasan Habib Muhammad al-Athas Untuk mempermudah sekaligus mengembangkan ilmu dan dakwahnya, Habib Muhammad al-Athas mendirikan sebuah yayasan pondok pesantren yang bernama Ainurrahmah pada tahun 1992. Secara global didirikannya yayasan pendidikan pondok pesantren Ainurrahmah adalah dikarenakan anak-anak di sekitar Ciater yang putus sekolah setelah sekolah SD atau sederajat untuk bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi mengingat di wilayah Ciater tidak ada sekolah lanjutan dan masyarakat Ciater yang pada umumnya adalah yang berpenghasilan rendah menengah ke bawah. Kedua adanya sekolah-sekolah yang mahal yang didirikan
oleh BSD (Bumi Serpong Damai) yang tidak mungkin terjangkau secara finansial oleh warga masyarakat Ciater jika berupaya masuk ke sekolah tersebut.69 Pondok pesantren Ainurrahmah ini terletak di atas tanah wakaf yang diberikan kepada pengurus yayasan jumlahnya 850 m2 dan sudah berdiri Madrasah Ibtidaiyah yang menggunakan tanah wakaf. Selanjutnya dikembangkan oleh yayasan dengan membeli tanah dari masyarakat atas nama wakaf pula yang hingga saat ini ada kurang lebih 2500 m dan itu semua atas kepentingan yang dikelola oleh lembaga yayasan pondok pesantren Ainurrahmah yang sampai hari ini sudah berdiri Tsanawiyah dan Aliyah setelah Madrasah Ibtidaiyah. Pondok pesantren Ainurrahmah terletak di Jln. Ciater Barat RT05 RW01 No. 11 Serpong-Tangerang. Karena letaknya sangat strategis, maka pondok pesantren Ainurrahmah dapat terjangkau oleh kendaraan umum atau pribadi secara mudah. Lokasi ini sangat memudahkan jama’ah atau mad’u yang datang dari berbagai daerah untuk mendatangi dan mengikuti dakwah Habib Muhammad al-Athas. Ainurrahmah artinya pandangan kasih sayang Allah. Pondok Pesantren ini menerapkan pesantren terpadu. Moto Pesantren Ainurrahmah sederhana, mencetak santri berdaya guna dan berhasil guna. Sebab itu di Pesantren Ainurrahmah diajarkan ilmu fiqh, Tauhid, Aqidah ASWAJA, wirid, Tahlil, muhadloroh, shalawat dan berbagai ilmu lainnya. Ainurrahmah memang sebuah yayasan pondok pesantren, di mana materi pendidikannya terfokus kepada sistem salafi, yaitu mengaji dan mengkaji kitabkitab klasik (kitab kuning), seperti Nahwul Wadih, Qowaidul Lughah, Tafsir 69
Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 15 Agustus 2008).
Jalalain, Nashoihul Ibad, Fathul Qorib, Safinatun Najah dan berbagai macam kitab lainnya yang memang biasa dikaji di pondok pesantren Salafi pada umumnya. Dalam menyampaikan materi, Habib Muhammad al-Athas menggunakan tiga metode. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil wawancara langsung dengan Habib Muhammad al-Athas, bahwa metode yang digunakan adalah: 1. Metode Sorogan 2. Metode Bandungan 3. Metode Tanya Jawab atau Mujadalah Yang dimaksud dengan metode Sorogan, yaitu metode pengajaran secara individual, di mana seorang Santri mendatangi seorang guru yang akan membacakan beberapa baris Al-Qur’an atau kitab-kitab bahasa Arab dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Pada gilirannya santri mengulanginya dan menerjemahkannya kata demi kata seperti apa yang dilakukan oleh gurunya, jadi peranan Guru atau Kiyai di dalam metode ini hanya sebatas mendengarkan bacaan dari Santri tersebut. Sedangkan metode Bandungan adalah kebalikan dari metode Sorogan, dimana yang banyak berperan dalam metode ini adalah seorang Guru atau Kiyai dalam membaca, menerjemahkan dan menerangkan sebuah kitab. Setiap Santri memperhatikan buku/kitabnya dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Adapun metode Mujadalah atau Tanya jawab adalah Guru atau Kiyai sama-sama berinteraksi dengan saling memberikan pertanyaan dan jawaban terhadap suatu permasalahan.70
70
Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 15 Agustus 2008).
Dengan perjuangan yang cukup melelahkan tetapi membanggakan, akhirnya Habib Muhammad al-Athas dapat menambah sarana dan prasarana sebagai sarana belajar dan kamar tidur para santri, yaitu dengan membangun masjid yang baru dibangun tahun 2006, kamar mandi untuk santri laki-laki dan perempuan, Koperasi dan Wartel. Sehingga jumlah Santri yang belajar di pondok pesantren ini berjumlah 200 Santri yang datang dari berbagai daerah, seperti : Banten, Jakarta, Tangerang, Bogor, Sukabumi, Garut, Pemalang bahkan ada yang dari Padang dan Palembang. Secara umum tujuan didirikannya pondok pesantren Ainurrahmah ini adalah “keinginan untuk menyebarluaskan syi’ar Islam secara kaffah atau menyeluruh”. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri, yaitu menyuruh dan mengajak umatnya agar masuk dalam agama Islam secara menyeluruh. Untuk terealisasinya tujuan tersebut, maka masyarakat harus diberi pengetahuan dan pemahaman tentang ajaran Islam secara baik dan benar. Sebagaimana yang digambarkan di atas, bahwa Ainurrahmah merupakan pondok pesantren yang berbasis Salafiyah. Dan umumnya pesantren salafiyah tidak membatasi waktu santri-santrinya untuk belajar di pesantren tersebut, bahkan ada yang sampai belasan tahun. Ada beberapa ciri-ciri yang kental pada pesantren tradisional (salafi), yaitu: a. Kesederhanaan bangunan-bangunan dalam lingkungan pesantren b. Kesederhanaan cara hidup para santri c. Kepatuhan mutlak para santri kepada Kiyainya d. Hanya membagi kitab-kitab klasik
e. Penerapan akhlakuk karimah.71 Dari beberapa ciri-ciri tersebut, dapat kita pahami bahwa kelemahan yang ada pada pesantren tradisional adalah hanya membagi dan mengkaji kitab-kitab klasik saja, padahal semakin ke depan, dunia mengalami kemajuan zaman dengan ditandai maraknya teknologi-teknologi canggih, sehingga mungkin kurang memahami pengetahuan modern. Meskipun adanya perbedaan antara pesantren tradisional (salaf) dengan modern (khalaf), pada intinya sama-sama mengajarkan dan menyebarkan Islam kepada masyarakat.
E. Pendidikan dan Guru-guru Habib Muhammad al-Athas Habib Muhammad al-Athas berguru kepada banyak para alim ulama dan habaib untuk kelangsungan dakwahnya, di antara guru-guru Habib Muhammad alAthas adalah: •
Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Athas (Alm).
•
Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (Alm).
•
Habib Ali bin Husein al-Athas (Alm).
•
Habib Zein al-Idrus Krukut (Alm).
•
Habib Abdullah bin Salim al-Athas (Alm).
•
Habib Abdullah Syami al-Athas (Alm).
•
Habib Husein bin Abdullah al-Athas Bogor (Alm).
•
Habib Umar bin Hud al-Athas Cipayung Bogor (Alm).
•
Habib Abdullah Alhabsyi pendiri PONPES Arriyadh Palembang (Alm).
•
Ustadz Sayyid Muhamad Assirry
71
Budi Sucipto, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 17 Agustus 2008)
•
Ustadz Hilman Shodri
•
Ustdzah Hj. Jamilah
•
KH. Hasbullah Natsir
•
KH DR Mukhlis Badruzzaman
Pendidikan dan guru-guru pengajar yang mendidiknya: Ilmu Alqur’an : Alm. Habib Abdurrahman al-Athas, Alm. KH Muallim Zuhri, Habib Abdullah bin Salim al-Athas, Ustadz Lahmuddin di LPI Ruhul Amin Ciputat, Alm, Ustadz Mukhtar Lutfhi Al-anshory, Ustadz Sayyid Muhamad Assirry di LPTQ Kab Tangerang. Ilmu Bahasa Arab : Ustdzah Hj. Jamilah, Ustadz Hilman Shodri di LPBA Ruhul Amin, Alm. Habib Ahmad bin Muhamad al-Athas, Ustadz Suhari di MI Raudhotul Athfal. Ilmu Ushuluddin : Almh. Ustadzah Aisyah di Pon-Pes Salafiyah ASWAJA Cisauk Pekojan, Alm. Ustadz Shobari MA, Alm. Ustadz Syatiri di MI Raudhotul Athfal, Alm. KH Abdullah Syafi’i, Alm. KH Hasbiyallah, Habib Hamid al-Athas. Ilmu Fikih : KH. Hasbullah Natsir di Masjid Nurul Iman, Alm. KH Muallim Husni di Pesantren Salafiyah ASWAJA, Alm. Ustadz Sirojuddin, Alm. Ustadz H.Marzuki di Masjid Al-Barkah Pondok Pinang, Alm. KH. Muhamad Syafi’i Hadzami di Masjid Agung Pondok Pinang. Ilmu Tafsir :
Alm. KH. Ape Istikhori di Masjid Agung Al-Mujahidin Serpong, KH DR Mukhlis Badruzzaman di Masjid Bahrul Ulum PUSPIPTEK. Ilmu Hadits : Pimpinan Alm. KH. Thohir Rohili, KH Mursyidi, anggota jama’ah pengajian mingguan di Attahiriyah.
C. Karir dan Murid-murid Habib Muhammad al-Athas Meski kaki terasa lambat dalam melangkah dengan bantuan dua tongkat, beliau tidak hanyut dalam penyesalan, justru cacat kakinya adalah pemacu untuk terus menggapai cita-cita sejak kecil menjadi juru dakwah. Habib Muhammad alAthas adalah sosok seorang da’i yang tidak pernah kenal lelah dan letih dalam mengamalkan ilmunya serta mengembangkan dakwahnya pada masyarakat. Hal ini terlihat mulai beliau berkiprah dalam kegiatan dakwah pada tahun 1989 sampai sekarang. Sejak kecil Habib Muhammad al-Athas memiliki ciri khas sendiri, indah, sejuk dan mempesona orang yang mendengar lantunan tilawah yang beliau kumandangkan, dalam teknik pembacaan dan cara mengeluarkan huruf sejak kecil berlidah Arabia maklum Habib Muhammad al-Athas memang berdarah Arab. Sebab itu sejak balita beliau mendapat gelar juara 1 MTQ tingkat Kecamatan Serpong untuk tingkat Anak-anak di Tahun 1971. Dan Juara 1 MTQ Tingkat Remaja se-Kabupaten Tangerang di Tahun 1974. Dilanjutkan pada Tahun 1976 juara harapan ke-2 MTQ Remaja TVRI Jakarta. Prestasi yang beliau raih bukanlah faktor belas kasihan dewan juri MTQ. Semata karena kesungguhan untuk belajar tilawah secara autodidak. Modalnya
adalah Radio Transistor “Cawang”. Lewat radio itu beliau mengikuti siaran RRI Jakarta setiap malam jumat, yang mengajarkan tilawatil Qur’an atau setiap dikumandangkan pembacaan Qur’an seperti suara Qori asal Makasar Muhammad Dong selalu beliau tiru terutama teknik bacaannya. Sebab itu teman remaja sepermainan
dan tokoh masyarakat setempat
memaksa beliau agar membentuk majlis taklim remaja khususnya ilmu tilawah. Usulan mereka beliau
penuhi hingga pada akhirnnya mendirikan Persatuan
Remaja Majlis Ta’lim (PERMATA) dan beliau mulai mengajar ilmu fiqh sambil ceramah agama. Hingga akhirnya Habib Muhammad al-Athas mulai mendapat julukan “Ustaz Mamat”. Pada tahun 1997 beliau diangkat menjadi Ketua RMI (Robithoh Ma’had Islamiyah) cabang Tangerang periode 1997-2002. Tahun 2002 beliau diangkat menjadi ketua umum MUI Kecamatam Serpong periode 2002-2007. Tahun 2007 hingga 2012 beliau dipercaya untuk menjadi Dewan Penasihat MUI Kabupaten Tangerang. Tahun 2006 bersama Habib Ali bin Tohir, Habib Muhammad al-Athas dan KH. Maani Rusjdi Menes mendirikan lembaga pengkajian pembinaan pengembangan kitab kuning (LP3KK) provinsi Banten. Sedangkan buku yang sudah diterbitkan pertama yaitu “Ajaran Islam antara Tanggung Jawab Aqidah dengan Hak Kewajiban Syariah dalam Kajian Filsafat
Muammalah”,
kini
disela-sela
waktu
senggang
beliau
selalu
menyempatkan menulis untuk buku-buku yang akan beliau terbitkan berikutnya. Pengalaman Organisasi: Ketua RMI (Robithoh Ma’had Islamiyah) cabang Tangerang periode 1997-2002.
Ketua Umum MUI Kecamatan Serpong periode 2002-2007. Rois Syuriah NU MWC Kecamatan Serpong periode 1997 sampai sekarang belum ada penggantian pengurus dan pembenahan Organisasi. Dewan Penasihat MUI Kabupaten Tangerang periode 2007-2012. Badan Pendiri Yayasan Ainurrohmah Ciater Serpong, dalam mengelola Lembaga-Lembaga Pendidikan Formal dan tidak Formal PONPES, Panti Asuhan, yang berdiri sejak tahun 1992 dengan akte nomor 203, notaries MS Tadjudin. Direktur Eksekutif LP3KK (Lembaga Pengembangan, Pengkajian, Pembinaan, Kitab Kuning) Propinsi Banten. Pengalaman Hidup Juara 1 MTQ kecamatan Serpong tingkat anak-anak tahun 1971 Juara 1 MTQ kabupaten Tangerang tingkat remaja tahun 1974 Guru bahasa Arab di MI Ruuhul Amin tahun 1975 Juara harapan 2 pekan MTQ RRI/TVRI tahun 1976 Guru Tilawatil Quran di majelis taklim Al-ihsan tahun 1976 Juara harapan 1 MTQ kabupaten tingkat dewasa tahun 1981 Anggota KMJ (Korp Muballigh Jakarta) tahun 1983 Guru Private Al-Qur’an tahun 1985 Pengasuh Pesantren Ainurrahmah sejak tahun 1994 Khotib Jum’at dari masjid ke masjid sekitar Jabodetabek Murid-murid Habib Muhammad al-Athas Di pondok pesantren Ainurrahmah sendiri walaupun belum bertaraf kiyai tapi banyak di antara mereka sudah bisa mengajar baik di Madrasah Ibtidaiyah,
SD bahkan SMP seperti : Ita Rosita, Neneng Farida, M. Taufik, Jaya, Mutiah, Murtafiah, Aisyah, mereka semuanya sudah mengajar ada juga di antara mereka yang melanjutkan kuliah. Selain itupun murid-murid Habib Muhammad al-Athas sudah ada yang bekerja, menjadi imam masjid, bahkan menjadi imam masjid di tempat pekerjaannya yaitu saudara Witarta dia bekerja di ITI (Instiut Teknologi Indonesia) Serpong dan di samping itu pula dia menjadi imam masjid di salah satu masjid Al-Bayan ITI Serpong. Di luar pesantren ada beberapa di antaranya ialah Habib Muhammad Assegaf Ketua Front Pembela Islam Kabupaten Tangerang dan ada juga yang menjadi pengurus NU Kabupaten Tangerang dan adapula yang menjadi anggota DPR dari partai PKB yaitu HJ. Muin Basuni.
BAB IV PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH HABIB MUHAMMAD AL-ATHAS
A. Pemikiran Dakwah Habib Muhammad al-Athas 1. Da’i Dakwah adalah alat komunikasi untuk menyampaikan ajaran agama dengan benar kepada kaumnya. Islam dengan dua kalimat syahadat tentu dalam melaksanakan hidup senantiasa benar karena di bawah bimbingan ilmu yang mereka ketahui. Secara umum dakwah adalah menyampaikan amanat Allah melalui seorang rasul berkaitan dengan keagamaan atau menyampaikan amanat yang perlu diketahui dan diamalkan.72 Sebenarnya dakwah itu sendiri adalah komunikasi, dakwah tanpa komunikasi tidak akan mampu berjalan menuju target-target yang diinginkan, demikian komunikasi tanpa dakwah akan kehilangan nilai-nilai Ilahi dalam kehidupan. Maka dari sekian banyak definisi dakwah ada sebuah definisi yang menyatakan, bahwa dakwah adalah proses komunikasi efektif dan kontinyu, bersifat umum dan rasional, dengan menggunakan cara-cara ilmiah dan sarana yang efisien, dalam mencapai tujuan-tujuannya.73 Berdasarkan pernyataan di atas bahwa, dakwah adalah metode untuk menyampaikan amanat Allah dan rasul kepada umat Islam agar mereka terus 72
Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 15 Agustus 2008). 73 Drs. H.M. Idris A. Shomad, M.A, Diktat Ilmu Dakwah, (Jakarta, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, 2004)
menerus dalam menjalankan agamanya senantiasa diiringi dengan keilmuan yang dimiliki. Karena generasi setiap saat berganti dan dengan demikian berarti yang membutuhkan
pencerahan
agamapun
berganti
bahkan
tuntutan
untuk
mengamalkan agama dengan baik juga berganti. Dakwah juga merupakan usaha untuk menyakinkan kebenaran kepada orang lain. Bagi orang yang didakwahi, pesan dakwah yang tidak dipahami tidak lebih maknanya dari bunyi-bunyian. Jika dakwahnya berupa informasi maka ia dapat memperoleh pengertian, tetapi jika seruan dakwahnya merupakan panggilan jiwa maka ia harus keluar dari jiwa juga. Penjahat yang berkhotbah tentang kebaikan, maka pesan kebaikan itu tidak akan pernah masuk ke dalam jiwa pendengarnya. Berbeda dengan aktor yang ukuran keberhasilannya jika berhasil berperan sebagai orang lain maka seorang da’i harus berperan sebagai dirinya. Seorang da’i harus terlebih dahulu menjalankan petunjuk agama sebelum memberi petunjuk kepada orang lain. Ia harus seperti minyak wangi, mengharumkan orang lain tapi dirinya memang lebih harum, atau seperti api bisa memanaskan besi, tetapi dirinya memang lebih panas. Oleh karena itu, untuk menjadikan dakwah lebih efektif, masyarakat dakwah khususnya para da’i harus memahami prinsip-prinsip dakwah sebagai berikut: a. Berdakwah itu harus dimulai kepada diri sendiri (ibda’ binafsik) dan kemudian menjadikan keluarganya sebagai contoh bagi masyarakat.
⌧
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS : Attahrim ayat 6) b. Secara mental, da’i harus siap menjadi pewaris nabi yakni mewarisi kejuangan yang beresiko, al ulama waratsatul anbiya. Semua nabi juga harus mengalami kesulitan ketika berdakwah kepada kaumnya meski sudah dilengkapi dengan mukjizat. c. Da’i harus menyadari bahwa masyarakat membutuhkan waktu untuk dapat memahami
pesan
dakwah,
oleh
karena
itu
dakwahpun
harus
memperhatikan tahapan-tahapan sebagaimana dahulu nabi Muhammad SAW harus melalui tahapan periode Mekah dan Madinah. d.
Da’i juga harus menyelami alam pikiran masyarakat sehingga kebenaran Islam bisa disampaikan dengan menggunakan logika masyarakat, sebagai pesan rasul ; Khatib an nas ’ala qadri’ uqulihim.
e. Dalam menghadapi kesulitan, da’i harus bersabar, jangan bersedih atas kekafiran masyarakat dan jangan sesak nafas terhadap tipu daya mereka (QS. 16: 127), karena sudah menjadi sunnatullah bahwa setiap pembawa kebenaran pasti akan dilawan oleh orang kafir, bahkan setiap nabipun harus mengalami diusir oleh kaumnya. Seorang da’i hanya bisa mengajak, sedangkan yang memberi petunjuk adalah Allah SWT. f. Citra positif dakwah akan melancarkan komunikasi dakwah, sebaliknya citra
buruk
akan
membuat
semua
aktivitas
dakwah
menjadi
kontraproduktif. Citra positif bisa dibangun dengan kesungguhan dan konsistensi dalam waktu lama, tetapi citra buruk dapat terbangun seketika
hanya oleh satu kesalahan fatal. Dalam hal ini keberhasilan membangun komunitas Islam, meski kecil akan sangat efektif untuk dakwah. g. Da’i harus memperhatikan tertib urutan pusat perhatian dakwah, yaitu prioritas pertama berdakwah sehubungan dengan hal-hal yang bersifat universal, yakni al-khair (kebajikan), yad’una ila al-khair, baru kepada amar ma’ruf dan baru kemudian nahi munkar (QS. 3 : 104)..74
2. Pesan Peran dakwah di masa saat sekarang ini sangat strategis kedudukannya, karena ada fenomena di tengah masyarakat, sedangkan orang sudah bisa memenuhi kebutuhan fisiknya dan terkadang dia lemah memenuhi kebutuhan rohaninya dengan hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan yang mereka anut. Peranan ini adalah tugas para da’i untuk menyadarkan mereka agar dalam kondisi bagaimanapun pelaksanaan ibadah harus sesuai dengan ajaran agama, itulah strategisnya dakwah dengan peranan dakwah di tengah masyarakat ini. Masalah yang dihadapi oleh umat adalah masalah krisis kepercayaan, krisis aqidah, dan krisis mental yang buruk karena banyak saat ini orang menyelesaikan masalah bukan menyelesaikan masalah bahkan menambah masalah yang baru seperti ketika orang ingin terburu-buru mewujudkan keinginannya ketika dia mempunyai sengketa dengan orang lain bukan melalui jalur hukum tapi dia mengambil jalan pintas yaitu dengan membunuh atau dibunuh.75
74
Faizah, S.AG., MA. & H. Lalu Muchsin Effendi, LC., MA, Psikologi Dakwah, (Jakarta, Prenada Media, 2006), cet. Ke-1, h. xii 75 Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 15 Agustus 2008).
Krisis kepercayaan gambarannya mereka sekarang sudah mempunyai image berbalik tontonan jadi tuntunan dan tuntunan jadi tontonan. Tontonan artinya sesuatu yang dilihat oleh kita yang berupa hiburan yang berlakunya hanya sesaat dan ini terkadang menjadi lebih dominan menjadi tuntunan bagi mereka. Sedangkan tuntunan yang di dalamnya ada ayat, hadits, dan maqalah (ucapan) para ulama yang disebut dengan dakwah nyaris menjadi tontonan. Karena adanya ketidakpercayaan dari sebagian masyarakat terhadap juru dakwah sebab banyak yang didakwahkannya sendiri tidak bisa mengamalkan apalagi umat yang didakwahi, artinya dakwah yang mereka terapkan tidak menuntut dirinya memberikan contoh akan tetapi lebih kecendrungannya dakwah itu hanya mencari sesuap nasi atau di lisan mereka yang bagus disisipi humor-humor jenaka sehingga orang kagum sebatas mengagumi serta mengatakan hebat dan amaliah yang didakwahkan sulit untuk mengaplikasikannya. Pada prinsipnya aqidah itu satu, baik yang disampaikan oleh para rasul. Ketika ada kesan aqidah itu berbeda, itu berangkat dari orang-orang yang mencoba membahas aqidah itu sesuai dengan daya kemampuan otaknya. Sehingga kesannya aqidah itu macam-macam dan memang kesan yang demikian itu otentik bahkan ada orang yang menganggap bahwa apa yang diajarkan olehnya itu merupakan aqidah buat orang lain kemudian dijadikan patokan dalam hidupnya dengan menjalankan ajaran agama seperti contohnya aqidah mu’tazilah, aqidah jabariyah, dan orang ada keterpihakan ajaran ini aqidah konsep yang dibawa oleh Atha’ bin Washil. Hingga pada akhirnya orang menganggap bahwa aqidah Islam itu aqidahnya Atha’ bin Washil dan itu mu’tazilah dan kalau kita mengikuti mu’tazilah kita selamat.
Demikian juga
aqidah Jabariyah dan aqidah Qodariyah, mereka ada
kecendrungan terhadap guru yang mengajarkan konsep qodariyah dan jabariyah. kemudian dia mengatakan aqidah kita yang benar adalah aqidah qodariyah atau jabariyah. Bagi Islam dan bagi Allah yang namanya Mu’tazilah, Qodariyah, Jabariyah, Murjiah, sebetulnya adalah cabang dari aqidah yang satu yaitu aqidah Islam dan aqidah islamiah ini berasal dari Allah diajarkan kepada rasul, sahabat, ulama. Itulah yang dikatakan oleh nabi bahwa aqidah itu yang akan membawa keselamatan kita dari dunia dan akhirat. Dalam hal ini Abu Mansyur al-Mathuridi dan Abu Hasan al-Asy’ari mengatakan Alaa wahiyaa Ahlussunnah Waljamaah.76 Ahlussunnah waljamaah adalah sebutan baru dari aqidah Islam yang akan membawa keselamatan dari dunia dan akhirat, dengan itu berarti Abu Mansyur al-Maturidi dan Abu Hasan alAsyari telah telah mengkritisi ilmu kalam yang sebelumnya dengan konsep berkeseimbangan antara naqli dan daya nalar dengan itu berarti tidak semua konsep aqidah akan membawa keselamatan kepada para pengikutnya akan tetapi hanya satu yang disebut dengan ahlussunnah wal jamaah sebagaimana sabda nabi : bahwa umatku akan berpecah menjadi 73 golongan dan semuanya masuk neraka kecuali satu mereka adalah yang berpegang teguh dengan apa yang dibawa olehku, sahabatku, dan dicontoh oleh para ulama, sebagaimana dikutip oleh Habib Muhammad al-Athas.77 berdasarkan pernyataan di atas krisis kepercayaan, krisis aqidah, krisis mental merupakan proyek terbesar dalam berdakwah, oleh sebab itu harus
76
Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 15 Agustus 2008). 77 Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 06 September 2008).
diselesaikan masalah tersebut. Solusi untuk menghadapi krisis tersebut adalah bahwa kurikulum agama yang sudah baik diterapkan oleh nabi, sahabat, ataupun ulama kita adopsi di zaman sekarang dan seyogyanya seorang ulama harus siap turun ke bawah bukan umat yang sering datang kepada mereka karena umat sangat mendambakan kedatangan para ulama agar merekapun bisa mendapatkan pencerahan agama secara berkeseinambungan dari strata yang paling tinggi sampai kepada strata yang paling rendah. Di dalam menghadapi era globalisasi yang menyangkut persoalan yang berkaitan dengan persoalan hajat hidup manusia yang sekarang lebih mudah diterima dan diadopsi dengan adanya berbagai media komunikasi. Sehingga keterbukaan itu semakin nampak dan hal ini mempunyai pengaruh positif tanpa adanya dampak negatif. Dalam menghadapi globalisasi dari segi kontek pemikiran dakwah harus menyentuh kepada globalisasi politik, ekonomi dan budaya.78 Mengenai politik dengan adanya globalisasi politik maka akan terjadi pergeseran nilai politik yang bersifat kedaerahan, nasional akan menuju kepada politik yang bersifat aktif dan bebas tanpa kendali. Dengan adanya globalisasi dalam bidang politik, maka tampilan-tampilan politikus dihadapan para simpatisannya berbeda dari 20 tahun yang lalu dengan saat sekarang ini. ketika globalisasi sudah begitu hebat, ada diantara mereka yang sudah berani debat politik dengan lawan politiknya dengan tarik urat yang kemudian tidak bersalaman, tapi adapula sesudahnya yang menjadi musuh hal ini harus kita sikapi dengan konsep dakwah yang bisa menyentuh kepada para politikus untuk berpolitik secara santun, berakhlak dan tidak dengan tipu daya atau istilahnya 78
Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 06 September 2008).
adalah pembohongan publik. Dakwah ini sangat dianjurkan kepada politikus yang sudah terkontaminasi dengan globalisasi tadi hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan politiknya seperti yang disebutkan di atas. Demikian halnya ekonomi ada World Bank, IMF, ada IDB (International Development Bank) yang mereka adalah saling bersaing untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyak dan kemudian mengolah uang tersebut. Islam sangat mengatur ekonomi secara berkeadilan. Maka dakwah untuk pelaku ekonomi di saat globalisasi ekonomi yang tampak terkendali ini, seharusnya kita arahkan kepada pengaturan ekonomi yang berkeseimbangan, tidak ada yang dirugikan maupun diuntungkan. Akan tetapi dengan konsep kebersamaan, untung rugi ditanggung bersama. Kemudian bagi para juru da’i menganjurkan untuk lebih banyak lagi para pelaku ekonomi, dan para pemilik modal untuk membentuk bank-bank syariah sebagai tandingan dari bank-bank konvensional yang sudah sangat menjamur di tengah masyarakat. Berbeda dengan globalisasi budaya, sering terjadi pergeseran nilai karena hubungan yang serba terbuka antar negara yang mempunyai budaya masingmasing tidak bisa ditahan memaparkan kebudayaan mereka masing-masing. Kemudian dakwah menjadi penting baik dengan tulisan maupun dengan lisan, baik dengan propaganda melalui informasi-informasi yang akurat agar kita tetap ada di koridor budaya yang sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan yang ada di Indonesia, sehingga tidak begitu mudah terbujuk dan kemudian mengikuti budaya asing yang belum tentu itu sesuai di negeri kita. Mengingat bahwa retorika dakwah Islam harus memperhatikan sisi-sisi penting, seperti; kedudukan orang yang diajak bicara atau yang didakwahi, situasi
dan kondisi mereka, bahasa yang digunakan, dan kesungguhan dalam menerangkan sehingga seperti penyampaian para rasul Alaihimussalam, yang dibakukan dalam firman Allah Ta’ala, “Maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (An-Nahl:35) Mengingat hal di atas, maka retorika di era globalisasi ini harus menimbang juga unsur-unsur penting, seperti; sifat kedekatan yang menjadikan seluruh dunia seolah-olah menjadi satu kampung saja, karakteristik yang dimiliki oleh era globalisasi sendiri dengan cepatnya perpindahan informasi dari satu benua ke benua lain bagai cepatnya kilat, dan percepatan komunikasi sehingga seorang yang berbicara di Qatar umpamanya, dapat didengar, dilihat, dan di pantau dari berbagai penjuru dunia. Padahal sebelumnya, ketika Anda berbicara di salah satu masjid, mungkin jamaah yang hadir tidak semuanya bisa melihat wajah Anda, dan barangkali juga tidak mendengar suara Anda.79 Dengan begitu, akhirnya para ahli retorika atau pelaku dakwah Islam harus berhati-hati dalam menyampaikan misi dan amanat yang diembannya. Tidak berbicara serampangan tanpa pertimbangan terlebih dahulu. Karena telinga dunia akan mendengar, lalu menganalisanya. Dari pernyataan tersebut, maka retorika Islam masa kini, selayaknya harus memiliki karakteristik mendasar, yang mampu mengantarkan substansinya kepada segenap manusia. Dapat memuaskan nalar mereka dengan hujjah yang nyata, melunakkan hatinya dengan mau’izhah yang baik, tidak menyimpang dari hikmah, dan tidak melenceng dari dialog dengan terbaik.
79
h.55
Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, Retorika Islam, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2004), cet.ke-1,
3. Mad’u Dakwah Dzatiyah adalah dakwah kepada diri sendiri, da’i dan mad’u sebagai manusia memahami manusia sebagai makhluk basyariah secara fisik dan makhluk insaniyah secara psikologis. Manusia memiliki kapasitas fisik, potensipotensi kemanusiaan dan potensi-potensi kejiwaan. Pendekatan komunikasi intrapribadi menjelaskan dakwah dzatiyah. Dakwah dzatiyah ini adalah dakwah mengajak diri sendiri untuk mengenal diri sendiri sebagai hamba Allah, khalifah di bumi, mengenal Allah yang tidak pernah putus dan terjadi hubungan interaktif antara hamba dan pencipta-Nya. Krisis mental
adalah lemahnya dalam mengamalan ajaran agama,
sehingga manusia menganggap agama itu adalah hambatan untuk bebas mengekspresikan dirinya, bahkan dianggap sebagai beban paling berat. Ini terjadi adanya stagnasi
dalam berdakwah, karena para da’i tidak menuntun kepada
semua strata masyarakat. bahkan saat sekarang ini ada yang tidak disentuh dengan pendidikan agama yang sempurna artinya masyarakat buta akan beberapa hal yang kaitannya dengan ilmu agama.
4. Efek Dakwah Prospek dakwah menurut pandangan Habib Muhammad al-Athas, sangatlah tergantung kepada kondisi keumatan yang ditandai dengan adanya sikap jalinan kerja sama di antara masyarakat. Maka dakwah sebagai suatu ikhtiar untuk menyebarkan ajaran Islam di tengah masyarakat, mutlak diperlukan agar tercipta individu, keluarga, dan
masyarakat yang menjadikannya sebagai pola pikir (way of thinking) dan pola hidup (way of life) agar tercipta kehidupan bahagia dunia akhirat. Dakwah pada hakikatnya usaha orang beriman untuk mewujudkan Islam dalam semua segi kehidupan baik pada tataran individu, keluarga, masyarakat, maupun umat dan bangsa. Sebagai aktualisasi iman, dakwah merupakan keharusan dan menjadi tugas suci bagi setiap Muslim Muslimah setingkat dengan kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki. Usaha mewujudkan iman dan Islam ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Di antaranya melalui penyiaran Islam (tabligh), pembudayaan nilai-nilai Islam (al-amr bi al-ma’ruf), kontrol sosial (al-nahi ‘an al-munkar), keteladanan perilaku (uswatun hasanah), serta melalui pengembangan pendidikan (al-ta’lim wa al-tarbiyah) yang sesuai dengan visi misi dan cita-cita Islam. Efek dakwah yang disampaikan oleh Habib Muhammad al-Athas kepada mad’unya lebih berpengaruh kepada perubahan sikap atas apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Sedangkan efek behaviour merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku.80 Adapun
keberhasilan
dakwah
dapat
diukur
sampai
sejauhmana
kemampuan masyarakat yang menjadi sasaran (objek) dakwah mampu melaksanakan ajaran agama serta menjauhi hal-hal yang munkar. Hal ini memerlukan aktivitas untuk mengadakan evaluasi atau memberikan penilaian apakah materi dakwah yang disampaikan oleh juru dakwah benar-benar sudah dipahami dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat. 80
Jalaludin Rahmat, Retorika Modern, Sebuah Kerangka Teori dan Praktik Berpidato, (Bandung, Akademika, 1982), h.269
B. Pelaksanaan Dakwah 1. Habib Sebagai Komunikator Da’i sebagai komunikator harus memahami tahapan berdakwah sebaiknya memahami pentingnya memiliki kredibilitas karena hal ini bisa mempengaruhi efektivitas dakwah. Dakwah profesional adalah da’i mampu mengemas pesan dakwahnya, ia telah memiliki kompetensi tingkat mahir yang memiliki kredibilitas tinggi, daya tarik pesan dan dirinya juga ia mempunyai kekuasaan kultural atau sosiologis dikhalayak tertentu atau sasaran mad’u tertentu di tingkat lokal, nasional atau internasional. Juru dakwah (da’i) adalah salah satu faktor dalam kegiatan dakwah yang menempati posisi yang sangat penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya kegitan dakwah. Setiap muslim yang hendak menyampaikan dakwah khususnya juru dakwah (da’i) profesional yang mengkhususkan diri di bidang dakwah seyogyanya memiliki kepribadian yang baik untuk menunjang keberhasilan dakwah, apakah kepribadian yang bersifat rohaniah (psikologis) atau kepribadian yang bersifat fisik.81 Habib Muhammad al-Athas adalah seorang da’i yang menyampaikan dakwah serta mengemas pesan dakwah yang disampaikan dengan bahasa yang lugas dan mudah dimengerti oleh semua kalangan. Pribadi ini mencerminkan keleluasan dan keluwesan seorang ulama. Wajahnya selalu tampak bercahaya, celak di matanya menambah wibawa Habib yang suka musik gambus ini. Bicaranya pelan, dengan suara bariton dan intonasi tersusun rapi, sehingga lawan bicaranya mudah mencerna pendapat-pendapatnya.
81
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, h.35
2. Saluran Dakwah Seorang da’i dalam menyampaikan ajaran Islam kepada umat manusia tidak akan terlepas dari sarana atau media (wasilah) dakwah. Kepandaian untuk memilih media dakwah yang tepat merupakan salah satu unsur keberhasilan dakwah. Selain itu hal yang paling berperan dalam menyalurkan dakwahnya, tergantung kepada juru dakwah. Nasib umat Islam tergantung kepada para ulama yang peduli dengan kepentingan umat. Karena andaikan umat jauh dari ulama, maka Allah akan menurunkan ujian dengan tiga hal : o Keberkahan dari dunia akan hilang o Akan dikirimkan pemimpin-pemimpin yang zhalim o Meninggal dalam keadaan suul khatimah Itu berbicara umat yang menjauhi ulama, bagaimana dengan ulama yang menjauhi umat maka kondisinya akan lebih fatal daripada itu. Maka oleh karena itu lebih baik ulama datang kepada umat dan umat harus lebih banyak mendatangi ulama. 82 Merebaknya media massa dewasa ini, khususnya media cetak seperti surat kabar, tabloid, dan majalah, merupakan salah satu wujud dari era reformasi dan keterbukaan. Berbagai pandangan pun berkembang seakan tiada mengenal henti. Semua pesan dari media massa dikonsumsi oleh masyarakat serta menjadi bahan informasi dan referensi pengetahuan mereka.83 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa yang dimaksud dengan media massa adalah sarana
82
Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 15 Agustus 2008). 83 Aceng Abdullah, Press Relations: Kiat Berhubungan dengan Media Massa, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 9
dan saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas.84 Media cetak adalah salah satu media yang cukup efisien dalam menyalurkan aspirasi dakwah terhadap khalayak. Karena media cetak bisa bertebaran dimana-mana, dan tidak sulit untuk ditemukan. Adapun yang dimaksud media cetak adalah sarana media massa yang dicetak dan diterbitkan secara berkala besar seperti surat kabar dan majalah.85 Media cetak di Indonesia pun semakin menjamur. Dan media cetak sekarang juga sudah sangat efektif untuk menyebarkan ajaran Islam, dalam artian bisa digunakan sebagai media untuk berdakwah, apalagi era sekarang yang masyarakatnya sudah tidak sedikit yang tahu membaca. Media yang bisa digunakan untuk berdakwah mestinya media yang menyampaikan pesan-pesan Islam, moral, dan segala macamnya. Tapi media itu kelihatannya justru kurang popular. Orang lebih suka mendengar atau kalau tidak menonton sinetron-sinetron mistik di televisi dibandingkan dengan membaca, apalagi yang bernuansakan religi. Media dakwah sudah cukup baik tapi perlu ada peningkatan dengan konsep-konsep dakwah yang alamiah natural dan terarah tidak membias kepada hal-hal lain yang tidak masuk ke dalam wilayah dakwah.86 Kepandaian untuk memilih media dakwah yang tepat merupakan salah satu unsur keberhasilan dakwah. Terlebih dalam mengantisipasi perkembangan zaman yang saat ini dimana ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat yang ditandai dengan 84
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi 3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 76. 85 Aceng Abdullah, Press Relation: Kiat Berhubungan dengan Media Massa, Loc. Cit. 86 Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 15 Agustus 2008).
kemajuan dan kecanggihan teknologi. Ketertinggalan umat Islam dan ketertutupan dari dunia luar, sedikit banyak menjadi salah satu penyebab ketidakberhasilan dakwah. Dari pernyataan di atas, alamiah artinya kita berdakwah tidak dimasuki oleh konsep-konsep yang lain, yang tidak ada kaitannya dengan metode dakwah itu sendiri, seperti konsep budaya. Terlebih budaya yang tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam, kemudian natural artinya dakwah ini harus murni dilaksanakan secara ikhlas dan punya dalil baik dalil Aqli maupun Naqli yang berkesesuaian dengan apa yang dibutuhkan oleh mereka tidak berbicara yang membumbung ke langit sementara umat sulit untuk mencerna dari dakwah yang para da’i sampaikan.
Saluran Dakwah No. 1. 1. Media Cetak a. Majalah
Media
b. Koran
2.
Nama Media Alkisah, Dzikir, Juni 2002 Tangerang Tribun, 21/09/07 Tangerang Tribun, 08/01/01
3. Media Audiovisual a. Televisi
CTV BANTEN
Non Media 1. KAP a. Pembentukan Kader: - Habib Ali Faishal al-Athas - Habib Ali Alaydrus - Habib Fikri Husaini al-Athas - Taufik Hidayat
Model Komunikasi KAP
Komunikasi Kelompok 2. Khalaqah - Kelompok Belajar Santri - Kelompok Studi Pengembangan, Pengkajian Pembinaan Kitab Kuning - Kelompok Karang Taruna Komunikasi Massa 3. Komunikasi Massa - Seminar mengenai Penyuluhan Tentang Narkoba - Seminar mengenai “Career Day” - Diskusi Panel Mengenai Jurnalistik Komunikasi Organisasi 4. Komunikasi Organisasi - Pengajian Rutin - Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Ponpes Ainurrahmah - Peringatan Isra Mi’raj di Ponpes Ainurrahmah
C. Aktivitas Dakwah Habib Muhammad al-Athas 1. Pengajian Rutin Salah satu dakwah yang dilakukan Habib Muhammad al-Athas demi meningkatkan pemahaman keagamaan, yaitu dengan diadakannya pengajian rutin mingguan di masjid Dzarotun Mutmainnah Batan Indah Serpong - Tangerang yang dilaksanakan setiap hari Selasa (malam Rabu) pada pukul 20.00 (ba’da Isya) sampai dengan selesai jadwal ini ditetapkan. Kemudian beliau mengajar dua minggu sekali di Kramat Empang Bogor pimpian Habib Muchsin bin Abdullah Husein bin Muchsin al-Athas yang dilaksanakan setiap hari kamis (malam Jum’at) pada pukul 20.00 (ba’da Isya) dengan materi yang diberikan kitab Tabligul Islam. Beliaupun mengajar dua minggu sekali di masjid Nurul Huda Kp. Melayu Tangerang yang dilaksanakan setiap hari kamis pada pukul 09.00 dengan materi yang diberikan kitab Tankihul Qoul. Kemudian belajar mengisi pengajian rutin di Kp. Prepetan Kelurahan Kamal Jakarta Barat setiap hari rabu (malam kamis) pada pukul 20.00 (ba’da Isya) setiap dua minggu sekali dengan materi yang diajarkan kitab Sarah Ratib al-Athas. Adapun dari berbagai pengajian rutin yang diadakan selalu dibahas pula mengenai fiqih, aqidah dan akhlak. Karena ketiga materi ini sangat penting dan mendasar bagi kehidupan para jama’ah, yaitu hablum min Allah dan hablum min Al-naas. Fiqh mengajarkan manusia tentang hukum-hukum syariat Islam dan juga membahas ritual atau ibadah yang selalu dilakukan manusia, baik shalat, zakat, puasa, haji dan muammalah. Aqidah mengajarkan tentang sifat-sifat wajib bagi Allah yang sangat mendasar dan memantapkan ketauhidan kita kepada Allah. Sedangkan akhlak mengajarkan kepada manusia bagaimana berhubungan yang
baik dengan Sang Khalik dan mahkluk yang ada di permukaan bumi, baik kepada manusia, hewan dan tumbuhan.87 Di dalam pemberian materi, Habib Muhammad al-Athas menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan Sunda, meskipun beliau sendiri termasuk orang Sunda asli, tetapi beliau cermat dalam menyikapi kondisi jama’ah atau mad’u agar jama’ah yang hadir memahami materi yang disampaikannya, karena yang hadir pada pengajian itu terdapat jamaah yang mengerti bahasa Sunda dan ada juga yang tidak. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap salah seorang jama’ah, bahwa dia sangat antusias sekali dalam mengikuti pengajian yang disampaikan oleh Habib Muhammad al-Athas. Hal ini disebabkan, dia cukup lama mengenal Habib Muhammad al-Athas, materi yang diberikannya sangat cocok dengan kehidupan sehari-hari dan metode penyampaiannya pun disesuaikan dengan kondisi para jama’ah, yaitu bukan hanya beliau yang ceramah, tapi para jama’ah juga diberikan kesempatan untuk mengemukakan pertanyaan yang berkaitan dengan materi atau masalah di luar materi.88
2. Hari-hari Besar Islam Tradisi bagi umat Islam, khususnya di Indonesia pada setiap peringatan hari besar Islam secara seksama mengadakan acara yang diadakan di berbagai tempat, baik bersifat pengajian, tabligh akbar maupun selamatan. Di sinilah
87
Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 15 Agustus 2008). 88 Bpk Haris Hasyem, Kepala Gudang PT. Bersaudara, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 16 Agustus 2008)
seorang da’i memiliki kesempatan yang besar untuk menyampaikan misi dakwahnya pada acara-acara tersebut. Sama halnya di tempat-tempat lain, di pondok pesantren Ainurrahmah selalu rutin mengadakan acara peringatan hari-hari besar Islam dengan cara pengajian umum. Adapun hari-hari besar Islam yang rutin diperingati, yaitu Maulid Nabi Muhammad SAW, yaitu dengan mengadakan pembacaan shalawatan, ratib al-Athas, yasin, tahlil, marhabaan, dan ceramah agama seputar masalah kelahiran junjungan Nabi Muhammad SAW, Isra Mi’raj biasanya dengan mengadakan ceramah agama oleh para muballigh dengan mengupas kisah atau peristiwa yang amat agung, yaitu perjalanan Nabi Muhammad SAW dari masjidil Haram di Mekkah ke masjidil Aqsa di Palestina langsung menuju hadirat Ilahi. Biasanya juga Habib Muhammad al-Athas senantiasa mengadakan Ziarah ke makam-makam para Wali-wali Allah, baik di pulau Jawa maupun di Banten makam Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Athas, makam Habib Abdullah bin Muchsin al-Athas, makam Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi, Habib Ali bin Husein al-Athas. Adapun Kiyai yang pernah diundang untuk memberikan ceramah pada acara Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), seperti maulid dan Isra Mi’raj adalah Habib M. Luthfi bin Yahya, KH. Soleh (Picung-Tangerang), Habib Syaikhon Assegaf, Habib Alwi (Serpong), KH. Enjum Junaedi (Sepatan-Tangerang), Habib Idrus al-Kaf, KH. Damanhuri (Bogor), Habib Abdullah bin Zein al-Athas, Ustadz Marzuki (Balaraja), Ustadz Matin (Cipondoh), Habib Muchsin bin Husein bin Abdullah bin Muchsin al-Athas, Habib Zindan bin Novel bin Salim bin Ahmad (Ciledug), Habib Sagaf bin Mahdi (Ciseeng-Bogor) serta masih banyak lagi.
Adapun
tanggapan
dari
jama’ah
merespon
dengan
baik
atas
diselenggarakannya PHBI ini, karena menurut mereka ini sebagai momen silaturahim. Apalagi penyelenggaraan PHBI ini bukan sebatas acara (Ceremonial) saja, melainkan juga adanya santunan anak yatim dan miskin. Hal ini mengajarkan kepada kita untuk peka terhadap sesama.89 Dari tanggapan jama’ah, terlihat jelas bahwa memang mereka menyukai PHBI ini, dengan alasan yang esensial yaitu menjaga dan mempertahankan tali silaturahim, karena ini semua dapat terlaksana berkat adanya peranan Habib Muhammad al-Athas ditengah-tengah mereka, agar tidak lupa terhadap peristiwa yang terjadi dalam Islam dan pembelajaran agar peka terhadap nasib sesamanya.
3. Bidang Sosial Selain pengajian rutin dan hari-hari besar Islam, Habib Muhammad alAthas juga bergerak di bidang sosial antara lain mengadakan pendidikan panti asuhan, mengadakan bakti sosial bertepatan dengan hari raya Idul Fitri dengan memberikan dan menyalurkan zakat fitrah setiap tahun. Selain itu mengadakan pula pembagian daging hewan qurban pada setiap hari raya Idul Adha dan memberikan beasiswa untuk biaya pendidikan sekolah bagi yang tidak mampu.90 Bakti sosial yang dilakukan Habib Muhammad al-Athas adalah dalam bentuk memberikan santunan kepada Fakir Miskin, Yatim Piatu dan orang tua jompo, baik dalam bentuk bingkisan atau uang. Sedangkan dana yang terkumpul dari jama’ah, Donatur, elemen masyarakat sekitar, pemerintah dan dari Habib
89
Budi Sucipto, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 16 Agustus 2008) Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 15 Agustus 2008). 90
Muhammad al-Athas sendiri untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap Habib Muhammad al-Athas, bahwa dalam kegiatan sosial yang dilakukannya itu semua semata agar bisa dijadikan teladan, karena dalam hidup, setiap manusia harus saling tolong menolong dan sebaik-baiknya orang adalah orang yang bisa menolong apa yang dibutuhkan oleh orang lain ketika dia meminta pertolongan kepadanya.
4. Bidang Pendidikan Aktivitas Habib Muhammad al-Athas dalam dunia pendidikan tidak terlepas dari latar belakang pendidikan dan pondok pesantren beliau sendiri, yakni pondok pesantren Ainurrahmah. Kesehariannya Habib Muhammad al-Athas mengajarkan kepada santrinya ba’da shubuh setiap hari mengajarkan pelajaran fiqih, tauhid, ilmu alat, hadits, bahasa arab serta beberapa kitab yang lainnya. Pondok pesantren Ainurrahmah didirikan pada tahun 1992 dengan spesifikasi pesantren Salafi dengan kajian kitab-kitab kuning. Ustadz Mamat (panggilan Habib Muhammad al-Athas), sekeluarga bersyukur karena sampai detik ini dan insya Allah akan tetap istiqomah sesuai dengan amanah dan harapan almarhum ayahnya untuk tetap menjalankan, meneruskan dan mengembangkan pesantren salafi oleh anak dan keturunannya dalam mencetak dan melahirkan santri yang berakhlakul karimah serta berguna bagi masyarakat, agama dan negara.
Meskipun terbatasnya fasilitas penunjang saat belajar, tetapi dengan keikhlasan, kesabaran dan ketegasan dalam mendidik santrinya, akhirnya segala jerih payahnya beliau berhasil melahirkan alumni-alumni yang berakhlakul karimah dengan kriteria sesuai dengan harapan Habib Muhammad al-Athas khususnya dan masyarakat pada umumnya.91 Habib Muhammad al-Athas pun bersyukur karena dalam masa kepemimpinannya, Ainurrahmah dari waktu ke waktu telah mengalami perkembangan serta kemajuan. Diantaranya dengan adanya beberapa penambahan lokal asrama serta renovasi beberapa lokal bangunan dalam mengakomodir salah satu penunjang kegiatan belajar dan mengaji santri yang berjumlah kurang lebih 200 orang. Saat ini bangunan asrama putra memiliki dua lantai dengan masih memakai bilik kayu bambu, dan masjid yang baru dibangun tahun 2006, kamar mandi untuk santri laki-laki dan perempuan, Koperasi dan Wartel. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada Habib Muhammad al-Athas, bahwa dengan didirikannya berbagai fasilitas ini dilakukan agar proses belajar dan mengajar berjalan dengan nyaman, sehingga ada kesan bahwa setiap santri yang mukim merasa nyaman untuk belajar di pondok pesantren Ainurrahmah.92 Semenjak tahun 1992, pondok pesantren Ainurrahmah berbentuk yayasan yang membawahi tiga bidang, yaitu : bidang pendidikan, sosial dan dakwah. Habib Muhammad al-Athas menyadari semua hasil yang telah didapatnya tidak terlepas dari pertolongan Allah SWT, serta bantuan dari berbagai pihak.
91
Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 16 Agustus 2008). 92 Habib Muhammad al-Athas, Pengasuh Pondok Pesantren Ainurrahmah, Wawancara Pribadi, (Tangerang, 16 Agustus 2008).
keyakinannya bahwa Allah akan selalu menolongnya, beliau selalu mengusahakan melalui istikhoroh dan berdo’a bersama para mad’unya sebelum ataupun sesudah pengajian untuk kemajuan dan perkembangan Ainurrahmah. Ainurrahmah merupakan sebuah pondok pesantren yang berbasis pada sistem salafiyah, di mana para santri-santrinya tidak sama dengan santri Modern. Kalau di Modern ada klasifikasi kelas, seperti SMP atau MTS dan SMA atau MA, sedangkan di salafiyah tidak seperti itu, paling juga ada pembagian tingkat untuk santri junior dan senior. Biasanya santri junior diajarkan oleh Ustadz Senior, yang dimana pemahaman kitabnya sudah matang, sedangkan santri senior diajarkan langsung oleh Kiyainya, karena kitab yang dikajinya adalah kitab-kitab yang tinggi pemahamannya. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan kepada salah seorang santri senior, bahwa dewan pengajar yang ada di sini adalah Habib Muhammad al-Athas sendiri, istrinya Ummi Zaitun, anaknya Evi Silfia al-Athas, Ninah Soraya alAthas, Habib Ali Alaydrus dan Habib Idrus al-Kaf. Mereka ini mengajar santrisantri senior, yaitu tingkat empat (IV), lima (V) dan tingkat enam (VI). Sedangkan untuk santri-santri junior, yaitu tingkat satu sampai dengan tiga, diajarkan oleh santri-santri senior, yaitu Habib Ali Faishal al-Athas, Habib Fikri al-Athas, Habib Zein Alaydrus, Habib Rifki al-Athas dan Muhamad Arifin.
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Dari uraian di atas tentang aktivitas dan pemikiran dakwah Habib Muhammad al-Athas mengenai dakwah maka kita dapat mengambil beberapa kesimpulan yang diantaranya: 1. Dakwah Habib Muhammad al-Athas adalah dakwah yang mengedepankan nilai-nilai
kemanusiaan,
santun,
moderat,
yang
kesemuanya
itu
dilakukannya melalui berbagai media sebagai wadah untuk menyampaikan pemikirannya. Habib Muhammad al-Athas mempunyai kepribadian tersendiri dalam pandangan masyarakat yang selaras dan sejalan dengan kedudukannya sebagai Ulama. Habib Muhammad al-Athas merupakan da’i yang mempunyai tipe pemikat, hal ini justru dapat menarik simpati masyarakat terutama ketika aktivitas dakwahnya berlangsung. Tipe pengambil keputusan yakni ketika adanya permasalahan yang dihadapi masyarakat, tokoh ini yang dijadikan sandaran untuk mencari solusi khususnya di bidang keagamaan. Tipe pendukung, segala usaha yang dilakukan masyarakat, tokoh ini senantiasa mendukung (memotivasi) atas apa yang yang dilakukan masyarakat asalkan hal-hal yang dilakukan untuk kebaikan. 2. Dakwah merupakan sebuah aktivitas penyeruan atau pengajakan kepada orang lain pun diri kita sendiri untuk bertindak kepada hal yang lebih
positif, selain itupun dakwah adalah alat komunikasi untuk menyampaikan ajaran agama dengan benar kepada kaumnya. 3. Aktivitas dakwah Habib Muhammad al-Athas adalah sosok da’i yang memiliki tekad, mental, serta kesabaran yang kuat untuk berdakwah. Cacat fisik yang melumpuhkan kedua kakinya bagi Habib Muhammad al-Athas bukan sebuah halangan untuk berdakwah. Kegigihan dan semangatnya dalam menegakkan kalimat Allah pantas dijadikan sebuah teladan. 4. Bentuk aktivitas dakwah Habib Muhammad al-Athas adalah diskusi (pembahasan masalah keagamaan/bahsul masaa’il), interaktif (tanya jawab ilmu agama), ceramah agama, dakwah bil qolam. Salah satu dakwah yang dilakukan Habib Muhammad al-Athas demi meningkatkan pemahaman keagamaan, yaitu dengan diadakannya pengajian rutin mingguan di masjid Dzarotun Mutmainnah Batan Indah Serpong Tangerang yang dilaksanakan setiap hari Selasa (malam Rabu) pada pukul 20.00 (ba’da Isya) sampai dengan selesai jadwal ini ditetapkan. Kemudian beliau mengajar dua minggu sekali di Kramat Empang Bogor pimpian Habib Muchsin bin Abdullah Husein bin Muchsin al-Athas yang dilaksanakan setiap hari kamis (malam Jum’at) pada pukul 20.00 (ba’da Isya) dengan materi yang diberikan kitab Tabligul Islam. 5. Karya-karya yang sudah beliau terbitkan adalah dengan menerbitkan sebuah buku yang berjudul “Ajaran Islam Antara Tanggung Jawab Aqidah dengan Hak Kewajiban Syariah dalam Kajian Filsafat Muammalah”. 6. Masalah yang dihadapi oleh umat adalah masalah krisis kepercayaan, krisis aqidah, dan krisis mental agama yang buruk, oleh karena itu solusi
untuk menghadapi krisis tersebut adalah bahwa kurikulum agama yang sudah baik diterapkan oleh nabi, sahabat, ataupun ulama yang harus kita tauladani bahkan dipraktekkan bukan hanya sebatas menghafalkan apa-apa yang sudah diajarkan oleh para Ulama.
B. SARAN Bagi Mahasiswa yang ingin melakukan aktivitas dakwah seperti Habib Muhammad al-Athas maka hendaklah terus berpegang teguh kepada ajaran Islam. Sebab dakwah Islam sangat terkait dengan makna, hakikat, dan tujuan hidup manusia, mengacu pada perubahan sikap mental dan diwarnai dengan nilai-nilai ke-Islaman. Besar harapan kami kepada Habib Muhammad al-Athas agar dakwah yang dilakukan dapat terus berlanjut serta dapat menerbitkan karya-karya yang lebih banyak lagi khususnya di bidang dakwah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Aceng, Press Relations : Kiat Berhubungan dengan Media Massa, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000) Ahnan, Maftuh, Kamus Arab Indonesia-Arab, Arab-Indonesia, (Gresik : CV Bintang Pelajar, tth) Al-Qaradhawi, Yusuf, Retorika Islam, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2004), cet.ke1, A., Muis, Komunikasi Islami Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Cet. Ke-1 A. Shomad, H.M. Idris, Diktat Ilmu Dakwah, (Jakarta, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, 2004) Assegaf, M. Hasyim, Derita Putri-putri Nabi, Studi Historis Kafaah Syarifah, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2000), Cet. Ke-1 As-Suyuthi, Imam Jalaluddin, 105 Hadits Keutamaan Ahlul Bait (terj.), (Indonesia : Hasyimi Press, 2001) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1997), cet. Ke-9 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia
edisi 3,
(Jakarta : Balai Pustaka, 2002) Faizah, & Effendi, Muchsin, Psikologi Dakwah, (Jakarta, Prenada Media, 2006), cet. Ke-1 Glasse, Cyril (ed), “Ahlul Bait”, Ensiklopedia Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999)
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1983) Hafidhudin, Didin, Dakwah Aktual, (Jakarta : Gema Insani Press, 1998), Cet. ke-1 Hasanuddin, A., Retorika Dakwah dan Publisistik
dalam Kepemimpinan,
(Surabaya, Usaha Nasional, 1982) Cet. Ke-1 Hasanudin, Hukum Dakwah, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. Ke-1 Hasyami, A., Dustru Dakwah Menurut Al-Quran, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta tahun 1974 Imam Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Penerbit Darul Ihya Turas al-Araby, Beirut Lathief, HMS. Nazaruddin, Teori dan Praktek Dakwah, Penerbit Firma Dara Jakarta Prayitno, Irwan, Kepribadian Da’i, Jakarta, Pustaka Tarbiatuna, 2005 Masy’ari, Anwar, Studi Tentang Ilmu Dakwah, Penerbit PT. Bina Ilmu Surabaya Mubarok, Achmad, Psikologi Dakwah, (Pustaka Firdaus, 1999) M. Syafa’at, Habib, Buku Pedoman Dakwah, (Jakarta : Penerbit Widjaya, 1982) Muhammad al-Athas, Habib, Ajaran Islam antara Tanggung Jawab Aqidah dengan Hak Kewajiban Syariah dalam Kajian Filsafat Muammalah, (Tangerang : LP3KK, 2008), cet. Ke-1 Munawwir, Ahmad Warson, Al Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Pondok pesantren Al Munawwir, 1984), Cet. Ke-1 Munsyi, Abdul Kadir, Methode Diskusi Natsir, M., Fiqhud Dakwah, Dewan Islamiyah Indonesia, Jakarta Purwodarminta, WJS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1976)
Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1997), Cet. Ke-1 Sanusi, Salahuddin, Methode Diakui dalam Dakwah, Pen. CV. Ramdani, Semarang Shaleh, Abd. Rosyad, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1986) Shiddiq, Syamsuri, Dakwah dan Tekhnik Berkhotbah, Penerbit, Al-Maarif Bandung, 1981 Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-qur’an : Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan 1998), Cet. Ke-17 Soeitoe, Samuel, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : FEUI, 1982) Strauss, Anselm & Corbin, Juliet, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, (Surabaya : PT. Bina Ilmu Offset, 2007), cet. Ke-2, h.11 Surahmad, Winarno, Menyusun Rencana Penelitian, (Bandung : CV. Tarsita, 1989) Syukri, Asmuni, Dasar-dasar Strategi Dakwah, (Surabaya Al-Ikhlas, 1983) Wahyudi, J.B., Dasar-dasar Manajemen Penyiaran, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1994) Ya’cub, Hamzah, Publistik dan Islam, Penerbit CV. Diponegoro, Bandung Zaidan, Abdul Karim, Ushulud Dakwah, Penerbit Darul Amar Al-Khathah, Bagdad 1975 Yamani,
Muhammad
Abduh,
Ajarilah
Anakmu
SAW¸(Pasuruan : L’ Islam, 2002), Cet. Ke-2
Mencintai
Anak
Nabi
Majalah Alkisah, (Majalah Kisah dan Hikmah), No.07/Tahun III/28 Maret – 10 April 2005 Tarbawi, (Menuju Kesalihan Pribadi dan Umat), Edisi 135 Th. 8/Jumadil Akhir 1427 H/20 Juli 2006 M Dzikir, No.11 Juni 2008/Jumadil Awwal – Jumadil Akhir 1429 H
Koran Tangerang, Tribun, Jum’at 21 September 2007 Tangerang, Tribun, Selasa 08 Januari 2008
Internet http://assagaf.blogspot.com/2008/05/kaum-alawiyin-di-hadramaut.html, 03 September 2008. http://www.eramuslim.com/ustadz/dll/7611145537-keturunan-rasulullahdan habaib.htm, 03 September 2008. http://www.eramuslim.com/ustadz/dll/7b10184825-siapakah-haba039ibatau-habib-.htm?rel, 03 September 2008.
HASIL WAWANCARA Narasumber
: Habib Muhammad al-Athas
Waktu
: Senin, 18 Agustus 2008
Tempat
: Pondok Pesantren Ainurrahmah Ciater Barat Serpong-Tangerang
1. Apa yang melatarbelakangi didirikannya pondok pesantren Ainurrahmah? Secara global didirikannya yayasan pendidikan pondok pesantren Ainurrahmah adalah dimungkinkan karena satu, anak-anak yang di sekitar ciater putus sekolah setelah sekolah SD atau sederajat untuk bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi mengingat di wilayah Ciater tidak ada sekolah lanjutan dan masyarakat ciater yang pada umumnya adalah yang berpenghasilan rendah menengah ke bawah. Kedua, adanya sekolah-sekolah yang mahal yang didirikan oleh BSD yang tidak mungkin terjangkau secara finansial oleh warga masyarakat Ciater jika berupaya masuk ke sekolah tersebut mengingat penghasilan mereka yang tersebut tadi.
2. Apa yang melatarbelakangi Tanah Wakaf untuk didirikannya pondok pesantren Ainurrahmah? Wakaf yang diberikan kepada pengurus yayasan jumlahnya 850 m2 dan di situ sudah ada Madrasah Ibtidaiyah yang menggunakan tanah wakaf itu, dan selanjutnya dikembangkan oleh yayasan kita membeli dari masyarakat atas nama wakaf pula yang alhamdulillah sampai hari ini sudah ada kurang lebih 2500 m dan itu semua atas kepentingan yang dikelola oleh lembaga yayasan pondok
pesantren Ainurrahmah yang sampai hari ini sudah berdiri Tsanawiyah dan Aliyah setelah Madrasah Ibtidaiyah.
3. Bagaimana menurut Habib tentang konsepsi dakwah? Konsepsi dakwah akhir-akhir ini terjadi stagnas karena kurangnya kemampuan dari para mubaligh-mubaligh mendalami ilmu pengetahuan agama sehingga kesannya dakwah itu berbolak-balik dari itu kesitu saja tidak ada peningkatan baik dari segi kuantitas terlebih lagi secara kualitas.
4. Bagaimana konsepsi Habib tentang aktivitas dakwah yang sedang marak saat sekarang ini? Aktivitas dakwah yang marak lebih dimungkinkan kepada karena masyarakat memberikan apresiasi para da’i dengan uang, sehingga mereka ada kecendrungan dalam dakwahnya bukannya memperhatikan agama tapi hanya sekedar mencari sesuap nasi dengan menjual agama secara murah.
5. Model dakwah yang efektif menurut Habib bagaimana? Model dakwah yang paling efektif ada dua yaitu dakwah bil lisan dan dakwah bil-hal dan bisa dikerjakan bersama atau tidak tetapi dengan motivasi Li’i’lai Kalimatillah dan jauh dari harapan-harapan untuk kesenangan pribadi sebagaimana Allah berfirman dalam surat Yasin : “Ittabiu mallayas alukum ajrow
wahum
muhtadun”
hanya
merekalah
orang-orang
yang
tidak
mengharapkan upah dari dakwahnya yang bisa memberikan petunjuk hidayah Allah.
6. Konkritnya model dakwah yang efektif seperti apa? Konkritnya tidak diundang tapi datang ke tempat untuk masyarakat dan mendakwahi agama kepada mereka secara lisan dan secara hal apa saja yang dibutuhkan oleh mereka saat itu yang mendesak andaikan di wilayah itu banyak orang yang sakit, tentu dakwah itu harus dibarengi dengan bakti sosial kesehata. Kalau di wilayah mad’u itu banyak orang-orang yang miskin maka setelah dakwah bil lisan yaitu dakwah bil hal yang dengan memberikan sembako dan secara umumnya apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat harus bisa memenuhi dengan dakwah kita.
7. Media apa yang biasa digunakan untuk berdakwah di jaman ini ? Bermacam-macam media dan yang sangat ampuh adalah media visual media televisi ataupun dengan surat kabar.
8. Media apa yang paling baik, dulu, sekarang, dan masa yang akan datang? Tidak berbicara dulu, sekarang dan masa yang akan datang yang jelas melalui media visual yang sangat tepat pada saat sekarang ini adalah dengan metode interaktif, reaktif dan proaktif.
9. Definisi dakwah menurut habib seperti apa? Bagi saya dakwah adalah alat komunikasi untuk menyampaikan ajaran agama dengan benar kepada kaumnya kalau kita mengatakan Islam tentu kepada kaum muslimin agar dalam melaksanakan hidup senantiasa benar karena di bawah bimbingan ilmu yang mereka ketahui.
10. Mengapa tertarik dalam bidang dakwah? Tanggungjawab.
11. Apa yang memotivasi Habib begitu cintanya akan dakwah? Karena dalam hidup setiap manusia harus saling tolong menolong dan sebaik-baiknya orang adalah orang yang bisa menolong apa yang dibutuhkan oleh orang lain ketika dia meminta pertolongan kepadanya. Bagian daripada orang ditolong adalah orang yang bodoh orang yang jahil, dan kebetulan saya sedikit diberikan pengertian tentang ilmu agama dan ini adalah anugerah Allah yang harus saya syukuri dan saya berkewajiban memanfaatkan dan menyebarkan ilmu itu kepada orang yang membutuhkannya disitulah saya ada satu kenikmatan tersendiri karena saya sudah mencoba untuk memanfaatkan anugerah Allah berupa ilmu kepada jalan yang diridhai oleh Allah yaitu menyebarkan ilmu itu sendiri.
12. Sebelum terjun dalam bidang dakwah, pernahkah Habib mengambil bidang yang lain? Dalam bidang ilmu keagamaan alhamdulillah praktis semuanya secara global sudah dipelajari walaupun detailnya belum terpenuhi semua dan itu tidak mungkin karena batasan-batasan manusia yang dianugerahkan oleh Allah itu sangat berbeda sehingga sampai hari ini saya bersyukur karena bagian-bagian dari ilmu agama yang pokok saya sudah pelajari dan saya sudah mencoba mengaktualisasikannya di tengah masyarakat termasuk di dalamnya seperti dakwah yang sekarang saya laksanakan.
13. Adakah perbedaan antara dakwah periode lama dengan periode baru? Prinsipnya tidak ada namun yang membedakan adalah karena alat media dakwah yang sekarang lebih canggih dan lebih bisa memenuhi banyak orang daripada yang lama karena jangkauan dakwah itu jauh dan alat komunikasi dakwah belum canggih seperti sekarang ini.
14. Apa yang melandasi kegiatan dakwah Habib? Landasannya adalah iman dan wajib dimana iman itu percaya bahwa saya tidak mungkin hidup selamat tanpa iman dan saya akan berdosa ketika saya tahu kepada satu masalah dan saya tidak bisa menyampaikan kepada orang lain yang tidak tahu masalah itu.
15. Dalam dakwah ada tiga metode yaitu dakwah bil-lisan, dakwah bil-qolam, dan dakwah bil-hal, menurut Habib di jaman sekarang metode dakwah yang mana yang lebih tepat digunakan? Tiga-tiganya karena semuanya saling berkaitan satu dengan yang lain.
16. Dari ketiga metode di atas manakah yang lebih sering digunakan oleh Habib? Alhamdulillah praktis bagi saya pribadi karena ada pondok pesantren nyaris ketiga-tiganya itu tidak ada yang dibedakan sehingga ada persentase yang sama.
17. Keberhasilan apa saja yang telah dicapai dalam bidang dakwah? Masih jauh kalau berbicara keberhasilan tetapi ada yang sudah bisa dinikmati dengan dakwah yang saya laksanakan alhamdulillah di antara mereka banyak yang mengakui diri mereka adalah murid saya dan diri mereka dapat melanjutkan apa yang sudah saya rintis dengan metode dari saya dan mereka tidak malu untuk mengaktualisasikan metode saya di tengah masyarakat.
18. Hambatan apa saja yang Habib alami dalam pelaksanaan dakwah Habib selama ini? Yang paling utama dakwah itu menurut Imam Syafiie pasti sukses jika ditopang oleh dana dan hambatan yang paling utama adalah dana dan dakwah saya sampai hari ini belum bisa ditopang oleh dana dengan maksimal karena masih ada keinginan-keinginan yang ideal saya sendiri untuk bisa menciptakan satu lembaga dakwah yang profesional yang mencakup segala hal yang berkaitan dengan masalah pendidikan agama yang kita anut yang dimungkinkan dengan adanya sarana media dakwah yang baik berupa lembaga-lembaga pendidikan dakwah.
19. keinginan apa yang ingin dicapai oleh Habib? Terus terang ini sangat berat dan hanya dengan hidayah Allahlah ini bisa dibuktikan
saya
berkeinginan
bahwa
lembaga-lembaga
agama
dalam
menyampaikan misinya tidak terkontaminasi dengan pola pikir manusia kecuali dia hanya berpikir agama itu harus bersih dari konsep-konsep manusia karena agama dari Allah dan kita harus membuat lembaga pendidikan agama itu yang
sesuai apa yang diinginkan oleh Allah dan rasul-Nya. Sehingga tidak ada konsep yang ada di lembaga pendidikan agama itu konsep pendidikan agama ala wahabi, ala NU, ala Negara, ala organisasi politik, ala rasulullah, ala sahabat, ala ulama, yang diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.
20. Bagaimana sistem dakwah yang Habib gunakan? Metode interaktif dan reaktif serta proaktif.
21. Menurut Habib da’i yang ideal seperti apa? Da’i yang mukhlis.
22. Apa persyaratan menjadi da’i yang ideal? Da’i ideal adalah syaratnya dia harus mendakwahi ilmu yang ia dakwahi kepada mad’unya dan dia tidak boleh mendakwahkan sesuatu yang ia sendiri tidak mengerti atau dia belum bisa mengamalkannya karena Allah sangat murka kepada manusia yang bisa menyampaikan sesuatu sementara ia tidak memulainya dengan apa yang ia sampaikan kepada orang lain.
23. Prospek dakwah di masa mendatang kira-kira bagaimana? Prospek dakwah di masa mendatang bagi saya kelabu kalau para da’i itu hanya ditatar satu, dua bulan sudah menjadi da’i dan itu yang diterima oleh masyarakat sehingga ada kesan seakan-akan dakwah itu bukan menjadikan orang itu lebih baik terhadap agama tapi hanya dijadikan rating untuk orang lain banyak mengundang dia dalam membicarakan ilmu agama.
24. Isi dakwah yang baik menurut Habib seperti apa? Isi dakwah yang baik adalah yang mempunyai kekuatan seperti dalil naqliyah dan aqliyah artinya secara dalil alquran dan haditsnya jelas dan secara logika kehidupan masyarakat juga bisa diterima.
25. Di dalam buku Habib yang berjudul “Ajaran Islam Antara Tanggung Jawab Aqidah dengan Hak Kewajiban Syariah dalam Kajian Filsafat Muammalah” saya menemukan sebuah kalimat bahwa pembahasan ajaran Islam harus dengan berbagai dengan dimensi, apa maksud dari kalimat tersebut? Ada manusia yang bisa menerima ilmu agama itu secara akal dengan konsep filsafat ada juga ajaran Islam yang diterima oleh masyarakat secara akal itu dengan konsep ekonomi, politik dan strata ilmu lain yang dipelajari di tengah masyarakat oleh karena itu alquran sebagai buku pintar kita ketika akan kita tuangkan untuk masyarakat kita harus mengerti dimensi kehidupan manusia itu sendiri sehingga ketika kita menyampaikan dakwah tepat dengan dimensi manusia yang kita dakwahi sesuai dengan karakter keilmuan yang mereka miliki.
26. Apa inti dari judul buku Habib yang sudah diterbitkan? Prinsipnya manusia harus melaksanakan ibadah dan muammalah itu dengan logika (akal) dan oleh karena itu kita harus mengerti setiap perintah itu ada
keinginan-keinginan
yang
tersembunyi
dari
setiap
perintah
yang
diperintahkan kepada kita misalnya kenapa ketika kita takbir kita harus mengangkat tangan ketika mengucapkan subhanallah wabihamdihi subhanallah hil adzhim, kita harus ruku ketika kita membaca subhana robbi’al a’la, kita
harus sujud semua itu ada keinginan dan tujuan Allah dan ini tidak mungkin kita bisa gali kecuali bagi mereka yang mau menggunakan akalnya dan itulah yang disebut dengan filosofi amaliah.
27. Siapa murid-murid Habib? Di pesantren alhamdulillah walaupun belum bertaraf kiyai tapi banyak di antara mereka sudah bisa mengajar baik di Madrasah Ibtidaiyah, SD seperti Ita Rosita, Neneng Farida, M. Taufik, Jaya, Mutiah, Aisyah, mereka semuanya sudah mengajar ada juga di antara mereka yang melanjutkan kuliah dan ada juga yang sudah kerja menjadi imam masjid di tempat pekerjaannya yaitu saudara Witarta dia bekerja di ITI Serpong dan di samping itu dia menjadi imam masjid di salah satu di masjid Al-Bayan ITI di luar pesantren pada hari ini alhamdulillah ada beberapa orang dibina di majleis ta’lim diantara ialah Habib Muhammad Assegaf Ketua Front Pembela Islam Kabupaten Tangerang dan ada juga yang menjadi pengurus NU Kabupaten Tangerang dan adapula yang menjadi anggota DPR dari partai PKB yaitu Hj. Muin Basuni serta masih banyak yang lainnya.
28. Apa makna pemikiran dakwah menurut Habib? Dakwah ada dua maknanya, ada dua bahasa ketika kita memaknai dengan pemikiran maka kita harus memaknai dakwah dengan bahasa yaitu mengajak orang dari satu tempat yang jelek kepada tempat yang baik daripada tempat yang baik kepada tempat yang lebih baik sehingga kehidupan mereka semakin hari semakin meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas dan ajakan-ajakan itu
murni berangkat dari tanggungjawab dia sebagai makhluk sosial terhadap rekan yang ada di sekitarnya.
29. Apa dan bagaimana arti dan peran dakwah dalam pandangan Habib Muhammad al-Athas? Peran dakwah sangat penting dan strategis karena bagaimana pun manusia harus saling ingat mengingatkan dan itulah dakwah dan tanpa diberi peringatan
kadang kala manusia lupa akan jati dirinya sehingga dakwah
dibutuhkan di setiap saat dan setiap keadaan.
30. Bagaimana media dakwah dalam pandangan Habib? Media dakwah sudah cukup baik tapi perlu ada peningkatan dengan konsep-konsep dakwah yang alamiah natural dan terarah tidak membias kepada hal-hal lain yang tidak masuk ke dalam wilayah dakwah.
31. Apa masalah-masalah dan problematika umat Islam menurut Habib? Masalah yang dihadapi oleh umat adalah masalah krisis kepercayaan, krisis aqidah, dan krisis mental agama yang buruk karena banyak saat ini orang menyelesaikan masalah bukan dengan tidak bermasalah justru menyelesaikan masalah dengan menambah masalah yang baru seperti ketika dia ingin buru-buru selesai ketika dia mempunyai sengketa dengan orang lain bukan melalui jalur hukum tapi dia mengambil jalan pintas yaitu dengan membunuh atau dibunuh.
32. Nasib umat Islam? Nasib umat Islam ada di persimpangan jalan karena mereka khususnya yang ada di Indonesia sekarang ini seperti tamu di negeri sendiri karena Undangundang Dasar 45 dan pancasila yang sudah menjadi payung seluruh agama bisa hidup aman di negeri ini akan tetapi tidak terealisasi sepenuhnya dengan adanya manusia-manusia yang ingin negara ini hancur.
33. Bagaimana pandangan Habib tentang globalisasi dakwah? Saya pikir dari awal dakwah itu harus bersifat global karena Islam itu tidak ada sekat perbedaan antara negara yang lain karena Islam adalah universal dan Islam pula universal oleh karena itu dakwah global harus, dan memang demikian contohnya tidak mungkin ketika kita tidak mempunyai konsep dakwah global Islam dari Arab Saudi datang ke Indonesia dan kenapa kemudian bisa datang ke Indonesia karena para da’inya mempunyai prinsip dakwahnya harus disebarkan ke seluruh dunia dan itulah yang di sebut dengan dakwah global.
Intervew
(Muhamad Irfan)
Intervewer
(Habib Muhammad al-Athas)
DOKUMENTASI HABIB MUHAMMAD AL-ATHAS DI PONDOK PESANTREN AINURRAHMAH CIATER BARAT SERPONG – TANGERANG